KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR PASCA PEMILIHAN …
Transcript of KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR PASCA PEMILIHAN …
i
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR
PASCA PEMILIHAN UMUM 2014
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ade Mulyawan
1110112000029
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR
PASCA PEMILIHAN UMUM 2014
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Ade Mulyawan
1110112000029
Di bawah bimbingan
Adi Prayitno, M.IP
NIDN: 0820088001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR
PASCA PEMILIHAN UMUM 2014
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 09 Juni 2017
Ade Mulyawan
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Ade Mulyawan
NIM : 1110112000029
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR PASCA PEMILIHAN UMUM
2014 ...........................................................................................................................
....................................................................................................................................
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 09 Juni 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Adi Prayitno, M.IP
NIP: 197010132005011003 NIDN: 0820088001
v
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR
PASCA PEMILIHAN UMUM 2014
Oleh
Ade Mulyawan
1110112000029
Telah dipertahankan dalam sidang skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Jakarta pada tanggal 19 Juni 2017. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sosial (S. Sos) pada
Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP: 197010132005011003 NIP: 197704242007102003
Penguji I, Penguji II,
Dr. Haniah Hanafie, M.Si Ana Sabhana Azmy, M.IP
NIP: 196105242000032002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 19 Juni 2017.
Ketua Program Studi Ilmu Politik
Fisip UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP: 197010132005011003
vi
ABSTRAK
Skripsi ini mengulas tentang konflik elite dalam permasalahan internal
partai di indonesia khususnya konflik internal yang terjadi di Partai Golkar pasca
pemilihan umum 2014 yang terbelah menjadi dua kubu yaitu kubu Aburizal
Bakrie dan kubu Agung Laksono. Metode yang peneliti gunakan untuk membahas
fenomena ini adalah metode penelitian kualitatif. Adapun tempat penelitian ini
dilakukan yaitu di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Slipi,
Jakarta Barat. Teori yang dipakai adalah teori partai politik dari Andrew Heywod
dan Miriam Budiarjo; teori konflik dari Simon Fisher dan Ralf Dahrendorf; dan
teori elite dari Villfredo Pareto dan Gaetano Mosca.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pertama, awal pemicu terjadinya
konflik internal Partai Golkar adalah kegagalan Aburizal membawa Partai Golkar
memenangkan Pemilihan legislatif dan juga kegagalan pencalonan Aburizal
sebagai calon presiden yang diusung oleh Partai Golkar, serta perbedaan tafsiran
penyelenggaraan Munas IX yang kemudian dicurigai sebagai keinginan Aburizal
untuk kembali menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Selain itu, dukungan Aburizal
kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Parabowo-Hatta pada Pilpres
2014, tidak diikuti oleh beberapa kader Golkar. Sehingga partai ini terbelah
menjadi dua yaitu kubu yang mendukung Aburizal dan kubu Agung yang
menginginkan perubahan kepemimpinan.
Kedua, setelah konflik berlarut-larut kemudian Jusuf Kalla menjadi
mediator islah kedua kubu untuk mengakhiri konflik ini. Tahap-tahapannya
adalah dengan membentuk tim penjaringan kepala daerah untuk pilkada serentak
2015, dilanjutkan dengan terbentuknya tim transisi dan diakhiri dengan Munaslub
pada tahun 2016.
Ketiga, dampak yang dihasilkan dari konflik ini sangatlah luas. Dampak
internalnya adalah keterlambatan gaji karyawan di DPP Golkar dan turunnya
elektabilitas partai selama konflik berlangsung. Adapun dampak eksternalnya
adalah terganggunya kinerja fraksi di DPR, kegagalan di pilkada serentak 2015
dan keluarnya Golkar dari Koalisi Merah Putih.
Kata kunci : konflik, Partai Golkar, elite.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allat SWT yang telah melimpahkan segala
rahmatdan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang
berjudul: KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR PASCA PEMILIHAN
UMUM 2014. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sang pembawa risalah Islam yang rahmatan lil’alamin.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
1. Prof. Dr. Zulkifli, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Suryani, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Adi Prayitno, M.IP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan
telaten, serta dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
membimbing penulis tahap demi tahap hingga selesainya skripsi ini.
5. Terima kasih kepada para penguji, Dr. Haniah Hanafie, M.Si dan Ana
Sabhana Azmy, M.IP yang telah menguji dan meneliti skripsi ini agar
menjadi sebuah karya ilmiah lebih baik.
6. Terima kasih yang terdalam kepada orang tua saya ibunda Ayomah dan
ayahanda Artawi, S.Sos, serta kakak dan adik-adik tercinta Mulia Rahmawati,
S.Sos.I, Arif Darmawan dan M. Arbi Setiawan.
7. Terima kasih kepada Pengurus DPP Partai Golkar, khususnya narasumber
Mustafa Raja yang bersedia untuk memberikan informasi terkait skripsi ini.
8. Terima kasih kepada kawan-kawan kosan: Abdi, Holil, Sulaiman, Rosi,
Saniman, Ikhsan, Wira, Haikal, Wafa, Mudhari dan lain-lain yang selalu
viii
memberi bantuan di kala saya dalam kesulitan dan bersenang-senang walau
dalam keadaan susah.
9. Terima kasih kepada teman-teman kelas Ilmu Politik: Maulana, Hilman,
Kamal, Abudan, Aris, Oye, Dona, Fadil, Ambon, Ajo, Sopian, Yosep,
Ramdan, Imam, Riski, Aisyah, Lulu dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan
satu per satu.
10. Terima kasih kepada Muta’aliyah, Mala, Zahir, Revy, Afrilia, Novi, Mumut,
Ayu, Zizah, Ika, Resti dan semua orang yang telah menyemangati lahir dan
batin.
11. Terima kasih kepada para penghuni PLKI UIN Jakarta: Bang Beki, Bang Ari,
Indah dan lain-lain. Serta para volunteer PLKI: Habib, Ichsan, Sururoh dan
Natasya.
12. Terima kasih kepada keluarga besar HMI Komfisip, INCA, Amcor UIN
Jakarta dan alumni program Bahasa Prancis UIN Jakarta 2015-2016 yang
telah memberikan pengalaman ekstra kampus dalam menunjang akademisi
saya.
Ciputat, 09 Juni 2017
Ade Mulyawan
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR........................................................................................ vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian.......................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................ 11
D. Tinjauan Pustaka................................................................. 11
E. Metode Penelitian................................................................ 13
F. Sistematika Penulisan.......................................................... 16
BAB II KERANGKA TEORETIS
A. Partai Politik........................................................................ 17
B. Konflik................................................................................ 24
C. Elite..................................................................................... 32
BAB III PROFIL PARTAI GOLKAR DI PERPOLITIKAN INDONESIA
A. Golkar pada Awal Kemerdekaan........................................ 37
B. Golkar pada Masa Orde Baru.............................................. 41
C. Golkar Pasca Reformasi...................................................... 43
BAB IV KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR PASCA PEMILIHAN
UMUM 2014
A. Prakonflik Internal Partai Golkar....................................... 53
B. Konfrontasi dan Kericuhan................................................ 55
C. Puncak Konflik: Munas Bali vs Munas Ancol................... 57
D. Resolusi Konflik................................................................. 60
E. Dampak Konflik................................................................. 70
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 76
B. Saran .................................................................................. 78
Daftar Pustaka................................................................................................... xii
Lampiran-lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Ketua Umum Golkar dari Masa ke Masa ......................... 36
Tabel 3.C.2. Perolehan Suara Hasil Pemilu 1999 ................................. 44
Tabel 3.C.3. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2004 ................................. 47
Tabel 3.4. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2009 ................................. 49
Tabel 3.5. Pasangan Capres-Cawapres dan Partai Pendukung ......... 51
Tabel 3.6. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2014 ................................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai politik merupakan fenomena umum dalam kehidupan
demokrasi dan keberadaannya memiliki arti yang sangat penting. Partai
politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah
organisasi mereka dapat menyatukan orang-orang yang mempunyai
pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan.
Dengan begitu, pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan
pelaksanaan keputusan.1
Adapun definisi partai politik banyak dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya adalah Carl J. Friedrich yang memberikan pengertian
mengenai partai politik:
“a political party is a group of human being, stably organized with the
objective of securing or maintaining for its leaders the control of a
government, with the further objective of giving to members of the party,
though such control ideal and material benefits and advantages. (Partai
politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah
bagi pemimpin partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan
kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal serta
materil)”.2
Dilihat dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partai
politik bertujuan untuk menguasai pemerintahan atau mempertahankannya,
1 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2009), 403. 2 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 404.
2
dan oleh karena itu partai politik wajib untuk memberikan keuntungan
yang diperoleh kepada para anggotanya. Seingga partai politik tidak
ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Partai politik diharapkan menjadi perpanjangan tangan rakyat
dalam menyalurkan aspirasinya ke pemerintah. Sesuai dengan tujuan
dibentuknya partai politik, menurut Miriam Budiardjo, terdapat setidaknya
ada empat fungsi partai politik yang terkait satu sama lain. Pertama, partai
politik sebagai sarana komunikasi politik. Dalam hal ini, peran partai
adalah penggabung kepentingan dan perumus kepentingan. Sebagai
penggabung kepentingan, berarti ia menyalurkan aneka ragam pendapat
dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Kemudian
pendapat, ide-ide, dan kebijakan atau aspirasi kebijakan itu diolah dan
dirumuskan sehingga dapat diharapkan mempengaruhi atau bahkan
menjadi materi kebijakan kenegaraan yang resmi. Pada intinya, kedua
fungsi tersebut menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses
penyaluran aspirasi.
Kedua, sebagai sosialisasi politik. Ide, visi, dan kebijakan strategis
yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen
untuk mendapatkan umpan balik berupa dukungan dari masyarakat luas.
Ketiga, sebagai sarana rekrutmen politik. Pada dasarnya partai dibentuk
untuk menjadi "kendaraan" yang sah dalam menyeleksi kader-kader
pemimpin negara. Keempat, sebagai pengatur konflik, nilai-nilai, dan
3
kepentingan-kepentingan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang
sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan
bertabrakan satu sama lain. Sebagai pengatur atau pengelola konflik, partai
berperan sebagai sarana agregasi kepentingan yang menyalurkan ragam
kepentingan yang berbeda-beda itu melalui saluran kelembagaan politik
partai. 3
Di Indonesia terdapat banyak partai politik yang telah berdiri,
terutama setelah kemerdekaan Indonesia. Meskipun kemudian pada era
Orde Baru pemilihan hanya diikuti oleh tiga partai politik, tetapi kemudian
pasca reformasi keran kebebasan kembali dibuka dan orang-orang
berbondong-bondong membentuk partai politik.
Partai Golkar merupakan salah satu partai politik yang masih eksis
di Indonesia. Partai ini mempunyai akar sejarah panjang dalam
perpolitikan Indonesia. Massa pendukung partai ini pun sampai ke pelosok
tanah air. Dengan melihat sejarahnya sampai saat ini, maka tidaklah salah
bahwa Partai Golkar merupakan salah satu partai besar di Indonesia.
Pada awalnya Golkar bernama Sekretariat Bersama Golongan
Karya (Sekber Golkar) dan dibentuk secara resmi pada tanggal 20 Oktober
1964. Sekber Golkar adalah sebuah organisasi fungsionalis yang dibentuk
oleh Angkatan Darat sebagai reaksi atas PKI pada pemerintahan Soekarno.
Golkar didirikan oleh golongan militer khususnya Perwira Angkatan Darat
3 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 405.
4
yang menghimpun puluhan organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani,
serta nelayan.
201 organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber Golkar ini,
dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok
Induk Organisasi (KINO) untuk menata heterogenitas di dalam tubuh
Sekber Golkar tersebut. Adapun KINO tersebut, yaitu:
Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)
Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)
Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)
Organisasi Profesi
Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)
Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI)4
Pada tanggal 4 Februari 1970 organisasi yang tergabung dalam
Sekber Golkar tersebut membuat keputusan bersama untuk mengikuti
pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya
(Golkar). Logo dan nama ini tetap dipertahankan hingga sekarang. Pada
September 1973, GOLKAR menyelenggarakan Musyawarah Nasional
(Munas) pertama di Surabaya. Munas ini menghasilkan Mayjen Amir
Murtono sebagai Ketua Umum Golkar. 5
Kemudian partai ini menjadi alat kekuasaan pada rezim Orde Baru
oleh Soeharto. Dengan tiga kekuatan yaitu militer, birokrasi dan Golkar,
4 David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika (Depok:
Komunitas Bambu, 2013), 312. 5
“Sejarah Partai Golkar”,[data online]; tersedia di
http://golkarbali.or.id/page/9/SEJARAH-PARTAI-GOLKAR.html ; Internet; diakses 29
November 2016.
5
Soeharto dapat memimpin Indonesia selama 32 tahun. Selain itu kedekatan
Golkar dengan pemerintah inilah membuat Golkar selalu memenangkan
setiap pemilu pada zaman Orde Baru dimulai dari tahun 1977, 1982, 1987,
1992 dan 1998.
Setelah Soeharto jatuh, partai ini sempat di ambang kehancuran
karena desakan publik yang menilai partai ini adalah produk Orde Baru
yang korup. Namun di bawah ketua umum Akbar Tanjung, Golkar berhasil
meyakinkan publik bahwa Golkar yang sekarang adalah Golkar Baru.6
Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei
1998, jabatan presiden digantikan oleh wakilnya yaitu Bacharuddin Jusuf
Habibie. Banyaknya desakan publik untuk mengganti hasil pemilu 1997,
maka pemilu yang baru dilaksanakan secepat mungkin karena hasil pemilu
1997 sudah dianggap tidak dipercaya.7
Meskipun mendapat tantangan pembubaran menjelang pemilu
1999, namun Golkar akhirnya ikut dalam pemilihan dan mendapat posisi
kedua dari total 48 partai yang mengikuti pemilihan. Pada pemilu 2004,
Golkar keluar sebagai pemenang. Sayangnya pada pemilu 2009, perolehan
suara Golkar kalah oleh Demokrat dan PDIP dan harus puas berada di
posisi ketiga. Pada pemilu 2014, Golkar berhasil memperbaiki posisinya
dengan menduduki posisi kedua dalam perolehan suara secara nasional di
6 Akbar Tanjung, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik
Era Transisi (Jakarta: PT Granedia Pustaka Utama, 2007), 8. 7 Haniah Hanafie, Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta,
2011), 120.
6
bawah PDIP. Sehingga dapat dikatakan bahwa Golkar konsisten berada di
tiga besar dalam setiap pemilu.
Namun keberhasilan partai ini menjadi salah satu partai besar di
Indonesia sayangnya harus dibarengi dengan berbagai konflik yang terjadi
di dalam tubuh partai, terutama pasca reformasi 1998. Beberapa konflik
yang terjadi, konflik terlama yang pernah terjadi di dalam partai ini adalah
konflik pasca pemilu 2014. Kubu Agung Laksono yang kecewa dengan
keputusan dan pencapaian ketua umum Aburizal Bakrie, kemudian
membuat Munas tandingan bersama dengan para pendukungnya. Sehingga
terdapat dua kepengurusan partai Golkar yang melaporkan hasil munasnya
dan masing-masing menganggap sah kepengurusannya. Jika dilihat dari
aktornya, konflik yang terjadi di tubuh Golkar ini adalah pertarungan elite
partai yang mengakibatkan terbelahnya partai menjadi dua kubu.
Elite menurut Vilfredo Pareto adalah kelompok kecil orang yang
mempunyai kemampuan tertentu yang memiliki pengaruh besar terhadap
masyarakat, sementara non elite tidak memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi masyarakat.8 Pareto juga membagi elite dalam dua kelas,
yaitu elite yang berkuasa, terdiri dari kelompok kecil orang yang langsung
atau tidak langsung memainkan peran penting dalam mekanisme
kekuasaan politik dan elite yang tidak berkuasa yang terdiri dari kelompok
kecil orang yang terampil tetapi tidak terlibat dalam proses politik.9 Maka
elite partai adalah orang-orang yang mempunyai posisi penting dalam
8 Vilfredo Pareto, Mind and Society Vol 4 (London: Kessinger Publishing, 2003), 75.
9 Vilfredo Pareto, The Rise and Fall of Elites: An Application of Teoretical Sociology
Sosial Science Classics (New Jersey: Transaction Publishers, 1991), 67.
7
struktural partai dan secara langsung terlibat dalam mekanisme kebijakan
partai.
Masalah di partai Golkar sendiri pada awalnya dimulai ketika
Rapat Pimpinan Nasional III berlangsung di Bogor pada tanggal 29 Juni
2012. Hasil rapat tersebut salah satunya adalah menetapkan ketua umum
Aburizal Bakrie sebagai bakal calon presiden dari partai Golkar. Namun
sampai hari pendaftaran calon presiden, Golkar belum mendapat dukungan
dari partai lain untuk membentuk koalisi. Sedangkan Partai Gerindra dan
Koalisi Merah Putih (KMP) sudah menetapkan pasangan Prabowo
Subianto dan Hatta Rajasa sebagai capres dan cawapres. Di pihak lain, ada
PDIP dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) memasangkan Joko Widodo dan
Jusuf Kalla.10
Jusuf Kalla sendiri adalah mantan ketua umum Partai Golkar dan
awalnya merupakan salah satu bakal calon dari partai Golkar, namun harus
kalah saing dengan Aburizal Bakrie. Padahal ketika itu elektabilitas Jusuf
Kalla lebih tinggi dibandingkan dengan Aburizal Bakrie.11
Oleh karena itu,
Jusuf Kala kemudian menerima pinangan Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarno Putri untuk berpasangan dengan Jokowi.
Sebagai reaksi atas ketidakmampuan partai dalam membangun
koalisi dengan partai lain untuk mengajukan Aburizal Bakrie sebagai
10
“Aburizal Bakrie dari Capres, Cawapres hingga Tak Jadi Apa-Apa”,[berita online];
tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/20/0649443/aburizal.bakrie.dari.capres.cawapres.hingga
.tak.jadi.apa-apa ; Intenet; diakses 29 November 2016. 11
[beritaonline]; tersedia di http://www.republika.co.id/amp_version/m04lkw ; Internet;
diakses 29 November 2016.
8
capres atau cawapres, maka Golkar mengadakan Rapat Pimpinan Nasional
IV. Keputusan Rapimnas yang berlangsung di Jakarta Convention Center
itu adalah memperluas wewenang Aburizal. Aburizal dipercaya penuh
menentukan arah koalisi Golkar.12
Pada akhirnya hanya dua koalisi yang terbentuk menjelang pilpres
yaitu KIH yang mencalonkan Joko Widodo – Jusuf Kalla dan KMP yang
menduetkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Setelah
menjalin komunikasi dengan Prabowo, Golkar kemudian merapat ke KMP
untuk mendukung Prabowo – Hatta.13
Sayangnya keputusan Aburizal untuk mendukung Prabowo – Hatta
tidak disetujui oleh beberapa anggota, terutama kubu Agung Laksono yang
lebih menginginkan Golkar untuk bergabung ke KIH.14
Selain itu
kegagalan Aburizal sebagai ketua umum untuk memenangkan Golkar pada
Pemilu 2014 juga menjadi pertimbangan kubu Agung Laksono yang
menginginkan pergantian tampuk kepemimpinan di Golkar.
Puncaknya adalah ketika perbedaan penyelenggaraan Munas. Kubu
Aburizal yang menginginkan percepatan Munas dan dilaksanakan pada 31
November 2014 mendapat tentangan dari Kubu Agung sehingga
menyebabkan kericuhan ketika rapat Pleno di DPP Golkar. Agung
12
“Ini Hasil Rapimnas Partai Golkar”,[berita online]; tersedia di
http://www.antaranews.com/berita/434827/ini-hasil-rapimnas-partai-golkar ; Internet; diakses 29
November 2016. 13
“Dukung Prabowo-Hatta Golkar Bantah Bergabung di Ujung”,[berita online]; tersedia
di http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/05/19/n5tal0-dukung-prabowohatta-
golkar-bantah-bergabung-di-ujung ; Internet; diakses 29 November 2016 14
“JK Sindir Golkar Dukung Prabowo-Hatta”,[berita online]; tersedia di
https://www.merdeka.com/politik/jk-sindir-golkar-dukung-prabowo-hatta.html ; Internet; diakses
30 November 2016.
9
Laksono ditunjuk sebagai presidium penyelamat oleh peserta rapat.
Kemudian Mahkamah partai memecat Aburizal Bakrie sebagai ketua
umum karena tidak mampu melaksanakan rapat pleno hingga selesai dan
memaksakan kehendak dengan menggunakan cara-cara yang intimidatif
dan provokatif untuk melaksanakan munas pada tanggal 30 November
2014.15
Namun dalam pemecatannya justru Aburizal tetap melaksanakan
Munas pada tanggal 30 November 2014 di Bali. Sebagai respon dari
Munas Bali tersebut, kemudian Agung Laksono pun melaksanakan Munas
pada tanggal 6 Desember 2014 di Ancol. Sehingga pada prosesnya ada dua
kepengurusan yang mendaftar di Kemenkumham.16
Itulah awal terjadinya koflik dan perpecahan internal Partai Golkar.
Di dalam bermasyarakat terutama dalam dunia politik, konflik merupakan
hal yang tidak dapat dihindarkan. Baik dalam tataran akar rumput atau
masyarakat bawah, maupun dalam tataran pemangku kebijakan partai atau
elite partai.
Perbedaan pendapat merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindarkan, apalagi di dalam sistem demokrasi di Indonesia yang
mempunyai berbagai macam latar belakang suku, agama, ras dan
15
“Pleno Golkar Pecat Ical dan Idrus Mahram”,[berita online]; tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2014/11/25/078624437/pleno-golkar-pecat-ical-dan-idrus-marham ;
Internet; diakses tanggal 30 November 2016. 16
“Dua Kubu Adu Cepat Lapor Kepengurusan ke Kemenkumham”,[berita online];
tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/07/15511491/Dua.Kubu.Golkar.Adu.Cepat.Lapor.Kepen
gurusan.Partai.ke.Kemenkumham ; Intenet; diakses tanggal 30 November 2016.
10
golongan-golongan. Namun terkadang ketidakmampuan partai dalam
menanggapi aspirasi menjadikan masalah bagi partai tersebut.
Keempat fungsi partai politik menunjukkan bahwa partai politik
adalah elemen yang penting untuk membangun kehidupan yang
demokratis. Namun dalam perjalanannya hal-hal ideal tersebut tidak
berjalan dengan mulus. Banyak hambatan yang membuat salah satu atau
beberapa fungsi partai tidak berjalan sebagaimana mestinya dan
memunculkan berbagai macam masalah di dalam partai. Masalah tersebut
jika tidak diselesaikan dengan baik maka akan menjadi suatu konflik. Jika
konflik terjadi di kalangan elit, maka partai akan terbelah yang
mengakibatkan massa yang juga ikut terpecah berkubu-kubu.
Konflik inilah yang terjadi pada partai golkar pasca pemilu 2014
dan merupakan konflik terlama yang mendera partai ini. Oleh karena itu,
penulis akan meneliti serta mengkaji fenomena konflik yang terjadi di
dalam tubuh Golkar dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Konflik
Internal Partai Golkar Pasca Pemilihan Umum 2014”
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik di tubuh golkar pasca
pemilu 2014?
2. Bagaimana konflik internal Partai Golkar pasca pemilu 2014
diselesaikan?
3. Apa dampak terjadinya konflik partai golkar pasca pemilu 2014?
11
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dinamika konflik
internal yang terjadi di tubuh partai Golkar pasca pemilihan umum 2014
dan memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan konflik dalam tubuh
partai politik serta penyelesaian dan dampaknya.
Selain itu, secara umum penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
1. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu sosial dan
politik.
2. Dapat memberikan sumbangan pemahaman secara akademik tentang
konflik elit yang terjadi di tubuh partai.
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi
pemerintah, elite dan kader partai, akademisi dan tokoh politik dalam
hal meminimalisir konflik partai politik di Indonesia.
D. Tinjauan Pustaka
Akbar Tandjung menulis disertasinya yang berjudul “Partai Golkar
dalam Pergolakan Politik Era Reformasi: Tantangan dan Respons”, yang
kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul “The Golkar Way:
Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi”. Buku
ini membahas dan menganalisis bagaimana Partai Golkar survive dan
berperan pada era reformasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
Partai Golkar dapat survive, yaitu faktor kesisteman, kemandirian partai
12
dan nilai-nilai dan kultur yang berkaitan dengan identitas dan kohesivitas
partai ini.
Buku ini sebatas analisis tentang cara Partai Golkar tetap eksis
pada era transisi dan tidak mengandaikan banyaknya pertentangan di
dalam tubuh Partai Golkar itu sendiri. Hal ini disebabkan para kader dan
elite Partai Golkar mempunyai tujuan yang sama yaitu mempertahankan
keberadaan dan kelangsungan Partai Golkar serta mendapatkan legitimasi
dari masyarakat sebagai partai politik yang sah untuk mengikuti pemilihan
umum.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Januari Aquarta alumni
fakultas FISIP UIN Syarif Hidayatullah yang berjudul “faktor-faktor
kekalahan Partai Golkar pada Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten
Bogor tahun 2008” mejelaskan bahwa kekalahan ini disebabkan karena
konflik yang terjadi di tubuh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar.
Konflik ini membuat konsentrasi dan persiapan dalam menghadapi
pemilukada menjadi kacau sehingga menyebabkan calon yang diusung
oleh Partai Golkar mengalami kekalahan.
Namun penelitian ini hanya difokuskan ke pengurus daerah Partai
Golkar di Bogor dan mengambil latar belakang Pilkada tahun 2008.
Sedangkan penelitian yang saya lakukan berada pada tingkatan yang lebih
luas, yaitu DPP Partai Golkar. Sehingga pengaruh konflik lebih besar dan
lebih menarik untuk dibahas.
13
E. Metode Penelitian
Peneliti menjelaskan fenomena ini dengan menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk
mengeksplorasi dan memahami masalah-masalah sosial dan
kemanusiaan.17
Sedangkan menurut Taylor (1975), menjelaskan bahwa
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. 18
Dengan begitu, peneliti dapat memahami secara
mendalam temuan-temuan yang ada di lapangan.
1. Jenis Data
Data dalam penelitian ini dikategorikan kedalam dua jenis, yaitu:
data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan, serta
dari dokumen (berita-berita) terkait konflik yang terjadi di Internal
Partai Golkar. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
melalui kepustakaan, seperti buku-buku, skripsi dan yang berhubungan
dengan penelitian.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi maupun tempat penelitian dilakukan di Dewan Pengurus
Pusat (DPP) Partai Golkar yang bertempat di Jakarta, yakni tempat
17
Johan W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, kuantitatif, dan Mixed
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 4. 18
Lexy Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), 4.
14
pengurus dan narasumber berada. Adapun waktu penelitian dimulai
dari 01 September 2016 sampai 07 Juni 2017.
3. Teknik Pengumpulan Data
Tenik pengumpulan data adalah strategi yang digunakan oleh
peneliti ketika hendak mendapatkan data. Penelitian ini akan
menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan melalui cara bertemu langsung (tatap
muka) dengan informan, sehingga dapat memperoleh data secara
langsung. Seperti pengertian wawancara itu sendiri yang
menjelaskan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikontsruksikan makna dalam suatu topik tertentu.19
Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang
terkait dengan permasalahan yang diteliti. Narasumber yang
diwawancara adalah Wakil Sekretaris Partai Golkar yaitu Mustafa
Raja.
b. Observasi
Observasi dapat dikatakan sebagai aktivitas pencatatan
fenomena yang dilakukan secara sistematis, baik terlibat
(partisipatif) maupun nonpartisipatif.20
Tujuan observasi ini adalah
19
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2011), 316. 20
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial (Jakarta: Erlangga, 2009), 101.
15
memperkuat jawaban-jawaban yang didapat dari infrorman,
sehingga dapat lebih akurat dalam mengambil kesimpulan.
c. Dokumentasi
Untuk memaksimalkan pengumpulan data, penulis juga
melakukan pengumpulan data tersebut melalui dokumentasi, yakni
dengan mengumpulkan tulisan, gambar, dan sebagainya.
Dokumentasi bisa saja berbentuk tulisan, gambar, atau karya
monumental dari seseorang.21
Sehingga hal itu dapat menguatkan
tentang penelitian ini.
d. Teknik Analisis Data
Langkah selanjutkan dipermudah dengan menyusun data
yang sudah didapatkan oleh penulis, langkah ini biasa dikenal
dengan sebutan teknik analisis data. Adapun teknik analisis data ini
akan memuat tentang proses penyusunan data yang sudah
diperoleh yakni di antaranya, proses penyusunan, penafsiran dan
melakukan penyimpulan dari hasil yang sudah dilakukan.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika Penulisan pada penelitian yang berjudul
“Konflik Internal Partai Golkar Pasca Pemilu 2014” ini yaitu:
21
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, 326.
16
Bab I : Menjelaskan latar belakang masalah, tujuan, metodologi
penelitian, dan juga sistematika penulisan.
Bab II : Memaparkan teori yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu teori
partai politik dari Andrew Heywood dan Miriam Budiarjo; teori konflik
dari Simon Ficher dan Ralf Dahrendorf; serta teori elit dari Villfredo
Pareto dan Gaestano Mosca.
Bab III : Profil dan sejarah partai Golkar di kancah perpolitikan Indonesia,
dari cikal bakal pembentukannya, lahirnya Sekber Golkar, Golkar pada
zaman Orde Baru dan Golkar pasca Reformasi.
Bab IV : Penulis akan membahas tentang intisari dari penelitian ini.
Pembahasan itu terdiri dari sub bab pra konflik yang menjelaskan pra
konflik yang dimulai dari kegagalan Golkar pada pemilu 2014. Setelah itu
terjadi konfrontasi yang menimbulkan konflik semakin terbuka, hingga
terjadinya puncak yaitu terjadinya dualisme kepengurusan. Pada akhirnya
Golkar disatukan kembali dalam munaslub, serta dampak-dampak yang
dihasilkan dari konflik tersebut.
Bab V : Berisi tentang kesimpulan penulis analisis yang telah dipaparkan
pada bab IV, serta saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk
pihak-pihak yang terkait.
17
BAB II
KERANGKA TEORETIS
Dalam menjelaskan fenomena konflik Partai Golkar ini, penulis akan
menggunakan tiga teori yaitu teori partai politik, teori konflik dan teori elit.
Adapun teori politik, penulis menggunakan teori dari Andrew Heywood dan
Miriam Budiarjo, kemudian teori konflik dari Simon Ficher dan Ralf Dahrendorf,
serta teori elit dari Villfredo Pareto dan Gaestano Mosca.
A. Partai Politik
Partai politik merupakan salah satu lembaga yang keberadaannya
adalah suatu keharusan dalam sistem demokrasi. Partai politik adalah suatu
wadah bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses
bernegara. Selain itu partai politik juga berfungsi sebagai sarana
pengartikulasian dan pengagregasian kepentingan yang sangat berperan
dalam menggerakkan sistem politik. Selanjutnya penulis akan memberikan
gambaran sejarah lahirnya partai politik serta definisi dan fungsi partai politik
dalam sistem demokrasi.
1. Sejarah Partai Politik
Pada dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris dan
Prancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok yang
berada di dalam parlemen untuk mempertahankan kepentingan
bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Namun dalam
perkembangannya serta berlakunya hak pilih, kegiatan politik juga
18
berkembang di luar parlemen. Karena perlu adanya dukungan dari
berbagai golongan, kelompok-kelompok di dalam parlemen juga
mengembangkan organisasi massa. Sehingga pada akhir abad ke-19
lahirlah partai politik yang pada masa selanjutnya dijadikan sebagai
penghubung antara rakyat dan pemerintah.22
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, konstelasi kepartaian
mengalami perubahan. Partai-partai politik di dunia Barat cenderung
meninggalkan tradisi membedakan antara partai satu dengan partai
lainnya (seperti patronage vs ideologi, massa vs kader, dan kiri vs kanan).
Hal itu disebabkan ada keinginan partai-partai kecil untuk menjadi partai
besar dan menang dalam pemilihan umum. Partai-partai tersebut sadar
bahwa untuk mencapai tujuan itu mereka harus memperluas dukungan
pemilih (electoral base). Hal tersebut dimungkinkan dengan mengurangi
sikap kaku, doktriner dan eksklusif menjadi lebih fleksibel dan inklusif.23
Dengan bergesernya ekstrem kanan dan ekstrem kiri ke arah
tengah, maka tidak ada yang terlalu menonjolkan sikap partai yang kekiri-
kirian dan kekanan-kananan. Sehingga oleh Otto Kircheimer fenomena ini
dinamakan “de-ideologisasi”. Karena fenomena pergeseran inilah maka
lahirlah partai politik modern yang oleh Otto disebut “catch-all party”,
yaitu partai yang ingin menghimpun semaksimal mungkin dukungan dari
berbagai macam kelompok yang ada di masyarakat.24
22
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 398. 23
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 400. 24
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 402.
19
2. Pengertian Partai Politik
Menurut Edmund Burke’s, partai politik adalah sekumpulan
manusia yang bersatu untuk mempromosikan usaha gabungan sebagai
kepentingan nasional terhadap beberapa prinsip tertentu yang disetujui
bersama.25
Sedangkan menurut Sigmund Neumann dalam bukunya
Modern Political Parties yang dikutip oleh Miriam Budiarjo, menjelaskan
bahwa:
“A political party is the articulate organization of society’s active
political agent; those who are concerned with the control of
governmental polity power, and who compete for popular support with
other group or groups holding divergent view (Partai politik adalah
organisasi dari agen-agen politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui
persaingan dengan satu kelompok atau dengan beberapa kelompok lain
yang mempunya pandangan yang berbeda)”.26
Giovanni Sartori memiliki pandangan sendiri tentang partai politik.
Menurutnya “partai politik itu adalah suatu kelompok politik yang
mengikuti pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu mampu
menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik”.27
Dari tiga pandangan ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa
partai politik adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai
kepentingan yang sama dalam suatu wadah yang bertujuan untuk
mendapatkan kekuasaan dengan mengikuti pemilihan umum dan bersaing
dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki pandangan yang berbeda
dengan mereka.
25
Muslim Mufti, Studi Organisasi Politik Modern (Bandung: CV Pustaka Setia), 7. 26
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 404. 27
P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 189.
20
3. Fungsi Partai Politik
Menurut Andrew Heywood dalam bukunya Politics, menjelaskan
bahwa partai politik mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. Representasi
Representasi atau perwakilan sering diasumsikan sebagai fungsi utama
dari partai. Hal ini berkaitan dengan kapasitasnya sebagai alat timbal
balik antara anggota dan pemilih, serta pengartikulasian kepentingan
keduanya. Dengan adanya perwakilan, kepentingan pemilh dapat
tersalurkan.
b. Rekrutmen dan Pengkaderan Politik
Salah satu yang paling penting adalah partai politik bertanggungjawab
untuk menyediakan pemimpin-pemimpin yang akan menduduki
jabatan-jabatan negara. Rekrutmen politik yang baik dapat
menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas dan dapat mendukung
suatu sistem politik bekerja dengan baik.
c. Artikulasi dan Agregasi Kepentingan
Dalam proses pengembangan tujuan bersama, partai politik perlu
untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan yang
sangat beranekaragam di masyarakat. Sebagai pengartikulasian
kepentingan, partai politik bertugas untuk menyatakan kepentingan
masyarakat kepada pemerintah. Sedangkan dalam fungsinya sebagai
agregasi kepentingan, partai politik harus merumuskan program-
program yang mencerminkan gabungan tuntutan-tuntutan yang telah
21
terkumpul. Sehingga dengan fungsinya tersebut, segala kegiatan partai
politik akan sejalan dengan keinginan bersama, baik itu dari pemimpin
partai maupun massa pendukung.
d. Sosialisasi dan Mobilisasi
Sosialisasi politik adalah tahapan-tahapan yang membentuk
pengetahuan individu mengenai pandangannya tentang politik.28
Sosialisasi Politik juga merupakan suatu cara untuk memperkenalkan
nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang
dianut oleh suatu negara.
e. Organisasi Pemerintah
Sebagai organisasi pemerintah, partai politik memberikan stabilitas
nasional. Karena partai politik mempunyai massa pendukung, mereka
dapat mengatur konflik di masyarakat. Sebuah negara yang terdapat
banyak etnis di dalam masyarakatnya mempunyai peluang yang cukup
besar untuk terjadinya konflik, karena tiap-tiap etnis kemungkinan
mempunyai kepentingan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga sebagai sebuah organisasi pemerintah, partai politik harus
mampu untuk menghilangkan atau mengurangi peluang munculnya
konflik tersebut melalui cara-cara persuasif.29
28
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 407. 29
Andrew Heywood, Politics (New York: Palgrave Macmillan, edisi 3, 2007), 276.
22
Sedangkan Miriam Budiarjo lebih menyederhanakan lagi fungsi
partai politik, menurutnya ada empat fungsi utama partai politik di negara
demokrasi, yaitu:
a. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Pendapat atau aspirasi seseorang jika tidak ditampung dan digabung
dengan pendapat dan aspirasi orang lain maka akan hilang begitu saja.
Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan atau interest
aggregation. Setelah itu diolah dan dirumuskan ke dalam bentuk yang
lebih teratur dalam proses interest articulation atau perumusan
kepentingan. Proses-proses inilah yang menjadi bagian dari fungsi
partai politik.
Sigmund Neumann berpendapat bahwa dalam hubungannya dengan
komunikasi politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan
lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan
aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih luas.
b. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Proses sosialisasi politik adalah suatu proses seseorang dalam
memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang
umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Proses ini
berlangsung seumur hidup melalui keluarga, sekolah, tempat kerja,
pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan dan partai
politik. partai politik memainkan perannya sebagai sarana sosialisasi
23
melalui media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader,
penataran, dan sebagainya.
Sisi lain dari sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra
(image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Hal ini
menjadi krusial karena tujuan partai adalah untuk memenangkan
pemilihan umum dan duduk di pemerintahan. Sehingga partai harus
memperoleh dukungan seluas mungkin dan mempunyai pendukunga
dengan solidaritas yang kuat dengan partainya.
c. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik berkaitan dengan seleksi kepemimpinan, baik
kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang
lebih luas. Partai politik membutuhkan kader-kader terbaik untuk
mencapai tujuan partai tersebut serta mengembangkan dirinya untuk
membuka peluang mengajukan calon ke bursa kepemimpinan nasional.
Selain itu juga, rekrutmen politik bertujuan untuk memperbanyak dan
memperluas keanggotaan untuk menjamin kontinuitas dan kelestarian
partai, diantaranya adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi
massa yang melibatkan elemen masyarakat seperti golongan buruh,
petani, pemuda, mahasiswa, wanita dan sebagainya.
d. Sebagai Saran Pengatur Konflik
Keberadaan partai politik juga diperlukan untuk mengatasi atau paling
tidak mengatur konflik. Sehingga potensi konflik yang selalu ada di
dalam masyarakat, terutama di masyarakat yang bersifat heterogen
24
dapat ditekan sedemikian rupa agar dampak negatif yang
ditimbulkannya bisa seminimal mungkin.
Maka dalam konteks kepartaian, para pemimpin partai adalah elit
politik yang harus dapat menumbuhkan pengertian dan meyakinkan
pendukungnya untuk mengatasi perpecahan di tingkat massa.30
B. Konflik
Konflik di dalam kehidupan sosial merupakan gejala yang tidak
dapat dipisahkan, yang artinya bahwa konflik merupakan gejala yang serba
hadir dan melekat dalam kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan
berpolitik. Berpolitik berarti seni bertarung memperebutkan kekuasaan. Di
dalamnya tidak hanya tentang menang atau kalah dalam pemilihan, tetapi
lebih kompleks lagi dan terkadang menimbulkan korban-korban politik, baik
itu yang mengakibatkan copotnya kekuasaan seseorang dari jabatannya
maupun yang merenggut jiwa.
Istilah konflik secara etimologis berasal dari kata Latin yaitu con
yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan.31
Teori
konflik adalah suatu perspektif di dalam sosiologi yang memandang
masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau
komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda di
mana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang
30
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 406-409. 31
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Kencana,
2013), 54.
25
lainnya.32
Teori konflik muncul akibat reaksi atas teori fungsionalisme
struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam suatu
masyarakat. Teori ini lahir tak lepas dari pemikiran Karl Marx, seorang
sosiolog klasik yang kemudian teori ini dikembangkan lagi oleh beberapa
pemikir sosial setelahnya.
Menurut Marx, konflik merupakan hakikat kenyataan sosial dan
dapat di temukan dimana-mana. Konflik didefinisikan Marx sebagai
pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-
aset yang bernilai. Sedangkan menurut Rafl Dahrendorf, seorang sosiolog
yang pemikirannya dipengeruhi oleh Marx, mengembangkan pemikiran Marx
dengan menyatakan bahwa konflik tidak akan lepas dari konsensus, karena
suatu kelompok tidak akan terlibat konflik jika sebelumnya tidak ada yang
menghubungkan mereka dengan konsensus. Namun sebaliknya juga, konflik
bisa mengantarkan orang kepada konsensus.33
Dahrendorf juga memodifikasi pemikiran Marx bahwa kelas tidak
berarti pemilikan sarana-sarana produksi tetapi lebih merupakan pemilikan
kekuasaan, yang mencakup hak absah untuk menguasai orang lain. Ia melihat
kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari
kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi.34
Dari pemikiran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik
atau pertentangan memiliki hubungan erat dengan proses integrasi. Hubungan
ini disebabkan karena proses integrasi adalah sekaligus juga suatu proses
32
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), 71. 33
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, 77-78. 34
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: RajaGrafindo, cet. 3, 2003), 144.
26
disorganisasi dan disintegrasi.35
Karena suatu kelompok sosial selalu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka pertentangan berkisar pada
penyesuaian diri ataupun penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Adapun
faktor-faktor sosial yang mempengaruhi hidup dan akan menentukan
terarahnya kehidupan sosial menuju ke disintegrasi (yang didahului oleh
disorganisasi) atau menuju ke integrasi, adalah:
1. Tujuan dari kelompok sosial (goals and objectives)
2. Sistem sosial (social sytem)
3. Sistem tindakan (action system)
4. Sistem sanksi (sanction system).36
Sedangkan menurut Simon Fisher, yang dikutip di dalam buku
Sosiologi Nusantara, ada beberapa teori penyebab terjadinya konflik, salah
satunya adalah teori negosiasi prinsip. Menurut teori ini konflik disebabkan
oleh posisi-posisi yang tidak selaras dengan perbedaan pandangan tentang
konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasarannya adalah untuk
membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan
pribadi dengan berbagai masalah dan isu serta melancarkan pencapaian
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.37
35
Phil. Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Bandung:
Binacipta, 1979), 122. 36
Phil. Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, 122. 37
Ada enam teori penyebab terjadinya konflik menurut Simon Fisher, yaitu Teori
Hubungan Masyarakat, Teori Negoisasi Prinsip, Teori Kebutuhan Manusia, Teori Identitas, Teori
Kesalahfahaman dan Teori Transformasi Konflik. Lihat Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Nusantara:
Memahami Sosiologi Integralistik (Jakarta, Kencana, 2013), 223.
27
Selain itu, di dalam buku Pengantar Sosiologi karya Elly M.
Setiadi dan Usman menjabarkan beberapa akar penyebab konflik. Di antara
penyebabnya adalah:
1. Perbedaan antar-individu. Yaitu perbedaan pendapat, tujuan, keinginan,
pendirian tentang objek yang dipertentangkan. Di dalam realitas sosial
tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang sama sehingga
perbedaan karakter itulah yang mempengaruhi timbulnya konflik.
2. Benturan antar-kepentingan baik ekonomi maupun politik. Benturan
kepentingan ekonomi dipicu oleh semakin bebasnya usaha, sehingga
banyak di antara kelompok saling memperebutkan wilayah pasar dan
perluasan wilayah untuk mengembangkan usahanya. Adapun benturan
kepentingan politik diakibatkan oleh keinginan politik dari kelompok atau
individu yang saling berebut kekuasaan.
3. Perubahan sosial. Perubahan yang terjadi secara mendadak biasanya
menimbulkan kerawanan konflik. Biasanya diwarnai oleh gejala dimana
tatanan perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sedangkan tatanan
perilaku yang baru masih simpang siur sehingga banyak orang yang
kehilangan arah.
4. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan ini mengakibatkan adanya perasaan in
group dan out group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme
kelompok, yaitu sikap yang ditunjukan kepada kelompok lain bahwa
kelompoknya paling baik dan ideal.38
38
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, 361-362.
28
Adapun kriteria-kriteria yang menandai bahwa sebuah
pertentangan disebut sebagai konflik seperti yang dikemukakan oleh R.W.
Marck, R.C Snyder dan Ted Robert Gurr, yaitu pertama sebuah konflik harus
melibatkan dua atau lebih pihak di dalamnya. Kedua, pihak-pihak tersebut
tarik-menarik dalam aksi saling “memusuhi”. Ketiga, mereka biasanya
cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi dan
menghancurkan “sang musuh”. Keempat, interaksi pertentangan di antara
pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, sehingga dapat dideteksi
dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat di dalamnnya.39
1. Jenis dan Tipe Konflik
Jenis konflik yang paling umum ada dua macam. Pertama, yaitu
dimensi vertikal atau konflik atas. Konflik vertikal adalah konflik antara
elit dan massa. Elit adalah orang yang mempunyai jabatan dan
mempunyai wewenang untuk mengambil kebijakan di tingkat atas. Kedua
adalah konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi di kalangan massa,
contohnya adalah konflik antar-agama dan konflik antarsuku.40
Selain jenis konflik, kita juga perlu mengetahui tipe konflik yang
akan menggambarkan sikap, perilaku dan situasi yang ada. Tipe konflik
ada empat macam, yaitu tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka dan
konflik di permukaan.
Tanpa konflik adalah situasi yang menggambarkan keadaan relatif
stabil, hubungan antarkelompok bisa saling memenuhi dan damai. Tipe
39
Kang Young Soon, Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul Ulama (Jakarta:
UI Press, 2008), 52. 40
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 85.
29
ini bukan berarti tidak ada konflik dalam masyarakat, tetapi karena
masyarakat mampu menciptakan struktur sosial yang bersifat mencegah
ke arah konflik kekerasan dan juga sifat budaya yang memungkinkan
anggota masyarakatnya menjauhi permusuhan dan kekerasan.
Selanjutnya ada konflik laten. Konflik laten adalah suatu keadaan
yang di dalamnya terdapat banyak persoalan yang sifatnya tersembunyi
dan perlu diangkat ke permukaan agar bisa ditangani. Sedangkan konflik
terbuka adalah situasi di mana konflik telah muncul ke permukaan yang
berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk
mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. Lain lagi dengan tipe
konflik di permukaan, ia memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar
dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran dan dapat
diatasi dengan meningkatkan komunikasi (dialog terbuka). 41
2. Analisis Dinamika Konflik
Menurut Fisher, tahapan dinamika konflik meliputi prakonflik,
konfrontasi, krisi, akibat dan pascakonflik.
a. Prakonflik adalah periode di mana terdapat ketidaksesuaian sasaran di
antara dua belah pihak atau lebih sehingga menimbulkan konflik.
Terjadi ketegangan hubungan dan/atau keinginan untuk menghindari
kontak satu sama lain.
41
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, 86.
30
b. Konfrontasi memperlihatkan bahwa konflik mulai terbuka. Akan ada
konfrontasi atau demonstrasi dari para pendukung jika salah satu
pihak merasa ada masalah dengan pihak lain.
c. Krisis merupakan puncak konflik. Di mana konflik pecah dan
cenderung ke arah kekerasan. Akibat pecahnya konflik, bisa jadi salah
satu pihak memenangi perang atau kalah, atau mungkin keduanya
mengalami kekalahan. Sehingga situasi ini bergantung kepada
penanganan konflik. Jika kedua belah pihak melakukan negoisasi dan
menggunakan strategi pemecahan masalah (problem solving),
kemungkinan hasilnya situasi akan positif dan mengurangi kerugian
bersama yang lebih besar. Pada beberapa kasus strategi contending
menerapkan keadaan dimana yang kalah mendapatkan kerugian yang
besar. Pada tahap ini tingkat kekerasan menurun dan munculnya
inisiatif resolusi konflik.
d. Pascakonflik adalah situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri
berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan bekurang dan hubungan
mengarah ke lebih normal di antara kedua belah pihak.42
3. Resolusi konflik
Gagasan utama dari konsep resolusi konflik adalah terciptanya
suatu konsensus diantara pihak-pihak yang berkonflik yang di dalamnya
42
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, 88-89.
31
terdapat upaya untuk menyeimbangkan kepentingan sehingga tercapai
kesepakatan bersama atau konsensus yang sifatnya saling menguntungkan.
Di dalam kecenderungan kehidupan sosial yang sulit lepas dari
konflik, resolusi konflik hadir untuk mengarahkan konflik kearah kerja
sama dan konsensus. Konsep resolusi konflik seolah mengesampingkan
tentang hubungan sosial manusia yang selalu ditandai dengan konflik atau
persaingan. Sebaliknya, konsep ini menegaskan jika individu atau
kelompok bisa diajak bekerja sama untuk mengatasi setiap kesulitan yang
ada. Konsep resolusi konflik tidak mengklaim bahwa manusia bisa hidup
tanpa mengalami persaingan dan konflik, namun lebih mengajak untuk
bersama-sama menuju masa depan dimana konflik dikelola secara
produktif.
Dalam praktiknya hal yang biasa dilakukan ketika berhadapan
dengan konflik adalah melakukan negosiasi, mediasi dan kemudian
rekonsiliasi.43
Negosiasi (negotiation) adalah proses tawar-menawar
dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu
pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi)
lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian sengketa secara
damai melalui perundingan antara pihak yang berperkara. Sedangkan
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
suatu perselisihan sebagai penasihat. Dengan demikian, dalam hal ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk
43
Ed. A.A Banyu Perwita dan Nabilla Sabban, Kajian Konflik dan Perdamaian
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), 10.
32
negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga
dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat
kompromistis.
Adapun yang dimaksud konsiliasi adalah pengaturan konflik
melalui lembaga-lemabaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola
diskusi dan proses pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam perselisihan tentang persoalan-persoalan yang di
pertentangkan. Pengaturan konflik konsilasi akan berjalan efektif jika
memenuhi empat faktor, yaitu:
a. Lembaga yang bersifat otonom tanpa campur tangan dari pihak luar.
b. Kedudukan lembaga harus bersifat monopolistik, artinya lembaga
itulah yang berfungsi mengatur konflik.
c. Peranan lembaga harus memiliki kekuatan mengikat, sehingga pihak-
pihak yang bersengketa merasa terikat kepada lembaga tersebut.
d. Lembaga tersebut harus bersifat demokratis, artinya aspirasi dari pihak-
pihak yang bertikai harus didengarkan dan diberikan kesempatan yang
sama utnuk menyatakan pendapatnya.44
C. Elite
Elite berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata Eligere yang berarti
pilihan atau memilih. Kemudian bahasa Prancis mulai mengartikan kata
tersebut menjadi “terkemuka” dalam penerjemahannya. Istilah ini mulai
44
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, 386-387.
33
masuk melalui teori elite sosiologis yang diajukan oleh Villfredo Pareto
(1848-1923) dan Gaetano Mosca (1858-1941). Istilah tersebut dapat
didefinisikan sebagai “sekelompok orang-orang yang memegang posisi
terkemuka dalam suatu masyarakat”.45
Teori-teori elite mulai digandrungi di Amerika setelah Perang
Dunia I. Meskipun pada mulanya teori ini diperuntukan untuk Eropa Barat
dan Tengah sebagai kritik terhadap demokrasi dan sosialisme, tapi oleh
sejumlah ilmuan Amerika ia diserap dengan baik untuk menjelaskan proses-
proses politik yang ada di negara mereka dan negara-negara demokratis
lainnya.46
Menurut para teoritis, yang mendorong elite politik atau kelompok-
kelompok elite untuk memainkan peran aktif dalam politik adalah karena
adanya dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan
untuk meraih kekuasaan.
Elite Politik merupakan kelompok kecil dari warga negara yang
berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan yang luas
untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara
operasional para elite politik atau elite penguasa mendominasi segi kehidupan
dalam sistem politik. Penentuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok
elite politik.
Kelompok kecil ini biasanya mempunyai otoritas untuk
menjalankan semua fungsi-fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan
menikmati keuntungan-keuntungan dari kekuasaan yang mereka punyai. Ini
45
Suzanne Kelle, Penguasa dan Kelompok Elit Peranan Elit-Penentu Dalam Masyarakat
Modern (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), 3. 46
SP Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), 197.
34
memberikan pembenaran kepada pengungkapan yang dituturkan oleh salah
satu teoritisi elite klasik yaitu C. Wright Mills yang mengungkapkan adanya
suatu gejala konsentrasi kekuasaan politik di tangan sekelompok kecil
masyarakat. Pareto dan Mosca juga mempunyai pandangan tentang hal ini
yang ia melihat sekelompok kecil masyarakat yang mempunyai otoritas lebih
di dalam masyarakat mempunyai julukan sebagai elite politik.47
Dengan demikian, mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan
adalah selalu merupakan yang terbaik. Merekalah yang kemudian disebut
elite. Karena itu muncul pandangan Villfredo Pareto, masyarakat terbagi atas
dua kelas yaitu pertama adalah Lapisan atas, yaitu elite yang terbagi kedalam
elite yang memerintah (governing elite) dan elite yang tidak memerintah
(non-goverming elite). Dan yang kedua adalah lapisan yang lebih rendah,
yaitu non-elit. Villfredo Pareto sendiri lebih memusatkan perhatianya kepada
elite yang memerintah.48
Sedangkan menurut Gaetano Mosca, di dalam sebuah masyarakat
hanya terdapat dua kelompok yaitu kelompok yang mematuhi pihak yang
berkuasa dan kelompok yang berkuasa. Kelompok yang mematuhi penguasa
terdiri dari mayoritas yang memberikan dukungan kepada pihak penguasa,
sedangkan kelompok yang berkuasa adalah minoritas yang memberikan
arahan terhadap kelompok mayoritas. Selain itu, Mosca juga membahas
tentang perubahan Elite dalam masyarakat, ia berpendapat bahwa
47
“Pemilihan Model Elit untuk Memahami Masalah Kebijakan”,[makalah online];
tersedia di http://cumaisengajanih.blogspot.co.id/2012/08/pemilihan-model-elit-untuk-
memahami.html ; Internet; diakses pada tanggal 12 Desember 2016. 48
P. Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), 82.
35
kemampuan untuk memerintah dari kelompok lain dapat mendorong
perubahan elite apabila elite yang sedang berkuasa tidak memiliki
kemampuan untuk menyediakan kebutuhan massa. Ia juga menambahkan
bahwa perubahan elite juga dapat terjadi melalui munculnya kelompok politik
baru, bila kelompok yang berkuasa memiliki kinerja yang tidak didukung
oleh massa.49
Ketika kelas yang memimpin tersebut kehilangan kecakapannya
dan orang-orang di luar kelas tersebut mempunyai kecakapan yang lebih baik,
maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan
dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa baru. Sehingga para elite yang
memiliki kepentingan yang berbeda-beda dapat menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan politik yang cukup berarti dalam suatu struktur. Karena
mereka dapat berperan manjadi agen perubahan politik. Peranan mereka
sangat menonjol dalm kondisi masyarakat yang dilanda konflik struktural
maupun konflik sosial.50
49
SP Varma, Teori Politik Modern, 203. 50
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 133.
36
BAB III
PROFIL PARTAI GOLKAR
DI PERPOLITIKAN INDONESIA
Partai Golongan Karya (Golkar) yang dikenal pada saat ini
merupakan hasil dari proses yang panjang, yang melewati berbagai tahap
pertumbuhan serta perkembangan organisasi. Pada tiap tahapannya, Golkar
mengalami perubahan dan penyesuaian, dalam rangka mengikuti
perkembangan situasi politik nasional maupun desakan yang timbul dari
dalam dirinya sendiri.
Golkar yang lahir secara resmi pada tahun 1964 telah beberapa kali
mengalami perubahan pucuk kepemimpinan, dari mulai Djuhartono sampai
Setya Novanto yang menduduki jabatan tertinggi di Dewan Pimpinan Pusat
Partai Golkar. Adapun ketua umum Golkar dipilih di dalam forum
Musyawarah Nasional (Munas) yang diselengarakan setiap 5 tahun sekali.
Tabel 3.1. Ketua Umum Partai Golkar dari Masa ke Masa
Tahun Jabatan Nama
1964-1969 Djuhartono
1969-1973 Suprapto Sukowati
1973-1983 Amir Moertono
1983-1988 Sudharmono
1988-1993 Wahono
1993-1998 Harmoko
1998-2004 Akbar Tanjung
37
2004-2009 Jusuf Kalla
2009-2016 Aburizal Bakrie
2016- Setya Novanto
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Ketua_Umum_Partai_Golkar
Berikut ini akan penulis jelaskan perkembangan Golkar dari benih
munculnya gerakan sampai terbentuk sebagai sebuah partai politik, hingga
perjalanan politik Golkar dari masa Orde Lama sampai pada pemilu terakhir
tahun 2014.
A. Golkar Pada Awal Kemerdekaan
Sebelum Golkar menjadi sebuah partai politik pada tahun 1999,
Golkar awalnya adalah sebuah organisasi taktis dari sekumpulan
golongan fungsional yang tidak berafiliasi kepada partai politik.
Kemudian Golkar masuk ke pemerintahan dan menjadi mesin politik pada
masa Orde Baru.
Golkar adalah realisasi dari upaya yang telah dirintis sejak zaman
Demokrasi Terpimpin. Pada saat itu Sukarno mengembangkan diskursus
politik yang mengusulkan untuk “mengubur partai-partai”. Tetapi tidak
banyak diingat bahwa Sukarno mengusulkan untuk mengganti partai-
partai tersebut dengan Golkar, atau yang pada saat itu dikenal sebagai
“golongan fungsionil”. Konsep inti golongan fungsional adalah bahwa
konsep ini mewakili golongan-golongan yang memiliki “fungsi” dalam
38
masyarakat, di dalam keseluruhan kolektivitas.51
Bagi Sukarno, golongan
fungsional merupakan bentuk perwakilan yang lebih baik dan juga cara
menyerang partai secara tidak langsung, daripada membuat rencana untuk
membubarkannya.
Pada september 1958 pemerintah berhasil meloloskan satu undang-
undang di DPR (No. 80 Tahun 1958) untuk mendirikan Depernas yang
mayoritas perwakilannya berasal dari golongan fungsional. Sehingga
ditetapkan rencana akhir bahwa setengah kursi di DPR dicadangkan untuk
golongan fungsional yang kandidat-kandidatnya akan dinominasikan
melalui FN di bawah arahan Sukarno. Adapun golongan-golongan yang
disetujui adalah:
1. Angkatan Buruh/Pegawai
2. Angkatan Tani
3. Angkatan Pengusaha Nasional
4. Angkatan Bersenjata
a. Angkatan Darat
b. Angkatan Laut
c. Angkatan Udara
d. Veteran, OKD (Organisasi Keamanan Desa) dan OPR (Organisasi
Pertahanan Rakyat)
5. Angkatan Alim Ulama
a. Agama Islam
b. Agama Kristen Protestan
c. Agama Katolik
d. Agama Hindu-Budha
6. Angkatan Proklamasi 17-8-1945
51
David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, 18.
39
7. Angkatan Jasa
a. Cendekiawan
b. Guru dan Pendidik
c. Seniman
d. Wartawan
e. Daerah-Daerah
f. Pemuda
g. Wanita
h. Warga Negara Peranakan.52
Sedangkan Golkar sendiri lahir pada tanggal 20 Oktober 1964
dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).
Wadah baru yang menghimpun hampir 300 buah organisasi fungsional
(non-politis) yang berorientasi kepada karya dan kekaryaan, yang dulu
tidak berorientasi kepada politik dengan tiga organisasi sebagai tulang
punggunya, yaitu SOKSI, MKGR dan KOSGORO.53
Semangat awal pembentukan Sekber Golkar dilatarbelakangi
upaya untuk membendung pengaruh PKI dan mempertahankan ideologi
Pancasila. Dengan semangat dan tujuan yang sama, membendung
pengaruh PKI, berbagai eksponen anti-komunis berhimpun dalam wadah
ini.54
Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena
golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar dalam
Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional
52
David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, 131-136. 53
M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret Pasang Surut
(CV Rajawali, 1983), 160. 54
Akbar Tanjung, The Golkar Way, 40.
40
Sekber Golkar adalah juga untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945.
Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang
hingga mencapai 201 organisasi.55
Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR
ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7
(tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:
1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)
2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)
3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)
4. Organisasi Profesi
5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)
6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI)56
Sesaat setelah pemilu 1971, tepatnya pada 17 Juli 1971 Sekber
Golkar secara formal berganti nama menjadi Golkar (meskipun nama
Golkar telah secara umum digunakan sejak tahun 60an). Golkar pun me-
reorganisir untuk meningkatkan efisiensi. KINO yang menjadi payung
organisasi dari 290 fungsional ditiadakan. Sehingga organisasi fungsional
tersebut langsung di bawah simbol Golkar, Pohon Beringin, sebagai satu
kesatuan dengan maksud agar Golkar menjadi lebih harmonis.57
55
David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, 343. 56
“Sejarah Partai Golkar”,[artikel online]; tersedia di
http://golkarbali.or.id/page/9/SEJARAH-PARTAI-GOLKAR.html ; Internet; diakses pada 16
Oktober 2016. 57
Julian M. Boileau, Golkar: Functional Group Politics in Indonesia (Jakarta: CSIS,
1983), 64-66.
41
B. Golkar Pada Masa Orde Baru
Golkar mengklaim bahwa wadah inilah satu-satunya yang bisa
mempersatukan. Oleh karena itu pada Musyawarah Nasional (Munas)
keduanya pada tahun 1967, Golkar mempunyai keinginan untuk
merealisasikan beberapa fungsi-fungsinya, yaitu
1. Sebagai pengamal serta pengaman Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945
2. Menyelenggarakan pendidikan politik
3. Komunikasi politik dengan masyarakat dan pemerintah secara timbal
balik
4. Pemaduan kepentingan dan pengajuan kepentingan masyarakat sesuai
dengan cita-cita pembaharuan dan pembangunan bangsa.58
Berkat Munas kedua yang membawa perubahan peran dan fungsi
akhirnya Sekber Golkar dapat memenangkan pemilu 1971. Kemenangan
Sekber Golkar pada pemilu kedua tahun 1971 sangat mengejutkan banyak
pihak. Sekber Golkar sebagai pendatang baru dalam pemilihan umum
dapat mengalahkan partai-partai lain. Meskipun target maksimal mereka
hanya 35% namun nyatanya mereka dapat memenangkan 2/3 suara
nasional.59
Ada yang berpendapat bahwa kemenangan tersebut
disebabkan oleh kecurangan, paksaan dan atau karena menggunakan
58
M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia, 165. 59
David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, 282.
42
kekuasaan ABRI. Seperti yang dikatakan secara sinis oleh Ernest Utrecht
dalam bukunya “The Military and Election”:
“the second Indonesian elections, which were held on 3 July 1971, were won by
the army –sponsored Golongan Karya (Golkar). Using intimidation and threats,
arresting opponents regarded as dangerous, misusing government facilities, and
putting in to practice the fraudulent system of Bebas Parpol (pemilihan umum
kedua di Indonesia, yang diselenggarakan pada 3 Juli 1971, dimenangkan oleh
Golongan Karya (Golkar) yang didukung oleh militer. Menggunakan intimidasi
dan ancaman, menangkap lawan yang dianggap berbahaya, menyalahgunakan
fasilitas negara, dan mempraktekan penipuan Bebas Parpol)”60
Selain itu juga dukungan pemerintah sangat terlihat nyata karena
pada tahun 1970 kampanye “buldoser” besar-besaran untuk “deparpolisasi”
dan “golkarisasi”.61
Ali Murtopo sebagai orang yang berkepentingan
dengan Golkar menilai dari sudut pandang lain. Justru dengan pemilu
1971 merupakan pemberian legitimasi kepada Golkar sebagai salah satu
eksponen terpenting Orde Baru. Dengan mendapat 227 kursi ditambah
100 kursi yang diangkat sudah dapat dibayangkan betapa besar kekuasaan
yang ada pada kekuatan baru ini.
Pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan
Jendral Soeharto, Golkar menduduki peranan yang penting sebagai “partai
pemerintah”. Dalam perkembangannya kemudian seiring dengan
konsolidasi politik Orde Baru, Golkar menjadi mesin politik untuk
mengamankan agenda politik dan program pembangunan Orde Baru.
60
M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia, 170. 61
David Reeve, Golkar Sejarah yang Hilang, 280.
43
Keberhasilan program penataan politik, pembangunan dan
modernisasi menjadi basis penting bagi legitimasi pemerintah. Tidaklah
mengherankan bahwa dengan segala macam cara pemerintah
berkepentingan menjadikan Golkar sebagai kekuatan politik utama
nasional. Dukungan pemerintah yang sangat nyata bagi kemenangan-
kemenangan Golkar dalam pemilu-pemilu pada masa Orde Baru.62
C. Golkar Pasca Reformasi
Mundurnya Suharto dan jatuhnya rezim Orde Baru mengakibatkan
Golkar sangat terpukul. Sistem politik dan nilai-nilai yang dikembangkan
oleh rezim Orde Baru dengan dukungan Golkar dibongkar dan bahkan
dianggap kontra-reformasi. Bahkan Golkar dihadapkan pada tantangan
keras dari berbagai kelompok masyarakat, terutama atas hegemoninya
pada masa lalu. Karena itu, masyarakat menghendaki agar Golkar
dilarang ikut dalam pemilu 1999. Sehingga Golkar mengubah dirinya
menjadi sebuah partai politik, dengan paradigma baru yang bertujuan
ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa Golkar baru bersifat
reformis yang berbeda dengan Golkar lama dan memandang demokrasi
sebagai suatu keniscayaan dengan visi barunya yaitu, terbuka, mandiri,
demokratis, moderat, solid, mengakar dan responsif.63
Di tengah-tengah tekanan politik yang keras tersebut ternyata
Partai Golkar berhasil ikut serta dalam pemilu 1999 dan menduduki posisi
62
Akbar Tanjung, The Golkar Way, 40-42. 63
Aulia A.Rachman, Citra Khalayak tentang Golkar (Jakarta: PSAP, 2006), 10.
44
kedua setelah PDIP dalam perolehan jumlah suara dengan memperoleh
22,4% dan berhak mendapatkan 120 kursi di DPR. 64
Tabel 3.C.2. Perolehan Suara Hasil Pemilu 1999
Nama Partai Politik Perolehan Suara Jumlah Kursi
PDIP 35.689.073 154
Golkar 23.741.749 120
PPP 11.329.905 59
PKB 10.336.982 51
PAN 7.528.956 35
Sumber: diolah dari www.kpu.go.id
Berdasarkan hal di atas dapat dilihat bahwa lebih dari 30 tahun
Golkar berkiprah, keberadaannya sudah mengakar di masyarakat sehingga
wajar jika Golkar masih mendapatkan suara yang cukup besar.
1. Golkar dan Poros Tengah Pasca Pemilu 1999
Dalam proses Sidang Umum MPR 1999 Golkar turut memainkan
peran penting dan signifikan, mulai dari terpilihnya M.Amien Rais
sebagai Ketua MPR sampai terpilihnya K.H. Abdurrahman Wahid dan
Megawati Soekarno Putri sebagai presiden dan wakil presiden.65
Kemenangan K.H Abdurrahman Wahid tidak lepas dari munculnya
kekuatan koalisi partai politik yang berbasis Islam, yaitu Poros Tengah.
Poros tengah merupakan suatu kelompok yang terdiri dari partai-partai
politik Islam, kontestan pemilu 1999 seperti PAN, PBB, PPP, PK.
Tujuan utama Poros Tengah adalah menciptakan kekuatan alternatif
sebagai penengah antara kelompok BJ Habibie (Partai Golkar) dan
64
Akbar Tanjung, The Golkar Way, 11. 65
Aulia A.Rachman, Citra Khalayak tentang Golkar (Jakarta: PSAP, 2006), 9.
45
Megawati Soekarno Putri (PDIP) serta memenangkan pemilihan
Presiden RI ke-4 di Sidang Umum 1999.66
Namun kemudian pencalonan presiden mengerucut hanya kepada
dua nama yaitu K.H. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno
Putri. Sedangkan BJ Habibie mengundurkan diri dari pencalonan. Pada
proses pemilihan, K.H. Abdurrahman Wahid yang didukung oleh
Poros Tengah mendapatkan 373 suara sedangkan Megawati Soekarno
Putri mendapat 313. Sehingga K.H. Abdurrahman Wahid yang
memenangkan pertarungan calon Presiden RI ke-4. Ternyata Suara
untuk K.H. Abdurrahman Wahid tidak hanya berasal dari Poros
Tengah plus PKB tetapi dari Golkar juga turut andil memberikan
suaranya. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan tersebut merupakan
konspirasi elit politik Islam, termasuk elit politik Golkar karena Partai
Golkar yang dipimpin oleh Akbar Tanjung adalah seorang mantan
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang merupakan organisasi
Islam.67
Pada tahun 2001 MPR melakukan Sidang Istimewa, yang
menyepakati pemberhentian Presiden K.H. Abdurrahman Wahid.
Sebagai pihak yang berjasa atas terselenggaranya Sidang Istimewa dan
mendukung naiknya Megawati Soekarno Putri menjadi presiden,
Golkar merasa berhak atas posisi wakil presiden. Namun dalam
pemilihan wakil presiden, Akbar Tanjung yang didukung Golkar harus
66
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: Lemlit UIN Jakarta, 2011),
130-134. 67
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia, 136-137.
46
kalah oleh Hamzah Haz. Namun kegagalan dalam memperjuangkan
kadernya sebagai wakil presiden, Golkar tidak berarti menghapuskan
komitmen untuk terlibat dalam pemerintahan yang dipimpin Megawati
Soekarno Putri-Hamzah Haz.68
2. Pemilu 2004 dan Kemenangan Golkar
Pada pemilu kali ini Golkar berhasil menjadi partai dengan
perolehan suara terbanyak nasional dengan 21,58% suara. Hasil pemilu
kali tersebut menentukan partai politik mana saja yang dapat
mencalonkan kandidatnya dalam Pemilihan Presiden 2004. Untuk
dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden, partai politik
harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara nasional atau 3%
kursi DPR. Maka hanya ada tujuh partai politik yang bisa
mencalonkan presiden dan wakil presidennya, yaitu Partai Golkar,
PDIP, PKB, PKS dan PAN. Namun PKS tidak mencalonkan
kandidatnya, melainkan mendukung kandidat dari PAN.69
68
Akbar Tanjung, The Golkar Way, 267. 69
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia, 157-158.
47
Tabel 3.C.3. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2004
Partai Politik Jumlah Suara Presentase Suara Jumlah Kursi
Partai Golkar 24.480.757 21,58% 128
PDIP 21.026.629 18,53% 109
PKB 11.989.564 10,57% 52
PPP 9.248.764 8,15% 58
Partai Demokrat 8.455.225 7,45% 55
PKS 8.325.020 7,34% 45
PAN 7.303.324 6,44% 53
Sumber: diolah dari www.kpu.go.id
Setelah mendapat suara nasional terbanyak, Golkar
menyelenggarakan konvensi untuk menentukan calon presiden yang
akan diusungnya. Ada tujuh nama calon yang lolos dari 19 peserta,
nama-nama tersebut adalah: Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Wiranto,
Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto dan Sri Sultan
Hamengku Buwono X. Setelah melewati pemilihan yang demokratis,
akhirnya terpilihlah Wiranto sebagai calon presiden dari Golkar.70
PKB yang gagal meloloskan K.H. Abdurrahman Wahid kemudian
merapat ke Golkar untuk mendukung pasangan Wiranto dan
Shalahuddin Wahid sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Sehingga hanya ada lima pasangan calon presiden dan wakil presiden
yang bertarung di Pemilu 2004, yaitu:
1. Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi, didukung oleh PDIP
dan PDS
2. Wiranto-Shalahuddin Wahid, didukung oleh Golkar dan PKB
70
Akbar Tanjung, The Golkar Way, 295.
48
3. Amien Rais-Siswono Yudho Husodo, didukung oleh PAN, PKS,
PBR, PNBK, PNI Marhaer, PPDI, PSI dan PBSD
4. Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, didukung oleh Partai
Demokrat, PBB dan PKPI
5. Hamzah Haz-Agum Gumelar, didukung oleh PPP
Pemilihan presiden diadakan pada 5 Juli 2004, dan menghasilkan
pemenang pertama yaitu pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf
Kalla dengan memperoleh suara 39.838.184 atau 33% suara. Namun
karena syarat untuk menjadi presiden terpilih harus memenuhi suara
nasional sebesar 50%+1 dan sedikitnya 20% suara di tiap provinsi,
maka pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla harus
kembali bertarung dalam pemilihan presiden putaran kedua melawan
pemenang kedua yaitu Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi.71
Golkar yang gagal meloloskan kandidatnya kemudian merapat ke
barisan koalisi pendukung Megawati Soekarno Putri-Hasyim Muzadi
bersama PDIP, PPP, PBR, PDS dan PPP. Sayangnya pasangan ini
harus kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
3. Golkar dan Pemilu 2009
Pada pemilu kali ini hanya ada 9 partai politik yang lolos ke DPR
dari 38 partai politik yang ikut. Partai yang lolos ke DPR adalah Partai
71
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia, 158.
49
Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Partai
Gerindra dan Partai Hanura. Partai Demokrat berhasil mendapatkan
suara terbanyak pada pemilu legislatif kali ini dengan 20,85% suara
nasional. Sedangkan Golkar menduduki posisi kedua dengan 14,45%
suara.
Tabel 3.C.4. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2009
Partai Politik Presentase Suara Jumlah Kursi
Partai Hanura 3,77% 18
Partai Gerindra 4,46% 26
PKS 7,88% 57
PAN 6,01% 43
PKB 4,94% 27
Partai Golkar 14,45% 107
PPP 5,32% 37
PDIP 14,03% 95
Partai Demokrat 20,85% 150
Sumber: diolah dari www.kpu.go.id
Dengan adanya Parliamentary Treshold, maka partai politik yang
tidak memenuhi 2,5% suara nasional tidak masuk ke DPR. Sehingga
pada tanggal 13 Mei 2009 KPU mengumumkan hanya sembilan partai
politik di atas yang lolos.
Berdasarkan pada UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
presiden dan wakil presiden, bahwa pasangan calon dapat diusulkan
partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang
memenuhi persyaratan perolehan suara paling sedikit 20% dari jumlah
kursi di DPR atau 25% dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif.
Terdapat tiga calon presiden dan wakil presiden yang mendaftar KPU
50
dari beberapa partai politik yang berkoalisi yaitu Megawati Soekarno
Putri-Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan
Jusuf Kalla-Wiranto.
Tabel 3.C.5. Pasangan Capres-Cawapres dan Partai Pendukung
Capres-Cawapres Partai Pendukung
Megawati-Prabowo PDIP dan Partai Gerindra
Susilo B. Yudhoyono – Boediono Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN, PKB
Jusuf Kalla-Wiranto Golkar dan Hanura
Sumber: diolah dari www.kpu.go.id
4. Golkar dan Pemilu 2014
Awalnya KPU hanya meloloskan 10 partai politik yang dapat ikut
dalam pemilu 2014, namun kemudia KPU digugat oleh beberapa partai
yang tidak lolos verifikasi ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha. Dari
beberapa partai yang menggugat, hanya dua yang dikabulkan
gugatannya, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia (PKPI). Sehingga ada 12 partai politik yang
bertarung pada pemilu yang dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014.
51
Tabel 3.C.6. Perolehan Suara Hasil Pemilu 2014
Partai Politik Presentase Suara Jumlah Kursi
PDIP 18,95% 109
Partai Golkar 14,75% 91
Partai Gerindra 11,81% 73
Partai Demokrat 10,90% 61
PKB 9,04% 49
PAN 7,59% 47
PKS 6,79% 40
Partai Nasdem 6,72% 39
PPP 6,53% 35
Partai Hanura 5,26% 16
Sumber: diolah dari www.kpu.go.id
Pada pemilu kali ini Golkar menduduki peringkat kedua perolehan
suara terbesar secara nasional di bawah PDIP. Golkar mendapatkan
suara sebesar 18.432.312 atau 14,75%. Namun sayangnya pada
pemilihan presiden Golkar tidak mencalonkan kandidatnya dari partai
tetapi merapat ke KMP untuk mendukung Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa. Keputusan ini diambil setelah hasil dari Rapat Pimpinan
Nasional (Rapimnas) VI.72
Golkar bergabung ke dalam KMP bersama dengan Partai Gerindra,
PAN, PPP, PKS, PBB dan Partai Demokrat. Sedangkan KIH
beranggotakan PDIP, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura dan PKPI.
Presentase jumlah suara dari koalisi ini mencapai 59,52%, berbanding
dengan milik KIH yang hanya 40,38% suara.
72
“Akbar Tanjung Pastikan Golkar Satu Suara Dukung Prabowo-Hatta”,[berita online];
tersedia di http://politik.rmol.co/read/2014/05/25/156732/Akbar-Tanjung-Pastikan-Golkar-Satu-
Suara-Dukung-Prabowo-Hatta- ; Internet; diakses pada tanggal 28 Oktober 2016.
52
BAB IV
KONFLIK INTERNAL PARTAI GOLKAR
PASCA PEMILIHAN UMUM 2014
Sejak berubahnya Golkar menjadi partai politik dan hilangnya kekuasaan
Soeharto dalam Golkar, kepemimpinan dalam partai Golkar seakan menjadi
perebutan bagi orang-orang yang berambisi untuk memegang tampuk tertinggi
partai ini. Sehingga tingginya dinamika politik di tubuh Partai Golkar sendiri
mengakibatkan konflik internal sangat sering terjadi.
Selain itu, beberapa partai baru bermunculan dari elite-elite partai Golkar
diantaranya adalah Wiranto yang mendirikan Partai Hanura, kemudian Partai
Gerindra yang didirikan Prabowo Subianto, dan Surya Paloh yang mereformasi
Nasdem menjadi sebuah partai politik. Mereka adalah elite Golkar yang gagal
menjadi ketua umum dan akhirnya memilih untuk menciptakan kendaraan
politiknya sendiri untuk mempunyai kekuasaan yang lebih.
Konflik yang terjadi pasca pemilu 2014 pun masih berkutat pada
perebutan kepemimpinan di Partai Golkar yang mengerucut kepada Aburizal
Bakrie yang ingin kembali menjabat untuk periode keduanya dan Agung Laksono
yang menginginkan adanya perubahan dalam pucuk kepemimpinan Golkar.
53
A. Prakonflik Internal Partai Golkar
Masalah awal muncul dari hasil Rapimnas VI Partai Golkar di
Jakarta yang memberikan mandat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar
Aburizal Bakrie. Mandat itu menetapkan ARB sebagai calon presiden atau
calon wakil presiden Partai Golkar dan memberikan wewenang penuh kepada
ARB untuk menjalin komunikasi dan koalisi dengan partai politik manapun.
Namun ternyata sejumlah elite-elite Golkar tidak setuju dengan
mandat penuh yang diberikan kepada ARB tersebut.73
Hal itu diperparah
dengan manuver politik Aburizal sehari setelah diberikan mandat penuh dari
Rapimnas VI. Ia membuat keputusan untuk mendukung pasangan Prabowo
Subianto – Hatta Rajasa dalam pemilihan presiden 2014.
Sejumlah kader yang merasa tipisnya peluang Golkar untuk
mengajukan calon yang kuat kemudian lebih mengarahkan dukungannya ke
figur kandidat lain, yaitu Joko Widodo yang diusung oleh Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Terlebih Jokowi telah menggandeng mantan
Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla sebagai wakilnya. Dengan demikian,
dukungan terhadap tokoh ini dianggap wajar dilakukan.
Konflik di kalangan elite partai Golkar semakin runcing ketika
terjadi pemecatan terhadap tiga kader Golkar yang secara terang-terangan
tidak mau patuh kepada keputusan pimpinan Golkar untuk mendukung
pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Tiga kader yang terlihat lebih
73
“Konflik Internal Sebagai Ujian Soliditas Golkar”,[berita online]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/amp/read/2016/01/28/04050051/Konflik.Internal.sebagai.Ujian.Solidit
as.Gol ;Internet; diakses 4 Januari 2017.
54
mendukung pasangan Jokowi-JK, yakni Ketua DPP Golkar Agus Gumiwang
Kartasasmita, Wakil Bendahara DPP Golkar Nusron Wahid, dan Poempida
Hidayatulloh, dipecat pada tanggal 23 Juni 2014.74
Ketika berlangsungnya voting di DPR RI terkait undang-undang
pemilihan langsung kepala daerah, 11 anggota DPR RI dari Fraksi Golkar
mendukung pemilu secara langsung, hal tersebut tidak sesuai dengan internal
Golkar yang menghendaki pemilu tidak secara langsung, sehingga kesebelas
orang tersebut mendapatkan pencopotan jabatan di struktur partai.75
Kemudian setelah Jokowi – Kalla menjadi pemenang dalam pilpres 2014,
giliran Agung Laksono dicopot dari jabatannya sebagai wakil ketua, karena
mendukung pemerintahan Jokowi – kalla.76
Ketidakpatuhan beberapa kader Golkar ini menunjukan bahwa
kekecewaan mereka tidak terangkul sehingga menyebabkan terjadinya
tindakan-tindakan di luar kebijakan partai yang justu dapat merugikan partai
itu sendiri.
Semua yang terkait dengan partai politik harus berjalan secara
bersamaan atau dengan kata lain mengikuti segala ketentuan yang di tetapkan
74 “Dukung Pilikada Langsung, Agus Gumiwang Tak Diajak Ngobrol dengan Fraksi
Golkar”, [berita online]; tersedia di http://www.suara.com/news/2014/09/24/140051/dukung-
pilkada-langsung-agus-gumiwang-tak-diajak-ngobrol-dengan-fraksi-golkar ; Internet; diakses 9
Juli 2017.
75 “Membelot dari Partai, Ini 11 Politisi Golkar yang Pilih Pilkada Langsung”, [berita
online]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/09/26/11381871/Membelot.dari.Partai.Ini.11.Politisi.Golkar
.yang.Pilih.Pilkada.Langsung.; Internet; diakses 9 Juli 2017.
76 “Dipecat, Agung Laksono Masih Bisa Jadi Ketua Umum”, [berita online]; tersedia dii
https://m.tempo.co/read/news/2014/08/13/078599177/dipecat-agung-laksono-masih-bisa-jadi-
ketua-umum ; Internet; diakses 9 Juli 2017.
55
oleh partai. Karena kader partai merupakan cerminan partai itu sendiri,
terutama anggota-angggota fraksi di DPR yang membawa kepentingan partai.
B. Konfrontasi dan Kericuhan
Pada tanggal 14 November 2014, rapat pleno di DPP Golkar
menetapkan munas akan digelar pada bulan Januari 2015. Beberapa calon
muncul sebagai calon ketua umum partai, diantaranya adalah Agung Laksono,
Hajriyanto Y Thohari, Agus Gumiwang, Priyo Budi Santoso, Zainuddin
Amali, MS Hidayat, dan Airlangga Hartanto.77
Selain itu, ditetapkan juga
waktu Rapimnas terakhir sebelum munas digelar, yaitu tanggal 17-19
November 2014 di Jogjakarta.
Kejanggalan mulai muncul ketika Rapimnas memutuskan untuk
mengubah waktu munas yang semula bulan Januari 2015, dipercepat menjadi
November 2014. Perubahan ini bertentangan dengan hasil rapat pleno DPP
sebelumnya. Ada indikasi bahwa percepatan munas ini bertujuan untuk
melanggengkan Aburizal sebagai ketua umum selanjutnya. Sehingga kandidat
lain merasa bahwa Aburizal telah memaksakan perubahan waktu munas
untuk melanggengkan kekuasaannya.78
77
“Akbar: Empat OrangCalon Kuat Ketum Golkar”,;[berita online]; tersedia di
http://www.beritasatu.com/politik/226517-akbar-empat-orang-calon-kuat-ketum-
golkar.html ;Internet; diakses tanggal 4 Januari 2017. 78
“Lawan Aburizal Tujuh Calon Ketum Golkar Kemungkinan Bersatu Usung Satu
Nama”,[berita online]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/21/08262251/Lawan.Aburizal.Tujuh.Calon.Ketum.Golk
ar.Kemungkinan.Bersatu.Usung.Satu.Nama ; diakses tanggal 4 Januari 2017.
56
Hal itu diperkuat oleh keputusan rapat pleno yang diadakan pada
tanggal 25 November 2014 di DPP Golkar. Namun keputusan yang diambil
sangat tidak sesuai dengan mekanisme yang ada karena tidak
mempertimbangkan pendapat forum di rapat tersebut.
Pada awalnya, Ketua Umum membuka rapat pleno tersebut.
Namun setelah break, Aburizal tidak kembali lagi ke kursinya dan pimpinan
rapat diserahkan ke Agung Laksono sebagai wakil ketua umum. Tetapi Theo
kemudian mengambil alih rapat dan langsung memutuskan Munas akan
digelar pada tanggal 30 November 2014 tanpa persetujuan forum lalu
meninggalkan ruang rapat. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar bagi para
peserta sidang pleno. Yoris bersama anggota AMPG lainnya menerobos
masuk dengan seragam lengkap dan menguasai ruangan. Rapat pleno DPP
Golkar batal dilaksanakan akibat kericuhan tersebut.
Dalam keadaan itulah dibentuk Tim Penyelamat sesuai dengan
usulan forum. Tim Penyelamat Partai Golkar dipimpin Agung Laksono dan
beranggotakan Priyo Budi Santoso, Zainudin Amali, Agus Gumiwang,
Yorrys Raweyai, Agun Gunandjar, Ibnu Munzir, Laurence Siburian, serta
Zainal Bintang. Selain itu Majelis Pertimbangan memecat ketua umum
Golkar ARB dan sekjen Golkar Idrus Marham, karena dianggap tidak mampu
melanjutkan rapat pleno sebagai syarat menuju arena munas, sehingga DPP
resmi dikendalikan oleh Majelis Penyelamat Partai Golkar, kemudian
dibentuklah presidium penyelamat partai Golkar sebagai wadah politik.
Tugas utama dari Presiduim Penyelamat Golkar adalah untuk
57
menyelenggarakan munas selambat-lambatnya januari 2015 serta
merehabilitas anggota-anggota yang dipecat oleh Aburizal sebelumnya.79
Selain itu, Presidium Penyelamat Partai Golkar menganggap
keputusan kubu Aburizal untuk menggelar munas pada 30 November 2014
melanggar aturan partai yakni pasal 19 dan 36 Anggaran Dasar Golkar.
C. Puncak Konflik: Munas Bali vs Munas Ancol
Meskipun dalam status pemecatan oleh Mahkamah Partai, Aburizal
tetap menyelenggarakan musyawarah nasional yang digelar pada tanggal 30
November 2014 di Bali dan menetapkan Aburizal Bakrie secara aklamasi
sebagai Ketua umum Golkar untuk kedua kalinya. Kubu ini berpendapat
bahwa munas ini telah dihadiri oleh semua perwakilan yang ada untuk
menyelenggarakan munas. Sehingga semua kepentingan yang ada di Golkar
sudah terwakili di dalam forum tersebut. Adapun yang terjadi di luar forum
tersebut merupakan mekanisme yang tidak benar.80
Sehingga kemudian
Aburizal memecat semua kader yang terlibat dalam Tim Penyelamat Partai
Golkar karena telah melanggar AD/ART partai. Orang-orang tersebut
diantaranya adalah Agung Laksono, Prio Budi, Yorris Yaweyai, Ibnu Munzir,
Ricky Rahmadi, Agun Gunandjar, Agus Gumiwang, Nusron Wahid, Djasri
79
Indra Jaya Piliang, “Penyebab Konflik Golkar”,[artikel online]; tersedia di
https://www.selasar.com/politik/penyebab-konflik-golkar ; Internet; diakses tanggal 8 Februari
2017.
80 Wawancara dengan Mustafa Raja 15-05-2017.
58
Marin, Laurens Siburian, Zainuddin Amali, Ace Hasan, Lamhot Sinaga,
Juslin Nasution, Mechias Markus dan Leo Nababan.81
Namun beberapa hari berselang, tepatnya tanggal 6 November
2014 DPP Golkar dengan pejabat sementara Agung Laksono menggelar
munas di Hotel Grand Mercure, Ancol, Jakarta Utara dan ada tiga calon ketua
umum yang bertarung. Mereka adalah Agung Laksono, Priyo Budi Santoso,
dan Agus Gumiwang Kartasasmita. Munas ini menghasilkan Agung Laksono
sebagai ketua umum Golkar yang baru. Munas yang di laksanakan di Ancol
merupakan bentuk perlawanan sejumlah kader Golkar yang berseberangan
dengan Aburizal, yang terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum dalam
Munas IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali. Meski yang mengikuti Munas
Ancol tidak seramai Munas Bali, namun kubu Agung berpendapat bahwa
Munas Ancol berjalan lebih demokratis.
Kubu Agung beralasan munas harus dipercepat, karena jika tidak
dikhawatirkan Partai Golkar tinggal menjadi sejarah di bawah kepemimpinan
Ical.82
Kedua kubu mengklaim bahwa Munas yang mereka laksanakan adalah
sah. Aburizal dan kubunya mengklaim bahwa pelaksanaan munas di Bali
sudah sesuai ketentuan AD/RT karena itu penyelenggaraannya bersifat fair,
transparan, dan demokratis. Munas Bali juga dilaksanakan sesuai amanat
81 “Ical Pecat Kader Bandel di Munas Tandingan”, [berita online]; tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2014/12/07/078626880/ical-pecat-kader-bandel-di-munas-golkar-
tandingan; Internet; diakses 10 Juli 2017. 82
“Dualisme Pemimpin Golkar”,[berita online]; tersedia di
http://www.rappler.com/indonesia/119950-lini-masa-dualisme-pemimpin-golkar ;Internet; diakses
tanggal 8 Februari 2017.
59
Rapimnas Yogyakarta di mana Agung Laksono hadir dalamnya.83
Sehingga
ketika Munas Bali berlangsung, mereka membuat surat pernyataan untuk
ketua dan sekretaris 34 DPD I dan 400-an lebih ketua dan sekretaris DPD II
se-Indonesia, yang menyatakan pengakuannya terhadap Munas Bali dan
penolakan terhadap Munas tandingan.84
Di pihak lain, Presidium Penyelamat Partai Golkar menyatakan
keputusan rapat pimpinan nasional di Yogyakarta tidak sesuai dengan aturan
partai, karena diputuskan sepihak oleh kelompok pendukung Abrurizal
Bakrie.85
Selain itu, Golkar Munas Ancol mengaku mendapat pernyataan
dukungan dari pemerintah, mulai dari Wakil Presiden Jusuf Kalla,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Menteri
Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Koordinator Politik Hukum dan
HAM. Termasuk dukungan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Kapolri) yang memberikan jaminan keamanan pelaksanaan Munas.86
83
“Pijar-Pijar Golkar”,[berita online]; tersedia di
https://nasional.sindonews.com/read/935808/18/pijar-pijar-golkar-1418270775/ ; Internet; diakses
18 Februari 2017. 84
“Munas Ancol Ilegal”,[artikel online]; tersdia di
http://jurnal.selasar.com/politik/munas-ancol-ilegal ;Internet; diakses 18 Februari 2017. 85
“Konflik Partai Golkar Terburuk”,[berita online]; tersedia di
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/11/141126_golkar ; Internet; diakses 18
Februari 2017. 86
“Dua Kubu Beradu Klaim Legal”,[berita online]; tersedia di
http://www.gresnews.com/berita/politik/190712-dua-kubu-beradu-klaim-legal-munas-
golkar/0/ ;Internet; diakses 18 Februari 2017.
60
D. Resolusi Konflik
1. Penyatuan Kedua Kubu
Konflik Golkar ini merupakan konflik terlama yang mendera partai.
Konflik ini berlansung selama hampir dua tahun, terhitung sejak tahun
2014 sampai tahun 2016. Proses hukum yang berlangsung menyebabkan
legalitas pengurus sering berpindah tangan berdasarkan keputusan
pengadilan. Namun pada akhirnya kedua kubu sepakat untuk
menyelesaikan dualisme ini dengan turun tangannya Wapres Jusuf Kalla
sekaligus tokoh senior Golkar.
Konflik di dalam kehidupan sosial merupakan gejala yang tidak
dapat dipisahkan, yang artinya bahwa konflik merupakan gejala yang
serba hadir dan melekat dalam kehidupan sosial, terutama dalam
kehidupan berpolitik. Berpolitik berarti seni bertarung memperebutkan
kekuasaan. Di dalamnya tidak hanya tentang menang atau kalah dalam
pemilihan, tetapi lebih kompleks lagi dan terkadang menimbulkan
korban-korban politik, baik itu yang mengakibatkan copotnya kekuasaan
seseorang dari jabatannya maupun yang merenggut jiwa.
Karena keberadaannya merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari di dalam masyarakat, maka konflik tidak dapat dimusnahkan
tetapi dapat diatur. Adapun mekanisme pengaturan konflik salah satunya
adalah konsiliasi. Yang dimaksud konsiliasi adalah pengaturan konflik
melalui lembaga-lemabaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola
diskusi dan proses pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang
61
terlibat dalam perselisihan tentang persoalan-persoalan yang di
pertentangkan.
Pengaturan konflik konsilasi akan berjalan efektif jika memenuhi
empat faktor, yaitu:
a. Lembaga yang bersifat otonom tanpa campur tangan dari pihak luar.
b. Kedudukan lembaga harus bersifat monopolistik, artinya lembaga
itulah yang berfungsi mengatur konflik.
c. Peranan lembaga harus memiliki kekuatan mengikat, sehingga
pihak-pihak yang bersengketa merasa terikat kepada lembaga
tersebut.
d. Lembaga tersebut harus bersifat demokratis, artinya aspirasi dari
pihak-pihak tang bertikai harus didengarkan dan diberikan
kesempatan yang sama utnuk menyatakan pendapatnya.87
Dalam undang-undang partai politik di Indonesia, cara-cara
penyelesaian konflik internal partai seharusnya bisa dicapai dan
diselesaikan melalui mahkamah partai, karena mahkamah partai adalah
lembaga tertinggi dalam partai politik untuk menyelesaikan sengketa
organisasi. Sehingga kehadiran mahkamah partai di dalam partai itu
sendiri merupakan suatu keharusan dalam menghadapi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya kebuntuan yang diakibatkan oleh tidak
tercapainya kesepakatan bersama di dalam internal partai.
87
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, 386-387.
62
Namun apa yang terjadi di dalam konflik Golkar awalnya tidak
demikian. Kubu Aburizal dan kubu Agung saling melaporkan satu sama
lain ke pengadilan, sehingga hal ini justru menjadikan konflik tersebut
melebar ke ranah hukum. Padahal tidak semua konflik perselisihan
internal partai harus berakhir di pengadilan. Jika mahkamah partai
berjalan dengan baik dan para pihak juga patuh, konflik bisa diselesaikan.
Akhirnya setelah sekian lama konflik ini dibiarkan tanpa adanya
komunikasi yang cukup, kedua kubu berhasil diajak duduk bersama
mencari solusi. Adapun tahapan rekonsiliasi kedua kubu diantaranya:
a. Tim Penjaringan Kepala Daerah
Langkah awal islah sebenarnya telah terjadi ketika tokoh
senior Golkar dan juga wakil presiden Jusuf Kalla mempertemukan
Agung Laksono dan Aburizal Bakrie pada tanggal 11 Juli 2015.
Pertemuan tersebut membahas kemungkinan Golkar tidak dapat
mengikuti Pilkada serentak 9 Desember 2015 karena dualisme
tersebut. Inilah itikad baik dari kedua kubu untuk sama-sama
berjalan dengan nama Golkar pada Pilkada serentak.
Akhirnya kesepakatan bersama antara dua belah pihak
tersebut terjalin dengan membentuk tim penjaringan pilkada atau
disebut “Tim 10” serta beberapa kesepakatan lain agar Golkar dapat
mengikuti Pilkada. Kesepakatan tersebut yaitu:
63
1) Tim penjaringan bersama bekerja untuk menetapkan calon-calon
gubernur, bupati dan walikota secara bersama di setiap daerah
pemilihan.
2) Apabila ada daerah yang berbeda calon dari masing-masing
pihak dan tidak bisa disatukan secara musyawarah maka
dilaksanakan dengan survei atau cara demokratis yang lain untuk
disetujui bersama, di mana calon yang paling tinggi suaranya
menjadi calon yang disetujui.
3) Pengurus DPP, DPD 1 atau DPD 2 masing-masing pihak dengan
terkoordinasi mengajukan surat pendaftaran secara terpisah
dengan satu pasangan calon yang sama, hasil tim bersama ke
KPU atau KPUD masing-masing daerah pemilihan setelah
mendapatkan penetapan dari tim penjaringan tingkat pusat.
4) Status kedua pengurus tetap berjalan bersama sampai dengan
keputusan pengadilan yang bersifat tetap atau dicapai islah yang
penuh.88
Tim 10 yang menjadi tim penjaring calon kepala daerah pun
kemudian mempunyai gagasan bersama untuk mengakhiri konflik
internal ini. mereka sepakat bahwa kedua elite yaitu Agung dan Aburizal
88
“Kubu Ical dan Agung Cs Buat Surat Kesepakatan Soal Calon di Pilkada”,[berita
online]; tersedia di http://news.detik.com/berita/2977160/kubu-ical-dan-agung-cs-buat-surat-
kesepakatan-soal-calon-di-pilkada/komentar ; Internet; diakses tanggal 9 Maret 2017.
64
harus meletakkan egonya masing-masing dan sama-sama melaksanakan
Munaslub untuk memilih ketua umum yang baru.89
b. Tim Transisi
Setelah SK Munas Ancol dicabut pada tanggal 30 Desember 2015
dan SK kepengurusan Munas Riau berakhir tanggal 31 Desember 2015
serta tidak adanya SK Munas Bali, maka tidak ada kepengurusan yang
memegang SK dari Kemenkumham. Hal inilah yang mendasari Majelis
Pertimbangan Golkar bersidang dan memutuskan untuk membentuk Tim
Transisi Partai Golkar pada tanggal 15 Januari 2016.90
Adapun Tim Transisi mengangkat BJ Habibie sebagai Pelindung
dan Jusuf Kalla sebagai Ketua merangkap anggota, serta beberapa
anggota yaitu Ginanjar Kartasasmita, Emil Salim, Abdul Latief, Siswono
Yudohusodo, Akbar Tanjung, Aburizal Bakrie, H.R Agung Laksono,
Theo L. Sambuaga dan Soemarsono. Tim Transisi ini dibentu untuk
melakukan rekonsiliasi partai secara total melalui munas yang aspiratif,
demokratis, terbuka dan akuntabel.
Pengangkatan Jusuf Kalla sebagai ketua tim transisi juga bukan
tanpa alasan. Selain sebagi tokoh senior Golkar, Jusuf Kalla juga dikenal
sebagai orang yang mempunyai keahlian berdiplomasi yang baik. konflik
89
“Konflik Golkar Meluas Jadi Tiga Kubu”,[berita online]; tersedia di
http://www.gresnews.com/berita/politik/180179-konflik-golkar-meluas-jadi-tiga-kubu/0/ ; Internet;
diakses tanggal 9 Maret 2017. 90
“Ini Putusan Lengkap Mahkamah Partai Golkar Soal Pembentukan Tim Transisi”
http://news.detik.com/berita/3120950/ini-putusan-lengkap-mahkamah-partai-golkar-soal-
pembentukan-tim-transisi ; Internet; diakses tanggal 14 Februari 2017.
65
Aceh, Ambon dan Poso menjadi contoh bagi kejeniusannya dalam
menyelesaikan konflik.
c. Proses Rekonsiliasi dan Munaslub
Proses penyatuan kubu yang besebrangan dimulai dari pertemuan
tim transisi di kediaman Yusuf Kalla pada tanggal 22 Januari 2016 yang
menghasilkan kesepakatan penyelenggaraan Munas bersama. Setelah
pertemuan itu, kubu Aburizal menggelar Rapimnas pada tanggal 23
Januari 2016 di Jakarta Convention Center. Pada rapimnas itu, pengurus
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Golkar akhirnya menyetujui untuk
menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Kata setuju
bisa diraih setelah melalui rapat komisi dan lobi-lobi pengurus di tingkat
DPD.
Musyawarah Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan
dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Dewan Pimpinan Daerah
Provinsi. Dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai
Golkar dijelaskan bahwa munaslub dapat diselenggarakan jika partai
dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang
memaksa, atau jika DPP melanggar AD/ART, atau DPP tidak dapat
menjalankan amanat munas sehingga organisasi tidak berjalan sesuai
dengan fungsinya.91
91
“AD/ART Partai Golkar”,[data online]; tersedia di https://partaigolkar.or.id/ad-art ;
Internet; diakses pada tangga 26 Maret 2017.
66
Dalam Rapimnas itu juga Aburizal mengisyaratkan untuk tidak
maju lagi dalam pemilihan ketua umum Golkar. Di akhir acara Ketua
Tim Transisi Jusuf Kalla menutup Rapimnas tersebut. Kehadiran Jusuf
Kalla ke rapimnas tersebut mempertegas bahwa Golkar mendukung
pemerintah. Kepengurusan Munas Riau pun di perpanjang oleh
Menkumham sampai enam bulan sampai kepengurusan baru terbentuk.
Meski pada awalnya Agung tidak mengakui rapimnas kubu Aburizal dan
menginginkan adanya munas dari pada menyelenggarakan munaslub,
namun akhirnya Jusuf Kalla berhasil membujuk Agung untuk mengikuti
mekanisme yang sudah dijalankan dan menerima penyelenggaraan
munaslub demi semangat persatuan dan mengakhiri konfliki di dalam
tubuh Golkar.92
Rekonsiliasi akhirnya tercapai setelah Agung Laksono dan
Aburizal bertemu di rapat pleno tanggal 7 April 2016 di DPP Golkar dan
menyepakati tanggal pelaksanaan munaslub serta susunan kepengurusan
panitia. Bertindak sebagai Ketua Penanggung jawab yaitu Aburizal
Bakrie dan Wakil Ketua Penanggung jawab yaitu Agung Laksono. Ketua
Penyelenggara yaitu Theo L. Sambuaga, Ketua Steering Commitee
Nurdin Halid, dan Ketua Organizing Commitee Zainudin Amali. Selain
92
“Jusuf Kalla Klaim Golkar Kubu Agung Laksono Setuju Munaslub”,[berita online];
tersedia di https://nasional.tempo.co/read/news/2016/01/26/078739567/jusuf-kalla-klaim-golkar-
kubu-agung-laksono-setuju-munaslub ; Internet; diakses pada tanggal 24 Maret 2017.
67
itu, baik Agung maupun Aburizal sama-sama tidak maju kembali dalam
pemilihan ketua umum.93
Munaslub Golkar dilaksanakan pada 14-16 Mei 2016 di Bali Nusa
Dua Convention Center. Panitia Munaslub Golkar mengesahkan delapan
bakal calon Ketua Umum Golkar, antara lain (sesuai nomor urut), Ade
Komarudin, nomor urut 1, Setya Novanto (nomor 2), Airlangga Hartarto
(3), Mahyudin (4), Priyo Budi Santoso (5), Aziz Syamsuddin (6), Indra
Bambang Utoyo (7), dan Syahrul Yasin Limpo (8). Penyelenggaraan
Munaslub Golkar dibuka langsung oleh Presiden Jokowi dan
menghasilkan Setya Novanto sebagai ketua umum Golkar yang baru.
2. Proses Hukum
Meskipun proses hukum tidak bukan menjadi hal yang menjadi
tolak ukur untuk islah keduanya, namun prosesnya tidak bisa di abaikan
dalam dinamika konflik ini. Kedua belah kubu yang telah melaksanakan
Munas dan mendaftarkan masing-masing kepengurusannya ke
Kemenkumham tersebut, membawa persoalan dualisme ini ke pengadilan.
Padahal seharusnya partai dapat menyelesaikan sendiri permasalahan
internal partai melalui Mahkamah Partai, karena setiap permasalah yang
terjadi di internal partai, tentu hanya internal partai itu sendiri yang
mengetahui secara rinci permasalahannya.
Di dalam ketentuan undang-undang, manakala masih ada sengketa,
pemerintah menunggu sampai sengketa partai diselesaikan. Apabila
93
“Kubu Ical dan Agung Berdamai Munaslum Golkar Digelar”,[berita online]; tersedia di
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/07/078760647/kubu-ical-dan-agung-berdamai-
munaslub-golkar-digelar-7-mei : Internet: diakses pada tanggal 26 Maret 2017.
68
konflik tidak juga selesai lewat mekanisme internal, maka pemerintah
menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum.
Kubu Aburizal dan Kubu Agung melaporkan kepengurusan
mereka ke Kemenkumham setelah masing-masing melaksanakan Munas.
Keduanya diterima oleh menteri Yasonna Laoly, namun tidak buru-buru
untuk mengesahkan salah satunya. Pada tanggal 12 Januari 2015, Kubu
Aburizal menggugat kubu Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Menurut kubu Aburizal, jalur hukum diambil karena partai politik
merupakan produk Undang-Undang dan pendaftarannya ke
Kemenkumham sehingga penyelesaian konfliknya harus melalui jalur
hukum.94
Oleh karena itu Menkumham tidak dapat mengesahkan
kepengurusan jika terjadi perselisihan kepengurusan di internal partai
hingga perselisihan itu selesai. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 24 UU
Partai Politik yang berbunyi “Dalam hal terjadi perselisihan
kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi pengambilan keputusan
Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat
dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan”.95
Barulah kemudian pada tanggal 23 Maret 2015 Menteri Yasonna
mengesahkan kepengurusan Golkar versi Agung setelah Majelis
Pertimbangan Golkar memutuskan Munas yang sah adalah kubu
94
Wawancara dengan Mustafa Raja 15-05-2017. 95
“Ini Langkah Kubu Agung Pasca Pengesahan Kemenkumham”,[beita online]; tersedia
di http://www.gresnews.com/berita/politik/30113-ini-langkah-kubu-agung-pasca-pengesahan-
kemenkumham/0/ ; Internet; diakses tanggal 10 Maret 2017.
69
Agung.96
Sesaat setelah pengumuman tersebut, kubu Aburizal yang
merasa dirugikan dengan keputusan itu langsung menggugat ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Putusan PTUN nomor 62/G/2015/PTUN.JKT akhirnya
membatalkan SK Menkumham tersebut, guna mengantisipasi terjadinya
kekosongan kepengurusan Golkar jelang Pilkada serentak maka hakim
menyatakan kepengurusan yang berlaku yakni berdasarkan hasil munas
Riau 2009 yang memenangkan ARB. Lalu Menkumham Yasonna Laoly
keberatan dan mengajukan banding ke PTTUN. Pada tanggal 10 Juli
2015, melalui putusan nomor 62/B/2015/PT.TUN. JKT, PTTUN
membatalkan putusan PTUN yang memenangkan ARB.
ARB kembali ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terkait
putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham. Majelis hakim MA
yang diketuai oleh Dr. Imam Soebechi dengan anggota Dr. Irfan
Machmudin dan Supandi pada tanggal 20 oktober 2015 menyatakan
bahwa putusan PTTUN yang memenangkan Menkumham batal dan
dikembalikan pada hasil putusan PTUN. Putusan kasasi MA dengan
nomor 490K/TUN/2015 akhirnya menjadi akhir perseteruan melalui
koridor hukum, akhirnya Menkumham pada tanggal 30 desember 2015
melalui SK Menkumham nomor M.HH-23.AH.11.01 mencabut SK
kepengurusan hasil munas Ancol bernomor M.HH-01.AH.11.01. Meski
sudah membatalkan SK kepengurusan Munas Ancol, Menkumham tidak
96
“Menkumham Sahkan Kepengurusan Golkar Kubu Agung Laksono”,[berita online];
terseida di http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/03/10/nkzhdq-menkumham-
sahkan-kepengurusan-golkar-kubu-agung-laksono ; Internet; diakses tanggal 10 Maret 2017.
70
mengakui kepengurusan Aburizal. Sehingga kepengurusan yang sah
adalah kepengurusan Munas Riau yang berlaku hingga 31 Desember
2015.97
E. Dampak Konflik
Konflik yang terjadi di partai Golkar menyebabkan dampak yang
besar baik untuk internal partai maupun secara nasional. Golkar yeng
merupakan pemenang kedua pemilu 2014 menjadi partai yang besar di DPR,
sehingga perpecahan yang terjadi di internal partai pasti berimbas terhadap
kinerja perwakilan mereka di pemerintahan.
1. Dampak Internal
a. Keterlambatan Gaji Karyawan DPP
ketika terjadi dualisme Golkar, kedua kubu saling lempar tanggung
jawab untuk memberi gaji pegawai dan tunggakan listrik selama dua
bulan. Ada sekitar 87 karyawan dan 40 tenaga honorer, seperti petugas
keamanan dan kebersihan yang bekerja di DPP Golkar. Sedangkan
biaya listrik sekitar 300 juta selama dua bulan. Sehingga petugas
keamanan berjaga hanya mengandalkan lampu penerangan jalan
karena PLN memutus listrik DPP Golkar karena penunggakan tersebut.
Kubu Agung yang awalnya memegang SK Kemenkumham
menolak untuk membayarnya dengan alasan bahwa keputusan MA
yang membatalkan SK Golkar kubu Agung adalah bulan Oktober
97
“Menkumham Cabut SK Munas Ancol Mulai Besok Golkar Vacum”,[berita online];
tersedia di http://www.suara.com/news/2015/12/31/125515/menkumham-cabut-sk-munas-ancol-
mulai-besok-golkar-vakum ; Intenet; diakses tanggal 10 Maret 2017.
71
2015. Sedangkan awal November 2015 kedua kubu sudah
menggunakan kantor bersama lagi.98
b. Turunnya Elektabilitas Partai
Kepercayaan masyarakat akan partai politik di Indonesia memang
tidaklah tinggi. Berbagai kasus korupsi menjadi alasan terkuat
mengapa masyarakat tidak percaya kepada partai politik. konflik
internal menambah cerminan buruk partai politik Indonesia, tidak
terkecuali konflik yang terjadi pada tubuh Golkar setelah pemilu
legislatif 2014. Lembaga Survei Indonesia mengeluarkan survei pada
tanggal 18 Mei 2016 yang memperlihatkan bahwa dukungan
masyarakat terhadap Golkar menurun ke angka 10,8% selisih 10%
dengan PDIP yang berada di angka 21,5%. Sebagai perbandingan,
hasil Pemilu Legislatif 2014 mencatat bahwa PDIP mendapatkan
18,95 persen suara, dan Golkar di angka 14,75 persen. hal itu jelas
menurun jauh jika dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada
Pemilu 1999 suara Golkar mencapai 22,44 persen, di Pemilu 2004
suara Golkar mencapai 21,58 persen dan di Pemilu 2009, suara Golkar
mencapai 14,45 persen.99
98
“Bambang Soesatyo: Tunggakan Listrik dan Gaji Karyawan Akan Kami
Lunasi”,[berita online]; tersedia di http://www.tribunnews.com/nasional/2016/01/02/bambang-
soesatyo-tunggakan-listrik-dan-gaji-karyawan-akan-kami-lunasi ; Internet; diakses pada tanggal 29
Maret 2017. 99
“Akibat Konflik Dualisme Golkar Terpuruk dalam 4 Hal ini”,[berita online]; tersedia di
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/05/18/lsi-akibat-konflik-dualisme-golkar-terpuruk-
dalam-4-hal-ini : Internet; diakses pada tanggal 27 Maret 2017.
72
2. Dampak Eksternal
a. Kinerja Anggota Fraksi di DPR Terganggu
Terbelahnya Golkar menjadi dua kubu membuat kader Golkar
yang menjadi anggota fraksi di DPR pun ikut terbelah. Beberapa
anggota Golkar seperti Poempida Hidayatullah, Nusron Wahid dan
Agus Gumiwang dipecat karena tidak mengikuti keputusan partai
untuk mendukung Prabowo Subiato-Hatta Rajasa. Selain itu pada
voting dalam penentuan Pemilihan Kepala Daerah (pilkada), mereka
bersama delapan anggota lainnya memilih opsi pilkada langsung oleh
rakyat. Sedangkan 73 anggota lainnya mendukung pilkada melalui
DPRD. Sehingga fraksi Golkar di DPR tidak satu suara dalam voting
tersebut.100
Jabatan ketua fraksi di DPR dan MPR pun menjadi posisi yang
dirombak setelah SK Kemenkumham mengesahkan kepengurusan
kubu Agung. Fraksi di DPR dan MPR menjadi sangat penting bagi
sebuah partai politik, karena pada dasarnya, di fraksilah kekuasaan
politik partai berada. Kebijakan dan kepentingan partai, diterjemahkan
menjadi langkah-langkah politik praktis fraksi di DPR. Apakah itu
berkaitan dengan partai politik lain atau terhadap pemerintah. Fraksi
adalah kepanjangan tangan partai. Sehingga perpecahan dalam partai
jelas sangat mengganggu kinerja DPR dalam menentukan kebijakan
100 “Dukung Pilikada Langsung, Agus Gumiwang Tak Diajak Ngobrol dengan Fraksi
Golkar”, [berita online]; tersedia di http://www.suara.com/news/2014/09/24/140051/dukung-
pilkada-langsung-agus-gumiwang-tak-diajak-ngobrol-dengan-fraksi-golkar ; Internet; diakses 9
Juli 2017.
73
terutama dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang dan
RAPBN.101
b. Kegagalan di Pilkada Serentak Tahun 2015
Dualisme kepemimpinan ini membuat gerak organisasi Golkar
menjadi lamban sehingga performa politiknya pun kurang maksimal.
Hal ini terlihat pada performa Golkar dalam pilkada serentak tahun
2015. Golkar sebagai salah satu partai papan atas pada Pemilu 2014
tidak mampu mempertahankan kepala daerah di sejumlah daerah yang
pernah dimenangi dalam pilkada. Calon-calon yang diusung Golkar
gagal menggapai kemenangan lantaran dukungan dari DPP tidak solid.
Sebanyak 264 daerah otonom, yang terdiri dari tujuh provinsi dan
257 kabupaten/kota yang ikut pilkada serentak tahun 2015, hanya 57
daerah yang berhasil dimenangi oleh Golkar dan tidak ada satupun di
tingkat provinsi. Seluruh daerah yang dimenangi, tidak ada calon yang
murni berasal dari partai karena semua diusung oleh beberapa partai
atau koalisi.102
Sebagai partai yang telah mapan dan memiliki jaringan
infrastruktur politik yang rapi hingga ke tingkat bawah, seharusnya
Golkar dapat mengulang kejayaan pemilu sebelumnya yang menjadi
partai dengan jumlah kemenangan tertinggi di tingkat kabupaten/kota
101
“Konflik Golkar dan PPP Hambat Kinerja DPR”,[berita online]; tersedia di
http://news.okezone.com/read/2015/04/12/337/1132849/konflik-golkar-ppp-hambat-kinerja-dpr :
Internet; diakses pada tanggal 16 April 2017. 102
“Golkar Babak Belur PDIP Panen Raya”,[berita online]; tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/16/01/19/o16zoe1-golkar-babak-belur-pdip-panen-
raya ; Internet; diakses pada tanggal 19 Mei 2017.
74
se-Indonesia. Sehingga dapat dipastikan bahwa kekalahan Golkar
pada pilkada 2015 menjadi salah satu akibat dari adanya dualisme
kepemimpinan tersebut.103
c. Pindahnya Koalisi
Setelah konflik Golkar selesai, pindahnya Golkar dari oposisi ke
partai pendukung pemerintah menjadi agenda Golkar.104
Golkar yang
mendukung pasangan Prabowo-Hatta bersama dengan partai yang
tergabung dalam KMP harus kalah pada Pilpres 2014. Namun
kemudian partai-partai di KMP tetap solid dan memutuskan untuk
menjadi oposisi pemerintah termasuk Golkar. Namun ternyata
perbedaan pendapat diantara elit Golkar sejak awal Pilpres menjadi
konflik yang tak terhindarkan setelahnya.
Setelah setahun lebih berkonflik, akhirnya tokoh senior Golkar
sekaligus wakil presiden Jusuf Kalla berhasil membujuk Aburizal dan
Agung untuk melakukan rekonsiliasi. Pada rapimnas menjelang
munaslub Aburizal menyatakan bahwa Golkar akan mendukung
pemerintah. Golkar yang memang tidak memiliki banyak pengalaman
di luar pemerintahan menjadi sangat kaku dan hal itu tidak cocok
dengan nilai-nilai yang dibawa sejak kelahirannya, yaitu berasaskan
kekaryaan dan selalu mendukung pemerintahan siapapun
103
“Konflik Internal sebagai Ujian Soliditas Golkar”,[berita online]; tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/28/04050051/Konflik.Internal.sebagai.Ujian.Soliditas.G
olkar?page=all ; Internet; diakses pada tanggal 30 Maret 2014. 104
Wawancara dengan Mustafa Raja 15-05-2017.
75
presidennya.105
Pada akhirnya dukungan tersebut langsung direspon
oleh Presiden Jokowi yang memasukan kader Golkar pada resufle jilid
II, yaitu Erlangga Hartarto yang menjabat Menteri Perindustrian.106
105
Wawancara dengan Mustafa Raja 15-05-2017. 106
“Komposisi Jatah Menteri Partai Pendukung Pemerintah”,[berita online]; tersedia di
http://berdemokrasi.com/komposisi-jatah-menteri-partai-pendukung-pemerintah.html ; Internet;
diakses tanggal 16 April 2017.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Golkar hingga saat ini tetap menjadi partai besar di kancah perpolitikan
Indonesia meskipun berbagai macam ancaman, baik dari luar seperti desakan
pembubaran Golkar pada saat reformasi, maupun dari dalam seperti konflik
internal yang hampir terjadi setiap penyelenggaraan Munas Golkar. Namun
Golkar tetap bertahan dan mampu keluar dari setiap konflik.
Jika memakai istilah olahraga sepakbola yaitu one man club yang artinya
sebuah tim sepakbola hanya dapat berprestasi karena kehadiran seorang pemain
yang menjadi tumpuan, Golkar adalah antitesis dari istilah tersebut, Golkar
bukanlah one man party atau partai yang mengandalkan sosok yang besar seperti
halnya Megawati Soekarno Putri di PDIP, Prabowo Subianto di Partai Gerindra,
Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat, dan partai-partai lain yang
bertumpu pada sosok satu orang. Golkar merupakan partai yang sangat kuat
pondasinya dan dijalan oleh beberapa orang yang mempunyai tujuan yang sama,
sehingga dengan pondasi yang kuat itulah Golkar dapat menyelesaikan segala
masalah yang menimpa dirinya.
Jadi tidak heran jika dinamika politik di tubuh partai ini sangat tinggi
karena proses demokrasi bisa berjalan dengan baik di Golkar. Meskipun ada kader
yang sakit hati dan kemudian keluar dari Partai Golkar, itu merupakan bagian dari
proses persaingan dan dinamika yang tinggi yang tidak dapat dimainkan oleh
77
kader tersebut. Partai Golkar tetap bertahan dan tetap menjadi partai politik besar
hingga saat ini meskipun beberapa elite kader keluar dari partai dan membentuk
partai lain.
Pada konflik pasca pemilu legislatif 2014 ini dipicu oleh beberapa elite
partai yang kecewa dengan kegagalan Golkar di pemilu 2014 dan kegagalan
pencalonan Aburizal untuk menjadi calon presiden dari Partai Golkar. Hal itu
membuat kepercayaan beberapa elite partai terhadap kepemimpinan Aburizal
semakin melemah. Selain itu, antara elite yang satu dengan lainnya, terdapat
perbedaan pandangan untuk membawa Golkar ke depannya khususnya tentang
penyelenggaraan Munas IX. Perbedaan penyelenggaraan waktu Munas itu
diartikan lain oleh kubu yang tidak suka dengan Aburizal, sehingga Golkar
terbelah menjadi dua kubu yaitu Kubu Aburizal dan Kubu Agung. Sayangnya
perbedaan itu dibiarkan saja tanpa ada komunikasi yang cukup dari para pihak
yang berbeda pendapat. Hal itulah yang menyebabkan konflik ini berlarut-larut.
Menjelang pilkada serentak 2015, ada itikad baik dari kedua kubu untuk
duduk bersama membahas pilkada. Mantan ketua umum Golkar dan juga wakil
presiden Jusuf Kalla turun tangan untuk meredakan konflik dan memberi tahu
kalau Golkar terancam tidak bisa mengikuti pilkada karena konflik intenal.
Setelah langkah pertama untuk menyatukan kubu yang besebrangan berhasil,
kemudian dilanjutkan pertemuan-pertemuan yang membahas Munaslub sebagai
tanda bersatunya kembali Golkar Kubu Aburizal dan Kubu Agung. Untuk
meredakan para simpatisannya, keduanya berkomitmen untuk tidak kembali
mencalonkan diri pada kesempatan itu.
78
Dampak yang ditimbulkan dari konflik ini sangat luas, baik yang
berdampak pada partai itu sendiri maupun yang berdampak pada perpolitikan
secara nasional. Di antara dampak internalnya adalah keterlambatan gaji pegawai
di kantor DPP, serta turunnya elektabilitas partai selama konflik berlangsung.
Selain itu, dampak eksternal yang ditimbulkan adalah terganggunya kinerja DPR,
kegagalan pilkada serentak 2015, dan pindahnya koalisi Golkar.
B. Saran
Temuan-temuan yang dipaparkan di atas menunjukan bahwa Partai Golkar
mempunyai akar yang kuat sehingga bisa tetap eksis meski diterpa berbagai
masalah, namun sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan sikap para elite
partai. Elite yang mempunyai keinginan untuk menguasai tampuk kepemimpinan
tidaklah sepatutnya menghalalkan segala cara untuk mencapainya, tetapi harus
melalui mekanisme-mekanisme yang berlaku di Partai Golkar.
Konflik yang berkepanjangan tersebut tidak lain adalah tidak ada
komunikasi yang cukup pada awalnya di antara pihak yang berbeda pendapat.
Oleh karena itu, para elite partai harus duduk bersama untuk mencari jalan keluar
dari perbedaan-perbedaan yang ada di internal partai agar dapat mengantisipasi
konflik yang lebih luas, serta menghindari dampak-dampak yang ditimbulkan agar
tidak merugikan partai maupun perpolitikan secara nasional.
xii
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Boileau, Julian M. 1983. Golkar: Functional Group Politics in Indonesia. Jakarta:
CSIS.
Budiarjo, Miriam. 2009.Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Creswell, Johan W. 2012. Research Design: Pendekatan Kualitatif, kuantitatif,
dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanafie, Haniah dan Suryani. 2011. Politik Indonesia. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta.
Heywood, Andrew. 2007. Politics. New York: Palgrave Macmillan, edisi 3.
Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.
Karim, M. Rusli. 1983. Perjalanan Partai Politik di Indonesia: Sebuah Potret
Pasang Surut. CV Rajawali.
Kelle, Suzanne. 1995. Penguasa dan Kelompok Elit Peranan Elit-Penentu Dalam
Masyarakat Modern. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Maleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Maran, Rafael Raga. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta.
Mufti, Muslim. Studi Organisasi Politik Modern. Bandung: CV Pustaka Setia.
Pareto, Vilfredo. 1991. The Rise and Fall of Elites: An Application of Teoretical
Sociology Sosial Science Classics. New Jersey: Transaction Publishers.
Perwita, Ed. A.A Banyu dan Nabilla Sabban. 2015. Kajian Konflik dan
Perdamaian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Poloma, Margaret M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo.
Rachman, Aulia A. 2006. Citra Khalayak tentang Golkar. Jakarta: PSAP.
xiii
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Reeve, David. 2013. Golkar Sejarah yang Hilang, Akar Pemikiran dan Dinamika.
Depok: Komunitas Bambu.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Sitepu, P. Anthonius. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soon, Kang Young. 2008. Antara Tradisi dan Konflik: Kepolitikan Nahdlatul
Ulama. Jakarta: UI Press.
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Susan, Novri. 2009. Pengantar Sosiologi Konflik. Jakarta: Prenadamedia Group,
Susanto, Phil. Astrid S. 1979. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.
Bandung: Binacipta.
Tanjung, Akbar. 2007. The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah
Turbulensi Politik Era Transisi. Jakarta: PT Granedia Pustaka Utama.
Varma, SP. 2007. Teori Politik Modern. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
xiv
2. Internet
http://berdemokrasi.com/komposisi-jatah-menteri-partai-pendukung-
pemerintah.html
http://cumaisengajanih.blogspot.co.id/2012/08/pemilihan-model-elit-untuk-
memahami.html
http://golkarbali.or.id/page/9/SEJARAH-PARTAI-GOLKAR.html
http://jurnal.selasar.com/politik/munas-ancol-ilegal
http://nasional.kompas.com/amp/read/2016/01/28/04050051/Konflik.Internal.seba
gai.Ujian.Soliditas.Gol
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/20/0649443/aburizal.bakrie.dari.capres.
cawapres.hingga.tak.jadi.apa-apa
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/21/08262251/Lawan.Aburizal.Tujuh.Ca
lon.Ketum.Golkar.Kemungkinan.Bersatu.Usung.Satu.Nama
http://nasional.kompas.com/read/2014/12/07/15511491/Dua.Kubu.Golkar.Adu.Ce
pat.Lapor.Kepengurusan.Partai.ke.Kemenkumham
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/28/04050051/Konflik.Internal.sebagai.
Ujian.Soliditas.Golkar?page=all
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/15/03/10/nkzhdq-
menkumham-sahkan-kepengurusan-golkar-kubu-agung-laksono
http://news.detik.com/berita/2977160/kubu-ical-dan-agung-cs-buat-surat-
kesepakatan-soal-calon-di-pilkada/komentar
http://news.detik.com/berita/3120950/ini-putusan-lengkap-mahkamah-partai-
golkar-soal-pembentukan-tim-transisi
http://news.okezone.com/read/2015/04/12/337/1132849/konflik-golkar-ppp-
hambat-kinerja-dpr
http://politik.rmol.co/read/2014/05/25/156732/Akbar-Tanjung-Pastikan-Golkar-
Satu-Suara-Dukung-Prabowo-Hatta-
http://www.antaranews.com/berita/434827/ini-hasil-rapimnas-partai-golkar
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/11/141126_golkar
http://www.beritasatu.com/politik/226517-akbar-empat-orang-calon-kuat-ketum-
golkar.html
xv
http://www.gresnews.com/berita/politik/180179-konflik-golkar-meluas-jadi-tiga-
kubu/0/
http://www.gresnews.com/berita/politik/190712-dua-kubu-beradu-klaim-legal-
munas-golkar/0/
http://www.gresnews.com/berita/politik/30113-ini-langkah-kubu-agung-pasca-
pengesahan-kemenkumham/0/
http://www.rappler.com/indonesia/119950-lini-masa-dualisme-pemimpin-golkar
http://www.republika.co.id/amp_version/m04lkw
http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/16/01/19/o16zoe1-golkar-babak-
belur-pdip-panen-raya
http://www.republika.co.id/berita/pemilu/hot-politic/14/05/19/n5tal0-dukung-
prabowohatta-golkar-bantah-bergabung-di-ujung
http://www.solopos.com/2014/11/25/konflik-internal-partai-golkar-rapat-dpp-
golkar-ricuh-lagi-1-orang-luka-555016
http://www.suara.com/news/2015/12/31/125515/menkumham-cabut-sk-munas-
ancol-mulai-besok-golkar-vakum
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/01/02/bambang-soesatyo-tunggakan-
listrik-dan-gaji-karyawan-akan-kami-lunasi
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/05/18/lsi-akibat-konflik-dualisme-
golkar-terpuruk-dalam-4-hal-ini
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Ketua_Umum_Partai_Golkar
https://m.tempo.co/read/news/2014/11/25/078624437/pleno-golkar-pecat-ical-
dan-idrus-marham
https://nasional.sindonews.com/read/935808/18/pijar-pijar-golkar-1418270775/
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/01/26/078739567/jusuf-kalla-klaim-
golkar-kubu-agung-laksono-setuju-munaslub
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/07/078760647/kubu-ical-dan-agung-
berdamai-munaslub-golkar-digelar-7-mei
https://partaigolkar.or.id/ad-art
https://www.merdeka.com/politik/jk-sindir-golkar-dukung-prabowo-hatta.html
https://www.selasar.com/politik/penyebab-konflik-golkar
1. Hasil wawancara dengan Mustafa Raja (Wasekjen Partai Golkar) pada tanggal 15 Mei
2017 di DPP Partai Golkar
- Saya akan bertanya tentang konflik dualisme Golkar pasca pemilu legislatif kemarin
(2014). Menurut bapak sebenarnya apa yang terjadi ketika itu dan penyebab terjadinya
konflik yang paling utama itu apa?
Jadi saya mau jelaskan bahwa memang dinamika di partai golkar ini cukup tinggi dan
memang golkar begitulah. Bahwa penyebabnya saya kira ini persoalan persepsi dan cara
pandang orang tentang demokrasi di internal partai golkar dalam konteks konsolidasi kan.
Kalo menurut saya dalam konteks konsolidasi secara reguler kan lima tahunan jadi ketika
pelaksanaan munas itu ditetapkan di rapimnas maka sepanjang perserta yang mempunyai hak
kepesertaan yaitu 34 DPD 540 kabupaten/kota serta 10 ormas dan sayap. Maka ketika itu
mereka menyatakan hadir mengisi daftar hadir maka munas itu sah, munas bali yang arb.
itulah dasarnya mengapa sah, ketika peserta mengisi daftar hadir kemudian masuk ruangan
dan dibuka oleh ketua umum. Sebelum dibahas tata tertib kan akan ditanya peserta, “munas
ini kita nyatakan sah? Sah”. Lalu prosesnya tahapan demi tahapan itu terjadi, atau dinamika
misalnya tiba-tiba orang menyatakan mendukung sepenuhnya arb untuk memimpin kembali
dengan pola masing-masing DPD (tingkat) 2 nya menyatakan mendukung ya saya kira itu
cara karena saya sendiri juga ketua AMP memimpin musda-musda di seluruh indonesia
provinsi-provinsi juga enggak ada yang sama polanya karena demokrasi itu enggak ada yang
bulat utuh kan kalau demokrasi yang bulat utuh saya kira keluar dari substansinya, karena
demokrasi yang prosedural itu kn berdasarkan aturan-aturan, dan substansinya adalah
bagaimana unsur-unsur yang menciptakan kualitatif soal munas itu kan tercapai. Dua-duanya
tercapai hanya dengan cara yang berbeda tapi kemudian terjadi perpecahan ada mekanisme
yang dilakukan di luar, saya pribadi mengatakan itu bukan mekanisme yang benar. Karena
apapun yang anda lakukan sepanjang ada di dalam ruangan itu, itu sah, mau bikin deadlock
mau bikin apa saja itu sah. Tapi kalau anda tidak main di dalam lalu seseorang itu main di
luar ini kan ada manipulasi karena biasanya orang sudah terlalu jauh bermain pragmatis,
transaksional yah orang tidak melihat ini benar atau tidak benar, tapi dilihat sesuatu apa yang
diperoleh ya sudah, kalau tidak terakomodasi ya sudah.
- Jadi intinya bahwa munas Bali itu menurut bapak lebih sah dari pada munas Ancol?
Oh iya dong, kan hasil pengadilan pun begitu. Karena saya konsisten di hasil munas Bali.
- Kembali ketika sebelum pilpres dimulai di situ ARB diberikan mandat dalam rapimnas VI
untuk menjadi capres dan menentukan arah koalisi. Apakan pemberian mandat ini sesuai
dengan prosedur yang ada di partai?
Iya karena kan proses mandat itu melalui mekanismenya dibawah satu tingkat dibawah munas
yaitu rapimnas. Rapimnas itu kan forum pengambilan kebijakan juga.
- Tapi ketika itu ada beberapa petinggi golkar yang sebenarnya tidak setuju arb kembali
memimpin golkar. Mengapa bisa demikian?
Sah-sah saja karena seseorang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya dan
gagasannya sepanjang dipertanggungjawabkan. Itu dinamika organisasi itu biasa saja, bukan
hal yang luar biasa.
- Jadi kira-kira siapa yang paling bertanggung jawab terjadinya konflik ini?
Yang paling bertanggung jawab adalah orang-orang yang tidak mampu memahami secara
utuh konteks demokrasi di internal partai golkar itu tetapi ya mungkin ada kepentingan-
kepentingan itulah yang tidak bertanggung jawab.
- Jadi kubu sebelah begitu?
Saya tidak mau menyebut orang tapi sepanjang orang itu yang nyata-nyata melakukan hal-hal
diluar demokrasi prosedural dan substansial itu tidak terpenuhi maka itulah yang harusnya
bertanggung jawab
- Tapi ada tidak intervensi dari pemerintah dalam konflik kemarin?
Saya enggak mau menyebutkan ada atau tidak tapi fakta-fakta yang ada di proses pengadilan
kan kelihatan, bahwa itu sudah dibenarkan tapi tidak dikeluarkan meskipun akhirnya
dikeluarkan dalam waktu tiga bulan. Namanya politik dalam konteks nasional, golkar ini kan
partai yang memang sarat dengan berkemampuan dan ikut mewarnai proses bangsa ini jadi
ada yang merasa berat mengahadapi golkar dalam keadaan utuh maka cara melemahkannya
orang main seperti itu.
- Dan setelah berkonflik langkah-langkah untuk meredakan konflik, apa saja yang dilalui?
Nah itulah hebatnya golkar Dia tahu bahwa kita ini sempat dimainkan genderang untuk
menarik genderang orang lain tapi dengan cepat sadar dan tidak perlu harus berdarah-darah
misalnya ada partai lain karena golkar ini paham sebenarnya, pokoknya ada mainan di luar
sana yang memungkinkan partai golkar harus pada saat itu sementara harus berkonflik tapi
setelah menyadari semua kan harus menyatu yang dibuktikannya bahwa munaslub yang
berlangsung di bali lagi itu kan munas yang rekonsiliatif yang demokratis, yang berkeadilan
dan sebagainya, dengan mangakomodasi semua kepentingan-kepentingan itu bersama-sama
hadir dan melaksanakan dengan seperti itu. Mereka langsung menyatakan sikap itu. Artinya
kembali kepada titik yang kita harus betul-betul menciptakan solidaritas itu bahwa golkar ini
jika terlalu lama dibuat seperti ini maka akan menggangu perjalanna politik bangsa ini,
ekonomi dan sebagainya.
- Ketika itu abu rizal langsung menempuh jaru hukum utk.
jalur hukum memang harus karena kita negara hukum
- tapi ada meklanisme partai
parpol ini adalah milik publik lahir berdasarkan UU maka pendaftarannya melalui
kemenkumham jadi kalau ada apa-apa ya prosesnya hukum bahwa apakah ini benar atau
tidak benar tentu jalur hukum yang dipakai itulah yang disadari partai golkar sadari dibawah
kepemimpinan ARB pada saat itu menyadari bahwa tidak mungkin kita lakukan di luar jalur
hukum. kalau di luar jalur hukum maka menjadi persoalan yang luar biasa karena bukan lagi
soal kemampuan mengedepankan cara-cara bermartabat bisa jadi diluar itu
- Kemudian ada tokoh senior golkar Jusuf Kalla yang mempersatukan dua kubu ini. kira
kira menurut bapak apakah ini sangat membantu dalam meredakan konflik ini?
saya kira yang merasa menjadi bagian dari pada golkar berkepentingn untuk mencoba
menjembatani. Bahwa JK pd saat itu muncul dan dimintai bagaimana menyelesaikan masalah
sebagai mantan ketum golkar dan wakil presiden, nanti dijembatani ke pemerintah.
- Jadi orang yang paling berjasa dalam menyelesaikan konflik ini adalah JK?
Saya enggak bicara seperti itu, semua berjasa. Sehebat apapun JK kalau usulannya tidak
diterima, bisa tidak jadi. Tetap semua berjasa karena merasa kita mencintai golkar. Paling
tidak bahwa dalam situasi seperti ini mereka saling mendukung. Bahwa klasifikasi hal yang
paling berjasa, bahwa orang tergantung melihat tapi dalam persfektif bahwa secara
kelembagaan semua kader golkar itu sangat berjasa karena ketika gagasan rekonsiliasi itu
mereka mendukung
- Kemudian ketika selesai ,dampak yg ditimbulkan dari konflik bagi golkar apa?
ini yang harus dicatat, golkar itu sangat menyadari dan pandai, maka dari itu golkar cepat
merehabilitasi / merecovery semua masalah itu dibuktikan dengan hasil munaslub dan
terpilihnya setya novanto dengan seluruh gagasan dan program-program yang dilakukan itu
membuktikan bahwa sebagai pemenang pilkada dengan bukti bahwa golkar itu tidak terlena
dengan konflik tetapi mengedepankan apa yang harus kita lakukan dengan tindakan dan
pikiran-pikiran cerdas, parpol sebagai pilar demokrasi yang sangat penting seperti UU yg
menyadari bhw kita akan menghadapi kontestasi politik itu pilkada serentak.hasilnya adalah
kita cepat melakukan upaya-upaya dengan konsilidasi lalu kemudian melaksanakan upaya-
upaya yang sesuai mekanisme organisasi dalam menentukan bagaimana bisa memenangkan
pilkada. Jadi benar kalau kokoh, golkar sudah pasti kokoh. Dulu di zaman gusdur saja golkar
mau dibakar tapi tetap eksis. Golkar itu pasti eksis meskipun mau dibolak balikan seperti apa.
Banyak kader partai yang keluar karena tidak mampu bersaing.
- Ketika itu golkar menjadi oposisi kemudian setya novanto menjadi ketum yang baru dan
mendukung pemerintah, apakah ini salah satu dampak konflik?
Sejatinya kelahiran golkar menjawab tantangan pada saat itu ada yang ke kanan ada yg ke kiri.
Ideologi pancasila musti pemikiran cerdas founding father harus kita amankan, karena
pancasila itu tidak mengakomodir kanan dan kiri ia menjadi perekat seluruh kepentingan,
budaya, suku agama dan ras sebagainya. Serta yang dimotori oleh tentara ini lalu menciptakan
yang namanya kino-kino (kelompok induk organisasi) yang berkumpul menjadi fungsional
dan tidak berpolitik tetapi kekaryaan. Karya-kekaryaan ini tugasnya adalah pertama ideologi
pancasila, NKRI harga mati dan seterusnya ini harus berjalan tetap hidup di bumi indonesia
maka karena berdasarkan perjalanan sejarah politik di indonesia ini bermetamorfosa dengan
dikeluarkannya UU partai politik maka golkar berubah menjadi partai politik dan tetap partai
di tengah bukan kanan dan bukan kiri, ia partai nasionalis yang ideologinya adalah pancasila
yang diterjemahkan ke dalam bentuk karya kekaryaan dan selalu mendukung pemerintah,
tidak mungkin tidak mendukung pemerintah sepanjang pemerintah menjalankan amanat
pancasila dan UUD dst maka golkar akan mengarah ke situ siapapun pemimpin nasionalnya.
- Jadi kemarin di oposisi itu karena kekalahan di pilpres saja?
Tidak, oposisi pada waktu itu sangat dinamis dukung mendukung saat mau pemilu jadi
barang kali partai golkar perlu pengalaman sedikit bagaimana di luar pemerintahan ternyata
jadi kikuk dan tidak cocok, karena DNA nya DNA pemerintah.
Dokumentasi Wawancara dengan Mustafa Raja (Wasekjen Golkar)