Komposisi Kimia Memban Sel Dan Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas Membran

download Komposisi Kimia Memban Sel Dan Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas Membran

of 6

description

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan

Transcript of Komposisi Kimia Memban Sel Dan Faktor Yang Mempengaruhi Permeabilitas Membran

  • Komposisi Kimia Membran Sel Dan

    Faktor yang Mempengaruh Permeabilitas

    Afifah Ridha Izzati (1410422042)

    Kelompok 3 A (kelas B)

    ABSTRAK

    Praktikum komposisi kimia membran sel dan faktor yang mempengaruhi permeabilitas

    ini dilaksanakan pada hari Senin, 7 September 2015 pukul 08.00 WIB sampai selesai di

    Laboratorium Pendidikan 4 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas Padang.

    Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh berbagai perlakuan fisik dan kimia

    terhadap permeabilitas membran sel. Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini

    adalah mikroskop, gelas objek, kaca objek dan cover, pisau silet, pipet tetes, tabung

    reaksi, mikropipet, alat pengebor gabus dan pinset. Sedangkan bahan yang digunakan

    yaitu Daucus carota, air destilat, metanol, aseton, sukrosa, dan tertiary butyl alcohol.

    Dapat disimpulan bahwa suhu dan senyawa kimia dapat mempengaruhi nilai

    absorban. Semakin tinggi suhu yang diberikan, maka nilai absorban akan semakin

    besar. Aseton memiliki nilai absorban lebih besar dari pada methanol.

    Kata kunci: Aseton, Daucus carota, Methanol, Permeabilitas

    PENDAHULUAN

    Sel adalah unit terkecil kehidupan yang

    terdiri dari tiga komponen utama yaitu

    membran, sitoplasma, dan inti.

    Membran atau plasmalemma

    menyelubingi sel dengan fungsi

    mengatur keluar masuknya zat,

    menyampaikan atau menerima

    rangsang, dan strukturnya terdiri dari

    dua lapisan lipoprotein yang diantara

    molekul terdapat pori. (Yatim, 2000).

    Jaringan dewasa mengandung

    sebuah lapisan tipis protoplasma yang

    mengelilingi vakuola inti yang terletak di

    dinding sel. Dinding sel yang

    mempunyai banyak pori merupakan

    suatu proporsi penting dari sebuah

    struktur sel yang tidak hanya berupa

    sebuah penghalang dari larutan yang

    akan masuk. Batasan ini merupakan

    jalur untuk keluar masuknya larutan ke

    dalam sel dan berupa dua lapisan

    membran. Membran ini tipis untuk

    dilihat dan secara mikroskopis berbeda

    dari protoplasma. Membran ini dapat

    dikenali dengan mudah karena

    komponen selektif permeabelnya.

    (Bonner, 1961).

    Peranan membran dalam

    aktivitas seluler yaitu mengatur keluar

  • masuknya bahan antara sel dengan

    lingkungannya, antara sel dengan

    organel-organelnya. Selain itu membran

    juga berperan dalam metabolisme sel.

    Berdasarkan dari komposisi kimia

    membran dan pemeabilitasnya

    terhadap solut maka dapat disimpulkan

    bahwa membran sel terdiri atas lipid

    dan protein. Pada membran terdapat

    lapisan ganda dan molekul-molekul

    posfolipid yang letaknya teratur

    sedemikian rupa sehingga ujung karbon

    yang hidropobik terbungkus sedemikian

    rupa di dalam sebuah lapisan amorf

    dalam senyawa lipid. Komponen protein

    membran digambarkan sebagai suatu

    selaput yang menutupi kedua belah

    permukaan dan lapisan biomolekul

    posfolipid. (Prawiranata, 1981).

    Kemampuan sel untuk

    membedakan pertukaran kimiawi

    dengan lingkungannya merupakan hal

    yang mendasar bagi kehidupan, dan

    membran plasma inilah yang membuat

    keselektifan ini bisa terjadi. (Kimball,

    2000)

    Adanya sifat hidrofobik di bagian

    tengah lapisan lipid membran plasma

    menyebabkan membran tersebut tidak

    mudah ditembus oleh molekul polar,

    sehingga membran sel mencegah

    keluarnya komponen-komponen dalam

    sel yang larut dalam air. Namun, sel

    juga memerlukan bahan-bahan nutrisi

    dan membuang limbahnya ke luar sel.

    Untuk memenuhi kebutuhan ini, sel

    harus mengembangkan suatu system

    atau mekanisme khusus untuk transpor

    melintasi membran sel (Subowo, 1995).

    Menurut Gelston (1961), membran

    sangat beragam, tetapi permeabilitas

    dapat terjadi tanpa menghiraukan

    bagaimana fungsi membran selama

    pergerakan larutan lebih dibatasi

    dibandingkan pergerakan air.

    Perbedaan permeabilitas sangat

    bergantung pada besar kecilnya

    molekul yang lewat dan ditentukan

    dengan besarnya pori-pori membran.

    Tapi pada membran plasma sel hidup

    besarnya molekul tidak berpengaruh,

    hal ini disebabkan adanya kaitan antara

    kelarutan zat dalam salah satu

    komponen membran (Akkerman, 1998).

    Selain itu, permeabilitas membran sel

    dipengaruhi oleh ukuran solut, kelarutan

    lemak, derajat ionisasi, pH, dan

    temperatur. Ukuran solut yang

    cenderung semakin besar, serta derajat

    ionisasi yang semakin tinggi

    menyebabkan kemampuan

    permeabilitas membran cenderung

    menurun, sedangkan pengaruh

    temperature dan pH yang tinggi

    membuat membran sel menjadi lebih

    mudah mengalami denaturasi

    (Dwijoseputro, 1994).

    Beberapa teori-teori klasik

    tentang permeabilitas mempunyai

    kesulitan dalam menjelaskan gejala-

    gejala yang teramati. Seperti peleburan

    zat terlarut pada membran oleh pelarut.

    Semua perrcobaan permeabilitas

    membran melibatkan sistem yang tidak

    seimbang yang berubah sepanjang

    lintasan tidak baik apabila beberapa

    molekul yang tidak dapat menemdus

    lubang batas itu. Bermuatan pada

    membran akan terjadi potensial, untuk

  • potensial ini dinamakan potensial

    dominan. Dalam hal ini konsentrasi

    keseimbangan ion dari dua belah sisi

    membran berbeda. Proses tercapainya

    keseimbangan dari berbagai keadaan

    tidak seimbang merupakan contoh

    termodinamika larutan balik yang terjadi

    pada sistem biologi. Membran

    mempunyai dua fungsi yaitu

    memberikan kerangka luar dari proses

    kehidupan dan pemisahan sitoplasma

    menjadi bahang. Membran

    memisahkan protoplasma menjadi

    bagian-bagian tetapi pemisahan itu

    selektif. (Lovelles, 1991).

    Percobaan ini bertujuan untuk

    melihat pengaruh berbagai perlakuan

    fisik dan kimia terhadap permeabilitas

    membran sel.

    PELAKSANAAN PRAKTIKUM

    1. Waktu dan Tempat

    Praktikum ini dilaksanakan pada hari

    Senin tanggal 7 September 2015, dari

    pukul 08.00 WIB sampai selesai di

    Laboatorium Pendidikan 4 Jurusan

    Biologi Fakultas Matemtika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Andalas

    Padang.

    2. Alat dan Bahan

    2.1 Alat

    Adapun alat yang digunakan pada

    praktikum ini adalah mikroskop, gelas

    objek, kaca objek dan cover, pisau silet,

    pipet tetes, tabung reaksi, mikropipet,

    alat pengebor gabus dan pinset.

    2.2 Bahan

    Adapun bahan tanaman yang

    digunakan yaitu Daucus carota. Serta

    bahan kimianya yaitu air destilat,

    metanol, aseton, sukrosa, dan tertiary

    butyl alcohol.

    3. Cara Kerja

    Pengaruh Suhu dan Senyawa Kimia

    Terhadap Permeabelitas Membran Sel

    Dipilih salah satu Daucus carota yang

    besar, dicuci bersih dengan air kran dan

    kalau perlu disikat. Dengan bantuan bor

    yang bergaris tengah 1 cm (tengahnya

    berlubang), dipotong 12 potongan yang

    berbentuk silinder. Dipotong bentuk

    silinder dengan ketebalan potongan 1

    cm. Kemudian dicuci semua potongan

    umbi di bawah air mengalir (air kran)

    selama 10-15 menit untuk

    menghilangkan pigmen pada

    permukaan.

    3.1 Perlakuan Panas

    Disiapkan penangas air dengan mengisi

    2/3 bagian dari gelas piala yang

    berukuran 1000 mL dengan air, dan

    dipanaskan di atas api atau hot plate.

    Dengan pinset atau jarum panjang,

    dimasukkan potongan umbi ke dalam

    gelas piala yang telah dipanaskan

    sampai suhu 700 C (diletakkan

    termometer dalam gelas piala) selama

    1 menit. Kemudian dipindahkan

    potongan umbi dari gelas piala ke

    dalam suatu tabung reaksi yang berisi

    15 ml air pada suhu kamar. Setelah itu,

    air di dalam gelas piala dibiarkan

    berangsur-angsur dingin, lalu

    dimasukkan potongan umbi masing-

  • masing sepotong pada suhu 800 C, 700

    C, 600 C, 500 C, 45C C selama 1 menit.

    Kemudian dipindahkan potongan-

    potongan Daucus carota yang direndam

    dalam air panas ke dalam tabung reaksi

    yang berisi air destilat pada suhu

    kamar. Sebagai kontrol, diletakkan satu

    potong ke dalam tabung reaksi yang

    berisi 15 ml air destilat. Setelah

    diinkubasi selama 1 jam, dikocok

    tabung reaksi dan secara bergantian

    dituangkan rendaman tadi ke dalam

    kuvet dan diukur masing-masing

    absorbannya pada panjang gelombang

    540 nm pada spektrofotometer.

    3.2 Perlakuan Dingin

    Dimasukkan masing-masing 1

    potongan Daucus carota ke dalam

    freezer dengan dua suhu berbeda yaitu

    00 C dan 50 C. Potongan yang sudah

    membeku kemudian dicuci dengan

    cepat dengan air kran dan dimasukkan

    ke dalam tabung reaksi yang berisi 15

    ml air. Sebagai kontrol, diletakkan satu

    potong ubi jalar yang tidak didinginkan

    dalam tabung reaksi dengan 15 ml air.

    Setelah diinkubasi selama 1 jam, diukur

    jumlah pigmen relatif dalam larutan

    perendam dengan spektrofotometer.

    3.3 Perlakuan dengan Senyawa

    Kimia

    Diletakkan satu potong silinder masing-

    masing ke dalam 15 ml larutan Aseton

    dan methanol. Diinkubasi selama 1 jam

    dan diukur absorbannya.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Perlakuan Panas

    Tabel 1. Nilai absorban perlakuan panas

    Suhu Nilai absorban

    (nm)

    450 C 0,005

    500 C 0,014

    600 C 0,020

    700 C 0,007

    800 C 0,001

    Gambar 1. Inkubasi porongan Daucus

    carota dengan perlakuan panas

    Pada perlakuan panas, semakin tinggi

    suhu yang diberikan maka nilai

    absorban akan semakin besar. Karena

    semakin tinggi suhu, menyebabkan

    membran semakin rusak akibatnya

    semakin banyak pula isi sel yang ke

    luar. Menurut Lovelles (1991),

    komponen membran tersusun atas lipid

    dan protein. Jika suhunya terlalu tinggi,

    protein akan mengalami denaturasi

    kemudian meyebabkan isi di dalam sel

    ke luar karena protein penyusun

    membran selnya rusak.

    Akan tetapi, pada percobaan

    didapatkan hasil yang tidak sesuai

    dengan literatur. Bahkan pada suhu

    nilai absorban tertinggi terdapat pada

    suhu 700 C sebesar 0,07. Hasil ini

  • menunjukkan bahwa larutan berdifusi

    ke dalam sel. Kemungkinan terjadi

    kesalahan dalam percobaan ini

    disebabkan oleh beberapa hal, salah

    satunya jaringan yang dipotong tidak

    sama besar.

    2. Perlakuan Dingin

    Tabel 2. Nilai absorban perlakuan dingin

    Suhu Nilai absorban

    00 C 0,016

    50 C 0,018

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa

    nilai absorban terbesar terdapat pada

    suhu 50 C yaitu sebesar 0,018. Hal ini

    berarti pada suhu 50 C, membran

    mengalami kerusakan yang lebih parah

    dibandingkan dengan suhu 00 C. Suhu

    ini mungkin terlalu ekstrim bagi

    ketahanan membran karena membran

    tidak tahan terhadap suhu yang terlalu

    tinggi atau terlalu rendah.

    Hal ini disebabkan oleh air di

    sekitar umbi yang berubah bentuk

    menjadi kristal-kristal es sewaktu

    perendaman. Menurut Willking (1989),

    kristal-kristal es memiliki permukaan

    yang tajam, sehingga dapat merusak

    membran sel dan mengoyaknya, tidak

    hanya sekadar membuat membrane sel

    terdenaturasi seperti pada perlakuan

    panas. Sehingga dapat menyebabkan

    pigmen pada tumbuhan keluar ke

    lingkungan.

    3. Perlakuan dengan Senyawa

    Kimia

    Tabel 3. Nilai absorban perlakuan senyawa

    kimia

    Suhu Nilai absorban

    Aseton 0,89

    Methanol -0,09

    Pada perlakuan kimia digunakan dua

    larutan yaitu metanol (CH3OH) dan

    aseton ( CH3COCH3). Dari tabel di atas

    dapat diketahui nilai absorban yang

    paling besar yaitu pada perlakuan

    dengan senyawa kimia aseton sebesar

    0,89 pada panjang gelombang 540 nm

    pada suhu 60o C. sedangkan yang

    paling kecil adalah -0,09 pada

    perlakuan panas dengan suhu 50o C.

    Menurut Dwijoseputro (1994),

    perbedaan permeabilitas sangat

    bergantung pada besar kecilnya

    molekul yang lewat dan ditentukan

    dengan besarnya pori-pori membran.

    Tapi pada membran plasma sel hidup

    besarnya molekul tidak berpengaruh,

    hal ini disebabkan adanya kaitan antara

    kelarutan zat dalam salah satu

    komponen membran.

    Pada perlakuan dengan aseton,

    absorban yang didapat cukup besar

    karena sel mengalami difusi ke luar sel.

    Terjadinya difusi dari dalam ke luar sel

    ini disebabkan karena membran sel

    mengalami kerusakan yang lebih parah

    dibandingkan dengan perlakuan yang

    lain. Kerusakan ini disebabkan karena

    membran sel tidak tahan terhadap

    aseton.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

  • 1. Suhu mempengaruhi nilai

    absorban pada larutan. Semakin

    tinggi suhu yang diberikan,

    maka nilai absorban akan

    semakin besar.

    2. Nilai absorban dengan suhu 50

    C lebih besar dari pada 00 C.

    3. Nilai absorban dengan

    pemberian aseton lebih besar

    dari pada dengan metanol

    Saran

    Untuk praktikum kedepan disarankan

    untuk memperhatikan ukuran potongan

    umbi dan waktu umtuk pemanasan agar

    hasil yang didapatkan lebih akurat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Bonner, J. 1961. Priciples of Plant

    Physiology. Canada :

    Pasadena.

    Lovelles. 1991. Prinsip-Prinsip Biologi

    Tumbuhan Untuk Daerah

    Tropika. Bandung : Gramedia

    Pustaka Utama.

    Kimball, J.W. 2000. Biologi Jilid I.

    Jakarta : Erlangga.

    Gelston, A. 1961. The Life of Green

    Plant. New Jessey : Prentice

    Hall.

    Prawinata, W. 1981. Dasar-Dasar

    Fisiologi Tumbuhan Jilid I.

    Bandung : ITB.

    Willking. 1989. Fisiologi Tanaman II.

    Bandung : Bina Angkasa.

    Yatim, W. 2000. Embriologi. Semarang

    : CV. Tarsito.

    Dwijoseputro, D. 1994. Pengantar

    Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:

    Gramedia.

    Akkerman, Eugene. 1998. Ilmu

    Biofisika. Jakarta: Erlangga.

    Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung :

    Angkasa.