KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP...

21
SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007 Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 1 KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP BERDASARKAN VARIABEL SALINITAS DAN KEKERUHAN Suradi Wijaya Saputra PS. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang Email : [email protected] ABSTRAK Sebagai daerah estuaria, kualitas air di Segara Anakan sangat dipengaruhi oleh massa air tawar yang berasal dari sekitar 8 sungai yang bermuara didalamnya. Karakteristik yang menonjol perairan ini adalah terjadinya fluktuasi salinitas (baik horisontal maupun vertikal) serta tingginya kekeruhan, yang mengakibatkan tingginya laju sedimentasi. Salinitas air di laguna merupakan parameter utama penciri perairan Segara Anakan, disamping kekeruhan. Kedua parameter tersebut sangat dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan masukan air tawar dari sungai- sungai yang bermuara ke laguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi perairan Segara Anakan berdasarkan variabel salinitas dan kekeruhan. Penelitian menggunakan metode survei, dan stasiun pengamatan ditentukan 9 stasiun dengan mempertimbangkan sumber massa air. Pada setiap stasiun dilakukan pengukuran pada 3 sub stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan variabel salinitas dan kekeruhan perairan Segara Anakan fluktuasi yang lebar, baik secara spasial maupun temporan. Berdasarkan analisis gerombol (cluster analysis) ternyata perairan Segara Anakan terpisah menjadi dua kawasan, yaitu kawasan barat dan timur. Kawasan barat terdiri atas perairan laguna ke arah timur sampai dengan perairan sebelah timur Moten. Kawasan Timur mulai dari Plawangan Timur ke arah barat sampai dengan perairan sebelah timur Moten. Kawasan barat yang keruh dan salinitas rendah dipengaruhi oleh masa air dari Sungai Citandui. Kata Kunci : Perairan Segara Anakan, Salinitas, Kekeruhan. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan laguna yang dipengaruhi oleh dua massa air yang berbeda, yaitu massa air laut yang berasal dari Samudra Hindia melalui kedua celah (timur dan barat) dan massa air tawar yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara ke laguna. Massa air laut yang masuk ke Segara Anakan pada waktu pasang bercampur dengan massa air tawar dari sungai, didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai lainnya dan ke kawasan hutan mangrove. Pada saat surut, air tawar dari sungai Citanduy langsung masuk ke Samudra Hindia melalui Plawangan Barat. Massa air beserta partikel lumpur yang dikandungnya tertahan di sekitar Plawangan Barat selama air surut. Pada saat air pasang tinggi berikutnya, setelah terjadi percampuran dengan massa air laut, massa air tersebut akan mengalami resirkulasi kembali ke laguna (PKSPL IPB, 1999). Karakteristik yang menonjol perairan ini adalah terjadinya fluktuasi salinitas (baik horisontal maupun vertikal) serta tingginya kekeruhan, yang mengakibatkan tingginya laju sedimentasi. Kedua parameter tersebut sangat dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan masukan air tawar dari sungai-sungai yang bermuara ke laguna. Oleh karenanya pada laguna Segara Anakan terjadi pelapisan air, baik secara vertikal maupun horizontal. Berdasarkan parameter salinitas dan kekeruhan, Laguna Segara Anakan dapat dipisahkan menjadi beberapa sub area (PKSPL IPB, 1999); 1) Sub area pusat, meliputi areal yang luas dengan salinitas tinggi akibat dari masukan air laut yang besar. Air tawar dari sungai teraduk sempurna oleh arus pasang yang cepat. Massa air laut yang utama mempengaruhi sub area ini berasal dari celah barat. Pada musim kemarau salinitas berkisar antara 20-28 ppt dan pada musim penghujan berkisar anatara 12-17 ppt. 2) Sub area sebelah barat, kondisi perairannya relatif payau dengan salinitas antara 8-12 ppt. Hal ini karena pengaruh masukan massa

Transcript of KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP...

Page 1: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 1

KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP BERDASARKAN

VARIABEL SALINITAS DAN KEKERUHAN

Suradi Wijaya Saputra

PS. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang

Email : [email protected]

ABSTRAK

Sebagai daerah estuaria, kualitas air di Segara Anakan sangat dipengaruhi oleh massa air tawar yang berasal dari

sekitar 8 sungai yang bermuara didalamnya. Karakteristik yang menonjol perairan ini adalah terjadinya fluktuasi

salinitas (baik horisontal maupun vertikal) serta tingginya kekeruhan, yang mengakibatkan tingginya laju

sedimentasi. Salinitas air di laguna merupakan parameter utama penciri perairan Segara Anakan, disamping

kekeruhan. Kedua parameter tersebut sangat dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan masukan air tawar dari sungai-

sungai yang bermuara ke laguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi perairan Segara Anakan

berdasarkan variabel salinitas dan kekeruhan. Penelitian menggunakan metode survei, dan stasiun pengamatan

ditentukan 9 stasiun dengan mempertimbangkan sumber massa air. Pada setiap stasiun dilakukan pengukuran pada 3

sub stasiun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan variabel salinitas dan kekeruhan perairan Segara Anakan fluktuasi

yang lebar, baik secara spasial maupun temporan. Berdasarkan analisis gerombol (cluster analysis) ternyata perairan

Segara Anakan terpisah menjadi dua kawasan, yaitu kawasan barat dan timur. Kawasan barat terdiri atas perairan

laguna ke arah timur sampai dengan perairan sebelah timur Moten. Kawasan Timur mulai dari Plawangan Timur ke

arah barat sampai dengan perairan sebelah timur Moten. Kawasan barat yang keruh dan salinitas rendah dipengaruhi

oleh masa air dari Sungai Citandui.

Kata Kunci : Perairan Segara Anakan, Salinitas, Kekeruhan.

PENDAHULUAN

Segara Anakan merupakan laguna yang

dipengaruhi oleh dua massa air yang berbeda,

yaitu massa air laut yang berasal dari Samudra

Hindia melalui kedua celah (timur dan barat) dan

massa air tawar yang berasal dari sungai-sungai

yang bermuara ke laguna. Massa air laut yang

masuk ke Segara Anakan pada waktu pasang

bercampur dengan massa air tawar dari sungai,

didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna

utama, ke sungai-sungai lainnya dan ke kawasan

hutan mangrove. Pada saat surut, air tawar dari

sungai Citanduy langsung masuk ke Samudra

Hindia melalui Plawangan Barat. Massa air

beserta partikel lumpur yang dikandungnya

tertahan di sekitar Plawangan Barat selama air

surut. Pada saat air pasang tinggi berikutnya,

setelah terjadi percampuran dengan massa air

laut, massa air tersebut akan mengalami

resirkulasi kembali ke laguna (PKSPL IPB,

1999). Karakteristik yang menonjol perairan ini

adalah terjadinya fluktuasi salinitas (baik

horisontal maupun vertikal) serta tingginya

kekeruhan, yang mengakibatkan tingginya laju

sedimentasi. Kedua parameter tersebut sangat

dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan

masukan air tawar dari sungai-sungai yang

bermuara ke laguna. Oleh karenanya pada laguna

Segara Anakan terjadi pelapisan air, baik secara

vertikal maupun horizontal. Berdasarkan

parameter salinitas dan kekeruhan, Laguna

Segara Anakan dapat dipisahkan menjadi

beberapa sub area (PKSPL IPB, 1999);

1) Sub area pusat, meliputi areal yang luas

dengan salinitas tinggi akibat dari masukan

air laut yang besar. Air tawar dari sungai

teraduk sempurna oleh arus pasang yang

cepat. Massa air laut yang utama

mempengaruhi sub area ini berasal dari

celah barat. Pada musim kemarau salinitas

berkisar antara 20-28 ppt dan pada musim

penghujan berkisar anatara 12-17 ppt.

2) Sub area sebelah barat, kondisi perairannya

relatif payau dengan salinitas antara 8-12

ppt. Hal ini karena pengaruh masukan massa

Page 2: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 2

air tawar dari Sungai Cibeureum, Cikujang

dan Kayumati. Di muara sungai Citanduy,

massa air tawar yang masuk mengandung

partikel lumpur yang tinggi, membentuk

halocline, sehingga salinitas di lokasi ini

rendah, 1-8 ppt.

3) Sub area sebelah utara laguna, memiliki

salinitas bervariasi. Perairan umumnya

keruh dengan salinitas rendah. Selama

musim kemarau, salinitas air permukaan

menjadi lebih tinggi akibat kurangnya

masukan air tawar, serta stagnasinya air laut.

Selama musim penghujan salinitas turun

menjadi 7-12 ppt. Kondisi ini terutama

pengaruh masukan air tawar dari Sungai

Kawunganten.

Sungai Citanduy merupakan sungai terbesar,

dengan massa air pembawa bahan sedimen yang

terbanyak. Bahan sedimen tersebut berasal dari

debu Gunung Galunggung, tanah pertanian

andosol dan latosol yang mengandung liat, pasir

kuarsa, senyawa kimia pestisida dan pupuk serta

limbah industri dan rumah tangga (Atmawidjaja,

1995). Kesemuanya itu disamping merupakan

penyebab tingginya laju sedimentasi, juga

merupakan sumber pencemar bagi perairan

laguna. Laju sedimentasi tersebut disamping

dipengaruhi oleh tingginya partikel lumpur yang

terbawa massa air sungai, juga dipengaruhi oleh

morfometrik laguna dan adanya hutan mangrove.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi

perairan Segara Anakan berdasarkan variabel

salinitas dan kekeruhan.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan Laguna

Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa

Tengah. Daerah penelitian berada di antara

07o39‟47” LS - 108

o48‟14” BT dan 07

o 45‟36”

LS - 109 o

01‟47” BT, dimulai sejak 4 Februari

sampai dengan 27 Desember 2004.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah

penelitian survei deskriptif. Penentuan lokasi

pengamatan dengan mempertimbangkan aspek

lingkungan yaitu dengan memperhatikan sumber

massa air yang mempengaruhi lokasi tersebut,

sehingga memberikan karakteristik perairan

berdasarkan fluktuasi salinitas dan kekeruhan.

Berdasarkan hal tersebut ditentukan stasiun

pengamatan sebanyak 9 stasiun, dan masing-

masing stasiun dilakukan pengukuran pada tiga

sampai dengan lima titik pengamatan.

Metode Pengukuran

Variabel yang diamati meliputi:

a) Salinitas (ppt)

b) Suhu air (oC)

c) pH

d) Kedalaman (meter)

e) Kekeruhan (NTU)

Adapaun cara pengukuran adalah sebagai

berikut.

1) Salinitas, diukur insitu menggunakan Water

Checkker HARIBA tipe U-10, dengan

ketelitian 0.005 ‰.

2) Suhu air, diukur insitu menggunakan Water

Checkker HARIBA tipe U-10, dengan

ketelitian 0.05oC.

3) Kekeruhan diukur menggunakan Water

Checkker HARIBA tipe U-10, dengan

ketelitian 1 NTU.

4) pH diukur insitu dengan Water Checkker

HARIBA tipe U-10, dengan ketelitian 0.05.

5) Kedalaman diukur dengan tali yang diberi

skala, dengan ketelitian 5 cm.

Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis

secara deskriptif dan analisis gerombol (cluster

analysis) berdasarkan tingkat kesamaan variabel

sehingga dapat dilakukan kawasansi berdasarkan

salinitas dan kekeruhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air

selama penelitian, dengan mengukur lima

parameter fisik kimia disajikan pada Tabel 1 dan

Tabel 2. Pada Tabel 1 kualitas air disajikan

berdasarkan waktu sampling, sedangkan Tabel 2

berdasarkan lokasi sampling. Berdasarkan kedua

tabel tersebut terlihat bahwa kualitas air di

perairan Segara Anakan sangat berfluktuasi

berdasarkan waktu dan lokasi. Variable yang

paling luas rentang fluktuasinya adalah salinitas

dan kekeruhan, baik berdasarkan waktu maupun

lokasi sampling. Oleh karenanya maka kedua

variabel tersebut akan dikaji secara khusus.

Page 3: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 3

Tabel 1. Kualitas perairan selama penelitian (Februari – Desember 2004) berdasarkan waktu

pengamatan di perairan Segara Anakan

Gambar 1. Lokasi penelitian

Waktu sampling Parameter

Salinitas

(ppt) Suhu (

oC)

Kekeruhan

(NTU) DO (ppm) pH

4 Februari 3.0 – 23.5 28.5 - 30.6 Ttd 4.80 – 8.94 6.79 – 8.00

20 Februari 0.0 – 26.0 28.6 - 31.0 13 - 990 3.90 – 8.45 6.99 - 7.93

22 Maret 0.0 – 27.0 29.5 - 32.0 10 - 578 4.30 – 7.90 6.30 – 7.96

24 April 1.0 – 25.0 29.3 - 30.0 10 - 246 5.20 – 7.70 7.62 - 7.97

23 Mei 5.8 – 24.8 29.3 - 30.2 22 - 258 4.90 – 7.21 7.25 - 7.90

18 Juni 5.8 – 23.9 29.0 - 30.2 15 - 410 4.60 – 7.00 7.42 – 8.00

16 Juli 3.3 – 17.2 28.0 - 29.7 18 - 380 5.88 – 7.90 4.00 - 8.10

19 Agustus 18.5 – 23.2 26.6 - 29.9 17 - 254 4.30 – 7.90 7.58 - 8.55

18 September 15.0 – 24.0 27.0 - 29.9 15 - 90 4.40 – 7.80 4.00 - 7.97

13 Oktober 14.0 – 22.0 27.0 – 32.0 Ttd 3.90 – 8.45 7.50 – 8.00

28 Nopember 0.0 – 7.2 27.7 - 29.9 162 - 341 5.20 – 7.88 7.13 - 7.93

27 Desember 0.0 – 10.0 27.8 - 30.4 10 - 878 3.60 - 7.30 6.75 - 7.32

STASIUN

VARIABEL

Salinitas

(‰) Suhu (oC)

Kekeruhan

(NTU) DO (ppm) pH

Kedalaman

(m)

Tritih Kulon 6 – 22 28 - 32 10 – 60 5.2 - 8.74 4 - 7.9 0.5 - 5.4

Karang Talun 4.1- 23 28 - 31.5 10 – 210 5.0 - 8.94 4.5 - 8.12 2.7 - 9

Muara Donan 6.9 – 25 28 - 32 10 – 321 5.2 - 8.34 5.1 - 8.41 2.9 - 15

Jojok barat 3.6 - 25.7 27.7 - 31 10 – 130 5.2 - 7.1 7.09 - 8 2.4 - 9.5

Timur Motean 0.8 – 22 27 - 31 10 – 180 3.6 - 7.35 6.79 - 7.98 2.4 - 7.1

Barat Motean 0.1 - 20.5 27 - 31 10 - 483 5.17 - 7.61 6.79 - 8.14 0.95 - 3.9

Klaces 0 – 23 27 - 31 20 - 878 5.5 - 7.9 7.2 - 8.47 0.6 - 4.8

Timur Kr.Anyar 0 – 19 27 - 32 87 - 410 5.1 - 7.6 7.05 - 8.39 0.9 - 2.9

M S. Jaliwon 0 – 23 27 - 32 109 - 368 4.4 - 7.83 6.99 - 8.44 1.1 - 1.35

M S. Cibereum 0 – 24 26.6 - 32 20 - 456 4.4 - 7.46 6.5 - 8.55 1.8 - 7.6

Muara Citanduy 0 - 24 26.8 - 32 147 - 990 5.11 -8.45 7.22 - 8.55 1.7 - 6

Tabel 2. Kualitas perairan selama penelitian berdasarkan lokasi pengamatan di perairan Segara Anakan

Keterangan Gambar :

Citra Data : Landsat

RTM7

Path/Row : 121/65 &

120/65

Sumber data : LAPAN

Gendetie Datum : WG884

Map Projection : SUTM49

Digital Software : Er Mapper 6.

Timur Kr. anyar

Klaces

Muara Cibeureum

Barat Motean

Timur Motean

Barat Jojok

Muara Donan

Karangtalun

Tritih Kulon

Kilometer

108o

50’

108o

55’ 108

o

60’ 108

o

65’

7o40

7o45

7o35

Page 4: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 4

22 Apr

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

16-Jul

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

19 Ags

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

Salin

itas (

ppt)

20 Feb

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

24 Mar

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

13 Okt

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

18 Sep

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

28 Nop

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

27 Des

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

Lokasi Sampling

23 Mei

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

18 Juni

-

5

10

15

20

25

30

A B C D E F G H I J

Salinitas

Salinitas di perairan Segara Anakan

berkisar antara 0 – 27 ‰. Berdasarkan

lokasinya, saninitas terendah dengan kadar 0

‰ dijumpai di perairan muara Citanduy

(Plawangan Barat) pada bulan November,

Desember, Januari, Februari, Maret dan Mei

(Gambar 2).

Keterangan :

A : Tritih Kulon D : Barat Kutawaru G : Klaces

B : Karangtalun E : Timur Motean H : Timur Kr Anyar

C : Muara S. Donan F : Barat Motean I : Muara S. Cibeureum

J : Muara Citanduy

Gambar 2. Salinitas bulanan di perairan

Segara Anakan tahun 2004.

Pada bulan April di stasiun pengamatan

tersebut juga masih dicirikan perairan tawar

(kisaran salinitas antara 1-2 ‰). Pengaruh

massa air tawar tersebut masih dominan pada

lokasi pengamatan perairan laguna dekat

Klaces, laguna sebelah Timur Karanganyar,

laguna dekat muara Sungai Cibeureum, dan

kadang-kadang sampai daerah Motean

(Ujungalang). Oleh karenanya pada dua stasiun

pengamatan di daerah Motean (sebelah barat

dan timur Motean) memiliki salinitas rendah,

sebagaimana terlihat pada bulan Maret, Juli,

November dan Desember. Secara umum terlihat

adanya gradien salinitas secara horisontal di

perairan Segara

Anakan. Pada perairan kawasan barat, salinitas

umumnya rendah dan cenderung meningkat ke

arah timur, kecuali pada bulan Agustus,

September dan Oktober. Pada bulan-bulan

tersebut merupakan musim kemarau, sehingga

salinitas cenderung stabil dan perbedaan antar

lokasi relatif kecil. Pada saat itu massa air tawar

dari sungai relatif kecil.

Kekeruhan

Kekeruhan merupakan variabel yang sangat

penting di perairan Segara Anakan. Hasil

pengukuran menunjukkan bahwa kekeruhan di

perairan Segara Anakan sangat berfluktuasi,

baik berdasarkan lokasi maupun waktu.

Kekeruhan mempunyai pola distribusi yang

berbanding terbalik dengan salinitas, dimana

pada kawasan barat tingkat kekeruhan tinggi

dan semakin berkurang ke arah timur.

Gambaran fluktuasi kekeruhan dapat dilihat

pada Gambar 3.

Kekeruhan di lokasi pengamatan kawasan

barat, terutama di muara Sungai Citanduy

sangat tinggi. Pada bulan April di lokasi

pengamatan sebelah barat dan timur Motean

juga tinggi. Tingginya kekeruhan pada kawasan

barat tersebut disebabkan karena sumber utama

kekeruhan berasal dari Sungai Citanduy.

Partikel lumpur dan sampah yang terbawa

massa air sungai Citanduy, akan terdistribusi ke

perairan laguna dan pada saat air laut pasang

terdorong ke arah timur sampai dengan perairan

sebelah Timur Motean. Pada perairan ini massa

air keruh dari kawasan barat tersebut akan

tertahan dan bercampur dengan massa air dari

timur yang lebih jernih dan lebih tinggi

salinitasnya.

Suhu Permukaan Air

Suhu permukaan air berkisar antara 26.6 -

32oC, sedangkan suhu terendah terjadi pada

bulan Agustus 2004 (26.6oC) dan suhu tertinggi

terjadi pada bulan Oktober 2004 (32oC). Dilihat

dari rentang fluktuasi suhu menunjukkan bahwa

periaran Segara Anakan dalam kondisi normal

untuk daerah tropis. Suhu tertinggi didapatkan

pada perairan Tritih Kulon dan terendah

didapatkan pada muara Sungai Cibeureum.

Page 5: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 5

A : Tritih Kulon

B : Karang Talun

C : Muara Donan

D : Barat Kutawaru

E : Timur Motean

F : Barat Motean

G : Klaces

H : Timur Kr Anyar

I : Muara S. Cibeureum

J : Muara Citanduy

Gambar 3. Kekeruhan bulanan di perairan Segara Anakan tahun 2004

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

4-Feb

20-Feb

24-Mar

22-Apr

23 mei

18-Jun

16-Jul

19-Aug

15-Sep

13-Oct

28-Nov

27-Dec

Waktu Sampling

Suh

u (o

C)

Tritih atas

Karang Talun

M uara Donan

Barat Kutawaru

Timur M otean

Barat M otean

Klaces

Timur Kr Anyar

M uara S. Cibeureum

Gambar 4. Suhu permukaan air di perairan Segara Anakan tahun 2004

Page 6: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 6

Kedalaman Perairan

Kedalaman di perairan Segara Anakan

cukup bervariasi, mulai dari kurang satu meter

sampai dengan lebih dari 20 meter (Muara S.

Donan). Gambaran rata-rata kedalaman di

lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 7.

Perairan yang paling dangkal didapatkan pada

perairan laguna sebelah Timur Karanganyar,

disusul perairan Tritih Kulon. Perairan laguna

sebelah Timur Karanganyar merupakan badan

air yang tenang dan menerima sedimen dari

Sungai Citanduy. Oleh karenanya pada lokasi

ini terus menerus terbentuk daratan baru yang

diikuti tumbuhnya bakau, terutama diawali oleh

jenis Rhizophora sp

pH

pH perairan Segara Anakan relatif stabil,

mencerminkan perairan pantai yang cenderung

netral ke arah basa dengan fluktuasi relatif kecil.

pH terendah didapatkan di perairan Tritih Kulon

dan Karangtalun, sedangkan pH tertinggi

ditemukan di perairan Klaces. Berdasarkan

waktu sampling, pH terendah didapatkan pada

sampling bulan Juli dan September (Gambar 8).

.

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Tritih

Kulo

n

Karangta

lun

Muara D

onan

Barat k

utawaru

Timur M

otean

Barat M

otean

Klace

s

Timur K

aranganya

r

Muara S

. Cib

eureum

Lokasi sampling

Ked

alam

an (m

)

Gambar 5. Kedalaman perairan berdasarkan lokasi pengamatan di perairan Segara Anakan.

Dendrogram

I

H

G

F

E

D

C

B

A

0 500 1000 1500 2000

index

Gambar 6. Dendrogram berdasarkan salinitas dan kekeruhan.

Page 7: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 7

Pengelompokkan Habitat Berdasarkan

Salinitas dan Kekeruhan

Berdasarkan cluster analysis terhadap

variabel salinitas dan kekeruhan menunjukkan

bahwa perairan Segara Anakan terkelompok

menjadi tiga (Gambar 6 dan 7).

Kelompok pertama terdiri dari lokasi

pengamatan muara Sungai Cibeureum (I) dan

Klaces (G). Kelompok pertama merupakan

daerah yang paling dekat dengan sumber air

tawar dan air asin. Massa air tawar terutama

berasal dari Sungai Citanduy yang keruh pada

saat air laut pasang, akan terdorong ke laguna

dan ke arah timur (Motean) melalui perairan

Klaces. Kedua lokasi pengamatan merupakan

perairan dengan nilai kekeruhan dan salinitas

yang paling berfluktuasi, dengan kisaran yang

lebar. Kekeruhan berkisar antara 20-878 NTU,

salinitas berkisar antara 0 – 24 ‰.

Keterangan :

Kelompok kedua terdiri dari lokasi

pengamatan sebelah timur Karanganyar (H) dan

sebelah barat Motean (F). Lokasi pengamatan

sebelah timur Karanganyar dipengaruhi massa

air tawar yang bersumber dari Sungai Citanduy,

Sungai Cibeureum, Sungai Jaliwon, dan Sungai

Cimeneng, sedangkan massa air asin berasal

dari Plawangan Barat. Lokasi pengamatan

perairan sebelah barat Motean dipengaruhi oleh

massa air tawar yang bersumber dari Sungai

Citanduy, Sungai Cikonde dan Sungai

Ujungalang. Kedua lokasi pengamatan ini

memiliki kisaran salinitas dan kekeruhan yang

lebih rendah dari kelompok pertama, dimana

salinitas berkisar antara 0 – 20.5 ‰ dan

kekeruhan berkisar 10 - 483 NTU.

Kelompok ke tiga terdiri dari lokasi sebelah

timur Motean (E), sebelah barat Kutawaru (D),

Karangtalun (B), muara S. Donan (C) dan Tritih

Kulon (A). Lokasi pengamatan sebelah timur

Motean (E) merupakan daerah pertemuan massa

air pasang dari Plawangan Barat dan Plawangan

Timur. Secara geografis lokasi ini lebih dekat

ke Plawangan Barat, namun massa air pasang

dari Plawangan Timur yang lebih besar mampu

mencapai daerah ini, terutama saat musim

timur, sehingga karakteristik perairan lebih

dekat ke perairan Kawasan Timur. Secara

umum lokasi pengamatan kelompok ketiga

memiliki kadar salinitas lebih tinggi dibanding

kedua kelompok lainnya, mengindikasikan

bahwa massa air asin lebih dominan dibanding

massa air tawar. Hal ini disebabkan oleh karena

Plawangan Timur cukup lebar dan dalam,

sehingga massa air laut yang masuk lebih

banyak, sedangkan sungai yang bermuara di

daerah ini relatif lebih kecil dengan DAS yang

lebih sempit. Kisaran salinitas pada kelompok

ketiga antara 0.8 – 25.7 ‰, dengan kekeruhan

berkisar antara 10 – 321 NTU.

A = Tritih Kulon D = Barat Kutawaru G = Klaces

B = Karangtalun E = Timur Motean H = Timur Karanganyar

C = Muara Donan F = Barat Motean I = Muara Cibeureum

Timur Kr. anyar

Klaces

Muara

Cibeureum

Barat Motean

Timur Motean

Barat Jojok

Muara Donan

Karangtalun

Tritih Kulon

S Hindia

Gambar 7. Pengelompokkan lokasi pengamatan hasil cluster analysis

berdasarkan salinitas dan kekeruhan.

Page 8: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 8

Kelompok ke tiga terdiri dari lokasi sebelah

timur Motean (E), sebelah barat Kutawaru (D),

Karangtalun (B), muara S. Donan (C) dan Tritih

Kulon (A). Lokasi pengamatan sebelah timur

Motean (E) merupakan daerah pertemuan massa

air pasang dari Plawangan Barat dan Plawangan

Timur. Secara geografis lokasi ini lebih dekat

ke Plawangan Barat, namun massa air pasang

dari Plawangan Timur yang lebih besar mampu

mencapai daerah ini, terutama saat musim

timur, sehingga karakteristik perairan lebih

dekat ke perairan Kawasan Timur. Secara

umum lokasi pengamatan kelompok ketiga

memiliki kadar salinitas lebih tinggi dibanding

kedua kelompok lainnya, mengindikasikan

bahwa massa air asin lebih dominan dibanding

massa air tawar. Hal ini disebabkan oleh karena

Plawangan Timur cukup leba dan dalam,

sehingga massa air laut yang masuk lebih

banyak, sedangkan sungai yang bermuara di

daerah ini relatif lebih kecil dengan DAS yang

lebih sempit. Kisaran salinitas pada kelompok

ketiga antara 0.8 – 25.7 ‰, dengan kekeruhan

berkisar antara 10 – 321 NTU.

Pengelompokkan tersebut dapat lebih

disederhanakan dengan memperbesar tingkat

perbedaan, sehingga menjadi dua kelompok

saja, yaitu kelompok pertama dan kelompok

kedua. Kelompok pertama terdiri dari muara

S. Cibeureum, Klaces, timur Karanganyar dan

barat Motean. Kelompok kedua terdiri dari

lokasi pengamatan timur Motean, barat

Kutawaru, muara S. Donan, Karangtalun dan

Tritih Kulon. Batas kedua wilayah perairan

tersebut berada di perairan Motean, dimana

massa air pasang dari Plawangan Barat dan

Plawangan Timur bertemu.

Kekeruhan merupakan faktor dan ancaman

utama terhadap keberadaan laguna Segara

Anakan. Sumber utama pengendapan di laguna

Segara Anakan adalah partikel lumpur dan

sampah dari Sungai Citanduy. Laguna Segara

Anakan pada tahun 2004 tinggal tersisa sekitar

500 hektar dengan kedalaman berkisar antara

1 – 3 meter. Untuk mempertahankan keberadaan

perairan Laguna, secara berkala dilakukan

penyedotan lumpur. Atmawijaya (1995)

berdasarkan laju sedimentasi memperkirakan

laguna Segara Anakan akan menjadi daratan

pada tahun 2015. Salah satu upaya

penyelamatan Laguna Segara Anakan yang

telah banyak dikaji dan menimbulkan pro-

kontra di antara para pihak adalah dengan

melakukan penyodetan Sungai Citanduy. Bagi

pihak yang setuju, cara penyodetan adalah cara

yang diyakini dapat menyelesaikan masalah

pengendapan di laguna. Umumnya mereka

berpendapat, penyelamatan ekosistem Laguna

Segara Anakan merupakan suatu yang sangat

penting dan “mendesak”, sehingga harus

dilakukan segera. Bagi pihak yang kurang

setuju, menganggap bahwa penyelamatan

ekosistem laguna adalah penting, namun dalam

mengatasi masalah tersebut jangan dilakukan

dengan cara yang menimbulkan masalah baru,

atau hanya memindahkan masalah. Penyodetan

akan menyelamatkan ekosistem laguna, namun

pada saat yang sama dikhawatirkan akan

menimbulkan masalah pada perairan pantai

sebelah Barat Pulau Nusakambangan (pantai

Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat).

Pro kontra tersebut nampaknya sulit untuk

dipertemukan, karena tidak hanya perbedaan

pertimbangan teknis akademis, tetapi juga

menyangkut kepentingan daerah yang berbeda.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka upaya

penyelamatan ekosistem laguna haruslah dicari

alternatif lain di luar penyodetan. Salah satu

alternatifnya adalah penataan dan perbaikan tata

guna lahan di kawasan DAS Sungai Citanduy.

Cara tersebut sangat aman dan ramah

lingkungan, meskipun membutuhkan biaya yang

besar dan waktu yang lama. Bagi pihak yang

terkait langsung dengan pemanfaatan dan

pengelolaan Laguna Segara Anakan, cara

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

4 Fe

b

20 F

eb

22-M

ar

24-A

pr

23-M

ay

18-J

un

16-J

ul

19-A

ug

15-S

ep

13-O

ct

28-N

ov

Waktu sampling

pH a

ir

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Tritih K

ulon

Karang T

alun

Muara D

onan

Barat J

ojok

Timur M

otean

Barat M

otean

Klaces

Timur K

aranganyar

Muara S

. Cibere

m

Lokasi Pengamatan

pH a

ir

Gambar 8. pH air rata-rata di perairan Segara

Anakan (atas : berdasarkan waktu, Bawah

: berdasarkan lokasi).

Page 9: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 9

tersebut mungkin kurang meyakinkan, karena

dinilai terlalu lama dan diluar jangkauannya.

Hal ini karena pada saat penataan DAS

Citanduy belum selesai, laguna dikhawatirkan

sudah menjadi daratan. Pesimisme tersebut

didukung oleh berbagai studi yang terkait

dengan laju sedimentasi dan penyempitan

laguna. Oleh karenanya maka upaya alternatif

tersebut dapat dilengkapi dengan upaya

pembuatan waduk sebelum Sungai Citanduy

bermuara ke laguna. Waduk berfungsi sebagai

perangkap sedimen (sediment trap) agar tidak

mengendap di laguna. Waduk bersifat

sementara, dan dapat tidak difungsikan jika

proses penataan DAS telah selesai dan berfungsi

dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa :

1. Variabel kualitas air yang sangat

berfluktusi secara spasial maupun temporal

di perairan Segara Anakan adalah salinitas

dan kekeruhan.

2. Berdasarkan variabel salinitas dan

kekeruhan perairan Segara Anakan dapat

dapat dipisahkan menjadi dua kawasan

yaitu perairan kawasan barat yang keruh

dan bersalinitas rendah, dan perairan

kawasan timur yang jernih dan bersalinitas

tinggi.

3. Masa air yang mempengaruhi kekeruhan

dan rendahnya salinitas adalah berasal dari

Sungai Citandui.

Berdasarkan kesimpulan tersebut

disarankan perlunya dilakukan pengendalian

sedimentasi. dengan penataan DAS Citanduy

beserta pembuatan sediment trap. Hal tersebut

dilakukan melalui koordinasi lintas daerah

administrasi dengan melibatkan pemerintah

pusat, karena mencakup dua provinsi, yaitu

Jawa Barat dan Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Amin E, T Hariati. 1991. The Capture fisheries

of Segara Anakan, Indonesia. Di dalam :

Chou Loke Ming et al..eds. Toward an

Integrated Management of Tropical

Coastal Resources. Proceeding of the

ASEAN/US Technical Workshop;

Singapore, ICLARM Conference 22.455

p.

Atmawidjaja E. 1995. Perubahan lingkungan

fisik Segara Anakan p. 101-113 Di

dalam: Proceeding Lokakarya

Penanganan Segara Anakan dan

Lingkungannya Secara Berkelanjutan.

Departemen Pekerjaan Umum

bekerjasama dengan Kantor Menteri

Lingkungan Hidup RI.

Brahmana SS. 1995. Kualitas air Laguna

Segara Anakan dari aspek perikanan. Di

dalam: Proceeding Lokakarya

Penanganan Segara Anakan dan

Lingkungannya Secara Berkelanjutan.

Departemen Pekerjaan Umum

bekerjasama dengan Kantor Menteri

Negara Lingkungan Hidup Jakarta.

Djamali A. 1991. Pengaruh ekosistem mangrove

terhadap kelimpahan pascalarva dan

juwana udang Windu (P. monodon Fab.)

dan udang Jerbung (P.merguensis de

Man) di perairan pantai Cilacap. Jawa

Tengah. [disertasi] Bandung. Program

Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Dudley RG. 2000a. Segara Anakan fisheries

management plan. Specialist fisheries

consultant report. BCEOM-DITJEN

BANGDA, Jakarta.

ECI (Engineering Consultant Inc). 1974. The

Citanduy river basin development

project. Master-plan annex H: Land-use

and Management. Ministry of Public

Works and Electric Power. Director

General of Water Resources

Development. Directorate of River and

Swamps.

-----------------------------------------------. 1975.

The Citanduy river basin development

project. Segara Anakan, Special Re-

evaluation of sedimentation. Denver.

-----------------------------------------------, 1987.

Segara Anakan engineering measures

study : Main Report. Ministry of Public

Works and Electric Power. Director

General of Water Resources

Development.

-----------------------------------------------. 1994.

Segara Anakan conservation and

development project. Final report, Asian

Development Bank, Jakarta.

Emmerson WD. 1983. Maturation and growth

of ablated an unablated Penaeus

Page 10: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Perairan dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 10

monodon Fabricius. Aquaculture.

32:235-241.

ET (Ecology Team) Bogor Agricultural

University. 1984. Ecological aspects of

Segara Anakan in relation to its future

management. Institute of Hydraulic

Engineering and Faculty of Fisheries,

Bogor Agriculture University Indonesia.

ET, Sujastani T. 1989. Natural resources. Di

dalam : White AlT, P Martosubroto,

MSM Sadorra. 1989. The Coastal

Environmental profile of Segara Anakan

Cilacap South Java Indonesia.

ICLARM. Philippines.

May RM. 1976. Theoritical Ecology. Principles

and Applications. 2nd

ed. Blackwell

Scientifical Publications. Sinauer

Associates inc. Publishers. Sunderland

Massachusetts.

PKSPL – Institut Pertanian Bogor. 1998. Buku

I. Kondisi dan potensi biofisik kawasan.

Kerjasama PKSPL dengan Bagian

Proyek Konservasi dan Pembangunan

Segara Anakan. Direktorat Jendral

Pembangunan Daerah Departemen

Dalam Negeri.

----------------------. 1999a. Penyempurnaan

penyusunan ,management plan kawasan

Segara Anakan. Buku I. Kerjasama

Direktorat Jenderal Pembangnan Daerah

Departemen dalam Negeri dan Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Institut Pertanian Bogor.

----------------------. 1999b. Penyempurnaan

penyusunan management plan kawasan

Segara Anakan. Buku II. Kerjasama

Direktorat Jenderal Pembangnan Daerah

Departemen dalam Negeri dan Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Institut Pertanian Bogor.

PPLH Universitas Diponegoro. 2001.

Environmental monitoring program

(EMP) (Interim report). Segara Anakan

Conservation and Development Project

(SACDP). Directorate General of

Regional Development (DGRD).

White AT, P Martosubroto, MSM Sadorra.

1989. The Coastal environmental profile

of Segara Anakan Cilacap South Java

Indonesia. International Centre for

Living Aquatic Resources. Association

of South East Asian Nations/US. Coastal

Resources Management Project. Manila .

Philippine

Page 11: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 11

ANALISIS STOK UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis de Man )

MENGGUNAKAM MODEL HASIL RELATIF PER REKRUIT (Y’/R)

DI LAGUNA SEGARA ANAKAN CILACAP

Suradi Wijaya Saputra dan Subiyanto

PS. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang, Semarang

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penaeus merguiensis merupakan komponen utama produksi udang perikanan pantai Cilacap. Pada perairan Segara

Anakan P. merguiensis merupakan produksi terbesar kedua setelah udang jari (Metapenaeus elegans), yaitu

mencapai 13% dari total produksi udang di Segara Anakan, sehingga secara ekonomis dan ekologis menduduki

peranan yang penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji stok udang P. merguiensis berdasarkan model hasil

Y‟/R, sehingga dapat diperoleh ukuran optimum yang seharusnya ditangkap, sehingga dapat dijadikan dasar dalam

pengelolaan udang jerbung di Laguna Segara Anakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi udang P. merguiensis akan maksimum berkelanjutan jika ukuran yang

pertama tertangkap (Lc) pada panjang karapas > 22,5 mm, dengan laju eksploitasi 0,82/tahun. Pengelolaan udang P.

merguiensis dilakukan dengan dua alternatif model pendekatan yaitu dengan peningkatan ukuran udang yang boleh

ditangkap dan pengurangan laju eksploitasi. Ukuran udang yang boleh ditangkap pada panjang karapas di atas 22,5

mm, sedangkan julah apong yang boleh beroperasi maksimum 1.228 unit atau setara dengan 37.272 trip apong.

Kata kunci : Segara Anakan, P. merguiensis, Y‟/R, konsep pengelolaan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Segara Anakan dengan kawasan hutan

mangrovenya merupakan habitat berbagai jenis

organisme perairan dan daratan, diantaranya

sumberdaya udang. Jenis udang menempati

perairan Laguna Segara Anakan berkait dengan

siklus hidupnya, terutama dari famili Penaidae,

antara lain udang jari (Metapenaeus elegans),

M. ensis, M. affinis, M. dobsoni, dang jerbung

(Penaeus merguensis), P. indicus), udang windu

(P. monodon), udang pacet (P. semisulcatus),

udang krosok (Parapenaopsis sp), dan udang

cikaso (Penaeus sp.) (Dudley, 2000). Spesies P.

merguiensis merupakan komoditas ekspor dan

merupakan komponen utama produksi udang

perikanan pantai Cilacap secara keseluruhan. Di

perairan Laguna Segara Anakan P. merguiensis

merupakan produksi terbesar kedua setelah

udang jari (M. elegans), yaitu mencapai 13%

dari total produksi udang Segara Anakan

(Saputra, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa

keberadaan udang ini sangat penting, baik

kontribusinya terhadap produksi dan pendapatan

nelayan Segara Anakan, maupun produksi

perikanan Kabupaten Cilacap. Keberadaan

udang jerbung di Segara Anakan bersifat

sementara, sebagai daerah asuhan. Apabila

udang jerbung dari Segara Anakan dapat lolos

ke perairan pantai dan tertangkap setelah

tumbuh menjadi udang dewasa, maka akan

meningkatkan produksi udang Kabupaten

Cilacap dan meningkatkan devisa negara.

Di perairan laguna Segara Anakan dan

sekitarnya udang jerbung tertangkap dengan alat

tangkap jaring apong. Bentuk apong sama

dengan trawl, hanya pengoperasiannya statis,

dengan menghadang arus. Alat tangkap ini

sangat berkembang, oleh karena merupakan alat

yang paling efektif menangkap udang. Apong

berkembang sekitar awal tahun 80-an, sesaat

setelah trawl dilarang beroperasi di kawasan

perairan barat. Zarochman (2003) dan Saputra

(2005) menyebutkan jumlah apong di Segara

Anakan saat ini mencapai 1660 unit. Hal

tersebut merupakan ancaman yang serius bagi

sumberdaya perikanan pada umumnya dan

sumberdaya udang jerbung khsusunya, yang

keberadaannya sangat bergantung pada Laguna

Segara Anakan. Penelitian ini bertujuan untuk

Page 12: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 12

mengkaji stok udang P. merguiensis

menggunakan model Y‟/R sehingga diketahui

hasil maksimum berkelanjutan (MSY) relatif

serta dapat disusun konsep pengelolaan udang

jerbung di perairan Laguna Segara Anakan.

MATERI DAN METODE

Metode Sampling

Penelitian dilakukan di perairan Laguna

Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa

Tengah. Metode penelitian yang digunakan

adalah penelitian survei. Penentuan lokasi

pengambilan sampel dilakukan dengan

mempertimbankan aspek keterwakilan daerah

penangkapan, dan ditetapkan sembilan stasiun

pengamatan (gambar 1). Pada setiap lokasi

dilakukan pengambilan sampel udang hasil

penangkapan 3 unit apong. Udang hasil

tangkapan apong tersebut seluruhnya dijadikan

sampel. Penelitian dilakukan selama 8 bulan,

dan pengambilan sampel dilakukan sekali setiap

bulan selama penelitian.

Bahan dan Metode Pengukuran

Bahan yang digunakan dalam penelitian

adalah : udang jerbung hasil tangkapan apong

dan bahan pengawet (formalin, es dan alkohol).

Variable yang diukur meliputi: panjang

karapas, panjang tubuh dan bobot tubuh udang.

Data panjang diukur dari semua udang yang

tertangkap selama sampling. Metode

pengukuran masing-masing jenis data adalah

sebagai berikut.

1) Data panjang badan udang diukur

menggunakan jangka sorong, dari ujung

karapas sampai dengan ujung telson.

2) Data panjang karapas diukur menggunakan

jangka sorong dari ujung karapas sampai

dengan pangkal karapas

3) Bobot udang diukur menggunakan

timbangan elektrik

4) Jenis kelamin diidentifikasi dengan

mengamati bagian ventral udang (kaki jalan

1 dan ke 5), dengan bantuan loup

Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis

stok menggunakan model Y‟/R dari Beverton

dan Holt (1966).

Persamaan Yield per Rekrut relatif (Y‟/R) adalah

:

Y 3 Un. ( 1 – c)n

∑ E = ( ) = ال

RW∞ n=0 nK

[1 + ( M )(1-E)]

dimana :

.hasil per rekruit tanpa satuan = ال

E = laju eksploitasi

M = laju mortalitas alami

c =rasio panjang rata-rata pertama

tertangkap dan panjang infiniti (Lc/L∞).

K, L∞ dan to adalah parameter

pertumbuhan von Bertalanffy

Y = hasil tangkapan

R = kelimpahan pada kelompok umur Lc

Un = adalah koefisien sumasi,

diambil nilai 1, -3, 3, -1 untuk n = 0, 1,

2, 3.

Untuk mengkaji pengaruh perubahan Lc

terhadap hasil per rekruit reparameterisasi

dibuat oleh Beverton dan Holt (1966) sebagai

berikut :

Y „ Y

Y‟ = = = (1-c) M/K

ال

R N(to) W∞

dimana :

N(to) = jumlah kohort yang ada pada umur to

Untuk mempermudah perhitungan,

persamaan tersebut dapat ditulis dengan cara

lain menjadi :

3U 3U2 U

3

(Y‟/R) = E*UM/K

* 1 - + +

1+m 1+2m 1+3m

dimana : m = K/Z

U = 1 – Lc/L∞

E = F/Z

Page 13: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 13

Hasil relatif (Y‟) merupakan fungsi dari

laju eksploitasi (E), U (1- Lc/L∞) dan M/K. Dua

parameter pertama, yaitu E dan c dapat

dikendalikan, sedangkan M/K hanya parameter

biologi yang dibutuhkan dalam analisis. Model

ini dapat digunakan untuk menentukan

kombinasi optimum dari jumlah upaya

penangkapan (diukur dengan laju mortalitas

penangkapan (F), dan ukuran saat pertama kali

tertangkap (Lc), yang akan diperoleh hasil

tangkapan maksimum berkelanjutan (maximum

sustainable yield).

Gambar `. Lokasi pengambilan sampel

Keterangan :

Citra Data : Landsat RTM7 Path/Row : 121/65 & 120/65

Sumber data : LAPAN Gendetie Datum : WG884 Map Projection : SUTM49 Digital Software : Er Mapper 6.

Timur Kr. anyar

Klaces

Muara Cibeureum Barat Motean

Timur Motean

Barat Jojok

Muara Donan

Karangtalun

Tritih Kulon

Gambar 1. Lokasi Sampling Penelitian

B Lc = 18 mm

A Lc = 11,25 mm

D

Lc = 26,25 mm

C

Lc = 22,5 mm

Gambar 2. Kurva yang menggambarkan nilai hasil per rekruit relatif (Y‟/R) dan

biomass per rekruit relatif (B/R‟) sebagai fungsi dari laju eksploitasi

Page 14: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 14

Tabel 1. Frekuensi Panjang Karapas Udang P. merguiensis Selama Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Stok Berdasarkan Hasil Relatif

per Rekruit (Y’/R)

Hasil pengukuran selama penelitian

diperoleh data frekuensi panjang karapas udang

P. merguiensis sebagai berikut.

Untuk melakukan analisis stok

menggunakan model Hasil Relatif per Rekruit

(Y‟/R) memerlukan masukan parameter :

ukuran pertama kali tertangkap, parameter

pertumbuhan von Bertalanffy (L∞, K dan to)

mortalitas (Z, M dan F) dan laju eksploitasi (E).

Hasil perhitungan menggunakan shoft ware

FISAT II diperoleh hasil sebagaimana disajikan

dalam tabel 2.

Parameter tersebut di atas yang dapat

dikendalikan oleh manusia dalam pengelolaan

adalah F (laju kematian penangkapan) dan Lc

(ukuran udang pertama tertangkap). Upaya

pengelolaan dilakukan dengan mengatur besar

kecilnya jumlah alat yang beroperasi dan ukuran

mata jaring.

Pengaturan jumlah upaya tangkap akan

berimplikasi pada besar kecilnya mortalitas

alami (F), sedangkan pengaturan mata jaring

dan/atau pengaturan musim penangkapan akan

berimplikasi pada besar kecilnya Lc.

Berdasarkan analisis hasil per rekruit relatif.

Panjang

Karapas (mm)

BULAN SAMPLING

Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept

6 1

7 0

8 0

9 2

10 2 2 2

11 0 1 4 1

12 0 2 1 2 9 1 1

13 0 2 0 4 6 4 0 6

14 1 2 2 6 3 5 0 15

15 3 8 3 13 5 7 8 23

16 9 15 1 14 13 11 11 31

17 17 28 6 18 8 16 23 11

18 24 29 4 16 15 23 34 31

19 20 28 4 20 15 18 12 12

20 15 34 2 22 23 23 38 12

21 10 15 1 16 19 29 32 1

22 17 23 0 6 13 23 17 7

23 5 9 0 10 15 20 10 2

24 3 5 0 2 10 16 5 0

25 3 4 2 6 7 21 2 0

26 3 2 0 2 4 29 1 1

27 2 3 0 1 4 8 1

28 0 0 0 0 1 2

29 3 2 1 1 0 2

30 2 2 1 2 5

31 1 1 2

32 0 0

33 1 1

Jumlah sampel 141 218 28 159 181 264 195 154

Page 15: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 15

Tabel 2. Hasil perhitungan Parameter yang

Diperlukan dalam Analisis Y‟/R

(Y‟/R) untuk kondisi perikanan udang jerbung

di perairan Segara Anakan yang knife edge

recruitment fisheries (tr = tc) diperoleh hasil

sebagaimana disajikan pada Gambar 2

Pada kondisi saat sekarang, Lc sebesar 18 mm

(Gambar 2B), laju eksploitasi maksimum (Emax)

yaitu laju eksploitasi yang menghasilkan Y/R‟

maksimum, yaitu sebesar 0,681 per tahun dengan

Y/R‟ sebesar 0,057. Laju eksploitasi pada E0,1

sebesar 0,552 per tahun menghasilkan Y/R‟

sebesar 0,055 dan laju eksploitasi pada E0,5

sebesar0,357 per tahun menghasilkan Y/R‟

sebesar 0,04. Pada saat Emax, biomass B/R‟ berada

pada tingkat 15%.

Jika Lc diturun-kan menjadi sebesar 11,25 mm,

maka Y‟/R maksimum turun menjadi 0,048, pada

Emsy sebesar 0,516/tahun dan B/R‟ meningkat

menjadi 25% dari Bv. Hal ini menunjukkan

pemanfaatan udang jerbung cepat menghabiskan

sumberdaya tetapi tidak memberikan hasil yang

optimum.

Apabila Lc diperbesar menjadi 22,5 mm,

yaitu pada sekitar terjadinya perubahan

kecepatan tumbuh, maka Y‟/R maksimum

sebesar 0,063, dengan Emsy sebesar 0,85 / tahun,

dan B‟/R berada pada tingkat 10% dari Bv. Hal

itu berarti Y‟/R meningkat sebesar 10,5%, dan

biomass di alam terselamatkan 5%.

Apabila Lc ditingkatkan menjadi 26,25

mm, maka Y‟/R maksimum akan bertambah

menjadi sebesar 0,065 dengan Emsy sebesar 1 /

tahun, dan B/R‟ mendekati tingkat 0%. Hal itu

berarti biomass di alam yang belum

termanfaatkan meningkat atau bahkan seperti

tidak berkurang. Hal ini dikarenakan dengan

semakin besarnya ukuran udang yang

ditangkap, maka proses recovery akan berjalan

dengan baik, sehingga seolah-olah sumberdaya

tidak berkurang. Jika Lc diturunkan menjadi

sebesar 11,25 mm, maka Y‟/R maksimum turun

menjadi 0,048 pada Emsy sebesar 0,516/tahun

dan B/R‟ meningkat menjadi 25% dari Bv.

Hasil analisis interaksi antara c (Lc/L∞) dengan

laju eksploitasi (E) yang memberikan gambaran

hasil relatif per rekruit relatif (Y‟/R) disajikan

pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa garis

isopleth Y‟/R sebagai interaksi antara c (ratio

Lc/L∞) dan E. Y‟/R akan tinggi jika c semakin

besar dan E juga semakin besar. Y‟/R optimum

untuk setiap tingkat laju eksploitasi dan ukuran

udang yang ditangkap berada pada wilayah

diantara garis putus-putus.

Parameter Kisaran Rata-rata

L∞ (mm) 37,5

K (per tahun) 1.4

Z (per tahun) 5,7 – 8,34 7,02

M (per tahun) 1,96

F (per tahun) 5,06

E (per tahun) 0,72

Lc (mm) 18

Ltp (mm) 22,5

to (tahun) -0,00875

Gambar 3. Hasil relatif per rekruit hubungannya dengan ratio Lc/L∞ dengan ratio

eksploitasi (E) udang jari di perairan Segara Anakan berdasarkan metode

Beverton dan Holt (1966) (Lc = 18 mm, L∞= 37,5 mm, K = 1,4/tahun, to

= -0,00875 tahun dan M = 1,96/tahun.

Page 16: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 16

Namun jika mengacu pada konsep

keberlanjutan sumberdaya, dengan

mempertimbangkan laju eksploitasi dan ukuran

udang yang boleh ditangkap, agar udang

mempunyai kesempatan untuk berkembang

biak, maka daerah eksploitasi sebaiknya berada

pada wilayah yang diabsir. Pada wilayah

tersebut, laju eksploitasi berkisar antara E0.1

sampai dengan Emax, sedangkan ukuran udang

yang tertangkap berada di atas ukuran saat

terjadinya perubahan kecepatan tumbuh (Ltp =

22,5 mm).

2. Model Pengelolaan

Sebagaimana dijelaskan pada bab

terdahulu, berdasarkan model hasil per rekruit,

variabel yang dapat dikendalikan manusia

hanyalah F (mortalitas penangkapan) melalui

pengaturan laju eksploitasi dan Lc melalui

penentuan ukuran mata jaraning. Oleh

karenanya, upaya peningkatan produksi udang

jerbung dan sekaligus upaya perlindungan

terhadap keberlanjutan pembentukan stok alami,

dapat dilakukan dengan dua model pendekatan,

yaitu dengan melakukan penentuan ukuran

udang yang boleh ditangkap dan dengan

mengatur intensitas eksploitasi.

1. Penentuan Ukuran Udang yang Boleh

Ditangkap

Eksploitasi udang di perairan Segara

Anakan menggunakan apong dengan mata

jaring yang sangat kecil (0,5 inch), sehingga

perikanan udang berada pada kondisi pisau

bermata dua (knife-edge recruitment fishery).

Hal ini berarti setiap udang yang masuk ke

wilayah perikanan, akan langsung tertangkap

(Lc = Lr). Ukuran udang jerbung yang pertama

tertangkap masih di bawah ukuran saat

terjadinya perubahan kecepatan tumbuh, dimana

Lc adalah 18 mm sedangkan Ltp sebesar 22,5

mm. Untuk mencegah terjadinya growth

overfishing maka penangkapan udang jerbung

seharusnya dilakukan pada panjang karapas

lebih besar dari Ltp yaitu pada panjang karapas >

22,5 mm. Sedangkan untuk menghindari

terjadinya recruitment overfishing maka Lc

seharusnya lebih besar dari Lmb( ukuran pertama

matang gonad). Hal ini untuk menambah

jumlah induk yang memijah sebelum

tertangkap. Akan tetapi data tentang ukuran

pertama kali matang gonad tidak diperoleh,

karena udang jerbung yang ada di Segara

Anakan merupakan udang muda.

a. Pengaturan Ukuran Mata jaring

Upaya peningkatan ukuran panjang karapas

yang boleh ditangkap dapat dilakukan dengan

memberikan kesempatan kepada udang jerbung

untuk lolos dari alat tangkap atau memberi

peluang untuk tumbuh dengan memperbesar

ukuran mata jaring. Berdasarkan kurva seleksi

diperoleh nilai SF (faktor seleksi) apong dengan

ukuran mata jaring 0,5 inch adalah sebesar 0.69.

Berdasarkan rumus Lc (50%) = SF x MS (mesh

sise), maka ukuran mata jaring yang boleh

beroperasi agar Lc = 22,5 adalah sebesar 3,25

cm.

Pengaturan ukuran mata jaring pada

kantong apong akan berdampak positif tidak

saja pada sumberdaya udang jerbung, tetapi juga

pada sumberdaya ikan dan udang lainnya.

Udang genus Penaeus yang menempati perairan

Segara Anakan sebagai daerah asuhan akan

terlindungi sampai ukuran yang cukup, untuk

dapat lolos ke perairan pantai. Naamin (1984)

menyitir pendapat Gulland (1972) menyebutkan

bahwa pengaturan mata jaring untuk

penangkapan udang kurang efektif, karena

proses seleksi kurang efisien. Adanya rostrum

dan pencuatan-pencuatan dari anggota tubuh

(appendages) menghambat lolosnya udang dari

mata jaring. Dengan menyitir pendapat

Boerema (1974) selanjutnya dinyatakan bahwa

pengaturan ukuran mata jaring akan kurang

efektif dalam penentuan ukuran udang karena

sangat lebarnya rentang selektifitas mata jaring

trawl pada udang. Menyitir Garcia dan Lhome

(1972), Hynd (1973),Garcia et al. (1979),

Lhome (1979) peraturan tentang pengaturan

ukuran mata jaring yang boleh digunakan masih

bermanfaat dan argumentasi yang dikemukakan

antara lain :

1) Karena umur udang pendek dan

pertumbuhannya cepat, maka udang harus

ditangkap sebelum menyelesaikan daur

hidupnya, yaitu pada tahun pertama.

2) Peningkatan ukuran mata jaring akan

menuju pada peningkatan umur, rata-rata

berat per individu dan harga per kilogram

yang semakin tinggi.

Apabila pengaturan mata jaring telah

diundangkan, efektifitas model ini akhirnya

sangat bergantung pada penegakan hukum, yang

di Indonesia hal ini masih menjadi kendala

besar.

Page 17: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 17

b. Pengaturan Melalui Penutupan Musim

dan Daerah Penangkapan

Upaya lain dalam pengaturan ukuran udang

yang boleh ditangkap adalah dengan menutup

musim dan daerah penangkapan, terutama pada

daerah pemusatan udang jerbung yang masih

berukuran kecil dan alur ruaya pascalarva dari

perairan pantai ke Laguna Segara Anakan.

Penutupan musim penangkapan akan

memperoleh dua manfaat yang bersamaan, yaitu

meningkatkan ukuran udang yang tertangkap

dan mengurangi laju eksploitasi.

Udang jerbung berukuran kecil terutama

terkonsentrasi pada bagian hulu, seperti perairan

Tritih Kulon. Disamping itu juga diketahui

bahwa alur ruaya udang jerbung dari laut ke

perairan Segara Anakan terutama melalui

Plawangan Timur. Oleh karenanya penutupan

daerah penangkapan lebih efektif jika dilakukan

pada daerah Plawangan Timur, dimana udang

jerbung masih benar-benar kecil (pascalarva -

juvenil).

2. Pengendalian Laju Mortalitas

Penangkapan (F)

Pengaturan besarnya laju eksploitasi (E)

pada dasarnya adalah pengaturan jumlah upaya

penangkapan (f), yang juga berarti pengendalian

laju mortalitas penangkapan (F), karena E = F/Z

dan F = qf. Pengendalian laju eksploitasi dapat

dilakukan dengan cara mengurangi upaya

penangkapan (f) yang berimplikasi pada

penurunan nilai F (mortalitas penangkapan).

Upaya ini hanya perlu dilakukan jika

pengaturan ukuran mata jaring serta penutupan

musim dan daerah penangkapan tidak dapat

dilakukan. Laju eksploitasi (E) saat sekarang

adalah 0,72 per tahun, sedangkan Emsy sebesar

0,64/tahun dan E0,1 adalah 0,57/tahun. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi

telah melampaui batas optimum atau telah over-

exploited, yaitu telah mencapai 112% dari

eksploitasi maksimum berkelanjutan atau 126%

terhadap E0.1. Oleh karenanya tingkat eksploitasi

saat sekarang harus diturunkan sebesar 26 %

agar lebih menjamin keberlanjutan stok. Saat

sekarang jumlah apong sebanyak 1660, dengan

jumlah trip sebanyak 50.368. Hal tersebut

berarti jumlah trip harus diturunkan sampai

tingkat 37.272 trip saja atau jumlah apong yang

beroperasi dibatasi hanya sebanyak 1.228 unit.

Upaya pengurangan trip atau jumlah apong

secara langsung akan sulit dilakukan karena

akan terkait dengan pendapatan rutin harian

banyak nelayan apong, kecuali jika disediakan

alternatif mata pencaharian di luar perikanan.

Pengurangan dapat dilakukan secara

langsung atau melalui skenario penutupan

musim dan daerah penangkapan. Penutupan

musim dan daerah penangkapan dapat mengacu

pada dua dasar pertimbangan, yaitu berdasarkan

pada puncak pemijahan dan / atau puncak

rekruit. Pada skenario penutupan musim dan

daerah penangkapan berdasarkan puncak rekruit

telah diuraikan di atas. Pengendalian dan

monitoring atas pemanfaatan sumberdaya udang

di perairan Segara Anakan relatif lebih mudah,

jika dibandingkan dengan perikanan pantai. Hal

ini karena jenis alat tangkap utama yang

digunakan hanya satu, dan cakupan perairannya

terbatas. Masalah timbul apabila dikaitkan

dengan penghasilan harian nelayan apong.

Sebagaimana diketahui, penangkapan udang

jerbung di Segara Anakan dilakukan oleh

nelayan apong, yang hasil tangkapan udang per

satuan upaya (trip) relatif rendah. Meskipun

hasil tangkapan rendah, namun nelayan tidak

memliki alternatif penghasilan lain. Oleh

karenanya maka tindakan pengelolaan harus

menyertakan aspek tersebut. Apabila tindakan

penutupan musim dan daerah penangkapan

menjadi pilihan, maka harus ada kompensasi

bagi nelayan yang pada waktu dan daerah

tertentu tidak melakukan penangkapan.

Sumberdana konpensasi tersebut dapat digali

dari retribusi hasil penangkapan nelayan apong

sendiri, yang dikelola oleh nelayan (melalui

kelompok). Jika tidak demikian, tindakan

penutupan penangkapan sulit untuk

dilaksanakan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemaparan hasil dan

pembahasan di depan maka dapat disimpulkan

bahwa :

Produksi udang P. merguiensis akan

maksimum berkelanjutan jika ukuran udang

P. merguiensis yang pertama tertangkap

(Lc) pada panjang karapas > 22,5 mm,

dengan laju eksploitasi 0,82/tahun.

Pengelolaan udang P. merguiensis

dilakukan dengan dua model pendekatan

yaitu dengan peningkatan ukuran udang

yang boleh ditangkap melalui pengaturan

ukuran mata jaring apong, dimana mata

jaring pada kantong minimal 3,25 cm.

Model kedua adalah dengan mengatur

jumlah trip penangkapan maksimum 37.272

Page 18: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 18

trip apong atau setara 1.228 unit apong

yang boleh beroperasi.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka

saran dan rekomendasi yang dapat disampaikan

adalah bahwa pengelolaan udang P. merguiensis

dilakukan dengan:

1. Mengatur ukuran mata jaring apong yang

boleh digunakan, dimana mata jaring pada

kantong minimal 3,25 cm.

2. Mengatur jumlah trip penangkapan apong

maksimum 37.272 trip setahun atau setara

1.228 unit apong yang boleh beroperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Amin E dan T Hariati, 1991. The Capture fisheries

of Segara Anakan, Indonesia. Pp 51-56

in Chou Loke Ming et al., Toward an

Integrated Management of Tropical

Coastal Resources. Proceeding of the

ASEAN/US Technical Workshop,

Singapore, ICLARM Conference

22.455 p.

Beverton RJH and SJ Holt. 1966. Manual of

methods for fish stock assesment. Part

II. Tables of Yield Fuction. FAO

Fish.tech.Pap,.(38)(Rev-1) 67p.

Chan TY. 1998. Shrimps and Prawns. In. KE

Carpenter and VH Niem. 1998. The

living marine resources of the Western

Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods,

Crustaceans, Holothurians and Sharks.

Food and Agriculture Organization of

the United Nations Rome.

Dudley RG.1999. Fisheries issue. Community

development and project management

and capacity building components.

Specialist fisheries consultant report.

BCEOM-DITJEN BANGDA, Jakarta.

-----------------. 2000a. Segara Anakan fisheries

management plan. Specialist fisheries

consultant report. BCEOM-DITJEN

BANGDA, Jakarta.

------------------ 2000b. Summary of data related to

catches in Segara Anakan. Specialist

fisheries consultant Report. BCEOM-

DITJEN BANGDA, Jakarta.

------------------ 2000c. Summary of data related to

catches shrimp landing in Cilacap.

Specialist fisheries consultant report.

BCEOM-DITJEN BANGDA, Jakarta.

Enin UI, U Lowenberg, T Kunzel., 1996.

Population dynamic of estuarine prawn

(Nematopalaemon hastatus Aurivillius

1898) off the southeast coast of Nigeria.

Journal Fisheries Research 26 (1996)

17-35.

King, M., 1995. Fisheries biology, assessment and

management. Fishing News Books. A

Division of Blackwell Science Ltd.

London.

Lovett, DL. 1981. A guide to the shrimps, prawns,

lobsters, and crabs of Malaysia and

Singapore. Occasionally Publication

No.2. Faculty of Fisheries and Marine

Science. Universitas Pertanian

Malaysia..

Naamin N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung

(Penaeus Merguensis de Man) di

perairan Arafura dan alternatif

pengelolaannya. Disertasi Doktor pada

Fakultas Pascasarjana IPB Bogor.

Pauly D. 1987. A review of the ELEFAN system

for analysis of length frequency data in

fish and aquatic invertebrata. P.7-34. In

D Pauly and GR Morgan (eds). Length

based methods in fisheries research.

ICLARM Conference proceeding

13,468p. International Centre for Living

Aquatic Resources Management,

Manila, Philippines, and Kuwait

Insitute for Scientific Research, Safat,

Kuwait.

Pauly D, J Ingles and R Neal. 1980. Application to

shrimp stocks of objective methods for

the estimation of growth, mortality and

recruitment-related parameter from

frequency data (ELEFAN I and II).

ICLARM Contribution No.122.

Saputra, SW, P. Soedarsono, P. Wibowo dan A.

Solichin, 2004. Aspek reproduksi udang

jari (M. elegans) di Perairan Segara

Anakan, Cilacap Jawa Tengah. Laporan

Penelitian (tidak dipublikasikan).

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

UNDIP. Semarang.

Saputra, SW.2005. Dinamika populasi udang jari

(Metapenaeus elegans di Perairan

Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB

Bogor.

Page 19: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 19

Sparre PE. Ursin and Venema, 1989. Introduction

to tropical fish stock assessment Part I –

Manual. Food and Agriculture

Organization. Fisheries Technical

Paper. FAO of the United Nations,

Rome : 337 p.

Sumiono B. 1991. Penelitian stok udang di perairan

selatan Jawa dan barat Sumatera.

Laporan teknis. Balai Penelitian

Perikanan Laut. 1995.

Widodo J. 1988a. Dynamic pool analysis of “ikan

laying” (Decapterus spp.) fishery in the

Java Sea. Jurnal Perikanan Laut No.147

Th.1988 Hal.39-58.

-----------. 1988b. Population parameters of “ikan

layang”, Scad mackerel, Decapterus

spp. (Pisces : Carangidae) in the Java

Sea. Jurnal Pen. Perikanan Laut No. 46

Th.1988 Hal.11-44

-----------. 1991. Maturity and spawning of short-fin

Scad (Decapterus macrosoma)

(Carangidae) of the Java Sea. Asian

Fisheries Science, 4, 245-252.

Zarochman. 2001. Penataan apong untuk

keselamatan udang dalam kawasan

Segara Anakan. Jurnal Gema Segara

Anakan. Vol. III, Nomor 9. ISSN 1411-

1160. PMO/SADP.

---------------. 2003. Laju tangkap udang dan

masalah jaring apong di Pelawangan

Timur Laguna Segara Anakan. Thesis.

Program Pascasarjana Universitas

Diponegoro Semarang.

Page 20: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP & IK - 20

Page 21: KONDISI PERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP …eprints.undip.ac.id/47718/1/KONDISI_PERAIRAN_SEGARA_ANAKAN_CI… · didistribusikan ke Sungai Citanduy, ke laguna utama, ke sungai-sungai

SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN : “Pengembangan IPTEK Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan dalam Mendukung Pembangunan Nasional” Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, 28 Agustus 2007

Manajemen Sumberdaya Peraoran dan Ilmu Kelautan / MSP& IK - 21