KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

95
KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF TAFSȊR AL-SYARȂWȊ DAN TAFSIR AL- MISHBAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Dewi Roichatul Mardliyah NIM. 11140340000217 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Transcript of KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

Page 1: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

KOMPARATIF TAFSȊR AL-SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-

MISHBAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Dewi Roichatul Mardliyah

NIM. 11140340000217

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI
Page 3: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI
Page 4: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI
Page 5: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

v

ABSTRAK

Dewi Roichatul Mardliyah

KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF

TAFSȊR AL-SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-MISHBAH

Mudȃyanah atau utang piutang merupakan problematika yang hidup di

masyarakat, namun lebih banyak ditafsirkan dengan corak fiqih yang sarat dengan

pendapat para ahli fikih dan pembahasannya yang rumit, sehingga terkesan lebih

membosankan. Terlebih tidak semua kalangan mampu memahami perdebatan

fikih tersebut. Oleh karena itu, penulis akan mengangkat suatu topik yang biasa

bercorak fiqih, dengan corak yang lebih dekat dengan masyarakat yaitu corak al-

adabȋ al-ijtimȃ„ȋ.

Penulis memilih Tafsȋr al-Sya„rȃwȋ dan Tafsir al-Mishbah dalam

penelitian ini karena kedua kitab ini sama-sama bercorak al-adabȋ al-ijtimȃ„ȋ dan

kedua mufassirnya sama-sama menghadapi masyarakat modern yang memiliki

problematika perekonomian yang beragam. Selain itu, keduanya juga aktif

sebagai da‟i yang disegani oleh masyarakatnya. Dengan demikian, diharapkan

ditemukannya titik perbedaan pada tafsir yang bercorak sama, serta adanya solusi

yang ditawarkan oleh kedua tokoh tersebut dalam tafsirnya.

Secara keseluruhan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data kepustakaan (Library

Research). Sedangkan, dalam metode analisis data, penulis menggunakan metode

komparatif (perbandingan) yang telah dirumuskan oleh „Abd al-Hay al-Farmâwî.

Hasil dari penelitian ini, penulis menemukan tiga konsep dayn menurut

Tafsîr al-Sya‟rawi dan Tafsir al-Mishbah, pertama, kewajiban bagi orang yang

akan berhutang ada empat yaitu: mencatat, menghadirkan dua orang saksi laki-

laki, atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan, memberikan jaminan, dan

amanah. Kedua, apabila yang bertransaki memiliki kekurangan seperti lemah akal

(safîh) dan lemah keadaan (ḏa‟îf), maka hendaknya walinya mengimlakkannya

dengan jujur. Ketiga, Pelunasan hutang bagi orang yang telah meninggal dunia

harus dilakukan sebelum pembagian warisan oleh ahli warisnya, karena

merupakan kewajiban. Selain itu, penulis menemukan perberbedaan kecondongan

penafsiran di antara keduanya. Al-Sya„râwî dalam penafsirannya terlihat condong

kepada manusia sebagai pelaku ekonomi dalam sebuah institusi perekonomian

yang besar yang harus saling membangun dan menjamin. Sedangkan, M. Quraish

Shihab lebih condong melihat manusia sebagai individu pelaku ekonomi yang

harus menjaga keseimbangan hak dan kewajiban untuk menjaga perputaran roda

kehidupan.

Page 6: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

vi

KATA PENGANTAR

م الرحي بسم الله الرحن

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan

taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “KONSEP

DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF TAFSȊR AL-

SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-MISHBAH” dapat penulis selesaikan. Demikian

juga, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Saw., beserta

keluarga, shahabatnya, dan juga para pengikutnya.

Kemudian, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa

adanya bantuan dan juga dukungan dari keluarga, dosen, pembimbing, dan teman-

teman yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Prof. Dr. Hj.

Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA. (Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta); Dr. Yusuf Rahman, MA. (Dekan Fakultas

Ushuluddin); Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. (Ketua Jurusan Ilmu al-

Qur„an dan Tafsir); dan Banun Binaningrum, M.Pd (Sekretaris Jurusan

Ilmu al-Qur„an dan Tafsir).

2. Dr. Hasani Ahmad Said, MA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah bersedia meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau

untuk membantu, membimbing, dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

Semoga bapak dan keluarga selalu dalam lindungan Allah Swt.

Page 7: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

vii

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen jurusan Ilmu

Al-Qur„an dan Tafsir, yang telah sabar dalam mendidik dan telah banyak

memberikan berbagai macam ilmu. Semoga ilmu yang penulis dapatkan

bermanfaat untuk kehidupan dunia akherat.

4. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan Iman Jama‟ yang telah

memberikan pelayanan dalam memberikan literatur kepada penulis dalam

menyusun skripsi ini.

5. Kepada kedua orang tua penulis, Ibu Binti Mukayatin dan Bapak Mat

Rokhim yang senantiasa mendoakan, memberikan semangat, dan juga

motivasi kepada penulis. Semoga senantiasa Allah berikan kesehatan,

panjang umurnya, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam lindungan

Allah Swt.

6. Untuk saudara kandung penulis yaitu Fifin Violita Bijaksani, Alfi Ziadatul

Khoiroh, Ani Mawaddatur Rohmah, Muhammad Bahrul Aminuddin

Ashofari. Semoga dimudahkan dalam menuntut ilmu.

7. Untuk Mba Siti Ainur Rohmah dan Mba Nourmaidah Chasanah yang

selalu memberikan motivasi dan dukungannya untuk dapat menyelesaikan

skripsi ini. Semoga selalu diberikan keberkahan kepada mereka.

8. Kepada teman-teman jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir angkatan 2014,

khususnya kelas F, dan juga teman-teman seperjuangan penulis yaitu Nur

Istiqomah, Mba Mutmainnah, Munawwaroh, Hikmah, Himma, Mom Dit,

Mia, Lutfah, Yuni, Maslahah, dan lain-lain.

Page 8: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

viii

9. Seluruh anggota KKN SEMPURNA yaitu Niswatun Nafi‟ah, Qonita

Lutfianti, Sofa Fajriamantika, Cahayatun Nisa, Risma, Anggi, Yasmin,

Infa, dan semua teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Akhirnya, penulis berharap kepada Allah Swt., semoga karya ini dapat

menambah wawasan mengenai „ulûm al-Qur„ân, dan bermanfaat bagi semua yang

mau membacanya, terkhusus penulis.

Ciputat, 22 April 2019

Hormat saya,

Dewi Roichatul M.

Penulis

Page 9: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 13

C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 13

D. Perumusan Masalah ....................................................................... 14

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ..................................... 14

F. Kajian Pustaka ................................................................................ 15

G. Metodologi Penelitian .................................................................... 20

H. Sistematika Penelitian .................................................................... 23

BAB II KAJIAN DAYN SECARA TEORITIS

A. Pengertian Dâyn dan Qarḏ ............................................................ 25

B. Tujuan Berhutang .......................................................................... 27

C. Ketentuan dan Etika dalam Berhutang .......................................... 29

D. Ancaman Tidak Melunasi Hutang................................................. 30

E. Hutang di Zaman Kontemporer..................................................... 31

BAB III PROFIL TAFSÎR AL-SYA‘RȂWÎ DAN TAFSIR AL-MISHBAH

A. Profil Mutawallî Al-Sya„râwî dan Tafsîr Al-Sya„râwî

1. Latar Belakang Keluarga, Pendidikan dan Karir Mutawallî

al-Sya„râwî .............................................................................. 33

2. Metodologi Penulisan Kitab Tafsîr Al-Sya„râwî

a. Latar Belakang Penulisan ................................................. 35

b. Metode dan Corak Penafsiran ........................................... 36

B. Profil Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Mishbah

Page 10: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

x

1. Latar Belakang Keluarga, Pendidikan dan Karir Muhammad

Quraish Shihab ......................................................................... 39

2. Metodologi Penulisan Kitab Tafsir Al-Mishbah

a. Latar Belakang Penulisan .................................................. 41

b. Metode dan Corak Penafsiran ........................................... 42

BAB IV KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

KOMPARATIF TAFSȊR AL-SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-

MISHBAH

A. Profil Ayat Dayn .......................................................................... 47

B. Kewajiban Bagi yang Berhutang................................................... 51

C. Ḏa‟îf dan Safîh pada Penghutang .................................................. 68

D. Hutang Tidak Memenuhi Syarat .................................................. 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 73

B. Saran-saran ............................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara,

antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementrian

Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina.

Penulis mengikuti Pedoman Transliterasi versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang disusun tidak mengikuti ketentuan salah satu versi di atas, melainkan dengan

mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri hurufnya.

A. Padanan Aksara

ARAB LATIN KETERANGAN

tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dangan garis bawah ص

ḏ de dengan garis bawah ض

ṯ te dengan garis bawah ط

ẕ zet dengan garis bawah ظ

Page 12: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

xii

koma terbalik keatas, menghadap ke kanan „ ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ؼ

Q Ki ؽ

K Ka ؾ

L El ؿ

M Em ـ

N En ف

W We ك

H Ha ق

Apostro ‟ ء

Y Ye م

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal dan monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i م

Page 13: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

xiii

ك Au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اٮ ى Â a dengan topi di atas

م ٮ Î i dengan topi di atas

ك ٮ ي Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata Sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf

yaitu ال, dialihaksarakan menjadi /l/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah ataupun

huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضريكرىة tidak

ditulis aḏ-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.

Page 14: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an adalah kitab yang sebagian ayat-ayatnya bersifat yahtamil

wujûh al-ma„nâ (memungkinkan banyak makna atau penafsiran), atau dalam

ungkapan Martin Whittingham “one book many meanings” (satu kitab banyak

makna).1 Itulah yang menyebabkan seiring perjalanan sejarah peradaban umat

Islam, tafsir mulai menggunakan berbagai perangkat dan pendekatan penafsiran.

Perbedaan latar belakang keilmuan dan konteks sosio historis penafsirnya akan

ikut mewarnai penafsiran yang pada akhirnya akan melahirkan warna-warni

penafsiran.2

Dengan demikian, setiap mufassir tentu memiliki ciri khas penafsirannya

masing-masing.3 Hal tersebut akan mewarnai seluruh penafsirannya, yang sering

disebut sebagai corak tafsir (lawn4). Terdapat bermacam-macam corak tafsir,

diantaranya tafsir sufî, fiqhî, falsafî,„ilmî, dan al-adabî al-Ijtimâ„î. Dalam

1 Martin Whittingham, al-Ghazali and The Qur‟an: One Book, Many Meanings (USA

dan Canada: Rouledge, 2007); Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an: Studi

Aliran-aliran Tafsir dari Periode Klasik, Pertengahan, hingga Modern-Kontemporer, Cet.II

(Yogyakarta: Idea Pres, 2016), h.10. 2 Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an: Studi Aliran-aliran Tafsir dari Periode

Klasik, Pertengahan, hingga Modern-Kontemporer, h.11. 3 Abdul Aziz Kamil juga menjelaskan sebagaimana yang telah dikutip oleh M. Quraish

Shihab, bahwa setiap wilayah mengambil corak dan bentuk yang berbeda dengan yang lain, yang

dikarenakan perbedaan agama dan peradaban yang pernah hidup dan dianut oleh penduduk

masyarakat tersebut. Sehingga pemahamannya terhadap Islam sedikit atau banyak tercampur oleh

budaya setempat. Lihat: M. Quraish Shihab, “Membumikan” al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2003) 87. 4 Lawn termasuk dalam pembahasan metodologi penafsiran dalam buku-buku Ulûm al-

Qur„ân atau Ulûm al-Tafsîr. Istilah lawn dicetuskan oleh Iyâzî, tetapi ia tidak memberikan

contoh.

Page 15: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

2

prakteknya, seorang mufassir dapat menggunakan satu corak (corak khusus)5,

kombinasi6, atau corak umum

7.

Corak tafsir yang akan penulis angkat adalah al-adabî al-ijtimâ„î, yaitu

tafsir yang berorientasi pada social budaya dan kemasyarakatan, atau biasa disebut

dengan tafsir sosio-cultural. Al-adabî al-ijtimâ„î menurut al-Farmawî merupakan

tafsir yang berupaya menyingkap keindahan bahasa al-Qur‟an dan mukjizat-

mukjizatnya, lalu menjelaskan makna dan maksudnya, memperlihatkan aturan-

aturan al-Qur‟an tentang kemasyarakatan, hingga mengatasi persoalan-persoalan

yang dihadapi umat Islam secara khusus dan permasalahan umat manusia secara

umum. Corak tafsir ini berusaha mengkompromikan antara pengetahuan al-

Qur‟an dan teori pengetahuan yang valid. Penguraiannya pun memperhatikan

petunjuk al-Qur‟an. Corak ini juga mampu mengingatkan manusia bahwa al-

Qur‟an merupakan kitab Allah yang abadi yang sanggup menyetir perkembangan

zaman dan kemanusiaan. Selain itu corak tafsir ini berupaya menjawab keraguan-

keraguan musuh terhadap al-Qur‟an dan berupaya menjawabnya dengan argument

yang kuat.8

Seorang tokoh orientalis, Ignaz Goldziher sempat menyatakan bahwa,

apabila umat muslim dapat menghadapi masalah yang relative temporal secara

5Contoh Tafsir al-Marâghî Qs. al-An„âm ayat 103, al-Marâghî menafsirkan ayat ini

memakai bentuk tafsir al-ra‟y, melalui corak khusus social kemasyarakatan. Lihat: Nasharuddin

Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2000),h.78-82. 6 Contoh Tafsir al-Azhar Qs. al-An„âm ayat 103, penafsiran Hamka lebih berwarna sufi

dan al-adabî al-ijtimâ„î. Lihat: Nasharuddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, h.82-86. 7 Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur„ân al-„Aẕîm, Cet. II (Beirut: Dâr al-Fikr,1992), h. 27-28.; Abû

al-Faḏl Shihâb al-Dîn al-Sayyid Mahmud al-Ȃlûsî, Tafsîr Rūh al-Ma‟ānî, Juz VI, Cet. III (t.tp: Dār

al-Fikr, t.th), h.66.; Nasharuddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, h.87-95. 8 M. Husain al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, J. II (al-Qâhirah: Dâr al-Hadîts,

2005), h. 410.; al-Farmâwî, al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mauḏû„î, h. 41. Lihat: al-Farmawi, Metode

Tafsir Maudhu‟i: Dan Cara Penerapannya, terj. Rosihon Anwar, h. 37-38.

Page 16: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

3

proporsional, tentu umat Islam tidak akan menjadi batu sandungan bagi sistem

sosial yang selalu menuntut adanya dinamisasi dan kesinambungan zaman, bukan

sekedar menerapkan produk-produk pemikiran belaka.9

Seperti yang dikemukakan oleh M. Quraish Shihab bahwa dakwah

diharapkan dapat memberi jawaban, baik berupa pengertian atau solusi yang

memuaskan bagi pertanyaan atau masalah yang menghadang pemahaman dan

pengalaman agama dalam benak umat. Kemudian dapat mendorongnya untuk

meraih kesejahteraan lahir dan batin, sekaligus menyediakan sarana dan

mekanismenya.10

Kemudian penulis memilih topik utang-piutang, karena masih

menimbulkan problematika di masyarakat sampai saat ini. Di dalam bahasa

Indonesia kata utang memiliki makna yang umum, yaitu mencakup semua jenis

utang atau pinjaman.11

Namun, di dalam bahasa Arab terdapat dua istilah yang

apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia memiliki arti yang sama yaitu utang,

tetapi dalam fiqih muamalah keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Istilah

tersebut adalah dayn dan qarḏ.

9 Goldziher, Madzhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern, , terj. M.Alaika

Salamullah, dkk., Cet. III (Depok: Elsaq Press, 2006),h. 380-400. Ignaz Goldziher merupakan

tokoh orientalis besar pada abad ke 19. Beliau merupakan Bapak Orientalis asal Hungaria dari

keturunan Yahudi terpandang yang lahir pada 22 Juni 1850 di Szekesfehervar. Lihat: H. Idris,

Hadis dan Orientalis: Perspektif Ulama Hadis dan Para Orientalis Tentang Hadis Nabi (Depok:

Prenamedia, 2017), h. 145.; Murtadha Mutahari, Islam Dan Tantangan Zaman (Bandung: Pustaka

Hidayah, 1996), h.130.; Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir Edisi Revisi (Bandung:

Pustaka Setia, 2015), h. 174-175. 10

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 88. 11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi

Keempat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utara, 2008), h. 1540.

Page 17: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

4

Memahami perbedaan kedua istilah tersebut menjadi penting, karena

masing-masing istilah memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Perbedaan

mendasar antara kedua istilah tersebut terletak pada cakupan maknanya. Dayn

mencakup segala jenis utang, baik akibat dari suatu akad, transaksi, merusakkan,

menghabiskan, termasuk juga tanggungan karena akad qarḏ (pinjaman).12

Oleh

karena itu dayn lebih luas cakupannya dari pada qarḏ.

Penulis mengambil istilah mudâyanah karena beberapa mufassir

menjelaskan bahwa Qs. al-Bâqarah (2): 282 menjelaskan tentang mudâyanah atau

utang piutang.13

Sedangkan, Mutawalli al-Sya‟râwî menyebutnya sebagai ayat

terpanjang dalam al-Qur‟an.14

Ayat ini berkaitan dengan perekonomian dan aturannya yang telah banyak

dibahas oleh beberapa ulama tafsir dengan berbagai metode dan corak. Menurut

Umar Shihab nas-nas yang berkaitan dengan perekonomian hanya menegaskan

adanya hak orang miskin pada orang kaya, yakni menekankan pentingnya

pemerataan hak-hak penguasaan sumber daya ekonomi.15

Selain itu, ayat ini juga

sarat akan hukum, karena di dalamnya terdapat kata perintah dan larangan yaitu

لاتسئموا-لايأب-استشهدك-اكتبو . Sehingga tidak heran apabila banyak mufassir

yang menafsirkan ayat ini dengan corak fiqih.

12

Ibn „Abdin, Radd al-Muhtâr „alâ al-Dur al-Mukhtâr Syarh Tanwîr al-Absâr, Juz 7,

(Bairût: Dâr al-Kutub al- „Ilmiyah, 1423 H/2003 M), h. 383. 13

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.1

(Ciputat: Lentera Hati, 2000), h.562 dan 730. 14

Muhammad Mutawallî al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh

Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2 (Qâhirah: Akhbar al-Yawm,

1991), h.1226. Lihat: Muhammad Mutawally al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar,

J.II (Jakarta: Duta Azhar, 2004), h.137. 15

Seperti Qs. al-Taubah/9: 103 dan al-Ma„ârij/70:24. Lihat: h. Umar Shihab,

Kontekstualitas al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam al-Qur‟an (Jakarta: Pena

Madani, 2005), h. 230.

Page 18: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

5

Ulama-ulama tafsir tersebut diantaranya adalah al-Syanqiṯî (1393 H/1972

M), dalam Aḏwa‟ al-Bayân fî Iḏâh al-Qur„ân bî al-Qur„ân, ia menafsirkan al-

Bâqarah ayat 282, dengan pendekatan tafsir bî al-ma„tsûr bercorak fiqih.

Menurutnya, secara lahir perintah menulis yang berasal dari kata kataba,

hukumnya wajib. Namun ayat ini menurutnya hanyalah tuntunan atau anjuran.16

Begitupun pada persaksian كىأىشهديكا إذىا تػىبىايػىعتيم “dan persaksikanlah apabila kamu

berjual beli”. Ayat ini secara lahir mengandung perintah wajib17

, namun setelah

mengutip pendapat dari beberapa ulama fiqih dan tafsir maka disimpulkan bahwa

ayat ini hanya sebuah anjuran. Penafsiran yang disajikan oleh al-Syanqiṯî sangat

cocok disajikan kepada para pengkaji hukum dan kalangan yang terpelajar, karena

langsung kepada dalil-dalil baik dari Qur‟an, hadis, atsar ataupun pendapat

ulama-ulama tafsir maupun fiqih.

Kemudian, Al-Sa„dî (1313-1376 H) dalam Tafsîr al-Karîm al-Rahmân fî

Tafsîr Kalâm al-Mannân menjelaskan Qs. al-Bâqarah ayat 282 secara ringkas.

Beliau menjelaskan makna dari ayat tersebut dalam 33 poin dengan bahasa yang

singkat dan kental akan corak fiqihnya. Di antara penjelaskan beliau adalah

tentang perintah untuk mencatat dan mempersaksikan transaksi utang piutang

yang hukumnya bisa wajib bisa sunnah. Mengingat beratnya kebutuhan untuk

mencatatnya. Karena jika tidak dicatat, rentan tercampur oleh bahaya besar,

kesalahan, lupa, sengketa, dan pertikaian.18

Berikutnya, mufassir kontemporer yang juga seorang ahli fikih, Prof. Dr.

Wahbah al-Zuhailî (w. 1932 M) dalam kitab tafsirnya al-Munîr menjelaskan Qs.

16

Al-Syanqîṯî, Aḏwâ‟ al-Bayân fî Ȋḏâh al-Qur„ân, Terj. Fathurazi (Jakarta: Pustaka

Azam, 2006), h. 283. 17

Al-Syanqîṯî, Aḏwâ‟ al-Bayân fî Ȋḏâh al-Qur„ân, Terj. Fathurazi, h. 517. 18

Abdurrahim Hamdi, “Model Piutang dalam Bingkai Fiqih dan Tafsir.” Adzkiya 3, no.1.

Maret (2015): h. 111.; Lihat : Abd al-Rahmân b. Nasîr al-Sa„di, Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî

Tafsîr Kaâam al-Mannân (Riyâdh:Dâr al-Salâm), h. 118.; Lihat: Abd al-Rahmân b. Nasir al-Sa‟dî,

Tafsir al-Sa‟di, h. 444.

Page 19: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

6

Al-Bâqarah ayat 282 dan 283 dengan sangat sistematis, metodis dan kental

dengan nuansa fikihnya. Nuansa fikih telihat dari banyaknya menukil pendapat

ulama fikih dan adanya pembahasan tersendiri atau sub bab tentang fikih. Bahkan

Wahbah al-Zuhailî juga mensinyalir dalam footnote-nya tentang lebih banyaknya

kata yang muncul yaitu kata al-Syahadah dalam dua ayat utang (282 dan 283)

yaitu delapan kali, sedangkan kata yang berasal dari al-kitabah sebanyak sepuluh

kali.19

Hal ini tentu mensinyalir sesuatu, yang kemudian muncul disertasi terkait

bukti keotentikan pencatatan dan persaksaksian dalam transaksi utang piutang

oleh Faizatul Mukrimah yang berjudul “Kedudukan Bukti Autentik (Tertulis) dan

Saksi dalam Transaksi Utang Piutang: Studi Terhadap Tafsir Ibn Kathir, Tafsir

Al-Munir dan Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Surat Al-Baqarah Ayat 282” dari UIN

Sunan Ampel Surabaya tahun 2016.

Wahbah sendiri berpendapat bahwa ayat ini membahas pengukuhan

transaksi tidak secara tunai, utang-piutang dan akad al-salâm (pesanan), dengan

cara mencatat, mempersaksikan, dan dengan barang jaminan. Selain itu, apabila

tidak bisa dikuatkan dengan tiga cara sebelumnya, bisa atas dasar al-Amânah

(saling percaya).20

Di akhir pembahasan beliau menyimpulkan bahwa, Allah Swt.

memerintahkan untuk mempersaksikan dan menuliskan muamalah yang

dilakukan tidak secara tunai.21

Walaupun dalam bab fikihnya ia mengutip

19

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al- Munir, J.2 terj. Abdul Hayyie Al-Kattani,dkk. (Jakarta:

Gema Insani, 2013),h. 157. 20

al-Zuhaili, Tafsir Al Munir, J.2 terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., h.147. 21

al-Zuhaili, Tafsir Al Munir, J.2 terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., h.157.

Page 20: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

7

pendapat jumhur ulama bahwa perintah untuk menuliskan dan mempersaksikan

muamalah tidak secara tunai ini bersifat al-Nadbu (sunnah).22

Secara garis besar, penafsiran yang bercorak fiqih di atas, banyak

mengutip pendapat para ahli fiqih tentang perbedaan pendapat terkait hukum di

dalamnya. Hal ini dalam sebuah jurnal dijelaskan bahwa perbedaan tersebut

dikarenakan, para ahli tafsir memandang ayat tersebut dari segi keumuman

lafadznya, sehingga banyak menimbulkan penafsiran yang berbeda.23

Di zaman modern, tafsir ayat-ayat hukum sangat dibutuhkan untuk

membentuk pemahaman serta pedoman berperilaku. Penjelasan yang terlalu rumit

dan kaku dalam tafsir yang bercorak fiqih membutuhkan waktu lebih dan dasar

keilmuan yang mumpuni. Sedangkan, problematika terutama tentang utang-

piutang, sudah menjalar di berbagai kalangan masyarakat. Hal ini membutuhkan

solusi yang lebih cepat, tepat, dan menyeluruh. Karena, tidak semua masyarakat

memiliki waktu lebih dan kemampuan bahasa arab yang mumpuni, maka

dibutuhkan corak tafsir yang lebih dekat dengan bahasa masyarakat sehari-hari.

Sehingga diharapkan makna yang disampaikan al-Qur‟an dapat dipahami juga

oleh berbagai kalangan di masyarakat dengan mudah.

Utang piutang sampai saat ini masih menimbulkan masalah dalam

masyarakat. Problematika utang piutang yang kita saksikan saat ini sangatlah

beragam. Hal ini dapat terlihat jelas pada masyarakat menengah ke bawah yang

22

Wahbah al-Zuhailî, al-Tafsîr al-Munîr fî al-„Aqîdah wa al-Syarî„ah wa al-Manhaj, J. 3,

Maktabah Syamilah, h.118-119. Lihat: al-Zuhaili, Tafsir Al Munir j.2 terj. Abdul Hayyie al-

Kattani,dkk., h.150. 23

Herian Sani, “Jual Beli Kredit (Tafsir Ayat Ahkam Para Fuqaha),” Al-Muamalat II,

no.1. (2006): 291.

Page 21: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

8

hidupnya sangat bergantung kepada hutang. Akibat buruk dari hutang juga dapat

disaksikan di berbagai media masa.

Terdapat salah satu kisah di Jember baru-baru ini, seorang suami tega

membunuh istrinya. Diduga hal itu karena pelaku sering dimarahi korban karena

terlilit utang usai dipecat dari pekerjaanya.24

Utang menjadi pemicu kejengkelan

istri, sehingga membuatnya marah-marah ke suami. Suami yang menanggung

semua beban yang seharusnya ingin mendapatkan ketenangan dari istrinya, justru

malah disulut emosinya, sehingga melakukan perbuatan yang seharusnya tidak ia

lakukan.

Hutang ini selain merugikan si peminjam bisa juga merugikan si pemberi

pinjaman. Seperti terlihat dalam salah satu kisah nyata, tersangka Hakim Baidowi

(34) membayar dua orang pembunuh bayaran untuk membunuh Silviana. Pelaku

(Hakim B.) merasa sakit hati karena Silviana (korban) mengenakan bunga tinggi

pada uang yang Dia pinjam sejak bulan April 2017. Awalnya dia hanya berhutang

Rp 69.000.000,00 dan setelah tujuh bulan, jumlahnya menjadi Rp137.000.000,00.

Selain itu korban juga marah-marah saat datang menagih ke kediamannya.25

Pada

kisah ini, kembali hutang menjadi sebab pertikaian bahkan berujung percobaan

pembunuhan.

Masyarakat menengah ke bawahlah kini yang menjadi ladang bagi para

pemberi utang yang sering disebut lintah darat atau rentenir. Tak hanya itu,

mungkin di sekeliling kita juga banyak orang muslim yang menjadi lintah darat

24

Bambang Sugiarto, “Diduga Sering Dimarahi, Suami di Jember Tusuk Leher Istri

Hingga Tewas”, artikel diakses pada 22 April 2018 dari www.inews.id/daerah/ 25

Heri Fulistiawan, “Terlilit Utang Warga Lampung Bayar 2 Pria Bunuh Ibu Rumah

Tangga,” artikel diakses pada 17 April 2018 dari https://www.inews.id/daerah

Page 22: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

9

tersebut. Namun, seorang muslim yang taat seharusnya tidak akan mencekik

pelanggannya dengan mengambil untung yang berlebihan.26

Bahkan jika sudah

tidak dapat membayar, alangkah lebih mulia apabila diberikan saja. Dibalik semua

itu, seorang manusia pun harus dapat me-manage segala kebutuhan dan

keinginannya agar tidak terlalu banyak berhutang apalagi sampai sulit membayar.

Sebenarnya, masalah ini juga terletak pada manusia yang terlalu

berlebihan dalam mengejar harta27

atau materi dan kebanyakan manusia

menjadikan materi sebagai tujuan bukan perantara terhadap kehidupan akherat.28

Keserakahan manusia sendirilah yang akan merugikannya. Hal ini dapat dilihat

pada perilaku orang-orang yang berhutang pada barang-barang atau tujuan yang

tidak terlalu mereka butuhkan, kemudian mereka sulit untuk membayarnya.

Di dalam sebuah transaksi utang-piutang seharusnya terdapat unsur tolong

menolong sesama manusia atau antara si peminjam dengan yang meminjamkan

bukan malah saling merugikan. Memberikan pinjaman merupakan perbuatan yang

terpuji, namun ada pula yang tercela. Dalam pembahasan pinjaman tersendiri ada

yang boleh dan tidak. Pinjaman yang dianjurkan oleh al-Qur‟an adalah memberi

pinjaman yang baik (Qarḏan Hasanah)29

dan pinjaman yang dilarang oleh Allah

adalah pinjaman yang buruk.

Terkait perilaku berutang, sebuah penelitian psikologi menyatakan

semakin positif sikap seseorang terhadap uang, semakin tinggi kecenderungan

26

Yusuf al-Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani,1997), h.

36. 27

Wahbah Zuhaili, Al-Qur‟an Paradiqma Hukum dan Peradaban , terj. (Surabaya:

Risalah Gusti, 1995), h.126. 28

Qs.al-Bâqarah (2): 43,83,110; Qs.al-Nisâ (4):77; Qs. Nûr (24): 56; Qs.al-Muzammil

(73): 20. 29

Qs. al-Bâqarah (2) :280.

Page 23: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

10

perilaku berhutangnya, begitu pula sebaliknya. Perilaku berhutang ini harus

diberengi dengan pertimbangan yang matang. Karena sikap terhadap uang yang

tidak proporsional akan menimbulkan masalah lain, seperti finansial (tidak dapat

membayar), social (memiliki konflik dengan yang meminjamkan), dan psikologis

(strees dan depresi).30

Utang memang sampai saat ini masih menjadi masalah utama ekonomi

masyarakat terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang notebene

mayoritas penduduknya umat muslim. Padahal, Allah telah memberikan petunjuk

terkait utang-piutang di ayatnya yang terpanjang. Tentu dalam ayat tersebut

tersimpan hikmah bahkan solusi terkait masalah hutang yang selalu membelenggu

masyarakat yang tidak pernah berhenti hingga saat ini. Terbukti pentingnya ayat

tersebut, dalam ilmu hukum konvensional saja terdapat prinsip yuridis yang

berlaku terhadap suatu jaminan utang.31

Selain itu dalam ilmu umum yang

berkembang saat ini juga terdapat Sistem Pengikatan Jaminan Utang.32

Hal ini

membuktikan betapa pentingnya pencatatan, persaksian dan jaminan dalam utang

piutang.33

Melihat sekian banyaknya masalah yang timbul dalam masyarakat

disebabkan oleh utang piutang, penting rasanya untuk mengungkap kembali

sebuah tafsiran yang pembahasannya mudah dicerna masyarakat dan lebih dekat

dengan masyarakat agar lebih mudah diambil hikmah dalam kehidupan sehari-

sehari. Sehingga, diharapkan bisa menjadi solusi dari masalah yang memang

30

Muhammad Shohib, “Sikap terhadap uang dan Perilaku berhutang,” JIPT III, no.

(2015): 140-141. 31

Munir Fuady, Hukum Jaminan Hutang (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 28-29. 32

Munir Fuady, Hukum Jaminan Hutang, h. 34-41. 33

Munir Fuady, Hukum Jaminan Hutang, h. 8.

Page 24: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

11

sedang dihadapi masyarakat saat ini. Tafsiran tentang ayat ini sebagian besar

kental dengan corak fiqhihnya saja (wajib dan sunnahnya). Namun, kini penulis

akan mengungkap sisi social budaya kemasyarakatan yang diusung oleh dua

orang mufassir kontemporer yang berasal dari dua negara yang berbeda, yaitu

Mutawally al-Sya„rawî berdomisili dari Mesir dan M. Quraish Shihab dari

Indonesia.

Mutawally al-Sya„rawî adalah ulama yang sudah tidak diragukan lagi

kemampuannya. Metode penyampaiannya yang bagus membuat pesan yang ia

sampaikan mudah meresap kedalam hati masyarakat. Menurut Yusuf al-

Qardhawî,“ al-Sya„rawî adalah penafsir yang handal. Penafsirannya tidak terbatas

oleh ruang dan waktu, tetapi juga mencakup kisi-kisi kehidupan lainnya, bahkan

dalam kehidupan kesehariannya ia terkesan menggandrungi sufisme, kendati

sebagian orang menentang kehidupan sufi. Ia tetap bersi kukuh dengan

prinsipnya.”34

M. Quraish Shihab juga merupakan salah satu mufassir handal Indonesia.

Beliau pernah mengutip pendapat Shahrur bahwa al-Qur‟an perlu ditafsirkan

sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi oleh umat Islam dan

umat manusia. Pemeliharaan dilakukan dengan pengkajian yang menyentuh

realitas dan mencoba menyapa realitas lebih sensitive, dan memfungsikannya

34

Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran al-Sya‟rawi Terhadap al-Qur‟an Tentang Wanita

Karir,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2011), h.33. Lihat: Ahmad al-Marsi Husein

Jauhar, Muhammad Mutawally al-Sya‟rawi: Imām al-Asr (Qāhirah: Handat Misr,1990), h. 53.;

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarrta, 2011), h. 158.

Page 25: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

12

dalam memahami realitas-realitas yang ada dengan interpretasi yang baru sesuai

dengan wilayah setempat.35

Hasil penafsiran dari dua tokoh di atas akan mewakili perkembangan

corak al-adabî al-ijtimâ„î di masa kontemporer. Karena kedua mufassirnya sama-

sama hidup di masa kontemporer dan sama-sama bercorak al-adabî al-ijtimâ„î,

namun berada pada wilayah yang berbeda yaitu Mesir dan Indonesia dengan

kondisi masyarakat yang tentu berbeda, sehingga akan membawa warna tersendiri

pada karya tafsirnya. Dengan demikian, akan dibuktikan benar tidaknya sebuah

tafsir yang bercorak al-adabî al-ijtimâ„î mengandung solusi persoalan yang

dihadapi umat Islam secara khusus dan permasalahan umat lainnya secara umum,

yang pada penelitian ini adalah tentang mudâyanah.

Kedua penafsiran dari dua tokoh tersebut akan dianalisis dan dibandingkan

agar mencapai solusi yang diharapkan. Membandingkan unsur penafsiran dari

seorang mufassir dengan mufassir lainnya akan memiliki banyak

manfaat,diantaranya membawa kepada pemahaman yang lebih lengkap, dengan

menggabungkan berbagai pemahaman ulama tafsir dari berbagai aliran.36

Al-Sya‟rawi dan M. Quraish Shihab yang sama-sama bercorak al-adabî

al-ijtimâ„î tentu memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan focus penafsiran

keduanya. Dengan demikian diharapkan dapat memperkaya solusi yang berguna

untuk menjawab berbagai problematika masyarakat terkait utang piutang. Selain

itu penulis dapat mengungkap eksistensi tafsir kontemporer dan corak barunya ini

35

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat), h. 88. 36

Yudhie Haryono, Nalar Al-Qur‟an (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2001), h.

66-167.

Page 26: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

13

dalam berkontribusi terhadap penyelesaian problematika umat. Sehingga seperti

ungkapan M. Quraish Shihab, al-Qur‟an dapat „dibumikan‟ kembali.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, terdapat berbagai

masalah yang terdeteksi, diantaranya sebagai berikut.

1. Bagaimanakah konsep dayn menurut Tafsîr al-Sya‟rawi dan Tafsir al-

Mishbah?

2. Bagaimanakah solusi yang ditawarkan al-Qur‟an menurut para mufasir

terkait problematika mudâyanah saat ini?

3. Bagaimanakah eksistensi tafsir di era kontemporer ?

4. Bagaimanakah perkembangan corak tafsir al-adabî al-ijtimâ„î ?

5. Bagaimanakah corak tafsir al-adabî al-ijtimâ„î dalam Tafsîr al-Sya‟rawi?

6. Bagaimanakah corak tafsir al-adabî al-ijtimâ„î dalam Tafsir al-Mishbah?

7. Bagaimanakah keadaan lingkungan suatu daerah dapat mempengaruhi

penafsiran seorang mufassir?

C. Pembatasan Masalah

Ayat tentang mudâyanah atau utang piutang yang diambil dari akar kata

dalam al-Mu„jam al-Mufahras Lî al-Fâẕ al-Qur„ân al-Karîm terdapat dalam 3 دىينه

ayat.37

Yaitu pada Qs. al-Bâqarah (2): 28238

yang membahas tentang hutang

37

Qs. al-Nisâ (4): 12. Dibatasi pada akar kata tersebut karena masih terdapat ayat lain

yang membahas tentang utang. 38

Qs. al-Bâqarah (2): 282

ايػىنتيم ب ا الذينى آمىنيوا إذىا تىدى ينو يىا أىيػهى ....إلى أىجىلو ميسىمى فىاكتيبيوهي دىArti: Wahai orang-orang yang beriman !Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu

yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ….

Page 27: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

14

secara umum dan rinci, Qs. al-Nisâ (4):11 dan 1239

tentang wajibnya membayar

utang bagi ahli waris.40

Ayat ini seperti yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah lebih

banyak ditafsirkan dengan corak fikihnya. Oleh karena itu penulis akan

membatasi hanya focus membahas pada corak al-adabî al-ijtimâ„î- nya. Agar

menghasilkan solusi yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat.

D. Perumusan Masalah

Dari berbagai identifikasi masalah yang telah dicantumkan di atas dan

batasan masalah yang telah dipaparkan, maka penulis merumuskan masalah yang

akan dibahas yaitu, bagaimanakah konsep dayn menurut Tafsîr al-Sya‟rawi dan

Tafsir al-Mishbah?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Menjelaskan konsep dayn dari seorang mufassir kontemporer yang bercorak

al-adabî al-ijtimâ„î terhadap ayat yang sarat fikih.

b. Menjelaskan persamaan dan perbedaan konsep dayn dalam Tafsîr al-Sya„rawî

dan Tafsir al-Mishbah

39

Qs. al-Nisa (4): 11

… دىينو من بػىعد كىصيةو ييوصي بىا أىك …Arti: … (pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau

(dan setelah dibayar) hutangnya ….

Qs. al-Nisâ (4): 12

... دىينو من بػىعد كىصيةو ييوصىى بىا أىك ... دىينو من بػىعد كىصيةو تيوصيوفى بىا أىك ... دىينو من بػىعد كىصيةو ييوصينى بىا أىك …Arti: … setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya …

setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu … setelah

(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak

menyusahkan (kepada ahli waris) … 40

Muhammad Fu„âd „Abd al-Bâqî, al-Mu„jam al-Mufahras Lî al-Fâẕ al-Qur„ân al-Karîm

(Dâr al-Fikr, tt), h.340.

Page 28: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

15

c. Menggali solusi terkait problematika mudâyanah yang meresahkan

masyarakat dalam Tafsîr al-Sya„rawî dan Tafsir Al-Mishbah.

Kemudian, manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Terungkap kembali eksistensi tafsir dalam memberikan solusi terhadap

problem masyarakat.

b. Terungkap perbedaan titik fokus penafsiran walaupun dengan corak yang

sama (al-adabî al-ijtimâ„î).

c. Memberikan solusi terkait transaksi utang piutang yang sedang dihadapi

masyarakat muslim perspektif Tafsîr al-Sya„rawî dan Tafsir Al-Mishbah.

F. Kajian Pustaka

Kajian terdahulu yang sesuai dengan topik utang piutang diantaranya,

pertama, karya Faizatul Mukrimah dengan judul Disertasi “Kedudukan Bukti

Autentik (Tertulis) dan Saksi dalam Transaksi Hutang Piutang: Studi Terhadap

Tafsir Ibn Kathir, Tafsir Al-Munir dan Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Surat Al-Baqarah

Ayat 282”. Disertasi UIN Sunan Ampel tahun 2016 ini focus pada pembahasan

kedudukan penulisan dan persaksian dalam transaksi utang-piutang, dan dibatasi

pada tiga kitab tafsir yaitu Tafsîr Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Munîr dan Tafsîr Fî Ẓilâl

al-Qur„ân yang bertujuan untuk menganalisis data tafsiran Ibn Katsîr, Wahbah al-

Zuhailî, dan Sayyid Quṯb dengan metode „amm khas dari ulûm al-Qur„ân, sebagai

salah satu bentuk yang bisa menjadi wacana dan dijadikan hujjah oleh umat

Islam.41

41

Faizatul Mukrimah, “Kedudukan Bukti Autentik (Tertulis) dan Saksi dalam Transaksi

Hutang Piutang: Studi Terhadap Tafsir Ibn Kathir, Tafsir Al-Munir dan Tafsir Fi Zilalil Qur‟an

Surat Al-Baqarah Ayat 282,” (Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016).

Page 29: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

16

Titik persamaannya adalah sama-sama menggunakan Qs. al-Bâqarah/2

ayat 282 sebagai obyek penelitian, yang mana ayat tersebut sarat dengan aturan

utang piutang. Titik perbedaannya, pada jurnal ini menggunakan metode „amm

khas dari ulûm al-Qur„ân. Sedangkan dalam penelitian penulis, menggunkan

corak al-adabî al-ijtimâ„î sebagai pisau bedahnya. Selain itu, kitab tafsir yang

penulis gunakan juga berbeda.

Kedua, Arif Riyadi dengan skripsinya yang berjudul “Penafsiran Quraish

Shihab Tentang Qarḏ dan Dayn dalam Tafsir Al-Mishbah”. Skripsi tahun 2014

ini menjelaskan tentang penafsiran M. Quraish Shihab terkait topik Qarḏ dan

Dayn di dalam Tafsir al-Misbah. Fokus tujuannya adalah untuk membedakan

makna Qarḏ dan Dayn di dalam Tafsir al-Mishbah.42

Penelitian ini memiliki

persamaan pada pembahasan dayn dalam Tafsir Al-Mishbah. Namun, memiliki

perbedaan pada metode dan adanya tafsir tambahan pada penelitian penulis.

Ketiga, Irwan Sah dengan skripsinya yang berjudul “Dayn dalam Al-

Qur‟an (Studi atas Tafsir Al-Qur„ân Al-„Aẕîm karya Ibn Katsîr”. Skripsi UIN

Sunan Kalijaga tahun 2016 ini, mengangkat topik dayn menurut Ibn Katsîr.

Kajiannya disusun dalam bentuk tafsir tematik menurut satu mufassir klasik.43

Hal

ini memiliki titik persamaan pada pembahasan dayn-nya, namun memiliki

perbedaan pada metode serta obyek karya tafsir yang digunakan.

Keempat, Sofian Muhlisin dan Taufik dengan jurnalnya yang berjudul

“Hutang Piutang Dalam Transaksi Tawarruq Ditinjau dari Perspektif Al-Qur‟an

42

Arif Riyadi, “Penafsiran Qirash Shihab Tentang Qard dan Dayn dalam Tafsir Al

Misbah,” (2014). 43

Irwan Sah, “Dayn dalam Al-Qur‟an (Studi Atas Tafsir Al-Qur‟an Al-‟Adzim Karya Ibn

Katsir,” Fak. Ushuluddin dan Pemikiran, UIN Sunan Kalijaga (2016).

Page 30: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

17

Surat Al-Bâqarah Ayat 282”. Jurnal Syarikah tahun 2015 ini mengangkat topik

hutang piutang dalam Qs. al-Bâqarah ayat 282 juga, namun dalam ruang lingkup

transaksi tawarruq saja.44

Kelima, jurnal karya dari Jamîlah „Abd al-Qâdir al-Rifâ„î dan al-Sayid

Sahîl Huwâmidah yang berjudul al-Dayn al-Ma„dûm Fî Fiqh al-Islâmî: Asbâbah

wa „Alâjah. Al-majallah al-Ardiniyyah fî al-Dirâsah al-Islâmiyyah atau Jurnal

Studi Islam Yordania tahun 2010 ini, menjelaskan tentang subjek, pemahaman,

konsep, adaptasi, dan alasan-alasan dalam pelaksanaan hutang dari perspektif

Fiqh Islam.45

Penelitian ini memiliki persamaan terkait pembahasan dayn.

Kemudian, perbedaannya adalah sudut pandang jurnal ini dari segi fiqih, dan

sudut pandang penelitian penulis dari segi tafsirannya.

Keenam, terdapat jurnal yang berjudul “Enduring Financial: An Islamic

Perspective” karya Benaouda Bensaid, dkk. Middle-East Journal of Scientific

Research tahun 2013 ini menjelaskan konsep utama utang dalam Islam. Di

dalamnya berisi implikasi spiritual dan moral yang terkait dengan utang, baik

untuk debitur maupun pemberi pinjaman. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan

bahwa, Islam memiliki bekal yaitu nilai-nilai spiritual dan moral dalam menjalani

kehidupan.46

Penelitian ini memiliki titik persamaan pada pembahasan terkait

utang dalam kacamata Islam. Perbedaannya, penelitian penulis lebih focus untuk

44

Taufik, dan Sofian Muhlisin, “Hutang Piutang dalam Transaksi Tawarruq Ditinjau dari

Perspektif Al-Qur‟an Surat Al-Bâqarah Ayat 282,” Jurnal Syarikah, 1.1 (2015). 45

Jamîlah „Abd al-Qâdir al-Rifâ„î dan al-Sayid Sahîl Huwâmidah, “al-Dayn al-Ma„dûm

Fî Fiqh al-Islâmî: Asbâbah wa „Alâjah,” Al-majalah al-Ardiniyyah fî al-Dirâsah al-Islâmiyyah VI,

No. 2 (1431 H/ 2010 M): 211-236. 46

Benaouda Bensaid, dkk., “Enduring Financial: An Islamic Perspective,” Middle-East

Journal of Scientific Research 13, No. 2 (2013): 167-170.

Page 31: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

18

membandingkan corak al-adabî al-ijtimâ„î pada dua kitab tafsir yang membahas

tentang topik hutang.

Ketujuh, jurnal yang berjudul “Eksploring the Concept of Debt From the

Perspective of the Objectives of the Shariah”. International Journal of Economics

and Financial Issues tahun 2016 ini, memiliki tujuan untuk mengeksplorasi

konsep hutang dalam Islam dari perspektif tujuan Syariah. Di dalamnya

menjelaskan bahwa aturan dibolehkannya utang itu berbeda-beda, sesuai dengan

keadaannya. Hutang seharusnya hanya dikeluarkan untuk keperluan yang

mendesak (ḏaruriyyah), namun disisi lain ketiadaan hutang tersebut dapat

membahayakan orang yang membutuhkan.47

Sedangkan kajian terdahulu terkait pembahasan corak al-adabî al-ijtimâ„î

pada kitab tafsir diantaranya yaitu pertama, jurnal yang berjudul “Analisis

Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima‟i” karya Abdurrahman Rusli Tanjung.

Jurnal Analitica Islamica tahun 2014 ini mengangkat tentang contoh tafsiran yang

bercorak al-adabî al-ijtimâ„î. Contoh penafsiran tersebut diambil dari Tafsir karya

Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Ahmad Mustafa al-Maraghi, Sayyid Qutb,

Abdullah Yusuf Ali, M. Quraish Shihab, yang kemudian dianalisis. Kesimpulan

dari analisis tersebut menyatakan bahwa secara umum karakteristik corak al-

adabî al-ijtimâ„î pada kitab tafsir sesuai dengan apa yang telah dinyatakan oleh al-

Dzahabî.48

47

Zainal et. all, “Eksploring the Concept of Debt From the Perspective of the Objectives

of the Shariah,” International Journal of Economics and Financial Issues VI (2016): 304-312. 48

Abdurrahman Rusli Tanjung, “Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima‟I,”

Analytica Islamica 3, No. 1 (2014): 162-177.

Page 32: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

19

Titik persamaan keduanya adalah tentang analisis corak al-adabî al-

ijtimâ„î pada kitab tafsir. Kemudian titik perbedaannya adalah yang pertama,

metode penelitiannya berbeda, karena dalam penelitiannya ini penulis

menggunakan metode perbandingan sedang pada jurnal ini menggunakan metode

analisis. Kedua, objeknya berbeda, yang mana pada penelitian ini hanya terpaku

pada dua penafsiran saja, yaitu Tafsîr al-Sya„rawî dan Tafsir al-Mishbah. Ketiga,

alur penelitian yang digunakan juga berbeda. Pada jurnal tersebut berangkat dari

menghadirkan contoh-contoh tafsiran yang bercorak al-adabî al-ijtimâ„î, yang

kemudian baru menganalisis karakteristik corak al-adabî al-ijtimâ„î, dan

menghasilkan kesimpulan yang sama dengan karakteristik yang diusulkan oleh al-

Dzahabî. Sedangkan dalam penelitian ini berangkat dari karakteristik yang telah

diusung oleh al-Dzahabî, yang kemudian menjadi pisau bedah untuk

membandingkan kedua penafsiran yang penulis angkat.

Kedua, Wartini Atik dengan jurnalnya yang berjudul “Corak penafsiran

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah”. Jurnal Studi Islamika, tahun 2014

ini membahas corak penafsiran yang terkandung dalam Tafsir Al-Mishbah karya

M. Quraish Shihab. Corak karya tafsir pada jurnal ini berangkat dari dari

pemetaan corak karya tafsir dengan menggunakan teori obyektifis tradisionalis,

yang kemudian dikembangkan menjadi obyektifis tradisonalis dan obyektifis

modernis. Kemudian, kesimpulan dari jurnal ini, penafsiran M. Quraish Shihab

menggunakan corak tafsir quasi obyektifis modernis. 49

Hal ini jelas berbeda

apabila dibandingkan dengan penelitian penulis.

49

Atik Wartini, “Corak penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah,” Jurnal

Studia Islamica, Vol. 11, No.1. (2014): 123.

Page 33: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

20

Ketiga, jurnal karya Achmad dengan judul “Mutawally Al-Sya„rawî dan

Metode Penafsirannya: Studi Atas Surah al-Maidah Ayat 27-30”. Jurnal Alauddin

Makasar tahun 2013 ini membahas tentang Mutawally al-Sya„rawî dan metode

penafsirannya dalam Surat al-Maidah ayat 27 sampai 30. Di dalam penelitian

tersebut terdapat semua unsur metode tafsir, termasuk corak dari tafsirannya yaitu

corak al-adabî al-ijtimâ„î.50

Dari penelusuran penulis, tidak menemukan penelitian yang secara

spesifik membahas tentang Corak al-adabî al-ijtimâ„î dalam Tafsîr al-Sya„rawî

dan Tafsir al-Mishbah: Kajian Ayat-ayat Mudâyanah. Sehingga penulis terdorong

untuk membahas topik tersebut.

G. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ilmiah, metode merupakan cara bertindak agar penelitian

dapat terlaksana secara obyektif, terarah dan dapat mendapatkan hasil yang

optimal. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan (Library

Research)51

, karena yang menjadi sumber adalah literatur-literatur kepustakaan.

Baik yang berasal dari sumber-sumber pokok pembahasan skripsi ini, maupun

dari karya orang lain yang menyangkut pembahasan penelitian ini.

a. Sumber Primer dan Sekunder

Terdapat dua sumber yang menjadi landasan penelitian, yaitu data primer

dan sekunder. Data Primer adalah data yang memberikan keterangan langsung

50

Achmad, “Mutawally Al-Sya‟rawi dan Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-

Maidah Ayat 27-34,” AL-DAULAH 1, no. 2 (2013). 51

Sebuah penelitian yang obyeknya merupakan sumber-sumber tertulis yang valid. Tidak

hanya buku-buku yang terdapat dalam perpustakaan, namun juga bisa yang sudah dalam bentuk

elektronik ataupun koran, majalah, dll.

Page 34: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

21

dari orang pertama, dalam hal ini yang gunakan adalah Tafsir al-Sya‟rawî dan

Tafsir al-Mishbah. Kitab tafsir, al-Sya„râwî, Muhammad Mutawallî. Tafsîr al-

Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula

al-Qur‟ân al-Karîm, vol.2. Qâhirah: Akhbar al-Yawm, 1991., dan terjemahan

edisi Indonesianya, Sya‟rawi, Mutawally. Tafsir Sya‟rawi: Renungan Sebuah

Kitab Suci al-Qur‟an. Jilid 2. Terj.Tim Safir al-Azhar. Jakarta: PT. Khasanah

Nusantara Agung. 2004.; dan, Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan,

Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati. Vol.1, Cet.V. 2012.

Selanjutnya sumber sekunder yakni sumber yang mengutip dari sumber

lain yang mendukung. Seperti yang terdapat dalam buku, jurnal, artikel atau

tulisan lain yang mendukung penelitian ini.

b. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan yaitu komparatif atau muqârin, yang mana

perbandingan yang menjadi ciri utamanya.52

Al-Farmawî menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan tafsir al-Muqârin adalah نى م عه جى وي بى تى ا كى مى ىلى عى ة ي ن اى ر القي ات يى الاى افي يى بػى yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan pada yang telah نى ي ر س فى مي ال

ditulis oleh sejumlah mufassir. Selain itu menurut al-Farmawî terdapat arti yang

lebih luas, sebagai berikut.

: لى إ ره س فى مي و ي ف وي ج ت يػى ذ , إ حى سى ف أى و جى , كى عى سى ك أى اؿو ا مىى : ذى ف ار قى مي ال ي س ف التػ نى م عي و النػ كى ال ذى في و كي يى د قى كى ة نى ارى قى : مي لى إ رو خ اى . كى ضو ع ا بػى هى ض ع بػى – دو اح كى عو و ضي و مى ح ة كى تى ش مي ال – ة ي ن اى ر القي ص و صي ن ال ةي نى ارى قى مي اثو بى الى نى م كى ل اذى ي غى لى , إ ؼى لى ال هي ري اى ظى افى ا كى مى ي , ف ة ي و بى الن ث ي اد حى لى با ة ي ن اى ر القي ص و صي ن ال

52

Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur‟an: Kajian Kritis Terhadap Ayat-ayat

yang Beredaksi Mirip (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 63.

Page 35: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

22

Yaitu, membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an yang berbicara tentang tema tertentu,

atau membandingkan ayat al-Qur‟an dengan hadis Nabi, atau dengan kajian

lainnya. 53

Metode ini terbagi menjadi tiga aspek menurut Nasharuddin Baidan, yaitu

membandingkan ayat dengan ayat, membandingkan ayat dengan hadis, dan

membandingkan pendapat para mufassir.54

Pada penelitian ini peneliti akan

mengkomparasikan bagian yang terakhir, yaitu membandingkan pendapat

mufassir dengan mufassir lainnya.

Langkah-langkah pada metode ini diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Mengumpulkan sejumlah ayat al-Qur‟an.

2. Mengemukakan penjelasan para mufassir.

3. Membandingkan pendapat-pendapat yang mereka kemukakan,

4. Menjelaskan siapa di antara mereka yang penafsirannya dipengaruhi -

secara subyektif- oleh madzhab tertentu, untuk meligitimasi golongan

tertentu, yang penafsirannya diwarnai oleh disiplin ilmu yang dimilikinya,

didominasi oleh uraian-uraian yang dianggap tidak perlu, dipengaruhi

paham-paham atau teori-teori ilmiah.55

c. Metode Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, saya merujuk pada Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang terdapat dalam Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No. 507

53

al-Farmâwî, al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mauḏû„î, h. 45. Lihat: al-Farmawi, Metode

Tafsir Maudhu‟i: dan Cara Penerapannya,terj. Rosihon anwar, h. 39. 54

Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur‟an: Kajian Kritis Terhadap Ayat-ayat Yang

Beredaksi Mirip,h. 59-60. 55

al-Farmâwî, al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mauḏû„î, h. 45. Lihat: al-Farmawi, Metode Tafsir

Maudhu‟i: dan Cara Penerapannya,terj. Rosihon anwar, h. 39.; Baidan, Metode Penafsiran Al-

Qur‟an: Kajian Kritis Terhadap Ayat-ayat Yang Beredaksi Mirip,h. 59-60

Page 36: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

23

tahun 2017 dan Buku Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2013.

H. Sistematika Penulisan

Bab pertama, saya mengawali dengan Pendahuluan yang di dalamnya

terdapat latar belakang masalah yang berisi tentang adanya perdebatan akademik

yang mengantarkan pada alasan betapa pentingnya topik yang diajukan.

Dilanjutkan dengan identifikasi masalah, supaya masalah yang akan diangkat

terlihat lebih jelas. Selanjutnya adalah batasan masalah, yaitu membatasi masalah

yang akan dibahas dari seluruh masalah yang diidentifikasi sebelumnya. Lalu

rumusan masalah, yang diajukan dalam butir pertanyaan mulai dari yang umum

ke yang lebih khusus. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Semua

langkah tersebut diperlukan untuk mempermudah proses penelitian.

Bab kedua, berisi kajian dayn secara teoritis. Di dalamnya terdapat

pembahasan tentang pengertian dayn dan qarḏ, tujuan berhutang, kewajiban

penghutang, ancaman tidak melunasi hutang, dan hutang di zaman kontemporer.

Bab ketiga, menguraikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kitab

Tafsîr al-Sya„rawî dan Tafsir al-Mishbah. Di antara kedua kitab di atas dijelaskan

mengenai latar belakang kehidupan mufassirnya, baik tentang pendidikannya,

karya-karyanya, dan yang terakhir adalah hal-hal yang berkaitan kitab tafsir

mereka. Hal ini penting untuk lebih memahami tentang psikologi, konteks, dan

keilmuan mufassir.

Page 37: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

24

Bab keempat, menjelaskan konsep dayn perspektif al-Qur‟an: studi

komparatif Tafsir al-Sya„rawi dan Tafsir al-Mishbah. Di dalamnya terdapat inti

dari penelitian ini yaitu profil ayat dayn, kewajiban bagi yang berhutang, Ḏa‟îf dan

Safîh pada Penghutang, hutang yang tidak memenuhi syarat.

Bab kelima, merupakan bab terakhir atau penutup yang terdiri dari

kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti. Kesimpulan disusun

dalam pernyataan-pernyataan yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang

diajukan dalam rumusan masalah dalam penelitian ini. Sedangkan saran-saran

dikemukakan dengan tujuan dapat berguna sebagai rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya.

Page 38: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

25

BAB II

KAJIAN DAYN SECARA TEORITIS

A. Pengertian Dayn dan Qarḏ

Kata yang tersusun dari huruf dal, ya, dan na, mengandung beberapa

makna, diantaranya adalah, pertama, al-dayyân, yang berasal dari nama Allah

Swt., yang bermakna “hakim yang bijaksana”. Kedua, kata itu mengandung

makna al-qahhâr yang berarti “Maha Memaksa dan Membuat Patuh”. Ketiga,

kata dayn yang berarti “segala sesuatu yang tidak ada atau tidak hadir”. Kata

mudâyanah merupakan bentuk masdar dari kata dâyana, yang mana kata itu

mengikuti wazan (timbangan kata) fâ„ala, yang mengandung makna li al-

musyârakah baina itsnayn atau “saling melakukan antara dua orang”. Sehingga

dâyana memiliki makna “saling menghutang”, dan masdar-nya adalah

mudâyanah yang memiliki arti “utang-piutang”.1

Secara istilah dayn menurut Ibn „Abdin sebagai berikut:

مة بعىقدو ، كىمىا صىارى ح ذمتو دىيػننا باستقرىاضو مىا كىجىبى ح الذ ؾو 2 أىك استهلى“Tanggungan wajib yang dipikul seseorang, yang disebabkan oleh adanya

akad, atau akibat dari mengkonsumsi atau merusakkan (barang orang

lain), atau karena pinjaman.”

Menurut al-Qurṯubî, sebagai berikut:

1 Abû Faḏl Jamâl al-Dîn Muhammad b. Makram b. Manẕûr, Lisân al-„Arab, J.13 (Bairût:

Dâr al-Sâdr, tt), h. 166.; A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap

(Surabaya: Pustaka Progresif,1997), h. 437. 2 Ibn „Abdin, Radd al-Muhtâr „alâ al-Dur al-Mukhtâr Syarh Tanwîr al-Absâr, Juz 7, h.

383.

Page 39: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

26

ا كىالخىري ح الذمة نىس كى ين عبىارىةه عىن كيل ميعىامىلىةو كىافى أىحىدي العوىضىين فيهىا نػىقدن يئىةن ، كىالدينى حىقيقىةي الد3 مىا كىافى غىائبنا

.

“Dayn hakekatnya adalah semua jenis interaksi dimana salah satu pihak

membayar dengan tunai dan pihak yang lainnya dalam tanggungan secara

tempo. Dayn merupakan semua harta yang tidak ada dalam genggaman.”

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa dayn mencakup segala jenis utang,

baik akibat dari suatu akad, seperti jual beli secara kredit, akad sewa yang

upahnya diakhirkan, dan lain-lain. Dayn juga bisa disebabkan dari menghabiskan

atau merusakkan barang orang lain. Selain itu dayn juga mencakup akad qarḏ

(pinjaman atau utang piutang) di dalamnya.

Di dalam bahasa Arab, terdapat dua istilah yang jika diterjemahkan ke

bahasa Indonesia memiliki arti yang sama yaitu utang. Kata tersebut adalah dayn

dan qarḏ. Secara bahasa qard berasal dari kata قػىرضنا-يػىقرضي -قػىرىضى yang memiliki

persamaan arti dengan طىعى قى artinya memutus atau memotong.4 Wahbah Zuhaili

menjelaskan kata qarḏ merupakan bentuk masdar yang berarti potongan. Harta

yang diberikan kepada peminjam disebut al-qardh karena ia adalah potongan dari

harta si pemberi pinjaman.5 Secara istilah adalah sebagai berikut.

6.و ي لى عى و ت رى د قي دى ن ع و ي لى إ وي لى ثػ م د ري يػى ل ضي تى ق مي ل ل ضي ر ق مي ال و ي ط ع يػي م ذ ال اؿي مى ال وى ىي ضي ر القى

“Al-Qarḏ adalah harta yang diberikan oleh pemberi utang (muqriḏ) kepada

penerima utang (muqtariḏ) untuk kemudian dikembalikan kepadanya

(muqriḏ) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membayarnya.”

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dayn memiliki arti yang

lebih luas dari pada qarḏ7. Segala sesuatu yang termasuk dalam tanggungan

3 „Abdullah Muhammad b. Ahmad al-Ansârî al-Qurṯubî, Tafsîr al-Jâmi„ Li ‟Ahkâm al-

Qur„ân, J.3, h. 733. Maktabah Syamilah. 4 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), h. 1108. 5 Wahbah al-Zuhailî, al-Fiqh al-Islâmî wa ‟Adallatuh, J.4 (Dimasq: Dâr al-Fikr, Cet.3,

1989 M/ 1409 H), h. 720. 6 Al-Sayyid Sâbiq, Fiqh al-Sunnah, J.3 (Bairût: Dâr al-Fikr, 1403 H/1983 M), h. 182.

Page 40: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

27

berdasarkan sifatnya, disebutt dayn. Sedangkan tanggungan berdasarkan dzatnya,

seperti uang, adalah qarḏ.

Utang sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah uang yang

dipinjam dari orang lain dan kewajiban membayar kembali apa yang sudah

diterima.8 Sedangkan piutang adalah uang yang dipinjamkan (yang dapat ditagih

dari seseorang), lalu utang-piutang adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan

yang dipinjamkan kepada orang lain.9

Dengan demikian, dayn mencakup segala jenis utang, baik akibat dari

suatu akad (seperti jual beli secara kredit, akad sewa yang upahnya diakhirkan,

dll.), menghabiskan atau merusakkan barang orang lain, atupun qarḏ (pinjaman).

Mudâyanah ini dapat juga diartikan semua jenis transaksi yang ditangguhkan

ataupun semua harta yang tidak ada dalam genggaman.

B. Tujuan Berhutang

Tujuan utama adanya utang adalah untuk menjaga perputaran roda

kehidupan. Di dalam transaksi utang piutang mengandung sisi social yaitu

ta‟awun atau tolong-menolong. Yang mana akan terjadi interaksi antara si kaya

dan si miskin. Interaksi tersebut akan mendatangkan banyak manfaat (baik

disengaja atau tidak) dalam berjalannya roda kehidupan. Al-Sya„rawi

menjelaskannya sebagai berikut.

7 Muhammad Amîn ibn „Ȃbidîn dan Ibn „Abdin, Radd al-Muhtâr „alâ al-Dur al-Mukhtâr

Syarh Tanwîr al-Absâr, Juz 7, h. 383. 8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi

Keempat, h. 1540. 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi

Keempat, h. 1083.

Page 41: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

28

“Contoh bahwa seorang yang ingin membangun Gedung dan dia memiliki

harta, kemudian Allah merubah niatnya, sesuai dengan firman Allah: “Dan

tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu kecuali Dia,” (Qs.al-

Muddatstsir [74]: 31) sampai dia berkata, “untuk apa saya menimbun

harta? Mengapa saya tidak membangun Gedung kemudian saya sewakan?

Dengan demikian hartaku tidak berkurang justru bertambah.” Tidak pernah

tersirat dalam benaknya untuk menolong seseorang, yang ada hanyalah

memperkaya pribadinya. Akan tetapi langkahnya itu sangat bermanfaat

bagi orang lain, walaupun tanpa dia sengaja. Orang yang menggali tanah

akan mendapatkan uang dari penggaliannya, seorang pemecah batu akan

mendapatkan upah dari hasil pekerjaanya, begitu pula para pekerja lain

yang terlibat dalam pembangunan gedung tersebut akan mendapat upah

dari apa yang telah ia kerjakan. Dengan begitu, bangunan tersebut

bermanfaat bagi orang banyak, walaupun hal tersebut tidak direncanakan.” 10

Contoh ini dapat memudahkan pembaca dalam memahami makna pentingnya

selalu bermanfaat bagi orang lain sehingga dapat tetap menjaga perputaran roda

kehidupan.

Untuk menjelaskan pentingnya berbagi, al-Sya„râwî mengawalinya dengan

sebuah pertanyaan, kemudian menghadirkan perumpamaan. Itu semua agar

pembaca lebih mudah menerima maksud yang dituju.

C. Ketentuan dan Etika dalam Berhutang

Ketika seseorang akan melakukan transaksi utang-piutang, maka terdapat

tiga ketentuan yang mengikat. Ketentuan ini terdapat pada Qs. al-Bâqarah/2 ayat

282 dan 283. Pertama, melakukan persetujuan utang piutang secara tertulis.

Kedua, menghadirkan saksi. Saksi sebaiknya dua orang laki-laki. Apabila tidak

ada dua orang laki-laki, makaboleh satu laki-laki dan dua orang perempuan.

Ketiga, apabila sedang dalam perjalanan, dan tidak menemukan penulis dan saksi,

10

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 145.; Al-Sya„râwî, Tafsîr

al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-

Karîm, J.2, h. 1235.

Page 42: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

29

maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Keempat, Apabila pelaku

utang piutang telah saling percaya satu sama lain, maka mereka harus

melaksanakan amanahnya dengan baik.11

Kemudian, selain ketentuan diatas, terdapat hal yang tidak kalah penting

dalam transaksi utang piutang, yaitu etika bagi pemberi utang (muqriḏ) dan etika

bagi orang yang berhutang (muqtariḏ).

Etika bagi pemberi utang (muqriḏ) diantaranya, pertama, wajib memberi

tempo pembayaran bagi yang meminta, agar ada kemudahan untuk membayar.

Kedua, tidak boleh menagih sebelum waktu pembayaran yang sudah ditentukan.

Ketiga, hendaknya menagih dengan sikap yang lembut dan penuh maaf. Keempat,

memberikan penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam

melunasi utangnya setelah jatuh tempo sebagaimana firman Allah Surat al-

Bâqarah/2 ayat 280.12

Berikutnya, etika bagi orang yang berhutang (muqtariḏ) yaitu, pertama,

diwajibkan kepada orang yang berhutang untuk sesegera mungkin melunasi

utangnya jika telah mampu melunasinya. Kedua, berhutang dengan niat yang

baik. Keempat, jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaknya

orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan utang,

karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak yang menghutangkan.

Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan merubah

hutang yang awalnya sebagai wujud tolong-menolong menjadi permusuhan.

11

Muhammad Mutawally al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J.II,

h.148-149. 12

Evi Ariyani, Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 57-58.

Page 43: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

30

Kelima, wajib mengembalikan utangnya dalam jumlah dan keadaan yang sama,

serta pada waktu yang telah ditentukan.13

D. Ancaman Tidak Melunasi Hutang

Ancaman bagi orang yang tidak melunasi hutang terdapat dalam hadis yang

menyatakan tentang jiwa seorang mukmin tertahan karena hutangnya hingga

hutang tersebut dilunasi

ب أى ن عى مى ي اى رى بػ إ ن ب د ع سى ن عى ةى دى ائ زى ب أى ن ا ب ي ر كى زى ن عى ةى امى سى أي و بػي ا أى نى رى بػى خ أى ف لى ي غى ني ب دي و مي مى افى ثى د حى ينو حىت ؤ مي ال سي ف صلى الله عليو كسلم "نػى الله ؿي و سي رى اؿى : قى اؿى قى ةى رى يػ رى ىي ب أى ن عى ةى مى لى سى من ميعىلقىةه بدى

"يػىقضىى عىنوي

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami, Mahmud b. Ghailan, telah

mengabarkan kepada kami Abu Usamah, dari Zakariya b. Abi Zaidah dari

Sa‟ad b. Ibrahim dari Abi Salamah dari Abi Hurairah, dia berkata:

Rasulullah Saw bersabda, jiwa seorang mukmin itu tetahan karena

hutangnya, samapai hutang itu dilunasi”14

Dengan demikian, melunasi hutang hukumnya wajib. Apabila yang

bersangkutan sudah meninggal, dan hutangnya belum lunas, maka ahli warislah

yang wajib menanggung beban utang tersebut.

E. Mudâyanah Di Zaman Kontemporer

Kegiatan utang piutang menjadi salah satu kebutuhan yang sangat diminati

masyarakat bahkan suatu negara, demi menjalankan roda perekonomiannya.

Dewasa ini, utang piutang telah memiliki prosedur yang baik. Di dalamnya sudah

13

Evi Ariyani, Hukum Perjanjian, h. 58. 14

Abû „Isa Muhammad b. „Isa b. Saurah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî wa huwa al-

Jâmi‟ al-Shahîh, J. 2 (Maktabah Dahlan, tt), h. 270.

Page 44: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

31

terdapat pencatatan, persaksian, jaminan, survei, dll. Hal ini telah dipraktekkan

oleh lembaga-lembaga keuangan baik konvensional ataupun syari‟ah. Namun,

pada bank konvensional banyak mengandung riba15

yang memberatkan nasabah.

Sebagaimana diketahui Allah mengharamkan praktek riba.16

Oleh karena itu,

masyarakat muslim lebih condong kepada Perbankan Syariah, yang mana di

dalamnya terdapat konsep bagi hasil17

, qarḏ al-hasan18

, dll., yang membantu

meringankan beban masyarakat.

Bank Syariah kini menjadi salah satu rantai perputaran ekonomi umat

muslim. Agar akad utang piutang yang terjadi di masyarakat sesuai dengan

syariah, maka Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)

mengeluarkan fatwa Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang qarḏ agar menjadi

pedoman Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam memberikan pinjaman kepada

masyarakat. Di dalamnya DSN MUI menyatakan bahwa LKS disamping sebagai

15

Riba dari segi bahasa memili arti yang sama dengan ziyâdah yaitu tambahan. Yang

dalam istilah teknis adalah pengambilan tambahan dari harta pokok (modal) dengan cara baṯil.

Riba sendiri secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu riba utang piutang dan riba jual beli.

Riba utang piutang terbagi menjadi dua, yaitu riba qarḏ (suatu manfaat / tingkat kelbihan tertentu

yang disyariatkan terhadap yang berhutang) dan riba jahiliah (utang dibayar lebih dari pokoknya,

karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan). Riba jual beli

juga terbagi menjadi dua, yaitu riba fadl (pertukaran antara barang yang sejenis dg kadar yang

berbeda dan barang yang dipertukarkan termask dalam jenis barang ribawi) dan riba nasi‟ah

(penangguhan penyerahan / penerimaan jenis barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainya,

seperti emas, perak, dan makanan pokok.). Lihat: Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syfi‟I

Antonio, Apa & Bagaimana BANK ISLAM, Cet. III (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1992),

h. 10-11. 16

Ayat tentang riba yiatu Qs. al-Bâqarah (2): 275 dan Qs. Ali Imrân: 130, yang dimaksud

dalam ayat ini adalah riba nasi‟ah. 17

Investasi atas dasar bagi hasil mudharabah, yaitu suatu perjanjian usaha antara pemilik

modal dengan pengusaha, yang mana pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan,

dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan atas usaha itu, kemudian, hasil dari usaha tersebut

dibagi sesuai dengan kesepakatan awal yang dituangkan dalam bentuk nisbah 70:30; 65:35; dll.

Apabila terjadi kerugian, maka penyedia dana akan menanggung kerugian, dan pengusaha juga

mengalami kerugian managerial skill, waktu, serta kehilangan nisbah bagi hasil yang akan

diperolehnya. Lihat: Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syfi‟I Antonio, Apa & Bagaimana

BANK ISLAM, h. 21-22. 18

Qarḏ al-Hasan atau Benevolent Loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas

dasar kewajiban social semata, dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun

kecuali modal pinjaman. Lihat: Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syfi‟I Antonio, Apa &

Bagaimana BANK ISLAM, h. 33.

Page 45: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

32

lembaga komersial, harus berperan sebagai lembaga social yang dapat

meningkatkan perekonomian secara maksimal. Salah satu cara peningkatan

perekonomian yang dapat dilakukannya adalah melalui prinsip qarḏ.19

DSN MUI memutuskan bahwa qarḏ merupakan pinjaman yang diharus

diberikan kepada nasabah (muqtariḏ) yang memerlukan, nasabah wajib

mengembalikan jumlah pokok pada waktu yang telah disepakati bersama, biaya

administrasi dibebankan kepada nasabah, LKS dapat meminta kepada nasabah

bilamana dipandang perlu, nasabah juga bisa memberikan tambahan (sumbangan)

dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad, dan apabila

nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada

saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS

dapat melakukan dua hal, yaitu: (1) memperpanjang jangka waktu pengembalian;

atau (2) menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.20

19

Mardani, Fiqh Ekonomi Syari‟ah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada Media, 2012), h.

340. 20

Mardani, Fiqh Ekonomi Syari‟ah: Fiqh Muamalah, h. 341.

Page 46: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

33

BAB III

PROFIL TAFSȊR AL-SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-MISHBAH

A. Profil Mutawallȋ al-Sya‘rȃwȋ dan Tafsȋr al-Sya‘rȃwȋ

1. Latar Belakang Keluarga, Pendidikan dan Karir Mutawallî al-Sya‘râwî

a. Latar Belakang Keluarga

Nama beliau adalah Muhammad Mutawally al-Sya„rawî, beliau salah

seorang pakar Bahasa Arab dan seorang mufassir kenamaan kontemporer

bermadzhab Sunni.1 Beliau dilahirkan pada hari Ahad tanggal 17 Rabi„ al-Tsânî

tahun 1329 H. bertepatan dengan tanggal 16 April 1911 M di desa Daqadus,

sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Mait al-Ghumair wilayah Kabupaten

al-Daqhîliyyah.2

Al-Sya„rawî dalam kitab Anâ min Sulâlah ahl al-Bayt, disebutkan masih

memiliki pertalian darah dengan „Ahl al-Bayt‟ yaitu cucu Rasulullah Saw., Husain

ra.3

Beliau berasal dari keluarga sederhana yang memiliki keturunan terhormat

dan mencintai ilmu pengetahuan. Ayah dan ibunya adalah seorang petani yang

menitikberatkan pendidikan agama, mencintai pengetahuan dan para ulama.4

b. Latar Belakang Pendidikan al-Sya„râwî

1„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 268.

2 Husain „Abd al-Hamîd Nîl, Imam al-Du„âh Qissah al-Hayâh al-Syaikh Muhammad

Mutawallî al-Sya„rawî (Bairut: Dâr al-Qalam, 1989), h. 28.; Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan:

Relasi Jender menurut Tafsir al-Sya„râwî (Jakarta: Teraju, 2004), h. 21. 3Abû al-„Aynîn et al., Anâ min Sulâlah ahl al-Bayt (Qâhirah: Dâr Akhbâr al-Yawm, t.t.),

h. 9. 4Selamat b. Amir, “Elemen Saintifik dalam Al-Qur‟an: Analisis Terhadap Tafsir Al-

Sya„rawi Karangan Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi” (Thesis, Akademi Pengajian Islam Kuala

Lumpur, 2016): 134.

Page 47: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

34

Mutawally al-Sya„râwî merupakan mufassir kenamaan di abad 20-an.5

Pendidikan beliau dimulai dari menghafal al-Qur‟an kepada ulama di daerahnya

yaitu Syekh „Abd al-Majid Pasya. Dengan kesungguhannya, al-Sya‟rawî berhasil

menyelesaikan hafalannya pada usian 11 tahun.6 Pendidikan formalnya di mulai

di sekolah dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M. Lalu, beliau melanjutkan

sekolah menengahnya di Zaqaziq dan meraih ijazah sekolah menengah al-Azhar

pada tahun 1936 M. Kemudian melanjutkan Pendidikan di Universitas al-Azhar

jurusan Bahasa Arab pada tahun 1937 sampai tahun 1941 M. pada jenjang

doctoral ia lulus pada tahun 1940 M dan memperoleh gelar „Alamiyyat dalam

bidangnya yaitu Bahasa dan Sastra Arab.7

c. Karir al-Sya„râwî

Al-Sya„râwî memangku berbagai jabatan semasa hidupnya. Mulai dari

mengajar di sekolah al-Azhar Thanta, kemudian ia dipindah ke sekolah al-Azhar

Iskandariah, kemudian di Zaqaziq. Semakin hari karirnya semakin melejit, ia

diangkat menjadi dosen jurusan Tafsir Hadis di Fakultas Syariah Universitas

Malik Abdul Aziz di Makkah pada tahun 1951 M, dan ia mengajar di universitas

tersebut selama Sembilan tahun lamanya.8 Kemudian, jabatan pemerintah juga

banyak dipegang oleh al-Sya„rawi, diantaranya menjadi Menteri Wakaf, Menteri

5Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab (Yogyakarta: Iqra‟, 2001), h. 240.;

Kamarruddin Salleh, “Pengaruh Gerakan Islam Mesir Terhadap Gerakan Islam Malaysia, dalam

Budaya Pemikiran Islam: Mesir – Malaysia.” ed. Ahmad Sunwari Long et al. (Kuala Lumpur:

Jabatan Ushuluddin dan Falsafah, Fakulty Pengajian Islam, Unversity Kebangsaan Malaysia,

2006), h. 223. 6 Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi,” Studia Qurani, Vol.1, No. 2

(Januari 2017): h. 145. 7 Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyyah dalam Tafsir al-Sya‟rawi,” (Tesis UIN Alauddin

Makassar, 2016), h. 24. 8 Husain „Abd al-Hamîd Nîl, Imam al-Du„âh Qissah al-Hayâh al-Syaikh Muhammad

Mutawallî al-Sya„ra, h. 31.

Page 48: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

35

Negara, Majelis Syuro dan dilantik pula sebagai ahli Pusat Bahasa Arab (Majma‟

al-Khâlidîn), dll.9

Al-Sya‟rawi merupakan ulama yang sangat luas ilmunya. Oleh karena itu,

orang-orang yang dekat dengannya berusaha menyebarkan ilmu-ilmu tersebut

dengan membukukannya. Sebagaimana, karya yang telah tersebar saat ini

merupakan hasil olahan dari rekaman kuliah, forum pada acara televisi, radio, dan

ketika al-Sya‟rawi berceramah di masjid-masjid. Orang yang berjasa mengolah

atau membukukan sebagian kuliah dan ceramah beliau tidak lain tidak bukan

adalah anaknya sendiri dan murid-muridnya.10

2. Metodologi Penulisan Kitab Tafsîr al-Sya‘râwî

a. Latar Belakang Penulisan

Menurut Alî Iyâzî, al-Sya‟rawî tidak memberi sebutan karyanya tersebut

dengan tafsir, namun ia mengenalkannya dengan sebutan Khawâṯir al-Sya„râwî.11

Karya tulis ini memiliki judul asli Tafsîr al-Sya„râwî Khawâṯir al-Sya„râwî

Haula al-Qur„ân al-Karîm.12

Namun, lebih masyhurnya disebut Tafsîr al-

Sya„râwî. Al-Sya„rawi dalam muqaddimahnya menjelaskan bahwa sebenarnya dia

lebih setuju jika karyanya ini tidak disebut sebagai tafsir al-Qur‟an. Ia lebih

9 Husain „Abd al-Hamîd Nîl, Imam al-Du„âh Qissah al-Hayâh al-Syaikh Muhammad

Mutawallî al-Sya„ra, h. 34-35.; Selamat b. Amir,“Elemen Saintifik dalam Al-Qur‟an: Analisis

Terhadap Tafsir Al-Sya„rawi Karangan Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi”, h. 159. 10

Selamat b. Amir,“Elemen Saintifik dalam Al-Qur‟an: Analisis Terhadap Tafsir Al-

Sya„rawi Karangan Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi,” 147.; „Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn:

Hayâtuhum wa Manhajuhum, 268-269. 11

„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, 269. 12

„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, 268.

Page 49: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

36

menyetujui jika karyanya tersebut sebagai Khawâṯir al-Sya„râwî Haula al-Qur„ân

(telepati disekitar makna-makna al-Qur‟an).13

Dalam menjelaskan apa yang beliau pahami dari isi al-Qur‟an, al-Sya„râwî

berpegang pada dua aspek, yaitu: (a) Komitmen kepada Islam sebagai metode

atau landasan untuk memperbaiki kemerosotan umat, terutama dalam bidang

pemikiran dan keyakinan. (b) Dalam menafsirkan al-Qur‟an beliau mengikuti

perkembangan saat itu.14

Tafsîr al-Sya„râwî ini ditulis oleh suatu lajnah diantara anggotanya adalah

Muhammad al-Sinrâwî dan „Abdul Wâris al-Dâsukî. Kitab tafsir ini diterbitkan

oleh Akhbâr al-Yawm pada tahun 1991, dan termuat dalam majalah al-Liwâ„ al-

Islâmy dari tahun 1986 sampai tahun 1989 nomor 251 sampai 332, sedangkan

yang mentakhrij hadisnya adalah Ahmad „Umar Hâsyim.15

b. Metode dan Corak Penafsiran

Abdul Hayy al-Farmawî mencetuskan empat bentuk metode penulisan

tafsir yaitu tahlîlî, ijmâlî, muqâran, dan, mauḏû„î. Selanjutnya apabila dilihat dari

empat metode tersebut, karya Tafsîr al-Sya„râwî termasuk dalam kategori metode

tahlîlî16

dari segi runtutan pemaparannya. Hal ini ditinjau dari ciri-ciri penulisan

dalam metode tersebut adalah penafsiran yang penyusunan surat dan ayatnya

mengikuti Mushhaf al-Qur‟an, yaitu dimulai dari al-Fâtihah dan diakhiri dengan

13

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.1, h. 5.; al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-

Azhar, J. 1, h. 5.

و لى .. كى اتو ايى ع ض ب ك أى ةو يى اى ج ن م ؤ مي ب ل ى قػى لى عى ري ط .. تى ةه ي ائ فى ص اته بى ى ىى ا ى نى إ .. كى ف اى ر قي ل ل ارن يػ س ف تػى ن ع تػى لاى ي ر الكى اف ر القي ؿى و ل حى ر اط وى خى .. كى لى م عى كى مى ل عى و ب كى غى ل بػى وي لى كى لى عى فى نػ ا و ب كى ؿى ز ني و ي لى عى وي ن ... لى ه ي س ف تػى س ب ا الن لى ك أى الله ؿي و سي رى افى كى .. لى رى س فى يػي ف اى ن ك م مي ال نى م افى ر القي ف أى .وي اتى زى ج ع مي ت رى ه ظى وي لى

14„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 269.; Faizah Ali

Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 152-153. 15

„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 268. 16

Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi,” Sudia Qurani 1, no. 2 (2017):

153.

Page 50: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

37

al-Nâs. Namun, secara substansi tafsir ini lebih condong ke pola tafsir tematik

(maudû„i). Hal ini karena sense of language (hâssah lughawiyah) beliau sangat

tajam, membuatnya mampu memahami suatu kata secara detail dengan

membandingkan kata tersebut dengan kata yang sama di lain ayat sehingga

membentuk satu pengertian yang utuh.17

Dalam penafsirannya al-Sya„râwî cenderung menggunakan pendekatan

tafsîr bi al-ra‟yi. Menurut Hikmatiar Pasya, hal tersebut dapat dilihat dari sumber

yang digunakan dalam menafsirkan. Menurut beliau, terdapat dua sumber yang

konsisten digunakan al-Sya„râwî ketika menafsirkan, yaitu kaidah kebahasaan dan

rekonstruksi ayat dengan ayat.18

Kaidah kebahasaan merupakan salah satu kaidah dasar yang sangat

penting bagi seorang mufassir untuk menemukan esensi makna dari ayat al-

Qur„an. al-Sya„râwî sangat teliti dalam mencermati kaidah kebahasaan suatu ayat,

yang kemudian beliau jelaskan dengan penyampaian yang baik dan penggunaan

bahasa yang ringan, sehingga setiap kalangan akan mudah dalam memahami apa

maksud dari suatu ayat. Sumber lain yang digunakan al-Sya„râwî adalah

rekonstruksi ayat dengan ayat, yaitu menafsirkan suatu ayat dengan ayat-ayat

lain yang dianggap memiliki korelasi pada tema yang sedang dibahas, agar

memperoleh pemahaman yang lebih baik, sehingga lebih mudah dipahami.19

Terkait dengan corak yang terdapat dalam Tafsîr al-Syarawî, setiap

peneliti memiliki pendapat yang berbeda-beda. Hal ini memang tidak dapat

dipungkiri, karena dalam suatu karya tafsir dengan metode tahlîlî yang tentunya

17

Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir al-Sya„râwî, h. 51. 18

Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi,” h. 148. 19

Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi,” h. 149 dan 151.

Page 51: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

38

mencakup berbagai hal, dan untuk coraknya tentu dapat dilihat dari berbagai segi

yang paling sering muncul. Dan peniliti itu pun bisa bebas menyebutkan warna

tafsir dengan istilahnya.

Seperti halnya Alî Iyâzî berpendapat bahwa corak Tafsîr al-Sya‟rawî

adalah tarbawî (pendidikan) dan islâhî (reformasi).20

Kemudian, Faizah Ali

Sibromalisi dan Jauhar Azizy menjelaskan bahwa al-Sya‟rawi mengikuti corak

tafsir Muhammad Abduh, yaitu al-adab al-Ijtimâ‟.21

Lalu, Hikmatiar Pasya dalam

jurnalnya menyebutkan tafsir ini bercoak adabî dan i„jâzî.22

Di dalam Tafsîr al-Sya‟rawi terdapat pemahaman kebahasaan, fiqh al-

lughah, dan i„jâz lughah dengan penalaran yang menarik. Tetapi, hal yang lebih

menonjol dalam tafsir ini adalah segi ijtimâ‟î atau sosialnya. Beliau mencurahkan

perhatian yang cukup besar untuk memberikan nasehat, didikan, ceramah, dll.

Sebagai solusi terhadap berbagai problem masyarakat muslim dan pemerintahan

saat itu.23

Dengan demikian, secara garis besar Tafsîr al-Sya„rawî bercorak al-

adab al-Ijtimâ‟ atau sastra dan social kemasyarakatan.

20

„Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum, h. 269. 21

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h.

154. 22

Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi,” h. 153. 23

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h.

154 dan 155.

Page 52: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

39

B. Profil Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Al-Mishbah

1. Latar Belakang Keluarga, Pendidikan dan Karir Muhammad Quraish

Shihab

Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA., lahir di Rappang, Sulawesi

Selatan, pada 16 Februari 1944.24

Merupakan keturunan Arab terpelajar. Ayahnya

bernama Prof. KH. Abdurrahman Shihab (1905-1986), seorang ulama dan guru

besar bidang tafsir.25

Dari sosok beliaulah M. Shihab mulai belajar bahasa al-

Qur‟an dan mendengarkan petuah-petuah agama yang biasa disampaikan sang

Ayah selepas magrib. Ternyata dari sinilah munculnya rasa cinta terhadap studi

al-Qur‟an.26

Usai menamatkan sekolah dasarnya di Ujung Pandang, ia melanjukan

sekolah menengahnya di Kota Malang, Jawa Timur, sambil menjadi santri di

Pondok Pesantren Dâr al-Hadîts al-Faqihiyyah. Di tahun 1958 yang bertepatan

dengan umurnya yang menginjak 14 tahun, dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan

diterima di kelas Tsanawiyah al-Azhar. Lalu di tahun 1967, dia meraih gelar Lc

(S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar.

Selanjutnya pada tahun 1969 meraih gelar M.A. untuk spesialisasi bidang Tafsir

al-Qur‟an dengan Tesis berjudul al-I„jaz al-Tasyri„î lî al-Qur‟an al-Karim. 27

24

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 6. 25

Kusmana, Membangun Citra Institusi: dalam Badri Yatim dan Hamid Nasuhi, (Ed),

Membangun Pusat Studi Islam (Sejarah dan Profil Pimpinan Iain Syarif Hidayatullah Jakarta),

Cet. I (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002), h. 254. 26

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 14. 27

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 6.

Page 53: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

40

Ketika M. Quraish Shihab tiba di Ujung Pandang, ia diangkat menjadi

Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan di IAIN Alauddin, Ujung

Pandang, dan berbagai jabatan-jabatan lain yang diamanahkan kepadanya. Pada

tahun 1980, ia kembali ke Kairo untuk melanjutkan studi pada almamater

lamanya, yaitu Universitas al-Azhar. Dua tahun kemudian ia berhasil meraih gelar

doctor pada ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan Disertasi yang berjudul Nazhm al-Durâr

li al-Biqa‟î, Tahqiq wa Dirâsah dan mendapatkan yudisium summa cum laude

disertai penghargaan tingkat 1 (Mumtaz ma„a Martabat al-Syaraf al- „ûla).28

Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1984 M. Quraish Shihab

ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan diluar kampus dan dipercayakan

menduduki berbagai jabatan. Diantaranya adalah: Ketua Majelis Ulama Indonesia

(MUI) Pusat (sejak 1984); Anggota Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen

Agama (sejak 1989); Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak

1989, dll.29

Adapun latar belakang penulisan karya-karya tersebut secara garis besar

adalah dorongan dari rekan-rekannuya serta merespon kebutuhan masyarakat. Hal

ini terlihat dalam sekapur sirihnya, antara lain dalam bukunya Mukjizat al-Qur‟an,

ia menjelaskan bahwa ide penulisan buku tersebut berasal dari rekan-rekannya

untuk menulis buku yang mudah dicerna menyangkut mukjizat dan keistimewaan

al-Qur‟an. Selain itu, menurutnya selama ini banyak diantara umat muslim yang

28

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 6. 29

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 6.

Page 54: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

41

hanya memfungsikan al-Qur‟an sebagai mukjizat, padahal al-Qur‟an bagi umat

muslim tidak dimaksudkan sebagai mukjizat saja namun sebagi hûdan atau

petunjuk.30

2. Metodologi Penulisan Tafsir al-Mishbah

a. Latar Belakang Penulisan

Latar belakang penulisan Tafsir Al-Misbah adalah semangat

menghadirkan karya tafsir al-Qur'an kepada masyarakat secara normatif yang

didorong oleh suatu fenomena yang dianggap melemahnya kajian al-Qur'an,

sehingga al-Qur'an tidak lagi menjadi pedoman hidup dan sumber rujukan dalam

bertindak dan mengambil keputusan. Menurutnya masyarakat lebih tertarik

kepada lantunan bacaan al-Qur'an, seakan-akan kitab suci al-Qur'an hanya

diturunkan untuk dibaca.31

Tujuan M. Quraish Shihab dalam menulis tafsir ini diantaranya adalah

pertama, memberikan langkah yang mudah bagi umat Islam dalam memahami isi

dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an, dengan memberikan penjelasan yang rinci

tentang pesan yang dibawa al-Qur'an disertai dengan tema-tema terkait

perkembangan peradaban manusia.32

30

M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan Isyarat

Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Cet, IV (Bandung: Mizan, 1998), h. 7-8. 31

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, h. vi

dan ix 32

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, h.

vii.

Page 55: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

42

Kedua, perlunya memberikan bacaan baru yang menjelaskan tema-tema

atau pesan-pesan al-Qur'an. Hal ini dilatarbelakangi adanya kesalahan umat Islam

dalam memahami fungsi al-Qur'an.33

Ketiga, adanya dorongan dari umat Islam Indonesia yang menggugah hati

dan membulatkan tekat M. Quraish Shihab untuk menulis karya tafsir.34

Dalam menyusun kitab Tafsir al-Mishbah, M. Quraish Shihab mengemukakan

sejumlah kitab tafsir yang ia jadikan sebagai rujukan atau sumber pengambilan.

Kitab-kitab rujukan tersebut secara umum telah disebutan dalam “Sekapur Sirih”

dan “Pengantar” kitab tafsirnya yaitu pada volume I, Tafsir al-Mishbah.

Selanjutnya buku-buku rujukan lain dapat ditemukan bertebaran di berbagai

tempat ketika ia menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an.

Sumber pernafsiran tersebut diantaranya: Nazm al-Durâr fî Tanâsub al-

Ȃyât wa al-Suwâr karya Ibrâhim b. „Umar al-Biqâ„I (w. 885 H/ 1480 M), Sayyid

Muhammad Ṯhanṯâwi, Syaikh Mutawalli al-Sya„râwi; Fî Ẕilâl al-Qur‟ân karya

Sayyid Quṯb, Muhammad Ṯâhir b. „Ȃsyûr; Tafsîr al-Mizân karya Sayyid

Muhammad Husein Ṯabâṯabâ‟i, Bayân I„jâz al-Qur‟an karya al-Khaṯṯabi (319-388

H); Mafâtih al-Ghaib karya Fakhruddîn al-Râzi (606 H/1210 M); Tafsîr Jalalain

karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyûṯi, dll.35

33

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, h. vi

dan ix. 34

Hal ini dapat dilihat dalam Tafsir al-Mishbah jilid 15 halaman 645, bahwa M.Quraish

Shihab pernah menerima surat dari seseorang yang tidak dikenal berisi “Kami menunggu karya

ilmiah pak Quraish yang lebih serius.” 35

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an Vol. I,

Cet. V (Ciputat: Lentera Hati, 2012), h. 18-31.

Page 56: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

43

b. Metode dan Corak Penafsiran

Apabila dilihat dari segi orientasi penafsirannya, tafsir terbagi menjadi

tiga, yaitu tafsir al-riwâyah, tafsir dirâyah36

, dan tafsir Isyârah. Ketiga pendekatan

tafsir ini muncul dan berkembang seiring dengan kebutuhan umat dan tuntutan

zaman.

Dalam hal ini M. Quraish Shihab lebih cenderung menggunakan

pendekatan dirâyah. Menurut Hasani Ahmad Said, pendekatan tersebut akan

terlihat ketika memasuki wilayah penafsirannya. Pada saat masuk penafsiran suatu

ayat, hampir dipastikan selalu mengurai sisi kebahasaanya dari berbagai bentuk.37

Selanjutnya apabila dilihat dari empat metode dan enam corak di atas,

Hasani Ahmad Said menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, dalam praktek

penafsiran yang tersebar melalui berbagai buku yang telah ditulis, M. Quraish

Shihab menggunakan metode mauḏû„î. Kedua, secara khusus M. Quraish Shihab

juga mengaplikasikan metode tahlîlî melalui beberapa karyanya, salah satunya

adalah Tafsir Al-Mishbah. Ketiga, Tafsir Al-Mishbah yang ia tulis dengan metode

tahlîlî bercorak al-adabî al-ijtimâ‟î (sastra budaya kemasyarakatan).38

C. Corak al-Adabî al-Ijtimâ’î

Corak dalam bahasa Arab berasal dari kata alwân yang merupakan bentuk

plural dari kata lawn. Dalam Lisân al-„Arab, Ibn Manẕûr menyebutkan, ل كي في و لى كى ه ي غى ينى بػى كى وي نى يػ بػى لى مىاصى فى يءو شى , artinya warna setiap sesuatu merupakan pembeda

36

Tafsir dirâyah atau al-ma„qûl, atau tafsir al-Ra„yi atau tafsir al-ijtihad ialah penafsiran

berdasarkan ijtihad mufassir. Lihat: Manna‟ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, h.440. 37

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an dalam Tafsir Al-Misbah, h. 120. 38

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an dalam Tafsir Al-Misbah, h. 124.

Page 57: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

44

antara sesuatu dengan sesuatu yang lain.39 Corak merupakan salah satu istilah

dalam metodologi penafsiran al-Qur‟an.40

Istilah lawn, menurut Hasani Ahmad Said pertama kali digunakan oleh Alî

Iyâzî.41

Lawn menurut Alî Iyâzî sendiri adalah sebagai berikut. ا النصى و لى خصى الذم يػيفىسري نىصا, يػي الش ميرىادي منى اللوف ىيوى أىف ال بتػىفسيه ىيوى كى فػىهىموي إياهي, إذ في ىىذى

عيني الىفىقى لىىا, كى ىيوى الذم يي ميستػىوىل الفكرم دي بشىخصيتة ال مى لعبىارىة مىا ىيوى الذم ييىد تػىفىه مي ال اىف تىد إلىيو مىعنىاىىا كى مى العىقلي 42رمىاىىا., الذم يى

Yang dimaksud dengan lawn menurut Alî Iyâzî di atas, bahwasannya orang yang

menjelaskan nas (ayat al-Qur‟an) dan mewarnainya dengan penjelasannya, yaitu

dengan memasukkan pemahamannya kedalam penjelasannya tersebut. Dengan

kata lain memahami frasa dalam nas tersebut dan menyesuaikannya dengan

tingkat keilmuan yang dimilikinya dan dalam menafsirkan ia menyesuaikan

dengan cakrawala akalnya, lalu meluaskan makna dan tujuannya.

Kemudian, kata al-adab yang terdiri dari huruf hamzah, dal, dan ba

menurut Ibn Manẕûr dalam Lisân al-„Arab adalah:

إلى مىقىبيح عىن ال بي أىدىبنا لىنوي يىأدبي الناسى كىيػىنػهىاىيم بي منى الناس، سييى الىدى الذم يػىتىأىدبي بو الىدى امد ال 43مىحى

Yakni sesuatu yang mengajarkan perilaku baik kepada manusia. Dia dinamakan

seperti itu karena mengarahkan manusia kepada kebaikan dan menjauhkan mereka

dari keburukan. Kemudian, menurut pendapat Abu Zayd yang juga dikutip oleh

39

Ibn Manẕûr, Lisân al-„Arab, J.13, h. 393. 40

Secara umum terdapat enam istilah dalam metodologi penafsiran al-Qur‟an, yaitu: (1)

Qism (pembagian); (2) Ittijah (kecenderungan);(3) Masdar (sumber); (4) Manhaj (pendekatan); (5)

Ṯarîqah (metode); (6) lawn (warna). Lihat: Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur‟an

dalam Tafsir al-Misbah (Jakarta: Amzah, 2015), h. 121. 41

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur‟an dalam Tafsir al-Misbah, h.121. 42

Muhammad „Alî Iyâzî, Al-Mufassirûn: Hayâtuhum wa Manhajuhum (Teheran: Wizârat

al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H), h. 33. 43

Ibn Manẕûr, Lisân al-„Arab, J.1, h. 206.; A.W. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab-

Indonesia Terlengkap, h. 12.

Page 58: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

45

Ibn Manẕûr, terdapat kata aduba (dengan harakat dhammah pada huruf dal), yang

dimaknai sebagai “sastra”. Dinamakan demikian karena karya sastra dalam tradisi

linguistik Arab dominan mengajak kepada perilaku yang baik dan terhormat dan

para penutur karya-karya tersebut juga merupakan kalangan yang berperilaku baik

dan terhormat. Oleh karena itu, al-adab kerap digunakan dalam makna social

yaitu sebagai sesuatu yang berkaitan dengan perilaku manusia, budaya, yaitu

suatu cara hidup yang berkembang di masyarakat, dan sastra. Kemudian, dengan

adanya ya nisbah, yang dinisbatkan kepada term lawn, akan ditemukan istilah

“corak social atau budaya atau sastra”. Maksudnya corak yang mengandung

unsur-unsur sosial yang berkenaan dengan perilaku masyarakat atau pun yang

mengandung kaidah-kaidah kebahasaan.

Adapun kata al-Ijtimâ„ berasal dari kata جمع yang berarti mengumpulkan.

Kata tersebut kemudian dikembangkan menggunakan timbangan kata ifta„ala –

ifti„âlan sehingga menjadi ijtimâ„an yang dapat diartikan sebagai “perkumpulan.”

Kata ini kemudian dipergunakan dalam bahasa Arab modern sebagai padanan

bagi kata “masyarakat”.44

Jadi, secara etimologi tafsir al-adabî al-ijtimâ„î adalah

tafsir yang berorientasi pada sastra sosial dan kemasyarakatan, atau menurut M.

Quraish Shihab sastra budaya dan kemasyarakatan.

Berikutnya secara istilah, menurut al-Dzahabî, corak al-adabî al-Ijtimâ„î

adalah sebagai berikut.

ب دى الى ف و للى ب وي ن أى ب ر ص ا العي ىذى ح ري يػ س ف التػ ازي تى : يى ر اض ا الى نى ر ص عي ح ي س ف لتػ ل ي اع مى ت ج الا ب دى الى في و اللى م الذ اؼي الى عي اب الط كى ل اذى ر ص ا العي ىذى ح و ي لى عى ري هى ظ يى د عي يػى لى رى يػ س ف التػ ف : أى كى ال ذى ب ن ع نػى , كى ي اع مى ت ج الا

44

Ibn Manẕûr, Lisân al-„Arab, J 8 , h. 53

Page 59: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

46

ا كى دن ي د جى في و كي يى ادي كى يى فو و لى ب في و لى تػي كى ره خى اى عه اب طى و ي لى عى رى هى ا ظى نى إ , كى ي ر الكى ف اى ر القي ة ايى دى ى ن عى اسى الن ؼي ر صى يي ي لى عى ئو ي شى ل كي لى ب قػى كى لان ك اى يـ و قي تػى ةن الىى عى مي ة ي ن اى ر القي ص و صي الن ةي الىى عى مي وى ىي كى ل ا, ذى ي س ف التػ ىلى ا عى ئن ار طى ا ح هى يػ لى إ في اى ر القي ؼي دى ه يػى ت ال ان عى مى ال اغي صى تي كى ل اذى دى ع بػى ثي ,ن اى ر القي ي ب ع تػى الح ة ق الد ع اض وى مى ار هى ظ إ م ظي ني , كى ي اع مى ت ج ال ن نى سي ن م ف و كى ال ا ح مى ىلى عى اىن ر القي ص الن قي ب ط يى أخاذ, ثي ؽو و شى ب و لي س أي

45.اف رى م العي

“ Corak social-budaya kemasyarakatan dalam tafsir masa kini: tafsir pada

masa kini memiliki keunggulan karena memiliki corak sosial

kemasyarakatan. Maksudku adalah: tafsir pada masa kini tidak lagi

menampakkan tabiatnya yang kering yang memalingkan manusia dari

petunjuk al-Qur‟an, melainkan menampakkan tabiat lain dan

menggunakan corak yang hampir-hampir merupakan sesuatu yang baru

dalam diskursus tafsir. Yaitu penafsiran yang dalam menjelaskan ayat-ayat

al-Qur‟an berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun dengan

bahasa yang lugas, setelah itu, merumuskan makna-makna yang

ditunjukan al-Qur„an dalam balutan gaya penuturan yang menarik, lalu

mengaplikasikannya pada tatanan social, dan peradaban kaum kota

(urban).” 46

Pernyataan dari al-Dzahabî diatas merupakan karakteristik yang menjadi

rumusan untuk corak al-adabî al-Ijtimâ„î. Beliau memberikan empat ciri, yaitu

berdasarkan ketelitian ungkapan, menyampaikan makna sesuai dengan tujuan

diturunkannya al-Qur„an, dengan gaya penuturan yang menarik, dan

mengaplikasikannya dengan tatanan social.

45

M. Husain al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, J. II, h. 410. 46

Menurut Rachmat Syafei, al-Dzahabi tidak bermaksud untuk memberikan definisi

formal terkait corak ini. Beliau hanya menjelaskan bahwa ini adalah salah satu era baru dalam

tafsir. Lihat: Rachmat Syafe‟I, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 254.; Abdurrahman Rusli Tanjung,

“Analisis Terhadab Corak Tafsir al-Adabî al-Ijtimâ‟î,” Jurnal Anlytica Islamica, vol.3, no.1

(2014): 173-174.

Page 60: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

47

BAB IV

KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI KOMPARATIF

TAFSȊR AL-SYA‘RȂWȊ DAN TAFSIR AL-MISHBAH

A. Profil Ayat Dayn

Ayat tentang mudâyanah atau utang piutang yang diambil dari akar kata

dalam al-Mu„jam al-Mufahras Lî al-Fâẕ al-Qur„ân al-Karîm terdapat dalam 3 دىينه

ayat. Yaitu pada Qs. al-Bâqarah (2): 282 yang membahas tentang hutang secara

umum dan rinci, yang mana penjelasan tentang dain-nya dilanjutkan pula pada

ayat berikutnya yaitu ayat 283, lalu pada Qs. al-Nisâ (4):11 dan 12 tentang

wajibnya membayar utang bagi ahli waris.1

Qs. al-Bâqarah (2): 282

ينو إلى أىجىلو ميسىمى فىاكتيبيوهي ايػىنتيم بدى ا الذينى آمىنيوا إذىا تىدى نىكيم كىاتبه بالعىدؿ كىلاى يىا أىيػهى كىليىكتيب بػىيػا عىلمىوي اللوي فػىليىكتيب كىلييملل الذم عىلىيو الىق كىليىتق اللوى رىبوي كىلاى يػىبخىس منوي يىأبى كىاتبه أىف يىكتيبى كىمى

يئنا فىإف كىافى الذم عىلىيو الىق سىف ل ىيوى فػىلييملل كىليوي بالعىدؿ شى ا أىك ضىعيفنا أىك لاى يىستىطيعي أىف يي يهنين من رجىالكيم فىإف لى يىكيونىا رىجيلىين فػىرىجيله كىامرىأىتىاف من تػىرضىوفى منى اء أىف كىاستىشهديكا شىهيدى الشهىدى

اهيىا اءي إذىا مىا ديعيوا كىلاى تىسأىميوا أىف تىكتيبيوهي صىغينا أىك تىضل إحدى اهيىا اليخرىل كىلاى يىأبى الشهىدى فػىتيذىكرى إحدى

1 Muhammad Fu„âd „Abd al-Bâqî, al-Mu„jam al-Mufahras Lî al-Fâẕ al-Qur„ân al-Karîm

(Dâr al-Fikr, tt), h.340.

Page 61: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

48

يـ للشهىادىة كىأىدنى أىلا تػىرتىابيوا إلا أىف تى لو ذىلكيم أىقسىطي عندى اللو كىأىقػوى بينا إلى أىجى فى تىارىةن حىاضرىةن كيو كىنىكيم فػىلىيسى عىلىيكيم جينىاحه أىلا تىكتيبيوىىا كىأىشهديكا إذىا تػىبىايػىعتيم كىلاى ييضىار كىات به كىلاى شىهيده تيديريكنػىهىا بػىيػ

لوي بكيل شىيءو عىليمه كىإف تػىفعىليوا فىإنوي فيسيوؽه بكيم كىاتػقيوا اللوى كىيػيعىلميكيمي اللوي كىال

Arti: “ Wahai orang-orang yang beriman !Apabila kamu melakukan utang-

piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan

hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar.

Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah

mengajarkan kepanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah

orang yang berutang itu mendektekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada

Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya.

Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaanya),

atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya

mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua saksi laki-

laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh)

seorang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang

kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka

yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak

apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas

waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil

di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan

kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan

tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu

jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual

beli, dan janganlah penulis dipersulit, dan begitu pula saksi. Jika kamu

lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu.

Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran padamu,

dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Qs. al-Bâqarah (2): 283

اتبنا فىرىىافه ديكا كى نى أىمىانػىتىوي كىإف كينتيم عىلىى سىفىرو كىلى تى مىقبيوضىةه فىإف أىمنى بػىعضيكيم بػىعضنا فػىليػيؤىد الذم اؤتيا فىإنوي آثه قػىلبيوي كىاللوي بىا تػىعمىلي ادىةى كىمىن يىكتيمهى وفى عىليمه كىليىتق اللوى رىبوي كىلاى تىكتيميوا الشهى

Arti: “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapat seorang

penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika

sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang

dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia

bertakwa kepada Allah, Tuhannya.. Dan janganlah kamu menyembunyikan

Page 62: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

49

kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya

kotor (berdosa). Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Qs. al-Nisâ‟ (4): 11

ر مثلي حىظ الينػثػىيػىين فىإف كين نسىاءن فػىوؽى اثػنىتػىين فػىلىهين دكيم للذكى ثػيليثىا مىا تػىرىؾى كىإف ييوصيكيمي اللوي ح أىكلاىا السديسي ما تػىرىؾى إ ةن فػىلىهىا النصفي كىلىبػىوىيو لكيل كىاحدو منػهيمى ف كىافى لىوي كىلىده فىإف لى يىكين كىانىت كىاحدى

ييوصي بىا أىك دىينو لىوي كىلىده كىكىرثىوي أىبػىوىاهي فىليمو الثػليثي فىإف كىافى لىوي إخوىةه فىليمو السديسي من بػىعد كىصيةو ا آبىاؤيكيم كىأىبػنىاؤيكيم لاى تىدريكفى أىيػهيم أىقػرىبي لىكيم نػىفعنا فىريضىةن منى اللو إف اللوى كىافى عىليمنا حىكيمن

Arti: “Allah mensyari‟atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian wariasan

untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian anak seorang laki-laki sama dengan bagian

dua anak perempuan. Dan jika anak itu semua perempuan yang jumlahnya lebih

dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia

(anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang

ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak bagian masing-masing seperenam dari

harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia

(yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-

bapaknya (saja), makai bunya mendapatkan sepertiga. Jika dia (yang meninggal)

mempunyai beberapa keluarga, makai bunya mendapat seperenam. (pembagian-

pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan

setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak

mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini

adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui Maha Bijaksana”

Qs. al-Nisâ‟ (4): 12

ما تػىرىكنى من بػىعد كىلىكيم نصفي مىا تػىرىؾى أىزكىاجيكيم إف لى يىكين لىين كىلىده فىإف كىافى لىين كىلىده فػىلىكيمي الربيعي كىلىده فػىلىهين الثميني ما كىصيةو ييوصينى بىا أىك دىينو كىلىين الربيعي ما تػىرىكتيم إف لى يىكين لىكيم كىلىده فىإف كىافى لىكيم

لىةن أىك امرىأىةه كىلىوي أىخه أىك أيخته فىلكيل تػىرىكتيم من بػىعد كىصيةو تيوصيوفى بىا أىك دىينو كىإف كى افى رىجيله ييورىثي كىلىا السديسي فىإف كىانيوا أىكثػىرى من ذىلكى فػىهيم شيرىكىاءي ح الثػليث من بػىعد كىصيةو ييوصىى بى ا أىك كىاحدو منػهيمى

ليمه دىينو غىيػرى ميضىار كىصيةن منى الل و كىاللوي عىليمه حى

Arti: “Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh

istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu

mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah

dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu

Page 63: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

50

tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka

para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah

dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu.

Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak

meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anaktetapi mempunyai seorang

saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi

masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-

saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian

yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah

dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah

ketentuan Allah. Allah Maha mengetahui, Maha Penyantun.”

Ayat al-Qur„an yang berkaitan dengan harta cenderung lebih panjang,

karena mengandung penjelasan yang lebih rinci dan detail. Hal ini dikarenakan

harta merupakan suatu komponen yang sangat penting dan rawan menimbulkan

perpecahan antar manusia. Seperti yang terdapat dalam Qs. al-Bâqarah (2): 282

tentang utang yang dilanjutkan pula pada ayat berikutnya, 283, yang merupakan

ayat terpanjang dalam al-Qur„an dan dalam Qs. al-Nisâ ayat 11 dan 12 tentang

warisan.

M. Quraish Shihab menyebut Qs. al-Bâqarah (2): 282 sebagai ayat

mudâyanah yang berarti utang piutang.2 Sedangkan, Mutawalli al-Sya‟râwî

menyebutnya sebagai ayat terpanjang dalam al-Qur‟an. Beliau juga menggunakan

istilah mudâyanah dalam tafsirnya.3

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Vol.1

(Ciputat: Lentera Hati, 2000), h.562 dan 730. 3 Muhammad Mutawallî al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh

Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2 (Qâhirah: Akhbar al-Yawm,

1991), h.1226. Lihat: Muhammad Mutawally al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar,

J.II (Jakarta: Duta Azhar, 2004), h.137.

Page 64: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

51

Kemudian surat al-Nisâ merupakaan surat madâniyah yang terdiri dari 176

ayat4, yang mana diantaranya mengandung berbagai aturan terkait harta dengan

rinci pula.5

B. Kewajiban yang Berhutang

1. Mencatat Transaksi Utang Piutang

a. Tafsir al-Sya„râwî

Kata faktubûh artinya hendaknya kamu menuliskannya. Kata ini menurut

al-Sya„râwî “ اء ب ح الى نى م اء ب ح الى ج رى لى عه ف رى يى ى ” dinyatakan “untuk menutup

ketidakpastian dalam pembayaran utang, walaupun hal itu terjadi kepada

saudara sendiri”. Selanjutnya, untuk menunjukkan pentingnya anjuran menulis

utang ini, beliau menjelaskannya dengan sangat luas, dilengkapi dengan berbagai

analogi dan menggunakan bahasa yang menarik serta mudah dipahami

masyarakat.6 Beliau juga menjelaskan bahwa Allah ingin memberikan

kenyamanan dalam kehidupan ini, selamanya dengan terhormat dan bersih.7

Menurut al-Sya„rawî perintah untuk menuliskan hutang tersebut adalah

hukum dari Tuhan, beliau menyatakan ة يى ي ر الى دى حى أى ذ خي أ تى لى ، فى م اك سىى عي ي ر ش تى ,8 yang

artinya “Hukum Tuhan, maka jangan dianggap sepele” 9 Ayat ini termasuk

4 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al- Munir, J.2 terj. Abdul Hayyie Al-Kattani,dkk, h. 557.

5 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Al- Munir, J.2 terj. Abdul Hayyie Al-Kattani,dkk, h. 558-559.

6 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-

Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1227-1228.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj.

Safir al-Azhar, J. 2, h. 138-140. 7 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-

Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1237; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-

Azhar, J. 2, h. 146-147. 8 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-

Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1227. 9 Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 138-139.

Page 65: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

52

bagian yang menonjolkan tujuan diturunkannya al-Qur‟an, karena berisi nasehat

tentang adanya hukum Tuhan yang tidak boleh disepelekan.10

Hal yang ditulis ketika transaksi utang piutang merupakan hasil dari

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan yang paling penting merupakan

batasan pelunasan utang. Al-Sya„râwî menjelaskan bahwa Allah membatasi

hutang dengan ilâ ajalin musammâ, yaitu untuk waktu yang telah ditentukan.

Kata musammâ memberikan penegasan batasan waktu. Batasan menurut beliau

terbagi menjadi dua, yaitu batasan waktu dan batasan kejadian. Untuk

menjelaskan batasan waktu yang terbagi menjadi dua tersebut, beliau

menghadirkan perumpamaan terlebih dahulu. Perumpamaan tersebut menjelaskan

tentang batasan kejadian yaitu apabila berkata ج ي ج الى يـ د قى م مي د ن ع لي جى الى “akan

kubayar setelah pulang haji” maka pernyataan tersebut menunjukkan batasan

kejadian yaitu haji. Batasan kejadian ini tentu tidak pasti, karena masih

mengandung kemungkinan-kemungkinan yang belum diketahui. Selanjutnya,

dalam menjelaskan batasan waktu beliau menyatakan sebuah pernyataan, لي جى الى رو هي ش أى ةي ثى لى ثى ك أى اف رى ه م شى د ن ع , “Batas waktu pembayaran buatku adalah dua bulan,

atau tiga bulan”. Artinya batas waktunya adalah waktu itu sendiri. Batasan inilah

yang benar.11

Allah Swt., tetap memerintahkan orang yang mengetahui tentang tulis-

menulis untuk menyumbangkan jasanya, walaupun tidak ada yang memintanya,

menulis itu tetap wajib dilaksanakan. Ia menjelaskan dengan perumpamaan

berikut.

10

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1227.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 138-139. 11

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1227.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 138

Page 66: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

53

ري يػ غى وى ىي ك ، أى ؽ رى ك الز ة ف دى ب كى س م يىى الذ ت قى ر غ أي كى ، ةن فى اص عى ت اءى جى كى ل اذى دى ع بػى كى ؽو رى ك زى ح م كي ن أى ب ىي لى ، فى ل مى عى ل ل وي سى ف نػى بي د ن يػي وي ن ، إ ةى ف الد رى يػ د يي ل ؼي ر ع يػى ن مى ىـ د قى تػى يػى ف أى بي ا يى نى ، ىي ة ف الد ة ارى دى ى إ لى عى رو اد قى

12.ة بى ر ج لت ل اؿى مىى

Maksud dari pernyataannya tersebut adalah apabila kamu berada di dalam sampan

kecil, kemudian datang angin kencang yang menenggelamkan nahkodanya,

sehingga tidak ada yang bisa mengendalikan sampan tersebut. Maka, orang yang

merasa mampu, harus menggantikan nahkoda mengendalikan sampan tersebut

dan mendermakan dirinya untuk itu, sedang yang tidak mampu diharap mundur

karena disini bukan tempat untuk belajar.13

Kemudian, untuk menjelaskan subyek yang lemah dalam transaksi utang

piutang, yang mana orang tersebutlah yang berhak mendiktekan ketika pencataan

hutang, al-Sya„râwî menjelaskan sebagai berikut. Beliau memulainya dengan

sebuah pertanyaan “fa man al-Ḏa„îf”? yaitu, siapa yang lemah?. Beliaupun

menjawab “‟innahu al-madîn” yaitu, yang berhutanglah yang lemah. Kemudian

ketika akan menjelaskan anjuran kepada penerima hutang untuk mendikte ketika

proses transaksi, beliau bertanya kembali “wa limâdzâ lâ yumlî al-dâ‟in?” yaitu,

mengapa yang mendikte bukan yang memberi hutang?. Beliaupun menjawab

“lianna al-madîn „âdatan fî markaz al-ḏa„if,” yaitu karena penerima hutang

berada pada posisi yang lemah.14

Tanya jawab yang ditampilkan memperjelas

posisi antara si pemberi hutang dan penerima hutang. Hal ini juga dapat

menambah rasa penasaran pembaca untuk mencari jawaban dari pertanyaan

tersebut.

12

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1228. 13

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 139 14 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1229.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 140.

Page 67: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

54

Pada pernyataan di atas dapat dipahami bahwa orang yang berhak

mendiktekan adalah orang yang posisinya lebih lemah. Pada transaksi utang

piutang orang yang berhutanglah yang memiliki posisi lebih lemah. Penulisan

hutang tersebut sebagai bukti penerimaan hutang atas pemberi hutangnya tersebut.

Oleh karena itu, penerima hutang harus mendiktekan isi teks yang dijadikan

barang bukti. Hal ini lebih lanjut beliau jelaskan dengan corak

kemasyarakatannya.15

Berikutnya, al-Sya„râwî membahas orang yang berhak menuliskan

transaksi utang tersebut dan ketentuannya.

ري يػ غى به ات كى تى أ يى ف أى د بي لاى ن ك لى ، كى نى ي د مى ا ال هى يػ أى تى ن أى لاى ، كى بي تي ك م تى ذ ال نى ائ ا الد هى يػ أى تى ن أى : لاى ةى ق الد ر ظي ن اي 16.ن ي الد ة يى ل مى عى ن م ث ال ا الث ذى لى ةى حى لى ص مى لى ، فى ين نػى ثػ الا

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa orang yang berhak menuliskan transaksi

utang piutang tersebut adalah selain dari pihak yang berhutang dan yang memberi

hutang.17

Jadi, orang yang berhutang dan yang memberi hutang tidak boleh

menjadi penulis ketika transaksi tersebut sedang berlangsung. Selanjutnya, beliau

menambahkan ketentuan bagi penulis hutang, sebagai berikut.

كى ل اذى ن عى عى نى تػى يى لا ينان أى دى بى تي ك يى ف أى وي ن م بى إف طيل ةى ابى تى الك ؼي ر ع م يػى الذ افى سى ن ال ف أى ب احه ضى ي إ كى ل اذى ح كى وي سى ف نػى بى دي ن يػى ف أى وي مي زى ل يػى عي ر الش ، فى ةن بى ر تى لي م تى يى لاى ؼي ر الظ ، كى لى مى ع يػى ف أى وي ن ي م ض تى ق يػى ره م أى اؾى نى ىي افى ا كى ا مى ذى إ 18ل مى عى ل ل

Dari penafsiran di atas dapat disimpulkan ketentuan bagi penulis hutang, pertama,

orang yang memiliki pengetahuan tentang penulisan tidak boleh menolak apabila

15

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 140. 16

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1228. 17

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 139. 18

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1228.

Page 68: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

55

diminta untuk menuliskan hutang. Kedua, apabila tidak ada yang memintanya,

anjuran menulis itu tetap harus dilaksanakan.19

Fakta di masyarakat, saudara adalah orang yang paling dekat dan paling

dipercaya, sehingga menimbulkan rasa segan yang terkadang berlebihan. Hal ini

berdampak pada tidak terlaksananya pencatatan hutang diantara mereka. Oleh

karena itu, al-Sya„rawî menegaskan bahwa ini adalah hukum Tuhan, maka tidak

boleh dianggap mudah atau sepele, dengan mengatakan kepada si pemberi hutang

sebagai berikut.

ني نى :»ل قي تػى لاى ، كى ينى الد ب تي ك : اي كى لى ؿي و قي يػى مه اك سىى عه ي ر ش تى وي ن ، إ «ابه حى ص أى ني نى : »و ب اح صى ل ؿي و قي يػى فػى ك ، أى لي ام رى الى ك ، أى اءي نى بػ الى لي عى ف ا يػى اذى مى جان فى رى حى ينى الد ب تي ك تى لى ف إ ا فى مى كي ن م ده اح كى تي و يىي د قى فػى « اء قى د ص أى

20؟ .ةي ثى رى الوى Dari pernyataan di atas al-Sya„awî berusaha menampilkan problematika

yang sering terjadi di masyarakat dalam bentuk percakapan yang sering muncul

dalam sebuah transaksi utang piutang sepasang sahabat dan dalam bentuk hak dan

kewajiban dalam hidup bermasyarakat. Beliau menjelaskan bahwa biasanya

seorang yang memiliki kedekatan mengatakan kepada temannya atau pemberi

hutang, “kita kan kawan,” namun hukum Allah menetapkan “tulislah hutang” dan

janganlah mengatakan, “kamikan sahabat.” Kemudian, al-Sya„rawî memberikan

alasan yang menonjolkan problematika dalam masyarakat dalam bentuk hak dan

kewajiban. Kita ketahui dalam transaksi utang piutang terdapat harta yang

merupakan hak milik pemberi hutang dan kewajiban si penghutang untuk

membayarnya. Perintah pencatatan di atas untuk menjaga agar hak dan kewajiban

mereka terpenuhi. Jika yang berhutang telah wafat maka kewajiban beralih kepada

19

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 139. 20

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1227.

Page 69: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

56

ahli warisnya. Oleh karena itu, apabila satu diantara penghutang wafat dan hutang

tidak tertulis, maka apa yang akan dilakukan ahli waris atau anak atau para janda

untuk melunasi hutang tersebut.21

b. Tafsir al-Mishbah

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini mengisyaratkan

pentingnya tulis menulis, karena di dalam kehidupan seseorang dapat mengalami

kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Hal ini diisyaratkan oleh penggunaan kata

idzâ yang berarti “apabila” pada awal penggalan ayat ini, yang lazim untuk )إذا(

menunjukkan kepastian akan terjadinya sesuatu.22

Ketika M. Quraish Shihab menjelaskan “untuk waktu yang ditentukan”

menggunakan contoh pernyataan yang biasa muncul di masyarakat. Menurut

beliau pernyataan itu bukan saja mengisyaratkan batas waktu pelunasan ketika

berhutang, dan bukan dengan berkata, “kalau saya ada uang,” atau “kalau si A

datang,” karena ucapan seperti ini tidak pasti, rencana kedatangan si A pun dapat

ditunda atau tertunda. Bahkan menurut beliau, ayat ini tidak hanya mengandung

isyarat tersebut, tetapi juga mengesankan bahwa ketika berhutang seharusnya

sudah harus tergambar dalam benak penghutang, bagaimana cara dan dari sumber

manakah pembayarannya diandalkan.23

Perumpamaan tersebut memperjelas

maksud dari batasan waktu, yang mana hal ini belum dijelaskan di Tafsîr al-

21

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 139. 22

M. Quraish Shihab, al-Misbah, h. 565. 23

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 564.; al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî:

Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h.

1227.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 138.

Page 70: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

57

Sya„rawî, bahwa ketika berhutang selain harus menentukan waktu juga harus

sudah terbayang terlebih dahulu sumber sekaligus cara membayar hutang tersebut.

Kemudian, ketika menjelaskan orang yang berhutanglah yang berhak

mengimlak dalam proses transaksi utang piutang, M. Quraish Shihab

mempertegas aspek tujuan diturunkannya al-Qur‟an yaitu sebagai petunjuk. Pada

penjelasan ini, beliau lebih ke arah nasehat bagi yang berhutang agar bertakwa

kepada Allah dan tidak mengurangi sesuatu yang berkaitan dengan kadar hutang,

sebagai berikut.

“… sambil mengimlakkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kejelasan

transaksi, Allah mengingatkan yang berhutang agar hendaknya ia

bertakwa kepada Allah Tuhannya. Demikian ia diingatkan untuk

bertakwa dengan menyebut dua kata yang menunjuk kepada Tuhan, sekali

Allah yang menampung seluruh sifat-sifat-Nya yang Maha Indah,

termasuk sifat Maha Perkasa, Maha Pembalas, Maha Keras siksa-Nya, dan

dikali kedua rabbahû, yakni Tuhan Pemeliharanya. Ini untuk

mengingatkan yang berhutang bahwa utang yang diterimanya serta

kesediaan pemilik uang untuk mengutanginya tidak terlepas dari tarbiyah,

yakni pemeliharaan dan pendidikan Allah terhadapnya, karena itu lanjutan

nasehat tersebut menyatakan, janganlah ia mengurangi sedikitpun dari

hutangnya, baik yang berkaitan dengan kadar hutang, waktu, cara

pembayaran, dll, yang dicakup oleh ksepakatan bersama.”24

2. Menghadirkan Saksi

a. Tafsir al-Sya„râwî

Allah memberikan batasan tentang suatu kesaksian, dengan kata

syahîdain. Al-Sya„râwî melanjutkan dengan sebuah pertanyaan bahwa kenapa

Allah menggunakan kata ين dua orang saksi (dalam bentuk superlatif), bukan شىهيدى

kata ف اىدى اشى dua orang saksi (dalam bentuk biasa). Lalu, beliau menjawab bahwa

syahîdain adalah sebagai berikut.

24

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 566.

Page 71: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

58

ة الى دى عى ب اسي الن وي فى رى عى ده اى شى وي ن أى . كى ة غى الى بى مي ال ة غى يػ ص ب ق الى اءى جى كى ل اذى ران، لى ك زي في و كي يى د قى دو اى شى قى لى ط مي ف لى ، كى ل اى ذى لى عى اسي الن وي نى مى أ تى س ا ؛ كى ةي لى اد العى ةي ادى هى الش وي ن م ت رى ر كى تى افه سى ن إ وي ن ا. إ دن ي ه شى ارى صى ت حى ة ادى هى الش

25.ده ي ه شى وي ن ى أى لى عى له ي ل ا دى ىذى كى Syahîdayni menurut al-Sya„rawî adalah orang yang sering menjadi saksi dan

terkenal dengan kejujurannya, karena seringnya menjadi saksi dan jujur, maka

saksi menjadi profesinya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang

dimaksud al-Sya„râwî batasan untuk seorang saksi harus orang yang sering

menjadi saksi dan terkenal kejujurannya dan bahkan menjadi saksi adalah

profesinya. Sehingga kesaksiannya dapat dipertanggungjawabkan.26

Ketika akan menjelaskan tentang posisi saksi, al-Sya„râwî mengawali

dengan dua pertanyaan yang merupakan ruang lingkup dari apa yang akan

dijelaskannya terkait topik tersebut. pertanyaan tersebut adalah ةي ادى هى الش في و كي تى فى ي كى كى ،

؟ل م حى التى ك أى اء دى الى ح يى ى ل ىى , apakah status saksi, apakah dia sebagai penanggung

jawab atau pelaksana?. Kemudian al-Sya„râwi pun menjawab, singkatnya adalah

اءو دى أى ةي لى حى ر مى ، كى لو م تىى ةي لى حى ر : مى ين تػى لى حى ر ا مى نى ىي ف إ , jawabannya adalah memiliki status ganda,

sebagai penanggung jawab sekaligus sebagai pelaksana.27

Status saksi juga

merupakan hal yang penting, maka al-Sya„râwî menekankan pembahasan tersebut

dengan diawali sebuah pertanyaan, agar pembaca dapat lebih focus.

25 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1230. 26 Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 141. 27 Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1231.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 141-142.

Page 72: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

59

Lalu, ketika menjelaskan potongan ayat wa istasyhidû, yaitu maka mintalah

saksi, beliau menjelaskan sebagai berikut.

ي غى دى ن ع ةى يى اد صى ت ق الا اةى يى الى ن ى م ؤى يػي ف أى ق ي ث و ا التػى ذى بى دي ي ر يي وي انى حى ب سي وي ن ، لى بي تي ك نى كى دي ه ش تى س نى او د ه ش ت اس و اة يى الى ةى كى رى حى ري يػ س تي ي كى ش يى بي لاى ك الد فى د اج الوى ي غى دى ن ع منىةن ؤى مي في و كي ا تى مى دى ن ع ةى اجى الى ف ؛ لى د اج الوى ة ائى م لى إ اجي تى يى دو ي ف مي كى ادو جى رو ك ف ل كي ، فى ري يػ ث الكى وى ىي د اج الوى ري يػ غى ، كى لي ي ل القى وى ىي دى اج الوى ف ؛ لى ة يى اد صى ت ق الا

في و كي ا تى ذى ل ا، كى ك ذي في نػ يػى ل ةو ائى م لى إ اجي تى يى ؼي ر صى م يي الذ دى اج الوى بى ي الى ف . أى طى ي ط خ التى فى ك ذي فى نػ يػى افو سى ن إ يـ ظى ن رى يػ س يى ت حى كى ذل ، كى فى ك دي يى لاى نى ي ذ ال نى م ةي رى هى م الى يـ ظى ن فى و كي يى ف أى دي ي ر يي لاى اللهى ف ؛ لى اة يى الى ا اة يى الى اىـ ظى ن اللهي دي ي ر ا يي نى ، إ ق ل ى الى لى عى ق ل الى نى م لن ض فى تػى ةن رى س أي ؿي و عى يػي م لاى الذ لي ام عى ال ا؛ فى ي ر ك ري ا ضى امن ظى ن اة يى الى اى لاى د قى ـعى الط لى إ اجي تى يى وي ن . إ و ت اجى بى ل امى العى جى ك ري خي طي بي ر يػى ق الى فى كى ل اذى ل ، ل مى العى لى إ جي ري و س ف نػى ة ايى عى ر كى ا لى مى العى ب يي وى هي فػى لي مى العى قي شى ع يػى ينى ح ، كى وي لي مى عى قى شى ع يػى رى م الى ار رى ك ت ب ، كى ل مى العى لى ا إ ارن رى ط ض ا جي ري خ يى فػى و ت رى س أي كى

ح ل مى العى ب حى ا أى ا مى ذى إ ، كى و ات ذى ح ل مى العى ب حي لى ، إ ل مى العى لى إ ة اجى الى نى م لي ق تى ن يػى كى ل اذى ب . كى و ات ذى ح .ري يػ س تى اة يى الى ةي لى ج عي ، فػى و ات ذى

28

“Adanya pengambilan saksi dan kemudian menulisnya, dikarenakan Allah

menginginkan tetap terjaminnya kehidupan ekonomi bagi si miskin dalam

sebuah perjanjian. Disaat kehidupan hidup terjamin, maka sendi-sendi

perekonomian akan berjalan dengan baik. karena jumlah orang yang kaya

jumlahnya sangat sedikit dan yang miskin sangat banyak. Orang kaya

membutuhkan ratusan orang untuk melaksankan keinginannya.

Demikianlah mayoritas orang miskin dibutuhkan satu orang kaya, agar

roda kehidupan mereka berjalan dengan baik. Allah tidak ingin roda

kehidupan berjalan atas dasar belas kasihan orang kaya kepada orang

miskin belaka, tapi yang diinginkan berjalan atas dasar saling

membutuhkan. Seseorang yang tidak mempunyai beban untuk mencari

nafkah bagi keluarganya terkadang tidak mau bekerja. Oleh karena itu,

Allah memaksa seseorang keluar dari rumah untuk bekerja guna memenuhi

kebutuhan pangan, kebutuhanya, dan kebutuhan keluarganya. Dengan

seringnya dia bekerja, maka dia akan menyukai pekerjaannya itu, dan kalau

dia sudah suka dengan pekerjaan tersebut, maka dia akan selalu bekerja.

Dengan demikian beralihlah dari keterpaksaan bekerja untuk memenuhi

kebutuhan hidup kepada bekerja karena dia cinta pekerjaan tersebut.

Apabila dia sudah cinta maka roda kehidupan akan berjalan dengan

lancar.” 29

28

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1230. 29

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 140-141.

Page 73: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

60

Pada pernyataan di atas al-Sya„rawî mengaitkan dengan sunnatullâh dalam

masyarakat, bahwa jika kehidupan orang miskin terjamin maka sendi-sendi

kehidupan akan berjalan dengan baik. Potongan ayat wa istasyhidû, yaitu maka

mintalah saksi, pengambilan saksi dan penulisan dalam transaksi utang piutang

merupakan sarana untuk menjamin kehidupan orang yang miskin. Orang miskin

biasanya menjadi golongan yang tertindas karena posisinya yang lemah.

Sehingga, ketika kebutuhan hidup mereka terjamin, maka sendi-sendi

perekonomian akan berjalan dengan baik.30

Ketika menjelaskan hal tersebut, beliau menampilkan dua nilai moral dan

satu fakta dalam masyarakat. Dua nilai moral tersebut adalah, pertama,

berjalannya roda kehidupan bukan atas dasar kasihan, namun atas dasar saling

membutuhkan. Kedua, suatu pekerjaan yang awalnya dilakukan dengan terpaksa,

apabila sering dilakukan, maka lambat laut akan timbul rasa cinta, dan jika sudah

cinta maka roda kehidupan akan berjalan dengan baik. Hal lain yang dicantumkan

dalam penjelasan al-Sya„rawî di atas adalah sebuah fakta bahwa di dalam hidup

bermasyarakat terdapat orang yang tidak memili beban sehingga dia tidak mau

bekerja dan orang yang memiliki beban sehingga diam au bekerja atau berusaha.

31

Selanjutnya, ketika menjelaskan potongan ayat امرىأىتىاف فىإف لى يىكيونىا رىجيلىين فػىرىجيله كىاء jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang , من تػىرضىوفى منى الشهىدى

30

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1230; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 140. 31

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1230; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir

al-Azhar, J. 2, h. 140.

Page 74: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

61

laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, al-

Sya„rawî menjelaskan alasan satu laki-laki yang digantikan dengan dua

perempuan, sebagai berikut.

اه م االأخرىي: ل ا يى بى لو جي رى ل ابى قى مي ح ين تػى أى ر مى ال ءى ي مى ق الى لى ل عى كى د إ ح اه م اف ت ذ كر د لإ ح ؛ أ نت ض ا.بن ال غى كى ل اذى ل كي ن عى ةه دى ي ع بى ةي أى ر مى ال . كى ثي دى ا يى مى ؼي ر ع تػى كى يو ف دى هي ش تى ل عو مى تى ج بي اؾه كى ت ح ا يى ى ةى ادى هى الش ف لى ا ا مى ذى إ ، فى ات يى ل مى العى ه ذ ب فه أ ا شى لىى سى ي لى ، كى اؿ مى ع الى ه ىذ ل ث ا ب لىى ةى قى لى عى لا أى ة أى ر مى ال ح لى ص الى ف أى ري يػ غى وي ن أى ة أى ر مى ال ر ك ف ح لى ص الى ف ؛ لى ين تػى أى رى ام كى لو جي رى ل ةي ادى هى الش ن كي تى ل فػى ة أى ر مى ال ة ادى هى شى لى إ ري و مي الي ت رى طى ض ا ا اهيى دى ح إ رى ك ذى تي ا فػى اهيى دى ح ى إ سى ن تػى ك أى ل ض تى د قى ا، فػى بى طي ي م يي م الذ اد صى ت ق الا ع مى تى ج مي ال ب ؿو و غي ش مى

اس الن ة رى هى م بى اؾي كى ت ح الا ة أى ر مى ال ب اج كى ن م سى ي لى وي ن ، لى فى ق و مى ا ال ا ىذى اهيى تى ل ك سي ارى دى تى تػى ل، كى رى خ الي 32.اؿ مى ع الى ب لي ص ت ا يػى مى ةو اص بى كى

Al-Sya„rawî pada pernyataan di atas menjelaskan sebab Allah

memposisikan dua perempuan dengan satu laki-laki dengan menampilkan

sunnatullâh dalam bentuk efek dari gerak hidup bermasyarakat. Ayat ini seakan-

akan menimbulkan pertanyaan mengapa seorang laki-laki digantikan dengan dua

orang perempuan. Kemudian, beliau menegaskan dengan potongan ayat

selanjutnya, اهيىا الخرلأىف اهيىا فػىتيذىكرى إحدى تىضل إحدى , yang artinya “supaya jika seorang

lupa maka seorang lagi mengingatkannya.” Al-Sya„rawî mengaitkan penjelasan

tersebut dengan sunnatullâh dalam masyarakat, bahwa kesaksian merupakan efek

dari gerak hidup bermasyarakat. Para saksi memberikan kesaksian atas apa yang

mereka ketahui dari peristiwa yang tengah terjadi di masyarakat.

Menurut beliau, perempuan pada umumnya jauh dari hal-hal tersebut,

karena mereka lebih banyak menetap di dalam rumah. Oleh karena itu, apabila

tidak ditemukan lagi saksi laki-laki, maka harus ada satu laki-laki dan dua

perempuan untuk menggantikannya. Satu laki-laki diposisikan dengan dua

perempuan karena perempuan pada dasarnya lebih sibuk di dalam rumah dan

32

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1230-1231.

Page 75: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

62

tidak pernah sibuk dengan urusan social ekonomi, berbeda dengan laki-laki yang

memang sibuk dengan urusan social ekonomi. Hal ini adalah yang biasa terjadi di

masyarakat. Dengan demikian, bagi perempuan harus dua orang, agar jika salah

satu lupa, maka yang lain bisa mengingatkannya dan keduanya saling berdiskusi

terkait masalah tersebut. Bagi perempuan pun pada umumnya tidak berkewajiban

untuk ikut andil dalam masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pencarian rizeki.33

Masyarakat

memang pada umumnya sibuk mengurus segala sesuatu yang ada di dalam

rumahnya, laki-lakilah yang biasa mengurus hal-hal diluar rumah. Ketika

perempuan harus menjadi saksi pada hal yang bukan merupakan tugas pokoknya

maka perlu pendukung, agar jika ada kekurangan, lupa atau yang lainnya dapat

saling berdiskusi dan mengingatkan.

b. Tafsir al-Mishbah

Kata saksi yang digunakan pada ayat ini adalah syahîdain bukan syâhidân.

Beliau menjelaskan penggunaan kata syahîdain memiliki makna bahwa saksi

yang dimaksud pada ayat ini benar-benar yang wajar serta telah dikenal

kejujurannya sebagai saksi, dan telah berulang-ulang melaksanakan tugas

tersebut.34

M. Quraish Shihab menjelaskan pula bahwa, tidak menutup kemungkinan

adanya kesaksian wanita baik secara luas, terbatas, ataupun sempit. Beliau

mengawalinya dengan sebuah pertanyaan sederhana, seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, hal ini menandakan pentingnya hal akan disampaikan. Pertanyaan

tersebut adalah “mengapa kesaksian dua orang lelaki diseimbangkan dengan satu

33

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 141. 34

M. Quraish Shihab, al-Misbah, h. 566.

Page 76: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

63

orang lelaki dan dua orang perempuan?”. Beliau pun menjawab singkat dan

jelas, yang mana point dari jawaban tersebut adalah “supaya jika salah seorang

diantara perempuan tersebut lupa maka seorang lagi, yakni yang menjadi saksi

bersamanya mengingatkannya.”35

Penjelasan ini termasuk hal penting karena

termasuk dalam inti ayat mudâyanah. Selanjutnya, beliau membahas dengan

bahasan yang lebih luas terkait kesaksian pada pembahasaan selanjutnya.

Seperti sebelumnya, juga diawali dengan pertanyaan sederhana, “mengapa

kemungkinan itu disebutkan dalam konteks persaksian wanita? apakah karena

kemampuan intelektualnya yang kurang, seperti diduga sementara ulama? atau

karena emosinya yang tidak terkendali?” Lalu beliau juga memberikan jawaban

inti dari apa yang akan dia jelaskan selanjutnya dengan bahasa yang singkat yaitu

“hemat penulis tidak ini dan tidak itu.”.36

Dari beberapa umpan berupa

pertanyaan-pertanyaan singkat tersebut, kemudian beliau mulai menjelaskan inti

persoalan. Bahwa persoalan ini harus dilihat pada pandangan dasar Islam tentang

tugas utama wanita dan fungsi utama yang dibebankan kepadanya. Penjelasan ini

kemudian dijelaskan lebih luas dengan nilai nilai yang lebih dekat dengan

masyarakat, yang akan dijelaskan pada penjelasan berikutnya.

Saksi menurut beliau adalah sebagai berikut.

“Yang dinamai saksi adalah orang yang berpotensi menjadi saksi,

walaupun ketika itu dia belum melaksanakan kesaksian, dan dapat juga

secara aktual telah menjadi saksi. Jika anda melihat suatu peristiwa-

katakanlah tabrakan- maka ketika itu anda telah berpotensi memikul tugas

kesaksian, sejak saat itu juga anda telah dapat dinamai saksi walaupun

belum lagi melaksanakan kesaksian itu di pengadilan.” 37

35

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 567. 36

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 567. 37

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 568.

Page 77: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

64

Penjelasan di atas memperjelas tentang siapakah yang dapat disebut saksi.

Beliau menjelaskan dengan perumpamaan yang sering terjadi dan menarik hati

masyarakat sehingga mudah dipahami. Beliau menggunakan bahasa-bahasa yang

sederhana sehingga mudah dipahami oleh semua kalangan. Seperti adanya

penggunaan kata „tabrakan‟ yang berarti kecelakaan. Istilah ini adalah yang

familiar dalam masyarakat.

Seorang saksi tidak boleh menolak memberikan keterangan. Beliau juga

menjelaskan bahwa perintah menjadi saksi dalam kegiatan utang piutang tersebut

adalah sebuah anjuran. Menurut beliau, menjadi saksi ini juga bisa menjadi wajib

apabila kesaksiannya mutlak dalam hal menegakkan keadilan, beliau menjelaskan

sebagai berikut.

“… Karena itu mereka perlu dihimbau. Perintah ini adalah anjuran, apalagi

apabila sudah ada orang yang memberikan keterangan, dan wajib

hukumnya jika kesaksiannya mutlak untuk menegakkan keadilan. Nanti

dalam ayat berikut akan ada larangan tegas disertai ancaman bagi saksi-

saksi yang menyembunyikan kesaksian, yang mengakibatkan kerugian

pihak lain.” 38

Kemudian, beliau mengakhiri penjelasan tentang saksi dengan sebuah

nasihat, “Sebagaimana Allah berpesan kepada penulis, kepada para saksipun

Allah berpesan, janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila

mereka dipanggil, karena keenggananya dapat mengakibatkan hilangnya hak,

atau terjadi korban.”39

38

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 568. 39

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 568.

Page 78: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

65

3. Memberikan Jaminan

a. Tafsir al-Sya„râwî

Sebagaimana diketahui seorang musafir adalah orang yang keluar dari suatu

daerah menuju daerah lain. Seseorang dapat mengetahui dengan pasti kebutuhan

hidupnya ketika dia berada di daerahnya sendiri, namun ketika dia keluar

merantau dari daerahnya, maka dia tidak akan leluasa melakukan sesuatu

sebagaimana dikampungnya. Sebagai contoh, orang yang sedang bepergian,

kemudian keadaan memaksanya untuk berhutang, sementara tidak ada juru tulis

serta saksi. Maka, yang harus dilakukan orang tersebut adalah memberikan barang

jaminan, sebagaimana yang terdapat dalam Qs. al-Bâqarah (2) ayat 283.

Menurut al-Sya„rawi dalam firman Allah, فىرىىافه مىقبيوضىةه artinya, maka

hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Allah

tidak membiarkan masalah utang piutang ini begitu saja, sekalipun dalam keadaan

musafir. Oleh karena itu, dianjurkan adanya saksi bagi orang yang bermukim dan

jaminan yang dipegang bagi musafir. Hal ini, sebagai perlindungan untuk semua

pihak. Beliau juga menjelaskan, di dalam praktek utang piutang terdapat dua

masalah, yaitu hutang dan jaminan hutang. Dengan demikian, salah satu pihak

merasa terjamin dengan adanya jaminan ditangannya, dan yang lain terjamin

dengan hutangnya. 40

b. Tafsir Al-Mishbah

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa pencatatan dan persaksian tidak sulit

dilaksanakan, jika orang tersebut berada di dalam kota, dimana para saksi dan

40

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 148.

Page 79: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

66

penulis berada. Tetapi, jika orang tersebut dalam sebuah perjalanan dan akan

bermuamalah tidak secara tunai, dan tidak dapat menemukan penulis, maka

dianjurkan adanya barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).41

Memberi barang tanggungan sebagai jaminan pinjaman lebih masyhur

dengan istilah menggadai, yang mana dalam Qs. al-Bâqarah (2) ayat 283,

dikaitkan dengan perjalanan. Tetapi, itu bukan berarti menggadaikan hanya

dibenarkan dalam perjalanan. Nabi Saw., pernah menggadaikan perisai beliau

kepada seorang Yahudi, padahal ketika itu beliau sedang berada di Madinah.

Dengan demikian, penyebutan kata dalam perjalanan, hanya karena seringnya

tidak ditemukan penulis dalam perjalanan.42

4. Hutang yang Tidak Memenuhi Syarat

a. Tafsir al-Sya„râwî

Hutang yang tidak memenuhi syarat, yaitu hutang yang tidak dapat

menghadirkan saksi, juru tulis, dan jaminan. Apabila seseorang mengalami hal

tersebut maka langkah terakhir yang dapat ia lakukan adalah amanah,

sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Qs. al-Bâqarah (2) ayat 283.

Amanat sebenarnya merupakan tanggung jawab setiap individu di setiap

aspek kehidupan. Allah menginginkan agar masalah utang ditulis dengan surat-

surat yang valid (kuat), dan dia tidak menjadikan seseorang hanya tunduk pada

jaminan keimanan saja, akan tetapi juga harus tunduk pada peraturan diluar iman

41

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 570. 42

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 570.

Page 80: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

67

yaitu penulisan batas akhir pembayaran utang, baik besar atau kecil.43

Yang mana

setiap pelakunya juga harus memiliki sifat amanah.

b. Tafsir al-Mishbah

Amanah menurut M. Quraish Shihab adalah kepercayaan dari yang

memberi terhadap yang diberi atau dititipi, bahwa sesuatu yang diberikan atau

dititipkan kepadanya itu akan terpelihara sebagaimana mestinya, dan pada saat

yang menyerahkan memintanya kembali, maka ia akan menerimanya utuh

sebagaimana adanya tanpa keberatan dari yang dititipi. Yang menerimanya pun

menerimanya atas dasar kepercayaan dari pemberi bahwa apa yang diterimanya,

diterima sebagaimana adanya, dan kelak si pemberi atau si penitip tidak akan

meminta melebihi apa yang diberikan atau disepakati kedua pihak.44

Kepada para saksi pun, pada hakekatnya juga memikul amanah kesaksian.

Jangan sampai seorang saksi mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan

sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak

diketahuinya. Kemudian, akhir ayat dayn yaitu, Qs. al-Bâqarah (2) ayat 282 dan

283, Allah mengingatkan semua pihak, bahwa Allah Maha mengetahui apa yang

kamu kerjakan, walau sekecil apapun, pekerjaan yang nyata maupun tersembunyi,

yang dilakukan oleh anggota badan maupun hati.45

5. Persamaan dan Perbedaan tentang Kewajiban yang Berutang

Secara garis besar, penafsiran al-Sya‟rawi dan M. Quraish Shihab memiliki

banyak kesamaan. Terkait dengan kewajiban bagi orang yang berutang keduanya

43

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 150. 44

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 571. 45

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 571.

Page 81: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

68

sama-sama menjelaskan anjuran untuk mencatat, menghadirkan saksi,

memberikan jaminan , dan yang terakhir amanah.

Namun, hal yang sangat berbeda adalah Al-Sya„râwî dalam penafsirannya

terlihat condong kepada manusia sebagai pelaku ekonomi dalam sebuah institusi

perekonomian yang besar. Di dalam institusi perekonomian tersebut beliau

menggunakan prinsip membangun dan menjamin. Setiap pelaku memiliki

kewajiban masing-masing yang harus dilaksanakan dengan baik. Semua itu dalam

rangka untuk tetap menjaga perputaran roda kehidupan.

Sedangkan, M. Quraish Shihab terlihat lebih melihat manusia sebagai

individu pelaku ekonomi yang memang harus lebih mawas diri. Menurut beliau,

ketika seseorang berhutang seharusnya sudah harus tergambar dalam benak

penghutang, bagaimana cara dan dari sumber manakah pembayarannya

diandalkan.46

C. Ḏa‘îf dan Safîh pada Penghutang

a. Tafsir al-Sya„râwî

Beliau menjelaskan tentang perbedaan antara kata safîhan dan ḏa„îfan .

Menurutnya, kata ini memiliki arti yang sama-sama lemah, namun terdapat

perbedaan diantara keduanya. Kata safîhan menurut beliau,

47ؼ ر صى الت ةى يى ل ى أى كي ل مى تى يػى لاى وي ن أى لا إ اؿ جى الر غى لي بػ مى غي ال البى وى ىي

46

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 564.; al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî:

Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h.

1227.; Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 138. 47

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1229.

Page 82: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

69

“seorang yang sudah baligh akan tetapi memiliki kelemahan akalnya,

sehingga tidak memiliki kemampuan keahlian untuk berbuat.” 48

Kata ḏa„îfan menurut beliau adalah orang yang lemah fisiknya atau

keadaannya, seperti anak kecil atau orang yang sudah sangat tua.49 al-Sya„râwî

menyampaikannya sebagai berikut.

لن ف ط فى و كي يى ف أى ، كى ل امي عى لتػ ل ي ل ق العى ج ض ا الن جن اض نى فى و كي يى ف أى وي غي ل تػيب ت ال ةى رى د القي كي ل يى م لاى الذ وى ىي 50 بى ك ال نى م غى ل ا بػى خن ي شى ك ا، أى رن يػ غ صى

b. Tafsir Al-Mishbah

M. Quraish Shihab mengawali penjelasan dengan sebuah pertanyaan.

“Bagaimana kalau yang berhutang, karena suatu dan lain hal tidak mampu

mengimlakkan?.” Pertanyaan tersebut untuk menjelaskan potongan ayat,

ل ىيوى فػىلييملل كىليوي ب … …العىدؿ فىإف كىافى الذم عىلىيو الىق سىفيهنا أىك ضىعيفنا أىك لاى يىستىطيعي أىف يي“… Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah

(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka

hendaknya walinya mengimlakkan dengan jujur….”

Beliaupun menjawab bahwa lemah akal adalah orang yang tidak pandai

mengurus harta, karena suatu dan lain sebab. Berikutnya, lemah keadaan menurut

beliau seperti sakit, atau sangat tua. Sedangkan dia sendiri tidak mampu

mengimlakkan, menurut beliau bisa karena dia bisu atau atau tidak mengetahui

bahasa yang digunakan, atau boleh jadi malu, oleh karena itu dapat diwakilkan

48

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 140. 49

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 140. 50

Al-Sya„râwî, Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-Syaikh Muhammad Mutawallî

al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm, J.2, h. 1229.

Page 83: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

70

dengan wali yang jujur.51

Pembahasan yang diawai dengan pertanyaan, memberi

rambu-rambu bahwa apa yang akan diberitakan adalah hal yang penting. Suatu hal

yang penting memerlukan konsentrasi dalam membaca. Oleh karena itu, adanya

pernyataan tersebut adalah cara yang baik untuk menambah rasa ingin tahu

pemabaca.

c. Persamaan dan Perbedaan tentang Ḏa‟îf dan Safîh

Al-Sya„rawi dan M. Quraish Shihab sama-sama menjelaskan pengertian

ḏa‟îf dan safîh. Tidak ada perbedaan yang menonjol terkait penjelasan ini. Kedua

mufassirnya sama-sama berkesimpulan lemah akal atau safîh adalah orang yang

tidak pandai mengurus harta, karena suatu dan lain sebab. Berikutnya, lemah

keadaan atau ḏa‟îf digambarkan seperti sakit, atau sangat tua.

Keduanya menekankan apabila orang yang berhutang itu lemah akalnya

(safîh) atau lemah keadaannya (ḏa„îf), maka hendaknya walinya

mengimlakkannya dengan jujur. Hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman atau

bahkan hal-hal lain yang tidak diinginkan, mengingat salah satu atau kedua pihak

yang bertransaksi memiliki kekurangan.

D. Hutang Bagi Orang yang Meninggal Dunia

a. Tafsir al-Sya„râwî

Hutang merupakan tanggungan yang wajib dibayar, walaupun yang

berhutang tersebut sudah meninggal dunia. Hal ini terdapat dalam Qs. al-Nisâ

ayat 11 dan 12. Di dalam ayat ini Allah telah menjelaskan dengan detail aturan

tentang waris.

51

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 566.

Page 84: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

71

Merupakan suatu hal yang menarik dalam dua ayat tersebut, setiap ayat

yang berkaitan dengan waris selalu ditutup dengan penggalan ayat من بػىعد كىصيةو artinya sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau ,ييوصي بىا أىك دىينو

sesudah dibayar hutangnya, walaupun dengan kata ganti orang yang berbeda. Hal

ini menurut al-Sya‟rawi memiliki arti bahwa warisan tidak dibagikan kecuali

setelah dilaksankannya wasiat dan hutang. Beliau juga menegaskan dengan tanya

jawab, “mana yang harus didahulukan, pelunasan wasiat atau pelunasan

utang?.” Beliau menjawab bahwa hutang harus didahulukan karena merupakan

kewajiban, sedangkan wasiat sedekah sunah. Pernyataanya didahulukan karena

Allah ingin agar manusia tidak melupakan wasiat.52

Jadi, seorang yang telah meninggal dunia dan masih meninggalkan hutang,

maka ahli waris wajib melunasi hutang tersebut sebelum wasiat orang meninggal

tersebut ditunaikan.

b. Tafsir al-Mishbah

Di dalam Tafsir al-Mishbah, juga dijelaskan bahwa warisan akan dibagikan

setelah dipenuhi wasiat yang dibuat sebelum kematiannya dan juga sesudah

dilunasi hutang-hutangnya. Beliau juga menegaskan hal ini pada ayat keduabelas

ketika berbicara tentang warisan suami dan istri, hal ini bertujuan agar tidak

timbul kesan bahwa suami saja yang boleh berwasiat atau berutang, sedang istri

tidak dibenarkan. Allah, dengan pengulangan tersebut, ingin menunjukkan adanya

persamaan hak pria dan wanita, suami dan istri.53

52

Al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, Terj. Safir al-Azhar, J. 2, h. 762-766. 53

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur„an, J. 2,

Cet. V (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 434, 436, 440 .

Page 85: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

72

M. Quraish Shihab kemudian menjelaskan penyebutan wasiat yang

didahulukan atas penyebutan utang, yang mana dalam pelaksanaannya yang

paling utama diselesaikan adalah utang. Sehingga, jika harta yang ditinggalkan

hanya cukup untuk membayar hutang, siapapun keluarga yang ditinggal tidak

akan memperoleh sesuatu. Didahulukannya kata wasiat disini adalah untuk

menunjukkan betapa pentingnya berwasiat, dan untuk mengingatkan para waris

agar memerhatikannya. Berbeda dengan utang yang sulit disembunyikan karena

pasti yang memberi utang akan menuntut dan seharusnya dia memiliki bukti-bukti

utang piutang itu.54

c. Persamaan dan Perbedaan tentang Hutang bagi Orang yang Meninggal

Keduanya sama-sama menjelaskan bahwa hutang merupakan komponen

yang wajib diperhatikan ketika seseorang meninggal dunia. Pelunasan hutang

tersebut harus dilakukan sebelum pembagian warisan, karena merupakan

kewajiban, sedangkan wasiat adalah sedekah sunah. Pernyataanya didahulukan

karena Allah ingin agar manusia tidak melupakan wasiat.

Pada penjelasan ini, M. Quraish shihab terlihat lebih menampakkan hal-hal

yang sering terjadi di masyarakat. Seperti, jika harta yang ditinggalkan hanya

cukup untuk membayar hutang, siapapun keluarga yang ditinggal tidak akan

memperoleh sesuatu. Hal, ini sering sekali terjadi dalam masyarakat.

54 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur„an, J. 2,

Cet. V, h. 434 dan 436.

Page 86: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

73

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

maka penulis menyimpulkan tiga konsep dayn menurut Tafsîr al-Sya‟rawi dan

Tafsir al-Mishbah, selain itu juga ditemukan perbedaan kecondongan dalam

menafsirkan dari kedua mufassir tersebut, sebagai berikut.

Pertama, kewajiban bagi orang yang akan berhutang ada empat yaitu:

pertama, mencatat transaksi utang piutang dengan batasan waktu yang jelas;

kedua, menghadirkan dua orang saksi laki-laki, atau jika tidak ditemukan, boleh

digantikan dengan seorang laki-laki dan dua orang perempuan; ketiga,

memberikan jaminan ketika bertransaksi utang piutang, terutama ketika dalam

perjalanan dan tidak menemukan penulis serta saksi; keempat, amanah, ketika

bertransaksi utang piutang semua pihak baik saksi, penulis, pemberi hutang

ataupun yang menghutang harus memiliki sifat amanah dalam melaksanakan

perannya. Selain itu, ketika seorang yang bertransaksi tersebut tidak dapat

Page 87: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

74

memenuhi ketiga syarat sebelumnya, yaitu penulis, saksi, dan pemberian jaminan,

maka amanah merupakan jalan terakhir bagi mera yang bertransaksi.

Kedua, apabila yang bertransaki memiliki kekurangan seperti lemah akal

atau safîh dan lemah keadaan atau ḏa‟îf sehingga tidak pandai mengurus harta.

Maka, hendaknya walinya mengimlakkannya dengan jujur. Hal ini agar tidak

terjadi kesalahpahaman atau bahkan hal-hal lain yang tidak diinginkan, mengingat

salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi memiliki kekurangan.

Ketiga, hutang bagi orang yang meninggal dunia. Pelunasan hutang bagi

orang yang telah meninggal dunia harus dilakukan sebelum pembagian warisan

oleh ahli warisnya, karena merupakan kewajiban, sedangkan wasiat adalah

sedekah sunah. Pernyataanya didahulukan karena Allah ingin agar manusia tidak

melupakan wasiat.

Kemudian, hasil dari perbandingan kedua tafsiran ini, al-Sya„râwî dalam

penafsirannya terlihat condong kepada manusia sebagai pelaku ekonomi dalam

sebuah institusi perekonomian yang besar. Di dalam institusi perekonomian

tersebut beliau menggunakan prinsip membangun dan menjamin. Manusia yang

telah memiliki kesadaran untuk berusaha atau bekerja, harus berusaha membantu

menggerakkan atau membangun keyakinan seseorang yang belum memiliki

kesadaran untuk berusaha. Setelah itu, seluruh manusia yang terlibat sebagai

pelaku ekonomi tersebut harus saling menjamin atau menjaga keamanan bagi

orang-orang yang sudah mau atau memiliki keyakinan dalam berusaha atau

bekerja. Semua itu dalam rangka untuk tetap menjaga perputaran roda kehidupan.

Page 88: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

75

Sedangkan, M. Quraish Shihab lebih condong melihat manusia sebagai

individu pelaku ekonomi yang harus tetap menjaga keseimbangan hak dan

kewajiban agar perputaran roda kehidupan tetap terpelihara. Setiap manusia harus

memiliki kesadaran social yang tinggi, ilmu yang matang dan semangat dalam

berusaha memperjuangkan kehidupannya. Beliau menekankan prinsip bahwa,

orang yang akan berhutang, harus terlebih dahulu memiliki gambaran yang

matang terkait bagaimana cara serta sumber untuk melunasi hutangnya tersebut.

Kemudian, beliau juga menekankan pentingnya menjaga kesimbangan hak dan

kewajiban, agar tidak ada yang merasa dirugikan.

Konsep dari ayat dayn ini, masing-masing poinya merupakan solusi yang

ditawarkan mufassir tersebut kepada masyarakat. Hal ini dapat memberikan bekal

ilmj kepada masyarakat, sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak

diinginkan.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai

berikut: Pertama, umat Islam diharapkan terus menggali pendapat mufassir

khususnya yang bercorak al-adabî al-ijtimâ„î agar memperoleh wawasan

keislaman yang lebih luas dan dapat mengaplikasikan solusi yang ditawarkan

dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, Penelitian lebih lanjut disarankan untuk

meneliti perkembangan corak al-adabî al-ijtimâ„î dalam kurun waktu dan di suatu

daerah tertentu serta dampak dari tafsir tersebut kepada masyarakat sekitar,

Page 89: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

76

sehingga terlihat jelas korelasi dan eksistensi tafsir dalam merespon problematika

yang terjadi di suatu masyarakat.

Demikian skripsi ini penulis susun. Penulis menyadari masih banyak

kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu dimohon kritik dan saran yang

membangun.

DAFTAR PUSTAKA

„Abduh, Muhammad. Fâtihah al-Kitâb. Kairo: Kitab al-Tahrîr, 1382 H.

Achmad, “Mutawally Al-Sya‟rawi dan Metode Penafsirannya: Studi Atas Surah

al-Maidah Ayat 27-34”. AL-DAULAH 1, no. 2 (2013).

al-Ȃlûsî, Abû al-Faḏl Shihâb al-Dîn al-Sayyid Mahmud. Tafsîr Rūh al-Ma‟ānî,

Cet. ke-III, vol.VI. ttp: Dār al-Fikr, tt.

Amir, Selamat b. “Elemen Saintifik Dalam Al-Qur‟an: Analisis Terhadap Tafsîr

Al-Sya„rawi Karangan Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi.” Thesis,

Akademi Pengajian Islam Kuala Lumpur, 2016.

Amrullah, Haji Abdul Malik Karim. Tafsir Al-Azhar. J. III. Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1983.

Anwar, Rosihon dan Muharom, Asep. Ilmu Tafsir Edisi Revisi. Bandung: Pustaka

Setia, 2015.

al-Asfahanî, Abî al-Qâsim Husain b. Muhammad/al-Râghib. al-Mufradât fī

Gharîb al-Qur‟ân,vol.II. Mesir: Maktabah Nazâr Mustafâ al-Bâz, tt.

_______. al-Raghib. Kamus al-Qur‟an: Makna Kosakata Asing (Gharib) dalam

al-Qur‟an, vol. I. terj. Ahmad Zaini Dahlan, Lc. Depok: Pustaka

Khazanah Fawa‟id, 2017.

al-„Aynîn, Abû et al. Anâ min Sulâlah ahl al-Bayt. Qâhirah: Dâr Akhbâr al-

Yawm, t.t.

Baidan, Nasharuddin. Metode Penafsiran Al-Qur‟an: Kajian Kritis Terhadap

Ayat-ayat Yang Beredaksi Mirip.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

_______. Nasharuddin. Rekonstruksi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti

Prima Yasa, 2000.

Page 90: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

77

al-Bâqî, Muhammad Fu„âd „Abd. al-Mu„jam al-Mufahras Lî al-Fâẕ al-Qur„ân al-

Karîm. Dâr al-Fikr,tt.

Bukley, Erie. The Oxford English Dictionary, Vol.VI L-M. Cet. IV. Oxford: The

Clarendon Pres, 1978.

Bunyamin, Abun. Dinamika Tafsîr Ijtimâ„î Sayyid Quṯb. Purwakarta: Taqaddum,

2012.

al-Dzahabî, M. Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, vol. II. al-Qâhirah: Dâr al-

Hadîts, 2005.

_______. M. Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, J. III. Qâhirah: Dâr al-Hadîts,

2005.

al-Farmâwî, „Abd al-Hay. al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mauḏû„î. al-Qâhirah: Dirâsah

Manhajiyyah Mauḏû„iyyah, Cet. II, 1397 H/ 1977 M.

_______. Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu‟i: Dan Cara Penerapannya, terj.

Rosihon Anwar. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Fiderspiel, Howard M. Kajian Al-Qur'an di Indonesia; dari Muhammad Yunus

Hingga Quraish Shihab, terjemah Drs. Tajul Arifin, M.A, cet. 1.

Bandung: Mizan, 1996.

Fuady, Munir, Hukum Jaminan Hutang. Jakarta: Erlangga, 2013.

Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir: dari Aliran Klasik Hingga Modern, terj.

M.Alaika Salamullah, dkk. Cet. ke-III. Depok: Elsaq Press, 2006.

Hamdi, Abdurrahim. “Model Piutang dalam Bingkai Fiqih dan Tafsir.” Adzkiya 3,

no.1 (Maret 2015):

Haryono, Yudhie. Nalar Al-Qur‟an. Jakarta: PT. Intimedia Ciptanusantara, 2001.

Hidayat, Nasrul. “Konsep Wasatiyyah dalam Tafsir al-Sya‟rawi”. Tesis, UIN

Alauddin Makassar, 2016.

Hitti, Philip K. Sejarah Ringkas Dunia Arab. Yogyakarta: Iqra‟, 2001.

Ibn Katsîr, Tafsîr al-Qur„ân al-„Aẕîm, Cet. Ke-II. Beirut: Dâr al-Fikr, 1992.

Ibn Manẕûr, Abû Faḏl Jamâl al-Dîn Muhammad b. Makram. Lisân al-„Arab,

vol.I. Bairût: Dâr al-Sâdr, tt.

_______. Abû Faḏl Jamâl al-Dîn Muhammad b. Makram. Lisân al-„Arab, vol.

XIII. Bairût: Dâr al-Sâdr, tt.

Idris, H. Hadis dan Orientalis: Perspektif Ulama Hadis dan Para Orientalis

Tentang Hadis Nabi. Depok: Prenamedia, 2017.

Istibsyaroh. Hak-Hak Perempuan: Relasi Jender menurut Tafsir al-Sya„râwî.

Jakarta: Teraju, 2004.

Page 91: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

78

Iyâzî, Muhammad „Alî. Al-Mufassirûn:Hayâtuhum wa Manhajuhum. Teheran:

Wizârat al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H.

Jansen, J.J.G. The Interpretation of the Koran In Modern Egypt. Leiden: E.J.Brill,

1980.

Jauhar, Ahmad al-Marsi Husein. Muhammad Mutawally al-Sya‟rawi: Imām al-

Asr. Qāhirah: Handat Misr,1990.

Kusmana. Membangun Citra Institusi: Dalam Badri Yatim Dan Hamid Nasuhi,

(Ed), Membangun Pusat Studi Islam (Sejarah Dan Profil Pimpinan Iain

Syarif Hidayatullah Jakarta), Cet. I. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2002.

Malik, Muhammad. “Tiga Golongan Manusia Dalam Surat Al-Waqi‟ah Ayat 7-

56: Kajian Analisa Perbandingan Antara Tafsir Al-Maraghi Dan Tafsir

Al-Misbah.” Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Mentari, Riesti Yuni. “Penafsiran al-Sya‟rawi Terhadap al-Qur‟an Tentang

Wanita Karir”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin. UIN Syarif Jakarta,

2011.

Mukrimah, Faizatul. “Kedudukan Bukti Autentik (Tertulis) Dan Saksi Dalam

Transaksi Hutang Piutang: Studi Terhadap Tafsir Ibn Kathir, Tafsir Al-

Munir Dan Tafsir Fi Zilalil Qur‟an Surat Al-Baqarah Ayat 282.”

Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016.

Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya:

Pustaka Progresif,1997.

Mustaqim, Abdul dan Baidlowi, Ahmad. “Paradiqma Tafsir Kontemporer dan

Implikasinya terhadap Akseptabilitas Islam”. Dinamika: Jurnal

Dialektika Peradaban Islam, No.I, (Juli, 2003): h. 8-9.

_______. Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur‟an: Studi Aliran-aliran Tafsir

dari Periode Klasik, Pertengahan, hingga Modern-Kontemporer, Cet.

Ke-II. Yogyakarta: Idea Pres. 2016.

_______. Abdul. Epistemologi Tafsir Kontemporer, Cet. III. Bantul: PT. LKiS

Printing Cemerlang, 2010.

Mutahari, Murtadha. Islam dan Tantangan Zaman. Bandung: Pustaka Hidayah,

1996.

Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,

Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utara, 2008.

Nawawi, Rif‟at Syauqi. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh: Kajian Masalah

Akidah dan Ibadat. Jakarta: Paramadina, 2002.

Nîl, Husain „Abd al-Hamîd. Imam al-Du„âh Qissah al-Hayâh al-Syaikh

Muhammad Mutawallî al-Sya„rawî. Bairut: Dâr al-Qalam, 1989.

Page 92: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

79

Pasya, Hikmatiar. “Studi Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi”. Studia Qurani, vol.1,

No. 2 (Januari 2017):h. 145.

al-Qardhawi,Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani,1997.

al-Qaththan, Manna‟. Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Kautsar,

Cet.II, 2007.

al-Qaṯṯân, Mannâ„. Mabâhits Fî ‟Ulûm al-Qur‟ân. Riyâḏ: Mansyûrât al-„Asr al-

Ḥadîts, 1411 H/1990 M.

al-Qur‟an, Tim Penyususn Lajnah Pentashihan Mushaf. Tafsir Al-Qur„an

Tematik:Pembangunan Ekonomi Umat. Jakarta: Lajnah Pentashihan

Mushaf al-Qur‟an, 2009.

al-Qurṯubî, Abû „Abdullah b. Ahmad al-Ansârî. al-Jâmi„ li Ahkâm al-Qur„ân, J3.

Maktabah Syamilah.

_______. Abû „Abdullah b. Ahmad al-Ansârî. Tafsir Al-Qurtubi, J3. Terj.

Fathurrahman, dkk. Jakarta: Pustaka Azam, 2008.

Rahmanto, Eko. “Kewajiban Seorang Mukmin Melunasi Hutang: Studi Ma‟ani

Al-Hadist.” al-A‟raf , vol. XIII, no.1 (Januari-Juni 2016): h. 95.

Riḏâ, Muhammad Rasyîd. Tafsîr al-Qur„ân al-Hakîm al- Musytahir bi Tafsîr al-

Manâr, J.I, Cet. II. Kairo: Dâr al-Manâr, 1947 M/1366 H.

_______. Muhammad Rasyîd. Tarîkh al-Ustâdz al-Imâm Muḥammad „Abduh,

Juz.1. Cet. II. Kairo: Dâr al-Faḏîlah, 2006 M. / 1427 H.

Riyadi, Arif. “Penafsiran Qirash Shihab Tentang Qard Dan Dayn Dalam Tafsir

Al Misbah” (2014).

al-Sabunî, Muhammad „Alî. Safwah al-Tafâsîr. al-Qâhirah: Dâr al-Sâbûnî,

1396/1976.

_______. Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir: Tafsis-tafsir Pilihan, J.1. Terj.

Yasin. Jakarta: Pustaka Kautsar, 2001.

al-Sa„dî, „Abd al-Rahmân b. Nâsir. Tafsîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-

Mannân. Dâr al-Manâr, 1416 H.

_______. Abdurrahman b. Nashir. Tafsir al-Sa‟di, Jilid 1, Terj. Muhammad Iqbal,

Lc. Et al. Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006.

Sah. Irwan. “Dayn Dalam Al-Qur‟an (Studi Atas Tafsir Al-Qur‟an Al-‟Adzim

Karya Ibn Katsir”. Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2016.

Said, Hasani Ahmad. Diskursus Munasabah al-Qur‟an Dalam Tafsir al-Misbah.

Jakarta: Amzah, 2015.

Page 93: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

80

Said, Hasani Ahmad. “Tafsir Ahkam Ekonomi: Zakat Sebagai Solusi

Perekonomian Umat di Indonesia”, Bimbas Islam 7, no. 3 (2014): 410-

541.

Salleh, Kamarruddin “Pengaruh Gerakan Islam Mesir Terhadap Gerakan Islam

Malaysia, dalam Budaya Pemikiran Islam: Mesir - Malaysia”, ed. Ahmad

Sunwari Long et al. Kuala Lumpur: Jabatan Ushuluddin dan Falsafah,

Fakulty Pengajian Islam, Unversity Kebangsaan Malaysia, 2006.

Sani, Herian. “Jual Beli Kredit (Tafsir Ayat Ahkam Para Fuqaha).” Al-Muamalat

II, no.1. (2006): 291.

Shihab, Muhammad Quraish. Hidangan Ilahi: Ayat-ayat Tahlil. Jakarta: Lentera

Hati, 1996.

_______. Muhammad Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat Ketentuan, dan Aturan

Yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur‟an.

Tangerang: Lentera Hati, 2013.

_______. Muhammad Quraish. Lentera Al-Qur‟an: Kisah Dan Hikmah

Kehidupan. Bandung: Mizan,2008.

_______. Muhammad Quraish. Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran

Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 2003.

_______. Muhammad Quraish. Membumikan al-Qur‟an Jilid 2: Memfungsikan

wahyu dalam kehidupan. Ciputat: Lentera Hati, 2011.

_______. Muhammad Quraish. “Metode Tafsir Tak Ada yang Terbaik”, Jurnal

Pesantren, VII, no. 1, (1991): h.75.

_______. M. Quraish. Mukjizat Al-Qur‟an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan

Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, cet. ke-IV. Bandung: Mizan,

1998.

_______. Muhammad Quraish. Rasionalitas Al-Qur‟an: Studi Kritis atas Tafsir

al-Manar. Jakarta: Lentera Hati, 2006.

_______. Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian

al-Qur‟an, Vol. I. Ciputat: Lentera Hati, 2000.

_______. Muhammad Quraish. Tafsir al-Amanah. Jakarta: Pustaka Kartini, 1992.

_______. Muhammad Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Kesarasian,

vol.I, Cet. I. Jakarta: Lentera Hati, 2000.

_______. Muhammad Quraish. Tafsir al-Mishbah: Pesan Kesan, dan Keserasian

al-Qur‟an, J.I, cet.V. Ciputat: Lentera Hati, 2012.

Page 94: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

81

_______. Muhammad Quraish. Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik Atas

Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan,2007.

Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur‟an: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum

Dalam Al-Qur‟an, Cet. III. Jakarta: Pena Madani, 2005.

Shohib, Muhammad. “Sikap terhadap uang dan Perilaku berhutang” JIPT III

(2015):140-141.

Syafe‟I, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syamsuri, Hasani Ahmad. Studi Ulumul Qur‟an. Jakarta: Zikra-Press, 2009.

Al-Syanqîṯî. Aḏwâ‟ al-Bayân fî Ȋḏâh al-Qur„ân, Terj. Fathurazi. Jakarta: Pustaka

Azam, 2006.

al-Sya„râwî, Muhammad Mutawallî. Tafsîr al-Sya‟râwî: Khawâtir Faḏîlah al-

Syaikh Muhammad Mutawallî al-Sya‟râwî haula al-Qur‟ân al-Karîm,

vol.2. Qâhirah: Akhbar al-Yawm, 1991.

_______. Muhammad Mutawally. Tafsir al-Sya‟rawi, vol. II. Terj. Safir al-Azhar.

Jakarta: Duta Azhar, 2004.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2011.

al-Ṯabarî, Abû Ja„far Muhammad b. Jarîr. Tafsîr al-Ṯabarî, J. 6. Maktabah

Syamilah.

_______. Abû Ja„far Muhammad b. Jarîr. Tafsir al-Tabari, J.4. Terj. Ahsan

Askan. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Tanjung, Abdurrahman Rusli. “Analisis Terhadab Corak Tafsir al-Adabî al-

Ijtimâ‟î”. Jurnal Anlytica Islamica, vol.3, no.1 (2014): 173-174.

Taufik, dan Muhlisin, Sofian. “Hutang Piutang Dalam Transaksi Tawarruq

Ditinjau dari Perspektif Al-Qur‟an Surat Al-Bâqarah Ayat 282.” Jurnal

Syarikah, 1, no.1 (2015).

Wartini, Atik. “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah.”

Jurnal Studia Islamica, Vol.11, No. 1 (2014): 123.

Whittingham, Martin. al-Ghazali and The Qur‟an: One Book, Many Meanings.

USA dan Canada: Rouledge, 2007.

Yusuf, Muhammad Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar: Sebuah

Telaah Tentang Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam.

al-Zuhailî, Wahbah. al-Fiqh al-Islâmî wa ‟Adallatuh, vol. IV. Cet. ke- III.

Dimasq: Dâr al-Fikr, 1989 M/ 1409 H.

Page 95: KONSEP DAYN PERSPEKTIF AL-QUR’AN: STUDI

82

_______. Wahbah. Al-Qur‟an Paradiqma Hukum dan Peradaban , terj. Surabaya:

Risalah Gusti, 1995.

_______. Wahbah. al-Tafsîr al-Munîr fî al-„Aqîdah wa al-Syarî„ah wa al-Manhaj.

Maktabah Syamilah.

www.inews.id/daerah/

https://kbbi.web.id.