KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM...

100
i KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: Siti Kholisoh NIM: -- FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

Transcript of KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM...

i

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Siti Kholisoh

NIM: - -

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

ii

iii

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Siti Kholisoh

NIM: - -

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

بسم اهلل الرحمن الرحيم

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan

rujukan.

Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran

orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan maka peneliti sanggup

mempertanggung jawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang

munaqasyah skripsi.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dimaklumi.

Salatiga, September

Penulis

Siti Kholisoh

NIM: - -

v

Dra. Sri Suparwi, M.A

Dosen IAIN Salatiga

Persetujuan Pembimbing

Lamp : Eksemplar

Hal : Naskah Skripsi

Saudara : Siti Kholisoh

Kepada:

Yth. Rektor IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamualaikum Wr. Wb

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini,

Kami kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Siti Kholisoh

NIM : - -

Fakultas/Jurusan : FTIK/PAI

Judul : PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A.

KARTINI DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH

TERANG.

Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas supaya segera

dimunaqasyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, September

Pembimbing

Dra. Sri Suparwi, M.A.

NIP.

vi

vii

MOTTO

ان الب رار لفي نعيم

Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang

penuh) kenikmatan.

(Q.S. Al-Muthaffifiin: )

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi

ini saya persembahkan kepada:

Ayah, ibu, kakek, nenek dan adik-adik tercinta yang selama ini senantiasa

memberikan dukungan baik moril maupun materiil.

Almukarom Romo K.H. Muhammad Fatkhan beserta ibu, Bapak K.H.

Ihsanudin beserta ibu, serta Ibu Nyai Kamalah Isom, seluruh keluarga Pondok

Pesantern AL-IKHLAS Ungaran dan PONPES AL-HASAN Salatiga yang

dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dasar-dasar keagamaan dan juga

semangat spiritual untuk dijadikan bekal dan pedoman hidup.

Sahabat-sahabati PMII, keluarga DEMA, keluarga besar Ya Bismillah, tidak

lupa teman-teman seperjuangan mbak Ayu, Nia, Rikha, Indah, Alifah, Isna,

kakak Lida, Dewi, Umami, Tofa, Vina, Yuli, Kiki, teman-teman PAI F,

teman-teman PPP, teman-teman KKN dan semua teman senasib seperjuangan

IAIN Salatiga yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Buat kakakku mbak Ema, Lita dan juga adik-adik tercinta Latifah, Riski,

Septi, Asna dan Dianah semoga kalian sukses dengan cita-cita dan pendidikan

di Universitas yang diharapkan.

ix

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بسم هللا الر

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S Jurusan Pendidikan

Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.

. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI) IAIN Salatiga.

. Ibu Dra. Sri Suparwi, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, memberikan nasehat, arahan serta masukan-masukan yang

sangat membantu dan membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

x

. Bapak Drs. Djoko Sutopo (alm) sebagai dosen pembimbing akademik

yang pernah dengan sabar membimbing di awal masa perkuliahan serta

bapak Sutrisna, S.Ag., M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik kedua

yang sabar mendengar keluh kesah perkuliahan.

. Bapak Dr. Agus Waluyo, M.Ag., Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., dan

Ibu Dra. Astutik Sakdiyah, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan

selama saya menjadi mahasiswa Bidik Misi sampai akhir masa studi.

. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam

IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan juga

penelitian berlangsung.

. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

. Terakhir untuk kampus tercinta IAIN Salatiga, terimakasih telah menjadi

bagian terpenting dari perjalanan hidup.

xi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga

skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada

umumnya.

Amin Ya Robbal „Alamin

Salatiga, September

Penulis

Siti Kholisoh

NIM - -

xii

ABSTRAK

Kholisoh, Siti. . Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam Buku

Habis Gelap Terbitlah Terang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama

Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam

Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Sri Suparwi, M.A.

Kata Kunci : Konsep Pendidikan Perempuan, Menurut R.A. Kartini

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pendidikan perempuan

menurut R.A. Kartini. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini

adalah ) Bagaimana pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam Buku

Habis Gelap Terbitlah Terang? ) Bagaimana relevansi konsep pendidikan

perempuan menurut pemikiran R.A. Kartini dalam konteks kekinian?

Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada

referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan dengan

mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau

sumber lain yang berkaitan dengan R.A. Kartini. Adapun metode pengumpulan

data menggunakan Library Research, yaitu penelitian perpustakaan dengan

langkah-langkah mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian

permasalahan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku maupun data

mengenai Kartini dan pemikiran pendidikan perempuan Kartini. Kemudian

mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. Setelah

diperoleh data mengenai pendidikan perempuan Kartini, kemudian diidentifikasi

berdasarkan rumusan masalah yang ingin dijawab oleh penulis. Dan terakhir

menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang pokok

permasalahan. Dari data-data yang telah diidentifikasi, maka penulis menarik

kesimpulan mengenai pendidikan perempuan Kartini.

Berdasarkan hasil analisis dapat dirumuskan bahwa pendidikan perempuan

menurut R.A. Kartini terbagi dalam konsep, pertama konsep perempuan tempat

pendidikan yang pertama, kedua konsep perempuan menjadi pembawa perubahan,

ketiga konsep pendidikan itu mendidik budi dan jiwa, keempat konsep pendidikan

kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan bangsa dan terakhir konsep

pendidikan untuk cinta tanah air. Kelima konsep pendidikan perempuan menurut

R.A. Kartini tersebut relevan dengan pendidikan perempuan dalam konteks

kekinian. Hal itu dikarenakan kelima konsep tersebut sesuai dengan keadaan

pendidikan perempuan sekarang. Bahkan konsep-konsep tersebut juga sesuai

dengan nilai-nilai dalam ajaran Islam. Terbukti dari kelima konsep itu, semuanya

sesuai dengan ayat Al-Qur‟an, Hadis maupun syair Arab. Sehingga semakin

jelaslah bahwa kelima konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini juga

sesuai dengan ajaran Islam.

xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR BERLOGO ………………………………………………………. i

JUDUL ………………………………………………………………………. ii

DEKLARASI ..………………………………………………………………. iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………… iv

PENGESAHAN KELULUSAN .……………………………………………. v

MOTTO ...……………………………………………………………………. vi

PERSEMBAHAN ………….………………………………………………… vii

KATA PENGANTAR ….……………………………………………………. vii

ABSTRAK …………………………………………………………………… xi

DAFTAR ISI …………………………………………………….…………… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………….…………………………………………… xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………

B. Rumusan Masalah …………………………………………………….

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..

D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………

E. Metode Penelitian …………………………………………………….

F. Kajian Pustaka ………………………………………………………..

G. Sistematika Penulisan Skripsi ………………………………………...

BAB II SETTING SOSIAL HISTORIS DARI BIOGRAFI R.A. KARTINI

A. Perjalanan Hidup R.A. Kartini ………………………………………..

B. Kartini dan Sahabat-sahabat Pena dari Eropa ………………………...

xiv

C. Keadaan Masyarakat Pada Masa Kartini ……………………………..

BAB III PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT R.A. KARTINI

DALAM BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

A. Keadaan Perempuan Pada Masa R.A. Kartini ………...………………

B. Pendidikan yang Dialami R.A. Kartini ……………………………….

C. Konsep Pendidikan Perempuan dalam Buku Habis Gelap Terbitlah

Terang …………………………………………………………………

BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN

MENURUT R.A. KARTINI DALAM KONTEKS KEKINIAN

A. Relevansi Konsep Perempuan Tempat Pendidikan Pertama dalam

Konteks Kekinian ……………………………………………………..

B. Relevansi Konsep Perempuan Menjadi Pembawa Peradaban dalam

Konteks Kekinian…………………………… ………………………..

C. Relevansi Konsep Pendidikan Itu Mendidik Budi dan Jiwa dalam

Konteks Kekinian………………………………………………………

D. Relevansi Konsep Pendidikan Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

untuk Kemajuan Bangsa dalam Konteks Kekinian…………………….

E. Relevansi Konsep Pendidikan untuk Cinta Tanah Air dalam Konteks

Kekinian……………………………………………………………….

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………

B. Kritik Saran ……………………………………………………………

xv

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

. Daftar Pustaka

. Riwayat hidup penulis

. Nota pembimbing skripsi

. Lembar konsultasi

. Surat Keterangan Kegiatan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kartini merupakan bangsawan Jawa cucu dari Bupati Demak

Pangeran Ario Tjondronegoro. Sebagai bangsawan, Kartini terjebak dalam

budaya Feodal yang terasa sangat membelenggu. Bahkan adat pingitan

menanti pernikahan juga tidak bisa Kartini hindari. Selama masa pingitan

itulah cita-cita Kartini untuk memperjuangkan kebebasan pendidikan

perempuan muncul. Hal itu dikarenakan selama masa pingitan dihabiskan

Kartini untuk membaca berbagai buku maupun majalah yang kebanyakan

terbitan Belanda. Dari situlah Kartini memahami bahwa tidak seharusnya

perempuan terdiskriminasi untuk masalah kebebasan hidup karena

kehidupan perempuan di dataran Eropa sangat jauh lebih maju dari budaya

yang ada di Indonesia. Pandangan Kartini tersebut lebih terbuka lagi

setelah dia berkirim surat dengan orang-orang Eropa. Keinginan kuat

Kartini akan pendidikan perempuan itu terlihat jelas dalam surat-suratnya

yang dikumpulkan dan dibukukan oleh salah satu sahabat Mr. J.H.

Abendanon dalam buku yang berjudul “Door Duisternis tot licht” yang

kemudian oleh Armijn Pane diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi buku dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Ketika pengetahuan Kartini semakin bertambah, maka cita-cita

akan emansipasi perempuan semakin kuat dalam diri Kartini. Namun tentu

kebebasan yang dimaksud Kartini adalah kebebasan pendidikan

perempuan yang tidak melupakan kodrat asli perempuan. Bagi Kartini

perempuan seharusnya memiliki pendidikan yang tinggi karena

perempuanlah tempat pendidikan pertama untuk anak-anak kelak. Jika

seorang perempuan cerdas maka ia akan mampu mendidik anak-anak

menjadi generasi-generasi yang cerdas.

Terlebih lagi pendidikan mempunyai peran penting dalam

menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat termasuk memajukan

peradaban suatu bangsa. Dizaman modern ini bukanlah hal yang baru bagi

semua orang untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan

menjadikan kehidupan manusia lebih terarah dan mempunyai tujuan yang

jelas. Melalui pendidikan, manusia akan lebih mengenal diri, lingkungan

dan perubahan yang terjadi disekitar. Jadi dengan pendidikan manusia

akan jauh lebih peduli dengan apa yang telah terjadi dan apa yang

seharusnya terjadi.

Pendidikan perempuan adalah suatu proses transfer ilmu kepada

perempuan, dimana pendidikan perempuan seharusnya sama dengan

pendidikan laki-laki. Tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, jenis

kelamin laki-laki maupun perempuan, semua memiliki hak yang sama

untuk belajar. Belajar adalah suatu kewajiban agama yang diwajibkan oleh

Islam atas setiap muslim laki-laki dan wanita (Al-Abrasyi, ).

Namun dalam kenyataannya pendidikan yang diterima perempuan berbeda

dengan pendidikan yang diterima laki-laki. Padahal sebenarnya kedudukan

perempuan dan laki-laki sama di mata Islam. Hal itu terungkap dalam Q.S.

Al-Hujurat ayat berikut:

عرف وا ان أكر مكم ياي ها الناس إنا خلقنكم من ذكر وأنث وجعلنكم شعوبا وق بائل لت

ر (31)الحجرات: عند اهلل عليم خبي

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan

kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya

kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling

mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa

diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha

Mengenal.” (Al-Hujurat: )

Ayat yang lain, Allah juga menjelaskan bahwa kedudukan laki-laki

dan perempuan sama dalam hal amalan kebaikan.

ىفاستجاب لهم رب هم اني آلاضيع عمل عامل منكم من ذكر اوان ث

(391 )المران: ب عضكم من ب عض

Artinya: “Maka Tuhan mereka mempertahankan

permohonannya (dengan firman), “Sesungguhnya Aku tidak

menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik

laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah

(keturunan) dari sebagian yang lain.” (Ali Imran: )

Bahkan dalam hadis Sahih Bukhari Muslim menjelaskan

keutamaan berbakti kepada ibu kali dari ayah.

ى اهلل ل ص اهلل ل و س ر ىل إ ل ج ر اء ج ال ق و ن ع اهلل ي ض ر ة ر ي ر ى ي ب أ ن ع

, ك م أ ال ي؟ ق ت اب ح ص ن س ح ب اس الن ق ح أ ن , م اهلل ل و س ا ر ي ال ق ف م ل س و و ي ل ع

ك و ب أ ال , ق ن م م ث ال , ق ك م أ ال ؟ ق ن م م ث ال , ق ك م أ ال ؟ ق ن م م ث ال ق

)راوه بخاري مسلم(

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., beliau

berkata,”Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,”

Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama

kali?” Nabi SAW menjawab,”Ibumu!” Dan orang tersebut kembali

bertanya,”Kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!”

Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau

menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali,

“Kemudian siapa lagi,” Nabi SAW menjawab, “Kemudian

ayahmu.” (H.R. Bukhari Muslim)

Ada lagi sebuah hadis yang menjelaskan mengenai kewajiban

menuntut ilmu yaitu:

)راوه ابن ابد البار( طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة

Artinya: “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslim laki-laki

dan muslim perempuan.” (H.R. Ibnu Abdil Bari)

Penjelasan firman Allah dan hadis diatas, terlihat bahwa

sebenarnya kedudukan ibu ataupun seorang perempuan itu sama dengan

laki-laki bahkan lebih mulia. Akan tetapi dalam kenyataan kedudukan

perempuan jauh di bawah bayang-bayang laki-laki. Bahkan ketika masa

Kartini, perempuan seolah-olah menjadi boneka bagi kaum laki-laki, tidak

ada kebebasan bagi perempuan baik dalam hal pendidikan maupun

kehidupan pribadi. Terlebih dalam hal pendidikan, perempuan sama sekali

tidak bisa mengakses ilmu pengetahuan sebebas kaum laki-laki. Padahal

dalam hadis di atas terlihat jelas bahwa kewajiban mencari ilmu itu untuk

muslim laki-laki dan perempuan, bukan hanya laki-laki saja. Pada zaman

penjajahan, akses perempuan untuk menempuh jalur pendidikan sangat

terbatas bahkan sulit. Hanya perempuan-peremuan keturunan ningrat dan

bangsawan saja yang bisa mendapatkan pendidikan. Bahkan pendidikan

yang diterima hanya sebatas pendidikan dasar saja.

Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa kodrat perempuan

adalah untuk mengurus keperluan rumah tangga saja sehingga tidak

membutuhkan pendidikan. Terlebih lagi adanya anggapan lain bahwa

perempuan adalah makhluk lemah yang posisinya hanya sebagai

pelengkap kaum laki-laki. Pada zaman itu masih banyak terdengar cerita

klasik dalam masyarakat bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk

Adam sehingga memberi gambaran inferiotas terhadap perempuan dan

supervitas laki-laki (Fudhailidi, ). Semua itu diperkuat dengan

budaya patriarki yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat, dimana

budaya patriarki ini sangat merugikan kaum perempuan. Bukan hanya

pendidikan saja yang dibatasi tetapi juga kebebasan pergaulan dan

sosialisasi perempuan juga dibatasi bahkan menjadi hal yang tabu pada

masa itu. Dalam kondisi yang seperti itu muncullah Kartini yang merasa

sangat dirugikan dengan adanya budaya patriarki ini. Semangat untuk

mendapatkan pendidikan yang tinggi mendorong Kartini untuk mengubah

budaya yang ada. Bukan hanya semangat yang tanpa usaha dan makna,

namun Kartini berjuang supaya semangat emansipasi yang dicita-citakan

dapat direalisasikan bagi kaum perempuan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas

pendidikan perempuan menurut Kartini. Hal itu dikarenakan Kartini

merupakan pelopor pendidikan perempuan pertama di Indonesia, terlebih

lagi pemikiran Kartini yang muncul pada masa dimana pengetahuan sama

sekali ditutup dari masyarakat Indonesia. Tentu gagasan mengenai

pendidikan perempuan sangat luar biasa diungkapkan oleh seorang

perempuan di masa tersebut. Terlebih lagi pada masa tersebut pendidikan

yang diperoleh perempuan belum sebebas pendidikan yang diperoleh laki-

laki. Bahkan perempuan sama sekali tidak bisa mengakses pendidikan

seperti laki-laki. Dalam keadaan seperti itulah muncul cita-cita Kartini

untuk memperjuangkan pendidikan perempuan. Dengan semangat

emansipasi yang terus digelorakan Kartini maka perempuan-perempuan

zaman modern dapat mengenyam manis pendidikan setinggi-tingginya dan

sebebas-bebasnya. Pemikiran emansipasi pendidikan perempuan Kartini

itu menjadi penting bukan hanya untuk kaum perempuan di masa itu

namun juga untuk kaum perempuan zaman sekarang. Akan tetapi konsep

pendidikan perempuan yang seperti apa dan bagaimana itu yang menarik

untuk lebih dipelajari dan didalami lagi. Penulis disini akan

mengkhususkan pendidikan perempuan menurut Kartini dalam buku

Habis Gelap Terbitlah Terang yang merupakan buku dari kumpulan surat-

surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di Eropa.

Penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah (skripsi) ini dengan

judul “KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM

BUKU HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”. Dengan harapan

semoga karya ilmiah (skripsi) ini bisa memberikan kontribusi yang

bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan di Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga ini. Amin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan pada latar belakang masalah diatas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

. Bagaimana pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku

Habis Gelap Terbitlah Terang?

. Bagaimana relevansi konsep pendidikan perempuan menurut

pemikiran R.A. Kartini dalam konteks kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Searah dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini

bertujuan sebagai berikut:

. Untuk mengetahui pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini dalam

buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

. Untuk mengetahui relevansi konsep pendidikan perempuan menurut

R.A. Kartini dalam konteks kekinian.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari penelitian ini

diantaranya adalah:

. Secara teoritik, diharapkan penelitian ini memberikan tambahan

khasanah pengetahuan para pembaca dalam memahami sebuah buku

kumpulan surat-surat R.A. Kartini dan mampu mengambil konsep

maupun nilai-nilai pendidikan perempuan yang terkandung serta

diharapkan bisa menjadi bahan penelitian lain tentang pendidikan

perempuan.

. Secara Praktis, memberikan informasi ulang kepada praktisi

pendidikan tentang konsep pendidikan perempuan menurut pemikiran

R.A. Kartini.

a. Untuk dijadikan rujukan dalam pelaksanaan pendidikan di zaman

modern ini.

b. Untuk menjadikan anak bangsa bisa lebih bebas mendapatkan

pendidikan baik laki-laki maupun perempuan.

c. Untuk menjadikan generasi masa depan yang unggul, inovatif,

kreatif, mandiri sesuai dengan kemampuan zaman tanpa

membedakan laki-laki maupun perempuan.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari

penelitian, yaitu: pendekatan penelitian, sumber data, metode

pengumpulan data dan analisis data.

. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada

referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan

dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-

buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan R.A. Kartini.

Selain bersifat literature penelitian ini termasuk jenis penelitian

bibliografi, hampir sama dengan literature yaitu dilakukan dengan

mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari

fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan

ahli (Nazir, ).

. Sumber Data

Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan (Arikunto, ). Sedangkan data-data tersebut

dibagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama

digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini.

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku

Habis Gelap Terbitkah Terang.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah buku-buku, artikel, dan

sumber data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantara

sumber tersebut adalah Kartini Nyantri karya Amirul Ulum,

Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer, dan buku

atau artikel tentang pemikiran Kartini maupun studi pendidikan

perempuan di dalam perkuliahan dan lain sebagainya.

. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu

penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian

permasalahan. Dalam hal ini penulis mengumpulkan buku-buku

maupun data mengenai Kartini dan pemikiran pendidikan

perempuan Kartini.

b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan

penelitian. Setelah diperoleh data mengenai pendidikan perempuan

Kartini, kemudian diidentifikasi berdasarkan rumusan masalah

yang ingin dijawab oleh penulis.

c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang

pokok permasalahan (Komaruddin, ). Dari data-data yang

telah diidentifikasi, maka penulis menarik kesimpulan mengenai

pendidikan perempuan Kartini.

. Analisis Data

Untuk menganalisis data penulis menggunakan dua metode, yaitu:

a. Metode Deskriptif

Metode deskriptif yaitu “perumusan filsafat tersembunyi

dideskripsikan sedemikian rupa sehingga terus menerus ada

referensi pada masalah konkret sedetail-detailnya” (Anton dan

Achmadi, ). Peneliti melakukan analisis data dengan

metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran R.A. Kartini

tentang Pendidikan Perempuan.

b. Metode Analisis

Metode Analisa yaitu penanganan terhadap suatu obyek-

obyek penelitian ilmiah dengan memilah-milah pengertian yang

satu dengan pengertian yang lain (Sumargono, ). Dalam

proses analisa ini penulis menggunakan dua cara yang saling

bergantian, yaitu:

) Proses Analisa Deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang

umum kemudian dibuat eksplisitasi dan penerapan lebih

khusus. Yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam

permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses

pengambilan permasalahan-permasalahan yang bersifat khusus.

) Proses Analisa Induksi (dari khusus ke umum). Induksi pada

umumnya disebut generalisasi, yaitu dengan cara

mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar

data itu menyusun suatu ucapan umum. Yaitu dengan cara

analisa dari data yang bersifat khusus kemudian yang bersifat

umum.

F. Kajian Pustaka

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan, maka

penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang

digunakan dalam penelitian ini. Dan akan lebih mudah setelah dijelaskan

lebih lanjut secara terperinci sebagai berikut:

. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang R.A. Kartini memang bukan pertama kali

dilakukan, baik yang berbentuk buku maupun skripsi. Sejauh

penelurusan yang dilakukan, peneliti menjumpai ada beberapa hasil

penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan

oleh penulis. Namun tentu penelitian-penelitian itu selain memiliki

keterkaitan juga memiliki ciri khas atau perbedaan sendiri. Berikut

beberapa literature yang dimaksud:

Pertama skripsi oleh Widiyani Nurul Islami Hati Jurusan Tarbiyah

berjudul “Relevansi Pemikiran Pendidikan R.A. Kartini dengan

Konsep Feminisme dalam Pendidikan Islam” tahun STAIN

Ponorogo. Skripsi ini fokus membahas mengenai relevansi pemikiran

pendidikan perempuan Kartini dengan konsep feminisme dalam

pendidikan Islam. Hal ini dilakukan agar pengembangan potensi diri

perempuan dalam pendidikan Islam bisa bersatu antara harapan dan

kenyataan. Perbedaan antara skripsi ini dengan skripsi yang ditulis

oleh peneliti adalah dalam skripsi ini lebih menekankan pada konsep

feminisme dalam pendidikan Islam, sedangkan dalam skripsi yang

ditulis oleh peneliti lebih menekankan pada konsep pendidikan

perempuan.

Kedua skripsi karya Lina Zakiah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

yang berjudul “Konsep Pendidikan Perempuan Menurut Raden Dewi

Sartika” tahun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

merupakan penelitian eksplorasi dengan pendekatan sejarah

pendidikan. Skripsi ini menganalisis mengenai konsep pendidikan

perempuan menurut Raden Dewi Sartika. Perbedaan dengan tulisan

peneliti adalah skripsi ini meneliti mengenai pemikiran Raden Dewi

Sartika, sedangkan skripsi yang ditulis peneliti menguraikan mengenai

pemikiran R.A. Kartini.

Ketiga Artikel karya Citra Mustikawati, S.I.Kom. dalam Jurnal

Kajian Komunikasi, Volume , No , hlm - yang berjudul

“Pemahaman Emansipasi Wanita (Studi Hermeneutika Makna

Emansipasi Wanita Dalam Pemikiran R.A. Kartini Pada Buku Habis

Gelap Terbitlah Terang)” Juni Bandung. Artikel ini membahas

mengenai konsepsi emansipasi wanita dalam pemikiran R.A. Kartini

yang tertuang dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Hal ini

berbeda dengan penelitian penulis yang lebih memfokuskan pada

konsep pendidikan perempuan meskipun berasal dalam buku yang

sama.

Dari beberapa literature yang penulis temukan, belum ada yang

membahas mengenai “Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini

dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pendidikan perempuan

dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

. Definisi Operasional

a. Konsep

Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, yang artinya

sesuatu yang dipahami. Aristoteles dalam The Classical Theory of

Concepts menyatakan bahwa konsep merupakan penyusunan

utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat

pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau

gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol.

Jadi konsep merupakan sekumpulan gagasan atau ide yang

sempurna yang bermakna berupa abstrak, entitas mental yang

universal dimana mereka bisa diterapkan secara merata untuk

setiap eksistensinya sehingga konsep membawa suatu arti yang

mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama dan

membentuk suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau

persoalan yang dirumuskan.

b. Pendidikan

Menurut Undang-Undang No Tahun tentang Sisdiknas

dalam pasal disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

ketrampilan yang diperlukan diri, masyarakat dan mengembangkan

segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses

pembelajaran.

Pendidikan dalam Islam adalah sebuah proses yang dilakukan

untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensi

sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berdasarkan kepada

ajaran Al-Qur‟an dan Sunnah (Arief, ).

Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan

atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama (Mansur, ), hal ini dikarenakan

proses pendidikan bukan hanya untuk mengasah kemampuan

jasmani saja namun juga yang paling penting adalah memberikan

arahan yang tepat untuk rohani sehingga akan terbentuk manusia-

manusia yang mulia dan berperilaku utama.

Definisi yang paling akhir adalah definisi dari Ibnu Faris yang

wafat pada tahun H. Definisi ini mencakup semua pendidikan

baik secara umum maupun khusus “Pendidikan adalah perbaikan,

perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik dengan

menggabungkan unsur-unsur pendidikan didalam jiwanya sehingga

ia menjadi matang dan mencapai tingkat sempurna yang sesuai

dengan kemampuannya” (Mahmud, ). Dari pengertian

tersebut pendidikan dapat diartikan sebagai suatu sistem sosial

yang menjadikan keluarga dan sekolah berperan penting untuk

membentuk generasi muda tidak hanya dari aspek intelektual saja

tetapi juga dari aspek jasmani dan rohani sehingga akan terbentuk

generasi muda penerus bangsa yang senantiasa mempertahankan

budaya dari lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

secara umum dapat diartikan sebagai sebuah pengajaran,

bimbingan, pembiasaan sehingga tujuan hidupnya lebih tertata.

Namun pendidikan disini juga tidak lupa menekankan arti penting

moral yang tinggi sehingga baik intelektual maupun moral akan

berjalan beriringan sehingga akan tercipta manusia yang tidak

hanya cakap namun juga beradab.

c. Perempuan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah

orang (manusia) yang mempunyai puka, dapat menstruasi, hamil,

melahirkan anak dan menyusui (Alwi, ). Adapun

pengertian perempuan sendiri secara etimologi berasal dari kata

empu yang artinya dihargai.

Perempuan adalah manusia yang secara fisik berbeda dengan

laki-laki. Namun karena perbedaan itu bukan berarti perempuan

layak untuk didiskriminasi dari kaum laki-laki. Dalam Islam

sendiri tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan karena

semua sama di mata Allah. Untuk haknya mendapatkan pendidikan

tidak perlu ada jurang pembeda pendidikan yang diterima laki-laki

dan perempuan.

Berdasarkan definisi mengenai pendidikan dan perempuan

diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan perempuan

adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik

kepada perempuan sebagai terdidik yang dilakukan tidak hanya

untuk menambah intelektualitas namun juga untuk meningkatkan

moralitas sehingga akan tercipta tujuan kehidupan yang jelas dan

berkelas. Pendidikan perempuan yang dimaksud penulis disini

adalah proses transfer ilmu untuk menambah pengetahuan dan

wawasan perempuan sehingga akan terjamin tujuan hidupnya

namun tetap tidak meninggalkan kodratnya sebagai perempuan.

d. R.A. Kartini

R.A. Kartini lahir pada tanggal April di Mayong

Jepara. Kartini adalah perempuan Jawa keturunan bangsawan dan

merupakan perempuan pertama yang menyuarakan semangat

emansipasi untuk kaumnya demi mendapatkan pendidikan yang

setara dengan kaum laki-laki. Peran Kartini sangat penting untuk

memajukan kehidupan bangsa dan untuk membuka mata bahwa

perempuan juga memiliki hak yang sama dalam pendidikan dengan

kaum laki-laki. Tanpa gerakan emansipasi yang terus diupayakan

Kartini maka perempuan yang ada di Indonesia belum tentu akan

bisa menikmati kebebasan menerima pendidikan seperti sekarang.

d. Buku Habis Gelap Terbitlah Terang

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang awalnya merupakan buku

dari kumpulan surat-surat R.A. Kartini kepada sahabat-sahabat

Eropa karya Mr. J.H. Abendanon yang judul aslinya adalah “Door

Duisternis tot licht”. Buku kumpulan surat itu kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Armijn Pane

“Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini merupakan dokumen

tertulis mengenai bukti sejarah perjuangan R.A. Kartini. Selain

berisi kisah kehidupan Kartini, buku ini juga banyak membahas

mengenai cita-cita dan harapan tinggi Kartini mengenai pendidikan

dan kebebasan. Terlihat jelas bagaimana kuat dan besar keinginan

Kartini untuk memajukan bangsa melalui pendidikan. Bukan hal

yang mudah pada masa tersebut memiliki cita-cita mengenai

pendidikan, terlebih cita-cita itu berasal dari seorang perempuan.

Bahkan buku ini berisi kumpulan surat Kartini dengan bahasa

Kartini sendiri sehingga semakin terlihat jelaslah keinginan-

keinginan Kartini itu tertuang dalam buku Habis Gelap Terbitlah

Terang.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika dapat dipahami sebagai suatu tata urutan yang saling

berkaitan, saling berhubungan, melengkapi serta menjelaskan. Dalam

penyusunan skripsi ini secara menyeluruh terdapat lima Bab untuk

membahas Pendidikan Perempuan menurut R.A. Kartini dalam buku

Habis Gelap Terbitlah Terang. Adapun sistematika atau urutan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Dalam bab ini berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, kajian pustaka dan sistematika

penulisan skripsi.

Bab II : Bab ini berisi tentang biografi R.A. Kartini serta kehidupan sosial

kemasyarakatan beliau.

Bab III : Bab ini berisi analisa tentang pendidikan perempuan menurut

pemikiran R.A. Kartini yang terkandung dalam buku Habis Gelap

Terbitlah Terang.

Bab IV : Bab ini berisi tentang relevansi konsep pendidikan perempuan

menurut pemikiran R.A. Kartini yang terkandung dalam buku

Habis Gelap Terbitlah Terang terhadap konteks kekinian.

Bab V : Bab ini berisi tentang kesimpulan dan penutup.

BAB II

SETTING SOSIAL HISTORIS DARI BIOGRAFI R.A. KARTINI

A. Perjalanan Hidup R.A. Kartini

Dalam mengkaji pemikiran seseorang tentunya tidak cukup hanya

mengetahui gagasan-gagasan atau pemikiran-pemikiran saja. Akan tetapi

juga harus berusaha mengetahui latar belakang hidup, perjalanan

intelektual maupun spiritual, serta pendidikan. Dengan memahami

biografi, dapat mengetahui bagaimana pola pikir seseorang terbentuk,

karena tidak pernah ada ide pemikiran yang muncul dari seseorang, hampa

dari ruang dan waktu. Penulis dalam skripsi ini berupaya untuk

memaparkan biografi R.A. Kartini sehingga mampu menghasilkan suatu

analisis dan kesimpulan yang komprehensif.

R.A. Kartini lahir di Mayong Jepara pada tanggal April

M/ Rabiul Akhir H. Lahir dari pasangan Ario Sosroningrat dan

Ibu Ngasirah (Ulum, ). Dari keturunan ayah, Kartini merupakan

cucu Pangeran Ario Tjondronegoro, Bupati Demak. Dari Tjondronegoro

nasab Kartini bersambung dengan raja-raja Jawa (Hamengku Buwono VI).

Ibu kandung Kartini adalah putri dari pasangan Madirono dan Aminah

(Sumarthana, ). Di zaman cultuurstelsel, Madirono ini bekerja

sebagai mandor pabrik gula milik pemerintah Hindia Belanda. Selain

berprofesi sebagai mandor, Madirono juga menjadi guru ngaji di daerah

Pelem Kerep, Mayong Jepara. Sedangkan ibu tiri Kartini, Raden Ayu

Woerjan masih keturunan raja Madura yang kental dengan dunia

keislaman.

Ayah Kartini memiliki dua orang isteri hal itu dikarenakan untuk

menjadi seorang Bupati ayah Kartini diharuskan menikah dengan seorang

bangsawan. Pada saat menjabat sebagai Wedana ayah Kartini telah

menikah dengan Ngasirah yang berusia tahun dari kalangan rakyat

biasa, namun pada akhirnya ayah Kartini menikah lagi dengan Raden Ayu

Woerjan dan menggantikan kedudukan ayah kandung Raden Ayu

Woerjan, R.A.A.Tjitrowikromo sebagai Bupati Jepara. Meskipun

kedudukan Ngasirah sebagai isteri resmi namun dalam kehidupan rumah

tangga Kabupaten Jepara Ngasirah hanyalah sebagai selir (Sumarthana,

).

Ayah Kartini adalah seorang bupati yang beristri lebih dari satu,

maka tidak mengherankan jika saudara Kartini ada . Terdiri dari satu

saudara kandung dan saudara tiri, Kartini merupakan anak kelima (Pane,

). Saudara kandungnya adalah dr. R.M. Sosrokartono, sedangkan

saudara tirinya adalah R.M. Sosroningrat, Pangeran A. Sosrobusono yang

menjadi Bupati di Ngawi, R.A. Tjokroadisosro, R.A. Rukmini yang

kemudian menjadi R.A. Santoso (Kudus), R.A. Kardinah yang kemudian

menjadi R.A. Reksonagoro (Bupati Tegal), R.A. Kartinah (menjadi R.A.

Dirdjoprawiro), R.M. Sosromuljono, R.A. Sumantri (menjadi R.A.

Sosrohadikusumo), dan R.M. Sosrorawito. Kartini melalui beberapa tahap

perkembangan jiwa yaitu:

. Masa Kanak-kanak

Semasa kecil Kartini tidak hanya diasuh oleh ibunda Ngasirah dan

juga Raden Ayu Woerjan, tetapi Kartini juga diasuh oleh emban yang

bernama Rami (Ulum, ). Kartini tumbuh menjadi gadis kecil

yang lincah dan banyak akal sehingga dipanggil “Nil” oleh ayah

Kartini (Tondowidjojo, ). Kasih sayang yang diberikan

Sosroningrat kepada Kartini melebihi anak-anak yang lain. Kartini

juga tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat teliti terhadap berbagai

adat kebiasaan yang ada di masyarakat.

Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Kartini juga mempunyai

sebuah hobi. Tentunya, hobi Kartini ini mempunyai batasan-batasan

yang ketat sebab ia hidup di lingkungan kadipaten dan keningratan

yang selalu dibayang-bayangi dengan adat feodalisme, terlebih Kartini

adalah seorang perempuan. Hobi Kartini meliputi mandi di Pantai,

mendengarkan musik (seperti gending Jawa dan gamelan), melukis,

menari dan membaca buku baik sastra maupun tidak (Ulum, ).

Untuk hobi membacanya ini, Kartini menekuninya dengan penuh

kesemangatan di saat Kartini dipingit. Sebab, hanya bukulah yang

menjadi sahabat yang mampu menghibur dan membukakan cakrawala

keilmuan untuk memperjuangkan rakyat. Selain itu Kartini juga gemar

sekali berlayar dan sangat suka naik kapal, membatik, serta melihat

pacuan kuda namun yang dikhususkan untuk perlombaan bendi

wanita. Pramoedya menegaskan bahwa Kartini memang bisa

membatik (Ulum, ). Kartini mempelajari seni batik ini sejak

berumur tahun di saat usianya dipingit kepada seorang pribumi

bernama Mbok Dullah. Dari hasil belajarnya kepada Mbok Dullah ini,

Kartini pernah membuat studi, membuat catatan, dan memotret

bermacam dimensi dan pembatik yang ada di kadipaten serta beberapa

orang yang ada di dalamnya. Hasil studi Kartini ini dijadikan bahan

untuk menulis karangan tentang batik. Karya Kartini ini diberi judul

“Handschrift Jepara”. Karya ini dapat menarik perhatian Pemerintah

Nederland ketika ada pameran nasional untuk karya wanita.

Selain dari berbagai hobi tersebut satu hal keinginan kuat Kartini

adalah mendapatkan pendidikan, dimana hal tersebut sangat

bertentangan dengan aturan maupun adat kebiasaan yang ada pada

zaman tersebut. Terlebih lagi melihat kakaknya Sosrokartono yang

dapat bebas mendapatkan pendidikan. Namun melihat kegigihan gadis

kecil berusia tahun tersebut membuat ayah Kartini akhirnya luluh

juga untuk mengabulkan permintaan Kartini. Hati nurani ayah Kartini

membenarkan semangat Kartini untuk memajukan bangsa, semangat

yang muncul dari darah daging sendiri (Chodijah, ). Dengan jerih

payah akhirnya Kartini dapat mengenyam bangku pendidikan dimana

di tempat belajar Kartini banyak berteman dengan anak-anak Belanda

karena memang hanya anak Belanda dan anak keturunan bangsawan

saja yang diperbolehkan mendapatkan pendidikan. Selain itu Kartini

juga belajar membaca Al-Qur‟an kepada seorang santri

(Tondowidjojo, ).

Semangat emansipasi muncul ketika Kartini mendapat sebuah

pertanyaan dari sahabat yang keturunan Belanda, “Hendak kemana

nanti setelah mendapat surat tamat belajar?” Kartini tiada tahu jawaban

dari pertanyaan sahabatnya itu, namun pertanyaan itu terus menerus

berada di fikiran Kartini. Setibanya di rumah ditanyakanlah hal

tersebut kepada ayah Kartini, namun dengan segera saudara Kartini

menjawab, “Apalagi jika tidak menjadi Raden Ayu.” Mendengar

jawaban tersebut giranglah hati Kartini, tetapi sebenarnya Kartini

belum mengetahui apa yang dimaksud dengan gelar “Raden Ayu”

tersebut. Kemudian Kartini mencari tahu tentang gelar “Raden Ayu”

tersebut yang ternyata merupakan gelar dengan banyak aturan dan

tatanan yang mengekang. Maka tidaklah Kartini suka dengan gelar

tersebut dan bertekad untuk tidak mau menikah (Pane, ).

Setelah tamat dari bangku sekolah pertanyaan tersebut itu terus

menerus mengusik pemikiran Kartini. Dalam hati Kartini bertekad

untuk mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya meskipun dia

seorang perempuan. Diutarakanlah maksud tersebut kepada

Sosroningrat namun meskipun pemikiran ayah Kartini yang luas

apalah daya untuk menyalahi adat kebiasaan dan aturan yang telah

turun temurun bahwa anak perempuan tidaklah patut menuntut

pendidikan setinggi-tingginya. Dengan sangat berat hati ditolaknya

permintaan Kartini karena peraturan adat yang sangat kuat tersebut.

Terlebih lagi ayah Kartini sebagai pemangku adat tentu tidak

menginginkan penyimpangan adat terjadi di keluarga. Kartini tidak

mampu mengalahkan pandangan Sosroningrat terhadap adat-istiadat

negeri tentang perempuan (Toer, ).

. Masa Muda

Pada usia tahun dimulailah masa pingitan Kartini. Disaat itulah

Kartini tidak membiarkan segala sesuatu berlalu percuma disekeliling.

Dengan kebebasan yang dirampas dari kehidupan bocah yang bebas

merdeka menjadi hukuman dengan peraturan-peraturan yang

mengekang, dan memaksa menjadi dewasa sebelum waktunya (Toer,

).

Selama masa pingitan itu sedih dan kesepianlah Kartini. Pada awal

masa pingitan masih banyak teman Kartini yang datang mengunjungi

namun dengan bergulirnya waktu teman-teman Kartini telah kembali

ke negara asal. Beruntung Kartini, karena selama masa pingitan

tersebut masih diperbolehkan membaca majalah maupun buku-buku

bahasa Belanda serta surat-menyurat dengan teman-teman dari Eropa.

Kartini sangat didukung oleh ayah dan juga saudara Sosrokartono yang

sering memberi buku-buku bacaan. Satu hal yang memberinya hiburan

adalah dengan saling berkirim surat dengan Nyonya Ovienk Soer,

pelindung dan juga ibu bagi Kartini (Pane, ). Empat tahun

kemudian, pada tahun , Kartini mendapatkan kebebasan kembali,

kebebasan yang tidak diperoleh setelah meninggalkan bangku sekolah

(Toer, ). Akhirnya pada tahun , Nyonya Ovink-Soer

pindah ke Jombang untuk mengikuti tugas suami, dan ketika itu

Kartini telah mulai berkirim surat dengan Nona Estelle Zeehandelaar

di negeri Belanda (Pane, : ).

. Masa Dewasa

Semakin dewasa usia Kartini maka semakin matang pemikiran dan

juga semakin luas bacaan. Ayah Kartini senantiasa memberikan bacaan

tidak hanya berupa buku-buku bahasa Belanda namun juga buku-buku

bahasa Jerman dan Perancis. Sehingga lebih terbukalah pandangan

Kartini mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), pandangan dunia

maupun keadilan bagi semua.

Bertambah usia Kartini bertambah juga teman dari berbagai

negara. Pada tahun , Kartini berkenalan dengan Tuan Van Kol

dan Nyonya Nellie, yang sangat setuju dengan cita-cita Kartini pergi

belajar di negeri Belanda. Pada tanggal November Van Kol

mendapat janji dari minister jajahan, bahwa Kartini dan Rukmini

mendapat beasiswa untuk belajar di negeri Belanda. Namun pada

tanggal Januari Mr. Abendanon berkunjung ke Jepara dan

menasehati Kartini supaya jangan pergi ke negara Belanda karena akan

merugikan cita-cita Kartini (Pane, ).

Kemudian muncul gagasan Kartini untuk mendirikan sekolah

perempuan dan niat ini sangat didukung oleh ayah Kartini. Tetapi

ketika cita-cita itu akan terwujud ayah Kartini sakit parah dan usulan

pendirian sekolah perempuan ditolak oleh Bupati-bupati yang lain.

Namun walaupun pendirian sekolah perempuan ditolak, Kartini tetap

mendirikan sekolah perempuan dengan usaha sendiri dibantu adik-adik

Kartini. Akan tetapi kegigihan Kartini tidak berhenti sampai disitu,

Kartini bertekad untuk menjadi dokter. Cita-cita tersebut disetujui oleh

ibu Kartini dan juga Sosroningrat memberinya izin untuk belajar di

Betawi. Kendala biaya kembali menghambat cita-cita Kartini, akhirnya

pengajuan beasiswa kepada pemerintah Belanda dilakukan. Walaupun

pada akhirnya beasiswa itu disetujui pemerintah Belanda, namun justru

Kartini menolak karena tanggal pernikahan yang sudah dekat. Tidak

ada kata menyesal dalam diri Kartini dan diberikanlah beasiswa itu

kepada orang yang lebih membutuhkan Salim atau lebih dikenal

dengan Haji Agus Salim (Chodjijah, ).

Pada tanggal November , Kartini resmi menjadi isteri Bupati

Rembang (Pane, ). Pernikahan ini disetujui Kartini karena

suami R.M. Joyohadiningrat pernah belajar di negeri Belanda dan

sangat mendukung cita-cita Kartini mendirikan sekolah untuk

perempuan. Kemudian didirikanlah sekolah perempuan di Rembang

seperti yang pernah didirikan Kartini di Jepara. Sekolah perempuan di

Jepara Kartini pasrahkan kepada adik-adik. Kebahagiaan Kartini

semakin bertambah ketika Kartini berbadan dua. Pada tanggal

September Kartini melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama

Susalit yang kemudian diasuh oleh ibu Kartini, Ngasirah dan Bok

Mangunwikromo. Empat hari setelah kelahiran tepatnya tanggal

September Kartini meninggal dunia di usia tahun.

B. Kartini dan Sahabat-sahabat Pena dari Eropa

Kartini disebut dengan Blandis sebab kebanyakan teman Kartini

adalah orang Belanda. Perempuan Belanda bagi Kartini adalah orang yang

maju peradaban dan bebas kebudayaan dibandingkan dengan perempuan

Jawa yang masih terjerat dengan adat Feodal yang bagi Kartini

mendiskriminasikan perempuan. Banyak sahabat-sahabat Kartini yang

berasal dari Eropa. Ada yang bertempat tinggal di Indonesia, dan ada yang

tinggal di Eropa. Berikut adalah sahabat-sahabat Kartini yang berasal dari

Eropa yang biasa menjadi tempat curahan hati Kartini melalui surat.

. Mr. J.H. Abendanon dan Nyonya R.M. Abendanon Mandri

Nama lengkap Mr. J.H. Abendanon adalah Jacque Henri

Abendanon. Sahabat pena Kartini yang mengumpulkan surat-surat

Kartini untuk dibukukan pada dengan judul Door Duisternis tot

Licht yang dalam alih terjemahan Armijn Pane menjadi “Habis Gelap

Terbitlah Terang”. Mr. J.H. Abendanon adalah seorang ahli hukum.

Setelah beberapa tahun mengabdikan diri di Hindia Belanda, Mr. J.H.

Abendanon naik pangkat menjadi Direktur Pengajaran Kementerian

Pengajaran dan Kerajinan pada tahun .

Kartini mengenal Mr. J.H. Abendanon dan Nyonya R.M.

Abendanon Mandri di saat kunjungan di kadipaten Jepara untuk

menemui ayah Kartini. Pertemuan tersebut berlanjut dengan

persahabatan Kartini melalui surat menyurat, terlebih mengenai

pendidikan perempuan yang diperjuangkan Kartini. Niat Kartini untuk

mendirikan sekolah perempuan mendapat dukungan dari Mr. J.H.

Abendanon dan Nyonya R.M. Abendanon Mandri. Keakraban yang

muncul menyebabkan Kartini menganggap Nyonya R.M. Abendanon

Mandri sebagai ibu (Ulum, ).

. Nona Stella Zehandelaar

Stella Zehandelaar lahir pada tahun , merupakan gadis Yahudi

yang cerdas dan seorang dokter. Kartini berkenalan dengan Stella

melalui majalah De Hoolandse, majalah wanita yang memberikan

banyak kontribusi di bidang sosial dan sastra. Stella dianggap kakak

oleh Kartini serta pemikiran Stella banyak mempengaruhi Kartini.

Meskipun Kartini dekat dengan Stella, akan tetapi Kartini tidak

menceritakan tentang ihwal agama Islam kepada Stella. Hal ini karena

ketundukan Kartini kepada undang-undang agama. Stella sempat

dibuat keheranan ketika Kartini menerima lamaran K.R.M. Adipati

Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki isteri.

Padahal Kartini di waktu itu mengecam poligami yang menjadi musuh

besar (Ulum, ).

. Ir H. H. Van Kol dan Nyonya J.M.P. Van Kol Porrey

Ir H. H. Van Kol adalah seorang insinyur yang ditugaskan oleh

Pemerintah Hindia Belanda untuk mengurus pembangunan dan

pengairan di Hindia Belanda. Dengan sifat sosialnya, membuat Ir H.

H. Van Kol tidak tega melihat kondisi masyarakat Hindia Belanda

yang di waktu itu tertindas. Akhirnya Ir H. H. Van Kol mengambil cuti

dan dipenjara selama bulan oleh kerajaan karena dianggap

menghasut masyarakat bumiputera namun akhirnya dibebaskan.

Ir H. H. Van Kol menikah dengan Nellie Van Kol yang sepaham.

Kartini mengenal keluarga Van Kol melalui majalah De Hollandse.

Kartini sering menceritakan agama Islam kepada nyonya Nellie karena

Nyonya Nellie yang beragama Nasrani sering memberikan nasehat

kepada Kartini tanpa harus mengkristenkan Kartini (Ulum, ).

Bahkan Kartini juga pernah bercerita mengenai hal-hal ghaib, sebab Ir

H. H. Van Kol adalah seorang ahli dalam bidang okulltisme

(kepercayaan kepada kekuatan gaib yang dapat dikuasai manusia).

. Nyonya M.C.E. Ovink Soer

Nyonya M.C.E. Ovink Soer adalah sahabat pena Kartini yang

dianggap ibu sebagaimana Nyonya Abendanon Mandri. Nyonya

M.C.E. Ovink Soer adalah isteri Residen Ovink yang ditempatkan di

Kabupaten Jepara pada tahun . Tugas di Jepara membuat Nyonya

M.C.E. Ovink Soer mengenal Kartini beserta saudara-saudara Kartini,

dan karena Nyonya M.C.E. Ovink Soer tidak memiliki anak maka

kasih sayang senantiasa tercurahkan kepada Kartini dan saudara

perempuan yang lain.

Karena keakraban yang telah terjalin maka ketika keluarga Ovink

dipindahkan ke Jombang sedihlah hati Kartini. Namun setelah

perpisahan tersebut Kartini sering berkirim surat dengan Nyonya

M.C.E. Ovink Soer dan sering mencurahkan isi hati (Ulum, ).

. Dr. N. Adriani

Dr. Nicolas Adriani adalah seorang penginjil yang didatangkan dari

Belanda untuk meneliti bahasa-bahasa Toraja di Sulawesi Selatan.

Kartini akrab dengan Dr. Nicolas Adriani melalui surat-surat. Karena

Dr. Nicolas Adriani merupakan seorang penulis dan penggemar buku,

maka Dr. Nicolas Adriani pernah memberikan hadiah buku-buku yang

ada nuansa Nasrani kepada Kartini. Selain buku Kartini juga pernah

mendapatkan kiriman sebuah foto dari Dr. Nicolas Adriani (Ulum,

).

. Nyonya H.G. de Booy Boissevain

Hilda Gerarda de Booy Boissevain lahir di Amsterdam tanggal

Juli . Putri Charles Boissevain seorang sastrawan dan pemimpin

redaksi harian Algemeen Handelsbald. Menikah dengan opsir laut

Hendrik de Booy pada tahun , dan pada tahun suami H.G.

de Booy Boissevain diangkat menjadi ajudan Gubernur Jenderal

Rooseboom.

Kedekatan dengan Kartini bermula saat ayah Kartini menghadiri

undangan Gubernur Jenderal untuk berkunjung di Bogor. Ketika itu

ayah Kartini mengajak Kartini, Rukmini dan Kardinah. Dari hubungan

ini muncul ketertarikan Kartini untuk menjalin hubungan meskipun

hanya melaui surat menyurat.

Nyonya H.G. de Booy Boissevain adalah seorang ahli dalam

kesenian, kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Nyonya H.G. de

Booy Boissevain adalah pengurus “Kartini Fonds” yang didirikan pada

tahun yang bertujuan untuk mengimbangi perkumpulan-

perkumpulan “Ramabai Fonds” yang ada di Inggris dan Amerika.

Nyonya H.G. de Booy Boissevain sering memberikan ceramah tentang

Kartini dan buah pemikiran Kartini (Ulum, ).

. Prof. Dr. G.K. Anton

Prof. Dr. G.K. Anton adalah seorang guru besar ilmu-ilmu

kenegaraan di Yena (Jerman), dan isteri adalah seorang wanita

Belanda. Perkenalan Kartini dengan Prof. Dr. G.K. Anton dimulai

ketika Prof. Dr. G.K. Anton dan isteri melakukan study tour di Pulau

Jawa dan menyempatkan diri singgah di kediaman ayah Kartini.

Semenjak itu Kartini berkenalan dan akrab dengan Prof. Dr. G.K.

Anton. Prof. Dr. G.K. Anton pernah memberi Kartini beberapa buku

hasil karyanya. Kepada Prof. Dr. G.K. Anton, Kartini pernah

memohon supaya di bumiputera diusahakan sebuah pengajaran dan

pendidikan bagi kaum perempuan (Ulum, ).

C. Keadaan Masyarakat Pada Masa Kartini

Kartini hidup antara tahun sampai , sebuah zaman yang

menurut Dr. Suhartono ( ), adalah zaman politik kolonial liberal.

Dimana pada masa itu pengaruh Barat telah masuk di kehidupan

bumiputera. Dengan berbagai pengaruh tersebut maka muncul ide-ide

untuk meniru orang Belanda supaya maju kehidupan masyarakat

bumiputera. Pengajaran dan berbagai hal yang datang dari Barat dianggap

membawa kemajuan di kehidupan masyarakat Barat. Namun tentu

pengajaran dan berbagai hal dari Barat yang diambil adalah yang bisa

diterapkan dan tidak menyalahi adat maupun tradisi di bumiputera. Ketika

pandangan mengenai Barat telah terbuka maka akan muncul rasa

pemberontakan terhadap tradisi maupun adat istiadat yang terlalu

mengekang di masyarakat bumiputera pada saat itu. Namun tindakan nyata

untuk mengubah tradisi itu belum sepenuhnya nyata dan hanya sebatas

wacana sehingga adat istiadat dan tradisi yang terlalu mengekang tetaplah

berjalan.

Kartini juga termasuk orang yang memiliki pemikiran bahwa

pengajaran maupun pendidikan Barat akan membawa kemajuan

masyarakat bumiputera khususnya perempuan. Namun apalah daya ketika

adat istiadat diwaktu itu tiada membolehkan perempuan berpelajaran dan

tidak boleh bekerja diluar rumah apalagi menduduki suatu jabatan. Hanya

pernikahan saja hal yang boleh dicita-citakan oleh anak perempuan.

Perempuan itu hanya wajib mengurus rumah tangga dan mendidik anak-

anaknya. Ketika berumur tahun dipingit anak perempuan itu untuk

menunggu hari pernikahan.

Keadaan yang seperti itu membuat Kartini merasa terkekang dan

kecewa terhadap adat istiadat negeri Kartini sendiri. Hal itu terurai dalam

suratnya kepada Nona Zeehandelaar (Pane, ).

Dan gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan,

pemandangannya sudah diperluas, tiada akan sanggup lagi hidup di

dalam dunia nenek moyangnya. Sesungguhnyalah perempuan yang

sebenarnya cerdas tiada mungkin merasa berbahagia dalam

masyarakat Bumiputera, selama masyarakat itu tetap saja seperti

sekarang.

Namun bukan berarti pendidikan perempuan sama sekali tidak ada

di masa tersebut. Berikut data perempuan yang sekolah di zaman Kartini

(Pane, ):

. Tahun di sekolah kelas dua di pulau Jawa dan Madura ada

orang anak gadis;

. Tahun di semua sekolah particulier di seluruh Hindia ada .

orang anak gadis;

. Tahun di sekolah gubernemen kelas satu (sekolah Belanda) di

Pulau Jawa cuma .

Berdasarkan angka tersebut dapat kita ketahui bahwa sudah ada

anak perempuan yang sekolah namun jumlahnya jauh dari kata banyak.

Terlebih itu adalah sekolah tingkat rendah sehingga pendidikan yang

didapat perempuan masih sangat sempit. Terlebih lagi perempuan yang

berhak mendapat pengajaran di sekolah adalah perempuan-perempuan

keturunan ningrat dan bangsawan, sehingga perempuan dari kalangan

rakyat biasa sama sekali tidak mendapat pendidikan di bangku sekolah.

Melihat kondisi yang seperti itu maka Kartini tampil untuk

memperjuangkan nasib perempuan. Usaha yang dilakukan adalah

mendirikan sekolah perempuan di Jepara. Bahkan ketika pada akhirnya

Kartini mau untuk dinikahkan juga dengan alasan bahwa calon suami yang

sangat mendukung cita-cita Kartini sehingga berdirilah sekolah Kartini

yang kedua di Rembang. Namun pandangan Kartini terhadap Barat mulai

berubah ketika mulai mengenal Islam lebih dalam. Pertemuan Kartini

dengan Kiai Sholeh Darat adalah awal kembalinya Kartini pada pemikiran

Islam.

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN R.A. KARTINI DALAM BUKU

HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

A. Keadaan Perempuan Pada Masa R.A. Kartini

Keadaan perempuan pada masa Kartini tidaklah sebebas keadaan

perempuan di zaman sekarang. Pada masa itu budaya Feodal masih sangat

kuat berkembang di masyarakat. Dengan adanya budaya Feodal itulah

kebebasan maupun pemikiran perempuan tidak ada artinya. Keberadaan

perempuan tenggelam diantara keberadaan laki-laki. Perempuan

sepenuhnya patuh dan tunduk di bawah kekuasaan para kaum laki-laki.

Hal ini terungkap dalam surat Kartini kepada Nona Zeehandelar tanggal

Mei (Pane, ), berikut:

Kami, gadis-gadis masih terantai kepada ada istiadat lama,

hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajuan pengajaran

itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, ke luar rumah

tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar

adat. Ketahuilah, bahwa adat negeri kami melarang keras gadis ke

luar rumah. Ketika saya sudah berumur duabelas tahun, lalu saya

ditahan di rumah_saya mesti masuk “tutupan”; saya di kurung

didalam rumah, seorang diri, sunyi senyap terasing dari dunia luar.

Saya tiada boleh keluar ke dunia itu lagi, bila tiada serta seorang

suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali bagi kami, dipilih

oleh orang tua kami untuk kami, dikawinkan dengan kami,

sebenarnya dengan tanpa setahu kami …

Surat-surat Kartini tersebut terlihat bahwa kehidupan perempuan

sangatlah jauh dari kata kebebasan. Bahkan untuk pergi keluar rumah

dibatasi sampai berumur tahun, apalagi untuk mendapatkan pendidikan

yang merupakan hal yang tabu diperoleh perempuan di masa tersebut.

Budaya pingitan merupakan budaya yang menunjukkan betapa

lemah kaum perempuan. Dengan adanya budaya pingitan akses perempuan

ke dunia luar benar-benar ditutup. Perempuan diharuskan berada di dalam

rumah sampai ada seorang laki-laki yang mengambil menjadi seorang

isteri. Bahkan siapa laki-laki yang akan menjadi suami tiada diketahui

terlebih dahulu. Perempuan harus rela dijadikan isteri yang kedua ketiga

atau bahkan keempat. Budaya poligami merupakan hal yang biasa yang

ada di masyarakat dan perempuan tidak mempunyai hak untuk menolak.

Istilah “Swargo nunut neroko katut” yang dalam bahasa Indonesia

diartikan “Surga turut neraka ikut” begitu kental dianut dalam masyarakat

Jawa pada masa Kartini, kemana laki-laki mengarahkan pandangan kesitu

perempuan pergi tanpa ada hak untuk bertanya maupun menolak.

Adat istiadat di waktu itu tidak membolehkan perempuan

berpelajaran dan tidak boleh bekerja di luar rumah, menduduki jabatan di

dalam masyarakat (Pane, ). Perempuan tidak boleh mempunyai

cita-cita maupun keinginan, mereka hanya boleh tunduk dan patuh kepada

peraturan maupun budaya yang ada. Hanya satu cita-cita yang boleh

dimiliki oleh seorang perempuan yaitu pernikahan. Pernikahan itulah satu

tujuan hidup yang dimiliki oleh seorang perempuan. “Selama ini hanya

satu jalan terbuka bagi gadis Bumiputra akan menempuh hidup, ialah

„kawin‟”(Surat kepada Nona Zeehandelaar, Agustus ).

Hal itu tentu berbeda dengan laki-laki yang boleh mempunyai

banyak tujuan hidup maupun cita-cita. Perempuan itu cuma wajib

mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya (Pane, ).

Perempuan di masa itu hanya dibentuk untuk menjadi budak kaum laki-

laki. Perempuan tidak boleh memiliki kemauan dan ditutup dari dunia luar

sejak usia tahun. Dengan kata lain perempuan di masa Kartini banyak

kewajiban namun tidak satupun hak.

Akan tetapi ketatnya budaya Feodal sepenuhnya hanya berlaku di

kalangan ningrat maupun bangsawan saja. Di kalangan rakyat biasa

budaya itu tidak seketat mengekang perempuan. Namun kebebasan itu

kebanyakan disebabkan karena kondisi masyarakat yang harus bekerja

mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarga atau membantu keluarga

yang kondisi perekonomian tidak stabil. Dengan begitu tetap saja

pendidikan perempuan di masa Kartini masih merupakan suatu hal yang

tabu bahkan dianggap melanggar adat istiadat. Kehidupan perempuan

kalangan pribumi yang bukan ningrat sangat jauh berbeda dengan

kehidupan perempuan ningrat. Perempuan pribumi sangat tertindas,

berbeda dengan perempuan ningrat yang disembah dan dilayani segala

kebutuhan.

Dengan keadaan yang masih sangat mengekang kebebasan

perempuan, maka sebagai seorang perempuan yang sudah mendapatkan

pendidikan Kartini merasa terbebani dan gerah dengan berbagai peraturan

adat yang mengekangnya. Hal itu tertuang dalam surat Kartini kepada

Nona Zeehandelaar tanggal Agustus (Pane, ), berikut:

Dan gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan,

pemandangannya sudah diperluas, tiada akan sanggup lagi hidup di

dalam dunia nenek moyangnya. Sesungguhnyalah perempuan yang

sebenarnya cerdas tiada mungkin merasa berbahagia dalam

masyarakat Bumiputra, selama masyarakat itu tetap saja seperti

sekarang.

Namun tentu adat istiadat tidaklah dapat diubah apalagi

dihilangkan begitu saja. Terlebih lagi adat istiadat yang satu akan

berhubungan dengan adat istiadat yang lain. Tentulah sesuatu yang

mustahil untuk menghilangkan adat istiadat itu. Mengenai adat pingitan

Kartini tidak dapat menghindari. Meskipun keinginan kuat untuk terus

belajar, akan tetapi tradisi berkata lain. Kartini menceritakan usaha untuk

melawan adat pingitan yang harus dijalani kepada Nyonya Abendanon

melalui surat pada Agustus (Ulum, ) berikut:

Ia memohon kepada ayahnya agar diizinkan bersama-sama

dengan anak laki-laki pergi ke Semarang untuk bersekolah HBS di

sana. Ia akan selalu belajar giat sehingga orang tuanya tidak akan

mengeluh tentangnya. Ia berlutut di hadapan ayahnya, dengan

tangan terkatup di atas lututnya. Dengan keinginan yang besar,

mata kanak-kanaknya ditengadahkan. Dalam ketegangan yang

cemas-cemas serasa putus nafas ia menanti jawaban sang ayahnya.

Sambil membelai-belai, ayahnya mengelus-ngelus kepala yang

kecil hitam. Jarinya menyingkapkan rambut yang tak beraturan dari

dahi si kecil dan perlahan-lahan tetapi pasti keluar dari mulutnya:

“Tidak!”.

Anak itu melompat. Ia tahu arti “tidak” yang diucapkan

ayahnya. Ia lari dan masuk kolong tempat tidur. Ia ingin

bersembunyi, seorang diri saja bersedih hati dan bersedu sedan tak

henti-henti.

Bahkan Kartini merasa seperti burung yang dipaksa kembali ke

sangkar. “Diajar orang dia bebas lalu dimasukkan orang dia ke dalam

terungku; diajar ia terbang, lalu dimasukkan ke dalam sangkar”(surat

kepada Nona Zeehandelaar tanggal Agustus ).

B. Pendidikan Yang Dialami R.A. Kartini

Dengan berbagai adat istiadat yang berlaku, Kartini tetap mendapat

pendidikan hal itu disebabkan kakek Kartini merupakan Bupati yang

terkenal karena suka kemajuan dan merupakan Bupati yang pertama-tama

menyekolahkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan dengan

pelajaran Barat (Pane, ). Dan hal itu menurun kepada pendidikan

cucu-cucu beliau seperti Kartini. Hal itu tertulis dalam surat Kartini

kepada Nona Zeehandelaar tanggal Mei (Ulum, ) berikut:

Almarhum kakek saya bernama Pangeran Ario

Tjondronegoro dari Demak, sangat menyukai kemajuan,

merupakan Bupati Jawa Tengah yang pertama membuka pintunya

untuk tamu dari jauh seberang lautan, yaitu Peradaban Barat.

Semua putranya (kebanyakan dari mereka sudah tiada), yang

mengenyam pendidikan Eropa, mewarisi kecintaan kemajuan dari

ayah mereka. Pada gilirannya kemudian, mereka memberikan

putra-putranya pendidikan yang dulu mereka nikmati.

Meskipun termasuk perempuan bangsawan, Kartini tetap

mendapatkan pendidikan. Bukan hanya pendidikan umum namun juga

pendidikan agama dipelajari Kartini.

. Pendidikan Umum

Ketika usia Kartini sudah masuk usia belajar, Kartini disekolahkan

di sekolah rendah yang didirikan oleh Pemerintahan Hindia Belanda

(Ulum, ). Kartini bisa masuk sekolah tersebut karena termasuk

keluarga bangsawan. Pada waktu itu pemerintah Hindia Belanda

membatasi pelayanan pendidikan hanya untuk rakyat tertentu. Hal ini

dikarenakan Pemerintah Belanda tidak menginginkan rakyat

Bumiputra menjadi cerdas sehingga tidak akan mau lagi bekerja untuk

Pemerintah Belanda. Ayah Kartini pernah berkata seperti berikut

(Ulum, ):

Pemerintah tidak mungkin dapat menyediakan nasi di

piring bagi setiap orang Jawa untuk dimakannya, tetapi apa

yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah memberikan

kepadanya daya upaya agar ia mencapai tempat di mana

makanan itu berada. Daya upaya ini ialah pengajaran.

Pemberian pengajaran yang baik kepada anak negeri samalah

halnya seolah-olah pemerintah memberi suluh ke dalam

tangannya, agar selanjutnya ia menemukan sendiri jalan yang

benar yang menuju ke tempat di mana nasi berada.

Perkataan ayah Kartini tersebut menunjukkan bahwa

sebenarnya Pemerintah Belanda tidak sepenuhnya memberikan

pengajaran kepada masyarakat Bumiputra. Pemerintah Belanda hanya

memberikan akses ataupun pembuka jalan bagi masyarakat Bumiputra

untuk mengembangkan pendidikan melalui pengajaran yang telah

mereka terima. Terlebih lagi tidak semua masyarakat Bumiputra dapat

merasakan pengajaran, hanya golongan tertentu saja. Bahkan

pengajaran yang diberikan juga hanya sebatas pengajaran dasar seperti

membaca dan menulis terlebih jumlah sekolah juga sangat terbatas.

Pembatasan yang dilakukan ini semakin menjelaskan bahwa

sebenarnya Pemerintah Belanda tidak menginginkan masyarakat

Bumiputra untuk maju.

Kartini mengungkapkan kekecewaan terhadap kebijakan

Pemerintah Belanda dalam suratnya kepada Nona Zeehandelaar

tanggal Januari (Ulum, ), berikut:

Apa yang dilakukan pemerintah untuk kemajuan

rakyat? Untuk anak-anak bangsawan bumiputera ada yang

disebut sekolah-sekolah kepala-kepala, sekolah guru dan

sekolah dokter Jawa; dan untuk umum berbagai sekolah

Bumiputera, satu dalam tiap distrik. Tetapi pemerintah

membagi perguruan-perguruan yang terakhir ini dalam dua

kelas. Di sekolah-sekolah pertama, yang hanya ditempatkan di

setiap ibu kota sebelah barat, diajarkan mata pelajaran yang

sama seperti sebelum pemisahan; tetapi di sekolah-sekolah

kedua, anak-anak sekarang hanya belajar bahasa Jawa

(membaca dan menulis) dan sedikit berhitung. Disini tidak

boleh diajarkan bahasa Melayu seperti dulu, apa sebabnya

kurang jelas bagi saya. Saya kira berpendapat, bahwa jika

rakyat belajar, mereka tidak mau lagi mengerjakan tanahnya.

Meskipun sudah mendapatkan pembatasan, Kartini masih juga

terdiskriminasi karena warna kulit. Ketika hendak dipanggil untuk

menempati calon kelas diurutkan sesuai warna kulit. Urutan pertama

adalah orang berkulit putih, kemudian setengah putih, baru kulit yang

berwarna coklat. Selain diskriminasi warna kulit, di sekolah Belanda

juga dibedakan status sosial dan susunan kepegawaian. Bahkan para

guru segan untuk memberikan nilai yang bagus untuk anak-anak

Bumiputera.

Kemudian pada tahun Pemerintah Belanda mengeluarkan

keputusan anak Bumiputera (dari umur sampai tahun) tidak

diizinkan masuk sekolah rendahan umum yang diperuntukkan bagi

bangsa Eropa, kalau anak-anak ini belum dapat berbahasa Belanda,

kecuali telah mendapat izin khusus dari Yang Mulia Gubernur

Jenderal.

Berbagai pembatasan dan kesukaran dialami Kartini selama

mendapatkan pengajaran dari sekolah rendahan umum. Selama

pengajaran itu Kartini belajar bahasa Belanda. Namun pengajaran di

sekolah rendahan tersebut hanya Kartini peroleh sampai usia tahun,

usia untuk Kartini masuk pingitan. Usaha keras Kartini untuk menolak

adat pingitan tetap tidak dapat menggoyahkan keputusan ayah Kartini.

Segala keluh kesah dan gambaran penderitaan Kartini untuk memasuki

masa pingitan tertuang dalam surat-surat kepada sahabat Kartini.

Setelah memasuki masa pingitan, Kartini belajar sendiri dengan

membaca buku-buku maupun majalah terbitan Belanda. Melalui surat

kabar dari Belanda Kartini mulai berkenalan dengan orang-orang yang

kemudian menjadi sahabat. Dengan itu mulai terbuka pemikiran

Kartini sehingga timbullah cita-cita untuk pergi ke negara Eropa

mengembangkan ilmu. Namun cita-cita besar itu tidak dapat diraih

Kartini karena berbagai kendala.

. Pendidikan Agama Islam

Selain pendidikan umum, Kartini juga mendapatkan

pendidikan Agama. Agama yang dianut Kartini adalah agama Islam,

kaum Feodal kebanyakan penganut ajaran Islam. Namun Kartini yang

merupakan perempuan Feodal lebih mudah mengakses ilmu Eropa

dibandingkan ilmu agama Islam.

Kartini hidup di lingkungan yang dikelilingi kaum Belanda

yang mendapat siraman spiritual dari para pendeta, maka ia lebih

mudah mengakses kitab Injil dibandingkan Al-Qur‟an (Ulum,

). Terlebih lagi Kartini tidak bisa memahami Al-Quran yang

berbahasa Arab karena adanya pelarangan penerjemahan Al-Quran.

Karena kurang pahamnya Kartini dengan ajaran Islam maka Kartini

sering mengkritik ajaran Islam.

Namun bukan berarti Kartini tidak mendapatkan pendidikan

agama Islam sama sekali. Kartini belajar mengaji ketika telah

memasuki usia sekolah. Di waktu pagi, Kartini sekolah di sekolahan

Belanda, sore harinya belajar menyulam dan menjahit dan juga ada

waktu belajar mengaji Al-Qur‟an kepada guru agama perempuan untuk

mengajari Kartini. Namun karena tidak mengetahui makna Al-Qur‟an,

Kartini kurang menyukai pelajaran Al-Qur‟an. Kartini yang tidak bisa

mengetahui makna Al-Qur‟an merasa kecewa, hal itu terlihat dalam

suratnya dengan Nona Zeehandelaar tanggal November (Ulum,

) berikut:

Al-Qur‟an terlalu suci untuk diterjemahkan, dalam

bahasa apapun juga. Di sini orang juga tidak tahu bahasa Arab.

Di sini orang diajari membaca Al-Qur‟an, tetapi tidak mengerti

apa yang dibacanya. Saya menganggap hal itu pekerjaan gila;

mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang

dibacanya. Sama halnya seperti kamu mengajar saya membaca

buku bahasa Inggris yang harus hafal seluruhnya, tanpa kamu

terangkan kepada makna kepada saya. Kalau saya mau

mengenal dan memahami agama saya maka saya harus pergi ke

negeri Arab untuk mempelajari bahasanya di sana. Walaupun

tidak saleh, kan boleh juga jadi orang baik hati. Bukankah

demikian, Stella?

Kartini merupakan orang yang kritis dan logis, ketika ada suatu

ilmu yang tidak bisa dimengerti maka Kartini akan berusaha untuk

mengerti. Namun pada masa tersebut penerjemahan Al-Qur‟an di

larang oleh beberapa oknum ulama-ulama hasil buatan Belanda,

sehingga Kartini tidak bisa mengerti isi Al-Qur‟an. Tidak hanya Al-

Qur‟an saja yang tidak di mengerti Kartini, namun juga beberapa

amalan dalam Islam.

Ajaran Islam yang ada di lingkungan Kartini sangat terbatas

dan dibatasi gerak-geriknya oleh Belanda karena bisa mempengaruhi

posisi Belanda. Sehingga wajar jika Kartini hanya sebatas mengerti

kulit luar pendidikan Islam. Namun apapun kekurangan Kartini dalam

hal ilmu agama Islam, Kartini tidak pernah mencederai agama sama

seperti tidak pernah mencederai rakyat. Kepahaman Kartini terhadap

agama Islam lambat laun bertambah. Terlebih lagi pertemuannya

dengan Kiai Sholeh Darat benar-benar telah membukakan mata Kartini

tentang ajaran agama Islam.

Pertemuan dengan Kiai Shaleh Darat Semarang terjadi di

kediaman Pangeran Ario Hadiningrat saat sedang mengadakan sebuah

acara pengajian bulanan (Ulum, ). Materi yang disampaikan

adalah tentang tafsir surat Al-Fatihah. Kartini sangat kagum dan

tertegun dengan apa yang disampaikan oleh Kiai Sholeh Darat, sebab

selama hidup, arti ayat-ayat Al-Qur‟an terlebih al-Fatihah yang

merupakan surat pertama dalam Al-Qur‟an sangat asing dan tidak

pernah Kartini mengerti.

“Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tidak mengerti

sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terang

benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Kiai telah

menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami,” kata Kartini

usai mendapatkan kepuasan dalam mengetahui makna surat Al-Fatihah

yang disampaikan Kiai Shaleh Darat.

Setelah pertemuan pertama itu terbukalah pandangan Kartini

mengenai Islam. Bahkan Kartini sempat bertemu dengan Kiai Shaleh

Darat untuk menanyakan masalah penerjemahan Al-Qur‟an. Karena

keingintahuan yang tinggi mengenai Al-Quran, pada tahun

Kartini diberikan kitab tafsir Faidh Al-Rahman fi Tarjamah Tafsir

Kalam Malik Ad-Dayyan bersama dengan karya Kiai Shaleh Darat

yang lain (Ulum. ).

Kartini tetap mengerjakan ajaran agama Islam meskipun masih

banyak kekurangan pengetahuan tentang agama Islam, seperti ibadah

puasa Ramadhan, ziarah kubur dan juga ibadah salat Istisqa yang

pernah diceritakan Kartini melalui surat kepada sahabat-sahabat

Kartini. Surat Kartini kepada Tuan Abendanon Mandri tanggal

Februari menjelaskan bahwa Kartini telah mengikuti salat Istisqa

(Ulum, : - ), berikut:

Di depan sekali duduk para haji laki-laki dan santri. Di

belakang duduk para haji perempuan dalam pakaian putih. Dan

di kanan kiri duduk ratusan orang laki-laki, perempuan dan

anak-anak. Domba, kambing, kuda, kerbau diikat pada

tonggak-tonggak. Seorang haji (kiai atau imam) memimpin

sembahyang (shalat). Berdiri di depan dan berdoa dengan suara

keras. Orang banyak itu menyambut dengan “Amin…Amin”.

Domba-domba itu ikut mengembik.

Kartini juga pernah menceritakan mengenai puasa Ramadhan

kepada sahabat Kartini Nyonya B. Niermeijer tanggal Desember

(Ulum, ) berikut:

Selamat ulang tahun Berthie yang manis dan budiman.

Semoga panjang umur dan sehat selalu. Saya mohon maaf jika

hanya bisa mengirim kartu. Sebenarnya saya ingin menulis

surat yang panjang lebar, tetapi karena berbagai keadaan tidak

mengizinkannya sehingga saya berbuat demikian. Bagi kami

orang Islam, bulan puasa adalah bulan yang penuh dengan

kesibukan. Sekarang ini pertengahan bulan dan banyak hal lain

yang tidak mungkin saya katakan. Sampai sesudah tahun baru,

akan tiba surat yang panjang untuk menjawab suratmu, Berthie.

Selain puasa Ramadhan, Kartini juga pernah menceritakan

mengenai keikutsertaan Kartini berziarah kubur. Hal itu diceritakan

kepada Tuan Abendanon Agustus (Ulum, : ), “Pada awal

bulan Puasa, kalau orang tuanya (Kartini) pergi berziarah, dia dan

saudara-saudaranya yang perempuan boleh ikut.”

Berbagai kegiatan ibadah yang dilakukan Kartini menunjukkan

bahwa meskipun banyak hambatan yang dialami Kartini untuk

mendapatkan ilmu agama, namun Kartini tetaplah manusia yang taat

menjalankan ibadah dan ajaran agama Islam.

C. Konsep Pendidikan Perempuan Dalam Buku Habis Gelap Terbitlah

Terang

Setelah mengetahui keadaan perempuan dan juga pendidikan yang

telah ditempuh Kartini maka itu akan membawa pengaruh pemikiran

pendidikan perempuan yang dimaksud maupun yang diidamkan oleh

Kartini. Menurut R.A. Kartini pendidikan perempuan adalah pendidikan

yang harus diterima oleh seorang perempuan tidak peduli gelar, jabatan,

warna kulit, kaya maupun miskin. Hal ini dikarenakan semua perempuan

memiliki hak sama untuk mendapatkan pendidikan. Terlebih lagi bagi

Kartini tidak ada alasan perbedaan kelamin memberikan batasan

pendidikan. Dimana pendidikan perempuan dan laki-laki seharusnya

setara. Pendidikan perempuan ini sangat penting karena memiliki banyak

maksud maupun tujuan yang menurut Kartini meliputi konsep, yaitu:

. Perempuan tempat pendidikan yang pertama

Menurut Kartini perempuan merupakan tempat pendidikan pertama

bagi anak-anak. Karena perempuan akan menjadi seorang ibu dan

sudah kodrat seorang ibu untuk memberikan pendidikan pertama

sebelum pendidikan sekolah. Banyak surat-surat Kartini yang

membahas mengenai perempuan yang merupakan tempat pendidikan

pertama. Seperti suratnya kepada Nyonya Ovink-Soer awal tahun

(Pane, ), berikut:

….karena pada haribaan si ibu itulah manusia itu

mendapatkan pendidikannya yang mula-mula sekali, oleh karena di

sanalah pangkal anak itu belajar merasa, berpikir, berkata. Dan

didikan yang pertama-tama sekali, pastilah amat berpengaruh bagi

penghidupan seseorang.

Bahkan dalam suratnya kepada Nyonya Zeehandelar (Pane,

), Kartini membayangkan jika Kartini ingin memiliki anak,

baik laki-laki maupun perempuan yang akan Kartini didik sama antara

laki-laki dan perempuan.

Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki maupun perempuan,

yang akan kudidik, kubentuk jadi manusia sepadan dengan

kehendak hatiku. Pertama-tama akan kubuangkan adat kebiasaan

yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada

perempuan. Tidak usah kita herankan lagi apa sebabnya nafsu laki-

laki memikirkan dirinya sendiri saja, bila kita ingat, bahwa laki-

laki itu sejak masa kecilnya, sudah diperlebih-lebihkan daripada

anak perempuan. Dan semasa kanak-kanak, laki-laki itu sudah

diajar merendahkan derajat anak perempuan itu….

Terlihat dalam kalimat Kartini ada anggapan dari Kartini bahwa

akibat dari adanya perbedaan pendidikan yang diberikan kepada anak

laki-laki dan perempuan sejak kecil menyebabkan laki-laki kurang

menghargai perempuan.

Dalam surat Kartini kepada Nyonya Abendanon (Pane, )

Kartini juga mengungkapkan mengenai pentingnya pendidikan

perempuan demi pendidikan anak-anak.

Dari perempuanlah pertama-tama manusia itu menerima

didikannya, diharibaannyalah anak itu belajar merasa dan berpikir,

berkata-kata: dan makin lama makin tahulah saya, bahwa didikan

yang mula-mula itu bukan tidak besar pengaruhnya bagi kehidupan

manusia di kemudian harinya. Dan betapakah ibu Bumiputera itu

sanggup mendidik anaknya, bila mereka itu sendiri tidak

berpendidikan?

Dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon (Pane: ) yang

lain, Kartini juga mengungkapkan bahwa ditangan ibulah masa depan

ditentukan. “Dalam tangan anaklah masa yang akan datang dan dalam

tangan ibulah, anak, yaitu masa yang akan datang itu”.

Bahkan dalam surat Kartini kepada Tuan dan Nyonya Anton (Pane,

), Kartini menjelaskan secara gamblang bagaimana

pentingnya pendidikan perempuan.

….Kami disini meminta, ya memohonkan, meminta dengan

sangatnya supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-

anak perempuan, bukanlah sekali-kali karena kami hendak

menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang laki-laki

dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami, oleh sebab

sangat yakin akan besar pengaruh yang mungkin datang dari kaum

perempuan hendak menjadikan perempuan itu lebih cakap

melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan oleh alam

sendiri ke dalam tangannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang

pertama-tama.

Bukankah dari perempuanlah manusia itu mula-mula sekali

mendapat didikannya yang biasanya bukan tidak penting artinya

bagi manusia selama hidupnya.

Perempuanlah yang menaburkan bibit rasa kebaktian dan

kejahatan yang pertama-tama sekali dalam hati sanubari manusia;

rasa kebaktian dan kejahatan itu kebanyakannya tetaplah ada pada

manusia itu selama hidupnya.

Demikianlah uraian mengenai surat-surat Kartini yang membahas

mengenai kedudukan perempuan sebagai tempat pendidikan yang

pertama bagi manusia. Karena merupakan tempat pendidikan pertama

maka sangat pentinglah pendidikan perempuan itu sendiri. Bagaimana

seorang perempuan dapat mendidik anak-anak generasi penerus bangsa

jika perempuan justru tidak berpendidikan.

. Perempuan menjadi pembawa peradaban

Menurut Kartini kedudukan perempuan sebagai pembawa

peradaban sangatlah penting, karena tidak akan maju suatu bangsa jika

kehidupan kaum perempuan bangsa tersebut tertinggal. Hal ini sesuai

tulisan Kartini yang diberikan kepada Mr. Abendanon ketika Kartini

ingin mendirikan sekolah yang oleh Abendanon tulisan Kartini

tersebut disampaikan kepada pemerintah (Pane, ). Kutipan

tulisan Kartini itu diantaranya,

Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadi

pasal yang paling penting dalam usaha memajukan bangsa.

Kecerdasan pikiran penduduk Bumiputra tiada akan maju dengan

pesatnya, bila perempuan itu ketinggalan dalam usaha itu.

Perempuan jadi pembawa peradaban!

Hal serupa juga pernah dikatakan Kartini dalam suratnya kepada

Nyonya Abendanon (Pane, - ) berikut:

….Perempuan itu jadi soko guru peradaban! Bukan karena

perempuan yang dipandang cakap untuk itu, melainkan oleh karena

saya sendiri yakin sungguh bahwa dari perempuan itu pun

mungkin timbul pengaruh yang besar, yang besar akibatnya, dalam

hal membaikkan maupun memburukkan kehidupan, bahwa dialah

yang paling banyak membantu memajukan kesusilaan manusia.

Maksud Kartini dalam surat tersebut adalah bahwa perempuanlah

yang dapat membolak-balikkan kehidupan manusia, perempuan dapat

membantu memajukan kesusilaan manusia begitu juga perempuan

dapat juga menjatuhkan kehidupan kesusilaan manusia. Dari

perempuanlah pengaruh yang besar datang untuk maksud yang baik

maupun maksud yang buruk.

Kepada Nyonya Van Kol Kartini juga mengungkapkan bahwa

pendidikan yang diberikan kepada perempuan akan menjadikan suatu

bangsa beradab. Karena perempuan yang telah mendapat pendidikan

akan mampu ikut membangun suatu bangsa bersama kaum laki-laki

(Pane, ).

Didiklah perempuan Jawa itu, cerdaskan hati dan pikiran

dan Tuan sekalian yang jadi sahabat pulau Jawa, akan mendapat

kawan yang tangkas dan cakap mengerjakan pekerjaan Tuan-tuan

yang tinggi, murni dan berat itu pekerjaan membuat suatu bangsa

beradab, mencerdaskannya dan membangkitkannya dari lembah!

Dalam suratnya kepada Tuan dan Nyonya Anton tertanggal

Oktober Kartini kembali mengungkapkan pentingnya pendidikan

perempuan untuk memajukan peradaban suatu bangsa. Karena jika

pekerjaan memajukan peradaban bangsa diserahkan kepada perempuan

yang berpendidikan maka akan sangat cepat peradaban suau bangsa itu

didapat (Pane, - )

Kami yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa peradaban

bangsa Jawa tiada akan dapat deras majunya, selama kaum

perempuan dijauhkan daripada usaha memajukan bangsa itu.

Pekerjaan memajukan peradaban itu haruslah diserahkan kepada

kaum perempuan, jika sudah demikian peradaban itu akan amat

deras majunya dalam kalangan bangsa Jawa. Adakanlah ibu yang

cakap serta berpikiran; tanah Jawa pasti akan mendapat pekerja

yang cakap memajukannya. Peradaban dan kepintarannya pasti

akan diturunkannya kepada anak-anaknya; anak-anaknya

perempuan yang akan menjadi ibu pula, anak-anaknya laki-laki

yang akhir kelaknya mesti menjadi penjaga kepentingan

bangsanya.

Pemikiran Kartini mengenai pendidikan perempuan yang akan

membuat peradaban suatu bangsa menjadi maju tentu bukan hanya

isapan jempol belaka. Hal itu terbukti dengan diulang-ulangnya

gagasan Kartini mengenai pentingnya pendidikan perempuan untuk

kemajuan peradaban itu kepada sahabat-sahabat bahkan bukan hanya

kepada satu sahabat saja Kartini mengungkapkan pemikiran tersebut

namun kepada hampir semua sahabat Kartini mengungkapkan. Hal itu

semakin menguatkan bahwa pemikiran Kartini itu sungguh-sungguh

telah difikirkan masak-masak bukan pemikiran yang seperti angin lalu.

. Pendidikan itu mendidik budi dan jiwa

Pendidikan yang dimaksud Kartini disini bukan hanya mendidik

secara pikiran saja namun mendidik budi dan jiwa. Karena hal itu yang

dirasa penting oleh Kartini. Hal itu diungkapkan Kartini dalam surat

kepada Nyonya Abendanon tanggal Januari (Pane, -

), berikut:

Pendirian saya, pendidikan itu ialah mendidik budi dan

jiwa. …. Rasa-rasanya kewajiban seorang pendidik belumlah

selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran saja, belumlah

boleh dikatakan selesai; dia harus juga bekerja mendidik budi

meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat

demikian, perasaan hatinya yang mewajibkan berbuat demikian.

…. Bahwa tahu adab dan bahasa serta cerdas pikiran belumlah lagi

jadi jaminan orang hidup susila ada mempunyai budi pekerti.

Menurut Kartini percuma saja orang cerdas pikiran tetapi sama

sekali tidak memiliki budi pekerti. Karena dengan budi pekertilah

orang akan memiliki kehidupan kesusilaan yang baik. Kecerdasan budi

dan jiwa ini tidak akan terbentuk begitu saja ketika telah menjadi

cerdas pikiran orang tersebut. Kecerdasan budi dan jiwa sama saja

dengan kecerdasan pikiran yang harus diperjuangkan, diajarkan dan

juga melalui proses yang panjang.

Dalam surat Kartini kepada Nyonya Abendanon yang lain

tertanggal Januari Kartini juga kembali mengingatkan

pentingnya pendidikan budi (Pane, ). “Dan pada pendidikan

itu janganlah akal saja dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi.”

Bahkan hal serupa juga kembali Kartini ungkapkan melalui

suratnya kepada Tuan Abendanon tanggal Agustus , (Pane,

), berikut:

Wahai, itulah sebabnya maka aku berkehendak, jika

mendidik anak, haruslah juga diusahakan mendidik watak, yakni

yang terutama haruslah juga diusahakan ialah memperkukuh rasa

kemauan anak yang dididik itu. Rasa kemauan itu wajiblah

dibesar-besarkan oleh pendidikan, terus-menerus …

Disini selain pentingnya pendidikan watak, Kartini juga

mengungkapkan faktor penting pendidikan yang lain adalah kemauan

dari anak yang dididik. Karena tanpa kemauan percuma saja

pendidikan diberikan karena tidak akan berbekas sama sekali

pendidikan itu. Usaha untuk terus mempertahankan kemauan sama

sulitnya dengan memberikan pendidikan itu sendiri.

Kartini juga mengungkapkan bahwa pendidikan budi tidak saja

diberikan disekolahan namun justru dalam pendidikan keluargalah

pendidikan budi itu paling mudah untuk diberikan dan diterapkan.

Tentu seorang ibu atau perempuanlah pihak yang harus memberikan

pendidikan budi tersebut. Hal ini diungkapkan Kartini kepada Tuan

dan Nyonya Anton tertanggal Oktober (Pane, ).

Bukan sekolah itu saja yang mendidik hati sanubari itu,

melainkan pergaulan di rumah terutama harus mendidik pula!

Sekolah mencerdaskan pikiran sedang kehidupan di rumah tangga

membentuk watak anak itu! Ibulah yang jadi pusat kehidupan

rumah tangga, dari kepada ibu itulah dipertanggungkan kewajiban

pendidikan anak-anak yang berat itu: yaitu bagian pendidikan yang

sempurna, jagalah supaya ia cakap kelak memikul kewajiban yang

berat itu.”

Demikianlah pendidikan budi yang coba diuraikan Kartini melalui

surat-surat kepada sahabat Kartini. Pikiran Kartini yang realistis

tersebut didapat dari pengalaman kehidupan sehari-hari Kartini.

Pengalaman-pengalaman itu didapat Kartini dari proses pengamatan

yang selalu di lakukan Kartini di lingkungan tempat tinggal.

. Pendidikan kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan

bangsa

Menurut Kartini, dengan adanya kesetaraan antara laki-laki dan

perempuan maka akan tercipta kesatuan yang menjadikan kemajuan

suatu bangsa lebih mudah untuk dicapai. Hal ini dikarenakan dengan

bersatu maka akan tercipta kerjasama antara laki-laki dan perempuan

yang bermanfaat bagi kemajuan suatu bangsa. Disini peran perempuan

dibutuhkan sama besar dengan peran laki-laki. Sehingga seharusnya

hak pendidikan perempuan sama besar dengan hak pendidikan laki-

laki. Untuk itulah pentingnya emansipasi dibutuhkan dalam hal ini.

Dengan adanya kesetaraan maka pemikiran antara laki-laki dan

perempuan dapat disatukan dan hasilnya akan tercipta suatu pemikiran

yang lebih cemerlang. Hal itu tertulis dalam surat Kartini kepada Nona

Zeehandelaar tertanggal Oktober (Pane, ).

Kaum muda masa sekarang, tiada pandang laki-laki atau

perempuan, wajiblah berhubungan. Masing-masing sendiri-sendiri

memang dapat berbuat sesuatunya akan memajukan bangsa kami;

tetapi apabila kita berkumpul bersatu, mempersatukan tenaga,

bekerja bersama-sama, tentu usaha itu lebih besar hasilnya.

Bersatu, kita kukuh teguh.

Pemikiran Kartini supaya laki-laki dan perempuan mendapatkan

kesetaraan dan bersatu semakin kuat dirasakan manfaatnya ketika

Kartini telah menikah. Dengan menikah itu, Kartini merasa bahwa

usaha memajukan bangsa melalui pendidikan perempuan dirasa lebih

mudah. Hal itu dikarenakan usaha untuk memajukan kaum perempuan

itu dilakukan oleh dua orang, laki-laki dan perempuan yang saling

membantu dan bekerjasama yaitu Kartini dan suami. Hal itu terungkap

dalam cuplikan surat yang diberikan Kartini kepada Tuan dan Nyonya

Anton tertanggal April (Pane, ). “Demikianlah

sekarang ini saya di sisi suami saya lekas dan lebih mudah mencapai

hati bangsa dan pendidikan lanjut juga”.

. Pendidikan untuk cinta tanah air

Pendidikan cinta tanah air tentu sangat penting untuk diberikan

kepada generasi muda. Dengan cinta tanah air maka pendidikan yang

diterima akan digunakan untuk membangun dan memajukan bangsa

dan tanah air. Percuma generasi muda cerdas tetapi tidak memiliki rasa

cinta tanah air. Karena kecerdasan itu hanya akan digunakan untuk

memajukan diri sendiri tanpa memikirkan nasib bangsa dan tanah air.

Hal itu diungkapkan Kartini dalam suratnya kepada Nyonya

Abendanon tanggal Juni (Pane, ), berikut:

Kami sekali-kali tiada hendak menjadikan murid-murid

kami jadi setengah orang Eropa, atau orang Jawa kebelanda-

belandaan. Maksud kami dengan mendidik bebas, ialah terutama

sekali akan menjadikan orang Jawa itu, orang Jawa yang sejati,

orang Jawa yang berjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air

dan bangsanya, yang senang dan gembira melihat kebagusan,

bangsa dan tanah airnya, dan … kesukarannya!

Bagi Kartini, meskipun telah banyak bacaan Eropa yang dibaca

maupun dipahami hal itu tidak akan menjadikan Kartini orang yang

anti tanah air. Pendidikan dan pengetahuan boleh semakin luas, namun

hati tetap cinta tanah kelahiran dan Bangsa. Pendidikan yang di

berikan kepada generasi muda harus dapat menjadikan generasi-

generasi yang cerdas dan juga cinta akan tanah air maupun bangsa

sendiri.

Demikianlah uraian mengenai maksud dan tujuan Kartini mengenai

pendidikan perempuan. Memang Kartini tidak secara spesifik menjelaskan

tentang pendidikan perempuan, namun dengan konsep yang coba Kartini

tawarkan dari pentingnya pendidikan perempuan terlihat jelas bahwa

pendidikan perempuan sangat ingin Kartini wujudkan. Karena memang

begitu penting pendidikan perempuan itu untuk kemajuan bangsa maupun

negara.

Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” ini juga menjelaskan

mengenai perubahan pemikiran Kartini. Pemikiran Kartini mulai berubah

ketika Kartini mulai mengenal Islam. Hal itu dikarenakan sebelum

mengenal Islam Kartini terlalu mengagung-agungkan pendidikan Barat

dan terlalu pesimis dengan pendidikan yang akan coba Kartini bangkitkan

dalam negerinya, namun ketika Kartini mulai mengenal pendidikan Islam,

lambat laun pemikiran Kartini mulai berubah.

Perasaan pesimis itu perlahan berubah menjadi optimis ketika

Kartini mulai mengenal Islam. Hal itu diungkapkan Kartini dalam suratnya

kepada Nyonya Ovink-Soer (Pane, )

Ada cahaya menembus, sampai kepada kami. Cahaya

murni, kudus. Seolah-olah kami mendapat sempena! Kami tiada

merasa takut, tiada merasa gentar lagi, telah damai hati kami, kami

telah percaya. Aduhai! Alangkah dinanya kami, alangkah

rendahnya! Besar harapan kami, moga-moga datang juga

ketikanya, kami hidup bukan untuk keperluan kami saja, melainkan

untuk semangat di dalam hati kami. Bukan bahagia yang riang

gembira, yang terasa mengharu biru, hidup di dalam diri kami,

melainkan sukacita kesyukuran, karena kami telah mendapat;

setelah melalui kebimbangan yang tidak putus-putusnya,

kehilangan percaya, dan setelah menempuh kesukaran dunia, kami

pun tibalah di tempat yang dituju. ….

Yang dapat saya katakan, ialah bahwa kami sangatlah

berbahagia oleh karena itu, hingga kami menjadi lebih bagus

rupanya dan usaha cita-cita kami lebih murni adanya.

Pada waktu kemudian ini amatlah jauhnya kami cari cahaya

itu, padahal sangat dekat letaknya, senantiasa bersama-sama kami,

di dalam diri kami!

Ketika Kartini telah menemukan agama Islam yang sesungguhnya ,

Kartini tidak lagi bergantung kepada orang lain. Bagi Kartini selama ada

Allah dalam hati maka semua keinginan yang baik akan selalu dilindungi.

Kartini mulai merasakan adanya cahaya dalam kehidupan dan cita-cita

emansipasi. Kartini mengungkapkan semua itu dalam surat kepada Tuan

Abendanon tertanggal Agustus . “Tetapi sekarang ini, kami tiada

mencari pelipur hati pada manusia, kami berpegangan teguh-teguh pada

tangan-Nya. Maka hari gelap-gulita pun menjadi terang dan angin ribut

pun menjadi sepoi-sepoi.” (Pane, )

Melalui pengetahuan tentang agama Islamlah Kartini mulai

menyadari bahwa semua cobaan yang dirasakan semata-mata adalah cara

Tuhan mendidik manusia (Pane, ).

Kerapkali saya berseru kepada orang lain, “Janganlah

berputus asa, dan janganlah menyesali untung, janganlah hilang

kepercayaan hidup. Kesengsaraan itu membawa nikmat. Tidak ada

yang terjadi berlawanan dengan rasa kasih. Yang hari ini serasa

kutuk, besoknya ternyata rahmat. Cobaan itu adalah usaha

pendidikan Tuhan!”

Demikianlah pemikiran Kartini mengenai pendidikan terutama

pendidikan perempuan. Begitu besar keingingan dan cita-cita memajukan

pendidikan perempuan. Pendidikan yang Kartini inginkan juga jelas

memiliki maksud dan tujuan. Terlebih setelah Kartini mengenal Islam,

lebih terbukalah pemikiran dan juga keinginan untuk semakin memajukan

pendidikan khususnya pendidikan perempuan. Karena memang dalam

Islam juga tidak ada pembatasan terhadap pendidikan yang harus diterima

kaum perempuan.

BAB IV

RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT

R.A. KARTINI DALAM KONTEKS KEKINIAN

Pada masa sekarang ini, kita semua dapat melihat bahwa kehidupan

manusia sedang menuju pada tuntutan-tuntutan demokratisasi, keadilan dan

penegakan hak-hak asasi manusia. Semua tuntutan itu mengarah pada adanya

tuntutan kesetaraan manusia yang diinginkan oleh kebudayaan manusia dari

berbagai tempat dan zaman. Sehingga tidak perlu lagi ada yang namanya

diskriminasi terhadap objek kehidupan manusia dalam segala bidang, baik itu

laki-laki maupun perempuan. Hal itu dikarenakan posisi laki-laki dan perempuan

adalah sama di mata Allah, sama-sama makhluk yang sempurna dengan hak dan

kewajiban yang sama.

Pada abad ke- muncul gerakan feminisme yang mengejar kesetaraan

antara kaum perempuan dari kaum laki-laki. Dengan munculnya gerakan ini maka

pendidikan kaum perempuan menjadi suatu hal yang perlu diperjuangkan untuk

mendapatkan kesetaraan tersebut. Kemudian muncul kebijakan Nasional

mengenai pendidikan yang tercantum dalam UU No. tahun pasal

tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa kesempatan

pendidikan pada setiap satuan pendidikan tidak membedakan jenis kelamin,

agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi dan tetap

mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan. Dengan adanya

undang-undang tersebut semakin kuatlah kedudukan pendidikan perempuan

karena memang kebebasan pendidikan tidak dihalangi oleh jenis kelamin.

Adapun relevansi pemikiran pendidikan perempuan Kartini dengan konteks

pendidikan perempuan sekarang, penulis akan membagi dalam beberapa sub

bahasan, dan dalam setiap sub bahasan penulis akan memasukkan nilai-nilai

keislaman yang dapat diambil. Sub bahasan itu antara lain:

A. Relevansi Konsep Perempuan Tempat Pendidikan Pertama dalam

Konteks Kekinian

Menurut Rahmah El-Yunisiyah, perempuan adalah pendidik anak

yang akan mengendalikan jalur kehidupan mereka selanjutnya

(Hamruni, ). Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk

meningkatkan kemampuan kaum perempuan, baik di bidang intelektual,

kepribadian maupun ketrampilan. Karena dengan adanya pendidikan,

maka kaum perempuan mampu mengangkat harkat dan martabat, serta

mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Menurut Herien Puspitawati dan Ma‟mun Sarma, perempuan yang

mempunyai prestasi pendidikan yang tinggi ditambah dengan

kepribadian yang baik, maka akan berpengaruh pada kualitas

pengasuhan yang baik terhadap anak-anak (Puspitawati, ).

Bahkan menurut Dailatus Syamsiyah perempuan sebagai pendidik yang

meletakkan dasar pendidikan anak. Perempuan adalah sekolahan bagi

anak-anak, pendidik pertama dan utama dalam keluarga, bahkan

perempuan menjadi indikator kuatnya suatu bangsa (Syamsiyah,

- ). Alasan pendidikan perempuan masih kurang sampai

masa detik ini dikarenakan hal (Syamsiyah, ) berikut:

. Pandangan Teologis bahwa perempuan adalah bagian dari laki-

laki.

. Pandangan Sosiologis bahwa perempuan dalam banyak hal

diposisikan berada di dalam rumah.

. Pandangan Psikologis bahwa perempuan dianggap tidak

penting untuk berpendidikan karena pastinya lebih banyak

menjadi istri.

. Pandangan Budaya bahwa perempuan merupakan sosok

manusia yang secara kebudayaan memang tidak memerlukan

pendidikan yang tinggi.

. Pandangan Ekonomi bahwa banyak perempuan tidak

melanjutkan pendidikannya karena ketidakmampuan ekonomi.

Menurut Muhammad Zuhdi sekolah pertama bagi anak-anak

adalah ibunya (perempuan). David Archer mengatakan salah satu

kegagalan yang serius di dunia pendidikan dalam upaya global mengejar

tujuan pembangunan millennium (millennium development goals)

adalah akses kaum perempuan di dunia pendidikan. Rendahnya akses

kaum perempuan ke dunia pendidikan formal antara lain disebabkan

oleh masih berkembangnya anggapan bahwa laki-laki adalah tulang

punggung keluarga dan karenanya merekalah yang lebih perlu

memperoleh pendidikan agar kelak mendapat pekerjaan yang layak.

Ibrahim Amini berpendapat jika salah satu hak kemanusiaan adalah

menuntut ilmu, demikian juga perempuan bebas dalam menuntut ilmu.

Bahkan Quraish Shihab merumuskan hak yang dimiliki perempuan

yaitu:

. Hak dalam bidang politik

. Hak dalam memilih pekerjaan

. Hak dalam belajar

(https://www.academia.edu/ /PERAN_PEREMPUAN_

DALAM_PENDIDIKAN_ISLAM)

Berdasarkan dari pendapat diatas relevan dengan pemikiran Kartini

mengenai konsep pendidikan perempuan terkait perempuan sebagai

pendidik pertama. Pada isi surat Kartini kepada sahabat-sahabat, Kartini

selalu mengungkapkan keinginan akan kebebasan pendidikan

perempuan. Salah satu alasan Kartini adalah perempuan merupakan

tempat pendidikan yang pertama bagi anak-anak. Karena sebelum

memasuki bangku sekolah keluargalah tempat pertama anak-anak

mendapatkan pendidikan, dan ibulah yang memberikan pendidikan itu.

Seperti suratnya kepada Nyonya Ovink-Soer awal tahun (Pane,

), berikut:

.…karena pada haribaan si ibu itulah manusia itu

mendapatkan pendidikannya yang mula-mula sekali, oleh karena di

sanalah pangkal anak itu belajar merasa, berpikir, berkata. Dan

didikan yang pertama-tama sekali, pastilah amat berpengaruh bagi

penghidupan seseorang.

Bahkan didalam Islam tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan

perempuan, mereka semua mendapat kewajiban dan hak yang sama

dalam menuntut ilmu. Perempuan justru mendapatkan prioritas tersendiri

dari syariat, karena merekalah tempat pendidikan pertama sebelum

pendidikan yang lain diperoleh oleh seorang anak, maka tidak salah jika

dalam salah satu syair Arab dikatakan bahwa:

ىل و ال ة س ر د م م ال

Artinya: “Ibu itu adalah sekolah yang pertama”

Sehingga terlihat jelaslah bahwa dalam Islam juga mengenal

bahwa perempuan merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak.

Ada juga ungkapan jika kamu memberikan pendidikan kepada

perempuan maka kamu akan membangun sebuah generasi. Hal itu

dikarenakan dengan pendidikan perempuan yang tinggi maka perempuan

akan dapat memberikan pendidikan kepada anak-anak yang lebih

maksimal. Terlebih lagi cara mendidik anak oleh ibu atau perempuan

yang berpendidikan tinggi tentu akan jauh lebih baik daripada

pendidikan yang diberikan oleh ibu yang tidak mendapatkan pendidikan.

Tentu hasil didikan ibu yang berpendidikan akan berbeda dengan hasil

didikan ibu yang tidak mendapat pendidikan.

B. Relevansi Konsep Perempuan Menjadi Pembawa Peradaban dalam

Konteks Kekinian

Menurut Rahmah El-Yunusiyah membangun masyarakat tanpa

mengikutsertakan kaum wanita adalah seperti seekor burung yang ingin

terbang dengan satu sayap saja, mendidikan seorang wanita berarti

mendidik seluruh manusia (Hamruni, ). Herien Puspitawati dan

Ma‟mun Sarma mengatakan bahwa pendidikan bagi perempuan bukan

saja akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (lebih dari

separuh sumber daya manusia adalah perempuan), akan tetapi juga

merupakan kunci bagi tercapainya pembangunan bidang-bidang lainnya

(antara lain kesehatan, gizi, ekonomi, politik) serta pembangunan

berkelanjutan pada umumnya, karena ibu yang cerdas akan

mencerdaskan bangsanya. Prestasi pendidikan perempuan dalam kualitas

yang baik, maka produktivitas perempuan didalam bidang ekonomi

dapat ditingkatkan sehingga perempuan mampu memberdayakan dirinya

sendiri dan keluarganya secara lebih mandiri serta mampu

menyejahterakan kehidupan secara optimal (Puspitawati, - ).

Menurut Quraish Shihab perempuan merupakan figure inti bagi

pendidikan dalam ranah domestik rumah tangganya. Perempuan adalah

ujung tombak pendidikan masyarakat dalam mengembangkan budaya,

sosial, sastra, politik hingga agama. Sedikit banyaknya pendidikan bagi

perempuan akan berpengaruh besar pada kuat atau lemahnya umat Islam

baik dari segi budaya, politik dan hukum. Hj. Masyithoh mengatakan

suatu transformasi yang bersifat progresif (maju) atau degradatif

(mundur) diberbagai aspek kehidupan tidak lepas dari peranan kaum

perempuan, artinya peradaban dunia Islam tidak lepas dari kaum

muslimahnya

(https://www.academia.edu/ /PERAN_PEREMPUAN_DALAM

_PENDIDIKAN_ISLAM).

Berbagai pendapat tersebut relevan dengan pemikiran Kartini

terkait konsep perempuan menjadi pembawa perubahan. Hal ini sesuai

tulisan Kartini yang diberikan kepada Mr. Abendanon ketika Kartini

ingin mendirikan sekolah yang oleh Abendanon tulisan Kartini tersebut

disampaikan kepada pemerintah (Pane, ). Kutipan tulisan Kartini

itu diantaranya,

Dari semenjak dahulu kemajuan perempuan itu menjadi

pasal yang paling penting dalam usaha memajukan bangsa.

Kecerdasan pikiran penduduk Bumiputra tiada akan maju dengan

pesatnya, bila perempuan itu ketinggalan dalam usaha itu.

Perempuan jadi pembawa peradaban!

Salah satu ayat Al-Qur‟an yaitu Q.S. At-Taubah: , menjelaskan

bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kewajiban dan hak yang sama.

ر ك ن م ال ن ع ن و ه ن ي و ف و ر ع م ال ب ن و ر م أ ي ض ع ب اء ي ل و أ م ه ض ع ب ت ن م ؤ م ل او ن و ن م ؤ م ال و

اهلل م ه م ح ر ي س ك ئ ول أ و ل و س ر و اهلل ن و ع ي ط ي و وة ك ز ال ن و ت ؤ ي و وة ل الص ن و م ي ق ي و

(13)التوباه: م ي ك ح ز ي ز ع اهلل ن إ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan

perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian

yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah

dari munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka

taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh

Allah, Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S.

At-Taubah: )

Berdasarkan ayat diatas kita tahu bahwa Allah memerintahkan

laki-laki dan perempuan untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah

keburukan. Tidak ada batasan amal yang hanya boleh dilakukan oleh

laki-laki dan terlarang bagi perempuan. Karena bagi Allah derajat laki-

laki dan perempuan sama dan hanya ketakwaan saja yang membedakan

derajat manusia. Bahkan posisi pemimpin juga bukan hanya untuk kaum

laki-laki, sehingga perempuan yang cakap dalam memimpin juga bisa

menjadi pemimpin. Ayat ini juga menguatkan bahwa sebenarnya

perempuan bisa menjadi pembawa peradaban karena memang

sebenarnya Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Begitu pentingnya posisi perempuan sebagai pembawa peradaban.

Sehingga tidak akan maju suatu negara jika hak kaum perempuan untuk

mendapat pendidikan masih dibatasi. Hal ini bisa terjadi karena

perempuan-perempuan yang berpendidikan akan melahirkan generasi

yang cerdas. Serta dengan kecerdasan yang dimiliki, perempuan dapat

mendidik anak laki-laki menjadi generasi pemimpin dan juga akan

mampu melahirkan perempuan-perempuan pencetak generasi emas.

C. Relevansi Konsep Pendidikan itu Mendidik Budi dan Jiwa dalam

Konteks Kekinian

Menurut Ramayulis, pendidikan bagi perempuan tidak terbatas

pada pendidikan agama saja tetapi meliputi juga pendidikan rumah

tangga (cara mendidik dan membesarkan anak) pendidikan sosial

kemasyarakatan dan pendidikan intelektual

(https://www.academia.edu/ /PERAN_PEREMPUAN_DALAM

_PENDIDIKAN_ISLAM).

Dengan demikian hal tersebut sesuai dengan pemikiran Kartini

terkait konsep pendidikan itu mendidik budi dan jiwa. Seperti yang

diungkapkan Kartini dalam surat kepada Nyonya Abendanon tanggal

Januari (Pane, - ), berikut:

Pendirian saya, pendidikan itu ialah mendidik budi dan

jiwa. …. Rasa-rasanya kewajiban seorang pendidik belumlah

selesai jika ia hanya baru mencerdaskan pikiran saja, belumlah

boleh dikatakan selesai; dia harus juga bekerja mendidik budi

meskipun tidak ada hukum yang nyata mewajibkan berbuat

demikian, perasaan hatinya yang mewajibkan berbuat demikian.

…. Bahwa tahu adab dan bahasa serta cerdas pikiran belumlah lagi

jadi jaminan orang hidup susila ada mempunyai budi pekerti.

Hal ini dikarenakan dengan memberikan pendidikan rumah tangga

maka secara tidak langsung perempuan dididik jiwa untuk menjadi ibu

rumah tangga yang berpendidikan. Karena memang panggilan jiwa

perempuan pada akhirnya adalah menjadi ibu rumah tangga, terlepas

bekerja atau tidak perempuan itu di luar kehidupan rumah tangga.

Kemudian pendidikan sosial kemasyarakatan akan melatih perempuan

membentuk budi. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan, perempuan akan dilatih memiliki budi yang luhur

sehingga posisi dan kedudukan perempuan dalam masyarakat terakui

dan pada akhirnya akan menjadi bagian dari masyarakat dimana mereka

tinggal.

Terdapat satu hadis yang mengungkapkan tentang pendidikan budi

dan jiwa yaitu:

م صالح الخلق )رواه البخارى( إنما بعثت لتم

Artinya: “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan

akhlak yang baik.” (H.R. Bukhari)

Berdasarkan hadis diatas jelaslah bahwa sebenarnya Rasulullah di

muka bumi ini diperintahkan untuk memperbaiki akhlak manusia.

Sehingga pendidikan budi dan jiwa adalah perintah pertama Allah

kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan adanya perintah tersebut

menjelaskan begitu pentingnya pendidikan budi dan jiwa.

D. Relevansi Konsep Pendidikan Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan

untuk Kemajuan Bangsa dalam Konteks Kekinian

Herien Puspitawati dan Ma‟mun Sarma mengatakan pendidikan

merupakan hak asasi setiap manusia, setiap warga negara, baik laki-laki

maupun perempuan berdasarkan jaminan undang-undang, mempunyai

akses terhadap pendidikan dan mendapatkan manfaat dari pelayanan-

pelayanan semua jenjang pendidikan dalam rangka menguasai IPTEK

(Puspitawati, ). Pendapat lain dari Sadari menyatakan kemajuan

suatu bangsa itu terletak pada perempuan atau wanita. Apabila wanita itu

baik akhlaknya maka baik pulalah negerinya. Tentunya dalam upaya

memperbaiki akhlak perempuan dalam suatu negeri dilakukan melalui

jalur pendidikan dan pengajaran (Sadari, ).

Dengan demikian kedua pemikiran itu relevan dengan pemikiran

Kartini terkait konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan bersatu untuk

kemajuan bangsa. Hal itu tertulis dalam surat Kartini kepada Nona

Zeehandelaar tertanggal Oktober (Pane, ).

Kaum muda masa sekarang, tiada pandang laki-laki atau

perempuan, wajiblah berhubungan. Masing-masing sendiri-sendiri

memang dapat berbuat sesuatunya akan memajukan bangsa kami;

tetapi apabila kita berkumpul bersatu, mempersatukan tenaga,

bekerja bersama-sama, tentu usaha itu lebih besar hasilnya.

Bersatu, kita kukuh teguh.

Ada satu hadis yang menjelaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu

itu untuk laki-laki dan perempuan. Hadis tersebut adalah:

)راوه ابن ابد البار( العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة طلب

Artinya: “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslim laki-laki

dan muslim perempuan.” (H.R. Ibnu Abdil Bari)

Berdasarkan hadis tersebut tentu tidak dipungkiri lagi bahwa

perempuan juga mempunyai kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu.

Sehingga pembatasan terhadap pendidikan yang harus diterima

perempuan tidak seharusnya dilakukan. Hal itu dikarenakan dalam Islam

sendiri tidak ada diskriminasi atau bahkan pelarangan perempuan untuk

menuntut ilmu.

Dengan adanya kesetaraan pendidikan antara laki-laki dan

perempuan maka akan tercipta kesatuan yang menjadikan kemajuan

suatu bangsa lebih mudah untuk dicapai. Hal ini dikarenakan dengan

bersatu maka akan tercipta kerjasama antara laki-laki dan perempuan

yang bermanfaat bagi kemajuan suatu bangsa. Disini peran perempuan

dibutuhkan sama besar dengan peran laki-laki. Sehingga seharusnya hak

pendidikan perempuan sama besar dengan hak pendidikan laki-laki.

E. Relevansi Konsep Pendidikan untuk Cinta Tanah Air dalam

Konteks Kekinian

Cita-cita pendidikan perempuan menurut Rahmah El-Yunusiyah

adalah perempuan Indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut

ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fitrah wanita sehingga dapat

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan mendidik mereka sanggup

berdiri sendiri diatas kekuatan kaki sendiri, yaitu menjadi ibu pendidik

yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab kepada kesejahteraan

bangsa dan tanah air, dimana kehidupan agama mendapat tempat yang

layak (Hamruni, - ).

Pendapat Rahmah El-Yunusiyah ini relevan dengan pemikiran

Kartini terkait Konsep pendidikan cinta tanah air. Hal itu diungkapkan

Kartini dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon tanggal Juni

(Pane, ), berikut:

Kami sekali-kali tiada hendak menjadikan murid-murid

kami jadi setengah orang Eropa, atau orang Jawa kebelanda-

belandaan. Maksud kami dengan mendidik bebas, ialah terutama

sekali akan menjadikan orang Jawa itu, orang Jawa yang sejati,

orang Jawa yang berjiwa karena cinta dan gembira akan tanah air

dan bangsanya, yang senang dan gembira melihat kebagusan,

bangsa dan tanah airnya, dan … kesukarannya!

Ada satu hadis yang menjelaskan tentang cinta tanah air, yaitu:

ة أو أش نا مك نا المدي نة كحب د قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم اللهم حبب إلي

)رواه البخارى(

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, Ya Allah, jadikan kami

mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi

cinta kami pada Makkah.” (H.R. Bukhari)

Berdasarkan hadis tersebut menunjukkan betapa cinta Nabi

Muhammad SAW dengan Kota Makkah maupun Madinah. Terlihat

bahwa Nabi mencintai tanah air dan juga negeri dimana beliau tinggal.

Jika Nabi saja mencintai tanah airnya, tentu pendidikan tanah air juga

menjadi penting bagi kita umat Islam.

Dengan demikian pendidikan yang diterima perempuan harus

menjadikan perempuan itu mencintai tanah air, bukan sebaliknya.

Pendidikan yang tinggi akan membuat semangat cinta tanah air juga

semakin tinggi. Tidak peduli dimana perempuan itu mendapat

pendidikan yang terpenting adalah semangat cinta tanah air yang harus

tertanam. Karena akan percuma perempuan mempunyai pendidikan

yang tinggi jika tidak ada semangat cinta tanah air dalam diri.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengertian dan penjelasan materi dari bab-bab

sebelumnya maka penulis dapat membuat dua kesimpulan:

. Menurut R.A. Kartini, pendidikan perempuan merupakan suatu hal

yang sangat penting. Bukan hanya untuk kehidupan perempuan namun

juga untuk kehidupan suatu bangsa yang lebih baik kedepan. Kartini

juga menekankan bahwa pendidikan yang diterima tidak akan merubah

harkat dan martabat maupun kewajiban perempuan sebagai seorang

istri. Justru dengan pendidikan akan dapat menunjang peran seorang

ibu sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak. Ada poin penting

mengenai konsep pendidikan perempuan menurut Kartini, yaitu:

Pertama konsep perempuan tempat pendidikan yang pertama, Kedua

konsep perempuan menjadi pembawa peradaban, Ketiga konsep

pendidikan itu mendidik budi dan jiwa, Keempat konsep pendidikan

kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan bangsa, dan

terakhir konsep pendidikan untuk cinta tanah air.

. Kelima konsep pendidikan perempuan menurut R.A. Kartini tersebut

relevan dengan pendidikan perempuan dalam konteks kekinian. Hal itu

dikarenakan kelima konsep tersebut sesuai dengan keadaan pendidikan

perempuan sekarang. Bahkan konsep-konsep tersebut juga sesuai

dengan nilai-nilai dalam ajaran Islam. Terbukti dari kelima konsep itu,

semuanya sesuai dengan ayat Al-Qur‟an, Hadis maupun syair Arab.

Sehingga semakin jelaslah bahwa kelima konsep pendidikan

perempuan menurut R.A. Kartini juga sesuai dengan ajaran Islam.

B. Kritik Saran

. Saran

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang

dapat disarankan kepada Departemen Pendidikan maupun Lembaga

Pendidikan, antara lain:

Pendidikan yang diberikan kepada perempuan akan jauh lebih baik

jika mengikuti konsep Pendidikan Perempuan Kartini. Lima konsep

itu adalah pertama konsep perempuan tempat pendidikan yang

pertama, kedua konsep perempuan menjadi pembawa peradaban,

ketiga konsep pendidikan itu mendidik budi dan jiwa, keempat konsep

pendidikan kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan

bangsa, dan terakhir konsep pendidikan untuk cinta tanah air. Dari

kelima konsep itu terlihat bahwa begitu pentingnya pendidikan untuk

perempuan.

. Kritik

Penulis menyadari penelitian ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-

besarnya apabila dalam penelitian ini ditemukan beberapa kesalahan

dan penulis mohon kritik dan saran demi kemajuan penelitian kami di

masa mendatang. Atas perhatian dan kerjasama pembaca, penulis

mengucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. . Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam.

Jakarta: Bulan Bintang.

Alwi, Hasan, dkk (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa). . Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anton Baker, Achmadi Charis Zubair. . Metode Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius.

Arief, Arman. . Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:

Ciputat Press.

Arikunto, Suharsimi. . Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek).

Jakarta: Rineka Cipta.

Chodijah, Idjah. . Rintihan Kartini. Jakarta: Ikhwan.

Fudhailidi, Ahmad. . Perempuan Lembah Suci: Kritik Atas Hadits-Hadits

Sahih. Yogyakarta: Piar Mdiq.

Hamruni. . Pendidikan Perempuan dalam Pemikiran Rahmah El-Yunusiyah.

Kependidikan Islam, ( ).

Hati, Widiyani Nurul Islami. . Relevansi Pemikiran Pendidikan R.A. Kartini

dengan Konsep Feminisme dalam Pendidikan Islam. Skripsi. Ponorogo:

STAIN Ponorogo.

Komaruddin. . Kamus Riset. Bandung: Angkasa.

Mahmud, Ali Abdul Hakim. . Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie Al Kattani.

Jakarta: Gema Insani.

Mansur. . Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Mustikawati, Citra. . Pemahaman Emansipasi (Studi Hermeneutika Makna

Emansipasi Wanita dalam Pemikiran R.A. Kartini Pada Buku Habis

Gelap Terbitlah Terang). Bandung: Jurnal Kajian Komunikasi.

Nazir, Moh. . Metode Penelitian. Jakarta: Ghaha Indonesia

Pane, Armijn. . Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.

Puspitawati, Herien dan Ma‟mun Sarma. . Sinergisme Keluarga dan Sekolah.

Bogor: IPB Pres.

Sadari. . Hak Perempuan untuk Pendidikan dan Pengajaran dalam

Prespektif Islam. Al-Murabi, ( ).

Suhartono. . Sejarah Pergerakan Nasional; dari Budi Utomo sampai

Proklamasi - . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumargono, Sujono. . Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya.

Sumarthana. . Tuhan dan Agama dalam Pergulatan Batin Kartini. Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti.

Syamsiyah, Dailatus. . Perempuan dalam Tantangan Pendidikan Global:

Kontribusi Kaum Perempuan dalam Mewujudkan Millenium Development

Goals. Palastren, ( ).

Toer, Pramoedya Ananta. . Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta Timur: Lentera

Dipantara.

Tondowidjojo, Jonk. . Mengenang R.A. Kartini dan Tiga Saudara dari

Jepara. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama.

Ulum, Amirul. . Kartini Nyantri. Yogyakarta: Pustaka Ulama.

Zakiah, Lina. . Konsep Pendidikan Perempuan Menurut Raden Dewi Sartika.

Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

https://www.academia.edu/ /PERAN_PEREMPUAN_DALAM_PENDID

IKAN_ISLAM : Peran Perempuan Dalam Pendidikan Islami diakses Agustus

.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Kholisoh

Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, Juni

NIM : - -

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Bulu Rt /Rw , Kalongan, Ungaran Timur,

Semarang

Pendidikan

TK : RA Yaspi Pakis lulus

SD : SDN Rejosari Pakis lulus

SLTP : MTs Yaspi Pakis lulus

SLTA : SMAN Ungaran lulus

Perguruan Tinggi : IAIN Salatiga lulus

Pengalaman Organisasi

. Bendahara Umum Rayon Mathori Abdul Djalil PMII Kota Salatiga

. Wakil Lurah Putri Pondok Pesantren Al-Hasan

. Devisi Sosial Politik Dewan Mahasiswa (DEMA) Institut

. Devisi Penelitian dan Pengembangan Dewan Mahasiswa (DEMA) Institut