KONSEP KHILAFAH DAN NATION STATE DALAM...
Transcript of KONSEP KHILAFAH DAN NATION STATE DALAM...
KONSEP KHILAFAH DAN NATION STATE DALAM PANDANGAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.sy)
Oleh :
IHDA ROUDHOTUL IHSANIAH
NIM: 1110045200017
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
ABSTRAK
Ihda Roudhotul Ihsaniah. NIM 1110045200017. Konsep Khilafah dan
Nation State dalam Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia. Program Studi Hukum
Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta 1437H / 2016 M.Ix + 74 halaman + 13 lampiran.
Skripsi ini berjudul Konsep Khilafah dan nation state dalam pandangan Hizbut
Tahrir Indonesia, ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan pandangaan Hizbut
Tahrir tarkait konsep khilafah dan nation state. Metode pedekatan yang digunakan oleh
penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif –kualitatif. Fokusnya adalah Sikap Politik
Hizbut Tahrir Indonesia : Khilafah Islamiyah dan Negara Kesatuan, Kelemahan
Konsep Khilafah, dan Penerapan Nilai-Nilai Islam (Syariat Islam) di Indonesia,
Konsep Khilafah dan Nation State : Relevansinya Terhadap Sistem Tatanegara
Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sikap Politik Hizbut Tahrir
Indonesia : Khilafah Islamiyah dan Negara Kesatuan, Kelemahan Konsep Khilafah,
dan Penerapan Nilai-Nilai Islam (Syariat Islam) di Indonesia, Konsep Khilafah dan
Nation State : Relevansinya Terhadap Sistem Tatanegara Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh suatu kesimpulan dalam
pandangan Hizbut Tahrir yaitu Dalam konsep pemerintahan Islam ada perintah
dakwah dan jihad dakwah (meluaskan pertahanan Islam). Besar kemungkinan
wilayah dalam pemerintahan Islam atau khilafah memang tidak beku hanya satu
wilayah itu tetapi bisa meluas. Sistem pemerintahan Islam memiliki kemungkinan
meluaskan wilayah tapi jika dikatakan tidak dibatasi oleh teritorial pernyataan itu
tidaklah tepat, karna dalam suatu pemerintahan/negara harus punya batasan teritorial.
Dalam hal ini jika yang dimaksud dari NKRI adalah Negara Kesatuan Republik
Indonesia hari ini yang mempunyai batasan wilayah, Hizbut Tahrir justru
mengatakan wilayah kekuasaan Indonesia yang sekarang ini jangan sampai mengecil.
Kata kunci : Konsep Khilafah dan Nation State dalam Pandangan Hizbut
Tahrir Indonesia.
Pembimbing : Prof. Dr. H. Yunasril Ali, MA
Daftar Pustaka : Tahun 1967 s.d Tahun 2013
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para pengikutnya.
Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak, baik secara personal maupun secara kelembagaan.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
pada semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dalam
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, maka sebagai ungkapan rasa
hormat yang dalam penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hj. Maskufa, MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara
(Siyasah) dan kepada Sri Hidayati, M.Ag, Sekretaris Program Studi
Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah membantu penulis secara tidak
langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
3. Prof. Dr. H. Yunasril Ali, MA, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, memberikan inspirasi, saran, kritikan, serta arahan
kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
iii
4. Prof. Dr. Zaitunah Subhan, Pembimbing Akademik yang juga senantiasa
mengingatkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga penulis
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan.
6. Segenap jajaran karyawan akademik Perpustakaan Syariah dan Hukum
dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan
referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Kepada DPP Hizbut Tahrir Kota Bogor, terutama Ibu Iffah Ainu Rochmah
selaku Juru Bicara DPP Muslimah HTI, yang sudah bersedia untuk penulis
wawancarai, terima kasih atas bantuan data-data yang telah diberikan
sehingga dapat mempermudah penulis dalam penyusunan skripsi ini.
8. Teristimewa Ayahanda Madnuh, S.Ag dan Ibunda Endang Ambarwati
terimakasih atas kasih sayang, bimbingan dan motivasi yang tak kenal
henti dari Ayahanda dan Ibunda sehingga penulis mampu mengenyam
pendidikan yang layak untuk masa depan.
9. Kepada guruku abah H. Huda dan teteh Hj. Ulfah yang selalu
mengajarkan kebaikan-kebaikan.
10. Kepada guruku ibu Siti Masithah RM., S.Ag dan kepada guru-guru dan
staf pengajar MIS Al-Hikmah yang selalu memberi semangat berusaha
kepada penulis.
iv
11. Kepada adik-adikku Hielmy Haidar Murtadlo, Aly Haidir Murtadlo dan
Shaffa dZikrina Murtadlo yang selalu memberikan semangat, menjadi
hiburan tersendiri dikala letihnya penulis.
12. Kepada sahabat-sahabatku Rifanny Fathia S.Sy, Ade Hikmatul Fauziah
S.Sy, Siti Nurhilaliyah S.Sy dan Siti Nurlaela S.Sy, yang selalu
mengingatkan, selalu sabar mendengarkan keluhan dan memberikan
motivasi dan solusi dalam pembuatan skripsi.
13. Kepada sahabat seperjuangan SS Angkatan 2010, Raziqul Mubtaiah S.Sy,
Luluk Husnawati S.Sy, Halimatus Sadiyah S.Sy, Vicky Imelsya fauzi
S.Sy, Sholiah S.Sy, Eli Rinawati S.Sy, Anita Listiani S.Sy, Rizki Alviah
S.Sy, Hafiz S.Sy, Arifin Shaleh S.Sy, Rifai Arif S.Sy, Daud S.Sy, M. Rois
S.Sy, Marzuki S.Sy, Saefudin S.Sy, M. Ibnu Taslim S.Sy, Ika Dian H.
S.Sy terima kasih atas kebaikan kalian, yang selalu memberikan semangat,
motivasi, dan doanya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Kepada sahabat-sahabat KKN BERDIKARI 2013, alumni MTs Nurul
Furqon 2007 dan alumni MA Nurul Furqon 2010.
15. Kepada sahabat shalihahku Aisyah Syahrani, Tya Agustini dan sahabat-
sahabat Majlis Talim Riyadus Shalihin yang selalu mengingatkan akan
kebaikan.
16. Kepada saudari sepupuku Endah Tri Susanti, Intan Baiduri, Indi Aries
Tamaya, dan Devi Amalia MR. yang memberi semangat dan tak pernah
bosan mendengar keluhan penulis.
v
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka
dengan kebaikan yang berlipat ganda pula. Penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk
kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 30 Mei 2016
Ihda Roudhotul Ihsaniah
vi
PERSEMBAHAN
Sebagai wujud terima kasih, penulis persembahkan skripsi ini untuk
Ayahanda Madnuh, S.Ag dan Ibunda Endang Ambarwai tercinta. Doa Ibunda yang
tiada henti untuk kesuksesan penulis, senantiasa penulis harapkan dalam mengarungi
bahtera kehidupan ini, karena tiada kata seindah lantunan doa dan tiada doa yang
paling khusu selain doa yang terucap dari orang tua. Nasihat Ayahanda yang
senantiasa selalu mengajarkan akan usaha dalam mendapatkan apa yang akan kita
raih. Terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua,
karna itu terimalah persemabahan bakti dan cintaku untuk Ayah dan Ibunda. Semoga
Allah senantiasa karuniakan rahmat, inayah dan taufik-Nya, dan Semoga Allah
berkahkan usia Ayahanda dan Ibunda.
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka/Penelitian Terdahulu........................................ 8
E. Metode Penelitian......................................................................... 10
F. Sistematika Pembahasan .............................................................. 12
BAB II KHILAFAH DAN NATION STATE
A. Pengertian Khilafah ..................................................................... 14
B. Khilafah dalam Lintas Sejarah ..................................................... 20
C. Khilafah dalam Wacana Politik Modern ...................................... 24
D. Pengertian Nation State ............................................................... 29
E. Paradigma Pemikiran Islam dan Politik ....................................... 32
viii
BAB III HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Sejarah Berdiri Hizbut Tahrir Indonesia ...................................... 39
B. Konsep Politik Hizbut Tahrir Indonesia ...................................... 42
C. Kiprah Hizbut Tahrir Indonesia dalam Kehidupan Bermasyarakat 45
BAB IV PARADIGMA PEMIKIRAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Sikap Politik Hizbut Tahrir Indonesia : Khilafah Islamiyah dan Negara
Kesatuan ...................................................................................... 55
B. Kelemahan Konsep Khilafah, dan Penerapan Nilai-Nilai Islam (Syariat
Islam) di Indonesia ..................................................................... 57
C. Pandangan Ormas Islam Indonesia : Nahdhatul Ulama (NU) dan
Muhamadiyah Terhadap Konsep Khilafah ................................. 62
D. Konsep Khilafah dan Nation State : Relevansinya Terhadap Sistem
Tatanegara Indonesia .................................................................. 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan. ................................................................................. 75
B. Saran ............................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 78
LAMPIRAN .......................................................................... ...................... 85
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbeda dengan banyak agama lain di dunia, Islam adalah agama yang sejak
awal kehadirannya selalu bersentuhan dengan masalah kenegaraan, bahkan masalah
politik secara luas. Tidak bisa dinafikan bahwa salah satu karakteristik agama Islam
pada masa-masa awal penampilannya adalah kejayaannya di bidang politik.
Penuturan Islam dipenuhi oleh kisah kejayaan itu sejak Nabi Muhammad SAW.
tepatnya pada periode Madinah.1 Nabi berfungsi sebagai pemimpin pemerintahan dan
imam terbesar bagi umat Islam. Ketika itu negara bersifat unik, yang mengandung
unsur kenabian, kerasulan, umat, negara dan pemerintahan. Pada masa tersebut
negara mempunyai dua ciri: pertama sebagai komunitas agama dan kedua sebagai
komunitas politik. Setelah Nabi wafat, masih terdapat negara ideal, yaitu di era al-
Khulafâ al-Rasyidȗn.2
Khalifah dan Imamah mempunyai sejarah yang panjang dan penting di dunia
Islam. Sebagian telah disebutkan institusi Khalifah muncul sejak Abu Bakar terpilih
sebagai Khalifah Rasul dan berlanjut pada masa Umar, Usman, dan Ali.3
1Musdah Mulia, Negara Islam, (Depok: Katakita, 2010), cet. ke II, h. 13.
2 M. Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik: Suatu Kajian Mengenal Implikasi
Kebijakan Pembangunan Bagi keberadaan Islam Politik di Indonesia Era 1970-1980-an, (Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana Yogya, 1999), cet. ke I, h. 5.
3 Suyuthi Pulungan, Fikih Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada 1999), h.45.
2
Fazlur Rahman merumuskan tujuan Negara Islam untuk mempertahankan
keselamatan dan integritas negara, memelihara terlaksananya Undang-Undang dan
ketertiban serta membangun negara itu, sehingga setiap warganya menyadari
kemampuan masing-masing dan mau menyumbangkan kemampuanya itu demi
terujudnya kesejahteraan seluruh warga negara. Penjelasn ini mensyariatkan bahwa
negara merupakan alat untuk menerapkan dan mempertahankan nilai-nilai ajaran
Islam agar lebih efektif dalam kehidupan manusia. Disamping itu, negaa juga
didirikan untuk melindungi manusia dari kewenangan-kewenangan satu orag atau
golongan terhadap orang atau golongan yang lain. Negara mempunyai kekuaan dan
kekuasaan memaksa, agar peraturan-peraturan yang diciptakannya dapat ipatuhi
sejauh tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu, melainkan hanyalah sebgai alat
atau sarana dalam mencapai tujuan kemaslahatan manusia.4
Bagi Ali Abd al-Raziq, Khilafah adalah suatu pola pemerintah, dimana
kekuasaan tertinggi dan mutlaq berada pada seorang kepala negar/pemerintah dengan
gelar khilafah, pengganti Nabi besar Muhammad dengan kewenangan untuk
mengatur kehidupan dan urusan umat/rakyat, baik keagamaan maupun keduniaan,
yang hukumnya wajib bagi umat untuk patuh dan taat sepenuhnya. 5
4 Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam , (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2007), cet. ke II h. 136.
5 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), cet. ke V
h. 140.
3
Adapun sistem pemerintahan yang pernah di peraktikan dalam Islam sangat
terkait dengan kondisi kontekstual yang dialami oleh masing-masing umat. Dalam
rentan waktu yang sangat panjang sejak abad ke-7 Masehi hingga sekarang, Umat
Islam pernah memperaktekan beberapa sistem pemerintahan yang meliputi sistem
pemerintahan Khilafah (Khilafah berdasarkan Syura dan Khilafah Monarki), imamah,
monarki dan demokrasi.
Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial,
sehingga kekhilafahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa. Ikatan yang
mempersatukan kekhilafahan adalah Islam sebagai agama. Pada intinya kekhilafahan
adalah kepemimpinan umum yang mengurusi agama dan kenegaraan sebagai wakil
dari Nabi Muhammad SAW. Dalam bahasa Ibnu Khaldun, kekhilafahan adalah
kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakan
hukum-hukum Syariat Islam dan memikul dakwah Islam keseluruh dunia.6
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa suatu negara itu harus memenuhi
syarat-syarat, yaitu : harus ada wilayah (darat, laut dan udara), rakyat dan pemerintah
yang berkuasa terhadap seluruh daerah dan rakyatnya.7 Negara Kesatuan Republik
Indonesia memiliki ribua pulau yang tersebar dan terbentang dari kota Sabang di
Aceh sampai kota Merauke di Papua. Luas Wilayah NKRI adalah 5.193.252 km2
6 Mujar Ibn Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam,
(Jakarta: 2008), h. 204-205.
7 Christine S. T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1, (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), h. 16.
4
yang terdiri dari daratan seluas 1.904.569 km2 dan lautan seluas 3.288.683 km2.
NKRI dikenal juga sebagai Zamrud Khatulistiwa. Berbagai suku dengan aneka
bangsa dan budaya mewarnai NKRI. Kekayaan alam, hutan, bumi dan lautan NKRI
melimpah ruah.8
Para pendiri negara kita sejak dari semula menggagasi terbentuknya sebuah
negara bangsa atau nation state, meskipun dalam pandangan politik Eropa gagasan
negara bangsa merupakan hal baru sehingga secara lengkap sering disebut negara
bangsa baru atau modern nation state. Namun, cikal bakal gagasannya bahkan
pelaksanaan penuhnya telah ada dan pernah terjadi secara nyata dalam zaman-zaman
sebelum zaman modern sekarang ini.
Konsep Negara Bangsa (Nation State) adalah konsep tentang negara modern
yang terkait erat dengan paham kebangsaan atau nasionalisme. Negara bangsa adalah
suatu gagasan tentang negara yang di dirikan untuk seluruh bangsa atau untuk
seluruh umat, berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan hubungan
kontraktual dan transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan
kesepakatan itu. kepentingan nasional adalah nilai-nilai dasar yang terpelihara dan
dipertahankan oleh suatu negara dalam mencapai tujuannya. Kepentingan nasional
menyangkut beberapa unsur yaitu: keutuhan wilayah dan bangsa, menjaga SDA dan
SDM, berbagai aspek seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, serta peranan suatu
negara dalam lalu lintas hubungan antar negara.
8 Habib Rizieq Syihab, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, (Jakarta: Islam Press,
cetakan pertama, 2012), h. 25.
5
Kita semua seluruh warga bangsa Indonesia lebih-lebih kaum muslim yang
merupakan golongan terbesar harus benar-benar memahami pengertian negara bangsa
atau nation state. 9
Bagi suatu negara yang jelas-jelas berdasarkan Islam atau menyatakan Islam
sebagai agama negara, wajar jika ada suatu lembaga negara resmi menghalangi
diundangkannya undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
bertentangan dengana ajaran atau hukum Islam, sedangkan sebagaimana yang kita
saksikan bersama pada hari-hari menjelang proklamasi kemerdekaan bulan agustus
1945, kalau negara baru Republik Indonesia harus meliputi seluruh bekas wilayah
Hindia Belanda maka melihat komposisi penduduk dan pembagian geografisnya tidak
mungki negara ini berdasarkana atas suatu agama tertentu atau menyatakan suatu
agama tertentu sebagai agama negara.10
Sedangkan di Indonesia sendiri sedang marak terjadi penyebarluasan yang
dilakuakan Hizbut Tahrir dengan menawarkan pemikiran-pemikiran berlandaskan ke-
islaman, pemikiran Hizbut Tahrir bahwa sebagai ajaran yang memiliki sistem, Hizbut
Tahrir bermaksud menjaga dan memelihara Syariat. Metode yang berkenaan dengan
penjagaan dan pemeliharaan Syariat adalah: 1. Terwujudnya Khalifah Islamiyah, 2.
Penerapan sistem hukum, dan 3. Jaminan revolusi dan mengawal Khilafah Islamiyah.
Ketiga metode tersebut telah disyariatkan dalam Islam untuk diterapkan agar
9 Nurcholis Majid, Indonesia Kita, (Jakarta: PT. Gramedia pustaka, 2004), h. 42-43.
10
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 1993), cet. ke V, h. 197.
6
keutuhan Islam sebagai agama dan ideologi dapat dipertahankan. Konskuensi dari
pandangan bahwa hanya Islam agama yang benar, di mana kaum Muslim memiliki
otoritas atau berada dalam posisi jauh lebih atas dari umat lain, melahirkan dikotomi
dâr al-Islâm dan dâr al-Kufr . berkenaan dengan keadaan setiap wilayah yang ada di
negeri Islam saat ini, apakah termasuk dâr al-Islâm atau dâr al-Kufr, menurut Hizbut
Tahrir seluruhnya merupakan dâr al-Kufr, bukan dâr al-Islâm.11
Dalam berbagai konteks di dalam al-Qur’an banyak sekali terdapat referensi-
referensi mengenai kekuasaan dan otoritas. Tetapi, dari semua referensi-referensi
tersebut kita belum dapat menyimpulkan definisi-definisi dari sebuah negara yang
ideal. Perkataan-perkataan seperti Khilafah, Khalaif dan lainnya yang bersifat politik
memang terdapat dalam al-Quran, tetapi semua itu hanyalah menunjukan kekuasaan
politk yang mungkin direalisir kaum muslimin diatas dunia dan tidak merumuskan
prinsip-prinsip politik sebagian dari asas-asas agama untuk mengorganisir sebuah
negara. Sehubungan dengan masalah ini, kita juga tidak dapat memperoleh
keterangan dari sunnah. Kenyataan ini dapat menjelaskan mengapa pemegang-
pemegang kekuasaan setelah nabi terpaksa mempergunakan prinsip-prinsip
organisasi politik yang berbeda-beda.12
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis ingin
mendalami persoalan Khilafah dan negara nation state (negara-bangsa), dengan
11
Khamami Zada dan Arif R. Arafah, Diskursus Politik Islam, (Jakarta, LSIP dan Yayasan
TIFA, 2004), h. 87.
12
Qamarudin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taymiyah,(Bandung: Pustaka, 1973), h. 47.
7
memilih judul “Konsep Khilafah dan Nation State dalam Pandangan Hizbut Tahrir
Indonesia”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Fokus masalah dalam studi ini berkisar pada pendapat Hizbut Tahrir terkait
Nation State dan konsep Khilafah saja. Dengan demikian, dalam penelitian ini yang
dijadikan masalah pokok ialah bagaimanakah Konseps Khilafah dan Nation State
dalam Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia yang diangkat dalam judul skripsi ini. Dari
masalah pokok di atas dapat diuraikan menjadi 3 (tiga) sub-masalah yang dirumuskan
dengan pertanyaan penelitian (research questions), yaitu :
1. Bagaimanakah pandangan Hizbut Tahrir terhadap khilafah islamiyah dan
nation state??
2. Bagi Hizbut Tahrir sendiri adakah kelemahan konsep khilafah dan adakah
penerepan nilai-nilai islam (syariat Islam) di Indonesia?
3. Bagaimanakah pandangan Ormas Islam Indonesia (NU dan Muhamadiyah)
terhadap konsep khilafah?
4. Bagaimanakah pandangan Hizbut Tahrir Indonesia terkait relevansi konsep
khilafah dalam konteks Tatanegara Indonesia?
c. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka penulisan ini bertujuan untuk :
8
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep khilafah dan nation state dalam
pandangan Hizbut Tahrir.
2. Dapat menarik kesimpulan dari pemikiran Hizbut Tahrir terhadap
relevansinnya terkait tatanegara di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperkaya literatur khazanah pemikiran keislaman, khususnya di
bidang pemikiran politik Islam.
2. Secara teoritis penelitian ini mendapatkan data dan fakta yang shahih
mengenai pandangan yang dituangkan Hizbut Tahrir mengenai Sistem
Khilafah dan Nation State, sehingga dapat menjawab permasalahan yang
kompeherensif.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian Pustaka bertujuan untuk mengeskplorasi isi dari yang menuliskan
obyek yang sama dengan skripsi. Tinjauan pustaka menjadi penting dalam sebuah
karya ilmiah untuk membedakan karya kita dengan orang lain, walaupun obyek yang
diambil adalah sama.
Karya Abdul Rohman, Fakultas Syariah dan Hukum dalam skripsinya yang
berjudul “Pandangan Nahdlatul Ulama Terhadap Wawasan Kebangsaan dan Khilafah
Islamiyah.” Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa Nahdhatul Ulama beranggapan
khilafah merupakan hasil Ijtihad karena tidak adanya dalil nash syar’i baik Al-Qur’an
9
maupun Sunnah secara eksplisif yang menjelaskan tentang kewajiban mendirikan
khilafah Islamiyah.
Karya Sahara Binti Ali, Fakultas Syariah dan Hukum dalam skripsinya
yang berjudul “Pemikiran Politik Kalim al-Siddiqui tentang Nation-State (Negara-
Bangsa).” Dalam kesimpulan skripsinya Kalim al-Siddiqui berpandangan Nation
State merupakan simbol kemunduran, kekalahan, dan keterpecah belahan, bahkan ia
adalah produk kehinaaan dan ketundukan untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan.
Beliau menolak dan tidak menerima Nation State karna ia adalah bawaan penjajah
dan memberi petaka bagi Umat Islam.
Karya Rosi Selly, Fakultas Ushuluddin dalam skripsi yang berjudul
“Globalisasi dan Kebangkitan Khilafah Islamiyah dalam Perspektif Hizbut Tahrir
Indonesia.” Salah satu intinya adalah Hizbut Tahrir Indonesia memahami konsep
Nation State di Era globalisasi yang telah usang.
Karya Rudi Mulyanto, Fakultas Ushuluddin dalam skripsi yang berjudul
“Implementasi Syariat Islam dalam Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia.” Konsep
Syariat Islam yang ditawarkan HTI adalah mencita-citakan sebuah Masyarakat dan
negara yang Islami dimana seluruh kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum
syariat dibawah naungan Daulah Islamiyah dalam bentuk Negara Khilafah.
Dari semua hasil penelitian di ata, sama sekali berbeda dengan apa yang
penulis uraikan dalam skripsi ini. Hal yang membedakan adalah dalam skripsi ini
penulis menguraikan tentang pandangan Hizbut Tahrir terhadap konsep khilafah dan
10
nation state, dengan sedikit menguraikan bagaimana pandangan dua ormas Islam
terbesar Indonesia (NU dan Muhammadiyah) terhadap konsep khilafah yang
berkaitan dengan relevansinya terhadap sistem tatanegara Indonesia.
E. Metode Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang
berkaitan dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode yang bersikap
deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran
terhadap keadaan seseorang, lembaga, atau masyarakat sekatrang ini.
Berdasarkan faktor-faktor atau latar belakang pendidikan yang nampak dalam
situasi yang diselidiki. Penelitian ini terbatas pada usaha untuk mengungkapkan
suatu masalah dan keadaan. Sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.13
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek penelitian ini adalah pandangan dari Hizbut Tahrir
terhadap konsep khilafah dan nation-state.
3. Tahapan Penelitian
a. Sumber Data
Data Primer
13 Hermawan Wasito, Pengantar Metodelogi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama,
1992), hal. 10
11
Teknik pengumpulan data primer yaitu berupa wawancara secara
langsung untuk mendapatkan informasi yang aktual kepada obyek yang akan
dijadikan permasalahan dalam pembahasan ini. Adapun yang dimaksud
wawancara adalah percakapan antara penulis yang berharap mendapat informasi
dari seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi langsung dari
sumbernya. Misalnya antara penulis dengan tokoh yang ada dalam organisasi
Islam Hizbut Tahrir.
Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder yaitu berupa studi dokumentasi, yang
artinya pengumpulan data tersebut sering digunakan dalam pengumpulan data.
Dokumentasi dapat berbentuk dokumen publik atau dokumen privat melalui
buku-buku, makalah-makalah, dan rekaman yang berhubungan dengan judul
yang peneliti angkat.14
b. Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis
secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data
dilapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses kualifikasi data
agar tercapai konsistensi di lapngan dengan langkah teori terhadap informasi
14
Esti Ismawati, Motede Penelitian, (surakarta: Pustaka Cakra, 2003), h. 7
12
lapangan, dengan menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sangat
memungkinkan dianggap mendasar dan universal.15
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2012” dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan dibangun secara sistematis, yang terdiri dari lima bab.
Masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab, adapun sistematika penulisan skripsi ini
sebagai berikut.
Bab I, yaitu merupakan bab pendahuluan yang berfungsi sebagai acuan
pembahasan bab-bab selanjutnya, sekaligus mencerminkan isi skripsi ini secara
global. Bab ini mencakup latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
metode penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II, bab ini berisi tentang Khilafah dan Nation State. Pada bab ini, penulis
akan coba mengkaji pengertian khilafah, kekhilafahan dalam lintas sejarah,
pengertian nation state, khilafah dan nation state dalam wacana politik Modern, dan
paradigma pemikiran Islam dan politik juga akan penulis kaji dalam bab ini.
15
Burhan Bagin, Metode Penelitian kualitatif (Akutansi Metodelogis Kearah Rragam Farian
Kontemporer), (Jakarta: PT. Grafindo, 2004), cet. ke III, h.101.
13
Bab III, membahas gambaran umum tentang profil dari Hizbut Tahrir
Indonesia, sejarah berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia, konsep politik Hizbut Tahrir
Indonesia, serta kiprah Hizbut Tahrir Indoesia dalam kehidupan bermasyarakat akan
dibahas juga dalam bab III ini.
Bab IV, adalah fokus dari pembahasan penulis. Fokus dari penelitian dan
pembahasan dalam bab ini adalah bagaimana sikap politik Muslimah Hizbut Tahrir
terhadap khilafah islamiyah dan negara kesatuan, Dalam pembahasan ini, penulis
mengeksplorasi lebih jauh bagaimana pandangan Hizbut Tahrir Indonesia terkait
relevansinya terhadap sistem tatanegara Indonesia pada saat karya tulis ini dibuat.
Bab V, penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
14
BAB II
KHILAFAH dan NATION STATE
A. Pengertian Khilafah
Didalam al-Qur’an terdapat derivasi yang digunakan untuk kata khilafah.
1. Dalam bentuk tunggal: Khalifah
ي فسد فيها أتعل فيها من آقالو ئكة إنى جاعل ف ٱلرض خليفة وإذ قال ربك للمل ما و .ما ل ت علمون أعلم قال إنى ن قدىس لك ونن نسبىح بمدك و ء يسفك ٱلدى ) :[] البقرة)
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Aku hendak
mejadikan khalifah1di bumi”. Mereka berkata,” apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji Mu dan mensucikan namaMu?.” Dia
(Allah) berfirman, “sungguh, Aku menegetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30).
بع ٱلوى ل ت ت لقى و ك خليفة ف ٱلرض فٱحكم ب ي ٱلناس بٱإنا جعلن د ۥي داو إن ٱلذين يضلون عن سبيل ٱللو لم عذاب شديدبا سبيل ٱللو عن ف يضلك ): [ ] )ص .لساب ا ا ي وم نسو
1 Khalifah yang bermakna pengganti, pemimpin atau penguasa.
15
Artinya: (Allah berfirman), “wahai Dawud! sesungguhnya engkau, Kami jadikan
khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara
manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena
akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sugguh, orang-orang yang sesat
dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan
hari perhitungan. (Q.S. Shaad [38] : 26)
2. Dalam bentuk Jamak: Khulafa
قصورااض ت تخذون من سهول جعلكم خلفاء من ب عد عاد وب وأكم ف الر واذكروآإذ لء اللو ول ت عث وا ف الرض مفسدين.ا آفاذكرو البال ب يوتا ت نحتون و ): [] العراف(
Artinya: Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum
„Ad dan menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan
istana-istana dan di bukit-bukit kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka
ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di
Bumi. (Q.S. Al-Araf [7] :74)
يعلكم خلفاء الرض أإل و مع أمن ييب المضطر إذا دعاه ويكشف السوء و ) :[] النمل ( .قليل ما تذكرون لل وا
Artinya: Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (do‟a) orang yang dalam
kesulitan apbila dia berdo‟a kepadaNya, dan menghilangkan kesusahan dan
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah (pemimpin-
pemimpin) di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Sedikit
sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat. (Q.S. An-Naml [27]: 62)
16
3. Dalam bentuk Jama‟ Taksir2: khalâif
) :[نس ]و ي (.ئف ف ٱلرض من ب عدىم لننظر كيف ت عملون ث جعلن كم خل
Artinya: Kemudian kami jadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (mereka) dibumi
setelah mereka, untuk kami lihat bagaimana kamu berbuat. (Q.S. Yunus [10]
: 14)
كفرىم ن ىو الذي جعلكم خلئف ف الرض فمن كفر ف عليو كفره ول يزيد الكافريم إل مقتا ول يزيد الكافرين كفرىم إل خسارا ):[ فاطر ](.عند ربى
Artinya: Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. Barang
siapa kafir, maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri. Dan
kekafiran oang-orang kafiritu hanya akan menambah kemurkaan disisi
Tuhan mereka. Dan kekafiran orang-orang kafir itu hanya akan menambah
kerugian mereka belaka. (Q.S. Al- Fathir [35] : 39)
ن و ومن معو فكذ ي بواٱلفلك وجعلن هم خل ف ۥبوه ف نج نا ٱلذين كذ اي تنا ئف وأغرق ب
قبة ٱلمنذرين ) :[ ]ينوس (.فٱنظر كيف كان ع
Artinya: Kemudian mereka mendustakan (Nuh), lalu Kami selamtkan Dia dan orang
yang bersamanya didalam kapal, dan Kami jadikan mereka itu khalifah, dan
Kami tenggelamkan orang yang mendustakan ayat Kami. Maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan
itu. (Q.S. Yunus [10]: 73)
2 Bentuk ini digunakan untuk konotasi kuantitatif tak terbatas, Abdul Muin Salim, Fiqh
Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995),
cet.kedua h. 111.
17
Dari ayat di atas, kata khalifah ( خليفة) dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 30 dan
Q.S. Shaad [38] : 29, dihubungkan dengan Nabi Adam dan Nabi Daud yang
diciptakan dan diutus Tuhan untuk menjadi wakilnya dimuka bumi. Khususnya yang
berkaitan dengan Nabi Daud, konsep Khalifatullah membawa implikasi makna yang
bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia.3 Sedangkan khulafa ( خلفاء)
dalam Q.S. Al-Araf [7] : 74 dan An-Naml [27] : 62 dipergunakan dalam konteks
pembicaraan orang-orang kafir. Sementara khalaif ( خالئف) dalam Q.S. Yunus [10] :
14, Q.S. Al-Fathir [35] : 39, Q.S Yunus [10] : 73, dipergunakan dengan merujuk
kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang berimana pada khususnya.4
Khalifah ( خليفة) dan khalaif ( خالئف) memiliki pengertian yang berbeda.5
Terdapat tiga pengertian: 1. Pengganti, 2. Pemimpin dan 3. Penguasa. Kata khalifah
yang berakar dari kata khalafa mengandung kata dasar lain, menggantikan,
mengikuti, datang kemudian. Khalifah ( خليفة) dalam al-Qur’an menunjukan arti
pengganti atau wakil seperti ungkapan Khulafa al-Rasyidin.6
3 M. Dien Syamsudin, Etika Beragama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta:
Logos, 2001), cet. ke I, h.80
4 Abdul Muin Salim, Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran, hal.110
5 Bentuk jamak lainnya adalah khawalif (wakil-wakil). M. Syaid syeikh, Kamus Filsafat
Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), cet.ke I, h. 67.
6 M. Dien Syamsudin, Etika Beragama dalam Membangun Masyarakat Madani, h.80.
18
Baik dalam arti pengganti, wakil Tuhan dan penguasa, kata khalifah ( خليفة)
melahirkan beberapa kecenderungan penafsiran. Di satu pihak ada yang menafsirkan
hal-hal yang berkaitan dengan pengertian khilafah ( خليفة) tertuju kepada manusia
secara keseluruhan tanpa ada kaitannya dengan politik. Sementara di pihak lain,
pengertian itu terkait erat dengan kekuasaan politik yang terwujud dalam bentuk
lembaga kekuasaan negara.
Khalifah, yakni kepala negara dalam pemeritahan Islam, memang merupakan
istilah Al-Quran tetapi dalam al-Qur’an kata ini memiliki banyak arti atau
interpretasi. Oleh karena itu, ayat-ayat yang mengandung kata khalifah tidak dapat
dijadikan dasar hukum mengenai wajibnya mendirikan suatu khalifah atau kekuasaan
politik. Allah telah mengisyaratkan suatu konsep tentang manusia, yaitu sebagai
khalifah. Khalifah adalah suatu fungsi yang diemban manusia berdasarkan amanat
yang diterima dari Allah, amanat ini pada intinya adalah tugas mengelola bumi
sebagai tanggung jawab, dengan menggunakan akal yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya.7
Adapun Khalifah yang sering digunakan dalam suatu konteks kelembagaan
kepemimpinan berarti: (1) pengganti terhadap Rasulullah SAW. dalam upaya mejaga
dan memelihara agama serta mengatur unur-unsur dunia, (2) suatu lembaga
7 M. Dawam Raharjo, Ensiklopedia Al-Quran. Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep,
(Jakarta: Paramadina,1996), cet. ke I, h. 363-364.
19
kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW. Untuk memelihara, mengurus,
mengembangkan, dan menjaga agama serta mengatur urusan duniawi umat, (3)
kepemiminan atau pemerintahan.8
Terkait dengan pengertian bahwa khalifah adalah suatu lembaga kekuasaan
yang menjalankan tugas Rasulullah SAW., doktrin khalifah yang disebut dalam Al-
Quran menunjukan bahwa segala sesuatu di atas bumi ini hanyalah karunia Allah.
Bentuk pemerintahan yang benar adalah adanya pengakuan negara tentang
kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul di bidang perundang-undangan,
menyerahkan segala kekuasaan legislatif dan kedaulatan hukum tertinggi kepada
keduanya dan meyakini bahwa khalifahnya itu mewakili sang hakim yang sebenarnya
yaitu Allah.9
Khalifah yang berarti memerintah rakyat sesuai dengan petunjuk agama baik
dalam soal-soal keakhiratan maupun keduniawian. dalam pandangan pembuat
undang-undang, semua soal keduniawiaan harus dihukumi dari segi kepentingan
hidup akhirat.10
Peranan manusia dalam berinteraksi menerapkan metodelogi khilafah
8 M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus. 1995), cet. ke II,
h.60.
9 Abu Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan
Islam. (Bandung: Mizan, 1994), cet. ke I, h. 64.
10
Ibnu Khaldun, Muqadimmah, alih bahasa Abd.Rohman (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),
cet. ke II, h. 234.
20
mengacu pada wahyu ilahi dan akal kemanusiaan yaitu nash, (petunjuk-petunjuk
wahyu) dan aqli (peranan akal).11
B. Khilafah dalam Lintas Sejarah
Peradaban Islam merupakan salahsatu peradaban yang paling besar di dunia.
Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental yang
terbentang dari satu samudra ke samudra lain, dari iklim utara hingga tropik dan
gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya.
Konsep Khilafah dalam politik Islam tidak bisa lepas dari konteks sejarahnya.
Dalam sejarahnya, kekhilafahan dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Wafatnya Nabi Muhammad meninggalkan kevakuman pemimpin yang hampir tidak
mungkin digantikan oleh orang lain. Sebab, posisinya bukan hanya sebagai seorang
pemimpin negara, tetapi juga seorang nabi, pembuat undang-undang, guru spiritual,
dan pribadi yang mempunyai visi transendental.12
Kesibukan para sahabat dalam
mencari pengganti beliau sebagai kepala negara yang baru lahir, itu membuat
penguburan nabi menjadi soal kedua bagi mereka. Sejak itu pula istilah khilafah
(sistem khalifah) timbul.13
11
Abdul Majid al-Najar, Tinjauan Wahyu dan Aqal, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), cet.
ke I, h. 33-34.
12
Ashgar Ali Engineer, Asa-Usul dan Perkembangan Islam Analisis Pertumbuhan Sosial
Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Insist, 1999), cet. ke II, h. 215.
13 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI
Press, 1986), cet. ke V, h. 3.
21
Sebagai tindak lanjut dari kebingungan tersebut, tokoh-tokoh senior dari para
sahabat dan tokoh ternama di Madinah berkumpul disatu tempat yaitu Tsaqifah Bani
Sa’idah. Setelah melalui perdebatan sengit, mereka memilih Abu Bakar Al-Shidiq
sebagai Khalifah pasca Rasulullah. Proses pemilihan ini berlangsung hangat, terbuka,
dan demokratis. 14
Sejak saat itu muncul dua golongan besar Islam, yakni Sunni dan Syi’ah.
Sebagian besar masyarakat yakin bahwa Nabi Muhammad tidak menunjuk seorang
pengganti dan menerima pemilihan Khalifah oleh para sahabat senior Nabi. Namun
ada juga sekelompok kecil orang yang yakin bahwa Nabi telah memilih Ali bin Abi
Thalib sebagai penggantinya.15
Kecenderungan para sahabat memperselisihkan
kekhilafahan (kekuasaan politik) memiliki dua orientasi, yaitu: isu tentang hak
warisan pimpinan dan masalah tentang berbagai kekuasaan atau perang saudara.16
Berkaitan dengan peristiwa ini, persoalan yang pertama-tama timbul dalam sejarah
Islam, bukanlah persoalan tentang keyakinan, tetapi persoalan politik.17
Praktek kekhilafahan selama enam abad pertama Islam dapat dibagi kedalam
tiga periode utama, yaitu:
1. Khulafaur Rasyidin, (Khalifah sejati) di Madinah (632-661 M.).
14
Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah, Ajaran Sejarah, dan Pemikiran, h. 130.
15
Jhon l. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realita? Alih Bahasa Alwiyah Abdurrahman,
(Bandung: Mizan 1996), h. 41.
16
Jhon l. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realita? Alih Bahasa Alwiyah Abdurrahman
Islam, h. 8.
17
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 92.
22
2. Kekhalifahan Bani Umayyah (661-750 M.).
3. Kekhalifahan Bani Abbas (750-1258 M.).18
Kemudian pada zaman
Utsmaniyah Turki di Istanbul (1299-1924).19
Tampilnya Abu Bakar Al-sidiq sebagai Khalfiah (11 H/632 M-13 H/634 M.)
merupakan awal terbentuknya pemerintahan model Khalifah dalam sejarah Islam
yang berpusat di Madinah. Sepeninggal Abu Bakar, Umar Bin Khatab mendapat
kepercayaan sebagai Khalifah kedua, tampilnya Umar sebagai khilafah (13 H./634
M- 23 H./644 M.) tidak melalui pemilihan dalam satu forum musyawrah terbuka,
tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya.20
Sementara itu, Usman
bin Affan menjadi Khalifah ketiga, dipilih oleh sekelompok orag yang terdiri dari
enam orang yang ditentukan oleh Umar sebelum wafat. Pasca Umar wafat, enam
orang itu berkumpul untuk bermusyawarah atas inisiatif Abdur Rahman bin Auf.
Enam orang itu adalah Ali bin Abi Thalib, utsman bin Affan, Zubair bin Awwam,
Thalhah, Saad bin Abi Waqas, dan Abdur Rahman bin Auf. Ketika itu erjadilah
permusyawaratan yang akhirnya sepakat memilih Utsman Bin Affan dengan
pertimbangan lebih tua dan lebih Lunak sikapnya.21
Pasca Utsman di bunuh oleh para
18
Jhon l. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realita? Alih Bahasa Alwiyah Abdurrahman
Islam, hal. 8.
19 Rahmat Taufik Hidayat, lmanak Alam Islami: Sumber Rujukan Keluarga Muslim Milenium
Baru, (Jakarta: PT. Dunia Pusaka Jaya, 2000), cet. ke I, h.275.
20
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 23-24.
21
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997), cet. ke
IX, h. 267-268.
23
pemberontak, Ali bin Abi Thalib di angkat menjadi Khalifah ke empat melalu
pemilihan, akan tetapi dalam proses pemilihan tersebut, jauh dari sempurna.22
Semasa
kepemimpinannya Ali menjabat sebagai khalifah selama lima tahun. Dan diakhir
kepemimpinannya Ali di bunuh oleh seorang pemberontak.
Pasca berakhirnya pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidun, kekhalifahan di
lanjutkan oleh Dinasti Bani Umayyah dengan Muawiyyah bin Abu Shofyah sebagai
khalifah pertama. Sejak itu golongan khawarij tidak mengakui kekhalifahan
Umayyah dan mereka terus menerus menentang penguasa-penguasanya. Demikian
juga orang-orang Mu’tazilah, sedangkan golongan Syiah sejak awal memang sudah
menolak, sebab bagi mereka yang sah adalah Imamah.23
Sejak berakhirnya Dinasti bani Umayyah, tampil Dinasti berikutnya. Yakni
Bani Abbas. Pusat pemerintahanpun pindah ke Baghdad. (132 H/750m-656 H/1258
M.). Berakhirnya pasukan ini ketika Halagu Khan dari mongol menghancurkan
Baghdad dan membunuh Khalifah terakhir yakni al-Muthasim. Sejak itu jabatan
khalifah di pegang oleh keturunan mamluk Abasiyah di Kairo. Sejak saat itu pusat
pemeritahan baru muncul di Istanbul pada 699 H. / 1299 M. yang dipimpin oleh
22
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,, h. 27.
23
T.M. Hasbi Assiddiqie. Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, (jakarta: Bulan-Bintang,
1991), cet. ke II. 33.
24
Utsman I, yang kemudian terkenal dengan sebutan Dinasti Usmaniyah. Dinasti ini
memerintah hingga 134 H. / 1924 M. dengan Khalifah terakhir Abdul Hamid II.24
Kekhalifahan yang berakhir pada abad ke-14 itu, secara formal di hapus oleh
Repubik Turki pada 1924. Saat puncak kekuasaan Utsmaniyah pada abad ke-16 dan
ke-17 tema dan konsep Khilafah tidak mendapat tekanan yang besar. Namun ketika
tekanan mulai muncul para khalifah mengklaim otoritas dengan menyatakan bahwa
atas kehendak Tuhan. Merekalah pembela Islam yang paling efektif dalam
menjalankan tugas-Nya. Mereka mengambil alih tugas Muhammad SAW. kecuali
kenabian.25
Praktik kekhilafahan dalam sejarah Islam telah banyak menimbulkan
interprestasi. Sistem khilafah yang terbentuk sesudah wafatnya Nabi Muhamad, tidak
berbentuk kerajaan, tetapi lebih dekat dengan bentuk republik, artinya, kepala negara
di pilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.26
C. Khilafah dalam Wacana Politik Modern
Pembahasan khilafah sebagai wacana historis dan wacana konseptual perlu
untuk dibedakan. Sebagai wacana historis, maka khilafah adalah sejarah masa lalu.
Sebagai wacana konseptual, maka khilafah adalah realitas konsep yang dapat
24
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 28.
25
Dale F. Eickelmen dan James Piscatori. Ekspresi Politik Muslim,alih bahasa: Ropik suhud,
(Bandung: Mizan, 1998), cet. ke I, h. 43.
26
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, h. 95.
25
diperdebatkan, dibandingkan, dan mungkin diperjuangkan untuk dimunculkan
kembali seperti apa yang selama ini diusung oleh Hizbut Tahrir. Sebagai konsep yang
dinilai ideal, tentu hal ini patut diberikan apresiasi.
Para intelektual Muslim modern seperti Rasyid Ridha dan Abul A'la al-
Maududi, mencoba bersikap jujur dan mengakui bahwa khilafah adalah sebuah
gagasan utopis yang sulit untuk diterapkan. Berpijak dari kegagalan Jamaluddin al-
Afghani dengan gagasan pan-Islamismenya, para intelektual muslim itu mencoba
bersikap realistis dengan mengesampingkan ide khilafah dan menggantinya dengan
konsep 'Negara Islam'. Di dunia modern di mana paradigma komunitas politik
didominasi oleh gagasan negara-bangsa, hanya gagasan 'Negara Islam' yang mungkin
untuk diterapkan.
Maka, sejak paruh pertama abad ke-20, banyak dari pemimpin muslim
berlomba-lomba menyuguhkan konsep negara Islam sebagai alternatif dari sistem
khilafah yang tak bisa lagi diterima oleh sebagian besar kaum muslim. Pada tahun
1902, Arab Saudi memulainya dengan mendeklarasikan diri sebagai 'kerajaan Islam'.
Langkah ini kemudian disusul oleh Pakistan, Sudan, dan Iran yang mengumumkan
diri sebagai 'republik Islam'.27
Sejak berakhirnya lembaga Khilafah di Turki pada 3 Maret 1924, timbul
perdebatan mengenai dasar-dasar pembentukan khilafah dalam wacana politik Islam.
Dalam pembentukan khilafah ada tiga teori utama. Pertama, pembentukan khilafah
wajib hukumnya, berdasarkan syari’at atau berdasarkan wahyu. Dalam pandangan
27 Luthfi As-Syaukanie, Perlunya Mengubah Sikap Politik Kaum Muslimin, Artikel diakses
pada 3 april 2015 dari http://islamlib.com.html
26
beberapa ahli fikih Sunni, diantaranya Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat, khalifah
ini wajib hukumnya karena wahyu dan ijma para sahabat. Kedua, mendirikan sebuah
khilafah hukumnya fardu kifayah, wajib kolektif berdasarkan Ijma atau Konsesnsus.
Pendapat ini dikemukakan oleh al-Mawardi. Sementara al-Ghazali berpendapat,
khilafah merupakan wajib Syar’i berdasarkan Ijma. Ketiga, kaum Mu’tazilah
menyatakan bahwa pembentukan khilafah ini memang wajib, tetapi berdasarkan
pertimbangan akal.28
Tiga teori di atas pada akhirnya bisa dikerucutkan pada dua persepsi.
Pertama, bahwa peraktik tersebut merupakan contoh baku dalam Islam tentang Islam
dan ketatanegaraan dan pemerintahan dan kedua, praktik tersebut hanya berupa
tradisi bangsa Arab yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah agama yang
tidak wajib diikuti untuk konteks modern. Dua persepsi tersebut kemudian terus
memunculkan perdebatan dalam wacana politik modern. Perdebatan seputar konsep
Negara Islam sebagai ketegangan antara idealitas dan realitas dalam kehidupan Islam
dan berusaha memecahkan isu tersebut dengan mengadopsi realisme yang menjadi
ciri pemikiran modern. Dengan menundukan yang ideal kepada realitas yang benar
kepada yang kemungkinan, dengan menyatakan bahwa impian umat Islam untuk
memiliki khalifah yang adil dan tidak mungkin dicapai di dunia yang tidak sempurna
ini.29
28
Raharjo. Ensiklopedia al-Qur‟an, Tafsir Sosial Berdasrkan Konsep-Konsep Kunci, h. 362.
29
Abdul Wahhab Efendi. Masyarakat Tak Beragama, Kritik Atas Teori Politik Islam.
(Jakarta: lkis, 2000), cet. ke I, h. 4.
27
Daulah Islam dengan sistem khilafah menggunakan politik daulah
intenasional. Daulah tersebut tidak berdiri berdasarkan batasan-batasan tanah dan
letak geografis melainkan berdasar isi pemikiran dan akidah. Khilafah berdasarkan
penerapan hukum Islam terhadap umat yang berlandaskan tiga prinsip; pertama,
kesatuan wilayah Islam. Dalam artian, sekalipun wilayah dan daerahnya berbeda,
tetapi pada prinsipnya merupakan satu wilayah untuk satu umat; kedua, kesatuan
rujukan syariat yang tertinggi yang tercermin dalam al-Qur’an dan al-Sunnah; ketiga,
kesatuan kepemimpinan yang tersentral dan tercermin di dalam diri pemimpin
tertinggi atau khalifah yang memimpin daulah orang-orang mukmin dengan ajaran
Islam.30
Pendapat lain menyatakan bahwa, khilafah tidak ada kaitannya dengan agama,
seperti halnya nation Madinah yang berada di bawah payung Piagam Madinah,
ternyata sama sekali tidak mencantumkan kata al-Qur’an, Hadits serta Islam. Karena
Islam bukanlah Nation atau institusi, eksistensinya lebih menjadi fondasi moralitas
umat manusia yang mengontrol terhadap sesama tali kehidupan. Dengan begitu, titik
tekan misi “rahamatan lil „alamin” dapat direalisasikan dengan tepat.31
Di tengah ketidak kondusifan situasi dan kondisi negara pada masa jatuhnya
rezim Orde Baru, serta carut marutnya kehidupan ekonomi, sosial, politik, dan
30
Yusuf Qardawi. Fikih Daulah dalam Persepektif al-Quran dan al-Sunahalih, alih bahasa
Katur Suhdi ( Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1998), cet. ke III, h. 45-46.
31
Said Aqil Siradj. Islam Kebangsaan, Fikih Demokrat Kaum Santri. (Jakarta: Pustaka
Ciganjur, 1999), cet. ke I, h . 210.
28
budaya pada saat itu telah memberikan ruang terbuka bagi setiap individu,
masyarakat, juga kelompok untuk mengisi, mengganti dan membentuk, sebuah
tatanan baru bagi masyarakat Indonesia, termasuk munculnya wacana penegakan
syariat Islam. Momentum inilah yang menjadikan Hizbut Tahrir yang awalnya sebuah
kelompok-kelompok kecil berubah menjadi sebuah organisasi gerakan Islam yang
bekala nasional dan internasional. Untuk mengambil peran dalam mengisi tatanan
baru, yaitu menawarkan solusi penegakan syariat Islam dalam konteks berbangsa dan
bernegara. Namun sebaliknya, organisasi ini perlu mendapat perhatian khusus dari
semua pihak termasuk pemerintah, sebab Hizbut Tahrir sebagai bentuk gerakan Islam
yang mempunyai ide dan pemikiran tentang mendirikan Daulah Khilafah islamiyah.
Islam dalam pandangan Hizbut Tahrir adalah sebuah sistem paripurna dan
menyeluruh bagi seluruh kehidupan manusia. Karena itulah, kaum muslim
diwajibkan untuk memberlakukannya secara total dalam sebuah negara yng memiliki
bentuk tertentu dan khas yang terlukis dalam sebuah sistem khilafah.32
D. Pengertian Nation State
Nation state (Negara-Bangsa) ialah negara yang didirikan pada kebangkian
semangat kebangsaan untuk membangun sebuah negara yang berdaulat dan bebas
dari ancaman pengaruh yang dapat menggugat dan menghancurkan gagasan serta
32
Mengenal Hizbut Tahrir. Partai Politik Islam Ideologis. hal. 2.
29
wawasan negara-bangsa.33
Secara etimologis, “negara” berasal dari bahasa asing
“staat” (Belanda, Jerman) dan state (Inggris) dan Etat (Prancis), kata Staat dan State
pun berasal dari bahasa Latin yaitu status atau statum yang berarti “menempatkan
dalam keadaan berdiri, membuat berdiri dan menempatkan.” Kata status itu dalam
bahasa klasik sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegas dan tegak.34
Beberapa pengertian negara menurut pakar kenegaraan yaitu:
Menurut George Jellinek : Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang mendiami wilayah tertentu.35
Berbeda dengan Jellinek, Kranenburg menyatakan : Negara adalah suatu organisasi
yang timbul karena karna dari suatu golongan atu bangsanya sendiri.36
Sementara menurut Max Weber : Negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki
keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya.37
33
Abd. Rahim dan Abd. Rasyid. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, (Malaysia:
Maziza SDN. BHD, 2014), cet. ke I, h. 19.
34
F. Isywara. Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Bina Cipta, 1980), cet. ke VII, h 92.
35
Mo. Kusnardi dan Bintan D. Saragih. Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995),
cet. IV, h. 38.
36
Ni’matul Huda. Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), cet. ke I, h. 13.
37
Arif Budiman. Teori Negara Kekuasaan dan Ideologi, h. 6.
30
Sedangkan menurut Logeman : Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi
kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut
bangsa.38
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa negara adalah satu kesatuan
organisasi yang di dalamnya ada sekelompok manusia (rakyat), wilayah yang
permanen (tetap), yang memiliki kekuasaan yang mana diatur oleh pemerintahan
yang berdaulat sera memiliki ikatan kerja yang memiliki tujuan untuk mengatur dan
memelihara segala instrumen-instrumen yang berada didalamya dengan kekuasaan
yang ada.39
Dari segi bahasa, kata nation berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua
pengertian yaitu dalam pengertian antropologis serta sosiologis, dan dalam pengertian
politisi.40
Dalam pengertian antropologis dan sosiologis bangsa adalah suatu
masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan
masing-masing merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan istiadat. Adapun
yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu
daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai sesuatu
38 Abu Daud Busroh . Ilmu Negara (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), cet. ke VII, h. 24-45.
39
Mo. Kusnardi dan Bintan D. Saragih. Ilmu Negara, h. 101.
40
Aminudin Nur. Pengantar Studi Sejarah Pergerakan National, (Jakarta: Pembimbing Masa
1967), h. 87
31
kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam.41
Bangsa secara eksklusif memiliki suatu
masa tertentu yang secara historis masih baru. Bangsa hanya merupakan satu
kesatuan sosial, sejauh ini berkaitan dengan negara teritorial moderen tertentu yang
berkaitan dengan negara-negara.42
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa “kebenaran
politik” (political legitimacy). Menurut para nasionalis, suatu bangsa tidak bisa
melangsungkan hidupnya kalau tidak terdapat ketiga sasaran ini dalam derajat yang
memadai adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan
otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi. Yang sejumlah anggotanya
bertekat untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau bangsa yang potensial
inilah devinisi kerja yang didasarkan pada unsur umum dari ideal nasionalis yang
mempunyai gaya sendiri, sehingga berkarakter induktif.43
Sesungguhnya, setiap
Nation State (Negara-Bangsa) mengejar sasaran identitas nasional ini dalam tingkat
yang berbeda-beda. Tetapi akan selalu kembali kepada ideal bangsa iu sendiri. Suatu
41 Muhammad Ramadhan Subki bin Abdullah, “Kajian Terhadap Faham Nasionalisme
Melayu dalam Partai Umno.” (Jakarta: skripsi S1 Fakultas Syariah dan hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011) h. 16
42
E. J. Hobsbawn, Nasionalisme Menjelang Abad XXI (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
cet. ke I, h. 9.
43
Anthony D. Smith. Nasionalisme, Teori, Idelogi dan Sejarah, ( jakarta: Erlangga, 2003), h.
11.
32
ideoli yang hanya memperjuangkan bangsa semata-mata dan berupaya mempertinggi
derajat dan keberadaan bangsa itu sebagai simbol perjuangan bangsa.44
Sebuah nation state (negara-bangsa) adalah satu konsep atau bentuk
kenegaraan yang memperoleh pengesahan politiknya dengan menjadi sebuah
identitas berdaulat bagi suatu bangsa sebagai sebuah wilayah yang berdaulat, yang
pada prinsipnya adalah tipe masyarakat yang sama, terorganisir oleh latar belakang,
suku atau budaya yang sama, disuatu wilayah. Dalam sebuah Nation State (Negara-
Bangsa) biasanya orang akan berbicara dengan bahasa yang sama, menganut agama
atau aliran agama yang sama, dan memiliki nilai budaya nasional. Contohnya adalah
negara jepang, karena nasionalisme dan bahasa yang seragam.45
E. Paradigma Pemikiran Islam dan Politik
Politik merupakan salah satu dimensi dari sekian banyak dimensi ajaran Islam.
Islam tidak hanya merupakan sistem kepercayaan dan sistem ibadah, tetapi juga
sistem kemasyarakatan. Dalam pengungkapan ajaran kedua sistem tersebut tedapat
peredaan karakteristik. Persoalan teologis bersifat ubudiah dan detail, sedang
persoalan kemasyarakatan pada umumnya hanya berbentuk garis besarnya atau
prinsip-prinsip umum saja.46
44
Qomarudin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, h. 171.
45
Gilang, pendidikan kewarganegaraan, Artikel di akses pada 24 maret 2015 dari
http://381992.blogspot.com.html
46
Masykuri Abdillah, “Gagasan dan Tradisi Bernegara dalam Islam: Sebuah Persepektif
Sejarah dan Demokrasi Modern”, Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi No. 7, tahun 2002 , h. 69
33
Sejumlah partai politik dan kelompok-kelompok grilyawan Islam telah
menyatakan diri untuk mengembalikan kekhilafahan dengan menyatukan bangsa-
bangsa Muslim baik melalui aksi-aksi politik damai seperti Hizbut Tahrir atau
melalui kekuatan fisik seperti Al-Qaeda Islamist Movement yang telah mengambil
tujuan akhir yaitu pendirian kekhilafahan. Hal ini menunjukan dalam kondisi
bersamaan mereka mengkritik gagasan nation-state muslim sebagai penghalang
penyatuan Ummah.47
Khilafah yang mengandung bentuk kepemimpinan umum bagi
seluruh kaum Muslim di dunia untuk menegakan hukum-hukum syariat Islam dan
mengemban dakwah Islam kesegenap penjuru dunia. Kata lain dari khilafah adalah
imamah, kedua istilah ini mempunyai makna yang sama. Bentuk khilafah inilah yang
dinyatak hukum syara’ agar dengan bentuk negara tersebut negara islam ditegakan di
atasnya.48
Sebagai salah satu bagian dari aspek kemasyarakatan politik yang diungkapkan
dalam garis besar atau prinsip-prinsip umum saja, menimbulkan perbedaan
interpretasi yang mengakibatkan beragamnya pemikitran dan aksi politik. Hal ini
kemudian menjadi bahan perdebatan yang tak berkesudahan dikalangan para
pemikir Muslim. Masalah-masalah yang mendapat sorotan tajam antara lain berkaitan
47
Studi:Kritik atas Negara-Bangsa, Artikel di akses pada 20 april 2015 dari
http://lingkarstudiislamdankebudayaan.blogspot.com/2009/12/.html.
48
Taqiyuddin al-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam (Bogor: Thoriqul Izzah 1996) cet. ke I,
h.31
34
dengan hakikat, karakteristik serta ruang lingkup suatu Negara Islam dan sistem
politik yang khas.49
Dalam kajian Islam, istilah negara bisa bermakna daulah, khilafah, hukumah,
imamah dan kesultanan.
1. Daulah dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang menetap pada suatu
wilayah dan diorganisasi oleh suatu pemerintahan yang mengatur
kepentingan dan kemaslahatan.
2. Khilafah mengandung arti kepemimpinan umum bagi seluruh muslim
dikehidupan dunia, untuk menegakan hukum-hukum Islam dan menegakan
hukum-hukum Islam di seluruh penjuru alam.50
3. Hukumah bermakna pemerintahan yang berhubungan dengan sistem
pemerrintahan, ia digunakan untuk menunjukan kepada jabatan.51
4. Imamah pada pendapat Sadjali dengan mengutip pendapat al-Mawardi,
simamah berarti khalifah, raja, sultan atau kepala negara.52
5. Sultan dapat di artikan wewenang yang lebih khusus kepada kekuasaan
yang lebih efektif lagi.
49
Mumtaz Ahmad. Masalah-Masalah Teori Politik Islam, Alih bahasa Ena Hadi (Bandung:
Mizan, 1996), cet. ke III, h. 15
50 Syamsudin Ramdhan. Menegakan kembali khilafah Islamiyah,(Jakarta: Anggota IKAPI,
2003), cet. ke I, h. 5.
51
Dr. Nikmatul Huda, Ilmu Negara, h.13
52
Munawir Sjadjali. Islam dan Tatanegara. Ajaran Sejarah dan Pemikiran, h. 63
35
Tidak adanya model yang kongkret tentang apa yang disebut sebagai “Negara
Islam” menjurus kepada kebingungan dan ketidak sepakatan. Kebingungan tersebut
disebabkan oleh empat faktor.
1. Negara yang didirikan oleh Nabi Muhammad di Madinah yang
dipandang ideal, ternyata tidak memberikan suatu model terperinci.
2. Pelaksanaan Khalifah pada Bani Umayah dan Bani Abbas hanya
memberikan suatu kerangka mengenai lembaga-lembaga politik dan
perpajakan.
3. Pembahasan mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik)
hanya menghasilkan rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat
yang utopian.
4. Hubungan agama dan negara dari masa kemasa menjadi subjek bagi
keragaman interpretasi.53
Keragaman pemikiran tentang konsep negara dalam Islam disebabkan karena
dua hal, yakni: perkembangan pemikiran dan perbedaan pendapat di kalangan para
pemikir politik Islam tentang hubungan antara Islam dan Negara dalam masa modern
dan juga banyak dipengaruhi oleh tingkat kedalaman pengaruh Barat atas wilayah
muslim tertentu.54
53
John L. Esposito, Islam dan Politik (Jakarta: Bulan bintang, 1990), h. 308
54Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga
Pasmoernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), cet. ke I, h. 1
36
Meski demikian, upaya untuk mencari rumusan negara ideal dalam Islam
terus diupayakan oleh para pemikir-pemikir politik Islam. Upaya pencarian konsep
ini mengandung dua maksud, pertama: untuk menemukan idealitas Islam tentang
negara yang menekankan pada aspek teoritis dan formal. Pandangan ini bermaksud
untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang bagaimana bentuk negara Islam.
Pendekatan ini berawal dari asumsi bahwa Islam memiliki konsep tertentu akan
sebuah negara. Kedua: untuk melakukan idealisasi dari persepektif Islam terhadap
proses penyelenggaraan negara yang menekankan pada aspek praktis dan substansial.
Pandangan ini bermasud untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana negara
menurut Islam. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa Islam tidak
membawa konsep tertentu tentang negara, tetapi hanya menawarkan prinsip-prinsip
dasar berupa etika dan moral.55
Bentuk negara dalam Islam, mengerucut pada dua pemikiran. Pada pemikiran
yang pertama, terdapat kalangan yang beranggapan bahwa Islam harus menjadi dasar
negara; Syariah harus diterima sebagai konstitusi negara; bahwa kedaulatan politik
ada di tangan Tuhan; bahwa gagasan tentang negara bangsa (nation state)
bertentangan dengan konsep ummah (komunitas Islam) yang tidak mengenal batasan-
batasan politik dan kedaerahan, dan bahwa aplikasi prinsip syura berbeda dengan
gagasan demokrasi yang dikenal dalam diskursus politik modern dewasa ini.
Sementara pemikiran yang kedua beberapa kalangan intelektual muslim berpendapat
55
M. Dien Syamsudin, Etika Beragama dalam Membangun Masyarakat Madani. h. 12.
37
bahwa Islam tidak meletakan suatu pola baku tentang teori negara (sistem politik
Islam) yang harus dijalankan oleh umat.56
Suatu negara yang bergantung kepada musuh-musuh tradisional Islam untuk
mempertahankan hidupnya tidak bisa menjadi gerakan Islam. Dan tidak ada negara
yang berasandar pada bentuk nasionalisme untuk legitimasinya yang pada saat
bersamaan, mengklaim dirinya sebagai Islam. Dalam pengertian ini dimensi politik
gerakan Islam itu mencakup seluruhnya. Namun demikian ada dua wilayah yang
perlu mendapat perhatian yang mendalam. Pertama, wilayah gagasan politik, norma
dan tingkah laku yang diperoleh Muslim karena kontaknya denagn Barat dengan
secara salah menganggapnya sebagai Islami. Kedua, kultur politik Muslim seperti
yang sudah terbentuk sejak lama. Kegagalan membedakan antara negara-bangsa dan
negara Islam, jika terdapat subjek seperti biologi politik, maka mungkin kiranya
menunjukan bahwa dari gen keduanya bukan hanya berbeda, melainkan saling
terpisah dan tidak bisa dibandingkan. Baiknya, seseorang seharusnya menegaskan
bahwa sementara negara-bangsa itu adalah negara “politisi” , sedangkan negara islam
adalah negara Muttaqi.57
Setelah khalifah Usmaniyah runtuh pada tahun 1924 M. maka yang terjadi
adalah sistem Khilafah kerajaan tenggelam, dengan itu muncul negara-bangsa yang
56
Bachtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di
Indonesia, h. 12
57
Kalim al-Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung Jawab Sosial dan kewajiban
Menegakan Syariat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) cet. ke I, h. 10.
38
sekuler.58
Partai politik yang bersifat memecah-belah, seperti struktur Nation-State
(negara-bangsa), merupakan warisan kolonialisme yang tidak sama dengan negara
Islam. Berbeda dengan negara-bangsa yang menegaskan kehendak Tuhan.59
58
Salah satu contohnya adalah negara Turki, yang di pelopori oleh kamal At-tarturk yang
meminggirkan sistem Islam dari wilayah publik. Lihat buku berperang Demi Tuhan, Karen Amstrong.
59
Kalim al-Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung Jawab Sosial dan Kewajiban
Menegakan Syaria,. h. 13
39
BAB III
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Sejarah Berdiri Hizbut Tahrir Indonesia
Pada tahun 1953, Hizbut Tahrir didirikan di al-Quds, Jerussalem. Hizbut
Tahrir merupakan salah satu gerakan Islam kontemporer yang cukup besar
pengaruhnya di dunia Islam. Pendirinya adalah Syeikh Taqiyuddin al-Nabhani (1909-
1997), seorang Qadli pada Mahkamah Isti’naf (mahkamah Agung), di al-Quds.1 Ayah
beliau adalah seorang pengajar ilmu-ilmu syariat di Kementerian Pendidikan
Palestina. Pendidikan beliau diterima dari ayahnya. Syekh Taqiyuddin al-Nabhani
menamatkan pendidikan dasar negeri di Ijzim. Beliau kemudian menamatkan sekolah
di Akka. Pada Tahun 1932 beliau lulus dari kuliah Dar al-Ulum juga menamatkan
studi di al-Azhar al-Syarif.2
Setelah berkembang enam tahun di Jerussalem, Hizbut Tahrir kemudian
mengembangkan sayapnya ke wilayah lain dan dimulai dengan mendirikan cabang
lain di Lebanon pada tanggal 19 Oktober 1959, dan telah berkembang ke seluruh
negara Arab di Timur Tengah, termasuk benua Afrika, seperti Mesir, Libya, Sudan,
Aljazair, Maroko. Dan juga negara Eropa, Austria, Belanda, Inggris, Jerman, Prancis,
1 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis, (Bogor: Pustaka
Tarriqul Izzah, 1999), h. 32
2 Farid Wadjdi, al-Wa’ie No. 55, (Bogor : Hizbut Tahrir Indonesia 2005), h. 32
40
Rusia, Turki. Negara Asia seperti Indonesia, Brunei Darusalam, Jepang, Malaysia,
Pakistan, Singapura.3
Transmisi Hizbut Tahrir sebagai gerakan di Indonesia terjadi pertama kali
pada tahun 1982-1983 melalui M. Mustofa dan Abdurrahman Al-Baghdadi. M.
Mustafa adalah putra Pengasuh Pesantren Al-Ghazali Bogor, seorang ulama yang
modernis dan dekat dengan DDII, Abdullah bin Nuh. Mustofa adalah alumnus
perguruan tinggi di Yordania. Sedangkan Abdurrahman berasal dari Lebanon yang
berimigrasi ke Australia yang kemudian tinggal di Indonesia.4
Pada awal perkembangannya. Para pengikut gerakan ini kebanyakan
mahasiswa dan generasi muda lainnya, angota-anggotanya saat ini sudah menyebar
ke kota-kota besar, seperti di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Halmahera.5
Pusat-pusat kegiatan Hizbut Tahrir masih berkonsentrasi di perguruan-perguruan
tinggi, sebagaian besar aktivis dan kader serta tokoh-tokohnya mempunyai
keterkaitan dengan aktivis mahasiswa di lingkungan kampus. Hizbu Tahrir
merupakan partai politik yang berideologi Islam, politik merupakn visi dan misi, dan
Islam merupakan Ideologinya. Perjuangan Hizbut Tahrir ditunjukan dengan
menjadikan Islam sebagai persoalan utama, membimbing untuk mewujudkan kembali
3 Hussein bin Muhsin Bin Ali Jabir, Membentuk Jama’atul Muslimin, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1991), h. 244
4 Rudin Mulyanto, Implementasi Syariat Islam dlam Ruqyah, Perspektih Pemerintah. (Skripsi
S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta: 2009) h. 22-
23
5 Ian Suherlan, Sistem Khilafah dalam Persepektif Hizbut Tahrir. Ahkam. No. 11/ V/ 2003. h.
95
41
pembentukan sistem khilafah dan menegakan hukum Allah SWT. yaitu pemerlakuan
syariat Islam di dalam berbagai realitas kehidupan bermasyarakat. Secara tegas
bahwa Hizbut Tahrir melalui berbagai aktifitas politiknya bermaksud untuk
membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan akhlaq dan akidah,
membebaska umat dari ide-ide, undang-undang, hukum-hukum kafir dan
membebaskan umat dari cengkraman penjajahan kapitalisme barat yang kafir dan
memperoleh kejayaan umat Islam seperti yang terjadi pada masa beberapa abad yang
lampau. Hizbut Tahrir ingin mengembalikan kembali Daulah Islamiyah untuk
mencapai kejayaan dan keemasan umat Islam dimuka bumi ini.6
Dalam konteks Indonesia, Hizbut Tahrir baru pada tingkat gerakan moral
politik yang dilakukan dalam berbagai kegiatan terutama tablig akbar dan
demonstrasi, dua hal ini merupakan cara Hizbut Tahrir menyuarakan gagasan politik.
Hizbut Tahrir tidak akan menjadi partai politik untuk saat ini di Indonesia, tetapi akan
berjuang secara ekstra parlementer, kelembagaan politik Indonesia menyulitkan
sekaligus tidak efektif bagi Hizbut Tahrir untuk memeperjuangkan gagasan Khilafah
Islamiyah, bahkan muncul ketakutan akan terjerumus ke dalam kepentingan-
kepentingan politik yang sesaat, yang justru mengurangi bobot perjuangan Islam di
masa depan.7
6
7 Syarifudin Jurdi, pemikiran Politik Islma Indonesia (Pertautan Negara, Khilafah,
masyarakat Madani dandemokrasi), (Yogyakarta: Putaka Pelajar 2008), h. 387-388
42
Namun, sepeninggal Al-Nabhani, Hizbut tahrir dipimpin oleh Syekh Abdul
Qadim Zallum. Pada tahun 2003, Syekh Abdul Qadim zallum meninggal dunia dan
digantikan oleh Syekh A. Abu Rostah. Hizbut tahrir Indonesia menyatakan diri
sebagai partai politik yang berideologi islam. Politik meruapakan aktivitasnya dan
Islam merupakan ideologinya.8
B. Konsep Politik Hizbut Tahrir Indonesia
Menurut Hizbut Tahrir, Islam adalah prinsip ideologi yang terdiri dari aqidah
dan syariat. Aqidah merupakan fungsi untuk memecahkan persoalan manusia,
menjelaskan bagamana memecahkan persoalan tersebut, memelihara dan
mengembangkan ideologi tersebut. Islam sebagai prinsip ideologi inilah yang
kemudian menjadi pola hidup lainnya, seperti kapitalisme, sosialisme, dan isme-isme
lainnya.9
Hizbut Tahrir yang berpendapat bahwa kemunduran dunia Islam disebabkan
lemahnya pemahaman Umat terhadap Islam yang sangat parah. kelemahan dan
kemunduran tersebut disebabkan oleh tiga faktor. Pertama tidak ada pemahaman
yang mendalam mengenai fikroh islamiyah (konsep) dikalangan para aktifis
kebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yang jelas mengenai Thariqoh
Islamiyah (metode pelaksanaan) dalam menerapkan Fikrah. Ketiga, tidak adanya
8 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis, (Bogor: Pustaka
Tarriqul Izzah, 1999), h. 1
9 Muhammad Hussain Abdullah, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam, penerjemah: Zamroni
(Bogor: Pustaka Tarriqul Izzah,) h. 43
43
usaha untuk menjalin fikrah Islamiyah dan thoriqoh islamiyah sebagai suatu
hubungan yang solid yang tidak bisa dijelaskan.10
Hizbut tahrir menolak segala
sistem dan Ideologi yang berasal dari pengaruh barat, semua ide dan pemikiran
Hizbut tahrir berasal dari ajaran Islam. Seperti tercermin dalam namanya hizbut
Tahrir yang berarti partai kemerdekaan, Hizbut Tahrir berusaha memerdekakan
negeri-negeri kaum Muslimin diseluruh dunia dari cengkraman berbagai deologi
termasuk didalamnya nasionalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam.11
Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir mayoritas bersifat politik
(Dakwah Siyasi). Maksudnya, Hizbut Tahrir memperhatikan unsur-unsur masyarakat
sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya dengan syar’i. Bagi Hizbut Tahrir,
yang dimaksud politik adalah mengurus dan memelihara unsur-unsur masyarakat
sesuai dengan hukum-hukum islam dan pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas dalam mendidik dan
membina umat dengan tsaqafah (kebudayaan) islam, meleburnya dengan Islam,
membebaskan dari akidah-akidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta
dari persepsi yang keliru, yang sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan
pandangan-pandangan yang kufur. Kegiatan politik ini juga nampak terlihat dalam
aspek pergolakan pemikiran dan dalam perjuangan politiknya.
10
Taqiyuddin an-Nabhani, Pokok-Pokok Pemikiran Hizbut Tahrir (Bogor: pustaka Thariqul
Izzah, 1993), h. 1-2
11
Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Rradikal di Indonesia (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 161-162
44
Adapun perjuangan politiknya, dapat terlihat dari penentangannya terhadap
orang-orang kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari belenggu kekuasaannya,
membebaskan umat dari tekanan dan pengaruhnya serta mencabut akar-akarnya yang
berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-
negeri islam.
Perjuangan politik yang juga tampak jelas dalam menentang para penguasa,
mengungkapkan penghianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat;
melancarkan kritik, kontrol dan koreksi terhadap mereka serta berusaha
menggantinya apabila hak-hak umat dilanggar atau tidak mejalankan kewajibannya
terhadap umat, begitu halnya bila mereka melalaikan salah satu urusan umat, atau
mereka menyalai hukum-hukum Islam. Dengan ini, konsep politik Hizbut Tahrir
lebih kepada penentangan terhadap ide-ide barat.
Hizbut Tahrir yang mengemban Dakwah Islam agar Islam dapat dilaksanakan
dalam kehidupan, sehingga aqidah Islam dapat menjadi dasar negara dasar konstitusi
dan undang-undang. Karena aqidah Islam adalah aqidah aqliyah (dasar untuk
pemikiran) dan aqidah siyasah (dasar untuk politik) yang memancarkan aturan untuk
memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik dibidang ekonomi, politik,
pendidikan, sosial masyarakat dan lain-lainnya. 12
12
Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis. (Bogor. Pustaka
Thariqah Izzah, 2002), h. 24-25
45
C. Kiprah Hizbut Tahrir Indonesia dalam Kehidupan Bermasyarakat
Hizbut Tahrir merupakan sebuah organisasi yang mandiri, Hizbut Tahrir
mengajak semua orang untuk bekerjas sama untuk bersama-sama menerapkan konsep
khilafah ketengah tengah umat, Hizbut Tahrir sebagai organisasi Islam adalah
organisasi yang mandiri tidak menjadi organisasi sayap partai tertentu ataupun
organisasi Islam tertentu. Seperti halnya hubungan antara Hizbut Tahrir dengan OI
lain dan partai Islam hanya sebatas hubungan antara sesama islam. Terlebih dengan
ISIS sama sekali tidak ada hubungan sejak awal Hizbut Tahrir sudah mengatakan
khilafah yang di proklamirkan oleh ISIS, karena kekhilafahannya tidak memenuhi
syarat terlebih apa yang di proklamirkan ISIS justru menjadikan pemerintahan
Islam/khilafah seolah-olah menjadi sebuah negara yang menghalalkan kekerasan dan
pembantaian. Hal yang di praktekan oleh ISIS bukan hal yang sesuai dengan syariat
tetapi bertentangan dengan syariat.
Aktivitas Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam. Aktivitasnya tidak
bersifat akademik, Hizbut Tahrir bukanlah sekolah. Seruannya bukan berbentuk
nasehat-nasehat. Aktivitas yang bersifat politik dengan cara mengungkapkan ide-ide
Islam beserta hukumnya, untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Strategi Hizbut Tahrir adalah dengan cara membangun opini umum tentang
kewajiban kembali kepada syariat. Dengan edukasi seluas mungkin supaya
masyarakat muslim ini melaksakan syariat untuk dirinya sendiri dan
46
mempraktekannya kemudian mendorong masyarakat mengoreksi kebijakan
pemerintah yang bertentangan dengan syariat. Jika masyarkat punya kesadaran politik
maka itu adalah modal untuk menerapkan syariat edukasi seluas mungkin supaya
masyarakat muslim ini melaksakan syariat untuk dirinya sendiri dan
mempraktekannya kemudian mendorong masyarakat mengoreksi kebijakan
pemerintah yang bertentangan dengan syariat. Jika masyarkat punya kesadaran politik
maka itu adalah modal untuk menerapkan syariat.13
Dalam berdakwah Hizbut Tahrir mengambil metode dakwah Rasulullah
SAW. dari segi operasional maupun tahapan-tahapannya termasuk seluruh aktifitas
yang harus di lakukan pada seluruh tahapan. Dengan menjadikan seluruh aktivitas
Rasulullah tersebut sebagai suri tauladan untuk seluruh tahapan perjalanan dakwah.
Berdasarkan hal-hal inilah Hizbut Tahrir menetapkan langkah operasionalnya dalam
tiga tahap:
1. Tahap Marhalah al-Tatsqif (pembinaan dan pengkaderan) untuk
melahirkan orang-orang yang meyakini fikrah Hizbut Tahrir dan untuk
membentuk kerangka sebuah partai.
2. Tahap Marhalah Tafa’ul Ma’a Ummah (berinteraksi dengan umat) untuk
mampu mengemban dakwah Islam, sehingga umat akan menjadikannya
sebagai perkara utama dalam kehidupan, serta berusaha menerapkannya
dalam realitas kehidupan.
13
Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan Sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
47
3. Tahap Marhalah Istilaam al-hukmi (penerimaan kekuasaan) untuk
menerapkan Islam secara praktis dan menyeluruh, sekaligus
menyebarluaskan risalah Islam keseluruh dunia.14
Tahap pertama telah dirintis oleh Hizbut Tahrir di al-Quds pada tahun 1372 H.
(1953 M.), pada saat itu Hizbut Tahrir telah melakukan kontak (langsung) dengan
anggota-anggota masyarakat, menyampaikan fikroh dan thariqah dakwahnya melalui
orang perorang. Bagi orang yang menerima fiqrah dan thariqah Hizbut Tahrir,
pembinaannya diatur secara intensif dalam halaqah-halaqah Hizbut Tahrir, hingg
menyatu dengan Ide-ide dan hukum Islam yang telah dijadikan sebagai pedoman.
Kemudian menjadikan seorang muslim yang mempunyai kepribadian Islam,
berinteraksi dengan Islam, menghayatinya serta memiliki aqliyah dan nafsiyah
Islamiyah. Selanjutnya bergerak mengemban dakwah kepada umat. Apabila
seseorang telah sampai pada tingkat ini, maka secara sukarela ia akan
menggabungkan dirinya dengan Hizbut Tahrir sebagai anggota.
Pada tahap awal ini, perhatian Hizbut Tahrir ini dipusatkan kepada pembinaan
kerangka Hizbut Tahrir, memperbanyak pendukung dan pengikut, serta membina
para pengikutnya dalam halaqah-halaqah dan tsaqafah Hizbut Tahrir yang terarah dan
intensif. Sampai pada akhirnya berhasil membentuk partai bersama-sama para
pemuda (Syabab) yang telah menyatu dengan Islam dan menerima pemikiran-
pemikiran Hizbut Tahrir. Berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran tersebut, dan
14
https://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/
48
mengembannya kepada masyarakat. Setelah Hizbut Tahrir berhasil membentuk
kelompok partai dan masyarakat mulai merasakan mengenal Hizbut Tahrir beserta
ide-ide dan apa yang diserukannya kepada masyarakat, maka sampailah Hizbut tahrir
pada tahap yang kedua.
Tahap kedua adalah tahap at-tafa’ul yaitu berinteraksi dengan masyarakt dan
mendorong mereka untuk mengemban dakwah Islam, membentuk kesadaran dan
opini umum atas ide-ide dan hukum-hukum Islam, yang telah dipilih dan ditetapkan
oleh Hizbut Tahrir, hingga dijadikan sebagai pemkiran umat yang akan
mendorongnya untuk berusaha diwujudkan dalam realita kehidupan. Bersama-sama
dengan Hizbut Tahrir, umat melakukan aktivitas untuk mendirikan daulah khilafah,
pengangkatan seorang khalifah untuk melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban
dakwah Islam keseluruh penjuru dunia.
Pada tahap ini, hizbut Tahrir mulai beralih mengajak kepada masyarakat
dengan menyampaikan yang bersifat kolektif. Pada saat itu Hizbut Tahrir melakukn
aktifitas-aktifitas berikut:
1. Tsaqafah Murakkazah (kajian intensif) melalui halaqah-halaqah yang
diadakan untuk individu (pengikut hizbut tahrir) dalam rangka
membangun kerangka Hizbut tahrir, memprbanyak pendukung, serta
melahirkan kepribadian Islam dikalangan para pengikut dan anggota
Hizbut Tahrir hingga mereka mampu mengemban dakwah mengarungi
medan kehidupan dengan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik.
49
2. Tsaqafah Jamaiyah (kajian umum) yang disampaikan kepada umat Islam
secara umum berupa ide-ide dan hukum Islam yang telah diadopsi oleh
Hizbut Tahrir. Ini dilakukan melalui pengajian-pengajian umum di masjid.
Atau dibalai-balai pertemuan, gedung-gedung, atau tempat umum, juga
melalui media masa buku-buku dan selebaran-selebaraan untuk
mewujudkan kesadaran umat secar umum, sekaligus berinteraksi dengan
umat.
3. Shira al-fikri (pergolakan pemikiran) untuk menentang kepercayaan atau
ideologi, aturan dan pemikiran-pemikiran kufur menentang segala bentuk
aqidah yang rusak, pemikiran yang keliru, persepsi yang salah atau sesat,
dengan cara mengungkapkan kepalsuan, kekeliruan dan pertentangan
dengan Islam, juga membersihkan umat dari pengaruh dan implikasinya.
4. Kifah al-siyasi (perjuangan politik), perjuangan politik ini meliputi:
a. Berjuang menghadapi negara-negara kafir imperialis yang menguasai
dan mendominasi negeri-negeri Islam. Menghadaapi segala bentuk
penjajahan, baik itu merupa pemikiran, politik, ekonomi, maupun
militer, mengungkap akar dan membongkar persekongkolan negara-
negara kafir hingga umat bebas dari segala bentuk dominasi mereka.
b. Menentang para penguasa-penguasa di negeri Arab dan negeri-negeri
Islam lainnya. Membongkar kejahatan mereka, menyampaikan nasehat
atau keritik dan mencoba merubah tingkah laku mereka melahap hak-
50
hak umat, atau pada saat mereka tidak melaksanakan kewajibannya
terhadap umat, atau tatkala melalaikan salah satu urusan umat, atau
ketika mereka menyalahi hukum-hukum Islam. Dan melakukan
aktifitas untuk menghapus kekuasaan mereka, kemudian
menggantikannya dengan kekuasaan yang merujuk pada sistem hukum
Islam.
5. Mengadopsi kemaslahatan umat dan melayani seluruh urusannya sesuai
dengan hukum-hukum syara’.
Hizbut Tahrir telah melaksanakan seluruh aktifitas itu dengan mengikuti jejak
Rasulullah SAW. setelah turunnya firman Allah S.W.T. (Q.S Al-Hijr : 94)
Dalam menyampaikan pemikirannya dan menghadapi ide-ide yang salah dan
menyimpang dari Islam, menentang kelompok-kelompok politik yang lain (yang
tidak berideologikan Islam) atau dalam menghadapi negara-negara kafir imperialis,
serta menentang para penguasa, sikap Hizbut Tahrir dalam hal ini adalah
menyampikan secara terang-terangan, menyerang, dan menentang. Tidak dengan cara
nifaq (berpura-pura), menjilat, bermanis muka terhadap mereka, simpang siur
ataupun berbelok-belok. Tidak pula dengan cara mengutamakan jalan yang lebih
selamat. Hizbut Tahrir berjuang secara politik tanpa melihat lagi hasil yang akan
dicapai, dan tidak terpengaruh dengan kondisi yang ada.
Sikap Hizbut Tahrir dalam menentang setiap orang yang menyimpang dari
Islam dan hukum-hukumnya telah membawa bahaya, sehingga para anggotanya
51
mengahadapi berbagai macam gangguan, dan menerima siksaan yang pedih dari para
penguasa, baik berupa penjara, penyiksaan, pengusiran, pengejaran, diputuskan mata
pencahariannya dan di boikot kepentingannya serta dilarang bepergian ke luar negeri
(dicekal) bahkan banyak diantara mereka juga dibunuh. Banyak anggota-anggota
Hizbut Tahrir yang dibunuh oleh para penguasa dzalim di negeri Irak, Suriah, dan
Libia. Lebih dari itu banyak juga yang dipenjarakan di negeri-negeri seperti
Yordania, Suriah, Irak, Mesir, Libia, dan Tunisia. Penjara-penjara di negara tersebut
penuh dengan anggota-anggota Hizbut Tahrir apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir
dan penderitaan yang di tanggung oleh anggota-anggota Hizbut Tahrir disebabkan
mereka mengikuti jejak Rasulullah.15
Tatkala masyarakat telah apatis terhadap dakwah Hizbut Tahrir akibat
hilangnya kepercayaa umat terhadap para pemimpin mereka dan tokoh-tokoh
masyarakat yang telah menjadi tumpuan harapan. Juga akibat keadaan yang serba
sulit. Yang sengaja dibuat oleh kaum imperialism tetap berlangsung. Juga akibat
dominasi kekuasaan dan sikap keras/kejam para penguasa yang menindas rakyatnya.
Penganiayaan brutal yang dilakukan para penguasa yang menindas rakyatnnya,
terhadap anggota atau pengikut Hizbut Tahrir. Pada saat masyarakat menjadi akibat
keadaan ini, maka Hizbut Tahrir mulai melakukan aktivitas Thalabun Mashrah dari
orang-orang yang memiliki kekuasan. Ini dilakukan untuk dua tujuan:
15
Ahmad Al-Qashos, media Informasi Hizbut tahrir lebanon. Dikutip dari
www.Hizbuttahrir.co.id pada tanggal 6 maret 2015
52
1. Tujuan Himayah (membela Hizbut Tahrir bersama anggota-anggotanya)
hingga tetap mampu mengemban dakwah dalam keadaan yang aman.
2. Sebagai perantara untuk meraih kesuksesan dengan mendirikan negara
khilafah dan menerapkan sistem hukum Islam.
pada saat Hizbut Tahrir melakukan aktifitas thalabun Mashrah, seluruh
kegiatan lainnya tetap berjalan seperti pembinaan intensif dalam halaqah-halaqah,
pembinaan kolektif untuk umum, memusatkan perhatian agar mereka turut
mengemban Islam dan mewujudkan opini umum di tengah umat begitu pula dengan
aktivitas lainnya seperti menentang negara-negara kafir imperialis, mengungkap
maker jahat mereka dan mengungkap persekongkolannya, menentang para penguasa,
mengadopsi kemaslahatan umat dan memelihara urusannya. Semua aktivitas ini terus
dilakukan oleh Hizbut Tahrir, seraya berharap kepada Allah semoga Hizbut Tahrir
dan umat Islam memperoleh keberhasilan, kemenangan dan pertolongan Allah. Pada
saat itulah orang-orang mukmin bergembira dengan datangnya pertolongan Allah.16
Hizbut tahrirpun punya sikap yang tegas kepada para penolak dari konsep
khilafah, bagi Hizbut Tahrir penolak ada tiga macam yaitu:
a. Menolak karna belum faham.
Hizbut Tahrir akan memberi pemahaman dan menjelaskan.
b. Menolak karna salah faham.
16
Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir.
53
Jika kesalah fahaman ini karna mendapat informasi-informasi yang kurang
tepat. Hizbut Tahrirt akan meluruskan kesalah fahaman bahwa, islam
menerapkan hukum secara sempurna itu tidak akan mengharuskan non
muslim itu masuk islam/diusir. Karna non muslim di berikan hak-haknya
untuk beribadah. Karna yang akan di terapkan adalah negara khilafah
bukan negara mazhab tertentu, Negara yang berdasarkan syariat.
c. Menolak khilafah disebabkan punya motif untuk menjauhkan umat dari
pelaksanaan syariat.
Hizbut Tahrir akan membongkar kedok mereka yang menolak syariat dan
khilafah yang seperti ini. Jika mereka menolak hanya karna ingin
memepertahankan demokrasi, tidak ada yang bagus dari sistem demokrasi.
Demokrasi ini membawa yang tidak layak seperti halnya penyakit moral
bagi masyarakat.
Mereka yang punya kepentingan akan kita tunjukan kepada umat agar
umat tidak terpengaruh karna sangat tercela jika seorang muslim jika
menjadi golongan yang ke-3 ini sudah memusuhi Allah dan rasulnya
karna menegakan khilafah berjuang menerapkan hukum Islam ini
merupakan amanat dari allah dan rasulnya jika ditolak memusuhi Allah
dan rasul.17
17
Wawancara penulis dengan Ibu Iffah Ainur Raochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 april 2016
54
BAB IV
PARADIGMA PEMIKIRAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Pergumulan agama dan politik dalam peradaban Islam sebelumnya telah
muncul sejak awal kehadirannya. Ketika pertama kali hadir kedunia Arab, sudah
muncul kesan bahwa agama yang dibawa Nabi Muhammad adalah agama yang
bergulat dengan politik.1
Tentang konstitusi kekhilafahan, al-Ghazali mengatakan bahwa khalifah
sebaiknya “dipilih”, bahkan bila hanya oleh satu pemilih (ketimbang ditunjuk oleh
pendahulunya), selama ia dapat mengendalikan kekuatan militer dan kepatuhan
massa. Pemilihan harus dilanjutkan dengan membuat kontrak setia (bay‟ah) dari
tokoh-tokoh penting, kelompok orang yang melepas dan mengikat (ahl al-hill wa al-
„aqd).2
Bila di Eropa nation state adalah jawaban atas konflik berkepanjangan yang
terjadi. Di dunia Islam yang terjadi adalah sebaliknya. Prinsip sekularisme dan
nasionalisme yang menjadi gagasan penting bagi negara-bangsa ternyata berdampak
buruk bagi Dunia islam. Pasalnnya nation state bertolak belakang dengan ajaran
1 Muhammad Abid al-Jabiri , al-Aql al-Siyasi al-Arabi: Muhaddadatuh Wa tajliyatuh cet: ke-
2 (Beyrut: al-Markazat al-Tsaqafi al-Arabi, 1991) h. 59
2 Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta : PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2006) h. 203
55
Islam, sehingga keberadaannya menjadi biang penghancur dan kemunduran dunia
Islam.3
Bagi Hizbut Tahrir Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan Islam yang
masih sulit untuk ditegakkan, pemahaman terhadap khilafah itu adalah pemahaman
yang di gali dari nash-nash syariat, syariat itu memang harus praktekan bukan hanya
untuk di wacanakan atau hanya untuk di bicarakan syariat itu harus di wujudkan.4
A. Sikap Politik Hizbut Tahrir Indonesia : Khilafah Islamiyah dan Negara
Kesatuan
Hizbut Tahrir yang berpendapat bahwa khilafah adalah kekuasaan yang
menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Merupakan sebuah kebutuhan
bagi umat islam untuk mengangkat seorang khalifah yang akan memimpin Daulah
Khilafah dan menerapkan Syariat islam secara kaffah. Maka tegaknya khilafah adalah
sebuah kewajiban. Dan setiap kelalaian dalam upaya untuk menegakannya
merupakan dosa besar.5
Dasar pemikiran untuk nasionalisme sekuler ditengah masyarakat Islam
dikemukakan oleh Ziya Gokalp, dia mengusulkan pemisahan agama dari negara atas
3
Hizbut-tahrir.or.id/2014/12/02nation-state-bencana-di-dunia-islam/
4 Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan Sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
5 Hizbut Tahrir Indonesia, Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, “Indonesia, Khilafah
dan penyatuan kembali dunia islam” (Bogor : Pustaka Tarriqul Izzah, 2009) h. 41
56
dasar teori Durkheim tentang evolusi sosial. Dalam bentuk solideritas primitif, aspek-
aspek kehidupan sosial yang berbeda-beda agama, negara, budaya, dan hukum
berjalan beriringan. Akan tetapi, ciri solideritas organik penting yang ada di tengah
masyarakat maju adalah pemisahan semua aspek sosial itu. Dia juga berargumen
bahwa manusia membentuk berbagai macam kelompok yang berlainan, dari keluarga
sampai pada masyarakat Internasional, namun yang terpenting dari semuanya adalah
kelompok bangsa.6
Para pengusung ide formalisme Islam dalam negara negara enggunakan istilah
yang berbeda-beda meneganai masalah ini. Tiga istilah yang paling sering digunakan
adalah “Khalifah Islamiyah”, “Daulah Islamiyah”, dan “Negara Islam”. Istilah
khilafah berasal dari tradisi pemerintahan Islam masa-masa awal yang dikomandani
khulafa al-Rasyidin; istilah Daulah di pinjam dari Daulah Umayyah dan daulah
abbasiyah yang waktu itu diartikan sebagai “putaran pemerintahan dinasti” sedangkan
stilah negra sebagai terjemahan dari nation state yang baru diperkenalkan belakangan
oleh nicholo michiavelli. Dalam dunia Islam istilah negara Islam dikenal baru abad
20.
Konsep khilafah yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir adalah sebuah Sistem
pemerintahan Islam yang diperaktekan di sebuah wilayah tertentu yang mendapat
dukungan opini umat yang ridho terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan Islam di
6 Antony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, (Jakarta : PT.
Serambi Ilmu Semesta, 2006) h. 561
57
wilayah itu. Konsep pemerintah ini adalah konsep yang konstitusi atau undang-
undang dasarnya adalah syariat, semua yang dipraktekan disana (wilayah) adalah
yang di perintahkan oleh syariat, termasuk ketika membuat regulasi/aturan-aturan.
Konsep khilafah ini mencakup sistem pemerintahannya sekaligus pemimpin yang
bisa menjadi pemimpin atau khalifah.7
B. Kelemahan Konsep Khilafah, dan Penerapan Nilai-Nilai Islam (Syariat
Islam) di Indonesia
Khilafah Islamiyah adalah absurd untuk dilaksanakan. Hal itu disebabkan
tidak mudah mencari rumusan khilafah yang disepakati oleh seluruh umat Islam yang
menyebar di sejumlah kawasan dunia. Konsep khilafah yang diusung oleh Hizbut
Tahrir adalah hanya salah satu rumusan dari Taqiyuddin al-Nabhani, yang belum
tentu diamini oleh para ulama yang lain.8 Ideologi khilafah berbeda dengan ideologi
Indonesia, apabila sistem khilafah diterapkan di Indonesia maka ideologi bangsa
Indonesia yang telah menjadi empat pilar akan sia-sia kita pertahankan. Sistem
khalifah yang berhak melegalisasi perundang-undangan dengan bersumber dari Islam
berdasarkan ijtihad. Jika terdapat perselisihan di antara negara dengan rakyat atau
antara pelaku politik maka harus dikembalikan tolak ukurnya kepada Allah dan
7 Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan Sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
8Abd Moqsith Ghazali, Absurditas Khilafah Islamiyyah, dikutip dari
http://islamlib.com/?site=1&aid=928&cat=content&cid=13&title=absurditas-khilafah-islamiyah
artikel diakses pada tanggal 15 april 2016
58
Rasul, kepada al-Quran dan al-Sunnah. Inilah tolak ukur sekaligus landasan yang
tetap, tidak berubah. Ini pulalah yang menjamin keistiqamahan sistem politik Islam.
Sementara kalau sistem pemerintahan indonesia adalah demokrasi. Dalam sistem
demokrasi yang menjadi landasan hukumnya adalah UUD 1945. Dalam hal ini segala
peraturan tentang kenegaraan sudah ditetapkan.
Bagi Hizbut Tahrir sendiri kelemahan dari konsep khilafah ini tidak ada, jika
ada kesalahan atau kelemahan itu bukan ada pada konsepnya tetapi ada pada
implementasi oleh generasi-generasi sebelumnya yang mempraktekan khilafah.
Konsep khilafah ini merupakan konsep dari Allah, maka yang berasal dari Allah itu
adalah konsep yang benar yang tidak bisa di tandingi dengan konsep manapun yang
dibuat manusia.9
Lain halnya dengan khilafah saat ini sistem politik yang banyak dianut oleh
sebagian besar negara-negara di dunia adalah sistem nation state. Sistem ini
merupakan sistem politik kenegaraan yang lebih berdasarkan pada kesamaan bangsa
bukan berdasarkan kesamaan agama. Sistem ini juga ditandai dengan adanya batas
geografis dan teritorial. Namun demikian seiring munculnya globalisasi. Nation state
berada di ambang kehancurannya. Kenichi Ohmae mengatakan bahwa dengan
munculnya globalisiasi is the end of nation state. Sebetulnya bangkit dan runtuhnya
suatu sistem politik merupakan sesuatu yang wajar. Namun sebuah sistem bisa
9 Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
59
dianggap baik, ideal, dan memiliki sustainibility yang tinggi apabila dia bisa bertahan
dalam waktu yang cukup lama.
الل خالفة النب وة ثالثون سنة ث ي ؤتى م ل س و ه ي ل ع ى الل ل ول الله ص س عن سفينة قال قال ر وعمر عليك أبا بكر سنت ي قال سعيد قال ل سفينة أمسك أو ملكه من يشاء الملك
).10داود ابو ٥روا( اث نت عشرة وعلى كذاعشرا وعثمان
Artinya: Dari Safinah berkata, Rasulullah SAW. bersabda: Khilafah kenabian itu
selama 30 tahun, kemudian Allah mendatangkan setelahnya kerajaan bagi
orang yang dikehendaki-Nya. Said berkata, Safinah berkata kepadaku, Abu
Bakar akan menjadi pemimpinmu selama dua tahun, Umar selama sepuluh
tahun, Utsman selama dua belas tahun dan demikian juga Ali. (HR. Abu
Daud).
Maksud hadis diatas sudah jelas, bahwa kekhilafahan sejati hanya ada pada
masa al-Khulfa al-Rasyidun. Kekhilafahan sudah dihapuskan setelah masa al-Khulafa
al-Rasyidun setelah itu adalah raja. Dengan ciri pemipin yng berkuasa merupakan
keturunan dari pemimpin sebelumnya.
Ciri Islam yang paling menonjol, yaitu sifatnya yang hadir di mana-mana. Ini
sebuah pandangan yang mengakui bahwa dimana kehadiran Islam selalu memberikan
panduan moral yang benar bagi tindakan manusia.11
Hukum Islam adalah hukum
yang berlaku dan menyatu dalam kenyataan, meskipun hukum tersebut belum
menjadi penyelesaian resmi dalam formal (hukum positif saat ini). Meski demikian,
10
Imam Abi Daud Bin Al-Asy‟ats Al-Sajastani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-
Arabi), h. 342
11
Bahtiar effendy, Islam dan NegaraTtransformasi Pemikiran dan Praktek Politik di
Indonesia, (Jakarta: Paramadia 1998), h. 7
60
secara nyata berlakunya hukum Islam adalah pararel dengan kesadaran umat Islam
dalam kehidupan sehari-hari dalam menyelesaikan berbagai kemelut sosial yang ada.
Dalam persepektif hukum Islam hukum positif di Indonesia dapat diklasifikasikan
kedalam tiga kelompok. Yaitu : 1. Hukum hukum positif yang sejalan dengan hukum
Islam, seperti hukum keluarga dan sebagian besar hukum perdata. 2. Hukum-hukum
positif yang tidak bertentangan dengan hukum Islam meski meski tidak sama persis
dengan hukum Islam, seperti hukum pembunuhan dan perampokan. 3. Hukum hukum
positif yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti hukum tentang hubungan
seksual tanpa nikah, minuman keras dan perjudian yang pelakunya dikenakan
hukuman hanya jika merusak atau mengganggu orang lain.12
Hukum Islam di Indonesia pada dekade terakhir sangat menggembirakan
dikarenakan banyak faktor, rasa keberagamaan dikalangan kaum muslimin
menunjukan kecenderungan meningkat, sehingga kesadaran akan aktifitas dan
kewajiban melaksanakan ajaran islam yang diyakini sebagai curahan rahmat kasih
sayang Allah kepada semesta alampun meningkat pula. Hukum Islam merupakan
bagian integral ajaran Islam yang tidak mungkin bisa di lepas atau dipisahkan dari
kehidupan kaum muslim, atas dasar keyakinan keislamannya.13
12
Masykuri Abdillah,”Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional,”dalam
Jauhar , vol. I, Desember tahun 2000, h. 51-71
13
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik
dan Ekonomi, (Bandung: Mizan, 1993), h.141
61
Adanya penerapan nilai Islam dalam sebagian hukum di Insonesia dalam
urusan/aspek kita dapat menjalankan ibadah sebagai umat Islam. Hal ini menunjukan
bahwa negara/hukum di Indonesia memberikan kesemapatan umat Islam untuk
mempraktekan sebagaian ajaran agamanya. Tetapi kita bicara, apa yang wajib kita
praktekan itu adalah seluruhnya bukan hanya sebagian dari syariat Islam itu sendiri
dan pada faktanya negara tidak memfasilitasi praktek syariat itu secara menyeluruh.
Sementara dalam Islam ada perintah untuk berjihad dan berdakwah yang artinya
memobilisasi kekuatan militer baik untuk negara ataupun oleh negara dalam rangka
untuk melawan orang-orang yang menghalangi jalan dakwah.14
Nahdlatul Ulama juga sering menyampaikan pandangannya bahwa sekarang
ini syariat Islam sudah berjalan di Indonesia, kecuali hukum pidana, hukum perdata
sebagian sudah dilaksanakan dalam legislasi hukum Islam walaupun dalam bentuk
Inpres, ekonomi sudah ada Bank Syariah, dalam politik sudah cukup banyak,
misalnya Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Pendidikan, itu
semuanya menurut Ulama NU sudah islami, perkawinan, undang-undang haji,
undang-undang zakat dan sebagainya.15
Penerapan hukum Islam dalam politik konstitualisme tercermin dalam bentuk
peraturan perundang-undangan yang mencerminkan Islam sebagai penyeleksi
14
Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
15
Edy Rachmad, artikel diakses pada tanggal 13 juli 2016 dari http://waspadamedan.com/
index.php?option=com_content&view=article&id=9816:menkum-ham-harus-bertanggung-jawab-
&catid=45:kriminal
62
terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkembang di Indonesia.
Kekuatan Islam akan selalu memberikan kontrol terhadap substansi atau materi
peraturan atau perundang-undangan yang ada, selama tidak bertentangan dengan nilai
serta norma Islam, maka peraturan perundnagan tersebut akan direkomendasi oleh
kekuatan Islam, sebaliknya bila ada peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dengan syariat Islam kekuatan Islam akan meluruskan sesuai dengan
nilai-nilai kebaikan dan kebenaran Islam.
C. Pandangan Ormas Islam Indonesia : Nahdhatul Ulama (NU) dan
Muhamadiyah Terhadap Konsep Khilafah.
1. Sejarah Singkat Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan, organisasi ini
didirikan pada tanggal 31 januari 1926.16
Nahdlaul Ulama yang berarti “kebangkitan
para ulama” oleh K.H. Hasyim Asy‟ari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah, sebagai
wadah mempersatukan, memelihar, melestarikan, mengemban dan mengamalkan
ajaran Islam. Ala ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah ala Ahadi al-Mazhabi al-Arbaah
dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat alam semesta.17
16
Kacung marijan, Quo Vadis NU setelah kembali ke khittah 1926 jakarta:rlangga 1992. cet.
ke I, h. 1.
17
Aceng Abdul aziz Dy, Dkk, Islam Ahlu al-Sunah wa al-Jamaah di Indonesia: Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU, (Jakarta: Pustaka Ma‟arif NU, 2007), cet. ke. 2, h. 124.
63
Disisi lain berdirinya NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dan
perkembangan gagasan yang muncul dikalangan ulama pada perempat pertama abad
20. Kehadirannya diawali dengan Nahdlatul Tujjan (1918) yang muncul sebagai
lambang ekonomi pedesaan, disusul dengan munculnya Tajwirul Afkar (1922) –
dikenal juga dengan sebutan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan pemikiran) sebagai
gerakan keilmuwan dan kebudayaan- dan Nahdlatul Wathan (1924) merupakan
gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian Nahdlatul Ulama
didukung tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan.18
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, yaitu pada tangga 17
Agustus 1945 dalam perjalanan sejarahnya NU pernah bergabung dengan ormas
Islam lain dan melebur kedalam satu wadah partai politik Islam yaitu partai Masyumi
(Majlis Syura Muslimin Indonesia) pada tahun 1947 yang kemudian disusul oleh NU
lima tahun kemudian (1952). Setelah keluar dari Masyumi, NU kemudian
menyatakan sebagai partai politik NU, dengan demikian telah berlangsung suatu
perubahan yang drastis pada diri NU yaitu dari gerakan ide dan pemikiran atau sosial
keagamaan menjadi gerakan politik, sejak saat itu politik bagi NU menjadi tumpuan
segalanya.19
18
Muajmil Qomari, NU dari tradisionalisme Ahlusunah ke Universalisme Islam, (Bandung:
Mizan 2002), cet. ke 1, h. 31. 19
Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Maslah Kenegaraan, (Jakarta: LPBES, 1985), cet. ke 1 h.
119
64
2. Sejarah Singkat Muhammadiyah.
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta,
organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan
mengirim “Statuten Muhammadiyah” yang kemudian baru disahkn oleh Gubernur
Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah
pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran
dan amal perjuangan Kiayi Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi
pendirinya.
Kata Muhammadiyah secara bahasa berarti ”Pengikut Nabi Muhammad”,
penggunaan kata Muhammadiyah dimaksudkan untuk menisbahkan dengan ajaran
dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah
organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya dan pikiran-pikiran
pembaruan Kiayi Dahlan. Lembaga pendidikan Islam modern bahkan menjadi ciri
utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakan lembaga
pondok pesatren kala itu, pendidikan Islam modern itulah yang di belakan hari
diadopsi menjadi lembaga lembaga pendidik umat Islam secara umum.
Kehadiran Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang murni dan berkemajuan
bukan lewat jalur perorangan tetapi melalui sistem organisai, menghadirkan gerakan
Islam melalui organisasi merupakan sebuah terobosan pada waktu itu, ketika umat
Islam masih dibingkah oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-
kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kiayi yang sangat dominan
65
selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-
20, yang secara cerdas danadaptif telah diambil oleh Kiayi Dahlan sebagai washilah
untuk mewujudkan cita-cita Islam.20
3. Pandangan NU terhadap Khilafah
Sejak K.H. Hasyim Asy‟ari pulang dari Timur Tengah kondisi Indonesia
masih dalam keadaan terjajah. Sementara khilafah yang beredudukan di Istanbul
Turki sebagai lambang kekuasaan kaum Muslim tidak mampu melindungi negara-
negra Islam baik negara Arab, Afrika Utara, Asia Selatan maupun Asia Tenggara dari
penjajah negara-negara Barat. Puncaknya, sistem khilafah yang wakti itu disakralkan
oleh kum Muslim dihapus oleh Mustafa Kemal (Kemal Attaturk) pada tahun 1924.
Menurut wakil Rais „Am PBNU Tholhah Hasan, jika priode khilafah telah
berakhir, maka kewajiban-kebajiban umat Islam adalah berusaha menemukan sistem
baru yang merekontruksi sistem dan mereaktualisasikan nilai-nilai fundamental yang
dilakukan pada masa khalifah pertama. Oleh sebab itu, yang dipentingkan adalah
subtansi dan isinya, yaitu kepemimpinan yang mencerminkan persatuan dan
kesejahteraan bersama.21
Saat menjadi Ketua Umum PBNU, Kyai Muzadi pernah mengatakan bahwa
PBNU tak keberatan jika ada kelompok Islam berhaluan idelogi transnasional yang
20
http://suara-muhammadiyah.com/ artikel diakses pada tanggal 14 juli 2016
21
KH. Tolhah Hasan, Realistiskah di milenium Perubahan?, Risalah Nahdlatul Ulama, edisi
ke IV, h. 62.
66
ingin mengembangkan dakwah Islam di Indonesia. Tetapi, bila ingin mendirikan
Pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah), maka harus ditolak. Selain itu, ide dan
gagasan pendirian pemerintahan Islam tersebut tidaklah berasal dari tradisi dan
budaya yang tumbuh serta berkembang di Indonesia sendiri. Sehingga, tidak akan
sesuai jika dipaksakan untuk diterapkan, besar kemungkinan akan terjadi konflik.22
Para ulama NU sepakat, bahwa bahwa pembentukan khilafah islamiyah tidak
ada dalil nash yang mengharuskan. Bahkan mengubah bentuk dasar hukum negara
bila diperkirakan menimbulkan mafsadah yang lebih besar hukumnya tidak boleh.
Apa yang dilakukan oleh NU dalam rangka megintegralisasikan syariah dalam
hukum nasional, tidak menyalahi prinsip Tathbiq Syara, bahkan dinila lebih tepat
bagi Indonesia yang majemuk ini. 23
pandangan NU cukup jelas bahwa Pancasila sebagai dasar negara masih layak
dipertahankan. Yang salah bukan Pancasila, tapi sistem pemerintahan dan mental
aparat dan pejabatnya. Dengan mental aparat dan pejabat seperti saat ini, dasar negara
Islam atau bahkan khilafah Islamiyah pun tidak akan banyak membantu. NU
menyatakan NKRI berdasar Pancasila bentuk final.24
22 http://www.muslimedianews.com/2014/03/pandangan-kh-hasyim-muzadi-terhadap.Html
#ixzz4EGzC7BMT. Artikel diakses pada tanggal 12 juli 2016
23
Muhyiddin Abdusshomad, NU Vis A Vis Transnasionalisme”, artikel diakses tanggal 13
juli 2016 dari http.//lakpesdam.or.id/index.php?id=185.
24
Edy Rachmad, artikel diakses pada tanggal 13 juli 2016 dari http://waspadamedan.com/
index. php?option=com_content&view=article&id=9816:menkum-ham-harus-bertanggung-jawab-
&catid=45:kriminal
67
4. Pandangan Muhamadiyah terhadap Konsep Khilafah.
Muhammadiyah sebagai gerakan dan organisasi lslam sejak awal
kelahirannya aktif dalam perjuangan kemerdekan dan berkiprah dalam mendirikan
Negara Kesatuan Republik lndonesia (NKRI) yang diproklamasikan 17 Agustus
1945. Muhammadiyah sesuai Matan Keyakinan dan Cita Hidup Muhammadiyah
(MKCH) serta Kristalisasi ldeologi dan Khittah gerakannya berpandangan bahwa.
lndonesia sebagai Dâr al-Salâm, Dâr al-Ahdi, Dâr al-Syahâdah, dan Dâr al-
Hadlarah yang sejiwa dan tidak bertentangan dengan lslam. Muhammadiyah
mendukung sepenuhnya Negara Kesatuan Republik lndonesia (NKRI) yang
berdasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk dibina dan
dimakmurkan menjadi Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur, Yakni negeri yang
maju, adil, rnakmur, bermartabat, dan berdaulat yang diridlai Allah Yang
Maha.Kuasa sebagaimana cita-cita kemerdekaan yang diletakkan oleh para pendiri
bangsa tahun 1945.25
Jika dilihat pada sejarahnya berdirinya NU dan Muhammadiyah jauh lebih
awal sebelum terlahirnya Republik Indonesia, jika NU dan Muhmmadiyah
beranggapan bahwa Khilafa merupak konsep pemerintahan yang sempurna tidak sulit
bagi NU dan Muhammadiyah untuk menerapkan konsep Khilafah. Namun dalam hal
25 http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-3840-detail-pernyataan-sikap-pimpinan-pusat-
muhammadiyah-tentang-islamic-state-of-iraq-and-syria-isis.html artikel diakses pada tanggal 14 juli
2016
68
ini pandangan NU dan Muhammadiyah dalam mensikapi keindonesiaan adalah sama.
Dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia inilah yang turut memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia dan mendesain dasar-dasar negaranya berupa Pancasila dan
UUD 1945.26
D. Konsep Khilafah dan Nation State : Relevansinya Terhadap Sistem
Tatanegara Indonesia.
Khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan adalah fakta sejarah yang
pernah dipraktikkan oleh al-Khulafa al-Rasyidun. Al-Khulafah al-Rasyidah adalah
model yang sangat sesuai dengan eranya; yakni ketika kehidupan manusia belum
berada di bawah naungan negara-negara bangsa (nation state). Masa itu umat Islam
sangat dimungkinkan untuk hidup dalam satu sistem khilafah. Pada saat umat
manusia bernaung di bawah negara-negara bangsa (nation states) maka sistem
khilafah bagi umat Islam sedunia kehilangan relevansinya. Bahkan membangkitkan
kembali ide khilafah pada masa kita sekarang ini adalah sebuah utopia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil perjanjian luhur
kebangsaan di antara anak bangsa pendiri negara ini. NKRI dibentuk guna mewadahi
26 NU-Muhammadiyah Satu Kata dalam Keindonesiaan Pancasila Dasar Negara...!!! artikel
di akse pada tanggal 13 juli 2016 dari https://id-id.facebook.com/notes/warga-nahdliyin-
dukung-pancasila-tolak-khilafah/nu-muhammadiyah-satu-kata-dalam-keindonesiaan-
pancasila-dasar-negara/10150582563071272/
69
segenap elemen bangsa yang sangat mejemuk dalam hal suku, bahasa, budaya dan
agama. Sudah menjadi kewajiban semua elemen bangsa untuk mempertahankan dan
memperkuat keutuhan NKRI. Oleh karena itu, setiap jalan dan upaya munculnya
gerakan-gerakan yang mengancam keutuhan NKRI wajib ditangkal. Sebab akan
menimbulkan mafsadah yang besar dan perpecahan umat.27
Dalam konteks pemikiran politik terdapat tiga paradigma tentang hubungan
agama dengan negara, yaitu:
a. paradigma integralistik.
Paradigma integralistik merupakan paham dan konsep hubungan agama dan
negara yang menganggap bahwa agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat tidak dipisahkan. Kedaunya merupakan dua lembaga yang menyatu
(interated). Ini juga memberikan pengertian bahwa egara merupakan suatu lembaga
politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa Islam
tidak mengenal pemisahan antara agama dan politik atau negara.
b. Paradigma simbiotik.
Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami saling
membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam kontek ini, agama membutuhkan
negara sebagai instrument dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu
27
http://www.nu.or.id/post/read/55557/khilafah-dalam-pandangan-nu artikel diakses paa
tanggal 14 juli 2015
70
juga sebaliknya, Negara juga memerlukan agama, karena agma juga membantu
Negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas.
c. Sekularistik.
Paradigma sekularistik berannggapan bahwa ada pemisahan (disparitas)
antara agama dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda
dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing, sehingga
keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.
Berada pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum yang berlaku adalah
hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan
tidak ada kaitannya dengan hokum agama (syari‟ah).
Persoalan keharusan Indonesia menjadi negara Islam ataukah negara
demokrasi hanya bagian dari kerangka oprasional saja, bukan ajaran dasar.
Pembahasan menyangkut persoalan itu, tentu saja harus berada dibawah kerangka
nilai-nilai dasaar dalam pandangan dunia Islam. Selama negara itu membantu
memenuhi kemaslahatan manusia, maka negara bentuk apapun tidak menajadi
masalah. Namun konsep khilafah islamiyah tidak tepat diterapkan di Indonesia.
Terlebih al-Quran tidak pernah menegaskan bentuk negara.
Konsep dari khilafah ini pun bisa ditegakan jika semua syarat bisa di penuhi.
Syarat-syarat dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Rakyat memiliki kesadaran untuk menerapkan seluruh syariat pada
seluruh aspek.
71
b. Rakyat menunjukan keinginannya untuk menerapkan syariat itu pada
tatanan yang dimana tidak hanya dalam kehidupan individu tetapi juga
pada kehidupan berpolitik berbangsa dan bernegara.
Penegakan khilafah sangat tergantung pada seberapa banyak orang yang
berjuang di tengah-tengah umat untuk menyadarkan masyarakat agar kemabali
kepada syariat dan seperti apa kondisi sosial politik dalam menerima dakwah untuk
menegakan khilafah. jika kondisi kesadaran politik ini sudah ada di tengah umat
mayoritas umat memilihnya maka sesungguhnya tegaknya khilafah islamiyah itu
tinggal menunggu waktu saja.
Momentum politik yang tepat untuk menyerahkan kekuatan kekuatan politik
itu kepada umat Islam untuk umat itu ridho membaiat seorang khilafah hanya
masalah waktu. Artinya, sebentar lagi pasti umat itu akan memilih khilafah pada saat
kondisi umat sudah punya kesadaran politik dan aktifitas sesuai tuntutan syariat
Islam.
Konsep nation state itu dikritisi oleh Hizbut Tahrir, karna konsep nation state
adalah konsep yang dibawa oleh negara–negara penjajah, ditawarkan kepada negeri-
negeri Islam yang pada waktu itu masih ada dalam kesatuan wilayah khilafah
Usmani. Praktek nation state di jalankan setelah perang dunia kedua. Turki Usmani
sudah jatuh pada perang dunia pertama pada tahun 1918, Turki Usmani secara resmi
di ganti menjadi republik sekuler Turki pada tahun 1924 itu merupakan akhir dari
masa khalifahan Islam.
72
Pada faktanya, konsep nation state ini adalah konsep yang memecah belahkan
negeri Muslim di wilayah yang lebih luas, sebuah konsep rekayasa negara-negara
penjajah. Setelah runtuhnya Turki Usmani nation state sendiri pada waktu itu
ditawarkan kenegeri-negeri slam yang berada dibawah pemerintahan usmani dengan
perjanjian sykes picot.28
Perjanjian sykes picot adalah perjanjian rahasia antara
pemerintah Britania Raya dengan pemerintah Prancis yang diikuti dan disetujui oleh
kerajaan Rusia, dimana dalam perjanjian ini ketiga negara mendiskusikan pengaruh
dan kendali diasia barat setelah jatuhnya kerajaan di Usmaniyah pada Perang Dunia I
yang telah di prediksi sebelumnya. Perjanjian ini secara efektif membelah daerah-
daerah arab dikerajaan Otoman di luar Jazirah Arab sehingga dimasa depan dapat
ditentukan di mana kendali atau pengaruh inggris akan berlaku. 29
Tidak adanya sisi positif dari nation state, karena konsep ini menghalangi
kaum muslimin dari persatuan umat Islam, nation state ini adalah sistem yang bagus
untuk memunculkan rasa nasionalisme, jika yang di maksud dengan nasionalisme
adalah cinta tanah air, maka dalam islam semua muslim yang diperintahkan untuk
mencintai tempat tinggalnya dan membela tempat tinggalnya dari penjajah, dari
serangan orang-orang yang akan mengambil hak mereka. Tapi jika yang dimaksud
nasionalisme cinta tanah air yang membuat seorang muslim rela bertentangan dengan
28
Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
29
https://id.m.wikipedia.org/wiki/perjanjian_sykes-picot artikel diakses pada tanggal 15 april
2016
73
agama hanya untuk membela kepentingan bangsanya maka itu bertentangan dengan
Islam.30
Dalam konsep pemerintahan Islam ada perintah dakwah dan jihad dakwah
(meluaskan pertahanan Islam). Besar kemungkinan wilayah dalam pemerintahan
Islam atau khilafah memang tidak beku hanya satu wilayah itu tetapi bisa meluas.
Sistem pemerintahan Islam memiliki kemungkinan meluaskan wilayah tapi jika
dikatakan tidak dibatasi oleh teritorial pernyataan itu tidaklah tepat, karna dalam
suatu pemerintahan/negara harus punya batasan teritorial. Dalam hal ini jika yang di
maksud dari NKRI adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia hari ini yang
mempunyai batasan wilayah Hizbut tahrir justru mengatakan wilayah kekuasaan
Indonesia yang sekarang ini jangan sampai mengecil.
Wilayah kekuasaan Islam ini dapat meluas karena ada perintah untuk
berdakwah dan berjihad, sementara nation state tidak memungkinkan dengan konsep
khilafah NKRI bisa lebih dari NKRI hari ini dalam artian keluasan indonesia lebih
bisa meluas dan memberikan kebaikan untuk masyarakat yang berada diwilayah
NKRI. 31
Bagaimanapun juga, negara tetap harus memperhatikan aspirasi penggusung
“syariat Islam” maupun “khilafah Islamiyah” ini dengan memfasilitasi ruang publik
30
Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
31
Wawancara Penulis dengan Ibu Iffah Ainur Rochmah, Jabatan sebagai Juru Bicara DPP
Muslimah HTI, Bogor 06 April 2016
74
mereka untuk memperdebatkan wacana tersebut secara cerdas sekaligus untuk
menguji sampai di mana signifikansi formalisasi syariat Islam tersebut di Indonesia.
Selama ini jika diteliti, di banyak negara Muslim yang memberlakukan syariat
Islam, seperti Arab Saudi, Irak, Iran, Syiria, Mesir, Yordania, Malaysia, dan Brunai
Darussalam, formalisasi syariat Islam-nya berbeda-beda. Masing-masing mempunyai
caranya sendiri-sendiri, baik antara hubungan agama dan negara, muslim dan non-
muslim, maupun mazhab mana yang dominan diberlakukan di negara tersebut.
Dalam konteks apapun, pemberlakuan syariat Islam itu butuh kajian yang
serius terhadap seluruh ajaran keagamaan, mulai dari interpretasi, verifikasi,
kesepakatan dan butuh kontekstualisasi. Tanpa hal itu, kita bisa mengira bahwa
pemberlakuan syariat Islam dari waktu ke waktu akan menjadi isu dan jajanan politik
oleh segelintir orang atau kelompok tertentu untuk mendapatkan tujuan dan
kepentingan-kepentingannya.
75
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini sampailah penulis bagian akhir dari tulisan yang berisi
penutup. Bab ini dituangkan dalam kesimpulan dan saran-saran dengan urutan
sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Hizbut Tahrir yang berpendapat bahwa khilafah adalah kekuasaan yang
menerapkan syariat Islam secara kaffâh (menyeluruh). Merupakan sebuah
kebutuhan bagi umat Islam untuk mengangkat seorang khalifah yang akan
memimpin Daulah Khilafah dan menerapkan Syariat Islam secara kaffâh.
Maka tegaknya khilafah adalah sebuah kewajiban. Dan setiap kelalaian
dalam upaya untuk menegakannya merupakan dosa besar.
2. Bagi Hizbut Tahrir sendiri kelemahan dari konsep khilafah ini tidak ada, jika
ada kesalahan atau kelemahan itu bukan ada pada konsepnya tetapi ada pada
implementasi oleh generasi-generasi sebelumnya yang mempraktekan
khilafah. Konsep khilafah ini merupakan konsep dari Allah, maka yang
berasal dari Allah itu adalah konsep yang benar yang tidak bisa di tandingi
dengan konsep manapun yang dibuat manusia. Dan adanya penerapan nilai
Islam dalam sebagian hukum di Insonesia dalam urusan/aspek kita dapat
menjalankan ibadah sebagai umat Islam. Hal ini menunjukan bahwa
negara/hukum di Indonesia memberikan kesemapatan umat Islam untuk
76
mempraktekan sebagaian ajaran agamanya, penerapan hukum Islam dalam
politik konstitualisme tercermin dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yang mencerminkan Islam sebagai penyeleksi terhadap keberadaan peraturan
perundang-undangan yang berkembang di Indonesia.
3. Bagi NU khilafah islamiyah tidak ada dalil nash yang mengharuskan. Bahkan
mengubah bentuk dasar hukum negara bila diperkirakan dapat menimbulkan
mafsadah yang lebih besar hukumnya tidak boleh. Pandangan NU dan
Muhammadiyah dalam mensikapi keindonesiaan adalah sama, NU dan
Muhammadiyah menolak adanya konsep khilafah. Dua organisasi massa
Islam terbesar di Indonesia inilah yang turut memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dan mendesain dasar-dasar negaranya berupa Pancasila dan UUD
1945, dengan menyatakan NKRI berdasar Pancasila bentuk final.
4. Menurut Hizbut Tahrir Indonesia, konsep khilafah dapat juga relevan
diterakan di Indonesia manakala khilafah terbentuk maka NKRI dapat
menjadi bagian dari wilyah khilafah.
B. Saran
Setelah melalui proses dan kajian terhadap pemikiran Hizbut Tahrir
tentang Konsep Khilafah dan Nation State, kiranya penulis perlu
mengemukakan saran sebagai kelanjutan dari kajian penulis tentang hal-hal
tersebut di atas, yaitu: perlunya penelitian yang lebih komprehensif tentang
77
Khilafah dan Negara Bangsa, sehingga mampu memberikan informasi yang
lebih utuh. diharapkan dapat melahirkan pemahaman bahwa Indonesia
merupakan negara yang multi cultural, multi agama dan etnis.
78
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurân Al-Karîm.
Ali Engineer, Ashgar, Asa-Usul dan Perkembangan Islam Analisis Pertumbuhan
Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka Insist, 1999, cet. ke I.
Ali jabir, Hussein bin Muhsin Bin, Membentuk Jama’atul Muslimin, jakarta : Gema
Insani Press, 1991.
Al-Jabiri, Muhamad abid, al-Aql al-Siyasi al-Arabi: Muhaddadatuh wa Tajliyatuh,
Beirut: al-Marhazat al-Saqafi al-Arabi, 1991, cet. ke II.
Al-Maududi, Abu Ala, Khalifah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah
Pemerintahan Islam. Bandung: Mizan, 1994, cet. ke IV.
Al-Nabhani, Taqiyuddin, Pokok Pokok Pemikiran Hizbut tahrir Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah, 1993.
-------, Sistem Pemerintahan Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 1996, cet. ke. I.
al-Najar, Abdul Majid, Tinjauan Wahyu dan Aqal, Jakarta: Gema Insani Press, 1998,
cet. ke I.
Al-Sajastani, Imam Abi Daud Bin Al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar al-Kitab
al-Arabi
Al-Siddiqie, M. Hasbi T, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Jakarta: Bulan-
Bintang, 1991, cet. ke II.
Al-Siddiqui, Kalim, Seruan-Seruan Islam: Tanggung Jawab Sosial dan Kewajiban
Menegakan Syariat Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Aziz, Aceng Abdul, Dkk, Islam Ahlu al-Sunah wa al-Jamaah di Indonesia: Sejarah,
Pemikiran, dan Dinamika NU, Jakarta: Pustaka Ma’arif, 2007, h. 124. Cet. ke
III.
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme
hingga Pasmoernisme, Jakarta: Paramadina, 1996, cet. ke I.
79
Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum,
Politik dan ekonomi, Bandung: Mizan1993
Bin Muhsin Bin Ali Jabir, Husein, Membentuk Jama’atul Muslimin, Jakarta : Gema
Insani Press, 1991.
Black, Antony, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini,Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semeta, 2006.
Burhan, Bagin, Metode Penelitian kualitatif (Akuntansi Metodelogis Kearah Ragam
Varian Kontemporer), Jakarta: PT. Grafindo, 2004, cet. ke III.
Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010, cet. ke VII .
D. Smith, Anthony , Nasionalisme, Teori,Iidelogi dan Sejarah, Jakarta: Erlangga,
2003.
Dawam Raharjo, M, Ensiklopedia Al-Quran. Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-
Konsep, Jakarta: Paramadina, 1996, cet. ke I.
Effendy, Bachtiar, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik di
Inonesia, Jakarta: Paramadina 1998.
Efendi, Abdul Wahab, Masyarakat Tak Beragama, Kritik Atas Teori Politik Islam.
Jakarta: lkis, 2000 cet. ke I.
F. Eickelmen, Dale dan James Piscatori. Ekspresi Politik Muslim,alih bahasa: Ropik
suhud, Bandung: Mizan, 1998, cet. ke I.
Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologis, Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah, 1999.
-------, Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2009.
Hobsbawn, E. J., Nasionalisme Menjelang Abad XXI, Yogyakarta: Tiara Wacana,
1992, cet. ke I.
Huda, Dr. Ni’matul, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, cet. ke I.
80
Husein Abdullah, Muhammad, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam. Penerjemah:
Zamroni, Bogor: Pustaka Thorikul Izzah.
Iqbal, Dr. Muhammad, M. Ag, Fiqih Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politk Islam).
Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, cet. ke II.
Esti Ismawati, Motede Penelitian, Surakarta: Pustaka Cakra, 2003.
Isywara, F., Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Bina Cipta, 1980, cet. ke VII.
Jahroni, Jajang, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Jurdi, Syarifudin, Pemikiran Politik Islma Indonesia (Pertautan Negara, Khilafah,
masyarakat Madani dandemokrasi), Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008.
Khaldun, Ibnu, Muqadimma, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, cet. ke II.
Kansil, Christine S. T, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 1, Jakarta : Rineka
Cipta, 2000.
Khan, Qamarudin, Pemikiran Politik Ibnu Taymiyah, Bandung : Pustaka, 1973.
Kusnardi, Mo., dan Bintan D. Saragih. Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama,
1995, cet. ke IV.
L. Esposito, Jhon, Ancaman Islam: Mitos atau Realita? Alih Bahasa: Alwiyah
Abdurrahman, Bandung: Mizan, 1990.
-------, Islam dan Politik, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Majid, Nurcholis, Indonesia Kita, Jakarta : PT. Gramedia pustaka, 2004.
Mulia, Musdah, Negara Islam, Depok : Katakita, 2010 cet. ke II.
Muin Salim, Abdul. Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995 cet. ke II.
Mujieb, M Abdul, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995, cet. ke II.
81
Mulyanto, Rudin, Implementasi Syariat Islam dlam Ruqyah, Perspektih Pemerintah.
Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatullah Jakarta: 2009.
Mumtaz, Ahmad, Masalah-Masalah Teori Politik Islam. Alih bahasa: Ena Hadi
Bandung: Mizan, 1996, cet. ke III.
Nasution,Harun, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan,
Jakarta: UI Press, 1986, cet. ke V.
Nur, Aminudin, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan National, Jakarta: Pembimbing
Masa 1967.
Pulungan, Suyuthi, Fiqih Siyasah, Ajaran Sejarah, dan Pemikiran, Jakarta: Raja
Grafindo, 1995 cet. ke I.
Qardawi, Yusuf, Fikih Daulah dalam Persepektif al-Quran dan al-Sunahalih, alih
bahasa: Katur Suhdi Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1998, cet. ke III.
Qomari, Muajmil, NU dari tradisionalisme Ahlusunah ke Universalisme Islam,
Bandung: Mizan 2002, cet. ke I, h. 31.
Rahim, Abd dan Abd Rasyid. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, Malaysia:
Maziza, 2004.
Ramdhan, Syamsudin, Menegakan kembali khilafah Islamiyah, Jakarta: Anggota
IKAPI, 2003, cet. ke I.
Raharjo, M. Dawam, Ensiklopedia al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasrkan Konsep-
Konsep, Jakarta: Paramadina, 1996, cet. ke I.
Rizieq Syihab, Habib, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, Jakarta :
Islam Press, 2012 cet. ke I.
Rusli Karim, M. Negara dan Peminggiran Islam Politik; Suatu Kajian Mengenal
Implikasi Kebijakan Pembangunan bagi Keberadaan Islam politik di Indonesia
Era 1970-1980-an, Yogyakarta : PT. Tiara wacana Yogya, 1999 cet. ke I.
Siradj, Sayid Aqil, Islam Kebangsaan, Fikih Demokrat Kaum Santri. Jakarta:
Pustaka Ciganjur, 1996, cet. ke I.
82
Sjadzali, H. Munawir, M.A, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
Jakarta : Universitas indonesia, 1993.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997),
cet. ke IX.
Syamsudin, M. Dien, Etika Beragama dalam Membangun Masyarakat Madani.
Jakarta : Logos, 2001
Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikian Politik
Islam, Jakarta : 2008.
Taufik Hidayat, Rahmat, lmanak Alam Islami: Sumber Rujukan Keluarga Muslim
Milenium Baru, Jakarta: PT. Dunia Pusaka Jaya, 2000, cet. ke I
Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sjarah Islam 1. Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar, 2013, cet. ke I.
Wasito, Hermawan, Pengantar Metodelogi Penelitian, Jakarta: PT. Gramedia Pusaka
Utama, 1992.
Wawancara pribadi dengan Iffah Ainu Rochmah. Bogor. 06 april 2016
Zada, Khamami dan Arif R. Arafah, Diskursus Politik Islam, Jakarta : LSIP dan
Yayasan TIFA, 2004
Jurnal
Abdillah, Masykuri, Gagasan dan Tradisi Bernegara dalam Islam: Sebuah
Persepektif Sejarah dan Demokrasi Modern, Tashwirul Afkar, Jakarta No.7
tahun.2002
-------, Kedeudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Jauhar. Vol. 1,
Desember 2000.
Hasan, KH. Tolhah, Realistiskah di milenium Perubahan? Risalah Nahdlatul Ulama.
Edisi ke IV.
83
Suherlan, Ian, Sistem Khilafah dalam Persepektif Hizbut Tahrir. Ahkam. No. 11/ V/
2003.
Website
Abdusshomad, Muhyiddin, NU Vis A Vis Transnasionalisme”, artikel diakses tanggal
13 juli 2016 dari http.//lakpesdam.or.id/index.php?id=185.
Al-Qashas, Ahmad, Media Informasi Hizbut Tahrir Lebanon, Artikel diakses dari
www.HizbutTahrir.co.id.2015
Al-Syaukani, Perlunya Mengubah Sikap Politik Kaum Muslimin, Artikel diakses dari
http://islamlib.com.html.
Ghazali, Abdul Moqsith, Absurditas Khilafah Islamiyah, Artikel diakses dari
http://islamlib.com/?site=1&aid=928&cat=content&cid=13&title=absurditas-
khilafah-islamiyah
Gilang. Pendidikan Kewarganegaraan, artikel diakses dari
http://381992.blogspot.com.html.
Hizbut-tahrir.or.id/2014/12/02.ntion_state_bencana_di_dunia_islam/.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/perjanjian_sykes-picot.
http://suara-muhammadiyah.com/
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-3840-detail-pernyataan-sikap-pimpinan-
pusat-muhammadiyah-tentang-islamic-state-of-iraq-and-syria-isis.html.
http://www.muslimedianews.com/2014/03/pandangan-kh-hasyim-muzaditerhadap.Ht
ml#ixzz4EGzC7BMT
http://www.nu.or.id/post/read/55557/khilafah-dalam-pandangan-nu
NU-Muhammadiyah Satu Kata dalam Keindonesiaan Pancasila Dasar Negara...!!!
artikel di akse pada tanggal 13 juli 2016 dari https://id-
id.facebook.com/notes/warga-nahdliyin-dukung-pancasila-tolak-khilafah/nu-
muhammadiyah-satu-katadalamkeindonesiaan-pancasila-dasar-negara/101505
82563071272/
84
Rachmad, Edi artikel diakses pada tanggal 13 juli 2016 dari
http://waspadamedan.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=9
816:menkum-ham-harus-bertanggung-jawab-&catid=45:kriminal.
Studi Kritik atas Negara Bangsa, Artikel diakses dari
http://lingkarstudiislam&kebudayaan.blogspot.com/2009/12/html.
Majalah
Wadjdi, Farid al-Wa’ie No. 55, Bogor : Hizbut Tahrir Indonesia, 2005
85
LAMPIRAN-LAMPIRAN
88
Skema para Sultan dan Khalifah Dinasti Utsmani
Sultan Negara Utsmani
Utsman I (699 H)
Salim I (918 H)
Sulthan terakhir dan Khalifah
pertama
Bayezid II (886 H)
Muhammad Al-fatih (855 H)
Murad II (824 H)
Muhammad I (816 H)
Bayezid I (791 H)
Murad I (761 H)
Orkhan I (726 H)
89
Khalifah-Khalifah Negara Usmani
Salim (918 H)
Musthafa I (1026-1027 H)
(1031-1032 H)
Muhammad III (1003 H)
Murad III (982 H)
Salim (974 H)
Sulaiman Al-Qanuni (926 H)
Ahmad I (1012 H)
Sulaiman II (1099 H) Muhammad IV (1058
H)
Ahmad II (1102 H)
Utsman II (1027 H) Ibrahim I (1049) Murad IV (1032 H)
90
Muhammad IV (1058 H)
Ahmad III (1115 H)
Salim III (1203 H)
Abdul Aziz (1277 H)
Utsman III (1168 H)
Abdul Majid (1255 H)
Abdul Hamid I (1187H) Musthafa III (1171 H)
Musthafa II (1106 H)
Mahmud I (1143 H)
Mahmud II (1223 H) Musthafa IV (1222 H)
Abdul Majid II (1341-1343 H)
Khalifah terakhir Negara Utsmani
Murad V (1293 H)
Abdul hamid II (1293)
Muhammad V (1328 H)
Muhammad IV (1338 H)
92
Bogor, 06 April 2016
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam silaturahmi saya sampaikan semoga selalu dalam lindungan Allah
SWT. dalam beraktivitas.
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Ihda Roudhotul Ihsaniah
Nim : 1110045200017
Program studi : Hukum Tata Negara (Siyasah)
Telah mewawancarai skripsi yang berjudul:
“ Konsep Khilafah dan Nation State dalam pandangan Hizbut tahrir Indonesia”
Nama : Iffah Ainur Rochmah
Jabatan : Juru Bicara DPP Muslimah HTI
Demikian atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih
Wassalamua’alaikum Wr. Wb.
Ttd.