KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN:...

190
i KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: Analisis Struktural Terjemahan al-Quran Depag RI Edisi Tahun 2002 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab Oleh: TARDI NIM: 06.2.00.1.13.08.0052 Pembimbing: Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008

Transcript of KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN:...

Page 1: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

i

KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN:

Analisis Struktural Terjemahan al-Quran Depag RI Edisi Tahun 2002

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister

Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab

Oleh:

TARDI

NIM: 06.2.00.1.13.08.0052

Pembimbing:

Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2008

Page 2: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia dicabut gelar

kesarjanaannya.

Ciputat, ..... Agustus 2008 Tardi

Page 3: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN” : Analisis

Struktural Terjemahan al-Quran Depag RI Edisi 2002 yang ditulis oleh

N a m a : Tardi

NIM : 06.2.00.1.13.08.0052

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta telah diperbaiki sesuai dengan permintaan, saran dan masukan pembimbing

dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian tesis.

Jakarta, ...... Agustus 2008

Pembimbing,

Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA.

Page 4: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

iv

PENGESAHAN

Tesis saudara Tardi (NIM. 06.2.00.1.13.08.0052) yang berjudul

KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: Analisis Struktural Terjemahan

al-Quran Depag RI Edisi Tahun 2002 telah diujikan pada hari Kamis, 28

Agustus 2008 dan telah diperbaiki sesuai saran serta rekomendasi dari Tim

Penguji Tesis.

Jakarta, 04 September 2008

TIM PENGUJI:

1. Dr. Udjang Tholib, MA. (..................................)

Ketua/ Merangkap Penguji Tgl.

2. Prof. Dr. Chotibul Umam, MA. (...................................)

Pembimbing/ Merangkap Penguji Tgl.

3. Dr. Faizah Ali Sybromalisi (...................................)

Penguji Tgl.

4. Dr. Yusuf Rahman, MA. (...................................)

Penguji Tgl.

Page 5: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

v

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa terjemahan al-Quran Departemen Agama

Republik Indonesia edisi 2002 menggunakan teori-teori terjemahan secara umum yang ditawarkan oleh Newmark. Teori tersebut dikembangkan melalui prosedur penerjemahan yang tidak hanya mengikuti satu langkah, tetapi tiga langkah, yakni analisis, transfer dan restrukturisasi. Ketiga langkah ini tidak dapat memecahkan kesulitan penerjemahan dalam tataran kata, frasa atau kalimat. Oleh karena itu, teknik atau strategi penerjemahan al-Quran tetap diperlukan. Penelitian ini menggambarkan strategi terjemahan al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia, yang kemudian dibagi ke dalam dua bagian, yakni strategi struktural dan strategi semantis.

Strategi struktural digunakan untuk mencari padanan struktural antara bahasa al-Quran (Bsu) dan bahasa Indonesia (Bsa). Jika tidak ditemukan padanannya, maka pengalihan fungsi (transposisi) harus dilakukan. Sedangkan strategi semantis dilakukan atas dasar pertimbangan makna. Karena semua makna Bsu tidak dapat diterjemahkan sepenuhnya ke dalam Bsa. Kedua strategi ini dimaksudkan untuk memperkuat pernyataan Ahsin Sakho Muhammad, salah seorang anggota tim penerjemah al-Quran, bahwa kesulitan yang dapat dirasakan langsung oleh para anggota tim penerjemah al-Quran adalah mencari padanannya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam tesis ini padanan kedua bahasa itu dianalisis menurut tingkat kebahasaaannya.

Selain itu, penelitian ini memperkuat pernyataan Suryawinata bahwa terjemahan al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia bersifat semantis. Kecenderungan terjemahan semantis dapat diketahui dari objektifitasnya, yakni tidak terikat dengan Bsu maupun Bsa secara penuh. Struktur Bsu, makna dan gaya bahasanya tetap dipertahankan dalam terjemahan Bsa, sehingga terjemahan al-Quran masih tetap terasa sedikit kaku tetapi tidak sekaku terjemahan harfiah.

Objek penelitian ini adalah terjemahan al-Quran yang berusaha menjelaskan materi melalui media yang berbeda, yakni bahasa al-Quran dengan bahasa Indonesia. Secara ideal, struktur bahasa al-Quran dan bahasa Indonesia merupakan struktur yang harus dipersamakan secara fungsional. Sehubungan kedua bahasa itu berbeda, maka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kontrastif. Analisis ini mengandung dua langkah, yakni mendeskripsikan Bsu dan Bsa, dan membandingkan antara keduanya. Perbedaan antara keduanya merupakan variabel yang diperhatikan dalam penerjemahan.

Page 6: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

vi

ABSTRACT

This research proves that Qur'an translation of Depag RI, Edition 2002 uses

common translation theory which was introduced by Newmark. That theory is developed through translation procedure that does not follow only one stage, but three stages, those are analyzing, transferring, and restructurisation. The three stages can not completely solve the translation difficulties in words, phrases, or sentences level. Therefore, techniques or strategies of Qur’an translation are still required. This research describes Qur’an translation strategy that is conducted by Depag RI, which is divided into two, namely structural strategy and semantical strategy.

Structural strategy is used to look for structural equivalent between the language of Qur' an (the source language) and Indonesian language (the target language). If its equivalent is undiscovered, the function shifting (transposition) will be performed. Whereas semantical strategy is performed based on meanings consideration. Since all meaning of the source language can not be translated utterly into the target language. Both strategies are meant to strengthen Ahsin Sakho Muhammad's statement, one of Qur'an translators of Depag RI, that the main difficulty felt by members of Qur’an translator team is how to get the equivalence of Qur’an language in Indonesian. So, the equivalence of the two languages is analyzed in this thesis in accordance of their terminological level.

This research also strengthens Suryawinata's statement that Qur’an translation of Depag RI gets semantical character. The preference of using semantical translation can be known from the objectivity, which is not tied up extremely either on source language or target language. The structure of source language, its meaning and style are maintained in target language translation. So that the Qur’an translation still looks textual but not as textual as literal translation.

The object of this research is Qur’an translation which tries to explain the material through different medium, those are the language of Qur' an and Indonesian language. Ideally, the structure of language of Qur’an should be functionally likened to Indonesian language. As both languages are different, the analysis technique used is contrastive analysis. This technique contains two steps, namely describing source language and target language, and comparing between both languages. The differences of two languages in translation are observed carefully.

Page 7: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

vii

�� ا����

�� �ف إ�� إ���ت ا������ ب�ن ��� �2002)�'ن ا�&�درة "�� اه ا ا���� � ��وا��7 �65 ب�� وزارة ا�123ن ا������ ا0ن�ون�-�� �-���م +��)� ا��� �� ب�"����

�� @7 أآ=� ��>1ر و. ا�:�� ا��7 ا��6ح��ن�1�رك���A B �نDه C ا�>��)� B ,Dدة ا���آ��Aإ Dن� وه C ا��1انD ا�=�G� F . ه7 �نD ���7 و �نD ن)7 و

�-�>�M أن ��L آL ا��GK3ت ا�:�ئ)� أ�م A��� ا��� �� "1اء آ�ن5 @7 -�1ى � ا @�"���ام ا�>��)� أو ا0"��ا����� اPخ�ي ��)7 . ا�K�� أم ا���آ�D أم ا����وه ا ا���� �:>��� ص1رة ش�� 0"��ا����� �� �� . دوره� ا���م @7 �� �� ا�)�'ن

أو���� إ"��ا����� : �)�'ن ا��7 �65 ب�� وزارة ا�123ن ا������ وا��7 ���7 @7 نB�A1ا���Fد �و إ"��ا���� �آ����� .

�م ��-�Bا���آ��� B7 ا���ادف ب�A &1ل�� �ا���آ��� �ا0"��ا���� : Dآ����ف(آ�D ا�U� ا0ن�ون�-�� و��) �U� اPصL(�U� ا�)�'ن �وإذا � X�BK ه��ك ). �U� ا�

Bا���آ��� Bادف ب��� ,Z� �وأ� ا0"��ا����� ا����F� 1��@ .�L ا�1\�]� أ� F ب�ا�Aة ص�� ا��:�7 7A 7���@ .P BK�� F LصPا �U� 7@ 1د ن آL ا��:�7 ا��1

�ف�� رأي أح-B "��ء �)&� ���B ا0"��ا����@�"���ام آG. ن)Z إ�U� 7� ا�������� , �� �� أA[�ء ���� ��� A[1 ���� ا��� �� ا�)�ئL ب�ن ا��K3� ا��7 �1ا

L @7 ا�U� ا0ن�ون�-��ا�K7 ا���ادف ا�A ذ�^ . �)�'ن ه7 ا��&1ل L وB أ1�- D-7 حA 7 ه ا ا����@ B��Uا� Bرس ا���ادف ب�������� .

��6� �Z "1ر��و����� ب�ن �� �� ا�)�'ن ا��7 و@7 �نD 'خ� أن ه ا ا���� �`����Fد �� �65 ب�� وزارة ا�123ن ا������ ا0ن�ون�-�� �� . �� وه ا ا��1ع B ا���

�Uأو ب LصPا �Uو��)� ب ��م اb��Fام ا��bاA 7�:� ���:�ف B خGل �ه���ف�1 @7 وأ� @7 ا��� �� ا����F� c@ن ��آ�U� D� اPصL وأ"1ب�� ��)7 آ�� ه.ا�

�ف� �� ح�@�� �)�'ن�U� ا��� ���م ا���ون� و آ�نA 7دي إ�`� �� . B��� 7ا�)�'ن ا�� �� �ر ه ا ا���� ه1 ��&[�1ن ا�)�'ن ب��U ا�:�ب�� و

7 �� �� ا�)�'ن ب��U� ا0ن�ون�-���:� . �Uآ �ون�-��و��خ ه ا ا���� ا�U� ا0ن��آ�U� D� اPصL (أص��� ا���آ�D وا��� �� ا��= 7���A d@7 . ا��� �� �)�'ن

�ف�@�����L ا��-���م @7 , وب�� أن ا���آ���B ���]�ن @7 +��:����. و\�]��) و�U� ا�

Page 8: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

viii

ه�� وصU� e� اPصL : وه ا ا���� L��A L�3��B. ه ا ا���� ه1 ا����L ا��)�ب7����ف وص]� دX� �(�6 ا��)�رن� ب���B و��Aص� ا�]�ق ب�B ا�B��U أ�. و�U� ا� � F ب

�� �اZ��A @7 ا��� .

PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN syarif

Hidayatullah Jakarta yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

Page 9: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

ix

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha هـ

F la el dan a

Apostrop ´ ء

y ye ي

2. Vokal

a. Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

b. Vokal Rangkap

Page 10: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

x

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ى...

au a dan u و...

c. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــــ�

î i dengan topi di atas ــــ�

û u dengan topi di atas ــــ

Page 11: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xi

3. Ta Marbûtah

Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na´t). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi /t/.

Contoh:

No Kata Arab Alih Aksara

1 �(��+ tarîqah

2 ��G"0ا �: al-jâmi’ah al-islâmiyyah ا���

wahdat al-wujud وح�ة ا�1 1د 3

4. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah dalam alihaksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal itu tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf syamsiyyah.

Contoh:

nazzala : نbل rabbanâ : ربـ�� al-darûrah : ا�[�ورة

5. Kata Sandang

Kata sandang “ا�ـ ” dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti dengan huruf

syamsiyyah maupun diikuti dengan huruf qamariyyah.

Contoh:

w�3ا� : al-syams X(ا� : al-qalam

Page 12: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xii

DAFTAR SINGKATAN

Bsa = Bahasa Sasaran

Bsu = Bahasa Sumber

F = Frasa

Fa = Fâ’il

FAdj = Frasa Adjektival

Fi = Fi’l

FN = Frasa Nominal

FV = Frasa Verbal

I = Ism

K = Klausa

Ket. = Keterangan

KS = Kata Sarana

M = Murakkab

N = Nomina

O = Objek

P = Predikat

Pel. = Pelengkap

R = Rabit

S = Subjek

V = Verba

Page 13: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan Fungsi Sintaksis Bsu dan Bsa hal. 60

Tabel 2 Perbandingan Kategori Bsu dan Bsa hal. 62

Tabel 3 Pronomina Persona Bsu dan Bsa hal. 102

Tabel 4 Pronomina Penunjuk Bsu hal. 105

Tabel 5 Pronomina Penghubung hal. 108

Tabel 6 Numeralia Bsu dan Bsa hal. 111

Tabel 7 Kata Sarana Bsu dan Bsa hal. 122

Page 14: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xiv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN:

Analisis Struktural Terjemahan al-Quran Depag RI Edisi Tahun 2002. Karya

ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister pada

Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Karena itu, dengan penuh ketulusan hati penulis ingin menyampaikan

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. H. Chatibul Umam, MA, selaku pembimbing tesis yang senantiasa

memberikan waktu kepada penulis dengan tulus untuk berkonsultasi, memberikan

bimbingan serta arahan hingga karya ilmiah ini selesai.

4. Departemen Agama, yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama 2

(dua) tahun untuk menyelesaikan program magister di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Sarip (alm.) dan Ibunda Kadisem

serta Ayahanda mertua, H. Muhyiddin (alm.) dan ibunda Hj. Muhdiyah yang telah

mengorbankan segalanya dan mendoakan untuk kebaikan hidup penulis di dunia

dan akhirat nanti.

6. Istri tercinta ’Aini Sa’adah yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis

dan sabar dalam kesendirian mengasuh dan mendidik ananda tersayang Anisah

Novie Musyarrofah, Abdullah Umar dan Wardah Shobahiyyah.

Page 15: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xv

7. Sahabat-sahabat penulis di SPs UIN Jakarta yang tinggal bersama penulis selama

dua tahun di Asrama Putra dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari, dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis, tesis

ini jauh dari kesempurnaan. Karena itu, kritik dan saran dari pihak manapun sangat

diharapkan.

Akhirnya, dengan senantiasa berharap rida dan rahmat Allah SWT, penulis

mempersembahkan karya ini kepada mereka yang berkeinginan kuat untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di madrasah. Semoga karya ini mempunyai nilai

manfaat. Amin.

Ciputat, 12 Agustus 2008

Penulis,

Tardi

Page 16: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i SURAT PERNYATAAN ........................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii PENGESAHAN ............................................................................................... iv ABSTRAK.................................................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN......................................... vii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii KATA PENGANTAR ................................................................................. xiii DAFTAR ISI .............................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Permasalahan ......................................................................... 7

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ....................................... 8

D. Tujuan Penelitian .................................................................. 11

E. Manfaat/ Signifikansi Penelitian ............................................ 11

F. Metodologi Penelitian ........................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ............................................................ 13

BAB II PARADIGMA TERJEMAHAN AL-QURAN ......................... 15

A. Hakikat Terjemahan .............................................................. 15

B. Ragam dan Prinsip Terjemahan ............................................. 20

C. Prosedur Terjemahan ............................................................. 36

D. Kualitas terjemahan dan Kelembagaannya ............................. 41

BAB III STRATEGI TERJEMAHAN AL-QURAN DEPAG RI .......... 47

A. Fungsi Sintaksis Bsu dan Bsa ................................................. 48

B. Strategi Struktural ................................................................. 63

Page 17: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xvii

C. Strategi Semantis .................................................................. 79

BAB IV PADANAN GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SERTA

MAKNANYA DALAM TERJEMAHAN AL-QURAN ............ 95

A. Padanan Gramatikal ............................................................... 97

B. Padanan Leksikal ................................................................... 139

C. Jenis Makna dalam Terjemahan al-Quran .............................. 150

BAB V PENUTUP .................................................................................. 157

A. Kesimpulan ............................................................................ 157

B. Saran ..................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 160

Page 18: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terjemahan, baik lisan maupun tulisan, sebagai bagian dari ilmu linguistik

relatif belum lama. Bahkan sampai sekarang mengenai masalah terjemahan belum

ada nama acuan yang diterima secara umum. Setiap pemerhati linguistik

terjemahan mempunyai istilah sendiri, seperti: “Ilmu Terjemahan”, “Teori

Terjemahan”, “Pengantar Teori Terjemahan” dan lain-lain.1 Menurut Wolfram

Wills dalam bukunya The Science of Translation, penerjemahan adalah suatu

proses transfer yang bertujuan untuk menyampaikan teks tertulis BSu (bahasa

sumber) ke dalam BSa (bahasa sasaran)2 yang optimal padan, dan memerlukan

pemahaman sintaksis, semantik, dan pragmatik, serta proses analisis terhadap

BSu.3

Islam memandang bahwa terjemahan menempati posisi strategis untuk

menjalankan misi-misi Islam dan keilmuan,4 di mana sasaran utamanya adalah

orang-orang non Arab yang tidak memahami teks-teks Arab sebagai bahasa

sumber ajaran-ajaran Islam, seperti al-Quran dan Hadits. Teks-teks tersebut harus

dipahami mereka sebagai bahasa yang komunikatif.

1 Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. vii. 2 Istilah “bahasa sumber” merupakan terjemahan dari source language (SL), yakni bahasa yang

diterjemahkan. Sedangkan “bahasa sasaran” merupakan terjemahan dari target language (TL), yakni bahasa terjemahan. Istilah dalam terjemahan teks, bahasa sumber identik dengan “teks sumber” (Tsu), sedangkan bahasa sasaran identik dengan “teks sasaran” (Tsa). Kedua istilah tersebut juga merupakan terjemahan dari source text (ST) dan target text (TT).

3 Wolfram Wills, The Science of Translation (Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen, 1982), h. 3. Sebagaimana dikutip oleh Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 15-16.

4 Pada masa Bani Umayyah hanya dua orang khalifah yang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu, yaitu Khâlid bin Yazîd dan Khalifah Umar bin ‘Abd al-‘Azîz. Sedangkan Bani ‘Abbasiyah hampir sebagian besar memiliki kepedulian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, sebut saja khalifah al-Mansûr, Hârûn al-Rasyîd, al-Ma’mûn, al-Mutawakkil. Lihat, Rasyîd al-Jamîli, Harakah al-Tarjamah fi al-Masyriq fi al-Qarnaini al-Tsâlits wa al-Râbi’ al-Hijri (Baghdad: Dâr al-Syu’ûn al-Tsaqâfiyah al-‘Âmmah, 1986), h. 76.

Page 19: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xix

Sebagai sebuah teks, al-Quran tidak pernah kering, apalagi habis. Teks al-

Quran bisa diterjemahkan dan ditafsirkan secara kaya, tergantung konteksnya,

baik konteks linguistik5 maupun non-linguistiknya.6 Dengan demikian,

persinggungan dan persentuhan antara penerjemah atau penafsir dengan al-Quran

merupakan pergulatan yang dinamis.

Bagi orang-orang asing, terjemahan al-Quran ke dalam bahasanya

mempunyai peran besar sebagai pengantar untuk mendekatkan pemahaman

pesan-pesan al-Quran. Dalam kaitannya dengan penerjemahan al-Quran, menurut

al-Zarqâni, penerjemahan al-Quran selama ini hendaknya mempunyai enam peran

penting di antaranya adalah memberi informasi yang jelas terhadap orang-orang

non Arab tentang substansi ajaran-ajaran Islam, dan menjalankan kewajiban

sebagai seorang muslim untuk menyampaikan lafal dan makna al-Quran.7

Manshûr Muhammad Hasb al-Nabi mengemukakan bahwa penerjemahan

dan penafsiran al-Quran yang akurat dan jelas adalah satu dakwah kepada non

muslim atau non Arab dengan cara yang obyektif dan ilmiah untuk memastikan

kebenaran wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan untuk

menentang tuduhan-tuduhan dan pengingkaran mereka. Dengan terjemahan itu,

kiranya mampu membangkitkan kesadaran mereka dari keingkarannya.8

5 Mengingat objek kajian linguistik adalah bahasa, merupakan fenomena yang menyatu dengan

kehidupan manusia, maka objek kajiannya meliputi linguistik umum dan khusus (dilihat dari sisi berlakunya bahasa di suatu tempat), linguistik sinkronik dan diakronik (ditinjau dari sisi masa berlakunya), linguistik mikro dan makro (ditinjau dari segi faktor internal dan eksternal), linguistik teoritis dan terapan (berdasarkan tujuannya), linguistik tradisional, struktural, transformasional, generatif semantik, relasional dan linguistik sistemik (berdasarkan aliran atau teori yang digunakan dalam penelitian bahasa). Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta Karya, cet. II, 2003), h. 14 - 17

6 Persoalan non linguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di luar aspek kebahasaan teks, seperti hal-hal yang mencakup ideologi, budaya, sosial, politik, sejarah.

7 Disimpulkan dari Muhammad ‘Abd al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qurân (Mesir: ‘Isa al-Bab al-Halbi, t.t.) jilid II, h. 137-139.

8 Manshur Muhammad memberikan satu contoh ayat 33 surah Ibrahîm, pada kata Bدائ�� yang diartikannya dengan bekerja terus tanpa henti (menggambarkan aktivitas matahari dan bulan). Lihat, Manshûr Muhammad Hasb al-Nabiy, al-Qurân wa ‘Ilm al-Hadîts (Mesir: al-Hayyah al-Mishriyah al-‘Ammah li al-Kuttâb, 1991), h. 235-236.

Page 20: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xx

Al-Quran sebagai teks, satu-satunya pintu untuk memasukinya adalah

dengan menggunakan perangkat kebahasaan, mulai dari bahasa sebagai ilmu yang

sudah mapan dengan segala cabangnya (Fonologi, Morfologi, Sintaksis dan

Semantik), hingga temuan-temuan mutakhir dalam bidang ini, seperti pragmatika

bahasa, wacana, dan semua ilmu yang berbicara tentang hubungan bahasa dengan

konteks sosial-budaya. Semua ilmu ini harus didayagunakan untuk menguak teks.

Meski demikian, tidak hanya perangkat kebahasaan yang mampu untuk

mengeksplorasi makna al-Quran tersebut, namun masih banyak pendekatan yang

masih mungkin dilakukan untuk hal itu. Perangkat bahasa dipergunakan di sini

dalam kaitannya dengan fakta bahwa al-Quran adalah teks verbal.

Terjemahan al-Quran bagi orang yang asing, khususnya masyarakat muslim

Indonesia - sebagaimana yang dipahami selama ini - merupakan wacana yang

harus dibaca, dipahami dan diaplikasikan, sebagaimana orang yang paham dengan

bahasa al-Quran. Terjemahan al-Quran yang tidak tepat, sepadan dan adekuat

akan menimbulkan kontradiksi dan persepsi yang salah. Misalnya terjemahan al-

Quran yang dihasilkan oleh H.B. Jassin, seorang kritikus sastra pada akhir 1970-

an.9 Terjemahannya ini kemudian mendapatkan kecaman dan kritik serta

tanggapan dari berbagai komunitas masyarakat muslim di Indonesia, termasuk

dari Departemen Agama.10 Sebenarnya dalam hal penerjemahan, “betul-salah”

nya terjemahan hanya bersangkutan dengan aspek kebahasaan murni. Ini sifatnya

mutlak. Dan faktor bahasa itulah yang selalu membayangi proses penerjemahan,

karena antara Bsu dan Bsa berbeda. Jadi, istilah kesalahan dalam terjemahan

harus dibedakan antara “betul-salah” (correctness) dengan “baik-buruk” (good or

bad translation).11

9 Dia mendapatkan inspirasinya dari Dr. Yûsuf ‘Ali, seorang penerjemah al-Quran ke dalam

bahasa Inggris berasal dari India pada tahun 1930-an. Terjemahan H.B. Jassin ini bergaya puitis dengan kalimat-kalimat yang indah. Lihat, Phil M. Nur Kholis Setiawan, al-Quran Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: elSAQ Press, 2005), h. 264.

10 Lihat, H. Oemar Bakry, Polemik H. Oemar Bakry dengan H.B. Jassin tentang al-Quran al-Karim Bacaan Mulia (Jakarta: Mutiara, 1979).

11 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Bandung: Pustaka Jaya, 2006), h. 27.

Page 21: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxi

Diakui bahwa terjemahan satu kalimat, tidaklah sepenuhnya sama dengan

bahasa sasaran yang dimaksud, karena adanya beberapa perbedaan antara kedua

bahasa tersebut. Lebih-lebih bahasa Arab mempunyai kosa kata yang sangat kaya.

Di sisi lain diakui pula, bahwa menerjemahkan al-Quran tidak akan pernah

berhasil,12 karena itu banyak ulama yang enggan menggunakan istilah terjemahan

al-Quran, tetapi “terjemahan makna-makna al-Quran”13 Namun demikian, istilah

terjemahan al-Quran di Indonesia lebih banyak digunakan dalam pengertian

“terjemahan makna-makna al-Quran”. Dan inilah yang membedakan terjemahan

kitab suci al-Quran dengan kitab Injil.

Menurut Suryawinata, praktek terjemahan al-Quran agaknya menggunakan

prinsip terjemahan semantis.14 Oleh karena itu, pada umumnya terjemahan

semantis terasa lebih kaku dengan struktur yang lebih kompleks karena ia

menggambarkan dan mempertahankan proses berpikir dan idiolek penulis aslinya.

Makna-makna al-Quran sering kali menguji ketelitian penerjemah, sehingga

penerjemah menerjemahkan makna baru di tingkat kata, frase dan kalimat yang

boleh jadi tidak dikehendaki al-Quran. Oleh karena itu, teks al-Quran –

sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Islam – adalah wacana otoritatif

(authoritative), sehingga penerjemahannya harus sedekat dan setepat mungkin

dengan teks aslinya baik gramatika, kosakata, konsep, makna, amanat maupun

stilistiknya.

Kehadiran Al-quran dan terjemahnya terbitan Departemen Agama RI Edisi

Tahun 2002 yang diakui telah mengalami beberapa penyempurnaan,15 sangatlah

12 Sambutan Menteri Agama, al-Quran dan Terjemahnya Departemen Agama RI (Surabaya:

Mekar Surabaya, 2004), h. iii. Lihat juga, M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi,( Jakarta: Lentera Hati, 2006) h. 323.

13 M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, h. 323. 14 Terjemahan semantis berusaha mempertahankan struktur semantis dan sintaktik serta makna

kontekstual dari teks BSu. Sehingga elemen budaya BSu harus tetap menjadi elemen budaya BSu meskipun ia hadir dalam teks terjemahan BSa. Lihat, Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation (Yogyakarta: Kanisius, 2007) h. 50.

15 Aspek-aspek penyempurnaan itu meliputi aspek bahasa, konsistensi, substansi dan transliterasi. Lihat, Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), h. vi.

Page 22: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxii

penting bagi masyarakat Indonesia, karena al-Quran dengan menggunakan bahasa

aslinya tidak mudah dimengerti oleh kebanyakan umat Islam Indonesia.

Meskipun banyak bermunculan al-Quran berikut terjemahannya yang diterbitkan

oleh beberapa penerbit,16 namun tetap dalam pengawasan dan penelitian serta

pengesahan dari Lajnah Pentashih al-Quran.

Sebagai karya terjemahan teks suci al-Quran, al-Quran dan Terjemahnya

terbitan Departemen Agama perlu diuji dari segi kualitas hasil terjemahannya.

Menurut Suryawinata,17 di antara cara-cara yang dilakukan untuk menguji hasil

terjemahannya itu adalah (1) membandingkan teks Bsu dengan Teks Bsa, (2)

terjemahan balik, (3) prosedur Cloze, (4) pengujian pemahaman dan kesan oleh

pembaca teks Bsa, dan (5) membandingkan pemahaman dan kesan yang diperoleh

oleh pembaca teks Bsu dan pembaca teks Bsa.

Dalam banyak hal, penelitian dengan objek hasil terjemahan identik dengan

kritik terjemahan. Menurut Newmark,18 sebuah kritik terjemahan yang

komprehensif harus mencakup lima hal, yaitu (1) analisis singkat teks Bsu, (2)

interpretasi penerjemah, (3) perbandingan yang selektif bagian teks Bsu dan teks

Bsa, (4) evaluasi terjemahan, dan (5) peran karya tersebut dalam budaya atau

disiplin ilmu di dalam konteks Bsa.

Terjemahan al-Quran memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi,

memenuhi seluruh makna dan maksud nas sumber dan bersifat otonom. Otonom

yang dimaksud adalah terjemahan itu dapat menggantikan nas sumbernya.19

16 Di antara penerbit yang menerbitkan al-Quran dan Terjemahnya serta telah mendapatkan Tanda

Tashih adalah C.V. Asy-Syifa, Semarang; C.V. Karya Utama, Surabaya; C.V. Mekar, Surabaya; C.V. Karindo, Jakarta; C.V. Ramsa Putra, Surabaya; C.V. Diponegoro, Bandung; C.V. Pustaka Amani, Jakarta; P.T. Al-Huda Pelita Insan Ind, Jakarta; P.T. Syamil Cipta Media, Bandung. Sedangkan untuk al-Quran dan Terjemahnya serta Transliterasinya adalah penerbit C.V. Sinar Baru Bandung. Lihat, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Republik Indonesia, Kegiatan Lajnah Pentashih Mushaf al-Quran, artikel diakses pada tanggal 17 April 2008 dari http/www.Depag.

17 Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation, h. 176. 18 Peter Newmark, Approaches to Translation (Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 186. 19 Muhammad ‘Abd al-‘Adhîm al-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qurân, jilid II, h. 113.

Page 23: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxiii

Singkatnya, kualifikasi itu ditetapkan supaya terjemahan yang dihasilkan

berkualitas.

Menilai kualitas terjemahan berarti menilai tingkat keterpahamannya.

Menurut Nida dan Taber, tingkat keterpahaman itu berkaitan sekali dengan ada

atau tidaknya dua hal, yaitu (a) ungkapan yang dapat menimbulkan salah paham

dan (b) ungkapan yang membuat pembaca sangat sulit memahami amanat yang

dikandungnya karena faktor kosa kata dan gramatika.20

Faktor kosa kata dan gramatika seringkali menjadi objek kritik terjemahan.

Moh. Mansyur, dalam studi kritisnya terhadap terjemahan al-Quran Departemen

Agama (1998) – sebagaimana penulis kemukakan pada bab penelitian terdahulu

yang relevan - menyatakan bahwa penyimpangan terjemahan dapat terjadi karena

pemilihan kata (diksi) yang kurang tepat dalam terjemahan gramatika BSu. Ismail

Lubis (2001) juga menyatakan bahwa penyimpangan terjemahan dapat

diakibatkan oleh ketidaksesuaiannya dengan gramatika Bsa. Ketidaksesuaiannya

itu antara lain: frasa preposisional daripada banyak digunakan di luar kalimat

perbandingan; dua kata syarat sekaligus digunakan untuk menyatakan satu

kalimat pengandaian, seperti kalau sekiranya, jika seandainya, jika sekiranya;

kata saling digunakan untuk menyatakan kooperatif (musyârakah) dengan

pengulangan kata verbal yang serupa, seperti saling dahulu mendahului dan

sebagainya.21

Namun dalam beberapa hal yang berkaitan dengan terjemahan al-Quran

Depag RI sendiri, misalnya ragam dan prinsip-prinsip terjemahan, strategi

terjemahan, padanan leksikal dan gramatikal serta kata-kata dan makna

terjemahan al-Quran, penelitiannya belum pernah dilakukan. Padahal menurut

Hoed,22 ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam terjemahan, yaitu

20 Nida, E.A. dan Taber C. The Theory and Practise of Translation (Leiden: The United Bible

Societies, 1982), h. 2. 21 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan al-Quran Depag RI Edisi 1990 (Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 2001), h. 215. 22 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 40.

Page 24: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxiv

(a) perbedaan antara Bsu dan Bsa, (b) faktor konteks, dan (c) prosedur

terjemahan.

Faktor pertama, perbedaan antara Bsu dan Bsa jelas ada, sebab tidak ada dua

bahasa yang sama, karena masing-masing bahasa memiliki karakteristik masing-

masing, lebih-lebih kedua bahasa tersebut berbeda rumpun bahasanya. Kedua,

faktor konteks atau sebagai proses penerjemahan yang dapat membantu

memecahkan masalah, misalnya dalam konteks cerita suatu kegiatan dapat

dianggap “lampau”, meskipun tidak diungkapkan pemakaian kala lampau pada

bahasa terjemahannya. Ketiga, menentukan prosedur terjemahan atau teknik yang

cocok untuk memecahkan masalah perbedaan sistem dan struktur kedua bahasa

itu.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka penelitian yang akan dilakukan

memang laik. Adapun penelitian yang dimaksudkan penulis adalah analisis

struktur wacana terjemahan al-Quran Departemen Agama Edisi Baru 2002.

Analisis struktural,23 dalam kajian penulis terfokus pada dua hal pokok, yaitu

analisis bentuk dan analisis makna. Dua model analisis itu meliputi satuan kata,

rangkaian kata (frasa), klausa dan kalimat. Sedangkan terjemahan al-Quran

dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi

kewacanaan. Menurut Mulyana, organisasi inilah yang disebut sebagai struktur

wacana. Beberapa aspek pengutuh wacana dapat dikelompokkan ke dalam dua

unsur, yaitu (a) unsur kohesi, seperti aspek leksikal dan gramatikal, dan (b) unsur

koherensi, seperti aspek makna (semantis).24

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

23 Istilah struktural pertama kali muncul dari pandangan seorang linguis struktural berkebangsaan

Swiss, Ferdinand de Saussure. Ia melahirkan aliran struktural dalam linguistik yang berpendapat bahwa setiap bahasa adalah sebuah sistem, sebuah hubungan struktur yang unik yang terdiri dari satuan-satuan yang disebut struktur. Lihat Jhon Lyons, Semantics (Cambridge: Cambridge University Press, 1977), h. 231.

24 Mulyana, Kajian Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 25.

Page 25: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxv

Adapun masalah yang mungkin muncul dari latar belakang di atas

adalah:

a. Ragam terjemahan al-Quran

b. Prinsip-prinsip terjemahan al-Quran

c. Strategi terjemahan al-Quran

d. Padanan Gramatikal dan Leksikal dalam terjemahan al-Quran

e. Kata-kata al-Quran dan terjemahannya

f. Makna dan terjemahan al-Quran

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah penulis identifikasi, maka penulis

membatasinya sebagai berikut:

a. Strategi Terjemahan al-Quran.

b. Padanan Gramatikal dan Leksikal dalam terjemahan al-Quran.

c. Makna dalam terjemahan al-Quran

Adapun alasan penulis membatasi tiga masalah di atas, karena dalam

terjemahan al-Quran dituntut adanya tuntunan teknis untuk menerjemahkan

kata, frasa, klausa atau kalimat. Dan tuntunan ini disebut dengan teknik

terjemahan atau strategi terjemahan. Dalam literatur terjemahan, strategi ini

dikenal dengan prosedur terjemahan (translation procedures).

Sedangkan pembatasan masalah kedua, padanan gramatikal dan

leksikal, karena bahasa al-Quran sebagai Bsu dan bahasa Indonesia sebagai

Bsa memiliki karakteristik masing-masing, tentunya akan memiliki persamaan

dan perbedaan. Meminjam asumsi analisis kontrastif dalam bidang pengajaran

bahasa asing,25 bila struktur Bsu dan Bsa sama, maka terjemahan akan

cenderung lebih mudah. Akan tetapi bila Bsu dan Bsa berbeda, maka

25 Analisis kontrastif adalah komparasi sistem-sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi

atau sistem gramatikal. Analisis ini dikembangkan dan dipraktekan pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagai suatu aplikasi linguistik struktural pada pengajaran bahasa. Lihat, Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analsis Kontrastif Bahasa (Bandung: Angkasa, 1992), h. 4.

Page 26: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxvi

penerjemah akan mengalami kesulitan dalam menemukan terjemahan yang

sesuai.

Kemudian pembatasan masalah ketiga, makna dan terjemahan, karena

keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Newmark,

menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit

linguistik dari satu bahasa ke bahasa lain.26 Yang perlu dicermati bahwa

dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang penulis

rumuskan di sini adalah sebagai berikut:

a. Strategi apa yang dilakukan dalam terjemahan al-Quran Departemen

Agama RI.

b. Bagaimana padanan gramatikal dan leksikal terjemahan al-Quran dalam

perbandingan antara Bsu dan Bsa.

c. Jenis makna apa saja yang terkandung dalam terjemahan al-Quran.

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang berkaitan dengan terjemahan

al-Quran Departemen Agama yang merupakan objek dari penelitian ini, penulis

temukan tiga buah penelitian, yaitu:

Moh. Mansyur (1998) dalam studi kritisnya terhadap terjemahan al-Quran

Depag RI, disimpulkan bahwa terjemahan al-Quran tersebut dianggap

menyimpang dari teori penerjemahan al-Quran yang semestinya. Di antara

penyimpangan itu antara lain karena penerjemahan yang dilakukan berdasarkan

pengalaman pribadi bukan dilandasi oleh teori linguistik dan tidak ditunjang oleh

pengetahuan lain yang membawa kepada kebenaran terjemahan.27 Sisi lainnya

26 Newmark, About Translation (Clevedon: Multilingual Matters Ltd, 1991) h. 27. 27 Moh. Mansyur, Studi Kritis Terhadap al-Quran dan Terjemahnya Depag RI (Disertasi S2

Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998), h. 91.

Page 27: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxvii

mengenai diksi, diksi yang dimaksudkan adalah bukan saja dipergunakan untuk

mengatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau

gagasan, tetapi juga meliputi persoalan konteks, gaya bahasa dan ungkapan.

Mansyur sempat mengkritisi pemilihan kata (diksi) kata depan yang digunakan

dalam menerjemahkan beberapa huruf al-Jarr. Namun yang ia kritisi hanya pada

beberapa kasus dan beberapa huruf al-Jarr, misalnya B dalam beberapa pola.

Kemudian Ismail Lubis (2001) dalam studi penelitiannya juga mengkritisi

terjemahan al-Quran Depag RI Edisi tahun 1990. Hasil penelitiannya tidak jauh

berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan Moh. Mansyur. Hanya

penekanannya pada sebab-sebab terjadinya kesalahan terjemahan dari aspek

ketidaksesuaiannya dengan gramatika Bahasa Indonesia, terutama dalam

pemilihan kata (diksi) sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

M. Quraish Shihab dalam karyanya Menabur Pesan Ilahi (2006),

menemukan dalam al-Quran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama

beberapa makna yang dihilangkan dan muncul makna baru yang boleh jadi tidak

dikehendaki al-Quran. Dan menurutnya, hal-hal itu diakibatkan oleh

ketidaktelitian penerjemahan al-Quran. Di antaranya adalah bentuk muanntas

“baqarah” diterjemahkan dengan “sapi betina”, bentuk kata jamak (plural)

mawâzînuhu pada fa ammâ man tsaqulat mawâzînuhu diterjemahkan dengan

“timbangannya” dalam bentuk tunggal, juga wujûhakum pada fawallû wujûhakum

diterjemahkan dengan “wajahmu” dalam bentuk tunggal. Dalam setiap doa yang

ada dalam al-Quran, misalnya rabbanâ diterjemahkan seluruhnya dengan

menggunakan kata “ya” atau “wahai”.28

Ketiga penelitian di atas berkaitan sekali dengan terjemahan al-Quran

Depag RI. Perbedaan itu terletak pada edisi terjemahannya, yakni Moh. Mansyur

mengkritisi terjemahan al-Quran Depag RI edisi tahun 1970, sedangkan Ismail

Lubis terhadap edisi tahun 1990, demikian pula M. Quraish Shihab. Namun,

28 M. Quraish Shihab, Manabur Pesan Ilahi, h. 324-326.

Page 28: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxviii

peneliti pertama menjadikan terjemahan al-Quran itu sebagai objek penelitiannya

dari sisi gramatika bahasa yang kemudian menyimpulkan bahwa terjemahan al-

Quran Depag RI edisi 1970 itu belum mengikuti teori terjemahan. Peneliti kedua

tidak jauh berbeda dengan peneliti pertama, hanya aspek yang ditekankan dalam

kritikannya adalah gramatika Bsa. Sedangkan peneliti terakhir menjadikan objek

penelitiannya dari sisi padanan makna Bsu ke dalam Bsa.

Sehubungan dengan hal itu, penulis hendak mengkritisi pendapat peneliti

pertama yang menyatakan terjemahan al-Quran Depag RI itu belum mengikuti

teori terjemahan. Teori yang dimaksudkan adalah semacam alat yang dipakai

untuk memudahkan proses penerjemahan dan harus diakui bahwa teori

penerjemahan memang diperlukan keberadaannya dalam penerjemahan teks

apapun.

Terjemahan al-Quran seperti terjemahan pada umumnya memiliki tujuan

dan jenis terjemahan yang diinginkan. Para pakar terjemahan sependapat bahwa

“betul-salah” (correctness) tergantung untuk siapa terjemahan itu dibuat.29

Misalnya terjemahan teks hukum dibuat untuk orang awam seharusnya dengan

menggunakan ungkapan atau istilah yang mudah dipahami mereka. Akan tetapi,

jika terjemahan itu dibuat untuk institusi pengadilan dan hukum, maka istilah atau

ungkapan yang digunakan adalah istilah-istilah yang baku. Dengan demikian,

pelaksanaan terjemahan harus mempelajari siapa pengguna terjemahan tersebut

(audience design). Atas dasar itu, kemudian hal yang dilakukan oleh penerjemah

adalah menentukan metode atau cara terjemahannya.

Prinsip dasar terjemahan - sebagaimana dijelaskan oleh Nida dan Taber –

hendaknya tidak mengikuti satu langkah saja, namun harus ditempuh dengan “tiga

langkah penerjemahan”, yaitu analisis Bsu, transfer atau mengalihbasakan dalam

pikiran dan restrukturisasi (menerjemahkan) .30 Namun, dengan mengikuti tiga

29 Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 66. 30 Nida dan Taber, The Theory and Practice of Translation (Leiden: The United Bible Societies,

1982), h. 82

Page 29: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxix

langkah tersebut belum dapat memecahkan masalah terjemahan, terutama dalam

menanggulangi kesulitan terjemahan dalam tataran kata, , frase dan kalimat. Cara

penanggulangan ini dikenal dengan teknik atau strategi terjemahan.

Ada banyak teknik atau strategi terjemahan yang ditawarkan, misalnya

transposisi, modulasi, terjemahan deskriptif, penjelasan tambahan, catatan kaki,

terjemahan fonologis, terjemahan resmi/ baku, tidak diberikan padanan dan

padanan budaya.

Dalam bahasa tulisan, teks merupakan objek dari terjemahan. Karena itu,

terjemahannya dituntut bersifat terbuka. Keterbukaan ini yang menjadikan para

pengguna (audience) atau pembaca mudah memahami terjemahan sebagaimana

memahami teks sumbernya. Betul-salahnya terjemahan tergantung dari sisi aspek

kebahasaan murni. Maka banyak yang beranggapan bahwa terjemahan adalah

sekedar pengalihbahasaan. Lebih tepat dikatakan bahwa terjemahan adalah

pengalihan pesan (message) dari Tsu ke dalam Tsa. Berkaitan dengan pernyataan

tersebut, sebagaimana dikutip oleh Hanafi, Nida memberikan batasan

terjemahan yang berarti menciptakan padanan yang paling dekat dalam bahasa

penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua

pada gaya bahasanya.31 Padanan yang dimaksud di sini bisa berupa padanan

gramatikal, leksikal dan makna. Dengan demikian, padanan dan makna atau pesan

yang terkandung merupakan referensi dasar bagi terjemahan Tsu ke dalam Tsa.

Sehubungan dengan hal itu, maka penulis hendak memperkuat pernyataan

Suryawinata bahwa terjemahan al-Quran Depag RI bersifat semantis. Bsu

hendaknya dicarikan padanan makna atau pesannya di dalam Bsa. Apabila tidak

ditemukan padanannya, maka strategi semantis perlu dilakukan untuk

mendapatkan makna atau pesan yang diperoleh sebagaimana Bsu-nya.

31 Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menejemahkan, Flores: Nusa Indah, 1986, h. 25. Batasan ini

sama seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Burdah bahwa terjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks berbahasa Arab (teks sumber) dengan padanannya ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran). Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 9.

Page 30: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxx

Beberapa hal yang berkaitan dengan terjemahan al-Quran terbitan

Departemen Agama RI, terutama baik yang menyangkut strategi terjemahan,

padanan dan makna terjemahannya, menurut penulis belum dianalisis secara

mendalam oleh beberapa peneliti sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk sejauh mana keutuhan

wacana terjemahan al-Quran Depag RI. Sedangkan secara khusus, penelitian ini

ditujukan untuk:

1. Memetakan strategi terjemahan al-Quran Depag RI edisi 2002.

2. Mencari unsur-unsur linguistik bahasa al-Quran yang dapat dipadankan

dengan bahasa Indonesia.

3. Membandingkan padanan formal dan makna terjemahan al-Quran Depag RI

dengan terjemahan edisi sebelumnya dan terjemahan lainnya.

E. Manfaat/ Signifikansi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat berguna bagi pemikiran ilmiah

dalam memberikan gambaran dan memperluas pemahaman terhadap bahasa al-

Quran yang diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab. Dan yang lebih

penting adalah untuk:

1. Mendorong terhadap penelitian ayat-ayat al-Quran dan atau terjemahannya

yang lebih mendalam ditinjau dari aspek kebahasaannya.

2. Memberikan nilai tambah bagi pengajaran bahasa Arab dan aktivitas

penerjemahan dalam rangka mengatasi problem linguistik yang timbul

sebagai akibat perbedaan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia.

3. Memudahkan bagi para pelajar untuk memahami teks-teks berbahasa Arab

dan memilih padanan maknanya ke dalam bahasa Indonesia terutama yang

berkaitan dengan teks-teks keagamaan.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 31: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxi

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini mengkaji dan

menganalisis data secara objektif sesuai dengan fakta nyata yang ditemukan,

kemudian memaparkannya secara deskriptif. Sementara model penelitiannya

adalah: (a) observasi terhadap data, (b) penyediaan data, (c) reduksi dan

pemaknaan secara deskriptif.

2. Data dan Sumber Data

Data ini berupa terjemahan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan

unsur-unsur teks terjemahan yang diawali dari tingkat kata, klausa, frase dan

kalimat. Sedangkan Sumber datanya adalah terjemahan al-Quran Depag RI

edisi tahun 2002 pada surah al-Baqarah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode baca, yaitu membaca secara cermat

terjemahan ayat-ayat al-Quran. Hasil baca dipindahkan ke dalam kartu data.

Selanjutnya data yang sudah ditranskripsi tersebut diklasifikasikan menurut

ketiga permasalahan, yaitu strategi terjemahannya, padanan gramatikal dan

leksikal serta makna dan terjemahannya.

4. Uji Keabsahan Data

Data diuji keabsahannya dengan validitas semantik-kontekstual, yaitu

mengklasifikasikan, memaknai dan mengkaji data dengan mempertimbangkan

konteks kalimat secara struktural. Reliabilitas data dilakukan dengan cara

pembacaan dan pengkajian berulang-ulang oleh peneliti agar memperoleh

keajegan yang memadai.

5. Analisis Data

Sehubungan dengan data yang hendak dianalisis adalah teks terjemahan

al-Quran, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis wacana untuk

mengungkap pertalian bentuk (kohesi) dan maknanya (koherensi). Menurut

Muhadjir, terjemah atau translation merupakan upaya mengemukakan materi

atau substansi yang sama melalui media yang berbeda; media tersebut

Page 32: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxii

mungkin bisa berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke

gambar dan sebagainya.32

Setiap wacana dalam tingkat kebahasaan memiliki struktur, dan struktur

yang dimaksud di sini adalah struktur mikro.33 Data seperti kata, kalimat dan

teks terjemahan semuanya dianalisis berdasarkan metode kualitatif.34

Beberapa prinsip analisis yang digunakan antara lain penghayatan dan

penafsiran oleh peneliti sendiri sebagai key instrument.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menggambarkan isi tesis ini secara garis besar, penulis bagi ke

dalam lima bab, yaitu:

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari subbab, yaitu latar belakang

masalah, permasalahan, perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan,

tujuan penelitian, manfaat/ signifikansi penelitian dan metodologi penelitian serta

sistematika penulisan.

Bab II merupakan kajian dasar untuk menganalisis permasalahan yang

telah dirumuskan sebelumnya dengan tema paradigma terjemahan yang terdiri

dari subbab hakikat terjemahan, ragam dan prinsip terjemahan, prosedur

terjemahan, kualitas terjemahan dan kelembagaannya.

32 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake, 1988), h. 138. 33 Menurut Teun A. Van Dijk, sebagaimana yang dikutip oleh Eriyanto, wacana memiliki tiga

struktur, yaitu: (1) struktur makro, yaitu makna global yang dapat diamati lewat topik dari suatu tema; (2) superstruktur, yaitu kerangka struktur teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh; dan (3) struktur mikro, yaitu makna yang diperoleh melalui analisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, frasa yang dipakai dan sebagainya. Lihat Eriyanto, Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 54.

34 Metode ini dilakukan dalam situasi yang wajar (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Lihat, Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2006 ), h. 81

Page 33: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxiii

Bab III merupakan bab analisis tentang strategi terjemahan al-Quran

Depag RI yang terdiri dari tiga subbab yaitu fungsi sintaksi Bsu dan Bsa, strategi

struktural, strategi semantis.

Bab IV juga masih dalam bab analisis yang berisi tentang padanan

gramatikal dan maknanya, padanan leksikal dan maknanya dan jenis makna

dalam terjemahan al-Quran.

Bab V sebagai penutup tesis ini yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 34: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxiv

BAB II

PARADIGMA TERJEMAHAN AL-QURAN

Kehidupan manusia tidak akan ada artinya bila tidak ada bahasa. Baik itu

bahasa yang dipergunakan oleh manusia yang mampu berbicara dan menulis atau

bahasa isyarat bagi yang tidak mampu berbahasa lisan. Melalui bahasa pula segala

informasi atau pesan dapat dipahami dan dilakukan. Bahasa yang besar hanya

dimiliki oleh bangsa yang mampu menyentuh segala aspek kehidupan dan

berhubungan dengan perasaan serta segala aktivitasnya.

Bahasa yang satu dengan lainnya tentunya tidak memiliki persamaan secara

keseluruhan. Misalnya bahasa Indonesia dengan bahasa Arab tidak ada persamaan

dari segi strukturnya, apalagi budayanya. Bahasa Arab yang dikenal sebagai bahasa

agama Islam yang dimaksudkan untuk mengenal dan memahami teks-teks keagamaan

telah lama diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Keterpahaman terhadap Islam pada awalnya dimulai dari keterpahaman terhadap

bahasa kitab sucinya, yakni al-Quran. Namun, bagi komunitas masyarakat yang

belum memahami bahasa itu secara optimal harus melewati satu cara yaitu membaca

terjemahan bahasanya. Dan dari bahasa itulah mereka akan memahami bahasa al-

Quran itu sendiri dan mengamalkan isi kandungannya.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa bahasa

merupakan media terjemahan untuk mengungkapkan materi atau substansi yang

sama. Dalam bab ini, penulis perlu menjelaskan terjemahan Al-Quran yang

berkembang menurut masa dan ragam serta prosedur yang digunakan. Karena itu hal-

hal yang perlu dikemukakan dalam bab ini adalah hakikat terjemahan, ragam dan

prinsip terjemahan, prosedur terjemahan, kualitas terjemahan dan kelembagaannya.

A. Hakikat Terjemahan

Terjemahan dapat didefinisikan secara beragam oleh beberapa pakar atau

pemberi definisi. Pemberian definisi yang berbeda itu mungkin didasarkan pada

pengalihan bentuk-bentuk dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain, seperti yang

Page 35: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxv

ditulis oleh Larson dalam bukunya Meaning-based Translation: A Guide to

Cross-language equivalence:

“Translation is basically a change of form. When we speak of the form of a language, we are referring to the actual words, phrases, clauses, sentences, paragraphs, etc., which are spoken or written. ... In translation the form of the source language is replaced by the form of the receptor (target)

language.”35

Menurut definisi di atas, bentuk bahasa baik tertulis maupun lisan dalam

terjemahan dapat mengacu pada kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf.

Mungkin juga didasarkan pada penekanan terjemahan sebagai pengalihan

arti dan pesan dari suatu bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa),

seperti yang dinyatakan oleh Newmark sebagai berikut:

“Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/ or statement in one language by the same message and/ or statement in

another language.”36

Berdasarkan definisi yang dinyatakan Newmark, maka ada dua hal yang

diperbincangkan, yaitu: Pertama, Newmark memandang yang berkaitan dengan

terjemahan adalah teks tertulis. Kemungkinan yang muncul dari hal pertama ini

adalah dimaksudkan untuk membedakan terjemahan (translation) dengan

terjemahan lisan (interpretation).37 Kedua, Newmark tidak menggunakan istilah

equivalen atau padanan, tetapi ia lebih senang menggunakan istilah yang sama

dalam bahasa lain.

35 Mildred L. Larson (selanjutnya disebut Larson), Meaning-based Translation: A Guide to

Cross-language Equivalence (London: University Press of America, 1984), h. 3. 36 Peter Newmark (selanjutnya disebut Newmark), Aproaches to Translation (Oxford:

Pergamon Press, 1981), h. 7 37 Dua istilah translation dan interpretation mengandung perbedaan dalam bahasa Inggris.

Perbedaan itu terletak pada media yang digunakan, yaitu terjemahan menggunakan teks tulis sedangkan interpretasi menggunakan wacana lisan. Juga interperetasi tidak menggunakan sarana lainnya seperti kamus atau bahan referensi lain secara langsung serta tempatnya pun telah ditentukan, misalnya di ruang seminar atau konferensi. Lihat, Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 25-26.

Page 36: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxvi

Dengan demikian, dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

terjemahan adalah pengalihan yang sepadan atau sesuai dari suatu bahasa ke

bahasa lainnya baik berupa bentuk-bentuk bahasa maupun pesan-pesan yang

terkandung. Terjemahan yang diartikan pengalihan bentuk-bentuk akan

mempengaruhi penerjemah menjadi terikat, sedangkan terjemahan yang diartikan

pengalihan makna atau pesan-pesan yang terkandung dalam Bsu (the source

language) ke dalam Bsa (the target language) akan mendorong penerjemah lebih

bebas untuk menerjemahkan teks-teks Bsu. Oleh karena itu, al-Qattân

mengelompokkan terjemahan secara khusus ke dalam dua kategori, yaitu al-

38.a’nawiyyahM-alatau afsîriyyah T-arjamah alT-al dan arfiyyahH-arjamah alT

‘Abd , n tadiâQatt-h alSementara dua kategori terjemahan yang dikelompokkan ole

-pulkan bahwa terjemahan adalah mengalihkan pikiran dan idemenyim alîmH-al

ide serta kata-kata Bsu ke dalam Bsa tanpa mengubah isi teks Bsu-nya.39

Dari beberapa pendapat tentang terjemahan di atas, dapat diambil benang

merah bahwa terjemahan baik lisan maupun tulisan merupakan satu proses

kegiatan manusia di bidang bahasa, yaitu analisis teks Bsu, kemudian pengalihan

atau penggantian teks Bsu ke dalam Bsa. Menurut Larson, analisis teks Bsu

meliputi kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks Bsu dan

konteks budayanya. Kemudian diungkapkan kembali dengan menggunakan

kosakata dan struktur gramatikal Bsa yang baik dan cocok dengan konteks budaya

Bsa.40 Di sinilah, kata merupakan salah satu dari enam hierarki bahasa dalam

38 Al-Tarjamah al-Harfiyyah ialah mengalihkan lafal-lafal Bsu ke dalam Bsa yang sesuai

menurut konstruksinya dan urutannya dalam kalimat itu. Al-Tarjamah al-Tafsîriyyah atau al-Ma’nawiyyah ialah mengalihkan makna atau pesan teks Bsu ke dalam Bsa tanpa terikat oleh urutan kata dalam teks itu atau konstruksinya. Lihat Mannâ’ al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qurân (Kairo: Maktabah Wahbah, 2007), h. 307.

39 ‘Abd al-Halîm al-Sayyid Munsiy dan ‘Abd Allâh ‘Abd al-Râziq Ibrâhîm, al-Tarjamah: Usuluhâ wa Mabâdi`uhâ wa Tatbîquhâ (Riyad: Dâr al-Murîkh, t.t.), h. 11.

40 Larson, Meaning-based Translation: A Guide to Cross-language Equivalence, h. 4.

Page 37: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxvii

satuan terjemahan (unit of translation), yaitu fonem, morfem, kata, frasa, kalimat

dan teks.41

Setiap satuan bahasa dalam setiap bahasa mengandung dua level, yaitu level

pengungkapan (level of expression) dan level isi (level of content). Berbagai

bahasa mempunyai satuan-satuan yang berlainan tingkat pengungkapannya, tapi

sama dalam tingkat isinya. Misalnya kalimat bahasa Arab; Hâdzâ kitâb

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; Ini buku, yang berbeda tingkat

pengungkapannya (bentuknya), tapi sama pada tingkat isinya (maknanya).

Dengan demikian, terjemahan pada hakikatnya proses penggantian teks Bsu

dengan teks Bsa tanpa mengubah tingkat isi teks Bsu. Namun, perlu ditekankan di

sini bahwa pengertian “tingkat isi” harus dipahami secara maksimal dan luas,

yakni tidak hanya menyangkut arti dasar (material meaning) yang terkandung

dalam teks Bsu, tapi juga norma-norma Bsu, seperti makna leksikal, makna

gramatikal dan nuansa stilistis. Karena itu, Said melengkapi proses penggantian

menurut Larson di atas melalui skema berikut:42

Bsu Bsa

Pemahaman makna pentransferan makna

Makna

41 Ilmu linguistik kontemporer mencatat hierarki bahasa hingga lima tingkat, yaitu: tingkat

fonem, morfem, kata, rangkaian kata, kalimat dan teks. Lihat, Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. 33.

42 Mashadi Said, Socio-Cultural Problems in the Translation of Indonesian Poems into English: A Case Study on “Foreign Shore” (Tesis Magister IKIP Malang, 1994), h. 20.

Teks Bsu

Leksikon (kata)

Struktur gramatikal

Konteks situasi

Konteks Budaya

Pengungkapan makna

Leksikon (kata)

Struktur gramatikal

Konteks budaya

Konteks situasi

Teks Bsa

Analisis makna

Page 38: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxviii

Kepatuhan pada norma-norma tersebut dalam terjemahan merupakan

kewajiban yang tidak boleh dilanggar oleh penerjemah, meskipun dia bebas

memilih sarana yang satu atau sarana lainnya dalam melakukan kegiatan

terjemahan asal saja tetap mempertahankan semua informasi yang terkandung

dalam teks Bsa. Misalnya, pengungkapan informasi dalam teks Bsu yang

menggunakan sarana gramatikal, tapi diungkapkan dalam teks Bsa dengan

bantuan sarana leksikal, seperti : dzahaba Khâlid ilâ al-madrasah; dipakai sarana

gramatikal, yaitu kala perfektif yang tidak ditemukan dalam Bsa, sehingga

terjemahannya menggunakan bantuan sarana leksikal: Khalid telah pergi ke

sekolah.

Penggunaan sarana leksikal maupun gramatikal dalam satu bahasa berbeda

dengan penggunaan sarana leksikal atau gramatikal dalam bahasa lain. Apalagi

bahasa al-Quran yang berbeda struktur dan sistemnya dengan bahasa Indonesia.43

Menurut Verhar – sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Chaer – bahwa struktur

dan sistem dalam bahasa lebih tepat digunakan, karena keduanya dapat diterapkan

dalam semua tataran bahasa yang meliputi fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis,

juga dalam tataran leksikon.44

Karena itulah, sarana-sarana bahasa merupakan problematika dalam

terjemahan, seperti sarana leksikal, misalnya kata bahasa Arab: nomina ruz bisa

mempunyai aneka makna, yaitu: padi, gabah, beras atau juga nasi; verba ra`a

juga mempunyai medan makna semantis yang menyatakan persepsi, yaitu:

melihat, berpendapat, mengerti, menduga, bermimpi dan meminta nasehat.

Sedangkan sarana gramatikal, bahasa Arab memiliki bentuk tunggal, dual dan

jamak yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri yang tidak dimiliki bahasa

Indonesia, karena hanya dua bentuk yang dimiliki yaitu bentuk tunggal dan jamak

43 Struktur adalah susunan bagian-bagian kalimat atau konstituen kalimat secara linear. Contoh: Dia mengikut ibunya, maka kalimat itu dapat dianalisis atas bagian-bagian tertentu secara fonemis, morfemis, maupun sintaksis. Semua konstituen tadi dapat dibandingkan dengan bentuk bahasa yang lain. Sedangkan sistem adalah hubungan antara bagian-bagian kalimat. Misalnya, adanya bentuk kata kerja aktif dalam suatu bahasa itu merupakan fakta adanya sistem dalam bahasa tersebut.

44 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 25.

Page 39: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xxxix

tanpa ciri-ciri khusus yang membedakannya. Pada kategori genus (maskulin dan

feminin), masing-masing memilikinya meskipun tidak sama ciri-cirinya. Lainnya

adalah aspek, karena bahasa Indonesia tidak memiliki bentuk aspek secara

gramatikal. 45

Dengan demikian, proses terjemahan harus ada dua teks yang harus

dipadankan, yaitu teks Bsu dan Bsa. Kemudian teks Bsa dapat diketahui

terjemahan atau bukan melalui ragam-ragam terjemahan yang berdasarkan prinsip

yang dianutnya.

B. Ragam Dan Prinsip Terjemahan

Menurut Nababan, munculnya beberapa terjemahan di Indonesia dengan

berbagai macam ragamnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu: 1) adanya

perubahan sistem Bsu dengan sistem Bsa, 2) adanya perbedaan jenis materi teks

yang diterjemahkan, 3) adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat

komunikasi dan 4) adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks.46

Bahasa menurut beberapa pengertian bahasa dalam bahasa Indonesia

merupakan sebuah sistem. Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kehidupan

sehari-hari dengan makna ‘cara’ atau ‘aturan’, seperti dalam kalimat “Kalau tahu

sistemnya, tentu mudah mengerjakannya”. Tetapi dalam kaitan dengan keilmuan,

sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang

bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen

yang satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional.

Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis.

Dengan sistematis, artinya, bahasa tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun

secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan

45 Aspek adalah keadaan peristiwa atau perbuatan. Meskipun bahasa Indonesia memiliki tiga

aspek, yakni telah, sedang dan akan, tetapi seluruhnya tidak menggunakan unsur-unsur morfologis sebagaimana bahasa fleksi. Ketiga aspek tersebut dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kata-kata tertentu untuk menunjukkan perbedaan ketiga aspek itu. Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 251.

46 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) , h. 29.

Page 40: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xl

merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem; atau sistem bawahan.

Di sini subsistem itu dapat disebutkan seperti fonologi, morfologi, sintaksis dan

semantik. Ketiga subsistem, yaitu fonologi, morfologi dan sintaksis tersusun

secara hierarkial, artinya subsistem yang satu terletak di bawah subsistem yang

lain; lalu subsistem yang satu ini terletak di bawah subsistem lainnya lagi. Ketiga

subsistem tadi terkait dengan subsistem semantik. Sedangkan subsistem leksikon

yang juga diliput subsistem semantik, berada di luar ketiga subsistem struktural

itu.47

Di dalam literatur terjemahan, ada beberapa ragam terjemahan48 yang

pernah dikemukakan oleh para ahli, misalnya Nida dan Taber, Larson dan

Newmark sekaligus. Konsep-konsep mereka ini berimplikasi terhadap proses

penerjemahan. Ragam-ragam tersebut dapat digolongkan menurut jenis sistem

tanda yang terlibat, jenis naskah yang diterjemahkan dan menurut proses

penerjemahan.49

Sehubungan kajian yang dilakukan penulis ini terjemahan al-Quran, maka

ada beberapa contoh ayat yang terjemahannya dapat digolongkan menurut

beberapa ragam yang dikemukakan oleh beberapa para ahli di atas. Di antara

ragam atau jenis terjemahan itu adalah sebagai berikut:

1. Terjemahan Harfiah (Literal Translation)

47 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 35. 48 Ragam terjemahan dapat diistilahkan dengan metode terjemahan, yaitu cara terjemahan

yang digunakan para penerjemah dalam mengalihkan makna nas sumber (BSu) secara keseluruhan ke dalam bahasa penerima (BSa). Lihat, Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 68 dan Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2006), h. 55.

49 Proses ialah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja. Proses penerjemahan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari Bsu ke dalam Bsa. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu sistem kegiatan dalam aktivitas terjemahan. Suryawinata telah membagi proses penerjemahan melalui empat tahap, yaitu: 1) tahap analisis atau pemahaman, 2) tahap transfer, 3) tahap restrukturisasi dan 4) tahap evaluasi dan revisi. Lihat, Suryawinata, Translation, h. 19.

Page 41: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xli

Secara umum terjemahan harfiah adalah terjemahan yang

mengutamakan padanan kata atau ekspresi di dalam BSa yang mempunyai

rujukan atau makna yang sama dengan kata atau ekspresi dalam BSu.

atau iyyahztarjamah lafTerjemahan harfiah dapat juga dikatakan

â simH-al, Ibn Nâ’imah, rîqtBa-ânâ ibn alh yang diikuti oleh Yomusâwiyyah

dan sebagainya.50 Yang menjadi sasaran dalam terjemahan harfiah adalah

kata. Sehingga dalam menerjemahkan BSu ke dalam BSa, seorang penerjemah

pertama kali memahami teks, lalu menggantinya dengan BSa pada posisi dan

tempat kata BSu. Contoh:

= kuliah dosen Menyampaikan 7(� ا����ض�ة ا����ض�

1 2 3 3 2 1

Dengan menggunakan terjemahan harfiyah, penerjemah hanya mencari

padanan Bsu dengan Bsa-nya baik dari kata per kata maupun posisi kata itu

sendiri, sehingga susunan kata dalam kalimat terjemahan sama persis dengan

kalimat aslinya. Terjemahan harfiah semacam itu masih tetap

mempertahankan struktur BSu, meskipun struktur itu tidak berterima di dalam

BSa.

Terjemahan harfiah bisa saja dirubah sedikit agar berterima di dalam

BSa, sehingga terjemahan BSa: misalnya م ذ�^ ا���5 أ�� itu rumah di) ا��-�

depan masjid) menjadi terjemahan yang berterima: rumah itu di depan masjid.

Perubahan terjemahan harfiah ini disebut oleh Larson sebagai terjemahan

harfiah yang dimodifikasi (modified literal translation).51 Istilah terjemahan

harfiah menurut Nida, Taber dan Larson ini disebut dengan terjemahan kata-

demi-kata oleh Newmark, karena dalam terjemahan ini tatabahasa BSu dan

susunan katanya dipertahankan di dalam BSa.52 Sebagai contoh dalam bahasa

50 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005) h. 69. 51 Mildred L. Larson, Meaning-based Translation, h. 16 52 Newmark, Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988), h. 69.

Page 42: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlii

Inggris: He works in the house bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi Dia bekerja di dalam itu rumah.

Sehubungan hal itu, menurut al-Zarqâniy, terjemahan harfiah terikat

dengan dua hal, yaitu: a) adanya kosa kata yang sama maknanya di dalam BSu

dan BSa dan b) adanya persamaan unit-unit linguistik antara BSu dan BSa.53

Dalam kaitannya dengan terjemahan Arab sebagai BSu ke dalam bahasa

Indonesia sebagai BSa, penggunaan terjemahan harfiah memiliki beberapa

kelemahan. Kelemahan itu dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu: Pertama,

tidak seluruh kosa kata Arab ada terjemahannya yang sepadan dalam bahasa

Indonesia, sehingga banyak dijumpai kosa kata BSu yang digunakan atau kosa

kata asing. Istilah-istilah dalam al-Quran sulit ditemukan padanan katanya

dalam bahasa Indonesia, misalnya kata taqwa, iman, islam, shalat, zakat,

infaq, shadaqah, haji dan sebagainya. Sehingga istilah-istilah tersebut menjadi

istilah yang baku dalam bahasa Indonesia. Kedua, struktur dan hubungan

antara unit linguistik dalam bahasa Arab berbeda dengan struktur bahasa

Indonesia.

Terjemahan harfiah maupun terjemahan kata-demi-kata seringkali

dikritik dan dibela. Kalangan ulama berbeda pendapat tentang penerjemahan

al-Quran dengan menggunakan terjemahan harfiah. Sebagian menyatakan

tidak mungkin terjemahan al-Quran secara harfiah, dan sebagian lainnya

menyatakan dimungkinkan dalam beberapa kata, kalimat atau ayat al-Quran.54

Adapun alasan Ulama yang menyatakan terjemahan al-Quran secara

harfiah itu tidak mungkin atau mustahil55 adalah sebagai berikut:

53 Muhammad ‘Abd al-‘Azîm al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qurân (T.tp, Dâr al-

Fikr, t.t.), jilid II, h. 113. 54 Al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân, h. 114. 55 Rasyîd Ridâ menyatakan bahwa terjemahan al-Quran secara harfiah sulit dilakukan dan

akan menimbulkan hal-hal yang negatif. Hal itu tidak dibenarkan dalam Islam. Lihat, Ahmad Syarbasiy, Yas’alûnaka fi al-Dîn wa al-Hayâh (Beirut: Dâr al-Jîl, 1980), jilid I, h. 328

Page 43: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xliii

a. Mencari atau melakukan sesuatu yang mustahil menurut istilah dihukumi

haram, karena termasuk kategori membinasakan diri. Hal ini sesuai dengan

firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 195:

�K�zإ�� ا�� XK�� وF �)1ا ب��

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan.”

b. Munculnya terjemahan semacam ini akan mendorong orang-orang

memahami al-Quran lewat terjemahan tanpa memperhatikan teksnya.

Sehingga lama kelamaan, teks al-Quran hilang dengan sendirinya.

c. Jika orang-orang sudah merasa cukup dengan terjemahan al-Quran dan

sudah tidak memerlukan teks al-Quran lagi, maka keaslian bahasa al-

Quran akan terancam kepunahan, sebagaimana bahasa Ibrani yang menjadi

bahasa Taurat dan bahasa Injil.

d. Jika peluang untuk menerjemahkan al-Quran secara bebas, maka orang-

orang akan berlomba menerjemahkan al-Quran dengan menggunakan

bahasa nasional atau daerah. Munculnya terjemahan dalam berbagai

bahasa akan memicu perbedaan dan perselisihan antara yang satu dengan

lainnya. Akhirnya muncul fitnah dalam bentuk kefanatikan terhadap

terjemahan al-Quran yang paling baik menurutnya.

e. Seluruh umat muslim mengakui bahwa al-Quran adalah kalam Ilahi yang

tidak bisa diterjemahkan secara sembarangan baik nama-nama maupun

istilah di dalam al-Quran.56

Sedangkan di antara ulama yang membolehkan al-Quran itu

diterjemahkan adalah Syaikh Mahmoud Syaltut. Dia menyatakan bahwa:

“Sesungguhnya menerjemahkan al-Quran, baik untuk belajar maupun

mengajar, untuk pemahaman sendiri maupun memberi pemahaman kepada

56 Ahmad Ibrâhim Mahnâ, Dirâsah haula Tarjamah al-Qurân (T.tp.: Matbû’ât al-Sya’b,

1978), h. 152-153.

Page 44: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xliv

orang lain, untuk ceramah atau menasehati orang lain, semuanya

diperbolehkan menurut pendapat Hanafi, Hanbali dan Syafi’i. Bahkan

pendapat ini diperkuat dengan dihukumi wajib Kifayah oleh Syaikh

Muhammad Bakhit, juru fatwa kawasan Mesir.57

Terjemahan harfiah banyak dilakukan oleh kalangan pondok pesantren

tradisional dalam pembelajaran teks-teks al-Quran, hadits dan naskah-naskah

keagamaan lainnya. Pembacaan teks tersebut disertai dengan terjemahannya

secara harfiah. Metode pengajaran ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu

metode sorogan dan bandongan.

Dengan kedua metode tersebut, para pelajar atau santri diharapkan

mampu menerapkan pengetahuan bahasa Arab secara langsung, terutama

struktur kata di dalam kalimat dan mampu memahami isi teks yang dimaksud.

Karena itu, menurut Nurachman Hanafi, ragam terjemahan ini memiliki

kelebihan, yaitu: a) segi bentuk dan struktur kalimatnya lebih sesuai dengan

bahasa aslinya. Penerjemah dalam hal ini bukan hanya sebagai penerjemah

melainkan juga sebagai transformer, dan b) gaya penulisan penerjemah lebih

sesuai dengan dan tepat menurut bahasa aslinya, sehingga penerjemah telah

berhasil menyentuh keinginan penulisnya.58

2. Terjemahan Dinamis

Ragam terjemahan ini seperti yang dianjurkan oleh Nida dan Taber di

dalam bukunya The Theory and Practice of Translation harus berpusat pada

konsep tentang padanan dinamis dan sama sekali berusaha menjauhi konsep

padanan formal dan bentuk.59 Namun secara eksplisit, mereka tidak

menjelaskan unsur-unsur terjemahan dinamis ini, kecuali Suryawinata yang

menjelaskan bahwa ragam terjemahan ini mengandung lima unsur, yaitu: 1)

57 Ahmad Ibrâhim Mahnâ, Dirâsah haula Tarjamah al-Qurân, h. 25. 58 Nurachman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan (Ende Flores: Nusa Indah, 1986), h. 57 59 Konsep padanan formal dan bentuk ini dekat sekali dengan konsep terjemahan harfiah.

Page 45: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlv

reproduksi pesan, 2) ekuivalensi atau padanan, 3) padanan yang alami, 4)

padanan yang paling dekat dan 5) mengutamakan makna.60

Terjemahan yang baik tentu saja terjemahan yang memiliki tingkat

keterbacaan yang tinggi. Keterbacaan yang tinggi, menurut Nida dan Taber,

dapat dicapai apabila si penerjemah mampu melahirkan padanan alami dari

BSu yang sedekat mungkin di dalam BSa, sehingga terjemahan itu

mempunyai pengaruh dan dampak yang ditimbulkannya pada pembaca BSa

sama dengan yang ditimbulkannya pada pembaca BSu.61

Seperti yang diuraikan di atas, terjemahan dinamis harus mengandung

padanan yang alami. Dilihat dari teori Semantik, hal ini sepertinya tidak

mungkin terwujud, karena pada dasarnya tidak ada dua kata yang mempunyai

makna yang persis sama, apalagi bila dua kata itu berasal dari bahasa dengan

latar sosial dan budaya yang benar-benar berbeda.

Dalam terjemahan ini, istilah sepadan sering menimbulkan kesulitan

bagi penerjemah. Jika keserupaan pesan di dalam BSu terhadap BSa itu tidak

menjadi masalah, maka bisa diterjemahkan sesuai dengan pesan yang

terkandung di dalam BSu tadi. Namun, masalahnya apakah pesan tersebut bisa

dipahami oleh pembaca BSa. Oleh karena itu, si penerjemah dalam terjemahan

dinamis ini jangan berpikir “Bagaimana kalimat ini diterjemahkan?”, tetapi

“Bagaimana pesan dalam teks ini terungkapkan dalam BSa?”

Sebagai contoh terjemahan dinamis dengan BSu Inggris adalah frasa

Lamb of God. Frasa ini terdapat di dalam kitab Injil yang tidak bisa

diterjemahkan dengan domba Allah dengan sasaran pembaca BSa yang

berbeda kultur sosial-budaya dan tidak pernah melihat domba. Lamb adalah

simbol kebersihan jiwa, apalagi jika dihubungkan dengan konteks

pengorbanan dalam kehidupan rohani. Oleh karena itu, padanan frasa alami

60 Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek (Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK, 1989), h. 8.

61 Eugene A. Nida dan Charles R. Taber The Theory and Practice of Translation (Leiden: E.J. Brill, 1982), h. 22.

Page 46: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlvi

yang paling dekat bagi orang-orang Eskimo adalah Anjing Laut Tuhan, karena

anjing laut melambangkan ketidakberdosaan di dalam budaya Eskimo.

Sedangkan contoh ayat al-Quran yang bisa dikategorikan terjemahan

dinamis seperti terjemahan ayat 268 surah al-Baqarah: “Setan menjanjikan

kemiskinan kepadamu...” Kata kemiskinan pada ayat tersebut merupakan

terjemahan dari kata al-faqr yang seharusnya diterjemahkan kefakiran. Tetapi

beberapa terjemahan al-Quran Indonesia seperti yang disusun oleh Mahmud

Junus, HB. Jassin dan Depag RI menerjemahkan al-Faqr dengan kemiskinan.

Padahal sebagaimana telah diketahui antara kemiskinan dan kefakiran

berbeda istilah dan makna menurut konteks golongan penerima zakat.

Kemudian, penggunaan kemiskinan dalam terjemahan ayat tersebut lebih

bermakna dan mudah diterima oleh pembaca Bsa daripada kefakiran, karena

istilah-istilah yang banyak digunakan dan diperdengarkan oleh masyarakat

Indonesia adalah kemiskinan, misalnya pengentasan kemiskinan, di bawah

garis kemiskinan, dan sebagainya.

3. Terjemahan Idiomatis

Terjemahan jenis ini tidak jauh berbeda dengan terjemahan harfiah.62 Si

penerjemah sangat berperan dalam menentukan apakah terjemahan itu harfiah

atau idiomatis. Jadi penerjemah berusaha menciptakan kembali makna dalam

BSu, yakni makna yang diinginkan penulis atau penutur asli, di dalam kata

atau kalimat yang luwes di dalam BSa. Terjemahan yang betul-betul idiomatis

62 Pembahasan terjemahan harfiah dan idiomatis merupakan lanjutan dari perdebatan antara terjemahan literal (harfiah) dan terjemahan bebas yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Hatim dan Mason mencatat bahwa pada abad XIV seorang penerjemah Arab, Sâlih al-Dîn al-Safadi mengkritik generasi-generasi penerjemah sebelumnya yang banyak mempraktekan terjemahan harfiah. Mereka mempelajari setiap kata dan makna bahasa Yunani, kemudian mencari padanan kata dan maknanya dalam bahasa Arab lalu meletakkannya dalam susunan yang sama. Al-Safadi menyalahkan pendapat yang menyatakan bahwa padanan satu-satu selalu ada untuk setiap kata BSu dan BSa. Lihat, Basil Hatim dan Ian Mason, Discourse and Translator (Longman: Longman Group Limited, 1990), h. 5. Namun demikian, terjemahan harfiah tetap dibela, seperti Newmark membela terjemahan harfiah dengan cara membedakannya dari terjemahan kata-demi-kata. Lihat, Peter Newmark, A Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988), h. 68-69. Larson sendiri menjelaskan bahwa yang dimaksudkan terjemahan menurut Newmark adalah terjemahan harfiah yang telah dimodifikasi. Dan dalam hal ini, ia berpihak pada penerjemahan “bebas” yang disebutnya sebagai terjemahan idiomatis.

Page 47: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlvii

tidak akan terasa seperti terjemahan, tetapi terasa seperti tulisan atau ungkapan

asli. Oleh karena itu, menurut Larson,63 tujuan akhir setiap terjemahan

hendaknya terjemahan idiomatis dan seorang penerjemah yang baik adalah

penerjemah yang selalu berusaha menciptakan terjemahan idiomatis.

Di dalam contoh berikut, dilihat dari struktur BSu maupun BSa sama

persis. Jadi terjemahan ini sudah memadai dalam ragam terjemahan harfiah

maupun idiomatis.

BSu: I love her atau أن� أح���

BSa: Aku mencintainya.

Karena kesamaan struktur dalam BSu dan BSa pada contoh di atas,

maka terjemahan tersebut dapat dikategorikan pada terjemahan kata-demi-kata

(word-for-word)

Akan tetapi dalam banyak kasus, struktur ini tidak bisa diterima di

dalam BSa. Misalnya:

Bsu : ا � ?atau what is your name ؟ "�^

Harfiah : Apa namamu?

Idiomatis : Siapa namamu?

Terjemahan harfiah di atas tidak bisa berterima bagi orang Indonesia,

karena pertanyaan tentang nama tidak diungkapkan dengan ungkapan Apa

namamu? Melainkan dengan ungkapan siapa namamu?

Masih banyak lagi contoh-contoh terjemahan idiomatis,64 seperti

ungkapan-ungkapan BSu yang disampaikan saat berjumpa atau berpisah

”,)atangdelamat s(ahlan wa sahlan” “: yaitu, dengan teman atau saudara

63 Larson, Meaning-based Translation, h. 16. 64 Terjemahan idiomatis menghasilkan makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata.

Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain akan menghasilkan makna yang berlainan. Sebagian idiom merupakan bentuk beku (tidak berubah), artinya bentuk tersebut tidak dapat diubah berdasarkan kaidah sintaksis yang berlaku bagi suatu bahasa. Karena itu makna idiomatik didapatkan dalam ungkapan-ungkapan dan peribahasa. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna (Bandung: Refika Aditama, 1999), h. 16.

Page 48: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlviii

“kaifa , )ores elamats(khair” -al` “masâ, )agipelamat s(khair” - alhabâs

hâluk“ (bagaimana khabarmu?), “bi al-khair” (baik-baik saja), “syukran”

(terima kasih), “ma’a al-salâmah” (selamat jalan) dan sebagainya.

Ada beberapa ungkapan al-Quran yang identik dengan ungkapan di atas

yang dapat diterjemahkan menurut terjemahan idiomatis seperti ayat 54 surah

al-An’âm : XK�A مG" L(@ // maka katakanlah:” salam sejahtera untuk

kamu.” Ungkapan salâm ‘alaikum banyak ditemukan di dalam al-Quran

hingga 19 tempat. Kemudian, ungkapan ini dapat juga dialihkan makna Bsa

menjadi salam sejahtera. Pengalihan makna tersebut bisa saja terjadi dalam

terjemahan menurut ragam terjemahan idiomatis, karena ungkapan salam

sejahtera sudah menjadi ungkapan resmi dalam bahasa lisan maupun tulisan di

kalangan masyarakat Indonesia.

Dalam terjemahan, ragam terjemahan idiomatis jarang sekali terjadi

secara keseluruhan. Yang sering adalah campuran antara terjemah harfiah,

terjemah idiomatis; sebagian diterjemahkan secara harfiah karena memang

sudah cukup dan sebagian yang lain diterjemahkan secara idiomatis. Menurut

Larson, urutan terjemahan dapat digambarkan seperti dalam bagan berikut:65

very literal modified inconsistent near idiomatic unduly free literal literal mixture idiomatic

________+________+________+_________+________+________+_______

TRANSLATOR’S GOAL

Berdasarkan diagram di atas, maka ragam terjemahan bermula dari

ujung kiri, terjemahan sangat harfiah yang terikat dengan BSu dalam hal kata

dan struktur kalimat. Semakin ke kanan, terjemahan makin mencapai

tujuannya dengan mementingkan penyampaian makna dan pesan yang luwes

sesuai dengan BSu dan pembaca BSa.

65 Larson, Meaning-based Translation, h. 17.

Page 49: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xlix

4. Terjemahan Semantis dan Terjemahan Komunikatif

Terjemahan semantis dan terjemahan komunikatif merupakan konsep

yang diajukan oleh Peter Newmark, dan ia mengakuinya sebagai sumbangan

terpenting pada teori terjemahan. Dalam rangka memperkenalkan kedua

konsep itu, ia meletakkannya dalam satu bagan yang memuat beberapa jenis

terjemahan sebagai berikut:66

Berpihak pada Bsu Berpihak pada Bsa

harfiah (literal) bebas (free)

setia (faithful) idiomatik (idiomatic)

Di dalam bagan di atas, jenis atau ragam terjemahan suatu naskah dapat

ditentukan dari segi hasil terjemahan yang berpihak pada penulis asli atau teks

BSu dan pembaca BSa. Hasil terjemahan yang berpihak pada teks BSu, maka

ragam tersebut dapat dikategorikan pada terjemahan harfiah. Sedangkan hasil

terjemahan yang berpihak pada pembaca BSa, maka terjemahan tersebut

dinamakan terjemahan idiomatis.

Di antara terjemahan harfiah dan idiomatis ini ada terjemahan semantis

dan komunikatif. Keduanya saling bersinggungan. Terkadang keduanya tidak

bisa dibedakan untuk beberapa kasus, namun untuk kasus-kasus yang lain

keduanya bisa dibedakan.

Terjemahan semantis pada dasarnya terjemahan yang bersifat objektif.

Karena berusaha menerjemahkan apa yang ada, tidak menambah, mengurangi

atau mempercantik. Ragam terjemahan ini hanya ingin memindahkan makna

dan gaya bahasa teks BSu ke dalam teks BSa. Gaya bahasa BSu tidak bisa

dikorbankan selama bisa dimengerti di dalam BSa. Banyak ayat-ayat al-Quran

66 Peter Newmark, About Translation (Clevedon: Multilingual Matters Ltd, 1991), h. 41.

Semantis Komunikatif

Page 50: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

l

yang mengandung gaya bahasa yang memang maknanya langsung bisa

dipahami, sehingga teks Indonesia tetap mencerminkan teks Bahasa al-Quran.

Di antara ayat yang dapat diterjemahkan secara semantis adalah ayat 223

surah al-Baqarah: X�2ش �zأن XK��1��ا ح@ XK� ح�ث Xن-�ؤآ // Isteri-isterimu

adalah ladang bagimu, Maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan

cara yang kamu sukai.

Contoh ayat di atas terdapat kata nisa`ukum yang diterjemahkan dengan

makna istri-istrimu. Kata nisâ` merupakan bentuk jamak dari kata mar`ah atau

imra`ah yang berarti orang perempuan atau wanita. Meskipun kata wanita,

dan perempuan memiliki perbedaan, tetapi semuanya memiliki unsur

kesesuaian ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu dengan unsur

leksikal yang lain, sebagaimana yang akan penulis jelaskan di bab IV.

Kemudian ayat tersebut diterjemahkan sesuai dengan bunyi teks apa

adanya dengan tidak membubuhkan kata seperti yang mengandung arti

perumpamaan dan makna ayat tersebut dapat dipahami meskipun tanpa ada

penambahan atau pengurangan atau mempercantik gaya bahasa Indonesia.

Sedangkan terjemahan komunikatif lebih bersifat subjektif, karena

berusaha menciptakan efek pikiran dan tindakan pada pembaca BSa. Dengan

demikian, terjemahan ini mengakibatkan hilangnya sebagian makna BSu.

Menurut Newmark, kata mempunyai banyak makna yang luwes dan sekaligus

ruwet serta menimbulkan tafsiran yang beragam. Oleh karena itu, setiap

penyederhanaan dalam terjemahan komunikatif selalu mengakibatkan

hilangnya sebagian makna itu.67

Terjemahan komunikatif juga berlaku pada terjemahan al-Quran, seperti

ayat 47 surah al-Dzâriyât: � Dan langit itu Kami // ..وا�-z��ء ب����ه� ب��

bangun dengan tangan (kami).

67 Peter Newmark, Approaches to Translation (Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 51

Page 51: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

li

Menurut kajian stylistik, gaya bahasa al-Quran pada ayat tersebut

menggunakan majâz mursal atau sepadan dengan gaya bahasa sinekdoke

dalam bahasa Indonesia.68 Dengan munculnya arti tangan pada ayat tersebut,

berarti ada sebagian makna yang hilang. Karena itu, penyederhanaan makna

pada ayat-ayat seperti di atas menciptakan sikap, pemikiran dan penafsiran

para pembacanya. Oleh karena itu, terjemahan al-Quran Depag RI

mengartikan kata aidî (tangan) dengan kekuasaan.

Newmark menyatakan bahwa terjemahan semantis biasa digunakan

untuk menerjemahkan teks-teks otoritatif (authoritative) atau teks ekspresif,

yakni teks-teks yang isi dan gayanya, gagasan dan kata-kata serta strukturnya

sama-sama pentingnya. Jenis teks ini meliputi teks sastra, atau teks-teks lain

yang ditulis dengan indah dan bagus. Yang penting teks tersebut ditulis oleh

penulis yang mempunyai status yang tinggi.69 Karena itu, Suryawinata

menambahkan bahwa terjemahan al-Quran sebagai wacana otoritatif, termasuk

ke dalam ragam terjemahan semantis, karena penerjemahannya harus sedekat

dan setepat mungkin dengan teks aslinya baik gramatika, kosakata, konsep dan

makna, amanat maupun stilistiknya.70

Selanjutnya, meskipun banyak ragam terjemahan sebagai alternatif dan

model pengembangan dalam terjemahan, penerjemah tetap harus memiliki

prinsip-prinsip dasar yang harus dimilikinya. Yang dimaksud dengan prinsip-

prinsip terjemahan di sini adalah seperangkat acuan dasar yang seharusnya

dipertimbangkan oleh para penerjemah. Tentunya para penerjemah bisa

68 Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang menggunakan sebagian dari suatu hal

untuk menyatakan keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Misalnya: Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp. 10.000,-. Dalam bahasa Arab disebut majâz mursal ‘alâqatuhu al-juz iyyah. .

69 Peter Newmark, Paraghrafs on Translation (Clevedon: Multilingual Matters Ltd, 1993), h. 1.

70 Suryawinata, Translation, h. 51.

Page 52: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lii

melakukan aktivitas terjemahan dengan berbagai macam ragam atau jenis

terjemahan yang telah dikemukakan sebelumnya, seperti terjemahan harfiah, kata-

demi-kata, dinamis, idiomatis, semantis hingga komunikatif.

Namun, semua ragam tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan ke

dalam dua prinsip terjemahan, yaitu prinsip yang setia pada teks Bsu dan yang

setia pada pembaca atau teks Bsa.

Menurut Suryawinata,71 ragam terjemahan yang berdasarkan prinsip

pertama dapat diketahui melalui hasil karya penerjemah, yakni antara lain: (a)

lebih banyak menggunakan kata-kata teks Bsu, (b) teks Bsa yang dibaca seperti

terjemahan teks Bsu, (c) gaya bahasa Bsu masih tercermin dalam teks

terjemahannya, (d) terjemahan Bsa masih mencerminkan waktu teks ditulis

(contemporary of the author), (e) tidak ditemukan penambahan dan pengurangan.

dalam teks Bsa, (f) genre sastra (literary genre) tertentu72 masih tetap

dipertahankan dalam terjemahan.

Sedangkan prinsip kedua, yakni setia pada pembaca atau teks Bsa juga

dapat diketahui melalui hasil karya penerjemah, antara lain: (a) dalam hal

keluwesannya, ketika dibaca seperti teks aslinya, (b) memiliki gaya sendiri dalam

terjemahannya, (c) terjemahan harus menggambarkan waktu saat teks Bsu itu

diterjemahkan, (d) penambahan dan pengurangan diperbolehkan dalam

terjemahan bahkan dianjurkan, (e) genre sastra tidak harus dipertahankanPrinsip-

prinsip terjemahan yang setia kepada teks Bsu

Dari beberapa prinsip di atas, maka dapat dipahami bahwa ragam

terjemahan yang digunakan adalah terjemahan harfiah atau terjemahan dari kata-

kata yang dipakai teks Bsu. Kemudian, yang perlu dipertahankan dari teks Bsu

adalah gaya bahasanya, sehingga jika dibaca akan terasa seperti terjemahannya.

Pengurangan dan penambahan dalam terjemahan yang setia dengan teks Bsu tidak

71 Suryawinata, Translation, h. 59. 72 Wacana yang mempunyai ciri-ciri struktural dan stilistis yang khusus; misalnya dongeng,

parabel, lirik dan sebagainya. Lihat, Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 64.

Page 53: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

liii

berlaku sama sekali. Sedangkan dalam wacana sastra harus diterjemahkan dalam

bentuk sastra lagi, misalnya puisi harus diterjemahkan menjadi puisi, demikian

pula sebuah prosa diterjemahkan menjadi prosa.

Penerjemah yang mengikuti terjemahan setia pada teks Bsu, menurut

Rachmadie, akan mengalami beberapa kesulitan, karena pada kenyataannya

jarang sekali ada teks yang bisa diterjemahkan secara harfiah dengan ketepatan,

kejelasan, dan ketelitian yang sama dengan teks Bsu.73

Dengan mengikuti prinsip-prinsip terjemahan di atas, maka ragam

terjemahan yang setia mengikuti teks Bsa adalah terjemahan dinamis, idiomatik

dan komunikatif.

Pada kenyataannya, Terjemahan al-Quran Depag RI tetap menganut dua

prinsip di atas, karena ragam terjemahan yang diembannya tidak sebatas

terjemahan harfiyah, melainkan terjemahan semantis, idiomatis dan komunikatif

yang semuanya bisa dan mungkin terjadi. Hal itu disebabkan oleh teks al-Quran

sebagai teks keagamaan yang berbentuk prosa dengan bahasa yang puitis. Di

samping itu, teks al-Quran mengandung ajaran-ajaran teologis yang tentunya akan

berpengaruh dalam memahami teks aslinya dan bagaimana menetapkan

terjemahannya. Dalam al-Quran, terdapat beberapa kasus yang dinamakan iltifât

(alih pronomina), seperti: F 7� ��و�Aأ Z��ي @>�ن7 وإ z1ن ا�: ��. Ayat ini

terdapat dalam surah Yâsîn ayat 22 yang mengandung dua subjek dalam struktur

yang sama , yakni orang pertama tunggal (Aku) dan orang kedua jamak (kamu).

Selain itu, penggunaan kala dalam konteks hari kiamat yang belum atau

masih akan terjadi, seperti pada ayat 87 surah al-Naml berikut ini:

B @7 ا�-z��وات وB @7 ا��رض @]bع�1م ��]� @7 ا�&�1ر ...

Contoh ayat di atas menunjukkan adanya penggunaan kala lampau pada

verba fazi’a, sementara konteks peristiwa itu belum terjadi. Bahasa Indonesia

73 Sabrony Rachmadie, Zuchridin Suryawinata dan Achmad Efendi, Materi Pokok

Translation, Modul 1-6 (Jakarta: Karunika dan Universitas Terbuka, 1988), h. 124

Page 54: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

liv

tidak mengenal kala seperti bahasa Arab atau bahasa Inggris. Kemudian untuk

memberikan makna pada kata fazi’a, maka tidak perlu menyertakan kata telah

tetapi cukup menambahkan partikel –lah pada terjemahan verbanya sebagai

penekanan makna bahwa peristiwa tersebut benar-benar akan terjadi, sehingga

terjemahan verba fafazi’a menjadi maka terkejutlah.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Suyawinata di

atas, secara khusus memang tidak ada aturan yang mengikat untuk memilih kedua

prinsip tersebut. Semua itu dikembalikan secara bebas kepada para penerjemah.

Secara historis, kegiatan terjemahan telah muncul sejak ratusan bahkan ribuan

tahun yang silam. Namun prinsip-prinsip terjemahan hingga kini masih

diperbincangkan dan diperdebatkan oleh kalangan penerjemah dan pakar

terjemahan. Sebagai contoh, sekitar tahun 834 M, Paus Damasus menugaskan

Jerome untuk menerjemahkan kitab suci Perjanjian Baru, karena terjemahan kitab

suci sebelumnya terikat dan setia dengan Bsu-nya. Kemudian, Jerome mencoba

untuk menerjemahkan kitab suci itu dengan prinsip terjemahan yang setia kepada

Bsa. Akhirnya, selama hidupnya Jerome mendapat tantangan dan kecaman dari

masyarakat pembaca.74 Contoh lainnya berkaitan erat dengan terjemahan kitab

suci al-Quran secara puitis oleh Hans Bague Jassin berjudul “Bacaan Mulia” dan

diterbitkan pada tahun 1978 oleh Penerbit Djambatan di Jakarta. Ternyata karya

terjemahannya menimbulkan polemik dan menjadi perhatian bagi umat Islam,

bahkan Menteri Agama, Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia turut berbicara untuk upaya perbaikan terjemahan al-Quran itu. Di

antara alasan utamanya polemik itu muncul, karena HB. Jassin menerjemahkan al-

Quran terlalu setia pada Bsa pada ayat-ayat tertentu, misalnya kata “hudâ” tidak

diterjemahkan secara konsisten, sehingga muncul maknanya bermacam-macam

seperti petunjuk (ayat 2 surah al-Baqarah), pimpinan (ayat 16 surah al-Baqarah),

-surah al143 ayat (umat yang adil diterjemahkan dengan an”tummatan wasa“

74 Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan

Sosiolinguistik (Bandung: Mandar Maju, 1994), h. 63.

Page 55: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lv

, Selain itu 75. dan sebagainyaembun diterjemahkan dengan alltfa“, )Baqarah

terjemahan al-Quran yang dianggap melenceng dari makna kandungannya adalah

terjemahan oleh Nazwar Syamsu dalam bentuk buku sebagai koreksi terhadap

terjemahan Bacaan Mulia HB. Jassin. Penyimpangan terjemahan dalam buku

tersebut misalnya “al-Qarnain” diterjemahkan dua golongan (halaman 60), “din

al-Haqq” diterjemahkan agama logis (halaman 68), “wa al-mu`allafah

qulubuhum” diterjemahkan kekuatan penjagaan (halaman 74), “fa ummuhû

hâwiyah” diterjemahkan maka ibunya ialah yang menarik jatuh (halaman 152).76

C. Prosedur Terjemahan

Kata prosedur berarti urutan yang formal. Prosedur dalam suatu terjemahan

perlu diadakan untuk menghindari kesalahan dan memudahkan proses terjemahan,

karena penerjemahan tidak lepas dari berbagai persoalan. Pada umumnya dalam

penerjemahan, terdapat dua persoalan praktis yang dihadapi oleh para

penerjemah. Pertama, penerjemah tidak memahami makna satuan bahasa seperti

kata, kalimat atau paragraf sehingga tidak menangkap pesannya. Kedua,

penerjemah mengalami kesulitan untuk menerjemahkannya, meskipun sudah

memahami Bsu-nya.77

Untuk mengatasi hal itu, penerjemah perlu menempuh prosedur, yang

menurut Nida dan Taber, terdiri dari tiga langkah penerjemahan, yaitu: (1)

analisis (memahami Bsu); (2) transfer (menerjemahkan dalam pikiran); dan (3)

restrukturisasi (menerjemahkan).78

75 Polemik H. Oemar Bakry dengan H.B. Jassin tentang al-Quranul Karim Bacaan Mulia

(Jakarta: Mutiara, 1979), h. 10-12. 76 Nazwar Syamsu, Koreksi Terjemahan Bacaan Mulia HB. Jassin (Padang Panjang: Pustaka

Saadiyah, 1916). 77 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Bandung: Pustaka Jaya, 2006), h.

11. 78 Nida dan Taber, The Theory and Practice of Translation, h. 22.

Page 56: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lvi

Analisis dilakukan dengan cara teks dibaca secara keseluruhan dan

pesannya dipahami secara garis besar. Teks yang dibaca itu meliputi struktur,

semantik dan gaya bahasa. Pada langkah pertama ini, sering ditemukan problem

pemahaman dan pemecahannya harus dicari di luar teks. Apalagi al-Quran

mengandung banyak makna dan pesan yang pemecahannya harus ditemukan dari

berbagai sumber, misalnya kamus, literatur tafsir baik klasik maupun

kontemporer, dan sebagainya. Langkah kedua, transfer dengan cara teks

diterjemahkan di dalam pikiran dan ditulis jika perlu sambil mencari pemecahan

problem yang harus dicari di luar teks. Pada langkah ini, menurut Hoed, adanya

“deverbalisasi”, yakni melepaskan diri dari ikatan bentuk teks atau kalimat-

kalimat Bsu untuk menangkap pesannya secara rinci.79 Namun untuk menjaga

agar makna dan pesan teks Bsu tidak hilang, teks sumber harus tetap dijadikan

acuan utama agar melahirkan satuan terjemahan terkecil yang dapat dicermati dan

dilakukan dan proses ini dinamakan close translation.80

Langkah ketiga, restrukturisasi yang dimulai dari cara mengatur susunan

kalimat secara teliti. Di sinilah, struktur gramatikal dan semantik Bsu mulai

diubah menjadi struktur gramatikal dan semantik Bsa.

Ketiga langkah dalam proses penerjemahan di atas dinilai belum

sepenuhnya dilakukan, oleh karena itu Newmark menambahkan satu langkah

sehingga jumlahnya empat langkah dan keempat langkah ini kemudian disebutnya

sebagai approach. Dengan demikian, prosedur terjemahan sepenuhnya harus

melewati empat tataran penerjemahan, yakni: (1) tataran teks (the textual level);

(2) tataran referensial; (3) tataran kohesi; (4) tataran kewajaran (the level of

naturalness).81

Perbedaan yang mencolok antara Nida dan Newmark mengenai prosedur

terjemahan itu terdapat pada langkah ketiga, yakni restrukturisasi menurut Nida

79 Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 11. 80 Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 11. 81 Peter Newmark, A Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988), h. 20-30.

Page 57: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lvii

dan tataran kohesi dan kewajaran menurut Newmark. Tataran kohesi dimaksudkan

sama dengan restrukturisasi, yakni keterpaduan antara gramatikal Bsa dan

maknanya terhadap gramatikal dan makna Bsu. Sedangkan tataran kewajaran

inilah yang kemudian sebagai langkah evaluasi dari langkah ketiga, apakah hasil

terjemahan itu berterima bagi pembaca atau tidak. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pemeriksaan ulang dengan maksud apakah terjemahan ini sudah sesuai

dengan desain sasaran (audience design) dan analisis kepentingan (need analysis).

Kemudian, langkah-langkah tersebut di atas memunculkan berbagai macam

strategi terjemahan.82 Dalam prakteknya, penerjemah tidak mengambil seluruh

teknik yang digunakan sebagai strategi terjemahan, tetapi dia memilih beberapa

teknik yang sesuai dengan untuk siapa dan untuk tujuan apa penerjemahan itu

dilakukan. Ada banyak teknik yang ditawarkan, tetapi hanya beberapa yang

dianggap umum yang akan dikemukakan di sini.

1. Transposisi (Transposition)

Teknik ini dilakukan oleh penerjemah untuk mengubah struktur asli Bsu

di dalam Bsa agar mencapai efek yang padan. Pengubahan ini meliputi

pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan, seperti bentuk jamak kepada

bentuk tunggal, bentuk kata kepada bentuk kata lainnya dan posisi kata.83

Misalnya dalam bahasa Inggris bentuk jamak musical instruments

diterjemahkan dengan bentuk tunggal alat musik. Di samping pengubahan,

termasuk juga pemisahan satu kalimat Bsu menjadi dua kalimat Bsa atau lebih,

atau penggabungan dua kalimat Bsu atau lebih menjadi satu kalimat Bsa juga

termasuk dalam teknik ini. Pemisahan atau penggabungan kalimat itu bisa

dilakukan karena pertimbangan gaya bahasa atau stilistika.84

2. Modulasi

82 Dalam literatur terjemahan, strategi terjemahan disebut prosedur terjemahan (translation

procedures). Suryawinata, Translation, h. 67. 83 Lihat, Newmark, A Textbook of Translation, h. 85 dan Rachmadie dkk., Materi Pokok

Translation (Jakarta: Karunika dan Universitas Terbuka, 1988), h. 136. 84 Newmark, A Textbook of Translation, h. 87.

Page 58: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lviii

Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frasa, klausa atau

kalimat. Di sini penerjemah memandang pesan dalam kalimat Bsu dari sudut

yang berbeda atau cara berpikir yang berbeda.85 Teknik ini dilakukan karena

teks Bsu yang diterjemahkan tidak menghasilkan terjemahan Bsa yang wajar

atau luwes, seperti teks bahasa Inggris I broke my leg kemudian diterjemahkan

ke dalam Bsa menjadi kakiku patah. Contoh ini memberikan padanan yang

secara semantik berbeda sudut pandang atau cakupan maknanya, tetapi dalam

konteks yang bersangkutan memberikan pesan yang sama.

3. Padanan Deskriptif (Descriptive Equivalent)

Seperti yang tercermin dalam namanya, padanan ini berusaha

mendeskripsikan makna atau fungsi kata Bsu.86 Strategi ini dilakukan karena

kata Bsu tersebut sangat terkait dengan budaya khas Bsu dan penggunaan

padanan budaya dirasa tidak bisa memberikan derajat ketepatan yang

dikehendaki.

4. Penjelasan Tambahan (Contextual Conditioning)

Penjelasan tambahan dilakukan karena pertimbangan kejelasan makna.

Di sini penerjemah memasukkan informasi tambahan di dalam teks

terjemahannya karena ia berpendapat bahwa pembaca memerlukannya.

Informasi tambahan ini bisa diletakkan di dalam teks, di bagian bawah

halaman berupa catatan kaki atau di bagian akhir dari teks.87

5. Penerjemahan Fonologis

Penerjemah tidak menemukan padanan yang sesuai dalam Bsa sehingga

ia memutuskan untuk membuat kata baru yang diambil dari bunyi kata itu

dalam Bsu untuk disesuaikan dengan sistem bunyi (fonologi) dan ejaan

85 Newmark, A Textbook of Translation, h. 88. 86 Newmark, A Textbook of Translation, h. 83-84. 87 Newmark, A Textbook of Translation, h. 91-92.

Page 59: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lix

(grafologi) Bsa. Penerjemahan sejenis ini, Suryawinta menamakannya dengan

dengan transliterasi.88

6. Penerjemahan Resmi/ Baku

Ada sejumlan istilah, nama, dan ungkapan yang sudah baku atau resmi

dalam Bsa sehingga penerjemah langsung menggunakannya sebagai padanan.89

Untuk itu, penerjemah yang mengerjakan naskah dari bahasa asing ke dalam

bahasa Indonesia perlu memiliki “Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata

Asing” yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Depdikbud RI. Sisi lain kelebihan teknik ini adalah penerjemah bisa

memperoleh dua keuntungan: Pertama, ia bisa menyingkat waktu; dan kedua

ia bisa ikut serta memberi arah perkembangan bahasa Indonesia pada jalur

yang benar.90

7. Padanan Budaya (Cultural Equivalent)

Teknik ini berkaitan dengan budaya Bsu dan Bsa yang keduanya

memang berbeda. Kemudian dalam terjemahan, teknik ini digunakan untuk

memudahkan penerjemah agar bisa membuat kalimat Bsa yang mulus dan enak

dibaca, meskipun kemungkinan besar teknik ini tidak bisa menjaga ketepatan

makna. Hal yang terpenting dari teknik ini adalah mengganti kata yang khas

dalam Bsu dengan kata yang khas dalam Bsa. Untuk teks yang bersifat umum,

misalnya pengumuman atau propaganda, strategi ini bisa digunakan karena

pada umumnya pembaca Bsa tidak begitu peduli akan budaya Bsu.91

Selain tujuh teknik di atas, ada beberapa teknik yang ditawarkan oleh

beberapa pakar terjemahan, yang secara substansial merupakan hasil adaptasi dari

teknik-teknik di atas. Tim dosen terjemah di fakultas-fakultas dan lembaga-

lembaga khusus di Beirut mengemukakan bahwa terjemahan maknawiah (al-

yakni , hendaknya berdasarkan kepada enam teknik) arrufsTa-Tarjamah bi al

88 Suryawinata, Translation, h. 71. 89 Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 76. 90 Suryawinata, Translation, h. 74. 91 Newmark, A Textbook of Translation, h. 82-83.

Page 60: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lx

mendahulukan (al-taqdîm), mengganti (al-tabdîl), mengakhirkan (al-ta`khîr),

membuang (al-hadzf), mengutip (al-iqtibâs), dan menambahkan (al-ziyâdah).92

Sementara itu, al-Didâwî menyebutkan tujuh butir kunci penerjemahan, yaitu

adopsi (iqtibâs), metafora (isti’ârah), terjemah harfiah, alterasi (tabdîl), implikasi

(idkhâl), asimilasi (mu’âdalah), dan approximasi (taqrîb).93

Beberapa teknik penerjemahan, baik yang dikemukakan oleh lembaga

khusus di Beirut maupun oleh al-Didâwî, oleh Vinney Darbalini, secara garis

besar dikelompokkan ke dalam dua jenis terjemahan, yakni: (1) Terjemahan setia

(terikat) yang meliputi beberapa teknik antara lain: adopsi, metafora dan terjemah

harfiah; (2) terjemahan bebas yang meliputi beberapa teknik antara lain: aliterasi,

implikasi, asimilasi dan approximasi.94

Strategi atau teknik penerjemahan yang ditulis oleh beberapa pakar di atas

mendasarkan pemikirannya pada pengalaman mereka sebagai penerjemah. Karena

didasarkan pada pengalaman pribadi, pandangan-pandangan itu tidak bisa

dikatakan sebagai konstruk teoritis bagi penilaian yang sistematis terhadap teori

penerjemahan. Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan-pandangan itu

berubah menjadi konsep umum sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas

penerjemahan.

Adapun yang terpenting menurut Lauven-Zwart, sebagaimana yang dikutip

oleh Nababan bahwa menghasilkan penerjemah dan terjemahan yang baik bukan

merupakan tujuan utama teori penerjemahan. Penerjemah dan terjemahan yang

lebih baik mungkin saja merupakan produk teori dan metode penerjemahan. Akan

tetapi, tugas itu pada umumnya diserahkan pada studi Penerjemahan Terapan.95

D. Kualitas Terjemahan Dan Kelembagaannya

92 Jamâ’ah Mudarris al-Tarjamah fî al-Ma’âhid, al-Uslûb al-Sahîh fî al-Tarjamah (Beirut:

Mansyûrât Maktabah al-Hayât, t.t.), h. 9. 93 Al-Dîdâwî, Muhammad. ‘Ilm al-Tarjamah baina al-Nazariyyah wa al-Tatbîqiyyah (Tunis:

Dâr al-Ma’ârif wa al-Nasyr, 1992), h. 171. 94 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Jakarta: Kanisius, 1989), h. 30-36. 95 M. Rudolf Nababan. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), h. 9.

Page 61: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxi

Terjemahan dapat dibagi atas dua jenis, yakni: (1) terjemahan tertulis yang

dilakukan oleh orang yang disebut “penerjemah”, dan (2) terjemahan lisan yang

dilakukan oleh orang yang disebut “juru bahasa”.96 Dalam terjemahan tertulis

maupun lisan, penerjemah dituntut agar bertanggung jawab terhadap pesan yang

terkandung dalam teks sumber, sehingga mampu dialihkan secara betul dan

berterima bagi pembacanya. Tanggung jawab yang besar itu menyebabkan

penerjemah atau juru bahasa harus memiliki kemampuan profesional yang tinggi.

Profesionalisme penerjemah, menurut Hoed dapat dilihat dari empat faktor

penting, yakni (1) pengetahuan umum, (2) keingintahuan dan berjiwa peneliti

(curiosity and research), (3) intelejensia, dan (4) retorika (kemampuan mengolah

bahasa).97 Dengan demikian, penerjemahan bukan pekerjaan asal-asalan. Dan

upaya untuk mengembangkan dan memajukan dunia terjemahan, harus dilakukan

peningkatan dan pengendalian kualitas penerjemah, serta upaya agar etik sebagai

moral profesional selalu dijaga dalam kegiatan penerjemahan.

Demikian pula kualitas terjemahan al-Quran secara umum dilihat dari

penerjemahnya. Misalnya terjemahan al-Quran di Indonesia kebanyakan

dilakukan oleh kalangan intelektual muslim baik yang berasal dari pendidikan

pesantren maupun akademis. Secara historis, sejak abad ke-17 M, di Indonesia

telah muncul upaya penerjemahan al-Quran yang pertama kali oleh ‘Abd al-Ra’ûf

al-Sinkiliy (1615-1693 M) dengan nama Tarjumân al-Mustafîd.98

96 Terjemahan tertulis (written translation) dan terjemahan lisan (oral translation) merupakan

jenis terjemahan yang sudah terkenal dan bisa berdiri sendiri serta telah menjadi jenis terjemahan profesional yang mencakup jenis terjemahan semua ragam bahasa. Kemudian terjemahan lisan dibagi lagi menjadi terjemahan lisan konsekutif (disampaikan secara berurutan-perkalimat atau peralinea) dan terjemahan lisan simultan. Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan, h. 31.

97 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 117. 98 ‘Abd al-Ra’uf al-Sinkiliy hidup dalam enam periode kesultanan Aceh, yaitu periode Sultan

Iskandar Muda (1607-1636), Sultan Iskandar Tsani (1636-1640), Sultanah Taj al-‘Alam Safiyat al-Din Syah (1641-1675), Sri Sultan Nur al-‘Alam Nakiyat al-Din Syah (1675-1678), Sultanah Inayat Syah Zakiyat al-Din Syah (1678-1688) dan Sultanah Kamalat Syah (1688-1699). Keempat penguasa yang terakhir ini adalah sultan perempuan yang di dalam kepemimpinan merekalah ‘Abd al-Ra’uf menjadi seorang mufti. Lihat, Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Idiologi (Jakarta: Teraju, 2003), h. 40.

Page 62: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxii

Menyusul kemudian, pada akhir tahun 1920-an mulai muncul beberapa

literatur berbahasa Melayu yag mencoba untuk memberikan kemudahan dalam

berinteraksi dengan al-Quran. Di era ini, Mahmud Junus telah memulai

menerjemahkan al-Quran yang ditulis dalam tulisan Jawi (bahasa Indonesia atau

Melayu yang ditulis dengan tulisan Arab).99 Ahmad Hassan, pada tahun 1928,

juga telah memulai menerjemahkan al-Quran. Menjelang tahun 1940 ia telah

menyelesaikan terjemahannya hingga surah Maryam.100

Pada masa orde lama, bermunculan beberapa terjemahan al-Quran yang

disertai dengan penjelasannya yang kemudian masuk pada kelompok literatur

tafsir Indonesia. Misalnya tafsir al-Azhar karya Hamka atau Haji Abdul Malik bin

Abdul Karim Amirullah yang disusun sejak tahun 1962 dan diterbitkan pada

tahun 1967, tafsir An-Nur dan kedua adalah tafsir Al-Bayan oleh Teungku

Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy.101

Kemudian, muncul terjemahan al-Quran berikutnya pada masa orde baru,

yakni terjemahan al-Quran Depag RI. Terjemahan tersebut telah mengalami

terbitan kali ketiga, yaitu edisi 1970, 1989 dan 2002. Sebenarnya, Terjemahan al-

Quran edisi 1970 penerbitannya tidak dilakukan tepat pada tahun 1970, melainkan

terbitan perdananya pada tahun 1965, tepatnya tanggal 17 Agustus, mulai dari juz

1 hingga juz 10. Kemudian terbitan berikutnya mulai dari juz 11 hingga juz 20

dilakukan pada tanggal yang sama dengan tahun yang berbeda, yaitu tahun 1967.

99 Pada tahun 1922, Junus telah menerbitkan tiga bab dari karyanya. Ketika itu pada

umumnya sarjana muslim di Indonesia menyatakan bahwa menerjemahkan al-Quran adalah haram. Beberapa tahun kemudian, ketika menjadi seorang mahasiswa di Universitas al-Azhar, Mesir, menurut salah seorang dosennya menyatakan bahwa menerjemahkan al-Quran hukumnya boleh, bahkan bisa fardlu kifayah. Atas dasar itu, Junus mendapat semangat baru untuk melanjutkan usahanya itu pada bulan Ramadan tahun 1354 H (1935 M) dan pada tahun 1938, tamatlah terjemahan al-Quran tiga puluh serta tafsirnya. Lihat, Mahmud Junus, Tafsir Quran Karim (Djakarta: Al-Hidajah, 1971), h. iii.

100 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 49 101 Tafsir Al Bayan termasuk tafsir generasi ketiga yaitu mulai muncul pada tahun 1970-an,

dan merupakan penafsiran yang lengkap. Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur'an di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1994), hal. 137. Sedangkan menurut Ishlah, tafsir ini masuk kategori generasi kedua karena dicetak pada tahun 1966 oleh PT Al-Ma'arif Bandung. Tafsir ini merupakan wujud ketidak puasannya terhadap karya tafsir yang pertama. Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Idiologi, hal. 60

Page 63: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxiii

Dan pada tahun 1970, tepatnya tanggal 1 Januari, terbitan terakhir mulai dari juz

21 hingga 30 dapat diselesaikan.102 Penerjemahan dan penerbitan awal terjemahan

al-Quran Depag RI ini langsung ditangani oleh pemerintah sekaligus sebagai

fasilitator melalui Departemen Agama RI. Adapun tiga hal penting yang

melatarbelakangi terjemahan al-Quran itu dilakukan, yaitu: (1) Adanya keputusan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan No. II/ MPRS/ 1960

tentang Garis-garis besar pola pembangunan semesta berencana tahapan pertama

1961-1969 lampiran A 4 Agama/ Kerohanian: Menerjemahkan kitab-kitab suci ke

dalam bahasa Indonesia; (2) Menghadirkan terjemahan al-Quran agar dipahami

kandungan al-Quran bagi masyarakat muslim yang belum mengerti bahasa Arab;

dan (3) Melalui terjemahan al-Quran ke dalam bahasa Indonesia tersebut bisa

memberikan kemudahan bagi masyarakat muslim yang sudah memahami bahasa

Arab namun lemah dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan

susunan bahasa Indonesia yang baik dan benar.103

Kemudian, untuk pengadaan aktivitas dan peningkatan efektifitas

terjemahan dibentuklah satu lembaga yang bernama Lembaga Penyelenggara

Penerjemah Kitab Suci Al-Quran yang berdasarkan Surat Keputusan No. 91 tahun

1962 dan No. 53 tahun 1963. Struktur lembaga tersebut diketuai oleh diketuai

oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., mantan Rektor IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta dan 10 anggota yang terdiri dari pakar tafsir, pakar terjemahan dan

intelektual pesantren serta akademikus.104

Dalam dekade 1980-an, terjemahan al-Quran juga telah dilakukan dengan

menggunakan bahasa non-Melayu dalam bentuk aksara Jawi (Arab pegon)

102 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan al-Quran Departemen Agama Edisi 1990

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), h. 135. 103 Departemen Agama Republik Indonesia, al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Yamunu,

1965), h. 9. 104 Mereka itu adalah Prof. T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Prof. H. Bustami A. Gani, Prof. H.

Muchtar Jahya, Prof. H.M. Toha Jahya Omar, Dr. H.A. Mukti Ali, Drs. Kamal Muchtar, H. Gazali Thaib, K.H.A. Musaddad, K.H. Ali Maksum, Drs. Busjairi Madjidi. Khâdim al-Haramain al-Syarîfain, al-Qurân al-Karîm wa Tarjamah Ma’ânih bi al-Lughat al-Indûnisiyyah (al-Madînah al-Munawwarah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Tibâ’at al-Mushaf al-Syarîf, 1418 H), tanpa hal.

Page 64: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxiv

sebagai media penulisannya.105 Karya-karya terjemahan itu antara lain al-Ibrîz

karya K.H. Bisyri Mushthofa.106

Kualitas terjemahan al-Quran harus tetap diupayakan agar pesan-pesan al-

Quran mudah dipahami dengan cepat dan tepat melalui bahasa terjemahannya.

Kekurangan dalam bahasa terjemahan al-Quran seringkali diakibatkan oleh

pemilihan kata (diksi) yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan maknanya.

Pendayagunaan kata dalam bahasa terjemahan pada dasarnya berkisar pada dua

persoalan pokok, yaitu: (1) ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah

gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan, (2) kesesuaian dalam

mempergunakan kata tadi.107 Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan

sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi

pembaca atau pendengar, seperti apa yang diamanatkan oleh al-Quran.

Setelah terjemahan al-Quran diterbitkan dan diedarkan, ternyata

membuahkan kritik dan saran dari pembaca terutama yang berhubungan dengan

bahasa terjemahannya. Sehubungan dengan hal itu, terjemahan al-Quran Depag

RI edisi pertama dilakukan perbaikan sebanyak dua kali, yakni: Pertama, pada

tahun 1989 yang diketuai oleh Drs. H. A. Hafizh Dasuki, MA dengan anggota

beberapa tim ahli. Satu tahun kemudian, tim itu menghasilkan terjemahan al-

Quran yang dicetak oleh Pemerintah Saudi Arabia pada tahun 1990; Kedua, pada

tahun 1998 yang membutuhkan waktu cukup lama sehingga finalisasi baru

105 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, h. 62. 106 Al-Ibrîz (Kudus: Menara Kudus, t.th) diterbitkan dalam dua edisi, yaitu edisi per-juz

sebanyak 30 jilid dan edisi hard cover sebanyak 3 volume. Tafsir al-Ibrîz ini ditulis dengan huruf Arab pegon dan bahasa Jawa. Makna per-ayat menggunakan sistem makna gandul seperti yang lumrah dipakai oleh kebanyakan pondok pesantren di Jawa, sedangkan untuk tafsirnya ditulis di bagian pinggir (hâmisy).

107 Berkaitan dengan dua hal pokok di atas, maka ada beberapa syarat agar bisa mencapai ketepatan pilihann kata, antara lain: (1) membedakan secara cermat kata-kata yang bermakna denotasi dan konotasi, kata yang hampir bersinonim, kata yang mirip dalam ejaannya; (2) menghindari kata-kata ciptaan sendiri; (3) memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal dan sebagainya. Lihat Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 87.

Page 65: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxv

terealisir pada tahun 2002 dan menghasilkan terjemahan al-Quran Depag RI edisi

2002.108

Dalam bidang terjemahan teks-teks keagamaan, termasuk teks al-Quran,

terdapat kendala kualitas yang disebabkan oleh tidak adanya dukungan dari segi

pembinaan dan dari segi standarisasi kualitas. Selain itu, kendala sosial juga

menghambat kualitas terjemahan al-Quran dan kendala itu bisa terjadi karena

profesi penerjemah memang belum disadari oleh masyarakat sebagai profesi yang

strategis dan yang harus didukung oleh profesionalisme yang tinggi berbeda

dengan profesi lainnya.

Upaya peningkatan kualitas terjemahan itu dapat diprioritaskan pada

lembaga-lembaga penerjemahan dengan melakukan berbagai penataran (kursus,

lokakarya, seminar, dan diskusi), atau ujian kualifikasi seperti yang dilakukan

oleh Pusat Penerjemahan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia (FIB UI). Bahkan mulai tahun 2005 FIB UI telah membuka program

Linguistik Terapan untuk bidang praktik Penerjemahan sehingga lulusannya akan

memperoleh gelar Magister.109 Berbeda dengan terjemahan teks-teks Arab dan

teks-teks keagamaan, pada umumnya para penerjemahnya memasuki profesinya

secara “tidak sengaja” atau “belajar sendiri” (otodidak). Di antara mereka banyak

yang tidak menempuh pendidikan formal sebagai penerjemah pada tingkat

perguruan tinggi. Namun, tidak sedikit di antara mereka yang kualitas

terjemahannya sangat baik.

Kendala kualitas pada penerjemahan al-Quran memang berbeda dengan

penerjemahan teks Arab atau teks asing lainnya, karena penerjemahan al-Quran

108 Adapun penyelesaian edisi 2002 ini dilakukan, ketika Tim itu dipimpin oleh Drs.H.

Fadhal AR. Bafadal, M.Sc dan Tim Ahli yang terdiri dari Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad, Prof. K. H. Ali Mustofa Ya’qub, MA., Dr. H. Ali Audah, Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., dan H. Junanda P. Syarfuan dengan anggota yang terdiri dari Drs. H. M. Shohib Tahar, Drs. H. Mazmur Sya’roni, Drs. H. M. Syatibi AH, H. Ahmad Fathoni, Lc., M.Ag., dan Drs. H. Bunyamin Yusuf, M.Ag. Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), h. v.

109 FIB UI telah menyelenggarakan pendidikan spesialis 1 penerjemahan untuk bahasa Perancis dan Inggris. Lihat, Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 118.

Page 66: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxvi

tidak hanya berkisar pada tataran teks (the textual level), tetapi pada tataran

berikutnya, yakni tataran referensial. Pada tataran ini membutuhkan penerjemah

yang berkualitas di bidang tafsir. Sebab terjemahan al-Quran acuan maknanya

tidak lepas dari para mufassir. Oleh karena itu, terjemahan al-Quran Depag RI

baik dalam penetapan tim pertama kali terjemahan al-Quran itu disusun hingga

perbaikan berikutnya, tim ahli di bidang tafsir masih tetap dilibatkan seperti Prof.

T.M. Hasbi Ashshiddiqi, Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, M.A., Prof. Dr. H. Said

Agil Husin Al Munawar, M.A., Dr. H. Ahsin Sakho Muhammad, Prof. K.H. Ali

Mustofa Ya’qub, M.A., Dr. H. Ali Audah.110

Terjemahan al-Quran pada hakikatnya bukan menerjemahkan al-Quran itu

sendiri, karena itu terjemahan al-Quran bukan duplikat al-Quran. Tetapi

terjemahan al-Quran adalah menerjemahkan makna-maknanya, sehingga

sebagian besar ulama lebih setuju menggunakan istilah terjemahan makna-makna

al-Quran.111 Kemudian, upaya peningkatan kualitas terjemahan al-Quran

dikembalikan pada kualitas individual yang diserahi tugas untuk menerjemahkan

dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagaimana syarat-syarat mufassir,

antara lain: harus memahami secara benar bahasa al-Quran dan bahasa

terjemahan, memahami benar gaya dan karakteristik bahasa al-Quran, versi

terjemahan harus otentik dan sedapat mungkin sesuai dengan bahasa aslinya,

menyempurnakan terjemahan dengan seluruh makna aslinya dan maksud-maksud

yang terkandung di dalamnya.112

Demikian selektifnya untuk menentukan makna yang sepadan dalam

penerjemahan al-Quran, sehingga penunjukkan tim penerjemah al-Quran versi

Departemen Agama juga sangat selektif, terutama penerjemah yang berkompeten

110 Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya, h. v. 111 Departemen Agama, al-Quran dan Terjemahnya, h. iii. Lihat juga, M. Quraish Shihab,

Menabur Pesan Ilahi,( Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 323. 112 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qurân (Damsyiq: Maktabah al-

Ghazâliy, 1981), h. 207-208.

Page 67: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxvii

dalam bidang tafsir. Sebab tafsir merupakan referensi utama bagi penetapan

makna-makna al-Quran di luar teks al-Quran itu sendiri.

Page 68: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxviii

BAB III

STRATEGI TERJEMAHAN AL-QURAN DEPAG RI

Munculnya berbagai macam ragam dan prosedur terjemahan Arab-Indonesia

ditentukan oleh salah satunya adalah jenis teks yang akan diterjemahkan. Kemudian

untuk mengetahui adanya proses dan hasil terjemahan itu dapat diketahui melalui

penelitian. Penelitian mengenai hasil terjemahan sangat penting terutama untuk

menghubungkan teori terjemahan dan prakteknya.113 Kadangkala suatu konsep bisa

dan mudah dideskripsikan dalam uraian atau teori. Akan tetapi, bila sudah berada

dalam tataran praktek, mungkin sekali konsep-konsep ini sulit dibedakan atau bahkan

dikenali secara jelas.

Dalam praktiknya, penerjemah memilih beberapa metode yang sesuai dengan

untuk siapa dan untuk tujuan apa penerjemahan dilakukan. Sebenarnya terjemahan al-

Quran oleh Depag RI juga berorientasi kepada klien (client oriented) dan itu dapat

dibuktikan dengan adanya dua pihak dalam pelaksanaannya, yakni pemerintah selaku

pengambil kebijakan dan para pembaca terjemah yang telah memberikan masukan

dan saran untuk dilakukan perbaikan pada edisi penerbitan berikutnya.114 Sehingga

atas dasar itu, perbaikan-perbaikan pada beberapa penerbitan telah dilakukan,

meskipun sifatnya tidak menyeluruh.

113 Peter Newmark, Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988), h. 84. 114 Lihat, Sambutan Menteri Agama pada penerbitan al-Quran dan Terjemahnya Depag RI

edisi Tahun 2002, h. iii.

Page 69: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxix

Berkaitan dengan itu, terjemahan al-Quran Depag RI edisi 2002 memiliki

strategi terjemahan yang mungkin sama atau berbeda dengan strategi terjemahan al-

Quran sebelumnya atau dengan penerjemah al-Quran lainnya, hanya kemudian

strategi terjemahan itu tidak diinventarisir secara terperinci, termasuk juga saran-

saran yang masuk guna perbaikan terjemahan al-Quran edisi baru itu.115

Oleh karena itu, pada bab ini strategi terjemahan al-Quran oleh Depag RI perlu

dilakukan analisis berdasarkan bahasa aslinya kemudian dibandingkan dengan bahasa

Indonesia sebagai Bsa. Sehubungan sistem yang digunakan dalam kedua bahasa

tersebut mengandung perbedaan, maka dalam bab ini, penulis menjelaskan analisis

strategi terjemahannya menurut analisis kontrastif pada strategi struktural. Oleh

karena itu bab ini dimulai dari perbandingan fungsi sintaksis Bsu dan Bsa, kemudian

analisis strategi struktural dan diakhiri dengan analisis strategi semantis.

A. Fungsi Sintaksis Bsu dan Bsa

Terjemahan al-Quran merupakan salah satu jenis teks yang harus

dilakukan suatu analisis. Karena secara ideal teks Bsu dan teks Bsa merupakan

teks-teks yang harus dipersamakan secara fungsional. Semakin mudah dua teks

itu dibandingkan, maka makin mudah pula dalam menentukan strategi

menerjemahkan teks Bsu. Karena itu, analisis yang digunakan adalah analisis

kontrastif (anakon) yang dilakukan melalui dua langkah: Pertama, deskripsi B¹

dan B², dan kedua perbandingan antara keduanya.116 Untuk mengetahui deskripsi

bahasa, maka kategori-kategori bahasa hendaknya dikaji dan dipahami terlebih

dahulu. Pemahaman “kontras”, yang dapat didefinisikan sebagai “perbandingan

dilihat dari latar belakang kesamaannya atau perbedaannya. Dan perbedaan

merupakan variabel yang diperhatikan oleh analisis kontrastif.

115 Ahsin Sakho Muhammad, “Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan Tafsir

Departemen Agama ”, Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 3, No. 1 (Januari 2005), h. 157. 116 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa (Bandung: Angkasa, 1992),

h, 133.

Page 70: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxx

Di antara model analisis kontrastif untuk tujuan komparasi adalah analisis

struktural. Analisis ini berangkat dari asumsi bahwa membandingkan dua bahasa

secara keseluruhan itu tidak mungkin. Karena itu asumsi yang dibangun adalah

bahwa bahasa itu pada hakikatnya “system of system”, misalnya fonologi,

morfologi dan sintaksis. Sintaksis merupakan sistem bahasa yang dibandingkan

secara praktis dalam terjemahan. Makna-makna bahasa apapun dapat dilacak

dengan instrumen ini melalui relasi-relasi struktur bahasa yang ada. Oleh karena

I’jâz-il al`Dalâbukunya dalam ) truksisonk(m zNa-alJurjâniy melalui teori -al, itu

menyimpulkan bahwa bahasa bukanlah semata-mata kumpulan dari kosa kata

melainkan kumpulan dari sistem relasi.117 Penjelasan kata dalam hubungannya

dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai suatu ujaran dibicarakan dalam

sintaksis yang membahas fungsi dan kategori kata dalam bahasa tertentu.

Dalam bahasa Arab, makna sebuah kalimat hanya bisa dipahami melalui

setiap kata dalam , liydFa-Menurut al. hubungan antarkata pada kalimat itu

kalimat memiliki tempat tertentu yang selaras dengan kaidah pembentukan

kalimat.118 Pada posisi itulah sebuah kata menjalankan fungsinya melalui

hubungannya dengan kata lain yang memiliki fungsi dan posisi yang juga lain

dalam kalimat itu. Peran kata dalam kalimat bahasa Arab ditunjukkan oleh i’râb,

, ammahdvokal pendek dan panjang yang dilambangkan dengan tanda yaitu

. `ây dan waw, alif, kasrah, ahhfat

Menurut Badri, struktur sintaksis dalam bahasa Arab terdiri dari enam

tahwîldan trâbi, tâbi’, mukammil, musnad, musnad ilaihyaitu , macam fungsi

dengan berbagai subfungsinya.119

1. Musnad Ilaih

117 ‘Abd al-Qâhir al-Jurjâniy, Dalâ il al-I’jâz (Kairo: ‘Abd al-Salam Harun, t.t.), h. 12. 118 Al-Fadliy, Dirâsah fi al-I’râb (Jeddah: Tihamah, 1984), h. 108. 119 Kamal Badri, Binyah al-Kalimât wa Nazm al-Jumlah Mutabbaqan ‘alâ al-Lughah al-

‘Arabiyyah al-Fushâ- (Jakarta: LIPIA, 1986), h. 26.

Page 71: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxi

Musnad Ilaih ialah kata atau frase yang disandari oleh musnad.

Menurut al-Ghalayainiy,120 fungsi ini dapat ditempati oleh beberapa

subfungsi, di antaranya fâ’il, nâ`ib al-fâ’il, mubtada`, ism kâna, ism inna dan

ism lâ. Subfungsi ini tidak jauh berbeda dengan konsep peran di dalam

linguistik umum. Sementara itu, kategori kata yang dapat menempati fungsi

Musnad Ilaih ialah ism atau nomina (N).

Contoh:

�اش��ي )1 (�� =membeli bukuMuhammad آ��ب�

= itu telah dibeliBuku ا���Kباش��ي )2 (

) 3(w�3ا��:��+ terbitMatahari =

= ��A berilmuGuru itu��ا���رسآ�ن )4 (

6���ا�إن )5 ( MahakuasaAllahSungguh =

) 6( FL = di rumah ituseseorangTak ada @7 ا��ارر

Berdasarkan contoh-contoh di atas, semua kata yang bergaris bawah

adalah berkategori ism atau nomina (N) yang menempati fungsi sebagai

Musnad Ilaih atau Subyek (S) dengan subfungsinya sebagai fâ’il (1), nâ`ib al-

fâ’il (2), mubtada (3), ism kâna (4), ism inna (5) dan ism lâ (6).

2. Musnad

Musnad ialah kata atau frase yang menerangkan musnad ilaih dan

yang bersandar padanya. Fungsi ini dapat ditempati oleh fi’l, ism fi’l, khabar,

khabar kâna, khabar inna dan khabar lâ. Kategori yang menempati fungsinya

adalah ism atau nomina (N) dan fi’l atau verba (V).

Contoh:

� ض�]�أآ�م)1 (�� tamumemuliakanMuhammad =

) 2(B�' ! !Kabulkanlah =

120 Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah,

1984), jilid 1, h. 13.

Page 72: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxii

. a) 3( w�3ا��:��+ terbitMatahari =

. b ا�&1م�� = jiwamembersihkanPuasa ا��]1س�>

) 4( D��<اآ�ن ا����� atgiMahasiswa itu =

�ا )5 (�� = orang yang suksesSungguh Muhammad ن� �إن

��نF �6ئL ح� )6( penakutTak ada seorang pembicara kebenaran itu =

Berdasarkan contoh-contoh di atas, semua kata yang bergaris bawah

dalam struktur sintaksis adalah berfungsi sebagai Musnad atau Predikat (P)

dengan dua kategori yaitu ism (nomina) dan fi’l (verba). Kategori nomina (N)

terletak pada subfungsi khabar (3a), khabar kâna (4), khabar inna (5) dan

khabar lâ (6), sedangkan kategori verba (V) terletak pada subfungsi fi’l (1),

ism fi’l (2),121 khabar (3b).

3. Mukammil

Mukammil adalah kata atau kelompok kata yang melengkapi informasi

yang disampaikan oleh musnad dan musnad ilaih. Adapun subfungsinya

adalah al-mafâ’il al-khamsah, keterangan keadaan dan keterangan penjelas.

Sedangkan kategorinya adalah ism atau nomina (N).

Contoh:

) 1( � = pintuKhalid membuka ا���ب@�� خ��

) 2( 5�6���6 bangun benar-benarAku =

) 3( 52 = ilmukarena cintaKamu datang @7 ا�:Xر���

= G�� di malam hariAku pergi"�@�ت )4 (

= dengan malambersamaan Aku berjalan وا��L"�ت )5(

= dengan selamatAyahku pulang "����ر M أب7 )6 (

) 7( �3A � = siswaTelah datang sebelas ��� ا �ء أح

121 Ism Fi’l terbagi menjadi tiga: (1) Ism Fi’l Mâdi (perfektif), seperti ت�� artinya ه�

“mustahil”, (2) Ism fi’l mudâri’ (imperfektif), seperti أف artinya “ah” (suatu ungkapan susah), (3) Ism fi’l Amr (imperatif), seperti Zص artinya “diamlah”. Lihat, al-Ghalâyainiy, jilid 1, h. 157.

Page 73: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxiii

Dari contoh-contoh yang bergaris bawah di atas, dapat diketahui

bahwa kata-kata tersebut berkategori ism atau nomina (N) yang memberikan

informasi bagi kejelasan musnad ilaih (S) atau musnad (P). Kata yang

bergaris bawah pada (1) menjelaskan (P), (2) menjelaskan (P), (3)

menjelaskan (P), (4) menerangkan (P), (5) menerangkan (S), (6) menerangkan

(S) dan (7) menerangkan (S).

4. Tâbi’

Tâbi’ adalah kata yang menerangkan musnad ilaih (S). Subfungsinya

kategori , mukammilSeperti halnya . aftadan taukîd , badal, na’tterdiri dari

tâbi’ berupa nomina.

Contoh:

) 1( D��<ء ا�� �� = yang giatdatang mahasiswa Telah ا����

= suku( kabilah sebagianTelah sampai( ن&]��وص5 ا�)��� )2 (

) 3(52 = benar datang- benarKamu أن5

= pergi ke AisyahFatimah dan ذه�5 @�+�� و�Aئ3� ا�7 ا���ر"�)4 (

sekolah

Dari beberapa contoh di atas, kata-kata yang bergaris bawah berfungsi

menerangkan musnad ilaih (S) dan musnad (P). Semua kata yang bergaris

bawah dari (1) hingga (4) menerangkan (S) yang berkategori nomina.

Keempat subfungsi di atas, hanya taukid yang bisa berkategori lebih, yaitu

berupa partikel, nomina, verba dan klausa.122

5. Râbit

ialah kata yang berfungsi menghubungkan kata atau kelompok tbiâR

kata yang memiliki fungsi-fungsi di atas. Subfungsinya terdiri dari kata sarana

jarr-harf al )preposisi( ).eksepsi (stitsnâ’i-harf al, )konjungtif( fta‘-harf al,

122 Al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 3, h. 232.

Page 74: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxiv

Contoh:

) 1( 77 -5 أA7"�Kا� kursidi atasIbuku duduk =

= minumlaluAku makan ش�بX�5أآ5 )2 (

(3) ���[�إFص7 ا��-�1ن @7 ا��-� = Orang-orang Islam shalat di

. orang yang sakitkecualimasjid

6. Tahwîl

kalâm (rfungsi mengubah kalimat deklaratif yang be ialah kata wîl hTa

itsbât) menjadi kalimat yang bermakna non deklaratif. Kata-kata yang

berfungsi demikian disebut dengan kata sarana (partikel) yang tidak memiliki

). îfiyzma’nâ wa(tetapi makna fungsi , )ma’nâ mu’jamiy(makna leksikal

Karena itu setiap kata sarana tidak dapat mempunyai makna tersendiri selama

tidak berhubungan dengan kelas kata lainnya, seperti nomina maupun verba.

Perlu diketahui di sini, bahwa kata sarana yang berfungsi sebagai

pengubah kalimat deklaratif harus dibedakan dengan kata sarana yang

berfungsi sebagai penghubung kata, klausa bahkan kalimat. Kata sarana yang

berfungsi sebagai penghubung telah dijelaskan pada nomor sebelumnya yang

dan )fta‘-harf al(kata sarana konjungtif , )Jarr-harf al(terdiri dari preposisi

kata sarana pengecualian (adâh al-Istitsnâ’). Kata sarana yang berfungsi

-alassân menamakannya kata sarana pokok atau H, sebagai penghubung itu

awwilahhMu-Adâh al-al dan kata sarana pengubah atau liyyahsA-Adâh al

bagi kata sarana lainnya yang berfungsi sebagai pengubah makna kalimat

deklaratif menjadi makna kalimat lainnya dinamakan.123

123 Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, (Kairo: ‘Âlam al-

Kutub, 1998), h. 123.

Page 75: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxv

yang )partikel(15 n menyebutkan bahwa terdapat âassH, Kemudian

dapat berfungsi sebagai pengubah makna kalimat deklaratif menjadi kalimat

lain, seperti yang terlihat dalam bagan berikut:124

أص1ات

إخ�Fت

�ح أو

ذم

D�:� D�:أداة ا��

���U�"وا �ب� أداة ا���ب� وا��U�"F� ن

إ@&�

ح

X-6 X-(أداة ا�

ش�ط أداة ا��3ط إ�Kن7

7A��� �1 و�F1 ا

أداة ا���اء ءن�ا

أداة ا��� 7 ��ج

B�� 7��أداة ا��

�]��

ض

� أداة ا���[�

أداة ا�:�ض �Aض

7� أداة ا���7 ن

� ا���

إ������

D+

�� وا�&�U� أPم اGب

124 Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, h. 124.

Page 76: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxvi

��م ا"�]��م[�"Fأداة ا

� أداة ا���آ�� ��آ�

أداة ا��]7 ن]7

���ی�

إ���ت

Berdasarkan bagan di atas, pada intinya semua kalimat Bsu baik

khabariyyah maupun insyâ`iyyah tersusun atas dua unsur pokok, yaitu S

(musnad ilaih) dan P (musnad) sebagaimana yang telah dikemukakan

sebelumnya. Dua unsur pokok itu yang nantinya akan dimasuki oleh salah satu

kata sarana (partikel) yang selanjutnya, akan mengubah makna kalimat semula.

Misalnya, sebuah kalimat dimasuki kata sarana negatif, seperti � , F , B� , X� , atau ��� maka kalimat tersebut menjadi kalimat negatif (jumlah manfiyyah).

Contohnya: Fون��:� � ��Aأ // Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.

Kalimat yang dimasuki kata sarana asertif (penegas), seperti أن , إن atau

.maka kalimat tersebut menjadi kalimat asertif (jumlah mu`akkadah) إن��

: Contohnyaش:�ئ� ا�إن B // Safa dan Marwah Sesungguhnya ا�&]� وا���وة

bagian dari syi’ar (agama) Allah.

Kalimat yang dimasuki kata-kata tanya, seperti Lه , � , B dan

sebagainya maka kalimat tersebut menjadi kalimat tanya (jumlah istifhâmiyyah).

: ContohnyaL7 وا��&��ه�AP1ي ا�-� orang buta sama dengan Apakah //

orang yang melihat?.

Kalimat perintah (jumlah al-Amr) atau imperatif dapat dinyatakan dengan

ggunakan verba bentuk isa dengan mentau b aâri’ dmudan verba m âlpartikel

: Contohnya. perintah�Z�:" B //orang yang Hendaklah ��]� ذو":� mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya. Atau bisa juga

Page 77: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxvii

: sebagai pengganti verba imperatif sepertidar smadengan B�� إح-�ن�وب��1ا�

atau bisa juga menggunakan kata yang berkategori nomina tetapi fungsinya

sebagai verba imperatif seperti: B�' .

Kalimat larangan (jumlah al-Nahy) dapat dinyatakan dengan partikel F.

Contohnya: وا�-[� F // janganlah berbuat kerusakan.

atau ) d‘Ar-al(berfungsi untuk menyatakan sindiran Kata sarana yang

seperti ) dîhdta-al(anjuran Fأ :Contohnya . XK� Zzا� �[U� 1����ن أن Fأ Apakah //

kamu tidak suka bahwa Allah mengampuni kamu?.

Kata sarana yang berfungsi untuk menunjukkan kalimat yang menyatakan

angan-angan (al-Tamanniy) antara lain 5��. Contohnya: 7�أو � L= ��� 5�� �� Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah // �6رون

diberikan kepada Karun.

Kemudian, kata sarana yang digunakan untuk menunjukkan kalimat yang

menyatakan harapan (al-Tarajjiy) antara lain L:�. Contohnya: 1ن(z�� XKz:� // agar

kamu bertakwa.

Kemudian partikel yang digunakan untuk kalimat panggilan (al-Nidâ`)

antara lain ��. Contoh: س�zا�� �� .hai manusia // �� أ��

Sedangkan partikel yang digunakan untuk menyatakan makna kalimat

antara lain ) iyyahtjumlah syar(syarat F1� seperti Zzا� ����K� F1�Mengapa //

Allah tidak berbicara dengan kita; dan partikel 1� seperti 1ا(z1�ا وا�' X�zو1� أن //

Dan jika mereka benar-benar beriman dan bertakwa.

Kata sarana yang berfungsi untuk menyatakan kalimat sumpah (al-Qasam)

antara lain و, seperti contoh �&:�وا // Demi masa.

Page 78: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxviii

Selanjutnya, kata sarana yang digunakan untuk menyatakan kalimat seru

(al-Nudbah) antara lain وا seperti contoh: واCا� .Wahai Khalid // خ��

Dan partikel yang digunakan untuk menunjukkan makna interjektif (al-

Ta’ajjub) adalah � seperti dalam kalimat ا�-��ء B-أح � // Alangkah indahnya

langit itu?

Melalui penjelasan tentang struktur fungsi B¹, yaitu bahasa Arab secara

deskriptif di atas, maka perlu dilakukan satu perbandingan dengan struktur fungsi

B², yaitu bahasa Indonesia. Perbandingan yang hendak dilakukan harus mengacu

kepada tujuan untuk mencari persamaan dan perbedaan sebagai instrumen dalam

penentuan strategi terjemahan al-Quran.

Untuk mengetahui perbandingan kedua bahasa itu, penulis memulai

dengan membandingkan unsur-unsur kalimat Bsu dan Bsa. Unsur kalimat adalah

fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lazim dikenal

dengan sebutan jabatan kata atau peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek

(O), pelengkap (Pel) dan keterangan (Ket). Di antara kelima fungsi sintaksis ini

yang merupakan keharusan dalam satu kalimat bahasa Indonesia adalah fungsi S

dan P.125

1. Subjek (S)

Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjuk pada pelaku, tokoh,

sosok (benda), sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pokok

pembicaraan. Ia diisi oleh sebagian kategori kata atau frasa nominal, klausa

dan frasa verbal.

Contoh:

(a) Ayahku sedang membaca

125 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 126.

Page 79: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxix

(b) Meja direktur besar

(c) Yang berpakaian batik dosen saya

(d) Berjalan kaki menyehatkan badan

(e) Membangun jalan layang sangat mahal

Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat (a) sampai (e) adalah S.

Contoh (a) dan (b) adalah S yang diisi oleh kategori kata atau frasa benda

(nomina); (c) adalah S yang diisi oleh kategori klausa; sedangkan (d) dan (e)

adalah S yang diisi oleh frasa verbal.

2. Predikat (P)

Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan apa

atau dalam keadaan bagaimana S di dalam suatu kalimat. Satuan bentuk

yang mengisi P dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba

atau ajektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina atau frasa nominal.

Contoh:

(a) Ayam berkokok

(b) Adik sedang tidur siang

(c) Putrinya cantik jelita

(d) Daerah itu dalam keadaan aman

(e) Kucingku belang tiga

(f) Sastro mahasiswa baru

(g) Mobil Pak Hermawan lima

Kata-kata yang dicetak tebal dalam kalimat (a) hingga (g)

memberitahukan S. Hanya saja P yang memberitahukan S pada kalimat (a)

dan (g) berupa kata verbal dan numeral dan selain dua kalimat itu P diisi oleh

frasa atau kelompok kata (sedang tidur siang, cantik jelita, dalam keadaan

aman, belang tiga, mahasiswa baru).

Page 80: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxx

3. Objek (O)

Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada

umumnya diisi oleh nomina, frasa nominal atau klausa. Letak O selalu di

belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib

adanya O.

Contoh:

(a) Petani menimbang ...

(b) Arsitek merancang ....

(c) Juru masak menggoreng...

Verba transitif menimbang, merancang, menggoreng pada contoh di

atas adalah P yang menuntut untuk dilengkapi. Adapun unsur yang akan

melengkapi P bagi ketiga kalimat di atas itulah yang dinamakan objek.

4. Pelengkap (Pel)

Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang

melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang berupa verba. Pel

sama dengan O dalam posisinya dalam kalimat juga kategori kata yang

mengisinya, yaitu nomina, frasa nominal, atau klausa. Namun demikian

keduanya tetap ada perbedaan.

Contoh:

(a) Pimpinan upacara // membacakan // Pancasila

S P O

(b) Banyak partai politik // berlandaskan // Pancasila

S P Pel

Kedua kalimat tersebut dapat dibedakan dengan cara kalimat itu

dibuat kalimat pasif, sehingga kalimat (a) menjadi Pancasila dibacakan oleh

Pimpinan upacara dan kalimat (b) menjadi Pancasila dilandasi oleh banyak

Page 81: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxi

partai politik. Kalimat (b) yang mengandung Pel. Itu tidak bisa diubah

menjadi kalimat pasif, kalaupun bisa kalimat tersebut termasuk kalimat yang

tidak gramatikal.

Di samping itu, Pel tidak selalu berada di belakang O, jika kalimat itu

sudah memenuhi pola yang lengkap, yaitu pola S-P-O-Pel.

5. Keterangan (Ket)

Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai

hal mengenai bagian kalimat yang lainnya. Ket dapat berfungsi menerangkan

S, P, O dan Pel. Posisinya bersifat manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di

akhir kalimat. Kategori yang dapat diisikan pada unsur ini adalah frasa

nominal, frasa preposisional, adverbia atau klausa.

Berdasarkan maknanya dalam kalimat, para ahli membagi Ket atas

sembilan macam, yaitu: Ket. Tempat (dari rumah), Ket. Waktu (sekarang),

Ket. Alat (dengan gunting), Ket. Tujuan (demi orang tuanya), Ket. Cara

(dengan hati-hati), Ket. Penyerta (dengan teman-temannya), Ket. Similatif (

(bagaikan pengacara), Ket. Penyebab (karena malas belajar) dan Ket.

Kesalingan (satu sama lain).126

Berdasarkan deskripsi fungsi sintaksis dua bahasa, yaitu Bsu dan Bsa,

maka dapat diketahui perbandingan keduanya sebagaimana yang tertulis

dalam tabel berikut:

Tabel 1

Perbandingan Fungsi Sintaksis Bsu dan Bsa

Fungsi Sintaksis Bsu Fungsi Sintaksis BSa

126 Lihat, Hasan Alwi (Ed.), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

2003), h. 366.

Page 82: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxii

Fungsi dan Sub Kategori Fungsi Kategori

(1) (2) (3) (4) Musnad Ilaih:

fâ’il, nâ ib al-fâ’il, mubtada ,

ism kâna, ism inna dan ism lâ

- Ism

-Murakkab:

, yfiâdi, ywasfi

ismiy (yliûsmau

dan harfiy)

Subjek (S)

- nomina

- Frasa nominal

- Klausa

- Frasa Verbal

(1) (2) (3) (4)

Musnad:

fi’l, ism fi’l, khabar, khabar

kâna, khabar inna dan

khabar lâ

- Ism

- fi’l

- Murakkab

Predikat (P)

- kata (nominal,

ajektiva, verbal)

- frasa

Mukammil:

l âh, khamsah-mafâ’il al-al

(keterangan keadaan), tamyîz

(keterangan penjelas)

Ism Objek (O) - nomina

- frasa nominal

- klausa

Tabi:

afta‘dan taukîd , badal, na’t

Ism

Pelengkap (Pel) - nomina

- frasa nominal

- klausa

Rabit:

ngan waktu dan ketera(arf Z

tempat), harf al-Jarr

)preposisi( f t‘A-harf al,

(konjungtif), harf al-Istitsnâ`

(eksepsi)

Keterangan

(Ket)

- frasa nominal

-frasa preposisional

- adverbia

- klausa

Berdasarkan tabel di atas, maka fungsi sintaksis Bsu dapat dianalogikan

bahwa fâ’il, nâ`ib al-fâ’il, mubtada`, ism kâna, ism inna dan ism lâ menjadi (S)

dalam Bsa , fi’l, ism fi’l, khabar, khabar kâna, khabar inna dan khabar lâ

Page 83: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxiii

menjadi (P), maf’ûl bih menjadi (O) dan selain itu bisa masuk pada (Pel) atau

(Ket).

Sedangkan kategori Bsu dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori,

Dan yang kategori yang terakhir ini .lifâkhaw-al dant âdawâ, arfZ, fi’l, ismyaitu

tidak dimasukkan ke dalam empat kategori sebelumnya.127 Karena itu kategori

Bsu dan Bsa dapat diperbandingkan melalui tabel berikut:

Tabel 2

Perbandingan Kategori Bsu dan Bsa

Bsu BSa

Kategori

dan Rumpun

Ciri Kategori

dan Rumpun

Ciri

(1) (2) (3) (4)

Ism :

Nama, sifat dan

kata ganti

Dapat dibubuhi tanda

penunjuk jumlah, jenis,

definitif, vokal rangkap

dan preposisi

Nomina :

Nomina,

pronomina,

numeralia,

Dapat diingkari dengan

kata bukan, diikuti oleh

gabungan kata yang+

kata sifat atau yang

sangat + kata sifat

Fi’l :

Verba perfektif,

impefektif dan

imperatif

Dapat diubah menurut

waktu dan aspek

melalui afiksasi

Verba :

Verba asal, verba

turunan, verba

reduplikasi, verba

majemuk, verba

berpreposisi

Dapat diberi aspek

waktu (akan, sedang,

telah), dapat diingkari

dengan kata tidak, dapat

diikuti oleh gabungan

kata dengan+ nomina

atau sifat

: arfZ

Zarf penunjuk

waktu dan tempat

Tidak dapat diubah

dengan proses

morfologis

Adverbia:

Memberi keterangan

pada verba, ajektiva,

nomina predikatif atau

kalimat

Adâwât : Tidak mempunyai arti Kata Sarana: Tidak mempunyai arti

127 Lihat, Kamal Badri, Binyah al-Kalimât wa Nazm al-Jumlah Mutabbaqan ‘alâ al-Lughah

al-‘Arabiyyah al-Fushâ, h. 10-25.

Page 84: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxiv

Kata konjungtif

dan transformator

leksikal, kecuali

berkaitan dengan kata

lain

Kata depan, kata

sambung, kata

seru, kata sandang

dan partikel

leksikal, kecuali

berkaitan dengan kata

lain

Dari semua kategori di atas, ada satu kategori Bsa yang tidak bisa

dibandingkan dengan lima kategori Bsu, yaitu kata sifat. Kata sifat Bsa memiliki

ciri: (1) dapat diberi kata keterangan pembanding seperti lebih, kurang dan

paling, (2) dapat diberi kata keterangan penguat seperti sangat, amat, benar dan

terlalu dan (3) dapat diingkari dengan kata ingkar tidak atau bukan.128 Meskipun

demikian, karena fungsinya untuk menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat

orang atau suatu benda, maka kategori ini dapat dipadankan dengan kategori ism

dengan rumpun sifat.

B. Strategi Struktural

Ragam atau metode terjemahan merupakan petunjuk teknis yang masih

umum. Sedangkan prinsip-prinsip terjemahan merupakan acuan umum. Semuanya

itu hendaknya dipertimbangkan pada level keseluruhan teks atau wacana

terjemahan.129

128 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 80. 129 Bentuk-bentuk terjemahan berdasarkan jenis teks yang diterjemahkannya, menurut ‘Abd

al-Ghaniy dapat dikelompokkan ke dalam empat bentuk, al-Tarjamah al-Adabiyyah, al-Tarjamah al-Sya’biyyah, al-Tarjamah al-‘Ilmiyyah, atau disebut juga al-Tarjamah al-Sinâ’iyyah wa al-Taqniyyah, al-Tarjamah al-‘Âdiyyah. Lihat, ‘Abd al-Ghaniy ‘Abd al-Rahmân Muhammad, Dirâsah fi Fanni al-Ta’rîb wa al-Tarjamah (Ttp, t.p. t.t.), h. 72-74. Al-Jailâniy menambahkan dua bentuk terjemahan, yaitu al-Tarjamah al-Âliyah dan al-Tarjamah al-Qur’âniyyah. Lihat, Ibrâhîm Badâwi al-Jailâniy, ‘Ilm al-Tarjamah wa Fadlu al-Lughah al-‘Arabiyyah ‘alâ al-Lughât (Kairo: al-Maktab al-‘Arabiyy li al-Ma’ârif, 1997), h. 70-74. Juga Salihen Moentaha mengelompokkan jenis teks ke dalam lima ragam, yaitu: 1) ragam sastra dengan subragam: prosa, puisi dan drama, 2) jurnalistik dengan subragam: oratoria, esai dan artikel, 3) koran/ surat kabar dengan subragam: editorial, headline, iklan, pengumuman, 4) ilmiah dengan subragam: rangkaian ujaran, pola kalimat, nukilan, catatan kaki (footnote) dan 5) dokumen resmi dengan subragam: dokumen undang-undang, dokumen militer, diplomatik dan bisnis. Lihat, Salihan Moentaha, Bahasa dan Terjemahan (Bekasi Timur, Kesaint Blanc, 2006), h. 30.

Page 85: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxv

Tuntunan teknis untuk menerjemahkan kata, kelompok kata atau kalimat-

kalimat dalam suatu teks atau wacana disebut dengan strategi terjemahan. Dalam

beberapa literatur terjemahan, sebagian pakar menggunakan istilah prosedur

terjemahan (translation procedures) dan teknik terjemahan. Ada dua macam

strategi dalam terjemahan, yaitu strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat

(strategi struktural) dan strategi yang berkaitan dengan makna (strategi semantis).

Strategi yang dilakukan dalam terjemahan Bsu yang berkaitan dengan

struktur kalimat adalah transposisi. Newmark mengemukakan bahwa transposisi

merupakan prosedur atau strategi terjemahan yang berkaitan dengan aspek

gramatikal dari BSu ke dalam BSa.130 Sementara Kridalaksana menganggap

transposisi sebagai proses atau hasil perubahan fungsi atau kelas kata tanpa

penambahan apa-apa.131 Dengan demikian, yang dimaksud transposisi dalam

uraian di sini ialah bentuk-bentuk perubahan fungsi sintaksis dan kategori kata

dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.

Adanya persamaan dan perbedaan fungsi dan kategori sintaksis Bsu dan

Bsa telah menjadi acuan utama dalam menentukan pola-pola transposisi dalam

strategi terjemahan. Untuk menunjukkan kesamaan pola Bsu dan Bsa, penulis

menggunakan tanda = (sama dengan). Sedangkan untuk menunjukkan perbedaan

Bsu dan Bsa yang kemudian dilakukan pengalihan fungsi dan kategori, penulis

menggunakan tanda →.

Sehubungan data yang hendak dianalisis adalah terjemahan al-Quran

Depag RI, maka pola-pola kalimat Bsu yang penulis ambil adalah surah al-

Baqarah, kemudian penulis bandingkan melalui persamaan dan perbedaan

dengan Bsa. Dari sinilah akan nampak strategi terjemahan strukturalnya baik

melalui padanan maupun melalui transposisi atau pengalihan fungsi dan kategori.

130 Newmark, Textbook of Translation, h. 85. 131 Kridalaksana, Kamus Linguistik, h. 220.

Page 86: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxvi

1. Padanan Fungsi dan Kategori dalam Strategi Terjemahan

Padanan fungsi dalam terjemahan sangat berpengaruh terhadap

kemudahan dalam menerjemahkan teks Bsu. Sehingga, jika dilihat dari

bentuk dan formalnya, terjemahan yang muncul seperti terjemahan harfiyah

atau kata demi kata. Adapun padanan fungsi yang penulis peroleh dari

terjemahan al-Quran Depag RI adalah sebagai berikut:

a. S + P = S + P

�:�1ن أنX� و (1)

P (Fi+Fa) S (I) (R)

// mengetahui// kamu // Padahal

(KS) S (N) P (V)

(2) � Zzود ا�� ح

P (M) S (I)

ketentuan // Itu // Allah

S (N) P (FN)

Pola kalimat di atas adalah termasuk kalimat dasar yang paling

dapat rMeskipun te. P+ yang terdiri dari S)ahtîsjumlah ba (sederhana

perbedaan dalam kategorinya, Bsu tetap diterjemahkan seperti pola Bsa.

Strategi ini lazim digunakan untuk menerjemahkan Bsu yang digolongkan

pada struktur jumlah ismiyyah, yaitu klausa atau kalimat yang terdiri dari

mubtada` dan khabar baik khabar tunggal seperti contoh (2) pada ayat

187 dan 229 surah al-Baqarah, maupun khabar non tunggal seperti contoh

(1) pada surah yang sama ayat 22 dalam bentuk klausa dengan dua

kategori, yaitu fi’l dan ism.132 Pola Bsu S+P sepadan dengan pola S+P

132 Ism dalam klausa ini perannya sebagai fâ’il (pelaku). Pelakunya berupa pronomina

eksplisit (damîr bâriz).

Page 87: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxvii

Bsa, karena Bsa hanya memiliki satu pola, yaitu S+P, baik dalam kalimat

tunggal maupun kalimat majemuk.

b. S + P + O = S + P + O

� ا��]- �:X ا�Zz و O (I) P (Fi+S) S(I) R

// orang yang berbuat kerusakan // mengetahui // Allah

S (N) P (V) O (F)

Contoh ayat di atas terdapat pada ayat 220 surah al-Baqarah. Pola

kalimat di atas dapat digolongkan sebagai kalimat lengkap yang terdiri

dari S+P+O dengan struktur kalimat dengan pola jumlah ismiyyah.

Predikat Bsu dan Bsa sama yaitu berupa verba transitif aktif, sehingga

susunan terjemahannya sepadan, yaitu S+P+O. Perbedaan keduanya

terletak pada predikat, yakni predikat Bsu mengandung S implisit berupa

pronomina persona ketiga tunggal yang mengacu kepada S, sedangkan

Bsa tidak menyatakannya.

c. P + S = P + S

Zz� �ب و ا��3�قU��ا S (N) P (F)

dan barat// timur // lah -Allah// Milik

P (V) S (N)

Contoh di atas terdapat pada ayat 142 surah al-Baqarah. Pola Bsu

dan Bsa di atas sama, yakni P+S. Kalimat yang mengikuti pola inilah yang

kemudian dinamakan kalimat inversi.133 Perbedaan keduanya terletak pada

P dan S, yakni P Bsu menggunakan frasa partikel yang terdiri dari partikel

133 Kalimat inversi adalah kalimat yang P-nya mendahului S. Urutan P-S dipakai untuk

penekanan atau ketegasan makna. Kata atau frasa tertentu yang mendahuluinya akan menjadi kata kunci yang mempengaruhi makna dalam hal menimbulkan kesan tertentu. Contoh: Telah meninggal si A pada jam 22.00 di rumah sakit. Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h, 146.

Page 88: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxviii

lâm dan nomina Allâh; sedangkan P Bsa menggunakan verba milik.

Sebenarnya antara partikel lâm dengan verba milik terdapat kesesuaian

makna, karena partikel lâm pada contoh di atas mengandung makna

kepemilikan (li al-milk).134 Kemudian, S Bsu menempati pada kata al-

Masyriq sedangkan S Bsa menempati pada kata Allah. Untuk

menunjukkan ketegasan makna dalam kalimat inversi di atas, maka

partikel –lah diletakkan pada P Bsu yang terdiri dari partikel dan nomina.

Contoh yang sama juga ditemukan pada ayat 284 surah al-Baqarah berikut

ini: 7 ا��رض@ �� @7 ا�-z��وات و Zz� // Milik Allah-lah apa yang ada

di langit dan apa yang ada di bumi.

2. Transposisi Fungsi dan Transformasi Kategori sebagai Strategi Terjemahan

Penelitian tentang transposisi melalui linguistik komparatif dan

kontrastif akan mempermudah penerjemah dalam memilih alternatif struktur

Bsa yang paling tepat dalam mengungkapkan sebuah makna. Prosedur

transposisi menjadi lebih penting lagi karena strukturlah yang akan mewadahi

padanan-padanan yang dihasilkan oleh prosedur atau strategi terjemahan.

Terjemah al-Quran Depag RI juga sebagai karya terjemahan

menggunakan prosedur itu. Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka

terdapat tiga strategi transposisi dengan pola-pola sebagai berikut:

a. P + S + O → S + P + O

1�ا و ا�Zz ���د1Aن' B� zا� O2 (R) O (I) S (Fa)+P (Fi)

//orang yang beriman-orang// dan // Allah// menipu // Mereka

S (N) P (V) O1 (N) KS O2 (FV)

134 Lihat, Muhammad ‘Ali Sultâniy, al-Adawât al-Nahwiyyah wa Ma’ânîhâ fî al-Qurân al-

Karîm (Suriah: Dâr al-‘Asmâ`, 2000), h. 13 dan Al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 3, h. 183.

Page 89: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

lxxxix

Pola kalimat Bsu (P+S+O) diubah fungsinya dalam Bsa menjadi

(S+P+O). Pola (P+S+O) dalam bahasa Arab dinamakan dengan jumlah

fi’liyyah, yaitu stuktur kalimat yang terdiri dari fi’l dan fa’il. Pengalihan

fungsi tersebut dimaksudkan supaya terjemahan berterima maksud yang

dikandungnya juga berterima dengan pembaca Bsa. Pengalihan P+S+O →

S+P+O ini merupakan suatu keharusan dalam terjemahan, apabila

terjemahan itu tidak sesuai dengan makna atau maksud yang dikandung

dalam teks Bsu. Seperti terjemahan ayat di atas: mereka menipu Allah jika

terjemahan ini dipadankan dengan teks Bsu-nya maka bunyi

terjemahannya menipu mereka Allah. Terjemahan semacam ini mungkin

berterima oleh pembaca Bsa dengan menggunakan intonasi: menipu

mereka, Allah, sehingga makna teks itu “Allah-lah yang menipu mereka”.

Dan ini berlawanan dengan makna teks Bsu, yaitu mereka menipu Allah.

b. P + S → P

ن:�7� اذآ�وا (1)O (FN) S (Fa)+ P (Fi)

// Ku-nikmat// Ingatlah

P O (FN)

(2) BK"أن5 ا

S S + P

// engkau // Tinggallah

P S

Pola kalimat Bsu (P+S) diubah fungsinya dalam Bsa menjadi (P).

Pengalihan fungsi itu dilakukan pada kalimat verbal yang menggunakan

verba imperatif (fi’l al-amr). Setiap verba imperatif Bsu mengandung S

persona kedua, baik persona tunggal, dual maupun jamak. S persona

Page 90: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xc

kedua jamak seperti pada ayat 45, yaitu contoh (1) S dieksplisitkan, dan

persona kedua tunggal seperti pada ayat 35, yaitu contoh (2) S

diimplisitkan.

Persona kedua baik tunggal, dual maupun jamak dalam kalimat

verbal imperatif harus dihilangkan dalam Bsa, karena Bsa tidak

memerlukan kehadiran S.135 Sementara contoh (2) terdapat S secara

eksplisit, yaitu engkau tetap dan harus diterjemahkan dalam Bsa, karena

apabila dalam sebuah kalimat atau klausa terdapat dua S, yang satu

eksplisit dan yang lainnya implisit maka S implisit yang harus

dihilangkan. Dan inilah yang menurut al-Dîdâwiy disebut al-hadzf.136

Karena itu, S engkau yang diterjemahkan dalam Bsa adalah S eksplisit

dari kata 5أن .

c. P + O + S → S + P + O

�� Xاخ آ � Zzا� S O P (Fi) KS

//kamu// menghukum // tidak // Allah

S KS P O

Pola Bsu ini, sebagaimana yang terdapat pada ayat 225 surah al-

Baqarah merupakan pola yang lazim dalam Bsu, dengan syarat O (maf’ûl

bih) berupa pronomina persona yang bergandengan dengan verba.137

Namun, pola tersebut sebaliknya tidak lazim dalam Bsa. Hal itu

disebabkan oleh letak O sebelum S, padahal O dalam Bsa selalu

diletakkan setelah P, jika P berupa verba transitif, yaitu verba yang

135 Anton M. Moeliono (ed.), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

1988), h. 285. 136 Muhammad al-Dîdâwiy, ‘Ilm al-Tarjamah baina al-Nazariyyah wa al-Tatbîqiyyah (Tunis:

Dâr al-Ma’ârif wa al-Nasyr, 1992), h. 106. 137 Muhammad Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy (Kairo: Dâr al-Fikr al-

‘Arabiy, 1997), h. 322.

Page 91: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xci

menuntut wajib hadirnya O.138 Sementara kata sarana negasi selalu

terletak sebelum verba baik dalam Bsu maupun Bsa. Pola demikian dan

strategi terjemahan yang sama juga ditemukan dalam ayat lain, seperti

pada ayat 204 dalam surah yang sama: 7@ Z�16 ��:� BوB ا���zس Dan di antara manusia ada yang pembicaraanya tentang // ا����ة ا���ن��

kehidupan dunia mengagumkan kepadamu. Bahkan ada pola Bsu yang

kedua objeknya didahulukan, sementara subjeknya diakhirkan, tetapi pola

terjemahannya yang digunakan adalah S+P+O+O, seperti pada ayat 137

dalam surah yang sama: Zzا� X�K�[K�-@// maka Allah mencukupkan

engkau terhadap mereka.

d. P + S + Ket + O → S + P + O + Ket

ا���� بXK @6��� وإذ O Ket P + S (Fi+Fa) KS

//untukmu// laut //membelah // Kami//ketika) Ingatlah(Dan

S P O Ket

Contoh di atas adalah ayat 50 surah al-Baqarah. Menurut pola ini,

konstruksi Ket dalam Bsu maupun Bsa tidak ada perbedaan, sebab Ket

dapat berfungsi menerangkan S, P, O dan Pel serta posisinya bersifat

manasuka, dapat di awal, di tengah atau di akhir kalimat. Namun

demikian, ketika Bsu menggunakan pola di atas dengan posisi Ket terletak

sebelum O, pola tersebut dialihkan dalam Bsa sehingga O terletak

sebelum Ket. Sebab letak O selalu di belakang P jika V di dalam kalimat

itu verba intransitif, yaitu verba yang menuntut keberadaan O seperti

contoh di atas. Demikian pula seperti contoh-contoh yang terletak di

dalam surah al-Baqarah ayat 63: ا�>�1ر XK61@ ��:@ور // Dan Kami angkat

138 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 129.

Page 92: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcii

gunung (Sinai) di atasmu; dan 59: B@�نA ���b� ا� z�B \�1ا ر bا -Maka Kami turunkan malapetaka dari langit kepada orang // ا�-z��ء

orang yang zalim itu.

e. S + (P (aktif) + O + S) → S + P (pasif)

(1) B� zإذا ا� X�&��� أص�ب�

)Fa (S +)I (O )Fi (P KS )N (S

Klausa

// musibah// ditimpa // yang apabila // orang -Orang

S (N) (KS) P (V) O (N)

B خ�� U]�ة و 16ل :�وف (2) �6��� ص:��� أذى

)Fa(S )Fi (P) + I(O S )KS( P )Pel( )R( )Pel( S

Klausa

Perkataan yang baik // dan // pemberian maaf // lebih baik // daripada

S (FN) KS Pel. P KS

//tindakan yang menyakiti// yang diiringi // sedekah

S (N) P (V) Pel. (FN)

Pola kalimat Bsu dan Bsa seperti di atas terdapat perbedaan dari segi

jumlah fungsi, yaitu Bsu terdiri dari dua fungsi sedangkan Bsa tiga fungsi.

Sebenarnya dua pola Bsu itu adalah pola inti S+P. Hanya pada P tersebut

terdiri atas klausa verbal sehingga menjadi S+(P(aktif)+O+S). Pola yang

demikian ini dalam Bsu disyaratkan antara S dan P ada relasi makna atau

) ominapron (r îamdyaitu berupa , kata yang menghubungkan keduanya

yang terdapat pada fungsi O. Pola P(aktif)+O+S) bisa berfungsi sebagai P

atau tâbi’ (Pel). Lihat contoh berikut:

آ��ب اش��اC أب7 ه ا)1 (

Page 93: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xciii

P S

أ�]Z ا��آ�1ر A�� ه ا ا���Kب (2)

P S

Dua contoh kalimat di atas jika diterjemahkan menurut struktur

Bsu, maka terjemahannya sebagai berikut:

(1) Ini kitab yang membelinya ayahku.

(2) Kitab ini mengarangnya Dr. Umar.

Demikian pula terjemahan ayat di atas, terjemahannya sebagai

berikut:

(1) orang-orang yang apabila menimpa mereka musibah

(2) ...daripada sedekah yang mengiringinya tindakan yang

menyakiti.

Terjemahan yang mengikuti pola Bsu di atas menurut Bsa termasuk

kalimat yang tidak efektif, karena kejelasan informasi yang diperoleh

tidak tepat. Padahal kalimat efektif139 harus mampu mewakili penulis atau

penutur sehingga pembaca memahami informasi atau pikiran tersebut

dengan mudah, jelas dan lengkap. Di antara kriteria kalimat efektif adalah

menggunakan bentuk variasi aktif-pasif.140

Contoh lain dalam surah al-Baqarah yang terjemahannya sama

dengan cara alih fungsi S + P (aktif) + O + S → S + P (pasif) adalah pada

ayat 265: Lواب �� �z� ب�ب1ة أص�ب L=�آ // Seperti kebun yang terletak di

139 Finoza menjelaskan bahwa kalimat efektif harus memenuhi paling tidak enam syarat, yaitu

adanya (1) kesatuan, (2) kepaduan, (3) keparalelan, (4) ketepatan, (5) kehematan dan (6) kelogisan. Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 147.

140 Kalimat efektif juga mengutamakan variasi bentuk pengungkapan atau gaya kalimatnya. Variasi itu dapat dicapai dengan menggunakan bentuk inversi, bentuk pasif persona, variasi aktif-pasif dan variasi panjang pendek. Lihat, Mustakim, Membina Kemampuan Berbahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 107.

Page 94: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xciv

dataran tinggi yang disirami oleh hujan lebat; dan ayat 266 dalam surah

yang sama: ر�&Aإ �� .Lalu kebun itu ditiup angin keras // @�ص�ب

Jadi transposisi di sini digunakan untuk menciptakan kalimat efektif,

sehingga terjemahan al-Quran berterima dengan struktur Bsa juga

berterima oleh pembacanya.

f. P + S → S + P + O

�� �LK� و (1) و

S (I) P (R+M) (R)

//kiblat // mempunyai // setiap umat // Dan

(KS) S (F) P (K) O (N)

�X و )2( � X��اب أ A S (M) P (R+I) (R)

// azab yang pedih // mendapat // mereka / /Dan

KS S (N) P (V) O (F)

Kedua contoh di atas dalam Bsu dinamakan konstruksi taqdîm dan

ta`khîr (anastrophe).141 Yang dimaksud taqdîm dan ta`khîr di sini adalah

mendahulukan khabar (P) dan mengakhirkan mubtada (S).142 Pengalihan

fungsi tersebut dikarenakan P pada Bsu mengandung frasa partikel, yakni

partikel lâm yang juga termasuk hurûf al-ma’ânî (huruf-huruf bermakna).

Dan di antara makna yang terkandung di dalam huruf lâm adalah

kepemilikan dab semi kepemilikan (syibh al-milk).143 Jika terjemahan itu

141 Taqdim dan ta`khir adalah mengubah posisi kata dalam klausa atau kalimat dengan

menyalahi aturan yang baku karena tujuan retorikal. Muhammad Ali al-Khuli, A Dictionary of Theoretical Linguistics (Beirut: Librairie du Liban, 1982), h. 16.

142 Khabar (P) wajib didahulukan daripada mubtada (S) jika memenuhi empat syarat: (1) mubtada berasal dari ism nakirah (nomina indefinitif), (2) khabar diambil dari ism istifhâm (nomina interogatif) (3) mubtada memiliki damîr yang merujuk kepada khabar dan (4) makna maupun lafal khabar terkandung di dalam mubtada . Lihat, Al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 2, h. 268.

143 Partikel lâm cenderung mengandung makna li al-milk, yaitu huruf lâm yang terletak di antara dua nomina yang konkrit. Contoh: � atau mengandung makna (rumah itu milik Khalid) ا��ار ����

Page 95: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcv

mengacu pada terjemahan harfiyah, tentunya tidak ada pengalihan fungsi.

Namun terjemahan seperti contoh ayat di atas merupakan terjemahan

semantis, sehingga pengalihan fungsi dilakukan untuk menghasilkan Bsa

yang luwes. Makna partikel lâm dapat dialihkan kepada makna kata verbal

seperti mempunyai, memperoleh, mendapat dan berhak.

Contoh lainya yang sejenis dalam surah al-Baqarah seperti pada ayat

Dan di akhirat dia tidak memperoleh // و� Z� @7 ا��خ�ة B خGق :200

bagian apapun; ayat 277: X�� رب��A X�ه �X أ� // Mereka memperoleh

pahala di sisi Tuhannya; ayat 286: 5�-آ � ��� // Dia mendapat

(pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannnya; ayat 279: رؤوس XK@ XK�1ا .Maka kamu berhak atas pokok hartamu // أ

g. KS + S + KS + P + → S + KS + P

�1���ن إ��z هX إن وP (Fi+Fa) KS S KS

//adug-menduga// hanya // mereka // Dan

KS S KS P

dalam 144 rsqadi atas merupakan bentuk 78 pada ayat sepertiPola

kajian retorika Bahasa Arab. Di antara kata sarana yang dapat membentuk

kalimat seperti di atas adalah kata sarana negasi seperti إن dan kata sarana

eksepsi Fإ. Kata hanya dalam terjemahan Bsa merupakan makna

gramatikal dari dua kata sarana yang tertulis dalam teks Bsu, yaitu إن dan

syibh al-milk (semi kepemilikan), yakni ikhtisâs, yaitu partikel lâm yang terletak sebelum atau di antara dua nomina konkrit, seperti ��b� خPا dan istihqâq, yaitu partikel lâm yang terletak di antara nomina abstrak dan konkrit, seperti � � :Lihat, Sanâ Jihâd, Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib (Beirut .ا���Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1997), h. 102.

144 Qasr adalah mengkhususkan satu hal terhadap hal lainnya dengan menggunakan cara tertentu. Ada empat cara untuk membentuk kalimat dengan makna qasr, yaitu 1) kata sarana negasi dan eksepsi, 2) kata sarana empasis ��3 , إن) kata sarana konjungtif ( F ,Lب ,BK� ) dan 4) mendahulukan lafaz yang seharusnya diakhirkan. Lihat, ‘Ali al-Jârim dan Mustafâ Amîn, al-Balâghah al-Wâdihah. Penerjemah Mujiyo Nurkholis, dkk. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), h. 307.

Page 96: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcvi

Fإ. Jadi, penggunaan kata itu merupakan gaya bahasa yang ditampilkan

Bsa sebagai padanan gramatikal Bsu. Contoh kalimat serupa yang

menggunakan cara itu juga diterjemahkan oleh terjemahan al-Quran

Depag RI dengan terjemahan yang sama pada contoh ayat 144 surah Âli

‘Imrân berikut ini:

� إ��z ر"1لz�� � و

Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul.

Kemudian strategi pengalihan atau perubahan dalam terjemahan al-

Quran Depag RI tidak hanya dilakukan pada tataran fungsi sintaksis Bsu dan

Bsa, namun kategori juga bisa dilakukan untuk mendapatkan terjemahan yang

adekuat. Pengalihan dari satu kategori ke kategori lainnya disebut dengan

tranformasi. Sebagaimana yang dikemukakan di depan bahwa kategori Bsu

dan Bsa dapat dipadankan untuk menjadi instrumen analisis kategori dalam

strategi terjemahan al-Quran.

Adapun transformasi yang berkaitan dengan kata adalah kategori.

Kategori Bsu yang dapat dipadankan dengan Bsa adalah ism (I) = nomina

(N), fi’l (Fi) = verba (V), murakkab (M) = frasa (F), jumlah (J) = klausa (K)

Untuk memudahkan ). KS( kata sarana = )R( tRâbiunsur -unsurdan

pemahaman dalam perubahan kategori nanti, penulis cenderung menggunakan

istilah kategori Bsa, yaitu N, V, F, K, KS. Dan kategori yang mungkin

berkembang adalah F menjadi FN, FV.

Di antara sekian kategori yang berubah menurut terjemahan al-Quran

Depag RI adalah sebagai berikut:

1. N → F

Nomina Bsu yang mengandung makna peran (pelaku) biasanya

ditambahkan vokal-vokal pada keseluruhan kata dasarnya, seperti ism al-

Page 97: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcvii

Fâ’il. Penambahan seperti itu dinamakan transfiks yang banyak

ditemukan dalam Bsu. Terjemahan yang paling mudah dilakukan pada

bentuk kata yang mengandung makna peran adalah menambahkan

imbuhan pe- pada awal kata dasarnya dengan cara morfologis. Contohnya

kâtib diterjemahkan penulis. Namun tidak semua kata dapat diterjemahkan

dengan cara itu. Seperti contoh berikut ini:

A �B�(z�� = kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa� ا�ح)

X��إن آ B�6ص�د = jika kamu orang-orang yang benar

Munculnya kesulitan untuk menerjemahkan kata-kata seperti yang

bergaris bawah itu dengan cara penambahan pe-, maka perlu dilakukan

dengan cara mengubah bentuk dari N ke F. Untuk menandai bentuk kata

indikatif aktif, maka Bsa menambahkannya dengan imbuhan ber- atau

imbuhan lainnya yang sama maknanya seperti me-. Sehubungan kata ini

nomina ajektival, maka Bsa menerjemahkannya dengan orang yang

dengan makna acuannya nama atau benda. Kemudian, untuk menunjukkan

bahwa N Bsu itu bentuk jamak, digunakanlah bentuk reduplikasi145 dalam

terjemahan Bsa-nya, seperti orang-orang. Frasa yang berlaku pada kedua

contoh di atas adalah frasa nominal (FN).

Atau N Bsu yang mengandung makna ajektif (sifat), maka N Bsu

bisa dialihkan kepada F juga, hanya saja bukan frasa nominal melainkan

frasa artikel (FA). Sedangkan N yang mengandung makna sifat-sifat Allah

dialihkan menjadi frasa verbal (FV). Contoh:

= yang pedihazab أAX�� اب

A X��A = azab yang berat اب

145 Reduplikasi ialah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan

(seperti meja-meja), secara parsial (seperti lelaki) maupun dengan perubahan bunyi (seperti bolak-balik). Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 182.

Page 98: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcviii

���6 = Mahakuasa

Mahamelihat = ب&��

Atau N yang mengandung makna sifat perbandingan juga dialihkan

kepada frasa ajektival (FAdj). Contoh:

�� (yang) lebih keras = أش

lebih baik (yang) = خ��

lebih besar (yang) = أآ��

2. N → V :

Nomina Bsu yang mengandung makna peran (pelaku) sementara

dalam Bsa tidak bisa diterjemahkan dengan penambahan pe-, atau dengan

FN seperti di atas, maka N dapat dialihkan kepada kategori V. Contohnya

seperti pada ayat 14 dan 30 berikut ini:

B�ن ��zئ1نإنb��- Kami hanya berolok-olok.

@7 ا��رض خ�]� �LAإن�7 Sungguh Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.

Pengubahan bentuk nomina Bsu (ism al-Fâ’il) kepada bentuk verba

Bsa (berolok-olok) merupakan upaya penurunan kelas kata. Oleh karena

itu, penurunan kelas semacam itu dinamakan denominal, karena berasal

dari kata nominal; dan verba yang dihasilkan dari penurunan itu

dinamakan verba denominal.146

3. V → F:

V Bsu yang di dalamnya mengandung S implisit maupun eksplisit

maka V dialihkan kepada F. Contoh:

146 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 182.

Page 99: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

xcix

1�اوب�3�' B� zا� = dan sampaikanlah kabar gembira kepada

orang-orang yang beriman

Pengalihan V Bsu kepada F Bsa seperti di atas disebabkan oleh

ketercakupan makna V. Oleh karena itu, frasa sampaikanlah kabar

gembira sebenarnya mengandung kata verbal inti, yakni kabarkanlah.147

Contoh-contoh pengalihan V kepada F banyak ditemukan di beberapa ayat

surah al-Baqarah, seperti pada ayat 6, kata verbal andzara (memberi

peringatan) dengan kata inti peringatan; pada ayat 57, 172 dan 254, verba

razaqa (memberi rezeki) dengan kata inti rezeki; pada ayat 54, verba tâba

(menerima taubat) dengan kata inti taubat; pada ayat 61, verba istabdala

ahistaftaverba , 89pada ayat ; idengan kata inti gant) meminta ganti(

(memohon kemenangan) dengan kata inti kemenangan; pada ayat 45,

verba ista’âna (memohon pertolongan) dengan kata inti pertolongan; pada

ayat 256, verba istamsaka (berpegang teguh) dengan kata inti berpegang;

pada ayat 131, verba aslama (berserah diri) dengan kata inti berserah.

4. V (pasif) → V (aktif)

Seluruh V Bsu memang harus sepadan untuk diterjemahkan ke

dalam V Bsa, baik V aktif maupun pasif. Namun di dalam surah al-

Baqarah terdapat kategori Bsu V (pasif) dialihkan kepada kategori Bsa V

(aktif). Contoh:

1z@1�� B� z148نوا�XK� = dan orang-orang yang mati

Z� 7[A B�@149 = tetapi barang siapa memperoleh maaf

147 Al-Jalâlain, Tafsîr al-Jalâlain (Damsyiq: Dâr al-Jail, 1995), h. 5. adalah bentuk fi’l mudâri’ (verba imperfektif) pasif dan fi’l mâdi-nya (verba ��1@1ن 148

perfektif) 7@1� yang berarti mati, meninggal. Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1572.

149 Z� 7[A berasal dari verba aktif 7[A)Zأو� Z�A( yang berarti memaafkan atau mengampuni. Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, h. 950.

Page 100: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

c

C. Strategi Semantis

Strategi semantis adalah strategi terjemahan yang dilakukan atas dasar

pertimbangan makna. Tidak semua makna Bsu dapat diterjemahkan sepenuhnya

ke dalam Bsa. Oleh karena itu, strategi ini dipergunakan pada tataran kata, frasa

maupun klausa atau kalimat.

Di antara strategi semantis yang digunakan dalam terjemah al-Quran Depag

RI meliputi beberapa strategi sebagai berikut:

1. Transliterasi

Transliterasi adalah strategi terjemahan yang mempertahankan kata-

kata BSu tersebut secara utuh, baik bunyi maupun tulisannya. Dalam karya

tulis maupun karya terjemahan dalam bidang keagamaan (Islam), transliterasi

atau alih aksara merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. 150 Tujuannya

adalah untuk menjaga konsistensi Bsu baik lafal maupun maknanya.

Terjemahan al-Quran Depag RI menggunakan transliterasi pada kata-

kata atau frasa tertentu yang memang tidak sepadan dalam konteks yang

dimaksud. Di dalam surah al-Baqarah, penulis menemukan strategi

transliterasi pada kata-kata, frasa dan kalimat sebagai berikut: alif lâm mîm

â’inâr, )65ayat (sabt , )62ayat (n î`âbis, )57ayat (â salwdanmann , )1ayat (

â ilaihi hi wa innâ lillâInn, )125ayat (m Ibrahim âmaq, )104ayat ( âurnzdan un

âtWusdan ) 228ayat ( `ûQur, )198ayat (m âarharil ’Masy, )156ayat (râji’ûna

(ayat 238).

Semua kata, frasa dan kalimat di atas yang diterjemahkan menurut

Quran itu dapat digolongkan pada nama gelar seperti -bunyi dan tulisan ayat al

150 Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara (transliterasi), antara

lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementerian Agama dan Diknas RI serta versi Paramadina. Umumnya pedoman alih aksara tesebut meniscayakan digunakannya jenis huruf (font) tertentu. Lihat, Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: CeQDA, 2007), h. 46.

Page 101: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

ci

nama makanan dan 152,m Ibrahimâmaq nama tempat seperti 151,nî`âbis

minuman seperti mann dan salwâ,153 nama hari seperti sabt,154 dan istilah-

ungkapan - serta ungkapan157,ibghat AllahS 156,âtWus 155,`ûQuristilah seperti 159.râji’ûnaâ ilaihi hi wa innâ lillâInn 158,âurnz un danâ’inârseperti

Adapun huruf-huruf Hijaiyyah yang lazim terletak di permulaan surah

Baqarah atau pada - pada surah alalif lâm mîmseperti , )suwar- alhfawâti(

surah-surah lainnya, seluruh terjemahan al-Quran menerjemahkannya menurut

bunyi dan tulisannya. Huruf-huruf yang terletak di permulaan beberapa surah

ini digolongkan pada ayat-ayat mutasyâbihât,160 sehingga para mufassir dalam

beberapa kitab tafsirnya menafsirkannya dengan Allâhu a’lam bimurâdihi.

suwar- alhfawâtilain penggunaan transliterasi dilakukan pada lasan A

(pembukaan surat-surat) karena dinilai oleh Ibn Katsir sebagai bukti adanya

151 Sâbi în ialah umat sebelum Nabi Muhammad SAW., yang mengetahui adanya Tuhan

Yang Maha Esa dan mempercayai adanya pengaruh bintang-bintang. 152 Tempat Nabi Ibrahim, A.S., berdiri ketika membanguna Ka’bah. 153 Mann ialah sejenis madu dan salwâ ialah sejenis burung puyuh. 154 Sabt ialah hari Sabtu, hari khusus bagi orang Yahudi untuk beribadah. 155 Qurû bentuk jamak dari qar`u yang berarti suci, atau haid. 156 Shalat Wustâ yaitu shalat Ashar menurut hadits shahih. 157 Sibghat Allah artinya celupan Allah, maksudnya agama Allah. 158 Râ’inâ artinya perhatikanlah kami, kemudian klausa tersebut diplesetkan oleh orang

Yahudi dengan dengan ru’ûnah yang artinya bodoh sekali yang ditujukan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Allah memerintahkan sahabat Rasulullah untuk menukar râ’inâ dengan unzurnâ yang artinya sama.

159 Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûna adalah kalimat Istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah). Ungkapan ini sunnah diucapkan tatkala ditimpa musibah, baik besar maupun kecil.

160 Ayat-ayat mutasyâbihât merupakan lawan kata ayat-ayat muhkamât. Lihat, Q.S. Ali ‘Imran: 7. Pengertian tentang ayat-ayat mutasyâbihât maupun muhkamât masih diperdebatkan di kalangan ulama. Namun satu definisi yang dapat diambil antara lain, ayat muhkamât yaitu ayat-ayat yang dapat diketahui maksudnya. Dengan demikian ayat mutasyâbihât yaitu ayat yang tidak dapat diketahui maksudnya, kecuali Allah. Di antara ayat-ayat yang termasuk ayat mutasyâbihât ialah ayat-ayat tentang keberadaan Allah dan sifat-sifat-Nya, hakikat hari akhir, tanda-tanda kiamat dan huruf-huruf di permulaan surat. Lihat, Mannâ’ al-Qattân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qurân (Kairo: Maktabah Wahbah, 2007), h. 207.

Page 102: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cii

I’jâz al-Qurân,161 karena manusia tidak mampu untuk membuat karya yang

sejenis huruf-huruf tersebut, apalagi seluruh al-Quran.162

2. Naturalisasi

Naturalisasi adalah ucapan atau tulisan Bsu tersebut disesuaikan dengan

aturan BSa. Naturalisasi merupakan lanjutan dari transliterasi atau sering

disebut adaptasi.163 Misalnya: Islâm menjadi Islam.

Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang kaya dengan kata serapan dari

bahasa Arab, diperkirakan sekitar 2.000-3.000 kosakata. Namun frekuensinya

tidak terlalu besar dan secara relatif diperikirakan jumlah ini antara 10%-

15%.164 Sebagian kata-kata Arab ini masih utuh dalam arti yang sesuai antara

lafal dan maknanya seperti awal, akhir, halal, haram, kiamat, kitab dan

syari’at. Kemudian lafal dan arti berubah dari lafal semula seperti kabar, lafal,

mungkin, rezeki dan masalah. Bagian lainnya, lafalnya benar, artinya berubah

seperti ahli, kalimat dan siasat.

Kata-kata serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab

sangat dipengaruhi oleh teks-teks keagamaan seperti al-Quran. Karena itu,

dalam terjemahan al-Quran juga terdapat kata-kata yang dipungut langsung

dari bahasa al-Quran itu sendiri.

161 I’jâz berarti melemahkan. Dan I’jâz al-Qurân bermakna pengokohan al-Quran sebagai

sesuatu yang mampu melemahkan berbagai tantangan untuk penciptaan karya sejenis. Lihat, al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qurân ,jilid 2, h. 331. I’jâz al-Qurân dalam kaitannya dengan fungsi kerasulan Nabi Muhammad SAW., berarti memperlihatkan kebenaran kerasulan dan fungsi kenabiannya serta kitab suci yang dibawanya. Selain itu, untuk memperlihatkan kekeliruan bangsa Arab yang menentangnya, karena tantangan-tantangan yang dilontarkan Allah dalam al-Quran tidak dapat mereka layani. Lihat, Sya’bân Muhammad Ismâil, al-Madkhal li Dirâsah al-Qurân wa al-Sunnah wa al-‘Ulûm al-Islâmiyyah (Kairo: Dâr al-Ansâr, t.th), h. 323.

162 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsîr (Beirut: Dâr al-Fikr, 2001), jilid 1, h. 25. 163 Naturalisasi disebut juga teknik penerjemahan fonologis, yaitu terjemahan yang dilakukan

dengan cara membuat kata baru yang diambil dari bunyi kata Bsu untuk disesuaikan dengan sistem bunyi (fonologi) dan ejaan (grafologi) Bsa, seperti kata demokratie (Belanda) → demokrasi. Lihat, Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 76.

164 Wikipedia Indonesia, Kata Serapan Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia. Sunting diakses pada tanggal 21 April 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki.

Page 103: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

ciii

Kata-kata al-Quran yang kemudian menjadi kata serapan dalam bahasa

Indonesia melalui naturalisasi juga banyak ditemukan di dalam surah al-

Baqarah terjemahan Depag RI. Di antara kata-kata itu adalah Allah, Kitab,

nama-nama malaikat seperti Jibril, Roh Kudus, Mikail, nama-nama nabi,

seperti Adam, Musa, Isa, Sulaiman, Ibrahim, Ya’kub, Dawud, nama-nama raja

seperti Fir’aun, Talut dan Jalut, nama kaum (umat) seperti Yahudi, Bani

Israil, nama-nama tempat seperti Masjidil haram, Safa dan Marwah, nama

bulan seperti Ramadan, serta istilah-istilah dalam Fiqh Islam seperti shalat,

zakat, haji, umrah, qisas, riba, sedekah, dan fidyah. Semua kata-kata itu ditulis

menurut bunyi dan tulisan Indonesia, meskipun semuanya berasal dari bahasa

al-Quran atau Arab.

Melalui strategi naturalisasi ini, satu kata bisa juga menghasilkan kata

Bsa dengan makna yang berbeda dari makna kata Bsu (al-Quran), seperti

”kitab” diartikan buku dalam kalimat: Mahasiswa itu suka membaca kitab-

kitab klasik.

Jadi, pungutan (borrowing) dapat dianggap sebagai strategi semantis

dalam terjemahan al-Quran yang berkaitan dengan kata-kata, frasa atau

kalimat untuk menerjemahkan nama orang, nama tempat, nama kitab, nama

gelar, nama lembaga (institusi) dan istilah-istilah pengetahuan yang belum

didapatkan di Bsa. Hanya kemudian, jika kata, frasa atau kalimat itu sudah

menjadi kata serapan dalam Bsa tidak perlu menggunakan transliterasi

melainkan naturalisasi.

Mengenai naturalisasi dalam terjemahan al-Quran harus mengacu

kepada terjemahan resmi yang telah dibakukan. Untuk itu, penerjemah perlu

memiliki wawasan dan pedoman tentang pengindonesiaan nama atau kata-kata

Bsu yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Page 104: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

civ

Depdikbud R.I. Di antara kata-kata Arab terdapat kata yang salah satu

hurufnya dilambangkan dengan dua huruf latin, seperti huruf خ (kh)ص , (ş),

Sehingga terjemahan kata khalifah, shalat dan ghaib tidak menyalahi .(g)غ

aturan Bahasa Indonesia. Ketiga contoh kata khalifah, shalat dan ghaib yang

benar naturalisasinya adalah khalifah, sedangkan shalat dan ghaib

naturalisasinya menjadi salat dan gaib.165

Kedua strategi semantis di atas, menurut Suryawinata dinamakan

strategi pungutan (borrowing), yaitu strategi terjemahan yang mengambil kata

Bsu ke dalam teks Bsa. Penerjemah sekedar memungut kata Bsu yang ada.

Alasan strategi ini digunakan untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-

kata tersebut, atau belum ditemuinya padanan di dalam Bsa.166

3. Penjelasan Tambahan (Contextual Conditioning)

Penjelasan tambahan dalam strategi semantis ini dilakukan karena untuk

memperjelas makna kata-kata. Di sini penerjemah memasukkan informasi

tambahan di dalam teks terjemahan, karena ia berpendapat bahwa pembaca

memang memerlukannya. Newmark menjelaskan bahwa informasi tambahan

itu bisa dimasukkan dalam teks terjemahan atau diletakkan di bawah halaman

(berupa catatan kaki) atau di bagian akhir dari teks terjemahan.167

Strategi ini digunakan oleh Terjemahan al-Quran Depag RI untuk

menjelaskan beberapa aspek, antara lain:

a. Aspek keimanan, seperti pada terjemahan ayat 154:

Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di

jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup,....

165 Lihat W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

1976), h. 288, 503, 856. 166 Suryawinata, Translation, h. 70. 167 Newmark, Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988)h. 91-92

Page 105: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cv

Dalam kata hidup, penerjemah menambahkan informasi dalam

bentuk catatan kaki, maksudnya hidup di alam lain yang bukan alam kita

ini. Mereka mendapatkan kenikmatan di sisi Allah dan hanya Allah yang

mengetahui bagaimana kehidupan di alam itu.

b. Aspek hukum syariat, seperti pada terjemahan ayat 158:

Maka barang siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah,

tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.

Dalam terjemahan ayat ini, penerjemah menjelaskan dua hal, yaitu

tidak ada dosa dan sa’i. Frasa tidak ada dosa diperjelas dengan catatan

kaki sebagai berikut:

“sebagian sahabat merasa keberatan mengerjakan sa’i di situ,

karena pada masa jahiliyyah tempat itu adalah tempat berhala sekaligus

juga sebagai tempat sa’i mereka. Untuk menghilangkan rasa keberatan

para sahabat itu, Allah menurunkan ayat ini.”

Sedangkan kata sa’i diperjelas oleh penerjemah dengan memberikan

definisi pada catatan kaki, berjalan dan berlari-lari kecil sebanyak tujuh

kali antara Safa dan Marwah ketika melakukan ibadah haji atau umrah.

c. Aspek sejarah, seperti terjemahan ayat 49:

“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari Fir’aun

dan pengikut-pengikut (Fir’aun).”

Dalam catatan kaki, penerjemah menjelaskan Fir’aun menurut

catatan sejarah, yaitu Fir’aun yang hidup pada masa Nabi Musa AS.,

ialah Menephthan (1232-1224 SM) anak Ramses.

d. Aspek kemasyarakatan, seperti pada terjemahan ayat 143:

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)

manusia.”

Page 106: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cvi

Dalam terjemahan “umat pertengahan”, penerjemah

menambahkannya dalam bentuk catatan kaki, umat yang adil, yang tidak

berat sebelah baik ke dunia maupun ke akhirat, tetapi seimbang antara

keduanya.

Strategi di atas oleh Depag dimaksudkan untuk memperjelas makna

kata-kata yang dianggap belum dipahami oleh pembaca. Pada umumnya

strategi penambahan yang berupa catatan kaki pada terjemahan al-Quran

Depag RI berupa uraian panjang dalam bentuk kalimat. Dan strategi itu tidak

jauh berbeda dengan terjemahan al-Quran yang disusun oleh Abdullah Yusuf

Ali dengan dalam bentuk komentar yang berdasarkan nomor catatan kaki.

Berbeda dengan penambahan informasi lainnya yang terdapat dalam

teks terjemahan al-Quran Depag RI, yakni penjelasan itu cukup singkat dalam

bentuk kata, frasa dan klausa.

a. Penambahan kata nominal banyak dilakukan dalam teks terjemahan untuk

memperjelas kata. Selain itu, penambahan nominal banyak dilakukan pada

pronomina (kata ganti) yang mengacu pada personifikasi tokoh-tokoh yang

muncul dalam cerita, seperti pada ayat 71: Dia (Musa) menjawab,

“Sungguh Dia (Allah) berfirman, sesungguhnya dia (sapi) itu adalah sapi

betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah... Pada ayat

tersebut, terdapat kata dia yang terulang sebanyak tiga kali, yakni dia yang

mengacu kepada Musa, kepada Allah dan sapi. Kemudian, penambahan

kata Musa, Allah dan sapi tersebut dilakukan untuk memperjelas

pronomina yang dimaksudkan serta untuk menghindari kekeliruan dalam

penetapan acuan persona yang ada dalam ayat tersebut. Selain itu,

ketiaadaan penambahan kata nominal seringkali terjemahan menjadi kabur,

apalagi penetapan persona yang salah. Hal ini terjadi pada terjemahan al-

Page 107: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cvii

Quran Depag RI, seperti pada ayat 144: ...maka hadapkanlah wajahmu ke

arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada maka hadapkanlah

wajahmu ke arah itu; pada ayat 149: ...hadapkanlah wajahmu ke arah

Masjidilharam; dan pada ayat 150: ...maka hadapkanlah wajahmu ke arah

Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah

wajahmu ke arah itu... Ketiga ayat tersebut mengandung perintah untuk

menghadap kiblat dengan dua persona kedua (mukhâtab) yang dituju,

yakni anta (engkau) yang mengacu kepada Nabi Muhammad SAW., dan

antum (kamu) yang mengacu kepada umat Islam. Akan tetapi, terjemahan

ayat 144 dan 150 terdapat perbedaan dalam penetapan acuan pronomina,

yakni kalimat kedua pada ayat 144 menggunakan pronomina engkau,

kemudian pada ayat 150 menggunakan pronomina kamu. Padahal

keduanya sama-sama mengacu pada persona kedua jamak, yakni antum.

Menurut bahasa standar Bsa, penggunaan engkau ditujukan bagi persona

kedua tunggal, sedangkan kamu ditujukan bagi persona kedua jamak.168 Di

sinilah, ketidaktepatan dalam pemilihan kata untuk terjemahan kedua ayat

tersebut.

b. Penambahan kata verbal, seperti pada ayat 44: Mengapa kamu menyuruh

orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu

sendiri. Kata verbal yang menunjukkan arti mengerjakan tidak ditemukan

pada ayat tersebut. Namun, beberapa terjemahan al-Quran Indonesia

menambahkan kata verbal seperti pada contoh ayat di atas. Mahmud

Yunus dan HB. Jassin juga menambahkannya dengan verba berbuat.

168 Pronomina yang mengandung makna persona kedua tunggal menurut bahasa standar dapat

berbentuk engkau, saudara, bung, anda, tuan, nyonya, nona. Sedangkan yang mengandung makna persona kedua jamak dapat berbentuk kamu, kalian, saudara-saudara, tuan-tuan. Di samping itu, pronomina yang dianggap sub-standar seperti lu, jang, neng. Lihat, Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 283.

Page 108: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cviii

c. Penambahan frasa dalam teks terjemahan seperti pada ayat 14: Dan

apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata,

“Kami telah beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan

(para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama

kamu, kami hanya berolok-olok”. Pada ayat ini penambahannya dalam

bentuk frasa partikel, yakni para pemimpin.

d. Penambahan klausa dalam teks terjemahan seperti pada ayat 30: Dan

(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak

menjadikan khalifah di bumi.” Klausa ingatlah merupakan verba imperatif

yang dilesapkan dengan memperkirakan klausa Bsu-nya “udzkur idz” atau

“udzkur waqta (hîna)” // ingatlah ketika.169 Berkaitan dengan partikel idz,

al-Mubarrid membedakan antara partikel idz dan idzâ. Menurutnya,

apabila partikel idz berbarengan dengan verba imperfektif, maka makna

aspek yang dikandungnya adalah aspek perfektif, seperti pada ayat 30

surah al-Anfal: kemudian apabila partikel idzâ ; وإذ ��K� ب

berdampingan dengan verba perfektif, maka aspeknya bermakna

prospektif, seperti pada ayat 1 surah al-Nasr: ��[�وا Zzء ن&� ا�� 170 .إذا

Beberapa contoh penambahan dalam teks terjemahan al-Quran itu pada

umumnya diselipkan di antara dua kurung (...) untuk membedakan bahwa

kata, frasa atau klausa dalam kurung tersebut bukan teks Bsu yang orsinil

melainkan teks tambahan yang dipahami penerjemah.

Selain itu, penambahan juga dilakukan ketika bagian teks Bsu

dianggapnya elipsis (al-hadzf) dari komponen kalimat, seperti pada ayat 196

dan 127 surah al-Baqarah berikut ini: (1) ����م @7 ا�z�أ ��G� ��م&@ ... //

169 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsîr, jilid 1, h. 40. 170 Muhammad Ibn Ahmad al-Ansâriy al-Qurtubiy, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân (Beirut: Dâr

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), jilid 1, h. 181.

Page 109: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cix

Maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam musim haji; (2) �z� Lz�(� ��zرب ... // (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami.”

Bagian teks pada contoh (1) yang dianggap hilang adalah khabar yang

terletak setelah kata sarana konjungtif fâ` al-jawâb. Dan bagian teks yang

diperkirakannya adalah Z�:@171. ص��م

Bagian teks pada contoh (2) yang dianggap hilang adalah fi’l al-qaul

(verba ucapan) yang terdiri dari kata qâla, yaqûlu, yuqâlu. Penghilangan kata-

kata tersebut di dalam al-Quran banyak dijumpai dalam beberapa surah. Di

antaranya contoh (2), menurut al-Zajjâj bahwa makna kata yang terkandung

dalam teks tersebut adalah yaqûlâni, yang mengandung subjek persona ketiga

dual yang mengacu kepada dua orang, yakni Ibrahim dan Isma’il.172

4. Penghapusan (omission atau deletion)

Penghapusan berarti penghilangan kata atau bagian teks Bsu di dalam

teks Bsa. Atau dengan kata lain, penghapusan berarti kata atau bagian teks Bsu

itu tidak diterjemahkan dalam Bsa. Pertimbangannya adalah kata itu tidak

penting bagi keseluruhan teks, atau kalaupun penting tetap sulit untuk

diterjemahkan. Meskipun penerjemah memaksakan kata atau bagian teks itu

diterjemahkan perbedaan maknanya tidak signifikan, karena Bsu menghendaki

adanya penghapusan.

Dalam terjemahan al-Quran Depag RI penghapusan itu dilakukan pada

salah satu tataran sintaksis, yaitu kata. Di antara kata yang dihilangkan dalam

Dan di antara KS yang ). KS( atau kata sarana trâbiterjemahan Bsa adalah

dihapus dalam terjemahan Bsa adalah preposisi dan konjungtif.

171 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh (Beirut: ‘Âlam al-Kutub, 1998), jilid 1, h. 257. 172 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh, jilid 1, h.188.

Page 110: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cx

Preposisi atau hurûf al-Jarr termasuk kata yang tidak berdiri sendiri,

maka dia mempunyai relasi dengan kata lainnya yaitu ism (nomina) dan fi’l

(verba). Fungsi preposisi dalam kalimat Bsu bisa dinilai sebagai hurûf al-

Ma’ânî, huruf tambahan gramatikal atau bisa sebagai penjelas dari unsur kata

sebelumnya.

Adapun contoh preposisi yang berfungsi sebagai hurûf al-Ma’ânî

seperti pada ayat 130 dan 238 surah al-Baqarah berikut ini:

(1) D��� BZ[" B ن]-BAZو �zإ� Xإب�اه� �z

Dan orang yang membenci agama Ibrahim hanyalah orang

yang memperbodoh dirinya sendiri.

ا�&z1ات وا�&Gzة اA�<"1��ح�@1�ا (2)

Peliharalah semua salat dan salat wusta.

Kata yang bergaris bawah pada contoh (1) dan (2) adalah preposisi yang

dikategorikan sebagai huruf ma’ânî, dan salah satu makna yang dikandungnya

adalah untuk menghubungkan verba transitif terhadap objeknya (al-

Ta’diyyah). Kedua verba yang terletak sebelum preposisi, maknanya

tergantung pada preposisi yang mengikutinya. Dan kedua preposisi yang

bergaris bawah itu tidak diterjemahkan di dalam Bsa, karena verba yang

terletak sebelumnya merupakan relasi kata dan makna yang tidak bisa

dipisahkan.173

Preposisi yang berfungsi sebagai huruf tambahan gramatikal dan

maknanya dilesapkan dalam terjemahan, seperti pada ayat 105 surah al-

Baqarah: XK�A لzb�� أنBXKرب� B suatu kebaikan apapun dari // خ��

173 Rofi’i, Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia (Jakarta: Persada Kemala, 2002), jilid 1, h.

29.

Page 111: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxi

Tuhanmu diturunkan kepadamu. Demikian pula pada ayat 120 dalam surah

yang sama: Zzا� B � �B Tidak ada bagimu pelindung // و�7� وF ن&��

dan penolong dari Allah. Preposisi yang bergaris bawah tersebut dinilai oleh

al-Zajjâj sebagai huruf tambahan gramatikal, karena itu makna ayat tersebut

Tujuan adanya penambahan .îrsmâ laka min Allâhi waliyyun wa lâ namenjadi

huruf tersebut untuk penegasan makna (al-taukîd).174

Kemudian, preposisi yang berfungsi sebagai penjelas kata yang terletak

sebelumnya, seperti pada ayat 272: [�� �B )1ا وXK-[�نخ�� @ // Harta

apapun yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri.

Preposisi yang bergaris bawah itu sebagai penjelas dari kata yang terletak

sebelumnya, yakni �. Oleh karena itu preposisi tersebut dinamakan min

bayâniyyah dengan pola ���11ص�B ب��ن��+ . Pola seperti ini dan pola-

pola lainnya yang hampir serupa, seperti B+� , B+B , dan B+B seringkali menyulitkan penerjemah untuk merekonstruksi terjemahannya ke

dalam Bsa, dan tidak sedikit penerjemah terjebak pada terjemahan harfiah,

karena pola seperti ini tidak ditemukan dalam Bsa.175 Mengenai strategi untuk

menerjemahkan kalimat yang mengandung �ب��ن� B dengan pola � +B ,

atau B + B adalah seperti contoh berikut:

اPش��ء B 1نا��-��K إ��Z ����ج � @7 ا�-1ق

7 6 5 4 3 2 1

. para konsumen dibutuhkan yang barang-ada barang Di pasar

174 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh, jilid 1, h. 166 dan 181. Preposisi min yang dinilai

sebagai huruf tambahan gramatikal harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: 1) sebelumnya didahului oleh kata sarana negasi, larangan, atau tanya; 2) nomina yang di-jar-kannya dalam bentuk nomina non definitif (nakirah) serta menempati sebagai subjek atau musnad ilaih. Lihat, Sanâ Jihâd, Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib, h. 148.

175 Moh. Mansyur dan Kustiwan, Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 96.

Page 112: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxii

1 7 2 3+4 5

B ��ش�ن� و �:��� B ن���م B�"ر� ا��

7 6 5 4 3 2 1

.membimbing kami dan mengajar yang guru-guru Kami menghormati

1 7 2 3 4 5

Kemudian di antara preposisi lainnya yang dinilai sebagai huruf

tambahan gramatikal adalah partikel bâ` (ا���ء) , seperti pada ayat 8 surah al-

Baqarah: Xه �B��بو � // Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.

Partikel yang bergaris bawah itu merupakan huruf tambahan yang mempunyai

fungsi untuk menegaskan makna negatif.176 Dengan demikian, setiap preposisi

yang dianggap sebagai huruf tambahan gramatikal dilesapkan dalam

terjemahannya.

Kemudian, di antara kata sarana konjungtif yang dilesapkan dalam

terjemahannya adalah partikel � . Partikel � memiliki banyak fungsi yang

dapat merubah kalimat deklaratif menjadi non deklaratif, seperti kalimat

tanya, kalimat negatif, kalimat syarat. Karena itu, partikel � menyandang

banyak nama tergantung letaknya di dalam kalimat.

Sementara partikel � yang biasa dilesapkan dalam terjemahan Bsa

adalah � huruf tambahan, seperti pada ayat 26 surah al-Baqarah: G=� 13� // nyamukperumpamaan seekor;ب:1ض� seperti pada ayat , dariyyahsma

surah al-Baqarah: 1�ا آB ا���zس��'' // berimanlah sebagaimana orang lain

; telah beriman� :106 seperti pada ayat ,iyyahtsyar ��' B� ن�-� Ayat //

yang Kami batalkan. Partikel � pertama, seperti pada ayat 26 terletak di

176 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh, jilid 1, h. 50. Lihat juga Bahjat ‘Abd al-Wâhid

Sâlih, al-I’râb al-Mufassal li Kitâb Allâh al-Murattal (Amman: Dâr al-Fikr, 1998), jilid 1, h. 17.

Page 113: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxiii

kata yang ( mubdal minhdan ahdûba’yakni , )kata pengganti (badalantara

digantikan), yakni matsalan. Sehubungan partikel tersebut dinilai sebagai

huruf tambahan, maka partikel tersebut dilesapkan dan makna terjemahannya

Sedangkan partikel 177.ahdûmatsalan ba’menjadi �seperti pada ayat , kedua

13 terletak sebelum klausa verbal tanpa relasi kata atau makna yang kembali

dan partikel ini disebut , kepada partikel tersebut�Partikel . dariyyahsma tersebut dilesapkan dan makna terjemahannya menjadi ن ا���س���c178.آ

Kemudian partikel � ketiga, seperti pada ayat 106 terletak sebelum klausa

verbal dan antara keduanya tidak terdapat relasi kecuali relasi makna, yakni

frasa preposisional sebagai penjelas partikel �. Kebanyakan preposisi B yang terletak setelah partikel � berfungsi sebagai penjelas, karena maknanya

yang terlalu samar.179 Dengan demikian, semua partikel tersebut di atas

mengalami penghapusan atau pelesapan dalam terjemahan.

5. Penggantian (Replacement)

Penggantian yang dimaksud dalam terjemahan adalah menggantikan

satuan gramatikal Bsu dengan satuan gramatikal yang lain dalam Bsa.

Penggantian tersebut dimaksudkan untuk menjadikan teks terjemahan lebih

efektif. Di antara satuan gramatikal Bsu yang dapat digantikan adalah kata

sarana atau partikel. Kata sarana konjungtif, yakni partikel و biasanya diganti

dengan tanda baca koma dalam Bsa, seperti pada ayat 83 surah al-Baqarah:

Pada ayat ini terdapat . ا��-�آ�B وا����� وذي ا�)�ب� ووب�1�ا���B إح-�ن�

177 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh, jilid 1, h. 70. Ada beberapa partikel � yang

dianggap sebagai huruf tambahan selain yang terletak seperti di atas, misalnya partikel � yang terletak setelah kata qalîlan, seperti pada ayat 88 surah al-Baqarah: 1�ن � � G�(@ // tetapi sedikit sekali mereka yang beriman. Lihat, Muhammad Ahmad Khidîr, ‘Alâqah al-Zawâhir al-Nahwiyyah bi al-Ma’nâ fi al-Qurân al-Karîm (Kairo: Maktabah Anglo al-Misriyyah, t.t.) h, 83.

178 Bahjat ‘Abd al-Wâhid Sâlih, al-I’râb al-Mufassal li Kitâb Allâh al-Murattal, jilid 1, h. 20. 179 Jamâl al-Dîn Ibn Hisyâm al-Ansâriy, Awdah al-Masâlik ilâ Alfiyyah Ibn Mâlik (Beirut: al-

Maktabah al-‘Asriyyah, 1994), jilid 3, h. 21.

Page 114: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxiv

empat partikel و yang fungsinya menghubungkan makna kata atau klausa

yang terletak sesudahnya dengan kata atau klausa sebelumnya. Kata sarana

konjungtif Bsu yang sering digunakan untuk itu adalah partikel و . Kalimat

yang di dalamnya terdapat satuan kata sarana konjungtif biasanya

diterjemahkan apa adanya, kecuali terdiri dari beberapa kata sarana konjungtif

yang sama seperti pada ayat di atas. Dengan demikian, penggantian partikel و dengan tanda koma perlu dilakukan agar kalimat itu menjadi efektif, karena

tidak melakukan pengulangan kata yang sama. Penggantian tersebut

menunjukkan bahwa kalimat itu paralel dan hemat, padahal keparalelan dan

kehematan merupakan di antara syarat yang harus dipenuhi dalam kalimat

efektif.180 Sehingga melalui penggantian, terjemahan ayat itu menjadi “Dan

berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim dan

orang-orang miskin.”

Penggantian juga terjadi pada beberapa kelas kata yang dilesapkan

maknanya namun kemudian diganti dengan kelas kata lainnya. Kelas kata itu

antara lain nomina dalam bentuk pronomina (kata ganti) yang menempati

posisi sebagai pronomina pemisah antara S (musnad ilaih) dan P (musnad).

Contohnya dapat ditemukan dalam beberapa ayat surah al-Baqarah, misalnya

pada ayat 5: Kata . ا��z1zاب ا��zح�Xه1إنdan ayat 37: Zz ; ا��]1�نهXوأو2�

yang bergaris bawah pada dua contoh tersebut adalah pronomina pemisah

yang dilesapkan maknanya, kemudian untuk menunjukkan ketegasan

maknanya kelas kata itu diganti dengan partikel –lah. Sehingga terjemahan

kedua ayat tersebut menjadi “Sungguh Dialah Penerima taubat, Maha

Penyayang” dan “Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

180 Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 148.

Page 115: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxv

Penggantian dengan partikel –lah pada dua contoh tersebut dimaksudkan

untuk menegaskan makna.181

Berdasarkan analisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Terjemahan al-

Quran Depag RI ternyata juga memiliki strategi terjemahan baik strategi struktural

maupun semantis. Kedua strategi tersebut dimaksudkan untuk menerjemahkan kata-

kata atau kelompok kata, atau kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa dipecah

lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan.

Strategi struktural dan strategi semantis merupakan jenis strategi utama dalam

terjemahan. Pertama adalah strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi

ini bersifat wajib diupayakan, sebab jika tidak maka hasil terjemahannya akan tidak

berterima secara struktural di dalam Bsa. Jenis kedua adalah strategi yang langsung

terkait dengan makna kata atau kalimat yang diterjemahkan.

181 -lah merupakan partikel yang gunanya untuk menekankan kata yang di depannya baik

yang mengandung arti suruhan, penguatan maksud, penunjuk aspek dsb. Lihat, W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h. 550.

Page 116: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxvi

BAB IV

PADANAN GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL SERTA MAKNANYA

DALAM TERJEMAHAN AL-QURAN DEPAG RI

Terjemahan merupakan proses penggantian teks dalam satu bahasa dengan teks

dalam bahasa lain berlangsung tanpa mengubah tingkat isi teks asli. Hal ini berarti

bahwa dalam terjemahan telah terjadi penggantian satuan-satuan bahasa di tingkat

pengungkapan dengan tingkat isi yang dipertahankan tanpa perubahan. Dari sini

dapat dipahami, bahwa tugas penting penerjemah dalam pengalihbahasan adalah

mencari dalam teks Bsu satuan-satuan minimal yang layak diterjemahkan, yakni

satuan-satuan bahasa yang harus dicari padanannya dalam teks Bsa. Satuan-satuan

seperti itu disebut satuan terjemahan (unit of translation). Jadi, satuan terjemahan

ialah satuan Bsu yang mempunyai padanan dalam Bsa.

Mencari padanan merupakan salah satu problematika dalam terjemahan, karena

antara Bsu dan Bsa tidak persis sama. Menurut Barclay M. Newman, bahwa di antara

kesulitan bahasa dalam terjemahan antara lain: kata, struktur kalimat, istilah,

tatabahasa dan kiasan.182 Kata, struktur kalimat, tatabahasa dan kiasan merupakan

unsur-unsur mikroteks sebagaimana yang telah dijadikan objek dalam analisis

struktural.183 Kata itu bermacam-macam menurut jenisnya (parts of speech), seperti

kata benda, kata kerja, kata keterangan, kata depan dan sebagainya. Struktur kalimat

juga berbeda-beda menurut jenisnya, seperti kalimat menurut struktur gramatikalnya,

kalimat menurut fungsinya dan kalimat menurut bentuk gayanya. Sedangkan istilah

Bsu seringkali sulit dicarikan padanannya dalam Bsa, karena keterbatasan istilah-

istilah Bsa yang sepadan dengan Bsu dan istilah yang dimaksud dalam terjemahan

182 Barclay M. Newman, Rambut Sama Hitam, dalam Nurachman Hanafi, Teori dan seni

Menerjemahkan (Ende Flores: Nusa Indah, 1986), h. 35. 183 Dick Hartoko dan B. Rahmanto, Pemandu di Dunia Sastra (Yogyakarta: Kanisius, 1986),

h. 136.

Page 117: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxvii

adalah istilah yang terdiri dari satu suku kata, dan istilah ini bisa berupa idiom atau

frasa (gatra). Kemudian tatabahasa dalam terjemahan sangat terikat dengan

penggolongan tatabahasa (grammatical categories) yaitu apabila kata benda

diterjemahkan dengan kata benda, kata benda dengan kata kerja, kata kerja dengan

kata kerja dan seterusnya. Dan kiasan dimiliki oleh setiap bahasa, namun untuk

menemukan padanannya dari Bsu ke dalam Bsa sangat sulit.

Demikian pula, menurut Ahsin Sakho Muhammad, salah seorang anggota tim

penerjemah al-Quran itu menyatakan bahwa kesulitan itu dapat dirasakan langsung

oleh para anggota tim penerjemah al-Quran Depag, ketika menerjemahkan unit-unit

bahasa al-Quran yang sulit ditemukan padanannya secara tepat dalam bahasa

Indonesia, sehingga harus menerjemahkannya dengan padanannya yang kurang tepat

menurut tingkat bahasanya serta harus menjelaskannya secara panjang lebar. Hal itu

disebabkan oleh bahasa al-Quran yang sangat sastrawi dan hanya bisa dipahami oleh

mereka yang mempunyai rasa bahasa yang sudah tinggi pula serta faktor bahasa

Indonesia yang memang terasa ‘kerdil’ menghadapi bahasa al-Quran yang demikian

indah, kukuh dan mantap.184

Sehubungan hal itu, bab ini penulis bagi ke dalam tiga pembahasan, yaitu

padanan gramatikal, padanan leksikal dan makna dalam terjemahan. Padanan

gramatikal akan dibahas menurut unit-unit terjemahan. Sedangkan padanan leksikal

akan dibahas berdasarkan penggantian kata-kata Bsu dengan kata-kata Bsa, karena

sebuah kata Bsu mungkin mempunyai banyak padanan di dalam Bsu atau juga

sebaliknya.

Pembahasan ketiga adalah makna dalam terjemahan, karena makna dan

terjemahan mempunyai hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang dinyatakan

184 Ahsin Sakho Muhammad, “Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan Tafsir

Departemen Agama ”, Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 3, No. 1 (Januari 2005), h. 156.

Page 118: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxviii

oleh Newmark bahwa menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian

atau satu unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain.185

A. PADANAN GRAMATIKAL

Untuk memudahkan mencari padanan Bsu dan Bsa secara keseluruhan

menurut tingkat satuan bahasa, maka dalam Bab ini padanan gramatikal antara

kedua bahasa akan disajikan berdasarkan ilmu linguistik kontemporer yang

mencatat hierarki (tingkat) bahasa sebagai berikut: tingkat fonem, tingkat morfem,

tingkat kata, tingkat rangkaian kata (frasa), tingkat kalimat dan teks.186

1. Terjemahan pada tingkat fonem

Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan makna.187 Untuk

mengidentifikasi sebuah bunyi fonem atau bukan, harus dicari sebuah satuan

bahasa, biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu

dibandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa

yang pertama. Jika ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka

berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia berfungsi membedakan

makna kedua satuan bahasa itu. Misalnya, kata Bsu Xأ�� dan X�A . Kedua kata

itu mirip benar. Masing-masing terdiri dari empat bunyi. Yang pertama

mempunyai bunyi [`a], [l], [î] dan [m]; dan yang kedua mempunyai bunyi

[‘a], [l], [î] dan [m]. Dan perbedaan antara keduanya hanya terletak pada

huruf pertama yaitu bunyi [`a] dan bunyi [‘a].

Atau satuan Bsa misalnya raba dan laba. Kedua kata itu juga mirip

benar, karena masing-masing terdiri dari empat buah bunyi. Yang pertama

185 Newmark, About Translation (Clevedon: Multilingual Matters Ltd., 1991), h. 27. 186 Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), h. 33. 187 Fonem berbeda dengan huruf. Fonem adalah bunyi dari huruf dan huruf adalah lambang

dari bunyi. Jadi, fonem sama dengan bunyi untuk didengar, sedangkan huruf adalah lambang untuk dilihat. Jumlah huruf hanya 26. Jika seluruh huruf itu dilafalkan berarti 26 bunyi huruf itu telah diperoleh. Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 73.

Page 119: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxix

mempunyai bunyi [r], [a], [b] dan [a]; dan yang kedua mempunyai bunyi [l],

[a], [b] dan [a]. Ternyata perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama,

yaitu bunyi [r] dan [l]. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua

contoh Bsu dan Bsa di atas merupakan masing-masing dua buah fonem yang berbeda.

Jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan

jumlah yang dimiliki oleh bahasa lain. Bahasa Arab memiliki jumlah fonem

28 buah. Seluruh fonem tersebut dikategorikan fonem konsonan. Sementara

fonem vokalnya terbagi dua, yaitu tiga buah fonem vokal pendek dan tiga

lainnya fonem vokal panjang. Sedangkan bahasa Indonesia memiliki lebih dari

24 buah fonem, yaitu 6 buah fonem vokal (a, i, u, e, o dan ə) dan 18 buah

fonem konsonan (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w dan y). Kemudian

ada yang menambahkan jumlah fonem itu sebanyak empat buah yang berasal

dari bahasa asing, yaitu fonem f, z, x dan ∫. Selain itu juga ada yang

menambahkan tiga buah fonem diftong, yaitu aw, ay dan oy.188

Dalam terjemahan ditemukan, bahwa satuan terjemahan justru adalah

juga fonem, yakni fonem-fonem Bsu diganti dengan fonem-fonem Bsa

menurut artikulasi serta bunyi yang lebih dekat. Dan terjemahan di tingkat

fonem secara prinsipil berbeda dengan jenis-jenis terjemahan lainnya, sebab

fonem bukan pengemban makna apapun. Karena itu, wajarlah kalau

penggunaan jenis terjemahan ini sangat terbatas.

Terjemahan al-Quran Depag RI di tingkat fonem sering digunakan

dalam penerjemahan nama, baik nama diri, geografis, menu dan nama lainnya.

Nama-nama tersebut dalam terjemahan al-Quran dilakukan sepenuhnya

sebagaimana penulis kemukakan pada Bab sebelumnya, misalnya Âdam

188 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 132.

Page 120: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxx

, ]Masjidil haram[ mâarH- alsjidMa, ]Fir’aun [Fir’aun ,]Kitab[b âKit, ]Adam[

]. salat[t âalS, ]Ramadan [nâdRama

Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka terjemahan al-Quran dari Bsu

ke Bsa di tingkat fonem tidak menimbulkan kesulitan dalam terjemahan

menurut ragam tulis, karena hanya menulis apa yang tertulis dalam teks Bsu.

Meski demikian, ada faktor subjektif menurut ragam terjemahan lisan yang

mungkin menyebutkan nama-nama di atas yang sesuai dengan lafal-lafal Bsu,

terutama fonem-fonem yang dilambangkan dengan huruf-huruf konsonan

rangkap (ts, ch, kh, dz, sy, sh, dl, th, dh, gh), vokal rangkap (ai dan au) dan

fonem suprasegmental, yaitu fonem yang menempel pada tiga vokal tunggal

(a, i, u) atau jika dalam tulisan Arab fonem tersebut dilambangkan dengan

huruf mad (panjang) yaitu alif, wau atau yâ`.189

2. Terjemahan pada tingkat morfem

Berbeda dengan fonem, morfem adalah satuan bahasa terkecil yang

mempunyai makna. Morfem juga termasuk dalam satuan terjemahan, yaitu

setiap morfem dalam Bsu berpadanan dengan morfem dalam Bsa.190

Terjemahan di tingkat morfem relatif jarang sebagaimana terjemahan di

tingkat fonem. Struktur morfem kata yang mengandung makna yang sama

dalam berbagai bahasa lebih sering tidak sebangun, terutama yang

menyangkut tidak hanya morfem leksikal, tapi juga morfem gramatikal

(perubahan kata), yang komposisinya dalam berbagai bahasa berbeda.

189 Fonem dapat dibagi empat, yaitu fonem vokal, fonem konsonan, fonem semivokal, dan

fonem suprasegmental. Keempat fonem tersebut yang dimiliki oleh Bsu adalah fonem vokal, konsonan dan fonem suprasegmental sedangkan fonem yang dimiliki oleh Bsa juga tiga yaitu fonem vokal, fonem konsonan dan fonem semivokal (e (teleng), e (pepet) dan o). Lihat, Sudarno, Kata Serapan dari Bahasa Arab (Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990), h. 25.

190 Menurut bentuk dan maknanya, morfem dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: 1) morfem bebas, yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus dihubungkan dengan morfem yang lain, 2) morfem terikat, yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dari segi makna. Lihat, Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 75.

Page 121: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxi

Adapun morfem Bsu yang dipadankan dengan morfem Bsa dalam

terjemahan al-Quran Depag memang relatif sedikit, yaitu al-Qurân dan Allâh.

Dua kata ini tersusun atas dua morfem, yaitu morfem terikat {al}191 dan

morfem bebas yaitu {Qurân} dan {ilâh}.

Dua contoh di atas merupakan morfem Bsu yang mempunyai dua

bentuk alomorf,192 yaitu (1) yang tetap berbentuk {al}, seperti al-Qurân; dan

(2) yang berubah atau berasimilasi dengan fonem awal bentuk dasarnya,

seperti Allâh. Kalangan linguis Arab berbeda pendapat mengenai bentuk asal

kata Allah.193 Namun Sîbawaih menyebutkan bahwa asal kata Allah adalah

ilâhun, kemudian melalui proses morfofenemik, yaitu dengan cara

memasukkan al pada kata ilâhun, menjadi al-ilâhu, lalu harakat hamzah yaitu

kasrah dipindahkan kepada huruf lâm, dan huruf lâm tersebut dilesapkan

sehingga menjadi alilâhu. Dari bentuk ini baru huruf lâm pertama di-sukûn-

kan dan bunyinya dimasukkan ke dalam huruf lâm kedua sambil dibaca tebal

sehingga menjadi Allâh.

Jadi pada tingkat ini, terjemahan al-Quran dapat dilakukan pada kata-

kata yang mengandung dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas.

3. Terjemahan pada tingkat kata

191 Al atau alif lâm dapat dikategorikan ism atau harf (partikel). Al yang termasuk ism

dinamakan ism al-mausûl yang semakna dengan al-ladzî dan yang sejenisnya. Biasanya ia masuk pada ism al-fâ’il dan ism al-maf’ûl, seperti contoh: � ا��[�وب خ��� (Yang memukul itu Zaid) dan ا�[�رب ز�(Yang dipukul itu Khalid). Sedangkan al yang termasuk huruf adalah al-Ta’rîf, seperti ر�Uإذ ه�� @7 ا� dan al-Zâi`dah, seperti ا� ي,ا�ن . Lihat, Sanâ Jihâd, Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib (Beirut: Maktabah Libnân Nâsyirûn, 1997), h. 31-33 dan Ibn Hisyâm al-Ansâriy, Mughnî al-Labîb (Indonesia: Maktabah Dâr Ihyâ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.), jilid 1, h. 47-49.

192 Alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama, atau perwujudan konkret dari sebuah morfem. Seperti bentuk me- pada melihat dan merasa, atau {-s} sebagai morfem jamak reguler pada kata-kata Inggris cats {keits}, books {buks}. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 150.

193 Ada yang menyebutkan asal kata Allâh adalah al-ilâhu, lâhu dan ilâhun. Lihat, Bahjat ‘Abd al-Wâhid Sâlih, al-I’râb al-Mufassal li Kitâb Allâh al-Mursal (Amman: Dâr al-Fikr, 1998), jilid 1, h. 7.

Page 122: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxii

Kata juga dapat bertindak sebagai satuan terjemahan. Jenis terjemahan

seperti ini lebih sering digunakan daripada satuan terjemahan sebelumnya.

Meskipun demikian, penggunaan terjemahan di tingkat kata terbatas. Biasanya

hanya sebagian kata-kata dalam satu kalimat yang bisa diterjemahkan di

tingkat kata, sedangkan sebagian yang lain di tingkat yang lebih tinggi,

misalnya di tingkat rangkaian kata karena tidak bisa diterjemahkan di tingkat

kata.

Menurut linguis Arab tradisional bahwa setiap kalimat dalam bahasa

Arab tidak hanya berasal dari satu macam bentuk kata, melainkan berasal dari

tiga macam bentuk, yaitu ism, fi’l dan harf (huruf).194 Ketiga bentuk itulah

yang menempati fungsinya masing-masing dalam kalimat dan jenis kata itu

pula yang akan mengantarkan arti dan makna dalam terjemahan. Karena itu,

penulis identifikasikan terjemahan pada tingkat kata ini menurut kategori dan

jenis katanya sebagai berikut:

a. Kata nominal

Nomina yang dapat dipadankan secara gramatikal antara Bsu dan Bsa

dalam terjemahan al-Quran Depag RI adalah sebagai berikut:

1) Kata Ganti (Pronomina)

Kata ganti yang dimaksud oleh penulis dalam rangka mencari

padanan gramatikal Bsu dan Bsa adalah kata ganti yang mengacu

kepada benda (ism) atau dalam tata bahasa Indonesia dikenal dengan

istilah Pronomina. Oleh karena itu, ada tiga jenis kata yang harus

dipadankan secara gramatikal dalam kategori ini, yaitu pronomina yang

pronomina penunjuk umum , )amaîrD-al(mengacu kepada persona

194 Muhammad Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy (Kairo: Dâr al-Fikr al-

‘Arabiy, 1997), h. 8.

Page 123: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxiii

- al`Asmâ-al (penghubung dan pronomina )Isyârah- al`asmâ(

. )ahûlsMau

yang pronomina persona ialah dalam Bsu amâirD-lA

menunjukkan mutakallim (persona pertama), mukhâtab (persona kedua)

atau ghâib (persona ketiga), seperti 1195 .أن�, أن5, ه Secara umum,

pronomina persona terbagi atas dua bagian, yaitu pronomina yang nyata

bentuknya (bâriz) dan pronomina yang tidak nyata (mustatir).196

Dalam Bsu, pronomina persona sangat rumit terutama dalam

penentuan jenis kelamin (genitif) dan jumlah. Namun untuk

memudahkan dalam mencari padanannya pronomina tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu kelompok kata, klausa

verbal dan klausa nominal dengan bentuk-bentuk pronomina

personanya sebagaimana yang tertulis dalam tabel berikut:

Tabel 3

Pronomina Persona Bsu dan Bsa

Pronomina Persona Bsu Pronomina Persona Bsa

No Kata

Klausa Verbal

Klausa Nominal

Kata Klausa Verbal

Klausa Nominal

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Aku Aku {v} {n} ku ي... ت... أن� .1

2. Bن... ن�... ن�� Kami Kami {v} {n} kami

Engkau Engkau {v} {n} mu ك... ت... أن5 .3

Kamu Kamu {v} {n} mu آ��... ���... أن��� .4

5. Xأن� ...X� ...Xآ Kamu Kamu {v} {n} mu

Engkau Engkau {v} {n} mu ك... ت... أن5 .6

Kamu Kamu {v} {n} mu آ��... ���... أن��� .7

8. Bأن� ...B� ...ك Kamu Kamu {v} {n} mu

C Dia Dia {v} {n} nya... ... ه1 .9

195 Iman Saiful Mu`minin, Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf (Jakarta: Amzah, 2008), h. 147. 196 Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy, h. 16.

Page 124: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxiv

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Mereka Mereka {v} {n} mereka ه��... ا... ه�� .10

11. Xوا... ه ...Xه Mereka Mereka {v} {n} mereka

Dia Dia {v} {n} nya ه�... ... ه7 .12

Mereka Mereka {v} {n} mereka ه��... ا... ه�� .13

14. Bن... ه ...Bه Mereka Mereka {v} {n} mereka

Pronomina persona pada kolom (2) padanan gramatikalnya sama

dengan Bsa sebagaimana pronomina persona pada kolom (5), hanya Bsa

tidak menyatakan pronomina tersebut dengan genitif dan jumlah,

sehingga perbedaan itu nampak sekali pada personanya. Bsu mengenal

persona tunggal, dual dan jamak, sedangkan Bsa hanya mengenal

tunggal dan jamak seperti pronomina persona bahasa Inggris, juga Bsa

tidak mengenal kelas kata persona maskulin dan feminin.197 Dengan

perbedaan itu, maka persona dual Bsu pada nomor (4, 7, 10 dan 13)

tidak dapat dinyatakan dalam Bsa, kecuali dengan persona jamak baik

persona II maupun III.

Kemudian pronomina persona pada kolom (2) ada yang

diterjemahkan secara lengkap menurut Bsa-nya, seperti dalam surah al-

Baqarah ayat 22: وX�1نأن�:� // padahal kamu mengetahui; dan ada

pronomina yang tidak diterjemahkan, tetapi diganti dengan partikel –

lah. Penggantian tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa persona

tersebut berfungsi sebagai empatik (taukîd).198 Contohnya seperti pada

197 O. Setiawan Djuharie, Teknik dan Panduan Menerjemahkan Bahasa Inggris-Bahasa

Indonesia (Bandung: Yrama Widya, 2005), h. 38. Lihat juga, Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta: Erlangga, 1985), h. 238-239.

198 Persona yang berfungsi sebagai empatik disebut persona pemisah (Damîr al-Fasl). Nama ini diistilahkan oleh kalangan linguis Arab untuk memisahkan unit-unit kalimat yang terdiri dari subjek (mubtada`) dan predikat (khabar), atau predikat (khabar) dan sifatnya dengan syarat nomina yang terletak sebelum atau sesudah persona tersebut berupa kata nominal definitif (ism al-ma’rifah). Lihat, Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy, h. 18; dan Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, 1984), jilid I, h. 126.

Page 125: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxv

ayat 12 surah al-Baqarah: X�zإن FأXونه� sesungguhnya // ا��]-

merekalah yang berbuat kerusakan; dan ayat 120 dalam surah yang

sama: ى�� L6 // katakanlah:”Sesungguhnya إنz ه�ى ا�Zz ه1 ا�

petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”.

Kemudian, pronomina persona pada kolom (3) disebut klausa

verbal, karena persona tersebut harus bergandengan dengan verba.199

Meskipun letak persona itu setelah verba ia bukan merupakan frasa

melainkan klausa. Ia termasuk klausa bebas, yakni klausa yang

mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai

subjek dan predikat.200 Karena itu, klausa Bsu itu sepadan dengan Bsa

karena terdiri dari S (musnad ilaih) dan P (musnad). Hanya pola

terjemahannya harus dilakukan transposisi, yakni mengubah posisi Bsu

(P+S) menjadi posisi Bsa (S+P). Contoh: �\X� // kamu menzalimi

bukan menzalimi kamu, 1�ا' // mereka beriman.

Selain itu, persona yang tidak tampak bentuknya (mustatir)201

seperti kolom (3) pada nomor 9 dan 12, masih tetap pola terjemahannya

seperti contoh sebelumnya. Contoh: �خ // Dia menciptakan, 5خ //

dia berlalu.

Adapun persona yang terdapat pada kolom (4) merupakan klausa

nominal yang termasuk ke dalam klausa terikat, yakni klausa yang tidak

memiliki struktur kalimat yang lengkap. Karena itu, kemungkinan

199 Persona yang harus bergandengan dengan verba dan nomina disebut Damîr Muttasil. 200 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 236. 201 Persona yang tidak tampak bentuknya (mustatir) dalam Bsu terbagi atas dua kelompok: (1)

Persona yang wajib disimpan, yakni tidak mungkin meletakkan nomina atau persona yang tampak bentuknya (bariz) pada tempat di mana nomina itu berada, seperti verba imperfektif yang diawali hamzah mutakallim (persona I tunggal), nun mutakallim (persona I jamak), ta`mukhatab mufrad mudzakkar (persona II tunggal maskulin), dan verba perintah untuk persona II tunggal maskulin; (2) Persona yang boleh disimpan, yakni persona yang mengacu pada persona III tunggal baik yang maskulin maupun feminin. Lihat, Iman Saiful Mu`minin, Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf, h. 148.

Page 126: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxvi

klausa macam ini hanya menempati kedudukan subjek, objek atau

pelengkap, seperti: XK� // penduduknya, XK� // أهTuhan kamu, Z // وإ�bagimu.

Bentuk-bentuk persona pada kolom (4) juga bisa menjadi klausa

bebas, yakni klausa yang mempunyai kecenderungan menjadi kalimat

mayor, jika persona tersebut bergandengan dengan verba dan persona

tersebut menempati posisi objek, seperti: 1�6واXه // bunuhlah mereka,

.mereka bertanya kepadamu // �-1��ن

Kemudian, pronomina penunjuk umum (asmâ` al-Isyârah)

banyak dinyatakan dalam ayat-ayat al-Quran sebagai penunjuk nama

tertentu dengan menggunakan isyarah baik secara indrawi atau

maknawi. Penggunaan pronomina penunjuk dapat dinyatakan dengan

menggunakan kata sarana yang mengandung makna isyarah, seperti: ذا ,C^, ذ202.ه��, �2^أو, � Seluruh pronomina penunjuk terikat oleh genitif

dan jumlah, sebagaimana pronomina yang tampak pada tabel berikut:

Tabel 4

Pronomina Penunjuk Bsu

Pronomina Penunjuk Bsu No.

Jumlah Maskulin Feminin

(1) (2) (3) (4)

1. I يه , ذي ذ�^, ذاك, ه ا, ذا ,C ه ,^�

2. II ه���ن, ��ن ذان^, ه ان, ذان

3. III ءFء, أوF`ء أو�2^, هFء, أوF`أو�2^, ه

202 Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid I, h. 127.

Page 127: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxvii

Berdasarkan tabel di atas, jelaslah bahwa penggunaan pronomina

penunjuk (asmâ` al-Isyârah) untuk menunjukkan nomina yang

dimaksud (musyâr ilaih) dalam Bsu cukup bervariatif dalam kalimat.

Yang menjadi titik perhatian bagi pronomina penunjuk adalah

nominanya, baik nomina yang telah disebutkan sebelum maupun

sesudah pronominanya, yakni jika nominanya maskulin maka

pronominanya maskulin; dan jika nominanya feminin maka

pronominanya juga femini. Demikian pula harus ada kesesuaian

jumlahnya antara keduanya, baik tunggal, dual maupun jamak. 203

Berkaitan dengan hal itu, maka relasi makna fungsi antara

pronomina dan nomina dalam surah al-Baqarah terbagi atas dua

kelompok, yaitu: (1) ada nomina yang hanya dinyatakan dengan

pronomina penunjuk, seperti pada ayat 259 surah al-Baqarah: �z�6ل أن 7���C ه���1 � Dia berkata: “Bagaimana Allah // ا�Zz ب:

menghidupkan ini setelah hancur?”. Pronomina pada ayat tersebut

mengacu kepada nomina feminin, yakni al-baldah (negeri);204 (2) ada

yang keduanya dinyatakan dalam kalimat itu, seperti pada ayat 35

dalam surah yang sama: �ب�(� FوC ��ة هz3ا� // Janganlah dekati

pohon ini.

Apabila nomina yang ditunjuk itu kata tunggal maskulin, maka

pronomina yang digunakan adalah ^ذ� atau kata lainnya sebagaimana

pada tabel nomor (1) kolom (3), seperti ayat 2: ��بK�ا ر�F Z�@ D ذ�

// kitab ini tidak ada keraguan padanya. Frasa nominal ini menjadi S

(musnad ilaih); atau jika nomina yang ditunjuk itu kata tunggal feminin,

maka pronomina yang digunakan adalah ^� atau kata lainnya

203 Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy, h. 18. 204 Muhammad ‘Ali al-Sabûniy, Safwah al-Tafâsîr (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), jilid 1, 149.

Page 128: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxviii

sebagaimana tabel nomor (1) kolom (4), seperti ayat 141: � �z� أ6 itu umat yang telah lalu. Fungsi kedua kata itu menjadi S+P dan // خ5

ini berbeda dengan fungsi kata pada contoh ayat 2.

Antara pronomina penunjuk Bsu dan Bsa sepadan dari segi

gramatikalnya. Sedangkan arti atau makna yang dapat dipadankan

dengan Bsa berdasarkan strukturalnya terdapat dua kecenderungan,

yaitu: pertama, apabila nomina yang terletak setelah pronomina

penunjuk itu berupa kata nominal non definitif, maka strukturnya sama

seperti contoh pada ayat 141 di atas; kedua, apabila nomina yang

terletak setelah pronomina penunjuk itu berupa nomina definitif, maka

perlu digunakan transposisi dalam struktur terjemahan Bsa-nya, seperti

contoh pada ayat 2 di atas.205

Selain itu, tidak semua pronomina penunjuk dapat ditemukan

padanannya dalam struktur Bsa, yakni ketika ia terletak setelah

pronomina persona, seperti contoh ayat 85 surah al-Baqarah, dalam

ayat tersebut pronomina penunjuk jamak terletak setelah pronomina

persona II jamak: X�أن zX�ءF kemudian kamu // �)�1ن أن]-XKه

membunuh dirimu sendiri. Pronomina penunjuk pada ayat ini tidak

diterjemahkan oleh tim penerjemah al-Quran Depag RI sama sekali,

karena pronomina tersebut mengandung beberapa kemungkinan fungsi,

sebagai ) 2 ()lûsism mau(penghubung pronomina sebagai ) 1: (yakni

pronomina penunjuk, (3) sebagai kata empatik (taukîd) dan (4) sebagai

nomina yang dipanggil (munâdâ). Kemungkinan yang pertama adalah

205 Pengubahan posisi kata pada frasa nominal Bsu yang berpola D-M dapat dilakukan,

sehingga frasa nominal Bsa menjadi pola M-D, karena transposisi dapat dilakukan dengan cara mengubah struktur kalimat secara keseluruhan, atau mengubah posisi kata, mengubah bentuk jamak ke dalam bentuk tunggal. Lihat Peter Newmark, A Textbook of Translation (Oxford: Pergamon Press, 1988), h. 85.

Page 129: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxix

madzhab Kufah, sedang tiga kemungkinan lainnya menurut madzhab

Basrah.206

dilihat dari segi )ûlahsMau-al` Asmâ-al(Pronomina penghubung

definisinya tidak berbeda dengan pronomina sebelumnya, yakni

mengacu pada nomina tertentu, hanya dari segi fungsinya ia

menghubungkan klausa atau kalimat yang terletak sesudahnya. Dan

-Silah alklausa atau kalimat yang terletak setelahnya disebut dengan

pronomina penghubung juga ,Berdasarkan konteks kalimat 207.ûlsMau

mengenal berbagai bentuk menurut genitif dan jumlahnya, sebagaimana

tabel berikut:

Tabel 5

Pronomina Penghubung Bsu

Pronomina Penunjuk Bsu No.

Jumlah Maskulin Feminin

(1) (2) (3) (4)

1. I ا��7 ا� ي

2. II ان ن ا���ا�

3. III B� 7 ا��G1ا�7, ا�ءي, ا�Gا�

Selain bentuk-bentuk pronomina di atas, ada pronomina yang

tidak terikat dengan genitif dan jumlah, seperti ذا, أي, ذو ,� ,B.

Sehubungan seluruh pronomina yang telah disebutkan itu berfungsi

menghubungkan nomina dengan klausa atau kalimat yang terletak

sesudahnya, maka padanan gramatikalnya dengan Bsa hanya

206 Lihat, Kamâl al-Dîn Abî al-Barakât, al-Insâf fî Masâ il al-Khilâf (Beirut: Dâr al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1998), jilid II, h. 223-225. 207 Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid I, h. 129.

Page 130: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxx

menggunakan kata sarana penghubung yaitu kata “yang” untuk nomina

yang telah disebutkan sebelumnya dan “orang yang” atau “apa yang”

untuk nomina yang tidak disebutkan sebelumnya, seperti contoh ayat 21

surah al-Baqarah:

XKzوا رب��Aس ا�zا�� ���6 B:� XKXKz ا� z�B خ)XK وا�z ي�� أ�� z��)1ن

“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan

kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”.

Ayat tersebut mengandung dua pronomina penghubung yaitu,

alladzî yang mensifati kata rabbukum dengan padanannya “yang”;

sedangkan pronomina kedua, yakni alladzîna sebagai objek dari verba

khalaqa bukan mengacu pada nomina sebelumnya, sehingga padanan

yang muncul dalam terjemahan Bsa menjadi “orang-orang yang”.

Berdasarkan padanan pronomina di atas, pada ayat 17 surah al-

Baqarah, L=�آ X�= penerjemahan al-Quran Depag ; ا"61�� ن�راا�z ي

terhadap pronomina penghubung yang bergaris bawah tersebut

ditemukan padanan Bsa-nya yang tidak tepat, yaitu dengan terjemahan:

“Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api...”.

Padahal pronomina al-Ladzî menunjukkan nomina tunggal maskulin

seperti yang tertulis dalam tabel di atas pada kolom (3) nomor (1). Dan

terjemahan tersebut seharusnya berbunyi: “Perumpamaan mereka

seperti orang yang menyalakan api”, seperti yang diterjemahkan oleh

beberapa terjemahan al-Quran Indonesia maupun asing.208 Bahkan

208 Mahmud Junus menerjemahkan “Umpama mereka itu seperti orang yang menyalakan

api”. Mahmud Junus, Tafsir Quran Karim Bahasa Indonesia (Jakarta: Al-Hidajah, 1971), h. 20. HB. Jassin menerjemahkan “Perumpamaan mereka adalah seperti orang menyalakan api”. HB. Jassin, al-Quran al-Karim Bacaan Mulia (Djakarta: Djambatan1978), h. 3. Demikian pula Abdullah Yusuf Ali

Page 131: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxi

dalam literatur tafsir, pronomina tersebut ditafsiri dengan bentuk

tunggal maskulin.209

Akhirnya, ketiga pronomina di atas dalam tataran gramatikal

Bsa, seperti penggunaan pronomina dia, nya, ini, itu, yang atau orang-

orang merupakan rujukan anaforis.210 Dengan menggunakan rujukan

anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang,

melainkan diganti dengan pronomina tersebut, seperti contoh kalimat

Indonesia: Mahasiswa itu bahagia sekali. Dia yakin besok akan

diwisuda. Kata dia menjadi alat penghubung kalimat sebelumnya.

Unsur dia pada kalimat kedua menunjuk mahasiswa pada kalimat

pertama. Oleh karena itu, kalimat-kalimat tersebut menjadi saling

berhubungan. Dan inilah gramatikal yang kohesif, yakni kepaduan

bentuk secara struktural.

2) Kata Bilangan (Numeralia)

Kata bilangan (numeralia) termasuk rumpun nomina, karena

berkaitan dengan nomina yang dibilang. Dilihat dari definisinya,

numeralia digunakan dalam kalimat untuk menghitung banyaknya

orang, binatang atau barang.211

Bilangan Bsu mempunyai aturan yang sangat rumit dibanding

dengan Bsa, baik yang berkaitan dengan bilangan (al-‘Adad) itu sendiri

menerjemahkan “Their similitude is that of a man who kindled a fire”. Lihat Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur-an: Text Translation and Commentary (Lahore: SH Muhammad Ashraf, t.t.), h. 20.

209 Al-Sabûniy menafsirkannya dengan ن�را � Ibn Katsîr menafsirkan dengan , آ��ل ش�� أو6redaksi yang berbeda, yakni ن� �راض�ب ا� ����@)�B ه اا��=L ب�B ا"�61 . Semuanya dipadankan dengan bentuk tunggal maskulin. Lihat, Muhammad ‘Ali al-Sabûniy, Safwah al-Tafâsîr, jilid 1, h. 31.

210 Anaforis merupakan unsur wacana yang menunjuk pada unsur lain yang telah disebutkan sebelumnya. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 270 dan Mulyana, Kajian Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 27.

211 Hasan Alwi (Ed.), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h. 301.

Page 132: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxii

maupun dengan nomina yang dibilang (al-Ma’dûd). Bentuk-bentuk

bilangan Bsu dan nominanya masing-masing berbeda menurut genitif,

dan volumenya sebagaimana tabel berikut:

Tabel 6

Numeralia Bsu dan Bsa

Numeralia Bsu No.

Genitif Volume Bilangan dan Nomina Numeralia Bsa

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 1 � Satu buku آ��ب واح

Dua buku آ��ب�ن ا���ن 2 .2

3. 3 – 10 Dآ� ��G�–D�3ة آ�A 3 buku – 10 buku

buku – 12 buku 11 ا��� �3A آ��ب�–أح� �3A آ��ب� 12 – 11 .4

:-� 13 buku – 19 buku� �3A آ��ب�–��G� �3A آ��ب� 19 – 13 .5

6. 21 – 22

ا���ن و�3Aون -واح� و�3Aون آ��ب�

ب�آ��

21 buku – 22 buku

6. 23 – 29 ��G�3ون آ��ب��Aو - �:-�

و�3Aون آ��ب�

23 buku – 29 buku

�ئ� آ��ب 100 .7 100 buku

8.

Maskulin

buku 1000 أ�e آ��ب 1000

Satu kisah 6&� واح�ة 1 .9

Dua kisah 6&��ن ا����ن 2 .10

G�–�&6 �3A 3 kisah – 10 kisahث 6&� 10 – 3 .11

kisah – 12 kisah 11 ا���� �3Aة 6&�– 6&�إح�ي �3Aة 12 – 11 .12

�3A M-� 13 kisah – 19 kisahة &6�G�–ث �3Aة 6&� 19 – 13 .13

14.

Feminin

ا����ن -إح�ي و�3Aون 6&� 22 – 21

و�3Aون 6&�

21 kisah – 22 kisah

Page 133: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxiii

�-G�- Mث و�3Aون 6&� 29 – 23

Aو��3ون 6&

23 kisah – 29 kisah

�ئ� 6&� 100 .15 100 kisah

16. 1000 �&6 e1000 أ� kisah

Berkaitan dengan bilangan Bsu dan nomina yang dibilangnya serta

padanan gramatikalnya dalam Bsa, maka penulis kelompokkan ke

dalam tiga bagian sesuai dengan terjemahan al-Quran Depag RI, yaitu:

(1) Padanan bilangan dan nominanya; (2) Padanan bilangan tanpa

nomina yang dibilang, dan (3) Padanan nomina yang dibilang tanpa

bilangan.

Pertama, padanan bilangan dan nominanya dalam Bsa tidak

variatif dan kontradiktif sebagaimana Bsu-nya, yakni semua bilangan

dan nomina dipadankan dengan menggunakan pola DM (Diterangkan

mendahului Menerangkan), sebagaimana pada tabel di atas kolom (5).

Kemudian, nomina yang dibilang baik itu bentuk tunggal, dual maupun

bentuk jamak dalam Bsu, seluruhnya diubah dengan bentuk tunggal,

seperti contoh dalam surah al-Baqarah ayat 196 dan 226: ��G� م�z�أ //

tiga hari bukan tiga hari-hari, �:أرب �� empat bulan juga bukan // أش

empat bulan-bulan. Sedangkan bilangan dan nomina yang keduanya

dipisahkan oleh preposisi, maka padanannya sama dengan padanan

kedua contoh di atas tanpa mengartikan preposisi itu, seperti pada ayat

260: . ��z<ا� B .ambillah empat ekor burung // @� أرب:�

Kedua, bilangan Bsu tanpa nomina yang dibilang, padanannya

sama dengan bagian pertama, dan nomina yang tidak disebutkan dalam

Page 134: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxiv

teks Bsu dinyatakan dalam Bsa, seperti pada ayat 234 dalam surah yang

sama: �:و أرب �� �3A // empat bulan sepuluh hari.212اأش

Ketiga, nomina yang dibilang tanpa bilangan, padanan yang dapat

disesuaikan dengan Bsa melihat bentuknya, yakni apabila nominanya

itu bentuk tunggal tanpa disertai kata sarana definitif seperti al, maka

padanannya Bsa-nya nomina disertai dengan kata “seorang” untuk

manusia, seperti pada ayat 101: Xءه� �z��ر"1لوZzا� ��A B // dan

tatkala datang kepada mereka seorang rasul dari Allah; atau “seekor”

untuk binatang, seperti pada ayat 67: �� Zzا� zأن � ب1�ا إن Xب)�ة�آ //

sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor

sapi betina.213 Sedangkan apabila nominanya berbentuk dual, maka

nomina tersebut dinyatakan dengan didahului bilangan “dua”, seperti

pada ayat 102: �A لbأن � dan apa yang diturunkan // ا��B�Kو

kepada dua malaikat.

Namun demikian, ada nomina yang mengandung bilangan dual di

dalamnya, tetapi terjemahan al-Quran Depag tidak menerjemahkannya

menurut bilangan itu melainkan dalam bentuk tunggal, yaitu pada ayat

128: ��: -�B�ربz�� وا � // Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang

yang berserah diri kepada-Mu. Padahal dalam terjemahan al-Quran

lainnya, seperti Mahmud Junus menerjemahkannya : “Ya Tuhan kami,

212 Apabila nomina yang dibilang tidak dinyatakan dalam teks Bsu, maka penentuan

bilangannya boleh dalam bentuk maskulin atau feminin sesuai dengan perkiraan nomina yang dibuang itu, seperti contoh di atas. Lihat, Sanâ Jihâd, Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib (Beirut: Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1997), h. 351.

213 Terjemahan al-Quran versi Depag menerjemahkan baqarah dengan sapi betina dengan dasar tâ marbûtah menunjukkan tunggal feminin. Sedangkan menurut Quraish Shihab, sebagaimana dalam kamus bahasa bahwa baqarah adalah bentuk tunggal baqar, sementara tâ marbûtah di situ menunjukkan arti seekor atau sebuah bagi nomina maskulin maupun feminin. Lihat, M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Quran dan Dinamika Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 324 dan lihat juga Syihâb al-Dîn Ahmad al-Misriy, al-Tibyân fî Tafsîr Gharîb al-Qurân (Kairo: Dâr al-Sahâbah li al-Turâts, 1992), h. 92.

Page 135: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxv

jadikanlah kami dua orang yang muslim”. Yusuf Ali juga

mengungkapkannya dengan bentuk jamak, karena bahasa Inggris tidak

mengenal bentuk dual: “Our Lord! Make of us muslims, bowing to Thy

(Will).214

3) Nomina Abstrak dan Konkrit (Abstract and Concrete Noun)

Kedua nomina yang dimaksudkan di sini adalah nomina yang

bentuk-bentuknya mengalami perubahan dan penyesuaian dalam

kalimat. Pembentukan kedua nomina Bsu terjadi karena proses derivasi,

yakni membentuk kata baru dengan identitas leksikal berbeda dengan

kata dasarnya; dan proses inflektif, yakni membentuk kata baru dengan

identitas leksikalnya tidak berbeda dengan kata dasarnya.215

Umpamanya, dari kata islam terbentuk kata muslim; dari kata iman

terbentuk kata mu`min. Kata Islam dengan muslim keduanya berbeda

identitas leksikalnya, meskipun keduanya berkelas nomina. Berbeda

dengan pembentukan secara inflektif, umpamanya kata muslim

terbentuk kata muslimân, muslimûn, muslimah dan muslimât. Semua

kata yang terbentuk itu sama identitas leksikalnya, karena semuanya

terdiri dari huruf dasar yang sama juga semuanya berkelas nomina,

hanya perbedaannya terletak pada makna.

Sehubungan itu, perlu diketahui bahwa nomina-nomina Bsu yang

bercirikan demikian itu terbagi atas nomina yang abstrak dan konkrit.

214 Lihat, Mahmud Junus, Tafsir Quran Karim Bahasa Indonesia, h. 18. Abdullah Yusuf Ali,

The Holy Quran: Text, Translation and Commentary, h. 53. 215 Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin

berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 170; dan O. Setiawan Djuharie, Teknik dan Panduan Menerjemahkan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia, h. 42

Page 136: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxvi

sebagai nomina dar saM-al mengelompokkan sahâamHMuhammad

abstrak.216

kna merupakan nomina yang sekedar menunjukkan madarsMa-Al

peristiwa tanpa terikat dengan waktu serta mengandung semua huruf

yang terdapat di dalam verbanya.217 Karena itu, ia merupakan sumber

derivasi bagi bentuk verba maupun nomina lainnya. Ia dapat berfungsi

sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Namun,

untuk mencari padanannya dalam Bsa sesuai dengan terjemahan al-

dapat digunakan untuk menyatakan beberapa darsMa-Almaka , Quran

keterangan, antara lain: (1) untuk menyatakan keterangan cara, seperti

pada ayat 235: أن �)1�1ا �zإ�F16�@�و: // kecuali kamu mengucapkan

kata-kata yang baik; (2) untuk menyatakan keterangan sebab, seperti

pada ayat 90: Zzل ا�b�وا ب�� أن[K� أن X� // ب�U�ب2-�� اش��وا بZ أن]-

sangatlah buruk mereka menjual dirinya, dengan mengingkari apa

yang diturunkan Allah karena dengki; (3) untuk menyatakan

keterangan similatif, seperti pada ayat 185: Z�@ لbي أن zن ا��]ش�� ر � // Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya��zسه�ىا�)�'ن

diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia; (4) untuk

menyatakan keterangan alasan, seperti pada ayat 207: BوB ا���zس Z-[3�ي ن�ء�U�اب Zz�ض�ت ا� // Dan di antara manusia ada orang

yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah.

yang dikelompokkan pada nomina darsMa-AlBerbeda dengan

abstrak, berikut ini adalah nomina-nomina yang bisa dikategorikan pada

nomina abstrak juga konkrit, yaitu: ism al-Fâ’il, ism al-Maf’ûl, al-Sifah

216 Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy, h. 83. 217 Apabila nomina itu menunjukkan makna peristiwa tetapi tidak mengandung semua huruf

verbanya dinamakan ism al-Masdar, seperti tawadda`a-wudû`an, takallama-kalâman. Lihat, Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid I, h. 161

Page 137: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxvii

-al(bentuk hyperbola -bentuk, lîdfTa-ism al, Musyabbahah-al

Mubâlaghah), ism al-Zamân, ism al-Makân dan ism al-Âlah.

Ism al-Fâ’il biasanya dipadankan dengan menggunakan partikel

pe-, seperti pembuat, penulis dan pembaca. Namun, ketika nomina

tersebut sulit dipadankan dengan cara itu, maka bisa dilakukan dengan

dua cara lain, yaitu: (1) dengan menggunakan kata kerja, seperti pada

ayat 30 : 7إن�LA� Sungguh Aku hendak // @7 ا��رض خ�]�

menjadikan khalifah, juga seperti pada ayat 145: أن5 ب ��X��بMو��6 // dan engkaupun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Cara itu biasanya

digunakan pada ism al-Fâ’il yang berfungsi seperti verbanya, yakni

verba yang membutuhkan objek atau pelengkap; (2) dengan merujuk

kepada pelaku baik manusia atau lainnya kemudian ditambahkan kata

yang, seperti ayat 23 : X��إن آB�6ص�د // jika kamu orang-orang

yang benar.218 Dan kedua cara itu sesuai dengan definisi ism al-Fâ’il

itu sendiri, yakni sifat yang dipungut dari kata verbal aktif.219

Kemudian, ism al-Maf’ûl dilihat dari definisinya merupakan

kebalikan dari ism al-Fâ’il, yakni terambil dari verba pasif. Sehingga

padanan yang lazim adalah dengan menggunakan partikel di atau ter.

Sehubungan ism al-Maf’ûl juga merupakan sifat, maka terjemahannya

selalu diletakkan kata yang setelah acuan namanya. Tetapi ada juga ism

al-Maf’ûl yang kemudian dipadankan dengan cara lain, seperti kata :�وف pada ayat 263 diartikan yang baik tidak diartikan yang dikenal

atau yang diketahui, juga seperti kata B�"���ا pada ayat 252 diartikan

para rasul tidak diartikan orang-orang yang diutus. Terjemahan jenis

218 Untuk menunjukkan bahwa bentuk ism al-Fâ’il itu jamak ditandai dengan sufiks ون atau

B� , kemudian biasanya dipadankan dengan cara reduplikasi, seperti orang-orang. 219 Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid I, h. 178.

Page 138: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxviii

ini dinamakan terjemahan komunikatif, karena berusaha menciptakan

efek yang dialami pembaca Bsa sama dengan efek yang dialami

pembaca Bsu. Keluwesan kata-kata dan struktur diupayakan dengan

cara menghilangkan bagian struktur kata atau kalimat, atau

menghilangkan pengulangan serta memodifikasi penggunaan jargon.220

Kata nominal Bsu yang digunakan untuk menunjukkan dua hal

. lîdTaf-sm ali disebutyang sama sifatnya dan salah satunya melebihi

Kata yang digunakan untuk menunjukkan kelebihan itu diikutkan pada

pola kata L:@أ / af’alu untuk maskulin dan 7:@ / fu’lâ untuk

feminin.221

yang dapat dipadankan dalam lîdTaf-sm ali pola Adapun

terjemahan terbagi ke dalam dua pola, yaitu:

(1) Nomina yang tidak disertai al dan tidak disandarkan pada nomina

berikutnya, seperti pada ayat 217: ���[�أآ��واL�(�ا B //

Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Pola ini

merupakan ungkapan perbandingan (The Comparative expresses)

dan lîdTaf-sm alidua nomina yang terletak sebelum sifat antara

reposisi psesudahnomina yang BKarena ). al ‘alaihddMufa-al( dan setelahnya terdapat frasa preposisinal lîdTaf-ism al, ituB ,

maka pola kalimat tersebut dapat dipadankan secara gramatikal

dalam Bsa-nya dengan pola kalimat “lebih ... daripada ...”222

220 Peter Newmark, Approaches to Translation (Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 42 221 Terkecuali pada tiga nomina, yakni khair, syarr dan habb, hamzah pada pola kata af’alu

wajib dibuang, karena tiga kata tersebut secara baku telah banyak digunakan. 222 Ungkapan perbandingan sifat antara dua nomina dalam bahasa Indonesia berbeda dengan

bahasa Inggris. Untuk menunjukkan bahwa ajektiva yang melekat pada nomina itu dibandingkan, bahasa Indonesia hanya menyatakannya dengan lebih ...daripada...tanpa ada perubahan secara flektif pada ajektivanya. Sedangkan bahasa Inggris menyatakannya melalui afiksasi (-er) pada akhir ajektivanya yang kurang dari dua suku kata dan ditambahkan kata than setelahnya. Ajektiva yang terdiri dari tiga suku kata, sebelumnya ditambahkan kata more tanpa afiksasi pada ajektivanya. Lihat,

Page 139: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxxxix

)2( pada ) fahâdi( disandarkan dan alisertai omina yang tidak dN

nomina berikutnya, seperti pada ayat 96: X�zن� // أح�ص ا���zسو���

Engkau akan mendapati mereka manusia yang paling tamak. Frasa

yang bergaris bawah pada ayat tersebut merupakan ungkapan

b îtarkdengan )esxpressEuperlative SThe (”...ter“paling” atau “

Ungkapan Bsu ini mengandung pola MD dan secara .fiyâdi

gramatikal dapat dipadankan ke dalam Bsa-nya dengan pola DM,

seperti terjemahan pada ayat di atas.

nya dapat dengan segala bentuklîdTaf-ism al, Dengan demikian

dipadankan secara gramatikal dengan penyusunan pola lebih ...daripada

untuk ungkapan perbandingan (comparative) dan perubahan dari pola

MD ke pola DM untuk ungkapan “paling” atau “ter...” (The Superlative

Expresses).

Sedangkan bentuk-bentuk yang hyperbola (mubâlaghah)223 Bsu

dimaksudkan untuk memberikan makna lebih dan banyak pada suatu

bentukan katanya terambil dari bentuk , Pada umumnya. perbuatan

transitif yang memiliki tiga huruf dasar dan terambil dari verbadarsma

serta mengikuti pola kata (wazn) yang populer, seperti fa’’âl, mif’âl,

fa’ûl, fa’îl, fa’il, fi’’îl, fu’alah dan mif’îl.224 Adapun bentuk hyperbola

yang melekat pada nama dan sifat-sifat Allah dapat dipadankan dengan

‘Abd al-Halîm al-Sayyid Munsiy dan ‘Abd al-Razzâq Ibrâhîm, al-Tarjamah: Usûluhâ wa Mabâdi`uhâ wa Tatbîquhâ (Riyad: Dar al-Murîkh, t.t.), h. 53.

223 Bentuk-bentuk kata hyperbola diterima sesuai dengan hasil pendengaran (samâ’iy). Karena itu menurut para peneliti bentuk-bentuknya dikembalikan kepada makna sifat, karena kebanyakan verba itu dijadikan sebagai sifat yang melekat pada diri seseorang. Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid I, h. 193.

224 Yâsîn al-Hâfiz, al-Tahlîl al-Sarfiy (Damsyiq: Dâr al-‘Asmâ`, 1997), h. 123-124.

Page 140: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxl

menambahkan kata Maha,225 seperti pada ayat 181: X�A M��" Zzا� zإن // Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Ism al-Makan226 bisa saja dipadankan dengan keterangan tempat,

sehingga terjemahannya memunculkan kata tempat, seperti pada ayat

ا��&�� : 285 dan kepada-Mu tempat kembali; tetapi selain itu // وإ��

ada juga kata tempat itu tidak dicantumkan untuk penghematan kata,

seperti pada ayat 115 : �بU��ا��3�ق وا Zz�و // dan milik Allah timur

dan Barat. Padahal al-Masyriq mempunyai makna leksikal, tempat

matahari terbit, kemudian beralih menjadi makna gramatikal, demikian

pula dengan kata al-Maghrib.227

b. Kata verbal

Verba Bsu mengenal adanya tenses atau konsep kala.228 Kala ini

lazimnya menyatakan waktu sudah lampau, sekarang dan akan datang. Kala

yang menunjukkan perbuatan atau kejadian yang lampau disebut kala

dan kala yang menunjukkan perbuatan atau kejadian yang ) îdâm(perfektif

sedang berlangsung disebut kala progresif (hâl). Sedangkan kala yang

menunjukkan perbuatan yang akan berlangsung disebut kala imperfektif

(istiqbâl).

225 Leksikal Maha mempunyai makna besar atau agung. Ia termasuk unsur prefiks sebagai

padanan leksikal bahasa asing dan sebagai unsur pembentuk kata-kata baru, seperti mahakuasa, mahaadil, maha penyayang, maha pengasih, mahaguru, mahasiswa, mahaputra. Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 80.

226 Ism al-Zamân dan ism al-Makân memiliki bentuk-bentuk kata yang sama, perbedaannya terletak pada definisi, yang pertama menunjukkan waktu terjadinya peristiwa sedangkan yang kedua menunjukkan tempat terjadinya; juga perbedaan itu terletak pada makna tekstual, yakni suatu kata yang ditentukan oleh hubungannya dengan kata lain.

227 Makna Gramatikal disebut juga makna konotasi atau makna struktural adalah makna yang timbul akan bergantung pada struktur tertentu sesuai dengan konteks dan situasi di mana kata itu berada. Makna gramatikal biasanya digunakan sebagai pigura bahasa untuk memperoleh makna estetis. Lihat, Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 62.

228 Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan dalam predikat. Lihat, Abdul Chaer, Lingusitik Umum, h. 260.

Page 141: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxli

Bsu termasuk salah satu bahasa yang menandai kala secara morfemis;

artinya pernyataan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada

verbanya. Sehingga verba yang menyatakan kala lampau dikenal dengan

ngkan verba yang menyatakan kala yang Seda). îdmâ(verba perfektif

). âri’dmu(sedang atau akan berlangsung dikenal dengan verba imperfektif

Perubahan verba secara morfemis dari kala perfektif kepada imperfektif

dapat dilihat pada contoh berikut:

Verba perfektif (Bsu) Verba imperfektif (Bsu) Verba Bsa

berkata �)1ل �6ل

XA X:� mengetahui

mengambil ��خ أخ

Berdasarkan contoh di atas, maka bentuk-bentuk verba tersebut

merupakan kata yang sama, yang berarti juga mempunyai identitas leksikal

yang sama, yakni terdiri dari tiga huruf pada verba perfektif, yang

menunjukkan kala lampau. Kemudian menjadi verba imperfektif setelah

mengalami proses derivasional berupa imbuhan (prefiks) huruf yâ`, yang

menunjukkan kala sedang atau akan berlangsung. Meskipun telah terjadi

perubahan, keduanya masih merupakan kelas kata yang sama, yakni verba.

Berbeda dengan Bsa yang tidak menandai kala secara morfemis,

melainkan secara leksikal, antara lain dengan kata sudah untuk kala

lampau, sedang untuk kala kini dan akan untuk kala nanti. Untuk

mengetahui perbedaan ketiga leksikal itu dapat diketahui melalui contoh

berikut:

(1) Dosen itu sudah mengajar

(2) Dosen itu sedang mengajar

(3) Dosen itu akan mengajar

Page 142: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlii

Konsep kala Bsu baik yang lampau, kini maupun akan tidak

seluruhnya dipadankan dengan konsep kala Bsa dengan mencantumkan

kata sudah, sedang atau akan pada teks terjemahannya, melainkan jika

konsep kala Bsu tersebut sudah jelas dengan ditandai KS yang

menunjukkan kala lampau, seperti pada ayat 60: XA �6X� // آ�L أن�س 3�ب

Setiap suku telah mengetahui tempat minumnya; atau KS yang

menunjukkan kala kini, seperti pada ayat 241: س"�)1ل�zا�� B // ا�-�]��ء

Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata; atau KS

yang menunjukkan kala akan, seperti pada ayat 71: ����52 ب� // 1��6ا ا��ن

Mereka berkata, “sekarang barulah engkau menerangkan (hal) yang

sebenarnya.”

Contoh pada ayat 60 di atas, kala Bsu yang ditandai dengan qad dapat

dipadankan dengan kala Bsa telah. Kedua leksikal tersebut mengandung

makna kala lampau. Sementara itu verba yang ditandai dengan qad dan

dipadankan artinya dengan telah terdapat pada enam tempat dari tujuh qad

yang ada dalam surah al-Baqarah. Sedangkan satu qad yang tidak

dipadankan dengan kata telah adalah seperti contoh pada ayat 144 surah al-

Baqarah: ء��z-7 ا�@ � � ن�ى �)�D و6 // Kami melihat wajahmu

menengadah ke langit.

Adapun alasan terjemahan al-Quran Depag RI tidak menerjemahkan

letaknya sebelum verba imperfektif memang karena telah dengan kata qad

) ri’âdMu(letak sebelum verba imperfektif terqad Dan apabila ). ri’âdMu(

maka dipastikan tidak berarti telah melainkan dimungkinkan dua makna,

yaitu mengandung makna sedikit/ jarang (al-taqlîl) atau makna banyak/

sering (al-taktsîr). Untuk menunjukkan bahwa qad di situ mempunyai

Page 143: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxliii

makna, seharusnya terjemahan al-Quran Depag menerjemahkannya dengan

salah satu maknanya. , yakni jarang atau sering.

Tetapi menurut pendapat al-Zamakhsyariy bahwa qad pada ayat

tersebut mengandung arti banyak (al-taktsîr).229 Dan penggunaan makna

banyak (al-taktsîr) pada kata qad diterapkan terjemahannya oleh

terjemahan al-Quran Depag yang diterbitkan oleh Mujamma’ al-Malik

Fahd.230

c. Kata sarana (Partikel)

Partikel tidak mempunyai arti leksikal, selama ia tidak berkaitan

dengan kelas kata lainnya seperti nomina dan verba. Oleh karena itu, untuk

memudahkan padanan kedua bahasa yang berkaitan dengan kata sarana di

dalam surah al-Baqarah, maka semuanya dapat dikelompokkan ke dalam

tiga bagian, yaitu: (1) Partikel yang berkaitan dengan nomina, seperti fî,

ilâ, ‘alâ, min; (2) Partikel yang berkaitan dengan verba, seperti saufa, qad,

lan; (3) Partikel yang dapat berkaitan dengan keduanya, seperti hamzah,

hal.231 Struktur partikel dalam kalimat menempati posisinya sebelum

nomina dan verba, kecuali partikel nûn taukîd (penegas) yang posisinya

setelah verba.

Kata sarana (partikel) dalam al-Quran sangat variatif menurut

fungsinya, yakni menghubungkan unit-unit kalimat baik kata, frasa, klausa

maupun kalimat dan merubah kalimat deklaratif menjadi kalimat tertentu.

Kemudian, partikel tersebut terbagi dua macam, yaitu: (1) partikel yang

berfungsi sebagai konjungtor yang meliputi preposisi (hurûf al-Jarr),

229 Jamâl al-Dîn Ibn Hisyâm al-Ansâriy, Mughnî al-Labîb (T.t.p.: Dâr Ihyâ`i al-Kutub al-

‘Arabiyyah, t.t.), jilid 1, h. 150. 230 Lihat, Khâdim al-Haramain al-Syarîfain, al-Qurân al-Karîm wa Tarjamah Ma’ânih bi al-

Lughat al-Indûnisiyyah (al-Madînah al-Munawwarah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Tibâ’at al-Mushaf al-Syarîf, 1418 H), h. 37.

231 Hamâsah ‘Abd al-Latîf, dkk., al-Nahw al-Asâsiy, h. 201.

Page 144: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxliv

partikel yang ) 2(; )`Istitsnâ-dât alâ(dan ekseptor ) ft‘a-hurûf al(konektor

berfungsi sebagai transformator, partikel yang dapat merubah kalimat

deklaratif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7

Kata Sarana Bsu dan Bsa

Kelas Kata yang

dimasuki No. Jenis KS Bsu

Nomina Verba

Padanan KS Bsa

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Al-Nafy X X Negasi : Bukan, tidak

(1) (2) (3) (4) (5)

2. Al-Ta`kîd X X Asertif: Sungguh, hanya

3. Al-Istifhâm X X Tanya: Apa (kah), siapa

4. Al-Amr X Perintah: hendaklah

5. Al-Nahy X Larangan: Janganlah

6. drA‘-Al X Sindiran: apakah

7. dîhdTa-Al X Anjuran: mengapakah

8. al-Tamanniy X Harapan nihil: andaikan

9. Al-Tarajjiy X Harapan pasti: andaikan

10. Al-Nidâ’ X Seruan: Wahai, hai

11. tSyar-al X X Syarat: Barangsiapa

12 Al-Qasam X Sumpah: Demi

Seluruh kata sarana Bsu yang terdapat di dalam bagan di atas, secara

struktural menempati posisi sebelum nomina atau verbanya. Demikian pula

padanannya dalam Bsa sama, kecuali kata sarana negasi yang masuk pada

nomina padanannya melalui pengubahan posisi (transposisi) seperti contoh

ayat 8 surah al-Baqarah: B�� mereka bukanlah orang-orang // و� هX ب�

yang beriman. Bsa menempatkan kata bukan setelah nominanya, karena ini

Page 145: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlv

merupakan ciri bahwa kata yang terletak sebelum kata bukan adalah

nomina.232

Sementara kata sarana bukanlah jenis kata dalam Bsu, berbeda

dengan jenis kata utama, yakni nomina dan verba. Oleh karena itu, seluruh

kata sarana tidak mempunyai arti leksikal, yakni arti kata secara lepas tanpa

kaitan dengan kata lain. Arti kata sarana barulah jelas setelah dikaitkan

dengan kata lain, misalnya inna Allâh // sesungguhnya Allah; bi al-haqq //

dengan kebenaran; tsumma antum // kemudian kamu; lâ tufsidû //

janganlah berbuat kerusakan. Di samping tidak mempunyai arti leksikal,

kata sarana tidak dapat berubah bentuknya dari kata dasar menjadi kata

turunan.

Padanan kata dan maknanya dalam Bsu maupun Bsa tidak selamanya

mengacu pada makna leksikal, tetapi banyak kata-kata yang dapat

ditentukan maknanya jika kata itu telah berada dalam satuan yang disebut

kalimat. Untuk mengetahui padanan leksikal dan maknanya tentang

partikel, akan penulis jelaskan pada sub bab berikutnya. Itu sebabnya kata-

kata seperti itu disebut kata yang terikat konteks. Kata-kata yang dimaksud

adalah kata sarana.

4. Terjemahan pada tingkat rangkaian kata (Frasa)

Jenis terjemahan di tingkat frasa biasanya merupakan frasa idiom atau

konstruksi frasa yang mapan. Namun frasa yang dimaksudkan di sini adalah

frasa non idiom. Dalam kajian Bsu, frasa dinamakan tarkîb yang

tarkîb dan 233fiy starkîb wayaitu , dikelompokkan menjadi dua macam

232 Ciri kata nominal ada dua, yaitu: (1) dapat diingkari dengan kata bukan; (2) dapat diikuti

oleh kata yang+KS atau yang sangat+KS. Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 82. 233 Tarkîb Wasfiy ialah dua kata atau lebih yang membentuk satuan frasa dengan pola

hubungan benda yang disifati (man’ût) dan sifatnya (na’t).

Page 146: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlvi

frasa non idiom dibentuk menurut , Sedangkan dalam kajian Bsa234.âfiydi

hukum DM (Diterangkan mendahului Menerangkan). Dengan demikian,

kedua frasa Bsu di atas tidak ditemukan kesulitan terjemahannya ke dalam

Bsa, karena kesamaan konstruksi, seperti ayat 211 dan 144 surah al-Baqarah:

Contoh:

(1) B X����ه' Xآ Lب7� إ"�ائ� L" ��ب�� ��' @1ل� (2) � ش>� ا��-�� ا���امو

Dan .fiystarkîb waadalah ) 1(Frasa yang bergaris bawah pada contoh

konstruksi Bsu yang digunakan menggunakan hukum DM. Jika diperhatikan

dari susunannya terjemahannya sepadan dengan Bsa (12 = 12), yaitu âyah //

bayyinah (bukti // nyata). Hanya saja, pada frasa Bsu ini seringkali

diterjemahkan dalam Bsa dengan penambahan leksikal “yang” di antara dua

kata, karena memang susunannya tersusun dari nomina dan adjektiva seperti

contoh di atas, sehingga terjemahan itu bisa ditambahkan kata “yang”, dan

terjemahannya menjadi bukti (yang) nyata. Namun ada juga yang

terjemahannya dengan penambahan leksikal “dan”, seperti halâlan // tayyiban

(halan dan baik).235 Bahkan terjemahan sejenis frasa di atas tanpa melalui

penambahan apapun, seperti contoh (1) atau contoh-contoh frasa yang sudah

mapan dan lazim digunakan seperti al-lughah // al-‘arabiyyah (bahasa //

Arab), al-mujtama’ // al-hadîts (masyarakat // modern) dan al-tafkîr // al-

siyâsiy (pemikiran // politik).

Jika . âfiydtarkîb iadalah ) 2( yang bergaris bawah pada contoh Frasa

dilihat dari segi konstruksinya frasa tersebut tidak berbeda dengan frasa Bsu

234 Tarkîb idâfiy ialah dua kata atau lebih yang membentuk satuan frasa dengan pola

hubungan kata pokok yang disandarkan (mudâf) dan kata tambahan yang disandari (mudâf ilaih). 235 Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 76.

Page 147: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlvii

pertama, yaitu frasa yang dibentuk menurut hukum DM, sehingga terjemahan

di tingkat frasa ini sepadan (12 = 12), yaitu:

Wajah = muZ ك و 1 2 2 1

Ayat lain, yaitu ayat 164 dalam surah yang sama juga dipadankan

dengan hukum DM, seperti khalqi // al-samâwât (penciptaan // langit), ikhtilâfi

// al-lail (pergantian // malam). Atau juga frasa yang tersusun dari lebih dua

kata terjemahannya sepadan (123 = 123), seperti frasa yang terletak pada ayat

). Allah// keridaan // mencari ( hâAll //tiâd mar // a`âibtigh, 207

Berbeda dengan frasa bahasa Inggris yang konstruksinya menggunakan

hukum MD (Menerangkan mendahului Diterangkan). Terjemahan rangkaian

kata itu dibalik dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hukum DM,

sehingga padanannya bukan (12 = 12), tetapi (12 ↔ 21), seperti wajha // ka

(your face). Sementara frasa yang tersusun lebih dari dua kata dan rangkaian

kata pertama tetap diterjemahkan seperti Bsu-nya dan rangkaian dua kata

terakhir menggunakan hukum MD, sehingga padanannya (123 ↔ 132), seperti

ada juga , Namun 236).Pleasure// God’s // gain ( hâ All //tâd mar // a`âibtigh

frasa bahasa Inggris yang tersusun lebih dari dua kata menggunakan hukum

DM seperti bahasa Indonesia dan itupun hanya berlaku pada dua kata yang

// a`âibtighseperti , penghubungsebagai ofkata gunakan engmterakhir dengan 237).of Allah// the pleasure // to earn ( hâ All //tâd mar

Namun demikian, kedua frasa Bsu di atas dalam terjemahan Bsa ada

yang menggunakan hukum MD seperti bahasa Inggris. Hal itu berarti

tarkîb frasa Bsu yang menggunakan seperti, ) 21↔12 (padanannya menjadi

236 Ahmad Zidan dan Dina Zidan, The Glorious Qur`an: Text and Translation (Kairo: Islamic

Inc. Publishing & Distribution, 1996), h. 22 dan 32. 237 Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur-an: Text, Translation & Commentary (Lahore: SH.

Muhammad Ashraf, t.t.), h. 82.

Page 148: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlviii

atau dalam bahasa Inggrisnya ) umat// satu (idatan hâw// ummatan , fiyswa

ilâhun Tetapi pada frasa ).makanan// satu (idin hwâ// a’âmin t, )nation// one (

satu ahkannya dengan Quran tidak menerjem-dalam terjemahan al idun hwâ//

// Tuhan melainkan dengan terjemahan padanan budaya yaitu Tuhan // Yang

Maha Esa.238 Dan terjemahan seperti ini dilakukan pada semua frasa yang

-al, 163/Baqarah-yaitu surah al, sebelas tempatdi idun hilâhun wâbertuliskan

-al, 51dan 22 / lhNa-al, 52/ Ibrâhîm, 19/ An’âm-al, 73/ idah`Mâ-al, 171/`âNis

beberapa ayat dan .6/ ilatssdan Fu34 / ajjH-al, 108/ `Anbiyâ-al, 110/ Kahf

surah lainnya.

5. Terjemahan pada tingkat kalimat

Dalam beberapa hal, jika ternyata tingkat frasa tidak bisa dijadikan

satuan terjemahan, maka untuk mencapai padanan yang tepat terjemahan

dilakukan pada tingkat kalimat. Kalimat yang dimaksud di sini adalah kalimat

menurut struktur gramatikal, kalimat menurut fungsi, dan kalimat menurut

bentuk gayanya. Pengelompokan kalimat seperti itu dimaksudkan untuk

mencari padanan kalimat Bsu dengan Bsa dalam terjemahan.

Kalimat menurut struktur gramatikalnya meliputi beberapa kalimat,

antara lain: a) kalimat tunggal; b) kalimat majemuk; c) kalimat majemuk

setara; d) kalimat majemuk bertingkat.

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu

predikat. Gramatika bahasa Arab menyebutnya kalimat sederhana (al-Jumlah

-al(yaitu kalimat nominal , Kalimat ini terdiri dua macam 239).ahtBasî-al

Jumlah al-Ismiyyah) dan kalimat verbal (al-Jumlah al-Fi’liyyah). Adapun

padanan gramatikal Bsu dan Bsa yang berkaitan dengan terjemahan adalah

238 Lihat juga, HB. Jassin, al-Quran al-Karim: Bacaan Mulia (Djakarta: Djambatan, 1978), h.

32 dan Mahmud Junus, Tafsir Quran Karim (Djakarta: Al-Hidajah, 1971), h. 22. 239 Muhammad Ibrâhîm ‘Ubâdah, al-Jumlah al-‘Arabiyyah: Mukawwanâtuhâ-Anwâ’uhâ-

Tahlîluhâ (Kairo: Maktabah al-Âdâb, 2001), h. 136.

Page 149: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxlix

mengubah pola struktur kata (transposisi). Kalimat verbal Bsu diubah menjadi

kalimat nominal Bsa, seperti pada ayat 7: X� Allah telah // ...خX� ا�A Zz� 61ب

mengunci hati mereka.... Ayat tersebut tidak diterjemahkan mengunci Allah

hati mereka... Kalimat ini tidak lazim dalam bahasa Indonesia, kecuali pada

kalimat yang dianggap kalimat inversi, seperti contoh dalam bahasa Indonesia:

Sepakat kami untuk membantu mereka.

Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dari dua

kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk disebut dalam gramatika bahasa

Arab dengan istilah kalimat bersusun (al-Jumlah al-Murakkabah). Mengingat

hal yang dibicarakan adalah kalimat majemuk, maka maksud dari dua kalimat

tunggal adalah dua klausa. Kalimat majemuk terbagi atas dua macam, yaitu:

a) Kalimat majemuk setara, seperti contoh terjemahan ayat 7: Allah telah

mengunci hati dan pendengaran mereka. Terjemahan ini mengandung dua

klausa yang setara dengan subjek dan predikat yang sama. Kemudian dua

klausa itu dihubungkan dengan menggunakan kata dan. Biasanya kalimat

majemuk setara menggunakan kata penghubung untuk menunjukkan jenis

hubungan antarklausa. Adapaun jenis hubungan yang muncul dalam

kalimat majemuk setara ini bermacam-macam, antara lain: (1) jenis

penjumlahan, biasanya menggunakan kata penghubung dan, serta, baik,

maupun. Kata-kata ini berfungsi untuk menyatakan penjumlahan atau

gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa dan proses, contohnya seperti di

atas; (2) jenis pertentangan, kata yang digunakannya seperti tetapi,

sedangkan, melainkan. Kata-kata ini berfungsi untuk menyatakan bahwa

hal yang dinyatakan dalam klausa pertama bertentangan dengan klausa

kedua, seperti pada ayat 12 surah al-Baqarah: Ingatlah, sesungguhnya

merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari; (3)

Page 150: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cl

jenis pemilihan, biasanya kata yang sering digunakan adalah atau. Kata ini

berfungsi untuk menyatakan pilihan di antara dua kemungkinan, seperti

pada ayat 135: Dan mereka berkata: “Jadilah kamu (penganut) Yahudi

atau Nasrani; (4) jenis perurutan, dan kata penghubung yang digunakannya

adalah lalu, kemudian. Kata penghubung ini digunakan untuk

menyatakan kejadian yang berurutan, seperti pada ayat 28: Bagaimana

kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia

menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia

menghidupkan kamu kembali.

b) Kalimat majemuk bertingkat, seperti pada terjemahan ayat 23:

“Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang Kami turunkan kepada hamba

Kami, maka buatlah satu surah semisal dengannya...”

Terjemahan ayat di atas adalah kalimat majemuk tak setara, karena terdiri

dari dua klausa, salah satunya klausa bebas dan lainnya terikat. Induk

gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan pertaliannya dari

sudut pandang yang lain dituangkan ke dalam anak kalimat. Maka

terjemahan ayat itu yang menjadi induk kalimat adalah maka buatlah satu

surah semisal dengannya; sedangkan jika kamu meragukan(al-Quran) yang

Kami turunkan kepada hamba Kami adalah anak kalimat, dengan ciri

adanya penanda kata jika.

Dengan demikian, kalimat majemuk bertingkat ini memiliki jenis hubungan

yang lebih banyak daripada kalimat majemuk setara, antara lain: (1) waktu,

biasanya menggunakan kata penghubung sejak, setelah, sebelum, ketika.

Kata-kata ini mempunyai fungsi untuk menyatakan waktu terjadinya

peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa utama, seperti pada

ayat 254: Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan

Page 151: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cli

kepadamu sebelum datang hari yang tidak ada lagi jual beli; (2) syarat,

seperti kata penghubung apabila, jika, kalau, seandainya. Fungsi kata ini

untuk menyatakan syarat atau pengandaian terlaksananya hal yang disebut

dalam klausa utama, contohnya seperti pada ayat 23 di atas; (3) tujuan,

seperti kata penghubung agar, supaya, untuk. Fungsi kata ini untuk

menyatakan satu tujuan yang disebutkan dalam klausa utama, seperti pada

ayat 207: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya

untuk mencari keridaan Allah; (4) konsesif, seperti kata penghubung

walaupun, sekalipun, meskipun. Kata ini digunakan untuk menyatakan

pernyataan klausa bawahan yang tidak akan mengubah pernyataan yang

terdapat dalam klausa utama, seperti pada ayat 221: Sungguh hamba

sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik

meskipun dia menarik hatimu; (5) pembandingan, seperti kata penghubung

seperti, bagaikan, laksana, sebagaimana. Kata ini berfungsi untuk

menyatakan perbandingan antara pernyataan pada klausa utama dengan

pernyataan pada klausa bawahan, seperti pada ayat 17: Perumpamaan

mereka seperti orang yang menyalakan api; (6) penyebaban, seperti kata

penghubung sebab, karena, oleh karena. Kata ini berfungsi untuk

menyatakan sebab atau alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan dalam

klausa utama, seperti pada ayat 10: dan mereka mendapat azab yang pedih,

karena mereka berdusta; (7) pengakibatkan, seperti kata penghubung

sehingga, maka. Kata ini berfungsi untuk menyatakan akibat apa yang

dinyatakan dalam klausa utama, seperti pada ayat 55: Kami tidak akan

beriman kepadamu sehingga kami melihat Allah dengan jelas; (8) cara,

seperti kata penghubung dengan, tanpa. Kata ini digunakan untuk

menyatakan cara pelaksanaan dan alat dari apa yang dinyatakan oleh klausa

Page 152: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clii

utama, seperti pada ayat 212: Dan Allah memberi rezeki kepada orang

yang Dia kehendaki tanpa perhitungan; (9) kemiripan, seperti kata

penghubung seolah-olah, seakan-akan. Kata ini untuk menyatakan adanya

kenyataan yang mirip dengan keadaan yang sebenarnya, seperti pada ayat

101: Seakan-akan mereka tidak tahu.

Dalam contoh di atas dapat dilihat dengan jelas jenis hubungan antarklausa,

konjungtor atau kata penghubung, dan fungsinya dalam kalimat majemuk

bertingkat.

Adapun kalimat Bsu menurut fungsinya lebih banyak jenisnya daripada

kalimat Bsa. Perbandingan itu dapat dilihat pada tabel partikel Bsu dan Bsa

sebelum ini. Suatu kalimat menurut fungsinya akan berbeda dengan kalimat

lainnya tergantung kata sarana (partikel) yang masuk ke dalam kalimat itu.

Oleh karena itu, kalimat Bsu menurut fungsinya dapat dipadankan dengan

kalimat Bsa yang meliputi empat macam kalimat, yaitu: a) kalimat berita

(deklaratif); b) kalimat tanya (interogatif); c) kalimat perintah (imperatif); d)

kalimat seru.240

a) Kalimat berita (deklaratif) adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk

menyatakan suatu berita kepada mitra komunikasinya. Bentuk kalimat

berita bersifat bebas, boleh inversi atau versi, aktif atau pasif, tunggal atau

majemuk, dan sebagainya. Yang terpenting isinya merupakan

pemberitaan.241 Kalimat berita Bsu dapat diungkapkan dalam bentuk

kalimat positif (itsbât), kalimat negatif (nafy), dan kalimat penegas

240 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 142-145. 241 Kalimat berita mengandung konsekuensi pada pembicara/ penutur dan menimbulkan efek

pada pembaca atau pendengar, apakah berita itu benar atau dusta. Sehingga kalimat yang mengandung pemberitaan itu, dalam Balaghah dinamakan kalâm khabar. Berbeda dengan kalâm insyâ , pembicaranya tidak bisa disebut sebagai orang yang benar atau dusta. Lihat, ‘Ali al-Jârim dan Mustafâ Amîn, al-Balâghah al-Wâdihah. Penerjemah Mujiyo Nurkholis, dkk. (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), h. 198.

Page 153: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cliii

(ta`kîd), seperti pada ayat 12 surah al-Baqarah: ون��X هX ا��]-zإن Fأ . Ayat

ini merupakan kalimat berita yang mengandung penegasan melalui empat

partikel, yaitu Fأ untuk peringatan; إن untuk menegaskan; pronomina Xه ; lsFa-r alîamdsebagai ون� ngan kata definitif yang ditandai deا��]-

adanya al,242 sehingga kalimat terjemahannya : ingatlah sesungguhnya

merekalah yang berbuat kerusakan.

b) Kalimat tanya (interogatif) dipakai oleh penutur/ penulis untuk memperoleh

informasi atau reaksi berupa jawaban yang diharapkan dari mitra

komunikasinya. Kalimat tanya pada ayat-ayat al-Quran tidak terdapat

penanda berupa tanda tanya, hanya seringkali kalimat itu diawali dengan

kata tanya. Oleh karena itu, dilihat dari bentuknya kalimat tanya Bsu

sepadan dengan kalimat Bsa, yakni penggunaan kata tanya. Namun, dalam

beberapa ayat yang berbentuk kalimat tanya, terjemahan al-Quran Depag

menggunakan tanda tanya di samping kata tanya, seperti pada ayat 44 surah

al-Baqarah: 1ن(:� G@أ // tidakkah kamu mengerti?.

c) Kalimat perintah (imperatif) digunakan oleh penutur untuk menyuruh atau

melarang orang berbuat sesuatu. Dengan demikian, kalimat perintah Bsu

dapat dipadankan dengan kalimat perintah Bsa pada dua macam kalimat,

yaitu: a) kalimat perintah suruhan (jumlah al-Amr); b) kalimat perintah

larangan (jumlah al-Nahy). Keduanya dapat dicontohkan seperti pada ayat

60 surah al-Baqarah: 1ا @7 ا��رض=:� Fو Zzرزق ا� Bآ1ا واش�ب1ا B��-[ // makan dan minumlah dari rezeki (yang diberikan) Allah, dan

janganlah kamu melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.

d) Kalimat seru (esklamatif) dipakai oleh penutur untuk mengungkapkan

perasaan emosi yang kuat, termasuk kejadian yang tiba-tiba dan

242 Muhammad Husain Salâmah, al-I’jâz al-Balâghiy fî al-Qurân al-Kârim (Kairo: Dâr al-

Âfâq al-‘Arabiyyah, 2002), h. 18.

Page 154: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cliv

memerlukan reaksi spontan. Pada bahasa tulisan, kalimat ini diakhiri

dengan tanda seru, akan tetapi ayat-ayat al-Quran tidak menggunakannya,

tetapi cukup menggunakan kata sarana yang mengandung perasaan emosi

dan reaksi spontan, misalnya nama-nama yang diawali dengan partikel yâ`

nidâ` atau sejenisnya yang berarti wahai atau hai.243

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan

penutur/ penulis secara tepat sehingga dapat dipahami oleh pendengar/

pembaca secara tepat pula.244 Sebuah kalimat bisa dikatakan kalimat efektif

jika memenuhi beberapa ciri, antara lain: kesepadanan struktur, keparalelan

bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran, kepaduan

gagasan, dan kelogisan bahasa.245

Di sini, kalimat efektif yang dimaksudkan adalah kalimat Bsa dalam

bentuk terjemahan al-Quran oleh Depag RI. Oleh karena itu, ciri-ciri kalimat

efektif perlu diterapkan dalam terjemahan al-Quran agar pembaca terjemahan

langsung memahami dengan cepat dan tepat.

Di antara kriteria kalimat yang sepadan strukturnya dan kehematan kata

adalah tidak ditemukan subjek yang ganda dalam kalimat itu. Kalimat Bsu

banyak ditemukan subjek yang ganda, misalnya subjek yang berkelas nomina

yang terdiri dari dua pronomina yang terletak setelah partikel penegas, seperti

pada ayat 37: zإنZ 1ه Xح�zاب ا��z1zا�� // Sungguh Allah Maha Penerima taubat,

Maha Penyayang. Ayat tersebut mengandung dua pronomina, yakni Hû yang

mengiringi kata penegas inna dan huwa, yang kalau diterjemahkan sungguh

Dia Dia.... dan ini memunculkan dua subjek, dan untuk menjadikan kalimat

243 Ya nida dalam beberapa tempat boleh dibuang, namun mengandung makna kalimat seru,

seperti seruan nabi Ibrahim kepada Allah dalam bacaan doanya, seperti pada ayat 127: Rabbanâ taqabbal minnâ // sehingga terjemahannya Ya Tuhan kami, terimalah amal kami.”

244 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 146. 245 E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia (Jakarta: Akademika

Pressindo, 2006), h. 99.

Page 155: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clv

efektif, salah satunya digantikan dengan partikel –lah sebagai penegasan

makna.

Kemudian di antara ciri kalimat efektif adalah ketegasan makna.

Ketegasan makna dapat dinyatakan dengan penggunaan partikel penekanan

(penegasan) seperti partikel –lah pada contoh ayat di atas. Di samping itu,

ayat-ayat al-Quran banyak menggunakan partikel penekanan lainnya baik

dalam kalimat nominal maupun verbal. Partikel-partikel penegasan (taukîd)

dalam terjemahan harus dicarikan padanannya dan juga harus diterjemahkan

untuk menunjukkan adanya ketegasan makna dalam kalimat tersebut.

Ada beberapa ayat yang mengandung kalimat penegasan itu tidak

diterjemahkan oleh Depag RI, seperti pada ayat 30: 7 ا��رض@ LA� إن�7 �آAku hendak menjadikan khalifah ; dan pada ayat 67: X // خ�]��� Zzا� zإن

// Allah memerintahkan kamu. Yang seharusnya terjemahan itu menggunakan

kata sarana penegasan, seperti sungguh atau sesungguhnya.246

Kalimat tidak lengkap (minor) biasa ditemukan dalam bahasa lisan

maupun tulisan. Kalimat itu bisa dinamakan kalimat tidak lengkap, karena ada

unsur-unsur atau satuan-satuan kebahasaan yang dilesapkan. Harimurti

mengistilahkan kalimat ini dengan elipsis.247 Elipsis dalam mikro struktur teks

memegang peranan penting dalam teks susastra, sehingga al-Jurjaniy

248).abtkhi-maziyyah al( memandangnya sebagai aspek keindahan ungkapan

246 Di antara partikel yang termasuk kata sarana penegas adalah inna, anna, lâm al-ibtidâ ,

nûn taukîd, lâm yang terletak sebagai bentuk jawaban sumpah dan qad. Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid 3, h. 264.

247 Harimurti Kridalaksana, Kamus Lingustik (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 40. Elipsis (al-hadzf) termasuk kajian penting dalam sintaksis Bahasa Arab terutama tentang kajian i’râb, mulai dari penggantian vokal tunggal (dammah, fathah, kasrah) dengan sukun atau vokal rangkap (tanwîn) dengan vokal tunggal (fathah) ketika penghentian bacaan dilakukan pada kata atau kalimat, hingga penghilangan huruf pada kata dan penghilangan kata serta klausa pada struktur kalimat. Lihat, Ahmad Sa’d Muhammad, al-Usûl al-Balâghiyyah fî Kitâb Sîbawaih (Kairo: Maktabah al-Âdab, 1999), h. 76. Dan menurut Fokker, unsur yang biasa dilesapkan dalam suatu kalimat adalah subjek atau predikat. Lihat, AA Fokker, Sintaksis Indonesia (Jakarta: Pradnya Paramita, 1988), h. 88.

248 ‘Abd al-Qâhir al-Jurjâniy, Dalâ il al-I’jâz (Kairo: ‘Abd al-Salâm Hârûn, t.t.), h. 40.

Page 156: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clvi

Tujuan pemakaian elipsis ini, salah satunya yang terpenting adalah untuk

mendapatkan kepraktisan bahasa sehingga bahasa lebih singkat, padat dan

mudah dimengerti dengan cepat.

Dalam struktur Bsu mulai dari huruf, kata, frasa hingga klausa dapat

dilesapkan di dalam kalimat yang mengandung kesejajaran struktur

(paralelisme). Menurut pakar gramatika Bsu bahwa struktur Bsu dapat dinilai

paralel jika memenuhi dua komponen kalimat, yaitu fi’l – fâ’il dan mubtada` -

khabar atau diistilahkan Sîbawaih dengan sebutan musnad – musnad ilaih.

Jika salah satu komponennya tidak terdapat dalam kalimat tersebut, maka

komponen yang dilesapkan itu harus diperkirakan untuk menciptakan kalimat

yang sempurna atau berfaedah.249

Meskipun dalam beberapa ayat al-Quran elipsis digunakan, namun

elipsis itu tidak bisa dipadankan dalam terjemahan Bsa, karena keterpahaman

pembaca terhadap terjemahan diperlukan dalam memahami ayat-ayat al-

Quran, sehingga terjemahan al-Quran Depag tetap menampilkan satuan-satuan

bahasa yang dianggap elipsis.

Adapun di antara komponen kalimat Bsu yang dilesapkan dalam surah

al-Baqarah kemudian pelesapan itu muncul dalam terjemahan al-Quran Depag

RI, antara lain:

a) Nomina, seperti pada ayat 220 surah al-Baqarah berikut : Xوإن ����>1هXKخ1انc@ adalah merekamaka , Dan jika kamu mempergauli mereka‘’//

saudara-saudaramu.’’ Kata yang bergaris bawah, seperti yang terdapat

pada ayat 220 surah al-Baqarah adalah kata nominal yang dilesapkan yaitu

kata ganti nama (pronomina). Adapun pronomina yang dimaksud pada

contoh itu adalah damîr Xه (persona ketiga jamak) yang merujuk kepada

249 Muhammad Ahmad Khidîr, ‘Alâqah al-Zawâhir al-Nahwiyyah bi al-Ma’nâ fi al-Qurân al-

Karîm (Kairo: Maktabah Anglo al-Misriyyah, t.t.) h, 107-108.

Page 157: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clvii

7 (anak-anak yatim).250 Damîr tersebut menempati posisi S atau ا����

musnad ilaih dengan subfungsinya mubtada`.

b) Verba, seperti pada ayat 127: �z� Lz�(� ��zرب // (seraya berdoa), “Ya Tuhan

kami, terimalah (amal) dari kami. Kata verbal yang dilesapkan adalah kata

yaqûlâni (mereka berdua berkata) yang terletak sebelum frasa rabbanâ.

Verba yaqûlâni mengandung S eksplisit yang merujuk kepada Nabi

Ibrahim dan Ismail.251

c) Frasa, seperti pada ayat 196 dalam surah yang sama: 7@ م�z�أ ��G� ��م&@ Maka dia wajib berpuasa tiga hari dalam ( musim) haji.’’ Pada’‘ // ا����

contoh itu pelesapan terjadi pada fungsi P atau musnad dengan subfungsi

khabar yang terletak setelah KS fâ` jawâb. Dan P yang dimaksud di sini

adalah predikat yang didahulukan (khabar muqaddam) yang terdiri dari

frasa preposisional Z�:@ yang mengandung makna verba imperatif dia

wajib.252

d) klausa, seperti pada ayat 58 surah al-Baqarah: �z<و1�16ا ح // Dan

katakanlah, “Bebaskanlah kami (dari dosa-dosa kami).” Pelesapan yang

terjadi pada contoh tersebut adalah pelesapan fungsi S atau musnad ilaih

dengan subfungsi mubtada` yang terletak setelah kata qaul atau setelah

kata-kata yang secara morfemis berasal dari kata qaul, seperti verba

perfektif aktif (qâla), verba perfektif pasif (qîla), verba imperfektif aktif

(yaqûlu), verba imperfektif pasif (yuqâlu), verba imperatif (qul) dan verba

noun (qaul). Sementara verba yang terdapat pada contoh itu adalah verba

imperatif dengan S persona kedua jamak yang merujuk kepada Bani Israil.

250 Demikian menurut pendapat para pakar i’râb al-Quran seperti al-Akhfasy, al-Farrâ`, Abû

‘Ubaidah, al-Zajjâj dan al-Nahhâs. Lihat, Muhammad Ahmad Khidîr, ‘Alâqah al-Zawâhir al-Nahwiyyah bi al-Ma’nâ fi al-Qurân al-Karîm, h, 116.

251 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuhu, jilid 1, h. 188. 252 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuhu, jilid 1, h. 257.

Page 158: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clviii

Sedangkan klausa yang dilesapakan dari konstruksi kalimat ada dua

kemungkinan yaitu klausa �<ح ��A �<اح dan �<ح ���2- .253 Selain itu,

elipsis juga terjadi pada klausa lain, yakni verba imperatif, seperti pada ayat

135 surah al-Baqarah: �[��ح Xإب�اه� �z Lب L6 // ‘’ Katakanlah, “(tidak!)

Tetapi (ikutilah) agama Ibrahim yang lurus.‘’ Menurut Abû ‘Ubaidah,

verba imperatif yang dihilangkan pada ayat tersebut adalah ittabi’û

(ikutilah).254

Kalimat inversi adalah kalimat yang P-nya mendahului S. Urutan P-S

dipakai untuk penekanan atau ketegasan makna. Kata atau frasa yang

menempati posisi pertama dalam kalimat itu akan menjadi kata kunci yang

mempengaruhi makna dalam hal menimbulkan kesan tertentu.255 Dengan

demikian, pada kalimat inversi ini tidak terjadi transposisi teks Bsu terhadap

teks Bsa, seperti perubahan fungsi P-S menjadi P-S atau jumlah fi’liyyah

menjadi jumlah ismiyyah.

Pada kenyataannya, kalimat inversi Bsu tidak hanya terjadi pada pola P-

S semata, melainkan pola-pola lainnya juga banyak ditemukan dalam beberapa

ayat al-Quran. Namun, kesepadanan kalimat inversi Bsu dan Bsa harus terjadi

pada Terjemahan al-Quran. Dalam beberapa ayat yang termasuk kalimat

inversi, terjemahan al-Quran Depag juga menerjemahkan dengan kalimat

inversi juga. Oleh karena itu, padanan kalimat inversi Bsu dengan Bsa dapat

dikelompokkan pada dua jenis kalimat (jumlah), yaitu :

a) kalimat nominal (jumlah ismiyyah), seperti pada ayat 142 surah al-Baqarah:

Zz� L6�با��3�قU��وا // katakanlah: “Milik Allah-lah timur dan

253 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuhu, jilid 1, h. 110. 254 Abû ‘Ubaidah, Majâz al-Qurân (Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1981), jilid 1, h. 57. 255 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 146.

Page 159: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clix

barat.” Pada contoh ini, kata yang bergaris bawah adalah mubtadâ` (S)

yang seharusnya di permulaan kalimat 256 dan khabarnya (P) setelahnya.

b) kalimat verbal (jumlah fi’liyyah), seperti pada ayat 215 surah al-Baqarah:

X�A Zب Zzا� zنc@ ��خ B dan kebaikan apa saja yang kamu // و� �]:1ا

kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Pada contoh ini

yang didahulukan dalam kalimat tersebut adalah objek (maf’ûl bih)

` mâHal itu disebabkan oleh pentakwilan . sementara verbanya diakhirkan

Wa ayya khairin yakni , syarat dan jawab sebagai pentakwilan ûlahsmau

taf’alû fa inna Allâha bihî ‘alîm.257

Berkaitan dengan inversi dalam kalimat verbal, ternyata ada ayat yang

tidak diterjemahkan menurut kalimat inversi Bsu, seperti pada ayat 41 surah

al-Baqarah: 1ن(z��@ ي�z�وإ // dan bertakwalah hanya kepada-Ku dan juga pada

ayat sebelumnya, ayat 40: ي @�ره1�ن�z�وإ // dan takutlah kepada-Ku saja.

Ayat tersebut maf’ûl bih (O) didahulukan daripada verbanya. Padahal dilihat

ah yang hFâti-surah al5 ama dengan ayat dari bentuknya ayat ini s

terjemahannya : Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya

kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Perbedaannya terletak pada

verbanya, yakni verba di atas menggunakan verba imperatif, sedangkan verba

dalam surah al-Fatihah menggunakan verba imperfektif. Padanan terjemahan

yang menunjukkan kalimat inversi pada dua ayat tersebut memang sulit,

sehingga terjemahan al-Quran pada edisi baru merevisinya dengan

mendahulukan verbanya seperti terjemahan di atas. Di sinilah, inkonsistensi

terjadi dalam terjemahan al-Quran Depag edisi baru. Revisi ini seharusnya

256 Berdasarkan definisi mubtadâ , yakni nomina definitif yang dibaca rafa’ yang mestinya

didahulukan serta tidak terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka menurut Tammâm Hassân ini merupakan kaidah pokok bagi mubtadâ . Lihat, Tammâm Hassân, al-Usûl: Dirâsah Istimûlujiyyah li al-Fikr al-Lughawiy ‘inda al-‘Arab (Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 2000), h. 125.

257 Al-Zajjâj, Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuhu, jilid I, h. 452.

Page 160: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clx

juga melihat terjemahan al-Quran Depag sebelumnya yang dicetak oleh

pemerintah Saudi Arabia yang berbunyi: Dan hanya kepada-Ku-lah kamu

harus bertakwa. Dalam terjemahan al-Quran itu, kalimat inversi Bsu tetap

diterjemahkan menurut kalimat inversi Bsu-nya. Sebab kalimat itu merupakan

kalimat efektif dan indah serta mempunyai maksud, jika ditinjau dari segi gaya

bahasa (retorika) yang benar-benar diperhatikan dan dipentingkan

pembahasannya oleh ahli Balaghah.258 Mungkin ini sebagai alternatif

terjemahan yang berorientasi pada kalimat inversi, meskipun tidak sepenuhnya

benar, yakni dan hanya kepada Aku, hendaklah kamu bertakwa; dan hanya

kepada Aku, hendaklah kamu takut. Munculnya kata hendaklah merupakan

apresiasi makna dari verba imperatif, sebagaimana verba imperfektif yang

dimasuki partikel lâm al-Amr (partikel imperatif), seperti pada ayat 29:

”Barang siapa menghendaki (beriman) maka hendaklah dia beriman, dan

barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.”

6. Terjemahan pada tingkat teks

Terjemahan jenis ini dilakukan apabila terjemahan pada tingkat kalimat

sudah tidak menjadi satuan terjemahan. Teks terjemahannya ialah teks secara

keseluruhan dari beberapa kelompok kalimat mandiri. Menurut Salihen,

bahwa teks yang digunakan untuk terjemahan tingkat ini adalah teks-teks

puisi. Alasan teks puisi menjadi satuan terjemahan, karena antara teks Bsu dan

Bsa tidak bisa ditentukan padanan-padanannya baik di tingkat kata, frasa,

maupun di tingkat kalimat.259

B. PADANAN LEKSIKAL

258 Lihat ‘Abd al-Qâhir al-Jurjâniy, Dalâ il al-I’jâz, h. 108. 259 Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan, h. 42.

Page 161: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxi

Bagaimanapun, sebuah terjemahan adalah kreasi dan ijtihad manusia yang

tidak luput dari kekurangan. Faktor eksternal juga sangat mempengaruhi dalam

terjemahan, yakni bahasa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

teks Bsu. Karena itu, tugas penerjemah tidak hanya menyampaikan pesan atau

makna teks, melainkan juga menyusunnya dalam Bsa serta memperbaiki

kekurangan-kekurangannya akibat tidak berterima oleh pembaca. Oleh karena itu,

agar bisa dipahami oleh kalangan umum, para penerjemah al-Quran Depag

sepakat untuk tidak menggunakan bahasa ilmu sosial yang sedang berkembang

saat ini, tetapi lebih memilih bahasa Indonesia yang sederhana.260

Terjemahan al-Quran Depag RI juga tidak berbeda jauh dengan

terjemahan-terjemahan pada umumnya. Harus diketahui bahwa menerjemahkan

satu ungkapan al-Quran berarti juga menafsirkan terhadap ungkapan tersebut. Jika

ungkapan al-Quran tersebut mempunyai beberapa kemungkinan arti, maka

penerjemah harus memilih salah satu saja dari sekian arti tersebut. Tidaklah elok,

apabila semua arti tersebut dikemukakan secara keseluruhan. Untuk itu, terjadi

tarik ulur antara satu penerjemah dengan penerjemah lainnya.261

Sehubungan hal itu, antara kata dan arti atau makna tidak bisa dipisahkan

dan itulah yang dibicarakan oleh semantik leksikal yang menekankan kajian

makna pada tingkat kata.262 Dengan demikian, kata merupakan momen

kebahasaan yang bersama-sama dalam kalimat untuk menyampaikan pesan dalam

suatu komunikasi.

260 Ahsin Sakho Muhammad, “Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan Tafsir

Departemen Agama ”, h. 162. 261 Ahsin Sakho Muhammad, “Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan Tafsir

Departemen Agama ”, h. 156. 262 Verhaar berkata, “Perbedaan antara leksikon dan gramatikal menyebabkan bahwa dalam

semantik kita bedakan pula antara semantik leksikal dan semantik gramatikal.” Mengenai semantik leksikal tidak terlalu sulit: sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal; makna tiap kata diuraikan di situ. Lihat, Verhaar, Pengantar Linguistik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983), h. 9.

Page 162: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxii

Melihat kenyataan yang terdapat di dalam al-Quran maupun terjemahannya

bentukan kata dapat dibagi atas: 1) bentuk dasar (leksem) yang bermakna leksikal,

2) paduan leksem, 3) bentuk imbuhan, 4) bentuk berulang, 5) bentuk majemuk, 6)

bentuk yang terikat dengan konteks kalimat.

1. Leksem dan makna leksikal

Setiap kata mempunyai bentuk, dan dalam beberapa hal, ada kata yang

memiliki bentuk dasar yang oleh para linguis disebut leksem.263 Leksikal

adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler,

kosakata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu

satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon disamakan dengan

kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat dipersamakan dengan

kata.264 Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang

bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata.

Kemudian, makna leksikal juga dapat dikatakan makna yang sesuai

dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau

makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Umpamanya kata

jannah makna leksikalnya adalah taman yang memiliki pepohonan sehingga

bumi tertutupinya.265 Jannah dalam bentuk tunggal yang diartikan kebun

dalam surah al-Baqarah hanya terdapat pada dua ayat, yakni ayat 265 dan 266:

L=�آ�z� Lواب �� seperti sebuah kebun yang terletak di dataran // ب�ب1ة أص�ب

tinggi yang disiram oleh hujan lebat. Sedangkan jannah yang diartikan surga

bisa berbentuk tunggal dan jamak. Namun jannah yang mempunyai arti surga

secara umum dinyatakan dalam bentuk jamak, yakni jannât seperti pada ayat

25: X�� zتأن�z� �� ا��ن��ر ��� B sesungguhnya mereka disediakan // ���ي

263 P.H. Mattews, Morphology an Introduction to The Theory of Word Structures (Cambridge:

Cambridge University Press, 1972), h. 22. 264 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 60. 265 Al-Husain Ibn Muhammad al-Asfahâniy, al-Mufradât fî Gharâ ib al-Qurân, h. 105.

Page 163: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxiii

surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Menurut Ibn ‘Abbâs

jannah yang berarti surga seringkali dijamakkan, karena keberadaan surga itu

jumlahnya tujuh, yaitu al-Firdaus, ‘Adn, al-Na’îm, Dâr al-Khuld, al-Ma`wâ`,

Dâr al-Salâm dan ‘Illiyyîn.266 Sebenarnya yang terjadi adalah pepohonan pada

pengertian kebun, lalu digunakan secara metaforis, perbandingan. Yang

diperbandingkan adalah pepohonan sebagai komponen utama kebun, sehingga

surga diserupakan dengan kebun atau taman di bumi, meskipun antara

keduanya terdapat perbedaan.

Makna yang dimaksud di sini adalah bentuk yang sudah dapat

diperhitungkan sebagai kata. Dalam kata-kata al-Quran terdapat kata kharaja,

dan kata ini menghasilkan bentuk kata turunan menjadi khurija, akhraja,

kharraja, takharraja dan istikhraja. Demikian pula dalam terjemahannya, kata

keluar dapat menghasilkan kata turunan mengeluarkan, dikeluarkan. Dua kata

tadi, yakni kharaja dan keluar telah memiliki makna leksikal, dan demikian

pula kata turunannya. Dan bentuk-bentuk kata ini dapat ditemukan di dalam

kamus bahasa. Jadi, makna dalam leksem di sini adalah makna leksikal yang

terdapat dalam leksem yang berwujud kata, yang makna leksikalnya dapat

dicari dalam kamus.

2. Bentuk paduan leksem dan maknanya

Kata-kata al-Quran yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia juga banyak ditemukan yang berbentuk paduan leksem, yakni

gabungan dua leksem atau lebih yang diperhitungkan sebagai kata.267

266 Al-Husain Ibn Muhammad al-Asfahâniy, al-Mufradât fî Gharâ ib al-Qurân, h. 106. 267 Harimurti Kridalaksana, Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia,

1989), h. 104.

Page 164: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxiv

Pada bagian ini, penulis ambil beberapa contoh paduan leksem yang

terdapat di dalam surah al-Baqarah dalam bentuk kata Bsu dan terjemahannya

menurut terjemahan al-Quran Depag, di antaranya:

Inti Paduan Makna

(a) Ahl Ahl al-Kitâb Ahli Kitab

(b) Millah Millah Ibrâhîm Agama Ibrahim

(c) Maqâm Maqâm Ibrâhîm Maqam Ibrahim

(e) Wajh Wajh Allâh Rida Allah

Kata Ahl secara leksikal berarti famili, keluarga, kerabat. Sedangkan

dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia di samping bermakna famili, keluarga

juga bermakna orang yang mahir dalam sesuatu ilmu (pengetahuan,

kepandaian).268 Dan al-Kitâb merupakan kata yang memiliki makna kognitif

dan emotif ,269 yakni makna kognitif jika diartikan buku, kitab. Sedangkan

makna emotifnya bisa bermacam-macam kitab, seperti kitab al-Quran, kitab

Injil dan Taurat, sebagaimana kata kitâb banyak disebut-sebut dalam al-Quran.

Kata Ahl al-Kitâb itu sendiri juga banyak disebutkan dalam al-Quran

sebanyak 31 kali. Delapan surah masuk kategori Madaniyah dan satu surah

Makkiyah. Dari beberapa surah yang menceritakan Ahl al-Kitâb itu dapat

dirujukan kepada umat yang beragama Yahudi, Nasrani, dan agama lain

seperti Sabiin dan Majusi serta agama lainnya di luar Islam.270

268 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.

19. 269 Makna kognitif disebut juga makna deskriptif atau denotatif adalah makna yang

menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Ini berarti makna tersebut memiliki acuan (referent) sesuatu yang telah disepakati oleh masyarakat, karena itu makna kognitif disebut juga makna referensial. Sedangkan makna emotif adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar; penulis dan pembaca). Lihat, T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna (Bandung: Refika Aditama, 1999), h. 11.

270 M. Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik al-Quran (Bekasi: Gugus Press, 2002), h. 239.

Page 165: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxv

Sedangkan Ahli Kitab menurut kamus bahasa Indonesia mengandung

dua pengertian, yaitu: (1) orang-orang yang berkitab suci; (2) orang yang ahli

dalam pengetahuan kitab suci.271 Dengan demikian, terdapat kesepadanan

leksikal, yaitu kitab. Ia termasuk kata bebas, yakni kata yang dapat berdiri

sendiri dalam ujaran tanpa mendapat imbuhan atau tanpa di dampingi kata

yang lain, serta kata bebas maknanya bisa bergeser apabila kata tersebut

berada di dalam kalimat.272

Millah mengandung makna leksikal syariat agama (al-Syarî’ah fî al-

Dîn) dan agama (al-Dîn).273 Baik kata millah maupun al-Dîn keduanya

diterjemahkan dengan agama. Padahal makna keduanya berbeda, yakni kata

al-Dîn diungkapkan untuk menyatakan ketaatan dan ketundukan kepada

syari’at.274 Kata millah adalah nama syariat Allah untuk dilaksanakan oleh

para hamba-Nya melalui para nabi. 275 Perbedaannya bahwa kata millah tidak

disandarkan kecuali hanya pada nabi tertentu, seperti pada ayat 135 surah al-

Baqarah: �[��ح Xإب�اه� �z Lب L6 // katakanlah: “Tidak! Tetapi kami

mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Bahkan hampir tidak ditemukan kata

millah disandarkan pada nama Allah, apalagi kepada umat nabi.

Kata Maqâm diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menurut

transliterasinya, karena sulit untuk dicarikan padanannya, sehingga kata

tersebut dijelaskan dalam catatan kaki. Hal itu disebabkan oleh makna yang

terkandung dalam kata Maqâm tidak ditemukan padanannya. Meskipun,

bahasa Indonesia memiliki kata makam, kata ini tidak bisa dipadankan, karena

kata makam mempunyai arti (1) tempat tinggal, kediaman ; (2) kubur,

271 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 19. 272 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 139. 273 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 1360. 274 Al-Husain Ibn Muhammad al-Asfahâniy, al-Mufradât fî Gharâ ib al-Qurân, h. 181. 275 Al-Husain Ibn Muhammad al-Asfahâniy, al-Mufradât fî Gharâ ib al-Qurân, h. 476.

Page 166: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxvi

permakaman.276 Padahal Maqâm yang dimaksudkan dalam ayat tersebut

adalah batu yang dijadikan tempat berdiri nabi Ibrahim saat membangun

Ka’bah.277

wajhKetika ). anggota tubuh (ahhriJâ-alpada asalnya adalah Wajh

diartikan muka, maka anggota tubuh itulah yang pertama kali menghadap.278

Inilah yang dinamakan makna leksikal.

Kata nominal wajh seperti pada ayat 115 dan 272 surah al-Baqarah

diterjemahkan dengan arti yang berbeda. Pada ayat 115 diterjemahkan dengan

wajah, maksudnya adalah arah Allah (al-Jihah); dan pada ayat 272

Meskipun kata yang sama tersebut ). ât Allahdmar( ridaditerjemahkan dengan

diterjemahkan dengan terjemahan yang berbeda, pada esensinya kedua kata

tersebut disandarkan pada Allah. Sehingga arah Allah yang dimaksudkan

adalah arah yang diridai Allah dan diperintahkah untuk menghadapnya.279

Sedangkan wajh yang diterjemahkan rida Allah termasuk metaphora (majâz

mursal), meskipun yang dinyatakan itu sebagian (wajh) namun yang

dimaksudkan adalah keseluruhan. Inilah yang diistilahkan dalam retorika

bahasa Arab dengan majâz mursal ‘alâqatuhu al-Juz`iyyah.280

3. Bentuk kata berimbuhan dan maknanya

Setiap leksem atau kata yang mendapatkan imbuhan akan

mengakibatkan munculnya makna baru. Bahkan Ibn Jinniy mengakui adanya

makna tambahan dari makna kata dasar karena adanya tambahan huruf atau

harakat.281 Baik kata-kata yang terdapat di dalam al-Quran maupun bahasa

276 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 622. 277 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsir (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), jilid I, h. 83. 278 Lihat, Al-Husain Ibn Muhammad al-Asfahâniy, al-Mufradât fî Gharâ ib al-Qurân, h. 529.

Lihat juga W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 1145. 279 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsir (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), jilid I, h. 78. 280 Al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsir, jilid I, h. 91. 281 Abû al-Fath ‘Utsmân Ibn Jinniy, al-Khasâis (Kairo: Dâr al-Kitâb al-‘Arabiy, 1957), jilid I,

h. 223.

Page 167: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxvii

Indonesia tidak jauh berbeda mengenai perubahan makna akibat imbuhan itu.

Sehingga kata-kata berimbuhan dalam al-Quran menjadikan kata-kata

terjemahanpun berbeda dengan leksem atau kata sebelumnya.

Kebanyakan kata-kata nominal dan verbal Bsu yang mengalami derivasi

dan fleksi akan mengalami perubahan makna. Misalnya kata nominal yang

yang semula , akan berpengaruh terhadap maknaah tmarbu` taditambahkan

maskulin berubah menjadi feminin. Namun tidak semua kata yang

ditambahkan ta` marbutah menjadi feminin, seperti kata kitâbah yang berarti

tulisan. Untuk itu, imbuhan kata nominal maupun verbal Bsu terdiri dari

morfem bebas dan morfem terikat. Penambahan itu bisa dilakukan dengan

cara derivasional (isytiqâqiy) maupun flektif (i’râbiy), seperti contoh berikut

ini:

a. Qatala : yaqtulu, qatlah, qitlah, qâtil, maqtûl dan seterusnya.

b. Qatala-yaqtulu : qâtala-yuqâtilu, taqâtala-yataqâtalu, iqtatala-yaqtatilu.

. âdiqâtS , âdiqatânS , âdiqahS , âdiqûnS , âdiqânS: diqâS. c

Contoh pada (a) Qatala verba perfektif dengan makna (telah

membunuh); beralih kepada bentuk berikutnya yaitu verba imperfektif dengan

imbuhan huruf yâ` dengan makna (akan / sedang membunuh); kemudian dua

dengan ahtmarbû` tâdengan imbuhan darsmakata berikutnya adalah bentuk

makna (pembunuhan): Qâtil dan Maqtûl adalah ism al-Fâ’il dan ism al-Maf’ûl

masing-masing memiliki makna (orang yang membunuh atau pembunuh) dan

(orang yang terbunuh). Penambahan sejenis ini dinamakan perubahan secara

derivasional (isytiqâqiy).

Sedangkan contoh (b) adalah imbuhan yang terjadi pada verba, sehingga

yang asalnya verba tersebut terdiri dari tiga huruf dasar menjadi beberapa

empat dan lima huruf. Masuknya imbuhan pada verba akan mempengaruhi

Page 168: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxviii

maknanya, seperti yang digambarkan dengan jelas serta perbedaan maknanya

nampak sekali, jika dilihat dari segi terjemahannya seperti pada ayat 154

surah al-Baqarah : B�� 1�1ا(� FوL�(� ... // Dan janganlah kamu mengatakan

orang-orang yang terbunuh ...191: F1و��(� Xه // Dan janganlah kamu

perangi mereka ;ayat 253: � Zz1او1� ش�ء ا�ا6�� // kalau Allah menghendaki

tidaklah mereka berbunuh-bunuhan.

Kemudian, contoh (c) adalah bentuk nomina yang perubahannya secara

inflektif, di mana imbuhan-imbuhan yang terletak di akhir kata itu akan

menjadi penentu dalam kalimat dari segi perubahan akhir kata (i’râb).

Contohnya pada ayat 23 surah al-Baqarah: B�6ص�د X��إن آ // Jika kamu

orang-orang yang benar. Kata B�6ص�د adalah bentuk jamak maskulin,

sehingga terjemahannya ditunjukkan dengan cara reduplikasi.

Dengan demikian, bahwa kata-kata Bsu yang mengalami imbuhan

, qatalaseperti , )bebas (hurrmorfem ) 1: (yaitu, tersusun dari tiga morfem

pada verba `yâseperti huruf , )terikat (qiyâmuqayyad isytiqmorfem ) 2(; âdiqs

nûn dan ` yâ huruf seperti, )terikat (muqayyad i’râbiymorfem ) 3(imperfektif

yaitu , Ketiga morfem ini menurut Abdul Chaer dibagi dua. âdiqînspada

morfem utuh yang dinamakan dengan morfem bebas, dan morfem terbagi

yaitu morfem terikat yang terletak di awal atau pertengahan kata dan morfem

yang terletak di akhir sebagai tanda perubahan (i’râb). 282

4. Bentuk kata berulang dan maknanya

282 Morfem utuh dinamakan juga morfem bebas, yakni morfem yang tanpa kehadiran morfem

lain dapat muncul dalam pertuturan, seperti rumah, satu. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah, seperti kata rumah menjadi perumahan; satu menjadi kesatuan. Lihat, Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 153.

Page 169: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxix

Bentuk kata berulang banyak digunakan oleh Bsa, sementara Bsu tidak

menggunakannya kecuali untuk menegaskan (taukîd) kata yang dimaksud.283

Kata berulang atau reduplikasi merupakan pengulangan satuan gramatik, baik

seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.284

Adapun pengulangan bentuk kata Bsa mengandung beberapa makna,

antara lain: 1) menyatakan banyak (jamak). Kata-kata Bsu yang dianggap

jamak dipadankan secara leksikal dengan pengulangan kata, seperti al-

Khâsyi’ûn/ al-Khâsyi’în // orang-orang yang khusyuk bermakna banyak orang

yang khusyuk, al-Malâikat // malaikat-malaikat bermakna banyak malaikat ,

Syayâtîn // setan-setan bermakna banyak setan; 2) menyatakan bermacam-

macam, seperti tsamarah // buah-buahan; 3) menyatakan perbuatan yang

disebutkan pada leksem dilaksanakan berulang-ulang, seperti yastahzi`u //

memperolok-olokkan, ya’mahûn // terombang-ambing. 4) menyatakan paling,

tingkat yang paling tinggi yang dapat diperoleh, seperti asyadd al-‘Adzâb//

siksa yang seberat-beratnya yang bermakna siksa yang paling berat.

5. Bentuk kata majemuk dan maknanya

Ramlan mendefinisikan kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua

kata sebagai unsurnya.285 Dari batasan ini, makna yang muncul bukanlah

gabungan makna pada tiap unsurnya, melainkan makna lain dari unsur yang

membentuknya. Misalnya rumah sakit. Kata rumah mempunyai makna

leksikal, kata sakit mempunyai makna leksikal, tetapi yang dimaksud dengan

makna rumah sakit adalah rumah tempat orang sakit.

283 Pengulangan kelas kata yang sama baik berupa nomina maupun verba dimaksudkan untuk

menegaskan. Penegasan bisa dilakukan dengan mengulang kata yang sama, klausa atau kalimat yang sama. Lihat, Mustafâ al-Ghalâyainiy, Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah, jilid III, h. 232.

284 M. Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif (Yogyakarta: CV. Karyono, 1983), h. 55. 285 M. Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif , h. 145.

Page 170: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxx

Dengan demikian, kata majemuk dapat ditelusuri melalui kategori kata

yang membentuknya. Kemudian, yang perlu diketahui di sini, adalah kata-kata

Bsu yang dipadankan secara leksikal dalam bentuk kata majemuk.286

Adapun makna yang terkandung dalam kata majemuk antara lain: (a)

tKhai- alseperti, warna) b(; bulan Ramadan// nâdsyahr Ramaseperti , waktu

, dan) d(; bulan sabit // Ahillah-alseperti , bentuk) c(; benang putih// dAbya-al

seperti dzurriyyah // anak cucu; (e) dari, seperti lahm al-Khinzîr// daging babi.

Berdasarkan contoh-contoh dan maknanya di atas, maka tidak semua

kata majemuk (tarkîb) Bsu dapat dipadankan secara leksikal dengan padanan

kata majemuk Bsa lagi, karena seringkali kata majemuk (tarkîb) Bsu hanya

merupakan paduan leksem dalam Bsa, seperti yang dijelaskan pada bagian

sebelumnya, atau merupakan kata majemuk itu sendiri.

6. Bentuk kata yang terikat dengan konteks kalimat

Padanan kata dan maknanya dalam Bsu maupun Bsa tidak selamanya

mengacu pada makna leksikal, tetapi banyak kata-kata yang dapat ditentukan

maknanya jika kata itu telah berada dalam satuan yang disebut kalimat. Itu

sebabnya kata-kata seperti itu disebut kata yang terikat konteks, sebagaimana

yang penulis jelaskan sebelumnya bahwa kata yang maknanya terikat dengan

konteks adalah kata sarana. Kata sarana bukanlah merupakan kata yang

mandiri dan tidak mempunyai makna leksikal. Oleh karena itu, dia harus

disandingkan dengan kata utama lainnya, seperti nomina dan verba. 287

286 Ada beberapa ciri yang dapat membedakan kata majemuk dengan unsur lainnya, antara

lain: (1) tidak dapat diperluas, (2) tidak dapat disela, (3) tidak dapat diubah strukturnya, (4) tidak dapat dijauhkan. Lihat, Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Depdikbud, 1993), h. 165.

287 Kata sarana pada umumnya memiliki karakteristik sendiri, antara lain: (1) urutannya terletak sebelum kelas kata lainnya, (2) persandingannya dengan kata lain tidak bisa dipisahkan dalam kalimat, (3) relasi maknanya mengubah makna leksikal menjadi makna fungsi, (4) makna kalimat menjadi berubah dengan kehadirannya, (5) penulisannya menjadi berubah ketika dia bersambungan atau tidak bersambungan dengan nomina, seperti preposisi dalam bahasa Arab yang bersambungan dengan pronomina persona dan dengan non pronomina persona. Karakteristik yang kelima ini tidak

Page 171: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxi

Adapun makna kata yang berdampingan dengan nomina antara lain: (a)

pembatasan, seperti kata hanya dan saja. Contohnya pada ayat 102:

Sesungguhnya kami hanyalah cobaan; (b) tempat berada, seperti kata di,

pada, dalam. Contohnya pada ayat 11: Janganlah berbuat kerusakan di

bumi; (c) asal, seperti kata dari. Contohnya pada ayat 4: Mereka mendapat

petunjuk dari Tuhannya; (d) hal atau perkara, seperti kata tentang. Contohnya

pada ayat 189: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit; (e) batas

tempat dan waktu, seperti kata sejak, hingga. Contohnya pada ayat 187:

Kemudian sempurnakanlah puasa hingga (datang) malam.

Sedangkan makna kata yang berdampingan dengan verba antara lain: (a)

pembatasan, seperti kata hanya dan saja. Contohnya pada ayat 169:

Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji;

(b) pengingkaran, seperti kata tidak. Contohnya pada ayat 48: Dan mereka

tidak akan ditolong; (c) berbagai aspek, seperti kata telah, sedang, akan.

Contohnya pada ayat 47: Dan sungguh Aku telah melebihkan kamu dari

semua umat yang lain di alam ini.

Demikian leksikal dan maknanya dalam terjemahan al-Quran yang

semestinya dicarikan padanannya, untuk lebih mengetahui sejauh mana

perbadingan keduanya baik dalam bentuk leksem maupun maknanya.

Kenyataannya, sebagai bahasa yang berbeda rumpun, adalah suatu

keniscayaan bahwa perbedaan dan persamaan itu ada. Hanya kemudian,

perbedaan dan persamaan itu harus dibuktikan dengan contoh-contoh dan

alasan yang sesuai menurut kaidah-kaidah kebahasaan. Begitu pula al-Quran

yang memuat berbagai macam leksem atau kata mengandung berbagai macam

makna (multi makna) yang dikontrastifkan dengan bahasa terjemahannya,

dimiliki oleh bahasa lainnya, kecuali bahasa Arab. Lihat Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, (Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 1998), h. 125-127.

Page 172: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxii

yakni bahasa Indonesia. Sehingga, keterpaduan antara kata dan makna dapat

dipahami dengan mudah oleh para pembaca, yang sekiranya mereka membaca

terjemahan seperti membaca teks aslinya.

C. JENIS MAKNA DALAM TERJEMAHAN AL-QURAN

Makna288 dalam terjemahan al-Quran tidak berbeda jauh dengan makna

atau tipe makna dalam kajian linguistik, karena sarana terjemahan adalah bahasa

juga. Sesungguhnya jenis makna memang dapat dibedakan berdasarkan beberapa

kriteria dan sudut pandang. Pada bagian ini, ternyata ada beberapa makna yang

dapat ditemukan dalam terjemahan kaitannya dengan ayat-ayat al-Quran.

Berdasarkan jenis semantiknya, jenis makna dapat dibedakan antara makna

leksikal dan makna gramatikal, yang sebagian sudah dijelaskan pada sub bab

sebelumnya. Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan

makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem

atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah

makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi,

proses reduplikasi dan proses komposisi.289 Proses afiksasi misalnya awalan yâ`

karena , akan berbeda maknanya) âri’dMu-fi’il al(rfektif pada verba impe` tâdan

mengandung subjek yang berbeda. Kalau yâ` subjeknya adalah persona ketiga

yaitu dia, sedangkan tâ` adalah persona kedua yaitu kamu, dan seterusnya.

288 Persoalan makna dalam suatu bahasa tidak lepas dari tiga hal, yang menurut Ullmann tiga

hal itu adalah name, sense dan thing. Soal makna terdapat dalam sense, dan terdapat hubungan timbal balik antara sense dan name. Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dan pengertiannya itu disebut dengan makna. Acuan dalam makna tidak disebut-sebut oleh Ullmann, karena ia di luar jangkauan linguis. Lihat, Stephen Ullmann, Semantics an Introduction to The Science of Meaning, (Oxford: Basil Balckwell, 1972), h. 57.

289 Makna gramatikal (gramatical meaning) mempunyai kesamaan istilah dengan makna fungsional (fungsional meaning), makna struktural (structural meaning), makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 103.

Page 173: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxiii

Kemudian, berdasarkan acuannya jenis makna dapat dibagi kepada dua

bagian, yaitu: (1) makna referensial, dan (2) makna nonreferensial. Bila kata-

kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu,

maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata itu tidak

mempunyai referen (acuan), maka kata itu bermakna nonreferensial.

Dapat dikatakan bahwa kata-kata yang termasuk kategori kata penuh (full

word) adalah termasuk kata-kata yang bermakna refensial, misalnya syajarah

(pohon), nakhîl (kurma), a’nâb (anggur), kursiy (kursi), dan sebagainya. Contoh

kata yang terakhir, yakni kursi bisa mengandung beberapa kemungkinan makna.

Kata kursi sebagaimana dalam terjemahan ayat 255 surah al-Baqarah yang

disandarkan pada pronomina persona ketiga yang mengacu kepada Allah bisa

mengandung beberapa makna, antara lain: (1) makna referensial, yaitu apabila

kata kursi tersebut masih menunjuk pada referen dasar sesuai dengan berbagai

fakta maupun ciri yang dimiliki, misalnya adalah 290 ; (2) makna konseptual,

yaitu apabila denotasi makna kata yang dihasilkan dari konseptualisasi

pemakainya, misalnya kursi ialah “tempat duduk”; (3) makna intensional, yaitu

pemberian makna sangat ditentukan oleh motivasi, minat, maksud maupun tujuan

pemakainya. Makna ketiga ini secara subjektif dapat diacukan pada makna

tertentu. Oleh karena itu, terjemahan kursi ditambahkan penjelasannya pada

catatan kaki dengan memunculkan pendapat mufassir, antara lain pendapat Ibn

‘Abbas dan Ibn Katsir, kursi dimaksudkan ilmu Allah.291

290 Pemberian makna referensial suatu kata pada sisi lain tidak dapat dilepaskan dari

pemahaman pemberi makna itu sendiri terhadap ciri referen yang diacu. Referen yang dinamai kambing misalnya, dapat diberi ciri “hewan berkaki empat, berbulu, berjanggut, berbau tidak sedap”. Sebenarnya pemberian ciri itu bertolak dari ciri komponen yang terkandung dalam abstraksi wujud kambing secara keseluruhan. Aminuddin, Semantik : Pengantar Studi tentang Makna (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), h. 89.

291 Muhammad ‘Ali al-Sâbûniy, Safwah al-Tafâsir, jilid 1, h. 147. Bandingkan dengan al-Zamakhsyariy, al-Kasyyâf (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), h. 297.

Page 174: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxiv

Dan kata yang bermakna nonreferensial adalah kata tugas (al-adâwât),

dan kata tugas ) ft‘A-hurûf al(dan konjungsi ) Jarr-hurûf al(seperti preposisi

lainnya. Semua kata tugas tidak mempunyai referen, maka kata-kata ini tidak

memiliki makna. Kata-kata ini hanya memiliki fungsi atau tugas. Oleh karena itu,

kata tugas ini akan mempunyai makna jika berdampingan dengan kelas kata

lainnya, seperti nomina dan verba. Dari sinilah, kata tugas akan mempunyai

makna, tetapi bukan makna referensial tetapi makna fungsi (al-Ma’nâ al-

Wazîfiy).292

Perlu diketahui bahwa ada kata-kata yang referennya tidak tetap, dapat

berpindah dari satu rujukan kepada rujukan lain atau dapat juga berubah

ukurannya. Kata-kata ini disebut deiktis.293 Di antara kata yang masuk kategori

deiktis adalah kata ganti (pronomina). Meskipun pronomina dalam Bsu menjadi

kata definitif (ism mu’ayyan), namun acuannya berpindah-pindah. Misalnya ini

pada terjemahan surah al-Baqarah ayat 25: Mereka berkata, “Inilah rezeki yang

diberikan kepada kami dahulu; ayat 79: Kemudian mereka berkata, “Ini dari

Allah,”; ayat 126: Ya Tuhanku, jadikanlah ini negeri yang aman. Yang dijadikan

acuan kata ini yang pertama adalah rezeki dari surga; acuan kata ini yang kedua

adalah catatan-catatan kitab yang ditulis oleh ahli kitab; dan acuan kata ini yang

ketiga adalah negeri Mekkah.

Selanjutnya, makna yang berdasarkan ada atau tidaknya “nilai rasa” pada

sebuah kata terbagi atas dua bagian, yaitu: (1) makna denotatif; dan (2) makna

konotatif. Makna denotatif disebut juga makna konseptual, makna kognitif,

makna referensial, sebab makna ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang

sesuai dengan hasil observasi, menurut penglihatan, penciuman, pendengaran,

292 Tammâm Hassân, al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ, h. 342. 293 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 64.

Page 175: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxv

perasaan, atau pengalaman lainnya.294 Karena itu, makna denotatif disebut juga

sebagai “makna yang sebenarnya”. Umpamanya, dalam beberapa ayat al-Quran

yang berkaitan dengan pernikahan, perceraian dalam surah al-Baqarah lebih

banyak menggunakan kata perempuan, seperti perempuan musyrik, hamba

sahaya perempuan, perempuan-perempuan yang diceraikan, dan selainnya lebih

banyak menggunakan kata istri untuk menerjemahkan kata al-Nisâ`.

Istri sebagai terjemahan dari kata al-Nisâ`pada beberapa ayat yang

berkaitan dengan kehidupan keluarga merupakan cara mendekatkan makna dari

perempuan atau wanita. Cara ini bisa dilakukan melalui dua pendekatan, yakni

pendekatan analitik (referensial) dan pendekatan operasional.295 Dilihat dari

pendekatan analitik, kata istri dapat diuraikan menjadi: istri = manusia,

perempuan, telah bersuami, kemungkinan telah beranak, pendamping suami,

mempunyai hak dan kewajiban dalam keluarga. Jika dilihat dari pendekatan

operasional, kata istri dapat terlihat dari beberapa kemungkinan kalimat yang

muncul seperti: Si Dulah mempunyai istri, istri Ali telah meninggal; tetapi tidak

mungkin orang mengatakan: Istri Ali berkaki tiga, istri tidak pernah melahirkan.

Kata perempuan mempunyai makna denotasi yang sama dengan kata

wanita. Walaupun kedua kata ini memiliki makna yang sama, namun dewasa ini

kedua kata itu mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata perempuan mempunyai

nilai rasa yang “rendah”, sedangkan kata wanita memiliki nilai rasa yang

“tinggi”.296 Ini terbukti dengan tidak digunakannya kata perempuan pada nama-

nama lembaga dan organisasi, seperti Dharma Wanita, gedung wanita, Ikatan

294 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 66. 295 Pendekatan analitik bertujuan untuk mencari makna dengan cara menguraikannya atas

segmen-segmen utama, sedangkan pendekatan operasional bertujuan untuk mempelajari kata dalam penggunaannya. Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 86.

296 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 1147.

Page 176: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxvi

Wanita Pengusaha. Persamaan itu disebabkan oleh adanya ciri-ciri semantik yang

melekat pada dua nama tersebut, misalnya dengan ciri-ciri sebagai berikut:

Ciri Wanita Perempuan

Insan

Betina

Dewasa

Bersuami

+

+

+

+

+

+

+

-

Dua buah kata atau lebih yang makna denotasinya sama dapat menjadi

berbeda makna keseluruhannya, akibat pandangan masyarakat berdasarkan nilai-

nilai atau norma-norma budaya yang berlaku dalam masyarakat itu. Seperti kata

yahudi, pada awalnya mengandung makna orang hidup yang memeluk agama

Yahudi, tetapi kemudian dewasa ini beralih makna, yakni orang yang rakus,

bakhil, banyak menipu dan selalu melakukan intervensi. Dan ini yang kemudian

, Demikian halnya297.âfiydI-Ma’nâ al-almenjadi makna tambahan atau

perbedaan makna kata perempuan dan wanita bisa terjadi akibat peristiwa sejarah

atau juga adanya perbedaan fungsi sosial kata tersebut.

Kemudian, makna konotasi disebut sebagai makna tambahan. Makna

tambahan juga mengandung makna yang bernilai rasa, baik positif maupun

negatif. Teks-teks al-Quran tidak pernah mengungkapkan kata-kata secara vulgar.

Bahkan kata-kata itu lebih banyak diperhalus dengan menggunakan kata-kata

metonimia (kinâyah),298 seperti kata 187: “Dihalalkan bagimu pada malam hari

297 Lihat, Ahmad Mukhtâr ‘Umar, ‘Ilm al-Dilâlah (Kuwait: Maktabah Dâr al-‘Arûbah, 1982),

h. 37. 298 Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan

suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Lihat, Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 142. Kinayah adalah lafadz yang dimaksudkan untuk menunjukkan pengertian lazimnya, tetapi dimaksudkan untuk makna asalnya. Lihat, ‘Ali al-Jârim dan Mustafâ Utsmân, al-Balâghah al-Wâdihah. Penerjemah Mujiyo Nurkholis, dkk., h. 175.

Page 177: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxvii

puasa bercampur dengan istrimu..... Maka sekarang campurilah mereka.” Kata

bercampur yang pertama adalah terjemahan dari nomina al-Rafats dan kata

bercampur yang kedua merupakan terjemahan verba bâsyirû. Kata lainnya yang

identik maknanya dengan kata bercampur adalah kata fa`tû hartsakum yang

terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 223, dan taghasysyâhâ yang terdapat di

dalam surah al-A’râf ayat 189.

Berdasarkan ketepatan makna dalam penggunaannya secara umum dan

khusus, makna dalam terjemahan al-Quran dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:

(1) makna kata, dan (2) makna istilah. Makna sebuah kata, walaupun secara

sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat

menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan

di dalam suatu kalimat. Misalnya kata Tuhan. Apa makna Tuhan? Mungkin saja

yang dimaksud adalah Allah bagi orang-orang yang beriman, atau bisa saja

Tuhan lainnya, seperti yang diyakini oleh orang-orang kafir Arab pada zaman

Rasulullah.

Berbeda dengan makna istilah, ia memiliki makna yang pasti. Ketepatan

makna istilah karena hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan

tertentu.299 Terjemahan al-Quran banyak memuat istilah-istilah, misalnya salat,

zakat, puasa, haji, ‘umrah dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut sudah tidak

dijelaskan secara singkat maupun dengan uraian panjang, karena frekuensi

penggunaanya lebih tinggi digunakan oleh umat Islam sendiri serta istilah

tersebut sudah merupakan istilah dalam bidang keagamaan, sehingga maka

299 Di sinilah letak perbedaan antara istilah sebagai hasil pengistilahan dan nama sebagai hasil

penamaan. Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum, karena digunakan tidak dalam bidang tertentu. Misalnya kata <telinga> dan <kuping> sebagai nama dianggap bersinonim. Tetapi dalam bidang kedokteran telinga dan kuping digunakan sebagai istilah untuk acuan yang berbeda; telinga adalah alat pendengaran bagian dalam, sedangkan kuping adalah bagian luarnya. Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 53.

Page 178: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxviii

masyarakat umum lebih mengenal kata-kata ini sebagai istilah keagamaan. Oleh

karena itu, kata-kata dapat berubah maknanya disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain faktor keagamaan.300

Demikian, padanan gramatikal dan leksikal serta maknanya dalam

terjemahan al-Quran. Perbedaan gramatikal maupun leksikal al-Quran menuntut

adanya suatu kiat (a craft) penerjemah untuk mencari padanannya. Perbedaan

antara kedua teks selalu membayangi proses penerjemahan. Terjemahan dapat

dinilai salah jika kesalahan itu muncul semata-mata karena kesalahan bahasa. Di

samping itu pula penerjemah berhadapan dengan pemahaman pembaca. Karena

terjemahan adalah teks juga, maka terjemahannya pun bersifat “terbuka”.

300 ‘Abd al-Karîm Mujâhid, al-Dilâlah al-Lughawiyyah ‘inda al-‘Arab (Kuwait: Maktabah

Dâr al-‘Arûbah, 1982), h. 144.

Page 179: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxix

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis penulis terhadap terjemahan al-Quran Depag RI edisi

2002, penulis menyimpulkan bahwa terjemahan al-Quran Depag RI edisi 2002

memiliki strategi dan padanan dalam penerjemahannya. Strategi itu secara

keseluruhan tidak berbeda dengan strategi yang ditawarkan secara teoritis oleh

pakar-pakar terjemahan seperti Newmark, Nida dan Taber. Atas dasar itu, dapat

diketahui bahwa terjemahan al-Quran Depag RI edisi 2002 termasuk jenis

terjemahan semantis sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya oleh Suryawinata.

Pada dasarnya, terjemahan semantis merupakan terjemahan yang bersifat

objektif. Karena berusaha menerjemahkan apa yang ada, tidak menambah,

mengurangi atau mempercantik. Ragam terjemahan ini hanya ingin memindahkan

makna dan gaya bahasa teks BSu ke dalam teks BSa. Gaya bahasa BSu tidak bisa

dikorbankan selama bisa dimengerti di dalam BSa. Banyak ayat-ayat al-Quran

yang mengandung gaya bahasa yang memang maknanya langsung bisa dipahami,

sehingga teks Indonesia tetap mencerminkan teks bahasa al-Quran.

Kemudian, untuk mengarah kepada kesimpulan itu, analisis yang dilakukan

penulis adalah analisis struktural yang terbagi atas dua macam strategi, yaitu

strategi struktural dan semantis. Strategi struktural dilatarbelakangi oleh

perbedaan sistem dan unsur-unsur bahasa yang digunakan al-Quran dan bahasa

Indonesia yang digunakan oleh penerjemah. Strategi ini dimaksudkan untuk

mencari padanan struktur Bsu dan Bsa yang tepat dan untuk memperoleh

terjemahan yang wajar dan berterima oleh pembaca.

Adapun strategi struktural yang ada dalam terjemahan al-Quran itu secara

praktis terbagi atas dua bentuk, yaitu: (1) transposisi, dan (2) transformasi.

Page 180: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxx

Transformasi yang dimaksudkan dalam penerjemahan al-Quran adalah

pengalihan fungsi sintaksis Bsu kepada fungsi sintaksis Bsa yang berbeda, seperti

pengalihan jumlah fi’liyyah Bsu kepada jumlah ismiyyah Bsa, kalimat aktif Bsu

kepada kalimat pasif Bsa. Sedangkan transformasi yang dimaksudkan dalam

penerjemahan al-Quran adalah pengalihan kategori kata kepada kategori kata

lainnya, seperti nomina menjadi verba, atau nomina menjadi frasa dan sebagainya.

Sedangkan strategi semantis digunakan mencari padanan makna kata-kata

al-Quran, karena kosakata al-Quran mengandung banyak makna dan luas.

Sehingga padanan makna itu harus dicarikan alternatifnya melalui strategi

semantis yang mencakup makna atau pesan yang dimaksud. Oleh karena itu

strategi semantis ini cukup beragam, mulai dari penambahan penjelasan,

transliterasi dan naturalisasi, penghapusan, dan penggantian dan seterusnya.

Selanjutnya, padanan gramatikal maupun leksikal dalam terjemahan al-

Quran pasti ada, karena itu merupakan tugas penerjemah untuk menemukan

padanan yang benar dan berterima dalam Bsa. Padanan gramatikal dan leksikal

berkaitan erat dengan siapa yang menjadi pembaca Bsu dan siapa yang menjadi

pembaca terjemahan itu, kemudian pesan (message) al-Quran harus bisa dipahami

oleh mereka dengan mudah dan tepat.

Gramatikal dan leksikal dalam terjemahan al-Quran Depag RI harus

dibandingkan dan disepadankan dengan gramatika, leksem atau kata yang

terdapat di dalam kamus serta terjemahan al-Quran lainnya, baik terjemahan al-

Quran Depag RI edisi sebelumnya atau menurut penerjemah al-Quran lainnya,

serta didukung oleh literatur tafsir. Dan ternyata, ada beberapa perbedaan

meskipun tidak terlalu substansial bagi pembaca yang belum memahami bahasa

al-Quran. Misalnya, penggunaan

B. SARAN-SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang dibangun, penulis menyertakan saran-saran

yang dimaksudkan sebagai bahan penelitian berikutnya, baik dari Departemen

Page 181: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxi

Agama maupun peneliti lainnya yang memiliki perhatian besar terhadap

terjemahan al-Quran.

Pertama, kepada Departemen Agama, terutama tim penerjemah al-Quran

Depag RI untuk menginventarisir kesalahan-kesalahan pada edisi sebelumnya,

sehingga pada edisi berikutnya perbaikan itu tidak menimbulkan kesalahan untuk

kedua kalinya. Hal ini perlu dilakukan agar kualitas terjemahan al-Quran Depag

RI dapat meningkat. Pengoreksian ulang terhadap terjemahan al-Quran edisi

2002, telah ditemukan beberapa kesalahan yang terdapat di dalam surah al-

Baqarah, terutama yang berkaitan dengan padanan gramatikal dan makna serta

pesan Bsu yang tak tersampaikan seperti kalimat inversi (ayat 40, 41);

penghilangan kata sesungguhnya atau sungguh sebagai padanan kata sarana

; )37ayat ( lsFa-amîr ald sebagai padanan lah–partikel ; )67, 30ayat (inna penegas

penggantian makna tunggal kepada makna jamak pada pronomina penghubung

(17) , ketiadaan makna partikel qad (144), kesalahan pronomina engkau pada

verba kuntum (ayat 144).

Kedua, kepada para peneliti terjemahan, secara khusus terjemahan al-Quran

untuk melakukan penelitian ulang atau lanjutan dengan sudut pandang dan

metode yang berbeda, karena masih ada hal yang harus diteliti pada terjemahan

al-Quran, seperti pengujian pemahaman dan kesan oleh pembaca terjemahan al-

Quran, perbandingan pemahaman dan kesan yang didapat oleh pembaca teks al-

Quran dan pembaca teks terjemahannya, dan analisis kesilapan (error analysis)

yang menggunakan terjemahan al-Quran sebagai instrumen dan sebagainya.

Demikian, kesimpulan dan saran yang dapat tersampaikan oleh penulis sebagai

penutup dari tesis ini untuk sebagai syarat untuk memperoleh gelar magister

konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab.

Page 182: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxii

DAFTAR PUSTAKA

Page 183: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxiii

‘Abd al-Latîf, Muhammad Hamâsah, dkk. al-Nahw al-Asâsiy. Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabiy, 1997.

Abdul Chaer. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta Karya, cet. II, 2003. ------. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Abî al-Barakât, Kamâl al-Dîn. al-Insâf fî Masâ`il al-Khilâf. Beirut: Dâr al-Kutub al-

‘Ilmiyyah, 1998. Abû ‘Ubaidah. Majâz al-Qurân. Beirut: Mu`assasah al-Risâlah, 1981. Al-Ansârî, Jamâl al-Dîn Ibn Hisyâm. Awdah al-Masâlik ilâ Alfiyyah Ibn Mâlik.

Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, 1994. ------, Jamâl al-Dîn Ibn Hisyâm. Mughnî al-Labîb. T.t.p.: Dâr Ihyâ`i al-Kutub al-

‘Arabiyyah, t.t.. Ali, Abdullah Yusuf. The Holy Qur-an: Text Translation and Commentary. Lahore:

SH Muhammad Ashraf, t.t. Alwi, Hasan (Ed.). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

2003. Aminuddin. Semantik : Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2003. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Republik

Indonesia. Kegiatan Lajnah Pentashih Mushaf al-Quran, artikel diakses pada tanggal 17 April 2008 dari http/www.Depag.

Badrî, Kamâl. Binyah al-Kalimât wa Nazm al-Jumlah Mutabbaqan ‘alâ al-Lughah

al-‘Arabiyyah al-Fushâ. Jakarta: LIPIA, 1986. Departemen Agama Republik Indonesia. al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta:

Yamunu, 1965. Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya. Surabaya: Mekar Surabaya,

2004. Al-Dîdâwî, Muhammad. ‘Ilm al-Tarjamah baina al-Nazariyyah wa al-Tatbîqiyyah.

Tunis: Dâr al-Ma’ârif wa al-Nasyr, 1992.

Page 184: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxiv

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama, 1999.

Djuharie, O. Setiawan. Teknik dan Panduan Menerjemahkan Bahasa Inggris-Bahasa

Indonesia. Bandung: Yrama Widya, 2005. Eriyanto. Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Al-Fadlî. Dirâsah fi al-I’râb. Jeddah: Tihamah, 1984. Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007. Fokker, AA. Sintaksis Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, 1988. Al-Ghalâyainî, Mustafâ. Jâmi’ al-Durûs al-‘Arabiyyah. Beirut: al-Maktabah al-

‘Asriyyah, 1984. Gusmian, Islah. Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Idiologi.

Jakarta: Teraju, 2003. Al-Hâfiz, Yâsîn. al-Tahlîl al-Sarfî. Damsyiq: Dâr al-‘Asmâ`, 1997. Hanafi, Nurachman. Teori dan Seni Menerjemahkan. Ende Flores: Nusa Indah, 1986. Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius,

1986. Haryono, M. Yudhie R. Bahasa Politik al-Quran. Bekasi: Gugus Press, 2002. Hassân, Tammâm. al-Lughah al-‘Arabiyyah: Ma’nâhâ wa Mabnâhâ. Kairo: ‘Âlam

al-Kutub, 1998. ------. Al-Usûl: Dirâsah Istimûlûjiyyah li al-Fikr al-Lughawiy ‘inda al-‘Arab. Kairo:

‘Âlam al-Kutub, 2000. Hatim, Basil dan Ian Mason. Discourse and Translator. Longman: Longman Group

Limited, 1990. Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka Jaya,

2006. Ibn Jinnî, Abû al-Fath ‘Utsmân. al-Khasâis. Kairo: Dâr al-Kitâb al-‘Arabiy, 1957.

Page 185: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxv

Ibnu Burdah. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab.

Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004. Ismâil, Sya’bân Muhammad. al-Madkhal li Dirâsah al-Qurân wa al-Sunnah wa al-

‘Ulûm al-Islâmiyyah. Kairo: Dâr al-Ansâr, t.th. Al-Jailânî, Ibrâhîm Badâwi. ‘Ilm al-Tarjamah wa Fadlu al-Lughah al-‘Arabiyyah

‘alâ al-Lughât. Kairo: al-Maktab al-‘Arabiyy li al-Ma’ârif, 1997. Al-Jalâlain. Tafsîr al-Jalâlain. Damsyiq: Dâr al-Jail, 1995. Al-Jamîlî, Rasyîd. Harakah al-Tarjamah fi al-Masyriq fi al-Qarnaini al-Tsâlits wa

al-Râbi’ al-Hijri. Baghdad: Dâr al-Syu’ûn al-Tsaqâfiyah al-‘Âmmah, 1986. Al-Jârim, ‘Ali dan Mustafâ Amîn. al-Balâghah al-Wâdihah. Penerjemah Mujiyo

Nurkholis, dkk. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993. Jassin, HB., al-Quran al-Karim Bacaan Mulia. Djakarta: Djambatan1978. Jihâd, Sanâ. Mu’jam al-Tâlib wa al-Kâtib. Beirut: Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1997. Al-Jurjânî, ‘Abd al-Qâhir. Dalâ`il al-I’jâz. Kairo: ‘Abd al-Salam Harun, t.t.. “Kata Serapan Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia”. Sunting diakses pada tanggal

21 April 2008 dari http://id.wikipedia.org/wiki. Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007. Kerajaan Saudi Arabia. al-Qurân al-Karîm wa Tarjamah Ma’ânih bi al-Lughat al-

Indûnisiyyah. al-Madînah al-Munawwarah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Tibâ’at al-Mushaf al-Syarîf, 1418 H.

Khidîr, Muhammad Ahmad. ‘Alâqah al-Zawâhir al-Nahwiyyah bi al-Ma’nâ fi al-

Qurân al-Karîm. Kairo: Maktabah Anglo al-Misriyyah, t.t. Al-Khûlî, Muhammad Ali. A Dictionary of Theoretical Linguistics. Beirut: Librairie

du Liban, 1982. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001. ------. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1989.

Page 186: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxvi

Larson, Mildred L. Meaning-based Translation: A Guide to Cross-language Equivalence. London: University Press of America, 1984.

Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan al-Quran Departemen Agama Edisi 1990.

Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001. Lyons, John. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press, 1977. Mahmud Junus. Tafsir Quran Karim Bahasa Indonesia. Jakarta: Al-Hidajah, 1971. Mahnâ, Ahmad Ibrâhim. Dirâsah haula Tarjamah al-Qurân. T.tp.: Matbû’ât al-

Sya’b, 1978. Mansyur, Moh. Studi Kritis Terhadap al-Quran dan Terjemahnya Depag RI.

Disertasi S2 Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998. Mansyur, Moh. dan Kustiwan. Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia. Jakarta:

Moyo Segoro Agung, 2002. Mattews, P.H., Morphology an Introduction to The Theory of Word Structures.

Cambridge: Cambridge University Press, 1972. Al-Misrî, Syihâb al-Dîn Ahmad. al-Tibyân fî Tafsîr Gharîb al-Qurân. Kairo: Dâr al-

Sahâbah li al-Turâts, 1992. Moeliono, Anton M. (ed.). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 1988. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake, 1988. Muhammad, ‘Abd al-Ghaniy ‘Abd al-Rahmân. Dirâsah fi Fanni al-Ta’rîb wa al-

Tarjamah. Ttp, t.p. t.t. Muhammad, Ahmad Sa’d. al-Usûl al-Balâghiyyah fî Kitâb Sîbawaih. Kairo:

Maktabah al-Âdab, 1999. Muhammad, Ahsin Sakho. “Aspek-aspek Penyempurnaan Terjemah dan Tafsir

Departemen Agama ”, Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 3, No. 1 (Januari 2005). Mujâhid, ‘Abd al-Karîm. al-Dilâlah al-Lughawiyyah ‘inda al-‘Arab. Kuwait:

Maktabah Dâr al-‘Arûbah, 1982.

Mulyana. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

Page 187: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxvii

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997. Mushthofa, Bisyri. Al-Ibrîz. Kudus: Menara Kudus, t.th. Mustakim, Membina Kemampuan Berbahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1994. Nababan, M. Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003. Al-Nabî, Manshûr Muhammad Hasb. al-Qurân wa ‘Ilm al-Hadîts. Mesir: al-Hayyah

al-Mishriyah al-‘Ammah li al-Kuttâb, 1991. Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: CeQDA, 2007. Newmark, Peter. About Translation. Clevedon: Multilingual Matters Ltd, 1991. ------. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press, 1981. ------. Paraghrafs on Translation. Clevedon: Multilingual Matters Ltd, 1993. ------. Textbook of Translation. Oxford: Pergamon Press, 1988. Nida, Eugene A. dan Charles R. Taber. The Theory and Practice of Translation.

Leiden: E.J. Brill, 1982. Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta, 2001. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

1976. Polemik H. Oemar Bakry dengan H.B. Jassin tentang al-Quranul Karim Bacaan

Mulia. Jakarta: Mutiara, 1979. Al-Qattân, Mannâ’. Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qurân. Kairo: Maktabah Wahbah, 2007. Al-Qurtubî, Muhammad Ibn Ahmad al-Ansârî. al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân. Beirut:

Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988. Rachmadie, Sabrony dkk., Materi Pokok Translation. Jakarta: Karunika dan

Universitas Terbuka, 1988.

Page 188: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxviii

Ramlan, M. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono, 1983. Rofi’i. Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia. Jakarta: Persada Kemala, 2002. Al-Sâbûnî, Muhammad ‘Ali. al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qurân. Damsyiq: Maktabah al-

Ghazâliy, 1981. ------. Safwah al-Tafâsîr. Beirut: Dar al-Fikr, 2001. Said, Mashadi. Socio-Cultural Problems in the Translation of Indonesian Poems into

English: A Case Study on “Foreign Shore”. Tesis Magister IKIP Malang, 1994.

Saiful Mu`minin, Iman. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf. Jakarta: Amzah, 2008. Salâmah, Muhammad Husain. al-I’jâz al-Balâghiy fî al-Qurân al-Kârim. Kairo: Dâr

al-Âfâq al-‘Arabiyyah, 2002. Sâlih, Bahjat ‘Abd al-Wâhid. al-I’râb al-Mufassal li Kitâb Allâh al-Murattal.

Amman: Dâr al-Fikr, 1998. Salihen Moentaha. Bahasa dan Terjemahan. Bekasi Timur, Kesaint Blanc, 2006. Samsuri. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga, 1985. Al-Sayyid Munsî, ‘Abd al-Halîm dan ‘Abd Allâh ‘Abd al-Râziq Ibrâhîm, al-

Tarjamah: Usuluhâ wa Mabâdi`uhâ wa Tatbîquhâ. Riyad: Dâr al-Murîkh, t.t. Setiawan, Phil M. Nur Kholis. al-Quran Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: elSAQ

Press, 2005. Simatupang, Maurits. Peranan Teori Menerjemahkan dalam Menunjang

Pertumbuhan Penerjemahan Indonesia dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1980.

Shihab, M. Quraish. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati, 2006. Sudarno. Kata Serapan dari Bahasa Arab. Jakarta: Arikha Media Cipta, 1990. Sultânî, Muhammad ‘Ali. al-Adawât al-Nahwiyyah wa Ma’ânîhâ fî al-Qurân al-

Karîm. Suriah: Dâr al-‘Asmâ`, 2000.

Page 189: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

clxxxix

Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Suryawinata, Zuchridin. Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek. Jakarta:

Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK, 1989. Syamsu, Nazwar. Koreksi Terjemahan Bacaan Mulia HB. Jassin. Padang Panjang:

Pustaka Saadiyah, 1916. Syarbasî, Ahmad. Yas’alûnaka fi al-Dîn wa al-Hayâh. Beirut: Dâr al-Jîl, 1980. Syihabuddin. Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005. Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa,

1992. ‘Ubâdah, Muhammad Ibrâhîm. al-Jumlah al-‘Arabiyyah: Mukawwanâtuhâ-

Anwâ’uhâ-Tahlîluhâ. Kairo: Maktabah al-Âdâb, 2001. Ullmann, Stephen. Semantics an Introduction to The Science of Meaning. Oxford:

Basil Balckwell, 1972. ‘Umar, Ahmad Mukhtâr. ‘Ilm al-Dilâlah. Kuwait: Maktabah Dâr al-‘Arûbah, 1982. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta:

Bumi Aksara, 2006. Verhaar. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983. Widyamartaya, A. Seni Menerjemahkan. Jakarta: Kanisius, 1989. Wills, Wolfram. The Science of Translation. Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen,

1982. Yusuf, Suhendra. Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan

Sosiolinguistik. Bandung: Mandar Maju, 1994. Al-Zajjâj. Ma’ânî al-Qurân wa I’râbuh. Beirut: ‘Âlam al-Kutub, 1998. al-Zamakhsyarî. al-Kasyyâf. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995. Al-Zarqânî, Muhammad ‘Abd al-‘Adhîm. Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qurân.

Mesir: ‘Isa al-Bab al-Halbi, t.t..

Page 190: KOHERENSI TERJEMAHAN AL-QURAN: TESISrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26209/1/TARDI... · ك˘ ه BK˜ X اذإو .( ف˛˚ا U ) - ﻥو˛ﻥ0ا U ا D آ و (LﺹPا

cxc

Zainal Arifin, E. dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:

Akademika Pressindo, 2006. Zidan, Ahmad dan Dina Zidan. The Glorious Qur`an: Text and Translation. Kairo:

Islamic Inc. Publishing & Distribution, 1996.