Konsep dasar CEREBRAL PALSY
-
Upload
reny-weasley-hirawling -
Category
Documents
-
view
35 -
download
5
description
Transcript of Konsep dasar CEREBRAL PALSY
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Definisi Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral
bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer
akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan
penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah
cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir
William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy,
sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral
Paralysis
2.2. Epidemiologi
Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang berat berkisar
antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini didapatkan
berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang dipastikan lebih
rendah dari angka yang sebenarnya. (Kuban, 1994) Suatu penelitian pada anak
usia sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2 – 2,5 anak per 1.000 populasi.
Sedikitnya 5.000 kasus baru CP terjadi tiap tahunnya. (Gordon, 1987; Gilroy,
1992). Dari kasus tersebut 10 % sampai 15 % CP didapatkan adanya kelainan
otak yang biasanya disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama
kehidupan. (Gilroy, 1992; Adam 1981) Di Indonesia, prevalensi penderita CP
diperkirakan sekitar 1 – 5 per 1.000 kelahiran hidup. Laki–laki lebih banyak
daripada perempuan. Seringkali terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin
dikarenakan kelahiran pertama lebih sering mengalami kelahiran macet. Angka
kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar.
3
Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada multipara.
(Soetjiningsih, 1995)
2.3. Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan
ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan
fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah
sebagai berikut:
1) Tipe spastis atau piramidal.
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
c) Kecenderungan timbul kontraktur.
d) Refleks patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah
lebih berat.
c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas
sedikit lebih berat.
d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak
bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2) Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis,
distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi
mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan,
jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan,
apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetnis dan disantni.
4
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya
hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat
kemampuan fungsional.
a. Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaanlaktifitas sehari- hari sehingga
sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
b. Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam
bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus,
diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
c. Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau
pendidikan khusus yang diberikan sangat Sedikit hasilnya. Sebaiknya
penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah
perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat,
atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi
keluarganya maupun lingkungannya.
2.4. Etiologi
Penyebab CP berbeda–beda tergantung pada suatu klasifikasi yang luas
yang meliputi antara lain : terminologi tentang anak–anak yang secara neurologik
sakit sejak dilahirkan, anak–anak yang dilahirkan kurang bulan dengan berat
badan lahir rendah dan anak-anak yang berat badan lahirnya sangat rendah, yang
berisiko CP dan terminologi tentang anak–anak yang dilahirkan dalam keadaan
sehat dan mereka yang berisiko mengalami CP setelah masa kanak–kanak.
(Swaiman, 1998) Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor
lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini
5
dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar disebabkan faktor genetik.
(Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya kerusakan otak secara garis besar dapat
dibagi pada masa pranatal, perinatal dan postnatal.
a. Tahap Prenatal:
1. Ibu menderita infeksi atau penyakit saat kehamilan, sehingga menyerang
otak bayi yang sedang dikandungnya. Infeksi ini merupakan salah satu hal
yang dapat menyebabkan kelainan pada janin. Misalnya infeksi sypilis,
rubella, typhus abdominalis dan penyakit inklusi sitomegalik.
2. Pelaku ibu, ibu yang mengkonsumsi obat-obatan, merokok, munum-
minuman keras, ibu yang mengalami depresi dan tekanan darah tinggi, hal
tersebut dapat merusak janin baik fisik maupun mental.
3. Masalah gizi, ibu yang menderita kekurangan gizi akan berpengaruh pada
pembentukan dan perkembangan otak janinnya (dapat menyebaban
kerusakan jaringan di otak).
4. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggu
yang biasa disebut dengan anoksia. Contohnya yaitu tali pusat tertekan
sehingga merusak pembentukan saraf-saraf dalam otak dan anemia.
5. Bayi dalam kandungan terkena radiasi, dimana radiasi langsung dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsi terganggu.
Contohnya adalah radiasi sinar-X.
6. Rh bayi tidak sama dengan ibunya, dimana Rh (Rhesus) ibu dengan bayi
harus sama agar proses metabolisme berfungsi normal. Jika berbeda, maka
mengakibatkan adanya penolakan yang menyebabkan kelainan
metabolisme ibu dan bayi.
7. Ibu mengalami trauma (kecelakaan atau benturan) yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Selain itu,
keracunan pada ibu juga berpotensi terkena gangguan ini.
b. Tahap Perinatal:
1. Hipoksis iskemik ensefalopati
6
Saat lahir, bayi dalam keadaan tidak sadar, bahkan tidak menangis dan
justru mengalami kejang hingga kekurangan oksigen ke otak, akibatnya
jaringan otak rusak.
2. Perdarahan otak
Perdarahan dibagian otak dapat mengakibatkan penyumbatan sehingga
anak menderita hidrocepaus ataupun microcepalus. Perdarahan yang
terjadi dapat menekan jaringan otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan.
3. Terkena infeksi jalan lahir
Jalan lahir yang kotr dan banyak kuman akan menyebabkan
ketidaknormalan bayi akibat gangguan proses persalinan misal ibu
mempunyi infeksi TORCH.
4. Ikterus atau bayi kuning
Merupakan keadaan bayi mengalami kuning yang berbahaya misalnya
karena kelahiran inkompatibilitas golongan darah yaitu ibu bergolongan
darah O sedangkan anaknya bergolongan darah A atau B, hal tersebut akan
menyebabkan bayi mengalami hiperbilirubenimia yang dapat merusak sel
otak secara permanen.
5. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
6. Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran
prematur, berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran.
Bayi lahir sebelum waktunya (premature), dimana secara organis tubuhnya
belum matang sehingga fisiologisnya mengalami kelainan dan rentannya
bayi dalam terkena infeksi atau penyakit yang dapat merusak sistem
persarafan pusat bayi.
7. Kelahiran dipaksa dengan menggunakan tang (forcep)
Tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya
jaringan saraf otak.
8. Anestesi yang melebihi ketentuan
7
Anestesi yang melebihi ketentuan yang diberikan pada saat ibu dioperasi
dapat mempengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsinya.
c. Tahap Post natal
1. Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi. misalnya
pukulan atau benturan pada kepala yang cukup keras
2. Infeksi penyakit yang menyerang otak, misalnya terinfeksi penyakit
meningitis, encephalitis, influenza yang akut
3. Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dapat
mengakibatkan kekurangan oksigen (anoksia)
4. Tumor otak, karena dapat menrusak saraf yang terdapat pada jaringan
otak sehingga hilang fungsi motorik maupun sensorik anak
5. Penyebab lainnya adalah pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis
dan luka parut pada otak pasca bedah dan bayi dengan berat badan lahir
rendah
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih
berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari
13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi
prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin
merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa
gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang
menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun
(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982),
atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
2.5. Gejala Cerebral Palsy
Gejala muncul sebelum anak berusia dua tahun. Pada kasus yang berat,
bisa muncul ketika anak berusia beberapa bulan. Gejala berupa kekakuan tubuh,
perubahan bentuk lengan dan tungkai. Gejala lain berupa kecerdasan di bawah
normal, keterbelakangan mental, kejang, gangguan menghisap atau makan,
8
pernafasan tidak teratur, gangguan bicara, gangguan penglihatan, gangguan
persendian. Dalam semua jenis cerebral palsy, bicaranya sulit dimengerti karena
anak ini mengalami kesulitan dalam mengontrol ototnya, termasuk otot bicaranya.
Kebanyakan anak yang menderita cerebral palsy mempunyai cacat lain, seperti
kecerdasan di bawah rata-rata, beberapa diantaranya menderita keterbelakangan
mental parah. Namun 40% dari anak-anak ini mempunyai kecerdasan normal atau
mendekati normal. Kira-kira 25%, paling sering yang menderita jenis spastic,
menderita epilepsi (ayan).
2.6. Manifestasi Klinis
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan
bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi
motorik terdiri dari:
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus
dan reflek babinski yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur.peninggian tonus
ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot , karena itu tampak
sikap yang khas dengan kecendrungan terjadi kontraktur, misalnya lengan
dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi
serta jari jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak
tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut,kaki
dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya
terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3 -
3/4 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung
pada letak dan besarnya kerusakan yaitu :
a. Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak,
tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak
yang sama
9
c. Diplegia/diparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi
tungkai lebih hebat daripada lengan
d. Tetraplegia/tetraparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan
berbaring seperti kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan
pada ’lower motor neuron’. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring
tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila
dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis.
Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif. Tetapi yang khas
ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex’ menetap. Kerusakan biasanya
terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus.
Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus ‘cerebral palsy’
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan
yang terjadi dengan sendirinya ( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan
pertama tampak bayi flasd, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan
tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus
otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di
ganglia basal dan di sebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus. Golongan ini meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya
flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang terlambat .
Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai
berjalan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak di cereblum.terdapat kira kira 5% dari kasus cerebral
palsy.
10
5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa
kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit
menangkap kata kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.
Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan
sukar mengontrol otot otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata
kata dan sering tampak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan
refraki. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir
25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata.
2.7. Patofisiologi
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube
yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi
ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa
ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis,
anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi
neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa
mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium
migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara
yaitu secara radial, sel berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan
subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi
secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan
korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital
seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa
tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai
11
beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan
pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung
pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi
sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus
piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim
Asfiksia perinatal sering ber- kombinasi dengan iskemi yang bisa
menyebabkan nekrosis Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning
pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel
nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan
pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan
meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul
hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau
perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus
yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsy.
2.8. Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris
dan Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja
sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral palsy
dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling
baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila
disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan
dan pendengaran.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti
dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi
dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang
mendapatkan rehabilitasi yang baik.
12
2.9. Penatalaksanaan
2.9.1.Pengobatan
a. Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang
penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan
kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-
masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan
kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat
13
merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula
melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri.
Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang
diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independen untuk
aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara
intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
penderita sewaktu istirahat atau tidur.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap hasil
penanganan, dilihat dari kondisi pasien sebelum pemasangan gips
yang mencapai tahap berdiri berpegangan pada kursi, lalu setelah
dipasang gips dan dilepas, pasien menjadi trauma dan kembali ke
tahapan merangkak. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan
sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu
dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang
normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan
occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita.
Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke
rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa
diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah
melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat
membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2.9.2 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi
ketidaknormalan tonus, seringnya terjadi hipotonik yang
diikuti dengan hipertonik, ketidaknormalan postur dan
keterlambatan perkembangan motorik.
2. Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan
iskemik hipoksik.
14
3. CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
4. Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi
emisi foton tunggal untuk melihat metabolisme dan
perfusi otak.
5. MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
6. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan
setelah diagnosis CP ditegakkan.
7. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan
suatu proses degeneratif. Pada CP likuor serebrospinalis
normal.
8. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada
penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik
yang berkejang maupun yang tidak.
9. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan.
10. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan
tingkat pendidikan yang diperlukan.
11. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab
lain retardasi mental.
Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografi individu.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu
ditangani oleh suatu tim yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf,
ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi, occupational
therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu
ditambah dengan ahli mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
2.10.Pencegahan
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat
dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan
jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian
15
daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula
yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang
baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang
disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah
dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat
dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D
immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang
segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi
dan lain-lain. Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan yaitu:
a. Cegah bayi dari berat badan lahir rendah atau lahir prematur
dengan mengikuti pola hidup sehat selama kehamilan,
termasuk gizi yang baik, istirahat, dan olahraga yang cukup.
Selain itu, hindari alkohol, rokok, dan penggunaan narkoba.
Hal ini dikarenakan apabila bayi lahir dengan berat badan
rendah, kemungkinan bayi menderita serebral palsi akan
meningkat.
b. Membuat jadwal kunjungan dengan dokter kandungan di
awal kehamilan yang berfokus pada apa yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko kemungkinan melahirkan
secara prematur. Hal ini dikarenakan hampir setengah dari
semua anak yang menderita serebral palsi lahir dengan
prematur.
c. Ambil tindakan pencegahan apapun yang diperlukan untuk
memastikan tidak termasuk ke dalam kelompok dengan
faktor risiko melahirkan prematur seperti terpapar karbon
monoksida, radang, atau infeksi lainnya. Hindari bekerja
sambil berdiri selama berjam-jam, penyakit menular seksual,
dan kekerasan dalam rumah tangga. Dokter kandungan
mungkin akan merekomendasikan istirahat total di tempat
16
tidur atau intervensi lainnya jika faktor risiko tersebut telah
ada.
d. Bertanya pada dokter kandungan tentang kemungkinan
pengobatan menggunakan progesteron, yoghurt, pemakaian
Clindamycin untuk perawatan pH vagina tinggi, atau
mengonsumsi suplemen minyak ikan. Masing-masing
pendekatan ini telah terbukti cukup efektif dalam mengurangi
faktor risiko kelahiran prematur dan jangan lupa ketika hamil
mengkonsumsi sari kurma.
e. Konsultasikan dengan dokter kandungan mengenai apakah
harus mendapat pengobatan untuk mengurangi faktor-faktor
yang memperkuat faktor risiko kelahiran prematur seperti
tekanan darah tinggi, infeksi saluran kencing, kecemasan,
atau diabetes.
f. Hindari infeksi yang dapat mengakibatkan pelepasan
cytokinin beracun ke otak janin selama kehamilan. Infeksi
pada ibu hamil memiliki risiko tiga kali lebih besar
kemungkinannya menyebabkan anak berkembang menjadi
serebral palsi.
17
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY
A. Pengkajian
1. Kaji riwayat kehamilan ibu
2. Kaji riwayat persalinan
3. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
4. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang
terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh
yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang
abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
5. Monitor respon bermain anak
6. Kaji fungsi intelektual
7. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan
keseimbangan)
8. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
9. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
10. Badan gemetar
11. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
12. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan
tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan
pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan
perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah
pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta
terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
13. Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
14. Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan
hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan
mendengar.
18
B. Pemeriksaan fisik
1. Muskuluskeletal :
a. Spastisitas
b. Ataksia
2. Neurosensory :
a. Gangguan menangkap suara tinggi
b. Gangguan bicara
c. Anak berliur
d. Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
e. Strabismus konvergen dan kelainan refraksi
3. Eliminasi :
a. Konstipasi
4. Nutrisi :
a. Intake yang kurang
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan pendengaran (untuk menentukan status pendengaran)
2. Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
3. Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
4. MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun
kelainan bawaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak
vertikal. Untuk diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting
sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil.
5. EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum
(ensefalins) / volsetasenya meningkat (abses);
6. Analisa kromosom
7. Biopsi otot
8. Penilaian psikologik untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
9. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari reterdasi
mental. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada Cerebral Palsy, CSS normal.
19
10. Cerebral angiografi
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
skundre menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
11. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
12. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
13. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
14. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
15. CSS
Lumbal fungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
16. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
17. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
18. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
19. Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.
20. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
D. Pengkajian Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
20
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga
berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan,
sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
21
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan
penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan
dokter)?
22
9. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran
Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari
sudut pandang nilai dan kepercayaan?
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakit 3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dengan kelemahan
otot 4. Resiko injury b.d infeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak
terkontan
23
Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi RasionalKetidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi klien seimbang/adekuat dengan kriteria :
1. Pemasukan vitamin
2. Pemasukan serat
3. Pemasukan mineral
4. Pemasukan karbohidrat
5. Pemasukan kalsium
6. Pemasukan zat besi
7. Pemasukan protein
8. Pemasukan kalori
Terapi nutrisi :a. Monitor makanan
atau cairan dan pemasukan kalori harian bila diperlukan
b. Pilih suplemen yang tepat
c. Anjurkan makanan yang tinggi kalsium
d. Kaji nutrisi makanan yang lengkap
e. Anjurkan pasien duduk setelah makan
f. Anjurkan pemasukan makanan yang tinggi potassium secara tepat.
g. Berikan pasien dan keluarga sampel diet pada cerebral palsy
h. Pastikan diet mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
i. Atur pola makan
a. Mengetahuia pakah nutrisi pada anak terpenuhi atau tidak.
b. Untuk menambah nafsu makan.
c. Untuk meningkatkan kebutuhan kalsium dan gizi seimbang
d. Untuk mengetahui status gizi anak.
e. Agar makanan yang sudah ada di lambung tidak dikeluarkan kembali/ di muntahkan.
f. Untuk melengkapi gizi saimbang
g. Keluarga dapat menyiapkan menu sesuai dengan kebutuhan anak.
h. Untuk mencegah konstipasi.
i. Pola makan yang teratur agar pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak terpenuhi.
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan kep. Selama 5x pertemuan orangtua pasien mengerti tentang pemberian stimulasi kepada anak dengan kriteria :1. Menstimulasikan
pertumbuhan
Devilment enhancement :
a. Nyanyikan dan bicara pada anak.
b. Fasiltasi anak untuk berhubungan dengan teman sebaya.
c. Bangun interaksi satu sama lain
d. Sediakan aktivitas
a. Untuk melatih kerja otak anak
b. Agar anak memiliki teman dan tidak bosan
c. Agar tercapai hubungan saling percaya
d. Aktifitas merupakan cara untuk
24
spiritual2. Menstimulasikan
pertumbuhan emosional
3. Menstimulasikan perkembangan kognitif
4. Berinteraksi baik dengan anak
5. Menggunakan manajemen perilaku
6. Memilih suplemen tambahan yang tepat
7. Menyediakan makanan istimewa untuk anak
8. Menyediakan pengawasan untuk anak dengan tepat
9. Bina hubungan kasih saying
10. Menggunakan disiplin yang tepat sesuai
11. Menyediakan kebutuhan fisik anak
12. Menggunakan bahasa positif saat bicara dengan anak.
13. Berempati dengan anak
yang dianjurkan untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
e. Berikan perhatian saat dibutuhkan.
f. Ajak anak untuk berjalan-jalan
g. Ajarkan anak untuk mencari pertolongan dari orang lain
h. Fasilitasi perhatian atau kontak dengan teman kelompoknya
i. Identifikasi kebutuhan special anak.
menghilangkan stress
e. Perhatian merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan agar anak tidak merasa kesepian
f. Untuk menghilangkan stress dan merasakan udara segar
g. Untuk melatih anak agar tidak tergantung pada orang lain
Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dengan kelemahan otot
Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama 5 kali pertemuan, mobilisasi anak membaik, dengan kriteria hasil1. Keseimbangan
tubuh2. Perpindahan otot3. Posisi penampilan
tubuh4. Cara berjalan
a. Ikut serta memindahkan untuk mengurangi resiko.
b. Kolaborasi dengan terapi fisik
c. Motifasi pasien dengan pemulihan
d. Jelaskan kepada pasien atau keluarga tentang tujuan dan rencana untuk ikut serta latihan gerak badan
a. Mengurangi resiko decubitus
b. Untuk melatih kemampuannya
c. Motifasi untuk memberikan dukungan agar tidak putus asa
d. Agar keluarga dapat mempraktikan sendiri dan mengajar ankanya ketika
25
e. Monitor lokasi dan kegelisahan atau aktivitas untuk pengalihan nyeri
f. Beri pakaian pasien yang tidak membatasi
g. Beri ROM
bersamae. Cara untuk
mengalihkan nyeri
f. Agar pasien leluaa dalam bergerak
Resiko injury b.d infeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak terkontan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan keamanan diri pasien terjamin dengan kriteria :
1. Deskripsi langkah-langkah untuk mengurangi resiko cidera disengaja
2. Deskripsi ukuran untuk jatuh
3. Deskripsi tingkah laku yang beresiko tinggi
a) Identifikasi ringkah laku dan factor yang dapat menyebabkan resiko jatuh
b) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat meningkatkan potensial untuk jatuh
c) Ajarkan pasien bagaimana cara jatuh yang dapat meminimalkan cedera
d) Ajarkan anggota keluarga tentang factor resiko jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko
e) Sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keamanan
1. Untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan resiko jatuh agar dapat meminimalkan resiko jatuh
2. Untuk mengetahui lingkungan yang berbahaya untuk pasien sehingga dapat menghindari lingkungan tersebut
3. Untuk meminimalisasi cedera, agar tidak terlalu parah
4. Agar keluarga mengetahui factor-faktor yang dapat memberika resiko pasien untuk jatuh, sehingga harapannya keluarga dapat menghindari factor resiko jatuh
5. Supaya
26
keamanan pasien terjamin
Implementasi
Diagnosa Tanggal Implementasi Tanda tangan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat
Terapi nutrisi :a) Telah dilakukan
Monitoring makanan atau cairan dan pemasukan kalori harian bila diperlukan
b) Telah diPilih suplemen yang tepat
c) Telah diAnjurkan makanan yang tinggi kalsium
d) Telah diKaji nutrisis makanan yang lengkap
e) Telah diAnjurkan pasien duduk setelah makan
f) Telah diAnjurkan pemasukan makanan yang tinggi potassium secara tepat.
g) Telah diBerikan pasien dan keluarga sampel diet pada cerebral palsy
h) Telah diPastikan diet mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
i) Telah diAtur pola makan
j) Telah diSediakan pasien dengan makanan yang tinggi protein, kalori, kolaborasi dengan ahli
27
nutrisi dan minuman yang siap dikonsumsi.
k) Telah dilakukan Oral hygiene
l) Telah dilakukan Monitoring hasil lab.
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakit
Devilment enhancement :
a) Telah dilakukan pembicara pada anak.
b) Telah diFasiltasi anak untuk berhubungan dengan teman sebaya.
c) Telah diBangun interaksi satu sama lain
d) Telah diSediakan aktivitas yang dianjurkan untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
e) Telah diBerikan perhatian saat dibutuhkan.
f) Telah diAjak anak untuk berjalan-jalan
g) Telah diAjarkan anak untuk mencari pertolongan dari orang lain
h) Telah diFasilitasi perhatian atau kontak dengan teman kelompoknya
i) Telah diIdentifikasi kebutuhan special anak.
28
Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dengan kelemahan otot
a) Telah diIkut sertakan memindahkan untuk mengurangi resiko.
b) Telah diKolaborasikan dengan terapi fisik
c) Telah diMotifasi pasien dengan pemulihan
d) Telah diJelaskan kepada pasien atau keluarga tentang tujuan dan rencana untuk ikut serta latihan gerak badan
e) Talah diMonitor lokasi dan kegelisahan atau aktivitas untuk pengalihan nyeri
f) Telah diBeri pakaian pasien yang tidak membatasi
g) Telah diBeri ROM
Resiko injury b.d infeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak terkontan
a) Telah diIdentifikasikan ringkah laku dan factor yang dapat menyebabkan resiko jatuh
b) Telah diIdentifikasikan karakteristik dari lingkungan yang dapat meningkatkan potensial untuk jatuh
c) Telah diAjarkan pasien bagaimana cara jatuh yang dapat meminimalkan
29
cederad) Telah diAjarkan
anggota keluarga tentang factor resiko jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko
e) Telah diSarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keamanan
Evaluasi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuatS : keluarga mengatakan nafsu makan pasien berkurangO : makanan yg dihabiskan hanya ¼ piringA : nafsu makan pasien berkurangP : kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur intake nutrisi
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakitS : keluarga mengatakan pasien tidak mempunyai temanO : pasien tidak banyak melakukan interaksiA : pola tumbuh kembang pasien tergangguP : lanjutkan tindakan dengan menambahkan penkes media sosial
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dengan kelemahan ototS : keluarga mengatakan pasien tidak melakuan aktivitas selain berbaring di tempat tidurO: pasien bedrest di tempat tidurA : pasien beresiko mengalami kontrakturP : lanjutkan tindakan dengan ROM
4. Resiko injury b.d infeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak terkontanS : keluarga mengatakan pasien tidak benyak melakukan aktifitasO: timpat tidur pasien di rumah tidak terpasang setrail dan keluarga yang mendampingi tidak setiap waktu di samping pasienA : pasien beresiko terjatuh dari tempat tidurP : lanjutkan tindakan
30