Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

74
KONSEP MENAHAN DIRI DALAM PUASA RAMADHAN Dengan bepuasa di bulan Ramadhan, melalui konsepnya menahan diri, kita semua diajak dan diajar untuk senantiasa ingat bahwa hidup di dunia ini perlu upaya-upaya pengendalian diri. Sebab, tanpa pengendalian diri, maka hidup kita akan lepas kontrol dan berantakan. Tidak sedikit manusia yang sengsara hidupnya, bukan karena kekurangan harta, bukan karena tidak berpendidikan, bukan pula tidak mempunyai kedudukan dan jabatan. Lalu kenapa? Jawabnya sederhana saja, karena mereka tidak mampu menahan diri. Kalau kaya, ia tidak mampu menahan diri dari hidup berlebihan, glamor dan berpoya-poya. Kalau pandai/berilmu, ia tidak mampu menahan diri untuk melontarkan konsep atau kata-kata yang dapat meracuni masyarakat dan mencelakakan orang lain. Kalau berpangkat dan berkedudukan, ia tidak mampu menahan diri dari penggunaan pangkat dan jabatannya sehingga dengan seenaknya saja melakukan rekayasa kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan adanya pengendalian diri inilah, dimaksudkan agar manusia dapat mencapai derajat taqwa yang merupakan tujuan utama disyari’atkannya puasa. A A s s e e r r a a n n i i K K u u r r d d i i , , S S . . P P d d Ûa@áØîÜÇ@kn×aìäßa@åí‰Ûabèífí âbî— S S e e b b u u a a h h U U p p a a y y a a P P e e m m a a h h a a m m a a n n K K e e a a r r a a h h P P e e n n i i n n g g k k a a t t a a n n K K u u a a l l i i t t a a s s I I b b a a d d a a h h P P u u a a s s a a ROLISA KOMPUTER Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan RC Cet.1 Oktober 2004 M / Ramadhan 1425 H

Transcript of Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Page 1: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

KONSEP MENAHAN DIRI DALAM PUASA RAMADHAN

Dengan bepuasa di bulan Ramadhan, melalui konsepnya

menahan diri, kita semua diajak dan diajar untuk senantiasa ingat bahwa hidup di dunia ini perlu upaya-upaya

pengendalian diri. Sebab, tanpa pengendalian diri, maka hidup kita akan lepas kontrol dan berantakan. Tidak sedikit manusia yang sengsara hidupnya, bukan karena kekurangan harta, bukan karena tidak berpendidikan, bukan pula tidak mempunyai kedudukan dan jabatan. Lalu kenapa? Jawabnya sederhana saja, karena mereka tidak mampu menahan diri.

Kalau kaya, ia tidak mampu menahan diri dari hidup berlebihan, glamor dan berpoya-poya. Kalau pandai/berilmu, ia tidak mampu menahan diri untuk melontarkan konsep atau kata-kata yang dapat meracuni masyarakat dan mencelakakan

orang lain. Kalau berpangkat dan berkedudukan, ia tidak mampu menahan diri dari penggunaan pangkat dan

jabatannya sehingga dengan seenaknya saja melakukan rekayasa kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan adanya pengendalian diri inilah, dimaksudkan agar

manusia dapat mencapai derajat taqwa yang merupakan tujuan utama disyari’atkannya puasa.

AAsseerraannii KKuurrddii,,SS..PPdd

Ûa@áØîÜÇ@kn×aìäßa@åí‰Ûabèífíâbî—

SSeebbuuaahh UUppaayyaa PPeemmaahhaammaann KKee aarraahh PPeenniinnggkkaattaann KKuuaalliittaass

IIbbaaddaahh PPuuaassaa

ROLISA KOMPUTER Tanjung Tabalong Kalimantan SelatanRC

Cet.1 Oktober 2004 M / Ramadhan 1425 H

Page 2: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Kupersembahkan buat : Alm ayah tercinta Haji Kurdi Ibu Tersayang Hajjah Djariah Isteri dan anak tercinta : Rabiatul Adawiyah, Robby Cahyadi, Lika Amalia Asrini dan Risa Mutia Asrini Para Pendidik dan Generasi Muslim dan Ummat Islam

i

Aserani Kurdi, S.Pd

Cetakan Ke 1 Ramadhan 1425 H / Oktober 2004 M

ii

Page 3: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Judul : KONSEP MENAHAN DIRI DALAM PUASA RAMADHAN Sebuah Upaya Pemahaman Kearah Peningkatan Kualitas Ibadah Puasa

Penyusun : Aserani Kurdi, S.Pd

Desain Sampul/Setting/Lay out : Rolisa Komputer Jln. Mabuun Indah II No.34 RT.04 Mabuun Tanjung

Pencetak dan Penerbit : Percetakan dan Sablon CASANOVA Jalan Sarigading Bulau dalam Barabai HST.

Cetakan : I, Ramadhan 1425 H / Oktober 2005 M

iiiiii

KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR

lhamdulillah, atas izin dan pertolong-an Allah SWT. dapatlah kiranya tulisan yang sangat sederhana ini diwujudkan

dalam bentuk buku yang kami beri judul “Konsep Menahan Diri dalam Puasa Ramadhan”, merupakan sebuah upaya pemahaman ke arah peningkatan ku-alitas ibadah puasa. Harapan kami, kiranya tulisan ini mendapat sambutan yang baik dari semua pihak dalam rangka bersama-sama bersatu-padu untuk menta’mirkan bulan Ramadhan yang pernuh berkah ini ke arah pendalaman materi ke Islaman untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Kepada semua pihak yang banyak memban-tu dalam mewujudkan tulisan ini menjadi sebuah bu-ku, sebelum dan sesudahnya tidak lupa kami hatur-kan banyak terimakasih. InsyaAllah semua bantuan yang diberikan akan dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh yang pahala dan kebaikannya akan selalu

iv

A

Hak cipta dilindungi Undang-Undang All Righ Reserved

Page 4: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

mengalir tak pernah henti. Akhirnya, tegur sapa dari para pembaca ke arah perbaikan tulisan ini, kami ucapkan banyak te-rimakasih. Semoga karya sederhana ini dapat ber-manfaat bagi kita semua. Amin. Tanjung, 25 Rajab 1425 H 10 September 2004 H Penyusun,

v

DDAAFFTTAARR IISSII HHAALL ::

KATA PENGANTAR ........................................ iv DAFTAR ISI ..................................................... vi 1. Pendahuluan ................................................ 1 2. Menahan Diri dari Makan dan Minum .......... 7 3. Menahan Diri dari Nafsu Syahwat ............... 21 4. Menahan Diri dari Nafsu Amarah ................. 38 5. Menahan Diri dari Ucapan/Lisan .................. 60 6. Menahan Diri dari Pandangan Mata ............ 91 7. Menahan Diri dari Pendengaran .................. 101 8. Menahan Diri dari Kecenderungan Hati Yang Merusak .............................................. 120 9. Penutup ........................................................ 130 BAHAN RUJUKAN ........................................... 133 RIWAYAT SINGKAT PENYUSUN ................... 138

vi

Page 5: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

PPEENNDDAAHHUULLUUAANN enurut loghat, kata puasa berasal dari bahasa Arab yaitu Ash-Shiyam yang diambil dari kata Shama, yang

berarti menahan, tidak berpindah dari suatu kea-daan ke keadaan yang lain. Udara yang tenang (tidak bergerak) disebut Shama ar-Riih karena ia tertahan, tidak berpindah, tidak bergerak atau tidak berhembus. Dalam catatan sejarah yang tertulis di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa, Maryam pernah ber-nadzar untuk tidak berbicara kepada siapapun tat-kala ia mengandung puteranya Isa Al-Masih. Ini ia lakukan untuk menghindari tuduhan yang bukan bukan terhadap dirinya, karena janin yang ia

1

kandung tersebut proses pembuahannya tidak se-perti biasanya (bukan karena proses percampuran antara sperma laki-laki dengan sperma perempuan) atau ia mengandung tanpa suami, tanpa campur tangan se-orang laki-laki, tetapi semuanya karena kodrat dan iradat dan kekuasaan Allah atas dirinya yang Maha Berkehendak. Menahan diri untuk tidak berbicara dalam jangka waktu tertentu, dalam bahasa Arab di-istilahkan dengan kata Shauma (puasa). Firman Allah dalam Al-Qur’an :

ø’ÎoΤ Î) ßNö‘ x‹ tΡ Ç⎯≈uΗ ÷q§= Ï9 $YΒ öθ |¹ ô⎯n= sù zΝ Ïk= Ÿ2é& uΘöθ u‹ ø9 $#

$|‹ Å¡Σ Î)

“Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk mena-han diri (berpuasa) untuk Tuhan yang Maha Pemu-rah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” (QS. Maryam ayat 26). Kemudian pada surah Al-Baqarah ayat 35 dan 36 diceritakan bahwa ketika Nabi Adam a.s dan isteri beliau Hawwa diberikan kesempatan oleh Al-lah SWT. untuk tinggal beberapa lama di dalam Sor-ga, dan oleh Allah kepada keduanya telah diberikan berbagai fasilitas dan sarana prasarana yang amat lengkap, dan semuanya dipersilahkan kepada Adam dan isterinya untuk menggunakan fasilitas, sarana

2

M

1

Page 6: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

dan prasarana tersebut sepuas hati, hanya satu hal yang dilarang oleh Allah SWT. yaitu mendekati se-batang pohon, yang sebagian ahli tafsir menama-kannya pohon khuldi, maka ketika Adam a.s dan is-terinya Hawwa berupaya untuk tidak mendekati po-hon terlarang tersebut, maka mereka sebenarnya telah melakukan puasa (menahan diri), kendati pa-da akhirnya mereka terkena bujuk rayu Syetan dan mendekati pohon terlarang itu serta memakan buah-nya. Firman Allah SW. :

$uΖ ù= è% uρ ãΠyŠ$t↔ ¯≈tƒ ô⎯ä3ó™$# |MøΡ r& y7ã_÷ρy—uρ sπ ¨Ψpgø: $# Ÿξ ä. uρ

$yγ÷Ζ ÏΒ #‰ xîu‘ ß]ø‹ ym $yϑ çFø⁄ Ï© Ÿωuρ $t/ t ø) s? Íν É‹≈yδ

nο t yf¤±9 $# $tΡ øθ ä3tF sù z⎯ÏΒ t⎦ ø⎫ ÏΗÍ>≈©à9 $# .$yϑ ßγ©9 y— r' sù

ß⎯≈sÜ ø‹ ¤±9 $# $pκ ÷] tã $yϑ ßγy_t ÷z r' sù $£ϑ ÏΒ $tΡ% x. ϵ øŠÏù (

“Dan Kami berfirman : “Hai Adam, diamilah oleh ka-mu dan isterimu Sorga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dhalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh Sye-tan dari Sorga itu dan dikeluarkan dari keadaan se-mula”.

3

Pengertian puasa di atas adalah pengertian puasa menurut bahasa (loghat), yaitu menahan diri, baik menahan diri dari berbicara, menahan diri dari berjalan, menahan diri dari sesuatu yang mencela-kakan, menahan diri dari dorongan nafsu amarah, nafsu birahi, nafsu serakah dan sebagainya. Pen-deknya segala sesuatu yang bersifat menahan diri atau dalam istilah yang lain mengendalikan, itulah dia pengertian puasa menurut loghat atau bahasa. Sedangkan pengertian puasa menurut Syar-‘iyyah (menurut syari’at), dapat kita temukan dari berbagai sumber, diantaranya :

1. Menurut mufassir Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid pertama disebutkan bahwa, “Puasa adalah menahan diri dari ma-kan, minum dan yang membatalkan puasa dengan niat ikhlas kepada Allah”;

2. Menurut mufassir Ar-Razi dalam kitab At-Taf-sir al-Kabir jilid kedua disebutkan bahwa, “Puasa adalah menahan diri sejak terbit fajar hingga terbenam matahari dari apa saja yang membukakan puasa, padahal ia tahu dalam keadaan berpuasa (tidak terlupa) disertai ni-at”;

3. Menurut Syeikh Muhammad Ali As-Shabuny dalam kitab Rowai’ul Bayaan disebutkan bah-wa, “Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan jima’ disertai dengan niat, sejak

4

Page 7: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan kesempurnaannya adalah dengan men-jauhi hal-hal yang kotor dan tidak melakukan perkara yang diharamkan”;

4. Menurut Syeikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy dalam kitab Tausikhu ‘alaa Ibnu Qa-sim disebutkan bahwa, “Puasa adalah mena-han diri dari hal-hal yang membatalkan, de-ngan niat yang ditentukan sepanjang hari pu-asa (yaitu hari-hari yang boleh dilakukan pu-asa) yang dikerjakan oleh orang Islam yang berakal dan suci dari haid dan nifas bagi wa-nita”;

5. Menurut Al-Imam Taqiyuddin Al-Husaini da-lam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan bahwa, “Puasa adalah menahan diri dalam hal ter-tentu dari orang tertentu dan di dalam waktu tertentu pula dengan beberapa syarat”;

6. Menurut Al-Ustadz Muhammad Ali As-Sayis dalam kitab Tafsir Ayatul Ahkam disebutkan bahwa, “Puasa adalah menahan diri dari dua kedaulatan syahwat, yaitu syahwat perut dan farj, dengan niat oleh ahli (orang yang diwa-jibkan) puasa, sejak terbit fajar sampai terbe-nam matahari”.

Dari beberapa pengertian puasa di atas, baik

pengertian menurut bahasa/loghat maupun penger-tian menurut syari’at, maka inti pokok dari penger-tian puasa tersebut adalah “menahan diri”, yang

5

selanjutnya konsep ini dapat kita kembangkan lebih luas dan lebih dalam lagi, sebagai upaya kita untuk memaknai puasa agar lebih berkesan dan membe-kas ke dalam relung jiwa kita yang paling dalam, yang akan melahirkan insan-insan kamil dengan taqwallah sebagai tujuan utama. Dengan bepuasa di bulan Ramadhan, mela-lui konsepnya menahan diri, kita semua diajak dan diajar untuk senantiasa ingat bahwa hidup di dunia ini perlu upaya-upaya pengendalian diri. Sebab, tan-pa pengendalian diri, maka hidup kita akan lepas kontrol dan berantakan. Tidak sedikit manusia yang sengsara hidupnya, bukan karena kekurangan har-ta, bukan karena tidak berpendidikan, bukan pula ti-dak mempunyai kedudukan dan jabatan. Lalu kena-pa? Jawabnya sederhana saja, karena mereka tidak mampu menahan diri. Kalau kaya, ia tidak mampu menahan diri dari hidup berlebihan, glamor dan ber-poya-poya. Kalau pandai/berilmu, ia tidak mampu menahan diri untuk melontarkan konsep atau kata-kata yang dapat meracuni masyarakat dan mence-lakakan orang lain. Kalau berpangkat dan berkedu-dukan, ia tidak mampu menahan diri dari penggu-naan pangkat dan jabatannya sehingga dengan seenaknya saja melakukan rekayasa kekuasaan de-mi kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan ada-nya pengendalian diri inilah, dimaksudkan agar ma-nusia dapat mencapai derajat taqwa yang merupa-kan tujuan utama disyari’atkannya puasa.

6

Page 8: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII MMAAKKAANN DDAANN MMIINNUUMM

anusia memerlukan makan dan minum untuk mempertahankan hi-dupnya. Bahkan tidak saja manusia,

juga seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini memerlukan makan dan minum. Menurut ilmu eko-nomi, makan dan minum merupakan kebutuhan primer/utama yang mau tidak mau mesti dipenuhi, karena ini menyangkut kelangsungan hidup manu-sia. Ilmu kesehatan juga mengharuskan manusia untuk makan dan minum, sebab kalau manusia ti-dak mau makan dan minum atau tidak bisa makan dan minum, maka kesehatannya terancam. Dengan

7

kata lain, agar hidup sehat perlu makan dan minum. Fungsi makan dan minum adalah untuk menghasilkan tenaga (energi), pertumbuhan organ tubuh, perlindungan dari berbagai serangan penya-kit dan penggantian sel-sel tubuh yang sudah usang dan aus. Kekurangan makanan dan minuman me-nyebabkan tubuh tidak tumbuh dan berkembang de-ngan semestinya. Tidak makan dan minum bebera-pa hari tentu akan terasa lapar, haus dan dahaga yang mengakibatkan badan lesu, tidak bersema-ngat, kurang tenaga/lemah, denyut nadi dan ber-nafas semakin cepat, rasa gelisah, mudah tersing-gung, mudah diserang penyakit dan seterusnya hingga mengantarkannya ke pintu kematian. Mengingat betapa pentingnya makan dan mi-num bagi hidup dan kehidupan manusia ini, maka wajarlah kiranya jika setiap mengawali makan dan minum sekurang-kurangnya kita sebut nama Allah dengan membaca “Bismillaahir rahmaanir rahiim” dan mengakhirinya dengan mengucapkan “Alham-dulillaahi rabbil álamiin” atau membaca doa mau makan dan minum dan sesudahnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan ni’mat dan karunia-Nya berupa rezeki makan dan minum kepada kita. Ingatlah firman Allah SWT. :

8

M

2

Page 9: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

(#ρ߉ç6÷è u‹ ù= sù ¡>u‘ # x‹≈yδ ÏMøt7 ø9 $# üø” Ï% ©!$# øΟ ßγyϑ yè ôÛr&

ø⎯ÏiΒ 8íøθ ã_ øΝ ßγoΨtΒ# u™ £ρ ô⎯ÏiΒ ¤∃ öθ yz

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemi-lik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makan-an kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al-Qu-raisy ayat 3 dan 4).

ô#θ è=ä. ø⎯ÏΒ É−ø—Íh‘ öΝ ä3În/ u‘ (#ρã ä3ô© $# uρ … çµ s9 4

“Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya” (QS. Saba’ ayat 15). Islam adalah agama universal yang kehadir-annya menjadi rahmat bagi seluruh ummat manu-sia. Disamping itu, Islam juga merupakan agama fithrah dengan konsep ajarannya yang sesuai de-ngan kebutuhan dasar manusia dan mengaturnya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam soal makan dan minum, Islam telah menggariskan bahwa didalam mencari dan meng-konsumsi makanan dan minuman hendaknya

9

yang halal dan baik (halalan thayyibah), baik cara memperolehnya maupun bentuk dan jenis bahan-nya. Oleh karena itu, makanan dan minuman yang haram menurut Islam, tidak saja lantaran sifat dan jenis barangnya yang memang haram menurut syariát Islam, seperti daging babi dan berbagai jenis minuman keras, juga lantaran cara memperolehnya yang tidak dibenarkan oleh syariát Islam, seperti barang hasil curian, hasil rampasan, hasil korupsi dan sebagainya. Dengan konsep halalan thayyibah, Islam te-lah menawarkan pola makan dan minum yang halal dan baik. Halal dalam arti bahwa makanan dan mi-numan yang dikonsumsi tersebut halal dari cara memperolehnya dan halal dalam bentuk dan jenis barangnya, juga baik dalam arti barang tersebut ha-rus bersih, sehat dan memenuhi keseimbangan gizi. Disamping halal dan baik, didalam mengkon-sumsi makanan dan minuman, Islam juga telah mengatur sedemikian rupa agar tidak berlebihan, karena Allah SWT. sangat benci terhadap hal-hal yang sifatnya berlebihan.

(#θ è=à2uρ (#θ ç/ u õ° $# uρ Ÿωuρ (# þθ èùÎ ô£è@ 4 … çµ ¯ΡÎ) Ÿω = Ït ä†

t⎦ ø⎫ ÏùÎ ô£ßϑ ø9 $#

10

Page 10: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Se-sungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-‘Araaf ayat 31). Orang yang berpuasa adalah orang yang me-nahan diri dari makan dan minum selama kurang lebih 12 jam setiap hari pada bulan Ramadhan. De-ngan berpuasa berarti mengendalikan nafsu makan dan minum. Ini dikerjakan oleh orang-orang yang beriman secara ikhlas dalam arti motivasinya hanya semata-mata karena menunaikan perintah Allah SWT. Makanan dan minuman yang halal dan baik tidak terlepas dari unsur keseimbangan gizi. Hal ini sangat menuntut kemampuan seseorang dalam me-ngendalikan diri. Sebab pada saat berbuka puasa, pada umumnya seseorang akan cenderung me-manjakan dirinya dengan makan dan minum secara berlebihan, baik dari segi kualitas maupun kuanti-tasnya. Acara buka puasa seringkali dijadikan ajang untuk balas dendam setelah sekian lama menahan lapar dan dahaga di siang hari, sehingga makan dan minum sepuas-puasnya. Tindakan yang seper-ti ini tidak saja sangat merugikan kesehatan, karena alat cerna kita dipaksa melakukan kerja ekstra di lu-ar batas, juga sangat berpengaruh negatif terhadap aspek-aspek lainnya, baik secara fisik mapun psikis. Untuk itulah maka Rasulullah SAW. memperingat-kan kepada kita.

11

A™# sρsŠjÍ≅ä. 㨠ø &o‘ äπ sŠøϑ Åsø9# oρ Å™#£‰9# ãMøŠo/ äο o‰ Åè oϑ ø9 s# “Lambung (perut) itu pangkal segala penyakit, dan memeliharanya (tidak makan dan minum berlebih-an) adalah pengobatannya”. Peringatan Rasulullah ini sejalan dengan pendapat sebagian besar ahli kesehatan yang me-nyatakan bahwa perut merupakan sumber segala penyakit dan berpantang (mengurangi/mengendali-kan makan dan minum) merupakan pencegahnya. Oleh karenanya kebiasaan buruk dengan mengkon-sumsi makanan dan minuman secara berlebihan pada saat berbuka puasa adalah tindakan yang per-lu segera dihentikan, karena pada hakikatnya ber-puasa itu tidak saja mengendalikan makan dan mi-num di siang hari, tetapi juga dengan berpuasa kita hendaknya mampu mengendalikan makan dan mi-num di malam hari. Apakah karena tidak adanya pemasukan ma-kanan dan minuman di siang hari lantas kita im-bangi dengan makan dan minum sebanyak-banyak-nya pada saat berbuka? Tidak, sama sekali tidak perlu. Karena makan dan minum secara berlebihan pada saat berbuka tidak akan membantu tubuh kita menjadi kuat bertenaga, tapi malah tubuh kita akan menjadi lemas, lesu kurang bertenaga sehingga muncullah penyakit malas untuk beribadah, malas

12

Page 11: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

pergi ke masjid atau mushalla untuk shalat Tarawih berjamaah, malas membaca Al-Qurán dan malas ke majelis ta’lim. Disamping itu, orang yang terlalu ber-lebihan dalam soal makan dan minum cenderung kurang spirit, daya pikirnya lemah, jiwa dan hatinya mati. Hal ini seiring dengan peringatan Rasulullah SAW. :

″↓Ρς⇔↓™ ⇒°∈χ⇔↓ ≥ΡΗλ± ″υνϕ⇔↓↓υΦ™ϖπ×⎨ ⁄°π⇔↓ τϖν⊂ΡΗ∧↓↵↓ ∝υπ⎜ ⊆ℵΣ⇔°∧ ∆νϕ⇔↓ ◊°∏

“Janganlah kamu matikan hatimu dengan makan dan minum secara berlebihan. Sesungguhnya hati itu tak obahnya laksana tanaman, dia akan mati jika terlalu banyak disiram dengan air”. Kemudian, seorang ahli hikmat yang terkenal dan namanya diabadikan di dalam Al-Qurán, Luk-manul Hakim, beliau pernah memberi nasehat kepa-da putera-puterinya, sebagai berikut : “Wahai putera-puteriku, apabila perut kalian terlalu kenyang, maka otak kalian akan tidur, pikiran kalian akan buntu dan badan kalian akan lemah dan malas untuk beribadah kepada Allah”. Dr. Alexis Correl, pemenang hadiah Nobel dalam ilmu pengobatan dan pembedahan, pernah

13

mengatakan bahwa, banyaknya makanan yang di-konsumsi manusia secara rutin setiap hari lama ke-lamaan dapat mengganggu kestabilan kerja organ-organ tubuh. Itulah barangkali sebabnya sehingga orang-orang tua kita dulu suka berpuasa pada wak-tu-waktu tertentu, dan ternyata sangat berpengaruh pada usia mereka, yang mana usia mereka relatif panjang dan banyak diantara mereka yang berusia hingga mencapai 125 tahun. Apabila perut kita selalu dipenuhi oleh ma-kanan dan minuman yang berlebihan, maka sel-sel tubuh kita akan kebanjiran zat makanan, akibatnya urat syaraf menjadi lembab dan kerja otak akan ter-hambat. Jika keadaan ini terjadi terus menerus bisa mengakibatkan menurunnya daya ingat dan mele-mahnya intelektual yang ditandai dengan sering lu-pa, cepat lelah dan tidak bisa berpikir keras. Sewaktu perut kenyang, banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan, dan selagi seseorang berpuasa atau ketika perut kosong maka volume darah di bagian pencernaan dapat di-kurangi dan dipakai untuk keperluan lain terutama untuk melayani otak, sehingga otak menjadi terang cemerlang. Sehubungan dengan ini tepat sekali apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. :

τΧν⋅ σχ∏™ τ×Ρλ∏ Γπφ⊂ τρχ± ⊆°÷↓ σ⇑ 14

Page 12: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

“Barangsiapa melaparkan perutnya, maka pikiran-nya menjadi cerdas dan hatinya menjadi cemerlang”

Oleh karena itu, sederhanakanlah dalam ber-buka puasa dan makan sahur. Makan dan minum-lah secara wajar dan mari kita ikuti kebiasaan Ra-sulullah dalam makan dan minum, dimana beliau tidak akan makan kecuali lapar dan tidak akan mi-num kecuali haus. Beliau makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Sabda Rasulul-ah SAW. :

Γϖπ×↓°⇑ ⊆⎯™ Γϖπ∅↓°⇑ ο∧

“Makanlah kamu ketika lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang”. Rasulullah SAW. menganjurkan agar meng-konsumsi makanan yang manis-manis, seperti kur-ma misalnya, ketika berbuka puasa. Kalau tidak ada makanan, maka cukup dengan air saja. Anjuran ini sangat tepat, karena buah kurma mengandung ka-dar gula yang cukup tinggi. Demikian juga dengan makanan lainnya yang mengandung gula, selain e-nak rasanya, makanan ini juga cepat dicerna dan diserap dalam mulut dan lambung, sehingga dapat meningkatkan kadar gula dalam darah, akibatnya rasa lapar yang dirasakan dapat segera berkurang. Demikian juga air. Semua organ tubuh

15

manusia memerlukan air. Tanpa air, fungsi organ tu-buh tidak bisa dijalankan. Air sangat diperlukan untuk membersihkan racun atau toksin dalam tubuh. Asam urat dan u-rine misalnya, yang merupakan limbah dalam tubuh yang harus segera dilarutkan terlebih dahulu de-ngan air sebelum dibuang oleh ginjal dalam bentuk air kencing. Selain itu, air juga sangat dibutuhkan untuk melindungi kulit dari retak-retak dan keke-ringan. Terlalu sedikit air yang dikonsumsi, dapat mengurangi volume darah yang beredar. Kekurang-an air dalam tubuh dapat mempersulit pembakaran lemak. Oleh karena itu, usahakanlah untuk meng-konsumsi air secukupnya, yakni sekurang-kurang-nya 10 gelas atau sekitar 2 sampai 2,5 liter air seha-ri. Tapi ingat, 10 gelas air ini tentu tidak diminum se-kaligus, tapi secara bertahap/beberapa kali sehari. Usahakan air yang diminum juga adalah air hangat, tidak terlalu panas, tidak pula terlalu dingin. Dalam kegiatan makan sahur, Rasulullah me-nekankan betapa pentingnya bersahur. Upayakan jangan sampai kita ketinggalan sahur karena kesi-angan. Bersahurlah kendati hanya seteguk air, ka-rena yang membedakan puasa orang Islam dengan puasa orang Nasrani adalah makan sahur. Disam-ping itu, di dalam sahur juga terdapat berkat yang dapat menguatkan badan dan menahan lapar. Sab-da Rasulullah SAW. :

16

Page 13: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

″°Φλ⇔↓ ο⟨↓ ⇒°ϖ∅™ °⇓ ⇑°ϖ∅ σϖ±°⇑ οΞ∏ ◊↓ ΡΛΤ⇔↓ Εν∧↓

“Sesungguhnya yang membedakan antara puasa kita (orang Islam) dengan puasa ahli kitab (kaum Nasrani) adalah makan sahur”.

Ε∧Ρ± ℵυΛΤ⇔↓ ◊°∏ ™ΡΛΤ×

“Hendaklah kamu makan sahur, karena sesungguh-nya makan sahur itu berkat (dapat menguatkan ba-dan dan menahan haus dan lapar)”. Waktu makan sahur sebaiknya dilakukan pa-da sesudah tengah malam, dan lebih afdhal pada saat menjelang imsak. Ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap kuat (tidak cepat lesu/lemah) dalam ber-puasa di siang harinya. Disamping itu, mentakhirkan (menunda hingga menjelang imsak) makan sahur, akan memberikan peluang yang besar bagi kita un-tuk melakukan ibadah shalat subuh berjamaah di masjid/mushalla. Sebaliknya, kalau waktu makan sahurnya terlalu cepat (misalnya jam 02.00 atau jam 03.00), dikhawatirkan shalat subuh kesiangan, kare-na ketiduran.

17

Anjuran mentakhirkan makan sahur disam-ping untuk menjaga stamina tubuh agar tetap prima selama menjalankan ibadah puasa, lebih dari itu ju-ga mengandung makna yang dalam bahwasanya berpuasa itu perlu persiapan yang matang agar pro-duktifitas kerja sehari-hari tidak terganggu oleh lapar dan dahaga. Demikian pentingnya makan sahur se-bagai persiapan untuk menjalankan ibadah puasa, ini merupakan sebuah refleksi dari cerminan bahwa berpuasa itu bukan sekedar pamer tahan lapar dan haus, tanpa melakukan aktivitas kerja sehari-hari, sehingga ada sementara orang yang merasa bang-ga dapat menjalankan ibadah puasa walapun tidak bersahur tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’. Lebih dari sekedar itu, berpuasa sesungguhnya a-dalah kegiatan ibadah yang tidak menghambat atau menguras porsi aktivitas keseharian kita. Makanya itu Rasulullah SAW. menganjurkan untuk menyege-rakan berbuka puasa dan mentakhirkan makan sa-hur. Ini dimaksudkan agar ibadah puasa kita tetap jalan, aktivitas sehari-hari juga tetap jalan, tidak ter-ganggu oleh puasa kita. Oleh karena itu tidak cukup beralasan kalau seseorang mengurangi volume ak-tivitas sehari-harinya lantaran menjalankan ibadah puasa.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa menahan diri dari makan dan mi-num adalah melakukan pengendalian diri terhadap makan dan minum agar tidak berlebihan, terutama

18

Page 14: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

pada saat berbuka puasa dan makan sahur. Kita berharap latihan mengendalikan diri dari makan dan minum selama berpuasa di bulan Ramadhan ini menjadi bahan bandingan, syukur-syukur kalau ke-biasaan baik ini terus berlangsung di luar Rama-dhan, sehingga kita mampu menahan diri dari per-soalan makan dan minum, mulai dari memperoleh makanan dan minuman yang halal dan baik, hingga mengkonsumsinya tidak terlalu banyak, tidak pula terlalu sedikit (tetap dalam batas-batas kewajaran). Dalam mengkonsumsi makanan dan minum-an perlu diperhatikan kadar gizi dan proteinnya. Ja-ngan hanya mementingkan enaknya saja, lezatnya saja. Sebab dalam pola kehidupan masa kini orang cenderung memilih makanan dan minuman yang e-nak, yang lezat, walapun kadar gizi dan proteinnya kurang. Jika makanan dan minuman ini dikonsumsi sewajarnya (tidak berlebihan dan tidak terus mene-rus), biasanya tidak akan terjadi persoalan pada kesehatan tubuh kita. Namun ironisnya, mungkin karena keenakan, banyak diantara kita yang tidak mampu menguasai diri sehingga mengkonsumsi makanan dan minuman serba lezat itu secara berlebih-lebihan (dijadikan konsumsi rutin), maka sudah barang tentu cara makan dan minum seperti ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dalam tu-buh kita. Satu hal yang perlu diperhatikan juga adalah

19

mengenai keteraturan dalam hal makan dan minum. Sebagian besar kita, terutama yang selalu sibuk, ku-rang memperhatikan atau sering meremehkan kese-hatan perutnya, sehingga makan kurang teratur, su-ka menunda waktu makan, dan sering makan terge-sak-gesak. Selain itu, sebagian kita terkadang mem-biarkan begitu saja perut dalam keadaan kosong, karena saking sibuknya bekerja, dan menggantinya dengan merokok dan minum kopi berlama-lama. Kebiasaan buruk ini sangat merugikan kesehatan kita. Oleh karena itu, menahan diri dari makan dan minum tentunya tidak hanya sebatas pengen-daliannya, tetapi juga pengaturannya. Semoga de-ngan hikmah menahan diri dalam puasa Ramadhan, kita mampu menahan diri dari makan dan minum dalam arti yang seluas-luasnya.

20

Page 15: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII NNAAFFSSUU SSYYAAHHWWAATT

etika perang Badar usai yang meli-batkan kurang lebih 300 tentara mus-lim melawan 1000 tentara kafir qu-

raisy yang berakhir dengan kemenangan di pihak kaum muslimin, hal ini membawa kegembiraan ter-sendiri bagi para sahabat. Namun kegembiraan ini terhenti seketika, tatkala Rasulullah SAW. Meng-ucapkan selamat datang kepada para pejuang Islam dan menyatakan bahwa perang badar yang telah usai tersebut hanyalah sebuah perang kecil, se-dangkan perang yang lebih besar sedang menanti dan berada di depan mata. Sabda Rasulullah SAW :

21

ΡΧ∧⎨↓ ⎯°©ϑ⇔↓⎛⇔↓Ρ®∅⎨↓ ⎯°©ϑ⇔↓ σ⇑°ρ∈÷ℵ

“Kita ini telah kembali dari peperangan yang kecil menuju ke peperangan yang besar”. Apa gerangan peperangan yang besar itu? Tidak la-in dan tidak bukan adalah peperangan melawan ha-wa nafsu. Di dalam diri kita ini terdapat dua bentuk naf-su yang bertolak belakang, yakni Nafsu Rububiyah (nafsu yang baik dan membangun/konstruktif) yang apabila dimanfaatkan akan melahirkan tindakan-tin-dakan dinamis dan berkemajuan. Sebaliknya, terda-pat pula nafsu yangmerusak, destruktif, yang apabi-la diperturutkan akan mendatangkan kemudharatan dan kerugian yang besar, baik terhadap diri sendiri, bahkan dapat pula merugikan orang lain. Nafsu yang merusak ini adalah seperti Nafsu Syaithaniyah (nafsu syetan), Nafsu Bahimiyah (nafsu kebinatang-an), Nafsu Subu’iyyah (nafsu kebuasan, kebiadab-an, keserakahan dsb.) dan banyak lagi yang lain-nya, merupakan sekumpulan nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan dan kemungkaran yang tentunya perlu selalu kita waspadai setiap saat. Nafsu yang merusak hendaklah selalu kita kendalikan dengan baik. Dan memang mengendali-kan nafsu merupakan perjuangan yang amat besar,

22

K

3

Page 16: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

melebihi perjuangan dalam memenangkan perang badar. Ingatlah, kemenangan dan kebahagiaan ha-nya mungkin dapat diraih oleh orang-orang yang mampu mengendalikan nafsunya, sebaliknya, ke-sengsaraan hanya akan menimpa kepada orang-orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya dengan kata lain, ia selalu dikendalikan oleh nafsu-nya. Nampaknya memang perkara terbesar yang sering mencelakakan manusia adalah nafsunya sendiri. Gara-gara nafsu inilah yang telah mengelu-arkan Adam dan Hawa dari sorga turun ke dunia (bumi), dari tempat keabadian dan kemuliaan ber-pindah ke tempat yang fana dan hina, lantaran me-reka berdua tidak mampu mengendalikan nafsunya untuk mendekati dan memakan buah terlarang.

Begitulah nafsu, ia laksana pedang bermata dua. Di satu sisi, ia sangat diperlukan oleh kita un-tuk menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini. Se-bab tanpa adanya nafsu, hidup dan kehidupan kita akan terasa hambar, tidak bergairah. Tanpa ada-nya nafsu, tidak akan berkembang keturunan, bah-kan tanpa adanya nafsu, tidak akan ada kehidupan. Di sisi lain, bahaya nafsu sungguh sangat dahsyat, ia dapat memusnahkan manusia hingga tak bersisa, bahkan ia dapat memusnahlan apa saja yang ada di bumi ini. Dengan demikian keberadaan nafsu harus kita akui sebagai anugerah yang besar dari

23

Allah SWT. yang perlu kita manfaatkan sedemikian rupa. Menghilangkan atau melenyapkan nafsu yang ada dalam diri kita adalah sesuatu yang tidak mung-kin, disamping tindakan ini merupakan suatu keing-karan, dan boleh jadi Allah akan mencap kita men-jadi hamba-Nya yang tidak tahu bersyukur. Sebalik-nya, membiarkan nafsu bebas berkembang dan ber-gerak lesuasa, juga merupakan tindakan yang ko-nyol dan dapat membinasakan kita. Lalu bagaimana kita menyikapinya? Yang penting bagi kita menge-nai persoalan nafsu ini adalah, pengendaliannya. Kita selalu berupaya mengendalikan nafsu kita. Ma-na kala nafsu kita berada pada jalur yang diridhai Allah, maka tidak ada salahnya kita salurkan, kare-na pasti akan mendatangkan manfaat dan kemas-lahatan. Namun, manakala nafsu kita mulai me-nyimpang dan menjerumuskan, kita harus waspada dan perlu mengendalikannya dengan pengendalian ekstra ketat. Diantara sekian banyak jenis dan macam nafsu, terdapat satu nafsu yang sangat penting dan perlu kita kendalikan, adalah Nafsu Syahwat. Nafsu syahwat dikaruniakan oleh Allah SWT. kepada manusia untuk tujuan utama yaitu untuk me-lestarikan keturunan dan menjaga eksistensinya. Di-samping itu, nafsu syahwat merupakan suatu kenik-matan yang diberikan Allah dan merupakan kenik-matan terbesar bagi jasmani. Akan tetapi dibalik

24

Page 17: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

kenikmatan terbesar itu, tersimpan pula bahaya yang sangat besar dan mengancam manusia apabi-la tidak dikendalikan atau tidak disalurkan sebagai-mana mestinya. Ketahuilah, nafsu syahwat itu merupakan nafsu yang sangat berbahaya. Jika sedang bergejo-lak, ia dapat mempengarungi akal pikiran sehingga akal pikiran seolah tak berfungsi lagi. Jika tidak ter-kendali, ia dapat menjatuhkan derajat manusia ke derajat yang serendah-rendahnya. Sepanjang sejarah manusia, nafsu syahwat yang tidak terkendali telah banyak menjadi penye-bab terjadinya kebobrokan dan pertumpahan darah. Al-Qur’a n sendiri telah mencatat bahwa pertumpah-an darah pertama yang jatuh ke bumi adalah dise-babkan persoalan nafsu syahwat. Simak bagaimana cerita Qabil dan Habil yang berseteru hingga ber-akhir dengan pertumpahan darah disebabkan nafsu syahwat terhadap kecantikan seorang wanita sau-daranya sendiri. Firman Allah SWT. :

σ⇑ ΜΧ∅°∏ τ νΦϕ∏ τϖ…↓ οΦ⋅ τ Τη⇓ τ ⇔ Γ⊂υχ∏ σ⎜ΡΤΝ ⇔↓

“Maka disebabkan oleh hawa nafsu, Qabil meng-anggap mudah membunuh saudaranya (Habil),

25

sebab itu maka dibunuhnyalah, sehingga menjadi-lah ia seorang diantara orang-orang yang merugi” (QS. Al-Ma’idah ayat 30). Fitnah yang menimpa Nabi Yusuf a.s juga berkaitan dengan nafsu syahwat seorang wanita yang bernama Zulaikha. Firman Allah SWT. :

Γϕν∠™ τ™Τη⇓ σ⊂°©Φϖ± υ⟨ ⎡Φ⇔↓ τ×⎯™↓ℵ™ ã↓↵°∈⇑ ⇐°⋅ µ⇔ Γϖ⟨ Γ⇔°⋅™ ″↓υ±⎨↓

◊υπνφ⇔↓ Μνη⎜⎨ τ ⇓↓ ⎝↓υΗ⇑ σΤ≡↓ ⎡ ™±ℵ τ ⇓↓

“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumah-nya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, “Marilah ke sini”, Yusuf berkata, “Aku ber-lindung kepada Allah, sungguh tuanku telah mem-perlakukan aku dengan baik”. Sesungguhnya orang-orang yang dzalim tidak akan beruntung” (QS. Yu-suf ayat 23). Demikian juga bagaimana kisah dramatis yang dialami oleh seorang ahli ibadah bernama Barshisha di zaman Bani Israil, yang akhirnya men-dapat hukuman mati lantaran menghamili dan mem-bunuh seorang purteri raja, karena tipu daya syetan.

26

Page 18: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Setidaknya ada tiga sikap yang ditunjukkan manusia dalam menghadapi nafsu syahwat ini. Ada diantara mereka yang agak berlebihan menyikapi-nya, sehingga nafsu syahwat dijadikan subyek se-kaligus obyek yang dinomorsatukan atau diutama-kan. Hampir seluruh hidupnya tercurah untuk me-menuhi kepentingan syahwatnya, sehingga nyaris melupakannya untuk mengingat Allah. Jika keada-an ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya pengendalian, pada gilirannya nanti dapat membuat seseorang terjerumus ke dalam perbuatan keji dan nista dan ia tidak memperdulikan lagi ram-bu-rambu larangan yang ditetapkan Allah dan Ra-sul-Nya. Disamping itu, sikap berlebihan yang se-perti ini juga dapat menyeretnya ke perbuatan keji dan nista lainnya sebagai akibat dari dorongan naf-su syahwatnya, seperti mengkonsumsi minuman ke-ras, narkoba dan obat-obat terlarang lainnya dan berjudi. Sikap dan perbuatan manusia yang terlalu berlebihan terhadap nafsu syahwat tentu tidak akan pernah merasa puas dalam melakukan hubungan seksual. Ia akan selalu ganti-ganti pasangan, bah-kan mungkin tidak hanya dengan lawan jenis, tetapi juga dengan sesama jenis. Keadaan ini tentu sudah sangat jauh melampaui batas. Binatang saja dalam melakukan hubungan seksual selalu dengan lawan jenis, tidak pernah dengan sesama jenis. Berarti tin- dakan manusia yang terlalu berlebihan melayani

27

nafsu syahwatnya, tindakan dan prilakunya sudah melebihi prilaku binatang. Sementara itu, ada lagi sebagian manusia yang tidak memperdulikan nafsu syahwatnya. Ia ti-dak mempunyai gairah sedikitpun terhadap seksual. Keadaan ini bisa jadi lantaran faktor keturunan atau faktor pembawaan sejak lahir, bisa juga lantaran adanya penyakit yang menyerang fisik dan atau psi-kisnya sehingga mengganggu syaraf-syaraf seksu-alnya, atau mungkin juga karena disengaja/memang diupayakan untuk menghilangkan nafsu syahwat-nya. Jika ketidakbergairahan terhadap seksual ini karena disengaja, maka tentu sikap dan tindakan yang seperti ini tidak dibenarkan, karena dapat me-mutuskan garis keturunan. Sikap dan keadaan ketiga, adalah keadaan yang wajar, dimana nafsu syahwatnya terkendali. Nafsu syahwatnya tunduk terhadap akal dan hukum syara’. Sikap dan keadaan inilah yang ideal, yang dikehendaki oleh Islam, yang selaras dengan ke-hendak dan tujuan syari’at. Setiap manusia yang normal selalu dianuge-rahi Allah nafsu syahwat. Hanya kita sajalah lagi ba-gaimana menyikapinya dan ke arah mana kita per-gunakan. Jika nafsu syahwat kita sikapi dengan wa-jar dan kita pergunakan sesuai dengan tuntunan syari’at, maka nafsu syahwat kita akan mendapat

28

Page 19: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

rahmat dari Allah SWT. yang pada gilirannya dapat membawa manusia kepada kebahagiaan hidup, ba-ik di dunia kini mapun di akhirat nanti. Namun seba-liknya, jika nafsu syahwat kita sikapi dengan tidak sewajarnya dan kita pergunakan sebebas-bebasnya tanpa kendali, maka nafsu syahwat kita akan men-dapat laknat dari Allah SWT. dan nafsu syahwat yang dilaknat oleh Allah SWT. sifatnya liar, buas dan ganas yang pada gilirannya akan menggiring manusia ke lembah hina dan nista dengan mena-warkan kesengsaraan yang berkepanjangan. Ingatlah peringatan Allah SWT. :

⁄υΤ⇔°± ≥ℵ°⇑⎨ ⎡Τηρ⇔↓ ◊↓ ⎡Τη⇓ →Ρ±↓°⇑ ™ θϖ≡ℵℵυη∠ ⎡™±ℵ ◊↓ ⎡™±ℵ θ≡ℵ°⇑⎨↓

“Dan aku tidak akan membebaskan diriku dari kesa-lahan, karena sesungguhnya nafsu syahwat itu mendorong manusia kepada kenistaan, kecuali naf-su syahwat yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Se-sungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf ayat 53). Tak bisa kita mungkiri, belakangan ini sangat banyak jenis dan corak lagu dan syair yang dapat menumbuhsuburkan nafsu syahwat. Terlebih-lebih bagi generasi muda. Lagu dan syair penumbuh

29

suasana syahwati tersebut kerapkali dapat melam-bungkan lamunan generasi muslim, yang untuk ke-mudian mengkristal menjadi ruh dari bagian gaya hi-dupnya. Hingga karenanya, telinga bagaikan tuli dan lidah terasa pahit bila sehari saja tak menye-nandungkan lagu dan syair tersebut. Bercerita tentang cinta, binar di dua bola ma-tamu, rona memerah di pipimu, senyum kecil di bi-birmu dan ratusan pujian serupa yang dilontarkan oleh sang kekasih yang lagi dilanda asmara, dapat membangkitkan birahi, apalagi jika ditunjang oleh penampilan sang kekasih yang aduhai, maka tidak mustahil akan dapat menyeret muda-mudi yang di-landa kasmaran ke onggokan cinta terlarang yang membuahkan kesengsaraan dan kehinaan. Lebih kronis lagi, sulutan api asmara bela-kangan ini semakin besar, ini terlukis dalam dunia layar perak/kaca dan media cetak maupun elektro-nik, di mana sajian-sajian adegan seks yang vulgar, jorok dan menjijikkan sudah mulai merebak dan me-masuki ke pelosok-pelosok tanah air. Nafsu syah-wat yang merupakan karunia Allah yang begitu in-dah berubah fungsi menjadi ajang komoditi mencari keuntungan besar. Norma-norma yang berlaku da-lam tatanan kehidupan, tidak lagi menjadi pegang-an. Sekian banyak wanita-wanita muda yang antrian panjang berebut kursi popularitas, hingga siap mele-paskan seluruh auratnya. Tubuh wanita dijadikan

30

Page 20: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

tontonan menarik pengobar nafsu syahwat. Bahkan sekujur tubuhnya yang merupakan asset berharga didayagunakan sedemikian rupa menjadi alat yang ampuh untuk menjerat dan menjebak pria, karena memang secara seksiologis dan fisiologis telah di-maklumi dan menjadi hukum alam bahwa wanita yang berpenampilan seksi merupakan faktor utama yang dapat menumbuhkan daya tarik kaum pria. Itu-lah sebabnya, peristiwa tentang seorang pria yang bertekuk lutut di bawah kerlingan wanita, bukan sekedar menggejala, tapi sudah memasyarakat bahkan mungkin sudah membudaya. Fakta sejarah telah membuktikan, seperti so-sok Julius Caesar yang gagah perkasa, terpedaya di bawah kerlingan Cleo Patra. Demikian juga Napo-leon Bonaparte yang dijuluki Singa Daratan Eropah, ternyata tunduk di bawah goyang domretnya Marga-ret Yosepin. Tak kalah dahsyatnya, seorang senator dari Partai Demokrat Gary Hart sempat terpental ja-uh dari pencalonannya menjadi Presiden Amerika Serikat lantaran kuatnya keris asmara yang di tan-capkan Dona Rice terhadapnya, sehingga membu-atnya tak berdaya dan menggagalkan karirnya. Ju-ga yang dialami Perdana Menteri Uno, dia ambruk dari kursi emasnya, dikarenakan kuatnya pesona Geisha kekasihnya. Sebagian cerita negarawan dan pemimpin yang jatuh runtuh di pelukan wanita terse-but di atas merupakan bukti kongkrit dari betapa be-sarnya pengaruh wanita di dalam menumbuhkan

31

dan membangkitkan nafsu syahwat. Sebuah pendapat filosofi mengungkapkan, “Apabila nafsu birahi seorang pria terhadap seorang wanita telah bangkit, maka hilanglah dua pertiga akalnya”. Rasulullah SAW. bersabda, yang artinya : “Tidak ada satu cobaan yang terjadi sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum pria yang melebihi berbahayanya berbagai cobaan, kecuali cobaan yang berhubungan dengan soal wanita” (HR.Mus-lim). Kemudian dalam hadits lain disebutkan :

⎛⇔ °∈× ã↓ ◊↓™ ≥ΡΖ… ≥υν≡°ϖ⇓Π⇔↓ ◊↓ ↓υϕ×°∏ ◊υνπ∈× ιϖ∧Ρφρϖ∏°©ϖ∏ θληνΝΦΤ⇑ ⎛ρ± ΕρΦ∏ ⇐™↓ ◊°∏ ⁄ƒΤρ⇔↓↓υϕ×↓™ °ϖ⇓Π⇔↓

⁄ƒΤρ⇔↓ Γ⇓°∧οϖ←↓Ρℜ↓

“Sesungguhnya dunia ini diciptakan sangat indah dan menarik hati. Dan Allah mempersilahkan kepa-damu untuk menikmatinya dan bagaimana memper-lakukannya. Namun, berhati-hatilah terhadap dunia.

32

Page 21: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Dan berhati-hatilah pula terhadap wanita. Karena sesungguhnya pertama kali terjadi fitnah di kalang-an Bani Israil, disebabkan oleh wanita” (HR. Mus-lim). Begitulah keberadaan wanita, ia ternyata mampu menggoncang dunia tanpa harus mengang-kat senjata. Cukup dengan senyum, kerlingan mata dan kemulusan tubuhnya, mereka mampu membu-mihanguskan dunia. Oleh karena itu, dalam menyi-kapi keberadaan wanita, Islam dengan bijaksana te-lah mengatur sedemikian rupa tentang kehidupan wanita. Dalam hal berpakaian misalnya, wanita muslimah dibolehkan mengenakan pakaian apapun yang disenanginya di hadapan anggota keluarganya atau diantara teman-teman wanitanya. Namun, apa-bila ia ke luar rumah atau apabila ada pria selain anggota keluarganya (bukan mukhrim), ia wajib menutupi seluruh auratnya. Rasulullah SAW. bersabda :

ã↓ ¬Ρ…°©Φϖ± Ρϖ∠ °©±°ϖ∂ Γ⊂Σ⇓ ≥↓Ρ⇑↓°π⎜↓ ® ΡΦℜ°©ρ⊂

“Siapa saja dari seorang wanita yang membuka pakaian (auratnya) di ruar rumah, maka Allah pasti akan merobek tirai kehormatannya” (HR. Ahmad,

33

Thabrani dan Bazaar dari Aisyah). Kemudian beliau bersabda pula :

°©∏ΡςΦℜ↓°©Φϖ± σ⇑ Γ÷Ρ…↓↵°∏ ≥ℵυ⊂ ≥↓Ρπ⇔↓ ◊°χϖς⇔↓

“Wanita itu aurat, maka apabila ia keluar rumah, berdiri tegaklah syetan padanya” (HR. Turmidzi dari Ibnu Mas’ud). Bila kedua hadits ini dianggap belenggu yang merantai kebebasan kaum wanita, maka dapatlah dipastikan hujan birahipun tak dapat dihindari lagi hingga dengan mudahnya wanita-wanita bergenta-yangan di jalan-jalan raya, di tempat diskotek, di bar dan resturan, di hotel-hotel dan ditempat-tempat hi-buran lainnya, dengan mempertontonkan kemolek-an tubuhnya untuk membangkitkan nafsu syahwat kaum pria. Apa upaya yang dilakukan Islam untuk mem-bentengi ummatnya dari pengaruh nafsu syahwat ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan perni-kahan dan atau puasa. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW. bersabda :

34

Page 22: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

≥ ⁄°Χ⇔↓ θλρ⇑ ⊆°χΦℜ↓ σ⇑ ″°Χς⇔↓Ρς∈⇑°⎜ ≠Ρην⇔ σΞ≡↓™ ΡΞΧν⇔α∠↓ τ ⇓°∏ ≠™ΣΦϖν∏ ⁄°÷™ τ ⇔ τ ⇓°∏ ⇒υΞ⇔°± τϖν∈∏ ∉χΦΤ⎜ θ⇔σ⇑™

“Wahai para pemuda, siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin, karena sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata (terhadap orang-orang yang tidak halal dilihat), dan akan memeliharanya (dari godaan syahwat). Siapa yang tidak mampu ka-win, hendaklah dia berpuasa, karena dengan berpu-asa nafsu syahwatnya terhadap wanita akan berku-rang” (HR. Bukhari). Dengan adanya pernikahan, insyaAllah ma-syarakat akan terhindar dari dekadensi moral dan kerusakan sosial. Karena bagaimanapun juga naluri kecenderungan seksual hanya akan dapat dipuas-kan melalui pernikahan yang sah. Disamping itu, dengan adanya pernikahan, insyaAllah masyarakat akan terhindar dari penyakit-penyakit kelamin yang tersebar akibat pergaulan bebas dan perzinahan, seperti penyakit Gonorhoe (radang pada rahim bagi wanita dan kedua buah biji kelamin pada pria), penyakit bernanah pada alat ke-lamin, penyakit cacar lunak, penyakit syphilis,

35

penyakit kematangan seksual dini, aids/HIV dan sebagainya.

Naluri seksual itu sesungguhnya dapat pula dibimbing dan dididik serta dikendalikan melalui iba-dah puasa. Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, kita dilatih untuk menahan diri dari apapun yang da-pat membatalkan dan merusak nilai puasa, terma-suk menahan diri dari pengaruh nafsu syahwat, yak-ni tidak melakukan hubungan seksual suami isteri pada siang hari. Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, akan membuka kesadaran bagi kita bahwa segala aktivi-tas keseharian (rutinitas) yang kita lakukan tidak mesti dilakukan terus menerus, namun diperlukan istirahat agar tidak cepat jenuh, supaya sehat dan tidak merasa ketergantungan, yang pada gilirannya nanti dapat berpengaruh terhadap ketahanan men-tal dan fisik kita. Meskipun melakukan hubungan suami isteri itu halal, namun dengan berpuasa kita dilatih untuk melakukan pengendalian di siang hari. Hal ini tentu akan berdampak positif terhadap upaya-upaya pe-ngendalian nafsu syahwat agar kita tidak mudah ter-perangkap oleh penjaja seks murahan. Kita tidak a-kan tergiur oleh PIL (Pria Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain) atau yang lebih populer

36

Page 23: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

dengan istilah perselingkuhan, kendati nikmat tapi membawa laknat.

ddddd

37

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII NNAAFFSSUU AAMMAARRAAHH

marah adalah salah satu dari gerakan nafsu yang seketika meluap karena adanya rangsangan terhadap emosi,

cenderung menjadi semacam senjata yang dapat mempengarungi kestabilan diri sendiri dan orang la-in. Sebenarnya sikap dan tindakan marah merupa-kan sebuah upaya untuk mempertahankan diri dan untuk melepaskan kejengkelan, rasa dendam dan sebagainya. Bila marah datang tanpa ditahan de-ngan hati dan akal sehat sebelum menjalar, ia tak obahnya laksana nyala api yang membakar kayu kering, apabila tidak segera disiram dengan air,

38

A

4

Page 24: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

maka apinya akan semakin besar dan dapat meng-hanguskan apa saja yang ada di sekitarnya. Pada saat orang marah maka darah yang ada di tubuhnya naik, bagaikan uap memenuhi ruangan yang ada di otak, sehingga pandangannya gelap, kalap, seakan tak sanggup lagi berpikir jernih. Ketika itu pertim-bangan hilang, akal tertutup, pikiran tersentak, kare-na emosi telah menyelimuti hati dan urat syaraf. Se-hubungan dengan ini, tepatlah apa yang dimisalkan oleh seorang hukama terkenal : “Orang yang se-dang marah adalah laksana gua batu yang terbakar. Api terkurung di dalamnya dan angin yang masuk mengipasnya sehingga menambah nyalanya. Gua semakin panas dan siap membakar apa saja, bah-kan batu sekalipun, semuanya jadi bara yang hitam memerah. Meski ada orang berupaya untuk menyi-ramnya, maka air penyiram itu berubah menjadi minyak yang justeru akan menambah nyala apinya”. Begitulah, kalau kemarahan dibiarkan tanpa ditahan, ia dapat mematikan hati dan akal, ia dapat menulikan telinga dan membutakan mata, sehingga tepatlah apa kata orang bijak : “Anda tak akan me-nemukan sesuatu dengan marah. Akan tetapi, anda akan kehilangan sesuatu karena marah”. Kalau kita sedang marah, seperti yang dapat kita lihat pada orang lain yang sedang marah, wajah kita menjadi merah menakutkan. Disebabkan ciri ini, maka orang yang sedang marah bisa disebut

39

sedang naik darah, karena pada saat kita marah, darah kita naik ke kepala, mata kita terbelalak dan biji mata kita sekan-akan mau keluar dari kelopak-nya. Jari-jari tangan bergetar, gigi kita terkatup rapat seolah-olah mau mengigit orang yang kita marahi, gerakan badan kita menjadi tidak beraturan dan be-berapa perubahan pada fisik lainnya. Seandainya seseorang yang sedang marah melihat dirinya di muka cermin, niscaya akan meredalah kemarahan-nya, karena malu melihat keadaan fisiknya seperti itu. Disamping itu, orang yang sedang marah, ucapannya menjadi tidak terkontrol lagi. Keluarlah kata-kata yang tidak enak di dengar. Meluncurlah berbagai makian, celaan, hinaan dan kata-kata yang menyakitkan yang apabila di dengar oleh orang yang berakal sehat, dia akan merasa risih dan bahkan orang yang sedang marah itu sendiri merasa risih dan malu terhadap apa yang ia ucap-kan tersebut ketika kemarahannya reda. Pengaruh orang yang sedang marah, sung-guh sangat berbahaya, karena orang yang lagi ma-rah ada keinginan untuk memukul, melukai, mero-bek pakaian bahkan membunuh orang lain yang se-dang dimarahinya. Jika amarah itu tidak tersalurkan pada obyek yang dimarahinya, kekesalannya akan berbalik kepada dirinya sendiri. Ia akan merobek-ro-bek pakaianya sendiri, memukuli tubuhnya, kadang

40

Page 25: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

kala memukulkan tangannya ke dinding, ke meja atau ke tanah. Melemparkan piring, memukul bina-tang yang ada di dekatnya, bahkan saking kesalnya ia bisa pingsan tak sadarkan diri. Amarah timbul bisa disebabkan oleh faktor jasmani dan bisa pula disebabkan oleh faktor roha-ni. Penyebab amarah yang dipengaruhi oleh fak-tor jasmani, antara lain : 1. Kelelahan yang berlebihan. Misalnya orang yang

terlalu lelah karena kerja seharian seringkali mu-dah tersinggung dan mudah marah;

2. Karena kelebihan atau kekurangan zat-zat terten-tu dalam tubuh yang dapat menyebabkan marah. Misalnya jika otak kurang mendapat zat asam, maka seseorang akan cenderung marah;

3. Ketidakstabilan hormon kelamin juga dapat me-nyebabkan marah. Misalnya ketika sang ibu se-dang haid, biasanya suka marah-marah;

Adapun faktor rohani yang mempengaruhi amarah, erat sekali kaitannya dengan kepribadian seseorang, terutama yang menyangkut self concept yang salah atau anggapan yang salah terhadap diri sendiri, seperti : 1. Rasa rendah diri ( MC =Minderwaardigheid Com-

41

plex). Yaitu menilai diri sendiri lebih rendah dari yang semestinya. Orang ini akan mudah sekali tersinggung dan marah, karena setiap orang yang memcoba memberi masukan atau saran atau memberikan pujian dan penghargaan, selalu dianggapnya merendahkan dirinya;

2. Rasa Sombong (Superiority Complex), yaitu me-nilai diri sendiri melebihi kenyataan yang semes-tinya. Orang yang sombong seringkali menem-patkan dirinya sendiri lebih dari orang lain, se-hingga sedikit saja kalau ada orang lain yang mencoba memojokkannya atau merendahkannya ia akan tersinggung sekali dan marah;

3. Terlalu egois (egoistis), yaitu terlalu mementing-kan diri sendiri atau menilai dirinya lebih penting dari orang lain. Orang yang egois biasanya suka memaksakan kehendak, seakan-akan dia sajalah yang benar, dia sajalah yang mampu, sehingga jika ada orang lain yang mecoba menentang ke-hendaknya, dia akan tersinggung dan marah;

Setidaknya ada tiga tingkatan marah yang bi-

sa terjadi dan dialami oleh seseorang, yaitu : 1. Marah yang berlebih-lebihan. Ini terjadi ketika se-

seorang telah didominasi oleh nafsu amarahnya, sehingga akal sehatnya tidak berfungsi lagi, imannya seakan lumpuh dan tak mampu lagi membentenginya. Keadaan ini jika tidak diantisi-pasi segera, dapat mengakibatkan sesuatu yang

42

Page 26: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

yang fatal; 2. Relatif tidak pernah marah. Sikap dan tindakan

seperti ini tentu saja tidak dikehendaki. Imam Syafi’i pernah berkata, “Siapa yang dituntut oleh suatu kondisi yang seharusnya ia marah, ternyata tidak marah, ia tak lebih dari seekor keledai”;

3. Kondisi marah yang seimbang. Inilah yang dike-hendaki, dimana seseorang hanya akan marah setelah mendapat isyarat dari akal dan agama. Ketika nafsu amarah terpancing pada kondisi yang mengharuskan ia marah, maka iapun ma-rah, tetapi akan segera reda ketika kondisi meng-haruskannya santun dan memaafkan;

Kaitannya dengan tiga hal di atas, Imam Al-

Ghazali mensitir, menurut beliau ada tiga sikap dan tindakan marah yang ditunjukkan oleh seseorang. Ada seseorang yang cepat sekali marah dan lama berhentinya. Ada juga yang cepat marah, tetapi ce-pat pula berhentinya. Dan yang terakhir, ada seseo-rang yang lambat marahnya, namun cepat berhen-tinya. Yang ketiga inilah yang ideal.

Menurut Islam, marah itu ada yang terpuji,

ada pula yang tercela. Marah yang terpuji adalah marah karena mempertahankan kehormatan dan marah karena mempertahankan agama.

Jika misalnya nama baik kita dan anggota

keluarga kita dicemarkan orang, seperti dihina, 43

direndahkan, dilecehkan, difitnah dan sebagainya, maka wajar kalau kita marah. Jika anggota keluarga kita ada yang tidak mau shalat padahal kewajiban shalat telah mensyaratkannya, maka wajar juga kalau kita marah. Rasulullah SAW. bersabda, yang artinya : “Sebaik-baik ummatku adalah yang keras sikapnya didalam menjalankan hukum-hukum agama”. Seorang muslim wajib marah dan segera melakukan tindakan pencegahan, jika ia melihat dan menyaksikan kemungkaran terjadi di sekitarnya. Rasulullah SAW. bersabda :

θ⇔ ◊°∏ ®Πϖ± ®Ρ™ϖ®ϖν∏ ↓Ρλρ⇑ θλρ⇑ ∑↓ℵ σ⇑ τΧνϕΧ∏ ∉χΦΤ⎜ θ⇔ ◊°∏ τ⇓°ΤνΧ∏ ∉χΦΤ⎜

◊°π⎜⎨↓ ι∈∪↓ µ⇔↓↵™

“Siapa saja diantara kamu yang melihat kemung-karan, maka cegahlah dengan tanganmu. Jika kamu tidak mampu, maka cegahlah dengan lisanmu. Dan jika kamu tetap tidak mampu, maka cegahlah de-ngan hatimu (sekurang-kurangnya tidak suka/marah dengan kemungkaran tersebut), namun yang ter-akhir ini merupakan pertanda lemahnya iman” (HR.

44

Page 27: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Muslim). Orang yang tidak menampakkan kemarahan-nya terhadap kemungkaran, oleh Islam dianggap dosa. Apalagi jika ia bersikap dingin dan apatis se-hingga seolah-olah ia setuju dengan kemungkaran tersebut, maka orang ini lebih berdosa lagi. Dalam sebuah dialog, Rasulullah SAW. pernah ditanya oleh para sahabatnya :

θ∈⇓ :⇐°⋅ : ◊υΛ⇔°Ξ⇔↓°©ϖ∏™ ⊃ℵ⎨↓ ιΤΝ×↓ ⎛∅°∈⇔↓ ο⟨↓ ⎛ν⊂ θ©∧Ρ×™ θ™©Φ⇑™↓Ππ⇔

“(Ya Rasulullah), apakah mungkin bumi akan digon-cang gempa, padahal di tempat ini banyak orang yang shaleh? Rasulullah menjawab : Ya, karena ke-shalehannya ia gunakan untuk memberikan loyali-tas dan membiarkan para pelaku melakukan maksi-at”. Adapun marah yang tercela adalah marah yang bukan pada tempatnya, marah karena kesom-bongan dan marah karena iri dengki. Misalnya cepat marah karena hanya tersinggung terhadap persoal-an yang ringan, marah karena tidak diperhatikan orang lain atau mempermasalahkan dan meributkan sesuatu yang tidak bermanfaat sehingga timbullah amarah.

45

Seorang muslim bukan tidak boleh marah, boleh-boleh saja marah, namun tatkala kita marah maka segeralah kendalikan. Begitu kita marah kare-na kesalahan orang lain, maka segeralah memberi-kan maaf kepadanya. Allah SWT. Berfirman :

∑ υϕΦν⇔ ″Ρ⋅↓∞υη∈Φ⇓↓™ “Dan jika kamu mau memaafkan, cara itulah yang lebih mendekati ketaqwaan” (QS. Al-Baqarah ayat 237). Barangkali kita semua sepakat, bagaimana-pun juga, sikap dan tindakan marah, terutama ma-rah yang tercela, tidak akan menguntungkan sedikit juapun. Malah sebaliknya, marah yang berlebihan, marah yang meluap-luap dapat membawa akibat fa-tal si pelakunya. Orang yang menderita penyakit TBC, asma, hypertensi dan penyakit jantung sangat riskan dengan tindakan marah, maka itu jauhi dan hindari sikap dan tindakan marah, karena dapat memperberat penyakitnya. Disamping itu, hasil dari kemarahan sangat buruk buat kita, diantaranya da-pat memperbanyak musuh dan mengurangi teman. Orang yang suka marah tidak akan mendapat

46

Page 28: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

simpati orang lain. Boleh jadi orang yang marah merasa bangga dan menang karena dapat memarahi orang lain. Te-tapi sebenarnya kemenangannya itu tak lebih ha-nyalah sebuah tipuan yang suatu saat dapat menye-retnya kepada kekalahan yang berkepanjangan. Se-bab, dengan menyakiti orang lain karena kemarah-annya, dapat menghancurkan hubungan baik dan akan menjatuhkan harkat dan martabatnya di mata orang lain. Coba saja buktikan sendiri. Misalnya an-da menjabat seorang atasan pada sebuah kantor. Karena anda dikenal sebagai seorang atasan yang pemarah, diktator, maka tentu bawahan akan takut mendekati anda. Anda seorang pedagang, tetapi pemarah, pembeli akan takut berbelanja. Anda seo-rang majikan, tapi pemarah, para pembantu akan ketakutan dan akhirnya tak ada yang mau bekerja membantu anda. Guru yang pemarah akan dibenci muridnya, suami yang pemarah tidak akan dicintai oleh anak-anak dan isterinya, demikian sebaliknya. Demikianlah keburukan dan tercelanya si- kap dan tindakan marah. Karenanya dalam berba-gai hadits, Rasulullah mengingatkan, “Janganlah marah, janganlah marah !!!”. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda : “Wa-hai Rasulullah, suruhlah aku mengerjakan suatu

47

perbuatan dan aku sedikit mengerjakannya”. Rasu-lullah SAW. menjawab, “Janganlah engkau marah”. Kemudian orang itu mengulangi pertanyaannya sampai dua kali, dan jawaban Rasulullah tetap sa-ma, “Janganlah engkau marah” (HR. Bukhari dan Ahmad). Ibnu Umar ra. Berkata kepada Rasulullah SAW : “Katakanlah kepadaku satu ucapan dan aku sedikit mengerjakannya dengan harapan aku selalu mengingatnya”. Rasulullah SAW. menjawab : “Ja-ngan marah”. Aku mengulangi pertanyaan serupa sampai dua kali, tapi beliau tetap berkata : “Jangan marah” (HR. Abu Ya’la dan Ahmad). Dari Abdullah bin Umar ra. mengatakan bah-wa ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah, apa yang dapat menjauhkan aku dari murka Allah SWT?”. Rasulullah SAW. menja-wab: “Jangan engkau marah”. Dari Ibnu Mas’ud ra. disebutkan bahwa Ra-sulullah SAW. bersabda : “Bagaimana pandangan kalian tentang siapa orang yang perkasa itu?”. Kami menjawab : “Orang yang kuat dan tak terkalahkan oleh orang lain”. Beliau menyanggah : “Bukan itu”. Kami lalu bertanya : “Kalau begitu, siapa ya Rasulul-lah?”. Rasulullah menjawab : “Orang yang mampu mengendalikan diri tatkala marah” (HR. Muslim).

48

Page 29: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Memang mengendalikan nafsu amarah bu-kanlah sesuatu yang mudah, apalagi jika hal itu ter-jadi pada seseorang yang punya peluang (kebera-nian) secara mental dan fisik untuk meluapkan ama-rahnya. Mengendalikan nafsu amarah memerlukan latihan-latihan yang rutin dan efektif. Puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu cara sekaligus upaya yang strategis didalam pengendalian nafsu amarah. Betapa Rasulullah SAW. berkeinginan agar puasa di bulan Ramadhan ini menjadi sarana latih-an untuk menahan amarah dan mempertebal kesa-baran. Sampai-sampai beliau menyatakan :

°π←°∅ θ∧Π≡♣ ◊°∧↓↵↔∏ Ερ÷ ⇒°ϖΞ⇔↓ τπ×°⊗™♣ τν×°⋅ ♥Ρ⇑↓ ◊↔∏ ο©ϑ⎜⎨™ Ι∏Ρ⎜ζ∏

(σϖ×Ρ⇑) θ←°∅ ⎛⇓♠ : οϕϖν∏

“Puasa itu merupakan benteng. Maka jika salah se-orang diantara akamu berpuasa, maka janganlah ia berkata keji dan mencaci maki sesama. Seandainya ada orang yang mengajak berkelahi atau memarahi/ mencaci maki, hendaklah dikatakan kepadanya : “Saya ini sedang berpuasa” (tiga kali)” (HR. Bukhari

49

dan Abu Daud). Maksud pernyataan Rasulullah SAW. ini ada-ah agar kita selama menjalankan ibadah puasa ja-ngan memperdulikan orang yang sedang mengejek kita, orang yang sedang mencaci maki kita, orang yang sedang menggunjing kita dan sebagainya. Ja-ngan kita layani orang yang sedang memarahi kita, orang yang sedang memancing kemarahan kita. Hadapilah semuanya dengan sabar dan lapang da-da. Konsentrasikanlah hati dan pikiran kita bahwa kita saat ini sedang beribadah puasa karena Allah. Ingatlah, berpuasa itu pada hakikatnya ada-lah latihan menahan kesabaran. Rasulullah SAW. bersabda :

ΡΧΞ⇔↓ ιΞ⇓ ⇒υΞ⇔↓

“Puasa adalah separuh dari sabar”. Dengan latihan kesabaran terutama sabar menahan amarah selama berpuasa di bulan Rama-dhan ini, mudah-mudahan mampu menetralisir naf-su amarah yang bersarang di diri kita. Selanjutnya,agar kepribadian kita menjadi re-latif matang, sehingga dengan kematangannya da-pat menciptakan pribadi yang relatif kebal,

50

Page 30: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

dan tidak sensitif terhadap pengaruh amarah, maka tidak diragukan lagi bahwa dengan berpuasa di bulan Ramadhan yang tujuan utamanya mengantar-kan pribadi muslim menjadi pribadi yang taqwa, pribadi yang matang dan seimbang, maka peluang yang baik di bulan Ramadhan ini dapat dijadikan sa-rana yang efektif untuk membangun benteng yang ampuh dalam rangka memperkuat pertahanan ter-hadap pengaruh nafsu amarah yang sering datang bertubi-tubi yang apabila diperturutkan dapat me-nimbulkan tindakan negatif yang sangat merugikan. Menurut Al-Qur’an disebutkan bahwa salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah orang yang suka memaafkan orang lain diwaktu lapang maupun diwaktu sempit serta dapat menahan nafsu amarah yang ada dalam dirinya. Terkait dengan taqwa ini, maka bila kita ingin beribadah untuk mencapai sasaran yang diinginkan, maka tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali harus bisa menjadi orang yang suka memaafkan orang la-in dan menjadi orang yang mampu mengendalikan amarah, sebab hanya dengan cara itulah, semua persoalan yang kita hadapi bisa diselesaikan de-ngan baik. Ketahuilah, kebiasaan menahan nafsu ama-rah merupakan kebiasaan para Nabi dan Rasul.

51

Pada suatu hari Rasulullah SAW. pernah di-ludahi oleh seseorang, karena dia sangat benci ke-pada beliau. Rasulullah tenang saja, tidak marah. Minggu berikutnya, beliau diludahi lagi oleh dia. La-gi-lagi beliau tenang, tidak menunjukkan kemarah-annya. Minggu ketiga, beliau lewat lagi di depan ru-mah orang itu, ternyata dia tidak ada. Rasulullah kemudian bertanya kepada orang yang tinggal di dekatnya: “Kemana si pulan?”. Dia menjawab : “Orang tersebut sedang sakit, ya Rasulullah”. Men-dengar jawaban demikian, kemudian Rasulullah se-gera menjengok orang itu. Tentu saja kedatangan Rasulullah ini membuat dia kaget dan malu. “Maaf-kan atas perlakuanku yang kurang baik terhadap-mu, ya Rasul Allah”. Rasul memaafkan orang itu, dan membimbingnya untuk bertobat kepada Allah. Ada tujuh keutamaan yang diberikan Allah SWT. kepada orang yang mampu menahan ama-rahnya. 1. Memperoleh ampunan dan pahala Sorga Allah SWT. berfirman :

°©∪Ρ⊂ Ερ÷™ θλ™±ℵ σ⇑ ≥Ρη®⇑ ⎛ ⇔↓∞υ⊂ℵ°ℜ™ σ⎜Θ⇔↓ σϖϕΦπν⇔ ∝Π⊂↓ ⊃ℵ⎨↓™ ∝υ π Τ⇔↓ σϖπε°λ⇔↓™ ⁄∞ΡΖ⇔↓™ ⁄∞ΡΤ⇔↓ ◊υϕηρ⎜

52

Page 31: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

∆Λ⎜ ã↓™ ℘°ρ⇔↓ σ⊂ σϖ∏°∈⇔↓™ γϖ®⇔↓ σϖρΤΛπ⇔↓

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Sorga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang ma-upun diwaktu sempit, dan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Ali Imran ayat 133 dan 134).

2. Disetarakan dengan derajat para Nabi dan Rasul

dan mendapat pelayanan yang istimewa dari pa-ra Bidadari di Sorga.

Rasulullah SAW. bersabda :

®°⊂⎯ ®Θηρ⎜ ◊↓ ∉ϖχΦΤ⎜ υ⟨™ °φϖ∠ θφ∧σ⇑ κ←ζΝ⇔↓℘™⁄ℵ ⎛ν⊂ Ε⇑°ϖϕ⇔↓⇒υ⎜⎛⇔°∈× ã↓

⁄ƒ⊗ℵυΛ⇔↓ ⎝♣

“Barangsiapa mampu menahan amarah padahal 53

dia mempunyai keberanian untuk meluapkannya, maka pada hari kiamat Allah akan memanggilnya dengan derajat para pembesar makhluk (Nabi dan Rasul), sehingga Allah memberikan pilihan kepadanya untuk mendapatkan bidadari yang mana yang ia suka”.

3. Menyelamatkan dari azab Allah Rasulullah SAW. bersabda :

τΧΖ∠⎛⇔°∈× ã↓ ∉∏ ⎯ τΧΖ∠ ∉∏ ⎯ σ⇑

“Barangsiapa dapat menahan nafsu amarah (pa-da waktu ia mampu meluapkannya), Allah akan menolak azab darinya” (HR. Thabrani).

4. Mendapatkan pahala yang sangat besar Rasulullah SAW. bersabda :

Ε⊂Ρ÷ σ⇑ ã↓Πρ⊂↓Ρ÷♣ θφ⊂♣ Ε⊂Ρ÷σ⇑°⇑ ⎛⇔°∈× ã↓ τ÷™ ⁄°®Φ±↓ ΠΧ⊂°©πφ∧γϖ∠

“Tidak ada satu perbuatan yang akan membe-rikan pahala yang lebih besar di sisi Allah, kecuali perbuatan menahan amarah ketika seseorang hamba mampu menahannya semata-mata ha-nya mencari keridhaan Allah SWT” (HR.Ibnu

54

Page 32: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Majah).

5. Terpelihara dari segala musibah dan kesulitan hi-dup di dunia dan akhirat

6. Mendapat rahmat Allah SWT. 7. Mendapat kecintaan Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda :

τηρ∧ ⎛⇔°∈× ã↓ ®↓™∞ τϖ∏ σ∧σ⇑ •ζ∂ σ⇑ : τΦΧΛ⇑ τν…⎯°∏ τΦπ≡Ρ± τϖν⊂Ρℜ™ ΡΦ∏ ∆Ζ∠↓↵↓™ Ρη∠ℵΠ⋅↓↵↓™ Ρλ⊗ ⎛χ⊂↓

“Ada tiga hal yang jika dimiliki oleh seseorang, ia akan mendapatkan pemeliharaan Allah, akan di-penuhi dengan rahmat-Nya dan Allah akan se-nantiasa memasukkannya dalam lingkungan hamba yang mendapatnya kecintaan-Nya, yaitu : Seseorang yang selalu bersyukur ketika Allah memberinya ni’mat; Seseorang yang mampu me-luapkan amarahnya tetapi ditahannya dan ia memberi maaf terhadap kesalahan orang lain; Seseorang yang apabila sedang marah, segera dia hentikan amarahnya tersebut” (HR. Hakim).

55

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan da-lam rangka mencegah dan mengatasi nafsu amarah yaitu : 1. Jika suatu waktu nafsu amarah kita muncul dan

sulit dikendalikan, Rasulullah SAW. memberikan empat tuntunan, yaitu : a. Melakukan perubahan sikap dan posisi badani-

yah sebagaimana sabda beliau :

◊°∏Υνϑϖν∏ θ←°⋅υ⟨™ θ∧Π≡♣ ∆Ζ∠↓↵♠ ∉ϑχΖϖν∏⎨↓™ ∆Ζ®⇔↓ τρ⊂ ∆⟨ ↵

“Jika ada salah seorang diantaramu sedang marah, jika dia berdiri maka duduklah. Jika amarahnya mulai hilang (dengan cara duduk), cukuplah. Namun jika tidak, maka berbaring-lah” (HR. Abu Daud). Secara alami cara dan sikap seperti ini me-mang dapat membantu menurunkan tensi da-rah, sehingga secara berangsur-angsur dapat pula menurunkan luapan marahnya.

b. Mengambil air wudlu Rasulullah SAW. bersabda :

◊°χϖς⇔↓ ◊↓™ ◊°χϖς⇔↓ σ⇑ ∆Ζ®⇔↓ ◊♠ 56

Page 33: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

ℵ°ρ⇔↓ →ηχ×°π⇓↓™ ℵ°ρ⇔↓ σ⇑ κν… ♦∪υΦϖν∏ θ∧Π≡♣ ∆Ζ∠↓↵↔∏ ⁄°π⇔°±

“Sesungguhnya amarah itu dari syetan, se-sungguhnya syetan itu dibuat dari api, dan sesungguhnya padamnya api itu karena air. Maka jika ada seseorang diantara kamu yang sedang marah, maka hendaklah ia berwu-dlu)” (HR. Abu Daud).

c. Tundukkan kepala, khusyu’kan hati dan ber-tawakkallah kepada Allah, meminta perlin-dungan kepada-Nya dari semua kejahatan syetan yang sedang menyulut api kemarahan di dalam dada;

d. Berdoa kepada Allah seperti yang diajarkan

oleh Rasulullah SAW. kepada Siti Aisyah se-waktu dia sedang dilanda amarah.

γϖ∠ ∆⟨ ↵↓™ ⎡Χ⇓ ↵ ⎛⇔Ρη∠↓ θ©ν⇔↓ ◊°χϖς⇔↓ σ⇑ ⎛⇓Ρ÷↓™ ⎡Χν⋅

“Ya Allah ampunilah dosaku, hilangkanlah amarah di hatiku, dan selamatkanlah diriku dari kejahatan syetan” (HR. Ibnu Sina).

57

2. Menghindari semua perbuatan yang dapat me-nimbulkan rasa amarah, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain;

3. Memahami tentang betapa pentingnya menahan amarah dan manfaat sabar dalam kehidupan; 4. Mempererat hubungan kekeluargaan, persauda-

raan dan persahabatan serta menjunjung tinggi hak dan kewajiban antar sesama;

5. Melaksanakan semua kewajiban sebagai muslim,

baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan sesama manusia, dengan penuh tanggung jawab dan berdiri di atas aqidah yang benar, syari’ah yang tepat dan akhlak yang mulia;

6. Berusaha berbicara dengan tutur kata yang so-

pan dan menghindari perkataan yang akan mengundang kemarahan;

7. Jika sedang mendengarkan perkataan orang lain

hendaklah benar-benar memahami apa yang diu-tarakannya. Sebab kesalahpahaman dapat memi-cu munculnya kemarahan;

8. Jika seseorang membawa kabar yang bisa mem-

buat marah orang lain, maka berhati-hatilah serta lengkapilah berbagai bukti fisik yang mendukung berita yang kita sampaikan tersebut;

58

Page 34: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

9. Hindarilah perasaan buruk sangka kepada sesa-ma muslim dan manusia pada umumnya;

10. Sibukkanlah diri kita dengan berbagai kegiatan

namun jangan lupa istirahat yang cukup. Semoga dengan berpuasa di bulan Rama-dhan tahun ini dapat memberikan kesan dan pesan yang mendalam bagi diri kita, sehingga dengan tem-paan diklat Ramadhan ini diri kita menjadi terlatih dan akhirnya terbiasa untuk hidup terkendali dalam segala hal, terutama dalam mengendalikan nafsu amarah.

59

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII UUCCAAPPAANN // LLIISSAANN

alah satu kelebihan manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah ada-nya kemampuan manusia dalam ber-

komunikasi untuk menyampaikan pikiran dan pera-saannya melalui ucapan atau perkataan.

Kata adalah kumpulan huruf yang memben-tuk makna, konsep atau simbol. Sedangkan kalimat adalah kumpulan kata dalam susunan terdiri dari subyek, predikat dan obyek.

60

S

5

Page 35: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Di lapangan sering kita saksikan, terkadang antara apa yang dikatakan oleh lisan dengan apa yang dikatakan oleh hati terdapat ketidaksesuaian bahkan mungkin bertolak belakang. Apatah lagi jika dikaitkan dengan amal perbuatan, mungkin jauh se-kali. Inilah dua keretakan yang dikenal dalam Islam, yaitu keretakan antara lisan dan hati dan keretakan antara lisan dan tindakan.

Diakui memang tidak mudah menyelaraskan lisan dengan hati dan lisan dengan perbuatan. Ini terbukti dalam praktek kehidupan sehari-hari, mulai ditingkat yang paling bawah sampai pada kalangan menengah dan atas, kita sering mendengar misal-nya ada anjuran, “Mari kita junjung tinggi sikap dan tindakan demokrasi. Mari kita terapkan dan kita wu-judkan kehidupan yang demokratis”, sementara penganjurnya sendiri sering bersikap dan bertindak otoriter. Contoh lain, misalnya ada perintah dari atasan, “Kencangkan ikat pinggangmu dan buda-yakan hidup sederhana”, sementara si pemberi pe-rintah hidup dalam pola yang sangat mewah. Begitulah eksistensi lidah, ia diberikan otori-tas penuh dalam penggunaannya sehingga tidak harus tergantung oleh bisikan hati dan pertimbang-an akal, tidak mesti sesuai dengan realitasnya, bah-kan saking bebasnya lidah, ia dapat berkata apa saja, tidak perduli apakah dapat membahayakan di-rinya dan orang lain, ataupun tidak. Apakah dapat

61

membawa kepada kebahagiaan maupun kesengsa-raan. Begitulah lidah/mulut, keberadaannya ibarat pisau bermata dua. Gara-gara lidah bisa membawa kita bahagia, namun bisa pula membawa kita seng-sara. Gara-gara pulut santan binasa, gara-gara mu-lut badan binasa, demikian kata pantun pepatah. Kenapa demikian? Karena lidah tak bertulang. Dan justeru karena lidah tak bertulang inilah, sehingga lidah bebas ceplas-ceplos bicara. Kadang-kadang baru sebatas gossip, beritanya sudah menyebar lu-as ke mana-mana. Belum tentu lagi benar faktanya, namun lidah sudah panjang lebar bicara yang terka-dang dilebihkan dan terkadang pula dikurangi. Bila lidah kita gunakan kepada hal-hal yang membawa manfaat, maka insyaAllah kita akan se-lamat. Namun sebaliknya, bila lidah kita gunakan kepada hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan da-pat merugikan orang lain, maka celakalah kita. Ti-dak sedikit kita saksikan terjadinya perpecahan, per-selisihan, pertengkaran bahkan pembunuhan, dise-babkan oleh lidah yang tak terkendali, oleh lisan yang kurang terkontrol, yang kalau ia bicara se-ringkali menyinggung perasaan orang lain, menusuk dan menyakitkan hati seseorang dan sebagainya. Untuk mengendalikan sekaligus mengantisi-pasi terhadap bahaya lidah/lisan ini, sebenarnya

62

Page 36: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Allah SWT. sudah memberikan isyarat melalui pen-ciptaan mata, telinga dan mulut.

Diciptakannya dua mata, dua telinga dan sa-tu mulut, sesungguhnya mengandung makna sim-bolik yang apabila kita renungkan dan mencoba me-ngambil pelajaran padanya, sungguh merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kemajuan dan ketinggian akal budi seseorang.

Apa sesungguhnya maksud Allah mencipta-

kan dua mata dan dua telinga, sementara mulut cu-ma satu. Padahal kalau kita pikir-pikir, fungsi dan manfaat mulut justeru lebih penting dan lebih berpe-ran dalam kehidupan kita, dibanding dua mata dan dua telinga.

Allah menciptakan dua telinga, dua mata dan satu mulut. Maksudnya, penggunaan telinga dan mata porsinya harus dua kali lebih banyak daripada penggunaan mulut. Artinya, sebelum mulut berkata ya atau tidak, hendaknya lihat dulu sebaik-baiknya, apa memang benar keadaannya atau mungkin tidak benar. Dengar dulu penjelasan orang lain secermat-cermatnya. Setelah itu, baru mulut bicara. Jika kita mempedomani konsep simbolik ini, insyaAllah mulut atau lidah kita akan selalu terkon-trol, terkendali dan terpelihara dari berbagai perka-taan dan pembicaraan yang tidak pantas dan keliru.

Ingatlah, mulut/lidah, meskipun bentuknya

63

kecil, namun peranannya sangat besar dalam mem-pengaruhi baik buruknya aktivitas kita sehari-hari. Rasulullah SAW. bersabda :

◊°Τν⇔↓⎛ηλΦΤ× ⁄°Ζ⊂⎨↓◊°∏ ⇒⎯∞ σ±↓ΜΧ∅↓↓↵↓ ΓπϕΦℜ↓◊↓ µ± σΛ⇓°π⇓°∏°ρϖ∏ ã↓κ×↓ :⇐υϕΦ∏

°ρϑ÷υ⊂↓ Γϑ÷υ⊂↓ ◊↓™ °ρπϕΦℜ↓

“Apabila anak Adam mulai beramal di pagi hari, maka seluruh anggota tubuh akan mempercayakan kepada lisan (agar berhati-hati). Mereka berpesan : “Wahai lisan, bertaqwalah kepada Allah dalam membawa kami. Kami bergantung kepadamu. Jika kamu lurus, kami pun ikut lurus. Jika kamu bengkok, kamipun juga bengkok” (HR. Turmudzi dari Abi Saíd al-Khudri). Memperhatikan betapa strategisnya peran dan pengaruh lidah/mulut dalam kehidupan kita ini, maka Rasulullah SAW. menganjurkan agar setiap kita menjaga lidah/mulutnya, karena menjaga lidah/ mulut merupakan amal yang paling disenangi Allah SWT.

Dalam sebuah dialog Rasulullah SAW. de-ngan para sahabat disebutkan :

64

Page 37: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

≤ã↓⎛⇔↓∆≡↓⇐°π⊂⎨↓⎝↓Bã↓ ⇐υℜℵ ⇐°⋅ ◊°Τν⇔↓γη≡υ⟨ : ⇐°⋅Π≡↓ τΧ™ϑ⎜ θν∏↓υΦλΤ∏

“Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Amal apakah yang paling disenangi Allah? Para sahabat terdiam, tidak menjawab. Kemudian Rasulullah ber-sabda, “Amal tersebut adalah menjaga lisan/mulut” (HR. Imam Baihaqi dari Abi Juhfah). Tentu tidak diragukan lagi, jika seseorang ge-mar melakukan amal perbuatan yang disenangi Allah dan Rasul-Nya, maka ganjarannya adalah Sorga. Dalam hubungan ini, pernah diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW. sedang duduk-duduk bersama beberapa sahabat, dengan serta merta be-liau berkata : “Sebentar lagi akan lewat di hadapan kita seseorang yang telah ditetapkan Allah sebagai ahli Sorga kelak”. Informasi ini membuat semua pa-ra sahabat yang hadir ketika itu, tercengang, kaget dan penasaran, siapa gerangan orang itu.

Diantara para sahabat yang sangat antusias dan paling penasaran ingin tahu dan mengenal lebih jauh terhadap orang tersebut, adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Sehingga ketika orang itu benar-benar lewat di hadapan mereka, Abu Dzar Al-Ghifari langsung mengikutinya hingga sampai ke rumah orang terse-but. Setibanya di rumah orang itu, Abu Dzar

65

memohon kepada penghuni rumah itu agar diper-kenankan menginap/tinggal beberapa hari, dan ia-pun kemudian diperkenankan. Selama menginap di rumah orang tersebut, Abu Dzar Al-Ghifari tidak melihat adanya kelebihan yang luar biasa atau istimewa terhadap orang ter-sebut. Bahkan yang nampak terlihat terkesan biasa-biasa saja. Waktu shalat dilakukannya seperti biasa, puasa sunatnya juga dia lakukan hanya kadang-kadang saja (tidak rutin), sedekahpun demikian, ia bersedekah sesuai dengan kemampuannya, bahkan shalat tahajjud ia lakukan jarang sekali. “Lalu, apa yang menyebabkan sehingga Rasulullah menyata-kan dia itu penghuni Sorga?” Abu Dzar Al-Ghifari semakin bingung dan semakin penasaran. “Jangan-jangan Rasulullah keliru menilai orang ini” , ia mulai menyangsikan. “Ah, tidak, tidak mungkin Rasulullah keliru, Rasulullah Al-Amin, beliau sangat dipercaya”. Untuk menyingkap rahasia ini dan menghi-langkan rasa penasarannya, maka ketika menjelang berpamitan pulang, Abu Dzar Al-Ghifari membera-nikan diri untuk bertanya kepada orang tersebut tentang amalan apa yang dilakukan sehingga Ra-sulullah menyatakan, dia menjadi salah seorang penghuni Sorga kelak. Orang tersebut tidak banyak komentar dan dia mengatakan, “Satu hal yang sa-ngat disukai oleh Rasulullah selalu saya pelihara, yaitu menjaga lidah dan mengendalikannya”.

66

Page 38: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Nah, inilah rupanya yang menyebabkan se-seorang dapat menjadi penghuni Sorga. Sederhana sekali, sungguh sangat sederhana. Namun, sese-derhana itukah menjaga lidah dan mengendalikan-nya? Entahlah?, yang pasti bahaya lisan senanti-asa mengancam kita seiring dengan aktivitas hidup dan kehidupan yang kita lakukan. Menurut Uwes al-Qurni ada 60 bahaya lisan yang perlu kita waspadai setiap saat, diantaranya yaitu : 1. Ucapan Kufur

Yaitu ucapan yang keluar dari mulut seseorang dengan sengaja dan sadar, seperti misalnya, “Sa-ya siap pindah dari agama yang saya anut ke agama yang Bapak anut, asal saya diterima kerja atau diberi pinjaman untuk usaha”. Jika ternyata kemudian ia diterima bekerja atau diberikan pin-jaman usaha, maka secara otomatis ia sudah ke-luar dari agama Islam. Namun, jika ucapan kufur ini terucap tanpa disengaja atau di luar kesadar-annya, atau karena diancam akan dibunuh, tanpa ada niatan sedikitpun mau keluar dari agama Is-lam, maka ucapannya itu bisa dimaafkan. Firman Allah SWT. :

◊°π⎜⎨°± σΒπχ⇑ τΧν⋅™ ®Ρ∧↓ σ⇑⎨↓ 67

“Kecuali orang yang dipaksa (mengucapkan kali-mat kufur) padahal hatinya tetap tenteram dalam imannya” (QS. An-Nahl ayat 106)

2. Ucapan Yang Mendekati Kekufuran

Yaitu mengeluarkan kata-kata keji dan tidak pan-tas kepada sesama Muslim. Seperti misalnya, “Dasar syetan lho!”, “Babi lho!”, “Anjing lho!”, pa-dahal kita tahu bahwa syetan adalah makhluk yang dikutuk dan dilaknat oleh Allah SWT. Anjing dan babi adalah binatang yang najis dan diha-ramkan oleh Allah SWT. Mengeluarkan kata-kata yang seperti tersebut diatas tentu tidak pantas dan dapat membuat seseorang mendekati keku-furan. Sebagian ulama mengatakan bahwa jika seseorang melontarkan kata-kata kafir, syetan, anjing dan babi kepada seseorang padahal orang itu adalah seorang muslim yang baik, maka kata-katanya itu akan berbalik kepada dirinya. Demi-kian juga seseorang yang mengolok-olok orang lain yang sedang menjalankan perintah dan atur-an Allah. Misalnya, menghina manita yang menu-tup auratnya dengan perkataan, “Wanita ninja”. Atau mengatakan kepada seseorang yang taat beribadah dengan kata-kata, “Bah, pa-a-alimnya haja”, sama halnya ia memperolokkan Allah dan Rasul-Nya. Perkataan ini juga bisa mendekatkan seseorang kepada kekufuran.

68

Page 39: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

3. Salah Ucap

Semua kita mungkin merasa sulit untuk melaku-kan antisipasi agar lisan kita tidak terpeleset atau salah bicara. Dalam kasus-kasus yang sifatnya spontan, salah ucap mungkin bisa terjadi. Apa-lagi jika situasi dan kondisinya cukup dominan dalam memancing emosi kita, ucapan dan pem-bicaraan kita sering kurang terkontrol. Dalam ka-sus debat, diskusi, sebuah forum rapat sampai kepada omongan-omongan canda, gurauan dan ngobrol di warung kopi, salah ucap bisa saja ter-jadi. Terkadang dalam suatu pembicaraan, mung-kin kita sudah cukup berhati-hati dalam berbicara, namun orang lain ternyata menyalahkan pembi-caraan kita tersebut. Maksud kita baik, namun terkadang kita kurang pas, kurang tepat meng-ungkapkannya sehingga membuat orang lain ter-singgung, sakit hati dan sebagainya. Salah ucap dapat berakibat macam-macam, dari yang beraki-bat kecil sampai akibatnya besar dan fatal. Yang jelas, salah ucap cenderung menambah dosa si pelakunya. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam berbicara agar kemungkinan salah ucap dapat kita kurangi dan syukur kalau tidak terjadi.

4. Berbohong

Yaitu berkata atau menyampaikan sesuatu, tetapi 69

tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Pada da-sarnya berbohong itu dilarang dan haram hukum-nya. Namun, ada kata bohong yang bisa dimaaf-kan jika dilakukan tidak sengaja dan tidak sempat merugikan banyak orang, serta ia segera meralat atau memperbaiki kebohongannya tersebut. Ada pula kata bohong yang diperbolehkan, seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW. :

″Θ∧ο÷ℵ : •ζ∂ ⎨↓ ″Θλ⇔↓ οΛ⎜⎨ ″ΡΛ⇔↓ ″Θ∧ο÷ℵ™ °©ϖ∪Ρϖ⇔ τ×↓Ρ⇑↓ σϖ± ″Θ∧ο÷ℵ™ Ε⊂Π… ″ΡΛ⇔↓ ◊°∏

°π©ρϖ± ΜνΞϖ⇔ σϖπνΤπ⇔↓

“Tidak diperbolehkan (tidak halal) perbuatan bo-hong itu, kecuali dalam tiga hal : Seorang suami yang berbohong kepada isterinya (atau sebalik-nya) agar isterinya (suaminya) merasa senang (puas); seseorang yang berbohong diwaktu pe-rang, karena memang didalam peperangan ber-laku tipu muslihat; seseorang yang berbohong di-antara dua orang muslim yang sedang bertengkar dengan tujuan untuk mendamaikan keduanya” (HR. Turmudzi dari Asma binti Yazib).

70

Page 40: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

5. Menyindir Tanpa Tujuan

Dalam pergaulan sehari-hari, setiap kita mungkin pernah ditugaskan atau diminta untuk menyam-paikan sesuatu kepada orang lain dengan cara tidak terus terang atau tidak blak-blakan, namun kita sampaikan dengan menggunakan sindiran atau dengan istilah populernya diplomasi. Cara seperti ini dalam kaidah ilmu sastra Arab (bala-ghah) disebut Bade Tauriyah. Apabila tujuannya baik, cara seperti ini dibolehkan oleh syara’, bahkan konon dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa, Rasulullah pernah menunjukkan hal se-perti ini kepada seorang nenek. Beliau berkata :

ℑυϑ⊂ Ερϑ⇔↓ ο…Π×⎨

“Nenek-nenek tidak akan masuk Sorga”. Sang nenek cukup kaget mendengar perkataan Rasulullah ini, namun setelah mengetahui mak-sud dari perkataan tersebut, sang nenekpun akhirnya lega hatinya. Maksud Rasulullah menga-takan bahwa nenek-nenek tidak akan masuk Sor-ga adalah karena di dalam Sorga itu tidak ada nenek-nenek, semuanya orang-orang muda. Wa-laupun pada waktu meninggal dunia dulu nenek-nenek, tapi di akhirat (di dalam Sorga) nanti ber-ubah menjadi muda belia.

71

Al-Qur’an juga membolehkan digunakannya kata sindiran dalam suatu pergaulan. Sebagai contoh dapat kita lihat firman Allah yang berkaitan de-ngan meminang wanita, dimana Allah SWT ber-firman :

ΕΧδ…σ⇑ τ ± θΦ∪Ρ⊂°πϖ∏ θλϖν⊂ ≈°ρ÷⎨™ ⁄ƒΤρ⇔↓

“Dan tidak ada dosa bagimu meminang wanita itu dengan cara sindiran” (QS. Al-Baqarah ayat 235). Sebagai contoh misalnya, seseorang yang ingin meminang anak gadis, kemudian ia berkata ke-pada orangtuanya, “Nampaknya bunga yang ibu pelihara sudah merekah dengan indahnya dan menebarkan harumnya yang semerbak, sehing-ga mengundang selera kumbang peliharaan ka-mi untuk datang dan menghisap madunya. Bo-lehkah kami minta bunga tersebut untuk kami jadikan hiasan di rumah kami?”. Contoh lain, “Ayo, anak-anak bangun!, hari su-dah pagi. Tuh, dengarin ayam sudah berkokok mengajak kalian bangun. Masa duluan ayam ba-ngunnya. Kalian kan lebih pinter daripada ayam”. Seseorang yang sudah terlanjur mencicipi suatu makanan, padahal makanan tersebut kurang

72

Page 41: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

enak, maka tatkala ia ditanya, “Ayu ditambah makanannya. Kurang enak ya?”. Dengan sege-ra ia menjawab, “Ngga?, makanannya enak kok bu. Waah! seandainya perut saya ini masih ko-song, sudah pasti deh semua makanan ini ludes saya makan. Tapi sayang, saya masih kenyang bu”. Alhasil, ucapan diplomatis atau sindiran, asal di-ucapkan dengan sopan dan tujuannya baik tentu diperbolehkan oleh syara. Akan tetapi jika diplo-masi atau sindiran itu diucapkan semata-mata untuk membohongi orang, untuk memutarbalik-kan fakta, untuk menghina, mencemooh dan menjelekkan orang lain, maka ucapan itu terma-suk dosa lisan. Contoh sindiran yang tidak di-perbolehkan adalah : “Duuh! si raja benalu itu datang lagi”. “Dasar si tukang ngibul kamu !”. “Dasar tak tahu diri kamu ini, sudah diberi daging mau tulang lagi”.

6. Mengumpat dan Menggunjing

Perbuatan mengumpat dan menggunjing adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam. Allah SWT. berfirman :

θ∧Π≡↓ ∆Λ⎜↓ °Ζ∈± θλΖ∈± ∆Φ®⎜⎨™ 73

↓υϕ×↓™ ®υπΦ⟨Ρλ∏°Φϖ⇑ τϖ…↓ θΛ⇔ο∧°⎜◊↓ θϖ≡ℵ ″↓υ× ã↓◊↓ ã↓

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing se-bagian yang lain. Sukakah salah seorang dian-tara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Se-sungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Ma-ha Penyayang” (QS. Al-Hujurat ayat 12). Sangat ironis memang orang yang suka meng-umpat dan menggunjing itu. Kenapa? Karena suatu keburukan atau aib saudaranya, yang se-harusnya ditutupi, tapi bagi dia malah dibuka ha-bis-habisan, dibeberkan ke sana kemari, sehing-ga hampir semua orang mengetahuinya. Ingatlah,orang yang suka mengumpat dan meng gunjing orang lain, nanti di akhirat dia akan rugi besar, kenapa?, karena sebagian amal kebaik-annya akan dialihkan / dipindah kepada orang yang ia umpat atau ia gunjing tersebut. Semakin sering ia mengumpat dan mengunjing orang lain, maka semakin banyak amal kebajikannya ter-sedot buat orang lain. Sabda Rasulullah SAW. :

: ⇐υϕϖ∏↓ℵυςρ⇑ τ±°Φ∧⎛×Αϖ⇔ ο÷Ρ⇔↓ ◊↓ 74

Page 42: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

ΓΤϖ⇔°©Φνπ⊂↓Θ∧™↓Θ∧⎛×°ρΤ≡σ⎜°∏ ″ℵ°⎜ µ±°ϖΦ∠°± ΓϖΛ⇑ : τ⇔⇐υϕϖ∏ ⎛ΦηϖΛ∅

τΦΧΦ∠↓ σ⇑ ″°Φ∧ ΓΧΦ∧™ ℘°ρ⇔↓

“Sesungguhnya nanti (di hari kiamat) tatkala tu-lisan amal seseorang telah dibukakan, akan ada seseorang yang berkata (yaitu si pengumpat dan si penggunjing) : Ya Allah, ya Tuhanku, kemana amal kebajikan yang pernah aku perbuat itu? Rasanya, aku pernah melakukannya sewaktu di dunia dulu. Kenapa dalam daftar ini malah tidak ada?. Maka Allah berfirman kepadanya : Amal kebajikanmu telah terhapus darimu, gara-gara kamu mengumpat dan menggunjing seseorang, hingga amal kebajikanmu dipindahkan kepada-nya” (HR. Ibnu Hibban dari Abi Amamah). Bahaya ghibah dapat kita lihat dari dua sisi : a. Ghibah merupakan salah satu penyakit sosial

yang sangat berbahaya karena dapat menye-babkan terputusnya persaudaraan, munculnya penyakit iri dan dengki, terjadinya konflik sosi-al dan maraknya berbagai gossip dan fitnah;

b. Perbuatan ghibah termasuk dosa besar mele-bihi dosa perbuatan zina.

Rasulullah SAW. bersabda :

75

: ⇐°⋅ ιϖ∧™ οϖ⋅ ⎛⇓Σ⇔↓ σ⇑ Π⊗↓ ΕΧϖ®⇔↓ ã↓ ″υΦϖ∏ τρ⊂ ″υΦ⎜ θ∂ ⎛⇓Σ⎜ ο÷Ρ⇔↓

τ⇔Ρη®⎜⎨ ΕΧϖ®⇔↓ ∆≡°∅ ◊↓™ τϖν⊂ τΧ≡°∅ τ⇔Ρη®⎜ ⎛Φ≡

“Ghibah itu lebih berat (tobatnya) daripada zina. Sahabat bertanya: Mengapa demikian?. Rasul menjawab : Jika seseorang berzina, lalu ia berto-bat, maka Allah menerima tobatnya. Tetapi si pengumpat/penggunjing (walaupun sudah berto-bat), dia tidak akan mendapatkan ampunan Al-lah, sebelum orang yang dia umpat/gunjing ter-sebut memaafkannya” (HR. Thabrani).

Menurut sebagian ulama disebutkan bahwa me-minta maaf kepada seseorang yang telah dium-pat/digunjing berdasarkan hadits di atas hanya berlaku jika yang bersangkutan mendengar atau mengetahui materi gunjingan yang ditujukan ke-padanya. Jika materi gunjingannya tidak sampai diketahui oleh yang bersangkutan, maka cara bertobatnya cukup dengan beristighfar kepada Allah dan menghentikan perbuatan tersebut. Se-lain itu, dianjurkan agar kita mendoakan orang yang bersangkutan agar dia juga diampuni oleh

76

Page 43: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Allah segala dosa-dosanya. Sabda Rasulullah SAW. :

τ⇔Ρη®ΦΤ× ◊↓ τΦΧΦ∠↓ σ⇑ ≥ℵ°η∧

“Untuk menebus dosamu kepada orang yang telah kamu gunjing adalah dengan cara memo-honkan ampunan kepada Allah, untuknya” (HR. Ibnu Abi Dunya dari Anas).

7. Adu Domba Adu domba merupakan ucapan fitnah yang lahir dari sosok kepribadian buruk yang disebarkan ke tengah-tengah masyarakat untuk mengeruhkan suasana yang tenang dan damai menjadi sua-sana yang kacau dan berantakan. Adu domba secara sederhana dapat kita ung-kapkan, misalnya jika anda tidak senang melihat akrabnya dua orang yang bersahabat dan se-nantiasa rukun, damai dan sejahtera hidup me-reka, lalu anda berkeinginan agar kedamaian mereka terganggu, kesejahteraan mereka teru-sik, sehingga antara keduanya saling bermusuh-an, kemudian anda mencari cara dengan meng-ungkit-ungkit kelemahan masing-masing mereka dengan membesar - besarkannya sehingga

77

keduanya menjadi bimbang, menjadi resah, geli-sah dan sebagainya, sampai akhirnya mereka menjadi bermusuhan. Ingatlah, perbuatan adu domba adalah perbu-atan yang sangat dilaknat oleh Allah dan sangat dibenci oleh banyak orang. Siapapun kita, tentu tidak akan senang terhadap si pengadu domba. Setidaknya ada tiga kerugian yang akan diderita pada hari kiamat nanti bagi si pengadu domba, sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa hadits Rasulullah berikut ini :

∝°Φ⋅ Ερϑ⇔↓ ο…Π⎜⎨ “Tidak akan masuk Sorga, bagi si pengadu dom-ba”.

↓ℵ°⇓ τϖν⊂ ã↓ δνℜ σϖρ∂↓ σϖ± ⎛ς⇑ σ⇑ Ε⇑°ϖϕ⇔↓ ⇒υ⎜ ⎛⇔↓ ®ΡΧ⋅ τ⋅ΡΛ×

“Barangsiapa yang mengadu domba diantara dua orang, Allah akan mengirimkan api yang akan membakar kuburannya hingga hari kiamat”.

⎛ν⊂ Ε⇑°ϖϕ⇔↓ ⇒υ⎜ ◊™ΡςΛ⎜ σϖ⇑°πρ⇔↓ ◊↓ 78

Page 44: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

≥ ⎯Ρϕ⇔↓ ≥ℵυℜ

“Orang yang suka mengadu domba, nanti akan dibangkitkan dan digiring di padang mahsyar de-ngan wajah seperti kera”.

◊™⁄°ςπ⇔↓™ ◊™ℑ°πν⇔↓™ ◊™ℑ°π©⇔↓ θ⟨ΡςΛ⎜∆ϖ∈⇔↓ ⁄↓ΡΧ⇔↓ ◊υ∠°Χ⇔↓ Επϖπρ⇔°±

″ζλ⇔↓ ®υ÷™ ã↓

“Orang-orang yang suka mengumpat, mencela, mengadu domba dan mencari aib orang lain, nanti ia akan digiring di padang mahsyar dengan wajah seperti anjing”.

8. Menghina atau Mencemooh

Menghina atau mencemooh orang lain dengan menganggapnya kecil dan enteng, baik yang di-tunjukkan dengan ucapan maupun melalui tin-dakan isyarat, adalah tindakan yang sangat di-benci dan dimurkai Allah SWT. Firman Allah SWT. :

79

⇒υ⋅ σ⇑ ⇒υ⋅ΡΝΤ⎜⎨↓υρ⇑↓ σ⎜Θ⇔↓°©⎜ ƒ⎜ θ©ρ⇑↓Ρϖ…↓υ⇓ υλ⎜ ◊↓ ⎛Τ ⊂

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum menghina/mencemooh kaum yang lain. (Karena) boleh jadi mereka (yang dihina/dicemo-oh) itu lebih baik daripada mereka (yang meng-hina/mencemooh)” (QS. Al-Hujurat ayat 11). Ingatlah, seseorang yang suka menghina atau mencemooh orang lain, suatu saat dia juga akan dihina dan dicemooh oleh orang lain, bahkan nanti di akhirat dia akan dihinakan dan diperma-lukan oleh Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda :

θ⟨Π≡⎨ ΜΦη⎜ ℘°ρ⇔°± σϖ←Σ©ΦΤπ⇔↓ ◊↓ ,θν⟨ : θ©⇔ ⇐°ϕϖ∏ Ερϑ⇔↓ σ⇑ ″°±

κν∠↓ ⁄°÷↓↵°∏ τπ∠™ τ± Ρλ± →ϑϖ∏ θν⟨ µ⇔↓Θ∧⇐↓ℑ⎜°π∏ τ⇓™⎯ ″°Χ⇔↓

80

Page 45: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

“Sesungguhnya orang yang suka menghina atau mencemooh orang lain, akan dibukakan pintu surga baginya. Maka dipanggillah ia (oleh peng-huni surga itu), “kemari!”. Lalu dia datang de-ngan suka cita namun penuh kebingungan. Tat-kala sudah dekat, pintu sorgapun ditutup. Orang lain bisa masuk, sedangkan dia tidak. Demikian seterusnya” (HR. Abu Dunya dari Hasan Basri).

9. Berkata Kotor, Jorok atau Jijik

Meskipun tidak sampai ke batas haram, ucapan kotor, jorok atau jijik tentu saja membuat risih orang lain yang mendengarnya. Bagi yang me-ngerti sopan santun, ia akan selalu menjaga di-rinya dari perkataan yang kotor, jorok dan jijik tersebut. Kalaupun misalnya, ia harus mengata-kan juga, tentu ia ungkapkan dengan kata kias-an, agar orang lain yang mendengarnya tidak merasa risih. Misalnya, “Maaf, permisi saya mau ke kamar kecil / WC”. “Saya mau buang hajat”. ”Kemaluan laki-laki”, “Percampuran suami isteri” dan sebagainya. Allah SWT. sendiri dalam beberapa ayat Al-Qur-án memberikan ungkapan yang sopan terhadap sesuatu yang dianggap kotor, jorok dan jijik. Firman Allah SWT. :

81

θλ∂Ρ≡↓υ× ♦∏ θλ⇔ •Ρ≡ θ∧♥ƒΤ⇓ θΦΒ⊗ ⎛™⇓↓

“Isterimu adalah (ibarat) tanah tempat kamu bercocok tanam. Maka garaplah tanah tempat kamu bercocok tanam tersebut dengan cara apa saja yang kamu sukai dan kamu kehendaki” (QS. Al-Baqarah ayat 223).

ΠϑΤπ⇔↓ ◊υη∧°⊂ θΦ⇓↓™ σ⟨™Ρ⊗°Χ×⎨™

“Janganlah kamu mencampurinya (isteri-isteri kamu) sewaktu kamu ber i’tikaf dalam masjid” (QS. Al-Baqarah ayat 187). Perkataan kotor, jorok dan jijik apabila diucapkan secara logas atau apa adanya bisa memalukan diri sendiri dan orang lain yang mendengarnya. Karena dari perkataan tersebut orang dapat me-nilai sejauh mana tingkat sopan santun dan ke-pribadian seseorang.

10. Menyela Pembicaraan Orang Lain Menyela atau memotong pembicaraan orang lain yang sedang berbicara dengan menunjukkan

82

Page 46: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

secara langsung cacat cela pembicaraan terse-but, baik yang berkaitan dengan redaksi pembi-caraan atau penggunaan bahasa, cara penyam-paiannya maupun isi pembicaraan tersebut, de-ngan tujuan untuk merendahkan, menghina atau mencemooh si pembicara agar tidak mendapat perhatian dan simpati pendengarnya, kemudian perhatian dan simpati tersebut dia berharap akan beralih kepadanya, karena dia merasa ke-mampuannya melebihi daripada si pembicara tersebut, merupakan perbuatan yang tidak terpu-ji dan dilarang oleh agama. Lain halnya kalau menyela atau memotong pembicaraan orang lain tersebut dimaksudkan untuk saran perbaikan, untuk melengkapi atau untuk mendukung, maka hal ini tentu diperbolehkan, dengan catatan se-belum berbicara terlebih dahulu kita meminta izin kepada yang bersangkutan dan usahakan kali-mat-kalimat yang diungkapkan sebaik dan se-halus mungkin, agar tidak menimbulkan salah paham atau salah persepsi.

11. Bergabung Dalam Majelis Maksiat

Jika kita ikut bergabung dalam majelis maksiat, terlepas apakah kita ikut bicara memberikan ma-sukan maupun tidak, kita juga ikut berdosa. Rasulullah SAW. bersabda :

83

θ⟨ΡΗ∧↓ Ε⇑°ϖϕ⇔↓ ⇒υ⎜°⎜°χ…℘°ρ⇔↓ θφ⊂↓ οβ°Χ⇔↓ °∪υ≡

“Orang yang paling besar kesalahannya pada hari kiamat adalah orang yang paling sering ber-gabung dalam majelis/pembicaraan yang batal (maksiat)” (HR. Thabrani dari Ibnu Mas’ud). Jika tergabungkan anda ke dalam majelis mak-siat dengan maksud amar ma’ruf nahi munkar dengan cara berda’wah bil hikmah, maka pola, cara atau strategi apapun yang anda pasang dan lakukan, semuanya itu bukanlah dosa, tapi malah menjadi pahala, asal anda tidak larut atau terpengaruh oleh perbuatan yang mereka laku-kan.

12. Dua Lisan

Dua lisan, adalah kebiasaan perkataan yang di-lakukan oleh seseorang terhadap dua orang yang berselisih dengan perkataan yang berbeda atau bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya. Kepada si A dia berkata ini, sedangkan kepada si B dia berkata itu. Dalam istilah Banjar, orang yang berlisan dua ini disebut “anjur atar”

84

Page 47: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

atau “Di sana lain, di sini lain”. Kepada si A dia berkata ya, tapi kepada si B ia berkata tidak. Kepada si A dia kemukakan ucapan-ucapan yang menyenangkan dengan menjelek-jelekkan si B, seakan-akan dia memihak si A, demikian juga dengan si B, dia ungkapkan kejelekan si A, seolah-olah ia mendukung si B. Tindakan ini dia lakukan biasanya adalah untuk mengadu dom-ba. Ingatlah peringatan Rasulullah SAW. :

Ε⇑°ϖϕ⇔↓ ⇒υ⎜ ã↓ ⎯°Χ⊂Ρ⊗ σ⇑ ◊™Πϑ× Ι⎜ΠΛ± ⁄⎨Α⟨ ⎛× ♦⎜ ∑Θ⇔↓ σϖ©÷υ⇔↓↓↵

Ι⎜ΠΛ± ⁄⎨Α⟨ ™

“Kamu akan menemukan di hari kiamat nanti hamba Allah yang paling buruk, yaitu orang yang bermuka dua, yakni orang yang suka menda-tangi satu golongan dengan suatu cerita dan mendatangi golongan lainnya dengan cerita lain” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Orang yang berlisan dua ini, jika suatu saat nan-ti diketahui orang, maka dia tidak akan dihirau-kan lagi, perkataannya tidak akan didengar dan dipercaya lagi. Bahkan kemungkinan besar dia

85

akan dimusuhi banyak orang. 13. Berbicara Kasar

Berbicara kasar jika dilakukan bukan pada tem-patnya, maka hukumnya haram, karena etika Islam mengajarkan kepada kita agar dapat me-ngatur lisan dengan memilih kata-kata dan ba-hasa yang halus dan menunjukkan gaya baha-sa dan mimik muka yang simpatik dan dapat membangun rasa senang orang lain. Berkata kasar boleh-boleh saja, jika misalnya kita berhadapan dengan berbagai kekufuran, kedzaliman dan pelecehan agama, sepanjang hal itu sangat prinsip dan dapat membahayakan ummat. Itupun kita lakukan sesekali saja, tidak terus menerus, karena bagaimanapun juga konteks da’wah tetap mengharuskan adanya bil hikmah wal mauidzatun hasanah. Firman Allah SWT. :

σϖϕηρ π⇔↓™ ℵ°ηλ⇔↓Π⟨°÷ ⎡Χρ⇔↓°©⎜ƒ™⎜ θ©ϖν⊂ γν∠↓™

“Hai Nabi, berjihadlah (untuk melawan) orang-orang kafir dan munafik, bersikap keras (kasar) lah kepada mereka” (QS. Al-Fath ayat 29).

86

Page 48: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

⁄∞Π⊗↓ τ ∈⇑ σ⎜Θ⇔↓™ ã↓ ⇐υℜℵ ΠπΛ⇑ θ©ρϖ± ⁄°π≡ℵ ℵ°ηλ⇔↓ ⎛ν⊂

“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang (mu’min) yang bersama dengan dia ada-lah keras kepada orang-orang kafir, tetapi ber-kasih sayang kepada sesama orang mu’min” (QS. Al-Fath ayat 29).

14. Sumpah Palsu Sumpah palsu selain hukumnya haram, perbu-atan ini juga termasuk dosa besar. Rasulullah bersabda :

σ⎜Π⇔↓υ⇔↓ ¬υϕ⊂™ ã°± ∨↓Ρ⊗⎨↓ : Ρ←°Χλ⇔↓ ℘υπη⇔↓ σϖπϖ⇔↓™ Υ™ηρ⇔↓ οΦ⋅™

“Yang termasuk dosa besar adalah musyrik ke-pada Allah, menyakiti kedua orangtua, membu-nuh jiwa (bukan haknya) dan sumpah palsu” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Umar).

87

15. Berbisik-bisik

Berbisik-bisik adalah perbuatan yang haram di-lakukan, terutama jika ada orang ketiga, karena perbuatan ini dapat menimbulkan perasaan su’ udzan (buruk sangka) yang bisa berkembang menjadi suatu permusuhan. Rasulullah SAW. bersabda :

Ρ… ⎨↓ ◊™⎯ ◊°ρ∂↓ ≠°ρΦ⎜ζ∏ Ε∂ζ∂θΦρ∧↓↵↓

“Jika kamu sedang bertiga, maka janganlah kamu berbisik-bisik (dengan yang satu) dan membiarkan yang lainnya” (HR. Bukhari-Mus-lim).

Demikianlah beberapa bahaya lisan yang perlu kita waspadai agar kehidupan kita tidak terje-bak oleh tajamnya lisan kita yang pada gilirannya dapat menggiring kita ke penghidupan yang penuh sengsara dan nista. Marilah kita jaga, kita pelihara dan kita ken-dalikan lisan kita agar berfungsi positif dan menda-pat ridha dari Allah SWT. Mudah-mudahan ibadah puasa yang kita ja-lankan selama bulan Ramadhan ini akan dapat

88

Page 49: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

melatih diri kita masing-masing untuk selalu men-jaga lisan dan mengendalikannya. Sebab, orang yang berpuasa itu tidak saja mampu menahan diri dari makan dan minum, tetapi berpuasa itu juga hendaknya mampu menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan tidak sopan. Sabda Rasulullah SAW. :

⇒°ϖΞ⇔↓°π⇓↓ ″Ρς⇔↓™ ο∧⎨↓ σ⇑ ⇒°ϖΞ⇔↓ Υϖ⇔ Ι∏Ρ⇔↓™ υ®ν⇔↓ σ⇑

“Puasa itu bukan saja menahan diri dari makan dan minum, tetapi sesungguhnya puasa juga menahan diri dari perkataan sia-sia dan perkataan tidak so-pan”.

θ∧Π≡↓ ⇒υ∅ ⇒υ⎜ ◊°∧↓↵°∏ Ερ÷ ⇒°ϖΞ⇔↓ Π≡↓ τ±°ℜ ◊°∏ ∆ΝΤ⎜⎨™ΘΒ⇑υ⎜ Ι∏Ρ⎜ζ∏

θ←°∅⎡⇓↓ οϕϖν∏ τν×°⋅™↓

“Puasa itu perisai. Maka apabila salah seorang ka-mu berpuasa, maka janganlah ia menuturkan kata-kata keji, janganlah pula menyebarluaskan kata-

89

kata keji tersebut. Dan apabila seseorang sedang memaki-makinya atau melakukan pukulan padanya, maka (janganlah kamu balas), tapi katakanlah, saya sedang berpuasa” (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Sungguh suatu kerugian yang besar dan sa-ngat disayangkan, apabila ibadah puasa yang kita kerjakan, dengan menahan segala penderitaan la-par dan dahaga serta menahan diri dari hal-hal lain-nya yang dapat membatalkan atau mengurangi nilai puasa, tetapi malah ternoda nilainya, bahkan mung-kin akan menjadi sia-sia, dikarenakan lantaran u-capan kita yang kotor, lantaran lidah kita yang ku-rang terkontrol. Oleh karena itu, marilah kita jaga li-dah kita dari perkataan-perkataan yang tidak dibe-narkan oleh syara’ selama kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini, dan kita berharap ke-pada Allah SWT, semoga ibadah puasa kita tahun ini benar-benar menjadi ibadah yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena kita jalankan de-ngan penuh kesungguhan dan semata-mata hanya mengharapkan ridha dan maghfirah dari Allah SWT.

sskss 90

Page 50: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII PPAANNDDAANNGGAANN MMAATTAA

ata merupakan jendela hati yang dapat mengirimkan kesan seca-ra langsung ke otak, kemudian

diteruskan ke seluruh anggota tubuh. Nabi Musa a.s ketika diperintahkan oleh Al-lah untuk melihat dan memperhatikan sebuah gu-nung yang dijadikan-Nya obyek untuk menampak-kan diri, maka seketika gunung itu hancur lebur ka-rena tidak sanggup melihat sosok Allah, Nabi Musa-pun langsung pingsan tak sadarkan diri, karena

91

tidak kuat mengendalikan emosi seketika menyaksi-kan betapa kebesaran Allah SWT. Demikian juga, ketika Nabiullah Muhammad SAW. melihat malaikat Jibril di goa Hira’ dalam ben-tuknya yang asli pada saat wahyu pertama turun, sekujur tubuh beliau menggigil seperti orang kedi-nginan, karena apa yang beliau lihat langsung me-nembus hatinya dengan tikamannya yang begitu dahsyat dan begitu dalam, sehingga membuat raga beliau seolah tak mampu menahannya. Begitulah, kesan yang ditimbulkan oleh pan-dangan mata dapat langsung bereaksi ke hati se-hingga hati menjadi semakin terang dari cahaya Ila-hi. Sebaliknya, dari pandangan mata pula, dapat menyebabkan hati semakin gelap dari nur Ilahi. Hal ini tergantung obyek yang dipandangi dan sejauh-mana sikap yang ditunjukkan oleh orang yang me-mandangi serta tingkat kualitas iman yang ia miliki. Jika obyek yang dipandangi adalah obyek yang dibenarkan atau diperbolehkan oleh syara’, sementara yang memandangi benar-benar memiliki tingkat keimanan yang kuat, maka tentu hasil pan-dangnya akan membuahkan manfaat yang besar, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Misalnya seseorang yang sedang memandangi se-buah obyek keindahan, maka ketika pandangannya berpadu dengan perasaan hatinya yang diliputi oleh

92

M

6

Page 51: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

iman yang mendalam, maka seketika itu ia akan memuji Allah dengan mengagungkan kebesaran-Nya. Ia sadar bahwa Allah telah menciptakan sega-la keindahan yang ada. Ia tahu bahwa segala kein-dahan itu adalah kepunyaan Allah dan merupakan perwujudan dari sifat-Nya yang Maha Indah (al-jamaal). Dari kesadaran yang mendalam inilah akan lahir tindakan-tindakan yang santun, penuh cinta dan kasih yang tulus kepada sesama. Sebaliknya, jika yang dipandangi adalah ob-yek yang tidak dibenarkan oleh syara’ atau yang di-larang oleh agama, sementara yang memandangi tidak memiliki pondasi iman yang kuat, maka hasil pandangnya cenderung akan mendatangkan mu-dharat, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Misalnya ketika seseorang memandang gadis rema-ja yang cantik jelita yang bukan muhrimnya, hatinya tiba-tiba bergetar menyentuh naluri laki-lakinya hing-ga membangkitkan nafsu syahwatnya, yang pada gilirannya nanti tidak menutup kemungkinan terjadi-nya tindakan perzinahan. Menurut hukum Islam, memandang itu ada ti-ga macam, yaitu : 1. Memandang sesuatu yang bernilai ibadah; 2. Memandang sesuatu yang dibolehkan dan ; 3. Memandang sesuatu yang diharamkan.

93

Memandang sesuatu yang bernilai ibadah adalah memandang suatu obyek yang dapat meng-gerakkan hati kepada ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, sebagai contoh antara lain memandang Baitul Haram di Mekkah, sebagaimana sabda Ra-sulullah SAW. :

⇒↓ΡΛ⇔↓ τΦϖ± ≠°ϑ≡ ⎛ ν⊂ ⇒υ⎜ ο∧ ã↓ ⇐Σρ⎜ σϖ∈±ℵ↓™ σϖη←°χν⇔ σϖΦℜ Επ≡ℵ Ε←°⇑™ σ⎜Ρς⊂

σ⎜Ρε°ρν⇔ σ⎜Ρς⊂™ σϖνΞπν⇔

“Setiap hari Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat kepada para pengunjung rumah suci-Nya. Enam puluh untuk yang thawaf, empat puluh untuk yang shalat dan dua puluh untuk yang melihat” (HR. Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas). Pandangan lainnya yang bernilai ibadah ada-lah memandang dengan kecintaan dan kasih sa-yang dari suami terhadap isterinya atau sebaliknya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. :

τ×↓Ρ⇑↓⎛⇔♠ Ρφ⇓↓↵♠ ο÷Ρ⇔↓ ◊↓ :b⎡Χρ⇔↓ ⇐°⋅

94

Page 52: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

↓↵ ↔∏ Επ≡ℵ ≥Ρφ⇓°π©ϖ⇔♠ ã↓Ρφ⇓ τϖ⇔♠ ∝Ρφ⇓™ ⇐ζ…σ⇑°π©± υ⇓ ↵ Γχ⋅°Τ×°©ηλ± Θ…♣

°π©±°∅♣

“Nabi SAW. bersabda : Sesungguhnya seorang su-ami melihat isterinya (dengan penuh kasih sayang) dan isterinya pun melihat suaminya (dengan penuh kasih sayang pula), maka Allah melihat keduanya dengan pandangan kasih sayang. Dan bila si suami memegang telapak tangan isterinya, maka dosa-dosa mereka keluar dari celah jari-jari tangan mere-ka” (HR. Rafi’i dari Abu Sa’id).

Demikian juga pandangan cinta dan kasih sa-yang yang ditunjukkan orangtua terhadap anaknya, dapat bernilai ibadah, karena anak merupakan ba-gian dari jiwa dan kehidupan kita, juga merupakan karunia Allah yang tiada taranya, disamping sebagai amanah yang diberikan Allah kepada kita, maka tat-kala seseorang memandang anaknya, timbul rasa syukur yang mendalam ke khadirat Allah SWT. Bi-bir kita terucap dan hati kita berkata betapa kebe-saran dan rahman rahimnya Allah SWT.

Cobalah kita lihat bagaimana contoh yang

95

diberikan Rasulullah ketika mengasuh dan mendi-dik anak-anak beliau. “Suatu ketika Siti Fatimah da-tang menemui ayahnya, Rasulullah SAW. Tatkala Siti Fatimah tiba di rumah beliau, Rasulullah lang-sung berdiri, memandang, memberikan senyuman, menyambut dan mencium puterinya ini dengan pe-nuh rasa kasih sayang, lalu beliau persilakan duduk bersebelahan dengan beliau. Demikian juga yang dilakukan oleh Siti Fatimah tatkala ayahnya, Rasul-ullah mengunjunginya”. Pandangan lainnya yang termasuk ibadah adalah memandang anak yatim dengan penuh kasih sayang dan rasa belas kasihan, karena anak yatim mempunyai kedudukan istimewa di sisi Allah dan Rasul-nya. Memandang fakir miskin dengan penuh rasa prihatin. Memandang penuh persaudaraan dan kekeluargaan kepada para tetangga, teman seja-wat, ibnu sabil dan para hamba sahaya (para pem-bantu/pekerja kelas buruh). Firman Allah SWT. :

⎛ πΦ ϖ⇔↓™ ⎛ ±Ρϕ⇔↓ ∑Θ± ™ °⇓°Τ≡↓ σ⎜Π⇔↓υ⇔°±™ ∆ρϑ⇔↓ℵ°ϑ⇔↓™ ⎛ ±Ρϕ⇔↓∑ ↵ℵ°ϑ⇔↓™ σϖλΤ π⇔↓™ Γλν⇑°⇑™ οϖΧΤ⇔↓ σ±↓™ ∆ρϑ⇔°± ∆≡°Ξ⇔↓™

96

Page 53: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

θλ⇓°π⎜↓

“Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, te-tangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” (QS. An-Nisa ayat 36). Pandangan yang dibolehkan (mubah) adalah memandang apa saja yang dibolehkan oleh syara’ atau memandang sesuatu yang tidak diharamkan. Misalnya : memandang alam sekitar, memandang sesama jenis yang menutup aurat dan tidak menim-bulkan syahwat, memandang sesama muhrim atau bukan muhrim yang menutup aurat dan tidak me-nimbulkan syahwat. Adapun pandangan yang diharamkan oleh syara’ antara lain memandang wanita atau pria de-ngan syahwat atau yang dapat menimbulkan syah-wat, baik wanita atau pria muhrim maupun wanita atau pria yang bukan muhrim. Jadi, pada intinya pandangan yang diboleh-kan atau yang diharamkan oleh syara’ dalam per-gaulan antara pria dan wanita, baik antar sesama jenis (wanita dengan wanita atau pria dengan pria) maupun dengan lawan jenis (pria dengan wanita), terletak pada menimbulkan syahwat atau tidak. Jika

97

pandangan tersebut dapat menimbulkan syahwat, maka haram hukumnya. Tetapi jika pandangan ter-sebut tidak menimbulkan syahwat, maka mubah hu-kumnya, atau masih dalam batas kewajaran (diper-bolehkan). Dalam hubungan ini, kenapa Rasulullah da-lam sebuah hadits, beliau mengatakan :

⎛ ⇔™⎨↓ µ⇔°π⇓°∏ ≥Ρφρ⇔↓ ≥Ρφρ⇔↓ ∉ΧΦ×⎨ ⎡ν⊂°⎜ ≥Ρ… ⎨↓ µ⇔ΓΤϖ⇔™

“Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti satu pan-dangan dengan pandangan (lainnya), sebab yang pertama itu bagimu, tapi yang lainnya bukan bagi-mu” (HR. At-Turmudzi dari Ali ra.). Maksud hadits ini adalah, bahwa apabila kita sudah terlanjur memandang wanita satu kali, maka janganlah diikuti dengan yang kedua, ketiga dan se-terusnya, sebab memandang wanita berlama-lama dapat menimbulkan nafsu birahi. Apabila nafsu bira-hi muncul dan menguasai syahwat seseorang, ma-ka bahaya perzinahan akan terjadi. Dan apabila per-zinahan sudah ada dan terjadi di mana-mana, maka bobroklah akhlak dan moral manusia. Hal inilah se-benarnya yang dikhawatirkan oleh Rasulullah, se-hingga dengan sedikit keras beliau memerintahkan :

98

Page 54: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

∨ΡΞ± √Ρ∅↓

“Palingkanlah pandanganmu”.

Kemudian, Allah SWT. berfirman :

.... θ⟨ℵ°Ξ±♣ σ⇑↓υΖ®⎜ σϖρ⇑Απν⇔ ο⋅ .... θ⟨ℵ°Ξ±♣ σ⇑ σΖΖ®⎜ ∝°ρ⇑Απν⇔ ο⋅™

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendak-lah mereka menahan pandangannya .... Dan kata-kanlah kepada perermpuan yang beriman, hendak-lah mereka menahan pandangannya ...” (QS. An-Nuur ayat 30 dan 31). Ingatlah sabda Rasulullah SAW. :

ãτρ∈⇔ Υϖν±↓ ⇒°©ℜ σ⇑ ⇒υπΤ⇑ θ©ℜ ≥Ρφρ⇔↓ ο÷™ Σ⊂ ã↓ ®°×∞ ã↓ σ⇑°∏υ…°©∧Ρ× σπ∏

τ™Χν⋅ τ×™ζ≡Πϑ⎜°⇓°π⎜♠ 99

“Sekilas pandangan mata, adakalanya merupakan sebuah anak panah yang berbisa diantara panah-panah iblis yang terkutuk. Maka barangsiapa yang dapat menahan dirinya dari pandangan seperti itu, karena rasa takutnya kepada Allah, maka Allah SWT. akan melimpahkan kepadanya keimanan yang terasa amat manis dalam hatinya” (HR. Al-Hakim). Melalui puasa di bulan Ramadhan, dengan konsepnya menahan diri, terutama menahan diri dari pandangan mata yang diharamkan oleh Allah SWT. insyaAllah dapat membimbing kita agar selalu berada pada jalan-Nya yang benar. Karena dengan menahan pandangan dari yang diharamkan Allah, akan dapat membersihkan hati, sehingga kita dapat merasakan betapa manisnya iman dan betapa le-zatnya beribadah kepada Allah SWT.

100

Page 55: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII PPEENNDDEENNGGAARRAANN

alah satu indera yang sangat penting yang diberikan Allah SWT. kepada kita manusia adalah alat pendengaran

atau telinga/kuping. Sedemikian indah, lengkap dan serasi Allah menciptakan telinga buat kita. Dia buat telinga kita berpasangan dan masing-masing mempunyai daun telinga, sehingga memudahkan kita untuk me-nangkap dan mendengarkan berbagai berita dan informasi. Dia lengkapi di dalam telinga kita berupa

101

kelenjar minyak yang kalau dicicipi rasanya pahit. Kelenjar minyak ini berfungsi sebagai penangkal se-kaligus pengusir berbagai serangga dan sejenisnya yang mencoba masuk ke telinga kita. Dengan rasa-nya yang pahit, semua serangga dan sejenisnya tentu tidak akan ada yang suka, sehingga kalau toh terlanjur masuk, maka ia akan segera keluar. Kemudian, di dalam telinga kita terdapat pula alat perasa, sehingga jika ada benda-benda asing yang masuk, telinga kita akan mudah mende-teksinya. Dalam proses kejadian manusia, alat dengar yang bernama telinga ini ternyata lebih duluan difungsikan oleh Allah SWT. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dila-kukan oleh Fels Research Institute for The Study of Human Development, Ohio Amerika Serikat disebut-kan bahwa dengan mempergunakan alat khusus yang dapat mencatat gerakan-gerakan bayi di da-lam kandungan, membuktikan bahwa ternyata bayi yang ada di dalam kandungan seorang ibu dapat menerima kesan-kesan dari lingkungan hidupnya. Di dalam kandungan, sang bayi ternyata memerlu-kan waktu istirahat, waktu tidur dan berjaga (ba-ngun). Ia dapat terkejut bila si ibu yang mengan-dungnya mengalami goncangan fisik maupun men-tal. Ia bisa bersedih bila ibunya bersedih. Ia merasa

102

S

7

Page 56: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

senang dan bahagia, jika kondisi ibunya dalam kea-daan senang dan bahagia. Berdasarkan penyeli-dikan Badan tersebut, dari hasil eksperimen yang telah dilakukan, dimana seorang ibu yang sedang hamil enam bulan didekatkan pada bel pintu, kemu-dian bel pintu dibunyikan, ternyata beberapa detik setelah bel pintu tersebut berdering, bayi yang ada di dalam kandungan sang ibu mulai bergerak-ge-rak, dan ketika denyut jantung sang bayi dihubung-kan dengan bunyi suara yang diatur dan diteliti secara cermat dengan menggunakan alat khusus yang disebut oscillator dan sebuah mikropon super peka yang tentunya juga sudah dipersiapkan secara khusus, hasilnya memperlihatkan ternyata ketika se-buah suara diperdengarkan, dari suara yang pelan hingga suara yang nyaring, dari nada yang rendah sampai nada yang paling tinggi, detak jantung sang bayi ikut berubah-ubah frekuensinya, menyesuaikan frekuensi suara tersebut, dari angka 38 hingga men-capai 144 denyutan per detik. Prof. Drs. Brajanagara dalam bukunya Teori Pendidikan dan Dr. Paryana Suryadipura dalam bukunya Alam Pikiran, membenarkan adanya pe-ngaruh emosi ibu yang sedang hamil dengan janin yang sedang dikandungnya dan pengaruh suara atau bunyi-bunyian terhadap janin yang ada dalam kandungan. Suara-suara yang keras yang terdengar tiba-tiba bisa mempengaruhi sang bayi yang ada dalam kandungan, karena bayi itu amat peka

103

terhadap suara, dan jantung si bayi bisa berdetak cepat, bahkan terhadap suara-suara tertentu bisa merangsang dia untuk melakukan gerakan pada anggota tubuhnya. Selanjutnya, menurut kedua pa-kar tersebut dikatakan bahwa, boleh jadi karena pe-ngaruh gangguan emosi yang bertubi-tubi dan su-ara-suara keras yang terus menerus selama masa kehamilan, dapat mengakibatkan adanya kelainan mental dan fisik terhadap anak tersebut ketika dilahirkan. Dalam hubungan ini maka tepat sekali apa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. dimana be-berapa saat setelah lahirnya seorang bayi (biasanya setelah dibersihkan oleh Ibu Bidan) Rasulullah menganjurkan agar mengadzankannya ke telinga sebelah kanan dan mengiqamahkan ke telinga se-belah kiri. Hal ini dimaksudkan agar yang mula per-tama di dengar oleh sang bayi ketika ia memulai hidup di dunia ini adalah Kalimatan Thayyibah (kalimat-kalimat yang baik) yakni asma Allah dan keMahabesaran-Nya. Walaupun hadits tentang mengadzankan ba-yi yang baru lahir tersebut tidak terdapat keterangan dari imam yang empat, namun para ulama ahli fiqih memandang perlu mengamalkan kebiasaan yang baik tersebut, dengan bersandar pada hadits Rasul-ullah (walaupun sebagian ulama menilai hadits ini lemah) sebagai berikut :

104

Page 57: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

‘ ◊ ⇓↓ B ã↓ ⇐υℜℵ Γ⎜↓ℵ :⇐°⋅ ∉∏↓ℵ σ⊂ ≥ζΞ⇔°± Επβ°∏ τ×Π⇔™ σϖ≡σϖΤΛ⇔↓ ◊ ⇓↓

“Dari Abu Rafi’ ia berkata : Saya pernah melihat Rasulullah SAW. membaca adzan (seperti adzan shalat) pada telinganya Husain tatkala dilahirkan oleh Fatimah” (HR.Ahmad).

: ⇐°⋅ ∆⇔°β⎡±↓ σ± ⎛ν⊂ σ± σϖΤΛ⇔↓ σ⊂ ◊ ⇓ °∏ ⎯υ⇔υ⇑ τ⇔Π⇔™ σ⇑ B ⎡Χρ⇔↓ ⇐°⋅ ®ΡΖ× θ⇔ ∑ΡΤϖ⇔↓ ⇒°⋅↓ ™ ⎛ρπϖ⇔↓ τ⇓ ⇓↓

◊°ϖΧΞ⇔↓ ⇒↓

“Dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata : Nabi SAW. pernah bersabda : Barangsiapa mempunyai anak yang baru dilahirkan, kemudian ia bacakan adzan pada telinganya yang kanan, dan iqamah pa-da yang kiri, niscaya tidak bisa diganggu oleh Um-mus Shibyan (nama Jin isteri)” (HR. Abu Ya’la).

D σϖΤΛ⇔↓™ σΤΛ⇔↓ ◊ ⇓↓ ◊↓ ⇓↓ 105

“Beliau (Nabi SAW.) itu, membaca adzan pada teli-nga Hasan dan Husain ra.” (HR. Abu Nu’aim dan Thabaranie). Disamping yang pertama difungsikan, telinga juga ternyata yang lebih akhir (yang belakangan) dicabut oleh Allah SWT. Tatkala menjelang ajal, dimana seluruh pan-caindera manusia sudah tidak berfungsi lagi, maka pada detik-detik terakhir kehidupannya, Rasulullah menganjurkan agar segera didengungkan ke teli-nganya kalimat “Laa Ilaaha Illa Allah”. Hal ini di-maksudkan agar kalimat terakhir yang di dengarnya dan kalau mungkin yang diucapkannya, adalah ka-limat keEsaan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW. :

ã↓⎨↓ τ™ ⇔↓⎢ θ∧°×υ⇑↓υρϕ⇔

“Talqinkanlah (kawan-kawanmu) yang menjelang maut, dengan kalimat : “Laa ilaaha illa Allah” (HR. Muslim dan empat imam). Hadits ini dikuatkan oleh suatu riwayat tatkala paman Nabi yang bernama Abu Thalib sedang menghadapi sakaratul maut, Rasulullah SAW. ber-sabda :

106

Page 58: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

°©± µ⇔≠°≡↓Επν∧ ã↓⎨↓τ™ ⇔↓⎢ ο⋅ θ⊂°⎜ ã↓⎨↓τ⇔ ↓⎢ ⇐υϕ⎜ ◊♣⎛±↓™ ã↓Πρ⊂

“Wahai paman (kata Rasulullah), ucapkanlah kali-mat LAA ILAAHA ILLA ALLAH. Kalimat ini nantinya akan aku jadikan argumentasi terhadapmu di ha-dapan Allah. Tetapi Abi Thalib menolak untuk meng-ucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLA ALLAH tersebut” (HR.Bukhari dan Muslim). Dua hadits di atas membuktikan bahwa ter-nyata pada saat detik-detik terakhir kehidupan ma-nusia, ia masih diberi kesempatan oleh Allah untuk mendengar. Begitulah kelebihan pancaindera manu-sia yang bernama telinga ini. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seba-gian besar manusia nampaknya lebih suka memilih mendengar daripada berbicara, sehingga di dalam forum-forum rapat, diskusi, seminar, bahkan dalam forum silaturrahmi dan da’wah, orang lebih suka mendengar daripada berbicara, ini terlihat dimana ketika dibuka kesempatan dialog atau tanya jawab, hanya sebagian kecil yang angkat bicara, selebih-nya hanya menjadi pendengar yang setia.

Ribuan jamaah mengikuti ceramah yang di-sampaikan oleh seorang Muballigh. Para jamaah

107

tersebut ada yang berasal dari daerah setempat, ada pula yang datang dari daerah lain. Ada yang datang dengan berjalan kaki, menaiki kendaraan roda dua, roda empat dan ada pula yang naik kereta api, kapal laut bahkan pesawat terbang. Mereka datang, duduk, mendengar, terkadang diselingi de-ngan gelak tawa, terkadang menangis mencucurkan air mata, dan sebagainya. Sekembalinya ke rumah, pesan-pesan da’wah tersebut terkadang banyak yang terlupakan, hanya sebagian yang diingat. Be-gitulah, hanya sekedar mendengarkan tabligh aga-ma, orang tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang relatif besar. Mungkin kita masih ingat pada sekitar tahun 70 sampai 80-an, dimana masyarakat kita ketika itu terbuai oleh budaya dongeng dan sandiwara yang disajikan lewat radio. Di mana-mana orang pada su-ka mendengarkan dongeng dan sandiwara radio. Mulai kalangan anak-anak, remaja hingga orang de-wasa. Bahkan, dikalangan anak-anak, mereka tidak akan mau tidur sebelum didongengkan terlebih da-hulu. Dulu, menurut cerita orang-orang tua, radio sangat dibutuhkan untuk mendengarkan berita dan mendengarkan cerita wayang. Sekarang, dongeng dan sandiwara di radio itu telah berubah menjadi tayangan sinetron yang disajikan oleh berbagai sta-sion televisi. Masyarakat sekarang sudah banyak yang demam sinetron. Baik dongeng atau sandi-wara di radio maupun cerita sinetron di televisi,

108

Page 59: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

substansinya sama, yakni sama-sama mengajak penikmatnya untuk mendengar. Inilah budaya yang telah lama menjerat ma-syarakat kita. Dampaknya memang ada, terutama terhadap budaya baca dan budaya tulis.

Ibu-ibu kelihatannya lebih suka memperde-ngarkan musik atau lagu-lagu untuk mengantarkan anaknya ke pembaringan untuk bobo, ketimbang membacakan cerita-cerita yang ada di buku atau menunjukkan gambar-gambar cerita dalam buku ke-pada anak-anaknya. Bahkan ketika menginjak re-maja, di sekolahpun mereka masih disuguhi cerita-cerita para pahlawan yang terkenal oleh Ibu dan Ba-pak Guru. Mereka lebih banyak dituntut untuk men-dengar, jarang sekali mereka diarahkan untuk mem-baca sejarah dan mengambil intisari dan nilai-nilai moral di dalamnya.

Dikalangan para muballigh, kiyai, ulama dan

guru-guru agama, terutama di Kalimantan Selatan, dalam kegiatan da’wah mereka, sejak dulu sampai hari ini, nampaknya sebagian besar masih menggu-nakan budaya lisan dan budaya dengar. Padahal Kalimantan Selatan cukup banyak memiliki ulama-ulama berkualitas dan bertarap nasional bahkan in-ternasional, tetapi karya tulis mereka tergolong ma-sih langka. Hanya ada beberapa ulama besar yang sempat menulis dan punya kitab karangan sendiri,

109

seperti Syekh Muhammad Nafis, pengarang kitab “Durun Nafis”, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dengan karya terbesar beliau “Sabilal Muhtadin” yang menjadi rujukan fiqih bagi masyarakat Islam, tidak saja di Kalimantan Selatan, tetapi juga di daerah-daerah lain di Indonesia, bahkan juga di Asia Tenggara seperti di Malaysia, Berunei, Singa-pura dan Thailan Selatan, juga beberapa ulama la-innya yang sebenarnya mereka pernah menulis, na-mun kebanyakannya masih bersifat lokal dan peng-gunaannyapun hanya terbatas untuk kalangan sen-diri, terutama diperuntukkan kepada para pengikut pengajian dan murid-murid atau para santri dari ula-ma tersebut, sehingga belum sempat dipublikasikan secara luas. Mendengar memang perbuatan yang paling mudah dan relatif tidak berresiko sepanjang hanya untuk kepentingan sendiri dan apa yang kita dengar relatif benar, dalam artian kita tidak salah dengar dan informasi yang kita dengar juga dapat diper-tanggungjawabkan, baik secara keilmuan maupun secara hukum. Dari segi ekonomi, kalau hanya sekedar mendengar, relatif tidak memerlukan biaya. Kalau toh harus mengeluarkan biaya juga, maka jumlah bi-aya yang dikeluarkan relatif lebih murah dibanding-kan dengan biaya melihat dan biaya berbicara. Hal ini tentu tergantung apa yang menjadi subyek dan

110

Page 60: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

obyeknya. Misalnya, kita ingin nonton pertunjukkan musik yang dimainkan group Bimbo di alun-alun. Kalau kita masuk ke dalam arena pertunjukkan, ma-ka kita harus bayar dengan membeli tiket masuk dan kita bisa melihat pertunjukkannya. Tetapi kalau kita hanya ingin mendengar saja, maka kita tidak perlu masuk, di luarpun kita sudah bisa mendengar dan menikmati musiknya secara gratis. Kesempatan mendengar bagi kita begitu ba-nyak, begitu luas dan begitu beragam. Dari yang berskala kecil hingga berskala besar. Dari yang se-derhana sampai yang sangat penting dan serius.

Selama kita hidup di dunia ini, selama itu pu-la begitu banyak dan begitu beragam yang sempat kita dengar. Terkadang kita dengar suara-suara ke-baikan, terkadang terdengar pula suara-suara ke-mungkaran dan kejahatan. Telinga kita cukup sulit memang memilih dan memilah, mana yang harus kita dengar, mana yang harus kita hindari atau kita tutup rapat-rapat pendengaran kita. Apalagi kita hidup di era yang serba modern sekarang ini, de-ngan teknologi informasi dan komunikasi yang be-gitu canggih dan relatif bebas lepas ini, maka mem-filter semua yang kita dengar nampaknya rada-rada sulit.

Berbagai media audio dan visual semakin

berkembang sekarang ini, sehingga tidak berlebihan 111

kalau kita bilang, jaman sekarang ini adalah jaman media. Kemajuan teknologi dewasa ini semakin me-macu terhadap dampak media itu sendiri menjadi berjuta-juta kali. Kalau dulu dampak media tidak be-gitu seberapa, namun sekarang karena ditunjang oleh kemajuan teknologi, maka sarana media tum-buh dan berkembang semakin banyak dan beragam serta semakin mendominasi terhadap aktivitas hi-dup dan kehidupan manusia. Media sekarang ini su-dah menjadi senjata ampuh perang urat syaraf da-lam pergolakan pikiran, politik dan ekonomi, teruta-ma jika dikelola oleh para ahli media, para propa-gandis, para spesialis yang memang mahir dan me-miliki skill yang tinggi dalam pendayagunaan media, sehingga pada gilirannya nanti, manusia akan men-jadi sasaran media. Artinya, tidak lagi manusia yang mengendalikan media, tetapi media yang mengen-dalikan manusia. Pengaruh ini nampaknya sedikit demi sedikit sudah dapat kita rasakan. Jika sarana media dapat menguasai dan me-ngarahkan perasaan serta pikiran manusia sesuai dengan kehendaknya, maka tentu sarana media sa-ngat berpotensi untuk mengarahkan masyarakat ke-jalan yang baik, yang di ridhai Allah SWT. Jika kon-disi ini benar-benar terjadi, maka pengaruh media sangat besar artinya bagi kemajuan ummat dan ke-majuan suatu bangsa. Tapi sebaliknya, jika sarana

112

Page 61: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

media digunakan untuk kemungkaran, kejahatan dan kesesatan, pengaruhnyapun tidak terbayang-kan betapa tragisnya. Di negara yang berpemerintahan sosialisme, media dianggap efektif dan memiliki peranan pen-ting dalam mempropagandakan dan mengasah pe-mahaman masyarakat terhadap paham sosialisme, sekaligus berusaha mematahkan pikiran dan politik yang berlawanan dengan prinsip tersebut. Teori komunisme memandang media tidak lain hanya digunakan untuk kepentingan politik, ide-ologi negara dan untuk mengarahkan pendapat umum sekaligus menyalurkannya melalui metode dan pengarahan negara. Suatu ketika, Lenin, seorang tokoh komunis-me bertanya kepada beberapa orang pengikutnya : “Menurut kalian, siapa orang yang patut disebut se-bagai seorang komunis istimewa?”. Ketika para pe-ngikutnya sedang berdebat adu argumentasi untuk mencari sosok yang ideal seorang komunis istime-wa, Lenin kembali menyambung ucapannya : “Keta-huilah saudara-saudara, seorang komunis istimewa adalah seseorang yang mahir dan piyawai didalam memerankan sebuah adegan film berlibel komunis. Dialah orang yang mengabdikan dirinya untuk par-tai dan negara, yang pengaruhnya melebihi barisan seribu orang komunis sejati”.

113

Ternyata ungkapan Lenin ini mereka terje-mahkan dalam kehidupan sehari-hari dengan men-dayagunakan peran media didalam mempropagan-dakan paham komunis terhadap masyarakat. Di Mesir, ada organisasi seniman yang terdi-ri dari bintang film yang berpaham komunis. Mereka memproduksi beberapa buah film yang secara halus mampu membangkitkan simpati orang terhadap ko-munisme. Sebagai contoh seperti film “Al-Ushfur” yang banyak disukai dan ditonton oleh masyarakat Mesir dan pengaruhnya begitu besar didalam me-nyebarluaskan paham yang menyesatkan ini. Di negara Barat, baik di Eropah maupun Amerika, ditemukan hal yang serupa dalam mengo-perasikan media. Mereka gunakan media untuk ke-pentingan pemerintahan bebas, menyanjung seting-gi tingginya paham demokrasi dan kapitalisme, se-kaligus menyerang habis-habisan paham Marxisme baik dari segi ideologinya maupun politiknya. Media barat melandaskan pikirannya untuk mengejar kebahagiaan materi dengan segala ra-gamnya, baik berupa harta, tahta, wanita, wisata dan sebagainya. Pendeknya, hiburan dan pemuas-an material merupakan landasan utama strategi me-dia mereka, sehingga dari hari kehari, tahun ke ta-hun, mereka semakin terlepas dari berbagai sistem nilai dan akhlak.

114

Page 62: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Di negara-negara Islam dan di negara-ne-gara mayoritas Islam, termasuk di Indonesia, seba-gian besar sarana media lahir pada saat masa pen-jajahan negara-negara barat, sehingga perkem-bangan dunia media tersebut sedikit banyaknya di-pengaruhi oleh paham, pikiran, watak, gaya dan ca-ra yang pernah dilakukan pada masa penjajahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat dan rasakan bagai-mana bentuk sajian sebuah radio, bagaimana pe-nampilan yang ditunjukkan oleh sebuah koran, tab-loid dan majalah, bagaimana program tayangan yang kita lihat dan saksikan setiap hari di televisi. Kalau boleh kita menyimpulkan bahwa media kita dewasa ini, terutama di televisi sebagian besar ta-yangannya masih bernuansa ke barat-baratan, wa-laupun terdapat sebagian tayangan yang bernuansa Islam, namun prosentasinya relatif kecil. Kita sadari maupun tidak, sekarang ini semua lapisan masyarakat beserta kegiatannya ada dalam genggaman media. Segala apa yang telah dibangun oleh organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi politik dan lembaga-lembaga kemasyara-katan lainnya selama bertahun-tahun untuk membe-nahi masyarakat dan negara ke arah perbaikan ma-terial, moral dan akhlak, boleh jadi dapat dihancur-kan oleh media yang sesat, hanya dalam tempo be-berapa jam saja. Seorang ulama di masjid, guru/us-tadz di sekolah, atau seorang da’i di majelis ta’lim, yang telah bersusah payah membina jamaahnya,

115

membina murid-muridnya, tidak menutup kemung-kinan akan menjadi kacau balau dan berantakan ka-rena pengaruh media yang sesat dan menyesatkan yang ia dengar dan ia tonton setiap hari. Kenapa?, karena kekuatan politik sesat yang berada di bela-kang layar sebuah media tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan sikap dan mo-ral masyarakat, terutama generasi mudanya.

Dalam hubungan ini, maka tepat sekali apa yang diungkapkan oleh seorang penyair berikut ini : “Hingga kapan bangunan itu bisa diselesaikan, bila engkau membangun dan yang lain menghancurkan. Seribu pembangun diikuti seorang perusak sudah cukup, apalagi seorang pembangun diikuti seribu perusak”. Keberadaan media ibarat pedang bermata dua. Disatu sisi dia merupakan alat yang ampuh da-lam memberikan manfaat yang semaksimal mung-kin kepada masyarakat dan dapat memainkan pera-nan penting dalam membina masyarakat dan gene-rasi mudanya untuk menaiki jenjang kemajuan. Na-mun di sisi lain, keberadaan media dapat pula dija-dikan alat dan sarana didalam merusak, menghan-curkan dan menyesatkan masyarakat, sehingga ja-uh dari agamanya, jauh dari tuntunan moral dan akhlak yang baik dan terpuji. Didalam menyikapi keberadaan sarana

116

Page 63: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

media ini, kita harus pandai memilih dan memilah, mana yang mesti kita dengar, mana yang harus kita jauhkan dari pendengaran kita. Pilihlah acara-acara di radio yang seyogyanya dapat menambah ilmu pe-ngetahuan dan meningkatkan keimanan kita kepada Allah. Tontonlah tayangan-tayangan di televisi yang sekiranya mampu menambah wawasan keilmuan ki-ta, meningkatkan kemampuan beragama dan yang dapat memberikan nuansa sejuk, damai dan penuh keindahan. Jauhi dan hindari tayangan-tayangan yang glamor, merusak aqidah dan moral serta ta-yangan yang menyuguhkan kekerasan, kekejaman dan semacamnya. Atur dan bimbinglah putera-pute-ri kita didalam memanfaatkan media audio dan au-dio visual ini. Jangan biarkan mereka bebas memilih suguhan acara dan tayangan apa saja, tanpa keter-libatan kita untuk memilih dan mengarahkan mana-mana yang sekiranya patut di dengar dan pantas di tonton oleh anak-anak seusia mereka. Apalagi di bulan Ramadhan ini, segala ben-tuk suguhan acara di radio dan program tayangan di televisi, biasanya cukup sarat dengan nuansa Is-lami. Karenanya, manfaatkanlah kesempatan baik ini untuk menggunakan alat dengar kita, sehingga melalui alat dengar yang dianugerahkan Allah kepa-da kita, dapat membimbing jiwa kita lebih dekat ke-pada-Nya. Di bulan Ramadhan ini juga, kegiatan-

117

kegiatan da’wah terutama di masjid-masjid, langgar dan mushalla cenderung meningkat, terutama ke-giatan-kegiatan Tadarrus Al-Qur’an dan pengajian Islam, baik berupa kultum ramadhan maupun kuliah subuh. Disamping itu majelis-majelis ta’lim dan ma-jelis-majelis peribadatan dan dzikir juga semakin di-giatkan pada bulan Ramadhan ini. Demikian juga kegiatan-kegiatan silaturrahmi, seperti buka puasa bersama yang diisi dengan ceramah agama dan bacaan-bacaan dzikir, safari ramadhan dan kegiat-an-kegiatan pesantren kilat, semakin menyemaraki keberkahan di bulan Ramadhan ini, yang kesemua-nya tentunya harus kita manfaatkan sedemikian ru-pa dalam rangka mengoptimalkan fungsi pende-ngaran yang diberikan Allah kepada kita. Marilah kita kendalikan fungsi pendengaran kita agar mengarah kepada hal-hal yang positif dan yang dapat menambah nilai ibadah puasa kita. Hin-dari dan jauhi perbuatan-perbuatan yang dapat me-ngurangi bahkan merusak keutuhan nilai puasa kita. Usahakan selama di bulan Ramadhan ini, ti-dak bergabung dengan orang-orang yang suka ber-buat maksiat, orang-orang yang suka menggunjing, dan orang-orang yang suka berkata keji dan kotor. Ingatlah peringatan Rasulullah SAW. :

θ∂⎧↓ ◊°λ⎜Ρ⊗ ∉πΦΤπ⇔↓™ ″°Φ®π⇔↓ 118

Page 64: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

“Orang yang menggunjing dan yang suka mende-ngarkan gunjingan adalah serupa dalam dosa” (HR. Ath-Thabrani). Mudah-mudahan dengan latihan menahan di-ri dari pendengaran selama bulan Ramadhan ini, dapat memberikan kesan dan pesan yang sangat berarti bagi kita, sehingga pada bulan-bulan berikut-nya, kebiasaan baik ini akan terus terulang dan terus terulang sepanjang hayat dikandung badan.

119

MMEENNAAHHAANN DDIIRRII DDAARRII KKEECCEENNDDEERRUUNNGGAANN

HHAATTII YYAANNGG MMEERRUUSSAAKK

ati adalah raja pengatur stabilitas (the central emotion) bagi seluruh anggota tubuh manusia.

Hati, tidak saja berupa segumpal daging yang berbentuk bulat memanjang, yang berisikan rongga-rongga dan mengandung darah hitam, lebih dari itu, hati sesungguhnya adalah sesuatu yang sa-ngat abstak dan merupakan sebuah ikhwal rohaniah

120

H

8

Page 65: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

yang sulit ditembus oleh kekuatan indrawi, yang keberadaannya sebagai penentu baik buruknya ak-tivitas jasmani. Rasulullah SAW. bersabda :

ΓΛν∅ ΓΛν∅↓⇓↓ Ε®Ζ⇑ΠΤϑ⇔↓ ◊↓⎨↓ ⎨↓ τν∧ΠΤϑ⇔↓ ∝ΠΤ∏ ∝ΠΤ∏↓⇓↓™ τν∧ΠΤϑ⇔↓

∆νϕ⇔↓ ⎡⟨™

“Ketahuilah, di dalam jasad manusia ada suatu mudghah (segumpal daging). Apabila kondisinya baik, akan baik pula jasad (manusia). Apabila kondi-sinya buruk, akan buruk pula jasad (manusia). Keta-huilah mudghah (segumpal daging) itu adalah hati” (HR. Muslim). Tak seorangpun yang tahu apa sesungguh-nya substansi hati, ia merupakan rahasia Rabbani yang kita sebagai makhluk-Nya hanya mampu ber-kata subhanallah, Maha Suci Allah, begitu sempur-na ciptaan-Nya. Hati merupakan anugerah Allah yang sangat besar dan patut kita syukuri. Dengan adanya hati, kita dapat menikmati kehidupan ini lebih dari seke-dar kehidupan binatang yang hanya bersandar pada

121

kenikmatan material. Hati adalah bagian dari komponen kehidupan manusia yang sangat berperan dan ia merupakan harta yang sangat mahal yang dianugerahkan Allah kepada manusia dengan bobot nilai yang tak ter-hingga dan kepada setiap kita dituntut untuk meme-liharanya dengan baik agar keberadaan hati tetap dalam keadaan suci bersih. Sebab apabila hati ber-sih, maka kebersihannya itu akan memancar dan membekas pada sikap prilaku lahiriyah. Sebaliknya, apabila hati kotor, maka kotorannya ini akan mele-kat dan membekas pada setiap sikap dan tingkah laku. Pada dasarnya ajaran Islam ditujukan untuk membangun hati manusia melalui sarana Tazkiyah yaitu suatu proses penyucian hati yang harus dilak-sanakan secara terus-menerus oleh setiap individu dan masyarakat Islam melalui penghayatan dan pengamalan rukun Islam.

Tatkala seseorang berikrar Asyhadu an laa ilaa-ha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah dengan menyatakan diri memeluk aga-ma Islam, maka ikrar ini dapat membebaskan di-rinya dari segala macam bentuk penghambaan se-lain Allah. Bahkan dengan ikrar ini pula, dapat me-nimbulkan kesadaran yang tajam dan dalam bahwa Allah adalah lebih besar dari segala bentuk apapun.

122

Page 66: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Allah lebih berkuasa dan berhak disembah oleh se-genap makhluk yang ada. Oleh karenanya, ia tidak akan dapat diperbudak oleh suatu sistem duniawi yang bukan bersumber dari Allah. Ia tidak akan ta-kut kepada siapapun, kecuali hanya takut kepada Allah. Ia akan secara konsekuensi siap menerima segala apa yang disyari’atkan Allah melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Demikian juga dalam ajaran shalat. Shalat-pun juga merupakan proses penyucian hati yang membebaskan manusia dari ikatan ruang dan wak-tu. Dengan mengangkat takbir Allahu Akbar di per-mulaan shalat dapat mengantarkan jiwa manusia naik dan terus naik melayang ke alam yang maha tinggi menghadap Ilahi Rabbi. Disinilah letak awal-nya proses Mi’rajul Mu’minin (awal proses perte-muan dan dialog dengan Allah Tuhan Yang Maha Tinggi). Hati yang kotor memang tidak akan mampu menghayati shalat dengan sesungguhnya. Hanya dengan hati yang bersihlah seseorang baru mampu menghayati shalat sebagai sarana yang intens un-tuk berdialog dengan Allah Zat Yang Maha Suci. Demikian juga zakat. Melalui zakat, dapat membersihkan hati si kaya dari rasa egois dan me-mentingkan diri sendiri, dan dapat pula membersih-kan hati si miskin dari rasa iri dan dengki. Begitu ju-ga haji. Dengan memakai kain ihram, mengandung makna simbolik dari kesucian hati orang yang

123

memakainya. Dan pakaian inilah pula yang mendo-rong seseorang untuk pergi haji, dengan mening-galkan sanak saudara, anak cucu, kampung ha-laman, harta benda, pangkat jabatan dan segala yang dicintainya. Ia datang ke tanah suci dengan penuh keikhlasan semata-mata memenuhi panggil-an Allah untuk memperoleh berkat dan ridha-Nya. Ayat 183 surah Al-Baqarah yang berisi perin-tah puasa Ramadhan untuk mengantarkan orang-orang yang beriman menuju jenjang taqwallah yang merupakan inti pokok tujuan puasa, hal ini juga tidak lepas dari konsep penyucian hati. Imam Ibnu Katsir menggarisbawahi, bahwa puasa adalah pembersih-an hati, menyucikannya dan memeliharanya dari campuran yang kotor dan dari akhlak yang tercela.

Dengan berpuasa, menahan lapar dan daha-ga, menahan diri dari nafsu syahwat dan beberapa kesenangan yang halal lainnya, mengingatkan kita kepada orang-orang yang selalu menderita sepan-jang tahun, bahkan sepanjang hidupnya. Dengan berpuasa dapat menggugah diri seseorang yang hi-dup bergelimpangan harta dan kemewahan agar dapat merasakan penderitaan saudara-saudaranya sehingga dari pengalaman ini diharapkan dapat membangkitkan perasaan lembut dan santun serta rasa kesatuan, persaudaraan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.

124

Page 67: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Dengan berpuasa, hati akan menjadi sehat. Dan hati yang sehat selalu mempunyai rasa soli-daritas sosial yang tinggi khususnya penghayatan terhadap orang-orang yang lemah, fakir miskin dan anak yatim. Perasaan tersebut tidak akan berhenti sampai disitu, tetapi akan ia realisasikan dalam perbuatan nyata untuk meringankan beban pende-ritaan sesamanya.

Hati yang sehat akan selalu ingat dan sadar bahwa rezeki yang ia peroleh selama ini merupakan amanat Allah yang di dalamnya ada hak-hak orang lain yang wajib dikeluarkan. Sehingga orang yang berpuasa dan benar-benar menghayati puasanya, tidak akan segan-segan untuk berbuat kebajikan. Jika keadaan ini telah merasuk ke dalam jiwa se-seorang dan kemudian terrealisasi dalam perbuatan amal kebajikan, maka boleh dikatakan bahwa pro-ses penyucian hati melalui ibadah puasa benar-benar membuahkan hasil yang baik.

Kalau kita tengok sejarah orang-orang terda-

hulu dalam melakukan puasa, nampaknya puasa yang mereka lakukan juga berorientasi pada pe-nyucian hati. Sebagai contoh dapat kita baca seja-rah agama Hindu, dimana para pengikut Brahma dan Wisnu, apabila mereka ingin memperoleh ber-kah dari para Dewa, mereka terlebih dahulu melaku-kan penyucian hati dengan berpuasa. Demikian ju-ga Nabi Musa a.s ketika beliau ingin beraudensi

125

dengan Tuhan di Bukit Sinai, terlebih dahulu beliau melakukan puasa selama 40 hari. Karena untuk ber-komunikasi dengan Tuhan diperlukan penyucian jiwa. Banyaklah lagi contoh lainnya yang menggam-barkan bahwa puasa pada dasarnya merupakan upaya-upaya dalam penyucian hati. Salah satu tugas pokok Rasulullah SAW. di-samping menyampaikan ayat-ayat Allah dan meng-ajarkan kitab suci serta hikmah (ilmu pengetahuan) beliau juga ditugasi untuk membersihkan atau me-nyucikan ummat manusia, baik yang menyangkut soal-soal jasmaniah terlebih-lebih soal rohaniah de-ngan cara mengarbol bersih-bersih dari segala si-fat-sifat kemusyrikan dan penyakit-penyakit hati lain-nya.

Sangat banyak nash-nash Al-Qur’an dan As-sunnah Rasulullah yang menunjukan betapa perju-angan Rasulullah didalam usaha membersihkan hati manusia. Karena kebersihan hati merupakan syarat mutlak bagi seorang hamba yang kepingin memper-oleh ridha Allah SWT.

Firman Allah dalam Al-Qur’an :

µ™±ℵ ⎛ ⇔↓ ⎡∈÷ℵ↓ ΕρΒπχπ⇔↓ Υηρ⇔↓°©Φ⎜ƒ™⎜

126

Page 68: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

⎡ν…⎯↓™ ⎝ ⎯°Χ⊂ ⎡ν…Π∏ Εϖ∪Ρ⇑ Εϖ∪↓ℵ ⎡Φρ÷

“Wahai nafsu yang tenang, kembalilah kepada Tu-hanMu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Sorga-Ku” (QS. Al-Fajr ayat, 27-30).

Membersihkan hati tidaklah gampang. Ia me-

merlukan latihan-latihan yang serius dan terus me-nerus. Salah satunya adalah dengan melakukan pu-asa di bulan Ramadhan ini. Sebab, dengan berpu-asa, kita tidak saja dituntut untuk mampu menahan diri dari makan dan minum, dari hubungan suami isteri, dari perbuatan panca indera yang merusak, juga berpuasa dituntut agar kita mampu menahan diri dari kecenderungan hati yang merusak, yang dapat mengurangi keutuhan nilai puasa kita.

Kecenderungan hati yang merusak ini antara

lain : 1. Takut mendapat celaan orang lain; 2. Terlalu cinta terhadap dunia; 3. Meminta pujian orang lain; 4. Riya’ dalam beribadah dan beramal; 5. Tamak; 6. Sombong danTakabbur;

127

7. Suka menghasud; 8. Dendam; 9. Mudah marah;

10. Buruk sangka; 11. Kikir dan serakah; 12. Keras hati; 13. Berkeluh kesah; 14. Rasa gengsi berlebihan; 15. Putus asa dari rahmat Allah; 16. Merasa sedih dan khawatir yang berlebihan ka-

rena urusan dunia; 17. Suka menipu; 18. Suka memfitnah dan ado domba; 19. Ketidakstabilan mental; 20. Dan sebagainya.

Seseorang yang mampu menahan diri dari

kecenderungan hati yang merusak selama menja-lankan puasa, ia termasuk golongan orang-orang yang berada pada peringkat puasa khususil khusus (yang terkhusus/yang istimewa). Peringkat puasa khususil khusus, atau puasa yang terkhusus dari yang khusus, atau puasa yang paling istimewa/paling utama, adalah pelaksanaan puasa disamping menahan diri dari makan dan minum, dari hubungan seksual di siang hari, dari perbuatan panca indera yang merusak, puasa khu-susil khusus merupakan puasa hati, puasa jiwa, dengan mengendalikannya dari niatan-niatan yang

128

Page 69: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

jahat, niatan-niatan yang merusak, niatan-niatan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi. Seseorang yang berada pada tingkatan pu-asa khususil khusus ini, disamping mampu mena-han diri dari makan dan minum, tidak melakukan hubungan seksual dan dari perbuatan panca indera yang merusak, ia juga mampu menahan diri dari niatan-niatan, pikiran-pikiran yang buruk atau jahat, seperti perasaan iri dan dengki, perasaan riya, takabbur, mau menipu, memfitnah, mengadu domba dan sebagainya. Puasa pada tingkat ini adalah puasanya para Nabi, Shiddiqien dan Muqarrabiin. Walaupun mencapai peringkat puasa khu-susil khusus ini dirasa sangat berat dan sulit, namun setidaknya kita tetap selalu berupaya menuju ke arah itu dengan cara memperbanyak dzikir, mem-perbanyak ibadah dan amal shaleh serta melakukan upaya-upaya penekanan terhadap kecenderungan hati yang merusak.

Semoga puasa yang kita jalankan di bulan Ramadhan ini dapat berfungsi sebagai pembersih hati kita masing-masing untuk mencapai jiwa yang tenang, yaitu jiwa yang selalu stabil, konstan dan istiqamah, baik dalam suka maupun di dalam duka.

129

PPEENNUUTTUUPP

elakukan ibadah puasa tidaklah ringan, apalagi menghayatinya. Karena berpuasa dituntut tidak

saja mengamalkannya secara lahiriyah, melainkan diharapkan juga dapat menjadikan ajaran puasa itu melekat dan memancar dalam kehidupan sehari-hari. Secara harfiyah puasa berarti menahan diri. Menahan diri dalam artian tidak saja dari perbuatan-perbuatan yang haram, yang tidak dibenarkan oleh syara’, melainkan juga dari perbuatan-perbuatan yang halal, dalam waktu-waktu tertentu. Makan dan

130

M

9

Page 70: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

minum barang-barang milik sendiri adalah halal. Melakukan hubungan suami isteri adalah halal. Te-tapi itu semua tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yakni sejak terbit fajar hingga terbe-nam matahari. Kenapa di dalam berpuasa, yang halal dan yang haram sama-sama dilarang? Disinilah letak kunci rahasia yang terkandung didalam ajaran pua-sa. Allah memerintahkan kita berpuasa pada intinya adalah memberikan pelajaran yang berharga ten-tang betapa pentingnya konsep menahan diri dalam puasa itu. Bahkan kesabaran didalam menahan diri mempunyai nilai yang amat berharga bagi pemben-tukan keteguhan jiwa kita. Sebab, manusia akan ja-tuh derajatnya bahkan bertukar menjadi derajat he-wan kalau tidak mampu menahan dirinya. Orang-orang yang mampu menahan diri ha-nyalah orang-orang yang beriman. Oleh karenanya di dalam perintah berpuasa hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, kenapa? karena Allah Maha Tahu dan sudah memperhitungkan sebelum-nya, bahwa yang bakal bersedia dan sanggup me-mikul tugas berat ini, yakni puasa, hanyalah orang-orang yang beriman, lain tidak. Karena orang yang benar-benar beriman, ia sangat cinta kepada Allah, sehingga dengan kecintaanya ini, apapun yang di-perintahkan Allah, akan ia laksanakan dengan baik dan senang hati, demi menjaga kelanggengan

131

hubungan cintanya kepada Allah tersebut.. Disam-ping itu, orang yang beriman, dia sadar dan mema-hami bahwa apapun yang diperintahkan Allah pasti terkandung manfaat yang besar di dalamnya. Dan manfaat dari puasa adalah latihan pengendalian diri. Dengan berpuasa, kita semua dididik oleh Al-lah SWT. agar mampu menahan dan mengenda-likan nafsu makan dan minum, nafsu syahwat, nafsu amarah dan kecenderungan panca indera dan hati dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Semoga dengan latihan menahan diri dalam puasa ramadhan pada tahun ini dapat memberikan kesan dan pesan yang berharga bagi kita, sehingga pada bulan-bulan lain setelah ramadhan, diharap-kan kita juga mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Semoga Allah menerima ibadah puasa kita dengan berjuta hikmah dan keridhaan-Nya. Amin.

bbbb

132

Page 71: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

BBAAHHAANN RRUUJJUUKKAANN

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1989;

Abdullah bin Jarullah; Ed. Fenomena Syukur (Ber-

dzikir dan Berpikir), Risalah Gusti, Surabaya, 1996;

Abdullah Nashih Ulwan, Etika Memilih Jodoh, Caha-

ya Press, Jakarta, 2002; Abdullah Gymnastiar, KH, Menjemput Rezeki De-

ngan Berkah, Republika, Jakarta, 2003; Abdurrahman Arroisi, KH, Keberadaan Manusia Di

muka Bumi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997;

Abdurrahman Al-Mukaffi, Pacaran Dalam Kacamata

Islam, Media Da’wah, jakarta, 2001; Abdurrahman Masykur, Menundukkan Rayuan Se-

tan, Putera Pelajar, Surabaya, 2001; 133

Abdul Malik Al-Qasim, Bagaimana Menjaga Hati, Darul Haq, Jakarta, 2002;

Abu Zaid, Citra Diri Remaja Muslim, Wahyu Press,

Jakarta Selatan, 2003; Abubakar bin Salim, Syeikh, Menyingkap Rahasia

Hati, Putera Riyadi, Solo, 2000; Aep Kusnawan, Berdakwah Lewat Tulisan, Mujahid

Press, Bandung, 2004; Ahmad Shiddiq, Drs. 10 Sifat Muslim Sejati, Putra

Pelajar, Surabaya, 2001; Al-Gazali, Imam, Tafakkur Dibalik Penciptaan Makh-

luk, Risalah Gusti, Surabaya, 1999; ----------------------, Syukur Menambah Nikmat, Dua

Putra Press, Surabaya, 2001; ----------------------, Bahaya Lisan dan Cara Menga-

tasinya, Tiga Dua, Surabaya, 2004; Anwar Harjono, Dr. Da’wah dan Masalah Sosial Ke-

masyarakatan, Media Da’wah, Jakarta, 1987; Anis Matta, Menikmati Demokrasi, Strategi Da’wah

Meraih Kemenangan, Pustaka Saksi, jakarta, 2002;

134

Page 72: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Arman Arroisi, Refleksi Ajaran Tuhan, Remaja Ros-dakarya, Bandung, 1995;

Asma’ Umar Hasan Fad’aq, Mengungkap Makna

dan Hikmah Sabar, Lentera Basritama, Ja-karta, 1999;

As’ad Muhammad Sa’id Ash-Shaghirji, Syaikh, Me-

melihara Mata dan Nafsu Seks, Media Da’-wah Jakarta, 2000;

Aserani Kurdi, S.Pd, Marhaban ya Ramadhan, Kum-

pulan Bahan Kultum Sekitar Ramadhan, Al-Fath Offset, Yogyakarta, 2001;

Bey Arifin, H. Samudera Al-Fatihah, Bina Ilmu, Su-

rabaya, 1993; Fathi Yakan, DR. Manusia Antara Hidayah Allah

dan Tipu Daya Setan, Gema Insani Press, Jakarta, 2001;

Hamid Fulailah, H. Bila Sang Lidah Berbicara, Putra

Pelajar, Surabaya, 2001; Harun Yahya, Bagaimana Seorang Muslim Berfikir,

Robbani Press, Jakarta, 2001; Husin Naparin, KH.Lc.MA, Fikrah, Refleksi Nilai-nilai

Islam Dalam Kehidupan Jilid 1 & 2, El-Kahfi, 135

Jakarta, 2003; Kariman Hamzah, Islam Berbicara Soal Anak, Ge-

ma Insani Press, Jakarta, 1991; Muhammad Qutb, Salah Paham Terhadap Islam,

Pustaka Salman ITB, Bandung, 1982; Muhammad Ahmad Ar-Rasyid, Pelembut Hati, Rob-

bani Press, Jakarta, 1999; Muna Haddad Yakan, Hati-hati Terhadap Media

Yang Merusak Anak, Gema Insani Press, Ja-karta, 1991;

Musthofa Masyhur, Syekh, Berjumpa Allah Lewat

Shalat, Gema Insani Press, Jakarta, 1999; Nabih Abdurrahman Usman, DR. Kecenderungan

Jiwa Manusia, Bursa Ilmu, Surabaya, 2003; Nurcholish Madjid dkk, Puasa Titian Menuju Ray-

yan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000; Rahman Sani, Hikmah Puasa Tinjauan Ilmu Kese-

hatan, Al-Mawardi Prima, Jakarta, 2000; Salman bin Fahd Al-Audah, Dr. Agar Bahtera Tak

Tenggelam, Risalah Gusti, Surabaya, 1995;

136

Page 73: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Syahrin Harahab, MA, Prof.Dr. Hikmah Puasa, Sri-gunting, Jakarta, 2001;

Tita Masithah, SP.M.Si, Muslimah? Dimana Identi-

tasmu, Wahyu Press, Jakarta, 2003; Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak Dalam Islam,

Bina Ilmu, Surabaya, 1991; Usep Romli, HM, Percikan Hikmah, Berdialog De-

ngan Hati Nurani, Remaja Rosdakarya, Ban-dung, 2000;

Uwes al-Qorni, 60 Bahaya Lisan, Remaja Rosda-

karya, Bandung, 1999; --------------------, 60 Penyakit Hati, Remaja Rosda-

karya, Bandung, 2000; Yahya Ibn Hamzah, Imam, Kiat Mengendalikan Naf-

su, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001; Yusuf al-Qardhawi, Dr. Fiqh Puasa, Srigunting, Ja-

karta, 1997; -------------------------, Titik Lemah Umat Islam, Pene-

bar Salam, Jakarta, 2001;

137

RRIIWWAAYYAATT SSIINNGGKKAATT PPEENNYYUUSSUUNN

Aserani Kurdi, S.Pd dilahirkan di Ba-rabai-HST. Kal.-Sel. tanggal 03 Febru-ari 1963. Pendidikan formal yang ia tempuh : SDN Seroja Barabai (1977); SMEPN Ganesya Barabai (1981); SMEAN Barabai (1984) dan FKIP Un-lam Banjarmasin (1993).

Selain pendidikan formal, ia juga gemar mengikuti pendidikan nonformal berupa penataran, kursus dan diklat. Ilmu-ilmu ke-Islaman ia peroleh melalui ber-bagai pengajian, belajar ke rumah guru, literatur Is-lam dan berbagai organisasi Islam diantaranya PII (Pelajar Islam Indonesia), IRM (Ikatan Remaja Mu-hammadiyah), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan Muhammadiyah. Organisasi yang aktif ia ikuti sekarang adalah Muhammadiyah pada Majelis Tar-jih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tabalong. Disamping ge-mar menulis, ia juga aktif dalam da’wah Islamiyah di daerahnya. Karya Tulis yang sudah dan sedang digarapnya antara lain : Apresiasi Juz ‘Amma; Pe-tunjuk Jalan Lurus (Kumpulan Bahan Kultum Prak-tis); Menyingkap Misteri Lailatul Qadar (Sebuah Upaya Pemahaman); Marhaban Ya Ramadhan,

138

Page 74: Konsep Menahan Diri Dalam Puasa Ramadhan

Kumpulan Bahan Kultum Sekitar Ramadhan; Kum-pulan Khuthbah Jum’at Pilihan; Kumpulan Khuthbah Jum’at Tanjung Bersinar yang digarap bersama de-ngan Drs.H.Birhasani (Kabag Sosial PEMDA Taba-long); 6 M Sebuah Konsep Dalam Menyikapi Islam; dan sejumlah diktat pelajaran untuk siswa SMK Ne-geri 1 Tanjung. Tugasnya kini adalah sebagai Guru pada SMK Negeri 1 Tanjung, sejak Maret 1994.

t

139