Kolestasis

60
PENDAHULUAN Kolestasis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhentinya aliran duktus empedu. Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran duktus empedu dan akumulasi abnormal dari bilirubin terkonjugasi yang menunjukkan terganggunya fungsi hepatobilier. Kolestasis bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma yang etiologinya bermacam- macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik dan saluran empedu ekstrahepatik sampai muara keluar di duodenum. (1) Terjadinya kolestasis dapat disebabkan oleh kelainan hepatosit, kerusakan membran sel hepar dan kelainan pada permukaan membran yang mengarah pada saluran empedu. Penyebab kelainan diatas dapat disebabkan karena adanya kelainan anatomis, gangguan metabolik, hepatitis, genetik dan kelainan campuran. (1) Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya keadaan seperti terganggunya aliran empedu memasuki usus berupa tinja berbentuk dempul, urobilin dan sterkobilinogen tinja dan urobilinogen urin yang menurun, malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut didalamnya serta hipoprotrombinemia., akumulasi empedu dalam darah seperti ikterus, gatal-gatal dan hiperkolesterolemia dan kerusakan sel hepar sebagai akibat penumpukan komponen empedu. Secara anatomis dapat dilihat adanya penumpukan pigmen serta tanda peradangan dan nekrosis jaringan sedangkan secara fungsional 1

description

Case Referat

Transcript of Kolestasis

Page 1: Kolestasis

PENDAHULUAN

Kolestasis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhentinya aliran duktus empedu.

Kolestasis didefinisikan sebagai penurunan aliran duktus empedu dan akumulasi abnormal

dari bilirubin terkonjugasi yang menunjukkan terganggunya fungsi hepatobilier. Kolestasis

bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma yang etiologinya bermacam-

macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar dari hepatosit, saluran

empedu intrahepatik dan saluran empedu ekstrahepatik  sampai muara keluar di duodenum.(1)

Terjadinya kolestasis dapat disebabkan oleh kelainan hepatosit, kerusakan membran

sel hepar dan kelainan pada permukaan membran yang mengarah pada saluran empedu.

Penyebab kelainan diatas dapat disebabkan karena adanya kelainan anatomis, gangguan

metabolik, hepatitis, genetik dan kelainan campuran.(1)

Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya keadaan seperti

terganggunya aliran empedu memasuki usus berupa tinja berbentuk dempul, urobilin dan

sterkobilinogen tinja dan urobilinogen urin yang menurun, malabsorbsi lemak dan vitamin

yang larut didalamnya serta hipoprotrombinemia., akumulasi empedu dalam darah seperti

ikterus, gatal-gatal dan hiperkolesterolemia dan kerusakan sel hepar sebagai akibat

penumpukan komponen empedu. Secara anatomis dapat dilihat adanya penumpukan pigmen

serta tanda peradangan dan nekrosis jaringan sedangkan secara fungsional dapat dilihat

adanya gangguan ekskresi berupa peningkatan fosfatase lindi dan glutamil transpeptidase.

Kadar transaminase dan asam empedu serum pun meningkat.(2)

Gejala dan tanda kolestasis adalah ikterus lebih dari 2 minggu dengan warna air

kemih agak tua atau gelap, tinja berwarna pucat seperti dempul dan hepatomegali. Dalam

usaha menegakkan diagnosis kolestasis, maka perlu diperheparkan apakah kolestasis ini

termasuk intra atau ekstrahepatik, apakah kelainan ini dapat dikoreksi dan cari etiologinya.(3)

1

Page 2: Kolestasis

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2

BAB I LAPORAN KASUS..............................................................................................3

1.1 IDENTITAS..................................................................................................3

1.2 ANAMNESIS................................................................................................3

1.3 PEMERIKSAAN FISIK................................................................................4

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................6

1.5 RESUME ......................................................................................................8

1.6 DIAGNOSIS KERJA....................................................................................8

1.7 PENATALAKSANAAN..............................................................................8

1.8 PROGNOSIS.................................................................................................9

1.9 FOLLOW UP.................................................................................................9

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................13

2.1. ANALISIS KASUS.......................................................................................13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................16

BAB IV KESIMPULAN...................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................39

2

Page 3: Kolestasis

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Tatang

Umur : 22 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Sukasari, Kutamekar , Karawang

Agama : Islam

Suku : Sunda

Status perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Buruh

Masuk RS tanggal : 14 Juni 2015

1.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di ruang Rengasdengklok, pada tanggal 16 Juni

2015 pukul WIB.

KELUHAN UTAMA

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan nyeri perut kanan yang menjalar

hingga ke perut tengah dan pinggang kanan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

perut kanan dirasakan hilang timbul namun makin lama semakin parah dan disertai dengan

mual tanpa ada muntah. Sebelum nyeri pasien sempat demam menggigil selama 1 hari.

Pasien kemudian berobat ke Puskesmas dan diberi vitamin serta obat anti nyeri. Keluhan

sempat menghilang namun timbul kembali setelah obat habis. Pasien mengaku sejak 2 bulan

lalu kedua mata kuning secara tiba-tiba, beberapa hari setelahnya seluruh badan juga terlihat

kuning. Gusi pasien sering berdarah apabila sedang menyikat gigi. Pasien juga mengeluh

lutut serta pergelangan tangan sakit. Buang air kecil pasien berwarna seperti teh dan buang

air besar berwarna putih seperti dempul atau kuning padat, keduanya disertai dengan minyak

3

Page 4: Kolestasis

berwarna kuning. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien melakukan pemeriksaan

darah di prodia dan dinyatakan menderita hepatitis B.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU & KEBIASAAN

Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2

bungkus sehari sejak usia 13 tahun, konsumsi alkohol setiap hari terutama jenis bir dan arak

hitam, serta pernah mencoba narkoba jenis pil. Pasien memiliki 3 tatto buah tatto, di kaki kiri

dan dada kanan yang dibuat 2 tahun lalu dan di lengan kanan yang dibuat 1 tahun lalu.

Pasien juga mengaku sering makan makanan berlemak dan jarang berolahraga.

Pasien menyangkal adanya riwayat darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi. Pasien

tidak pernah operasi sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, asma dan

alergi. Tidak ada keluarga pasien yang mengeluh hal serupa. Namun, ibu pasien meninggal

karena penyakit paru saat pasien masih Sekolah Dasar.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien adalah buruh lepas yang biasa ditempatkan di lokasi pembangunan, pasien adalah

peserta BPJS sehingga biaya rumah sakit ditanggung.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang disertai sesak nafas

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 M6 V5

Status Gizi : Gizi cukup

Tanda Vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36,8 °c

Nadi : 72x/m

Pernafasan : 20x/m

Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak kering dan tidak

mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+, sekret -/-, pupil isokor +/+

4

Page 5: Kolestasis

Telinga, Hidung,Tenggorokan

Telinga :

- Inspeksi :

Preaurikuler : Hiperemis -/-

Postaurikuler : Hiperemis -/-, abses -/-, massa -/-

Liang telinga : Lapang, serumen +/+, otorhea -/-

Hidung :

- Inspeksi : Deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret -/- deviasi septum -/-, edema -/-

- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris -/-, etmoidalis -/-, frontalis -/-

Tenggorokan dan rongga mulut :

- Inspeksi :

Lidah : pergerakan simetris, plak (-)

Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus faring

simetris, penonjolan (-)

Tonsil : T1/T1, kripta -/-, detritus -/-, hiperemis (-)

Dinding anterior faring licin, hiperemis (-)

Kandidisasis oral (-)

Thorax :

Paru

Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, kulit

ikterik

Palpasi : Vocal fremitus simetris

Perkusi :

Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan

Batas paru hepar : pada garis midklavikula kanan sela iga V

Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga VIII

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-

Jantung

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung kanan setinggi ICS III – V linea sternalis dextra, batas jantung

kiri setinggi ICS V 1 cm linea midklavikula sinistra dengan suara redup.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

5

Page 6: Kolestasis

Abdomen:

Inspeksi : Datar, simetris, kulit ikterik (+), venektasi (-), smiling umbilicus (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri perut kanan membaik saat ditekan, hepar teraba 2 jari

di bawah arcus costae, murphy sign (-), mc Burney (-), psoas sign (-), rovsing &

blumberg sign (-), obturator sign (-)

Ekstremitas :

Ekstremitas atas :

Kulit ikterik +

Edema -/- Akral hangat +/+

Nyeri +/+ pergelangan tangan

Ekstremitas bawah :

Kulit ikterik +

Edema -/- Akral hangat +/+

Nyeri +/+ lutut

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Hematologi

(14 Juni 2015)

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 11,9 g/dL 13,0 – 18,0 g/dL

Leukosit 12,54 x103/uL 3,80 – 10,60 x103/uL

Trombosit 586 x103/uL 150 – 440 x103/uL

Hematokrit 34,1 % 40 – 52 %

HbsAg Reaktif Non-Reaktif

GDS 115 mg/dL <140 mg/dL

Ureum 10,8 mg/dL 15 – 50 mg/dL

Kreatinin 0,54 mg/dL 0,60 – 1,10 mg/dL

(16 Juni 2015)

Hasil Nilai Normal

SGOT 37,4 U/L s/d 37

SGPT 22,3 U/L s/d 40

Bilirubin Total 20,54 mg/dL s/d 1,00

Bilirubin Direk 16,82 mg/dL s/d 0,25

Bilirubin Indirek 3,72 mg/dL s/d 0,75

6

Page 7: Kolestasis

2. USG Abdomen (22 Juni 2015)

Hepar: Membesar, echoparenchym meningkat, tak tampak nodul

Lien, Pankreas, Gallbladder: Tidak membesar, tak tampak nodul/batu

Ginjal kanan kiri: Tidak membesar, systema pelviocalyceal normal, tak tampak batu

Buli-buli: Kesan normal

Abdomen kanan kiri: Tidak tampak gambaran massa maupun infiltrat

Kesimpulan: Suspect fatty liver

1.5 RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan nyeri perut kanan yang

menjalar hingga ke perut tengah dan pinggang kanan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah

7

Page 8: Kolestasis

sakit. Nyeri perut kanan dirasakan hilang timbul dan disertai dengan mual tanpa ada muntah.

Sebelum nyeri pasien sempat demam menggigil selama 1 hari. Pasien mengaku sejak 2 bulan

lalu kedua mata kuning secara tiba-tiba, beberapa hari setelahnya seluruh badan juga terlihat

kuning. Gusi pasien sering berdarah apabila sedang menyikat gigi. Pasien juga mengeluh

lutut serta pergelangan tangan sakit. Buang air kecil pasien berwarna seperti teh dan buang

air besar berwarna putih seperti dempul atau kuning padat, keduanya disertai dengan minyak

berwarna kuning. Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien

memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus sehari sejak usia 13 tahun, konsumsi alkohol setiap

hari terutama jenis bir dan arak hitam, pernah mencoba narkoba jenis pil dan memiliki 3

buah tatoo. Pasien juga mengaku sering makan makanan berlemak dan jarah berolahraga.

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit serupa, namun ibu pasien meninggal

karena penyakit paru.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/70 mmHg, Nadi: 72 x/m, RR: 20x/m, S:

36,80C. Status generalis didapatkan sklera ikterik, kulit ikterik, hepar teraba 2 jari di bawah

arcus costae, dan nyeri pada pergelangan tangan serta lutut. Pemeriksaan penunjang

didapatkan HbsAg: Reaktif, Hb: 11,9 g/dL, Leukosit: 12.540 /uL, Trombosit: 586.000 /uL,

Hematokrit: 34,1%, Ureum: 10,8 mg/dL, Creatinin: 0,54 mg/dL, SGOT: 37,4 u/L, SGPT:

22,3 u/L, Bilirubin total: 20,54 mg/dL, Bilirubin Direk: 16,82 mg/dL, Bilirubin Indirek: 3,72

mg/dL Dari hasil USG abdomen didapatkan pembesaran hepar dengan pembacaan suspect

fatty liver.

1.6 DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

Suspect Kolelitiasis

Hepatitis B kronik

Diagnosa Banding

Alcoholic Liver Disease

1.7 PENATALAKSANAAN

Infus Ringer Laktat 30 tpm

Infus Aminoleban 1 fl/ hari

Levofloksasin 50 mg 3 x I tab

Curcuma 3 x I tab

Paracetamol 500 mg 3 x I tab

8

Page 9: Kolestasis

Ranitidin 2 x I amp

Ondancentron 3 x I amp

1.8 PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungtionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

1.9 FOLLOW UPHari Ke-I (Rabu, 17 Juni 2015)

Subjektif Nyeri perut(+), Badan kuning(+), Nyeri kedua kaki dari lutut kebawah(+), Nyeri pergelangan tangan(-), Mual(-), Muntah(-), Gatal seluruh badan(+), BAK seperti teh, BAB putih berminyak

Objektif Keadaan Umum :Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :BP 110/60mmHg; HR 72 x/m; RR 22x/m; T 37oC

Kepala : Normocephali, KA -/-, SI +/+

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :KGB tidak teraba membesar

Thorax : Paru : Suara nafas vesikuker +/+, wheezing -/- , ronchi -/- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Abdomen :

Datar, supel, BU (+), NT (-),Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae

Extermitas : Ekstremitas atas: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+ Nyeri -/- Ekstremitas bawah: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+ Nyeri +/+ lutut

Analisa Susp. Kolelitiasis Hepatitis B Kronis

Planning Infus Ringer Laktat 30 tpm Infus Anmoleba 1 fl/ hari Levofloksasin 50 mg 3 x I tab Curcuma 3 x I tab Paracetamol 500 mg 3 x I tab Ranitidin 2 x I amp Ondancentron 3 x I amp

9

Page 10: Kolestasis

Hari Ke-II (Kamis, 18 Juni i 2015)Subjektif Nyeri perut(+) kalau batuk, Badan kuning(+), Mual(-),

Muntah(-), Gatal seluruh badan(+), BAK seperti teh, BAB putih – kuning berminyak

Objektif Keadaan Umum :Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup

Tanda Vital :BP 90/50mmHg; HR 60 x/m; RR 20x/m; T 36oC

Kepala : Normocephali, KA -/-, SI +/+

Tenggorok:T1/T1, faring hiperemis (-)

Leher :KGB tidak teraba membesar

Thorax : Paru : Suara nafas vesikuker +/+, wheezing -/- , ronchi -/- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Abdomen :

Datar, supel, BU (+), NT (+) epigastrium, Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae

Extermitas : Ekstremitas atas: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+ Ekstremitas bawah: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+

Analisa Susp. Kolelitiasis Hepatitis B Kronis

Planning Infus Dextrose 5% 8 tpm Levofloksasin 50 mg 3 x I tab Curcuma 3 x I tab Paracetamol 500 mg 3 x I tab Ranitidin 2 x I amp Ondancentron 3 x I amp

Hari Ke-III (Jumat,19 Juni 2015)Subjektif Gatal seluruh badan (+), BAK seperti teh, BAB kecoklatanObjektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup Tanda Vital :

BP 100/60mmHg; HR 72 x/m; RR 22x/m; T 37oC Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI +/+Tenggorok:

T1/T1, faring hiperemis (-) Leher :

KGB tidak teraba membesar Thorax :

10

Page 11: Kolestasis

Paru : Suara nafas vesikuker +/+, wheezing -/- , ronchi -/- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Abdomen :

Datar, supel, BU (+), NT (+) epigastrium,Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae

Extermitas : Ekstremitas atas: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+Ekstremitas bawah: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+

Analisa Susp. Kolelitiasis Hepatitis B Kronis

Planning Infus Dextrose 5% 8 tpm Levofloksasin 50 mg 3 x I tab Curcuma 3 x I tab Paracetamol 500 mg 3 x I tab Ranitidin 2 x I amp Ondancentron 3 x I amp

Hari Ke-IV (Sabtu,20 Juni 2015)Subjektif Gatal seluruh badan (+), BAK seperti teh, BAB kecoklatanObjektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup Tanda Vital :

BP 100/80mmHg; HR 52 x/m; RR 20x/m; T 36,6oC Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI +/+Tenggorok:

T1/T1, faring hiperemis (-) Leher :

KGB tidak teraba membesar Thorax : Paru : Suara nafas vesikuker +/+, wheezing -/- , ronchi -/- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Abdomen :

Datar, supel, BU (+), NT (-),Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae

Extermitas : Ekstremitas atas: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+Ekstremitas bawah: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+

Analisa Susp. Kolelitiasis Hepatitis B Kronis

Planning Infus Dextrose 5% 8 tpm

11

Page 12: Kolestasis

Levofloksasin 50 mg 3 x I tab Curcuma 3 x I tab Paracetamol 500 mg 3 x I tab Ranitidin 2 x I amp Ondancentron 3 x I amp

Hari Ke-VI (Senin,22 Juni 2015)Subjektif Gatal seluruh badan (+), BAK seperti teh, BAB kecoklatan

Pasien diperbolehkan pulang setelah USGObjektif Keadaan Umum :

Compos mentis, tampak sakit sedang, gizi cukup Tanda Vital :

BP 100/80mmHg; HR 52 x/m; RR 20x/m; T 36,6oC Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI +/+Tenggorok:

T1/T1, faring hiperemis (-) Leher :

KGB tidak teraba membesar Thorax : Paru : Suara nafas vesikuker +/+, wheezing -/- , ronchi -/- Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-), gallop(-) Abdomen :

Datar, supel, BU (+), NT (-),Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae

Extermitas : Ekstremitas atas: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+ Ekstremitas bawah: Kulit ikterik + Edema -/- Akral hangat +/+

Analisa Susp. Kolelitiasis Hepatitis B Kronis

Planning Infus Dextrose 5% 8 tpm Curcuma 3 x I tab Ranitidin 2 x I amp Ondancentron 3 x I amp

BAB II

ANALISA KASUS

12

Page 13: Kolestasis

Pasien Tn. T, usia 22 tahun datang ke IGS RSUD Karawang dengan keluhan nyeri

perut kanan yang menjalar hingga ke perut tengah dan pinggang kanan. Nyeri perut kanan

dirasakan hilang timbul namun makin lama semakin parah dan disertai dengan mual tanpa

ada muntah. Sebelum nyeri pasien sempat demam menggigil selama 1 hari. Kedua mata dan

badan kuning secara tiba-tiba. Gusi pasien sering berdarah apabila sedang menyikat gigi.

Pasien juga mengeluh lutut serta pergelangan tangan sakit. Buang air kecil pasien berwarna

seperti teh dan buang air besar berwarna putih seperti dempul atau kuning padat, keduanya

disertai dengan minyak berwarna kuning. Pasien memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus

sehari sejak usia 13 tahun, konsumsi alkohol setiap hari terutama jenis bir dan arak hitam,

serta pernah mencoba narkoba jenis pil. Pasien memiliki 3 tatto buah tatto, di kaki kiri dan

dada kanan yang dibuat 2 tahun lalu dan di lengan kanan yang dibuat 1 tahun lalu. Pasien

juga mengaku sering makan makanan berlemak dan jarang berolahraga.

Pada awalnya pasien di diagnosa menderita Hepatitis B akut, hal ini didukung oleh

hasil HbsAg reaktif dan klinis pasien yang ikterik dengan nyeri perut kanan dan pembesaran

hepar. Melalui anamnesa juga didapatkan bahwa pasien memiliki 3 buah tattoo yang dapat

menjadi faktor transmisi virus hepatitis tersebut. Namun setelah dilakukan pemeriksaan

aminotransferase didapatkan SGOT dan SGPT yang seharusnya meningkat pada penyakit

hepatitis dalam batas normal. SGPT juga biasanya meningkat lebih dominan dibanding

SGOT, dimana pada pasien ini rasio SGOT justru lebih tiggi dibandingkan SGPT. Hal ini

mengindikasikan bahwa kemungkinan pasien mengalami kondisi hepatitis B kronik. Agar

dapat memastikan bahwa hepatitis yang diderita adalah hepatitis B kronik, perlu juga

dilakukan pemeriksaan Anti-Hbs, Anti-Hbc, HbeAg, Anti-Hbe dan DNA-VHB. (4)

Kolestasis pada pasien ini dapat bersifat intrahepatik maupun ekstrahepatik. Kedua

jenis kolestasis tersebut dapat menyebabkan keluhan pasien yang berupa ikterik, pruritus,

buang air kecil berwarna coklat seperti teh, dan buang air besar berwarna putih seperti

dempul. Pada kolestasis juga ditemukan enzim alkaline phosphatase yang meningkat (ALP)

Kolestasis intra hepatik pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh Alcoholic

Liver Disease (ALD). Hal ini didukung oleh adanya nyeri perut kanan atas tanpa adanya

murphy sign. Pasien juga memiliki faktor risiko untuk penyakit ini yaitu konsumsi alkohol

pasien yaang melebihi 60-80g per hari, sering mengonsumsi makanan berlemak dan jarang

berolahraga. Hasil pemeriksaan laboratorium juga menunjukan rasio SGOT : SGPT adalah

2:1 yang merupakan tanda khas dari ALD dan sirosis. USG pasien juga menunjukkan

adanya gambaran fatty liver yang merupakan salah satu bagian dan tahapan paling awal

terjadinya ALD. Namun untuk diagnosa pasti dari tahapan ALD ini diperlukan adannya

13

Page 14: Kolestasis

biopsi hepar. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu diagnosis adalah adanya

peningkatan enzim gamma glutamyl transpeptidase (GGT).(5)

Sementara kolestasis ekstrahepatik kemungkinan dapat disebabkan oleh batu saluran

empedu (Koledokolitiasis), diagnosa ini didukung dengan anamnesa pemeeriksaan yang

menunjuk keluhan nyeri perut kanan hilang timbul dan menjalar hingga ke perut tengah serta

pinggang kanan yang merupakan tanda kolik bilier, keluhan khas dari adanya batu empedu.

Didapatkan juga adanya leukositosis yang mengindikasikan kemungkinan sudah terjadi

kolangitis. Pada hasil USG memang tidak ditemukan adanya batu, hal ini mugkin disebabkan

oleh batu saluran empedu terutama di duktus koledokus sering sulit terlihat.(6)

PASIENKOLEDOKOLITIASIS /

KOLANGITIS

ALCOHOLIC LIVER

DISEASE (ALD)

Anamnesis

Nyeri perut kanan atas

hilang timbul

Mual

Pruritus

Demam menggigil (3 bulan

smrs sebelum nyeri)

Gusi berdarah

Buang air kecil berwarna

coklat seperti teh

Buang air besar berwarna

putih hingga kuning dan

mengandung minyak

Faktor risiko :

- Konsumsi alkohol setiap

hari dengan jenis arak

hitam, dan bir

- Memiliki tattoo

- Merokok

- Makanan berlemak

Pemeriksaan Fisik

Anamnesis

Kolik Bilier

Nyeri kuadran kanan

atas/epigastrium

Kadang menjalar ke

interskapularis kanan atau

bahu

Episodik, mendadak

15 menit-5 jam

Hilang dengan sendirinya

Mual muntah

Trias Charcot

Demam menggigil

Nyeri daerah hepar

Ikterus

Mual

Pruritus

Buang air kecil berwarna

coklat seperti teh

Buang air besar berwarna

putih

Anamnesis

Nyeri perut kanan

Mual

Pruritus

Demam subfebris

Gusi berdarah

Buang air kecil berwarna

coklat seperti teh

Buang air besar berwarna

putih hingga kuning dan

mengandung minyak

Faktor risiko :

- Konsumsi alkohol

setiap hari dengan

jenis arak hitam, dan

bir

- Makanan berlemak

Pemeriksaan Fisik

Badan & sklera ikterik

Hepatomegali

Murphy (-)

14

Page 15: Kolestasis

Badan & sklera ikterik

Hepatomegali

Murphy (-)

Laboratorium

HbsAg: Reaktif

Hb: 11,9 g/dL

Leukosit: 12.540 /uL,

Trombosit: 586.000 /uL

Hematokrit: 34,1%

SGOT: 37,4 U/L

SGPT: 22,3 U/L

Bilirubin

Total: 20,54 mg/dL

Direk: 16,82 mg/dL

Indirek: 3,72 mg/dL

USG: Suspect fatty liver

Faktor risiko:

Makanan berlemak

Pemeriksaan Fisik

Badan & sklera ikterik

Hepatomegali

Murphy (+)

Laboratorium

Leukositosis

Bilirubin meningkat

Direk > Indirek

SGOT & SGPT normal

USG: Terdapat batu pada

saluran

ALP meningkat

Laboratorium

Leukositosis

Bilirubin meningkat

Direk > Indirek

SGOT & SGPT meningkat

sedang (<500 U/L)

USG: Terdapat fatty liver/

fibrosis

ALP & GGT meningkat

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 HEPAR

15

Page 16: Kolestasis

3.1.1 Anatomi

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia

terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,

yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan

atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas

organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan

dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan

v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area.(7-8)

Hepar memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena

porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk

adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah

yang melewati hepar setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melaui vena hepatica

kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena kava inferior.(9)

Vena porta bersifat unik karena terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu

terletak dalam hepar dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hepar, vena porta

bercabang-cabang yang menempel melingkari lobules hepar. Cabang-cabang ini kemudian

mempercabangkan vena-vena interlobularis yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan

bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobules membentuk vena

sublobularis yang selanjutnya menyatu dan membentuk vena hepatica. Cabang-cabang

terhalus anteria hepatica juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi

campuran darah arteri dari arteria hepatica dan darah vena dari vena porta. Tekanan yang

meningkat dalam system portal adalah manifestasi lazim gangguan hepar dengan akibat

serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh tempat darah portal berasal.(9)

16

Page 17: Kolestasis

3.1.2 Histologi

Sel–sel yang terdapat di hepar antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag

yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet

secara radier dalam lobulus hepar dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan

susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis

secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng

ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hepar

Sinusoid

hepar adalah

saluran yang

berliku–liku

dan melebar,

diameternya

tidak teratur,

dilapisi sel endotel

bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas)

dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel

Ito atau liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi

matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal

vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga

kaya oksigen dari jantung.(11)

Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang

berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri

dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula

portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan

dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga

adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga

limfatik.(11)

3.1.3 Fisiologi (12-13)

17

Page 18: Kolestasis

Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hepar

yaitu :

1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama

lain. Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi

glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar

kemudian hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan

glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hepar merupakan

sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui

heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic

acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid

(asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak

Hepar tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis

asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

Senyawa 4 karbon – Ketone Bodies

Senyawa 2 karbon – Active Acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

Pembentukan kolesterol

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kolesterol.

Dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein

Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,

hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses

transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar

merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan

organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ -

globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β –

globulin hanya dibentuk di dalam hepar.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan

BM 66.000

18

Page 19: Kolestasis

4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah

Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.

Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila

ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus

isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K

dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi

Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,

reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat

racun, obat over dosis.

7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui

proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun

livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hepar menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang normal ± 1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di

dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi

oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada

waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk

mempertahankan aliran darah.

3.2 KANDUNG EMPEDU

3.2.1 Anatomi

19

Page 20: Kolestasis

Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah

pear,panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung

empedu dapat terdistesi dan isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di

sebuah fossa pada permukaaan inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi

lobus kanan dan lobus kiri.

Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi:

Fundus : Berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar

Korpus : Bagian dari kandung mepedu yang di dalamnya berisi getah empedu. Getah

empedu adalah cairan yang di ekskresi setiap hari oleh sel hati sebanyak 500-1000 cc,

sekresinya berjalan terus menerus dan produksi meningkat sewaktu mencerna lemak

Leher : Merupakan saluran pertama masuknya getah empedu ke badan kantung

empedu lalu menjadi pekat berkumpul dalam kandung empedu

Duktus sistikus : Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm, berjalan dari leher kandung

empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke

duodenum. Bagian dari duktus sistikus yang berdekatan dengan bagian leher kandung

empedu terdiri dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut valvula heister. Valvula ini

tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan kanul ke duktus

sistikus menjadi sulit

Duktus hepatikus komunis : Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan

diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica.

duktus hepatikus komunis dihubungkan dengan duktus sistikus membentuk duktus

koledokus

Duktus koledokus : Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter

20

Page 21: Kolestasis

5-10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen

hepatoduodenal, disebelah kanan arteri hepatica dan di anterior vena porta. Ductus

koledokus bergabung dengan ductus pankreatikus masuk ke dinding duodenum

(Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus.

Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri

hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di

segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus

communis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari

kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena

kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica

menuju vena porta. Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian

leher

Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis

melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang

dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati

nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus

memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar

3.2.2 Histologi

Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang mengandung kolesterol dan

tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar

yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada

21

Page 22: Kolestasis

fundus dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina

propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan

yang berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung,

syaraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa

kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan

secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa

dan submukosa yang sedikit.

3.2.3 Fisiologi

Susunan Getah Empedu

Cairan bersifat alkali yang disekresikan oleh sel hati, jumlah produksi: 500-1000 cc/hr.

Sekresi ini dipercepat bila terjadi pencernaan lemak. 80% getah empedu terdiri dari air,

garam empedu, pigment, cholesterol, musin dan zat-zat lain. Pigment empedu terbentuk

dalam system reticule endothelium yang berasal dari pecahan hemoglobin eritrosit yang

rusak dan disalurkan ke hati.

Fungsi Getah Empedu

Saat pencernaan lemak terjadi, lemak dipecahkan dalam bagian - bagian kecil dan

membantu kerja lipase, sifatnya alkali untuk menetralkan makanan yang bersifat asam

dari lambung.

Fungsi choleretik: menambah sekresi empedu.

Fungsi cholagogi: Menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri.

Pigment empedu: Masuk ke usus halus menjadi sterkobilin, memberi warna feces,

sebagian diabsobsi kembali oleh aliran darah dan membuat warna pada urine yaitu

urobilin.

Garam Empedu: bersifat digestive dalam melancarkan ensim lipase untuk memecah

lemak dan membantu absorbsi lemak yang telah di cerna (glycerin dan asam lemak)

dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan memperbesar daya tembus

endothelium yang menutupi villi usus.

3.3 BILIRUBIN

3.3.1 Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel

eritrosit tua (berusia 120 hari), cincin heme setelah dibebaskan dari besi, dan globin oleh

22

Page 23: Kolestasis

sistem retikuloendotelial, yang diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Selanjutnya

biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin tak terkonjugasi yang

tidak larut air ini ditransportasikan ke hati, lalu terikat dengan albumin. Bilirubin

ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine

diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak

larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut air. Bilirubin

terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum

terminal dan kolon, bilirubin diubah oleh aktivitas enzim-enzim bakteri menjadi

mesobilirubinogen, stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke

dalam feses. Sekitar 10-20% urobilinogen direabsorbsi ke dalam sirkulasi portal. Selanjutnya

sejumlah kecil yang terlepas dari ekskresi hepar mencapai ginjal dan diekskresi melalui

urine.(14)

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung

dalam 3 fase, yaitu pre-hepatik, intrahepatik, post-hepatik, masih relevan. Pentahapan yang

baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase,

yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi

bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin

tersebut.(14)

Fase Pre-hepatik

Fase prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal yang

dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kg BB

terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang

matang oleh sel-sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari

protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati.

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

pembentukan bilirubin.

Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi

ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui

membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Fase Intra-hepatik

Fase intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang

mengganggu proses pembuangan bilirubin

23

Page 24: Kolestasis

Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,

namun tidak termasuk pengambilan albumin.

Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi

dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /

bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut

dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul

amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin

harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh

sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam

glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin

direk.

Fase Post-hepatik

Fase post-hepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu

empedu atau tumor

Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama

bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi

sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi

warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan

dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat

mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini

menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau

kolestasis intrahepatik.

3.3.2 Gangguan Metabobisme Bilirubin

Diatas dijelaskan bahwa ikterus merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin meningkat

atau disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia ini dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

2. Hiperbilirubinemia terkonjugasi

Pada hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi dalam fase prahepatik atau kita sebut ikterus

hemolisis. Sedangkan pada hiperbilirubinemia terkonjugasi bisa terjadi dalam fase

intrahepatik dan pascahepatik. Dalam hiperbilirubinemia terkonjugasi dibagi menjadi 2

macam yakni non-kolestasis dan kolestasis.

3.4 KOLESTATIS

3.4.1 Definisi

24

Page 25: Kolestasis

Kondisi terhambatnya aliran cairan empedu secara akut atau kronis. Yang secara klinis dapat

ditandai dengan fatigue, pruritus, dan ikterus.(1-2) Parameter yang banyak digunakan adalah

kadar  bilirubin  direk >1mg/dL bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin direct >20% dari

kadar bilirubin total bila kadar bilirubin total >5mg/dL. (3)

3.4.2 Epidemiologi

Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan prevalensi yang jelas dalam kejadian kolestasis antara pria dan wanita.

Namun, beberapa kondisi memiliki dominasi prevalensi perempuan, termasuk atresia

empedu, kolestasis akibat obat, dan kolestasis kehamilan.

Usia

Kolestasis dapat terjadi pada orang dari setiap kelompok usia. Namun, bayi lebih rentan

terkena konsisi ini akibat imaturitas hepar.

3.4.3 Morfologi

Morfologi kolestasis ditentukan oleh keparahan, durasi, dan penyebabnya. Tanda

yang terdapat pada kolestasis obstruktif dan nonobstruktif adalah akumulasi pigmen empedu

dalam parenkim hepar. Pada kanalikuli terdapat sumbatan empedu yang berwarna coklat

kehijauan. Jika kanalikuli pecah, akan terjadi ekstravasasi empedu yang kemudian difagosit

oleh sel Kupffer. Akumulasi pigmen empedu juga dapat terjadi di dalam hepatosit,

menyebabkan hepatosit menunjukkan feathery degeneration.

Terdapat perbandingan antara parenkim hepar normal dengan kolestasis. Keadaan

yang umum ditemukan pada kolestasis hepatoseluler antara lain hepatosit yang membesar

karena akumulasi pigmen empedu. Ruang kanalikuli juga membesar karena penumpukan

pigmen. Sel-sel yang sudah sangat rusak dapat ditemukan sedang mengalami apoptosis. Sel

Kupffer dapat ditemukan berisi pigmen empedu yang keluar.

Keadaan yang umum terdapat pada kolestasis obstruktif antara lain pada ada hepar

yang mengalami kolestasis, akan terjadi proliferasi duktus bilier dan retensi pigmen empedu.

Hepatosit di sekitar daerah portal akan menglami edema dan degenerasi. Selain itu terdapat

infiltrasi neutrofil periduktular.

Obstruksi saluran bilier, baik intra- maupun ekstrahepatik, akan menyebabkan

distensi pada duktus dan duktulus yang terletak lebih proksimal oleh empedu. Stasis tersebut,

dan tekanan yang disebabkannya, akan merangsang proliferasi epitel duktus. Berbeda dengan

25

Page 26: Kolestasis

reaksi duktulus pada nekrosis hepar, proliferasi duktulus pada obstruksi terbatas pada daerah

portal saja. Duktulus yang berproliferasi berfungsi untuk reabsorpsi garam empedu untuk

melindungi duktus yang berada distal.

Selain menyebabkan feathery degeneration, kolestasis obstruktif yang berkepanjangan dapat

menyebabkan disolusi hepatosit terfokus sehingga muncul ‘danau empedu’ berisi pigmen

dan debris sel. Lama-kelamaan akan terjadi fibrosis portal yang awalnya masih

mempertahankan arsitektur parenkim hepar. Akhirnya dapat terjadi sirosis hepar yang

ditandai dengan warna empedu.

3.4.4 Klasifikasi (15)

Kolestasis Intrahepatik

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati(kanalikulus),

sampai ampula Vater. Penyebab tersering kolestatik intra hepatik adalah hepatitis, keracunan

obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit autoimun. Penyebab yang utama yang sering

adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dsb.

Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat ( drug induced hepatitis), dan kelainan

autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik mengganggu

transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self

limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan

C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik

dan menahun dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bakan sudah menjadi sirosis

hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-

kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.

Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, dan

mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus menerus bisa menimbul

perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosi dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati

merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan manifestasi ringan tanpa ikterus, tetapi

kadang-kadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi gejala

ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis

sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

Kolestasis Ekstrahepatik

26

Page 27: Kolestasis

Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledukus dan

kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi

terdahulu) pada duktus koleduktus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau

pseudocyst pankrkeas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi

empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu ( yang terpenting bilirubin,

garam empedu, dan lipid ) kedalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk usus

halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan

kelebihan bilirubin konjugasi masuk kedalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih

sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam

sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya

hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui secara

pasti.

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan eksresi

garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis

yang berlangsung lama, gangguan penyerapan Ca dan vitamin D serta vitamin lain yang larut

lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi

kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol dihati

dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan. Konsentrasi trigliserida tidak

berpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan

abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.

3.4.5 Diagnosis

Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan

diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian

klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah hiperbilirubinemia

bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap

harus difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan

oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit

hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap

menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan

segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu

atau keganasan kaput pankreas).

27

Page 28: Kolestasis

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau

kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian

kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut (painless

jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna

kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi

kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish

jaundice) pada kolestasis intrahepatik.

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui

penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta

beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan

terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan

hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit

xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu

anemia hemolitik. Berikut adalah beberapa temuan klinis dan laboratorium yang dapat

digunakan untuk menegakkan diagnosis ikterus.8

28

Page 29: Kolestasis

3.5 KOLELITIASIS

3.5.1 Definisi

Kolelitiasis adalah istilah medis untuk batu empedu. Kolelitiasis disebut juga batu

empedu, gallstone, atau kalkulus biliaris. Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa

unsur yang membentuk suatu material batu yang dapat ditemukan dala kandung empedu

(kolesistolitiasis) atau dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua duanya.

Koledokolitiasis biasanya terjadi saat batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk

ke traktus biliaris.

Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada obstruksi

saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula ditimbulkan

oleh neoplasma ataupun striktur.

3.5.2 Epidemiologi

Batu empedu banyak ditemukan pada wanita dan makin bertambah dengan

meningkatnya usia. Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang di

buktikan oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai bangsa dan

kelompok etnik tertentu. Walaupun demikian, akhir-akhir ini batu cholesterol meningkat di

Asia dan Afrika, terutama di jepang ketika terjadi westernisasi pola diet dan gaya hidup.(16)

3.5.3 Faktor Risiko(16)

Faktor-faktor risiko penyebab Kolelitiasis, antara lain:

Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan

pria, ini dikarenakan oleh hormon progesteron menyebabkan gangguan pengosongan

kandung empedu dan bersama estrogen meningkatkan litogenesis cairan empedu pada

kehamilan. Pemberian estrogen secara farmakologik juga menambah resiko pembentukan

batu empedu

Umur

Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan

orang yang usia lebih muda.

Berat Badan

Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

29

Page 30: Kolestasis

Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar

kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta

mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu

Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan

terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu

Genetik

Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan

dengan tanpa riwayat keluarga

Infeksi

Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus

meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat

presipitasi

3.5.4 Patofisiologi

Batu di kandung empedu umumnya tidak menunjukkan simtom (silent gall stones)

kecuali bila batu tersebut migrasi ke leher kandung empedu atau ke dalam duktus koledokus.

Diperkirakan 60-80% dari batu empedu adalah asimtomatis. Migrasi batu ke dalam leher

kandung empedu akan menyebabkan obstruksi dari duktus sistikus yang akan mengakibatkan

iritasi kimiawi dari mukosa kandungan empedu oleh cairan empedu yang. Tertinggal, diikuti

oleh invasi bakteri. Hal ini akan mengakibatkan kolesistitis akut dan kronik. Kolesistitis akut

dapat perlahan-lahan menyembuh atau berkembang ke gangren akut dan perforasi dari dari

kandung empedu ke empiema.

Bila terjadi perforasi kandung empedu, akibatnya tergantung pada hubungan anatomi

dengan struktur didekatnya. Batu tersebut dapat terlokalisasi dan membentuk abses, dapat

pula berupa perforasi bebas dengan peritonitis atau dapat berhubungan dengan organ

berongga dan timbul fistula. Suatu perforasi local dengan tumpahannya yang dibatasi dan

tertutup rapat oleh omentum dan melekat dengan organ yang disebelahnya merupakan

bentuk perforasi yang paling sering kali ditemukan, terbentuklah abses perikolesistik. Bila

serangan akut mereda secara spontan, perubahan-perubahan inflamasi yang kronik menetap

dengan berikutnya diikuti eksaserbasi akut. Kolesistitis kronik dapat tenang, tetapi biasanya

terdapat simtom dyspepsia. Batu empedu dapat bermigrasi dari kandung empedu yang

meradang secara akut atau kronik ke organ di dekatnya. Batu juga dapat keluar melalui tinja

30

Page 31: Kolestasis

atau tersangkut di saluran makanan dan menyebabkan illeus batu empedu, biasanya batu

tersebut berdiameter >2,5cm dan tersangkut di valvula ileosekal. Batu yang memasuki

duktus koledokus dapat menyebabkan obstruksi duktus koledokus dengan ikterus

intermitten, kolangitis atau pankreatitis akut bilier bila menyumbat papilla vateri terutama

batu-batu kecil (mikrolitiasis). Kolangitis yang terjadi dapat naik ke hepar dan menimbulkan

abses. Bila kandung empedu perforasi ke usus halus didekatnya, serangan kolesistitis akut

seringkali mereda karena dekompresi organ yang meradang.(16)

3.5.5 Klasifikasi Kolelitiasis

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. 

Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).

Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

Supersaturasi kolesterol

Hipomotilitas kandung empedu

Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%

kolesterol.  Jenisnya antara lain:

Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.  Batu pigmen cokelat terbentuk akibat

adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu..

Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan

sisa zat hitam yang tak terekstraksi.  Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak

ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hepar.

Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

3.5.6 Manifestasi Klinis

A. Manifestasi batu kandung empedu (Kolesistolitiasis)

31

Page 32: Kolestasis

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dgn peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema

kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif apabila

nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu

yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.

B. Manifestasi batu saluran empedu (Koledokolitiasis)

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang.

Kadang teraba hepar agak membesar dan sclera ikterik.. Apabila sumbatan saluran empedu

bertambah berat, baru akan timbul ikterus klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yg

umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya

kolangitis tersebut.

Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial nonplogenik

yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hepar, dan

ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis biasanya berupa kolangiti piogenik intrahepatik, akan

timbul 5 gejala pentaderainold, berupa 3 gejala trias charcot ditambah syok, dan kekacauan

mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang

hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan hepatolitiasis.(18)

3.5.7 Pemeriksaan Penunjang(6,19)

A. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang

setiap setiap kali terjadi serangan akut

Alkali fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu.

Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus meningkatkan

sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan obstruksi saluran empedu

32

Page 33: Kolestasis

B. Ultrasonografi (USG)

Merupakan sarana diagnosis pencitraan pilihan dan pemeriksaan rutin untuk menilai

penyakit batu empedu. Hepar dan pancreas juga secara rutin di evaluasi. Sensitivitas untuk

mendeteksi batu kandung empedu lebih dari 96%.Penemuan yang khas berupa focus

ekogenik di sertai bayangan akustik. USG juga akan menampakkan ketebalan dinding,gas

intramural dan pengumpulan cairan perikoleistik.cairan per kolesistik dan gas intramural

sangat spesifik untuk kolesistitis akut. USG dapat juga secara akurat mengidentifikasi

pelebaran saluran empedu baik intra dan ekstrahepatik, selain juga lesi parenkim hepar atau

pancreas. Batu di koledokus bisa juga terlihat dengan USG walaupun sensitivitas tidak lebih

dari 50%, ketiadaan gambaran sonografi batu pada duktus koledokus tidak menyingkirkan

kemungkinan adanya batu koledokus.Keterbatasan relative dari USG adalah ketergantungan

ketelitian diagnosis pada ketrampilan dari operator,pasien gemuk dan adanya gas di usus

memberikan bayangan kurang baik.

C. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

             Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus.  Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui

sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar

sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan

sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000

penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih

aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita

batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.

D. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu

yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

3.5.8 Penatalaksanaan

Asimtomatis

33

Page 34: Kolestasis

Belum terdapat bukti yang mendukung intervensi bedah pada kasus asimtomatis.

Risiko operasi dianggap lebih besar dibandingkan manfaatnya. Tatalaksana berupa intervensi

gaya hidup, antara lain olahraga, menurunkan berat badan dan diet rendah kolesterol

Simtomatis

Pilihan terapi utama berupa intervensi bedah atau prosedur invasif minimal untuk

mengeluarkan batu. Terapi farmakologis masih belum menunjukkan efikasi yang bermakna.

Intervensi bedah (kolesistektomi laparoskopi). Direkomendasikan pada pasien

dengan gejala berat atau frekuensi sering, ukuran batu sangat besar (>3 cm), atau

disertai komplikasi

Prosedur endoscopic retrograde cholangioplasty (ECRP) dengan sfingterotomi

endoskopik. Bertujuan untuk mengeluarkan batu saluran empedu dengan balok

ekstraksi melalui muara yang sudah dilebarkan menuju duodenum.

Terapi farmakologis dengan asam ursodeksikolat (dosis 10-15 mg/KgBB/hari)

3.5.9 Prognosis

Pada 2-6 % penderita,saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi.batu

kandung empedu tidak dapat diangkat melaluiprosedur ERCP. ERCP saja biasanya efektif

dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,yang kandung empedunya

telah diangkat.

3.6 ALCOHOLIC LIVER DISEASE (ALD)

3.6.1 Definisi

Alcoholic Liver Disease (ALD) merupakan konsekuensi serius dan berpotensi fatal

dari minum alkohol. ALD meliputi tiga kondisi: fatty liver, hepatitis alkoholik, dan sirosis.

Fatty liver atau steatosis adalah gangguan hepar akibat alkohol paling umum, yang ditandai

dengan akumulasi lemak berlebihan di dalam sel-sel hepar. Hepatitis alkoholik adalah

peradangan dan cedera lebih parah dari hepar, di mana sistem kekebalan tubuh merespon dan

menyebabkan kerusakan hepar. Pada sirosis, sel-sel hepar yang normal digantikan oleh

jaringan parut dan akibatnya hepar tidak dapat melakukan banyak fungsi biasa.(4)

3.6.2 Faktor Risiko

Perlemakan hepar muncul pada >90% oeminum alkohol kronik. Namun hanya 10-

20% dari alkoholik yang berkembang menjadi hepatitis alkoholik, Proses perkembangan

tersebut dipengaruhi frekuensi, diet, dan jenis kelamin. Ambang batas konsumsi alkohol

34

Page 35: Kolestasis

sebagai factor risiko pada ALD adalah lebih dari 60-80 g alkohol per hari selama 20 tahun.

Sedangkan pada perempuan, hanya dengan konsums 20-40 g per hari dapat meningkatkan

risiko kerusakan hepar dengan derajat yang sama. Konsumsi hingga 25 kali lipat. Jenis

alkohol yang dikonsumsi juga dapat berpengaruh dalam risiko terjadinya penyakit tersebut.(4)

3.6.3 Patofisiologi

Hepar dan saluran pencernaan, adalah situs utama metabolisme alkohol. Dalam hepar

ada 2 jalur utama metabolisme alkohol: Alkohol dehidrogenase dan sitokrom P-450 (CYP)

2E1. Alkohol dehidrogenase adalah enzim sitosol hepatosit yang mengubah alkohol menjadi

asetaldehida. Asetaldehida kemudian dimetabolisme menjadi asetat dengan bantuan enzim

mitokondria yaitu asetaldehida dehidrogenase. CYP2E1 juga mengubah alkohol menjadi

asetaldehida.

Kerusakan hepar terjadi melalui beberapa jalur yang saling terkait. Alkohol

dehidrogenase dan asetaldehida dehidrogenase menyebabkan pengurangan Nicotinamide

Adenin Dinukleotida (NAD) ke NADH (bentuk tereduksi NAD). Perubahan rasio NAD :

NADH dapat menginduksi terjadinya fatty liver melalui penghambatan glukoneogenesis dan

oksidasi asam lemak. CYP2E1, yang meningkat pada penggunaan alkohol kronis,

menghasilkan radikal bebas melalui oksidasi Nicotinamid Adenin Dinukleotida Fosfat

(NADPH) menjadi NADP. Penggunaan alkohol kronis juga dapat mengaktifkan makrofag

hepar, yang kemudian menghasilkan TNF-alfa. TNF-alfa menginduksi mitokondria untuk

meningkatkan produksi spesi oksigen reaktif. Stres oksidatif ini menginduksi terjadinya

35

Page 36: Kolestasis

nekrosis dan apoptosis dari hepatosit. Selain itu, radikal bebas tersebut juga memulai

peroksidasi lipid, yang menyebabkan peradangan dan fibrosis.(19-20)

3.6.4 Manifestasi Klinis

A. Fatty Liver

Pasien dengan fatty liver biasanya yang baik asimtomatik atau hadir dengan gejala

nonspesifik yang tidak menyarankan penyakit hepar akut.

B. Hepatitis alkohol

Hepatitis alkohol adalah sindrom dengan berbagai tingkat keparahan, sehingga gejala

yang terlihat juga bervariasi. Gejala mungkin spesifik dan ringan seperti anoreksia dan

penurunan berat badan, sakit perut dan distensi, atau mual dan muntah. Sedangkan gejala

yang lebih berat dapat berupa ensefalopati dan gagal hepar. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan hepatomegali, ikterus, asites, angioma laba-laba, dan demam.(21)

C. Sirosis Alkoholik

Sirosis alkoholik dapat bermanifestasi dengan kegagalan organ tanpa riwayat fatty

liver atau hepatitis alkoholik. Namun, sirosis alkoholik juga dapat didiagnosis bersamaan

dengan hepatitis alkoholik. Gejala dan tanda-tanda dari sirosis alkoholik tidak membantu

untuk membedakannya dari penyebab lain dari sirosis. Pasien mungkin datang dengan gejala

ikterik, pruritus, hasil laboratorium abnormal (misalnya, trombositopenia, hipoalbuminemia,

koagulopati), atau komplikasi dari hipertensi portal, seperti perdarahan varises, ascites, atau

ensefalopati hepatik.

USG hepar dapat menunjukkan gambaran sirosis dan hipertensi portal, seperti

nodularitas hati, lamban atau terbalik aliran vena portal, splenomegali, atau varises intra-

abdominal. Petunjuk menunjuk ke arah alkohol sebagai etiologi sirosis adalah rasio SGOT :

SGPT lebih besar dari 2 atau bukti hepatitis alkoholik, baik yang diduga oleh fitur klinis atau

dikonfirmasi pada biopsi hati.(21)

3.6.5 Pemeriksaan Penunjang

Peningkatan ALP & GGT

Perbandingan SGOT : SGPT lebih besar dari 2 (DE-RITIS ratio)

SGOT & SGPT meningkat tapi tetap dibawah 500 U/L

Bilirubin meningkat > 5mg/dL

Albumin menurun hingga 2-3 mg/dL

Globulin meningkat

Perbandingan albumin & globulin terbalik 1 : 1,5 (Normal: 1: 1,5)

36

Page 37: Kolestasis

Prothrombin time meningkat

USG hepar : Gambaran fatty liver/ fibrosis

3.6.6 Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Berhenti mengonsumsi alkohol

Memperbaiki nutrisi dan olahraga secara rutin

Medikamentosa

Terapi farmakologi yang terbukti mengurangi inflamasi di hepar adalah golongan

tiazolidinedion (TZD). Koritikosteroid juga terbukti dapat menguragi gejala hepatitis

alkoholik berat dengan dosis prednisolone 40 mg/hari atau methylprednisolone 28 mg/day

selama 28 hari

37

Page 38: Kolestasis

BAB IV

KESIMPULAN

Kolestasis bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu sindroma yang

etiologinya bermacam-macam mulai dari pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar

dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik dan saluran empedu ekstrahepatik  sampai muara

keluar di duodenum. Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya

keadaan seperti terganggunya aliran empedu memasuki usus berupa tinja berbentuk dempul,

urobilin dan sterkobilinogen tinja dan urobilinogen urin yang menurun, malabsorbsi lemak

dan vitamin yang larut didalamnya serta hipoprotrombinemia., akumulasi empedu dalam

darah seperti ikterus, gatal-gatal dan hiperkolesterolemia dan kerusakan sel hepar sebagai

akibat penumpukan komponen empedu.

Pada pasien ini kolestasis dapat bersifat intrahepatik maupun ekstrahepatik, dimana

kolestasis intrahepatik kemungkinan disebabkan oleh Alcoholic Liver Disease (ALD) dan

kolestatik ekstrahepatik oleh kolelitiasis terutama koledokolitiasis atau batu yang terletak

pada saluran empedu. Untuk membedakan kedua etiologi tersebut masih dibutuhkan

pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap, namun untuk memastikan diagnosis dibutuhkan

biopsi hepar yang merupakan pemeriksaan gold standard.

38

Page 39: Kolestasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In: Kasper DL,

Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s

principle of internal medicine. 16th ed. United States: McGraw-Hill; 2005. p. 1870.

2. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice guidelines:

Management of cholestatic liver diseases. J Hepatol. 2009;51:237-67.

3. Juffrie M, Sri M N. Kolestasis. UKK Gastro-Hepatologi IDAI. 2010.

4. Tanto C, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisis IV. Jakarta: Media

Aesculaspius.

5. Cohen JA, Kaplan MM. The SGOT/SGPT ratio an indicator of alcoholic liver disease.

Dig Dis Sci. 1979 Nov;24(11):835-8

6. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles  of    Surgery).

Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.   459-464.

7. Sherlock,S. Anatomi dan Fungsi. In : Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu. Widya

Medika. Jakarta; 1990. Hal : 1-35.

8. Kahle, W. Sismtem Pencernaan. In : Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia Alat-

Alat Dalam. Hipokrates. Jakarta ; 1995. Hal : 234 – 238.

9. Price, S.A. RN. PhD. Gangguan hepar, Kandung Empedu, dan Pankreas Patofisiolegi.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta; 2003. Hal : 482.

10. Luhulima. W. J. Dr. Prof. Viscera Abdominis. In : Anatomi II. Bagian anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2001. Hal : 18 – 29.

11. Junqueira, et al. Junqueira's Basic Histology: Text and Atlas. Thirteenth Edition.

America: Lange. 2013.

12. Guyton C. Artur, M.D. Hepar Sebagai Suatu Organ. In Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta ; 1997. Hal : 1103 – 1109.

13. Ganong, F.W. MD. Liver and Biliary System. In Rview of Medical Physiology. Twenty-

Second Edition. The McGraw-Hill Companies. United Stated of America; 2005. Hal :

499 – 504.

14. Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi V. Jakarta :

Interna Publishing.

15. Constantin, T. 2011. Jaundice Obstructive Syndrome volume 37. Craiova : University of

39

Page 40: Kolestasis

medicine and Pharmacy.

http://www.chsjournal.org/files/PDF_CHSJ/2011/2/CHSJ_2011.2.08.pdf

16. H.As.sulaiman;H.nurul akbar;Icurentius A.lesmana;H.M syaitoeccal noer;Buku ajar

ilmu penyakit hepar,jaya abadi Jakarta;Edisi I.2007

17. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV.Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 – 481

18. Axon A.T.R., and Lobo A.J. 1990 Diagnosis and therapy of Acute Cholangitis, dari

Current T opics in Gastroenterology and Hepatology, Editor G.N.J., Tytgat, M. van

Blankenstein, hal. 88-95, George Thieme Verlag, Stuttgart

19. Connors, P.J., and Carr-Locke, D.L. 1991 Endoscopic Retrograde Cholangiography -

Findings and Endoscopic Sphincterotomy for Cholangitis and Pancreatitis, dari

Gastrointestinal Endoscopy Clinics of North America, 1-1: 27-50, W .B. Saunders,

Philadelphia

20. Stewart S, Jones D, Day CP: Alcoholic liver disease: New insights into mechanisms and

preventative strategies. Trends Mol Med 2001;7(9):408-413.

21. Zhou Z, Wang L, Song Z, et al: A critical involvement of oxidative stress in acute

alcohol-induced hepatic TNF-alpha production. Am J Pathol 2003;163(3):1137-1146.

22. Maddrey WC: Alcoholic hepatitis: Clinicopathologic features and therapy. Semin Liv

Dis 1998;8(1):91-102.

40