Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik...

25
1 | Page Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik pada Iklan Kuku Bima Energi Versi Tari Sajojo Oleh Yoyoh Hereyah Dosen Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta [email protected] PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi suatu perusahaan, beriklan sangat penting dilakukan untuk mempromosikan produkproduknya kepada masyarakat luas. Televisi sebagai media periklanan digunakan oleh perusahaan untuk memasarkan produknya, salah satu produk yang menggunakan televise sebagai media iklan adalah produk makanan dan minuman. Kepercayaan dunia usaha beriklan di televisi dapat menjadi acuan, bahwa televisi adalah media populer pada saat ini. Program acara televisi yang ditayangkan menjadi pemikat pemirsa, sehingga menjadi sarana yang bagus bagi perusahaan untuk menyisipkan iklan produknya pada acara televisi tersebut, yang memang dilakukan oleh televisi sebagai jeda komersial, disediakan oleh televisi untuk slot tayangan iklan di sela-sela tayangan suatu program acara, jika iklan produk ditayangkan di televisi maka kemungkinan besar iklan tersebut ditonton oleh semua kalangan masyarakat. Iklan merupakan suatu media yang berisikan pesan-pesan atau info mengenai suatu produk barang atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dalam komunikasi periklanan, iklan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar dengan citra bergerak ( motion picture), warna dan bunyi-bunyi dimana perpaduan keseluruhan akan menghasilkan komunikasi periklanan yang efektif (Mulyana,2007:68) Iklan itu sendiri merupakan suatu simbol yang divisualisasikan melalui berbagai aspek tanda komunikasi dan tersusun dalam struktur teks iklan. Tanda-tanda yang terdapat dalam suatu struktur teks iklan merupakan satu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda verbal dan non verbal berupa kata-kata, warna ataupun gambar serta memiliki makna tertentu yang disesuaikan dengan kepentingan produk yang akan dipasarkan atau yang akan diinformasikan.

Transcript of Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik...

Page 1: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

1 | P a g e

Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik pada Iklan Kuku

Bima Energi Versi Tari Sajojo

Oleh

Yoyoh Hereyah Dosen Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta

[email protected]

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi suatu perusahaan, beriklan sangat penting dilakukan untuk mempromosikan

produk–produknya kepada masyarakat luas. Televisi sebagai media periklanan digunakan oleh

perusahaan untuk memasarkan produknya, salah satu produk yang menggunakan televise sebagai

media iklan adalah produk makanan dan minuman. Kepercayaan dunia usaha beriklan di televisi

dapat menjadi acuan, bahwa televisi adalah media populer pada saat ini. Program acara televisi

yang ditayangkan menjadi pemikat pemirsa, sehingga menjadi sarana yang bagus bagi

perusahaan untuk menyisipkan iklan produknya pada acara televisi tersebut, yang memang

dilakukan oleh televisi sebagai jeda komersial, disediakan oleh televisi untuk slot tayangan iklan

di sela-sela tayangan suatu program acara, jika iklan produk ditayangkan di televisi maka

kemungkinan besar iklan tersebut ditonton oleh semua kalangan masyarakat. Iklan merupakan

suatu media yang berisikan pesan-pesan atau info mengenai suatu produk barang atau jasa yang

ditawarkan kepada konsumen.

Dalam komunikasi periklanan, iklan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya,

tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar dengan citra bergerak (motion picture), warna

dan bunyi-bunyi dimana perpaduan keseluruhan akan menghasilkan komunikasi periklanan yang

efektif (Mulyana,2007:68)

Iklan itu sendiri merupakan suatu simbol yang divisualisasikan melalui berbagai aspek

tanda komunikasi dan tersusun dalam struktur teks iklan. Tanda-tanda yang terdapat dalam suatu

struktur teks iklan merupakan satu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda verbal dan

non verbal berupa kata-kata, warna ataupun gambar serta memiliki makna tertentu yang

disesuaikan dengan kepentingan produk yang akan dipasarkan atau yang akan diinformasikan.

Page 2: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

2 | P a g e

Pengaruh iklan yang begitu besar terhadap alam bawah sadar khalayak dimanfaatkan pengiklan

untuk berbagai tujuan, mulai dari mengenalkan produk, meningkatkan penjualan sampai

memperkuat citra produk atau perusahaan.

Iklan televisi menarik bagi konsumen karena keunggulannya menyajikan audio dan

visual secara bersamaan. Televisi sebagai media periklanan, merupakan salah satu media yang

paling mudah untuk mempromosikan produk barang dan jasa kepada masyarakat.

Televisi sebagai media iklan tmemberi dukungan yang besar bagi perusahaan dalam

mempromosikan produk – produk yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan untuk

memperoleh keuntungan perusahaan.

Banyaknya bentuk dan jenis iklan khususnya produk – produk makanan dan minuman di

televisi, tim kreatif dan agency dituntut untuk selalu mencari ide dalam menciptakan iklan di

televisi yang mudah diingat, memberikan respon yang positif atas citra atau image produk yang

dipromosikan atau disampaikan kepada khalayak, karena sebagain besar masyarakat khususnya

masyarakat Indonesia, televisi sudah merupakan bagian dari gaya hidup untuk memperoleh

informasi – informasi yang ter up to date.

Pengembangan iklan produk – produk makanan dan minuman, khususnya PT. Sido

Muncul (yang memproduksi produk minuman jamu Kuku Bima Energi), dengan tim kreatif

Kuku Bima Energi, banyak mengusung tema – tema iklannya dengan latar belakang budaya dan

tradisi yang ada di Indonesia, hal ini tepat kiranya mengingat latar budaya Indonesia yang

beraneka ragam dimana tema produk dengan penggunaan tradisi dan budaya serta bahasa sering

digunakan.

Namun acapkali penggunaan tema-tema tentang nilai budaya, tradisi, bahasa daerah atau

lokal digunakan oleh perusahaan hanya untuk mendongkrak penjualan produk saja. Nilai budaya,

tradisi serta bahasa dijadikan komoditas oleh perusahaan yang disertakan melalui iklan-iklan

yang mengusung tema-tema nilai budaya, tradisi serta bahasa.

Sido Muncul, PT yang memproduksi minuman jamu berenergi, dalam hal ini Kuku Bima,

acap mengusung tema-tema budaya, bahasa dan unsur kedaerahan dalam pembuatan iklannya.

Page 3: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

3 | P a g e

Salah salah yang diusung oleh perusahaan, adalah konsep tema budaya papua. Sekilas bila

melihat iklan ini, terasa sekali adanya komodifikasi terhadap tema budaya papua ini.

Bila konsep tema etnik budaya papua dihubungkan dengan analisa Semiotika yang

menggambarkan tentang budaya Indonesia terutama budaya etnik papua dalam hal ini Kuku

Bima tepat sekali. Semiotika itu sendiri berasal dari kata Semiotik atau semiologi yang

merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu tanda yang sama. Untuk melihat adanya

komodifikasi ini analisa semiotika digunakan oleh penulis untuk melihat adanya Komodifikasi

terhadap tema budaya ini. Iklan yang ditayangkan menggunakan endorser dengan menggunakan

costum tradisional salah satu etnis masyarakat papua, kondisi masyarakat papua serta kondisi

alam dan pengusungan budaya lokal dalam iklan tersebut terlihat secara jelas.

Penulis memilih PT. Sido Muncul, dengan produk minuman energy Kuku Bima Energi,

karena perusahaan ini banyak mengangkat nilai – nilai budaya Indonesia. Salah satunya

mengangkat tema etnik daerah papua dalam tayangan iklan Kuku Bima Energi.

Hal ini lah yang mendorong penulis untuk mengambil topik mengenai Komodifikasi

budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik pada Iklan Kuku Bima Energi Versi Tari

Sajojo.

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Ekonomi Politik Media dan Komodifikasi

Vincent Mosco menyatakan dalam pendekatan ekonomi politik media ada tiga hal yang perlu

diperhatikan, yakni : komodifikasi, spasialisasi dan strukturasi. Komodifikasi berarti proses yang

berlagsung dalam industri media yang selalu memperhatikan bentuk-bentuk komoditi dalam

komunikasi melalui isi media. Terjadinya proses komodifikasi dalam komunikasi melalui

penciptaan pesan dari sejumlah data menjadi produk-produk yang laku dijual (Mosco,2009:14).

Proses komodifikasi menurut Mosco adalah cara kapitalisme mencapai tujuan untuk

mengakumulasi kapital dan nilai melalui transformasi dari penggunaan nilai-nilai ke dalam

sistem tukar. Proses komodifikasi dalam media melalui dua tahap yaitu : pertama, proses

produksi program atau produk media. Kedua, penggunaan periklanan media untuk menciptakan

komodifikasi dalam proses ekonomi.

Page 4: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

4 | P a g e

Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas untuk mendapatkan

keuntungan. Dalam prakteknya ada keterkaitan yang saling mempengaruhi dalam proses

komodifikasi dalam periklanan, yaitu: isi media, jumlag audience dan iklan (Mosco,2009).

Komodifikasi juga menggambarkan bagaimana cara kapitalis mencapai tujuannya dengan

mengakumulasikan kapital serta menyadari bahwa nilai guna dapat menjadi nilai tukar.

Komoditas dan komodifikasi, dua hal yang saling berhubungan sebagai objek dan proses.

Bentuk Komoditas dalam Komunikasi adalah berupa isi media komunikasi dan khalayak.

Oleh kapitalisme kedua elemen ini dapat digunakan sebagai sumber mencari keuntungan melalui

transformasi proses nilai guna menjadi nilai tukar tersebut.

2.2. Media, Teks, dan Konstruksi realitas

Kajian mengenai realitas sosial dalam kaitannya mengenai iklan adalah bukanlah sebuah

cermin realitas yang jujur. Melainkan cermin yang cenderung mendistorsi, melebih-lebihkan dan

melakukan seleksi atas tanda-tanda. Tanda-tanda atau citra itu tidak merefleksikan realitas tetapi

mengatakan sesuatu tentang realitas (Noviani, 2002, hal.53).

Kontruksi realitas menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya The

Sosial Conctruction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge adalah proses sosial

melalui tidakan dan interaksinya, dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang

dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Sobur, 2001, hal.91).

Kontruksi realitas iklan sebagian besar mengambil bahan material dari kehidupan sehari-

hari. Hal ini terutama untuk menjamin agar tampilan iklan bisa terbaca dengan cara yang tepat.

Tetapi pengambilan realitas itu sendiri dilakukan melalui proses seleksi untuk menentukan mana

yang akan diambil dan mana yang dihilangkan. Realitas yang diambil itu kemudian

diintegrasikan ke dalam system makna iklan yang pada akhirnya memunculkan realitas iklan

(Sobur, 2001, hal.137).

Iklan tidak berbohong, tapi juga tidak mengatakan yang sebenarnya (Noviani, 2002,

hal.54). Tidak ada iklan yang ingin menangkap kehidupan seperti apa adanya, tetapi selalu ada

Page 5: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

5 | P a g e

maksud untuk memotret ideal-ideal sosial dan merepresentasikannya sebagai sesuatu yang

normatif, seperti kebahagiaan, kepuasan (Noviani, 2002, hal.58).

Menurut Berger dan Luckmann, dunia sosial adalah produk manusia, ia adalah konstruksi

manusia dan bukan sesuatu given. Dunia sosial dibangun melalui tipifikasi-tipifikasi yang

memiliki referensi uatama pada obyek dan peristiwa yang dialami secara rutin oleh individu dan

dialami bersama dengan orang lain dalam sebuah pola yang taken for granted (Noviani, 2002,

hal.51).

Iklan tidak mengklaim bahwa apa yang digambarkan dalam iklan adalah realitas apa

adanya tetapi realitas yang seharusnya, dengan berusaha menyamai atau melebihi nilai

kehidupan. Iklan menghadirkan karakter-karakter, hanya sebagai penjelmaan atau inkarnasi dari

kategori-kategori sosial yang lebih besar (Noviani, 2002, hal.56).

Iklan mampu membentuk kekuatan untuk mengkonstruksikan realitas sosial atas realitas-

realitas baru yang lebih menarik dan menjanjikan. Namun, hal tersebut cenderung terjadi

penyeragaman budaya di tengah masyarakat, atas perubahan-perubahan pesan yang disampaikan

oleh iklan. Suatu waktu budaya baru muncul dan popular, namun pada waktu tertentu pula

budaya tersebut hilang digantikan budaya lain. Hal ini terjadi karena isi media massa

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi, ideologi, politik, dan sebagainya.

2.3. Komunikasi sebagai Proses Pertukaran Tanda dan Makna

Dalam komunikasi ada dua pandangan, pertama, melihat komunikasi sebagai proses

transmisi pesan, sedangkan pandangan kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan

pertukaran makna. Berkaitan dengan penulisan ini, maka penulis hanya akan menggunakan

pandangan kedua, yaitu komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna.

“Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasannya pada bagaimana

sebuah pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat

menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam

budaya. Perspektif ini sering menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi karena

pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian,

yang ingin dicapai adalah signifikansinya dan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan.

Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan

pendekatan semiotika”(Sobur:52)

Page 6: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

6 | P a g e

Dengan tanda-tanda, kita mencoba mencari keteraturan agar kita sedikit punya pegangan.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari dan menemukan jalan di

tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Charles Sanders Peirce menegaskan bahwa

kita hanya bisa berpikir dengan sarana tanda. Itulah sebabnya tanpa tanda kita tidak dapat

berkomunikasi.

Peirce menandaskan pula, bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang

menyerupai, keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena

ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk

kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab akibat dan symbol untuk asosiasi konvensional.

Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada pembuktian bahwa setiap

tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut

tanda sebuah ikon. Kedua, menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek

individual, ketika kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti

bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu kebiasaan ketika

kita menyebut tanda sebuah simbol(Sobur:31-35).

Iklan sebagai proses pertukaran tanda dan makna adalah sistem tanda terorganisir

menurut kode – kode yang merefleksikan nilai – nilai tertentu, sikap dan juga keyakinan tertentu.

Setiap pesan dalam iklan dua tingkatan makna yang dinyatakan secara eksplisit di permukaan

dan makna yang dkemukakan secara implisit di balik permukaan iklan. Dengan demikian,

semiotika menjadi metode yang sesuai untuk mengetahui kontruksi makna yang terjadi dalam

iklan dengan menekankan peran sistem tanda dengan konstruksi realitas, maka melaui semiotika

ideologi - ideologi di balik iklan bisa dibongkar.

Iklan merupakan bagian dari bentuk komunikasi yang divisualisasikan melalui berbagai

aspek konsep tanda. Tanda-tanda tersebut tersusun di dalam sebuah struktur teks iklan dan

memiliki makna tertentu. Makna dari tanda-tanda itu dapat dilihat dan ditentukan dengan

menggunakan pola-pola interpretasi terhadap tanda. “Tanda (sign) adalah sesuatu yang secara

fisik dirasakan oleh pikiran kita ; merujuk kepada sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri dan

tergantung atas pengakuan dari penggunaan itu sendiri bahwa hal itu adalah tanda”

(Fiske,1990:44).

Page 7: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

7 | P a g e

Pada dasarnya produk yang akan diiklankan tidak memiliki makna, tetapi kemudian agar

produk memiliki nilai dalam benak konsumen, maka digunakanlah tanda-tanda periklanan yang

berupa tanda-tanda non-verbal seperti kata-kata, warna ataupun gambar.Penggunaan kata-kata

dan gambar semacam ini sudah lama diterapkan dalam periklanan dimana perpaduan antara

keduanya dapat menjadikan komunikasi periklanan lebih efektif.

Frank Jefkins berpendapat bahwa : “salah satu cara menyampaikan pesan secara cepat

dan tepat adalah dengan menggunakan lagu-lagu (jingle) atau slogan-slogan yang singkat dan

menarik, selain itu juga dapat menggunakan teknik lainnya yaitu melengkapi iklan dengan

gambar-gambar visual yang unik dan mampu menarik perhatian khalayak” (Jefkins,1997:288).

Tanda-tanda dalam iklan itu sendiri terdiri dari petanda (signified) dan penanda

(signifier). Sebagai tahap awal dalam penyusunan pesan dalam iklan ditentukan terlebih dahulu

karakteristik tentang keunggulan produk sebagai petanda yang kemudian menjadi konsep atau

tema iklan. Pada tahap berikutnya petanda tersebut diterjemahkan ke dalam penanda yang dapat

berupa gambar, warna, figure seorang tokoh atau model dan sebagainya. Lalu menurut Eco tanda

itu sendiri didefinisikan sebagai atas sesuatu yang atas dasar konvensi social yang terbangun

sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Sobur:115).

Susunan tanda-tanda dalam sebuah struktur teks iklan merupakan bentuk rangkaian mata

rantai yang di dalamnya terdapat pula rangkaian makna yang membentuk sebuah nilai ideology

tertentu. Makna-makna tanda iklan adalah sebagai sesuatu yang dihasilkan atau diproduksi dalam

sebuah interaksi antara teks iklan dengan audiensnya. Dengan kata lain makna merupakan

sejumlah reaksi internal di dalam diri manusia terhadap rangsangan (stimuli) yang datang dari

luar. Jika kemudian tanda tidak memiliki makna, maka makna tidak dapat di transmisikan.

2.4. Semiotika Roland Barthes

Semiotika Roland Barthes merupakan pengembangan dari semiotika yang di

kembangkan oleh Saussure yang membagi semiotika menjadi dua bagian yaitu penanda dan

petanda. Penanda dilihat sebagai bentuk / wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya

arsitektur, sedangkan pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau

nilai yang terkandung didalam karya arsitektur.

Page 8: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

8 | P a g e

Roland Barthes, ia mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu

tingkat denotasi dan tingkat konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan

hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.

Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang

didalamnya beroprasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

Secara terperinci, Barthes dalam bukunya Mythology menjelaskan bahwa sistem

signifikasi tanda terdiri atas relasi (R = relation) antara tanda (E = expression) dan maknanya (C

= content). Sistem signifikasi tanda tersebut dibagi menjadi sistem pertama (primer) yang disebut

sistem denotatif dan sistem kedua (sekunder) yang dibagi lagi menjadi dua yaitu sistem konotatif

dan sistem metabahasa. Di dalam sistem denotatif terdapat antara tanda dan maknanya,

sedangkan dalam sistem konotatif terdapat perluasan atas signifikasi tanda (E) pada sistem

denotatif. Sementara itu di dalam sistem metabahasa terhadap perluasan atas signifikasi makna

(C) pada sistem denotatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem konotatif dan

sistem metabahasa merupakan perluasan dari sistem denotatif.

Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi atau kode-kode

sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera naik ke permukaan

berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya, pada tingkat konotasi, bahasa

menghadirkan kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit, yaitu sistem kode yang

tandanya bermuatan makna-makna tersembunyi. Makna tersembunyi ini adalah makna yang

menurut Barthes, merupakan kawasan dari ideologi atau mitologi.

2.4.1. Mitos

Bagi Barthes, mitos adalah sistem semiologis urutan kedua atau metabahasa. Mitos

adalah bahasa kedua yang berbicara tentang bahasa tingkat pertama (penanda dan petanda) yang

membentuk makna denotatif menjadi penanda pada urutan kedua pada makna mitologis

konotatif. Barker mengungkapkan, “Mitos menjadikan pandangan dunia tertentu tampak tak

terbantahkan karena alamiah atau ditakdirkan Tuhan. Mitos bertugas memberikan justifikasi

ilmiah kepada maksud-maksud historis, dan menjadikan berbagai peristiwa yang tak terduga

tampak abadi.

Page 9: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

9 | P a g e

Seperti ketika mempertimbangkan sebuah berita atau laporan, akan menjadi jelas bahwa

tanda linguistik, visual dan jenis tanda lain mengenai bagaimana berita itu direpresentasikan

(seperti tata letak / lay out, rubrikasi, dsb) tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal,

tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Barthes menyebut

fenomena ini – membawa tanda dan konotasinya untuk membagi pesan tertentu– sebagai

penciptaan mitos. Pengertian mitos di sini tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian

sehari-hari –seperti halnya cerita-cerita tradisional– melainkan sebuah cara pemaknaan; dalam

bahasa Barthes yaitu tipe wicara. Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos

timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh

pelbagai mitos lain. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan

fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain.

Secara sekilas skema Barthes mengisyaratkan bahwasanya tak ada satu pun aktivitas

penggunaan tanda yang bukan ideologi, namun sebenarnya tidak seperti itu. Ideologi, pada

hakikatnya, adalah suatu sistem kepercayaan yang dibuat-buat, suatu kesadaran semu yang

kemudian mengajak (interpellation) kepada individu-individu untuk menggunakannya sebagai

suatu “bahasa” sehingga membentuk orientasi sosialnya dan kemudian berperilaku selaras

dengan ideologi tersebut. Apa yang sebenarnya ditunjuknya adalah sebuah himpunan relasi-

relasi yang ada, tidak seperti suatu konsep ilmiah, ia tidak menyediakan sebuah alat untuk

mengetahuinya. Dalam suatu cara khusus (ideologis), ia menunjukkan beberapa eksistensi,

namun tidak memberikan kita esensinya.

Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai melalui asosiasi yang

melekat dalam bahasa konotatif. Barthes mengatakan penggunaan konotasi dalam teks ini

sebagai: penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan media di sekitar kita, misalnya

mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian peran domestik versus peran publik dan

banyak lagi. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebutnya ‘adibahasa’

(meta-language). Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung

kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dibukanya medan pemaknaan

konotatif ini memungkinkan pembaca memakanai bahasa metafor atau majazi yang makanya

hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan

Page 10: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

10 | P a g e

petanda terjadi secara termotivasi. Pada level denotasi, sebuah penanda tidak menampilkan

makna (petanda) yang termotivasi. Motivasi makna justru berlangsung pada level konotasi.

Sering dikatakan bahwa ideologi bersembunyi di balik mitos. Ungkapan ini ada

benarnya, suatu mitos menyajikan serangkaian kepercayaan mendasar yang terpendam dalam

ketidaksadaran representator. Ketidaksadaran adalah sebentuk kerja ideologis yang memainkan

peran dalam tiap representasi. Mungkin ini bernada paradoks, karena suatu tekstualisasi tentu

dilakukan secara sadar, yang dibarengi dengan ketidaksadaran tentang adanya sebuah dunia lain

yang sifatnya lebih imaginer. Sebagaimana halnya mitos, ideologi pun tidak selalu berwajah

tunggal. Ada banyak mitos, ada banyak ideologi; kehadirannya tidak selalu kontintu di dalam

teks. Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai

naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu

saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut menyediakan

fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.

Teori Barthes tentang mitos atau ideologi memungkinkan seoarng pembaca atau analis

untuk mengkaji ideologi secara sinkronik maupun diakronik. Secara sinkronik, makna terantuk

pada suatu titik sejarah dan seolah berhenti di situ, oleh karenanya penggalian pola-pola

tersembunyi yang menyertai teks menjadi lebih mungkin dilakukan. Pola tersembunyi ini boleh

jadi berupa pola oposisi, atau semacam skema pikir pelaku bahasa dalam representasi. Sementara

secara diakronik analisis Barthes memungkinkan untuk melihat kapan, di mana dan dalam

lingkungan apa sebuah sistem mitis digunakan. Mitos yang dipilih dapat diadopsi dari masa

lampau yang sudah jauh dari dunia pembaca, namun juga dapat dilihat dari mitos kemrin sore

yang akan menjadi “founding prospective history”.

2.5. Model Semiotika Roland Barthes

Roland Barthes adalah orang pertama kali yang menyusun model skematik untuk

menganalisis negoisasi dan gagasan makna interaktif antara pembaca, penulis dan teks. Ketika

Saussure menekankan pada teks semata, Barthes menekankan pada cara tanda-tanda di dalam

teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya dan memperhatikan

Page 11: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

11 | P a g e

konvensi pada teks yang berinteraksi dengan konvensi yang dialami. Dan inti teori Barthes

adalah gagasan tentang dua tatanan pertandaan (order of signification).

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya dalam tanda adalah peran

pembaca (the reader). Dalam Mithologies-nya (1983) secara tegas ia membedakan antara

denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama dengan sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang

dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya, sistem kedua ini oleh Barthes disebut

dengan konotatif Roland Barthes sangat terpengaruh dengan Saussure dengan semiologi yang

kental dengan inspirasi linguistik.

Dari peta Barthes dapat digambarkan bahwa tanda denotatif terdiri dari atas penanda

(signifier) dan petanda (signified), akan tetapi pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga

penanda konotatif. Denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi

merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan

makna. Sedangkan konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ’mitos’

dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang

berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda,

petanda dan tanda pada sistem pemaknaan tataran kedua.

Gambar Semiologi Roland Barthes

Pada tingkatan pertama (Language) Barthes meperkenalkan signifier (1) dan signified (2), yang

gabungan keduanya menghasilkan sign (3) pada tingkatan pertama. Pada tingkatan kedua, sign

(3) kembali menjadi SIGNIFIER (I) dan digabungkan dengan SIGNIFIED (II) dan menjadi

SIGN (III). Sign yang ada ditingkatan ke dua inilah yang berupa MYTH (mitos) disebut juga

sebagai metalanguage.

Page 12: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

12 | P a g e

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

deskriptif tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat

prediksi dan juga tidak menguji teori (Rakhmat, 2001).

Penelitian ini digunakan karena penelitian ini juga berhubungan dengan proses interpretasi

yang dilakukan untuk memaham tanda-tanda dalam penafsiran tanda-tanda, kode ataupun

simbol-simbol yang terdapat pada subjek penelitian.

3.2 Metode Penelitian

Metode riset yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa semiotika Roland Barthes..

Teknik semiotik sengaja dipilih karena dapat membongkar makna di balik tanda-tanda.

3.3 Unit analisa

Sasaran penelitian adalah tanda dalam iklan iklan Kuku Bima Energy versi Tari Sajojo

Diperlukan unit analisis untuk memudahkan dan mengetahui makna simbol dan tanda yang

merepresentasikan nasionalisme yang terdapat dalam iklan tersebut. Unit analisis merupakan

elemen yang sifatnya penting dan diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda yang ada di iklan Kuku Bima Energy versi

Tari Sajojo

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural

setting), sumber data primer, partisipasi, pengamatan langsung, wawancara mendalam dan hasil

dokumentasi (Sugiyono, 2005, hal.18).

Dengan demikian, data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari iklan Kuku Bima

Energy versi Tari Sajojo yang mulai diluncurkan di Jakarta Pada Rabu, (25/11) bertempat di FX

Sudirman dan data-data dari buku, situs internet, artikel, serta dokumentasi berita yang terkait

dengan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Data akan dianalisa menggunakan teknik semiotika, yaitu dengan mengamati sistem tanda,

kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan semiotika Roland

Barthes.

Page 13: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

13 | P a g e

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

PT. SidoMuncul bermula dari sebuah industri rumah tangga pada tahun 1940, dikelola

oleh Ibu Rahkmat Sulistio di Yogyakarta, dan dibantu oleh tiga orang karyawan. Banyaknya

permintaan terhadap kemasan jamu yang lebih praktis, mendorong beliau memproduksi jamu

dalam bentuk yang praktis (serbuk), seiring dengan kepindahan beliau ke Semarang , maka pada

tahun 1951 didirikan perusahan sederhana dengan nama SidoMuncul yang berarti "Impian yang

terwujud"dengan lokasi di Jl. Mlaten Trenggulun.

Dengan produk pertama dan andalan, Jamu Tolak Angin, produk jamu buatan Ibu

Rakhmat mulai mendapat tempat di hati masyarakat sekitar dan permintaannyapun selalu

meningkat.Dalam perkembangannya, pabrik yang terletak di Jl. Mlaten Trenggulun ternyata

tidak mampulagi memenuhi kapasitas produksi yang besar akibat permintaan pasar yang terus

meningkat,

Di tahun 1984 pabrik dipindahkan ke Lingkungan Industri Kecil di Jl. Kaligawe,

Semarang.Guna mengakomodir demand pasar yang terus bertambah, maka pabrik mulai

dilengkapi dengan mesin-mesin modern, demikian pula jumlah karyawannya ditambah sesuai

Page 14: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

14 | P a g e

dengan kapasitas yang dibutuhkan ( kini jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang ).Untuk

mengantisipasi kemajuan dimasa datang, dirasa perlu untuk membangun unit pabrik yang lebih

besar dan modern, maka di tahun 1997 diadakan peletakan batu pertama pembangunan pabrik

baru di Klepu, Ungaran oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 dan disaksikan

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan saat itu, Drs. Wisnu Kaltim.

Kuku Bima Energi merupakan produksi dari PT Sido Muncul. Pada Rabu, (25/11)

bertempat di FX Sudirman, Jakarta, PT Sido Muncul mengeluarkan iklan TV versi Tari Sajojo.

Iklan ini merupakan kelanjutan iklan Kuku Bima Energi sebelumnya yang mengangkat tema

budaya yang ada di Indonesia yaitu versi Sejarah Tari Pendet dan Jangan Lupakan Budaya

Membatik.

Peluncuran iklan diawali dengan sarasehan budaya Pelestarian Tarian di Indonesia yang

menghadirkan Sejarawan Anhar Gonggong, Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid,

Budayawan Arswendo, Pengamat Sosial Imam Prasojo, Novelis, Cerpenis & Redaktur Budaya

Jurnal Nasional Arie MP Tampa, Budayawan, Penyair & Redaktur Executive Kompas Radar

Panca Dahana dan Direktur Utama PT Sido Muncul Irwan Hidayat sebagai nara sumber serta

Effendi Ghozali sebagai moderator.

”Kami mengadakan sarasehan sekaligus meluncurkan iklan Kuku Bima Energi versi Tari

Sajojo yang berasal dari Papua, agar masyarakat mencintai dan ikut melestarikan budaya bangsa

khususnya Tari Sajojo agar tidak di klaim oleh bangsa lain, karena ini merupakan salah satu aset

negara kita. Pada tayangan iklan kali ini tergambar dengan jelas akan keindahan alam Papua, di

dua lokasi pengambilan gambar yaitu Lembah Baliem Wamena dan Pantai Amai Jayapura yang

melatar belakangi para penari yang yang merupakan penduduk asli Papua yang ada di Indonesia

Timur ini dan para bintang iklan Kuku Bima Energi Donny Kesuma dan Chris John serta Shanti

ikon terbaru dari Kuku Bima Energi, terang Irwan Hidayat.

Dipilihnya Papua sebagai lokasi tempat pembuatan iklan, karena Papua memiliki budaya

yang unik dan keindahan alam yang tidak dimiliki daerah lain. Diharapkan dengan melihat

tayangan iklan ini, masyarakat akan tahu keindahan kota Papua dan seni Tari Sajojo yang berasal

dari sana.

Page 15: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

15 | P a g e

Sebagai produk unggulan PT Sido Muncul, Kuku Bima Energi yang merupakan pelopor

minuman energi rasa memiliki berbagai rasa yaitu original, anggur, jeruk, jambu, susu soda, kopi

dan nanas.

4.2 Analisis Data Berdasarkan makna denotasi dan konotasi

Tim

e

SIGN DENOTATIVE KONOTATIVE

00:

06

Visual:

Landscape bumi

papua

Lembah Baliem merupakan lembah

di pegunungan

Jayawijaya. Lembah

Baliem berada di

ketinggian 1600

meter dari

permukaan laut

dikelilingi

pegunungan

Audio:

Music awal lagu

Sajojo

Keindahan alam tanah

papua yang masih

murni , di kejauhan

pegunungan Trikora

.

00:

08

Visual:

Petinju nasional Cris

John berlari-lari

bertelanjang dada,

dengan celana

panjang merah di

latar belakangi

indahnya alam

lembah baliem

Papua

Audio:

Music awal lagu

Sajojo

Cris John adalah

mascot olahraga di

Indonesia,

melambangkan

keperkasaan dan

kedigjayaan seorang

laki-laki Indonesia,

dia berjalan di bumi

Papua yang indah

Page 16: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

16 | P a g e

00:

10

Visual:

Suasana lembah

Baliem

Audio:

Lembah baliem yang

mempesona dengan

keindahan alamnya

00:

13

Visual:

Seorang suku

pedalaman Papua

dengan perlengkapan

perangnya, busur

dan anak panah

Audio:

Papua Bumi Penuh

Berkah

Sosok lelaki Papua

dengan

keperkasaannya siap

berperang melawan

segala angkara murka

di bumi Papua, papua

adalah bumi penuh

berkah penuh dengan

segala kebaikan

Visual:

Suku pedalaman

Papua sedang

bersiap-siap untuk

perang membawa

busur dan anak

panah

Audio:

Papua Berpotensi

Sosok laki-laki Papua

yang mengisyaratkan

adanya kesiapan

untuk berperang.

Menapak ke masa

depan Papua yang

penuh dengan potensi,

segala kemungkinan

yang bisa

dikembangkan secara

positif

Visual:

Shanti mascot dari

PT Sidomuncul

menyerukan awal

lagu sajojo

Audio:

Sajojo…..

Shanti, perempuan

Indonesia yang cantik,

menyerukan lagu

sajojo .

Lagu sajojo

merupakan lagu yang

mengiringi tarian

papua yang amat

dinamis dengan gerak

yang sangat cekatan

Page 17: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

17 | P a g e

Visual:

Lelaki suku

pedalaman Papua

tengah berlari sambil

membawa busur dan

anak panah

Audio:

Lagu Sajojo

Panggilan suara lagu

sajojo mengajak

semua laki-laki suku

pedalaman papua

untuk bergerak ke

depan dengan penuh

kesiapan

Visual:

Cris John tengah

membantu seorang

lelaki suku

pedalaman Papua

yang membawa

busur dan akan

panah

Audio:

Lagu sajojo

Cris John yang

memakai celana

merah lambing dari

Kuku Bima menarik

dan menolong

anggota suku

pedalaman papua dan

mengajaknya berlari

menuju panggilan

suara

Visual:

Cris John berlari

diikuti sejumlah

lelaki suku

pedalaman papua

yang bersenjata

busur dan panah

Cris john berlari

penuh semangat

memenuhi panggilan

lagu Sajojo

memimpin barisan

suku pedalaman

Papua yang

berpakaian adat

perang siap bertempur

dengan busur dan air

panah

Visual:

Donny Kusuma naik

perahu bersama suku

pedalaman Papua

sambil membawa

bendera berwarna

merah dengan logo

kuku bima di atasnya

Sementara itu, di

bagian lain Dony

Kusuma dengan

bendera Kuku Bima

memimpin sejumlah

suku pedalaman

papua melewati arus

sungai menuju

panggilan suara

air dari Sungai Baliem

menyatu dengan

Page 18: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

18 | P a g e

danau berlumpur

kecoklatan. Namun

arusnya terus melaju

turun, hingga nantinya

menghilir ke Laut

Arafura

Visual:

Shanti tengah berada

di antara para penari

suku pedalaman

Papua yang

menghias wajah

mereka

Berbaur dengan suku

pedalaman papua,

dengan warna merah,

seakan taka da

perbedaan yang

mendasar di anatar

mereka

Visual:

Shanti meminum

minuman berwarna

kuning khas Kuku

Bima, diikuti oleh

sejumlah warga suku

pedalaman papua

Menambah semangat

dengan minuman

berenergi

Shanti berbaju

merah mengajak

anak-anak suku

untuk segera

berkumpul

Memberi semangat

kepada anak-anak

generasi penerus suku

pedalaman Papua

Page 19: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

19 | P a g e

Visual:

Gambar rumah unik

suku pedalaman

Papua yang sering

disebut sebagai

Honai

Audio:

Lagu sajojo

Visual:

Cris John mengajak

anak-anak suku Dani

yang hidup di sekitar

lembah Baliem

Cris John mewakili

manusia modern,

peradaban modern

mengajak suku dani

yang masih asli dan

sederhana.

Sebagai suku yang

masih terjaga

keasliannya,

masyarakat Dani

membuat peralatan

sederhana berbahan

batu dan tulang.

Tulang-tulang itu

mewakili gaharnya

Suku Dani, yang juga

terkenal sebagai

pejuang. Sedangkan

batu menjadi basis

tradisi Bakar Batu,

yakni memasak babi

di atas batu panas

Page 20: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

20 | P a g e

Visual:

Cris John meniru

gerakan salah satu

suku Dani di depan

Honai mereka

menggunakan

tombak panjang yang

sering mereka pakai

untuk berburu dan

berperang

Transfer peradaban,

mencoba berbaur

memahami

peradaban yang ada,

larut dalam budaya

setempat

Visual:

Wajah close Up ketua

suku/ orang yang

disegani di Suku Dani

Menunjukkan power

atau kekuasaan

sebagai perlambang

adanya legitimasi

kekuasaan

Visual:

Shanti bersendagurau

dengan perempuan

suku Dani dengan

adat istiadatnya yang

khas. Perempuan suku

Dani menghias tubuh

mereka dengan totol

warna putih lambang

kecantikan

Adanya kesamaan

antara wanita

modern dengan

kecantikannya

dengan wanita suku

pedalaman papua

dengan ‘kecantikan’

menurut versi

mereka sendiri

Visual:

Kepala Suku

memimpin semua

anak buahnya

termasuk Shanti, Doni

dan Cris John untuk

menari Sajojo

Legitimasi

kekuasaan

Page 21: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

21 | P a g e

Visual:

Doni, Shanti dan Cris

John berpakaian

merah khas Kuku

Bima , meminum

produk di depan

anggota suku Dani

yang tengah menari

Sajojo

Ketiganya semangat

karena minum Kuku

Bima energy!!

Visual:

Logo Kuku Bima

Energi!! Dengan tiga

rasa muncul di akhir

Iklan

Semangat dan segala

keperkasaan itu

muncul karena

adanya minuman

energy Kuku Bima

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Iklan mampu membentuk kekuatan untuk mengkonstruksikan sosial atas realitas-realitas

baru yang lebih menarik dan mengkonstruksikan sosial atas realitas-realita baru yang lebih

menarik dan menjanjikan. Namun, hal tersebut cenderung terjadi penyeragaman budaya di

tengah masyarakat, atas perubahan-perubahan pesan yang disampaikan oleh iklan. Suatu waktu

budaya baru muncul dan popular, namun pada waktu tertentu pula budaya tersebut hilang

digantikan budaya lain.

Dan Iklan Versi Tari Sajojo ini sebenarnya merupakan komodifikasi budaya local, alih-

alih sebagai budaya adiluhung tetapi sebenarnya hanya dimanfaatkan untuk mengemas

keperkasaan lelaki papua yang selalu siap bertempur karena minum minumen berenergi merek

Kuku Bima. Ini jelas terlihat saat Direktur Utama PT Sido Muncul Irwan Hidayat berbicara

sebagai nara sumber saat melakukan peluncuran perdana produk ini.

Page 22: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

22 | P a g e

”Kami mengadakan sarasehan sekaligus meluncurkan iklan Kuku Bima Energi versi Tari

Sajojo yang berasal dari Papua, agar masyarakat mencintai dan ikut melestarikan budaya bangsa

khususnya Tari Sajojo agar tidak di klaim oleh bangsa lain, karena ini merupakan salah satu aset

negara kita. Pada tayangan iklan kali ini tergambar dengan jelas akan keindahan alam Papua, di

dua lokasi pengambilan gambar yaitu Lembah Baliem Wamena dan Pantai Amai Jayapura yang

melatar belakangi para penari yang yang merupakan penduduk asli Papua yang ada di Indonesia

Timur ini dan para bintang iklan Kuku Bima Energi Donny Kesuma dan Chris John serta Shanti

ikon terbaru dari Kuku Bima Energi, terang Irwan Hidayat.

Iklan ini memiliki beban yang berat karena selain memasarkan produk minuman

berenergi Kuku Bima, Irwan berharap bisa membuat masyarakat mencintai dan ikut

melestarikan budaya bangsa khususnya Tari Sajojo agar tidak diklaim oleh bangsa lain.

Pemanfaatan Cris John, Donny Kusuma dan Shanti yang melambangkan sosok cantik atau

perkasa sebagai mitos dunia modern coba disandingkan dengan suasana tradisional di kawasan

pedalaman suku Dani. Ini sebenarnya merupakan proses komodifikasi budaya local.. Proses

komodifikasi dalam komunikasi terjadi melalui penciptaan pesan dari sejumlah data menjadi

produk-produk yang laku dijual sebagaimana pendapat Vincent Mosco.

Proses komodifikasi menurut Mosco adalah cara kapitalisme mencapai tujuan untuk

mengakumulasi kapital dan nilai melalui transformasi dari penggunaan nilai-nilai ke dalam

sistem tukar. Proses komodifikasi dalam media melalui dua tahap yaitu : pertama, proses

produksi program atau produk media. Kedua, penggunaan periklanan media untuk menciptakan

komodifikasi dalam proses ekonomi.

Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas untuk mendapatkan

keuntungan. Dalam prakteknya ada keterkaitan yang saling mempengaruhi dalam proses

komodifikasi dalam periklanan, yaitu: isi media, jumlag audience dan iklan (Mosco,2009).

Komodifikasi juga menggambarkan bagaimana cara kapitalis mencapai tujuannya dengan

mengakumulasikan kapital serta menyadari bahwa nilai guna dapat menjadi nilai tukar.

Komoditas dan komodifikasi, dua hal yang saling berhubungan sebagai objek dan proses.

Page 23: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

23 | P a g e

Ini jelas terlihat adanya komodifikasi tarian Sajojo yang terkenal di tengah masyarakat

Indonesia, dan di’kawinkan’ dengan keperkasaan pria yang muncul dari mitos keperkasaan dari

Kuku Bima. Kata Kuku Bima sendiri merupakan mitos tersendiri, yakni kekuatan kuku dari

Bhimasena –lelaki perkasa keturunan Pandawa yang terkenal dengan kukunya yang luar biasa.

Sebagai ‘kuku dari Bhima’ minuman bernergi ini dicitrakan sebagai kekuatan luar biasa yang

membantu siapapun yang meminumnya agar bisa seperkasa Bhima . Menjadi agak dipaksakan

apabila Kuku Bima disandingkan dengan suku pedalaman Papua yang hidup di lembah Baliem,

mengingat kultur dan keperkasaan Bhimasena yang berakar di tanah Jawa agak berbeda dengan

kultur keperkasaan orang Papua – yang digambarkan lewat sosok lelaki Papua yang siap

bertempur dan berperang lengkap dengan busur dan anak panahnya. Ini merupakan

komodifikasi dari pihak Kapitalis yang ingin mengeruk keuntungan dari penjualan produknya di

pasaran,lewat Iklan yang seolah-olah mengangkat keperkasaan lelaki tanah papua dengan latar

belakang tari Sajojo yang sebenarnya bukan berbicara soal keperkasaan atau semangat

berperang, karena pada dasarnya tari Sajojo merupakan tari pergaulan yang menceritakan sosok

perempuan cantik papua yang memikat para pecintanya agar tertarik menari bersama dia.

KESIMPULAN

Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas untuk mendapatkan

keuntungan, adanya komodifikasi tarian Sajojo yang di’kawinkan’ dengan keperkasaan pria

yang muncul dari mitos keperkasaan dari Kuku Bima.

Kata Kuku Bima sendiri merupakan mitos tersendiri, yakni kekuatan kuku dari Bhimasena –

lelaki perkasa keturunan Pandawa yang terkenal dengan kukunya yang luar biasa. Sebagai ‘kuku

dari Bhima’ minuman bernergi ini dicitrakan sebagai kekuatan luar biasa yang membantu

siapapun yang meminumnya agar bisa seperkasa Bhima . Menjadi agak dipaksakan apabila Kuku

Bima disandingkan dengan suku pedalaman Papua yang hidup di lembah Baliem, mengingat

kultur dan keperkasaan Bhimasena yang berakar di tanah Jawa agak berbeda dengan kultur

keperkasaan orang Papua – yang digambarkan lewat sosok lelaki Papua yang siap bertempur dan

berperang lengkap dengan busur dan anak panahnya.

Page 24: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

24 | P a g e

Ini merupakan komodifikasi dari pihak Kapitalis yang ingin mengeruk keuntungan dari

penjualan produknya di pasaran, lewat Iklan yang seolah-olah mengangkat keperkasaan lelaki

tanah papua dengan latar belakang tari Sajojo yang sebenarnya bukan berbicara soal keperkasaan

atau semangat berperang, karena pada dasarnya tari Sajojo merupakan tari pergaulan yang

menceritakan sosok perempuan cantik papua yang memikat para pecintanya agar tertarik menari

bersama dia.

Page 25: Komodifikasi budaya lokal dalam iklan: analisis semiotik ...digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi... · Bima Energi Versi Tari Sajojo ... produk sebagai petanda

25 | P a g e

Daftar pustaka

Fiske, Introduction to Communication Studies, Sage Publication, 1990

Jefkins Frank, Periklanan, Jakarta ; Erlangga, 1997

Littlejohn, Theories of Human Communication,

Mosco Vincent,The Political Economy of Communication, Sage, 2009

Noviani, Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan Antara Realitas,

Representasi dan Simulasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002

Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya,

Sobur Alex, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika &

Analisa Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif – Kualitatif Dan R&D, AlfaBeta, Bandung, 2005,

Rakhmat Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001

http://www.sidomuncul.com