KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN...

100

Transcript of KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN...

Page 1: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIANSENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN

Oleh :

IRPAN

NIM : 109044100034

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H/2017 M

Page 2: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

i

KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

IRPAN

NIM : 109044100034

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H/2017 M

Page 3: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim
Page 4: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim
Page 5: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim
Page 6: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

v

ABSTRAK

IRPAN. NIM: 109044100034. Kompetensi Hakim Agama dalamPenyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/ 2017 M. xii + 87 halaman + lampiran.

Kompetensi yang dimiliki oleh Hakim Agama dalam penyelesaian sengketaekonomi syariah di Pengadilan Agama masih sering diragukan oleh masyarakat,karena sebelum munculnya kewenangan baru ekonomi syariah, para Hakim diPengadilan Agama hanya terfokus pada perkara-perkara yang berkaitan denganhukum keluarga, seperti perkawinan, waris, wasiat, hibah, dan selainnya. SementaraHakim dalam kedudukannya sebagai aktor utama Pengadilan tidak boleh menolakperkara-perkara yang menjadi kewenangannya dengan alasan hukum tidak ada atautidak jelas. Regulasi yang mengatur terkait ekonomi syariah masih sangat terbatas,sehingga para Hakim Agama dituntut harus memiliki kompetensi khusus agar dapatmenyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang kompetensi yang harusdimiliki oleh Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah diPengadilan Agama Jakarta Selatan, sehingga dapat merubah paradigma yang selamaini masih meragukan tentang kualitas dan kapabilitas para Hakim Agama dalampenyelesaian sengketa ekonomi syariah. Penelitian ini merupakan jenis penelitianlapangan (field research) dengan pendekatan yuridis normatif. Data-data yangdigunakan meliputi data primer dan skunder yang dikumpulkan melalui metodeinterview dan studi dokumentasi. Data-data tersebut diidentifikasi dan dianalisamelalui analisa data kualitatif, kemudian menguraikan hasil analisa dengan penyajianyang menggunakan metode deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian, kompetensi yang harus dimiliki oleh HakimAgama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama, palingtidak harus mampu memahami norma-norma hukum ekonomi syariah, harus mampumenerapkan hukum sebagai instrumen dalam mengadili perkara ekonomi syariah, danmampu melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk mewujudkan keadilan,serta harus mampu menerapkan pedoman beracara dalam mengadili perkara ekonomisyariah. Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim Agamaharus memahami tentang dasar-dasar fiqh muamalah dan mampu menyesuaikannyadengan perkembangan ekonomi syariah itu sendiri agar dapat dinyatakan telahberkompeten untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama.

Kata Kunci : Kompetensi Hakim dan Penyelesaian Sengketa Ekonomi SyariahPembimbing : Dr. H. Abdul Halim, M.A.Daftar Pustaka: 1989 s.d 2013

Page 7: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحيموعلى الھ واصحابھ اجمعینء والمرسلینالة والسالم على اشرف اال نبیاوالصرب العالمینالحمد

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

karunia serta kenikmatan yang sangat besar kepada semua hambaNya, khususnya

nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat

menjalani kehidupan sebagai seorang Mahasiswa, mulai dari mengikuti aktivitas

perkuliahan dan aktivitas lainnya, sampai menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Sang kekasih Allah, Baginda

Nabi Muhammad SAW, yang telah bersusah payah mereformasi kehidupan manusia

dari zaman kebodohan sampai zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti

saat sekarang ini. Allohumma shalli ‘ala sayyidina muhammad, wa’ala alihi wa

shohbihi ajma’in. Semoga kita selalu mendapatkan syafa’at Beliau, mulai sekarang

dalam kehidupan di Dunia sampai saat hari penghakiman kelak. Amiin !

Alhamdulillah, penelitian ini dapat terselesaikan dengan izin Yang Maha Esa

(YME), dan tentunya tidak terlepas dari kontribusi serta motivasi berbagai pihak,

khususnya kedua Orang Tua dan saudara-saudari Penulis yang senantiasa membantu

dan mendo’akan Penulis, serta selalu menyemangati dalam menghadapi segala

kesulitan dan tantangan dalam menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, Penulis juga

tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada para pihak lainnya yang juga turut

serta berperan dalam membantu dan meningkatkan kedewasaan pemikiran Penulis

serta turut memberikan motivasi kepada Penulis semasa studi sampai menyelesaikan

skripsi ini. Oleh sebab itu, Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

Page 8: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

vii

2. Dr. H. Abdul Halim, MA., dan Arif Purqon, MA., selaku Ketua dan

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang juga turut membantu

memberikan pelayanan akademik serta selalu memotivasi Penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

3. Dr. H. Abdul Halim, MA., selaku pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu serta memberikan masukan dan arahan kepada

Penulis dalam proses penyusunan skripsi dari awal sampai selesai;

4. Dewi Sukarti, MA., selaku Pembimbing Akademik yang selalu

memberikan arahan dan motivasi bagi Penulis selama masa studi;

5. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta segenap Dosen, Karyawan, dan

seluruh staff yang telah banyak membantu dan memberikan pencerahan

serta memberikan fasilitas bagi Penulis selama menjalani studi di

Kampus yang luar biasa ini;

6. Para Pustakawan di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan referensi

bagi Penulis, mulai dalam pemenuhan tugas-tugas perkuliahan sampai

pada proses penulisan skripsi ini;

7. Kawan-kawan di Konsentrasi Peradilan Agama dan Administrasi

Keperdataan Islam angkatan 2009, konsentrasi Double Degree angkatan

2011, dan kawan-kawan satu kelas di Program Studi Ilmu Hukum

angkatan 2008 s.d 2010, serta teman-teman KKN GARUDA 2012, yang

berjuang bersama dalam memperluas wawasan keilmuan, berdiskusi

bersama dan menambah pengalaman;

8. Keluarga Besar HMI Cab. Ciputat, LKBHMI Ciputat, dan HMI

Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah banyak memberikan

ilmu-ilmu dan kematangan dalam berorganisasi, serta memperluas

Page 9: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

viii

wawasan di bidang hukum dan bidang-bidang keilmuan lainnya bagi

Penulis;

9. Seluruh teman-teman seperjuangan Penulis tanpa terkecuali yang banyak

membantu dan menyemangati Penulis sejak pertama masuk kuliah

sampai dapat menyelesaikan studi di kampus hijau ini.

Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut

serta berperan memberikan kontribusi, dukungan dan motivasi bagi Penulis dalam

menjalani masa-masa studi sampai dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang

tentunya tidak dapat Penulis tuliskan semua nama-namanya disini. Semoga Tuhan

YME membalas semua kebaikan dengan kebaikan yang berlipat ganda dan senantiasa

memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada kita semua. Amiin !

Jakarta, 11 April 2017

Penulis

Irpan

Page 10: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. iPERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iiLEMBAR PENGESAAN PENGUJI.................................................................. iiiLEMBAR PERNYATAAN................................................................................. ivABSTRAK............................................................................................................ vKATA PENGANTAR.......................................................................................... viDAFTAR ISI......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah............................................................... 1B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah.......................................... 9C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.................................................... 10D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu............................................ 12E. Kerangka Teori dan Konseptual................................................... 13F. Metode Penelitian......................................................................... 15G. Sistematika Penulisan................................................................... 20

BAB II KOMPETENSI PENGADILAN AGAMA TERKAIT DENGANEKONOMI SYARIAHA. Kompetensi Peradilan Agama dan Landasannya Di Indonesia.... 22

1. Kompetensi Absolut Peradilan Agama..................................... 242. Kompetensi Relatif Peradilan Agama....................................... 29

B. Teori Umum tentang Ekonomi Syariah.......................................... 321. Pengertian Ekonomi Syariah..................................................... 322. Karakteristik Ekonomi Syariah Di Indonesia........................... 35

C. Lembaga Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah..................... 39D. Ekonomi Syariah Sebagai Kewenangan Baru Peradilan Agama.. 44

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANA. Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan............................... 46

1. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan................. 492. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan.................... 523. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan........... 53

B. Kebijakan Pengadilan Agama Jakarta Selatan DalamPenyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah..................................... 57

Page 11: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

x

1. Kesiapan SDM Pengadilan Agama Jakarta Selatan................. 572. Beberapa Contoh Kasus Ekonomi Syariah yang Dihadapkan.. 593. Hambatan dan Kendala yang Dihadapi..................................... 59

BAB IV KOMPETENSI HAKIM DALAM PENYELESAIAN SENGKETAEKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA JAKARTASELATANA. Kompetensi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama............... 62B. Kompetensi Yang Harus Dimiliki Oleh Hakim Dalam

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah................................... 68C. Kompetensi Hakim Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan............................ 71

BAB V PENUTUPA. Kesimpulan................................................................................... 80B. Saran............................................................................................. 82

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 83LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan bisnis ekonomi syariah di seluruh penjuru Dunia masih

tetap stabil dan tetap menujukkan tren positif. Bahkan dalam beberapa tahun

terakhir ini, industri keuangan syariah tersebut telah mampu menarik perhatian

global seiring pesatnya perkembangan aset dan produk-produk yang ditawarkan.

Tidak cukup sampai disitu saja, industri keuangan syariah juga dijadikan sebagai

salah satu foktor penentu dalam kedudukannya sebagai sumber utama untuk

mencapai tujuan pembanguan ekonomi berkelanjutan di seluruh penjuru Dunia.1

Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di

Dunia juga tidak lepas dari pesatnya perkembangan industri keuangan syariah

yang dipaparkan. Mulai dari transaksi atau kegiatan bisnis syariah di lingkungan

investasi, perbankan, asuransi, obligasi, pasar modal, sampai pada lingkungan

lembaga keuangan syariah serta unit-unit usaha syariah lainnya. Meskipun

perkembangan di salah satu sektor lebih mendominasi dari pada di sektor lainnya,

namun perkembangan tersebut semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Sebagian pendapat justru melihat bahwa perkembangan ekonomi syariah

yang terjadi tidak hanya disebabkan karena kemampuan untuk mempertahankan

1 Hal tersebut secara langsung dipaparkan oleh Presiden Islamic Develovment Bank (IDB)Ahmed Mohamed Ali, sebagaimana dimuat dalam media Koran Bisnis. Lihat Muhammad Avisena,“Prospek Ekonomi Syariah: Menuju Pusat Sayariah Dunia”, dikutip dari Bisnis.com pada tanggal 05April 2017, dari: http://koran.bisnis.com/read/20160517/446/548119/prospek-ekonomi-syariah-menuju-pusat-syariah-dunia

Page 13: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

2

stabilitas ekonomi di sektor riil, namun juga tidak terlepas dari faktor ketaatan

terhadap agama, sehingga konsep ekonomi syariah tersebut akan terus berkembang

seiring perkembangan Islam itu sendiri sebagai salah satu jawaban dari bagaimana

visi Islam direalisasikan.2 Hal yang demikian tergambar dari sejarah perjalanan

ekonomi syariah yang dulunya telah dikenal sejak masuknya Islam ke Indonesia.

Awalnya konsep ekonomi syariah yang ditawarkan belum terlalu diminati

secara khusus oleh masyarakat, namun perubahan yang signifikan mulai terlihat

sejak konsep ekonomi syariah tersebut mulai diperkenalkan dalam bentuk formal

di akhir abad ke-19. Perubahan peminatan terhadap ekonomi syariah tersebut

semakin mendapat tempat di kalangan masyarakat, baik di Indonesia maupun di

seluruh penjuru Dunia sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, sehingga

perubahan tersebut juga akan mempengaruhi sistem hukum yang ada.

Sistem hukum yang mengatur secara otomatis dipengaruhi oleh perubahan

kondisi sosial masyarakat, baik yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi maupun

selainnya. Hal tersebut disebabkan karena hubungan perubahan antara hukum dan

masyarakat selalu beriringan dan tidak saling mendominasi, bahkan keduanya

saling membentuk.3 Selain itu, ada juga sebagian kalangan yang berpendapat

bahwa perkembangan hukum tidak terlepaskan dari sejarah kehidupan masyarakat,

2 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama danMahkamah Syari’ah, Ed.1, Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2009), h.33.

3 Ratno lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler; Studi Tentang Konflik dan Resolusi dalamSistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustakan Alvabet, 2008), h.2. Mengutip langsung dari Sally EngleMarry, “Anthropology, Law, and Transnational Processes”, Annual Review of Anthropology, h.357-358.

Page 14: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

3

sehingga hukum dibentuk dari sejarah yang terus berubah sesuai dengan zaman

dan letak geografis suatu Negara.4 Berdasarkan hal tersebut, perkembangan hukum

dalam suatu Negara secara tidak langsung menggambarkan kondisi masyarakat di

Negara tersebut. Misalnya dalam perkembangan aktivitas ekonomi masyarakat,

perkembangan hukum diwujudkan dalam berbagai regulasi yang mengatur terkait

dengan kegiatan ekonomi dalam suatu Negara tertentu.

Demikian juga dengan perkembangan ekonomi syariah secara khusus,

berbagai regulasi yang dibuat oleh Negara untuk mengatur kegiatan atau aktivitas

ekonomi syariah yang sedang berkembang di masyarakat. Mulai dari regulasi yang

mengatur terhadap lingkungan sekelompok kecil masyarakat, sampai pada skala

terbesar pada lembaga-lembaga keuangan syariah atau perusahaan-perusahaan dan

unit-unit usaha syariah lainnya. Bahkan regulasi yang dibuat juga telah

mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi ke depannya.

Salah satunya terlihat dari regulasi yang mengatur terkait dengan sengketa

ekonomi syariah sebagai salah satu kemungkinan yang wajar dan tidak akan bisa

dihindari dalam kehidupan sosial masyarakat. Sengketa itu sendiri umumnya

diartikan dengan terjadinya bentrok (pertentangan/perselisihan) kepentingan antara

dua orang atau lebih,5 sehingga sengketa biasanya akan terjadi ketika ada pihak

yang berkedudukan sebagai lawan dalam bersengketa (lawan berselisih), baik

4 Sebagaimana yang diutarakan oleh Molinowski, Hoebel, Gluckman, Savigni, dan lain-lainyang berasal dari aliran Antropoligi dan Historis. Lihat Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah,Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang berkeadilan dan Bermartabat,(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.114-117.

5 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, ed.II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.235.

Page 15: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

4

hanya satu orang maupun lebih. Demikian juga dengan sengketa ekonomi syariah,

secara tidak langsung dipahami bahwa sengketa akan muncul jika dalam kegiatan

ekonomi syariah yang dilakukan terjadi bentrok atau perselisihan, baik antara dua

pihak maupun lebih, dan terlepas antara perorangan maupun selainnya.

Dalam menyikapi kemungkinan sengketa ekonomi syariah yang muncul,

regulasi yang dibuat juga telah menawarkan berbagai macam metode yang dapat

digunakan sebagai upaya penyelesaiannya. Di Indonesia secara khusus, metode

penyelesaian yang ditawarkan hampir sama dengan metode-metode penyelesaian

sengketa bisnis pada umumnya, bahkan juga tidak berbeda jauh dengan konsep

penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang ditawarkan dalam tradisi Islam

klasik, yaitu melalui metode perdamaian (Sulhu), Arbitrase Syariah (Tahkim), dan

melalui lembaga Peradilan Syariah (Qadha).6

Ketiga metode di atas diakomodir juga dalam hukum positif di Indonesia,

meskipun istilah yang digunakan tidak sama persis dan telah banyak mengalami

perkembangan seiring proses pelaksanaannya. Sedangkan jika dilihat dari aspek

prosesnya, metode-metode penyelesaian sengketa ekonomi syariah tersebut sama-

sama dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu melalui proses nonlitigasi di luar

lembaga Peradilan,7 dan sebaliknya melalui litigasi di lembaga-lembaga Peradilan.

6 Burhanuddin, Hukum Bisnis Syari’ah, (Yogyakarta: UII Press, 2011), h.243.

7 Metode ini lebih dikenal dengan istilah penyelesaian sengketa alternatif atau AlternativeDispute Resolution (ADR) yang dapat dilakukan melalui konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi, danpenilaian ahli. Lihat Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif KewenanganPeradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2012), h.437. Dan lihat juga Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Page 16: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

5

Salah satu bentuk penyelesaian sengketa ekonomi syariah dengan metode

yang pertama (nonlitigasi) dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah

(Basyarnas). Sedangkan untuk metode yang kedua (melalui litigasi di Peradilan)

merupakan yurisdiksi (kewenangan) absolut Peradilan Agama, sesuai dengan

ketentuan yang diamanatkan oleh Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, yaitu sebagai berikut:

“Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, danmenyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yangberagama Islam di bidang: a) perkawinan; b) waris; c) wasiat; d) hibah;e) wakaf; f) zakat; g) infak; h) sedekah; dan i) ekonomi syariah”.8

Ketentuan Pasal 49 di atas dianggap sebagai babak baru bagi lembaga

Peradilan Agama dengan perluasan kewenangannya dalam perkara ekonomi

syariah. Bahkan sebagian kalangan menganggap bahwa aturan Pasal 49

amandemen pertama Undang-Undang tentang Peradilan Agama di atas sebagai

momentum paling bersejarah bagi perkembangan Peradilan Agama.9 Hal tersebut

disebabkan karena sebelumnya yurisdiksi Peradilan Agama hanya difokuskan

pada kasus-kasus dalam bidang hukum keluarga, seperti pemutusan perkawinan,

sengketa waris dan wasiat, permasalahan tentang wakaf, dan selainnya.

Perluasan kewenangan/ kompetensi Peradilan Agama dalam bidang

ekonomi syariah secara otomatis menuntut para Sumber Daya Manusia (SDM) di

8 Amandemen Undang-undang Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.62.

9 Muhammad Faisol, Problem Pelaksanaan Kompetensi Pengadilan Agama Jember diBidang Ekonomi Syariah, Jurnal Fenomena, Vol.15, No.1, April 2016, h.165.

Page 17: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

6

Peradilan Agama agar memiliki kapabilitas dalam menangani perkara-perkara

ekonomi syariah yang terjadi, khususnya bagi para Hakim yang memiliki peran

yang sangat besar dalam menentukan atau menghasilkan suatu keputusan yang

berdasarkan keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum bagi para pencari

keadilan di Pengadilan Agama.

Dalam logika sederhana, perluasan kompetensi tersebut akan menuntut

pemecahan masalah yang harus dilakukan melalui penemuan-penemuan hukum

(rechtvinding) oleh para Hakim, sehingga secara tidak langsung akan menambah

wawasan dan kualitas mereka dalam menangani perkara-perkara ekonomi syariah

yang terjadi.10 Namun seiring perjalanan dan perkembangannya, masih banyak

problem dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan kewenangan baru Peradilan

Agama yang dipaparkan .

Salah satu problem yang muncul adalah terkait dengan kepercayaan

masyarakat terhadap Peradilan Agama untuk menangani perkara ekonomi syariah

yang relatif baru tersebut. Opini-opini yang muncul dikalangan masyarakat masih

banyak yang meragukan tentang kualitas dan kapabilitas para Hakim di Peradilan

Agama dalam menangani dan menyelesaikan perkara-perkara ekonomi syariah

yang dihadapkan, baik yang berkaitan dengan sengketa maupun selainnya.

Selain karena masih relatif baru bagi Peradilan Agama dalam hal ekonomi

syariah, opini-opini tersebut juga disebabkan karena munculnya Undang-Undang

10 Hasil Penelitian Asep Ridwan H, SHI (Hakim PA Kalianda) tentang “Pengaruh PerluasanKompetensi Peradilan Agama terhadap Peningkatan Kualitas Hakim: Studi Penelitian di PengadilanAgama Se-Jawa Barat”, t.h.

Page 18: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

7

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang juga membuka peluang

untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah melalui Pengadilan Negeri, hal

tersebut terus berlanjut sampai akhirnya perkara ekonomi syariah diserahkan

kembali kepada Peradilan Agama berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 93/PUU-X/2012, yang melakukan judicial review (pengujian perundang-

undangan) terhadap aturan Undang-Undang Perbankan Syariah yang membuka

peluang penyelesaian melalui Pengadilan Negeri tersebut.

Meskipun Mahkamah Konstitusi telah mempertegas kewenangan Peradilan

Agama tersebut, berbagai upaya tetap dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan

masyarakat terhadap lembaga Peradilan Agama dalam menangani perkara

ekonomi syariah yang disebutkan. Mulai dari pembentukan berbagai regulasi

yang secara spesifik mengatur tentang prosedur penyelesaian perkara ekonomi

syariah, sampai pada upaya peningkatan kualitas dan kapabilitas para Hakim yang

dilakukan melalui pembekalan secara khusus dengan pendidikan dan pelatihan-

pelatihan ekonomi syariah secara mendalam.

Pelatihan-pelatihan tersebut tidak saja dilakukan oleh internal Peradilan

Agama sendiri, namun juga oleh lembaga-lembaga lainnya seperti oleh Otoritas

Jasa Keuangan (OJK), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), dan

selainnya yang turut serta mengupayakan peningkatan kualitas para Hakim

Peradilan Agama dalam hal ekonomi syariah tersebut. Bahkan tidak sebatas itu

saja, para Hakim Pengadilan Agama juga di seleksi dan dilakukan pengujian

terhadap kualitas dan kapabilitasnya dalam memahami perkara-perkara ekonomi

Page 19: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

8

syariah, sehingga hanya para Hakim yang lulus seleksi saja yang diperkenankan

untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara ekonomi syariah yang

dihadapkan kepada Peradilan Agama. Hal tersebut terlihat dari ketentuan yang

diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor

Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa para Hakim ekonomi syariah

memiliki kompetensi yang khusus di antara para Hakim-Hakim lainnya, baik di

lingkungan Peradilan Agama maupun lembaga-lembaga Peradilan lainnya. Oleh

sebab itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan kompetensi Hakim Agama

dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Peradilan Agama dalam

menangani dan menyelesaiakan perkara-perkara ekonomi syariah, khususnya

yang berkaitan dengan sengketa, dan juga sebagai upaya untuk mensosialisakan

aturan terkait dengan sertifikasi Hakim ekonomi syariah yang telah dipaparkan.

Dalam menjawab keterbatasan penelitian yang sudah ada, maka penulis

akan melakukan penelitian secara khusus pada Hakim Agama di lingkungan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, sehingga nantinya dapat dipahami secara jelas

tentang standarisasi atau kompetensi para Hakim Agama di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa-sengketa

ekonomi syariah yang dihadapkan kepada lembaga peradilan di lingkungan

Peradilan Agama.

Page 20: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

9

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami permasalahan

yang akan di teliti, penelitian ini perlu diadakan pembatasan sesuai dengan

judul yang di maksud. Maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini

hanya terfokus pada kompetensi hakim di Pengadilan Agama secara khusus

dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, dan juga secara khusus di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Tidak menguraikan tentang kompetensi

hakim di lingkungan Peradilan Umum atau selainnya, dan juga tidak meluas

pada sengketa-sengketa ekonomi secara menyeluruh.

2. Perumusan Masalah

Sengketa ekonomi syariah merupakan kewenangan baru yang menjadi

kompetensi absolut Peradilan Agama seiring dengan lahirnya Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kompetensi penyelesaian sengketa

ekonomi syariah tersebut menuntut kesiapan sumber daya yang memahami

secara mendalam terkait dengan ekonomi syariah tersebut. Secara khusus bagi

para Hakim di lingkungan Peradilan Agama yang memiliki peran yang sangat

besar dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang dihadapakan ke

lembaga Peradilan, sehingga para hakim dituntut agar memiliki kompetensi

secara khusus dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang terjadi.

Page 21: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

10

Agar lebih terarah dan terfokus pada tema permasalahan, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa

ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

b. Kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh para Hakim di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

a. Untuk memahami kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa

ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan; dan

b. Untuk memahami kompetensi para Hakim secara umum di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Bagi Penulis

Bagi penulis bermanfaat untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang Hukum Keluarga, juga

menambah khazanah pengetahuan di bidang hukum keluarga yang terkait

dengan ekonomi syariah serta kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

Page 22: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

11

Hakim dalam beracara dan juga dalam menyelesaikan sengketa ekonomi

syariah di lingkungan Peradilan Agama.

b. Bagi Akademisi

Sebagai aset pustaka serta memperkaya khazanah keilmuan yang

diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik

dosen maupun mahasiswa, dan akademisi lainnya khususnya di lingkungan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Bagi Praktisi

Bagi para penegak hukum di Lingkungan Peradilan Agama, secara

khusus bagi para Hakim Agama, untuk memberikan informasi terkait

dengan kompetensi yang harus mereka miliki demi perbaikan penegakan

atau pelaksanaan hukum di Indonesia dalam menghadapi permasalahan

baru yang muncul di bidang hukum keluarga, khususnya dalam

penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

d. Bagi masyarakat umum

Bagi masyarakat secara umum, penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat serta sumbangsih pemikiran terkait dengan kompetensi

Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di

lingkungan Peradilan Agama, sehingga semakin mengkuatkan masyarakat

umum untuk mempercayakan kepada Peradilan Agama sebagai tempat dan

solusi dalam penyelesaian sengketa-sengketa ekonomi syariah yang terjadi

dikalangan mereka.

Page 23: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

12

D. Kajian Terdahulu

Untuk memperjelas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini,

maka perlu ada tinjauan terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada agar tidak

mengulang penelitian sebelumnya. Tema mengenai penyelesaian sengketa

ekonomi syariah telah banyak dibahas dan diteliti, namun setelah menelusuri

terkait kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah

tersebut masih sangat jarang ditemukan. Demikian juga yang secara khusus diteliti

di lingkungan Peradilan Agama Jakarta Selatan, nyaris belum ada yang membahas.

Adapun penelitian-penelitian yang hampir mendekati antara lain:

1. Skripsi dari Salwa Kayati, Universitas Muhammadiyah Surakarta Tahun 2010

tentang Kompetensi Hakim Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara

Ekonomi Syariah: Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta. Skripsi ini

membahas tentang pelaksanaan kompetensi absolut Peradilan Agama yang

terkait dengan penyelesaian perkara ekonomi syariah yang secara khusus

dihadapkan kepada Pengadilan Agama Surakarta, kemudian melihat pada

kendala serta upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan perkara

ekonomi syariah tersebut. Skripsi tersebut sangat berbeda dengan penelitian

penulis, meskipun ada kedekatan dalam judul yang dimaksud. Dalam hal ini

penelitian penulis lebih difokuskan pada kompetensi yang harus dimiliki oleh

para Hakim di lingkungan Peradilan Agama Jakarta Selatan secara khusus, dan

juga dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang menjadi kompetensi

Peradilan Agama tersebut.

Page 24: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

13

2. Tesis dari Listyo Budi Santoso, Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2009

tentang Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Sengketa

Ekonomi Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Tesis

ini membahas terkait dengan kompetensi Pengadilan Agama secara umum

dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, baik yang terkait dengan

prosedur dan hambatan-hambatan dalam penyerahannya kepada lingkungan

Peradilan Agama. Penelitian penulis tentu sangat berbeda karena lebih spesifik

dan lebih dikhususkan pada kompetensi para Hakim Peradilan Agama dalam

penyelesaian sengketa ekonomi syaria, bukan meluas pada kompetensi

Peradilan Agama itu sendiri.

Meskipun telah banyak penelitian yang membahas terkait dengan

penyelesaian sengketa ekonomi syariah di lingkungan Peradilan Agama, namun

sesuai penelusuran penulis hingga saat ini belum ada yang meneliti tentang

kompetensi Hakim Agam dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara khusus. Oleh sebab itu, penulis sangat

yakin bahwa tema yang dimaksud dalam skripsi ini sangat penting untuk

menjawab keterbatasan penelitian-penelitian sebelumnya.

E. Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual merupakan konsep yang dijadikan sebagai acuan

kerangka berfikir dalam penelitian. Maka konsep-konsep yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 25: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

14

1. Hakim

Hakim adalah pejabat peradilan yang diberi wewenang oleh Undang-

undang untuk mengadili.11 Dalam hal ini, istilah hakim diartikan sebagai orang

yang mengadili perkara dalam suatu pengadilan atau Mahkamah. Sedangkan

istilah “Hakim Agama” dalam penelitian ini menunjukkan pada orang-orang

yang mengadili di lingkungan Peradilan Agama.

2. Sengketa

Sengketa adalah konsep yang mendiskripsikan situasi dan kondisi

dimana orang-orang sedang mengalami perselisihan yang bersifat faktual

maupun perselisihan yang ada pada presepsi mereka saja.12

3. Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang

dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi: a) bank syariah; b) asuransi

syariah; c) reasuransi syariah; d) reksadana syariah; e) obligasi syariah dan

surat berharga berjangka menengah syariah; f) sekuritas syariah; g)

pembiayaan syariah; h) pegadaian syariah; i) dana pensiun lembaga keuangan

syariah; j) bisnis syariah; dan k) lembaga keuangan syariah.13

4. Pengadilan Agama

11 Pasal 1 butir (8) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

12 Takdir Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), h.1.

13 Penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang PerubahanAtas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Page 26: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

15

Pengadilan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah Pengadilan Agama dan

Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan peradilan agama. Sedangkan

Peradilan Agama sendiri dipahami sebagai Peradilan bagi orang-orang yang

beragama Islam. Selain itu Peradilan Agama juga diartikan sebagai salah satu

pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama

Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah kompetensi Hakim

dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Beranjak dari objek kajian Penelitian tersebut, maka metode yang

digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu jenis

data dan analisa data yang digunakan bersifat naratif dalam bentuk pernyataan

yang menggunakan penalaran.14 Sedangkan metode pendekatan masalah yang

digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan normatif yaitu

14 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: Buku Ajar Fakultas Syariah danHukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h.26.

Page 27: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

16

penelitian yang pada umumnya menganalisis fakta-fakta yang relevan dengan

norma-norma hukum,15 baik secara umum maupun norma-norma yang

terkandung dalam hukum Islam yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti.16 Sedangkan pendekatan yuridis adalah metode pendekatan yang

mendasarkan pada peraturan perundang-undangan tertulis (law in books) serta

pada hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang dianggap

pantas sebagai patokan berprilaku manusia.17

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan

mengambil objek penelitian terkait dengan kompetensi para Hakim Agama di

Pengadilan Agama Jakarta selatan. Sedangkan sifat dari penelitian ini bersifat

deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan dan

menyusun data, yang kemudian dianalisis dan di interpretasikan sesuai dengan

data-data yang di dapatkan terkait dengan kompetensi Hakim di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan. Kemudian mengambil kesimpulan dari hasil analisa

terhadap data-data yang berkaitan dengan kompetensi Hakim dalam proses

penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama tersebut.

3. Sumber Data Penelitian

15 Bambang Sunggono, Metodologi Peneltian Hukum: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h.114.

16 Sutrisno Hadi, Metode Research II, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.142.

17 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta : PTRaja Grafindo Persada, 2006), h.118.

Page 28: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

17

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data dapat

diperoleh.18 Oleh sebab itu, sumber-sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari:

a. Sumber Primer, yaitu hasil observasi dan wawancara terhadap Hakim di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

b. Sumber Skunder, mencakup peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan perilaku hakim seperti kode etik hakim dan selainnya. Selain itu

juga mencakup hasil penelitian yang dapat menguatkan dan memberikan

penjelasan terhadap data primer, baik berupa skripsi, tesis, dan desertasi,

maupun pendapat para pakar hukum, serta semua karya tulis seperti buku,

jurnal, buletin, majalah, serta dokumen-dokumen lainnya.

c. Sumber Tersier, mencakup data-data yang memberikan petunjuk serta

penjelasan terhadap sumber primer dan sumber skunder, antara lain

mencakup kamus hukum, ensiklopedi, dan selainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian di atas, maka untuk memperoleh data-

data yang akurat akan dilakukan pengumpulan data melalui beberapa metode-

metode berikut:

a. Observasi dan Interview

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, cet.XII, (Jakarta:PT Asdi Mahasatya, 2002), h.107.

Page 29: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

18

Observasi adalah kegiatan penunjang yang dilakukan di lokasi

penelitian dengan pencatatan, pemotretan dan perekaman tentang situasi

dan kondisi serta peristiwa hukum yang terkait dengan tema penelitian.19

Sedangkan interview atau wawancara merupakan suatu teknik

pengumpulan data primer dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka

antara peneliti/ pewanwancara dengan informan.20 Wawancara bisa juga

dinyatakan sebagai teknik pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak diperoleh melalui metode

pengamatan. Dalam penelitian ini interview dilakukan kepada beberapa

Hakim yang ditentukan sesuai kebijakan Ketua Pengadilan terkait, yaitu

Hakim di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, agenda dan media lainnya yang terkait dengan tema

penelitian.

c. Tringulasi

Tringulasi merupakan teknik atau metode pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik dan sumber data yang telah

19 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra AdityaBakti, 2004), h.62.

20 Burhan Mungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan IlmuSosial Lainnya, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2008), h.108.

Page 30: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

19

ada.21 Dalam hal ini penulis akan menggabungkan data-data yang

diperoleh, baik data primer melalui interview atau wawancara maupun

melalui studi dokumentasi yang berkaitan dengan tema penelitian,

sehingga sumber-sumber data yang didapatkan dengan suatu metode akan

semakin dikuatkan dengan data-data yang didapatkan melalui metode

lainnya.

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka

pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menelusuri seluruh data yang

sudah tersedia dari sumber primer, skunder dan tersier, kemudian melakukan

identifikasi dan analisis menggunakan analisa data kualitatif dengan metode

deskriptif-normatif, kemudian menguraikan dan menjabarkan hasil analisa

secara logis dan sistematis melalui metode induktif-deduktif. Yaitu

menganalisis hal-hal yang bersifat khusus dengan menguraikan fakta-fakta di

lapangan terkait dengan kompetensi Hakim di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah, kemudian

menggenaralisasikan pada kesimpulan umum terkait kompetensi para Hakim

di lingkungan Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

6. Teknik Penulisan

21 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,(Bandung: Alfabeta, 2006), h.330.

Page 31: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

20

Penulisan skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Tahun 2012 yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan

Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.22

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan dalam penelitian ini, maka penulis

menguraikannya dengan sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab, dan

masing-masing bab berisikan sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab I tentang Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II tentang Kompetensi Pengadilan Agama Terkait Dengan Ekonomi

Syariah. Bab ini akan menguraikan tentang pengertian kompetensi absolut dan

relative Peradilan Agama di Indonesia, kemudian menguraikan tentang teori

umum ekonomi syariah yang dimulai dari pengertian, karakteristik, dan sengketa

ekonomi syariah serta potret lembaga-lembaga penyelesaian sengketa ekonomi

syariah di Indonesia sampai menjadi suatu kewenangan baru bagi Peradilan

Agama.

22 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariahdan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).

Page 32: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

21

Bab III tentang Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Bab ini akan

menguraikan tentang deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang dimulai

dari sejarah singkat, visi misi dan struktur organisasinya. Kemudian menjelaskan

tentang kebijakan Peradilan Agama Jakarta Selatan dalam penyelesaian sengketa

ekonomi syariah yang dimulai dari kesiapan sumber daya dan beberapa contoh

kasus sengketa ekonomi syariah yang sudah pernah diselesaikan, sampai pada

kendala atau hambatan yang muncul pada penyelesaian sengketa ekonomi syariah

tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Bab IV tentang Kompetensi Hakim dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Bab ini akan menguraikan tentang

kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang hakim di lingkungan

Peradilan Agama secara umum, dan mengkhususkannya pada kompetensi yang

harus dimiliki oleh Hakim dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

Kemudian menguraikan hasil analisis penulis tentang kompetensi yang harus

dimiliki oleh hakim agama dalam penyelesaian ekonomi syariah di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

Bab V Penutup. Bab ini memuat tentang kesimpulan penulis dan kritik dan

saran yang terkait dengan analisa penelitian.

Page 33: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

22

BAB II

KOMPETENSI PENGADILAN AGAMA TERKAIT EKONOMI SYARIAH

A. Kompetensi Peradilan Agama Landasannya Di Indonesia

Peradilan Agama memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagaimana

lembaga-lembaga peradilan lainnya di Indonesia. Posisi tersebut terlihat dari

kedudukannya dalam tatanan kekuasaan kehakiman yang dinyatakan sebagai salah

satu pelaksana kekuasaan kehakiman, dan dianggap sebagai salah satu peradilan

Negara Indonesia yang sah dan memiliki sifat khusus, serta berwenang dalam jenis

perkara perdata Islam tertentu bagi orang-orang beragama Islam di Indonesia.1

Kedudukan di atas sesuai dengan pernyataan Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah mengalami 2

(dua) kali amandemen, yaitu pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006, dan kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.

Pasal tersebut menyatakan bahwa: “yang dimaksud dengan Peradilan Agama

adalah Peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam”.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 2 (dua) aturan Undang-Undang

Peradilan Agama tersebut dipaparkan lebih jelas dengan pernyataan bahwa:

“Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana KekuasaanKehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenaiperkara perdata tertentu yang di atur dalam undang-undang ini”.2

1 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Cet-14, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),h.6. Dan lihat juga, Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), h.332.

2 Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.86.

Page 34: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

23

Paparan kedua pasal di atas secara tidak langsung menggambarkan bahwa

lembaga Peradilan Agama memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga-

lembaga peradilan lainnya (Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata

Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi) dalam tatanan kekuasaan kehakiman

(judicial power) di Indonesia. Posisi yang sama sebagai salah satu pelaksana

kekuasaan kehakiman tersebut juga jelas diakomodir dalam Undang-Undang

Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.3

Kekuasaan kehakiman (judicial power) itu sendiri secara umum dipahami

sebagai suatu kekuasaan yang menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan (rule of law) dalam Negara hukum Republik

Indonesia.4 Paparan tersebut semakna dengan defenisi kekuasaan kehakiman yang

diakomodir dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman.

Dalam kedudukannya sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman

tersebut, Peradilan Agama dengan lembaga-lembaga peradilan lainnya dibedakan

dengan yurisdiksi (kompetensi) dan wilayah hukumnya masing-masing. Istilah

3 Aturan Kekuasaan Kehakiman pertama kali adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 14Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, kemudian mengalami beberapa kaliperubahan. Yaitu dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun2004, sampai akhirnya kemudian diganti menjadi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentangKekuasaan Kehakiman yang sampai saat ini dijadikan sebagai dasar pemberlakukan kekuasaankehakiman di Indonesia. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang KekuasaanKehakiman menyatakan bahwa: “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung danbadan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilanagama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuahMahkamah Konstitusi.

4 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: UU No. 7 Tahun1989, Ed.II, Cet.5. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.98.

Page 35: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

24

“kompetensi” itu sendiri berasal dari kata “Competentie” (bahasa Belanda), yang

kadang-kadang diterjemahkan dengan “kewenangan” dan terkadang juga dengan

“kekuasaan” untuk mengadili.5 Selain itu sering juga dipakai istilah yurisdiksi

untuk menggambarkan makna yang sama dengan kekuasaan mengadili tersebut.

Kompetensi atau kekuasaan di atas jika dikaitkan dengan hukum acara

perdata, maka umumnya akan berkaitan dengan 2 (dua) hal, yaitu terkait dengan

kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Demikian juga dalam Peradilan Agama

sebagai salah satu Peradilan yang menangani perkara perdata, kedua kompetensi

tersebut telah diatur secara spesifik dengan landasan yang berdasarkan pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Kompetensi Absolut Peradilan Agama

Kompetensi absolut Pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan

sengketa kekuasaan pengadilan,6 dan biasa juga disebut dengan “atribusi

kekuasaan”, yaitu ketentuan tentang apa yang termasuk ke dalam kekuasaan

atau kompetensi atau wewenang suatu lembaga peradilan. Kompetensi ini

biasanya diatur dalam undang-undang yang mengatur susanan dan kekuasaan

lembaga peradilan yang bersangkutan.

Susunan dan kekuasaan badan-badan dalam lingkungan Peradilan

Agama didasarkan pada ketentuan Undang-undang Peradilan Agama, mulai

5 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Cet.10, (Jakarta: Kencana, 2010), h.145.

6 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, Cet.4, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2003), h.220.

Page 36: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

25

dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sampai

dengan amandemen keduanya. Dan sebagaimana telah dipaparkan dalam

pendahuluan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menjadi babak

baru bagi Peradilan Agama dengan perluasan kompetensi yang diamanatkan,

maka kompetensi absolut Peradilan Agama didasarkan pada ketentuan Bab III

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, tepatnya terdiri dari Pasal 49 sampai

dengan Pasal 53.

Pasal 49 menyatakan bahwa:

“Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, danmenyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yangberagama Islam di bidang: a) perkawinan; b) waris; c) wasiat; d)hibah; e) wakaf; f) zakat; g) infak; h) sedekah; dan i) ekonomisyariah”.

Dalam penjelasan Pasal di atas, dinyatakan bahwa jangkauan ruang

lingkup kompetensi Peradilan Agama tidak hanya sebatas kepada orang-orang

yang beragama Islam saja, namun juga mencakup orang atau badan hukum

yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum

Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama tersebut.

Selain itu, masing-masing kesembilan kompetensi absolut Peradilan

Agama yang dipaparkan telah diuraikan secara terperinci dalam Penjelasan

Pasal 49 huruf (a) sampai dengan huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama tersebut, yaitu sebagai berikut:

a. Bidang Perkawinan

Page 37: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

26

Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah hal-hal yang di aturdalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yangberlaku yang dilakukan menurut syariah,7 antara lain:1) Izin beristri lebih dari seorang;2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21

(dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluargadalam garis lurus ada perbedaan pendapat;

3) Dispensasi kawin;4) Pencegahan perkawinan;5) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;6) Pembatalan perkawinan;7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri;8) Perceraian karena talak;9) Gugatan perceraian;10) Penyelesaian harta bersama;11) Penguasaan anak;12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana

bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya;13) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada

bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;14) Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;16) Pencabutan kekuasaan wali;17) Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal

kekuasaan seorang wali dicabut;18) Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup

umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;19) Pembentukan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada

di bawah kekuasaannya;20) Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam;21) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan

perkawinan campuran;22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankanmenurut peraturan yang lain.

b. Bidang WarisYang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa yang

menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan

7 Yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan juga Instruksi PresidenNomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Page 38: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

27

bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian hartapeniggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonanseseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuanbagian masing-masing ahli waris.

c. Bidang WasiatYang dimaksud dengan “wasiat” adalah Perbuatan seseorang

memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain ataulembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebutmeniggal dunia.

d. Bidang HibahYang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian suatu benda

secara sukarela dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepadaorang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

e. Bidang WakafYang dimaksud dengan “wakaf” adalah perbuatan seseorang atau

sekelompok orang (wakil) untuk memisahkan dan/ atau menyerahkansebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untukjangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluanibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah.

f. Bidang ZakatYang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan

oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslimsesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhakmenerimanya.

g. Bidang InfaqYang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang

memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baikberupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia),atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dankarena Allah Subhanahu Wata’ala.

h. Bidang Sedekah;Yang dimaksud dengan “sedekah” adalah perbuatan seseorang

memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum secaraspontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu denganmengharap ridho Allah Subhanahu Wata’ala dan pahala semata.

i. Bidang Ekonomi Syariah

Page 39: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

28

Yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan ataukegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi: a.Bank syariah; b. Asuransi syariah; c. Reasuransi syariah; d. Reksadanasyariah; e. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengahsyariah, f. Sekuritas syariah; g. Pembiyaan syariah; h. Pegadaian syariah; i.Dana pensiun lembaga keuangan syariah; j. Bisnis syariah; dan k. Lembagakeuangan mikro syariah”.

Selain pengertian masing-masing kompetensi absolut Peradilan Agama

yang diuraikan oleh Penjelasan Pasal 49 huruf (a) sampai (i) di atas, ada juga

beberapa ketentuan yang diperkuat secara spesifik dalam suatu bentuk

Peraturan-Perundang-undangan yang lain, misalnya tentang wakaf yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan selainnya.

Demikian juga dalam perkara ekonomi syariah yang merupakan suatu

kewenangan baru bagi Peradilan Agama, selain berdasarkan ketentuan

Undang-Undang Peradilan Agama tersebut, aturan terkait dengan ekonomi

syariah juga diperteguh dengan aturan lain, salah satunya melalui Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,8 Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, dan banyak

juga berbagai aturan lainnya yang secara spesifik menjelaskan terkait dengan

kegiatan-kegiatan yang termasuk sebagai perkara ekonomi syariah yang

menjadi salah satu kewenangan Peradilan Agama yang telah dipaparkan, baik

melalui Undang-Undang, Peraturan Mahkamah Agung, dan selainnya.

8 Hasbi Hasan, Kompetensi Peradilan Agama Dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah,(Jakarta: Gramata Publishing, 2010), h.127.

Page 40: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

29

Sedangkan perkara-perkara perdata lainnya selain kesembilan bidang

yang dipaparkan Pasal 49 di atas berada di luar kekuasaan absolut Peradilan

Agama. Salah satu contohnya digambarkan melalui ketentuan Pasal 50 ayat (1)

dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yaitu:

Ayat (1),“Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik ataukeperdataan lain dalam perkar-perkara sebagaimana yang dimaksuddalam 49, khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebutharus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum”.

Dan pada Ayat (2),“Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimanadimaksud pada pasal 50 ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus olehPengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksuddalam pasal 49”.

Selain itu banyak juga contoh perkara-perkara perdata lainnya yang

merupakan kewenangan absolut Peradilan Umum, atau yang bukan termasuk

sebagai kewenangan absolut yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-

undangan kepada lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama, namun

tidak dijelaskan secara terperinci dalam pembahasan penelitian ini.

2. Kompetensi Relatif Peradilan Agama

Kompetensi relatif berhubungan dengan daerah hukum suatu

pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding. Artinya,

cakupan dan batasan kekuasaan relatif Pengadilan ialah meliputi daerah

hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.9 Yang menimbulkan

terjadinya pembatasan kewenangan relatif masing-masing pengadilan pada

9 Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, h.218.

Page 41: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

30

setiap lingkungan peradilan adalah faktor “wilayah hukum”.10 Hal tersebut

dapat dilihat pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) amandemen pertama

Undang-Undang Peradilan Agama, yaitu sebagai berikut:

Ayat (1), “Pengadilan Agama berkedudukan di ibu kotakabupaten/kotadan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota”.

Dan Ayat (2), “Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukotaprovinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi”.

Pasal di atas jelas memberikan batasan kepada Peradilan Agama untuk

mewilayahi Kabupaten atau Kota Madya saja, sehingga wilayah hukum setiap

Peradilan Agama identik dengan daerah hukum pemerintah Kotamadya atau

Kabupaten tempat lembaga tersebut berada. Dalam hal ini, setiap Peradilan

Agama hanya berwenang mengadili dan melayani perkara-perkara yang

termasuk dalam kewenangan relatifnya saja.

Dengan demikian, meskipun secara materil kasus perkara tertentu yang

diajukan substansinya merupakan kompetensi absolut Peradilan Agama,

namun bisa saja terhalang karena aturan kompetensi relatif Peradilan Agama

wilayah lain, sehingga mengakibatkan Peradilan Agama yang menerima

perkara itu menjadi tidak berwenang untuk mengadili dan menyelesaikannya.

Aturan terkait dengan kompetensi relatif Peradilan Agama secara

umum berpedoman kepada ketentuan undang-undang Hukum Acara Peradilan

Agama, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

serta kedua amandemennya, akan tetapi jika dalam Undang-Undang tersebut

10 Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.202.

Page 42: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

31

belum diatur secara khusus, maka kompetensi relatif Peradilan Agama merujuk

kepada ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam lingkungan

Peradilan Umum.11 Yaitu merujuk pada ketentuan Pasal-Pasal dalam Herziene

Indonesisch Regglement (HIR) dan dalam Reglement Voor de Buitengewesten

(RBG), tepatnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 118 HIR atau pasal 142

RBG.12

Berdasarkan ketentuan HIR dan RBG di atas, ada beberapa faktor yang

dijadikan sebagai patokan dalam menentukan kompetensi relatif Pengadilan

secara umum, diantaranya adalah: faktor tempat tinggal tergugat ( asas actor

sequitor farum rei), faktor jumlah tergugat dikaitkan dengan tempat tinggal

para tergugat, faktor tempat tinggal tergugat tidak diketahui, faktor objek

gugatan terdiri dari benda yang tidak bergerak, dan faktor pemilihan domisili.13

Selain faktor-faktor tersebut, ada juga beberapa faktor lainnya yang

telah ditentukan sesuai jenis perkara atau gugatannya oleh Undang-Undang

Peradilan Agama, diantaranya terkait dengan kompetensi relatif mengenai

perkara permohonan cerai talak (perceraian yang datang dari pihak suami) dan

cerai gugat (perceraian yang diajukan oleh pihak isteri), mengenai perkara

yang berhubungan dengan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan

harta bersama suami istri. Bahkan juga dalam menentukan kompetensi relatif

11 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

12 Sulaikin Lubis, et-al, Hukum Acara Peradilan Agama Di Indonesia, Cet.3, (Jakarta:Kencana, 2008), h.108.

13 Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h.202-205.

Page 43: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

32

mengenai perkara yang berdiri sendiri dan juga yang diperbolehkan untuk

digabungkan sesuai aturan Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Peradilan

Agama. Lebih lanjut terkait dengan patokan-patokan dalam menentukan

kompetensi relatif Peradilan Agama mengenai perkara-perkara yang telah

ditentukan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 66 sampai Pasal 73 Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan amandemennya.

B. Teori Umum tentang Ekonomi Syariah

1. Pengertian Ekonomi Syariah

Istilah ekonomi syariah merupakan istilah yang relatif baru untuk

menyebutkan konsep ekonomi Islam yang sedang mengalami perkembangan

sangat pesat dalam tatanan global. Untuk memahami defenisi tentang ekonomi

syariah atau ekonomi Islam tersebut, terlebih dahulu disampaikan defenisi

ekonomi agar lebih mudah nantinya dalam memahami terkait dengan ekonomi

syariah secara khusus.

Menurut sebagian ahli, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang

mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran

(kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya,

baik barang-barang maupun jasa).14 Dan ada juga beberapa defenisi lainnya

yang tidak terlalu jauh berbeda maksud dan tujuannya. Namun umumnya

14 Elsi Kartika Sari, dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Ed.II, Cet.5, (Jakarta:PT. Grasindo, 2008), h.4.

Page 44: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

33

ketika disebutkan kata “ekonomi”, maka sebagian besar pasti akan memahami

maksudnya meskipun tidak bisa untuk mendefinisikannya.

Tidak berbeda jauh dengan paparan di atas, ekonomi syariah atau

ekonomi Islam juga disampaikan dalam defenisi yang sangat beragam,

meskipun defenisi-defenisi yang disebutkan terlihat bermuara pada hal yang

sama, yaitu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau,

meneliti, dan akhirnya menyelesaikan segala permasalahan ekonomi secara apa

yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Beberapa defenisi ekonomi Islam

yang disampaikan para ahli antara lain sebagaimana kutipan berikut:15

- Muhammad Abdul Manan mendefenisikannya sebagai ilmu pengetahuansosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhamioleh nilai-nilai Islam;

- M. Umar Chapra menggambarkannya sebagai sebuah pengetahuan yangmembantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dandistribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yangmengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individuatau tanpa perilaku makroekonomi yang berkesinambungan dan tanpaketidakseimbangan lingkungan;

- Hasanuz Zaman mendefenisikannya sebagai pengetahuan dan penerapanhukum syariah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatandan pengembangan sumber-sumber material dengan tujuan untukmemberikan kepuasan kepada manusia, dan melakukannya sebagaikewajiban kepada Allah dan masyarakat; dan beberapa defenisi lainnya.

Dari defenisi-defenisi yang disampaikan di atas, jelas bahwa ekonomi

Islam merupakan aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia berdasarkan nilai-

nilai dan aturan-aturan hukum Islam itu sendiri. Dan ekonomi Islam itulah

15 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama,(Jakarta: Kencana, 2012), h.6.

Page 45: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

34

yang kemudian lebih dikenal di beberapa Negara dengan istilah “ekonomi

syariah”, termasuk salah satunya di Negara Indonesia sebagaimana telah

dipaparkan dalam pendahuluan penelitian. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal

49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang juga

telah dipaparkan sebelumnya, istilah ekonomi syariah diartikan sebagai:

“Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsipsyariah, meliputi: a. Bank syariah; b. Asuransi syariah; c. Reasuransisyariah; d. Reksadana syariah; e. Obligasi syariah dan surat berhargaberjangka menengah syariah, f. Sekuritas syariah; g. Pembiyaansyariah; h. Pegadaian syariah; i. Dana pensiun lembaga keuangansyariah; j. Bisnis syariah; dan k. Lembaga keuangan mikro syariah”.

Perbedaan yang paling mendasar antara ekonomi syariah dengan

ekonomi konvensional terlihat pada karakteristik dan prinsip-prinsipnya,

dimana ekonomi syariah merupakan aktivitas-aktivitas perekonomian yang

pelaksanaannya didasarkan pada ketentuan hukum Islam, sedangkan hal itu

tidak dipersyaratkan dalam konsep ekonomi konvensional. Bahkan juga

banyak perbedaan-perbedaan lainnya antara kedua konsep tersebut, terlebih

ketika dihadapkan pada teori dan praktek pada masing-masing lembaga-

lembaga keuangan syariah dan unit usaha-usaha syariah lainnya.

Salah satu contohnya terlihat dalam penyaluran dana antara di lembaga

perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Konsep yang ditawarkan

dalam penyaluran dana di bank konvensional disebut dengan istilah “kredit”

atau dengan istilah “pinjaman”, sementara kedua hal tersebut tidak dikenal di

Page 46: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

35

perbankan syariah, karena konsep yang ditawarkan terkait dengan penyaluran

dana tersebut di perbankan syariah dikenal dengan istilah “pembiayaan”.16

Selain itu, perbedaan juga terlihat daari produk-produknya, misalnya produk-

produk perbankan syariah yang telah ditetapkan dalam buku Kodifikasi Produk

Perbankan Syariah (KPPS), yaitu mencakup: Penghimpunan dana (giro,

tabungan, dan deposito), Pembiayaan atas dasar akad (Mudharabah,

Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, dan Qardh), Pembiyaan

Multi Jasa, Letter Of Credit (L/C) infor syariah, Bank garansi syariah, dan

Penukaran Valuta Asing.17

Meskipun ada beberapa konsep yang sama digunakan, namun dalam

prakteknya akan banyak ditemukan perbedaan antara perbankan syariah

dengan perbankan konvensional. Demikian juga dengan lembaga-lembaga

ekonomi syariah lainnya, seperti di Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah,

Reksadana Syariah, maupun di unit-unit usaha syariah lainnya, yang secara

otomatis akan memiliki perbedaan berdasarkan karakterisitik dari ekonomi

syariah itu sendiri.

2. Karakteristik Ekonomi Syariah Di Indonesia

Ekonomi syariah memiliki karakteristik tersendiri yang didasarkan

pada aturan-aturan hukum Islam, baik yang telah diformalkan dalam bentuk

16 Kasmir, Bank dan Keuangan Lainnya, Ed.Rev, Cet.9, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.193.

17 Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem HukumNasional di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010), h.276.

Page 47: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

36

regulasi-regulasi yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, maupun yang masih

dalam bentuk panduan atau petunjuk pelaksanaannya seperti Instruksi

Presiden, Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) atau Majelis Ulama Indonesia

(MUI), atau selainnya. Karakteristik ekonomi syariah tentunya tidak lepas dari

konsep awalnya sebagai ekonomi Islam yang direalisasikan dalam bentuk yang

berwujud teori dan praktik.18

Karakteristik ekonomi syariah salah satunya terlihat dari aspek prinsip-

prinsipnya yang mendasarkan pada ketentuan dan dasar-dasar prinsip hukum

Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, yaitu sebagai berikut:

- Mengesakan Tuhan/ Tauhid (QS. Al-Imran: 64);- Manusia berhubungan langsung dengan Allah (QS. Al-Ghafir: 60, dan Al-

Baqarah: 186);- Keadilan (QS. Al-Maidah; 8, An-Nisa’: 135, Al-An’am: 152, dan Al-

Hujurat: 9);- Persamaan/al-Musawah (QS. Al-Hujurat: 13, Al-Isra’: 70, dan beberapa

landasan dari hadits);- Kemerdekaan atau kebebasan/Al-Hurriyah (QS. Al-Baqarah: 256, Al-

Kafirun: 5, Al-Kahfi: 29);- Menyuruh yang baik dan mencegah yang munkar/Amar Ma’ruf nahi

Munkar (QS. Al-Imran:10);- Tolong-menolong (QS. Al-Maidah: 2, Al-Mujadalah: 9);- Toleransi (QS. Al-Mumtahanah: 8 & 9);- Musyawarah (QS. Al-Imran: 159, As-Syura’: 38);- Mengambil jalan tengah (ausath) dalam segala hal (QS. Al-Baqarah: 143);- Menghadapkan Pembebanan/Taklif (QS. Al-Hasyr: 2, Al-Baqarah: 75, Al-

An’am: 32 &118)”.19

18 Tim Penulis Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia (MSI UII), MenjawabKeraguan Berekonomi Syari’ah, cet.I.(T. Tp: Safitria Insania Press, 2008), h.3.

19 Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah: Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009), h.133-134.

Page 48: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

37

Prinsip-prinsip bisnis (mu’amalah) dalam islam yang secara otomatis

menjadi prinsip-prinsip yang diterapkan dalam ekonomi syariah tidak meluas

dari prinsip-prinsip dasar hukum Islam yang dipaparkan di atas, yaitu

mencakup beberapa aspek berikut:

a. Kesatuan/Tauhid (unity);

b. Kebolehan (ibahah); 3) Keadilan (al’adalah/ justice);

c. Kehendak bebas (al-Hurriyah/ free will);

d. Pertanggung jawaban (responsibility);

e. Kebenaran (kebajikan dan kejujuran);

f. Kerelaan (an taradhin);

g. Kemanfaatan (al manfa’at); dan

h. Tanpa riba (haram riba).20

Selain prinsip-prinsip tersebut, ada juga yang memaparkan lebih

spesifik dalam prinsip bisnis/ kegiatan ekonomi (mu’amalah) dalam islam,

yaitu dengan menambahkan beberapa hal berikut dari prinsip-prinsip di atas: a)

siap menerima resiko; b) tidak melakukan penimbunan harta; c) tidak

monopoli; d) pelarangan riba; dan e) harus ada solidaritas sosial.21

Selain beberapa prinsip ekonomi syariah yang secara otomatis menjadi

karakteristik dari ekonomi syariah tersebut ada juga prinsip-prinsip lainnya

20 Ismanto, Asuransi Syari’ah : Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam, h.153.

21 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Sinar grafika, 2008), h.7-9.

Page 49: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

38

yang secara khusus diberlakukan dalam praktek ekonomi syariah yang sudah

di lembagakan, misalnya menjadi prinsip perbankan syariah, prinsip asuransi

syariah, prinsip pasar modal syariah, dan prinsip lembaga-lembaga keuangan

syariah serta unit-unit usaha syariah lainnya. Sekalipun demikian, prinsip-

prinsip yang dibuat tetap saja bermuara pada prinsip-prinsip ekonomi Islam

yang telah dipaparkan. Misalnya, pendapat yang menggambarkan prinsip-

prinsip Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang meliputi:

- Bebas MAGHRIB, yaitu tidak terdapat unsur-unsur Maysir (spekulasi),

Gharar (penipuan), Haram (larangan Tuhan), Riba (penambahan yang

tidak sah), dan Bathil (batal atau dengan cara yang tidak sah/batil);

- Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada

perolehan keuntungan yang sah menurut syari’ah;

- LKS sebagai badan usaha, yaitu berfungsi sebagai manajer investasi,

investor, dan jasa pelayanan; dan

- LKS sebagai Badan social, yaitu berfungsi sebagai pengelola dana social

untuk penghimpunan dan penyaluran dana zakat, infak, dan shadaqah

(ZIS).22

Dengan demikian, prinsip-prinsip yang diterapkan dalam ekonomi

syariah menjadi salah satu karakteristik yang membedakannya dengan

ekonomi konvensional. Selain itu, karakteristik ekonomi syariah juga ditandai

22 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Ed.1, Cet.2, (Jakarta: Kencana,2010), h. 36.

Page 50: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

39

dengan akad yang harus ada dalam setiap transaksi atau kegiatan ekopnomi

syariah yang dilaksanakan, baik dalam skala kecil antara perorangan maupun

dalam skala besar yang melibatkan lembaga ekonomi syariah dan selainnya.

C. Lembaga Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Sengketa umumnya diartikan sebagai bentrok (pertentangan) kepentingan

antara 2 (dua) orang atau lebih.23 Selain itu, dipahami juga sebagai hal-hal yang

mendiskripsikan tentang situasi dan kondisi orang-orang yang sedang mengalami

perselisihan, baik yang bersifat faktual maupun perselisihan yang hanya ada pada

presepsi mereka saja.24 Dengan demikian, sengketa akan terjadi apabila ada pihak-

pihak yang posisinya dijadikan sebagai lawan dalam berselisih (bertentangan),

terlepas itu hanya satu orang maupun lebih.

Sementara jika sengketa tersebut dikaitkan dengan kegiatan ekonomi, maka

dapat dipahami bahwa perselisihan yang terjadi adalah dalam kegiatan atau dalam

transaksi ekonomi yang berlangsung. Sengketa ekonomi sering juga diistilahkan

dengan sengketa bisnis, yang menurut sebagian pendapat dipahami sebagai sesuatu

perselisihan yang muncul selama berlangsungnya proses transaksi yang berpusat

pada ekonomi pasar.25

Sedangkan jika secara khusus dikaitkan dengan ekonomi syariah, maka

akan dipahami bahwa pertentangan atau perselisihan antara dua orang atau lebih

23 Ali, Menguak Tabir Hukum, h.235.

24 Rahmadi, Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, h.1.

25 Arus Akbar Silondae, dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, (Jakarta: SalembaEmpat, 2011), h.179.

Page 51: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

40

tersebut muncul dalam kegiatan ekonomi syariah. Bahkan dalam ekonomi syariah

tersebut masih banyak sengketa-sengketa yang lebih khusus digunakan sesuai

kategori ekonomi syariahnya masing-masing, misalnya sengketa perbankan

syariah dan selainnya. Sekalipun demikian, konsep sengketa ekonomi syariah

tersbut menggambarkan bahwa perselisihan atau pertentangan yang terjadi itu

muncul dari salah satu kegiatan ekonomi syariah yang sangat beragam, atau

bahkan bisa juga disebabkan karena perselisihan dalam akad, atau karena sebab-

sebab lainnya yang intinya menitikberatkan pada terjadinya pertentangan (conflict

of interest) di antara para pihak yang sedang melakukan kegiatan dalam ekonomi

atau bisnis syariah.

Munculnya sengketa ekonomi syariah tentunya membutuhkan suatu upaya

penyelesaian yang tidak memihak kepada salah satu pihak, sehingga sengketa-

sengketa yang muncul tersebut dapat diselesaikan berdasarkan keadilan terhadap

semua pihak-pihak yang bersengketa. Oleh sebab itu, sejak dahulu dalam tradisi

Islam klasik telah dikenal beberapa metode yang dapat ditempuh sebagai upaya

untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang terjadi, bahkan metode-

metode yang ditawarkan tersebut juga tidak terlalu berbeda jauh dengan metode

penyelesaian sengketa ekonomi atau sengketa bisnis pada umumnya.

Metode penyelesaian sengketa yang ditawarkan dalam ekonomi syariah

dapat ditempuh melalui 3 (tiga) macam cara, yaitu melalui metode perdamaian

(Sulhu), Arbitrase Syariah (Tahkim), dan melalui lembaga Peradilan Syariah

Page 52: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

41

(Qadha).26 Ketiga metode ini jika dilihat dari aspek prosesnya, maka metode-

metode penyelesaian tersebut dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu pertama dapat

dilakukan melalui proses nonlitigasi di luar lembaga Peradilan atau yang lebih

dikenal dengan istilah “penyelesaian sengketa alternatif” atau dengan istilah

Alternative Disputes Resolution (ADR) yang umumnya didasarkan pada Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbirase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa, dan proses kedua dapat dilakukan melalui cara yang sebaliknya, yaitu

melalui litigasi di lembaga-lembaga Peradilan yang didasarkan pada ketentuan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, dan beberapa regulasi lainnya yang mengatur

terkait dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

1. Melalui Perdamaian (Sulhu)

Metode perdamaian (as-Sulhu) ini dianggap sebagai langkah pertama

yang perlu diupayakan ketika hendak menyelesaikan perselisihan apapun,

baik yang terkait dengan ekonomi syariah maupun selainnya. Dalam metode

ini, diperlukan adanya suatu upaya untuk mencapai hakekat perdamaian,

sehingga prinsip utama yang perlu dikedepankan adalah kesadaran para pihak

untuk kembali kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rosul_Nya (Al-Sunnah) dalam

proses penyelesaian atas segala persoalan.

26 Burhanuddin, Hukum Bisnis Syari’ah, h.243.

Page 53: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

42

Upaya damai tersebut biasannya ditempuh melalui cara musyawarah

(syuura) untuk mencapai mufakat di antara para pihak yang berselisih, namun

harus tetap pada koridor atau prinsip utamanya yang mengedepankan prinsip-

prinsip syari’at, sehingga persoalan-persoalan yang muncul di antara para

pihak yang bersengketa dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

2. Melalui Arbitrase Syariah (Tahkim)

Untuk menyelesaikan perkara/ perselisihan secara damai dalam hal

keperdataan, selain dapat dicapai melalui inisiatif sendiri dari para pihak

seperti dalam metode pertama, juga dapat dicapai melalui keterlibatan pihak

ketiga dengan menjadikannya sebagai wasit (mediator). Upaya ini biasanya

akan ditempuh apabila para pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak

mampu mencapai kesepakatan damai, sedangkan institusi formal yang khusus

dibentuk untuk menangani sengketa yang terjadi disebut dengan “arbitrase”.

Dalam istilah ekonomi Islam, metode ini dikenal dengan istilah

“tahkim”, dan menyebut pihak ketiga atau penengahnya dengan istilah

“hakam”. Sedangkan intitusi formalnya juga menggunakan istilah yang sama,

yaitu “arbitrase”, hanya saja dalam ekonomi Islam diikutsertakan juga kata

“syariah”, sehingga disebut dengan lembaga Arbitrase Syariah.

Di Indonesia secara khusus, lembaga ini telah dibentuk oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) dan diresmikan pada Tanggal 21 Oktober 1993, yaitu

dengan nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Kemudian

dalam perkembangan selanjutnya, institusi tersebut telah berganti nama

Page 54: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

43

menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (basyarnas) sesuai kesepakatan

dalam Rakernas MUI tahun 2002, dimana perubahan dalam bentuk dan

kepengurusannya dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003.27

3. Melalui lembaga Peradilan Syariah (Qadha)

Selain kedua metode yang dipaparkan, ada juga metode penyelesaian

sengketa ekonomi syariah yang dilakukan melalui litigasi di lembaga-

lembaga peradilan syariah (Qadha). Metode ini juga dianggap sebagai pilihan

metode terakhir dalam penyelesaian sengketa, sehingga pada umumnya

sengketa yang tidak juga mendapatkan perdamaian akan berujung pada

penyelesaian melalui lembaga Peradilan tersebut.

Lembaga Peradilan Syariah yang memiliki kewenangan penyelesaian

sengketa ekonomi syariah di Indonesia adalah Peradilan Agama. Hal tersebut

sesuai dengan kompetensi absolut Peradilan Agama yang ditentukan dalam

Pasal 49 hurf (i) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Pasal 49 tersebut menyatakan bahwa: “Peradilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaian perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan;

b) waris; c) wasiat; d) hibah; e) wakaf; f) zakat; g) infak; h) sedekah; dan i)

ekonomi syariah”.

27 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (T.tp: GhaliaIndonesia, 2009), h.171.

Page 55: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

44

Selain paparan di atas, pembahasan sebelumnya tentang kompetensi

absolut Peradilan Agama juga telah menguraikan secara terperinci terkait

dengan maksud ekonomi syariah dan kewenangan penyelesaiannya yang

secara absolut merupakan kewenangan Peradilan dalam lingkungan Peradilan

Agama, bukan di lingkungan peradilan lainnya.

D. Ekonomi Syariah Sebagai Kewenangan Baru Peradilan Agama

Sebelumnya telah berulang-ulang dipaparkan bahwa munculnya Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (amandemen pertama Undang-Undang

Peradilan Agama) menambahkan kompetensi absolut Peradilan Agama dalam

perkara ekonomi syariah, bahkan tidak hanya terbatas pada perkara yang terjadi di

antara orang-orang sesama muslim, namun juga mencakup kepada orang-orang

atau lembaga/ badan hukum yang menundukkan diri pada ketentuan hukum Islam

dalam hal ekonomi syariah tersebut.

Paparan tersebut menunjukkan bahwa munculnya amandemen pertama

Undang-undang Peradilan Agama yang memberikan perluasan kompetensi dari

yang sebelumnya hanya terfokus pada kasus-kasus dalam bidang hukum keluarga,

seperti pemutusan perkawinan, sengketa waris dan wasiat, permasalahan tentang

wakaf, dan selainnya, menjadi berwenang juga untuk menangani permasalahan

seputar ekonomi atau bisnis yang dilakukan secara Islam atau syariah, yang sama

sekali masih baru bagi Peradilan Agama.

Page 56: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

45

Oleh sebab itu, wajar jika banyak yang beranggapan bahwa ekonomi

syariah tersebut menjadi suatu babak baru bagi lembaga Peradilan Agama.

Artinya, permasalahan-permasalahan yang sama sekali tidak pernah dihadapkan

kepada Peradilan Agama akan mulai dihadapkan saat berlakunya amandemen

Undang-undang Peradilan Agama yang dipaparkan. Bahkan tidak cukup sampai di

situ saja, aturan yang memberikan perluasan kompetensi dalam perkara ekonomi

syariah tersebut juga dijadikan sebagai momentum paling bersejarah bagi

perkembangan Peradilan Agama.28 Tentunya dengan alasan yang sama seperti

yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian, sejak berlakunya aturan yang

menjadi babak baru atau momentum bersejarah tersebut, maka lembaga Peradilan

Agama mendapat tantangan besar agar mampu memahami hal-hal yang menjadi

kewenangan barunya tersebut.

Para penegak hukum di Pengadilan Agama secara khusus, baik para Hakim

ataupun selainnya dituntut agar memiliki kualitas dan kapabilitas dalam hal-hal

yang berkaitang dengan kompetensi baru Peradilan Agama, sehingga unsur-unsur

keadilan dan kemanfaatan serta kepastian hukum terkait dengan perkara ekonomi

syariah dapat diwujudkan melalui putusan-putusan kasus ekonomi syariah yang

dihadapkan kepada lembaga-lembaga Peradilan Agama di Indonesia.

28 Faisol, Problem Pelaksanaan Kompetensi Pengadilan Agama Jember di Bidang EkonomiSyariah, h.165.

Page 57: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

46

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Deskripsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan salah satu instansi yang

melaksanakan tugas dan fungsi serta kewenangan di wilayah Kabupaten/ Kota

sesuai dengan yurisdiksi yang dimanatkan oleh Peraturan Perundang-undangan

yang mengatur terkait dengan Peradilan Agama di Indonesia secara umum.

Sebagaimana instansi Pengadilan di wilayah lainnya, Pengadilan Agama

Jakarta Selatan juga memiliki dasar hukum dan landasan kerja tertentu, yaitu:

- Pasal 24, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945;

- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-

Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

- Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975;

- Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963

tentang Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

- Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan Wewenang

Pengadilan Agama.1

1 “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: Dikutip pada Tanggal 9 April 2017, dari:http://pa-jakartaselatan.go.id/en/features/2012-01-17-02-53-24/sejarah

Page 58: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

47

Kedudukan Peradilan Agama Jakarta Selatan merujuk pada regulasi yang

mengatur terkait dengan kedudukan Peradilan Agama di Indonesia, yaitu sebagai

salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman (judicial power), sebagaimana yang

diamanatkan oleh Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD

1945), Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang telah

diamandemen untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun

2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

Sedangkan kewenangan Peradilan Agama Jakarta Selatan juga merujuk

pada aturan-aturan Perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kompetensi

atau kewenangan Peradilan Agama sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab

kedua penelitian ini. Misalnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 49 Undang-

Undang Peradilan Agama dalam kompetensi Absolut, serta Pasal 66 Undang-

Undang Peradilan Agama dan HIR, serta RBG tentang kewenangan relatifnya.

Selain sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dan tugas pokoknya dalam

kewenangan absolut di atas, Pengadilan Agama Jakarta Selatan juga memiliki

fungsi, antara lain sebagai berikut:

a. Fungsi mengadili (judicial power), menerima, memeriksa, mengadili, dan

menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama

(Vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006);

Page 59: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

48

b. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, petunjuk

kepada pejabat sturuktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik

menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi

umum/ perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan. (Vide: Pasal

53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006;

c. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan

tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,. Panitera Pengganti,

Jurusita/ Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan

diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. (Vide: Pasal 53 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan

administrasi umum kesektariatan serta pembangunan. (Vide: KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006);

d. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum

Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (Vide:

Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006);

e. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan adminitrasi peradilan (teknis

dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan,dan umum/

perlengkapan). (Vide: KMA Nomor KMA/080/VIII/2006); dan

f. Fungsi lainnya, yaitu: 1) melaksanakan koordinasi dalam pelaksanaan tugas

hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI,

Ormas Islam, dan lain-lain. (Vide: Pasal 52A Undang-Undang Nomor 3 Tahun

Page 60: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

49

2006); dan 2) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/ penelitian dan

sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam

era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007

tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan).2

1. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat

keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Dan

pada awalnya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat 3

(tiga) kantor yang dinamakan dengan “Kantor Cabang”, yaitu:

- Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;

- Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah; dan

- Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk.3

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah Hukum

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976, semua

Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang

berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum

2 “Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

3 “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 61: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

50

Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya

istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

Berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 61 Tahun 1985,

Pengadilan Tinggi Agama Surakata dipindah ke Jakarta, akan tetapi

realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987, dan secara otomatis

Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah menjadi

Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan

jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada tahun

1967 merupakan cabang di Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang

berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah

cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan

bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan

yang wilayahnya cukup luas. Keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan

darurat yaitu menempati gedung bekas kantor Kecamatan Pasar Minggu di

suatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama

Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. Polana. 4

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian, kalaupun ada

tentang warisan, masuk kepada komparisi. Itu pun dimulai pada tahun 1969,

kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bismar

4 “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 62: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

51

Siregar, S.H. Sebelum tahun 1969, pernah pula membuat fatwa waris, akan

tetapi hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan

kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Hasan Mughni

ditahan karena Penetapan Fatwa Waris. Oleh karenanya, sejak saat itu Fatwa

Waris ditambah dengan kalimat "jika ada harta peninggalan".

Pada tahun 1976, gedung kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pindah ke blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati

serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan kantor cabang pun

dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kemudian diangkat

pula beberapa hakim honorer yang di antaranya adalah H. Ichtijanto, S.A., S.H.

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif kepala Kandepag Jakarta

Selatan yang waktu itu dijabat pula oleh Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring dengan

perkembangan tersebut, diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-

tugas kepaniteraan yaitu, Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari, Sukandi, Saimin,

Tuwon Haryanto, Fathullah AN., Hasan Mughni, dan Imron. Keadaan

penempatan kantor di serambi Masjid tersebut, bertahan hingga tahun 1979.5

Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama

Jakarta Selatan diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung . Kemudian pada

awal Mei 2010, diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas

perkantoran di gedung baru tersebut. Pada saat itu Ketua Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid, S.H.

5 “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 63: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

52

Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif

tersebut, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam

segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam

hal peningkatan TI (Teknologi Informasi) yang sudah semakin canggih disertai

dengan aplikasi-aplikasi yang menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti

aplikasi SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama)

yang sudah berjalan, sistem informasi mandiri dengan layar sentuh

(touchscreen), serta situs web "http://www.pa-jakartaselatan.go.id".6

2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Visi Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah untuk “Mewujudkan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang Agung”. Sedangkan Misinya adalah:

- Meningkatkan profesionalisme Hakim dan seluruh aparat Pengadilan

Agama Jakarta Selatan;

- Mewujudkan manajemen perkara yang modern;

- Meningkatkan kualitas sistem pemberkasan, minutasi, banding, kasasi, dan

peninjauan kembali;

- Meningkatkan kajian syari’ah hukum acara dan materil yang berkenaan

dengan kewenangan Peradilan Agama;

- Mewujudkan pelayan prima bagi para pencari keadilan.7

6 “Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

7 “Visi dan Misi Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 64: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

53

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada

aturan-aturan berikut:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

b. Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor KMA/004/II/92 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama;

c. KMA Nomor 5 Tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan; dan

d. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 7 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan.8

Sedangkan untuk Bagan struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta

Selatan tersebut mengacu pada ketentuan PERMA Nomor 7 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesektariatan Peradilan,

baik bagan yang terkait dengan struktur organisasi dalam kepaniteraan,

maupun dalam kesekretariatannya.

Bagan struktur organisasi dalam kepaniteraan dan kesekretariatan yang

diatur dalam PERMA Nomor 7 Tahun 2015 tersebut jika dikaitkan dengan

instansi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan kedudukannya sebagai

Pengadilan Kelas 1 A, maka akan dapat digambarkan dengan acuan dalam

lampiran I dan Lampiran II PERMA tersebut, yaitu sebagai berikut:

8 “Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 65: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

54

Bagan Struktur Organisasi Kepaniteraan Pengadilan Agama Kelas 1A

PANITERA

PANITERA MUDA

PERMOHONAN

PANITERA MUDA

GUGATAN

PANITERA MUDA

GUGATAN

KELOMPOK JABATANFUNGSIONAL

- Panitera Pengganti- Jurusita/ Jurusita

Pengganti- Pranata Peradilan

Page 66: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

55

Bagan Struktur Organisasi Sekretariat Pengadilan Agama Kelas 1A

SEKRETARIAT

SUBBAGIANPERENCANAANTEKONOLOGIINFORMASI,

DANPELAPORAN

SUBBAGIANKEPEGAWAIAN,

ORGANISASI,DAN

TATA LAKSANA

SUBBAGIANUMUM

DANKEUANGAN

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL1. Fungsional Arsiparis2. Fungsional Pustakawan3. Fungsional Pranata Computer4. Fungsional Bendahara

Page 67: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

56

Dalam struktur organisasi tata kerja pelaksanaan peradilan di instansi

Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara khusus, terlihat beberapa jabatan

yang digunakan, yaitu sebagai berikut:

- Ketua Pengadilan;

- Wakil Ketua Pengadilan;

- Hakim Madya Utama;

- Hakim Madya Muda;

- Hakim Utama Muda;

- Panitera;

- Sekretaris;

- Kasubag Umum dan Keuangan;

- Kasubag Perencanaan, Teknologi Informasi, dan Pelaporan;

- Kasubag Kepegawaian, Organisasi, dan Tata Laksana;

- Wakil Panitera;

- Panmud Gugatan;

- Panmud Hukum; dan

- Panmud Permohonan.9

Untuk mengetahui secara lengkap mengenai nama-nama masing-masing yang

mengisi jabatan yang disebutkan dalam struktur organisasi di atas, dapat dilihat

di website resmi Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

9 “Daftar Nama Pejabat dan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan”, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/

Page 68: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

57

B. Kebijakan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam Penyelesaian Sengketa

Ekonomi Syariah

Penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebagai salah satu wujud perkara

ekonomi syariah yang menjadi kompetensi baru Peradilan Agama di Indonesia

masih menimbulkan berbagai opini-opini yang mengarah pada keraguan

masyarakat terhadap lembaga Peradilan Agama dalam hal kompetensi barunya

tersebut. Baik yang secara khusus pada kualitas dan kapabilitas para Hakim dalam

menangani sengketa ekonomi syariah sebagaimana telah berulang-ulang kali

disampaikan, maupun pada kualitas para SDM Pengadilan Agama secara umum.

Dalam perjalanan dan perkembangan kewenangan Peradilan Agama dalam

sengketa ekonomi syariah tersebut, secara umum telah bisa dilakukan penilaian

tersendiri terkait dengan opini-opini yang masih sering muncul tersebut. Demikian

juga dengan Peradilan Agama Jakarta Selatan, penilaian-penilaian secara umum

tentang kualitas para SDM nya akan terlihat dari beberapa aspek, diantaranya dari

kesiapan para SDM Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam menghadapi kasus

sengketa ekonomi syariah, dari beberapa contoh-contoh kasus ekonomi syariah

yang telah diselesaikan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan hambatan atau

kendala-kendala yang muncul dalam proses penyelesaian sengketa ekonomi

syariah yang dihadapkan, serta aspek-aspek lainnya.

1. Kesiapan SDM Pengadilan Agama Jakarta Selatan Dalam Menghadapi Kasus

Sengketa Ekonomi Syariah

Page 69: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

58

Secara garis besar sebenarnya telah dipahami bahwa pemberlakuan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memberikan

kompetensi penyelesaian perkara ekonomi syariah kepada Lembaga Peradilan

Agama, maka semua SDM di instansi Peradilan Agama di Indonesia yang

termasuk juga SDM Pengadilan Agama Jakarta Selatan harus siap untuk

menghadapi perkara-perkara ekonomi syariah yang dihadapkan kepada

mereka, terlepas itu berbentuk sengketa maupun jenis perkara-perkara ekonomi

syariah lainnya.

Dalam beberapa hasil penelitian yang telah ada menyebutkan bahwa

instansi Peradilan Agama secara umum telah memiliki kesiapan untuk

menghadapi kewenangan baru dalam hal ekonomi syariah, baik dari para SDM

nya secara umum maupun para Hakim-Hakimnya.10 Selain itu, dengan

dibuatnya berbagai regulasi yang secara khusus berkaitan dengan penyelesaian

sengketa dan perkara-perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama, dan juga

dilaksanakannya pendidikan serta pelatihan-pelatihan khusus bagi para SDM

Pengadilan Agama, maka yang demikian itu juga akan semakin membuktikan

kesiapan mereka dalam menghadapi sengketa dan perkara ekonomi syariah

yang disebutkan.

10 Akhyar Ari Gayo, Kesiapan Pengadilan Agama Menerima, Memeriksa, dan MenyelesaikanPerkara Ekonomi Syariah, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional dan HAM, 2009), h.141. Lihatjuga, La Suriadi, Hasil penelitian tentang “Sengketa Ekonomi Syariah dan Kesiapan Peradilan Agama”.Dikutip pada Tanggal 09 April 2017, dari: www.pta-ambon.go.id/

Page 70: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

59

2. Beberapa Contoh Kasus Ekonomi Syariah Yang Diselesaikan Di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan

Dari data-data yang ditemukan dalam berbagai sumber, ada beberapa

kasus tentang perkara ekonomi syariah yang telah dihadapkan kepada lembaga

Peradilan Agama Jakarta Selatan, diantaranya yang berkaitan dengan sita

jaminan seperti Putusan PA Jakarta Selatan Nomor 1901/Pdt.G/2016/PA.JS

Tahun 2016, yang berkaitan dengan perbuatan melawan hukum seperti Putusan

PA Jakarta Selatan Nomor 2400/Pdt.G/2013/PA.JS Tahun 2013, yang

berkaitan dengan sengketa asuransi syariah seperti Putusan PA Jakarta Selatan

Nomor 1221/Pdt.G/2009/PA.JS Tahun 2009, dan yang berkaitan dengan jenis-

jenis perkara lainnya yang sebagian sudah memiliki status berkekuatan hukum

tetap atau belum berkekuatan hukum tetap, dan sebagian lainnya tidak dapat

diterima atau ditolak dengan beberapa alasan tertentu maupun selainnya.11

3. Hambatan Yang Dihadapi Oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan Secara

Khusus dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

Dalam perjalanan proses penyelesaian perkara-perkara ekonomi syariah

di Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara khusus, tidak ditemukan kendala

dan hambatan dalam melaksanakannya. Artinya, penyelesaian sengketa dan

perkara-perkara ekonomi syariah yang dihadapkan kepada instansi Pengadilan

11 Direktori Putusan Mahkamah Agung, diakses pada Tanggal 09 April 2017, dari:https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pa-jakarta-selatan/direktori/perdata-agama/-/index-2.html

Page 71: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

60

Agama Jakarta Selatan berjalan dengan baik dalam proses sampai

penyelesaiannya. Hal yang demikian disebabkan para Hakim secara umum

telah memiliki basic keilmuan tentang fiqh muamalah dalam Islam, sehingga

perkara-perkara ekonomi syariah yang merupakan wujud pengaplikasian dan

pengembangan dari dasar-dasar yang telah diatur dalam fiqh muamalah bukan

menjadi suatu hal yang baru bagi sebagian besar para Hakim di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, bahkan para Hakim Peradilan Agama secara umum di

seluruh Indonesia.12 Memang kewenangan baru yang dianggap strategis13

tersebut menjadi momentum bersejarah bagi Peradilan Agama sejak

amandemen pertama Undang-Undang Peradilan Agama (Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006), namun sebagian besar para Hakim telah memiliki basic

keilmuan terkait dengan muamalah yang merupakan dasar-dasar tentang

ekonomi syariah yang dikenal saat ini. Meskipun konsep ekonomi syariah yang

dikembangkan saat ini telah memperkenalkan berbagai istilah-istilah baru yang

belum dikenal dalam tradisi Islam klasik.

Pengaplikasian konsep muamalah dalam perkembangan ekonomi

syariah sebagaimana dipaparkan di atas, secara tidak langsung menunjukkan

bahwa kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah akan tetap menjadi

12 Hasil Wawancara dengan Bapak Drs. H. Jarkasih, M.H., (salah satu Hakim di PengadilanAgama Jakarta Selatan), pada Tanggal 31 Maret 2017 di Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

13 Mengadili sengketa ekonomi syariah menurut sebagian kalangan, dianggap sebagaitambahan kewenangan yang strategis. Lihat Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h.65.

Page 72: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

61

tantangan bagi Peradilan Agama di Indonesia, karena jelas terlihat bahwa

Pengadilan Agama belum memiliki pengalaman apapun dalam menyelesaikan

sengketa di bidang ekonomi syariah saat diamanatkannya kewenangan baru

tersebut.14 Dengan demikian, Peradilan Agama harus tetap mencari dan

mempersiapkan diri dalam menghadapi perkembangan-perkembangan yang

akan terjadi nantinya dalam perkara-perkara ekonomi syariah.

14 Afdol, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Airlangga University Pres, 2006),h.114.

Page 73: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

62

BAB IV

KOMPETENSI HAKIM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A. Kompetensi Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama

Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakan

kekuasaan kehakiman (judicial power).1 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengartikan Hakim dan Hakim

Konstitusi sebagai “pejabat Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang

diatur dalam Undang-undang”. Sementara kekuasaan kehakiman itu sendiri

menurut Pasal 1 angka (1) Undang-undang tersebut diartikan sebagai:

“Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilanguna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demiterselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Penegakan hukum dan keadilan sebagaimana yang diamanatkan oleh

aturan Perundang-undangan terhadap kekuasaan kehakiman di atas dicerminkan

melalui lembaga-lembaga Peradilan (yudicial). Hal yang demikian juga secara

jelas diakomodir oleh Pasal 18 Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman

melalui pernyataan sebagai berikut:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung danbadan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkunganPeradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

1 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan KekuasaanKehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h.125.

Page 74: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

63

Paparan Pasal 18 yang memposisikan lembaga-lembaga peradilan sebagai

pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka, sehingga jelas bahwa Pengadilan

dianggap sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan sebagaimana

tujuan utama dari kekuasaan kehakiman tersebut. Bahkan juga dianggap sebagai

pilar utama dalam proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan

keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi

prasyarat tegaknya martabat dan integritas Negara.2

Kedudukan pengadilan sebagai pilar utama tersebut tentunya tidak terlepas

dari peran Hakim yang diposisikan sebagai aktor utama (figure sentral) dalam

proses peradilan. Yaitu dicerminkan melalui suatu putusan yang diberikan pada

saat menyelesaikan dan mengakhiri suatu perkara di pengadilan. Oleh sebab itulah

seorang Hakim di Pengadilan harus memperhatikan 3 (tiga) hal yang sangat

esensial dalam memutuskan suatu perkara, yaitu: 1) keadilan (gerechtigheit); 2)

kemanfaatan (zwachmatigheit); dan 3) kepastian hukum (rechsecherheit).3

Keadilan (gerechtigheit) tentunya merupakan tujuan utama yang hendak

dicapai oleh masyarakat atau siapapun yang melimpahkan suatu perkara kepada

lembaga Pengadilan. Umumnya keadilan itu sendiri dipahami sebagai kondisi

kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, baik menyangkut benda maupun

2 Lihat Alinea pertama Pembukaan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, (Jakarta; Tp, 2013), h.1.

3 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Cet-5,(Jakarta: Kencana, 2008), h. 291. Lihat juga Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, ed.Revisi.(Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2012), h.23.

Page 75: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

64

orang.4 Sementara manfaat/ kemanfaatan (zwachmatigheit) menjadi suatu hal yang

harus didapatkan oleh masyarakat/ warga Negara dalam pelaksanaan atau

penegakan suatu hukum, karena pada dasarnya hukum memang diciptakan untuk

mengatur masyarakat itu sendiri.5

Sedangkan kepastian hukum (rechsecherheit) menjadi nilai yang pada

prinsipnya memberikan perlindungan hukum bagi setiap masyarakat/ warga

Negara dari kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang, baik antara warga

Negara dengan Negara maupun oleh sekelompok lain selain Negara, sehingga

hukum memberikan tanggung jawab pada Negara untuk menjalankan kepastian

hukum tersebut.6

Dalam alinea pertama Pembukaan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah

Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor

047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim (selanjutnya disingkat dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku

Hakim) juga disebutkan bahwa “Kepastian hukum dan keadilan merupakan

conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah Negara yang

berdasarkan hukum”. Disinilah kemudian seorang Hakim di instansi Pengadilan

dituntut agar melaksanakan wewenang dan tugas-tugas yang diamanatkan kepada

4 Umar Sholehuddin, Hukum dan Keadilan Masyarakat: Perspektif Kajian Sosiologi Hukum,(Malang: Setara Pres, 2010), h.124.

5 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, cet.II, (Yogyakarta: Liberty, 2005), h.160.

6 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan: Tinjauan Hukum Kodrat danAntinomi Nilai, cet.II, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2007), h.95.

Page 76: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

65

mereka harus senantiasa bertujuan untuk menegakkan hukum, kebenaran dan

keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang atau siapapun

yang menghadapkan dan menyerahkan permasalahan yang sedang dihadapinya

kepada lembaga Peradilan.

Tujuan tersebut hanya akan tercapai jika para Hakim di instansi-instansi

Pengadilan telah dianggap mampu (berkompeten) dan memenuhi syarat-syarat

tertentu untuk menyelesaikan permasalahan apapun yang dihadapkan kepada

mereka. Penilaian terhadap kompetensi para Hakim dan pemenuhan syarat-syarat

yang dimaksud tentunya disesuaikan dengan regulasi-regulasi yang secara khusus

mengatur tentang hal tersebut, baik yang ditentukan melalui Undang-Undang,

Peraturan Mahkamah Agung, maupun selainnya seperti Keputusan Bersama Ketua

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, atau lain sebagainya.

Dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim misalnya, seorang Hakim dituntut

harus memenuhi prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku Hakim

yang diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku, yaitu: (1) Berperilaku

Adil; (2) Berperilaku Jujur; (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana; (4) Bersikap

Mandiri; (5) Berintegritas Tiinggi; (6) Bertanggung Jawab; (7) Menjunjung

Tinggi Harga Diri; (8) Berdisiplin Tinggi; (9) Berperilaku Rendah Hati; dan (10)

Bersikap Profesional.7 Yang tentunya masing-masing aturan perilaku tersebut

telah didasarkan pada syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam regulasi

7 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, h.9.

Page 77: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

66

yang ada. Terlepas regulasi yang mengatur tersebut telah secara umum mengatur

bagi keseluruhan lembaga-lembaga Peradilan yang melaksanakan kekuasaan

kehakiman yang dipaparkan sebelumnya, atau bahkan regulasi yang secara khusus

mengatur syarat dan ketentuan bagi para Hakim di suatu lembaga Peradilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan

Militer, dan lingkungan Peradilan lainnya. Pastinya berbagai regulasi yang dibuat

akan menentukan syarat dan ketentuan yang memposisikan para Hakim agar

memiliki kualitas dan kapabilitas yang sesuai dengan wewenang yang

diamanatkan kepada masing-masing lingkungan Peradilan yang disampaikan.

Di lingkungan Peradilan Agama secara khusus, ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi agar dapat diangkat sebagai Hakim Pengadilan Agama, yaitu

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 50

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, yaitu sebagai berikut:

“Untuk dapat diangkat sebagai Hakim Pengadilan Agama, seseorangharus memenuhi syarat sebagai berikut:a. Warga Negara Indonesia;b. Beragama Islam;c. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;d. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;e. Sarjana Syariah, Sarjana Hukum Islam atau Sarjana Hukum yang

menguasai hukum Islam;f. Lulus pendidikan Hakim;g. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan

kewajiban;h. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;i. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40

(empat puluh) tahun; dan

Page 78: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

67

j. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatanberdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap.

Sedangkan untuk menentukan terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang

disebutkan oleh Pasal 13 di atas diamanatkan oleh Pasal 13A Undang-Undang

tersebut kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial melalui wewenang untuk

melakukan proses pengangkatan Hakim Pengadilan Agama melalui seleksi yang

transparan, akuntabel dan partisipatif. Bahkan Mahkamah Agung dan Komisi

Yudisial tersebut juga diberikan kewenangan untuk membuat ketentuan lebih

lanjut mengenai proses seleksi Hakim Pengadilan Agama.

Dengan demikian, para Hakim Pengadilan Agama secara khusus yang

telah lulus seleksi dianggap telah memiliki kualitas dan kapabilitas atau dianggap

telah berkompeten untuk melaksanakan tugas dan wewenang Peradilan Agama,

yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang-bidang yang menjadi yurisidiksi

absolut (kewenangan absolut) Peradilan Agama sesuai amanat Pasal 49 Undang-

Undang Peradilan Agama yang telah diuraikan spesifik di bab sebelumnya.

Sekalipun demikian, kompetensi Hakim Pengadilan Agama masih

dikecualikan dalam Perkara di bidang ekonomi syariah, tentunya dengan alasan

karena perkara ekonomi syariah masih dianggap sebagai kewenangan baru bagi

Peradilan Agama, sehingga diperlukan seleksi secara khusus untuk menentukan

kompetensi Hakim Pengadilan Agama dalam kewenangan barunya tersebut.

Page 79: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

68

B. Kompetensi Hakim Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Sesuai dengan paparan sebelumnya, dalam perkara ekonomi syariah

diperlukan seleksi khusus untuk menentukan kompetensi seorang Hakim di

Pengadilan Agama. Selain karena masih dianggap sebagai kewenangan baru,

bidang ekonomi syariah yang merupakan pengaplikasian dari konsep-konsep yang

dikenal dalam fiqh muamalah di masa tradisi Islam klasik, telah banyak yang

mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ekonomi global saat ini.

Selain itu, keinginan masyarakat (secara khusus di Indonesia) semakin

meningkat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pranata ekonomi

syariah, yang tentu saja dapat berpotensi menimbulkan sengketa di antara warga

masyarakat. Sementara Pengadilan Agama sebagai salah satu instrumen penegak

hukum memiliki tanggung jawab untuk menjamin penegakan hukum ekonomi

syariah di Indonesia berjalan dengan baik, sehingga dalam perkara ekonomi

syariah yang disebutkan perlu ditangani secara khusus oleh Hakim Peradilan

Agama yang memahami teori maupun praktik bisnis berdasarkan prinsip syariah.8

Beberapa paparan tersebut diposisikan sebagai landasan sosiologis

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi

Hakim Ekonomi Syariah, sehingga kemudian dilakukan seleksi kembali oleh

Mahkamah Agung untuk menentukan Hakim-Hakim yang dianggap telah

berkompeten dalam menangani dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah.

8 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 tentang SertifikasiHakim Ekonomi Syariah, halaman Konsideran huruf (b), huruf (c), dan huruf (d).

Page 80: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

69

Hakim-Hakim yang dianggap telah berkompeten tersebutlah yang kemudian lulus

seleksi dan diberikan sertifikasi sebagai Hakim ekonomi syariah, bahkan itulah

yang kemudian disebut dengan “Hakim Ekonomi Syariah”. Hal yang demikian

dinyatakan dalam Pasal 1 angka (2) PERMA Nomor 5 Tahun 2016, yaitu sebagai

berikut:

“Hakim Ekonomi Syariah adalah Hakim Peradilan Agama yang telahbersertifikat dan diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia”.

Kemudian dalam Pasal 2 PERMA tersebut dinyatakan bahwa:

“Perkara ekonomi syariah harus diadili oleh Hakim Ekonomi Syariahyang bersertifikat dan diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung RepublikIndonesia”.

Sedangkan tujuan dari sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah menurut Pasal 3

PERMA Nomor 5 Tahun 2016 adalah “untuk meningkatkan efektifitas

penanganan perkara-perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama/ Mahkamah

Syar’iyah sebagai bagian dari upaya penegakan hukum ekonomi syariah yang

memenuhi rasa keadilan”. Dalam hal ini, jelas terlihat bahwa pengkhususan

Hakim Pengadilan Agama dalam perkara ekonomi syariah memiliki alasan yang

kuat dalam upaya menegakkan keadilan dan efektivitas dalam penyelesaian

perkara ekonomi syariah secara umum, baik yang berkaitan dengan sengketa

maupun perkara-perkara ekonomi syariah jenis lainnya.

Selanjutnya dalam Bab IV Pasal 6 PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang

Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah dinyatakan secara jelas mengenai kriteria

yang harus terpenuhi untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ekonomi Syariah,

Page 81: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

70

yaitu: a) persyaratan administrasi; b) persyaratan kompetensi; c) persyaratan

integritas; d) mengikuti pelatihan; dan e) dinyatakan lulus seleksi oleh Tim

Seleksi.9 Dalam persyaratan kompetensi secara khusus, paling sedikit harus

memenuhi 4 (empat) hal berikut, yaitu:

1. Mampu memahami norma-norma hukum ekonomi syariah;

2. Mampu menerapkan hukum sebagai instrumen dalam mengadili perkara

ekonomi syariah;

3. Mampu melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk mewujudkan

keadilan; dan

4. Mampu menerapkan pedoman beracara dalam mengadili perkara ekonomi

syariah.10

Paparan tersebut menunjukkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang Hakim dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan

Agama paling tidak harus memenuhi keempat persyaratan kompetensi yang

diakomodir dalam PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim

Ekonomi Syariah, dan tentunya harus dinyatakan lulus oleh Tim Seleksi Hakim

Ekonomi Syariah. Bahkan tidak cukup sampai di situ saja, setelah lulus seleksi

pun para Hakim Ekonomi Syariah masih diberikan pelatihan, yang tentunya

ditujukan untuk mencapai tujuan sertifikasi Hakim ekonomi syariah yang

dipaparkan sebelumnya.

9 Pasal 6 ayat (1) PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

10Pasal 6 ayat (3) PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

Page 82: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

71

C. Kompetensi Hakim Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Kompetensi Hakim di peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama telah

dipaparkan sebelumnya, sehingga secara otomatis dapat dinyatakan bahwa para

Hakim Peradilan Agama atau yang biasa juga disebut dengan istilah “Hakim

Agama” harus memiliki kompetensi dalam bidang-bidang yang menjadi

kewenangan absolut Peradilan Agama.

Jika dikaitkan dengan kewenangan absolut Peradilan Agama yang

dinyatakan dalam Pasal 49 Undang-Undang Peradilan Agama, tentunya para

Hakim Agama harus memiliki pemahaman yang mendalam terkait dengan

perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan juga terkait

ekonomi syariah, baik hal tersebut yang berkaitan dengan teori masing-masing,

maupun dalam praktik, serta hal-hal lainnya yang mungkin saja memiliki

keterkaitan karena disebabkan oleh suatu hal yang belum secara jelas ditentukan

dalam regulasi yang sudah ada.

Hal yang demikian berlaku bagi semua Hakim di lingkungan Peradilan

Agama tanpa terkecuali, baik yang memiliki wilayah yurisdiksi di Daerah,

maupun sebaliknya di wilayah perkotaan. Sekalipun demikian, tetap tidak

mengesampingkan pengkhususan bagi Hakim Ekonomi Syariah yang telah

diuraikan pada pembahasan sebelumnya berdasarkan persyaratan-persyaratan

yang disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun

2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

Page 83: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

72

Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara khusus, ketentuan mengenai

sertifikasi Hakim ekonomi syariah yang diatur dalam PERMA Nomor 5 Tahun

2016 tersebut telah diterapkan, sehingga dalam perkara-perkara ekonomi syariah

yang dihadapkan kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan akan ditangani dan

diadili oleh Hakim yang sudah memiliki sertifikat dan diangkat oleh Ketua

Mahkamah Agung sebagai Hakim Eonomi Syariah. Bahkan menurut fakta-fakta

di lapangan, seleksi Hakim Ekonomi Syariah tersebut dilaksanakan oleh

Mahkamah Agung bagi Hakim-Hakim Peradilan Agama di seluruh wilayah

yurisdiksi Pengadilan Agama se-Indonesia, sehingga fakta-fakta dalam proses

seleksi Hakim Ekonomi Syariah akan secara otomatis menyatakan bahwa aturan

PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Ekonomi Syariah telah diterapkan bagi

seluruh Hakim-Hakim Peradilan Agama di Indonesia.11

Dengan diterapkannya aturan PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang

Ekonomi Syariah, tentu kompetensi para Hakim di Pengadilan Agama pun akan

dipersyaratkan agar memenuhi 4 (empat) kriteria yang telah dipaparkan

sebelumnya dalam Pasal 6 ayat (3), yaitu sebagai berikut:

1. Mampu memahami norma-norma hukum ekonomi syariah;

2. Mampu menerapkan hukum sebagai instrumen dalam mengadili perkara

ekonomi syariah;

11 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung Pengadilan AgamaJakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret 2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

Page 84: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

73

3. Mampu melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk mewujudkan

keadilan; dan

4. Mampu menerapkan pedoman beracara dalam mengadili perkara ekonomi

syariah.

Keempat kriteria yang disebutkan merupakan syarat mutlak bagi para

Hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di lingkungan Peradilan

Agama, baik di Pengadilan Agama secara khusus maupun di wilayah lainnya. Hal

ini karena keempat kriteria tersebut dinyatakan sebagai persyaratan kompetensi,

dan persyaratan kompetensi itu sendiri merupakan salah satu prasyarat agar

seorang Hakim bisa lolos seleksi untuk mendapatkan sertifikasi dan diangkat

sebagai Hakim Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama sebagaimana telah

dipaparkan pada pembahasan sebelumnya pada kompetensi hakim dalam

penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Sedangkan dalam regulasi-regulasi

lainnya belum ditemukan aturan yang melihat secara spesifik pada standar atau

patokan yang dijadikan untuk menilai kompeten atau tidaknya Hakim Peradilan

Agama dalam penyelesaian ekonomi syariah.

Terlepas dari bentuk aturan yang mengakomodir hal-hal yang berkaitan

dengan kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah

seperti Perma Nomor 5 Tahun 2016, para Hakim di lingkungan Peradilan Agama

secara khusus dan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan Peradilan Agama

telah menyatakan kesiapan mereka untuk menangani dan mengadili perkara-

perkara ekonomi syariah yang akan dihadapkan kepada mereka, baik yang

Page 85: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

74

berbentuk sengketa seperti sengketa perbankan syariah maupun selainnya.12

Bahkan kesiapan tersebut telah dinyatakan dan dibuktikan sejak kewenangan

penyelesaian perkara ekonomi syariah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama kepada lembaga peradilan di lingkungan Peradilan

Agama.13

Salah satu bentuk kesiapan para Hakim dan SDM Pengadilan Agama di

atas diwujudkan melalui pembenahan di lingkungan Peradilan Agama dalam

menerima tugas baru di bidang ekonomi syariah, mulai dari pembentukan Tim

Ekonomi Syariah pada setiap Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama,

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan-pelatihan ekonomi syariah yang secara

khusus diberikan untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas para Hakim terkait

dengan kewenangan perkara ekonomi syariah tersebut, bahkan pelatihan-pelatihan

serta pendidikan khusus mengenai ekonomi syariah tersebut tidak hanya

dilakukan oleh internal Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan

lainnya, namun juga oleh beberapa lembaga lainnya yang memiliki keterkaitan

dengan ekonomi syariah tersebut, salah satu contohnya adalah pelatihan ekonomi

syariah yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Tahun 2014

kepada para Hakim di beberapa wilayah Peradilan Agama dalam rangka

12 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung Pengadilan AgamaJakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret 2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

13 Gayo, Kesiapan Pengadilan Agama Menerima, Memeriksa, dan Menyelesaikan PerkaraEkonomi Syariah, h.141.

Page 86: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

75

menambah perbendaharaan hukum ekonomi syariah kepada Hakim-Hakim

Agama tersebut.14 Demikian juga yang dilakukan oleh internal Pengadilan Agama

sendiri, mulai dari Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Direktorat

Jendral Badan Peradilan Agama (Badilag), sampai saat sekarang ini sejak

diterapkannya aturan sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah melalui seleksi yang

dilakukan secara ketat oleh Tim Seleksi yang dibentuk oleh Mahkamah Agung

sendiri, bahkan bagi para Hakim Agama yang telah lulus seleksi Hakim Ekonomi

Syariah itu sendiri pun masih diberikan pelatihan yang diselenggarakan selama 12

(dua belas) hari dengan menggunakan kurikulum, materi ajar, serta metode yang

disiapkan oleh Tim Khusus dan Pusdiklat Teknis Mahkamah Agung Republik

Indonesia.15

Pembuktian kesiapan para Hakim Agama yang dibuktikan dengan upaya-

upaya untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas para Hakim dalam menerima

dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah merupakan salah satu upaya yang

ditujukan untuk mencapai efektivitas penegakan hukum ekonomi syariah menuju

pelaksanaan hukum ekonomi syariah yang berkeadilan sebagaimana tujuan

dilakukannya sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah bagi para Hakim Agama.

Paparan tersebut bukan berarti meniadakan upaya-upaya yang dilakukan

sebelum munculnya aturan terkait dengan sertifikasi Hakim ekonomi syariah yang

14 Siti Nurhayati, Penguatan Peran Hakim Pengadilan Agama dalam Penyelesaian SengketaPerbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, Jurnal Pemikirandan Penelitian Sosial Keagamaan, Yudisia,vol.VII, No.2/Desember-2012, h.328.

15 Pasal 12 PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

Page 87: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

76

telah dipaparkan. Artinya, upaya-upaya peningkatan kualitas dan kapabelitas para

Hakim Agama sebelum aturan sertifikasi Hakim ekonomi syariah juga telah

dibuktikan melalui kesiapan mereka dalam menerima wewenang baru yang

diamanatkan oleh Undang-Undang kepada lembaga Peradilan Agama, meskipun

menurut sebagian kalangan melihat pada keterbatasan-keterbatasan para Hakim

Agama untuk menguasai hal-hal yang berkaitan dengan perkara ekonomi syaraiah

yang diamanatkan.

Memang pada dasarnya, sebelum Perma Nomor 5 Tahun 2016 belum ada

aturan yang secara spesifik membahas terkait dengan kompetensi para Hakim

Agama dalam penyelesaian sengketa dan perkara ekonomi syariah, namun para

Hakim Agama secara khusus telah memiliki basic keilmuan di bidang syariah,

termasuk dalam permasalahan ekonomi yang diatur dalam fiqh muamalah dalam

ajaran Islam klasik, sehingga para Hakim hanya perlu untuk menggali dan

memperluas wawasan mereka terkait dengan pengaplikasian dasar-dasar keilmuan

di bidang fiqh muamalah tersebut ke dalam permasalahan-permasalahan ekonomi

syariah yang berkembang dewasa ini.16

Hal tersebut menjadi suatu tuntutan yang harus dipahami secara lugas oleh

para Hakim Agama dalam menangani perkara-perkara ekonomi syariah yang

dihadapkan kepada lembaga Peradilan Agama, meskipun belum ditemukan aturan

spesifik yang mengatur terkait dengan perkara-perkara yang dihadapkan kepada

16 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung Pengadilan AgamaJakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret 2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

Page 88: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

77

mereka. Tuntutan atas keharusan untuk memahami perkara-perkara yang menjadi

kompetensi para Hakim ini disebabkan karena para Hakim dianggap tau hukum,

sehingga para Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih

hukumnya tidak ada atau kurang jelas (adagium ius curia novit). Pasal 10 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga

mengakomodir ketentuan adagium tersebut melalui pernyataan sebagai berikut:

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutussuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukium tidak ada ataukurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Paparan Pasal 10 ayat (1) di atas secara tidak langsung menunjukkan

bahwa Hakim Agama yang berkedudukan sebagai aktor utama (figure sentral)

dalam instansi Pengadilan Agama tidak boleh menolak perkara-perkara ekonomi

syariah yang dihadapkan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas,

sehingga sejak kewenangan penyelesaian perkara ekonomi syariah diamanatkan

kepada lembaga Peradilan Agama, maka Hakim Agama secara khusus telah

dinyatakan memiliki kompetensi/ kemampuan untuk menangani perkara-perkara

ekonomi syariah apapun yang dihadapkan kepada lembaga Peradilan Agama.

Salah satu perwujudan dari adagium ius curia novit yang diakomodir

dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman di atas terlihat

pada perjalanan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan. Sesuai dengan data yang didapatkan langsung dari Hakim

Ekonomi Syariah di lingkungan Pengadilan Agama Kelas 1A tersebut,

penyelesaian sengketa ekonomi syariah dan perkara-perkara ekonomi syariah

Page 89: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

78

lainnya di Pengadilan Agama berjalan dengan baik sejak perkara di bidang

ekonomi syariah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

(Amandemen Pertama Undang-Undang Peradilan Agama) kepada lembaga

Peradilan Agama. Dan secara formal, tidak ada kendala atau hambatan yang

muncul dalam pelaksanaan kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah

tersebut di instansi Pengadilan Agama. Meskipun regulasi-regulasi yang mengatur

secara spesifik terkait dengan ekonomi syariah pada saat itu masih sangat jarang

ditemukan.17

Paparan tersebut menunjukkan bahwa Hakim Agama di lingkungan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan secara khusus telah memiliki kompetensi

untuk menangani perkara-perkara ekonomi syariah yang dihadapkan kepada

instansi pengadilan tersebut. Kompetensi Hakim dalam penyelesaian sengketa

ekonomi syariah itu sendiri memang tidak dirumuskan secara khusus sebelum

munculnya Perma tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah, namun para

Hakim Agama di Pengadilan Agama yang pada dasarnya telah memiliki basic

keilmuan syariah di bidang muamalah sebagaimana telah dipaparkan juga

sebelumnya, dan juga telah memiliki basic kesarjanaan bidang syariah atau

sarjana hukum Islam, atau bahkan basic sarjana hukum yang memahami keilmuan

bidang syariah secara otomatis telah mengetahui dan memahami norma-norma

dasar yang diatur dalam Islam, baik yang berkaitan dengan muamalah maupun

17 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung Pengadilan AgamaJakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret 2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

Page 90: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

79

selainnya, sehingga mereka (para Hakim) hanya perlu menggali dan memperluas

wawasan mereka kembali dalam dasar-dasar yang diatur dalam muamalah serta

pengaplikasiannya dalam ekonomi syariah yang dikembangkan saat ini, sehingga

secara tidak langsung dapat juga dinyatakan bahwa para Hakim Agama telah

dianggap mampu atau telah memiliki kompetensi untuk memahami norma-norma

hukum ekonomi syariah, menerapkan hukum sebagai instrumen dalam mengadili

perkara ekonomi syariah, melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk

mewujudkan keadilan; dan telah memiliki kompetensi untuk menerapkan

pedoman beracara dalam mengadili perkara ekonomi syariah di Pengadilan

Agama.18

Dengan demikian, kompetensi para Hakim Agama di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan secara khusus sebelum munculnya aturan Perma Nomor 5 Tahun

2016 tentang sertifikasi Hakim ekonomi syariah juga esensinya sama saja dengan

kompetensi yang diperjelas dalam Perma tersebut, sehingga munculnya penegasan

tentang persyaratan kompetensi yang harus terpenuhi oleh Hakim ekonomi

syariah diharapkan akan menciptakan efektivitas dalam penanganan perkara-

perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama sebagai bagian dari upaya

penegakan hukum ekonomi syariah yang memenuhi rasa keadilan, kemanfaatan

serta kepastian hukum bagi seluruh warga Negara.

18 Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung Pengadilan AgamaJakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret 2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

Page 91: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisis penulis yang telah dipaparkan pada

bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil sekaligus sebagai

jawaban terhadap rumusan permasalahan yang telah disampaikan adalah sebagai

berikut:

1. Kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan setelah munculnya Peraturan Mahkamah

Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Hakim Ekonomi

Syariah adalah harus telah bersertifikat dan diangkat sebagai Hakim

Ekonomi Syariah oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam

hal tersebut, seorang Hakim Ekonomi Syariah akan lulus seleksi jika telah

memenuhi beberapa persyaratan yang salah satunya dikategorikan sebagai

“persyaratan kompetensi”. Persyaratan kompetensi yang dimaksud tersebut

menurut Pasal 6 ayat (3) PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tentang Sertifikasi

Hakim Ekonomi Syariah, paling sedikit meliputi 4 (empat) hal:

a. Mampu memahami norma-norma hukum ekonomi syariah;

b. Mampu menerapkan hukum sebagai instrumen dalam mengadili perkara

ekonomi syariah;

c. Mampu melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk mewujudkan

keadilan; dan

Page 92: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

81

d. Mampu menerapkan pedoman beracara dalam mengadili perkara ekonomi

syariah.

Sedangkan sebelum munculnya PERMA Nomor 5 Tahun 2016 tersebut,

kompetensi Hakim Agama di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam

penyelesaian sengketa ekonomi syariah tidak ditentukan secara khusus,

namun basic keilmuan para Hakim Agama dalam bidang ilmu syariah,

dalam bidang fiqh muamalah dianggap telah berkompeten untuk

menyelesaikan perkara-perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, meskipun para Hakim Agama tersebut diharuskan untuk

mengikuti pendidikan dan pelatihan-pelatihan yang ditujukan untuk

meningkatkan kualitas dan kapabilitas para Hakim Agama tersebut dalam

bidang ekonomi syariah yang semakin berkembang.

2. Kompetensi yang harus dimiliki oleh Hakim Agama di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan secara umum adalah harus mampu memahami norma-norma

hukum yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan absolut Peradilan

Agama (dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, infaq,

shadaqah, dan ekonomi syariah), dan mampu menerapkan hukum sebagai

instrumen dalam mengadili masing-masing perkara tersebut, serta mampu

melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) untuk mewujudkan keadilan,

kemanfaatan dan kepastian hukum yang diposisikan sebagai unsur-unsur

yang harus terpenuhi dalam suatu putusan Hakim di Pengadilan. Sedangkan

untuk kompetensi yang menjadi standarisasi bagi para Hakim di Pengadilan

Page 93: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

82

Agama tidak ditemukan regulasi yang mengaturnya secara khusus, selain

standar kompetensi Hakim Agama dalam penyelesaian perkara ekonomi

syariah yang telah disebutkan sebelumnya.

B. Saran

Dari uraian kesimpulan di atas, maka penulis merasa perlu untuk

mengemukakan beberapa saran berikut:

1. Kepada Lembaga Yudicial, agar memaksimalkan pendidikan dan pelatihan-

pelatihan tentang ekonomi syariah bagi para Hakim Peradilan Agama demi

meningkatkan kualitas para Hakim tersebut dalam bidang ekonomi syariah,

sehingga semua Hakim di lingkungan Peradilan Agama nantinya memiliki

kualitas yang mapan dalam menangani dan menyelesaiak perkara-perkara

ekonomi syariah tanpa perlu dilakukan seleksi dan sertifikasi;

2. Kepada badan Legislatif (Pembuat Undang-Undang), agar melihat pada

perkembangan-perkembangan ekonomi syariah dalam tataran praktek,

sehingga nantinya tidak menimbulkan terjadinya kekosongan hukum yang

disebabkan tidak ada regulasi yang secara khusus mengaturnya;

3. Kepada masyarakat secara umum, agar meningkatkan kepercayaan terhadap

lembaga Peradilan Agama, karena Hakim dan SDM di Pengadilan Agama

telah siap menerima dan menghadapi perkara-perkara ekonomi syariah yang

terjadi, dan para Hakim di Pengadilan Agama telah berkompeten untuk

menyelesaikan perkara-perkara ekonomi syariah yang dihadapkan.

Page 94: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

83

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Afdol. Legislasi Hukum Islam di Indonesia. Surabaya: Airlangga University Pres,2006.

Ali, Ahmad. Menguak Tabir Hukum, ed.II. Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.

Ali, Zainuddin. Hukum Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Sinar grafika, 2008.

Amandemen Undang-undang Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Amiruddin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.III.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, cet.XII.Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2002.

Barlinti, Yeni Salma. Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam SistemHukum Nasional di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan DiklatKementrian Agama RI, 2010.

Basir, Cik. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama danMahkamah Syari’ah. Ed.1, Cet.I. Jakarta: Kencana, 2009.

Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia, cet.IV. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.

Burhanuddin. Hukum Bisnis Syari’ah. Yogyakarta: UII Press, 2011.

Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997.

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia, cetX. Jakarta: Kencana, 2010.

Gayo, Akhyar Ari. Kesiapan Pengadilan Agama Menerima, Memeriksa, danMenyelesaikan Perkara Ekonomi Syariah. Jakarta: Badan PembinaanHukum Nasional dan HAM, 2009.

Hadi, Sutrisno. Metode Research II. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.

Page 95: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

84

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: UUNo. 7 Tahun 1989, ed.II, cet.V. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hasan, Hasbi. Kompetensi Peradilan Agama Dalam Penyelesaian PerkaraEkonomi Syariah, Jakarta: Gramata Publishing, 2010.

Ismanto, Kuat. Asuransi Syari’ah: Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Kasmir, Bank dan Keuangan Lainnya, ed.Rev, cet.IX. Jakarta: Rajawali Pers,2009.

Lubis, Suhawardi K. Ekonomi Islam, Jakarta: Sinargrafika, 2000.

Lubis, Sulaikin dkk. Hukum Acara Peradilan Agama Di Indonesia, cet.III.Jakarta: Kencana, 2008.

Lukito, Ratno. Hukum Sakral dan Hukum Sekuler; Studi Tentang Konflik danResolusi dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Pustakan Alvabet,2008.

Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif KewenanganPeradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2012.

..........., ............. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan PeradilanAgama. Jakarta: Kencana, 2008.

Manullang, E. Fernando M. Menggapai Hukum Berkeadilan: Tinjauan HukumKodrat dan Antinomi Nilai, cet.II. Jakarta: PT. Kompas MediaNusantara, 2007.

Mardani. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum, cet.II. Yogyakarta: Liberty, 2005.

....................., ............ Teori Hukum, ed.Revisi. Yogyakarta: Cahaya AtmaPustaka, 2012.

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. CitraAditya Bakti, 2004.

Mungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Pustaka Grafika, 2008.

Page 96: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

85

Prasetyo, Teguh dan Halim Barkatullah, Abdul. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum:Pemikiran Menuju Masyarakat yang berkeadilan dan Bermartabat.Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Rahmadi, Takdir. Mediasi: Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Rasyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama, cet.XIV. Jakarta: RajawaliPers, 2010.

Sari, Elsi Kartika. dan Simanunsong, Advendi. Hukum Dalam Ekonomi, ed.II.Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008.

Sholehuddin, Umar. Hukum dan Keadilan Masyarakat: Perspektif KajianSosiologi HukumMalang: Setara Pres, 2010.

Silondae, Arus Akbar dan Ilyas, Wirawan B. Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Jakarta:Salemba Empat, 2011.

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, ed.1, cet.II. Jakarta:Kencana, 2010.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, danR & D. Bandung: Alfabeta, 2006.

Sunggono, Bambang. Metodologi Peneltian Hukum: Suatu Pengantar. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sutedi, Adrian. Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum. T.tp:Ghalia Indonesia, 2009.

Sutiyoso, Bambang dan Puspitasari, Sri Hastuti. Aspek-Aspek PerkembanganKekuasaan Kehakiman di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2005.

Tim Penulis Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia (MSI UII),Menjawab Keraguan Berekonomi Syari’ah, cet.I. T. Tp: Safitria InsaniaPress, 2008.

Page 97: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

86

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan AlternatifPenyelesaian Sengketa.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 tentangSertifikasi Hakim Ekonomi Syariah.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentangCara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah.

Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi YudisialRepublik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/200902/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

C. Internet, Jurnal dan Media Lainnya

Avisena, Muhammad. “Prospek Ekonomi Syariah: Menuju Pusat SayariahDunia”, dikutip pada tanggal 05 April 2017, dari:http://koran.bisnis.com/read/20160517/446/548119/prospek-ekonomi-syariah-menuju-pusat-syariah-dunia

Faisol, Muhammad. Problem Pelaksanaan Kompetensi Pengadilan AgamaJember di Bidang Ekonomi Syariah. Jurnal Fenomena. Vol.15, No.1,April 2016.

Nurhayati, Siti. Penguatan Peran Hakim Pengadilan Agama dalam PenyelesaianSengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Page 98: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim

87

Nomor 93/PUU-X/2012. Jurnal Pemikiran dan Penelitian SosialKeagamaan. Yudisia, vol.VII. No.2/Desember-2012.

Ridwan H, Asep. Pengaruh Perluasan Kompetensi Peradilan Agama terhadapPeningkatan Kualitas Hakim: Studi Penelitian di Pengadilan Agama Se-Jawa Barat. Hasil Penelitian. T. Th.

Suriadi, La. Sengketa Ekonomi Syariah dan Kesiapan Peradilan Agama. Dikutippada Tanggal 09 April 2017, dari: www.pta-ambon.go.id/

Website Resmi, Direktori Putusan Mahkamah Agung. Diakses pada Tanggal 09April 2017, dari: https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pa-jakarta-selatan/direktori/perdata-agama/-/index-2.html

Website Resmi Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Diakses pada Tanggal 09April 2017, dari: http://pa-jakartaselatan.go.id/en/

Hasil wawancara Penulis dengan Bapak, Jarkasih, M.H., di Gedung PengadilanAgama Jakarta Selatan Kelas 1A pada hari Jum’at, Tanggal 31 Maret2017, Jam 13.30-15.30 WIB.

Page 99: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim
Page 100: KOMPETENSI HAKIM AGAMA DALAM PENYELESAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41688/1/IRPAN-FSH.pdf · Sedangkan sebelum aturan mengenai kompetensi tersebut, Hakim