KONSEP PENYAKIT MENOMETRORHAGIA
-
Upload
alvinda-yuanita -
Category
Documents
-
view
60 -
download
0
description
Transcript of KONSEP PENYAKIT MENOMETRORHAGIA
1. KASUS
Menometrorhagia
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Menometrorhagia berasal dari kata menorrhagia dan metrorhagia.
Menorrhagia adalah perdarahan siklik (haid) yang berlangsung lebih dari 7
hari dengan jumlah darah yang lebih banyak dari biasanya. Metrorhagia
adalah perdarahan dari uterus yang terjadi tanpa ada hubungan dengan
suatu siklus haid, terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting
dan dapat diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Menometrorhagia adalah perdarahan uterus yang terjadi tidak sesuai waktu
(tidak dalam waktu haid) dengan jumlah darah yang banyak (Manuaba,
2001; Sarwono, 2008).
b. Penyebab
Menometrorhagia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Sarwono,
2008):
1) Penyebab organik
a) Serviks uteri : karsinoma portiom, perlukaan serviks, polip serviks,
erosi pada portio, ulkus portio uteri.
b) Vagina : varises pecah, metastase korio karsinoma, keganasan
vagina, karsinoma vagina.
c) Rahim : polip endometrium, karsinoma korpus uteri, submukosa
mioma uteri.
d) Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium, kista ovarium.
2) Penyebab perdarahan disfungsional
Perdarahan disfungsional adalah perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan sebab organik. Perdarahan disfungsional dapat
terjadi pada setiap umur Antara menarche dan menopause. Perdarahan
disfungsional terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu:
a) Perdarahan disfungsional dengan ovulasi (ovulatoir disfunction
bleeding)
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium
tanpa ada sebab-sebab organik, maka harus diperhatikan sebagai
etiologi:
(1) Korpus lutheum persistens. Dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar
korpus lutheum ini menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur (irregular shedding) sehingga menimbulkan perdarahan.
(2) Insufisiensi korpus lutheum menyebabkan premenstrual
spotting, menorrhagia dan polimenorea, dasarnya adalah
kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan
LH releasing factor.
(3) Apapleksia uteri pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi
pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
(4) Kelainan darah seperti anemia, gangguan pembekuan darah
purpura trombositopenik.
b) Perdarahan disfungsional tanpa ovulasi (anovulatoir dysfunctional
bleeding
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium
dengan menurunnya kadar estrogen di bawah tingkat tertentu.
Timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-
kadang tidak teratur sama sekali.
c) Stress psikologis dan komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.
c. Patofisiologi
Perdarahan uterus yang tidak teratur dan jumlah berlebihan sebagian besar
terjadi pada masa sekitar menarche (usia 11-14 tahun) atau sekitar
menopause (usia 45-50 tahun). Menometrorhagia disebabkan oleh
penyebab organik dan perdarahan disfungsional. Adanya beberapa
penyebab menyebabkan perdarahan di luar waktu haid dengan jumlah
darah yang banyak. Perdarahan yang banyak menyebabkan kondisi pasien
memburuk, mata anemis, kekurangan cairan, dan harus ditransfusi.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala secara umum pada menometrorhagia meliputi:
1) Siklus haid tidak teratur.
2) Perdarahan banyak dan menggumpal.
3) Penurunan kadar hemoglobin, plano test negatif.
4) Pada pemeriksaan fisik, KU lemah, kesadaran menurun, wajah pucat,
konjungtiva anemis, ekstremitas pucat, turgor kulit buruk, CRT > 2
detik, kulit kering, tekanan darah normal atau menurun, suhu badan
normal atau meningkat, denyut nadi normal atau menurun.
5) Rasa mulas atau kram perut di atas simfisis disertai nyeri pinggang.
e. Penanganan
Tujuan penanganan/pengobatan pada pasien dengan menometrorhagia
adalah menghentikan perdarahan, memulihkan pola haid ovulatoir, dan
mencegah akibat jangka panjang dari keadaan anovulasi. Prinsip
pengobatan pada menometrorhagia yaitu:
1) Singkirkan dulu kelainan organik.
2) Bila terjadi perdarahan banyak atau KU jelek atau anemis, segera
hentikan perdarahan dengan injeksi estrogen atau progesteron
kemudian transfusi darah.
3) Perdarahan yang tidak mengganggu KU, terapi cukup dengan estrogen
atau progesteron oral saja.
4) Terapi lain: antifibrinolitik atau antiprostaglandin.
5) Setelah perdarahan berhenti atau gangguan haid teratasi selanjutnya
atur siklus haid selama 3 bulan berturut-turut.
6) Setelah 3 bulan pengaturan siklus haid, keadaan kembali lagi seperti
semula, cari penyebab lain (analisa hormon)
Pengobatan pada menometrorhagia dapat dibagi menjadi beberapa
pengobatan spesifik, yaitu:
1) Pengobatan pada siklus anovulatorik
Tujuan pengobatan adalah menghentikan perdarahan dan
mengembalikan siklus haid sampai terjadi ovulasi atau sampai
hormone-hormon untuk memicu ovulasi terpenuhi. Obat yang
diberikan adalah estrogen dosis tinggi (estradiol diprolionas 2,5 mg &
estradiol benzoas 1,5 mg), pil kombinasi 2 x 1 tablet selama 3 hari (1 x
1 tablet selama 21 hari), dan progesteron (MPA 10-20 mg/hari selama
7-10 hari & linestrenol 5 mg).
2) Pengobatan pada menometrorhagia berat
Beri estrogen konjugasi dosis tinggi untuk merangsang terbentuknya
lapisan mukopolisakarida pada dinding kapiler dan arteriola sehingga
luka pada pembuluh darah tertutup. Dosis 25 mg IV/3-4 jam, maksimal
4 kali suntikan. Bila KL estrogen, beri progesteron 100 mg untuk
merangsang kontraksi ritmik pada vasomotor dan menjaga ketahanan
endometrium.
3) Pengobatan operatif
Terapi ini bertujuan untuk menghentikan perdarahan dengan angka
keberhasilan 40-60%.
4) Pengobatan lain
Pemberian antifibrinolitik. Aktivitas fibrinolitik di uterus tinggi akibat
enzimatik plasma atau plasminogen yang menyebabkan degradasi
fibrin, fibrinogen, faktor V dan VIII. Proses seperti urakinase, tripsin,
dan streptokinase. Dapat dihambat oleh asam amino keproat dan asam
traneksamat dosis 4 gram/hari (4 kali pemberian).
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul, yaitu:
1) Perdarahan
2) Kerusakan ginjal
3) Syok hipovolemik/syok hemoragik
3. a. POHON MASALAH
b. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1) Masalah Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan
b) Gangguan perfusi jaringan perifer
c) Resiko syok
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
e) Ansietas
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI
RESIKO SYOK
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN
ANSIETAS
Penyebab organik dan penyebab perdarahan disfungsional
Perdarahan yang berlebihan di luar waktu haid
MENOMETRORHAGIA
Perdarahan berlebihan
Kurang pengetahuan
Perdarahan terus menerus
Anoreksia
Intake nutrisi tidak adekuat
Volume darah berkurang
Suplai darah ke jaringan berkurang
Suplai hemoglobin ke jaringan berkurang
Suplai oksigen ke jaringan berkurang
GANGGUAN PERFUSI JARINGAN PERIFER
Kelemahan
2) Data yang perlu dikaji
a) Identitas pasien
1) Nama pasien : menghindari kekeliruan dengan pasien lain.
2) Umur pasien : mengetahui faktor resiko kehamilan dan resiko
terjadinya menometrorhagia.
3) Agama dan suku bangsa : mengetahui keyakinan dan tradisi
budaya yang dapat mempengaruhi terjadinya menometrorhagia
dan mempermudah penatalaksanaan menometrorhagia.
4) Pendidikan : mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman
ibu dalam memberikan informasi tentang menometrorhagia.
5) Pekerjaan : mengetahui tingkat ekonomi pasien dan tingkat
aktivitas pasien.
6) Alamat : menghindari kesalahan jika ada nama pasien yang sama.
7) Identitas suami : mengetahui faktor resiko menometrorhagia dan
hubungan identitas suami dengan kejadian menometrorhagia.
8) Keluhan utama : mengetahui alasan/penyebab pasien masuk
rumah sakit agar dapat diberikan intervensi yang tepat.
9) Keluhan saat ini : mengetahui tanda dan gejala yang berkaitan
dengan menometrorhagia yang dirasakan pasien.
b) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : mengetahui kondisi ibu saat ini dan
penyakit penyerta yang sedang dialami ibu saat ini.
2) Riwayat kesehatan dahulu : mengetahui penyakit yang pernah
dialami ibu dan hubungan dengan kejadian menometrorhagia.
3) Riwayat kesehatan keluarga : mengetahui penyakit yang pernah
dialami anggota keluarga dan hubungannya dengan kejadian
menometrorhagia.
4) Riwayat obstetrik : riwayat perkawinan (mengetahui lamanya
pernikahan dan faktor resiko menometrorhagia yang muncul),
riwayat menstruasi (mengetahui siklus haid, lama haid, keluhan
saat haid, HPHT, karakteristik darah haid yang berhubungan
dengan kejadian menometrorhagia), riwayat kontrasepsi
(mengetahui jenis kontrasepsi yang digunakan dan efeknya
terhadap reproduksi), riwayat kehamilan sekarang (mengetahui
riwayat ANC, obat-obatan yang pernah diminum, keluhan selama
hamil, perdarahan selama hamil, kehamilan direncanakan atau
tidak yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya
menometrorhagia).
c) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola nutrisi : mengetahui pola makan, adanya alergi terhadap
makanan, dan makanan yang biasa dikonsumsi yang mungkin
dapat menjadi penyebab menometrorhagia.
2) Pola eliminasi : mengetahui pola dan frekuensi BAK dan BAB
sebelum kehamilan dan selama kehamilan dan adanya perubahan
yang abnormal yang mungkin muncul.
3) Pola personal hygiene : mengetahui kebiasaan pasien dalam
melakukan kebersihan diri dan kemungkinan faktor predisposisi
menometrorhagia.
4) Pola aktivitas dan istirahat : mengetahui aktivitas sehari-hari yang
biasa dilakukan pasien yang dapat mempengaruhi kondisi
kehamilan dan berperan penting dalam terjadinya
menometrorhagia.
5) Pola seksualitas : mengetahui pola melakukan hubungan seksual,
frekuensi, keluhan saat melakukan hubungan seksual, perdarahan
post koitus, keamanan saat melakukan hubungan seksual selama
hamil yang dapat menyebabkan menometrorhagia.
6) Pola psikososial dan spiritual : mengetahui hubungan pasien
dengan suami dan keluarga, sumber dukungan pasien, praktek
spiritual yang dilakukan pasien.
7) Keadaan sosial ekonomi : mengetahui kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan ibu selama hamil dan saat perawatan
di RS.
d) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : pasien biasanya dalam keadaan lemah, tingkat
kesadaran mungkin menurun, tekanan darah menurun, frekuensi
nafas mungkin normal, suhu mungkin meningkat dan denyut nadi
menurun.
2) Kepala : kondisi kulit kepala bersih atau kotor, warna rambut,
jumlah rambut tebal atau tipis.
3) Wajah : warna kulit wajah, ada lesi atau tidak, ada kloasma atau
tidak.
4) Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik atau putih, penglihatan
normal atau mengalami gangguan.
5) Hidung : hidung simetris atau tidak, ada secret atau tidak, ada
PCH atau tidak, ada epistaksis atau tidak, ada gangguan
penciuman atau tidak, ada lesi atau tidak.
6) Telinga : simetris atau tidak, ada otorea atau tidak, ada lesi atau
tidak, ada kelainan atau tidak, ada gangguan pendengaran atau
tidak.
7) Bibir : mukosa kering, kulit bibir mengelupas atau tidak, ada
sariawan atau tidak, ada perdarahan atau tidak.
8) Gigi : ada karies atau tidak, kebersihan gigi terjaga atau tidak,
warna gigi.
9) Leher : mungkin ada pembesaran kelenjar, distensi JVP,
pembesaran kelenjar tiroid.
10) Dada : pergerakan dada simetris atau tidak, suara nafas mungkin
cepat, tidak ada suara nafas tambahan, suara jantung S1 S2
tunggal regular atau atau ada suara tambahan.
11) Payudara : bentuk payudara, putting susu mungkin menonjol,
areola hitam/gelap.
12) Abdomen : bentuk abdomen, ada lesi atau tidak, ada bekas
luka/jahitan ata tidak, ada benjolan atau tidak, ada nyeri tekan
atau tidak.
13) Genetalia dan anus : bentuk vagina dan labia, warna, ada kelainan
atau tidak, kebersihan genetalia dan anus, karakteristik darah
yang keluar dari genetalia juga dikaji.
14) Ekstremitas : pemeriksaan rentang gerak, ada lesi atau tidak,
edema atau tidak.
e) Pemeriksaan penunjang : kadar Hb, hematologi, elektrolit pasien.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan berlebihan.
b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
darah ke jaringan perifer.
c. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan terus menerus.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi tidak adekuat.
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit.
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Diagnosa I : kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
berlebihan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil: tanda-tanda vital dalam rentang normal, hidrasi adekuat,
tidak ada tanda-tanda dehidrasi, mukosa oral lembap,
tidak ada rasa haus berlebihan.
Rencana Tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital pasien.
Rasional: mengetahui kondisi umum tubuh pasien.
2) Pantau input dan output cairan.
Rasional: mengetahui adanya ketidakseimbangan input dan output
cairan.
3) Monitor status hidrasi dan tanda-tanda dehidrasi.
Rasional: mencegah pasien mengalami dehidrasi dan menjadi petunjuk
dalam penentuan kebutuhan cairan pada pasien.
4) Monitor jumlah darah yang keluar.
Rasional: membantu menentukan rehidrasi cairan dan mencegah
perdarahan lebih lanjut.
5) Kolaborasikan pemberian terapi cairan yang tepat pada pasien.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan cairan pada pasien.
b. Diagnosa II : gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke jaringan perifer.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
perfusi jaringan perifer adekuat.
Kriteria Hasil: tidak ada sianosis, tidak ada perdarahan, tidak ada edema,
akral hangat.
Rencana Tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital pasien.
Rasional: mengetahui kondisi umum tubuh pasien.
2) Pantau adanya sianosis dan edema.
Rasional: gangguan perfusi jaringan perifer dapat menyebabkan
sianosis dan edema.
3) Observasi perdarahan pada pasien.
Rasional:.mencegah perdarahan lebih lanjut dan menentukan
kebutuhan hidrasi pasien.
4) Tingkatkan istirahat pada pasien.
Rasional: mencegah perdarahan pada pasien.
5) Kolaborasikan pemberian transfusi darah pada pasien.
Rasional: mengganti darah yang hilang dan membantu
mengadekuatkan suplai darah ke jaringan.
c. Diagnosa III : resiko syok berhubungan dengan perdarahan terus menerus.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
pasien tidak beresiko mengalami syok.
Kriteria Hasil: tidak ada tanda-tanda syok, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, tidak ada perdarahan secara aktif.
Rencana Tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital pasien.
Rasional: mengetahui kondisi umum tubuh pasien.
2) Monitor tanda-tanda syok.
Rasional: mengetahui adanya syok dan mencegah terjadinya syok lebih
lanjut.
3) Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Rasional: mencegah terjadinya dehidrasi pada pasien.
4) Monitor perdarahan dan status neurologis pasien.
Rasional: membantu menentukan intervensi yang tepat.
5) Lakukan penanganan syok jika terjadi syok.
Rasional: penanganan yang tepat dapat mencegah pasien mengalami
syok.
d. Diagnosa IV : ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda malnutrisi, adanya peningkatan berat
badan, tidak ada penurunan berat badan secara drastis.
Rencana tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital pasien.
Rasional: mengetahui kondisi umum tubuh pasien.
2) Pantau intake nutrisi pada pasien.
Rasional: mengetahui status nutrisi pasien agar dapat memperoleh
penanganan yang tepat.
3) Observasi adanya tanda-tanda malnutrisi.
Rasional: mencegah pasien mengalami kekurangan nutrisi yang lebih
padarah (malnutrisi).
4) Tingkatkan pemberian nutrisi pada pasien sesuai diet (diet anemia).
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi yang tepat sesuai kebutuhan
pasien.
5) Kolaborasikan pemberian terapi cairan Dextrose 5%.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien melalui terapi
parenteral.
e. Diagnosa V : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai
penyakit.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
ansietas yang dirasakan pasien dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan rasa
cemas, menunjukkan teknik mengontrol ansietas.
Rencana Tindakan:
1) Monitor tanda-tanda vital pasien.
Rasional: mengetahui kondisi umum tubuh pasien.
2) Dorong pasien untuk mengungkapkan rasa cemas yang dirasakan
pasien.
Rasional: membantu mengurangi beban pasien dan mengetahui rasa
cemas yang dirasakan pasien.
3) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien.
Rasional: mengetahui koping pasien terhadap ansietas dan mencegah
koping maladaptif.
4) Berikan informasi mengenai penyakit dan kondisi pasien.
Rasional: meningkatkan pengetahuan pasien dan membantu
mengurangi ansietas pasien.
5) Lakukan teknik distraksi.
Rasional: mengalihkan fokus pasien pada hal-hal yang menyenangkan,
mengurangi ansietas.