KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD...

73
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD SYĀKIR DIBANDINGKAN DENGAN KONSEP K.H. BISRI MUSTOFA DALAM KITAB WAŞĀYĀ AL-ĀBĀ’ LIL ABNĀ’ SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: AL FAQIH NIM. 11150110000112 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/ 1440 H

Transcript of KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD...

  • KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD

    SYĀKIR DIBANDINGKAN DENGAN KONSEP K.H. BISRI MUSTOFA

    DALAM KITAB WAŞĀYĀ AL-ĀBĀ’ LIL ABNĀ’

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Oleh:

    AL FAQIH

    NIM. 11150110000112

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2019 M/ 1440 H

  • i

  • i

    ABSTRAK

    Al Faqih (11150110000112). Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syāikh

    Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam

    Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak

    dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Syakir

    yang dibandingkan dengan konsep pendiidkan akhlak pada kitab yang memiliki

    judul yang sama yaitu Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ namun ditulis oleh ulama

    Nusantara yaitu K.H. Bisri Mustofa. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi

    penelitian yang bersifat studi komparasi.

    Penelitian ini menggunakan metode library reserch, yaitu teknik

    pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku buku,

    literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya

    dengan masalah yang dipecahkan yaitu mendayagunakan sumber informasi yang

    terdapat diperpustakaan dan informasi lainnya, prosedur penelitiannya yaitu:

    peneliti mencari kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H.

    Bisri Mustofa, kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting,

    selanjutnya, dan terakhir, peneliti menelaahnya untuk menjawab permasalahan

    yang dibahas oleh peneliti, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak menurut

    Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak

    menurut K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.

    Dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ baik karya Syaikh Muhammad Syakir

    dengan karya K.H. Bisri Mustofa terkandung konsep pendidikan akhlak yang

    memiliki persamaan dan perbedaannya. Diantara persamaannya adalah kedua kitab

    tersebut menekankan akhlak syukur dalam konsep berakhlak kepada Allah waau

    disampaikan dengan cara yang berbeda. Adapun perbedaannya yang cukup

    signifikan adalah saat membahas konsep berakhlak kepada diri sendiri, pasalnya

    Washaya Syaikh Muhammad Syakir menyinggung konsep akhlak ini lebih dalam

    karena poin yang terkandungnya lebih dalam dari Washaya K.H. Bisri Mustofa.

    Berikut adalah poin yang disingung Washaya Syaikh Muhammad Syakir: adab

    mengambil makanan, adab mejaga waktu salat, adab berada didalam masjid,

    berperilaku jujur, menjaga muru’ah, menghindari ghibah dan namimah. Pada

    Washaya K.H. Bisri Mustofa aspek yang dikaji yaitu: menjaga kebersihan diri,

    disiplin, mandiri, menjaga kesehatan diri sendiri, mengembangkan potensi diri

    sendiri.

    Kata kunci: Konsep; Pendidikan; Akhlak; Syaikh Muhammad Syakir; K.H. Bisri

    Mustofa; Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’;

  • ii

    ABSTRACT

    Al-Faqih (11150110000112). The concept of moral education according to

    Syāikh Muhammad Syākir compared with the concept of the Bisri Mustofa in

    the book Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā '.

    The purpose of this research is to know the concept of moral education in

    Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ' written by Shaykh Muhammad Syakir who compared

    with the concept of morality in the book that has the same title that is Waşāyā Al-

    Ābā ' Lil Abnā ' But written by the Nusantara scholar, a Bisri Mustofa. Therefore,

    this study became a comparative research study.

    This research uses the library method of Reserch, which is data collection

    techniques by conducting study studies on books, literature, notes, and reports that

    have to do with the problem solved namely To power the resources of the

    information in the library and other information, the research procedure is:

    Researchers searched for the book of Waşāyā by Syāikh Muhammad Syākir and by

    a Bisri Mustofa, then read it and find points Most importantly, furthermore, and

    lastly, researchers study it to answer the problems discussed by researchers, namely

    on the concept of moral education according to Syāikh Muhammad Syākir

    compared to the concept of moral education according to the Mustofa in the Book

    of Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā '.

    In Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ' good works of Shaykh Muhammad Syakir

    with the work of the Bisri Mustofa contained the concept of moral education that

    has similarities and differences. Among the similarities are the two books

    emphasize gratitude in the concept of morality to God Waau delivered in a different

    way. As for the difference is quite significant is when discussing the concept of

    morality to oneself, the reason Washaya Syaikh Muhammad Syakir alludes to the

    concept of this moral deeper because of the points that are deeper than Washaya in

    the Bisri Mustofa. The following is the point that Washaya Syaikh Muhammad

    Syakir: The manners to take food, the manners of prayer time, Adab in the mosque,

    behave honestly, keep the Muru'ah, avoid the Ghbah and Namimah. At Washaya

    Abdul Bisri Mustofa The aspect of the study is: to maintain self-hygiene, discipline,

    self-reliant, maintain self-health, develop self-potential.

    Key words: concept; Education Chastity Shaikh Muhammad Syakir; The Bisri

    Mustofa; Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ';

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmaanirrahiim,

    Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha

    Penyayang, yang telah memberikan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya,

    sehngga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Konsep Pendidikan

    Akhlak Menurut Syāikh Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H.

    Bisri Mustofa Dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.

    Shalawat beserta salam, penulis curahkan kepada sang kekasih, yaitu Nabi

    Muhammad SAW, juga kepada para sahabat, keluarga dan seluruh kaum muslimin

    yang mengikuti ajaran yang dibawanya hingga hari kiamat.

    Alhamdulllah, berkat rahmat-Nya dan inayah-Nya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini. Sebagai penulis, tentulah penulis menyadari hadirnya

    skripsi ini tidak hanya berasal dari jerih payah sendiri, tapi karena ada bantuan dari

    berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, nasihat dan bimbingannya

    kepada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

    sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan

    skripsi ini, antara lain:

    1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Drs. Rusdi Jamil, M.Ag.

    4. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang tidak

    bosannya memeberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat dalam

    penyusunan skripsi ini.

  • iv

    5. Ahmad Irfan Mufid, S.Ag., M.A. sebagai dosen Penasehat Akademik, yang

    selalu memberikan bantuan berupa saran dan masukan selama masa

    perkuliahan.

    6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan yang telah membantu

    penulis selama penulis menuntut ilmu di kampus UIN syaif Hidayatullah

    Jakarta.

    7. Kepada seluruh staff Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan

    kenyamanan selama periode perkuliahan penulis berlangsung di kampus.

    8. Teruntuk kedua orang tua, Bapak Drs. H. Muhammad Luthfi, M.A dan Ibu

    Amelia Setiawati, M.Pd yang selalu mendoakan, mensupport dan memberikan

    yang terbaik untuk penulis sebagai anaknya.

    9. Teruntuk teman-teman kosan Buloghiyah yang senantiasa memberikan tempat

    kepada penulis disaat lelah dalam perjalanan kuliah sekaligus menghibur

    penulis.

    10. Teman-teman mahasiswa PAI angkatan 2015, yang telah menjadi teman

    seperjuangan sedari awal masuk sampai sekarang ini.

    11. Teman-teman PAI Kelas D angkatan 2015, yang telah penulis anggap sebagai

    keluarga besar di kampus ini, terutama kepada Abdul Fattah Zulkarnain,

    Abdurrahman Arif, Alvien Permana, Ahmad Zainal Abidin, Rhomi Ulul Azmi,

    Ardiyansyah Permanan, dan Fuad Abdul Baqi.

    12. Kepada Hafidz Aji Setiawan, selaku teman penulis yang bersedia meluangkan

    waktunya untuk membantu penulis dalam menerjemahkan bahasa Arab pegon

    pada kitab Waşāyā Al-Ābā' Lil Abnā' karya K.H. Bisri Mustofa.

    13. Kepada seluruh teman-teman yang ada di Kebon Nanas Jakarta Timur yang

    senantiasa meluangkan waktunya untuk menemani penulis untuk berlibur

    disela-sela kesibukan penulis dalam perkuliahan.

    Penulis menyadari dan mengakui bahwa penelitian yang telah penulis susun ini

    masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan

    saran sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat untuk banyak kalangan, terutama untuk penulis sendiri. Akhir

  • v

    kata, penulis ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada seluruh pihak yang

    telah membantu dalam menyelsaikan penelitian ini, semoga Allah SWT membalas

    segala perbuatan kita semua sehingga mendapatkan kasih sayang dan ridho dari-

    Nya.

    Jakarta, 22 Juli 2019

    Penulis,

    Al Faqih

  • vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

    Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf

    berbahasa Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi.

    Transliterasi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    1. Konsonan

    Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

    اTidak

    dilambangkan

    {s ص

  • vii

    3. Madd (Panjang)

    Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda

    لَ وَ قَ يَـ = yaqu>lu

    4. Ta>’ Marbu>t`ah

    Ta>’ Marbu>t`ah hidup transliterasinya adalah /t/.

    Ta>’ Marbu>t`ah mati transliterasinya adalah /h/.

    Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta>’ Marbu>t`ah diikuti

    oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu

    terpisah maka Ta>’ Marbu>t`ah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:

    hadi@qat al-hayawa>na>t atau hadi@qatul = حديقةَاحليواانَتhayawa>na>t

    al-madrasat al-ibtida>’iyyah atau al-madrasatul = املدرسةَاالبتدائيَة Ibtida>’iyyah

    Hamzah = محزَة

    5. Syaddah (Tasydi@d)

    Syaddah/ tasydi@d ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

    yang diberi tanda syaddah (digandakan).

    Contoh:

    مَ لَ عَ = ‘allama َي ك ر ر = yukarriru م َر َ كَ = kurrima َدَ مَ ال = al-maddu

  • viii

    6. Kata Sandang

    a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan

    huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/ hubung

    Contoh:

    ةَ لَ الصَ = as`-s`alatu b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai

    dengan bunyinya. Contoh:

    ثَ al-falaqu = الَ فَ لَ قَ al-ba>his^u = الَ بَ احَ

    7. Penulisan Hamzah

    a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia

    seperti alif, contoh:

    تَ لَ كَ أَ = akaltu َوَ أ َ ت = u>tiya b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:

    نَ وَ لَ كَ ت َ = ta’kuluna َءَ يَ ش = syai’un

    8. Huruf Kapital

    Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata

    sandangnya. Contoh:

    آنَ رَ قَ الَ = al-Qur’a>n ة َر َوَ نـَ مَ الَ َةَ نَ يَـ دَ مَ الَ = al-Madi@natul Munawwarah

    يَ دَ وَ عَ سَ مَ الَ = al-Mas’u>di>

  • ix

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

    LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

    LEMBAR SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

    ABSTRAK ...................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

    PEDOMAN TRANLITERASI ARAB-LATIN .......................................... vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

    A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7

    C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8

    D. Rumusan Masalah ................................................................................ 8

    E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8

    F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 9

    BAB II KAJIAN TEORETIK ....................................................................... 10

    A. Teori Pendidikan Akhlak ..................................................................... 10

    1. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 10

    2. Tujuan Pendidikan ........................................................................... 12

    3. Pengertian Akhlak .......................................................................... 13

    4. Tujuan Pendidikan Akhlak .............................................................. 16

    5. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ................................................ 16

    B. Seputar Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya Syāikh Muhammad Syākir

    .............................................................................................................. 17

    C. Seputar Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya K.H. Bisri Mustofa .. 19

    D. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 20

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 23

  • x

    A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 23

    B. Pendekatan dan Jenis Penelitian........................................................... 23

    C. Sumber Data ......................................................................................... 23

    D. Desain dan Langkah Penelitian ............................................................ 24

    E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 24

    F. Prosedur Penelitian............................................................................... 25

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 28

    A. Pendidikan Akhlak Syaikh Muhammad Syakir dalam Kitab Waşāyā Al-

    Ābā’ Lil Abnā’ ...................................................................................... 28

    1. Biografi Singkat Syaikh Muhammad Syakir ................................. 28

    2. Karya Syaikh Muhammad Syakir .................................................. 30

    3. Kandungan Pendidikan Akhlak dalam Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’

    Syaikh Muhammad Syakir ............................................................. 31

    B. Pendidikan Akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil

    Abnaa’ .................................................................................................. 46

    1. Biografi Singkat K.H. Bisri Mustofa ............................................. 46

    2. Karya-karya K. H. Bisri Mustofa ................................................... 48

    3. Kandungan Pendidikan Akhlak Kitab Washaya karya K.H. Bisri

    Mustofa .......................................................................................... 48

    C. Analisis Perbandingan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Al-Ābā’

    Lil Abnā’............................................................................................... 65

    1. Persamaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Washaya Syaikh

    Muhammad Syakir dengan Karya K.H. Bisri Mustofa .................. 65

    2. Perbedaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Washaya Syaikh

    Muhammad Syakir dengan Karya K.H. Bisri Mustofa .................. 74

    D. Metode Pembelajaran yang Terkandung dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil

    Abnā’ karya Syaikh Muhammad Syakir dan K.H. Bisri Mustofa........ 88

    BAB V PENUTUP .......................................................................................... 96

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101

  • xi

    LEMBAR UJI REFRENSI............................................................................ 107

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Akhlak yang merupakan berasal dari bahasa Arab memiliki arti sebuah

    perangai atau tingkah laku. Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku yang

    dilakukan secara berulang-ulang. Dengan kata lain, sudah menjadi kebiasaan

    karena tidak dilakukan sewaktu-waktu.1 Begitu juga dengan Ahmad Mustofa

    mengutip perkataan K.H. Farid Ma’ruf mengenai akhlak, yang menurutnya adalah

    “Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena

    kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”2

    Peranan pendidikan akhlak memanglah sangat penting. Yang mana

    pendidikan merupakan upaya dalam membentuk dan memberikan nilai-nilai

    kesopanan (ta’dib) kepada peserta didik. Pendidik tidak hanya mengedepankan

    aspek kognitif maupun psikomotorik melainkan juga diimbangi dengan penekanan

    dalam pembentukan tingkah laku (afektif).3 Sebagaimana dijelaskan oleh M.

    Athiyah al-Abrasy, bahwa tujuan utama dalam pendidikan Islam itu ialah

    pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan ornag-orang

    yang bermoral, bukan hanya sekedar memenuhi otak para murid dengan ilmu

    pengetahuan, tetapi tujuannya ialah mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-

    segi kesehatan, pendidikan fisik, dan mental, perasaan dan praktek serta

    mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat.4

    1 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),

    Cet. ke-1, h. 127. 2 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, h. 14. 3 Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,

    (Jogjakarta: ArRuzz, 2011), h. 275. 4 M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A Gani dan

    DjoharBahri L. I. S, (Jakarta: BulanBintang, 1970), h. 15.

  • 2

    Kasus murid yang berani melawan gurunya tidak sedikit kita dengar pada

    pendidikan sekarang ini. Bahkan yang terbaru adalah sebagaimana di lansir oleh

    Tribunjateng.com yang memberitakan video viral seorang murid melawan gurunya

    di dalam kelas karena tidak terima ponselnya di sita oleh sang guru, lokasi

    kejadiannya adalah di salah satu sekolah SMK di Yogyakarta atau Jogja.5

    Kasus-kasus lainnya yang lumrah di jumpai pada pelajar sekolah, seperti

    halnya tawuran. Motif terjadinya tawuran juga bervarian, ada yang karena dendam,

    ada juga yang karena bermula dari saling ejek. Seperti halnya kasus yang terjadi

    pada 27 Februari 2017 sebagaimana dilansir oleh liputan6, polisi mengatakan

    bahwa motif tawuran yang sampai menewaskan pelajar di Pasar Rebo Jakarta

    Timur adalah karena saling ejek.6

    Selain itu ada juga motif tawuran antar pelajar terebab hanya ingin

    menunjukkan kehebatan kelompoknya. Mengutip dari Kompas.com pada 5 Juli

    2018 terjadi tawuran di depan Season City hanya karena ingin menunjukkan

    kehebatan kelompoknya,7 dan masih banyak lagi motif-motif lainnya. Pergaulan

    zaman sekarang ini sangat mudah memicu dalam pergaulan yang negatif.

    Banyakanya perkumpulan yang tidak jelas antar kelompok anak muda kerap kali

    menyeretnya dalam kasus pesta minuman keras, pertikaian, perjudian, sampai

    terjerumus pada pergaulan bebas yang sangat menyimpang dalam ajaran agama

    maupun dalam norma-norma yang berlaku. Karenanya kekuatan spiritual dan

    akhlak yang baik amat sangat berperan penting dalam menghadapi pergaulan di

    zaman sekarang ini.

    Apalagi melihat perkembangan teknologi yang membuat umat manusia bisa

    berintraksi dan menelusuri apapun yang dekat maupun jauh lewat jaringan internet

    5 Tribunjateng, Viral Video Siswa SMK di Yogyakarta Mengasari Guru Dalam Kelas,

    Teman-temannya Bertepuk Tangan, 2019, (http://jateng.tribunnews.com). Diakses tanggal 22

    Februari 2019. 6 Muhammad Radityo Priyasmoro, Liputan6, Polisi: Motif Tawuran Maut Pelajar Pasar

    Rebo Saling Ejek, 2017, (https://www.liputan6.com). Diakses tanggal 23 Februari 2019. 7 Rindi Nuris Velarosdela, Kompas, Motif Tawuran di Depan Season City Hanya Ingin

    Menunjukkan Kehebatan Kelompok, 2018, (https://megapolitan.kompas.com). Diakses tanggal 23

    Februari 2019.

  • 3

    yang seakan tanpa batas. Pengaruh dari para selebritis di tayangan televisi maupun

    internet seperti media sosial (youtube, instagram dan sebagainya), juga

    mempengaruhi perkembangan pendidikan akhlak anak-anak. Konten yang tersedia

    seakan tidak mengenal batas usia, karenanya, hal tersebut mempengaruhi psikologis

    anak-anak yang kerap kali ingin mengikuti sebuah gaya yang dinilai mereka tidak

    ketinggalan zaman.

    Kasus-kasus tersebut bisa dikatakan muncul berkat pengaruh kebebasan

    seorang anak dikehidupannya, karena keterbatasan pengawas lembaga pendidikan

    formal kepada anak didiknya. Berbeda dengan pendidikan pesantren. Di pesantren,

    pengawasan yang dilakukan oleh para pendidik hampir dapat dikatakan full selama

    anak didik atau yang biasa disebut dengan santri masih menggali ilmu disebuah

    pondok pesantren. Pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar terus-menerus

    dalam pengawasan pendidik pesantren untuk membina para santrinya menjadi

    pribadi yang baik. Bentuk kasus-kasus nakal dalam lingkup pesantren, di antaranya

    seperti tidak melaksanakan salat secara berjama’ah, keluar pondok tanpa izin, pura-

    pura sakit, serta kasus yang paling dominan, yaitu ghasab sendal, yakni memakai

    sendal santri lainnya tanpa seizinnya.

    Sejatinya akhlak mulia merupakan mutiara hidup yang dapat membedakan

    manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak mulia,

    maka akan hilang derajat kemanusiaannya dan turunlah ke derajat binatang.

    Bahkan tanpa akhlak mulia manusia akan lebih hina, lebih jahat, dan lebih buas

    dari hewan liar. Oleh karena itu, jika suatu negara yang masing-masing manusia di

    dalamnya tidak berakhlak, maka kehidupan bangsa dan masyarakat tersebut akan

    menjadi kacau dan tidak teratur.8

    Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, mengatakan bahwa anak-anak adalah

    generasi penentu masa depan, sebagaimana ia juga akan menjadi pemimpin di masa

    8 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN

    Jakarta Press, 2009), Cet. ke-1. h. 17.

  • 4

    yang akan datang.9 Bicara mengenai pelajaran agama. Agama bukanlah mata-

    pelajaran yang dipelajari untuk menumbuhkan pengetahuan atau ketangkasan,

    tetapi agama adalah ruh dan pengaruh. Keberhasilan seorang guru tidak ditandai

    dengan banyaknya hafalan Qur’an maupun hadis-hadis pada muridnya. Tetapi

    diukur dengan apa yang tercetak dalam hati murid-muridnya yang berklakuan baik,

    berakhlak mulia, berbudi luhur, menunaikan kewajiban terhadap Tuhan, orang tua,

    keluarga dan masyarakat.10

    Lalu bagaimana pendidikan dalam Islam berperan penting dalam lembaga

    pendidikan di Indonesia ini, baik lingkungan sekolah umum, maupun lingkungan

    pesantren? Sejalan dengan pendidikan dalam Islam, pendidikan yang ada di

    Indonesia turut menekankan kepada pendidikan karakter/akhlak pada anak didik.

    Hal ini bisa di lihat pada undang-undang negara Republik Indonesia tentang tujuan

    pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 yang bunyinya:

    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanrtabat dalam rangka

    mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

    peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

    Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif,

    mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

    jawab.11

    Bicara pembangunan pendidikan, tentulah diperlukan sistem yang berjalan

    dengan baik pula. Keterlibatan para murid dengan keaktifan guru haruslah

    bersinergi, karena hal tersebut yang akan membuat pengalaman yang berharga

    dalam pembelajarannya yang dapat meningkatkan pemahamannya. Keterlibatan

    para murid dengan guru diperlukan oleh faktor-faktor yang mendukung dalam

    pembalajaran, seperti pengajar, bahan ajar, lingkungan, serta sarana dan prasaranan.

    9 M. Athiyah Al-Abrasy, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian

    Ilahi Press, 1996), h. 82. 10 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

    1992), h. 18. 11 Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan

    peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar,

    (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 4.

  • 5

    Dari sini dapat penulis katakan kalau dalam pendidikan akhlak, seorang

    guru tidak cukup untuk menjadi sosok yang menyampaikan materi ajar kepada anak

    didik yang seolah pendidikan akhlak hanya menekankan aspek kognitif saja, akan

    tetapi lebih jauh dari pada itu, seorang guru haruslah menjadi sosok seorang

    pendidik yang mampu membimbing, mengawasi bahkan menyontohkan, karena

    sadar atau tidak banyak anak didik yang belajar dari figure guru dan orang lain yang

    di anggapnya patut untuk ditiru.

    Demi berjalannya pendidikan, dalam sebuah pengajaran dibutuhkan hal lain

    yang tidak bisa dipisahkan yakni bahan ajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

    yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan

    belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis. Bahan ajar yang

    akan diberikan kepada peserta didik perlu disesuaikan dengan tingkat

    perkembangan peserta didik.12 Bahan ajar dapat disajikan dalam berbagai bentuk

    sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.

    Al-Qur’an dan Hadis nabi adalah sumber rujukan utama para pendidik

    untuk menanamkan akhlak yang baik kepada anak didik. Karenanya para ulama

    telah merumuskan bahan ajar yang biasa disebut dengan kitab kuning yang isi

    kajiannya mencakup teori yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Salah satu

    pendidikan akhlak yang sudah sepatutnya dibekali untuk generasi muda yang

    disertai bimbingan adalah dengan melalui kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’13 karya

    Syāikh Muhammad Syākir yang ditulis pada tahun 1326 H atau 1905M. Kitab

    Waşāyā berisikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang memang dibekali untuk

    genarasi muda dengan model penyampaian yang khas, yaitu peran guru yang juga

    berperan sebagai orang tua turut menasihati dan memberikan pengawasa kepada

    anaknya. Peran dalam gambaran kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir,

    sangat relevan dengan teori yang Akmal Hawi katakan dalam bukunya, kalau

    seorang pengajar atau guru itu adalah spiritual father atau bapak rohani bagi

    12 Nanang Hanafi, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Refika Aditama, 2009),

    h. 31. 13 Selanjutnya di sebut Waşāyā.

  • 6

    seorang anak didik dalam memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan

    akhlak. Untuk itu, setiap guru harus memiliki kepribadian yang baik.14

    Isi kandungan kitab ini mencakup persoalan-persoalan mendasar yang

    umum dihadapi para penuntut ilmu. Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan pokok

    para penuntut ilmu, kitab Waşāyā disusun oleh Syāikh Muhammad Syākir yang

    bersifat mendasar dan praktis bagi anak dalam usia fase tamyiz, sebagaimana

    Mohammad Fauzil Adim memaparkan, masa tamyiz merupakan masa berakhirnya

    daya khayal dan mulai munculnya berpikir konkrit, dan pada fase selanjutnya

    adalah masa amrad (remaja), yaitu pada usia 10-15 tahun anak memerlukan

    pengembangan-pengembangan potensinya untuk mencapai kedewasaan dan

    bertanggung jawab secara penuh.15

    Kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir begitu populer di gunakan

    pada kalangan pesantren, maupun pengajian-pengajian majlis ta’lim di masyarakat.

    Selain kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir, ulama Nusantara yang

    terkenal begitu kharismatik, seorang kiai yang begitu banyak karya-karyanya yaitu

    K.H. Bisri Mustofa, mengarang kitab yang berjudul Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’,

    walau tidak sepopuler karya Syaikh Muhammad Syakir. Hal ini menarik untuk

    dijadikan perbandingan antara kitab yang lahir pada abad 20 dengan kitab yang

    lahir pada abad 21.

    Pendiri pondok pesantren Raudlatut Thalibin Rembang Jawa tengah ini,

    dilahirkan di kampung Sawahan, Gang Palen, Rembang Jawa Tengah pada tahun

    1915. Semula, oleh kedua orang tuanya, H. Zaenal Mustofa dan Chotijah, ia diberi

    nama Mashadi, ketiga saudaranya yang lain adalah, Salamah (Aminah), Misbach,

    14 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,

    2013), h. 14-15. 15 Mohammad Fauzil Adim, Mendidik Anak Menuju Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    1998), h. 16

  • 7

    dan Ma’shum. Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923, Ia mengganti

    nama dengan Bisri. Selanjutnya ia dikenal dengan nama Bisri Mustofa.16

    Merujuk pada kitab-kitab klasik mengenai pendidikan akhlak, mempunyai

    banyak corak yang bervarian, sebagai bentuk upaya penanaman akhlak pada peserta

    didik dengan metode yang beragam. Karena bagi ulama-ulama terdahulu maupun

    sekarang, kajian mengenai pendidkan akhlak sangatlah penting. Hidup dizaman

    apapun, peran akhlak sangatlah besar untuk menjadikan hidup seseorang terhindar

    dari hal-hal menyimpang yang tidak di benarkan dalam agama maupun norma-

    norma yang berlaku di masyarakat.

    Merujuk pada kitab kuning merupakan salah satu upaya dalam penanaman

    akhlak peserta didik, hal ini yang terus menerus di lakukan lembaga pesantren

    sebagai bahan ajar kepada santri-santrinya. Karenanya, hal tersebut menjadi aspek

    kajian yang akan di teliti pada penelitian ini, mengenai “Konsep Pendidikan

    Akhlak Menurut Syāikh Muhammad Syākir Dibandingkan Dengan Konsep

    K.H. Bisri Mustofa Dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’“

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalahnya adalah:

    1. Kurangnya nilai pendidikan akhlak pada zaman sekarang (era modernisasi)

    2. Gagalnya pendidikan dalam lembaga pendidikan karena minimnya

    pendidikan akhlak yang ditanamkan guru

    3. Kurangnya kesadaran praktisi pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai

    akhlak di sekolah

    4. Lembaga pendidikan hanya sebagai tempat transfer of knowledge

    5. Keterbatasan pengawasan anak didik dalam lembaga pendidikan

    6. Kurangnya pengetahuan para pembaca kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya

    K.H. Bisri Mustofa

    16 Mata Air Syndicate, Para Pejuang dari Rembang, (Rembang: Mata Air Press, 2006), h.

    4.

  • 8

    7. Belum banyak masyarakat mengetahui mengenai studi komparasi antara

    pemikiran Syaikh Muhammad Saykir dengan K.H. Bisri Mustofa dalam kitab

    waşāyā.

    C. Pembatasan Masalah

    Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti membatasi

    masalah guna mempermudah penelitian. Yang di batasi oleh peneliti hanya pada

    analisis perbandingan konsep pendidikan akhlak menurut Syāikh Muhammad

    Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam

    kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.

    D. Rumusan Masalah

    Berawal dari latar belakang masalah di atas maka penulis dapat

    mengemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana analisis konsep pendidikan

    akhlak menurut Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep

    pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’?

    E. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis dalam penelitian

    ini adalah untuk mendeskripsikan analisis konsep pendidikan akhlak menurut

    Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak K.H.

    Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.

    F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

    1. Menambah pengetahuan mengenai konsep pendidikan akhlak yang

    terkandung pada kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya

    K.H. Bisri Mustofa.

    2. Menambah pengetahuan mengenai analisis perbandingan konsep

    pendidikan akhlak menurut Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan

    dengan konsep pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā.

    3. Dapat dijadikan landasan dalam menerapkan konsep pendidikan akhlak di

    kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada kitab Waşāyā karya Syāikh

    Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.

  • 9

    4. Menjadi peluang rujukan bagi para praktisi pendidikan dalam penanaman

    pendidikan akhlak yang terkandung pada kitab Waşāyā karya Syāikh

    Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.

  • 10

    BAB II

    KAJIAN TEORETIK

    A. Teori Pendidikan Akhlak

    1. Pengertian Pendidikan

    Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-

    Tarbiyah, al-Ta’dib dan al-Ta’lim. Tetapi yang lebih populer digunakan dalam

    peletak pendidikan Islam adalah al-Tarbiyah.1 Kata al-Tarbiyah berasal dari

    kata rabb. Makna dasarnya adalah tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,

    mengatur dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.2

    Adapun kata al-Ta’lim, menurut para ahli kata ini lebih universal di

    banding al-Tarbiyah mauun al-Ta’dib. Sepertihalnya Rasyid Ridha yang

    mengartikan al-ta’lim yakni proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada

    jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.3 Kata al-Ta’dib

    berarti dalam kazanah bahasa Arab mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan,

    kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik, sehingga kata al-

    Tarbiyah dan al-Ta’lim sudah tercakup dalam kata al-Ta’dib.4

    Menurut Tatatang S., pendidikan itu adalah mengajarkan segala hal yang

    bermanfaat bagi seluruh kehidupan manusia, yakni terhadap aktivitas jasmani,

    dan pikiran, yang berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, juga

    visi misi lembaga pendidikan, yang dapa berjalan secara formal maupun

    informal.5

    1 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidian Islam Pendekatan Historis, Teoritis

    dan Praktis, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), Cet. ke-2, h. 25-26. 2 Ibid., h. 26. 3 Ibid., h. 27. 4 Ibid., h. 31. 5 Tatang S., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. ke-1, h. 17.

  • 11

    Adapun menurut Rulam Ahmadi, mendefinisikan pendidkan sebagai

    suatu proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang berlangsung secara

    sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan segala potensinya, bai

    jasmani maupun ruhani yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan,

    baik kognitif, afektif dan psikomotorik yang berlangsung secara terus menerus

    guna mencapai tujuan hdupnya.6

    Pendidikan secara teoritis menurut Arifin mengandung pengertian

    “memberi makan" kepada jiwa anakk didik sehingga mendapatkan kepuasan

    rohaniah, juga sering diartikan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.7

    Pendidikan itu di artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniyah)

    yang menghasilkan mansuia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas

    kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka

    pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan

    rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan

    yang berfungsi memberian vitain bagi pertumbuhan manusia.8

    Moh. Roqib menjelaskan, kalau “secara terminologis, pendidikan

    merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua

    kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai ikhtiar

    manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan

    kebudayaan yang ada dalam masyarakat.”9 Secara garis besarnya “Pendidikan

    merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan

    dan memenuhi tujuan kehiudpan secara lebih efektif dan efisien.”10

    6 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-

    Ruzz Media, 2016), Cet. ke-2, h. 38. 7 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. ke-4, h. 22 8 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 2, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, 12. 9 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2009), Cet.

    ke-1, h. 15. 10 Zainal Abidin EP dan Neneng Habiba (ed), Pendidikan Agama Ilam dalam Perspektif

    Multikul-turalisme, (Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), Cet. ke-1, h. 33.

  • 12

    2. Tujuan Pendidikan

    Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu

    kegiatan atau usaha. Sesuatu tujuan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai.

    Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai

    untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan

    akhir.11

    Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau

    sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan.12 Dan tujuan juga

    merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan

    selesai. Maka, pendidikan karena merupakan suatu usaha kegiatan yang

    berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan

    bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan

    statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,

    berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.13

    Dalam undang-undang Negara Republik Indonesia tentang tujuan

    pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 yang bunyinya:

    Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanrtabat dalam

    rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

    sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

    demokratis serta bertanggung jawab.14

    Redja Mudyaharjo mengemukakan, bahwa tujuan pendidikan

    merupakan perpaduan tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat pengembangan

    kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujuan-tujuan sosial

    11 Syarif Hidayatullah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan

    Perguruan Tinggi Agama, 1998), h. 60. 12 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS, (Bandung:

    Cv. Pustaka Setia, 2005), h. 19. 13 Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 29. 14 Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan

    peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan serta Wwajib Belajar,

    (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 4.

  • 13

    yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat memainkan perannya sebagai

    warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial.15

    Tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi. Dilihat dari segi

    gradasinya, ada tujuan akhir dan tujuan sementara. Dilihat dari sifatnya, ada

    tujuan umum dan tujuan khusus. Dilihat dari segi penyelenggaraannya terdapat

    tujuan pendidikan formal, tujuan pendidikan informal, dan tujuan pendidikan

    nonformal. Dalam pendidikan formal terdapat tujuan pendidikan nasional,

    tujuan institusional, tujuan kurikuler (bidang studi), dan tujuan instruksional.

    Dilihat dari outputnya, ada tujuan individual dan tujuan sosial. Dalam bidang

    studi (kurikulum), tujuan pendidikan terbagi pada tujuan keagamaan, tujuan

    intelektual, tujuan kultural, tujuan material, dan tujuan psikis.16

    3. Pengertian Akhlak

    Kata “Akhlak" berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlaq.

    Menurut bahasa akhlak adalah perangai, budi pekerti dan tabiat. kata tersebut

    mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti

    “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta”

    dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”,17

    Sedangkan Abuddin Nata merujuk kepada pengertian akhlak oleh imam

    Ibn Miskawaih, akhlak adalah “perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan

    tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam

    jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan

    dan pemikiran.”18 Khozin dalam mengartikan pengertian akhlak, mengatakan

    yaitu sifat yang tertatanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan

    lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa perlu pemikiran lagi, dan sudah

    15 Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Cet.

    ke-7, h. 12. 16 Tatang S, op. cit., h. 65. 17 A. Mustofa, Akhlak/Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, h. 11. 18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 5.

  • 14

    jadi kebiasaan. Serta dalam kesadarannya, manusia melihat atau merasakan diri

    sendiri sebagai berhadapan dengan perkara baik atau buruk.19

    Secara terminologi Al Jahizh mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan

    jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatanmya, tanpa

    pertimbangan lama ataupun keinginan. Dalam beberapa kasus, akhlak ini sangat

    meresap hingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang. Namun

    dalam kasus yang lain, akhlak ini merupakan perpaduan dari hasil proses latihan

    dan kemauan keras seseorang.20

    Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan perilaku

    manusia dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan moral. Akhlak

    merupakan seperangkat nilai keagamaan yang berus direalisasikan dalam

    kehidupan sehari-hari dan merupakan keharusan, siap pakai, dan bersumber dari

    wahyu ilahi.21 Akhlak memiliki cakupan makna yang lebih luas dari etika dan

    moral. Karena bersumber dari ajaran wahyu dan sabda Nabi Saw. dan bersifat

    universal. Sedangkan etika dan moral lahir dari pemikiran manusia, oleh

    karenanya bersifat statis, temporal dan dinamis.22 Menurut Quraish Shihab,

    akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, akhlak lebih

    luas lagi, serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat

    lahiriah.23

    Rosihon Anwar menjelaskan ada 3 persamaan antara akhlak, etika dan

    moral. Yang pertama, mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan,

    tingkah laku, sifat dan perangai yang baik. Kedua, merupakan prinsip hidup

    manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya. Ketiga adalah

    akhlak, etika dan moral ini merupakan potensi yang dimiliki setiap orang.24

    19 Khozin Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),

    Cet. ke-1, h. 128-129. 20 Mahmud al-Mishri Abu Ammar, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, terj., (Jakarta:

    Pena Pundi Aksara, 2011), Cet. ke-2, h. 6. 21 Rois Mahfud, Al-Islam, Pendidikan Agama Islam, (t.tm.: Erlangga, 2011), h. 96-97. 22 Ibid. 23 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. ke-1, h. 347. 24 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Edisi Revisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 19.

  • 15

    Akhlak memiliki beberapa arti antaranya budi pekerti, perangai, tingkah

    laku atau tabi’at. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik,

    bijaksanan daa manusiawi. Jika budi pekerti dihubungkan dengan perangai, kata

    budi pekerti itu mengandung arti yang lebih dalam karena telah mengenai sifat

    dan watak yang dimiliki seseorang, sifat dan watak yang telah melekat pada diri

    pribadi, telah menjadi keperibadiannya. Sedangkan jika dihubungkan dengan

    akhlak, keduanya memiliki makna yang sama. Baik akhlak maupun budi pekerti,

    mengandung makna yang ideal, tergantung pelaksanaannya yang bisa positif

    atau negatif.25

    Muhammad Alim mengkategorikan perbuatan itu disebut akhlak jika

    memenuhi beberapa kriteria, yaitu; pertama, perbuatan telah tertanam kuat

    dalam jiwa seseorang yang menjadi kepribadiannya. Kedua, dilakukan dengan

    mudah tanpa pemikiran. Ketiga, dikerjakan tanpa adanya paksaan. Yang

    keempat, dilakukan dengan sungguh-sungguh.26 Al Fairuzabadi mengatakan

    kalau agama itu pada dasarnya dalah akhlak. Jika orang itu memiliki akhlak

    mulia, maka kualitas agamanya pun mulia. Agama itu diletakkan di atas empat

    landasan akhlak utama, yaitu kesabaran, memelihara diri, keberanian dan

    keadilan.27

    Akhlak dalam sunnah sebagaimana di jelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat,

    bahwasannya dalam misi keNabian, Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya

    mengenai apa agama itu? Lalu Nabi Muhammad Saw. menjawab, kalau agama

    itu adalah akhlak yang baik. Karena akhlak itu yang akan membawa ia kepada

    jalan keselamatan. Selain itu akhlak juga sebagai ukuran keimanan, akhlak yang

    baki meningkatkan derajat, dan akhlak yang buruk menghapuskan amal.28

    25 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),

    ed. 1, 346-347. 26 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,

    2011), Cet. ke-2, h. 151-152. 27 Rosihon Anwar, op. cit., h. 11-12. 28 Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan Pustaka,2007),

    Cet. ke-1, h. 147-151.

  • 16

    Jadi, bicara pendidikan akhlak, menurut Ali Abdul Halim Mahmud

    dalam kitabnya pendidikan akhlak dalam islam adalah pendidikan yang

    mengakui bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik dan hal buruk,

    kebenaran dan kebatilan, keadilan dan ke dzaliman, serta perdamaian dan

    peperangan. Untuk menghadapi hal-hal yang serba kontra tersebut, islam telah

    menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup

    didunia. Dengan demikian manusia mampu mewujudkan kebaikan didunia dan

    diakhirat, serta mampu berinteraksi dengan orang-orang yang baik dan jahat.29

    4. Tujuan Pendidikan Akhlak

    Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk

    putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan

    keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur

    dalam segala perbuatan, suci murni hatinya.30

    Menurut Barwamie Umarie tujuan pendidikan akhlak adalah supaya

    dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari

    yang buruk, jelek, hina, tercela, sedangkan menurut Anwar Masy’ari akhlak

    bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang

    jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang jelek, sehingga

    terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci

    dengan yang lain, tidak ada curiga –mencurigai, tidak ada persengketaan antara

    hamba Allah SWT.31

    5. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

    Ruang lingkup pendidikan akhlak tidak berbeda dengan ruang lingkup

    ajaran Islam yang berkaitan dengan pola hubungannya dengan tuhan, sesama

    makhluk dan juga alam semesta.32 Berikut ini adalah ruang lingkup akhlak:

    29 Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah al-Khuluqiyah. Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie

    al-Kattani, dkk, (Gema Insani: Jakarta, 2004), h. 121 30 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung,

    1990), h. 22 31 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 23. 32 M. Sholihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Nuansa, 2005), h. 97-98

  • 17

    a. Akhlak kepada Allah SWT

    Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh Heny Narendrany Hidayati

    mengatakan bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah dalam bentuk

    pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Berkenaan

    dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya,

    yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri

    manusia.33

    b. Akhlak kepada sesama manusia

    Sebagaimana mengutip Heny Narendrany Hidayati, bahwasannya akhlak

    terhadap sesama manusia sebenarnya semata-mata didasari akhlak yang kita

    persembahkan kepada Allah. Akhlak terhadap manusia bukan hanya dalam

    bentuk larangan dan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti fisik, dan

    mengambil harta orang lain, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati

    dengan jalan menceritakan aib seseorang, tidak peduli apakah hal itu benar

    atau salah.34

    c. Akhlak kepada lingkungan

    Akhlak kepada bukan manusia atau lingkungan hidup antara lain : sadar

    dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan

    alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan

    tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesame

    makhluk.35

    B. Seputar Kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir

    Kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir adalah kitab pendidikan

    akhlak yang sangat familiar di dunia pendidikan pesantren. Model penyampaian

    dalam kitab ini adalah beliau Syaikh Muhammad Syakir seperti berperan sebagai

    33 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN

    Jakarta Press, 2009), Cet. ke-1, h. 12-13. 34 Ibid. 35 Mohammad Daud Ali, op. cit., h. 357-359.

  • 18

    guru yang sedang menasehati muridnya dengan panggilan kasih sayang yaitu yaa

    bunayya (wahai anakku).

    Beliau ingin menunjukkan bahwa hubungan guru dan murid itu bagaikan

    orang tua dengan anak kandungnya. Karena sejatinya orang tua tentulah ingin

    melihat anaknya dalam keadaan baik rohani dan jasmaninya. Begitu juga dengan

    seorang guru yang baik, yang tentulah memperhatikan perkembangan muridnya

    yang selalu berharap kebaikan untuk muridnya.

    Kandungan isi kitab ini berisikan wasiat-wasiat seorang guru terhadap

    muridnya mengenai akhlak, di sampaikan dalam bentuk per bab, yang jumlah

    keseluruhan babnya sebanyak 20 bab, yang disertai uraian konsep dari tema yang

    dibicarakan.

    Adapun pembahasan pada setiap bab dalam kitab ini adalah:

    1. Nasihat guru kepada muridnya

    2. Wasiat bertakwa kepada Allah

    3. Hak-hak Allah yang maha pencipta dan RasulNya SAW

    4. Hak-hak orang tua

    5. Hak-hak teman

    6. Etika mencari ilmu

    7. Etika belajar dan berdiskusi

    8. Etika olah raga dan berjalan

    9. Etika dalam majelis dan pertemuan

    10. Etika makan dan minum

    11. Etika ibadah dan di masjid

    12. Keutamaan jujur

    13. Keutamaan terpercaya

    14. Keutamaan menjaga diri

    15. Menjaga harga diri dan kemuliaan diri

    16. Menggunjing, mencela, dengki, iri hati, sombong dan menipu

    17. Taubat, takut (khauf), pengharapan (raja’)

  • 19

    18. Keutamaan amal dan pekerjaan yang disertai tawakkal dan zuhud

    19. Ikhlas dalam beramal

    20. Nasihat terakhir.36

    Seperti kebanyakan kitab kuning pada umumnya, pada kitab Waşāyā karya

    Syāikh Muhammad Syākir, tidaklah di cantumkan biografi penulis. Bahkan tahun

    terbitan maupun hak cipta tidak di temukan pada kitab Waşāyā karya Syāikh

    Muhammad Syākir ini. Oleh karenanya, untuk memperoleh biografi Syaikh

    Muhammad Syakir ini, penulis merujuknya kepada literatur seperti jurnal, artikel,

    maupun buku bacaan, bahkan juga bantuan dari wawancara tokoh pengajar kitab

    Waşāyā untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan penulis.

    C. Seputar Kitab Waşāyā karya K.H. Bisri Mustofa

    K.H. Bisri Mustofa adalah seorang ulama Nusantara yang banyak menulis

    kitab. Karyanya yang paling populer adalah tafsir Al Ibriz. Dan kitab Waşāyā adalah

    salah satu karya tulisnya yang berciri khas Nusantara. Banyak karya-karyanya yang

    ditulis dalam bentuk bahasa Arab pegon, yaitu bahasa Arab melayu yang berbahasa

    Jawa.

    Penerjemahan kitab Waşāyā ini, penulis lakukan dengan meminta bantuan

    dari salah seorang teman penulis bernama Hafidz Aji Setiawan yang telah

    menyelesaikan studinya di PP. Al Falah desa Ploso, proses penerjemahan

    berlangsung di salah satu warung makan yang berlokasi di Condet. Dalam kitab

    Waşāyā. Terdapat 24 bab yang tertera. Berikut adalah bab-bab yang terkandung di

    dalamnya:

    1. Ibu

    2. Ayah

    3. Saudaraku

    4. Syi’ir

    5. Orang Fakir dan Miskin

    36 Syāikh Muhammad Syākir, Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, (Jakarta: Al-‘Idrus, t.th.), h. 3-

    46.

  • 20

    6. Kebersihan

    7. Wajah

    8. Rambut

    9. Kuku

    10. Pakaian

    11. Sepatu Sendal

    12. Kaus kaki dan Sapu Tangan

    13. Sekolah Madrasah

    14. Pergi ke Sekolah

    15. Di dalam Kelas

    16. Ziarah ke rumah paman

    17. Adat yang tidak baik

    18. Waktu libur

    19. Ibunya sakit

    20. Anak yang cerewet

    21. Adab meminta

    22. menyiksa kucing

    23. Menabung

    24. Bocah yang nakal

    25. Cita-cita.37

    D. Hasil Peneltian yang Relevan

    1. Skripsi “Studi Komparasi antara Konsep Pendidikan Islam Menurut K.H.

    Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan” yang di tulis oleh Ihsanuddin

    206011000049. Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011.

    Penelitian ini di batasi pada perbandingan pendidikan Islam menurut K.H.

    Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan. Persamaan penlitian Ihsanuddin

    dengan penelitian ini adalah terletak pada analisis perbandingan mengenai

    pendidikan oleh tokoh Islam di Indonesia. Perbedaannya adalah, penelitian

    37 K.H. Bisri Mustofa, Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, (Rembang: Menara Kudus, t.th.), h. 1-

    44.

  • 21

    Ihsanudddin objeknya adalah analisis konsep pendidikan Islam menurut

    K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, sedangkan objek penelitian

    ini adalah kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir,yaitu sosok ulama

    mesir dengan kitab judul yang sama yang ditulis oleh ulama Nusantara K.H.

    Bisri Mustofa.

    2. Skripsi “Konsep Pendidikan Akhlak dan Implikasinya dalam Pendidikan

    Agama Islam (Studi atas Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al Attas dan

    Ibnu Miskawaih ” yang di tulis oleh Andika Saputra 08410248. Mahasiswa

    jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    UIN Sunan kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini di batasi

    pada konsep pendidikan akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas

    dan Ibnu Miskawaih. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis

    adalah terletak pada aspek yang sama-sama mengkaji tentang pendidikan

    akhlak, dan juga analisis perbandingan pada tokoh muslim. Sedangkan

    perbedaannya pada objek kajiannya. Andika Saputra objek kajiannya adalah

    ulama-ulama klasik, sedangkan objek penulis adalah ulama-ulama yang

    tidak terlalu jauh abadnya, yaitu tokoh muslim dari Mesir dan dari

    Nusantara yang sekitar abad ke 20 M.

    3. Skripsi “Perbandingan Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih dalam

    Pendidikan Agama Islam pada Anak” yang ditulis oleh Herudin

    109011000109 mahasiswa urusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu

    Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016.

    Batasan penelitian ini adalah hanya mengkaji perbandingan pemikiran

    pendidikan agama Islam menurut Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih dalam

    latar belakang pendidikan dan pemikiran filsafat. Persamaan penelitian ini

    dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengkaji perbandingan bidang

    pendidikan dengan tokoh muslim. Perbedaannya, penulis lebih

    memfokuskan pada pendidikan akhlak, juga berbeda pada objek kajiannya,

    karena penulis meneliti dengan objek kitab kuning karya Syaikh

    Muhammad Syakir dan K.H. Bisri Mustofa.

  • 22

    4. Skripsi “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut Muhammad Syakir Al-

    Iskandariyah dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’” yang ditulis Oen

    Ahmad Zaki Fauzi 1112011000080 mahasiswa jurusan Pendidikan Agama

    Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017. Ahmad Zaki dalam

    penyusunan skripsi ini sebagai penelitian lanjutan para peneliti sebelumnya

    yang telah ditemukan olehnya. Konsep pendidikan akhlak yang diuraikan

    Ahmad Zaki menjadi acuan penulis dalam penulisan skripsi komparasi

    antara Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir dengan Waşāyā K.H. Bisri

    Mustofa. Persamaannya dalam penelitian Ahmad Zaki dengan penulis

    adalah sama-sama membahas pendidikan akhlak dengan merujuk kepada

    salah satu kitab yang terkenal yaitu Waşāyā karya Syaikh Muhammad

    Syakir. Perbedaannya adalah tidak ada studi komparasi mengenai kitab

    Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir ini.

    5. Jurnal “Kajian Akhlak dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Karya

    Syaikh Muhammad Syakir”, LIKHITAPRAJNA Jurnal Ilmiah, Volume 19,

    Nomor 2, September 2017 p-ISSN: 1410-8771, e-ISSN: 2580-4812, yang

    ditulis oleh Zaenullah, Program Studi PPKn, FKIP Universitas

    Wisnuwardhana Malang. Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya lima

    aspek dalam pendidikan akhlak kitab Waşāyā, yaitu pertama, akhlak kepada

    Allah SWT; kedua, akhlak kepada Rasulullah SAW; ketiga, akhlak kepada

    sesama manusia; keempat, adab peserta didik; dan kelima, macam-macam

    akhlak (mahmudah dan madzmumah). Dalam hal ini, penulis menjadikan

    rujukan dalam penyusunan konsep pendidikan akhlak yang ditulis dalam

    karya ilmiah ini sebagai acuan, sehingga relevansinya penulis menemukan

    beberapa poin yang sangat dibutuhkan penulis dalam penyusunan karya

    ilmiah ini yang mengacu kepada Syaikh Muhammad Syakir, hanya saja,

    penelitian penulis lebih jauh karena membandingkan dengan salah satu

    judul kitab yang sama yaitu Waşāyā yang ditulis oleh ulama Nusantara K.H.

    Bisri Mustofa.

    6. Jurnal “Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Agama Islam”,

    ditulis oleh Ade Imelda Frimayanti, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan

  • 23

    Islam, Volume 8 No. II 2017 P. ISSN: 2086-9118, E-ISSN: 2528-2476.

    Dalam jurnalnya, AdeImelda memaprkan bahwa implementasi nilai

    pendidikan dalam pendidikan agama Islam dapat membantu peserta didik

    lebih jelas dalam memahami nilai-nilai pendidikan agama Islam dan

    menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga

    segala pengaruh negatif dari perubahan zaman dapat diantisipasi peserta

    didik dengan lebih baik. Relevansinya adalah penelitian ini sama-sama

    ingin memaparkan pendidikan akhlak yang sesuai dengan al-Qur’an dan

    Hadis. Walau objeknya sedikit berbeda, tapi dalam pembahasan pendidikan

    akhlak mengandung unsur yang sama, hanya saja penelitian penulis

    merujuk kepada salah satu kitab kuning yang sudah tersusun sumber

    pendidikan akhlak yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis yaitu Waşāyā

    Syaikh Muhammad Syakir dengan Waşāyā K.H.Bisri Mustofa. Perbedaan

    penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tidak Adam studi

    perbandingan dengan tokoh lainnya.

  • 24

    BAB III

    METODOLOGI PENELTIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syāikh

    Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab

    Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’” ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta terutama pada perpustakaan utamanya dan tempat lainnya yang mendukung

    seperti rumah, kosan dan kafe-kafe kopi sederhana, rincian waktu pengerjaannya

    sebagai berikut: bulan Maret setelah mendapatkan dosen pembimbing, penulis

    sudah memulai untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber tertulis yang

    diperoleh dari buku-buku yang ada diperpustakaan tarbiyah maupun perpustakaan

    utama kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, internet, serta sumber lainnya yang

    mendukung penelitian. Penelahan skripsi ini terus berlangsung dengan arahan

    dosen pembimbing hingga selesai.

    B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian

    pustaka (library research), artinya teknik pengumpulan data dengan mengadakan

    studi penelaahan terhadap buku buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan

    laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan yaitu

    mendayagunakan sumber informasi yang terdapat diperpustakaan dan informasi

    lainnya.1

    C. Sumber Data

    Pengambilan sumber data yang di gunakan penulis pada penelitian ini

    adalah library reserch. Sumber datanya mencakup tiga hal, primer, skunder dan

    penunjang.

    1 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet. Ke-5, h. 27.

  • 25

    a. Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’

    karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.

    b. Sumber skunder dalam penelitian ini adalah berupa data-data tertulis baik

    itu buku-buku maupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah

    yang dibahas.

    c. Sumber penunjang dalam penelitian ini adalah kitab-kitab yang juga populer

    dikalangan pesantren, di antaranya adalah Taisirul Khalq, dan Akhlak Oil

    Banin.

    D. Desain dan Langkah Penelitian

    Jenis metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode

    deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

    menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

    dan prilaku yang dapat diamati, serta analisis yang digunakan dalam penelitian

    kualitatif deskriptif-analitis yang berarti intrepretasi terhadap isi dibuat dan disusun

    secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis.2

    Penelitian dengan Library Reserch, yaitu teknik pengumpulan data dengan

    mengadakan studi penelaahan terhadap buku buku, literatur-literatur, catatan-

    catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

    dipecahkan yaitu mendayagunakan sumber informasi yang terdapat diperpustakaan

    dan informasi lainnya,3 awalnya peneliti mengumpulkan berbagai refrensi sebagai

    sumber data yang berkaitan dengan masalah yang akan di teliti, selanjutnya

    menelaahnya dan yang terkahir adalah mengambil poin-poinnya untuk di analisis.

    E. Teknik Analisis Data

    Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan

    transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang telah

    terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-materi

    2 Nurul Zuhriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi, (Jakarta: PT

    Bumi Aksara, 2007), Cet. ke-2, h. 92. 3 M. Nazir, Op. Cit,.

  • 26

    tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah

    ditemukannya kepada orang lain.4

    Dalam mengolah data diperlukan ketelitian dan kecermatan tersendiri. Juga

    dala dalam setiap pemrosesan data pasti terdapat prosedur reduksi yaitu

    penyederhanaan data. Setelah itu dapat di tafsirkan dan selanjutnya di tarik

    kesimpulan.5

    Terhadap data kualitatif dalam hal ini dilakukan terhadap data yang berupa

    informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data

    lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya,

    sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu gambaran yang

    sudah ada atau sebaliknya.6

    Adapun langka-langkahnya sebagai berikut:

    1. Mencari Sumber data

    2. Lalu pengumpulan data

    3. Selanjtnya data ditelaah, dipelajarim, dan dibaca.

    4. Dan data di satukan

    5. Terakhir, interpretasi data.7

    F. Prosedur Penelitian

    1. Peneliti mencari kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya

    K.H. Bisri Mustofa.

    2. Kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting dalam kitab

    Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.

    3. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan sumber bacaan yang mendukung

    mengenai akhlak, yang nantinya akan dikaitkan dengan kitab Waşāyā karya

    Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.

    4 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

    2011), Cet. ke-2, h. 85. 5 Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1, (Yogyakarta: ANDI OFFSET,

    2014), h. 80. 6 Joko Subagyo Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

    Cet. ke-4, h. 106. 7 Ibid.

  • 27

    4. Terakhir, peneliti menelaahnya. Untuk menjawab permasalahan yang

    dibahas oleh peneliti, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak menurut

    Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak

    menurut K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā.

  • 96

    BAB V

    PENUTUP

    E. Kesimpulan

    Waşāyā Al Aba’ lil Abna adalah salah satu kitab akhlak yang begitu populer

    dikalangan pondok pesantren maupun majlis taklim umum, hanya saja kitab

    Waşāyā yang populer tersebut ditulis oleh ulama Mesir yaitu Syaikh Muhammad

    Syakir. Sedangkan penulis mendapati kitab dengan judul yang sama namun ditulis

    oleh pengarang yang berbeda yaitu oleh K.H. Bisri Mustofa ulama Nusantara yang

    begitu terkenal karyanya yang paling fenomenal yaitu tafsir Al Ibriz.

    Garis besar yang ditemukan oleh penulis dalam kajian studi koparasi dalam

    membahas konsep pendidikan akhlak kitab Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir

    dengan Waşāyā K.H. Bisri Mustofa ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan,

    berikut hasilnya:

    1. Persamaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Syaikh Muhammad

    Syakir dengan karya K.H. Bisri Mustofa

    a. Segi identitas kitab yang tidak terdapat kata pengantar dari penerbit,

    alamat penerbit dan nomor telepon penerbit, bahkan biografi penulis

    kitab juga tidak ditemukan.

    b. Konsep berakhlak kepada Allah yang hanya ditemukan persamaannya

    dalam aspek syukur.

    c. Konsep berakhlak kepada kedua orang tua, yang keduanya selaras

    untuk berbakti dan menghormati kedua orang tua dengan megajak

    kepada peserta didik untuk merenungi kasih sayang orang tua dalam

    berjuang merawat anak siang dan malam hinga si anak besar.

    d. Konsep berakhlak kepada guru, yang menyinggung akhlak saat

    berhadapan dengan guru.

  • 97

    e. Konsep berakhlak kepada ilmu. Kedua kitab Waşāyā tersebut didapati

    persamaan dalam konsep ini yang berisikan aspek bersungguh dan

    bersemangat dalam belajar dan menghiasi ilmu dengan akhlak yang

    mulia.

    2. Perbedaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Syaikh Muhammad

    Syakir dengan karya K.H. Bisri Mustofa

    a. Ciri khas kitab. Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir penyampaian isi

    materinya disampaikan dengan pola interaksi seorang guru yang sedang

    memberikan nasihat kepada anak muridnya dengan panggilan kasih

    sayang ya bunayya. Sedangkan Waşāyā K.H. Bisri Mustofa

    penyampaian materinya adalah menggunakan kisah kehidupan seorang

    anak dalam kehidupan sehari-harinya, baik menggunakan tokoh orang

    pertama, maupun menggunakan tokoh orang ketiga.

    b. Konsep berakhlak kepada Allah dan Rasul-Nya. Waşāyā Syaikh

    Muhammad Syakir lebih luas aspeknya, karena di dalamnya juga

    menyinggung aspek berakhlak kepada Rasulullah SAW. Selain itu

    aspek selanjutnya terdapat aspek takwa, taubat, khauf, raja’, sabar

    tawakkal dan zuhud.

    c. Konsep berakhlak kepada diri sendiri. Pada konsep ini penulis

    mendapati perbedaan yang cukup signifikan, pasalnya Waşāyā Syaikh

    Muhammad Syakir menyinggung konsep akhlak ini lebih dalam karena

    poin yang terkandungnya lebih dalam dari Waşāyā K.H. Bisri Mustofa.

    Berikut adalah poin yang disingung Waşāyā Syaikh Muhammad

    Syakir:

    1) Adab mengambil makanan

    2) Adab mejaga waktu salat

    3) Adab berada didalam masjid

    4) Berperilaku jujur

    5) Menjaga muru’ah

    6) Menghindari ghibah dan namimah

    Pada Waşāyā K.H. Bisri Mustofa aspek yang dikaji yaitu:

  • 98

    1) Menjaga kebersihan diri

    2) Disiplin

    3) Mandiri

    4) Menjaga kesehatan diri sendiri

    5) Mengembangkan potensi diri sendiri

    d. Konsep berakhlak kepada masyarakat. Perbedaannya, Waşāyā Syaikh

    Muhammad Syakir menyinggung persoalan antara lain: adab berjalan

    bersama teman dan adab memberi salam.sedangkan Waşāyā K.H. Bisri

    Mustofa menyinggung persoalan: adab meminta, adab berbicara, dan

    meniru yang baik-baik.

    e. Konsep berakhlak kepada teman/saudara. Poin yang didapati penulis

    dalam Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir adalah memberi tempat

    duduk dan menolong teman. Sedangkan poin yang ditemukan penulis

    dalam Waşāyā K.H. Bisri Mustofa mengenai konsep ini adalah hanya

    tentang rukun dengan saudara.

    f. Konsep berakhlak kepada negara. Bisa dikatakan Waşāyā Syaikh

    Muhammad Syakir mempunyai nilai tambah tersendiri, karena pada

    konsep ini tidak didapati pada kitabkitab akhlak yang memiliki corak

    yang sama dengan Wasaya Syaikh Muhammad Syakir, seperti kitab

    Taisirul Khlaq karya Hasan al-Mas’udi, dan Akhlaq lil Banin karya

    Ahmad Baraja, bahkan dalam Waşāyā K.H. Bisri Mustofa yang

    dijadikan studi koparasi oleh penulis sama halnya tidak didapati poin

    ini.

    g. Konsep berakhlak kepada hewan. Pada literatur yang menjadi kajian

    penulis, hanya pada Waşāyā K.H. Bisri Mustofa saja yang menyingung

    aspek ini, dengan mengisahkan seorang anak bernama Sakhawi yang

    gemar menyiksa kucing, namun kucing yang selalu ia siksa menjadi

    penyelamat dirinya dari serangan ular.

    h. Urgensi membaca al-Qur’an. Tidak ditemukan secara tektualitas dalam

    kitab washya K.H. Bisri Mustofa, yang menyinggung urgensi membaca

  • 99

    al-Qur’an, berbeda dengan kitab Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir

    yang menyinggung jelas persoalan urgensinya membaca al-Qur’an ini.

    Mengenai persamaan metode pembelajaran yang terkandung dalam Waşāyā

    Syaikh Muhammad Syakir dengan K.H. Bisri Mustofa adalah sama-sama terdapat

    metode kisah, metode nasihat, metode dialog, metode pembiasaan diri dan metode

    reward and punishment. Metode pembelajaran yang menjadi kelebihan Waşāyā

    Syaikh Muhammad Syakir dari Waşāyā K.H. Bisri Mustofa adalah adanya

    penggunaan metode diskusi, metode muzakarah dan metode perumpamaan.

    Sedangkan untuk kelebih Waşāyā karya K.H. Bisri Mustofa atas karya Syaikh

    Muhammad Saykir adalah adanya metode keteladanan.

    F. Saran

    Setelah selesai menulis skripsi ini, penulis menyarankan beberapa hal

    terkait pembahasan skripsi yang penulis tulis, di antaranya adalah:

    1. Bagi lembaga pendidikan

    Menambah kesadaran kepada setiap pendidik untuk tidak menjadikan

    lembaga pendidikan sebagai tempat transfer of knowladge saja, tetapi juga

    memperhatikan aspek spiritual anak didik yang tidak hanya mengejar

    kesuksesan duniawi saja namun juga mengejar kesuksesan akhirat.

    2. Bagi Pendidik

    Kiranya juga memperkenalkan kitab-kitab ulama Nusantara terutama

    kitab Waşāyā yang ditulis oleh K.H. Bisri Mustofa, terutama kepada para santri

    madrasah diniyah di jawa timur. Hal ini juga berlaku untuk seluruh pendidik

    yang ada di Indoneisa, baik pada lembaga formal maupun non formal. Untuk

    sekiranya dalam mendidik tidak terlepas dari apa-apa yang telah di ajarkan oleh

    nabi Muhammad SAW yang hal tersebut sudah para ulama jalankan serta

    diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

  • 100

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Hasil penelitian yang penulis tulis mengenai studi perbandingan kitab

    Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir dengan K.H. Bisri Mustofa tentulah

    belum bisa dikatakan selesai dengan sempurna, karena saat mengerjakan karya

    ilmiah ini tidak menutup kemungkinan adanya kekliruan tersebab kurangnya

    pengetahuan penulis dalam menganalisis serta keterbatasan waktu sehingga

    memungkinkan timbulnya kekeliruan dalam karya ilmiah ini. Oleh sebab itu

    penulis berharap agar ada peneliti selanjutnya yang dapat mempertajam analisis

    bahkan memperbaiki metode penelitian ini sehingga menghasilkan sebuah karya

    ilmiah yang lebih komprehensif.

  • 101

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdullah, Taufik. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal. Jakarta: PT.

    Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002.

    Adim, Mohammad Fauzil. Mendidik Anak Menuju Taklif. Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar, 1998.

    Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:

    Ar-Ruzz Media. Cet. ke-2, 2016.

    Al-Abrasy, M. Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian

    Ilahi Press, 1996.

    -------. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A Gani dan

    DjoharBahri L. I. S. Jakarta: BulanBintang, 1970.

    Al-Fauzan, Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih. Fiqih Sosial: Tuntunan dan Etika

    Hidup Bermasyarakat. Jakarta: Tim Qisthi Press, 2007.

    Al-Ghazali, Imam. Bahaya Lisan dan Cara Mengatasinya, terj. A. Hufaf Ibriy.

    Surabaya: Tiga Dua. 1995.

    Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

    ed. 1. 2008.

    Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

    Offset. Cet. ke-2, 2011.

    Al-lith, Muhammad bin Sulaiman. An-Nasihatu al-Mufidatu li Tahrimi al-Ghibati

    wa an-Namimati, Terj. Al- Ustadz Fuad Qawwam. Malang: Pustaka Qaba-

    il, 2007.

    Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidian Islam Pendekatan Historis,

    Teoritis dan Praktis. Ciputat: Ciputat Press. Cet. ke-2, 2005.

    Ammar, Mahmud al-Mishri Abu. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, terj.

    Jakarta: Pena Pundi Aksara. Cet. ke-2, 2011.

    An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.

    Jakarta: Gema Insani, 1995.

    Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf, Edisi Revisi. Bandung: Pustaka Setia, 2016.

  • 102

    Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. ke-4, 2009.

    Bakhtiar, Nurhasanah. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.

    Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.

    Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi

    Islam di Indonesia. Bandung; Mizan, 1995.

    Daud, Mohammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawalin Press, 2008.

    Dewantara, Ki Hajar. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur

    Persatuan Taman Siswa, t.th.

    Drajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

    Dzalieq, Ahmad Bisri. “K.H. Bisri Mustofa dan perjuangannya”, Skripsi. UIN

    Sunan Kalijaga: 2008.

    Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: RajaGrafindo

    Persada, Cet. ke-2, 2011.

    EP, Zainal Abidin dan Neneng Habiba (ed). Pendidikan Agama Ilam dalam

    Perspektif Multikul-turalisme. Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta. Cet.

    ke-1, 2009.

    Fauzi, Ahmad Zaki. “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut Muhammad

    Syakir Al-Iskandariyah dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’”. Skripsi

    S1 Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

    Glasse, Cyrril. Penerjemah Gufron A. Mas’adi. Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta:

    PT. Raja Grafindo Persada. Cet. ke-2, 1999.

    Hadi, Zaenuri Siroj Nur. Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, Kajian Tentang: AKhlaq, Terj.

    dari Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ oleh Syāikh Muhammad Syākir. Tangerang:

    PT. Sandiarta Sukses, 2009.

    Hanafi, Nanang. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama,

    2009.

    Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers,

    2013.

    Hidayati, Heny Narendrany. Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa. Jakarta:

    UIN Jakarta Press. Cet. ke-1, 2009.

  • 103

    Hidayatullah, Syarif. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Proyek

    Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1998.

    Huda, Achmad Zainal. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah K.H. Bisri

    Mustofa. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara, 2005.

    Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Askara,

    2012.

    Indrakusuma, Amier Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha

    Nasional, 1973.

    Ismail, Abdul Mujib dan Maria Ulfah Nawawi. Pedoman Ilmu Tajwid. Surabaya:

    Karya Abditama, 1995

    Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga. Bogor, Pustaka

    At-Taqwa, 2007.

    Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

    Cet. ke-1, 2013.

    Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam.

    Jogjakarta: ArRuzz, 2011.

    Mahfud, Rois. Al-Islam, Pendidikan Agama Islam. t.tm.: Erlangga, 2011.

    Mahmud, Ali Abdul Halim. Tarbiyah al-Khuluqiyah. Akhlak Mulia, terj. Abdul

    Hayyie al-Kattani, dkk. Gema Insani: Jakarta, 2004.

    Mashuri, A. Aziz. 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara Riwayat, Perjuangan dan

    Do’a Jilid II. Yogyakarta: Kutub. Cet. ke-1, 2006.

    Masy’ari, Anwar. Akhlak al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 1990.

    Maunah, Binti. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras, 2009.

    Mudyaharjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet.

    ke-7, 2012.

    Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia terlengkap.

    Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

    Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 1997.

    Mustofa, K.H. Bisri. Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Rembang: Menara Kudus, t.th..

    Najati, Muhammad Usman. Psikologi Dalam Al-Quran, Terj. M. Zaka Al-Farisi.

    Bandung : Pustaka Setia, 2005.

  • 104

    Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

    Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Cet. Ke-5, 2003.

    News, Tribun. Ibu 73 Tahun Dibuang Anaknya di Pinggir Jalan Bikin Trenyuh;

    Saya Tak Dendam, Pasrah Saja Sama Allah, 2019,

    (https://www.tribunnews.com). Di akses tanggal 1 Juli 2019.

    Nursi, Syaikh Muhammad Said. Seni Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

    2006.

    Online, NU. Kiai Said: Cinta Tanah Air Penjaga Bangsa dari Perpecahan, 2016,

    (https://www.nu.or.id). Diakses tanggal 2 Agustus 2019.

    Priyasmoro, Muhammad Radityo. Liputan6. Polisi: Motif Tawuran Maut Pelajar

    Pasar Rebo Saling Ejek, 2017. (https://www.liputan6.com). Diakses tanggal

    23 Februari 2019.

    Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Toretis dan Praktis. Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2006.

    Qardhawi, Yusuf. Keutamaan Ilmu Dalam Islam. Jakarta: Griya Grafis, 1993.

    Rakhmat, Jalaluddin. Dahulukan Akhlak di atas Fiqih. Bandung: Mizan Pustaka.

    Cet. ke-1, 2007.

    Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam Mulia, 2004..

    Rasyid, Komari. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Citra Pustaka, 2010.

    Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang. Cet.

    ke-1, 2009.

    S., Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 2012.

    Sani, Ridwan Abdullah. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet. ke-

    2. 2014.

    Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.

    Jakarta: Lentera Hati. Cet. ke-2, 2002.

    -------. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan. Cet. ke-1, 2007.

    -------. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.

    Bandung: Mizan, 1996.

    Sholihin, M. dan M. Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuansa, 2005.

  • 105

    Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

    Cet. ke-4, 2004.

    Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

    Algensindo. Cet. ke-11, 2010.

    Sulaiman, Fathiyah Hasan. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, terj. Ahmad Hakim dan

    Imam Azis. Jakarta: P3M, 1990), h. 41-42.

    Suwartono. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1. Yogyakarta: ANDI

    OFFSET, 2014.

    Syākir, Syāikh Muhammad. Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’. Jakarta: Al-‘Idrus, t.th..

    Syndicate, Mata Air. Para Pejuang Dari Rembang. Rembang: Mata Air Press,

    2006.

    Tribunjateng. Viral Video Siswa SMK di Yogyakarta Mengasari Guru Dalam

    Kelas, Teman-temannya Bertepuk Tangan, 2019,

    (http://jateng.tribunnews.com). Diakses tanggal 22 Februari 2019.

    Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS.

    Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2005.

    Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam 2. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 1997.

    Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan

    peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan

    serta Wajib Belajar. Bandung: Citra Umbara, 2010.

    Velarosdela, Rindi Nuris. Kompas. Motif Tawuran di Depan Season City Hanya

    Ingin Menunjukkan Kehebatan Kelompok, 2018.

    (https://megapolitan.kompas.com). Diakses tanggal 23 Februari 2019.

    Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya

    Agung, 1992.

    -------. Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran. Jakarta: Hida Karya Agung,

    1990.

    Zaenullah. Kajian Akhlak Dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Karya Syaikh

    Muhammad Syakir, Likhitaprajna Jurnal Ilmiah, Volume 19, Nomor 2,

    September 2017, p-ISSN: 1410-8771, e-ISSN: 2580-4812.

  • 106

    Zuhriah, Nurul. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta:

    PT. Bumi Aksara. Cet. ke-2, 2007.

  • 107

  • 108

  • 109

  • 110

  • 111

  • 112

  • 113

  • 114

  • 115

  • 116

  • 117

  • Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Muhammad Syakir

    Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab

    Washaya aL-Āba' lil Abna'

    ORIGINALITY REPORT

    20% 19% 3% SIMILARITY INDEX INTERNET SOURCES PUBLICATIONS

    11% STUDENT PAPERS

    PRIMARY SOURCES

    repository.uinjkt.ac.id 1

    Internet Source 4% likhitapradnya.wisnuwardhana.ac.id

    2 Internet Source 1% etheses.uin-malang.ac.id

    3 Internet Source 1% repository.radenintan.ac.id

    4 Internet Source 1% digilib.uinsby.ac.id

    5 Internet Source 1% Submitted to Sultan Agung Islamic University 6 Student Paper 1%

  • jokosungsang.blogspot.com 7

    Internet Source 1% www.repository.uinjkt.ac.id

    8 Internet Source 1%

    eprints.stainkudus.ac.id

    9 Internet Source 1% bagawanabiyasa.wordpress.com

    10 Internet Source

  • surgaillahu.blogspot.com 16

    Internet Source

  • makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com 22

    Internet Source

  • lathifatuss.blogspot.com 31

    Internet Source

  • www.nu.or.id 40

    Internet Source

  • alimudasimanjuntak.blogspot.com 49

    Internet Source

  • PROFIL PENELITI

    Pria berkacamata bernama lengkap Al

    Faqih atau lebih sering dipanggil Faqih.

    Merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan

    Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta angkatan tahun 2015. Dirinya lahir di

    jakarta, pada 25 November 1998, bisa

    dikatakan peneliti adalah mahasiswa termuda di

    angkatannya. Riwayat pendidikan peneliti

    adalah TK dan MI di sekolah Al bahri, pada saat

    MTs di PP. Tapak Sunan, dan saat tahun ajaran Aliyah, peneliti melanjutkan

    studinya di Ma’had Huraidhah Bogor yang pada saat ingin melanjutkan

    pendidikannya ke perguruan tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti

    mengambil ijazah paket C di SMK Al Amiria, Kp. Rambuta