Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

42
25 Ilmu Penyakit Dalam II (UAS) Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH Komplikasi Ginjal pada Penyakit Hati Julianto Widjojo Pendahuluan Gangguan fungsi ginjal pada penyakit hati sangat sering terjadi atau bahkan umum terjadi dan merupakan persoalan yang sangat serius pada penderita penyakit hati yang lanjut 1,2 . Terutama perubahan fisiologi ginjal baik pada gagal hati akut (acute liver failure) atau sirosis hati dengan asites yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang spesifik dalam bentuk gagal ginjal yang berat yang disebut sebagai sindroma hepatorenal / Hepatorenal syndrome (HRS). Gambaran pertama dari HRS dibuat oleh Hecker dan Sherlock pada tahun 1956 3 . Penulis ini melaporkan 9 penderita dengan sirosis hati atau hepatitis akut yang berkembang lebih lanjut menjadi gagal ginjal tanpa ada proteinuria dengan ekskresi Na urin yang sangat rendah. Pada bedah mayat ginjal-ginjal ini menunjukkan histologi yang normal. Kemudian juga diketahui bahwa ginjal- ginjal ini berfungsi normal kembali apabila di- transplantasi-kan pada penderita tanpa sirosis Wilson (4111041044) FK UNJANI

description

interna

Transcript of Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

Page 1: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Komplikasi Ginjal pada Penyakit Hati

Julianto Widjojo

Pendahuluan

Gangguan fungsi ginjal pada penyakit

hati sangat sering terjadi atau bahkan

umum terjadi dan merupakan persoalan

yang sangat serius pada penderita

penyakit hati yang lanjut1,2. Terutama

perubahan fisiologi ginjal baik pada

gagal hati akut (acute liver failure) atau

sirosis hati dengan asites yang

menyebabkan gangguan fungsi ginjal

yang spesifik dalam bentuk gagal ginjal

yang berat yang disebut sebagai

sindroma hepatorenal / Hepatorenal

syndrome (HRS). Gambaran pertama

dari HRS dibuat oleh Hecker dan

Sherlock pada tahun 19563. Penulis ini

melaporkan 9 penderita dengan sirosis

hati atau hepatitis akut yang berkembang

lebih lanjut menjadi gagal ginjal tanpa

ada proteinuria dengan ekskresi Na urin

yang sangat rendah. Pada bedah mayat

ginjal-ginjal ini menunjukkan histologi

yang normal. Kemudian juga diketahui

bahwa ginjal-ginjal ini berfungsi normal

kembali apabila di-transplantasi-kan

pada penderita tanpa sirosis hati4. Selain

itu HRS dapat reversible sesudah

ditransplantasi hati5. Karena HRS adalah

komplikasi ginjal yang paling berat dan

fatal maka akan diuraikan dahulu tentang

HRS, sesudah itu baru diuraikan

penyakit-penyakit hati lainnya yang

menyebabkan komplikasi pada ginjal.

Sindroma Hepatorenal (HRS)

Definisi

HRS adalah terjadinya gagal ginjal pada

gagal hati lanjut baik akut maupun

kronis tanpa ditemukannya kelainan

patologi pada ginjal. Pada 1996 The

International Ascites Club menerbitkan

konsensus yang membagi HRS dalam 2

tipe :

Tipe 1 :

HRS yang ditandai oleh penurunan cepat

fungsi ginjal didefinisikan sebagai dua

kali peninggian serum kreatinin sampai

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 2: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

batas > 2,5 mg/dl atau pengurangan

sampai separuh clearance kreatinin

sampai < 20 mL/menit dalam 2 minggu.

Manifestasi klinisnya adalah gagal ginjal

akut.

Tipe 2 :

HRS yang ditandai terjadinya gangguan

fungsi ginjal secara lebih lambat dengan

kreatinin serum naik sampai > 1,5 mg/dL

atau klirens (clearance) kreatinin <

40mL/menit. Gambaran klinisnya berupa

adanya gagal ginjal yang menetap/stabil

pada penderita sirosis hati dengan asites

yang refrakter.

Epidemiologi

Pada penelitian prospektif, faktor

prediktif penderita sirosis hati

berkembang menjadi HRS termasuk

dengan Na serum yang rendah, plasma

renin yang tinggi tanpa adanya

hepatomegali6. Sebelum ditemukannya

kemajuan terapi yang efektif, survival

median setelah terjadinya tipe 1 HRS

adalah 1,7 minggu, dan hanya 10%

penderita yang dapat hidup lebih dari 10

minggu6. Survival rate pada tipe 2 HRS

adalah 50% pada 5 bulan dan 20% pada

1 tahun7.

Patofisiologi

Penderita sirosis hati dan hipertensi

portal akan terjadi gangguan fungsi

sirkulasi ditandai oleh gangguan

sistemik dan hemodinamik. Telah

diketahui bahwa beratnya gangguan

sirkulasi berhubungan dengan beratnya

sirosis hati.

Pada sirosis kompensata yaitu tanpa

asites, hemodinamika sistemik masih

normal pada posisi berdiri tetapi terjadi

hiperdinamik pada posisi berbaring yaitu

volume sekuncup (cardiac output)

meningkat dan resistensi vaskuler

sistemik menurun. Ini disebabkan arena

ekspansi volume yang secara sekunder

menurunkan retensi Na pada posisi

berdiri/tegak8. Sirkulasi renal seringkali

vasodilatasi dengan hiperfiltrasi

glomerulus.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 3: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Dengan memburuknya penyakit,

gangguan fungsi sirkulasi bertambah

buruk, terjadilah vasodilatasi dan

pengisian intravaskuler relatif jadi

berkurang. Tanda patofisiologi HRS

adalah vasokonstriksi renal yang berat2.

Mekanisme terjadinya ini semua adalah

sangat kompleks, termasuk interaksi

antara penambahan sirkulasi sistemik

arterial peningkatan tekanan portal,

aktivasi faktor vasodilator pada sirkulasi

renal. Semua ini akan menyebabkan

terjadi vasodilatasi arteri splanchnic2.

Terjadi peningkatan aktivitas syaraf

simpatetik dan sistim renin-angiotensin

untuk mempertahankan stabilitas

hemodinamik pada fase permulaan9,

edema perifer dan asites dapat terjadi

akibat memburuknya retensi Na walau

sudah terjadi peningkatan substansi

natriuretik10.

Meskipun aktivasi dari berbagai sistim

vasokonstriktor, perfusi renal dan

kecepatan filtrasi glomerular (GFR)

masih normal pada fase dini asites,

akibat peningkatan produksi

prostaglansdin dari ginjal sendiri11.

Nitric oxide dan prostacyclin juga

berperan melawan vasokonstriksi untuk

mempertahankan perfusi renal12. Pada

stadium ini terjadi hipersekresi

antidiuretic hormone (ADH)

menyebabkan pengurangan ekskresi

air13. Sebaliknya terjadi peningkatan

sintesis prostaglandin E2 oleh collecting

tubules melawan ADH dan menyertakan

ekskresi air bebas oleh ginjal. Karena itu

hiponatremia tidak terjadi pada

permulaan asites14.

Dengan bertambahnya vasodilatasi

tekanan arteri sistemik menurun,

sirkulasi darah ginjal (renal blood flow)

menurun, akhirnya perfusi renal

menurun. Sirkulasi renal menjadi

hipersensitif terhadap pengaruh-

pengaruh vasokonstriksi oleh berbagai

sistem hormon. Bila pengaruh

vasokonstriksi mengalahkan pengaruh

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 4: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

kompensatoir dari vasodilator ginjal

maka terjadilah vasokonstriksi ginjal dan

GFR akan turun.

HRS terjadi pada fase akhir sirosis hati

dan diduga sebagai akibat gangguan

sirkulasi yang ekstrim. GFR ginjal

menurun < 40mL/menit. Vasokonstriksi

ginjal yang jelas terjadi akibat

meningkatnya vasokonstriksi intrarenal

(renin dan angiotensin II ).

Meningkatnya vasokonstriksi seperti

adenosine, endothelin, leukotrienes, dan

F2 isoprostanes menyebabkan konstraksi

mesangial selanjutnya menurunkan

GFR.

Faktor lainnya yang mempengaruhi

hemodinamika ginjal adalah hipertensi

portal sinusoid; ditambah lagi oleh fakta

terjadinya peninggian tekanan sinusoid

akan mengurangi aliran plasma ginjal,

dan sebaliknya pengurangan tekanan

sinusoid akan memperbaiki

hemodinamik ginjal dan juga fungsi

ginjal. Bataller et al15 mengajukan

pandangan bahwa hipoperfusi ginjal

pada sirosis hati juga berhubungan

dengan disfungsi hati. Walaupun

demikian mekanisme dimana disfungsi

hati dapat langsung menyebabkan

pengurangan vasodilator ginjal masih

belum jelas. Mungkin hati terlibat dalam

sintesis atau pelepasan vasodilator ginjal

seperti pada nitric oxide.

Na urine yang sangat rendah pada HRS

disebabkan penurunan filtrasi Na atau

pengurangan GFR dan meningkatnya

reabsorpsi Na di tubulus ginjal

proksimal. Akibatnya jumlah Na yang

terfiltrasi yang mencapai loop Henle dan

nefron distal menjadi sangat sedikit

(minim). Penyaluran diuretik yang

berkurang ke tubulus ginjal menghambat

kemampuan diuretik untuk

meningkatkan natriuresis16. Hiponatemia

umum terjadi tetapi ini disebabkan oleh

nonosmotik yang menyebabkan

meningkatnya ADH dan mungkin oleh

menurunnya aktivitas prostaglandin E2,

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 5: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

sehingga terjadilah ekskresi air yang

amat berkurang.

Faktor-Faktor Pencetus

Faktor-faktor ini sangat penting

diketahui untuk mengurangi insidensi

HRS. dan kematian yang

diakibatkannya. Watt et al17 menemukan

bahwa faktor predisposisi yang sangat

sering menyebabkan HRS adalah :

infeksi bakteri (48%), perdarahan

gastrointestinal (33%) dan paracentesis

yang terlalu agresif (27%). Obat-obat

merupakan faktor presipitasi terjadinya

HRS pada 7% kasus-kasus dan

pembedahan juga 7%. Berbagai faktor

lainnya kurang lebih 11%. Sejumlah

24% penderita pada HRS tipe 1 jatuh

dalam gagal ginjal tanpa ada faktor

presipitasi yang jelas.

Peritonitis Bakterialis Spontan

(Spontaneous Bacterial

Peritonitis)=SBP

Gangguan faal ginjal sangat sering

terjadi pada penderita sirosis hati dengan

SBP. Kejadian ini akan lebih banyak

terjadi pada penderita yang sebelumnya

ada gagal ginjal, walaupun hal ini dapat

terjadi pada penderita dengan fungsi

ginjal yang normal. Gangguan ginjal ini

merupakan perdiktor yang paling

penting terjadinya mortalitas di RS pada

sirosis hati dengan SBP. Gangguan faal

ginjal ini disebabkan memburuknya

lebih lanjut hemodinamik sistemik,

mungkin akibat endotoksin dan berbagai

cytokine yang dirangsang oleh SBP,

yang menyebabkan vasodilatasi. Insiden

gagal ginjal paling signifikan pada

penderita dengan bilirubin serum >

4mg/dL (68mcmol/L) dan kreatinin

serum > 1mg/dL (88mcmol/L).

Perdarahan Gastrointestinal

Perdarahan gastrointestinal akut akan

mengakibatkan kontraksi volume darah

secara akut dengan pengurangan perfusi

ginjal. Dalam suatu penelitian HRS

terjadi pada 3 dari 85 penderita dengan

sirosis hati yang dirawat karena

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 6: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

perdarahan gastrointestinal bagian atas18.

Kejadian gagal ginjal terutama

tergantung dari beratnya perdarahan dan

rendahnya faal hati. Perkembangan

gagal ginjal dan syok hipovolemik

merupakan prediktor bebas terjadinya

kematian di rumah sakit. Penderita

dengan gagal ginjal angka mortalitasnya

55% sedang tanpa gagal ginjal angka

mortalitasnya hanya 3%.

Paracentesis yang Agresif

Paracentesis yang agresif pada penderita

sirosis hati dengan asites akan

mengurangi volume darah arterial yang

efektif dan selanjutnya mengaktifkan

sistim vasokonstriktor yang akhirnya

menyebabkan vasokonstriksi ginjal19.

HRS terjadi pada 10% penderita dengan

asites yang dilakukan paracentesis total1.

Obat

Berbagai obat mempresipitasi terjadinya

HRS. Pemakaian berlebihan diuretik

dapat menyebabkan gagal ginjal,

walaupun ini bersifat reversibel.

Penderita dengan asites dan tanpa edema

dapat mengeluarkan air 1 L/hari

(diuresis) tetapi akan menyebabkan

kontraksi volume plasma dan

insufisiensi renal. Aminoglycoside

bersifat nefrotoksik pada penderita

sirosis hati dan berulang kali pemberian

beta-2-microglobulin tidak menjamin

tidak terjadinya gagal ginjal1. Obat anti

inflamasi non steroid (NSAID)

menghambat pembentukan

prostaglandin. Pemberian celecoxib

jangka pendek menyebabkan penurunan

GFR secara mencolok pada penderita

sirosis hati dengan asites20. Sirosis hati

sangat tergantung pada aktivasi sistim

renin-angiotensin untuk

mempertahankan tekanan darah

sistemik. Karena itu pemakaian

angiotensin converting enzyme inhibitor

dan angiotensin II antagonist dapat

menyebabkan hipotensi arterial dan

gagal ginjal prerenal21-22.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 7: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Lain-lain

Pembedahan, hepatitis akut karena

alkohol dan cholestasis dapat juga

berperan sebagai faktor presipitasi

terjadinya HRS. Obstruksi bilier akut

dapat menyebabkan gangguan faal ginjal

dan bersifat stress oksidatif. F2-

isoprotanes yang terbentuk selama

kerusakan oksidant bersifat

vasokonstriktor ginjal melalui reseptor

seperti thromboxane (thromboxane-like

receptors). Antioxidants seperti N-

acetylcysteine terbukti memperbaiki faal

ginjal23.

Diagnosis Sindroma Hepatorenal

(HRS)

Adanya disfungsi ginjal kadang-kadang

tidak diketahui pada penderita sirosis.

Karena pengurangan massa otot pada

penderia sirosis, maka kreatinin serum

dapat masih dalam batas normal, bahkan

bila GFR sudah rendah sekali.

Pemakaian konsentrasi ureum darah

sebagai pengukur fungsi ginjal bahkan

kurang dapat dipercaya, karena ureum

dapat dipengaruhi oleh adanya

perdarahan gastrointestinal atau oleh

jumlah protein pada makanan.

Dianjurkan untuk mengacu ukuran

konsentrasi kreatinin serum yang lebih

menggambarkan GFR sebagai berikut :

Kreatinin serum ≈ GFR

71 mcmol/L = 0,8 mg/dL ≈100

mL/menit

88 mcmol/L = 0,99 mg/dL≈50

mL/menit

160 mcmol/L = 1,8 mg/dL≈25

mL/menit

195 mcmol/L = 2,1 mg/dL≈12

mL/menit

354 mcmol/L = 3,99 mg/dL≈6

mL/menit

Karena itu kreatinin serum yang lebih

besar dari 88 mcmol/L pada penderita

sirosis hati harus lebih cepat diawasi

adanya disfungsi ginjal.Diagnosis HRS

dibuat berdasarkan pengurangan fungsi

ginjal pada penderita sirosis hati yang

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 8: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

sudah lanjut, penyakit hati kronis dengan

gagal hati yang sudah lanjut (berat) dan

hipertensi portal atau pada gagal hati

akut25. Perlu disingkirkan diagnosis

adanya penyakit ginjal organik. Pada

beberapa penderita dengan penyakit hati

primer mempunyai resiko yang tinggi

untuk terjadinya berbagai bentuk

penyakit ginjal, sedang beberapa

penyakit sistemik dapat mengenai kedua

organ hati dan ginjal. Nanti akan

diuraikan pada bagian lain pada tulisan

ini.The International Ascites Club

memberikan kriteria mayor untuk

memenuhi diagnosis HRS. Kriteria ini

termasuk kreatinin serum > 1,5 mg/dL

(133mcmol/L) atau klirens kreatinin

(creatinin clearance) < 40 mL/menit

tanpa pemberian diuretik dan

menyingkirkan semua sebab gagal

ginjal. Walaupun seluruh kriteria

terpenuhi membuat diagnosis yang tepat

HRS masih merupakan tantangan.

Pendekatan Diagnosis Gagal Ginjal

Pada Sirosis Hati

Penderita dengan HRS tipe 2

mempunyai resiko tinggi untuk menjadi

HRS tipe 1. Anamnesis yant teliti dan

pemeriksaan fisik dapat mendeteksi

pengurangan/penurunan volume

intravaskuler dan hipotensi arterial. Perlu

dipertanyakan kemungkinan perdarahan

gastrointestinal, diuresis yang

berlebihan, atau paracentesis yang terlalu

agresif (berlebihan). Sepsis perlu

dicurigai pada setiap sirosis hati dengan

gangguan ginjal, walaupun tanpa gejala.

Demam dan lekositosis dapat saja tidak

ditemukan. Kultur darah harus dilakukan

termasuk pemeriksaan asites untuk

menyingkirkan SBP. Juga perlu

diketahui apakah sebelumya memakai

obat-obat NSAIDs, aminoglycoside atau

radiokontras sebelum kenaikan kreatinin

serum. Bila ditemukan proteinuria dan

atau hematuria perlu diselidiki lebih

lanjut untuk menyingkirkan penyakit

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 9: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

parenkhim ginjal. Biopsi ginjal perlu

dipertimbangkan bila ada kecurigaan

glomerulonefritis. USG abdomen perlu

dilakukan apakah ada obstruksi yang

menyebabkan gagal ginjal post

obstruksi. Diagnosis diferensial dengan

nekrosis tubular akut (ATN) kadang-

kadang sangat sulit. Membedakan ini

sangat penting untuk tujuan penanganan

dan prognosis. Keadaan yang khas bila

ditemukan Na urine < 10mmol/L pada

HRS dan > 20mmol/L pada ATN

disebabkan gangguan reabsorbsi akibat

rusaknya tubulus ginjal, namun keadaan

ini tidak selalu dapat dipercaya. Heme-

granular cast dapat ditemukan pada

ATN. Selain itu ATN perlu

dipertimbangkan bila gagal ginjal

mendadak terjadi sesudah hipovolemia,

syok septik atau pemakaian obat-obat

nefrotoksik. Penelitian terakhir memakai

fraksi untuk menentukan diagnosis, yaitu

sebagai berikut : fraksi (ureum

urine/ureum darah) / (kreatinin

urine/kreatinin plasma) x 100 < 35% →

spesifik untuk azotemia prerenal; dan >

50% spesifik untuk ATN26. Penelitian ini

mengikut sertakan hanya 7 penderita

dengan gagal hati, karena itu perlu

penelitian lebih lanjut.

Manajemen HRS(Profilaksis)

Yang paling penting adalah mencegah

terjadinya HRS. Ini dapat dilakukan

dengan menghindarkan atau

memprofilaksi, pengenalan dini dan

pengobatan atau menghindarkan faktor-

faktor presipitasi.

Profilaksis Terjadinya Infeksi Bakteri

Profilaksis dengan antibiotika dianjurjan

pada penderita dengan perdarahan

gastrointestinal atau bila diduga SBP.

Penderita sirosis berat yang masuk

dirawat dengan perdarahan

gastrointestinal mempunyai

peluang/resiko terjadinya infeksi bakteri,

inisidensinya 6,7% sampai 20%. Juga

terbukti infeksi bakteri atau pemakaian

antibiotika tidak tergantung faktor-faktor

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 10: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

prognostik gagalnya menangani

perdarahan. Pemberian antibiotika

jangka pendek sebagai profilaksis

meningkatkn angka survival pada 19 hari

perawatan pada sirosis hati dengan

perdarahan gastrointestinal27.

Kemungkinan terjadinya SBP pada

sirosis selama 1 tahun follow up kurang

lebih 68%. Penderita sirosis yang

dirawat dengan SBP, gangguan faal

ginjal terjadi 33%, terutama bila sudah

terjadi kelainan gaal ginjal sebelum

infeksi, dan ini merupakan tanda penting

(prediktor) terjadya mortalitas. Bila

sudah atau pernah terjadi satu kali SBP,

penderita sirosis hati harus diberikan

profilaksis antibiotika.

Ekspansi Volume

Pemakaian albumin untuk mencegah

terjadinya HRS masih kontroversial.

Peningkatan volume plasma dengan

pemberian albumin intravena

mengurangi insidensi gangguan faal

ginjal pada sirosis hati yang dirawat

karena SBP, juga mengurangi mortalitas.

Walau demikian masih ada yang tidak

sependapat. Pemberian albumin

intravena juga mencegah aktivasi

vasoaktif endogen pada sirosis dengan

asites yang berulang dilakukan

paracentesis, karena post paracentesis

disfungsi sirkulasi yang terjadi tidak

reversibel, dan pemberian albumin dapat

mencegah HRS setelah paracentesis

dalam jumlah besar28.

Albumin merupakan plasma ekspander

terbaik untuk mencegah komplikasi ini,

walaupun demikian tidak menaikkan

angka survival.

Diuretik

Diuretik menyebabkan gangguan faal

ginjal pada 20% sirosis dengan asites. Ini

terjadi bila kecepatan diuresis melebihi

kecepatan reabsorpsi asites, yang

menyebabkan pengurangan volume

intravaskuler. Gagal ginjal yang terjadi

hampir semua reversibel dengan

penghentian diuretik. Penderia dengan

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 11: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

asites tanpa edema dapat memobilisasi >

1L/hari selama diuresis yang cepat,

namun terjadi kontraksi volume plasma

dan terjadilah insufisiensi ginjal. Pada

penderita edema perifer lebih terlindungi

oleh efek diuretik ini karena yang

terpilih dikeluarkan dahulu dari

edemanya, sehingga aman sampai

diuresis dengan kecepatan > 2 kg/hari

sampai edemanya hilang29.

Obat nefrotoksik

Sirosis dengan asites mudah terjun ke

dalam ATN akibat pemakaian

aminoglycoside; karena itu obat ini harus

dihindarkan. OAIN (NSAIDs) harus

dihindarkan pemakaian karena gagal

ginjal terjadi pada 33% penderita sirosis

dibanding 3-5% pada populasi

sehat/umum. NSAIDs menghambat

pembentukan prostaglandin intrarenal,

menyebabkan penurunan fungsi ginjal

dan ekskresi Na. Pemberian celecoxib

jangka pendek juga menyebabkan

penurunan GFR yang mencolok pada

sirosis hati dengan asites. Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor dan

antagonis reseptor angiotensin

menyebabkan hipotensi arterial dan

akibatnya terjadi gagal ginjal pre-renal

pada penderita sirosis21-22. Gagal ginjal

karena nefritis interstitial sering karena

reaksi hipersensitivitas akibat obat(drug

induced)36,a.l

sulfa,oxacillin,nafcillin,ciprofloxacin,lev

ofloxacin,cephalosporin, NSAID dan

diuretik(HCT,furosemide,ethacrynic

acid)

Manajemen HRS(TERAPI)

Manajemen Inisial

Pada penderita-penderita ini perlu segera

menyingkirkan keadaan yang reversibel

dan dapat di-terapi. Harus diberikan

supportif sampai perbaikan hati atau

kemungkinan transplantasi. Cari segera

faktor-faktor presipitasi (infeksi,

perdarahan gastrointestinal) dan segera

ditanggulangi. Obat nefrotoksik harus

segera dihentikan. Penderita harus segera

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 12: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

diberikan cukup cairan untuk mengatasi

hipovolemia subklinis. Penderita sirosis

dengan perdarahan gastrointestinal harus

dirawat intensif di ICU untuk

melindungi volume sirkulasi darah yang

efektif dan perfusi renal. Penderita

sirosis dengan SBP, terapi albumin

intravena bersama antibiotik

menunjukkan hasil baik dengan

mengurangi insidensi gangguan faal

ginjal dan kematian dibanding penderita

yang hanya diberikan antibiotik saja30.

Terapi Farmakologi

Tujuan terapi

farmakologi/medikamentosa adalah

untuk meningkatkan aliran darah ginjal.

Ini dapat memperbaiki perfusi ginjal atau

vasodilatasi ginjal. Vasokonstriksi

splanchnic mendistribusikan volume

intravaskuler ke sistim sirkulasi dan

memperbaiki fungsi sirkulasi dan

volume arterial efektif, selanjutnya

memperbaiki perfusi ginjal dan GFR.

Obat-obat ini penting sebagai jembatan

untuk perbaiki hati atau persiapan

transplantasi hati.

Dopamine : mempunyai efek

vasodilator ginjal bila diberikan pada

dosis subpressor, namun tidak ada

penelitian yang menyokong manfaat

keuntungan. Bennet et al31 menunjukkan

bahwa kecepatan aliran urine dan GFR

tidak selalu bertambah baik pada infuse

dopamine 12-24 jam. Sebaliknya

dopamine pada penderita sirosis tanpa

HRS mengurangi tekanan arteri dan

meningkatkan hipertensi portal32.

Noradreneline : Duvoux et al33

memberikan noradrenaline dengan

albumin dan furosemide pada penderita

HRS tipe 1. Ternyata HRS yang

membaik (reversal) terdapat pada 10

penderita dari 12 penderita selama rata-

rata 7 hari penanganan. Terjadi

peningkatan mean arterial pressure

(MAP) dan penurunan aktivasi renin dan

aldosterone. Pada penelitian sebelumnya

noradreneline tidak efektif pada HRS

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 13: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

tipe 1. Karena itu perlu penelitian lebih

lanjut.

Midodrine dan octreotide : midodrine

merupakan alpha adrenergic oral dan

bersifat simpatomimetik, octreotide

merupakan long acting analogue (analog

yang bersifat jangka panjang) dari

somatostatin. Pemberian oral midodrine

dan octreotide secara subkutan, ditambah

infuse albumin memperbaiki fungsi

ginjal dibanding pemberian dosis rendah

nonpressor doses) dopamine setelah 20

hari terapi34. Ini diikuti perbaikan berupa

pengurangan aktivitas renin plasma,

vasopresisn plasma dan tingkat glukagon

plasma. Tidak ada efek samping yang

terjadi. Penelitian ini dikonfirmasi oleh

penelitian lainnya. Bahkan 50%

penderita tetap hidup lebih dari 6 bulan,

baik yang ditunjang transplantasi hati

maupun tanpa transplantasi hati.

Misoprostol : merupakan analog sintetik

prostaglandin E1 dan vasodilator ginjal,

bila diberikan bersama infus albumin,

memberikan response baik berupa

diuresis, penurunan kreatinin,

hiponatremia menjadi normal. Tentu hal

ini belum pasti apakah perbaikan ini dari

misoprostol atau karena albuminnya.

Karena pada penelitian lain yang

memberikan misoprostol infus tunggal

pada penderita tidak memberikan

perbaikan fungsi ginjal.

Ornipressin : analog vasopressin ini

bersifat nonselektif agonis dari reseptor

V1 vasopressin, terutama menyebabkan

vasokonsriksi pembuluh-pembuluh

(vasculature) splanchnic, sehingga

meningkatkan tekanan sistemik dan

tekanan perfusi ginjal. Walau ada

penelitian lain yang menyanggah.

Namon laporan pada penelitan lain lagi

bahkan menunjukkan perbaikan volume

urin, klirens kreatinin, ekskresi Na urin

dan kreatinin serum pada pemberian

ornipressin pada HRS tipe 1 yang

sebelumnya gagal dengan pemberian

dopamine ditambah albumin. Walaupun

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 14: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

hasilnya baik dilaporkan efek samping

berupa komplikasi iskemik, karena itu

pemakaiannya terbatas dan harus hati-

hati.

Terlipressin : analog sintetik

vasopressin ini mempunyai aktivitas

vasokonstriksi, juga bersifat nonselektif

V1 vasopressin agonis, namun efek

samping iskemik lebih jarang dari

vasopressin. Terlipressin banyak dipakai

di eropa untuk penanganan perdarahan

varises yang diikuti penurunan tekanan

portal. Obat ini juga memperbaiki

hemodinamik sistemik dan perbaikan

fungsi ginjal pada HRS tipe 1. Bahkan

pada penelitian lain tidak ditemukan efek

samping iskemik. Pada penelitian lebih

besar pada 99 penderita efek samping

iskemik didapatkan pada 2 penderita

berupa iskemik tungkai bawah35.

Perbaikan fungsi ginjal juga disertai

perbaikan angka survival. Protokol yang

diusulkan adalah pemberian Terlipressin

0,5 mg tiap 4 jam dan titrasi ini

dinaikkan 0,5 mg tiap 3 hari sampai

mencapai 2 mg tiap 4 jamnya.

Endothelin antagonis : endotheln

bersifat vasokonstriktor endogen yang

kuat dan meningkat pada HRS;

merupakan faktor penyebab penting

pada patogenesis terjadinya HRS pada

gagal hati akut. Berdasarkan patogenesis

itu pencegahan dengan antagonis

endothelin diberikan sebelum dan

sesudah transplantasi hati yang

memberikan hasil baik pada GFR.

N-acetylcysteine : bersifat antioxidant

dicoba pada 12 penderita HRS, 9

diantaranya merupakan sirosis alkoholik

dan atau hepatitis alkoholik. Semua

penderita menunjukkan perbaikan fungsi

ginjal, angka survival mencapai 67%

pada 1 bulan dan 58% pada 3 bulan23.

Pentoxifylline : penghambat faktor

nekrosis tumor (tumor necrosis factor)

memberikan perbaikan jangka pendek

survival bila diberikan pada hepatitis

alkoholik yang berat, sehingga berguna

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 15: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

untuk mengurangi resiko terjadinya

HRS.

Support Ginjal

Dialisis : harus dilakukan pada kasus-

kasus tertentu saja dimana ada rencana

untuk dilakukan transplantasi hati dalam

waktu dekat. Dialisa pada penderita ini

penuh dengan kesulitan sebab adanya

koagulopati dan hemodinamik yang

tidak stabil, disertai resiko sepsis.

Efektivitas dialisis pada pengobatan

HRS tidak terbukti.

Sistem resirkulasi adsorbent

molekuler (molecular adsorbent

recirculating system)

Bentuk ini merupakan modifikasi dialisis

dengan memakai dialisat yang berisi

albumin dan diperfusi melalui carbon

(charcoal) dan kolom-kolom anion

exchanger. Ini dapat menarik air dan zat-

zat yang terikat dengan albumin.

Hasilnya yang dilakukan pada penderita

HRS tipe 1 dan bilirubin > 15 mg/dL

menunjukkan penurunan bilirubin dan

kreatinin juga pada mortalitas, dibanding

pada hemofiltrasi biasa tanpa albumin.

Dipercaya bahwa sistim ini dapat

menarik zat-zat vasoaktif yang

menyebabkan perubahan hemodinamik

sehingga menyebabkan HRS akibat

pemakaian ini dapat memperbaiki

hemodinamik dan selanjutnya perfusi

ginjal.

Transjugular Intrahepatic

Portosystemic Shunt (TIPS)

Ditemukan pada permulaan tahun 1990

yang memakai sten yang dapat

mengembang sendiri (self expandable

metal stent) dimasukkan ke vena

hepatika dan ke dalam bagian

intrahepatik vena porta melalui

transjugular (approach), hasilnya terjadi

penurunan tekanan porta (portal

pressure). Beberapa kasus bahkan asites

menghilang. Ekskresi Na urin menignkat

1-2 minggu sesudah TIPS, disertai

penurunan aktivitas renin plasma dan

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 16: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

aldosterone serum dan perbaikan fungsi

ginjal. Laporan menunjukkan TIPS dapat

memperbaiki fungsi ginjal pada HRS

dan mengurangi resiko progresivitas dari

HRS tipe 2 ke tipe 1. Pada penelitian

penderita yang lebih besar dengan TIPS

bahkan tak perlu dilakukan trasplantasi

hati, mula-mula terjadi gangguan fungsi

ginjal namun menjadi baik sesudah 2

minggu. Angka survival pada TIPS

dibanding yang dilakukan paracentesis

berulang disertai pemberian albumin

infuse pada penderita dengan asites

refrakter tidak banyak berbeda. Namun

menjadi pilihan pada penderita dengan

hemodinamik yang tidak stabil dan gagal

ginjal yang lebih berat ketimbang gagal

hatinya.

Transplantasi hati

Ini merupakan pengobatan yang paling

efektif dan permanen untuk penderita

sirosis dan HRS stadium akhir/lanjut =

end-stage. Penderita dengan gangguan

faal ginjal berat atau fungsi sirkulasi

yang buruk, seperti pada asites yang

refrakter dan SBP harus didahulukan

untuk transplantasi hati. Walaupun

demikian transplantasi hati yang

dilakukan pada HRS prognosisnya tidak

baik, dibanding pada penderita tanpa

HRS. Telah dibicarakan luas tentang

HRS karena merupakan komplikasi

ginjal pada penyakit hati yang paling

berat, selain itu komplikasi ginjal dapat

terjadi pada berbagai panyakit hati lain

berupa :

- Hepatitis virus B :

Bisa berupa komplikasi sebagai

glomerulonefritis membranosa (GN).

Baik berupa membranoproliferative

GN, Ig A nephropathy, focal

segmental glomerulosclerosis,

minimal change disease, polyarteritis

nodusum dan essential mixed

eryoglobulinemia.

- Hepatitis virus C

Komplikasi pada ginjal bisa berupa

membranoproliferatif GN,

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 17: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

glomerulonefritis (GN) membranosa,

cryoglobulinemia, fibrillary GN, Ig

A nephropathy, tubulointerstitial

nephritis.

- Alcoholic liver disease

Menyebabkan komplikasi sebagai Ig

A Nephropathy.

- Obstructive jaundice

Menyebabkan prerenal azotemia atau

nekrosis tubuler akut (ATN), karena

hipovolemia, cardiac output yang

menurun, sepsis atau dapat terjadi

ATN karena toksik asam empedu.

- Primary biliary cirrhosis

Menyebabkan komplikasi ginjal

berupa; GN membranosa,

antineutrophil cytoplasmic, auto

antibody positive vasculitis, anti

glomerular basement membrane

disease, asidosis tubular ginjal (renal

tubular acidosis), nefritis

tubulointerstitialis.

- Primary Sclerosing Cholangitis

Menyebabkan kompikasi pada ginjal

berupa GN membranosa, GN

membranoproliferatif, antineutrophil

cytoplasmic autoantibody positive

vasculitis, tubulo interstitial

nephritis.

- Wilson’s disease

Mengakibatkan renal tubular acidosis

(tipe 1) sekunder akibat penumpukan

tembaga (copper). Penyakit ini

bersifat autosomal recessive37 yang

memberikan manifestasi sebagai

penyakit hati menyerupai hepatitis

virus akut kadang-kadang gagal hati

fulminan(fulminant hepatic

failure),hepatitis kronis aktif atau

sirosis postnekrotik. Manifestasi

ekstrahepatik termasuk Coombs

negatif pada anemia hemolitik

dengan pelepasan cuprum yang

masif, otot-otot kejang (muscular

rigidity), postur distonik (dystonic

postures) tremor dan komplikasi

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 18: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

pada ginjal berupa nefrolitiasis dan

sindroma Fanconi37.

- Alpha-1 antitrypsin deficiency

Menyebabkan membranoproliferatif

GN, antiglomerular basement

membran disease.

Penyakit Sistemik yg Melibatkan baik

Hati maupun Ginjal

- Intoksikasi obat : seperti

acetaminophen, acetyl salicylic acid,

carbon tetrachlorida dan lain-lain.

- Penyakit granulomatus : pada

sarcoidosis atau akibat obat-obat

(drug induced)

- Infeksi : leptospirosis

Ditandai oleh kelemahan(lemah), febris,

ikterus, kerusakan ginjal dan

kecenderungan perdarahan.

Penyebabnya leptospira

icterohaemorhagicae yang ditularkan

oleh tikus. Tikus yang terinfeksi dapat

menyebabkan penyakit ini melalui

urinnya dan leptospira ini dapat hidup

berbulan-bulan dalam kolam, selokan-

selokan atau tanah basah. Penderita

dapat tertular oleh air yang tercemar atau

kontak langsung dengan tikus (sebagai

carrier). Di Indonesia penyakit ini

banyak dijumpai.

Patologi

Lesi primer adalah membran sel yang

rusak pada pembuluh darah kecil.

Nekrosis hati minimal dan fokal.

Regenerasi sel hati ditunjukkan oleh

adanya mitosis dan pembelahan inti sel.

Sel Kuffer bengkak dan berisi debris

leptospira. Pada ginjal terjadi nekrosis

tubuler. Ikterus terjadi kompleks akibat

disfungsi hepatoseluler dan diperberat

oleh gagal ginjal yang menghambat

ekskresi bilirubin urin. Uremi terjadi

akibat pigmen dalam tubulus ginjal

langsung oleh efek spirochaeta pada

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 19: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

ginjal dan penurunan sirkulasi darah

ginjal (renal blood flow)38.

- Malaria

Patogenesisnya pada ginjal hampir

sesuai seperti leptospirosis

- Infiltratif

Seperti pada amyloidosis yang

menyerang baik hati maupun ginjal

- Inflamasi

Lupus (SLE), sjogren’s syndrome,

baik hati maupun ginjal bersama

terkena.

- Nonalcoholic fatty liver

disease(NAFLD) dan diabetic

nephropathy

Juga mengenai ginjal sehingga

fungsi ginjal terganggu

- Pre-eclampsia / HELP (Hemolysis,

elevated liver enzymes, low

platelets) syndrome

Infiltrasi lemak terjadi pada multi

organ termasuk ginjal (tubulus

ginjal) selain hati, bahkan pernah

dilaporkan pada pankreas dan

jantung39.

- Polycyctic kidney / liver disease

Bersifat autosomal dominant atau

autosomal recessive

- Sickle cell disease : siderosis terjadi

karena penumpukan zat besi baik

dihati maupun ginjal.

- Syok (shock) baik pada gagal

jantung kongestif, pada keadaan

sepsis dan hipovolemik

Komplikasi yang sangat berat pada

ginjal akibat penyakit hati adalah HRS,

maka disini dibahas untuk segera

menentukan diagnosis. Pada sirosis hati

atau penyakit hati kronis dan gagal hati

berat :

Anamnesis:

- Kehilangan cairan, muntah-

muntah, diare, pemakaian

diuretik

- Perdarahan gastrointestinal

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 20: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

- Infeksi : demam, batuk, disuria,

nyeri perut / rasa tidak enak pada

perut

- Terpapar zat-zat nefrotoksis obat

(aminoglycoside, NSAIDs,

radiokontras)

Pemeriksaan fisik :

- Denyut jantung, tensi darah

(termasuk ortostatik), suhu

- Tanda infeksi (paru, abdomen,

cellulitis, dll)

- Sebab-sebab lain dari gagal

ginjal – purpura (purpuric rash)

dapat diduga suatu

cryoglobulinemia

Pemeriksaan Laboratorium dan

Penunjang

- Pemeriksaan darah lengkap,

elekrolit, kreatinin

- Natrium urin, osmolalitas

- Pemeriksaan urin untuk protein

dan cast

- USG ginjal

Diagnosis HRS dibuktikan bila telah

disingkirkan gagal ginjal akibat lain-lain,

dan bila gagal ginjal tetap terjadi walau

koreksi telah dilakukan pada hipovolemi

dan sepsis.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 21: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Tabel 1 Berbagai perbedaan laboratorium atau keadaan pada berbagai penyakit ginjal

LAB/Diagnosis Gagal ginjal

prerenal

ATN HRS Kelainan ginjal primer

Na Urin < 10 mmol/L > 20mmol/L < 10 mmol/L > 30mmol/L

Kreatinin urin/Kreatinin plasma > 20 < 15 > 30

< 20

Proteinuria (Tidak ada) < 500mg/hari <500mg/hari >500mg/hari

Sedimen urin Sedikit Heme-granular

cast

(Tidak ada) Cast eritrosit/leukosit

Presipitat (presipitants)

Volume sirkulasi

efektif menurun

Volume sirkulasi

efektif menurun,

obat-obatan

nefrotoksik, sepsis

Penyakit hati yg

lanjut/berat, asites

refrakter,

perdarahan

gastrointestinal,

SBP

Tergantung dari tipe penyakit

ginjal

Efek pemberian cairan

Segera terjadi

perbaikan fungsi

ginjal

Tidak segera

terjadi perbaikan

harus

dipertahankan

euvolemia

Tidak ada

pengaruh Harus dipertahankan euvolemia

Diambil dari Yeung E,et al1.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 22: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Kepustakaan :

1.Yeung.E,Young E,Wong F,Renal

Dysfunction in cirrhosis :

Diagnosis,Treatment,and Prevention.Med Gen

Med 2004; 6(4):9.

2.Cardenas A.Hepatorenal Syndrome: A

Dreaded Comlication of End-Stage Liver

Disease. AM. J.Gastroenterol 2005; 100:460-

467.

3.Hecker R,Sherlock S.Electrolyte and

circulatory changes in terminal liver failure.

Lancet 1956; 2 : 1221-1225.

4.Koppel MH,Coburn JN, Mims MM,et

al.Transplantation of cadaveric kidneys from

patients with hepatorenal syndrome Evidence

for the functional nature of renal failure in

advanced liver disease. N Engl J Med.

1969;280:1367-1371.

5.Iwatsuki S,Popovtzer MM,Corman JL,et

al.Recovery from hepatorenal syndrome after

orthotopic liver transplantation.N Engl J

Med.1973;289:1155-1159.

6.Gines A, Escorsell,Gines P,et

al.Incidence,predictive factors and prognosis

of the hepatorenal syndrome in cirrhosis and

ascites.Gastroenterology.1993;105:229-236.

7.Arroyo V,Colmenero J.Ascites and

hepatorenal syndrome in cirrhosis:

pathophysiological basis of therapy and

current management.J Hepatol.2003;38:S69-

S89.

8.Bernardi M,Di Marco C,Trevisani F,et al.

Renal sodium retention during upright posture

in preascitic

cirrhosis.Gastroenterology.1993;105:188-193.

9.Pozzi M,Grassi G,Redaelli E et al.Patterns of

regional sympathetic nerve traffic in preascitic

and ascitic

cirrhosis.Hepatology.2001;34:1113-1118.

10.Wong F,Girgrah N, Blendis LM.The

controversy of the pathophysiology of ascites

in cirrhosis. J Gastroenterol

Hepatol.1997;12:437-444.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 23: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

11.Arroyo V,Gines P,Rimola A.et al.Renal

function abnormalities prostaglandins and

effects of nonsteroidal anti-inflamatory drug in

cirrhosis with ascites.An overview with

emphasis on pathogenesis.AM J Med

1986;81:104-122.

12.Ros J,Claria J,Jimenez W.et al.Role of

nitric oxide and prostacyclin in the control of

renal perfusion in experimental

cirrhosis.Hepatology.1995;22:915-920.

13.Salerno D,Delbo A,Maggi A,et al

Vasopressin release and water metabolism in

patients with cirrhosis.J

Hepatology.1994;21:822-830.

14.Borroni G,Maggi A, Sangiovanni A, et al.

Clinical relevance of hyponatraemia for

hospital outcome of cirrhotic patients.Dig

Liver Dis.2000;32:605-610.

15.Bataller R,Sort P, Gines P,et al.

Hepatorenal syndrome:

definition,pathophysiology,clinical features

and management.Kidney Int.1998;53(suppl

66):S47-S53.

16.Arroyo V,Guevara M,Gines P.Hepatorenal

syndrome in cirrhosis: Pathogenesis and

Treatment.Gastroenterology.2002;122:1658-

1676.

17.Watt K, Uhanova J,Minuk GY.Hepatorenal

syndrome:diagnostic accuracy clinical

features, and outcome in tertiary care

centre.AM. J Gastroenterol.2002;97:2046-

2050.

18.Afessa B,Kublis PS.Upper gastrointestinal

bleeding in patients with hepatic cirrhosis:

clinical course and mortality prediction.AM J

Gastroenterol.2000;95:484-489

19.Salo J,Gines A,Gines P,et al. Effect of

therapeutic paracentesis on plasma volume and

transvascular escape rate of albumin in patient

with cirrhosis. J Hepatol.1997;27:645-653.

20.Guevara M,Abecasis R,Jimenez W,et al.

Effect of celecoxib on renal fuction in cirrhotic

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 24: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

patients with ascites.A pilot study(abstract); J

Hepatol.2002;36(suppl 1): 203.

21.Gonzalez –Abraldes J,Albillos A, Banarez

R,et al. Randomized comparison of long-term

losartan versus propranolol in lowering portal

pressure in

cirrhosis.Gastroenterology.2001;121:389-398.

22.Shepke M,Werner E,Biecker E,et al.

Hemodynamic effects of the angiotensin II

receptor antagonist irbesartan in patients with

cirrhosis and portal

hypertension.Gastroenterology.2001;121:289-

395.

23.Holt S,Goodier D,Marley R,et

al.Improvement in renal fuction in hepatorenal

syndrome with N-acetylcysteine.

Lancet.1999;353:294-295.

24.Gines P, Guevara M,Arroyo V,et al.

Hepatorenal

syndrome.Lancet .2003;362:1819-27.

25.Sherlock S and Dooley J: Fuctional renal

failure(hepato-renal syndrome) in Diseases of

The Liver and Biliary System

10ed.1997;Blackwell Science Ltd Oxford

London p129.

26.Carvounis CP,Nisar S,Guro-Razuman S.

Significance of the fractional excretion of urea

in the differential diagnosis or acute renal

failure.Kidney Int.2002;62:2223-2229.

27.Bernard B,Grange J,Khac EN,et al.

Antibiotic prophylaxis for the prevention of

bacterial infections in cirrhotic patients with

gastrointestinal bleeding: a meta-analysis.

Hepatology.1999;29:1655-1661.

28.Gines P,Tito L, Arroyo V,et al.Randomized

comparative study of therapeutic paracentesis

with and without intravenous albumin in

cirrhosis.Gastroenterology.1988;84:1493-

1502.

29.Pockros PJ,Reynolds TB.Rapid diuresis in

patients with ascites from chronic liver

disease: The importance of peripheral

edema.Gastroenterology.1986;90:1827-1833.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 25: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

30.Sort P,Navasa M,Arroyo V,et al.Effect of

intravenous albumin on renal impairment and

mortality in patients with cirrhosis and

spontaneous bacterial peritonitis.N Engl J

Med.1999;341:403-409.

31.Bennet WM,Keeffe E,Melnyk C,et al.

Response to dopamine hydrochloride in the

hepatorenal syndrome.Arch Intern

Med.1975;135:964-971.

32.Bacq Y,Gaudin C,Hadengue A,et al.

Systemic,splanchnic and renal hemodynamic

effects of dopaminergic dose of dopamine in

patients with

cirrhosis.Hepatology.1991;14:483-487.

33.Duvoux C,Zanditenas D,Hezode C,et al.

Effects of noradrenalin and albumin in patients

with type I hepatorenal syndrome : a pilot

study.Hepatology.2002;36:374-380.

34.Angeli P,Volpin R,Gerunda G,et al.

Reversal of type I hepatorenal syndrome with

the administration of midodrine and

octreotide.Hepatology.1999;29:1690-1697.

35.Moreau R,Durand F,Poynrd T,et al.

Terlipressin in patients with cirrhosis and Type

1 hepatorenal syndrome; a retrospective

multicenter study.

Gastroenterology.2002;122:923-930.

36.Pham PTT,Pham PCT,Rastogi A,et al.

Review article : Current Management of Renal

Dysfuction in The Cirrhotic Patient. Aliment

Pharmacol ther.2005;21(8): 949-961.© 2005

Blackwell Publising.

37.Chen TH.Chronic Liver Disease : Wilson’s

disease in The Washington Manual TM

Gastroenterology Subspecialty Consult p.121-

126. ©2004.Lippincott Williams E Wilkins.

38.(Arean VM.The pathologic anatomy and

pathogenesis of fatal human

leptospirosis(Weil’s disease) AM. J.Pathology

1962;40:393).

39.Sherlock S and Dooley J : The Liver in

Pregnancy in Disease of The Liver and Biliary

System. 10 ed 1997; Blackwell Science Ltd

Oxford,London p.475-483.

Wilson (4111041044) FK UNJANI

Page 26: Komplikasi Ginjal Pada Penyakit Hati

25

Ilmu Penyakit Dalam II (UAS)Prof.Julianto Widjojo.dr.Sp.PD.KGEH

Wilson (4111041044) FK UNJANI