KOMENTAR UNTUK BUKU MELINTAS BATAS CAKRAWALA

26

description

Bagi yang menerima buku autobiografi Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa secara gratis, diminta menuliskan komentar atau kesan-kesan. Inilah hasilnya.

Transcript of KOMENTAR UNTUK BUKU MELINTAS BATAS CAKRAWALA

KOMENTAR SEHUBUNGAN DENGAN BUKU MELINTAS BATAS CAKRAWALA

BG: Buat saya adalah kebahagiaan dan kebanggan tersendiri karena nama saya ikut disebut bahkan lengkap nama lama dalam buku MBC tsb. Ketika saya berikan buku tsb kepada Drs. Ongkie Hananto, sebagai tanda terima kasih Ongkie mengirimkan lumpia ke rumah saya. Saya heran kenapa saya yang diberikan karena seharusnya Pak Singgih yang lebih berhak. Untunglah Ongkie juga mengirimkan lumpia ke rumah Pak Singgih. Tetapi yang menarik tidak ada reaksi apa-apa dari Pak Singgih untuk lumpia tsb. Beda sekali kalau ada yang memberikan komentar terhadap buku BMC selalu dapat jawaban dari Pak Singgih. Berikut ini komentar yang berhasil saya kumpulkan.

From: "Singgih D. Gunarsa"Date: Wednesday, August 17, 2005 3:06 PMBeng,Status buku tersebut adalah tetap ada pada Pencetak & Penerbitnya yakni BPK GM dan memiliki ISBN. Jadi resminya tidak boleh dikutip untuk diperbanyak. Barangkali tidak lama lagi dijual di Toko buku BPK. Saya membeli sekian ratus untuk dibagi-bagikan gratis kepada keluarga dan teman2 dekat. Jadi meskipun ada softcopy-nya di CD, sulit untuk dikutip langsung.Beberapa orang seperti Pak Haryoko, Pak Wim Gobel, sudah saya menyuruh Sekretaris mengirimkan melalui pos. Tetapi banyak nama yang kamu sebut belum saya berikan. Kalau sudah mulai menipis, beritahu saya lagi nanti saya kirim lagi.Lucunya buku tsb. jadi laku keras dan dibaca oleh karyawan biasa sampai katanya tidak tidur, sampai2 pelatih tenis juga ikut2-an membaca sampai lembur dan bisa menceritakan ciri2 khusus saya, jadi lucu. Yang tadinya untuk generasi penerus dalam keluarga, jadi ramai.Demikian untuk diketahui, Thanks.Pak Singgih

From: "Bing A. Andimulia"Date: Monday, October 24, 2005 11:39 PMBp, SinggihPerkenalkan, saya Bing Ananta Andimulia, ketua pengurus Penabur Bogor. Selama ini saya sering dengar nama pak Singgih, tapi setelah membaca buku Melintas Batas Cakrawala yang diberikan pak Bambang Gunawan, saya makin paham tentang profil dan bagaimana pak Singgih berjuang.Buku tersebut menginspirasi saya, bahwa hidup ini perlu diisi dan diperjuangkan.Bagian yang berkesan buat saya antara lain adalah bagaimana kegigihan bapak untuk masuk SMAK Pintu Air, sekalipun dimulai dengan penolakan.

Juga bagaimana bp, keluar dari kegagalan di FK UI. Pasti itu tidak mudah.Terima kasih buat pak Bambang Gunawan yang memberikan buku yang bagus dan inspiratif. Saya akan taruh di perpusatakaan SMP dan SMA, agar murid2 Penabur Bogor bisa terbuka, bahwa hidup miskin, tidak berarti tidak ada masa depan.Terima kasih pak Singgih.Salam.Bing A. Andimulia

From: Singgih D. Gunarsa Sent: Tuesday, October 25, 2005 7:52 PMPak Bing yang terhormat.Terima kasih atas komentar Bapak terhadap buku saya. Saya sungguh merasa tersanjung.Message yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana kehidupan yang un/under-privilege dapat menciptakan keberhasilan, apabila kita berkemauan keras dan gigih untuk mencapai sesuatu.Sekali lagi terima kasih,Salam dan hormat saya,Singgih D. Gunarsa

From: "Yohan Sumaiku" Date: Sunday, November 13, 2005 4:34 PMHalo Pak Bambang: Saya baru selesai baca autobio nya Pak Singgih. Mungkin Pak Bambang akan meneruskan surat/email saya ini kpd Pak Singgih. Saya percaya kalau Pak Singgih masih ingat saya. Tetapi utk mempermudah pengeluaran arsip ingatan Pak Singgih, saya akan ceriterakan sedikit siapa saya ini. Sekitar tahun 1963-1964 saya tinggal di Jakarta selama hanya satu tahun. Saya tinggal di Jl. Matraman 9B dirumahnya ibu Thio. Pada waktu itu saya konsultasi dng Pak Singgih. Saya jalan kaki dr Jl. Matraman ke Fak Psy UI di Jl. Diponegoro dan saya sekolah di SMAK Pintu Air kelas 1. Saya diberikan test berupa gambar-gambar yg seperti sering anak-anak buat, yaitu kalau tinta diteteskan ke kertas dan kertas tsb dilipat dua lantas dibuka kembali maka akan terlihat gambar berupa kupu-kupu atau bentuk lainnya. Lantas saya disuruh memberikan interpretasi, apa yg saya lihat didalam gambar tsb. Satu hari saya sudah bosan dengan test semacam itu, dan saya sangat sukar utk menceriterakan isi hati saya (rupanya test tsb satu cara tdk langsung utk mengorek keluar apa yg ada didlm pikiran saya), lantas Pak Singgih permisi sebentar keluar ruangan, waktu itu saya kabur pulang dan tidak mau meneruskan test tsb. Pada waktu itu saya melihat Pak Singgih sebagai sosok tubuh orang dewasa yg tampak dingin dan tidak berkesan, kurang ramah, mungkin baru belajar praktek jadi psikolog analist dan harus perlihatkan muka imparsial. Disamping itu saya juga di test IQ oleh seorang ibu (lupa namanya) dan dikatakan kalau saya hanya bisa melanjutkan sekolah jurusan social saja (mungkin test ini saya lakukan bukan th 1963-1964, mungkin waktu saya sudah dikelas 2 atau 3 SMA di Sukabumi).

Pada halaman 65 dr buku Pak Singgih dikatakan kalau Pak Singgih mempunyai catatan lengkap ttg pasien-pasiennya. Apakah Pak Singgih masih memiliki catatan ttg saya? Saya hanya penasaran pingin tahu ttg diri saya pd waktu th 1963-1964 itu. Saya masih ingat sebahagian, ttp sudah samar-samar. Pada sekitar awal thn 1980-an tahun-tahun pertama perkawinan saya diawali dengan pagelaran peperangan dengan istri saya yg awal mulanya disebabkan oleh ketidak cocokan pendapat dan pandangan hidup berkeluarga. Akhirnya kita berdua memutuskan utk datang konsultasi kembali ke Pak Singgih di RS Husada (d/h Yang Seng Ie). Berikut ini beberapa response dan pertanyaan saya:Buku Melintas Batas Cakrawala (selanjutnya saya singkat MBC) sangat bagus utk saya pribadi begitu juga utk pembaca lainnya. Sebuah buku tabula rasa dr Pak Singgih dimana pengalaman manis dan pahitnya Pak Singgih serta bagaimana Pak Singgih melawan dan mengatasi segala kesukaran dan tantangan bisa kita pakai utk contoh didalam menjalankan kehidupan pribadi pembaca sendiri.Satu hal yg saya mau tanyakan, pada saat-saat Pak Singgih mendapat tantangan dlm bentuk ketidak adilan atau kesukaran lainnya, kelihatannya Pak Singgih mengatasi kesukaran-kesukaran ini sendiri saja. Misalnya ketika Pak Singgih ditolak mentah-mentah masuk SMAK Pintu Air, saya tdk membaca dengan jelas siapakah yg memberikan penghiburan dan memberikan semangat dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih pd waktu Pak Singgih mengalami depresi berat, apakah ibu Pak Singgih saja? Atau ada orang lain juga, atau Pak Singgih sendirian saja? Saya agak marah ketika membaca bagaimana perlakuan tata usaha SMAK Pintu Air thdp Pak Singgih. Tanpa melihat angka rapor, hanya melihat sosok tubuh saja sudah ditolak. Itulah salah satu contoh kehidupan Jakrta yg serba ‘keras’ itu. Ini pernah terjadi juga pd diri saya bersama teman saya, ketika masih kuliah di Teknik Perminyakan ITB, kita berdua turun ke Jkt (thn 1971) dan turun naik bis kota di Jkt utk minta sumbangan ke perusahaan-perusahaan di Jkt utk dananya dipakai mengadakan pameran buku di ITB. Ketika masuk kantor Astra, sekertaris yg memandang saya dan kawan saya itu, menjengkelkan sekali, cara matanya memandang itu lo, tanpa berkedip melihat pakaian kami berdua dari atas sampai kebawah, dan menolak kita dng mengatakan kalau bossnya tidak ada dikantor. Contoh lain ketika Pak Singgih gugur dari FK-UI dan harus keluar. Pukulan yg sangat berat sekali sebab utk bisa masuk FK-UI itu sangat sukar sekali. Siapakah yg menghibur dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih waktu itu? Apakah hanya cukup dengan sajak Lagu kekalahan di hal 57 bisa membuat Pak Singgih bangkit kembali? Ceritera pengalaman seorang turunan peranakan Tionghoa itu berkesan sekali sebab saya juga turunan peranakan. Perasaan bangga kalau bisa diterima di HCS dan perasaan minder ketika masuk di HIS Muhammadiyah. Sebetulnya pengalaman Pak Singgih masuk HIS Muhammadiyah adalah merupakan berkat yg terselubung (blessing in disguise). Mungkin dr situ juga yg

membuat Pak Singgih tdk banyak mengalami kesukaran didalm berbaur dng penduduk asli (pakai istilahnya orba). Buku MBC ini bermanfaat sekali bagi saya utk menyambung dan menyelesaikan sisa kehidupan saya sampai saya selesai digaris finish dengan sebaik-baiknya, mungkin saya tdk akan sampai dipuncak yg setinggi puncaknya Pak Singgih, ttp kalau bisa saya selesaikan dan tutup kehidupan saya dengan baik itu sudah cukup bagi saya. Sajak AKU ADALAH AKU dihalaman 164 dan 165 itu sangat bagus sekali dan meberikan semangat yg baik bagi saya. Ttp ketika saya baca bait ke-5 dimana dituliskan “Aku tidak menerima pemberian, bantuan, belas kasihan,” saya merasa sedikit kecewa, krn saya sampai hari ini masih sering dpt bantuan ataupun belas kasihan dr sesama saya. Jadi saya belum tentu bisa menjadi AKU ADALAH AKU. Mungkin yg perlu saya tarik dr kata-kata diatas ialah semangatnya itu, sebab saya pikir mana mungkin kita hidup di dunia ini tdk menerima pertolongan orang lain? Mohon maaf Pak Singgih, saya tdk bermaksud mengkritik bukunya/sajaknya Pak Singgih lo.Akhir kata saya ingin mengucapkan banyak terima kasih utk diberikan kesempatan bisa membaca autobiografinya Pak Singgih dan bisa berkonsultasi dng Pak Singgih didalam kehidupan saya ini. Kalau Pak Singgih masih ada catatan ttg saya, pasti ada huruf GR nya dicatatan saya itu, krn saya selalu konsultasi gratis. Disini, di Amerika, sekali konsultasi saya dengar bisa bayar $250 per jam (di California).Salam dari bekas pasien Pak Singgih yg masih di rantau di Golden, Colorado. O ya, saya juga memperoleh gelar Ph.D. saya di bulan Desember 1998. Major saya Economy dengan minor Petroleum Engineering krn saya memperoleh Ir dijurusan Teknik Perminyakan dr ITB.Yohan Sumaiku

From: "Singgih D. Gunarsa"Date: Wednesday, November 16, 2005 3:41 PMDear Yohan,Pertama-tama saya sampaikan terima kasih atas komentar yang Yohan telah berikan terhadap buku saya. Entah bagaimana ceritanya jadi sampai ke Yohan di Amerika.Sebenarnya ada secercah message yang ingin saya sampaikan utamanya dalam lingkungan keluarga sendiri. Mengapa anak-anak sekarang yang begitu kecukupan, tetapi kurang drive untuk mencapai dan mendapat sesuatu. Tentu saya melihatnya dalam lingkungan keluarga sendiri. Seolah-olah (kalau bicara sombongnya) saya mau berteriak kepada mereka: Hidup jangan cengeng, lihatlah aku yang under – less-privileged toch dapat mencapai puncak prestasi.Yohan, jujur saja saya masih ingat masalah Yohan, meskipun tidak mendetail, seperti halnya terhadap pasien2 lain (tentu tidak semua) dan memang setiap pertemuan/percakapan saya rekam dalam benak/otak saya dan menunggu saat di click untuk mengeluarkan dari bawah atau ketidak sadaran saya. Biasanya ada clue–nya yang

memancing keluarnya ingatan. Jadi bisa dibayangkan betapa otak saya sudah overloaded/over-burdened. Untuk Yohan ketahui, saya baru berhenti praktek kira2 setengah tahun yang lalu, karena praktek memang melelahkan, disamping sekarang perjanjian waktu sulit dipenuhi. Saya ingin memenuhi/menjawab pertanyaan2 Yohan sebaik-baiknya.Dalam setiap menghadapi tantangan, masalah, kesulitan, tidak ada seorang pun yang membantu saya karena memang saya tidak pernah meminta bantuan siapa pun. Saya hadapi dan atasi sendiri, Itulah mungkin yang menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok yang kaku, over-confidence, seolah-olah terlatih untuk mengatasi dan keluar dari masalah dari hasil pemikiran sendiri.Contoh yang lucu. Sekarang saya adalah Ketua Badan Pimpinan Yayasan (setelah pensiun dari UI) Tarumanagara yang “membawahi” begitu banyak orang, termasuk pimpinan Universitas yang cukup besar dan sungguh suatu predikat yang lucu diberikan kepada saya bahwa saya adalah seorang yang “menyeramkan”, sehingga orang “segan” kalau harus “menghadap saya”.Saya ingin coba menjelaskan mengenai masalah “pemberian, “bantuan” dari orang lain. Pada hakikatnya ini adalah juga contoh atau kalau lebih aktif lagi adalah nasihat agar kita tidak mengandalkan pada uluran tangan dan bantuan dari orang lain, dari siapa saja. Jadi sebaliknya: percaya diri, percaya pada kekuatan dan sumber yang ada pada diri sendiri. Tentu ini mengandung arti perkembangan dan pengembangan pribadi untuk mencapai sesuatu tujuan atau cita-cita. Pada akhirnya saya bangga Yohan sudah mencapai Ph.D., seperti halnya anak bimbingan saya yang lain yang juga sudah memperoleh Ph.D. di MIT (Lihat hal 69-70). Salam dan terima kasih atas perhatiannya. Singgih D. Gunarsa

From: "Anne Ranti e/o Lody Tjia" Date: Wednesday, November 30, 2005 6:06 AMKalau boleh saya memberikan kesan mengenai buku Melintas Batas Cakrawala:Terharu dan kagum. Inilah yang saya rasakan ketika ditengah panas udara Jakarta - tapi karena asyik membaca tidak terasa - membaca buku Melintas Batas Cakrawala.Bidang keilmuann yang begitu melekat, tidak bisa lepas dalam tulisan ini. Pak Singgih (panggilan akrabnya bagi saya) melalui bukunya masih "mengajar".Saya belajar melalui analisa perilaku yang dibahasnya seta kekuatan dan ketangguhannya yang tercetak dalam riwayat kehidupannya yang berat. Terlintas dalam pikiran, entah kapan akan muncul lagi sosok yang sedemikian jauh lompatannya dalam satu masa kehidupannya. Kemauan keras dan kemandirian tercermin dalam kehidupan yang dijalani dan dalam "Aku Adalah Aku", yang muncul di bagian ahir, saat telah mencapai cakrawala. Terimakasih kepada Pak Singgih untuk buku ini, salam hormat sedalam-dalamnyajuga untuk Ibu Singgih - Tuhan berkati.Penerus di P4 - BPK Penabur KPS Jakarta.

Anne L.Ranti

From: "Singgih D. Gunarsa"Date: Wednesday, November 30, 2005 3:50 PMBeng, tolong teruskan ke Ibu Anne karena saya tidak punya email address-nya.Terima kasih Ibu Anne. Semula hanya mau mengungkapkan perjalanan hidup pribadi untuk kalangan terbatas. Jadi ditulis dalam waktu relatif pendek, mumpung ingatan masih cukup jernih (kondisi sekarang: sudah sering lupa-lupa). Satu dan lain karena kejengkelan melihat generasi muda yang terlalu mengandalkan pada orang tua, pada materi dan tidak/kurang terpacu untuk maju setinggi-tingginya. Itulah utamanya. Terus terang ketika sudah jadi buku, lantas muncul banyak auto-kritik, a.l. kekurangan2 atau kesalahan2 dalam penulisan dan tulisan atau cerita tersebut berakhir ketika diangkat sebagai Guru Besar. Padahal cerita pasca Guru Besar masih banyak. Entahlah mungkin itu disimpan untuk buku MBC jilid 2. Hanya mimpi saja.Sampaikan terima kasih dari saya sekeluarga.Salam sejahtera,Singgih D. Gunarsa

From: "Singgih D. Gunarsa" <[email protected]>Date: Wednesday, November 30, 2005 8:59 PMBeng,Memang saya ambil/beli sekitar 700 buku dari jumlah buku 1000 yang dicetak, untuk dibagi-bagi gratis, karena perkiraan saya siapa yang mau beli buku seperti itu. Sama sekali tidak terbayang bahwa banyak orang asyik juga membacanya. Jilid 2 ?, wah nanti dulu karena tugas dalam pekerjaan sehari-hari masih menumpuk. Apa pun saya merasa sangat terharu dengan respons dan tanggapan dari banyak kenalan.Terima kasih Beng untuk menyebarkan buku tersebut kepada kenalan. Di rumah masih ada beberapa puluh buku, disediakan bagi yang menginginkannya.Pak SinggihTerima kasih Beng.

From: CCF Indonesia Sent: Monday, September 05, 2005 11:53 AMDear Pak Singgih,Terima kasih banyak untuk kiriman buku Otobigrafi Bapak. Wah, hebat Pak Singgih. Isinya juga sangat sangat menarik dan inspiratif. Saya sungguh senang mendapatkannya, apalagi ada tanda tangan otentik penulis-nya.Buku akan kami kirimkan ke nama-nama seperti yang disebut Mbak Lisa: Bu Bernardine, Bu Marjono, Pak Suranto, Pak Tri, Adam Toto, Tetty, Bebe, dan Rani. Masih ada sisa 2 buku, akan kami berikan ke Pak Peter Sondakh dan Pak Junardy (staf Pak Peter).

Pak, apabila ada orang yang berminat memiliki buku tersebut, bagaimana bisa mendapatkannya? Apakah dijual di toko-toko buku?Salam dan hormat saya,Rani

From: Tjhang Sent: Monday, September 19, 2005 6:56 PMMemang saya belum e-mail mengenai bukunya Pak Singgih. Karena belum selesai bacanya. Hampir habis. Nah Sin Tjiang (Dr. Danny) ada di Holland dan dia telefoon saya, bilang eh Hannie, foto kamu ada dibukunya Pak Singgih. Waduh jadi pada tau.............Sin Tjiang ini kan aktief di Penabur juga. Dia dokter kan dan anaknya tinggal di Belanda. Mengenai bukunya Pak Singgih, aduh..............saya baru tau bagaimana hidup dari kecil, berjuang mati2an untuk mencapai apa yang dicapai sekarang ini. Bagaimana sifat Pak Singgih dsb. Saya senang membacanya jadi lebih bisa mengenal Pak Singgih. Dulu waktu saya kuliah kan jarang dan sungkan mendekatinya.......................udah ditolong kan. Takutnya menyolok juga di fakultas.Lagi pula pergi ke Engeland kan. setahun lagi. Kedinginan dan harus cari makan lagi. Engga biasa masak kan. Tapi semua kesusahan da-pat dilalui. Betul2 hebat. Ternyata Prof. Fuad Hasan sudah jadi prof. duluan dan bantu banyak ya. Dengan Pak Fuad saya banyak ngobrol karena setiap minggu saya kerja dibalapan kuda dan Pak Fuad se-lalu ada disitu. Jadi ngobrol2 dan juga dengan beberapa temen2 lain dari ui.Sebenernya saya kerja dibagian VIP, tapi karena Pak Fuad dan anak2 psy.lain dibawah VIP saya minta dikerjakan disitu. Maksudnya bisa ngobrol2 sambil kerja, hehhe.Nah banyak nama2 yang tertulis dalam buku Pak Singgih, kita tahu juga. Seperti Yap Kie Hien, kan saudaranya Yap Kie Tiong, Yap Kie Bing.Temennya pappie itu. Djoa Liang Ham juga kenal, dan dia pin-dah ke Holland dan sudah meninggal. Adik isterinya sering ketemu karena tinggal di Utrecht.Dia nikah dgn. adiknya Liong Hauw sepak bola, yang Pak Singgih juga kenal.Nah ternyata kenal sama Arief Gosita ya??? Dia kan adiknya pende-ta GOsana??? Dulu sering kerumah dan dia kenal mijn broers di Hol-land.Lalu ketemu Ci Juul dan pacaran, aduh....................seru juga ya duduk sebelahan dan.................achirnya jadi juga.Achirnya berkeluarga dan anak2 sudah berdikari ya. Tinggal kita menjadi tua rasanya. Dengan Alan juga saya berusaha selalu banyak ngobrol2 bertukar pikiran dsb. Karena dijaman kita kan soal begini juga kurang ya. Rasanya dengan ornag tua kita tidak boleh melawan dan harus turut.Bukunya Pak Singgih bagus seklai dan banyak yang bisa diman-faatkan untuk kita dan saya ceritakan ke Alan. Supaya juga bisa am-bil baiknya kan. Memang saya senang mengetahui bagaimana seso-rang itu dan dari situ kita bisa mendekatinya dan mengertikan seso-rang.

Waduh udah kepanjangan e-mailnya. Nanti akan saya baca habis dan kasih e-mail lagi.Salam untuk ci Juul. Daaaaaaag........Hannie

From: barry Sent: Tuesday, September 06, 2005 9:24 AMDear Pak Prof. Singgih,Saya staff CCF Indonesia yang turut membaca buku Otobiografi Pak Singgih di waktu liburan kemarin ini. Buku ini saya pinjam dari Mbak Rani. Wah...penyajiannya lengkap, inspiratif, dan menyeman-gati. Pak Prof. Singgih, saya juga sharingkan buku Bapak ke saudara-saudara saya, dan mereka tertarik membacanya. Saya su-dah diberitahukan oleh Mbak Rani bahwa buku Bapak bisa diperoleh di Toko Buku BPK Gunung Mulia. Sekali terima kasih Bapak Prof. Singgih yang sudah membagikan pengalaman hidup Bapak. Pak Prof. Singgih apa masih melayani di RS Husada? Apabila ada kelua-ga yang ingin berkonsultasi dengan Bapak apa bisa? Apabila mau konsultasi dengan Pak Singgih di hari dan jam berapa? Pak Prof. Singgih.......jaga kesehatan yah...dan Selamat Ulang Tahun walau-pun terlambat saya ucapkan. Terima kasih untuk peneguhannya. Salam, Barry

From: barry Sent: Wednesday, September 07, 2005 9:53 AMSelamat Pagi Pak Prof. Singgih,Terima kasih untuk balasan emailnya. Bagaimana kabar hari ini? Saya berdoa untuk Bapak dan keluarga selalu diberkati oleh Allah, dan terus bersemangat dalam pelayanan. Pak Prof. Singgih, saya sungguh-sungguh tersemangati membaca perjalanan hidup Bapak, seperti menjadi "charger" bagi hidup saya. Bapak sungguh setia dengan panggilan hidup Bapak dan selalu positif. Pak Prof. Singgih, buku Bapak akan menjadi salah satu koleksi buku saya. Apakah Ba-pak bisa memberikan rekomendasi rekanan Bapak untuk konsultasi dan praktek dimana?Terima kasih bisa mengenal Pak Prof. Singgih. GBU, barry

DARI LUKMAN SRIAMIN:

Ooooo...kalau untuk itu saya akan baca dulu mpe habis. Silakan kalau mau diteruskan ke pak Singgih. tapi beri pengantar supaya gak bingung dalam konteks apa kok saya tiba2 nulis itu he he he. Ya karena salah ngerti.....Salam n thx

BG: Luk, saya teruskan ke Pak Singgih ya.Kelihatannya cerita Anda ini lebih cocok untuk buku KESAN dan PE-SAN yang diterbitkan oleh Pak Singgih waktu Pak Singgih pensiun dari UI. Komentar yang saya lagi kumpulkan sekarang adalah yang berhubungan langsung dengan buku Menembus Batas Cakrawala. Tetapi cerita Anda tetap menarik.

From: lukspsi

Ini komentar saya ttg pak Singgih mungkin bisa ditambahkan dalam cetakan berikut: Saya tahu pertama kali pak Singgih adalah saat saya mengikuti kuliah di Fakultas Psikologi UI. Tahu tidak berarti serta merta kenal, tahu karena ybs ngajar saat saya kuliah, jadi belum kenal. Saat itu Fakultas Psikologi UI ada di Jl. Diponegoro, bersebelahan dengan SMA dimana saya menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas. Cara mengajarnya menyenangkan untuk saya, gak bosan untuk mengikuti kuliahnya apalagi saat itu pak Singgih tidak pernah lepas dari "kerumunan" mahasiswi2. Ini yg membuat saya semakin tertarik. Banyak didekati, namun tetapi tetap bisa berperilaku normal gak pernah ada berita miring dalam hubungan seperti ini yang saya ketahui. Maklumlah rata-rata jumlah mahasiwa berbanding jumlah mahasiswi = 1:3; jadi mungkin saja saya saat itu ingin juga "menyerap" ilmu pak Singgih: "dekat tapi tidak menyentuh". Profesioanalisme senantiasa muncul dalam menyampaikan sesuatu Tidak mau gegabah dalam memberikan presentasi, benar-benar mempertahankan citra sebagai seorang psikolog hingga saat ini. Konsisten dan tahu menempatkan diri.Walau jenjang akademis kami terpaut jauh, tetapi hubungan seba-gai insan tetap berjalan dengan baik dan pak Singgih dapat pula menyesuaikan diri. Seperti misalnya sebagai anggota Himpsi Jaya, pak Singgih tekun untuk memenuhi kewajibannya. Tidak mengede-pankan senioritasnya untuk memperoleh prioritas mendapatkan ke-mudahan dan keringanan sebagai mana yang dilakukan oleh yang lain. Justru malah pak Singgih yang mengingatkan kami selaku pen-gurus Himpunan Psikologi Indonesia wilayah Jakarta bahwa masa keanggotaannya sudah mendekati kedaluwarsa. Waktu berjalan terus dan hubungan dengan pak Singgih tetap ber-jalan walau saya telah menyelesaikan serta keliling jagad Nusan-tara. Meski kami jarang bertemu, namun kalau tokh pada suatu kegiatan kita berjumpa, tidak ada kecanggungan. Benar-benar dekat bagai sahabat. Malah dalam suatu kegiatan di Universitas At-majaya, saya usulkan pada pak Singgih untuk memanfaatkan fal-safah psikologi alam pedesaan dalam pembangunan Kampus baru Untar yang di Karawaci yang amat luas. Masih teringat dikepala saya yang begitu mendengar lagu yang syairnya a.l.: Pada hari Minggu ku turut ayah ke kota Naik delman istimewa ku duduk di mukaKu duduk di samping bang kusir yang sedang bekerja ...........saya tergoda untuk menyampaikan ide alam pedesaan dimana pak Singgih pernah berada yaitu Purwokerto, ke kampus baru Untar di Karawaci.Teduhnya alam pedesaan, jujurnya insan yang tumbuh besar di sana......mengapa tidak kita usahakan untuk menumbuhkannya? Semoga pak Singgih tetap berkenan untuk mewujudkan. Kalau masih ada yg dirasa kurang jelas, silakan pak Bambang memberi-tahu saya. Salam

Kiki, Thursday, December 01, 2005 9:27 AMPak Bg,

Terima kasih atas pemberian buku Menembus Batas Cakrawala - nya Pak Singgih.Saya belum pernah bertemu dengan Pak Singgih walau nama beliau tidak asing untuk saya. Ketika melihat cover buku dengan foto Pak Singgih, saya berfikir ini foto sermasa mudanya Pak Singgih, entah benar atau tidak? Sebetulnya dalam bayangan saya Pak Singgih adalah seorang yang sudah tua benar (S3 = Sudah Sangat Sepuh, he..he.., saya cuma bergurau Pak).Membaca buku Pak Singgih ini, saya seperti dibawa ketempat dimana beliau tinggal dan ikut menikmati enaknya makan buah dari pohon yang tumbuh di halaman rumah, menikmati juga pemandangan hamparan sawah yang sedang menguning. Saya jadi teringat kampung halaman saya sendiri. Dari keseluruhan isi buku ini yang paling saya kagumi selain kemauan dan tekad untuk maju yang luar biasa, juga kejujuran dan keberanian Pak Singgih yang belum tentu ada pada kebanyakan orang, memaparkan/mengungkapkan mengenai ayahnya yang kesukaannya berjudi menyabung ayam. Ini sebetulnya adalah aib keluarga, tetapi diungkapkan juga dalam buku ini, sehingga saya beranggapan buku ini betul2 autobiogafi yang mengungkapkan apa adanya tentang Pak Singgih. Salam, Kiki.

DARI BIRETNI:Syallooooom,Apa khabar Pak Singgih.Bagaimana kabarnya dengan alumni BPK PENABUR yang kita sayangi. Kalau tidak salah, bapak pernah jadi Ketua Ikatan Alumni BPK PENABUR? Apa yang menjadi harapan bapak dengan alumni BPK PENABUR yang saat ini telah menyebar luas ke seantero dunia…..wooouw.!Pak Singgih Yth.Saya sangat senang setelah membaca buku bapak. Walaupun dunia penuh dengan poles memoles seperti buruk muka dipoles menjadi indah, perbuatan yang tidak baik dipoles dengan makanan atau bingkisan yang indah dll, Namun menurut saya Pak Singgih ini orangnya sederhana dan apa adanya. Keberadaannya tidak ditu-tup-tutupi atau tidak dipolesi dengan sesuatu yang indah. Tanpa tedeng aling-aling semua diceritakan apa adanya , membuat orang lain mau mencontoh dan hal ini sangat memudahkan untuk pemec-ahan masalah bagi seorang Psikolog. Tidak neko-neko. Ia selalu mengungkapkan apa adanya seperti ayahnya seorang pemabuk dan suka nyabung ayam dan ibunya membantu keluarga dengan berjualan. Jadi Biretni mengambil kesimpulan bahwa tidak pas ya ada peribahasa bahwa buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ternyata Pak Singgih tidak tertular sedikitpun dengan polah ayah-nya. Justru dengan ketekadan hatinya membuat dirinya menjadi se-orang yang sampai saat ini layak untuk dijadikan teladan atau per-contohan.

Saya rasa iman yang teguh dengan tekad yang bulat akhirnya cita-cita ingin masuk sekolah ke BPK PENABUR tercapai walaupun mele-wati jalan melintang dengan sekolah di tempat lain terlebih dulu sambil mencari tempat yang lowong. Itu yang pertama dan yang kedua adalah kerja keras dan siap setiap saat menghadapi tantan-gan dan ketiga, rela hati mau berkorban, saya rasa baginya berbu-at baik itu merupakan suatu ibadah.dan keempat, tetap teguh ber-jalan sesuai dengan Firman Tuhan. Buku Melintas Batas Cakrawala (MBC) ini, aku memperoleh empat kata yang sanggup mempengaruhi hidupku.Pertama, bahwa hidup itu harus dinikmati dengan penuh percaya diri.Kedua , ada kebulatan tekad dan kerja keras yang membuat diri untuk meraih cita-cita.Ketiga, ada dedikasi untuk keluarga, setiap memperoleh kesuksesan beliau selalu ingat orangtuanya. Bangga menjadi Putra Jonti…….Keempat, ada keinginan setiap pagi untuk berubah menuju yang lebih baik dari kemarin .Itulah yang Biretni dapatkan dan biarlah berkat TUHAN selalu be-serta Bapak Singgih dan keluarga yang selalu memberi semangat kepada orang lain melalui kiprahnya. Biarlah orang menghormati bapak dengan kasih sayang yang besar. Salam dari Biretni dan hanya itulah penghargaan yang dapat saya berikan. Tak lupa salam hormat buat ibu tercinta. (BSW).

On Thursday 08 December 2005 22:36, Singgih D. Gunarsa wrote:Beng,Kalau ada pertanyaan ya tentu saya berupaya menjawabnya. Teta-pi jangan semua orang bertanya lagi. Wah, bisa capai saya melayani. Tetapi ini guyon-guyon saja.

Buat Kiki:Betul saya sudah S3, tetapi Puji Tuhan masih bisa lari-lari kencang. Saya yakin kalau mau adu lari dengan saya saya pasti menang. Nah, kalau kamu sensitive, itulah saya: terlalu yakin bahwa I can handle everything, I have to and I will overcome everything in front of me. Foto di halaman depan memang saya, tetapi jangan ditanya di mana, karena jujur saja saya lupa di mana dan di kota apa. Itulah profil saya, entah apa reaksi-reaksi para wanita melihat sosok se-perti itu. Sayangnya dulu saya terlalu kurus. Tetapi malah berun-tung, karena kalau profil tubuh saya lebih besar, lebih tinggi sedikit lagi, saya pasti jadi atlet pengumpul medali. Aib dalam lingkungan keluarga ? Yah, saya harus menceritakan apa adanya, yah memang seperti itulah ayah saya. Tetapi beliau tetap ayah saya dan saya te-tap hormati sebagai ayah kandung saya dan bahkan ada secercah kesombongan. Sekalipun...tetapi saya dapat atasi dan bahkan "som-bong" dengan mobil baru yang saya beli dan ayah sedemikian men-gagumi mobil tersebut. Puas, puaslah hati ini. Apapun terima kasih Kiki, mudah2-an jadi cerita menarik sesaat and then .....gone with the wind !.

Buat Biretni,Suatu analisis dan interpretasi yang tajam dan menarik. Betul, saya pernah jadi Ketua Umum Ikatan Alumni Pusat. Tidak tanggung-tang-gung, begitulah saya. Kalau saya mau sesuatu saya harus dapat yang terbaik, yang terhebat, yang ter.... dan seterusnya. Saya ibarat kedelai yang yang kualitasnya sempurna di antara segenggam biji2 kedelai. Karena ditolak di S.M.A. K., saya bayar hutang dengan suara lantang, siapa yang mau bantuan memasukan anak di seko-lah ? Siapa yang berani menentang kalau saya sudah mengatakan: terima calon murid tersebut. Luar biasa Biretni, tetapi ini andai-andai atau beneran ? Tanyalah Bambang Gunawan. Jadilah sesuatu yang sebaik-baiknya, setinggi-tingginya. Tidak ada tanggung, seten-gah-setengah. Kalau jadi ya yang tertinggi dan terhebat sekalian. It-ulah kesombongan yang ada dalam diri saya, sebagai reaksi ter-hadap perlakuan dan sikap seperti mencibirkan saya dengan tingkah polah berlebih-lebihan. Tentunya suatu kompensasi, suatu rasionalisasi: Umur 50 tahuan sudah menduduki pangkat tertinggi IV/e, kebanggaan dan kesombongan luar biasa untuk menebus kepahitan dan kegetiran hidup Reaksi terhadap cibiran. Siapa suruh datang ke Jakarta. ?. Buku MBC saya tulis dalam waktu relatif pen-dek sekali. Terus terang masih malu-malu kucing menceritakannya. Biretni bisa bayangkan kalau saya bercerita jujur semuanya, pasti akan menjadi buku cerita penuh romantisme yang bisa membang-kitkan sukma dan menggetarkan bulu kuduk para pembaca ?. Apa ini yang dinantikan oleh Bambang Gunawan, my next true story ..... second edition ? Sudah ya, thanks anyway and GBU. Pak Singgih

From: "Thomas W Agung Sutjiono"Sent: Sunday, December 18, 2005 12:29 PMMet siang Pak Bambang G.Dari buku MBC, ingatan saya langsung kepada dua nama yang ter-tulis di dalamnya, yaitu ada nama Beng Liang dan Tiong Sing. Sedik-it nih cerita : Selama 3 tahun saya tinggal di rumah engku Tjan Tiong Ing (kakak Mama) di Bandung dan belajar dari beliau bagaimana pahit getirnya hidup dan pergi kuliah harus jalan kaki. Setelah lulus dan mulai belajar menjadi orang dan dapat membeli rumah sendiri di Bandung saya bergabung dalam usaha kontraktor dengan sepupu saya Tjan Beng Liang, tapi ternyata saya salah gaul dan menjadikan saya kabur dari Bandung ke Tasik (ya ada trauma yang sangat dalam). Sedang nama Tjiong Beng Liang adalah orang yang sangat baik dan menjadikan saya terus berkembang di Tasik. Tiong Sing (Tjio), nama kecil saya, yang tidak dikenal di kota Tasik, tapi nama yang cukup dikenal di Tuban (he...he...he, boleh ny-

ombong kan, karena lulusan SMAN Tuban pertama yang dapat kuli-ah di ITB). Berikut sedikit komentar saya, tentang buku MBC.Yth. Bapak Singgih D. Gunarsa,Perkenalkan, saya Thomas Agung, guru SMAK BPK PENABUR Tasik-malaya (kebetulan masih dipercaya sebagai Kepsek SMP). Ketika saya masih di SMAN Tuban (kota kecil di pesisir utara Jawa Timur), sering mendengar/membaca nama pak Singgih, baik melalui TV atau baca koran Sinar Harapan / Kompas. Membaca buku autobi-ografi yang berjudul Melintas Batas Cakrawala, kesan pertama saya, penulisnya : LUUAAR BIASA. Tulisan yang mengalir dan begitu enak dibaca.Ya, jujur saya baca sampai dua-tiga kali untuk betul-betul memahaminya. Kebetulan yang Bapak Singgih rasakan ketika masa remaja (sebelum SMA), itupun saya alami baik ketika di SDN, SMPN sampai saya lulus SMAN Tuban dan kemudian merantau ke Ban-dung (ITB dan IKIP) hanya dengan "bondo nekat".Ada beberapa bagian yang sangat menarik dan saya langsung membayangkan jauh ke-awang2 ketika membaca Bagian 3 yang berjudul Wanita dan Kartini, ini cerminan bagaimana rasa penghar-gaan penulis kepada orang yang melahirkannya. (Sayapun terma-suk orang yang sangat mengagumi wanita yang melahirkan saya, yang hanya seorang penjahit dan dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai PT).Bagian lain adalah ketika membayangkan perjuangan penulis untuk dapat sekolah di SMA-K Pintu Air, inilah "kunci sukses" yang menjadi dasar-pijakan perjuangan untuk melangkah ke jenjang berikutnya. Langkah demi langkah dilalui dengan kerja keras, semangat dan ke-mauan yang sangat tinggi. Ada satu "trauma atau kekesalan" yang tidak terungkap di tulisan ini bagaimana perlakuan yang diterima penulis (putra Jonti) sebelum melangkah ke Jakarta, goresan yang sangat dalam, yang menjadikan dirinya kuat, bukan hanya karena lingkungan tetapi ada "sesuatu keinginan yang muncul dari dalam dirinya".Pada bagian 8, melanglang buana mengejar ilmu khususnya pen-galaman traumatik di Roma, menyiratkan bahwa penulis sebagai putra Jonti (yang disebutkan berulang-ulang) kembali mengalami goresan pengalaman, meskipun hal ini tidak terlalu dalam. Terbukti bahwa kegagalan menjadi sebuah motivasi untuk terus bertahan dan berkembang.Kalimat lain yang perlu direnungkan oleh setiap pembaca adalah : Jadilah pribadi yang kuat dan tangguh, untuk menghadapi kehidu-pan yang keras. Sebagaimana kualitas kehidupan yang pernah saya alami, saya hadapi, saya jalani dan saya tanggulangi. Hidup harus keras dan tangguh. Aku memberontak terhadap lingkungan. Saya sangat setuju akan hal ini, bahwa hidup itu tidaklah mudah dan per-lu perjuangan. Terima kasih buat Pak Bambang Gunawan (Tjiong Beng Liang), yang telah memberikan buku yang sangat baik dan penuh inspirasi. Mu-dah-mudahan buku ini dapat menjadi bacaan yang menarik bagi gu-

ru-guru dan murid di SMP BPK PENABUR Tasikmalaya. salam - thom's