KoleStasis

21
DEFINISI Kolestasis secara fisiologi dapat didefinisikan sebagai suatu penurunan pada aliran empedu kanalikuli yang secara primer bermanifestasi sebagai hiperbilirubinemia terkonjugasi. Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi berbagai substansi yang seharusnya disekresikan ke dalam duodenum, sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam hati dan menimbulkan kerusakan hepatosit. Kolestasis juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegagalan aliran cairan empedu masuk kedalam duodenum. Dari segi klinis kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat- zat yang diekskresikan ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. Parameter yang paling sering digunakan untuk menilai seorang anak menderita kolestasis adalah kadar bilirubin. Kadar bilirubin yang dikatakan sebagai kolestasis adalah apabila didapatkan kadar bilirubin direk serum > 1 mg/dL bila bilirubin total < 5 mg/dL atau kadar bilirubin direk > 20% dari kadar bilirubin total apabila kadar bilirubin total > 5 mg/dL. Secara klinis kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik, dan urin yang berwarna

Transcript of KoleStasis

Page 1: KoleStasis

DEFINISI

Kolestasis secara fisiologi dapat didefinisikan sebagai suatu penurunan pada aliran

empedu kanalikuli yang secara primer bermanifestasi sebagai hiperbilirubinemia

terkonjugasi. Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya

sekresi berbagai substansi yang seharusnya disekresikan ke dalam duodenum,

sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam

hati dan menimbulkan kerusakan hepatosit. Kolestasis juga dapat didefinisikan

sebagai suatu kegagalan aliran cairan empedu masuk kedalam duodenum. Dari

segi klinis kolestasis dapat didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang

diekskresikan ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di

dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah

terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.

Parameter yang paling sering digunakan untuk menilai seorang anak menderita

kolestasis adalah kadar bilirubin. Kadar bilirubin yang dikatakan sebagai

kolestasis adalah apabila didapatkan kadar bilirubin direk serum > 1 mg/dL bila

bilirubin total < 5 mg/dL atau kadar bilirubin direk > 20% dari kadar bilirubin

total apabila kadar bilirubin total > 5 mg/dL. Secara klinis kolestasis ditandai

dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau akolik, dan urin yang berwarna

kuning tua seperti teh. Apabila proses tersebut berjalan dalam jangka waktu yang

lama maka akan dapat menimbulkan manifestasi klinis lainnya seperti pruritus,

gagal tumbuh, dan lain-lain akibat dari penumpukan zat-zat yang seharusnya

diangkut oleh empedu untuk dibuang ke usus.

EPIDEMIOLOGI

Secara umum insiden kolestasis pada bayi kurang lebih 1:25000 kelahiran hidup.

Penyebab kolestasis dikatakan sangat beragam, akan tetapi atresia bilier

ekstrahepatik dikatakan sebagai penyebab tersering untuk terjadinya kolestasis.

Insiden atresia bilier dikatakan 1:10000 kelahiran hidup, sedangkan rasio atresia

bilier pada anak perempuan lebih besar 2 kali dibandingkan pada anak laki-laki.

KLASIFIKASI

Page 2: KoleStasis

Adapun klasifikasi kolestasis pada bayi:

I. Kelainan Ektrahepatik

A. Atresia bilier

B. Striktur saluran empedu

C. Kista koledokal

D. Anomali pada choledochopancreaticoductal junction

E. Perforasi spontan pada saluran empedu

F. Massa (Neoplasia, batu)

II. Kelainan Intrahepatik

A. Idiopatik

1. Hepatitis nenoatus idiopatik

2. Kolestasis intrahepati, persisten

a. Displasia arteriohepatik ( sindrom Alagille’s)

b. Nonsyndromic paucity dari saluran intrahepatik

c. Kolestasis intrahepatik berat dengan penyakit hepatoseluler progresif

3. Kolestasis intrahepatik, berulang

a. Kolestasis intrahepatikberulang yang jinak

b. Kolestasis keturunan dengan lymphedema (Aagenaes)

B. Anatomi

1. Fibrosis hepatik kongenital atau penyakit polikistik infantil (dari hati dan

ginjal)

2. Penyakit Caroli’s (dilatasi kista pada saluran intrahepatik)

C. Kelainan metabolik atau endokrin

1. Kelainan dari metabolisme asam amino

a. Tirosemia

2. Kelainan dari metabolisme lemak

a. Penyakit Wolman’s / penyakit penyimpanan kolesterol ester

b. Penyakit Niemann-Pick

c. Penyakit Gaucher’s

3. Kelainan dari metabolisme karbohidrat

a. Galaktosemia

b. Fruktosemia

Page 3: KoleStasis

c. Penyakit penyimpanan glikogen

4. Kelainan dari metabolisme asam empedu –primer

a. 3ß-hidroksisteroid Δ5- C27 steroid dehidrogenase/isomerase

b. Δ5 – 3-oxosteroid 5 ß-reduktase

5. Kelainan dari metabolisme asam empedu –sekunder

a. Sindrom Zellweger’s (sindrom serebrohepatorenal)

b. Enzimopati peroximal spesifik

6. Hepatopati mitokondria

7. Penyakit metabolik yang dimana defeknya tidak dapat dikarakteristikkan

a. Defisiensi α1-antitripsin

b. Fibrosis kista

c. Hipopituitari idiopatik

d. Hipotiroid

e. Penyakit penyimpanan zat besi neonatal

f. Kelebihan tembaga infatil

g. Familial erythrophagocytic lymphohistiocytosis (FELS)

f. Defisiensi arginase

8. Racun

a. Kolestasis yang berhubungan dengan nutrisi parenteral

D. Kolestasis yang berhubungan dengan infeksi

1. Sepsis dengan kemungkinan endotoxemia

2. Sipilis

3. Toxoplasmosis

4. Listeriosis

5. Infeksi virus kongenital

E. Genetik atau Kromosomal

1. Trisomi E

2. Sindrom Down

3. Sindrom Donahue’s

F. Miscellaneous

1. Histiositosis sel langerhans

2. Syok atau hipoperfusi

Page 4: KoleStasis

3. Obstruksi intestinal

4. Lupus neonatus

PATOFISIOLOGI

Empedu adalah cairan yang disekresi oleh hati, berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, fosfolipid, toksin yang terdetoksifikasi,

elektrolit, protein, dan bilirubin terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu

merupakan bagian terbesar dari empedu, sedangkan bilirubin terkonjugasi

merupakan bagian terkecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi

enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epithelial dimana

permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal, sedangkan

permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah

epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun

dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan

hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contohnya adalah penanganan

dan detoksifikasi dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin indirek).

Bilirubin yang tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh

transporter pada membran basolateral, dikonjugasi oleh enzim UDPGTa yang

mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan

ke dalam empedu oleh transporter mrp2 yang bertanggung jawab terhadap aliran

bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam

empedu oleh transporter lain yaitu, pompa aktif asam empedu. Pada keadaan

dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonjugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Proses yang terjadi di

hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan

gangguan pada transporter hepatobilier yang menyebabkan penurunan aliran

empedu dan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

MANIFESTASI KLINIS

Page 5: KoleStasis

Gambaran klinis kolestasis pada umumnya disebabkan karena adanya keadaan

seperti dibawah ini:

1. Terganggunya aliran empedu memasuki usus:

Tinja berwarna dempul

Urobilin dan sterkobilin tinja menurun

Urobilinogen urin menurun

Malabsorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

Hipoprotombinemia

2. Akumulasi empedu dalam darah

Ikterus

Gatal-gatal

Hiperkolesterolemia

Kerusakan sel hepar sebagai akibat penumpukan garam empedu

SGOT, SGPT, Alkali phospatase, glutamil transpeptidase meningkat

Gambar 1. Manifestasi umum kolestasis

DIAGNOSIS

KOLESTASI

KONSENTRASI ASAM EMPEDU INTRALUMINAL

RETENSI/REGURGITASI

HIPERTENSI PORTA

PENYAKIT HATI PROGRESIF (SIROSIS

BILIER)

PENURUNAN ALIRAN EMPEDU KE USUS HALUS

MALABSORPSI

GAGAL HATI

1. Asam Empedu Pruritus Hepatotoksik

2. Bilirubin Ikterus

3. Kolesterol Xantaplasma Hiperkolesterolemia

4. Penumpukan “trace elements” Tembaga dll

1. Lemak Malnutrisi Retardasi pertumbuhan

2. Vitamin larut dalam lemak A : Kulit tebal D : Osteopenia E : Degenerasi Neuromuscular K : Hipoprotombinemia

3. Diare/steatorea Hipersplenisme Asites Perdarahan (varises)

Page 6: KoleStasis

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara

kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini

obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis

intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan

medikamentosa.

Anamnesis

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten

harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau

berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak

perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan

tinja akolis lebih awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang

demam atau disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar

merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-

antitripsin).

Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin

sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan

bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan

sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap

bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota

pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam

dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba

pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus

kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi

kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab

seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.

Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi

Page 7: KoleStasis

hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa

adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan

vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi

kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura,

berat badan rendah, dan gangguan organ lain

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria

tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ±

82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran

histopatologi hati.

Tabel 1. Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik

Page 8: KoleStasis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam

penegakkan diagnosis kolestasis yaitu melalui pemeriksaan laboratorium dan

dengan pencitraan. Ada beberapa tahapan dalam mengevaluasi dari kolestasis

neonatal yaitu:

1. Membedakan kolestasis dari fisiologis atau breast milk jaundice dan

menentukan tingka keberatan penyakit

a. Evaluasi klinis (riwayat, pemeriksaan fisik, warna tinja).

b. Serum bilirubin terfraksi (serum asam empedu).

c. Tes untuk penyakit hepatoseluler dan bilier (ALT, AST, Alkali phospatase,

GGTP)

d. Tes untuk fungsi hati ( serum albumin, protombine time, glukosa darah,

amonia)

2. Mengeksklusi pengobatan dan kelainan spesifik lainnya.

a. Kultur bakteri (urine dan darah)

b. VDRL, dan serologi virus sesuai indikasi

c. α1-antitripsin fenotip

d. T4 dan TSH (eksklusi hipotiroid)

e. Deteksi metabolik (urine-reducing substance, asam empedu urine, asam

amino serum, ferritin)

f. Klorida keringat/ analisis mutasi

3. Membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari intrahepatik

a. Ultrasonografi

b. Hepatobilier scintigrafi

c. Biopsi Hati

Pemeriksaan Laboratorium

1. Tes Hati

Transaminase

Transaminase serum, alanine aminotransferase (ALT) dan aspartat

aminotransferase (AST) merupakan tes yang paling sering dilakukan

Page 9: KoleStasis

untuk mengetahui adanya kerusakan hepatoseluler karena tes ini spesifik

untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit, akan tetapi tidak sensitif.

AST dijumpai dalam kadar yang tinggi pada berbagai jaringan, antara lain

hati, otot jantung, otot skelet, ginjal, pankreas, dan sel darah merah.

Apabila ada kerusakan pada jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi

kenaikan kadar enzim ini dalam serum. Dibandingkan dengan ALT, AST

lebih spesifik untuk mendeteksi adanya penyakit hati karena kadar di

jaringan lain relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar di hati.

Gamma-glutamyltransferase (GGT)

GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktuli biliaris

dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak,

mammae, dan intestinum dengan kadar tertinggi pada tubulus renal.

Karena enzim ini dapat ditemukan pada banyak jaringan, peningkatannya

tidak spesifik mengindikasikan adanya penyakit pada hati.

Pada bayi baru lahir dapat dijumpai kadar GGT yang sangat tinggi, lima

sampai delapan kali lebih tinggi dari batas atas kadar normal pada orang

dewasa. Pada bayi prematur, kadar GGT dapat lebih tinggi dibanding bayi

cukup bulan pada minggu pertama kehidupan. Kemudian secara perlahan

akan turun, baik pada bayi prematur maupun cukup bulan dan mencapai

kadar normal orang dewasa pada usia 6-9 bulan.Apabila dibandingkan

dengan tes serum yang lain, GGT merupakan indikator yang paling sensitif

untuk mendeteksi adanya penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi

ditemukan pada obstruksi hepatobilier, tetapi pada kolestasis intrahepatik

(contohnya pada Sindrom Alagille) dapat dijumpai kadar ekstrem yang

sangat tinggi. Peningkatan kadar GGT pada kolestasis intrahepatik dan

ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan

diantara keduanya.

Tabel 2. Referensi kadar normal GGT

Umur Jenis Kelamin U/L (persentil 2,5 – 97,5)

0 – 5 hari L – P 34 – 263

1 – 3 tahun L – P 6 – 19

4 – 6 tahun L – P 10 – 22

Page 10: KoleStasis

7 – 9 tahun L – P 13 – 25

10 – 11 tahun L 17 – 30

P 17 – 28

12 – 13 tahun L 17 – 44

P 14 – 25

14 – 15 tahun L 12 – 33

P 14 – 26

16 – 19 tahun L 11 – 34

P 11 – 28

Alkaline Phosphatase (AP)

Alkaline Phospatase dapat ditemukan pada hati, berasal dari membran

kanalikular; pada tulang, dari osteoblas; pada intestinum, dari brush

border enterosit; dan pada ginjal, dari tubulus proksimal. Peningkatan

serum AP terjadi pada kolestasis, baik intrahepatik maupun ekstrahepatik.

Namun peningkatan abnormal enzim ini tidak dapat membedakan antara

keduanya. Obstruksi biliaris terjadi pada lebih dari 90% pasien dewasa

yang mengalami peningkatan kadar serum AP lebih dari dua kali normal

dan lebih dari 75% pasien dengan peningkatan kadar lebih dari empat kali

nilai normal. Meskipun demikian, lebih dari 20% pasien dewasa dengan

hepatitis viral tanpa obstruksi ekstrahepatik mengalami peningkatan kadar

serum AP lebih dari empat kali nilai normal.

Pada anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang, terjadi peningkatan

serum AP yang disebabkan oleh influks isoenzim di tulang ke dalam

serum. Maka dari itu, penggunaan kadar serum AP dalam penilaian

penyakit hati pada anak (terutama pada remaja yang sedang dalam

pertumbuhan aktif) kurang bermakna.

Page 11: KoleStasis

2. Tes Fungsi Hati

Albumin

Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di

retikulum endoplasma hepatosit dengan half-life dalam serum sekitar 20

hari. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan tekanan koloid

osmotik intravaskular dan sebagai pembawa (carrier) berbagai komponen

dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya kalsium)

serta obat-obatan.

Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan karena penurunan

produksi akibat penyakit parenkim hati. Kadar albumin serum digunakan

sebagai indikator utama kapasitas sintesis yang masih tersisa pada

penyakit hati. Karena albumin memiliki half-life yang panjang, kadar

albumin serum yang rendah sering digunakan sebagai indikator adanya

penyakit hati kronis. Pada pasien dengan asites, penurunan kadar albumin

lebih disebabkan karena terjadi peningkatan volume distribusi dibanding

penurunan sintesis. Penyebab hipoalbuminemia non-hepatik lainnya

adalah malnutrisi serta kehilangan yang berlebihan dari urin (pada

nefrosis) dan usus (pada protein-losing enteropathies).

Tabel 3. Refernsi kadar albumin serum normal pada anak

Umur Albumin

g/dL +1 SD

1 – 3 bulan 3,41 0,72

4 – 6 bulan 3,46 0,36

7 – 12 bulan 3,62 0,60

13 – 24 bulan 3,63 0,80

25 – 36 bulan 4,11 0,78

3 – 8 tahun 4,0 0,65

9 – 16 tahun 4,25 0,70

Lipid dan Lipoprotein

Hati merupakan tempat sintesis dan metabolisme utama lipid dan

lipoprotein sehingga apabila terdapat gangguan pada hati akan terjadi

Page 12: KoleStasis

abnormalitas kadar lipid dan lipoprotein serum serta munculnya

lipoprotein yang normalnya tidak ada pada individu sehat (contohnya

Lipoprotein X). Peningkatan kadar kolesterol bebas dan fosfolipid yang

ekstrem terjadi pada penyakit hati dengan gejala kolestasis, contohnya

pada Sindrom Alagille. Hal ini disertai dengan munculnya LDL yang

abnormal, yaitu Lipoprotein X (Lp-X).

Faktor Koagulasi

Hati memiliki 3 peranan dalam mengontrol koagulasi, yaitu :

- Produksi semua faktor koagulasi kecuali faktor von Willebrand

- Produksi dan pemecahan faktor integral menjadi fibrinolisis, seperti

plasminogen dan aktivator plasminogen

- Clearence faktor pembekuan dari sirkulasi

Sintesis faktor II, VII, IX, dan X tergantung pada suplai vitamin K, suatu

vitamin larut lemak yang mungkin tidak diabsorpsi dengan baik pada

pasien kolestasis, yang adekuat. Vitamin K berperan sebagai kofaktor

dalam kaskade homeostasis. Karena kapasitas penyimpanan vitamin K di

hati sangat terbatas, maka apabila terjadi gangguan absorpsi maka PT dan

PTT akan meningkat.

3. Tes untuk pelacakan etiologi

Darah : darah rutin, kultur → mencari kemungkinan infeksi

kadar T4 dan TSH serum, α-1 antitripsin serum, asam amino,

laktat, amonia → mencari kemungkin kelainan metabolik

Urin : urinalisis, kultur → mencari kemungkinan ISK

USG Abdomen

USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologis yang paling berguna pada

evaluasi awal kolestasis pada bayi. USG dapat menunjukkan ukuran dan keadaan

hati dan kandung empedu, mendeteksi adanya obstruksi pada sistem bilier oleh

batu maupun endapan, ascites, dan menentukan adanya dilatasi obstruksi atau

kistik pada sistem bilier.

Page 13: KoleStasis

Pada saat puasa kandung empedu bayi normal pada umumnya akan terisi cairan

empedu sehingga akan dengan mudah dilihat dengan USG. Setelah diberi minum,

kandung empedu akan berkontraksi sehingga ukuran kandung empedu akan

mengecil. Pada atresia biliaris, saat puasa kandung empedu dapat tidak terlihat.

Hal ini kemungkinan disebabkan adanya gangguan patensi duktus hepatikus dan

duktus hepatikus komunis sehingga terjadi gangguan aliran empedu dari hati ke

saluran empedu ekstrahepatik. Pada keadaan ini USG setelah minum tidak

diperlukan lagi.

Pada keadaan lain dapat terlihat kandung empedu kecil saat puasa dan setelah

minum ukuran kandung empedu tidak berubah. Hal ini kemungkingan disebabkan

karena adanya gangguan aliran empedu dari kandung empedu melewati duktus

koledoktus komunis ke duodenum. Tanda “triangular cord” yaitu ditemukan

adanya densitas okogenik triangular atau tubular di kranial bifurcatio vena porta

sangat sensitif dan spesifik menunjukkan adanya atresia biliaris (sensitivitas 93%,

spesifisitas 96%).

Skintigrafi hepatobilier

Skintigrafi hepatobilier menggunakan isotop yang dilabel Technetium berguna

dalam membantu membedakan antara atresia biliaris dengan penyebab kolestasis

lain. Pemeriksaan ini sangat sensitif terhadap atresia biliaris tetapi spesifisitasnya

rendah karena pada kolestasis intrahepatal ekskresi isotop dapat pula tertunda

(sensitivitas 93%, spesifisitas 40%). Pada atresia biliaris uptake isotop oleh

hepatosit normal tetapi ekskresinya tertunda atau tidak diekskresi sama sekali.

Sedangkan pada hepatitis neonatal idiopatik uptake isotop oleh hepatosit tertunda

tetapi ekskresinya normal. Premedikasi dengan phenobarbital (5 mg/kgBB/hari

selama 5 hari) dapat meningkatkan sensitivitas karena phenobarbital diketahui

dapat menstimulasi enzim-enzim hati dan meningkatkan aliran empedu.

Biopsi hati

Biopsi hati perkutan merupakan tes diagnostik definitif untuk evaluasi kolestasis

pada bayi (sensitivitas 100%, spesifisitas 95%). Pada atresia biliaris dapat

ditemukan gambaran proliferasi duktus biliaris, bile plug, portal track edema, dan

Page 14: KoleStasis

fibrosis. Sedangkan pada hepatitis neonatal idiopatik dapat ditemukan gambaran

pembengkakan sel difus, transformasi giant cell, dan nekrosis hepatoseluler fokal.

Selain itu dapat pula ditemukan badan inklusi virus yang menunjukkan adanya

infeksi CMW atau herpes simpleks.

Kolangiografi

Kolangiografi merupakan prosedur yang tidak secara rutin direkomendasikan

pada bayi dengan kolestasis karena sulit dilakukan dan berbahaya namun

memiliki akurasi yang tinggi (98%), dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas

96% dalam penegakan diagnosis atresia biliaris. Metode ini menggunakan agen

paramagnetik negatif untuk menekan cairan yang ada di usus sehingga visualisasi

duktus pankreatobilier dapat terlihat jelas.

Gambar 2. Algoritme diagnosis kolestasis