Konsep dasar kepsek.pdf

32
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kebijakan Kepala Sekolah 1. Peran Kepala Sekolah Dalam Kebijakan Pendidikan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran pimpinan pada dinas pendidikan termasuk kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing, yang sangat mempengaruhi kinerja para tenaga kependidikan di lingkungan kerjanya masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya. Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin besar pula. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang teknis operasional. Terlepas dari kategorisasi keputusan yang diambil, apakah pada kategiri strategik, taktis, teknis atau operasional, kesemuanya tergolong pada penentuan arah dari perjalanan yang hendak ditempuh oleh organisasi dan lembaga. Setiap kepala sekolah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi tenaga kependidikan, di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong. Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang- orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan

Transcript of Konsep dasar kepsek.pdf

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kebijakan Kepala Sekolah

1. Peran Kepala Sekolah Dalam Kebijakan Pendidikan

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran pimpinan pada dinas

pendidikan termasuk kepala sekolah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing,

yang sangat mempengaruhi kinerja para tenaga kependidikan di lingkungan kerjanya

masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan sekolah banyak ditentukan oleh kepala

sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak

ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya.

Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam

organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin besar

pula. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi,

keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang teknis

operasional. Terlepas dari kategorisasi keputusan yang diambil, apakah pada kategiri

strategik, taktis, teknis atau operasional, kesemuanya tergolong pada penentuan arah

dari perjalanan yang hendak ditempuh oleh organisasi dan lembaga. Setiap kepala

sekolah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi tenaga kependidikan, di

depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong.

Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-

orang tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang akan

9

diangkat menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-

persyaratan tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan

integritas. Kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal sebab

pengangakatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan

yang berlaku.6

Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah

dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan

kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan

sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Sebagai ilustrasi dapat

dikemukakan misalnya, kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan

melakukan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya disekolah. Kemampuan ini

diperlukan, karena kalau dulu kepala sekolah diberi bantuan oleh pemerintah dalam

bentuk sarana dan prasarana pendidikan yang sering kurang bermanfaat bagi sekolah,

maka dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, bantuan langsung

diberikan dalam bentuk uang, mau diapakan uang tersebut bergantung sepenuhnya

kepada kepala sekolah yang penting dia dapat mempertanggungjawabkannya secara

professional.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling

berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam

Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa “kepala sekolah bertanggung jawab atas

6 Wahyosumidjo, “Kepemimpinan Kepala Sekolah”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1999, Hal: 85.

10

penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga

kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.7

Apa yang diungkapkan diatas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin

kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja

yang semakin efektif dan efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan disekolah juga

cenderung bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan secara

professional. Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada

tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana

dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka

inilah dirasakan perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara professional

untuk mensukseskan program-program pemerintah yang sedang digulirkan, yakni

otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah, kurikulum

berbasis kompetensi, benchmarking, broad basic education, life skill, konstektual

learning, dan Undang-Undang Sisdiknas, yang kesemuanya itu menuntut peran aktif

dan kinerja professional kepala sekolah.

Pengembangan profesionalisme kepala sekolah merupakan tugas dan

wewenang para pengawas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Dinas Pendidikan Nasional. Tanggung jawab pengawas sekolah adalah

meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar serta bimbingan peserta didik

7 Dr. E. Mulyasa M. Pd, “Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS & KBK”, Hal: 25.

11

dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, melaksanakan pengawasan

penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya pada lembaga

pendidikan seperti Taman Kanak-Kanak, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Tingkat

Pertama, dan lainnya. Sedangkan wewenang pengawas sekolah adalah memilih dan

menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan

tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi dan menetapkan tingkat

kinerja guru dan tenaga lain yang diawasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi,

menentukan dan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.

Madrasah belum menjadi tipe sekolah yang ideal bagi kebanyakan umat Islam

terutama menengah ke atas. Hal ini sangat banyak dampaknya bila madrasah ingin

diberdayakan dengan menerapkan prinsip manajemen berbasis sekolah (school based

management). Prinsip dasar dari school based management adalah bahwa sekolah

mendapat otonomi luas dan bertanggung jawab dalam menggali, memanfaatkan serta

mengarahkan berbagai sumber daya, baik internal maupun eksternal untuk kelancaran

proses belajar mengajar di sekolah.8

Disebabkan itu perlu dibangun komunikasi yang insentif terhadap pihak yang

berkepentingan (stakeholders), dewan sekolah, para pengawas, kepala sekolah, guru,

orang tua, siswa serta seluruh anggota masyarakat.

8 Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, MA, “Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia”, Kencana: Jakarta, 2004, Hal: 59.

12

2. Pengertian Kebijakan Dalam Pendidikan

Kebijaksanaan pendidikan nasional telah dirumuskan dalam ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-

Garis Besar Haluan Negara sebagai pola umum pembangunan nasional mengarahkan

rangkaian program pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan nasional

seperti tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Khusus

mengenai pendidikan nasional dinyatakan :

“Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan,

mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal

semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-

manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-

sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.9

Berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara itu jelaslah bahwa peserta

didik pada khususnya dan generasi muda pada umumnya harus diberi kesempatan

untuk memperoleh pendidikan sejarah perjuangan bangsa dalam rangka pendidikan

pancasila dari masa sebelum kemerdekaan sampai dengan masa perjuangan

menegakkan, mempertahankan, membela dan mengisi kemerdekaan. Karena itu,

menjadi tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merencanakan,

9 Drs. Ary H. Gunawan, “Kebijakan-Kebijakan Pendidikan”, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1995, Hal: 113.

13

mengembangkan dan melaksanakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa sebagai

bagian terpadu dari system kurikulum nasional.

Pelaksanaan kebijaksanaan itu bertujuan menumbuhkan manusia-manusia

pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama bertanggung

jawab atas pembangunan bangsa. Manusia-manusia pembangunan yang dihasilkan

diharapkan berperan mewujudkan tujuan nasional yang telah dirumuskan dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Butir-butir pemikiran dalam kebijaksanaan pendidikan nasional mengandung

amanat dan makna bahwa kurikulum sebagai salah satu wahana utama pencapaian

tujuan pendidikan nasional harus selalu diperbaiki. Perbaikan itu mengarah pada

pembakuan kurikulum nasional sebagai salah satu upaya pengembangan satu system

pendidikan nasional yang mantap dan terpadu. Perbaikan kurikulum yang dilakukan

berlandasan masukan yang diperoleh dari kegiatan evaluasi kurikulum, uji coba

pengembangan kurikulum dan pengalaman lapangan. Masukan itu merupakan umpan

balik untuk menyelaraskan kurikulum dengan tuntutan masyarakat, kemajuan

pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan dan tanda-tanda zaman.

Pembangunan system pendidikan harus mampu memberikan arti fungsional

bagi pembangunan nasional dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Tuntutan

yang paling mendesak dalam memacu pembangunan pendidikan yang bermutu dan

relevan ialah peningkatan kemampuan dalam melakukan analisis kebijakan. Para

analisis kebijakan dalam bidang pendidikan tidak hanya dituntut untuk menguasai

teknik-teknik penelitian dan pengembangan, tetapi juga dituntut untuk menguasai isu-

14

isu pendidikan yang relevan, baik itu pendidikan secara internal maupun isu-isu

pendidikan dalam kaitannya secara lintas sektoral. Isu-isu pendidikan secara internal

akan meliputi system pendidikan berikut komponen-komponennya yang integral,

seperti pendidikan dasar (berfungsi menanamkan kemampuan dasar), pendidikan

menengah baik pendidikan umum maupun pendidikan sebagai persiapan kerja,

pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan professional, pendidikan luar

sekolah, serta komponen-komponen penunjang system pendidikan.

Isu-isu pendidikan secara eksternal, yang juga sangat penting untuk terus

dikaji oleh para analisis kebijakan, menyangkut keterkaitan yang integral antara

pendidikan dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang seperti politik,

ekonomi, dan ketenagakerjaan, lingkungan hidup, serta kehidupan sosial budaya.

Penguasaan terhadap isu-isu pendidikan, baik secara internal maupun eksternal, perlu

dibentuk oleh suatu kelompok analisis kebijakan pendidikan yang memiliki latar

belakang pendidikan secara interdisipliner. Penguasaan teknologi dalam penelitian

dan pengembangan serta isu-isu kebijakan pendidikan tersebut harus senantiasa

merupakan kekuatan yang perlu terus dikembangkan. Hal itu dilakukan agar mampu

melahirkan berbagai gagasan yang berguna dalam upaya menghasilkan alternative

kebijakan dalam membangun system pendidikan yang efisien, bermutu dan sesuai

dengan tuntutan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

Dalam kenyataannya, kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan

maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, patokan dan maksud

besar tertentu. Didalam percakapan sehari-hari antara para pembuat keputusan dan

15

rekan-rekannya pergantian makna semacam ini bukanlah masalah. Biasanya dalam

hubungan atau kaitan teknis atau administrative tertentu kata ini mempunyai acuan

khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.

Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan

pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari

mereka yang mematuhi keputusan tesebut.10 Ada dua buah penggunaan yang luas dari

istilah kebijakan ini yang pertama sebagai pengganti kata atau ungkapan pendek

dimana pengertian umum sering diasumsikan dan yang kedua adalah sebagai

seperangkat ciri-ciri yang dikhususkan dan diidentifikasi melalui riset.

Analisis kebijakan merupakan suatu prosedur berpikir yang sudah lama

dikenal dan dilakukan dalam sejarah manusia, paling tidak sejak manusia mampu

melahirkan dan memelihara pengetahuan dalam kitannya dengan tindakan.11

Dengan demikian kebijakan dalam pendidikan yaitu keputusan yang tetap

dalam pendidikan yang dicirikan oleh konsistensi dan perubahan tingkah laku yang

membuat patuh terhadap keputusan dalam pendidikan tersebut.

3. Proses Penyusunan Kebijakan

Proses sebagai sebuah rangkaian tindakan yang secara definitive berkaitan

dengan tujuan.12 Proses tak pelak lagi dikaitkan dengan segala tindak tanduk sosial.

10 Charles O. Jones, “Pengantar Kebijakan Publik (Publik Policy)”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1996, Hal: 47. 11 Dr. Ace Suryadi, Prof. H. A. R. Tilaar, M. Sc. Ed, “Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantae”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1994, Hal: 40.

16

Para cendekiawan politik mempunyai minat tradisional terhadap proses-proses

instituasional yaitu rangkaian tindakan atau operasi yang dikaitkan dengan para

pembuat undang-undang (legislatures), para eksekutif, birokrasi, pengadilan, parpol

dan lembaga-lembaga politik lainnya.

Aspek yang perlu ada dan harus dilakukan dalam penentuan kebijakan adalah

membuat perencanaan, karena secara universal sebuah perencanaan dapat diartikan

sebagai suatu desain masa depan yang diinginkan dengan cara yang efektif untuk

memecahkannya. Hal-hal yang perlu diperhatikan para penentu kebijakan adalah

perencanaan. Adapun tahap-tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan.

b. Merumuskan keadaan saat ini.

c. Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan.

d. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian

tujuan.13

Menetapkan tujuan perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang

keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan

yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya-sumber dayanya secara tidak

efektif.

12 Charles O. Jones, Hal: 44. 13 Dr. T. Hani Handoko, M. B. A, “Manajemen”, BPFE: Yogyakarta, 1984, Hal: 79.

17

Merumuskan keadaan saat ini, pemahaman akan posisi perusahaan sekarang

dari tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-sumber daya yang tersedia untuk

pencapaian tujuan adalah sangat penting, karena tujuan dan rencana menyangkut

waktu yang akan datang. Hanya setelah keadaan lembaga atau organisasi saat ini

dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih

lanjut. Tahap ini memerlukan informasi terutama keuangan dan data statistic yang

didapatkan melalui komunikasi dalam organisasi.

Mengidentifikasikan segala kemudahan dan hambatan, segala kekuatan dan

kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur

kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui

faktor-faktor lingkungan intern dan ekstern yang dapat membantu organisasi

mencapai tujuannnya, atau yang mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit

dilakukan, antisipasi keadaan, masalah dan kesempatan serta ancaman yang mungkin

terjadi di waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.

Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai

alternative kegiatan untuk pencapaian tujuan, penilaian alternatif-alternatif tersebut

dan pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternative

yang ada.

18

B. Peningkatan Kualitas Guru

1. Pengertian Guru

Kondisi masyarakat yang semakin maju, yang ditandai kadar rasionalisasi

dalam berkarya, yang mengutamakan efisiensi, yang menuntut disiplin sosial yang

tinggi terhadap warganya, yang berorientasi pada mutu (baik dalam proses maupun

hasil kerja) yang semakin menuntut kemampuan bekerja sama atau berorganisasi

diantara warganya dan yang semakin menuntut warganya untuk menguasai ilmu serta

teknologi dalam segala bidang kehidupannya. Semakin jelas bahwa masyarakat

modern tersebut memerlukan jasa sekolah dan atau guru. Dalam kondisi masyarakat

yang modern tersebut, jelas bahwa orang tua sepandai apapun tidak mampu

membimbing anak-anaknya dalam semua segi persiapan hidupnya. Fungsi sosial

sekolah dan atau guru dalam masyarakat modern tersebut semakin penting.

Menurut Zakiyah Daradjat (1992:39) yang dikutip dalam buku Guru Sebagai

Profesi, menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional, karena guru itu telah

menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak.14

Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi

anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang membantu orang tua

untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah.

Pelaksanaan tugas sebagai guru dapat ditunjukkan manakala seseorang telah

melakukan tugas itu didepan kelas atau saat ia membawa para siswa, anak didik atau

muridnya belajar keluar kelas atau keluar sekolah untuk mengadakan kegiatan studi 14 Drs. Suparlan, M. Ed, “Guru Sebagai Profesi”, Hikayat: Yogyakarta, 2006, Hal: 11.

19

wisata, outbound atau praktik kerja nyata ditempat kerja. Dari aspek ini, seseorang

disebut sebagai guru manakala ia telah memperoleh surat pengangkatan dari

pemerintah dengan tugas mengajar dalam mata pelajaran tertentu, disekolah tertentu,

dengan gaji tertentu pula. Seseorang disebut sebagai guru jika ia memiliki surat

keputusan dari pejabat yang berwenang untuk mengangkatnya. Dalam surat

keputusan tersebut akan disebutkan nama, tempat dan tanggal lahirnya, diangkat

menjadi guru apa, pangkat dan golongannya, berapa gaji pokoknya dan berbagai

informasi tentang seorang guru. Termasuk dalam pengertian, guru itu dapat saja

sebagai pegawai negeri sipil manakala ia diangkat oleh pemerintah dan memperoleh

gaji dari pemerintah. Selain itu, di sekolah negeri pun masih banyak guru dengan

berbagai label, seperti guru bantu, guru tidak tetap, atau guru wiyata bakti. Sementara

itu, di lembaga pendidikan swasta, juga terdapat beberapa sebutan, seperti guru

honorer yayasan, guru diperbantukan (DPK), bahkan ada yang disebut sebagai guru

tetap (GT) dan guru tidak tetap (GTT) yayasan.

Dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/

MPK/ 1989 dinyatakan lebih spesifik bahwa “Guru ialah pegawai negeri sipil (PNS)

yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk

melaksanakan pendidikan di sekolah (termasuk hak yang melekat dalam jabatan)”.15

Dalam SE tersebut dijelasakan bahwa seorang guru memiliki tugas, wewenang,

tanggung jawab dan hak yang melekat didalamnya untuk melaksanakan pendidikan di

sekolah. 15 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hikayat: Yogyakarta, 2005, Hal: 15.

20

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, guru dipandang hanya menjadi bagian yang kecil dari istilah pendidik.

Dinyatakan dalam Pasal 39 (2) pengertian tentang pendidik sebagai berikut “Pendidik

merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama

bagi pendidik pada perguruan tinggi”.16

Citra guru dimasyarakat atau di Negara kita berubah dari waktu ke waktu.

Perubahan citra guru tersebut dipengaruhi oleh perubahan aspirasi (penilaian serta

penghargaan) warga masyarakat terhadap jabatan guru, unjuk kerja para guru yang

telah berkarya (performance), dan adanya perubahan persyaratan jabatan guru

sebagai dampak kemajuan ilmu serta teknologi (era profesionalisasi dan spesialisasi).

Citra guru yang bermutu tersebut yaitu pribadi dewasa yang mempersiapkan

diri secara khusus melalui lembaga pendidikan guru (LPTK), agar dengan

keahliannya mampu mengajar sekaligus mendidik siswanya untuk menjadi warga

negara yang baik (susila), berilmu, produktif, sosial, sehat, dan mampu berperan aktif

dalam peningkatan sumber daya manusia atau investasi kemanusiaan.17

Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus

sebagai guru.18 Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki

16 Ibid, Hal: 15-16. 17 Drs. A. Samana, M. Pd, “Profesionalisme Keguruan”, Kanisius: Yogyakarta, 1994, Hal: 15. 18 Drs. Moch Uzer Usman, “Menjadi Guru Profesional”, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2006, Hal: 5.

21

keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai

berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk

menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional

yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai

pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan

tertentu atau pendidikan prajabatan.

Dalam situasi sosial apapun, jabatan guru tetap dinilai oleh warga mayarakat

sebagai pemberi inspirasi, penggerak dan pelatih dalam penguasaan kecakapan

tertentu bagi sesama, khususnya bagi para siswa agar mereka siap untuk membangun

hidup beserta lingkungan sosialnya. Guru yang semakin bermutu semakin besar

sumbangannya bagi perkembangan diri siswanya dan perkembangan masyarakatnya.

Guru yang bermutu mampu berperan sebagai pemimpin diantara kelompok

siswanya dan juga diantara sesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung

serta penyebar nilai-nilai luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi

siswa dan lingkungan sosialnya dan secara lebih mendasar guru yang bermutu

tersebut juga giat mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam

berkarya dan dalam pengabdian sosialnya. Dalam hal teknis didaktis, guru yang

bermutu mampu berperan sebagai fasilitator pengajaran, mampu mengorganisasi

pengajaran secara efektif serta efisien, mampu membangun motivasi belajar

siswanya. Semua usaha pembelajaran siswa yang dikerjakan oleh guru tersebut

diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan atau tujuan pendidikan yang

diperuntukkan bagi siswa yang bersangkutan.

22

2. Indikator Kualitas Guru

Masalah kuantitas dan kualitas guru saat ini, juga merupakan hal yang

dilematis. Secara objektif jumlah guru saat ini memang kurang memadai, namun hal

ini tidak dapat dipukul rata begitu saja karena ternyata jumlah yang sedikit ini salah

satu indikatornya adalah masalah pemerataan guru. Berbicara mengenai kualitas guru,

seorang guru yang memiliki posisi strategi dalam usaha tercapainya kualitas

pendidikan yang semakin baik amat dituntut kemampuan profesionalnya. Skill dan

kemampuan professional ini harus selalu ditingkatkan, terutama dalam menyiapkan

sumber daya manusia yang mampu menghadapi persaingan dunia menjelang tahun

2020 nanti.

Kekuatan bagi peningkatan mutu guru sebagai salah satu tuntutan dalam

penciptaan sumber daya manusia yang bermutu melalui kegiatan pendidikan yang

lebih berkualitas adalah dengan dinaikkannya anggaran pendidikan menjadi 20% dari

APBN.19

Kualitas sumber daya manusia yang dikehendaki adalah sumber daya manusia

yang memenuhi kriteria kualitas fisik dan kesehatan, kualitas intelektual, dan kualitas

spiritual.20 Adapun indikator kualitas untuk masing-masing dimensi adalah sebagai

berikut:

a. Kualitas fisik dan kesehatan meliputi:

1) Memiliki kesehatan yang baik serta kesegaran jasmani.

19 Sam M. Chan, Tuti T. Sam, ”Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah”, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007, Hal: 59. 20 Sudarwan Danim, “Transformasi Sumber Daya Manusia”, Bumi Aksara: Jakarta, 1994, Hal: 44.

23

2) Memiliki postur tubuh yang baik yang disebabkan oleh peningkatan

gizi yang baik.

3) Memiliki tingkat kehidupan yang layak dan manusiawi.

b. Kualitas intelektual (pengetahuan dan ketrampilan), meliputi:

1) Memiliki kemampuan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

2) Memiliki tingkat ragam dan kualitas pendidikan serta ketrampilan

yang relevan dengan memperhatikan dinamika lapangan kerja baik

yang tersedia di tingkat lokal, nasional maupun imternasional.

3) Memiliki penguasaan bahasa, meliputi bahasa nasional, bahasa

daerah dan sekurang-kurangnya satu bahasa asing.

4) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang ilmu pengetahuan

dan teknologi yang sesuai dengan tuntutan industrialisasi.

c. Kualitas spiritual (kejuangan) meliputi:

1) Taat menjalankan agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, serta toleransi yang tinggi dalam kehidupan beragama.

2) Memiliki semangat yang tinggi dan kejuangan yang tangguh baik

sebagai individu maupun sebagai masyarakat.

3) Jujur, yang dilandasi kesamaan antara pikiran, perkataan dan

perbuatan serta tanggung jawab yang dipikulnya.

4) Sadar akan jati dirinya sebagai insan pancasila.

24

5) Lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan

pribadi atau golongan, atas dasar kebersamaan, lebih mendahulukan

kewajiban dari pada hak sebagai warga Negara.

6) Memiliki rasa kebangsaan yang dalam, dengan tetap menyadari

kemajemukannya, serta memiliki kesadaran berbangsa dan

bernegara yang tinggi berdasarkan nilai-nilai nasional.

7) Memiliki sikap, jiwa dan sifat kepemimpinan yang mampu

mengajak dan diajak dalam proses pembangunan serta mampu

memberi teladan sehingga memberikan motivasi masyarakat dalam

pembangunan.

8) Memiliki semangat bela Negara demi tetap teguhnya Negara

Republik Indonesia.

9) Memiliki sikap-sikap adpatif dan kritis terhadap pengaruh negatif

nilai-nilai budaya asing.

10) Memiliki kesadaran disiplin nasional yang tinggi sebagai suatu

budaya bangsa yang senantiasa ingin maju.

11) Memiliki semangat kompetisi yang tinggi dengan meningkatkan

motivasi, etos kerja dan produktivitas demi pembangunan bangsa

dan Negara.

12) Memiliki semangat berwiraswasta dan kemandirian.

25

13) Berjiwa besar dan berpikir positif dalam setiap menghadapi

permasalahan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi

keutuhan dan kemajuan.

14) Memiliki sifat keterbukaan yang dilandasi rasa tanggung jawab bagi

kepentingan bangsa.

15) Memiliki kesadaran untuk tetap memelihara sumber alam dan

lingkungannya.

16) Memiliki kesadaran hukum yang tinggi, serta menyadari hak dan

kewajiban asasinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam UUD 45.

Profil manusia yang dikehendaki seperi diatas merupakan profil ideal, sebagai

kata lain dari kemampuan hidup manusia secara layak. Manusia yang mampu

mencapai level ini adalah manusia merdeka secara sosial atau terbebas dari masalah

sosial, tanpa membebani orang lain. Kondisi lingkungan fisik yang memberi pressure

kuat, keterbatasan sumber daya alam, faktor-faktor kodrati, pengaruh lingkungan

sosial, ekonomi lemah, penghayatan rendah pada dimensi moral atau invalid akibat

kecelakaan, ditinggal mati orang tua, korban bencana alam, atau akibat peperangan

dan keterasingan mengakibatkan tidak semua individu mampu hidup sejahtera.

Kenyataan ini menghendaki adanya proses interaksi atau bantuan intensif dari yang

kuat atau mapan secara sosial ekonomi kepada yang lemah secara sosial ekonomi.

Proses itu akan melahirkan kelompok, individu yang tadinya berstatus sebagai

penyandang masalah sosial menjadi kelompok atau individu mandiri.

26

3. Kompetensi Profesionalisme Guru

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang

direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Maksudnya kompetensi

tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara

professional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau

dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan prilaku perbuatan bagi

seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan

bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan.21

Standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling kait

mengait yakni pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, penguasaan

akademik. Tiap-tiap komponen standar kompetensi guru tersebut terdiri atas beberapa

kompetensi secara keseluruhan meliputi tujuh kompetensi dasar yaitu penyusunan

rencana penbelajaran, pelaksanaan interaksi belajar mengajar, penilaian prestasi

belajar peserta didik, pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta

didik, pengembangan profesi, pemahaman wawasan kependidikan, dan penguasaan

bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).

Guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian

khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya

21 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 93.

27

sebagai guru dengan kemampuan maksimal.22 Dalam kewenangan profesionalnya,

guru dituntut memiliki seperangkat kemampaun yang beraneka ragam.

Persyaratan khusus yang harus dipenuhi bagi seorang guru professional

adalah sebagai berikut:

a. Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu

pengetahuan yamg mendalam.

b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan

bidang profesinya.

c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang

dilaksanakannya.

e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.

f. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya.

g. Memiliki klien atau objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan

pasiennya, guru dengan muridnya.

h. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya dimasyarakat.

Atas dasar persyaratan tersebut, jelaslah jabatan professional harus ditempuh

melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu. Demikian pun

dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan pre service 22 Drs. Moch Uzer Usman, Hal: 15.

28

education seperti pendidikan guru sekolah dasar, IKIP dan fakultas keguruan di luar

lembaga IKIP.

Pembinaan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui kegiatan

peningkatan kualifikasi melalui jenjang pendidikan formal, peningkatan kompetensi

melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan kompetensi melalui kegiatan yang

dirancang oleh organisasi profesi, belajar mandiri.

4. Problem Peningkatan Kualitas Guru

Secara garis besar dapat disebut bahwa karena tuntutan perkembangan ilmu

pengetahuan serta teknologi yang selalu mengalami perkembangan dan justru

iramanya semakin lama semakin cepat, maka agar peran guru dalam pengajarannya

tetap bermutu dan up to date dalam membimbing belajar siswa, guru yang

bersangkutan harus belajar dalam banyak hal yang terkait dengan pengajaran secara

berkesinambungan.

Hambatan atau masalah yang dihadapi dalam pengembangan kompetensi dan

atau karir guru adalah kesulitan pembibitan guru yang bermutu, kesulitan dalam

standardisasi pendidikan guru pra jabatan, kesulitan dalam standardisasi pendidikan

guru dalam jabatan dan kesulitan dalam membina kesinambungan serta keterpaduan

antar pembibitan pendidikan guru pra jabatan pendidikan guru dalam jabatan untuk

peningkatan mutu guru atau pengembangan kompetensi dan atau karirnya. Jika

seluruh unsur yang tercakup dalam empat tahapan kerja tersebut bermutu serta

relevan dengan tuntutan keguruan, jika proses kerja serta evaluasi hasil kerjanya

29

terlaksana secara sistematis serta berkeahlian, dan jika penghargaan terhadap profesi

guru (baik secara moral, sosial dan finansial) cukup tinggi, maka harapan akan

munculnya guru-guru yang bermutu semakin dekat realisasinya.

Secara rinci lokasi serta jenis hambatan atau masalah yang berhubungan

dengan pembinaan mutu guru dan atau pengembangan kompetensi guru serta

karirnya, adalah:

a. Adanya pergeseran aspirasi masyarakat terhadap profesi guru.

b. System seleksi calon guru yang variatif.

c. Kualifikasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)

d. Lancar tidaknya proses penempatan tenaga kependidikan (khususnya

guru).

e. Pendidikan guru dalam jabatan sangat diharapkan sumbangannya

terhadap pembinaan mutu guru dan atau perkembangan kompetensinya.

f. Penilaian kerja guru, promosi pangkat serta golongannya, dan

penghargaan jabatan guru.23

Adanya pergeseran aspirasi masyarakat terhadap profesi guru, sejak tahun 60-

an jabatan guru umumnya kurang menarik perhatian remaja berbakat, hal ini

berhubungan dengan banyaknya tawaran jenis pekerjaan lain yang prospek

ekonomisnya bagus, sedang profesi guru kurang menjanjikan kesejahteraan ekonomis

yang sepadan dengan beban tugasnya (sebagai guru yang baik). 23 Drs. A. Samana, M. Pd, Hal: 110-111.

30

Sistem seleksi calon guru yang variatif, baik menyangkut ada tidaknya

seleksi, jenis alat seleksi yang digunakan, maupun tinggi rendahnya standar

kelulusannya (passing grade yang ditetapkan). Di lembaga pendidikan tenaga

kependidikan yang favorit memang terjadi seleksi yang ketat, bahkan kondisi fisik

serta minat jabatan diteliti secara serius, tetapi di lembaga pendidikan tenaga

kependidikan yang tidak favorit diduga banyak penerimaan mahasiswa calon guru

berlangsung tanpa seleksi.

Kualifikasi lembaga pendidikan tenaga kependidikan, dalam bidang ini

banyak faktor yang terkait yaitu kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan

yang masih labil, kelengkapan fasilitas pendukung penyelenggaraan lembaga

pendidikan tenaga kependidikan yang kurang memadai, keterbatasan narasumber

yang sesuai dengan kebutuhan serta berbobot ada tidaknya system supervisi atau

monitoring yang kontinu serta berbobot dan profesionalitas system evaluasi hasil

belajar serta penentuan norma kelulusan yang perlu pemantapan lebih lanjut. Dalam

pembenahan mutu lembaga pendidikan tenaga kependidikan ini wajarlah jika

pemerintah mengalokasikan dana yang memadai untuk memberi subsidi lembaga

pendidikan tenaga kependidikan swasta yang potensial.

Lancar tidaknya proses penempatan tenaga kependidikan (khususnya guru),

kesesuaian antara tenaga guru yang tersedia dengan kebutuhan daerah kerja (baik

jumlah maupun kualifikasi keahlian dan atau bidang studi), lancar tidaknya

mekanisme administrative yang memberi jaminan hukum, hak dan kewajiban para

guru yang telah berdinas, daya dukung pemerintah daerah setempat. Dan ada tidaknya

31

motivasi kerja serta kesediaan mengabdi pada pendidikan bangsa yang tinggi dari

antara para guru sendiri secara langsung atau tidak langsung pasti berpengaruh

terhadap pembinaan mutu guru dan atau pengembangan kompetensinya. Dalam

banyak hal yang berkaitan dengan proses penempatan tenaga kependidikan

(khususnya guru) diatas masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, gejala

ini dapat menjadi penghambat pembinaan mutu guru.

Pendidikan guru dalam jabatan sangat diharapkan sumbangannya terhadap

pembinaan mutu guru dan atau perkembangan kompetensinya. Jabatan guru bersifat

generik, maka kondisi serta situasi kerja yang kondusif, adanya pembinaan dari

administrator serta supervisor yang berbobot dan berkesinambungan, adanya

narasumber yang berkeahlian serta dedikatif dan selaras dengan kebutuhan, adanya

program seta pelaksanaan pendidikan guru dalam jabatan yang efektif dan efisien

akan sangat membantu guru dalam mengembangkan kompetensinya dan atau

karirnya. Hal yang bersifat ideal tersebut, untuk kebanyakan daerah bahkan

kebanyakan unit sekolah masih belum memadai. Hal ini pasti menghambat

perkembangan kompetensi guru dan atau karirnya.

Penilaian kerja guru, promosi pangkat serta golongannya dan penghargaan

jabatan guru. Karena dampak sosial dari karya pendidikan bersifat mendasar dan

meluas dalam peningkatan mutu kepribadian serta kecakapan kerja warga Negara

Indonesia, wajarlah jika posisi guru serta peran edukatifnya selalu diamati, dinilai dan

dihargai sepantasnya oleh pihak-pihak yang berwajib.

32

C. Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Kualitas Guru

1. Kebijakan Crash Program Guru

Untuk memecahkan berbagai masalah kekurangan guru di Indonesia, selama

ini pemerintah pernah menerapkan beberapa kebijakan program cepat atau crash

program, yaitu :

a) Kursus Pengantar Kepada Persiapan ke Kewajiban Belajar (KPKPKB).

b) Kursus Pendidikan Guru (KPG).

c) Rukun Belajar B (RBB).

d) Rukun Belajar A (RBA).

e) Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP).

f) Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA).

g) Program penyetaraan D-2.

h) Program guru bantu.24

Sejak IKIP menjadi universitas, kecuali IKIP Manado, boleh dikatakan bahwa

lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang masih tersisa adalah fakultas-fakultas

keguruan dan kependidikan yang ada di universitas-universitas negeri dan swasta,

serta sekolah tinggi keguruan dan ilmu pendidikan. Semua lembaga itu berada di

bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Adanya berbagai crash program tersebut dapat menunjukkan indikasi bahwa

system pendidikan guru di Indonesia belum dapat dikatakan mantap dan 24 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 156.

33

komprehensif. Oleh karena itu, system pendidikan guru di Indonesia perlu segera

ditata ulang sehingga mampu merencanakan dan mengembangkan program

pengadaan guru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Terkait khusus dengan program guru bantu, istilah guru bantu digunakan

untuk mengganti istilah guru kontrak yang sebelumnya sering digunakan. Istilah guru

kontrak tidak digunakan dengan pertimbangan karena memiliki konotasi yang kurang

menghargai martabat guru, walaupun kenyatannnya memang sama dengan kontrak

kerja. Dengan cara berpikir seperti ini, kita kembali terjebak dalam gaya eufemisme

bahasa, seperti dalam penggunaan istilah tunakarya untuk para pengangguran atau

tunasusila untuk pekerja seks komersial (PSK). Kita menggunakan bahasa halus atau

eufemisme untuk mengahrgai martabat guru. Ini sama dengan ketika kita mencoba

untuk memberikan penghargaan kepada guru melalui himne guru.

Bagaimanapun juga, penambahan kalimat tentang kesejahteraan atau kata-

kata agung lainnya tidaklah akan mengubah apa pun tanpa dibuktikan dengan

kebijakan dan program yang benar-benar dapat meningkatkan citra guru. Sekarang

bukan zaman radio, tetapi zaman televisi. Sekarang bukan zaman pidato, tetapi zaman

perlu bukti.

Program guru bantu memang merupakan satu usaha yang patut dihargai.

Namun demikian, program guru bantu tersebut harus dipandang sebagai strategi jalan

keluar (exit strategy) yang bersifat sementara, khususnya untuk memecahkan masalah

kekurangan guru secara kuantitatif. Karena kebijakan ini tidak atau belum merambah

sama sekali kepada pemecahan masalah dalam aspek kualitatif, seperti masalah

34

rendahnya mutu guru, penyebaran tidak merata, mengajar tidak sesuai dengan latar

belakang pendidikannya (mismatch), kualifikasi yang belum sesuai dengan jenjang

pendidikan, dan permasalahan lainnya. Masalah-masalah tersebut memerlukan

kebijakan lain yang lebih komprehensif, antara lain melalui kebijakan system

pendidikan guru secara nasional, termasuk upaya peningkatan profesionalisme guru.

Program guru bantu tidak akan dapat memecahkan masalah guru secara

keseluruhan, karena hanya dirancang untuk memecahkan masalah kekurangan guru

saja. Untuk itu, system pendidikan guru di Indonesia harus dibingkai dengan adanya

Peraturan Pemerintah (PP) sebagai realisasi dan penjabaran dari Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta undang-undang

yang akan mengatur tentang guru, termasuk martabat dan kesejahteraan guru. Lebih

dari itu, dalam PP tersebut harus dengan jelas menegaskan tentang lembaga

preservice education dan lembaga lain yang akan merencanakan pengadaan guru

secara nasional, memberikan izin mengajar atau sebagai guru, mengatur koordinasi

dengan pemerintah daerah dalam rangka pengadaan guru, koordinasi dengan institusi

terkait seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan

Penataran Guru (PPPG) yang kini sedang dalam proses reengineering, Badan

Akreditasi Sekolah Nasional (Basnas), dan Badan Akreditasi Sekolah Daerah

(Basda). Dengan kata lain, crash program guru hanya dilakukan dalam program yang

komprehensif.

35

2. Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Guru

Mutu pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Belajar bisa dilakukan

dimana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan oleh siapa pun atau alat apapun juga.

Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan

membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarananya, melainkan harus dengan

upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, yakni

proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan.

Kesemuanya itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.

Peningkatan mutu atau kualitas guru merupakan upaya yang amat kompleks

karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari proses yang

menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang dikenal dengan Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Dalam hal ini, LPTK mengalami kesulitan

besar ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas dua yang

akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata memang di luar

tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu calon guru itu lebih disebabkan

oleh rendahnya penghargaan terhadap profesi guru. Pada akhirnya orang mudah

menebak karena ujung-ujungnya menyangkut uang atau gaji dan penghargaan. Gaji

dan penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain karena adanya

indikasi mutu profesionalisme guru masih rendah. Akhirnya, terjadilah lingkaran

setan yang sudah dideteksi ujung pangkalnya. Banyak orang menganggap bahwa gaji

dan penghargaan terhadap guru menjadi biang keladinya atau causa prima-nya.

Namun, ada orang yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat

36

dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Disamping itu, gaji dan dedikasi terkait

erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi professional. Jadi, selain harus

dipikirkan dengan sungguh-sungguh upaya untuk meningkatkan gaji dan

penghargaan kepada guru, masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan

yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.25

Beberapa upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan

kinerja sekolah antara lain melalui pembinaan disiplin tenaga kependidikan,

pemberian motivasi, penghargaan (reward), dan persepsi.26

Kepala sekolah harus mampu menumbuhkan disiplin tenaga kependidikan,

terutama disiplin diri (self discipline). Dalam hal ini seorang kepala sekolah harus

mampu melakukan hal-hal diantaranya yaitu membantu tenaga kependidikan

mengembangkan pola prilakunya, membantu tenaga kependidikan meningkatkan

standar prilakunya, menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat.

Setiap tenaga kependidikan memiliki karakteristik khusus, yang satu sama

lain berbeda. Hal tersebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari

pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan

kinerjanya. Perbedaan tenaga kependidikan tidak hanya dalam bentuk fisiknya, tetapi

juga psikisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas

kerja, perlu diperhatikan motivasi para tenaga kependidikan dan faktor-faktor lain

yang mempengaruhinya. Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut

25 Drs. Suparlan, M. Ed, “Menjadi Guru Efektif”, Hal: 101. 26 Dr. E. Mulyasa M. Pd, “Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS & KBK”, Hal: 141.

37

menentukan keefektifan kerja. Motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting

dalam suatu lembaga. Para tenaga kependidikan akan bekerja dengan sungguh-

sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para tenaga kependidikan

memiliki motivasi yang positif maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai

perhatian dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain

seorang tenaga kependidikan akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik

apabila ada faktor pendorongnya (motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin dituntut

untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para tenaga kependidikannya

sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya.

Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja dan

untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini tenaga

kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif dan produktif.

Penghargaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi tenaga

kependidikan secara terbuka, sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki peluang

untuk meraihnya. Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif

dan efisien agar tidak menimbulkan dampak negatif.

Persepsi adalah proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca

indra.27 Persepsi yang baik akan menumbuhkan iklim kerja yang kondusif serta

sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerja. Kepala sekolah perlu mencipatakan

persepai yang baik bagi sikap tenaga kependidikan terhadap kepemimpinan dan

lingkungan sekolah, agar mereka dapat meningkatkan kinerjanya. 27 Ibid, Hal: 151.

38

Kinerja guru akan dipengaruhi oleh pelbagai komponen pendidikan

lainnya. Beberapa komponen pendidikan yang berpengaruh besar terhadap kinerja

guru adalah:

a. Gedung sekolah. Proses pembelajaran memang harus berjalan dengan

aman dan nyaman. Oleh karena itu, diperlukan gedung sekolah yang

dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi guru dan peserta

didiknya. Keadaan gedung sekolah akan mempengaruhi kinerja guru

dalam melaksanakan tugasnya.

b. Buku pelajaran. Untuk meningkatkan proses pembelajaran yang

menyenangkan, para guru harus dapat mengolah bahan ajarnya dengan

banyak membaca buku dan sumber belajar lainnya. Dengan cara mengajar

seperti itu, maka guru tidak hanya mengajar dengan berorientasi pada

buku pelajaran, melainkan bahan ajar yang nyambung dengan kebutuhan

siswa dalam pengembangan diri dan kehidupannya.

c. Media dan alat peraga. Mengajar tanpa media dan alat peraga merupakan

salah satu ciri proses pembekajaran konvensional yang masih sering

dilakukan oleh guru. Kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan

metode ceramah. Dengan pola dan gaya mengajar konvensional ini,

proses dan hasil pembelajaran hanya akan menyentuh aspek kognitif dan

kurang menyentuh aspek afektif, apalagi psikomotoriknya.

d. Siswa. Kondisi rasio guru-siswa yang sangat besar menyebabkan guru

terpaksa melaksanakan proses pembelajaran dengan gaya konvensional

39

yang berpusat pada guru bukan berpusat pada siswa. Oleh karena itu,

jangan menyalahkan guru jika kemudian mereka tidak dapat

melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi dengan benar.

e. Komite sekolah. Para guru harus menjalin komunikasi dan kerja sama

kemitraan dengan komite sekolah, badan mandiri sebagai wadah peran

serta masyarakat dalam pendidikan.

Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya peningkatan profesionalisme guru

antara lain yaitu pertemuan organisasi profesi, pertemuan dengan komponen

pendidikan lain, seminar atau lokakarya, media komunikasi.28

Keterlibatan guru dalam kegiatan dalam masyarakat sangat diperlukan untuk

memperoleh wawasan tentang latar belakang masalah dan keadaan sosial ekonomi

orang tua siswa, relasi yang lebih luas dari berbagai kalangan, pengetahuan

konstektual yang dapat memperkaya bahan ajar.

Mengikuti berbagai kegiatan seminar atau lokakarya secara aktif dapat

menambah angka kredit untuk usulan kenaikan tingkat, juga sangat bermaanfaat

untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman untuk meningkatkan

kompetensinya dalam melaksanakan tugas guru.

Membangun media komunikasi untuk guru yang berkualitas diperlukan SDM

yang menguasai tentang seluk beluk penerbitan media komunikasi, disamping

diperlukan respon yang berkelanjutan dari para guru. 28 Drs. Suparlan, M. Ed, “Guru Sebagai Profesi”, Hal: 153.