KOKA Gabungan

download KOKA Gabungan

of 41

Transcript of KOKA Gabungan

LEGENDA Pangko Tasik (laut) Legenda : Gunung Bamba 1 : Lentong Garopan 2 : Lentong Bamban 3 : Ariri Posi 4 : Roroan baba Puyya (Tanah dari: semua Lambe berjiwa) 8 : Pata yang 5 : Roroan lambe 6 : Tangdan 7 Tangdan 9 : Pangngosokan 10 : Sali Padang 11 : Sangkinan Rinding 12 : Rinding BAB I GambarSumber SumberGambar:AnalisisDenahpribadibantukTongkonanTongkonanTongkonan kerbau: Kadang GambarGambar2.4.2.52.4.2.2GambarGambarTransformasiStephany,Potongandaripondasinya Toraja GambarSumber2.4.2.3 AnalisisDenahDenah Tongkonanatap berikut2009bantukTongkonan 16 Gambar:: GambarGambaranGambarpribadiTransformasiStephany, denganA bantuk perahu 2.4.2.7 Gambaran GambarGambarSandra PerspektifGambarTongkonanAB masyarakat 2.4.2.8 GambaranGambaran DenahSambo:Stephany,Gambar2.1:B:LondaBorong SumberPangngosokanDenahpribadiGambar GambarSandra 2009tengah Tongkonan GambarSumberAnalisisAnalisis Gambar2.2.2:2.2.1:Ruang2009Tongkonankepala SumberGambarDenahGambaran2.3:pribadiInterior RuangBaranaTongkonan GambarSumber Gambar AnalisisDenahDenahGambaranRuangA2009 Lion GambarGambaran GambarpribaditiangStephany, 20092.1: Tongkonan Batu 2.4.2.6 Gambar AnalisisAnalisis2.3 pribadiTongkonan15 Ruang Pekamberan GambarGambaranDenahadaptasiSandraTongkonanelemen Sangka Layuk 2.3: : 2.3: : : Rinding2.3:pribadi2.3.2.1:SandraBuntukolongkonstruksi : 2.4.2.42.4.2.1 teori teoriTransformasiStephany,Stephany, Tombang : Sumber Gambaran 2.2.5: Rinding : bagianTongkonan : Gambar Transformasi Gambar Gambar2.1:dapur GambaranGambar 2.3.2.2:Tongkonan Tata dalam Gambaran Transformasi Interior Tata dandari TransformasiSandraSandra Tongkonan pribadiadaptasi Stephany, BaranaLonda BagianTransformasi Tongkonan 2009 Analisis Sandra 2.2.2: 2009 B Sandra2.2.4 striktur Kosmologi bantuk atap GambarBarana Tongkonan 2009 Penggambaran Transformasi Tongkonan Stephany, Barana 13 14 : Langi 17 : Pata Sere 18 : Tulak Somba 19 : Katorok 20 : Parampak PENDAHULUAN 21 : Pangngoton 22 : Takek Dunia Bawah Longa 23 : Lemba 24 : Katarok 25 : Rampan Longa 26 : Bantuli Pong Tulak Padang Roh di dalam bumi Puang Matua 1. LATAR BELAKANG Tomgkonan Indonesia dikenal sebagai sebuah negeri yang kaya akan keanekaragaman

budaya, suku serta kehidupan sosial msyarakatnya. Dimana setiap budaya yang terdapat di Indonesia ini memiliki karakter atau cirri khas tersendiri. Mulai dari bahasa, pakaian adat, makanan tradisional hingga rumah adat masing-masing. Kesemuanya mengandung cerita atau filosofi tersendiri sesuai dengan asal muasal atau karakter wilayah dan sejarahnya. Berhubungan dengan rumah adat, di Indonesia terdapat banyak rumah adat yang unik atau khas, jumlahnya sesuai dengan jumlah provinsi di Indonesia ini. Karena, setiap provinsi pasti memiliki rumah adat tersendiri yang mencerminkan kehidupan lokal serta cerita dari sukunya sendiri. Rumah adat tradisional yang ada di Indonesia ini, selain menyimpan cerita atau filosofi tersendiri, ternyata juga mengandung kekhasan dari segi arsitektural. Salah satunya adalah rumah tradisional suku Toraja atau yang biasa disebut dengan Tongkonan. Rumah adat Tongkonan yang ada di Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan ini merupakan salah satu rumah adat yang hingga saat ini masih menjaga keasliannya, baik dari segi bentuk maupun filosofinya. Filosofi Tongkonan banyak dipengaruhi oleh kepercayaan Aluk Todolo yang berpengaruh pada bentuk serta fungsi dari Tongkonan itu sendiri. Sesungguhnya masih banyak lagi cerita di balik rumah adat tradisional Toraja atau Tongkonan ini. Hal inilah yang membuat kami ingin meneliti Tongkonan terutama dari segi arsitekturalnya. 2. FOKUS PENELITIAN Adapun fokus penelitian kami dalam Kuliah Observasi Kajian Arsitektur kali ini adalah mengetahui filosofi atau cerita di balik pembuatannya serta meneliti lebih lanjut mengenai bangunan tradisional ini, terutama dari segi arsitekturalnya yang dikaji dari poin-poin berupa bentuk, tata letak, tata ruang, struktur dan

konstruksi serta bahan material yang membentuk sebuah Tongkonan itu sendiri hingga transformasi yang terjadi pada Tongkonan terutama dari segi fungsi serta penataan ruangnya. Lokasi penelitian kami mengenai Tongkonan tersebut berada di desa Pallawa serta desa Kete Kesu. Hal tersebut kami lakukan agar kami dapat membandingkan Tongkonan yang ada di kedua desa tersebut, mengingat desa Pallawa merupakan desa yang masih alami sementara desa Kete Kesu merupaka desa yang terkenal dengan obyek pariwisatanya. Sehingga kami berniat untuk mengetahui dan membandingkan keduanya. 3. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui dan mengenal lebih dalam mengenai arsitektur bangunan Tongkonan Toraja yang selama ini ada dan masih terjaga dengan baik keasliannya, b. c. d. Memahami filosofi dari bangunan tongkonan secara detail, Mengetahui hubungan spiritual antara manusia dengan tongkonan dan pengaplikasiannya terhadap elemen, pola serta struktur bangunan, dan Untuk mengetahui dan memahami segala hal pembentuk sebuah Tongkonan, baik berupa bentuk, tata letak, tata ruang, struktur dan konstruksi serta bahan material yang membentuk sebuah Tongkonan itu sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 GARIS BESAR TONGKONAN Toraja memiliki budaya tradisional yang belum terkontaminasi oleh budaya luar. Kebudayaan dan adat istiadatnya masih dipertahankan oleh masyarakat disana. Salah satu contohnya yaitu rumah adat Toraja yang biasa disebut tongkonan. Menurut Toding (2008), menjelaskan bahwa tongkonan berasal dari kata

tongkon yang berarti duduk, kemudian dibubuhi akhiran -an, maka artinya menjadi tempat duduk bersama. Jadi pengertian tongkonan adalah suatu tempat berkumpulnya masyarakat Toraja yang bersifat publik. Tongkonan memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi. Lebih lanjut, Toding (2008), menjelaskan bahwa dahulu tongkonan merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Tongkonan tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja. Bahkan hingga saat ini aturan dan tradisi tersebut masih dijaga dan tetap diwariskan secara turuntemurun. Menurut penjelasan diatas, tongkonan mempunyai beberapa fungsi menurut sifatnya, antara lain: sebagai pusat budaya, pusat pembinaan keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator, motivator dan stabilisator sosial. Apabila mempelajari letak dan upacara-upacara yang dilaksanakan, melalui simbol-simbolnya akan diketahui bahwa Tongkonan adalah simbol sosial dan simbol alam raya. Oleh karena itu masyarakat Toraja sangat memelihara dan melestarikan Tongkonan hingga sekarang. Tongkonan mempunyai peran penting khususnya dari segi fungsinya, dimana menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (2010), tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Untuk itu masyarakat disana masih mempertahankan nilai-nilai spiritual dari tongkonan sampai sekarang dan mempertahankan tradisi dari nenek moyang mereka. Tongkonan atau rumah untuk tempat tinggal dalam arti tidur, makan, istirahat, di mana pada umumnya mempunyai tado'-tado' (teras depan), tado' (ruang tamu), ba'ba atau tambing (ruang tidur) dan lambun (dapur). Jenis unit lainnya adalah alang semacam lumbung berbentuk mirip dengan tongkonan tetapi lebih kecil dan hanya terdiri dari satu ruang di atas untuk menyimpan padi.

Menurut L.T. Tangdilintin (1974: 75), dalam kehidupan sosial, masyarakat Toraja terbagi atas empat tingkat pelapisan sosial, yaitu: a. b. c. TanaBulaan, adalah lapisan bangsawan tinggi, yang dipercayai mengatur aturan hidup dan memimpin agama. TanaBasii, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang bertugas mengatur kepe-mimpinan dan mengajar kecerdasan. TanaKarurung, adalah lapisan rakyat biasa yang merdeka, tidak pernah diperintah langsung, dan rata-rata memiliki karunia sebagai tukang dan orang terampil. d. TanaKua-kua, adalah lapisan hamba yang me-warisi untuk menerima tanggung jawab sebagai pengabdi. Mengingat bahwa dalam masyrakat Toraja dikenal ada 4 struktur lapisan masyarakat dan ternyata bahwa dalam masyarakat Toraja tidak semua lapisan masyarakat dapat memiliki Tongkonan. Berdasarkan jenisnya, Tongkonan terbagi atas tiga jenis menurut yaitu: Wikipedia (2010) 1. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan" atau tempat masyarakat menentukan aturanaturan adat, 2. 3. Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi local Tongkonan batu adalah milik anggota keluarga biasa.

Sedangkan berdasarkan fungsinya, tongkonan dibedakan menjadi tiga fungsi menurut Amir Al-Maruzy (2011), yaitu: 1. Tongkonan Layuk adalah tongkonan pertama dan utama kerena fungsinya didalam adat sebagai sumber kajian di dalam membuat peraturan-peraturan adat 2. Tongkonan Pekamberan / Pekaindoran adalah tongkonan kedua yang berfungsi sebagai pelaksana atau yang menjalankan aturan, perintah dan kekuasaan adat didalam masing-masing daerah adat yang dikuasainya. 3. Tongkonan Batu Ariri adalah tongkonan ketiga, tongkonan ini tidak mempunyai kekuasaan didalam adat tetapi berperan sebagai tempat persatuan dan pembinaan keluarga dari turunan yang membangun Tongkonan tersebut pertama kali. Menurut Redaksi Butaru (2009), masyarakat Toraja membedakan antara Tongkonan sebagai rumah adat keluarga Toraja, sumber kekuasaan adat dan pemerintahan adat Toraja dengan Banua barang-barang yaitu rumah atau tempat tinggal pribadi orang Toraja. Tongkonan merupakan sumber budaya tradisional Toraja, seperti yang tercermin dalam ungkapan-ungkapan berikut : a. Tongkonan ditimba uainna

Mengandung makna uai berarti air dan ditimba artinya ditimba, yang mengandung makna Tongkonan sebagai sumber bahan makanan bagi warganya. b. Tongkonan dikalette tanananna Mengandung makna dikalet te artinya dipetik dan tanananna berarti tanaman yang mengandung makna bahwa Tongkonan sebagai sumber bahan makanan bagi warganya c. Tongkonan diretok kayunna Mengandung makna tanah milik tongkonan pemanfaatannya berfungsi sosial dalam arti kata seluas-luasnya d. Tongkonan dikumba litakna Mengandung makna litakna artinya tanah milik tongkonan pemanfaatannya berfungsi sosial dalam arti kata seluas-luasnya. e. Tongkonan dipoada adana, Mengandung makna dipoaluk alukna artinya adat istiadat, aluk artinya agama (religius) yang mengandung makna bahwa segala tindakan, tata kelakuan, pola hubungan sosial, norma-norma dan aturan-aturan dalam kehidupan bersama bersumber dari Tongkonan yang dilandasi oleh nilainilai keagamaan.

2.

FILOSOFI TONGKONAN 2.1.Antropomorfik Tongkonan Setiap bentuk bangunan dalam segi arsitektur selalu memiliki dasar

pemikiran atau filosofi tersendiri, terutama sekali pada bentuk bangunan rumah tradisional Toraja yaitu Tongkonan. Pada dasarnya bentuk Tongkonan merupakan bentuk rumah dengan struktur antropomorfik. Dimana Antropomorfik adalah suatu gambar-gambar atau benda-benda yang bentuknya menyerupai manusia. Dibuat secara abstrak atau tidak nyata, tetapi tetap

memperlihatkan unsur-unsur yang dapat dikenali sebagai bagian dari tubuh manusia. (Sumber : http://www.purbakala.net/open/antropomorfik) Selain itu juga rumah Tongkonan diibaratkan seperti bagian-bagian rahim, pusar dan kepala sebagai sebuah penggambaran metafora. Ukiran di dinding luar rumah seperti metafora telinga dan kepala kerbau yang diyakini untuk menambah kapasitas visual dan pendengaran. Dan pos-pos yang mendukung struktur bangunan sebagai kaki atau tiang rumah. (Sumber : http://kristo86.blogspot.com/search/label/Tentang%20toraja) 2.2.Tata Letak Rumah selalu berorientasi kearah utara. Hal ini dilakukan karena adanya kepercayaan bahwasanya Tuhan Sang Pencipta terletak di sebelah utara. Tongkonan selalu menghadap ke utara dan selatan sebagai symbol asal nenek moyang. Oleh sebab itu, untuk menghormatinya maka rumah harus menghadap kearah utara agar mendapat restu darinya. Sedangkan bila ditinjau dari klimatologi, orientasi ini sesuai dengan arah mata angin dengan tujuan untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik dan menghindari sinar matahari sore.(Sumber : http://ayyef.blogspot.com/2009/10/penjabaran-dari-rumah-tongkonan.html)

Tata letak rumah adat Toraja juga dijiwai dengan makna simbolis. Orientasi Tongkonan memiliki konotasi kosmologis, dan desain dekorasi yang diukir di bagian depan memiliki makna simbolis karena mengandung berbagai pesan tentang hierarki sosial dan struktur, serta hubungannya dengan dunia roh. Seperti dijelaskan di atas, bahwa pencipta Puang Matua (nenek moyang) dikaitkan dengan utara, dan karena Tongkonan juga harus menghadap utara. Sementara bagian selatan rumah dikaitkan dengan Hedi Yunus (surga, atau Puya) dan leluhur. Dan orientasi barat dan timur, berhubungan dengan tangan

kiri dan kanan dalam tubuh manusia, dan juga dengan dunia para dewa (Timur) dan leluhur (Barat).(Sumber : http://www.toraja.net/culture/arcitecture/index.html)

a.

Perkampungan Toraja yang terdiri dari beberapa rumah adat tongkonan, dimana perletakannya berdekatan dan sejajar dengan arah matahari terbit dan arah matahari tenggelam atau arah timur dan barat. Selain itu ada juga yang perletakannya menghadap ke sebuah halaman luas dan memanjang yang terbentuk oleh deretan tongkonan dan deretan lumbung atau alang. Halaman ini berupa ruang terbuka (+) positif. Istilah halaman dipakai untuk menyebut ruang luar yang terbentuk oleh dua dinding berhadapan, yang mana Tongkonan dan lumbung dipandang sebagai dinding.

Jadi Halaman ini adalah halaman yang terbentuk oleh naluri atau insting masyarakat. Dengan tujuan sebagai tempat untuk berkumpul, melangsungkan upacara adat, bekerja, bermain dan aktifitas sosial lainnya. Dalam kosmologi dari Aluk Todolo perletakan atau orientasi rumah adat Tongkonan memiliki sudut pandang, kepercayaan atau keyakinan yang berbeda-beda seperti pada arah matahari tenggelam (barat) dipandang sebagai tempat bersemayam arwah leluhur, sebagai arah kematian dan masa lalu. Sedangkan arah matahari terbit dipandang sebagai arah kelahiran, masa yang akan datang hal ini dikarenakan saat matahari terbit terjadi proses perubahan kondisi alam dari gelap menjadi terang.

Selain itu orientasi rumah pada arah matahari terbit memiliki arti atau kepercayaan sebagai tempat bersemayam tiga Dewa (Deata) yang mana ketiga dewa tersebut berkaitan dengan kehidupan dan pemeliharaan bumi. Dalam setiap perkampungan, rumah di Toraja, rumah tertua berada di ujung arah matahari tenggelam atau barat, dan berturut-turut ke arah mata hari terbit yang lebih baru dari sebelumnya.(Sumber : Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja, Oleh : Yulianto Sumalyo. DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 64 74)

Sementara itu, di bagian depan rumah Tongkonan terdapat lumbung padi yang disebut alang. Tiang-tiang lumbung padi dibuat dari batang pohon palem. Bagian tengah alang di dikosongkan dan sekitar 1 meter dari tanah dibuat atau diletakkan papan yang berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga, duduk-duduk dan juga menerima tamu. Selain itu di bbagian depan lumbung terdapat beberapa ukiran atau motif bergambar ayam dan matahari yang mana ukiran tersebut merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara atau kejahatan.(Sumber : http://www.wisatamelayu.com/id/opinion/64-Tongkonan-Rumah-Adat-Toraja)

Jadi dapat disimpulkan bahwa filosofi rumah adat Toraja (Tongkonan) merupakan gambaran dari bentuk-bentuk bagian tubuh makhluk hidup. Selain itu perletakan rumah adat Tongkonan disebabkan adaya pengaruh unsur religi atau unsur tradisi berupa kepercayaan masyarakat terhadap para leluhur dan para dewa. Sehingga pada perletakan bangunan rumah adat berorientasi pada empat arah penjuru mata angin dan juga bentuk perkampungannya diletakkan secara sejajar dari arah timu ke arah barat. 2.2.3 Tata Ruang Pada rumah adat toraja, memiliki tata ruang yang sudah di atur dari nenek moyang mereka. Salah satunya yang diatur adalah masalah tata letak pada bangunan toraja. Menurut Silviana Puspitasari, Tata letak pada bangunan toraja, sangat di tentukan oleh kosmologi Aluk Todolo dengan faktor utama arah matahari terbit (tempat para Deata) dan matahari tenggelam (tempat bersemayam arwah leluhur). Semua itu mempunyai makna bagi orang toraja yaitu Arah matahari terbit dipandang sebagai bagian dari kelahiran dan kehidupan.

Masyarakat toraja juga sangat memegang teguh filosofi yang terdapat pada kehidupan mereka. Filosofi yang ada pada kehidupan masyarakat toraja adalah filosofi Aluk Apa Otona yang terdiri dari 4 (empat) dasar pandangan hidup. Dari ke empat dasar pandangan hidup itu antara lain kehidupan manusia, kehidupan alam leluhur Todolo, kemuliaan Tuhan, serta adat dan kebudayaan. Keempat filosofi tersebut menjadi dasar terbentuknya denah rumah Toraja yaitu menjadi empat persegi panjang dengan dibatasi dinding yang melambangkan badan atau kekuasaan. Jadi pada dasarnya masyarakat toraja memiliki sebuah acuan yang berasal dari filosofi filosofi yangdi warisi oleh nenek moyang mereka.(Sumber : http://silvianapuspitasari.blogspot.com/2011/05/arsitektur-tradisional-warisanbudaya.html)

Menurut (Amir Al Maruzy, 2011) pada bangunan tongkonan juga memiliki bagian-bagian yang dinamakan: a. Sulluk adalah kolong rumah,

b.

Inan adalah sebuah ruangan yang terletak diatas kolong rumah

yang dikelilingi dinding sebagai badan rumah, inan ini sendiri terbagi kedalam: tangdo yang berfungsi sebagai kamar depan sebagai tempat sesembahan kepada leluhur; Sali adalah bilik tengah yang fungsinya terbagi dua, pada bagian timur tangdo difungsikan sebagai padukkuang Api (dapur) dan tangdo bagian barat sebagai tempat inan Pa Bulan (orang meninggal), c. d. e. Sumbung adalah ruang bagian belakang yang berfungsi sebagai Rattian adalah loteng rumah yang berfungsi sebagai tempat Papa adalah adalah pelindung berupa atap yang terbuat dari bambu(Sumber:http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/04/08/mengenaltongkonan-sebagai-rumah-adat-toraja/)

kamar tidur orang yang menempati tongkonan tersebut, penyimpanan pusaka dan benda-benda berharga lainnya, dan yang mempunya bentuk khas perahu.

Selain itu, menurut (Said, 2004) di mana dalam transformasi tatanan ruang dan bentuk pada interior tongkonan di tana toraja sulawesi selatan rumah adat toraja mempunyai Pola penataan ruang yang berdasarkan pada pembagian keempat titik mata angin dari perwujudan kepercayaan Aluk Todolo pada tiap ruang dalam dari Tongkonan, yaitu: a. Bagian Utara Tongkonan disebut Ulunna lino (kepala dunia)

atau lindo puang (wajah raja-raja). Pada bagian ini dikonotasikan sebagai kepala, bagian depan, atasan, bagian yang dihormati, dan dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayamnya Puang Matua sekaligus sebagai tempat dewa memasuki rumah. Area ini terletak pada bagian depan Tongkonan dan dalam pelaksanaan ritual berfungsi untuk upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua. b. Bagian Selatan disebut pollo na lino (ekor dunia) yang dikonotasikan sebagai kaki, bawahan, ekor, pengikut dan tempat kotor. Di selatan bagi masyarakat Toraja, terdapat alam Puya tempat roh-roh orang yang telah meninggal dan dijaga oleh Pong Lalondong. Bagian ini digunakan sebagai tempat ruang tidur bagi anggota keluarga yang mana

posisi kepala menurut kepercayaan mereka harus menghadap ke utara untuk mem-peroleh berkah dari Puang Matua agar terhindar dari segala jenis penyakit. c. Bagian Timur tempat terbitnya matahari, rampe mata allo (rampe = sisi, allo = matahari) yang dikonotasikan oleh masyarakat toraja sebagai kehidupan, pada bagian ini mewakili kebahagiaan, terang, kesukaan, dan kegiatan yang menunjang kehidupan-tempat perapian diletakkan. Bagian ini juga memiliki Fungsi religiusnya sebagai areal pelaksanaan ritual Aluk Rambu Tuka, tempat pemujaan Deata-deata (penguasa dan pemelihara bumi) dan terletak pada sisi kanan ruang dalam Tongkonan. d. Bagian Barat tempat terbenamnya matahari (rampe matampua), hal ini merujuk pada kematian dan mewakili unsur gelap, kedukaan, dan semua hal yang mendatangkan kesusahan. Bagian barat ruang ini secara religius berfungsi sebagai tempat membaringkan tubuh mayat dengan kepala menghadap ke selatan tempat alam Puya berada dan tempat upacara pertama orang mati yang dilaku-kan dalam Tongkonan. Selain itu, juga berfungsi sebagai tempat pemujaan Tomembali Puang (arwah para leluhur yang telah menjadi dewa atau biasanya disebut todolo) dalam pelaksanaan ritual Aluk Rambu Solo dan terletak pada sisi kiri ruang dalam Tongkonan. Jadi pada rumah adat toraja memiliki bagian bagian yang sangat penting dan menjadikan arah mata angin sebagai penataan ruang dalam pembuatan rumah adat tersebut.(Sumber : Transformasi Tatanan Ruang Dan Bentuk Pada Interior Tongkonan Di Tana Toraja Sulawesi Selatan Oleh Shandra Stephany, 2009)

2.2.4 Bentuk Menurut Ayyef (2009), mengatakan bahwa Tongkonan selalu berbentuk kolong, hanya bervariasi pada tinggi rendah. Konstruksi kolom dan balok dari kayu membentuk elemen horizontal dan vertikal, merupakan ciri umum dari arsitektur tradisional lambang dari ikatan antara manusia dan alam.

Dalam tulisannya yang berjudul Penjabaran dari Rumah Tongkonan, memaparkan bahwa bentuk Tongkonan yaitu berlapis tiga, berbentuk segi empat yang melambangkan empat azas kehidupan manusia yang disebut Ada 'A 'pa eto 'na, yang terdiri dari kelahiran, kehidupan, pemujaan dan kematian. Segi tempat ini juga dianggap sebagai simbol dari empat penjuru angin. Tongkonan harus selalu menghadap arah utara yang melambangkan awal kehidupan, dengan bagian belakang rumah menghadap arah selatan yang melambangkan akhir kehidupan. Lebih lanjut, Ayyef mengemukakan bahwa dalam kepercayaan Aluk Todolo pembagian alam raya menjadi konsep dasar terwujudnya bentukan rumah Tongkonan yang mewakili 3 (tiga) lapis seperti yang disebutkan di atas. Dimana Setiap bagian rumah Tongkonan, memiliki arti sebagai berikut: a. Atap dan bagian muka, terutama bagian berbentuk segitiga dari dinding muka dinamakan sondong para atau lido puang (wajah dari dewa-dewa), melambangkan Dunia Atas, b. Dunia Tengah, dunia dari manusia diwakili dengan bagian muka sebelah utara paling berhubungan dengan bagian dari matahari terbit (untuk upacara di bagian timur), c. Dunia bawah, Sama seperti Pong Tulak Padang memegang dunia di atas, jadi rumah disangga dengan jiwa yang tinggal dalam Bumi (menurut beberapa orang Toraja, Tulak Padang sendiri yang menyangga rumah), d. Lubang, yang dibuka pada bagian dalam atap untuk upacara-upacara dari sebelah timur.

Di luar seperti hal yang disebutkan di atas, Tongkonan terdiri dari tiga tingkatan dengan penjabaran sebagai berikut; a. b. c. Lantai pertama untuk hewan ternak ataupun untuk menyimpan alat pertanian. Lantai kedua diperuntukkan bagi manusia dalam hal ini adalah penghuni atau pemilik rumah, Lantai ketiga diperuntukan bagi barang yang dianggap pusaka. Hal tersebut didasari karena adanya suatu kepercayaan bahwasanya dunia terdiri dari tiga tingkatan yang mana tingkatan pertama untuk hewan, kedua untuk manusia dan ketiga untuk Tuhan atau sang pencipta.(Sumber : http://ayyef.blogspot.com/2009/10/penjabaran-dari-rumah-tongkonan.html)

2.2.5 Struktur, Konstruksi serta Bahan Material Pembentuk Tongkonan Struktur yang digunakan pada bangunan tongkonan Pada umumnya adalah sistem konstruksi pasak (knock down). Berkaitan dengan struktur dan konstruksi, ada beberapa keistimewaan sebuah bangunan Tongkonan antara lain: a. Pada Katik, bagian depan bentuknya agak berbeda yaitu bentuknya panjang dan ramping. b. Pada tiang kolom, untuk tongkonan yang tertua berjumlah 7 buah, berjajar pada bagian lebar bangunan. Tiang kolom pada alang seluruhnya berjumlah

8 buah, dengan 2 kolom berjajar pada bagian lebar bangunan dan 4 kolom ke arah belakang/ bagian panjang bangunan. c. Pada

bangunan/Tongkonan yang tertua mempunyai struktur bangunan yang lebih rendah daripada tongkonan yang baru dengan bentuk tiang kolom empat persegi.

Sementara itu keterkaitan antara struktur, konstruksi pada sebuah Tongkonan juga berhubungan dengan bahan material penyusun/pembentuknya, seperti yang dijelaskan berikut ini: a. Bagian Kolong Rumah, terdiri dari bagian-bagian berikut: i. Pondasi Pondasi yang digunakan pada bangunan tongkonan adalah dari batuan gunung, diletakkan bebas di bawah Tongkonan tanpa pengikat antara tanah, kolom dan pondasi itu sendiri. ii. Kolom/tiang (ariri) Tiang pada bangunan tongkonan terbuat dari kayu uru, sedangkan untuk alang digunakan kayu nibung, yaitu sejenis pohon palem. Bentuk kolomnya persegi empat, pada alang bentuknya adalah bulat. Perbedaan bentuk tersebut menunjukkan perbedaan dari fungsi bangunan, yaitu Tongkonan untuk manusia, sedangkan alang untuk barang (padi). Penggunaan kayu nibung dimaksudkan agar tikus tidak dapat naik ke atas, karena serat kayu ini sangat keras dan sapat sehingga terlihat licin. iii. Balok Sebagai pengikat antara kolom-kolom pada bangunan digunakan balokbalok dengan fungsi seperti sloof, yang dapat mencegah terjadinya pergeseran tiang dengan pondasi. Hubungan balok dengan kolom digunakan sambungan pasak, disini tidak dipergunakan sambungan paku/baut. Bahan yang digunakan adalah kayu uru. Jumlah baloknya ada 3 buah, sedangkan pada alang hanya 1 buah, yaitu sebagai pengikat pada bagian bawah. Tangga menggunakan kayu uru.

b.

Bagian Badan, terdiri dari bagian-bagian berikut:

i. Lantai Pada lantai bangunan tongkonan terbuat dari papan kayu uru yang disusun di atas pembalokan lantai. Disusunya pada arah memanjang sejajar balok utama. Sedangkan untuk alang terbuat dari kayu banga. ii. Dinding Pada dinding bangunan disusun satu sama lain dengan sambungan pada sisi-sisi papan dengan pengikat utama yang dinamakan Sambo Rinding. Dinding yang berfungsi sebagai rangka menggunakan kayu uru atau kayu kecapi. Sedangkan pada dinding pengisinya menggunakan kayu enau. c. Bagian Kepala (atap), terdiri dari bagian-bagian berikut: i. Atap Pada atap bangunan tongkonan terbuat dari bambu-bambu pilihan yang disusun dengan cara tumpang tindih yang dikait oleh beberapa reng bambu dan diikat dengan tali bamboo/rotan. Fungsi dari susunan demikian adalah untuk mencegah masuknya air hujan melalui celah-celahnya. Fungsi lain adalah sebagai ventilasi, karena pada Tongkonan tidak terdapat celah pada dindingnya. Susunan bambu di letakan di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tampak (overstek) minimal 3 lapis, maximal 7 lapis, setelah itu disusun atap dengan banyak lapis yang tidak ditentukan, hanya mengikuti bentuk rangka atap sehingga membentuk seperti perahu. Fungsi dari Tolak Somba adalah untuk menunjang/menopang agar Longa tidak runtuh/turun. Sangkinan Longa adalah sebagai keseimbangan dari Longa. Semakin panjang Longanya maka jumlah Sangkinan Longanya pun semakin banyak. ii. Dinding

Susunanya seperti dinding pada bagian kepala badan.(Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/struktur-dan-bahanbangunan-rumah-tongkonan/)

2.3

ELEMEN DALAM TONGKONAN Tongkonan merupakan rumah panggung dengan tiga bagian elemen yang

merupakan gambaran kepercayaan Aluk Todolo. Sangat kental dengan harmonisasi kehidupan duniawi terhadap alam dan pandangan terhadap leluhur, yang diimplementasikan dalam aturan dan upacara adat yang dipatuhi hingga saat ini.

Tiga elemen utama dari Tongkonan sesuai dengan ajaran Aluk Todolo terlihat seperti gambar berikut:3.1. Bagian Kaki (Kolong) Tongkonan

Nama sulluk banua diambil karena terbentuk oleh hubungan antara tiangtiang dari kayu dengan sulur (roroan). Bagian ini dahulu berfungsi sebagai tempat mengurung binatang (kerbau dan babi) pada malam hari dan tidak mempunyai fungsi religius. Tiang-tiang yang menyangga Tongkonan, terbuat dari kayu dan berbentuk empat persegi panjang pada setiap tiang.

Letak lokasi Tanah Toraja di daerah pegunungan dengan curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 1.500 mm/tahun sampai dengan lebih dari 3.500 mm/tahun menyebabkan kayu mudah lapuk dan tanah menjadi lunak. Pemikiran demikian menghasilkan penggunaan pondasi batu alam, yang mana melindungi tiang-tiang kayu dari air tanah sekaligus mencegah turun-nya bangunan karena lunaknya tanah.

Pada bagian bawah (kolong) rumah bangsawan terda-pat tiang utama rumah yang tidak berfungsi struktural disebut ariri posi (tiang pusar). Berikut pada bagian atas pondasi tiang-tiang kayu, digunakan sebagai lantai ruang tengah yang secara keseluruhan terbuat dari kayu tanpa finishing.3.2.

Bagian Badan

Bagian ini dikenal dengan nama kale banua, terdiri atas ruang-ruang yang berjejer dari utara ke selatan dan berbentuk persegi panjang. Ruang pada bagian badan Tongkonan terbagi atas tiga bagian, yaitu: i. Ruang bagian depan (Tangdo) disebut kale banua menghadap bagian utara. Tempat penyajian kur-ban pada upacara persembahan dan pemujaan kepada Puang Matua.

ii. Ruang tengah (Sali) lebih luas dan agak rendah dari ruang lainnya. Terbagi atas bagian kiri (barat) tempat sajian kurban hewan dalam upacara Aluk Rambu Solo dan bagian kanan (timur) tempat sajian kurban persembahan dalam upacara Aluk Rambu Tuka.

iii. Ruang belakang (Sambung) disebut pollo banua (ekor rumah) berada dibagian selatan, tempat masuknya penyakit.

3.3.

Atap

Bagian atap sangatlah menonjol karena dimana ujung depan dan belakang menjorok disebut longa. Sebagian besar punggung atau semacam nok dari tongkonan, berbentuk hiperbolik. Ada teori mengemukakan bahwa bentuk atap berevolusi mulai dari datar, sedikit melengkung hingga melengkung kearah dalam. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, bentuk atap didapat dari evolusi bentuk perahu dan juga tanduk kerbau.

Dari segi konstruksi bentuk melengkung hiperbolik, lebih menguntungkan karena konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan kekuatan bahan bangunan, yaitu dari kayu dan bambu. Longa merupakan ujung-ujung atap dari tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke belakang sedikit mengecil di ujung-ujung membuatnya menjadi unik dan indah. Keberadaannya tidak dapat dianalisis hingga mendapat kesimpulan yang

pasti. Perbanding-an antara panjang longa dan badan tongkonan lebih kurang 1 : 1,4. Longa di-sangga oleh tiang tinggi disebut tulak somba. Pada tulak somba, biasanya dipasang tanduk kerbau yang dikorbankan pada saat upacara kematian. Longa seolah-olah seperti sesuatu sedang dalam proses tumbuh dan berkembang seperti meta-bolisme dari sesuatu yang hidup. Longa seolah-olah hasil dari proses daya tarik menarik dua kutup yang bertentangan, yaitu arah tegak lurus dari matahari terbit-tenggelam. Yang satu tempat bersemayam Puang Matua atau Yang Maha Kuasa (utara), lainnya tempat yang kotor termasuk antara lain untuk kuburan (selatan). Jelas hal ini merupakan kaitan erat dan langsung dari kosmologi dengan arsitektur Toraja.(Sumber : TRANSFORMASI TATANAN RUANG DAN BENTUK PADA INTERIOR TONGKONAN DI TANA TORAJA SULAWESI SELATAN Oleh Shandra Stephany, 2009)

2.4

TRANSFORMASI BENTUK TONGKONAN 2.4.1 Transformasi Bentuk dalam Arsitektur dan Budaya Rumah tradisional Toraja atau biasa disebut Tongkonan merupakan rumah

yang dimiliki secara turun-temurun oleh keluarga atau marga suku Toraja. Bagi orang Toraja, memiliki Tongkonan merupakan kebanggaan tersendiri. Namun, pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi modern, dan perubahan sosial, telah mengubah dan meningkatkan standar kehidupan masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan. Dan sejak saat itu rumah tradisional Toraja (Tongkonan) di daerah tersebut mulai mengalami transformasi pola tatanan ruang dan bentuk, dari bentukan tradisional yang masih dipengaruhi kepercayaan Aluk Todolo kepada bentukan serta fungsi yang lebih modern dan disesuaikan dengan kebutuhan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat transformasi apa yang terjadi pada rumah Tongkonan. Transformasi bentuk dalam arsitektur terutama sekali merupakan hasil dari proses sosial budaya. Termasuk di dalamnya adalah perubahan-perubahan yang paling berguna terhadap lingkungan fisik. Perubahan bentuk terjadi salah satunya karena penetrasi (Krier, 2001:46). Sedangkan menurut Sachari (2005) dalam

Transformasi Tatanan Ruang Dan Bentuk Pada Interior Tongkonan Di Tana Toraja Sulawesi Selatan, transformasi dalam budaya dapat dirangkum menjadi sebuah proses yang panjang yang didahului oleh terjadinya inkulturasi dan akulturasi, proses dialog dan sintesis budaya, serta diikuti oleh berbagai pergeseran dan perkembangan nilai-nilai untuk menjadi suatu sosok budaya baru (Krier, 2001:36). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa transformasi yang terjadi dalam sebuah ilmu arsitektur atau budaya terlebih dahulu harus melalui sebuah proses yang disesuaikan dengan perkembangan nilai-nilai budaya baru yang berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut juga mengacu pada ilmu arsitektur, terutama ditinjau dari segi bangunan, dimana terjadi sebuah perkembangan secara fisik pada bangunan itu sendiri yang didasari oleh pola piker masyarakat yang didesuaikan dnegan perkembangan zaman, status sosial masyarakat serta kebutuhan masyarakat akan ruang. 2.4.2 Transformasi Pada Tongkonan Dilihat dari Tatanan Ruang, Fungsi dan Bahan Material Transformasi Tongkonan terjadi pada tatanan ruang dan fungsi karena faktor kebutuhan ruang yang semakin kompleks. Transformasi pada material juga terjadi karena keberadaan material alam sekitar yang semakin sedikit. Kemajuan teknologi, sosial, budaya, religi, dan ekonomi merupakan faktor utama yang mendorong terjadinya transformasi Tongkonan. Dalam Transformasi Tatanan Ruang Dan Bentuk Pada Interior Tongkonan Di Tana Toraja Sulawesi Selatan (Shandra Stephany, 2009), unsur-unsur penyebab sehingga transformasi pada Tongkonan dapat terjadi adalah disebabkan oleh adanya perubahan religi, efektifitas ruang, dan kebutuhannya serta ketersediaan bahan material bangunan. Dalam melihat transformasi atau perubahan yang terjadi pada Tongkonan, ada tiga hal yang dapat dikaji, yaitu : a. wujud transformasi pada Tongkonan apabila dilihat dari segi tatanan ruang, b. transformasi fungsi Tongkonan dilihat dari segi religi, ekonomi, dan sosial budaya,

c. transformasi bahan material bangunan Tongkonan. Dalam Transformasi Tatanan Ruang Dan Bentuk Pada Interior Tongkonan Di Tana Toraja Sulawesi Selatan (Shandra Stephany, 2009), ternyata dilakukan sebuah analisis akan transformasi Tongkonan yang terjadi pada beberapa jenis Tongkonan, antara lain pada Tongkonan Londa A dan Londa B, Tongkonan Tombang, Tongkonan Borong, Tongkonan Barana A dan Barana B serta juga pada Tongkonan Buntu Barana A dan Buntu Barana B. 2.4.2.1 Transformasi Tongkonan Borong Tongkonan Borong mengalami transformasi baik dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. Sekalipun permainan tinggi lantai masih dipertahankan. Namun dari segi tatanan ruang, bagian Tongkonan yang mengalami transformasi adalah : a. ruang Tangdo, dimana ruangan ini sudah diberi sekat yang masif. b. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan. c. penambahan area teras yang ditempatkan di samping Tongkonan. Pada area ini terdapat pintu masuk, dimana baik posisi maupun besaran pintu telah mengalami transformasi. Pintu dibuat lebih besar sesuai ukuran standar masyarakat saat ini, hal ini dikarenakan tuntutan fungsional, efisiensinya serta lebih mengikuti trend yang ada.

Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada area Tangdo, Sali, dan Sumbung dimana tiap area difungsikan sebagai kamar tidur, dengan alasan Tongkonan ini hanya akan ditempati apabila ada acara besar keluarga. Khusus area Tangdo, area ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat melakukan ritual. Hal ini dikarenakan pemilik sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo. Adapun transformasi penggunaan material terjadi pada bagian : a. b. c. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran. bagian plafon tetap memanfaatkan bambu, namun bambu yang digunakan sudah diolah (dianyam). bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng. Faktor ketersediaan material alam yang semakin sedikit, kemudahan dalam pemasangan, daya tahan material yang lebih lama serta ekonomi yang lebih baik menjadi alasan transformasi material terjadi pada Tongkonan Borong. 2.4.2.2 Transformasi Tongkonan Tombang Tongkonan Tombang mengalami transformasi juga dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. Permainan tinggi lantai masih dipertahankan. Namun dari segi tatanan ruang, bagian yang mengalami transformasi adalah : a. ruang Tangdo, dimana ruangan ini sudah diberi sekat yang masif. b. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan. c. penambahan area teras yang di tempatkan di samping Tongkonan. Pada area ini terdapat pintu masuk, dimana posisi pintu telah me-ngalami transformasi, hal ini dilakukan agar ruangan yang diperoleh lebih terasa lapang.

Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada area Tangdo dimana area ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat melakukan ritual. Hal ini dikarenakan pemilik sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo. Sementara pada area Sali hanya difungsikan sebagai ruang keluarga/tamu dan untuk area Sumbung berfungsi sebagai kamar tidur. Adapun transformasi penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran. b. bagian plafon tetap memanfaatkan bambu, namun bambu yang digunakan sudah diolah (dianyam). c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng. 2.4.2.3 Transformasi Tongkonan Londa A

Tongkonan Londa A mengalami transformasi baik dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. Permainan tinggi lantai sudah dibuat rata. Namun dari segi tatanan ruang, bagian yang paling banyak mengalami transformasi adalah : a. ruang Tangdo dimana ruangan ini sudah diberi sekat yang masif. b. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan. c. pada area samping Tongkonan terdapat pintu masuk, dimana posisi pintu dan besaran pintu telah mengalami transformasi, hal ini dilakukan agar ruangan yang diperoleh lebih terasa lapang. Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada area Tongdo, area ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat melakukan ritual. Hal ini dikarenakan pemilik sudah tidak menganut kepercayaan Aluk Todolo. Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran. b. untuk bagian plafon, Tongkonan ini tidak menggunakan penutup plafon (tanpa plafon). Hal ini dikarenakan, pada waktu Tongkonan dibangun keadaan ekonomi tidak mencukupi. c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng.

2.4.2.4

Transformasi Tongkonan Londa B

Tongkonan Londa B mengalami transformasi baik dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. Sekalipun permainan tinggi lantai masih dipertahankan. Namun dari segi tatanan ruang, Tongkonan ini telah mengalami penambahan bangunan diikuti dengan penambahan fungsi ruang, seperti: a. Dimana bagian samping kolong, dibuat bangunan baru yang difungsikan sebagai gudang. b. Posisi teras yang besar dan lapang ditempatkan tepat di samping Tongkonan. c. Area Tangdo sudah diberi sekat yang masif. d. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan. Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada : a. penambahan area gudang yang terletak disamping Tongkonan dan area teras disamping Tongkonan. b. area Tangdo, tidak lagi difungsikan sebagai tempat melaksanakan ritual. Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran.

b. bagian plafon tetap memanfaatkan bambu, namun bambu yang digunakan sudah diolah (dianyaman). c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng.

2.4.2.5

Transformasi Tongkonan Barana A

Tongkonan Barana A juga mengalami transformasi baik dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. Permainan tinggi lantai sudah dibuat rata. Namun dari segi tatanan ruang, bagian yang mengalami transformasi adalah : a. ruang Tangdo dan Sumbun, dimana kedua ruangan ini tidak lagi diberi sekat yang masif. b. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan. c. pada area samping Tongkonan terdapat pintu masuk, dimana posisi pintu dan besaran pintu telah mengalami transformasi, hal ini dilakukan agar ruangan yang diperoleh lebih terasa lapang. Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat jelas pada area Tangdo yang tidak lagi difungsikan sebagai tempat melak-sanakan ritual.

Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran. b. untuk bagian plafon, Tongkonan ini tidak menggunakan penutup plafon (tanpa plafon). Hal ini dikarenakan, pada waktu Tongkonan dibangun keadaan ekonomi tidak mencukupi. c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng. 2.4.2.6 Transformasi Tongkonan Barana B

Tongkonan Barana B mengalami transformasi juga dilihat dari segi tatanan ruang, fungsi dan bahan material. a. pada Tongkonan ini area kolong sudah difungsikan sebagai ruangan baru. b. tongkonan ini terbagi atas lantai 1 dan lantai 2, i.untuk lantai 1 terdapat penambahan ruangan seperti ruangan keluarga, dapur dan kamar mandi. Hal ini disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan pemilik. ii. untuk lantai 2, Tongkonan masih dibagi menjadi tiga bagian area Tangdo, Sali dan Sumbung. Hal ini dise-suaikan dengan keinginan pemilik. c. pada lantai 2, Tongkonan masih mempertahankan permainan tinggi lantai yang berbeda. Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada : a. area kolong yang sudah difungsikan sebagai ruangan baru untuk pemenuhan kebu-tuhan ruang pemilik, b. area Tangdo, area ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat melakukan ritual. Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran,

b. bagian plafon pada lantai 1, Tongkonan ini menggunakan kayu sedangkan pada lantai 2, Tongkonan ini tidak menggunakan penutup plafon (tanpa plafon), c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng.

2.4.2.7

Transformasi Tongkonan Buntu Barana A

Tongkonan Buntu Barana A mengalami transformasi baik dari segi tatanan ruang, fungsi dan material. Permainan tinggi lantai sudah tidak digunakan (lantai sudah rata). Dilihat dari segi tatanan ruang, bagian yang mengalami transformasi adalah : a. ruang Tangdo, dimana ruangan ini sudah diberi sekat yang masif. b. posisi dapur sudah ditempatkan terpisah dari Tongkonan dengan alasan kebersihan.

Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat pada area Tongdo, area ini tidak lagi difungsikan sebagai tempat melakukan ritual. Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material semen campuran. b. bagian plafon, Tongkonan tidak menggunakan penu-tup plafon (tanpa plafon), hal ini disesuaikan dengan keadaan ekonomi. c. bagian penutup atap, Tongkonan sudah menggunakan seng. 2.4.2.8 Transformasi Tongkonan Buntu Barana B

Transformasi ruang pada Tongkonan Buntu Barana B antara lain adalah : a. area kolong sudah difungsikan sebagai ruangan baru. Secara garis besar Tongkonan ini terbagi atas lantai 1 dan lantai 2. b. Jumlah ruangan tidak terikat dengan area Tangdo, Sali dan Sumbung. Hal ini disesuaikan dengan keinginan pemilik. c. posisi maupun besaran pintu sudah menggunakan desain modern yang disesuaikan dengan kebutuhan pemilik. Sedangkan transformasi pada fungsi terlihat bahwa Tongkonan ini memiliki fungsi ruang masing-masing yang disesuaikan dengan kebutuhan pemilik. Antara area Tangdo, Sali dan Sumbung sudah tidak terlihat lagi. Adapun transformasi dalam penggunaan material terjadi pada bagian : a. pondasi (umpak) yang sudah menggunakan material beton tulangan. b. beberapa bagian dinding masih menggunakan kayu. Namun sebagian besar dinding pada Tongkonan ini sudah dibeton. c. Bahan material lantai telah menggunakan keramik. d. bagian plafon, pada lantai 1, Tongkonan sudah menggunakan material gypsum sebagai penutup. Sedangkan untuk penutup plafon lantai 2, Tongkonan menggunakan tripleks sebagai penutup plafon.

e. bagian penutup atap, Tongkonan menggunakan material seng.