KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD...
Transcript of KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD...
-
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYĀIKH MUHAMMAD
SYĀKIR DIBANDINGKAN DENGAN KONSEP K.H. BISRI MUSTOFA
DALAM KITAB WAŞĀYĀ AL-ĀBĀ’ LIL ABNĀ’
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
AL FAQIH
NIM. 11150110000112
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/ 1440 H
-
i
-
i
ABSTRAK
Al Faqih (11150110000112). Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syāikh
Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam
Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak
dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Syakir
yang dibandingkan dengan konsep pendiidkan akhlak pada kitab yang memiliki
judul yang sama yaitu Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ namun ditulis oleh ulama
Nusantara yaitu K.H. Bisri Mustofa. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi
penelitian yang bersifat studi komparasi.
Penelitian ini menggunakan metode library reserch, yaitu teknik
pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan yaitu mendayagunakan sumber informasi yang
terdapat diperpustakaan dan informasi lainnya, prosedur penelitiannya yaitu:
peneliti mencari kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H.
Bisri Mustofa, kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting,
selanjutnya, dan terakhir, peneliti menelaahnya untuk menjawab permasalahan
yang dibahas oleh peneliti, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak menurut
Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak
menurut K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.
Dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ baik karya Syaikh Muhammad Syakir
dengan karya K.H. Bisri Mustofa terkandung konsep pendidikan akhlak yang
memiliki persamaan dan perbedaannya. Diantara persamaannya adalah kedua kitab
tersebut menekankan akhlak syukur dalam konsep berakhlak kepada Allah waau
disampaikan dengan cara yang berbeda. Adapun perbedaannya yang cukup
signifikan adalah saat membahas konsep berakhlak kepada diri sendiri, pasalnya
Washaya Syaikh Muhammad Syakir menyinggung konsep akhlak ini lebih dalam
karena poin yang terkandungnya lebih dalam dari Washaya K.H. Bisri Mustofa.
Berikut adalah poin yang disingung Washaya Syaikh Muhammad Syakir: adab
mengambil makanan, adab mejaga waktu salat, adab berada didalam masjid,
berperilaku jujur, menjaga muru’ah, menghindari ghibah dan namimah. Pada
Washaya K.H. Bisri Mustofa aspek yang dikaji yaitu: menjaga kebersihan diri,
disiplin, mandiri, menjaga kesehatan diri sendiri, mengembangkan potensi diri
sendiri.
Kata kunci: Konsep; Pendidikan; Akhlak; Syaikh Muhammad Syakir; K.H. Bisri
Mustofa; Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’;
-
ii
ABSTRACT
Al-Faqih (11150110000112). The concept of moral education according to
Syāikh Muhammad Syākir compared with the concept of the Bisri Mustofa in
the book Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā '.
The purpose of this research is to know the concept of moral education in
Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ' written by Shaykh Muhammad Syakir who compared
with the concept of morality in the book that has the same title that is Waşāyā Al-
Ābā ' Lil Abnā ' But written by the Nusantara scholar, a Bisri Mustofa. Therefore,
this study became a comparative research study.
This research uses the library method of Reserch, which is data collection
techniques by conducting study studies on books, literature, notes, and reports that
have to do with the problem solved namely To power the resources of the
information in the library and other information, the research procedure is:
Researchers searched for the book of Waşāyā by Syāikh Muhammad Syākir and by
a Bisri Mustofa, then read it and find points Most importantly, furthermore, and
lastly, researchers study it to answer the problems discussed by researchers, namely
on the concept of moral education according to Syāikh Muhammad Syākir
compared to the concept of moral education according to the Mustofa in the Book
of Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā '.
In Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ' good works of Shaykh Muhammad Syakir
with the work of the Bisri Mustofa contained the concept of moral education that
has similarities and differences. Among the similarities are the two books
emphasize gratitude in the concept of morality to God Waau delivered in a different
way. As for the difference is quite significant is when discussing the concept of
morality to oneself, the reason Washaya Syaikh Muhammad Syakir alludes to the
concept of this moral deeper because of the points that are deeper than Washaya in
the Bisri Mustofa. The following is the point that Washaya Syaikh Muhammad
Syakir: The manners to take food, the manners of prayer time, Adab in the mosque,
behave honestly, keep the Muru'ah, avoid the Ghbah and Namimah. At Washaya
Abdul Bisri Mustofa The aspect of the study is: to maintain self-hygiene, discipline,
self-reliant, maintain self-health, develop self-potential.
Key words: concept; Education Chastity Shaikh Muhammad Syakir; The Bisri
Mustofa; Waşāyā Al-Ābā ' Lil Abnā ';
-
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, yang telah memberikan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya,
sehngga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Konsep Pendidikan
Akhlak Menurut Syāikh Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H.
Bisri Mustofa Dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.
Shalawat beserta salam, penulis curahkan kepada sang kekasih, yaitu Nabi
Muhammad SAW, juga kepada para sahabat, keluarga dan seluruh kaum muslimin
yang mengikuti ajaran yang dibawanya hingga hari kiamat.
Alhamdulllah, berkat rahmat-Nya dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sebagai penulis, tentulah penulis menyadari hadirnya
skripsi ini tidak hanya berasal dari jerih payah sendiri, tapi karena ada bantuan dari
berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, nasihat dan bimbingannya
kepada penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, antara lain:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A, selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Drs. Abdul Haris, M.Ag dan Drs. Rusdi Jamil, M.Ag.
4. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang tidak
bosannya memeberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasihat dalam
penyusunan skripsi ini.
-
iv
5. Ahmad Irfan Mufid, S.Ag., M.A. sebagai dosen Penasehat Akademik, yang
selalu memberikan bantuan berupa saran dan masukan selama masa
perkuliahan.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan yang telah membantu
penulis selama penulis menuntut ilmu di kampus UIN syaif Hidayatullah
Jakarta.
7. Kepada seluruh staff Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan
kenyamanan selama periode perkuliahan penulis berlangsung di kampus.
8. Teruntuk kedua orang tua, Bapak Drs. H. Muhammad Luthfi, M.A dan Ibu
Amelia Setiawati, M.Pd yang selalu mendoakan, mensupport dan memberikan
yang terbaik untuk penulis sebagai anaknya.
9. Teruntuk teman-teman kosan Buloghiyah yang senantiasa memberikan tempat
kepada penulis disaat lelah dalam perjalanan kuliah sekaligus menghibur
penulis.
10. Teman-teman mahasiswa PAI angkatan 2015, yang telah menjadi teman
seperjuangan sedari awal masuk sampai sekarang ini.
11. Teman-teman PAI Kelas D angkatan 2015, yang telah penulis anggap sebagai
keluarga besar di kampus ini, terutama kepada Abdul Fattah Zulkarnain,
Abdurrahman Arif, Alvien Permana, Ahmad Zainal Abidin, Rhomi Ulul Azmi,
Ardiyansyah Permanan, dan Fuad Abdul Baqi.
12. Kepada Hafidz Aji Setiawan, selaku teman penulis yang bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu penulis dalam menerjemahkan bahasa Arab pegon
pada kitab Waşāyā Al-Ābā' Lil Abnā' karya K.H. Bisri Mustofa.
13. Kepada seluruh teman-teman yang ada di Kebon Nanas Jakarta Timur yang
senantiasa meluangkan waktunya untuk menemani penulis untuk berlibur
disela-sela kesibukan penulis dalam perkuliahan.
Penulis menyadari dan mengakui bahwa penelitian yang telah penulis susun ini
masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat untuk banyak kalangan, terutama untuk penulis sendiri. Akhir
-
v
kata, penulis ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam menyelsaikan penelitian ini, semoga Allah SWT membalas
segala perbuatan kita semua sehingga mendapatkan kasih sayang dan ridho dari-
Nya.
Jakarta, 22 Juli 2019
Penulis,
Al Faqih
-
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang ditulis dengan huruf
berbahasa Arab yang digunakan dalam penulisan dan penyusunan skripsi.
Transliterasi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
اTidak
dilambangkan
{s ص
-
vii
3. Madd (Panjang)
Harakat dan Huruf Huruf dan Tanda
لَ وَ قَ يَـ = yaqu>lu
4. Ta>’ Marbu>t`ah
Ta>’ Marbu>t`ah hidup transliterasinya adalah /t/.
Ta>’ Marbu>t`ah mati transliterasinya adalah /h/.
Kalau pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta>’ Marbu>t`ah diikuti
oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Ta>’ Marbu>t`ah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh:
hadi@qat al-hayawa>na>t atau hadi@qatul = حديقةَاحليواانَتhayawa>na>t
al-madrasat al-ibtida>’iyyah atau al-madrasatul = املدرسةَاالبتدائيَة Ibtida>’iyyah
Hamzah = محزَة
5. Syaddah (Tasydi@d)
Syaddah/ tasydi@d ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh:
مَ لَ عَ = ‘allama َي ك ر ر = yukarriru م َر َ كَ = kurrima َدَ مَ ال = al-maddu
-
viii
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/ hubung
Contoh:
ةَ لَ الصَ = as`-s`alatu b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh:
ثَ al-falaqu = الَ فَ لَ قَ al-ba>his^u = الَ بَ احَ
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kata, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti alif, contoh:
تَ لَ كَ أَ = akaltu َوَ أ َ ت = u>tiya b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:
نَ وَ لَ كَ ت َ = ta’kuluna َءَ يَ ش = syai’un
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh:
آنَ رَ قَ الَ = al-Qur’a>n ة َر َوَ نـَ مَ الَ َةَ نَ يَـ دَ مَ الَ = al-Madi@natul Munawwarah
يَ دَ وَ عَ سَ مَ الَ = al-Mas’u>di>
-
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
LEMBAR SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
PEDOMAN TRANLITERASI ARAB-LATIN .......................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 9
BAB II KAJIAN TEORETIK ....................................................................... 10
A. Teori Pendidikan Akhlak ..................................................................... 10
1. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 10
2. Tujuan Pendidikan ........................................................................... 12
3. Pengertian Akhlak .......................................................................... 13
4. Tujuan Pendidikan Akhlak .............................................................. 16
5. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ................................................ 16
B. Seputar Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya Syāikh Muhammad Syākir
.............................................................................................................. 17
C. Seputar Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya K.H. Bisri Mustofa .. 19
D. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 23
-
x
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 23
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian........................................................... 23
C. Sumber Data ......................................................................................... 23
D. Desain dan Langkah Penelitian ............................................................ 24
E. Teknik Analisis Data ............................................................................ 24
F. Prosedur Penelitian............................................................................... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 28
A. Pendidikan Akhlak Syaikh Muhammad Syakir dalam Kitab Waşāyā Al-
Ābā’ Lil Abnā’ ...................................................................................... 28
1. Biografi Singkat Syaikh Muhammad Syakir ................................. 28
2. Karya Syaikh Muhammad Syakir .................................................. 30
3. Kandungan Pendidikan Akhlak dalam Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’
Syaikh Muhammad Syakir ............................................................. 31
B. Pendidikan Akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab Washaya Al-Abaa’ Lil
Abnaa’ .................................................................................................. 46
1. Biografi Singkat K.H. Bisri Mustofa ............................................. 46
2. Karya-karya K. H. Bisri Mustofa ................................................... 48
3. Kandungan Pendidikan Akhlak Kitab Washaya karya K.H. Bisri
Mustofa .......................................................................................... 48
C. Analisis Perbandingan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Al-Ābā’
Lil Abnā’............................................................................................... 65
1. Persamaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Washaya Syaikh
Muhammad Syakir dengan Karya K.H. Bisri Mustofa .................. 65
2. Perbedaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Washaya Syaikh
Muhammad Syakir dengan Karya K.H. Bisri Mustofa .................. 74
D. Metode Pembelajaran yang Terkandung dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil
Abnā’ karya Syaikh Muhammad Syakir dan K.H. Bisri Mustofa........ 88
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
-
xi
LEMBAR UJI REFRENSI............................................................................ 107
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak yang merupakan berasal dari bahasa Arab memiliki arti sebuah
perangai atau tingkah laku. Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku yang
dilakukan secara berulang-ulang. Dengan kata lain, sudah menjadi kebiasaan
karena tidak dilakukan sewaktu-waktu.1 Begitu juga dengan Ahmad Mustofa
mengutip perkataan K.H. Farid Ma’ruf mengenai akhlak, yang menurutnya adalah
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”2
Peranan pendidikan akhlak memanglah sangat penting. Yang mana
pendidikan merupakan upaya dalam membentuk dan memberikan nilai-nilai
kesopanan (ta’dib) kepada peserta didik. Pendidik tidak hanya mengedepankan
aspek kognitif maupun psikomotorik melainkan juga diimbangi dengan penekanan
dalam pembentukan tingkah laku (afektif).3 Sebagaimana dijelaskan oleh M.
Athiyah al-Abrasy, bahwa tujuan utama dalam pendidikan Islam itu ialah
pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan ornag-orang
yang bermoral, bukan hanya sekedar memenuhi otak para murid dengan ilmu
pengetahuan, tetapi tujuannya ialah mendidik akhlak dengan memperhatikan segi-
segi kesehatan, pendidikan fisik, dan mental, perasaan dan praktek serta
mempersiapkan anak-anak menjadi anggota masyarakat.4
1 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
Cet. ke-1, h. 127. 2 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, h. 14. 3 Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Jogjakarta: ArRuzz, 2011), h. 275. 4 M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A Gani dan
DjoharBahri L. I. S, (Jakarta: BulanBintang, 1970), h. 15.
-
2
Kasus murid yang berani melawan gurunya tidak sedikit kita dengar pada
pendidikan sekarang ini. Bahkan yang terbaru adalah sebagaimana di lansir oleh
Tribunjateng.com yang memberitakan video viral seorang murid melawan gurunya
di dalam kelas karena tidak terima ponselnya di sita oleh sang guru, lokasi
kejadiannya adalah di salah satu sekolah SMK di Yogyakarta atau Jogja.5
Kasus-kasus lainnya yang lumrah di jumpai pada pelajar sekolah, seperti
halnya tawuran. Motif terjadinya tawuran juga bervarian, ada yang karena dendam,
ada juga yang karena bermula dari saling ejek. Seperti halnya kasus yang terjadi
pada 27 Februari 2017 sebagaimana dilansir oleh liputan6, polisi mengatakan
bahwa motif tawuran yang sampai menewaskan pelajar di Pasar Rebo Jakarta
Timur adalah karena saling ejek.6
Selain itu ada juga motif tawuran antar pelajar terebab hanya ingin
menunjukkan kehebatan kelompoknya. Mengutip dari Kompas.com pada 5 Juli
2018 terjadi tawuran di depan Season City hanya karena ingin menunjukkan
kehebatan kelompoknya,7 dan masih banyak lagi motif-motif lainnya. Pergaulan
zaman sekarang ini sangat mudah memicu dalam pergaulan yang negatif.
Banyakanya perkumpulan yang tidak jelas antar kelompok anak muda kerap kali
menyeretnya dalam kasus pesta minuman keras, pertikaian, perjudian, sampai
terjerumus pada pergaulan bebas yang sangat menyimpang dalam ajaran agama
maupun dalam norma-norma yang berlaku. Karenanya kekuatan spiritual dan
akhlak yang baik amat sangat berperan penting dalam menghadapi pergaulan di
zaman sekarang ini.
Apalagi melihat perkembangan teknologi yang membuat umat manusia bisa
berintraksi dan menelusuri apapun yang dekat maupun jauh lewat jaringan internet
5 Tribunjateng, Viral Video Siswa SMK di Yogyakarta Mengasari Guru Dalam Kelas,
Teman-temannya Bertepuk Tangan, 2019, (http://jateng.tribunnews.com). Diakses tanggal 22
Februari 2019. 6 Muhammad Radityo Priyasmoro, Liputan6, Polisi: Motif Tawuran Maut Pelajar Pasar
Rebo Saling Ejek, 2017, (https://www.liputan6.com). Diakses tanggal 23 Februari 2019. 7 Rindi Nuris Velarosdela, Kompas, Motif Tawuran di Depan Season City Hanya Ingin
Menunjukkan Kehebatan Kelompok, 2018, (https://megapolitan.kompas.com). Diakses tanggal 23
Februari 2019.
-
3
yang seakan tanpa batas. Pengaruh dari para selebritis di tayangan televisi maupun
internet seperti media sosial (youtube, instagram dan sebagainya), juga
mempengaruhi perkembangan pendidikan akhlak anak-anak. Konten yang tersedia
seakan tidak mengenal batas usia, karenanya, hal tersebut mempengaruhi psikologis
anak-anak yang kerap kali ingin mengikuti sebuah gaya yang dinilai mereka tidak
ketinggalan zaman.
Kasus-kasus tersebut bisa dikatakan muncul berkat pengaruh kebebasan
seorang anak dikehidupannya, karena keterbatasan pengawas lembaga pendidikan
formal kepada anak didiknya. Berbeda dengan pendidikan pesantren. Di pesantren,
pengawasan yang dilakukan oleh para pendidik hampir dapat dikatakan full selama
anak didik atau yang biasa disebut dengan santri masih menggali ilmu disebuah
pondok pesantren. Pelanggaran-pelanggaran kecil maupun besar terus-menerus
dalam pengawasan pendidik pesantren untuk membina para santrinya menjadi
pribadi yang baik. Bentuk kasus-kasus nakal dalam lingkup pesantren, di antaranya
seperti tidak melaksanakan salat secara berjama’ah, keluar pondok tanpa izin, pura-
pura sakit, serta kasus yang paling dominan, yaitu ghasab sendal, yakni memakai
sendal santri lainnya tanpa seizinnya.
Sejatinya akhlak mulia merupakan mutiara hidup yang dapat membedakan
manusia dengan makhluk lainnya, sebab seandainya manusia tanpa akhlak mulia,
maka akan hilang derajat kemanusiaannya dan turunlah ke derajat binatang.
Bahkan tanpa akhlak mulia manusia akan lebih hina, lebih jahat, dan lebih buas
dari hewan liar. Oleh karena itu, jika suatu negara yang masing-masing manusia di
dalamnya tidak berakhlak, maka kehidupan bangsa dan masyarakat tersebut akan
menjadi kacau dan tidak teratur.8
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, mengatakan bahwa anak-anak adalah
generasi penentu masa depan, sebagaimana ia juga akan menjadi pemimpin di masa
8 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2009), Cet. ke-1. h. 17.
-
4
yang akan datang.9 Bicara mengenai pelajaran agama. Agama bukanlah mata-
pelajaran yang dipelajari untuk menumbuhkan pengetahuan atau ketangkasan,
tetapi agama adalah ruh dan pengaruh. Keberhasilan seorang guru tidak ditandai
dengan banyaknya hafalan Qur’an maupun hadis-hadis pada muridnya. Tetapi
diukur dengan apa yang tercetak dalam hati murid-muridnya yang berklakuan baik,
berakhlak mulia, berbudi luhur, menunaikan kewajiban terhadap Tuhan, orang tua,
keluarga dan masyarakat.10
Lalu bagaimana pendidikan dalam Islam berperan penting dalam lembaga
pendidikan di Indonesia ini, baik lingkungan sekolah umum, maupun lingkungan
pesantren? Sejalan dengan pendidikan dalam Islam, pendidikan yang ada di
Indonesia turut menekankan kepada pendidikan karakter/akhlak pada anak didik.
Hal ini bisa di lihat pada undang-undang negara Republik Indonesia tentang tujuan
pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 yang bunyinya:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanrtabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.11
Bicara pembangunan pendidikan, tentulah diperlukan sistem yang berjalan
dengan baik pula. Keterlibatan para murid dengan keaktifan guru haruslah
bersinergi, karena hal tersebut yang akan membuat pengalaman yang berharga
dalam pembelajarannya yang dapat meningkatkan pemahamannya. Keterlibatan
para murid dengan guru diperlukan oleh faktor-faktor yang mendukung dalam
pembalajaran, seperti pengajar, bahan ajar, lingkungan, serta sarana dan prasaranan.
9 M. Athiyah Al-Abrasy, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian
Ilahi Press, 1996), h. 82. 10 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1992), h. 18. 11 Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan
peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar,
(Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 4.
-
5
Dari sini dapat penulis katakan kalau dalam pendidikan akhlak, seorang
guru tidak cukup untuk menjadi sosok yang menyampaikan materi ajar kepada anak
didik yang seolah pendidikan akhlak hanya menekankan aspek kognitif saja, akan
tetapi lebih jauh dari pada itu, seorang guru haruslah menjadi sosok seorang
pendidik yang mampu membimbing, mengawasi bahkan menyontohkan, karena
sadar atau tidak banyak anak didik yang belajar dari figure guru dan orang lain yang
di anggapnya patut untuk ditiru.
Demi berjalannya pendidikan, dalam sebuah pengajaran dibutuhkan hal lain
yang tidak bisa dipisahkan yakni bahan ajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis. Bahan ajar yang
akan diberikan kepada peserta didik perlu disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik.12 Bahan ajar dapat disajikan dalam berbagai bentuk
sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Al-Qur’an dan Hadis nabi adalah sumber rujukan utama para pendidik
untuk menanamkan akhlak yang baik kepada anak didik. Karenanya para ulama
telah merumuskan bahan ajar yang biasa disebut dengan kitab kuning yang isi
kajiannya mencakup teori yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis. Salah satu
pendidikan akhlak yang sudah sepatutnya dibekali untuk generasi muda yang
disertai bimbingan adalah dengan melalui kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’13 karya
Syāikh Muhammad Syākir yang ditulis pada tahun 1326 H atau 1905M. Kitab
Waşāyā berisikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang memang dibekali untuk
genarasi muda dengan model penyampaian yang khas, yaitu peran guru yang juga
berperan sebagai orang tua turut menasihati dan memberikan pengawasa kepada
anaknya. Peran dalam gambaran kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir,
sangat relevan dengan teori yang Akmal Hawi katakan dalam bukunya, kalau
seorang pengajar atau guru itu adalah spiritual father atau bapak rohani bagi
12 Nanang Hanafi, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Refika Aditama, 2009),
h. 31. 13 Selanjutnya di sebut Waşāyā.
-
6
seorang anak didik dalam memberikan santapan jiwa dengan ilmu pendidikan
akhlak. Untuk itu, setiap guru harus memiliki kepribadian yang baik.14
Isi kandungan kitab ini mencakup persoalan-persoalan mendasar yang
umum dihadapi para penuntut ilmu. Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan pokok
para penuntut ilmu, kitab Waşāyā disusun oleh Syāikh Muhammad Syākir yang
bersifat mendasar dan praktis bagi anak dalam usia fase tamyiz, sebagaimana
Mohammad Fauzil Adim memaparkan, masa tamyiz merupakan masa berakhirnya
daya khayal dan mulai munculnya berpikir konkrit, dan pada fase selanjutnya
adalah masa amrad (remaja), yaitu pada usia 10-15 tahun anak memerlukan
pengembangan-pengembangan potensinya untuk mencapai kedewasaan dan
bertanggung jawab secara penuh.15
Kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir begitu populer di gunakan
pada kalangan pesantren, maupun pengajian-pengajian majlis ta’lim di masyarakat.
Selain kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir, ulama Nusantara yang
terkenal begitu kharismatik, seorang kiai yang begitu banyak karya-karyanya yaitu
K.H. Bisri Mustofa, mengarang kitab yang berjudul Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’,
walau tidak sepopuler karya Syaikh Muhammad Syakir. Hal ini menarik untuk
dijadikan perbandingan antara kitab yang lahir pada abad 20 dengan kitab yang
lahir pada abad 21.
Pendiri pondok pesantren Raudlatut Thalibin Rembang Jawa tengah ini,
dilahirkan di kampung Sawahan, Gang Palen, Rembang Jawa Tengah pada tahun
1915. Semula, oleh kedua orang tuanya, H. Zaenal Mustofa dan Chotijah, ia diberi
nama Mashadi, ketiga saudaranya yang lain adalah, Salamah (Aminah), Misbach,
14 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), h. 14-15. 15 Mohammad Fauzil Adim, Mendidik Anak Menuju Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998), h. 16
-
7
dan Ma’shum. Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1923, Ia mengganti
nama dengan Bisri. Selanjutnya ia dikenal dengan nama Bisri Mustofa.16
Merujuk pada kitab-kitab klasik mengenai pendidikan akhlak, mempunyai
banyak corak yang bervarian, sebagai bentuk upaya penanaman akhlak pada peserta
didik dengan metode yang beragam. Karena bagi ulama-ulama terdahulu maupun
sekarang, kajian mengenai pendidkan akhlak sangatlah penting. Hidup dizaman
apapun, peran akhlak sangatlah besar untuk menjadikan hidup seseorang terhindar
dari hal-hal menyimpang yang tidak di benarkan dalam agama maupun norma-
norma yang berlaku di masyarakat.
Merujuk pada kitab kuning merupakan salah satu upaya dalam penanaman
akhlak peserta didik, hal ini yang terus menerus di lakukan lembaga pesantren
sebagai bahan ajar kepada santri-santrinya. Karenanya, hal tersebut menjadi aspek
kajian yang akan di teliti pada penelitian ini, mengenai “Konsep Pendidikan
Akhlak Menurut Syāikh Muhammad Syākir Dibandingkan Dengan Konsep
K.H. Bisri Mustofa Dalam Kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’“
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalahnya adalah:
1. Kurangnya nilai pendidikan akhlak pada zaman sekarang (era modernisasi)
2. Gagalnya pendidikan dalam lembaga pendidikan karena minimnya
pendidikan akhlak yang ditanamkan guru
3. Kurangnya kesadaran praktisi pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai
akhlak di sekolah
4. Lembaga pendidikan hanya sebagai tempat transfer of knowledge
5. Keterbatasan pengawasan anak didik dalam lembaga pendidikan
6. Kurangnya pengetahuan para pembaca kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ karya
K.H. Bisri Mustofa
16 Mata Air Syndicate, Para Pejuang dari Rembang, (Rembang: Mata Air Press, 2006), h.
4.
-
8
7. Belum banyak masyarakat mengetahui mengenai studi komparasi antara
pemikiran Syaikh Muhammad Saykir dengan K.H. Bisri Mustofa dalam kitab
waşāyā.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan, peneliti membatasi
masalah guna mempermudah penelitian. Yang di batasi oleh peneliti hanya pada
analisis perbandingan konsep pendidikan akhlak menurut Syāikh Muhammad
Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam
kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.
D. Rumusan Masalah
Berawal dari latar belakang masalah di atas maka penulis dapat
mengemukakan masalah sebagai berikut: Bagaimana analisis konsep pendidikan
akhlak menurut Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep
pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis dalam penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan analisis konsep pendidikan akhlak menurut
Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak K.H.
Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’.
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1. Menambah pengetahuan mengenai konsep pendidikan akhlak yang
terkandung pada kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya
K.H. Bisri Mustofa.
2. Menambah pengetahuan mengenai analisis perbandingan konsep
pendidikan akhlak menurut Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan
dengan konsep pendidikan akhlak K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā.
3. Dapat dijadikan landasan dalam menerapkan konsep pendidikan akhlak di
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada kitab Waşāyā karya Syāikh
Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.
-
9
4. Menjadi peluang rujukan bagi para praktisi pendidikan dalam penanaman
pendidikan akhlak yang terkandung pada kitab Waşāyā karya Syāikh
Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.
-
10
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Teori Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-
Tarbiyah, al-Ta’dib dan al-Ta’lim. Tetapi yang lebih populer digunakan dalam
peletak pendidikan Islam adalah al-Tarbiyah.1 Kata al-Tarbiyah berasal dari
kata rabb. Makna dasarnya adalah tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.2
Adapun kata al-Ta’lim, menurut para ahli kata ini lebih universal di
banding al-Tarbiyah mauun al-Ta’dib. Sepertihalnya Rasyid Ridha yang
mengartikan al-ta’lim yakni proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.3 Kata al-Ta’dib
berarti dalam kazanah bahasa Arab mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan,
kebijaksanaan, pengajaran, dan pengasuhan yang baik, sehingga kata al-
Tarbiyah dan al-Ta’lim sudah tercakup dalam kata al-Ta’dib.4
Menurut Tatatang S., pendidikan itu adalah mengajarkan segala hal yang
bermanfaat bagi seluruh kehidupan manusia, yakni terhadap aktivitas jasmani,
dan pikiran, yang berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, juga
visi misi lembaga pendidikan, yang dapa berjalan secara formal maupun
informal.5
1 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidian Islam Pendekatan Historis, Teoritis
dan Praktis, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), Cet. ke-2, h. 25-26. 2 Ibid., h. 26. 3 Ibid., h. 27. 4 Ibid., h. 31. 5 Tatang S., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), Cet. ke-1, h. 17.
-
11
Adapun menurut Rulam Ahmadi, mendefinisikan pendidkan sebagai
suatu proses interaksi manusia dengan lingkungannya yang berlangsung secara
sadar dan terencana dalam rangka mengembangkan segala potensinya, bai
jasmani maupun ruhani yang menimbulkan perubahan positif dan kemajuan,
baik kognitif, afektif dan psikomotorik yang berlangsung secara terus menerus
guna mencapai tujuan hdupnya.6
Pendidikan secara teoritis menurut Arifin mengandung pengertian
“memberi makan" kepada jiwa anakk didik sehingga mendapatkan kepuasan
rohaniah, juga sering diartikan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia.7
Pendidikan itu di artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniyah)
yang menghasilkan mansuia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas
kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka
pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan
rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan
yang berfungsi memberian vitain bagi pertumbuhan manusia.8
Moh. Roqib menjelaskan, kalau “secara terminologis, pendidikan
merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua
kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai ikhtiar
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan
kebudayaan yang ada dalam masyarakat.”9 Secara garis besarnya “Pendidikan
merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan kehiudpan secara lebih efektif dan efisien.”10
6 Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), Cet. ke-2, h. 38. 7 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. ke-4, h. 22 8 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 2, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, 12. 9 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2009), Cet.
ke-1, h. 15. 10 Zainal Abidin EP dan Neneng Habiba (ed), Pendidikan Agama Ilam dalam Perspektif
Multikul-turalisme, (Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta, 2009), Cet. ke-1, h. 33.
-
12
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu
kegiatan atau usaha. Sesuatu tujuan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai.
Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai
untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan
akhir.11
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan.12 Dan tujuan juga
merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan
selesai. Maka, pendidikan karena merupakan suatu usaha kegiatan yang
berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan
bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan
statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.13
Dalam undang-undang Negara Republik Indonesia tentang tujuan
pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pasal 3 yang bunyinya:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanrtabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.14
Redja Mudyaharjo mengemukakan, bahwa tujuan pendidikan
merupakan perpaduan tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat pengembangan
kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujuan-tujuan sosial
11 Syarif Hidayatullah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama, 1998), h. 60. 12 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS, (Bandung:
Cv. Pustaka Setia, 2005), h. 19. 13 Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 29. 14 Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan
peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan serta Wwajib Belajar,
(Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 4.
-
13
yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat memainkan perannya sebagai
warga dalam berbagai lingkungan persekutuan hidup dan kelompok sosial.15
Tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi. Dilihat dari segi
gradasinya, ada tujuan akhir dan tujuan sementara. Dilihat dari sifatnya, ada
tujuan umum dan tujuan khusus. Dilihat dari segi penyelenggaraannya terdapat
tujuan pendidikan formal, tujuan pendidikan informal, dan tujuan pendidikan
nonformal. Dalam pendidikan formal terdapat tujuan pendidikan nasional,
tujuan institusional, tujuan kurikuler (bidang studi), dan tujuan instruksional.
Dilihat dari outputnya, ada tujuan individual dan tujuan sosial. Dalam bidang
studi (kurikulum), tujuan pendidikan terbagi pada tujuan keagamaan, tujuan
intelektual, tujuan kultural, tujuan material, dan tujuan psikis.16
3. Pengertian Akhlak
Kata “Akhlak" berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlaq.
Menurut bahasa akhlak adalah perangai, budi pekerti dan tabiat. kata tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti
“kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta”
dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”,17
Sedangkan Abuddin Nata merujuk kepada pengertian akhlak oleh imam
Ibn Miskawaih, akhlak adalah “perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan
tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam
jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan
dan pemikiran.”18 Khozin dalam mengartikan pengertian akhlak, mengatakan
yaitu sifat yang tertatanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam perbuatan
lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa perlu pemikiran lagi, dan sudah
15 Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Cet.
ke-7, h. 12. 16 Tatang S, op. cit., h. 65. 17 A. Mustofa, Akhlak/Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Cet. ke-1, h. 11. 18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 5.
-
14
jadi kebiasaan. Serta dalam kesadarannya, manusia melihat atau merasakan diri
sendiri sebagai berhadapan dengan perkara baik atau buruk.19
Secara terminologi Al Jahizh mengatakan bahwa akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatanmya, tanpa
pertimbangan lama ataupun keinginan. Dalam beberapa kasus, akhlak ini sangat
meresap hingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang. Namun
dalam kasus yang lain, akhlak ini merupakan perpaduan dari hasil proses latihan
dan kemauan keras seseorang.20
Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan perilaku
manusia dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan moral. Akhlak
merupakan seperangkat nilai keagamaan yang berus direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari dan merupakan keharusan, siap pakai, dan bersumber dari
wahyu ilahi.21 Akhlak memiliki cakupan makna yang lebih luas dari etika dan
moral. Karena bersumber dari ajaran wahyu dan sabda Nabi Saw. dan bersifat
universal. Sedangkan etika dan moral lahir dari pemikiran manusia, oleh
karenanya bersifat statis, temporal dan dinamis.22 Menurut Quraish Shihab,
akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, akhlak lebih
luas lagi, serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat
lahiriah.23
Rosihon Anwar menjelaskan ada 3 persamaan antara akhlak, etika dan
moral. Yang pertama, mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan,
tingkah laku, sifat dan perangai yang baik. Kedua, merupakan prinsip hidup
manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya. Ketiga adalah
akhlak, etika dan moral ini merupakan potensi yang dimiliki setiap orang.24
19 Khozin Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
Cet. ke-1, h. 128-129. 20 Mahmud al-Mishri Abu Ammar, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, terj., (Jakarta:
Pena Pundi Aksara, 2011), Cet. ke-2, h. 6. 21 Rois Mahfud, Al-Islam, Pendidikan Agama Islam, (t.tm.: Erlangga, 2011), h. 96-97. 22 Ibid. 23 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), Cet. ke-1, h. 347. 24 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Edisi Revisi, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 19.
-
15
Akhlak memiliki beberapa arti antaranya budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabi’at. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik,
bijaksanan daa manusiawi. Jika budi pekerti dihubungkan dengan perangai, kata
budi pekerti itu mengandung arti yang lebih dalam karena telah mengenai sifat
dan watak yang dimiliki seseorang, sifat dan watak yang telah melekat pada diri
pribadi, telah menjadi keperibadiannya. Sedangkan jika dihubungkan dengan
akhlak, keduanya memiliki makna yang sama. Baik akhlak maupun budi pekerti,
mengandung makna yang ideal, tergantung pelaksanaannya yang bisa positif
atau negatif.25
Muhammad Alim mengkategorikan perbuatan itu disebut akhlak jika
memenuhi beberapa kriteria, yaitu; pertama, perbuatan telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang yang menjadi kepribadiannya. Kedua, dilakukan dengan
mudah tanpa pemikiran. Ketiga, dikerjakan tanpa adanya paksaan. Yang
keempat, dilakukan dengan sungguh-sungguh.26 Al Fairuzabadi mengatakan
kalau agama itu pada dasarnya dalah akhlak. Jika orang itu memiliki akhlak
mulia, maka kualitas agamanya pun mulia. Agama itu diletakkan di atas empat
landasan akhlak utama, yaitu kesabaran, memelihara diri, keberanian dan
keadilan.27
Akhlak dalam sunnah sebagaimana di jelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat,
bahwasannya dalam misi keNabian, Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya
mengenai apa agama itu? Lalu Nabi Muhammad Saw. menjawab, kalau agama
itu adalah akhlak yang baik. Karena akhlak itu yang akan membawa ia kepada
jalan keselamatan. Selain itu akhlak juga sebagai ukuran keimanan, akhlak yang
baki meningkatkan derajat, dan akhlak yang buruk menghapuskan amal.28
25 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),
ed. 1, 346-347. 26 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,
2011), Cet. ke-2, h. 151-152. 27 Rosihon Anwar, op. cit., h. 11-12. 28 Jalaluddin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Bandung: Mizan Pustaka,2007),
Cet. ke-1, h. 147-151.
-
16
Jadi, bicara pendidikan akhlak, menurut Ali Abdul Halim Mahmud
dalam kitabnya pendidikan akhlak dalam islam adalah pendidikan yang
mengakui bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik dan hal buruk,
kebenaran dan kebatilan, keadilan dan ke dzaliman, serta perdamaian dan
peperangan. Untuk menghadapi hal-hal yang serba kontra tersebut, islam telah
menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup
didunia. Dengan demikian manusia mampu mewujudkan kebaikan didunia dan
diakhirat, serta mampu berinteraksi dengan orang-orang yang baik dan jahat.29
4. Tujuan Pendidikan Akhlak
Menurut Mahmud Yunus tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk
putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan
keras, beradab, sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur
dalam segala perbuatan, suci murni hatinya.30
Menurut Barwamie Umarie tujuan pendidikan akhlak adalah supaya
dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari
yang buruk, jelek, hina, tercela, sedangkan menurut Anwar Masy’ari akhlak
bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan yang
jahat, agar manusia memegang teguh perangai-perangai yang jelek, sehingga
terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci
dengan yang lain, tidak ada curiga –mencurigai, tidak ada persengketaan antara
hamba Allah SWT.31
5. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup pendidikan akhlak tidak berbeda dengan ruang lingkup
ajaran Islam yang berkaitan dengan pola hubungannya dengan tuhan, sesama
makhluk dan juga alam semesta.32 Berikut ini adalah ruang lingkup akhlak:
29 Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah al-Khuluqiyah. Akhlak Mulia, terj. Abdul Hayyie
al-Kattani, dkk, (Gema Insani: Jakarta, 2004), h. 121 30 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung,
1990), h. 22 31 Anwar Masy’ari, Akhlak al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 23. 32 M. Sholihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Nuansa, 2005), h. 97-98
-
17
a. Akhlak kepada Allah SWT
Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh Heny Narendrany Hidayati
mengatakan bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah dalam bentuk
pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Berkenaan
dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya,
yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri
manusia.33
b. Akhlak kepada sesama manusia
Sebagaimana mengutip Heny Narendrany Hidayati, bahwasannya akhlak
terhadap sesama manusia sebenarnya semata-mata didasari akhlak yang kita
persembahkan kepada Allah. Akhlak terhadap manusia bukan hanya dalam
bentuk larangan dan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti fisik, dan
mengambil harta orang lain, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati
dengan jalan menceritakan aib seseorang, tidak peduli apakah hal itu benar
atau salah.34
c. Akhlak kepada lingkungan
Akhlak kepada bukan manusia atau lingkungan hidup antara lain : sadar
dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan
alam terutama hewani dan nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan
tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya, sayang pada sesame
makhluk.35
B. Seputar Kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir
Kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir adalah kitab pendidikan
akhlak yang sangat familiar di dunia pendidikan pesantren. Model penyampaian
dalam kitab ini adalah beliau Syaikh Muhammad Syakir seperti berperan sebagai
33 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2009), Cet. ke-1, h. 12-13. 34 Ibid. 35 Mohammad Daud Ali, op. cit., h. 357-359.
-
18
guru yang sedang menasehati muridnya dengan panggilan kasih sayang yaitu yaa
bunayya (wahai anakku).
Beliau ingin menunjukkan bahwa hubungan guru dan murid itu bagaikan
orang tua dengan anak kandungnya. Karena sejatinya orang tua tentulah ingin
melihat anaknya dalam keadaan baik rohani dan jasmaninya. Begitu juga dengan
seorang guru yang baik, yang tentulah memperhatikan perkembangan muridnya
yang selalu berharap kebaikan untuk muridnya.
Kandungan isi kitab ini berisikan wasiat-wasiat seorang guru terhadap
muridnya mengenai akhlak, di sampaikan dalam bentuk per bab, yang jumlah
keseluruhan babnya sebanyak 20 bab, yang disertai uraian konsep dari tema yang
dibicarakan.
Adapun pembahasan pada setiap bab dalam kitab ini adalah:
1. Nasihat guru kepada muridnya
2. Wasiat bertakwa kepada Allah
3. Hak-hak Allah yang maha pencipta dan RasulNya SAW
4. Hak-hak orang tua
5. Hak-hak teman
6. Etika mencari ilmu
7. Etika belajar dan berdiskusi
8. Etika olah raga dan berjalan
9. Etika dalam majelis dan pertemuan
10. Etika makan dan minum
11. Etika ibadah dan di masjid
12. Keutamaan jujur
13. Keutamaan terpercaya
14. Keutamaan menjaga diri
15. Menjaga harga diri dan kemuliaan diri
16. Menggunjing, mencela, dengki, iri hati, sombong dan menipu
17. Taubat, takut (khauf), pengharapan (raja’)
-
19
18. Keutamaan amal dan pekerjaan yang disertai tawakkal dan zuhud
19. Ikhlas dalam beramal
20. Nasihat terakhir.36
Seperti kebanyakan kitab kuning pada umumnya, pada kitab Waşāyā karya
Syāikh Muhammad Syākir, tidaklah di cantumkan biografi penulis. Bahkan tahun
terbitan maupun hak cipta tidak di temukan pada kitab Waşāyā karya Syāikh
Muhammad Syākir ini. Oleh karenanya, untuk memperoleh biografi Syaikh
Muhammad Syakir ini, penulis merujuknya kepada literatur seperti jurnal, artikel,
maupun buku bacaan, bahkan juga bantuan dari wawancara tokoh pengajar kitab
Waşāyā untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan penulis.
C. Seputar Kitab Waşāyā karya K.H. Bisri Mustofa
K.H. Bisri Mustofa adalah seorang ulama Nusantara yang banyak menulis
kitab. Karyanya yang paling populer adalah tafsir Al Ibriz. Dan kitab Waşāyā adalah
salah satu karya tulisnya yang berciri khas Nusantara. Banyak karya-karyanya yang
ditulis dalam bentuk bahasa Arab pegon, yaitu bahasa Arab melayu yang berbahasa
Jawa.
Penerjemahan kitab Waşāyā ini, penulis lakukan dengan meminta bantuan
dari salah seorang teman penulis bernama Hafidz Aji Setiawan yang telah
menyelesaikan studinya di PP. Al Falah desa Ploso, proses penerjemahan
berlangsung di salah satu warung makan yang berlokasi di Condet. Dalam kitab
Waşāyā. Terdapat 24 bab yang tertera. Berikut adalah bab-bab yang terkandung di
dalamnya:
1. Ibu
2. Ayah
3. Saudaraku
4. Syi’ir
5. Orang Fakir dan Miskin
36 Syāikh Muhammad Syākir, Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, (Jakarta: Al-‘Idrus, t.th.), h. 3-
46.
-
20
6. Kebersihan
7. Wajah
8. Rambut
9. Kuku
10. Pakaian
11. Sepatu Sendal
12. Kaus kaki dan Sapu Tangan
13. Sekolah Madrasah
14. Pergi ke Sekolah
15. Di dalam Kelas
16. Ziarah ke rumah paman
17. Adat yang tidak baik
18. Waktu libur
19. Ibunya sakit
20. Anak yang cerewet
21. Adab meminta
22. menyiksa kucing
23. Menabung
24. Bocah yang nakal
25. Cita-cita.37
D. Hasil Peneltian yang Relevan
1. Skripsi “Studi Komparasi antara Konsep Pendidikan Islam Menurut K.H.
Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan” yang di tulis oleh Ihsanuddin
206011000049. Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011.
Penelitian ini di batasi pada perbandingan pendidikan Islam menurut K.H.
Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan. Persamaan penlitian Ihsanuddin
dengan penelitian ini adalah terletak pada analisis perbandingan mengenai
pendidikan oleh tokoh Islam di Indonesia. Perbedaannya adalah, penelitian
37 K.H. Bisri Mustofa, Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, (Rembang: Menara Kudus, t.th.), h. 1-
44.
-
21
Ihsanudddin objeknya adalah analisis konsep pendidikan Islam menurut
K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, sedangkan objek penelitian
ini adalah kitab Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir,yaitu sosok ulama
mesir dengan kitab judul yang sama yang ditulis oleh ulama Nusantara K.H.
Bisri Mustofa.
2. Skripsi “Konsep Pendidikan Akhlak dan Implikasinya dalam Pendidikan
Agama Islam (Studi atas Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al Attas dan
Ibnu Miskawaih ” yang di tulis oleh Andika Saputra 08410248. Mahasiswa
jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan kalijaga Yogyakarta pada tahun 2014. Penelitian ini di batasi
pada konsep pendidikan akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas
dan Ibnu Miskawaih. Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis
adalah terletak pada aspek yang sama-sama mengkaji tentang pendidikan
akhlak, dan juga analisis perbandingan pada tokoh muslim. Sedangkan
perbedaannya pada objek kajiannya. Andika Saputra objek kajiannya adalah
ulama-ulama klasik, sedangkan objek penulis adalah ulama-ulama yang
tidak terlalu jauh abadnya, yaitu tokoh muslim dari Mesir dan dari
Nusantara yang sekitar abad ke 20 M.
3. Skripsi “Perbandingan Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih dalam
Pendidikan Agama Islam pada Anak” yang ditulis oleh Herudin
109011000109 mahasiswa urusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016.
Batasan penelitian ini adalah hanya mengkaji perbandingan pemikiran
pendidikan agama Islam menurut Al-Ghazali dan Ibnu Miskawaih dalam
latar belakang pendidikan dan pemikiran filsafat. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengkaji perbandingan bidang
pendidikan dengan tokoh muslim. Perbedaannya, penulis lebih
memfokuskan pada pendidikan akhlak, juga berbeda pada objek kajiannya,
karena penulis meneliti dengan objek kitab kuning karya Syaikh
Muhammad Syakir dan K.H. Bisri Mustofa.
-
22
4. Skripsi “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut Muhammad Syakir Al-
Iskandariyah dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’” yang ditulis Oen
Ahmad Zaki Fauzi 1112011000080 mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017. Ahmad Zaki dalam
penyusunan skripsi ini sebagai penelitian lanjutan para peneliti sebelumnya
yang telah ditemukan olehnya. Konsep pendidikan akhlak yang diuraikan
Ahmad Zaki menjadi acuan penulis dalam penulisan skripsi komparasi
antara Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir dengan Waşāyā K.H. Bisri
Mustofa. Persamaannya dalam penelitian Ahmad Zaki dengan penulis
adalah sama-sama membahas pendidikan akhlak dengan merujuk kepada
salah satu kitab yang terkenal yaitu Waşāyā karya Syaikh Muhammad
Syakir. Perbedaannya adalah tidak ada studi komparasi mengenai kitab
Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir ini.
5. Jurnal “Kajian Akhlak dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Karya
Syaikh Muhammad Syakir”, LIKHITAPRAJNA Jurnal Ilmiah, Volume 19,
Nomor 2, September 2017 p-ISSN: 1410-8771, e-ISSN: 2580-4812, yang
ditulis oleh Zaenullah, Program Studi PPKn, FKIP Universitas
Wisnuwardhana Malang. Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya lima
aspek dalam pendidikan akhlak kitab Waşāyā, yaitu pertama, akhlak kepada
Allah SWT; kedua, akhlak kepada Rasulullah SAW; ketiga, akhlak kepada
sesama manusia; keempat, adab peserta didik; dan kelima, macam-macam
akhlak (mahmudah dan madzmumah). Dalam hal ini, penulis menjadikan
rujukan dalam penyusunan konsep pendidikan akhlak yang ditulis dalam
karya ilmiah ini sebagai acuan, sehingga relevansinya penulis menemukan
beberapa poin yang sangat dibutuhkan penulis dalam penyusunan karya
ilmiah ini yang mengacu kepada Syaikh Muhammad Syakir, hanya saja,
penelitian penulis lebih jauh karena membandingkan dengan salah satu
judul kitab yang sama yaitu Waşāyā yang ditulis oleh ulama Nusantara K.H.
Bisri Mustofa.
6. Jurnal “Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pendidikan Agama Islam”,
ditulis oleh Ade Imelda Frimayanti, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan
-
23
Islam, Volume 8 No. II 2017 P. ISSN: 2086-9118, E-ISSN: 2528-2476.
Dalam jurnalnya, AdeImelda memaprkan bahwa implementasi nilai
pendidikan dalam pendidikan agama Islam dapat membantu peserta didik
lebih jelas dalam memahami nilai-nilai pendidikan agama Islam dan
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga
segala pengaruh negatif dari perubahan zaman dapat diantisipasi peserta
didik dengan lebih baik. Relevansinya adalah penelitian ini sama-sama
ingin memaparkan pendidikan akhlak yang sesuai dengan al-Qur’an dan
Hadis. Walau objeknya sedikit berbeda, tapi dalam pembahasan pendidikan
akhlak mengandung unsur yang sama, hanya saja penelitian penulis
merujuk kepada salah satu kitab kuning yang sudah tersusun sumber
pendidikan akhlak yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadis yaitu Waşāyā
Syaikh Muhammad Syakir dengan Waşāyā K.H.Bisri Mustofa. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian penulis adalah tidak Adam studi
perbandingan dengan tokoh lainnya.
-
24
BAB III
METODOLOGI PENELTIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syāikh
Muhammad Syākir Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab
Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’” ini dilaksanakan di kampus UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terutama pada perpustakaan utamanya dan tempat lainnya yang mendukung
seperti rumah, kosan dan kafe-kafe kopi sederhana, rincian waktu pengerjaannya
sebagai berikut: bulan Maret setelah mendapatkan dosen pembimbing, penulis
sudah memulai untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber tertulis yang
diperoleh dari buku-buku yang ada diperpustakaan tarbiyah maupun perpustakaan
utama kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, internet, serta sumber lainnya yang
mendukung penelitian. Penelahan skripsi ini terus berlangsung dengan arahan
dosen pembimbing hingga selesai.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
pustaka (library research), artinya teknik pengumpulan data dengan mengadakan
studi penelaahan terhadap buku buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan yaitu
mendayagunakan sumber informasi yang terdapat diperpustakaan dan informasi
lainnya.1
C. Sumber Data
Pengambilan sumber data yang di gunakan penulis pada penelitian ini
adalah library reserch. Sumber datanya mencakup tiga hal, primer, skunder dan
penunjang.
1 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet. Ke-5, h. 27.
-
25
a. Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’
karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.
b. Sumber skunder dalam penelitian ini adalah berupa data-data tertulis baik
itu buku-buku maupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah
yang dibahas.
c. Sumber penunjang dalam penelitian ini adalah kitab-kitab yang juga populer
dikalangan pesantren, di antaranya adalah Taisirul Khalq, dan Akhlak Oil
Banin.
D. Desain dan Langkah Penelitian
Jenis metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan prilaku yang dapat diamati, serta analisis yang digunakan dalam penelitian
kualitatif deskriptif-analitis yang berarti intrepretasi terhadap isi dibuat dan disusun
secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis.2
Penelitian dengan Library Reserch, yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku buku, literatur-literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan yaitu mendayagunakan sumber informasi yang terdapat diperpustakaan
dan informasi lainnya,3 awalnya peneliti mengumpulkan berbagai refrensi sebagai
sumber data yang berkaitan dengan masalah yang akan di teliti, selanjutnya
menelaahnya dan yang terkahir adalah mengambil poin-poinnya untuk di analisis.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-materi yang lain yang telah
terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai materi-materi
2 Nurul Zuhriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2007), Cet. ke-2, h. 92. 3 M. Nazir, Op. Cit,.
-
26
tersebut dan untuk memungkinkan peneliti menyajikan apa yang sudah
ditemukannya kepada orang lain.4
Dalam mengolah data diperlukan ketelitian dan kecermatan tersendiri. Juga
dala dalam setiap pemrosesan data pasti terdapat prosedur reduksi yaitu
penyederhanaan data. Setelah itu dapat di tafsirkan dan selanjutnya di tarik
kesimpulan.5
Terhadap data kualitatif dalam hal ini dilakukan terhadap data yang berupa
informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data
lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya,
sehingga memperoleh gambaran baru ataupun menguatkan suatu gambaran yang
sudah ada atau sebaliknya.6
Adapun langka-langkahnya sebagai berikut:
1. Mencari Sumber data
2. Lalu pengumpulan data
3. Selanjtnya data ditelaah, dipelajarim, dan dibaca.
4. Dan data di satukan
5. Terakhir, interpretasi data.7
F. Prosedur Penelitian
1. Peneliti mencari kitab Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya
K.H. Bisri Mustofa.
2. Kemudian membacanya dan menemukan poin-poin terpenting dalam kitab
Waşāyā karya Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.
3. Selanjutnya, peneliti mengumpulkan sumber bacaan yang mendukung
mengenai akhlak, yang nantinya akan dikaitkan dengan kitab Waşāyā karya
Syāikh Muhammad Syākir dan karya K.H. Bisri Mustofa.
4 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2011), Cet. ke-2, h. 85. 5 Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1, (Yogyakarta: ANDI OFFSET,
2014), h. 80. 6 Joko Subagyo Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),
Cet. ke-4, h. 106. 7 Ibid.
-
27
4. Terakhir, peneliti menelaahnya. Untuk menjawab permasalahan yang
dibahas oleh peneliti, yakni mengenai konsep pendidikan akhlak menurut
Syāikh Muhammad Syākir dibandingkan dengan konsep pendidikan akhlak
menurut K.H. Bisri Mustofa dalam kitab Waşāyā.
-
96
BAB V
PENUTUP
E. Kesimpulan
Waşāyā Al Aba’ lil Abna adalah salah satu kitab akhlak yang begitu populer
dikalangan pondok pesantren maupun majlis taklim umum, hanya saja kitab
Waşāyā yang populer tersebut ditulis oleh ulama Mesir yaitu Syaikh Muhammad
Syakir. Sedangkan penulis mendapati kitab dengan judul yang sama namun ditulis
oleh pengarang yang berbeda yaitu oleh K.H. Bisri Mustofa ulama Nusantara yang
begitu terkenal karyanya yang paling fenomenal yaitu tafsir Al Ibriz.
Garis besar yang ditemukan oleh penulis dalam kajian studi koparasi dalam
membahas konsep pendidikan akhlak kitab Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir
dengan Waşāyā K.H. Bisri Mustofa ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan,
berikut hasilnya:
1. Persamaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Syaikh Muhammad
Syakir dengan karya K.H. Bisri Mustofa
a. Segi identitas kitab yang tidak terdapat kata pengantar dari penerbit,
alamat penerbit dan nomor telepon penerbit, bahkan biografi penulis
kitab juga tidak ditemukan.
b. Konsep berakhlak kepada Allah yang hanya ditemukan persamaannya
dalam aspek syukur.
c. Konsep berakhlak kepada kedua orang tua, yang keduanya selaras
untuk berbakti dan menghormati kedua orang tua dengan megajak
kepada peserta didik untuk merenungi kasih sayang orang tua dalam
berjuang merawat anak siang dan malam hinga si anak besar.
d. Konsep berakhlak kepada guru, yang menyinggung akhlak saat
berhadapan dengan guru.
-
97
e. Konsep berakhlak kepada ilmu. Kedua kitab Waşāyā tersebut didapati
persamaan dalam konsep ini yang berisikan aspek bersungguh dan
bersemangat dalam belajar dan menghiasi ilmu dengan akhlak yang
mulia.
2. Perbedaan Konsep Pendidikan Akhlak Kitab Waşāyā Syaikh Muhammad
Syakir dengan karya K.H. Bisri Mustofa
a. Ciri khas kitab. Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir penyampaian isi
materinya disampaikan dengan pola interaksi seorang guru yang sedang
memberikan nasihat kepada anak muridnya dengan panggilan kasih
sayang ya bunayya. Sedangkan Waşāyā K.H. Bisri Mustofa
penyampaian materinya adalah menggunakan kisah kehidupan seorang
anak dalam kehidupan sehari-harinya, baik menggunakan tokoh orang
pertama, maupun menggunakan tokoh orang ketiga.
b. Konsep berakhlak kepada Allah dan Rasul-Nya. Waşāyā Syaikh
Muhammad Syakir lebih luas aspeknya, karena di dalamnya juga
menyinggung aspek berakhlak kepada Rasulullah SAW. Selain itu
aspek selanjutnya terdapat aspek takwa, taubat, khauf, raja’, sabar
tawakkal dan zuhud.
c. Konsep berakhlak kepada diri sendiri. Pada konsep ini penulis
mendapati perbedaan yang cukup signifikan, pasalnya Waşāyā Syaikh
Muhammad Syakir menyinggung konsep akhlak ini lebih dalam karena
poin yang terkandungnya lebih dalam dari Waşāyā K.H. Bisri Mustofa.
Berikut adalah poin yang disingung Waşāyā Syaikh Muhammad
Syakir:
1) Adab mengambil makanan
2) Adab mejaga waktu salat
3) Adab berada didalam masjid
4) Berperilaku jujur
5) Menjaga muru’ah
6) Menghindari ghibah dan namimah
Pada Waşāyā K.H. Bisri Mustofa aspek yang dikaji yaitu:
-
98
1) Menjaga kebersihan diri
2) Disiplin
3) Mandiri
4) Menjaga kesehatan diri sendiri
5) Mengembangkan potensi diri sendiri
d. Konsep berakhlak kepada masyarakat. Perbedaannya, Waşāyā Syaikh
Muhammad Syakir menyinggung persoalan antara lain: adab berjalan
bersama teman dan adab memberi salam.sedangkan Waşāyā K.H. Bisri
Mustofa menyinggung persoalan: adab meminta, adab berbicara, dan
meniru yang baik-baik.
e. Konsep berakhlak kepada teman/saudara. Poin yang didapati penulis
dalam Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir adalah memberi tempat
duduk dan menolong teman. Sedangkan poin yang ditemukan penulis
dalam Waşāyā K.H. Bisri Mustofa mengenai konsep ini adalah hanya
tentang rukun dengan saudara.
f. Konsep berakhlak kepada negara. Bisa dikatakan Waşāyā Syaikh
Muhammad Syakir mempunyai nilai tambah tersendiri, karena pada
konsep ini tidak didapati pada kitabkitab akhlak yang memiliki corak
yang sama dengan Wasaya Syaikh Muhammad Syakir, seperti kitab
Taisirul Khlaq karya Hasan al-Mas’udi, dan Akhlaq lil Banin karya
Ahmad Baraja, bahkan dalam Waşāyā K.H. Bisri Mustofa yang
dijadikan studi koparasi oleh penulis sama halnya tidak didapati poin
ini.
g. Konsep berakhlak kepada hewan. Pada literatur yang menjadi kajian
penulis, hanya pada Waşāyā K.H. Bisri Mustofa saja yang menyingung
aspek ini, dengan mengisahkan seorang anak bernama Sakhawi yang
gemar menyiksa kucing, namun kucing yang selalu ia siksa menjadi
penyelamat dirinya dari serangan ular.
h. Urgensi membaca al-Qur’an. Tidak ditemukan secara tektualitas dalam
kitab washya K.H. Bisri Mustofa, yang menyinggung urgensi membaca
-
99
al-Qur’an, berbeda dengan kitab Waşāyā Syaikh Muhammad Syakir
yang menyinggung jelas persoalan urgensinya membaca al-Qur’an ini.
Mengenai persamaan metode pembelajaran yang terkandung dalam Waşāyā
Syaikh Muhammad Syakir dengan K.H. Bisri Mustofa adalah sama-sama terdapat
metode kisah, metode nasihat, metode dialog, metode pembiasaan diri dan metode
reward and punishment. Metode pembelajaran yang menjadi kelebihan Waşāyā
Syaikh Muhammad Syakir dari Waşāyā K.H. Bisri Mustofa adalah adanya
penggunaan metode diskusi, metode muzakarah dan metode perumpamaan.
Sedangkan untuk kelebih Waşāyā karya K.H. Bisri Mustofa atas karya Syaikh
Muhammad Saykir adalah adanya metode keteladanan.
F. Saran
Setelah selesai menulis skripsi ini, penulis menyarankan beberapa hal
terkait pembahasan skripsi yang penulis tulis, di antaranya adalah:
1. Bagi lembaga pendidikan
Menambah kesadaran kepada setiap pendidik untuk tidak menjadikan
lembaga pendidikan sebagai tempat transfer of knowladge saja, tetapi juga
memperhatikan aspek spiritual anak didik yang tidak hanya mengejar
kesuksesan duniawi saja namun juga mengejar kesuksesan akhirat.
2. Bagi Pendidik
Kiranya juga memperkenalkan kitab-kitab ulama Nusantara terutama
kitab Waşāyā yang ditulis oleh K.H. Bisri Mustofa, terutama kepada para santri
madrasah diniyah di jawa timur. Hal ini juga berlaku untuk seluruh pendidik
yang ada di Indoneisa, baik pada lembaga formal maupun non formal. Untuk
sekiranya dalam mendidik tidak terlepas dari apa-apa yang telah di ajarkan oleh
nabi Muhammad SAW yang hal tersebut sudah para ulama jalankan serta
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
-
100
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian yang penulis tulis mengenai studi perbandingan kitab
Waşāyā karya Syaikh Muhammad Syakir dengan K.H. Bisri Mustofa tentulah
belum bisa dikatakan selesai dengan sempurna, karena saat mengerjakan karya
ilmiah ini tidak menutup kemungkinan adanya kekliruan tersebab kurangnya
pengetahuan penulis dalam menganalisis serta keterbatasan waktu sehingga
memungkinkan timbulnya kekeliruan dalam karya ilmiah ini. Oleh sebab itu
penulis berharap agar ada peneliti selanjutnya yang dapat mempertajam analisis
bahkan memperbaiki metode penelitian ini sehingga menghasilkan sebuah karya
ilmiah yang lebih komprehensif.
-
101
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Akar dan Awal. Jakarta: PT.
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Adim, Mohammad Fauzil. Mendidik Anak Menuju Taklif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.
Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan Asas dan Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media. Cet. ke-2, 2016.
Al-Abrasy, M. Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian
Ilahi Press, 1996.
-------. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A Gani dan
DjoharBahri L. I. S. Jakarta: BulanBintang, 1970.
Al-Fauzan, Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih. Fiqih Sosial: Tuntunan dan Etika
Hidup Bermasyarakat. Jakarta: Tim Qisthi Press, 2007.
Al-Ghazali, Imam. Bahaya Lisan dan Cara Mengatasinya, terj. A. Hufaf Ibriy.
Surabaya: Tiga Dua. 1995.
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada,
ed. 1. 2008.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset. Cet. ke-2, 2011.
Al-lith, Muhammad bin Sulaiman. An-Nasihatu al-Mufidatu li Tahrimi al-Ghibati
wa an-Namimati, Terj. Al- Ustadz Fuad Qawwam. Malang: Pustaka Qaba-
il, 2007.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. Filsafat Pendidian Islam Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis. Ciputat: Ciputat Press. Cet. ke-2, 2005.
Ammar, Mahmud al-Mishri Abu. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, terj.
Jakarta: Pena Pundi Aksara. Cet. ke-2, 2011.
An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.
Jakarta: Gema Insani, 1995.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf, Edisi Revisi. Bandung: Pustaka Setia, 2016.
-
102
Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. ke-4, 2009.
Bakhtiar, Nurhasanah. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013.
Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia. Bandung; Mizan, 1995.
Daud, Mohammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawalin Press, 2008.
Dewantara, Ki Hajar. Bagian Pertama Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, t.th.
Drajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Dzalieq, Ahmad Bisri. “K.H. Bisri Mustofa dan perjuangannya”, Skripsi. UIN
Sunan Kalijaga: 2008.
Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, Cet. ke-2, 2011.
EP, Zainal Abidin dan Neneng Habiba (ed). Pendidikan Agama Ilam dalam
Perspektif Multikul-turalisme. Jakarta: Balai Litbang Agama Jakarta. Cet.
ke-1, 2009.
Fauzi, Ahmad Zaki. “Konsep Pendidikan Akhlak Anak Menurut Muhammad
Syakir Al-Iskandariyah dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’”. Skripsi
S1 Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
Glasse, Cyrril. Penerjemah Gufron A. Mas’adi. Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Cet. ke-2, 1999.
Hadi, Zaenuri Siroj Nur. Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’, Kajian Tentang: AKhlaq, Terj.
dari Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’ oleh Syāikh Muhammad Syākir. Tangerang:
PT. Sandiarta Sukses, 2009.
Hanafi, Nanang. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama,
2009.
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers,
2013.
Hidayati, Heny Narendrany. Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa. Jakarta:
UIN Jakarta Press. Cet. ke-1, 2009.
-
103
Hidayatullah, Syarif. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Proyek
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1998.
Huda, Achmad Zainal. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah K.H. Bisri
Mustofa. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara, 2005.
Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Askara,
2012.
Indrakusuma, Amier Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional, 1973.
Ismail, Abdul Mujib dan Maria Ulfah Nawawi. Pedoman Ilmu Tajwid. Surabaya:
Karya Abditama, 1995
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga. Bogor, Pustaka
At-Taqwa, 2007.
Khozin. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Cet. ke-1, 2013.
Kurniawan, Syamsul dan Erwin Mahrus. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam.
Jogjakarta: ArRuzz, 2011.
Mahfud, Rois. Al-Islam, Pendidikan Agama Islam. t.tm.: Erlangga, 2011.
Mahmud, Ali Abdul Halim. Tarbiyah al-Khuluqiyah. Akhlak Mulia, terj. Abdul
Hayyie al-Kattani, dkk. Gema Insani: Jakarta, 2004.
Mashuri, A. Aziz. 99 Kiai Pondok Pesantren Nusantara Riwayat, Perjuangan dan
Do’a Jilid II. Yogyakarta: Kutub. Cet. ke-1, 2006.
Masy’ari, Anwar. Akhlak al-Qur’an. Jakarta: Kalam Mulia, 1990.
Maunah, Binti. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: Teras, 2009.
Mudyaharjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet.
ke-7, 2012.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 1997.
Mustofa, K.H. Bisri. Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’. Rembang: Menara Kudus, t.th..
Najati, Muhammad Usman. Psikologi Dalam Al-Quran, Terj. M. Zaka Al-Farisi.
Bandung : Pustaka Setia, 2005.
-
104
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Cet. Ke-5, 2003.
News, Tribun. Ibu 73 Tahun Dibuang Anaknya di Pinggir Jalan Bikin Trenyuh;
Saya Tak Dendam, Pasrah Saja Sama Allah, 2019,
(https://www.tribunnews.com). Di akses tanggal 1 Juli 2019.
Nursi, Syaikh Muhammad Said. Seni Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2006.
Online, NU. Kiai Said: Cinta Tanah Air Penjaga Bangsa dari Perpecahan, 2016,
(https://www.nu.or.id). Diakses tanggal 2 Agustus 2019.
Priyasmoro, Muhammad Radityo. Liputan6. Polisi: Motif Tawuran Maut Pelajar
Pasar Rebo Saling Ejek, 2017. (https://www.liputan6.com). Diakses tanggal
23 Februari 2019.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Toretis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006.
Qardhawi, Yusuf. Keutamaan Ilmu Dalam Islam. Jakarta: Griya Grafis, 1993.
Rakhmat, Jalaluddin. Dahulukan Akhlak di atas Fiqih. Bandung: Mizan Pustaka.
Cet. ke-1, 2007.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: kalam Mulia, 2004..
Rasyid, Komari. Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Citra Pustaka, 2010.
Roqib, Moh. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang. Cet.
ke-1, 2009.
S., Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 2012.
Sani, Ridwan Abdullah. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet. ke-
2. 2014.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati. Cet. ke-2, 2002.
-------. Wawasan al-Quran. Bandung: Mizan. Cet. ke-1, 2007.
-------. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan, 1996.
Sholihin, M. dan M. Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuansa, 2005.
-
105
Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Cet. ke-4, 2004.
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo. Cet. ke-11, 2010.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. Konsep Pendidikan Al-Ghazali, terj. Ahmad Hakim dan
Imam Azis. Jakarta: P3M, 1990), h. 41-42.
Suwartono. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Edisi 1. Yogyakarta: ANDI
OFFSET, 2014.
Syākir, Syāikh Muhammad. Waşāyā Al-Ābā’ Lil Abnā’. Jakarta: Al-‘Idrus, t.th..
Syndicate, Mata Air. Para Pejuang Dari Rembang. Rembang: Mata Air Press,
2006.
Tribunjateng. Viral Video Siswa SMK di Yogyakarta Mengasari Guru Dalam
Kelas, Teman-temannya Bertepuk Tangan, 2019,
(http://jateng.tribunnews.com). Diakses tanggal 22 Februari 2019.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) Untuk IAIN, STAIN, DAN PTAIS.
Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2005.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam 2. Bandung: Pustaka Setia. Cet. ke-1, 1997.
Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan
peraturan Pemerintahan RI tahun 2010 tentang penyelenggaraan Pendidikan
serta Wajib Belajar. Bandung: Citra Umbara, 2010.
Velarosdela, Rindi Nuris. Kompas. Motif Tawuran di Depan Season City Hanya
Ingin Menunjukkan Kehebatan Kelompok, 2018.
(https://megapolitan.kompas.com). Diakses tanggal 23 Februari 2019.
Yunus, Mahmud. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1992.
-------. Pokok-pokok Pendiidkan dan Pengajaran. Jakarta: Hida Karya Agung,
1990.
Zaenullah. Kajian Akhlak Dalam Kitab Waşāyā Al-Abaa’ Lil Abnaa’ Karya Syaikh
Muhammad Syakir, Likhitaprajna Jurnal Ilmiah, Volume 19, Nomor 2,
September 2017, p-ISSN: 1410-8771, e-ISSN: 2580-4812.
-
106
Zuhriah, Nurul. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta:
PT. Bumi Aksara. Cet. ke-2, 2007.
-
107
-
108
-
109
-
110
-
111
-
112
-
113
-
114
-
115
-
116
-
117
-
Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Muhammad Syakir
Dibandingkan dengan Konsep K.H. Bisri Mustofa dalam Kitab
Washaya aL-Āba' lil Abna'
ORIGINALITY REPORT
20% 19% 3% SIMILARITY INDEX INTERNET SOURCES PUBLICATIONS
11% STUDENT PAPERS
PRIMARY SOURCES
repository.uinjkt.ac.id 1
Internet Source 4% likhitapradnya.wisnuwardhana.ac.id
2 Internet Source 1% etheses.uin-malang.ac.id
3 Internet Source 1% repository.radenintan.ac.id
4 Internet Source 1% digilib.uinsby.ac.id
5 Internet Source 1% Submitted to Sultan Agung Islamic University 6 Student Paper 1%
-
jokosungsang.blogspot.com 7
Internet Source 1% www.repository.uinjkt.ac.id
8 Internet Source 1%
eprints.stainkudus.ac.id
9 Internet Source 1% bagawanabiyasa.wordpress.com
10 Internet Source
-
surgaillahu.blogspot.com 16
Internet Source
-
makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.com 22
Internet Source
-
lathifatuss.blogspot.com 31
Internet Source
-
www.nu.or.id 40
Internet Source
-
alimudasimanjuntak.blogspot.com 49
Internet Source
-
PROFIL PENELITI
Pria berkacamata bernama lengkap Al
Faqih atau lebih sering dipanggil Faqih.
Merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan tahun 2015. Dirinya lahir di
jakarta, pada 25 November 1998, bisa
dikatakan peneliti adalah mahasiswa termuda di
angkatannya. Riwayat pendidikan peneliti
adalah TK dan MI di sekolah Al bahri, pada saat
MTs di PP. Tapak Sunan, dan saat tahun ajaran Aliyah, peneliti melanjutkan
studinya di Ma’had Huraidhah Bogor yang pada saat ingin melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti
mengambil ijazah paket C di SMK Al Amiria, Kp. Rambuta