KONSEP KEJANG2

download KONSEP KEJANG2

If you can't read please download the document

description

kesehatan

Transcript of KONSEP KEJANG2

KONSEP KEJANG / EKLAMSI

TINJAUAN TEORI EKLAMPSIAPengertian

Eklamsi adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsi (hipertensi, edems, proteinuri) (Wirjoatmodjo, 1994: 49).Eklamsi merupakan kasus akut, pada penderita dengan gambaran klinik pre eklamsi yang disertai dengan kejang dan koma yang timbul pada ante, intra dan post partum (Angsar MD, 1995: 41) . Eklampsia ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologik lainnya. Dahulu, eklampsia dikatakan sebagai hasil akhir dari preeklampsia, sesuai dengan asal katanya. Penyebab pasti dari kejang pada wanita dengan eklampsia tidak diketahui. Penyebab yang dikemukakan meliputi vasospasme serebral dengan iskemia lokal, hipertensi ensefalopati dengan hiperperfusi, edema vasogenik dan kerusakan endotelial. Meskipun terdapat kemajuan pesat dalam deteksi dan penatalaksanaan, preeklampsia/eklampsia tetap menjadi penyebab umum kematian ibu yang kedua di Amerika Serikat ( sesudah penyakit tromboemboli), sekitar 15 % dari seluruh kematian. Bahkan, diperkirakan 50.000 kematian maternal di seluruh dunia disebabkan oleh eklampsia

Patofisiologi Penyebabnya sampai sekarang belum jelas. Penyakit ini dianggap sebagai suatu Maldaptation Syndrom dengan akibat suatu vaso spasme general dengan akibat yang lebih serius pada organ hati, ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni tejadi nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 49)

Pembagian Eklamsi / kejang Berdasarkan waktu terjadinya eklamsi dapat dibagi menjadi:Eklamsi gravidarum

Kejadian 50-60 % serangan terjadi dalam keadaan hamilEklamsi Parturientum

Kejadian sekitar 30-35 %, terjadi saat inpartu dimana batas dengan eklamsi gravidarum sukar dibedakan terutama saat mulai inpartu.Eklamsi Puerperium

Kejadian jarang sekitar 10 %, terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir. ( Manuaba, 1998: 245)

Gejala Klinis Kejang Gejala klinis Kejang adalah sebagai berikut:

Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih

Kejang-kejang atau komaKejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:Tingkat awal atau aura (invasi)

Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.Stadium kejang tonik

Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam, 1998: 275)Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)

Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ (Wirjoatmodjo, 1994: 49) .

Diagnosis klinis eklampsia didasarkan pada timbulnya kejang umum dan atau koma pada wanita dengan preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologis lainnya. Kejang eklampsia hampir selalu hilang sendiri dan jarang terjadi lebih dari 3-4 menit. Kejang eklamptik secara klinis dan elektroensefalografik tidak dapat dibedakan dari kejang tonik klonik umum lainnya. Secara umum, wanita dengan kejang eklamptik tipikal tanpa defisit neurologik fokal atau koma yang berlangsung lama, tidak dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan elektroensefalografik atau pencitraan serebral. Kondisi klinis selain eklampsia yang dapat dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada wanita hamil yang mengalami kejang :Traumatik cerebrovaskuler Perdarahan intraserebral

Trombosis arteri dan vena serebral Penyakit hipertensi Hipertensi ensefalopati

Pheochromocytoma Penekanan lesi pada susunan syaraf pusat Tumor otak

Abses Kelainan metabolic Hipoglikemia

Uremia Inappropriate antidiuretic hormone secretion resulting in water intoxiccation Infeksi Meningitis

Encefalitis Trombotik trombositopenik purpura Epilepsi idiopatik

Sekitar separuh dari seluruh kasus eklampsia terjadi sebelum aterm, lebih dari 20% terjadi sebelum kehamilan 31 minggu. Tiga perempat dari kasus terjadi pada kehamilan aterm, berkembang saat intrapartum atau selama 48 jam postpartum. Kejang karena eklampsia dapat muncul kembali pada saat postpartum. Sering selama beberapa jam sampai beberapa hari post partum. Diuresis (> 4 L/ hari) diyakini sebagai indikator klinis yang paling akurat dari pulihnya preeklampsia atau eklampsia, tetapi hal ini tidak menjamin tidak berulangnya kejang. Dapat pula terjadi eklampsia postpartum lanjut (kejang eklamptik yang berkembang > 48 jam postpartum, namun < 4 minggu postpartum) pada 25% kasus postpartum dan > 16% dari seluruh kasus eklampsia.

Pemeriksaan dan Diagnosis Diagnosis eklamsi dapat ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:

Berdasarkan gejala klinis diatas

Pemeriksaan laboratorium meliputi adanya protein dalam air seni, fungsi organ hepar, ginjal dan jantung, fungsi hematologi atau hemostasisKonsultasi dengan displin lain kalau dipandang perluKardiologiOptalmologiAnestesiologiNeonatologi dan lain-lain

(Wirjoatmodjo, 1994: 49)Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari kehamilan yang disertai kejang-kejang adalah:1.Febrile convulsion ( panas )2.Epilepsi( anamnesa epilepsi )3. Tetanus( kejang tonik atau kaku kuduk)4. Meningitis atau encefalitis ( pungsi lumbal)

Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul saat terjadi serangan kejang adalah:

1.Lidah tergigit2.Terjadi perlukaan dan fraktur3.Gangguan pernafasan4.Perdarahan otak5.Solutio plasenta dan merangsang persalinan( Muchtar Rustam, 1995:226)

Bahaya Kejang Bahaya eklamsi pada ibu

Menimbulkan sianosis, aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru, tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung mendadak, lidah dapat tergigit, jatuh dari tempat tidur menyebabkan fraktura dan luka-luka, gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria, pendarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.Bahaya Kejang pada janin

Asfiksia mendadak, solutio plasenta, persalinan prematuritas, IUGR (Intra Uterine Growth Retardation), kematian janin dalam rahim (Pedoman Diagnosis dan Terapi, 1994: 43). Prognosa

Kejang adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden adalah:1. Koma yang lama2. Nadi diatas 120 per menit3. Suhu diatas 39C.4. Tensi diatas 200 mmHg5. Lebih dari sepuluh serangan6. Priteinuria 10 gr sehari atau lebih7. Tidak adanya oedema( M Dikman A, 1995: 45)

Komplikasi pada ibu dengan eklampsia dapat terjadi hingga 70 % kasus, meliputi DIC, gagal ginjal akut, kerusakan hepatoselular, ruptura hati, perdarahan intraserebral, henti jantung paru, pneumonitis aspirasi, edema paru akut, dan perdarahan pasca persalinan. Kerusakan hepatoselular, disfungsi ginjal, koagulopati, hipertensi dan abnormalitas neurologi akan sembuh setelah melahirkan. Akan tetapi kerusakan serebrovaskular akibat perdarahan atau iskemia akan mengakibatkan kerusakan neurologi yang permanen. Tingkat kematian ibu dilaporkan berkisar antara 0-13,9%. Satu penelitian retrospektif terhadap 990 kasus eklampsia menemukan angka kematian ibu secara keseluruhan adalah13,9% (138/990). Risiko paling tinggi (12/54 22%) dijumpai pada subkelompok wanita dengan eklampsia pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Tingkat kematian ibu dan komplikasi yang berat paling rendah dijumpai pada wanita yang melakukan asuhan prenatal yang teratur pada dokter yang berpengalaman pada fasilitas kesehatan tersier. Satu penelitian otopsi yang dilakukan segera setelah kematian pada wanita eklampsia menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari wanita yang meninggal dalam waktu 2 hari akibat kejang pada otaknya menunjukkan perdarahan dan perlunakan serebral. Perdarahan kortikal petekie merupakan yang paling sering dijumpai, khususnya meliputi lobus occipitalis. Edema serebral yang difus dan perdarahan masif lebih jarang dijumpai. Trombosis vena serebral sering dijumpai pada wanita dengan eklampsia paska persalinan. Angka kematian perinatal pada kehamilan eklamptik adalah 9-23% dan berhubungan erat dengan usia kehamilan. Angka kematian perinatal pada satu penelitian terhadap 54 parturien dengan eklampsia sebelum usia kehamilan 28 minggu adalah 93%; angka ini hanya sebesar 9% pada penelitian lain dengan rata-rata usia kehamilan pada saat melahirkan 32 minggu. Kematian perinatal terutama diakibatkan oleh persalinan prematur, solusio plasenta dan asfiksia intrauterine.

Penatalaksanaan Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun telah ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis, pnemonitis aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi. Namun, pemilihan jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik telah lama menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk mencegah berulangnya eklampsia, sementara ahli neurologi memilih anti konvulsan tradisional yang digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti fenitoin atau diazepam. Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah penelitian klinis terakhir dengan hasil seperti dibawah ini:

The Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan penelitian prospektif terhadap 905 wanita eklampsia yang secara random dipilih untuk mendapat Magnesium atau Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh secara random menerima Magnesium atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer adalah kejang rekuren dan kematian maternal. Wanita dengan terapi Magnesium mendapatkan separuh angka kejang rekuren dibandingkan dengan diazepam (13% dan 28%). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kematian maternal atau perinatal atau angka komplikasi diantara kedua kelompok. Wanita yang diberi magnesium memiliki sepertiga angka kejang rekuren dibandingakan dengan fenitoin (6% dan 17%). Dalam rangkaian penelitian ini wanita yang menerima magnesium 16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari.Apabila ada kejang lagi, diberikan Mg SO 4 20 %, 2gr I.V. pelan-pelan. Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan.Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas kalsikus 10 gr % 10 cc / I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4

Sejumlah strategi penatalaksanaan telah dikembangkan untuk mencegah komplikasi eklampsia terhadap ibu dan janin selama periode peripartum. Cara terbaru pada penatalaksanaan wanita dengan eklampsia meliputi beberapa aspek, yaitu mempertahankan fungsi vital ibu, mencegah kejang dan mengontrol tekanan darah, mencegah kejang berulang dan evaluasi untuk persalinan. Bila terjadi kejang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mencegah terjadinya aspirasi. Ibu berbaring miring ke kiri dan penahan lidah diletakkan di dalam mulutnya.

Evaluasi Terapi definitif eklampsia adalah persalinan yang segera, tanpa memandang usia kehamilan untuk mencegah komplikasi pada ibu dan anak. Tetapi ini tidak perlu menghalangi dilakukannya induksi persalinan. Setelah dilakukan stabilisasi terhadap ibu, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan cara yang paling sesuai untuk persalinan. Diantaranya usia kehamilan, nilai Bishop, keadaan dan posisi janin. Secara umum, kurang dari sepertiga wanita dengan preeklampsia berat / eklampsia berada pada kehamilan preterm (< 32 minggu kehamilan) dengan serviks yang belum matang untuk dapat melahirkan pervaginam. Pada keadaan ini, obat-obat untuk mematangkan serviks dapat digunakan guna meningkatkan nilai Bishop, namun induksi yang terlalu lama harus dihindari. Bradikardi pada janin yang berlangsung sedikitnya 3 sampai 5 menit merupakan keadaan yang sering dijumpai selama dan segera setelah kejang eklampsia, dan hal ini tidak memerlukan tindakan seksio sesar emergensi. Tindakan stabilisasi ibu dapat membantu janin dalam uterus pulih kembali dari efek hipoksia ibu, hiperkarbia dan hiperstimulasi uterus. Akibat kejang pada ibu sering berhubungan dengan takikardi janin kompensata bahkan dengan deselerasi denyut jantung janin sementara yang akan pulih kembali dalam waktu 20 sampai 30 menit.

DAFTAR PUSTAKABarrilleaux PS, Martin JN. Hypertension therapy during pregnancy. Clin Obstet Gynecol 2002 ; 45:22-34 Norwitz ER, Hsu CD, Repke JT. Acute complications of preeclampsia. Clin Obstet Gynecol 2002 ; 45:308-329Yankowitz, Niebyl JR. Drug therapy in pregnancy. 3rded. Philadelphia.Baltimore.New York.London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2001:101Briggs GG, Freeman RK. Drug in pregnancy and lactation. 6th ed. Philadelphia.Baltimore.New York.London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2002:995American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy. ACOG Technical Bulletin No. 219. Washington, DC: ACOG, 1996Gilstrap LC, 3rd, Cunningham FG, Whalley PJ. Mangement of pregnancy-induced hypertension in the nulliparous patient remote from term. Semin Perinatol. 1978;2:73Campbell DM, Templeton AA. Is eclampsia preventable? In: Bonnar J, MacGillivray I, Symonds ED, eds. Pregnancy Hypertension. Baltimore: University Park Press, 1980:483 Lucas MJ, Leveno KJ. Cunningham FG. A comparison of magnesium sulfate with phenytoin for the prevention of eclampsia. N Eng J Med. 1995;333:201.

(http://www.obgyn-unsri.org/admin/upload/attachment)

ASUHAN KEGAWATDARURATANINTRANATAL DENGAN KEJANG

Disusun Oleh :RAHMADIG2A207011ROHDIANA DWI .IG2A207012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN (LJ)FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG2009