konsep diri

21
Konsep diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikososial peserta didik yang penting dipahami oleh seorang guru. Hal ini karena konsep diri merupakan salah satu variable yang menentukan dalam proses pendidikan. Banyak bukti yang menguatkan bahwa rendahnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku siswa di kelas banyak disebabkan oleh persepsi dan sikap negative siswa terhadap kesulitan belajar, lebih disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu melaksanakan tugas-tugas di sekolah. Pengertian Konsep Diri Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya. Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang

Transcript of konsep diri

Page 1: konsep diri

Konsep diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikososial peserta didik yang penting dipahami oleh seorang guru. Hal ini karena konsep diri merupakan salah satu variable yang menentukan dalam proses pendidikan. Banyak bukti yang menguatkan bahwa rendahnya prestasi dan motivasi belajar siswa serta terjadinya penyimpangan-penyimpangan perilaku siswa di kelas banyak disebabkan oleh persepsi dan sikap negative siswa terhadap kesulitan belajar, lebih disebabkan oleh sikap siswa yang memandang dirinya tidak mampu melaksanakan tugas-tugas di sekolah.

Pengertian Konsep Diri Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.Konsep diri dapat digambarkan sebagai system operasi yang menjalankan computer mental yang memengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk ke pikiran bawah sadar dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu. Semakin baik atau positif kjonsep diri seseorang maka akan semakin mudah ia mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yang baik/positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses dan berani pula gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir secara positif. Sebaliknya, semakin jelek atau negative konsep diri, maka akan semakin sulit seseorang untuk berhasil. Sebab, dengan konsep diri yang jelek/negatif akan mengakibatkan tumbuh rasa tidak percaya diri, takut gagal sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang, merasa diri bodoh, rendah diri, merasa diri tidak berguna, pesimis, serta berbagai perasaan dan perilaku inferior lainnya.

Konsep Diri dan Harga Diri Dalam kajian psikologi perkembangan, sering dijumpai istilah “harga diri” (self-esteem) di

Page 2: konsep diri

samping istilah “konsep diri” (self concept). Bahkan sejumlah peneliti tidak selalu menyebutkan perbedaan yang jelas antara harga diri dan konsep diri. Bahkan tidak jarang mereka menggunakan kedua istilah tersebut secara bergantian untuk menunjuk pada pengertian yang sama. Akan tetapi, sejumlah ahli lain mengatakan bahwa kedua istilah tersebut tidak sama, meskipun mempunyai hubungan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Dacey dan Kenny (1997):Where as self-concept answers the question “Who am I?” , self-esteem answers the question “ How do I feel about who I am?” Self-esteem is related to self-concept. As weel defined self-concept leads to high self-esteem, which in turn often leads to successful behavior.

definisi konsep diri Menurut Santrock (1998), Santrock (1998), self-esteem adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering disebut dengan self-worth atau self-image. Sedangkan, self-concept adalah penilaian terhadap domain yang spesifik.Coopersmith (1967) dalam karya klasifiknya The Antecedents of Self-Esteem , mendefinisikan harga diri (self-esteem) sebagai berikut:Self-esteem refers to the evaluation that individual makes and customarily maintains with regard to himself: it expresses an attitude of approval or disapprobal and indicates the extent to which the individuals believes himself to be capable, significant, successful, and worthy.

Jadi, harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negative. Evaluasi individu tersebut terlihat dari penghargaan yang ia berikan terhadap eksistensi dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri positif akan menerima dan mengharga dirinya atas kekurangan ataui ketidaksempurnaan dirinya, ia selalu merasa puas dan bangga dengan hasil karyanya sendiri dan selalu percaya diri dalam menghadapi berbagai tantangan. Sebaliknya, individu yang memiliki harga diri negative merasa dirinya tidak berguna, tidak berhargam dan selalu menyalahkan dirinya atas ketidaksempurnaan dirinya. la cenderung tidak percaya diri dalam melakukan setiap tugas dan tidak yakin dengan ide-ide yang dimilikinya (Santrock, 1998).

Dimensi Konsep Diri Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3 dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama dari konsep diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian. Paul J. Centi (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah: dimensi gambaran diri (self¬image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi cita-cita diri (self-ideab. Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri, harga diri, dan diri ideal.

Pengetahuan Dimensi pertama dani konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari "siapa saya" yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra diri. Gambaran diri tersebut mezupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri, karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak kepribadian yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif, dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan yang kita

Page 3: konsep diri

miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya yang kita lihat melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi, seperti "saya pintar", "saya cantik", "saya anak baik", dan seterusnya.Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan kenyataan adanya diri yang sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita hanyalah merupakan rumusan, definisi atau versi subjektif pribadi kita tentang diri kita sendiri. Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan diri kita yang sesungguhnya. Demikian juga, gambaran diri yang kita miliki tentang diri kita seringkali tidak sesuai dengan gambaran orang lain atau masyarakat tentang diri kita. Sebab, dihadapan orang lain atau masyarakat kita seringkali berusaha menyembunyikan atau menutupi segi-segi tertentu dari diri kita untuk menciptakan kesan yang lebih baik. Akibatnya, di mata orang lain atau masyarakat kita kerap tidak tampak sebagaimana kita melihat diri sendiri (Centi, 1993).Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat permanen, terutama gambaran yang menyangkut kualitas diri kita dan membandingkannya dengan kualitas diri anggota kelompok kita. Bayangkan bila Anda memberi gambaran tentang diri Anda sebagai "anak yang pandai" karena Anda memiliki nilai tertinggi ketika lulus dari suatu SMA. Namun, ketika Anda memasuki suatu perguruan tinggi yang sangat sarat dengan persaingan dan merasakan diri Anda dikelilingi oleh siswa-siswa dari sejumlah SMA lain yang lebih pandai, maka tiba-tiba Anda mungkin merubah gambaran diri Anda sebagai "mahasiswa yang tidak begitu pandai".

Harapan . Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan.Cita-cita diri (self-ideal) terdiri atas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Tetapi, perlu diingat bahwa cita-cita diri belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dimiliki seseorang. Meskipun demikian, cita-cita diri Anda akan menentukan konsep diri Anda dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku Anda. Harapan atau cita-cita diri Anda akan membangkitkan kekuatan yang mendorong Anda menuju masa depan dan akan memandu aktivitas Anda dalam perjalanan hidup Anda. Apapun standar diri ideal yang Anda tetapkan, sadar atau tidak Anda akan senantiasa berusaha untuk dapat memenuhinya.Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih realistis, sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Adalah sangat tidak realistis ketika seorang gadis SMA kelas III yang pendek dan gemuk bercita-cita ingin menjadi seorang pragawati atau model terkenal. Cita-cita diri yang terlalu tinggi akan menyebabkan seseorang mengalami stres atau kekecewaan, karena tidak dapat membuktikan cita-cita dirinya itu dalam kehidupannya yang nyata. Sebaliknya, cita-cita diri yang terlalu rendah, akan menyebabkan kurangnya kemauan seseorang untuk mencapai suatu prestasi atau tujuan yang sebenarnya ia mampu meraihnya.Penilaian. Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita

Page 4: konsep diri

sendiri, menilai apakah kita bertentangan : 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2) standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri, yaitu seberapa besar kita menyukai diri sendiri. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri-yang menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya - akan memiliki rasa harga diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan merruliki rasa harga diri yang rendah (low self-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance), serta harga diri (self-esteem) seseorang.Menurut Centi (1993), meski kita dapat memandang diri sebagai amat berharga atau sama sekali tidak berharga, biasanya kita senang dengan beberapa ciri atau sikap yang kita miliki atau rasa memiliki, dan tidak senang dengan beberapa ciri dan sikap yang lain. Sebagai seorang gadis, misalnya, kita bangga atas kecakapan studi, tetapi dalam waktu yang sama tidak bangga dengan kemampuan pergaulan kita. Seorang ayah dapat puas dengan profesinya sebagai dosen dan psikiater, tapi kecewa dengan peranannya sebagai suami dan kepala keluarga. Cara melihat diri kita sebagai merruliki ciri-ciri positif dan negatif tersebut merupakan titik awal untuk menilai diri kita apa adanya, secara realistis.Ketiga dimensi konsep diri sebagaimana diuraikan di atas bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Tingkat harga diri kita dipengaruhi oleh gambaran diri: apakah diri kita sebagaimana yang kita liliat dan cita-cita diri: diri macam apa yang kita inginican. Semakin lebar jurang antara gambaran diri dan cita-cita diri, semakin rendah harga diri. Sebaiknya ada kesesuaian antara gambaran diri dan cita-cita diri, tetapi jangan sama. Bila terdapat kesamaan, maka orang yang bersangkutan akan mencapai tahap kepenuhan. Seseorang yang merasa sudah tercapai cita-cita dirinya, tidak terdorong untuk meningkatkan diri dan meraih prestasi yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila terdapat jurang yang terlalu lebar antara gambaran diri dan cita¬cita diri, maka orang yang bersangkutan akan menderita "penyakit" menolak diri (self rejection), yang sering terjadi pada orang yang kurang sehat secara psikologis dan tidak mampu menyesuaikan diri.Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan stabil. Pemahaman diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan pengalaman yang terjadi hampir setiap saat. Seorang siswa yang memiliki harga diri tinggi tiba-tiba dapat berubah menjadi rendah diri ketika gagal ujian dalam suatu mata pelajaran penting. Sebaliknya, ada siswa yang kurang berprestasi dalam studi dan dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia berhasil memenangkan suatu lomba seni atau olah raga.

Konsep Diri dan Perilaku Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuannya tersebut. Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu:Pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau

Page 5: konsep diri

pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilaku atau memilih suatu sistem untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan lingkungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya.Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat memengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya, karena masing¬masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya. Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Fellcer (1974) menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan¬harapan dan evaluasi terhadap perilaku yang merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan "saya sebenarnya anak bodoh, pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik", sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik. Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti, 1988).

Konsep Diri dan Prestasi Belajar . Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep L.. dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) misalnya, mengemukakan bahwa banyak penelitian yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar di sekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif, memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah, atau siswa yang berprestasi tinggi di sekolah memiliki penilaian diri yang tinggi, serta menunjukkan hubungan antarpribadi yang positif pula. Mereka menentukan target prestasi belajar yang realistis dan mengarahkan kecemasan akademis dengan belajar keras dan tekun, serta aktivitas-aktivitas mereka selalu diarahkan pada kegiatan akademis. Mereka juga memperlihatkan kemandirian dalam belajar, sehingga tidak tergantung kepada guru semata.Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar, Fink (dalam Burns, 1982) melakukan penelitian dengan melibatkan sejumlah siswa laki-laki dan perempuan yang dipasangkan berdasarkan tingkat inteligensi mereka. Di samping itu. mereka digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka, yaitu kelompok berpretasi lebih (overachievers) dan kelompok berprestasi kurang (un-derachievers). Hal penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsep diri antara siswa yang tergolong overachiever dan underachiever. Siswa yang tergolongan overachiever menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar terlihat jelas pada siswa laki-laki.

Page 6: konsep diri

Penelitian Walsh (dalam Burns, 1982), juga menunjukkan bahwa siswa-siswa yang tergolong underchiever mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1) mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir; 2) melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang; 3) tidak mampu mengekspresikan perasaan dan perilakunya.Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut jelas bahwa konsep diri dan prestasi belajar siswa di sekolah mempunyai hubungan yang erat. Siswa yang berprestasi tinggi cenderung memiliki konsep diri yang berbeda dengan siswa yang berprestasi rendah. Siswa yang berprestasi rendah akan memandang diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan dan kurang dapat melakukan penyesuaian diri yang kuat dengan siswa lain. Mereka juga cenderung memandang orang¬orang di sekitarnya sebagai lingkungan yang tidak dapat menerimanya.Siswa yang memandang dirinya negatif ini, pada gilirannya akan menganggap keberhasilan yang dicapai bukan karena kemampuan yang dimilikinya, melainkan lebih mereka kebetulan atau karena faktor keberuntungan saja. Lain halnya dengan siswa yang memandang dirinya positif, akan menganggap keberhasilan sebagai hasil kerja keras dan karena faktor kemampuannya.

Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan ticlak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian apa pun terhadap diri kita sendiri.Dengan demikian, konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Sikap dan respons orangtua serta lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru atau negatif, seperti perilaku orangtua yang suka memukul, mengabaikan, kurang memberikan kasih sayang, melecehkan, menghina, tidak berlaku adil, dan seterusnya, ditambah dengan lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif.

Page 7: konsep diri

Konsep Diri

Latar Belakang Konsep DiriKonsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologi salah satunya di dukung oleh konsep diri yang baik dan stabil. Konsep diri adalah hal-hal yang berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang dirinya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan individu dalam membina hubungan interpersonal.

Perkembangan Konsep DiriKonsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Dan dalam proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari lingkungannya.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep DiriBurns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu citra fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik, bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi, umpan balik dari lingkungan, identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat, dan pola asuh orang tua.Kemandirian Remaja

Pengertian KemandirianPengertian kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan ke dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah Self (Brammer dan Shostrom, 1982) karena diri itu merupakan inti dari kemadirian. Kalau menelusuri berbagai literature, sesungguhnya banyak sekali istikah berkenaan dengan diri. Sunaryo Kartadinata (1988) berhasil menginventarisasi sejumlah istilah yang dikemukakan para ahli yang makna dasarnya relevan dengan diri, yaitu self determinism (Emil Durkheim), autonomous morality (Jean Piaget), ego integrity (Erick E. Erickson), the creative self (Alfred Adler), self-actualization (Abraham H. Moslow), self-system (harry Stack Sullivan), real-self (Caren Horney). Self-efficiacy (Albert Bandura), self-expansion, self-esteem, self-pity, self-

Page 8: konsep diri

respect, self-sentience, self-sufficiency, self-expression, self-direction, self-structure, self-contempt, self-control, self-righteousness, self-effacement (Hall dan Linzey).

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian RemajaAda sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut.1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, factor keturunan ini masih menjadi persebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesunguuhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasrkan cara orang tua mendidik anaknya.2. Pola asuh orang tua. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anaknya tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian3. Sistem pendidikan disekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinisasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja.4. Sistem kehidupan dimasasyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur social, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang mengahargai manifestasi potensu remaja dalam kegitan prosuktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remnja.

Page 9: konsep diri

Ada banyak cara mengukur berapa sehat tidaknya kepribadian seseorang, salah satunya adalah melalui lima karakteristik berikut ini:

1. Neurotisisme: Faktor ini merujuk kepada kesanggupan orang menanggung tekanan hidup. Orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki tuntutan yang tidak realistik sehingga rawan terhadap stres bila keinginannya tidak tercapai. Akibatnya ia rentan terhadap depresi dan kemarahan. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya atau, ia akan menyalurkan stres itu ke tubuhnya yang membuatnya sakit-sakitan. Sebaliknya, orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan.

2. Ekstraversi: Faktor ini merujuk kepada keterbukaan orang dengan dirinya termasuk pikiran dan perasaannya. Ia sanggup mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga mampu membangun relasi yang dalam dengan sesama. Ia memiliki energi yang tinggi dan mudah bersukacita, ia hangat dan menyenangkan.

3. Openness to Experience: Faktor ini merujuk kepada semangat untuk hidup dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Ia tidak takut pada pengalaman baru, bersedia mencoba pengalaman yang baru, dan mengizinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Ia terbuka terhadap reaksi perasaannya dan cenderung imajinatif.

4. Agreeableness: Faktor ini merujuk kepada karakteristik yang lembut, baik hati, mudah percaya, ringan tangan, dan pemaaf. Lawan dari karakteristik ini adalah antagonistik-sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah marah, dan manipulatif.

5. Conscientiousness (Tanggung jawab): Faktor ini merujuk kepada orang yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh tanggung jawab. Ia memiliki komitmen pada kewajibannya dan sanggup memenuhinya. Ia mempunyai tujuan hidup yang jelas dan target yang dapat dicapainya. Orang ini tidak mudah menyerah dan berdisiplin diri.

Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Page 10: konsep diri

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan.

Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan

yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

===================================================

Kepribadian yang sehat :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.

3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.

4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.

5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)

7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan

Page 11: konsep diri

berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.

8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.

9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)

===================================================

Kepribadian yang tidak sehat :

1. Mudah marah (tersinggung)2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap

binatang5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau

dihukum6. Kebiasaan berbohong7. Hiperaktif8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain10. Sulit tidur11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak – kanak seperti yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya.

Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.

Page 12: konsep diri

Self merupakan satu-satunya struktur kepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self terbentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologik dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.

Peranan Positif Regards dalam kepribadian individu.

Sebagai bagian dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa. Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain.

Cara-cara khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu diri itu berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini ”penghargaan positif” (positive regard).

Posotive regard, adalah suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes dimiliki semua manusia. Setiap anak terdorong untuk mencari posive regard. Akan tetapi tidak setiap anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas kalau dia menerima casi sayang, cinta, dan persetujuan dari orang lain, tetapi dia kecewa kalau dia menerima celan dan kurang mendapat cinta dan casi sayang. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).

Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri orang yang berfungsi sepenuhnya?

Page 13: konsep diri

Lima ciri orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):

Keterbukaan pada pengalaman

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.

Kehidupan Eksistensial

Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.

Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri

Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.

Perasaan Bebas

Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan -paksaan atau rintangan -rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.

Kreativitas

Page 14: konsep diri

Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri -ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.

Sumber :

Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat.Yogyakarta: Kanisius.