KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES AKULTURASI BUDAYA...

170
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES AKULTURASI BUDAYA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA AFRIKA (GAMBIA) DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun oleh: Vicky Dianiya NIM: 1113051000038 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017

Transcript of KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES AKULTURASI BUDAYA...

  • KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES

    AKULTURASI BUDAYA (STUDI KASUS PADA MAHASISWA

    AFRIKA (GAMBIA) DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA)

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi

    Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

    (S.Sos)

    Disusun oleh:

    Vicky Dianiya

    NIM: 1113051000038

    JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

    FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1438 H/2017

  • fEI{CESAHAN PAr\{ITt{ tEL4Il

    Skripsi berjudul Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi

    Bud*v* {Studi Kasus }Iahasiswa Afrika (Gambia) tli tlniversitas l;l:innItegeri Syarif ttidr-r*frllak Jnk*rt*! telah ttiujika* dalam sidar:g mu*aqasyah

    Fakultas Dakr.vah dan llnru Komunikasi UIN Syarif Flidai,atullah Jaharta pa

  • i

    ABSTRAK

    Vicky Dianiya Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

    Akulturasi pada dasarnya mengacu proses di mana kultur seorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Melihat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa yang berasal dari berbagai macam budaya dan berbagai macam Negara sehingga proses akulturasi ini bisa saja terjadi pada mahasiswa asing salah satunya pada mahasiswa Gambia. Namun, disisi lain dengan adanya mahasiswa-mahasiswa dari budaya yang berlainan, ketika mereka melakukan komunikasi bisa saja menimbulkan berbagai macam kesulitan.

    Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan tulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan mayor dan minor. Adapun mayornya adalah bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)? Kemudian minornya adalah apa bentuk akulturasi dalam komunikasi intrapersonal yang terjadi pada Mahasiswa Gambia? Sejauh mana akulturasi dalam komunikasi sosial yang terjadi pada Mahasiswa Gambia? Seperti apa akulturasi dalam komunikasi lingkungan (environmental) yang terjadi pada Mahasiswa Gambia?

    Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan dan wawancara dengan beberapa mahasiswa Gambia dan mahasiswa Indonesia, peneliti dapat menemukan bahwa adanya proses komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi yang terjadi pada mahasiswa Gambia di UIN Jakarta yaitu adalah komunikasi intrapersona, komunikasi sosial, dan lingkungan komunikasi dengan memasukkan nilai-nilai Islam di dalamnya.

    Teori yang digunakan adalah Akulturasi. Proses akulturasi akan terjadi ketika seseorang yang bersosialisasi dengan budaya baru dan asing. Pendatang mulai secara perlahan mendeteksi adanya kesamaan dan perbedaan di lingkungan pribumi. Sehingga mereka mulai berkenalan sekaligus mengadopsi beberapa norma atau nilai dari lingkungan pribumi atau si tuan rumah (William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, 2003: 359).

    Komunikasi intrapersonal yang terjadi pada mahasiswa Gambia yaitu ketika para mahasiswa Gambia mulai menyukai makanan-makanan Indonesia. Komunikasi antarpersona yang terjadi antara mahasiswa Gambia dengan mahasiswa Indonesia sulit untuk dilepaskan karena semua mahasiswa diharuskan untuk bersosialisasi dengan mahasiswa lainnya, meskipun ada banyak kendala salah satunya mengenai bahasa. Selanjutnya, komunikasi lingkungan terjadi saat mahasiswa Gambia mencoba berbaur dengan lingkungan baru seperti lebih sering berkumpul bersama mahasiswa Indonesia.

    Maka dapat disimpulkan bahwa semua proses akulturasi khususnya dalam komunikasi intrapersonal, sosial dan environmental terjadi pada mahasiswa. Oleh karena itu, mahasiswa Gambia diharapkan dapat mengatasi berbagai hambatan dalam berkomunikasi dengan mahasiswa Indonesia yang terjadi selama mereka berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Kata kunci : Akulturasi, Gambia, Indonesia, komunikasi, mahasiswa.

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Bismillairahmanirrahim

    Alhamdulillahirabil’alamin, penulis panjatkan puji serta syukur yang tak

    terhenti kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat iman,

    sehingga memberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi tantangan dan

    hambatan dalam penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah

    limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul: “Komunikasi

    Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus pada Mahasiswa

    Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)” ini

    disusun guna memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di

    jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dengan segala usaha dan doa, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

    dengan sebaik-baiknya. Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari bahwa

    tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan karya ini

    dengan baik. Ini semua berkat arahan, bantuan, petunjuk serta motivasi yang

    mereka berikan kepada penulis. Tanpa mereka, dengan keterbatasan yang penulis

    miliki, maka sulit hidayah Allah SWT ini dapat terwujud. Untuk itu penulis

    mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Dr. Arief Subhan, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi, Wakil Dekan 1 Suparto, M. Ed. Ph. D, Wakil Dekan II Dr.

    Roudhonah, M.Ag, Wadek III Dr. Suhaimi, M. Si.

  • iii

    2. Drs. Masran, M. Ag dan Fita Fathurokhmah, M. Si selaku Ketua dan

    Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

    3. Ade Rina Farida, M. Si sebagai dosen Penasehat Akademik KPI A

    angkatan 2013, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan

    proposal skripsi.

    4. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, Ph. D, MA, Pembimbing skripsi yang telah

    membimbing, memotivasi, mengingatkan, memberikan inspirasi serta doa,

    dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh

    kesabaran memberikan arahan serta membaca skripsi ini sangat teliti dari

    segi sistematika penulisan sampai isi pembahasan.

    5. Seluruh dosen jurusan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa

    mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di

    luar perkuliahan.

    6. Pimpinan beserta staf perpustakaan utama dan perpusatakaan Fakultas

    Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

    yang selalu ramah melayani kebutuhan literatur.

    7. Pimpinan beserta staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama seluruh

    staf tata usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta, yang banyak memberikan bantuan kepada penulis

    selama menjadi mahasiswa.

    8. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku pimpinan Pusat Layanan Kerjasama

    Internasional (PLKI) dan seluruh stafnya yang telah membantu penulis

    dalam mengerjakan skripsi.

  • iv

    9. Para Mahasiswa Gambia dan Mahasiswa Indonesia yang telah menjadi

    narasumber dalam skripsi ini sehingga dapat membantu penulis dalam

    menyelasaikan skripsi.

    10. Kedua orang tua tercinta, ayah Surya dan ibu Utari Meidyasana. yang

    selalu mencurahkan cinta, kasih sayangnya serta beribu tenaga hingga

    penulis mampu berkuliah dan menjadi sarjana seperti saat ini.

    11. Aringga Al-Pasya Darwis dan Aringgi Al-Pasya Darwis, adik-adik

    terngeselin tapi juga tersayang yang telah memberikan hiburan dan

    semangat dalam menempuh perjalanan kuliah ini.

    12. Rezasa Akbar Alkhafi yang telah mendukung, membantu, menghibur dan

    memberi ruang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi dan penulis

    menunggu segera skripsinya.

    13. Sahabat seperjuangan skripsi, Ayu Utami Saraswati, Delsha Amanda

    Pohan, Desty Aryani, Intan Afrida Rafni, dan Rizki Yanuarti yang selalu

    ada di saat susah dan senang, dalam sedih dan bahagia yang terjadi selama

    hampir 4 tahun belakangan ini.

    14. Sahabat terhebat, Annisa, Bila, Dewi, Mia, Syifa, Nabila, Adam dan

    Wicak yang selalu mau mendengarkan segala keluh kesah penulis, berbagi

    cerita mengenai pembuatan skripsi serta membantu penulis.

    15. Dede-dede emesh KPI, yaitu Salfania selaku sepupu penulis dan kedua

    temannya Widya dan Ina yang membantu penulis dan memberikan

    motivasi agar cepat lulus.

    16. Teman yang menemani saat jam kosong perkuliahan, Teb Fams, baq, gie,

    jay, zhiy, dar, ga, lang, sa, bib, con, fiq, qih, ziz, je, penk, ki, yu, del, des,

  • v

    ki, mut, terimakasih atas keseruan dan kebersamaan selama di dalam

    kampus maupun di luar kampus. Kalian luar biasa.

    17. Seluruh temen satu angkatan terutama teman sekelas KPI A 2013,

    Komunitas AIR Film, Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI, Dewan

    Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

    telah memberikan banyak pengalaman berharga dan ilmu yang tak ternilai

    selama penulis berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Akhir kata, hanya bisa berdoa agar Allah SWT dapat membalas segala

    kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu penulis. Penulis juga berharap

    semoga sripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri pada

    umumnya meskipun tentu banyak sekali kekurangan dalam penelitian ini, yang

    Insha Allah kekurangan tersebut dapat peneliti perbaiki di kemudian hari dan

    kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

    Jakarta, 16 Juni 2017

    Vicky Dianiya

  • vi

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK .............................................................................................................. i

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

    DAFTAR GAMBAR DAN TABEL .................................................................... ix

    BAB I

    PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

    B. Permasalahan................................................................................................ 7

    1. Identifikasi Masalah ................................................................................. 7

    2. Batasan Masalah ....................................................................................... 8

    3. Rumusan Masalah .................................................................................... 8

    C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8

    D. Signifikasi Penelitian ................................................................................... 9

    1. Manfaat Teoritis ....................................................................................... 9

    2. Manfaat Praktis ......................................................................................... 9

    E. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10

    1. Paradigma Penelitian .............................................................................. 10

    2. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 10

    3. Bingkai Teori .......................................................................................... 11

    4. Subjek dan Objek Penelitian .................................................................. 14

    5. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 14

    6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 14

    F. Tinjauan Pustaka dan Peneliti Terdahulu ................................................... 17

    G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 19

  • vii

    BAB II

    LANDASAN TEORI ........................................................................................... 21

    A. Komunikasi ................................................................................................ 21

    1. Pengertian Komunikasi .......................................................................... 21

    2. Unsur – Unsur Komunikasi .................................................................... 24

    B. Komunikasi Antar Budaya ......................................................................... 27

    1. Pengertian Budaya .................................................................................. 27

    2. Komunikasi Antarbudaya ....................................................................... 29

    C. Akulturasi dalam Komunikasi ................................................................... 31

    1. Komunikasi Intrapersonal ...................................................................... 33

    2. Komunikasi Sosial .................................................................................. 35

    3. Lingkungan Komunikasi ........................................................................ 37

    D. Nilai-Nilai Keislaman ................................................................................ 38

    1. Akidah .................................................................................................... 38

    2. Syariah .................................................................................................... 40

    3. Akhlak .................................................................................................... 41

    BAB III

    GAMBARAN UMUM ........................................................................................ 48

    A. Pusat Layanan Kerjasama Internasional .................................................... 48

    B. Visi dan Misi PLKI .................................................................................... 51

    C. Tujuan dan Fungsi PLKI ............................................................................ 52

    D. Struktur Organisasi .................................................................................... 53

    E. Tugas Pokok dan Fungsi Jabatan ............................................................... 55

    F. Mahasiswa Internasional ............................................................................ 57

    G. Daftar Mahasiswa Gambia ......................................................................... 59

  • viii

    BAB IV

    PROSES AKULTURASI BUDAYA MAHASISWA AFRIKA (GAMBIA) DI

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ................................................. 62

    A. Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Mahasiswa Gambia

    UIN Jakarta ........................................................................................................ 63

    1. Komunikasi Intrapersonal ...................................................................... 63

    2. Komunikasi Sosial .................................................................................. 80

    3. Lingkungan Komunikasi ........................................................................ 88

    B. Nilai-Nilai Keislaman ................................................................................ 91

    1. Akidah .................................................................................................... 91

    2. Syariah .................................................................................................... 93

    3. Akhlak .................................................................................................... 94

    BAB V

    PENUTUP ............................................................................................................ 98

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 98

    B. Saran ......................................................................................................... 100

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 101

    LAMPIRAN

  • ix

    DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

    Gambar 1.1

    Bingkai Teoritis ..................................................................................................... 13

    Gambar 2.1

    Unsur-Unsur Komunikasi ..................................................................................... 25

    Gambar 3.1

    Struktur Organisasi Pusat Layanan Kerjasama Internasional (PLKI).................. 54

    Tabel 3.1

    Data Mahasiswa Aktif Gambia Strata 1 di Universitas Islam Negeri Jakarta ...... 59

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kehidupan sehari-hari manusia sejatinya tidak akan bisa lepas dari kegiatan

    bersosialisasi atau berkomunikasi dengan orang lain. Dengan bersosialisasi inilah

    manusia dapat menjalani kodratnya, yaitu sebagai makhluk sosial. Selain itu,

    kehidupan manusia ditandai oleh dinamika komunikasi. Seluruh umat manusia di

    dunia benar-benar menyadari bahwa semua kebutuhan hidupnya hanya dapat

    dipenuhi jika dia berhasil berkomuniasi secara efektif maka seluruh kebutuhannya

    dapat dia capai.1

    Dalam berkomunikasi ternyata bukan hanya sekedar percakapan ringan atau

    sebatas bertukar informasi saja antar komunikator dan komunikan, tetapi juga

    mempunyai berbagai macam langkah dan proses yang rumit. Menurut Saundra

    Hybels dan Richard L. Weaver II, bahwa komunikasi merupakan setiap proses

    pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang

    disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh,

    gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk

    memperkaya sebuah pesan.2 Adanya rangkaian proses komunikasi inilah yang

    nantinya akan membawa para pelaku komunikasi dalam menerjemahkan sekaligus

    merespons sebuah pesan dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

    1Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS, 2007),

    hal. 2-3. 2Saundra Hybels dan Richard L. Weaver II, Communicating Effectively, (New York:

    McGraw Hill, 2007), hal. 8.

  • 2

    Dengan belajar memahami komunikasi antarbudaya berarti kita juga belajar

    memahami realitas budaya yang berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Kita

    dapat melihat bahwa proses perhatian komunikasi dan kebudayaan, terletak pada

    variasi langkah dan cara berkomunikasi yang melintasi komunitas atau kelompok

    manusia. Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi bagaimana

    menjajaki makna, pola-pola tindakan, juga tentang bagaimana makna dan pola-pola

    itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok

    politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi

    antarmanusia.3

    Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi

    komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi,

    antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang

    kebudayaan yang memengaruhi perilaku komunikasi para peserta.4 Selain itu, Bakti

    menjelaskan ada tujuh aktor komunikasi antarbudaya, yaitu Muslim dan non-

    Muslim, pusat dan daerah, aparat negara dan penduduk sipil, penduduk asing dan

    penduduk pribumi, golongan sekuler dan golongan religius, kelompok modern dan

    kelompok tradisional, terakhir pria dan wanita.5

    Semua aktor komunikasi antarbudaya tersebut haruslah memiliki rasa saling

    pengertian antarbudaya karena hal ini merupakan yang penting untuk melakukan

    hubungan antarbudaya tersebut agar tidak ada rasa saling mengunggulkan salah satu

    3Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),

    hal. 10. 4Charley H. Dood, Dynamics of Intercultural Communication, (Dubuque: Wm. C.Brown

    Publishers, 1991), hal. 5. Lihat juga Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 11.

    5Andi Faisal Bakti, ‘Major Conflict in Indonesia, How can Communication Contribute to a Solution?’ Review of Human Factor, vol. 6, no. 2, (Canada: Desember 2000), hal. 33.

  • 3

    budaya dari diri masing-masing etnis. Kita perlu membangun sebuah hubungan

    antarbudaya yang berlandaskan persaudaraan, karena kita semua sebagai manusia

    tidak dapat berdiri sendiri.

    Dalam komunikasi antarbudaya pun ada proses akulturasi, yaitu proses sosial

    yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu

    dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian

    rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing ini lambat laun diterima dan diolah ke

    dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu

    sendiri.6 Hal ini dapat dilihat adanya tradisi pembagian uang ketika perayaan Idul

    Fitri, yang sebenarnya terjadi karena adanya proses akulturasi budaya Tionghoa dan

    Eropa dengan Islam.

    Salah satu fenomena yang terjadi yaitu seorang Australia dan seorang

    Indonesia bertengkar. Mereka berteman, namun kini mereka sangat marah. Orang

    Australia berteriak-teriak, cemberut dan mengacungkan lengannya di udara. Orang

    Indonesia tersenyum dan berbicara lembut, namun semakin tersenyum orang

    Indonesia, orang Australia semakin marah dan ribut, orang Indonesia semakin diam.7

    Dari contoh di atas, yaitu menggambarkan resep-resep akulturasi dalam

    mengatasi masalah dari orang-orang yang berbeda budaya.8 Maka dari itu, ketika kita

    berinteraksi dan dilanjutkan dengan pertemanan dengan meluangkan waktu kita

    untuk bersama orang dari budaya yang berlainan, kita akan menyadari ada beberapa

    6Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 202. 7Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 185.

    8Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 185.

  • 4

    perbedaan sehingga bisa saja kita berasumsi negatif bila kita tidak memahami

    perbedaan tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri, adanya mahasiswa-mahasiswa

    dari budaya yang berlainan yang pada saat melakukan komunikasi dapat

    mengakibatkan berbagai macam hambatan komunikasi.9 Meskipun demikian, hal

    tersebut dapat dikatakan hal yang lazim ditemui dalam komunikasi antarbudaya.

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki mahasiswa

    yang berasal dari berbagai macam budaya sekaligus mahasiswa dari berbagai macam

    negara. Tidak hanya yang berkebangsaan Indonesia saja yang berkuliah di UIN,

    melainkan juga ada mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara. Menurut

    data Pusat Layanan Kerja Internasional/PLKI, terdapat 43 orang mahasiswa asing

    yang mendaftar sebagai mahasiswa aktif pada tahun akademik 2015-2016 di UIN

    Jakarta, yang berasal dari beberapa negara, yaitu Gambia, Afghanistan, Kanada,

    Maroko, Yaman, Brasil, Turki, Thailand, dan Malaysia.10 Banyaknya mahasiswa

    asing yang berkuliah di UIN Jakarta sehingga terlihat perbedaan mereka terutama

    dalam hal kebudayaan yang dapat membuat suatu kelompok-kelompok kecil

    berdasarkan budaya dari asal mereka tinggal. Salah satunya para mahasiswa Gambia

    di UIN Jakarta. Gambia termasuk dalam benua Afrika di mana warga Afrika

    sebenaranya beragam dan biasanya merujuk kepada mereka yang berkulit hitam,

    namun tetap dengan kepercayaan, nilai dan norma bermacam-macam.11

    9Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus

    Mulyana, (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), hal. 545-549. 10Database Mahasiswa Asing Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    Tahun Akademik 2016-2017. 11Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’,

    (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 168.

  • 5

    Konsep diri merupakan inti dari pandangan hidup orang Afrika. Konsep diri

    adalah pandangan mereka tentang diri sendiri yang memandu cara mereka

    berkomunikasi dengan orang-orang di luar budaya mereka.12 Kendati Gambia adalah

    negara terkecil di daratan Afrika dengan luas wilayah 10.689 km2 dan jumlah

    penduduk sebanyak 1.882.45 jiwa (sensus pada tahun 2013),13 sehingga budaya

    Gambia merupakan produk dari pengaruh yang beragam. Dari segi makanan, biasa

    berisi kacang tanah, beras, ikan, daging, bawang, tomat, singkong, cabai dan tiram

    dari Sungai Gambia yang dipanen oleh kaum wanita.14

    Salah satu aspek terpenting pandangan dunia pada suku-suku Afrika termasuk

    Gambia adalah kepercayaan agama. Meski sebagian besar warga Afrika masih

    menganut kepercayaan nenek moyang mereka, sebagian telah beralih agama menjadi

    Muslim dan Kristen. Namun tidak jarang mereka masih dipengaruhi oleh tradisi lama

    mereka, sehingga agama baru itu terkadang dipraktikkan secara kreatif.15 Di Gambia

    sendiri agama yang tercatat saat ini yaitu 90% Islam, 8% Kristen, dan hanya 2%

    kepercayaan adat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Gambia juga merupakan

    negara mayoritas Muslim seperti halnya Indonesia.16

    Dengan masuknya budaya mahasiswa Gambia ke UIN Jakarta, proses

    akulturasi mulai berlangsung. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama

    imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi.17 Seperti

    12Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’, hal.

    169. 13https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 5 Juni pada pukul 14.30. 14https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 28 Juni pada pukul 13.10. 15Deddy Mulyana, Komunikasi Lintas Budaya ‘Pemikiran, Perjalanan dan Khayalan’, hal.

    169. 16https://id.wikipedia.org/wiki/Gambia diakses 5 Juni pada pukul 14.50. 17Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 146.

  • 6

    halnya, para mahasiswa Gambia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan

    lingkungan sosial agar dapat diterima dan supaya dapat berinteraksi. Dalam upaya

    menyesuaikan diri, mahasiswa imigran bukan hanya dalam bentuk mempertahankan

    hidup di lingkungan kampus saja melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan yang bersangkutan dalam studi.

    Dengan adanya fenomena global saat ini, kita dituntut untuk memperhatikan

    setiap budaya baru yang berlangsung di sekitar lingkungan kita. Pengajaran terhadap

    komunikasi antarbudaya menjadi penting adanya karena dalam kehidupan sehari-

    hari, pertemuan dengan orang-orang yang berbeda budaya sulit untuk dihindari.

    Sehingga, melalui pembelajaran dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya

    diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan kesulitan-kesulitan yang dialami

    dalam berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya.18 Perlunya pengajaran

    dengan baik sangatlah penting yaitu agar tidak terjadi kesalahpahaman antara kedua

    budaya dan tidak menimbulkan kekacauan termasuk komunikasi antara setiap

    mahasiswa juga tidak dapat disepelekan karena bisa saja menimbulkan konflik dan

    terjadinya akulturasi yang negatif. Karena meskipun kedua budaya berinteraksi

    bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun (contoh: Bahasa Jawa dengan Bahasa

    Sunda yang sama-sama berasal dari budaya Indonesia), pengertian di antara mereka

    tidak dapat berlangsung secara otomatis.

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik ingin memahami apa saja

    yang terjadi, akibat dari apa yang terjadi, dan apa saja yang dapat memengaruhi

    segala kejadian yang terjadi antar mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif

    18Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 20.

  • 7

    Hidayatullah Jakarta terkait proses akulturasi. Selain itu, melihat background

    universitas yang sangat lekat dengan Islam, penulis juga tertarik untuk meneliti lebih

    dalam mengenai nilai-nilai Islam yang terjadi di dalam proses akulturasi tersebut.

    Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mendalam

    terhadap mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    khususnya pada pola komunikasi antarbudaya yang dilakukan antar mahasiswa

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan demikian, peneliti

    bermaksud untuk melakukan penelitian ilmiah yang akan ditulis dalam skripsi yang

    berjudul: “Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Akulturasi Budaya (Studi Kasus

    pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta)”

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan penjelasan di atas, banyaknya benturan yang besar dalam

    berkomunikasi antara mahasiswa imigran dengan mahasiswa lokal, seperti:

    Benua Afrika dihuni oleh bangsa yang beragam serta penuh dengan

    konflik.

    Kesulitan dalam berbahasa Indonesia.

    Faktor warna kulit yang bisa menimbulkan rasisme.

    Penyajian makanan Indonesia dan Afrika yang berbeda terutama

    untuk makanan utama.

    Budaya Gambia yang berbeda seperti bahasa, tradisi dan lingkungan.

    Persepsi mengenai terhadap sesuatu dapat beragam.

    Benturan-benturan di atas bisa saja terjadi sehingga menyebabkan

    terjadi ketidakefektifan dalam berkomunikasi.

  • 8

    2. Batasan Masalah

    Agar penelitian proposal skripsi ini lebih terfokus, maka penulis

    memfokuskan hanya pada komunikasi antarbudaya pada proses akulturasi nilai-

    nilai Islam pada mahasiswa Gambia Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta, tahun 2016.

    3. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dirumuskan

    pertanyaan mayor sebagai berikut:

    Bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi budaya

    (Studi Kasus pada Mahasiswa Afrika (Gambia) di Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta)?

    Dari pertanyaan mayor ini lalu muncul pertanyaan minor atau turunan

    dari mayor, yaitu sebagai berikut:

    1. Apa bentuk akulturasi dalam komunikasi intrapersonal yang terjadi pada

    Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta?

    2. Sejauh mana akulturasi dalam komunikasi sosial yang terjadi pada

    Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta?

    3. Seperti apa akulturasi dalam komunikasi lingkungan (environmental)

    yang terjadi pada Mahasiswa Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum

    bertujuan untuk mengetahui akulturasi nilai-nilai Islam pada mahasiswa Gambia di

  • 9

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dalam komunikasi

    intrapersonal, sosial dan environmental yang terjadi pada mereka.

    D. Signifikasi Penelitian

    Adapun manfaat yang dihasilkan dengan adanya penelitian ini adalah:

    1. Manfaat Teoritis

    a) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu komunikasi

    antarbudaya, khususnya mengenai proses akulturasi budaya sekaligus

    nilai-nilai Islam di dalamnya pada mahasiswa Gambia di Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    b) Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada semua kalangan dan

    menambah wawasan serta berkontribusi mengenai komunikasi

    antarbudaya di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya

    Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

    2. Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang

    komunikasi antarbudaya yang tepat bagi mahasiswa terutama pada mahasiswa

    Gambia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam proses

    akulturasi yang terjadi dan dilihat dari aspek nilai-nilai Islam, sehingga dapat

    terjadinya komunikasi yang baik antarmahasiswa dapat terjadi.

  • 10

    E. Metodologi Penelitian

    1. Paradigma Penelitian

    Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis

    yang memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi realitas

    sosial yang terbentuk dari hasil konstruksi.19 Sehingga paradigma konstruktivis

    ini berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil

    pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran

    subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada

    subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan

    hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh

    pemikiran.20

    2. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

    kualitatif. Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif

    kualitatif. Analisis data ini merupakan upaya yang dilakukan untuk

    mengumpulkan data, mengorganisasikan data, kemudian memilah-milahnya

    menjadi satuan yang dapat dikelola. Selain itu, peneliti juga coba

    menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

    penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

    kepada orang lain.21 Dalam pendekatan ini, penulis bertujuan untuk memahami

    komunikasi lintas budaya dalam proses akulturasi antara mahasiswa Afrika,

    19Eriyanto, Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 43.

    20Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosdakarya, 2012), hal. 140.

    21Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 248.

  • 11

    khususnya Gambia, dengan mahasiswa lokal dalam lingkungan Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan dapat menggambarkan secara

    luas tentang jawaban penelitian ini.

    3. Bingkai Teori

    Bagi peneliti menentukan teori melalui sebuah bingkai penelian

    menjadi hal yang penting. Peneliti akan menjadikan rumusan yang ada dalam

    kerangka teori ini sebagai pijakan dalam menentukan teori yang digunakan

    dalam skripsi ini. Teori yang akan digunakan dalam skripsi ini yaitu teori

    Akulturasi Komunikasi menurut Ruben.22 Teori tersebut peneliti ambil untuk

    mengklasifikasikan bentuk komunikasi antarbudaya pada Mahasiswa Afrika

    (Gambia) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut

    komunikasi antarbudaya dalam komunikasi akulturasi secara singkat:

    a) Komunikasi Intrapersonal

    Komunikasi intrapersonal mengacu kepada proses-proses mental

    yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan

    lingkungan sosio-budayanya, mengembangan cara-cara melihat,

    mendengar, memahami, dan merespons lingkungan. Salah satu variabel

    komunikasi intrapersonal terpenting dalam akulturasi ialah kompleksitas

    sruktur kognitif imigran dalam memersepsi lingkungan pribumi.23

    22 B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in

    Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, (Rochelle Park: Hayden, 1975). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 140-.

    23 B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and

  • 12

    b) Komunikasi Sosial

    Komunikasi sosial di sini juga biasa disebut dengan komunikasi

    antarpersonal atau komunikasi massa. Komunikasi antarpersonal

    (interpersonal communication) adalah komunikasi antara anda dan orang-

    orang lainya secara tatap-muka dan memungkinkan setiap peserta

    komunikasi menangkap reaksi atau memberikan timbal balik dari orang

    lain secara langsung, baik secara verbal maupun non-verbal.24 Sedangkan

    komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi sosial yang lebih

    umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan

    lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan

    antarpersonal dengan individu lainnya.25

    c) Komunikasi Lingkungan

    Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada

    komunikasi dan akulturasi pendatang adalah adanya komunitas etniknya

    di daerah setempat. Seperti yang dikutip dari Taylor bahwa derajat

    pengaruh komunitas etnik atas prilaku imigran sangat bergantung pada

    derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan kekuatannya

    untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya.26

    Human Communication, hal. 168-169. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.

    24Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 81. 25Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142. 26B. K. Taylor, “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan

    J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities, (New York: St. Martins’s, 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.

  • 13

    Dari teori tersebut, peneliti juga menambahkan unsur nilai-nilai Islam

    yang ada pada mahasiswa Afrika yang tentunya tidak terlepas dari konsep

    komunikasi akulturasi yaitu akidah, syariah dan akhlak. Adapun gambaran

    teori tersebut sebagai berikut:

    Gambar 1.1

    Bingkai Teoritis

    Kom

    unik

    asi A

    ntar

    buda

    ya d

    an A

    gam

    a

    Mahasiswa Afrika UIN Jakarta Gambia

    Akulturasi (Ruben)

    Komunikasi Intrapersona

    Komunikasi Antarpersona

    Lingkungan Komunikasi

    Nilai-Nilai Islam

    Akidah

    Syariah

    Akhlak

    Mahasiswa Lokal UIN Jakarta Indonesia

  • 14

    4. Subjek dan Objek Penelitian

    Adapun subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Gambia yang

    belajar mulai tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah proses akulturasi nilai-

    nilai Islam dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan antar mahasiswa di

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5. Tempat dan Waktu Penelitian

    Data penelitian ini di ambil khususnya di International Office

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun, tempat

    penelitian adalah di kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini akan dilakukan dari Februari 2017

    sampai Juni 2017.

    6. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk meperoleh data yang diinginkan, maka peneliti menggunakan

    teknik pengumpulan data sebagai berikut:

    a. Observasi/Pengamatan

    Observasi adalah untuk mendeskripsikan lingkungan sekitar dan

    mengamati aktivitas-aktivitas yang berlangsung terkait individu yang

    terlibat dalam lingkungan tersebut berdasarkan perspektif individu

    yang terlibat.27 Maka dari itu, peneliti secara langsung ikut terlibat

    dalam objek penelitian. Peneliti bukan hanya mengamati dari jauh

    tentang pola komunikasi lintas budaya mahasiswa asing dengan

    27Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hal. 132.

  • 15

    mahasiswa lokal, tetapi peneliti secara langsung ikut terlibat dalam

    proses pengumpulan data yang mencakup interaksi, perilaku,

    pendekatan atau pergaulan dan percakapan secara langsung yang

    terjadi di antara subjek yang diteliti ketika melakukan pertemuan dari

    saat pengenalan hingga melakukan wawancara.

    b. FGD (Focus Group Discussion)

    James Watt dan Van den Berg mengemukakan bahwa metode Focus

    Group Discussion atau biasanya disebut focus group interview pada

    dasarnya merupakan metode ilmiah kualitatif yang bersifat seperti

    suatu kelas dengan kehadiran seorang moderator yang memfasilitasi

    jalannya diskusi atau interview.28

    Dalam menggunakan metode FGD ini, peneliti akan mendapatkan

    keberagaman pemaknaan dari dalam kelompok pada suatu bahasan.

    Sebelum melaksanakan FGD, peneliti mengumpulkan para informan

    dalam suatu grup diskusi di jejaring sosial seperti Whatsapp atau Line.

    Kemudian baru peneliti mengajak untuk mengadakan pertemuan di

    suatu tempat dan melaksanakan inti dari metode FGD tersebut. Dalam

    metode ini peneliti melaksanakan dua kali FGD yaitu yang pertama

    dengan tiga narasumber dan yang kedua dengan dua narasumber. Hal

    ini sangat di luar prediksi peneliti karena saat di lapangan peneliti

    kesulitan untuk mempertemukan mereka pada saat yang bersamaan.

    28James H. Watt, Van den Berg, dan Sjef, Research Methods for Mass Communication

    Science, (Boston: Allyn and Bacon, 1995), hal. 360-362.

  • 16

    c. Wawancara

    Denzin & Lincoln mengemukakan:

    “The interview is a conversation, the art of asking questions and listening. It is not neutral tool, for the interviewer creates the reality of the interview situation. In this situation answers are given. This interview produces situated understandings grounded in specific interactional episodes. This method is influenced by the personal charateristies of the interviewer, including race, class, ethnicity, and gender.”29

    Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka

    (face-to-face) antara pewawancara (interviewer) dan yang

    diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti.

    Pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap, dan pola pikir

    dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.

    Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnya

    pun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara.30 Dengan

    melakukan wawancara mendalam, peneliti dapat mengarahkan tanya

    jawab pada pokok atau inti persoalan yang ingin diteliti yaitu terkait

    proses akulturasi pada mahasiswa Afrika dalam berkomunikasi,

    sehingga informasi yang dikumpulkan bukan hanya sekedar menerka-

    nerka, melainkan sebuah fakta.

    d. Dokumentasi

    Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi

    penelitian, berupa sumber data yang digunakan untuk melengkapi

    29N. K. Denzin dan Y. S. Lincoln, The Sage Handbook of Qualitative Research ‘5th Editions’,

    (London: Sage Publications, 2017), hal. 151. 30Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif ‘Teori dan Praktik’, (Jakarta: Bumi Aksara,

    2013), hal. 162.

  • 17

    penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), maupun

    karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi

    bagi proses penelitian.31 Selain itu, dokumentasi juga dapat menjadi

    bukti-bukti wawancara kepada narasumber.

    F. Tinjauan Pustaka dan Peneliti Terdahulu

    Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa buku primer,

    antara lain yaitu: Hafied Cangara (Pengantar Ilmu Komunikasi), Andi Faisal Bakti

    (Communication and Family Planning in Islam Indonesia: South Sulawesi Muslim

    Perceptions of a Global Development Program), Deddy Mulyana dan Jalaluddin

    Rakhmat (Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang

    Berbeda Budaya’), Koentjaningrat (Pengantar Ilmu Antropologi), dan Lexy J.

    Moleong (Metode Penelitian Kualitatif).

    Selanjutnya peneliti melakukan penelusuran koleksi skripsi pada

    Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta guna memastikan apakah ada judul atau tema yang

    sama dengan penelitian ini. Penelitian tentang komunikasi antarbudaya yang

    memiliki persamaan subjek dan objek dengan peneliti tidak ditemukan. Hanya saja

    ada beberapa skripsi yang hampir serupa, di antaranya seperti:

    1. “Komunikasi Antarbudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki di

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta” oleh Dewi

    Mufarrikhah, tahun 2016.32 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Fokus

    31Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif ‘Teori dan Praktik’, hal. 178. 32Dewi Mufarrikhah, “Komunikasi AntarBudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki

    di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri, 2016).

  • 18

    skripsi Dewi ini yaitu dengan subjeknya hanya pada mahasiswa Turki saja

    dan objeknya yang juga berbeda dengan skripsi ini yaitu pada proses

    enkulturasi. Proses enkulturasi itu sendiri adalah mengacu pada proses

    dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi

    berikutnya.33

    2. “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

    Antarbudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya

    Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan)” oleh Ali Abdul

    Rodzik, tahun 2008.34 Jurusan Komunikasi dan Penyiran Islam. Skripsi ini

    memiliki persamaan dengan peneliti ini yaitu, membahas komunikasi antar

    budaya dalam proses akulturasi. Namun, perbedaan dari penelitian ini yaitu

    dalam hal subjek yang diteliti, yaitu Ali pada Kesenian Gambang Kromong

    sedangkan penelitian ini pada mahasiswa asing dan mahasiswa lokal.

    Meskipun dalam penelitian ini peneliti merujuk pada skripsi di atas, tetapi

    penelitian yang dilakukan peneliti berbeda. Dari penelitian terdahulu belum ada yang

    mengupas tentang komunikasi lintas budaya dalam proses akulturasi antara

    mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini fokus menganalisis komunikasi

    lintas budaya yang terjadi antara mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan juga fokus bagaimana

    33Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus

    Mulyana, hal. 534. 34Ali Abdul Rodzik, “Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi

    AntarBudaya pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan),” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri, 2008).

  • 19

    proses akulturasi tersebut terjadi antara mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    G. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan dalam penjelasan dan mensistematiskan penulisan

    skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini dalam lima bab, dan

    pada masing-masing bab telah dibagi kembali menjadi su-bab yang mendukung isi

    dari setiap bab yang saling terhubung. Sistematika pada skripsi ini adalah sebagai

    berikut:

    Pendahuluan, penulis letakkan pada bab satu, yang meliputi latar belakang

    masalah mengenai komunikasi antarbudaya pada proses akulturasi pada mahasiswa

    Afrika (Gambia)d di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian pada bab ini juga

    mencakup permasalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, metodologi

    penelitian, tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan.

    Pada bab dua, penulis meletakkan landasan teori, di mana di bab ini penulis

    membahas teori-teori yang penulis gunakan dalam skripsi ini. Dimulai dari teori

    komunikasi, teori komunikasi antarbudaya, teori komunikasi akulturasi dalam

    komunikasi, dan teori mengenai nilai-nilai Islam. Dari semua teori, penulis akan

    terfokus pada teori komunikasi dalam akulturasi menurut Ruben yang akan

    digunakan dalam penelitian di bab empat.

    Selanjutnya yaitu gambaran umum yang penulis letakkan pada bab tiga. Pada

    bab tiga ini, penulis menjelaskan gambaran umum mengenai Pusat Layanan

    Kerjasama Internasional dimana PLKI merupakan lembaga UIN Syarif Hidayatullah

  • 20

    Jakarta yang menangani masuknya mahasiswa-mahasiswa asing yang ingin berkuliah

    di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Inti dari skripsi, yaitu temuan analisis di bab empat, di mana penulis

    menjelaskan bagaimana komunikasi antarbudaya dalam proses akulturasi yang

    terjadi pada mahasiswa Afrika (Gambia) selama mereka berkuliah di UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Penulis menjelaskan komunikasi dalam akulturasi secara

    kerangka konseptual yaitu komunikasi intrapersonal, komunikasi sosial dan

    lingkungan komunikasi.

    Akhirnya pada bab lima yang merupakan penutup dari skripsi ini. Bab ini

    terdiri atas kesimpulan dan saran penelitian yang penulis sampaikan yang berisi inti

    dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan dan memberikan saran-saran kepada

    UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

    Pusat Layanan Kerjasama Internasional.

  • 21

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Komunikasi

    1. Pengertian Komunikasi

    Secara bahasa, komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communico

    yang berarti membagi. Membagi dalam hal ini adalah membagi gagasan dan ide

    atau pikiran antara satu orang dengan orang lain. Selain communico, komunikasi

    juga berasal dari akar kata communis dalam bahasa latin juga yang berarti

    menyamakan, menjadikan sama, antara satu orang dengan orang yang lain.1

    Adapun beberapa pengertian atau definisi tentang komunikasi yang

    dicetuskan oleh pakar-pakar komunikasi, yaitu sebagai berikut:

    Menurut Everet M. Rogers bersama D. Lawrence Kincaid, “komunikasi

    adalah proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

    pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba

    pada saling pengertian yang mendalam.”2 Dapat dikatakan bahwa komunikasi

    memerlukan adanya saling pengertian dalam pertukaran informasi tersebut agar

    tidak timbulnya kesalahan makna.

    Wilbur Schramm mendefinisikan bahwa communication as an act of

    establishing contact between a sender and receiver, with the help of message;

    the sender and receiver some common experience which meaning to the

    1Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa

    Rekatama Media, 2009), hal. 2. 2Everett M Rogers dan D. Lawrence Kincaid, Communication Network: Towards a New

    Paradigm for Research, (New York: Free Press, 1981). Lihat juga Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 20.

  • 22

    message incode and sent by the sander; and receiver and decoded by the

    receiver.3 Dalam hal ini berarti dengan adanya komunikasi yang dilakukan

    antara pengirim dan penerima yang berbeda pengalaman dapat saling bertukar

    pikiran karena memiliki penafsiran yang berbeda-beda.

    Ada empat teori komunikasi menurut Andi Faisal Bakti, salah satu teori

    komunikasi tersebut yaitu teori S-M-C-R-E. Teori ini merupakan teori kritik atas

    teori yang menjelaskan tentang S-M-C-R. Teori ini menjelaskan bahwa dalam

    komunikasi tentu ada sender, message, channel, receiver dan effect dengan

    strategi one-way (satu arah). Dengan demikian, faktor yang menjadi utama

    dalam teori ini adalah sumber karena memiliki kekuatan secara penuh terhadap

    pesan yang disampaikan dan juga menekankan pada efek dari pesan yang telah

    disampaikan oleh source.4

    Selain itu, Andi Faisal Bakti juga menggagaskan teori resepsi aktif

    (Active-Reception Theory) yaitu teori yang menganggap bahwa manusia sebagai

    makhluk yang aktif dalam menginterpretasikan pesan atau informasi yang

    didapatnya. Dalam teori resepsi aktif, keefektifan komunikasi dan diterimanya

    pesan atau informasi berasal dari proses penerimaan pesan dari komunikan itu

    sendiri, bukan berasal dari komunikator atau media yang digunakan tetapi pada

    komunikan. Teori ini berkaitan dengan interpersonal communication, dengan

    3Wilbur Schramm, The Process and Effects of Mass Communication, (University Of Illinois

    Press Urbana, 1955). Lihat juga Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 2.

    4Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, (Leiden: INIS, 2004), hal. 37-40.

  • 23

    sosial kontrol yang diberikan kepada penerima pesan dengan adanya pendekatan

    interpersonal. 5

    Alo Liliweri menyimpulkan bahwa di dalam proses komunikasi terdapat

    beberapa pengertian yang sama. Pertama, dapat saling memberi dan

    mengalihkan informasi sebagai berita atau gagasan ketika baik antara penerima

    atau pemberi. Kedua, komunikasi merupakan kegiatan untuk menyebarkan

    informasi. Ketiga, komunikasi dapat mengatur kebersamaan. Keempat, dengan

    berkomunikasi membuat orang-orang terhubung. Kelima, Dapat mengambil

    bagian dalam kebersamaan.6

    Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi

    berarti proses interaksi antara pengirim (komunikator) dan penerima

    (komunikan) dalam menyampaikan pesan atau informasi antara dua orang atau

    lebih dengan tujuan pesan atau informasi yang dimaksud dapat dipahami. Tapi,

    Bakti menambahkan bahwa komunikasi itu kuncinya adalah pemaknaan pada

    negosiasi karena dengan adanya pemaknaan dan negosiasi ini dapat menyatukan

    ratusan ratusan kelompok etnis, bahasa, dan budaya, serta belasan bekas

    kerajaan yang dipisahkan dengan laut besar atau pegunungan sehingga dapat

    berada pada satu bendera dan satu Negara.7

    5Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 108. 6Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: PT. LKiS

    Pelangi Aksara, 2007), hal. 5. 7Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 118.

  • 24

    2. Unsur – Unsur Komunikasi

    Dari berbagai pengertian di atas, sangat jelas bahwa komunikasi pada

    hakikatnya hanya bisa terjadi jika ada yang menyampaikan pesan kepada orang

    lain dengan adanya tujuan. Dengan begitu, terjadilah proses penyampaian pesan

    atau informasi tersebut. Dalam prosesnya terdapat unsur-unsur komunikasi yang

    bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.8

    Terdapat beberapa macam pandangan terkait unsur yang mendukung

    komunikasi. Ada yang beranggapan bahwa komunikasi cukup didukung oleh

    tiga unsur saja yang fundamental, yaitu:

    a. Komunikator, orang yang berbicara.

    b. Pesan, materi pembicaraan.

    c. Komunikan, orang yang menerima atau mendengarkan.9

    Hafied Cangara beranggapan bahwa tidak hanya ada tiga unsur dalam

    komunikasi. Menyimpulkan pandangan dari David K. Berlo, Charles Osgood,

    Gerald Miller, Melvin L. De leur, Joseph A. Devito, K. Sereno dan Erika Vora,

    menilai ada banyak unsur komunikasi yang juga tidak kalah pentingnya. Unsur-

    unsur komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

    8Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),

    hal. 21. 9Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2007), hal. 45.

  • 25

    Sumber Pesan Media Penerima Efek

    Lingkungan Umpan Balik

    Gambar 2.1

    Unsur-Unsur Komunikasi

    Sumber: Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.10

    Bagan 2.1 dapat dijelaskan bahwa alur komunikasi sangatlah bergantung

    antara satu sama lain. Sumber, yaitu pihak yang menyampaikan pesan. Hal ini

    bisa berupa individu, seseorang yang berbicara, menulis, menggambar,

    memberikan isyarat-isyarat. Tidak hanya individu, komunikator juga bisa

    berupa organisasi komunikasi tertentu, seperti sebuah penerbit, stasiun tivi, atau

    yang lainnya.11

    Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau yang mempunyai kebutuhan

    untuk komunikasi yang bisa jadi seseorang individu, kelompok, organisasi,

    perusahaan bahkan suatu Negara dengan melibatkan ide atau informasi yang

    ingin disampaikan.12 Pesan atau informasi merupakan suatu gagasan, ide atau

    simbol yang berupa komponen yang menjadi isi komunikasi yang bisa

    berbentuk verbal atau non-verbal.13

    10Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 23-24. 11Mohammad Shoelhi, Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik, hal. 4.

    12Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 69.

    13Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 6.

  • 26

    Media adalah alat yang digunakan dalam proses komunikasi dalam

    memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi

    antarpribadi, pancaindra dianggap sebagai media komunikasi, sedangkan dalam

    komunikasi massa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu media cetak dan

    media elektronik.14 Penerima adalah orang yang menjadi sasaran dalam

    menerima pesan yang dikirimkan oleh sumber. Penerima juga dapat terdiri dari

    satu orang, banyak orang (kelompok kecil, kelompok besar, termasuk dalam

    wujud organisasi), dan massa. Penerima di sini biasa juga disebut dengan

    komunikan.15 Kemudian efek adalah sesuatu yang terjadi pada penerima pesan

    setelah ia menerima pesan yang disampaikan tersebut, misalnya adanya

    penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), menjadi terhibur,

    perubahan pada sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan

    keyakinannya, perubahan perilaku (seperti tidak bersedia membeli sesuatu

    menjadi bersedia membelinya), dan sebagainya.16

    Umpan balik atau feedback, merupakan respons atau tanggapan

    seseorang komunikan setelah mendapatkan terpaan pesan. Dapat pula

    dikatakan sebagai reaksi yang timbul.17 Dengan adanya umpan balik ini,

    komunikasi dinyatakan dapat diterima dan berjalan. Namun, Bakti

    berpandangan, bahwa hal lain yang dapat terjadi adalah penerima aktif (active

    reception) yang meyakini bahwa seseorang dapat memaknai tanpa sender.18

    14Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 25. 15Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal.

    60. 16Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 71. 17Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 7. 18Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 39.

  • 27

    Terakhir, lingkungan yang dimaksud di sini adalah faktor-faktor tertentu yang

    dapat mempengaruhi jalannya komunikasi yang dapat berupa lingkungan fisik,

    lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.19

    B. Komunikasi Antar Budaya

    1. Pengertian Budaya

    Membahas mengenai komunikasi antarbudaya, tentunya tidak dapat

    dipisahkan dari pengertian kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta

    yaitu buddhayah sebagai bentuk dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal.

    Sehingga dapat diartikan bahwa budaya yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan

    akal. Selain itu, dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan culture dan dalam

    bahasa Latin disebut colere, yang berarti mengolah, mengerjakan atau dapat

    diartikan sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam.20

    Namun, Bakti berpandangan, bahwa dalam beberapa teori tentang

    budaya menyebutkan bahwa:

    “Culture is related to ideas like submission, idol worshipping, adoration of classical and religious scriptures, holy war, nationalism/tribalism, fundamentalism, cult of the dead, sectarian communitarianism, being thought by one's culture, cultural/languages/competence, inheritance, gemeinschaft, dependency, immobility, vernacular language, remembering the past, fundamentalism, etc.”21

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya

    menurut Andi Faisal Bakti adalah terjadinya komunikasi antara seorang individu

    19Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 25 20Koentjaroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2015), hal. 146. 21Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 125.

  • 28

    atau kelompok yang berkaitan dengan hasil kreativitas manusia yang sudah jadi

    maupun yang disuguhkan dan diwariskan kepada orang lain.22

    Menurut seorang ahli antropologi yaitu Edward Burnett Tylor

    kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan,

    kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kemampuan dan kebiasaan

    lainnya yang diakuisisi oleh manusia sebagai anggota masyarakat.23 Selain itu,

    Koentjoroningrat mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem

    gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

    yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.24

    Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai

    kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah

    dan pendukungnya, walaupun secara teoritis, kebudayaan dan masyarakat dapat

    dibedakan dan dipelajari secara terpisah.25

    Namun, Bakti berpandangan bahwa budaya komunikasi berhadap-

    hadapan dengan komunikasi modern, dimana komunikasi budaya jauh lebih

    banyak hadir dalam masyarakat dalam komunikasi modern sehingga menjadi

    budaya komunikasi modern.26

    22Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 125-128. 23Edward B. Tylor, Primitive Culture Vol. 1, (New York: Dover Publications, 2016), hal. 1. 24Koentjaroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, hal. 144. 25Fredian Tonny Nasdian, Sosiologi Umum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,

    2015), hal 65. 26Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 161.

  • 29

    2. Komunikasi Antarbudaya

    Agar pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya lebih jelas, peneliti

    akan memberikan beberapa pengertian atau definisi komunikasi antarbudya dari

    berbagai sudut pandang menurut para tokoh, yaitu:

    a. Secara singkat komunikasi antarbudaya menurut William B.

    Gudykunst dan Young Yun Kim merupakan komunikasi antara

    orang-orang yang berasal dari budaya berlainan, atau komunikasi

    dengan orang asing (stranger). Meskipun disebut komunikasi

    antarbudaya, model komunikasi ini dapat juga merepresentasikan

    komunikasi pada umumnya, karena pada dasarnya tidak ada dua

    orang yang dapat memiliki latar budaya yang sama persis. 27

    b. Menurut Charley H. Dood, komunikasi antarbudaya meliputi

    komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili

    pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan

    latar belakang kebudayaan yang memengaruhi perilaku komunikasi

    para peserta.28

    c. Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel

    mengatakan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi yang

    melibatkan orang-orang yang berbeda budaya. Menurut mereka

    27William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, Communicating with Strangers: An Approach

    to Intercultural Communication, (New York: Ballantine, 1973). Lihat juga Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi ‘Suatu Pengantar’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 168-169.

    28Charley H. Dood, Dynamics of Intercultural Communication, (Dubuque: Wm. C.Brown Publishers, 1991), hal. 5. Lihat juga Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal 11.

  • 30

    dengan memahami komunikasi antarbudaya, kita dapat mengamati

    berbagai prinsip yang ada di lingkungan antarbudaya.29

    d. Alo Liliweri mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah

    komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang

    memiliki latar kebudayaan yang berbeda. Sehingga ketika

    komunikasi membutuhkan tingkat keamanan, sopan santun,

    peramalan dan penafsiran lebih terhadap aspek-aspek tertentu pada

    lawan bicara.30 Alo Liliweri juga mengatakan dari pengertian

    komunikasi antarbudaya tersebut dapat membenarkan suatu hipotesis

    bahwa semakin jauh perbedaan budaya yang terjadi maka semakin

    besar pula peluang tingkat kesulitan yang didapat oleh penerima

    pesan dalam manafsirkan pesan yang diterimanya.31

    e. Joseph A. Devito mengartikan komunikasi antarbudaya adalah

    bentuk komunikasi antara orang-orang yang berbeda kultur seperti

    perbedaan kepercayaan, nilai, dan cara berprilaku. Dimana hal

    tersebut dapat memengaruhi aspek dan pengalaman kita dalam

    berkomunikasi.32

    Dari beberapa pengertian dari tokoh-tokoh di atas, dapat dilihat bahwa

    komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni komunikasi yang

    terjadi antara komunikator dan komunikan yang berbebeda budaya baik ras, etnik

    ataupun perbedaan sosio ekonomi. Sehingga dapat peneliti simpulkan bahwa

    29Richard E. Porter, Larry A. Samovar dan Edwin R. McDaniel, Communication between Cultures. Terj. Indri Margaretha S, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hal. 13-16.

    30Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya, hal. 13-14. 31Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya, hal. 14. 32Joseph A Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus

    Mulyana, (Pamulang: Karisma Publishing Group, 2011), hal.535.

  • 31

    komunikasi antarbudaya adalah suatu proses penyampaian pesan yang dilakukan

    oleh individu atau suatu kelompok budaya kepada individu atau kelompok

    budaya lainnya yang dapat menimbulkan pemahaman dan negosiasi baru

    dikarenakan adanya nilai-nilai kebudayaan yang berbeda-beda. Atau, dalam

    pemahaman Bakti, komunikasi antarbudaya adalah kemampuan seseorang

    memaknai dan menganalisasikan sesuatu yang ada di sekitarnya.33

    C. Akulturasi dalam Komunikasi

    Akulturasi atau acculturation atau culture contact diartikan oleh para sarjana

    antropolog mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan

    suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing

    sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima

    dan diolah ke dalam budaya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian

    kebudayaan itu sendiri.34

    Pengertian akulturasi menurut Joseph A. Devito yaitu mengacu pada proses

    di mana kultur seorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung

    dengan kultur lain. Sebagai contoh, sekelompok imigran yang tinggal di Amerika

    Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah.

    Secara berangsur, nilai-nilai, cara berprilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan

    rumah tersebut menjadi bagian dari kultur kelompok imigran tersebut. Pada waktu

    yang sama, kultur tuan rumah pun juga akan ikut berubah.35

    33Andi Faisal Bakti, Communication and Family Planning in Islam in Indonesia: South

    Sulawesi Muslim Perception of a Global Development Program, hal. 161-162. 34Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hal. 202. 35Joseph A Devito, Komunikasi Antarmanusia; Kuliah Dasar Edisi Kelima. Terj. Agus

    Mulyana, hal.534-535.

  • 32

    Selain itu, Gudykunst dan Kim juga menjelaskan bahwa proses akulturasi

    akan terjadi ketika seseorang yang bersosialisasi dengan budaya baru dan asing.

    Pendatang mulai secara perlahan mendeteksi adanya kesamaan dan perbedaan di

    lingkungan pribumi. Sehingga mereka mulai berkenalan sekaligus mengadopsi

    beberapa norma atau nilai dari lingkungan pribumi atau si tuan rumah.36

    Terjadinya akulturasi pada setiap individu sangatlah beragam, tergantung

    pada potensi akulturasi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Potensi

    akulturasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor yang sangat penting, yaitu:

    “1) Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi. 2) Usia pada saat bermigrasi. 3) Latar belakang pendidikan. 4) Karakteristik kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mengambil

    resiko, keluwesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. 5) Pengetahuan imigran tentang budaya pribumi yang datang sebelum

    bermigrasi.”37

    Selain itu, Ruben juga memaparkan kerangka konseptual yang paling

    komprehensif dan bermanfaat dalam menganalisis akulturasi seorang imigran. Dari

    perspektif komunikasi ini terdapat pada perspektif sistem yang dielaborasi. Sebagai

    suatu sistem komunikasi terbuka, seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui

    dua proses yaitu yang saling berhubungan – komunikasi intrapersona, komunikasi

    sosial, dan lingkungan komunikasi.38

    36William B. Gudykunst dan Young Yun Kim, Communication with Strangers, (New York:

    McGraw-Hill Companies, 2003), hal. 359. 37Young Y. Kim, Communication Patterns of Foreign Immigrants in the Korean Population

    in Chicago, (Disertasi Ph.D. Northwestern University, 1976). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 144-145.

    38B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, (Rochelle Park: Hayden, 1975). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin

  • 33

    1. Komunikasi Intrapersonal

    Komunikasi intrapersonal mengacu kepada proses-proses mental yang

    dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan lingkungan sosio-

    budayanya, mengembangan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan

    merespons lingkungan. Seperti yang dikatakan Ruben, “komunikasi

    intrapersonal dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku

    terhadap objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses

    yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.”39 Hal ini

    berarti dalam konteks akulturasi, komunikasi intrapersonal sebagai cara untuk

    memudahkan seorang imigran untuk merespons dan mengidentifikasi secara

    konsisten budaya pribumi yang secara potensial memudahkan aspek-aspek

    akulturasi lainnya.

    Makna lain dari komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi dalam diri

    manusia berupa pertanyaan-pertanyaan dalam diri yang tidak bisa dilepaskan

    dari posisinya sebagai bagian dari materi (tubuh) sekaligus bagian dari materi

    alam pula yang mengalami kontradiksi diri seperi lapar, haus, ingin melakukan

    sesuatu, atau apa pun yang lahir dari kebutuhan diri kita sebagai bagian dari

    Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141 – 144.

    39B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, hal. 168-169. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141.

  • 34

    kehidupan.40 Ada tiga variabel komunikasi intrapersona dalam akulturasi,

    yaitu:41

    a) Kompleksitas Struktur Kognitif Imigran

    Komplesitas struktur kognitif seorang imigran merupakan hal yang

    paling terpenting dari akulturasi. Faktor ini merupakan pengetahuan imigran

    yang kompleks tentang pola-pola dan aturan-aturan sistem komunikasi

    pribumi yang didatangi agar dapat mengetahui budaya pribumi lebih jauh.

    Proses awal akulturasi seorang imigran biasanya mempersepsikan

    lingkungan pribumi secara sederhana serta lingkungan yang asing dapat

    menimbulkan berbagai stereotip kasar yang dikarenakan seorang imigran

    belum dapat beradaptasi secara langsung. Namun, proses selanjutnya ketika

    seorang imigran telah mengenal secara jauh lingkungan pribumi

    memungkinan imigran tersebut mengubah persepsinya menjadi lebih halus,

    kompleks dan bervariasi. Maka dari itu, seorang imigran sangat penting

    untuk mengetahui tentang sistem komunikasi pribumi yang didatangi karena

    berfungsi untuk dalam meningkatkan partisipasi seorang imigran dalam

    jaringan-jaringan komunikasi antarpesona dan komunikasi massa yang

    terdapat pada masyarakat pribumi.

    b) Citra Diri

    Citra diri (self image) imigran yaitu hal-hal yang berkaitan dengan

    citra-citra imigran tentang lingkungannya yaitu lingkungan masyarakat

    40Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, hal. 103. 41Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 141-142.

  • 35

    pribumi dan budaya aslinya. Misalnya, memberi informasi berharga tentang

    realitas akultarasinya yang subjektif. Perasaan seorang imigran ternyata

    sangat berkaitan dengan jarak antara dirinya dan anggota-anggota

    masyarakat pribumi yang dapat menimbulkan masalah-masalah psikologis

    yang dialami oleh seorang imigran seperti merasa terasingkan, rendah diri,

    malu dan sebagainya.

    c) Motivasi akulturasi

    Motivasi akulturasi seorang imigran berfungsi dalam mempermudah

    proses akulturasi. Hal ini dapat dilihat dari kemauan seorang imigran untuk

    belajar, mau ikut berpartisipasi dan mau untuk diarahkan menuju sistem

    sosio-budaya pribumi. Seorang imigran dapat meningkatkan partisipasinya

    dalam berkomunikasi dengan masyarakat pribumi apabila adanya orientasi

    positif dari diri seorang imigran terhadap lingkungan barunya.

    2. Komunikasi Sosial

    Komunikasi antarpersona berkaitan dengan komunikasi sosial ketika dua

    atau lebih individu berinteraksi, sengaja atau tidak sengaja. Seperti yang

    dikatakan Ruben, “Komunikasi adalah suatu proses yang mendasari

    intersubjektivisasi, suatu fenomena yang terjadi sebagai akibat simbolisasi

    publik dan penggunaan serta penyebaran simbol.”42

    Komunikasi sosial di sini juga biasa disebut dengan komunikasi

    antarpersonal atau komunikasi massa. Komunikasi antarpersonal (interpersonal

    42B. D. Ruben, “Intrapersonal, Interpersonal, and Mass Communication Process in Individual and Multi-Person Systems” dalam B. D. Ruben dan Y. Y. Kim, General System Theory and Human Communication, hal. 171. Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142.

  • 36

    communication) adalah komunikasi antara anda dan orang-orang lainya secara

    tatap-muka dan memungkinkan setiap peserta komunikasi menangkap reaksi

    atau memberikan timbal balik dari orang lain secara langsung, baik secara verbal

    maupun non-verbal.43 Komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi sosial

    yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu untuk berinteraksi dengan

    lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan

    antarpersonal dengan individu lainnya.44 Selain itu, komunikasi massa (mass

    communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, seperti

    media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (televisi, radio),

    berbiaya relative mahal, media yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang

    yang dilembagakan, yang bertujuan kepada sejumlah orang yang sangat banyak

    dan tersebar di berbagai tempat, anonim, dan heterogen.45

    Menurut Kim, fungsi akulturasi komunikasi massa bersifat terbatas

    dalam hubungannya dengan fungsi akulturasi komunikasi antarpersona.46 Fungsi

    akulturasi komunikasi massa akan sangat penting pada fase awal proses

    akulturasi seorang imigran. Dalam fase awal ini, pendatang belum dapat

    mengembangkan kecakapannya untuk memulai hubungan baru yang

    43Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 81. 44Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 142. 45Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, hal. 83. 46Young Y. Kim, Mass Media and Acculturation: Development of an Interactive Theory,

    (Makalah yang disajikan dalam konferensi tahunan the Eastern Communication Association, Philadelphia, Pennsylvania, Mei 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 142.

  • 37

    memuaskan, sehingga membutuhkan komunikasi massa agar dapat mengetahui

    lebih jauh lagi tentang berbagai unsur dalam sistem sosio-budaya pribumi.47

    3. Lingkungan Komunikasi

    Komunikasi persona dan komunikasi sosial seorang imigran dan fungsi

    komunikasi-komunikasi tersebut tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa

    dihubungkan dengan lingkungan komunikasi masyarakat pribumi. Apakah

    imigran tinggal di desa atau di kota metropolitan, tinggal di daerah miskin atau

    kaya, bekerja sebagai buruh pabrik atau eksekutif. Semua itu merupakan kondisi

    lingkungan yang mungkin secara signifikan mempengaruhi perkembangan

    sosio-budaya yang akan dicapai imigran.48

    Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada komunikasi dan

    akulturasi pendatang adalah adanya komunitas etniknya di daerah setempat.

    Seperti yang dikutip dari Taylor bahwa derajat pengaruh komunitas etnik atas

    prilaku imigran sangat bergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan”

    komunitas tersebut dan kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas

    bagi anggota-anggotanya.49 Karena itu, diperlukannya lembaga-lembaga yang

    berasal dari imigran agar dapat memudahkannya akuturasi dan membantu dalam

    mengatasi tekanan-tekanan dalam komunikasi antarbudaya. Namun, hal ini akan

    berbeda jika seseorang imigran kurang terlibat dalam lembaga atau komunitas

    47Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 143-144. 48Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 144. 49B. K. Taylor, “Culture: Whence, Whither and Why?” dalam A. E Alcock, B. K. Taylor dan

    J. M. Welton, The Future of Cultural Minorities, (New York: St. Martins’s, 1979). Lihat juga Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 144.

  • 38

    etniknya dan tanpa melakukan komunikasi yang memadai dengan anggota

    masyarakat pribumi. Baik demikian adanya, hal tersebut justru akan

    memperlambat kecepatan akulturasi imigran.

    Meskipun demikian, apabila diperhatikan sejauh ini, masyarakat

    pribumilah yang tidak mengharuskan imigran untuk mengikuti dalam pola-pola

    budaya masyarakat pribumi. Bahkan, yang bisa dibilang pribumilah yang lebih

    dominan dalam memberikan kebebasan kepada imigran untuk terus

    mengembangkan lembaga atau komunitas etniknya.50

    D. Nilai-Nilai Keislaman

    Islam pada hakikatnya adalah aturan sistem atau undang-undang Allah SWT

    yang terdapat dalam Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah-

    perintah dan larangan-larangan, serta petunjuk-petunjuk untuk menjadi pedoman

    hidup dan kehidupan umat manusia guna kebahagiannya di dunia dan akhirat.51 Ada

    tiga hal pokok dalam mempelajari keislaman, yaitu:

    1. Akidah

    Menurut bahasa, akidah berasal dari kata al-‘aqdu yang artinya ikatan

    terhadap sesuatu. Maksud dari arti tersebut yaitu aku telah mengikatkan hatiku

    terhadap sesuatu tersebut (Islam).52 Seorang manusia disebut muslim jika

    dengan penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem

    50Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya ‘Panduan

    Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya’, hal. 144. 51Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam

    Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 7. 52Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Al-

    Kautsar, 2008), hal. 9.

  • 39

    kepercayaan Islam. Karena itu, akidah merupakan ikatan dan simpul dasar Islam

    yang pertama dan utama.53

    Sedangkan menurut syara’, akidah adalah keimanan (kepercayaan).54

    Keimanan yang biasanya disebut dengan Rukun Iman ini meliputi keimanan

    kepada Allah SWT, Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul-Rasul, dan Hari Akhir. Allah

    SWT berfirman:

    Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya” [Q.S: An Nisa", 136].

    Berdasarkan fondasi iman tersebut, maka adanya keterikatan setiap

    muslim kepada Islam yaitu dengan meyakini bahwa Islam adalah agama yang

    universal serta mampu menjawab segala persoalan yang muncul dalam segala

    lapisan masyarakat dan sesuai dengan tuntutan budaya setiap manusia sepanjang

    zaman.55

    53Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam

    Modern, hal. 7. 54Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah, hal. 9. 55Srijanti, Purwanto S.K. dan Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam

    Modern, hal. 8.

  • 40

    2. Syariah

    Konsep terpenting dan paling komprehensif untuk menggambarkan Islam

    sebagai suatu fungsi adalah konsep syariah atau “syar” yang berarti jalur atau

    jalan menuju sumber air. Maksudnya yaitu jalan menuju sumber kehidupan itu

    sendiri. Dalam agama sejak awal sekali, syariah berarti jalan utama untuk

    kehidupan yang baik, yaitu nilai-nilai agama, yang dinyatakan secara fungsional

    dan konkret, untuk memandu kehidupan manusia.56

    Selain itu, syariah yang berarti isi yang mengatur aktivitas yang

    seharusnya dikerjakan manusia. Syariat merupakan inti dari nilai pengajaran

    Islam yang ditetapkan oleh Allah SWT. Allah SWT dalam hal ini disebut

    Syaari’ atau pencipta hukum. 57 Allah SWT berfirman:

    Artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang

    mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak

    ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentul