Kolitis Winda

45
KOLITIS Disusun Oleh : Winda Nurmalasari (406148026) Pembimbing : dr. Wigati, Sp PD

description

kolitis

Transcript of Kolitis Winda

Page 1: Kolitis Winda

KOLITIS

Disusun Oleh :Winda Nurmalasari (406148026)

 Pembimbing :dr. Wigati, Sp PD

Page 2: Kolitis Winda

Definisi

Kolitis : suatu peradangan akut maupun kronik pada kolon.

Page 3: Kolitis Winda

Berdasarkan penyebab diklasifikasikan menjadi :

1. KOLITIS INFEKSI :•Shigelosis•Kolitis tuberkulosa•Kolitis amebik•Kolitis pseudomembran•Kolitis karena virus, bakteri atau parasit lain

2. KOLITIS NON-INFEKSIKolitis ulseratifPenyakit crohn’sKolitis radiasiKolitis iskemikKolitis non-spesifik

Page 4: Kolitis Winda

Kolitis amebik (Amebiasis kolon)•Peradangan kolon disebabkan Entamoeba histolytica

•Penularan melalui kontaminasi tinja ke makanan atau minuman, dengan perantara lalat, kecoa, kontak interpersonal.

•Pasien yang asimptomatik tanpa ada invasi jaringan hanya mengeluarkan kista pada tinjanya tinja tersebut dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia.

•Pada pasien yang invasif, selain kista juga mengeluarkan tropozoit, namun bentuk tropozoit tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia

Page 5: Kolitis Winda

Beberapa klinis pasien amebiasis1. Carrier : tidak menginvasi dinding usus, tanpa gejala

atau hanya keluhan ringan (kembung, flatulensi, obstipasi)

2. Disentri amuba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk bercampur darah dan lendir, KU ps baik

3. Disentri amuba sedang : kram perut, demam, lemas, hepatomegali dengan nyeri spontan

4. Disentri amuba berat : diare disertai banyak darah, anemia, mual, demam tinggi

5. Disentri amuba kronik : menyerupai disentri amuba ringan, diselingi periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun

Page 6: Kolitis Winda
Page 7: Kolitis Winda

E. histolytica memiliki bentuk pseudopod, merupakan parasit protozoa tidak berflagel yang dapat menyebabkan proteolisis dan lisis jaringan, juga menginduksi apoptosis sel host-nya. Manusia dan primata non-manusia merupakan satu-satunya host bagi E. histolytica. Menelan kista E. histolytica yang berasal dari lingkungan akan diikuti dengan eksistasi pada ileum terminal atau kolon, dan berubah bentuknya menjadi trofozoit yang sangat motil. Saat kolonisasi di mukosa kolon, trofozoit dapat menghasilkan kista yang kemudian dieksresikan melalui feces atau dapat pula menembus barrier mukosa usus sehingga dapat masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke hati, paru, serta bagian tubuh lainnya. Kista yang dieksresikan akan mencapai lingkungan dan melengkapi siklus ini.

Page 8: Kolitis Winda

Berdasarkan pola isoenzimnya, E. histolytica dibagi menjadi golongan zymodeme patogenik dan zymogene nonpatogenik. Walaupun mekanismenya belum seluruhnya jelas, diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan imunosupresi seperti pemakan steroid memudahkan invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi mukosa timbul ulkus yang bentuknya seperti botol undetermined, kedalaman ulkus mencapai submukosa atau lapisan submuskularis. Tepi ulkus menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian kolon asenden dan sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis.Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan imunitas cell-mediated amibisidal berupa makrofag lymphokine-activated setra limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan membentuk massa yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden.

Page 9: Kolitis Winda

Diagnosis •Pada pasien yang dicurigai mengidap amebiasis kolon, pertama kali diperiksa adanya eritrosit dalam tinja, bila positif, pemeriksaan dilanjutkan.

• Pemeriksaan tinja segar yang diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal 3 spesimen tinja yang terpisah untuk mencari adanya bentuk trofozoit.

• Untuk identifikasi kista dilakukan pemeriksaan tinja dengan pengecatan trichrome, bila perlu dengan teknik konsentrasi tinja.

•Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap ameba, positif pada 85-95% pasien dengan infeksi ameba yang invasif.•Pemeriksaan endoskopi bermanfaat untuk menegakkan diagnosis pada pasien amebiasis akut.

• Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dini sebelum dilakukan terapi. Ulkus yang terjadi bentuknya khas, berupa ulkus kecil, berbatas jelas, dengan dasar yang melebar (undermined), dan dilapisi dengan eksudat putih kekuningan.

• Mukosa di sekitar ulkus biasanya normal. Bentuk trofozoit biasanya dapat ditemukan pada dasar ulkus dengan cara mengerok atau aspirasi kemudian diperiksa dengan mikroskop setelah diberi larutan garam fisiologis.

•Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu, karena gambaranya sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bila terbentuk ameboma tampak sebagai filling defect.

Page 10: Kolitis Winda

DD

1. infeksi Shigella2. Salmonella3. Campylobacter4. Yersenia5. E. coli patogen6. kolitis

pseudomembran.

Komplikasi :Berupa perdarahan kolon, perforasi, peritonitis, ameboma, intususepsi, dan striktur.

Page 11: Kolitis Winda

Penatalaksanaan

Karier asimtomatikDiberi obat yang bekerja, di lumen usus (luminal agents) antara lain : Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg 3 kali sehari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.Kolitis ameba akutMetronidazol 750 mg 3 kali sehari selama 5-10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut diatas.Amebiasis ekstra-intestinal (misalnya: abses hati ameba)Metronidazol 750 mg 3 kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat.

Page 12: Kolitis Winda

DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella.

•Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang air, dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. •Di daerah endemik, infeksi Shigella merupakan 10-15% penyebab diare pada anak. •Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. •Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fekal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Page 13: Kolitis Winda

•Shigella termasuk kelompok enterobacteriaceae•Bersifat gram negatif, anaerob fakultatif•Sangat mirip dengan Eschericia coli. Beberapa sifat yang membedakan kuman ini dengan E. coli adalah kuman ini tidak bergerak aktif, tidak memproduksi gas dalam media glukosa dan pada umumnya laktosa negatif.

Page 14: Kolitis Winda

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga terserang.Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya. Perluasan invasi kuman ke sel di sekitarnya melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal terjadi di lapisan epitel, respon inflamasi lokal yang menyertainya cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan makrofag edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur jaringan, dan ulserasi mukosa. Bila penyakit berlanjut terjadi penumpukan sel inflamasi pada lamina propia, dengan abses pada kripta merupakan gambaran yang utama.S. dysentriae, S. flexneri, dan S. sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel mukosa kolon dan memperberat gejala klinis. Kuman Shigella jarang melakukan penetrasi ke jaringan di bawah mukosa sehingga jarang menyebabkan bakteriemia. Walaupun demikian pada keadaan malnutrisi dan pasien immuno-compromized dapat terjadi bakteriemia. Selain itu dapat pula terjadi kolitis hemoragik.

Page 15: Kolitis Winda

•Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigellosis bervariasi. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. •Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa.

•Populasi yang memiliki resiko tinggi terhadap shigellosis meliputi:1. Anak-anak di pusat-pusat penitipan anak (<5 tahun) dan

pengasuh mereka2. Pria homoseksual 3. Wisatawan internasional4. Orang yang hidup dalam kondisi yang penuh sesak dengan

fasilitas sanitasi yang buruk dan suplai air bersih yang tidak memadai (misalnya, kamp-kamp pengungsian, tempat penampungan bagi pengungsi)

5. Orang dengan infeksi immunodeficiency virus (HIV)

Page 16: Kolitis Winda

Gejala-gejala shigellosis meliputi:•Onset yang mendadak dari kram perut, demam tinggi, muntah, anoreksia, dan diare cairan dalam jumlah banyak. Kejang dapat merupakan manifestasi awal.•Nyeri abdominal, tenesmus, urgency, inkontinensia fekal, dan diare sedikit berlendir dengan darah merah terang dapat terjadi.

Tanda-tanda shigellosis meliputi:•Peningkatan suhu (setinggi 1060 F) dilaporkan terdapat pada sepertiga kasus dan didapatkan adanya tanda toksik umum.•Takikardi dan takipneu dapat merupakan sekunder dari demam dan dehidrasi. Bergantung dari derajat dehidrasinya; membran mukosa yang kering, hipotensi, capillary refill time yang memanjang, dan penurunan turgor kulit dapat terjadi.•Ketegangan perut biasanya terjadi di bagian tengah dan bawah, juga dapat terjadi pada seluruh bagian perut.

Page 17: Kolitis Winda

Diagnosis

•Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. •Untuk memastikan diagnosis dilakukan kultur dan bahan tinja segar atau hapus rektal. •Sigmoidoskopi dapat memastikan diagnosis adanya kolitis, namun pemeriksaan tersebut umumnya tidak diperlukan, karena menyebabkan pasien merasa sangat tidak nyaman.

• Indikasi untuk melakukan sigmoidoskopi adalah bila segera dilakukan kepastian diagnosis apakah gejala yang terjadi merupakan disentri atau manifestasi akut kolitis ulserosa idiopatik.

• Dalam keadaan tersebut, biopsi harus dikerjakan dalam waktu 4 hari dari saat gejala.

•Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.•Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulseratif. Demikian pula pemeriksaan barium enema, sigmoidoskopi, dan histopatologi juga tidak dapat membedakannya

Page 18: Kolitis Winda

DD

Salmonelosissindrom diare karena E. coli, kolera, kolitis ulserosa.

Page 19: Kolitis Winda

Tatalaksana

Mengatasi Gangguan Keseimbangan Cairan dan ElektrolitSebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.AntibiotikKeputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut.Beberapa jenis antibiotik yang dianjurkan adalah:* Ampisilin 4 x500 mg per hari, atau* Kontrimoksazol 2 x 2 tablet per hari, atau* Tetrasiklin 4 x 500 mg per hari selama 5 hari.

Page 20: Kolitis Winda

INFEKSI ESCHERICHIA COLI (PATOGEN)Infeksi kolon oleh serotipe Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare berdarah/tidak.

Masa inkubasi rata-rata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1-8 hari. E.coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Page 21: Kolitis Winda

Terdapat 5 fenotip dari E. coli diaregenik yang telah diketahui; setiap fenotip memiliki patogenesis yang berbeda. Fenotipnya meliputi:•Enterotoxigenic E coli (ETEC)•Enterohemorrhagic E coli (EHEC)•Enteropathogenic E coli (EPEC)•Enteroinvasive E coli (EIEC)•Enteroaggregative E coli (EAEC)

Page 22: Kolitis Winda

ETEC menempel pada mukosa usus halus melalui beberapa fimbrial colonization factor antigens (CFAs) yang berbeda. Sekali kolonisasi terjadi, satu atau dua dari enterotoksin tersebut (heat labile toxin [LT] dan heat stable toxin [ST]) akan dilepaskan. Toksin ini akan membawa cairan serta elektrolit keluar dari mukosa usus halus. ST dilaporkan sebagai toksin yang lebih virulen. LT dekat hubungannya dengan struktur dan fungsi enterotoksin yang diekspresikan oleh Vibrio cholerae.EHEC, yang juga dikenal sebagai Shiga-toxin producing E. coli (STEC) mencetuskan lesi attaching and effacing (AE) pada usus besar. Saat berada di dalam kolon, EHEC melepaskan toksin yang dikenal sebagai Shiga-like toxin (Stx). Stx berhubungan dengan toksin Shiga dari Shigella dysenteriae dan bersifat sitotoksik terhadap endotel pembuluh darah. Sirkulasi sistemik dari Stx dapat berpotensial menyebabkan HUS namun tidak menyebabkan kolitis hemoragik EHEC. E. coli O157:H7 merupakan EHEC yang paling virulen.

Page 23: Kolitis Winda

EPEC juga menghasilkan lesi AE, namun juga dapat dihasilkan tanpa adanya Stx. Patogenesisnya meliputi kolonisasi pada usus halus, diikuti dengan pembentukan lesi AE dan sekret.Patogenesis EIEC serupa dengan species Shigella. EIEC menginvasi sel epitel usus besar, menghasilkan enterotoksin sekretogenik dan kematian sel epitel kolon. Enterotoksin ini biasanya tidak memfermentasikan laktosa dan bertanggung jawab terhadap respon inflamasi lokal di kolon. EAEC menempel pada usus halus dan besar melalui aggregative adherence fimbriae (AAFs) diikuti dengan kolonisasi. Kolonisasi ini menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin, yang kemudian merusak mukosa intestinal.

Page 24: Kolitis Winda

Gejala

nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.

Page 25: Kolitis Winda

Diagnosis

Kultur dengan agar sorbitol-MacConkey dan aglutinasi dengan O157 anti serum merupakan sarana yang murah untuk memastikan diagnose infeksi E. coli patogen.

Page 26: Kolitis Winda

DD

Kolitis pseudomembranosakolitis infeksi yang lain.

Page 27: Kolitis Winda

Tatalaksana

Pengobatan infeksi E.coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simptomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas.Di samping itu pemberian kontrimoksazol di laporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU.

Page 28: Kolitis Winda

KOLITIS TUBERKULOSA

Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.

Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberkulosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Page 29: Kolitis Winda

Secara patologis, TB gastrointestinal ditandai oleh peradangan dan fibrosis dari dinding usus dan kelenjar getah bening regional. Ulserasi mukosa merupakan hasil dari nekrosis patch Peyer, folikel getah bening, dan trombosis pembuluh darah. Pada tahap ini, masih dimungkinkan terjadi perubahan reversibel dan penyembuhan tanpa jaringan parut. Saat penyakit ini berkembang, ulserasi berkonfluen, dan fibrosis yang luas menyebabkan penebalan dinding usus, fibrosis, dan lesi massa pseudotumor. Pembentukan striktur dan fistul dapat terjadi.Permukaan serosa mungkin menunjukkan adanya massa nodular dari tuberkel. Mukosa meradang dengan hiperemi dan edema yang serupa pada penyakit Crohn. Dalam beberapa kasus, aphthous ulcer dapat dilihat dalam usus besar. Kaseasi mungkin tidak selalu terlihat sebagai granuloma, terutama di mukosa, tapi hampir selalu terlihat pada kelenjar getah bening regional.

Page 30: Kolitis Winda

Timbul 3 bentuk kelainan pada kolitis tuberkulosa, yaitu:1. Ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial.2. Hipertrofik pada 10% kasus, bentuk lesinya parut fibrosis,

dan massa yang menonjol menyerupai karsinoma.3. Ulserohipertrofik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan

fibrosis yang merupakan bentuk penyembuhan. Semua bagian saluran cerna dapat terinfeksi, namun lokasi yang tersering (85–90% kasus) adalah di daerah ileosekal.

Page 31: Kolitis Winda

Manifestasi klinis

Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan, penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah.Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dari kuman yang tertelan bersama sputum.

Page 32: Kolitis Winda

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis di jaringan, baik dengan pemeriksaan mikroskopik langsung atau atas hasil kultur biopsi jaringan. Sedangkan diagnosis dugaan adanya kolitis tuberkulosa adalah bila didapatkan tuberkulosis paru aktif dengan penyakit ileosekal.Pada pemeriksaan barium enema dapat ditemukan penebalan dinding, distorsi lekuk mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip, atau masa mirip keganasan di sekum. Mungkin pula terbentuk fistula di usus halus.Kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk membantu menegakkan diagnosis kolitis tuberkulosa. Dengan kolonoskopi didapatkan visualisasi lesi secara langsung, sekaligus ditemukan penyempitan lumen, dinding kolon yang kaku, ulserasi dengan tepi iregular dan edematous.Tes tuberkulin untuk menunjang diagnosis tuberkulosis paru di daerah endemik kurang bernilai.

Page 33: Kolitis Winda

Diagnosis BandingPenyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon.  KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi berupa perdarahan, perforasi, obstruksi intestinal, terbentuknya fistula, dan sindrom malabsorpsi. Komplikasi yang sering terjadi adalah obstruksi parsial yang kemudian berkembang menjadi obstruksi total.

Page 34: Kolitis Winda

Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberkulosis seperti pada pengobatan tuberkulosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi.Beberapa obat anti tuberkulosis yang sering dipakai adalah:* INH 5-10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari.* Etambutol 15-25 mg/kgBB atau 900-1200 mg sekali sehari.* Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400-600 mg sekali sehari.* Pirazinaimid 25-3 mg/kgBB atau 1,5-2 g sekali sehari. 

Page 35: Kolitis Winda

Kolitis pseudomembran

Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai dengan terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa. Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik sebab umumnya timbul setelah menggunakan antibiotik.

Page 36: Kolitis Winda

Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakainan antibiotik, namun kolitis pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Yang dianggap sebagai kuman penyebab adalah Clostridium difficile, toksin yang dikeluarkan mengakibatkan kolitis. Mekanisme pasti antibiotik menjadikan usus lebih rentan terhadap C. difficile belum jelas. Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh antibiotik memberikan kesempatan tumbuh dan terbentuknya koloninsasi C. difficile disertai pengeluaran toksin.

Page 37: Kolitis Winda

Epidemiologi

C. difficile ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan apapun di kolonnya. Kolitis pseudomembran bisa mengenai semua tingkat umur. Kemungkinan tidak dilaporkannya kolitis pseudomembran karena untuk menegakkan diagnosis perlu kolonoskopi dan pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua jenis antibiotik kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan kolitis pseudomembran, namun yang paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.

Page 38: Kolitis Winda

Patofisiologi

C. difficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin-mediated. Kuman mengeluarkan dua toksin utama, yaitu toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yang sangat berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadiToksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75% isolat C. difficile menghasilkan kedua toksin tersebut.Kuman yang tidak menghasilkan toksin tidak menyebabkan kolitis maupun diare. Pemeriksaan toksin A dan toksin B diambil dan sediaan tinja, dengan metode ELISA masing-masing spesifitasnya 98.6% dan 100%.

Page 39: Kolitis Winda

Manifestasi klinik

Gejala yang paling sering dikeluhkan ialah diare cair disertai kram perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak, sampai 10-20 kali sehari. Mual dan muntah jarang ditemukan. Sebagian pasien mengalami demam walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya suhu tidak melampaui 380C. Terdapat leukositosis, sering sampai 50.000/mm. Pada beberapa pasien mungkin hanya diawali demam dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul stelah beberapa hari kemudian. Temuan lain meliputi nyeri tekan abdomen bawah, edema, dan hipoalbuminemia. Yang lebih sering terjadi adalah kolitis ringan. Pada kasus yang berat dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema anasarka, gangguan elektrolit, megakolon toksik, atau perforasi kolon. Penggunaan narkotik atau antiperistaltik dapat meningkatkan resiko megakolon.

Page 40: Kolitis Winda

Diagnosis

Diagnosis kolitis pseudomembran dapat cepat dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan kolonoskopi. Sensitivitasnya tinggi dan merupakan alat diagnosis definitif. Jika ditemukan lesi khas kolitis pseudomembran, seyogyanya dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Secara tipikal, diawali dengan lesi kecil (2-5 mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukosa di antaranya sering terlihat normal atau mungkin menunjukkan berbagai derajat eritema, granularitas, dan kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang luas berwarna kuning keabu-abuan dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami ulserasi.

Page 41: Kolitis Winda

C. difficile tumbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran yang terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostik, karena pasien yang berada di rumah sakit tanpa kolitis ditemukan biakan C. difficile positif sebesar 10-25%. Sebagai standar baku adalah ditemukannya toksin B di tinja, sehubungan dengan efek sitopatik pada kultur jaringan. Karena pemeriksaan ini memakan waktu dan mahal, biasanya cukup memeriksa terdapatnya toksin A dengan metode ELISA.   Gambaran histopatologi kolitis pseudomembran bervariasi tergantung beratnya penyakit dan saat kapan biopsi dikerjakan. Price dan Dvies membagi lesi menjadi 3 tipe yaitu:Tipe I, lesi vulkano, dengan gambaran nekrosis epithelial fokal disertai PMN dan fibrin tersebar di dalam lumen.Tipe II, lesi glandular, dengan pelebaran kelenjar disertai PMN dan musin, dilapisi pseudomembran, mukosa sekitarnya tidak terkena.Tipe III, lesi nekrosis, dengan nekrosis mukosa total disertai mukosa yang dilapisi pseudomembran yang tebal.

Page 42: Kolitis Winda

DD

Kolitis pseudomembranosa perlu dibedakan dengan kasus diare akibat kuman patogen lain, efek samping penggunaan obat yang bukan antibiotik, kolitis non-infeksi, dan sepsis intra abdominal.

Page 43: Kolitis Winda

Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga menjadi penyebab, juga obat yang menggangu peristaltik, dan mencegah penyebaran nosokomial. Pada kasus yang ringan keadaan sudah bisa teratasi dengan penghentian antibiotik disertai pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus dengan gejala-gejala yang lebih berat seyogyanya dilakukan pemeriksaan deteksi toksin C. difficile dan terapi spesifik per oral menggunakan metronidazol atau vankomisin.Kolitis ringan sampai sedang: metronidazol dengan dosis per oral 250-500 mg 4x sehari selama 7-10 hari.Kolitis berat: vankomisin dengan dosis per oral 125-500 mg 4x sehari selama 7-14 hari.Alternatif pengobatan: kolestiramin dengan dosis per oral 4 gram 3x sehari selama 5-10 hari. Kolestiramin digunakan untuk mengikat toksin yang dihasilkan C. difficile, tetapi obat ini juga mengikat vankomisin.Pada kasus yang berhasil disembuhkan, ternyata dalam beberapa minggu atau bulan kemudian sebanyak 15-35% kambuh. Dianjurkan setelah pengobatan spesifik diusahakan kembalinya flora normal usus dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi (Saccharomyces boulardii) selama beberapa minggu.

Page 44: Kolitis Winda

Kesimpulan

•Kolitis Infeksi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada kolon (usus besar). Kondisi ini biasanya menyebabkan nyeri perut bagian bawah dan diare.•Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

• Kolitis Infeksi, misalnya: Shigellosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.

• Kolitis Non-Infeksi, misalnya: Kolitis ulseratif, penyakit Crohn's, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

Page 45: Kolitis Winda

Daftar pustaka

•Aberra, Faten. Clostridium Difficile Colitis. Medscape Reference. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/186458-overview•Anand, Mahesh Kumar Neelala. Tuberculosis, Gastrointestinal. Medscape Reference. 2011. •http://emedicine.medscape.com/article/376015-overview•Kroser, Joyann. Shigellosis. Medscape Reference. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/182767-overview•Lacasse, Alexandre. Amebiasis. Medscape Reference. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview•Madappa, Tarun. Escherichia Coli Infections. Medscape Reference. 2011. http://emedicine.medscape.com/article/217485-overview•Navaneethan, Udayakumar; Ralph A. Giannella. Infectious Colitis. Medscape News. 2011. http://www.medscape.com/viewarticle/737810•Oesman N. Kolitis Infeksi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Interna Publishing, hlm. 213; 2001.