KONFLIK IDEOLOGI DI TUBUH PARTAI KOMUNIS INDONESIA...
Transcript of KONFLIK IDEOLOGI DI TUBUH PARTAI KOMUNIS INDONESIA...
KONFLIK IDEOLOGI DI TUBUH
PARTAI KOMUNIS INDONESIA PERIODE 1951-1959:
MARXIS-LENINIS VERSUS REVISIONISME MODERN
Skripsi
Diajukan untuk Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.I.P.)
Oleh :
LENDY RAMADHAN
NIM: 105033201135
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012
i
ABSTRAK
Lendy Ramadhan
Konflik Ideologi Di Tubuh Partai Komunis Indonesia Periode 1951-1959: Maxis-
Leninis Versus Revisionis Modern
Skripsi ini difokuskan pada konflik ideologi yang terjadi di dalam tubuh PKI
(Partai Komunis Indonesia). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif.
Pengumpulan data-data dilakukan dengan cara wawancara dengan para nara-sumber
yang terkait dan studi pustaka melalui buku-buku serta karya tulis-karya tulis lainnya
yang terkait.
Dalam sejarahnya, PKI memang lahir dari konflik ideologi. Pada saat lahir,
PKI merupakan jelmaan dari Sarekat Islam (SI) Merah, yang merupakan salah satu
faksi dari organisasi Sarekat Islam. Pada saat itu, SI terpecah menjadi dua faksi, SI
Merah berideologi komunisme dan SI Putih berideologi Islam. Setelah SI Merah
berubah menjadi PKI, konflik ideologi terjadi lagi.
Konflik ideologi dalam tubuh PKI, terjadi karena perbedaan ideologi di antara
elit partai. Konflik tersebut berawal dari gagasan-gagasan Aidit, yang dilontarkan
pada Sidang Pleno CC (Comite Central) 6 Oktober 1953. Dalam sidang tersebut, Aidit
menegaskan gagasan yang pernah dilontarkan pada Sidang Pleno CC 7 Januari 1951,
yaitu koalisi permanen dengan partai yang berkhianat pada pemberontakan Madiun
1948, PSI (Partai Sosialis Indonesia) dan MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak).
Dalam sidang pleno tersebut, perdebatan terjadi dalam menetapkan strategi
perjuangan. Menurut Aidit, “Jalan Baru” baru yang digagas Musso sebagai strategi
perjuangan mengalami jalan buntu. Oleh sebab itu, Aidit ingin menggantinya dengan
strategi yang digagas pada Sidang Pleno CC 7 Januari 1951, sebagaiamana telah
dijelaskan sebelumnya. Strategi Aidit mendapat penolakan dari Tan Ling Djie, yang
mempertahankan “Jalan Baru” sebagai strategi perjuangan partai (PKI). Namun pada
akhirnya, pendapat Aidit yang disahkan sebagai strategi perjuangan PKI yang baru.
Konflik ideologi di kalangan internal PKI terjadi pada puncaknya pada saat
Kongres Nasional PKI ke V digelar. Dalam kongres tersebut, terjadi perdebatan
tentang partisipasi dalam pemilu. Aidit sepakat bahwa, pemilu dilakukan sebagai
tujuan akhir. Sedangkan Njono berpendapat bahwa, pemilu merupakan tujuan
sementara. Namun, kongres menetapkan bahwa pemilu dijadikan tujuan akhir.
Dengan demikian, dalam tubuh PKI terdapat dua ideologi yang saling
berlawanan, Marxisme-Leninisme dan Revisionisme Modern. Marxisme-Leninisme
meniscayakan revolusi untuk menuju masyarakat komunis, sedangkan revisionisme
modern menghilangkan cita-cita membangu masyarakat komunis dan menggunakan
parlemen sebagai media perjuangan.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat bagi
penulis, untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam, penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW, sebgai tauladan bagi seluruh manusia. Tidak mudah bagi
penulis untuk menyelesaikan tema tentang sejarah dalam pembuatan skripsi sebagai tugas
akhir perkuliahan. Meskipun, referensi dan nara-sumber banyak yang bisa diakses. Karena
penulis harus mengambil sudut pandang yang berbeda.
Perjalanan panjang selama sembilan bulan dalam memahami setiap referensi sebagai
data yang siap diolah menjadi sebuah gagasan, dan dituangkan ke dalam lembar-lembar
halaman, merupakan pengalaman yang sangat menyenangkan. Selesainya penulisan tugas
akhir ini, bukan merupakan sebuah akhir dari kreatifitas penulis, khususnya dalam bidang
pendidikan. Tetapi selesainya penulisan karya tulis ini, merupakan sebuah pintu gerbang
lahirnya karya-karya berikutnya. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari para pembaca,
khususnya para dosen dan teman-teman yang terlibat langsung dalam penyempurnaan skripsi
ini sangat dibutuhkan, sebagai pengembangan-pengembangan karya berikutnya.
Penulis sadar, bahwa dengan bantuan beberapa pihak, skripsi ini bisa diselesaikan.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh jajarannya.
2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh
jajarannya.
3. Ali Munhanif, Ph.D selaku ketua jurusan ilmu politik.
4. M. Zaki Mubarok, M.Si selaku sekretaris jurusan ilmu politik.
iii
5. Bapak Idris Thaha, M.Si selaku pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini, yang
telah berjasa memberikan kritikan-kritikan serta saran-saran.
6. Bapak Herry Herland Suryakusuma dan Ibu Sri Suryantini, selaku orang tua saya
yang telah memberikan bantuan moral dan material kepada saya.
7. Seluruh nara-sumber yang telah rela meluangkan waktu untuk diwawancara,
Rewang selaku mantan politbiro CC PKI dan Esempe (samaran) selaku mantan
anggota CC PKI.
8. Seluruh pihak pengelola Perustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
seluruh pihak pengelola Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah meminjamkan buku-buku.
9. Seluruh kawan Kedai Pemikiran sebagai partner diskusi dan tempat meminjam
buku-buku.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
D. Metode Penelitian .......................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ....................................................................10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konflik .......................................................................................... 12
B. Ideologi ......................................................................................... 13
B. 1. Marxisme .............................................................................. 15
B. 2. Marxisme Leninisme ............................................................ 17
B. 3. Revisionisme Modern ........................................................... 19
C. Partai Politik ................................................................................ 21
BAB III SEJARAH SINGKAT PARTAI KOMUNIS INDONESIA
A. Awal Pembentukan (Orang Belanda Sang Pemula) ..................... 23
B. Pemberontakan PKI 1926 (Awal Konflik Internal) ...................... 28
C. Peristiwa Madiun 1948 (Memanfaatkan Tentara) ........................ 31
iv
v
BAB IV PEREBUTAN PENGARUH ANTARA MARXIS-LENINIS
DAN REVISIONIS MODERN
A. Masuknya Pengaruh Remo (Gagasan-gagasan Aidit) ................... 37
B. Konflik Antar Elit (Perebutan Program) ................................... 42
C. Kemenangan Remo (PKI Berubah Haluan) .................................. 47
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Transkrip Wawancara Dengan Anggota Politbiro PKI Tahun 1964, Rewang
Tentang Konflik Internal PKI Tahun 1951-1959 ................................................... 61
2. Transkrip Wawancara Dengan Anggota CC PKI Tahun 1963, Esempe
(samaran) Tentang Konflik Dalam Tubuh PKI Tahun 1951-1959 ........................ 76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setelah gagalnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun
pada 1948, para anggota partai tercerai-berai akibat penumpasan yang dilakukan oleh
pemerintah.1 Pada 1950, Alimin
2 sebagai tokoh senior dalam PKI pada saat itu
mencoba membangun kembali PKI yang hancur pasca kegagalan pemberontakan
Madiun, hingga pada Sidang Pleno Comite Central3 (CC) PKI yang diselenggarakan
pada 7 Januari 1951.4 Pada saat itu (7 Januari 1951), golongan muda
5 PKI yang
diwakili oleh Aidit6 berhasil menggeser kepemimpinan Alimin dalam Politbiro,
7
karena Aidit dianggap masih memegang prinsip “Jalan Baru”8 Muso
9 sebagai
1 Pada saat itu, yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah Ir.
Soekarno. Sedangkan Wakil Presiden dan Perdana Mentri dijabat oleh Mohammad Hatta. Lihat George
McTurnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia
(Solo: UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 323. 2 Alimin Prawirodirdjo (1884-1964) adalah wakil ketua Perserikatan Pegawai Pegadaian
Bumiputera (PPPB). Sudah menjadi anggota PKI pada skitar tahun 1917. Pada saat itu, PKI masih
bernama Indische Sociaal-Democratische Vereniging (ISDV). Lihat Ruth T. Mcvey, Kemunculan
Komunisme Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2010), h. 68-70. 3 Comite Central (CC) merupakan sebuah lembaga perwakilan partai di tingkat pusat. CC
bertanggung jawab atas pemilihan anggota Politbiro dan pengadaan kongres. Lihat Wikipedia The Free
Encyclopedia, “Central Committee”, artikel diakses pada 16 Januari 2011 dari http://en.wikipedia.org/
wiki/Central_Committee
4 Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: G30S/PKI dan Peran Bung
Karno (Jakarta: C.V. Sri Murni, 1988), h. 51. 5 Ibid, h. xx. Golongan muda PKI diwakili tokoh-tokoh terkenal yaitu: Aidit, Njoto, Lukman,
Sudisman, dan Njono. Sedangkan golongan tua, diwakili oleh: Alimin, Sardjono, dan Tan Ling Djie. 6 Dipa Nusantara Aidit (1923-1965) masuk PKI ilegal pada 1944. Sebelum menjabat sebagai
sekretariat jendral (sekjen) pada 1953, ia sempat menjadi koordinator perburuhan PKI pada
pertengahan 1948. Lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 16 dan 57. Lihat juga Wenseslaus
Manggut, dkk., ed., Seri Buku Tempo Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara (Jakarta: KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia), 2010), h. 40. 7 Politbiro merupakan Biro Politik dari Comite Central (CC). Politbiro mempunyai fungsi
merancang orientasi partai. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Politbiro”, artikel diakses pada 16
Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Politbiro 8 “Jalan Baru Untuk Republik Indonesia” merupakan program-program karya Musso yang
disusun setelah kembali dari Uni Soviet 9 Musso (1887-1948) sudah menjadi anggota PKI ketika PKI masih bernama ISDV. Ia pernah
memimpin PKI cabang Batavia pada masa penjajahan Jepang. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme
Indonesia, h. 302-303.
1
2
platform PKI.10
Sedangkan Alimin mencoba jalan lain. Inilah awal konflik antar para
elit PKI dimulai. Dan inilah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Mengapa para elit
PKI berbeda pandangan?
“Marxisme”11
sebagai ideologi dasar partai komunis di seluruh dunia, dalam
sejarah perkembangannya penuh dengan pertentangan. Khususnya tentang per-
masalahan revolusi. Marx12
tidak memberikan ajaran spesifik tentang cara-cara
revolusi dan bagaimana revolusi itu terjadi. Hal ini memicu konflik antar pengikut
Marxisme dalam hal menafsirkan revolusi. Misalnya, yang terjadi dalam
Internasionale II.13
Dalam Internasionale II ada tiga tokoh penafsir Marxisme yang sangat
terkenal, yaitu: Kautsky,14
Rosa Luxemburg,15
Bernstein,16
dan Lenin.17
Mengenai
revolusi, Kautsky berpendapat bahwa revolusi akan datang dengan sendirinya karena
kondisi sosial yang terjadi yaitu kaum borjuis18
terus memeras kaum proletar,19
10
Ibid, h. 53. 11
Marxisme merupakan ajaran-ajaran yang diklaim bersumber dari ajaran-ajaran Karl Marx.
Lihat Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Permasalahan
Revisionisme (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 269. Penjelasan tentang Marxisme juga
dibahas pada Bab II. 12
Karl Marx (1818-1883) adalah filosof kelahiran Prusia. Ajaran-ajarannya termaktub dalam
Kapital, Manifesto Partai Komunis, Kemiskinan Filsafat, dll. Ajaran-ajarannya terkenal dengan istilah
“sosialisme ilmiah”. Lihat Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 46-53. Para sosiolog sering menyingkat
nama Karl Marx dengan sebutan Marx. Lihat David McLelland, Ideologi Tanpa Akhir (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2005), h. 8. lihat juga E. Stepanova, Karl Marx: Nabi Kaum Proletar (Yogyakarta:
Mata Angin, 2004) h. 1. 13
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 221. Internasionale II merupakan asosiasi buruh
internasional kedua yang didirikan pada 1889 oleh partai-partai sosialis setiap negara. 14
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 222. Karl Kautsky (1854-1938) adalah kader Partai Sosial
Demokrat Jerman (SPD). Ia yang menulis program-program SPD. 15
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 229. Rosa Luxemburg (1870-1918) adalah pendiri Serikat
Spartakus yang kemudian menjadi induk Partai Komunis Jerman. 16
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 226-227. Eduard Bernstein (1850-1932) adalah pemimpin
kaum reformis dalam tubuh SPD. Pada 1901, ia terpilih menjadi anggota Parlemen Kekaisaran Jerman
mewakili SPD. 17
Vladimir Ilyich Ulyanov (1870-1924) adalah pemimpin Partai Bolshevik di Uni Soviet
(1904-1924). Ia juga merupakan perdana mentri Uni Soviet pertama kali (1917-1924). Lihat Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “Vladimir Lenin”, artikel diakses pada 20 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/VladimirLenin 18
Istilah “borjuis” dipakai Karl Marx untuk menyebut para pemilik modal.
3
sehingga kaum proletar bangkit dengan sendirinya melawan kaum borjuis untuk
menguasai faktor-faktor produksi.20
Dalam hal ini, Kautsky mengkritik penafsir-
penafsir lainnya, Lenin dan Rosa Luxemburg yang menyatakan bahwa revolusi harus
dipersiapkan.
Lain halnya dengan Bernstein, salah satu revisionis ajaran Marx. Bernstein
berpendapat bahwa, revolusi adalah suatu angan-angan yang utopis dan merupakan
sisa metafisika Hegel.21
Menurut Bernstein, kaum sosialis harus “… menyadari bahwa
sosialisme hanya dapat dicapai dari hasil-hasil ekonomis, politis, dan etis masyarakat
borjuasi.”22
Revolusi harus diganti dengan reformasi. Dalam hal ini, Bernstein sangat
berbeda dengan ajaran Marx tentang tahap menuju masyarakat Sosialis yang
meniscayakan revolusi. Oleh sebab itu, ajaran-ajaran Bernstein disebut revisionis-
me.23
Dari sinilah pertentangan pemikiran antar penafsir-penafsir Marxisme menajam.
Tokoh-tokoh Internasionale II menganggap bahwa, Bernstein telah menyimpang dari
ajaran-ajaran Marx, yang meniscayakan berakhirnya dominasi kaum borjuis melalui
revolusi proletar.
Perkembangan Marxisme mulai mengalami masa yang gemilang setelah Lenin
menyumbangkan pemikiran-pemikarannya. Lenin berpendapat bahwa revolusi tidak
mungkin ditunggu, karena kaum buruh tidak mungkin sadar dengan sendirinya.24
Sifat
alamiah kaum buruh, menurut Lenin, yaitu selalu memikirkan kenaikan upah dan
pengurangan jam kerja, inilah yang membuat kaum buruh berpotensi menerima
19
Istilah “proletar” dipakai Karl Marx untuk menyebut para pekerja (buruh). Tetapi Lenin
menafsirkan kata proletar lebih luas, yaitu orang-orang miskin yang tertindas. 20
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 223-224. 21
Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) adalah filosof kelahiran Stuttgart (Jerman). Ia
merupakan pencetus hukum dialektika. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Georg Wilhelm
Friedrich Hegel”, artikel diakses pada 21 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hegel 22
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 227. 23
Ibid., h. 228. 24
Ibid., h. 233.
4
sogokan dari para pemilik modal yang menghilangkan semangat revolusionernya.25
Oleh sebab itu, Lenin berpendapat bahwa, revolusi harus terorganisasi dalam sebuah
partai yang terdiri dari kader-kader revolusioner, yang mengerti tentang teori-teori
revolusioner Karl Marx, yaitu para kaum yang terpelajar.26
Tafsiran-tafsiran Lenin tentang ajaran-ajaran Marx, diklaim sebagai ajaran
Marx murni, dan ajaran ini dikenal di seluruh dunia dengan sebutan “Marxisme-
Leninisme” atau dengan sebutan pendek “komunisme”.27
Dengan ajaran ini, Lenin
berhasil meraih banyak pengikut di Uni Soviet khususnya kaum buruh, lalu melaku-
kan revolusi di Uni Soviet (1917). Setelah itu, mendirikan Internasionale ke III atau
biasa disebut Komunis Internasional (Komintern) pada 1919, yang menjadi kiblat
bagi Partai Komunis di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.28
Tafsiran-tafsiran Lenin tentang revolusi, dikritik oleh Rosa Luxemburg yang
menyatakan bahwa, revolusi harus dipimpin oleh kaum buruh yang mengerti tentang
permasalahan buruh yang sudah mengalami penindasan oleh kaum kapitalis.29
Menurut Rosa Luxemburg, tidak mungkin para elit intelektual yang belum pernah
mengalami penindasan oleh Kapitalis mempunyai militansi yang tinggi untuk me-
mimpin suatu revolusi.30
Sejarah telah membuktikan, bahwa penafsiran-penafsiran tentang ajaran-
ajaran Marx telah membuahkan pandangan-pandangan baru yang bertentangan antar
sesama para penafsir. Ini memberikan efek yang sangat besar pada peristiwa-peristiwa
pertentangan pandangan berikutnya.
25
Ibid. 26
Ibid. 27
Ibid, h. 269. 28
Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 3. 29
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 233. 30
Ibid.
5
Tak jarang pertentangan itu terjadi antar sesama anggota suatu organisasi dan
membuat organisasi itu sendiri terpecah, bahkan bubar. Misalnya ,saja di Uni Soviet.
Sejak meninggalnya pemimpin Komunis Internasional (Komintern), Lenin pada 1924,
para elit Komintern saling bertentangan mengenai pandangan organisasi. Konflik
antar elit Komintern meruncing, ketika perbedaan pendapat antara Trotsky31
dan
Stalin32
dalam menyikapi revolusi yang terjadi di Tiongkok,33
pada 1927.34
Sebelum-
nya, Trotsky mengkritik keras kebijakan Stalin dalam Partai Komunis Uni Soviet
(PKUS).
Trotsky menganggap bahwa, penekanan demokrasi birokrat di dalam PKUS
dan teori “dua tahap” yang mniscayakan ketundukan kaum pekerja kepada kaum
borjuis nasionalis adalah kontra revolusi.35
Inilah yang menjadi cikal-bakal timbulnya
ideologi “revisionisme modern” (remo). Sejak saat itulah Komintern dan PKUS
terbelah menjadi dua kubu, kubu Stalin dan kubu Trotsky, hingga bubarnya
Komintern dan terbunuhnya Trotsky. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Di Indonesia, para kader komunisme yang tergabung dalam PKI juga tidak ter-
lepas dari konflik. Sebelum peristiwa Madiun 1948, PKI sempat keluar dari “bayang-
bayang Lenin” dengan langkah yang konroversial, yaitu dengan menganut politik
independen, dan akan bekerja sama dengan Belanda untuk membentuk Republik
31
Lev Davidovich Trotski (1879-1940) adalah mentri pertahanan Uni Soviet (1981-1925) dan
menteri luar negeri Uni Soviet (1917-1918). Ia juga menjabat sebagai ketua Dewan Buruh Petrogard
pada 1917. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Leon Trotsky”, artikel diakses pada 20 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/LeonTrotsky 32
Ioseb Jughashvili (1878-1953) adalah penggagas jabatan sekjen dalam struktur organisasi
PKUS dan sekaligus menjabatnya (1922-1953). Ia pernah menjadi perdana menteri Uni Soviet (1941-
1953). Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Josef Stalin”, artikel diakses pada 21 Januari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/JosephStalin 33
Sebelum tahun 1967, istilah Tiongkok dalam bahasa Indonesia digunakan untuk menyebut
negara China. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Tiongkok”, artikel diakses pada 24 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok 34
Leon Trotsky, Revolusi yang Dikhianati: Sebab-sebab Kebangkrutan Uni Soviet,
(Yogyakarta: Resist Book, 2010), h. xiii. 35
Ibid.
6
Indonesia Serikat (RIS), yang digagas oleh Alimin dan Sardjono.36
Langkah Alimin
ini, dapat “diluruskan” oleh Muso dengan keputusan pemberontakan revolusioner
pada 1948 di Madiun.37
Walaupun gagal, Muso telah mengembalikan khittah PKI ke
jalan revolusi yang didominasi oleh kaum tani dan kaum buruh atau masyarakat
proletar.
Pada tahun 1951-1959, dinamika pergerakan pemikiran para elit PKI terus
berlanjut. Misalnya, antara kelompok pemuda yang diwakili Aidit dan kelompok tua
yang diwakili oleh Alimin, yang telah saya sebut pada paragraf awal. Lalu konflik
antara Tan Ling Djie,38
yang menginginkan prinsip-prinsip lama dalam program PKI
dan Aidit yang menginginkan PKI menjadi populer dengan mengubah prinsip-prinsip
lama, mengesampingkan revolusi dan mengikuti pemilu pada 1955.39
Revolusi sangatlah sesuai dengan keaadan di Indonesia. Setelah peristiwa
kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga pada 1959, Indonesia belum menggunakan
sistem diktator proletariat ala komunisme. Oleh sebab itu, menurut ajaran komunisme
revolusi harus terus berjalan hingga sistem diktator proletariat berdiri.
Pada 1958-1959, negara yang menjadi kiblat komunisme di dunia terbelah
menjadi dua kubu, antara Tiongkok yang dipimpin oleh Mao Tse-Tung,40
dengan Uni
Soviet yang dipimpin Krushcev.41
Pada saat itu, Mao Tse-Tung mengkritik “strategi
36
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 30-31. 37
Ibid., h.37-38. 38
Tan Ling Djie merupakan sekretaris Musso. Menjadi pimpinan Sidang Pleno CC pada 7
Januari 1951. Menjabat sebagai anggota CC pada tahun 1951. Wawancara pribadi dengan anggota CC-
PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011. 39
Ibid, h. 57-58. 40
Mao Zedong (1893-1976) adalah presiden pertama Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
(1954-1959) dan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) pada 1943. Lihat Wikipedia Ensiklopedia
Bebas, “Mao Zedong”, artikel diakses pada 20 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mao_
Zedong 41
Nikita Sergeyevich Krushchev (1894-1971) adalah sekjen PKUS (1953-1964) dan perdana
mentri Uni Soviet (1958-1964). Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Nikita Khrushchev” artikel
diakses pada 22 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nikita_Khrushchev
7
kanan” yang disahkan dalam kongres ke 20 PKUS, yang dipimpin oleh Krushcev
dengan mengambil langkah bekerja sama dengan kaum borjuis kecil. Inilah yang
disebut Revisionisme Modern (Remo).42
Kemunculan remo merupakan faktor yang
sangat mengganggu perjuangan PKI dalam mewujudkan cita-cita yang sudah
ditetapkan, karena ajaran-ajaran remo sangat bertentangan dengan komunisme.
Misalnya, perjuangan buruh hanya sebatas kenaikan upah, tidak harus meruntuhkan
sistem kapitalisme dan aspirasi diperjuangkan melalui parlemen, tidak revolusi.
Konflik antar kedua negara yang menjadi kiblat komunisme dunia itu memberi
kontribusi besar atas konflik antara Aidit dan Njono43
sebagai elit PKI. Inilah yang
menjadi fokus dalam skripsi ini. PKI layak diangkat sebagai sebuah studi kasus
karena, PKI merupakan salah satu partai komunis terbesar di dunia pada 1955.
Komunisme sebagai ideologi pada saat itu, mendapat apresiasi yang sangat
besar di dunia, karena ajaran revolusinya yang dapat menggerakkan suatu masyarakat
yang dijajah untuk berjuang meraih kemerdekaan, termasuk di Indonesia. Oleh sebab
itu, penulis mengangkat judul “Konflik Ideologi Di Tubuh Partai Komunis Indonesia
(PKI) Periode 1951-1959: Marxis-Leninis Versus Revisionis Modern”, guna
memahami sejarah pertarungan pemikiran dalam sebuah partai politik dan sejarah
berdirinya serta berkembangnya sebuah partai politik di Indonesia.
PKI merupakan partai yang solid. Walaupun terjadi konflik ideologi di antara
para kadernya, namun para kader tersebut tidak melakukan sebuah gerakan untuk
memisahkan diri terhadap para kader lain yang berlainan pendapat atau ideologi.
42
Blog Proletar, “Tentang Imperialisme,” artikel diakses pada 13 Januari 2011 dari http://
blogproletar.blogspot.com/2010/06/tentang-imperialisme.html 43
Njono merupakan pimpinan SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Menjadi
anggota CC-PKI fraksi SOBSI. Lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 56.
8
Inilah yang menarik diteliti dari PKI, di mana konflik pemikiran antar sesama kader
tidak berdampak perusakan solidaritas.
Dalam dinamika politik Indonesia baru-baru ini, masyarakat dipertontonkan
pada perpecahan partai-partai politik hingga lahir partai politik baru dari perpecahan
tersebut. Misalnya, perpecahan Partai Golkar yang disebabkan oleh dua pimpinannya
yang melahirkan Partai Nasional Demokrat sebagai partai baru. Oleh sebab itu penulis
mengangkat judul yang berkaitan dengan PKI. PKI patut dijadikan tauladan bagi
partai-partai politik di Indonesia saat ini, khususnya dalam bidang pemeliharaan
soliditas antar kader dan pengelolaan konflik.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Terjadinya konflik internal PKI antara Marxis-Leninis dan Revisionis Modern,
memberikan gagasan-gagasan baru dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan PKI.
Dengan demikian, yang menjadi inti permasalahan adalah mengapa konflik kedua
ideologi itu terjadi di dalam tubuh PKI? Oleh karena itu, perlu sekali mengetahui
tentang ideologi Marxisme-Leninisme dan Remo. Perlu juga mengetahui tentang latar
belakang berdirinya PKI.
Karena luasnya sejarah tentang PKI, maka penulis membatasi pembahasan
dari periode 1951 sampai dengan 1959. Dengan demikian, pembahasan dirumuskan
pada seputar:
1. Mengapa terjadi konflik ideologi antar para elit PKI?
2. Apa dampaknya pada perkembangan PKI setelah konflik internal PKI?
9
C. Tujuan Penelitian
Ada dua macam tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian
skripsi ini, yaitu: pertama, tujuan secara praktis, ditujukan untuk memenuhi tugas
akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa, dalam rangka
menyelesaikan studi tingkat sarjana program Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syahid), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP), jurusan Ilmu Politik dengan gelar Sarjana Ilmu Politik (S.I.P.); sedangkan
yang kedua, tujuan akademis yang mempunyai dua sub tujuan, yang pertama untuk
memahami secara langsung ideologi Marxisme-Leninisme dan revisionisme modern
dan yang kedua untuk mengetahui sejarah konflik internal PKI.
D. Metode Penelitian
Untuk mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan tipe penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang cenderung digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang
berhubungan dengan perilaku.
Teknik pengumpulan data yang digunakan, dilakukan dengan wawancara,
salah satunya dengan mantan anggota PKI yang masih hidup dan sempat menjadi
menteri muda bidang pendidikan pada masa kabinet seratus menteri, bernama Esempe
(samaran). Selain itu, wawancara dengan seorang pelaku sejarah, yang merupakan
anggota Politbiro CC PKI bernama Rewang. Kedua tokoh tersebut dipilih sebagai
narasumber karena, mereka mengalami langsung peristiwa-peristiwa yang akan
diteliti.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka,
yaitu: buku, media masa, artikel, jurnal dan semacamnya. Selain itu, pengumpulan
10
data juga dilakukan dengan mengunduh situs-situs yang berisi tentang hal-hal yang
terkait sebagai pendukung.
Agar lebih paham dan mencapai target dalam sasaran pembahasan itu, maka
penulis menggunakan metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif merupakan
metode yang dipergunakan sebagai prosedur pemecahan masalah, dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang tampak, apa adanya. Sedangkan teknik analisis merupakan salah satu teknik
dalam penelitian dengan melakukan analisa-analisa dari data yang didapat.
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada
standar penulisan skripsi dengan buku, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,
Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development
and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2007, dengan pengecualian sebagai berikut:
1. Dalam daftar pustaka sumber-sumber yang berasal dari buku-buku dan artikel-
artikel ditulis dalam bagian paling atas sesuai dengan abjad.
2. Sedangakan sumber-sumber yang berasal dari internet menyusul kemudian
sesuai abjad pula.
E. Sistematika Penulisan
Pembahasan akan disusun sebagai berikut:
Bab I membahas seputar uraian singkat tentang materi dan signifikansinya,
yang terdapat pada latar belakang masalah, kemudian secara berurutan akan dibahas
tentang pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian,
11
teknik penulisan, dan sistematika penulisan yang semuanya tercakup dalam
pendahuluan.
Bab II membahas tentang teori-teori dan beberap ideologi terkait. Didahului
dengan penjelasan tentang teori konflik lalu diikuti dengan ideologi yang dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: Marxisme, Marxisme-Leninisme, dan Remo. Setelah itu,
penjelasan tentang partai politik sebagai penutup Bab II.
Bab III membahas tentang sejarah singkat PKI dan peristiwa-peristiwa
penting dalam sejarah Indonesia yang digerakkan oleh PKI. Diawali dengan
pembahasan tentang sejarah berdirinya PKI, lalu diikuti dengan pemberontakan
pertama kali yang digerakkan oleh PKI pada 1926. Setelah itu, pembahasan tentang
peristiwa Madiun 1948 sebagai penutup Bab III.
Bab IV membahas tentang perebutan pengaruh dua ideologi besar, Marxisme-
Leninisme dan Remo yang sedang menghegemoni PKI. Diawali dengan maskunya
ideologi Remo ke dalam tubuh PKI, lalu diikuti dengan jalannya konflik yang
berakhir dengan kemenangan Remo. Setelah itu, ditutup dengan dampak dari
kemenangan Remo terhadap PKI dan dinamika perpolitikan Indonesia saat ini.
Dan penulisan ini diakhiri dengan kesimpulan sebagai penutup pada Bab V.
Konflik ideologi di dalam tubuh PKI terjadi karena perbedaan beberapa pandangan,
di antaranya tentang revolusi. Beberapa anggota PKI, khususnya para elit golongan
tua, menghendaki cara untuk mengganti sistem kenegaraan dan kepemimpinan
nasional itu harus dengan cara revolusi. Sedangkan para elit golongan muda
menghendaki dengan cara mengikuti pemilu. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa para kelompok Remo yang “memenangi” konflik.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam “membedah” kasus konflik internal yang terjadi dalam tubuh PKI
(Partai Komunis Indonesia), dibutuhkan beberapa “pisau” analisis berupa beberapa
teori dan beberapa ideologi. Teori-teori tersebut mencakup: konflik dan partai politik.
Sedangkan ideologi-ideologi mencakup: Marxisme, Marxisme-Leninisme, dan
Revisionisme Modern (Remo). Tentang teori-teori dan ideologi-ideologi tersebut,
dijelaskan dalam paragraf selanjutnya.
A. Konflik
Dalam Sosiologi, terdapat banyak teori konflik. Namun, Dalam kasus konflik
yang terjadi dalam tubuh PKI yang dibahas dalam skripsi ini, merupakan teori konflik
yang dirumuskan oleh Marx (Karl Marx).1 Konflik internal PKI ini merupakan
konflik yang bersifat konstruktif, bukan yang bersifat destruktif. Karena, pihak-pihak
yang terlibat konflik mengeluarkan kesepakatan damai.2
Dalam kasus konflik yang terjadi dalam tubuh PKI yang dibahas dalam skripsi
ini, melibatkan dua kelompok yang berbeda penafsiran tentang ajaran-ajaran Marx,
yaitu Marxisme-Leninisme dan (Remo). Yang berpihak pada Marxisme-Leninisme,
yaitu golongan tua yang diwakili Tang Ling Djie dan Njono, sedangkan kelompok
1 Marx menyatakan bahwa, konflik muncul dalam suatu masyarakat karena perbedaan kelas,
yaitu kelas para pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja/buruh (proletar). Maurice Duverger,
Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 193. 2 Konflik bersifat destruktif artinya, konflik tersebut membawa pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik pada sebuah perang terbuka atau saling menghancurkan. Konflik bersifat konstruktif
artinya, konflik tersebut tidak sampai membawa pihak-pihak yang terlibat konflik untuk saling meng-
hancurkan. Tetapi justeru membawa mereka untuk membangun peradaban baru, dengan konsensus
yang dibuat pasca konflik. Lewis Coser menggunakan istilah konflik realistis dan konflik non-realistis.
Lihat Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1992), h. 110-
111.
11
12
Remo yaitu golongan muda yang diwakili oleh Aidit, Lukman, dan Njoto, seperti
yang sudah dijelaskan dalam Bab I, skripsi ini. Jadi, konflik yang dimaksud dalam hal
ini, yaitu konflik sebagai eksperesi antara dua kelompok yang bertikai.3
Supaya lebih fokus, penjelasan mengenai teori konflik hanya terkonsentrasi
kepada teori konflik yang berkaitan dengan permasalahan konflik internal PKI
khususnya, teori konflik Marx. Marx menyatakan bahwa, konflik muncul dalam suatu
masyarakat karena perbedaan kelas, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Marx
berpendapat bahwa, para pemilik modal memeras para pekerja dengan cara
memperpanjang jam kerja dan upah yang tidak layak, atau dikenal dengan istilah
kerja lebih.4 Dengan keadaan seperti itu, para pekerja merasa diperas. Lalu muncul
aksi-aksi perlawanan, dan konflik menjadi keniscayaan yang memuncak hingga
peristiwa revolusi.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran Marx tentang konflik, seorang sosiolog asal
Jerman, Ralf Dahrendorf mengembangkan teori konflik pada 1958.5 Ralf Dahrendorf
menyatakan bahwa, konflik yang terjadi di abad 20, tidak hanya antara kelas pemilik
modal (borjuis) dan kelas pekerja/buruh (proletar). Karena dalam abad 20, terjadi
dekomposisi modal. Artinya, para pemilik modal tidak harus mengelola modalnya
sendiri. Ia dapat menggunakan jasa orang lain untuk mengelola modalnya.6
Pada abad 20, terjadi perubahan pola pikir (mind set) masyarakat, menurut
Ralf Dahrendorf. Yaitu terjadinya sepsialisasi bidang dalam dunia kerja.7 Artinya,
seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan, secara formal ia hanya terkonsentrasi
3 Tentang definisi konflik lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Konflik”, artikel diakses pada
18 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik 4 Karl Marx, Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Buku II Proses Sirkulasi Kapital (Jakarta-
Bandung: Hasta Mitra-Ultimus & Institute For Global Justice, 2006), h. 256-257. 5 Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 129.
6 Ibid, h. 131.
7 Ibid, h. 129.
13
dalam satu bidang. Sistem pengelolaan perusahaan di abad 20, tidak semuanya
tertutup. Ada yang terbuka bagi para pekerja untuk memiliki saham perusahaan
tempat para pekerja itu bekerja. Dengan demikian, timbul kelas menengah baru. Oleh
sebab itu, para pemilik modal dan pekerja jadi sulit dibedakan.
Ketika dekomposisi modal terjadi, pada saat yang bersamaan terjadi
dekomposisi tenaga kerja. Artinya, para pekerja terpecah menjadi dua bagian yaitu,
pekerja yang terampil atau mempunyai keahlian dibidang tertentu berada pada kelas
atas dan pekerja biasa atau pekerja yang hanya mengandalkan tenaga tanpa keahlian
tertentu berada di kelas bawah.8
Seiring dengan berkembangnya spesialisasi pekerjaan yang berjenjang di abad
20, struktur sosial masyarakat menjadi semakin rumit. Hampir di setiap interaksi
sosial, antar manusia mempunyai struktur hierarki antara penguasa dan yang dikuasai,
antara atasan dan bawahan. Oleh sebab itu, Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa,
dasar pembentukan kelas adalah kekuasaan.9
Berdasarkan dasar pembentukan kelas tersebut, Ralf Dahrendorf berpendapat
bahwa, konflik terjadi karena kepentingan-kepentingan penguasa dan yang dikuasai
berbeda dan saling berlawanan.10
Misalnya, kaum pemilik modal sebagai penguasa
atas pemberian upah para pekerja dan pengaturan jam kerja menginginkan upah
ditekan serendah mungkin. Supaya keuntungan yang didapat semakin besar dan jam
kerja diperpanjang, supaya perusahaan lebih produktif. Sedangkan buruh,
menginginkan upah yang layak dan jam kerja yang “manusiawi”.
8 Ibid, h. 132.
9 Ibid, h. 134.
10 Ibid, h. 134-135.
14
Contoh lain, misalnya atasan dan bawahan dalam sebuah kantor, atasan
menginginkan kinerja yang baik kepada bawahan, lalu bawahan menolak, karena
fasilitas tidak menunjang. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa kepentingan-
kepentingan pemilik modal, sebagai pihak penguasa dan kepentingan-kepentingan
para pekerja sebagai pihak yang dikuasai, mengalami perbedaan dan saling
berlawanan. Oleh sebab itu, konflik terjadi. Akhir dari sebuah konflik inilah yang
menjadi perbedaan antara Marx dan Ralf Dahrendorf.
Marx berpendapat bahwa revolusi merupakan suatu hal yang niscaya, karena
perundingan-perundingan dengan kaum pemilik modal tidak akan mencapai keadilan
dan berakhir dengan kebuntuan. Karena, sudah menjadi wataknya bahwa para pemilik
modal akan selalu menumpuk keuntungan sebanyak-banyaknya.11
Sedangkan Ralf Dahrendorf, mempunyai pandangan yang berbeda. Keadaan
sosial masyarakat yang berkembang pada abad 20, di mana Ralf Dahrendorf memulai
penelitiannya mengenai teori konflik, menunjukkan bahwa antara para pemilik modal
dan pekerja saling bertukar keuntungan dengan adanya dekomposisi modal.12
Jadi,
ada sebuah pilihan lain untuk menyelsaikan konflik selain revolusi, yaitu dekomposisi
modal. Inilah yang tidak diketahui Marx pada zamannya. Dengan demikian, revolusi
sudah tidak menjadi keniscayaan.13
Di sini terlihat bahwa, Ralf Dahrendorf telah mengkritik dan memodifikasi
beberapa pemikiran Marx. Dalam teori kelas, Ralf Dahrendorf menghadirkan kelas
11
Ruth T. Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2010), h.
4. 12
Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 132. 13
Perundingan-perundingan untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan (konsensus) baru yang
lebih adil merupakan suatu ciri khas masyarakat industri di abad 20. Lihat Anthony Giddens, Studies In
Social and Political Theory (Londres: Hutchinson, 1977), yang dikutip oleh Firmanzah Ph.D.,
Mengelola Partai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. xli. Jauh sebelum Ralf
Dahrendorf, gagasan tentang adanya kesepakatan-kesepakatan untuk “menghindari” revolusi sudah
dicetuskan oleh Eduard Bernstein. Lihat Bab I, h. 3.
15
menengah baru dengan adanya dekomposisi modal. Berdasarkan hal itu, konflik tidak
hanya terjadi antara kelas pemilik modal dan kelas pekerja, tetapi konflik juga bisa
terjadi antar sesama kelas pekerja dan para pemilik modal. Lalu Ralf Dahrendorf
membangun dasar pembentukan kelas dengan dasar lebih umum, yaitu kekuasaan.
Ralf Dahrendorf juga tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik, antara kaum
mayoritas dengan kaum minoritas. Karena, yang menjadi sebab terjadinya konflik
adalah kepantingan.
B. Ideologi
Beberapa ilmuwan mempunyai pendapat tentang ideologi. Namun, yang
dimaksud ideologi dalam membedah kasus konflik internal PKI dalam skripsi ini,
yaitu ideologi yang rumuskan oleh Marx.
Dalam mendefinisikan ideologi, Marx berpijak pada analisis sosialnya
berdasarkan, kepemilikan faktor-faktor produksi dan ketidaksetaraan distribusi
kekayaan, sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya.14
Berdasarkan ketidaksetaraan
tersebut, Marx berpendapat bahwa, keadaan sosial yang ideal merupakan suatu
keadaan, di mana faktor-faktor produksi dapat diakses oleh semua masyarakat.
Sehingga, distribusi kekayaan mengalir secara adil. Oleh sebab itu, Marx berpendapat
bahwa, “Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama dalam masyarakat.”15
Dalam merumuskan ideologi, Marx tidak berawal dari ruang yang kosong. Ia
mempelajari hal-hal mendasar tentang sebuah ideologi, yang sudah dirumuskan oleh
14
David McLelland, Ideologi Tanpa Akhir (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 2, 17, dan
18. 15
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 2 Maret 2011 dari http://id.
wikipedia.org/wiki/Ideologi
16
para pendahulunya. Oleh sebab itu, sangat penting untuk mrngetahui tentang dasar-
dasar ideologi.
Ideologi secara kebahasaan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu eidos yang
memiliki arti gagasan atau konsep dan logos yang memiliki arti ilmu.16
Secara istilah,
banyak ahli ilmu sosial mendefinisikan ideologi. Ideologi sendiri digagas pertama kali
oleh seorang filosof, yang ditugaskan untuk menyebarkan gagasan-gagasan
pencerahan pada 1797, bernama Antoine Destutt de Tracy.17
Dalam mendefinisikan ideologi, de Tracy berpijak pada inti suku kata yang
pertama yaitu ide. Menurut de Tracy, ide-ide rasional dari seorang manusia yang tak
terikat oleh prasangka agama dan metafisika, akan menjadi landasan bagi masyarakat
yang adil dan damai.18
De Tracy juga berpendapat bahwa, posisi alam dalam
hubungannya dengan manusia adalah sebagai partner bukan sebagai objek. Oleh
karena itu, rasionalitas manusia dalam mengeksplorasi alam menjadi penting.19
Dengan demikian, de Tracy menganggap bahwa ideologi merupakan dominasi
rasionalitas manusia atas sikap-sikapnya terhadap hal-hal tertentu. Oleh sebab itu, de
Tracy berpendapat bahwa “Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran
tertentu.”20
Lain halnya dengan Marx. Marx telah membangun sebuah anggapan
bahwa, ideologi meniscayakan kesadaran bagi para penganutnya untuk diperjuangkan.
Bukan hanya sekedar mempelajari ide-ide tertentu di ruang-ruang akademik.
16
Shvoong.com The Global Source for Summeries & Reviews, “Pengertian Ideologi” , artikel
diakses pada 24 Februari 2011 dari http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2005723-
pengertian-ideologi/ Bandingkan dengan Scribd, “Pengertian dan Fungsi Ideologi”, artikel diakses pada
26 Februari 2011 dari http://www.scribd.com/doc/24582045/Pengertian-dan-Fungsi-Ideologi 17
McLelland, Ideologi Tanpa Akhir, h. 9. 18
Ibid. 19
Ibid. 20
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 28 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
17
B.1. Marxisme
Bagi sebagian kalangan, pemberian istilah untuk ajaran-ajaran atau ide-ide,
identik dengan nama pencetus ajaran-ajaran atau ide-ide itu sendiri. Misalnya:
Maoisme21
, Castroisme22
, Stalinisme23
, dan semacamnya. Lalu bagaimana dengan
Marxisme? Apakah Marxisme berasal dari ajaran-ajaran Karl Marx? Padahal Marx
sendiri menyebut ajaran-ajarannya dengan istilah “sosialisme ilmiah” (scientific
socialism).24
Menurut Franz Magnis-Suseno, Marxisme adalah ajaran-ajaran Marx yang
dibakukan oleh Friedrich Engels25
dan Karl Kautsky.26
Namun, Ada juga yang
berpendapat bahwa, Marxisme merupakan ajaran-ajaran yang berasal dari pemikiran-
pemikiran Marx.27
Lalu yang dimaksud Marxisme dalam skripsi ini, yaitu ajaran-
ajaran Marx yang dibakukan Friedrich Engels. Sedangkan, ajaran-ajaran Marx yang
dibakukan Karl Kautsky disebut Kautskysme.28
21
Maoisme adalah ajaran-ajaran Mao Tse-Tung yang digunakan PKT sebagai ajaran resmi.
Maoisme merupakan varian dari Marxisme-Leninisme. Tentang Mao Tse Tung lihat bab I, h. 6. Lihat
juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Maoisme”, diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Maoisme 22
Castroisme merupakan ajaran-ajaran yang berasal dari pemikiran-pemikira pemimpin Kuba,
Fidel Castro. Ajaran-ajaran ini dipengaruhi oleh beberapa filososf diantaranya: Karl Marx, Freidrich
Engels, Vladimir Lenin, dan terutama José Martí. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Castroisme”,
artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Castroisme 23
Stalinisme merupakan ideologi politik yang dicetuskan oleh pemimpin Uni Soviet pada
1929 sampai 1953, Joseph Stalin. Stalinisme berisi tentang pemerintahan yang represif. Lihat
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Stalinisme” artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Stalinisme 24
Suseno, Pemikiran Karl Marx, h. 270-271. 25
Friedrich Engels lahir di Barmen, Wuppertal, Jerman, 28 November 1820 dan meninggal di
London, 5 Agustus 1895. Ia adalah teman setia Karl Marx baik dalam perjuangan maupun pemikiran.
Bersama Marx menulis “Manifesto Partai Komunis” pada 1848. Ia juga seorang pengusaha tekstil di
inggris. Lihat Paul Lafargue, Mengenang Marx, dalam Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 315. Lihat juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Friedrich
Engels”, artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels 26
Ibid, h. 5. 27
Suseno Pemikiran Karl Marx, h. 5. 28
W.I. Lenin, Negara dan Revolusi: Adjaran Marxis Tentang Negara Dan Tugas Proletariat
Di Dalam Revolusi (Djakarta: Jajasan Pembaharuan, 1961), h. 9. Tentang ajaran-ajaran Karl Kautsky
lihat Bab I, h. 2-3.
18
Salah satu ajaran Marx yang dibakukan Friedrich Engels, Misalnya tentang
negara. Negara dalam ajaran ini dianggap sebagai hasil dari kontradiksi yang tak
terpecahkan dalam sebuah masyarakat.29
Salah satu faktor yang paling dominan yang
menyebabkan terjadinya kontradiksi tersebut, sebagaimana diajarkan Marx, yaitu
kepemilikan alat-alat produksi.
Dalam perkembangannya, Marxisme banyak ditafsirkan oleh para teoritikus
menjadi ajaran baru. Beberapa diantaranya yaitu Marxisme-Leninisme dan Remo,
yang merupakan ideologi-ideologi para anggota PKI yang menjadi pembahasan dalam
skripsi ini.
B.2. Marxisme-Leninisme
Semua kaum komunis menganggap bahwa, interpretasi ajaran-ajaran Marx
yang paling benar, adalah ajaran-ajaran Marx yang diinterpretasi oleh Lenin atau
disebut dengan Marxisme-Leninisme.30
Lenin mempersingkatnya dengan istilah
“komunisme”.31
Sebelum digunakan Lenin untuk menamai ajaran-ajarannya, istilah
komunisme digunakan untuk cita-cita utopis masyarakat yang menganggap bahwa,
kepemilikan pribadi akan digantikan oleh kepemilikan bersama.32
Lenin mempunyai beberapa interpretasi tentang ajaran-ajaran Marx, misalnya
tentang revolusi yang telah dipaparkan dalam Bab I skripsi ini. Penafsiran yang
penting lainnya yang dilakukan Lenin terhadap ajaran Marx yaitu tentang negara.
29
F. Engels, Asal-Usul Keluarga Milik Perseorangan dan Negara (K. Marx dan F. Engels,
Pilihan Karja, edisi dua djilid bahasa Inggris, djil. II, Moskow, 1949, h. 288-289). Dikutip dari Lenin,
Negara dan Revolusi, h. 10. 30
Setelah revoulusi oktober dan berdirinya Komintern, Marxisme-Leninisme menjadi kiblat
bagi seluruh partai komunis di dunia, termasuk PKI. Pada awalnya PKI memegang sepenuhnya
ideologi Marxisme-Leninisme. Tetapi, terjadi konflik ketika remo masuk dan mengubah garis partai. 31
Pada awalnya, istilah komunisme dan sosialisme memiliki arti yang sama. Dalam
perkembangannya, istilah komunisme mengacu pada aliran sosialisme yang lebih radikal. Suseno
Pemikiran Karl Marx, h. 7 dan 19. 32
Ibid.
19
Kemunculan sebuah negara menurut Lenin, disebabkan oleh konflik yang tak
terdamaikan di dalam masyarakat.33
Berdasarkan kemunculannya, negara hanya berfungsi sebagai pendamai
konflik antar masyarakat. Oleh sebab itu, negara tidak dapat bertahan jika masyarakat
telah damai. Dalam hal ini, negara dianggap sebagai pihak yang netral dan dapat
berbuat adil. Tetapi dalam perkembangannya, negara cendrung melegitimasi
masyarakat kelas borjuis untuk menindas masyarakat proletar.
Sebagaimana dikatakan Lenin: “Menurut Marx, negara adalah suatu alat dari
kekuasaan klas, suatu alat untuk menindas klas jang satu oleh klas lainnja; ...”.34
Berdasarkan pendapat ini, Lenin meniscayakan negara harus dapat menghapus kelas
dalam masyarakat. Karena, yang menjadi inti permasalahan dalam masyarakat, yaitu
terjadinya kelas dalam masyarakat yang disebabkan oleh kepemilikan alat-alat
produksi.
Oleh sebab itu, menurut Lenin, negara harus menguasai seluruh alat-alat
produksi dan mengatur secara adil kepada masyarakat, hingga tercapai keteraturan
secara otomatis, dalam penggunaan alat-alat produksi oleh masyarakat itu sendiri.
Bila dominasi atas kepemilikan alat-alat produksi tidak ada lagi dalam masyarakat,
maka masyarakat tidak lagi terpecah atas proletar dan borjuis. Dalam keadaan seperti
itu, maka negara akan dilupakan oleh masyarakat, dan akan bubar secara perlahan
dengan sendirinya.35
Inilah yang dinamakan masyarakat komunis.
Lenin juga menggagas sebuah sistem pemerintahan, sebagai peralihan dari
sistem pemerintahan borjuis hingga melenyapnya sebuah negara. Sistem tersebut
33
Tentu saja dalam hal ini masyarakat sudah terbagi menjadi masyarakat borjuis dan
masyarakat proletar. Lihat Lenin, Negara dan Revolusi, h. 10. 34
Ibid, h. 11. 35
Ibid, h. 22-30.
20
dikenal dengan sistem diktator proletariat. Sistem diktator-proletariat menyatakan
bahwa, suatu negera dalam masa peralihan harus dipimpin oleh seorang diktator yang
berpihak pada proletar (rakyat miskin yang tertindas).36
Diktator yang berpihak pada proletar diharapakan akan menjadikan demokrasi
kembali kepada rakyat. Lenin beranggapan bahwa, demokrasi yang dijalankan
melalui perwakilan-perwakilan di gedung parlemen, merupakan sebuah demokrasi
yang terdistorsi dari rakyat kecil. Mayoritas dari mereka yang menjalani demokrasi
lewat parlemen, hanya memperjuangkan sgelintir orang-orang yang bisa mengakses
perwakilan di parlemen, khususnya para pemilik modal.37
Menurut Lenin, demokrasi tidak seharusnya melalui perwakilan-perwakilan
parlemen borjuis, demokrasi harus didistribusikan langsung kepada rakyat. Jadi setiap
warga negara, dapat menyampaikan langsung aspirasi, tanpa harus terdistorsi melalui
perwakilan-perwakilan yang bersifat borjuis.38
Di Indonesia, yang terlihat paling dominan untuk digunakan oleh kaum
komunis Indonesia, yang tergabung dalam PKI dari ajaran-ajaran Marxisme-
Leninisme, yaitu teori penjajahan. Teori penjajahan menyatakan bahwa, melesetnya
ramalan Marx tentang jatuhnya negara-negara industri maju Eropa, karena, sistem
kapitalis telah memaksakan diri untuk menambah modal melalui penjajahan kepada
negara-negara yang belum maju.39
36
Ibid, h. 117. 37
Ibid, h. 115. 38
Ibid, h. 115-117. Dengan demikian, Lenin mempunyai tafsiran sendiri tentang demokrasi,
dalam gagasannya tentang sistem diktator proletariat. Oleh sebab itu, sistem diktator proletariat dapat
disebut juga sistem demokrasi kerakyatan. 39
Mcvey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 4.
21
B.3. Revisionisme Modern (Remo)
Revisionisme Modern (Remo) merupakan kumpulan ajaran yang merevisi
ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme.40
Remo terinspirasi dari ajaran-ajaran revisionis
Bernstein dalam Internasionale II. Ajaran Remo menghilangkan karakter kelas dalam
masyarakat demokrasi borjuis.41
Ajaran Remo juga menghilangkan revolusi, dan
menggantinya dengan koeksistensi damai dengan diktator borjuis dalam
memperjuangkan hak-hak kaum proletar.42
Para pengikut Remo menyerang kaum komunis dengan sebutan kaum
dogmatik.43
Karena, terlalu kaku dalam menafsirkan ajaran-ajaran Marx. Tokoh yang
terkenal dalam mengembangkan ajaran-ajaran remo yaitu Kruschev dan Josip Broz
Tito.44
Sedangkan yang menemukan istilah “remo” yaitu Mao Tse-Tung. Ajaran remo
yang terpenting, yaitu menghilangkan cita-cita untuk menciptakan masyarakat
komunis.
Remo yang berhasil menyusup dalam PKI, yaitu remo yang berawal dari
pemikiran subjektif. Pemikiran subjektif ini disebabkan oleh lingkungan para kader
PKI serta para pengikut dan para simpatisan, yang lemah dalam penguasaan ajaran-
ajaran Marxisme-Leninisme. Pada waktu itu memang PKI didominasi oleh buruh tani
40
Foreign Languages Press, Leninism and Modern Revisionism (Peking: Foreign Languages
Press, 1963), h. 2-4. 41
Ibid, h. 6. 42
Ibid. 43
Ibid, h. 9. 44
Josip Broz Tito (1892-1980) adalah presiden Yugoslavia setelah Ivan Ribar. Ia menjabat
presiden dari tahun 1953 hingga akhir hayatnya. Sebelum menjadi presiden, ia adalah perdana menteri
merangkap menteri pertahanan Yugoslavia yang pertama pada tahun 1945. Ia juga merupakan salah
satu penggagas Gerakan Non-Blok (GNB). Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Josip Broz Tito”,
artikel diakses pada 18 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Josip_Broz_Tito
22
dan nelayan tradisional yang bekerja hanya dengan alat-alat sederhana dan belum
menggunakan mesin.45
Pemikiran-pemikiran subjektif ini, bertemu dengan pemikiran-pemikiran
oportunisme kanan.46
Percampuran antara pemikiran subjektif dan oportunisme kanan
inilah, yang membawa PKI ke jalur parlemen melalui pemilu dan berdamai dengan
kaum borjuis. Selain itu, pemikiran-pemikiran oportunisme kanan, juga menggiring
PKI berkoalisi secara permanen dengan lawan-lawan politik. Pengaruh pemikiran-
pemikiran oportunisme kanan, juga menyebabkan PKI bergantung kepada orang yang
tidak seideologi dengan PKI, sebagai pemimpin besar revolusi.47
C. Partai Politik
Dalam sistem demokrasi maupun sistem komunis, partai politik menjadi
lembaga penting bagi kedua sistem tersebut. Namun kedua sistem tersebut, mem-
punyai konsep yang berbeda tentang partai politik. Yang dimaksud partai politik
dalam skripsi ini, yaitu partai politik yang sesuai dengan ajaran komunisme.48
Partai politik mempunyai definisi yang lebih umum, yaitu organisasi yang
bertujuan merebut kekuasaan.49
Untuk mendapatkan kekuasaan, partai politik
45
Alat-alat produksi tradisional sederhana seperti cangkul, tidak perlu berpikir rumit untuk
mengoperasikan dan memeliharanya. Sedangkan mesin butuh oli, butuh listrik, dan cara menggunakan-
nya lebih rumit dibanding alat-alat tradisional. Oleh sebab itu, buruh tani tradisional cendrung sempit
cara berpikirnya daripada buruh pabrik modern. Wawancara pribadi dengan Rewang, Jakarta 30 Maret
2011. 46
Pemikiran-pemikiran oportunisme kanan yaitu pemikiran yang mempunyai watak kekanan-
kananan. Istilah ini ditujukan kepada orang-orang yang berpikir bahwa revolusi sudah tidak relevan
lagi dan menganggap parlemen sebagai solusi terbaik dan tujuan akhir. Wawancara pribadi dengan
Rewang, Jakarta 30 Maret 2011. 47
Pada saat itu, PKI terpengaruh oleh popularitas Soekarno yang pada saat itu menjabat
sebagai Presiden. Wawancara pribadi dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli
2011. 48
Dalam ajaran komunisme, partai politik berperan tidak hanya sebagai alat perampas ke-
kuasaan, tetapi juga sebagai pengatur segala hal yang berpengaruh terhadap masyarakat luas. Prof.
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1977), h. 165-166 49
Ibid h. 160-161.
23
mempunyai suatu sistem tata nilai dan cita-cita yang dinamakan ideologi. Ideologi
inilah yang menentukan garis-garis politik yang akan dijalankan partai politik. Selain
itu, partai politik juga berfungsi mengatur segala aspek untuk mencapai suatu masya-
rakat ideal.50
Berbeda dengan kelompok penekan (pressure group), atau istilah yang banyak
dipakai sekarang ini yaitu kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini
hanya memperjuangkan kepentingan tertentu saja. Biasanya sasaran dari kelompok ini
yaitu kebijakan-kebijakan tertentu saja.51
Dengan demikian, kelompok kepentingan
mempunyai tujuan lebih sempit daripada partai politik.
50
Dalam negara demokrasi, partai politik hanya dijadikan sebagai alat pengambil kekuasaan
saja, dengan cara ikut dalam pemilihan umum. Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 165-166. 51
Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 164.
BAB III
SEJARAH SINGKAT PARTAI KOMUNIS INDONESIA
Sebelum masuk ke inti persoalan skripsi ini, akan sangat penting untuk me-
ngenal lebih dulu tentang objek yang diteliti, PKI (Partai Komunis Indonesia). Untuk
mengenal PKI, dalam Bab III ini dijelaskan mengenai profil PKI. Tetapi profil tidak
dijelaskan secara mendetail, karena hanya bertujuan mengenalkan objek. Oleh sebab
itu, dalam Bab III ini hanya berisi tiga peristiwa yang dianggap penting.
A. Awal Pembentukan (Orang Belanda Sang Pemula)
Perkembangan pemikiran dari para anggota Internasionale II, sebagaiamana
telah dijelaskan dalam Bab I skripsi ini, mempengaruhi perubahan situasi politik
dunia, khususnya di Eropa. Di Uni Soviet, pemikiran radikal Lenin memecah Partai
Buruh Sosial Demokrat1 Uni Soviet menjadi dua kubu, Menshevik (pimpinan Julius
Martov) dan Bolshevik.2 Dalam perpecahan ini, Bolshevik berubah menjadi partai
pada 1912, dan berhasil menguasai Uni Soviet dengan melakukan revolusi pada 1917
di bawah pimpinan Lenin.
Di Belanda, perkembangan pemikiran yang terjadi dalam Internasionale II
mempengaruhi kaum sosial demokrat yang tergabung dalam SDAP (Sociaal
1 Istilah sosial demokrat ditujukan bagi para pemikir Marxisme ortodoks. Istilah ini berawal
dari penggunaan Marxisme sebagai ideologi perjuangan oleh Partai Sosial Demokrat Jerman. Lihat
Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Permasalahan Revisionisme
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 211. 2 Pada awalnya, konflik internal Partai Buruh Sosial Demokrat hanya bersifat organisasional
dan tidak bersifat antagonistik. Namun dalam perkembangannya, konflik pemikiran meruncing hingga
Lenin dengan sinis menganggap, kaum Menshevik saudara kembar dengan kaum demokrat borjuis
kecil. Lihat W.I. Lenin, Negara dan Revolusi: Adjaran Marxis Tentang Negara Dan Tugas Proletariat
Di Dalam Revolusi (Djakarta: Jajasan Pembaharuan, 1961), h. 20. Lihat juga Leon Trotsky, Revolusi
yang Dikhianati: Sebab-sebab Kebangkrutan Uni Soviet (Yogyakarta: Resist Book, 2010), h. 9.
23
24
Democratische Arbeiders Partij).3 Pemikiran-pemikiran Marxis radikal, berhasil
mempengaruhi sebagian kader SDAP dan membuat SDAP pecah. Kaum Marxis
radikal dalam SDAP, memisahkan diri dan mendirikan SDP (Sociaal Democratische
Partij).4
Di tengah perpecahan itu, muncul tokoh SDAP yang sangat kontroversial,
yaitu Henk Sneevliet.5 Pada awalnya, Henk Sneevliet sangat setia pada SDAP.
Namun, ketika SDAP tidak mendukung demonstrasi kaum buruh pelabuhan di
Amsterdam, ia keluar dari SDAP dan pindah ke SDP. Perpindahannya itu
mengakibatkan ia kehilangan jabatannya. Lalu ia mencari peruntungan ke negeri
jajahan, Indonesia.
Di Indonesia, pada awalnya Henk Seneevliet bekerja sebagai staf editorial
koran utama Jawa Timur, yang menjadi media penting sindikat perusahaan gula,
Soerabajaasch Handelsblad. Tak lama kemudian, Henk Sneevliet beralih profesi
menjadi sekretaris asosiasi dagang di Semarang (Semarang Handelsvereniging).6
Kota Semarang, memberikan kesan tersendiri bagi Henk Sneevliet. Karena,
Semarang merupakan pusat Serikat Buruh Kereta Api Indonesia (VSTP (Vereeniging
van Spoor-en Tramwegpersoneel))7, yang mempunyai kemiripan dengan Serikat
3 SDAP merupakan Partai Buruh Sosial Demokrat Belanda. Tentang SDAP lihat Ruth T.
McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia (Depok: Komunitas Bambu, 2010), h. vii dan 19. 4 SDP kemudian menjadi Partai Komunis Belanda/CPN (Communistische Partij Nederland).
Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 19. 5 Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal dengan Henk Sneevliet
atau dengan nama samaran Maring (lahir 13 Mei 1883 dan meninggal 13 April 1942), adalah seorang
aktivis SDAP di kota Zwolle. Ia berhasil menjadi dewan kota pertama kali dalam pemilihan umum
pada 1907. Ia juga menjabat sebagai ketua Serikat Buruh Kereta Api Belanda (NVSTP) di bawah
kendali SDAP. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 19. Lihat juga Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “Henk Sneevliet” artikel diakses pada 26 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/
wiki/Henk_Sneevliet 6 McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 20.
7 VSTP berdiri pada 1908. Organisasi ini juga merupakan serikat buruh tertua di Indonesia.
Lihat Takashi Siraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912-1226 (Jakarta: PT Pustaka
Utama Grafiti, 1997), h. 123. Lihat juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Vereniging van Spoor-en
25
Buruh Kereta Api Belanda (NVSTP (Netherlands Vereeniging van Spoor-en
Tramwegpersoneel)) yang pernah ia pimpin. Tidak perlu berpikir panjang, Sneevliet
langsung masuk ke dalam VSTP, dengan jabatan awal editor De Volhading, koran
VSTP pada awal 1914.8
Di dalam VSTP inilah Henk Sneevliet mulai kembali masuk ke dunia
pergerakan yang sempat ia tinggalkan. Setelah masuk VSTP, Henk Sneevliet kembali
mengeluarkan ceramah-ceramah tentang Marxisme, dan menghimpun kaum sosialis
yang berada di Indonesia, lalu berujung pendirian ISDV (Indische Sociaal
Democratische Vereeniging) 9
, pada 9 Mei 1914 di Surabaya.
Pada awal pembentukan, ISDV hanya diisi oleh 60 orang Belanda. Orang non-
Belanda (Eurasia dan Bumiputra) hanya menjadi pelengkap saja dalam pertemuan
awal.10
Henk Sneevliet yang sudah berpengalaman dalam organisasi pergerakan,
menyadari bahwa keterbatasan anggota yang hanya terdiri dari orang-orang Belanda
saja, menjadi salah satu kendala berkembangnya sebuah organisasi pergerakan.
Kendala lainnya yaitu, kurangnya kerjasama dengan organisasi lain yang yang
mengerti tentang permasalahan-permasalahan dalam negeri jajahan, yang dapat
memperkokoh posisi tawar politik untuk menekan.
Tramwegpersoneel” artikel diakses pada 26 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Vereniging_van
_ Spoor-en_Tramwegpersoneel 8 McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 22.
9 ISDV berganti nama menjadi PKI. Sebelum menjadi PKI, ISDV merupakan kelompok debat
kaum sosialis Belanda. Dalam mendirikan ISDV, Henk Sneevliet dibantu oleh tiga orang Belanda
yaitu: H.W. Dekker, Bergsma, dan Brandsteder. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h.
22. Lihat juga Siraishi, Zaman Bergerak, h. 115. Lihat juga George McTurnan Kahin, Refleksi
Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (Solo: UNS Press dan
Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 92. 10
McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 22.
26
Oleh sebab itu, ISDV mulai melakukan kaderisasi secara perlahan, terutama
dari kalangan pribumi,11
dan menjalin aliansi dengan Insulinde.12
Aliansi ISDV
dengan Insulinde tidak berjalan lama. Karena, perbedaan orientasi yang sangat
tajam.13
Pada 1916, aliansi antara ISDV dengan Insulinde terputus. Pada “detik-detik”
sebelum berakhirnya aliansi antara ISDV dengan Insulinde, ISDV menemukan
partner baru yang sangat potensial, yaitu Sarekat Islam (SI).14
Tidak lama setelah putusnya aliansi bersama Insulinde, pada tahun yang sama,
ISDV langsung menyatakan bergabung dengan SI. Setelah bergabung, ISDV
langsung menyebar pengaruh-pengaruh revolusionernya melalui Semaun, yang pada
1916 dipindahkan ke SI cabang Semarang, di mana pusat VSTP berada. Selain
Semaun, komunisme juga mempengaruhi tokoh SI yang cukup berpengaruh, Haji
Misbach.15
11
Orang pribumi yang berhasil direkrut salah satunya yaitu Semaun. Semaun merupakan salah
satu anggota Sarekat Islam (SI). Pertama kali bergabung dengan SI cabang Surabaya pada 1914 dengan
jabatan sekretaris. Semaun juga merupakan salah satu buruh kereta api. Awal pertemuannya dengan
Sneevliet, ketika ia aktif di VSTP. Pada 1915 ia bergabung dengan ISDV tanpa melepas jabatannya
sebagai sekrataris SI. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 32. 12
Ibid, h. 26. Insulinde didirikan pada 1907 sebagai asosiasi non-politik. Angota-anggotanya
kebanyakan mantan anggota organisasi radikal yang dibubarkan pada 1913, IP (Indische Partij).
Tokoh-tokohnya yang terkenal diantaranya yaitu: Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat (Ki
Hajar Dewantara), dan E.F.E Dowes Dekker (Setiabudi). 13
Insulinde menggunakan kaum sosialis radikal hanya untuk tujuan singkat, yaitu mengganti
kepemimpinan orang-orang Eropa dengan orang-orang Eurasia dan orang-orang Indonesia terdidik.
Pergerakan Insulinde hanya terkonsentrasi di kalangan Eurasia. Oleh sebab itu, sulit bagi Insulinde
untuk mendapat dukungan dari masyarakat Indonesia. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme
Indonesia, h. 27. 14
Sarekat Islam (SI) didirikan pada 1912 oleh H. Samanhoedi, mengacu pada perencanaan
Tirto Adhi Soerjo dalam Anggaran Dasar (AD) Sarekat Dagang Islam (SDI). Sebelum menjadi SI,
organisasinya bernama SDI yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo dan Abdoerachman Badjenet pada 5
April 1909 di Buitenzorg, Bogor. SDI merupakan perkumpulan orang-orang pribumi dan keturunan
Arab, yang hidup bukan dari hasil kerja dengan pemerintah Hindia Belanda. SDI berubah menjadi SI
dengan visi-misi kebebasan ekonomi. Tentang SDI dan SI lihat Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula,
(Jakarta: Hasta Mitra, 1985), h. 120-152. Pada tahun 1916, SI menjadi sangat potensial dalam gerakan
politik, karena mempunyai kader dan simpatisan sangat besar jumlahnya. Lihat McVey, Kemunculan
Komunisme Indonesia, h. 28. lihat juga Siraishi, Zaman Bergerak, h. 67. 15
Haji Mohammad Misbach dilahirkan pada 1876 di Kauman, Surakarta. Haji Misbach
pernah berganti nama sebanyak tiga kali, masa kecilnya bernama Achmad, setelah menikah bernama
Darmodiprono, dan setelah menunaikan ibadah haji bernama Haji Mohammad Misbach. Ia biasa
disebut Haji Misbach. Sebelum menjadi anggota Sarekat Islam (SI), Haji Misbach pernah menjadi
27
Haji Misbach memrupakan salah satu tokoh yang dapat menyatukan antara
ajaran-ajaran Islam dan komunisme di Indonesia. Salah satu ajaran Haji Misbach
tentang konsep penghisapan kerja lebih oleh para pemilik modal terhadap kaum
buruh, termasuk riba. Mengambil riba dalam Islam hukumnya haram.16
Pengaruh-pengaruh ISDV sangat terasa, ketika SI pusat (CSI (Centraal
Sarekat Islam) yang dipimpin Tjokroaminoto17
mengambil sikap, mengirim delegasi
ke Belanda, untuk memohon dibentuknya milisi Indonesia atas masalah Indie
werbaar.18
Dalam hal ini, SI Semarang menentang sangat keras, hingga mengancam
untuk melepaskan diri dari CSI. SI semarang juga mengkritik keras keputusan CSI
yang merencanakan masuk dalam Volksraad.
Pertentangan antara SI semarang dan CSI, terus bergulir hingga, CSI mencap
SI semarang sudah disusupi pengaruh komunisme, dan tidak lagi menggunakan Islam
sebagai satu-satunya asas.19
Sejak saat itulah, SI terpecah menjadi SI Merah yang
berideologi Islam dan komunisme, dan SI Putih yang hanya berideologi Islam.
Setelah terjadinya revolusi di Uni Soviet, sebagaiaman telah dijelaskan
sebelumnya, komunisme berkembang pesat di dunia, khususnya di negara-negara
yang sedang dijajah. Untuk menyatukan para kaum komunis di seluruh dunia, Lenin
anggota Indlansche Journalisten Bond (IJB) yang didirikan oleh Mas Marco Kartodikromo pada 1914.
Lihat Nor Hiqmah, H.M. Misbach: Kisah Haji Merah, (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 1-2. 16
Ibid, h. 75-77. 17
Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto lahir pada 16 Agustus 1882. Memulai karir sebagai
Jurnalis pada 1907. Ia bergabung dengan SDI/SI pada 1912, pada saat perubahan SDI menjadi SI. Di
tahun yang sama menjabat sebagai ketua SI. Lihat HOS. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme
(Bandung: Sega Arsy, 2008), h. VII-IX. 18
Indie werbaar dalam bahasa Indonesia berarti pertahanan Hindia. Masalah Indie werbaar
mula-mula hanya persoalan pertahanan dalam menghadapi perang dunia pertama. Namun, masalah ini
menjadi salah satu penyebab dibentuknya Volksraad (dewan rakyat) oleh pemerintah kolonial sebagai
parlemen di Indonesia. Lihat M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 358-359. Lihat juga McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h.
34-35. 19
Siraishi, Zaman Bergerak, h. 327.
28
mendirikan Komintern pada 1919.20
Untuk bergabung dengan Komintern (Komunis
Internasional), ISDV mengalami berbagai pergantian nama hingga menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI) pada 23 Mei 1920.21
B. Pemberontakan PKI 1926 (Awal Konflik Internal)
Pemberontakan PKI yang terjadi pada 1926, merupakan awal terjadinya
konflik antar sesama anggota PKI sendiri. Ketika itu, salah satu tokoh PKI yang
cukup besar pengrauhnya, Tan Malaka22
tidak mendukung. Selain itu, Komintern
sebagai kiblat seluruh partai komunis di dunia, juga tidak mendukung.
Pada sekitar tahun 1924 hingga 1925 kondisi eknomi Indonesia sebagai negara
jajahan saat itu, mengalami krisis. Kebijakan kerja rodi dan pemungutan berbagai
macam pajak, yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sangat membuat
rakyat menderita.23
Kondisi seperti ini, membuat semangat perlawanan rakyat
terhadap Pemerintah Kolonial Belanda memuncak. Untuk mengartikulasi dan
mengagregasi semangat perlawanan rakyat tersebut, pada Desember 1924 PKI
mengeluarkan keputusan untuk merebut kekuasaan.24
Untuk mendapat dukungan masyarakat luas dalam melaksanakan keputusan
Desember, PKI melakukan propaganda anti-pemerintah kolonial di seluruh wilayah
20
Setiap negara yang bergabung dengan Komintern diwakili oleh partai komunis negara
masing-masing. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 77. 21
Ibid. Sebelum menjadi PKI, ISDV mengganti namanya menjadi ISDP (Indische Sociaal
Democratische Partij). Ketika istilah sosial demokrat dianggap kurang tegas dalam menganut
Marxisme-Leninisme, maka ISDP berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia). 22
Ibrahim Datuk Tan malaka lahir di Pandan Gadang, Minangkabau, Sumatera Barat, pada
1894. Ia menjadi ketua PKI pada 1922 menggantikan Semaun. Ia menjadi calon anggota Tweede
Kamer (parlemen Belanda) pada 1922 mewakili orang-orang sosialis Belanda. Lihat Rus Darmawan,
Inkonsistensi Gerakan Radikal Kiri: Praktik Politik Kaum Komunis di Indonesia (Bantul: Kreasi
Wacana, 2011), h. 54-58. Lihat juga Hasan Nasbi, Filosofi Negara Menurut Tan Malaka (Jakarta:
LPPM Tan Malaka, 2004), h. 41-52. 23
McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h.524. 24
Ibid, h. 512.
29
jajahan. Propaganda ini berhasil mendapat simpati masyarakat di beberapa wilayah
luar Jawa, seperti Nias dan Lampung.25
Namun yang terpenting, propaganda ini juga
melibatkan adik laki-laki Bupati Serang, Hasan Djajadiningrat26
, yang merupakan
salah satu penyebab pemberontakan PKI pada 1926 di Banten mendapat banyak
simpati masyarakat.
Pada saat propaganda berlangsung, PKI mencoba merencanakan pemogokan
umum pada 8 Mei 1925, untuk memperingati tertangkapnya Semaun dua tahun
sebelumnya.27
Namun, rencana ini ditolak VSTP. Karena, dasar dan tujuan pemogo-
kan tidak jelas. Walaupun mendapat penolakan dari VSTP, pemogokan tetap terjadi
secara liar pada Mei dan Juli 1925.
Krisis ekonomi sepanjang tahun 1925, membuat rakyat semakin tidak percaya
kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Setelah pemogokan-pemogokan liar pada Mei
dan Juli 1925, pemogokan berikutnya terjadi di Surabaya pada September 1925.
Pemogokan di Surabaya, dimulai dari perusahaan percetakan pada 1 September 1925,
berlanjut pada para operator mesin pada 5 Oktober 1925, dengan tuntutan kenaikan
upah dan “rasionalisasi” jam kerja.28
Pemogokan di Surabaya tersebut, merupakan
pemogokan terbesar di Indonesia sepanjang tahun 1925.
Melihat keadaan yang tidak terkendali, PKI mengadakan konferensi di
Prambanan pada 25 Desember 1925. Konferensi ini dihadiri oleh pejabat-pejabat
eksekutif PKI seperti: Sardjono, Alimin, dan Musso. Sardjono sebagai ketua eksekutif
25
Ibid, h. 524. Propaganda ini mengusung isu anti kerja rodi. 26
Hasan Djajadiningrat mengawali karir politik dari dorongan keluarga. Ia menjabat sebagai
eksekutif pusat ISDV pada 1918 dan konsisten menjadi anggota terhormat ISDV/PKI sampai akhir
hayatnya pada 1920. Lihat McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h.525. 27
Semaun ditangkap pada 1923, dengan tuduhan perencanaan demonstrasi besar-besaran
lewat organisasi VSTP. Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Semaun”, artikel diakses pada 6 Juni
2011, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Semaun 28
McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 534.
30
pusat pada waktu itu, membuka konferensi.29
Konferensi ini membahas masalah
perlunya membuat rencana pemberontakan. Sardjono dalam konferensi ini, ber-
pendapat bahwa aksi diawali dengan pemogokan, berlanjut pada kekerasan senjata,
yang melibatkan kaum tani sebagai prajurit.30
Konferensi Prambanan memutuskan pemberontakan harus segera dimulai.
Namun, waktu pemberontakan belum bisa diputuskan, karena perbedaan pendapat.
Keputusan Prambanan tidak didukung oleh salah satu tokoh PKI, Tan Malaka,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Menurut Tan Malaka revolusi harus
didukung seluruh elemen masyarakat. Pada saat itu menurut Tan Malaka, “...
Indonesia hanya memiliki persatuan orang dengan pandangan „campuraduk‟
melakukan aktivitas politik.”31
Bukan hanya Tan Malaka yang tidak mendukung,
Komintern sebagai kiblat partai komunis sedunia, juga tidak mendukung,
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.32
Tanpa dukungan Komintern dan salah satu tokoh PKI yang berpengaruh, Tan
Malaka, pemberontakan seharusnya tidak terjadi. Namun, mereka yang sudah tidak
tahan dengan keadaan ekonomi yang semakin memburuk, tetap mengadakan
perlawanan, baik dengan pemogokan maupun dengan pemberontakan bersenjata.
29
Ibid, h. 535 dan 559. 30
Ibid, h. 535. 31
McVey, Kemunculan Komunisme Indonesia, h. 545. Sejak Tan Malaka menyatakan tidak
setuju dengan pemberontakan 1926, hubungan Tan Malaka dengan PKI tidak berjalan baik, bahkan,
sebagian anggota PKI menganggapnya sebagai pengkhianat. Pada Kongres Komintern (Komunis
Internasional) ke-empat pada 12 Nopember 1922, Tan Malaka berpidato melawan pendapat Lenin
tentang perjuangan melawan Pan-Islamisme. Menurut Tan Malaka, Pan-Islamisme bukan musuh
melainkan rekan seperjuangan dalam melawan penjajahan. Dalam forum itu, Tan Malaka juga
menganjurkan agar bergabung dengan kaum borjuis nasional yang menyerukan pemboikotan dalam
mengusir penjajah. Ini dianggap sudah menyimpang dari ajaran-ajaran Marxisme yang menempatkan
kaum borjuis sebagai musuh. Tan Malaka, Komunisme dan Pan-Islamisme (1922), (text pidato), t.t. 32
Ibid, h. 588. Keputusan tidak mendukung disampaikan oleh Stalin sebagai pemimpin
Komintern. Stalin berpendapat bahwa, “...revolusi pada masa itu tidak tepat.” Lihat juga Petrik
Matanasi, Pemberontak Tak Selalu Salah: Seratus Pembangkangan di Nusantara, (Yogyakarta:
I:Boekoe, 2009), h. 252.
31
Pemberontakan meletus sekitar November 1926. Di Tangerang, terjadi pe-
nyerangan kantor polisi dan peristiwa pembunuhan para pejabat pemerintahan.33
Menjelang akhir 1926 penumpasan pemberontakan berhasil dijalankan oleh KNIL
(Koninklijk Nederlandsch Indische Leger).34
Para pemberontak dibuang ke Digul. Di
Jakarta, pemberontakan diawali peristiwa ledakan bom di Tanah Tinggi. Setelah itu
berlanjut ke penyerangan agen polisi dan kantor telpon.35
Pemberontakan tidak hanya
terjadi di Tangerang dan Jakarta, tetapi juga di kota-kota lainnya. Namun, selalu gagal
karena, kurangnya dukungan dari para anggota-anggota PKI sendiri, maupun dari
masyarakat luas.
C. Peristiwa Madiun 1948 (Memanfaatkan Tentara)
Peristiwa ini bermula dari konflik internal tentara yang disebabkan program
perampingan yang dilakukan pemerintah terhadap tentara. Namun, peristiwa ini
dimanfaatkan oleh PKI,36
yang pada waktu itu menentang Pemerintah Hatta37
yang
dianggap tidak tegas dalam menghadapi Belanda.
33
Ibid, h. 253-255. 34
Ibid. KNIL merupakan tentara Hindia Belanda. 35
Matanasi, Pemberontak Tak Selalu Salah, h. 264-267. 36
Salah satu tokoh Islam dalam PKI pada saat itu adalah Kiai Dasuki Siradj. Dasuki Siradj
berasal dari Solo. Dasuki Siradj terkenal dengan pidatonya yang berjudul, “Tentang Dasar Negara
Republik Indonesia”. Dalam pidato tersebut Dasuki Siradj menyatakan bahwa, konsep pembelaan
terhadap kaum proletar merupakan pembelaan terhadap fakir-miskin yang diperintahkan dalam ajaran
Islam. Donald Hindley, The Communist Party of Indonesia 1951-1963, (California: University of
California Press, 1964), h. 329-330. Wawancara pribadi dengan Rewang, Jakarta 30 Maret 2011. 37
Mohammad Hatta adalah wakil presiden RI yang pertama, pada masa jabatan 18 Agustus
1945 hingga 1 Desember 1956. Ia menjadi perdana menteri merangkap wakil presiden pada 29 Januari
1948 hingga 5 September 1950. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Mohammad Hatta”, artikel diakses
pada 5 Desember 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
32
Perjanjian Renville membagi wilayah pulau Jawa menjadi tiga bagian wilayah
yang dikuasai Indonesia yaitu: Banten, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.38
Berdasarkan
perjanjian tersebut, maka pasukan Siliwangi harus ditarik dari wilayah Jawa Barat
yang sudah dimiliki Belanda.
Penarikan pasukan tersebut menjadi masalah tersendiri bagi Indonesia,
khususnya dalam mengatur angkatan perang. Besarnya jumlah angkatan perang yang
dimiliki Indonesia, menyempitnya wilayah Indonesia setelah perjanjian Renville, dan
terbatasnya anggaran negara, membuat pemerintah yang dikepalai oleh Perdana
Menteri Hatta mengeluarkan Program Restrukturisasi Rasionalisasi (Re-Ra), untuk
merampingkan angkatan perang.39
Mobilisasi angkatan perang dan program Re-Ra, ditentang keras oleh
Komandan Pasukan Panembahan Senopati (KPPS) yang dipimpin oleh Kolonel
Sutarto. Dengan alasan tidak transparan dan mengancam posisi KPPS yang akan
digantikan pasukan Siliwangi di Solo.40
Pertarungan ideologi dalam tubuh angkatan
perang juga menambah rumit permasalahan dalam tubuh angkatan perang, ketika
program Re-Ra direalisasikan.41
38
Perjanjian Renville merupakan perjanjian gencatan senjata, dalam memperebutkan wilayah
kedaulatan antara Indonesia dan Belanda. Perjanjian ini ditandatangani pada 17 Januari 1948 di kapal
USS Renville. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, dan delegasi Belanda dipimpin
oleh Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Perjanjian ini membagi wilayah kedaulatan Indonesia dan Belanda
berdasarkan garis Van Mook. Berdasarkan garis itu, wilayah Indonesia hanya meliputi: Sumatera,
Banten, Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Perjanjian ini juga merupakan salah satu penyebab Amir
Syarifuddin melepas jabatan sebagai perdana menteri. Lihat Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya
Republik, h. 288-294. Lihat juga Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Perjanjian Renville”, artikel diakses
pada 14 Juni 2011 dari http://id.wikipedia. org/wiki/Perjanjian_Renville 39
Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, h. 330. Matanasi, Pemberontak Tak Selalu
Salah, h. 365. Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: G30S/PKI dan Peran
Bung Karno, (Jakarta: C.V. Sri Murni, 1988), h. 35. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, h. 458.
Wahyu Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso: Si Merah di Simpang Republik, (Jakarta: KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia), 2011), h. 65. 40
Ibid, h. 64-65. 41
Ibid, h. 65-67. KPPS mempunyai resimen tempur diantaranya, laskar Pesindo (Pemuda
Sosialis Indonesia) dan TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia) berideologi “kiri”, sedangkan
Siliwangi merupakan mayoritas kumpulan eks-KNIL atau lulusan sekolah pendidikan militer Belanda
33
KPPS menganggap bahwa, pemerintah melakukan diskriminasi dan tidak
memihak pada angkatan perang yang berasal dari laskar kerakyatan. Misalnya, dalam
pengaturan pangkat, prajurit-prajurit eks-KNIL mendapat kenaikan hingga dua tingkat
sedangkan, prajurit-prajurit eks-PETA (Pembela Tanah Air)42
mendapat penurunan
hingga dua tingkat.43
Selain itu, pemecatan tokoh-tokoh Pesindo (Pemuda Sosialis
Indonesia)44
dari pimpinan angkatan perang seperti, Soemarsono (Mayor Jendral) dan
Wikana45
(Gubernur Militer Surakarta), pada awal Mei 1948, membuat perpecahan
dalam tubuh angkatan perang kian nyata.46
Pada 1947, terjadi perubahan politik di Uni Soviet. Stalin merubah Komintern
menjadi Kominform (Komunis Informasi) pada 22 September 1947.47
Bersamaan
dengan hal itu, muncul doktrin Zhdanov yang dijadikan komando baru bagi
Kominform.48
diantaranya, Gatot Subroto dan A.H. Nasution, berhaluan “kanan”. Lihat juga Wikipedia Ensiklopedia
Bebas, “Gatot Soebroto”, artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gatot_
Soebroto Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Abdul Haris Nasution”, artikel diakses pada 15 Juni 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution 42
PETA adalah tentara sukarela yang dibentuk Jepang, atas dasar surat yang dikirim Raden
Gatot Mangkupradja kepada Gunseikan (kepala pemerintahan militer Jepang), untuk membantu Jepang
dalam menghadapi perang dunia II. Matanasi, Pemberontak Tak Selalu Salah, h. 325. Lihat juga
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Pembela Tanah Air”, artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/PETA 43
Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 67. 44
Pesindo didirikan pada November 1945 oleh gerakan pemuda bawah tanah beraliran
sosialis. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, h. 445. 45
Wikana lahir di Sumedang pada 18 Oktober 1914. Ia pernah menjadi pimpinan PKI bawah
tanah di Jawa Barat. Terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok bersama kelompok menteng 31. Pernah
aktif dalam Partindo (Partai Indonesia) dan Gerindo (Barisan Pemuda Gerakan Rakyat Indonesia).
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Wikana”, artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari http://id.wikipedia.
org/wiki/Wikana 46
Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 67. 47
Kominform (Cominform (Communist Information Bureau)) merupakan perkumpulan partai
komunis di seluruh dunia. Kominform hanya pergantian nama dari Komintern. Soerojo, Siapa
Menabur Angin, h. 34. 48
Doktrin Zhdanov merupakan gagasan-gagasan yang dikeluarkan Andrei Alexandrovich
Zhdanov. Doktrin ini menegaskan tentang terbelahnya dunia menjadi dua blok: blok kapitalis imprealis
yang dimotori Amerika Serikat dan blok anti-imprealis yang dimotori Uni Soviet. Doktrin Zhdanov
juga menegaskan, penghentian kerja sama dengan kaum imprealis. Sebelum doktrin Zhdanov disahkan
menjadi komando baru bagi Kominform, berlaku doktrin Dimitrov. Doktrin Dimitrov digagas oleh
Georgi Dimitrov, yang ketika itu menjabat sebagai sekretaris jendral (sekjen) Komintern. Doktrin
34
Perubahan yang terjadi di Uni Soviet tersebut, membawa dampak yang sangat
besar bagi perubahan politik dunia, khususnya di indonesia. Pada April 1948, Musso
kembali ke Indonesia, setelah lama bermukim di Uni Soviet.49
Musso kembali dengan
bekal doktrin Zhdanov yang dibukukan berjudul “Jalan Baru Untuk Republik
Indonesia”50
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Untuk melaksanakan “Jalan
Baru” tersebut, Musso memimpin sendiri kaum komunis yang ada di Indonesia.
Langkah pertama yang diambil Musso, yaitu mengambil alih Front Demokrasi
Rakyat51
(FDR) dari tangan Amir Syarifuddin dan menyatukan partai-partai berhaluan
kiri ke dalam satu partai, PKI.52
Selanjutnya, Musso keliling Jawa Tengah utuk
melakukan propaganda menentang diplomasi pemerintah dalam menghadapi Belanda,
dan menyerukan mengangkat senjata dalam menghadapi Belanda. Propaganda ini,
berhasil menarik simpati masyarakat yang kecewa atas sikap Pemerintah Hatta, yang
tidak tegas dalam menghadapi blokade-blokade Belanda.53
Musso juga memanfaatkan konflik dalam tubuh angkatan perang,
sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya, untuk melakukan perlawanan terhadap
Dimitrov menganjurkan, kerja sama antara kaum komunis dengan kaum imprealis dan borjuis nasional
untuk melawan fasis. Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 17-21. 49
Sejak gagalnya pemberontakan PKI pada 1926, Musso bermukim di Uni Soviet untuk
menghindari penangkapan. Ia menjadi agen Komintern yang bertugas menyampaikan komando-
komando Komintern di Indonesia. Pada 1935, Musso menyampaikan doktrin Dimitrov kepada PKI,
setelah itu kembali ke Uni Soviet. Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 18-19. 50
“Jalan Baru Untuk Republik Indonesia” berisi tentang langkah-langkah yang harus diambil
PKI dalam memperjuangkan revolusi di Indonesia. Salah satu ajarannya yaitu, membentuk front
nasional untuk menggalang kekuatan dengan organisasi lain yang memiliki ideologi yang sama, dengan
PKI sebagai pemimpinnya. Dalam “Jalan Baru” tersebut, Musso juga memerintahkan supaya PKI
berdiri secara legal, setelah sebelumnya dilarang dan berdiri secara ilegal akibat peristiwa
pemberontakan 1926. Lihat Musso, Jalan Baru Untuk Republik Indonesia: Rencana Resolusi Polit-
Biro untuk dimajukan pada Kongres ke-V Partai Komunis Indonesia, Disetujui oleh Konperensi PKI
pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1948 (Jakarta: Jajasan Pembaruan, 1953), h. 7-34. 51
FDR didirikan Amir Syarifuddin pada 26 Februari 1948. FDR terdiri dari kumpulan partai,
ormas, dan organisasi lainnya yang berhaluan kiri, yang kecewa dengan Kabinet Hatta, karena tidak
dilibatkan dalam kabinet atau tidak setuju dengan program Re-Ra. Organisasi yang tergabung dalam
FDR, diantaranya: PKI, Partai Sosialis, Partai Buruh, dan Pesindo. Kahin, Refleksi Pergumulan
Lahirnya Republik, h. 326-327. 52
Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 44. 53
Ibid, h. 47. Blokade-blokade Belanda menjadi salah satu faktor terjadinya krisis ekonomi di
dalam negeri. Lihat Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, h. 358.
35
pemerintah yang terlalu lembek menghadapai Belanda. Kedatangan pasukan
Siliwangi ke daerah Solo, makin memperburuk suasana. Semula ketegangan hanya
sebatas kecurigaan. Namun, provokasi seperti, penculikan tokoh FDR dan beberapa
perwira KPPS, membuat baku tembak antara pasukan Siliwangi dan pasukan KPPS
tak terhindarkan.54
Peristiwa solo tersebut membuat pimpinan-pimpinan laskar Pesindo yang
berpusat di Madiun resah. Perintah demobilisasi dari pemerintah pusat, membuat
seluruh angkatan perang yang berhaluan kiri terancam eksistensinya.55
Belum lagi
pemecatan dua tokoh Pesindo dari angkatan perang, sebagaiamana telah dijelaskan
sebelumnya, menambah konflik semakin memuncak.
Kekecewaan laskar-laskar Pesindo kepada pemerintah dan pasukan Siliwangi,
sudah tak tertahan lagi. Pada 18 September 1948, Soemarsono mengorganisir laskar-
laskar Pesindo di Rejoagung, untuk menguasai kota Madiun.56
Setelah terorganisir,
penyerangan di Madiun dimulai dari markas Polisi Tentara Republik Indonesia.
Dalam waktu beberapa jam Madiun berhasil dikuasai.
Setelah Madiun berhasil dikuasai, Soemarsono mengadakan pertemuan
bersama pimpinan-pimpinan PKI seperti: Musso, Wikana, dan pimpinan-pimpinan
lain.57
Soemarsono menceritakan apa yang telah diperbuat di Madiun. Dalam hal ini,
Musso beserta pimpinan-pimpinan PKI yang lain, dihadapkan dengan keadaan
Madiun sudah dikuasai.
54
Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 68-69. Berhaluan kiri yang dimaksud yaitu
yang berideologi Marxisme. 55
Ibid, h. 83. 56
Ibid, h. 78. 57
Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, h. 370.
36
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno58
menyatakan bahwa, Musso
telah melakukan kup di Madiun.59
Pemerintah dalam hal ini, bergerak cepat. Perintah
penumpasan para pemberontak di Madiun dikeluarkan pada waktu yang sama. Dalam
waktu semalam Madiun dapat direbut kembali.60
Setelah penumpasan yang dilakukan
pemerintah, PKI mengalami kehancuran. FDR sebagai basis masa terbesar PKI
musnah. Hingga akhirnya PKI mengorganisasi diri kembali pada tahun 1951.
58
Ir. Soekarno merupakan proklamator kemerdekaan RI (Republik Indonesia) bersama Hatta,
sekaligus sebagai Presiden RI yang pertama. Soekarno juga akrab disapa Bung Karno. Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “Soekarno”, artikel diakses pada 9 Desember 2011 dari http://id.wikipedia.org/
wiki/Soekarno 59
Ibid, h. 371-374. 60
Dhyatmika dkk., Seri Buku Tempo Musso, h. 88-93.
BAB IV
PEREBUTAN PENGARUH ANTARA MARXIS-LENINIS DAN
REVISIONIS MODERN
Sebagai inti dari penelitian, bab ini menjelaskan secara gamblang tentang
konflik ideologi yang terjadi di dalam tubuh PKI (Partai Komunis Indonesia). Seluruh
peristiwa konflik yang melibatkan dua kelompok penganut ideologi berbeda di dalam
tubuh PKI, Marxis-Leninis dan revisionis modern (remo) dijelaskan dalam paragraf
selanjutnya.
A. Masuknya Pengaruh Remo (Gagasan-gagasan Aidit)
Pengaruh ideologi revisionisme modern (remo) masuk ke dalam tubuh PKI
sejak sebelum pemilu 1955, tepatnya dalam Sidang Pleno CC yang diadakan pada 7
Januari 1951. Aidit mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang bersifat remo, seperti
menjalin koalisi permanen dengan partai-partai yang pernah “berkhianat” dan partai
yang berbeda ideologi. Sebelumnya, pengorganisasian kembali PKI dilakukan oleh
Alimin, dengan konsentrasi terhadap konsolidasi buruh, pemuda, tani, dan wanita.
Dalam mengorganisasi tubuh partai yang hancur akibat peristiwa Madiun, PKI
bergerak secara ilegal.
Pengorganisasian kembali PKI setelah peristiwa Madiun secara perlahan
membuahkan hasil. Pada 7 Januari 1951 PKI mengadakan Sidang Pleno CC (Comite
Central) pertama kali, setelah bangkit dari kehancuran yang disebabkan oleh
“penghancuran” yang dilakukan Pemerintah Hatta akibat peristiwa Madiun.1 Sidang
1 Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: G30S/PKI dan Peran Bung
Karno (Jakarta: C.V. Sri Murni, 1988), h. 53.
37
38
dipimpin oleh Tan Ling Djie dengan agenda sidang, pembahasan Anggaran Dasar
(AD). Dalam sidang ini konflik internal terulang kembali.
Pada saat itu perdebatan menajam seputar masalah konsep “Jalan Baru” yang
digagas Musso, akan diteruskan menjadi Anggaran Dasar PKI.2 Tan Ling Djie
sebagai pimpinan sidang menyatakan bahwa, konsep “Jalan Baru” harus mendapat
persetujuan FDR (Front Demokrasi Rakyat). Sedangkan FDR, sudah dainggap tidak
ada oleh mayoritas anggota CC. Pada akhirnya, mayoritas anggota menerima “Jalan
Baru” sebagai Anggaran Dasar tanpa persetujuan FDR.3
Penolakan yang dilakukan Tan Ling Djie hanya mendapat dukungan dari CS
(Comite Seksi)4 Yogyakarta. Sampai beberapa bulan, Tan Ling Djie belum dapat
menerima keputusan akhir sidang. Namun, Tan Ling Djie tetap patuh terhadap hasil
akhir sidang pleno tersebut.5
Dalam sidang pleno tersebut, Aidit yang mewakili golongan muda dengan
dukungan Wikana, Njoto6, dan Lukman
7 berhasil menggeser Alimin dari Politbiro.
8
Aidit juga melontarkan sejumlah gagasan dalam menanggapi beberapa peristiwa
penting dalam sidang, misalnya peristwa Madiun. Menurut Aidit, peristiwa Madiun
bukan merupakan pemberontakan tetapi suatu peristiwa yang diprovokasi oleh “teror
2 Wawancara pribadi dengan Esempe (nama disamarkan), Jakarta, 22 Juli 2011.
3 Ibid.
4 Comite Seksi (CS) merupakan perwakilan partai di tingkat kabupaten/kota. Lihat Soerojo,
Siapa Menabur Angin, h. 403. 5 Wawancara pribadi dengan Esempe (nama disamarkan), Jakarta, 22 Juli 2011.
6 Njoto lahir pada 17 Januari 1927 di Jember. Pada usia 16 tahun Njoto menjadi anggota KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat) dengan cara memanipulasi umur. Njoto mewakili PKI Banyuwangi
dalam KNIP. Lihat Budi Riza, dkk., Seri Buku Tempo: Njoto Peniup Saksofon Di Tengah Prahara
(Jakarta: KPG (Kepustakaan Pupuler Gramedia), 2010), h. 4-12. 7 Muhammad Hatta Lukman lahir di Tegal pada 1920, masuk PKI pada 1943. Lihat Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “M.H. Lukman”, artikel diakses pada 7 Desember 2011 dari http://id.wikipedia.
org /wiki/M.H._Lukman 8 Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 53.
39
putih”.9 Aidit juga menggagas front nasional, dengan “menggandeng” Partai MURBA
(Musyawarah Rakyat Bawah) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia).10
Dalam Sidang Pleno CC tersebut, terlihat jelas bahwa, Aidit sudah mulai
mengambil sikap lunak terhadap para penentang pemberontakan Madiun. Pada
akhirnya, sidang hanya mensahkan “Jalan Baru” yang digagas Musso sebagai
Anggaran Dasar PKI, tidak mensahkan strategi-strategi kongkrit yang akan diambil.
Setelah itu, pada 5 Oktober 1952 Partai Komunis Uni Soviet (PKUS)
mengadakan kongres ke XVI. Dalam Kongres PKUS tersebut, Stalin sebagai
pemimpin PKUS menggagas strategi baru, yang bersifat kekanan-kananan, untuk
menggantikan doktrin Zhdanov yang dianggap telah usang.11
Strategi kanan Stalin menganjurkan agar menjalin kerja sama dengan kaum
nasionalis untuk melawan Imprealisme Amerika Serikat (AS). Stalin juga menyatakan
bahwa, kerja sama hanya bersifat sementara, karena kaum borjuis nasional yang
awalnya merupakan lamabang nasionalisme dan lambang kemerdekaan, nanti akan
luntur.12
Kaum borjuis nasional akan melakukan apapun, untuk mempertahankan
eksistensinya, termasuk menggadaiakan kemerdekaan dan nasionalisme.13
Adanya
perubahan-perubahan strategi dalam partai komunis di Indonesia dan Uni Soviet yang
9 Ibid. Teror putih merupakan kebijakan-kebijakan Pemerintah Hatta yang memecah belah
tentara. Salah satunya Program Restrukturisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) dalam tubuh tentara. Lihat
Bab III. 10
Ibid. Partai MURBA berdiri pada 7 November 1948. Partai MURBA merupakan gabungan
dari pihak-pihak yang tidak mendukung pemberontakan Madiun dalam FDR dan merupakan partai Tan
Malaka. Sedangkan Sjahrir dan para pengikutnya yang tidak mendukung pemberontakan Madiun
mendirikan PSI. Lihat juga George McTurnan Kahin, Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik:
Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (Solo: UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 397-
406. “Jalan Baru” yang digagas Musso memang meniscayakan pembentukan front national. Tetapi
tidak dengan kelompok-kelompok atau partai-partai yang bersebrangan dengan PKI. Lihat Musso,
Jalan Baru Untuk Republik Indonesia: Rencana Resolusi Polit-Biro untuk dimajukan pada Kongres ke-
V Partai Komunis Indonesia, Disetujui oleh Konperensi PKI pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1948
(Jakarta: Jajasan Pembaruan, 1953), h. 34. 11
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 55. 12
Trotsky mengkritik bahwa, strategi koalisi dengan kaum nasionalis sebagai cikal-bakal
pertumbuhan revisionisme modern (remo). Lihat Bab I. 13
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 55.
40
bersifat kompromistis terhadap kelompok-kelompok lain yang berbeda, atau bahkan
bertentangan tersebut, menunjukan bahwa pengaruh-pengaruh remo sudah masuk di
kalangan elit partai.
Untuk mempermudah jalannya strategi Aidit, dalam membentuk front nasional
dengan kelompok-kelompok non-komunis, SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia) sebagai organisasi masa buruh yang berafiliasi dengan PKI, pada 30 April
1952 menunda pemogokan untuk menghilangkan kesan radikal, yang menjadi momok
menakutkan bagi partai-partai lain, khususnya partai-partai yang berkoalisi dengan
pemerintah.14
PKI terus berusaha membangun front nasional, meskipun menerima banyak
penolakan. PKI akhirnya berhasil mendapatkan satu partner yang sangat penting
dalam membangun front nasional, yaitu PNI15
(Partai Nasional Indonesia). Pimpinan
PNI, Sidik Djojosukarto16
menerima ajakan PKI untuk membangun front nasional.
Akhirnya, pada saat perayaan HUT (Hari Ulang Tahun) PKI, pada 2 Mei 1952
mengumumkan secara terbuka “strategi lunak”17
yang ia gagas dalam Sidang Pleno
CC 7 Januari 1951, sebagaimana telah sebelumnya, dan menegaskan kembali tentang
gagasan front nasional.18
14
Ibid, h. 56. SOBSI pada saat itu, dipimpin oleh Njono. Pada saat yang sama, pemerintahan
dipimpin oleh Perdana Menteri Wilopo yang merupakan anggota PNI. Partai-partai yang berkoalisi
dengan pemerintah yaitu, NU (Nahdatul Ulama) dan MASYUMI.(Majelis Syuro Muslimin Indonesia). 15
PNI merupakan partai politik berideologi nasionalisme, didirikan pada 4 Juli 1927dengan
nama Perserikatan Nasional Indonesia, oleh: Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo,
dan Mr. Sunaryo. Pada 1928 berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia, sekaligus menjadi
tempat bernaung Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Partai Nasional
Indonesia” artikel diakses pada 29 November 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Nasional_
Indonesia 16
Sidik Djojosukarto adalah ketua umum PNI pada tahun 1952. Ia pernah memutuskan untuk
menolak ambil bagian dalam kabinet Masyumi-PNI. Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 56. 17
“Strategi lunak” mengacu pada strategi Aidit yang melunak kepada lawan-lawan politik,
termasuk berkoalisi permanen dengan PSI dan MURBA yang menentang pemberontakan Madiun. 18
Ibid.
41
Dalam acara perayaan HUT PKI tersebut, Alimin mulai mengidentikkan Bung
Karno dengan PKI sebagai taktik untuk menarik simpati Bung Karno.19
Inilah awal
dari kesalahan para elit PKI, menempatkan orang dari luar PKI sebagai tokoh
panutan, yang akhirnya nanti diteruskan sebagai pemimpin besar revolusi, yang
dianggap remo, sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II.
Pada 10 Juli 1953, terjadi pergantian pimpinan dan sebagain tokoh elit dalam
PKUS (Partai Komunis Uni Soviet). Stalin dan para pengikutnya dalam PKUS,
dituduh sebagai agen imprealis internasional dan borjuis merosot, oleh sebagian kader
PKUS lainnya di kubu Krushchev.20
Tak lama setelah pembersihan yang terjadi dalam
PKUS, pada 6 Oktober 1953, PKI menggelar Sidang Pleno CC kembali. Dalam
Sidang Pleno CC kali ini, dibahas beberapa masalah, diantarannya yang paling
penting yaitu, masalah pergantian pimpinan dan strategi baru yang akan digunakan
PKI.
Dalam sidang tersebut, Aidit terpilih menjadi Sekretaris Jendral (Sekjen) PKI
yang baru, dengan dukungan mayoritas golongan muda, diarntaranya: Lukman, Njoto,
dan Njono, menggantikan sekjen sebelumnya Tan Ling Djie. Dalam sidang ini,
konflik kembali terjadi antara Tan Ling Djie dengan Aidit dalam merumuskan
strategi. Aidit menyatakan bahwa, gagasan-gagasan “Jalan Baru” yang digagas Musso
mengalami jalan buntu. Lalu, Aidit menggantinya dengan strategi-strategi yang telah
digagas pada Sidang Pleno CC sebelumnya, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
19
Ibid. 20
Ibid. Peristiwa ini dikenal dengan nama “Likwidasi Beria”. Beria merupakan suatu tempat
di Uni Soviet, di mana Stalin disingkirkan dari posisi pimpinan PKUS, oleh Kruschev terjadi.
42
Tan Ling Djie sebagai angkatan lama, mempertahankan “Jalan Baru” dengan
keras, dalam sidang tersebut. Pertentangan semakin panas dalam sidang, hingga Aidit
menganggap bahwa, Tan Ling Djie sebagai teoritikus Marxisme-Leninisme yang
“dogmatis-empiris”.21
Dalam gagasan-gaagasan yang dicetuskan Aidit, terlihat jelas
bahwa Aidit menggiring PKI ke arah yang populer, dengan sedikit “merevisi” ajaran-
ajaran Marxisme-Leninisme yang telah dirumuskan dalam “Jalan Baru”, termasuk
berkoalisi secara permanen dengan lawan-lawan politik, PSI dan MURBA, yang telah
dijelaskan pada sebelumnya. Sedangkan Tan Ling Djie, setia mempertahankan “Jalan
Baru” walaupun PKI tidak menjadi partai yang populer, tetapi militan.22
Pada saat itu, Aidit sedang populer di kalangan simpatisan dan kader-kader
PKI, sebagai tokoh yang mempunyai gagasan-gagasan baru. Sedangkan tokoh-tokoh
tua seperti Tan Ling Djie, Alimin, dan para pengikutnya, dianggap telah gagal
mempertahankan eksistensi PKI oleh mayoritas simpatisan dan para kader PKI,
setelah gagalnya peristiwa Madiun. Oleh sebab itu, gagasan-gagasan baru Aidit lebih
banyak mendapat dukungan dari mayoritas kader PKI, khususnya kader-kader muda,
katimbang gagasan-gagasan lama yang dipertahankan Tan Ling Djie. Hingga pada
akhirnya Tan Ling Djie harus menerima kenyataan pahit, yaitu tersingkir dari anggota
CC.23
B. Konflik Antar Elit (Perebutan Program)
Setelah Sidang Pleno CC selesai, pada tahun yang sama, Aidit menunjukan
sikap mendukung strategi-strategi yang diambil Peking daripada Moscow. Menurut
21
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 57-58. 22
Ibid, h. 58. 23
Ibid. Bahkan Tan Ling Djie hampir dipecat dari keanggotaan PKI. Lihat Murad Aidit, Aidit
Sang Legenda (Jakarta: Penta Rei, 2005), h. 125-126.
43
Aidit, Strategi Mao Tse-Tung yang melibatkan kaum tani sebagai salah satu elemen
penting dalam revolusi, sangat cocok diterapkan di Indonesia yang penduduknya
didominasi kaum tani.24
Namun, Aidit tidak sepenuhnya mengikuti strategi-strategi Mao Tse-Tung.
Hal itu terlihat ketika Aidit tidak menganjurkan untuk revolusi menggunakan
kekuatan bersenjata.25
Menurut Aidit, revolusi di Indonesia mempunyai cara
tersendiri, yaitu dengan cara: melakukan aksi masa, berorganisasi, dan mobilisasi
masa.26
Tetapi, gagasan-gagasan Aidit tersebut, belum menjadi sikap resmi PKI
hingga Kongres Nasional PKI ke V diselenggarakan.
Pada 14 Maret 1954 Kongres Nasional PKI ke V diadakan.27
Agenda kongres
yang paling penting yaitu: pergantian ketua CC PKI, perumusan program-program,
dan langkah-langkah politik yang akan diambil, untuk melaksanakan program-
program tersebut. Pada kongres ini, Aidit yang sedang populer di kalangan kader-
kader internal PKI, terpilih menjadi ketua CC PKI menggantikan Alimin.28
Dalam
membahas masalah langkah-langkah politik, terjadi perdebatan sengit seputar masalah
partisipasi dalam pemilu (pemilihan umum).
Pada waktu itu, Njono sebagai salah satu anggota CC PKI sekaligus pemimpin
SOBSI, mengkritik “Manifes Pemilu” yang digagas oleh para anggota Politbiro, yang
dilontarkan Aidit sebagai ketua CC PKI dalam Kongres Nasional PKI ke V tersebut.29
24
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 64. 25
Berbeda dengan Mao Tse-Tung yang sangat yakin bahwa, kekuasaan politik hanya bisa
dirampas melalui kekuatan senjata. M. Shaleh Isre, ed., The Little Red Book: Leadership Secret of Mao
Tse-Tung Penerjemah A. Rachmatullah (Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2010), h. 45. 26
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 64. 27
Ibid. 28
Wenseslaus Manggut, dkk., Seri Buku Tempo: Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara (Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2010), h. 42. 29
“Manifes Pemilu” menyatakan bahwa dengan berpartisipasi dalam pemilu maka akan
tercapai demokrasi kerakyatan. Wawancara pribadi dengan Rewang, Jakarta 30 Maret 2011.
Wawancara pribadi dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011.
44
Menurut Njono, partisipasi dalam pemilu untuk mencapai demokrasi kerakyatan,
merupakan pemikiran-pemikiran bersifat kanan. Demokrasi kerakyatan hanya bisa
didapat melalui gerakan masa.30
Pada saat itu yang paling menonjol menentang “Manifes Pemilu” hanya
Njono. Sedangkan yang lainnya sepakat dengan “Manifes Pemilu”. Pada kongres itu
juga, PKI menyatakan sikap mendukung Pemerintahan Burhanuddin Harahap31
, yang
diumumkan secara resmi kepada masyarakat pada 19 Agustus 1955.32
Hal ini menjadi
menarik, karena baru pertama kali dalam sejarah, PKI mendukung pemerintahan yang
bukan dipimpin oleh kadernya. Keputusan mendukung Pemerintahan Burhanuddin
Harahap tidak dapat penolakkan dalam kongres, karena strategi-strategi Aidit yang
memang melunak, sudah disahkan dalam Sidang Pleno CC 6 Oktober 1953,
sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya.
Pada 21 Maret 1954, Kongres Nasional PKI ke V berakhir. Program-
program33
, “Manifes Pemilu”, Ketua CC, dan keputusan mendukung Pemerintahan
Burhanuddin Harahap, telah ditetapkan. Pada 29 September 1955, pertama kali dalam
sejarah, Pemerintahan RI (Republik Indonesia) yang dipimpin Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap, berhasil mengadakan pemilu untuk memilih anggota-anggota
30
Ibid. Pada dasarnya, Marxisme-Leninisme tidak melarang partisipasi dalam pemilu untuk
mengisi lembaga parlemen. Partisipasi dalam pemilu untuk mengisi lembaga parlemen dianjurkan,
untuk memperlihatkan bahwa sistem parlemen itu hanya menguntungkan bagi para pemilik modal
(borjuis). Menurut Lenin, pemilu hanya boleh digunakan untuk sementara, bila memang keadaan tidak
memungkinakan untuk revolusi. Pemilu tidak boleh digunakan sebagai tujuan akhir. Wawancara
pribadi dengan Rewang, Jakarta 30 Maret 2011. Lihat juga Bab II. 31
Burhanuddin Harahap merupakan seorang anggota Masyumi. Menjabat sebagai formatur
kabinet pada 11 Agustus 1955, dan berakhir pada 20 Maret 1956. Wikipedia The Free Encyclopedia,
“Burhanuddin Harahap”, artikel diakses pada 5 Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/
Burhanuddin_Harahap 32
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 67. 33
Tentang program-program PKI lihat ibid, h. 79-82.
45
DPRS (Dewan Perwakilan Rakyat Sementara)34
yang berlangsung secara demokratis,
dengan jumlah pemilih sebanyak 43.104.464 suara.35
Beberapa bulan sebelum pemilu berlangsung, PKI mengubah “Manifes
Pemilu”. “Manifes Pemilu” yang awalnya bertujuan untuk meraih demokrasi
kerakyatan, dirubah menjadi hanya bertujuan untuk membentuk koalisi nasional.36
Dalam pemilu untuk memilih angota-anggota DPRS, PKI berada di urutan empat
dengan jumlah suara sebanyak 6.176.914 (16%) suara, dan berhak atas 39 kursi dalam
DPRS.37
Pada 15 Desember 1955, pemilu diadakan lagi untuk memilih para anggota
Konstituante38
. Hasilnya PKI kokoh di urutan empat dengan jumlah suara sebanyak
6.232.512 suara, dan berhak atas 80 kursi dalam Konstituante.39
Hasil pemilu
membuktikan bahwa, PKI mampu meraih simpati dari masyarakat luas. Dengan
demikian, Aidit telah berhasil menjadikan PKI sebagai partai populer, khususnya di
pulau Jawa. Pencapaian PKI berada di urutan empat dalam pemilu, menuai
kecurigaan dari PNI sebagai partner terdekatnya dalam front nasional, khususnya PNI
di wilayah yang perolehan suaranya kalah dengan PKI.
34
DPRS merupakan salah satu lembaga legislatif Republik Indonesia, yang bertugas membuat
Undang-Undang bersama lembaga eksekutif (perdana menteri/presiden). 35
Ibid, h. 83. 36
Wawancara pribadi dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011. 37
Pada saat itu, pemilu diikuti oleh 29 peserta yang terdiri dari partai politik dan individu. PNI
keluar sebagai peraih jumlah suara tertinggi, sebanyak 8.434.653 (22,4%) suara. MASYUMI (Majelis
Syuro Muslimin Indonesia) berada di urutan dua setelah PNI dengan jumlah suara sebanyak 7.904.886
(20,9%) suara. NU (Nahdatul Ulama) berada di urutan tiga dengan jumlah suara sebanyak 6.955.141
(18,4%) suara. Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 83. 38
Konstituante merupakan lembaga yang bertugas merumuskan Undang-Undang Dasar
(konstitusi) Republik Indonesia (RI). 39
Ibid, h. 85. Pemilu untuk memilih anggota-anggota Konstituante, diikuti oleh peserta yang
sama. Hasilnya tidak jauh berbeda dengan pemilu untuk memilih anggota-anggota DPRS. Perbedaan
hanya pada jumlah suara tiap partai yang mengalami penambahan. PNI masih kokoh di urutan pertama
dengan jumlah suara sebanyak, 9.070.218 suara. MASYUMI bertahan di urutan dua dengan jumlah
suara sebanyak, 7.789.619 suara. NU juga masih bertahan di urutan tiga dengan jumlah suara sebanyak
6.988.333 suara.
46
Ketua PNI Jawa Tengah, Hadi Subeno “menyalahkan” kebijakan PNI pusat,
yang sepakat untuk masuk dalam front nasional. Ketua PNI Jawa Tengah curiga,
bahwa PKI telah melakukan infiltrasi ke wilayahnya, yang sudah dianggap sebagai
basis bagi PNI.40
Kekecewaan tidak hanya datang dari Jawa Tengah, tetapi juga dari
daerah lain, misalnya Jawa Barat.
Ketua PNI Jawa Barat, Budi Sumawidjaja berpendapat bahwa, PNI dan PKI
berbeda secara prinsipil. PNI menganut ajaran yang bersumber pada “historis
paralelisme”, yang mengakui adanya dua tenaga dan dua sifat penggerak, yaitu
jasmani dan rohani, serta mengakui adanya alam dunia dan alam akhirat. Lebih
jelasnya, PNI mengakui adanya Ketuhanan Yang Maha Esa.41
PNI juga tidak bersumber pada perjuangan kelas. Sedangkan, sebagian kader
PNI menganggap bahwa, PKI tidak mengakui adanya Tuhan, dan menganut ajaran
yang berdasar pada perjuangan kelas dalam dialektik serta “matrealisme historis”.42
Banyaknya suara yang berhasil didapat PKI dalam pemilu tahun 1955, tidak terlepas
dari program-program PKI yang mengusung isu-isu populer, termasuk pengembalian
Irian Barat dari Penjajah Belanda kepada RI, serta perbaikan nasib bagi para buruh
dan kaum tani.43
Banyaknya simpati masyarakat terhadap PKI, juga menimbulkan ketakutan
pada partai-partai lain, khususnya partai-partai yang lebih unggul dari PKI dalam
pemilu tahun 1955. Seorang tokoh NU Jawa Timur, H. Mohammad Saleh menyatakan
40
Ibid, h. 85. Ketua PNI Jawa Tengah pada saat itu, Hadisubeno samapai menyatakan
“hubungan PNI dengan PKI tidak akan bisa baik lagi.” 41
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 85-86. 42
Ibid, h. 86. Matrealisme historis merupakan ajaran Marx yang menyatakan bahwa, sejarah
ditentukan oleh faktor-faktor produksi. 43
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 79-80.
47
bahwa, “...kemenangan PKI berkat bantuan moril Bung Karno”.44
Bung Karno juga
terus diprovokasi agar berpikir kembali tentang kerjasamanya dengan PKI, dengan
cara mengembar-gemborkan peristiwa Madiun 1948, yang dianggap sebagai sebuah
penghianatan PKI terhadap RI.45
C. Kemenangan Remo (PKI Berubah Haluan)
Kemenangan remo sudah terlihat pada akhir sidang Sidang Pleno CC 6
Oktober 1953, yang mensahkan keputusan untuk berkoalisi permanen dengan partai-
partai penentang pemberontakan Madiun, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
bahwa PKI telah menempuh pemilu sebagai tujuan akhir dalam perjuangan. “Manifes
Pemilu” memang sudah dikoreksi, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Tetapi,
koreksi tidak diikuti dengan benar.46
Ini terbukti pada pergerakan PKI yang terus
bergantung kepada pemerintahan yang dipimpin oleh orang di luar partai (PKI).47
Sehingga, PKI tidak mempunyai kepemimpinan yang kuat sebagai partai pelopor.48
Kemenangan remo juga telah terlihat sejak Sidang Pleno CC PKI 6 Oktober
1953, di mana gagasan-gagasan Aidit yang menggunakan cara-cara kompromistis
dengan musuh-musuh PKI, mendapat dukungan dari mayoritas kader PKI,
sebagaiamana telah dijelaskan sebelumnya.
44
Ibid, h. 86. 45
Ibid. 46
Para kader cenderung asik melakukan perjuangan dalam parlemen, lupa tugas-tugas pokok
revolusi, salah satunya penggalangan masa. Politbiro CC PKI, Pledoi Sudisman: Politbiro CC PKI
Djawa Tengah: September 1966, h. 5-6, t.t. 47
Lihat halaman 44 dan 52. 48
Ibid, h. 33.
48
Sebagai akibat dari keberadaan PKI di posisi keempat dalam pemilu, pada 16
Maret 1956 Bung Karno menugaskan Ali Sastroamidjojo49
kembali untuk menyusun
kabinet, dengan melibatkan PKI di dalam kabinetnya.50
Ternyata Ali Sastroamidjojo
tidak berhasil melibatkan PKI dalam kabinet, sehingga PKI tetap berada dalam jalur
oposisi.51
Pada Februari 1958, Aidit ke Moskow untuk menghadiri Kongres PKUS
(Partai Komunis Uni Soviet). Dalam kongres ini, Kruschev sebagai pimpinan PKUS
mengemukakan perbedaan pendapat antara Tiongkok dan Uni Soviet. Uni Soviet
memprediksi akan ada perang nuklir yang sangat dahsyat.52
Oleh sebab itu, dalam
mennghindari perang nuklir tersebut, Uni Soviet mengidealkan suatu persemakmuran
komunis yang dipimpin Uni Soviet.53
Sedangkan, Tiongkok menilai bahwa, perang nuklir seharusnya dihadapi,
bukan dihindari. Oleh sebab itu, Tiongkok menyatakan bahwa strategi yang diambil
Uni Soviet sebagai strategi takut, dan menyimpang dari Marxisme-Leninisme.54
Konflik ini memperkeruh hubungan Tiongkok dan Uni Soviet, setelah sebelumnya
mereka berbeda pendapat tentang keterlibatan kaum tani menjadi salah satu elemen
penting dalam revolusi setelah kaum buruh. Sedangkan, PKI tetap berhubungan baik
49
Ali Sastroamidjojo merupakan anggota PNI pada saat itu. Sebelumnya Ali Sastroamidjojo
pernah menjabat sebagai perdana menteri pada 30 Juli 1953 sampai 11 Agustus 1955. Lihat Wikipedia
Ensiklopedia Bebas, “Ali Sastroamidjojo”, artikel diakses pada 5 Desember 2011 dari http://id.
wikipedia.org/wiki/Ali_Sastroamidjojo 50
Ali Sastroamidjojo menggantikan Burhanuddin Harahap sebagai perdana menteri, karena
Burhanuddin Harahap mendapat perlawanan dari PNI dan PKI. Lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin,
h. 86-87. 51
Ibid, h. 87. Kegagalan Ali Sastroamidjojo memasukkan PKI dalam komposisi kabinetnya,
disebabkan penolakan oleh Masyumi dan NU. Setelah melihat hasil akhir pemilu pertama pada 1955,
Bung Karno terus menerus menyerukan agar kabinet dapat diisi keempat partai besar dalam pemilu
1955 (PNI, MASYUMI, NU, dan PKI) sebagai pola front nasional. Tetapi, gagasan Bung Karno
tersebut, selalu mendapat penolakan dari MASYUMI dan NU, karena perbedaan ideologi. Terutama
dengan PKI yang dianggap tidak percaya dengan adanya Tuhan. 52
Ibid, h. 101 53
Ibid. 54
Ibid.
49
dengan Uni Soviet, meskipun lebih dekat dengan Tiongkok, karena kesamaan kultur
yang bersifat agraris dengan Tiongkok, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pada 22 Februari 1958, Presiden Soekarno menyatakan, ingin membentuk
Kabinet Gotong Royong dan Dewan Nasional, yang terdiri dari seluruh elemen
bangsa, termasuk PKI.55
Tentang keterlibatan PKI dalam kabinet, Presiden Soekarno
mengungkapkan, “Apakah kita bisa mengesampingkan partai yang memenangkan
enam juta suara dalam pemilihan umum?”56
Usulan Presiden Soekarno tentang
partisipasi PKI dalam kabinet mendapat kritik dari Hatta. Hatta menyatakan,
bagaimana bisa PKI yang pernah mengkhianati perjuangan bangsa dan negara
dilibatkan dalam kabinet?57
Sementara itu, Politbiro CC PKI menyatakan secara resmi bahwa, gagasan
Bung Karno yang melibatkan PKI dalam kabinet merupakan, “Senjata baru dalam
perjuangan untuk merealisasi cita-cita Revolusi Agustus 1945.”58
Dengan demikian
PKI semakin mempertegas posisinya, yang selalu dekat dengan Presiden Soekarno.
Pada 22 Juni 1958, pemilu kembali digelar, kali ini pemilu diadakan untuk memilih
wakil-wakil dalam DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)59
Jakarta.
Hasilnya sangat mengejutkan, PKI berada di posisi kedua dengan perolehan
137.305 suara.60
Selanjutnya, pada 17 Juli 1958 pemilu digelar kembali untuk
pemilihan wakil-wakil dalam DPRD Jawa Tengah. Hasilnya, PKI dapat menempati
55
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 90. 56
Ibid. Setelah itu, Bung Karno menambahkan, “Aku berikan padamu suatu perdamaian
nasional.” 57
Kritik yang dilontarkan Hatta kepada Bung Karno mendapat dukungan dari MASYUMI dan
NU. Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 90. 58
Ibid, h. 91. 59
DPRD merupakan lembaga legislatif daerah, yang bertugas membuat pertaruan-peraturan
daerah (perda). 60
Ibid. Hasil pemilu DPRD Jakarta pada 22 Juni 1958, yaitu: MASYUMI memperoleh
153.709 suara, PNI memperoleh 124.955 suara, dan NU memperoleh 104.892 suara.
50
posisi teratas dengan jumlah suara sebanyak 2.706.893 suara.61
Di Jawa Timur, PKI
kembali menempati posisi kedua, dalam pemilu untuk memilih wakil-wakil DPRD
dengan perolehan 2.274.523 suara.62
PKI menempati posisi yang sama, dalam pemilu
untuk memilih wakil-wakil DPRD Jawa Barat, dengan perolehan 1.087.289.63
Berdasarkan perolehan suara dalam pemilu DPRD, khususnya di Jawa, dapat
dikatakan bahwa PKI telah mengukuhkan dirinya sebagai salah satu partai besar di
Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh besar Bung Karno, yang sangat dekat
dengan PKI.64
Bahkan sejak PKI mendapat simpati dari masyarakat luas, Bung Karno
semakin bergerak ke arah “kiri”. Bung Karno mempertegas gagasan yang ia buat, saat
masa mudanya, “Yaitu pengalaman semua kekuatan progresif revolusioner menuju
sosialisme Indonesia”.65
Pada 20 Februari 1959, Presiden Soekarno menyatakan, Republik Indonesia
akan kembali pada UUD (Undang-Undang Dasar) 1945, karena Konstituante
dianggap gagal menyusun konstitusi baru.66
Dengan demikian, sistem pemerintahan
RI kembali kepada sistem presidensial, menggantikan sistem sebelumnya, sistem
parlementer. Berdasarkan sistem presidensial, presiden berhak penuh atas penyusunan
kabinet. Sedangkan, parlemen (DPRS dan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat
sementara)) berfungsi sebagai check and balance bagi presiden, tidak lagi dominan
dalam penyusunan kabinet.
61
Hasil selengkapnya lihat Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 91. 62
Ibid. 63
Ibid. 64
Ibid. 65
Ibid, h. 99. 66
Ibid, h. 101-102. Pernyataan Bung Karno diteruskan dengan dekrit yang ia keluarkan pada 5
Juli 1959, menyatakan pembubaran Konstituante, kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS
(Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).
Lihat Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Majelis Permusyawaratan Rakyat”, artikel diakses pada 7
Desember 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/MPR_RI
51
Setelah Presiden Soekarno sebagai mengeluarkan dekrit, Pada 30 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengangkat angota-anggota DPAS (Dewan Pertimbangan Agung
Sementara)67
. Dalam pengangkatan tersebut, PKI sukses menempatkan Aidit, Njoto,
dan dua anggota lainnya.68
Di tahun yang sama pada 22 Agustus, Kongres Nasional PKI ke VI diadakan.
Pada saat kongres berlangsung ada perdebatan antar anggota CC. Pada saat itu, jajaran
pimpinan CC, Aidit (ketua), Lukman (wakil ketua), dan Njoto (wakil ketua)
menyatakan sikap, mendukung Presiden Soekarno sebagai pemimpin besar revolusi.69
Pernyataan sikap tersebut sempat ditolak oleh beberapa anggota CC. Salah satu
anggota CC yang menentang yaitu Siswojo70
. Namun, para anggota yang menolak
tidak mampu mengalahkan anggota-anggota lain yang mayoritas menerima.71
Dalam Kongres Nasional PKI ke VI, Aidit menggagas teori baru yang
dinamakan “Teori Dua Aspek”. Teori ini menyatakan bahwa, dalam kekuasaan suatu
negara, ada aspek pro-rakyat dan aspek anti-rakyat. Apabila negara sedang dipimpin
oleh seorang yang berpihak kepada rakyat, maka jangan diruntuhkan, walaupun orang
yang memimpin negara tersebut bukan komunis, inilah yang disebut aspek pro-
67
Jumlah keseluruhan anggota DPAS yaitu, 46 orang. Orang-orang MURBA juga mendapat
jatah dalam DPAS, diantaranya, Adam Malik dan Iwa Kusumasumantri. Lihat juga Soerojo, Siapa
Menabur Angin, h. 102. 68
Ibid. 69
Wawancara pribadi dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011.
Pemberian gelar “pemimpin besar revolusi”, pada awalnya dicetuskan oleh Chaerul Saleh, yang
merupakan tokoh MURBA. 70
Siswojo merupakan anggota CC PKI, dilantik ketika Kongres Nasional PKI ke V. Lihat
Soerojo, Siapa Menabur Angin, h. 64. 71
Pada saat itu, para anggota CC yang menolak Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi
beranggapan bahwa, Bung Karno tidak berideologi komunis, dan tidak mungkin ditertibkan oleh partai
(PKI), karena Bung Karno bukan anggota partai (PKI). Sedangkan, yang menerima beranggapan
bahwa selama ini, PKI berhasil menjadi besar berkat pengaruh Bung Karno. Wawancara pribadi
dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011.
52
rakyat.72
Sedangkan aspek anti-rakyat menyatakan sebaliknya, apabila negara
dipimpin oleh seorang yang menindas rakyat, maka harus diruntuhkan.
Teori tersebut menuai perdebatan dikalangan internal PKI, tetapi dalam
Kongres Nasional PKI ke VI, teori ini belum disahkan.73
Kongres Nasional PKI ke VI
mensahkan konstitusi partai (PKI) yang menyatakan bahwa, sistem demokrasi
kerakyatan sebagai sistem peralihan menuju masyarakat komunis di Indonesia
menggunakan jalan damai, melalui parlemen.74
Konstitusi partai (PKI) juga
menetapkan sikap mendukung Bung Karno sebagai pemimpin besar revolusi.75
Sejak PKI menggunakan parlemen sebagai media perjuangan, para kader tidak
lagi berorientasi pada penggalangan masa. Bahkan sebagian kader menjadikan jabatan
di parlemen menjadi cita-cita.76
Inilah yang menyebabkan PKI dianggap sudah tidak
lagi dikuasai Marxisme-Leninisme, dan menjadi remo sepenuhnya ketika Kongres
Nasional PKI ke VI, menyatakan jalan damai untuk meraih demokrasi kerakyatan.
72
Ibid. 73
Ibid. Teori dua aspek baru disahkan pada saat Kongres Nasional PKI ke VII pada 25-30
April 1962, setelah teori tersebut.menjadi tesis Aidit, dan mendapat penghargaan Doktor Honoris
Causa dari Akademi Ilmu Sosial Peking. 74
Politbiro CC PKI, Pledoi Sudisman: Politbiro CC PKI, h. 6, t.t. 75
Wawancara pribadi dengan anggota CC-PKI, Esempe (samaran), Jakarta 22 Juli 2011. 76
Ibid..
53
BAB V
KESIMPULAN
Setelah menjelaskan peristiwa-peristiwa konflik ideologi dalam tubuh PKI,
maka dapat disimpulkan bahwa, Remo (revisionisme modern) masuk ke dalam PKI
(Partai Komunis Indonesia) melalui gagasan yang dilontarkan Aidit, sejak Sidang
Pleno CC 7 Januari 1951. Gagasan-gagasan Aidit yang dimaksud yaitu, koalisi
permanen dengan lawan politik, MURBA dan PSI. Selain itu, strategi mengidentikkan
PKI dengan Bung Karno, yang dilontarkan Alimin pada perayaan HUT (Hari Ulang
Tahun) PKI 1952, juga menjadi awal masuknya remo ke dalam PKI.
Konflik antar elit PKI terjadi, karena perbedaan ideologi. Sejak revisionisme
modern masuk, ideologi para elit PKI terpecah menjadi dua kelompok, yaitu:
Kelompok Marxsis-Leninis dan Kelompok Revisionis Modern (Remo). Kelompok
yang berhasil “menang” dalam konflik tersebut, adalah Kelompok Remo dengan Aidit
sebagai pemimpinnya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Konflik ideologi di kalangan internal PKI, antara Marxis-Leninis dengan remo
yang dimenangkan remo, mempunyai dampak yang sangat besar bagi perkembangan
PKI. Salah satu dampak yang paling mudah diketahui, adalah bergesernya ideologi
PKI dari Marxisme-Leninisme menjadi remo. Perjuangan revolusi untuk mendirikan
negara komunis di Indonesia sudah terlupakan, sejak berakhirnya Kongres Nasional
PKI ke VI, sebagaiaman telah dijelaskan sebelumnya.
Ketergantungan terhadap tokoh yang berbeda ideologi, membuat PKI
kehilangan orientasi ideologi aslinya, Marxisme-Leninisme (komunisme). Lemahnya
panguasaan pengetahuan tentang ideologi Marxisme-Leninisme oleh para kader PKI,
dan langkah-langkah oportunis yang diambil pimpinan partai (PKI), untuk
54
menjadikan PKI sebagai partai yang populer, juga turut andil dalam perubahan haluan
partai.
Tetapi secara organisasi, PKI dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1959,
tidak mengalami perpecahan. Para anggota-anggota PKI, sangat disiplin dalam
mematuhi kebijakan-kebijakan partai (PKI), yang telah diputuskan secara mufakat
baik melalui Sidang Pleno CC, maupun melalui kongres nasional. Meskipun,
kebijakan-kebijakan yang telah disahkan bertentangan dengan pendapat-pendapat
pribadi anggota, baik yang bersifat teknis, maupun ideologis.
Selama PKI berdiri kembali, setelah peristiwa Madiun 1948, khususnya
periode tahun 1951 sampai tahun 1959, konflik-konflik internal hanya terjadi di
tingkat pemikiran, tidak sampai tahap memisahkan diri atau keluar dari keanggotaan
tetap. Perkembangan remo terus bergulir hingga terjadi peristiwa Gerakan 30
September 1965 (G-30 S). Peristiwa G-30 S telah meluluh-lantakkan PKI. Presiden
Soekarno yang pada saat itu tidak dapat mengendalikan keadaan, kehilangan jabatan
sebagai presiden RI.
Setelah peristiwa G-30 S, MPRS mengeluarkan ketetapan Nomor
XXV/MPRS/1966 tentang: pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang
di Republik Indonesia untuk PKI, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan
atau mengembangkan ideologi Marxisme-Leninisme (komunisme). Sampai saat ini,
ketetapan MPRS tersebut, masih berlaku. Dengan demikian, komunisme dalam
politik praktis di Indonesia, sudah tidak ada. Namun, ajaran-ajaran komunisme pada
zaman reformasi, masih menjadi kajian dalam institusi pendidikan.
Sedangkan ajaran-ajaran remo lebih banyak berkembang, dalam politik praktis
di Indonesia. Meskipun, masyarakat Indonesia tidak banyak yang mengetahui tentang
55
remo. Ajaran-ajaran revisionisme modern, memang mempunyai kesamaan dengan
sistem demokrasi yang sekarang digunakan di Indonesia. Misalnya, demokrasi
mengajarkan bahwa, parlemen merupakan tempat terakhir memperjuangkan aspirasi
masyarakat, melalui perwakilan-perwakilan yang telah dipilih dalam proses pemilu.
Inilah yang menjadi salah satu kesamaan ajaran yang terdapat juga dalam remo.
Remo juga memberi ruang, kepada sistem demokrasi untuk berkembang pesat
di Indonesia, karena ajaran-ajarannya yang begitu terbuka. Misalnya, penyelesaian
konflik antara kaum proletar dan kaum borjuis diselesaikan secara damai, tidak perlu
sampai revolusi, tetapi cukup dengan demonstrasi-demonstrasi damai, sebagaiamana
telah dijelaskan pada Bab II skripsi ini. Jadi, dampak kemenangan remo terhadap
dinamika perpolitikan Indonesia, yaitu berkembangnya sistem demokrasi di Indonesia
baik secara langsung maupun tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Aidit, Murad. Aidit Sang Legenda. Jakarta: Penta Rei, 2005.
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1977.
Dahrendorf, Ralf. Konflik dan konflik Dalam Masyarakat Industri: Sebuah Analisis
Kritik. Jakarta: Rajawali, 1986.
Darmawan, Rus. Inkonsistensi Gerakan Radikal Kiri: Praktik Politik Kaum Komunis
di Indonesia. Bantul: Kreasi Wacana, 2011.
Darsono P. Karl Marx: Ekonomi Politik dan Aksi Revolusi. Jakarta: Diadit Media,
2006.
Dhyatmika, Wahyu dkk. Seri Buku Tempo Musso: Si Merah di Simpang Republik.
Jakarta: KPG, 2011.
Duverger, Maurice. Sosiologi Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Easten, David. Kerangka Kerja Analisa Sistem Politik. Jakarta: PT. Bina Aksara,
1984.
Engels, Frederick. Dialektika Alam. Jakarta: Hasta Mitra, 2005.
---------------------. Anti Duhring. Jakarta-Bandung: Hasta Mitra-Ultimus, 2005.
Firmanzah. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Fromm, Erich. Konsep Manusia Menurut Marx. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Hikmah, Nor. H.M. Misbach: Kisah Haji Merah. Jakarta: Komunitas Bambu, 2008.
Isre, M. Shaleh. ed. The Little Red Book: Leadership Secret of Mao Tse-Tung.
Penerjemah A. Rachmatullah, Depok: Oncor Semesta Ilmu, 2010.
Kahin, George McTurnan. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik: Nasionalisme
dan Revolusi Di Indonesia. Solo: UNS Press dan Pustaka Sinar Harapan,
1995.
Lenin, W.I. Negara dan Revolusi. Jakarta: Jajasan Pembaruan, 1961.
Magnis-Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke
Permasalahan Revisionisme. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama,
1999.
Manggut, Wenseslaus, dkk., ed. Seri Buku Tempo: Aidit Dua Wajah Dipa Nusantara
Jakarta: KPG, 2010.
56
57
Marx, Karl. Kapital Buku II: Proses Sirkulasi Kapital. Jakarta-Bandung: Hasta Mitra-
Ultimus & Institute For Global Justice, 2006.
---------------. Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politik Buku III: Proses Produksi
Kapitalis Secara Menyeluruh Jakarta-Bandung: Hasta Mitra-Ultimus-Institute
For Global Justice, 2007.
Matanasi, Petrik. Pemberontak Tak (Selalu) Salah: Seratus Pembangkangan Di
Nusantara. Yogyakarta: I:Buku, 2009.
McLelland, David. Ideologi Tanpa Akhir. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
McVey, Ruth T. Kemunculan Komunisme Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu,
2010.
Musso. Jalan Baru Untuk Republik Indonesia: Rencana Resolusi Polit-Biro untuk
Dimajukan pada Kongres ke-V dari Partai Komunis Indonesia. Disetujui oleh
Konperensi PKI pada tanggal 26 dan 27 1948. Cetakan ke VII, Jakarta:
Jajasan Pembaruan, 1953.
Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi Tesis, dan Disertasi.
Jakarta: CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nasbi, Hasan. Filosofi Negara Menurut Tan Malaka. Jakarta: LPPM Tan Malaka,
2004.
Njoto. Marxisme Ilmu dan Amalnya. Cetakan Kedua, Jakarta: Teplok Press, 2003
Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1992.
Press, Foreign Languages. Leninism and Modern Revisionism. Peking: Foreign
Languages Press, 1963.
Riza, Budi dkk. Seri Buku Tempo: Njoto Peniup Saksofon Di Tengah Prahara.
Jakarta: KPG, 2010.
Rodee, Carlton Clymer dkk. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2005.
Shiraishi, Takashi. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912-1926.
Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997.
Soerojo, Soegiarso. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai: G30S/PKI dan Peran
Bung Karno. Jakarta: C.V. Sri Murni, 1988.
58
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran
Negara Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001.
Trotsky, Leon. Revolusi yang Dikhianati: Sebab-sebab Kebangkrutan Uni Soviet.
Yogyakarta: Resist Book, 2010
Tjokroaminoto, HOS. Islam dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy, 2008.
Yuliantri, Rhoma Dwi Aria dan Dahlan, Muhidin M. Lekra Tak Membakar Buku.
Yogyakarta: Merakesumba, 2008.
Website:
Blog Proletar, “Tentang Imperialisme,” artikel diakses pada 13 Januari 2011 dari
http://blogproletar.blogspot.com/2010/06/tentang-imperialisme.html
Scribd, “Pengertian dan Fungsi Ideologi”, artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari
http://www.scribd.com/doc/24582045/Pengertian-dan-Fungsi-Ideologi
Shvoong.com The Global Source for Summeries & Reviews, “Pengertian Ideologi” ,
artikel diakses pada 24 Februari 2011 dari http://id.shvoong.com/society-and-
news/news-items/2005723-pengertian-ideologi/
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Abdul Haris Nasution”, artikel diakses pada 15 Juni
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution
Wikipedia The Free Encyclopedia, “Burhanuddin Harahap”, artikel diakses pada 5
Desember 2011 dari http://en.wikipedia.org/wiki/Burhanuddin_Harahap
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Castroisme”, artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Castroisme
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Friedrich Engels”, artikel diakses pada 3 Maret 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Georg Wilhelm Friedrich Hegel”, artikel diakses
pada 21 Januari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Hegel
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Gatot Soebroto”, artikel diakses pada 15 Juni 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gatot_Soebroto
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Henk Sneevliet” artikel diakses pada 26 Mei 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Henk_Sneevliet
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 28 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
59
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Ideologi”, artikel diakses pada 2 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Josip Broz Tito”, artikel diakses pada 18 Mei 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Josip_Broz_Tito
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Josef Stalin”, artikel diakses pada 21 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/JosephStalin
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Konflik”, artikel diakses pada 18 Februari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Leon Trotsky”, artikel diakses pada 20 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/LeonTrotsky
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Maoisme”, diakses pada 3 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Maoisme
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Mao Zedong”, artikel diakses pada 20 Januari 2011
dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mao_Zedong
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Mohammad Hatta”, artikel diakses pada 5 Desember
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “M.H. Lukman”, artikel diakses pada 7 Desember
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/M.H._Lukman
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Nikita Khrushchev” artikel diakses pada 22 Januari
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nikita_Khrushchev
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Partai Nasional Indonesia” artikel diakses pada 29
November 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Nasional_Indonesia
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Pembela Tanah Air”, artikel diakses pada 15 Juni
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/PETA
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Perjanjian Renville”, artikel diakses pada 14 Juni
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Renville
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Politbiro”, artikel diakses pada 16 Januari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Politbiro
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Semaun”, artikel diakses pada 6 Juni 2011, dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Semaun
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Stalinisme” artikel diakses pada 3 Maret 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Stalinisme
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Tiongkok”, artikel diakses pada 24 Januari 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok
60
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel” artikel
diakses pada 26 Mei 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Vereniging_van_
Spoor-en_Tramwegpersoneel
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Vladimir Lenin”, artikel diakses pada 20 Januari
2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/VladimirLenin
Wikipedia Ensiklopedia Bebas, “Wikana”, artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikana
Transkrip Wawancara Dengan Anggota Politbiro PKI Tahun 1964, Rewang
Tentang Konflik Internal PKI Tahun 1951-1959
Lendy: Kalo boleh tau, bapak lahir kapan pak?
Rewang: 28, kalo bulan-bulan dan tanggalnya itu tidak tercatatkan tapi tahunnya ‟28.
Lendy: 1928?
Rewang: kalo menurut aturan sekarang, kalo tidak tau tanggal dan bulannya, itu
dihitung 31 Desember. Jadi dalam KTP saya ditulis 31 desember tahun 1928. itu
aturan pemerintah Orde Baru. Kalo anak yang lahir tidak tau persis tanggal dan
bulannya, itu ditulis dalam KTPnya, 31 Desember tahun berapa.., gitu.
Lendy: sebelum bergabung dengan partai, PKI, apa kegiatan bapak?
Rewang: Saya sebelum bergabung sama PKI itu, kegiatan saya bekerja untuk
kepentingan hidup. Itu wajib zaman Jepang.
Lendy: Itu sebagai apa itu pak?
Rewang: Sebagai pengrajin. Saya jadi pengrajin kayu-kayu sawo. Kayu sawo kecil
namanya. Dulu ada kayu-kayu itu kan sawo, pohonnya bagus-bagus. Kayunya itu
bagus, maka pada zaman Jepang, kayu sawo itu dibikin sisir, Jungkat. Karena
produksi sisir dari plastik belum ada. orang di daerah sekitar saya itu, mengusahakan
kerajinan dari kayu sawo itu ada yang dibikin...apa? Irus, Irus itu bahasa Jawa yah.
Bahasa Indonesianya, Sendok Sayur.
Lendy: Terus Bapak mulai bergabung dengan Partai, itu pada usia berapa atau sedang
sekolah tingkat apa waktu itu?
Rewang: Saya bergabung itu pada waktu awal revolusi.
Lendy: Awal Revolusi. Tepatnya tanggal berapa atau bapak sedang di usia berapa
tahun?
Rewang: Usia saya kira-kira antara 17-18. waktu jaman revolusi itu, saya masuk apa
yang dinamakan polisi bantuan. Polisi batuan itu artinya suatu organisasi yang
membantu pekerjaan polisi. pekerjaan polisi pada waktu itu, misalnya menjaga
bangunan-bangunan yang diperlukan. Lalu menjaga bekas tawanan Jepang, orang-
orang Eropa yang ditawan Jepang yang oleh PBB itu dilindungi dan dijadikan di
bawah pengawasan PBB. Itu nanti rencananya dipulangkan ke negeri masing-masing.
Itu ada orang Jerman dan macem-macem. Saya sebagai polisi bantuan diberi tugas
menjaga daerah itu, lalu menjaga stasiun-stasiun kreta api. Waktu itu misalnya kereta
api dari Semarang. Semarang kan daerah yang disusupi Belanda. Baru kereta api
masuk Solo itu penumpangnya diperiksa.
Lendy: Itu pas bapak remaja yah?
Rewang: Yah.
Lendy: Itu pada tahun berapa si pak tepatnya?
Rewang: Tahun 1946. pada waktu itu, saya tau orang pasang plakat atau spanduk yah,
menunjukkan bahwa PKI menerima pendaftaran anggota-anggota yang mau masuk
PKI. Lalu partai propaganda PKI itu sekarang di dunia sudah ada Partai Komunis
yang menguasai negara, Soviet, Soviet Rusia.
Lendy: Terus bapak bergabung, pada saat itu partai sedang dipimpin oleh siapa?
Rewang: Waktu itu ada keruwetan. Masih ada keruwetan dalam PKI. Karena PKI
berada dalam kedudukan di bawah tanah. PKI itu waktu jaman Jepang kan di bawah
tanah dan pimpinannya ditangkapi oleh Jepang. Pimpinan tertingginya namanya
Pamudji. Pamudji ditangkap dihukum mati. Terus seorang pimpinannya lagi Amir
Syarifuddin. Itu juga ditangkap dan diputus hukuman mati juga. Tapi oleh bung
61
62
Karno, hukuman mati itu diusulkan supaya dikurangi jadi seumur hidup. PKI waktu
itu juga pimpinan mereka, Pamudji, Amir Syarifuddin masih ada lagi yg lainnya. Tapi
yang ditangkep dijatuhi hukuman mati dua orang itu. Dan kemudian untuk Pamudji
dilaksanakan, untuk Amir ditangguhkan diubah menjadi seumur-hidup. Tapi saya se-
belum proklamasi kemerdekaan, saya sudah menaruh simpati pada PKI. Mulanya be-
gini, waktu Jepang mau masuk, saya masih berada di sekolah lanjutan, sekolah lanju-
tan pertama. Kalo sekarang SMP. Pada waktu berada di sekolah lanjutan ini, saya
mendapat pelajaran sejarah, sejarah Hindia Belanda namanya. Dalam sejarah Hindia
Belanda itu dikemukakan peristiwa pemberontakan PKI tahun 1926. Pokoknya PKI
dijelek-jelekan oleh buku pelajaran sejarah itu. Buku itu saya bawa pulang. Saya tun-
jukkan pada Bapa‟ saya. Saya tunjukkan ini, saya mendapat pelajaran dari sekolah ini.
bapa‟ saya bilang, PKI tidak jahat begitu. Orang-orang komunis itu tidak jahat seperti
diceritakan dalam buku sejarah itu. Lalu bapa saya cerita kalo pa‟de saya, jadi kakak-
nya bapak saya itu, pada waktu pemberontakkan ‟26 itu, dituduh juga menjadi pengi-
kut pemberontak, ikut pemberontakkan. Dia ditahan tapi cuman sebentar karena tidak
terbukti keterlibatannya itu. Karena bapa‟ saya cerita tentang pa‟de saya itu saya lalu
tertarik. Jadi saya tidak percaya kepada pelajaran sejarah itu. Itu suatu peristiwa yang
mulai saya berkenalan dengan nama PKI. Lalu Jepang masuk. Perang Dunia II sudah
masuk. Itu menimbulkan kesengsaraan besar terhadap penduduk termasuk keluarga
saya. Ayah saya itu buruh. Ibu saya itu pekerja di rumah. Dia pengusaha kecil, mem-
batik. Dia beli bahnnya sendiri, kainnya sendiri nanti terus selesai dijual. Jadi bukan
buruh. Dalam waktu itu, perusahaan ayah saya bangkrut. Dia menjadi penganggur.
Ibu saya cuman tenaganya itu, tidak mampu lagi membayar sekolah saya. Jadi saya
harus Drop Out dari sekolah. Itu jaman Jepang. Lalu sebentar Jepang menduduki
Indonesia itu, melakukan gerakan-gerakan tadi penangkapan terhadap orang-orang
komunis. Saya lalu punya pengalaman, dulu jaman Belanda orang-orang komunis itu
dinyatakan orang yang jelek-jelek, memberontak. ini jaman Jepang lalu ditangkepin,
dimusuhin. Ini artinya ada dua penguasa asing yang semuanya menuduh komunis itu
jahat. Nah itu saya mulai tanggap, ini penguasa asing baik Belanda maupun Jepang,
ko‟ menempatkan orang-orang PKI sebagai musuh utama dan mereka ditangkapi?
Nah ini pikiran saya menjadi terbuka, kalo begitu orang komunis, musuhnya penguasa
asing.
Lendy: Bapak bergabung pertama kali di partai itu, posisinya apa pak?
Rewang: Anggota biasa, calon anggota. Waktu itu ada ceritanya begini, PKI yang
sesungguhnya itu tidak dilegalkan. Jadi PKI tetap dipertahankan kedudukannya
sebagai partai ilegal pada jaman Jepang itu. Lalu ada sekelompok orang yang dikejar,
Mr. Yusuf, S.H. bersama Mr. Soeprapto, S.H. itu memproklamasikan adanya PKI,
bukan berdirinya PKI. PKI dilegalkan oleh dua tokoh ini. ya saya mendaftarkan pada
partai yang ini yang diproklamasikan oleh Mr. Yusuf dan Mr. Soeprapto itu. Jadi
bukan kepada partai yang ilegal. Partai yang sesungguhnya masih ilegal.
Lendy: Berarti ada dua partai dong pak, antara PKI yang ilegal dan yang legal?
Rewang: Iya. Yang membuka pedaftaran itu yang legal ini. Mr. Yusuf itu.
Lendy: Diantara dua partai itu, apa ideologinya sama? atau berbeda pak?
Rewang: Sama.
Lendy: Cuman yang ini ga sabar aja gitu yah pak?
Rewang: Heemm...tapi kemudian nanti ada koreksi. Ada pelurusan. Belum lama dari
berdirinya PKI Mr. Yusuf itu, mereka mengadakan konferensi di Cirebon tahun ‟46.
dalam konferensi ada peristiwa bentrok dengan tentara. Waktu konferensi itu PKI
63
membawa laskar. PKI itu yang diproklamasikan, yang dilegalkan itu, membentuk
laskar merah. Pada waktu awal revolusi itu partai politik itu mempunyai tentara,
misalnya Masyumi, punya Hisbullah. PKI punya laskar Merah.
Lendy: Kalo Pesindo itu punya siapa?
Rewang: Pesindo itu suatu kelompok pemuda yah, pemuda menamakan dirinya
pemuda sosialis Indonesia. Mereka juga punya laskar dan besar laskar pesindo itu
terutama khususnya di Madiun di Jawa Timur. Kalo laskar merah itu besarnya ya di
daerah sekitar Surabaya.
Lendy: Jadi PKI itu tentaranya namanya laskar merah. Kalo pesindo itu kelompok
pemuda, dia punya laskar juga.
Rewang: kelompok pemuda yang beraliran sosialis.
Lendy: Ini apa bedanya dengan PKI misalnya?
Rewang: ya bedanya tidak semua orang pesindo itu komunis.
Lendy: Tapi ada di pesindo orang komunis?
Rewang: Ada. Misalnya, pemimpin-pemimpinnya itu orang komunis. Misalnya tokoh
dalam pesindo yang terkenal itu Wikana. Wikana itu komunis. Dan itu dia terkenal
dalam peristiwa proklamasi 17 Agustus. Terus Sudisman. Sudisman itu juga Pesindo.
Terus mau ditanya lagi? Ruslan, Ruslan Widyasastra, itu juga pesindo, itu juga
komunis.
Lendy: itu di awal-awal revolusi?
Rewang: awal revolusi.
Lendy: terus sekarang agak lompat sedikit pak langsung ke poin. Bagaiman pendapat
bapak tentang PKI Aidit?
Rewang: PKI Aidit, itu dalam Oto Kritik Politbiro (OKPB) PKI tahun 1966, itu
dinyatakan suatu grup, suatu periode pimpinan partai yang melakukan kesalahan.
Kesalahan mula-mula oportunisme kanan. Lalu kemudian kesalahan ini bertemu
dengan apa itu, penyelewengan revisionisme dalam skala dunia tahun 1956.
Lendy: Itu kira-kira dipengaruhi oleh siapa itu pak? Kalo misalkan di internal partai
atau ada yang bawa dari luar ke dalam itu?
Rewang: Bukan. Itu dalam Oto Kritik Politbiro tahun 1966, dianalisis bahwa PKI
mempunyai kelemahan ideologi yang boleh dikatakan laten. Yaitu yang disebut
subjektivisme. Akar sosial/dasar sosial subyektifisme itu produksi kecil-kecilan,
seperti: produksi pertanian, produksi pengrajin, pekerja kerajinan tangan. Itukan
produsen-produsen yang skala kecil, alatnya sederhana. Seperti kaum tani itu alatnya
kan cuman luku, garluh, bajak. Bajak itu kan alat produksi yang sederhana sekali, ga
ada mesinnya. Orang yang bekerja dengan peralatan sederhana begitu itu,
mempengaruhi cara berpikirnya. Cara berpikirnya, pada umumnya pekerja-pekerja
begitu itu sempit. Sehingga cara meninjau persoalan, pada umumnya berat sebelah.
Jadi tidak lengkap mempersoalkan semua segi yang ada pada persoalan. Dan bertitik
tolak bukan dari kenyataan objektif tapi dari kemauan. Kemauan itu sifatnya
subjektif. Subjektif itu dasarnya kemauan sendiri atau perasaan sendiri. Cara berpikir
begitu itu, sangat besar pengaruhnya. Karena di Indonesia itu masyarakatnya boleh
dikatakan masyarakat kecil-kecil. Sehingga cara berpikir Indonesia itu umumnya
subjektif. Dalam partai juga begitu. Anggota PKI itu banyak terdiri atas kaum tani,
dari produsen kecil-kecil itu. Maka cara berpikir subjektif dan berat sebelah, itu
mudah berkembang di dalam PKI. Itu sumber yang melahirkan ideologi
subjektifisme. Dasar sosialnya itu karena Indonesia produsen, negeri produsen kecil-
kecil. Beda dengan orang buruh di pabrik. Pabrik menghadapi mesin modern itu kan
64
pikiran orang terus lebih luas daripada orang yang satunya ini bekerja hanya dengan
cangkul, hanya dengan ruku. Lebih luas. Kalo misalnya bekerja dengan alat ya
meskipun masih terhitung sederhana tetapi sudah dengan mesin/motor. Itu orang kan
sudah berpikir rumit, harus memperbaiki roda, harus memompa, harus membersihkan
yang businya pikirannya beda. Sekarang orang desa, ga ada pikiran begitu, yang
dihadapi itu cuma ruku. Ruku itu ga pake mesin, ga pake apa-apa. Jadi rusak itu ya
gampang saja. mau memperbaiki gampang. Jadi tidak mendidik orang berpikir luas.
Tidak berbagai segi itu yang bisa menimbulkan pikiran subjektif. Maka subjektifisme
itu mudah tumbuh di kalangan PKI yang banyak anggotanya berasal dari produsen
kecil-kecilan. Belum jadi kelas proletar buruh. Kelas buruh proletar sudah ada yang
masuk, mereka yang memimpin (menjadi ele-men pimpinan). Tapi mayoritas anggota
masih berasal dari borjuis kecil.
Lendy: Ketika bapak bergabung dengan partai, kita balik lagi sebelumnya, itu kondisi
partai ilegal dan segala macem...
Rewang: Itu sudah legal. Karena pada tahun ‟48, seorang tokoh partai awal-awal
berdirinya PKI, pak Musso, itu kembali masuk ke Indonesia setelah dia berpuluh-
puluh tahun di Soviet. Karena dulu dia diutus oleh PKI untuk melaporkan ke Komin-
tern. Komintern itu Komunis Internasional, gabungan partai komunis sedunia. Pada
waktu PKI mau merencanakan pemberontakan tahun „26, putusan-putusan akan be-
rontak itu diajukan ke Komintern. Diutus berangkat, pak Musso, Alimin lalu ada lagi
siapa? Ya Musso-Alimin itu yang berangkat. Belom sampe bisa pulang, di sini sudah
meletus. Jadi mereka diterima oleh Komintern dan Komintern sudah mendengarkan
laporan, berpendapat tidak stuju. Tidak setuju rencana pemberontakan tahun ‟26 itu
karena masanya belum cukup, belum cukup waktu dan semboyan yang diangkat itu
salah. Semboyan pemberontakan tahun 1926 itu mendirikan kekuatan Soviet.
Kekuatan Soviet itu suatu kekuatan yang disebut diktatur proletariat. Diktatur
proletariat itu suatu kekuatan yang mungkin berdiri dalam sistem sosialis. Indonesia
itu belum memenuhi syarat untuk menjadi negeri sosialis. Maka Komintern tidak
setuju pemberontakan itu. Delegasi itu (Musso-Alimin) pulang. Belum sampai ke
Indonesia, sudah meletus pemberontakan. Sehingga tidak bisa pulang. Kawan Musso-
Alimin itu terus berada di luar negeri.
Lendy: Sekarang kita masuk ke ideologi pak.
Rewang: Nanti dulu. Saya lanjutkan. Akhir tahun 1948 Musso kembali ke Indonesia
untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan PKI. Salah satu kesalahan PKI itu semuanya
wujudnya oportunisme kanan, pada masa revolusi itu. Salah satu diantaranya tidak
melegalkan PKI dalam situasi sudah ada perubahan politik. Dan suasana revolusi itu
seharusnya PKI itu dilegalkan. Karena PKI punya nama baik dalam perlawanan
terhadap Belanda maupun Jepang, dua-duanya penjajah Indonesia. Tapi karena partai
yang seharusnya punya nama baik di kalangan rakyat itu tidak dilegalkan, lalu ada
yang melegalkan PKI, Mr. Yusuf itu. Ini suatu kebutuhan. Kawan Musso
menganjurkan supaya PKI dilegalkan. Karena PKI tidak dilegakan, ada yang
membangun PKI legal. Orang-orang komunis yang lain membentuk partai buruh dan
partai sosialis. Dua-duanya legal dan dasarnya Marxisme-Leninisme. Sehingga di
Indonesia itu ada tiga partai yang sama-sama berdasarkan Marxisme-Leninisme,
yaitu: PKI yang legal, partai buruh, dan partai sosialis. Ini menimbulkan kekacauan.
Kalo rakyat itu mau milih, milih mana? Apa Milih partai sosialis? Apa milih partai
buruh? Apa milih partai komunis, komunis yang legal? Karena ada peristiwa itu,
pimpinan PKI yang ilegal itu menurunkan orang-orangnya untuk mempimpin tiga
65
partai yang legal ini. jadi pimpinan partai yang ilegal tadi, ngasih orang di PKI yang
legal, di partai buruh, di partai sosialis itu dikemudikan semua. Tapi ini tetep
membikin kacau. Orang sukar memilih, masuk PKI atau masuk partai buruh atau
masuk partai sosialis? Padahal tiga-tiganya Marxisme-Leninisme. Ini dikoreksi.
Koreksinya harus ada hanya satu partai, namanya PKI. Jadi tiga partai tadi, harus
meleburkan menjadi satu PKI. Itu resolusi. Resolusi yang dinamakan jalan baru untuk
Republik Indonesia. itu tahun 1948.
Lendy: Masih terkait dengan itu pak, kan 1948 sebelum Musso ke sini, ada doktrin
dari Soviet namanya doktrin Dimitrov dan doktrin Zhdanov, bapak tau tentang hal
itu?
Rewang: Tau. Tapi kalo Dimitrov itu sekjen Komintern.
Lendy: Doktrin-doktrinnya apa pak? Apakah berpengaruh dalam aprtai?
Rewang: Dia yang paling terkenal itu, garisnya mengenai front rakyat anti-fasis. Jadi
sebagai sekjen Komintern, menjelang perang dunia II pecah, itu dalam suatu kongres
Komintern, Dimitrov itu menjadi pra-pemera-saran, dia menganjurkan pembentukan
front rakyat di mana-mana. Jadi kaum komunis harus membangun front rakyat untuk
melawan fasis. Karena fasisme itu paling jahat, suatu ideologi borjuis yang paling
jahat. Jadi untuk melawan fasisme itu, diperlukan front rakyat itu yang luas. sehingga
orang-orang komunis boleh bekerja dengan kelompok borjuasi yang non-fasis.
Bentuknya itu misalnya, bersekutu dengan negara-negara imperialis tapi non-fasis.
Jadi Indonesia itu waktu itu penjajahnya kan Belanda. Belanda dalam posisi perang
melawan Jepang. Oleh karena Belanda juga berposisi melawan Jepang, orang
Indonesia yang dijajah juga melawan Jepang, ini diperbolehkan persekutuan antara
orang Belanda dengan orang Indonesia. Meskipun Belanda itu penjajah Indonesia,
tapi dalam menghadapi fasisme bisa bersekutu untuk sementara. Ini juga dilakukan
oleh orang Indonesia.
Lendy: termasuk diantaranya Mr. Amir menerima bantuan dari Van Der Plass
sejumlah uang itu pak?
Rewang: Itu entah dari Van Der Plass atau siapa. Tapi pokoknya bantuan dari sekutu
itu boleh diterima untuk melawan Jepang. Itu di Eropa begitu juga. Di Eropa itu
waktu perang dunia II, misalnya di Italy, di Perancis, di Negeri-negeri Balkan. Itu
perlawanan rakyat baik. tapi ada suatu negeri, misalnya Hatania. Hatania itu belum
menjadi negara, masih dijajah. Kelompok perlawanan di situ tidak mau menerima
bantuan dari Inggris. Jadi mereka berdiri sendiri. Tapi seandainya menerima bantuan
itu tidak disalahkan. Kalo di Eropa, pasukan gerilya melawan Nazi, Nazi Jerman itu
dua yang besar, di Italia dan Perancis.
Lendy: Bapak mengenal ajaran Marxisme itu sebelum atau sesudah bergabung partai?
Rewang: Belum.
Lendy: Jadi bapak mengenal Marxisme itu setelah masuk partai?
Rewang: Sesudah masuk partai.
Lendy: Peran bapak waktu tahun antara 1951-1959 itu di partai sebagai apa pak?
Rewang: Saya mula-mula tahun 1946 itu sebagai calon anggota. Terus calon anggota
itu tidak punya tugas apa-apa. Jadi belum ada tugas.
Lendy: Terus di tahun 1951, pas Aidit naik itu bapak jadi apa?
Rewang: 1951 saya sudah mempunyai kedudukan dalam partai di Surakarta.
Lendy: Sebagai?
Rewang: Sebagai salah seorang pengurus Comite Partai di Surakarta. Eh...
belum..belum. saya masih di Sukoharjo. Di Sukoharjo itu saya punya kedudukan
66
membangun organisasi tani, BTI (Barisan Tani Indonesia). karena suatu keadaan yang
sulit. Begini, di waktu sekitar tahun 1946 itu di kota Solo terjadi pergulatan
menentang kebe-radaan Swapraja, artinya pemerintah kerajaan Surakarta. Diadakan
gerakan menen-tang. Itu organisasi-organisasi kiri itu menjadi peserta gerakan ini
yang paling aktif.
Lendy: Tapi ketika kongres besar, bapak diikutsertakan?
Rewang: Saya waktu itu di organisasi tani cabang Surakarta.
Lendy: Tapi kalo misalkan ada kongres besar gitu bapak diikutsertakan pak?
Rewang: Belum. Belum sampe acara kongres. Terus gerakan swapraja itu menang.
Menghasilkan hapusnya pemerintah kerajaan Surakarta. Sehingga Surakarta itu
menjadi karesidenan biasa, masuk republik. Sebelum masuk republik, sebelum jadi
karesidenan biasa itu, dalam pergulatan itu, oleh komisaris pemerintah pusat yang
ditugaskan ke Surakarta untuk meninjau pergulatan itu, diusulkan supaya di Surakarta
dibentuk badan kekuasaan yang namanya direkturium. Direkturium itu nanti akan
mengoper kekuasaan kerajaan Surakarta. Dalam direkturium itu yang diusulkan untuk
menjadi anggota direkturium, artinya yang berkuasa, itu dua orang Komunis, yaitu
kawan Dasuki Siradj, Dasuki Siradj itu orang Islam, kiai terkenal di Solo, komunis.
Kemudian yang satu lagi Rono Marsono. Rono Marsono itu orang komunis yang
tidak legal. Itu yang membangun ALRI di Surakarta. ALRI (Angkatan Laut Republik
Indonesia). tentaranya itu kolonel Sudarto. Kolonel Sudarto itu komandan divisi
Surakarta yang namanya divisi Pnembahan Senopati. Itu mengusulkan dibentuk
direkturium. Dan direkturium itu mengusulkan supaya Dasuki Siradj diangkat
menjadi residen Surakarta. Tapi usulan ini ditolak. Jadi usul supaya mengangkat
Dasuki Siradj menjadi residen Surakarta ditolak, tapi usul untuk menjadikan
Surakarta karesidenan biasa diterima. Sehingga tahun 1946 itu, Surakarta tidak lagi
menjadi kerajaan Ksunanan dan Mangkunegaraan. Tapi menjadi karesidenan
Surakarta. Terus ini membikin perubahan, perubahan struktur pemerintah. Pemerintah
kabupaten Surakarta itu tadinya pusatnya di kota Solo. Tapi karena perubahan,
akhirnya swapraja kota Solo dijadikan kotapraja. Kabupaten Surakarta dipindah
menjadi kabupaten Sukoharjo. Tadinya Sukoharjo itu bukan kabupaten. Pemerintah
Mangkunegaraan yang di kota Solo juga dihapuskan. Karena disuruh kota solo satu
pemerintahan, yaitu pemerintahan kotapraja Surakarta. Tadinya Solo itu yang sebelah
utara jalan kereta api, itu kekuasaan Mangkunegaraan. Daerah selatan kekuasaan
kesunanan, itu disatukan. Ini punya akibat yang bersangkut paut dengan posisi saya
dalam perjuangan. Karena saya tadinya berada di BTI kabupaten Surakarta, harus
pindah ke Sukoharjo. Untuk pindah ke Sukoharjo itu ga ada orang pengurus BTI yang
sanggup. Tinggal saya satu-satunya orang yang mungkin berpindah ke Sukoharjo.
Karena saya belum dibebani oleh masalah keluarga. Saya lakukan itu. Meskipun saya
belum banyak pengetahuan tentang perjuangan. Tapi karena tidak ada orang yang bisa
pindah ke Sukoharjo, saya ambil. Jadi tahun 1947 itu saya berpindah dari kota Solo ke
Sukoharjo. Memindahkan barisan tani.
Lendy: Langsung lompat lagi niy pak ke tahun 1951 di mana golongan tua dan
golongan muda itu berseteru pak?
Rewang: Golongan tua dan golongan muda itu sampe ke?
Lendy: Antara Tan Ling Djie, Alimin, beserta para pengikut mereka, dan Aidit,
Lukman, Njoto, beserta para pengikut mereka, dalam buku sejarah ditulis bahwa
mereka bertentangan. Apakah itu benar pak?
67
Rewang: Benar. Jadi artinya brgini, itu bukan soal tua dan muda. Tapi soal
menjalankan resolusi jalan baru atau tidak. Resolusi jalan baru itu, PKI harus
mengoreksi kesalahan kanannya. Kesalahan kanan PKI pada waktu revolusi itu,
menerima prundingan Linggarjati terus menerima perundingan Renville sampe
menjadi persetujuan Renville. Dua-duanya itu dikoreksi itu salah. Itu kanan. Karena
berunding dengan Belanda tidak didasari sikap bahwa Belanda harus mengakui
kemerdekaan Indonesia 100%. Jadi Republik Indonesia itu seharusnya mau berunding
dengan Belanda, dengan syarat Belanda lebih dulu harus mengakui kemerdekaan
Indonesia. Lah ini pengakuan itu masih dirundingkan, ko sudah mau berunding, mau
gencatan senjata dan akhirnya malah menerima persetujuan yang merugikan revolusi.
Itu salah. Ini dikoreksi semua. Jadi PKI harus membatalkan persetujuan Linggarjati,
membatalkan persetujuan Renville. Dan itu sudah dilakuakn.
Lendy: Itu usulan dari golongan tua apa dari golongan muda?
Rewang: Itu usulan pertama-tama politbiro PKI.
Lendy: Itu siapa-siapa saja itu pak?
Rewang: Politbiro PKI itu sudah melakukan sikap mengoreksi. Kemudian itu
disempurnakan dengan kedatangan kawan Musso. Jadi koreksi sikap itu diperkuat
sesudah kawan Musso datang memimpin rapat Comite Central PKI (CC-PKI),
mengoreksi kesalahan-kesalahan lama itu. Nah di situ orang-orang muda ini tampil
melakukan perjuangan menghadapi Tan Ling Djie. Tapi ini bukan soal umur. Tapi
soal melaksanakan garis baru atau tidak.
Lendy: Tetapi pertentangan antara dua kubu ini, terjadi kapan itu pak?
Rewang: Terjadi sesudah kongres kedua, ketika perang kedua dengan Belanda. Lalu
gencatan senjata. Disitu terjadi pertentangan antara, koreksi jalan baru dilaksanakan
apa tidak. Saya waktu itu berada di daerah Sukoharjo mengambil sikap dengan
kelompok kawan-kawan di Surakarta mengambil sikap harus dilaksanakan. Tapi
belum sempat kongres lagi. Tadinya sebelum ada peristiwa Madiun, PKI mau
kongres. Kongres itu tujuannya: pertama meleburkan tiga partai itu menjadi satu
partai dengan nama PKI asasnya Marxisme-Leninisme, terus kedua membatalkan
perundinganperundingan dengan Belanda/persetujuan-persetujuan dengan Belanda.
Jadi harus siap perang menghadapi Belanda. Nah ini belum jadi kongres, sudah ada
serangan Belanda, dua Desember. Tepatnya peristiwa Madiun. Setelah peristiwa
Madiun, orang-orang PKI ditangkepin. Orang-orang Comite Centralnya dibunuh di
Ngalihan itu. Kongres tidak mungkin dilaksanakan. Terus kami/saya berada di daerah
Sukoharjo bersama kawan-kawan di Surakarta, mengambil sikap melaksanakan jalan
baru tidak melalui kongres, tiga partai itu di fusikan. Sehingga dibentuk satu PKI saja.
Jadi kongres yang terbangunnya hanya satu PKI itu mustinya melalui kongres, tapi
karena situasi politik yang tidak memungkinkan, kami ambil sikap dilaksanakan tanpa
kongres.
Lendy: Tanpa kongres dan pemimpinnya Aidit gitu pak?
Rewang: Belum. Aidit belum tampil. Itu masih ada keruwetan lagi. Misalnya, PKI
mengambil sikap, membikin apa yang dinamakan open office. Open office itu artinya
menampilkan sejumlah orang yang legal menjadi pemimpin atau penanggung jawab
PKI. Tapi PKI seluruhnya tidak dilegalkan.
Lendy: Jadi baru dimunculkan saja tokoh-tokoh itu (Aidit, Lukman, dan Njoto) ya
pak? Jadi belum resmi memimpin?
68
Rewang: Iya. Sebagian besar kekuatannya masih diilegalkan. Sebagian besar
fungsionaris itu masih ditutup. Misalnya yang diumumkan cuman dua orang/tiga
orang.
Lendy: Jadi Aidit, Lukman, dan Njoto itu naik pada...
Rewang: Belum. Belum naik.
Lendy: ...tahun berapa itu pak?
Rewang: Tahun 1951. Jadi ketiga orang itu lalu menyatukan sikap dan dia menolak
cara open office itu. Jadi PKI harus legal. Koreksi Agustus itu PKI legal. Mereka
mengambil jalan PKI legal, dan melakukan sidang pleno. Semua anggota CC
dipanggil bersidang. Akhirnya menyetujui garis politik orang-orang muda ini dan
memilih mereka sebagai politbiro baru.
Lendy: Tahun 1951 itu ya pak?
Rewang: Iya.
Lendy: Dalam sidang pleno itu terjadi perdebatan ngga pak? Perdebatan ideologis
atau apa gitu pak?
Rewang: Terjadi. Perdebatan terjadi. Itu misalnya antara melegalkan PKI dan tetep
mengilegalkan, melaksanakan jalan baru tanpa kongres. Itu ada elemen yang
berpendapat, jalan baru itu tidak sah kalo belum dilakukan kongres. Karena tidak sah,
tidak harus dilaksanakan. Tetapi, dilaksanakan juga boleh. Tetapi belum danggap sah,
karena belum diputuskan kongres. Itu kalo menurut sidang pleno CC.
Lendy: Ada perdebatan lain lagi ngga pak tentang Masalah ideologi? Misalnya, kita
ikut pemilu saja, tidak usah revolusi atau gimana?
Rewang: Belum terbuka. Tapi ada satu perdebatan yang mengakibatkan perubahan
pimpinan tadi lantaran sikap terhadap persetujuan KMB. Jadi waktu itu sesudah
perang, kan ada perdamaian dengan Belanda. Terus dilanjutkan dengan sidang yang
disebut meja bundar/konfrensi meja bundar. Konfrensi meja bundar itu diwakili oleh
Republik Indonesia, negeri Belanda, terus negara-negara boneka yang dibentuk oleh
Belanda. Seperti: negara Pasundan, negara Jawa Timur, negara Sumatera Timur,
negara Indonesia Timur, negara Kalimantan Barat. Ini semua hadir. Jadi yang
Republik asli cuman satu, Republik Indonesia itu. Wilayahnya juga sempit, cuma
Jogjakarta, Surakarta, Banyumas, Madiun, Malang. Luar daerah itu sudah berada
dalam kekuasaan negara-negara boneka. Itu tujuannya membentuk pemerintah
federal, Republik Indonesia Serikat. Dan membentuk tentara federal. Ini sudah terjadi,
PKI mengambil sikap menentang, menentang konfrensi meja bundar dan putusan-
putusan konfrensi meja bundar itu.
Lendy: Pada tahun 1955 ada peristiwa besar. Ada peristiwa pemilu. Itu diantaranya
PKI ikut dalam pemilu itu. Munculnya ide ikut pemilu itu dari siapa itu pak?
Bukankah seharusnya Marxis-Leninis itu revolusi?
Rewang: Itu idenya bukan dari siapa-siapa. Tapi karena perang sudah tidak ada, lalu
orang menghadapi perjuangan jalan damai. Lalu pemilu ikut serta. Jadi bahwa partai
komunis ikut pemilhan umum, itu bukan suatu kesalahan prinsipil. Artinya dalam
situasi tertentu, partai komunis itu boleh iktu serta dalam pemilihan umum untuk
mendapat kemenangan menempati kedudukan di parlemen, itu diperbolehkan. Ini
misalnya diterangkan oleh Lenin, dalam tulisannya “Komunisme sayap kiri penyakit
kanak-kanak.” Itu mempertanyakan apakah bekerja di Parlemen borjuis itu boleh apa
tidak? Lenin menjawab boleh. Dalam situasi tidak ada revolusi, boleh. Kalo menolak
bekerja dengan parlemen bahkan keliru. Ini jawaban Lenin terhadap sekolompok
orang komunis Jerman yang disebut Komunisme sayap kiri. Mereka menolak kerja di
69
parlemen. Karena parlemen itu secara politik sudah usang. Orang-orang Jerman
berpendapat seperti itu. Lenin menjawab, secara sejarah memang parlementerisme itu
sudah usai sesudah lahirnya Republik Soviet yang mengibarkan bendera sosialis.
Yang membangun suatu negara baru, yang tidak berdasarkan trias politika seperti
negara borjuis. Itu memperbolehkan untuk Lenin partai komunis boleh ambil bagian
dalam pekerjaan parlemen borjuis. Tujuannya apa? Tujuannya bukan untuk
membesarkan parlemen borjuis, tapi untuk menunjukkan kepada rakyat kepalsuan
parlemen borjuis itu. Kelihatannya rakyat punya wakil, tapi tidak ada ide-ide yang
betul-betul mengangkat rakyat dimenangkan dalam parlemen borjuis. Tapi pekerjaan
itu dilakukan dengan tujuan mengekspose sistem negara borjuis. Itu garisnya Lenin.
Jadi kalo menolak pemilihan umum dalam waktu tidak ada revolusi itu disebut
penyakit kiri (kekiri-kirian).
Lendy: Berarti Lenin dalam hal itu, sudah tidak mewajibkan revolusi lagi yah?
Rewang: Yah.
Lendy: Dalam situasi itu bisa berubah. Jadi revolusi itu bisa berubah. Kalo misalkan
keadaannya tidak sebegitu genting, revolusi itu tidak wajib. Jadi ikut pemilu?
Disarankan begitu?
Rewang: Soviet itu sebelum revolusi Oktober, ada pemilihan. Partai komunis juga
ikut serta. Pemilihan Duma namanya. Itu orang komunis ikut serta.
Lendy: Kemarin saya sempat dengar ucapan bapak, bahwa priode 1951-1959 itu
periode gawat. Itu maksudnya apa itu pak?
Rewang: Bukan 1959, tetapi 1951-1965. Saya mengatakan itu periode gawat, karena
dalam periode itulah PKI melakukan kesalahan yang besar. Yang akibatnya seperti
kita rasakan sekarang.
Lendy: Kalo dirinci, kesalahan-kesalahannya apa saja seingat bapak?
Rewang: Kesalahan pokoknya, oportunisme kanan. Yang tadi pada awal sudah saya
sebutkan sumber ideologi-ideologi kanan itu subjektifisme. Subyektifisme waktu itu
melahirkan pandangan kanan. Subjektifisme itu bisa melahirkan pandangan kiri juga.
Tetapi yang muncul pada tahun limapuluhan/1951, itu pandangan kanan. Pandangan
kanan itu menganggap sosialisme di Indonesia melalui demokrasi rakyat itu, bisa
diperjuangkan melalui pemilihan umum. Dan maka itu pada kongres kelima PKI
tahun 1954, PKI mengangkat slogan “datang ke kotak suara/menuju ke kotak suara
untuk membentuk pemerintah demokrasi rakyat”. Jadi memasukkan surat suara itu
berarti memperjuangkan sistem demokrasi rakyat. Ini disusun dalam suatu manifes
PKI, manifes pemilihan umum PKI. Jadi tuntutannya demokrasi rakyat, targetnya
akan bisa dicapai melalui pemilihan umum. Itu pada tahun 1954. Ternyata menjelang
terjadinya pemilihan umum, masukan surat suara itu ada koreksi. Ada kritik dari
kawan-kawan yang di luar negeri, bahwa tidak bisa sistem sosialis dimenangkan
melalui pemilihan umum. Terus dikoreksi, keputusannya bukan demokrasi rakyat tapi
pemerintah koalisi nasional. Jadi slogannya manifes diturunkan menjadi “menuju ke
kotak pemilihan umum untuk membentuk pemerintah koalisi nasional.”
Lendy: Yang mencetuskan ide untuk ikut pemilihan umum itu awalnya dari mana
pak? Yang mencetuskan, bahwa ini dijadikan suatu kesepakatan bahwa partai ikut
pemilihan umum itu yang mencetuskan siapa pak? Siapa yang usul?
Rewang: Yang memutuskan itu tidak bisa disosialkan. Tapi hhmm...
Lendy: Itu keputusan partai kan pak?
Rewang: Keputusan partai. Dan keputusan partai itu bukan terjadi secara terpisah dari
situasi kehidupan gerakan komunis internasional. Misalnya, itu bukan khusus
70
Indonesia. Tapi, pokoknya kaum komunis di seluruh dunia itu memandang pemilihan
umum itu bagaimana? Nah kalo Lenin memandang pemilihan umum itu, sebagai
orang komunis boleh ikut serta dalam pemilihan umum empat tahunan borjuis.
Sebagai suatu usaha untuk tetap menyatukan partai dengan masa. Dengan tujuan
mengekspose demokrasi borjuis. Bukan mengagungkan atau memperbesar demokrasi
borjuis. Sejak dari situ sikap orang-orang komunis dalam parlemen itu tujuannya tidak
memenangkan tujuan-tujuan jangka jauh. Tapi membelejeti pemerintahan borjuis. Itu
saja. Terus pada tahun 1954-1955 pemilihan umum Indonesia itu belum masuk
kategori ketika parlemen borjuis itu belum terekspose di kalangan rakyat. Sehingga
orang komunis boleh ambil bagian dalam pemilihan umum itu. Pemilihan umum yang
diikuti PKI salahnya: pertama, menganggap pemilihan umum itu bisa memberikan
kekuasaan demokrasi rakyat. Salahnya karena, pemerintah demokrtasi rakyat itu kan
pemerintah yang baru sama sekali. Pemerintah yang peralihan dalam sistem setengah
feodal ke sosialisme. Pemerintah yang demikian tidak mungkin dicapai melalui
pemilihan umum. Kesalahan orang komunis pada waktu itu, kesalahan PKI pada
waktu itu, percaya bahwa melalui pemilihan umum bisa melahirkan suatu kekuasaan
rakyat. Ini tidak bisa. Karena, kekuasaan rakyat itu tidak bisa tumbuh atau tidak bisa
terjadi tanpa menghancurkan kekuasaan borjuasi/kekuasaan borjuis. Pemerintah baru
sosialis, pemerintah Soviet itu tidak lahir dari pemilihan umum. tapi dari revolusi
Oktober. Kekuasaan cadilan jomplang dulu, baru bisa didirikan kekuasaan rakyat.
Jadi pemilihan umum tidak bisa melahirkan kekuasaan sosialis atau kekuasaan
demokrasi rakyat. Ini kesalahan pokok PKI. Sampe dalam konstitusi PKI itu pernah
disebut, membela komunis ada dua kemungkinan yang bisa mencapai demokrasi
rakyat, pertama melalui pemilihan umum, jalan damai. atau jalan revolusi. Orang
komunis pilih jalan damai. Jadi kalo tergantung pada orang komunis, kami pilih jalan
damai untuk mencapai demokrasi rakyat di Indonesia. Salahnya, karena jalan damai
itu sebetulnya tidak ada. Tidak ada jalan damai, ko‟ dipilih? itu salah. Khayal itu
namanya.
Lendy: Itu yang gencar mengajukan jalan damai itu tokohnya siapa-siapa aja pak?
Rewang: Ya tokohnya Politibiro PKI waktu itu.
Lendy: Itu Siapa-siapa saja pak? bisa disebutin pak?
Rewang: Termasuk Aidit, bung Lukman, Njoto, Sudisman, pkoknya semua Politbiro
itu bertanggung jawab atas garis ini. Akhirnya juga CC. Akhirnya kongres juga.
Karena semuanya itu dajukan pada kongres. Manifes pemilihan umum itu diterima
oleh kongres. Konstitusi PKI juga disahkan oleh kongres. Ini semuanya membuat
jalan damai. Jadi kalo diurut siapa yang paling bertanggung jawab? Pertama-tama CC,
kemudian politbiro, kemudian ketua partai.
Lendy: Kalo CC itu bisa disebutin ngga pak? Siapa-siapa aja spesifiknya? Kan CC ini
banyak?
Rewang: Tapi bisa dikatakan CC harus juga bertanggung jawab. Karena CC
menyetujui garis itu. Kemudian diambil yang lebih kecil lagi yang paling bertanggung
jawab Politbiro. Dalam Politbiro itu ada ketua. Ketua itu punya pengaman dalam
membangun garis politik partai. Apakah garis politik partai itu benar apa salah? Itu
ketua partai yang paling bertanggung jawab. Paling! Paling itu artinya memikul
tanggung jawab yang peling besar itu ketua. Di bawahnya itu ada Politbiro. Terus CC
atau semua PKI. Karena kongres juga menyetujui garis itu.
Lendy: Itu ada penolakan ngga pak?
Rewang: Penolakan tidak ada. Akhirnya ada oposisi dari luar. Dari luar kongres itu.
71
Lendy: Itu tokoh-tokohnya bisa disebutin ngga pak yang oposisi dari luar itu?
Rewang: Tidak ada itu. Itu ada kawan-kawan yang di luar negeri. Itu yang mengkritisi
jalan yang ditempuh oleh PKI.
Lendy: Ketika itu partai sadar ngga pak, bahwa itu adalah revisionis?
Rewang: Tidak. Kan kesalahan itu baru dikoreksi tahun 1966.
Lendy: Otokritik?
Rewang: Otokritik itu yang mengoreksi semua kesalahan yang dibuat sejak periode
1951-1965. Itulah yang saya katakan “ini gawat!” Periode gawat itu karena apa? PKI
membuat suatu kesalahan besar. Mula-mula oportunisme kanan yang disebabkan
metode berpikir subjektif dan berat sebelah. Kemudian tahun 1956, di Soviet terjadi
peristiwa besar, yaitu proklamasi garis revisionisme PKUS. Kongres ke 20 PKUS,
tahun 1956 di bawah pimpinan baru Khruscov, memproklamasikan garis revisionis ke
seluruh dunia. Pertama, terbuka syarat-syarat untuk mencapai sosialisme melalui
pemelihan umum. Kedua, antara imperialisme dan sosialisme tidak harus bertarung
(saling menghancurkan), tetapi bisa berada dalam kedudukan koeksistensi secara
damai. Padahal ini tidak pernah ada. Imperialisme itu dengan sosialisme itu tidak
pernah damai. Tapi Khruscov mengantarkan suatu pendapat, bahwa dalam kondisi
sesudah adanya Soviet, adanya RRT, adanya macem-macem negara-negara sosialis di
Eropa timur, itu terkondisi kemungkinan koeksistensi secara damai antara
imperialisme dan sosialisme.
Lendy: Ide ravisionis itu masuk dari Soviet atau dari Peking pak?
Rewang: Soviet. Jadi itu dideklarasikan kongres ke 20 PKUS.
Lendy: Bukankah karena di RRT sudah ada pengaruh Deng Xiao Ping?
Rewang: Belum ada. Deng Xiao Ping belum tampil tahun 1956. Jadi waktu itu partai
komunis yang paling menentang garis kongres ke 20 PKUS itu PKT dan partai buruh
Albania. PKI menerima. Karena ini cocok dengan apa yang dilakukan PKI, yang
mengiklankan “datang ke kotak pemilihan umum untuk membentuk pemerintah
demokrasi rakyat.” Ini cocok sama Khruscov. Dimungkinkan mencapai sosialisme
secara damai melalui jalan parlementer. Jadi kesalahan yang tadinya itu kita sebut
oportunisme kanan lalu ketemu dengan revisionisme soviet itu, kemudian kami
simpulkan, ini kesalahan revisionis. Akhirnya PKI menempuh jalan revisionis di luar
sadar.
Lendy: Ketika itu PKI menyebut ada yang namanya tujuh setan desa, kemudian ada
yang harus diperangi itu ada lima, diantaranya: kapitalis-birokrat (kapbir), dan yang
kelima itu ada revisionis. Apakah PKI tau bahwa yang dimaksudkan Krushcov itu
adalah gerakan revisionis?
Rewang: Belum. Pkoknya PKI menilai Khruscov revisionis secara resmi, baru tahun
1966.
Lendy: Artinya ketika itu di luar sadar yah? Pada periode itu yah?
Rewang: Ya. Jadi riset-riset itu betul. Riset itu masih dalam perjuangan reform. Jadi
dasar tuntutannya itu undang-undang pokok agraria, undang-undang pokok bagi hasil.
Jadi untuk melaksanakan itu, itu masih dalam kategori tuntutan reform. Belum
tuntutan revolusi. Jadi bukan revolusioner. Aksinya, dia masih reform, reformis.
Artinya, perubahan-perubahan tanda silang. Anti tujuh setan desa itu semboyan-
semboyan masih dalam aksi reform. Kalo revolusi, revolusi agraria! Slogannya
revolusi agraria itu “sita tanah tuan tanah!” Waktu itu belum ada sita tanah tuan tanah,
belum sampe diangkat menjadi semboyan. Lalu gerakannya menjadi tahap gerakan
reformis.
72
Lendy: Yang dituduhkan bahwa BTI melakukan aksi sepihak itu?
Rewang: Iya itu masih aksi reformis. Aksi sepihak itu apa? Aksi sepihak itu
melaksanakan suatu undang-undang dengan menggunakan kekuatan sendiri. Karena
pemilik tanah tidak mau melaksanakan bagi hasil dengan pedoman undang-undang
pokok bagi hasil itu. Karena pemilik tanah tidak mau melaksanakan, kaum tani
penggarap melaksanakan secara sepihak itu. Maka dinamakan aksi sepihak.
Sebetulnya kalo di Jawa tengah, asal-usul aksi sepihak itu dari Brebes. Berebes itu
ada gerakan menuntut kenaikan upah panen (bawon). Jadi kalo orang menuai padi itu
mendapat bawon. Bawon itu seperberapa dari menuai padi itu. Tadinya sepersepuluh.
Sepersepuluh itu sedikit sekali. Ada tuntutan kenaikan sepersembilan, eh lebih tinggi
lagi dari sepersepuluh. Itu tuan tanah tidak mau. Terus di kalangan kaum tani timbul
ide, “kalo gitu kita laksanakan saja!” Misalnya, pada waktu menuai padi panen itu,
dikeluarkan orang sebanyak-banyaknya. Banyak sekali orang panen menuai padi itu
mengambil sendiri. Jadi diambil sebagai upah bawon ini kepunyaan pemilik tanah
dibawa pulang. Itu namanya aksi sepihak. Terus ini dikembangkan di Klaten. Di
Klaten bukan soal bawon, tetapi soal bagi hasil tanah yang digarap oleh tani
penggarap. Itu asalnya dari sana, Brebes perkara upah/bawon itu.
Lendy: Ini gini pak, kembali ke struktur elit partai. Banyak anggapan yang akhirnya
kami terima juga bahwa antara Aidit dan Njoto itu berbeda. Bahwa Aidit itu
cenderung Leninis, dan Njoto itu disimbolkan sebagai pemimpin revisionis. Karena
pada aksi yang disebut dengan kup misalnya, Njoto tidak diberi tau. Karena, dianggap
lebih Soekarnois ketimbang Marxis. Itu bagaiamana?
Rewang: Itu tidak betul. Kalo penilaian otkrtitik, semua Politbiro itu bertanggung
jawab atas garis politik salah itu. Misalnya, pada waktu mengubah konstitusi partai
dalam suatu kongres, kongres kelima sampe kongres keenam, itu yang memantau
pengubahan konstiutsi itu bung Lukman. Jadi dia menyatakan, “ada dua kemungkinan
untuk mencapai sosialisme, ada jalan damai atau jalan revolusi. Kalau bergantung
pada orang komunis, jalan damai yang dipilih.” Ini langkahnya baik toh, orang
komunis itu baik, yang dipilih itu jalan damai. Bukan jalan amuk-amukan. Tapi jalan
damai itu tidak ada dan tidak pernah ada. Di mana-mana revolusi tidak ada yang
damai.
Lendy: Artinya, pas keputusan Aidit melakukan G30S misalnya, Njoto tidak
dilibatkan. Hanya ada enam Politbiro kalo ngga salah, yang diajak. Itu kenapa pak
bisa ada seperti itu?
Rewang: Waktu itu sudah ada macem-macem peristiwa yang tercampur dengan
mulanya bung Njoto itu. Sehingga kepercayaannya kawan-kawan itu merosot
terhadap dia. Dan memang bung Njoto itu sangat dekat dengan Bung Karno.
Lendy: Karena memang sebagai penulis naskah pidato juga.
Rewang: Tidak semua naskah. Banyak dokumen yang tulisannya Bung Njoto itu dite-
rima oleh bung Karno. Itu sebetulnya bukan sesuatu yang jelek, seandainya ideologi
yang benar. Tapi dasarnya ideologi yang salah. Karena sikap PKI secara resmi
menempatkan Bung Karno itu sejajar dengan PKI. Karena itu sering pidato, “ada dua
juru selamat Indonesia yaitu PKI dan Soekarno!”
Lendy: Ada pengkultusan.
Rewang: Bukan pengkulutsan. Itu Bung Karno disejajarkan dengan PKI. Padahal
Bung Karno itu bukan Komunis. Beliau juru selamat itu kan posisinya kalo tidak ada
Bung Karno, tidak ada PKI, tidak ada juru selamatnya. Kalo PKI to‟ kurang. Bung
Karno to‟ tidak bisa. Padahal sebetulnya hanya satu juru selamat, partai komunis,
73
secara kongkrit! Itu sudah dibuktikan oleh kenyataan, Bung Karno pada akhirnya
tidak mampu mengelakkan serangan kontra revolusi sesudah PKI dihancurkan. Jadi
posisi Bung Karno itu sebetulnya berada bisa bertahan karena berpijak pada dukungan
PKI.
Lendy: Artinya, PKI ketika itu tameng?
Rewang: Iya. PKI itu landasannya bung Karno. Jadi landasannya ini digugurkan,
Bung Karno tidak punya pijakan. Sebetulnya peristiwa besar yang menggoncang
kekuasaan Soekarno itu pemberontakan PRRI/Permesta. Itu Indonesia timur sudah
dikuasai Permesta. Sumatera sudah dikuasai PRRI. Republik Indonesia masih ada di
sebelah sana, Sumatera Barat. Tapi Sumatera Barat de jure khusus dikuasai Dewan
Banteng, Jawa Timur, Dewan Banteng. Di Lampung Dewan Garuda. Ini yang
berkuasa sudah. Jadi Bung Karno itu kalo tidak ada tentara yang dikirim dari Jawa
Tengah ke Sumatera, habis kekuasaannya. Lalu di Sumatera Barat, diketuai ada
tentara Diponegoro yang dikirim ke sana, rakyat mulai bersenjata. Kawan Ursuud
yang waktu itu sekretaris wilayah daerah Sumatera barat itu ambil bagian dalam
memimpin gerilya melawan PRRI. Demikian juga begitu, perwira TNI yang ternyata
juga minimum simpatisan komunis itu, mmm...siapa namanya? Kolonel? Pokoknya
orang Aceh itu. Kolonel orang Aceh itu mempersenjatai rakyat. Karena ada organisasi
pemuda namanya UKD. Itu dipersenjatai dan mereka melawan. Jadi dengan operasi
militer dibantu dengan rakyat bersenjata, dalam waktu singkat PRRI bisa ditumpas.
Pemerintah Soekarno mengambil sikap tidak drastis seperti Soeharto menghadapi
PKI. Sesudah tentaranya PRRI itu dilumpuhkan, pemimpinnya dikasih, diinternir
namanya (ditempatkan di suatu tempat, dilindungi, tidak dihukum). Tidak ada yang
dihukum melalui pengadilan negeri.
Lendy: Bapak kenal dengan nama-nama ini? atau struktur ini salah pak? (saya
menunjukkan format struktur PKI yang saya kutip dari buku John Roosa yang
berjudul “Dalih Pembunuhan Masal.”). Ini saya dapat dari bukunya John Roosa.
Rewang: Tambah lagi Sakirman.
Lendy: Di posisi apa pak?
Rewang: Anggota Politbiro.
Lendy: Bapak waktu itu jadi Politbiro itu dari tahun berapa pak?
Rewang: Tahun 1961 saya calon anggota Politbiro. Tahun 1964 kira-kira saya
diangkat. Saya pindah ke Jakarta itu bulan Juli 1965. Jadi baru beberapa bulan, lalu
terjadi peristiwa 30 September.
Lendy: Tadi yang tiga partai itu, PKI, partai buruh, partai sosialis yang partai-partai
Marxis-Leninis ya pak? Murba katanya pernah ikut menyampaikan/menyatakan diri
partai Marxis-Leninis?
Rewang: Tidak pernah. Partai Murba itu tidak pernah menyatakan dirinya sebagai
partai Marxis-Leninis. Tetapi Marxis. Tetapi kenyataan yang kongkrit, Tan Malaka
itu menulis filsafat, bukan filsafat Marxis, “Madilog.” Kalo filsafat Marxis itu,
materialisme, dialektik, garispoli. Kalo Tan Malaka, materialisme, dialektik, logika.
Logika itu baru bagian dari suatu cara berpikir yang benar tetapi tidak lengkap. Yang
lengkap itu dialektika. Kalo Tan Malaka tidak menulis dialektika. Eh dialektika
ditulis. Tetapi, tidak diperluas untuk mengupas apa itu sejarah kemasyarakatan. Ada
lagi orang yang menyetujui dialektika, tetapi membuang satu bagian yang sangat
penting dari dialektika, yaitu kontradiksi. Mereka tidak mau terima kontradiksi diganti
materialisme, dialektik, dan paralelisme. Dialektika paralelisme. Jadi ini termasuk
pemikir borjuis, tidak berani menyebut kontradiksi. padahal asas pertama dialektika
74
itu kontradiksi. Dialektika itu asas pertamanya kesatuan dari dua segi yang
berlawanan. Jadi setiap hal-ihwal itu merupakan kesatuan dua segi yang berlawanan.
Dua segi yang berlawanan itu kalo dikupas ini kontradiksi. Orang ini/tokoh ini mau
dialektikanya tapi kontradiksinya tidak mau. Maka itu diubah menjadi paralelisme.
Lendy: Tokoh ini siapa pak?
Rewang: Tokoh itu pernah saya dengar dari seorang PNI Jawa Tengah. PNI jaman
dulu. Nasionalis asli. Dia itu dua: tidak ada yang langgeng di dunia ini. Yang
langgeng itu perubahan. Asas perubahan itu melalui kwantitatif dan kwalitatif itu
mereka seruju. Tapi yang tidak disetujui itu perubahannya itu melalui kontradiksi.
Komunitas baru itu dicapai atau tercipta melalui kontradiksi itu yang mereka buang.
Ini karena kalo asas dialektika itu diterapkan untuk mengupas keadaan masyarakat,
mesti mengupas kontradiksi. Kalo kontradiksi itu dikupas, yang berkuasa itu takut.
Karena, yang berkuasa nanti akan dijatuhkan oleh yang dikuasai. Karena itu mereka
itu menghilangkan bagian ini yang kalo dalam masyarakat untuknya perjuangan kelas.
Jadi kontradiksi itu kalo diterapkan dalam pengubahan masyarakat melalui
perjuangan kelas. Karena masyarakat itu bukan benda. Kalo benda-benda alam itu
yang berkontradiksi adalah di dalam benda itu sendiri. Tidak ada campur-tangan
pemikiran. Tapi kalo yang berkembang di situ masyarakat, aktifitas orang berpikir itu
punya pengaruh. Bisa memperlambat perubahan, bisa mempercepat. Sehingga dari
sini timbul suatu asas atau kenyataan, penguasa itu tidak seperti buah. Kalo buah itu
masak di pohon itu akhirnya pada jatuh. Tapi kalo penguasa itu tdak akan ada yang
matang di pohon jatuh sendiri. Jadi harus melalui perjuangan kelas. Ini yang tidak
bisa diterima oleh para penguasa.
Lendy: Karena terancam yah pak?
Rewang: Iya.
Lendy: Ada pertanyaan, bahwa hasil tempo hari juga mencantumkan musuh-mush itu,
musuh revolusi itu revisionis. Kalo ternyata partai juga masuk berpikir revisionis, ko‟
dia membuat musuh revisionis, selain tujuh setan desa itu?
Lendy: Padahal ketika itu partai juga revisionis. Bagaimana mungkin mereka
memusuhi revisionis sedangkan partai juga revisionis? Apa yang dimaksud dengan
revisionis yang harus dimsuhi partai?
Rewang: Waktu dilakukan riset pada desa dan kaum tani, itu PKI belum menyatakan
sikap melawan revisionisme. PKI masih berada dalam posisi menempuh jalan
revisionis. Tapi kekhususan PKI itu menempuh jalan revisionis tapi mencitrakan
dirinya itu sekutu PKT. Jadi PKI itu menampilkan diri propagandanya bukan skutu
PKUS tapi sekutu PKT. Bung Aidit itu kalo melanglang dunia, pasti mampir ke
Tiongkok. Tidak bisa dia ke Soviet tanpa ke Tiongkok. Jadi membuat citranya dia itu
sebagai sekutunya Mao Tse-Tung.
Lendy: Apa ngga ada teguran dari PKT pak tentang sikap partai yang revisionis itu?
Rewang: Kalo PKT itu tidak mau menegur terang-terangan. Sebab mereka menjaga
setiap partai itu punya kebebasan. Jadi pengalaman saya bergaul dengan orang
Tiongkok, mereka itu tidak mau menegur: “itu revsionis!” Misalnya dia berdiskusi,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan sampai yang ditanya itu sedap seperti tidak salah.
Itu caranya, cara mereka. Jadi mereka itu menjaga betul tiap partai itu punya
kebebasan. Jadi tidak boleh campur tangan mengenai kehidupan intern partai
sekawan. Waktu saya ke Tiongkok, sudah ada kontradiksi yang menajam antara PKT
dan PKUS. Itu rombongan saya dengan kawan-kawan.
Lendy: Tahun berapa pak?
75
Rewang: Tahun 1959. Dari lapangan terbang Moskow sampe Peking itu saya tidak
membawa visa. Karena itu sampe Peking mendarat tidak ada yang menjemput. Terus
kami ke departemen luar negeri CC PKT. Setelah itu kawan-kawan datang. Yang
salah kami. Tapi kawan-kawan Tiongkok itu datang ke saya minta maaf: “kami belum
tau kawan-kawan datang.” Baru bisa mengurus ketika saya memberi tau. Jadi
memberi tau bahwa, “kalian salah!” itu mereka tidak mau. Kadang-kadang ada kawan
yang menyalahkan, “mengapa Tiongkok tidak menyalahkan kita, tidak mengkritik?”
Ya itu, mengerti sendiri kesalahannya, tanggung jawab partai yang bersangkutan.
Kalo sekarang-sekarang itu sudah mulai mengkritik secara terbuka. Misalnya, partai
komunis India mengkritik Nepal terang-terangan dengan mengirim surat terbuka. Irak
juga begitu. Irak mengkritik Nepal juga terbuka.
Jakarta, 30 Maret 2011.
Transkrip Wawancara Dengan Anggota CC PKI Tahun 1963,
Esempe (samaran)
Tentang Konflik Dalam Tubuh PKI Tahun 1951-1959
Lendy: Bapak lahir dimana pak?
Esempe: Lahir di Solo tahun 1925 tanggal 10 bulan 10.
Lendy: Terus Bapak pendidikan dasar sampai terakhir apa pak?
Esempe: Gini, pada waktu itu keluarga saya pegawai pamong projo di Gondang
Winangun, Klaten. Jadi bapak saya menjadi juru tulis kadistrikan Gondang Winangun
kabupaten Klaten. Bapak itu emang supaya mendapat sekolahan yang pake bahasa
Belanda. Dulu SD itu dua macem, yang bahasa Belanda yang SD (Sekolah Dasar)
Ongkoloro itu ada dua macem, ada yang tiga tahun, ada yang sampe lima tahun tanpa
bahasa Belanda.
Bapak saya pamong projo gengsi, supaya mendapat pendidikan yang pake bahasa
Belanda. Di sana tidak ada. yang ada Sekolah Dasar pake bahasa Belanda itu hanya di
Solo. Di Klaten itu tidak ada, yang ada Swasta, Kristen ada, Islam ada. Kebetulan
adik sepupunya ibu, itu wakil ketua PP Muhammadiyah. Jadi saya SD
Muhammadiyah di Klaten. Melinjeng, Klaten. Dan masuk pas waktu. Saya masih
ingat guru-guru saya. Artinya, ini intermezo sebentar, sebelum Amin Rais itu lahir,
saya lebih dulu Muhammadiyah.
Lendy: Bapak mulai kenal PKI gimana?
Esempe: Itu masih belum. Gini urut-urutannya. Waktu sampe kelas empat, bapak saya
pindah ke Klaten jadi Mantri Polisi. Tp meneruskan tetap Muhammadiyah. Lalu
pindah menjadi camat asisten wedono, Ngemplak, Solo. Saya pindah ke Sekolah
Dasar Umum. Jadi dulu ada sekolah dasar Islam Muhammadiyah, ada Sekolah Dasar
Kristen juga ada, saya Sekolah Dasar Umum. Di Solo itu hanya ada dua SD Negeri
yang Umum pake bahasa Belanda. Di Klaten tidak ada waktu itu. Di Sekolah Umum
Solo kelas lima sampe kelas enam. Kelas tujuh meningkat masuk SMP (Sekolah
Menengah Pertama) Belanda, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dulu bahasa
pengantarnya bahasa Belanda, MULO Protestan di Banjar Sari, Solo. Sudah mulai itu
gerakan, masih SMP, Indonesia berparlemen. Itu saya masuk Suryowirawan. Itu
pemuda dari Parindra (Partai Indonesia Raya). Itu tahun sekitar ’39. Pecah perang ’39
di Eropa, dan pada waktu itu Hindia Belanda sudah terputus dengan negeri induknya.
Itu menjadi pergerakan di Suryowirawan dengan tuntutan Indonesia berparleman.
Memang ada buruh-buruh Belanda, sikapnya mendukung itu. jadi itu aliran
demokratik Belanda, Sosial Demokrat Belanda. Sejak jaman sebelum PKI. Itu orang-
orang Sosial Demokrat Belanda, Marxis Belanda, termasuk guru-guru. Jadi saya di
sana disambut orang-orang Belanda, termasuk kepala sekolahnya, Mneer Kesser. Lalu
guru sekolah saya Mneer Begrer itu jelas menyiapkan Marxisme.
Lendy: Kita langsung lompat saja ya Pak? Kita langsung ke masa-masa Bapak
mengenal PKI, bagaimana bapak mengenal PKI? Bagaimana bapak masuk?
Esempe: Begini, saya mulai dari akar sejarahnya dulu. Jadi waktu ada PETA
(Pembela Tanah Air) itu ada PKI di dalam. Jadi partai (PKI) membebaskan kader-
kadernya masuk PETA, jadi perwira PETA. Ada sekolah perwira di Kukur, termasuk
Pak Tarto, Pranoto Reksosamudro itu PKI. Lalu macem-macem. Lalu Supriyadi,
Umar Bachsan ketemu di situ membikin jaringan, termasuk orang-orang nasionalis.
Itu lahirnya IPTAS (Ikatan Pelajar Tanah Air Sosialis). Nanti itu hubungannya dengan
gerakan ilegal mahasiswa.
76
77
Waktu itu saya belum ketemu partai (PKI), ketemu di Solo setelah orang-orang Digul
pada pulang bikin krisis politik di Solo.
Lendy: Antara lain siapa aja Pak?
Esempe: Ouw banyak. Gini, lengkapnya gini, orang yang dibuang ke Boven Digul
ada dua macem, yang kepala batu dan yang moderat, gampangannya gitu. Dulu ada
kepala batu juga. Kepala batu dipindah ke Boven Digul terpojok, yang moderat boleh
pulang. Yang kepala batu itu akhirnya dibawa oleh Hindia Belanda mengungsi ke
Australia. Di sana dibuka jadi sudah bukan merupakan tahanan lagi. Di sana juga ada
pemerintahan Hindia Belanda dalam pengasingan dipimpin Van der Plas. Atas anjur-
an Komintern, supaya bentuk forum anti-Fasis di mana-mana. Itu garis Komintern.
Termasuk kerja sama dengan Van der Plas.
Lendy: Yang Amir terima duit itu termasuk?
Esempe: Iya, persekutuan melawan Fasis. Dibentuk SIBAR (Sarekat Indonesia Baru)
di Australia.
Lendy: Itu sekitar tahun berapa?
Esempe: Menjelang Jepang masuk.
Lendy: Sekitar tahun 1942 berarti ya Pak?
Esempe: Jepang masuk itu bulan Maret tahun ’42. Pada waktu itu, Jawa diperintah
oleh Letnan Angkatan Darat, Ri ku pi, Jawa khusus sama Bali. Jadi Sumatera di-
perintah oleh Sun da ho. Jadi kita tidak ada hubungan dengan Sumatera,
pemerintahannya. Lalu Sulawesi, Kaigun, Angkatan Laut. Lah ini tahanan Digul di-
bawa ke Australia, takut dipakai oleh Jepang. Ngungsi ikut pemerintah Australia. Jadi
kita ya agak lempar, karena ini dianggapnya produknya Hindia Belanda. Sudah tidak
dipenjara lagi, membentuk SIBAR. Itu lanjutannya Partai Komunis Australia. Tadinya
kita ngga ngerti sikap temen-temen itu. Itu selama di hutan kan ngga ngerti garis
Komintern. Diberitahu Partai Komunis Australia, bahwa begini, bikin front dengan
sekutu.
Lendy: Pada waktu itu bapak sudah masuk partai (PKI)?
Esempe: Oh..belum, saya masih anak-anak, yah sudah ngerti politik tapi belum
bergabung. Indonesia, di dalam negeri Indonesia, masih ada sisa-sisa ’26. saya baru
ketemu partai (PKI) setelah orang-orang yang dibuang tadi pulang ke Indonesia.
Karena partai yang kawan-kawan Australi, ketemu partai Australi. Nah partai Australi
yang pengaruh utama itu kaum buruh termasuk buruh pelabuhan. Ketemu tuan-tuan
kaum buruh pelabuhan dan tuan-tuan partai Australi mau dibawa kemari. Permohonan
Paku Alam datang ke Indonesia. Kita minta bantu-bantu termasuk fasilitas sekutu
untuk membantu itu. Andaikan tidak gitu, lama. Sardjono sudah siap-siap membikin
kongres Genta. Pada waktu itu, teman-teman membikin kursus politik di daerah,
termasuk di Solo. Saya ikut itu.
Lendy: Jadi Bapak mulai mengenal partai itu tahun...?
Esempe: Tahun permulaan ’46 atau akhir ’45. Saya mendirikan IPI (Ikatan Pemuda
Indonesia) di Solo ketemu orang-orang itu. Saya tau kedatangan orang-orang Digul
itu, tertarik karena dia bikin kursus politik di Solo.
Lendy: Itu tahun ’45 ya Pak?
Esempe: ya. Saya ketemu mereka, saya pimpinan IPI Solo, dan mereka senang, anak-
anak muda ketemu mereka. Akhirnya saya tertarik Marxisme, terus masuk PKI.
Tokohnya yah Pak Hasanudin, Sjamsudin, Muntalib, dia yang mengajar saya
Marxisme. Wah sistematis, wong guru dia. Kalo orang Solo, Digulis Solo yang kepala
78
batu ada Pak Suratno, Pak Husein, dan macem-macem. Saya ketemu mereka, masuk
kader langsung, mereka seneng ada anak-anak muda, baru umur dua puluhan tahun.
Lendy: Kalo Pak Rewang itu masuk jadi calon anggota dulu baru jadi anggota, kalo
Bapak gimana Pak prosesnya?
Esempe: Itu semacam agak lain. Kalo waktu itu cocok langsung masuk aja PKI.
Waktu itu belum teratur, baru nanti sudah teratur ada cara seperti itu.
Lendy: Pada waktu itu masih ilegal ya Pak?
Esempe: Jaman itu sudah legal, ada bendera Partai, ada baliho, tapi tata tertibnya
belum rapih. Waktu itu partai buru-buru mempersiapkan kongres Genta bertempat di
Solo. Jadi saya masuk partai tahun ’46, tahun ’47 saya pengurus PKI Surakarta.
Lendy: Itu bapak posisinya apa?
Esempe: Sekretaris, Sekretaris SC Surakarta.
Lendy: SC itu apa Pak?
Esempe: Seksi Comite karesidenan Surakarta. Saya sekretarisnya, termuda. Ketuanya
angkatan ’26, Pak Ratno, itu yang tapol kepala batu itu, namanya Suratno orang Solo,
ikut pemberontakan di Papua.
Lendy: Sekarang kita langsung masuk ke Aidit, pak. Bapak dengan Aidit itu seberapa
dekat Pak?
Esempe: Ya kenal baik.
Lendy: Maksud saya Aidit ini gimana track record-nya? Maksud saya, bagaiamana
karir dia di Partai?
Esempe: Gini, saya kenal dia di Solo, sama-sama masih muda.
Lendy: Apakah sepantaran bapak?
Esempe: Oh tua dia. Tapi yang tertua itu Lukman. Nah kalo Njoto itu sebaya saya
hanya beda sedikit. Lukman lebih tua. Aidit itu dulu termasuk Pemuda Menteng 31.
Lalu pindah ke Solo bersama Bung Lukman. Lalu ada kongres ke empat PKI, dia
(Aidit) terpilih menjadi anggota CC (Comite Centraal). Tapi tahun ’46, Pak Sardjono,
sebetulnya ada konfrensi antar SC se-Jawa. Aidit termasuk Staf CC pada waktu itu,
termasuk Njoto, anak-anak muda. Ketuanya tetap Pak Sardjono di Solo. Pak
Sardjaono itu sejak di Australia, sudah siap-siap nanti pulang sampai di Tanah Air
segera membangun kembali partai komunis, menyusun anggaran dasar baru dibantu
partai yang di Australia. Jadi cepet sampe di Solo. Kongresnya permulaan tahun ’46
di Keraton Solo. Istilahnya kongres PKI tempatnya di Keraton. Ini yang termasuk
tradisi Keraton, siapapun yang melawan Belanda didukung, termasuk pemberontakan
PKI. Termasuk kaum pergerakan itu masih ada Sunan ke sepuluh. Kembali lagi ke
kongres PKI di Sitinggil, Solo, itu megah sekali tahun ’46.
Lendy: Apakah di tahun ’46, Aidit sudah menjadi anggota CC?
Esempe: Oh iya, anggota CC, pimpinannya masih Pak Sardjono. Tapi sebelum itu ya
kader biasa. Dia (Aidit) ahli teori, dia banyak mempelajari. Aidit itu orang Bangka,
tau yah? Bukan orang Tegal. Dalam kongres ke empat itu, panitianya namanya Pontjo
Pangrawit, abdi dalem, karyawan.
Lendy: Ini yang kongres membuat anggaran dasar baru yah pak?
Esempe: Iya dong. Yang menggemparkan dateng ketua SC Banten, Seksi-Comite
karesidenan Banten, Pak Chatib.
Lendy: Mengapa kedatangan SC Banten menggemparkan kongres?
Esempe: Karena pada waktu itu dia bilang ngga bisa datang. Tapi kenyataannya
datang, saya ketemu langsung. Pada waktu itu Pak Chatib menjabat Residen RI
pertama kali yang ngangkat Bung Karno.
79
Lendy: Kembali ke masalah Aidit, ketika bapak masuk PKI apakah Aidit sudah
menjadi anggota?
Esempe: Sudah. Ia sejak pergerakan Ilegal jaman Jepang. Jadi Aidit itu lebih muda
dari Bung Lukman, Bung Lukman itu bapaknya SI Merah, namanya Haji Muklas itu
termasuk kepala batu, meninggal di Australia di Melbourne. Bung Aidit itu orang
Bangka, Bung Lukman itu Jawa Tegal gampangnya begitu. Bung Aidit itu bapaknya
malah Masjumi. Saya tau karena yang cerita itu Bung Aidit sendiri. Jadi Aidit waktu
ketemu saya dia staf kantor CC. Waktu itu kantor CC masih di Solo, akhirnya pindah
ke Jogja Bung Aidit dipindah ke Jogja juga. Jadi di Solo itu ketemu dia (Aidit) kira-
kira lamanya setengah tahun. Dia memberi kursus anak-anak IPI. Di Solo anak-anak
IPI diberi kursus berpolitik yang memberi kursus, Bung Aidit dan Bung Lukman.
Marxisme. Jaman perang kolonial itu dia di Solo, tau persis saya.
Lendy: Terus gini pak’, perjalanan dia naik ke kursi pimpinan itu gimana pak?
Esempe: Ketika Pak Musso dateng membawa gagasan “Jalan Baru”, bentuk CC
sementara. Ini saya dengar lho yah, sekertarisnya Pak Musso itu: Maruto Darusman,
Tan Ling Djie, Ngadiman Modjosujoto. Terus masuk Bung Aidit, Bung Lukman,
Bung Njoto, Bung Disman (Sudisman) ya yang muda-muda itu. Ini belum resmi, tapi
yah namanya sementara. Lalu Aidit menjadi Sekjen. Sidang CC dengan agenda
pengesahan “Jalan Baru”, Tan Ling Djie yang memimpin, Pak Musso waktu itu sudah
gugur. Ini yang menjadi kesalahan Tan Ling Djie secara yuridis, hukum. Karena ini
Dewan Paripurna CC, ini tidak berarti mesti ada FDR (Front Demokrasi Rakat) dan
dibawa ke FDR dulu. Sedangkan Tan Ling Djie berpendapat musti di bawa ke FDR
dulu. Ini kita ngga mau. Nah di sini ada perdebatan sengit. Tapi CC waktu itu
kebanyakan menerima “Jalan Baru”. Tang Ling Djie dia sendiri di Gunung Kidul itu
belum mau menerima ini.
Lendy: Jalan Baru?
Esempe: he’eh. Karena itu dia berpendapat ini musti disahkan dulu oleh FDR. Lah
kita tidak. Yah sudah ini, sidang CC baru.
Lendy: Itu Tang Ling Djie sama siapa-siapa aja itu Pak?
Esempe: Ada beberapa yang lain lagi. Tapi dia minoritas. Waktu dipilih CC
sementara itu tuh tidak pake perundingan, konferensi atau apa. Itu namanya
sementara. Karena itu Tan Ling Djie menjadi wakilnya Pak Musso. Lah Pak Musso
gugur terus yang mimpin dia (Tan Ling Djie). Tapi dia nganggep FDR itu masih ada
dan ini perlu disahkan dulu. Lah kita nda’ setuju. Pada CS-CS daerah termasuk CS
Surakarta ngga mau. Yang dukung Tan Ling Djie hanya CS Jogja.
Lendy: Itu Tan Ling Djie sama Alimin bukan?
Esempe: Alimin masuk rombongan kita. Karena waktu itu Alimin ada di Solo.
Lendy: Jadi Alimin termasuk yang pro terhadap “Jalan Baru”?
Esempe: Ya!
Lendy: Tang Ling Djie ini rombongannya siapa-siapa aja ni Pak?
Esempe: Nda jelas yah. Ada yang masih gamang diantara mereka itu, ada yang
setengah-setengah. Pendeknya sidang CC, diadakan untuk reformis si Tan Ling Djie
diganti Bung Aidit. Bung Lukman, Bung Njoto, Bung Disman, Pak Alimin dan
sebagainya. Pak Musso sudah gugur.
Lendy: Jadi Alimin itu masuk ke rombongannya Aidit?
Esempe: Iya itu! Nah yang bintang-bintang misalnya Pak Ruslan sama Djoko Sujono.
Karena itu CC sementara.
Lendy: Ruslan ini Ruslan mana niy Pak?
80
Esempe: Widjayasastra.
Lendy: Ruslan Widjajasastra?
Esempe: Iya.
Lendy: Ini (Ruslan Widjajasastra dan Djoko Sujono) pasukan gamang pak?
Esempe: Iya, di dalam hati sudah tidak respek lagi..Pamudji, tapi gimana itu sudah
keputusan CC sementara, akhirnya sidang di Jogja, perubahan revolusi Tang Ling
Djie diganti Bung Aidit, terus kantornya pindah Jakarta. Nah pas kongres ke V.
Lendy: Kongres ke V ini gimana niy pak? Menetapkan apa saja?
Esempe: Kongres ke V tahun ’54 itu sudah di Jakarta. Kongres ini menetapkan
anggaran dasar baru dan siap menjelang pemilihan umum.
Lendy: Saya fokus di sini pak. Jadi kalo Marxis-Leninis itu mewajibkan revolusi, dan
tidak melalui cara lain, dengan ikut pemilu misalnya. Ini gimana ini pak? Apakah ini
termasuk Revisionis?
Esempe: Di sini tidak berarti kalau ikut pemilu itu otomatis menjadi revisionis atau
parlementer. Ada kelunakan sikap atas Komunisme sayap kiri.
Lendy: Tulisan Lenin “Penyakit Kekanak-kanakan”?
Esempe: Iya..iya..menggunakan hak demokrasi borjuis itu tidak salah, asal digunakan
secara revolusioner, untuk mendukung gerakan revolusioner. Itu bukan parlementer-
isme. Ya kita gunakan. Lah waktu itu partai (PKI) legal. Supaya lengkap ada sejarah-
nya. Setelah Madiun, tahun ’50, Bung Karno menghadapi KMB (Konferensi Meja
Bundar), menghadapi kolonial, menghadapi negara-negara bagian RIS (Republik
Indonesia Serikat) yang hanya umur setahun, dibubarkan secara fight accomplie,
tanpa perundingan, nda sampe setahun. Dirubah semuanya, kesatuan, tapi masih ada
pagar, ini saya perihatin.
Lendy: Perihatin apa niy pak?
Esempe: Belanda. Meskipun Presiden RI, bukan RIS yah, Asaat ibu kota-nya di Jogja.
Bung Karno kan Presiden RIS sama Hatta. Bung Karno tahu tentang ini baru ko’.
Oleh karena itu, dia khawatir kalo PKI diredam terus, mau berontak terus. Terus
diem-diem dia menugaskan Sri Sultan supaya ngurus bertemu dengan PKI supaya
PKI legal, supaya PKI tidak dilarang. Akhirnya Pak Alimin berpendapat ketemu, kita
simpen di Solo. Di sana akrab sekali. Pak Alimin itu menyusup ke Indonesia tahun
’46. Tadinya bantu Partai Komunis Tiongkok (PKT). Masuk ditugaskan Komintern.
Masuk langsung pulang ke Solo. Pak Alimin waktu perang dunia ke dua ada di Solo.
Saya sewaktu-waktu ketemu. Partai (PKI) di Jogja minta ke saya, supaya bisa mem-
bawa Pak Alimin ke Jogja. Utusan Jogja ini ketemu saya, supaya kalo bisa saya me-
ngantarkan Pak Alimin ke Jogja. Bisa! Jalan kaki meskipun perang sudah berhenti.
Pendeknya Pak Alimin sampe Jogja ketemu Sri Sultan. Sri Sultan itu yah meskipun
dia Sultan, ya bahasa halus, ngerti kalo Pak Alimin ini orang Solo. Ada perundingan
pake bahasa Jawa campur bahasa Indonesia. Pendeknya Sri Sultan minta pada Pak
Alimin supaya PKI legal kembali. Itu tahun ’49 abis perang dunia itu. Itu kongres PKI
di tahun’54 di Solo mengkonsolidasi PKI dan mempesiapkan pemilu. Mengeluarkan
manifes pemilihan umum. Kongres ke V tahun ’54.
Lendy: Dalam kongres itu ada perdebatan tidak?
Esempe: Ada. Gini, ada yang tidak setuju, tetapi bukan tidak setuju ikut pemilihan
umumnya. Tapi isi manifes pemilunya. Sebelumnya itu ada konferensi PKI tahun ’52
di Puncak, termasuk membahasa soal pemilu itu dan lanujut di kongres ke V tahun
’54 itu. Perdebatannya begini, bahwa pemilu kita itu tidak melanggar ajaran-ajaran
Marxis-Leninis. Tapi manifes menyebutkan, “...dengan menusuk Palu-Arit
81
memperoleh demokrasi rakyat...”, nah itu yang jadi soal. Ada yang mengkritik,
termasuk bung Njono.
Lendy: Njono ini siapa pak?
Esempe: Njono itu dulu sekjen SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).
Jadi begini, SOBSI berdiri tahun ’46 di Malang, ketuanya Haryono, sekjennya Bung
Njono. Bung Njono masih umur 24 tahun.
Lendy: Posisi Bung Njono di partai (PKI) itu apa pak?
Esempe: Waktu itu faksi SOBSI. Anggota dipilih untuk kongres. Waktu itu Njono
mewakili delegasi buruh ke konferensi buruh Asia-Afrika di Kutub. Waktu itu partai
Tiongkok (PKT) memberikan ranah pada konferensi bahwa perjuangan krusial itu
mesti dengan perjuangan revolusioner gampangannya begitu. Oleh Njono dalam
sidang kongres pesan partai Tiongkok itu dibawa dan memprotes manifes pemilu.
Tapi akhirnya manifes pemilu sah. Yang dikritik bukan manifesnya, tapi isinya. Tapi
ya akhirnya dia ikut saja. Gini isi manifes itu, “Dengan nyoblos palu-arit mencapai
demokrasi rakyat”, ini kanan. Masa dengan nyoblos bisa demokrasi rakyat?
Demokrasi rakyat itu dalam kekuasaan kelas. Lalu diadakan koreksi “nyoblos palu-
arit membentuk koalisi nasional”. Tapi merubahnya sesudah kongres.
Lendy: Itu dirubahnya sekitar tahun berapa itu pak?
Esempe: Itu hanya setengah tahun setelah kongres, menjelang coblosan. Itu dianggap
tidak obyektif, masa nyoblos palu-arit terjadi demokrasi rakyat?
Lendy: Masih di dalam kongres ke V itu pak, ini kan ada perdebatan-perdebatan.
Terus yang mengkritik keras itu Njono, maksud saya kalo misalkan jajarannya yang
mendukung Njono bisa disebutkan, sebutkan saja pak dan yang mendukung pada
manifes pemilu itu juga sebutkan saja pak, misalnya Aidit itu di pihak yang mana atau
siapa berada di pihak yang mana?
Esempe: Njoto itu konseptor manifes pemilu, Aidit itu yang mengajukan, Lukman,
dan Sakirman itu yang pro-manifes pemilu. Yang kontra manifes itu selain Njono ada
dari Jawa Tengah tapi saya tidak bisa menyebutkan secara eksplisit siapa-siapa saja,
saya lupa. Jadi itu problematik, yang mengkritik tajam itu Bung Njono, inspirasinya
dia dapat dari partai Tiongkok. Nah penyakit kanan ini berkembang dan dikoreksi
menjadi OKPB (Oto Kritik Polit Biro).
Lendy: Setelah pemilu partai (PKI) mau ke mana pak?
Esempe: Setelah manifes itu, kita rapat-rapat umum di mana-mana, pemilu ada dua
macam, pemilu untuk milih legislatif itu September tahun ’55, pemilu untuk memilih
Konstituante itu akhir Desember tahun ’55. Jadi ada dua daftar calegnya. Yang caleg
untuk Konstituante termasuk Dimara.
Lendy: Itu kenapa pak?
Esempe: Dimara itu calon dari PKI pemilu tahun ’55, tapi untuk Konstituante. Dimara
pahlawan nasional, Y.A. Dimara orang Papua. Itu calon PKI dan orang partai-partai.
Dulu nama tanda-tanda kita, PKI dan orang partai-partai, nah Dimara termasuk orang
partai-partai. Jadi habis itu ternyata di jawa tengah ada tujuh yang menang mutlak,
lebih separo, tujuh kabupaten. Akibatnya, kepala daerahnya kita semua. Semarang
Kota, Semarang Kabupaten, Kota Solo, Klaten, Sukoharjo, Salatiga. Salatiga itu 63%
memilih PKI. Ya tiap tiga orang di pasar dua pasti memilih palu-arit di Salatiga,
gampangannya begitu. Pemilu tahun ’57, pemilihan daerah, tambah sepuluh
kabupaten di Jawa Tengah itu. Itu memilih DPRD, Jawa Tengah menjadi 10. Jawa
Barat dua yang menang mutlak. Ini tidak salah, itu baik. Tapi kalo memilih berlebih-
82
lebihan, menjadi Parlementerisme. Itu yang dikritik OKPB, gampangannya gitu. Dua
aspek.
Lendy: Iya pak, itu yang mau dibahas. Jadi bagaiman partai (PKI) bergerak ke arah
kanan?
Esempe: Jadi itu pemilu yah, makin bersandar pada Bung Karno.
Lendy: Itu kesalahan juga pak?
Esempe: Iya. Bersahabat ya, sampai akhir hidupnya, tetep bersahabat kita, tetep me-
ngatakan menjelang wafat, “PKI tidak salah”. Mengapa tanggal 20 Juni tahun 70’
wafat di tempat tahanan rumah itu orang Jepang? Itu sakit-sakitan bentak terus, orang
ke WC ngerangkak. Emang sengaja oleh Harto, biar mati tanpa diadili. Itu yang boleh
besuk hanya keluarga langsung, Bu Fatmawati atau yang putri si Rahma itu, dia liat,
nangis, bapak itu kalo ke kamar mandi merangkak. Tidak ada pembantu, hanya
pengawal. Sakit tidak boleh diobatin, dikasih vitamin B aja tidak. Ya sudah jauh,
Beri-beri. Menjelang wafatnya, “PKI tidak salah”. Itu kita hargai. Kita yang salah,
terlalu menilai berlebih-lebihan Bung Karno. Pernah menerima misalnya, apa itu?
presiden seumur hidup, pemimpin besar revolusi, membikin pengertian keliru masal.
Ini tidak benar, jadi dalam 30S itu orang-orang Untung itu ngertinya revolusi yang
mimpin Bung Karno. Sebab pemimpin besar revolusi. Bung Karno merintahkan harus
berhenti, tunggu penyelesaian politik saya. Jadi Bung Karno tanggal 1 Oktober ’65,
jam 10 pagi di Halim, “Tung berhenti dulu, tunggu perintah saya”, Harto terus. Itu
nanti tema lain lagi.
Lendy: Maksud saya itu partai (PKI) yang bergerak ke kanan itu bagaiaman pak?
Esempe: Itu prosesnya dan ada faktor-faktor lain.
Lendy: Jadi apa saja itu pak yang bikin partai ke kanan?
Esempe: Faktor pikiran, faktor jabatan. Banyak orang-orang masuk partai (PKI) ada
tujuan bisa mendapat posisi di dewan pusat. Saya sendiri sangsi, orang partai (PKI)
begini. Ini akibat adanya begini akhirnya jadi korban, karena mereka tidak ngira kalau
terjadi G30S. Ini teman-teman lama korban banyak sekali, tidak ada persiapan. Jadi
sekali lagi, pemilu an sich tidak salah. tapi manifesnya itu yang bikin menjadi salah.
Parlementer tetap juga digunakan, asal itu bukan tugas utama. Tugas utama,
menggalang masa. Jadi banyak kader-kader daerah itu elitis. Masuk partai (PKI) itu
tujuanya cari kedudukan. Jadi tidak waspada, sama ideologi ya sudah.
Lendy: Jadi gini pak, ada pengaruh Tiongkok dan ada pengaruh Soviet. Ini berpenga-
ruh tidak di partai (PKI)? Waktu Kruschev Remo (Revisionisme Modern).
Esempe: Itu kita tidak setuju.
Lendy: Tapi ketika itu partai (PKI) mengikuti kebijakan Soviet?
Esempe: Iya. Tapi ini juga keadaan sering ko’, yaitu dua aspek.
Lendy: Itu dua aspek siapa yang mengajukan pak?
Esempe: Aidit cs. Putusan-putusannya CC itu.
Lendy: Itu pas kongres ke berapa itu pak?
Esempe: Ouw itu sudah kongres ke VI dan sebagainya makin kanan. Gini, kongres ke
VI itu tahun ’59. Ada masa kongres, jadi kembali ke UUD 1945. Karena Konstituante
gagal, tiga kali voting dead-lock semua, akhirnya diputuskan kembali UUD 1945.
Terus ada dalil Nasakom segala itu Bung Karno. Nah itu nanti ada cerita sendiri itu,
sikap kita mengenai pikiran Bung Karno. Tapi pada pokoknya masih pegangan itu,
menilai berlebih-lebihan Bung Karno. Karena Bung Karno sebagai pemimpin besar
revolusi bisa bikin keputusan macem-macem, termasuk itu dekrit kembali UUD tadi.
Itu kan dekrit Bung Karno.
83
Lendy: Bung Karno dinilai salah sebagai pemimpin besar revolusi maksudnya gimana
pak? Apakah tidak seideologi?
Esempe: Begini, Bung Karno kan bukan kita,
Lendy: Bukan partai (PKI)?
Esempe: Bukan dong. Bung Karno itu nasionalis kiri, sahabat kita. Bung Karno itu
sahabat, nasionalis kiri sampe akhir. Bung Karno itu sahabat, kita hargai. Revisionis
itu Khruscov, itu panjang prosesnya, tidak terus mendadak. Itu Khruscov, tapi lama-
lama juga kebangkitan Revisionis Indonesia, itu dua aspek itu.
Lendy: Itu dua aspek itu apa pak?
Esempe: Di dalam kekuasaan negara, termasuk Bung Karno, ada dua aspek. Aspek
anti rakyat, ini ada Nasution ada Dewan Djendral itu, dan aspek pro rakyat dipimpin
Bung Karno. Nah dua aspek itu, tapi ini ada negara.
Lendy: Ini udah ke kanan ini pak?
Esempe: Iya. Ini titik pada mereka sendiri. Yang memberi nama, kita. Padahal Bung
Karno bukan dari kita, dianggap pemimpin besar revolusi ya mau saja. Seumur hidup
itu diterima. Tetep itu dianggap salah, seharusnya jangan dianggap pemimpin besar
revolusi. Pemimpin besar revolusi, Aidit dong. Itu perdebatan di CC.
Lendy: Itu pas di kongres ke VI?
Esempe: Ya sekitar itu. Saya tidak setuju. Bagaimanapun baiknya Bung Karno, dia
nasionalis. Saya bukannya tidak setuju bershabat dengan Bung Karno, tapi pernyataan
pemimpin besar revolusi kepada Bung Karno itu kaum nasionalis itu tidak tepat.
Pemimpin besar revolusi ya Bung Aidit dong! Sebab Bung Karno itu nasionalis, tidak
bisa itu pemimpin besar revolusi.
Begini, itu teori dua aspek, supaya nanti mengapa dari sisi PKI itu menjadi salah?
Teori itu tentang soal pemimpin suatu perubahan, itu partai (PKI) namanya pelopor.
Katakanlah itu semacam dalil. Di luar partai (PKI), itu hanya menunggu, bukan
pemimpin revolusi. Itu untuk keperluan revolusi dalam pengertian partai (PKI).
Mereka itu kan revolusi tidak seperti dalam pengertian partai (PKI). Pengertian
revolusi pada partai (PKI) ialah merubah sistim. Dari sistim yang bukan partai (PKI)
masuk pada sistim sosialis. Itu ngga ada lagi, ngga ada itu. Dalam peran Bung Karno,
pemimpin besar revolusi itu di dalam konteks pengertian, revolusi akan membawa ini
merubah Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feodal, masuk nanti ke daerah
revolusi sosialis. Itulah Bung Karno. Dan ngga mungkin orang lain yang melakukan
itu. Orang dia (Bung Karno) bukan sosialis, jadinya sahabat. Bukan komunis. Artinya,
kalaupun dia mengerti teori komunis, tapi dia ngga mungkin didisiplin oleh partai
(PKI). Karena bukan bagian dari otoritasnya. Jadi hanya keterangan partai (PKI), dia
tidak mengakui. Tapi kalo orang mau bilang dia pemimpin besar revolusi, biarin. Tapi
partai (PKI) ngga boleh. Tapi kenapa itu kemudian terjadi? Chaerul Saleh mau
mengambil hati Bung Karno. Istilah pemimpin besar revolusi itu datang dari usul
Chaerul Saleh. Bukan dari usul PKI. Dia (Chaerul saleh) Murba, mau membikin dekat
melalui Bung karno, antara Murba dengan PKI sudah miring secara teori. Itu sepandai
orang Murba lepas dari teori kompetensi kepentingan besar nama, kasih nama Bung
Karno situ, pasti diterima oleh Bung Karno. Itu diterima oleh Bung Karno, partai
(PKI) sulit menolaknya. Dan nanti diperdebatkan makin setuju Bung Karno ini, makin
terbuka celahnya. Itu yang tidak tegas partai (PKI) tempo hari menghadapi konflik
politik begitu. Sekarang tentang teori dua aspek. Pertama mesti juga orang paham
bahwa pengertian negara, dalam teori Lenin, negara itu adalah alat penguasa
menindas rakyat, apabila negara itu bukan negara komunis/bukan negara sosialis.
84
Semua negara bahkan, dia akan menjadi alat untuk menindas. Tatkala datang teori
Leninnya Aidit, ada dua aspek di dalam pemerintahannya Bung Karno. Ada aspek
rakyat ada aspek populer, dan aspek rakyat sedang maju, maka jangan robohkan
negaranya yang dipimpin oleh Soekarno. Itu artinya. Padahal menrut teori itu salah.
Itu harus dirobohkan, walaupun caranya tidak langsung katakan “saya ganti kamu
Soekarno”, tidak begitu. Dengan cara lain. Itu yang dimaksud berarti menerima
negara yang dipimpin oleh Soekarno sebagai negara yang disetujui oleh partai (PKI).
Itu sudah kanan. Itu pengertian negara.
Lendy: Kita kembali ke kongres VI, itu kan ada perdebatan yang pro dan yang kontra
kan pak tentang dua aspek. Ini maksud saya yang pro itu siapa-siapa saja pak dan
yang kontara itu siapa-siapa saja?
Esempe: Waktu itu, terori itu dibawa oleh Aidit ke Peking, Akademi Ilmu Sosial di
Peking. Akademi Ilmu Sosial menerima teori itu. Aidit dikasih gelar Doktor.
Lendy: Kalo begitu Peking yang menetapkan.
Esempe: Waktu itu Peking sudah terbagi dua.
Lendy: Jadi Peking pecah juga pak?
Esempe: Waktu itu sedang dimulai. Itulah mangkanya pecah dengan itu kan. Di situ
kemudian membuat di Indonesia orang-orang yang tidak setuju jadi pikir-pikir.
Lendy: Nanti dulu pak, ini Peking pecah ini yang Mao yang mana terus yang satu lagi
apa?
Esempe: Persoalannya waktu itu belum terbuka secara organisasi. Tapi, pikiran-
pikiran pro revisionis sudah mulai ada. Nantinya terima itu. Akademi Ilmu Sosial itu,
itulah akademi tertinggi di Partai Komunis Tiongkok. Sebelumnya dibawa ke Peking,
itu di partai (PKI), sudah didiskusikan dan tidak ada yang menolak. Kawan-kawan
diam. Tau-tau Akademi Ilmu Sosial Peking, menganugerahkan sebagai teori yang
bagus dikasih Doktor lagi. Itu yang membuat di Indonesia, kawan-kawan ini, “mana
suaranya ini?” Melewati itu, ada kongres ke VII.
Lendy: Sebentar pak, sebelum ke kongres ke VII, pada kongres ke VI itu gimana pak?
Esempe: Saya tidak inget secara detil. Tapi pada intinya begini, rumusannya lain
dengan OKPB (Oto-Kritik Polit-Biro). Rumusannya itu terlalu menilai Bung Karno
berlebih-lebihan sampe ada aspek pro rakyat dan aspek anti rakyat. Ini menyalahi
prinsip bernegara. Mestinya bukan aspek pro rakyat, andaikan ini yang menang, itu
tidak akan bisa melahirkan demokrasi rakyat. Sebab yang mimpin Bung Karno, Bung
Karno kan bukan kita. Brarti bukan salah mereka, tapi salah kita terlalu menilai
berlebih-lebihan. Nah ini direstui pada waktu di Peking tadi. Tapi ada faktor lain.
Partai Indonesia (PKI) dianggep terbesar. Jadi Soviet maupun Mao Tse Tung itu
memanfaatkan Indonesia, jumlahnya terbesar mempunyai pengaruh, mempunyai
mentri-mentri, mempunyai Jendral. Nah Jendral-jendral kan banyak, anggota partai
(PKI). Panglima Kartosuwiryo itu anggota partai pada waktu itu.
Lendy: Tapi bapak pada waktu kongres ke VI itu, bapak menolak?
Esempe: Ya, mengecam menganggap Bung Karno pemimpin besar revolusi. Tapi
dijelaskan supaya ini strategi, patuh saja. Tapi cepat sekali pengaruhnya.
Lendy: Yang mengeluarkan pendapat bahwa itu merupakan strategi, harus patuh, dan
semacamnya itu siapa pak?
Esempe: Itu sidang CC termasuk Aidit termasuk saya ko’. Saya mengecam mengapa
Bung Karno dijadikan pemimpin besar revolusi.
Lendy: Maksud saya gini pak, bapak kan mengecam usulan itu, sedangkan yang
mengusulkan dan yang menyetujui itu siapa pak?
85
Esempe: Ya banyak. Sudah lupa saya.
Lendy: Tapi Aidit, Lukman, Njoto, sepakat?
Esempe: Iya.
Lendy: Yang mengecam, selain bapak siapa pak?
Esempe: Lupa.
Lendy: Kalo tentang teori dua aspek itu kapan masuknya pak?
Esempe: Itu sumbernya bekerja pada teori falset, jadi ada ide pokok Bung Aidit.
Sebenernya itu sejak manifes pemilihan umum. Itu pikiran/ide, prosesnya memakan
waktu. Ada rumusan seperti itu, itu sekitar tahun ’59, sidang CC. Tapi belum sempet
masuk ke dalam kongres. Itu dua aspek akhirnya dikoreksi oleh OKPB, itu lahir
setelah peristiwa ’65. Setelah ’65, PKI tidak ada dua aspek, itu putusan, saya harus
tunduk. Itu tambahannya.
Jakarta, 22 Juli 2011.