KOEFISIEN FENOL

21
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN (WIPOL) TERHADAP BAKTERI UJI Bacillus subtilis Disusun Oleh : RIDA RUFAIDAH (260110080075) AULIA ASSARI (260110080077) RIMADANI P. (260110080078) FURQAN RIDHA (260110080079) HESTI AMALIA (260110080080) VALDIS R. (260110080081) LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2010

Transcript of KOEFISIEN FENOL

Page 1: KOEFISIEN FENOL

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG BERPOTENSI

SEBAGAI ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN (WIPOL) TERHADAP BAKTERI UJI

Bacillus subtilis

Disusun Oleh :

RIDA RUFAIDAH (260110080075)

AULIA ASSARI (260110080077)

RIMADANI P. (260110080078)

FURQAN RIDHA (260110080079)

HESTI AMALIA (260110080080)

VALDIS R. (260110080081)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010

Page 2: KOEFISIEN FENOL

PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG BERPOTENSI

SEBAGAI ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN (WIPOL) TERHADAP BAKTERI UJI

Bacillus subtilis

I. TUJUAN

Menentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai antiseptika

atau desinfektan, dengan membandingkan terhadap standar fenol (koefisien fenol).

II. PRINSIP

Metode pegenceran bertingkat

Dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal

dengan volume yang sama

V1 N1 = V2 N2

Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah

sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah

pengenceran.

Metode turbidimetri

Menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah

percobaan dilakukan

III. TEORI

Antiseptik ialah obat yang dapat meniadakan atau mencegah keadaan sepsis.

Antiseptik ialah zat yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan

mikrooranisme, biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada jaringan hidup

(Paul & Batzing,1987).

Desinfektan ialah zat yang digunakan untuk mencegah infeksi dengan

mematikan mikroba, misalnya sterilisasi alat kedokteran. Sterilisasi ditujukan untuk

membunuh semua mikroorganisme. Obat ini dapat bersifat bakterisid atau

bakteriostatik. Berdasarkan sifat kimia, antiseptik digolongkan dalam golongan fenol,

alkohol, aldehid asam, halogen, peroksidan dan logam berat(Paul & Batzing,1987).

Page 3: KOEFISIEN FENOL

Penyiapan media pertumbuhan mikroorganisme harus mengandung nutrisi

yang dibutuhkan bakteri supaya dapat tumbuh membentuk koloni dan harus steril

sehingga tidak ada kontaminan dari lingkungan. Media pertumbuhan dasar untuk

bakteri adalah Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Tryptic Soy Broth (TSB), dan

Tryptic Soy Agar (TSA) (August,2001).

Cara Kerja Antimikroba,antara lain:

a) Merusak DNA.

Sejumlah unsur antimikroba bekerja dengan merusak DNA. Unsur ini

meliputi radiasi pengion (ionisasi), sinar ultraungu, dan zat-zat kimia reaktif DNA.

Pada kategori yang terakhir ini terdapat zat-zat alkilasi dan zat lain yang bereaksi

secara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga bergabung dengan DNA

atau membentuk ikatan silang antar untai. Penyinaran merusak DNA melalui

beberapa cara, misalnya sinar ultraungu menyebabkan penyilangan diantara

pirimidin yang berdekatan pada salah satu untai yang sama dari dua untai

polinukleotida, membentuk dimer pirmidin. Radiasi pengion memecahkan untaian

tunggal atau ganda. Kerusakan DNA yang ditimbulkan karena penyinaran atau

secara kimiawi akan mematikan sel terutama karena mengganggu replikasi DNA

(Jawetz et. al., 1996).

b) Denaturasi protein.

Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan oleh

pertautan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah pertautan nonkovalen

seperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan ikatan hidrogen. Keadaan ini dinamakan

struktur tersier protein; struktur ini mudah terganggu oleh sejumlah unsur fisik

atau kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi. Kerusakan struktur

tersier ini dinamakan denaturasi protein (Jawetz et. al., 1996).

c) Gangguan selaput atau dinding sel.

Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan beberapa

zat terlarut dan menahan zat lainnya. Beberapa zat diangkut secara aktif melalui

selaput, sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi. Selaput sel juga merupakan

tempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam biosintesis berbagai komponen

pembungkus sel. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel mungkin

Page 4: KOEFISIEN FENOL

mengubah sifat-sifat fisik normalnya dan dengan demikian membunuh atau

menghambat sel.

Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada sel, melindungi

sel terhadap lisis osmotik. Dengan demikian, zat yang merusak dinding sel

(misalnya lisozim) atau menghalangi sintesis normalnya (misalnyapenisilin) akan

menyebabkan lisis sel (Jawetz et. al., 1996).

a. Pembuangan gugus sulfhidril bebas.

Berbagai protein enzim yang mengandung sistein memiliki rantai samping

yang berakhir dalam gugus sulfhidril. Selain itu, paling kurang satu koenzim utma

(koenzim A, diperlukan untuk transfer gugus asil) mengandung suau gugus

sulfhidril bebas. Enzimdan koenzim ini tidak dapat berfungsi kecuali gugus

sulfhidril tetap bebas dan dalam keadaan tereduksi. Zat pengoksidai mengganggu

metabolisme dengan mengkat sulfhidril yang berdekatan dengan ikatan sulfida.

Banyak logam, misalnya ion merkuri mengganggu pula dengan bergabung

bersama sulfhidril. Ada banyak enzim sulfhidril dalam sel. Karena itu, zat

pengoksida dan logam berat dapat menimbulkan kerusakan besar (Jawetz et. al.,

1996).

b. Antagonisme kimiawi.

Gangguan suatu unsur kimia terhadap reaksi normal antar enzim khusus

dengan substratnya dikenal sebagai “antagonisme kimiawi”. Zat antagonis ini

bekerja dengan bergabung pada suatu bagian dari holoenzim (salah satu dari

apoenzim protein aktivator logam, atau koenzim), dan dengan demikian

mencegah penempelan substrat normal.

Suatu antagonis bergabung dengan suatu enzim karena mamiliki afinitas

tehadap tepat penting pada enzim itu. Enzim melaksanakan fungsi katalisisnya

berdasarkan afinitas terhadap substrat alamiahnya. Karena itu, setiap zat yang

strukturnya mnyerupai suatu substrat pada bagian yang penting, akan memiliki

pula afinitas terhadap enzim tersebut. Bila afinitas ini cukup besar, “analog” akan

menggantikan substrat normal dan menghalangi reaksi yang biasa berlangsung

(Jawetz et. al., 1996).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan antiseptik atau desinfektan yang

digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme adalah:

Page 5: KOEFISIEN FENOL

1. Jenis organisme yang digunakan.

2. Jumlah mikroorganisme yang digunakan.

3. Umur dan sejarah dari mikroorganisme.

4. Jaringan atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme.

a. Efek-efek dari zat kimia terhadap jaringan.

b. Efek-efek dari jaringan terhadap zat kimia.

5. Jenis racun dari zat kimia (jika diambil secara internal).

6. Waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai.

7. Temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang terlibat

(Sarles et. al., 1956).

Ciri-ciri suatu desinfektan yang ideal adalah memenuhi hal-hal berikut :

1. Aktivitas antimikrobial, pada konsentrasi rendah harus mempunyai aktivitas

antimikrobial dengan spektrum luas.

2. Kelarutan, harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai taraf yang

diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.

3. Stabilitas, perubahan yang terjadi pada substansi bila dibiarkan beberapa

hari harus seminimal mungkin dan tidak boleh menghilangkan sifat

antimikrobialnya secar nyata.

4. Tidak bersifat racun

5. Homogen

6. Tidak bergabung dengan bahan organik

7. Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar

8. Tidak menimbulkan karat dan warna

9. Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap

10. Memiliki kemampuan sebagai deterjen atau pembersih

Tersedia dalam jumlah yang besar dengan harga yang pantas (Eka,2006).

Yang termasuk golongan fenol adalah fenol, timol, resolsinol dan

heksaklorofen. Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga

daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan antiseptik yang

kuat. Banyak obat lain yang mempunyai daya antiseptik lebih kuat. Dalam kadar

0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapat

mengadakan koagulasi protein. Ikatan fenol denga protein mudah lepas, sehingga

Page 6: KOEFISIEN FENOL

fenol dapat berpenetrasi ke dalam kulit utuh. Larutan 1,3% bersifat fungisid,

berguna untuk sterilisasi ekskreta dan alat kedokteran. Dalam toksikologi senyawa

ini penting, karena sering digunakan pada percobaan bunuh diri. Terhadap

mukosa saluran cerna dan mulut, bahan ini bersifat kaustik dan korosif. Terhadap

SSP menyebabkan eksitasi disusul depresi (Pelczar & Reid,1958).

Intoksikasi fenol menyebabkan tremor dan eksitasi. Kematian biasanya

disebabkan perforasi atau depresi pusat vital, sehingga terjadi syok. Urin

berwarna kehitam-hitaman, karena hasil oksidasi fenol. Juga terlihat silinder hialin

dan sel epitel. Pengobatan intoksikasi ini ialah segera melakukan bilas lambung

dan pemberian demulsen (Eka,2006).

Timol mempunyai koefisien fenol 30, bersifat bakterisid, antelmintik dan

fungisid, terutama efektif untuk infeksi jamur (aktinomikosis, blastomikosis,

koksidioidomikosis, dan kandidosis). Sediaan timol terdapat dalam bentuk tingtur

(larutan dalam alkohol) 1% dan salep 10% (unguentum Whitfieldi) (Eka,2006).

Resosinol mempunyai sifat yang menyerupai fenol, berefek bakterisid dan

fungisid. Dalam klinik digunakan untuk mengobati infeksi jamur di kulit, ekzema,

psoriasis, dan dermatitis seboroik. Resolsinol bersifat keratolitik dan iritan ringan

(Eka,2006).

Heksaklorofen ialah senyawa bisfenol yang mengandung klor. Heksaklorofen

kadar rendah dapat mengganggu transport elektron kuman dan menghambat

enzim yang terikat pada membran. Konsentrasi tinggi dapat menyebabkan

pecahnya membran kuman. Heksaklorofen lebih aktif terhadap kuman gram-

positif daripada gram-negatif, efek bakteriostatiknya tinggi tetapi dibutuhkan

waktu kontak yang cukup, hampir tidak efektif terhadap spora. Larutan

heksaklorofen 3% dapat membunuh Staph. Aureus dalam 20-30 detik tetapi untuk

membunuh kuman gram-negatif dibutuhkan waktu 24 jam. E. Coli, Klebsiella dan

P. Aeruginosa sering ditemukan sebagai kontaminan dalam heksaklorofen dan

dapat menimbulkan epidemi di rumah sakit (Byrne,2004).

Penggunaan obat ini secara berulang kali dapat menimbulkan superinfeksi

kuman gram-negatif. Biasanya dikombinasi dengan paraklorometoksifenol atau

paraklorometokresol, walaupun demikian dibuthkan waktu 3 jam untuk

membunuh kuman gram-negatif. Nanah dan serum menurunkan aktivitas

Page 7: KOEFISIEN FENOL

heksaklorofen. Toksisitas sistemik dapat timbul pada anak setelah penggunaan

topikal berupa bingung, diplopia, letargi, kejang, henti nafas dan kematian. Karena

itu penggunaan heksaklorofen untuk memandikan bayi tidak

dianjurkan(Byrne,2004).

Obat ini juga bersifat teratogenik. Heksaklorofen digunakan untuk

membersihkan kulit sebelum pembedahan. Heksaklorofen terdapat dalam bentuk

emulsi, larutan dan sponge 3% (Byrne,2004).

Bacillus substilis

Bacillus substilis merupakan bakteri gram positif yang biasanya ditemukan di

tanah, termasuk kedalam genus Bacilus. Seperti spesies yang lainnya, kuman ini

memiliki kemampuan untuk membentuk endospora pelindung, yang tahan

terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tidak seperti beberapa kuman Bacillus

yang lainnya, Bacillus substilis merupakan kuman aerob obligat (Fontana, 2000).

Bacillus substilis tidak dianggap sebagai kuman patogen, tetapi dapat

mengkontaminasi makanan dan jarang sebagai penyebab keracunan (Fontana,

2000).

Bacillus subtilis adalah bakteri Gram-positif (+), katalase-positif, berbentuk

batang dan bakteri aerob pembentuk endospora. Non-patogen. Biasanya

ditemukan dalam tanah dan termasuk ke dalam genus Bacillus. It is one of the

most studied gram-positive bacteria. Salah satu yang menarik dari B. subtilis

adalah kemampuannya untuk differensiasi dan membentuk endospora..

B. subtilis memiliki kemampuan untuk membentuk endospora yang kuat

sebagai adaptasi terhadap lingkungan yang ekstrem. Tidak seperti beberapa

spesies lain, B. subtilis memiliki sejarah pernah digolongkan pada golongan

organisme yang harus membutuhkan oksigen. Percobaan-percobaan pada masa

kini telah membuktikan hal tersebut tidaklah demikian.B. subtilis tidak dianggap

sebagai bakteri patogen pada manusia walau dapat mengkontaminasi makanan,

tetapi hal itu jarang menyebabkan keracunan makanan. Spora B. Bacillus subtilis

dapat bertahan dari pemanasan (Fontana,2000).

Page 8: KOEFISIEN FENOL

IV. ALAT DAN BAHAN

ALAT :

1. Inkubator

2. Labu ukur 100 mL

3. Lampu spirtus

4. Mortir dan stamper

5. Ose

6. Rak tabung

7. Stopwatch

8. Tabung reaksi besar ( 6 )

9. Tabung reaksi kecil ( 36 )

10. Volume pipet 1 mL dan 10 mL

BAHAN :1. Aquades

2. Fenol

3. Nutrien Broth ( NB )

4. Pelarut sediaan uji

5. Sediaan uji (lisol)

6. Suspensi bakteri Staphilococcus aureus

Bacillus subtilis

Gram-stained Bacillus subtilisBacillus subtilis(Ehrenberg 1835) Cohn 1872(Fontana,2000).

Kingdom: Bacteria

Phylum: Firmicutes

Class: Bacilli

Order: Bacillales

Family: Bacillaceae

Genus: Bacillus

Species: subtilis

Page 9: KOEFISIEN FENOL

V. PROSEDUR

Dibuat larutan sediaan uji dengan konsentrasi 2,5% v/v. Direncanakan

pengenceran dan dihitung konsentrasi larutan pada masing-masing tabung besar.

Dibuat 6 pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dan larutan standar fenol

dengan air suling steril dalam tabung–tabung reaksi besar, sebagai berikut :

Diisi 36 tabung reaksi kecil dengan 1 ml NB. Disusun tabung–tabung besar

dan kecil dalam rak tabung. Baris pertama terdiri dari 6 tabung besar yang berisi hasil

pengenceran, diberi tanda A, B, C, D, E, dan F. Baris kedua berisi 6 tabung kecil berisi

NB, diberi tanda a1, b1, c1, d1, e1, dan f1. Baris ketiga sampai keenam masing–masing

berisi 6 tabung kecil berisi NB, diberi tanda a2, b2, c2, d2, e2, dan f2 sampai a6, b6, c6, d6, e6,

dan f6. Dibuat susunan ini untuk sediaan uji dan standar fenol. Dimasukkan 0,2 mL

suspensi bakteri uji pada masing–masing tabung besar secara berurut, dengan

rentang waktu 30 detik. Dimasukkan masing–masing 1 ose larutan dari tabung A

secara berurut ke tabung a1, a2, a3, a4, a5, a6 secara berurut, dengan selang waktu 30

detik. Dilakukan juga untuk tabung – tabung B, C, D, E, dan F.

TabungKekuatan

wipol

Larutan wipol

2,5% yang

dipipet

Air Suling

steril

Total yang

diperlukan

Volum

yang

dibuang

A 1/40 5 0 5 0

B 1/50 4 1 5 0

C 1/60 4 2 5 1

D 1/70 4 3 5 2

E 1/80 4 4 5 3

F 1/90 4 5 5 4

Page 10: KOEFISIEN FENOL

Gbr: Diagram prosedur kerja uji koefisien fenol

VI. DATA PENGAMATAN

Sediaan uji : Wipol ( pine oil: 2,5 %)

Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5 menit 15 menitKonsentrasi

1/40 + + + + + +1/50 - - - + + +1/60 + + + + + +1/70 - - - - - -1/80 + + + - - -1/90 - - - - - -

Keterangan : ( - ) bening( + ) keruh

Page 11: KOEFISIEN FENOL

Sediaan pembanding : Fenol (2,5 %)

Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5 menit 15 menitKonsentrasi

1/40 - - - - - -1/50 + + - - - -1/60 + + + - - -1/70 + + + + - -1/80 + + + + + +1/90 + + + + + +

keterangan : ( - ) bening( + ) keruh

VII. PERHITUNGAN

Koefisien fenol

= (konsentrasi bening pertama + konsentrasi bening terakhir ) sediaan uji

(konsentrasi bening pertama – konsentrasi bening terakhir ) standar fenol

= 1/50+1/901/40+1/70

=

0 , 0310 ,0393

= 0,788

VIII. PEMBAHASAN

Percobaan diawali dengan pengenceran desinfektan menjadi beberapa

macam konsentrasi. Pengenceran dilakukan secara bertingkat hingga akhirnya

diperoleh konsentrasi tabung A = 1/40; tabung B = 1/50; tabung C = 1/60; tabung D =

1/70; tabung E = 1/80; dan tabung F = 1/90. Tabung yang telah berisi desinfektan

dengan kadar yang berbeda-beda tersebut kemudian ditambahkan suspensi bakteri

Bacillus subtillis sebanyak 0,2 ml. Pada saat menambahkan suspensi bakteri,

digunakan mikropipet agar volume suspensi bakteri yang diambil benar-benar

akurat dan dilakukan dalam keadaan aseptis untuk menghindari terjadinya

kontaminasi.

Bakteri yang telah dimasukkan ke dalam 6 tabung besar berisi pengenceran

fenol tadi kemudian dipindahkan lagi ke dalam 6 tabung reaksi kecil yang berisi

Page 12: KOEFISIEN FENOL

Nutrient Broth sebanyak satu ose untuk setiap tabung besar. Setiap tabung besar

memiliki 6 tabung kecil sehingga jumlah tabung kecil yang berisi Nutrient Broth

sebanyak 36 tabung. Pemindahan suspensi bakteri pada tabung besar dilakukan

dengan menggunakan ose yang telah difiksasi sebelumnya. Setelah difiksasi,

ditunggu beberapa saat sampai ose tidak terlalu panas sebelum digunakan untuk

mengambil suspensi bakteri. Hal ini dilakukan agar bakteri tidak mati karena ose

terlalu panas. Tetapi perlu diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama didiamkan

karena ose tersebut dapat terkontaminasi dengan bakteri dari udara.

Penanaman bakteri dilakukan pada interval 30 detik antar tabung kecil,

dengan urutan tabung A1 hingga F1 dahulu baru A2 hingga F2 dan seterusnya.

Penanaman bakteri pada tabung F bersamaan dengan penanaman pada tabung A

selanjutnya, misalnya penanaman pada tabung F1 bersamaan dengan tabung A2.

Dengan menggunakan metode tersebut, maka perbedaan waktu kontak pada tabung

1 dan tabung 2, tabung 2 dan tabung 3, dan seterusnya memiliki perbedaan waktu

sebesar 2,5 menit, misalnya perbedaan waktu kontak dari A1 dan A2 adalah 2,5

menit. Hal ini dilakukan karena waktu untuk menguji kekuatan desinfektan adalah

18-24 jam, sedangkan untuk mata tidak mungkin selama itu maka digunakan waktu

tertentu dengan metode kontak secara konvensional dengan waktu yang paling

cepat adalah 2,5 menit, sedangkan waktu yang paling lama adalah 15 menit. Dengan

menggunakan perbedaan waktu penanaman bakteri dalam NB dari masing-masing

tabung berisi desinfektan tersebut dapat diketahui waktu kontak yang paling efektif

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis.

Percobaan di atas juga dilakukan pada larutan baku pembanding, yaitu fenol

dengan menggunakan bakteri yang sama yaitu bacillus subtilis dan pada kondisi yang

sama pula. Hal ini dilakukan agar dapat dibandingkan keefektifan dari suatu

desinfektan dengan fenol, sehingga diperoleh suatu hasil perbandingan berupa

pecahan yang disebut koefisien fenol. Nilai tersebut didapat berdasarkan rumus :

koefisien fenol =(konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir )sediaan uji

(konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir )s tan dar fenol

Page 13: KOEFISIEN FENOL

Setelah semua tabung reaksi kecil ditanam dengan bakteri, maka

diinkubasikan seluruhnya dalam inkubator selama 18-24 jam pada suhu 370C. Proses

inkubasi dilakukan pada suhu tersebut karena suhu 370C merupakan suhu tubuh

manusia, dimana bakteri Bacillus subtilis dapat tumbuh secara optimal. Setelah

diinkubasi, tabung-tabung tersebut diamati. Jika hasil yang didapatkan pada tabung

reaksi adalah keruh (positif) maka menandakan pada tabung ada pertumbuhan

bakteri Bacillus subtilis. Sedangkan jika tabung reaksi bening (negatif), menandakan

bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis karena telah terbunuh oleh

desinfektan.

Hasil yang diperoleh untuk pengujian dengan wipol adalah pada tabung A

dengan konsentrasi 1/40 dengan waktu kontak 2,5 menit desinfektan tidak mampu

menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena hasilnya ternyata keruh.

Seharusnya Pada tabung B dengan konsentrasi 1/50 dengan waktu kontak 2,5;5;10

menit desinfektan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena hasil

yang didapat pada tabung reaksi adalah negatif(bening). Sedangkan pada menit

selanjutnya, hasil tabung menunjukkan hasil positif yang menandakan bahwa

desinfektan tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada tabung C dengan

konsentrasi 1/60 pada setiap waktu kontaknya tidak mampu menghambat

pertumbuhan bakteri. Pada tabung D dan F setiap waktu kontaknya dapat

menghambat pertumbuhan baketri. Pada tabung E waktu kontak 2,5;5;7,5 tidak

dapat menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan waktu selanjutnya

menghambat pertumbuhan bakteri.

Data yang diperoleh dari hasil percobaan, tidak sesuai dengan teori yang

diberikan. Seharusnya, pada konsentrasi desinfektan tertinggi yaitu pada tabung A

seluruh tabung memberikan hasil yang negative, namun pada hasil percobaan hasil

yang diperoleh positif begitu pun pada tabung-tabung selanjutnya, hasilnya tidak

sesuai dengan teori. Hal ini dapat disebabkan :

1. Pada saat memfiksasi ose, untuk mengambil bakteri ose yang dicelupkan ke

dalam suspense bakteri masih panas, sehingga menyebabkan bakteri uji mati

karena suhu terlalu tinggi. Jika bakteri sudah terlebih dahulu mati sebelum

dimasukkan ke dalam media agar, maka yang terjadi adalah tidak terdapat

Page 14: KOEFISIEN FENOL

bakteri uji pada media agar tersebut. Sehingga pada akhirnya hasil yang didapat

negative.

2. Pada saat percobaan, pengerjaan dilakukan kurang aseptis, sehingga dapat

menyebabkan kontaminan masuk kedalam tabung uji. Akibatnya, dapat

mempengaruhi hasil pengamatan.

3. Pada saat percobaan, waktu kontak bakteri dengan desinfektan tidak sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan.

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien fenol sebesar 0,78. Hal ini

berarti, kekuatan desinfektan wipol adalah 0,78 kali dari kekuatan desinfektan fenol.

IX. KESIMPULAN

Kekuatan desinfektan wipol adalah 0,78 kali dari kekuatan desinfektan fenol.

Page 15: KOEFISIEN FENOL

DAFTAR PUSTAKA

August. 2001. Nutrient Agar and Nutrient Broth Preparation.

http://www.austin.cc.tx.us/microbugz/01mediaprep.html

(diakses : 3 Mei 2010)

Byrne. 2004. Heksaklorofen. http://medicastore.com (diakses : 3 Mei 2010)

Eka. 2006 . Desinfektan dan Antiseptik. http:// www.medicastore.com

(diakses : 3 Mei 2010)

Fontana, Roberta. 2000. Antimicrobial of Bacilus Substilis.

http://aac.asm.org/cgi/content/full/42/7/1574 (diakses : 3 Mei 2010)

Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1987. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20,

diterjemahkan oleh Edi Nugroho & RF Maulany. EGC. Jakarta

Pelczar, M. J. Jr., R. G. Reid. 1958. Microbiology. Diterjemahkan oleh Ratna Siri

Hadioetomo dkk .Mc Graw-Hill Book Company, Inc. London.

Paul, J. V., B. L. Batzing. 1987. The Microbes an Introduction to Their Nature and Importance.

Cummings publishing company, Inc.

Sarles, W. B., W. C. Frazier, J. B. Wilson, S. G. Knighl. 1956. Microbiology General and

Applied. Second edition. Harper & Brothers. New York