Konsep Negara Maritim Dan Ketahanan Nasional.

download Konsep Negara Maritim Dan Ketahanan Nasional.

of 22

description

hghg

Transcript of Konsep Negara Maritim Dan Ketahanan Nasional.

KATA PENGANTARPuji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul Ocean Energy Solusi Krisis Energy. Salawat dan salam tidak lupa penulis kirimkan kepada baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan menuju zaman yang serba modern dengan perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.Ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas pada mata kuliah WAWASAN KEMARITIMAN Penulis menyadari tidak ada manusia yang sempurna. Penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dari para pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Kendari, 04 Mei 2014

PenulisDAFTAR ISIKATA PENGANTAR............................................................................................1DAFTAR ISI...........................................................................................................2BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang..................................................................................................31.2 Rumusan Masalah.............................................................................................41.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5BAB II PEMBAHASAN3.1 Potensi Sumber Daya Kelautan Di Indonesia....................................................73.2 Model Pengelolaan Sumberdaya Kelautan......................................................103.3 Alternatif Krisis Energy: Oceano Energy.......................................................113.4 Peran Masyarakat Terdidik dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan..........21BAB VI PENUTUP

4.1 Kesimpulan.....................................................................................................244.2 Saran...............................................................................................................25DAFTAR PUSTAKA........................................................................................26BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangEnergi di era industri sekarang di abad XI menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dikaji. Dunia menghadapi krisis energi yang dampaknya sudah dirasakan beberapa tahun ke belakang. Ketergantungan kita atas satu jenis sumberdaya saja dan keterbatasan sumberdaya tersebut menjadikan krisis tersebut semakin nyata. Indonesia memilki sumber energi yang melimpah, yang bisa dikonversi menjadi tenaga listrik, dari panas bumi, batu bara, bioetanol, hingga bahkan ocean energy mengingat dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Ocean energy resource yang dimiliki Indonesia bisa dibilang yang terbaik dan terbesar di dunia.

Ocean energy merupakan alternatif energi terbaru termasuk sumber daya nonhayati yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Indonesia dengan luas perairan hampir 60% dari total luas wilayah sebesar 1.929.317 km2, Indonesia seharusnya bisa menerapkan teknologi alternatif ini. Potensi energi laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan listrik dunia sehingga tidak mengherankan berbagai negara maju berlomba memanfaatkan energi laut itu.

Penerapan alternatif ocean energy di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Tapi perlu ada perencanaan yang matang untuk mewujudkannya. Karena ini dapat menjadi sumber energi alternatif potensial. Apalagi proses pembuatannya tidak merusak alam, melainkan ramah lingkungan. Tetapi sebelumnya, harus dilakukan sebuah riset yang berguna untuk mengukur kedalaman sepanjang garis pantai Indonesia. Sehingga dapat ditentukan di daerah mana saja yang layak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Potensi kelautan apa saja yang mungkin dikembangkan di Indonesia

2. Sejauh manakah pemerintah menyiapkan model pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia?3. Alternatif apa yang harus diambil untuk mengatasi solusi krisis energi saat ini?4. Peran apa saja yang bisa dilakukan oleh kita sebagai masyarakat terdidik dalam menanggapi pengelolaan kekayaan alam laut?1.3 TujuanPenulisan1. Mengetahui potensi kelautan yang bisa dikembangkan di Indonesia.

2. Mengetahui Sejauh mana pemerintah menyiapkan model pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia.

3. Mengetahui alternatif untuk mengatasi solusi krisis energi saat ini

4. Mengetahui peran yang bisa dilakukan oleh kita sebagai masyarakat terdidik dalam menanggapi pengelolaan kekayaan alam laut.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Beberapa dasawarsa yang lalu manusia penghuni planet ini telah berkembang pesat. Bersamaan dengan itu kemajuan teknologi telah memberri peluang bagi peningkatan kesejahteraan manusia dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya alam yang tersedia. Tetapi pemanfaatan sumberdaya alam itu tidak mempertimbangkan dampak negatif yang diakibatkan oleh hasil sampingan maupun batas-batas toleransinya. Sebagai akibatnya adalah semakin merosotnya sumberdaya alam hayati maupun sumber daya alam-non hayati yang tersedia, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara singkat, setiap warga planet bumi ini, dalam mengelola sumberdaya alam harus berlandaskan etika lingkungan demi kelanjutan kesejahteraan yang berkelanjutan. Tidak hanya etika setempat tetapi juga harus pada landasan etika lingkungan internasional (Prawiroatmodjo, 1997).

Bangsa Indonesia mestinya bisa berjaya di bidang kelautan. Potensi laut kita luar biasa, tapi karena banyak kalangan yang masih menyepelekan terhadap kekayaan alam yang sangat besar itu, maka pengelolaan hasil kelautan Indonesia belum optimal. Dengan wilayah laut Indonesia yang sangat luas ini, banyak sekali potensi ekonomi yang bisa dikembangkan, seperti untuk keperluan pelayaran, pelabuhan, perikanan, perkapalan, pariwisata, dan pertambangan, yang tentu saja bakal membuka lapangan kerja baru (Surya, 2009).

Indonesia memilki sumber energi yang melimpah yang bisa dikonversi menjadi tenaga listrik, dari panas bumi, batu bara, bioetanol, hingga bahkan ocean energy mengingat dua pertiga wilayah Indonesia adalah lautan. Ocean energy resources yang dimiliki Indonesia bisa dibilang yang terbaik dan terbesar di dunia. Namun sayangnya, upaya untuk mengembangkan energi yang melimpah ini belum serius dikaji. Ocean energy merupakan alternatif energi terbaru termasuk sumber daya nonhayati yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Potensi energi laut mampu memenuhi empat kali kebutuhan listrik dunia sehingga tidak mengherankan berbagai negara maju berlomba memanfaatkan energi laut itu

(Paonganan, 2005)

Bangsa Indonesia memiliki potensi non minyak yang menarik di laut, yang merupakan alternatif energi masa depan. Potensi itu tersebar di pantai dan laut kita yang jika digarap serius, bisa mendatangkan keuntungan tersendiri. Sumber energi selain minyak yang terdapat dilaut antara lain (1)Energi Gelombang Laut, yang diperkirakan menghasilkan tenaga sekitar 2-3 juta Mw total seluruh dunia padahal 1 Mw saja dapat dapat mengalirkan listrik untuk 3000 rumah sederhana di pemukiman pesisir, (2)Energi Pasang Surut, didunia jumlah energi ini mencapai 3.106 Mw di Indonesia memiliki pasang-surut 3.5-6 meter sehingga potensial untuk dikembangkan, (3)Energi Angin Laut, (4)Energi Arus Laut, (5)Energi gradien kadar garam dan OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion) belum termanfaatkan secara optimal, padahal setiap harinya lautan menyerap panas yang cukup banyak dari matahari yang jumlahnya menyamai jumlah energi yang terkandung dalam 250 bilyun barel minyak dari pemerintah (Dahuri, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Potensi Sumber Daya Kelautan Di Indonesia Dalam menangani isu-isu kelautan diperlukan perencanaan langkah-langkah strategis termasuk mengetahui potensi-potensi yang sudah dimiliki oleh Indonesia. Potensi-potensi tersebut meliputi:1. Potensi Fisik

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional 5,0 juta km2, luas ZEE (Exlusive Economic Zone) sekitar 3,0 juta km2. Panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.

2. Potensi Pembangunan

Potensi Wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan adalah sebagai berikut:a. Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi Kelautan dan Pulau-pulau kecil.b. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; Minyak bumi dan Gas, Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.

c. Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion)

d. Jasa-jasa Lingkungan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan serta Penampung (Penetralisir) limbah.

3. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)

Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan meliputi; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengantaksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengantaksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.

4. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource)

Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan bahan tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) Dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah.

Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.

5. Potensi Geopolitis

Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan negara- negara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan peluang. Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yakni Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.

6. Potensi Sumberdaya Manusia

Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan Budidaya, Pertambangan, Transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Potensi penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keamanan negara.

3.2 Model Pengelolaan Sumberdaya Kelautan

Ada banyak model pengelolaan sumberdaya kelautan yang bisa kita pelajari. Namun, tak selayaknya kita memaksakan model-model tersebut dalam upaya kita mengelola sumberdaya kelautan. Konsep menarik yang disampaikan oleh Rudy dalam artikelnya di majalah Inovasi (XVIII/2006) adalah Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal.Sebagaimana telah diamanatkan oleh Deklarasi Rio dan Agenda 21, pengelolaan sumberdaya alam berbasis komunitas merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial.

Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas ini bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sejak dahulu, komunitas lokal di Indonesia memiliki suatu mekanisme dan aturan yang melembaga sebagai aturan yang hidup di masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam termasuk di dalamnya sumberdaya kelautan.

Pemerintah diharapkan menjadi fasilitator, dan pihak yang berwenang yang dituntut untuk lebih memahami keadaan dan memimpin masyarakat lokal untuk turut serta sama-sama berperan aktif dalam upaya mengelola sumberdaya kelautan, sehingga tidak terjadi dampak negatif bagi semuanya semisal eksploitasi besar-besaran tanpa kontrol yang akan menjadi kerugian bagi masyarakat itu sendiri.

3.3 Alternatif Krisis Energy, Ocean Energy

Dunia saat ini memiliki kekhawatiran akan masalah krisis energi. Di negara-negara maju banyak yang berlomba dan mulai beralih memanfaatkan Sumberdaya laut, karena ketersediaan sumberdaya tidaklah akan berlangsung lama, apalagi penggunaan yang semakin meningkat dan ketersediaannya semakin menipis. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan karakteristik alam yang luar biasa, Indonesia memiliki sumber energi alternatif laut yang berlimpah. Salah satu potensi yang dimiliki kelautan di Indonesia adalah potensi pembangunan. Ocean energy resources yang dimiliki Indonesia bisa dibilang terbaik dan terbesar di dunia. Namun, upaya dalam mengembangkan energi alternatif ini belum dikaji secara serius.Ocean energy merupakan sumber energi baru yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satunya listrik, di mana potensi energi laut ini mampu memenuhi empat kali kebutuhan dunia. Saat ini negara-negara maju didunia pun berlomba memanfaatkan energi laut sebagai sumber energi alternatif.1. Energi Pasang Surut (Tidal Energy)Teknologi pembangkit listrik pasang surut (PLPS) mungkin sudah dikuasai penuh para ilmuwan di Indonesia. Karena, pada prinsipnya teknologi tersebut tidak berbeda dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), seperti yang diterapkan di waduk Jatiluhur dan waduk-waduk lainnya. Di mana air laut ketika pasang ditampung dalam suatu wilayah yang di bendung dan pada waktu pasang surut air laut dialirkan kembali ke laut. Pemutaran turbin dilakukan dengan memanfaatkan aliran air ketika masuk ke dalam dan ketika keluar dari menuju laut.Kendala utama penerapan teknologi PLPS ini ada dua.

a. pemerintah belum pernah memanfaatkan energi pasang surut untuk menghasilkan listrik, sehingga tenaga ahli Indonesia yang telah menguasai teknolgi pembangkit listrik tenaga air belum pernah merancang dan menerapkan atau membangun secara langsung dari awal.b. Untuk pembangunan wilayah ini akan merendam wilayah daratan yang luas. Apalagi bila harus merendam beberapa desa di sekitar muara atau kolam. Di sini akan muncul masalah sosial, bukan hanya masalah teknologi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan para ahli Indonesia untuk penerapan teknologi ini adalah efisiensi propeler ketika air masuk dan air keluar. Kalau di PLTA arah air penggerak turbin hanya satu arah, sedangkan pada pembangkit listrik pasang surut ini dari dua arah. Selain itu, yang patut menjadi perhatian, adalah material yang digunakan. Untuk air laut diperlukan material khusus disesuaikan dengan kadar garam dan kecepatan airnya.

Kapasitas listrik yang dihasilkan PLPS sebaiknya untuk kapasitas besar, di atas 50 Mega Watt, agar bisa ekonomis seperti PLTA.

Di negara lain, beberapa pembangkit listrik sudah beroperasi menggunakan ide ini. Salah satu PLPS terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Prancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada 1966, dengan kapasitas 240 Mega Watt. PLPS La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. Sementara PLPS terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas yang mencapai 160 Mega Watt.

2. Energi Panas Laut (Ocean Thermal Energy Conversion)Perbedaan temperatur di bawah laut sebenarnya telah menjadi ide pemanfaatan energi dari laut. Jika menyelam ke bawah permukaan, airnya akan semakin dingin. Temperatur di permukaan laut lebih hangat karena panas dari sinar matahari diserap air.

Tapi, di bawah permukaan temperatur akan turun cukup drastis. Inilah sebabnya mengapa penyelam menggunakan pakaian khusus ketika menyelam jauh ke dasar laut. Pakaian tersebut dapat menangkap panas tubuh sehingga menjaga mereka tetap hangat.

Pembangkit listrik yang dapat memanfaatkan perbedaan temperatur tersebut untuk menghasilkan energi adalah Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC). Perbedaan temperatur antara permukaan yang hangat dengan air laut dalam yang dingin dibutuhkan minimal sebesar 77 derajat Fahrenheit (25 C) agar dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik dengan baik. Adapun proyek-proyek demonstrasi dari OTEC sudah terdapat di Jepang, India, dan Hawaii.

Berdasarkan siklus yang digunakan, OTEC dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu siklus tertutup, siklus terbuka, dan siklus gabungan (hybrid).

a. Siklus tertutup, air laut permukaan yang hangat dimasukkan ke dalam alat penukar panas untuk menguapkan fluida, seperti amonia. Uap amonia akan memutar turbin yang menggerakkan generator. Selanjutnya, dikondensasi dengan air laut yang lebih dingin dan dikembalikan untuk diuapkan kembali.

b. Siklus terbuka, air laut permukaan yang hangat langsung diuapkan pada ruang khusus bertekanan rendah. Kukus yang dihasilkan digunakan sebagai fluida penggerak turbin bertekanan rendah. Kukus keluaran turbin selanjutnya dikondensasi dengan air laut yang lebih dingin dan sebagai hasilnya diperoleh air desalinasi.

c. Siklus gabungan, air laut yang hangat masuk ke dalam ruang vakum untuk diuapkan dalam sekejap (flash-evaporated) menjadi kukus (seperti siklus terbuka). Kukus tersebut kemudian menguapkan fluida kerja yang memutar turbin (seperti siklus tertutup). Selanjutnya kukus kembali dikondensasi menjadi air desalinasi.

Fluida kerja yang populer digunakan adalah amonia karena tersedia dalam jumlah besar, murah, dan mudah ditransportasikan. Namun, amonia beracun dan mudah terbakar. Senyawa seperti CFC dan HCFC juga merupakan pilihan yang baik. Sayang, menimbulkan efek penipisan lapisan ozon. Hidrokarbon juga dapat digunakan, akan tetapi menjadi tidak ekonomis karena menjadikan OTEC sulit bersaing dengan pemanfaatan hidrokarbon secara langsung.

Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah ukuran pembangkit listrik OTEC bergantung pada tekanan uap dari fluida kerja yang digunakan. Semakin tinggi tekanan uapnya maka semakin kecil ukuran turbin dan alat penukar panas yang dibutuhkan. Sementara ukuran tebal pipa dan alat penukar panas bertambah untuk menahan tingginya tekanan terutama pada bagian evaporator.

Kelebihan dari OTEC adalah penggunaannya tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya, tidak membutuhkan bahan bakar, biaya operasi rendah, dan produksi listrik stabil. Di samping itu, penggunaannya juga dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya, seperti menghasilkan air pendingin, produksi air minum, suplai air untuk aquaculture, ekstraksi mineral, dan produksi hidrogen secara elektrolisis.

Sementara kekurangannya, adalah belum ada analisa mengenai dampaknya terhadap lingkungan. Terlebih, jika menggunakan amonia sebagai bahan yang diuapkan menimbulkan potensi bahaya kebocoran. Belum lagi biaya pembangunannya yang tidak murah.

3. Energi Gelombang Laut (Wave Energy)Peneliti Universitas Oregon, AS mempublikasikan temuan teknologi terbarunya yang diberi nama Permanent Magnet Linear Buoy. Nama Buoy karena pada prinsip dasarnya teknologi terbaru tersebut dipasang untuk memanfaatkan gelombang laut di permukaan. Berbeda dengan Buoy yang digunakan untuk mendeteksi gelombang laut yang menyimpan potensi tsunami.

Peneliti Oregon menjelaskan prinsip dasar Buoy penghasil listrik, yaitu dengan mengapungkannya di permukaan. Gelombang laut yang terus mengalun dan berirama bolak-balik dalam Buoy akan diubah menjadi gerakan harmonis listrik.

Sekilas bila dilihat dari bentuknya, Buoy ini mirip dengan dinamo sepeda. Bentuknya silindris dengan perangkat penghasil listrik pada bagian dalamnya. Buoy diapungkan di permukaan laut dengan posisi sebagian tenggelam dan sebagian lagi mengapung. Kuncinya, terdapat pada perangkat elektrik berupa koil (kuparan yang mengelilingi batang magnet di dalam Buoy). Saat ombak mencapai pelampung, maka pelampung tersebut akan bergerak naik dan turun secara relatif terhadap batang magnet sehingga bisa menimbulkan beda potensial dan listrik dibangkitkan.

Dalam percobaan sistem ini diletakkan kurang lebih satu atau dua mil laut dari pantai. Kondisi ombak yang cukup kuat dan mengayun dengan gelombang yang besar akan menghasilkan listrik dengan tegangan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Oregon, setiap pelampung mampu menghasilkan daya sebesar 250 kilowatt.

Penjelasan di atas menggunakan teknik koil yang bergerak naik turun, tetapi bisa juga dengan teknik batang magnet yang bergerak naik turun. Pilihan kedua dengan menggunakan pelampung, penempatan koil dan batang magnet bisa juga ditempatkan di dasar atau di permukaan laut.

Dibandingkan dengan energi angin atau matahari, energi gelombang laut kerapatannya jauh lebih tinggi. Peneliti yang sama dari OSU, Alan Wallace menyebutkan penyediaan energi gelombang ini dengan hanya 200 Buoy yang diapungkan, satu buah pelabuhan atau kota besar seperti Portland yang besarnya hampir dua kali Jakarta, sudah dapat memanfaatkan energinya dengan sangat melimpah tanpa harus menarik bayaran.

. Energi ini ramah lingkungan, tidak menimbulkan polusi suara, emisi CO2, maupun polusi visual dan sekaligus mampu memberikan ruang kepada kehidupan laut untuk membentuk koloni terumbu karang di sepanjang jangkar yang ditanam di dasar laut. Pada kasus-kasus seperti ini biasanya lebih menguntungkan karena ikan dan binatang laut selalu lebih banyak berkumpul.

Penempatan Buoy dengan ukuran yang tidak terlalu besar juga tidak mengganggu pelayaran. Rata-rata dengan besar Buoy kurang dari dua meter, kapal besar atau kecil bisa melihat objek tersebut dan dapat menghindarinya.

4. Energi Ganggang LautAlga atau dikenal sebagai tanaman ganggang termasuk tumbuhan yang bisa hidup di perairan mana saja. Selain tidak memerlukan air tawar untuk tumbuh, alga juga dapat ditanam di lahan yang tidak subur, dan perairan laut dangkal yang banyak terdapat di Indonesia.Walaupun tidak memerlukan lahan luas, potensi hayati yang dimiliki alga dinilai luar biasa oleh para ahli biologi. Beberapa waktu lalu, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan akan mengambil sumber hayati tersebut sebagai salah satu cadangan untuk menggantikan BBM fosil, yang dalam waktu tidak lama diperhitungkan akan habis dari perut bumi.Dalam operasionalnya, mikroalga menggunakan sinar matahari, air dan karbon dioksida untuk menghasilkan oksigen dan biofuel melalui fotosintesis. Tanaman, yang tampak tumbuh di permukaan air ini dapat dibudidayakan pada lahan marjinal atau di mesin-mesin khusus yang disebut inkubasi photobioreactors, yang menggunakan emisi karbon dioksida dari industri makanan.Hebatnya, selain bisa dimanfaatkan sebagai biofuel atau bahan bakar minyak, alga juga ternyata bisa menjadi sumber listrik yang potensial dan cukup berharga bagi kehidupan masa depan manusia. Para ahli bioelektro dariStan-ford University (AS) dan Yonsei University , Seoul, Korea Selatan beberapa waktu lalu ternyata berhasil menemukan sumber energi listrik masa depan yang dihasilkan dari sel alga.Tanaman sederhana yang selama beberapa tahun diteliti oleh para ahli gabungan dari perguruan tinggi terkenal di kedua negara itu, mampu menghasilkan energi listrik. Sumber energi listrik dari tanaman sederhana ini sangat spektakuler karena bisa dikembangkan menjadi sumber listrik yang lebih besar untuk kebutuhan yang lebih luas dan lebih ekonomis.Dalam proses fotosintesis tanaman, ada proses konversi sinar matahari menjadi energi kimia. Ini merupakan langkah awal untuk menghasilkan energi listrik berefisiensi tinggi. Dari sel yang berfotosintesis inilah elektroda elektron dikumpulkan. Kemudian secara tidak langsung diberi energi dari cahaya matahari hingga menghasilkan arus listrik kecil.Pada tahap penelitian ilmiah itu, Prof Ryu, rekannya dari Yonsei University membuktikan bisa memanen elektron listrik. Tanaman menggunakan fotosintesis untuk mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, yang kemudian disimpan dalam ikatan gula yang mereka gunakan untuk makanan. Proses ini berlangsung dalam kloro-plas. Sinar matahari yang menembus kloroplas dan elektron, mengubahnya ke tingkat energi yang tinggi. Sementara rangkaian protein, secara cepat meraih mereka dan mengubahnya jadi listrik.Elektron diturunkan pada serangkaian protein, yang berturut-turut menangkap lebih banyak energi elektron untuk mensintesis gula hingga semua elektron dihabiskan. Dalam penelitian ini, para peneliti menyadap elektron setelah mereka dimasak oleh cahaya dan berada di tingkat tertinggi energi. Mereka meletakkan elektroda emas dalam kloroplas sel alga, dan elektronnya dipindahkan untuk menghasilkan arus listrik kecil.Produk sampingan dari fotosintesis adalah proton dan oksigen. Ini berpotensi jadi salah satu sumber energi bersih untuk pembangkit listrik. Untuk membangkitkan energi, ditarik elektron dari setiap sel hanya satu picoampere. Jumlah listrik yang sangat kecil ini, masih bisa diperkaya dengan photosyn-thesizing triliun sel selama satu jam. Pada tahap awal ini, energi yang dihasilkan hanya untuk menyamai energi yang tersimpan dalam baterai.3.4 Peran Masyarakat Terdidik dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Sepanjang perjalanan sejarah peradaban manusia, kaum terdidik-lah yang menjadi masinis dan membuat beberapa lokomotif sehingga bisa menjadi sekarang. Di berbagai bidang, orang terdidik selalu diharapkan dan dituntut untuk mampu memimpin masyarakatnya menuju perdaban baru, hingga tahap paling ideal bagi masyarakatnya yaitu kesejahteraan dan kemakmuran yang terbungkus dengan keadilan. Sama halnya peradaban, dalam menangani kebocoran-kebocoran dalam mengelola sumberdaya kelautan, sangatlah memerlukan peran aktif para masyarakat terdidik. Bagaimana tidak, dengan ilmu yang lebih, sesuai dengan basis ilmunya maka akan sangat mungkin bagi masyarakat terdidik untuk membawa dan memimpin masyarakatnya menuju kondisi ideal bagi masyarakatnya. Dengan potensi-potensi yang belum ter-eksplor, maka peran masyarakat terdidik akan sangat diperlukan guna mencari dan memanfaatkan potensi-potensi yang belum dikelola dengan baik. Salah satu contoh peran masyarakat terdidik yang sudah menjadi konsep matang dalam menangani isu ini adalah penggunaan teknologi informasi berbasis radio atau dinamakan Monitoring Control and Surveillance (MCS). Tekhnologi ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pengawasan wilayah laut. Monitoring Control and Surveillance (MCS) merupakan sistem yang telah dipergunakan di banyak negara. Di dunia internasional MCS ini dikelola secara bersama-sama sejak tahun 2001. Organisasi MCS internasional mengkoordinasikan dan menjalin kerjasama diantara anggotanya untuk saling mencegah, menghalangi dan menghapuskan IUU fishing. Indonesia sendiri, telah merintis sistem MCS. Namun, masih bersifat parsial dalam bagian-bagian yang berdiri sendiri-sendiri serta bersifat sektoral.Kenyataan yang ada adalah minimnya sumberdaya manusia yang konsisten dan konsekuen dengan penggunaan teknologi ini. Padahal kebutuhan kita sebagai negara maritim sudah sangat jelas dalam menjaga semua potensi kelautan yang kita miliki. Kembali melakukan refleksi dan merubah mindset yang ada di masyarakat secepatnya agar kita dapa dengan secepatnya pula menangani persoalan ini adalah salah satu rekomendasi yang disampaikan penusli kepada seluruh pihak.BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan:

1. Potensi Sumber Daya Kelautan yang dapat dikembangkan di Indonesia, yaitu: Potensi Fisik, Potensi Pembangunan, Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource), Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource), Potensi Geopolitis dan Potensi Sumberdaya Manusia.2. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.3. Alternatif yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi Krisis Energy, yaitu dengan beralih kepada penggunaan Energi Lautan (Ocean Energy): energi pasang surut (Tidal Energy), energi panas laut (Ocean Thermal Energy Conversion), energi gelombang laut (Wave Energy) dan energi ganggang laut.4. Bangsa Indonesia seharusnya menyadari bahwa alam menyediakan semua yang dibutuhkan. Hanya perlu kerja keras dan kebijakan yang memperhatikan sumber daya alam yang terbatas. Sehingga Indonesia tidak perlu risau akan cadangan energi. Meski hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan pemerintah, namun tidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi dalam setiap formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik.4.2 Saran

Dalam pemanfaatan sumberdaya alam kelautan ini, hal yang harus diperhatikan bukanlah hanya bagaimana memperoleh energi dari kelautan itu sendiri, tetapi lebih dari itu, yaitu pemerintah harus memperhatikan habitat dan keberlangsungan didalamnya serta efek-efek yang ditimbulkannya agar tidak ada yang merasa merugikan maupun dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 1998. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih: Non Renewable Resource.

Bandung: Prisma.

Dahuri, Rokhmin. 2005. Majalah Maritime: Energi Kelautan : Raksasa Energi

Yang Terlupakan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Herlambang, Rudy. 2006. Majalah Inovasi : Pengelolaan Sumberdaya alam.

Jakarta: Graha Media.

Prawiroatmodjo, Dendasurono. 1997. Pendidikan Lingkungan Kelautan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Paonganan, Y. 2011. Ocean Energy, Solusi Krisi Energy. Jakarta: Media

Indonesia.Surya, Oentoro. 2009. Dukungan riset dan iptek kelautan dan perikanan dalam

pelaksanaan. Jakarta: Gerbang Mina Bahari