KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AH NASAB DALAM...
Transcript of KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AH NASAB DALAM...
KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AH NASAB DALAM PERKAWINANMASYARAKAT KETURUNAN ARAB
( Studi Tentang Masyarakat Keturunan ArabDi Kecamatan Condet Jakarta Timur )
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
M.ALI ASOBUNINIM: 1111044100059
PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H )FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1437 H/2015 M
v
ABSTRAK
M.Ali Asobuni. NIM 1111044100059.KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AHNASAB DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT KETURUNAN ARAB. (StudiTentang Masyarakat Keturunan Arab di Kecamatan Condet Jakarta Timur).ProgramStudi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Ahwal Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah danHukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437/2015.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan konsep Kafa’ah Nasab danEksistensinya pada zaman sekarang ini terlebih di Wilayah Condet JakartaTimur .
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data primer berupawawancara dengan beberapa masyarakat keturunan arab yang berada di condet .Menggunakan metode analisis data kualitatif.
Konsep kafa’ah dalam perkawinan masyarakat keturunan arab di wilayah condetitu masih memprioritaskan nasab atau sesama keturunan dzurriyahRasulullah,Tujuannya adalah untuk meneruskan garis keturunan Rasulullah agar tidakputus oleh karenannya pantangan bagi mereka menikah dengan orang yang bukansekufu terhadap mereka. Itulah yang di anut dalam keluarga Sayyid. Namun adakeluarga Masayikh yang tidak memprioritaskan hal nasab atau garis keturunandisebabkan karena manusia di mata Allah sama kecuali hanya takwanya.
Menurut data Rabithah Alawiyah Eksistensi masyarakat keturunan Arab yangmasih memprioritaskan nasab itu sejumlah 13.717 Sejabodetabek namun di wilayahJakarta Timur mencapai jumlah 4.787 maka dapat disimpulakan bahwa Eksistensimasyarakat Arab yang melaksanakan konsep kafa’ah dalam hal nasab masih kuathingga zaman sekarang ini.
Kata kunci:konsep , kafa’ah nasab dan eksistensi dalam masyarakat keturunan Arab
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, MagDaftar puskata : Tahun 2000s.d. Tahun2014
vi
KATA PENGANTAR
الرحیمبسم هللا الرحمن
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan
tempat hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua H.Nana Nurulyana dan Hj.
Hatijah serta keluarga besar Almarhum H.Daeni Bin Mansur, Hj. Murna terlebih kepada
kakak saya Ai Nurfalah S.Sos,I .Yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih
sayang, dan doa tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan
rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan, serta
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala
kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak :
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr.H.Abdul Halim,M.AgDan Bapak Arip Furqan, M.A.,selaku Ketua Prodi dan
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs.H.Ahmad Yani,M.Ag dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
vii
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi Hukum
Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis
selama duduk di bangku perkuliahan.
5. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah beserta para staf yang telah
banyak memberikan pelayanan yang baik dan kemudahan bagi penulis
dalammemenuhi bahan-bahan referensi selama penulis berada di Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Keluarga keturunan arab yang kepada bapak. Taufik Bin Abdul Qadir
Mahdami,Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani, Umi Fathimah Bin Muhammad Bin
Ahmad Al-Idrus dan Abdul Qadir Bin Ali Bin Alwi Bin Salim Bin Abu Bakar Al-
Kaff. Penulis berikan rasa hormat dan ta’zim rasa terimakasih yang dengan
keterbukaan menerima penulis. Dengan kesabaran serta rela meluangkan waktu di
tengah aktivitasnya yang sangat sibuk serta memberikan informasi dan data yang
diperlukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan peradilan A dan B angkatan 2011, terimakasih atas
bantuan dan kebersamaan yang indah semasa kuliah hingga skripsi ini dapat di
selesaikan.mari kita raih cita-cita dan masa depan yang selama ini di impikan.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat
ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka
dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.
8. Teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) AMNESIA(amanah masyarakat
indonesia) 2014.semoga kekompakan ini akan terus terjaga dengan humor yang
tinggi serta saling menghibur disaat kesedihan melanda dan tukar pengalaman
dalam wawasan ilmu pengetahuan. Merupakan cirri khas kita.terimakasih atas
viii
keceriaan dan kebersamaannya dalam berbagai situasi dan kondisi, banyak
pengalaman dan pelajaran yang telah di berikan kepada penulis tentang arti
kehidupan dan kedewasaan dalam berfikir.semoga kebersamaan kita tidak
berakhir sampai disini.
9. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatkan (Fahri Alvian, Fadli Khoirizadi,
Ahmad Robian, Hira Hidayat, Hatoli, Andi Asyraf, Rijaluddin, Jumili, Zaenal
Muttaqin) . Penulis menemukan arti sebuah persahabatan yang sesungguhnya,
pengertian, kesabaran, motivasi dan kebersamaan yang kalian ciptakan telah
memberikan kepercayaan tersendiri dalam hidup penulis.
Ciputat, 20 Oktober 2015
Muhammad Ali As-Shobuni
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI............................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................9
D. Review Studi Terdahulu .....................................................................10
E. Metode Penelitian ...............................................................................12
F. Sistematika Penulisan .........................................................................14
BAB II KAFA’AH DALAM PERKAWINAN
A. Pengertian perkawinan ........................................................................15
B. Tujuan Perkawinan .............................................................................19
C. Rukun dan Syarat Perkawinan ...........................................................22
D. Pengertian dan Ukuran Kafa’ah ..........................................................28
E. Pendapat Ulama tentang Kafa’ah ........................................................33
BAB III GAMBARAN KECAMATAN KERAMAT JATI JAKARTA TIMUR
A. Gambaran Umum Daerah Kramat Jati ................................................39
B. Urusan Desentralisasi di Bidang Ekonomi, Sosial dan Pendidikan.....41
C. Sejarah Masyarakat Arab di Wilayah Condet......................................45
x
BAB IV PELAKSANAAN KONSEP KAFA’AH NASAB
A. Konsep Kafa’ah Nasab dalam Perkawinan Masyarakat Arab di
Wilayah Condet ..................................................................................47
B. Eksistensi Konsep Kafa’ah Dalam Masyarakat Arab .........................56
C. Konsep Kafa’ah Nasab dan Eksistensi dalam Perkawinan
Masyarakat Keturunan Arab Di Wilayah Condet ...............................65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................69
B. Saran-saran...........................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................72
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukanlah hanya urusan
perdata saja, bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi
masalah yang menyangkut dalam keyakinan dan peristiwa agama. Oleh karena
itu perkawinan itu dilakukan untuk menaati sunah rasullullah dan perintah
Allah dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk
Rasullullah Saw. serta mentaati prosedur yang diatur dalam peraturan negara.
Di samping itu, perkawinan juga bukan untuk mendapatkan ketenangan hidup
sesaat, tetapi untuk hidup selamanya. Oleh karena itu seseorang harus bisa
memilih pasangannya secara hati-hati dan dilihat dari berbagai segi. Ada
beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang
perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan dan demikian pula
dengan seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan
hidupnya. Yang pokok diantaranya adalah karena kecantikan seorang wanita
atau kegagahannya seorang pria atau kesuburan keduanya dalam
mengharapkan anak keturunan, karena kekayaanya, karena
kebangsawanannya dan karena agamanya.1
Diantara alasan yang banyak itu maka yang paling utama dijadikan
motivasi adalah karena agamanya seperti halnya yang di sabdakan oleh
Rasullullah “Perempuan itu dikawini dengan empat motivasi yaitu karena
1Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h.48.
2
hartanya, karena kedudukannya atau kebangsaannya, karena kecantikannya
dan karena agamannya. Pilihlah perempuan karena agamanya, kamu akan
mendapatkan keberuntungan.”
Oleh karenanya yang dimaksud dengan agamanya disini adalah
komitmen keagamaannya atau kesungguhan dalam menjalankan ajaran
agamannya. Ini dijadikan pilihan utama karena itulah yang akan memberikan
keharmonisan dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warohmah. Kekayaan suatu ketika dapat lenyap dan kecantikan suatu ketika
dapat pudar demikian pula suatu kedudukan suatu saat akan hilang.2 Namun
zaman sekarang yang serba berubah membuat seseorang akan lebih memilih
sesuai dengan apa yang dikehendakinya bahkan ada pula yang masih berada
pada pengawasan dan pilihan orang tuanya atau dalam kata lain dijodohkan
sesuai dengan pilihan orang tuanya sehingga bila mana ini terjadi maka akan
ada ketidak suka kepada anak tersebut.
Perkawinan menurut hukum Islam sebagaimana ditegaskan dalam
kompilasi hukum Islam sama artinya dengan perkawinan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk menaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya sebagai ibadah.3
Nikah menurut ulama fiqh adalah adat yang di atur oleh agama untuk
memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan farjin (kemaluan) wanita
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.49.3 Arso Sostroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
h.29.
3
dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan primer.4
Dari berbagai macam pendapat yang sudah dijelaskan mengenai arti
sebuah pernikahan tersebut memberikan kesimpulan bahwa pernikahan itu
merupakan sebuah perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan untuk menjalani sebuah kehidupan bersama dalam
berumah tangga sehingga dapat meneruskan keturunannya serta menjalankan
ibadah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari pada perkawinan itu adalah untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan
pasal 3 kompilasi hukum Islam.5
Dan didalam Al-qur’an Allah berfirman :
ن ۦ ته ومن ة ورمح لق لمك مقو ت )٢١: الروم(م ل
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran-Nya) ialah dia menciptakanpasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendir, agar kamu cenderung danmerasa tentram kepadanya, dan dia menjadikan diantaramu rasa kasih dansayang. Sungguh pada yang demikian itu benar benar-benar terdapat tanda-tanda(kekuasaan Allah) bagi orang orang yang berfikir” (Q.S. ar-Rum (30): 21).
Pada ayat tersebut telah menetapkan sendi-sendi untuk membina
sebuah kehidupan yang tentram. Istri adalah kebahagiaan terindah yang di
dapatkan suami selepas mencari nafkah seharian. Penat dan lelah akan
menguap oleh kebahagiaan yang selalu menanti di depan pintu rumahnya.
Seorang istri dengan senyum manis, derai tawa, dan wajah berseri-seri akan
4Ibrahim Husain, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan Jilid Satu, (Jakarta : PustakaFirdaus 2003), h.115.
5Abdurrohman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : CV Akademika Pressido, 2010),h.114.
4
menjadi simponi indah yang menyejukkan hati. Segala permasalahan
kehidupan terlupakan, hidu sungguh akan terasa indah. Pada diri pasangannya,
suami dan istri bisa menyalurkan hasrat biologisnya dengan landasan cinta,
kasih sayang, dan kesucian. Laki-laki dan wanita akan terjaga dari upaya
untuk melakukan hal-hal terlarang dan kemungkinan akan terjatuh dalam
perbuatan-perbuatan nista.6
Sebelumnya terjadinya pernikahan terdapat sebuah konsep yang
dinamakan kafa’ah, kafa’ah berasal dari bahasa arab, dari kata kafi’a yang
berarti sama atau setara. Kata ini merupakan kata yang terpakai dalam bahasa
arab dan terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti sama atau setara. Contoh
dalam Al-Qur’an adalah dalam surat al-Ikhlas ayat 4:
)٤) : ١١٢(اإلخالص(يكن له كفوا أحد ومل
Artinya; “Tidak suatupun yang sama dengan-Nya”.
Kata kufu atau kafa’ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa
perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki sifat kafa’ah mengandung
arti sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut
diperhitungkan harus ada pada laki-laki yang mengawininya. Kafa’ah itu
disyaratkan atau di atur dalam perkawinan Islam, namun karena dalil yang
mengaturnya tidak ada yang jelas dan spesifik baik dalam Al-Quran maupun
dalam hadis Nabi, maka kafa’ah menjadi pembicaraan dikalangan ulama, baik
mengenai kedudukannya dalam perkawinan maupun kriteria apa yang
digunakan dalam penentuan kafa’ah itu.
6Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Fiqh Wanita, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006),h.74-76 .
5
Penentuan kafa’ah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin
sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak se-
kufu dengannya dia dapat menolak atau tidak memberikan izin untuk
dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat pula dikatakan sebagai hak wali
yang akan menikahkan sehingga bila si anak perempuan kawin dengan laki-
laki yang tidak se-kufu, wali dapat mengintervensinya yang untuk selanjutnya
menuntut pencegahan berlangsungnya pernikahan itu.
Dalam hal ini yang dijadikan standar dalam penentuan kafa’ah itu
adalah status sosial pihak perempuan karena dialah yang akan dipinang oleh
laki-laki untuk dikawini. Laki-laki yang akan mengawininya paling tidak sama
dengan perempuan, seandainya lebih tidak menjadi halangan. Dan jika pihak
istri dapat menerima kekurangan laki-laki maka tidak jadi masalah. Masalah
akan timbul jika laki-laki yang kurang status sosialnya sehingga dikatakan si
laki-laki tidak se-kufu dengan istri. Dalam hal kedudukannya dalam
perkawinan terdapat beda pendapat di kalangan ulama.7 Jumhur ulama
termasuk Malikiyah, Syafi’iyah dan Ahlu ra’yi (Hanafiyah) dan satu riwayat
Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa’ah itu tidak termasuk syarat dalam
pernikahan dalam arti kafa’ah itu hanya semata keutamaan dan sah pernikahan
antara orang yang tidak se-kufu (Ibnu Qudamah: 33) alasan yang mereka
gunakan ialah firman Allah surat al-Hujraat : 13
وقـبائل لتـعارفوا إن أكرمكم عند يا أيـها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنـثى وجعلناكم شعوبا)١٣]: ٤٩[الحجرات(الله أتـقاكم إن الله عليم خبري
7Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Fiqh Wanita, h.140-141.
6
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa danbersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yangpaling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal(Q.S. al-Hujuraat (49) : 13).
Sebagai ulama termasuk satu riwayat dari Ahmad mengatakan bahwa
kafa’ah itu termasuk syarat sahnya perkawinan artinya tidak sah perkawinan
antara laki-laki dan perempuan yang tidak se-kufu. Dalil yang digunakan oleh
kelompok ulama ini adalah sepotong hadis nabi yang diriwayatkan oleh al-Dar
Quthniy yang dianggap lemah oleh kebanyakan ulama yang berbunyi :
“janganlah kamu mengawinkan perempuan kecuali dari yang se-kufu dan
jangan mereka dikawinkan kecuali dari walinya”.
Ukuran kafa’ah yang perlu diperhatikan dan menjadi ukuran adalah
sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan karena keturunan, pekerjaan,
kekayaan dan sebagainya. Seorang lelaki yang sholeh walaupun dari
keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi.
Laki-laki yang memiliki kebesaran apapun berhak menikah dengan
perempuan yang memiiki derajat dan kemasyhuran yang tinggi. Begitu pula
laki-laki yang fakir sekalipun, ia berhak dan boleh menikah dengan
perempuan yang kaya raya, asalkan laki-laki muslim dan dapat menjauhkan
diri dari meminta-minta serta tidak seorang pun dari pihak walinya
menghalangi atau menuntut pembatalan. Selain itu, ada kerelaan dari walinya
yang mengakadkan dari pihak perempuannya. Akan tetapi jika laki-lakinya
bukan dari golongan yang berbudi luhur dan jujur berarti tidak se-kufu dengan
perempuan yang shalihah.
7
Bagi perempuan shalihah jika dikawinkan oleh bapaknya dengan
lelaki fasik kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh orang tuanya,
maka ia boleh menuntut pembatalan. 8
Sekilas mengenai adat perkawinan dan bentuk resepsi di sebagian
besar Negri Arab. Pada umumnya adat yang berlaku disini bahwa yang wanita
bekerja sama dengan suaminya dalam mengusahakan tempat tinggal dan
segala macamnya menurut kemampuannya dari kedua belah pihak. Selain dari
itu negri arab juga dikenal dengan mahalnya maskawin dan mewahnya dalam
mengadakan resepsi perkawinan. Di ceritakan bahwa di dalam sebuah resepsi
orang Arab cenderung menginginkan kemewahan sehingga masyarakat arab
memilih untuk menikah dengan seorang yang sudah mapan dan sudah ada
tanggung jawab untuk masa depannya yang di ceritakan oleh Syeikh Abdul
Aziz Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari.9
Namun pada kenyataannya, yang kemudian akan menjadi penelitian
penulis, tentang adanya konsep pernikahan Alawiyin yang memiliki
kecenderungan yang berbeda, cenderung berlainan dari teori kafa’ah yang
telah dipaparkan, karena mereka hanya mau menikahi sesama keturunan
Alawiyin yang disebut juga dengan ahl al-bait. Akan tetapi melarang mereka
untuk menikah dengan orang biasa, mengapa terjadi ketidak setaraan antara
laki-laki dan perempuan dalam hal menikah dengan orang yang di pilihnya
walaupun dari kalangan orang biasa atau bukan dari suku arab.
8 Abdulrahman Ghozali, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta:Kencana, 2010), h. 96-97.
9 Syeikh Abdul Aziz Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari, Perkawinandan Masalahnya, (Jakarta: Pusaka al-kautsar, t.t) , h. 71.
8
Namun dikatakan dalam kompilasi hukum Islam pada pasal 61
dikatakan “tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah
perkawinan, kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al
dien”.10
Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas, selanjutnya penulis akan
meneliti dan menjelaskan secara signifikan dan terperinci mengenai hal
tersebut, disamping untuk membuka cakrawala pengetahuan baru bagi kami
dalam menemukan titik temu dari persoalan tersebut. Penulis akan mencari
suatu korelasi atau hubungan teori kafa’ah (kesetaraan), dengan data empiris
kehidupan suatu golongan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu penulis
akan meneliti lebih dalam dan mengangkat permasalahan tersebut dalam
penelitian yang akan penulis lakukan, sehingga pertanyaan-pertanyaan telah
dilontarkan tersebut akan dicari jawabannya dalam rangka menemukan
benang merah, titik temu antara konsep Kafa’ah Nasab dan Eksistensi dalam
perkawinan masyarakat keturunan Arab, serta apakah teori kafa’ah masih
digunakan atau masih menjadi prioritas dalam perkawinan yang bertempat
tinggal di daerah Condet, Jakarta Timur.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka
permasalahan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada :
a. Konsep kafa’ah nasab dalam masyarakat keturunan arab di wilayah
Condet Jakarta Timur.
10Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: CV.Akademika Pressido, 2010),h.127.
9
b. Banyaknya jumlah masyarakat keturunan arab diwilayah Condet.
c. Sejarah keberadaan masyarakat masyarakat keturunan arab di wilayah
condet.
d. Pengaruh sosial kafa’ah nasab dalam masyarakat keturunan arab di
wilayah condet.
2. Perumusan Masalah
Agar pembahasan pada skripsi ini tidak melebar luas dan panjang,
maka pembahasannya akan dibatasi pada seputar pemahaman mengenai
konsep kafa’ah nasab dan Eksistensi dalam perkawinan masyarakat
keturunan Arab di daerah Condet Jakarta Timur. Adapun rumusan masalah
pada skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep kafa’ah nasab dalam perkawinan masyarakat Arab
diwilayah Condet ?
b. Bagaimana eksistensi kafa’ah nasab dalam masyarakat Arab di
wilayah Condet ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya
suatu hal yang diperbolehkan setelah penelitian selesai. Dengan demikian
pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang
akan diperoleh setelah selesai penelitian.11
11 M.Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: GhaliaIndonesia, 202), h.44.
10
Tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui konsep kafa’ah didalam perkawinan masyarakat arab
2. Untuk mengetahui eksistensi kafa’ah dalam perkawinan masyarakat arab
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penulisan ini adalah :
1. Manfaat akademis
Memberikan pemahaman terbaru mengenai hal-hal yang terkait masalah
konsep kafa’ah dalam masyarakat suku arab
2. Manfaat praktis
Hasil studi ini diharapkan menjadi sebuah referensi baru didalam
perpustakaan sebagai bahan rujukan dalam bidang akademis.
D. Review Study Terdahulu
Dalam penelusuran pustaka yang dilakukan pada perpustakaan fakultas
syariah dan hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta, terdapat 6 buah judul
skripsi yang membahas tentang kafa’ah nasab. Berikut beberapa judul skripsi
yang bertemakan kafa’ah yang diajukan sebagai perbandingan.
No Nama Judul Perbandingaan1. Zakia Turifa Kafa’ah
pernikahandalam tradisikeluarga arab
a. Skripsi ini membahastentang prinsip kafa’ahdalam perkawinan padakeluarga al-atas
b. Perbedaan dengan judulskripsi ini yaitu tidakmembahas mengenaikonsep dan eksistensi dalamperkawinan masyarakatketurunan arab di wilayahcondet
2. Ilyas Kritis tentangkonsep kafa’ah
a. Skripsi ini hanya membahastentang persepsi mahasiswa
11
dalamprespektifliberalismehukum
jabodetabek tentangkesamaan agama dalamperkawinan.
b. sedangkan penulismenjelaskan masalahkonsep kafa’ah daneksistensi dalamperkawinan masyarakatarab
3. Muhasor Peran kafaahdalampembentukankeluargaharmonis
a. Skripsi ini hanyamenjelaskan kafa’ahsebagai salah satu faktormenjadikan keluargaharmonis.
b. Sedangkan penulismembahas masalah kafa’ahdan eksistensi dalammasyarakat arab
4. Ema lasmawati Wali adhalkarena faktorkafa’ah
a. Skripsi ini membahastentang hukum adolnya walitentang kafa’ah tapi tidakmembahas masalaheksistensi kafa’ah dankonsep kafa’ah dalammasyarakat suku arab.
b. Perbedaannya yaitupembahasan kafa’ah disinilebih fokus pada konsepkafa’ah dan eksistensidalam perkawinanmasyarakat arab
5. Aulia Kafa’ah dalamperkawinanmenurutkelurahan sirnarasa kecamatantanjung
a. Skripsi ini membahastentang persepsi masyarakatkelurahan sirna rasakecamatan tanjung sariterhadap kafa’ah dalampernikahan
b. Perbedaannya yaitu skripsiini membahas tentangkonsep kafa’ah daneksistensi pada perkawinanmasyarakat arab
6. Sutikno Persepsimasyarakat
a. Skripsi ini membahastentang pendapat
12
lebaksiu-tegalterhadapkafa’ah dalamperkawinan
masyarakat lebaksiu tegaltentang kafa’ah dalampernikahan
b. Perbedaannya yaitu, skripsiini membahas tentangkonsep kafa’ah daneksistensinya dalamperkawinan masyarakatketurunan Arab
E. Metodelogi Penelitian
Dalam membahas masalah-masalah dalam penelitian ini, diperlukan suatu
penelitian dalam pendekatan antropologi untuk memperoleh data yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas dan gambaran dari masalah
tersebut secara jelas, tepat dan akurat.
Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain :
1. Jenis penelitian
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan ini adalah yang sumber datanya terutama diambil dari
obyek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di
daerahpenelitian.12
2. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat analitik merupakan kelanjutan dari penelitian
deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik
tertentu, tetapi juga menganalisisa dan menjelaskan mengapa atau
bagaimana hal itu terjadi.
12 Yayan Sopyan, Buku Ajar: Pengantar Metodologi Penelitian, (t.t, 2010), h.32.
13
3. Sumber data
a. Penelitian primer yaitu data yang di dapat dari hasil wawancara
langsung dengan masyarakat dan dalam penelitian ini menggunakan
teknik wawancara secara mendalam dengan menggunakan pokok-
pokok permasalahan sebagian pedoman wawancara. Pokok-pokok
tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pokok masa
(waktu) penelitian selama wawancara.13
b. Penelitian sekunder dalam penelitian ini data yang digunakan penulis
adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, pada waktu penelitian
dimulai data telah tersedia.14
4. Teknik pengumpulan data
a. Menggunakan metode observasi, yaitu dengan cara mengadakan
analisa, pengamatan dan pencatatan secara terperinci serta sistematis
tentang pelaksanaan kafa’ah menurut adat istiadat habaib di daerah
kecamatan Condet Jakarta Timur.
b. Interview (wawancara) adalah cara pengumpulan data yang dilakukan
dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber
utama data.15
c. Daftar pustaka
13 Skripsi Ratih Inggar Febrian, h.10.14 Tomi Hendra Purwaka, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Atmajaya,
2007), h.29.15 Ronny Kountur, Metode Penelitian Hukum Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, h.186.
14
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini menjadi sistematis, maka penulis membagi
skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa
sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai Latar Belakang Masalah, pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi Review
Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II kafa’ah dalam perkawinan : pengertian perkawinan, tujuan
perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, pengertian kafa’ah,
ukuran kafa’ah pendapat ulama tentang kafa’ah
BAB III Gambaran Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur : Gambaran
umum daerah Jakarta Timur, urusan desentralisasi dibidang
ekonomi, sosisal dan pendidikan, sejarah masyarakat Arab di
wilayah Condet
BAB IV Pelaksanaan Konsep Kafa’ah Nasab : konsep kafa’ah nasab dalam
masyarakat Arab di wilayah Condet, eksistensi kafa’ah nasab
masyarakat keturunan Arab dizaman sekarang analisis penulis .
BAB V Kesimpulan dan Saran
15
BAB II
KAFA’AH DALAM PERKAWINAN
A. Pengertian Perkawinan
Perkawinan atau pernikahan dalam literature fiqih berbahasa Arab
disebut dengan dua kata, yaitu nikah (نكاح) dan zawaj (زواج). Kedua kata ini
yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat
dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-
Qur’an dengan arti kawin, seperti dalam QS.an-Nisa (4) : 3
))٣) : ٤(Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, makakawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atauempat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang.1
(Q.S. an-Nisa (4) : 3)
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam
arti kawin, seperti pada QS. al-Ahzab (33) : 37 :
1 Al-Quran dan Terjemahnya Kementrian Agama RI 2011, h. l 99.
16
)
)٣٧) : ٣٣(األحزابMaka tatkala zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan) istrinya kamikawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukminuntuk (mengawini) mantan istri-istri anak angkat mereka… (Q.S. al-Ahzab(33) : 37)
Secara arti kata nikah berarti berarti “ bergabung ” (ضم), “hubungan
kelamin” (وطء) dan juga berarti “akad” (عقد) adanya dua kemungkinan arti ini
karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur’an memang mengandung dua
arti tersebut. Kata nakah yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 230:
)٢٣٠) : ٢(البقرة(زوجا غريه نكح تـ حتل له من بـعد حيت
Maka jika kami menalaknya (sesudah talak dua kali), maka perempuan itutidak boleh lagi dinikahinya hingga perempuan itu kawin dengan laki-lakilain. (Q.S al-Baqarah (2) : 230)
Mengandung arti hubungan kelamin dan bukan hanya sekedar akad
nikah karena ada petunjuk dari hadis Nabi bahwa setelah akad nikah dengan
laki-laki kedua perempuan itu belum boleh dinikahi oleh mantan suaminya
kecuali suami yang kedua telah merasakan nikmatnya hubungan kelamin
dengan perempuan tersebut.
Tetapi dalam Al-Quran terdapat pula kata nikah dengan arti akad,
seperti tersebut dalam firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 22:
17
))٤ : (٢٢(
Dan janganlah kamu menikahi perempuan yang telah pernah dinikahi oleh
ayahmu kecuali apa yang sudah berlalu. (Q.S. an-Nisa (4) : 22)
Ayat tersebut mengandung arti bahwa perempuan yang dinikahi oleh
ayahnya haram dinikahi dengan semata ayah telah melangsungkan akad nikah
dengan perempuan tersebut meskipun diantara keduanya belum berlangsung
hubungan kelamin.2
Lafaz nikah mengandung tiga macam arti :
Pertama arti menurut bahasa, kedua menurut ahli ushul, ketiga arti menurut
ulama fiqh.
1. Arti nikah menurut bahasa : berkumpul atau menindas.
2. Arti nikah menurut ahli ushul terdapat tiga macam pendapat :
a. Nikah menurut arti aslinya adalah setubuh dan menurut arti madjazi
ialah aqad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara
pria dan wanita, dengan demikian menurut ahli ushul golongan Hanafi.
b. Nikah menurut arti aslinya adalah aqad yang dengannya menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti
madjazi ialah setubuh, dengan demikian menurut ahli ushul golongan
syafiiyah.
c. Nikah bersyerikat artinya antara aqad dan setubuh, dengan demikian
menurut abdul qasim azzadjjad, imam yahya, ibnu hazm dan sebagian
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Arti Perkawinan, (Jakarta:Kencana, 2011) h.35-36.
18
ahli ushul dari sahabat Abu Hanifah.3
Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi diantaranya
adalah :
الزواج شرعا هو عقد وضعه الشارع ليفيد ملك استمتاع الرجل بالمراة وحل استمتاع المراة بالرجل
Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan :
ا هو عقد يـتضمن اباحة وطئ بلفظ انكاح او حنوه النكاح شرع Nikah menurut istilah syara ialah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata
yang semakna dengannya. 4
Dalam kompilasi hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuan
perkawinan dinyatakan pada pasal 2 dan 3 sebagai berikut :
Pasal 2Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yangsangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah danmelaksanakannya merupakan ibadah.
Pasal 3Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
3 Ibrahim Husein, Fiqih Perbandingan Dalam Masalah Nikah-Thalaq-Rudjuk DanHukum Kewarisan, Definisi Nikah (Jakarta: Balai Penerbitan Dan Perpustakaan Islam, 1971), h.65.
4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Dasar-Dasar Umum Perkawinan (Jakata:Kencana, 2010), h .8.
19
sakinah, mawaddah dan warahmah. 5
Menurut Sulaiman Rasjid nikah adalah salah satu asas pokok
kehidupan yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia
untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat
dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum
dengan kaum lain, dan perkenalan antara satu denganyang lainnya.6
Sayyid Sabiq lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan salah
satu sunatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia,
hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan
perannya positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.7
Dari bebarapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan
adalah sebuah peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan masing-masing
individu untuk membina sebuah rumah tangga dengan mengenal satu sama
lain dan berharap menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah.
B. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera
5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,2010), h.144.
6 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Kitab Nikah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005),h.374.
7 Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunah, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1985), h. 55-58.
20
dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan
terpenuhnya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Manusia diciptakan
Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.
Dalam pada itu manusia diciptakan Allah SWT untuk mengabdikan dirinya
kepada kholiq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan
naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk
aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kediamannya, Allah SWT
mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan.
Jadi aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama
yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan
pun hendaknya ditunjukkan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau
di ringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi
nalurinya dan memenuhi petunjuk agama.
Mengenai naluri manusia seperti tersebut pada ayat 14 surat Ali Imran :
))١٤) : ٣(Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yangdiingini yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak ….. (Q.S. AliImran (3) 14)
21
Dari ayat ini jelas bahwa manusia mempunyai kecenderungan terhadap
cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta harta kekayaan. Dalam pada itu
manusia mempunyai fitrah menganal kepada tuhan sebagaimana tersebut pada
surat ar-Ruum ayat 30 :
) ٣٠) : ٣٠(الروم(
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) tetaplahpada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidakada perubahan pada fitrah Allah. ( itulah ) agama yang lurus tetapikebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Ruum (30) : 30)
Melihat tujuan di atas, dan memperhatikan uraian Imam AL-Ghazali
dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan
perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak
serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram
atas dasar cinta dan kasih sayang.8
8 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Tujuan Perkawinan (Jakata: Kencana,2010),h. 24.
22
Adapun tujuan dari pernikahan menurut syariat Islam adalah untuk
mencapai ketentraman hidup, bukan saja ketentraman antara suami dan istri
tapi juga hubungan anak dan orang tua. Apabila pernikahan seorang anak telah
direstui oleh orang tuannya, ketentraman bathin akan muncul dari ketua
pasangan suami istri tersebut, sebaliknya jika awal perbentukan rumah tangga
melalui perkawinan tidak di setujui oleh orang tua dan keluarga lainnya,
suasana ketentraman dan keterangan tidak didapatkan dalam kehidupan rumah
tangganya.9
C. Rukun dan Syarat Perkawinan
Sah dan tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh terpenuhinya atau
tidak semua rukun dan syarat perkawinan. Syarat dan rukun dalam sebuah
hukum fikih merupakan hasil ijtihad ulama yang diformulasikan dari dalil-
dalil nash serta kondisi objektif masyarakat setempat. Oleh karenanya itu
mengapa para ulama dalam madzhab yang berbeda dalam banyak kasus tidak
sama dalam merumuskan syarat dan rukun itu. Jadi, menambah atau
mengurangi syarat dan rukun merupakan sesuatu yang niscaya.
Para ulama berbeda pandangan tentang penentuan rukun dan syarat
nikah. Menurut hanafiyah, rukun nikah hanya terdiri dari ijab dan Kabul saja.
Bagi syafi’iyah, rukun perkawinan terdiri dari calon suami isteri, wali, dua
orang saksi dan shighat [ijab-kabul]. Sedangkan menurut malikiyah
berpendapat bahwa yang termasuk rukun nikah adalah wali, mahar calon
suami-isteri dan shighat.
9 Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h. 14.
23
Sementara yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang mayoritas bermadzhab
syafi’i. yang menjadi rukun perkawinan bagi imam Syafi’i, menurut dan
Peunoh Daly [1988] dan Ahmad Rafiq [1995] ada lima yakni :
1. Calon suami dengan syarat : beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya,
dapat memberikan persetujuan dan tidak terdapat halangan perkawinan.
2. Calon isteri dengan syarat : Bergama meskipun yahudi atau nasrani,
perempuan, jelas orangnya, dapat diminta persetujuannya dan tidak
terdapat halangan perkawinan.
3. Wali dengan syarat : laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian dan
tidak terdapat halangan perwaliannya.
4. Dua orang saksi dengan syarat : minimal dua orang laki-laki, hadir dalam
ijab qabul, dapat mengerti maksud akad, Islam dan dewasa.
5. Lafadz Ijab dan Qabul yang merupakan ikrar yang menyaratkan kerelaan
dan keinginan dari masing-masing pasangan calon suami isteri untuk
mengikatkan dari masing-masing dalam ikatan rumah tangga. Syarat-
syarat ijab-qabul :
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali,
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon suami,
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij, atau terjemahan dari dua kata
tersebut
d. Antara Ijab dan Qabul bersambung
e. Antara Ijab dan Qabul jelas maksudnya
f. Orang yang berkaitan dengan Ijab dan Qabul tidak sedang dalam
Ihram,Haji,Umrah
24
g. Majelis ijab dan Kabul itu harus dihadiri minimal 4 orang calon suami
atau wakilnya, wali, dan dua orang saksi.
Lafadz aqad menurut jumhur ulama, tambah Peunoh Daly [1988] harus
mengandung kata nikah, tazwij atau maknanya, tidak boleh dari kata kiasan
seperti kata halal, milik atau hibah. Ketika melakukan ijab-kabul, boleh
dibalik, apakah ijab yang terlebih dahulu baru kemudian Kabul, atau
sebaliknya.
Suami disyaratkan tidak sedang melakukan ihram haji atau umrah, atas
kemauannya sendiri, seorang laki-laki yang sudah tentu orangnya dan tahu
bahwa calon isterinya itu halal baginya. Demikian juga syarat seorang isteri
adalah tidak sedang berihram haji maupun umrah, seorang perempuan yang
sudah tentu orangnya, tidak sedang dinikahi oleh laki-laki lain, tidak pula
sedang ber-iddah.
Wahbah az-Zuhaili sangat menekankan perlunya pemeriksaan
kesehatan dokter atau ahli kesehatan untuk meyakinkan keduanya kesehatan
calon untuk melangsungkan perkawinan.10 Dewasa ini hal ini sangat penting
dilakukan untuk mengantisipasi berbagai penyakit menular atau penyakit yang
bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga. Umpamanya penyakit kelamin
atau penyakit yang lebih parah lagi, yakni terserang oleh virus yang
menurunkan kekebalan tubuh seperti HIV atau AIDS yang mematikan.11
Keberadaan wali dalam perkawinan menurut hadis rasulullah mutlak
10 Yaswirman, Hukum Keluarga, Beberapa Syarat Perkawinan (Jakarta: Rajawali Pers,2013), h.189.
11 HIV (Human Immunodefisiency Virus) Sebagai Penyebab Seseorang MenderitaPenyakit Aids. Aids (Acquired Immunodefisiency Syndrome)
25
diperlukan. Salahsatu hadis rasulullah berbunyi : ال نكاح اال باالوالي “ tidak sah
nikah tanpa adanya wali” (HR.Ahmad ). Menurut mazhab asy-syafi’I , izin
wali termasuk rukun perkawinan, demikian juga mazhab maliki dan hambali.
Imam malik mengecualikannya bagi yang bermartabat rendah seperti pezina
boleh mengawinkan dirinya sendiri, dan bagi perempuan yang baik-baik harus
ada izin walinya.12 Didalam Surah Al-Baqarah ayat 232, Allah berfirman :
))٢٣٢) : ٢(البقرة
“Dan jika kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, makajanganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan orang yangakan menjadi suaminya.” (Q.S. al-Baqarah (2) : 232)
Syarat dua orang saksi masih menurut Peunoh Daly [1988] adalah
harus laki-laki, adil, muslim, merdeka, sehat akalnya dan baligh [dewasa].
Dan syarat wali adalah tidak sedang mengerjakan ihram, laki-laki, sudah
dewasa, merdeka dan atas ikhtiar dan kemauanya sendiri. Semua syarat dan
rukun perkawinan diatas haruslah terpenuhi. Dan apabila tidak terpenuhi maka
12 Abd al-Rahman al-Jaziri, Fiqh Al Mazahib al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ah Tijariyah al-Kubra, h. 51.
26
perkawianan yang dilangsungkan tidak sah.
Ada satu lagi yang penting dibicarakan dalam syarat perkawinan yaitu
maskawin [mahar]. Walaupun memasukkannya sebagai syarat, tetapi mahar
merupakan bagian yang integral dalam kontrak perkawinan. Tidak mungkin
ada perkawinan tanpa adanya mahar. Mahar menjadi hak eksekutif mempelai
perempuan setelah menikah dan ia bebas untuk mempergunakan sesuai
keinginannya.
Ada dua bentuk mahar, pertama mahar musammah, mahar yang
disebutkan. Sebagaimana diimplikasikan oleh namnya, jumlah dan jenis
mahar yang disetuju sebelum perkawinan disebutkan dalam kontrak
perkawinan. Kedua mahar mitsil, mahar yang disamakan. Jumlahnya tidak
disebutkan, dan ditetapkan kemudian berdasarkan kualitas pribadi mempelai
perempuan, posisi keluarganya dan jumlah mahar yang diterima.13 Syarat
perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu
syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab Kabul
1. Syarat mempelai laki-laki/suami
a. Bukan mahram dari calon istri
b. Tidak terpaksa atau kemauan sendiri
c. Orangnya tertentu jelas orangnya
d. Tidak sedang ihram
2. Syarat mempelai perempuan
13 Yayan sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam HukumNasional, (Jakarta: Graham Pena), h. 125.
27
a. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
dalam masa iddah
b. Merdeka, atas kemauan sendiri
c. Jelas orangnya
d. Tidak sedang berihram
3. Syarat wali
a. Laki-laki
b. Balig
c. Waras akalnya
d. Tidak di paksa
e. Adil
f. Tidak sedang ihram
4. Syarat saksi
a. Laki-laki
b. Balig
c. Waras akalnya
d. Adil
e. Dapat mendengar dan melihat
f. Bebas, tidak dipaksa
g. Tidak sedang mengerjakan ihram
5. Syarat shigat
Shigat akad nikah ialah perkataan yang di ucapkan oleh pihak calon
suami dan pihak calon istri di waktu dilakukan akad nikah. Shigat akad
28
nikah terdiri atas “ijab ” dan “Kabul”. Ijab ialah pernyataan atau jawaban
pihak calon suami bahwa ia siap dinikahkan dengan calon suaminya.
“Kabul” ialah pernyataan atau jawaban pihak calon suami bahwa ia
menerima kesediaan calon istrinya untuk menjadi istrinya.14
Shigat atau bentuk akad hendaknya dilakukan dengan bahasa yang
dapat dimengerti oleh orang yang melakukan akad, dan saksi, shigat
hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu akad dan
saksi shigat hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu
akad dan saksi. Shigat hendaknya mempergunakan ucapan yang
menunjukkan waktu lampau, atau salah seorang mempergunakan kalimat
yang menunjukkan waktu lampau sedang lainnya dengan kalimat yang
menunjukkan waktu yang akan datang. Mempelai laki-laki dapat meminta
kepada wali pengantin perempuan : kawinkanlah saya dengan anak
perempuan bapak “kemudian dijawab” : saya kawinkan dia (anak
perempuannya denganmu”). Permintaan dan jawaban itu sudah berarti
perkawinan. Shigat itu hendaknya terikat dengan bahasa tertentu supaya
akad itu dapat berlaku.15
D. Pengertian Dan Ukuran Kafa’ah
Kafa’ah yang berasal dari bahasa Arab dari kata ka-fa-a, berarti sama
atau setara. Kata ini merupakan kata yang terpakai dalam bahasa arab dan
14 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: BulanBintang, 1974 ), h.74.
15 Slamet Abiding Dan Aminudin, Fiqih Munakahat, (Bandung : Pustaka Setia, 1999)h.68.
29
terdapat dalam al-quran dengan arti “sama” atau setara. Kata kufu atau
kafa’ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama
atau setara dengan laki-laki. Sifat kafa’ah mengandung arti sifat yang terdapat
pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut diperhitungkan harus
ada pada laki-laki yang mengawininya. penentuan hak kafa’ah itu ditentukan
oleh perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh
walinya dengan orang yang tidak seku-fu dengannya, dia dapat menolak atau
tidak memberikan izin untuk dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat
dikatakan sebagai hak wali yang akan menikahkan sehingga bila si anak
perempuan kawin dengan laki-laki yang tidak se-kufu, wali dapat
mengintervensinya yang untuk selanjutnya menuntut pencegahan
berlangsungnya perkawinan itu.16 segolongan ulama termasuk imam Abu
Hanifah An-Nu’man mengatakan bahwa seorang wanita manakala sudah
pintar, dia berhak memilih calon suaminya sebagaimana laki-laki berhak
memilih calon istrinya. Namun disisi lain sebagian ulama mengatakan bahwa
seorang wali berhak memaksa anak gadisnya buat dikawinkan dengan laki-
laki yang menjadi pilihan sang wali. Pertimbangannya karena mengingat
perempuan yang masih berstatus gadis biasanya belum bisa membedakan laki-
laki yang bagaimana yang patut menjadi suaminya. Jadi menurut pendapat
pertama, seorang perempuan yang akan dikawinkan dalam keadaan belum
baligh berhak menuntut pembatalan perkawinannya itu jika ternyata dia
menganggap si calon suami tidak pantas baginya. Kendati dari satu sisi wanita
16 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Kafaah (Kesetaraan)DalamPerkawinan, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2011), h. 140.
30
diberi kebebasan memilih, namun dari sisi lain dia bisa saja dikawinkan
meskipun belum baligh. Dengan kata lain, kebebasan memilih yang diberikan
itu tidaklah sepenuhnya, melainkan setengah-setengah. Mestinya, seorang
perempuan yang akan dikawinkan harus ditunggu dahulu masa balighnya
dengan demikian, hal ini memberikan kesempatan kepadanya untuk
menggunakan haknya pada saat yang tepat, saat ketika dia sudah siap mental
dan jasmaninya.17 Pada asasnya tidak ada perbedaan diantara manusia, semua
manusia adalah sama. Manusia dalam beribadat kepada Allah dan
menyembah-Nya ada yang melaksanakan dengan sempurna ada yang dengan
sederhana saja dan adapula yang tidak melaksanakannya dan sebagainya.
Karena itu terjadilah perbedaan tingkat manusia disisi Allah, yang paling
mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa, berdasarkan firman Allah
(Q.S al-Hujraat :13)
)١٣) : ٤٩(الحجرات(Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-lakidan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa danbersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yangpaling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwadiantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi MahaMengenal.(Q.S. al Hujuraat (49) : 13).
Demikian pula halnya dalam berusaha. Ada yang pemalas dan lalai
17 Al-Thahir Al-Hadad, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat: Kebebasan Memilih,(Jakarta: Pustaka Firdaus), h. 61-62.
31
dalam bekerja dan ada pula yang rajin. Orang yang malas dan lalai selalu
dalam keadaan merugi, mereka adalah orang-orang miskin. Sebaliknya orang
rajin adalah orang yang berhasil dalam usahannya dan mereka adalah orang-
orang yang berada karena itu terlihat dalam masyarakat orang-orang yang
miskin dan orang yang kaya. Dari keterangan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pada hakikatnya manusia itu adalah sama tingkatannya
disisi Allah s.w.t.18 Untuk menjamin langgengnya kerukunan antara suami dan
istri, pergaulan yang harmonis, tetapnya saling pengertian dan terbinanya
hubungan rumah tangga yang mesra, maka syariat Islam menginginkan
dengan sangat, hendaknya suami itu yang sesuai (se-kufu) dengan istrinya
dalam segala hal yang dinilai sebagai kemualiaan hidup manusia, khususnya
yang ada kaitannya dengan status ekonomi dan sosial. Oleh karenanya kufu’
adalah faktor penting bagi langsungnya kehidupan berumah tangga. Bila
disorot dari kedudukan suami sebagai pemimpin. Karena bila status ekonomi
dan sosial suami lebih rendah dari istrinya, maka kedudukannya sebagai
kepala keluarga pun menjadi lemah, dan kepemimpinannya bisa gagal, hingga
bisa-bisa menjadi sebab retaknya hubungan mereka berdua kelak.19
Ada tiga sistem perkawinan yang terdapat di Indonesia, yakni system
endogami, eksogami dan eleutherogami.20
18 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan: Sejodoh (Kafa-Ah),(Jakarta: Kramat Kwitang), h. 68-70.
19 Nabil Muhammad Taufik As-Samaluthi, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga: kekesuaian (kufu), (Surabaya : Bina Ilmu 1987), h. 246.
20 Soerojo Wignjodipoero, Penghantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Masagung,1982), h.32.
32
1. Sistem endogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh
dilingkungan sosial, kerabat, kelas sosial atau lingkungan pemukiman.
Sistem ini jarang terjadi di Indonesia. Pada masa lalu hanya ditemukan di
tanah toraja. Tetapi dalam waktu dekat, demikian soerjo tanpa
menjelaskan hubungan dengan daerah lain menjadi terbuka, lagi pula ia
tidak sesuai dengan kekerabatan parental setempat.
2. Sistem eksogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh diluar
lingkungan sosial, kerabat, golongan sosial atau lingkungan pemukiman,
seperti di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau, Sumatera Selatan,
Boru dan Seram. Dalam perkembangannya, sistem ini pun terlihat semakin
lunak, sehingga larangan kawin se-suku diperlakukan pada lingkungan
keluarga terbatas saja.
3. Sistem eleutherogami, yang pihak mengenal larangan-larangan seperti dua
sistem di atas. Larangan terjadi jika ada ikatan keluarga senasab dan
hubungan (mushaharah) seperti yang terdapat dalam Islam. System ini
lebih merata terdapat di berbagai daerah hukum adat di Indonesia seperti
Aceh, Sumatera Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Minahasa,
Sulawesi, Ternate, Iran, Timor, Bali, Lombok dan seluruh Jawa dan
Madura.
Ukuran kafa’ah yang perlu diperhatikan dan menjadi ukuran adalah
sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan karena keturunan, pekerjaan,
kekayaan dan sebagainya. Seorang lelaki yang sholeh walaupun dari
keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi.
Laki-laki yang memiliki kebesaran apapun berhak menikah dengan
perempuan yang memiliki derajat dan kemasyhuran yang tinggi. Begitu pula
33
laki-laki yang fakir sekalipun, ia berhak dan boleh menikah dengan
perempuan yang kaya raya, asalkan laki-laki muslim dan dapat menjauhkan
diri dari meminta-minta serta tidak seorang pun dari pihak walinya
menghalangi atau menuntut pembatalan. Selain itu, ada kerelaan dari walinya
yang mengakadkan dari pihak perempuannya.Akan tetapi jika laki-lakinya
bukan dari golongan yang berbudi luhur dan jujur berarti tidak se-kufu dengan
perempuan yang shalihah. Bagi perempuan shalihah jika dikawinkan oleh
bapaknya dengan lelaki fasik kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa
oleh orang tuanya, maka ia boleh menuntut pembatalan.21
Hal lain yang dapat dijadikan ukuran dalam sejodoh ialah sebagaimana
yang tersebut dalam hadits, yaitu harta, kebangsawanan dan kecantikan serta
kegagahan. Yang dimaksud dengan harta ialah tingkat kekayaan dari seorang
calon mempelai dan tingkat-tingkat kemampuan dalam mencari harta.
Sekalipun tingkat kekayaan antara calon mempelai tetapi kadang-kadang besar
juga pengaruhnya. Hal ini mungkin disebabkan keadaan yang melatar
belakangi kehidupan calon-calon suami dan calon-calon isteri sebelum
dilangsungkan perkawinan. Yang dimaksud dengan kebangsawan ialah
tingkat-tingkat kedudukan seseorang didalam masyarakat. Tingkat kedudukan
ini mungkin diperoleh karena jasa nenek moyangnya, jasa sendiri dalam
masyarakat, atau karena ilmu pengetahuan yang dimiliki dan sebagainya.
E. Pendapat Para Ulama Tentang Kafa’ah
Dalam hal kedudukannya dalam perkawinan terdapat perbedaan
21 Abdulrahman Ghozali, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta:Kencana, 2010), h. 96-97.
34
pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama termasuk malikiyah, syafi’iyah
dan Ahlu Ra’yi (Hanafiyah) dan satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat
bahwa kafaah itu tidak termasuk syarat dalam pernikahan dalam arti kafa’ah
itu hanya semata keutamaan dan sah pernikahan antara orang yang tidak se-
kufu. Alasan yang mereka gunakan ialah firman Allah surat Al-Hujuraat ayat
13:
يا أيـها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنـثى وجعلناكم شعوبا وقـبائل لتـعارفوا إن )١٣) : ٤٩(الحجرات(د الله أتـقاكم إن الله عليم خبري أكرمكم عن
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antarakamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. SesungguhnyaAllah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujuraat (49):13)
Sebagian ulama termasuk satu riwayat dari ahmad mengatakan bahwa
kafa’ah itu termasuk syarat sahnya perkawinan, artinya tidak sah perkawinan
antara laki-laki dan perempuan yang tidak se-kufu. Dalil yang digunakan oleh
kelompok ulama ini adalah sepotong hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al-
Dar Quthniy yang dianggap lemah oleh kebanyakan ulama yang berbunyi :
االولياء هن اال من وال تـزوجو ال تـنكحوا النساء اال من االكفاء
Janganlah kamu mengawinkan perempuan kecuali yang se-kufu dan janganmereka dikawinkan kecuali dari walinya.
Dalam kriteria yang digunakan untuk menentukan kafa’ah, ulama
berbeda pendapat yang secara lengkap diuraikan oleh al-Jaziriy sebagai
berikut:22
22 Abdul Al-Rahman, Al-jaziriy, Fiqh Al Mazahib Al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ahTijariyah Al-Kubra, h. 54-61.
35
1. Menurut ulama hanafiyah yang menjadi dasar kafa’ah adalah :
a. Nasab yaitu keturunan atau kebangsaan.
b. Islam, yaitu dalam silsilah kekerabatnya banyak beragama Islam.
c. Hirfah, yaitu profesi dalam kehidupan.
d. Diyanah atau tingkat kualitas keberagamaannya dalam Islam.
e. Kemerdekaan dirinya
f. Kekayaan
2. Menurut ulama Malikiyah yang menjadi kriteria kafa’ah hanyalah diniyah
atau kualitas keberagamaan dan bebas dari cacat fisik.
3. Menurut ulama Syafi’iyah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah :
a. Kebangsaan atau nasab
b. Kualitas keberagamaan
c. Kemerdekaan
d. Usaha atau profesi
4. Menurut ulama Hanabilah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah :
a. Kualitas agama
b. Usaha atau profesi
c. Kekayaan
d. Kemerdekaan diri
e. Kebangsaan
Sepakat ulama menempatkan dien atau diyanah yang berarti tingkat
ketaatan beragama sebagai kriteria kafa’ah bahkan menurut ulama Malikiyah
36
hanya inilah satu-satunya yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah itu.23
Kesepakatan tersebut didasarkan kepada firman Allah yang disebutkan diatas
juga dengan fiman Allah dalam surat as-sajdah 18 :
)السجدة
)١٨) : ٣٢(
Orang-orang yang beriman tidaklah seperti orang-orang fasik merekatidaklah sama. (Q.S al-Sadjah (32) : 18)
Diantara ulama yang sepakat ini kebanyakan tidak menempatkan
sebagai syarat. Kafa’ah dalam hal ini hanyalah keutamaan bila dibandingkan
dengan yang lain. Dalam mengambil menantu umpamanya bila di kompetisi
antara yang taat dengan yang biasa-biasa saja maka harus didahulukan yang
taat. Dalam menempatkan nasab atau kebangsaan sebagai kriteria kafa’ah
ulama berbeda pendapat. Jumhur Ulama menempatkan kafa’ah atau
kebangsaan sebagai kriteria dalam kafa’ah. Dalam pandangan ini orang yang
bukan arab tidak setara dengan orang arab. Ketinggian nasab orang arab itu
menurut mereka karena nabi sendiri adalah orang arab. Bahkan diantara
sesama orang arab, Kabilah Quraeisy lebih utama dibandingkan dengan bukan
qureisy. Alasannya seperti tadi yaitu nabi sendiri adalah dari kabilah Qureisy.
Imam Syafi’i berkata : boleh bagi bapak menikahkan perawan apabila
pernikahan itu menguntungkannya atau tidak merugikan dirinya, namun tidak
diperbolehkan apabila pernikahan itu merugikan dirinya atau berdampak
negatif baginya. Apabila seorang bapak menikahkan anak perempuannya
23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah DalamPerkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 141-142.
37
dengan budak miliknya atau milik orang lain, maka pernikahan ini tidak
diperbolehkan, sebab budak tidak sekufu (tidak sepadan) dengannya dan hal
ini menimbulkan kerugian bagi wanita yang dinikahkan. Begitu pula
hukumnya apabila bapak menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki
yang tidak sekufu, karena hal ini juga membawa kerugian pada diri si anak.
Jika bapak mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki sekufu
(sepadan) namun dia menderita kusta, belang, gila, atau kemaluannnya telah
di kebiri, maka pernikahan inipun tidak diperbolehkan. Karena apabila anak
perempuan tadi telah balig, maka ia memiliki hak untuk memilih antara
menerima pernikahan atau menolaknya disaat ia mengetahui si laki-laki
menderita salah satu diantara penyakit terebut.24
Sebagian ulama tidak menempatkan kebangsan itu sebagai kriteria yang
mentukan dalam kafa’ah. Disamping mereka berdalil dengan ayat yang
disebutkan diatas mereka juga berpedoman kepada kenyataan banyaknya
terjadi perkawinan antar bangsa di eaktu nabi masih hidup dan nabi tidak
mempesoalkannya. Diantaranya adalah hadist yang Muttafaq Alaih bunyinya :
ه ال و م د ي ز ن ب ة ام س ا ح ك ن تـ ن ا س ي قـ ت ن ب ة م اط ف م ل و س عليه رسول اهللا مرها باه ح ك ن فـ
Nabi Muhammad saw. Menyuruh Fatimah binti qeis untuk kawin denganusamah bin zaid, hambasahaya nabi, maka usmah mengawini perempuan itudengan suruhan nabi tersebut.25 (HR.Muttafaq Alaih)
Demikian pula ulama berbeda pendapat dalam kekayaan sebagai
24 Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Al Umm, (Jakarta: PustakaAzzam, 2004), h. 362.
25 Ibnu Hajar, Al-Asqalani, Bulughul Maram, Kafa’ah Dan Khiyar, (Jakarta: AkbarMedia,2010), h.272.
38
kriteria kafa’ah. Sebagian ulama diantara imam ahmad dalam salah satu
riwayatnya berpendapat bahwa kekayaan itu merupakan salah satu syarat
kafa’ah. Hal ini berarti laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan
hendaknya kekayaan yang dimilikinya tidak kurang dari kekayaan pihak
perempuan. Yang dijadikan dalil oleh kelompok ini adalah hadis nabi dari
samrah yang di keluarkan oleh Ahmad yang berbunyi :
ال م ا ال ذ ا ه ي نـ الد ه ذ ه يف م ه نـ يـ بـ اس الن ب س ح ا ن ا ال ق و ال م ال ب س احل Derajat seseorang terletak pada harta. Yang paling berharga manusiadiantara mereka di dunia ini adalah harta ini. (HR.Ahmad)
Dari riwayat kedua yang didukung sebagian ulama berpendapat bahwa
kekayaan dan harta itu tidak dapat dijadikan syarat kafa’ah. Karena kurang
harta itu kadang-kadang menyebabkan tinggi kualitas keberagamaan
seseorang. Dalil yang di pegang golongan ulama ini adalah doa nabi berasal
dari anas menurut riwayat Al-Tirmiziy yang berbunyi :
ني ك س م ين ت ام ا و ن يـ ك س م يين اح م ه الل Ya Allah hidupkan saya dalam keadaan miskin dan dan matikan saya dalamkeadaan miskin. (HR.Tirmiziy)
Kedudukan usaha atau profesi sebagai syarat kafa’ah juga menjadi
perbincangan di kalangan ulama. Ulama yang menjadikannya sebagai kriteria
berdalil dengan hadis yang kebanyakan ulama tidak menilainya sebagai hadis
sahih yang bunyinya (Ibnu Qudamah:38 ):
ام جاح و ا ائكاح ال ا اء ف ك ا ض ع بـ ل م ه ض ع بـ ب ر ع ال
39
Orang arab itu sekufu sesamanya kecuali tukang jahit dan tukang bekam.26
(HR.al-Hakim)
Kafa’ah yang menjadi perbincangan hampir di semua kitab fiqih sama
sekali tidak di singgung oleh undang-undang perkawinan dan disinggung
sekilas dalam KHI, yaitu pada pasal 61 dalam membicarakan pencegahan
perkawinan dan yang diakui sebagai kriteria kafa’ah itu adalah apa yang telah
menjadi kesepakatan ulama, yaitu kualitas keberagamaan.27
Pasal 61Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan,kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien.28
Oleh karenannya konsep kafa’ah yang masih memprioritaskan nasab
bertentangan dengan peraturan yang terdapat didalam kompilasi hukum Islam
yang hanya bersandar pada agama yang artinya bahwa, tidak ada pencegahan
perkawinan atas dasar tidak se-kufu kecuali memiliki perbedaan agama.
26 Ibnu Hajar, Al-Asqalani, Bulughul Maram, Kafa’ah Dan Khiyar, (Jakarta: AkbarMedia, 2010), h.272.
27 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah DalamPerkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 143-144.
28 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,2010), h.127.
39
BAB III
GAMBARAN LOKASI KECAMATAN KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR
A. Gambaran Umum Daerah Kramat Jati1
1. Batas-batas wilayah
Berdasarkan surat keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.I-
7805/a/30/75 yang kemudian diperbaharui dengan keputusan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 1227 tahun 1989, batas-batas wilayah kramat jati adalah
sebagai berikut :
Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Jatinegara kota administrasi Jakarta
Timur
Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Makasar kota adaministrasi Jakarta
Timur
Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Ciracas dan Pasar Rebo kota
Administrasi Jakarta Timur
Barat : berbatasan dengan Kecamatan Pasar Minggu kota administrasi Jakarta
Timur
2. Luas wilayah
Sesuai dengan surat keputusan gubernur kepala daerah propinsi DKI
Jakarta Nomor 561 tahun 1079 tentang pemecahan dan pengembangan
wilayah dan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta
Nomor 1251 tahun 1985 tentang perubahan batas-batas wilayah kelurahan
SK Gubernur Nomor 891 tahun 1987 mengenai pembentukan perwakilan
1 Laporan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Bulan Februari Tahun 2015Kec.Kramat Jati Kota Administrasi Jakarta Timur h.6-33.
40
Kecamatan di DKI Jakarta sebagai realisasi dari UU Nomor 60 tahun 1990
tentang pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan Perwakilan di DKI Jakarta
menjadi Kecamatan definitif, diantaranya Wilayah Kecamatan Kramat Jati.
Kecamatan Kramat Jati terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan berdasarkan SK
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1227 tahun 1989
tertinggal 18 Juni 1989, luas wilayah seluruhnya menjadi 1.333,46 Ha, yang
terbagi menjadi 7 kelurahan sebagai berikut :
No Kelurahan Luas wilayah Rt Rw
1 CAWANG 179,04 121 12
2 CILILITAN 179,75 130 16
3 KRAMAT JATI 151,58 108 10
4 BATU AMPAR 255,03 86 6
5 BALEKAMBANG 167,45 53 5
6 TENGAH 202,52 89 10
7 DUKUH 198,09 66 6
Jumlah 1333,46 653 65
Dari tujuh kelurahan, wilayah kecamatan Kramat Jati terdiri dari 653
Rukun Tetangga (RT) dan 65 Rukun Warga (RW). Dengan penduduk pada
bulan januari 2015 sebanyak 287.257 jiwa, yang terdiri dari :
a. Warga Negara Indonesia (WNI) : 287.245 jiwa.
b. Warga Negara Asing (WNA) : 12 jiwa.
Dengan perincian jenis kelamin :
a. Laki-laki : 146.410 jiwa
b. Perempuan : 140.476 jiwa
41
B. Urusan Desentralisasi (Pendidikan, Sosial Dan Ekonomi )
1. Bidang Pendidikan
a. Sarana Pendidikan
Sebagai sarana pendukung peningkatan pembelajaran dan
pengetahuan pada anak-anak usia sekolah, di kecamatan kramat jati
terdapat sarana pendidikan sekolah dari TK sampai dengan perguruan
tinggi.
Jumlah masing-masing jenis sekolah menurut kelurahan adalah
sebagai berikut :
No. KelurahanJenis Sekolah
JMLTK RA SD MI SLTP MTS SLTA MA PT
1 Cawang 3 1 9 0 4 0 3 0 2 22
2 Cililitan 3 1 7 0 4 0 4 0 0 19
3 Kramat jati 4 1 14 2 4 0 3 1 1 30
4 Batu ampar 3 1 9 1 3 1 2 1 0 21
5 Balekambang 4 1 8 0 3 1 4 0 0 21
6 Tengah 2 1 6 2 2 0 4 0 0 17
7 Dukuh 2 1 6 0 4 0 2 0 0 15
JUMLAH 21 7 59 5 24 2 22 2 3 145
b. Usaha kesehatan sekolah (UKS)
Pembinaan pendidikan diwilayah ramat jati salah satunya adalah
dengan pembinaan usaha-usaha kesehatan sekolah (UKS). UKS adalah
salah satu wahana untuk meningkatkan hidup sehat dengan membentuk
prilaku hidup sehat anak usia sekolah. Salah satu pembinaan UKS di
tingkat kecamatan Kramat Jati adalah melalui lomba sekolah sehat
bekerja sama dengan sektor terkait. Yang tergabung dalam suatu tim
42
Pembina usaha kesehatan sekolah (TP-UKS) Tingkat Kramat Jati.
No. Kegiatan Hasil Keterangan
1 Penataan dokter cilik Terselenggara dengan baik
bekerja sama dengan puskesmas
2 Imunisasi anak sekolah Terselenggara dengan baik
bekerja sama dengan puskesmas
3 Penataan KKR Terselenggara dengan baik
4 Pemeriksaan HB darah Terselenggara dengan baik
2. Bidang Sosial
Data populasi penyadang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di
wilayah kecamatan Kramat Jati sampai dengan bulan Februari 2015 sebagai
berikut :
No. Jenis PMKS Jumlah (jiwa) Keterangan
1 Anak terlantar 02 Anak jalanan 403 Anak nakal 254 Bekas korban penyalah gunaan
narkoba-
5 Bekas narapidana -6 Gelandangan -7 Pengemis 08 WTS -9 Lanjut usia terlantar -10 Penyandang cacat -
- cacat tubuh (tuna daksa) 9- cacat mental restardasi(Tuna Graha)
5
- cacat netra 2- cacat tuli bisu (tuna rungu wicara ) 10- bekas penyakit kusta -- mental retardasi 5- bekas pendeta gangguan jiwa 2
11 Waria -12 Data miskin 4.214
Jumlah 4.312
43
No. Kondisi Jumlah1 Gedung karang taruna 52 Panti pijat tuna netra dan non tuna netra 63 Rumah singgah 14 Pusat santunan dalam keluarga
(PUSAKA)2
5 Panti tresna werdha (panti lanjut usia) 96 Panti loka bina karya 2
Jumlah 25
Kegiatan sosial ekonomi, kesehatan dan keterlampilan yang dilaksanakan
diwilayah kecamatan kramat jati melalui seksi sosial antara lain meliputi :
a. Pelaksanaan kegiatan safari kegiatan banjir ke kelurahan cawing dan
kelurahan cililitan
b. Pembinaan dan monitoring karang taruna kecamatan kramat jati di tiap
kelurahan
c. Pembinaan danmonitoring pekerja sosial masyarakat kecamatan kramat
jati tiap-tiap yayasan yang terbentuk
3. Bidang ekonomi
a. Perikanan dan Perternakan
Data kelompok-kelompok tani ternak sapi perah yang terdapat di
wilayah kecamatan kramat jati adalah sebagai berikut :
No. Namapeternak
Alamat Populasi ekor Produksi/ltr/hrjantan betina
1 Asmat Jl.B.amparRT.06/06 kel.BatuAmpar
6 12 45
2 Ahoda RT.08/06kel.B.Ampar
7 8 27
3 Mat Edi RT.04/05kel.Cililitan
7 7 25
4 Sahroni RT. 02/02.kel.Balekambang
4 3 12
44
5 Salim Reza RT. 11/02kel.Balekambang
5 12 28
6 H.Samin RT.04/05 kel.Balekambang
4 4 18
7 Suyatno RT.04/05kel.Balekambang
4 5 20
8 Salim Reza RT.11/02 kel.Balekambang
21 120 38
9 AbdulRosyid
RT.15/05,kel.Cililitan
2 5 3
Data usaha kambing dan domba potong yang terdapat di wilayah
kecamatan kramat jati adalah sebagai berikut :
No. Namapeternak
Alamat Populasi ekor Keteranganjantan betina
1 Abd.Rosyid RT.15/05,kel.cililitan
25 10 -
2 H.Sarbini RT.08/06kel.B.ampar
37 16 -
3 Yunus RT.06/08 kel.Batuampar
10 3 -
4 Sumadi RT. 16/05 .kel.Batuampar
12 5 -
5 Tohar RT. 06/05 kel.Batuampar
8 2 -
6 Ahyat RT.11/02 kel. Balekambang
12 - -
7 Nur hasan RT.02/05kel.balekambang
- 6 -
8 H.sayadi RT.07/04kel.balekambang
12 3 -
9 Marta RT.06/02,kel.dukuh
8 - -
10 Maman RT. 07/08kel.tengah
7 - -
Dikecamatan kramat jati terdapat tepat pemotongan hewan (TPH)
milik H. Abdul Rosyid yang terletak di jalan olahraga 1RT 06 RW. 15
kelurahan cililitan. TPH ini sudah berizin dari dinas kelautan dan
pertanian DKI Jakarta dan setiap bulan memberikan PAD ke kas daerah.
45
b. Pariwisata
Tempat hiburan dan rekreasi wilayah kecamatan kramat jati
sampai saat ini belum memadai. Data jumlah tempat hiburan berdasarkan
jenisnya yang ada saat ini adalah sebagai berikut :
No. Jenis tempat hiburan Jumlah Keterangan
1 Bioskop 1 -
2 Hotel 3 -
3 Losmen 0 -
4 Taman hiburan 0 -
5 Billiard 4 -
6 Panti pijat tradisional 7 -
7 Diskotik 0 -
8 Bar 0 -
9 Pusat perbelanjaan 3 -
Jumlah 18 -
C. Sejarah Singkat Masyarakat Arab di Wilayah Condet
Dari keterangan seorang keturunan Sayyid yang bernama Abdul Qadir
Al-Kaff beliau mengatakan bahwa sejarahnya dulu kakek beliau adalah seorang
tokoh ulama di Condet ini yang bernama Muhammad Al-Hadad beliau
mendirikan yayasan anak yatim yang bernama al-hawi yang sekarang ini di
pimpin oleh Habib Ismail Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad Al-Hadad
beliau lah yang mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang bernama Al-Hawi
dan dahulu di Kramat Jati ada seorang tokoh ulama dari kalangan Sayyib yang
baernama habib muhsin bin Muhammad Al-Athas jadi zaman dahulu memang
46
mereka berdakwah dan juga berdagang dengan menyebarkan syariat Islam
sehingga banyak keturunan Sayyid yang tinggal di daerah Condet. Oleh
karenanya dizaman sekarang ini banyak masyarakat keturunan arab yang tinggal
di wilayah Condet untuk berdagang dan berdakwah. 2
2 Wawancara dengan Bapk Abdul Qadir Al-kaff, 25 Mei 2015, Pukul 07.41.
47
BAB IV
PELAKSANAAN KONSEP KAFA’AH NASAB
A. Konsep Kafa’ah Nasab Dalam Perkawinan Masyarakat Arab Di
Wilayah Condet.
1. Konsep Kafa’ah Nasab Menurut Keluarga Alawiyin
Semua Imam madzhab dalam ahlu sunnah wal jamaah sepakat akan
adanya kafa’ah walaupun mereka berbeda pandangan dalam
menerapkannya. Salah satu yang menjadi perbedaan tersebut adalah dalam
masalah keturunan atau (nasab).1
Dalam hal ini secara lebih jelas ibnu Al-Arabi sebagaimana dikutip
oleh Al-Qurthubi menjelaskan bahwa nasab adalah sebuah istilah yang
menggambarkan proses bercampurannya sperma laki-laki dan ovum
seorang wanita atas dasar ketentuan syariat, jika melakukan dengan cara
maksiat, hal itu tidak lebih dari sekedar reproduksi biasa, bukan
merupakan nasab yang benar, sehingga tidak bisa masuk dalam ayat
tahrim, maksudnya tidak ada pengaruh dalam masalah hubungan haram
dan tidak haram untuk menikah, juga tidak berakibat adanya kewajiban
iddah, sehingga seorang wanita yang hamil bukan karena nikah, melainkan
dalam kasus married by accident, maka untuk menikah tidak perlu
menunggu lahir anaknya. Demikian juga dalam masalah haramnya
menikahi anak tiri yang ibunya telah dinikahi oleh seorang dan telah
1 Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h.18.
48
digauli, anak itu telah menjadi haram untuk dinikahi oleh lelaki yang
menikahi ibu kandungnya dan telah menggaulinya. Hal ini jika menggauli
atau hubungan badannya diawali dengan nikah.
Lain halnya jika hubungan badan dengan seorang janda beranak satu
perempuan itu tanpa akad nikah, maka tidak berpengaruh pada keharaman
menikahi anak perempuannya. Demikian maksudnya dari ayat tahrim
dimaksud. dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata nasab secara
bahasa berarti keturuan atau kerabat.bahkan secara tegas Su’di Abu Habib
mengatakan bahwa arti kata nasab sama dengan kerabat.2
Kata nasab juga disebutkan juga dalam Surah Al-furqan ayat 54
sebagai berikut:
)٥٤) : ٢٥(الفرقان(
Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikanmanusia itu (punya) keturunan dan musharah (hubungan kekeluargaanyang berasal dari perkawinan) dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.3(Q.S.al-Furqon (25) : 54)
Dalam keturunan orang arab adalah kata kufu’ antara satu dengan
yang lainnya. Begitu pula halnya orang Quraisy dengan Quraisy yang
lainnya. Karena itu laki-laki yang bukan Arab (Ajam) tidak sekufu’
dengan wanita-wanita Arab. Laki-laki Arab tetapi bukan dari golongan
Quraisy tidak sekufu dengan wanita Quraisy. Hal tersebut berdasarkan
2 Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Hubungan Nasab DalamHukum Islam, (Jakarta: Amzah 2012), h. 28-29.
3 Al-Quran dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI 2011.
49
hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa Rasullallah
SAW bersabda :
رجل والموايل بـعضه اكفاء العرب بـعضهم اكفاء لبـعض قلبلة بقبلة ورجل ب
ورجل برجل اال حائك او حجام بقبلة لبـعض قلبلة Orang arab adalah setara sebagian mereka dengan sebagian yang lain,
kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan laki-laki para budak setara
dengan sebagian mereka, kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan laki-
laki, kecuali penipu api ataupun tukang bekam.4 (HR. al-Hakim)
Oleh karena itu keluarga keturunan Arab dari golongan alawiyin
yang bernama Abdul Qadir Al-Kaff berpendapat konsep kafa’ah nasab di
dalam keluarga Alawiyin itu memerlukan dan memprioritaskan nasabnya
sebab sifatnya berdakwah membaur untuk berdakwah dan tujuan
dilakukannya kafa’ah tersebut adalah menjaga keturunan dan memelihara
garis keturunan yang sudah di amanahkan oleh Rasulullah. Untuk itu cara
mereka meneruskan garis keturunan Rasullullah adalah dengan cara
menikahkan seorang sayyid dengan syarifah. seorang sayyid adalah
seseorang yang termasuk keluarga alawiyin yang tercatat dalam sebuah
lembaga di daerah simatupang yang bernama Rabithah Alawiyah dan
terdapat pendataan nasab di masing-masing sayyid sehingga memiliki
legalitas dan bukan sembarangan. Oleh karenanya sulit bagi kita untuk
4Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Kesetaraan Dalam Pernikahan ,(Jakarta: Gema Insani,2011), h.216.
50
mengemban amanah tersebut yang merupakan kenikmatan Allah swt. 5
Dan di kalangan syarifah pun jika berbicara masalah konsep kafa’ah
yang terdapat di keluarganya masih memprioritaskan keturunan atau nasab
yang harus sama dengan dzurriyah karena itu adalah kewajibannya untuk
menjaga garis keturunan Rasulullah alasannya adalah seperti yang rasul
sabdakan “sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang
kalian ambil, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astaqalain.
Salah satunya lebih besar dari pada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai
tali yang terbentang di antara langit dan bumi kedua keluargaku Ahlul
Baitku. Hadist tersebutlah yang diajarkan di dalam keluarganya. Oleh
karenanya pelaksanaan kafa’ah dengan memprioritaskan nasab tersebut
masih digenggamnya dan diajarkannya kepada ahli warisnya atau anak-
anaknya sehingga mereka mengerti dan mengetahui siapa dirinya serta
silsilahnya karena, dizaman sekarang sudah banyak seorang anak habaib
yang tidak tau silsilah nasabnya kepada Rasulullah dikarenakan
pergaulannya dan kurang perhatian dan bimbingan dari orang tuanya.6
2. Kriteria Kafa’ah di dalam Keluarga Sayyid
Sufyan tsauri dan Ahmad berpendapat bahwa wanita arab tidak boleh
kawin dengan lelaki mantan hamba sahaya.
Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa wanita quraisy
tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki quraisy, wanita arab tidak boleh
5 Wawancara dengan Abdul Qadir Al-Kaff Seorang Sayyid, Tanggal 25 Mei 2015 Pukul07.41.
6 Wawancara Dengan Umi Fathimah Bin Muhammad Al-Idrus, Tanggal 23 Mei 2015Pukul 13.34.
51
kawin kecuali dengan lelaki arab pula.
Pendapat ini disebabkan berbeda pemahaman dalam sabda Nabi Saw:
تنكح ال
Artinya : wanita itu di kawin karena agamanya, kecantikannya, harta, danketurunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscayaakan beruntung tangan kananmu.7(HR. Bukhari dan Abu Dawud).
Dalam kriteria yang digunakan untuk menentukan kafa’ah, ulama
berbeda pendapat yang secara lengkap diuraikan oleh al-Jaziriy sebagai
berikut:8
a. Menurut ulama hanafiyah yang menjadi dasar kafa’ah adalah :
1. Nasab yaitu keturunan atau kebangsaan.
2. Islam, yaitu dalam silsilah kekerabatnya banyak beragama Islam.
3. Hirfah, yaitu profesi dalam kehidupan.
4. Diyanah atau tingkat kualitas keberagamaannya dalam Islam.
5. Kemerdekaan dirinya
6. Kekayaan
b. Menurut ulama malikiyah yang menjadi kriteria kafa’ah hanyalah
diniyah atau kualitas keberagamaan dan bebas dari cacat fisik.
c. Menurut ulama syafi’iyah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah :
1. Kebangsaan atau nasab
2. Kualitas keberagamaan
3. Kemerdekaan
7 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Ka’ah (Jakarta, Pustaka Amani, 2007),h.427.
8 Abdul Al-Rahman,Al-Jaziriy, Fiqh Al Mazahib Al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ah TijariyahAl-Kubra,h. 54-61.
52
4. Usaha dan profesi
d. Menurut ulama hanabilah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah :
1. Kualitas agama
2. Usaha atau profesi
3. Kekayaan
4. Kemerdekaan diri
5. Kebangsaan
Sepakat ulama menempatkan dien atau diyanah yang berarti tingkat
ketaatan beragama sebagai kriteria kafa’ah bahkan menurut ulama
malikiyah hanya inilah satu-satunya yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah
itu.
Sedangkan kriteria kafa’ah di dalam keluarga sayyid adalah :
a. Kualitas agama
b. Nasab
Jadi pertama yang menjadi kriteria kualitas agama yang harus di utamakan
karena Rasullullah bersabda :
Artinya : wanita itu di kawin karena agamanya, kecantikannya, harta, danketurunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscayaakan beruntung tangan kananmu.9 (HR. Bukhari dan Abu Dawud).
Oleh karenanya agama adalah hal yang sangat utama untuk membina
rumah tangga. Dan yang kedua adalah nasab (keturunan) karena seperti
sabda nabi : Hadist Rasullullah yang memberikan dasar pelaksanaan
9 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Kafa’ah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),h. 427.
53
kafa’ah syarifah adalah hadis tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah
dengan Ali Bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka
berdua adalah manusia yang suci yang telah dinikahkan Rasullullah saw
berdasarkan wahyu Allah swt. Hadist tersebut berbunyi :
“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengankalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinananakku fathimah. Sesungguhnya perkawinan fathimah adalah perintahyang diturunkan dari langit (telah di tentukan oleh Allah swt). Kemudianrasullullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far danbeliau berkata : “Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengananak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengananak-anak perempuan kami ”
Menurut hadist di atas dapat kita ketahui bahwa : anak-anak
perempuan (syarifah) menikah dengan ank-anak laki kami (sayid/syarif),
begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan
anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadist ini jelaslah
dasar pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga alawiyin
yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam menikahi anak puterinya
fathimah dengan Ali Bin Abi Thalib. 10
3. Konsep kafa’ah menurut keluarga Masyayikh
Bagi sebagian orang menolak kehadiran teori kafa’ah menyebutkan,
Islam adalah agama yang sangat menekankan kesetaraan dan persamaan
diantara sesama manusia, tanpa membedakan etnis, suku, bangsa dan
kekayaan.11
Kafa’ah itu diperhitungkan sebagai syarat sah nikah manakala si
10 Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h.26.11Khoiruddin, Nasution Isu-Isu Kontemporer Hukum Islam, (Yogyakarta: Suka Press,
2007), h. 153.
54
wanita tidak ridha, kalau dia ridha kafa’ah tidak menjadi persyaratan sah
atau tidaknya nikah. Kalau laki-laki lebih tinggi kedudukannya,
derajatnya, agamanya dan kejujurannya dari wanita bukan masalah.12
Menurut Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi bahwa tidak ada
keistimewaan khusus karena warna kulitnya melebihi orang lain, karena
golongannya melebihi orang lain, karena daerahnya melebihi daerah lain.
Dan tidak halal pula seorang muslim membela golongannya karena
ta’asshub baik dalam kebenaran, kebatilan, keadilan dan kecongkakan.13
Pendapat ulama mengenai hal ini seperti ats-Tsauri,hasan al-basri dan
al-kurkhi dari mazhab hanafi menilai bahwa kafa’aah sebenarnya
bukannya syarat sahnya perkawinan,juga bukan syarat kelaziman. Maka
perkawinan sah dan lazim, tanpa memerlukan apakah si suami setara
dengan si istri maupun tidak. Mereka berdalil berikut ini :
ا الفضل بالتـقوئ الناس سواسية كاسنان المشط ال فضل لعريب علي عجمي امنSemua manusia sama bagaikan gigi sisir, maka orang Arab tidak lebih
utama dibandingkan orang asing. Sesungguhnya keutamaan adalah dengan
takwaan.14 (HR. Bukhari)
Oleh karenanya konsep kafa’ah dalam keluarga Taufiq Abdul Qadir
Mahdami sebagai keluarga masyayikh berpendapat bahwa konsep
kesetaraan yang dipakai itu dilihat dari akhlak, agama dan keturunan yang
baik namun mengenai kekayaan itu merupakan bonus serta tidak
12 Nur Djaman, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama Toha Putra, 1993), h.79.13 Yusuf Qardawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 341.14Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Kesetaraan Dalam Pernikahan,(Jakarta: Gema Insani,
2011), h. 214.
55
mengkhusukan untuk menikahkan dengan orang arab saja tapi dengan
semua kalangan. Namun jika konsep kafa’ah yang memprioritaskan nasab
terebut itu masih ada menurutnya konsep itu adalah konsep di zaman
dahulu kala bukan lagi konsep zaman sekarang yang sudah berbeda
dengan berbagai macam pengaruh budaya. Jadi perbedaan antara sayyid
dengan masyayikh adalah keluarga Alawiyin adalah keluarga yang mau
belajar agama dan berdakwah sedangkan keluarga masyayikh keluarga
yang bukan termasuk golongan alawiyin namun memiliki kedudukan
sebagai guru atau ulama saja di kalangan masyarakat arab khususnya dan
ada pula dari kalangan gabair mereka itu adalah ahli perang militer. Kita
semua dari yaman tapi konsep kita berbeda.15
Ada pula dari kalangan masyayikh yang lain mengatakan bahwa
kosep kafa’ah (kesetaraan) didalam keluarganya harus secara Islam dan
tidak ada campur aduk dengan adat atau pun kebudayaan karena islam
mengajarkan ketika memilih calon pendamping hidup itu harus di cari
agamanya, keturunannya, hartanya dan kecantikannya. Oleh karenannya
agama yang sangat penting dalam keluarga ini dan terpenting adalah
keridhoan orang tuanya karena keridhoan Allah ada di dalam keridhoan
orang tua dan murkanya Allah terdapat di dalam murkanya orang tua. Dan
dalam keluarga masayikh tidak diprioritaskan atau dipaksa harus senasab
karena hal tersebut merupakan kebudayaan jawa dan kebudayaan dahulu
15 Wawancara, Dengan Taufiq Abdul Qadir Mahdami, Seorang Keluarga DikalanganMasyayikh, Tanggal 24 Mei 2015, Pukul 10.42.
56
kala.16
B. Eksistensi Kafa’ah Dalam Perkawinan Masyarakat Arab
1. Profile Rabitha Alawiyah.17
Di Indonesia, siapa pun yang berurusan dengan nasab keturunan
Rasulullah saw tentu kenal Rabithah Alawiyah. Lembaga ini berdiri tahun
1928. Salah satu tugas yang diembannya adalah mencatat segala sesuatu
yang berhubungan dengan nasab keturunan Nabi Muhammad SAW.
Mengingat begitu pentingnya masalah nasab, dibentuklah lembaga
khusus bernama Maktab Daimi. Dalam artikel 4, tujuan dan cita-cita
Rabithah Alawiyah, di antaranya disebutkan, Rabithah Alawiyah berusaha
untuk mengadakan satu badan yang bertugas mencatat kaum sayid yang
tersebar di berbagai penjuru Nusantara.
Maktab Daimi adalah lembaga nasab resmi badan otonom Rabithah
Alawiyah yang bertugas memelihara sejarah dan sensus Alawiyin.
Pendirian lembaga ini telah memperoleh kesepakatan bulat dan
mendapatkan ridha serta izin para tokoh, sesepuh, dan ulama Alawiyin. Di
antaranya, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad (mufti Johor), Habib Ahmad
bin Abdullah Assegaf (pengarang kitab silsilah Chidmah al-Asyirah),
Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang).
Untuk menjalankan tugas ini, ditunjuklah Sayid Ali bin Ja’far
Assegaf, yang saat itu duduk di Dewan Pengawas Rabithah Alawiyah
16 Wawancara, Dengan Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani, Rabu, 20 Mei 2015, Pukul19.01.
17Rhabithah Alawiyah dari https: //benmashoor.wordpress.com/.../kantor-pemelihara-nasab-alawiyin-...sabtu 06-06-2015 14.30
57
cabang Betawi. Dengan biaya dari Rabithah Alawiyah dan didukung pula
oleh seorang dermawan bernama Sayid Syech bin Ahmad bin Syahab,
beliau mencatat keluarga sayid yang tersebar di Indonesia, hingga sampai
saat ini bukan saja dari Indonesia, dari luar negeri pun banyak sayid yang
datang untuk memeriksakan kebenaran nasabnya.
Sayid Ali bin Ja’far Assegaf banyak menerima data sensus para
sayid dari Rabithah cabang, yang berada di beberapa daerah di Indonesia.
Beliau tidak seorang diri dalam menjalankan tugasnya. Dalam pencatatan
nasab di daerah, sayid Ali bin Ja’far Assegaf banyak dibantu oleh tim yang
dibentuk oleh Rabithah Alawiyah cabang. Di Palembang misalnya, beliau
dibantu oleh tim pencatatan nasab yang terdiri dari Syechan bin Alwi bin
Syahab sebagai ketua tim dan dibantu oleh anggota-anggotanya seperti
Abu Bakar bin Ali Al-Musawa, Ali bin Hamid bin Syech Abubakar,
Ahmad bin Umar bin Syahab, Muhammad bin Zen Al-Hadi, Ibrahim bin
Usman Al-Fakhar, Muhammad bin Syech Alkaf, Abdurrahman bin
Abdullah Al-Haddad, Salim bin Abdullah Alkaf dan Syahabuddin bin
Umar syahab. Total keluarga Alawiyin yang tercatat pada tahun 1930-an
di Indonesia sekitar 17.000 orang.
Ketika kepengurusan meng-update data melalui program
komputerisasi, mulai tahun 1937 sampai 2002, terdapat 100.000-an sayid
yang namanya telah terdaftar di buku besar nasab (15 jilid). Di samping
mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga
Rabithah Alawiyah, lembaga ini juga menempatkan kesaksian lingkungan
58
sebagai salah satu syarat yang sangat penting untuk menguatkan kebenaran
nasab seseorang, di samping data-data yang terdapat pada buku rujukan
nasab yang dimilikinya. Pedoman tersebut berdasarkan pendapat Imam
Abu Hanifah, “Dengan tersiar luas, nasab, kematian, dan pernikahan dapat
ditetapkan.” Juga, pernyataan Ibnu Qudamah Al-Hanbali, “Telah sepakat
ulama atas sahnya kesaksian mengenai nasab dan kelahiran seseorang,
karena nasab atau kelahirannya dikenal atau tersiar luas di kalangan
masyarakat.”
Adapun kitab rujukan yang digunakan oleh Maktab Daimi seperti
kitab Syamsu al-Dzahirah, karya Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-
Masyhur, tulisan tangan asli dari Salman bin Said bin Awad Baghouts
berjumlah tujuh jilid, kitab tulisan tangan Habib Ali bin Ja’far Assegaf
berjumlah tiga jilid, buku hasil sensus Alawiyin di Indonesia, buku besar
nasab yang merupakan pengembangan buku tulisan Habib Ali bin Ja’far
Asseggaf yang ditulis oleh Habib Abdullah bin Isa bin Hud Al-Habsyi
berjumlah 15 jilid – semuanya adalah yang asli, dan hanya dimiliki oleh
Maktab Daimi.
Maktab Daimi menyadari sepenuhnya makna hadits yang
diriwayatkan Abu Dzar Al-Ghifari. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang
yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan ayahnya, sedangkan ia
mengetahuinya, adalah kafir. Dan barang siapa mengaku bernasab kepada
suatu kaum yang bukan kaumnya, bersiaplah untuk mengambil tempatnya
59
di neraka.” Oleh karena itulah, lembaga ini berkewajiban mengingatkan
sesama muslim agar tidak terjerumus ke dalam kekafiran.
Sebaliknya, Maktab Daimi berusaha menjaga amanah yang suci
untuk menjaga kesahihan nasab Alawiyin. Dan dalam konteks ini, patut
kita renungkan kata-kata bijak Syaikh Al-Qassar, “Hendaklah setiap
keluarga Nabi Muhammad saw, bahkan sekalian kaum muslimin, berkasih
sayang dan menjaga keturunan yang mulia itu dengan mencatat keluarga
dan keturunannya secara teliti, agar tidak seorang pun bisa mengaku
dirinya termasuk keturunan Rasulullah saw melainkan dengan alasan yang
kuat, yaitu menurut apa-apa yang telah dilakukan oleh umat Islam yang
lebih dulu. Karena hal itu merupakan kehormatan dan kebesaran baginya.”
a. Program pendataan Alawiyin Sejabodetabek (PPASJ) 2014.18
Alhamdulillahirobbil alamiin program pendataan alawiyyin se-
jabodetabek atau PPASJ tahun 2014 telah berhasil mengumpulkan data
individu lebih dari 13.000 individu yang berdomisili diwilayah DKI
Jakarta, kodya Bogor, kodya Bekasi, kodya Tanggerang, dan kodya
Depok. Secara umum kegiatan tersebut berjalan dengan lancar walau
tentu saja berbagai terjadi disana sini.
Wilayah-wilayah dengan konsentrasi komunitas alawiyin yang
padat seperti Condet, Rawang Belong Palmerah, Jatinegara, Kebon
Nanas, Empang Bogor dan lainnya telah hampir seluruhnya terdata
berdasarkan catatan yang masuk. Kesulitan masih dihadapi untuk
18 Rabithah Peduli, Busyra, Edisi No. 011/Desember-012 /April 2015.
60
menjangkau keluarga alawiyin yang tinggal menyebar hampir merata
di wilayah Jabodetabek. Untuk itu, setelah berakhirnya pendataan
tahap 1 pada bulan Mei 2014 lalu, maka dilaksanakan pendataan tahap
2 lebih terkonsentrasi pada keluarga alawiyin yang tersebar tersebut.
Pada edisi busyra kali ini tim pendataan menyajikan tabulasi data
yang telah dimasukkan ke dalam system database alawiyin. Data
domisili individu berdasarkan wilayah ditampilkan pada grafik
dibawah dengan jumlah 13.717 individu yang berasal dari 3.969
keluarga. Data sementara tersebut sudah proporsional jumlahnya
terhadap distribusi wilayah dan telah divalidasi keabsahannya oleh tim
pendataan pusat. Disajikan juga dibawah data terkait jumlah laki-laki
dan perempuan. Selanjutnya data status pernikahan, besar pendapatan
pertahun dan golongan darah.
Menarik untuk diceritakan bahwa yang merahasiakan pendapatan
pertahun dari kalangan alawiyin relative sangat tinggi. Apakah hal
tersebut menunjukkan bahwa komunitas ini masih memiliki tingkat
kepercayaan yang rendah merupakan hal yang layak untuk di telusuri
lebih lanjut. Dipihak lain, data yang mengenai golongan darah
menunjukkan bahwa yang belum mengetahuinya relative cukup tinggi,
sehingga kedepan perlu kiranya untuk melakukan sosialisasi
pentingnya informasi mengenai golongan darah. Dua hal ini adalah
contoh karakteristik keluarga besar alawiyin yang dapat digali dari
61
pendataan dekat ini.
b. Data-data Alawiyin berdasarkan wilayah, qabilah, kisaran pendapatan,
golongan darah, dan status pernikahan
1) Data Alawiyin Berdasarkan Wilayah
No. Wilayah Jumlah
1. Jakarta Timur 4787
2. Jakarta Selatan 2465
3. Depok 1333
4. Jakarta Barat 1193
5. Kodya Tangerang 1018
6. Kodya Bogor 988
7. Jakarta Pusat 901
8. Kodya Bekasi 684
9. Jakarta Utara 348
Total 13717
2) Data Alawiyin Berdasarkan Qabilah
No. Qabilah Jumlah
1. Al Attas 2471
2. Al Haddad 1583
3. Al Assegaf 1538
4. Al Alaydrus 1389
5. Al Habsyi 1115
6. Bin Shahab 690
7. Al Kaff 517
8. Al Jufri 447
9. Bin Yahya 375
62
10. Syeikh Abubakar Bin Salim (bsa) 324
11. Al Aided 301
12. Al Hamid 270
13. Al Bahar 147
14. Al Hasni 144
15. Al Haddar 121
16. Al Masyhur 115
17. Al Munawwar 109
18. Al Chirid 106
19. Al Asyatiri 103
20. Al Muhdar 99
21. Al Baraqbah 98
22. Al Ba’bud 90
23. Al Qadri 89
24. Al Bin Jindan 85
25. Al Albar 82
26. Bin Smeith 80
27. Al Baaqil 78
28. Al Bafaqih 76
29. Al Hadi 76
30. Al Maulakhailah 68
31. Al Muttahar 60
32. Al Bahsein 58
33. Barak w an 55
34. Al Basya aiban 53
35. Al bin Aqil 51
36. Al Hinduan 48
37. Al Fad’aq 47
38. Al Ba’mar 46
39. Al Musawa 45
63
40. Al Banahsan 42
41. Al Jamalullail 33
42. Bin Sahil 33
43. Al Baharun 32
44. Al bin Tohir 31
45. Al Mahdali 31
46. Al Basurah 25
47. Al Madihij 23
48. Al Juneid 21
49. Al Khaneyman 21
50. Al Bilfaqih 20
51. Al Hiyed 18
52. Al Baghaits 16
53. Al Anggawi 15
54. Al Siri 15
55. Al Bafaraj 14
56. Al Mauladawilah 12
57. Al Kazhimi 9
58. Al Syatiri 7
59. Al Zahir 6
60. Al Bufteim 6
61. Al bin Syuaib 5
62. Al Adani 4
63. Al Musawa 4
64. Ar Rafa’i 4
65. Al Muqeibel 3
66. Al Bahasyim 2
67. Al Bayti 2
68. Al Baidl 1
64
3) Data Alawiyin berdasarkan qabilah (10 besar)
No. Qabilah Jumlah
1. Al Attas 2471
2. Al Hadad 1583
3. Al Assegaf 1538
4. Al Alaydrus 1389
5. Al Habsyi 1115
6. Bin Shahab 690
7. Al Kaff 517
8. Al Jufri 447
9. Bin Yahya 375
10. Syeikh Abu Bakar bin Salim (bsa) 324
Total 10449
4) Data Alawiyin berdasarkan kisaran pendapat
No. Pendapatan Jumlah
1. < 12 juta 1489
2. 12 juta s/d 60 juta 2163
3. 60 juta s/d 120 juta 402
4. > 120 juta 215
5. N.A 9448
Total 13717
5) Data Alawiyin berdasarkan golongan darah
No. Gol. Darah Jumlah
1. Tidak diketahui 7679
2. A 1158
3. B 1266
4. O 3099
65
5. AB 515
Total 13717
6) Data Alawiyin berdasarkan status pernikahan
No. Status pernikahan Jumlah
1. Belum nikah 7288
2. Menikah 5460
3. Janda 793
4. Duda 176
Total 13717
C. Konsep Kafaah Nasab Dan Eksistensi Dalam Perkawinan Masyarakat
Keturunan Arab Di Wilayah Condet
Jadi analisis penulis dalam konsep kafaa’ah menurut keluarga
keturunan arab itu memiliki perbedaan diantaranya :
1. Konsep kafa’ah nasab di dalam keluarga sayyid masih mengutamakan dua
hal yaitu agama dan juga nasab terlebih sebuah nasab yang menjadi ukuran
kesetaraan dalam memilih calon pendamping hidup. Alasan mereka
diantaranya mengenai sebuah hadist yang di sabdakan oleh Rasulullah “
sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang jika kalian
ambil, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astsaqalain. Salah
satunya lebih besar daripada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai tali
yang terbentang diantara langit dan bumi. Kedua keluargaku ahlul baitku
”dan alasan mereka memilih konsep kafa’ah terebut adalah sebagai rasa
syukur ke pada Allah SWT oleh karenanya jika diantara mereka tidak
66
melaksanakan konsep kafa’ah tersebut maka akan dijauhi oleh
keluarganya jika prinsip tersebut sangat kuat. Namun, pada saat zaman
sekarang yang terpengaruhi oleh kondisi zaman mereka tidak akan
menjauhi keluarga yang meninggalkan prinsip tersebut namun merekalah
yang mengasingkan diri dikarnakan garis keturunan mereka terputus
dengan ketidak se-kufuannya.
Oleh karenanya menurut mereka untuk mencegah hal tersebut terjadi di
dalam keluarganya maka diharuskan sebagai orang tua mengajarkan
prinsip dalam keluarga khusunya keturunan sayyid yang masih
menghususkan kedalam nasabnya. Dikarnakan dizaman sekarang ini
penuh dengan pergaulan yang sangat bebas sehingga kebanyakan
keturunan sayyid pun tidak mengetahui nasab atau silsilahnya.
2. Konsep kafa’ah di dalam keluarga masyayikh yaitu lebih utamakan
kualitas agamanya tidak memprioritaskan nasabnya sebab manusia dimata
Allah sama saja yang terpenting adalah ketaqwaannya. Kemudian mereka
berprinsip bahwa tidak ada perbedaan diantara manusia terkecuali
takwanya kepada Allah SWT oleh karenanya dalam memilih seorang istri
ataupun suami tidak ada keharusan sesama nasab namun lebih kepada
kualitas agamanya dan juga keturunan yang baik serta kekayaan sebagai
bonus untuk mereka.
3. Namun berdasarkan prinsip undang-undang yang tertera didalam
kompilasi hukum Islam (KHI) : yaitu pada pasal 61 dalam membicarakan
pencegahan perkawinan dan yang diakui sebagai kriteria kafa’ah itu adalah
67
apa yang telah menjadi kesepakatan ulama, yaitu kualitas keberagamaan.19
Oleh karenanya dari keterangan di atas, ada 2 hal yang berbeda dalam
prinsip kafa’ah yang dilaksanakan oleh masyarakat keturunan arab yang
mengutamakan senasab dengan prinsip undang-undang yang mengatakan
bahwa tidak se-kufu tidak menjadi alasan untuk mencegah perkawinan
kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien
Pasal 61
Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan,
kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien20.
4. Eksistensi kafa’ah dalam perkawinan masyarakat keturunan arab.
a. Data alawiyin berdasarkan qabilah (10 besar)
No. Qabilah Jumlah
1. Al Attas 2471
2. Al Hadad 1583
3. Al Assegaf 1538
4. Al Alaydrus 1389
5. Al Habsyi 1115
6. Bin Shahab 690
7. Al Kaff 517
8. Al Jufri 447
9. Bin Yahya 375
10. Syeikh Abu Bakar bin Salim (bsa) 324
Total 10.449
19 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah DalamPerkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h.140-14.
20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,2010), h.127.
68
Dari data di atas dapat penulis analisa bahwa memang keberadaan
masyarakat keturunan Arab khususnya Sayyid masih banyak berkembang
di Wilayah Jakarta Timur mencapai 4.787 orang dan dari kabilah terbesar
mencapai jumlah 10.449 (Sepuluh Ribu Empat Ratus Empat Puluh
Sembilan). Sehingga dapat di ambil garis besarnya bahwa sampai saat ini
masyarakat keturunan Dzurriyah Rasullullah masih tetap ada dan konsep
kafa’ah nasab tersebut masih dilaksanakan di dalam Wilayah
Jabodetabek.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
A. Berdasarkan hasil penelitian penulis di dalam wilayah condet konsep kafa’ah
dalam perkawinan keturunan Arab di wilayah condet masih mempertahankan
konsep kafa’ah nasab.
Oleh karenanya keturunan sayyid atau sayyidah menggunakan konsep kafa’ah
nasab dalam memilih pendamping hidupnya dengan tujuan menjaga garis
keturunan Rasullullah dan akan diajarkan kepada keturunannya namun diantara
mereka tidak ada yang mengetahui banyak masalah teori atau dalil apa yang
dilaksanakan hanya saja mereka mematuhi apa yang sudah di haruskan dalam
konsep kafa’ah tersebut.
Dalam wilayah Condet tersebut ternyata ada juga yang tidak memakai konsep
tersebut yang itu dari keluarga Masyayikh yang hanya mengutamakan kualitas
agamanya dan tidak ada kehususan dalam segi nasab karena itu merupakan
prinsip zaman dahulu yang telah berubah di zaman sekarang. Perbedaan antara
Sayyid dengan Masyayikh adalah keluarga Alawiyin adalah keluarga yang mau
belajar agama dan berdakwah sedangkan keluarga Masyayikh keluarga yang
bukan termasuk golongan alawiyin namun memiliki kedudukan sebagai guru atau
ulama di kalangan masyarakat arab khususnya Oleh karenanya di dalam Wilayah
Condet banyak masyarakat arab yang tinggal disana namun memiliki prespektif
70
yang berbeda mengenai kafa’ah nasab didalam keluarga Sayyid dan keluarga
Masyayikh. Hal se-kufu tidaklah menjadi keutamaan bagi mereka sehingga
banyak diantara keluarga mereka yang menikah dengan orang biasa.
B. Berdasarkan hasil penelitian dan pendataan lembaga Rabithah Alawiyah
mengemukakan bahwa Eksistensi masyarakat keturunan Arab yang masih
memprioritaskan nasab itu sejumlah 13.717 Sejabodetabek. Namun di Wilayah
Jakarta Timur mencapai jumlah 4.787 maka dapat disimpulakan bahwa Eksistensi
masyarakat Arab yang melaksanakan konsep kafa’ah dalam hal nasab masih kuat
hingga zaman sekarang ini.
B. Saran-Saran
Secara garis besarnya faktor nasab merupakan salah satu persyaratan
dalam perkawinan. hal tersebut bukanlah seuatu adat atau pun kebudayaan. Dan
ilmu nasab merupakan ilmu yang sangat di kuasai oleh bangsa Arab. Banyak
diantara keturunan Arab terutama yang di daerah Condet tidak mengetahui asal-
usul teori dalam konsep kafa’ah nasab tersebut mereka hanya melaksanakan apa-
apa yang mereka liat di dalam keluarganya dan hanya sedikit saja yang faham
mengenai teori kafa’ah tersebut oleh karenanya hendaknya di keluarga
masyarakat arab dari keturunan Sayyid hendaknya mempelajari silsilah dan asal-
usul teori yang diajarkan oleh nenek moyangnya sehingga tidak hanya
melaksanakan konsep kafa’ah nasab saja namun mengerti mengenai dalil-dalil
mengenai kafa’ah.
71
Dizaman modern ini banyak pemahaman yang mampu mempengaruhi
prinsip kafa’ah masyarakat arab khususnya sayyid terlebih pada pergaulan anak
muda di zaman sekarang yang bebas memilih, oleh karenanya konsep kafa’ah
tersebut harus di ajarkan kepada anak keturunannya supaya mereka mengerti dan
faham serta mampu melaksanakan kafa’ah yang telah di ajarkan oleh orang tua
mereka sehingga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al- Quran dan Terjemahnya
Abdullah Muhammad, Imam Syafi’I bin Idris, Ringkasan Al Umm, Jakarta: PustakaAzzam, 2004.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo,2010.
Abiding, Slamet dan Aminudin, Fiqih Munakahat, Bandung : Pustaka Setia, 1999.
Aziz, Syeikh Abdul Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari,perkawinan dan masalahnya,Pusaka al-Kautsar.
Djaman, Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: dina utama toha putra, 1993.
Ghazali, Abdulrahman, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, Jakarta:Kencana, 2010.
Ghozali, AbdulRahman, Fiqih Munakahat, Dasar-Dasar Umum Perkawinan jakata:kencana, 2010.
Hadad, al-Thahir, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat: Kebebasan Memilih,Jakarta: Pustaka Firdaus.
Hasan, M.Iqbal, Pokok-Pokok Materi Penelitian Dan Aplikasinya, Bogor : GhaliaIndonesia,2002.
HIV (Human Immunodefisiency Virus) Sebagai Penyebab Seseorang MenderitaPenyakit Aids. Aids (Acquired Immunodefisiency Syndrome)
https: //benmashoor.wordpress.com/.../kantor-pemelihara-nasab-alawiyin-...sabtu06-06-2015 14.30.
Husain, Ibrahim, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan Jilid Satu, Jakarta :Pustaka Firdaus,2003.
73
Husein , Ibrahim, Fiqih Perbandingan Dalam Masalah Nikah-Thalaq-Rudjuk DanHukum Kewarisan, definisi nikah Jakarta: balai penerbitan danperpustakaan islam, 1971.
Irfan, Nurul, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Hubungan Nasab DalamHukum Islam, Jakarta: Amzah 2012.
Jaziriy, Abdul al-Rahman, Fiqh Al Mazahib al- arba’ah, Mesir, Mathba’ah TijariyahAl-Kubra.
Kountur , Ronny, Metode Penelitian Hukum Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis.
Laporan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Bulan Februari Tahun2015 Kec.Kramat Jati Kota Administrasi Jakarta Timur.
Masyhur, Idrus Alwi, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya.
Muchtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: BulanBintang, 1974.
Muhammad, Nabil Taufik As-Samaluthi, Pengaruh Agama Terhadap StrukturKeluarga : kekesuaian (kufu), Surabaya : Bina Ilmu 1987.
Nasution, Khoiruddin, Isu-Isu Kontemporer Hukum Islam, Yogyakarta: Suka Press,2007.
Purwaka, Tomi Hendra, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: UniversitasAtmajaya, 2007.
Qardawi, Yusuf, Halal Dan Haram Dalam Islam, Surabaya: Bina Ilmu, 1980.
Rabithah peduli, busyra, edisi no. 011/desember-012 /april 2015.
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Kitab Nikah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005.
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Kafa’ah, Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
Sabiq, Sayid, Fiqih Al-Sunah, Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1985.
Sopyan, Yayan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam DalamHukum Nasional, Jakarta: graham pena 2012.
Sostroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia Jakarta: Bulan Bintanng,1975.
74
Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: PT.Raja GrafindoPersada,2007.
Syarifuddin, Amin Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah DalamPerkawinan, Jakarta: Putra Grafika, 2009.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Larangan Perkawinan,Jakarta: Kencana, 2011.
Sumber Wawancara :
Wawancara dengan Abdul Qadir Al-Kaff seorang Sayyid Tanggal 25 Mei 2015 Pukul07.41.
Wawancara dengan Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani Rabu, 20 Mei 2015 Pukul19.01.
Wawancara dengan Taufiq Abdul Qadir Mahdami seorang Keluarga dikalanganMasyayikh Tanggal 24 Mei 2015 Pukul 10.42.
Wawancara dengan Umi Fathimah Bin Muhammad Al-Idrus Tanggal 23 Mei 2015Pukul 13.34.
Wignjodipoero, Soerojo, Penghantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta:Masagung, 1982.
Yaswirman, Hukum Keluarga, Beberapa Syarat Perkawinan, Jakarta: Rajawali Pers,2013.
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Panduan wawancara
1. Bagaimana konsep kafaah dalam keluarga keturunan arab khususnya abi dan umi ?
2. Apakah tujuan dari kafaah tersebut ?
3. Bagaimana pandangan terhadap konsep kafaah habaib yang harus menikahi dengan
senasab ?
4. Bagai mana pandangannya jika ada kekhususan dengan keturunan arab khususnya si
perempuan ?
5. Dari mana asal usul keluarga abi dan umi ?
6. Bagaimana silsilah abi faizal yamani ?
7. Bagaimana sejarahnya orang arab banyak hadir di condet ?
8. Apakah akibatnya jiga keluarga habaib itu sendiri memutuskan garis keturunan
khususnya seorang syarifah ?
9. Apakah konsep kafa’ah ini di perkenalkan kepada anak ?
10. Bagaimana sejarah berkumpulnya masyarakat arab di daerah condet ini ?
Wawancara Dengan Keluarga Keturunan Arab di Condet
1. Nama : Haidai Ahmad Dan Faizal Yamani
Alamat : Batu Ampar 3 Jalan Masjid Al-Khairat No 23 Rt 04/08
Tanggal : Rabu,20 Mei 2015
Pukul : 19.01
a. Bagaimana konsep kafaah dalam keluarga keturunan arab khususnya abi dan umi
?
b. Konsep kafaah dalam keluarga saya ini secara islam dan tidak ada campur aduk dengan
adat atau kebudayaan karena seperti halnya orang islamyang lain ketika menikah pasti
meminta persetujuan dari orang tua khususnya keridhoan ibu dan menanyakan kepada
kerabat terdekat lalu menanyakan kepada masing-masing calonnya mau atau tidak
Ya klo dia mau ya lanjutkan klo tidak yang tinggalkan dan jalan lainnya dengan sholat
istikharoh setelah itu mungkin di kawih jawaban oleh Allah dengan mimpinya biasanya
kaya gtu. Dan bukan dipaksa harus senasab klo kaya gtu biasanya kebudayaan jawa gtu
bukan islam klo orang islam ga ada klo pacaran juga itu semua kebudayaan barat. Dan
yang terpenting adalah satu agama ga harus dia orang arab atau bukan klo sudah jodoh
kita serahkan sama Allah tapi tergantung prinsipnya masing-masing secara pemikiran
orang lainya ga mengharuskan orang arab.
a. Apakah tujuan dari kafaah tersebut ?
b. Menjaga keturunan kita namun tidak ada penghususkan untuk menikahkan sesama orang
arab, untuk menciptakan keluarga yang damai, sejahtera,dan harmonis terlebih mengikuti
sunnah rasullullah
a. Bagaimana pandangan terhadap konsep kafaah habaib yang harus menikahi
dengan senasab ?
b. Mereka memiliki prinsip tersebut untk memudahkan mencari jejak keluarganya klo ga
sama berarti jejaknya ilang misalnya seorang perempuan kawinsama orang Indonesia
yaudah ilang deh keturunannya dan bisa menentukan baik atu tidaknya itu keturunan
a. Bagai mana pandangannya jika ada kekhususan dengan keturunan arab khususnya
si perempuan ?
b. Klo misalnya adat dari orang tuannya masih kearas memaksakan maka bisa ancur tuuh
rumah tangga karena kebanyakan orang gtu pikirannya picik
a. Dari mana asal usul keluarga abi dan umi ?
b. Saya berasal dari yaman dan sebutannya adalah syeikh bukan dari arab Saudi tapi
masalah nasab memang keturunan habaib masih memegang hal yang seperti itu ada yang
masih megang nasab ada juga yang tidak ada juga habaib menikah dengan orang melayu.
Ada pula tata caranya orang arab nikah dia nikah sebelum ijab dan Kabul pengantin
perempuan itu harus di dalam dan setelah ijab dan Kabul baru di keluarkan dan ijab dan
kabulnya memakai bahasa arab. Jadi kalo kami sendiri melaksanakan kafa’ah dengan
hanya memilih seagama dan tidak memprioritaskan sesama orang arab.
a. Klo boleh tau silsilah abi faizal yamani ?
b. Klo saya faizal bin ridwan binsholeh awab bin ali azahiri ayamani
a. Klo silsilah umi ?
b. Saya binti Salim,Ali, Sholeh dan Abdul Qadir
a. Bagaimana sejarahnya orang arab banyak hadir di condet ?
b. Sejarahnya dulu memang ada ulama besar dari kalangan habaib yang singgah di sini
tepatnya di alhawi jadi orang arabberbaur disana oleh karenannya sekarang banyak
masyarakat arab yang tinggal disini gunanya ada yang berdakwah ada yang berdagang
dan lain-lain.
Yang terhormat
Haidai Ahmad Dan Faizal Yamani
Wawancara dengan syarifah
Nama : Umi Fathimah Bin Muhammad Bin Ahmad Al-Idrus
Tanggal : 23 mei 2015 pk.13.34
a. Bagaimana konsep kafa’ah di keluarga umi khususnya ?
b. Klo berbicara masalah konsep kafa’ah yang ada di keluarga saya masih memprioritaskan
keturunan atau nasab yang harus sama dengan dzurriyah karena itu adalah kewajiban
saya untuk menjaga garis keturunan rasullullah alasannya adalah seperti yang rasul
sabdakan “sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang jika kalian ambil,
kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astsaqalain. Salah satunya lebih besar dari
pada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai tali yang terbentang diantara langit dan
bumi. Kedua keluargaku Ahlul Baitku. ”
a. Apakah akibatnya jiga keluarga habaib itu sendiri memutuskan garis keturunan
khususnya seorang syarifah ?
b. Yaaa klo akibatnya sii tergantung prinsipnya klo prinsipnya masih keras kaya dulu nah
itu mungkin di jauhi ga boleh masuk keluarga lagi klo jaman sekarang sig a terlalu
memaksakan juga si jadi mereka punya alasan masing-masing klo soal itu.
a. Apakah konsep kafa’ah ini di perkenalkan kepada anak ?
b. Iyaa harus dan pasti di perkenalkan karena dia bisa mengikuti silsilahnya makanya di
zaman sekarang ini sudah banyak seorang anak di kalangan habaib sudah banyak yang
tidak tau silsilah nasabnya kepada rasulullah dai itu di karenakan pergaulannya dan
kurangnya perhartian orang tua mengenai hal ini.
a. Bagaimana sejarah berkumpulnya masyarakat arab di daerah condet ini ?
b. Jadi yang saya tau itu orang arab dating kesini Cuma untuk menyebarkan agama dan
berdagang jadi mereka membangun rumah tangga dengan orang sini sehingga banyak
orang arab yang tinggal disini.
Yang terhormat
Umi Fathimah Bin Muhammad Bin Ahmad Al-Idrus
Wawancara dengan masyayikh
Nama : Taufiq Abdul Qadir Mahdami
Alamat : Jalan Eteran Rt 001/01 Kelurahan Balekambang
Tanggal/pukul : 24 mei 2015 pk.10.42
a. Bagaimana konsep kafa’ah di dalam keluarga abi?
b. Jadi klo keluarga kita hanya mengharuskan seagama dan keturunan yang baik jika
kekayan mah itu bonus dan kami tidak mengkhusukan untuk menikahkan dengan orang
arab saja tapi semua.
a. Bagaimana komentar abi mengenai keluarga habaib yang mengharuskan konsep
nasab ?
b. Jadi klo konsep seperti itu adalah konsep zaman dulu ortodok bukan zaman sekarang
sudah beda jadi keluarga habaib itu adalah keluarga yang mau belajar agama dan
berdakwa sedangkan kita itu dari golongan masyayikh yang hanya berdagang dan
adapula dari kalangan gabair mereka itu adalah ahli perang. Kita semua sama dari yaman
tapi konsep kafa’ah kita yang berbeda.
a. Apakah tujuannya ?
b. Jadi bagi saya harus wajib satu kufu sama kita dan itu menjaga keturunan kita sendiri
namun tidak dikhusukan harus dengan orang arab walaupun itu anak si perempuan
pokonya tidak mementingkan nasabnya harus dari golongan inilah, yang penting
akhlaknya baik keturunannya dari orang baik. Jadi klo ada yang menggap dari keturunan
rasullullah saya keturunan adam jadi klo di kalangan habaib itu mementingkan nasabnya
itu merupakan egois dan nantinya akan menimbulkan dosa.
a. Apakah hal ini di ajarkan kepada anak abi ?
b. Yaa saya akan perkenalkan kepada anak saya supaya tidak tersesat seperti pesan ibu saya
apa yang kamu tau laksanaken. Supaya dia mengenal famnya dia siapa, fam itu adalah
marga
a. Apakah ada perbedaan diantara marga-margayang lain ?
b. Jadi tidak ada perbedaan diantara marga yang satu dengan yang lainnya karena itu semua
untuk mengenal golongan masing-masing.
a. Apakah saya boleh tau asal usul silsilahnya abi ?
b. Klo saya asal dari yaman klo silsilah saya Cuma hafal 4 saja saya taufiq abdul qadir bin
usman bin ali mahdami itu saja yang saya tau.
a. Bagaimana sejarahnya masyarakat arab bisa berkembah di condet ini ?
b. Yaa setau saya sii yaa di condet ini pertama kalinya di alhawi yaa kemungkinan mereka
menikah dengan orang pribumi maka berkembang sampai saat ini.
Yang terhormat
Bpk.Taufiq Abdul Qadir Mahdami
Wawancara dengan keluarga habaib
Nama : Abdul Qadir Al-Kaff
Alamat : jalan. H. thaiman rt 03 rw 01 no. 9 kampung gedong kelurahan batu ampar
Tanggal : 25 mei 2015 pk. 07.41
a. Bagaimana konsep kafa’ah di keluarga abi dalam keturunan habaib ?
b. Yaa untuk keluarga habaib itu memerlukan dan memprioritaskan nasabnya kenapa?
Karena sifatnya dakwah membaur untuk berdakwah tujuan utamanya dalah
berdagang dan dakwah.
a. Klo seorang syarifah kan di haruskan menikah dari kalangan habaib itu
mengapa ?
b. Jadi memang di haruskan seorang syarifah menikah dengan seorang sayyid itu
tujuannya adalah untuk menjaga keturunan dan memelihara garis keturunan yang
sudah di amanahkan oleh Rasullullah
a. Apa si perbedaannya sayyid dan bukan sayyid ?
b. Yang namanya sayyid itu habib yang tercatat dalam sebuah lembaga di daerah
simatupang namnya Rabihah Alawiyah dan ada buku nasabnya di masing-masing
sayyid jadi ga sembarangan orang. Jadi seseorang yang telah di beri kenikmatan
seperti ini harus di jaga.
a. Apakah ada toleransi dalam syarifah untuk menikah dengan orang biasa
(ajam)?
b. Jadi Allah memberikan nikmat kemuliaan kepada keturunan Rasullullah maka harus
di jaga jika tidak di jaga maka dia telah kufur dari nikmat Allah maka jika klo sudah
kufur terhadap nikmat Allah maka azab yang akan datang terhadap dirinya. Jadi
biasanya keturunan dzuriiyah itu selalu menjaga garis keturunannya karena itu sangan
berat menjaganya.
a. Apakah abi mengajarkan kepada keturunan abi ?
b. Yaa itu pasti saya ajarkan dan semua itu untuk berdakwah
a. Apakah ada unsur kebudayaan ?
b. Ooh tidak ada unsure kebudayaan klo ada unsure kebudayaan itu pasti saya akan
tinggalkan.
a. Apakah akibatnya jika seorang syarifah menikah dengan orang biasa ?
b. Jadi klo untuk soal itu menurut saya dia sudah ingkar nikmat dan itu merupakan
pelanggaran klo dulu memang dijauhi dari keluarga tapi sekarang sudah beda jadi
tidak ada penghukuman terhadapnya namun biasanya mereka minder terhadap
keluarganya yang terus menjaga garis keturunannya dan biasanya mereka yang
melanggar sendiri menjauh dari keluarga yang lain bukan di jauhi.
a. Apakah abi tau maslah sejarahnya masyarakat arab bisa berkembang di
wilayah condet ini ?
b. Jadi sejarahnya dulu kake ane namanya muhammad Al-Hadad atau yang sekarang
habib ismail abdul qadir bin ahmad bin Muhammad Al-Hadad beliau lah yang
mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang bernama Al-Hawi dan kalo di keramat
jati dulu habib muhsin bin Muhammad Al-Athas jadi dulu memang mereka
berdakwah sehingga bnyak keturunan habaib yang tinggal di daerah condet.
a. Apakah setiap marga habaib itu sama atau beda ?
b. Jadi tidak ada perbedaan dalam sebuah marga semua sama saja
a. Kalo boleh tau silsilah abi ?
b. Saya Abul Qadir Bin Ali Al-kaff
Yang Terhormat
Ttd. Bapk.Abdul Qadir Al-Kaff
Hasil foto saat wawancara keluarga keturunan arab di wilayahcondet Jakarta timur
a. Bukti buku nasab yang dimiliki oleh keluarga sayyid
b. Wawancara dengan keluarga habaibNama : abdulqadir al-kaffAlamat : jalan. H. thaiman rt 03 rw 01 no. 9 kampung gedong kelurahan batu amparTanggal : 25 mei 2015 pk. 07.41
c. Wawancara dengan masyayikhNama : Taufiq Abdul Qadir MahdamiAlamat : Jalan Eteran Rt 001/01 Kelurahan BalekambangTanggal/pukul : 24 mei 2015 pk.10.42
Wawancara dengan syarifah
Nama : umi fathimah bin Muhammad bin ahmad al-idrus
Tanggal : 23 mei 2015 pk.13.34
d. Nama : Haidai Ahmad Dan Faizal YamaniAlamat : Batu Ampar 3 Jalan Masjid Al-Khairat No 23 Rt 04/08Tanggal : Rabu,20 Mei 2015Pukul : 19.01