KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

102
KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh : Mohammad Hafidz Hidayat P NIM : 11150321000031 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1441 H

Transcript of KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

Page 1: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Mohammad Hafidz Hidayat P

NIM : 11150321000031

PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1441 H

Page 2: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA
Page 3: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA
Page 4: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA
Page 5: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

i

ABSTRAK

Mohammad Hafidz Hidayat Putra

11150321000031

Konsep Ketuhanan Dalam Bhagavad Gita

Setiap kepercayaan yang ada di dalam suatu agama pasti menitik beratkan

kepada pembahasan tentang Tuhan. Namun banyak perbedaan pandangan

mengenai persoalan atau konsep Ketuhanan yang ada di setiap agama. Ada yang

mempercayai Tuhan itu melalui berbagai bentuk dan juga simbol. Ada pula yang

mempercayai bahwa Tuhan itu tidak berwujud dan tidak bisa disamakan dengan

apapun. Konsep Ketuhanan yang ada di dalam agama Hindu cukup membuat

bingung benak para penganut agama lain, dan membuat penganut agama lain

bertanya-tanya sosok Tuhan seperti apa yang dipercayai dan disembah oleh para

penganut agama Hindu.

Di dalam kitab Bhagavad Gita dijelaskan bahwasanya sosok Tuhan Yang

Maha Esa itu hanyalah satu. Sosok Tuhan yang tidak berwujud dan tidak bisa

dilacak oleh penglihatan kita sebagai manusia. Namun Tuhan yang jauh

(transendent) mewujudkan dirinya dalam berbagai bentuk agar bisa dikenali oleh

para pengikutnya.

Pada penelitian kali ini penulis melakukan penelitian dengan cara kajian

pustaka atau yang di kenal (Library Research). Melalui Library Research ini

penulis memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan judul atau topik

yang sedang di bahas. Disamping itu penulis juga menggunakan data-data yang di

perlukan, baik primer atau sekunder. Adapun data primer yang penulis dapat

adalah Srimad Bhagawad Gita, Pemikiran Hindu, serta melakukan wawancara

langsung dengan kepala dan wakil kepala Pasraman Pura Amrta Jati, Cinere.

Sedangkan untuk data sekunder penulis menggunakan buku-buku atau jurnal yang

masih berkaitan dengan topik yang sedang di bahas.

Dari hasil penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa, agama Hindu

bukanlah agama yang mempercayai banyak Tuhan atau dewa. Di dalam agama

Hindu dikenal sosok Brahman atau Tuhan yang Maha Esa. Para penganut agama

Hindu memang mengakui adanya dewa-dewa di dalam agamanya, akan tetapi

sosok dewa ini bukanlah yang paling tinggi, melainkan hanya manifestasi atau

wujud dari pada yang Tunggal yaitu Brahman.

Kata Kunci: Bhagavad Gita, Tuhan, Hindu.

Page 6: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

ii

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan nikmat-Nya,

yang telah diberikan kepada hamba-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu

(S1) Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Salawat dan salam senantiasa teriring untuk Nabi Muhammad SAW

beserta para sahabat dan keluarganya.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari

beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Hermawati, MA, selaku dosen pembimbing yang begitu tulus dan

sabar dalam memberikan bimbingan serta ilmunya kepada penulis

khusunya selama proses penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah

SWT senantiasa memberikan kesehatan serta kelancaran rezeki.

2. Bapak Prof. Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasehat akademik,

terimakasih sudah bersedia untuk meluangkan waktunya dan memberikan

masukan serta arahan mengenai judul skripsi yang akan penulis kaji.

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA., selaku

rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dr. Yusuf Rahman, MA.,

selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

4. Bapak Syaiful Azmi, MA., dan Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, MA., selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Studi Agama-Agama yang sangat ramah

Page 7: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

iii

dalam menyambut kami para mahasiswa dan mahasiswi yang memiliki

keperluan dengan jurusan.

5. Ibu Hj. Siti Nadroh, S.Ag., M.Ag., yang sudah bersedia meluangkan

waktunya untuk menguji proposal skripsi penulis.

6. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA., yang bersedia meluangkan waktunya

untuk menguji ujian komprehensif penulis.

7. Seluruh staf dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi Agama-

Agama, Bapak Prof. Ridwan Lubis, Bapak Prof. Ikhsan Tanggok, Ibu

Marjuqoh, MA., Bapak Ismatu Ropi, Ph.D., Bapak M. Nuh Hasan, MA.,

Bapak Dadi Darmadi, MA., dan Bapak Dr. Amin Nurdin, MA., yang mana

telah memberikan ilmunya selama penulis mengecam pendidikan di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga Allah membalas seluruh kebaikan

yang telah Bapak, Ibu dosen berikan kepada penulis.

8. Seluruh staf karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah membantu selama penulis berada di Fakultas

Ushuluddin.

9. Ayahanda tercinta M. Hidayat Alfie Syahrine, S.S., S.H., dan Ibunda

tersayang Darwani Yahya yang telah merawat dan membesarkan penulis

dengan memberikan perhatian dan kasih sayang yang teramat dalam. Tak

lupa pula Kakak kandung penulis Emil Ratna Hidayati, S.S yang selalu

memberikan semangat dan motivasi. Dan juga Kakak ipar penulis Nova

Hadi Syahputra, S.S., M.M., yang selalu menyemangati selama proses

penulisan skripsi ini.

Page 8: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

iv

10. Bapak I. Wayan Swastawa, M.Pd., M.Si., selaku Kepala Pasraman Pura

Amrta Jati Cinere, yang telah bersedia membantu penulis untuk

memberikan informasi terkait penelitian ini

11. Bapak Karnadi, S.Pd.H., M.Si., selaku Wakil Kepala Pasraman Pura

Amrta Jati Cinere, yang telah bersedia membantu penulis untuk

memberikan informasi terkait penelitian ini.

12. Seseorang yang sangat sabar menemani penulis dalam 3 tahun terakhir,

Silvia Audita Putri, S.E., sosok yang selalu mensupport dan memberikan

motivasi yang tinggi.

13. Alwin Ramadani selaku sahabat penulis yang telah membantu dalam

penelitian ini.

14. Seluruh teman-teman Jurusan Studi Agama-Agama angkatan 2015,

terimakasih telah mau bekerja sama dan berproses selama 4 tahun ini.

Semoga kekompakan dan tali silaturahmi ini tak pernah putus.

15. Seluruh teman-teman Jurusan Ilmu Hukum Universitas Pamulang

angkatan 2016, khususnya kelas kariyawan, Bripda Nurdin Taufik Aditya,

Bripda Ryan Pradani, Briptu Arif Arianto, Abang Komaruddin yang selalu

memotivasi penulis dan juga selalu memberikan semangat selama proses

penulisan skripsi ini. dan teman-teman yang lainnya yang mungkin tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

16. Teman-teman KKN “KREATIF 88” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang pernah bekerja sama selama satu bulan penuh dan memberikan

Page 9: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

v

kenangan serta mengajarkan arti kebersamaan khususnya untuk diri

penulis pribadi.

Manusia adalah tempat salah dan dosa, dengan setulus hati penulis

memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pembaca ketika ada kekurangan

dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharap kritik dan

saran yang membangun sebagai proses pembelajaran. Akhir kata penulis

mengucapkan banyak terimakasih.

Tengerang Selatan, 10 Agustus 2019

Penulis,

Page 10: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 7

D. Manfaat penelitian ............................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9

F. Metedologi Penelitian ......................................................................... 9

G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12

BAB II GAMBARAN UMUM BHAGAVAD GITA

A. Sejarah Bhagavad Gita ......................................................................... 15

B. Ajaran-ajaran Bhagavad Gita .............................................................. 21

C. Kedudukan dan Peranan Bhagavad Gita ............................................. 29

BAB III KONSEP UMUM TENTANG KETUHANAN DALAM

AGAMA HINDU

A. Tuhan Dalam Teks-teks Suci .............................................................. 34

B. Sifat Ketuhanan Personal dan Impersonal .......................................... 40

C. Pandangan Tentang Monoteisme ........................................................ 43

D. Pandangan Tentang Politeisme ........................................................... 48

BAB IV ANALISIS TUHAN DALAM BHAGAVAD GITA

A. Brahman Aspek Kebenaran Yang Mutlak .......................................... 51

B. Konsep Nirguna Brahman ................................................................... 56

C. Konsep Saguna Brahman .................................................................... 59

D. Pandangan Tentang Ketuhanan Menurut Penganut Hindu Modern .... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 66

B. Saran .................................................................................................... 68

Page 11: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

vii

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 69

LAMPIRAN ................................................................................................... 74

A. Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian ........................................ 74

B. Lampiran 2 : Surat Keterangan Wawancara ........................................ 75

C. Lampiran 3 : Pedoman Wawancara .................................................... 77

D. Lampiran 4 : Hasil Wawancara ........................................................... 81

E. Lampiran 5 : Foto Penelitian dan Foto Kitab Bhagavad Gita ............. 87

Page 12: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama dan manusia adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti

yang diyakini oleh umat Islam dan umat beragama pada umumnya.1 Pada

faktanya, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya pegangan atau pedoman yang

menjadi acuan dalam hidup. Karenanya, ia cenderung berusaha mengisi hidupnya

dengan cara dan jenis pedoman hidup apapun, meski pedoman tersebut beserta

nilai-nilai yang dikadungnya itu keliru dan menyesatkan. Pada saat itu, kehidupan

intelektualnya tidak diisi dengan keyakinan yang masuk akal dan ajaran yang

sehat. Dalam keadaan demikian, agama dapat menjadi pegangan hidup dan

intelektual dengan ajaran yang sehat dan mampu menyelamatkan seseorang dari

dorongan kecenderungan ke arah kesia-siaan dalam menjalani kehidupan

Disamping itu agama juga mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Selain

memberikan pedoman hidup yang bersifat spiritual, agama juga mendorong

kemajuan ilmu pengetahuan.

Keyakinan agama mengajarkan kepada manusia bahwa pengetahuan tak

terbatas merupakan sumber dari keteraturan alam yang berlaku di jagat raya ini

(yang menjadi dasar dari teori ilmu pengetahuan), yang diibaratkan sebagai

sebuah buku maha besar yang dikarang seorang sarjana yang sangat cerdas. Setiap

halamannya yang berisi serangkaian paragraph dan kalimat, mengandungi cahaya

1 Djam‟anuri, “Agama Kita, Perspektif Sejarah Agama-agama” (Yogyakarta: Kurnia

Kalam Semesta bekerjasama dengan LESFI, 2000) h. 2.

Page 13: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

2

kebenaran yang mendorong kita untuk mempelejari dan merenungkannya.

Demikian peran agama yang telah menggerakan peradaban manusia. Proses

terbentuknya kehidupan manusia sepanjang sejarah hingga saat ini, tidak dapat

dilepaskan dari peran agama. Dengan keimanan, agama telah mampu

mengarahkan kehidupan yang baik, berkemajuan dan keharmonisan.2

Di satu pihak, satu kelompok berkeyakinan bahwa Tuhan maha kuasa dan

maha mutlak sehingga secara wajib mampu mengatasi segala sesuatu, inilah yang

kemudian disebut paham transendent. Sementara di pihak lain, gagasan bahwa

Tuhan menciptakan dunia dan menguasainya melalui „kehadiran‟ Tuhan di dunia

bahkan hadir di dalam sejarah dunia dan manusia disebut sebagai paham

immanensi.3 Bhagavad Gita dianggap oleh orang-orang Hindu dewasa ini sebagai

kitab wahyu karena mengandung perwahyuan Krishna, sebagai inkarnasi Tuhan.4

Kompleksitas kedudukan Tuhan dalam konsepsi Hindu (Terlebih di Bali

dan Indonesia pada umumnya) semakin tidak mudah dijelaskan dan dipahami oleh

pihak lain dengan diberikannya ruang bagi konsepsi desa, kala, patra dalam

pelaksanaan upacaranya.5 Dalam teks-teks kuno, Brahman berarti yang “kudus”

dan oleh karena itu apa saja yang suci, entah sebuah formula atau sebuah

nyanyian atau tindakan pengurbanan disebut brahman. karena yang kudus,

sebagaimana tampak dalam upacara pengurbanan dianggap menjadi ikatan yang

2 Nazwar, Peranan Agama Dalam Kehidupan Manusia dalam

http://palembang.tribunnews.com/2016/06/16/peranan-agama-dalam-kehidupan-manusia diakses

tanggal 16 Juni 2016. 3 Mohamad Anas, “Menyingkap Tuhan Dalam Ruang LOCAL WISDOM” jurnal Studi

Agama dan Pemikiran Islam Vol. 6 No. 2 Desember 2012, h. 392. 4 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: KANSIUS, 1995) h. 91.

5 IBG Yudha Triguna, “Konsep Ketuhananan dan Kemanusiaan Dalam Hindu” vol.1

no.18 Mei 2018, h.72.

Page 14: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

3

menghubungkan manusia yang sementara ini dengan yang abaadi, brahman

dipakai untuk menandai yang abadi sebab dia mengatasi ruang dan waktu, namun

menampakkan diri dalam dunia yang fenomenal (profan).6 Secara Original, ajaran

Catur Marga merupakan suatu konsep ajaran yang memuat empat jalan utama

dalam menuju Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Adapun keempat jalan

tersebut adalah: Bhakti Marga, Jnana Marga, Karma Marga, Raja Marga.7

Dalam ajaran Bhakti Yoga ada salah satu guru yang paling terkenal dia

adalah seorang pujangga mistik dari abad keenam belas bernama Tulsidas. Selama

masa-masa awal dari hidup perkawinannya, dia sangat mengasihi istrinya dan

dekat kepadanya hingga dia tidak dapat berada jauh, darinya bahkan untuk satu

hari, sampai-sampai istrinya tersebut berkomentar: “Betapa lekatnya dirimu pada

diriku! Seandainya saja engkau dapat mengalihkan kelekatanmu itu kepada

Tuhan, engkau akan dapat meraihnya dalam waktu singkat saja.” Tulsidas

menerima saran istrinya itu dengan sungguh-sungguh dan hal tersebut berhasil.

Bhakta membayangkan Tuhan dengan cara yang berbeda dari kaum jnana. Di

dalam jnana yoga, gambaran utamanya adalah lautan “ada” yang abadi yang

mendasari atau ada di balik riak-riak diri kita yang fana. Karena dibayangkan

seperti itu, Tuhan bersifat impersonal, atau transpersonal, sebab kepribadian

(menjadi pasti) kelihatannya bersifat sementara atau fana sedangkan Tuhan Jnanik

6 Dhavamony, Fenomenologi Agama, h. 92.

7 Putu Sabda Jayendra, “Ajaran Catur Marga Dalam Tinjauan Kontsruktivisme dan

Relevansinya Dengan Empat Pilar Pendidikan Unesco” Jurnal Peneltian Agama 2017, h. 74.

Page 15: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

4

itu abadi. Bagi kaum bhakti, yang menganggap perasaan lebih penting daripada

pemikiran, Tuhan kelihatan berbeda dalam setiap aspek yang disorot.8

Agama adalah ajaran Kehadiran Tuhan, yang terkandung dalam kitab suci

yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan

untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai

kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang di dalamnya meliputi unsur kepercayaan

kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional. Ada

beberapa alasan yang melatar belakangi manusia untuk memiliki agama, karena

agama merupakan sumber moral, karena agama merupakan petunjuk kebenaran.

Maka dari itu Tuhan merupakan aspek esensial dalam setiap Agama. Oleh karena

itu ilmu tentang Tuhan jadi tema menarik dalam Studi Agama-agama. Kata

“Bhagavad” berarti Tuhan atau Tuhan Yang Maha atau Bhagavan dalam bahasa

Sansekerta. “Gita” berarti nyanyian. Jadi Bhagavad-Gita berarti Nyanyian Tuhan

atau Kidung, Suci, karena dinyanyikan oleh Bhagavan Sri Krishna sendiri.9

Di antara lima mata pelajaran pokok dalam Bhagavad-gita dibuktikan

bahwa Tuhan Yang Maha Esa atau Krsna, Brahman, Tuhan yang mahakuasa, atau

Paramatma atau Yang Mahabesar. Para makhluk hidup mempunyai sifat seperti

Tuhan Yang Mahakuasa, Misalnya, Tuhan harus mengendalikan kegiatan alam

semesta material dan lain sebagainya sebagaimana akan dijelaskan dalam bab-bab

terakhir dari Bhagavad Gita. Tuhan Yang Maha Esa adalah pengemudi dan segala

sesauatu bekerja dibawah perintah beliau. Para Jiva atau para makhluk hidup

8 Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015) h.

45. 9 Ramananda Prasad, Intisari Bhagavad Gita Untuk Siswa dan Pemula, (T.tp: Media

Hindu, t.t) h. 2-4.

Page 16: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

5

sudah punya sifat sama seperti beliau, begitu pula kita para makhluk hidup,

sebagai bagian Tuhan yang Mahakuasa. Isvara atau Bhagavan, Sri Krishna, yang

mempunyai sifat sama seperti Beliau, semua mempunyai sifat-sifat Tuhan Yang

Maha Esa dalam jumlah yang kecil sekali. Semua ini karena kita adalah bagian

dari Beliau.

Kita berusaha mengendalikan alam, seperti saat ini kita sedang berusaha

mengedalikan antariksa atau planet-planet. Ada kecenderungan untuk

mengendalikan karena kecenderungan itu ada dalam Diri Krishna. Tetapi

walaupun kita cenderung menguasai alam, hendaknya kita mengetahui bahwa kita

bukan Yang Mahakuasa. Hal ini dijelaskan dalam Bhagavad Gita. Makhluk hidup

dijelaskan sebagai prakrti atau alam yang rendah. Makhluk hidup dijelaskan

sebagai prakrti yang utama. prakrti bersifat perempuan, dan ia selalu dikendalikan

oleh Tuhan seperti hal nya kegiatan seorang istri yang dikendalikan suaminya.

Prakrti selalu tunduk, dikuasai oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Para makhluk hidup

dan alam kedua-duanya dikuasai dan dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.10

Dalam agama Hindu, Brahman adalah realitas Ultimate yang memayungi

sekaligus memasuki sendi-sendi kehidupan. Untuk menuju pada suatu titik

tertinggi, dalam metode filosofis Plato dibutuhkan tangga yang harus dipijak

setahap demi setahap sehingga tercapaii pada titik akhir yang tak terasumsikan

lagi. Pada tangga inilah terdapat singgasana Brahman. Bagimana hubungan antara

dunia tertinggi (Brahman) dengan realita hidup, dengan menganalogikan konsep

dunia ideanya Plato.

10

Sri-Srimad A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya

terj Hanuman Sakti (The Bhaktivendata Book Trust International, Inc, 2006), h. 8.

Page 17: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

6

Ketika masyarakat melakukan segala aktivitasnya dalam koridor ideologi

agama Hindu, maka jiwa dari masing-masing individu akan menghubungkannya

kepada dunia tertinggi tersebut melalui idea-idea yang berada pada setiap tangga

sebagai titik pijak menuju idea tertinggi Brahman. Jiwa dengan pengertian

pengetahuannya akan sampai pada dunia Brahman. Aktivitas setiap individu

menggerakkan dan mengakibatkan jiwa ingat aka nasal yaitu realitas dan nilai

tertinggi tersebut. Pembacaan atau penghyatan atas realitas tertinggi (Brahman) di

dunia yang selalu berubah, akan menghasilkan multi subjek tergantung dari sudut

pandang masing-masing subjek (dalam agama Hindu, Tuhanpun bermanifestasi

dalam beragam bentuk untuk memudahkan manusia mengenali diriNya). Dalam

agama Hindu, Istilah Yang Maha Kuasa adalah Brahman. Adapun dewa-dewa dan

dewi-dewi adalah cerminan dari sifat-sifat Yang Maha Kuasa tadi. Tuhan bisa

berwujud ikan, matahari, bulan, atau benda-benda angkasa seperti planet, dan juga

dalam bentuk manusia atau bentuk spiritual seperti Wisnu dalam empat bentuk.

Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan ini adalah untuk

memudahkan manusia untuk memahami Yang Maha Kuasa (Brahma, Wisnu, dan

Siwa) bukanlah tiga aspek yang berbeda dan berdiri sendiri, tapi tiga aspek yang

berbeda dari Yang Maha Esa.11

Tuhan di dalam Bhagavad Gita juga dibahas

secara mendua, yaitu dalam konsep Nirguna Brahman dan Saguna Brahman.

Nirguna Brahma adalah sisi transendensi atau pemahaman monoteistik dalam

Hindu. Saguna Brahman adalah salah satu jalan atau cara menghayati dan

11

Muliadi, “Relasi Tuhan dan Manusia” Jurnal Agama dan Lintas Budaya vol. 1 no.2

Maret 2017, h.110-122.

Page 18: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

7

meyakini Tuhan dalam berbagai aspek manifestasi-Nya, baik dalam manifestasi-

Nya sebagai dewa-dewa atau sebagai reinkarnasi Tuhan (avatar).12

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Untuk mendalami permasalahan mengenai konsep Ketuhanan dalam

Bhagavad Gita dan bagaimana pandangan mengenai kedudukan Bhagavad Gita di

kalangan penganut Hindu modern, maka penelitian yang penulis lakukan yaitu

studi lapangan dan melakukan studi kepustakaan untuk mendeskripsikan

persoalan tersebut. Agar pembahasan dalam penelitian kali ini tidak melebar,

maka dalam menyusun skripsi ini penulis merumuskan beberapa masalah yang

menjadi landasan dari penelitian dan pembahasan skripsi yang penulis ajukan

yaitu:

1. Bagaimana konsep Ketuhanan dalam agama Hindu menurut Bhagavad

Gita?

2. Bagaimana pandangan tentang Ketuhanan menurut penganut Hindu

modern?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka penelitian bertujuan sebagai berikut :

12

Tri Kurniawan Pamungkas “Bhagavad Gita dan Pendakian Menuju Tuhan” dalam

http://lsfcogito.org/bhagavad-gita-dan-pendakian-menuju-tuhan/ diakses taanggal 9 September

2017.

Page 19: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

8

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep Ketuhanan dalam agama Hindu

menurut Bhagavad Gita.

2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tentang Ketuhanan menurut

penganut Hindu modern.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka penelitian ini memiliki manfaat antara lain :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

sumbangan data ilmiah dan juga mampu memperkaya wawasan tentang

konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita

b. Manfaat Praktis

Hasil penenlitian ini di harapkan dapat menjadi bahan acuan bagi para

mahasiswa/mahasiswi khususnya jurusan Studi Agama-agama agar lebih

objektif lagi dalam menginterpretasikan hasil karya orang lain, dan juga

hasil penelitian ini dapat menjadi acuan atau rujukan bagi para peneliti

selanjutnya dengan tema atau judul yang serupa.

c. Manfaat Akademis

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

persyaratan akhir perkuliahan guna memperoleh gelar Sarjana Agama

(S.Ag) jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 20: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

9

E. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini penulis telah melakukaan penelusuran, dan belum menemukan

seseorang yang meneliti tentang konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita. Namun

penulis menemukan tulisan yang menyerupai tema tentang “Konsep Ketuhanan

Dalam Agama Hindu”

Pandangan Penulis Muslim Indonesia tentang Konsep Ketuhanan Agama

Hindu, yang ditulis oleh Yuliana sebagai skripsi pada Jurusan Studi Agama-

Agama, Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018. pada

tulisan ini diungkapkan bahwasanya konsep ketuhanan yang ada di dalam agama

Hindu adalah Politeisme. Walaupun kebanyakan orang menganggap agama Hindu

pemuja banyak dewa, disini penulis akan coba menjelaskan bagaimana konsep

ketuhanan dalam Agama Hindu menurut kitab Bhagavad Gita yang mana terdapat

unsur Monoteisme atau kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Yang kedua, buku tentang Srimad Bhagawad Gita yang di karang oleh I

Wayan Maswinara. Dalam buku ini di jelaskan tentang ajaran-ajaran jalan

pencapaian kepada Tuhan. Dan juga di dalam buku ini terdapat pembahasan

tentang ketuhanan dalam agama Hindu.

F. Metedologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada Penelitian kali ini penulis menggunakan metode kualitatif karena

tidak menggunakan angka atau statistik dalam pengolahan data. Sifat dari

penelitian ini adalah Deskriptif Analitik. Yang dimaksud Deskriptif ialah upaya

Page 21: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

10

pengolahan data yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat dengan tujuan agar

dapat dipahami orang lain. Sedangkan Analitik adalah menguraikan sesuatu

dengan cermat serta lebih terarah.13

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mempermudah mendapatkan data dalam penelitian kali ini penulis

menggunakan beberapa metode pengumpulan data antara lain adalah dengan cara

melakukan wawancara terstruktur, dalam wawancara terstruktur peneliti telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi apa saja yang akan diperoleh dari

narasumber. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara terstruktur, peneliti

telah menyiapkan daftar pertanyaan secara sistematis.14

Yang kedua dengan studi kepustakaan (Library research) di sebut

penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam

menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku,

ensklopedi, kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya.15

3. Pendekatan Penelitian

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah

pendekatan Historis. Dengan pendekatan historis, suatu studi berusaha menelusuri

asal-usul dan pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan melalui

periode-periode perkembangan historis tertentu menilai peranan kekuatan-

13

Samsul Hafid, “Etika Alam dan Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat Modern”

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019) h.

10. 14

Sugiyo, “Memahami Penelitian Kualitatif” (Bandung : ALFABETA, 2007) h. 64. 15

Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan” Jurnal Iqra, vol 8 no.1 Mei 2014, h. 68.

Page 22: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

11

kekuatan yang dimiliki agama untuk memperjuangkan (mempertahankan) dirinya

selama periode-periode itu. Interpretasi historis telah dibenarkan dengan daya

tarik dokumentasi dan dengan klaim bahwa peristiwa-peristiwa historis

diinterpretasikan sebagai hasil peristiwa-peristiwa historis lain atau sebagai hasil

kekuatan-kekuatan manusia.16

Melalui pendekatan historis ini dapat membantu

penulis dalam memahami sejarah serta perkembangan Bhagavad Gita di kalangan

penganut agama Hindu.

Pendekatan yang kedua yaitu Pendekatan Teologis, dalam rentang sejarah

yang cukup lama merupakan pendekatan yang paling dominan dan paling

berpengaruh dalam Studi Agama dan Studi agama-agama (Perbandingan Agama),

bahkan hingga hari ini meskipun tidak lagi mendominasi. Selama berabad-abad,

teologi dianggap sebagai “Ratu Ilmu Pengetahuan (Queen of the Sciences),”

terutama di dunia Yahudi, Kristen dan Islam. Inilah pendekatan yang bersifat

normatif dan subyektif. Dengan pendekatan ini seorang penganut suatu agama,

apakah itu Kristen, Islam atau agama lain ketika membuat studi teologis biasanya

ia melakukan satu dari dua hal: pertama studi internal. Dalam hal ini, seorang

sarjana/peneliti agama adalah orang dalam (insider) yang berusaha secara aktif

dalam kegiatan ilmiah nya untuk mepromosikan keunggulan agamanya serta

mempertahankannya dari ancaman atau serangan orang lain. Kedua, eksternal.

Dalam hal ini seorang peneliti atau penganut agama tertentu melakukan kajian

16

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR,

2015) h. 15-16.

Page 23: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

12

terhadap agama/keyakinan orang lain untuk “menilai” dan “menghakiminya”

dengan ukuran agama sang peneliti.17

Dengan menggunakan pendekatan ini dapat membantu penulis untuk

mengetahui pemahaman teologis di kalangan penganut Hindu dan mencoba untuk

menginterpretasikan nilai-nilai teologis yang berhubungan langsung dengan

konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita itu sendiri.

4. Sumber Penelitian

Dalam hal ini peneliti memiliki dua sumber yaitu sumber data primer dan

sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan melalui

pihak pertama, biasanya dapat melalui wawancara, jejak dan lain-lain. Sedangkan

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara membaca,

mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur,

buku-buku serta dokumen.18

G. Sistematika Penulisan

untuk sampai kepada pemahaman yang menyeluruh dan mempermudah

penjabaran Proposal Skripsi ini, penulis menggunakkan sistematika penulisan

sebagai berikut :

Bab pertama, merupakan pertanggung jawaban akademis dam metodologi

dari Proposal skripsi ini yang memuat latar belakang permasalahan, faktor-faktor

dan fenomena apa yang melatar belakangi sehingga penulis merasa tertarik untuk

17

Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 20. 18

Dwi Kartini “Tinjauan Atas Penyusunan Laporan Keungan Pada Young Enterpreuner

Academy Indonesia Bandung” Jurnal Riset Akutansi vol. 8 no.2 oktober 2016, h. 23.

Page 24: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

13

mengangkat tema ini, dan secara implisit latar belakang permasalahan untuk

menghilangkan kesalah pahaman arti yang tercantum dalam judul, pokok

permasalahan yang memuat inti permasalahan dalam membahas Proposal Skripsi

ini. Tujuan penulis sebagai target yang ingin dicapai, Tinjauan Pustaka penulis

lain yang membahas judul ini. Metode penelitian sebagai langkah untuk

menyusun Proposal Skripsi ini secara benar, terarah, dan diakhiri dengan

sistematika penulisan skripsi untuk memudahkan pembaca dalam memahami

skripsi ini.

Bab kedua, membahas sejarah kitab ini, Bhagavaad Gita, beserta fungsi

dan peranan kitab Bhagavad Gita bagi umat Hindu yang akan diuraikan dalam bab

ini. Uraian pada bab ini sangat penting, utamanya terkait latar belakang sejarah

serta perkembangan kitab ini, bagi penganutnya secara khusus.

Bab tiga, pada bab ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan tentang

bagaimana pemahaman Ketuhanan dalam agama Hindu, ditinjau dari teks dan

sloka-sloka dalam kitab Bhagavad Gita dan juga kitab lain yang ada didalam

agama Hindu. Akan dibahas pula dalam Bab ini mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan pokok persoalan dalam tulisan ini. Hal-hal yang

berhubungan tersebut antara lain adalah persoalan tentang sifat Tuhan yang

Personal dan Impersonal.

Bab keempat, menjelaskan tentang analisis konsep Ketuhanan dalam

Bhagavad Gita. Pokok bahasan ini diawali dengan tinjauan umum tentang Tuhan,

sebagai konsep awal, kemudian akan dilanjutkan dengan telahan terhadap

Bhagavad Gita untuk menemukan bagaimana kitab suci ini berbicara tentang

Page 25: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

14

Ketuhanan dan juga pandangan para penganut Hindu modern tentang Ketuhanan

itu sendiri.

Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil

penelitian untuk memberikan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang

dirumuskan pada masalah diatas. Memberikan saran-saran serta himbauan yang

berguna bagi penelitian selanjutnya dalam tema dan pembahasan yang sama.

Page 26: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

15

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG BHAGAVAD GITA

A. Sejarah Bhagavad Gita

Dengan tidak adanya ajaran Agama, mungkin manusia tidak tahu untuk

apa sebenarnya dia hidup ini dan apa pula tujuan, serta bagaimana pula caranya

hidup. Agama memberikan pengetahuan tentang tujuan dan bagimana caranya

hidup. Seperti seorang yang masuk dalam gua yang dalam dan gelap, karena tidak

dapat melihat apa yang ada dihadapannya, disamping dia akan lambat bergerak,

kemungkinan juga akan terperosok, ditambah lagi dengan ketakuan, dan

kegelapan, ketakutan itu timbul dari ketidak tahuan. Demikian kitab suci atau

agama hendaknya dipegang sebagai obor untuk menerangi jalan didalam

kegelapan, agar kita tahu mana yang patut dan mana yang tidak patut untuk

dipijak.1

Dalam beberapa literatur, dikatakan bahwa agama Hindu kira-kira

terbentuk 1500 SM, yang didasarkan pada Teori Invansi Arya yang sekarang tidak

dipergunakan lagi. Menurut teori ini bangsa Arya pada zaman Weda datang dari

India tengah, yang menyerbu India sekitar tahun 1500 SM. Berdasarkan bukti

arkeologi dan kesusastraan, cendikiawan modern telah menyebutkan bahwa tidak

ada invansi Arya dan orang-orang zaman Rg Weda yang menyebut diri mereka

Aryan (kata Arya dalam bahasa Sansekerta berarti kebijaksanaan), merupakan

1 Cundamani, Pengantar Agama Hindu (Yayasan Wisma Karya Jakarta, 1987) h. 11.

Page 27: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

16

penduduk asli India dan merupakan salah satu etnik grup sejak 6500 SM atau

bahkan lebih awal lagi.2

Sanatana Dharma3 berkembang dari zaman pra-sejarah di India dalam

bentuk pantheon agama Monotheisme (contohnya memuja satu Tuhan dalam

berbagai cara dan bentuk). Sementara itu sejumlah kelas sosial muncul dalam

masyarakat Hindu dalam bentuk upacara agama yang besar-besaran, pengorbanan

binatang, pelaksanaan sistem kasta yang terlalu kaku dan pernyataan kesuperioran

para Brahmana dari kasta yang lainnya. Dalam periode yang ditandai dengan

adanya pemberontakan, Buddhisme dan Jainisme yang muncul di India.

Buddhisme mendominasi selama sekitar 1000 tahun (200 SM - 800 M).

Bagaimana pun juga, pengaruhnya di India perlahan-lahan terkikis karena

perselisihan dalam organisasinya dan pertahanan yang dibuat oleh para Sanatanis

(pengikut Sanatana Dharma).

Munculnya Buddhisme, bagaimana pun juga telah membuka mata para

Sanatanis. Mereka dapat menerima pesan dari reinkarnasi Dewa Visnu. Pesan

Buddha tentang persahabatan yang mendalam (Mahamaitri) dan kasih yang tak

terbatas (mahakaruna) terhadap sesama mahluk yang kemudian dimasukan dalam

Sanatana Dharma sebagai Bhakti (Pengabdian) Yoga. Pemujaan terhadap Dewa

Siva, Ibu Mulia, Sri Rama dan Sri Krsna melalui Bhakti Yoga menjadi sangat

popular diantara para penganut Hindu. Sekitar 700 M, Adi Sankaracarya (Seorang

suci yang terkenal, seorang filsuf, dan juga cendekiawan) memerankan peranan

2 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafatnya

(Surabaya : Paramita, 2003) h. 3-4. 3 Sanatana Dharma berarti agama atau jalan yang bersifat abadi dan sejati yang bersumber

dari Sang Hyang Widhi (Brahman).

Page 28: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

17

penting dalam melawan pergerakan Buddhisme dan memegang teguh Sanatana

Dharma di India. Ia juga membawa ajaran dari Bhagavad Gita.4

Bhagavad Gita muncul lebih kemudian dari pada gerakan-gerakan besar

yang dipresentasikan kitab-kitab Upanisad dan lebih awal dari periode

perkembangan formulasi-formulasi serta sistem-sistem filsafat sutra.5 Dua kata

Bhagavad dan Gita berarti “Lagu dari Tuhan”. Bhagavad Gita, bagimana pun juga

bukan lirik tetapi puisi filsafat yang ditulis oleh Rsi Vyasa, pengumpul dari cerita

Mahabarata. Untuk saat ini Bhagavad Gita terdiri dari Bab 23 sampai 40 dari

bagian Bhismaparva dalam epos Mahabarata.

Bhagavad Gita telah memberikan inspirasi bagi banyak orang Hindu

karena komposisinya, Bhagavad Gita juga telah memberikan inspirasi bagi

banyak pemikir Barat seperti Henry David Thoreau (1817-1860)6, dan Ralph

Waldo Emerson (1803-1882)7. Walaupun waktu dari penulisan Bhagavad Gita ini

tidak jelas, tetapi ajarannya tidak pernah ketinggalan zaman, sehingga waktu yang

tepat kapan kitab ini muncul bukanlah hal yang penting. Teks yang asli dari

Bhagavad Gita dalam Bahasa Sansekerta, tetapi terjemahannya tersedia dalam

berbagai bahasa di dunia.8 Penerjemah pertama Bhagavad Gita ke dalam bahasa

Inggris dibuat oleh Charles Wilkins 1785.9

4 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya : Paramita, 2003) h. 4.

5 S. Radhakrishnan, Bhagawadgita (Jogjakarta : IRCiSoD, 2009) h. 20.

6 Henry David Thoreau adalah seorang penulis dan filsuf asal Amerika Serikat. Dia juga

anggota dari kelompok para penulis yang bernama New England Transcendentalist. Henry David

Thoreau lahir pada tahun 1817 d i Concord, Amerika serikat dan meninggal pada tahun 1862. 7 Ralph Waldo Emerson adalah seorang esais Amerika Serikat dan penyair pemimpin

gerakan transendentalisme pada pertengahan abad 19. Ia lahir pada tahun 1803 di Boston, Amerika

serikat dan meninggal pada tahun 1882. 8 Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88-89.

9 Sir Charles Wilkins adalah seorang tokoh orientalis dan juru ketik bahasa Inggris. Lahir

di Inggris pada tahun 1749 dan meninggal pada tahun 1836.

Page 29: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

18

Bhagavad Gita termasuk kitab yang cukup penting dalam Agama Hindu.

Bhagavad Gita (yang juga disebut dengan Gita) adalah dialog spiritual antara

Krishna, (Inkarnasi Tuhan dalam Hindu), dan Arjuna (salah satu dari pahlawan

dalam Mahabarata). Bhagavad Gita melambangkan sebuah ringkasan dari ajaran

Upanisad, terkadang ini disebut dengan Upanishad dari Upanishad.10

Bhagavad Gita telah dikenal selama berabad-abad sebagai salah satu kitab

suci agama Hindu, yang memiliki otoritas yang sama dengan kitab-kitab

Upanisad dan Brahma Sutra, ketiganya secara bersama-sama membentuk tiga

serangkai prinsip utama (prasthana traya). Para guru Wedanta diharuskan untuk

membenarkan ajaran istimewa mereka dengan mengambil otoritas dari ketiganya

ini dan menulis ulasannya dalam megemukakan bagimana naskah tersebut

mengajarkan titik pandang khusus mereka. Kitab-kitab Upanishad mengandung

banyak gagasan yang berbeda-beda tentang hakekat Yang Mutlak dan hubungan-

Nya dengan dunia ini. Brahma Sutra yang demikian singkat dan tidak jelas itu

telah dipergunakan untuk menghasilkan berbagai ragam penafsiran.11

Bhagavad Gita memberikan pandangan yang lebih konsisten sehingga para

pengulas yang berniat untuk menafsirkan naskah untuk tujuan mereka sendiri,

menjadi bertambah sulit. Setelah penolakan ajaran Buddha di India, muncul sekte

yang berbeda-beda, terutama adalah Adwaita atau non-dualis dan Wisistadwaita

atau non-dualis terbatas, Dwaita atau dualisme dan Suddhadwaita atau non-

dualisme murni. Berbagai ulasan tentang Bhagavad Gita ditulis oleh para guru

dalam menyokong tradisi mereka sendiri (sampradaya) dan dalam membuktikan

10

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 88. 11

I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawad Gita (Surabaya : Paramita, 2003) h. 63.

Page 30: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

19

ketidak beneran pendapat yang lainnya. Para pengulas ini mampu menemukan

didalam Bhagavad Gita, sistem pemikiran dan metafisika keagamaan mereka,

karena penyusun Bhagavad Gita menyarankan bahwa satu kebenaran abadi yang

kita cari sebagai sumber kebenaran lainnya, tak dapat disimpulkan dalam satu

rumusan tunggal saja. Lagi pula, dari mempelajari dan merenungkan kitab suci,

kita mendapatkan banyak sekali kebenaran hidup dan pengaruh spiritual,

sebanyak yang kita mampu terima12

Dari konstruksi kuno dan referensi internalnya, kita dapat menyimpulkan

bahwa secara pasti Bhagavad Gita merupakan karya dari abad sebelum Masehi.

Masanya dapat ditetapkan kurang lebih pada abad ke-5 SM, walaupun naskahnya

mungkin telah mengalami pergantian pada masa sesudah itu. Kita tidak

mengetahui nama penyusun Gita ini karena hampir semua kitab yang berasal dari

kepustakaan awal India bersifat anonim ( tanpa nama penyusun). Tetapi penyusun

Bhagavad gita ini dianggap dilakukan oleh Rsi Vyasa, penyusun legendaris dari

kitab Mahabarata.13

Masih diperdebatkan bahwa sang guru, Sri Krishna, tidak menyampaikan

700 sloka ini kepada Arjuna di medan perang ia hanya mengatakan beberapa

macam permasalahan saja yang kemudian diperinci oleh si pencerita ke dalam

karya yang luas ini Menurut Garbe14

, Bhagavad Gita ini aslinya merupakan ajaran

Samkhya-yoga, yang mencampurkan pemujaan Krsna – Wasudewa dan pada abad

ke-3 SM ia disesuaikan dengan tradisi Wedik dengan penyamaan Krishna dengan

12

Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 63-64. 13

Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 61. 14

Richard Garbe, Tokoh Indologis asal German, yang telah memberikan kontribusi yang

signifikan pada studi Samkhya Yoga dan Bhagavad Gita. lahir pada tahun 1857 di Bredow,

German. dan meninggal pada tahun 1927 di Tubingen, German.

Page 31: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

20

Wisnu. Teori Garbe ini umumnya ditolak. Beberapa pendapat lain menyatakan

bahwa Bhagavad Gita lahir antara tahun 400 – 500 SM. Namun demikian kejadian

historisnya diperkirakan sekitar 3500 tahun sebelum M.

Rudolf Otto15

memastikan bahwa Bhagavad Gita merupakan “pragmen

epic gemilang dan tidak termasuk dalam kepustakaan ajaran apapun”. Itu

merupakan kesungguhan krishna untuk tidak menyatakan dogma transenden

apapun tentang pembebasan tetapi untuk memberinya (Arjuna) kehendak untuk

melakukan pelayanan khusus dari kehendak yang Maha Kuasa yang memutuskan

takdir atas peperangan ini. Otto percaya bahwa risalah ajaran disisipkan disini.

Pendapat yang berbeda-beda ini muncul dari kenyataan bahwa di dalam Bhagavad

Gita disatukan aliran-aliran pemikiran filosofis dan agamis yang tersebar serta

aliran yang berliku-liku dan nampak nya banyak pertentangan kepercayaan

dikerjakan kedalam kesatuan sederhana ini. untuk menemukan kebutuhan jaman,

dalam semangat Hindu yang sebenarnya, yang keseluruhannya merenungkan

anugerah Tuhan.16

Kata orang alim, Bhagavad Gita itu sebetulnya surat kebajikan, pelajaran

tentang etik. yang mana didalam nya diajarkan beberapa pengetahuan tentang

Yoga. Yang dimaksud Yoga itu adalah suatu ikhtiar memperhubungkan diri

dengan Tuhan, mempersatukan manusia dengan dasar yang sedalam-dalamnya.

15

Rudlof Otto adalah seorang teolog sekaligus filsuf German yang terkemuka. Dia

dianggap sebagai salah satu cendikiawan agama paling berpengaruh pada awal abad ke-20. Lahir

di Peine, German Utara pada tahun 1869 dan meninggal di Marburg, German pada tahun 1937. 16

Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 62.

Page 32: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

21

Maka ilmu Yoga itu menunjukan metode (cara) untuk melawan segala gangguan

dunia, sehingga jiwa kita tinggal tetap, bersih, mulia.17

B. Ajaran-ajaran Bhagavad Gita

Pembelajaran tentang Bhagavad Gita menyangkut pengertian tentang lima

kenyatan pokok. Pertama-tama ilmu pengetahuan tentang Tuhan dijelaskan,

kemudian kedudukaan pokok makhluk hidup, atau para jiva. Ada isvara yang

berarti kepribadian yang mengendalikan dan para jiva yakni para makhluk hidup

yang dikendalikan. Kalau makhluk hidup mengatakan bahwa dirinya tidak

dikendalikan melainkan dirinya bebas, itu berarti bahwa dia tidak waras. Makhluk

hidup dikendalikan dalam segala hal, sekurang-kurang nya dalam kehidupan yang

terikat. Jadi, dalam Bhagavad Gita pembelajaran menyangkut isvara atau Tuhan

Yang Mahakuasa dan para jiva yaitu para makhluk hidup yang dikendalikan .

Prakrti (alam material) Kala (jangka waktu kehidupan seluruh alam semesta) dan

karma (kegiatan) juga dibicarakan. Manifestasi alam semesta penuh dengan

bermacam-macam kegiatan. Semua makhluk hidup sibuk dalam berbagai

kegiatan. Dari Bhagavad Gita kita harus mempelajari apa arti Tuhan Yang Maha

Esa, para makhluk hidup, praktri manifestasi alam semesta, bagaimana alam

semesta dikendalikan oleh waktu dan bagaimana kegiatan makhluk hidup.18

Kita ditempatkan di dunia yang dapat dilihat atau dunia material, dan

dunia ini juga lengkap dengan sendirinya, karena menurut filsafat Sankhya, dua

puluh empat unsur yang merupakan manifestasi sementara alam semesta material

17

Amir Hamzah, Bhagawad-Gita (Jakarta : Dian Rakyat, 1992) h. 6. 18

Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 7.

Page 33: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

22

ini diatur sepenuhnya untuk menghasilkan bahan-bahan yang lengkap yang

dibutuhkan untuk memelihara dan menghidupkan alam semesta ini.19

Untuk memahami pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam Bhagavadgita,

perlu diketahui keseluruhan isi Bhagavad Gita terdiri atas 18 bab dimana tiap-tiap

bab membahas secara khusus. Keseluruhan isi bab Bhagavad Gita dapat

disimpulkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

Bab I, memulai pandangan ajaran bersandar pada dialektika teori konflik

mengenal hakekat yang dialami oleh manusia.

Bab II, Krsna yang menanggapai pandangan dan perasaan yang dialami oleh

Arjuna.

Bab III, membahas dasar-dasar penegertian Karma Yoga yang dibedakan dari

ajaran Samnyasa Yoga.

Bab IV, menguraikan tentang Jnana Yoga, yang telah berkai-kali disampaikan Sri

Krsna kepada umat manusia untuk menjadikannya manusia-manusia bijak dalam

tujuan pengembaraan kehidupannya.

Bab V, Bhagavad Gita dengan judul Karma Samnyasa Yoga, pada intinya

mencoba memprbandingankan antara dua sistem jalan menuju kesempurnaan,

yaitu karma samnyasa disatu pihak Yoga dibagian kedua.

Bab VI, adalah uraian tentang makna Dhyana Yoga sebagai satu sistem dalam

Yoga.

19

Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 14.

Page 34: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

23

Bab VII, intinya adalah membahas Jnana dan Vijnana. Jnana artinya ilmu

pengetahuan dan Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan itu.

Bab VIII, adalah Aksara Yoga, yaitu tentang hakekat sifat kekekalan Tuhan Yang

Maha Esa.

Bab IX, membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul Raja

Vidya Raja Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan

raja dari semua ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan.

Bab X, Vibhuti Yoga mencoba memberi penjelasan tentang sifat hakekat Tuhan

yang absolut secara empiris dimana disimpulkan hakekat absolut transdental

sebagai akibat hakekat tanpa permulaan – pertengahan – akhir.

Bab XI, Visparupa Darsana Yoga sebagai uraian penjelasan lebih lanjut dari

ajaran Vibhuti Yoga mencoba menjelaskan bentuk manifestasinya secara nyata

dengan menyadari persamaan itu maka terjawablah misteri yang ada pada

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hakekat Yang Maha Ada.

Bab XII, Bhakti Yoga dimana manusia bersembah sujud kepada Tuhan Yang

Maha Esa ada dua hal yang ingin dipertanyakan oleh Arjuna, yaitu : Menyambah

Tuhan dalam Wujudnya yang abstrak dan Menyembah Tuhan dalam wujud nyata,

misalnya mempergunakan nyasa dan pratima berupa arca atau mantra.

Bab XIII, yaitu Ksetra – Ksetrajna Vibhaga Yoga merupakan bab yang membahas

hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan hakekaat purusa

dan prakrti (pradhana) sebagai nama rupa.

Page 35: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

24

Bab XIV, membahas triguna, sesuai dengan judulnya yaitu guna traya (tiga

macam guna). Ketiga macam guna yang dimaksud yaitu sttvam – rajas – tamas.

Bab XV, membahas pengertian purusa sebagai asal dari semua ciptaan.

Bab XVI, Daivasura Sampad Vibhaga Yoga pada intinya membahas hakekat

tingkah laku manusia yang dikenal sebagai perbuatan bai dan perbuatan buruk.

Bab XVII, sesuai menurut judulnya yaitu Srddha Traya Vibhaga Yoga bertujuan

untuk menyakinkan agar berkenyakinan akan tiga hal yaitu triguna.

Bab XVIII, yaitu bab terakhir adalah Samnyasa Yoga. Bab ini merupakan

kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan pelaksanaan agama yang

tertinggi yaitu brahma nirvana sebagai Sumumbonum dengan kesimpulan ini

maka jelas kepada kita Bhagavad Gita mencoba mendorong Arjuna untuk

bertindak tanpa ragu dan tidak mengikatkan diri pada apa kewajiban itu dan apa

pula akibatnya, melainkan bertindak dan pasrah kepada Tuhan sebagai Yang

Maha mengatur sehingga dengan demikian rasa berdosa itu dapat diatasi.20

Ada beberapa ajaran terkait Bhagavad Gita, termasuk ajaran bhakti marga,

Ajaran bhakti marga adalah ajaran yang langsung diterima dan ril mencari Tuhan,

ajaran alamiah, ajaran yang mudah diterima dan dilaksanakan oleh orang awam,

ajaran yang sejak dari permulaan pertengahan dan akhir tetap bergerak di dalam

getaran cinta kasih. Ajaran bhakti adalah ajaran yang mudah dilaksanakan oleh

segala tingkat dan sifat manusia. Baik orang miskin, maupun orang kaya, orang

pandai maupun orang kurang pengetahuan, petani pedangang, maupun pejabat

20

Gede Pudja, Bhagavad Gita (Pancamo Veda) (Surabaya : Paramita, 1999) h. xiv-xxviii.

Page 36: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

25

pemerintahan semuanya bisa menempuh jalan ini. Seorang bhakti (penganut

bhakti marga) adalah orang yang penuh cinta kasih, cinta kepada Tuhan, cinta

kepada alam semesta ciptaan Tuhan ini.21

Dalam Bhagavad Gita dapat ditemukan juga pembahasan terkait filsafat,

atau yang biasa dikenal filsafat Bhagavad Gita. Berikut point-point yang dapat

diringkas didalam filsafat Bhagavad Gita, yaitu :

1. Kenyataan yang mutlak memiliki dua aspek, transedental (impersona) dan

ada dimana-mana (persona).

2. Dalam Aspeknya yang transenden, Kenyataan yang mutlak adalah

Brahman dari Advaita Vedanta, yang tidak dapat dibedakan, tidak dapat

didekati, tidak berbentuk dan tidak memiliki atribut.

3. Dalam aspeknya yang immanen (selalu ada), Kenyataan yang mutlak

adalah Tuhan, pencipta, penjaga, pengendali, dan pemimpin moral dari

jagat raya.22

Kitab Bhagavad Gita memuat banyak sekali ajaran yang dapat dijadikan

pedoman bagi manusia untuk menjadikan dirinya menjadi pribadi yang semakin

berkualitas. Salah satu ajaran yang termuat dalam kitab Bhagavad Gita ialah

mengenai sebuah falsafah atau pandangan hidup yang dapat dijalankan oleh

21

Novita Nurul Aini, “Bhakti Dalam Hinduisme Dan Mahabbah Dalam Sufisme”

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) h.

15. 22

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 91.

Page 37: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

26

masyarakat agar dapat mencapai tujuan tertinggi dalam hidupnya. Ajaran tersebut

ialah ajaran mengenai cara mencapai kesempurnaan hidup.23

Komentar tentang Bhagavad Gita sangat banyak karena tiap aliran filsafat

di India telah menemukan sistem metafisika yang mereka anut dalam Bhagavad

Gita dan setiap filsuf atau orang suci mengambil inspirasi dari satu sumber yang

sama. Jadi Bhagavad Gita berisi permata dari semua bentuk dan sistem pemikiran

religius, tetapi tidak bisa dibatasi pada sistem metafisika atau agama tertentu.24

Semangat toleransi merupakan ciri utama dari semua ajaran India. Mereka

lebih memperlihatkan semangat harmoni dari pada konflik, sintesis dan teloransi

dari pada oposisi dan sekterianisme. Tuhan tak terbatas, tak terbatas pada

aspekNya, dan tak terbatas pula cara mencapaiNya. Kita baca dalam Rg Veda

“Ekam Sat Vipra Bahudha Vadanti” “Kebenaran hanya satu, orang-orang

bijaksana memanggilNya dengan berbagai nama”. Pada dasarnya Bhagavad Gita

menekankan pengetahuan Sang Diri atau Tuhan sebagai satu-satunya tujuan

hidup.25

Sabda agung Bhagavad Gita ini, walaupun kata-katanya sederhana namun

kebenaran didalamnya, tidak mudah untuk diikuti dan diinsafi. Penyerahan diri

pada Tuhan, tinggal dalam Tuhan, Kirshna yang sebenarnya. Dulu, baik Jnana

Yoga maupun Bhakti Yoga yang ditekankan, namun dewasa ini Karma Yoga yang

ditekankan dalam ajaran pokok Bhagavad Gita. Tetapi kenyataannya Sri Krishna

23

Doni Dwi Hartanto, Endang Nurhayati, “Falsafah Hidup Bhakti Marga Yoga Dalam

Naskah Serat Bhagawad Gita” Vol 6, September 2017, h. 65-66. 24

I Nyoman Ananda, Agama Veda Dan Filsafat (Surabaya : Paramita, 2006) h. 104. 25

Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 105.

Page 38: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

27

tidak pernah menekankan salah satu dari Yoga-Yoga itu sebagai yang paling

utama, sebaliknya masing-masing Yoga sama pentingnya dengan yang lain26

Secara keseluruhan Bhagavad Gita menekankan pelaksanaan kewajiban

hidup dengan hati yang bebas dari keterikatan dan pikiran pemerolehan hal-hal

duniawi, dan membaktikan diri secara menyeluruh untuk memuja Tuhan.27

Sesungguhnya Bhagavad Gita mengajarkan kita agar mempunyai pandangan

dalam hidup ini.28

Dalam kepercayaan Hindu, epos Mahabarata juga dikenal sebagai kitab

Weda yang ke-V (Regweda ke-I, Samaweda ke-II, Yayurweda ke-III, dan

Atharweda-IV), dikarenakan mengandung Bhagavad Gita yang dipandang sebagai

Al-Qur’an atau Kitab Injilnya penganut agama Hindu, dan ajaran-ajaran Bhisma

kepada Pandawa yang termahsyur dalam Santiparwa dan Anusasanaparwa.29

Mahatma Gandhi menyatakan bahwa instisari ajaran Bhagavad Gita

adalah kerja tanpa pamerih.30

Beberapa prinsip besar ajaran agama yang

ditemukan Gandhi dalam Bhagavad Gita adalah pertama, Samakhava; yang

berarti bahwa seseorang tidak boleh merasa terganggu karena perasaan sakit atau

senang. Mereka harus berusaha meraih hak tanpa khawatir gagal atau berharap

sukses. Gandhi selalu menghindari usaha yang menghalalkan segala cara, dan ia

memberi perhatian besar tentang bagaimana mendatangkan perubahan. Prinsip

26

Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 106. 27

Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 108. 28

Nyoman S. Pendit, Bhagavad Gita, (T.tp : Lembaga Penyelenggara Penterjemahan Dan

penerbit Kitab Suci Weda Dan Dhammapada Departemen Agama R.I, 1967) h. xxviii. 29

Nyoman S. Pendit, Mahabharata Sebuah Perang Dahsyat Di Medan Kurushetra

(Jakarta : Bharata, 1993) h. xxiii-xxiv. 30

M. Syamsul Hadi, “Konsep Kasta Dalam Bhagavad Gita” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2009) h. 36-37.

Page 39: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

28

kedua, Aparigraha berarti sikap tak memiliki terhadap kebendaan. Kekayaan

spiritual dapat diraih dengan menjadi miskin dan bersih - tanpa memiliki

limpahan harta. Prinsip Ketiga, Ahimsa berarti tidak menyakiti segala yang

bernyawa, ia takkan membunuh atau mengizinkan membunuh kepada siapa saja,

baik untuk kepentingan makhluk tersebut maupun untuk dirinya sendiri.31

Bhagavad Gita mengajarkan bahwa kita harus menyucikan kesadaran ini

yang dicemari secara material. Dalam kesadaran yang murni kegiatan kita akan

digabungkan dengan kehendak isvara, dan itu akan membahagiakan diri kita.

tidak dimaksudkan agar kita menghentikan segala kegiatan kita. Melainkan

kegiatan kita harus disucikan dan kegiatan yang sudah disucikan disebut bhakti.32

Ada beberapa tokoh yang memberikan pandangan betapa pentingnya

kitab Bhagavad gita :

1. Jawaharlal Nehru - Perdana Mentri India

Bhagavad-Gita memberi landasan spiritual bagi keberadaan umat manusia.

Ia adalah panggilan (bagi seluruh umat manusia ) untuk berkarya dan menunaikan

kewajibannya di dunia dengan tetap memperhatikan tujuan spiritual semesta yang

jauh lebih penting dan mulia.

2. Herman Hesse - Penulis/filsuf Jerman

Kehebatan Bhagavad Gita terletak pada kemampuannya untuk

menjelaskan kebijakan hidup dengan sangat indah, sehingga filsafat pun berbunga

menjadi kepercayaan yang hidup.

31

I Ketut Wisarja, Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan (Surabaya : Paramita,

2007) h. 70-71 32

Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11.

Page 40: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

29

3. Rudolph Steiner - Filsuf Barat

Untuk memahami pesan Bhagavad-Gita yang begitu mulia dan halus, jiwa

kita harus berada pada gelombang yang sama dengannya.

4. Adolf Huxley - Filsuf Barat

Bhagavad Gita menjelaskan evolusi batin manusia dengan sangat jelas dan

sistematis, evolusi batin yang dapat mengangkat derajat manusia. Ia adalah intisari

dari filsafat perenial yang paling jelas dan lengkap. karena itu, ia penting bagi

seluruh umat manusia, bukan bagi India saja.

5. Vivekananda – Pujangga besar India

Cara untuk menggapai kesempurnaan hidup dengan bekerja tanpa

pamerih, itulah yang dijelaskan oleh Krishna dalam Bhagavad Gita33

C. Kedudukan Dan Peranan Bhagavad Gita

Bhagavad Gita juga bernama Gitoupanisad. Bhagavad Gita adalah hakekat

segala pengetahuan Veda dan salah satu di antara Upanisad-upanisad yang paling

penting dalam kesusastraan Veda.34

Bhagavad Gita merupakan sebuah kitab yang

penting kedudukannya didalam tradisi Hindu. Walaupun secara historis

penyusunannyaa terjadi sesudah kitab-kitab Veda, esensi dan popularitasnya tidak

kalah dengan kitab-kitab tersebut. Uniknya, meskipun tidak termasuk bagian dari

Veda, Bhagavad Gita secara kanonik telah terkodifikasi ke dalam kitab Sruti.

Lebih jauh dari itu, Bhagavad Gita tidak hanya popular dalam kalangan Hindu

33

Anand Krishna, Bhagavad Gita (Jakarta : Pusat Studi Veda Dan Dharma, 2004) h. xvi. 34

Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 2.

Page 41: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

30

saja, tetapi banyak sekali dihormati dan dibaca oleh kalangan luas, baik oleh ahli

sastra, ahli agama, dan filsafat, dengan beragam interpretasi dan tendensi.35

Bhagavad Gita dikenal sebagai Nyanyian Tuhan, Nyanyian Surga. Ia

bukan suatu karya esoterik yang dimaksudkan untuk dipahami oleh mereka yang

terinisiasi secara khusus saja, tetapi juga merupakan bait-bait sloka popular yang

bahkan membantu mereka-mereka “yang tersesat di wilayah kejamakan dan

keaneka ragaman ini”. Ia memberikan gagasan pada aspirasi para penziarah dari

segala sekte, yang mencari dan menapak jalan batin menuju pencerahan, Yang

begitu dalam menyentuh realitas dimana manusia berjuang, gagal dan menang.

Jutaan orang hindu, selama berabad-abad telah menemukan ketenangan dan

kenyamanan dalam kitab suci yang hebat ini, yang menyatakan secara tepat

dengan kata-kata yang menembus prinsip-prinsip esensial dari agama spiritual

yang tidak tergantung pada kenyataan-kenyataan yang tak berdasar, dogma-

dogma yang tidak ilmiah ataupun khayalan yang menyesatkan.36

Dengan sejarah kekuatan spiritualnya yang lama, bahkan hingga sekarang

ini, ia bertindak selaku sinar pencerah bagi semua orang yang akan menerima

pencerahan melalui pendalaman kebijaksanaannya, menyentuh dunia yang lebih

luas dan lebih dalam. Peperangan-peperangan hanyalah alegoris yang

mengantarkan penyajian pendidikan etika dan moralitas kehidupan. Ia merupakan

faktor pembentuk yang sangat ampuh dalam memperbaharui kehidupan spiritual

dan telah mengukuhkan tepat yang pasti diantara kitab-kitab suci agung dunia ini.

35

Tri Kurniawan Pamungkas, “Berkenalan Dengan Bhagavad Gita” dalam

http://lsfcogito.org/bhagavad-gita/ diakses tanggal 17 Maret 2016. 36

Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58.

Page 42: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

31

Perlu dicatat disini bahwa Gita pada awalnya telah mempengaruhi secaara luas

kepada Cina, Jepang dan belakangan ini ke Negara-negera Barat. Menarik untuk

mengamati bahwa pejabar esmii dari “the German Faith,” J.W.Hauner, seorang

sarjana Sanskrit yang bertindak sebagai seorang misonaris selama beberapa tahun

di India, menempatkan Bhagaavad Gita inti dari keyakinan bangsa Jerman.

Beliau menyebutnya, “sebuah karya abadi yang sangat penting” Beliau juga

menyatakan bahwa buku tersebut, “memberi kita bukan saja penglihatan batin

yang mendalam yang sah bagi segala jaman dan bagi segala kehidupan

keagamaan, tetapi juga menagandung sajian klasik dari salah satu tahapan sejarah

keagamaan Indo-Jerman yang sangat penting . . . . Ia menunjukan kepada kita

jalan mengenai sifat esensial dan karakteristik dasar dari agama Indo-Jerman.”37

Bhagavad Gita disebut sebagai sebuah Upanisad, karena inspirasi

utamanya diambil dari kelompok kitab suci istimewa, yaitu kitab-kitab Upanisad.

Walaupun Bhagavad Gita memberi kita visi kebenaran yang impresif dan

mendalam; walaupun ia membuka jalan baru bagi pikiran manusia, ia menerima

anggapan sebagai bagian dari tradisi generasi masa lalu dan yang ditanamkan

dalam bahasa yang dipergunakannya. Ia mengkristalisasi dan mengkonsentrasikan

pemikiran dan perasaan yang sedang berkembang diantara manusia-manusia

pemikir dari jamannya.38

Orang yang selalu sibuk berpikir tentang paham-paham jasmani tidak

dapat mengerti kedudukannya. Bhagavad Gita disabdakan untuk membebaskan

orang dari paham hidup yang yang bersifat jasmani, dan Arjuna menempatkan

dirinya dalam kedudukan ini untuk menerima keterangan tersebut dari Tuhan.

Orang harus dibebaskan dari paham hidup yang bersifat jasmani; itulah kegiatan

yang harus dilakukan terebih dahulu oleh seorang rohaniawan. Orang yang ingin

bebas dan mencapai pembebasan terlebih dahulu harus belajar bahwa dirinya

37

Maswinara, Bhagawad Gita, h. 58. 38

Maswinara, Bhagawad Gita, h. 60.

Page 43: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

32

bukan badan jasmani. Mukti atau pembebasan berarti bebas dari kesadaran

material.39

“Gita sastram idam punyam, yah pathet prayatah puman, visnoh padam

avanpnoti bhaya-sokadi-varjitah”. Bhagavad Gita ini menurut tokoh ajaran Saiva

Dharma, Maharesi Sankaracarya adalah kitab suci yang sangat suci. Orang-orang

yang tekun membacanya setiap hari, dia akan terbebaskan dari “Bhaya” atau

kecemasan, ketakutan, kesedihan dan kesengsaraan. Mengingat Bhagavad Gita

merupakan kitab suci yang selain memberikan pengetahuan-pengetahuan mulia.

Bhagavad Gita juga memiliki daya penyucian yang luar biasa.40

Kelebihan Bhagavad Gita dari kitab-kitab suci lain adalah Bhagavad Gita

menekankan kerja di dunia, dan mendesak manusia agar tidak berhenti bekerja

untuk kebaikan orang lain. Kita akan lihat ketika kita mendiskusikan Karma

Yoga. Bagaimana kerja dijadikan sarana penyucian diri pencapaian Brahma-

Nirvana. Setelah mencapai kesempurnan dalam Yoga, seseorang tidak berhenti

bekerja walaupun tiada lagi yang ia ingin peroleh dari kerja.41

Bhagavad Gita adalah mutiara dari semua aliran falsafah dan agama yang

ada dalam kepercayaan Hindu. Ia mengandung kebeneran dan metafisika dalam

berbgai aspek dan dan mengemban setiap bentuk pemikiran. Tuhan tidak terbatas

pula aspek-aspekNya. Karena itu, tidak terbatas pula jalann untuk mencapainya,

seperti kata Krisna kepada Arjuna “Jalan mana pun yang ditempuh manusia

kearah ku, semua kuterima. Dari mana-mana mereka menuju jalanKu”

39

Prabhupada, Bhagavad Gita Menurut Aslinya, h. 11. 40

Darmayasa, “Mengenali Bhagavad Gita sebagai Pancamo Veda” dalam

http://phdi.or.id/artikel/mengenali-bhagavad-gita-sebagai-pancamo-veda diakses tanggal 12

Februari 2017. 41

Ananda, Agama Veda Dan Filsafat, h. 140.

Page 44: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

33

Bagi pemikir Barat, Bhagavad Gita yang merupakan sintesa dan penuh

toleransi agak ganjil karena pelaksanaan ajaran-ajarannya ditentukan oleh masing-

masing penganutnya. Yang lebih ganjil lagi, dalam masyarakat Hindu tertata rapi,

masing-masing orang mencari jalan sendiri untuk memberi arti pada hidupnya

dan melepaskan diri dari belenggu Karmapala lewat jalan kerohanian yang

dipilihnya.42

Karya-karya besar seperti Bhagavad Gita bukanlah literatur biasa. Bukan

pula karya klasik yang biasa dibaca ulang beberapa kali saja. Karya besar seperti

ini adalah panduan untuk seumur hidup.43

Betapa pentingnya kedudukan kitab

Bhagavad Gita bagi para penganut agama Hindu, banyak makna filosofis yang

tersirat dalam Bhagavad Gita yang seharusnya bisa diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari.

42

Nyoman S. Pendit, BhagavadGita (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. xii. 43

Anand Krishna, Kebijakan Bhagavad Gita Bagi Generasi Y (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2017) h. 19.

Page 45: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

34

BAB III

KONSEP UMUM TENTANG KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU

A. Tuhan Dalam Teks Suci

sastrayonitvat: Kitab Suci sebagai alat dari pengetahuan yang benar. Kitab

suci (sajalah) jalan menuju kepada pengetahuan yang benar (dalam hubungannya

dengan Brahman, pemaparan seperti yang diceritakan pada sutra 2 membenarkan

hal ini).

(Sutra ini juga dapat ditafisrkan dengan jalan lain. Telah dikatakan dalam Sutra 2

bahwa brahman, yang merupakan penyebab kejamakan alam semesta ini, dengan

sendirinya maha tau. Sutra ini membenarkan hal itu. Kalau demikian maka dia

seharusnya dibaca : “(Brahman yang mahatau dan mahakuasa dari) keberadaan-

Nya menjadi sumber naskah suci ini. “Kitab suci sendiri menyatakan bahwa

Yang Kuasa sendiri yang menghembuskan nafas Veda ini. Karena itu Dia yang

telah menciptkan naskah suci ini, yang mengandung pengetahuan yang

mengagumkan ini tak dapat tidak pasti mahatahu dan mahakuasa).1

Sutra ini membuat lebih jelas gagasan yang dikemukakan pada sutra 2.

Bila masih ada keraguan tentang Brahman sebagai asal mula dan lain-lain dari

dunia yang ditetapkan oleh otoritas naskah suci, dan bukan karena penyimpulan

dan lain-lain, yang berdiri sendiri dari hal tersebut, sutra ini memperjelas bahwa

sruti sajalah satu-satunya yang merupakan bukti tentang Brahman.

Brahman adalah sesuatu yang telah ada, sehingga Dia juga dapat dipahami

dengan jalan pengetahuan lain yang benar, yang terpisah dengan naskah suci.

Brahman tidak memiliki bentuk dan lain-lain sehingga tak akan dapat dipahami

dengan persepsi langsung. Disamping itu, pada karakteristik yang terpisah, seperti

asap dari apinya. Dia tak dapat ditetapkan dengan penyimpulan atau analogi

1 Svami Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan (Surabaya:

Paramita, 2004) h. 74.

Page 46: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

35

(upamana). Karena itu dia hanya dapat dipahami melalui naskah suci. Kitab suci

sendiri berkata: “Dia yang tidak mengetahui tentang naskah suci, tak akan dapat

memahami Brahman.” Tak dapat diasingkan, seperti yang benar juga memiliki

bidang, tetapi hanya setelah Brahman ditetapkan oleh naskah suci – sebagai

pelengkap dari padanya dan bukan berdiri sendiri darinya.2

Naskah-naskah Vedanta hanya mengacu kepada Brahman saja, sebab

semuanya itu menjadikan brahman sebagai topik pembicaraan, Tujuan utama dari

suatu ajaran dikumpulkan dari karakteristik berikut; (1) Permulaan dan

kesimpulan, (2) pengulangan, (3) kekhususan materi topik, (4) hasil, (5) pujian,

dan (6) penalaran. Keenam hal ini membantu untuk mencapai tujuan

sesungguhnya dari pekerjaan apapun. Dalam bab 6 Chandogya Upanishad

misalnya, Brahman merupakan tujuan utama dari seluruh paragraf, sebab keenam

karakteristiknya tertuju pada Brahman.3

Mula-mula Brahman berarti doa dan kemudian kekuatan gaib yang

terkandung dalam doa. Karena dalam agama Brahmana korban dan doa dinilai

tinggi sekali, maka arti Brahman pun menjadi sangat tinggi pula. Dalam ajaran

Upanishad, Brahman dianggap sebagai yang menyebabkan adanya dan

berlangsungnya segala sesuatu yang ada. Brahman pula yang meyababkan segala

gerakan dan perubahan. Brahman menjadi semacam “jiwa alam semesta”. Hal ini

diungkapkan dalam Mundaka Upanishad III, 1 : 7, 8 sebagai beikut “Brahman

adalah yang tertinggi, Dia adalah cahaya, dia di luar pemikiran. Dia yang lebih

pandai dari yang terpandai. dia lebih jauh dari yang terjauh, dan dia lebih dekat

2 Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan, h. 75.

3 Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan, h. 76.

Page 47: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

36

dari yang terdekat. Dia bertempat pada Padma hati segala wujud. Mata tidak

mampu memandang dan melihat-Nya, indera tidak mampu mencapai-Nya. dia

digapai bukan dengan kekerasan dan bukannya dengan upacara korban.4

Di dalam Brahman kita menemukan bahwa dunia yang berubah-ubah ini

adalah ekspresi parsial yang tidak sempurna. Brahman adalah sumber dan

penopang alam semesta ini. Taittiriya Upanishad mengatakan, “ Carilah ia dari

mana semua yang ada ini lahir, dan dimana semua ini dilahirkan, hidup dan

kedalam mana semua ini masuk setelah peleburan, itulah Brahman”

Brahman, sebagai segala sumber kekuatan, seperti kekuatan api untuk

membakar, kekuatan air untuk mebasahi, kekuatan indera manusia untuk bekerja,

djelaskan secara alegoris di dalam Kena Upanishad. Sebaliknya Brahman yang

transendental diuraikan di dalam Brihadaranyaka Upanishad, “Inilah Brahman

tanpa sebab dan akibat, tanpa segala sesuatu didalamnya ataupun di luarnya”.5

Kena Upanishad juga menjelaskan bahwasanya yang tidak dapat dilihat oleh

mata, tapi yang membuat mata bisa melihat, disebut Brahman. Menurut

Upanishad ini, Brahman adalah intisari dari semua benda dan makhluk di dunia

ini. Brahman di luar jangkauan dari pikiran dan kecerdasan6

Para filsuf India tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang diajarkan

Veda. Mungkin kita bisa mengatakan bahwa mereka memberikan pengetahuan

tentang Brahman, dan menekankan bahwa pekerjaan adalah sarana untuk

mencapai pengetahuan itu. Jika kita telah disucikan dengan yadnya dan kerja

4 Rahmat Fajri dkk, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Belukar, 2012) h. 80-81.

5 I Nyoman Ananda, Agama Veda dan Filsafat (Surabaya : Paramita, 2006) h. 44-45.

6 Bansi Pandit, Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafatnya

(Surabaya : Paramita, 2003) h. 29.

Page 48: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

37

tanpa pamrih, baru kita menjadi pantas untuk menerima pengetahuan Brahman.

Karena itulah Veda dibagi menjadi dua bagian Karma Kanda menyangkut kerja,

dan Jnana kanda, penyangkut pengetahuan. Upanishad, bagian akhir Veda (juga

disebut Vedanta, berarti akhir Veda), mencangkup bagian yang berhubungan

dengan pengetahuan.7

Kitab Uphanishad merupakan bagian penting dari kitab-kitab Veda

(Caturveda Samitha). Kitab Upanishad memberikan wejangan tentang rahasia

tertinggi terhadap umat manusia. Kitab-kitab ini berisi intisari dari kitab-kitab

Veda dan merupakan dasar kebenaran spiritual bagi seseorang yang mencari

pencerahan spiritual. Secara khusus kitab Upanishad mengandung ajaran filsafat.8

Salah satu konsekwensi yang ditarik oleh Upanishad-upanishad dari

ajarannya tentang hakekat yang terdalam dari segala yang ada ialah pernyataan,

bahwa segala rupa itu hanya” “maya” belaka. Yang dimaksudkan dengan kata

maya itu ialah pengertian “lamunan” atau fatamorgana. Apabila dunia pada

hakekatnya yang sedalam-dalamnya itu satu, maka seluruh keanekaragaman semu

dari pada segala hal itu hanyalah lamunan, maya belaka. “Orang yang mahir di

dalam Upanishad-upanishad melihat segala sesuatu itu, sebagaimana ia

memandang mimpi dan kesilauan.”. demikian tertulis dalam suatu bagian dari

Upanishad. Ada kalanya dikatakan secara demikian: “Brahman, yang tidak

bermutu itu masuk, ke dalam serba-banyak, di mana ia memainkan peranan

ilahinya. Pada suatu saat permainan ilahi ini berkahir, lalu semuanya tenggelam

kembali ke dalam Brahman”. “Tahu akan hal ini membuat manusia kaya dan

7 Ananda, Agama Veda dan Filsafat, h. 24-25.

8 I Made Titib, “Pengantar Weda” ( Surabaya : Paramita, 2003) h. 113.

Page 49: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

38

tenteram. Ini lebih berharga dari pada yang lain-lainnya”. Secara demikianlah

diterangkan di dalam Upanishad-upanishad ajaran tentang “adwaita”, yakni ajaran

yang menyatakan bahwa Brahman dan Atman “tidak dua” adanya.9

Dalam RgVeda 1.164.46 dinyatakan wujud Tuhan dalam konsep Saguna

Brahman hadir sebagai wujud para Dewa seperti: Agni, Yama, Matariswa. Dalam

lontar Wrshaspati Tattwa, konsep Tuhan dalam saguna Brahman dinyatakan

sebagai Sadasiwa. Tuhan dalam konsep Sadasiwa adaalah Ia yang mempunyai

empat kekuatan atau kemahakuasaan. (cadu sakti).10

Sesungguhnya, pada masa permulaan dari zaman yang tertua, yang ada

diseluruh Alam Semesta ini, hanyalah Diri Brahman (Tuhan Yang Maha Esa)

yang Maha Tak Terbatas, yang tidak dibatasi oleh apa pun, baik disebelah Timur,

disebelah Selatan, disebelah Barat, disebelah Utara, di Atas, di Bawah, maupun

disetiap arah penjuru. Sesungguhnya, bagi Diri Beliau itu, arah Timur dan arah

sebelah Penjuru Mata angina yang lainnya, serta arah yang lainnya lagi, pun

bagian Bawah, bagian Atas, tidak ada.

Keadaan atau sifat-sifat Sang Roh Maha Agung, (Maha-Atman) itu tidak

dapat dibayangkan. Beliau tidak dilahirkan, tidak dapat difikirkaan. Bagi Beliau,

Maha Ruang yang meliputi seluruh bagian dari Alam Semesta ini merupaan Roh-

nya (Akastaman). Pada waktu terjadi Maha Pralaya (Kiamat Besar), yang ada,

yang tetap bangun kesadarannya, hanya Diri beliau saja. Dari Ruang yang maha

luas dari Alam Semesta itu, yang membangunkan Alam Semesta yang

keadaannya bagikan suatu masa fikiran yang maha besar, yang masih dalam

9 A.G Honig, Ilmu Agama, (Jakarta : Gunung Mulia, 2009) h. 113.

10 I Made Adi Brahman, “Korelasi Ajaran Cadu Sakti Dengan Catur Yoga” jurnal

Penelitan Agama vol. 3 no. 2, 2017, h. 11.

Page 50: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

39

keadaan tidur, adalah Sang Roh Maha Agung (Tuhan Yang Maha Esa). Seluruh

isi Alam Semesta ini, yang mencipta dengan fikiran-fikiran-Nya, adalah Sang Roh

Maha Agung itu.11

Ajaran untuk mencapai kemanunggalingan atau penyatuan kembali yang

murni dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) adalah sebagai berikut ini:

Pengaturan Napas (Pranayama), Penarikan kesadran indria dari dunia luar

(Pratyahara), Meditasi (Dhayana), Konsentrasi (Dharana), Kontemplasi (Tarka),

atau kadang-kadang disamakan dengan Savikalpaka-Samadhi = Samadhi atau

meditasi masih dengan ikatan pada Fikiran), dan Absorpsi (Samadhi) (Meditasi

tingkat sangat tinggi, yang kadang-kadang disamakan dengan Nir-Vakalpaka-

Samadhi, yaitu Meditasi tanpa terikat lagi kepada Fikiran). Inilah yang dinamai

Ke-Enam Bagian dari Yoga.12

Di dalam pemikiran Hindu terdapat dua aliran yang sangat berlainan yang

berhubungan dengan Tuhan. Pertama adalah aliran keesaan, dan kedua adalah

aliran perbilangan. Pada orang-orang Hindu bilangan Tuhan amatlah besar.

Sebagaimana yang telah disebutkan, bagi mereka tiap-tiap satu kekuatan mutlak,

masing-masing dapat memberikan faedah atau membahayakan, seperti air, api,

sungai-sungai, dan gunung-gunung. Dialah Tuhan yang mereka harapkan

pertolongannya pada masa-masa kesulitan. Mereka menyeru Tuhan-tuhan itu

supaya memberkati keturunan dan harta benda mereka yang terdiri dari, binatang-

11

Sugiarto, Maitri Upanisad (T.tp: Markas Besar Tentara Nasional Indoneisa Angkatan

Laut, t.t) h. 46 12

Sugiarto, Maitri Upanisad, h. 47

Page 51: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

40

binatang ternak, barang-barang, makanan, dan buah-buahan serta menolong

mereka dalam masa kesulitan.13

B. Sifat Ketuhanan Personal dan Impersonal

Tuhan merupakan prima causa (penyebab atau faktor utama) yang bersifat

mutlak karena harus ada sebagai asal atau sumber atas semua yang ada. Tanpa ada

Tuhan tidak ada ciptaan ini.14

Untuk mengenal dan mengetahui Tuhan kita

memerlukan nama, penggambaran tentang sifat, hakekatnya atau apa saja yang

dapat memberi keterangan yang jelas dalam membantu untuk mengahayati Tuhan

itu. Setiap kali kita menyebut nama Tuhan pikiran kita dipaksa untuk berpikir

tentang Tuhan dalam segala kemampuan pikir kita untuk mengenalnya.15

Bagi mereka yang tinggi pengetahuan rohaninya, Tuhan Yang Maha Esa

digambarkan dalam pikirannya sebagai Impersonal God (tanpa wujud baik dalam

pikiran maupun dalam kata-kata) sedangkan bagi yang pemahamannya sederhana,

Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai Personal God, berpribadi dan

dibayangkan sebagai wujud-wujud yang agung, maha kasih, maha besar dan lain

sebagainya. Pada umumnya umat beragama menyembah Tuhan Yang Maha Esa

yang personal ini. Penggambaran dalam alam pikiran manusia umumnya sebagai

yang serba mulia, suci, luhur, tinggi dan jauh.16

Kata Brahman (adalah bentuk neutrum dari Brahma) yang berarti; yang

tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar, yang meluap dari diri-

13

Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar Di India (Jakarta : Bumi Aksara, 1998) h. 25-26. 14

Gede Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya) (Jakarta : Mayasari, 1977) h. 13. 15

Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya), h. 14-15. 16

I Made Titib, Pengantar Weda, h. 92.

Page 52: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

41

Nya, dan sejenisnya. Ciptaan-Nya muncul dari diri-Nya, seperti halnya Veda yang

mucul dari nafas-Nya. Kemahakuasaan Hyang Brahma sebagai pencipta jagat

raya didukung oleh sakti-Nya yang disebut Sarasvati, dewi pengetahuan dan

kebijaksanaan yang memberikan inspirasi untuk kebajikan umat manusia. Bila

disebut sebagai Brahma, maka Ia adalah manifestasi utama Tuhan Yang Maha Esa

sebagai pencipta, dengan demikian Brahma saat ini adalah Tuhan Yang

Berpribadi (Personal God). Brahma digambarkan berwajah empat (Caturmukha)

dan lain-lain. Dengan demikian Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan Yang

Tidak Berwujud dalam alam pikiran manusia (Impersonal God) sedang disebut

Brahma, ketika ia telah mengambil wujud dalam menciptakan alam semesta

beserta segala isinya17

.

Keberadaan Tuhan menurut Naiyayikas18

disebut bahwa Tuhan bersifat

pribadi dalam artian wujud Tuhan dapat ditangkap oleh pemikiran, perasaan dan

dapat diberi atribut sehingga adanya Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, dan

pelebur semua termasuk sifat Tuhan yang pribadi (Personal God).19

Dalam

Bhagavad Gita VII - 5

aperyam itas tv anyam prakrtim viddhi me param, jiva-bhutam maha-baho

yayedam dharyate jagat

Artinya :

Ini adalah unsur alam-Ku yang lebih rendah. Ketahuilah unsur alam-Ku

yang lebih tinggi lainnya, yang merupakan sang roh, yang menyangga

alam dunia ini, wahai Mahabaho (Arjuna).

17

I Wayan Sudarma, “Sang Hyang Widhi (Personal dan Impersonal Godhead)” dalam

http://artadharma.blogspot.com/2012/09/sanghyang-widhi-personal-impersonal.html diakses

tanggal 8 September 2012. 18

Naiyayikas, merupakan nama dari salah satu dari enam aliran hindu ortodoks (astika) 19

I Gusti Ngurah Elga Pra Sutrawan, “Komperasi Filsafat Ketuhanan Nyaya Darsana

Dengan Baruch Spinoza” Jurnal Penelitian Agama Hindu, vol. 1 no. 2 oktober 2017, h. 502

Page 53: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

42

Yang tertinggi juga disebut Iswara, sebagai Tuhan berpribadi dari alam semesta

ini, yang mengandung jiwa sadar (ksetrajna) dan unsur alam yang tidak sadar

(ksetra). Keduanya ini dianggap sebagai aspek-Nya yang lebih tinggi (para) dan

aspek yang lebih rendah (apara) Ia merupakan nyawa dan wujud dari setiap

makhluk.20

Bila kita mengkaji tentang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) di dalam

kitab suci dan kitab-kitab Vedanta, maka kita menemukan 2 pandangan yang

berbeda tentang Brahman, yakni sebagai Yang Tidak berwujud, dan yang

berwujud seperti dijelaskan dalam kitab-kitab Vedanta (Upanishad). Berdasarkan

penjelasan dalam kitab Brahma Sutra21

, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah

yang menjadikan alam semesta dan segala yang terdapat di dalamnya.22

Aliran ketuhanan dalam Upanishad mengajarkan bahwa Tuhan senantiasa

tinggal dalam keabadianNya tetap bekerja di dunia kita ini. Tuhan menguasai

seluruh alam semesta dan semua yang ada di dalamnya adalah milikNya. Dalam

Bhagavad Gita kencenderungan ketuhanan ini berkembang menjadi paham

ketuhanan yang penuh, dan manusia tidak lagi secara esklusif melihat ke dalam

untuk mencari dasar abadi dari jiwanya, tetapi beralih ke luar untuk bertemu

TuhanNya yang transenden. Tujuan ideal hidup manusia bukan lagi persekutuan

jati diri individual dengan Tuhan Yang Mutlak, ilahi yang tertinggi, Tetapi

20

I Wayan Maswinara, Srimad Bhagawad Gita (Surabaya : Paramita, 2003) h. 284. 21

Tentang Kitab Suci atau sastra agama sebagai sumber atau ajaran, untuk memahami

Tuhan Yang Maha Esa, kitab Brahma Sutra, secara tegas menyatakan: Sastrayonitvat (I. 1. 3),

yang artinya: kitab suci (Veda) dan sastra agam adalah sumber untuk memahaminya-Nya. Lebih

jauh dalam kitab yang sama dinyatakan: Tatu Samanvayat (I. 1. 3) yang artinya: Tetapi Dia

(Brahman hanya dapat diketahui dari kitab suci dan bukan dengaan bebas dalaam arti yang lain),

karena hal itu merupakan penjelasan yang utama (dari semua kitab-kitab Vedanta). 22

I MadeTitib, “Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu (Surabaya : Paramita,

2003) h. 13.

Page 54: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

43

penyatuan dan penyerahan total dari jati diri individual kepada Tuhan yang penuh

cinta dan kuasa. Maka Yang Ilahi bisa berupa Yang Mutlak (Brahman).23

Dalam kitab-kitab Upanishad, Brahman adalah yang abadi sekaligus

sumber dari segenap alam fenomenal; Dia adalah diri yang terdalam di dalam

hakikat manusia. Terutama dalam kitab-kitab Upanishad yang lebih awal disana

terdapat identifikasi antara diri terdalam manusia dengan yang Mutlak yang tak

mengubah dan mengontrol seluruh alam semesta. Meskipun kencenderungan

nondualis ini ditemukan sebagai suatu tema pokok mereka yang terus diulang,

namun kecenderungan kearah konsep tentang Ada tertinggi dalam pengertian

personal berbeda dari alam semesta dan dari diri manusia.

C. Pandangan Tentang Monoteisme

Kata monoteisme berasal dari kata Yunani, yaitu monon yang berarti

“tunggal”, dan theos yang berarti “Tuhan”. Jadi, monoteisme adalah kepercayaan

atau paham bahwa Tuhan adalah satu atau tunggal dan berkuasa penuh atas segala

sesuatu.24

Ada suatu Kecerdasan Kosmos yang ada di dalam semua hal dan

menembus semua hal. Ini adalah zat yang sesungguhnya. Darinya semua berasal.

Ia adalah Zat Cerdas atau Bahan Akal. Ia adalah Tuhan. Jika tidak ada zat, tidak

akan ada kecerdasan; jika tidak ada zat, tidak akan ada apa-apa.25

23

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: KANSIUS, 1995) h. 101-

102. 24

Ali Imron Sejarah Terlengkap Agama-Agama Dunia Dari Masa Klasik Hingga

Modern (Yogyakarta : IRCISoD, 2015) h. 15 25

Wallace D. Wattles, Mencapai Hidup Dengan Keagungan (Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama, 2007) h. 17.

Page 55: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

44

Tuhan adalah Raja atau Pemimpin seluruh alam semesta ini. Beliau adalah

Pengendali dan Penguasa tertinggi. Dalam menjalankan „kepemimpinannya‟

Tuhan menciptakan makhluk-makhluk yang diberi kemampuan ilahi untuk

bertugas dalam pengendalian alam semesta ini. Para makhluk itu diantaranya

adalah dewa.26

Tuhan adalah sumber pertama dari semua ciptaan ini. Antara

pencipta (Tuhan) dengan yang dicipta tidaklah sama kedudukannya. Artinya

Tuhan tidak sama dengan Dewa. Dewa diciptakan olehNya setelah menjadikan

semua alam semesta ini berikut isinya.27

Menurut kitab Bhagavad Gita, dewa bukanlah Tuhan, hasil pemujaan

kepada dewa bersifat terbatas dan hanya sementara.28

Dalam Bhagavad Gita 9.23

ye py anya-devata-bhakta yajante sraddhayanvitah te pi mam eva

kaunteya yajanty avidhi-purvakam

Artinya:

Orang yang mejadi penyembah dewa-dewa dan menyembah dewa-dewa

itu penuh kepercayaan, sebenarnya mereka menyembah-Ku, tetapi mereka

berbuat demikian dengan cara yang keliru.29

Agama Hindu adalah agama yang Monotheisme atau percaya akan satu

Tuhan. Konsepsi tentang pengertian Keesaan Tuhan telah ada dalam Pustaka Suci

Veda. Semua orang beragama mufakat dalam mengartikan Tuhan sebagai Yang

Maha Tinggi, tetapi arti dari Yang Maha Tinggi itu berbeda-beda menurut

keyakinan agama masing-masing. Namun yang jelas menurut konsepsi

Monotheisme, Tuhan tidak boleh dicampurkan dengan hal-hal dunia, karena

Tuhan itu satu adanya, dan tidak dapat dibagi-bagikan kemuliaanya.

26

Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka (Yogyakarta : Narayana Smrti Press,

2006) h. 15. 27

Gede Pudja, Sraddha (Jakarta : Mayasari, 1984) h. 28. 28

Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka, h. 17. 29

Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka, h. 18.

Page 56: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

45

Menurut Veda, Tuhan adalah Maha kuasa, Maha Ada, dan menjadi

sumber dari segala yang ada dan tiada. Kepercayaan akan Keesaan Tuhan dalam

Veda dapat dilihat dari rumusan-rumusan ayat atau mantera yang terdapat di

dalam Rg Veda. dalam mantera-mantera tersebut sifat-sifat Keesaan Tuhan

digambarkan dengan berbagai sebutan mula-mula Purusa (tak terbatas), kemudian

Hiranyagarbha (pencipta semua makhluk), Prajaspati (asal mula semua makhluk),

Pita (ayah dari semua yang ada).30

Doa-doa yang menyeru Tuhan kebanyakan terdapat dalam Atarwa-Weda,

yaitu Weda yang termuda di antara keempat macam Weda yang ada itu.31

(Rig

Weda, Sama Weda, Yayur Weda).

Doa-doa yang terkandung dalam Weda meliputi tingkatan doa yang paling

primitif yang bergerak naik ke tingkatan kesangsian akan adanya Tuhan Maha Esa

dan sempurna atas keyakinan dan keinsafan akan ke Esaan Tuhan yang Maha

Kuasa itu. Weda juga mengajarkan bahwa Tuhan itulah yang mencurahkan alas

tempat susu dari bulu, agar menjadi bersih. Dialah tiangnya alam ini dan Dialah

yang memiliki doa fajar, dimana segala ahli hukama membaca tasbih memujanya.

Suma, yaitu sumber kebersihan akan tetap ada, demikian juga sumber kebahagian

dengan bejana-bejana korban dan ia kelihatan mengembangkan doa seperti

lembu-lembu jantan mendatangi lembu-lembu betina.32

30

Gde Sara Sastra, Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu (Surabaya : Paramita,

2005) h. 44 31

Syamsuddin Abdullah dkk, Fenomenologi Agama, (Proyek Pembinaan Prasarana dan

Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan

Agama Islam, 183/1984) h. 93 32

Abdullah dkk, Fenomenologi Agama, h. 93

Page 57: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

46

Tuhan Maha Esa adalah merupakan pokok keyakinan di dalam agama

Brahma itu. Akan tetapi Tuhan Maha Esa itu dinyatakan meresapi seluruh alam

dan berada pada seluruh alam :

Brahman is supreme. He is self-luminous. He is beyond all thought.

Subtler than the subtlest is He, farthest than the farthest, nearer te nearest.

He resides in the lotus of the hearth of every being. (Brahman itu maha

agung. Dia cemerlang sepanjang zatnya. Dia berada di luar seluruh

pemikiran. Dia maha gaib dari yang paling gaib, maha jauh dari yang

paling jauh, maha dekat dari yang paling dekat. Dia bersemayam di dalam

seroja hati setiap makhluk)

Uphanishad, Mundaka

Dari petikan ayat Upanishad di atas, diantara sekian banyak ayat lainnya,

dapat disaksikan bahwa keyakinan yang murni di dalam Agama Brahma itu

berasaskan keesaan Ilahi yang murni ( Pure Monotheisme)33

Umat Hindu wajib meyakini atau beriman terhadap Hyang Widhi

(Brahman), bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Adil dan

Bijaksana, Maha Esa, serta Maha Segala-galanya. Dia memiliki kuasa atas segala

pencipta, pemelihara, dan pelebur alam semesta dengan segala isinya. Hal ini

dijelaskan dalam Bhagavad Gita X.20 :

Aham atma gudakesa, sarva bhutasya sthutah aham adis cha, madyam

eka, bhutanam anta eva cha. (Aku adalah jiwa yang bersemayam dalam

hati semua insani. Wahai Gudakesa Aku adalah permulaan pertengahan

dan akhir dari semua mahkluk dan yang ada ini)

Menurut ajaran Hindu, Tuhan Yang Maha Esa tidak terjangkau oleh

pikiran dan indra, yang gaib disebut berbagai nama sesuai dengan jangkauan

pikiran, namun Dia hanya satu; tunggal ada-Nya.34

33

Joesoef Sou‟yb, “Agama-Agama Besar Di Dunia” ( Jakarta : PT Al Husna Zikra, 1996)

h. 45.

Page 58: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

47

Menurut Pudja35

, konsep ketuhanan dalam agama Hindu disebut

brahmawidya, yang artinya sama dengan teologi, yaitu ilmu yang mempelajari

tentang Tuhan. Pudja juga menambahkan bahwa dalam agama Hindu, Brahman

berarti Tuhan, gelar yang diberikan kepada Tuhan sebagai Dzat yang

memeberikan kehidupan kepada semua ciptaan-Nya; Dia adalah Dzat Yang Maha

Kuasa.36

Dengan banyaknya pecinta Tuhan dalam Hindu, jelaslah motivasi utama

monoteisme mereka lebih bersifat religius dari pada filosofis dan lebih didasarkan

pada pengalaman religius yang khusyuk dari pada akal yang murni, meskipun akal

digunakan juga untuk membenarkan pengalaman mereka. Tampaknya mereka

mencari dan menentukaan Tuhan Pribadi yang berkenan membalas cinta dengan

cinta, dan mengabulkan devosi mereka dengan rahmat.37

Monoteisme idealistis (segala sesuatu dikembalikan pada satu asas, yaitu

Brahman dan Atman). Brahman (sebab adanya dunia, berada dalam segala

sesuatu) dan Atman (zat yang sejati, hakikat manusia) Di dalam Atman itulah,

Brahman imanen.38

34 Ali Imron, “Sejerah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia” ( Yogyakarta : IRCISoD,

2015) h. 89. 35

Gede Pudja, lelaki Bali ini dilahirkan di Mataram, Lombok. Ayahnya Made Tarka,

adalah bendaharawan daerah Mataram. Pudja mendapat kepercayaan untuk menagajar bahasa

Sanskerta pada murid kelas 1 di tempatnya bersekolah. Keahliannya pada bahasa Sanskerta itu

membuat Ia merampungkan tidak kurang dari 15 buah kitab tuntunan agama Hindu, hasil

terjemahan antara lain; Sama Weda, Reg Weda. 36

Imron, Sejarah Terlengakap Agama-Agama Di Dunia, h. 89 37

Devamony, “Fenomenologi Agama” h. 127 38

Ali Anwar, Tono Tp, “Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat” (Bandung: CV Pustaka

Setia, 2005) h. 75

Page 59: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

48

D. Pandangan Tentang Politeisme

Politeisme adalah bentuk penyembahan terhadap makhluk-makhluk gaib

yang memiliki nama dan bertugas mengatur jalannya jagat raya, yaitu para dewa.

Dalam kepercayaan ini para dewa mempunyai tugas tertentu dan sifat-sifat

kepribadian yang jelas,. Keberadaan para dewa ini berbeda halnya dengan roh

karena memiliki kekuasaan dan disembah secara umum; tidak sepertii roh yang

biasanya hanya disembah oleh suku atau keluarga tetentu.39

Konsep Tuhan Hindu memiliki dua gambaran khas. Tergantung pada

kebutuhan dan selera dari para pemuja-Nya, Dia dapat terlihat dalam suatu wujud

yang mereka sukai untuk pemujaan dan menanggapinya melalui wujud tersebut.

Dia juga dapat menjelmakan Diri-Nya di antara makhluk manusia untuk

membimbingnya menuju Tuhan-Nya. Dan penjelmaan ini merupakan sutu proses

berlanjut yang mengambil tempat dimanapun dan kapanpun yang dianggap-Nya

perlu.

Kemudian, ada aspek Tuhan lainnya sebagai Yang Mutlak, yang biasanya

disebut sebagai „Brahman‟ yang berarti besar tak terbatas. Dia adalah

Ketakterbatasan itu sendiri. Namun, Dia juga bersifat immanen pada segala yang

tercipta.40

Politeisme Hindu walaupun kelihatannya jelas, tetapi masih merupakan

teka-teki misterius yang akan tetap berlanjut demikian sampai ia dipandang dalam

perspektif yang benar. Ada tiga aspek terhadap politheisme ini. Tiga keyakinan

utama tentang pemujaan devata – Trimurti yang terdiri dari Brahma, Visnu, Siva –

39

Imron, Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia, h. 14 40

Svami Harshananda, “Dewa-Dewi Hindu” ( Surabaya : Paramita, 2007) h. 3

Page 60: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

49

bersama dengan pendampingnya, membentuk aspek pertama. Disini segala

pemujaan wujud devata dianggap sebagai aspek berbeda-beda dari Tuhan Yang

Mahaesa, Isvara. Devata-devata minor seperti Ganesha dan Kumara, membentuk

aspek kedua. Walaupun para devata ini kadang-kadang juga dilukiskan sebagai

aspek Tuhan Tertinggi, umumnya kedudukannya lebih rendah ketimbang trimurti

tersebut. Dengan demikian mereka itu menyatakan manifestasi terbatas dari

Tuhan. Lokapala (penjaga dunia) yang disebut sebagai Dikpala (penjaga arah

mata angin) seperti indra, Varuna, Agni dan lain sebagainya menempati aspek

ketiga.41

Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi

kekekuataan suci guna kesempurnaan hidup para makhluk. Dewa itu bukan Sang

Hyang Widhi atau Brahman, ia hanyalah merupakan sinarnyaNya. Kata Dewa

berasal dari Sanskerta : DIV, yang artinya Sinar.42

Pernyataan Sri Krsna dalam Bhagavad Gita IV. 11 dan VII. 21, bahwa Dia

sebagai Penguasa Tertinggi akan menanggapi para bhakti-Nya dalam bentuk

pemujaan apapun dan jalan pendekatan apapun, hal ini dapat menjadi, dasar

filosofi khas Hinduisme, dan bagi politeisme ini. Dengan demikian Tuhan dapat

menjadi segala-galanya bagi seluruh umat manusia dan manusia sendiri dapat

memohon apapun kepada-Nya.43

Terkait konsep Tuhan dalam agama Hindu yang erat dengan sebutan

politeisme, nyatanya sepanjang sejarah telah menyatakan beberapa perspektif

tentang sifat ketuhanan atau realitas tertinggi yang menyatakan dewa-dewa dalam

41

Harshananda, Dewa-Dewi Hindu, h. 4 42

t.p, Upadeca (Denpasar : Parisada Hindu Dharma, 1968) h. 17. 43

Harshananda, Dewa-Dewi Hiindu, h. 5

Page 61: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

50

mitologi Hindu adalah manifestasi Tuhan dalam fungsi tertentu. Oleh karena

kekuasaan dan fungsi Tuhan demikian luas dan dalam, maka Tuhan mewujudkan

diri dalam wujud dewa-dewa. Dengan kata lain, dewa-dewa adalah ciptaan Tuhan

seakan-akan dewa-dewa itu terpisah dengan Tuhan, padahal sesungguhnya

mereka adalah bagian integral dari kebesaran Tuhan.44

Memuja dewa bukan seperti menyembah Tuhan Yang Maha Esa,

melainkan hanya menghormati dewa-dewa itu. Sebagian penganut Hindu

menganggap dewa-dewanya sebagai “malaikat”. Pada hakekatnya dewa bukanlah

Tuhan, dan di atas dewa-dewa itu ada yang lebih tinggi, yaitu Sang Hyang Widhi

atau Brahman. Jadi ketika yang dipuja adalah dewa yang terkenal, itu harus

dipahami bahwa mereka itu hanyalah sebagai manifestasi dari Yang Mahaesa.

44

Syamsul Bakhri, Ahmad Hidayatullah “Desakralisasi Simbol Politeisme Dalam Silsilah

Wayang: Sebuah kajian Living Qur‟an dan Dakwah Walisongo di Jawa” jurnal kajian sosial

keagamaan, vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2019, h. 18-19.

Page 62: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

51

BAB IV

ANALISIS TUHAN DALAM BHAGAVAD GITA

A. BRAHMAN ASPEK KEBENARAN YANG MUTLAK

Ada aspek Tuhan yang mutlak yang biasa disebut sebagai “Brahman”

yang berarti besar tak terbatas. Dia adalah Ketakterbatasan itu sendiri. Namun,

Dia juga bersifat immanen pada segala yang tercipta.1 Kata Brahman berarti

“rohani.” Tuhan bersifat rohani, dan sinar dari badan rohani disebut brahmajyoti.2

Dalam Bhagavad Gita Sri Krishna adalah personifikasi, penjelmaan Hyang

Widhi, Tuhan yang maha kuasa (Brahman) yang turun kedunia di kala umat

manusia dilanda keruntuhan pegangan hidup dan kehancuran moral. Sri Krishna

mengajarkan manusia untuk bekerja, sebab bekerja adalah sama dengan tindakan

hukum. Berehenti bekerja adalah melawan tindakan hukum alam. Disiplin kerja

adalah bekerja ditunjukan kepada hukum alam itu sendiri. Hukum alam dalam

agama Hindu adalah Brahman. Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Berbakti kepada Brahman, Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa

adalah disiplin hidup manusia yang paling utama. Kerja apapun yang dilakukan

manusia tanpa disiplin hidup berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa , semuanya

akan sia-sia.3 Karna Brahman adalah sebab adanya dunia material ini. Brahman

1 Syafieh, “Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur‟an” Jurnal At-Tibyan, Vol. 1 No. 1 Januari-

Juni 2016, h. 148 2 Brahmajyoti adalah sinar atau cahaya dari panacaran Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)

atau Tuhan yang maha Esa. lihat Swami Prapuphada, Bhagavad Gita Menurut Asli Nya, h. 20 3 Nyoman S. Pendit, “Aspek-Aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan Kebajikan”

(Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1993) h. 75

Page 63: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

52

yang tidak tampak itu berada dalam segala sesuatu yang digambarkan seperti

garam yang dilarutkan di dalam air.4

Brahman yang dicapai oleh mereka yang melalui jalan para dewa tak dapat

menjadi brahman Tertinggi. Mereka hanya mencapai saguna brahman. Brahman

Tertinggi meliputi segalanya, sebagai sang Diri batin bagi semuanya. Brahman

seperti itu tak dapat dicapai, sebab Dia merupakan sang Diri dari setiap orang.

Apa yang disebut sebagai realisasi Brahman Tertinggi tiada lain adalah pelepasan

kebodohan tentang-Nya.

Dalam Reg Weda dijelaskan bahwa Tuhan itu satu, dari segala sesuatu

yang belum ada, namun beliau telah ada. Tuhan (Brahman) itu tidak bisa dikenali

wujud dan bentuk seperti apa. Kemudian beliau berkehendak ingin menciptakan,

yang pertama kali diciptakan oleh beliau adalah wujud nya sendiri yang disebut

Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Jadi sesungguhnya ketiga Dewa ini

berasal dari yang Tunggal yaitu Brahman.5

Om Twam Siwah Twam Mahadewaah, Iswarah Parameswara, Brahma

Wisnuca Rudrasca, Purusah Parikirtitah,

Artinya:

Engkau disebut Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma dan

Wisnu dan juga Rudra. Engkau adalah asal mula dari segala yang ada6.

Rgveda : 2.12.5

4 Harun hadiwijono, “Agama Hindu dan Budha” (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia,

2009) h. 25 5 Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta jati Cinere.

6 Elicia Dwi Pratama, “Mantra dan Sloka Ke Esaan Tuhan Menurut Hindu” dalam

http://eliciadwipratama.blogspot.com/2015/07/mantram-dan-sloka-ke-esaan-tuhan.html diakses

tanggal 27 Juli 2015.

Page 64: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

53

Pada pernyataan sloka diatas, bahwasanya asal mula dewa-dewa yang ada

di dalam kepercayaan Agama Hindu itu dari yang satu, yaitu Brahman. Walaupun

Tuhan mewujudkan diri dalam berbagai macam rupa dan bentuk, tetapi Tuhan

tetap satu tiada dua.

Hyang Widhi adalah Brahman, Tuhan yang Tidak berwujud dalam alam

pikiran manusia, sedangkan disebut Brahma, ketika Ia telah mengambil wujud

dalam menciptakan alam semesta beserta segala isinya.7 ada perbedaan antara

God dan Godhead seperti perbedaan langit dan bumi. God disini adalah Tuhan

Trinitas atau yang biasanya dikenal dalam Hindu (Tri Murti). Sedangkan Godhead

adalah asal usul dari God. Dalam tradisi Adwaita Vedanta, Godhead ini disebut

dengan Brahman, atau yang lebih tepat lagi disebut dengan Nirguna Brahman,

yakni Brahman yang paling tinggi.8

Brahman adalah suprakosmis, yang mengatasi ruang dan waktu. Ia

merupakan Roh Universal, paramatman, yang menjiwai bentuk-bentuk dan

pergerakan kosmis ini.9 Brahman hanya dapat didefinisikan dalam istilah

keberadaan. Karena Ia melampaui segala macam sebutan khususnya segala

pembedaan dari subyek, obyek dan kegiatan pengenalan, maka Ia tak dapat

dianggap sebagai bersifat personal.10

Bagian terkecil dari Brahman adalah atma

atau roh yang ada di dalam diri manusia.

Atma adalah merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi yang

merupakan sumber kehidupan semua makhluk hidup dialam semesta. karena ia

7 Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, h. 16-17

8 Agus Hasan Budiyanto, “Tentang Realitas Dari Segala Sesuatu”, Jurnal Filsafat, Vol.

28 No. 1 Februari 2018, h. 19. 9 Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 72.

10 Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 64.

Page 65: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

54

bersemayam kedalam tubuh setiap makhluk, untuk menjiwai badan rokh, sehingga

kelihatan ada kehidupan di alam semesta ini.11

Sifat atma ini bisa dirasakan

melalui kesucian dan keheningan pikiran.12

Sesungguhnya hati nurani umat

manusia ini suci, seperti halnya sifat-sifat Paramatman, Tuhan Yang Maha Esa,

jiwa dari seluruh alam semesta. Atma adalah subyek yang tetap ada di tengah-

tengah segala yang berubah.

Untuk menyadari diri sebagai Atma secara sempurna dan mutlak, maka

terlebih dahulu kita harus menghancurkan semua ilusi pikiran maya.13

Tahap

pengahancuran semua ilusi dalam atma dengan mutlak disebut dengan nirvikalpa

samadhi. Tingkat nirvikalpa samadhi hanya dapat dicapai melalui latihan rohani

yang intensif dan atas karunia Tuhan. Sebagai roh, manusia tampak lemah,

sebagai obyek kelahiran dan kematian, tetapi dengan bimbingan alam, melalui

kelahiran, dan kematian berulang-ulang, melalui pengalaman hidup, latihan rohani

dan karunia Tuhan, maka setiap roh pasti akan mencapai masa depan yang amat

gemilang. Setiap roh berpotensi untuk mencapai kepribadian tertinggi yaitu

Brahman.14

Bila Atma meninggalkan badan, maka makhluk itu akan mati. Atma yang

menghidupi badan disebut jiwatman, Jiwatman dapat dipengaruhi oleh karma,

hasil perbuatan di dunia ini. Karena Atma tidak akan selalu kembali ke asalnya,

11

Putu Sudarsana, “Ajaran Agama Hindu (Upacara Pitra Yadyna)” (Denpasar : Yayasan

Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 2002) h. 3 12

Putu Sudarsana, “Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi)” (Denpasar :

Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 1998) h. 14. 13

Maya adalah kekuatan yang memungkinkan untuk mengahasilkan sifat alam yang

dapat berubah. lihat Maswinara, Srimad Bhagawad Gita, h. 86. 14

Svami Vivekananda, “Vedanta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini” (Surabaya :

Paramita, 2007) h. xxvi-xxvii.

Page 66: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

55

yaitu Paramatma.15

Setiap makhluk hidup terdiri dari dua unsur; yaitu unsur

jasmani dan unsur rohani. Tujuan hidup utama umat Hindu adalah untuk

mendapatkan kebahagiaan batin yang terdalam, yakni adanya persatuan antara

Atma dan Brahman yang disebut Moksa. Untuk melepas diri dari dunia maya

tersebut, seseorang harus berusaha memperbaiki karmanya atau perbuatannya agar

Atmanya mengalami kesucian dan dapat bersatu kembali dengan Brahman.

Manusia akan merasa bahagia setalah Atmanya kembali dalam keadaan suci dan

seterusnya bersatu dengan Brahman.16

Paham tentang Tuhan sebagai sesuatu kekuatan yang berkuasa atau

sebagai Brahman yang tidak bersifat pribadi dapat dicapai oleh orang yang berada

di dalam tenaga rendah Tuhan, tetapi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa tidak

dapat dipahami kecuali seseorang berada dalam kedudukan rohani.17

Brahman

adalah aspek yang sangat mutlak, dalam Bhagavad Gita Krishna pun menyatakan

Tuhan (Brahman) adalah yang satu dan tiada duanya. Namun Brahman memiliki

berbagai manifestasi. Cara mempelajari tentang Brahman yang tidak bersifat

pribadi hanya dengan cara hidup bersama guru kerohanian dan membaktikan diri

untuk Brahman dan tidak berhubungan suami isteri sama sekali. Dengan cara itu

mereka bisa menginsafi realitas tertinggi Brahman.

15

Djam‟annur, Agama kita Perspektif Sejarah Agama-Agama, h. 51. 16

A. Nirwana, “Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu, Jurnal Al-

Adyaan, Vol. 1, No. 2 Desember 2015, h. 100. 17

Prabhupada, Bhagavad Gita menurut Aslinya, h. 501.

Page 67: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

56

B. KONSEP NIRGUNA BRAHMAN

Nirguna Brahman, yaitu Brahman tanpa atribut. Ini diterima sebagai

sesuatu yang satu dan tidak berbeda, yang tetap statis dan dinamis dan merupakan

prinsip mutlak yang menggaris bawahi jagat raya. “Brahman adalah Ia yang kata-

katanya tidak dapat diungkapakan, dan yang mana tidak dapat digapai oleh

pikiran kita yang membingungkan” ungkap Taittiriya Upanisad.18

Nirguna

Brahman bukanlah objek doa, tetapi objek meditasi dan pengetahuan yang tidak

bisa digambarkan dengan apapun.

Pada wilayah ini tidak mengizinkan pemuja-Nya untuk membanyangkan

Tuhan yang Tak Terpikirkan (Acintya) sebagai apapun Sungguh sangat sulit

membayangkan bagaimana cara memuja Tuhan yang Tidak Terbayangkan. Kitab

suci Hindu dengan lugas menggambarkan wilayah Tuhan yang Nirguna Brahman

(Bhagavadgita X.2,XII.5).

kleso dhikataras tesam avyaktasakta-cetasam avyakta hi gatir dukham

dehevadbhir avapyate

Artinya :

Orang yang pikirannya terikat pada aspek yang Mahakuasa yang tidak

berwujud dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam

displin itu selalu sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan.

Menurut Chandogya Upanisad, segalanya yang dapat dilihat dan tidak

dapat dilihat yang berasal dari Brahman. Ini menyatakan bahwa jagat raya terlahir

dari Keberadaan (Brahman) dan tidak keberadaan (kehampaan atau kekosongan)19

18

Dalam Taittiriya Upanisad menyatakan bahwa jagat raya ini berasal dari Brahman: “

Dari Brahman muncul akasa (energy gravitasi); dari akasa muncul vayu (energi kinetik); dari vayu

muncul tejja (penyinaran); dari teja muncul apah (energi listrik) dan dari apah muncullah prthvi

(magnet)”. lihat Pandit, Pemikiran hindu, h. 30 19

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 31

Page 68: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

57

Dalam konsep Nirguna Brahman, ada aspek yang harus diketahui tentang sosok

Tuhan yang transdental atau impersona, zat yang menciptakan dari ketidak adaan.

Beliau adalah maha sempurna, Beliau murni tidak terpengaruh oleh

kekuatan prakerti. Beliau maha besar, Beliau mampu mengisi ruang yang sekecil

apapun namun juga Beliau mampu memenuhi jagad raya, Beliau berada di mana-

mana dan Maha mengetahui segalanya.20

Dalam Bhagavad Gita sendiri dikatakan

na me viduh sura-ganah prabavarin na maharsayah aham adir hi

devanam maharsinam ca sarvasah

Artinya :

Baik para dewa maupun resi-resi yang mulia tidak mengenal asal mula

maupun kehebatan-Ku, dalam segala hal, Aku adalah sumber dewa-dewa

dan resi-resi.

Pada pernyataan sloka diatas, Tuhan memiliki wilayah yang tidak bisa

dijangkau oleh manusia. Bahkan para resi sekalipun tidak mengetahui sosok

Tuhan yang (Transendental), Tuhan yang tidak beratribut dan tidak memiliki sifat.

Sangat sulit untuk membayangkan bagaimana pemujaan kepada Tuhan yang tak

terbayangkan.

Yang dimaksud Transendental adalah maha abstrak, tidak dapat ditangkap

oleh kekuatan panca indra, beliau Maha Pencipta, Maha Kuasa, mengatur alam

semesta dengan kodrat kemaha kuasaan-Nya. Beliau tiada awal, pertengahan dan

akhir, sering juga disebut “hana tan hana” wujud yang ada namun tiada.21

Sebab apapun yang kita kenal didunia ini adalah terbatas. sehingga tak

dapat menjadi karakteristik Brahman yang tak terbatas. Sesuatu yang terbatas

tidak bisa mendefinisikan sesuatu yang tak terbatas. Disamping itu naskah tak

20

Sudarsana, Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi), h. 12 21

Sudarsana, Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyaang Widhi), h. 11-12

Page 69: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

58

dapat memberi batasan kepada Brahman, sebab kemutlakannya lebih dari pada

yang lain. Dengan mempertimbangkan bahwa dunia yang kita alami tak dapat

memberi batasan pada Brahman sebagai sifat-Nya22

Brahman tidak dapat dilepaskan dengan perantara sesuatu yang terbatas,

maka Brahman dikenal sebagai neti-neti yang berarti bukan ini bukan itu. Dipihak

lain Upanisad menyatakan bahwa Brahman memiliki sifat-sifat dan merupakan

sumber dari segala sesuatu. Terhadap pernyataan Upanisad ini Sankara23

memberi

penjelasan, bahwa Brahman memiliki dua wujud yaitu Para Brahman dan Apara

Brahman. Para Brahman adalah perwujudan Brahman yang absolut tanpa sifat,

tanpa bentuk, tanpa perbedaan dan tanpa perubahan. Dalam wujud seperti itu

Tuhan disebut Nirguna Brahman. Tuhan dalam sifat Nirguna Brahman tidak

didukung dengan maya, tanpa pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.

Sedangkan Apara Brahman adalah perwujudan Brahman yang memiliki sifat-sifat

dan pembatasan. Apara Brahman terjadi untuk manusia dalam pemujaannya

terhadap Tuhan.24

Dalam konsep Nirguna Brahman, Tuhan tidak bisa digambarkan dengan

sesuatu. Ia sosok yang tidak dilahirkan dan tidak bisa di beri batasan dengan sifat-

sifat tertentu. Brahman adalah penyebab adanya dunia ini dan semua mahkluk

yang ada di alam ini adalah ciptaan nya.

22

Viresvarananda, Brahma Sutra Pengetahuan Tentang ketuhanan, h. 15. 23

Sankara, atau yang lebih dikenal Adi Sankaracharya. Beliau merupakan salah satu

tokoh filsafat dan teologi Hindu yang terkenal dari India. Doktrin Advaita Vedanta merupakan

sumbangan utama Sankara, Beliau juga telah menulis ulasan-ulasan Upanishad, Brahma Sutra dan

Bhagavad Gita. 24

Wirabadra Prabhu, “Filsafat Advaita Dari Adi Sankaracharya” dalam

http://www.narayanasmrti.com/2011/10/filsafat-advaita-dari-adi-sankaracharya/ diakses tanggal 11

Oktober 2011.

Page 70: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

59

C. KONSEP SAGUNA BRAHMAN

Pemahaman tentang Saguna Brahman adalah Tuhan dalam bentuk pribadi

yang merupakan dasar konsep Trimurti.25

Saguna Brahman disebut juga Tuhan

dalam bentuk yang imanen. Tuhan dalam bentuk yang imanen berarti Tuhan

dalam sifatnya yang terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sesuatu yang ada

dalam alam imanen berarti sesuatu yang ada dalam alam pikiran yang dapat

diketahui. Tuhan yang imanen disebut juga sebagai Tuhan yang berpribadi

(Personal God) diketahui berbagai sifat ada padanya.26

Perbedaan antara Tuhan dan dewa bisa di lihat dari kata „god‟ yang digunakan

untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan istilah „demigod‟ digunakan

untuk menyebut dewa. kata demi adalah awalan bahasa latin yang berarti

„setengah, sebagian‟. jadi, kata demigod arti harfiahnya adalah „setengah Tuhan‟

atau „sebagian Tuhan‟. ini untuk menunjukan bahwa dewa adalah makhluk-

makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki sifat dan kemampuan „setengah‟ atau

„sebagian‟ dari „kemampuan‟ yang dimiliki oleh Tuhan.27

Dewa-dewa Trimurti

yang ada dalam kepercayaan Agama Hindu merupakan bentuk manifestasi atau

bagian dari Sang Hyang Widhi atau Brahman.

Tiga wujud dari Sang Hyang Widhi adalah Brahma, Wisnu, dan juga Siwa.

Ketiga dewa Trimurti berhubungan langsung dengan tiga guna dalam permainan

kosmis dalam penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan (mengembalikan

25

Khotimah, “Agama Hindu” (Riau : Daulat Riau Anggotaa IKAPI, 2013) h. 41 26

I ketut Bantas, “Tuhan yang Maha Esa”, Modul Pendidikan Agama Hindu. h. 1.9. 27

Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka (Yogyakarta : Narayana Smrti Press,

2006) h. 14.

Page 71: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

60

ciptaannya ke asalnya). Wisnu melambangkan satwam (tenang, kasih sayang),

Siwa melambangkan tammas (lamban dan nafsu), dan Brahma berdiri antara

keduanya ini dan melambangkan sifat rajas (dinamis, keras dan rajin).28

a. Brahma

Salah satu dari manifestasi utama Tuhan yang maha Esa adalah Brahma,

Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya. Brahma

adalah dewa yang menduduki tempat pertama dalam susunan dewa-dewa

Trimurti, sebagai dewa pencipta alam semesta. Mitologi tentang Brahma muncul

pertama kali dan berkembang pada jaman Brahmana. Brahma dianggap sebagai

perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul dengan

sendirinya.29

Brahma biasanya dilambangkan dengan wajah yang berjanggut dan

memiliki empat wajah, dan juga merupakan dewa yang memiliki empat tangan. Ia

membawa rangakaian bunnga di tangan kanannya, sebuah buku ditangan kirinya.

Empat wajah melambangkaan pengetahuan dari keempat Veda (Rg Veda, Sama

Veda, Yajur Veda dan Athrva Veda). ini adalah bagian paling penting dalam diri

Brahma. Sehingga empat wajah memiliki maakna baahwa Brahma adalah sumber

dari semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk menciptakan alam semesta.30

b. Visnu

28

Khotimah, Agama Hindu, h. 47. 29

Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 189-190. 30

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 200

Page 72: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

61

Manifestasi utama-Nya yang lain adalah Sang Hyang Visnu. Visnu

manifestasi Tuhan yang Maha Esa memelihara jagat raya dan segala isinya. Ia

yang menghidupkan segalanya. Visnu adalah salah satu devata yang sangat

penting dipuja di dalam Veda. Ia memasuki setiap obyek makhluk hidup dan

meliputi segalanya.31

Dewa Visnu melambangkan aspek kenyataan yang Mutlak

(Brahman dalam Upanisad) yang memelihara dan menjaga semua benda dan

makhluk di dunia ini.

Dewa Visnu secara umum dilambangkan dalam tubuh manusia dengan

empat tangan. Ditangannyaa ia digambarkan memegang kerang. Ia memakai

mahkota, dua anting, sebuah kalung bunga (mala), pada lehernya. Ia memiliki

tubuh yang biru dan memakai pakaian berwarna kuning. Empat tangan

melambangkan empat arah dan menandakan bahwa Dewa ada dimana-mana dan

selalu ada. Dua tangan di depan melambangkan kegaiatan dari dewa yang dapat

dilihat dalam dunia fisik dan dua tangan di belakang melambangkan aktifitas

pikiran dan intelek. Bagian samping melambangkan aktifitas hati yaitu cinta,

kebaikan, dan kasih.32

c. Siva

Hyang Siva adalah Tuhan Maha Esa sebagai pelebur kembali alam

semesta dan segala isinya.33

Siwa dianggap memiliki tanggung jawab besar

31

Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 218-219. 32

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 203. 33

Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, h. 239-240

Page 73: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

62

terhadap penyerapan alam semesta. Ia merupakan perwujudan dari sifat yang

memiliki kecenderungan menuju pembubaran dan pelenyapan.34

Dalam patungnya, dewa Siva digambarkan dalam bentuk manusia

tubuhnya telanjang dan dipenuhi dengan abu. Tubuh yang telanjang

melambangkan bahwa Ia bebas dari keterikatan pada benda material di dunia.

Karena kebanyakan benda-benda akan menjadi abu ketika dibakar, abu

melambangkan intisari dari semua benda dan makhluk di dunia. Abu pada tubuh

dewa melambangkan bahwa Ia adalah sumber dari seluruh penciptaan yang

berasal dari dalam dirinya.35

Wilayah teologi Saguna Brahman ini mewakili wilayah teologi yang

berusaha untuk menggambarkan Tuhan, sebagai yang memiliki atribut di antara

Tuhan yang lain sesuai dengan peran atau fungsi-Nya. Namun dalam wilayah

teologi Saguna Brahman masih ada rasa enggan untuk mengeksplisitkan Tuhan

yang pribadi sebagai Tuhan yang paling mutlak, Dikarenakan ada paham yang

menyatakan bahwasnya Tuhan itu memiliki wilayah nya sendiri yang tidak bisa

dijangkau oleh manusia (Nirguna Brahman).

Dengan demikiaan teologi Tuhan yang Maha Kuasa atau objek yang

melampaui realitas, direalisasikan melalui simbol-simbol yang berkenaan dengan

sifat-sifat tertentu yang ada pada-Nya (Saguna). Sehingga dapat bertemu dengan

34

Khotimah, Agama Hindu, h. 53. 35

Pandit, Pemikiran Hindu, h. 207

Page 74: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

63

Tuhan dalam (Saguna) hanya metodis, namun di dalamnyaa terdapat sebuah

kebenaran yang, “tak terbantahkan”.36

D. Pandangan Tentang Ketuhanan Menurut Penganut Hindu Modern

Dari beberapa kalangan yang tidak mengenal Agama Hindu secara

mendalam mengatakan bahwasanya Agama Hindu menyembah banyak Dewa.

Tetapi pada kenyataannya Agama Hindu hanya mengenal satu Tuhan. Di dalam

Bhagavad Gita pun telah dijelaskan melalui beberapa sloka yang menyatakan

Tuhan itu satu, tidak ada dua nya tidak bisa dilukiskan dan tidak bisa di

gambarkan. Ia adalah Ida Sang Hyang Widhi atau Brahman. Ketika Brahman

ingin menciptkan alam ini dia mengambil bagian dalam proses terjadinya

penciptaan, Maka Ia disebut Brahma, Ketika Tuhan berhasil menciptakan alam

semesta ini beserta isinya maka hasil ciptaan nya akan dipelihara dan dijaga.

Ketika Tuhan berhasil memelihara dan menjaga hasil ciptaan nya maka ia disebut

Wisnu. Setelah berlangsung nya kehidupan yang ada di alam ini, maka Tuhan

ingin mengambil kembali hasil ciptaan nya untuk diperbaharui, ketika Tuhan

mengambil kembali hasil ciptaan nya maka Ia diberi sebutan Siwa. Jadi

sesungguhnya ketiga dewa ini berasal dari yang satu yaitu Brahman.37

Konsep

Ketuhanan di dalam Agama Hindu sendiri menganut paham Ketuhanan Yang

Maha Esa. Artinya Tuhan itu satu dan tunggal. Memang di dalam Agama Hindu

36

Ida Bagus Rai Adnyana, “Teologi Ketuhanan Hindu” dalam

http://prajanitijabar.org/berita/teologi-ketuhanan-hindu.html diakses tanggal 6 Januari 2016. 37

Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere.

Page 75: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

64

mengenal banyak dewa tetapi pada dasarnya dewa-dewa yang banyak ini adalah

yang tunggal.38

Ada beberapa jalan yang bisa ditempuh untuk mendekatkan diri dengan

Tuhan yang pertama dengan jalan Bhakti Yoga. Bhakti yoga adalah jalan menuju

Tuhan dengan mengedepankan rasa cinta yang tulus, pemujaan dengan ikhlas dan

menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam Bhagavad Gita

Krishna mengatakan ada banyak cara untuk mencapai Tuhan yaitu dengan

mempelajari ilmu pengetahuan, bekerja tanpa pamrih, dan melakukan yoga.39

Yang kedua dengan menempuh jalan Karma Yoga, atau dengan jalan perbuatan.

Seperti bekerja, tetapi yang ditekankan dalam ajaran karma yoga ini adalah

bekerja yang dilakukan semata-mata untuk Tuhan dan tidak mengharapkan

keuntungan pribadi. Pengabdian ini ditujukan hanya untuk Brahman dengan rasa

ikhlas dan tulus. Dan yang selanjutnyaa adalah jalan Jnana Yoga. Penekanan

jnana yoga lebih kepada pengetahuan, bagaimana seseorang bisa merealisasikan

pengetahuan nya tentang Brahman dan bisa menginsafi diri atman yang ada

didalam diri kita, karena didalam diri manusia ada bagian dari percikan Brahman.

seperti yang dijelaskan di dalam Atharva Veda yaitu (Ayam Atma Brahman) Atma

adalah Brahman. Dikarenakan tujuan akhir umat Hindu adalah bersatu kembali

dengan Brahman, maka kita harus tau bagaimana jalan menuju-Nya.40

Untuk bisa mengaplikasikan nya dikehidupan sehari-hari, seseorang perlu

ketekunan untuk mengejerkan nya. Karena pelaksanaan nya tidak bisa di lakukan

hanya dengan beberapa kali saja. Perlu kesabaran dan niat yang besar untuk

38

Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere. 39

Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere. 40

Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere

Page 76: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

65

menjalani nya. Salah satu nilai filosofis yang ada di dalam Bhagavad Gita

menjelaskan ketika seseorang fokus dengan tujuannya dan dapat mengahadirkan

Tuhan dalam setiap doanya, maka tujuan itu akan tercapai. Maka begitu juga

dengan penerapan ajaran yoga ini. Ketika seseorang bisa menjalani dengan tekun

dan fokus ajaran-ajaran yoga ini maka tujuan untuk mencapai kepada Brahman

akan terjadi.41

Brahman adalah aspek yang tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia,

karna keberadaan nya yang tidak bisa di tangkap oleh penglihatan fisik. Dengan

ingin mengetahui Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan utama

keinsafan rohani. Seseorang harus melepaskan ikatannya terhadap keduniawian.

dan membhaktikan diri sepenuhnya untuk Tuhan.42

Pada dasarnya agama Hindu hanya mengenal satu Tuhan yaitu Sang

Hyang Widhi atau Brahman. Jadi sangat salah ketika ada yang berpendapat

bahwasanya penganut Hindu menyembah banyak dewa atau banyak Tuhan.

Penganut Hindu tetap pecaya kepada yang satu, yang tunggal dan tidak berwujud.

Dewa-dewa di dalam agama Hindu dipecayai sebagai bentuk dari manifestasi atau

perwujudan Ida Sang Hyang Widhi yang ingin mengambil peranan dalam

terciptanya dunia ini beserta isinya.43

41

Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere 42

Wawancara dengan Karnadi, tanggal 28 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere 43

Wawancara dengan I.Wayan Swastawa, tanggal 21 Juli 2019 di Pura Amrta Jati Cinere

Page 77: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bhagavad Gita adalah dialog spiritual antara Sri Krishna (Inkarnasi Tuhan

dalam agama Hindu) dan Arjuna (salah satu dari pahlawan dalam Mahabarata).

Ajaran yang terdapat di dalam Bhagavad Gita mencakup tentang Pengetahun

Yang Mutlak, dan jalan untuk mencapai kepada yang satu, yaitu Brahman.

Bhagavad Gita tergolong dalam kitab Sruti atau Pancama Veda (Veda yang

kelima). Penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam agama Hindu juga

dipaparkan dalam beberapa bab yang ada di dalam Bhagavad Gita. Agama Hindu

mengajarkan tentang keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Terdapat dua

konsep ketuhanan dalam agama Hindu yang cukup dikenal yaitu Nirguna

Brahman dan Saguna Brahman. Dimana masing-masing wilayah menjelaskan

tentang sosok Tuhan yang tanpa wujud, dan Tuhan dalam bentuk pribadi.

Berdasarkan hasil kajian yang telah penulis jelaskan pada bab-bab

sebelumnya, mengenai konsep ketuhanan dalam Bhagavad Gita terbukti

bahwasanya agama Hindu memiliki konsep ketuhanan yang mengarah kepada

monoteisme. Argumentasi ini dikuatkan dengan adanya penemuan beberapa sloka

yang ada di dalam Bhagavad Gita dan Veda yang menyatakan bahwasanya Tuhan

itu satu dan tiada duanya. Disamping itu juga penulis mencari informasi dengan

mewawancarai langsung penganut agama Hindu.

Page 78: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

67

Beberapa kitab yang ada di dalam agama Hindu seperti Brahma Sutra, dan

Upanishad juga menegaskan tentang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sosok yang

paling mutlak, tidak terbayangkan oleh pikiran manusia dan tidak teridentifikasi

keberadaannya. Sosok Tuhan yang seperti ini dibahas dalam teologi Nirguna

Barhman, yang mana Tuhan dalam wilayah Nirguna Brahman tidak bersifat dan

tidak bisa dipersonifikasi. Penganut agama Hindu meyakini bahwasanya ada

sosok yang Maha Tinggi, Maha Agung dan tidak terbatas diluar alam ini.

Dalam kepercayaan agama Hindu, terdapat beberapa dewa yang disembah

dan dipuja. Seperti dewa yang cukup dikenal yaitu dewa Brahma, dewa Wisnu,

dan dewa Siwa. Ketiga dewa ini disebut Trimurti. Dewa yang ada didalam

kepercayaan Hindu bukan lah sosok yang paling tinggi, sebab dewa-dewa ini

adalah bentuk manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman. Tuhan

mewujudkan diri nya ketika ingin menciptakan alam ini maka Ia diberi sebutan

Brahma, setelah Ia berhasil menciptkan alam ini maka Ia ingin menjaga dan

mempelihara hasil ciptaan nya maka Ia diberi sebutan Wisnu, dan ketika hasil

ciptaan nya ingin di ambil kembali maka Ia diberi sebutan Siwa. Sesungguh dewa-

dewa yag banyak ini adalah yang satu atau tunggal. Bagian ini adalah wilayah dari

teologi Saguna Brahman, yang mana Tuhan mewujudkan diri nya ketika ingin

mengambil peran dalam alam material ini sehingga sifat beliau bisa dibayangkan

oleh akal pikiran manusia secara empiris.

Berdasarkan hasil penelitan ini maka dapat disimpulkan beberapa hal

diantaranya: Pertama, kitab Bhagavad Gita mengajarkan bagaimana memahami

tentang hakikat Tuhan yang tidak berwujud. Kedua, Bhagavad Gita juga

Page 79: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

68

menjelaskan bagaimana jalan untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa melalui

beberapa ajaran yoga. Ketiga, Menguatkan pernyataan bahwasanya agama Hindu

memiliki paham ketuhanan yang bersifat monoteisme atau percaya kepada Tuhan

Yang Maha Esa.

B. Saran-Saran

Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian ini

yaitu :

1. Untuk para penulis selanjutnya yang ingin mengkaji tentang agama lain,

hendaknya lakukanlah penelitian secara objektif dan mencari informasi

langsung dari penganut atau tokoh-tokoh agama yang akan dikaji.

2. Khusus untuk penulis selanjutnya yang ingin mengkaji tentang konsep

ketuhanan dalam agama lain, disarankan agar bisa memposisikan dirinya

sebagai sosok yang interreligious, atau mempertimbangkan segala

perspektif tentang ketuhanan yang sedang dikaji tidak dengan kepercayaan

nya sendiri.

3. Teruntuk Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Diharapkan untuk memperbanyak lagi

buku-buku tentang agama Hindu.

Page 80: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

69

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku :

Abdullah, Syamsuddin dkk. Fenomenologi Agama, T.tp: Proyek Pembinaan

Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Di Jakarta Direktorat

Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1983/1984.

Ananda, I Nyoman . Agama Veda Dan Filsafat Surabaya : Paramita, 2006.

Anwar Ali, dan Tp, Tono. Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat, Bandung: CV

Pustaka Setia, 2005.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama, Yogyakarta: PUSTAKA

PELAJAR, 2015.

Cundamani. Pengantar Agama Hindu, Yayasan Wisma Karya Jakarta, 1987.

Dhavamony, Mariasusai. Fenomenologi Agama Yogyakarta: KANSIUS, 1995.

Djam’anuri, Agama Kita, Perspektif Sejarah Agama-agama Yogyakarta: Kurnia

Kalam Semesta bekerjasama dengan LESFI, 2000.

Fajri, Rahmat dkk. Agama-Agama Dunia Yogyakarta: Belukar, 2012.

Hadiwijono Harun. Agama Hindu dan Budha, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,

2009.

Hamzah, Amir. Bhagawad-Gita, Jakarta : Dian Rakyat, 1992.

Harshananda, Svami. Dewa-Dewi Hindu, Surabaya: Paramita, 2007.

Honig A.G. Ilmu Agama, Jakarta: Gunung Mulia, 2009.

Imron, Ali. Sejarah Terlengkap Agama-Agama Dunia Dari Masa Klasik Hingga

Modern, Yogyakarta: IRCISoD, 2015.

Khotimah, Agama Hindu, Riau : Daulat Riau Anggotaa IKAPI, 2013

Krishna, Ananad. Kebijakan Bhagavad Gita Bagi Generasi Y, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2017.

_____________. Bhagavad Gita, Jakarta : Pusat Studi Veda Dan Dharma, 2004.

Maswinara, I Wayan. Srimad Bhagawad Gita, Surabaya: Paramita, 2003.

Page 81: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

70

Pandit, Bansi. Pemikiran Hindu Pokok-pokok Pikiran Agama Hindu Dan

Filsafatnya, Surabaya: Paramita, 2003.

Pendit, Nyoman S. “Aspek-Aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan Kebajikan”

Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1993.

______________. Bhagavad Gita, T.tp: Lembaga Penyelenggara Penterjemahan

Dan penerbit Kitab Suci Weda Dan Dhammapada Departemen Agama R.I,

1967.

______________. Bhagavad Gita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

______________. Mahabharata Sebuah Perang Dahsyat Di Medan Kurushetra,

Jakarta : Bharata, 1993.

Prabhupada, Sri-Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. Bhagavad Gita Menurut

Aslinya terj Hanuman Sakti, T.tp: The Bhaktivendata Book Trust

International Inc, 2006.

Prasad, Ramananda. Intisari Bhagavad Gita Untuk Siswa dan Pemula, T.tp:

Media Hindu, t.t.

Pudja, Gede. Bhagavad Gita (Pancamo Veda), Surabaya: Paramita, 1999.

__________. Theologi Hindu (Brahma Widya), Jakarta: Mayasari, 1977.

__________. Sraddha Jakarta: Mayasari, 1984.

Sastra, Sara G. Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu, Surabaya: Paramita,

2005.

Shalaby, Ahmad. Agama-agama Besar Di India, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.

Sou’yb, Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia, Jakarta: PT Al Husna Zikra,

1996.

Sudarsana, Putu. Ajaran Agama Hindu (Manifestasi Sang Hyang Widhi) Denpasar

: Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 1998

Suryanto, Hindu Dibalik Tuduhan dan Prasangka Yogyakarta: Narayana Smrti

Press, 2006.

Sudarsana, Putu. Ajaran Agama Hindu (Upacara Pitra Yadyna), Denpasar:

Yayasan Dharma Acarya Percetakan Mandara Sastra, 2002.

Sugiarto. Maitri Upanisad, T.tp: Markas Besar Tentara Nasional Indoneisa

Angkatan Laut, t.t.

Page 82: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

71

Sugiyo, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : ALFABETA, 2007.

Titib, I Made. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya:

Paramita, 2003.

___________. Pengantar Weda Surabaya: Paramita, 2003.

t.p. Upadeca Denpasar: Parisada Hindu Dharma, 1968.

Viresvarananda, Svami. Brahma Sutra Pengetahuan Tentang Ketuhanan

Surabaya: Paramita, 2004.

Vivekananda, Svami. Vedanta Puncak Kebenaran Veda Masa Kini, Surabaya:

Paramita, 2007.

Wisarja, I Ketut. Gandhi Dan Masyarakat Tanpa Kekerasan, Surabaya : Paramita,

2007.

Skripsi :

Aini, Novita Nurul. “Bhakti Dalam Hinduisme Dan Mahabbah Dalam Sufisme”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2014.

Hadi, M. Syamsul. “Konsep Kasta Dalam Bhagavad Gita” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin: Universitas islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyakarta, 2009.

Hafid, Samsul. “Etika Alam dan Relevansinya Dengan Kehidupan Masyarakat

Modern” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2019.

Jurnal :

Anas, Mohamad. “Menyingkap Tuhan Dalam Ruang LOCAL WISDOM” jurnal

Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 6 no. 2 Desember 2012.

Bakhri, Syamsul, Hidayatullah, Ahmad. “Desakralisasi Simbol Politeisme Dalam

Silsilah Wayang: Sebuah kajian Living Qur’an dan Dakwah Walisongo di

Jawa” jurnal kajian sosial keagamaan, vol. 2 No. 1, Januari-Juni 2019.

Brahman, I Made Adi. “Korelasi Ajaran Cadu Sakti Dengan Catur Yoga” jurnal

Penelitan Agama vol.3 no.2 2017.

Budiyanto, Agus Hasan. “Tentang Realitas Dari Segala Sesuatu”, Jurnal Filsafat,

Vol. 28 No. 1 Februari 2018.

Page 83: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

72

Harahap, Nursapia. “Penelitian Kepustakaan” Jurnal Iqra, vol 8 no.1 Mei 2014.

Hartanto, Doni Dwi dan Endang, Nurhayati. “Falsafah Hidup Bhakti Marga Yoga

Dalam Naskah Serat Bhagawad Gita” Vol 6, September 2017.

Kartini, Dwi. “Tinjauan Atas Penyusunan Laporan Keungan Pada Young

Enterpreuner Academy Indonesia Bandung” Jurnal Riset Akutansi vol. 8

no.2 oktober 2016.

Muliadi, “Relasi Tuhan dan Manusia” Jurnal Agama dan Lintas Budaya vol. 1

no.2 Maret 2017.

Nirwana, A. “Nirvana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu, Jurnal Al-

Adyaan, Vol. 1, no. 2 Desember 2015.

Putu Sabda Jayendra, “Ajaran Catur Marga Dalam Tinjauan Kontsruktivisme dan

Relevansinya Dengan Empat Pilar Pendidikan Unesco” Jurnal Peneltian

Agama 2017.

Sutrawan, I Gusti Ngurah Elga Pra. “Komperasi Filsafat Ketuhanan Nyaya

Darsana Dengan Baruch Spinoza” Jurnal Penelitian Agama Hindu, vol. 1

no. 2 oktober 2017.

Syafieh, “Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an” Jurnal At-Tibyan, Vol. 1 No. 1

Januari-Juni 2016.

Triguna, IBG Yudha “Konsep Ketuhananan dan Kemanusiaan Dalam Hindu”

vol.1 no.18 Mei 2018.

Website :

Darmayasa, “Mengenali Bhagavad Gita sebagai Pancamo Veda” dalam

http://phdi.or.id/artikel/mengenali-bhagavad-gita-sebagai-pancamo-veda

diakses tanggal 12 Februari 2017.

Elicia Dwi Pratama, “Mantra dan Sloka Ke Esaan Tuhan Menurut Hindu” dalam

http://eliciadwipratama.blogspot.com/2015/07/mantram-dan-sloka-ke-

esaan-tuhan.html diakses tanggal 27 Juli 2015.

I Wayan Sudarma, “Sang Hyang Widhi (Personal dan Impersonal Godhead)”

dalam http://artadharma.blogspot.com/2012/09/sanghyang-widhi-personal-

impersonal.html diakses tanggal 8 September 2012.

Ida Bagus Rai Adnyana, “Teologi Ketuhanan Hindu” dalam

http://prajanitijabar.org/berita/teologi-ketuhanan-hindu.html diakses

tanggal 6 Januari 2016.

Page 84: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

73

Nazwar, Peranan Agama Dalam Kehidupan Manusia dalam

http://palembang.tribunnews.com/2016/06/16/peranan-agama-dalam-

kehidupan-manusia diakses tanggal 16 Juni 2016.

Tri Kurniawan Pamungkas “Bhagavad Gita dan Pendakian Menuju Tuhan”

dalam http://lsfcogito.org/bhagavad-gita-dan-pendakian-menuju-tuhan/

diakses tanggal 9 September 2017.

Tri Kurniawan Pamungkas, “Berkenalan Dengan Bhagavad Gita” dalam

http://lsfcogito.org/bhagavad-gita/ diakses tanggal 17 Maret 2016.

Page 85: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

74

LAMPIRAN

Lampiran 1 permohonan penelitian.

Page 86: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

75

Lampiran 2 Keterangan Wawancara

Page 87: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

76

Page 88: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

77

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA

Data Singkat Informan

a. Nama : Drs. I Wayan Swastawa, M.Pd, M.Si.

b. Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 30 Desember 1966

c. Usia : 53 Tahun

d. Agama : Hindu

e. Asal Daerah : Lampung

f. Pendidikan Terakhir : Strata Dua (S2)

g. Jabatan : Kepala Pasraman Pura Amrta Jati

1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di

dalam Agama Hindu?

2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?

(Sruti/Smrti)

5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa

penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?

6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan

bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah

Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana

pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?

Page 89: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

78

8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan

Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad

Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?

9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada di dalam

Bhagavad Gita?

10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?

seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa

pendapat anda?

11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?

Page 90: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

79

PEDOMAN WAWANCARA

Data Singkat Informan

a. Nama : Karnadi, S.Pd.H, M.Si.

b. Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 5 Maret 1971

c. Usia : 48 Tahun

d. Agama : Hindu

e. Asal Daerah : Malang

f. Pendidikan Terakhir : Strata Dua (S2)

g. Jabatan : Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta Jati

1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di

dalam Agama Hindu?

2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?

(Sruti/Smrti)

5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa

penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?

6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan

bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah

Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana

pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?

Page 91: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

80

8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan

Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad

Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?

9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada di dalam

Bhagavad Gita?

10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?

seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa

pendapat anda?

11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?

Page 92: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

81

Lampiran 4

HASIL WAWANCARA

Nama : Drs. I.Wayan Swastawa , M.Pd, M.Si.

Jabatan : Kepala Pasraman Pura Amrta Jati

Tanggal Wawancara : 21 Juli 2019

1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di

dalam Agama Hindu?

Jawaban : Kalau orang yang belum paham dengan ajaran Agama Hindu

sering mengatakan kami memuja banyak Dewa, tetapi sesungguhnya

penganut Agama Hindu itu hanya mengenal 1 Tuhan. Tuhan yang Esa

tidak bisa digambarkan dan tidak bisa di lukiskan.

2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

Jawaban : Sesungguhnya Tuhan itu tetap satu atau Tunggal, tetapi ketika

Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini beliau diberi sebutan

Brahma, dan setelah di ciptakan lalu dipelihara hasil ciptaannya tersebut,

ketika Tuhan berfungsi memelihara hasil ciptaan nya beliau diberi sebutan

Wisnu. Ketika berlangsungnya usia alam ini dan ada sesuatu yang sudah

usang beliau mengambil kembali hasil ciptaan nya, lalu beliau diberi

sebutan Siwa. Jadi gambaran dari para dewa-dewa ini adalah tetap kepada

yang satu dan Tunggal yaitu Tuhan Yang Maha Esa atau Brahman.

3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

Jawaban : Iya benar, para penganut Agama Hindu tetap memuja dan

percaya kepada pencipta yang Widhi, yang menciptakan alam ini atau

Tuhan Yang Maha Esa.

Page 93: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

82

4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa

(Sruti/Smrti)

Jawaban : Menurut pemahaman saya, Bhagavad Gita termasuk dalam

golongan kitab Sruti atau Pancama Weda (Weda yang kelima).

5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa

penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?

Jawaban : Sebenarnya Bhagavad Gita ini sebuah filosofis, cukup baik

untuk di baca dan di teladani.

6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan

bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

Jawaban : Sangat bisa, Bhagavad Gita secara tidak langsung mengajarkan

bagaimana untuk tetap selalu fokus pada tujuan hidup dan jangan pernah

lupa untuk selalu menghadirkan tuhan dalam setiap rencana yang kita

punya. Maka cita-cita kita akan terwujud.

7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah

Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana

pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?

Jawaban : Pengertian atau pemahaman Bhakti Yoga adalah, rasa cinta

yang ditimbulkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan dengan menempuh

jalan atau ajaran Bhakti Yoga ini seseorang harus melakukan meditasi dan

memuja Tuhan dengan tekun serta mengakui kebesarannya seperti yang

telah di jelaskan dalam berbagai kitab-kitab suci yang ada dalam ajaran

Agama Hindu.

8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan

Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad

Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?

Jawaban : terkait pengertian Janana Yoga bertitik tumpu kepada suatu

ilmu pengetahuan. dimana seseorang harus menyadari atau menginsafi

Tuhan Yang Maha Esa. Karna percikan dari Brahman atau Sang Hyang

Widhi terdapat juga di dalam diri manusia atau yang biasa disebut Atman.

Page 94: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

83

9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada didalam

Bhagavad Gita?

Jawaban : Karma Yoga adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang tidak

didasari oleh rasa pamrih atau mementingkan ego sendiri. Namun Karma

Yoga lebih menekankan kepada segala sesuatu yang kita kerjakan atau kita

lakukan semata-mata karna wujud cinta kepada Tuhan.

10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?

seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa

pendapat anda?

Jawaban : Saya meyakini bahwasanya Sri Krishna adalah manifestasi

Tuhan yang turun kedunia ini untuk menyelamatkan dari kehancuran dan

kekerasan. dari mana saya bisa tau bahwasanya Sri Krishna adalah

manifestasi Tuhan yang turun kedunia, dengan saya membaca kitab

Bhagavad Gita dan Weda-weda yang lain.

11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?

Jawaban : Bhagavad Gita banyak mengajarkan tentang arti kehidupan,

yang mana hal yang sangat baik atau sangat positif adalah bagaimana kita

diajarkan untuk selalu fokus dengan tujuan kita dan jangan pernah

melupakan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan ini.

Page 95: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

84

HASIL WAWANCARA

Nama : Karnadi, S.Pd.H, M.Si.

Jabatan : Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta Jati

Tanggal Wawancara : 28 Juli 2019

1. Bagaimana pandangan anda mengenai konsep Ketuhanan yang ada di

dalam Agama Hindu?

Jawaban : Konsep Ketuhanan yang ada dalam Agama Hindu itu menganut

konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan itu satu, tidak ada duanya.

2. Benar kah Agama Hindu menganut paham politeisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

Jawaban : Memang benar di dalam Agama Hindu terdapat beberapa Dewa.

Tetapi sesungguhnya dewa-dewa yang banyak itu adalah yang Tunggal. Ia

mengemanasi atau mewujudkan dirinya dalam beberapa Dewa seperti

Brahma, Wisnu dan Siwa.

3. Benar kah Agama Hindu menganut paham Monoteisme? Jika benar apa

alasannya, dan jika tidak apa alasannya?

Jawaban : Tergantung pemahaman seseorang yang melihat ajaran Agama

Hindu itu seperti apa. Bisa juga dikatakan Monoteisme karna konsep

Ketuhanan dalam Agama Hindu itu menganut paham yang satu atau

Tuhan Yang Maha Esa.

4. Menurut anda kitab Bhagavad Gita termasuk dalam golongan kitab apa?

(Sruti/Smrti)

Jawaban : Bhagavad Gita bisa dikategorikan sebagai kitab Sruti dan Smrti.

Alasan yang pertama Bhagavad Gita tergolong kitab Sruti dikarenakan

Sruti itu artinya yang didengar, Bhagavad Gita itu diperoleh melalui

pendengaran melalui Arjuna. Yang kedua tergolong dalam kitab Smrti

dikarenakan Bhagavad Gita termasuk dalam bagian dari Epos Mahabarata

dan yang menulis adalah Rsi Vyasa.

Page 96: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

85

5. Bagaimana pandangan anda mengenai kitab Bhagavad Gita, dan seberapa

penting kitab Bhagavad Gita menurut anda ?

Jawaban : Sangat penting, karna ajarannya sangat luar biasa. salah satu

ajaran yang mana memuat tentang tujuan akhir dari kehidupan manusia.

6. Bisa kah kitab Bhagavad Gita menjadi pedoman dalam berkehidupan, dan

bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?

Jawaban : Bisa, seperti contoh menagapa penganut agama Hindu itu kalau

sembhayang pakai bunga, pakai dupa, dan pakai buah. Dalam Bhagavad

Gita dijelaskan apapun yang kau persembahkan entah itu seteguk air atau

setangkai bunga maka akan aku terima dengan ketulusan hatimu.

7. Di dalam Bhagavad Gita ada penjelasan tentang Bhakti Yoga, apakah

Bhakti Yoga salah satu jalan untuk menuju Tuhan? dan bagaimana

pendapat anda mengenai Bhakti Yoga?

Jawaban : Bhakti Yoga dapat di istilahkan sebagai jalan penyerahan diri

sepenuhnya kepada Tuhan.

8. Apakah Jnana Yoga salah satu pengetahuan tentang Para Atman dan

Brahman? Seperti yang dijelaskan dalam bab ke-7 di dalam Bhagavad

Gita, dan bagaimana pendapat anda terkait pemahaman Jnana Yoga ?

Jawaban : Jnana Yoga itu penekanannya lebih kepada pengetahuan,

merealisasikan pengetahuan sehingga seseorang bisa mencapai suatu

tujuan. Karna tujuan dalam agama Hindu adalah kembali ke asal dan

menyatu dengan Brahman. Dan itu melalui pengetahuan atau menginsafi

diri Atman.

9. Bagaimana pendapat anda tentang Karma Yoga yang ada didalam

Bhagavad Gita?

Jawaban : Karma Yoga adalah jalan yang di lakukan dengan perbuatan

atau pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk diserahkan

langsung kepada Tuhan.

10. Apakah Sri Krishna bentuk dari manifestasi Tuhan yang muncul di dunia?

seperti yang di utarakan dalam (Bhagavad-Gita X.39), dan seperti apa

pendapat anda?

Page 97: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

86

Jawaban : Ya betul, Tuhan memperlihatkan wujud nya kepada Arjuna. Itu

lah yang membuktikan bahwa Tuhan memanifestasikan dirinya sebagai

sosok Krshna yang memang mempunyai misi tertentu untuk menegakkan

kembali Dharma pada saat itu serta mengajarkan kembali kebaikan.

11. Apa saja aspek positif yang dapat di ambil dalam kitab Bhagavad Gita?

Jawaban : Dalam Bhagavad Gita dikatakan, ketika kita berbhakti dan

sungguh-sungguh menyembah beliau maka hidup kita akan dituntun dan

akan di lindungi oleh beliau. Itulah salah satu aspek positif yang ada dalam

Bhagavad Gita.

Page 98: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

87

Lampiran 5

Lokasi saat mengadakan wawancara, di Pura Amrta Jati, Cinere, Depok.

Bagian dalam dari pura Amrta Jati.

Page 99: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

88

Foto pak Drs. I.W Swastawa M.Pd, M.Si. Kepala Pasraman (Pendidikan agama

Hindu) yang ada di Pura Amrta Jati.

Saat berlangsungnya wawancara.

Page 100: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

89

Saat berlangsungnya wawancara.

Foto bersama pak I.W Swastawa setelah selesai wawancara.

Page 101: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

90

Foto bersama pak Karnadi, S.Pd.H, M.Si. Wakil Kepala Pasraman Pura Amrta

Jati, Selaku responden kedua.

Saat berlangsungnya wawancara.

Page 102: KONSEP KETUHANAN DALAM BHAGAVAD GITA

91

Foto Kitab Bhagavad Gita