Konjungtivitis Dp
-
Author
mustika-oktarini -
Category
Documents
-
view
260 -
download
13
Embed Size (px)
Transcript of Konjungtivitis Dp

Diskusi Pagi
Konjungtivitis
Penyaji
Siti Mirdhatillah, S.Ked.
Soefiandi Soedarman, S.Ked.
Stefani Rachel Soraya, S.Ked.
Departemen Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta 2007

Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva terbagi atas 3 yaitu :
1. Konjungtiva palpebral ( menutupi permukaan posterior kelopak mata) sukar
digerakkan ,diperdarahi oleh arteri konjungtivalis anterior .
2. Konjungtiva bulbar (menutupi permukaan anterior sklera) mudah digerakkan dari
sklera dibawahnya, diperdarahi oleh arteri konjungtivalis posterior.
3. Fornix ( transisi yang menyambungkan kelopak mata posterior dan bola mata ).
Secara histologis konjungtiva terbagi atas:
1. Lapisan epitel konjungtiva.
2. Stroma konjungtiva.
Konjungtivitis
Definisi
Merupakan proses peradangan konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata.
Etiologi
1. Bakteri
2. Klamidia
3. Virus
4. Rickettsial
5. Jamur
6. Parasit
7. Imunologik (reaksi alergi)

8. Kimiawi/iritatif
9. Idiopatik
10. Manifestasi penyakit sistemik
11. Sekunder terhadap dakriosistisis/kanakulitis.
Patofisiologi
Agen infeksius melekat pada konjungtiva, mengalahkan mekanisme pertahanan normal
akan menimbulkan gejala klinis berupa kemerahan, sekret, iritasi, rasa panas, sensasi
penuh disekitar mata dan fotofobia
Gejala
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing yaitu sensasi tergores atau panas
, sensasi penuh disekitar mata, gatal dan fotofobia. Adanya rasa sakit dan sensasi adanya
benda asing mengesankan terkenanya kornea. Gatal merupakan gejala dari konjungtivitis
alergik walaupun gejala ini dapat juga terjadi pada blepharitis dan keratokonjungtivitis
sicca.
Tanda-tanda
1. Hiperemia
Merupakan tanda klinik paling mencolok pada konjungtivitis akut. Keadaan ini terjadi
akibat dilatasi dari pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang
mengesankan konjungtivitis bakterial dan warna keputihan mirip susu mengesankan
konjungtivitis alergika.
2. Epiphora (berair mata)
Sekresi air mata diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau gatal,
atau karena gatal.
3. Sekret (discharge)
Merupakan suatu ciri dari semua jenis konjungtivitis akut. Mengandung suatu eksudat
yang berasal dari dilatasi pembuluh darah konjungtiva. Sekret ini dapat bervariasi dari
jernih hingga mukopurulen.
a. sekret yang jernih (watery discharge)

Mengandung eksudat yang serosa dan airmata. Sekret ini tipikal pada konjungtivitis
virus akut dan konjungtivitis alergika akut.
b. sekret yang mucoid
Tipikal untuk konjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis sicca.
c. sekret yang purulen
Tipikal pada konjungtivitis bakterial akut berat,
d. sekret yang mukopurulen
Tipikal pada konjungtivitis bakterial ringan dan konjungtivitis chlamidial.
4. Pseudoptosis
Adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus Muller. Keadaan ini
dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat seperti trachoma dan
keratokonjungtivitis epidemika.
5. Hipertrofi papila
Merupakan suatu reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena epitel konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus dibawahnya oleh serabut-serabut halus. Eksudat radang
mengumpul diantara serabut-serabut dan membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva.
6. Kemosis
Kemosis konjungtiva sangat mengesankan konjungtivitis alergika.
7. Folikel
Merupakan suatu hiperplasia jaringan limfoid didalam stroma. Secara klinik dapat
dikenali sebagai struktur kelabu atau putih yang avaskuler dan bulat. Pada pemeriksaan
slitlamp, pembuluh-pembuluh kecil tampak muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
8. Membran
a. pseudomembaran
Merupakan koagulasi dari eksudat yang menempel pada epitel konjungtiva yang
terinflamasi. Bila diangkat epitel tetap utuh. Merupakan akibat dari konjungtivitis
adenovirus yang berat, konjungtivitis gonococcus dan sindrom Steven-Johnson.
b. membran
Koagulasi dari eksudat telah menginfiltrasi bagian superfisial dari epitel konjungtiva. Jika
diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.
9. Konjungtivitis ligneosa

Bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren. Keadaan ini bilateral, terjadi pada
anak-anak terutama anak perempuan. Dapat ditemukan manifestasi sistemik lain seperti
nasofaringitis dan vulvuvaginitis.
10. Granuloma
Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling sering berupa khalazia.
11. Phlyctenula
Merupakan reaksi hipersensitifitas lambat terhadap antigen mikroba seperti antigen
stafilokokus atau mikobakterial.
12. Limfadenopati preaurikuler
Penyebab dari keadaan ini ialah konjungtivitis akibat virus, chlamidial, gonococcus, dan
Parinaud oculoglandular syndrome.
Tabel 1. Gambaran Klinis Konjungtivitis
Tanda Bakterial Viral Alergik
Injeksi Konjungtiva Mencolok Sedang Ringan-Sedang
Kemosis ++ +/- ++
Hemoragik + + -
Eksudat Purulen/Mukopurulen Jernih, air Berserabut,
putih
Pseudomembran +/-(Strep,C. Diph) +/- -
Papil +/- - +
Folikel - + -
Nodul Preaurikuler + ++ -
Panus - - - (kec. Vernal)
Konjungtivitis Bakterial
Tanda dan Gejala

Terdapat iritasi dan kemerahan bilateral, eksudat purulen dengan palpebra sering lengket
saat bangun tidur, dan kadang terdapat edema palpebra. Infeksi biasanya dimulai pada
satu tangan dan menular ke sebelah oleh tangan.
1. Konjungtivitis bakterial hiperakut (dan subakut)
- Konjungtivitis purulen
Disebabkan N. gonorrhoeae, M. kochii, dan N. meningitidis. Ditandai banyak eksudat
purulen. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat perlu segera diperiksa dan
diobati. Bila ditunda, terjadi kerusakan kornea, gangguan penglihatan, atau
konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N. gonorrhe, menimbulkan sepsis atau
meningitis.
- Konjungtiva mukopurulen akut
Ditandai dengan hiperemi konjungtiva secara akut dan jumlah eksudat mukopurulen
sedang. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae.
- Konjungtivitis subakut
Paling sering disebabkan H. Influenzae, ditandai eksudat berair tipis atau berawan.
2. Konjungtivitis bakterial menahun
Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakkriosistitis menahun,
biasanya unilateral. Infeksi ini juga dapat menyertai blefaritis bakterial menahun atau
disfungsi kelenjar meibom.
Laboratorium
Pada kebanyakan kasus, organisma dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopis
terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan giemsa atau gram.
Pemeriksaan ini menunjukan adanya banyak neutrofil polimorfonuklear.
Studi sensitivitas antibiotik juga baik untuk dilakukan.
Komplikasi
Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa
dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea.
Terapi

Bergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil lab, dapat
diberikan terapi antimikrobial topikal. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen
akut, sakus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam untuk menghilangkan sekret.
Untuk mencegah penularan, perlu diperhatikan higiene perorangan.
Prognosis
Hampir selalu sembuh sendiri. Bila tidak diobati, infeksi berlangsung 10-14 hari. Jika
diobati dengan baik, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus dan gonorrhe.
Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak daoat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.
Konjungtivitis Klamidia
Konjungtivitis yang disebabkan oleh klamidia terdiri dari trachoma, paratrachoma
(konjungtivitis inklusi), dan beberapa konjungtivitis lain yang langka.
Trachoma
Trachoma merupakan konjungtivitis akibat Chlamydia trachromatis yang paling sering
terjadi dan diketahui menjadi penyebab trikiasis. Trachoma umumnya bilateral, menyebar
melalui kontak langsung atau bahan kontak, umumnya dari anggota keluarga lain yang
juga perlu diperiksa. Bentuk akut lebih infeksius daripada bentuk sikatriks.
Pada mulanya, trachoma merupakan konjungtivitis folikuler menahun/ kronis pada masa
kanak-kanak yang berkembang sampai terbentuk parut konjungtiva. Konjungtivitis
folikuler menahun ditandai dengan tanda khusus berupa tonjolan kecil (folikel) berwarna
kemerahan pada lipatan retrotarsal superior. Folikel ini merupakan hiperplasi sel limfoid
yang terlihat sebagai benjolan kecil mengkilat dengan pembuluh darah kecil diatasnya.
Folikel yang terjadi merupakan reaksi konjungtiva terhadap mikroorganisme asing dan
alergen toksik seperti klamidia, iododioksiuridin, dan fisostigmin. Folikel pada tarsus
inferior anak dan orang dewasa sering dianggap normal. Bila pada perkembangan lebih
lanjut, folikel berdegenerasi dan membentuk jaringan parut, konjungtivitis ini disebut
dengan trachoma.

Masa inkubasi trachoma bervariasi antara 5-14 hari, rerata 7 hari. Kadang pada bayi atau
anak, munculnya penyakit tidak diketahui dan dapat sembuh sendiri. Sedang pada orang
dewasa, timbulnya sering akut dan komplikasi cepat berkembang. Keluhan trachoma
secara umum sesuai dengan keluhan konjungtivitis secara umum yaitu mata gatal, berair,
fotofobia, sakit, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbi, hiperemia,
hipertrofi papiler dan folikel tarsal, keratitis superior, pembentukkan pannus dan nodus
preaurikuler kecil, serta nyeri tekan. Pada perkembangannya, trachoma akan mengalami
perjalanan penyakit sebagai berikut (menurut klasifikasi Mac Callan):
Stadium 1 (hiperplasi limfoid). Terdapat hipertrofi papil (hipertrofi sel epitel)
dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan
penebalan dan kongesti pembuluh darah konjungtiva. Terdapat sekret sedikit dan
berwarna jernih, bila tidak terjadi infeksi sekunder. Pada kornea, kadang dapat
ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
Stadium 2. Terdapat hipertrofi papil dan folikel yang besar/ matang, kadang
ditemukan hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan gambaran folikel.
Ditemukan pannus trachoma, yang merupakan membran fibrovaskuler yang
timbul dari limbus, dengan perluasan pembuluh darah ke atas kornea.
Stadium 3. Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai
garis putih halus yang sejajar dengan margo palpebra. Dapat ditemukan pula parut
folikel pada limbus kornea yang ditutupi oleh epitel, disebut cekungan Herbert.
Gambaran papil mulai berkurang.
Stadium 4. Telah terbentuk parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior
hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan
enteropion dan trikiasis. Bila tidak diobati, kondisi ini dapat berkembang menjadi
trachoma lanjut dengan ulserasi dan kekeruhan kornea.
Untuk mempermudah pengendalian, WHO mengembangkan cara sederhana untuk
grading trachoma, yaitu:

TF = Trachoma Follicles, pada konjungtiva tarsus superior dengan jumlah lima
atau lebih
TI = Trachoma Inflammation, peradangan difus pada konjungtiva tarsus yang
menutupi 50% pembuluh tarsus profunda normal
TS = Trachomal conjungtival Scarring, telah terbentuk parut pada konjungtiva
TT = Trachomatous Trichiasis
CO = Corneal Opacity
TF dan TI menunjukkan trachoma infeksius aktif yang harus diobati. TS adalah bukti
cedera akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan merupakan indikasi tindakan
operasi koreksi palpebra. CO merupakan lesi terakhir yang membutakan dari trachoma.
Pada pemeriksaan histopatologis menggunakan kerokan konjungtiva dengan pewarnaan
Giemsa, tampak sel-sel PMN, sel plasma, sel leber, dan sel folikel (limfoblas).
Ditemukannya sel limfoblas merupakan tanda diagnostik yang penting. Dapat ditemukan
pula badan inklusi Halber Statter-Prowazeck di dalam sel epitel, yang tampak sebagai
massa sitoplasma biru atau ungu gelap yang menutupi inti dari sel epitel (berbentuk
cungkup yang seakan-akan menggenggam nukleus).
Komplikasi yang sering terjadi adalah terbentuknya parut di konjungtiva. Keberadaan
parut ini dapat merusak duktuli kelenjar lakrimal tambahan dan menutupi muara kelenjar
lakrimal. Hal ini akan mengurangi produksi air mata dan produksi mukus karena
hilangnya sebagian sel goblet (xerosis/ keratitis sika). Luka parut ini juga dapat
mengubah bentuk palpebra hingga melipat ke dalam dan menyebabkan bulu mata
bersentuhan dengan kornea (trikiasis/ enteropion). Pergesekkan yang lama dapat
mengakibatkan ulserasi kornea, infeksi bakterial kornea, dan parut pada kornea.
Pengobatan trachoma dapat menggunakan tetrasiklin salep, 1-1,5 g/ hari, dalam 4 dosis,
selama 3-4 minggu, doksisiklin, 100 mg, dalam 2 dosis, selama 3 minggu, atau
eritromisin, 1 g/ hari, dalam 4 dosis, selama 3-4 minggu. Kadang diperlukan pengobatan
berulang agar benar-benar sembuh. Efek terapi maksimum biasanya dicapai setelah 10-12
minggu sejak dimulainya terapi. Oleh karena itu, tetap adanya folikel pada tarsus superior

setelah beberapa minggu pengobatan, tidak dapat digunakan untuk menilai kegagalan
terapi. Sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Koreksi trikiasis/ enteropion melalui
bedah. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi, makanan bergizi, dan higiene yang baik.
Konjungtivitis Inklusi (blenorrhea inklusi, paratrachoma)
Konjuntivitis inklusi sering terjadi bilateral dan biasanya terdapat pada orang muda yang
seksual aktif. Biasanya agen klamidia menginfeksi uretra pria dan serviks wanita secara
asimptomatik. Transmisi ke mata orang dewasa biasanya karena praktek seksual oro-
genital atau transmisi dari tangan ke mata. Transmisi tidak langsung pernah dilaporkan
terjadi di kolam renang yang kurang klor. Pada neonatus, agen ini ditularkan sewaktu
lahir melalui kontaminasi langsung konjungtiva dengan sekret serviks. Profilaksis Crede
hanya memberi proteksi sebagian terhadap konjungtivitis inklusi.
Gejala klinik pada neonatus muncul 2-5 hari setelah lahir, memberikan gambaran
konjungtivitis papiler, purulen sedang, serta pseudomembran yang dapat menimbulkan
parut. Folikel tidak terbentuk karena neonatus belum memiliki jaringan limfoid, namun
bila infeksi berlangsung 2-3 bulan, akan timbul gambaran folikel seperti anak besar dan
orang dewasa. Sedangkan pada orang dewasa, tampak papila dan folikel pada kedua
konjungtiva tarsus, terutama tarsus inferior. Pseudomembran jarang terjadi pada orang
dewasa.
Pada pemeriksaan histopatologi, secara morfologik agen konjungtivitis inklusi mirip
dengan agen trachoma, namun keduanya dapat dibedakan secara serologik dengan
mikroimunofluorescens. Konjungtivitis inklusi disebabkan oleh C. trachomatis serotipe
D-K, sedang trachoma disebabkan oleh serotipe A, B, Ba, atau C.
Pengobatan pada orang dewasa menggunakan obat dengan regimen yang sama dengan
trachoma. Pada bayi, diberikan suspensi eritromisin 40 mg/kg/hari, dalam 4 dosis, selama
sekurang-kurangnya 14 hari. Obati pula kedua orang tuanya.
Konjungtivitis virus

Dapat menyerang berbagai golongan usia. Terbagi atas keratokonjungtivitis adenovirus,
konjungtivitis herpes simpleks, konjungtivitis moluskum kontagiosum, dan konjungtivitis
akibat virus lain seperti virus varicella-zoster dan campak.
Penyebab tersering adalah adenovirus, sedangkan herpes simpleks merupakan
penyebab yang banyak menimbulkan masalah. Sering kali berlangsung lebih lama dari
konjungtivitis bakterial hingga 2-4 minggu.
1. Keratokonjungtivitis adenovirus
Penyakit ini sangat menular. Penularan melalui sekret pernafasan/mata. Biasanya
penularan terjadi melalui handuk atau alat yang terkontaminasi. Masa inkubasi dari virus
ini sekitar 4-10 hari. Untuk mencegah penularan penyakit ialah dengan mencuci tangan
dan desinfeksi peralatan. Terdapat 2 macam bentuk berdasarkan agen penyebab, yaitu :
a. Demam faringokonjungtiva
Diakibatkan oleh adenovirus tipe 3,4,7 dan 5(jarang). Transmisi melalui droplet dan
mengenai anak-anak yang juga mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Keratitis
terjadi pada 30% kasus yang berat.
b. Keratokonjungtivitis epidemika
Diakibatkan oleh adenovirus tipe 8.19. Transmisi melalui tangan, kontak mata,
peralatan, dan cairan. Tidak menimbulkan gejala sistemik Keratitis terjadi pada 80%
kasus yang berat.
Manifestasi klinis :
Gejala : onset akut
mata berair
merah
rasa tidak nyaman
fotofobia
mengenai kedua bola mata.
Tanda : edema palpebra
sekret berair
kemosis
folikel

perdarahan subkonjungtiva
pseudomembran (pada kasus berat)
limfadenopati yang nyeri
Tatalaksana :
Terapi hanya bersifat simptomatik dan suportif. Penyembuhan secara spontan terjadi
dalam 2 minggu. Antivirus tidak efektif dan steroid topikal harus dihindari kecuali jika
inflamasi yang terjadi sangat berat.
2. Konjungtivitis herpes simplek
Biasa ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun yang disertai dengan
ginggivostomatitis. Disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1.
Manifestasi klinis
Vesikel-vesikel herpes unilateral pada kelopak mata dan kulit sekitar mata
Hipertropi papil
Respon folikular ipsilateral atau pseudomembranosa pada konjungtiva
Limfadenopati preaurikuler yang nyeri tekan.
Keratitis (dendritik)
Tatalaksana
Jika terjadi pada anak diatas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri
dan mungkin tidak perlu diterapi. Namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea. Antivirus topikal diberikan 7-10 hari : trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabine 5 kali sehari atau idoxuridine 0,1% 1
tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Dapat juga
digunakan asiklovir oral 400 mg lima kali sehari selama 7 hari. Pemberian steroid
merupakan kontraindikasi mutlak.
3. Konjungtivitis moluskum kontagiosum
Merupakan suatu virus yang menimbulkan lesi yang khas pada kulit dan terkadang pada
membrane mukosa. Penyebarannya melalui kontak erat. Penyakit ini menyerang anak-
anak dan remaja. Sering terjadi pada penderita AIDS.
Manifestasi klinis
Nodul umbilikata pada margin palpebra

Sekret ringan dan mukoid
Respon folikel ipsilateral lesi palpebra
Pada penderita imunokompromis akan timbul nodus moluscum pada konjungtiva
bulbar.
Keratitis epitelial (pada kasus lama)
Tatalaksana
Menghancurkan lesi dan mengeluarkan isinya (eksisi, krioterapi, kauterisasi)
4. Konjungtivitis akibat virus lain seperti virus varicella-zoster dan campak
Konjungtivitis Ricketsia
Semua ricketsia dianggap patogen bagi manusia, dapat menyerang konjungtiva.
Demam Q disertai hiperemi konjungtiva yang hebat. Pengobatan dengan tetrasiklin atau
kloramfenikol sistemik dapat menyembuhkan.
Demam Marseilles sering disertai konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa dan
limfonodus preaurikuler yang tampak jelas.
Tifus endemik berkaitan dengan tanda-tanda konjugtiva yang umumnya ringan dan
bervariasi.
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis akibat jamur jarang terjadi, yang tersering disebabkan oleh Candida
albicans. Umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada
penderita diabetes mellitus atau pasien imunokompromis. Kerokan menunjukkan reaksi
radang sel PMN. Infeksi ini berespon terhadap amfoterisin B, 3-8 mg/mL, dalam larutan
air (bukan garam) atau terhadap pemakaian nystatin krim 100.000 unit/g, dalam 4-6 dosis
per hari.
Konjungtivitis parasitik

Konjungtivitis akibat parasit jarang terjadi.
Etiologi : Onchocerca volvulus (Amerika Tengah, Afrika)
Thelazia californiensis
Loa-loa
Ascaris lumbrocoides
Trichinella spiralis
Schistosoma haematobium
Taenia solium
Pthirus pubis
Larva lalat
Konjungtivitis Imunologik
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
- Konjungtivitis Demam Jerami
Demam jerami (rinitis alergika) umumnya disertai radang konjungtiva non spesifik
ringan. Biasanya terdapat riwayat alergi rumput, bulu hewan, dll. Pasien mengeluh
gatal, mata merah, berair, dan terdapat tahi mata. Sulit ditemukan eosinofil pada
kerokan konjungtiva. Bila alergen menetap, timbul konjungtivitis papiler.
Pengobatan dengan meneteskan vasokonstriktor lokal selama tahap akut. Kompres
dingin membatu mengurangi gatal.
- Keratokonjungtivitis Vernalis
Adalah penyakit alergi bilateral yang jarang, biasanya mulai dalam tahun-tahun
pubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Lebih banyak terdapat pada perempuan. Pasien
kadang menampakan manifestasi alergi lainnya.
Pasien umumnya mengeluh gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat alergi pada keluarga. Konjungtiva tampak putih seperti
susu dan terbanyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Bintik-bintik Tranta
adalah bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan
konjungtivitis vernal selama fase aktif dari penyakit ini. Banyak eosinofil terdapat
dalam sediaan hapus yang terpulas giemsa dari eksudat konjungtiva. Sering tampak

mikro pannus pada keratokonjungtivitis vernal plapebra dan limbus. Mungkin timbul
ulkus kornea superfisial dan dapat berakibat parut ringan pada kornea
Merupakan peyakit yang sembuh sendiri, sehingga medikasi hanya menghilangkan
gejala yang ada. Steroid topikal atau sistemik yang mengurangi gatal, hanya sedikit
mempengaruhi kornea ini, dan efek sampingnya dapat sangat merugikan.
Vasokonstriktor, kompres dingin, tidur di ruang sejuk akan menyamankan pasien.
Gejala berat seorang pasien yang sangat fotofobik sehingga tidak dapat berbuat apa-
apa, dapat ditolong dengan steroid topikal atau sistemik, diikuti dengan
vasokonsrikror, kompres dingin, dan tetes mata cromolyn.
- Keratokonjungtivitis Atopik
Sering diderita pasien dermatitis atopi. Tanda dan gejala berupa sensasi terbakar,
mata bertahi , berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritematosa dan
konjungtiva tampak seperti susu.
Biasanya ada riwayat alergi pada pasien dan keluarganya. Kebanyakan pasien pernah
menderita dermatitis atopi sejak bayi. Seperti dernatitisnya, keratokonjungtivitas
atopik berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi serta remisi.
Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil ,tetapi tidak sebanyak pada
keratokonjungtivitis vernal.
Setiap infeksi sekunder harus diobati. Harus diusahakan kontrol lingkungan. Anti
histamin oral, obat anti radang steroid dan non steroid dapat bermanfaat.
- Konjungtivitis Papilaris Raksasa
Tanda dan gejala mirip konjungtivitis vernal, dapat timbul pada pasien yang
menggunakan mata buatan dari plastik atau lensa kontak.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
- Phylctenulosis
Adalah respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein mikroba, termasuk
protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, dll.

Phyvtenule conjunctive mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan
dikelilingi zona hiperemi. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih-kelabu yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari.
Phynectulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bakterial akut, dan
defisiensi diet.
Pengobatan harus ditijukan kepada penyakit penyebab, dan steroid, bila efektif,
dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap.
- Konjungtivitis ringan sekunder terhadap blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan atropin, neomisin, antibiotik spektrum luas, dan
medikasi obat topikal lain, sering diikuti oleh konjungtivitis infiltratif ringan yang
menimbulkan hiperemi, hipertrofi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dn
sedikit iritasi. Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan
menghilangkannya.
Konjungtivitis akibat Penyakit Autoimun
- Keratokonjungtivitis Sicca
Sindrom sjogren penyakit sistemik yang ditandai trias gangguan :
keratokonjungtivitis sicca, xerostomia, dan artritis. Sedikitnya ada dua dari trias
tersebut untuk menegakan diagnosis. Lebih banyak ditemukan pada wanita
menjelang atau sesudah menopause. Kelenjar lakrimal diinfiltrasi limfosit dan
kadang-kadang sel plasma, berakibat trofi dan destruksi sel-sel kelenjar.
Keratokonjungtivitis sicca ditandai hiperemi konjungtiva bulbi dan gejala iritasi yang
jauh lebih berat daripada radang yang terlihat. Sakit makin terasa menjelang malam
hari.
Diagnosis ditegakan dengan memperlihatkan adanya infiltrasi limfositik dan sel
plasma pada kelenjar liur tambahan pada biopsi bibir yang diperoleh dengan prosedur
sederhana.
Pengobatan ditujukan untuk mempertahankan dan mengganti film air mata.

- Pemphigoid Sikatrikal
Biasanya mulai sebagai konjungtivitis menahun non-spesifik yang resisten terhadap
terapi. Konjungtivitis berakibat parut progresif, penutupan forniks, dan entropion
dengan trikiasis.
Pasien mengeluh sakit, iritasi, dan penglihatan kabur. Pemfigod sikatrikal khas
penyakit usia pertengahan. Pada wanita dapat berlanjut sampai berakibat kebutaan
dalam satu tahun atau kurang.
Dapsone oral dan terapi imunosupresif ternyata efektif pada beberapa kasus.
Pengobatan harus selalu dimulai pada tahap duni, sebelum terjadi parut yang berarti.
Umumnya prognosis buruk dengan hasil terakhir kebutaan akibat symblepharon total
dan pengeringan kornea.
Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan yang umum adalah
pupuk, sabun, deodoran, hair spray, tembakau, bahan make-up, serta berbagai asam dan
alkali.
Asam memiliki efek mengubah sifat protein jaringan secara langsung, sedangkan basa
tidak merubah sifat protein serta cepat menyusup dan menetap di dalam jaringan
konjungtiva. Alkali lebih memungkinkan terjadinya perlekatan antara konjungtiva bulbi
dan palpebra (symblefaron) dan leukoma kornea. Gejala utama luka akibat bahan kimia,
baik asam maupun alkali, adalah rasa sakit, pelebarah pembuluh darah, fotofobia, dan
blefarospasme.
Pembilasan segera dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat
harus disingkirkan secara mekanik. Tindakan simptomatik umum adalah kompres dingin
selama 20 menit setiap jam dan beri analgetika sistemik bila perlu.

Konjungtivitis dengan penyebab tidak diketahui
Folikulosis
Konjungtivitis folikuler menahun (konjungtivitis Axenfeld)
Rosasea okuler
Psoriasis
Sindroma Steven-Johnson
Dermatitis herpetiformis
Epidermolisis bulosa
Sindroma Reiter
Penyakit Kawasaki
Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik
- Konjungtivitis pada Penyakit Tiroid
Pada penyakit graves orbital, kinjungtiva mungkin merah dan pasien mengeluh banyak
air mata. Terapi diarahkan pada pengendalian penyakit tiroid dan segala usaha
dikerahkan untuk melindungi konjungtiva dan kornea.
- Konjungtivitis Gout
Pasien sering mengeluh mata panas selama serangan. Pada pemeriksaan ditemukan
konjungtivitis ringan. Pengobatan diarahkan pada pengendalian serangan gout.
- Konjungtivitis Karsinoid
Konjungtiva kadang mengalami kongesti dan sianotik akibat disekresinya serotonin oleh
sel-sel kromafin di saluran gastrointestinal. Pasien mungkin mengeluhkan mata panas
saat serangan demikian.

Konjungtivitis Sekunder
Konjungtivitis pada Dakriosistitis
Konjungtivitis yang sering terjadi pada dakriosistitis adalah konjungtivitis yang
diakibatkan oleh pneumokokus dan streptokokus beta hemolitikus. Sifat dan sumber
konjungtivitis keduanya sering terlewatkan sampai sistem lakrimalnya diteliti.
Konjungtivitis pada Kanalikulitis
Kanalikulitis akibat infeksi kanalikuler oleh Actinomyces israelli atau Candida sp dapat
menyebabkan konjungtivitis mukopurulen unilateral, sering menahun. Sumber keadaan
ini sering tidak diketahui sehingga terlihat punctum mencebik dan hiperemis khas.
Kerokan konjungtiva menapakkan banyak sekali sel PMN, hasil biakan biasanya negatif.