KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI...

53
iii KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR SKRIPSI AHMAD MUSTAFA J 111 09 273 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI MAKASSAR 2012

Transcript of KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI...

  • iii

    KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI

    KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR

    SKRIPSI

    AHMAD MUSTAFA

    J 111 09 273

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    MAKASSAR

    2012

  • iv

    KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI

    KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Universitas Hasanuddin

    Untuk Melengkapi Salah Satu syarat

    Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

    Oleh:

    Ahmad Mustafa

    J 111 09 273

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

    MAKASSAR

    2012

  • Judul : Kondisi Ruangan Radiografi Gigi Pada Instalasi Kesehatan Di Kota

    Makassar

    Oleh : Ahmad Mustafa

    HALAMAN PENGESAHAN

    Kondisi Ruangan Radiografi Gigi Pada Instalasi Kesehatan Di Kota

    Makassar

    Ahmad Mustafa / J 111 09 273

    Telah Diperiksa dan Disahkan

    Pada Tanggal 29 Agustus 2012

    Oleh :

    Pembimbing

    drg. Muliaty Yunus, M. Kes

    NIP. 19631213 199002 2 001

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Hasanuddin

    Prof.drg.H. Mansjur Nasir,Ph.D

    NIP. 19540625 198403 1 001

    v

    Kondisi Ruangan Radiografi Gigi Pada Instalasi Kesehatan Di Kota

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala nikmatNya serta

    salawat dan salam kepada Rasullullah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    yang berjudul “Kondisi Ruangan Radiografi Gigi Pada Instalasi Kesehatan Di Kota

    Makassar”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana

    Kedokteran Gigi. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

    pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang

    Radiologi.

    Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan

    bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin

    menghanturkan terima kasih dan penghargaan yang setulus – tulusnya kepada kedua

    orang tua tercinta Ibunda Baji Lusi dan Ayahanda Rusihan Mustafa atas segala

    doa, dorongan dan motivasi yang tak terhingga kepada penulis.

    Pada kesempatan ini pula, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin

    menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

    1. Prof. drg. Mansyur, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

    Universitas Hasanuddin.

    2. drg. Muliaty Yunus, M. Kes selaku Dosen pembimbing yang telah bersedia

    meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan

    serta kesabaran mulai dari awal hingga penyelesaian skripsi ini.

  • v

    3. drg. Muhammad Ruslin, Sp.BM, M. Kes selaku Penasehat Akademik atas

    bimbingan, perhatian, nasehat dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan.

    4. Seluruh staf dosen, pegawai akademik, dan pegawai perpustakaan Fakultas

    Kedokteran Gigi yang telah membantu membagi ilmu dan bekerja sama

    dengan penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.

    5. Kakak-kakak dan adik-adik ku tercinta Muchsin, Kusuma, Thya, Dika,

    yang senantiasa mendoakan, serta memberikan semangat dan spirit yang luar

    biasa kepada penulis.

    6. Keponakan ku terkasih dan terlucu Amira.

    7. Kakak – kakak senior di FKG UH yaitu Kak Ais 08, Rista 07, Sarwo 08,

    Faridah 08, dan semua kakak senior di FKG UH yang tidak dapat dituliskan

    satu – persatu. Terima kasih atas segala doa, dukungan dan spirit yang telah

    dberikan kepada penulis.

    8. Segenap Keluarga besar Insisal 09, terima kasih atas segala semangat,

    kekompakan dan rasa persaudaraan yang telah kalian tunjukkan, khususnya

    Selvi, Yurni, Judith, Tangguh, Ikhsan, Nuge, Ardi , Irfan, Yeyen, Fadel,

    Firdan, Tiara, yang telah membantu dalam proses penelitian.

    9. Segenap keluarga besar LDF Darul Asnan, terima kasih atas dukungan dan

    bantuan yang telah kalian berikan.

    10. Segenap keluarga besar LDK MPM UNHAS, terima kasih atas dukungan

    dan bantuan yang telah kalian berikan semoga Allah mengumpulkan kita

    semua di surga kelak. AMIN

  • vi

    11. Pengurus BEM FKG UH, terima kasih atas segala bentuk proses yang

    diberikan.

    12. Teman – teman Tabo-Tabo And The Gank , yaitu Adi, Ewink, Yaris,

    Taqe, dan Fian semoga kita bisa kompak selalu.

    13. Teman-teman ku Bayu, Iwan Tude , Agung, K Aco, Opo, dan teman-teman

    nongkrong yang sudah baik menerima saya selama ini.

    14. Teman-teman posko KKN-PK 41 Desa Borongtala Kec. Tamalatea Kab.

    Jeneponto, Kak Arfan, Zainuddin, Ra ra, Upi , Uthi, Mayang, Noi, dan

    Wida yang sudah mau sabar menghadapi saya selama di posko.

    15. Semua instalasi kesehatan yang sudah mau membantu dalam penelian ini.

    Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

    telah berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak terlepas dari

    kekurangan dan ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis.

    Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Kedokteran Gigi di

    bidang Radiologi.

    Makassar, 29 Agustus 2012

    Penulis

  • 1

    KONDISI RUANGAN RADIOGRAFI GIGI PADA INSTALASI

    KESEHATAN DI KOTA MAKASSAR

    ABSTRAK

    Standar ruangan radiografi gigi pada dasarnya harus berkiblat pada peraturan

    BAPETEN. Hal ini merupakan patokan dalam hal pembanguan ruangan yang sesuai standar agar

    terhindar dari bahaya radiasi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kondisi ruangan

    radiografi pada instalasi kesehatan yang ada di kota makassar. Sampel dari penelitian ini

    adalah instalasi kesehatan yang termasuk dalam anggota BPFK (Balai Pengawasan

    Fasilitas Kesehatan) dengan menggunakan teknik convinience sampling dengan total 13

    sampel. Setiap sampel diberikan kuisioner dengan pendekatan cross-sectional. Hasil

    penelitian menunjukan masih terdapat beberapa intalasi yang belum memenuhi standar

    dalam hal pembanguan ruangan radiografi.

    Kata Kunci: Standar ruangan radiografi, peraturan BAPETEN, Instalasi kesehatan

    CONDITION ROOM OF DENTAL RADIOGRAPHY AT

    INSTALLATION OF HEALTH IN THE MAKASSAR CITY

    ABSTRAK

    In a way to build a standardized dental radiology area, it must fulfil the

    procedure and regulations set by BAPETEN. These approach should be done to prevent

    radiation hazard in the working area. Thus, this research aim to analyse the condition of

    radiology area at installation of health in Makassar. The means of collecting data is by

    taking sample from the installation of health, incorporate with BPFK (Balai Pengawasan

  • 2

    Fasilitas Kesehatan) committee which using convinience sampling technique with total

    13 samples. Each sample will be given questioner with cross-sectional approached. The

    result from the research revealed that there is a few number of radiology area at

    installation of health that does not meet the standard set by the authority.

    Key words : Standardization of radiology area, BAPETEN procedure and regulations,

    Health service unit

  • 3

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iii

    KATA PENGANTAR ………………………………………………………... iv

    DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vii

    DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. x

    LAMPIRAN …………………………………………………........................... xii

    BAB

    1 . PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang …...........…………………………………….... 1

    1.2 Rumusan Masalah ……..........………………………………… 3

    1.3 Tujuan Penelitian ……..........…………………………………. 4

    1.4 Manfaat Penelitian ……...........…………………………….... 4

    2. TINJUAN PUSTAKA

  • 4

    2.1 Radiologi Kedokteran Gigi ………...............…………………. 5

    2.1.1 Proyeksi Intra Oral ...............………………….................... 5

    2.1.2 Proyeksi Ekstra Oral ...........................……………………. 6

    2.1.3 Radiografi Konvensional Dan Modern Radiographic

    Imaging …………………………….................................... 6

    2.1.4 Computed Tomographic-Scan (CT-Scan) …………..`…... 6

    2.2 Sinar-X ………....……………………………………………….. 6

    2.3 Bahaya Radiasi ………..........……………..........................…….. 8

    2.4 Proteksi Radiasi ……….........……………..........................…….. 9

    2.4.1 Proteksi Radiasi Bagi Penderita ...............…………......…... 9

    2.4.2 Proteksi Radiasi Bagi Operator ................…………......…... 12

    2.5 Perencanaan Dan Persyaratan Fasilitas Ruangan Radiologi ….... 14

    3. METODE PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep ……..........……………………………............ 18

    3.2 Jenis Penelitian …............……………………………………….. 19

    3.3 Desain Penelitian ……………...........…………………………… 19

    3.4 Lokasi Penelitian ………..........…………………..…………….. 19

    3.5 Waktu Penelitian ……..........…………………………………… 19

    3.6 Populasi Penelitian …...........…………………………………… 20

  • 5

    3.7 Sampel Penelitian ……………….........………………………… 20

    3.8 Metode Pengambilan Sampel ………...............………………… 20

    3.9 Kriteria Sampel …….........……………………………………… 20

    3.10 Alat Dan Bahan ….........………………………………………… 21

    3.11 Penentuan Variabel Penelitian ……....................……………….. 21

    3.12 Definisi Operasional Variabel ……..................………………… 21

    3.13 Data Penelitian .............................................................................. 21

    4. HASIL PENELITIAN ……………………………………………….. 22

    5. PEMBAHASAN ……………………………………………………... 32

    6. PENUTUP

    6.1 Kesimpulan …………………………………………………… 35

    6.2 Saran ………..………………………………………………….. 35

    DAFTAR PUSTAKA …….…………………………………………………... 37

    LAMPIRAN

  • 6

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Sinar-X (radiasi) ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang professor

    fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi

    yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang

    dialiri listrik. Radiasi pengion yang selanjutnya disebut radiasi adalah gelombang

    elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu

    mengionisasi media yang dilaluinya. 1,2

  • 7

    Radiografi adalah salah satu alat klinis penting untuk membuat diagnosis. Alat

    ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat dilihat

    dengan mata telanjang. Radiografi dapat berisi informasi mengenai adanya karies yang

    dapat melibatkan atau mengancam pulpa. Radiografi dapat menunjukan jumlah, bagian,

    bentuk, panjang dan lebar saluran akar, adanya material mengapur di dalam rongga

    pulpa atau saluran akar, resorpsi dentin yang mulai dari dalam saluran akar (resorpsi

    interna) atau dari permukaan akar (resorpsi eksternal), klasifikasi atau penyembuhan

    kavitas pulpa, penebalan ligamentum periodontal, resorpsi sementum, dan sifat serta

    perluasan periapikal dan tulang alveolar. 3

  • 8

    Dalam melakukan pemeriksaan kita harus memperhatikan dosis efektif. Dosis

    efektif adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi yang

    nilainya adalah jumlah perkalian dosis ekuivalen yang diterima jaringan dengan

    faktor bobot jaringan. Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

    mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.2

    Masih banyak pengguna sinar-x yang tidak menyadari dalam mengambil

    langkah-langkah kesehatan dan keselamatan kerja sebagai prioritas utama pada

    operator, dokter dan pasien. Keselamatan sebagai sebuah konsep didefinisikan

    sebagai keadaan yang bertanggung jawab terhadap bahaya atau cedera apapun

    bentuknya, bebas dari cedera luka atau kerusakan. Indonesia memiliki undang-

    undang dan pedoman penggunaan radiasi. Namun hanya sedikit informasi tentang

    bagaimana hal ini diterapkan dalam praktek dokter gigi.4

    Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama setiap individu, keluarga,

    masyarakat, pemerintah dan swasta. Pemerintah kota Makassar dalam kebijakannya

    mengamanatkan peningkatan taraf kesehatan masyarakat sebagai prioritas bagi

    pembangunan kota Makassar, dengan menempatkan peningkatan derajat kesehatan

    masyarakat sebagai Program Utama.5

    Berdasarkan data yang didapatkan BAPETEN pada tahun 2010 bahwa

    BAPETEN baru mengeluarkan 228 izin penggunaan radioaktif untuk 65 instansi baik

    rumah sakit maupun industri di daerah Sulawesi Selatan. Ke-65 instalasi ini terdiri

    atas 54 izin sumber radioaktif untuk 5 industri dan 174 izin sumber radioaktif di 60

    instalasi rumah sakit. Tentu saja hal ini sangat tidak dibenarkan karena instalasi

  • 9

    kesehatan harus dapat memberikan perlindungan kepada pasien dari bahaya

    kebocoran radioaktif. Hal ini tentu saja dapat diketahui apabila pihak instalasi

    kesehatan sudah mengajukan izin kepada BAPETEN sebagai syarat standar

    keamanan kesehatan.6

    Oleh karena itu hal ini dapat dimulai dari membangun dan merencanakan

    fasilitas ruangan penyinaran radiografi, yang harus berpatokan pada standar dari

    BAPETEN RI (Badan Pengawasan Tenaga Nuklir Republik Indonesia) pasal 56 dan

    57 tentang perencanaan bangunan.4

    Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam instalasi ruang peralatan sinar-X

    sebelum bangunan didirikan antara lain lokasi , letak ruangan , desain ruangan , tebal

    dinding dan pelindung timah hitam pada pintu harus sesuai dengan persyaratan

    radiodiagnosis. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk memahami dan

    mematuhi peraturan standar ruangan sehingga resiko bahaya radiasi yang diterima

    operator , staf lain dan masyarakat dapat ditekan sekecil-kecilnya jika mungkin

    ditiadakan.7

    1.2 RUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat diidentifikasikan masalah

    yaitu “Apakah kondisi ruangan radiografi sudah sesuai dengan standar BAPETEN ?”

  • 10

    1.3 TUJUAN PENELITIAN

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diperoleh tujuan dari penelitian

    ini, yaitu “mengetahui apakah penataan ruangan yang digunakan untuk tindakan

    radiografi pada instalasi kesehatan dengan fasilitas radiografi di kota makassar sudah

    memenuhi syarat BAPETEN.”

    1.4 MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat dari penelitian ini adalah :

    1. Sebagai masukan kepada dokter dan radiographer dalam mematuhi peraturan

    yang berlaku demi keselamatan dokter, radiographer, pasien, dan lingkungan.

    2. Memberikan informasi yang bermanfaat tentang tingkat kepatuhan pengguna

    alat sinar x di kota Makassar.

    3. Agar pengguna sinar-X dapat seminimal mungkin menerima paparan radiasi

    yang tidak dibutuhkan dan masyarakat di sekitar instalasi radiografi dapat

    terhindar dari jangkauan radiasi sinar-X.

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Radiologi Kedokteran Gigi

    Telah lebih dari satu abad profesi kedokteran gigi menggunakan pemeriksaan

    radiografik sebagai sarana untuk memperoleh informasi diagnostik yang tidak dapat

    diperoleh dari pemeriksaan klinis dan pemeriksaan lain sebelumnya. Hingga saat ini

    dental radiografi menjadi salah satu peralatan penting yang digunakan dalam perawatan

    kedokteran gigi modern. Pemotretan radiografi gigi baik proyeksi intra oral maupun

    ekstra oral hampir merupakan prosedur umum yang dilakukan oleh dokter gigi dalam

    membantu penatalaksanaan suatu kasus.7,8,9

    2.1.1 Proyeksi Intra Oral

    Pemeriksaan inra oral adalah salah satu aplikasi radiologi klinik yang pertama kali

    digunakan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Secara umum dapat dikatakan bahwa

    radiografi intraoral dapat memberikan informasi diagnostik yang tidak diperoleh dari

    pemeriksaan sebelumnya. Sampai saat ini radiografi merupakan metode diagnostik non

    invasive utama untuk eveluasi perubahan internal jaringan yang termineralisasi di daerah

    orofasial. Pemeriksaan ini terdiri dari 3 macam proyeksi yaitu : periapical, bitewing

  • 18

    dan occlusal.7

    2.1.2 Proyeksi Ekstra Oral

    Radiografi yang termasuk proyeksi ekstra oral adalah semua proyeksi

    radiografik daerah maksilofasial, dengan film diletakan di luar mulut pasien.

    proyeksi ekstraoral di bidang kedokteran gigi meliputi proyeksi-proyeksi standar

    maupun proyeksi khusus untuk pemeriksaan daerah kepala, sendi temporomandibula,

    sinus, tulang nasal, zigomatik dan sebagainya.7

    2.1.3 Radiografi Konvensional Dan Modern Radiographic Imaging

    Radiografi digital merupakan panduan radiografi diagnostik konvensional,

    dengan kemajuan teknologi komputer. Tujuannya adalah untuk menghasilkan

    gambaran yang memberikan informasi diagnostik maksimum, dengan radiasi

    minimum.7

    2.1.4 Computed Tomographic-Scan (CT-Scan)

    Computed Tomographic-scan (CT-scan) adalah sarana pencitraan radiografik

    modern dengan paparan radiasi yang jauh lebih besar, dan sistem lebih kompleks.

    Sistem ini menghasilkan gambaran radiografik potongan obyek dalam lapisan-

    lapisan, tanpa terjadi tumpang tindih satu sama lain. 7

    2.2 Sinar-X

  • 19

    Sinar-x adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan

    gelombang listrik, radio, inframerah panas, cahaya, sinar gamma, sinar kosmik dan

    sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar x juga

    adalah bagian dari radiasi ionizing dan digunakan secara luas untuk industri, medikal

    diagnostik dan tujuan terapi. Penggunaan sinar- x adalah sesuatu yang penting untuk

    diagnosa gigi geligi serta jaringan sekitarnya dan pemakaian yang paling banyak

    pada dignostik imaging system.1,10

    Disamping nilai diagnostik yang diperoleh, pemeriksaan radiografi memiliki

    potensi mengakibatkan bahaya radiasi. Hal ini disebabkan karena sinar-x sebagai

    sumber energi yang digunakan, termasuk sebagi sumber energi pengion yang sejak

    lama diketahui keuntungan maupun kerugian oleh karena bahaya yang ditimbulkan

    dari bahaya ionisasi. Radiasi ionisasi adalah radiasi yang mampu membentuk ion

    atau partikel bermuatan positif dan negatif pada obyek yang dilewatinya. Pada saat

    sinar-x mengenai jaringan tubuh, akan terjadi ionisasi pada jaringan yang akan

    dilaluinya sehingga terjadi kerusakan pada jaringan tersebut. Berdasarkan fakta

    tersebut, diperlukan upaya untuk memperkecil efek radiasi pada setiap pemotretan

    radiografi, baik pada penderita maupun operator,sesuai dengan pedoman bagi setiap

    penggunaan radiasi di bidang kedokteran gigi adalah prinsip ALARA (As Low As

    Reasonable Achievable), yang artinya bahwa sekecil apapun dosis radiasi tetap

    dapat menimbulkan efek stokastik. Hal ini dapat dicapai dengan tiga cara yaitu,

    mengunakan metode physical untuk meminimalisir dosis ( yaitu peralatan dan faktor

  • 20

    film yang digunakan), menerapkan seleksi kriteria ketika memilih atau tidak untuk

    menggunakan pemeriksaan radiografi, dan terakhir program jaminan kualitas.9,11

    Dokter gigi adalah orang yang mengambil keputusan untuk kebutuhan

    pemeriksaan radiografi dan frekuensinya. Dokter harus meninjau radiografi

    sebelumnya untuk menentukan pemeriksaan radiografi selanjutnya karena adanya

    efek negatif dari sinar-X. Jika hasil radiografi sebelumnya tidak terlalu memberikan

    gambaran yang jelas, maka radiografi lebih lanjut dapat dibenarkan.11

    2.3 Bahaya Radiasi

    Telah lama diketahui bahwa radiasi ionisasi dapat menimbulkan dampak

    biologis. Efek somatik pertama yang berupa luka bakar akibat paparan sinar radiasi

    (x-ray burn) pertama ditemukan hanya beberapa bulan setelah Wilhelm Conrad

    Roentgent menemukan sinar ini pada tahun 1895.Segera setelah itu, pada tahun

    1902, ditemukan kasus pertama kanker kulit yang disebabkan oleh sinar-x.9

    Efek dari x-ray pada manusia adalah hasil interaksi pada tingkat biologi sel. Efek

    biologi sinar-x dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu efek Deterministik dan

    efek Stokastik. Efek Deterministik didefinisikan sebagai efek somatik yang

    meningkat dalam keparahan penyakit akibat dosis radiasi yang melebihi ambang

    batas. Efek ini berasal dari dosis radiasi yang cukup besar melebihi kebutuhan dalam

    radiologi diagnostik, dapat timbul segera setelah paparan atau beberapa bulan atau

    tahun setelah paparan. Contoh efek deterministik adalah katarak, eritema kulit,

  • 21

    fibrosis dan pertumbuhan dan perkembangan abnormal yang mengikuti paparan pada

    uterus. Efek Stokastik didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan terjadinya

    keparahan tanpa dipengaruhi oleh ambang batas dosis radiasi. Efek Stokastik

    menunjukan respon all or none, dimodifikasi dengan faktor-faktor resiko individual.

    Efek ini dapat timbul setelah paparan dengan dosis yang relatif rendah seperti yang

    mungkin terjadi dalam radiologi diagnostik. Kanker dan efek genetik merupakan

    efek Stokastik.12,13

    2.4 Proteksi Radiasi

    2.4.1 Proteksi Radiasi Bagi Penderita

    Pemeriksaan dengan sinar–x hanya diberikan setelah memperhatikan kondisi

    pada pasien untuk menghindari paparan radiasi yang tidak perlu. Oleh karena itu

    diperlukan kriteria seleksi pemeriksaan radiografi yang dapat digunakan sebagai

    pedoman untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan radiografi,

    dengan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan klinis yang lengkap yang meliputi

    data penderita, keluhan utama, riwayat medis, sosial dan riwayat kasus.9

    Dokter gigi mempunyai peranan penting dalam mencegah radiasi yang tidak

    diperlukan pada penderita dengan cara merekomendasikan pengambilan radiografi

    hanya apabila benar-benar diperlukan dan menentukan pemilihan jenis radiografi

    yang tepat untuk pemeriksaan. 9

  • 22

    Pemakaian peralatan sinar-x harus memperhatikan faktor-faktor penyinaran

    yaitu kilovotage (kVp), miliamper (mA), dan waktu . Faktor –faktor penyinaran yang

    tepat dapat menghasilkan densitas dan kontras yang baik pada hasil radiografi.

    Pengaruh kilovoltase yang tinggi (90 kVp) atau rendah (70 kVp) dapat dibuat sesuai

    pemilihan kontras yang diinginkan. Miliamper maupun waktu mempengaruhi

    gambaran densitas dari radiografi. Apabila pengaturan kilovotage (kVp), miliamper

    (mA) yang terlalu tinggi dan waktu penyinaran yang lama maka film akan

    overexposed (terlalu gelap) dan apabila pengaturan kilovotage (kVp), miliamper

    (mA) yang terlalu rendah dan waktu penyinaran yang terlalu singkat film akan

    underexposed (tidak jelas) sehingga membuat radiasi yang tidak perlu bagi penderita.

    Tabel penyinaran harus tersedia di dekat panel kontrol. 9

    Apron adalah pelindung yang terbuat dari timah dengan ketebalan 0,25 mm

    atau bahan yang setara dengan material timah. Apron digunakan di tubuh penderita

    untuk melindungi organ reproduksi dan organ sensitif lainnya dari sinar hambur.

    Semua penderita harus menggunakan apron sebagai persiapan sebelum melakukan

    penyinaran . Bila telah selesai digunakan, apron harus disimpan datar atau digantung

    datar, apron tidak boleh terlipat karena dapat menyebabkan material timahnya patah

    atau rusak .9

    Pelindung tambahan dapat diperoleh dengan menggunakan pelindung tiroid.

    Pelindung ini terbuat dari timah atau bahan yang setara dengan material timah dan

    digunakan untuk melindungi kelenjar tiroid di daerah leher yang sensitif terhadap

    radiasi. Pelindung tiroid dapat berupa bagian yang terpisah dengan pelindung dada.9

  • 23

    Peralatan sinar-x diagnostik yang baru tidak boleh digunakan sebelum

    dilakukan pengujian jaminan kualitas dengan hasil yang memuaskan dan sesuai

    dengan spesifikasi keselamatan alat. Selain itu peralatan sinar–x harus dalam kondisi

    baik, terawat dengan pengujian jaminan kualitas yang ditunjang secara periodik agar

    kinerja yang baik dapat dipertahankan sehingga resiko bahaya radiasi dapat ditekan

    sekecil-kecilnya jika mungkin ditiadakan.9

    Pengenalan dari bahaya efek radiasi dan resiko yang mungkin terjadi

    menyebabkan National Council on International Commission on Radiological

    Protection (ICRP) menetapkan tuntunan mengenai pembatasan jumlah radiasi yang

    diterima oleh petugas dan masyarakat.Sebagai bantuan praktis untuk jaminan

    kualitas dalam diagnostik radiologi, tingkat referensi diagnostik (DRLs) adalah

    direkomendasikan oleh Komisi Perlindungan Radiologi Internasional (ICRP) sejak

    ditetapkan pada tahun 1930, dosis limit ini telah diperbaiki beberapa kali. Perbaikan

    ini merupakan hasil dari meningkatnya pengetahuan yang diperoleh selama bertahun-

    tahun mengenai efek membahayakan dari radiasi dan kemampuan untuk

    menggunakan radiasi secara efisien. Dosis limit paparan karena pekerjaan ditetapkan

    untuk meyakinkan kemungkinan terjadinya efek stokastik rendah dan

    menguntungkan secara ekonomi.13

    Pelaksanaan dosis limit harus terkontrol dan dapat dipastikan bahwa efek dari

    bahaya radiasi tidak terlalu besar kepada pekerja non radiasi dibandingkan dengan

    pekerja radiasi. Dosis limit pada masyarakat ditetapkan 10 % dari pekerja radiasi.

  • 24

    Dosis limit yang rendah ini diatur karena merupakan resiko yang tidak perlu, variasi

    dalam resiko kematian dan tingkat paparan akibat radiasi alam serta kisaran yang

    lebih luas dari orang yang sensitif terhadap radiasi ditemukan pada masyarakat

    umum. 13

    Prinsip dari proteksi radiasi harus dikenali oleh setiap orang. Hal ini

    berdasarkan pada prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) .Data terbaru

    yang tersedia menyebutkan bahwa pekerja industri sesuai dengan prinsip ini, selama

    dosis rata-rata individu sebesar 1,56 mSv, 3 % dari dosis. Dosis limit ditetapkan oleh

    NCRP dan ICRP bahwa organisasi swasta non profit yang tidak memiliki kekuatan

    hukum, maka setiap pengguna radiasi ionisasi harus berkonsultasi dengan biro

    pengontrol radiasi di negaranya. Hal ini bertujuan agar memperoleh informasi

    penggunaan dan hukum terbaru mengenai dosis limit. Paparan ini hanya berlaku

    pada sumber radiasi buatan dan tidak berlaku pada radiasi alam atau paparan sinar-x

    yang diterima pasien pada prosedur radiografik saat tindakan medis dan dental. 13

    2.4.2 Proteksi Radiasi Bagi Operator

    Jarak pengamatan adalah yang penting bagi perlindungan operator. Oleh

    karena itu operator harus selalu berdiri sejauh mungkin atau minimal 6 kaki (1,83)

    dari kepala penderita atau sumber sinar ketika melakukan penyinaran. Apabila tidak

    dipatuhi maka akan dapat menerima radiasi yang tidak diperlukan. Hal penting

    lainnya adalah tidak boleh memegang film untuk penderita atau memegang corong

    sinar-x. Tempat yang teraman bagi operator adalah berdiri pada jarak 90-135o dari

  • 25

    berkas sinar utama dibelakang kepala penderita.Pada ruangan sinar-x harus terdapat

    pelindung ruangan yang tepat dan tabir pelindung radiasi sehingga tidak ada orang

    yang menerima radiasi di luar batas wilayah proteksi. Struktur tabir pelindung

    (shielding) dan pengukuran keamanan radiasi harus sesuai dengan ketentuan badan

    yang berwenang dalam hal ini BAPETEN. Beberapa hal yang harus diperhatikan

    dalam instalasi ruangan peralatan sinar-x sebelum bangunan didirikan antara lain:

    lokasi, letak ruangan, desain ruangan,tebal dinding dan pelindung timah hitam pada

    pintu harus sesuai dengan kualitas radiodiagnostik.9

    Operator atau staf yang berada dalam ruangan selama dilakukan penyinaran

    dan dalam keadaan tidak berada di balik tabir pelindung dan harus menggunakan

    apron yang setara dengan 0,3 mm timah dan mampu menahan sampai 150 kVp .

    Apron harus menutupi seluruh permukaan depan tubuh mulai kerongkongan sampai

    dengan 10 cm di bawah lutut, sisi tubuh dan bahu.8

    Operator harus berusaha menguasai teknik pengambilan radiografi yang akan

    digunakan. Pengulangan yang dilakukan karena hasil radiograf yang buruk dan tidak

    memenuhi nilai diagnostik mengakibatkan penerimaan radiasi yang tidak diperlukan

    bagi penderita. Alat ukur radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor

    dan rangkaian penunjang. Detektor adalah suatu bahan yang peka terhadap radiasi,

    sehingga bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan detektor menjadi

    suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indra manusia. Dalam penggunaanya

    alat ukur radiasi dapat dibedakan berdasarkan atas kategori: monitor radiasi meliputi

    survey meter atau personel monitor area. Personel monitor meliputi film badge, TLD

  • 26

    badge dan poket Dosimeter. Film intra oral hendaknya diletakan didalam mulut

    penderita dengan menggunakan alat pemegang film apabila memungkinkan

    penderita, bila tidak penderita yang memegang film. Pada penderita anak-anak

    diharapkan orang tua penderita atau pengantar dapat membantu memegang film,

    dengan menggunakan apron. Operator tidak dianjurkan memegang film dalm mulut

    penderita. 9

    2.5 Perencanaan Dan Persyaratan Fasilitas Bangunan Radiologi

    Dalam membangun dan merencanakan fasilitas ruangan penyinaran radiografi,

    harus memperhatikan hal-hal yang tertera dibawah ini.

    1. Lokasi ruangan radiologi ditempatkan disentral yang mudah dicapai dari

    poliklinik.

    2. Besarnya ruangan harus sesuai dengan peralatan yang akan ditempatkan,

    seperti rumah sakit tipe A,B,C dan D.

    3. Proteksi radiasi peralatan roentgen dan dinding ruangan harus dapat

    dipertanggungjawabkan untuk menjamin keamanan pasien, petugas radiografi,

    pegawai, dokter dan masyarakat umum.

    4. Alat-alat proteksi yang dipakai ahli radiologi, petugas radiografi serta

    karyawan adalah sarung tangan berlapis timah hitam dan jubah/apron yang

  • 27

    berlapis timah hitam setebal 0,5 mm Pb. Dinding proteksi berlapis Pb dengan

    ketebalan ekivalen 2 mm Pb.

    5. Luas ruangan menurut Departemen Kesehatan harus 4x3x2,8m sehingga

    memudahkan memasukkan tempat tidur pasien, khusus untuk ruangan

    Radiografi Gigi boleh lebih kecil dari ukuran yang diatas dengan catatan

    ukuran ruangan memudahkan pasien keluar dan masuk untuk melakukan foto

    ronsen. Dinding ruangan terbuat dari bata yang dipasang melintang (artinya 1

    bata; jika dipasang memanjang dipakai 2 bata). Bata yang dipakai harus

    berkualitas baik ukuran 10x20 cm. Plasteran dengan campuran semen dan pasir

    tertentu, tebal minimal dengan bata adalah 25 cm. Bila memakai beton, tebal

    dinding beton minimal adalah 15 cm. Dinding yang dibuat harus ekivalen

    dengan 2 mm Pb. Bila ada jendela boleh ditempatkan 2 m diatas dinding atau

    kaca yang berlapis Pb.

    6. Kamar gelap yang dipakai minimal 3x2x2,8 m dan juga dibuat bak-bak

    pencucian film dengan porselen putih bagi yang menggunakan pencucian

    dengan cara manual. Harus ada air yang bersih dan mengalir, kipas

    angin/exhauster atau air-conditioner agar udara dalam kamar gelap selalu

    bersih dan cukup nyaman bagi petugas yang bekerja di dalamnya selama

    berjam-jam. Untuk masuk ke kamar gelap dapat dipakai sistem lorong yang

    melingkar tanpa pintu atau sistem dua pintu untuk menjamin supaya cahaya

    tidak masuk. Warna dinding kamar gelap tidak perlu hitam, sebaiknya dipakai

  • 28

    warna cerah, kecuali lorong lingkar ke kamar gelap dicat hitam untuk

    mengabsorpsi cahaya sebanyak mungkin.

    7. Ruang operator dan tempat pesawat sinar-x sebaiknya dibuat terpisah atau bila

    berada dalam satu ruangan maka disediakan tabir yang berlapis Pb dan

    dilengkapi dengan kaca intip dari Pb.

    8. Pintu ruang pesawat sinar-x harus diberi penahan radiasi yang cukup sehingga

    terproteksi dengan baik. Pintu tersebut biasanya terbuat dari tripleks dengan

    tebal tertentu yang ditambah lempengan Pb setebal 1 – 1,5 mm

    9. Tanda radiasi berupa lampu merah harus dipasang di atas pintu yang dapat

    menyala pada saat pesawat digunakan. 1

    Berdasarkan peraturan BAPETEN nomor 8 tahun 2011 tenrang keselamatan

    radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional

    pasal 56 dan 57 mengenai bangunan fasilitas yaitu:

    Pasal 56

    Desain bangunan fasilitas pesawat sinar-x sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    41 huruf c, harus memenuhi persyaratan persyaratan berikut:2

    a. Pembatas dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

    huruf a, untuk perisai pada dinding ruangan dan/atau pintu yang berbatasan

    langsung dengan ruang kerja pekerja radiasi; dan

    b. Pembatas Dosis untuk anggota masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    37 huruf b, untuk perisai pada dinding ruangan dan/atau pintu yang berbatasan

    langsung dengan akses anggota masyarakat.

  • 29

    Pasal 57

    (1) Setiap perencanaan fasilitas pesawat sinar-x harus memperhitungkan beban

    kerja maksimum, faktor guna penahan radiasi, dan faktor penempatan daerah

    sekitar fasilitas.

    (2) Setiap perencanaan fasilitas pesawat sinar-x harus mempertimbangkan

    kemungkinan perubahan di masa mendatang dalam setiap parameter atau

    semua parameter yang meliputi penambahan tegangan tabung, beban kerja,

    modifikasi teknis yang mungkin memerlukan tambahan pesawat sinar-X, dan

    bertambahnya tingkat penempatan daerah sekitar fasilitas.

    (3) Fasilitas pesawat sinar-x sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang

    harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    a. Ukuran ruangan pesawat sinar-x dan mobile station harus sesuai dengan

    spesifikasi teknik pesawat sinar-x dari pabrik atau rekomendasi standar

    internasional atau memiliki ukuran sebagaimana yang tercantum pada

    Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Kepala

    BAPETEN.

    b. Jika ruangan memiliki jendela, maka jendela ruangan paling kurang terletak

    pada ketinggian 2 m (dua meter) dari lantai

    c. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-x terbuat dari bata merah

    ketebalan 25 cm (duapuluh lima sentimeter) atau beton dengan kerapatan jenis

    2,2 g/cm3 (dua koma dua gram per sentimeter kubik) dengan ketebalan 20 cm

    (duapuluh sentimeter) atau setara dengan 2 mm (dua milimeter) timah hitam

  • 30

    (Pb), dan pintu ruangan pesawat sinar-x harus dilapisi dengan timah hitam

    dengan ketebalan tertentu

    d. Memiliki kamar gelap atau alat pengolahan film

    e. Memiliki ruang tunggu pasien

    f. Memiliki ruang ganti pakaian

    g. Tanda Radiasi, poster peringatan bahaya Radiasi, dan lampu merah

    (4) Tanda radiasi dan poster peringatan bahaya radiasi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (3) huruf g tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian

    tidak terpisahkan dari peraturan Kepala BAPETEN ini.2

  • 31

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 KERANGKA KONSEP

    Keterangan:

    Kondisi Ruangan

    Radiografi Gigi Pada

    InstalasiKesehatan di

    kota Makassar

    Standar Ruangan Radiografi

    Peraturan Perundang-undangan

    Proteksi Operator Proteksi pasien

    Bahaya Radiasi

    Variable yang di teliti

  • 32

    Variabel yang tidak di teliti

  • 33

    3.2 Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Deskriptif yaitu jenis penelitian

    yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena tanpa harus menganalisis mengapa

    fenomena tersebut dapat terjadi. Artinya dalam penelitian ini peneliti hanya

    menggambarkan keadaan ruangan radiografi pada instalasi kesehatan di kota

    Makassar.

    3.3 Desain Penelitian

    Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study yaitu suatu desain

    penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan

    efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

    suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi

    sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek

    pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati

    pada waktu yang sama.

    3.4 Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian dilakukan di 13 instalasi kesehatan di Kota Makassar, Sulawesi

    Selatan

    3.5 Waktu Penelitian

    Waktu dilakukannya penelitian pada bulan April - Juni tahun 2012.

  • 34

    3.6 Populasi Penelitian

    Populasi penelitian yang digunakan adalah semua anggota BPFK di Kota Makassar

    3.7 Metode Pengambilan Sampel

    Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Convinience Sampling. adalah

    teknik sampling non-random yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai

    pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya.

    3.8 Sampel Penelitian

    Sampel penelitian yang digunakan adalah intalasi kesehatan yang tercatat sebagai

    anggota BPFK dan memiliki fasilitas radiografi gigi.

    3.9 Kriteria Sampel

    1. Kriteria Inklusi :

    a) Praktek dokter gigi, rumah sakit, klinik bersama dokter gigi yang

    menggunakan fasilitas radiografi di kota Makassar

    b) Anggota dari BPFK (Balai Pengawasan Fasilitas Kesehatan)

    2. Kriteria Eksklusi :

    a) Praktek dokter gigi, rumah sakit, klinik bersama dokter gigi yang tidak

    memiliki izin menggunakan fasilitas radiografi di kota Makassar.

    b) Praktek dokter gigi, rumah sakit, klinik bersama dokter gigi yang tidak

    bersedia memberikan informasi

  • 35

    3.10 Alat Dan Bahan

    Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

    1. Lembar Kuisioner

    2. Alat tulis menulis

    3.11 Definisi Operasional Variabel

    1. Instalasi kesehatan adalah ruangan fasilitas pada praktek bersama dan

    rumah sakit ,baik swasta maupun umum .

    2. Pelayanan kesehatan adalah suatu bentuk pelayanan yang mempunyai

    tugas merencanakan, melaksanakan pembinaan dan koordinasi serta

    pengawasan dan pengendalian program pelayanan kesehatan.

    3.12 Kriteria Penilaian

    Kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakahPraktek dokter gigi, rumah sakit, klinik

    bersama dokter gigi yang menggunakan fasilitas radiografi mempunyai kondisi

    ruangan yang sudah sesuai standar BAPETEN di kota Makassar.

    3.13 DATA PENELITIAN

    1. Jenis data : Data skunder

    2. Penyajian data : Dara disajikan dalam bentuk tabel.

    3. Pengolahan data : Data diolah secara manual.

  • 35

    BAB 4

    HASIL PENELITIAN

    Berdasarkan hasil penelitian , jumlah sampel yang awalnya berjumlah 13

    responden . Namun karena hanya 8 sampel yang memenuhi kriteria inkulusi jadi

    pada penelitian ini hanya 8sampel sajayang dapat diteliti.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 8 Rumah Sakit yang ada di

    kota Makassar maka diperoleh :

    Tabel 4.1 Distribusi penggunaan alat radiografi dalam tindakan perawatan di ruang

    praktek

    No Uraian N Persentasi

    1 Mengunakan alat radiografi dalam

    tindakan perawatan di ruang praktek

    4 50%

    2 Tidak mengunakan alat radiografi

    dalam tindakan perawatan di ruang

    praktek

    4 50%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan alat radiografi dalam

  • 35

    tindakan perawatan di ruang praktek 50% , sedangkan yang tidak menggunakan alat

    radiografi dalam tindakan perawatan di ruang praktek yaitu 50%.

    Tabel 4.2 Distribusi ukuran ruangan instalasi kesehatan gigi dengan fasilitas radiografi

    No Uraian N Persentasi

    1 Menggunakan ruang radiografi

    berukuran ≥ 4m x 3m x 2,8m

    8 100%

    2 Menggunakan ruang radiograf yang

    tidak berukuran ≥ 4m x 3m x 2,8m

    0 0%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas , ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit ,

    tempat praktek dokter gigi maupun klinik bersama, pada umumnya telah memiliki

    ruangan sesuai dengan peraturan yang ada yaitu sekitar 100% untuk ketebalan

    dinding sesuai peraturan BAPETEN dan 0% menujukan bahwa seluruh instalasi

    kesehatan sudah memenuhi peraturan sesuai standar BAPETEN.

  • 35

    Tabel 4.3 Distribusi ruangan radiografi yang mengunakan bata merah

    No Uraian N Persentasi

    1 Ruangan radiografi yang

    menggunakan bata merah

    7 87,5%

    2 Ruangan radiografi yang tidak

    menggunakan bata merah

    1 12,5%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan bata merah yaitu

    87,5%, sedangkan ruangan radiografi yang tidak menggunakan bata merah yaitu

    12,5%.

  • 35

    Tabel 4.4 Distribusi ruangan radiografi yang menggunakan beton

    No Uraian N Persentasi

    1 Ruangan radiografi yang

    menggunakan beton

    2 25%

    2 Ruangan radiografi yang tidak

    menggunakan beton

    6 75%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan beton yaitu 25% ,

    sedangkan yang tidak menggunakan beton yaitu 75%.

  • 35

    Tabel 4.5 Distribusi ruangan radiografi dinding bata merah dengan ketebalan dinding berukuran ≥ 25 cm

    No Uraian N Persentasi

    1 Berdinding bata merah dengan

    ketebalan dinding berukuran ≥ 25

    cm

    7 87,5%

    2 Berdinding bata merah dengan

    ketebalan dinding berukuran ≤ 25

    cm

    1 12,5%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas , ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit ,

    tempat praktek dokter gigi maupun klinik bersama, berdinding bata merah dengan

    ketebalan dinding berukuran ≥ 25 cm yaitu 87,5%, namun 12,5% tidak berdinding

    bata merah dengan ketebalan dinding berukuran ≥ 25 cm BAPETEN.

  • 35

    Tabel 4.6 Distribusi ruangan radiografi berdinding beton dengan ketebalan ≥20cm

    No Uraian N Persentasi

    1 Berdinding beton dengan ketebalan

    ≥ 20cm

    2 25%

    2 Berdinding beton dengan ketebalan

    ≤ 20cm

    6 75%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas , ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit ,

    tempat praktek dokter gigi maupun klinik bersama, berdinding beton dengan

    ketebalan ≥ 20cm yaitu 25%, namun 75% tidak berdinding beton dengan ketebalan ≥

    20cm BAPETEN.

    Tabel 4.7 Distribusi fasilitas kamar gelap guna memperoses hasil film radiografi

  • 35

    No Uraian N Persentasi

    1 Menggunakan fasilitas kamar gelap

    guna memperoses hasil film

    radiografi

    7 87,5%

    2 Tidak menggunakan fasilitas kamar

    gelap guna memperoses hasil film

    radiografi

    1 12,5%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan fasilitas kamar gelap

    guna memperoses hasil film radiografi yaitu 87,5% , sedangkan yang tidak

    menggunakan fasilitas kamar gelap guna memperoses hasil film radiografi

    yaitu12,5%.

    Tabel 4.8 Distribusi penggunaan tabir pembatas radiasi dalam ruangan radiografi

    No Uraian N Persentasi

  • 35

    1 Menggunakan tabir pembatas radiasi

    dalam ruangan radiografi

    8 100%

    2 Tidak menggunakan tabir pembatas

    radiasi dalam ruangan radiografi

    0 0%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan tabir pembatas

    radiasi dalam ruangan radiografi yaitu 100% menggunakan tabir pembatas radiasi

    dalam ruangan radiografi., sedangkan yang tidak menggunakan tabir pembatas

    radiasi dalam ruangan radiografi 0%.

    Tabel 4.9 Distribusi pintu pesawat sinar – x yang dilapisi dengan timah hitam

  • 35

    No Uraian N Persentasi

    1 Pintu pesawat sinar – x yang dilapisi

    dengan timah hitam

    7 87,5%

    2 Pintu pesawat sinar – x yang tidak

    dilapisi dengan timah hitam

    1 12,5%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan pintu pesawat sinar –

    x yang dilapisi dengan timah hitam yaitu 87,5% , sedangkan ruangan radiografi yang

    pintu pesawat sinar – x tidak dilapisi dengan timah hitam yaitu 12,5%.

    Tabel 4.10 Distribusi lampu merah di atas pintu ruangan radiografi

  • 35

    No Uraian N Persentasi

    1 Lampu merah di atas pintu ruangan

    radiografi

    8 100%

    2 Tidak ada lampu merah di atas pintu

    ruangan radiografi

    0 0%

    Total 8 100%

    Berdasarkan uraian di atas, ditemukan 8 responden yaitu rumah sakit, tempat

    praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang menggunakan lampu merah di atas

    ruangan radiografi yaitu 100% , sedangkan yang tidak terdapat lampu merah di atas

    ruangan radiografi yaitu 0%.

  • 35

    BAB 5

    PEMBAHASAN

    Dalam penelitian ini berdasarkan data yang didapatkan dari 13 responden

    namun hanya 8 sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu rumah sakit, klinik

    bersama , maupun tempat praktik dokter gigi hanya 4 sampel yang selalu

    mengunakan alat radiografi dalam tindakan perawatan perawatan di ruang radiografi

    yaitu 50%, sedangkan 4 (50%) sampel lainya tidak selalu mengunakan alat radiografi

    dalam setiap tindakan perawatan. (Tabel 4.1)

    Hasil yang diperoleh dari 8 responden yang memiliki standar ruangan yang

    sudah sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh BAPETEN sebesar 8 (100%) ,

    sedangkan ukuran ruangan yang tidak sesuai dengan standar sebesar 0 (0%). Jadi

    semua responpen pada dasarnya sudah sesuai dengan standar dalam hal panjang

    ruangan, lebar ruangan , dan tinggi ruangan sesuai dengan standar yaitu berukuran 4

    m (panjang) 3 m (lebar) 2,8 (tinggi). (Tabel 4.2)

    Hasil yang didapatkan terhadap jenis dinding bata merah yang digunakan

    dalam ruangan radiografi , 87,5% responden mengunakan jenis dinding bata merah

    untuk pembangunan radiografi (Tabel 4.3), sedangkan hasil dari 8 responden tersebut

    yang mengunakan jenis dinding bata merah dengan ketebalan sesuai standar

    BAPETEN yaitu 25 cm sebesar 87,5%. (Tabel 4.5)

  • 35

    Berdasarkan jenis dinding beton dari 8 reponden didapatkan hasil 25% , hal

    ini menunjukan jenis bahan yang berbeda karena kebanyakan dari responden dalam

    pembangunan ruangan radiografi lebih memilih jenis dinding berbahan bata merah.

    (Tabel 4.4) , sedangkan standar ketebalan dari jenis dinding berbahan beton

    berdasarkan ketetapan BAPETEN dalah ketebalan mencapai 20 cm sekitar 25%

    responden yang memnuhi standar.(Tabel 4.6)

    Hasil yang diperoleh dari pengunaan kamar gelap untuk memproses film

    didapatkan 87,5% dari 8 responden masih mengunakan fasilatas kamar gelap,

    sedangkan 12,5% tidak menggunakannya karena sudah beralih ke sistem

    digital.(Tabel 4.7)

    Selain itu hasil yang didapatkan dari hasil penggunaan tabir pembatas radiasi

    dari 8 responden yaitu 100% , hal ini menunjukan bahwa tingkat kepatuhan

    responden sudah sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh BAPETEN. (Tabel

    4.8)

    Untuk penggunaan pintu sinar-x yang dilapisi dengan timah didapatkan hasil

    87,5% responden yang mematuhi peraturan , sedangkan 12,5% responden yang

    belum memenuhi standar, hal ini menunjukan tingkat pengetahuan dalam

    pembangunan ruangan tidak berkiblat pada peraturan BAPETEN. (Tabel 4.9)

    Hasil yang didapatkan dari tanda radiasi berupa lampu merah di atas pintu masuk

    ruang pemeriksaan yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang

  • 35

    dilakukan penyinaran yaitu 100% responden telah memenuhi standar dalam hal peringatan

    terhadap bahaya radiasi. (Tabel 4.10)

  • 35

    BAB 6

    PENUTUP

    6.1 KESIMPULAN

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada instalasi kesehatan di delapan rumah

    sakit, tempat praktek dokter gigi maupun klinik bersama yang terdapat di kota Makassar

    pada tahun 2012, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembangunan ruangan radiografi

    masih banyak instalasi yang tidak berkibalat pada standar peraturan yang ditetapkan

    BAPETEN. Hal ini menunjukan tingkat pengetahuan instalasi kesehatan dalam hal standar

    ruangan masih belum sepenuhnya sesuai peraturan BAPETEN.

    Namun tidak semua intalasi yang tidak memenuhi standar karena tingkat

    pengetahuan akan pembangunan yang rendah melainkan perkembangan dari teknologi

    seperti halnya penggunaan kamar gelap untuk memproses film , ada beberapa reponden

    yang telah beralih ke arah digital .

    6.2 SARAN

    Dari hasil penelitian yang diperoleh di lapangan, selanjutnya dikemukakan

    beberapa saran sebagai berikut.

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel penelitian yang

    lebih besar sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dan lebih akurat.

  • 35

    2. Anjuran kepada instalasi kesehatan agar kiranya dapat berpatokan pada

    peraturan BAPETEN dalam hal standar operasional dan pembangunan guna

    terhindar dari bahaya radiasi.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Boel T. Dasar-dasar radiologi. Medan : USU Press; 2009. Pp. 1-3 [internet]. Available Form: URL:http://usupress.usu.ac.id/files/Dental%20Radiologi%20Prinsip%20dan%20Teknik_Final_Normal_bab%201.pdf: Accessed 22 Desember, 2011

    2. Anonymous. Peraturan kepala badan pengawas tenaga nuklir nomor 8 tahun 2011 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional: [internet]. Available form URL: www.bapesten.go.id/sjdih/download.php?fid=227. Accessed 22 Desember, 2011

    3. Grossman LI, Oliet S, Rio CED, Suryo S, editor. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC; 1995, pp. 8-13

    4. Boel T. Safety Aspect X-Ray Facility Rooms In Medan. Dentika Dental Jurnal 2007 (12): 162-163

    5. Pemerintah Kota Makassar.Profil Kota Makassar Tahun 2007. 2007 : [Internet] Available form URL:http://dinkes-sulsel.go.idnewimagesprofil_kabprofil%20makassar-2007.pdf. Accessed 1 Januari, 2012

    6. Http://www.tribuntimurmakassar.com.2010. Waspada RS Dan Klinik yang Gunakan Radioaktif. Accessed Desember 2011

    7. Iskandar HHB. Upaya Proteksi Radiasi Di bidang Kedokteran Gigi Dengan Proyeksi Radiografi Yang Tepat. M.I. kedokteran gigi 2006 Jul (21): 75-78

    8. Arandjic D, Kosutic D, Lazarevic D. Patient Protection In Dental Radiology: influence of Exposure Time on Patient Dose. Serbian Journal Of Electrical Engineering [Serial Online] 2009 Dec(6):[internet]. Available form URL: http://www.doiserbia.nb.rs/img/doi/1451-4869/2009/1451-48690903489A.pdf . . Accessed 22 Desember, 2011

  • 35

    9. Sarianoferni, Brahmanta A. Proteksi Radiasi Di Bidang Kedokteran Gigi. Denta 2006 Agu (1): 54-57

    10. Girl K, Giri D, Murthy VK. Radiation Measurement At X-Ray Centres Of A few Hospital Kathmandu City, Nepal. Khatmandu university Journal Of Science, Engineering And Technology. 2007 Aug (1):[internet] . Available form: URL:http://www.ku.edu.np/kuset/fourth_issue/orginal/5%20Karan%20Giri-edited.pdf. Accessed 22 Desember, 2011

    11. Beneyto YM, Banos AM, Lajarin LP, Rushton VE. Clinical justification Of dental radiology in adult patients: A review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2007:[internet] Available form: URL:http://scielo.isciii.es/pdf/medicorpa/v12n3/15.pdf. Accessed 22 Desember, 2011

    12. Prabhat MPV, Sudhakar S, Kumar BP, Ramarju. Knowledge , attitude and perception (KAP) of dental undergraduates and interns on radiographic protection – A questinare based cross- sectional study. J.Adv Oral Research 2001 Sep (2):[internet]. Available form: URL:http://www.ispcd.org/~cmsdev/userfiles/rishabh/F%20Prabhat.pdf. Accessed 22 Desember, 2011

    13. White & Pharoah. Oral Radiology : Principles and Interpretation. 6th edition. Sidney, Toronto : Mosby.2000, pp. 25- 52

  • 35