KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM...

94
KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS (Studi Kasus pada Masyarakat Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan) Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Rita Hardianti NIM. 1110032100015 PROGRAM STUDI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1413 H/2017 H

Transcript of KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM...

Page 1: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

i

KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA

DALAM MASYARAKAT MADRAIS

(Studi Kasus pada Masyarakat Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh:

Rita Hardianti

NIM. 1110032100015

PROGRAM STUDI

STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1413 H/2017 H

Page 2: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

ii

Page 3: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

iii

Page 4: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

iv

Page 5: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

v

Motto

Berangkat dengan penuh keyakinan,

Berjalan dengan penuh keikhlasan,

Konsisten dalam dalam kebaikan, dan ikhlas menjalani

kehidupan.

Jadilah seperti Gunung Ciremai yang tinggi menjulang

namun tak pernah pongah, yang memberi manfaat bagi orang

lain. Karena itu, Jadilah orang yang diperhitungkan dan

bermanfaat bagi orang lain.

Page 6: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

vi

ABSTRAKSI

Rita Hardianti

KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM

MASYARAKAT MADRAIS

(Studi Kasus pada Masyarakat Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan)

Pesatnya perkembangan teknologi informasi terutama media sosial tak dapat

dipungkiri telah melahirkan perubahan besar hampir di semua sisi kehidupan,

termasuk kehidupan sosial dan keagamaan. Terutama dengan munculnya media

sosial, telah membuat perubahan sosial dapat dilakukan dengan cepat. Sayangnya,

tidak semua yang berkembang melalui internet dan sosial media bisa cocok dan

diterima dengan baik. Karena internet dan media sosial ternyata juga memilik i

wajah gandanya (jenus faced), yang selain membawa dampak baik, juga membawa

dampak yang buruk terhadap perubahan sosial.

Institusi keluarga sebagai insistusi sosial terendah dan seharusnya yang paling

kuat dalam menopang solidaritas, kebhinekaan dan toleransi kemudian berada pada

persimpangan jalan ketika menghadapi perubahan sosial yang terjadi saat ini.

Institusi keluarga tak lagi memegang peran penting dalam mengajarkan pentingnya

toleransi, keberagaman dan kerukunan, sehingga mengancam kebebasan beragama

dalam institusi sosial yang lebih luas.

Di tengah kondisi sosial yang sangat mengkhawatirkan tersebut, penting

kiranya untuk belajar bagaimana kemudian sebuah masyarakat di kaki Gunung

Ciremai, Kelurahan Cigugur ternyata mampu memertahankan kearifan lokalnya.

Mereka tidak larut dalam arus perubahan yang begitu deras, dan berhasil

menjinakkan kehidupan sosialnya.

Masyarakat Kelurahan Cigugur, yang kemudian dalam penelitian ini disebut

sebagai Masyarakat Madrais penulis lihat mampu menjaga keyakinannya tentang

harmoni atau keseimbangan menjalankan kehidupan, lebih jauh lagi memahami

konsep keluarga dan kebebasan beragama. Ajaran kepercayaan dan penghayatan

kepada Tuhan Yang Maha Esa mereka jadikan sebagai pendorong, penggerak dan

pengontrol bagi tindakan para pemeluknya untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-

nilai kebudayaan dan ajarannya. Dan yang terpenting dari apa yang diyakini oleh

masyarakat Madrais adalah bahwa pola interaksi penganut kepercayaan dan

penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan warga sekitar harus terjalin

dengan baik, sehingga saling menghargai, menghormati, toleransi dan kerukunan

antar umat beragama terjalin dengan baik.

Page 7: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

vii

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan

rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesa ikan

skripsi ini. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita yakni Nabi

Muhammad saw., keluarga, sahabat dan para pengikutnya yag senantiasa berkorban

menyebarkan dakwah kepada seluruh umat.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata

1 (S.1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Membahas

dan menyusun skripsi ini bukan hal yang mudah, dibutuhkan semangat,

kesungguhan dan kerja keras serta keikhlasan dalam menjalani setiap rintangannya.

Di samping itu penulis juga banyak mendapatkan motivasi, petunjuk dan

bimbingannya dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung

sehingga penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai

dengan apa yang diharapkan. Dengan penuh hormat penulis menyampaikan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuludd in

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, M.A., Selaku Ketua Prodi Studi Agama-

Agama.

Page 8: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

viii

3. Ibu Dra. Halimah Mahmudy, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-

Agama yang sudah banyak membantu penulis dalam mengurus semua

keperluan skripsi sampai selesai.

4. Ibu Dra. Hermawati, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan serta

koreksi yang sangat berarti dalam kelancaran penulisan skripsi ini dan

dengan sabar memberikan masukan berupa pikiran, kritikan maupun saran

yang sangat baik, serta dorongan dan membantu menyelesaikan masalah

penulisan dalam menyusun skripsi.

5. Para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu

yang diberikan bermanfaat serta menjadi berkah bagi penulis, serta para

pimpinan dan staf perpustakaan utama maupun perpustakaan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Penulis haturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua

orangtua, Ibunda tercinta yang telah mendidik penulis dengan kasih sayang

yang tulus, yang saat itu masih bisa menemani penulis saat penelit ian.

Namun takdir berkehendak lain, ibunda pergi lebih cepat sebelum penelit ian

ini rampung. Semoga ibunda ditempatkan di tempat yang paling mulia di

sisi-Nya. Alluhmmagfirlaha Warhamha Wa afiha Wa’fuanha. Untuk

Ayahanda tercinta, penulis haturkan terimakasih untuk kasih sayangnya

yang diberikan kepada penulis, terimkasih telah mengajarkan arti

kemandirian hidup.

Page 9: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

ix

7. Untuk keluarga kecilku; suami dan anakku tersayang, Maruf Muttaqien dan

Adeeva Martha Yara terima kasih sudah menjadi teman hidup penulis dan

memberikan motivasi dan perhatian yang tulus kepada penulis. Terimakas ih

atas kesabarannya dalam memberikan dukungan dan semangat buat penulis.

8. Kakak dan adikku tersayang Rini Setiani dan Rian Hardiana terima kasih

do’a dan dukungannya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini,

serta semua keluarga besar yang ada di Bogor dan Kuningan. Terimakas ih

atas do’a dan dukungannya selama ini.

9. Teman–teman IMM Cabang Ciputat, terimakasih atas dukungan dan

kebersamaan semasa menjalankan roda organisasi.

10. Teman – teman seperjuangan Studi Agama–Agama Angkatan 2010, yang

telah menjalani waktu bersama selama di bangku perkuliahan. Terutama

untuk sahabatku; Elita Karlina, Fatma Utami Zauharoh, Ita Siti Nurhalimah,

dan Haikal Rahmatullah.

11. Penulis juga haturkan terima kasih kepada Direksi TVMU, Ibu Retno

Intani, Bapak Edy Kuscahyanto, Bapak Gatot Triyanto, Bapak Arief

Hidayat Thamrin, dan Bapak Brillianto, yang sudah memberikan toleransi

dan semangat untuk secepatnya menyelesaikan tugas akhir skripsi.

12. Segenap karyawan PT. TVMU SURYA UTAMA, terima kasih atas semua

dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Demikianlah ucapan terima kasih yang penulis haturkan atas semua bantuan

baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

Page 10: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

x

skripsi ini. Mudah–mudahan Allah Swt. membalas semua kebaikan yang telah

diberikan. Amin

Jakarta, 19 Juni 2017

Penulis,

Rita Hardianti Nim. 1110032100015

Page 11: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SIDANG ........................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

MOTTO ...................................................................................................... v

ABSTRAKSI .............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................

B. Rumusan Masalah ...........................................................................

C. Tujuan Penelitian ............................................................................

D. Kegunaan Penelitian .......................................................................

E. Tinjauan Pustaka .............................................................................

F. Kerangka Teori ...............................................................................

G. Metodologi Penelitian .....................................................................

H. Sistematika Penulisan .....................................................................

1

5

5

6

6

7

12

15

BAB II KONSEP KELUARGA MENURUT MASYARAKAT

MADRAIS ..................................................................................................

18

A. Pengertian dan Konsep Keluarga ....................................................

B. Fungsi Keluarga Dalam Masyarakat ...............................................

C. Keluarga Menurut Pandangan Masyarakat Madrais .......................

D. Landasan Berkeluarga dalam Pikukuh Tilu ....................................

E. Seren Taun dan Peran Perempuan dalam Keluarga ........................

18

25

30

36

41

BAB III KEBEBASAN BERAGAMA ..................................................... 45

A. Pengertian Kebebasan Beragama ...................................................

B. Landasan Kebebasan Beragama .....................................................

45

48

Page 12: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

xii

C. Perkembangan Kebebasan Beragama dalam Masyarakat Madrais 54

BAB IV ANALISA HUBUNGAN KONSEP KELUARGA DAN

KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS ..

60

A. Cigugur Sebagai Miniatur Pluralisme .............................................

B. Analisis Hubungan Konsep Keluarga dan Kebebasan Beragama ..

60

66

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 76

A. Kesimpulan ......................................................................................

B. Saran ............................................................................................... ..

76

78

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 80

Page 13: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Derasnya arus modernisasi terkadang membuat kita larut dalam mimpi

tentang kemajuan masa depan yang lebih baik dan sejahtera. Menghadirkan

harapan baru lalu sejenak menghapus noda “ketertinggalan zaman”. Mimpi

tersebut juga terkadang membutakan mata, mengadopsi apa pun dari hasil

modernisasi tanpa memberikan catatan kritis.

Padahal, selain menghadirkan harapan kemajuan, dunia baru juga seringka li

menimbulkan ancaman krisis. Inilah yang disebut dengan janus face, atau wajah

ganda dunia baru yang dilahirkan oleh kemajuan teknologi informasi. Ini karena

di balik kekaguman dan terfasilitasinya kebutuhan manusia oleh teknologi

informasi dan komunikasi, tersimpan potensi ekstrem yang berbahaya.1Keluarga

sebagai institusi terendah dalam relasi sosial, merupakan yang paling

mengkhawatirkan di era ini. Terutama soal seksualitas, reproduksi dan

perkawinan. Dalam perjalanan selanjutnya, persoalan di level terendah dalam

relasi sosial ini lalu berakibat panjang pada kebebasan beragama.2

1Muhamad Sulhan, Kutukan “Janus” bagi Media di Indonesia: Mencoba Membaca Fenomena

Pasca Demo 411 Jakarta, (Tempo: 14-20 November, 2016). 2Anthony Giddens, Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita,

(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001), h. 52-53.

Page 14: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

2

Belum lagi dengan sejumlah fenomena di seputar dunia teknologi informas i

dan komunikasi yang ternyata ikut mengubah tatanan kehidupan kita. Mulai dari

fenomena jejaring sosial, yang sedikit banyak telah mengubah model hubungan

sosial masyarakat kita, hingga pesatnya perkembangan aplikasi dan alat

komunikasi, yang selain merangsang hasrat kepemilikan atasnya, juga

melemahkan solidaritas sosial masyarakat.

Dalam perkembangan terakhir, pesatnya perkembangan dunia baru terutama

media sosial telah berhasil membuat sekat-sekat perbedaan menjadi rapuh.

Kebhinekaan yang selama ini terjaga selama puluhan tahun, malah mulai

tercerai-berai,Meningkatnya konflik baik di media sosial maupun dunia nyata,

telah merusak tatanan masyarakat, melemahkan solidaritas sosial, dan

mengabaikan arti penting kebebasan serta kerukunan beragama.

Sekilas, memang terasa tidak ada kaitan antara konsep keluarga dan

kebebasan beragama dalam kehidupan sosial kita. Padahal, keduanya saling

terkait satu sama lain. Agama selama ratusan tahun telah menjadi sponsor utama

dalam mempertahankan apa yang di atas tadi penulis sebut sebagai nilai-nila i

institusi sebuah keluarga. Baik terkait seksualitas, reproduksi, perkawinan dan

termasuk cara keberagamaan yang diajarkan dalam keluarga. Awalnya nilai-

nilai institusi keluarga tersebut terpelihara dengan baik, namun belakangan sejak

revolusi internet dan terutama perkembangan media sosial yang kian tak

terbendung secara perlahan melemah. Seperti kuda liar yang dikekang di istalnya

dalam waktu yang cukup lama, lalu ketika gerbang istal itu terbuka, maka kuda-

kuda itu pun segera berhamburan menuju padang savana.

Page 15: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

3

Institusi keluarga di era modern dapat kita saksikan hampir telah kehilangan

semua nilai-nilainya tersebut, semakin hari ia semakin rapuh. Terkait kebebasan

beragama, hilangnya peran seksualitas dan reproduksi dalam institusi keluarga

ternyata juga diikuti oleh hilangnya peran keluarga dalam mengajarkan

pentingnya toleransi, kerukunan, dan kebebasan beragama. Secara formal, era

modern memang telah banyak mengubah kehidupan masyarakat secara posit if,

namun di sisi lain kemajuan teknologi ternyata gagal menghadirkan sikap

toleransi kosmopolitan dalam menghadapi fundamentalisme, baik agama

maupun pasar (neoliberalism).

Fundamentalisme tidak mampu menyediakan ruang dialog untuk melewati

tahapan ini. Doktrin agama yang kita kenal tentang perilaku sosial masyarakat

lebih sering dikaitkan secara historis dengan sejarah masa silam, dibandingkan

alasan lain yang lebih rasional, yang memberikan solusi lain yang lebih mungkin

diterima masayarakat modern. Pada akhirnya, kehidupan sosial kita tidak

mampu dijinakan, dan malah lepas kendali (run a way).3

Sepertinya, memang tidak ada cara lain untuk menjinakkan kehidupan sosial

kita saat ini. Karena seperti apa yang diungkapkan oleh para psikolog Jungian,

yang membaca kesalahan besar Michel Fouchalt dan Sigmund Freud ketika

menyimpulkan psikopatologi masyarakat modern. Yaitu tidak adanya diskusi

lebih lanjut tentang cinta dan romantisme atau apa yang kita kenal dengan

harmony (keseimbangan) dalam masyarakat demokratis.4

3Giddens, Runaway World, h. 49. 4Hisyam A. Fachri, Tarot Psikologi: Menemukan Jati Diri, Konseling, dan Hipnosis Terapan

(Jakarta: Gagas Media, 2010), h. 24.

Page 16: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

4

Oleh karena itu, penting kiranya kita belajar dari Masyarakat Madrais yang

dalam studi ini akan secara khusus penulis teliti terkait keyakinan tentang

harmoni atau keseimbangan menjalankan kehidupan, lebih jauh lagi memahami

konsep keluarga dan kebebasan beragama. Madrais, sebutan untuk masyarakat

yang terletak di Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan ini, bersandar pada

pendirinya yakni Madrais atau Pangeran Sadewa Alibasa yang melahirkan dan

menggerakkan kepercayaan dan penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa

karena tidak mendapat kepuasan baik dari ajaran Islam yang diberikan

kepadanya maupun dari ajaran Ngelmu Cirebon yang diterimanya. Kepercayaan

dan penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang didirikan oleh Madrais

mendasarkan pada sistem keyakinan yangmenggunakan landasan keyakinan

yang menjadi lawan dari hukum-hukum alamiah. Ajaran kepercayaan dan

penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa juga dijadikan sebagai pendorong,

penggerak dan pengontrol bagi tindakan para pemeluknya untuk tetap berjalan

sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajarannya.

Dan yang terpenting dari apa yang diyakini oleh Masyarakat Madrais adalah

bahwa pola interaksi penganut kepercayaan dan penghayatan kepada Tuhan

Yang Maha Esa dengan warga sekitar harus terjalin dengan baik, sehingga saling

menghargai, menghormati, toleransi dan kerukunan antar umat beragama terjalin

dengan baik. Di samping itu, gotong-royong, bantu-membantu, atau

bekerjasama dalam segala aktivitas dan kegiatan sosial juga terjalin dengan baik

Page 17: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

5

diwarnai dengan kehidupan yang harmonis dan bisa berkembang sampai

sekarang.5

Satu hal yang menarik dari apa yang diyakini dan dipraktikkan dalam

Masyarakat Madrais adalah bahwa keluarga dalam Masyarakat Madrais

memberi kebebasan kepada anggotanya untuk menganut agama yang berbeda.

Inilah bentuk kebebasan beragama yang ingin penulis telusuri. Dan oleh karena

itu penulis memberi judul penelitian skripsi ini dengan “Konsep Keluarga dan

Kebebasan Beragama Masyarakat Madrais: (Studi Kasus Masyarakat

Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan).”

B. Rumusan Masalah

Agar tidak menjadi sebuah masalah yang rumit, penulis membatasi

permasalahan yang diteliti dalam field reaserch ini, yaitu bagaimana hubungan

konsep keluarga dengan kebebasan beragama dalam Masyarakat Madrais.

Adapun rumusan masalahnya adalah: Bagaimana hubungan konsep keluarga dan

kebebasan beragama dalam Masyarakat Madrais?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan konsep

keluarga dan kebebasan beragama serta upaya-upaya dalam mempertahankan

5Lihat Nuhrison M Nuh, Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur Kuningan:

Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak -Hak Sipil, Jurnal Harmoni Volume x, Nomor 3, Juli-

September 2011.

Page 18: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

6

identitasnya serta respon masyarakat di Kelurahan Cigugur, Kabupaten

Kuningan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu

Kebebasan beragama di dalam keluarga Masyarakat Madrais telah

menimbulkan kerukunan dalam masyarakat penganut kepercayaan Madrais.

Antara satu sama lain saling berdampingan dalam masyarakat yang harmonis

dan saling kerjasama. Dalam hal ini penulis berusaha ingin membahas tentang

bagaimana konsep keluarga dengan kebebasan beragama yang ada pada

kepercayaan Masyarakat Madrais.

2. Bagi Masyarakat

Studi ini dapat membantu masyarakat untuk menanamkan arti penting

kebebasan beragama dalam level institusi sosial terendah atau keluarga.

Sehingga pengarusutamaan (mainstreaming) kebebasan beragama dalam

kehidupan masyarakat dapat berjalan lebih efektif.

E. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian ilmiah terkait Masyarakat Madrais memang telah

dilakukan beberapa peneliti di sejumlah lembaga maupun Universitas. Hanya

saja yang fokus pada konsep keluarga dan kebebasan beragama belum ada.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan misalnya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nuhrison M Nuh, lalu dipublikasikan dalam

Jurnal Harmoni terbitan Puslitbang DEPAG RI tahun 2010 dengan judul

“Paham Madrais/Adat karuhun Urang (AKUF) di Cigugur Kabupaten

Page 19: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

7

Kuningan: Studi tentang ajaran dan Pelayananan hak-hak sipil. Penelitian ini

berusaha menelusuri apa dan bagaimana sebetulnya masyarakat Madrais

menjalankan keyakinannya. Lalu bagaimana respon para tokoh agama dan

pemerintah setempat terhadap keberadaan mereka. Bagaimana pula mereka

mendapatkan hak-hak sipilnya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Iwan Ahenda dalam skripsinya dengan

judul“Madrais dan Kerukunan Umat Beragama”. Hasil penelitian ini lebih

umum terhadap kerukunan beragama dalam Masyarakat Madrais.

F. Kerangka Teori

Secara umum pengertian konsep dapat dirumuskan sebagai representasi

abstrak dan umum tentang sesuatu. Sebagai representasi abstrak dan umum,

konsep merupakan suatu hal yang bersifat mental. Karena itu, melalui dan dalam

konsep kita mengenal, memahami, dan menyebut objek yang kita ketahui.6

1. Pendekatan Konseptual Keluarga

Dalam kajian ilmu sosial tentang keluarga, para peneliti dan para analis

keluarga menerapkan beragam pandangan dan pendekatan mengena i

keluarga. Idam-idaman yang dianut oleh para ilmuwan pengkaji keluarga

adalah bahwa akhirnya teori akan dirumuskan, yang dapat menjelaskan

setiap aspek dari fenomena-fenomena dalam bidang keluarga. Setiap

pengkaji keluarga, seperti halnya para pakar ilmu lainnya, bertitik tolak dari

asumsi-asumsi tertentu, konsep-konsep tertentu dan pendekatan-pendekatan

6J. Sudarminta, Epistemologi dasar (Yogyakarta: Penerbit Kanis ius, 2002), h. 87.

Page 20: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

8

yang menurut anggapan mereka paling tepat digunakan dalam upaya

memberi penjelasan tentang fenomena yang dikaji, dalam

mengorganisasikan berbagai unsur yang tercakup di dalamnya. Kerangka-

kerangka seperti itu dinamakan kerangka konseptual.

Dalam penelitian ini, penulis menguraikan secara ringkas beberapa

kerangka konseptual yang dipilih dengan pertimbangan bahwa kerangka

konseptual inilah yang paling banyak digunakan. Kerangka konseptual yang

penulis pilih tersebut adalah fungsional-struktural, interaksionis dan

pendekatan konflik.7

a. Pendekatan Fungsional Struktural

Dalam kerangka pikir fungsional-struktural, masyarakat dipandang

sebagai suatu sistem yang dinamis, yang terdiri dari berbagai bagian

atau subsistem yang saling berhubungan. Pendekatan fungsiona l-

struktural berfokus pada hubungan timbal balik antara seluruh anggota

keluarga dan apakah mereka dapat menjalankan fungsi masing-mas ing

dengan baik.

Struktur mengacu pada bagaimana sebuah keluarga dapat diurus,

bagaimana sikap dan aturan dapat diatur, dan bagaimana masing-

masing anggota keluarga dapat berinteraksi satu sama lain. Sementara

fungsional, mengacu pada bagaimana hasil atau konsekuensi dari

keberadaan sebuah keluarga, itulah tujuan sebuah keluarga yang

memiliki peran penting bagi anggota keluarga dan masyarakat secara

7T.O. Ihromi, ed., Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor, 1999), h. 269.

Page 21: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

9

lebih luas. Dengan kata lain, fungsional adalah apa yang telah dilakukan

sebuah keluarga atau apa alasan dari keberadaan sebuah keluarga.8

b. Pendekatan Interaksionis

Pendekatan interaksionis atau pendekatan interaksi simbolik,

adalah kerangka pemikiran yang banyak digunakan pada masa ini.

Pendekatan ini memperoleh pendorong dari buah-buah pemikiran

sejumlah filusuf dan sosiolog seperti George Simmel, William James,

Charles Harton Cooley dan George Herbert Mead. Sebelum munculnya

karya mereka ini umumnya diterima bahwa tingkah laku dipahami

berdasarkan seperangkat insting yang khas ada pada manus ia.

Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan para penulis seperti Simmel

dan Cooley tersebut menimbulkan anggapan bahwa kelakuan manus ia

tidaklah dibatasi oleh perangkat insting yang telah berkembang secara

evolusioner, tetapi manusia memiliki kemampuan untuk menggunakan

dan memanipulasi simbol-simbol dan untuk berpikir secara bebas dan

kreatif. Karena hal tersebutlah maka individu- individu memilik i

kemampuan memberi makna kepada gejala-gejala yang ditemukan

dalam lingkungan dan untuk membagi bersama makna-makna itu

dengan orang lain. Makna-makna tersebut atau lambang- lambang yang

dimiliki bersama, telah dipelajari melalui interaksi dengan orang lain

dan memperoleh makna dan paling berarti dalam unit keluarga.

8Vicky R. Browden, Children and Their Families: The Continum of Care (China: Wolter

Klower Health, 2010), h. 19.

Page 22: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

10

Menurut pendekatan interaksionis, faktor yang menentukan dalam

upaya untuk memahami perilaku keluarga adalah kajian terhadap

interaksi antara para anggota keluarga dan interpretasi apa yang para

individu bersangkutan berikan pada interaksi tersebut. Karena para

anggota keluarga secara terus-menerus saling mempengaruhi, maka

keluarga adalah suatu unit sosial yang senantiasa bertumbuh, berubah

dan bersifat dinamis.

Dalam kerangka pendekatan ini, fokus utama adalah pada interaksi

manusia. Melalui proses interaksi inilah terjadi komunikasi antara dua

orang atau lebih yang memungkinkan terjadinya modifikasi pada

perilaku dari semua pihak yang terlibat. Manusia belajar untuk

berinteraksi secara efektif melalui pengambilan peranan (role taking)

dan memainkan peranan (role playing).

c. Pendekatan Konflik

Dalam pandangan beberapa pakar penganut pemikiran yang

mengkaji keluarga, konflik dalam keluarga umumnya dianggap sebagai

ancaman bagi stabilitas keluarga. Lain halnya dengan pendekatan

konflik karena baginya konflik dianggap sebagai suatu akibat yang

wajar, yang alamiah dari terjadinya interaksi manusia. Karena

pandangan semacam itu, maka dalam kajian keluarga yang

menggunakan pendekatan ini terdapat penekanan pada manajemen

konflik dan alokasi kekuasaan dan sumber daya dalam keluarga.9

9T.O. Ihromi, ed.,Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, h. 276-278.

Page 23: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

11

2. Kebebasan Beragama

Pengertian bebas adalah keadaan dimana bebas campur tangan dari pihak

luar.10 Sementara kebebasan beragama adalah prinsip yang menyokong

kebebasan individu atau masyarakat untuk mengamalkan agama atau

kepercayaan secara tertutup atau terbuka.

Secara umum model kebebasan beragama dapat berupa internal dan

eksternal: Internal dalam arti memberi keleluasaan penuh setiap saat bagi

setiap individu, untuk menggali atau mendalami keyakinan-keyakinan atau

agama lain dan membuat pilihan pribadi untuk menganut, melepaskan,

menolak secara terbuka yang diinginkan. Sementara eksternal berarti

kebebasan pribadi baik secara individu ataupun dalam masyarakat bersama

orang lain. Di depan umum atau ruang yang bersifat pribadi untuk

menyatakan agama lewat ajaran, pengalaman, ibadat dan ketaatan terhadap

aturan-aturan agama.11

Sayyed Husein Nasr, seorang sufi dan ilmuwan Iran, memilah dua mod el

kebebasan beragama: Pertama, kebebasan menjadi (freedom to be), yang

ditandai oleh pengalaman keberadaan diri yang asali berkaitan dengan

mistikisme yang kepedulian utamanya adalah kebebasan pribadi, bukan

kebebasan poiltis. Kebebasan pribadi adalah kebabasan mutlak (absolute or

10Arif Budiman, Kebebasan Negara Pembangunan (Jakarta: Alvabet, 2006), h. 114. 11Bahia Tahzib-Lie, ed., Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh

(Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 432.

Page 24: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

12

infinite freedom), yang terdapat di dalam kehidupan spiritual, yang juga

disebut sebagai kebebasan moral (kebebasan menentukan sendiri tanpa

hampatan sebab-sebab eksternal), atau kebebasan batin pada pikiran dan

imaginasi.

Kedua, kebebasan bertindak (freedom to act) yang ada dalam batas-batas

yangdipaksakan oleh realitas eksternal kepada manusia. Prinsip kebebasan

beragama dijelaskan secara gamblang dalam al-Qur'an, seperti surahal-

Baqarah [2] ayat 256 (tidak ada paksaan dalam beragama); al-Kafirun [109]

ayat1-6 (pengakuan terhadap pluralisme agama); Yunus, [10] ayat 99

(larangan memaksa penganut agama lain memeluk Islam); Ali Imran, [4] 64

(himbauan kepada ahli kitab untuk mencari titik temu dan mencapai

kalimatun sawa’); dan al-Mumtahanah, [60] ayat 8-9 (anjuran berbuat baik,

berlaku adil, dan menolong orang-orang non-Muslim yang tidak memusuhi

dan tidak mengusir mereka).12

G. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penelitian bertujuan untuk menemukan

data yang valid, dan analisa yang rasional. Sehingga dari penelitian tersebut

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Adapun metodologi penelit ian

yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

1. Objek Kajian

12Musdah Mulia, Pengertian Umum Kebebasan Beragama, lihat

http://www.megawatiinstitute.org/megawati-institut/opini-musdah-mulia/44-opini-musdah-

mulia/88-pengertian-umum-kebebasan-beragama.html diakses pada 30 Oktober 2014.

Page 25: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

13

Yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat madrais

di kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan-Jawa

Barat.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian karya tulis ini adalah penelitian lapangan (field research).

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Riset

penelitian yang bersifat deskriptif-analitik. Yaitu untuk membuktikan

kebenaran yang sesungguhnya sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Data

dianalisa dengan segala kekayaan maknanya sedekat mungkin dengan

wujud transkipnya. Deskripsi laporan penelitian seringkali berisi kutipan-

kutipan dan bermaksud untuk memberikan bentuk dalam narasi situasi

objek kajian atau pandangan tentang subjek yang dikaji.13

4. Data Penelitian

Data penelitian dipilih berdasarkan jenis data yang telah ditentukan

sebelumnya. Sumber data bisa berasal dari sumber primer dan sekunder.

Sumber primer artinya data diperoleh langsung dari responden atau

pengamatan langsung pada obyek penelitian. Sedangkan sumber data

sekunder diperoleh dari pihak ketiga, informan atau data dokumen resmi,

majalah, koran, buku, hasil penelitian sebelumnya dan internet.

5. Teknik Pengumpulan data

13Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 21.

Page 26: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

14

Pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, merupakan

langkah yang penulis tempuh sebagai bekal untuk melakukan penelitian di

lapangan. Studi kepustakaan ini berupa pendalaman materi seperti

pengenalan awal tentang masyarakat Madrais di Kelurahan Cigugur,

konsep keluarga masyarakat Sunda dan model penelitian yang akan

digunakan.

Teknik wawancara dan interview. Metode ini dilakukan untuk

mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan tanya jawab

secara lisan, yang terdiri dari dua orang atau lebih yang merupakan

anggota Masyarakat Madrais dan tokoh masyarakatnya.

Observasi, tujuan dari metode ini yaitu untuk mengumpulkan data-data

yang diperoleh dari penelitian terhadap masyarakat yang diteliti. Serta

untuk mengetahui konsep keluarga dan kebebasan beragama yang diyakini

masyarakat Madrais.

Dokumentasi, tujuannya adalah untuk mengumpulkan data-data dari

beberapa dokumen seperti buku, kitab suci, surat kabar majalah, jurnal dan

lain sebagainya.14

6. Pendekatan Penelitian

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis akan menggunakan

pendekatan sosiologis. Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui

14E. Zaenal Arifin, Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 58.

Page 27: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

15

bagaimana sebetulnya konsep tentang keluarga dalam masyarakat Madrais

terbentuk, lalu bagaimana pula mereka bisa memberikan kebebasan

kepada anggota keluarganya untuk memilih agamanya masing-masing.

7. Analisis Data

Analisa data yang penulis gunakan adalah deskriftif analitik, yaitu metode

yang digunakan dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis data-

data yang menjadi hasil pengkajian dan pendalaman atas bahan-bahan

penelitian. Kemudian, data-data yang berbentuk bahasa ini dianalisas i

sesuai dengan tujuan penelitian sehingga menghasilkan kesimpulan. 15

Dengan menguraikan (deskriptif) dan menganalisa (analitik), penulis

berharap dapat memberikan gambaran secara maksimal atas objek

penelitian (permasalahan) yang dikaji. Hasil dari analisis data disajikan

dalam bentuk narasi.

H. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan ini, penulis membagi pembahasannya menjadi empat

bagian. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemahaman dalam

pelaksanaannya yakni:

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang masalah

B. Rumusan masalah

C. Tujuan penelitian

15Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion (Yogyakarta: IRCiSoD, 2011), h. 342.

Page 28: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

16

D. Kegunaan penelitian

E. Tinjauan Pusataka

F. Kerangka Teori

G. Sistematika Penulisan

Bab II: Konsep Keluarga

Bagian ini berisi tentang pembahasan secara umum tentang konsep keluarga.

Bagaimana sebetulnya agama-agama menjelaskan tentang konsep keluarga.

Dan apa saja fungsi keluarga dalam masyarakat.

Bab III: Kebebasan Beragama

Bagian ini secara khusus akan mengurai bagaimana sesungguhnya kebebasan

beragama itu. Lalu apa saja landasan yang mendasari kebebasan beragama.

Termasuk perkembangan paling mutakhir terkait tema ini dalam masyarakat

kita.

Bab IV: Analisa Konsep Keluarga dan Kebebasan Beragama dalam

Masyarakat Madrais

Bagian ini merupakan inti dari pembahasan penelitian. Dimana penulis akan

mengelaborasi konsep keluarga dan kebebasan beragama dalam masyarakat

Madrais. Betulkah Masyarakat Madrais memberi kebebasan secara penuh

kepada anggota keluarganya untuk memilih agamanya masing-masing? Dan

Page 29: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

17

yang terpenting tentu saja apa sebetulnya yang melandasi adanya keyakinan

tersebut.

Bab V: Penutup dan Kesimpulan

Dalam bagian ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan terkait tema di

atas.

Page 30: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

18

BAB II

KONSEP KELUARGA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

A. Pengertian dan Konsep Keluarga

Sebagai unit terkecil dalam sistem sosial, keluarga memiliki peranan yang

sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku seseorang. Dari

keluargalah pendidikan kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik

diciptakan, budaya dan perilaku yang toleran dapat ditanamkan. Mengingat arti

penting keluarga tersebut, maka menjadi penting untuk mengetahui secara lebih

detail tentang pengertian dan konsep keluarga yang diyakini secara umum oleh

masyarakat.

Secara umum, pengertian keluarga mungkin dapat kita lihat dalam Oxford

Dictionary, dimana keluarga dikatakan sebagai a group consisting of two parents

and their children living together as a unit, atau sebuah kelompok yang terdiri

dari dua orangtua dan anak-anak yang hidup bersama sebagai satu unit.Atau

yang didefinisikan oleh World Healt Organization (WHO), dimana keluarga

merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian

darah atau perkawinan.

Hampir senada dengan yang dikemukakan dalam kamus Oxford maupun

menurut WHO, Professor Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa keluarga

merupakan lingkungan dimana beberapa orang masih memiliki hubungan darah

dan bersatu. Lebih lanjut, Soerjono Soekanto mengatakan bahwa keluarga pun

kemudian ada yang lazim disebut sebagai keluarga batih (nuclear family), yaitu

Page 31: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

19

sekelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta abak-anaknya yang

belum menikah. Selain itu, terdapat pula istilah keluarga luas (extended family),

dan komunitas (community).16

Secara lebih lengkap pengertian keluarga disajikan oleh Fitzpatrick, dimana

pengertian keluarga ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu

pengertian keluarga struktural, pengertian keluarga secara fungsional, dan

pengertian keluarga secara intersaksional. Berikut ini masing-mas ing

penjelasannya:

1. Pengertian Keluarga secara Struktural: Keluarga didefenisikan

berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang

tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada siapa yang

menjadi bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian

tentang keluarga sebagai asal-usul (families of origin), keluarga sebagai

wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih

(extended family).

2. Pengertian Keluarga secara Fungsional: Keluarga didefenisikan dengan

penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi- fungsi psikososia l.

Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak,

dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu.

Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

16Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak

(Jakarta: Rineka Cipta), h. 23.

Page 32: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

20

3. Pengertian Keluarga secara Transaksional: Keluarga didefinisikan

sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-

perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family

identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa

depan. Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan

fungsinya.17

Dalam konteks masyarakat Indonesia, pengertian terkait keluarga dapat

ditelusuri misalnya menurut Ki Hajar Dewantara, dimana kata keluarga

menurutnya berasal dari bahasa Jawa yang terbentuk dari dua kata yaitu kawula

dan warga yang berarti hamba dan anggota. Secara bebas dapat diartikan bahwa

keluarga merupakan anggota hamba atau warga saya. Artinya, setiap anggota

dari kawula merasa sebagai kesatuan yang utuh sebagai bagian dari dirinya dan

dirinya juga merupakan bagian dari warga lain secara keseluruhan.18

Sementara menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga

merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami

istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Terakhir adalah pengertian keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN), dimana keluarga merupakan dua orang atau

lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi

kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada tuhan,

17Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konfli k dalam

Keluarga(Jakarta: Prenada Media Group), h. 5. 18Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 176.

Page 33: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

21

memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan

masyarakat serta lingkungannya.

Dari sekian banyak pengertian yang dikemukakan para ahli maupun institus i

mengenai keluarga, ada satu catatan penting yang harus diperhatikan dalam

memformulasikan konsep tentang keluarga yaitu konteks budaya. Dan salah satu

penjelasan terkait pentingnya konteks budaya tersebut adalah sebagaimana

disinggung oleh Jefrey Hill dalam menjelaskan konsep keluarga kulit hitam atau

keluarga Amerika keturunan Afrika. Hill, menguraikan bahwa keluarga adalah

rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau

menyediakan terselenggaranya fungsi- fungsi instrumental mendasar dan fungs i-

fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu

jaringan. Jaringan tersebut selain terdiri dari kerabat yang masih memilik i

hubungan darah juga mencakup kerabat fiktif, seperti sahabat kelaurga. Menurut

Hill, keluarga Amerika keturunan Afrika bercirikan keluarga batih, berbeda

dengan keluarga Amerika keturunan Eropa yang bercirikan keluarga inti.19

Formulasi Hill tentang konsep keluarga tersebut tampaknya berkesesuaian

dengan konsep keluarga dalam masyarakat Indonesia yang memaknai keluarga

tidak terbatas pada keluarga inti saja, melainkan juga keluarga batih. Dalam

masyarakat Jawa terdapat dua istilah yang digunakan untuk menyebut bagian

dari suatu jaringan keluarga, yaitu waris dan batih. Istilah waris digunakan untuk

menyebut anggota jaringan yang masih memiliki hubungan darah, misalnya

19E. Jefrey Hill, The Effect of Parental Supportive Behaviors on Life Satisfaction of Adolescent

Offspring, Journal of Marriage and Family Vol. 57, No. 3 (Aug., 1995), pp. 813-822 dipublikasikan

oleh National Council on Family Relationshttp://www.jstor.org/stable/353934 diakses pada 18

Agustus 2014.

Page 34: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

22

tunggal mbah, tunggal buyut, dan tunggal canggah. Adapun batih digunakan

untuk menyebut anggota jaringan yang masih memiliki kedekatan karena

hubngan perkawinan, misalnya keluarga besan, atau karena kesamaan

pengalaman historis, misalnya seperantauan, sepondokan.20

Demikian pula dalam masyarakat Sunda, dimana pengertian keluarga

memiliki jaringan yang sangat luas. Selama ada ikatan perkawinan (afinity) dan

pertalian ikatan darah (consanguinity) baik dari pihak ayah maupun ibu disebut

dulur urang(saudara kita) danwargi(keluarga) atau baraya deukeut (saudara

dekat) dan baraya jauh (saudara jauh).21 Dalam masyarakat Sunda perkawinan

dipandang bukan hanya terjalinnya hubungan dua manusia, yakni suami-is tr i,

melainkan terjalinnya pula hubungan kekerabtan antara dua kerabat yang berasal

dari pihak istri dan kerabat dari pihak suami.

Ada beberapa istilah dalam masyarakat Sunda yang menunjuk kepada

pengertian jaringan hubungan kekerabatan, yaitu kulawarga (keluarga), warga,

dulur (saudara), baraya (saudara), saderek (saudara), kulawedet, bondoroyot,

golongan. Kulawarga (kulawargi dalam basa lemes) mengandung pengertian

keluarga inti atau keluarga batih dalam istilah antropologi, yaitu terdiri atas

orangtua dan anak-anaknya, kadang-kadang ditambah dengan anak angkat,

pembantu, atau orang lain yang diakui sebagai anggota keluarga. Hubungan

yang paling intim dan paling deket terjadi dalam Kulawarga. Sementara warga

memiliki seluruh kekerabatan yang tertentu karena keturunan dan perkawinan

yang menetap di satu lokasi tertentu. Dulur atau sadulur berarti saudara kandung;

dulur tere adalah saudara seayah atau saudara seibu; dulur misan atau dulur

20Lestari, Psikologi Keluarga, h. 6 21 A. Suryadi, Masyarakat Sunda: Budaya dan Problema (Jakarta: Alumni, 1985), h. 152.

Page 35: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

23

sabrayna adalah saudara sekakek atau saudara senenek; dulur misan mindo

adalah saudara satu buyut. Pengertian baraya sama dengan saderek, yaitu

saudara dalam pengertian luas, seluruh anggota kekerabatan, baik karena

keturunan maupun karena perkawinan, serta baik yang menetap di satu desa

tertentu maupun yang menetap di luar desa. Kulawedet, bondoroyot, dan

golongan mempunyai pengetian yang hamper sama dengan baraya dan saderek

hanya salam hal ini menunjuk kepada pangkal tokoh tertentu, jadi lebih

cenderung kekerabatan berdasarkan keturunan. Dewasa ini, kulawedet,

bondoroyot, atau golongan sering disejajarkan dengan ungkapan dalam bahasa

Indonesia sebagai keluarga besaryang terdiri dari 7 turunan atau generasi. Untuk

keturunan dari atas ke bawah, strukturnya dimulai dari kolot, embah, buyut, bao,

janggawareng, udeg-udeg, dan gantungsiwur. Sedangkan untuk keturunan dari

bawah ke atas, dimulai dari anak, incu, buyut, buyut, bao, janggawareng, udeg-

udeg, dan gantungsiwur.22

Sebagai catatan terkait luasnya jaringan tersebut, Masyarakat Sunda

memiliki kebebasan untuk memilih jodohnya, namun terdapat larangan menik ah

dengan sesama keluarga batih, selain itu dianjurkan untuk tidak menikah dengan

saudara dekat, agar persaudaraan makin luas dan kalau ada penyakit tidak mudah

diturunkan. Pepatah sunda mengatakan, “lamun nyiar jodo kudu sawaja

sabeusi”, artinya dalam mencari jodohharus sesuai dan cocok.

22Ukun Suryaman, Tempat Pemakaian Istilah Klasifikasi Kekerabatan pada Orang Jawa dan

Sunda dalam Susunan Masyarakat (Bandung: Penerbit Universitas), h.9.

Page 36: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

24

Secara umum, ada dua belas macam fungsi sosial segala macam kelompok

kekerabatan masyarakat manusia. Ke-12 macam fungsi sosial kelompok

kekerabatan dimaksud adalah:

1. Menampung kebutuhan manusia akan hubungan intim, mesra, dan

emosional;

2. Menatalaksanakan kehidupan rumah tangga;

3. Kesatuan dalam mata pencaharian hidup;

4. Mengasuh dan mendidik angkatan berikutnya;

5. Menguasai harta milik kelompok yang bersangkutan;

6. Menguasai hak milik atau hak ulayat atas sejumlah tanah;

7. Melaksanakan gotong royong;

8. Melindungi dan member bantuan kepada warga dalam keadaan darurat;

9. Melaksanakan upacara-upacara kelompok;

10. Membina rasa identitas kelompok, kekuasaan, dan gengsi;

11. Memelihara norma-norma dan adat tradisional;

12. Mengerahkan kekuatan politik.23

Bila dihubungkan dengan macam-macam kelompok kekerabatan yang

adadalam masyarakat Sunda pedesaan seperti tersebut di atas, maka fungs i-

fungsi sosial itu dikaitkan sebagai berikut. Kulawarga mempunyau dan

menjalankan fungsi yang paling banyak dan paling efektif, yaitu 11 macam

fungsi, hanya fungsi nomor 12 tidak dapat ditampung oleh kulawarga. Dulur

juga dapat menjalankan banyak fungsi, hanya fungsi nomor 1 dan nomor 12

tidak dapat ditampung oleh kelompok kekerabatan ini. Bondoroyot hanya dapat

menjalankan fungsi nomor 7,8,9,10 dan 11. Jadi fungsi yang dapat diembannya

23Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h.159.

Page 37: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

25

lebih terbatas. Fungsi sosial yang dapat dilaksanakan oleh kelompok

kekerabatan warga ialah fungsi sosial nomor 7,8,10, dan 12 kelompok

kekerabatan baraya dapat menjalankan fungsi sosial nomor 8,9,10, dan 11.24

B. Fungsi Keluarga dalam Masyarakat

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga berperan penting dalam

kehidupan bermasyarakat. Peranan tersebut menggambarkan seperangkat

perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam

posisi dan situasi tertentu.

Menurut para ahli, keluarga memiliki banyak fungsi penting dalam

kehidupan masyarakat. Secara umum, fungsi-fungsi tersebut dapat

dikelompokkan dalam 3 fungsi pokok keluarga dalam kehidupan masyarakat;

Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh berkembang

sesuai usia dan kebutuhannya; Asuh, adalah menuju kebutuhan pemeliharaan

dan perawatan semua anggota keluarga agar kesehatannya selalu terpelihara,

sehingga diharapkan menjadikan mereka individu yang sehat baik fisik, mental,

dan sipiritual; Asih, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap

menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya. 25

Bila diuraikan secara umum, maka paling tidak fungsi-fungsi keluarga

dalam masyarakat adalah sebgai berikut:

24Edi S. Ekadjati, Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah (Bandung: Pustaka Jaya,

2014), h.183. 25Nasrul Effendy, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Jakarta: EGC, 1998), h.

36.

Page 38: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

26

1. Fungsi reproduksi

Dalam keluarga, anak-anak merupakan wujud dari cinta kasih dan

tanggungjawab suami istri untuk meneruskan keturunannya. Karena itulah

reproduksi atau melanjutkan keturunan merupakan fungsi dari institus i

keluarga. Dengan adanya reproduksi, manusia bisa mempertahankan

kelangsungan hidup dan mempertahankan garis silsilah. Fungsi reproduksi

menyangkut aktivitas seksual antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri).

Hanya dengan perkawinanlah fungsi keluarga dapat dilakukan dengan sah

tanpa adanya penyalahan aturan, norma, budaya sosial dan tentu saja sehat.

Dengan demikian, reproduksi tanpa adanya perkawinan akan

mendatangkan banyak kesulitan dan kerugian di kemudian hari. Karena

fungsi reproduksi cenderung mengalami perubahan karena adanya program

keluarga berencana, peraturan yang membatasi kepemilikan anak lebih dari

dua. Semakin sulitnya fasilitas perumahan yang layak, semakin banyak

perempuan yang memilih berkarir dulu, lalu menikah di usia yang tidak

produktif.

Di era modern, terutama saat manusia mulai menemukan alat-alat

kontrasepsi, mendorong terjadinya pemisahan antara seksualitas dan

reproduksi, telah membawa implikasi luar biasa terhadap perubahan di

wilayah seksualitas yang kemudian berdampak pada institusi perkawinan dan

keluarga. Muncul apa yang disebut Anthony Giddens sebagai seksualita s

Page 39: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

27

plastis” (plastic sexuality), yaitu sejenis seksualitas tak terpusat yang terbebas

dari kebutuhan-kebutuhan reproduksi26.

Fenomena ini merupakan sesuatu yang krusial bagi perubahan cara

pandang masyarakat terhadap fungsi reproduksi keluarga dalam kehidupan

masyarakat. Dimana seksualitas kemudian tak lagi dipandang sebagai sebuah

kenikmatan yang hanya dapat dialami dengan melakukan pernikahan, namun

bisa saja dengan cara-cara lain. Dengan kata lain, keintiman atau seksualita s

hanyalah sebentuk negosiasi transaksional dari ikatan-ikatan personal oleh

orang-orang yang setara.27

Sementara pemahaman akan kedudukan anak sebagai generasi penerus,

menempatkan fungsi reproduksi sebagai salah satu fungsi keluarga dalam

menjaga keberlangsungan sistem sosial yang lebih luas. Hal tersebut sesuai

dengan teori perkembangan konsep diri Erikson, bahwa seorang individu

dewasa memiliki keinginan untuk berketurunan (sense of generativity).28

Lebih lajut, dalam teori tahapan perkembangan ala psikoanalis asal Jerman

ini mengatakan bahwa, sense of generativity merupakan rasa peduli yang

lebih dewasa dari sekadar kepuasan diri sendiri. Bila dengan keintiman

seseorang terlibat dalam hubungan dimana ia mengharapkan suatu timbal

balik dari pasangannya, maka dengan generativity seseorang tidak

26Anthony Giddens, Transformation of Intimacy: Seksualitas, Cinta, dan Erotisme dalam

masyarakat Modern (Tangerang: Penerbit Fresh Book, 2004), h.ix. 27Ratna Batara Murni, Demokrasi Keintiman: Seksualitas di Era Global (Yogyakarta: LKIS,

2005), h. 33. 28Euis Sunarti, Mengasuh dengan Hati: Tantangan yang Menyenangkan (Jakarta: Elex Media

Komputindo, 2004), h. 267.

Page 40: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

28

mengharapkan balasan. Pada tingkat tertentu, para orangtua bahkan tidak

keberatan untuk menderita atau meninggal demi keturunannya.29

2. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan

segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan

orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan

psikososial anggota keluarga.

Menurut Friedman (1986), definisi fungsi afektif keluarga dalah fungs i

internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasah

dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. Fungsi

afektif ini merupakan sumber kebahagiaan da;am keluarga. Keluarga

memberikan kasih sayang dan rasa aman. Sementara perhatian di antara

anggota keluarga, membina kedewasaan kepribadan anggota keluarga dan

memberikan identitas keluarga.

Lebih lanjut Friedman mengidentifikasi fungsi afektif keluarga yaitu:

a. Memberikan perlindungan psikologis

b. Menciptakan rasa aman

c. Mengadakan interaksi

d. Mengenal identitas individu

3. Fungsi Sosialisasi

29Lebih lanjut lihat http://www.learning-theories.com/eriksons-stages-of-development.html

diakses pada 29 Oktober 2014.

Page 41: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

29

Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk

berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

4. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi, yaitu keluarga berfungs untuk memenuhi kebutuhan

keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan

individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan,

Yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas

keluarga di bidang kesehatan.

Dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi, fungsi

keluarga dikembangkan menjadi:

a. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang

produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan

memanfaatkan sumber daya keluarga.

b. Fungsi mendapatkan status social, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan

dikatagorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di

sekitarnya.

c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga yang memilki peran dan

tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk

menghadapi kehidupan dewasanya

d. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orangtua atau keluarga diharapkan

mampu menciptakan kehidupan social yang mirip dengan luar rumah.

e. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memnuhi

kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan

pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.

Page 42: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

30

f. Fungsi religious, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama

dan mengamalkan ajaran agamanya

g. Fungsi rekreasi, yaitu eluarga merupakan tempat untuk melakukan

kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.

h. Fungsi reproduksi, dalam artian bukan hanya mengembangkan

keturunan, tetapi juga merupakan tempat mengembangkan fungs i

reproduksi secara universal (menyeluruh), diantaranya; seks yang sehat

dan berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lain.

i. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di

luar rumah.30

C. Keluarga Menurut Pandangan Masyarakat Madrais

Masyarakat Madrais merupakan masyarakat yang multi agama,31 hal itu

jelas dapat dilihat dari keragaman keagamaan yang dianut oleh masyarakat

Madrais.32 Meski begitu, tidak berarti Masyarakat Madrais memiliki potensi

konflik yang tinggi. Sebaliknya, Masyarakat Madrais adalah masyarakat multi

agama yang telah sejak lama mampu hidup rukun dan harmonis.

Menurut Gumirat Barna Alam, Penerus Pangeran Djatikusuma,

keharmonisan dalam Masyarakat Madrais yang telah terjalin cukup lama bertitik

30Suprajitno, Asuhan Keperawatan Keluarga (Jakarta: EGC, 2003), h. 12-15. 31Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, merupakan salah satu yang

terletak di kaki Gunung Ciremai dan berjarak sekitar 30 km dari Kota Cirebon. Kelurahan Cigugur

termasuk wilayah administrative Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kuningan dengan luas

wilayah 300 Ha. Kelurahan Cigugur terletak kurang lebih 3,5 km kea rah Barat dari pusat kota

Kuningan. Lokasinya berada di kaki Gunung Ciremai sisi Timur dengan ketinggian sekitar 660

meter di atas permukaan laut, terletak pada koordinat 108027’15” BT dan 5058’8” LS, luas

wilayahnya adalah 300,15 hektar. 32Penduduk di Kelurahan Cigugur memiliki keyakinan yang beragam. Bila di tempat lain di

Jawa Barat Islam biasanya sangat dominan, namun di Cigugur jumlah penganut agama lainnya tak

kalah banyak. Islam (4.068), Katholik (2.657), Protestan (216), Hindu (3), Budha (8), Lain-lain (155).

Page 43: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

31

tolak pada hukum adikodrati, yang telah dikehendaki oleh Tuhan kepada

manusia Sunda. Titik tolak ini kemudian meniscayakan para penganut adat

untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya,

diciptakan sebagai manusia. Lebih lanjut menurut Gumirat, keharmonisan

tersebut terbingkai lantaran leluhurnya terutama Kyai Madrais menekankan

adanya 5 faktor atau 5 unsur kehidupan, yaitu: unsur cinta kasih, silsilah

kekeluargaan, lalu karena ada silsilah kekeluargaan maka manusia pun

dianugerahkan memiliki tata krama, lalu tata krama itu direalisasikan dengan

budi daya, dan budi bahasa, terakhir manusia pun dapat memilah dan memilih

mana yang baik dan mana yang buruk atau dikenal dengan Wiwaha Yuda Na

Raga (“Ngaji Badan” membaca dan memahami sebuah tatanan [ekosistem/tubuh

secara utuh]).33

Dalam pelaksanaannya, keyakinan akan adanya 5 unsur kehidupan tersebut

kemudian menjadi dasar pandangan hidup dari masyarakat Madrais secara

umum. Lebih lanjut, unsur-unsur kehidupan tersebut menjadi semacam tuntunan

untuk membentuk sistem sosial yang termanivestasi dalam sistem kekerabatan

masyarakat sunda.

Seperti halnya sistem kekeraban di Tatar Sunda lainnya, sistem kekerabatan

dalam masyarakat Madrais, bersifat parental, garis keturunan ditarik dari piha k

ayah dan ibu bersama. Kesamaan lainnya, adalah posisi ayah yang bertindak

sebagai kepala keluarga, dan ikatan kekeluargaan yang sangat kuat.

33Wawancara Penulis dengan Gumirat Barna Alam pada 29 November 2016.

Page 44: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

32

Menurut R. Bell (1979) ada 3 jenis hubungan dalam keluarga: pertama

kerabat dekat (conventional kin), yang terdiri dari individu yang terikat dalam

keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan, seperti suami

istri, orangtua-anak, dan antarsaudara (siblings). Kedua, kerabat jauh

(discretionary kin), yang terdiri dari individu yang terikat dalam keluarga

melalui hubungan darah, adopsi dan perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lebih

emah daripada kerabat dekat. Anggota kerabat jauh terkadang tak menyadari

adanya hubungan kekerabatan tersebut. Ketiga, orang yang dianggap kerabat

(fictive kin), seseorang dianggap anggota kerabat karena ada hubungan khusus,

misalnya hubungan antar teman akrab.34

Sementara menurut Profesor Harsojo, di tanah Sunda, bentuk keluarga yang

terpenting adalah keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family). Kecuali

keluarga batih ada pula kelompok kerabat sekitar keluarga batih itu, yang masih

sadar akan hubungan kekerabatannya, sering bertemu dalam forum yang cukup

intens, misalnya kawinan, khitanan, kematian, halal bihalal dan sebagainya.35

Sistem kekerabatan ini mengakui dan menghargai kerabat keturunan dari

kedua belah pihak orangtua. Sistem ini pun dilatarbelakangi oleh pandangan dan

sikap masyarakat Cigugur terhadap pandangan martabat yang sama sebagai

manusia antara laki-laki dan perempuan. Namun demikian tidak tertutup

kemungkinan adanya suatu pandangan hak dan kewajiban yang berbeda antara

laki-laki dan perempuan. Hal ini biasanya terjadi dalam masalah pewarisan dan

34Evelyn Sulaeman, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor, 1999), h. 91. 35A. Suryadi, Masyarakat Sunda Budaya dan Problem (Jakarta: Penerbit Alumni, 1985), h.

152.

Page 45: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

33

keluarga yang didasarkan pada agama dan kepercayaannya masing-mas ing

berdasarkan hukum waris yang dipedomaninya.

Seorang anggota keluarga pada masyarakat Madrais membedakan pola

tingkah lakunya (sikap) dan bentuk penghormatan berdasarkan tingkatan

bahasanya sesuai dengan hubungan kekerabatan dan perbedaan statusnya.

Terhadap kerabat atau keturunan langsung mereka biasanya menyebut dengan

sebutan dulur teges atau dulur deuheus (bermakna ‘saudara dekat’), sedangkan

kerabat yang lebih jauh disebut dengan dulur ti gigir atau ‘baraya’ (bermakna

‘saudara jauh’).

Pengertian kerabat dalam masyarakat Cigugur sangat luas, selama ada

hubungan ikatan perkawinan dan ikatan darah baik dari pihak ayah maupun ibu.

Panggilan kerabat yang dimaksud adalah “sadulur”, “baraya”, atau “wargi” ini

menunjukan sebagai suatu kesatuan keluarga besar dari nenek moyang yang

sama. Istilah lain dalam sistem kekerabatan masyarakat yang menunjukan

ukuran jumlah sebagai keluarga besar adalah “sabondoroyot”, yang artinya

keturunan yang ditarik dari tujuh turunan ke bawah atau ke atas.36

Dalam hal ini kekerabatan orang Sunda mengenal adanya 7 susunan atau

generasi, baik ke atas maupun ke bawah. Susunan tersebut dapat kita lihat di

bawah ini: 7 susunan keturunan atau generasi orang Sunda:

Ke atas: 1. Kolot 2. Embah (eyang)

3. Buyut 4. Bao

5. Jangga Wareng 6. Udeg-Udeg 7. Kait Siwur (gantung siwur)

Ke bawah:

1. Anak

36Ahyat Susana, ed., Cigugur Miniatur Pluralisme (Bogor: LPKN, 2013), h. 21-22.

Page 46: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

34

2. Incu (Putu)

1. Buyut 2. Bao 3. Jangga Wareng

4. Udeg-Udeg 5. Gantung Siwur (kait)37

Selanjutnya, sikap kekerabatan yang nampak dan menunjukkan kesatuan

kerabat yang dekat secara ikatan darah, terwujud manakala ada hajatan berupa

pesta perkawinan atau khitanan dan kematian. Biasanya kerabat dekatlah yang

paling banyak berperan dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Hal ini terjadi atau

dilakukan karena kalau diantara kerabat dekat tersebut tidak ikut terlibat dalam

salah satu dari kegiatan atau peristiwa itu tanpa alasan yang jelas, maka dianggap

sudah merenggangkan tali kekeluargaan atau persaudaraan.

Berkumpulnya anggota keluarga pada waktu-waktu tertentu seperti

Lebaran, Natal, selain pada hari-hari seperti ulang tahun, perkawinan atau

kematian, menunjukkan pentingnya hubungan dalam keluarga. Bagi masyarakat

Amerika, hari Natal dan Thanksgiving, merupakan masa untuk berkumpulnya

anggota keluarga luas. Sedang bagi masyarakat Indonesia terutama masyarakat

sunda, lebaran atau dalam konteks masyrakat madrais seren tahun misalnya

merupakan masa untuk bertemu dengan kaum kerabat.38

Dalam Masyarakat Cigugur terdapat posisi sesepuh yang penting, biasanya

berperan untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan dan sekaligus

memimpin upacara-upacara penting keluarga yang dihadiri oleh saudara atau

37Siti Maria, dkk.,Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola

Lingkungan Hidup (Jakarta: Depdikbud RI, 1995), h. 25-26. 38Sulaeman, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, h. 90.

Page 47: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

35

tetangga, seperti upacara pernikahan atau khitanan. Sesepuh menjadi penting

juga dalam keluarga atau masyarakat. Dalam hal ini sesepuh dapat menjadi

penengah sekaligus pemersatu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut atas

dasar kebaikan bersama.

Oleh karena itu, seorang sesepuh memiliki peranan yang sangat penting dan

berarti. Sesepuh dalam masyarakat Cigugur bisanya dipegang oleh seorang

pemimpin agama (pastur, pendeta, atau ustadz), tokoh masyarakat (yang

dituakan atau dianggap tokoh karena status sosial, pekerjaan atau aktivitas sosial

yang tinggal di masyarakat), tokoh adat yang berwawasan luas serta disegani

oleh warganya (sesepuh masyarakat AKUR yaitu Pangeran Djatikusumah, yang

saat ini digantikan oleh puteranya Gumirat Barna Alam).39

Luas dan pentingnya sistem kekerabatan dalam masyarakat Sunda,

membuat masyarakat Madrais menganggap institusi keluarga sebagai entitas

yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sosial. Keduanya saling terkait

satu sama lain. Mereka memandang keluarga memiliki peranan yang sangat

penting dalam membentuk budaya dan perilaku. Dari keluargalah pendidikan

kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan

perilaku sehat dapat lebih ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga memiliki posisi

yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan, pendidikan,

dan tentu saja penanaman keyakinan/agama.

39Susana, ed., Cigugur Miniatur Pluralisme, h. 23.

Page 48: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

36

D. Landasan Berkeluarga dalam Pikukuh Tilu

Konsep yang utama dimana kita bisa melihat landasan berkeluarga bagi

bagaimana Masyarakat Madrais adalah dari bagaimana mereka menjalankan

kehidupan dan ajarannya, yaitu Ajaran Karuhun Urang (AKUR). Pandangan

atau tuntunan dasar yang diajarkan Kyai Madrais disebut dengan pikukuh tilu.

Pikukuh berarti peneguh dan tilu berarti tiga, jadi pikukuh tilu artinya “tiga

peneguh yang menjadi landasan hidup manusia untuk mencapai kesempurnaan

sebagai manusia”.

Ajaran Madrais sampai sekarang diturunkan kepada warga melalui cara (1)

piwulang, pitutur (petuah), 2) panggeuing, pepeling (peringatan), dan 3) tarekah

(kegiatan simbolik) yang dilakukan dalam upacara-upacara adat. Gumirat Barna

Alam menyebutnya dengan proses getok tular, atau dari mulut ke mulut. Mereka

melaksanakan ajarannya dikarenakan telah merasakan akan kebaikan ajaran ini,

serta “gaduh rasa rumasa kana takdir jeung kamurahan Gusti” (menerima segala

takdir kemurahan Tuhan). Hal prinsip penganut penghayat adalah bahwa dalam

peribadatan tidak menggunakan tata cara dari luar bangsanya termasuk bahasa

peribadatan menggunakan bahasa setempat.40 Penulis satu kata dengan

Koentjaraningrat bila konsep-konsep kepercayaan masyarakat Sunda termasuk

masyarakat Madrais di Cigugur tidak menutup kemungkinan terdapatnya unsur

asing. Dimana ajarannya yang kental dengan hasil budi daya karuhun (leluhur;

nenek moyang) mungkin mengandung unsur pesantren (Islam). Ini karena

Madrais sendiri sejak dahulu memang seorang santri, dan ahli dalam

40Wawancara Penulis dengan Emalia Djatikusumah, 14 November 2016.

Page 49: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

37

mempelajari berbagai agama. Walaupun mereka sendiri seringkali menyebut

bahwa kitab yang digunakan mereka terutama adalah aji titis tulis kitab bayat.

Artinya semua aspek kehidupan jasmani-rohani manusia dan alam raya inilah

kitab suci yang dibacanya. Meski demikian tidak menutup kemungkinan mereka

membaca pula tulisan-tulisan yang disebut aji tulis yang tersurat dalam berbagai

ajaran (terutama ajaran Islam).

Menurut keterangan dari para warga penghayat adat karuhun urang, pikukuh

tilu meliputi: Ngaji badan, Mikukuh/iman kana tanah, Madep ka ratu-raja 3-4-5-

lilima 6. Ngaji badan atau ngaji diri sendiri berarti manusia harus menyadari

bahwa secara anatomis wujud badan manusia terdiri dari dua puluh unsure

Kudratullah (kodrat Allah). Sementara mikukuh/iman kana tanah berarti teguh

kepada tanah tumpah darah, dan madep ka ratu-raja 3-4-5 lilima 6 mengandung

pengertian singkat bahwa manusia memiliki sir, rasa, pikir yang harus selaras

antara tekad, ucapan dan kelakuan (lampah).41

Manusia memiliki rasa, perasaan dan pikiran yang kemudian akan

melahirkan budi pekerti serta nilai-nilai moral kemanusiaan. Sebutan manusia

dibedakan menjadi dua, yaitu “jalma” dan “manusa”. Disebut sebagai jalma

karena menjelma (ngajalma) atau berwujud sebagai suatu makhluk, disebut

manusa karena kodrat dan cirinya yang harus melaksanakan hidup dengan cara

kemanusiaan.

Perilaku dan tindakan yang dituntut adalah perilaku yang senantiasa

memakai cara dan ciri manusia serta bangsanya. Cara dan ciri manusia meliputi

41Susana, ed.,Cigugur Miniatur Pluralisme, h. 42.

Page 50: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

38

sikap welas asih terhadap sesama, tata krama, undak usuk, budi daya, budi

bahasa, dan wiwaha yudha nagara. Sedangkan cara dan ciri bangsa adalah

proyeksi dari keagungan dan keesaan Tuhan sebagai Sang Pencipta dengan

segala cipta karsa dan keragaman yang ada berusaha menjaga serta melestarikan

karakteristik bangsa dan nilai-nilai kemanusiaannya.

Ngaji badan terdiri dari dua kata, yaitu “ngaji” dan “badan”. Ngaji berarti

memahami atau mengoreksi dan ‘badan’ berarti segala sesuatu yang dapat

dilihat, diraba, dan dirasakan oleh panca indera. Ngaji badan berarti mampu

mengoreksi atau memahami apa saja yang ada di sekitar kita, mampu merasakan

apa yang dirasakan oleh orang lain seperti pepatah-petitih Sunda yang

berkembang di kalangan warga penghayat dan masyarakat Cigugur, “Ulah sok

nyiwit batur lamun urang ngarasa yen diciwit teh nyeri” (jangan suka mencubit

orang lain kalau kita merasa bahwa dicubit itu sakit). Pepatah tersebut memilik i

makna bahasa sebelum kita mencubit atau menyakiti orang lain harus terlebih

dahulu merasakan bagaimana rasanya dicubit atau disakiti orang lain. Intinya

dalam setiap melakukan tindakan, manusia harus memikirkan dahulu akibatnya,

sebab akibat yang akan diperoleh bergantung kepada yang telah dilakukannya.

Melalui ngaji badan atau ngaji diri ini, manusia akan dapat menyadari dan

selalu bisa untuk mengoreksi dirinya agar tetap berada dalam sifat-sifat

kemanusiaannya, hidup rukun bersama yang lainnnya, berinteraksi dengan apa

saja yang berada di sekitarnya oleh panca indera maupun apa saja yang kita

makan dan kita minum.

Page 51: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

39

Sadar kekuatan yang hakiki tidak dimiliki oleh manusia, melainkan dimilik i

oleh Tuhan Yang Maha Agung. Manusia hanya memiliki rasa, kehendak dan

keinginan saja, sementara yang terjadi adalah ketentuan Tuhan. “Teu aya daya

pangawasa iwal ti pangersa gusti nu maha suci”, yang berarti bahwa tiada daya

dan upaya kecuali atas kehendak-Nya. Manusia harus bisa kembali kepada

kodratnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk budaya.

Mituhi atau iman kana tanah berarti teguh untuk taat kepada tanah tumpah

darahnya dalam hal ini bangsanya. Artinya, agar kita selaku manusia yang

diciptakan Tuhan sebagai bagian dari suatu bangsa harus mampu mengha rga i

dan menghormati serta mencintai bangsanya. Menghargai dalam pengertian

bahwa kita harus bisa memelihara, memakai serta melestarikan cara dan cirri

budaya bangsa sendiri. Adanya suatu bangsa adalah kehendak-Nya dan adanya

perbedaan anatara satu bangsa dengan bangs lainnya merupakan kehendaknnya

juga. Cara dan cirri angsa merupakan perwujudan menyembah dan

melaksanakan perintah Tuhan sebab hidup manusia serta ketentuannya

senantiasa diatur kehendak-Nya.42

Tuntunan selalunjutnya adalah Madep Ka Ratu Raja yang merupakan aspek

penting bagi suatu kepercayaan atau keyakinan diri atas kodrat atau takdir yang

diberikan Tuhan. Ratu Raja terdiri dari enam kelompok, yaitu ratu raja tilu (3),

ratu raja dua (2), ratu raja opat (4), ratu raja lima (5), ratu raja lilima, dan ratu

raja genep. Madep Ratu Raja Tilu (3) adalah berbakti kepada tiga unsur dalam

diri pribadi (sir, rasa, pikir) yang disimbolkan dengan sultan (niat; sir), sinubun

42Susana, ed., Cigugur Miniatur Pluralisme, h. 47.

Page 52: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

40

(yang merasakan), dan pangeran (akal; pikir). Madep Ratu Raja Dua (2) adalah

berbakti dan mengimani adanya takdir hidup berpasangan: ibu-bapak, siang-

malam, suka-duka, jasmani-rohani, dan sebagainya. Madep Ratu Raja Opat (4)

adlah tingkah laku yang dilakukan empat anggota badan (dua tangan dan dua

kaki). Madep Ratu Raja Lima (5) adalah kesadaran mengenai keberadaan lima

panca indera yang terpancar dalam perilaku. Panca indera harus selalu

diperhatikan supaya hidup terkontrol dalam sifat kemanusiaan. Madep Ratu Raja

Lilima adalah kesadaran keberadaan lima bangsa di dunia sebagai takdr atau

kodrat TUhan, yaitu terdapatnya bangsa kulit putih (Eropa), kulit kuning (Cina),

kulit hitam (Negro), kulit merah (Indian), dan sawo matang (Melayu). Setiap

bangsa harus menjungjung hukum kodrat Tuhan, jangan sampai mencampur-

campurkan bangsa itu, karena masing-masing telah diberi tempat.

Mencampurkan di antara kelima bangsa tersebut, berarti melanggar kodrat

Tuhan. Madep Ratu Raja Genep (6) adalah satu kesatuan utuh dan sempurna dari

berbagai unsur wujud manusia dan alam raya. Kodrat yang telah diberikan

Tuhan pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu kodrat sebagai manusia, dan

kodrat kebangsaan atas tempat masing-masing manusia. Sebagai manusia maka

dia mempunyai tata cara (adat) dan ciri (tanda) kebangsaan masing-mas ing.

Dalam ajaran madrais keduanya disebut dengan cara ciri manusa dan cara ciri

bangsa. Dalam cara ciri manusa terdapat lima aspek yang merupakan tuntutan

kemanusiaan (manusia yang mengenal kebaikan), yaitu: welas asih (sifat cinta

kasih), undak-usuk (tata tertib berbahasa), tatakrama (aturan pergaulan), budi

daya-budi basa (perilaku; budi pekerti), wiwaha yuda na raga (pertimbangan

Page 53: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

41

untuk melakukan segala perbuatan). Dalam cara ciri bangsa terdapat lima aspek

pula yang merpakan ciri khas masing-masing bangsa, yaitu mengenai rupa

(bentuk, wajah), basa (bahasa), aksara (huruf), adat (kebiasaan), dan

kabudayaan (kebudayaan; hasil kreativitas manusia).43

E. Seren Taun dan Peran Perempuan dalam Keluarga

Konsep utama lainnya dimana kita bisa melihat bagaimana masyarakat

Madrais melihat keluarga juga ada pada Upacara Seren Taun. Upacara ini

merupakan budaya syukuran adat pasca panen serta memohon berkah dan

perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk tahun yang akan datang.

Seren Taun yang diselenggarakan setiap tanggal 22 bulan Rayagung dalam

perhitungan tahun Saka, sebagai bulan terakhir menjelang pergantian tahun.

Angka 22 menunjuk 20 unsur tubuh manusia (seperti darah, tulang, atau

sumsum), sedangkan angka 2 menggambarkan jenis kelamin manusia (pria-

wanita).

Upacara adat Seren Taun merupakan tradisi adat masyarakat Sunda yang

berupaya mempertahankan tradisi Sunda, yang dilaksanakan terutama oleh para

penganut Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa komunitas

adat Sunda Wiwitan. Namun demikian dalam pelaksanaannya mulai dari

persiapan dan pelaksanaannya melibatkan berbagai komponen masyarakat dari

berbagai daerah di Jawa barat dan berbagai pihak yang berbeda keyakinan.

43Budi Susanto, ed.,Sisi Senyap Politik Bising (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 187.

Page 54: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

42

Inti perayaan Seren Taun (pergantian tahun) bersyukur kepada yang ilahi

atas hidup dan kehidupan yang sudah diterima dalam tahun yang segera berakhir,

dan menyatakan kegembiraan atas datangnya tahun baru. Maka Seren Taun bisa

disejajarkan dengan Thanks Giving Day (upacara syukuran), yang dikenal di

Barat, atau pesta panen di tempat lain di Indonesia. Perasaan syukur yang

dilahirkan dalam upacara seperti Seren Taun, Thanks Giving Day atau pesta

panen merupakan dorongan psikologis orang-orang religious, dan bukan

merupakan ritus sebuah agama.

Tidak ada rumusan doa khusus dalam upacara Seren Taun di Cigugur,

kecuali kata-kata spontan luapan terima kasih. Geus mustari nya indung, dina

ieu Seren Taun, Rayagung, di lembur orang Cigugur, hurip ahung, hung ayung

(sudah waktunya ya ibu, persembahan hasil bumi tahun ini. Di bulan Rayagung,

di desa kami Cigugur, hung ahung, hung ahung).44

Di dalam rentetan perayaan acara Seren Taun, ada satu acara yang

menggambarkan bagaimana sesungguhnya Masyarakat Madrais melihat

keluarga terutama peran perempuan. Yaitu Tari Buyung yang ditampilkan dalam

Upacara Seren Taun, menggambarkan kesetimbangan ajaran Sunda Karuhun

dalam relasi maskulinitas dan feminitas dalam diri manusia, serta kaitannya

dengan tata laku kehidupan sehari-hari. Tarian ini melukiskan dan dilhami dari

ciri khas Desa Cigugur. Yakni kebiasaan mengambil air dengan buyung (sejenis

alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat yang digunakan perempuan desa

44Nana Gumilang, Seren Taun: Pesona Budaya dan Refleksi Rohani Masyarakat Cigugur

(Bogor: LPKN, 2013), h. 12.

Page 55: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

43

mengambil air di sungai, danau atau kolam). Kebiasaan ini sudah lama berakar

kuat dan menyatu dengan perilaku masyarakatnya yang suka menolong, hidup

bergotong-royong tanpa memandang latar belakang status sosial maupun

kepercayaan mereka.45

Gerakan-gerakannya menggambarkan para gadis menjunjung kendi di atas

kepala sehabis mandi bersama, bercengkerama dengan sebayanya, serta

mengambil air di pancuran. Gerak-gerik ini, mengingatkan para penghayat dan

umat manusia pada umumnya apa makna yang tersirat melalui air, buyung dan

manusia. Ajaran kesetimbangan Karuhun Sunda tentang Tuhan, manusia dan

alam terlukis begitu estetisnya dalam beberapa formasi, Jala Sutra, Nyakra

Bumi, Bale Bandung, Medang Kamulan, dan Nugu Telu.

Selain Tari Buyung, Upacara Seren Taun, yang dirayakan tiap tahun, juga

memperlihatkan nilai kesetimbangan tersebut. Juga penghormatan terhadap

Sunan Ambu atau Pwah Aci Sahyang Asri (pada daerah agararis lainnya dikenal

dengan sebutan Dewi Sri) sang penyedia kehidupan. Kemudian dianalogikan

pada sosok perempuan yang juga menyediakan rahimnya bagi kelahiran putra-

putri penerus bangsa. Pada upacara inilah kisah-kisah klasik pantun Sunda

dituturkan, dan di antaranya kisah perjalanan Pwah Aci dilantunkan.

Sikap yang diperlihatkan perempuan dalam masyarakat Cigugur merupakan

refleksi dari konstruk yang berkembang bahwa konsepsi perempuan sunda

Karuhun berpijak pada kesetimbangan antara maskulinitas dan feminitas, jadi

tidak ada hambatan pada tingkat ajaran spiritual yang mengekang aktivitas dan

45Wawancara Penulis dengan Emalia Djatikusuma, 14 November 2016.

Page 56: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

44

ruang gerak perempuan, melainkan proses saling melengkapi yang kemudian

melahirkan harmonisasi yang utuh.

Figur feminin yang dalam tradisi mereka disebut “Sunan Ambu” (the

mother of earth) diyakini bertugas untuk membangun fungsi harmonisas i

kondisi yang saling berhadapan. Pada energi feminin akan melahirkan “eros”

yang bersifat toleransi, keindahan, pengertian, persaudaraan dan

kesinambungan. Untuk mengimbangi energi maskulin yang menghasilkan

“thanatos”, yang bersifat: semangat kompetisi, ambisi, dominasi dan kekuatan.

Sinergitas dari kedua energi itulah yang seharusnya dimiliki secara utuh yang

kemudian melahirkan keseimbangan pada diri manusia, baik itu laki- laki

maupun perempuan. Maka tidak ada pemilahan peran sosial dan struktural yang

diskriminatif dalam komunitas mereka, yang ada adalah pembagian peran yang

proporsional yang saling melengkapi yang pada akhirnya mewujudkan harmoni

alami. Perbedaan tidaklah menjadi penghalang, namun menjadi bumbu dan

dinamika sosial masyarakat Madrais di Cigugur.46

46Anisa Rahmawati Djaelanie, Seni Siasat dan Perempuan Adat Cigugurartikel diakses

darihttp://www.desantara.or.id/2008/05/seni-siasat-perempuan-adat-cigugur/pada 21 April 2017.

Page 57: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

45

BAB III

KEBEBASAN BERAGAMA

A. Pengertian Kebebasan Beragama

Agama adalah suatu kepercayaan atau paham yang mempercayai adanya

Tuhan. Setiap manusia memiliki kepercayaan yang berbeda tentang adanya

Tuhan. Setiap manusia berhak memilih atau menganut agama yang dipercayai,

kebebasan beragama adalah hak setiap orang.

Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa,

kebebasan beragama (freedom of religion or freedom of belief) adalah prinsip

yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat untuk memanivestas ikan

agama atau kepercayaannya dalam bentuk pengajaran, praktik, ibadah, maupun

ketaatannya. Termasuk kebebasan untuk mengubah pilihan agama dan

kepercayaan.47

Dalam sebuah negara yang menerapkan prinsip kebebasan beragama,

agama-agama lain bebas dilakukan dan tidak menghukum atau menindas

pengikut kepercayaan dari agama lain. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada

1948 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan agama (Pasal 18).

Konvernsi Internasional Hak Sipil dan Politk mengakui hak kebebasan

beragama dan berkeyakinan (Pasal 18).

47“Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Pasal 18.

Page 58: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

46

Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM,

tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan

agama, dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau

kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau

kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat

dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain,

dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri.”

Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri

dari hak untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan

agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun

kelompok dan di tempat umum atau tempat pribadi.

Pada tahun 1993 Komite HAM PBB dan sebuah badan independen yang

terdiri dari 18 orang ahli menjelaskan agama atau keyakinan sebagai:“ Theistic,

non-theistic and atheistic belief, as well as the right not to profess any religion

or belief.” Definisi tersebut telah menjelaskan bahwa agama atau keyakinan

dapat berbentuk ketuhanan, non ketuhanan, tidak bertuhan dan tidak mengakui

sama sekali agama atau keyakinan tertentu. Pengertian yang diberikan Komite

HAM PBB tersebut tentu saja bermakna positif maupun negative, seperti yang

dirumuskan oleh Sir Alfred Denning seperti dikutip M. Tahrir Azhary:

“freedom of religion means that we are free to worship or not to worship

to affirm the existence of god or to deny it, to believe in Chirstian religion

or any religion or in none, as we choose”48

48M.Tahrir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi

Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini (Jakarta: Prenada

Media Group, 2010), h. 69.

Page 59: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

47

Baik pengertian yang dikeluarkan PBB maupun Amerika Serikat tentu saja

bersifat sangat liberal. Karena kebebasan beragama diartikan bebas

berkeyakinan dalam bentuk apa pun, berketuhanan ataupun tidak berketuhanan.

Hal ini berbeda dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan di negara kita

Indonesia.

Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh Undang-

Undang Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan negara menjamin kebebasan

beragama dan kepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan dalam Pasal

28I UUD 1945 dunyatakan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apa pun. Ketentuan tersebut kembali diperkuat dalam Pasal 22

UU No.39/1999 tentang Ham. Bahwa setiap orang memiliki kebebasan berpikir,

berkeyakinan, dan beragama. Hak ini meliputi kebebasan menganut atau

menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihan sendiri. Setiap orang dengan

begitu mempunyai kebebasan, baik secara individu atau dalam masyaarkat,

secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di

dalam pengajaran dan peribadatannya.

Menurut Azhari, Indonesia yang merupakan negara hukum Pancasila

memiliki ciri-ciri, antara lain (1) ada hubungan yang erat antara agama dan

negara; 2) bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa; 3) Kebebasan beragama

dalam arti positif; 4) Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang; serta

5) asas kekeluargaan dan kerukunan.49 Dalam negara hukum Pancasila, dengan

demikian tidak boleh terjadi pemisahan antara agama dan negara, baik secara

49Azhary, Negara Hukum, h. 97-98.

Page 60: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

48

mutlak maupun secara nisbi. Hal ini karena akan bertentangan dengan Pancasila

dan UUD 1945.

B. Landasan Kebebasan Beragama

Hak dan kebebasan beragama serta berkeyakinan merupakan salah satu hak

asasi manusia yang bersifat mutlak sebagai wujud dari hak asasi manusia yang

paling inti. Karena itu sering dikatakan bahwa, hak dan kebebasan beragama

merupakan hak asasi yang bersifat non-derogable rights, yaitu hak asasi manusia

(HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, hak-hak yang termasuk dalam

non-derogable rights ini diatur dalam pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar

1945 yang meliputi:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun.”

Bila melihat UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU

HAM), terutama pasal 4, dijelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud

dengan ‘dalam keadaan apapun’ termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata,

dan atau keadaan darurat.

Dalam kesepakatan internasonal, sesungguhnya tidak semua aspek hak dan

kebebasan beragama serta berkeyakinan berada dalam wilayah hak yang tidak

Page 61: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

49

dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights). Hal ini

dinyatakan daam International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan

Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang telah diratifikasi dengan

UU No. 12 Tahun 2005, Pasal 18 Ayat (3) dinyatakan sebagai berikut:

“Kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya seseorang hanya

dapat dibatasi oleh ketentuan hukum, yang diperlukan untuk melindungi

keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat atau hak dan kebebasan

mendasar orang lain.”

Kesepakatan internasional dengan demikian sangat jelas mengakui

keberadaan pembatasan yang dilakukan oleh negara terhadap hak dan kebebasan

beragama. Dalam pelaksanaan tanggung jawabnya, negara diperbolehkan untuk

membatasi hak yang ditetapkan melalui undang-undang dengan dasar beberapa

kalusul pembatasan.

Selanjutnya dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universa l

Declaration of Human Rights) yang diadopsi PBB pada tahun 1948, misalnya

terdapat ketentuan tentang pembatasan HAM. Pasal 29 Ayat (2), yang

menyatakan:

In the exercise of his rights and freedoms, everyone shall be subject only to

such limitations as are determined by law solely for the purpose of securing

due recognition and respect for the rights and freedoms of others and of

meeting the just requirements of morality, public order and the general

welfare in a democratic society.

(dalam melaksanakan hak-hak dan kebebasannya, setiap orang hanya patuh

kepada pembatasan yang diatur melalui undang-undang, semata-mata untuk

tujuan menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan

Page 62: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

50

orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan moralitas yang adil, ketertiban umum,

dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis).

Demikian juga dalam Deklarasi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk

Diskriminasi Berdasarkan Agama dan Kepercayaan (Declaration on the

Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Rligion

and Belief) Tahun 1981, pada Pasal 1 Ayat (3) juga dinyatakan sebagai berikut:

Freedom to manifest one’s religion or beliefs may be subject only to such

limitations as are prescribed by law and are necessary to protect public safety,

order, health, or morals, or the fundamental rights and freedoms of others.

(Kemerdekaan seseorang untuk menyatakan agamanya atau

kepercayaannya hanya dapat dibatasi oleh UU dan dalam rangka menjamin

keselamatan umum, ketentraman umum, kesehatan umum, atau nilai-nilai moral

atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain).

Di Indonesia sendiri, dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama ada

pada konstitusi, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

(“UUD 1945”):

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,

memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD

1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia.

Page 63: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

51

Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Dalam perjalanannya, dengan mengacu pada konstitusi, dilakukanlah

amandemen dengan mengadopsi poin-poin di atas kedalam pasal 28 J Ayat (2)

UUD 1945, yang menyatakan sebagai berkut:

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan

yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan,

dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.50

Dengan demikian, hak asasi manusia tidaklah berdiri tanpa adanya

pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 seperti disebutkan

sebelumnnya, diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang

lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak

tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang.

Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada

pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

Landasan hukum selanjutnya yang mendasari kebebasan beragama adalah

UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU ini dapat dikatakan

sebagai payng dari segala regulasi yang mengatur tentang hak asasi manusia di

Indonesia. Selain mengatur tentang berbagai macam hak dasar warga negara,

UU ini juga menegaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.

50Ainul Yaqin, Hak dan Kebebasan Beragama Serta Berkeyakinan Dalam Perspektif

Kesepakatan Internasional artikel dalam http://inpasonline.com/hak-dan-kebebasan-beragama-

serta-berkeyakinan-dalam-perspektif-kesepakatan-internasional/, diakses pada 5 Juli 2017.

Page 64: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

52

Pasal yang mengatur secara khusus tentang hak kebebasan beragama dan

berkeyakinan adalah pasal 22 yang berbunyi “setiap orang bebas memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”, dan “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”. Sesuai dengan UUD 1945, hak ini tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun, namun boleh dibatasi oleh undang-

undang. Pembatasan ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan

yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum

dalam suatu masyarakat demokratis.51

Landasan lainnya yang patut disandarkan terkait alasan kenapa kita harus

mengembangkan paham kemajemukan dan menegakkan kebebasan beragama

secara serius adalah bahwa masalah ini merupakan problem universal, bukan

semata-mata problem negara-negara di belahan dunia seperti Eropa dan

Amerika, tapi juga problem masyarakat kita, Indonesia.

Sejarah mencatat, bila problem kebebasan beragama memang telah terjadi

sejak lama, terutama ketikanegara dan agama di satu sisi dan agama-agama di

sisi lain terus mengalami ketegangan dalam konteks negara-bangsa. Bahkan dari

istilah kebebasan beragama sendiri (freedom of religion/faith/belief, liberte de

conscience, al-hurriyah al-diniyyah) menjadi problem penting bahkan setelah

Revolusi Perancis 1789.52

51Pasal 28 ayat (4) berbunyi “perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia

adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. 52Muhammad Ali, Mengapa Membumikan Paham Kemajemukan dan Kebebasan Beragama di

Indonesia makalah disampaikan pada diskusi publik yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam

dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina, pada 19 Juli 2006 di Jakarta.

Page 65: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

53

Sejarah panjang problem kebebasan beragama tersebut tentu saja dapat

menjadi pelajaran sangat berharga bagi bangsa Indonesia, dan terutama bagi

Muslim di Indonesia adalah untuk menggali teks-teks kitab, sejarah, teladan

orang-orang baik, dan bahan-bahan modern untuk membangun pemikiran yang

cocok dan tepat bagi masyarakat Indonesia modern.53

Apalagi seperti dijelaskan Jamal al-Banna dalam Al-Ta’addudiyah fi al-

Mujtama al-Islamy dan Muhammad Sachedina dalam the Islamic Roots of

Democratic Pluralism (20001), bahwa al-Qur’an adalah fondasi otentik bagi

pluralisme. Al-Qur’an mengakui perbedaan bahasa dan warna kulit,

kemajemukan suku-suku dan bangsa-bangsa, penciptaan segala sesuatu

berpasang-pasangan dan tidak tunggal, mengakui perbedaan kapasitas dan

intelektualitas manusia, mengajak berlomba dalam kebajikan, membiarkan

sinagog-sinagog, gereja-gereja, masjid-masjid, dan tempat ibadah lainnya untuk

beridiri kokoh, memperhatikan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia (dengan

segala kompleksitas dan kemajemukan di dalamnya), mengakui kebebasan

berkeyakinan (untuk beriman atau tidak), untuk masuk dan keluar agama

tertentu.54

Al-Qur’an telah menjelaskan tentang adanya persaudaraan hanafiyah

samhah dan persaudaraan kemanusiaan. Dalam konsep al-Qur’an, penganut

agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah saudara seiman dan sebapak, Ibrahim,

53Nurcholish Madjid, Kemungkinan Menggunakan Bahan-Bahan Modern untuk

MemahamiKembali Pesan Islam” dalam Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1998)

, h. 60. 54Gamal Al-Banna, Doktrin Pluralisme dalam Al-Quran, terj. Al-Ta’addudiyah fi al-Mujatama

al-Islamy, Taufik Damas (Bekasi Timur: Menara, 2006), h. 14-21.

Page 66: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

54

meskipun mereka saling berselisih dalam sejarahnya. Agama-agama mereka

adalah satu dan berasal dari satu Tuhan. Lebih luas lagi bahkan, selain Yahudi

dan Kristen, Islam juga bersaudara dengan seluruh penganut keberagamaan yang

benar, yang tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan.55

C. Perkembangan Kebebasan Beragama dalam Masyarakat Madrais

Jatuhnya Orde Baru dan dimulainya era reformasi merupakan tonggak

penting bagi kehidupan kebebasan beragama di Indonesia hingga sekarang. Bagi

masyarakat muslim misalnya, reformasi menjadi momentum untuk

‘kebangkitan’ Islam di Tanah Air. Kenapa demikian? Karena di masa sekarang

identitas keislaman yang tak tunggal dapat mencuat ke permukaan—sesuatu

yang tentu saja mustahil terjadi pada masa Orde Baru berkuasa.56

Hal ini tentu saja berkat diamandemennya UUD 1945, terutama pasal 28 a

dan 28 c yang memberi kebebasan pada Hak Asasi Manusia, termasuk dalam

kepercayaan. Adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja dengan demikian

tidaklah cukup; sebab yang terpenting adalah komunitas-komunitas itu

diperlakukan sama oleh negara. Oleh karena itu, multikulturalisme sebagai

sebuah gerakan menuntut pengakuan (politics of recognition) terhadap semua,

perbedaan sebagai entitas dalam masyarakat yang harus diterima, dihargai,

dilindungi serta dijamin eksistensinya.57

55Surah al-Hujurat [49]: 13 56Siti Musdah Mulia, dalam buku “Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai

Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi” (Jakarta: Kompas 2009), h. 350. 57Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga Makkah(Jakarta: Penerbit Republika, 2005), h. 21.

Page 67: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

55

Momentum reformasi dan amandemen UUD 1945 juga memberi angin

segar kepada para penganut kepercayaan lokal di Indonesia. Hal ini karena

kepercayaan lokal dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu seringkali menjadi

polemik. Akibatnya kepercayaan lokal yang ada di Indonesia sebagai

keniscayaan dari tradisi keberagamaan memunculkan ambiguitas mengena i

kategori kepercayaan lokal sebagai agama atau etnik. Kulminasi dari adanya

polemik ini kemudian berpengaruh terhadap hak dan kewajiban sebagai warga

negara Indonesia.58

Satu abad berlalu, reformasi semakin membuahkan perubahan yang berarti.

Posisi kepercayaan lokal kemudian diatur negara dalam wewenang Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan. Kepercayaan lokal pun kemudian dianggap

sebagai bagian dari pluralitas Indonesia yang harus dilestarikan nilai-nila inya

serta tidak diabaikan hak-hak pemeluknya sebagai warga negara. Para penghayat

kepercayaan lokal seperti masyarakat Madrais di Cigugur-Kabupaten Kuningan

mulai dapat menghirup udara segar kembali dan muncul di depan publik. Hal ini

seperti diberitakan Harian Kompasketika meliput acara Seren Taun Desember

2010. Kompas menuliskan sebagai berikut:

Perayaan seren taun di kampung adat Cigugur, Kuningan, bukan

sekadar pesta sekdekah bumi, melainkan perwujudan toleransi masyarakat

yang tidak tersekat batasan apa pun. Kegitan budaya ini juga menjadi salah

satu bentuk pelestarian kearifan lokal. Puncak pergelaran adat yang

dirayakan tiap 22 Rayagung ini merupakan manifestasi rasa syukur

58Arbi Mulya Sirait dkk., dalam buku “Posisi dan Reposisi Kepercayaan Lokal di Indonesia”

(Jurnal Kuriositas, Edisi VIII, Vol. 1, Juni 2015).

Page 68: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

56

penduduk agraris Sunda atas limpahan kesejahteraan yang selama ini

mereka peroleh.

Sejak Setelah itu, publik pun mulai tahutentang apa, siapa, dan dimana

masyarakat Madrasis berada. Pada akhir abad ke-19 di daerah Cigugur

Kabupaten Kuningan muncul suatu gerakan sosial/keagamaan yang dipimpin

oleh seorang tokoh bernama Muhammad Rais (Madrais). Madrais adalah anak

dari Pangeran Gebang yang bernama Alibassa Koesoemawidjajaningrat dari

Keraton Gebang yang menikah dengan perempuan bernama Kastewi, seorang

keturunan dari Tumenggung Jayadipura dari Lebakwangi.59

Setelah Madrais lahir pada tahun 1832, Kastewi tinggal di rumah seorang

Kuwu Desa Cigugur bernama Ki Sastrawadhana. Hanya saja, karena tidak lahir

dalam Keraton Pagebangan melainkan lahir jauh dari keluarga ayahnya, maka

Madrais disebut oleh beberapa kalangan keraton Cirebon sebagai

putra bunian artinya putra yang disembunyikan. Saat Madrais dititipkan ke

Kuwu Desa tersebut nama Sadewa diubah menjadi Taswan.Sejak lahir hingga

berusia 10 tahun Taswan atau Sadewa hidup dan tinggal di Cigugur.60 Pada saat

berusia 10 tahun, ia dibesarkan oleh kakek dari ibunya yang merupakan guru

mengaji dari Lebakwangi. Pada saat Madrais tinggal di tempat kakeknya itulah

ia mendapatkan nama Muhammad Rais yang kemudian lebih sering disingkat

59Hal ini tertulis dalam arsip surat dari Pangeran Keraton Kanoman Cirebon yang bernama

Hoedajabrata pada 1 September 1922 yang dikirimkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Lihat

(Afschriften Mailrap geheim no 1925/ 8 dan ANRI, 1981: 207-208). 60Wawancara dengan Gumirat Barna Alam pada 29 November 2016 di Cigugur. Dan pernah

disebutkan oleh Anto Widyo Nugrahanto dalam wawancara dengan Djatikusumah pada 20

November 2011.

Page 69: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

57

menjadi Madrais.61 Ketika dewasa, Madrais mulai mengembara untuk belajar ke

beberapa pesantren di sekitar Cirebon. Madrais mulai mengembara pada usia 10

tahundan berpindah pindah pesantren dalam beberapa tahun. Jadi ketika Madrais

ikut dalam keluarga kakek dari ibunya yang merupakan guru mengaji itulah

Madrais telah memulai pengembaraannya. Pengembaraan Madrais terjadi saat

usianya baru menginjak sepuluh tahun. Jika Madrais dilahirkan pada 1832 maka

pada 1842 pengembaraan itu mulai dilakukan.62

Menurut seorang peneliti ajaran Madrais W. Sraathof, Madrais mulai keluar

dari pesantren karena merasa mendapatkan ilham atau pulung yang merupakan

dorongan untuk mengembara sambil menjalankan puasa. Pulung tersebut

kemudian mendorong Madrais untuk berkeliling mengunjungi dusun-dusun

terutama tempat-tempat yang dikenal karena kesaktiannya. Sejak saat itu

Madrais lebih banyak mempelajari ilmu-ilmu kebatinan.63

Tahun 1869, Madrais terlibat dalam peristiwa kerusuhan di Tambun Bekasi

. Ia disebut Rama Pangeran Alibassa dari Cirebon. Saat itu para petani Tambun

mengalami kemelaratan karena selalu diperas para tuan tanah. Madrais yang

datang dari Cirebon menyatakan bahwa tanah-tanah yang terletak diantara

Sungai Citarum hingga Sungai Cisadane adalah tana-tanah rakyat warisan dari

leluhur mereka. Masyarakat kemudian mendukung Madrais dan hari

pemberontakan ditentukan 5 April 1869 dan akan menyerang daerah Tambun.

61Tentang nama Muhammad Rais ini telah diungkapkan oleh Djatikusumah kepada KH E.Z.

Muttaqien pada Januari 1983 (Tempo, 29 Januari 1983: 26) 62Strathof dalam Anto Widyo Nugrahanto, “Sejarah Singkat Gerakan Sosial Madrais di

Cigugur” 63W. Straathrof, dalam Basis Majalah Kebudayaan Umum edisi April XX/7: 202.

Page 70: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

58

Sebelum sempat meletus, pemberontakan tersebut kemudin dapat digagalkan

oleh pemerintah Kolonial.

Rakyat mendukung Madrais dan hari pemberontakan ditentukan 5 April

1869 dan akan menyerang daerah Tambun. Akan tetapi, pemberontakan itu

kemudian dapat ditumpas oleh Pemerintah Kolonial. Beberapa orang yang

terlibat dalam rencana pemberontakan tersebut kemudian dihukum mati.64

Sejak terlibat dalam peristiwa tersebut, Madrais hidup berpindah-pindah

dengan menyembunyikan identitas dirinya. Oleh karena itu, ia tercatat

mengganti namanya beberapa kali. Ketika mengunjungi pesantren-pesantren di

Jawa Timur misalnya ia pernah memakai nama Gusti Ahmad.65

Akhirnya madrais mengakhiri pengembaraannya dan pulang ke Cigugur

untuk melangsungkan pernikahan. Setelah menikah ia tinggal di rumah yang

sekarang menjadi Gedung Paseban Tri Panca Tunggal di Cigugur.66 Sejak saat

itu, sedikit demi sedikit masyarakat mulai mempercayainya dan memutuskan

untuk menjadi pengikutnya. Bahkan pada tahun 1985 telah terbentuk komunitas

pengikut ajaran Madrais di Cigugur untuk mendirikan pesantren dan

mengajarkan agama Islam dan menyebarkan pandangan-pandangannya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, peran Madrais lebih banyak sebagai

guru kebatinan daripada mengajarkan Agama Islam. Madrais bahkan lebih

terkenal sebagai Kyai Madrais. Sejak menetap di Cigugur, pandangan-

64Mulyawan Karim dalam Kompas, edisi 23 April 2009: halaman 26. Lihat juga “Bekasi, Titik

Awal Pemberontakan Jawara Betawi” dalam

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160621115414-20-139762/bekasi-titik-

awalpemberontakan-jawara-betawi/ diunduh pada Selasa, 21/06/2016. 65Wawancara dengan Gumirat Barna Alam pada 29 November 2016. 66Djatikusumah dalam Kompas, 2 Juni 1997.

Page 71: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

59

pandangan Madrais memang mulai memperoleh wujud yang lebih jelas sebagai

sebuah ajaran kebatinan. Bahkan, dari Desa Cigugur Madrais mulai

menyebarkan ajaran dan pandangannya. Dan mulai banyak orang tersentuh oleh

nasehat-nasehatnya.67 Karena kecenderungan inilah Madrais sampai harus

bersitegang dengan Kyai Mad (Muhammad) Tohir. Karena mengkritik Madrais,

Kyai Mad Tohir mengatakan Madraishanyalah anak haram dari Pangeran

Gebang yang tidak berhak memimpin shalat karena shalatnya menjadi tidak sah.

Dari situ Madrais merasa tidak lagi nyaman menjadi seorang muslim.

Kian hari, pengikut Madrais bertambah banyak. Tak hanya di Cigugur,

namun juga di beberapa desa di Kuningan bahkan hingga keluar Kuningan.

Karena mulai kewalahan melayani para pengikutnya, Madrais pun mengangkat

pembantu-pembantunya yang disebut dengan badal. Para badal tersebut

kemudian membantu mencari dan mengumpulkan pengikut Madrais. Para

pengikut Madrais semakin bertambah banyak bahkan dari luar kuningan,

terutama setelah dibukanya praktik pengobatan. Lalu, sedikit demi sedikit

muncullah apa yang dinamakan Gerakan Sosial Madrais yang berpusat di

Cigugur.

67W. Straathof dalam Basis1971: 204

Page 72: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

60

BAB IV

ANALISA HUBUNGAN KONSEP KELUARGA

DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT

MADRAIS

A. Cigugur sebagai Miniatur Pluralisme

Bagi masyarakat Madrais, ajaran serta tuntunan-tuntunannya telah

meninggalkan suatu keyakinan dan kebenaran dalam hati sanubari mereka yang

paling dalam. Sehingga dalam realitas kehidupan mereka senantiasa berusaha

untuk taat dan menjalankan dengan benar tentang hal-hal yang telah didawuhkan

leluhurnya, yakni keyakinan bagaimana menjalani hidup yang benar serta

memelihara cara-ciri manusia dan budaya bangsanya.

Dengan berpegang pada ajaran Madrais, Masyarakat Cigugur dapat

merasakan sikap toleran yang tinggi terhadap kenyataan perbedaan kepercayaan.

Hal ini terbukti dengan tidak ada masalah besar yang menyangkut SARA di

daerah ini. Bukan merupakan hal yang aneh bila dalam satu keluarga terdapat

beberapa kepercayaan. Hal ini dapat dicontohkan pada keluarga Paseban yang

bermacam-macam penganut, serta demikian pula pada keluarga inti pemimpin

pengayat, putra-putranya ada yang menganut penghayat, Islam, Katolik, dan

Bethel. Mereka memegang prinsip sapangartosan (satu pengertian) meskipun

tidak sapangangkenan (satu pengakuan kepercayaan/agama); dan meskipun

Page 73: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

61

sewing-sewangan (masing-masing dalam kepercayaan, namun tidak ewang-

ewangan (terpecah-pecah; apriori) dalam hidup bermasyarakat dan berbudaya.

Anak pertama Pangeran Djatikusuma adalah seorang Pendeta Kristen

Protestan (Cirebon), anu kadua Katolik (Jakarta), putera katilu Muslim

(Kuningan) carogena muslim tapi tos pupus, kaopat simkuring sunda wiwitan

(Kuningan), kalima sunda wiwitan (Jakarta).68

Untuk saat ini, keluarga Paseban atau pimpinan adat masyarakat Madrais yakni

Keluarga Pangeran Djatikusuma dan Emalia Wigarningsih menganut kepercayaan

yang berbeda-beda. Anak pertama mereka adalah seorang Pendeta Kristen Protestan

di Cirebon, lalu yang kedua adalah seorang Katolik dan tinggal di Jakarta. Anak

ketiga mereka adalah seorang muslim dan tinggal di Kuningan (sudah almarhum),

sementara anak keempat mereka adalah Gumirat Barna Alam, yang seorang

penghayat sunda wiwitan dan didaulat menggantikan sang ayah lantaran sakit yang

berkepanjangan. Terakhir, anak kelima mereka adalah juga penganut sunda wiwitan,

tinggal di Jakarta.69

Demikian juga dengan keluarga Bapak Kento (60 tahun) dan Bapak Ukar (50

tahun), kedua pemuka adat Masyarakat Madrais ini juga memberi kebebasan kepada

anak-anaknya untuk memilih agamanya masing-masing. Bapak Kento memiliki dua

putera (1 laki-laki dan 1 perempuan) yang keduanya memilih untuk menjadi

penganut Katolik. Sementara Bapak Ukar, kedua anaknya untuk sementara

mengikuti dirinya yang seorang muslim. Tentu bukan karena paksaan, namunlebih

karena lingkungan tempat tinggalnya yang lebih banyak menganut agama Islam.

68Wawancara dengan Gumirat Barna Alam 69Kecuali anak laki-laki yang merupakan jejer, penerus, sehingga keyakinannya tak bisa diubah.

Meski sebagai jejer, tapi tentu tidak boleh memiliki sifat yang umaing, merasa paling benar, harus bisa

mengayomi semuanya.

Page 74: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

62

Kerukunan dalam masyarakat Madrais itu seumpama hitungan ““5+5=10,

6+4=10, 7+3=10”. Semua mutlak benar! Jumlahnya mutlak 10, seperti

masyarakat Madrais yang walaupun berbeda paham, beda agama, beda aliran

tapi berusaha satu pengertian, yaitu menyembah kepada Allah yang maka kuasa.

“Saya 4 bersaudara, saya anak pertama muslim, adik saya yang ke-dua

ikut Sunda Wiwitan, yang ke-tiga dan ke-empat Kristen. Jadi kami dalam

keluarga ada tiga agama tapi ya rukun rukun, kita tetap bersaudara.70

Seperti disampaikan sebelumnya, bahwa menurut Gumirat Barna Alam,

kebebasan untuk memilih kepercayaan dalam masyarakat AKUR, bersandar pada

paham pangeran Madrais yang bertitik tolak pada hukum adikodrati, yang telah

Tuhan berikan kepada manusia Sunda. Itu tak lain, karena ajaran Kyai madrais

menitikberatkan agar manusia Sunda dapat menerima karsa dan merasakan serta

harus mampu bersyukur akan nikmat yang dianugerahkan sang maha pencipta;

syukur karena telah diciptakan sebagai manusia.

Oleh karena itu, ajaran Pak Madrais itu menekankan pada 5 faktor atau 5 unsur

cinta kasih; adanya silsilah kekeluargaan, oleh karena struktur silsilah kekeluargaan

makanya manusia dianugerahkan memiliki tatakrama. Kemudian tatakrama itu

direalisasikan dengan budi daya dan budi bahasa. Itulah karakteristik manusia sunda.

Terakhir, adalah manusia dapat memilih dan memilah mana yang baik dan mana

yang buruk atau dikenal dengan Wiwaha Yuda Na Raga (“Ngaji Badan” membaca

dan memahami sebuah tatanan /ekosistem/tubuh secara utuh).

70Wawancara dengan Bapak Ukar (penghayat beragama Islam), 29 November 2016.

Page 75: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

63

Terkait hal itu, maka manusia Sunda perlu memerangi ajakan atau keinginan

dari saudara yang 4, yang menyatu dalam tubuh; unsur tanah, api, angin dan air. Itu

harus dikendalikan oleh ruh manusianya sendiri agar supaya dapat melaksanakan

wiwaha yuda na raga. Karena ruh tidak mandiri disebabkan 4 unsur tersebut.

“Bila dalam Islam itu ada insan, sufiyah, lawamah, dan mudmainnah.

Betapa agungnya makna yang tersirat dari Islam itu sendiri. Nama Islam itu

sesungguhnya perwujudan konkrit yang diciptakan oleh sang maha pencipta

dengan keberadaan ciptaannya berupa alam raya dan alam raga, alamul

akbar dan alamul asgar.”71

Secara umum, mayarakat Madrais memandang kebebasan beragama seperti

halnya dengan cara pandang dalam menghayati jasad manusia. Jasad itu plural yang

diciptakan Allah Swt., tidak hanya satu unsur di dalamnya, tapi multi unsur.

Bagaimana fungsi otak tengah, otak kiri dan fungsi otak kanan. Kelenjar hipopesa,

sel-sel butir darah merah, bagaimana fungsi empedu. Itu merupakan keharmonisan

hidup yang tercermin dalam wujud manusia. Karena wujud manusia itu plural, dalam

cara pandang atau wordviewnya, cara hidupnya atau human lifenya bahwasanya

memandang kehidupan keanekaragaman hayati itu sama juga dengan kita bercermin

ke dalam diri sendiri.

Masyarakat Madrais juga meyakini, bahwa hakikat kebesaran Allah itu juga ada

pada jasad tersebut; bermacam unsur bersemayang dalam diri, dan ditemani oleh

saudara yang lain. Ini sudah memperlihatkan kebhinekaan, sudah akbar,

kemahabesaran Allah itu bisa kita rasakan dalam wujud jasad dan alam raya. Bahwa

71Wawancara dengan Gumirat Barna Alam, 21 November 2016.

Page 76: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

64

Allah telah menciptakan resonansi suara, menciptakan jutaan getaran suara di

atmosfer.

“Allah menciptakan satu nafas kehidupan, tapi menyatu. Suka

tidak suka, nafas yang terhirup itu terdiri dari nafas-nafas makhluk

lainnya. soal nafas tidak bisa mengindari keterkaitan dengan nafas

makhluk lainnya. Kata orang sunda, Uteuk tongo walang taga

ronggogodongan pucuk daun kembang buah beuti pun itu masih satu

nafas. Nafas yang dikeluarkan daun-daun pun terhirup oleh kita.

kemahatunggalan sang khalik itu disitulah, terkandung pada nafas yang

diciptakan oleh Allah Swt.”72

Selanjutnya, Masyarakat Madrais memiliki falsafah hidup meski tak

sekeyakinan tapi kita harus sepengertian. Tidak sepengakuan maksudnya dalam tata

cara ibadah memang berbeda, ataupun dalam penyebutannya, itu tidak menjadi

sebuah persoalan yang serius. Karena kita sepengertian, kita mengerti akan

kemahabesaran Allah.

Lebih jauh di dalam sistem keluarga, dimana sebelum membentuk mahligai

keluarga masyarakat manusia Sunda mengalami fase perjaka dan gadis. Dari awal

itulah mereka berusaha melakukan pendidikan sebelum lahir, benih-benih janin

kehidupan yang telah dikaruniakan kepada manusia. Hakekat pendidikan sebelum

lahir itu adalah kita harus menjaga akhlak sebagai manusia yang baik, agar supaya

memori otak itu menghendaki senantiasa berucap dan bersikap baik kepada sesama.

Kalau kita jaga perilaku dan memori otak itu dengan baik, tentunya akan

menghasilkan buah spermatosa ovum yang baik. Itu yang dikatakan pendidikan

72Wawancara dengan Gumirat Barna Alam, 29 November 2016.

Page 77: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

65

sebelum lahir, sebelum adanya akad nikah/pra nikah. Karena nasehat dari leluhur,

‘indung lanjang, bapak bujang urang geus aya’. Anak, benih itu sudah ada di dalam

jasad. Maka jagalah benih-benih kehidupan itu agar tidak terkontaminasi baik dari

unsure makanan ataupun unsur unsure-unsur saudara yang 4 tadi. Bagaimana

caranya? yaitu selalu membuang unsur-unsur itu melalui nafas yang dikeluarkan.

Dalam masyarakat Madrais juga ada penanaman keyakinan sejak usia dini, dan

menjadi tanggungjawab orangtua masing-masing. Sementara pendidikan formalnya

diselenggarakan di SMP Trimulya.

“Trimulya yangmemiliki makna tiga kemuliaan; seperti manusia bisa

menyeimbangkan keberadaan naluri, rasa, dan pikir. Keseimbangan id,

ego dan super ego. Saleresna mah istilah santi oge berasatl dari dua

suku kata; san itu tina bahasa Belanda ‘kendali’, tri itu tiga (naluri,

rasa, dan pikir).”73

Terkait pilihan ini, memang tak dapat dipaksakan. Sejak SD hingga SMP anak

mereka bergaul dengan lingkunganya masing-masing, lalu mereka mulai

menemukan satu dua hal yang mereka pahami dan terima. Ini lantaran masyarakat

adat tidak boleh bersilang pendapat hanya karena beda pengakuan, sebab yang utama

adalah sapengertian. Sebab lainnya juga karena tujuan memilih satu agama adalah

untuk ketenangan, agar bisah repeh dan rapih, bisa tahu mana yang baik dan mana

yang buruk.

“Simkuring teu tiasa lamun cai mah ngalir terus, margi lamun cai

dibendung mah sanes janten manfaat tapi janten musibah.”74

73Wawancara dengan Gumirat Barna Alam (Penghayat yang berkeyakinan sunda wiwitan),

29 November 2016. 74Wawancara dengan Bapak Kento, 21 November 2016.

Page 78: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

66

Salah satu pengajaran kepada anak yang dilakukan para orangtua penghayat

AKUR misalnya adalah, “anaking hidep sing nyaah ka sasama,” dikasih nasehat

sambil menyusui. Sesama ummat Allah, karenanya sang bunda memberikan aliran

positif, maka ke air susu pun mengalir ke dalam si putera sebuah energi yang positif.

Para penghayat juga meyakini adanya pengaruh apa yang mereka makan.

Makanya, para orangtua seringkali menyarankan untuk mengurangi daging-

dagingan yang sifatnya hewani. Ini karena faktor makanan juga memiliki pengaruh

yang besar bagi kehidupan. Bukan ruhnya tapi yang terkena adalah jiwanya, suara

maupun cahaya yang ada di hati. Sehingga ruh terselimuti asap tebal.

Seren taun juga menjadi simbol pengajaran leluhur tentang fungsi keluarga.

Dimana bapak-bapak nanggung rengkong itu menjadi simbol bahwa tanggungjawab

membina keluarga ada di pundak para bapak. Lalu, menyunggi pare dina sirah

nganggo nampan, (nyuhun padi di atas kepala), menyimbolkan bahwa tugas ibu itu

memohon kepada yang maha kuasa, juga menyimbolkan bahwa benih-benih padi itu

ada di pundak generasi penerus.75

B. Analisis Hubungan Konsep Keluarga dan Kebebasan Beragama

Ada beberapa ajaran Madrais yang akan penulis paparkan sebagai upaya untuk

sedikit memahami bagaimana konsep ajaran keluarga dalam ajaran Madrais begitu

relevan dengan kebebasan beragama di Indonesia dengan cara meneliti langsung di

lapangan maupun wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di lingkungan

Cigugur Jawa Barat.

75Wawancara dengan Gumirat Barna Alam, 29 November 2016.

Page 79: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

67

1. Pandangan Pangeran Sadewa Alibassa Kusumah Wijaya Ningrat atau Kyai

Madrais dalam “Pikukuh Tilu” mengenai keluarga, Madrais memaparkan

bahwa:

Kelompok sosial anu pangleutikna tapi ngabogaan daya kakuatan

anu gede. Hiji kulawarga anu ngabiasakeun dina kaayaan tata

krama hade moal boa buahna oge hade, sabalikna hiji kulawarga

dina kaayaan kurang hade mindeng parasea, songong pangeusina

oge tangtu amburadul. Tatakrama di lingkungan kulawarga bisa

dijadikeun parameter pangdeuheusna pikeun kamekaran jiwa

pangeusina.

Dalam paparan tersebut dapat dilihat begitu pentingnya sistem

kekerabatan keluarga menurut pandangan Madrais. Sehingga masyarakat

Madrais menganggap institusi keluarga sebagai entitas yang tidak dapat

dipisahkan dalam kehidupan sosial. Keduanya saling terkait satu sama lain.

Mereka memandang keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam

membentuk budaya dan perilaku. Dari keluargalah pendidikan kepada

individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan

perilaku sehat dapat lebih ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga memilik i

posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan,

pendidikan, dan tentu saja penanaman keyakinan/agama. Hemat penulis

pandangan Madrais mengenai keluarga ini bisa menjadi sebuah pandangan

yang menarik untuk dikaji terlebih Madrais membebaskan dalam satu

keluarga menganut berbagai agama sesuai keyakinannya. Hal ini bisa

menjadi sebuah rujukan bagamaimana Masyarakat mampu memiliki cara

pikir yang sama yaitu memberi kebebasaan dan menghargai perbedaan

namun tetap saling tumbuh kekerabatan.

Page 80: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

68

Dalam hal ini, Pangeran Sadewa Alibassa Kusumah Wijaya Ningrat

atau Kyai Madrais dalam “Pikukuh Tilu” mengatakan bahwa keluarga

adalah:

Kelompok sosial anu pangleutikna tapi ngabogaan daya kakuatan anu

gede. Hiji kulawarga anu ngabiasakeun dina kaayaan tatakrama hade moal

boa buahna oge hade, sabalikna hiji kulawarga dina kaayaan kurang hade

mindeng parasea, songong pangeusina oge tangtu amburadul. Tatakrama

di lingkungan kulawarga bisa dijadikeun parameter pangdeuheusna pikeun

kamekaran jiwa pangeusina.76

Hal penting lainnya dari apa yang diyakini oleh Masyarakat Madrais

adalah bahwa pola interaksi penganut kepercayaan dan penghayatan kepada

Tuhan Yang Maha Esa dengan warga sekitar harus terjalin dengan baik,

sehingga saling menghargai, menghormati, toleransi dan kerukunan antar

umat beragama terjalin dengan baik. Di samping itu, gotong-royong, bantu-

membantu, atau bekerjasama dalam segala aktivitas dan kegiatan sosial juga

terjalin dengan baik diwarnai dengan kehidupan yang harmonis dan bisa

berkembang sampai sekarang.77

Walau masyarakat Sunda Cigugur berbeda-beda dalam keyakinan,

namun mereka memiliki pemahaman yang sama dalam memandang sistem

adat dan kehidupan yang mereka jalani. Dimana keluarga atau kekerabatan

menjadi ikatan paling kuat dibandingkan dengan keyakinan terhadap agama

76Kusnadi, ed.,Pikukuh Tilu: Ajaran Karuhun Urang (Bogor, LPKN, 2006), h. 76. 77Nuhrison, Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur Kuningan. Jurnal

Harmoni.

Page 81: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

69

dan kepercayaan lainnya. Hal ini terlihat dari sikap para kepala keluarga

dalam Masyarakat Madrais yang mengedepankan semangat kekeluargaan

dan memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih agama dan

kepercayaannya masing-masing. Soerjono Soekanto mengatakan, semangat

kekeluargaan adalah semangat nilai hubungan sosial antara sesama

anggota keluarga, semangat persaudaraan, solidaritas antara sesama

kerabat, semangat kolektivisme, dan semangat komunalisme.78

Semangat kekeluargaan, juga diperlihatkan dalam upacara Seren

Tahun. Itulah sebabnya, mereka melihat upacara Seren Tahun sebagai

tradisi warisan leluhur Sunda, khususnya leluhur Sunda Cigugur. Karena

pemaknaan yang sama terhadap upacara Seren Tahun itulah, maka warga

masyarakat Sunda Cigugur merasa sadar untuk menjaga dan

mempertahankan adat Sunda. Upacara ini makin dikembangkan akhir-akhir

ini, dengan dibimbing nilai budaya bahwa ”nu penting sapangartian

sanajan teu sapangakuan”. Artinya ”yang penting satu pengertian meskipun

berbeda pengakuan”. Prinsip ini secara lebih luas menggambarkan apa yang

diyakini dan dipraktikan dalam masyarakat Madrais adalah bahwa keluarga

dalam masyarakat Madrais memberi kebebasan kepada anggota

keluarganya untuk menganut agama yang berbeda. Keyakinan ini muncul

tentu saja dari berbagai faktor, diantaranya faktor sosial, politik, ekonomi,

budaya dan pandangan hidup Kyai Madrais. Karena itu konsep-konsep

78Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 71.

Page 82: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

70

terkait keluarga dan kebebasan beragama juga dapat dilihat dari bagaimana

masyarakat madrais memaknai dan menjalankan kehidupannya.

2. Ajaran atau prinsip sapangartosan (satu pengertian) meskipun tidak

sapangangkenan (satu pengakuan kepercayaan/agama); dan meskipun

sewang-sewangan (masing-masing dalam kepercayaan, namun tidak

ewang-ewangan (terpecah-pecah; apriori) dalam hidup bermasyarakat dan

berbudaya. Prinsip ini pada dasarnya begitu pelural mengajarkan

masyarakat atau setiap individu untuk bisa saling menghargai, memahami

dalam perbedaaan. Terutama perbedaan akan keyakinan. Prinsip ini pada

dasarnya begitu indah jika setiap orang memahami dan menjalankannya.

Keberbedaan bagi Masyarakat Madrais tidaklah menajadi persoalan

yang dibesar-besarkan. Tidak sepengakuan maksudnya dalam tata cara

berbeda, ibadahnya berbeda, maupun dalam penyebutan itu tidak menjadi

persoalan. Karena masyarakat madrais itu sapangartian, mereka mengert i

kemahabesaraan Tuhan. Tuhan itu menciptakan resonansi suara di atmosfer

secara berbeda. Para ahli bahasa menyebutnya sebagai Onomatope, atau

tiruan bunyi. Setiap bahasa di dunia ini memiliki tiruan bunyi yang sifatnya

konvensional, atau adanya kesepakan antarpemakai sebuah bahasa. Dalam

leksikografi bahasa Indonesia, kita mengenal ada kata-kata seperti

kukuruyuk. Bagi orang Jawa atau orang Jakarta, kata untuk menirukan

bunyi ayam itu sepakat dengan kata kukuruyuuk. Sementara bagi orang

Sunda, bunyi ayam tersebut sepakat disebut sebagai kongkorongok. Seperti

itulah sejatinya perbedaan mewujud.

Page 83: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

71

Kerukunan dan kebebasan beraga dalam Masyarakat Madrais selama

ini memang tidak hanya sekadar teori, namun telah dipraktikkan dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya saja, pernah suatu ketika seorang

pastor dari paroki sakit akibat kecelakaan tunggal di Tol Cipali. Tanpa

berpikir panjang, Gumirat Barna Alam segera menjenguknya sekaligus juga

mengucapkan selamat ulang tahun, lantaran waktu itu berbarengan dengan

ulang tahun sang pastor. Sama sekali tidak ada sekat perbedaan yang harus

dibesar-besarkan. Hubungan baik terjaga, Sang Pastor juga meresa bahagia

karena diberi selamat atas hari ulang tahunnya. Dari perbedaan bunyi untuk

menirukan sesuatu tersebut, kita dapat memahami tentang hakikat Allah itu

menciptakan kehidupan yang plural.

Sama dengan cara pandang para penghayat adat dalam menghaya ti

jasad, jasad yang diciptakan Tuhan itu bersifat plural. Tidak hanya satu

unsur dalam jasad, melainkan multi unsur. Bagaimana fungsi otak tengah,

otak kiri dan fungsi otak kanan. Kelenjar hipopesa, sel-sel butir darah

merah, bagaimana fungsi empedu; itu keharmonisan hidup manusia

bercermin pada wujudnya. Begitupun soal wujud manusia yang juga plural,

dalam cara pandang atau human life-nya bahasanya memandang kehidupan

keanekaragaman hayati itu sama dengan kita bercermin ke dalam diri.

Seperti dikatakan sebelumnya bila jasad insan saja yang bersemayam

dalam diri memiliki beragam unsur, yang menandakan kebhinekaan.

Kebhinekaan dan kemahabesaran Tuhan bisa dirasakan dalam perwujudan

jasad dan alam raya yang diciptakan Tuhan. Itulah hakikat yang diyakini

Page 84: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

72

manusia Sunda. Bahwa agama apa pun tetaplah satu nafas. Tuhan

menciptakan satu nafas kehidupan, tapi menyatu, Suka tidak suka, nafas

yang terhirup itu terdiri dari nafas-nafas makhluk lainnya. Dan soal nafas

tidak bisa menghindari keterkaitan dengan nafas makhluk lainnya. Dalam

istilah orang-orang Sunda, “Uteuk tongo walang taga ronggogodongan pucuk

daun kembang buah beuti pun”itu masih satu nafas. Nafas yang dikeluarkan

daun-daun pun terhirup oleh kita. Disinilah terletak kemahatunggalan Sang

Khalik, terkandung pada nafas-nafas dalam agama-agama yang diciptakan oleh

Allah Swt.79 Perbedaan agama dalam keluarga bagi masyarakat Madrais

tidaklah menjadi persoalan, karena mereka memilik i falsafah hidup meski tak

sekeyakinan tapi harus sepengertian, itu prinsip hidup. Tidak sepengakuan

maksudnya dalam tata cara berbeda, ibadah berbeda, maupun dalam

penyebutannya itu tidak menjadi persoalan. Karena masyarakat Madrais

sepengertian, mengerti akan kemahabesaran.

3. Acara Seren Taunan

Pada hakikatnya, upacara adat Seren Taun yang dilaksanakan

masyarakat Madrais ini selain wujud budaya spiritual masyarakat Sunda

khususnya dalam bersyukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga

sebagai “panggeuing” atau wujud spiritual penggugah” kesadaran bagi

setiap manusia yang harus saling “asih, asah, asuh” dengan sesama manusia

79Wawancara Penulis dengan Gumirat Barna Alam, 29 November 2016.

Page 85: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

73

dan semua makhluk dan ciptaan Tuhan. Selain itu juga untuk membangun

kesadaran sebagai suatu bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.

Bila melihat pada pemaknaan nama Gedung Paseban Tri Panca Tungga l

bahwa makna penamaan gedung itu hakekat tak ubahnya seperti diri pribadi

manusia sendiri. Paseban sebagai tempat “nyebakeun” atau “penyerahan”

atau “penyerahan” artinya seperti halnya kita sebagai manusia harus

senantiasa berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tri Panca Tungga l

merupakan filosofi bahwa dalam diri manusia mengandung tiga (Tri) unsur

sipirtual berupa sir, rasa, dan pikir. Sir adalah awal mula getaran kehidupan

yang menggerakan berbagai hal dalam diri manusia. Rasa adalah bentukan

getaran sir sebagai tempat berbagai macam keinginan. Pikir adalah bentukan

getaran sir yang menimbulkan berbagai upaya yang akan dilakukan.

Panca sebagai pemaknaan bahwa adanya berbagai dorongan dari ketiga

unsur tadi diimplementasikan dakam berbagai panca inderawi yang ada

dalam diri manusia. Tunggal memiliki makna bahwa segala daya upaya

gerak dan perilaku manusia dalam kehidupannya semata-mata dilandaskan

pada kesadaran diri dalam ketunggalan bersama Tuhan Yang maha Esa.

Sehingga pelaksanaan upacara adat Seren Taun yang selalu dilaksanakan di

wilayah Paseban Tri Panca Tunggal itu diorientasikan agar setiap pelaku

kegiatan upacara berupaya untuk mencapai kesempurnaan selayaknya

sebagai manusia yang berkepribadian manusia.

Walaupun masyarakat Cigugur berbeda-beda dalam keyakinan, namun

mereka memiliki pemahaman sama terhadap upacara adat Seren Taun

Page 86: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

74

sebagai tradisi warisan leluhur Sunda, khususnya leluhur Sunda Cigugur.

Karena pemaknaan yang sama terhadap upacara Seren Taun itulah, maka

warga masyarakat Sunda Cigugur merasa sadar untuk menjaga

mempertahankan Adat Sunda.

Upacara ini menekankan arti penting “sapangartian sanajan teu

sapangakuan”. Artinya, yang penting satu pengertian meskipun berbeda

pengakuan. Prinsip ini selalu dijunjung bersama sehingga terjadi

komunikasi yang efektif antar peserta upacara yang berbeda keyakinan.80

Dengan prinsip itupula, masyarakat Madrais di Cigugur sangat

menghargai pilihan-pilihan bebas individu maupun kelompok keyakinan di

dalam memaknai upacara adat maupun dalam memaknai keyakinan dan

agamanya. Mereka bebas memaknai dan saling mengkomunikas ikan

pemaknaan dengan kelompok lain. Pada gilirannya, masing-mas ing

individu memiliki kebebasan dalam memaknai pemaknaan, upacara,

keyakinan, maupun agamanya masing-masing.

Sebagai wujud dari kebebasan memilih keyakinan yang diberikan

keluarga kepada anak-anaknya, masyarakat Madrais sejak dini, dan bahkan

sejak dalam buaian sebetulnya telah mengajarkan arti penting kebebasan

beragama dan berkeyakinan. Sejak dalam buaian, sang ibu mengajarkan

untuk menahan diri memakan makanan yang bernyawa, ini dimaksudkan

agar kelak si jabang bayi dapat mengurangi sifat kebinatangannya. Begitu

80http://www.satuharapan.com/read-detail/read/memaknai-seren-taun-rayagung-akur-sunda

diakses pada 21 April 2017.

Page 87: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

75

juga mereka telah sejak dini mengajarkan bagaimana sejatinya saling

mengasihi, meski dalam perbedaan. Salah satu pengajaran kepada anak misalnya,

“anaking hidep sing nyaah ka sasama.” Nasihat ini disamaikan sang ibu ketika

menyusiu anaknya. “Sami tunggal ummat gusti, karena bundanya memberikan aliran

positif, maka ke air susu pun mengalir ke dalam si putra energi positif.

Sampai akhirnya, sang anak menginjak usia 7 tahun, barulah kemudian mereka

diberikan kebebasan untuk memilih keyakinannya masing-masing. Begitulah

seterusnya institusi keluarga mengalirkan energi positif dan pemahanan tentang

kebebasan beragama kepada anggota keluarganya.

Potret nyata bagaimana kemudian keluarga dalam Masyarakat Madrais

menanamkan arti penting kebebasan beragama adalah dalam keluarga Pangeran

Djatikusuma sendiri, dimana anak pertama adalah seorang pendeta Kristen Protestan di

Cirebon, lalu anak kedua beragama Katolik dan tinggal Jakarta, sementara anak ketiga

merupakan seorang muslim (almarhum), dan yang keempat adalah Gumirat Barna

Alam sendiri yang merupakan penganut sunda wiwitan.

Page 88: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

76

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertama, bila melihat UU No. 10 tahun 1992, maka salah satu fungs i

keluarga adalah membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup

seluruh anggota keluarga. Keluarga juga dimaksudkan agar dapat

menerjemahkan ajaran dan norma agama ke dalam tingkah laku sehari-hari bagi

seluruh anggota keluarga. Pada akhirnya, keluarga juga harus memberi contoh

konkret dalam kehidupan sehari-hari dalam pengalaman ajaran agama. Dan yang

terpenting dan terkait bahasan penulis dalam studi ini, keluarga juga hendaknya

membina rasa, sikap dan praktik kehidupan beragama. Ini dimaksudkan agar

anggota keluarga terutama anak dapat menimbang rasa dan sikap untuk

menghormati kebebasan beragama. Dari beberapa contoh kasus keluarga di

Cigugur, maka dapat disimpulkan bahwa konsep keluarga, ajaran dan praktik

upacara adat dalam masyarakat Madrais telah mendukung terciptanya kebebasan

beragama. Norma adat maupun agama telah melandasi perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejak dini. Keluarga sejak dini juga

telah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya untuk

hidup dan beragama secara lebih toleran dan memaksakan kepada agama

tertentu.

Kedua, dengan berpegang pada ajaran Madrais, masyarakat Cigugur atau

yang menghayati ajaran Madrais dapat merasakan rasa persaudaraan dan

Page 89: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

77

kekerabatan yang begitu kuat serta sikap toleran yang tinggi terhadap kenyataan

perbedaan kepercayaan. Rasa persaudaraan dan kekerabatan ini terasa begitu

kuat sehingga dapat melampau ikatan persaudaraan lainnya. Kekerabatan dalam

masyarakat Cigugur sangat luas, selama ada hubungan ikatan perkawinan dan

ikatan darah baik dari pihak ayah maupun ibu mereka adalah “sadulur”,

“baraya”, atau “wargi”, yang ada dalam kesatuan keluarga besar dari nenek

moyang yang sama. Hal ini terbukti dengan tidak ada masalah besar yang

menyangkut SARA di daerah ini. Bukan merupakan hal yang aneh bila dalam

satu keluarga terdapat beberapa kepercayaan. Hal ini dapat dicontohkan pada

keluarga besar Paseban yang bermacam-macam penganut, serta demikian pula

pada keluarga inti pemimpin penghayat, putera-puteranya ada yang menganut

penghayat Islam, Katolik, Bethel. Mereka memegang prinsip sapangartosan

(satu pengertian) meskipun tidak sepangangkenan (satu pengakuan

kepercayaan/agama); dan meskipun sewang-sewangan (masing-masing) dalam

kepercayaan, tetapi tidak ewang-ewangan (terpecah-pecah; apriori) dalam hidup

bermasyarakat dan berbudaya.

Ketiga, hasil pengkajian adat (budaya) dan kepercayaan masyarakat

Cigugur bertahun-tahun sejak masa madrais sampai sekarang bisa dianggap

sebagai usaha pencarian jati diri, dan sekarang secara jelas terakumulasi dalam

aktualisasi upacara tahunan seren taun. Sekarang kegiatan mereka tampak

berjalan lancar. Namun dalam kehidupan praktis yang menyangkut masa

depannya, bukan tanpa permasalahan. Bagi mereka yang hingga kini menjadi

permasalahan adalah jalan keluarnya dari perkawinan. Mereka selalu mengeluh

Page 90: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

78

karena kantor catatan sipil tidak pernah bisa mencatat perkawinan mereka,

dengan alasan mereka tidak menganut agama resmi seperti diatur pemerintah.

Meski hal ini telah sering diperjuangkan mereka, namun hal ini tetap tidak

membuahkan hasil.Warga penghayat tetap kukuh tidak bisa dibohongi,

meskipun misalnya dengan cara hanya sebagai syarat saja untuk dituliskan nama

salah satu agama resmi di KTP. Selama ini kolom agama di KTP mereka diisi

dengan “jero kurung setrip” (dalam kurung tanda setrip, yaitu [-])artinya mereka

tidak menganut salah satu agama resmi versi pemerintah.

B. Saran

Melihat toleransi dan kerukunan beragama yang tercipta dalam masyarakat

Cigugur, maka penting kiranya untuk menjadikan masyarakat Cigugur sebagai

miniature pluralisme. Dimana masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih

agama sesuai denga keyakinan dan pengalaman batinnya masing-mas ing.

Bahkan sejak dini, anak dan anggota keluarga lainnya telah diberikan

pemahaman tentang arti penting kebebasan beragama.

Masyarakat adat Cigugur sebagai warga negara yang memiliki hak dan

kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya dalam hal ini tidak

mendapatkan haknya. Padahal selama ini mereka telah menjalankan amanah UU

dan Pancasila untuk senantiasa menjaga kerukunan dan menghormati kebebasan

beragama. Masyarakat manapun seharusnya mendapatkan hak dan kewajiban

yang sama, tetapi mereka tidak mendapatkannya. Perkawinan mereka yang tidak

menggunakan tata cara lima agama resmi itu tidak dicatat oleh pemerintah, baik

Page 91: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

79

KUA mapun kantor Catatan Sipil. Adanya surat keterangan yang dikelurkan

oleh dua lembaga itu sangat penting, sebab hal ini tidak hanya akan menyangkut

masa karier seseorang, tetapi menyangkut pula masa depan anak-anaknya.

Penting kiranya agar pemerintah memberikan solusi agar perkawinan yang

dilakukan dalam masyarakat Cigugur dapat dicatatkan secara resmi dan tidak

dibedakan dengan penganut kepercayaan lainnya.

Kiranya masyarakat sekitar dan masyarakat Indonesia secara lebih luas

dapat terus belajar dari apa yang dipraktikan masyarakat Cigugur di Kabupaten

Kuningan, tentang arti penting menjaga kerukunan dan kebebasan beragama

baik dalam keluarga, maupun institusi sosial lainnya yang lebih tinggi.

Ke depan, penting untuk mencarikan solusi untuk menyelesaikan persoalan

yang selama ini dialami masyarakat Madrais di Desa Cigugur, ataupun tempat-

tempat lainnya, agar masa depan anak cucu mereka juga secerah anak-anak

lainnya di Tanah Air. Toleransi dan kerukunan yang mereka bangun, terlepas

dari tendensi apa pun yang mendasarinya, layak mendapat apresiasi setinggi-

tingginya. Terutama dalam kondisi masyarakat kita saat ini, dimana sekat

perbedaan kian berhadap-hadapan.

Page 92: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

80

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Anderson, Benedict. In the Spectre of Comparisons; Nationalism, Southeast Asia

and the World, New York: Verso, 1998.

Arifin, Zaenal. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta: Grasindo, 2008.

Azra, Azyumardi. Dari Harvard Hingga Makkah. Jakarta: Penerbit Republika,

2005.

Browden, Vicky R. CHILDREN AND THEIR FAMILIES: The Continuum of Care,

China: Wolter Klower Health, 2010.

Budiman, Arif. Kebebasan Negara Pembangunan, Jakarta: Alvabet, 2006.

Christoper, Simon. Moral Sosial Aktual dalam Presfektif Iman keristen, Kanisius

Yogyakarta: 2000.

Darmawijaya, St. Mengarungi Hidup Berkeluarga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1994.

Effendy, Drs. Nasrul. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998.

Ekadjati, Edi S. KEBUDAYAAN SUNDA: Suatu Pendekatan Sejarah, Bandung:

Pustaka Jaya, 2014.

Eminyan, Sj, Maurice. Teologi keluarga, Kanisius. Yogyakarta: 2001.

Giddens, Anthony. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak

Kehidupan Kita, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2001.

Gilarso, SJ, Drs. T. (editor). MEMBANGUN KELUARGA KRISTIANI; Pembinaan

Persiapan Berkeluarga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996.

Gumilang, Nana. SEREN TAUN: Pesona Budaya dan Refleksi Rohani Masyarakat

Cigugur. Bogor: LPKN, 2013.

Page 93: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

81

Hadiwardoyo MSF, Purwa. Perkawinan dalam Tradisi Katolik , Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 1998.

Ihromi, T.O. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor, 1999.

Keluarga Sukinah dalam Agama Hindu, Surabaya: Penerbit Paramita, 2003.

Kitab Sarasamuccaya 242 .

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta, Djambatan,

2007.

Kusnadi, Ed. PIKUKUH TILU: Ajaran Karuhun Urang. Bogor, LPKN, hal. 76

Lestari, Sri. PSIKOLOGI KELUARGA: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik

dalam Keluarga, Jakarta: Prenada Media Group. 2010.

Madjid, Nurcholish. “Kemungkinan Menggunakan Bahan-bahan Modern untuk

Memahami

Maria, Siti dkk. Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam

Mengelola Lingkungan Hidup. Jakarta: Depdikbud RI, 1995.

Mubarak, Ahmad. Psikologi Keluarga, Jakarta: PT Wahana Aksara Prima, 2009.

Mulia, Siti Musdah. Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut

70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta: Kompas 2009.

Murni, Ratna Batara. DEMOKRASI KEINTIMAN: Seksualitas di Era Global,

Yogyakarta: LKIS, 2005.

Soekanto, S.H., Soerjono. SOSIOLOGI KELUARGA; Tentang Ikhwal Keluarga,

Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. 2006

Sudarminta, J. Epistemologi dasar, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.

Suleeman, Evelyn. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta: Yayasan Obor,

1999.

Page 94: KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36516/1/RITA... · i KONSEP KELUARGA DAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM MASYARAKAT MADRAIS

82

Sunarti, Euis. MENGASUH DENGAN HATI: Tantangan yang Menyenangkan,

Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004.

Suprajitno, Asuhan Keperawatan Keluarga, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2003.

Suryadi, A. Masyarakat Sunda: Budaya dan Problem. Jakarta: Penerbit Alumni,

1985.

Suryaman, Ukun. Tempat Pemakaian Istilah Klasifikasi Kekerabatan pada Orang

Jawa dan Sunda dalam Susunan Masyarakat, Bandung: Penerbit Universita s.

Susana ,Ahyat, dkk. (editor), Cigugur Miniatur Pluralisme. Bogor: LPKN, 2013.

Susanto, Budi, (Editor). Sisi Senyap Politik Bising. Jakarta: Penerbit Kanisius,

2007.

Tahzib-Lie (ed.), Bahia. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010.

Vam Gennep,------- 1975.

Van Hear, Nicholas. New Diasporas: The Mass Exodus, dispersal, and regrouping

of migrant communities, London: ULC Press, 1998.

Nuhrison M Nuh, Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) di Cigugur

Kuningan: Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak-Hak Sipil, Jurnal

Harmoni Volume x, Nomor 3, Juli-September 2011.

Muhammad Ali, ”Mengapa Membumikan Paham Kemajemukan dan Kebebasan

Beragama di Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Publik yang

diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universita s

Paramadina, tgl 19 Juli 2006 di Jakarta.

Arbi Mulya Sirait dkk. Dalam “Posisi dan Reposisi Kepercayaan Lokal di

Indonesia”, dalam Jurnal Kuriositas, Edisi VIII, Vol. 1, Juni 2015.