KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung...

17
KONSEPSI-KONSEPSI ‘TEKNOLOGI DAN BUDAYA’: KETERPISAHAN VERSUS KETIDAKTERPISAHAN Oleh: Sugeng P. Syahrie Dosen Sejarah FIS UNJ Abstrak Berbagai literatur ilmu-ilmu sosial dan humaniora hampir selalu mengasumsikan budaya sebagai entitas yang keberadaannya terpisah dari teknologi. Bertolak dari kritik terhadap asumsi tersebut, artikel ini membahas pertautan teknologi dan budaya dengan mengetengahkan konsepsi ketidakterpisahan di antara keduanya dalam konteks kehidupan keseharian. Argumennya ialah bahwa cara manusia memaknai dunia kehidupannya (budaya) membutuhkan medium artefak material (teknologi)--selain medium perilaku (sosial)--untuk mengekspresikannya. Dalam pandangan ini, budaya dan teknologi sesungguhnya saling berkait erat dan saling memengaruhi satu sama lain dalam setiap praktik sosial. Sudut pandang budaya menyatakan bahwa kebudayaan adalah dimensi maknawi dari praktik sosial, dan setiap praktik sosial senantiasa melibatkan artefak material (teknologi). Hal yang sama dapat pula dinyatakan dari sudut pandang teknologi, bahwa teknologi (artefak material) adalah medium material yang dihuni oleh makna-makna budaya dan sekaligus merupakan sarana bagi praktik sosial. Kata kunci: Keterpisahan teknologi dan budaya, ketidakterpisahan teknologi dan budaya, artefak material, dimensi maknawi, praktik sosial, ketertanaman teknologi dalam budaya, latent telic. Pendahuluan Berbagai literatur ilmu-ilmu sosial dan humaniora hampir selalu mengasumsikan kebudayaan sebagai entitas yang keberadaannya terpisah jauh dari teknologi. Kalau pun terkait, perspektif yang dikembangkan hampir selalu terjebak ke dalam pemikiran yang bersifat deterministik, bahwa keberadaan entitas yang satu menjadi sebab bagi terjadinya perubahan- perubahan pada entitas yang lain. Perspektif semacam ini adalah tidak memadai karena kedua entitas tersebut justru saling berkelindan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Artikel ini membahas pertautan teknologi dengan kebudayaan dengan mengetengahkan dua konsepsi yang saling berlawanan mengenai pertautan tersebut: konsepsi keterpisahan dan konsepsi ketidakterpisahan. Pembahasan dimulai dengan paparan mengenai konsepsi-konsepsi keter- pisahan teknologi dan budaya, yang dikritik dalam tulisan ini, dan diikuti dengan argumentasi serta sejumlah contoh perihal ketidakterpisahan teknologi dan budaya yang menjadi ide pokok dalam artikel ini. Ketidakterpisahan teknologi dan budaya dimaksudkan di sini sebagai

Transcript of KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung...

Page 1: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

KONSEPSI-KONSEPSI ‘TEKNOLOGIDAN BUDAYA’: KETERPISAHAN VERSUSKETIDAKTERPISAHANOleh: Sugeng P. SyahrieDosen Sejarah FIS UNJ

AbstrakBerbagai literatur ilmu-ilmu sosial dan humaniora hampir selalu mengasumsikan budayasebagai entitas yang keberadaannya terpisah dari teknologi. Bertolak dari kritik terhadapasumsi tersebut, artikel ini membahas pertautan teknologi dan budaya denganmengetengahkan konsepsi ketidakterpisahan di antara keduanya dalam konteks kehidupankeseharian. Argumennya ialah bahwa cara manusia memaknai dunia kehidupannya (budaya)membutuhkan medium artefak material (teknologi)--selain medium perilaku (sosial)--untukmengekspresikannya. Dalam pandangan ini, budaya dan teknologi sesungguhnya salingberkait erat dan saling memengaruhi satu sama lain dalam setiap praktik sosial. Sudutpandang budaya menyatakan bahwa kebudayaan adalah dimensi maknawi dari praktiksosial, dan setiap praktik sosial senantiasa melibatkan artefak material (teknologi). Hal yangsama dapat pula dinyatakan dari sudut pandang teknologi, bahwa teknologi (artefakmaterial) adalah medium material yang dihuni oleh makna-makna budaya dan sekaligusmerupakan sarana bagi praktik sosial.

Kata kunci:Keterpisahan teknologi dan budaya, ketidakterpisahan teknologi dan budaya, artefakmaterial, dimensi maknawi, praktik sosial, ketertanaman teknologi dalam budaya, latenttelic.

PendahuluanBerbagai literatur ilmu-ilmu sosial danhumaniora hampir selalumengasumsikan kebudayaan sebagaientitas yang keberadaannya terpisahjauh dari teknologi. Kalau pun terkait,perspektif yang dikembangkan hampirselalu terjebak ke dalam pemikiranyang bersifat deterministik, bahwakeberadaan entitas yang satu menjadisebab bagi terjadinya perubahan-perubahan pada entitas yang lain.Perspektif semacam ini adalah tidakmemadai karena kedua entitastersebut justru saling berkelindandalam praktik kehidupan sehari-hari.

Artikel ini membahas pertautanteknologi dengan kebudayaan denganmengetengahkan dua konsepsi yangsaling berlawanan mengenai pertautantersebut: konsepsi keterpisahan dankonsepsi ketidakterpisahan.Pembahasan dimulai dengan paparanmengenai konsepsi-konsepsi keter-pisahan teknologi dan budaya, yangdikritik dalam tulisan ini, dan diikutidengan argumentasi serta sejumlahcontoh perihal ketidakterpisahanteknologi dan budaya yang menjadi idepokok dalam artikel ini.Ketidakterpisahan teknologi danbudaya dimaksudkan di sini sebagai

Page 2: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

hubungan timbal balik atau salingpengaruh di antara keduanya.

Teknologi itu sendiri, dalamtulisan ini, dikonsepsikan menurutpemikiran ahli sosiologi teknologiDonald MacKenzie dan JudyWajcman. MacKenzie dan Wajcmanmengkonsepsikan “teknologi” kedalam tiga lapis pengertian. Pertama,teknologi sebagai objek fisik atauartefak, seperti sepeda, radio, televisi,komputer, atau reaktor nuklir; kedua,teknologi sebagai aktivitas atau proses,seperti pengolahan bahan-bahanmakanan menjadi masakan,pembuatan atau pencetakan baja, ataupengolahan limbah radioaktif yangberasal dari PLTN; ketiga, teknologisebagai pengetahuan untuk membuatatau melakukan sesuatu, sepertipengetahuan dalam membuat rumah,sepeda motor atau mobil, ataumengoperasikan peralatan USG(ultrasonography) dalam klinikkebidanan.1

Konsepsi tersebut, selainmenegaskan ciri esensial teknologi,yaitu materialitas, juga menegaskankuatnya relasi antara manusia danteknologi atau pertautan yang eratantara teknologi dan masyarakat.Teknologi senantiasa bertaut eratdengan kehidupan manusia dankehadiran tatanan sosial yang baru.Sebagai ilustrasi, perkembangantransportasi mulai dari kereta kuda,kapal laut, hingga pesawat terbangmenyediakan mobilitas sosial yang

makin tinggi, yang memungkinkanpertukaran kebudayaan antarbangsa.Perkembangan dalam konstruksistruktur dan arsitektur menghasilkanperumahan dan permukiman yangaman dan nyaman. Keteraturankehidupan sosial baik di kota maupundi desa menjadi mungkin denganadanya jala-jala listrik, jaringan irigasidan pipa air minum, serta jalan-jalanraya. Aktivitas perdagangan danekonomi akan sulit dikoordinasikantanpa adanya uang serta beragam jenisalat ukur dan alat tukar barang-barang.2

Sedangkan budaya dikonsep-sikan dengan merujuk kepadapemikiran antropolog Clifford Geertzyang mendefinisikan kebudayaansebagai sistem simbol, makna-makna,dan nilai-nilai yang dimiliki bersama,yang dapat diidentifikasi, dan bersifatpublik. Selain mengatakan bahwakebudayaan bersifat simbolik,interpretatif, dan publik, Geertz jugamemetaforakan kebudayaan sebagaijejaring makna yang dirajut manusiayang dioperasionalkan melaluikegiatan sehari-hari. Definisikebudayaan Geertzian ini lebih-kurangsejajar dengan definisi kebudayaanmenurut disiplin kajian budaya(cultural studies), yaitu makna dannilai dari praktik sosial sehari-hari.3

Para pemikir kajian budayamengatakan bahwa budaya ialah“kumpulan praktik sosial yangmelaluinya makna diproduksi,

1Lihat Wiebe E. Bijker, Thomas P. Hughes, danTrevor Pinch, “General Introduction”, dalamBijker, Hughes, dan Pinch (editor) The SocialConstruction of Technological Systems: NewDirections of the Sociology and History ofTechnology (Massachusetts: MIT Press, 1987), h.3-4.

2 Sonny Yuliar, Tata Kelola Teknologi: PerspektifTeori Jaringan-Aktor (edisi khusus, 2008), h. 1.3 Sugeng P. Syahrie,“Jaringan HeterogenTeknologi dan Masyarakat”, Kompas, 5 September2009, h. 38.

Page 3: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

disirkulasikan, dan dipertukaran”.4

Konsepsi budaya dari tradisi kajianbudaya tersebut menegaskanpengertian ihwal budaya sebagai“aspek sosial yang berkaitan denganurusan makna”. Bertolak dari keduadefinisi tersebut, saya mengonsepsikankebudayaan sebagai dimensimaknawi dari praktik sosial.

Konsepsi-konsepsi Keterpisahan:Suatu Kritik

Khazanah literatur studi ke-masyarakatan, setidaknya hinggabeberapa dasawarsa yang lalu,dipenuhi pembahasan mengenaimanusia sebagai makhluk sosial, tetapihampir nihil dari perbincangantentang objek-objek teknis atau artefakteknologis. Seolah-olah, masyarakatdapat terbentuk hanya dari elemensosial (manusia), tanpa perlu elementeknis (teknologi) sebagai sarana bagikehidupan bermasyarakat. Asumsiseperti itu mendasari konsepsi-konsepsi berbagai disiplin ilmu-ilmusosial dan humaniora, mulai dariantropologi hingga kajian budaya(cultural studies).

Antropologi sosiokultural misal-nya, jarang sekali disiplin inimembicarakan teknologi di dalamnya,apalagi teknologi dalam pengertiannyasebagai artefak5 kehidupan sehari-hari

4 Tony Thwaites, Lloyd Davis, dan WarwickMules, Introducing Cultural and Media Studies:Sebuah Pendekatan Semiotik, terjemahan SalehRahmana (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 1.5 Artefak (artefact atau artifact) dapat diartikansebagai “human-made”; segala sesuatu yangkeberadaanya mempersyaratkan adanya kehendak,pengetahuan, dan aktivitas manusia. Misalnya, batubata merupakan artefak, tetapi batu di gunungbukan artefak, melainkan benda alamiah (lihatSonny Yuliar, Tata Kelola Teknologi: PerspektifTeori Jaringan-Aktor [edisi khusus, 2008],catatan kaki h. 29). Dalam disiplin arkeologi,

(technology in everyday life). Kalaupun kebudayaan membicarakanteknologi, cara pandangnya sangattipikal: melihat kebudayaan sebagaikendala versus kebudayaan sebagaipendorong dalam introduksi teknologibaru di masyarakat.

Pandangan tersebut barangkalidipengaruhi oleh pemikiran GunnarMyrdal dalam Asian Drama. Dalambuku yang ditulis dari hasil risetselama 10 tahun di Asia Selatan,Myrdal menyimpulkan bahwa faktorbudaya, yang sangat dipengaruhi olehagama, merupakan rintangan yangterpenting bagi modernisasi (yangmengasumsikan adanya introduksiteknologi baru di masyarakat).6 Dalamkarya sejenis yang lebih mutakhir, TheCultural Conditions of EconomicDevelopment, Mariano Grondonamenganalisis dan mengontraskanbudaya yang mendukungpembangunan (contohnya AmerikaSerikat dan Kanada) serta yangmenentang pembangunan (sepertiAmerika Latin).7

Dalam konteks Indonesia, bukuantropologi Kebudayaan, Mentalitet,dan Pembangunan merefleksikan

artefak didefinisikan sebagai “a discrete andportable object whose characteristics result whollyor in part from human activity” (lihat RobertSharer dan Wendy Ashmore, Archaeology:Discovering Our Past [California: MayfieldPublishing, 1993], h. 114, 608) atau “any portbaleobject used, modified, or made by humans” (lihatColin Renfrew dan Paul Bahn, Archaeology:Theories, Methods, and Practice [London: Thamesand Hudson, 1996], h. 539).6 Lihat Lawrence Harrison, “Memajukan PerubahanBudaya yang Progresif”, dalam Lawrence Harrisondan Samuel Huntington (editor) Kebangkitan peranBudaya: Bagaimana Nilai-nilai MembentukKemajuan Manusia (Jakarta: LP3ES, 2006), h.437.7 Ibid., h. 433

Page 4: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 40 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

dengan gamblang cara berpikir ini.8

Demikian pula buku PerananKebudayaan TradisionalIndonesia dalam Modernisasi.Buku yang menghimpun berbagaipenelitian lapangan di beberapadaerah di Indonesia mengenaikebudayaan tradisional itumengembangkan tesis bahwakebudayaan tradisional dapatmendukung proses pembangunansosial, ekonomik, dan ekologismasyarakat--proses ini niscayamelibatkan teknologi.9

Cara memandang relasikebudayaan dan teknologi yang sepertiitu pernah menjadi kecenderunganyang amat kuat dalam paradigmapembangunan di Indonesia padaperiode pemerintahan Orde Baru.Pada dasawarsa 1980-an, misalnya,dalam suatu lokakarya yang diadakanoleh Badan PerencanaanPengembangan Teknologi (BPPT) danKementerian Ristek dibahas persoalan“hambatan sosial dalam penerapanteknologi di wilayah perdesaan”. Disini sekelompok ahli ilmu sosialmerumuskan beberapa parametersosial budaya untuk mengukurberhasil-tidaknya penerapan teknologidan alih teknologi.10

Cara berpikir seperti itu disebutoleh antropolog Clifford Geertz sebagai“ekonomisme” karena menempatkankebudayaan di luar proses sosial(eksternalisasi) yang terjadi ketikasuatu teknologi baru diintroduksi ke

dalam masyarakat. Istilahekonomisme itu sendiri berasal dariMarshal Sahlins, antropolog ekonomiyang berorientasi Marxis, yangmemandang bahwa kekuatan-kekuatan yang dinamik dalamkelakuan individu (yang berarti jugadalam masyarakat) adalah pendorongdasar bagi upaya pemenuhankebutuhan untuk mencari keuntungandalam konteks kemungkinan materidan kendala-kendala normatif.11

Terkait dengan kecenderungancara berpikir “ekonomisme” tersebut,Bryan Pfafenberger mencobamendefinisikan ulang pengertianteknologi dengan menghindari duapandangan tipikal menyangkut relasiantara teknologi dan manusia, yaknideterminisme teknologi dansomnambulisme (somnambulism)teknologi. Cara pandang pertamamenganggap bahwa teknologilah yangmenentukan tatanan sosial; yangkedua memandang bahwa teknologitidak memiliki kemampuan yanginheren untuk menentukanperkembangan sosial, dan dampaknyabergantung pada bagaimana iadigunakan oleh manusia. Pfafenbergermenganggap keduanya tidak memadaikarena mengabaikan kompleksitashubungan di antara teknologi dandunia kultural-sosial. Sebagaigantinya, ia mendefinisikan teknologidari perspektif antropologi, yaknisuatu totalitas fenomena sosial yangmencakup secara sekaligus unsur-

8 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet, danPembangunan (Jakarta: Gramedia, 1974).9 Michael R Dove, Peranan KebudayaanTradisional Indonesia dalam Modernisasi (Jakarta:YOI., 1985).10 Ignas Kleden, Sikap Ilmiah dan KritikKebudayaan (Jakarta: LP3ES. 1987), h. 175.

11 Lihat Achmad Fedyani Saifuddin, AntropologiKontemporer: Suatu Pengantar Kritis MengenaiParadigma (Jakarta: Prenada Media. 2005), h.316-317

Page 5: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 41 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

unsur material, sosial, dan simbolikdalam suatu jejaring yang kompleks.12

Cara pandang lain terhadapteknologi yang juga tipikal dalamantropologi adalah sebagaimana yangterwakili oleh buku ajar antropologiyang ditulis oleh Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi.13 Dalambuku ini, Koentjaraningratmengkategorikan teknologi (dansistem peralatan hidup) sebagai salahsatu dari tujuh unsur kebudayaan yangdapat ditemukan pada semua bangsadi dunia.14 Dengan kata lain, carapandang ini menganggap bahwateknologi hanyalah subspecieskebudayaan, atau teknologi adalahbagian dari entitas kultural.Kebudayaan itu sendirididefinisikannya sebagai “keseluruhansistem gagasan, tindakan, dan hasilkarya manusia dalam rangkakehidupan masyarakat yang dijadikanmilik diri manusia dengan belajar”.15

Cakupan definisi kebudayaanyang sangat luas itu menyebabkansemua hal yang merupakan hasilkreasi atau daya cipta manusia adalahkebudayaan. Jika demikian, lalu apayang bukan kebudayaan? “Jika budayameliputi apa saja, “budaya tidakmenjelaskan apa pun”.16 Kebudayaan

12 Bryan Pfaffenberger, “Fetishised Objects and

dalam artinya yang sangat umum danmeluas itu, yang mencakup apa saja,hanya mungkin dikontraskan dengansegala sesuatu yang bukan merupakanhasil kreasi manusia, yakni hal-halyang alamiah (natural).

Selain antropologi, bidang kajianinterdisipliner yang disebut “kajianbudaya” (cultural studies) jugamengkaji kebudayaan, namunkebudayaan yang dimaksud di siniadalah apa yang disebut oleh paraproponen kajian budaya sebagai“budaya massa” (mass culture).Budaya massa adalah kategorikebudayaan yang diciptakan untukmassa yang luas, sehingga olehpemikir budaya Theodor Adornocenderung dilihat sebagai kebudayaanyang menghasilkan selera massal ataurendah17 Budaya massa juga dapatdiartikan sebagai “budaya pop”(popular culture), dalam pengertianbahwa budaya ini diproduksi massauntuk konsumsi massa.18 Walaupunkajian budaya tidak bisa (danseharusnya tidak) direduksi menjadisekedar kajian budaya pop/budayamassa, tetapi tidak dapat disangkalbahwa kajian budaya pop/budayamassa bersifat sentral bagi kajianbudaya.19 Ini merupakan konsekuensilogis dari postulat “budaya” sebagai“praktik hidup sehari-hari”.

Humanised Nature: Towards an Anthropology ofTechnology”, Man, New Series, Vol. 23, No.2, 1988,236-252.13 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi(Jakarta: Aksara Baru, 1989).14 Selain teknologi, enam unsur lain dalamkebudayaan menurut pengertian Koentjaraningratialah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial,sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dankesenian. Lihat Koentjaraningrat, Pengantar IlmuAntropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 204.15 Ibid., h. 180.16 Samuel P. Huntington, “Budaya MempunyaiAndil”, dalam Lawrence Harrison dan SamuelHuntington (editor) Kebangkitan peran Budaya:

Bagaimana Nilai-nilai Membentuk KemajuanManusia (Jakarta: LP3ES, 2006), h. xv).17 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: TafsirCultural Studies atas Matinya Makna (Bandung:Jalasutra, 2008).18 John Storey, Teori Budaya dan Budaya Pop:Memetakan Lanskap Konseptual Cultural Studies,terjemahan Elli El Fajri (Yogyakarta: PenerbitQalam, 2004), h. 15.19 John Storey, Cultural Studies & the Study ofPopular Culture: Theories and Methods.(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1996a), h.2.

Page 6: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 42 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

Titik pijak kajian budaya adalahsebuah gagasan tentang budaya yangsangat luas dan mencakup segala halyang digunakan untukmenggambarkan dan mempelajariberaneka praktik sosial20 pada tataransimbolik (atau budaya)-nya. Kajianbudaya bertujuan mengkaji pokokpersoalannya dari sudut praktikkebudayaan dan hubungannya dengankekuasaan. Tujuan tetapnya adalahmengungkapkan hubungan kekuasaandan mengkaji bagaimana hubungantersebut mempengaruhi danmembentuk praktik kebudayaan.21

Para pendiri kajian budayamerumuskan fokus studi mereka padabagaimana budaya dipraktikkan danbagaimana budaya diciptakan, ataubagaimana praktik budayamemungkinkan berbagai kelompokdan kelas berjuang demi meraihdominasi kebudayaan. Bagi teoretikusbudaya Raymond Williams, yang jugasalah seorang pendiri kajian budaya,pengertian budaya sebagai praktikberarti melihat budaya sebagaiekspresi spesifik dari komunitasorganik yang koheren dan melawandeterminisme dalam berbagaibentuknya.22 Frasa “melawandeterminisme” ini menunjukkanbahwa budaya massa adalah kategoripolitis, merupakan arena kekuasaandan perjuangan untuk mencapaimakna.23

20 Ziauddin Sardar dan Borin van Loon. 2001.Mengenal Cultural Studies for Beginners(Bandung: Mizan, 2001), h. 6.21 Ibid., h. 9.22 Ibid., h. 26, 29.23 Chris Barker, Cultural Studies: Teori danPraktik, terjemahan Nurhadi (Yogyakarta: KreasiWacana, 2004), h. 402.

Dengan fokus pada “praktikbudaya” ini, kajian budaya didominasioleh studi mengenai budaya pop(popular culture), khususnya perihalkonsumsi dalam kehidupan sehari-hari,24 yakni perihal cara bagaimanasimbol-simbol komoditas dibeli dandiapropriasi oleh individu ataukelompok untuk memperlihatkanidentitas atau perbedaan kelas sosial.Namun, tanpa mengingkarimanfaatnya, kajian sosiokulturalseperti yang dilakukan disiplin kajianbudaya ini memiliki kelemahansebagaimana kelemahan kajian ilmu-ilmu sosial-humaniora pada umumnyayang memusatkan perhatiannyasemata pada faktor-faktor sosial dankultural. Ia kurang memperhatikanbagaimana cara hidup bermasyarakatberubah seiring dengan berbagaipenemuan teknologi.

Dalam kajian budaya, aspekmaterial dari praktik kultural kerapkali luput dari pengamatan.25 Pengkajikebudayaan material (material culturestudies) Michael Schiffer telahmenegaskan hal ini lebih dari satudasawarsa silam dalam The MaterialLife of Human Beings: Artifacts,Behavior, and Communication.Schiffer menulis bahwa ilmuwan sosialtelah:

… ignored what might be the mostdistinctive and significant aboutour species: [that] human lifeconsists of ceaseless and variedinteraction among people andmyriad kinds of things.26

24 Storey, 1996a op. cit.25 M. Sastrapratedja, “Kata Pengantar”, dalam FrancisLim Filsafat Teknologi: Don Ihde tentang Manusiadan Alat (Yogyakarta: Kanisius. 2008), h. vii.26 Lihat Bjørnar Olsen, “Material Culture afterText: Re-Membering Things”, Norwegian

Page 7: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 43 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

Begitu pun antropolog WebKeane, indonesianis asal UniversitasMichigan ini menyatakan:

Within the social or humansciences, material objects haverarely been a focus of attentionsimply in and on themselves.Rather, they have been of specialinterest primarily for the insightthey may provide into humansocial and cultural worlds.27

Pengkaji kebudayaan materiallainnya, Bjørnar Olsen, yang menyitirargumen filosof Marxis asal PrancisHenri Lefebvre, menjelaskan mengapabenda-benda, dunia material,cenderung luput dari perhatian parailmuwan sosial dan humaniora. Salahsatu alasan yang sering dikemukakanadalah karena:

things do not call attention tothemselves--they are so integratedin our lives, being at the same timethe ‘most obvious and the besthidden’.28

Filsuf Martin Heidegger telahjauh lebih dahulu menengaraikecenderungan tidak dibicarakannyaartefak teknologis keseharian dalam

“menghilang”. Alat itu menarik diri kelatar belakang.29 Tongkat orang butabisa dijadikan sebagai contoh untukmenjelaskan kecenderungan ini.

Ketika orang buta menggunakantongkat itu untuk berjalan, iacenderung untuk tidak menyadarikeberadaan tongkatnya. Ia hanyamenyadari jalan yang ia tempuh atauobjek yang disentuh oleh tongkatnya.Alat menjadi transparan ketikakegunaannya dapat diandalkan. Dalamketerandalannya ini, alat“menghilang”, memberi tempat danprioritas kepada tugas yang hendakdilakukan. Alat itu baru disadarikeberadaannya ketika terjadikerusakan yang membuatnya menjaditidak berguna. Ini adalah suatuparadoks: alat menjadi jelas kelihatanjustru ketika ia rusak atau hilang.Kacamata dan telepon adalah contohlain yang menunjukkankecenderungan serupa itu. Contohtersebut menegaskan sebab-musababmengapa studi sosial budayacenderung alpa memasukkan peranartefak keseharian sebagai variabelanalisis.30

Sebaliknya, studi sosial yangmengkaji teknologi, yakni STS, selainbeberapa teorinya masih menunjukkanbias determinisme,31 studi ini juga

kajian sosial budaya. Dalam buku yangditulis oleh Michael E. Zimmerman,Heidegger’s Confrontation withModernity: Technology, Politics, andArt, dinyatakan bahwa ketika orangmenggunakan alat, alat itu cenderung

Archaeological Review, Vol. 36, No. 2, 2003, h.87.27 Web Keane, “Subjects and Objects”, dalamChristopher Tilley dkk., Handbook of MaterialCulture (London: Sage Publications, 2006), h. 197.28 Olsen, 2003, op. cit., h. 94.

29 Lihat Francis Lim, 2008, Filsafat Teknologi: DonIhde tentang Manusia dan Alat (Yogyakarta:Kanisius. 2008), h. 65.30 Ibid.31 Teori-teori yang berkembang dalam studi STS,selain ANT, antara lain adalah Social Constructionof Technology (SCoT) dan Sociology of ScientificKnowledge (SSK). Tetapi, tidak seperti ANT yangberhasil sepenuhnya lepas dari bias pemikiran yangdeterministik, SCoT dan SSK masih sangatdipengaruhi oleh paradigma konstruktivisme sosialyang justru dikritik tajam oleh para penggagasANT karena dinilai masih bias pemikirandeterminisme sosial. Lihat Ralph Schroeder,

Page 8: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 44 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

jarang membicarakan dimensi budayadi dalamnya. Studi teknologi selamaini didominasi oleh isu mengenaidampak sosial dari kehadiranteknologi baru, khususnya teknologitinggi seperti energi nuklir, teknologiinformasi, dan bioteknologi. Riset yangdilakukan oleh para penggiat studiSTS, seperti berbagai studi kasus yangdihimpun dalam buku yang disuntingoleh Arie Rip dkk. didominasi oleh isutata kelola teknologi (governance oftechnology) yang bertujuanmempromosikan demokratisasi sistemteknologi untuk mengendalikandampak sosial dari inovasi teknologiagar integrasinya ke dalam masyarakatdisertai penerimaan yang baik danhasil-hasilnya berkelanjutan.32

Sebenarnya, kajian yang berfokuspada efek resiprokal dalam relasiantara teknologi dan masyarakatsudah dirintis dan dikembangkan olehpara penggagas teori jaringan-aktor(actor-network theory, ANT), yaituBruno Latour,33 Michael Callon,34 dan

Rethinking Science, Technology, and SocialChange (California: Stanford University Press,

2007), h. 3-4.32 Arie Rip, Thomas J. Misa, dan Johan Schot(editor), Managing Technology in Society: TheApproach of Constructive Technology Assessment(London: Pinter Publisher, 1995).33 Bruno Latour, Science in Action: How to FollowScientists and Engineers through Society(Massachusetts: Harvard University Press, 1987).Lihat juga Bruno Latour, “Where Are the MissingMasses? The Sociology of a Few MundaneArtifacts”, dalam Bijker dan Law (editor) ShapingTechnology, Building Society: Studies inSociotechnical Change (Massachusetts: MIT Press,1992).34 Michael Callon, “Society in the Making: TheStudy of Technology as a Tool for SociologicalAnalysis”, dalam Bijker, Hughes, danPinch (editor)The Social Construction of Technological Systems:New Directions of the Sociology and History ofTechnology (Massachusetts: MIT Press, 1987).

John Law35 sejak dasawarsa 1990-an.ANT adalah sebuah pendekatan yangberkembang dalam bidang studiinterdisipliner yang disebut Scienceand Technology Studies (STS). Ketigailmuwan sosial pengkaji teknologi iniberpendirian bahwa masyarakat ituberisikan unsur-unsur yang lebih darisekadar individu-individu manusia sertanorma-norma yang mengaturkehidupan mereka. Apa yang hilang dariteori-teori sosial sebelum mereka adalahelemen non-manusia (non-humans).Oleh sebab itu, dibutuhkanpendefinisian ulang mengenai apa itu“masyarakat”, yakni suatu kolektivitasyang terdiri dari kedua elemen itu,manusia (entitas sosial) maupun non-manusia (entitas teknis). Merekamemandang masyarakat sebagaiasosiasi-asosiasi heterogen yang terdiridari elemen-elemen (sosial dan teknis)yang tidak stabil, yang salingmemengaruhi dan mendefinisikanulang secara terus menerus.

Perspektif yang tidakdeterminsitik tersebut dimungkinkanberkat definisi mereka tentangteknologi yang tidak hanya berupamesin-mesin, tetapi mencakup jugaartefak kehidupan sehari-hari. Selainitu, juga karena cara ANTmendefinisikan masyarakat yang tidakmengasumsikannya sebagai entitashomogen yang hanya dihuni olehaktor-aktor sosial, tetapi sebagaijaringan heterogen yang turutdibentuk oleh objek-objek

35 John Law (editor), A Sociology of Monsters:Essays on Power, Technology, and Domination.Sociological Review Monograph 38 (London:Routledge. 1991).

Page 9: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 45 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

teknologis.36 Kajian yang dilakukanoleh Bruno Latour37 dan WiebeBijker,38 misalnya, memperlihatkanhal ini. Namun, studi mereka padaumumnya bertolak dari perspektifsosiologis; atau perspektif politissebagaimana diperlihatkan olehLangdon Winner dalam tulisannyayang terkenal, “Do Artefacts HavePolitics?”39 Sejauh ini, dapat dikatakantidak terdapat kajian yangmenggunakan teori ANT yang bertolakdari perspektif kultural.

Keseluruhan paparan di atasmenunjukkan sebuah kecenderungankuat bahwa teknologi adalah entitasyang terpisah jauh dari entitas budaya.Padahal, bukankah keduanya justrusaling berkelindan dalam praktiksosial sehari-hari?

Konsepsi-konsepsiKetidakterpisahan: SebuahGagasan

Budaya, yakni perihal caramanusia memberikan makna padadunia kehidupannya, kata pengkajisemiotika dan kajian budaya Yasraf A.Piliang, membutuhkan medium untuk

36 Sonny Yuliar, Tata Kelola Teknologi: PerspektifTeori Jaringan-Aktor (Bandung: Penerbit ITB,2009).37 Bruno Latour, “Where Are the Missing Masses?The Sociology of a Few Mundane Artifacts”,dalam Bijker dan Law (editor) ShapingTechnology, Building Society: Studies inSociotechnical Change (Massachusetts: MIT Press,1992), h. 225-258.38 Wiebe E. Bijker, “The Social Construction ofFluorescent, or How an Artifact Was Invented inIts Diffusion Stage”, dalam Bijker dan Law(editor). Shaping Technology, Building Society:Studies in Sociotechnical Change (Massachusetts:MIT Press, 1992), h. 75-102.39 Langdon Winner, ”Where TechnologicalDeterminism Went”, dalam Cutcliffe dan Mitcham(editor) Visions of STS: Counterpoints in Science,Technology, and Society Studies (Albany: StateUniversity of New York Press), 2001, h. 11.

mengekspresikan makna tersebut,yaitu bahasa dan benda-benda (atauobjek).40 Dengan kata lain, maknasebagai entitas kultural di dalam relasiantara manusia dan dunia kehidupan(life-world) membutuhkan aktualisasidirinya ke dalam dunia objek ataubenda-benda.41 Senada dengan Piliang,pengkaji studi STS Sonny Yuliarmengatakan bahwa norma-norma danrelasi-relasi sosial yang membentukmasyarakat tidak hanya bersifatsimbolis, tetapi juga terwujud kedalam objek-objek material.42 Apayang Piliang dan Yuliar kemukakanjelas bukan premis-premis baru. Sejaksetidaknya dua atau tiga dasawarsasilam para semiotikawan dan ahli-ahlisosiologi teknologi telahmengungkapkan pemikiran yangdemikian.

Semiotikawan Wendy Leeds-Hurwitz, yang menelisik kode-kodesosial yang terkandung dalammakanan, pakaian, dan objek-objekkeseharian dari perspektif teorisemiotika komunikasi, telahmenegaskan ketidakterpisahanteknologi (baca: material culture) darirealitas sosial dan makna-maknakultural.43 Demikian pula apa yangdikemukakan oleh ahli sosiologi

40 Yasraf A. Piliang, ”Imagologi dan Gaya Hidup:Membingkai Tanda dan Dunia”, dalam AlfathriAdlin (editor) Resistensi Gaya Hidup: Teori danRealitas (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), h. 72.41 Robert Murphy dalam The Dialectics of SocialLife: Alarms and Excursions in AnthropologicalTheory menyatakan bahwa selain teraktualisasidalam artefak, makna budaya juga disekspresikansecara perilaku—gerak-gerik tubuh, aktivitas,ritual, ekspresi artsitik, dan tindakan manusialainnya yang dapat diamati. Lihat Saifuddin, 2005,op. cit., h. 86.42 Yuliar, 2009, op. cit., h. 2.43 Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics andCommunication: Signs, Codes, Cultures (NewJersey: Lawrence Erlbaum Associates, 1993).

Page 10: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 46 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

teknologi dan proponen teori ANTJohn Law:

If human beings form a socialnetwork it is not because theyinteract with other human beings. Itis because they interact with humanbeings and endless other materialstoo […]. Machines, architectures,clothes, texts—all contribute to thepatterning of the social.44

Teoretikus budaya RaymondWilliams juga mengatakan demikian.Menurut Williams, meskipunkebudayaan tidak bertujuan langsunguntuk mengembangkan kondisimaterial kehidupan, tetapi jelas bahwasetiap praktik budaya, yang bertujuanmemproduksi makna, selalumelibatkan sarana yang bersifatmaterial sebagai mediumnya.45 Ahli-ahli antropologi budaya sudah sejaklama menyatakan bahwa artefak yangmanusia ciptakan adalah mediumtempat identitas budaya dilestarikandan dikomunikasikan pada generasiberikutnya.46

Semua proposisi akademis itumenegaskan fenomenaketidakterpisahan teknologi darientitas sosiokultural tersebut. LangdonWinner pun menyebut alat-alatteknologi sebagai bentuk-bentuk

44 John Law, ”Notes on the Theory of the Actor-Network: Ordering, Strategy and Heterogeneity”,Centre for Science Studies and the Department ofSociology, Lancaster University, 1992,<http://www.comp.lancaster.ac.uk/sociology/soc054jl.html> (diakses 22/6/2009).45 Lihat Barker, 2004, op. cit., h. 43.46 Alfathri Adlin, “Desain, Teknologi, Gaya Hidup:Perangkat Elektronik sebagai Simbol StatusSosial”, dalam Idi Subandy Ibrahim LifestyleEctasy: Kebudayaan Pop dalam MasyarakatKomoditas Indonesia (Yogyakarta: Jalasutra,2005), h. 159.

kehidupan (forms of life) yang sudahmenyatu dengan kehidupan manusia.Contohnya adalah televisi yang sudahmenjadi bagian dari hidup sehari-harimasyarakat kontemporer. Televisisudah begitu melekat dalam persepsi,pikiran, dan tingkah laku manusiasehingga ia menjadi bagian yang tidakterhapuskan dalam budaya kini.47

Teoretikus STS Ralph Schroedermenyatakan, ketika teknologi menyatudengan kehidupan manusia, maka iamenjadi bersifat kultural. Ini terjadikarena teknologi diartikulasikan(translated) ke dalam pola kehidupansehari-hari.48

Premis Schroeder tersebutmengasumsikan bahwa di dalamsetiap entitas teknologi yang sudahdigunakan oleh masyarakat ituterkandung nilai-nilai kultural yangterkait dengan masyarakatpenggunanya. Melalui praktikpenggunaan teknologi itulahmasyarakat memproduksi makna(yang merupakan entitas kultural) atasartefak teknologis keseharian. Darisudut pandang lain, ini berarti bahwabudaya pasti melibatkan teknologi didalamnya karena nilai-nilai tidaksampai kepada manusia seperti jatuhdari langit begitu saja, tetapi hadir,antara lain, melalui berbagai artefakyang digunakan oleh manusia dalamkehidupannya sehari-hari. Dalampandangan ini, tepatlah apa yangdikatakan Chris Barker, bahwa“kebudayaan terkait denganpertanyaan tentang makna sosial yangdimiliki bersama, yaitu berbagai cara

47 Lihat Lim, 2008, op. cit., h. 167.48 Ralph Schroeder, Rethinking Science,Technology, and Social Change (California:Stanford University Press, 2007), h. 103.

Page 11: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 47 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

kita memahami dunia ini. Tetapi,makna tidak semata-mata mengawangdi luar sana; melainkan, merekadibangun melalui tanda”.49 Dengankata lain, ada materialisasi aspek-aspek mental-konseptual ke dalam,atau melalui medium, objek-objekartefaktual.

Premis sosiologis Schroederbahwa teknologi bersifat kulturalketika digunakan dalam kehidupankeseharian tidak ubahnya premisfilosofis dari Don Ihde bahwa“teknologi itu tertanam (embedded)dalam budaya” karena teknologimerupakan hasil kreasi manusia.50

Contoh-contoh dari Ihde berikut inidikutip dari Lim.51 Ihde mencontohkancara pandang Barat terhadapteknologi. Budaya Barat cenderungmenggunakan teknologi sebagaikekuasaan, karena itu teknologidikonsepsikan sebagai cara untukmemanipulasi dan mengeksploitasidunia sebagai persediaan. Misalnya,penggunaan mesiu yang berbeda-bedadi negara-negara Barat dan di Cina.Mesiu mulanya ditemukan di Cina dandigunakan sebagai hiburan dalamacara perayaan, misalnya pestakembang api. Namun di Barat, mesiudigunakan dalam perang untukmenguasai dan menaklukkan negaralain.

Contoh ini menunjukkantertanamnya teknologi dalam budayatertentu. Teknologi yang sama dapatdigunakan dengan cara yang berbedadan untuk tujuan yang berbeda didalam budaya yang berbeda pula.Demikianlah, penggunaan alat selalu

49 Barker, 2004, op. cit., h. 8.50 Lim, 2008, op. cit., h. 135.51 Lim, 2008, op. cit., h. 124-142.

berada dalam praksis budaya tertentu.Alat teknologi selalu dilibatkan sesuaikonteks kegunaanaya dalamlingkungan sekitarnya.

Contoh lain adalah ihwal alihteknologi. Ketika suatu alatdipindahkan dari suatu budaya kebudaya yang lain, yang dipindahkanbukan hanya alat itu, melainkan jugahubungan budaya dan nilai-nilai yangada. Proses alih teknologi selaludisertai perpindahan nilai. Oleh sebabitu, dalam suatu budaya yangmenerima teknologi baru akan terjadiketergantungan pada budaya yangmasuk karena teknologi baru belumdapat diciptakan oleh budayapenerima. Pihak penerima teknologibaru terpaksa bergantung pada pihakyang membuat teknologi tersebut.Kemudian, secara perlahan-lahanterjadi proses penyesuaian sehingganilai dan penggunaan alat yangdipindahkan tadi berubah menurutkonteks budaya yang menerimanya.Pada saat itulah terjadi transformasinilai-nilai. Demikianlah, teknologitertanam secara berbeda dalambudaya berbeda pula.

Dua contoh di atas menunjukkanbahwa peran teknologi tergantungpada konteks penggunaannya dalambudaya yang berbeda. Ketertanamanteknologi dalam budaya menunjukkanbahwa suatu alat teknologi yang samadalam konteks budaya yang lain bisamenjadi alat teknologi yang “berbeda”karena penggunaannya berubahmengikuti budaya yangmenerapkannya. Setelah teknologiditerapkan dalam budaya yangmenerimanya, kontekspenggunaannya menjadi stabil, yaknimenjadi struktur teknologi-budaya, ini

Page 12: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 48 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

dinamai Ihde sebagai “multistabilitasteknologi”.

Terkait dengan konsep“multistabilitas teknologi”tersebut,Ihde mencontohkan navigasi laut alaBarat yang menggunakan peralatannavigasi seperti kompas atau alatnavigasi yang lebih canggih sepertiradar. Bandingkan dengan pelaut asliPolynesia di Samudera Pasifik yanghanya menggunakan perahu biasa.Pelaut Polynesia dipandu hanya olehtubuhnya ketika mencari arah, sambilmemperhatikan arus laut dan gumpalanawan di langit. Keduanya merupakanstruktur budaya yang stabil. Sesudahmenemukan multistabilitas, manusiaberada dalam posisi yang dapatmengubah multistabilitas itu sendiri.Pertanyaannya, jika terdapat dua sistemyang sama-sama bagus seperti sistemnavigasi yang menggunakan alat (Barat)dan sistem yang tidak menggunakanalat selain tubuh pelaut sendiri(Polynesia), mengapa tidakdigabungkan saja penggunaan keduasistem navigasi tersebut? Denganpanduan peta radar dan sekaligus posisitubuh, pelaut mungkin dapat mencariposisi lebih gampang. Bertolak dariperumpamaan ini, menurut Ihde, dapatdiasumsikan bawa bentuk-bentukbudaya stabil yang berbeda dapatdigabungkan dan dimanfaatkanbersama. Dunia kehidupan manusiadipenuhi dengan kultur-kultur yangberaneka ragam. Tiap-tiap budayabersifat stabil dan dapat hadir secarabersamaan.

Contoh-contoh tentangketertanaman teknologi dalambudaya yang dipaparkan di atas tidakberarti bahwa teknologi hanyabergantung pada konteks

penggunaanya dalam budaya yangberbeda, karena ini berarti menyetujui,sedikit ataupun banyak, klaimpemikiran determinisme budaya(cultural determinism). Ihde jugamempertimbangkan arah sebaliknyadari relasi teknologi-budaya ini.Teknologi tidaklah netral, tetapimemiliki memiliki kecenderungantertentu untuk mengarahkan, dandengan demikian teknologi tidak bebasnilai. Fenomena ini disebut Ihdedengan istilah “latent telic”.52

Dalam banyak kasus, latent telicalat menghasilkan gaya tertentutergantung pada penggunaan alattertentu. Tetapi, pengguna alat tidakmenyadari kecenderungan ke arahtertentu yang dimungkinkan oleh alat.Konsep latent telic ini tidak berartimembenarkan pandangandeterminisme teknologi, melainkanbahwa teknologi memilikikecenderungan ke arah tertentu.Dalam kecenderungan latent telic alat,dimensi fungsi alat mempengaruhipengalaman dan cara bagaimanamanusia memaknai penggunaan alattersebut.53 Dimensi fungsi alat mampumenggiring pengalaman manusia padaarah tertentu, seperti perbedaanpengalaman menulis dan hasil tulisanyang berbeda akibat penggunaanpulpen dan komputer,54 perbedaan

52 Lim, 2008, op. cit., h. 137.53 Lim, 2008, op. cit., h. 176.54 Pengarang yang menggunakan pulpen cenderunguntuk menyusun pemikirannya terlebih dulusebelum menuangkannya di kertas. Sedangkanpengarang yang mengetik dengan komputercenderung langsung mengetik di layar komputersegera sesudah gagasan muncul di kepala. Maka,latent telic dari pulpen dan komputer berbedakarena cenderung mengarahkan pengarang kepadagaya penulisan yang berlainan. Lihat Lim, 2008,op. cit., h. 127-128.

Page 13: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 49 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

intensionalitas dalam penggunaanperekam suara dan telinga,55 danlahirnya minat meneliti dalam sainskarena penggunaan teknologi teleskopdan mikroskop.56

Keseluruhan paparan mengenaiketertanaman teknologi dalambudaya di atas menegaskan bahwanilai atau gagasan itu “tertanam”(embedded) di dalam artefak. Jadi,membicarakan budaya pastimelibatkan teknologi. Sebaliknya,membicarakan teknologi yang sudahterartikulasikan dalam kehidupansehari-hari pasti juga melibatkanbudaya.

Budaya sebagai suatu sisteminterpretif dan simbolik sangat eratkaitannya dengan benda-bendaartefaktual yang merupakan wujudteknologi karena nilai-nilai ataudimensi simbolik dalam kehidupan initidak berada dalam ruang hampa.Eksistensinya senantiasa memerlukanmedium teknologis. Dengan demikian,bisa dikatakan bahwa budaya itutertanam dalam teknologi.(Sebaliknya, seperti tesis Ihde,teknologi juga tertanam dalambudaya). Dalam pengertian teknologiyang lebih luas, yang tidak sekedar

55 Perekam suara yang digunakan mahasiswa untukmerekam suara dosen ketika memberi kuliah,misalnya, merekam segala jenis bunyi tanpamemilih-milih suara mana yang dikehendaki. Alatitu merekam apa yang ada sehingga ada banyaksekali bunyi latar belakang, semisal bunyi batuk,bunyi kursi digeser, dan sebagainya. Namun, tanpaalat, telinga manusia akan berfokus pada suaradosen yang tengah berbicara dengan mengabaikanberagam bunyi lainnya. Lihat Lim, 2008, op. cit., h.128-129).56 Sebagai ilustrasi, karena ciri-ciri tertentu darifenomena alamiah yang sebelumnya tidak pernahdiketahui menjadi tampak setelah dimagnifikasioleh teleskop atau mikroskop, hal ini melahirkanminat baru dalam riset ilmiah. Lihat Lim, 2008, op.cit., h. 124-126.

artefak tetapi juga pengetahuan danaktivitas untuk membuat artefak,tertanam juga di dalamnya nilai-nilai.Dengan demikian, nilai-nilai jugamaujud dalam pengetahuan danaktivitas membuat benda-benda.Dengan kata lain, secara umum dapatdipsotulasikan bahwa nilai-nilai yangdihayati manusia termanifestasikandalam tindakannya, dan tindakan ituterekam jejaknya dalam artefak-artefak.

KesimpulanArtikel ini mengajukan gagasan

dasar ihwal ketidakterpisahan ataupertautan timbal balik antarateknologi dan budaya denganpenekanan pada konteks kehidupansehari-hari. Ide ini sekaligusmerupakan kritik terhadap asumsiyang terdapat dalam berbagai literaturilmu-ilmu sosial dan humaniorabahwa budaya adalah entitas yangkeberadaannya terpisah jauh dariteknologi. Jika pun kedua entitastersebut diasumsikan terkait,perspektif yang dikembangkan hampirselalu terjebak ke dalam pemikiranyang bersifat deterministik, yaitubahwa keberadaan entitas yang satumenjadi penyebab perubahan padaentitas yang lain.

Dari sudut pandang budaya,argumen ketidakterpisahan antaraentitas teknologi dan entitas budayaialah bahwa cara manusia memaknaidunia kehidupannya (budaya)membutuhkan medium artefakmaterial (teknologi)--selain mediumperilaku (sosial)--untukmengekspresikannya. Dalampandangan ini, kultur, sosial, danteknologi sesungguhnya kait-mengait

Page 14: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 50 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

secara sangat erat dan salingmemengaruhi satu sama lain,membentuk suatu relasi segi tiga:kebudayaan adalah dimensi maknawidari praktik sosial, dan setiap praktiksosial senantiasa melibatkan artefakmaterial (teknologi). Sedangkan darisudut pandang teknologi, premis“relasi kultur, sosial, dan teknologi”tersebut dapat dinyatakan sebagaiberikut: teknologi (artefak material)adalah medium material yang dihunioleh makna-makna budaya dansekaligus merupakan sarana bagipraktik sosial. Berbagai contoh yangtelah dikemukakan dalam ”Konsepsi-konsepsi Ketidakterpisahan” di atasmendukung kedua sudut pandangtersebut.

Penekanan pada kontekskehidupan sehari-hari dalampertautan timbal balik antarateknologi dan budaya ini dimaksudkansebagai penegasan bahwa teknologi(khususnya artefak materialkehidupan sehari-hari) adalah entitasyang memiliki makna, lebih darisekadar makna fungsional (denotatif)-nya. Oleh sebab itu, sebagai bagianyang tak terpisahkan dari praktikkehidupan sehari-hari, objekteknologis atau artefak materialmenjadi penting untuk dikaji karena iadapat mengungkapkan dimensikultural masyarakat penggunanya.Atau, dilihat sisi lainnya, budayasebagai dimensi maknawi dari praktiksosial sehari-hari adalah entitas yangpenting untuk ditelaah dalamkaitannya dengan objek teknologiskehidupan sehari-hari karena ia dapatmembantu memberikan pemahamanperihal bagaimana objek-objekteknologis berkembang dan berubah.

Dengan demikian, tulisan ini jugamendukung pemikiran bahwateknologi kehidupan sehari-hariadalah entitas yang sarat nilai (valueladen), bukan sesuatu yang otonomatau bebas dari kontaminasi budayadan ideologi (value free) sebagaimanaklaim pemikiran kaum modernis.

Pada tataran filosofis, artikel inimenegaskan adanya hubungan yangmendalam antara teknologi danbudaya, dan mendorong orang untukmenyadari bahwa teknologi jarangterpisah dari manusia atau masyarakatsebagai perancang, pembuat, danpenggunanya. Kedua entitas itu salingberkontribusi dalam membentukperilaku manusia yang bermaknadalam praktik-praktik sosialnya. Halini mengingatkan ihwal hakikatmanusia sebagai homo culturalis,yakni makhluk yang selalu inginmemahami makna dari apa yangdiketemukannya.

CATATAN: Artikel ini adalah versisangat ringkas, dan merupakan bagian,dari tesis saya, Teknokultur: KonstruksiTeoretik dan Contoh Aplikasinya padaPraktik (Wisata) Kuliner di Bandung(Program Magister Studi PembangunanInstitut Teknologi Bandung, 2010),khususnya mengenai konsepsi pertautanteknologi dan budaya (bab 1-3).

Daftar Pustaka:

Adlin, Alfathri. 2005. “Desain, Teknologi,Gaya Hidup: Perangkat Elektroniksebagai Simbol Status Sosial”, dalamIdi Subandy Ibrahim Lifestyle Ectasy:Kebudayaan pop dalam MasyarakatKomoditas Indonesia. Yogyakarta &Bandung: Jalasutra.

Page 15: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 51 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

Barker, Chris. 2004. Cultural Studies:Teori dan Praktik. TerjemahanNurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Bijker, Wiebe E. 1992. “The SocialConstruction of Fluorescent, or How anArtifact Was Invented in Its DiffusionStage”, dalam Bijker dan Law (editor).Shaping Technology, Building Society:Studies in Sociotechnical Change.Massachusetts: MIT Press.

Bijker, Wiebe E., Thomas P. Hughes, danTrevor Pinch. 1987. “GeneralIntroduction”, dalam Bijker, Hughes,dan Pinch (editor) The SocialConstruction of Technological Systems:New Directions of the Sociology andHistory of Technology. Massachusetts:MIT Press.

Callon, Michel. 1987. “Society in theMaking: The Study of Technology as aTool for Sociological Analysis”, dalamBijker, Hughes, dan Pinch (editor), TheSocial Construction of TechnologicalSystems: New Directions of theSociology and History of Technology.Massachusetts: MIT Press.

Dove, Michael R. 1985. PerananKebudayaan Tradisional Indonesiadalam Modernisasi. Jakarta: YOI.

Harrison, Lawrence E. 2006. “MemajukanPerubahan Budaya yang Progresif”,dalam Lawrence E.

Harrison dan Samuel P. Huntington(editor) Kebangkitan peran Budaya:Bagaimana Nilai-nilai MembentukKemajuan Manusia. Jakarta: LP3ES.

Huntington, Samuel P. 2006. “BudayaMempunyai Andil”, dalam Lawrence E.Harrison dan Samuel P. Huntington(editor) Kebangkitan peran Budaya:Bagaimana Nilai-nilai MembentukKemajuan Manusia. Jakarta: LP3ES.

Keane, Web. 2006. “Subjects andObjects”, dalam Christopher Tilley dkk.Handbook of Material Culture.London: Sage Publications.

Kleden, Ignas. 1987. Sikap Ilmiah danKritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES.

Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan,Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta:Gramedia.

. 1989. Pengantar IlmuAntropologi. Jakarta: Aksara Baru.

. 1990. Pengantar IlmuAntropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Latour, Bruno. 1987. Science in Action:How to Follow Scientists and Engineersthrough Society. Massachusetts:Harvard University Press.

. 1992. “Where Are theMissing Masses? The Sociology of aFew Mundane Artifacts”, dalam Bijkerdan Law (editor) Shaping Technology,Building Society: Studies inSociotechnical Change. Massachusetts:MIT Press.

Law, John (ed.). 1991. A Sociology ofMonsters: Essays on Power,Technology, and Domination.Sociological Review Monograph 38.London: Routledge.

Page 16: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 52 Vol.9 No.1 januari-Juni 2012

. 1992. ”Notes on theTheory of the Actor-Network:Ordering, Strategy and Heterogeneity”,Centre for Science Studies and the Deptof Sociology, Lancaster.<http://www.comp.lancaster.ac.uk/sociology/soc054jl.html> (diakses 22/6/2009).

Leeds-Hurwitz, Wendy. 1993. Semioticsand Communication: Signs, Codes,Cultures. New Jersey: LawrenceErlbaum Associates.

Lim, Francis. 2008. Filsafat Teknologi:Don Ihde tentang Manusia dan Alat.Yogyakarta: Kanisius.

Olsen, Bjørnar. 2003. “Material Cultureafter Text: Re-Membering Things”,Norwegian Archaeological Review,Vol. 36, No. 2, 2003, h. 87-104.

Pfaffenberger, Bryan. 1998. “FetishisedObjects and Humanised Nature: Towardsan Anthropology of Technology”, Man,New Series, Vol. 23, No.2, h. 236-252.

Piliang, Yasraf Amir. 2006. ”Imagologidan Gaya Hidup: Membingkai Tandadan Dunia”, dalam Alfathri Adlin(editor) Resistensi Gaya Hidup: Teoridan Realitas. Yogyakarta & Bandung:Jalasutra.

. 2008. Hipersemiotika:Tafsir Cultural Studies atas MatinyaMakna. Bandung: Jalasutra.

Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 1996[1991]. Archaeology: Theories,Methods, and Practice (SecondEdition). London: Thames and Hudson.

Rip, Arie, Thomas J. Misa, dan JohanSchot (editor). 1995. ManagingTechnology in Society: The Approachof Constructive Technology Assessment.London: Pinter Publisher.

Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005.Antropologi Kontemporer: SuatuPengantar Kritis Mengenai Paradigma.Jakarta: Prenada Media.

Sardar, Ziauddin & Borin van Loon. 2001.Mengenal Cultural Studies forBeginners. Bandung: Mizan.

Sastrapratedja, M. 2008. “Kata Pengantar”,dalam Francis Lim Filsafat Teknologi:Don Ihde tentang Manusia dan Alat.Yogyakarta: Kanisius.

Schroeder, Ralph. 2007. RethinkingScience, Technology, and SocialChange. California: Stanford UniversityPress.

Sharer, Robert J. dan Wendy Ashmore.1993 (1987). Archaeology: DiscoveringOur Past (Second Edition). California:Mayfield Publishing.

Storey, John. 1996a. Cultural Studies &the Study of Popular Culture: Theoriesand Methods. Edinburgh: EdinburghUniversity Press.

. 2004. Teori Budaya danBudaya Pop: Memetakan LanskapKonseptual Cultural Studies.Terjemahan Elli El Fajri. Yogyakarta:Penerbit Qalam.

Syahrie, Sugeng P. 2009. “JaringanHeterogen Teknologi dan Masyarakat”,Kompas, 5 September 2009.

Thwaites, Tony, Lloyd Davis, danWarwick Mules. 2009. IntroducingCultural and Media Studies: Sebuah

Page 17: KONSEPSI-KONSEPSI‘TEKNOLOGI … · menganalisis dan mengontraskan budaya yang mendukung pembangunan (contohnya Amerika Serikat dan Kanada) serta yang menentang pembangunan (seperti

Jurnal Sejarah Lontar 5353 Vol.9 No.1 januari-Juni2012

Pendekatan Semiotik. Terjemahan SalehRahmana. Yogyakarta & Bandung:Jalasutra.

Winner, Langdon. 2001. ”WhereTechnological Determinism Went”, dalamCutcliffe dan Mitcham (editor) Visions ofSTS: Counterpoints in Science, Technology,and Society Studies. Albany: StateUniversity of New York Press.

Yuliar, Sonny. 2008. Tata Kelola Teknologi:Perspektif Teori Jaringan- Aktor. Edisikhusus, tidak untuk dijual.

. 2009. Tata Kelola Teknologi:Perspektif Teori Jaringan- Aktor. Bandung:Penerbit ITB.