Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

30
KONFLIK MARITAL PADA PEREMPUAN DALAM PERNIKAHAN POLIGAMI YANG DILAKUKAN KARENA ALASAN AGAMA Fitri Yuliantini Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang 50112 Zainal Abidin Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Semarang 50148 Retno Setyaningsih* Fakultas Psikologi, Universitas klam Sultan Agung, Semarang 50112 Research was conducted to obtain a full and depth overview of "Marital Conflict on Women in Polygamous Marriage based on Keligious Keason" and to answev questions whether there is any of the rnarital conflict on women in polygamous marriage based on reIigious reason. Subject of this research is women who are wives within polygamous marriages, whether as the first, second, third or fourth wives. Four subjects are living in the city of Semarang, each of two has role as the first and second wife. Data obtained through the method of observation and interviews. Results of research show that women who are willing to be married in polygamous marriage because of religious reasons has the potentiaI to marital conflict, both as the first wife as weIl as a second wife. In conclusion, there are two factors to be the root of the marital conflict, namely the internal factors and external factors. Internal factors here are the desires of women not to share husband with another woman. The external factors originating from outside itself, such as injustice treatment of husband, lack of communication and openness husband to each wife and other stories about sharing husband. Resolution used to overcome the * Korespondensi: Hp. +62S1326574990, Email: [email protected] Problem - ProbIem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integtatif - Interkonektif 1133

Transcript of Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Page 1: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

KONFLIK MARITAL PADA PEREMPUANDALAM PERNIKAHAN POLIGAMI YANGDILAKUKAN KARENA ALASAN AGAMA

Fitri YuliantiniFakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung, Semarang 50112

Zainal AbidinFakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, Semarang 50148

Retno Setyaningsih*Fakultas Psikologi, Universitas klam Sultan Agung, Semarang 50112

Research was conducted to obtain a full and depth overview of"Marital Conflict on Women in Polygamous Marriage based onKeligious Keason" and to answev questions whether there is any ofthe rnarital conflict on women in polygamous marriage based onreIigious reason. Subject of this research is women who are wiveswithin polygamous marriages, whether as the first, second, thirdor fourth wives. Four subjects are living in the city of Semarang,each of two has role as the first and second wife. Data obtainedthrough the method of observation and interviews.Results of research show that women who are willing to bemarried in polygamous marriage because of religious reasonshas the potentiaI to marital conflict, both as the first wife as weIlas a second wife.In conclusion, there are two factors to be the root of the maritalconflict, namely the internal factors and external factors. Internalfactors here are the desires of women not to share husbandwith another woman. The external factors originating fromoutside itself, such as injustice treatment of husband, lack ofcommunication and openness husband to each wife and otherstories about sharing husband. Resolution used to overcome the

* Korespondensi: Hp. +62S1326574990,Email: [email protected]

Problem - ProbIem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integtatif - Interkonektif 1133

Page 2: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

FitriYuliantini - ZainalAMdin - RetnoSetyaningsih

conflicts is by returning to syari'at or Islamic Law. By doing so,sincere and patient attitudes hopefully will reIieve the confIict.

Keywords: marital confIict, women, poIygamy

Pendahuluan

Pernikahan menjadi suatu peristiwa yang wajar terjadi dimasyarakat dan menjadi dambaan bagi seseorang yang telah menginjakdewasa dan berharap memiliki sebuah keluarga. Melalui lembagapernikahan itulah, seseorang berharap bahwa kebutuhan-kebutuhanpsikologis tersebut akan terpenuhi. Sebagaimana dikatakan olehMuhyidin (2003), lembaga pernikahan merupakan sebuah lembaga yangterbentuk guna terpenuhinya beberapa tujuan, saIah satunya adaIahtercapainya ketenangan ruh dan diri. Maksud ketenangan ruh dan diri disini tentu saja adalah ketenanganjiwa manusia, yakni mengenai segalasesuatu yang berkaitan dengaii kebutuhan psikologis manusia.

Usaha pemenuhan kebutuhan psikologis manusia melaluilembaga pernikahan ini tidak serta merta terpenuhi. Baik secara langsungmaupun tidak langsung, manusia, khususnya di sini adalah perempuanseolah dihadapkan dengan dua pilihan hidup, yaitu dengan memasukipernikahan monogami atau poligami sebagai suatu pernikahan yangbanyak berlangsung di masyarakat. Melihat fakta yang berkembang dimasyarakat, umumnya perempuan selalu berharap untuk bisa dinikahioleh Iaki-laki sebagai isrri pertama dan setelah menikah perempuanjuga berharap bahwa suatu saat nanti suaminya tidak akan menikahlagi dengan perempuan lain sehingga menghadirkan 'madu' dalamkehidupan rumah tangganya. Meskipun, pada kenyataannya harapantersebut kadang tidak terpenuhi seiring dengan perjalanan rumahtangganya, sehingga pada akhirnya istri dihadapkan dengan keputusansuaminya untuk menikah lagi atau berpoligami.

PoUgami merupakan praktik pernikahan yang lazim dilaksanakanoleh para ulama di Malaysia. Seperti disampaikan oleh Jasmi danMuhammad (2005), bahwa:

"Golongan ulama sangat mudah mendapat pasangan untukberkahwin memandangkan mereka dihormati oleh masyarakat.

134 | Jurnal PsikoIogi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 3: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

Kedudukan seseorang dipandang tinggijika dapat menantukan orangyang berilmu, terutamn ilmu agama".

Pernyataan tersebut didukung oleh adanya catatan statistiktentang poligami di Malaysia, dimana terdapat pernikahan poligamiyang berlangsung hampir tiap tahun, dari tahun 1995-2005. Melaluidata statistik tersebut diketahui bahwa di Malaysia terdapat Iebihdari 1.000 laki-laki yang berpoligami dari tahun 1995-2001. Jumlahterbesar adalah pada tahun 2002, yakni terdapat 2.604 laki-laki yangberpoligami. Jumlah tersebut menurun pada tahun 2005 dengan jumlahtotal 448 laki-laki yang berpoligami (www.islamgov.my/informasi/statistikpoligantiseluruhmalaysia.htrrU). Berdasarkan data tersebut dapatdipastikan bahwa di Malaysia ada banyak laki-laki yang berpoligamitiap tahunnya.

Mengenai dasar penilaian poligami yang sesuai dengan syariatatau sebaliknya, beberapa pihak memberikan tanggapan yang berbeda-beda. Tanggapan tersebut cenderung menunjukkan adanya perbedaanpendapat seputar kebolehan laki-laki untuk berpoligami. Munculnyakontroversi mengenai poligami tersebut berangkat dari perbedaandalam memaknai isi al-Qur'an Surat An-Nisa' (4) ayat 3, yang artinya:

"Dan jika kamu k]iawatir tidak akan mantpu berlaku adil terhadapOwk-hak) anak perempuan yatim (bilamcma kamu menikahinya),maka nikahilah percmpuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,ntau empat. Tetapi jika kamu klmwatir tidak akan mampu berlakuadil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba saiwya perempuanyang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidakberbuatzalim".

Zyamahsyari (www.muslimat.nu.or.id) mengatakan bahwapoligami menurut syari'at Islam adalah suatu rukhshah (kelonggaran)ketika darurat. Darurat yang dimaksud adalah berkaitan dengan tabiatlaki-Iaki dari segi kecenderungannya untuk bergaul dengan lebih darisatu orang istri. Kecenderungan yang ada pada laki-laki itulah yangapabila syari'at Islam tidak memberikan kelonggaran berpoligaminiscaya akan membawa kepada perzinaan. Oleh sebab itu poligamidiperbolehkan dalam lslam.

Ridha (www.muslimat,nu.or.id) menambahkan, beberapa halyang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain: (1) istri mandul;

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif | 135

Page 4: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

FitriYuliantini - ZainalAbidin - RetnoSetyaningsih

(2) istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suami untukmemberikan nafkah batin; (3) bila suami mempunyai kemauan seks yangluar biasa sehingga istri haid beberapa hari saja bisa menyebabkan suamiserong; (4) bila di suatu daerahyangjumlahperempuannya lebih banyakdaripada laki-laki, sehingga apabila tidak poligami dikhawatirkanbanyak perempuan yang berzina.

Sementara itu, Syaltut (www.muslimat.nu.or.id) mengatakan,bahwa hukum poligami adalah mubah. Poligami dibolehkan selamatidak terjadi penganiayaan terhadap istri. Jika terdapat kekhawatiranterhadap kemungkinan terjadinya penganiayaan dan untuk melepaskandiri dari kemungkinan dosa yang dikhawatirkan itu, dianjurkan bagikaum Iaki-laki untuk mencukupkan beristri satu orang saja.

Fakta-fakta sosial di seputar poligami yang dihimpun daripenelitian dan pengalaman advokasi menunjukkan bahwa poligamimenyimpan banyak masalah ketidakadilan dan penderitaan banyakpihak. Menurut laporan LBH-APIK Jakarta, 58 kasus poligami yangdidampinginya dari tahun 2001-2003 memperlihatkan bentuk-bentukkekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, mulai dari tekananpsikis, penganiayaan fisik, penelantaran istri dan anak, ancaman danteror, serta pengabaian hak seksual istri. Sementara 35 kasus poligamidilakukan tanpa alasan yang jelas (Qodir, 2005).

Melihat fenomena kekerasan yang terjadi pada pernikahanpoligami tersebut serta mengacu pada pemaknaan yang berbedamengenai isi al-Qur'an Surat An-Nisa' (4) ayat 3, Qodir (2005) justrumenyampaikan pendapat yang bertentangan dengan pendapat-pendapat yang mendukung poligami. Menurut Qodir, sesungguhnyamaksud pertama dan misi utama ayat tersebut adalah perlindunganterhadap manusia-manusia yang lemah atau tak berdaya melalui cara-cara yang adil dan bukan dalam kerangka anjuran untuk melakukanpoligami.

Poligami seringkali dianggap bertentangan dengan feminisme,akan tetapi oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai solusi problemasosial yang mendapat legitimasi agama. Pendukung kondisi ini adalahadanya sejarah yang banyak mencatat tentang poligami Rasulullah,sementara setiap tindakan Rasulullah dianggap sebagai suatu sunnahyang lebih utama bila diikuti. Alathas (www.islamalternatif.com)

136 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 5: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Pu!igami ...

mengatakan, bahwa ungkapan "poligami itu sunnah" sering digunakansebagai pembenaran poligami, sehingga lebih cenderung kaku dalammelihat hukum tersebut, tanpa melihat Iatar belakang sunnahnyapoligami RasuIullah SAW. Ditambahkan oIeh Alathas, bahwa meskipundemikian, pendapat yang mengatakan bahwa poligami sama sekalitidak benar dan bertentangan dengan naluri manusia, khususnya wanitaadalah pikiran yang dangkal (www.islamalternatif.com).

Istibsyaroh (2004) mengatakan, bahwa terdapat beberapa faktoryang memungkinkan bagi istri atau perempuan bersedia untukdipoligami, diantaranya adaIah: kekayaan laki-laki, pertimbanganketurunan atau status sosial, pertimbangan kegagahan atau ketampanandan pertimbangan keagamaan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pitrianadan Zulaifah(2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antarapengetahuan poligami daiam Islam dengan sikap terhadap poligamipada wanita muslim, dalam hal ini adalah semakin tinggi pengetahuanpoligami dalam Islam yang dimiliki oleh wanita MusIim maka semakinpositif (proporsional) sikap yang diberikan terhadap poligami. Jelasbahwa beberapa perempuan akan menyatakan kerelaan dan keikhlasanuntuk dipoligami ketika mereka menjadikan agama sebagai landasanutamanya.

Adapun bentuk keikhlasan seorang perempuan yang bersediadipoligami dapat dilihat pada kerelaannya untuk berbagi denganperempuan lain atas hak-haknya sebagai seorang istri, meliputi hakgiliran tidur, materi, dan lain-lain. Pemenuhan hak-hak secara adilitulah yang menjadi syarat utama atas diperbolehkannya poligami bagilaki-laki dan menjadi sebuah tuntutan keikhlasan bagi perempuan yangdipoligami karena suami harus mampu berlaku adiI dalam pembagiantersebut(ShaIih,1990).

Mengacu kepada pembahasan mengenai Surat An-Nisa (4)ayat 129, Ar-Razi {Engineer, 2003) mengatakan bahwa sesungguhnyaperlakuan yang sama {adil) terhadap semua istri tidak mungkindilakukan. Oleh karena itu seseorang tidak diwajibkan dengan apa yangtidak mungkin dikerjakan olehnya, yaitu dalam masalah cinta dan seks.Hal ini seringkali menjadi salah satu sumber munculnya masalah daIamrumah tangga yang berpoligami, yakni menjadi pemicu munculnya rasa

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1137

Page 6: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantmi - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

cemburu seorang istri terhadap istri lainnya.Kecemburuan sebagai salah satu munculnya konflik maritaI

sebetulnya tidak hanya terjadi dalam rumah tangga yang berpoligami.Rumah tangga monogami pun memiliki kemungkinan mengalamihal yang sama. Keberadaan lebih dari satu istri dalam rumah tanggayang berpoligami menyebabkan konflik lebih kompleks dan beragam,pernikahan monogami pun memiliki kemungkinan yang sama dalamterjadinya konflik marital. Muhyidin (2003) mengatakan bahwa salahsatu penyebab terjadinya konflik marital adaIah adanya kecemburuanyang berlebihan, terutama cemburu buta terhadap perempuan-perempuan yang pernah hadir dalam kehidupan pasangannya.

Mulia (2004) memberikan definisi poligami sebagai sebuah ikatanperkawinan daIam hal mana suami mengawini Iebih dari satu istridalam waktu yang sama. Ditambahkan olehnya, bahwa laki-laki yangmelakukan bentuk perkawinan poligami dikatakan bersifat poligam.

Istibsyaroh (2004) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktoryang meIatarbelakangi kesediaan istri atau perempuan untuk dipoligami,diantaranya adaIah: (a) kekayaan laki-laki; fo) pertimbangan keturunanatau status sosial; (c) pertinnbangan kegagahan atau ketampanan; dan(d) pertimbangan keagamaan.

Kesediaan istri atau perempuan untuk dipoligami bergantungkepada latar belakang daripada kondisi pribadi serta motivasi yangterkandung di dalamnya, salah satunya adaIah kesediaan perempuanuntuk dipoligami karena alasan agama, yakni meliputi pemahamanmereka mengenai poligami sebagai bagian dari syari'at Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka bersedia hidup daIam pernikahan poligami.

Adhim (2004) menyatakan bahwa konflik pada dasarnya adalahmerupakan level lanjutan sebuah problem rumah tangga. Problemseperti merasa ada perbedaan, kesenjangan, maupun perasaan-perasaantidak nyaman, sesungguhnya baru merupakan sebuah problem pribadi.Namun bila problem pribadi ini tidak segera ditangani, ia akan berubahmenjadi konflik.

Konflik marital dalam pernikahan poligami merupakan sesuatuyang sangat mungkin terjadi. Adanya perempuan lain dalam rumahtangga yang juga memiliki status yang sama, yakni sebagai istri yangberhak memperoleh perlakuan yang sama dari seorang suami bisa

138 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 7: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

menjadi salah satu sumber yang menyulut terjadinya konJflik daIampernikahan, khususnya pada pihak istri. Hal ini sebagaimana dinyatakanoleh Kartono (1992) yang mengatakan bahwa walaupun secara psikologissifat poligamis tidak banyak menimbulkan konflik batin pada pihakpria, akan tetapi secara praktis dalam kehidupan sehari-hari dan dalamlingkungan rumah tangga, pada umumnya senantiasa menimbulkanbanyak protes pada pihak istri. Hal ini didasarkan pada alasan berikut:(1) harga diri istri yang merasa dilanggar; (2) dasar egoisme yang sehatdaIam mencintai suaminya, sebab ia tidak ingin dimadu atau dibagicintanya; dan (3) atas kemurnian relasi perkawinan.

Metode

Proses penelitian kasus ini menggunakan metode penelitiankualitatif, dengan alasan mengingat pada keunikan kasus yang hendakditeIiti sementara hasil penelitian tidak dapat digeneraIisasikan padasubyek Iain pada populasi yang berbeda sehingga kasus tersebutmembutuhkan pemahaman secara lebih mendaIam, yang mana hal initidak dapat diperoleh melalui penelitian dengan metode kuantitatif,yakni perolehan data melalui prosedur statistik atau bentuk hitunganlainnya.

Adapun rancangan dalam penelitian kualitatif ini adalah termasukke daIam rancangan studi kasus, yaitu suatu rancangan penelitian yangdilakukan untuk memperoIeh pengertian secara mendalam mengenaisituasi dan makna sesuatu atau subyek yang diteliti (Alsa, 2004).

Kancah penelitian "Studi Kasus Konflik Marital pada Perempuandalam Pernikahan Poligami yang Dilakukan Karena Alasan Agama" inidilakukan di kota Semarang. Peneliti menggunakan cara pengambilansubyek dengan snowbaU, yaitu pengambilan subyek yang dilakukansecara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telahdiwawancarai atau dihubungi sebelumnya, demikian seterusnya(Poerwandari, 1998).

Adapun ciri<iri subyek penelitian adalah: (1) Perempuan yangtelah menikah dalam sebuah praktik pernikahan poligami, baik yangberstatus sebagai istri pertama maupun sebagai istri kedua; (2) BeragamaIslam; (3) Mampu berkomunikasi secara verbaI; (4) Bertempat tinggaldi Semarang.

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif | 139

Page 8: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

Metode yang digunakan untuk memperoIeh data dalam penelitianini adalah observasi dan wawancara.

Proses analisis data pada kasus ini, peneliti mengacu kepada saranSmith (Poerwandari, 1998), yaitu:

1. Membaca transkrip berulang-ulang untuk mendapatkanpemahaman tentang kasus atau masalah, kemudian menggunakansalah satu bagian kosong untuk menuliskan apapun yangmuncul saat peneliti membaca transkrip tersebut. Peneliti dapatmenuliskan kesimpulan sementara, suatu haI yang tiba-tibamuncul di pikirannya, interpretasi sementara atau apapun.

2. Peneliti kemudian menggunakan satu sisi yang lain untukmenuliskan tema-tema yang muncul maupun kata-kata kunciyang dapat menangkap esensi data dari teks yang dibaca.

3. Peneliti mendaftar tema-tema yang muncul tersebut dan mencobamemikirkan hubungan-hubungan di antara mereka.

4. Pcneliti keinudian menyusun 'master' berisikan daftar tema-temadan kategori-kategori yang telah disusun sehingga menampilkanpola hubungan antar kategori ('cross cases', bukan kasustunggal).Kriteria keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah: (1) Kredibilitas atau validitas data, yang ditunjang denganmemperpanjang masa pengamatan (observasi), melakukanwawancaradengan orang-orang terdekat subyek. Peneliti melakukan pengecekankeabsahan data dari observasi dan wawancara, membicarakan hasilperolehan data dengan orang lain, dalam hal ini adalah diskusi denganteman yang tidak terlibat dalam kegiatan penelitian guna memberikanmasukan, bahkan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampaitersusunnya hasil penelitian (peer debriefing); (2) Standar transferabilitas,yaitu sejauh mana suatu penelitian yang dilakukan pada suatukelompok tertentu dapat diaplikasikan pada ke3ompok lain; (3) Standardependabilitas, dalam usaha untuk mencapai standar dependabiIitasdalam penelitian ini, peneliti melakukan tahapan analisis data, antaralain membaca transkrip untuk mendapatkan pemaharnan tentang kasusatau masalah. Peneliti kemudian merumuskan tema-tema yang muncul,mendaftar tema yang muncul dan mencoba memikirkan hubungan-hubungan diantara mereka. Terakhir peneliti menyusun 'master'

140 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 9: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Ferempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

yang berisikan tema-tetna dan kategori yang telah disusun, sehinggamenampilkan pola hubungan antar kategori; (4) Standar konfirmabilitas,yang ditunjang dengan data mentah hasil wawancara, proses anaHsisyang benar dan pembahasan yang benar.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang telah diperoleh diuraikan dan dibahas kasusper kasus, yaitu:

1. Kasus Pertama

Subyek adalah anak ke-7 dari 15 bersaudara dengan latar belakangkeluarga yang taat beragama. Menurut penuturan subyek, keluarganyaterbiasa dengan aktivitas-aktivitas keagamaan, sehingga dengan dasarpengetahuan agama tersebut subyek tumbuh dan berkembang menjadisosok religius dan senantiasa berusaha mencari lingkungan pergaulanyang sesuai dengan karakternya itu.

Pada usia 23 tahun, subyek dikenalkan oleh kakak iparnya denganseorang laki-laki (B) yang berusia 26 tahun. Subyek sebenarnya belumberniat untuk menikah, tapi karena menurut informasi dari kakaknyabahwa laki-laki tersebut adalah Iaki-laki yang shaleh, sementaradipahami oleh subyek bahwa apabila ada laki-laki shaleh yangmeminangnya maka tidak diperbolehkan untuk menolak, menyebabkansubyek bersedia menikah dengan B.

Setelah menikah dengan B, subyek merasa bahagia dan kasihsayang suami yang selalu tercurah padanya. Sebagaimana rumah tanggapada umumnya, subyek pun pernah merasakan adanya masalah dalamkehidupan rumah tangganya.

Selama tujuh tahun masa pernikahannya, subyek sering sakit-sakitan. Akibat penyakit itu pula yang pada akhirnya menyebabkansubyek tidak dapat mengandung Kondisi tersebut kemudianmenjadi sumber pembicaraan antara subyek dengan suami mengenaikemungkinan melakukan poligami. Akhirnya B melakukan poligami.Pernikahan kedua berlarxgsung tanpa dihadiri oleh pihak keluarga subyekdan B. Hal ini dikarenakan memang pihak keluarga belum mengetahuibahwa B hendak menikah lagi. Subyek dan suaminya memutuskan untuk

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif PsUcologi Integratif - Interkonektif [ 141

Page 10: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

melangsungkan pernikahan terlebih dulu, dengan alasan pihak keluargatentu akan sulit menerima dan untuk menjeIaskannya butuh prosesyang lama, sehingga ketika keluarga diberitahu setelah pernikahanberlangsung diharapkan akan mempermudah proses dakwah kekeluarga dan tidak menghambat niat mereka memberIakukan poligamidaIam rumah tangga mereka.

Awal usia pernikahan suami dengan istri kedua, sebenarnya subyekmerasa berat dan menganggap itu sebagai musibah. Kecenderungannyauntuk dicintai oleh suaminya tanpa ada perempuan lain dalam rumahtangganya sempat menjadikan subyek sedih dan sakit hati. Subyektidak membiarkan muncuInya perasaan itu berlarut-larut, ia berusahamengatasinya dengan menekan cemburu dan mengembalikan pada niatawal menikah, yaitu karena ibadah.

Subyek membenarkan bahwa sebenarnya ikhJas daIam pernikahanpoligaml merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Menurut subyek,Ietak ujian seorang hamba, yakni perlunya seseorang untuk mengasahkemampuannya untuk ikhlas dengan keberadaan 'madu' dalam rumahtangganya.

Permasalahan terkait dengan keberadaan 'madu' bagi subyekmemang dapat memicu terjadinya masalah. Terutama dalampembagian hak-hak istri yang harus bisa dilakukan secara adil olehsuami. Ditambahkan pula bahwa dalam rumah tangganya sendiri tidaksampai mengalami masalah besar, termasuk dalam usaha suami untukmelakukan pembagian hak-hak istri secara adil.

Diakui oleh subyek, bahwa untuk berbuat adil memang sulit,namun sebagaimana dipahami oleh subyek bahwa adil bukan berartiharus sama persis satu sama lain melainkan sesuai dengan kebutuhanmasing-masing istri. Ditambah dengan usaha subyek untuk senantiasamengingatkan suami agar tetap menjaga kemampuannya berlakuadil dan dengan tetap menjaga keterbukaan dan komunikasi dengansuami dan 'madu' membantu subyek untuk mengantisipasi munculnyarasa iri hati dan rasa tidak puas terhadap rizki yang diberikan suamiterhadapnya.

Upaya lain yang dilakukan subyek untuk mengatasi masalah,yakni dengan berusaha bersabar, ikhlas dan mengembalikan setiappersoalan kepada komitmen awal menikah sampai dengan terjadinya

142 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 11: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

poligami dalam rumah tangganya, yaitu sebagai bagian dari bentukibadahnya kepada Allah SWTjuga membantu subyek mengatasi rasacemburunya terhadap 'madu'.

2. Kasus Kedua

Subyek adalah anak terakhir dari 7 bersaudara. Ayahnya bekerjasebagai polisi sementara ibunya menjadi ibu rumah tangga. Ayah subyekmemiliki karakter keras, disiplin dan mudah marah dengan tak segan-segan memukuI anaknya apabila dianggap bersalah.

Subyek mulai aktif dengan aktifitas taklim di masjid-masjidbersama saudara sepupunya. MenjeIang akhir SMA subyek menemukansebuah jama'ah taklim yang dirasa oleh subyek paling tepat sesuaidengan al-Qur'an dan as-Sunnah RasuluIlah SAW. Sejak ituIah subyekmulai menekankan Islam dan aturan-aturan yang ada di dalamnyaterhadap dirinya.

Melalui seorang ustadz subyek diberitahu bahwa ada seorang laki-laki dari agama yang sama namun dari jama'ah taklirn yang berbeda,berniat meminang subyek. Sebenarnya subyek beIum benar-benarsiap untuk menikah karena merasa masih muda, namun karena laki-laki tersebut dinilai sebagai laki-laki yang shateh, sementara diyakinioleh subyek bahwa apabila ada laki-laki shaleh yang meminangnyamaka tidak diperbolehkan untuk menoIak, akhirnya subyek bersediamenikah.

Selama masa pernikahannya itu subyek mengaku hidup bahagiabersama suami. Suami dan subyek berusaha mengamaUcan ajaran-ajaranIslam dalarn keIuarganya sebagaimana yang teIah mereka peroleh dalamtaklim yang mereka ikuti.

Mengenai konflik dalam rumah tangganya, subyek mengakumemang pernah terjadi. Hal itu tidak menjadi beban tersendiri bagisubyek karena subyek sadar bahwa dalam rumah tangga memang wajarbiIa mengalami permasalahan. Diakui pula oIeh subyek, bahwa selamalima tahun perjalanan rumah tangganya dengan suami, suami pernahmemukul subyek. Dijelaskan lebih lanjut oleh subyek, bahwa pada saatitu memang subyek sering membantah ucapan suami, sehingga suamigeram dan jengkel yang menyebabkan suami memukul subyek.

Menginjak 5 tahun usia pernikahan, suami memutuskan untuk

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif | 143

Page 12: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

menikah lagi. Sebelumnya suami sering menyampaikan ilmu tentangpoligami kepada subyek, baik secara langsung lewat lisaii maupunmelalui buku-buku tentang poligami. Adapun alasan yang disampaikansuami pada saat itu adalah karena faktor usia perempuan yanghendak dinikahi (E) dan adanya keinginan untuk menolong karenaperbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang tidak seimbangdi kalangan jama'ah taklimnya. Apalagi, jumlah perempuan yangsudah siap untuk menikah lebih banyak daripada jumlah laki-laki yangsudah siap untuk menikah. Sementara tidak semua Iaki-laki yang sudahmenikah siap untuk berpoligami,

Sebenarnya subyek merasa keberatan atas keputusan suamimenikah lagi. Tapi, karena subyek merasa sudah tahu ilmunya danmelihat poligami sebagai bagian dari ibadah, di samping juga karenasubyek menyadari adanya kekurangan fisik (tubuh gemuk) maka subyekmenerima keputusan tersebut.

Subyek menyatakan, bahwa setelah pernikahan kedua suami mulaimeninggalkan aktifitas dakwah dan taklim. Alasan yang disampaikansuami mengenai hal itu adalah karena suami telah disibukkan oleh usahamemenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sementara bagi suaminya,bekerja juga dinilai sebagai ibadah.

Memasuki masa lima tahun usia pernikahan yang kedua, suamisubyek kembali menyatakan niatnya untuk menikah lagi. Alasan yangdisampaikan pada saat itu sama dengan alasan ketika suaminya hendakmenikah dengan E, yaitu untuk menolong perempuan yang hendakdinikahinya (I). Kali ini karena I bekerja di sebuah tempat hiburanyang dekat dengan perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh AllahSWT.

Pernikahan suami dengan istri ketiga, sebenarnya subyek jugamerasa keberatan seperti ketika suanii memutuskan untuk menikahyang kedua. Keinginan suami untuk menikah lagi, membuat subjekakhirnya kembali menyatakan kesediaannya.

Perubahan mulai dirasakan subyek pada kebiasaan suaminyasetelah menikah dengan I. Kebiasaan suami merokok yang dulu sempatditinggalkan, setelah menikah dengan I kebiasaan tersebut mulai terUhatsering dilakukan.

Subyek mengaku lebih sering merasa cemburu sejak keberadaan I

144 | Jurnal PsikoIogi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 13: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami -

sebagai istri ketiga bila dibandingkart dengan ketika suami baru menikahdengan E. Menurut penuturan subyek, rasa cemburu itu seringnyadisebabkan oleh pembagian berkunjung yang terkadang dirasa tidak adiloleh subyek. Misalnya, suami lebih sering berada di rumah I dan seringmampir ke rumah I pada siang harinya meskipun bukan gilirannya.

Subyek mengakui bahwa konflik marital sebenarnya pernahdialaminya. Konflik tersebut muncuI setelah suami pergi ke rumahorang tua I di Makasar, padahal sebelumnya suami sudah pernah kesana, dimana itu berarti suami pergi bersama I dalam jarak waktuyang berdekatan padahal sebenarnya waktu berikutnya adalah giliransuami berkunjung ke rumah orang tua istri Iainnya. Kondisi tersebutmendorong subyek dan E menuntut suami untuk memberikan sejumlahuang selama ditinggal oleh suami.

Subyek juga sering menyayangkan sikap suaminya yang tidakdapat terbuka terhadap masing-masing istri. Hal inilah yang kemudianmenjadi sumber kejengkelan yang dirasakan oleh subyek, padahalsubyek sendiri mengakui bahwa apabila suami mau terbuka danmenjaga komunikasinya dengan masing-masing istri maka istri tidakakan merasa keberatan dengan bentuk pembagian apapun karenapada dasarnya, masing-masing istri termasuk subyek tetap memahamikemampuan suami dalam usahanya berlaku adil.

3. Kasus Ketiga

Subyek adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Sebagaianak bungsu subyek merasa diperlakukan lebih oleh orang tuanyadibandingkan dengan kedua saudara Iainnya yang kesemuanyaberjenis kelamin laki-laki. Subyek mengaku berusaha untuk tumbuhmandiri sebagaimana kedua kakaknya, meskipun dimanjakan olehorang tuanya.

Subyek termasuk aktif mengikuti taklim di kampusnya, selainpendidikan dan pengajaran agama di keluarganya. Subyek menjadisalah seorang aktifis rohis yang giat berdakwah di kampus. Subyekmemutuskan mengenakan cadar setelah mengetahui ilmunya dan tetapbersikeras mengenakannya meskipun dilarang oleh pihak kampus,bahkan subyek pernah dipanggil ke ruang rektor dan diingatkan untukmelepas cadar tapi subyek tetap bertahan mengenakannya.

ProbIem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1145

Page 14: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

FitriYuliantini - ZainaIAbidin - RetnoSetyaningsih

Semasa kuliah bahkan setelah lulus kuliah, subyek seringdiminta mengisi seminar tentang poligami. Melalui aktivitas ituIahsubyek banyak berkenalan dan dijadikan sebagai tempat curhat olehperempuan-perempuan yang sudah berusia dewasa tapi belum jugamenikah. Beberapa di antara mereka menolak menikah kccuali denganlaki-laki yang masih bujang tapi tetap se-fikroh (satu pemahamandalam agama). Meskipun sebagai seorang perempuan subyek memilikikeinginan menikah dengan status sebagai istri pertama, subyek berusahamembulatkan tekad, bahwa seandainya ada laki-Iaki yang hendakmeminangnya meskipun bukan menjadi istri pertama maka subyekakan bersedia.

Subyek masih berusia 23 tahun ketika seorang temannyamemberitahu bahwa ada seorang laki-laki (B) yang berniat untuk menikahlagi. Subyek ditanya oleh temannya mengenai kesediaannya apabiladiminta untuk jadi istri kedua. Awahiya subyek sudah mempunyainiat untuk melakukannya, sementara subyek pun tahu bahwa laki-laki tersebut adalah laki-laki yang shaleh maka subyek menyatakankesediaannya untuk dipoIigami, yaitu menjadi istri kedua.

Subyek baru mengetahui setelah menikah bahwa dalam keluargaB terjadi konfIik karena menolak keputusan yang diambil oleh B untukberpoligami. KonfIik dalam keIuarga B akhirnya bisa diselesaikandengan usaha memberikan penjelasan dan pendekatan kepada keIuargaB. Salah satu alasan yang diberikan pada saat itu adalah karena istripertama B tidak bisa mengandung.

Terkait dengan adanya syarat adil daIam sebuah pernikahanpoligami, subyek mengaku tidak mengalami permasalahan mengenaipembagian hari dan materi. Diakui puIa olehnya, meskipun tidakmempermasalahkan mengenai pembagian jatah bermalam danmateri, subyek pernah juga merasakan cemburu ketika suami berlakutidak adil. Mengenai ketidakadilan tersebut subyek mengatakan,bahwa sebenarnya itu bukanlah suatu persoalan yang besar, namunmenurutnya hal itu bisa menjadi besar ketika subyek emosi denganmembanding-membandingkan dan marah-marah.

Kadang kala subyek merasa bahwa suaminya tidak adil karenapada siang harinya suami lebih sering tinggal di rumah 'madu'. Subyekmenyadari bahwa memang tempat anak-anak bersekolah berdekatan

146 | Jurnat Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 15: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

dengan rumah 'madu' sementara anak-anak juga senang tinggal dirumah 'madu'nya.

Menurut subyek, hikmah yang dapat diambilnya denganbcrsedia dipoligami adalah bisa lcbih mengonal AIlah SWT dan bisamenempatkan cinta terhadap suami dan cinta terhadap Allah SWT.Subyek juga menyadari, bahwa sesungguhnya rizki, ketenangan danperlindungan itu bukanlah dari suami meIainkan dari AlIah SWT.

4. Kasus Keempat

Subyek adalah anak kelima dari tujuh bersaudara dengan latarbelakang agama Islam tapi cenderung fleksibel dengan kebudayaandaerah setempat.

Subyek aktif mengikuti taklim. Subyek mulai meninggalkanaktifitas tersebut setelah lulus kuliah, sampai kemudian seorang temanmenghubunginya dan mengajaknya mengikuti taklim. Sejak itu subyekkembali aktif mengikuti takIim.

Melalui taklirn, subyek berkenalan dengan salah seorangperempuan yang kemudian menjadi sahabatnya. Perempuan itumenikah dengan seorang Iaki-laki yang sudah beristri. Beberapa kalikunjungan ke rumah temannya dan dari taklim yang diikutinya subyekmulai mengenal pembahasan tentang poligami dan hukum-hukumyang berkaitan dengannya. Subyek melihat temannya hidup bahagiameskipun menjadi istri kedua, dan mengetahui banyaknya manfaat yangdapat diberikan melalui poligami sebagaimana yang diketahuinya daritaklim, sehingga subyek pun mulai tertarik dan berniat akan bersediabila kelak dipoligami. Sejak itulah subyek muIai memberikan penjeIasanpada keluarga tentang poligami.

Suatu hari ketika subyek sedang mengikuti taklim, tiba-tibajamaah takIim, termasuk subyek diminta untuk mengisi sebuah angkettentang kesiapan menikah. Kemudian pada taklim berikutnya, jamaah,yang diantaranya juga ada subyek kembaIi diminta untuk mengisiangket. Kali ini tentang kesediaan dipoligami. Subyek pada saat itumengaku menyatakan siap untuk dipoligami. Atas jawabannya itusubyek kemudian diberitahu bahwa ada seorang laki-laki yang memangingin menikah lagi.

Subyek berusaha memberikan penjeIasan mengenai tujuannya

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1147

Page 16: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal AMdin - Retno Setyaningsih

menikah dipoligamikepada keluarganya. Subyek melakukan pendekatanke ibunya yang dinilai lebih mudah untuk diberikan pengertian dandiharapkanmampu menyampaikan kepada ayahnya, hingga akhirnyakeluarga mengijinkan dan pernikahan pun dilangsungkan.

Subyek menikah dengan A ketika berusia 26 tahun, sementarasaat itu A berusia 28 tahun. Menginjak masa 11 tahun menikah akhirnyasubyek dikaruniai empat anak.

Subyek dengan 'madu'nya (T) mengaku memiliki hubungan yangbaik, bahkan pada dua tahun pertama pernikahan suaminya dengansubyek, subyek dan 'madu'nya tinggal dalam satu rumah. Meskipundemikian, subyek pernah juga merasakan cemburu, namun karenamasing-masing istri bisa saling menjaga perasaan maka rasa cemburuyang muncul dapat diatasi dan tidak muncul secara berlebihan.

Menginjak usia pernikahan lima tahun, subyek diberitahu oleh Tbahwa suaminya telah menikah lagi untuk yang ketiga kalinya, yaitudengan I. Saat itu subyek mengaku berat menerimanya karena suamitidak ijin terlebih dahuIu.

Meskipun subyek berusaha mengembalikan persoalan tersebutkepada hukum Islam, nampaknya hal itu menjadi salah satu sebabmunculnya konflik di kemudian hari. Dinyatakan oleh ibu T bahwasubyek memang masih sulit untuk menerima kehadiran I. Hal inidikarenakan subyek merasa dibohongi oleh suami yang menikah lagisecara diam-diam. Ketidakharmonisan hubungan antara subyek denganI ditangkap pula oleh peneliti melalui penilaian subyek terhadap I danlarangan subyek pada peneliti untuk melakukan wawancara denganI dengan alasan I belum bisa mengendalikan emosi dan masih sukameledak-ledak dalam mengatasi persoalan.

Dinyatakan pula oleh subyek, bahwa subyek pernah protes padasuaminya mengenai keputusannya menikah lagi tanpa pemberitahuandulu pada dirinya. Protes tersebut disampaikan subyek secara lisandan melalui keputusannya untuk tidak bersedianya subyek bertemudengan I.

Subyek mengaku merasa marah dan cemburu dengan keberadaanI, tapi subyek juga tidak terus menerus merasa terbebani dengan masalahitu. Subyek berusaha menekan emosinya dengan mencoba bersabardan mengembalikannya pada hukum Islam yang sebenarnya mengenai

148 l Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 17: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

perlu tidaknya suami ijin untuk menikah lagi. Akhirnya usaha subyekuntuk mengembalikan persoalan tersebut kepada syari'at sedikit banyakmembantu subyek mengatasi emosinya.

Terkait dengan upaya suaminya dalam pembagian waktuberkunjung antara istri yang satu dengan istri lainnya yang menimbulkanketidakpuasan subyek sehingga menjadi salah satu pemicu munculnyarasa cemburu, subyek menekankan bahwa masalah pembagian jatahberkunjung lebih dirasakan subyek setelah keberadaan istri ketiga.

Konflik marital yang dialami pada subyek selain pembagianwaktu, juga terjadi karena adanya pembagian materi yang dirasa subyektidak adil. Hal itu dikatakan oleh T yang pernah mendapat pengaduanlangsung dari I. Subyek juga menyatakan ketidakpuasannya atas sikapsuami yang dinilai pernah secara berlebih pergi ke tempat yang jauhdan menghabiskan banyak uang dengan I.

Terkait dengan keberadaan istri pertama dan istri ketiga dalamrumah tangganya, subyek mengaku bahwa hubungannya dengan kedua'madu'nya sekarang ini baik-baik saja, meskipun memang dulu seringmengalami masaIah yang dipicu oleh rasa cemburu. Menurut subyekmereka memang jarang bertemu satu sama lain karena kesibukanmasing-masing dan jarak rumah yang saling berjauhan.

Subyek berusaha mengatasi konflik marital yang dirasakannya,diantaranya adalah dengan mengembalikan kepada syari'at Islam,berusaha mengendalikan emosi, berusaha memahami bahwa sebenarnyasuami sudah berusaha untuk adil dan mengingatkan suami apabilaberIaku tidak adil.

Pembahasan

Keempat subyek menikah dengan rentang usia yang tidak jauhberbeda satu sama lain. Walgito (2004) mengatakan bahwa umurmemiliki peranan dalam perkawinan. Peranan tersebut berhubungandengan faktor fisiologis, psikoIogis dan dengan kematangan sosial,khususnya sosial-ekonomi daIam perkawinan. Salah satu peran umuryang berhubungan dengan faktor psikoIogis adalah nampak padatingkat kematangan emosi dan pikiran, yang mana kondisi ini sangatdibutuhkan dalam sebuah perkawinan karena perkawinan tentu taklepas dari adanya masalah. Apabila seseorang teIah rnatang emosinya

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1149

Page 18: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

serta dapat mengendalikan emosinya maka ia akan berpikir secaradewasa, baik dan obyektif sehingga sekecil apapun masalah yangmuncul dapat diatasi dengan baik.

Keputusan untuk menikah atau melanjutkan hidup menujujenjang perkawinan merupakan haI sulit dan menjadi pengalamanmendebarkan bagi masing-masing individu yang mengalaminya.TerIebih jika sebelumnya seseorang tidak merencanakan di usia berapakeIak ia akan menikah. Hal ini dialami oleh Ibu H dan Ibu T. Keduanyasebenarnya belum berpikir untuk menikah di usia tersebut, karena padasaat itu yang meminang mereka adaIah laki4aki yang shaIeh makamereka tidak menolaknya.

Kehidupan keluarga selaIu diwarnai oleh permasalahan-permasalahan dan problem-problem pribadi. HaI ini diaIami pula oIehIbu H dan Ibu T, namun masalah dan problem pribadi tersebut selaludapat diatasi dan berakhir dalam waktu yang tidak lama. Hal ini tidakmenutup kemungkinan muncul persoalan yang lain. Persoalan barupun kerapkali muncul dan terkadang menimbulkan tuntutan solusiyang lebih besar.

Pengalaman ibu H, setelah 7 tahun menikah, ia belum jugadikaruniai keturunan. Kondisi itulah yang kemudian mengantarkanIbu H untuk memikirkan sebuah solusi tepat yang dirasa tidak hanyamampu mengatasi problem pribadinya, tapi juga sekaligus mampumenjadi solusi bagi problem masyarakat terkait dengan banyaknyajumlah perempuan bila dibandingkan dengan jumlah laki-laki, yaitupoligami. Mubarok (2003) menyebutkan beberapa manfaat ataukemaslahatan yang bisa diambil dari adanya pernikahan poligami,diantaranya adalah mengatasi problem sosial yang salah satunyadisebabkan oleh bertambahnya jumlah perempuan yang melebihijumlah laki-laki. Selain itu juga untuk mengatasi problem pribadi yangsalah satunya disebabkan oIeh keadaan istri yang tidak mampu memilikianak atau mandul.

Berbeda dengan Ibu H, Ibu T yang juga berstatus sebagai istripertama sebenarnya keberatan dengan maksud suami untuk menikahIagi. Namun, karena suami telah bertekad untuk menikah lagi denganalasan menolong perempuan yang kemudian dinikahi menyebabkanIbu T tidak dapat menolaknya. Menurut Koen (2007) selalu ada alasan

150 | Jurnal Psikologj, VoI. I, No. 2, Desember 2008

Page 19: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Ferempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

bagi Iaki-laki untuk membenarkan keputusannya berpoligami. Terdapatbeberapa alasan yang dikemukakan suami saat hasrat berpoHgaminyasemakin besar, diantaranya adalah: (a) Fisik pasangan tak lagi rupawan.Karena usia, fisik istri mengalami kemunduran ukuran keidealan. lbuT sendiri menyadari kekurangan dirinya, yakni dari segi fisik yangmenurutnya barangkali suami menginginkan yang lebih ideal biladibandingkan dengan fisiknya; (b) Adanya keinginan untuk menolong.Sebagian laki-laki merasa perlu untuk menikah Iagi karena beberapaalasan, salah satunya adalah untuk menolong perempuan yang hendakdinikahinya agar kehidupannya lebih baik.

Selanjutnya Koen (2007) mengatakanbahwa pada dasarnya laki-laki adaIah sosok yang egois dan berdiri di atas kemauannya sendiri.Laki-laki adaIah sosok yang haus pujian, dimana ia ingin orang lainmenyanjungnya sebagai orang yang gemar menolong. Menjadi altruis,orang yang gemar menolong orang lain. Altruis di sini menurut Koenadalah altruis yang narsistis yang kembali kepada keegoannya sendiri.Altruisme oleh Myers (Sarwono, 1999) didefinisikan sebagai hasrat untukmenolong orang lain tanpa memikirkan kepentingannya sendiri. Dalamhal ini adalah kepentingan suami dengan keberadaan istri dan anak-anaknya. Ditambahkan oleh Krebs (Sarwono, 1999) bahwa seseoranglebih suka menolong orang yang menarik atau disukai oleh si penolongsendiri. Alasan menolong yang juga dikemukan oleh suami ftm T bisajadi karena adanya daya tarik tersendiri pada kedua perempuan yangkemudian dinikahinya yang menyebabkan suami flm T memutuskanberpoligami, meskipun salah seorang perempuan yang kemudiandinikahinya tidak memiliki pemahaman dien yang sama.

Keempat subyek pada umumnya memiliki alasan yang samaketika menyatakan bersedia dipoligami, selain karena aIasan-alasanpribadi, seperti mandul, usia, kekurangan fisik dan faktor keshalehanlaki-Iaki yang meminangnya, mereka juga bersedia dipoligami karenaadanya aIasan sosial dan dakwah. Keempat subyek memang memilikipemahaman yang sama dalam memaknai poligami, yaitu merupakanbagian dari syari'at yang boleh dilakukan dengan syarat Jaki-laki mampuberlaku adil. Praktik poUgami secara langsung menjadi salah satu mediadakwah mereka pada masyarakat.

Alasan serta adanya pemahaman tersebut, bukan berarti seseorang

Problem - ProbIem Pernikahan: Perspektif PsikoIogi Integratif - Interkonektif | 151

Page 20: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

dapat terlepas dari adanya fitrah manusia yang hanya ingin dicintaisuami tanpa berbagi derigan perempuan lain. Terbukti bahwa dengankeberadaan 'madu' dalam rumah tangga dapat memicu muncuIrvyarasa cemburu dan menjadi sebab awal berkembangnya konflik marital.Kartono (1992) mengatakan, bahwa walaupun secara psikologis sifatpoligamis tidak banyak menimbulkan_konflik batin pada pihak pria,akan tetapi secara praktis dalam kehidupan sehari-hari dan dalamlingkungan rumah tangga, pada umumnya senantiasa menimbulkanbanyak protes pada pmak istri. Hal ini didasarkan pada alasan berikut:(1) Harga diri istri yang merasa dilanggar; (2) Dasar egoisme yang sehatdalam mencintai suaminya, sebab ia tidak ingin dimadu atau dibagicintanya; dan (3) Atas kemurnian relasi perkawinan.

Adanya keinginan mencinta tanpa ingin berbagi denganperempuan lain, rasa cemburu juga banyak dipicu oleh ketidakadilansuami dalam pembagian hak-hak istri, yang mana suami memberikanpembagian yang berbeda antara istri yang satu dengan istri yang lain.Sementara pihak istri tidak bisa menerima kondisi tersebut karenamerasa haknya dilecehkan, sehingga menyebabkan istri melakukansuatu usaha untuk menuntut keadilan tersebut. Menurut Dayakisni danHudaniah (200l) bahwa daIam teori keadilan memiliki beberapa asumsidasar, salah satunya adalah apabila individu berada daIam situasi yangdirasa tidak adil (inequity) maka ia akan mengalami tekanan emosionaI,dalam hal ini adalah munculnya rasa cemburu. Keadaan seperti ituakan membuat pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan itu merasatertekan. Perasaan tertekan tersebut akan mendorong individu yangbersangkutan untuk melakukan tindakan atau usaha-usaha tertentusehingga tercapai suatu keadilan (equity).

Pencapaian usaha menuju suatu keadaan adiI itulah yangterkadang tidak menyelesaikan masabh, akan tetapi justru menjadikanmasalah yang ada menjadi semakin runcing dan berkembang menjadikonflik. Tuntutan masing-masing istri tak urung memberatkan suami,sementara hubungan antara istri yang satu dan yang lainnya punmenjadi buruk. Keadaan itu menambah tekanan emosional istri sehinggaistri mengalami konflik marital.

Menurut Al Hamd (2004) beberapa penyebab muncuInya konflikdalam rumah tangga ta'addud (poligami) adalah suami tidak adiI

152 | Jurnal FsikoIogi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 21: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan Poligaroi ...

dalam melakukan pembagian hak-hak istri. Ditambah dengan kondisianak-anak yang mengalami kurangnya perhatian ayah karena dengankeberadaan lebih dari satu istri menyebabkan seorang suami harusmampu membagi waktu secara sama dan adil antara istri yang satudan yang lainnya.

Dagun (2002) mengatakan bahwa terdapat sebuah hasil penelitiantentang perkembangan anak dengan tanpa adanya perhatian dari ayahmenyebabkan munculnya efek-efek negatif pada anak, diantaranyaadalah mempunyai kemampuan akademik yang menurun, aktivitassosial yang terhambat dan interaksi sosial terbatas. Hal ini dialami olehsalah seorang anak Ibu E, dimana dalam kehidupan poligami yangdijalani oleh orang tuanya itu anak merasakan kurangnya perhatianseorang ayah. Meskipun tidak secara keseluruhan kondisi tersebutdialami oleh anaknya, namun beberapa kaIi ft>u E harus dihadapkanoleh sikap anaknya yang enggan berangkat ke sekolah tanpa alasanyang jelas. Keadaan itulah yang kemudian menjadi salah satu sebabmunculnya konflik marital pada istri yang dipoligami.

Konflik marital memang tidak dialami oleh semua subyek. Duadiantara subyek yang ada, yaitu Rm H dan K>u R berusaha mengatasiproblem pribadi dan masalah keluarganya sehingga tidak berkembangmenjadi konflik. Keridhaan masing-masing istri dalam kemampuansuami melakukan pembagian hak-hak istri dan adanya komunikasiserta keterbukaan masing-masing pihak menjadi kunci utama merekamengatasi problem pribadi, sehingga konflik marital tidak terjadi dalamkeluarga Ibu H dan Ibu R. Sementara itu dalam keluarga Ibu T dan IbuE tidak terdapat komunikasi dan keterbukaan antara suami denganmasing-masing istri. Akibatnya, tiap persoalan dan problem pribadiyang berawal dari rasa cemburu pada masing-masing istri kerapkalimuncul dan berdampak pada munculnya konflik marital.

Hasan (2001) mengatakan bahwa sikap keterbukaan sangatpenting untuk menunjang keharmonisan rumah tangga. Sikap tidak mauberterus terang atau saling tertutup bisa menimbulkan perasaan salingcuriga yang pada akhirnya terjadi kecemburuan. Dan kecemburuan yangberlarut-larut dapat berakibat fatal sebagai sumber percekcokan sertapertengkaran (konflik marital). Diperlukan sikap keterbukaan dalamsebuah komunikasi untuk menghindari terjadinya kecemburuan dan

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif | 153

Page 22: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

FitriYuliantini - ZainalAbidin - RetnoSetyaningsih

saling curiga sehingga ticiak berdampak pada terjadinya konflik bagimasing-masing istri,

Kesediaan antar pasangan dalam berkomunikasi untuk

saling memperhatikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiridisamping menjadi determinan utama bagi keberlangsungan infceraksiantar pasangan. Montgomery (Sadarjoen, 2005) mengungkapkan:"Quality comtnunication is central to quality marriage". Sebaliknya, dapatditambahkan pula bahwa kualitas perkawinan penting juga bagikualitas komunikasi. Pasangan yang merasa puas dengan relasinya,maka dengan sendirinya lebih menerima pesan yang terungkap dalampembicaraan pasangannya.

Komunikasi di awal keputusan suami untuk berpoligamimenentukan kelanjutan dari kualitas hubungan suami istri dalammembina rumah tangga. Seiring dengan berj<dannya waktu kesepakatanyang telah dibuat tak urung menga3ami perubahan-perubahan.WatzaIawik, Weakland dan Fisch (Sadarjoen, 2005) mengungkapkanbahwa terdapat dua jenis perubahan yang terjadi pada manusia.Perubahan yang pertama tumbuh melaIui tahapan natural darikehidupan. Perubahan-perubaharv tersebut datang secara perIahanseperti seolah tepat dan peka terkait dengan pola siklus kehidupanyang normal. Perubahan yang kedua sering terjadi secara tiba-tibadan tidak dapat diprediksikan sebelumnya. Kekuatan-kekuatan yangmenyebabkan perubahan bisa terjadi pada $etting kerja secara perIahan,namun sering pula muncul secara tiba-tiba dan membuat kedua pasangantersebut berada pada situasi tanda tanya. Jenis variasi perubahan keduasering merupakan penyebab dari konflik perkawinan.

Perubahan-perubahan yang tadinya disetujui dan diinginkanoleh kedua pasangan pun mampu membuat gangguan keseimbangandalam kehidupan perkawinan (TarkeIson, Sadarjoen, 2005). Ibu E danIbu T merasakan adanya perubahan kesepakatan suami untuk tetapberlaku adil. Meskipun, dipahami oleh kedua subyek tersebut bahwasebenarnya suami telah berusaha adil, nampaknya perbedaan sekecilapapun yang terlepas dari kesepakatan sebelum berpoligami bisa

mengganggu keseimbangan dalam kehidupan perkawinan.Adanya gangguan keseimbangan dalam kehidupan perkawinan

dipicu oleh banyak hal. Salah satunya adalah tujuan awal sebuah

154 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 23: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Ferempuan Dalam Pernikahan Poligami ...

pernikahan, sebagaimana telah disepakati bersama ketika membuatsebuah keputusan untuk hidup berpoligami yang ternyata tidak sesuaidengan yang diharapkan.

Sadarjoen (2005) mertgatakanbahwaharapan merupakanprodukdari pengaIaman nilai-nilai, tujuan-tujuan dan mimpi-mimpi masa lalu.Harapan-harapan tersebut berada dalam rentang monumental darikutub realistis ke kutub tidak realistis, ketika harapan tidak kunjungtercapai maka akan menjadi sumber stres yang sering menghasilkanperasaan kecewa, sakit hati dan kemarahan. Kasus Ibu E yangsebenarnya berharap bahwa kehidupan poligaminya akan semenarikkehidupan poligami yang dijalani oleh temannya ternyata harapantersebut tidak tercapai sehingga menyebabkan munculnya rasa kecewa,sakit hati bahkan konflik marital pada dirinya.

Terdapat beberapa faktor lain yang menjadi sebab konflik dalamrumah tangga, disamping adanya kenyataan yang tidak sesuai denganharapan-harapan pra-pernikahan. Muhyidin (2003) menyebutkan tigadiantara sebab konflik tersebut antara Iain: (1) faktor cemburu; (2) faktorperfeksionis; (3) faktor lain, seperti kurang perhatian.

Menurut Muhyidin (2003), terdapat 3 macam konflik, yaitu konflikdi atas permukaan, konflik di bawah permukaan dan konflik terbuka.Konflik di atas permukaan adalah konflik yang terjadi sebagai akibatdari pertentangan yang tampak dan bisa diidentifikasi. Konflik di bawahpermukaan adalah konflik yang terjadi sebagai akibat dari pertentanganlatent dan sulit untuk diidentifikasi. Konflik terbuka merupakan konflikyang terjadi sebagai akumulasi dari konflik di atas permukaan dankonflik di bawah permukaan.

Walgito (2004) mengatakan bahwa terdapat salah satu cirikedewasaan seseorang yang tampak secara psikologis, yaitu ketikaseseorang mampu mengendalikan emosinya sehingga dapat berpikirdengan baik dan dapat menempatkan persoalan sesuai dengan keadaandengan cara yang obyektif. Cara subyek mengatasi konflik denganberusaha menstabilkan emosi merupakan usaha subyek yang berjalanmelalui proses selama masa pernikahannya dengan suami yang tidakhanya memiliki satu istri melainkan tiga istri menjadikan kedua subyeksecara tidak langsung terlatih menjadi lebih dewasa dan bijaksanadalam mengatasi setiap persoalan dalam kehidupan poligaminya. Rasa

Problem - ProbIem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1155

Page 24: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Filri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyattingsih

cemburu dan konflik yang muncul dapat diatasi meskipun sebelumnyapernah muncul di atas permukaan bahkan menjadi konflik terbuka.

Andayani (2001) mengatakan bahwa konflik merupakan bagiandari hubungan manusia, hal ini dapat berupa hubungan yang positifmaupun negatif, tergantung bagaimana seseorang menyikapinya.Hal ini dapat dikatakan sebagai bentuk yang positif jika konflik inifungsionaI. Ditambahkan puIa oleh Simmel (Andayani, 2001) bahwa:"Conflict resolves divergent dualism; it is a way ofachieving some kind unity.Conflict is viewed as a 'glue' zvhich strengthen human relationship", (konflikmerupakan pertentangan adanya bentuk dualisme, yang merupakansuatu cara untuk mencapai suatu kesatuan. Konflik digambarkan sepertilem yang menguatkan hubungan antar manusia).

Konflik bisa menjadi sebuah awal atau perantara menujuhubungan yang lebih baik dalam rumah tangga. Hal ini bergantungkepada strategi serta pengambiIan cara yang tepat dalam mengatasikonflik tersebut, Terlebih apabila masing-masing pihak, baik istripertama, 'madu' maupun suami benar-benar memahami poligami darisisi positif dan negatifnya dengan tetap bersandar pada syari'at makaseburuk apapun dampak poligami pelakunya tetap dapat mengambilsisi maslahatnya.

Dapat disimpulkan bahwa pernikahan poUgami memang menjadisuatu pernikahan yang sensitif dan mudah memicu terjadinya konflikmarital, khususnya pada pihak perempuan yang dipoligami, baikberstatus sebagai istri pertama maupun istri kedua dan selanjutnya.Konflik tersebut bersinggungan dengan dua faktor utama, yaitu faktorinternaI dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan bagian yang takmungkin terlepas dari sebab utama terjadinya konflik, yakni keinginanperempuan dalam mencintai suaminya tanpa keberadaan 'madu'.Faktor internal ini bisa menjadi penyulut terjadinya konflik maritalketika dihadapkan dengan faktor lainnya, yaitu faktor eksternal. Faktoreksternal di sini berhubungan dengan pihak-pihak lain di luar istri,seperti suami, 'madu' dan orang lain, bisa saudara, keluarga maupuntetangga.

Baik faktor internal maupun maupun faktor eksternal yangberada dalam pernikahan poligami dapat berkembang menjadi problenipribadi atau bahkan bisa berkembang lebih jauh menjadi konflik

156 l Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 25: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Fernikahan Poligami -.

marital tergantung kepada cara masing-masing individu mengatasikonflik tersebut. Dua orang subyek (Ibu H dan Ibu R) hanya mengalamiproblem pribadi dan tidak mengalami konflik marital, sedangkandua subyek lainnya (Ibu T dan Ibu E) sebclumnya mengalami konflikmarital. Keempat subyek memiliki cara yang sama dalam mengatasiproblem pribadi dan konflik tersebut, yaitu dengan bersikap sabar danmengembalikannya kepada Allah SWT, termasukjuga dengan merujukkepada syari'at Islam tentang poligami.

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam kasus ini adalahbahwa "Konflik Marital dalam Pernikahan Poligami yang Dilakukankarena Alasan Agama" mungkin dapat terjadi. Cara masing-masingperempuan yang dipoligami dalam mengatasi problem pribadi menjadifaktor utama yang menentukan apakah problem tersebut dapat diatasiatau tidak, sehingga berdampak pada terjadinya konflik marital.

Simpulan dan Saran

Penelitian mengenai ada atau tidaknya "Konflik Marital padaPerempuan dalam Pernikahan Poligami yang Dilakukan karena AlasanAgama", yang menggunakan metode wawancara dan observasi,menghasilkan kesimpulan bahwa: (1) Terdapat perbedaan antarakondisi kehidupan rumah tangga sebelum dipoligami dan sesudahdipoligami. Kondisi rumah tangga sebelum dipoligami bagi merekayang berstatus sebagai istri pertama secara umum pernah mengalamiproblem pribadi yang bisa berkembang menjadi konflik marital.Faktor pemicu munculnya problem pribadi maupun konflik maritaltersebut lebih dikarenakan adanya proses adaptasi masing-masingindividu dengan pasangannya karena sebelumnya mereka belum salingmengenal satu sama lain. Sementara mereka yang berstatus sebagaiistri kedua masing-masing tidak mengalami konflik sampai kemudiandatang seorang laki-laki yang meminta mereka untuk menjadi istrikedua dalam rumah tangganya. Masing-masing individu sebetulnyateIah mempersiapkan diri untuk dipoligami terkait dengan ilmu danpemahaman mengenai poligami yang telah mereka miliki sejak aktifmengikuti taklim. Saat permintaan untuk menjadi istri kedua tersebutbenar-benar terjadi tak urung mereka pun dihadapkan dengan konflikyang bersumber dari keluarga yang menentang mereka dipoligami; (2)

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1157

Page 26: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

Perempuan yang bersedia dipoligami karena alasan agama memilikipotensi untuk mengalami konfIik marital, baik berstatus sebagai istripertama maupun sebagai istri kedua; (3) Terdapat dua faktor yangmenjadi akar konfIik marital dalam pernikahan poligami, yaitu faktorinternal dan faktor eksternaI. Faktor internal di sini adalah rasa egoismeperempuan yang tidak ingin berbagi cinta dengan 'madu' dan faktoreksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya, sepertiketidakadilan suami, kurangnya komunikasi dan keterbukaan suamiterhadap masing-masing istri dan cerita orang lain tentang 'madu'; (4)Penyelesaian yang digtmakan untuk mengatasi konfIik tersebut adalahdengan mengembalikan segala sesuatunya kepada syari'at Allah SWTsehingga melahirkan sikap ikhlas dan sabar.

Penelitian ini dapat memberikan saran antara lain: (1) Mengingatketerbatasan suami sebagai manusia yang memungkinkan berlakutidak adil terhadap istri-istrinya, maka hendaknya istri berusahauntuk mengingatkan suami dengan cara yang baik dan sabar, sertaberusaha memahami kondisi suami terkait dengan perolehan rizkidan pembagian materi, sehingga kemungkinan terjadinya konfIikbisa diminimalisir atau bahkan dihindarkan; (2) Mengingat bahwapoligami merupakan pernikahan yang berpotensi menimbulkanterjadinya konfIik marital, maka hendaknya laki-laki yang memiliki niatberpoIigami mempertimbangkan kemampuan dari segi iImu, materi,dan kemampuan berIaku adil terhadap istri-istrinya.

Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian yang serupaatau terkait dengan penelitian ini, disarankan agar melakukan penelitiantentang poligami dengan kasus yang berbeda.

Daftar Pustaka

Abdullah, S.R. 2004. Poligami dan Eksistensinya. Jakarta: LPPI RiyadhusSholihin.

As-Sa'dani, A.A., 2004. Istriku Memkahkanku. Jakarta: DaruI Falah.

Abud, A.G., 2004. Keluargaku Surgaku, Makna Pernikahan, Cinta danKasih Sayang. Jakarta: Penerbit Hikmah.

158 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 27: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Pada Perempuan Dalam Pernikahan PoHgami -..

Al-Atthar, A.N.T., 1999. Poligami ditinjau dari Segi Agama, Sosial danPerundang-Undangan. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Djufri, S. S., 2000. Kawirr Kawin Lagi, Nafsu atau Dakwah? Final: Silahkan Foligami, Majalah Saksi No. 7 Tahun III. Jakartn:Koperasi Insan Media Ummu Sholihat.

Alsa, A., 2004. Pendekatan Kuantitatif dan KualitatifSerta Kombinasinyadalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

AI-Siba'i, M., 2002. Mengapa Poligami? Penalaran Kasus dan PelurusanTafsir Ayat Poligami. Jakarta: Penerbit Azan-Yayasan AdjengSuharno.

Al-Hamd, M. 2004. Kesalahan-Kesalahan Suami. Surabaya: PustakaProgressif.

Al-Husaini, Aiman. 2001. Tahun Pertama Pernikahan. Jakarta: PustakaAzzam.

Andayani, B., 2001. Marital Conflict Resolution of middle Class JavaneseCouples, Australia: La Trobe University.

Azeem, S. A., 2001. Sabda Langit, Perempuan dalam Tradisi Islarn,Yahudi dan Kristen. Yogyakarta: Gama Media.

Azhim, M. F., 2004. Kelola KonfHkSecara Cantik. MajalahWanitaUMMIedisi II/XIV. Jakarta: PT. Kimus BinaTadzkia.

Bungin, B., 2005.:Analisis Data Penelitian Kualitatif, PemahamanFilosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Capplin, J.P., 2002. Kamus Psikologi. (Terjemahan). Jakarta: RinekaCipta.

Dagun, S. M., 2002. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga).Jakarta: PT Rineka Cipta.

Davakisni, T. H, 2001. Psikologi Sosial. Malang: Penerbitan UniversitasMuhammadiyah Malang.

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1159

Page 28: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyamngsih

Departemen Agama RI, 2005Al-Hikmah A1 Qur'an dan Terjemahannya.Bandung: Diponegoro.

Engineer, A. A, 2000. Hak-hak Perempuan dalam Islam. Yogyakarta:Lembaga Studi dan Pengembangan Ferempuan dan Anak(LSPPA).

, 2003. Pembebasan Perempuan, Yogyakarta: LKIS.

Fadhullah, S. M. H, 2000. Dunia Wanita dalam Islam, Jakarta: Lentera.

Haditono, S. R, 1999. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam BerbagaiBagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hasan, HK. M, 200l. Kunci Utarna Bagi Keharmonisan Keluarga,Nasehat Perkawinan. Majalah Keluarga Muslim, edisi X. Jakarta:Koperasi Insan Media Ummu Sholihat.

Istibsyaroh, 2004. PoIigami Dalam Cinta dan Fakta. Jakarta: PenerbitBelantika.

Jasmi, K.A., & Muhammad, A., 2005. Proceedings of Ihe InternationalSeminar- On Muslim Women: Future And Challenges In ShapingThe Ummah (Sewani 2005). Women: The Driving Force InDeveloping An Excelent Ummah. Centre For Islamic StudiesAnd Social Development University Teknologi Malaysia.

Tim Prima Pena. 2004. Kamus Besar Bahasa mdonesia. Gita MediaPress.

Kartono, K, 2000. Hygene Mental. Bandung: Mandar Maju.

1992. Psiikologi Wanita, Mengenal Wanita sebagailbu dan Nenek. Bandung: Mandar Maju.

Qodir; I. A., 2005. Memilih Monogami. Pembacaan atas Al-Qur'an danHadist Nabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Sadarjoen, S.S. 2005. Konflik Marital, Pemahaman Konseptual, Aktualdan Alternatif Solusinya. Bandung : PT Refika Aditama

Koen, Z.. 2007. 40 Tanda dan 10 Alasan Laki-Laki Ingin Berpoligami.Yogyakarta: Penerbit Galang press (Anggota IKAPI).

160 j Jutnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008

Page 29: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Konflik Marital Fada Perempuan Dalam Pernikahan Poiigami ...

Mubarak, S. I.,2003. Poligami yang Didarnbakan Wanita. Bandung:Syaamil Cipta Media.

Muhyidin, M., 2003. Meraih Mahkota Pengantin, Kiat-Kiat PraktisMendidik Istri dan Mengajar Suami. Jakaria : PT. LenteraBasritama.

Mulia, M. S., 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.

Muthbagoni, M. S., 2005. Beristri 2, 3 atau 4?. Jakarta: CakrawalaPublishing.

Nuh, M, 2000. Kawin Lagi, Nafsu Atau Dakwah, Telaah Dakwah, TakSelamanya Buruk, Majalah Saksi, No. 7, Tahun III. Jakarta:Koperasi Insan Media Ummu Sholihat.

Pitriana, Y., & Zulaifah, E, 2005. Pengetahuan Poligami dalam lslamdan Sikap Terhadap Poligami pada Wanita Muslim. Yogyakarta:Universitas Islajn Indonesia.

Poerwandari, E. E., 1998. Pendekatan Kualitatif dalam PenelitianPsikologi. Jakarta: Lembaga PengembanganSarana Pengukurandan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.

Prastyani, H., 2000. Kawin Lagi, Nafsu Atau Dakwah, Telaah Dakwah,Poligami itu Bagian dari Sunatullah, Majalah Saksi, No. 7, TahunIII. Jakarta: Koperasi Insan Media Ummu Sholihat.

Pruitt, G., D. & Rubin Z. ]., 2005. Teori Konflik Sosial, Seri PsikologiSosial. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Sarwono, S. W. 2003. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sigit, S. 2001. Metodologi Penelitian Sosial- Bisnis - Manajemen.Yogyakarta : BPFE UST

Shalih, S. A., 1990. Upaya Musuh Menghancurkan Islam MelaluiKeluarga. Jakarta: Irsyad Baitus Salam.

Problem - Problem Pernikahan: Perspektif Psikologi Integratif - Interkonektif 1161

Page 30: Konflik Marital pada Perempuan dalam Pernikahan Poligami yang ...

Fitri Yuliantini - Zainal Abidin - Retno Setyaningsih

Strauss, A. & Corbin, J., 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Syarifuddin, A., 2003. Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media.

Usamah, H. A., 2005. Panduan Lengkap Nikah, dari A sampai Z.. Bogor:Pustaka Ibnu Katsier.

Walgito, B., 2004. Pengantar Psikologi Umum Yogyakarta: Andi.

2004, Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta:Andi.

1G2 | Jurnal Psikologi, Vol. I, No. 2, Desember 2008