Konsep Dasar Dalam Promosi Kesehata1
-
Upload
shienta-clara -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of Konsep Dasar Dalam Promosi Kesehata1
KONSEP DASAR PROMOSI KESEHATAN
Oleh :M. Iqbal Sidik
MelisaNovera Ursula
Shinta Hilda Clara
Dosen Pengampu: Erni Chaerani., S.Pd, MKM
JURUSAN KEPERAWATANPOLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
2014
Konsep Dasar Dalam Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian ilmu dan informasi kesehatan
kepada individu kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan dari tidak mampu menjadi
mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip kesehatan dalam berbagai aspek
kehidupannya secara mandiri dan menerapkan sepanjang hidupnya.
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yangbersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
SASARAN PROMOSI KESEHATAN
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu:
1. Sasaran primer (utama)
Upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Mereka ini diharapkan
mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku
bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh: Sistem nilai dan norma-
norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh
para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan
dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal, dalam
mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure)
dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber
daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan
atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan
(stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal
(misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi
kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan
informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan
turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) dengan cara:
a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS
dan kesehatan masyarakat.
b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada
umumnya.
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari:
1. Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan
menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS.
2. Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya.
3. advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang
diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi
maupun non materi.
Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam meningkatkan dan
mengendalikan kesehatan, maka seseorang/ kelompok harus mengidentifikasi dan menyadari
aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah lingkungannya ( piagam Ottawa,1986)
Misi dalam promosi kesehatan :
1. Advokat (advocate)
Ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan
2. Menjembatani (mediate)
Menjalin kemitraan dengan berbagai program dan sektor yang terkait dengan
kesehatan
3. Memampukan (enable)
Agar masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan secara mandiri
Sasaran dalam promosi kesehatan :
• Langsung : Individu , keluarga, Masyarakat
• Tidak langsung : Pembuat kebijakan (pemerintah pusat dan daerah)
Tujuan
1. Tujuan Umum : Memahami konsep dasar dalam promkes
2. Tujuan Khusus : Mengaplikasikan kedalam perilaku sehari-hari terkait dengan
perubahan perilaku, motivasi,menjalin kemitraan dan kolaborasi
KONSEP DASAR PROMOSI KESEHATAN
1. Konsep Perubahan
Perubahan bisa terjadi setiap saat dan merupakan proses yang dinamik serta tidak
dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang semula. Tanpa berubah tidak
ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan.
(Atkinson,1987 dan Brooten,1978 dalam Nurhidiyah, 2003 : 1), menyatakan defenisi
perubahan yaitu: merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan
pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu
pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah
dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan
siklus perubahan akan dapat berguna.
Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status
tetap menjadi status yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang ada.
2. Langkah-Langkah Dalam Konsep Perubahan
Dalam melakukan perubahan banyak langkah-langkah atau tahapan untuk melakukan
perubahan. Beberapa teori tentang langkah-langkah perubahan adalah sebagai berikut :
1. Teori Rogers (1992)
Menurut Rogers, untuk melakukan perubahan perlu beberapa langkah yang harus dilakukan
supaya perubahan dapat tercapai, antara lain :
a) Tahap Awareness
Tahap ini merupakan tahapan dasar atau tahap awal yang mempunyai arti bahwa
dalam mengadakan perubahan di perlukan adanya kesadaran untuk berubah, apabila
tidak ada kesadaran untuk berubah maka tidak mungkin terjadi suatu perubahan.
b) Tahap Interest
Dalam tahap ini dijelaskan bahwa dalam melakukan perubahan harus timbul perasaan
minat terhadap perubahan dan selalu memperhatikan terhadap sesuatu yang baru dari
yang dikenalkan. Minat tersebut yang akan mendorong dan menguatkan kesadaran
untuk berubah.
c) Tahap Evaluasi
Pada tahap ini terjadi penilaian terhadap sesuatu yang baru agar tidak terjadi
hambatan yang akan di temukan selama mengadakan perubahan. Evaluasi ini dapat
memudahkan tujuan dan langkah dalam melakukan perubahan.
d) Tahap Trial
Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap sesuatu yang baru atau hasil perubahan
dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesuai dengan kondisi
atau situasi yang ada, dan memudahkan untuk diterima oleh lingkungan.
e) Tahap Adoption
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap
sesuatu yang baru setelah dilakukan uji coba dan merasakan adanya manfaat dari
sesuatu yang baru sehingga selalu mempertahankan hasil perubahan.
2. Teori Spradley
Menurut Spradley bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau untuk
mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan sistem berubah.
Berikut langkah dasar menurut Spradley :
a) mengenali gejala
b) mendiagnosis masalah
c) menganalisa jalan keluar
d) memilih perubahanmerencanakan perubahan
e) melaksanakan perubahan
f) mengevaluasi perubahan
g) menstabilkan perubahan
3. Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Tahap-tahap manajemen perubahan dibagi dalam 4 tahap yaitu :
a) Identifikasi Perubahan
Pada tahap ini diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan
dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal
kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
b) Perencanaan Perubahan.
Pada tahap ini perubahan harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik,
pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan
adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
c) Implementasi Perubahan
Pada proses ini terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.
Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah maka perlu
dilakukan monitoring perubahan.
d) Evaluasi dan Umpan Balik.
Untuk melakukan evaluasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan
pengumpulan data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik
kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan
berikutnya.
Suatu perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang
terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar
terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan
membutuhkan waktu lebih yang lama.
4. Model Dalam Perubahan
Dalam perubahan kita mengenal beberapa model diantaranya model penelitian
pengembangan, model interaksi social dan model penyelesaian masalah. Ketiga model
tersebut dapat digunakan sebagai dasar model mengenal perubahan.
a) Research and Development Model ( model penelitian dan pengembangan)
Model perubahan ini didasarkan atas penelitian dan perencanaan dalam
pengembangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam menggunakan model
ini dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi atas perubahan yang akan
dilakukan dalam perubahan, menyiapkan perubahan dan melakukan desiminasi
kepada masyarakat tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam perubahan
b) Social Interaction Model ( model interaksi social)
Model perubahan dengan interaksi social ini dilakukan berdasarkan atas saling
kerja sama dalam sistem social dengan memfokuskan pada persepsi dan respons dari
perubahan yang akan dilakukan. Model ini menggunakan langkah sebagaimana
dalam teori perubahan Roger diantaranya, menyadari akan perubahan, adanya minat
dalam perubahan, melakukan uji coba sesuatu hal yang akan dilakukan perubahan
serta menerima perubahan.
c) Problem Solving Model ( model penyelesaian masalah)
Model ini menekankan pada penyelesaian masalah dengan menggunakan langkah
mengidentifikasi kebutuhan yang menjadi masalah, mendiagnosis masalah,
menemukan cara penyelesaian masalah yang akan digunakan, melakukan uji coba dan
melakukan evaluasi dari hasill uji coba untuk digunakan dalam perubahan.
Dalam promosi kesehatan selain pendidikan kesehatan. Juga diperlukan intervensi
pada factor lingkungan ( politik, ekonomi, dan organisasi) yang didesain untuk memfasilitasi
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Hal tersebut berdampak
terhadap operasionalisasi perencanaan pendidikan kesehatan dan perencanaan promosi
kesehatan.
Model perencanaan promosi kesehatan yang sering digunakan :
1. Model PERT
Model ini dikembangkan sejak tahun 1960 ( Ross dan Mico) dan dalam beberapa
versi modifikasi, model ini masih digunakan dalam aplikasi kegiatan atau program. Model
PERT terdiri dari enam fase yaitu initiation, need assessment, goal settings,
planning/programming,
2. Model PROCEDE-PROCEED
Model yang dikembangkan oleh Green dan krekter ( 1991) pada tahun 1980,
merupakan model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi promosi
kesehatan, yang dekenal dengan model PROCEDE ( predisposing, renforcing, and
enablingcauses in educational diagnosis and evaluation). PRECEDE merupakan kerangka
untuk membantu perencanaan mengenal masalah, mulai dari kebutuhan pendidikan sampai
pengembangan program. Pada tahun 1991, model ini disempurnakan menjadi model
PRECEDE-PROCEED. PROCEED merupakan singkatan dari policy, regulatory and
organizational contructs in educational and environtmental development. Dalam aplikasinya,
PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Precede digunakan dalam fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program,
sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan criteria kebijakan,
pelasanaan, dan evaluasi. Menurut Schmit dkk. (1990), model ini paling banyak diterima dan
telah berhasil diterapkan dalam perencanaan, serta model ini dianggap lebih berorientasi
praktis.
Sedangkan PRODCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan criteria kebijakan serta
implementasi dan evaluasi.
5. Type Perubahan
Perubahan merupakan sesuatu yang mungkin sulit diterima bagi seseorang, kelompok
atau masyarakat yang belum memahami makna dari perubahan. Apabila dipandang dari tipe
perubahan, menurut Bennis tahun 1965, perubahan itu sendiri memiliki tujuh tipe
diantaranya:
a) Tipe endoktrinasi
suatu perubahan yang dilakukan oleh sekelompok atau masyarakat yang
menginginkan pencapaian tujuan yang diharapakan dengan member doktrin atau
menggunakan kekuatan sepihak untuk dapat berubah.
b) Tipe paksaan atau kekerasan
Tipe perubahan dengan melakukan pemaksaan atau kekerasan pada anggota atau
seseorang dengan harapan tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana
c) Tipe teknokratik
Tipe perubahan dengan melibatkan kekuatan lain dalam mencapai tujuan yang
diharapakan terdapat satu pihak merumuskan tujuan dan pihak lain untuk membantu
mencapai tujuannya.
d) Tipe interaksional
Perubahan dengan menggunakan kekuatan kelompok yang saling berinteraksi satu
dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang diharapakan dari perubahan
e) Tipe sosialisasi
Suatu perubahan dalam mencapai tujuan dengan menggunakan kerja sama dengan
kelompok lain tetapi masih menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai
f) Tipe emultif
Suatu perubahan dengan menggunakan kekuatan unilateral dengan tidak merumuskan
tujuan terlebih dahulu secara sungguh-sungguh, perubahan ini dapat dilakukan pada
sistem di organisasi yang bawahannya berusaha menyamai pimpinan atau atasannya
g) Tipe alamiah
Perubahan yang terjadi akibatsesuatu yang tidask disengaja tetapi dalam merumuskan
dilakukan secara tidak sungguh-sungguh, seperti kecelakaan, maka seseorang ingin
mengadakan perubahan untuk lebih berhati-hati dalam berkendara dan lain
sebagainya
6. Hambatan Dalam Perubahan
Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan tetapi banyak hambatan yang
akan diterimanya baik hambatan dari luar maupun dari dalam.hambatan dlam perubahan
adalah sebagai berikut :
1) Ancaman kepentingan pribadi
Hal ini merupakan hambatan dalam perubahan karena adanya kekhawatiran
adanya perubahan segala kepentingan dan tujuan diri. Contohnya, dalam pelaksanaan
standarisasi perawat professional yang di akui sebagai profesi perawat adalah minimal
pendidikan DIII keperawatan, sehingga bagi lulusan SPK yang tidak ingin
melanjutkan pendidikan akan terancam bagi kepentingan dirinya sehingga hal tersebut
dapat menjadi hambatan dalam perubahan.
2) Persepsi yang kurang tepat
Persepsi yang kurang tepat atau informasi informasi yang belum jelas ini dapat
menjadi kendala dalam proses perubahan. Berbagai informasi yang akan dilakukan
dalam sistem perubahan jika tidak dikomunikasikan dengan jelas atau informasinya
kurang lengkap, maka tempat yang akan dijadikan perubahan akan sulit menerima
sehingga timbul kekhawatiran dari perubahn tersebut.
3) Reaksi psikologis
Ini merupakan factor yang menjadi hambatan dalam perubahan karena setiap
orang memiliki reaksi psikologis yang berbeda dalam merespon perbedaan sistem
adaptasi sehingga bisa menjadi hambatan dalam perubahan. Contohnya, apabila akan
dilakukan perubahan dalm sistem praktek keperawatan mandiri, jika perawat belum
menerima secara psikologis akan timbul kesulitan karena ada perasaan takut sebagai
dampak dari perubahan.
4) Toleransi terhadap perubahan rendah
Toleransi terhadap perubahan tergantung dari individu, kelompok atau masyarakat.
Apabila individu, kelompok atau masyarakat tersebut memiliki toleransi yang tinggi
terhadap perubahan maka akan memudahkan proses perubahan tetapi apabila toleransi
terhadap perubahan rendah maka perubahan akan sulit dilaksanakan.
5) Kebiasaan
Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya dibandingkan dengan sesuatu yang baru dikenal, karena keyakinan yang
dimiliki sangat kuat. Factor kebiasan ini yang menjadi hambatan dalam perubahan
6) Ketergantungan
Seseorang tidak dapat hidup secara mandiri dalam mencapai tujuan tertentu, suatu
perubahan akan menjadi masalah bagi seseorang yang selalu menggantungkan diri
sehingga perubahan akan sulit dilakukan.
7) Perasaaan tidak aman
Perasaan tidak aman juga merupakan penghambat dalam perubahan karena adanya
ketakutan terhadap dampak dari perubahan yang juga akan menambah ketida amanan
pada diri kelompok atau masyarakat.
8) Norma
Norma merupakan segala aturan yang didukung oleh anggota masyarakat dan tidak
mudah untuk merubahnya. Apabila akan mengadakan proses perubahan namun
bertentangan dengan norma maka perubahan tersebut akan mengalami hambatan.
Kendala dan hambatan dalam melakukan perubahan menurut wilson :
1) Sistem dan proses perubahan
2) Sumber daya manusia
3) Sistem dan lingkungan organisasi
7. Perencanaan Dalam Perubahan
Proses perencanaannya:
a) Kita harus mengenal atau mengkaji adanya kebutuhan perubahan
b) Mendiagnosa kebutuhan
c) Menganalisa alternative pemecahan
d) Menyeleksi perubahan
e) Merencanakan perubahan
a. Mengimplementasikan perubahan
b. Mengevaluasi perubahan
f) Menstabilkan perubahan yang sudah di buat
2. Konsep Motivasi
a) Defenisi motivasi
Motivasi dari bahasa latin movere artinya menimbulkan pergerakan. Motivasi
adalah kekuatan psikologis yang menggerakkan seseorang kearah beberapa tindakan
(Haggard, 1989). Suatu kesediaan peserta didik menerima pembelajaran dengan
kesiapan sebagai bukti diri motivasi (Redman, 1993). Motivasi merupakan hasil factor
external dan internal dan bukan hasil manipulasi external saja ( Kort, 1987).
Pendidikan kesehatan dilandasi oleh motivasi dengan mengubah 3 faktor penentu
prilaku yaitu sikap, pengaruh social, dan kemampuan lewat komunikasi ( Kok, dkk,
1990). Perawat kerap berfokus pada tingkat motivasi sebagai indicator keterlibatan
potensial dalam program pendidikan kesehatan. Ada hubungan signifikan antara
motivasi dengan tindakan kepatuhan pada program kesehatan (Becker, dkk, 1974).
Motivasi merupakan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan.
Pendekatan oreventif memerlukan bujikan atau motivasi dari seseorang atas
dasar bahwa pencegahan lebih baik dari pengobatan atau tindakan terkait dengan
berkembangnya penyakit yang tidak diinginkan atau berakibat fatal. Peran perawat
memfasilitasi pendekatan peserta dididk kearah tujuan yang diinginkan dan mencegah
penundaan yang terlallu cepat. Waktu tidak menjadi bagian yang penting dalam
motivasi. Teori motivasi maslow diintegrasi secara utuh pada individu dan hirarki
tujuan, dia mengatakan tidak semua perilaku dimotivasi dan teori perilaku tidak sama
dengan teori motivasi. Dengan prinsip hirarki kebutuhan dasar fisiologis, keamanan,
cinta/kepemilikan, harga diri dan aktualisasi diri, ada keterlibatan antar kebutuhan
yang berdasar tingkat kebutuhan. Ada individu sangat termotivasi sangat termotivasi
yang lainnya memiliki motivasi yang lemah. Jika kebutuhan satu dipuaskan
kebutuhan lainnya muncul.
Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dengan
faktor lain yang disebut motivasi (Walgito, 2002). Motivasi adalah sekelompok
pendorong yang berasal baik dari dalam individu maupun dari luar diri individu yang
dapat menimbulkan perilaku bekerja dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan,
intensitas, dan lamanya perilaku bekerja (Pider, 2001). Menurut Robbins (2001),
motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk
tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi
beberapa kebutuhan individual. Kebutuhan terjadi apabila tidak ada keseimbangan
antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan
mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan dan pencapaian tujuan. Tujuan
adalah sasaran atau hal yang ingin dicapai oleh seseorang individu.
a) Teori Motivasi
Teori Kebutuhan Abraham Maslow
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau
pertentangan yang alami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada
dalam diri apabila kebutuhan pegawai tersebut menunjukkan perilaku tidak
puas. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi maka pegawai tersebut akan
memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.
Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Kita tidak
mungkin memahami perilaku pegawai tanpa mengerti kebutuhannya. Hirarki
kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, bernafas,
dan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau
disebut juga kebutuhan yang paling dasar.
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari
ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima
oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk
mencintai serta dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan akan dihormati, dan
dihargai oleh orang lain.
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan
kritik terhadap sesuatu (Mangkunegara, 2002). Hirarki kebutuhan
Maslow dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Hirarki Kebutuhan dari Maslow
Gambar tersebut menunjukkan individu bergerak naik
mengikuti anak-anak tangga hirarki. Dari titik pandang motivasi, teori
itu mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah
dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup
banyak (substansial) tidak lagi memotivasi. Jadi jika anda ingin
memotivasi seseorang, menurut Maslow, anda perlu memahami sedang
berada pada anak tangga manakah orang itu dan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan diatas tingkat itu
(Robbins, 2003).
Teori Kebutuhan McClelland
David McClelland dalam Thoha (2002) mengemukakan ada tiga macam
kebutuhan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan
masalah.
2. Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, dan
tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
3. Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh
terhadap orang lain.
Teori kebutuhan McClelland dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Memasangkan Peraih Prestasi dan Pekerjaan
Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.2, individu dengan kebutuhan tinggi
untuk berprestasi lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab
pribadi, umpan balik, dan suatu risiko dengan derajat menengah. Bila
karakteristik ini berlaku, peraih prestasi tinggi akan sangat termotivasi
(Robbins, 2003).
Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang ekxistensi (Existence,
kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness,
kebutuhan hubungan antar pribadi), dan kebutuhan pertumbuhan (Growth,
kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh produktif). Teori ERG
menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang lebih tinggi mengalami
kekecewaan, kebutuhan yang rendah akan kembali walaupun sudah
terpuaskan (Nursalam, 2002).
Teori Motivasi Dua Faktor
Dikembangkan oleh Herzberg dalam Nursalam (2002) yang meyakini
bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan didalamnya
terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari
penelitiannya Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja dan
kepuasan kerja dalam bekerja muncul dari dua set yang berbeda.
Menurut teori ini yang dimaksud dua faktor adalah faktor
motivasional dan faktor hygiene. Faktor motivasional adalah hal-hal
pendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau
faktor pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang
bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan karyawannya. Menurut
Herzberg yang tergolong sebagai faktor intrinsik atau faktor motivasional
adalah: pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kecepatan bertumbuh,
kemajuan dalam karir, pengakuan orang lain. Sedangkan faktor ekstrinsik atau
faktor higiene adalah: status pekerjaan, hubungan-hubungan antar pribadi,
keamanan kerja atau keselamatan kerja, kondisi kerja, sistem pengawasan,
sistem imbalan jasa (Swanburg, 2000).
Teori Keadilan
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam
motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan
yang diterima. Individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan
yang mereka terima dari upaya dalam promosi dan dengan usaha yang mereka
gunakan (Nursalam, 2002). Teori ini menjelaskan bahwa motivasi merupakan
fungsi dari keadilan yang didasarkan hasil (out put) dan wages (pendapatan).
Keadilan yang sederhana adalah menerima pendapatan sesuai dengan
usahanya. Jika bekerja keras, pendapatannya tinggi. Sebaliknya jika bekerja
malas,pendapatannya rendah (Arep, 2004).
Teori Harapan
Setiap individu memiliki harapan usaha kinerja. Harapan tersebut
menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya mencapai perilaku tertentu
dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku tersebut. Menurut Gibson
dalam Siswanto (2007), prinsip utama dari teori harapan meliputi hal-hal
berikut:
1. P= F (M X A). Kinerja (P) adalah fungsi (F) perkalian antara motivasi
(M), yakni kekuatan dan Ability (A) atau kemampuan.
2. M= F (V1 X E). Motivasi (M) adalah fungsi (F) perkalian antara
Valensi tingkat satu (V1) dan Expectancy (E) atau harapan bahwa
perilaku tertentu akan diikuti oleh suatu hasil tingkat pertama. Apabila
harapan tersebut rendah maka motivasinya kecil. Demikian pula
apabila valensi dari suatu perolehan tersebut nol, nilai mutlak atau
variasi dari besarnya harapan untuk menyelesaikannya tidak akan
memiliki pengaruh sama sekali.
3. V1= (V1 X I). Valensi yang berhubungan dengan berbagai macam hasil
tingkat satu (V1) merupakan fungsi (F) perkalian antara jumlah valensi
yang melihat pada semua hasil tingkat kedua (V2) dan Instrumentalitas
(I) atau pertautan antara pencapaian perolehan tingkat pertama dengan
pencapaian perolehan tingkat pertama dengan pencapaian perolehan
tingkat kedua.
Deskripsi dari prinsip di atas meliputi hal-hal berikut:
1) Kemampuan (ability) menunjukkan potnsi individu untuk
melaksanakn tugas atau pekerjaan. Kemampuan tersebut
berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental yang
dimiliki individu untuk melaksanakan pekerjaan.
2) Kekuatan (force) dimaksudkan sebagai motivasi. Maksud
utama teori harapan adalah menilai besar dan arah semua
kekuatan yang mempengaruhi individu.
3) Valensi (valance) berhubungan dengan preferensi hasil
sebagaimana yang dilihat individu. Suatu hasil memiliki valensi
positif apabila dipilih, dan memiliki valensi negatif apabila
tidak dipilih, serta memiliki valensi nol apabila individu acuh
tak acuh memperolehnya.
4) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi individu bahwa
hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan tingkat kedua.
5) Harapan (expectancy) berhubungan dengan pendapat mengenai
kemungkinan subjektif bahwa perilaku tertentu akan diikuti
oleh hasil tertentu.
6) Hasil tingkat pertama dan tingkat kedua. Hasil tingkat pertama
yang timbul dari perilaku adalah hasil yang berhubungan
dengan pelaksanaan perkerjaan. Termasuk hasil tingkat
pertama adalah produktivitas, kamangkiran, kualitas atas
produktivitas, dan pergantian. Hasiltingkat kedua adalah
ganjaran yang mungkin ditimbulkan oleh hasil tingkat pertama.
Termasuk hasil tingkat kedua adalah kenaikan gaji, promosi,
penerimaan atau penolakan oleh kelompok, dan sebagainya.
Teori ini juga menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh
dari tiap tingkah laku (Nursalam, 2002).
Teori Penguatan
Ahli psikologi B.F Skinner dan teman-temannya dalam Nursalam
(2002) menunjukkan bagaimana konsekwensi tingkah laku di masa lampau
yang mempengaruhi tindakan pada masa depan dalam proses belajar klinis.
Proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut: rangsangan adalah sesuatu yang
menyebabkan seseorang melakukan sesuatu terhadapnya, yang disebut respon.
Respon adalah tindakan atau perilaku yang muncul akibat rangsangan.
Tindakan perilaku yang dilakukan seseorang pasti akan menimbulkan
konsekwensi yang nantinya membuat seseorang untuk merencanakan masa
depan.
Teori Penguatan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Teori Penguatan
Menurut teori penguatan, seseorang termotivasi kalau dia memberikan
respon pada rangsangan dalam pola tingkah laku konsisten sepanjang waktu.
b) Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula
bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan. Setiap orang yang akan memberikan
motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan,
kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi.
c) Prinsip Motivasi
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai
Prinsip Partisipasi
Dalam upaya memotivasi klien, perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi
dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh petugas
Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan
usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, klien akan lebih mudah
dimotivasi
Prinsip Mengakui Andil Klien
Petugas kesehatan mengakui bahwa klien mempunyai andil didalam usaha
pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, klien akan lebih mudah
dimotivasi .
Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai atau
bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan tehadap pekerjaan
yang dilakukannya akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi
termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimipin
Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai
bawahan, akan memotivasi pegawai klien apa yang diharapkan oleh pemimpin
(Mangkunegara, 2002).
d) Unsur penggerak Motivasi
Motivasi akan ditentukan oleh motivatornya. Motivator yang dimaksud adalah
penggerak motivasi sehingga menimbulkan pengaruh perilaku individu yang
bersangkutan. Suharno Sahir (2006) mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi
sebagai berikut:
- Prestasi atau Achievement
Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan atau needs
dapat mendorongya mencapai sasaran
- Penghargaan atau Recognation
Penghargaan atau Recognation atas suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang
merupakan motivator yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi akan memberikan
kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau
hadiah. Penghargaan dalam bentuk piagam penghargaan atau medali dapat
menjadikan motivator yang lebh kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau
uang.
- Tantangan atau Challenge
Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan motivator kuat bagi manusia untuk
mengatasinya.
- Tanggung jawab atau Responsibility
Adanya rasa ikut memiliki akan menimbulkan motivasi untuk ikut merasa tanggung
jawab.
- Pengembangan atau Development
Pengembangan kemampuan seseorang baik dari pengalaman kerja atau kesempatan
untuk maju dapat merupakan motivator kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja.
- Rasa ikut terlibat atau Involvement
Rasa ikut terlibat dalam suatu proses pengambilan keputusan dapat dimasukkan dalam
manajemen perusahaan, hal ini merupakan motivator yang cukup kuat untuk tenaga
kerja.
3. Konsep Kemitraan
Definisi Kemitraan (partnership) pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong
royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Kemitraan adalah
hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan (memberikan manfaat).
Unsur-unsur kemitraan adalah adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih
adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust
relationship) antara pihak-pihak tersebut Adanya hubungan timbal balik yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat.
Dasar Kemitraan adalah Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan,
Saling mempercayai dan saling menghormati Tujuan yang jelas dan terukur Kesediaan untuk
berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain. Prinsip-prinsip Kemitraan
adalah Persamaan atau equality, Keterbukaan atau transparancy dan Saling menguntungkan
atau mutual benefit. Untuk mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep
terdiri 3 tahap yaitu:
1) tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan
sendiri,
2) tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah,
3) tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas
sektor. lintas bidang dan lintas organisasi yang mencakup : Unsur pemerintah, Unsur swasta
atau dunia usaha, Unsur LSM dan organisasi masa Unsur organisasi profesi.
Lima prinsip kemitraan yaitu
- (WHO) Policy-makers (pengambil kebijakan)
- Health managers
- Healthprofessionals
- Academic institutions
- Communities institutions
Tujuan dari Kemitraan
a. Tujuan umum : Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya kesehatan
dan upaya pembangunan pada umumnya.
b. Tujuan khusus : Meningkatkan saling pengertian; Meningkatkan saling percaya;
Meningkatkan saling memerlukan; Meningkatkan rasa kedekatan; Membuka peluang
untuk saling membantu; Meningkatkan daya, kemampuan, dan kekuatan;
Meningkatkan rasa saling menghargai;
3. Konsep Kolaborasi Dalam Promosi Kesehatan
a) Pengertian Kolaborasi
Menurut heritage kolaborasi adalah bekerja bersam khususnya dalam usaha
penggabungan pemikiran.
Menurut gray, kolaborasi sebagai proses berfikir dimana pihak yang terlibat
memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta menemukan solusi dari
perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka terhadap apa yang dilakukan.
Menurut American Medical Association (AMA) 1994, kolaborasi adalah
proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka dengan
berbagai nila-nilai dan saling mengakui serta menghargai terhadap setiap orang yang
berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat
Kolaborasi adalah suatu proses praktisi keperawatan atau praktek klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
professional keperawatan, dengan pengawasan dan supervise sebagai pemberi
petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan
suatu Negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan
mempraktekkan bersama sebagai kolega. Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim
kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting
untuk mencapai kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas,
tanggungjawab, komunikasi, otonomi, dan koordinasi seperti skema dibawah ini.
b) Manfaat dalam melakukan kolaborasi
Seorang praktisi kesehatan akan melakukan kolaborasi dalam melakukan
promosi kesehatan. Dengan melakukan kolaborasi akan diperoleh kemudahan seperti
sumber yang lebih akurat dan dapat lebih menarik klien. Misalnya dengan melakukan
promosi kesehatan tentang bahaya mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan
kolesterol dengan mengundang Ahli gizi atau Dokter.
Selain itu, pelaksana promkes dimudahkan dalam sarana dan prasarana serta akses
untuk melakukan kolaborasi. Contohnya, pemerintah membuat iklan layanan
masyarakat mengenai bahaya kanker leher rahim yang ditayangkan dimedia
elektronik dan cetak. Sehingga promosi kesehatan yang dilakukan akan lebih berhasil
dan efektif.
c) Hambatan dalam melakukan kolaborasi
Kolaborasi bukan merupakan hal yang mudah, sehingga dalam
pelaksanaannya akan mengalami hambatan-hambatan. Hambatan yang kemungkinan
ada pada suatu kolaborasi antara lain :
Kurangnya komitmen dari perilaku kolaborasi sehingga tidak solid dalam
pelaksanaannya, perbedaan pandangan.
Kurangnya keahlian yang sesuai
Kurangnya tukar menukar pikiran maupun pendapat dan tujuan yang telah
didapat
Keluarnya partner ditengah proses promosi kesehatan yang sedang dilakukan.
Kolaborasi dilakukan dengan dasar suka sama suka, dan pada dasarnya
memang kolaborasi ini membutuhkan sumbangsih dan peran dari semua pihak agar
usaha promosi kesehatan dapat tercapai sesuai tujuan yang diharapkan, semakin
banyak pihak yang masuk dan berkolaborasi akan menambah nformasi dan
memudahkan usaha promosi kesehatan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi
yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggungjawab, komunikasi, otonomi, dan
koordinasi seperti skema dibawah ini.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa beberapa
alternative, pendapat, dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas, penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan
keyakinan. Tindakan asertife menjamin bahwa pendapatnya benar-benar di dengar dan
consensus untuk dicapai.
Tanggungjawab mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil consensus dan harus
terlibat dalam pelaksanaannya.
Komunikasi, bahwa setiap anggota bertanggungjawab untuk membagi informasi penting
mengenai perawatan pasien dan issue yang relevan untuk membuat keputusan klinis.
Autonomi, mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya. Koordinasi,
efesiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan
menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya
kerjasama tidak aka nada, asertif menjadi ancaman, cenderung menghindar dari
tanggungjawab, terganggunya komunikasi, autonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerjasama tim multi disipliner dapat digunakan untuk
mencapai tujuan kolaborasi tim:
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya.
3. Meningkatnya profesionalisme kepuasan kerja dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar professional
5. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai serta memahami orang lain
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung dari beberapa criteria yaitu :
1. Adanya rasa saling percaya dan menghormati
2. Saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing
3. Memiliki citra diri yang positif
4. Memiliki kematangan professional yang setara
5. Mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan
6. Keinginan untuk bernegoisasi
Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan buat target yang
telah ditentukan dapat dicapai. Selain itu, mengguanakan catatan klien terintegrasi dapat
merupakan suatu alat untuk berkomunikasi antar profesi secara formal tentang asuhan klien.
Kolaborasi dapat berjalan baik jika :
1. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
2. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
3. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
4. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung dalam tim
Model praktek kolaborasi
1. Interaksi Perawat – Dokter, dalam persetujuan praktek
2. Kolaborasi perawat – dokter, dalam memberikan pelayanan
3. Tim interdisiplin atau komite
Sumber :
http://www.bapelkescikarang.or.id