Konsep dasar kepsek.pdf
-
Upload
budi-susanto -
Category
Documents
-
view
32 -
download
1
Transcript of Konsep dasar kepsek.pdf
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kebijakan Kepala Sekolah
1. Peran Kepala Sekolah Dalam Kebijakan Pendidikan
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran pimpinan pada dinas
pendidikan termasuk kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing,
yang sangat mempengaruhi kinerja para tenaga kependidikan di lingkungan kerjanya
masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala
sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak
ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya.
Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam
organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin besar
pula. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi,
keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang teknis
operasional. Terlepas dari kategorisasi keputusan yang diambil, apakah pada kategiri
strategik, taktis, teknis atau operasional, kesemuanya tergolong pada penentuan arah
dari perjalanan yang hendak ditempuh oleh organisasi dan lembaga. Setiap kepala
sekolah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi tenaga kependidikan, di
depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong.
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-
orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan
9
diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-
persyaratan tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan
integritas. Kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal sebab
pengangakatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan
yang berlaku.6
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah
dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan
kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan
sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Sebagai ilustrasi dapat
dikemukakan misalnya, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan
melakukan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya disekolah. Kemampuan ini
diperlukan, karena kalau dulu kepala sekolah diberi bantuan oleh pemerintah dalam
bentuk sarana dan prasarana pendidikan yang sering kurang bermanfaat bagi sekolah,
maka dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, bantuan langsung
diberikan dalam bentuk uang, mau diapakan uang tersebut bergantung sepenuhnya
kepada kepala sekolah yang penting dia dapat mempertanggungjawabkannya secara
professional.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling
berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam
Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa “kepala sekolah bertanggung jawab atas
6 Wahyosumidjo, “Kepemimpinan Kepala Sekolah”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1999, Hal: 85.
10
penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.7
Apa yang diungkapkan diatas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin
kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja
yang semakin efektif dan efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan disekolah juga
cenderung bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan secara
professional. Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada
tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana
dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka
inilah dirasakan perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara professional
untuk mensukseskan program-program pemerintah yang sedang digulirkan, yakni
otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah, kurikulum
berbasis kompetensi, benchmarking, broad basic education, life skill, konstektual
learning, dan Undang-Undang Sisdiknas, yang kesemuanya itu menuntut peran aktif
dan kinerja professional kepala sekolah.
Pengembangan profesionalisme kepala sekolah merupakan tugas dan
wewenang para pengawas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas Pendidikan Nasional. Tanggung jawab pengawas sekolah adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar serta bimbingan peserta didik
7 Dr. E. Mulyasa M. Pd, “Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS & KBK”, Hal: 25.
11
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, melaksanakan pengawasan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada lembaga
pendidikan seperti Taman Kanak-Kanak, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Tingkat
Pertama, dan lainnya. Sedangkan wewenang pengawas sekolah adalah memilih dan
menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan
tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi dan menetapkan tingkat
kinerja guru dan tenaga lain yang diawasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi,
menentukan dan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.
Madrasah belum menjadi tipe sekolah yang ideal bagi kebanyakan umat Islam
terutama menengah ke atas. Hal ini sangat banyak dampaknya bila madrasah ingin
diberdayakan dengan menerapkan prinsip manajemen berbasis sekolah (school based
management). Prinsip dasar dari school based management adalah bahwa sekolah
mendapat otonomi luas dan bertanggung jawab dalam menggali, memanfaatkan serta
mengarahkan berbagai sumber daya, baik internal maupun eksternal untuk kelancaran
proses belajar mengajar di sekolah.8
Disebabkan itu perlu dibangun komunikasi yang insentif terhadap pihak yang
berkepentingan (stakeholders), dewan sekolah, para pengawas, kepala sekolah, guru,
orang tua, siswa serta seluruh anggota masyarakat.
8 Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA, “Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia”, Kencana: Jakarta, 2004, Hal: 59.
12
2. Pengertian Kebijakan Dalam Pendidikan
Kebijaksanaan pendidikan nasional telah dirumuskan dalam ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negara sebagai pola umum pembangunan nasional mengarahkan
rangkaian program pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan nasional
seperti tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Khusus
mengenai pendidikan nasional dinyatakan :
“Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-
manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-
sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.9
Berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara itu jelaslah bahwa peserta
didik pada khususnya dan generasi muda pada umumnya harus diberi kesempatan
untuk memperoleh pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam rangka pendidikan
pancasila dari masa sebelum kemerdekaan sampai dengan masa perjuangan
menegakkan, mempertahankan, membela dan mengisi kemerdekaan. Karena itu,
menjadi tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merencanakan,
9 Drs. Ary H. Gunawan, “Kebijakan-Kebijakan Pendidikan”, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1995, Hal: 113.
13
mengembangkan dan melaksanakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai
bagian terpadu dari system kurikulum nasional.
Pelaksanaan kebijaksanaan itu bertujuan menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa. Manusia-manusia pembangunan yang dihasilkan
diharapkan berperan mewujudkan tujuan nasional yang telah dirumuskan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Butir-butir pemikiran dalam kebijaksanaan pendidikan nasional mengandung
amanat dan makna bahwa kurikulum sebagai salah satu wahana utama pencapaian
tujuan pendidikan nasional harus selalu diperbaiki. Perbaikan itu mengarah pada
pembakuan kurikulum nasional sebagai salah satu upaya pengembangan satu system
pendidikan nasional yang mantap dan terpadu. Perbaikan kurikulum yang dilakukan
berlandasan masukan yang diperoleh dari kegiatan evaluasi kurikulum, uji coba
pengembangan kurikulum dan pengalaman lapangan. Masukan itu merupakan umpan
balik untuk menyelaraskan kurikulum dengan tuntutan masyarakat, kemajuan
pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan dan tanda-tanda zaman.
Pembangunan system pendidikan harus mampu memberikan arti fungsional
bagi pembangunan nasional dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Tuntutan
yang paling mendesak dalam memacu pembangunan pendidikan yang bermutu dan
relevan ialah peningkatan kemampuan dalam melakukan analisis kebijakan. Para
analisis kebijakan dalam bidang pendidikan tidak hanya dituntut untuk menguasai
teknik-teknik penelitian dan pengembangan, tetapi juga dituntut untuk menguasai isu-
14
isu pendidikan yang relevan, baik itu pendidikan secara internal maupun isu-isu
pendidikan dalam kaitannya secara lintas sektoral. Isu-isu pendidikan secara internal
akan meliputi system pendidikan berikut komponen-komponennya yang integral,
seperti pendidikan dasar (berfungsi menanamkan kemampuan dasar), pendidikan
menengah baik pendidikan umum maupun pendidikan sebagai persiapan kerja,
pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan professional, pendidikan luar
sekolah, serta komponen-komponen penunjang system pendidikan.
Isu-isu pendidikan secara eksternal, yang juga sangat penting untuk terus
dikaji oleh para analisis kebijakan, menyangkut keterkaitan yang integral antara
pendidikan dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik,
ekonomi, dan ketenagakerjaan, lingkungan hidup, serta kehidupan sosial budaya.
Penguasaan terhadap isu-isu pendidikan, baik secara internal maupun eksternal, perlu
dibentuk oleh suatu kelompok analisis kebijakan pendidikan yang memiliki latar
belakang pendidikan secara interdisipliner. Penguasaan teknologi dalam penelitian
dan pengembangan serta isu-isu kebijakan pendidikan tersebut harus senantiasa
merupakan kekuatan yang perlu terus dikembangkan. Hal itu dilakukan agar mampu
melahirkan berbagai gagasan yang berguna dalam upaya menghasilkan alternative
kebijakan dalam membangun system pendidikan yang efisien, bermutu dan sesuai
dengan tuntutan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam kenyataannya, kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan
maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan dan maksud
besar tertentu. Didalam percakapan sehari-hari antara para pembuat keputusan dan
15
rekan-rekannya pergantian makna semacam ini bukanlah masalah. Biasanya dalam
hubungan atau kaitan teknis atau administrative tertentu kata ini mempunyai acuan
khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.
Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari
mereka yang mematuhi keputusan tesebut.10 Ada dua buah penggunaan yang luas dari
istilah kebijakan ini yang pertama sebagai pengganti kata atau ungkapan pendek
dimana pengertian umum sering diasumsikan dan yang kedua adalah sebagai
seperangkat ciri-ciri yang dikhususkan dan diidentifikasi melalui riset.
Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang sudah lama
dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu
melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kitannya dengan tindakan.11
Dengan demikian kebijakan dalam pendidikan yaitu keputusan yang tetap
dalam pendidikan yang dicirikan oleh konsistensi dan perubahan tingkah laku yang
membuat patuh terhadap keputusan dalam pendidikan tersebut.
3. Proses Penyusunan Kebijakan
Proses sebagai sebuah rangkaian tindakan yang secara definitive berkaitan
dengan tujuan.12 Proses tak pelak lagi dikaitkan dengan segala tindak tanduk sosial.
10 Charles O. Jones, “Pengantar Kebijakan Publik (Publik Policy)”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1996, Hal: 47. 11 Dr. Ace Suryadi, Prof. H. A. R. Tilaar, M. Sc. Ed, “Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantae”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1994, Hal: 40.
16
Para cendekiawan politik mempunyai minat tradisional terhadap proses-proses
instituasional yaitu rangkaian tindakan atau operasi yang dikaitkan dengan para
pembuat undang-undang (legislatures), para eksekutif, birokrasi, pengadilan, parpol
dan lembaga-lembaga politik lainnya.
Aspek yang perlu ada dan harus dilakukan dalam penentuan kebijakan adalah
membuat perencanaan, karena secara universal sebuah perencanaan dapat diartikan
sebagai suatu desain masa depan yang diinginkan dengan cara yang efektif untuk
memecahkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan para penentu kebijakan adalah
perencanaan. Adapun tahap-tahap perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.
b. Merumuskan keadaan saat ini.
c. Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.
d. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian
tujuan.13
Menetapkan tujuan perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang
keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan
yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya-sumber dayanya secara tidak
efektif.
12 Charles O. Jones, Hal: 44. 13 Dr. T. Hani Handoko, M. B. A, “Manajemen”, BPFE: Yogyakarta, 1984, Hal: 79.
17
Merumuskan keadaan saat ini, pemahaman akan posisi perusahaan sekarang
dari tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk
pencapaian tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut
waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan lembaga atau organisasi saat ini
dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih
lanjut. Tahap ini memerlukan informasi terutama keuangan dan data statistic yang
didapatkan melalui komunikasi dalam organisasi.
Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan, segala kekuatan dan
kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui
faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yang dapat membantu organisasi
mencapai tujuannnya, atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit
dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan serta ancaman yang mungkin
terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai
alternative kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut
dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternative
yang ada.
18
B. Peningkatan Kualitas Guru
1. Pengertian Guru
Kondisi masyarakat yang semakin maju, yang ditandai kadar rasionalisasi
dalam berkarya, yang mengutamakan efisiensi, yang menuntut disiplin sosial yang
tinggi terhadap warganya, yang berorientasi pada mutu (baik dalam proses maupun
hasil kerja) yang semakin menuntut kemampuan bekerja sama atau berorganisasi
diantara warganya dan yang semakin menuntut warganya untuk menguasai ilmu serta
teknologi dalam segala bidang kehidupannya. Semakin jelas bahwa masyarakat
modern tersebut memerlukan jasa sekolah dan atau guru. Dalam kondisi masyarakat
yang modern tersebut, jelas bahwa orang tua sepandai apapun tidak mampu
membimbing anak-anaknya dalam semua segi persiapan hidupnya. Fungsi sosial
sekolah dan atau guru dalam masyarakat modern tersebut semakin penting.
Menurut Zakiyah Daradjat (1992:39) yang dikutip dalam buku Guru Sebagai
Profesi, menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional, karena guru itu telah
menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak.14
Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi
anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang membantu orang tua
untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah.
Pelaksanaan tugas sebagai guru dapat ditunjukkan manakala seseorang telah
melakukan tugas itu didepan kelas atau saat ia membawa para siswa, anak didik atau
muridnya belajar keluar kelas atau keluar sekolah untuk mengadakan kegiatan studi 14 Drs. Suparlan, M. Ed, “Guru Sebagai Profesi”, Hikayat: Yogyakarta, 2006, Hal: 11.
19
wisata, outbound atau praktik kerja nyata ditempat kerja. Dari aspek ini, seseorang
disebut sebagai guru manakala ia telah memperoleh surat pengangkatan dari
pemerintah dengan tugas mengajar dalam mata pelajaran tertentu, disekolah tertentu,
dengan gaji tertentu pula. Seseorang disebut sebagai guru jika ia memiliki surat
keputusan dari pejabat yang berwenang untuk mengangkatnya. Dalam surat
keputusan tersebut akan disebutkan nama, tempat dan tanggal lahirnya, diangkat
menjadi guru apa, pangkat dan golongannya, berapa gaji pokoknya dan berbagai
informasi tentang seorang guru. Termasuk dalam pengertian, guru itu dapat saja
sebagai pegawai negeri sipil manakala ia diangkat oleh pemerintah dan memperoleh
gaji dari pemerintah. Selain itu, di sekolah negeri pun masih banyak guru dengan
berbagai label, seperti guru bantu, guru tidak tetap, atau guru wiyata bakti. Sementara
itu, di lembaga pendidikan swasta, juga terdapat beberapa sebutan, seperti guru
honorer yayasan, guru diperbantukan (DPK), bahkan ada yang disebut sebagai guru
tetap (GT) dan guru tidak tetap (GTT) yayasan.
Dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/
MPK/ 1989 dinyatakan lebih spesifik bahwa “Guru ialah pegawai negeri sipil (PNS)
yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hak yang melekat dalam jabatan)”.15
Dalam SE tersebut dijelasakan bahwa seorang guru memiliki tugas, wewenang,
tanggung jawab dan hak yang melekat didalamnya untuk melaksanakan pendidikan di
sekolah. 15 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hikayat: Yogyakarta, 2005, Hal: 15.
20
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, guru dipandang hanya menjadi bagian yang kecil dari istilah pendidik.
Dinyatakan dalam Pasal 39 (2) pengertian tentang pendidik sebagai berikut “Pendidik
merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi”.16
Citra guru dimasyarakat atau di Negara kita berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan citra guru tersebut dipengaruhi oleh perubahan aspirasi (penilaian serta
penghargaan) warga masyarakat terhadap jabatan guru, unjuk kerja para guru yang
telah berkarya (performance), dan adanya perubahan persyaratan jabatan guru
sebagai dampak kemajuan ilmu serta teknologi (era profesionalisasi dan spesialisasi).
Citra guru yang bermutu tersebut yaitu pribadi dewasa yang mempersiapkan
diri secara khusus melalui lembaga pendidikan guru (LPTK), agar dengan
keahliannya mampu mengajar sekaligus mendidik siswanya untuk menjadi warga
negara yang baik (susila), berilmu, produktif, sosial, sehat, dan mampu berperan aktif
dalam peningkatan sumber daya manusia atau investasi kemanusiaan.17
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru.18 Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki
16 Ibid, Hal: 15-16. 17 Drs. A. Samana, M. Pd, “Profesionalisme Keguruan”, Kanisius: Yogyakarta, 1994, Hal: 15. 18 Drs. Moch Uzer Usman, “Menjadi Guru Profesional”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006, Hal: 5.
21
keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai
berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk
menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional
yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai
pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan
tertentu atau pendidikan prajabatan.
Dalam situasi sosial apapun, jabatan guru tetap dinilai oleh warga mayarakat
sebagai pemberi inspirasi, penggerak dan pelatih dalam penguasaan kecakapan
tertentu bagi sesama, khususnya bagi para siswa agar mereka siap untuk membangun
hidup beserta lingkungan sosialnya. Guru yang semakin bermutu semakin besar
sumbangannya bagi perkembangan diri siswanya dan perkembangan masyarakatnya.
Guru yang bermutu mampu berperan sebagai pemimpin diantara kelompok
siswanya dan juga diantara sesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung
serta penyebar nilai-nilai luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi
siswa dan lingkungan sosialnya dan secara lebih mendasar guru yang bermutu
tersebut juga giat mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam
berkarya dan dalam pengabdian sosialnya. Dalam hal teknis didaktis, guru yang
bermutu mampu berperan sebagai fasilitator pengajaran, mampu mengorganisasi
pengajaran secara efektif serta efisien, mampu membangun motivasi belajar
siswanya. Semua usaha pembelajaran siswa yang dikerjakan oleh guru tersebut
diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan atau tujuan pendidikan yang
diperuntukkan bagi siswa yang bersangkutan.
22
2. Indikator Kualitas Guru
Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini, juga merupakan hal yang
dilematis. Secara objektif jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal
ini tidak dapat dipukul rata begitu saja karena ternyata jumlah yang sedikit ini salah
satu indikatornya adalah masalah pemerataan guru. Berbicara mengenai kualitas guru,
seorang guru yang memiliki posisi strategi dalam usaha tercapainya kualitas
pendidikan yang semakin baik amat dituntut kemampuan profesionalnya. Skill dan
kemampuan professional ini harus selalu ditingkatkan, terutama dalam menyiapkan
sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan dunia menjelang tahun
2020 nanti.
Kekuatan bagi peningkatan mutu guru sebagai salah satu tuntutan dalam
penciptaan sumber daya manusia yang bermutu melalui kegiatan pendidikan yang
lebih berkualitas adalah dengan dinaikkannya anggaran pendidikan menjadi 20% dari
APBN.19
Kualitas sumber daya manusia yang dikehendaki adalah sumber daya manusia
yang memenuhi kriteria kualitas fisik dan kesehatan, kualitas intelektual, dan kualitas
spiritual.20 Adapun indikator kualitas untuk masing-masing dimensi adalah sebagai
berikut:
a. Kualitas fisik dan kesehatan meliputi:
1) Memiliki kesehatan yang baik serta kesegaran jasmani.
19 Sam M. Chan, Tuti T. Sam, ”Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007, Hal: 59. 20 Sudarwan Danim, “Transformasi Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara: Jakarta, 1994, Hal: 44.
23
2) Memiliki postur tubuh yang baik yang disebabkan oleh peningkatan
gizi yang baik.
3) Memiliki tingkat kehidupan yang layak dan manusiawi.
b. Kualitas intelektual (pengetahuan dan ketrampilan), meliputi:
1) Memiliki kemampuan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
2) Memiliki tingkat ragam dan kualitas pendidikan serta ketrampilan
yang relevan dengan memperhatikan dinamika lapangan kerja baik
yang tersedia di tingkat lokal, nasional maupun imternasional.
3) Memiliki penguasaan bahasa, meliputi bahasa nasional, bahasa
daerah dan sekurang-kurangnya satu bahasa asing.
4) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sesuai dengan tuntutan industrialisasi.
c. Kualitas spiritual (kejuangan) meliputi:
1) Taat menjalankan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, serta toleransi yang tinggi dalam kehidupan beragama.
2) Memiliki semangat yang tinggi dan kejuangan yang tangguh baik
sebagai individu maupun sebagai masyarakat.
3) Jujur, yang dilandasi kesamaan antara pikiran, perkataan dan
perbuatan serta tanggung jawab yang dipikulnya.
4) Sadar akan jati dirinya sebagai insan pancasila.
24
5) Lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan
pribadi atau golongan, atas dasar kebersamaan, lebih mendahulukan
kewajiban dari pada hak sebagai warga Negara.
6) Memiliki rasa kebangsaan yang dalam, dengan tetap menyadari
kemajemukannya, serta memiliki kesadaran berbangsa dan
bernegara yang tinggi berdasarkan nilai-nilai nasional.
7) Memiliki sikap, jiwa dan sifat kepemimpinan yang mampu
mengajak dan diajak dalam proses pembangunan serta mampu
memberi teladan sehingga memberikan motivasi masyarakat dalam
pembangunan.
8) Memiliki semangat bela Negara demi tetap teguhnya Negara
Republik Indonesia.
9) Memiliki sikap-sikap adpatif dan kritis terhadap pengaruh negatif
nilai-nilai budaya asing.
10) Memiliki kesadaran disiplin nasional yang tinggi sebagai suatu
budaya bangsa yang senantiasa ingin maju.
11) Memiliki semangat kompetisi yang tinggi dengan meningkatkan
motivasi, etos kerja dan produktivitas demi pembangunan bangsa
dan Negara.
12) Memiliki semangat berwiraswasta dan kemandirian.
25
13) Berjiwa besar dan berpikir positif dalam setiap menghadapi
permasalahan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi
keutuhan dan kemajuan.
14) Memiliki sifat keterbukaan yang dilandasi rasa tanggung jawab bagi
kepentingan bangsa.
15) Memiliki kesadaran untuk tetap memelihara sumber alam dan
lingkungannya.
16) Memiliki kesadaran hukum yang tinggi, serta menyadari hak dan
kewajiban asasinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam UUD 45.
Profil manusia yang dikehendaki seperi diatas merupakan profil ideal, sebagai
kata lain dari kemampuan hidup manusia secara layak. Manusia yang mampu
mencapai level ini adalah manusia merdeka secara sosial atau terbebas dari masalah
sosial, tanpa membebani orang lain. Kondisi lingkungan fisik yang memberi pressure
kuat, keterbatasan sumber daya alam, faktor-faktor kodrati, pengaruh lingkungan
sosial, ekonomi lemah, penghayatan rendah pada dimensi moral atau invalid akibat
kecelakaan, ditinggal mati orang tua, korban bencana alam, atau akibat peperangan
dan keterasingan mengakibatkan tidak semua individu mampu hidup sejahtera.
Kenyataan ini menghendaki adanya proses interaksi atau bantuan intensif dari yang
kuat atau mapan secara sosial ekonomi kepada yang lemah secara sosial ekonomi.
Proses itu akan melahirkan kelompok, individu yang tadinya berstatus sebagai
penyandang masalah sosial menjadi kelompok atau individu mandiri.
26
3. Kompetensi Profesionalisme Guru
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Maksudnya kompetensi
tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara
professional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau
dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan prilaku perbuatan bagi
seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan
bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan.21
Standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling kait
mengait yakni pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, penguasaan
akademik. Tiap-tiap komponen standar kompetensi guru tersebut terdiri atas beberapa
kompetensi secara keseluruhan meliputi tujuh kompetensi dasar yaitu penyusunan
rencana penbelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi
belajar peserta didik, pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta
didik, pengembangan profesi, pemahaman wawasan kependidikan, dan penguasaan
bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).
Guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya
21 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 93.
27
sebagai guru dengan kemampuan maksimal.22 Dalam kewenangan profesionalnya,
guru dituntut memiliki seperangkat kemampaun yang beraneka ragam.
Persyaratan khusus yang harus dipenuhi bagi seorang guru professional
adalah sebagai berikut:
a. Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yamg mendalam.
b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya.
c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
f. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
g. Memiliki klien atau objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan
pasiennya, guru dengan muridnya.
h. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat.
Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan professional harus ditempuh
melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pun
dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan pre service 22 Drs. Moch Uzer Usman, Hal: 15.
28
education seperti pendidikan guru sekolah dasar, IKIP dan fakultas keguruan di luar
lembaga IKIP.
Pembinaan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kegiatan
peningkatan kualifikasi melalui jenjang pendidikan formal, peningkatan kompetensi
melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan kompetensi melalui kegiatan yang
dirancang oleh organisasi profesi, belajar mandiri.
4. Problem Peningkatan Kualitas Guru
Secara garis besar dapat disebut bahwa karena tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi yang selalu mengalami perkembangan dan justru
iramanya semakin lama semakin cepat, maka agar peran guru dalam pengajarannya
tetap bermutu dan up to date dalam membimbing belajar siswa, guru yang
bersangkutan harus belajar dalam banyak hal yang terkait dengan pengajaran secara
berkesinambungan.
Hambatan atau masalah yang dihadapi dalam pengembangan kompetensi dan
atau karir guru adalah kesulitan pembibitan guru yang bermutu, kesulitan dalam
standardisasi pendidikan guru pra jabatan, kesulitan dalam standardisasi pendidikan
guru dalam jabatan dan kesulitan dalam membina kesinambungan serta keterpaduan
antar pembibitan pendidikan guru pra jabatan pendidikan guru dalam jabatan untuk
peningkatan mutu guru atau pengembangan kompetensi dan atau karirnya. Jika
seluruh unsur yang tercakup dalam empat tahapan kerja tersebut bermutu serta
relevan dengan tuntutan keguruan, jika proses kerja serta evaluasi hasil kerjanya
29
terlaksana secara sistematis serta berkeahlian, dan jika penghargaan terhadap profesi
guru (baik secara moral, sosial dan finansial) cukup tinggi, maka harapan akan
munculnya guru-guru yang bermutu semakin dekat realisasinya.
Secara rinci lokasi serta jenis hambatan atau masalah yang berhubungan
dengan pembinaan mutu guru dan atau pengembangan kompetensi guru serta
karirnya, adalah:
a. Adanya pergeseran aspirasi masyarakat terhadap profesi guru.
b. System seleksi calon guru yang variatif.
c. Kualifikasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)
d. Lancar tidaknya proses penempatan tenaga kependidikan (khususnya
guru).
e. Pendidikan guru dalam jabatan sangat diharapkan sumbangannya
terhadap pembinaan mutu guru dan atau perkembangan kompetensinya.
f. Penilaian kerja guru, promosi pangkat serta golongannya, dan
penghargaan jabatan guru.23
Adanya pergeseran aspirasi masyarakat terhadap profesi guru, sejak tahun 60-
an jabatan guru umumnya kurang menarik perhatian remaja berbakat, hal ini
berhubungan dengan banyaknya tawaran jenis pekerjaan lain yang prospek
ekonomisnya bagus, sedang profesi guru kurang menjanjikan kesejahteraan ekonomis
yang sepadan dengan beban tugasnya (sebagai guru yang baik). 23 Drs. A. Samana, M. Pd, Hal: 110-111.
30
Sistem seleksi calon guru yang variatif, baik menyangkut ada tidaknya
seleksi, jenis alat seleksi yang digunakan, maupun tinggi rendahnya standar
kelulusannya (passing grade yang ditetapkan). Di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang favorit memang terjadi seleksi yang ketat, bahkan kondisi fisik
serta minat jabatan diteliti secara serius, tetapi di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang tidak favorit diduga banyak penerimaan mahasiswa calon guru
berlangsung tanpa seleksi.
Kualifikasi lembaga pendidikan tenaga kependidikan, dalam bidang ini
banyak faktor yang terkait yaitu kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan
yang masih labil, kelengkapan fasilitas pendukung penyelenggaraan lembaga
pendidikan tenaga kependidikan yang kurang memadai, keterbatasan narasumber
yang sesuai dengan kebutuhan serta berbobot ada tidaknya system supervisi atau
monitoring yang kontinu serta berbobot dan profesionalitas system evaluasi hasil
belajar serta penentuan norma kelulusan yang perlu pemantapan lebih lanjut. Dalam
pembenahan mutu lembaga pendidikan tenaga kependidikan ini wajarlah jika
pemerintah mengalokasikan dana yang memadai untuk memberi subsidi lembaga
pendidikan tenaga kependidikan swasta yang potensial.
Lancar tidaknya proses penempatan tenaga kependidikan (khususnya guru),
kesesuaian antara tenaga guru yang tersedia dengan kebutuhan daerah kerja (baik
jumlah maupun kualifikasi keahlian dan atau bidang studi), lancar tidaknya
mekanisme administrative yang memberi jaminan hukum, hak dan kewajiban para
guru yang telah berdinas, daya dukung pemerintah daerah setempat. Dan ada tidaknya
31
motivasi kerja serta kesediaan mengabdi pada pendidikan bangsa yang tinggi dari
antara para guru sendiri secara langsung atau tidak langsung pasti berpengaruh
terhadap pembinaan mutu guru dan atau pengembangan kompetensinya. Dalam
banyak hal yang berkaitan dengan proses penempatan tenaga kependidikan
(khususnya guru) diatas masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, gejala
ini dapat menjadi penghambat pembinaan mutu guru.
Pendidikan guru dalam jabatan sangat diharapkan sumbangannya terhadap
pembinaan mutu guru dan atau perkembangan kompetensinya. Jabatan guru bersifat
generik, maka kondisi serta situasi kerja yang kondusif, adanya pembinaan dari
administrator serta supervisor yang berbobot dan berkesinambungan, adanya
narasumber yang berkeahlian serta dedikatif dan selaras dengan kebutuhan, adanya
program seta pelaksanaan pendidikan guru dalam jabatan yang efektif dan efisien
akan sangat membantu guru dalam mengembangkan kompetensinya dan atau
karirnya. Hal yang bersifat ideal tersebut, untuk kebanyakan daerah bahkan
kebanyakan unit sekolah masih belum memadai. Hal ini pasti menghambat
perkembangan kompetensi guru dan atau karirnya.
Penilaian kerja guru, promosi pangkat serta golongannya dan penghargaan
jabatan guru. Karena dampak sosial dari karya pendidikan bersifat mendasar dan
meluas dalam peningkatan mutu kepribadian serta kecakapan kerja warga Negara
Indonesia, wajarlah jika posisi guru serta peran edukatifnya selalu diamati, dinilai dan
dihargai sepantasnya oleh pihak-pihak yang berwajib.
32
C. Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Kualitas Guru
1. Kebijakan Crash Program Guru
Untuk memecahkan berbagai masalah kekurangan guru di Indonesia, selama
ini pemerintah pernah menerapkan beberapa kebijakan program cepat atau crash
program, yaitu :
a) Kursus Pengantar Kepada Persiapan ke Kewajiban Belajar (KPKPKB).
b) Kursus Pendidikan Guru (KPG).
c) Rukun Belajar B (RBB).
d) Rukun Belajar A (RBA).
e) Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP).
f) Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA).
g) Program penyetaraan D-2.
h) Program guru bantu.24
Sejak IKIP menjadi universitas, kecuali IKIP Manado, boleh dikatakan bahwa
lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang masih tersisa adalah fakultas-fakultas
keguruan dan kependidikan yang ada di universitas-universitas negeri dan swasta,
serta sekolah tinggi keguruan dan ilmu pendidikan. Semua lembaga itu berada di
bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Adanya berbagai crash program tersebut dapat menunjukkan indikasi bahwa
system pendidikan guru di Indonesia belum dapat dikatakan mantap dan 24 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 156.
33
komprehensif. Oleh karena itu, system pendidikan guru di Indonesia perlu segera
ditata ulang sehingga mampu merencanakan dan mengembangkan program
pengadaan guru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Terkait khusus dengan program guru bantu, istilah guru bantu digunakan
untuk mengganti istilah guru kontrak yang sebelumnya sering digunakan. Istilah guru
kontrak tidak digunakan dengan pertimbangan karena memiliki konotasi yang kurang
menghargai martabat guru, walaupun kenyatannnya memang sama dengan kontrak
kerja. Dengan cara berpikir seperti ini, kita kembali terjebak dalam gaya eufemisme
bahasa, seperti dalam penggunaan istilah tunakarya untuk para pengangguran atau
tunasusila untuk pekerja seks komersial (PSK). Kita menggunakan bahasa halus atau
eufemisme untuk mengahrgai martabat guru. Ini sama dengan ketika kita mencoba
untuk memberikan penghargaan kepada guru melalui himne guru.
Bagaimanapun juga, penambahan kalimat tentang kesejahteraan atau kata-
kata agung lainnya tidaklah akan mengubah apa pun tanpa dibuktikan dengan
kebijakan dan program yang benar-benar dapat meningkatkan citra guru. Sekarang
bukan zaman radio, tetapi zaman televisi. Sekarang bukan zaman pidato, tetapi zaman
perlu bukti.
Program guru bantu memang merupakan satu usaha yang patut dihargai.
Namun demikian, program guru bantu tersebut harus dipandang sebagai strategi jalan
keluar (exit strategy) yang bersifat sementara, khususnya untuk memecahkan masalah
kekurangan guru secara kuantitatif. Karena kebijakan ini tidak atau belum merambah
sama sekali kepada pemecahan masalah dalam aspek kualitatif, seperti masalah
34
rendahnya mutu guru, penyebaran tidak merata, mengajar tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikannya (mismatch), kualifikasi yang belum sesuai dengan jenjang
pendidikan, dan permasalahan lainnya. Masalah-masalah tersebut memerlukan
kebijakan lain yang lebih komprehensif, antara lain melalui kebijakan system
pendidikan guru secara nasional, termasuk upaya peningkatan profesionalisme guru.
Program guru bantu tidak akan dapat memecahkan masalah guru secara
keseluruhan, karena hanya dirancang untuk memecahkan masalah kekurangan guru
saja. Untuk itu, system pendidikan guru di Indonesia harus dibingkai dengan adanya
Peraturan Pemerintah (PP) sebagai realisasi dan penjabaran dari Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta undang-undang
yang akan mengatur tentang guru, termasuk martabat dan kesejahteraan guru. Lebih
dari itu, dalam PP tersebut harus dengan jelas menegaskan tentang lembaga
preservice education dan lembaga lain yang akan merencanakan pengadaan guru
secara nasional, memberikan izin mengajar atau sebagai guru, mengatur koordinasi
dengan pemerintah daerah dalam rangka pengadaan guru, koordinasi dengan institusi
terkait seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan
Penataran Guru (PPPG) yang kini sedang dalam proses reengineering, Badan
Akreditasi Sekolah Nasional (Basnas), dan Badan Akreditasi Sekolah Daerah
(Basda). Dengan kata lain, crash program guru hanya dilakukan dalam program yang
komprehensif.
35
2. Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Guru
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Belajar bisa dilakukan
dimana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan oleh siapa pun atau alat apapun juga.
Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan
membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarananya, melainkan harus dengan
upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, yakni
proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan.
Kesemuanya itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Peningkatan mutu atau kualitas guru merupakan upaya yang amat kompleks
karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari proses yang
menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang dikenal dengan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Dalam hal ini, LPTK mengalami kesulitan
besar ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas dua yang
akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata memang di luar
tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu calon guru itu lebih disebabkan
oleh rendahnya penghargaan terhadap profesi guru. Pada akhirnya orang mudah
menebak karena ujung-ujungnya menyangkut uang atau gaji dan penghargaan. Gaji
dan penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain karena adanya
indikasi mutu profesionalisme guru masih rendah. Akhirnya, terjadilah lingkaran
setan yang sudah dideteksi ujung pangkalnya. Banyak orang menganggap bahwa gaji
dan penghargaan terhadap guru menjadi biang keladinya atau causa prima-nya.
Namun, ada orang yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat
36
dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Disamping itu, gaji dan dedikasi terkait
erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi professional. Jadi, selain harus
dipikirkan dengan sungguh-sungguh upaya untuk meningkatkan gaji dan
penghargaan kepada guru, masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan
yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.25
Beberapa upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan
kinerja sekolah antara lain melalui pembinaan disiplin tenaga kependidikan,
pemberian motivasi, penghargaan (reward), dan persepsi.26
Kepala sekolah harus mampu menumbuhkan disiplin tenaga kependidikan,
terutama disiplin diri (self discipline). Dalam hal ini seorang kepala sekolah harus
mampu melakukan hal-hal diantaranya yaitu membantu tenaga kependidikan
mengembangkan pola prilakunya, membantu tenaga kependidikan meningkatkan
standar prilakunya, menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat.
Setiap tenaga kependidikan memiliki karakteristik khusus, yang satu sama
lain berbeda. Hal tersebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari
pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan
kinerjanya. Perbedaan tenaga kependidikan tidak hanya dalam bentuk fisiknya, tetapi
juga psikisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas
kerja, perlu diperhatikan motivasi para tenaga kependidikan dan faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut
25 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 101. 26 Dr. E. Mulyasa M. Pd, “Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS & KBK”, Hal: 141.
37
menentukan keefektifan kerja. Motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting
dalam suatu lembaga. Para tenaga kependidikan akan bekerja dengan sungguh-
sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para tenaga kependidikan
memiliki motivasi yang positif maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai
perhatian dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain
seorang tenaga kependidikan akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik
apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin dituntut
untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para tenaga kependidikannya
sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya.
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja dan
untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini tenaga
kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif.
Penghargaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi tenaga
kependidikan secara terbuka, sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki peluang
untuk meraihnya. Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif
dan efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.
Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
indra.27 Persepsi yang baik akan menumbuhkan iklim kerja yang kondusif serta
sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerja. Kepala sekolah perlu mencipatakan
persepai yang baik bagi sikap tenaga kependidikan terhadap kepemimpinan dan
lingkungan sekolah, agar mereka dapat meningkatkan kinerjanya. 27 Ibid, Hal: 151.
38
Kinerja guru akan dipengaruhi oleh pelbagai komponen pendidikan
lainnya. Beberapa komponen pendidikan yang berpengaruh besar terhadap kinerja
guru adalah:
a. Gedung sekolah. Proses pembelajaran memang harus berjalan dengan
aman dan nyaman. Oleh karena itu, diperlukan gedung sekolah yang
dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi guru dan peserta
didiknya. Keadaan gedung sekolah akan mempengaruhi kinerja guru
dalam melaksanakan tugasnya.
b. Buku pelajaran. Untuk meningkatkan proses pembelajaran yang
menyenangkan, para guru harus dapat mengolah bahan ajarnya dengan
banyak membaca buku dan sumber belajar lainnya. Dengan cara mengajar
seperti itu, maka guru tidak hanya mengajar dengan berorientasi pada
buku pelajaran, melainkan bahan ajar yang nyambung dengan kebutuhan
siswa dalam pengembangan diri dan kehidupannya.
c. Media dan alat peraga. Mengajar tanpa media dan alat peraga merupakan
salah satu ciri proses pembekajaran konvensional yang masih sering
dilakukan oleh guru. Kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan
metode ceramah. Dengan pola dan gaya mengajar konvensional ini,
proses dan hasil pembelajaran hanya akan menyentuh aspek kognitif dan
kurang menyentuh aspek afektif, apalagi psikomotoriknya.
d. Siswa. Kondisi rasio guru-siswa yang sangat besar menyebabkan guru
terpaksa melaksanakan proses pembelajaran dengan gaya konvensional
39
yang berpusat pada guru bukan berpusat pada siswa. Oleh karena itu,
jangan menyalahkan guru jika kemudian mereka tidak dapat
melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi dengan benar.
e. Komite sekolah. Para guru harus menjalin komunikasi dan kerja sama
kemitraan dengan komite sekolah, badan mandiri sebagai wadah peran
serta masyarakat dalam pendidikan.
Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya peningkatan profesionalisme guru
antara lain yaitu pertemuan organisasi profesi, pertemuan dengan komponen
pendidikan lain, seminar atau lokakarya, media komunikasi.28
Keterlibatan guru dalam kegiatan dalam masyarakat sangat diperlukan untuk
memperoleh wawasan tentang latar belakang masalah dan keadaan sosial ekonomi
orang tua siswa, relasi yang lebih luas dari berbagai kalangan, pengetahuan
konstektual yang dapat memperkaya bahan ajar.
Mengikuti berbagai kegiatan seminar atau lokakarya secara aktif dapat
menambah angka kredit untuk usulan kenaikan tingkat, juga sangat bermaanfaat
untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman untuk meningkatkan
kompetensinya dalam melaksanakan tugas guru.
Membangun media komunikasi untuk guru yang berkualitas diperlukan SDM
yang menguasai tentang seluk beluk penerbitan media komunikasi, disamping
diperlukan respon yang berkelanjutan dari para guru. 28 Drs. Suparlan, M. Ed, “Guru Sebagai Profesi”, Hal: 153.