KOALISI SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
Transcript of KOALISI SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
STRATEGI PEMBINGKAIAN(FRAMING STRATEGIES)
KOALISI SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Isma Aida Putri
11141110000040
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
STRATEGI PEMBINGKAIAN(FRAMING STRATEGIES) KOALISI
SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri(UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri(UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, Maret 2021
Isma Aida Putri
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Isma Aida Putri
NIM : 11141110000040
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
STRATEGI PEMBINGKAIAN(FRAMING STRATEGIES) KOALISI
SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Tangerang Selatan, Maret 2021
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si M. Hasan Ansori, Ph.D
NIP. 197609182003122003 NIP.
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
STRATEGI PEMBINGKAIAN(FRAMING STRATEGIES) KOALISI
SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
Oleh
Isma Aida Putri
11141110000040
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Juli
2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial(S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 1960808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Saifuddin Asrori, M.Si Kasyfiyullah, M.Si
NIP. 197701192009121001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 9 Juli 2021.
Ketua Program Studi Sosiologi,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si
NIP. 197609182003122003
v
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) dengan
menggunakan perspektif gerakan sosial. Penelitian ini berusaha menunjukkan
bahwa ekses keberpihakan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah
Pusat terhadap pihak pengembang dalam pembangunan pulau reklamasi di Teluk
Jakarta yang abai terhadap kepentingan publik dapat memunculkan satu gerakan
sosial sebagai bentuk perlawanan. Penelitian ini merupakan tipe penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode pengambilan data observasi partisipan dan
wawancara. Dengan menggunakan kerangka teoritis gerakan sosial yang
memfokuskan pada pendekatan strategi pembingkaian atau framing strategies,
lebih jauh lagi dalam strategi pembingkaian ini ditekankan pada proses
penyelarasan bingkai atau frame alignment process. Dalam proses penyelarasan
bingkai terdapat beberapa proses yang bisa ditemukan dalam gerakan sosial, yakni
penjembatanan bingkai(frame bridging) yaitu upaya untuk menyampaikan bingkai
ke publik, penguatan bingkai(frame amplification) yaitu upaya untuk menguatkan
bingkai yang sudah tersebar guna lebih meyakinkan publik, perluasan
bingkai(frame extension) yaitu proses memperluas bingkai yang sudah ada
sehingga bisa merengkuh lebih banyak massa, dan perubahan bingkai(frame
transformation) yaitu perubahan yang dilakukan pada bingkai yang dianggap
gagal memenuhi ekspektasi gerakan. Hasil penelitian yang ditemukan dalam
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) didapati ada dua proses strategi
pembingkaian. Pertama, proses penjembatanan bingkai(frame bridging), KSTJ
berupaya menyampaikan ide-ide mengenai keadilan bagi pemenuhan hak dasar
seluruh entitas di Teluk Jakarta yang disampaikan melalui banyak kanal media.
Kedua, proses penguatan bingkai(frame amplification), KSTJ berupaya
menguatkan ide-ide yang diusung melalui nilai-nilai keadilan lingkungan Teluk
Jakarta dan keberpihakan penyelenggara negara.
Kata kunci: reklamasi Teluk Jakarta, gerakan sosial, strategi pembingkaian.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul “Strategi Pembingkaian(Framing Strategies) Koalisi Selamatkan
Teluk Jakarta(KSTJ)”. Selawat dan salam penulis selalu curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi penerang bagi seluruh alam semesta dan
tauladan yang paling baik bagi umat manusia.
Dengan setulus hati penulis sampaikan rasa terima kasih yang dalam untuk pihak-
pihak yang telah memberikan bantuan yang sangat berharga bagi penulis sehingga
mampu menyelesaikan skripsi ini.
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof. Dr. Ali Munhanif, MA
dan wakil dekan serta seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pelajaran selama masa studi penulis.
2. Ketua Program Studi Sosiologi, Dr. Cucu Nurhayati, M.Si dan Sekretaris
Program Studi Sosiologi, Dr. Joharotul Jamilah, M.Si.
3. M. Hasan Ansori, Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan
telaten membimbing penulis melalui masukan, saran dan kritik serta
memberikan nasihat dan motivasi untuk penulis agar bisa menyelesaikan
skripsi ini.
4. Bapak Saifuddin Asrori, M.Si sebagai Penguji I dan Bapak Kasyfiyullah,
M.Si sebagai Penguji II yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran
dan masukan demi perbaikan sistematika penulisan untuk menjadi karya
tulis yang memenuhi kaidah sebuah karya penelitian.
5. Untuk kedua orangtua penulis tercinta juga mamas dan adik penulis yang
dengan kesabaran luar biasa terus memberikan dukungan tidak terbatas
bagi penulis. Terima kasih.
6. Terima kasih kepada teman-teman Koalisi Selamatkan Teluk
Jakarta(KSTJ) yang telah meluangkan waktu dan tenaganya membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada seluruh teman-teman di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 terkhusus
Sosiologi B, terima kasih atas pengalaman menyenangkan selama masa
perkuliahan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang melimpah dengan kebaikan untuk
kalian.
Tangerang Selatan, Maret 2021
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL…………………………………………………………….. i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ……………….. iv
ABSTRAK…………………………………………………………………….. v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………… ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………… 21
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………….. 22
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………… 22
E. Kerangka Teoritis ………………………………………… 34
F. Metode Penelitian ………………………………………… 41
G. Sistematika Penulisan …………………………………….. 50
BAB II GAMBARAN UMUM KOALISI SELAMATKAN TELUK
JAKARTA(KSTJ)
A. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta …………………..……. .. 51
viii
B. Awal Mula Terbentuknya KSTJ ……………………...…… 62
C. Kegiatan KSTJ Era Kepemimpinan
Basuki T. Purnama ………………………………………. . 69
D. Kegiatan KSTJ Era Kepemimpinan
Anies R. Baswedan ……………………………………… 74
BAB III STRATEGI PEMBINGKAIAN KOALISI SELAMATKAN
TELUK JAKARTA(KSTJ)
A. KSTJ sebagai Gerakan Sosial ……………………………. 80
B. Strategi Pembingkaian Gerakan Sosial
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) ………………… 85
C. Ragam Media Penyampaian Bingkai Ideologis KSTJ …… 107
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………… 122
B. Saran …………………………………………………….. 124
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Perbandingan Dampak Sosial-Ekonomi Sebelum dan Sesudah
Reklamasi Teluk Jakarta pada Nelayan di Muara Angke ……….. 10
Tabel 1.2 Data Perempuan dan Pemenuhan Kebutuhan Anak Sebelum dan Paska
Reklamasi Teluk Jakarta ………………………………………… 12
Tabel 1.3 Daftar Nama-nama Informan Partisipan KSTJ …………………. 42
Tabel 3.1 Daftar akun twitter yang ikut menyebarkan ide soal penolakan
reklamasi Teluk Jakarta dengan menggunakan tagar
JakartaTolakReklamasi ………………………………………….. 112
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.2 Lampiran I Keppres No. 52 Tahun 1995
Gambar 2.1 Halaman Situs Resmi Walhi Eknas dan Kiara memuat laman terkait
Reklamasi Teluk Jakarta
Gambar 2.2 Halaman Situs Resmi LBH Jakarta memuat laman Tolak Reklamasi
Gambar 2.3 Foto dari feed instagram BEM Seluruh Indonesia memuat laman
Tolak Reklamasi
Gambar 2.4 Logo Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ)
Gambar 2.5 Aksi Nelayan Tolak Reklamasi Teluk Jakarta
Gambar 2.6 Tim Advokasi KSTJ menemui DPRD DKI JAKARTA
Gambar 2.7 Aksi Damai Aliansi Mahasiswa dan Nelayan yang tergabung dalam
KSTJ di depan PTUN Jakarta
Gambar 2.8 Aksi Simbolis Penyegelan Pulau G
Gambar 2.9 Aksi Simbolis Penyegelan Pulau G
Gambar 2.10 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
Jakarta, Den Haag dan London
xi
Gambar 2.11 Foto Undangan Diskusi& Peluncuran Laporan Selamatkan Teluk
Jakarta
Gambar 2.12 Aksi KSTJ menuntut Gubernur Anies mencabut IMB 932 bangunan
di Pulau C dan D
Gambar 3.1 Aksi teatrikal dan simbolik KSTJ beserta nelayan, aktivis lingkungan
dan mahasiswa menyegel Pulau G di Teluk Jakarta
Gambar 3.2 KSTJ melakukan konferensi pers terkait kemenangan Gubernur Ahok
atas Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G di PTUN tahun 2016
Gambar 3.3 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
Jakarta, Den Haag dan London
Gambar 3.4 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
kampung-kampung nelayan di berbagai daerah
Gambar 3.5 Potongan kanal youtube Watchdoc Documentary yang memuat film
Rayuan Pulau Palsu – The Fake Islands
Gambar 3.6 Beberapa komentan warganet di bagian kolom komentar youtube
Watchdoc Documentary dalam film Rayuan Pulau Palsu
Gambar 3.7 Contoh twit/cuitan akun-akun twitter yang ikut menolak reklamasi
Teluk Jakarta dengan menggunakan tagar #JakartaTolakReklamasi
xii
Gambar 3.8 Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta yang dikeluarkan
Koalisi Pakar Interdisiplin
Gambar 3.9 Tim Advokasi KSTJ menemui DPRD DKI JAKARTA
Gambar 3.10 Koordinator KSTJ Ahmad Marthin Hadiwinata saat diwawancara
jurnalis dalam sebuah acara televisi perihal Reklamasi Teluk Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah yang akan menjadi studi dalam skripsi ini adalah strategi
pembingkaian (Framing Strategy) yang dibangun oleh Gerakan Sosial Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), sebuah aksi solidaritas yang lahir dari rasa
ketidakadilan yang dirasakan masyarakat terdampak proyek reklamasi Teluk
Jakarta khususnya, dan yang peduli akan keberlangsungan kehidupan sosial,
ekonomi serta lingkungan di Pesisir Pantai Utara Jakarta. Proyek yang digadang-
gadang akan bisa menata wajah laut utara Jakarta ini telah menempuh jalan
panjang yang tak lepas dari pro dan kontra.
Sebagai salah satu kota besar sekaligus ibu kota negara Republik
Indonesia, DKI Jakarta tidak lepas dari berbagai permasalahan yang selalu
melingkupinya. Secara umum permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini masih terkait pada permasalahan
pembangunan manusia yang didukung melalui penyediaan infrastruktur,
pembangunan moda transportasi, penyeimbangan daya dukung lingkungan dan
sumber daya alam, peningkatan ketahanan sosial dan budaya, peningkatan
kapasitas dan kualitas pemerintahan dan pengembangan kerjasama regional
(https://rkpd.jakarta.go.id diakses pada 28 Agustus 2018).
2
Dari beberapa masalah tersebut, penyediaan inftrastruktur kemudian
menjadi permasalahan yang memberikan efek bola salju dikarenakan pengaruhnya
yang dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks karena tidak hanya
menyasar aspek ekonomi dan bisnis namun bisa berdampak pada sosial, politik
dan lingkungan. Salah satu contoh penyediaan infrastruktur yang kemudian
menjadi bahan perdebatan di berbagai kalangan adalah Proyek Reklamasi Teluk
Jakarta. Proyek yang diharapkan mampu menjadi jawaban atas beberapa
permasalahan klasik khas kota metropolitan seperti kemiskinan, pengangguran,
keterbatasan lahan serta banjir di DKI Jakarta ini menjadi bola salju panas yang
sarat akan konflik kepentingan banyak pihak.
Pengertian reklamasi sendiri tertuang dalam pasal 1 butir 23 Undang-
undang Nomor 27 Tahun 2007, adalah:
“…kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial
ekonomi dengan cara pengurukan, pengeringan lahan atau drainase.”
(bnpb.go.id diakses pada 4 April 2018)
Untuk itu reklamasi adalah kegiatan pengurukan, pengeringan lahan atau
drainase guna memperoleh daratan baru untuk meningkatkan manfaat sumber
daya lahan yang bisa dilihat dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.
Reklamasi Teluk Jakarta berarti kegiatan pengurukan, pengeringan lahan atau
drainase di Teluk Jakarta guna memperoleh daratan baru untuk meningkatkan
manfaat dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi.
3
Sebenarnya reklamasi bukanlah hal baru bagi Jakarta, sebab sejak tahun
1980an kegiatan untuk meningkatkan manfaat sumber daya dengan melakukan
pengurukan dan pengeringan lahan atau drainase sudah dilakukan(Wijayanto,
2016 https://megapolitan.kompas.com diakses 12 September 2018). Saat itu
perusahaan yang pertama kali menguruk laut di Teluk Jakarta adalah PT. Harapan
Indah. Kemudian di tahun 1981, PT Pembangunan Jaya mereklamasi kawasan
yang sudah sangat familiar dikenal yaitu Pantai Impian Jaya Ancol.
Reklamasi Teluk Jakarta yang kemudian diperluas pembangunannya
memiliki fondasi hukum yang tertuang pada Keputusan Presiden No. 52 Tahun
1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang dikeluarkan oleh Presiden
Soeharto serta Perda No. 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) 2010-2030.
Dalam bagian konsiderasi Keppres tersebut disebutkan hal-hal yang
menjadi alasan mengapa dilakukan reklamasi, yakni untuk mewujudkan Kawasan
Pantai Utara sebagai Kawasan Andalan yaitu kawasan yang dinilai mempunyai
nilai strategis dipandang dari sudut ekonomi dan perkembangan kota maka
diperlukan upaya penataan dan pengembangan Kawasan Pantai Utara melalui
reklamasi pantai utara serta sekaligus menata ulang daratan pantai yang ada secara
terarah dan terpadu(Keppres No. 52 Tahun 1995).
Dengan kata lain tujuan dari diadakannya reklamasi menurut Keppres
52/1995 adalah untuk mencegah pengikisan daratan Jakarta oleh air laut, serta
membangun beberapa fasilitas kota lainnya. Reklamasi ini juga bertujuan untuk
menata kembali kawasan Pantai Utara(Pantura) Jawa dengan cara membangun
4
kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city)
karena ruang Jakarta sudah tidak mungkin diperluas.
Memang pengembangan ke arah utara Jakarta ini dilakukan karena
wilayah selatan Jakarta sudah difungsikan sebagai kawasan konservasi, sementara
wilayah timur dan barat sudah dipadati penduduk sehingga tidak lagi
memungkinkan untuk dilakukan pengembangan(Koalisi Pakar Intrerdisiplin,
2017).
Bukanlah hal baru juga perdebatan tentang reklamasi di Teluk Jakarta
terjadi. Pasalnya di era Orde Baru adu argumen tentang perlu tidaknya diadakan
reklamasi pun sudah terjadi antar berbagai pihak. Di tahun 1977 Menteri
Pertanian Thoyyib Hadiwidjaya mengeluarkan SK(Surat Keputusan) No.
16/Um/6/1977 berisi jaminan hutan Angke Kapuk sebagai kawasan hutan lindung.
Namun di tahun 1984 Gubernur DKI Jakarta pada saat itu Wiyogo
Atmodarminto(1987-1992) mengeluarkan SK(Surat Keputusan) yang berisi
tentang penetapan areal pengembangan hutan Angke-Kapuk sebagai Zona
Ekonomi. Ia menganggap bahwa kawasan Angke patut dikembangkan karena
memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi bila menjadi zona ekonomi, seperti
wilayah perumahan dibandingkan dengan hanya sebagai hutan, rawa-rawa, dan
tambak nelayan(Amalinda Savirani, 2017). Hal ini tentu bertolak belakang dengan
keputusan menteri pertanian Thoyib Hadiwidjaya sebelumnya pada tahun 1977.
Pokok dari pertentangan pendapat yang terjadi dalam proyek reklamasi
Teluk Jakarta ini terletak pada kepentingan akan perlindungan lingkungan hidup,
sosial dan ekonomi masyarakat menengah ke bawah dengan kepentingan akan
5
ekonomi yang diharapkan akan meningkat dari kondisi perekonomian DKI Jakarta
sebelumnya. Lebih lanjut inti dari pro kontra yang tercipta terkait proyek
reklamasi Teluk Jakarta ialah perlindungan kepentingan lingkungan hidup dan
sosial jangka panjang melawan perlindungan kepentingan ekonomi jangka
pendek—yang diwakili oleh pemda DKI Jakarta dan pihak pengembang
(Amalinda Savirani, 2017).
Adu kepentingan mengenai perlu tidaknya dilakukan reklamasi, masih
terus terjadi seiring dengan pergantian pemerintahan pusat maupun daerah DKI
Jakarta. Proyek ini tidak kurang telah melahirkan 39 produk hukum terkait
reklamasi yang terdiri dari 13(tiga belas) produk hukum berupa undang-undang,
9(Sembilan) Peraturan Presiden(PP), 1(satu) Keputusan Presiden(Keppres),
1(satu) Instruksi Presiden(Inpres), 3(tiga) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum,
1(satu) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 1(satu) Peraturan
Menteri Dalam Negeri, dan 6(enam) produk Peraturan Pemerintah Daerah DKI
Jakarta (Amalinda Savirani, 2017).
Pada tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup mengemukakan bahwa
proyek reklamasi Teluk Jakarta tidak layak untuk dilanjutkan karena berpotensi
menimbulkan beragam hal negative bagi lingkungan hidup maupun sosial. Hal ini
dituangkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003
tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai
Utara Jakarta. SK ini dikeluarkan berdasarkan kajian AMDAL Kementerian
Lingkungan Hidup, yang menyebutkan ada tujuh dampak negative terkait
lingkungan dan sosial jika reklamasi tetap dilakukan, yakni (a) potensi banjir; (b)
6
ketersediaan tanah urukan; (c) ketersediaan air bersih; (d) pengaruh terhadap
kegiatan-kegiatan yang telah ada; (e) perubahan pemanfaatan lahan; (f)
pengelolaan sistem transportasi; dan (d) system pengelolaan sampah (Amalinda
Savirani, 2017).
Di tahun yang sama ke-enam pengembang/kontraktor melayangkan
gugatan atas Surat Keputusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN). Tarik
ulur kasus ini berlangsung cukup lama, hingga akhirnya di tahun 2011 Mahkamah
Agung(MA) memenangkan ke-enam pengembang/kontraktor atas PK(Peninjauan
Kembali) yang diajukan terkait keputusan Mahkamah Agung(MA) yang
memenangkan Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatakan reklamasi
melanggar hukum dan mengabaikan AMDAL.
Sebelumnya di tahun 2007-2008, ada dua peraturan yang dikeluarkan
terkait dengan reklamasi. Pertama adalah Surat Gubernur Nomor 1571/-1/711
yang terbit tahun 2007 oleh Sutiyoso, berisi pemberian izin prinsip kepada PT.
Kapuk Naga Indah untuk melakukan reklamasi Pulau 2A yang selanjutnya
menjadi Pulau D. Kemudian ada Perpres No. 54/2008 tentang Rencana Tata
Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Kedua
peraturan ini memperkuat tujuan reklamasi yang tertuang dalam Keppres No. 52
Tahun 1995, yakni kelangkaan lahan bagi warga ibu kota.
Di tengah-tengah kegaduhan soal reklamasi, tahun 2007 Jakarta dikepung
banjir. Fauzi Bowo yang saat itu menjadi Gubernur DKI Jakarta meminta
pertolongan pada Pemerintah Belanda untuk membantu mengatasi banjir di
Jakarta. Belanda dipilih karena dianggap memiliki sejarah penanganan banjir yang
7
baik. Kesepakatan tersebut menghasilkan program yang dinamakan Jakarta
Coastal Defence System yang kemudian berubah nama menjadi National Capital
Integrated Coastal Development (NCICD) di tahun 2013.
NCICD adalah proyek raksasa yang bertujuan melindungi Jakarta dari
banjir rob dengan memfasilitasi perkembangan sosio-ekonomi. Pengerjaannya
dilakukan dalam tiga fase, fase A dimulai dari perbaikan drainase perkotaan dan
upaya memperlambat penurunan muka tanah(land subsidence), fase B
pembangunan dinding besar (Giant Sea Wall), dan fase C pembangunan danau
resapan air di sebelah timur Teluk Jakarta yang terhubung dengan proyek
garuda(Koalisi Intra Disiplin, 2017).
Awalnya proyek ini terpisah dari proyek reklamasi, namun dalam
dokumen yang dilansir Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat(PUPR) kemudian menjadi satu. Penyatuan ini didasari dengan
wacana “Jakarta akan tenggelam pada 2030”(Koalisi Intra Disiplin, 2017).
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 2012 Gubernur Fauzi Bowo
mengesahkan tiga dokumen yang seluruhnya menyokong terselenggaranya
reklamasi di Teluk Jakarta. Ketiga dokumen tersebut yang pertama, Perda No.
1/2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) 2010-2030. Dalam
bagian lampirannya dimasukkan reklamasi 14 pulau di Teluk Jakarta. Kedua,
Pergub No. 121/2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara
Jakarta. Dalam dokumen ini terjadi perubahan dalam jumlah pulau yang akan
direklamasi, menjadi 17 pulau yang diberi nama Pulau A sampai Pulau Q dengan
8
luas total wilayah 5.155 hektar. Ketiga, Ia mengeluarkan izin prinsip untuk Pulau
F, G, I dan K.
Tidak berhenti di situ, setelah pergantian gubernur DKI Jakarta berturut-
turut setelah Fauzi Bowo yakni Joko Widodo (2012-2014) yang kemudian
dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama, gaung reklamasi di Teluk Jakarta masih
dan lebih nyaring terdengar. Dengan dikeluarkannya perpanjangan izin prinsip
yang sudah kadaluarsa yang sebelumnya dikeluarkan oleh Fauzi Bowo untuk
Pulau F, G,I dan K pada tahun 2014. Bukan hanya itu, Basuki Tjahaja Purnama
pun menerbitkan izin pelaksanaan Pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra,
anak perusahaan Agung Podomoro Land. Semua peraturan yang terbit terkait
dengan reklamasi pulau-pulau di Teluk Jakarta, masih terhubung dengan amanat
Keppres 52/1995 yakni pemenuhan lahan baru bagi warga ibu kota yang masih
terus meningkat (Amalinda Savirani, 2017).
Adanya kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta selama kurun waktu beberapa
dekade nyatanya sangat mempengaruhi pelbagai bentuk kehidupan yang ada di
sepanjang pesisir Teluk Jakarta. Pelbagai entitas yang ada di pesisir Teluk Jakarta
mengalami ketidakseimbangan seiring laut mereka yang diuruk untuk dijadikan
pulau buatan. Dampak buruk reklamasi terhadap lingkungan, sosial, ekonomi,
budaya tak ayal menjadi bencana yang tak terelakkan kehadirannya.
Dalam catatan Pusat Data dan Informasi KIARA (Koalisi Rakyat untuk
Keadilan Perikanan), setidaknya ada 10 (sepuluh) dampak buruk reklamasi bagi
keberlangsungan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir Pantai Utara. Di
antaranya (1) proyek ini menggusur 56.309 rumah tangga nelayan yang hidup di
9
wilayah pesisir Jakarta, Jawa Barat dan Banten; (2) nelayan-nelayan pesisir Pantai
Utara yang mayoritasnya masih nelayan tradisional kehilangan akses melaut dan
tergusur dari sumber-sumber penghidupannya; (3) reklamasi Teluk Jakarta serta
merta memperburuk kondisi perempuan nelayan di wilayah pesisir Jakarta, Jawa
Barat, dan Banten; (4) tidak hanya manusia, reklamasi Teluk Jakarta pun ikut
menghancurkan ekosistem pesisir akibat menurunnya daya dukung lingkungan
dan meningkatnya ancaman banjir; (5) reklamasi Teluk Jakarta kemudian
“memaksa” nelayan untuk beralih profesi, dalam sehari ada dua orang nelayan
yang beralih profesi menjadi kuli di kota-kota besar; (6) hal tersebut kemudian
menyebabkan meningkatnya kantong-kantong kemiskinan di wilayah pesisir; (7)
reklamasi mengubah bentang alam dan aliran air di kawasan reklamasi dan
kawasan asal material reklamasi; (8) menyebabkan rusaknya sumber daya air di
kawasan penyangga kabupaten/kota pantai yang direklamasi; (9) serta
menghancurkan alam dan (10) meningkatkan ancaman longsor dan banjir di
wilayah asal material urukan reklamasi(Pusat Data dan Informasi KIARA, 2016).
Dampak reklamasi terhadap lingkungan hidup yang cukup massif di Teluk
Jakarta tak ayal berpengaruh pada keadaan sosial-ekonomi masyarakat yang hidup
di pesisir Utara Jakarta. Mereka yang menggantungkan hidupnya pada laut,
kemudian yang paling merasakan bagaimana sulitnya hidup mereka saat laut yang
menjadi harapan diuruk untuk dijadikan pulau-pulau baru, yang serta merta
menguruk harapan mereka.
10
Tabel 1.1 Data Perbandingan Dampak Sosial-Ekonomi Sebelum dan
Sesudah Reklamasi Teluk Jakarta pada Nelayan di Muara Angke
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA, 2016
Dari table 1.1 dapat dilihat, bahwa selain dampaknya terhadap lingkungan
adanya pulau-pulau reklamasi di Utara Jakarta juga berdampak pada kehidupan
sosial, dan ekonomi masyarakat pesisir yang mayoritas bermata pencaharian
sebagai nelayan. Pulau-pulau buatan ini memengaruhi daya jangkauan tangkapan
ikan nelayan. Sejak proyek ini mulai bergulir kembali nelayan membutuhkan
modal yang lebih besar untuk melaut, dua kali lipat dari biaya yang harus
dikeluarkan sebelum adanya reklamasi serta membutuhkan waktu yang lebih lama
di lautan karena kelangkaan ikan akibat laut yang tercemar. Hal senada dikatakan
oleh ahli Oceanografi dari IPB, Alan Koropitan menyebut bahwa proyek
reklamasi akan memberikan dampak sedimentasi, penurunan kualitas air akibat
logam berat dan bahan organik serta terjadinya penurunan arus laut sehingga
JENIS TANGKAPAN/KEBUTUHAN SEBELUM REKLAMASI SETELAH REKLAMASI
Solar 5 liter 10 liter
Lama melaut 10 jam 18-20 jam
Hasil tangkapan ikan 25 kg –3 kwintal/hari
Kurang dari 5 kg/hari
Hasil tangkapan rajungan/kepiting 10 kg
1 kg
Hasil budidaya/ tangkapan kerang
5 kg
Dengan harga per kilo
Rp. 25.000
7 ons
Dengan harga per kilo
Rp. 20.000
Rata-rata pendapatan/penghasilan nelayan
5 juta/ hari
300 ribu/hari
11
material yang masuk dari sungai cenderung tertahan(hilangnya flushing system)
yang kemudian menyebabkan kematian ikan di Teluk Jakarta(Koalisi Intra
Disiplin, 2017).
Biaya lebih yang dikeluarkan oleh nelayan tidak serta merta jua
membuahkan hasil yang maksimal dalam hal perolehan ikan, rajungan/kepiting
dan kerang. Hal yang tentunya berpengaruh pada pendapatan mereka per-harinya
yang turun secara signifikan dari yang biasanya rata-rata pendapatan nelayan ada
di angka Rp. 5.000.000/hari, pasca reklamasi berlangsung mereka hanya mampu
membawa uang Rp.300.000/hari. Hasil yang tidak seberapa karena nelayan harus
menutupi biaya mereka untuk melaut serta membaginya dengan nelayan yang
lain. Dari berkurangnya pendapatan ini, kemudian berpengaruh pada urusan dapur
yang dikelola oleh perempuan yakni istri nelayan dan anak perempuan nelayan.
Pendapatan keluarga yang terus berkurang, diiringi dengan kebutuhan
hidup yang semakin tinggi juga kebutuhan anak untuk sekolah, membuat
perempuan nelayan harus bisa memutar otak lebih agar bisa membuat dapur tetap
mengepul. Sebelum adanya reklamasi perempuan dan anak perempuan nelayan di
pesisir Utara Jakarta memang sudah menjadi bagian dari aktivitas pengelolaan
hasil tangkapan laut yang dibawa oleh suami-suami dan ayah-ayah mereka.
Namun pasca reklamasi, beban perempuan dan anak nelayan bertambah. Tak
jarang untuk menutupi biaya hidup sehari-hari perempuan nelayan harus
meminjam uang pada rentenir keliling dengan adanya biaya tambahan berupa
bunga pinjaman (Observasi di lapangan, 29 November 2018).
12
Keterlibatan perempuan dalam sektor perikanan dan laut biasanya pada
kegiatan pengolahan dan perdagangan ikan, seperti pengeringan ikan,
perdagangan ikan segar, dan pengupasan kerang (Kiara, 2009). Pasca reklamasi
bergulir, selain mengurus pekerjaan rumah tangga perempuan juga dibebankan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup akibat dari berkurangnya pendapatan
suami yang seorang nelayan.
Tabel 1.2 Data Perempuan dan Pemenuhan Kebutuhan Anak Sebelum dan
Pasca Reklamasi Teluk Jakarta
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA, 2009
13
Dari data yang dihimpun oleh Kiara di tahun 2009, dampak reklamasi bagi
perempuan nelayan dan anak sudah cukup signifikan bahkan jauh sebelum isu
reklamasi di Teluk Jakarta kembali bergulir di tahun 2013.
Di tahun 2009, marjinalisasi terhadap kaum perempuan nelayan dan anak
perempuan nelayan sudah terjadi. Pasca reklamasi perempuan nelayan dan anak
nelayan tidak dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan yang mendasar bagi
manusia. Mereka terbatas dalam memenuhi kebutuhan sosialnya karena lebih
dituntut untuk bekerja demi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu
kebutuhan akan jasmani (pangan dan papan), rohani, informasi, kesehatan dan
pendidikan menjadi sangat terbatas karena sumber mata pencaharian mereka
yakni laut, terbatas juga dalam menghasilkan komoditas.
Meskipun dampaknya sudah dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat
nelayan, namun rencana untuk kembali membuat pulau-pulau baru di Teluk
Jakarta tidak juga berhenti. Setelah beberapa waktu proyek ini seakan luput dari
perhatian masyarakat, hadirnya kembali menyeruak di tahun 2013 dimulai dari
diperpanjangnya izin prinsip untuk beberapa pulau oleh Plt. Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Tidak hanya itu, setelah memperpanjang izin prinsip Basuki juga
menerbitkan izin pelaksanaan untuk pulau G di tahun 2014 yang diberikan kepada
PT. Muara Wisesa Samudra. Aktivitas di laut utara Jakarta pun kembali
menggeliat.
Proyek pengurukan lahan ini kemudian menjadi perbincangan di
masyarakat khususnya masyarakat nelayan yang hidupnya berdekatan dengan laut
14
di utara Jakarta. Mereka merasa ada yang aneh dengan keadaan laut yang diuruk,
terlebih dengan tidak tahu menahunya mereka dengan “aktivitas” ini. Mulai
timbul juga rasa khawatir akan nasib laut yang merupakan tempat mereka untuk
mencari nafkah.
“Waktu itu sih tahun 2013 yah, eh kita belum tau apa itu reklamasi taunya
urukan aja. Dulu tuh kita-kita nelayan cuma ngomong-ngomong aja gitu,
itu ngapain di laut diuruk-uruk gitu. Mulai resah kan kita, orang laut
diaduk-aduk gitu yaa ikan-ikan bisa pada mati dong.” (Wawancara
dengan Iwan, partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
Ketidaktahuan masyarakat nelayan akan adanya reklamasi di Teluk Jakarta
juga menimbulkan berbagai pertanyaan. Mengapa mereka tidak pernah dilibatkan
dalam setiap proses yang menyangkut hal yang paling mendasar bagi kehidupan
nelayan di pesisir utara Jakarta, yakni laut. Lalu apa sebenarnya yang menjadi
urgensi dilakukannya reklamasi di Teluk Jakarta, hingga kemudian menimbulkan
pertanyaan besar bagi sebagian masyarakat terlebih masyarakat nelayan yang
sebenarnya sudah merasakan dampak dari reklamasi terdahulu. Berdasarkan data
yang penulis himpun dari beberapa berita online, ada beberapa alasan mendasar
mengapa dilakukan reklamasi di Teluk Jakarta.
Pertama, Jakarta membutuhkan reklamasi karena dapat mencegah banjir
rob. Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute Firdaus Ali menyatakan bahwa
reklamasi merupakan sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan di Jakarta
tentang land subsidence atau penurunan muka tanah. Ia bahkan mendorong agar
reklamasi di Teluk Jakarta segera direalisasikan.
15
“penurunan muka tanah terus terjadi di wilayah Jakarta setiap tahun.
Yang paling parah memang di utara Jakarta. Kalau laju ekstraksi air
tanah yang merupakan penyebabnya tidak ditangani serius, maka Jakarta
40 tahun ke depan akan tenggelam. Sangat disayangkan kekhawatiran
yang berlebihan terhadap dampak reklamasi. Sebab, banyak solusi untuk
mengatasi dampak negative di Jakarta jika reklamasi dilakukan.”
(Putra, 2015 http://news.liputan6.com/ di akses 1 April 2019)
Kedua, Reklamasi dibutuhkan Jakarta karena berdampak positif untuk
ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal ini menjadi perhatian khusus terutama untuk
pemerintah DKI Jakarta yang akan mendapatkan keuntungan dari pajak
penghasilan serta tanah dan sertifikat yang langsung didapatkan pemerintah DKI
Jakarta. Dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama:
“DKI Jakarta akan mendapatkan pajak penghasilan dan kami dapat
tanahnya 45 persen yang tidak bisa dijual, untuk jalur hijau. Lalu 5 persen
tanah DKI yang bisa dijual akan dipakai Pemprov. Untung.”(Rahadian,
2015 http://www.cnnindonesia.com/ diakses pada 1 April 2019)
Wacana ini pun mengalami amplifikasi makna bahwa reklamasi sangat
penting untuk ekonomi, didukung oleh pendapat konsultan dan para ahli. Salah
satunya adalah pendapat dari ahli tata ruang Hendricus Andy Simarmata dikutip
dari Liputan6.com, Ia mengatakan bahwa “…dengan adanya reklamasi berarti
akan tercipta lahan baru di sebuah wilayah. Dengan munculnya lahan baru ini,
16
maka berbagai aktivitas ekonomi bisa masuk ke situ. Bisa menambah pendapatan
daerah.” (Deny, 2016 http://bisnis.liputan6.com/ diakses pada 1 April 2019)
Ketiga, Jakarta membutuhkan reklamasi karena adanya keterbatasan lahan.
Argumentasi ini yang paling sering dipaparkan oleh Pemprov DKI Jakarta serta
pengembang bahkan sejak awal proyek ini digulirkan di tahun 1995. Bahwa
dengan adanya reklamasi maka akan ada lahan baru yang memang dibutuhkan
oleh Jakarta. Deddy S Priatna selaku Deputi Bidang Sarana dan Prasarana
Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan, hasil reklamasi seluas 5.500 hektar
akan mampu menampung sekitar 1,8 juta penduduk baru dan dapat menyerap 2,6
juta orang tenaga kerja. Dari luas tanah baru tersebut, sebesar 45% akan dibangun
lokasi perumahan dengan luas 14,1 juta meter persegi. (Rimadi, 2014
http://news.liputan6.com/ diakses pada 1 April 2019 ).
Ketiga alasan mendasar mengapa penting untuk dilakukan reklamasi di
Teluk Jakarta tersebut, kemudian mendapat berbagai tanggapan dari berbagai
kalangan. Bantahan terhadap pernyataan-pernyataan tersebut di atas dilontarkan
balik oleh para ahli. Yang pertama bantahan mengenai reklamasi dapat mencegah
banjir rob, bahwa penyebab dominan penurunan muka tanah(land subsidence)
yang diambil oleh NCICD adalah ekstraksi air tanah, tetapi belum ada data kuat
yang mendukung argumentasi ini. Sementara data pembanding menunjukkan
bahwa penyebab dominan land subsidence adalah pembebanan dari gedung-
gedung terutama pencakar langit. Implikasinya jika disepakati yang menjadi
penyebab utama land subsidence adalah pembebanan dari gedung-gedung, maka
17
pembangunan berbagai infrastruktur hidrologi menjadi bertentangan dengan usaha
penanggulangan banjir di DKI Jakarta ( Koalisi Intradisiplin, 2017).
Kedua, bantahan mengenai reklamasi yang akan membawa dampak positif
untuk ekonomi, sosial dan lingkungan. Reklamasi Teluk Jakarta memang bisa
diasumsikan dapat membuka lapangan pekerjaan. Namun lapangan pekerjaan
tersebut tidak sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh
masyarakat pesisir Teluk Jakarta yang umumnya merupakan nelayan. Jadi
reklamasi hanya akan memberikan manfaat untuk Pemprov DKI Jakarta melalui
pajak penghasilan yang diperoleh pemda dari pihak swasta yang memanfaatkan
tanah urukan di pulau reklamasi (Koalisi Intradisiplin, 2017).
Ketiga, bantahan mengenai Jakarta membutuhkan reklamasi karena adanya
keterbatasan lahan. Argumen yang sering kali menjadi dasar dilakukannya
reklamasi ini mendapat bantahan bahwa permasalahan spasial Jakarta terletak
pada kesenjangan antara kepadatan manusia atau luas-lahan di satu pihak dan
kepadatan lantai-terbangun serta kepadatan infrastruktur pelayanan yang sesuai.
Kepadatan Jakarta ialah 150 jiwa/ha tidak serta merta bisa dikatakan “terlalu padat
atau penyebab permasalahan Jakarta”. Yang kemudian menjadi masalah adalah
bahwa kepadatan jiwa/ha lahan di Jakarta itu tidak didukung oleh kepadatan
lantai-terbangun dan infrastruktur atau pelayanan yang memadai.
Di Singapura kepadatan lantai-terbangun adalah 4(empat) kali kepadatan
lantai-terbangun di Jakarta. Dengan kata lain, setiap orang di Singapura
menikmati luas-lantai terbangun rata-rata 8(delapan) kali lebih luas daripada yang
dinikmati rata-rata setiap orang di Jakarta. Oleh karena itu, tidak tepat bila
18
dikatakan Jakarta memerlukan penambahan lahan. Jakarta memerlukan
penambahan lahan-terbangun dan infrastruktur pendukung. Penambahan lahan
melalui praktik murah dan dimudahkan oleh kebijakan diskresi yang diskriminatif
seperti reklamasi hanya akan menimbulkan konflik yang tidak perlu dan tidak
menjawab kebutuhan nyata masyarakat (Koalisi Intradisipli, 2017).
Selain itu reaksi serupa dikeluarkan oleh kementerian-kementerian terkait
yang ikut mengambil sikap atas proyek ini. Pada tahun 2016 Menteri Koordinator
bidang Kemaritiman sebagai Rizal Ramli yang menjadi ketua hasil kajian Komite
Gabungan yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman,
Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan serta Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan SK
penghentian sementara(moratorium) berturut-turut melalui SK Kementerian
Lingkungan Hidup No. 354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016;SK Kementerian
Lingkungan Hidup No. 355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 dan melalui SK
Kementerian Lingkungan Hidup No. 356/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016. Tindakan
ini dilakukan karena kegiatan reklamasi Pantai Utara Jakarta telah memenuhi
unsur kerusakan lingkungan hidup dan keresahan masyarakat. Penghentian
sementara kegiatan reklamasi ini merupakan sanksi administrative paksaan
pemerintah pada 2(dua) perusahaan yakni PT Kapuk Naga Indah dan PT Muara
Wisesa. Untuk itu segala bentuk pembangunan proyek Reklamasi Teluk Jakarta
dihentikan sementara sampai semua persyaratan perundang-undangan dan
peraturan dipenuhi oleh penyelenggara maupun pengembang.
19
Tidak lama berselang setelah Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle
kabinet, Luhut Binsar Pandjaitan yang dipilih untuk menggantikan Rizal Ramli
menjadi Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, mencabut moratorium yang
ditandatangani pendahulunya. Dikutip dari detik.com, Ia mengatakan alasan
pencabutan moratorium reklamasi Teluk Jakarta “…karena semua ketentuan yang
berlaku dari semua kementerian dan lembaga yang terlibat itu tidak ada
masalah,” (Idris, 2017 https://news.detik.com/ diakses pada 2 April 2019).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu (lingkungan, sosial dan ekonomi),
kelompok masyarakat sipil, aktivis lingkungan, mahasiswa hingga nelayan
menentang keras pencabutan moratorium ini, karena semua hal yang berkaitan
dengan reklamasi masih dilingkupi persoalan yang bertentangan dengan hukum
hingga perlindungan lingkungan hidup, sosial dan ekonomi di Teluk Jakarta.
Mereka bereaksi atas upaya pemerintah dan pengembang mengubah laut Teluk
Jakarta. Dari reaksi-reaksi ini selanjutnya mereka, menyatukan visi misi untuk
membatalkan reklamasi di Teluk Jakarta dengan menggabungkan diri menjadi
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.
Di antara mereka adalah Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ).
Gerakan sosial ini muncul untuk memperkuat gerakan penolakan reklamasi di
Teluk Jakarta, yang sebelumnya masih belum terorganisir dengan baik. Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) terdiri dari organisasi non profit seperti
KIARA(Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), Eknas WALHI(Eksekutif
Nasional Wahana Lingkungan Indonesia, KNTI(Kesatuan Nelayan Tradisional
Indoneisa), LBH Jakarta(Lembaga Bantuan Hukum), Solidaritas Perempuan,
20
ICEL(Indonesian Center for Environmental Law), Rujak Center for Urban
Studies, mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI( Badan Eksekutif Mahasiswa
Seluruh Indonesia), BEM FH UI(Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia) serta masyarakat nelayan yang merupakan kelompok
terdampak langsung dari adanya proyek reklamasi di Teluk Jakarta (Hermawan,
2017 http://www.portalindonesianews.com diakses pada 30 April 2019)
Keikutsertaan nelayan dalam gerakan ini berakar dari rasa kekecewaan
mereka karena tidak pernah dilibatkan dalam proyek reklamasi. Sedangkan
mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak dari reklamasi, terutama
pada mata pencaharian nelayan tradisional serta masyarakat yang berpenghasilan
di pesisir Teluk Jakarta. Melalui KSTJ, gerakan penolakan reklamasi Teluk
Jakarta diharapkan semakin massif untuk menyebarkan ide-ide bahwa reklamasi
tidak akan membawa manfaat untuk laut Jakarta dan masyarakat nelayan di
sekitarnya. Untuk itu permasalahan-permasalahan tersebut di atas menjadi dasar
bagi penulis untuk melakukan kajian atas gerakan sosial yang dilakukan oleh
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) sebagai subjek penelitian penulis.
Sejak tahun 2014 Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) telah
melakukan advokasi untuk menolak reklamasi Teluk Jakarta dengan berbagai
cara, mulai dari aksi turun langsung ke jalan, diskusi-diskusi untuk menyebarkan
ide-ide tentang dampak dari reklamasi, hingga pembuatan film yang mengisahkan
tentang persoalan kehidupan nelayan pasca adanya reklamasi. Hal-hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian dari pemerintah serta masyarakat dan tidak
jarang sering kali menjadi pembahasan berbagai media di Indonesia. Untuk itu
21
penulis merasa tertarik meneliti Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ)
terutama dari aspek pembingkaian aksi ini.
Penulis tertarik untuk mengkaji gerakan sosial yang dilakukan oleh Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) dari perspektif Strategi Pembingkaian(Framing
Strategy) mengingat tidak banyak upaya dilakukan untuk mengkaji gerakan sosial
yang berfokus pada upaya perlindungan lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya
masyarakat setempat dengan melihat aspek strategi pembingkaian(framing
strategies), yang menekankan pada “kerja penandaan” (signifying work) atau
“pada konstruksi makna” (meaning constructions) yang dilakukan oleh aksi
kolektif. Melalui penelitian ini maka akan dapat dijelaskan bagaimana dinamika
yang terjadi dalam upaya advokasi KSTJ, proses-proses aksi yang ada, beragam
cara yang digunakan untuk menarik perhatian dan simpati massa pada KSTJ, serta
hasil yang didapatkan dari gerakan sosial ini akan dijabarkan dengan penjelasan
yang menarik dalam skripsi ini.
Dengan demikian, penelitian ini mengambil judul “Strategi
Pembingkaian (Framing Strategies) Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
(KSTJ)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pokok masalah di atas, penelitian ini dilakukan untuk menjawab
beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana KSTJ berperan sebagai gerakan sosial?
2. Strategi frame alignment apa saja yang digunakan oleh KSTJ sebagai
sebuah gerakan sosial?
22
3. Apa saja metode penyampaian strategi pembingkaian yang dilakukan
oleh KSTJ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menjelaskan KSTJ sebagai gerakan sosial.
2. Menjelaskan strategi frame alignment yang digunakan oleh KSTJ.
3. Menjelaskan metode penyampaian strategi pembingkaian yang
dilakukan oleh KSTJ.
Sedangkan manfaat penelitian ini yaitu antara lain :
1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan
penjelasan mengenai strategi pembingkaian atau framing strategies
yang terdapat dalam upaya-upaya yang dilakukan gerakan KSTJ.
2. Secara praktis, penelitian ini penting dan diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai
pembangunan yang lebih baik di lihat dari berbagai aspek baik sosial,
lingkungan dan ekonomi secara holistis.
D. Tinjauan Pustaka
Kita dapat melihat beberapa penelitian gerakan sosial yang menggunakan
framing, diantaranya adalah skripsi Ikhsan Pratama Wicaksono Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (2010),
Analisis Framing (Pembingkaian) dalam Gerakan Lingkungan Hidup (Studi
Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM Greenpeace Asia Tenggara Indonesia,
23
Jakarta) studi ini mengungkapkan bagaimana LSM sebagai organisasi gerakan
sosial membangun identitas kolektif pada anggotanya.
Fokus penelitian ini adalah mengidentifikasi frame gerakan sosial berupa
content yang terdapat pada media komunikasi LSM Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia berupa aksi, buku booklet dan movement document yang terdapat pada
situs resmi LSM tersebut dan identitas kolektif yang melekat pada anggota LSM
tersebut.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada tiga jenis frame yang digunakan
oleh gerakan sosial anti-batubara yang dilakukan oleh LSM Greenpeace Asia
Tenggara Indonesia, yakni aggregate frame, consensus frame, dan collective
action frame yang dapat diidentifikasi melalui media komunikasi organisasi.
Melalui interaksi anggota dengan media komunikasi serta pemaknaan
yang dilakukan terhadap frame gerakan sosial, identitas kolektif anti-batubara ini
melekat pada anggota Greenpeace Asia Tenggara Indonesia. Identitas kolektif ini
dapat dilihat melalui tigas jenis identitas yang melekat yaitu identitas aktivis,
identitas organisasi, dan identitas taktik. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa
dengan melalui media komunikasi organisasi Greenpeace Asia Tenggara
Indonesia dapat menyebarkan maupun mengkontruksi gagasan anggotanya
dengan frame gerakan sosial, yang juga memengaruhi ataupun membentuk
identitas kolektif anggotanya.
Selanjutnya skripsi Ahmad Sufyan jurusan Sosiologi Universitas
Airlangga (2014), Gerakan Sosial Masyarakat Pegunungan Kendeng Utara
Melawan Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Rembang. Skripsi ini
24
membahas mengenai pengaruh dari neoliberalisme di Indonesia yang membuat
pihak swasta bahkan asing dengan mudah menggunakan atau memanfaatkan
sumber daya alam di Indonesia salah satunya dengan mendirikan pabrik semen di
Rembang, Jawa Tengah.
Berdirinya pabrik semen ini tidak serta merta berjalan mulus, muncullah
gerakan reclaiming yang dilakukan oleh masyarakat Pegunungan Kendeng Utara
atas proses industrialisasi pabrik semen di Kabupaten Rembang. Dari isu tersebut
kemudian menjadi tonggak awal dari lahirnya gerakan ini, gerakan reclaiming ini
masuk dalam gerakan sosial baru. Gerakan Sosial Baru menjelasan “mengapa‟
gerakan sosial terbentuk. Penjelasan mengenai teori gerakan sosial baru
dikonsepkan dengan elaborasi teoritik antara teori mobilisasi sumber daya dan
teori gerakan sosial berorientasi identitas.
Munculnya gerakan sosial masyarakat Pegunungan Kendeng Utara
didasari atas kondisi masyarakat yang berada dalam situasi structural staint yang
diawali dari praktek pembebasan lahan yang menyebabkan adanya perbedaan
interpretasi warga dengan pihak pabrik semen, kondisi ini disebut dengan
deprivasi relative. Selain itu ada aspek kontijensi dari munculnya gerakan ini yaitu
gerakan sosial di Kabupaten Pati.Gerakan ini menularkan sikap menolak di
Kabupaten Rembang, hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya aktor gerakan yang
juga ikut dalam gerakan di Kabupaten Rembang.
Adanya aktor gerakan yang juga ikut masuk dalam gerakan ini, didukung
pula dengan situasi politik di kabupaten Rembang yang mengalami transisi
sehingga menciptakan peluang (political opportunity) untuk mengakomodir pihak
25
yang kontra terhadap pabrik semen.Kondisi ini yang kemudian dimanfaatkan oleh
aktor-aktor gerakan dengan mendesain strategi gerakan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dea Rizki Kapriani dan
Djuana P. Departemen Sains dan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
IPB (2015) Efektivitas Media Sosial untuk Gerakan Sosial Pelestarian
Lingkungan. Penelitian ini menggunakan followers @KeSeMat sebagai subjek
penelitiannya. KeSeMat(Kelompok Studi Ekosistem Mangrove Teluk Awur)
sendiri adalah organisasi unit kegiatan mahasiswa Universitas Diponegoro yang
memiliki gerakan sosial pelestarian mangrove.
Sebagai organisasi yang dimotori mahasiswa, KeSEMat banyak
menggunakan media sosial sebagai saluran kampanye pelestarian
mangrove.KeSEMat mengajak masyarakat untuk berpartisipasi melalui aktivitas
online maupun aktivitas offline. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
keterlibatan followers akun @KeSEMaT dalam media sosial dan analisis faktor-
faktor yang memengaruhinya, untuk mendeskripsikan efektivitas akun
@KeSEMaT dalam menyebabkan perubahan perilaku followers dan analisis
hubungannya dengan keterlibatan dalam media sosial, serta menganalisis
keterlibatan followers akun @KeSEMaT dalam kegiatan offline dan analisis
hubungannya dengan perubahan perilaku.
Penelitian ini berpusat pada pemanfaatan media sosial sebagai sarana
kampanye gerakan sosial pelestarian mangrove. Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa akses terhadap akun twitter @KeSEMaT efektif dalam
mengubah perilaku dan sikap followers terhadap pelestarian mangrove.
26
Selanjutnya ada penelitian yang dilakukan oleh Aghniya Halim jurusan
Sosiologi Universitas Sebelas Maret (2016) Gerakan Sosial Baru (Studi Kasus
Pola Jaringan Gerakan Sosial Cinta Lingkungan WALHI Yogyakarta) . Dengan
menggunakan teori jaringan yang dikemukakan oleh Barry Wellman dan Ronald
Burt disimpulkan bahwa WALHI Yogyakarta memiliki tiga pola jaringan utama,
pertama pola jaringan internal yang terdiri dari anggota, Sha-Link dan Warga
Berdaya. Pola internal ini memastikan ada hubungan dua arah dari anggota
langsung ke masyarakat, dan dari masyarakat langsung ke WALHI Yogyakarta
melalui Warga Berdaya, agar terjadi hubungan.Pola kedua adalah pola jaringan
By Case, pada pola jaringan ini setiap unsur seperti anggota dan Warga Berdaya
berperan sebagai penjaring laporan sehingga setiap jenis kasus dapat langsung
terdeteksi oleh WALHI Yogyakarta. Pola terakhir adalah berdasarkan pada Empat
Isu Strategis, isu ini digodok pada saat PDLH ( Pertemuan Daerah Lingkungan
Hidup) dengan tujuan untuk terus mengawasi dan memberikan pencegahan agar
suatu kasus pencemaran lingkungan tidak terjadi.
Setiap pola jaringan ini terus berputar hingga menjadi siklus yang
menguatkan gerakan sosial cinta lingkungan WALHI Yogyakarta.
Tesis David Karlstrӧm dari jurusan Magister Political Science UMEȦ
University, Swedia dengan judul Frames in a Social Movement for Safe Public
Spaces Problems Meeting New Solutions(2017). Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus di New Delhi, India. Peneliti
menggunakan studi literature dan wawancara semi struktur dalam pengumpulan
data. Dengan menggunakan teori framing David A. Snow dan Robert D. Benford
27
peneliti mencoba menjelaskan frame(Diagnostic framing, Prognostic Framing,
Motivational Framing) yang digunakan oleh ketiga actor(NGO Jagori; SafetiPin;
IWillGoOut) yang aktif dalam memperjuangan ruang publik yang aman bagi
perempuan di New Delhi.
Studi ini menjelaskan bagaimana gerakan sosial muncul dan
diformulasikan oleh masyarakat sipil di tengah kebutuhan yang mendesak akan
keamanan dan keselamatan bagi perempuan di ruang-ruang public di New Delhi,
India. Banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang-ruang
public di New Delhi hingga menjadi sorotan media nasional dan internasional
memicu munculnya gerakan-gerakan ini untuk melakukan perubahan.
Melalui diagnostic framing, ketiga aktor memiliki kesamaan dalam
mengidentifikasi masalah yakni ada tiga masalah yang menyebabkan tidak
terciptanya ruang public yang aman bagi perempuan di India di antaranya adanya
rasa takut; patriarki yang mengakar kuat; dan kurangnya pengakuan terhadap
sifat-sifat urbanisasi gender seperti remaja, perempuan, transgender, orangtua.
Ketiga hal ini yang ingin coba diubah untuk menciptakan ruang public yang lebih
aman untuk perempuan dan kelompok lemah lainnya.
Dalam prognostic framing, ketiga actor memiliki meteode dan solusi kerja
yang berbeda meskipun tujuan dari gerakannya sama. Jagori sebagai NGO lebih
menekankan pada kampanye dan aksi protes melalui music ataupun slogan,
sedangkan SafetiPin dan IWillGoOut lebih memanfaatkan internet sebagai media
untuk menyebarkan kepedulian akan keamanan perempuan di ruang-ruang public
di New Delhi, India. SafetiPin melakukannya dengan membuat aplikasi mobile
28
yang membantu memberikan informasi perihal tempat aman untuk perempuan
sedangkan IWillGoOut menyebarkan ide agar perempuan tidak takut untuk keluar
rumah melalui media sosial dengan tagar IWillGoOut secara massif hingga
menjadi trending topic di jagat maya.
Dalam motivational framing yang merupakan factor ketiga suksesnya
sebuah gerakan sosial, menyediakan “triggered”/pemicu/panggilan untuk
bergerak, bisa melalui symbol-simbol atau nilai-nilai yang membuat massa
merasa perlu untuk bergerak. Ketiganya memiliki slogan yang menargetkan
kelompok-kelompok rentan, tantangan dan kesempatan untuk perempuan di
ruang-ruang public di India. Slogan-slogan ini tidak hanya berupa kalimat yang
tertera pada pamphlet-pamphlet yang disebar pada saat aksi protes, melainkan
juga tertera di dalam nama gerakan itu sendiri seperti SafetiPin dan IWillGoOut
yang memiliki pesan kuat untuk dapat merengkuh massa.
Dari beberapa penelitian di atas, melalui proses tinjauan pustaka penulis
menemukan adanya perbedaan di antara penelitian-penelitian tersebut. Ada dua
penelitian yang menggunakan framing untuk menganalisis, di antaranya
Wicaksono (2010) dalam penelitiannya menekankan pada analisis
framing(pembingkaian) yang terdapat dalam LSM Greenpeace yang nantinya
akan memperkuat identitas kolektif di antara anggotanya. Karlstrom (2017)
menggunakan teori framing dalam menganalisis tiga kelompok yang melakukan
gerakan sosial yang memperjuangkan ruang public yang aman bagi perempuan di
New Delhi, India.
29
Ketiga penelitian lainnya berfokus pada, Kapriani dan Djuana (2015)
dalam penelitiannya menganalisis mengenai keefektivan penggunaan media sosial
melalui akun gerakan sosial perlindungan mangrove(KeSeMat), dalam
memengaruhi followersnya untuk menerima ide-ide yang mereka tawarkan.
Halim (2016) dalam studinya menganalisis mengenai pola jaringan yang
terdapat dalam gerakan sosial cinta lingkungan Walhi Yogyakarta.Sufyan (2014)
dalam studinya memiliki kemiripan dengan studi penulis, yakni gerakan sosial
yang merupakan bentuk penolakan dari adanya suatu pembangunan namun
berbeda pada alat analisisnya. Ia menggunakan teori gerakan sosial baru yang
dielaborasi dengan teori sumberdaya dalam menganalisis gerakan sosial menolak
tambang di Kabupaten Rembang.
Maka dari itu penelitian ini ingin mengisi kekosongan dari penelitian-
penelitian tersebut di atas, dengan menggunakan teori framing strategy, dan
secara khusus lebih lanjut memberikan fokus pada frame alignment process untuk
mengidentifikasi gerakan sosial Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ).
Matriks
Nama Penulis &
Judul Teori Metode Hasil Penelitian
Persamaan &
Perbedaan
Ikhsan Pratama
Wicaksono,
“Analisis
Framing(Pembingk
aian) dalam
Gerakan
Lingkungan
Hidup(Studi Kasus
Gerakan Anti
- Budaya
Organisasi
- Framing
Strategies
- Identitas
Kolektif
Penelitian
ini
menggunak
an metode
kualitatif
dengan
jenis
penelitian
studi kasus
Penelitian ini
mengungkapkan
bahwa ada tiga jenis
frame yang
digunakan oleh
gerakan sosial anti-
batubara yang
dilakukan oleh LSM
Greenpeace Asia
Membahas
framing
namun dalam
ranah
organisasi
yang
kemudian
menciptakan
identitas
30
Batubara oleh LSM
Greenpeace Asia
Tenggara
Indonesia,
Jakarta)”
Tenggara Indonesia,
yakni aggregate
frame, consensus
frame, dan collective
action frame yang
dapat diidentifikasi
melalui media
komunikasi
organisasi.
- Identitas kolektif
anti-batubara
melekat pada
anggota melalui
interaksi dengan
media komunikasi
organisasi.
- Dari penellitian ini
dapat diketahui
bahwa dengan
melalui media
komunikasi
organisasi
Greenpeace Asia
Tenggara
Indonesia dapat
menyebarkan
maupun
mengkonstruksi
gagasan
anggotanya
dengan frame
gerakan sosial,
yang juga
memengaruhi
ataupun
membentuk
identitas kolektif
anggotanya.
kolektif
anggotanya.
Namun dalam
penelitian saya
akan
membahas
mengenai
framing yang
dilakukan oleh
kelompok aksi
kolektif untuk
menjaring
massa.
Ahmad Sufyan,
“Gerakan Sosial
Masyarakat
- Gerakan
Sosial Baru
- Political
Kualitatif - Gerakan ini muncul
akibat kondisi
struktural staint
Kesamaan
gerakan
masyarakat
31
Pegunungan
Kendeng Utara
Melawan
Pembangunan
Pabrik Semen di
Kabupaten
Rembang”
Opportunity yang dialami
masyarakat, yang
diawali dengan
deprivasi relative
serta kontijensi
gerakan di
Kabupaten Pati
yang juga
dipengaruhi oleh
aktor gerakan
sosial.
- Situasi politik yang
sedang dalam masa
trasisi(political
opportunity) juga
dimanfaatkan oleh
aktor gerakan sosial
untuk semakin
menjaring massa
serta memperjelas
identitas gerakan.
pegunungan
Kendeng dan
KSTJ terletak
pada kondisi
structural
staint. Namun
yang
membedakann
ya adalah
analisis yang
digunakan.
Dea Rizki Kapriani
dan Djuana P,
“Efektivitas Media
Sosial untuk
Gerakan Sosial
Pelestarian
Lingkungan.”
- Media Sosial
- Gerakan
Sosial
Kuantitatif - Penelitian ini
berpusat pada
pemanfaatan media
sosial sebagai
sarana kampanye
gerakan sosial
pelestarian
mangrove.
- Berdasarkan hasil
penelitian
ditemukan bahwa
akses terhadap
akun twitter
@KeSeMaT efektif
dalam mengubah
perilaku dan sikap
followers terhadap
usaha untuk
pelestarian
mangrove.
Persamaannya
terletak pada
subjek
penelitian
yakni gerakan
sosial untuk
pelestarian
lingkungan,
namun
berbeda dalam
hal metode
serta teori
yang
digunakan.
32
Aghniya Halim,
“Gerakan Sosial
Baru(Studi Kasus
Pola Jaringan
Gerakan Sosial
Cinta Lingkungan
WALHI
Yogyakarta)”
Teori Jaringan
Barry Wellman
dan Ronald
Burt.
Kualitatif
dengan
jenis
penelitian
studi kasus.
- WALHI Yogyakarta
memiliki tiga pola
jaringan utama,
pertama pola
jaringan internal
yang terdiri dari
angggota, Sha-Link
dan Warga
Berdaya, yang
memastikan adanya
hubugan dua arah
dari anggota ke
masyarakat, dan
dari masyarakat
langsung ke WALHI
Yogyakarta melalui
Warga Berdaya
- Pola kedua adalah
pola jaringan By
Case, pada pola
jaringan ini setiap
unsur seperti
anggota dan Warga
Berdaya berperan
sebagai penjaring
laporan sehingga
setiap jenis kasus
dapat langsung
terdeteksi oleh
WALHI Yogyakarta.
- Pola terakhir adalah
berdasarkan pada
empat isu strategis,
isu ini digodok pada
saat
PDLH(Pertemuan
Daerah Lingkungan
Hidup) dengan
tujuan untuk terus
mengawasi dan
memberikan
Persamaan
penelitian ini
terletak pada
subjek yang
diteliti namun
perbedaannya
terletak pada
teori yang
digunakan.
33
pencegahan agar
suatu kasus
lingkungan tidak
terjadi. Setiap pola
jaringan ini terus
berputar hingga
menjadi siklus yang
menguatkan
gerakan sosial cinta
lingkungan WALHI
Yogyakarta.
David Karlstrӧm,
Frames in a Social
Movement for Safe
Public Spaces
Problems Meeting
New
Solutions(2017)
Teori
framing(Diagn
ostic framing,
Prognostic
Framing,
Motivational
Framing)
David A. Snow
dan Robert D.
Benford.
Kualitatif
dengan
jenis
penelitian
studi kasus
serta
menggunak
an studi
literature
dan
wawancara
semi
struktur
dalam
pengumpul
an data.
- Melalui diagnostic
framing, ketiga
actor memiliki
kesamaan dalam
mengidentifikasi
masalah yakni ada
tiga masalah yang
menyebabkan
tidak terciptanya
ruang public yang
aman bagi
perempuan di
India.
- Dalam prognostic
framing, ketiga
actor memiliki
meteode dan
solusi kerja yang
berbeda
meskipun tujuan
dari gerakannya
sama.
- Dalam
motivational
framing,
ketiganya
memiliki slogan
yang menargetkan
kelompok-
kelompok rentan,
Perbedaannya
terletak pada
teori yang
digunakan
dalam
mengidentifika
si subjek
penelitian.
34
tantangan dan
kesempatan
untuk perempuan
di ruang-ruang
publik di India.
Mencoba
merengkuh massa
dengan simbol-
simbol dan nilai-
nilai yang
menempel pada
jargon-jargon
yang diusung
seperti slogan
IwillGoOut, yang
memiliki pesan
untuk kelompok-
kelompok rentan
agar tidak takut
untuk keluar
rumah.
E. Kerangka Teoritis
1. Gerakan Sosial
Gerakan sosial merupakan sebuah fenomena sosial yang dapat kita
temukan di masyarakat. Gerakan sosial biasanya mendapat perhatian dari
masyarakat karena membawa isu-isu yang sedang hangat berkembang dan
diperbincangkan. Gerakan sosial sudah menjadi bagian dari sejarah masyarakat
dunia. Banyak perubahan dramatis yang terjadi di masyarakat karena adanya
gerakan sosial (The Civil Rights Movement tahun 1950-an 1960-an di Amerika
Serikat; Nirbhaya Movement tahun 2012 di India)
Namun menjelaskan dengan pasti apa itu gerakan sosial bukanlah satu hal
yang mudah. Gerakan sosial bukanlah partai politik atau kelompok kepentingan,
35
yang merupakan entitas politik stabil yang memiliki akses reguler ke kekuatan
politik atau elit politik; juga bukan tren atau tingkah iseng masyarakat, yang tidak
teratur, singkat dan tanpa tujuan.Sebaliknya, gerakan sosial ada di antara
keduanya. (Freeman & Johnson, 1999 dalam Jonathan Chritiansen, 2009)
Beberapa karakteristik gerakan sosial adalah bahwa mereka “terlibat dalam
hubungan konflik dengan lawan yang diidentifikasi secara jelas; dihubungkan
oleh jaringan informal yang padat; [dan mereka] berbagi identitas kolektif yang
berbeda ”(De la Porta & Diani, 2006, hlm. 20).
Gerakan sosial tidak terjadi begitu saja; melainkan memerlukan banyak
sumber daya dan beberapa tahapan yang harus dilalui untuk membangun sebuah
gerakan. Gerakan sosial tumbuh melalui empat tahapan: (1) Kemunculan
(Emergence); (2) Peleburan (Coalescence); (3)Birokratisasi (Bureaucratization) ;
and (4) Penurunan (Decline) (Jonathan Christiansen, 2009: 2)
Setidaknya ada beberapa elemen dari sebuah gerakan sosial yakni (1) ada
keinginan untuk berpartisipasi/merupakan aksi kolektif; (2) memiliki tujuan; (3)
terorganisir; (4) keberlangsungannya bersifat temporal namun berkelanjutan; dan
(5) bersifat ekstrainstitusional (McAdam and Snow, 1997: xviii)
Selain itu gerakan sosial adalah proses sosial yang nyata, para aktor di
dalamnya melalui beberapa mekanisme (a) terlibat relasi konflik, atau meminjam
istilah Tarrow, “aksi mengacau” (disruptive); (b) memiliki hubungan jaringan
informal; dan (c) memiliki identitas kolektif. (Della Porta dan Mario Diani, 2006:
20).
36
2. Strategi Pembingkaian ( Framing Strategy)
Framing merupakan salah satu perspektif penting dalam menganalisis
gerakan sosial selain perspektif struktur kesempatan politik (Political Opportunity
Structure) dan teori mobilisasi sumber daya (Resources Mobilization
Theory).Teori framing telah mendapatkan popularitas di kalangan ilmuwan sosial
terutama peneliti gerakan sosial.
Teori framing (frame theory) diperkenalkan oleh David A. Snow dan
Robert D. Denford pada tahun 1988. Sebelumnya teori ini berakar pada studi
interaksi komunikatif dalam psikologi kognitif yang dibawa oleh Gregory
Bateson, dalam artikelnya Framing the French Riots: A Comparative Study of
Frame Variation David A. Snow menulis, bahwa konsep frame diperkenalkan ke
dalam ilmu sosial oleh Bateson pada 1955 sebagai suatu perangkat komunikatif
yang menjadi aturan untuk mengukur sebuah pertanyaan,”apa yang sedang
terjadi”. Bateson menjelaskan bahwa “..interaction always involves interpretative
frameworks by which participants define how other’s actions and words should be
understood”.
Dua dekade kemudian frame analysis diperkenalkan oleh Erving Goffman
dalam In Frame(1974), Goffman menggunakan istilah “frame” untuk
menunjukkan “schemata of interpretation” yang memungkinkan individu ‘to
locate, perceive, indentify, and label” occurances within their life space and the
world at large” (1974:21 dalam David A. Snow, dkk 1986).
Frame(Bingkai) dan Framing Process(proses pembingkaian) merupakan
konsep yang kuat. Teori framing menekankan pada cara-cara yang disengaja
37
untuk membangun presentasi para aktivis gerakan, sehingga mereka dapat
menarik dukungan dari orang lain. Tujuan dari framing theory sendiri adalah
untuk menjelaskan kemunculan serta cara kerja gerakan sosial (Benford and
Snow, 1988).
Perspektif framing berfokus pada “kerja penandaan” atau “pembentukan
makna” yang dilakukan oleh para aktivis dan para partisipan dari gerakan sosial.
Dari perspektif ini, gerakan sosial tidak hanya dipandang sebagai pembawa
gagasan dan makna yang ada tumbuh secara otomatis dari struktur pengaturan,
serta keadaan yang tidak diantisipasi. Sebaliknya aktor gerakan sosial dianggap
sebagai agen penanda yang secara aktif terlibat dalam produksi dan pemeliharaan
makna bagi konstituen, antagonis, ataupun pengamat (David A. Snow, 2004: 384;
Benford and Snow, 2000:613). Dengan berlandaskan perspektif ini, dapat diuji
bagaimana elit-elit Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) serta mereka yang
terlibat dalam perjuangan memperebutkan, memproduksi dan memelihara makna.
Dalam menjelaskan lebih jauh tentang framing, Benford dan Snow (2000)
menyebutkan bahwa ada tiga unsur utama dalam teori framing yakni diagnostic
framing, prognostic framing dan motivational framing. Dalam diagnostic framing
diidentifikasi masalah, sumber penyebab, dan juga target yang patut untuk
dipersalahkan. Dalam framing ini biasanya akan muncul frame(kerangka)
ketidakadilan atau ketidakpatuhan kolektif, protes atau pemberontakan. Sementara
dalam prognostic framing terdapat artikulasi solusi yang ditawarkan bagi
persoalan yang ada dan identifikasi strategi, taktik dan target. Terkadang ada hal
yang menghubungkan langsung antara diagnostic frame dengan prognostic frame.
38
Dan yang terakhir adalah motivational framing yakni menyediakan panggilan
untuk bergerak atau penjelasan rasional yang memungkinkan orang terlibat aksi
(h.616-617).
3. Proses Penyejajaran Bingkai (Frame Alignment Process)
Penelitian ini juga ingin menjelaskan apa yang disebut oleh David A.
Snow sebagai ‘proses penyejajaran bingkai’. Dijelaskan oleh David Snow dalam
artikelnya yang ditulis bersama-sama (E Burke Rochfor, Jr., Steven K. Worden,
dan Robert D. Benford) dalam jurnal American Sociological Association(ASA),
bahwa Frame alignment sendiri sangat penting dalam sebuah gerakan, karena
menjadi penghubung seperangkat nilai, keyakinan, kepentingan mereka dengan
individu, tujuan dan kegiatan organisasi gerakan sosial sehingga berada dalam
posisi yang sebangun, sejajar dan saling melengkapi(David A. Snow, dkk,
1986:464).
Menurut David A. Snow, dkk,(1986) identifikasi atas proses penyejajaran
bingkai terdiri dari empat variasi proses yakni frame bridging (penyembatan
bingkai), frame amplification(penguatan bingkai), frame
transformation(transformasi bingkai),frame extension(perluasan/ekstensi bingkai)
dan frame transformation(perubahan bingkai). Untuk itu dalam penelitian ini,
peneliti akan mengkaji frame(bingkai) apa saja yang digunakan oleh Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) dalam upaya untuk menampakkan wajahnya
pada masyarakat guna terpenuhi apa yang menjadi tujuannya yakni menghentikan
proyek reklamasi Teluk Jakarta.
39
Frame bridging atau penjembatanan bingkai merujuk pada hubungan dua
bingkai atau lebih yang sebenarnya sejajar secara ideologis tetapi tidak saling
terhubung secara struktural terkait isu atau masalah tertentu(David A. Snow, dkk,
1986: 467). Hubungan ini tidak hanya terjadi di level organisasi, semisal diantara
dua organisasi gerakan sosial, tetapi juga di level individu, yakni hubungan
organisasi gerakan sosial dengan individu. Frame bridging juga meliputi
hubungan organisasi gerakan sosial dengan apa yang disebut McCarthy sebagai
‘kelompok-kelompok sentimen’ yang belum termobilisasi, yakni sekumpulan
orang-orang yang mengalami penderitaan yang sama tetapi mereka tidak memiliki
kendaraan atau wadah berupa organisasi untuk mengungkapkan kekecewaan dan
untuk mengejar kepentingannya.
Kepiawaian organisasi dalam mempergunakan saluran seperti media
massa, telepon, email akan dapat mengukur sampai sejauh mana sebuah aksi
kolektif mampu merekrut kelompok-kelompok sentiment yang belum
termobilisasi tersebut (1986:468).
Kedua, frame amplification atau amplifikasi bingkai, yakni
klarifikasi/penjelasan atau penyegaran bingkai tafsiran atas isu, masalah atau
seperangkat peristiwa tertentu.Amplifikasi bingkai terbagi dua yakni amplifikasi
nilai (value amplification) dan amplifikasi keyakinan (belief amplification). Snow
menjelaskan, sementara nilai-nilai (values) merujuk pada tujuan atau kondisi akhir
yang ingin dicapai, keyakinan (beliefs) dapat dianggap sebagai elemen ideasional
yang secara kognitif mendukung atau menghalangi tindakan mengejar nilai-nilai
yang diinginkan (1986:468).
40
Amplifikasi keyakinan terbagi lima: (1) keyakinan mengenai derajat
keseriusan isu, penderitaan atau masalah yang dipersoalkan; (2) keyakinan tentang
lokus sebab-akibat atau kesalahan; (3) keyakinan stereotip mengenai lawan-lawan
atau target-target pengaruh; (4) keyakinan soal kemungkinan (peluang) perubahan
atau efektivitas aksi kolektif; (5) keyakinan mengenai pentingnya dan kewajiban
untuk “ambil bagian”. (David A. Snow, dkk, 1986:470)
Dengan amplifikasi bingkai beserta dengan bagian-bagiannya, membantu
peneliti dalam mencermati proses-proses permainan bahasa yang digunakan oleh
KSTJ: mulai dari strategi pengembangan keseriusan masalah, membimbing
pembaca ke lokus masalah dan target-target yang patut dimintai
pertanggungjawaban, penguatan kualitas dan rasionalitas slogan-slogan yang
membangkitkan kewajiban moral, dan bahasa yang menguatkan bahwa aksi
kolektif ini berpotensi melahirkan perubahan.
Ketiga, frame extension atau ekstensi/perluasan batasan-batasan yang
berguna untuk memungkinkan tingkat keterlibatan dan partisipan kian besar. Hal
ini bisa terjadi dalam kondisi di mana isu atau persoalan yang diperjuangkan oleh
aksi kolektif dilihat tidak berakar dalam atau tidak menjadi bagian dari
permasalahan orang-orang atau pengikut potensial.Tugas elit-elit aksi kolektif,
semisal KSTJ, untuk menyadari beragamnya nilai dan kepentingan di dalamnya.
Sehingga mereka, para penggiat utama aksi kolektif, perlu mengidentifikasi nilai-
nilai dan kepentingan-kepentingan mereka baik di tingkat individu atau kumpulan
dan kesejajarannya dengan partisipasi di dalam gerakan.
41
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk menelaah gerakan sosial Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ)
penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Creswell (1994)
penelitian kualitatif dapat dikonstruksi sebagai satu strategi penelitian yang
biasanya menekankan kata-kata daripada kuantifikasi dalam pengumpulan dan
analisis data, serta menekankan pendekatan induktif.
Penelitian kualitatif didasari oleh upaya untuk membangun pandangan
subjek penelitian yang rinci, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lainnya, serta dibentuk secara holistis dalam kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai ragam
metode ilmiah (Moleong,2012:6).
Penulis memilih menggunakan pendekatan penelitian kualitatif untuk
mendapatkan hasil yang terbaik dan tepat dalam memahami hal apa saja yang
dilakukan, dirasakan, dan dipahami oleh mereka yang terlibat dalam gerakan
sosial Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ).
Maka penting untuk menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dalam
penelitian ini, agar upaya untuk mengkaji gerakan sosial Koalisi Selamatkan
Teluk Jakarta(KSTJ) sebagai subjek penelitian dapat tergambarkan dengan baik.
Untuk dapat memahami hal apa saja yang dilakukan, dirasakan, dan dipahami
oleh mereka yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam gerakan Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ).
42
Dengan demikian penelitian ini berusaha menjelaskan lebih rinci dan
mendalam mengenai framing starategies yang dilakukan oleh Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ).
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Dengan studi kasus memungkinkan peneliti mengeksplorasi fenomena
dalam satu konteks dengan menggunakan beragam sumber data (Pamela Baxter
dan Susan Jack, 2008: 544).
Penelitian studi kasus juga merupakan strategi riset yang bersandarkan
pada investigasi empiris secara mendalam terhadap satu atau sejumlah kecil
fenomena untuk menguraikan konfigurasi dari tiap kasus (Charles Ragin, 2000:
68-87).
Creswell (2010: 20) mengatakan bahwa studi kasus merupakan strategi
penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu
program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Alasan
digunakannya studi kasus adalah karena riset ini ingin menggali, mengeksplorasi
lebih dalam dan lebih jauh mengenai framing strategies yang digunakan oleh
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ).
2. Metode Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini penulis sekurang-kurangnya menggunakan dua
sumber data yakni data primer dan data sekunder. Dikarenakan penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, maka penulis menggunakan metode
pengumpulan data yang lebih dominan diisi oleh sumber data primer yakni
43
berupa wawancara dan observasi. Namun penulis juga akan menggunakan
sumber data sekunder untuk saling menguatkan dan menjelaskan penelitian ini.
2.1 Wawancara,
Wawancara yakni suatu percakapan dengan tujuan tertentu, yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan atau
interviewer dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
atau interviewee (Moleong, 2007).
Tujuan dari diadakannya wawancara ditegaskan oleh Lincoln dan Guba
dalam Moleong(2007:186) di antaranya adalah mengkonstruksi mengenai
orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-
lain; merekonstruksi berbagai hal tersebut sebagai peristiwa yang dialami di
masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai hal yang diharapkan
untuk dialami pada masa depan; memverifikasi, mengubah, dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan
manusia(triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi
yang dikembangkan oleh peneliti sebagai bentuk validasi.
Untuk memperoleh informasi-informasi tersebut, penulis melakukan
wawancara dengan format semi struktur yakni penulis menetapkan sendiri
beberapa topik inti yang akan dipertanyakan namun dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan itu keluwesan tetap ada.
Sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan, penulis sebagai
pewawancara memberi penjelasan kepada informan tentang maksud dan tujuan
dari penelitian agar aspek-aspek kerahasiaan dalam memperoleh data informasi
44
dari informan tetap terjaga. Untuk mendapatkan data yang komprehensif dan
tervalidasi dari sumbernya, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa
informan yang mengikuti aktivitas KSTJ sejak 2013-2019.
Tabel 1.3. Daftar Nama Partisipan KSTJ
Dalam perjalanannya aktivitas KSTJ mengalami pasang surut seiring
dengan bergulirnya reklamasi Teluk Jakarta yang juga mengalami beberapa waktu
naik ke permukaan dan beberapa waktu surut. Tahun 2015-2017 merupakan tahun
di mana aktivitas KSTJ begitu massif dilakukan, mulai dari turun aksi ke jalan
No. Nama Jenis
Kelamin Asal organisasi Profesi
1. Parid Ridwanuddin
Laki-laki KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan)
-Dosen -Deputi Pengelolaan dan Pengetahuan KIARA -Koordinator KSTJ
2. Bagus Tito Wibisono
Laki-laki Koor. Pusat BEM SI 2016-2017
- Mahasiswa UNJ - Partisipan KSTJ
3. Iwan Laki-laki Ketua KNT(Kesatuan Nelayan Tradisional) Muara Angke
- Nelayan - Partisipan KSTJ
4. Khalil Laki-laki Wakil Ketua KNT (Kesatuan Nelayan Tradisional) Muara Angke
- Nelayan - Partisipan KSTJ
5. Ibu Asmaniah Perempuan Masyarakat Pulau Pari - Ibu Rumah Tangga - Partisipan KSTJ
6. Andika Perkasa Laki-laki Masyarakat Sipil - Karyawan Swasta - Aktivis HAM - Partisipan KSTJ
7. Muhammad Roosman, SM
Laki-laki KNTI - Divisi Pengorganisasian KNTI
- Partisipan KSTJ
8. Buyung Laki-laki Masyarakat Nelayan Pulau Pari
- Nelayan - Partisipan KSTJ
45
hingga acara-acara diskusi terkait dengan reklamasi Teluk Jakarta. Kemudian di
tahun 2018 aktivitas KSTJ sedikit menurun dikarenakan adanya Pilkada DKI
Jakarta yang juga membawa isu reklamasi ke permukaan. Babak baru reklamasi
Teluk Jakarta terjadi di tahun 2019 saat gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
mengeluarkan IMB untuk 932 bangunan yang ada di atas pulau D.
Maka dari 8 orang yang terlibat dalam aktivitas KSTJ yang penulis
wawancarai di antaranya terdiri dari 3 orang yang aktif mengkoordinasikan aksi-
aksi KSTJ serta melakukan kajian mengenai dampak reklamasi Teluk Jakarta. 2
orang yang merupakan nelayan terdampak langsung reklamasi Teluk Jakarta
yang bermukim di Muara Angke dan 2 orang dari Pulau Pari Kepulauan Seribu
yang bersolidaritas. 1 orang yang merupakan masyarakat sipil yang juga
merupakan aktivis HAM.
Penulis pertama kali mewawancarai Koordinator KSTJ, Parid
Ridwanuddin di Kantor Sekretariat Nasional KIARA di bilangan Tebet, Jakarta
Selatan setelah sebelumnya membuat appointment terlebih dahulu karena beliau
mesti keluar kota terkait dengan advokasi soal reklamasi di Wilayah Makassar.
Parid sangat terbuka menerima kedatangan penulis, karena ini bukanlah yang
pertama kalinya ada pihak yang datang untuk menanyakan perihal reklamasi di
Teluk Jakarta. Beliau dengan sangat rinci menjelaskan seluk beluk perkara yang
menyelimuti proyek ini, juga memberikan data-data tertulis yang sangat berguna
bagi penulis. Selanjutnya penulis menemui dan mewawancarai Bagus Tito
Wibisono di sebuah restoran yang terletak di Cililitan, Jakarta Timur. Bagus
adalah Ketua BEM SI Tahun 2016-2017, tahun di mana polemik mengenai
46
reklamasi di Teluk Jakarta mulai panas bergulir kembali. Bagus menceritakan
pengalaman-pengalamannya ketika bersama dengan BEM SI menolak reklamasi
Teluk Jakarta hingga bergabung dengan KSTJ.
Selanjutnya penulis menemui dua orang nelayan yang tergabung dalam
KSTJ di Muara Angke yakni Khalil dan Iwan. Bersama dengan Iwan, penulis
berkunjung ke rumah Khalil yang terletak di pinggiran jalur anak sungai menuju
ke laut lepas Utara Jakarta. Terlihat aktivitas Khalil yang mulai kembali berjalan
dengan panci-panci besar yang digunakan untuk merebus kerang hijau berjejer di
atas perapian, dibantu oleh istri dan anak perempuannya yang mulai melepas
daging kerang dari cangkangnya. Iwan dan Khalil sangat terbuka menceritakan
bagaimana proyek reklamasi Teluk Jakarta benar-benar merubah kehidupan
mereka. Pada saat Khalil membagi kisahnya pada penulis, tak jarang suaranya
terdengar bergetar seperti menahan marah dan sedih bersamaan dengan sesekali
tangannya menyeka ujung matanya yang mulai basah.
Lalu penulis menemui Roosman, Asmaniah dan Buyung pada saat KSTJ
melakukan aksi di Balai Kota DKI Jakarta pada Juni 2019, menuntut Gubernur
Anies untuk membatalkan IMB atas ratusan bangunan yang ada di atas Pulau C
dan D yang sudah direklamasi. Roosman merupakan anggota KNTI yang baru 2
tahun mulai ikut dalam upaya menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. Dengan
kalimat yang tegas Ia menceritakan bagaimana proyek ini tidak memberikan
manfaat apapun untuk masyarakat dan laut Utara Jakarta.
47
Penulis juga mewawancari Asmaniah dan Buyung yang berasal dari
Kepulauan Seribu, aksi ini bukanlah aksi pertama yang mereka ikuti dalam upaya
menolak adanya reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka mengklaim bahwa kesediaan
mereka untuk hadir bersama masyarakat nelayan dan KSTJ di Balai Kota DKI
Jakarta merupakan bentuk dari solidaritas mereka terhadap kawan-kawan di
Muara Angke.
Terakhir, penulis mewawancarai satu orang masyarakat sipil yang
memiliki concern khusus terkait dengan isu-isu HAM yakni Andhika Prakasa.
Penulis mengenal Andhika melalui pesan langsung(direct message) di Twitter,
setelah sebelumnya penulis menelusuri laman twitter Andhika yang banyak
memuat cuita-cuitan penolakan terhadap reklamas di Teluk Jakarta. Karena
keterbatasan waktu, penulis hanya bisa mewawancarai Andhika melalu surat
elektronik.
Dengan begitu penulis meyakini bahwa data yang dihimpun dari ke 8 orang
yang aktif mengikuti aktivitas KSTJ ini mampu menjadi jawaban atas pertanyaan
penelitian.
2.2 Observasi
Observasi merupakan suatu upaya pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala pada objek
penelitian (Widoyoko, 2014). Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi
partisipan di mana penulis ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
48
subjek yang diteliti atau yang sedang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari
mereka.
Namun dengan adanya keterbatasan dalam rentang waktu kegiatan
aktivitas KSTJ yang massif dilakukan di tahun 2015-2017, penulis hanya mampu
menghadiri 3 aktivitas yang dilakukan KSTJ dalam kurun waktu 2017,2018, dan
2019. Di tahun 2017, penulis menghadiri acara yang diselenggarakan oleh KSTJ
bekerjasama dengan LIPI bertajuk Diskusi dan Peluncuran Laporan Selamatkan
Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada 26 Oktober 2017 di Gedung LIPI. Diskusi
ini dihadiri oleh banyak kalangan dimulai dari para peneliti bidang ilmu alam, tata
perkotaan, hukum, juga dihadiri oleh mahasiswa, nelayan, hingga warga biasa. Di
tahun 2018 penulis mengunjungi Muara Angke di mana terdapat nelayan-nelayan
yang tinggal di sana dan tergabung dalam KSTJ untuk menggali lebih dalam
tentang kegiatan mereka selama KSTJ aktif hingga saat reklamasi Teluk Jakarta
ditangguhkan pengerjaannya. Setelah proyek reklamasi Teluk Jakarta sempat
meredup karena Pilkada DKI Jakarta, selanjutnya mulai naik kembali pada bulan
Juni 2019 ketika Anies mengeluarkan IMB(Izin Mendirikan Bangunan) atas 932
bangunan di kawasan Pantai Maju yang sebelumnya Pulau D. KSTJ turun kembali
bersama ke jalan pada 24 Juni 2019, KSTJ melakukan Jalan Mundur sebagai aksi
simbolis yang menggambarkan mundurnya sikap Gubernur DKI Jakarta terhadap
reklamasi di Utara Jakarta. Penulis mengikuti kegiatan ini, mulai dari berjalan
mundur dari Patung Kuda hingga ke Balai Kota DKI Jakarta.
49
2.3. Data Sekunder
Selain dua metode di atas, penulis juga menggunakan data sekunder
sebagai data pendukung penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain dan
biasanya sudah dalam bentuk publikasi. (Suryani dan Hendriyadi, 2015: 171).
Penulis melakukan penelusuran dan pengumpulan dokumentasi terkait dengan
KSTJ, berupa gambar-gambar aksi, rekaman video, dokumen-dokumen penting
untuk mendukung hasil penelitian yang dilakukan. Tidak hanya itu dalam
penelitian ini penulis juga mengambil beragam data sekunder yang bersumber
buku, jurnal, skripsi, tesis serta penulis menggunakan sumber elektronik lain yang
terpercaya seperti artikel daring, jurnal daring, buku daring juga website yang
terkait dengan aksi-aksi KSTJ. Seluruh dokumen-dokumen ini menjadi sangat
penting untuk memperkuat dan menjelaskan proses-proses pembingkaian aksi ini.
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini metode penulis menggunakan metode analisis data
kualitatif. Seperti yang dikatakan Bogdan & Bilken(1982, dalam Moleong,
2012:248) analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Untuk itu dengan menggunakan analisis kualitatif, penulis dalam penelitian
ini bekerja menggunakan data-data yang bersumber dari hasil wawancara,
50
observasi, data-data tinjauan pustaka, kajian-kajian yang bersumber dari
penelitian-penelitian ilmiah dan sosial, data-data tinjauan pustaka maupun dari
internet. Selanjutnya penulis melakukan pengorganisasian data yakni mencatat
data-data yang penulis peroleh dari teknik pengumpulan data di atas. Setelah
pengorganisasian data, penulis melakukan pilahan untuk memilih data-data untuk
dikelola sehingga menghasilkan penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari empat bab
sebagai berikut
BAB I PENDAHULUAN. Penulis menjabarkan mengenai pernyataan masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teoritis, dan metode penelitian.
BAB II GAMBARAN UMUM KOALISI SELAMATKAN TELUK
JAKARTA(KSTJ). Penulis menjabarkan berbagai inti sari yang perlu diketahui
mengenai KSTJ seperti awal mula terbentuk, kegiatan dan lainnya.
BAB III STRATEGI FRAMING DALAM GERAKAN SOSIAL KOALISI
SELAMATKAN TELUK JAKARTA. Bab ini adalah bab pembahasan. Penulis
menjabarkan strategi framing dan frame alignment atau penyelarasan bingkai
yang digunakan oleh KSTJ sebagai suatu gerakan sosial.
BAB IV PENUTUP. Dalam bab penutup ini penulis menjabarkan kesimpulan
dari hasil penelitian beserta saran.
51
BAB II
GAMBARAN UMUM KOALISI SELAMATKAN TELUK
JAKARTA(KSTJ)
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan hal-hal terkait mengenai Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta atau yang selanjutnya disebut KSTJ seperti sejarah
reklamasi di Teluk Jakarta yang menjadi; cikal bakal terbentuknya KSTJ; struktur
KSTJ; dan kegiatan-kegiatan KSTJ.
A. Sejarah Reklamasi Teluk Jakarta
Reklamasi di Teluk Jakarta bukanlah barang baru dalam khasanah
perbincangan nasional. Proyek berusia lebih dari dua dekade ini nampaknya masih
sulit untuk menemukan titik terang pemberhentiannya. Dalam perjalanan
panjangnya, reklamasi Teluk Jakarta banyak melalui pasang surut dalam proses
pengerjaannya. Hal ini tidak terlepas dari berbagai peraturan yang dikeluarkan
oleh beberapa presiden dan gubernur yang saling tumpang tindih, kemudian
menjadikan proyek di ujung utara Jakarta ini banyak menuai kontroversi.
Di awali dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun
1995 oleh Presiden Soeharto tentang Pengembangan Pantai Utara Jakarta dan
Perda Nomor 8 tahun 1995 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta menjadi langkah awal dari perjalanan panjang reklamasi di Teluk Jakarta.
Keppres Nomor 52 Tahun 1995 juga merupakan tindak lanjut dari
Keputusan Presiden No 17 tahun 1994 tentang Repelita(Rencana Pembangunan
Lima Tahun) yang ke-6, Kawasan Pantai Utara adalah termasuk kategori
52
Kawasan Andalan, yaitu kawasan yang mempunyai nilai strategis dipandang dari
sudut ekonomi dan perkembangan kota; maka untuk mewujudkan fungsi Kawasan
Pantai Utara sebagai Kawasan Andalan, diperlukan upaya penataan dan
pengembangan Kawasan Pantai Utara melalui reklamasi pantai utara dan
sekaligus menata ulang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu. Dalam
Keppres Nomor 52 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan
“Reklamasi Pantai Utara Jakarta, selanjutnya disebut Reklamasi Pantura,
adalah kegiatan penimbunan dan pengeringan laut di bagian perairan
laut Jakarta.”
Dalam Keppres ini juga diatur mengenai wewenang dan tanggung jawab
Reklamasi Pantura berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
yang membentuk dan menjadi kepala Badan Pengendali dan akan bertanggung
jawab langsung pada presiden.
Dalam lampiran Keppres menunjukkan gambar di mana reklamasi tidak
berupa pulau-pulau terpisah dari garis pantai utara melainkan perluasan Pantura.
Gambar 2.1 Lampiran I Keppres No. 52 Tahun 1995
(Sumber:perpustakaan.bappenas.go.id)
Dari keppres tersebut kemudian diturunkan Perda No. 8 Tahun1995
Tentang Penyelenggaraan Reklamasi & Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura
53
Jakarta. Namun kemudian pada tahun 1997 proyek ini tertunda karena terjadinya
krisis moneter yang melanda Asia.
Pada tahun 1999 wacana mengenai reklamasi Teluk Jakarta kembali
bergulir. Hal ini ditandai dengan DPRD DKI Jakarta yang mengeluarkan Perda
Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
mengubah reklamasi menjadi Rencana Tata Ruang dari sebelumnya yakni
Penataaan & Pengembangan Ruang Daratan dan Pantai.
Dalam perda tersebut disebutkan bahwa tujuan reklamasi adalah untuk
perdagangan dan jasa internasional, perumahan, pelabuhan dan pariwisata.
Reklamasi juga akan diperuntukkan bagi perumahan kelas menengah atas dengan
luas wilayah reklamasi mencapai 2700 hektar.
Dalam perda ini juga terjadi perubahan karakteristik fisik reklamasi, yang
semula hanya perluasan dari pantai utara berubah menjadi area terpisah secara
fisik dari pantai lama(Perda Nomor 6 Tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta).
Pro dan kontra mengenai reklamasi di Teluk Jakarta dimulai di tahun 2003
saat Kementerian Lingkungan Hidup yang pada saat itu dipimpin oleh Menteri
Nabiel Makarim mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 14 Tahun 2003 tentang
Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara
Jakarta. Dikeluarkannya Kepmen berdasarkan hasil studi analisis dampak
lingkungan hidup(AMDAL) terhadap rencana Reklamasi Pantura Jakarta, yang
menyatakan bahwa reklamasi akan meningkatkan risiko banjir terutama di
wilayah utara, merusak ekosistem laut, dan menyebabkan pendapatan nelayan
menurun. Proyek ini akan membutuhkan 330 juta meter kubik pasir untuk wilayah
54
seluas 2700 hektar yang dengannya akan disertai kerusakan lingkungan lainnya
serta akan mengganggu PLTU Muara Karang yang menyuplai kebutuhan listrik
untuk wilayah Jakarta(Koalisi Intradisiplin, 2017).
Surat Keputusan ini kemudian digugat oleh enam pengembang dan Badan
Pengelola Pantai Utara. Hasilnya gugatan tersebut dikabulkan oleh majelis hakim.
Namun di tingkat kasasi, majelis hakim memenangkan Menter Lingkungan Hidup
dan penggugat intervensi lainnya. Kemudian di tingkat peninjauan kembali (PK),
Mahkamah Agung kembali memenangkan gugatan pengembang dan Badan
Pengelola Pantai Utara serta mencabut putusan kasasi, sehingga status hukum
keberlakuan SK Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 dapat dicabut dan
proyek reklamasi tetap dapat dilanjutkan. Proses ini memakan waktu lama hingga
berakhir di tahun 2011.
Pada tahun 2009 Pemerintah Belanda mendatangi Pemerintah Indonesia
dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menindaklanjuti permohonan Fauzi
Bowo kepada Walikota Rotterdam di tahun 2007 untuk membantu melakukan
kajian mengenai banjir Jakarta yang pada saat itu melahirkan skema Jakarta
Coastal Defense Strategy(JCDS). Tindak lanjut Pemerintah Belanda atas
permohonan tersebut adalah merancang system pertahanan laut yang akan
dilakukan di tahun 2009-2012. Rancangan ini kemudian dikenal dengan Giant Sea
Wall atau Great Garuda.
Dalam masterplan Jakarta Coastal Defense Strategy(JCDS) yang
kemudian pada tahun 2013 berganti nama menjadi “National Capital Integrated
Coastal Development (NCICD),” Fauzi Bowo memasukkan rencana reklamasi
55
pulau ke dalam NCICD. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah sebagai
bentuk kemitraan antara pemerintah dan pengembang, di mana nantinya
pengembang akan dimintai sokongan guna memperbaiki tanggul laut yang sudah
ada yang disebut sebagai NCICD Fase A.
Dengan masuknya rencana reklamasi pulau-pulau tersebut telah
menghidupkan kembali rencana reklamasi yang selama ini seakan nyaris mati
suri. Disatukannya proyek reklamasi dan tembok raksasa kemudian membangun
anggapan di masyarakat bahwa reklamasi pulau-pulau DKI bermanfaat untuk
melindungi Jakarta dari banjir rob air laut Teluk Jakarta.
Di tengah-tengah tarik ulur soal pelaksanaan reklamasi dan NCICD di
Teluk Jakarta selama kurun waktu hampir tiga dekade sejak tahun 1995 hingga
tahun 2018, berbagai peraturan-peraturan dikeluarkan untuk melegalkan reklamasi
maupun menganulir pelaksanaannya, yang membuatnya menjadi saling tumpang
tindih dan terkesan dipaksakan.
Di antara peraturan-peraturan yang mendukung jalannya reklamasi adalah
di tahun 2007 Gubernur Jakarta pada saat itu Sutiyoso menerbitkan izin prinsip
untuk pulau 2A yang kemudian menjadi pulau D untuk PT. Kapuk Naga Indah
melalui Surat Gubernur Nomor 1571/1.711, yang kemudian di tahun 2010
Gubernur Jakarta Fauzi Bowo menerbitkan izin pelaksanaan sebagai tindak lanjut
dari izin prinsip yang dikeluarkan oleh Sutiyoso.
Tidak hanya itu pada tahun 2008 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
juga melakukan hal serupa, dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
56
Puncak dan Cianjur. Dalam Perpres ini ada dua pasal yang diperdebatkan untuk
menjadi dasar hukum utama reklamasi Teluk Jakarta oleh Pemda DKI Jakarta,
karena kedua pasal mengenai Keppres Nomor 52 Tahun 1995 saling bertolak
belakang. Dalam pasal 70 disebutkan bahwa
“… Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti dengan peraturan pelaksanaan baru sesuai dengan Peraturan
Presiden ini.” (Pasal 70)
Sementara pada Pasal 72 disebutkan
“…Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang dinyatakan
tidak berlaku.”(Pasal 72)
Proyek ini kemudian mulai bergeliat kembali di tahun 2012 diawali
dengan pengesahan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah(RTRW) 2010-2030 oleh DPRD DKI Jakarta, yang memasukkan
reklamasi pulau-pulau yang pada saat itu masih berjumlah 14 sesuai dengan
lampiran RTRW. Di tahun ini juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menandatangani addendum Perjanjian Kerja Sama dengan PT Kapuk Naga Indah
di mana mengatur perizinan Pulau C, D dan E menjadi satu.
Tidak lama berselang Fauzi Bowo kembali menerbitkan Peraturan
Gubernur No. 121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai
Utara Jakarta. Untuk pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bahwa ada
17 pulau yang dinamai Pulau A sampai dengan Pulau Q dengan total wilayah
57
bertambah dua kali lipat dari rencana sebelumnya menjadi 5.155 hektar dan
diproyeksikan akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau tersebut.
Tidak sampai di situ, Fauzi Bowo juga mengeluarkan izin prinsip untuk
Pulau F, G, I dan K tepat sehari sebelum pengumuman hasil hitung cepat
pemilihan kepala daerah yang dimenangkan oleh Joko Widodo atau biasa disebut
Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Di penghujung tahun 2012
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menerbitkan Peraturan Presiden
Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Indonesia.
Setali tiga uang dengan gubernur-gubernur sebelumnya, di bawah
kepemimpinan Gubernur Jokowi reklamasi Teluk Jakarta masih memiliki tanda-
tanda akan diteruskan. Meski pada masa awal kepemimpinannya saat rapat
dengan Komisi IV DPR RI yang memiliki lingkup tugas di bidang
pertanian,pangan, maritime dan kehutanan, Beliau sempat menyatakan bahwa
tidak akan memperpanjang izin pelaksanaan seperti yang sudah dikeluarkan oleh
pendahulunya karena baginya reklamasi harus menguntungkan masyarakyat
bukan pengembang.
Namun dalam perjalanannya aturan-aturan yang dikeluarkan terkait
reklamasi malah jauh dari pernyataan reklamasi harus menguntungkan
masyarakat. Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta justru
semakin giat mengeluarkan ketentuan-ketentuan terkait pelaksanaan reklamasi di
Teluk Jakarta. Dimulai dari diterbitkannya Peraturan Gubernur 15/2014 tentang
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
58
Tidak lama berselang, Joko Widodo yang saat itu masih menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta mengikuti kontestasi pilpres 2014-2019 untuk menjadi
calon presiden dan mengharuskannya mengambil cuti untuk kampanye presiden.
Untuk itu ditunjuklah Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjadi
Pelaksana Tugas atau Plt Gubernur DKI Jakarta.
Sejak Basuki Tjahaja Purnama menjadi Plt. Gubernur DKI Jakarta, mesin
perjalanan reklamasi seakan berjalan kembali. Hanya berselang 9 hari pasca Joko
Widodo mengambil cuti kampanye presiden, 10 Juni 2014 Basuki Tjahaja
Purnama mengeluarkan perpanjangan izin prinsip atas empat pulau yakni Pulau F,
G, I dan K yang dikeluarkan oleh Fauzi Bowo dan sudah kadaluarsa pada
September 2013.
Setelah masa cutinya berakhir, Gubernur Joko Widodo kembali dengan
menerbitkan Peraturan Gubernur 146/2014 tentang Pedoman Teknis Membangun
dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara
Jakarta. Pergub ini kemudian menjadi dasar penerbitan SK Pemberian Izin
Pelaksanaan Reklamasi Pulau F, I dan K.
Di penghujung tahun 2014, Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu sudah
dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, menerbitkan izin pelaksanaan untuk
Pulau G yang diberikan pada anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara
Wisesa Samudra. Pasca penerbitan izin pelaksanaan untuk Pulau G, Gubernur
Basuki banyak menerima kecaman, baik dari kalangan menteri hingga LSM-LSM,
nelayan juga aktivis mahasiswa.
59
Di bulan April 2015, Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan
meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menghentikan reklamasi dengan
pertimbangan bahwa wewenang atas reklamasi ada pada pemerintah pusat. Hal ini
kemudian ditanggapi oleh Pemda DKI yang mengatakan bahwa proyek reklamasi
17 pulau bukanlah bagian dari NCICD, maka dengan itu Pemda DKI berwenang
melakukan reklamasi sesuai dengan Keppres 52/1995 mengenai reklamasi Teluk
Jakarta.
Penolakan terhadap upaya reklamasi di Teluk Jakarta kian memanas saat
perwakilan dari LSM-LSM juga nelayan Muara Angke menggugat pemda DKI
karena telah menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau G ke Pengadilan Tata
Usaha Negara(PTUN). Nelayan merasakan ancaman nyata dari adanya reklamasi
di wilayah mereka mencari nafkah.
Tidak terpengaruh dengan berbagai penolakan serta gugatan yang
dilayangkan oleh berbagai kalangan kepadanya, Gubernur Basuki justru kembali
menerbitkan izin pelaksanaan untuk pulau F, H, I dan K. Menjelang akhir 2015,
Pemprov DKI mengirimkan dua rancangan peraturan daerah tentang zonasi
reklamasi dan pulau-pulau kecil di utara Jakarta serta rencana tata ruang kawasan
strategis reklamasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menyebutkan bahwa reklamasi sangat penting untuk
membangun utara Jakarta sebagai waterfront city.
Hingga di tahun 2017 ketika Pilkada DKI Jakarta dimulai Anies Rasyid
Baswedan datang dengan janji-janji politiknya bahwa jika kelak Ia menjadi
Gubernur DKI Jakarta yang baru tentu beliau tidak akan membiarkan reklamasi di
60
Teluk Jakarta tetap berjalan. Menurutnya reklamasi tidak akan membawa dampak
yang baik untuk masyarakat pesisir Jakarta dalam sebuah “Debat Public
Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta Tahun 2017” yang diselenggarakan oleh
KPUD DKI Jakarta Ia menyebutkan bahwa persoalan reklamasi Teluk Jakarta
adalah persoalan keberpihakan, bahwa Ia tentu akan berpihak pada nelayan-
nelayan di Teluk Jakarta yang ekonominya terganggu akibat adanya reklamasi.
Dalam janji kampanye ke-6 dari pasangan nomor 3 tersebut, “Menghentikan
Reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta
perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga
Jakarta”(Dariyanto, 2016).
Namun di lain pihak Basuki Tjahaja Purnama pun memberikan
tanggapannya atas pernyataan lawan berkontestasinya tersebut dengan
meyakinkan bahwa dalam rencananya Ia tidak pernah ingin mengusir nelayan,
bahkan Ia berencana untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih baik untuk
nelayan kelak seperti penyediaan lahan untuk kapal nelayan bersandar serta
meninggikan beberapa tanggul agar masyarakat nelayan tidak terkena banjir rob.
Pada akhirnya Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno
yang memenangkan kontestasi pucuk pimpinan di DKI Jakarta. Setelah gubernur
dan wakil gubernur baru menjabat reklamasi Teluk Jakarta mulai redup tidak
terdengar meski memang pembangunannya untuk sementara dihentikan
berdasarkan keputusan-keputusan dari PTUN.
Terobosan pertama yang dilakukan Gubernur Anies terkait dengan
reklamasi di Teluk Jakarta adalah dengan melakukan penutupan dan
61
menghentikan kegiatan Pulau C dan D serta penyegelan 932 bangunan di atas
Pulau D. Penyegelan ini dilakukan lantaran tidak adanya Izin Mendirikan
Bangunan(IMB) di atas pulau tersebut dan melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Setelahnya di September 2018 Gubernur Anies Baswedan mencabut 13
Izin Persetujuan Prinsip dan Pembatalan Surat Perjanjian Kerjasama atas Pulau-
Pulau Reklamasi yang telah diterbitkan, menyisakan 4 (empat) pulau, yakni Pulau
C, Pulau D, Pulau G, dan Pulau N yang belum dicabut. Pemprov DKI Jakarta
berdalih 4(empat) pulau tersebut belum dicabut izinnya dikarenakan pada
4(empat) pulau tersebut sudah terdapat bangunan yang berdiri di atasnya.
Kemudian Gubernur Anies Baswedan memberikan tugas pada PT Jakarta
Propertindo untuk mengelola tiga pulau(Pulau C, Pulau D, dan Pulau G) di Pantai
Utara Jakarta yang sudah kadung didirikan. Penugasan ini tertuang dalam
Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2018 yang disahkan pada 16 November
2018 yang dibarengi dengan memberikan Izin Mendirikan Bangunan(IMB) untuk
bangunan-bangunan yang sudah berdiri yang terdapat di Pulau C, Pulau D dan
Pulau E. Gubernur Anies Baswedan menyebut bahwa penerbitan IMB tersebut
telah sesuai dengan Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang
Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai
Utara Jakarta.
Dari serangkaian kebijakan yang dianggap memihak terhadap masyarakat
Teluk Jakarta, dengan penerbitan IMB untuk 932 bangunan di atas Pulau C dan
Pulau D Rekalamasi Teluk Jakarta maka KSTJ menganggap bahwa ini merupakan
62
langkah mundur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan itu pada tanggal 24
Juni 2019, KSTJ beserta nelayan, mahasiswa dan aktivis lingkungan melakukan
aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta sebagai wujud kekecewaan terhadap
Gubernur DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta.
B. Awal Mula Terbentuknya Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ)
Proyek reklamasi Teluk Jakarta nyatanya melahirkan pelbagai persoalan
yang tidak serta merta dapat kita menutup mata darinya. Pelbagai dampak buruk
baik secara ekologis maupun sosial ekonomis yang nampak jelas dirasakan oleh
para nelayan di Utara Jakarta juga segala entitas di laut Utara Jakarta yang
terpengaruh dari pengurukan laut ini menimbulkan banyak reaksi keras di
masyarakat.
Berbagai aksi mulai dilancarkan oleh beberapa mahasiswa yang tergabung
dalam aliansi Bem Seluruh Indonesia(BemSI) sebagai bentuk sikap penolakan
terhadap keberadan proyek di ujung Utara Jakarta itu. Koalisi Selamatkan Teluk
Jakarta (KSTJ) terbentuk atas dasar inisiasi dua lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yakni Koalisi Keadilan untuk Rakyat Perikanan (KIARA) dan Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Nasional (WALHI Eknas) yang sama-
sama memiliki sejarah panjang dalam persoalan penolakan reklamasi di Teluk
Jakarta.
Sebelumnya kedua organisasi non-profit ini bergerak pada jalur yang
berbeda dalam melakukan advokasi penolakan reklamasi khususnya di pantai
utara Jakarta, meski masih dalam satu nafas yang sama yakni menolak reklamasi
63
di Teluk Jakarta. Gerakan yang dilakukan KIARA lebih fokus terhadap isu-isu
yang berkaitan langsung dengan masyarakat, dengan persoalan keadilan
masyarakat pesisir yang terdampak akibat adanya reklamasi. Sedangkan WALHI
sebagai organisasi lingkungan hidup lebih memfokuskan gerakannya pada
persoalan perlindungan lingkungan hidup serta keberlanjutan lingkungan.
Dalam perjalanannya menolak reklamasi teluk Jakarta, KIARA dan Walhi
kemudian melakukan dialog untuk menyatukan visi misi mereka dalam penolakan
reklamasi di Teluk Jakarta menjadi satu langkah yang padu dalam melakukan
pembelaan terhadap hak hidup masyarakat pesisir serta entitas kehidupan yang
ada di Teluk Jakarta.
“... kami bersepakat untuk mendorong advokasi Teluk Jakarta menjadi
lebih luas, isunya juga tidak bisa dipisahkan antara alam dan manusia.
Jadi dampak reklamasi tidak dilihat terhadap alamnya saja atau
terhadap manusianya saja, jadi dua-duanya. Karena manusia dan alam
tidak bisa dipisahkan.”(Wawancara dengan Parid Ridwanuddin,
Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Maka pada tahun 2014 kedua organisasi ini menginisiasikan dibentuknya
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (Selanjutnya disingkat KSTJ) dengan tujuan
untuk mengawal dan mengadvokasi kasus reklamasi di Teluk Jakarta. Kemudian
sebagai langkah awal dalam melakukan gerakan penolakan reklamasi ini, mereka
mendatangi wilayah terdampak langsung reklamasi Teluk Jakarta guna
menjelaskan duduk perkara yang sedang dihadapi oleh para nelayan di pesisir
Utara Jakarta.
64
Seiring berjalannya waktu serta semakin massifnya pemberitaan soal
reklamasi di Teluk Jakarta di berbagai media yang kemudian menjadi isu
nasional, penolakan-penolakan terhadap keberadaan proyek ini tidak hanya datang
dari kalangan organisasi-organisasi non profit saja, melainkan mahasiswa yang
tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pun
ikut andil menolak reklamasi di Teluk Jakarta.
“…Jadi awalan kita aksi tolak penggusuran, itu depan Balai Kota Jakarta
dari situ eh kita lupa saya dulu koneksinya gimana ya intinya kita kenalan
sama banyak orang ketika aksi, kemudian mereka bikin aksi kita gabung,
kita bikin aksi mereka gabung gitu gitu. Sampe kita sepakat waktu itu
kumpul di LBH sama di organisasi perempuan, Solidaritas Perempuan
kita ngumpul di sana sepakat bikin Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.”
(Wawancara dengan Bagus Tito Wibisono, Koordinator Pusat BEM
Seluruh Indonesia Tahun 2016-2017, Restoran Yoshinoya, 8 Desember
2018)
Jadilah Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) terdiri dari berbagai
elemen-elemen masyarakat baik mereka yang terdampak langsung dengan mega
proyek reklamasi di Teluk Jakarta seperti para nelayan maupun mereka yang
secara sukarela menyisihkan sebagian waktu dan tenaga demi satu tujuan yaitu
menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta serta mengembalikan Teluk
Jakarta pada fungsinya bagi biota laut dan manusia yang menggantungkan asanya
pada laut di Teluk Jakarta.
65
KSTJ tidak memiliki rentetan struktur organisasi yang kaku. Seperti
gerakan sosial pada umumnya, KSTJ merupakan gerakan sosial yang dinamis
meskipun tetap terstruktur dalam pembagian tugas pelaksanaannya. Seperti
diketahui KSTJ terdiri dari berbagai elemen-elemen masyarakat mulai dari
organisasi non profit seperti WALHI Eknas(Wahana Lingkungan Hidup Eksekutif
Nasional); KIARA(Koalisi Keadilan Rakyat Untuk Perikanan); LBH(Lembaga
Bantuan Hukum) Jakarta; KNTI(Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia);
ICEL(Indonesian Center for Environmental Law); Solidaritas Perempuan; Rujak
Center for Urban Studies, nelayan yang tergabung dalam KNTI, hingga
mahasiswa BEM SI dan BEM UI. Dalam prosesnya KSTJ kemudian bekerja
sesuai dengan kacamata keorganisasian masing-masing dari mereka.
Di antaranya KIARA dan Walhi Eknas yang bekerja melalui jaringan-
jaringan yang mereka miliki di berbagai wilayah di Indonesia untuk menyebarkan
berbagai hasil temuan mereka terkait dengan dampak reklamasi khususnya
terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Hal ini dilakukan sebagai tambahan
wawasan bagi nelayan mengenai apa itu reklamasi serta dampak-dampaknya
terhadap laut dan lingkungan.
66
Gambar 2.2 Halaman Situs Resmi Walhi Eknas dan Kiara memuat laman terkait
Reklamasi Teluk Jakarta (Sumber: www.walhi.or.id dan www.kiara.or.id)
Selanjutnya ada LBH Jakarta yang kita ketahui sebagai satu lembaga non
profit di Indonesia yang biasa mengadvokasi masyarakat awam yang terlibat
dalam situasi hukum tertentu. Peran LBH Jakarta di KSTJ cukup signifikan
karena lembaga ini membantu KSTJ khususnya masyarakat nelayan untuk
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sebagai yang diberikan wewenang oleh KSTJ dan masyarakat nelayan
Utara Jakarta sebagai penasihat hukum, LBH Jakarta berkontribusi dalam
mengawal perjuangan KSTJ untuk menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta
melalui jalur legalitas di depan hukum negara.
Tidak berhenti di situ, LBH Jakarta melalui situs resmi yang dimiliki juga
kerap mengunggah hal-hal berkaitan dengan segala upaya KSTJ untuk
menghentikan reklamasi. Di dalam situs LBH Jakarta yakni
www.bantuanhukum.or.id , termuat berbagai hal-hal seperti pernyataan sikap
KSTJ atas segala kebijakan yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta maupun
pemerintah pusat terkait reklamasi Teluk Jakarta, kegiatan-kegiatan KSTJ terkait
67
dengan penolakan reklamasi Teluk Jakarta, serta perkembangan kasus hukum
KSTJ melawan para pengembang dan Pemprov DKI Jakarta di PTUN.
Gambar 2.3 Halaman Situs Resmi LBH Jakarta memuat laman Tolak Reklamasi
(Sumber: bantuanhukum.or.id)
Selanjutnya ada perwakilan dari mahasiswa BEM SI(Seluruh Indonesia)
KORWIL 1 (Banten; DKI Jakarta; Jawa Barat) periode 2016-2017; BEM UI;
BEM FH UI. Mereka aktif membela dan memperjuangkan hak-hak lingkungan,
sosial dan ekonomi masyarakat Teluk Jakarta yang diduga lalai diperhatikan oleh
pemerintah daerahnya.
68
Gambar 2.4 Foto dari feed instagram BEM Seluruh Indonesia dan BEM UI
memuat laman Tolak Reklamasi (Sumber:akun instagram @bem_si dan
@bemui_official )
Selanjutnya setelah mereka bersepakat membentuk Koalisi Selamatkan
Teluk Jakarta(KSTJ), kemudian mereka membuat logo yang memuat gambar
seorang nelayan di atas perahunya yang merupakan perlambangan bahwa Teluk
Jakarta harus tetap menjadi rumah sekaligus tempat mencari nafkah bagi nelayan-
nelayan yang sudah puluhan tahun tinggal di sana.
Gambar 2.5 Logo Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ)
(Sumber:bantuanhukum.or.id)
69
C. Kegiatan KSTJ era Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di
DKI Jakarta Tahun 2015 - 2017
Proyek reklamasi Teluk Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama(Ahok) seperti menemukan jalan bebas hambatannya, hal ini
dikarenakan beberapa izin pembangunan pulau-pulau tersebut dapat dengan
mudah diterbitkan. Hal yang kemudian mendapat tanggapan keras dari mereka-
mereka yang selama ini menolak adanya pulau-pulau baru di Teluk Jakarta, tak
terkecuali Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ). Beberapa aksi, advokasi dan
diskusi perihal penolakan reklamasi Teluk Jakarta sangat subur tumbuh di era
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama di DKI Jakarta.
Aksi pertama yang dilakukan KSTJ adalah aksi bersama turun ke jalan
pada tanggal 2 Desember 2015 di Muara Angke. Ratusan nelayan serta aktivis
melakukan longmarch dari Muara Angke menuju Green Bay. Aksi ini merupakan
aksi awal dan pernyataan sikap dari KSTJ bahwa mereka menolak keras reklamasi
Teluk Jakarta dengan dasar bahwa mereka khususnya nelayan sama sekali tidak
pernah dilibatkan sedangkan proyek besar ini sangat berdampak pada mata
pencaharian nelayan tradisional serta masyarakat yang pada umumnya
berpenghasilan di pesisir Teluk Jakarta.
Gambar 2.6 Aksi Nelayan
Tolak Reklamasi Teluk Jakarta
(Sumber:bantuanhukum.or.id)
70
Selain aksi-aksi yang dilakukan, KSTJ pun melakukan advokasi-advokasi
pendampingan hukum terhadap nelayan-nelayan khususnya mereka yang
terdampak langsung dari reklamasi Teluk Jakarta. Bentuk-bentuk advokasi
perlindungan hak-hak nelayan tersebut di antaranya seperti melakukan audiensi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta di tahun 2016.
Tim advokasi KSTJ yang diwakilkan oleh LBH Jakarta, KNTI dan Solidaritas
Perempuan melakukan audiensi bersama dengan Pimpinan Fraksi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) DPRD DKI H. Maman Firmansyah.
Gambar 2.7 Tim Advokasi KSTJ menemui DPRD DKI JAKARTA
(Sumber:bantuanhukum.or.id)
Mereka menyampaikan aspirasi dari nelayan yang mengalami dampak
langsung akibat adanya mega proyek ini. Tidak hanya itu, Solidaritas Perempuan
pun menyampaikan pandangannya tentang aktivitas reklamasi di Teluk Jakarta.
Sebagai organisasi yang berkonsentrasi pada isu-isu terkait perempuan, Solidaritas
Perempuan mengkritik kebijakan pemerintah yang masih belum melibatkan
perempuan dalam perumusan kebijakan. Padahal hasil dari kebijakan itu tentunya
akan berdampak secara signifikan pula terhadap kehidupan perempuan.
71
Selain organisasi-organisasi non profit, mahasiswa yang tergabung dalam
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta juga hadir untuk memberi dukungan pada
nelayan dalam menolak reklamasi Teluk Jakarta. Mereka turut hadir dalam aksi
damai mengawal persidangan gugatan KSTJ terhadap Pemerintah DKI Jakarta
terhadap Izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama kepada Direktur PT Muara Wisesa selaku pengembang
reklamasi Pulau G, di PTUN(Pengadilan Tata Usaha Negara).
Gambar 2.8 Aksi Damai Aliansi Mahasiswa dan Nelayan yang tergabung dalam
KSTJ di depan PTUN(Sumber:tirto.id)
Namun aksi yang mungkin paling dikenang dan diingat adalah saat ratusan
nelayan Muara Angke serta aktivis dan mahasiswa turun serempak melakukan
penyegelan terhadap salah satu pulau hasil reklamasi Teluk Jakarta yaitu Pulau G.
Ini merupakan aksi simbolis sebagai bentuk penolakan kebijakan reklamasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan menancapkan gembok yang terbuat
dari styrofoam bertuliskan “Disegel Nelayan” dan juga aksi timbun badan dengan
pasir oleh seorang perempuan paruh baya, nelayan berupaya mengungkapkan
72
kekecewaan yang mereka rasakan terhadap Pemprov DKI Jakarta yang dianggap
nekat untuk mereklamasi Teluk Jakarta.
Gambar 2.9 Aksi Simbolis Penyegelan Pulau G (Tino Oktaviano,
Sumber:aktual.com)
Gambar 2.10 Aksi Simbolis Penyegelan Pulau G (Rio Tuasikal, Sumber:
m.kbr.id)
Tidak hanya melakukan aksi turun ke jalan, mahasiswa pun melakukan
diskusi-diskusi terkait dengan reklamasi Teluk Jakarta.mereka melakukan kajian-
kajian mengenai dampak dari adanya mega proyek di ujung Utara Jakarta serta --
menjadikannya sebagai kajian online yang bisa diakses semua orang melalui web
bemsi (Wawancara dengan Bagus Tito Wibisono, Koordinator Pusat BEM
Seluruh Indonesia Tahun 2016-2017, Restoran Yoshinoya, 8 Desember 2018).
73
Tak berhenti hanya di aksi-aksi atau diskusi-diskusi saja, penolakan
terhadap reklamasi Teluk Jakarta juga datang melalui sebuah film dokumenter
keluaran Watchdoc, sebuah rumah produksi audio visual yang bergerak pada
bidang jurnalisme advokasi. Melalui film dokumenter berjudul “Rayuan Pulau
Palsu”, gaung penolakan reklamasi Teluk Jakarta semakin terdengar di dalam
negeri bahkan hingga ke luar negeri melalui diskusi-diskusi screening film.
Gambar 2.11 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
Jakarta, Den Haag dan London (Sumber: twitter.com/watchdoc_ID)
Ketiga aktivitas KSTJ yakni aksi, adovokasi dan diskusi banyak mewarnai
kepemimpinan Ahok yang santer mendukung diadakannya reklamasi di Utara
Jakarta. Namun kemudian terpilihnya gubernur yang baru, Anies Baswedan yang
janji politiknya akan menghentikan reklamasi menyebabkan aktivitas-aktivitas
KSTJ yang sebelumnya massif dilaksanakan, kemudian menurun intensitasnya.
74
D. Kegiatan KSTJ era Kepimpinan Anies R. Baswedan di DKI Jakarta
Tahun 2017-2019
Memang di era pemerintahan Gubernur Anies Baswedan aksi atau
kegiatan turun ke jalan KSTJ tidak banyak terjadi dikarenakan adanya upaya dari
beliau yang sekiranya dapat menghentikan reklamasi Teluk Jakarta sesuai dengan
janji dalam kampanyenya.
Upaya Anies Baswedan untuk menghentikan reklamasi Teluk Jakarta
memang sedikit banyak memberikan harap terkhusus bagi nelayan terdampak
langsung meskipun masih menjadi sangsi bagi beberapa aktivis yang tergabung
dalam KSTJ.
Perbedaan dalam menanggapi penolakan terhadap reklamasi Teluk Jakarta
antara Ahok dan Anies juga menjadi jawaban dari berkurangnya aksi.
“Sekarang kondisi berbeda dengan terpilihnya Anies, dia menampung
nelayan-nelayan masuk ke balai kota jadi diajak diskusi. Jadi sekarang
aksinya itu bukan di jalan, tapi masuk ke balai kota”
(Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor
SekNas KIARA, 12 November 2018)
Aksi KSTJ pun mereda seiring dengan mulai “didengarnya” aspirasi
nelayan oleh Pemprov DKI Jakarta. Bagi para nelayan adanya gubernur baru
memberikan harapan baru untuk mereka dalam memperjuangkan kembali laut
yang menjadi sumber dari penghidupan mereka.
Meskipun aksi turun ke jalan sudah tidak sering dilakukan seperti
sebelumnya, KSTJ tetap mengawal reklamasi Teluk Jakarta agar tetap pada apa
75
yang menjadi tujuan mereka yakni menghentikan reklamasi Teluk Jakarta. KSTJ
melakukan diskusi terkait dengan dampak reklamasi di Teluk Jakarta yang
memang sudah dirasakan oleh nelayan di sekitaran pulau-pulau reklamasi dengan
mengeluarkan Laporan “Selamatkan Teluk Jakarta” yang disusun oleh Tim
Koalisi Pakar Independen yang terdiri atas gabungan para ahli dari LIPI, Rujak
Center for Urban Studies, KNTI, LBH Jakarta, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Indonesia.
Gambar 2.12 Foto Undangan Diskusi & Peluncuran Laporan Selamatkan Teluk
Jakarta(Sumber: twitter.com/Dandhy_Laksono)
Melalui peluncuran laporan ini diharapkan gaung akan penolakan terhadap
reklamasi Teluk Jakarta tetap hidup dan tidak menghilang begitu saja seiring
dengan pergantian gubernur baru yang dianggap mengakomodir aspirasi nelayan.
Pasca terpilihnya Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta yang
baru, pelaksanaan aktivitas reklamasi di Teluk Jakarta sedikit meredup
pemberitaannya di media. Namun Anies kembali ditagih perihal janjinya untuk
menghentikan reklamasi ke 17 pulau di Teluk Jakarta. Langkah pertama yang
dilakukan Anies dalam upaya pemenuhan janjinya adalah dengan melakukan
76
penyegelan terhadap bangunan di Pulau D hasil reklamasi yang setelahnya diikuti
dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 58 Tahun 2018
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan
Reklamasi Pantai Utara Jakarta tepat beberapa hari sebelum lebaran.
Kebijakan ini langsung menuai protes keras dari KSTJ yang mengecam
keras tindakan Gubernur Anies dengan mengeluarkan siaran pers bersama yang
termuat dalam https://www.bantuanhukum.or.id/web/parcel-lebaran-untuk-
nelayan-anies-sandi-lanjutkan-reklamasi/ . KSTJ berketetapan bahwa peraturan
yang dikeluarkan oleh Gubernur Anies cacat hukum serta dianggap tidak dalam
upaya pemenuhan terhadap janji yang diutarakan kepada pemilihnya.
Setelahnya Anies Baswedan muncul dengan mencabut 13 Izin Persetujuan
Prinsip dan Pembatalan Surat Perjanjian Kerjasama atas Pulau-pulau Reklamasi
yang telah diterbitkan. Namun dengan pencabutan izin prinsip ke 13 pulau
tersebut tidak serta merta membuat KSTJ terlena. Ada 4 catatan yang diminta
oleh KSTJ kepada Gubernur DKI Jakarta melalui siaran pers yang termuat di
laman https://www/bantuanhukum.or.id/web/respon-atas-pencabutan-izin-
reklamasi-pulau-pulau-buatan/ di antaranya adalah (1) Mencabut seluruh izin
reklamasi 17 pulau tanpa terkecuali termasuk 4 pulau yang sudah terbangun, (2)
Pencabutan izin sampai dengan izin usaha pelaksanaan reklamasi, (3)
Pembongkaran terhadap 4 pulau yang terbangun, (4) Pemulihan ekosistem pesisir
dan Teluk Jakarta dengan membentuk tim yang terdiri dari unsur masyarakat,
pakar dan pemerintah.
77
Setelah beberapa kebijakan terkait dengan pemenuhan janjinya untuk
menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta, Anies Baswedan kemudian membawa
kabar berita yang mencengangkan dengan mengeluarkan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) kepada 932 bangunan yang berada di atas Pulau C dan Pulau D.
Sontak hal ini menimbulkan reaksi yang sangat reaktif dari KSTJ.
Dalam siaran persnya KSTJ menilai bahwa penerbitan IMB pada ratusan
bangunan tersebut adalah langkah mundur Gubernur Anies serta menunjukkan
lemahnya komitmen Anies untuk menghentikan reklamasi secara keseluruhan.
Kali ini KSTJ tidak hanya melakukan siaran pers, melainkan untuk pertama
kalinya turun kembali ke jalan untuk menuntut Anies membatalkan penerbitan
IMB atas ratusan bangunan tersebut.
Pada tanggal 24 Juni 2019 merespon penerbitan IMB atas 932 bangunan di
Pulau C dan Pulau D, KSTJ yang terdiri dari nelayan, BEM UI, BEM UNJ serta
aktivis lain melakukan gerakan jalan mundur dari patung kuda Arjuna Wiwaha di
silang monas menuju Balai Kota DKI Jakarta. Aksi ini merupakan bentuk
simbolis dari mundurnya pemerintahan Anies Baswedan dalam menghentikan
reklamasi di Teluk Jakarta.
78
Gambar 2.13 Aksi KSTJ menuntut Gubernur Anies mencabut IMB 932 bangunan
di Pulau C dan D(Sumber: dokumentasi pribadi)
Aksi ini merupakan aksi turun ke jalan pertama yang dilakukan KSTJ
di pemerintahan Anies Baswedan. Dengan menggunakan baju hitam sembagai
lambang duka, peserta aksi memulai jalan mundur dengan membawa segala
atribut yang berkaitan seperti selebaran-selebaran berisi kalimat-kalimat
pertanyaan, juga membawa spanduk hingga membawa replica kapal nelayan juga
jaring yang digunakan nelayan melaut. Melalui aksi ini juga KSTJ menyerahkan
kajian mengenai Reklamasi Teluk Jakarta kepada Gubernur Anies di Balai Kota
DKI Jakarta(Catatan observasi 24 Juni 2019)
Berdasarkan penjelasan di atas, KSTJ tetap berusaha untuk menyuarakan
penolakan terhadap segala bentuk upaya untuk tetap melegalkan aktivitas di pulau
reklamasi kepada masyarakat serta pemerintah DKI Jakarta, serta tidak luput juga
untuk menuntut kepada Gubernur DKI Jakarta agar menepati janji-janjinya untuk
79
menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta serta keinginan KSTJ untuk
membongkar ke 4 pulau yang sudah kadung jadi agar ekosistem lingkungan serta
perekonomian dan sosial di Teluk Jakarta dapat diselamatkan sebelum nantinya
menjadi lebih buruk.
80
BAB III
STRATEGI PEMBINGKAIAN(FRAMING STRATEGIES) KOALISI
SELAMATKAN TELUK JAKARTA(KSTJ)
Setelah di bab sebelumnya penulis menjelaskan gambaran umum
mengenai Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang selanjutnya akan disebut KSTJ
dan reklamasi Teluk Jakarta yang menjadi cikal bakal lahirnya gerakan sosial ini,
maka di bab ini penulis akan menelaah lebih jauh dan jelas lagi tentang frame
atau bingkai yang digunakan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) dalam
upayanya untuk menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta.
A. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta(KSTJ) sebagai Gerakan Sosial
Pada bagian ini sebagai pembuka penulis menjelaskan bagaimana KSTJ
dapat dikategorikan sebagai suatu gerakan sosial, dengan menggunakan konsep
gerakan sosial dari Mc Adam dan Snow.
Dalam konsepnya mengenai gerakan sosial Mc Adam dan Snow
mengemukakan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai gerakan sosial, suatu
tindakan mestilah memiliki elemen-elemen, yakni (1) ada keinginan untuk
berpartisipasi/merupakan aksi kolektif; (2) memiliki tujuan yang berorientasi
perubahan; (3) terorganisir atau adanya organisasi; (4) keberlangsungannya
bersifat temporal namun berkelanjutan; dan (5) bersifat ekstrainstitusional atau
berada di luar kelembagaan dan ataupun campuran dari ekstrainstitusional(aksi
81
protes ke jalan) dan institusional seperti lobi-lobi politik. (McAdam and Snow,
1997: xviii)
Untuk menjelaskan KSTJ sebagai satu gerakan sosial, maka seperti
elemen-elemen yang disampaikan Mc Adam dan Snow, pertama ada keinginan
untuk berpartisipasi atau merupakan aksi kolektif. KSTJ sendiri merupakan satu
bentuk solidaritas yang terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki kesamaan
rasa kepedulian terhadap kebaikan segala bentuk entitas yang ada di Teluk
Jakarta. Segala kegiatan yang dilakukan KSTJ merupakan bentuk aksi kolektif
yang dilakukan bukan hanya karena alasan individual, melainkan dilakukan
karena alasan bersama demi kepentingan bersama-sama Teluk Jakarta.
Kedua, memiliki tujuan yang berorientasi perubahan. Dalam
perjalanannya menolak terjadinya reklamasi di Teluk Jakarta, KSTJ memiliki
tujuan yang berorientasi perubahan, yang berbeda dalam dua kepemimpinan
pemerintahan DKI Jakarta yakni di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama di
tahun 2015-2017 dan Anies Rasyid Baswedan di tahun 2017-2019. Di saat
kepemimpinan Basuki Thahaja Purnama di DKI Jakarta, KSTJ memfokuskan
tujuannya pada upaya untuk menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta
yang pada saat itu besar kemungkinan akan segera dilaksanakan mengingat
beberapa izin pelaksanaan untuk beberapa pulau dari 17 pulau reklamasi yang
direncanakan sudah diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Keinginan KSTJ
untuk meminta dihentikannya segala bentuk aktivitas reklamasi di Teluk Jakarta
pun memiliki dasar-dasar hingga pada kesimpulan bahwa reklamasi harus
dihentikan.
82
Sementara di saat gubernur baru terpilih yakni Anies Rasyid Baswedan
tujuannya menjadi sedikit berubah seiring dengan perubahan kebijakan yang
diambil oleh Anies terkait dengan reklamasi Teluk Jakarta. Tujuan KSTJ yang
sebelumnya ingin menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta, di era Anies
memang sempat mendapatkan angin segar dengan dibatalkannya izin pelaksanaan
dan kerja sama ke-13 dari 17 pulau yang direncanakan dan 4 pulau yang sudah
jadi 2 di antaranya sudah memiliki bangunan di atasnya yakni pulau C dan D yang
disebut akan dimanfaaatkan untuk kepentingan masyarakat seluas-luasnya. Yang
kemudian malah menjadi masalah saat Anies mengeluarkan IMB untuk ratusan
bangunan tersebut yang kemudian kembali menimbulkan polemik di masyarakat.
Dari sini KSTJ menyoroti jalan mundur Anies atas kebijakannya perihal
reklamasi di Teluk Jakarta. Tujuan yang sebelumnya sudah mulai terpenuhi, kini
sedikit berubah dikarenakan keluarnya IMB bangunan-bangunan tersebut
dianggap sarat akan kepentingan bisnis semata dan jauh dari kepentingan
masyarakat seluas-luasnya. Maka pembongkaran atas ke 4 pulau yang “kadung
jadi” tersebut merupakan tujuan KSTJ dengan berdasarkan pertimbangan bahwa
jika untuk memulihkan Teluk Jakarta yang tercemar lebih parah karena adanya
reklamasi adalah dengan membongkar bangunan dan pulau tersebut maka itu
adalah nilai yang harus dibayar untuk mengembalikan Teluk Jakarta (Martin
Hadiwinata, Koordinator KSTJ dalam wawancara bersama Aiman di Youtube
KompasTV tanggal 4 Juli 2019). Selain itu orientasi perubahan juga dimiliki
KSTJ yang terwujud dalam upayanya dalam menyuarakan penolakan reklamasi
Teluk Jakarta serta mengadvokasi pemerintah DKI Jakarta dan pemerintah pusat
83
agar peraturan dan regulasi terkait dengan reklamasi di Teluk Jakarta dapat lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat terdampak serta lingkungan hidup di
Teluk Jakarta dan bukan hanya demi keuntungan ekonomi saja.
Ketiga, adanya organisasi. KSTJ merupakan gerakan sosial yang terdiri
dari elemen-elemen organisasi yang disatukan oleh kesamaan visi dan misi untuk
menyelamatkan ekosistem di Teluk Jakarta. Meskipun begitu, seperti gerakan
sosial pada umumnya KSTJ tidak memiliki keorganisasian yang kaku atau ketat,
melainkan lebih fleksibel. Seperti yang disebut oleh Turner dan Killian(1987,
dalam Diani 1992:4), bahwa gerakan sosial berbeda dengan organisasi atau
lembaga karena memiliki tingkatan lebih longgar dari organisasi biasa. Sebagai
bentuk kolektivitas, gerakan sosial menurut Turner dan Killian merupakan
kelompok yang tidak membatasi dalam jumlah keanggotaannya, serta lebih
fleksibel untuk menentukan posisi kepimimpinannya berdasarkan kesepakatan
anggota dan tidak terlalu terikat dengan legitimasi kekuasaan.
Dalam hal ini KSTJ memilih dua koordinator yang berasal dari dua LSM
yang berbeda yakni Martin Hadinata dari KNTI(Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia) dan Parid Ridwanuddin dari KIARA(Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan) sebagai wakil KSTJ guna menyampaikan hal-hal terkait dengan
segala keputusan yang diambil oleh KSTJ serta menyampaikannya kepada
masyarakat maupun pihak-pihak lain terkait dengan reklamasi Teluk Jakarta.
Keempat, keberlangsungannya bersifat temporal namun berkelanjutan.
KSTJ dibentuk pada tahun 2014 di saat proses pengerjaan proyek reklamasi sudah
84
mulai berlangsung di Teluk Jakarta. Dalam perjalanannya, gerakan KSTJ
mengalami pasang surut seiring dengan tarik ulurnya perihal kelanjutan proyek
reklamasi di Utara Jakarta. Gerakan ini belum akan berhenti hingga apa yang
menjadi tujuan mereka dapat terpenuhi yakni menghentikan sepenuhnya proyek
reklamasi di Teluk Jakarta, membongkar bangunan dan pulau yang sudah kadung
jadi, serta meminta pemerintah daerah DKI Jakarta untuk merevisi undang-
undang RZWP3K berdasarkan kesepakatan bersama dengan masyarakat pesisir
Teluk Jakarta. (Wawancara dengan Oman, Partisipan KSTJ, Balai Kota DKI
Jakarta, 24 Juni 2019)
Kelima, bersifat ekstrainstitusional atau berada di luar kelembagaan dan
ataupun campuran dari ekstrainstitusional(aksi protes ke jalan) dan institusional
seperti lobi-lobi politik. Gerakan KSTJ memiliki kedua sifat yakni
ekstrainstitusional dan juga institusional. Bersifat ekstrainstitusional karena
gerakan KSTJ melakukan aktivitas-aktivitas seperti turun ke jalan hingga diskusi
untuk memberikan edukasi pada masyarakat tentang dampak buruk yang akan
terjadi jika reklamasi tetap dilakukan. Dari aksi-aksi ini juga, KSTJ kembali ingin
menekankan pada pemerintah dan masyarakat bahwa mereka tetap akan
melakukan penolakan terhadap bentuk apapun dari reklamasi di Teluk Jakarta.
“Kstj itu kan dua, satu advokasi kebijakan artinya kebijakan ini di tingkat
eksekutif di tingkat legislative di DPRD atau di yudikatif aparat penegak
hukum itu ketiganya yang kita sasar maka yang kami lakukan adalah tidak
hanya ke gubernur tapi ke DPRD ke pengadilan. Yang ke dua ya advokasi
85
membangun kesadaran itu, jadi dua itu kami melihat tidak boleh
dipisahkan, kita hanya membedakan saja tapi dalam prakteknya tidak bisa
dipisahkan.”( Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ,
Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Bersifat institusional karena KSTJ selain melakukan aksi-aksi turun ke
jalan hingga diskusi, juga melakukan beberapa pertemuan dengan DPRD DKI
Jakarta juga Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan saran dan masukan terkait
dengan reklamasi di Teluk Jakarta. Tidak hanya itu, KSTJ juga memberikan hasil
dari kajian-kajian tentang reklamasi Teluk Jakarta beserta peraturan perundangan
yang terkait dengan proyek ini(Catatan Observasi tanggal 24 Juni 2019).
B. Strategi Pembingkaian dalam Gerakan Koalisi Selamatkan Teluk
Jakarta(KSTJ)
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana berbagai aktivitas yang
dilakukan gerakan KSTJ dengan menggunakan perspektif framing yang lebih
memfokuskan pada proses penyejajaran bingkai atau frame alignment process
yang dikemukakan oleh David A. Snow, Robert D. Benford dan kolega. Dalam
frame alignment process terdapat beberapa proses yaitu penjembatanan(Bridging),
amplifikasi atau perluasan/penguatan(Amplification), Perluasan (Extention) dan
Perubahan(Transformation). Dalam penelitian ini penulis menemukan dua proses
dari proses-proses tersebut yakni proses penjembatanan(frame bridging) dan
amplifikasi atau perluasan/penguatan bingkai( frame amplification).
86
1. Penjembatanan Bingkai Ideologis sebagai Penguat Jaringan
Penjembatanan bingkai atau frame bridging merujuk pada suatu proses
yang menghubungkan dua atau lebih suatu bingkai yang saling terkait secara
ideology namun masih belum terhubung secara struktural berkenaan dengan isu-
isu atau masalah-masalah tertentu. Ideologis yang dimaksud dalam proses ini
merujuk pada apa yang disebut oleh Earving Goffman sebagai “skema
interpretasi” yakni memberikan interpretasi atau pemahaman dan memberikan
lebel terhadap suatu peristiwa (Snow et.al, 1986 dalam McAdam 1997). Dengan
kata lain, proses penjembatanan bingkai adalah suatu usaha yang dilakukan
gerakan dalam memperkenalkan hal yang menjadi perhatian serta diangkat dan
digemakannya ke publik. Dalam proses penjembatanan bingkai yang ditemukan
dalam gerakan KSTJ, penulis menemukan beberapa bingkai ideologis yang
dicanangkan KSTJ yakni keadilan bagi segala jenis kehidupan di Pesisir Utara
Jakarta seperti manusia, hewan dan tumbuhan, keberpihakan dan pemenuhan hak-
hak dasar(sosial, ekonomi, budaya) bagi masyarakat pesisir Teluk Jakarta beserta
entitas lainnya yang ada, dan kerusakan lingkungan .
Bingkai ideologis ini didasari oleh beberapa penemuan KSTJ melalui
penelitian-penelitian yang dilakukan, yang menemukan bahwa sejak awal proses
reklamasi di Teluk Jakarta sudah cacat secara hukum serta menciderai keadilan
bagi masyarakat dan seluruh aspek hidup yang ada di lingkungan Teluk Jakarta.
Dimulai dari persoalan tumpang tindih peraturan perizinan yang mendasari proyek
ini, serta tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat nelayan Teluk Jakarta untuk
mengetahui segala jenis aktivitas yang terjadi di lingkungannya yang sudah
87
dijamin di dalam konstitusi. – “Kami melihat ada persoalan izin dari yang
dikeluarkan oleh gubernur Jakarta sebelum Pak Anis ini, Pak Ahok itu melanggar
banyak aturan, tidak melibatkan public, melanggar asas-asas pemerintahan yang
baik”(Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas
KIARA, 12 November 2018).
Pelanggaran aturan yang terang-terangan dilakukan oleh pemprov DKI
Jakarta dalam rencananya untuk melanjutkan reklamasi, memberikan dampak
yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan di Teluk Jakarta. Seiring dengan
proyek reklamasi yang berlanjut di Teluk Jakarta, lambat laun mengubah keadaan
ekonomi masyarakat nelayan Teluk Jakarta, kesulitan mencari ikan, kerang, dan
hasil laut lainnya karena laut mereka yang “diganggu” dengan segala aktivitas
proyek reklamasi yang dilakukan diam-diam pada malam hari membuat
penghasilan mereka jauh menurun. Secara garis besar, proyek ini memperburuk
keadaan laut Utara Jakarta sekaligus keadaan ekonomi masyarakat nelayan di
Teluk Jakarta yang kemudian mendasari KSTJ untuk melakukan perlawanan
terhadap proyek ini. -“bilamana akses jalan hidup saya ini tertutup maka akan
tertindas kehidupan anak istri di masa depan”(Wawancara dengan Khalil,
partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
Frame ideologis ini kemudian digemakan oleh KSTJ ke publik guna
mendapatkan simpati dari apa yang disebut oleh McCarthy(1986 dalam McAdam
1997) sebagai “unmobilized sentiment pools”yakni mereka yang terkelompok
sebagai orang-orang yang memiliki sentimen yang sama namun belum
termobilisasi. Proses menyebarkan frame ini biasanya dilakukan melalui berbagai
88
jaringan yang menjangkau jaringan antar personal maupun jaringan antar
kelompok, media massa, telepon, pesan langsung (Snow et.al, 1986 dalam
McAdam 1997).
KSTJ menggunakan berbagai jalur untuk menarik massa melalui beberapa
jaringan yang dimiliki. Di antaranya melalui jaringan antar organisasi yang ada
pada KSTJ itu sendiri, melalui beberapa LSM yang tergabung KSTJ mencoba
menyebarkan frame ini untuk menjaring mereka yang memiliki sentimen namun
belum termobilisasi dengan baik dengan menggunakan jaringan-jaringan yang
dimiliki oleh LSM-LSM tersebut.
“lupa saya dulu koneksinya gimana ya intinya kita kenalan sama banyak
orang ketika aksi, kemudian mereka bikin aksi kita gabung, kita bikin aksi
mereka gabung gitu gitu. Sampe kita sepakat waktu itu kumpul di LBH
sama di organisasi perempuan, Solidaritas Perempuan kita ngumpul di
sana sepakat bikin Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.” (Wawancara
dengan Bagus Tito Wibisono, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia
Tahun 2016-2017, Restoran Yoshinoya, 8 Desember 2018)
Selain itu KSTJ menggunakan berbagai kanal media untuk semakin
merengkuh massa yang belum termobilisasi. Media-media yang sering kali
digunakan oleh KSTJ di antaranya media televisi, media cetak, hingga media
sosial.
“Banyak yaa medianya, yang paling penting apapun yang ada saluran
media kita gunakan untuk advokasi. Misalnya saya ini waktu 2016 orang
yang paling sering diundang diminta untuk jadi narasumber perwakilan
89
dari KSTJ untuk bahas isu reklamasi, bahkan dalam debat dengan para
pendukung reklamasi itu salah satunya kita manfaatkan media televisi.
Media cetak atau online atau apapun lah, saya dulu kirim tulisan
misalnya, bikin satu argumentasi bahwa ini ngga diperlukan ini
inkonstitusional dan sebagainya.” (Wawancara dengan Parid
Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November
2018).
Upaya yang sama pun dilakukan oleh KSTJ melalui surat-surat yang
dikirimkan ke presiden dan gubernur sebagai pernyataan tertulis untuk meminta
penghentian segala aktivitas reklamasi di Teluk Jakarta. “Termasuk juga misalnya
surat menyurat kita suratin ke presiden ke gubernur sebagainya jadi seluruh
media yang memungkinkan waktu itu kita gunakan di 2015, 2016 termasuk awal-
awal 2017.” (Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12
November 2018).
Berbagai media yang digunakan KSTJ ini diharapkan menjadi kanal untuk
mereka bisa meraih lebih banyak massa guna mencapai tujuannya yaitu
menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta.
2. Amplifikasi Bingkai(Amplification Frame) Permasalahan dan
Ideologis Jaringan
Dalam pengertian sederhana, amplifikasi bingkai adalah usaha sebuah
gerakan sosial untuk kembali memperjelas apa yang menjadi permasalahan
90
ataupun ideologi yang diusung dan diperjuangkan oleh suatu gerakan, karena
terkadang hal-hal ini diselimuti oleh ketidakpedulian masyarakat atau bahkan
perubahan makna yang sebenarnya diusung. Untuk itu diperlukanlah amplifikasi
untuk kembali menjelaskan dan menguatkan bingkai yang sebelumnya sudah
ada(Snow et.al, 1986 dalam McAdam, 1997). Amplifikasi bingkai terbagi dalam
dua bentuk, yakni amplifikasi nilai (Value Amplification) dan amplifikasi
kepercayaan (Belief Amplification).
2.1 Amplifikasi nilai (value amplification)
Amplifikasi nilai merujuk pada identifikasi, idealisasi dan elevasi dari satu
atau lebih nilai-nilai yang dianggap menjadi dasar bagi calon konstituen tetapi
masih belum mengilhami tindakan kolektif karena sejumlah alasan, seperti
berhenti berkembang karena kurangnya kesempatan untuk berekspresi; dianggap
remeh atau klise; atau relevansinya pada suatu peristiwa tertentu menjadi ambigu
(Snow et.al,1986 dalam McAdam,1997). Proses amplifikasi nilai ini untuk
menguatkan kembali jangkauan bingkai dengan mengusung isu yang lebih relevan
dan kuat agar “kelompok sentimen yang belum termobilisasi” bisa memiliki dasar
untuk mengikuti gerakan tersebut. Dalam KSTJ penulis menemukan amplifikasi
nilai yang menjadi penguat gerakan yang meliputi nilai keadilan(sosial, ekonomi,
lingkungan) dan keberpihakan penyelenggara negara terhadap masyarakat kecil
dan penegakan konstitusionalisme.
Pertama, nilai keadilan. Dalam hal ini KSTJ menekankan bahwa keadilan
akan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan seluruh entitas di Teluk Jakarta
merupakan hal yang penting karena semuanya saling berkaitan, dengan adanya
91
reklamasi maka seluruh kehidupan itu akan terancam keberadaannya. Maka dari
itu KSTJ menekankan untuk reklamasi di Teluk Jakarta dihentikan seluruhnya
agar segala jenis kehidupan yang ada di sana dapat terus terjaga sehingga bencana
ekologis dan ekonomi tidak akan dirasakan oleh masyarakat pesisir Teluk Jakarta
khususnya serta masyarakat lain yang wilayahnya beririsan dengan reklamasi
Teluk Jakarta.
KSTJ menilai proyek reklamasi Teluk Jakarta sangat membelakangi
kepentingan masyarakat pesisir Teluk Jakarta. Hal ini terbukti dari banyaknya
kajian yang sudah dilakukan LSM-LSM yang tergabung dalam KSTJ dengan
menggandeng para ahli terkait yang menemukan bahwa reklamasi Teluk Jakarta
akan mendatangkan bencana ekologis dan ekonomi yang nilainya jauh lebih besar
dibandingkan dengan nilai keuntungan yang coba ditawarkan oleh Pemprov DKI
Jakarta dan pengembang reklamasi.
“Satu hal yang kami lakukan juga, kami menggandeng akademisi biar kita
punya justifikasi ilmiah tentu kami juga ilmiah karena reset lapangan.
Tapi itu kalau dibunyikan oleh ilmuwan orang yang paham isunya itu
lebih kuat. Kami menggandeng para akademisi yang punya keberpihakan
terhadap masyarakat dan keilmuwannya jelas gitu.” (Wawancara dengan
Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12
November 2018)
Proyek reklamasi di Teluk Jakarta adalah bentuk lain dan paling buruk dari
urban sprawl yakni pengembangan lahan/kawasan perkotaan yang tak terkontrol
yang menyebabkan degradasi lingkungan, sebab reklamasi menambah tanah
92
namun mengurangi laut. Selain itu ia mengubah apa yang tadinya milik
bersama(common) menjadi milik pribadi(privat). Ia juga memiskinkan lingkungan
melalui dampaknya, juga menyebabkan beban tinggi bagi publik berupa biaya
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur yang lebih tinggi dibanding dengan
kota yang kompak dengan peningkatan lahan terbangun di dalam kawasan
perkotaan yang sudah terbangun bukan lahan baru di pinggiran kota, termasuk
reklamasi.
Bukti bahwa reklamasi hanya akan membawa bencana lingkungan di
Teluk Jakarta juga dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN)
Jakarta di tahun 2016 yang memenangkan gugatan nelayan Jakarta Utara melawan
PT Muara Wisesa Samudra dan Pemprov DKI Jakarta yang mengeluarkan Izin
Pelaksanaan Pulau G. Dalam pertimbangannya hakim menyatakan bahwa
reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan dan berdampak kerugian bagi para
penggugat (Koalisi Intra Disiplin, 2017).
Hal ini juga disampaikan oleh Khalil, nelayan kerang hijau di Teluk
Jakarta yang mengalami dampak ekonomi dari adanya proyek reklamasi di sekitar
tempat tinggalnya. Khalil menambahkan, “sangat parahnya lagi kondisi apa
muara itu jalur aktivitasnya nelayan itu dangkal tidak diperbaiki oleh pemerintah
karena itu kerjaannya orang pengembang terus dampak buruk di air keruh ngga
dipikirkan oleh menteri perairan, ikan-ikan jadi banyak yang korban mati
membusuk ngga dipikirkan itu kan dampak-dampak dari semua reklamasi.”
(Wawancara dengan Khalil, partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
93
Selain itu nilai manfaat ekonomi yang selalu digadang-gadang oleh
pengembang dan Pemprov DKI Jakarta dalam proyek reklamasi inipun bisa
dimentahkan perhitungannya. Nilai manfaat ekonomi kegiatan perikanan tangkap
di Teluk Jakarta yang akan terkena dampak reklamasi diperkirakan mencapai Rp.
314,5 M sementara nilai manfaat langsung dari kegiatan reklamasi Teluk Jakarta
hanya Rp. 198 M, perhitungan ini menyimpulkan bahwa proyek reklamasi tidak
membawa nilai tambah dan cenderung merugi (Koalisi Intra Disiplin, 2017).
Kedua, nilai penegakan konstitusionalisme dan keberpihakan
penyelenggara negara. Pasca lengsernya Presiden Soeharto di tahun 1998, proses
hukum yang digunakan untuk menjadi dasar dilanjutkannya reklamasi di Teluk
Jakarta banyak mengalami pertentangan antar-kementerian. Dasar dari
pertentangan ini terletak pada perlindungan kepentingan lingkungan hidup untuk
jangka waktu yang panjang dan perlindungan akan kepentingan ekonomi untuk
jangka waktu pendek. Praktek hukum yang dilakukan dalam penyelenggaraan
proyek reklamasi Teluk Jakarta dianggap melanggar administrasi negara
sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Pada saat itu Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, dituding telah melanggar
prosedur hukum yang berlaku tekait dengan pemberian izin-izin reklamasi untuk 4
pulau reklamasi di Teluk Jakarta, yang tertuang dalam Keputusan Gubernur
No.2238 Tahun 2014 Tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G
Kepada PT Muara Wisesa Samudra, Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F
Kepada PT Jakarta Propertindo, Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
94
2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada
PT Jaladri Kartika Ekapaksi, Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2485
Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT
Pembangunan Jaya Ancol.
Kecacatan prosedural hukum pada proyek ini juga dituding dilakukan di
era kepemimpinan Gubernur Anies yang mengeluarkan IMB atas 932 bangunan
yang ada di atas pulau-pulau buatan yang sudah jadi. Disampaikan oleh Roosman,
dikeluarkan IMB ini merupakan suatu kesalahan karena dianggap memotong
kompas prosedur pembangunan, lebih lanjut Ia mengatakan “Padahal tidak
semudah itu hanya dengan membayar denda. Karena mengeluarkan IMB itu ada
12 step, step pertamanya itu yg RZWP3K yang sampai hari ini belum disahkan.”
(Wawancara dengan Roosman, Partisipan KSTJ, Balai Kota DKI Jakarta, 24 Juni
2019)
Keluarnya keputusan dari dua gubernur ini dianggap sangat fatal karena
dengan jelas dan terang melanggar aturan yang sudah tertuang dalam undang-
undang. Dasar pertentangan hukum ini yang membuat KSTJ mengajukan gugatan
ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Jakarta. Hal ini yang turut disebarkan
oleh KSTJ bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta memang tidak pernah
menempatkan kepentingan masyarakat Teluk Jakarta sebagai kepentingan yang
utama di atas kepentingan para pengembang. Setiap kali diadakan sidang atas
gugatan tersebut, perwakilan KSTJ yang lain seperti nelayan dan mahasiswa
selalu mengawal menunggu di depan PTUN dengan membawa spanduk-spanduk,
poster-poster, hingga peralatan nelayan melaut juga hasil tangkapan dari laut
95
sebagai simbol pernyataan bahwa di laut Utara Jakarta masih terdapat sumber
pangan dan tidak seperti yang diklaim Gubernur Ahok dalam statemennya.
Dalam argumennya melawan Pemprov DKI Jakarta, KSTJ menekankan
bahwa reklamasi Teluk Jakarta telah melanggar konstitusi, seperti yang dijelaskan
oleh Parid Ridwanuddin, “MK mengeluarkan putusan no 3 tahun 2010 isinya
adalah bahwa pembangunan di kawasan pesisir itu atau masyarakat pesisir itu
punya hak punya 4 hak konstitusional. Satu hak untuk melintas dan mengakses
laut. Kedua hak untuk mendapatkan perairan laut yang sehat dan bersih. Ketiga,
hak untuk terlibat dalam pembangunan. Keempat, yang paling penting adalah
nelayan di Indonesia kalo punya kearifan lokal mengelola sumber daya alam itu
ga boleh dihilangkan.” (Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator
KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Reklamasi Teluk Jakarta dianggap telah melanggar hak-hak konstitusi
warga di Teluk Jakarta. Oleh karena itu tuntutan KSTJ agar reklamasi Teluk
Jakarta dihentikan dari segala bentuk aktivitasnya bukanlah permintaan yang tidak
memiliki dasar. Proyek reklamasi Teluk Jakarta terbukti melanggar ke-4 hak
konstitusi yang dimiliki oleh masyarakat pesisir di Teluk Jakarta. Maka sudah
semestinya segala proyek yang melanggar konstitusi negara harus dihentikan.
Pada akhirnya ada pertanyaan mendasar dari mengapa proyek reklamasi di
Teluk Jakarta tetap dilanjutkan meski banyak pertentangan yang menyertainya,
adalah REKLAMASI UNTUK SIAPA? Sebelumnya ditekankan oleh Gubernur
Basuki Tjahaja Purnama bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta adalah upaya
yang dilakukan untuk menata wajah laut Utara Jakarta yang kondisinya dianggap
96
sudah tidak layak untuk dihuni serta keadaan laut Jakarta yang diklaim sudah
tidak memiliki sumber pangan.
Argumen yang kemudian ditentang oleh banyak pihak melalui berbagai
kajian lingkungan hidup, sosial dan ekonomi. Seperti yang dikatakan Bagus,
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia tahun 2016-2017 yang berdasarkan
kajian BEM SI mengatakan,
“dari awal yang jadi pertanyaan kita tuh reklamasi ini buat siapa? Apa
buat masyarakat pesisir Jakarta, buat nelayan, buat mereka yang tinggal
di pinggiran? Coba kalau diliat harga per meter tanah di sana aja tuh
udah 10 juta permeter, sekarang siapa coba yang mampu beli tanah yang
semeternya 10 juta, ya jelas kan? Kita mah ngga akan mampu beli tanah
harga segitu, jadi jelas lah reklamasi tuh buat siapa.” (Wawancara
dengan Bagus Tito Wibisono, Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia
Tahun 2016-2017, Restoran Yoshinoya, 8 Desember 2018)
Jadi dalam hal amplifikasi nilai, KSTJ menggunakan dua nilai utama
untuk memperkuat kembali narasi ideology yang sudah digunakan sebelumnya
yakni pada tuntutan untuk memenuhi keadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan
masyarakat Teluk Jakarta serta mengenai pelanggaran hak-hak konstitusi yang
dilakukan oleh penyelenggara negara dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta juga
keberpihakan terhadap masyarakat kecil di Teluk Jakarta. Dalam prosesnya
amplifikasi nilai ini cukup mampu untuk merengkuh mereka yang memiliki
sentimen yang sama namun belum termobilisasi dengan baik.
2.2 Amplifikasi Keyakinan (Belief Amplification)
97
Sementara amplifikasi nilai merujuk pada tujuan akhir yang ingin dicapai
oleh suatu gerakan, amplifikasi keyakinan dapat ditafsirkan sebagai elemen
ideasional yang secara kognitif mendukung atau menghambat tindakan dalam
mengejar nilai-nilai yang diinginkan (Snow et.al,1986 dalam McAdam,1997).
Terdapat lima jenis amplifikasi keyakinan yang dapat dilihat dalam
literatur gerakan yang sangat relevan dalam kaitannya dengan proses partisipasi
dan mobilisasi. Penulis menemukan adanya lima jenis amplifikasi keyakinan ini
pada gerakan KSTJ.
Amplifikasi keyakinan yang pertama adalah, keyakinan mengenai derajat
keseriusan isu, penderitaan atau masalah yang dipersoalkan. KSTJ menekankan
bahwa reklamasi Teluk Jakarta merupakan persoalan serius yang akan
berimplikasi pada banyak hal dan membawa kebencanaan tidak hanya di Teluk
Jakarta saja, melainkan bisa seperti efek domino yang akan memberikan efek
serupa pada daerah-daerah lain yang beririsan dengan proyek reklamasi Teluk
Jakarta. Seperti yang dijabarkan oleh Parid Ridwanuddin,“Jadi seberapa serius,
yaa sangat serius karena ini tidak hanya akan berdampak pada orang-orang di
sekitar pesisir tapi juga terhadap Jakarta secara keseluruhan. Jakarta akan
tenggelam kalau ada reklamasi. Artinya musibah yang akan dialami pasca
reklamasi itu akan lebih gawat.”(Wawancara dengan Parid Ridwanuddin,
Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Lebih lanjut disampaikan oleh nelayan Teluk Jakarta yakni Khalil bahwa
reklamasi hanya akan membawa kesengsaraan dan penderitaan yang tiada terkira
untuknya dan keluarga serta nelayan pesisir Teluk Jakarta pada umumnya,
98
“bilamana akses jalan hidup saya ini tertutup maka akan tertindas
kehidupan anak istri di masa depan jadi di situ saya sambil merenung
artinya tidak inginlah kesengsaraan anak cucu saya di kemudian hari atau
tiga puluh tahun lagi atau lima puluh tahun lagi akan terdampak jika
terjadi reklamasi sangat merugikan dan sangat menyengsarakan bagi
nelayan kecil.”( Wawancara dengan Khalil, partisipan KSTJ, Muara Angke,
29 November 2018)
Ditambahkan oleh Andika Prakasa, warga DKI Jakarta yang ikut aktif
dalam mendukung isu-isu hak asasi manusia, bahwa reklamasi Teluk Jakarta
bukanlah solusi atas segala macam permasalahan yang selama ini menyelimuti
pesisir Teluk Jakarta, “karena kan ya gimana ya proyek ini tuh kan ngawur dari
segi legalitasnya segala macem istilahnya mau bikin Jakarta tambah bermasalah
lah.” (Wawancara dengan Andika Prakasa 31 Oktober 2018)
Dalam hal ini jelas KSTJ coba memperkuat bahwa reklamasi Teluk Jakarta
bukanlah solusi yang bijak dan dibutuhkan dari segala persoalan yang selama ini
sudah ada di sana, melainkan hanya akan menambah beban lebih untuk Teluk
Jakarta termasuk segala aspek yang ada di sana seperti sosial, ekonomi dan
lingkungan di Teluk Jakarta juga daerah-daerah yang beririsan dengannya.
Selanjutnya amplifikasi keyakinan yang kedua yakni keyakinan akan
kemungkinan lokus sebab akibat atau kesalahan. Setelah keyakinan akan derajat
keseriusan masalah diungkapkan untuk kemudian memperkuat ideology yang
sudah diusung, selanjutnya KSTJ berusaha menggiring publik pada apa yang
dapat menyebabkan bencana di Teluk Jakarta terjadi, atau bahkan akan semakin
99
buruk. KSTJ menekankan bahwa reklamasi Teluk Jakarta terjadi karena adanya
beberapa hal yang disalahpahami sebagai sebuah solusi, di antaranya adalah
adanya kesalahpahaman tentang pembangunan di DKI Jakarta yang terlalu
berorientasi pada daratan dan tiadanya visi serta paradigma Jakarta kota air. Selain
itu masih kuat dan mengakarnya mindset pemburu rente dalam spekulan lahan di
ruang kota, juga pembangunan sektor property yang massif tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah inklusifitas secara sosial dan lingkungan(pembangunan
berkelanjutan) (Koalisi Intra Disiplin, 2017).
Amplifikasi keyakinan yang ketiga yaitu, keyakinan stereotype mengenai
(siapa) lawan-lawan atau target-target pengaruh. Biasanya kita akan mudah
menemukan siapa yang menjadi lawan-lawan atau antagonis dan target-target
pengaruh dalam sebuah gerakan, terutama karena kepercayaan seperti ini sering
berfungsi sebagai symbol koordinasi yang tidak ambigu dan bisa membangkitkan
gerakan serta memfokuskan sentimen (Snow et.al,1986 dalam McAdam,1997).
Dalam keyakinan KSTJ ada beberapa pihak yang patut menjadi target
untuk dipersalahkan karena tetap ingin menghadirkan reklamasi di Teluk Jakarta.
Sejak awal reklamasi Teluk Jakarta dianggap sebagai bentuk kesewenang-
wenangan Pemerintahan Orde Baru terhadap masyarakat dan lingkungan Teluk
Jakarta. Atas nama pembangunan, rela mengorbankan masyarakat dan lingkungan
yang akibatnya hingga sekarang Teluk Jakarta terus mengalami pendangkalan dan
pencemaran tanpa ada usaha riil untuk memulihkannya(Koordinator KSTJ Ahmad
Marthin Hadiwinata dalam acara AIMAN di Kompas TV 4 Juli 2019).
100
Memasuki era reformasi, geliat proyek pengurukan laut di Teluk Jakarta
kembali menemukan jalannya. Meskipun ada sedikit perselisihan tentang
beberapa aturan yang dikeluarkan oleh beberapa kementerian terkait yang
membolehkan dan tidak membolehkan diteruskannya reklamasi di Teluk Jakarta,
namun biasanya akan berakhir dengan pencabutan aturan yang melarang.
Misalnya saat di tahun 2016 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang
dipimpin oleh Rizal Ramli mengeluarkan Moratorium Proyek Reklamasi Pulau C,
D dan G tentang penghentian sementara segala aktivitas reklamasi di Teluk
Jakarta karena tidak adanya izin-izin terkait yang dipenuhi oleh pihak
pengembang.
Tidak lama kemudian Luhut Binsar Pandjaitan menggantikan Rizal Ramli
sebagai menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dan mencabut moratorium
yang sebelumnya dikeluarkan pendahulunya dengan alasan segala kekurangan
yang sebelumnya ada sudah dipenuhi oleh pengembang dan memenuhi segala
kajian-kajian yang dilakukan oleh stakeholder. KSTJ menganggap pencabutan ini
tidak lain merupakan bentuk keberpihakan pada pengembang karena izin-izin
terkait dinilai terlalu dipaksakan untuk terbit dan tidak berdasar pada kajian ilmiah
yang ada di lapangan, “mereka ngga punya data. Jadi data-data yang
dikatakanlah yang diapa yaa dipegang atau dipahami oleh orang-orang
pendukung reklamasi itu data-data keliru yang tidak berfakta di lapangan.”
(Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas
KIARA, 12 November 2018)
101
Dalam Keppres No. 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Teluk Jakarta,
dikatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta merupakan penanggung jawab utama
kegiatan reklamasi. Maka dari itu, peran sentral gubernur DKI Jakarta terkait
dengan proyek Reklamasi Teluk Jakarta tidak lepas dari sorotan.
Dimulai pada era Gubernur Sutiyoso bersama dengan DPRD DKI Jakarta
mengeluarkan Peraturan Daerah RTRW(Rencana Tata Ruang dan Wilayah) yang
mengubah reklamasi dari sebelumnya sebagai penataan dan pengembangan ruang
daratan, menjadi rencana tata ruang. Hingga di era Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama, reklamasi Teluk Jakarta kembali menjadi sorotan. Disampaikan oleh
Parid Ridwanuddin, “Pak Ahok itu melanggar banyak aturan, tidak melibatkan
publik, melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.”(Wawancara dengan Parid
Ridwanuddin. Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Selanjutnya di era Gubernur Anies Baswedan juga ditemukan
keberpihakan terhadap pengembang dengan dikeluarkannya IMB(Izin Mendirikan
Bangunan) untuk 932 bangunan yang sudah terbangun di atas Pulau C dan Pulau
D. KSTJ menilai langkah yang diambil Anies merupakan langkah mundur, dan
jauh dari pemenuhan janji-janji kampanyenya. Dikatakan Roosman, partisipan
KSTJ yang berasal dari KNTI tentang IMB yang dikeluarkan Anies Baswedan
“gedung banyak yang ngga punya IMB ngga digusur karena mereka
punya uang, hari ini gedung-gedung di pinggiran jalan di bantaran kali
mereka ngga punya IMB kenapa langsung gusur. Di reklamasi Pulau C
Pulau D, 900 IMB coy ngga diancurin disegel doang karena mereka bayar
dan Anies statemennya adalah karena mereka sesuai prosedur, mereka
102
ngga punya IMB mereka bayar denda akhirnya itu gedung ditahan dan
dikeluarinlah IMB padahal kan itu motong kompas tuh. Padahal tidak
semudah itu hanya dengan membayar denda. Karena mengeluarkan IMB
itu ada 12 step, step pertamanya itu yg RZWP3K yang sampai hari ini
belum disahkan.”(Wawancara dengan Roosman 24 Juni 2019)
Selain pemerintah pusat dan daerah DKI Jakarta, KSTJ juga turut
menyalahkan pengembang yang tetap pada pendiriannya untuk mendirikan pulau-
pulau baru di Teluk Jakarta. Pengalaman yang cukup mengancam keselamatan
pernah dirasakan oleh Khalil dan kawan-kawan saat mendekat ke salah satu pulau
yang sudah jadi di Teluk Jakarta untuk mencari ikan, disampaikan oleh Khalil,
“artinya tidak mengusir secara gubernurnya tapi yang mengusir staf-staf atau
antek-antek atau bawahannya yang bekerja di perusahaan reklamasi paling tidak
diperbolehkan mendekat ke sini pak alasannya begini nanti takut banyak
kehilangan ini juga milik perusahaan, saya juga pernah di pulau itu hampir
ditembak oleh aparat perusahaan bahwasanya tidak boleh masuk mengambil ikan
di situ alasannya nanti rusaklah.” (Wawancara dengan Khalil, partisipan KSTJ,
Muara Angke, 29 November 2018)
Dengan demikian mengenai belief amplification atau amplifikasi
keyakinan (siapa) yang menjadi lawan atau antagonis dan target-target pengaruh,
secara gamblang KSTJ meyakini bahwa Pemerintah Pusat yang diwakili oleh
kementerian-kementerian terkait, Pemprov DKI Jakarta, dan pengembang
merupakan pihak-pihak yang patut untuk dipersalahkan.
103
Selanjutnya amplifikasi keyakinan yang keempat adalah keyakinan
mengenai kemungkinan perubahan atau keberhasilan dari aksi kolektif (beliefs
about the probability of change or the efficacy of collective action). Bagian ini
menjadi bagian penting yang mengintegrasikan pertimbangan psikologis sosial
dengan perspektif mobilisasi sumber daya. Amplifikasi keyakinan ini didasari
oleh proposisi yang berakar pada ekspektasi nilai-hasil yang dituju. Dengan
argumen bahwa, jika orang ingin bertindak secara kolektif, maka mereka harus
meyakini bahwa tindakan ini akan manjur, bahwa perubahan itu mungkin terjadi
tapi tidak akan terjadi secara otomatis tanpa tindakan kolektif. Dalam hal ini,
optimisme akan membawa hasil dan meningkatkan partisipasi, sedangkan
pesimisme sebaliknya (Snow et.al,1986 dalamMcAdam,1997).
Perihal manjurnya gerakan, sejak awal KSTJ sudah meyakini dan optimis
bahwa gerakan yang diusungnya akan melahirkan perubahan yakni dihentikannya
reklamasi di Teluk Jakarta serta dipulihkannya kembali lingkungan Teluk Jakarta.
Bahwa semua hal yang dilakukan, seperti melakukan kajian-kajian terkait keadaan
sosial, ekonomi, lingkungan di Teluk Jakarta, aksi turun ke jalan dengan
membawa atribut-atribut penolakan, diskusi di berbagai universitas dan tempat
dapat setidaknya memberikan pemahaman pada publik bahwa reklamasi Teluk
Jakarta memanglah bukan proyek yang layak untuk kembali dijalankan.
“Satu barangkali yang perlu disampaikan adalah sekarang ini isu
reklamasi Teluk Jakarta sudah menjadi kesadaran kolektif, kalau dulu
memang masih diskusi elit jadi obrolan segelintir orang tapi sekarang
sudah banyak orang yang sadar tentang bahayanya reklamasi teluk
104
Jakarta. Kesadaran akan pentingnya penolakan terhadap reklamasi
Jakarta sudah tertransformasi dengan baik ke masyarakat bahkan orang-
orang di warung kopi sudah berani bahas reklamasi teluk Jakarta. Dan
yang kedua ditingkatan pengambilan kebijakan atau di pengadilan
dihentikan itu bagi kami satu kemenangan lah, kemenangan kecil tapi
harus tetap bisa didorong.” (Wawancara dengan Parid Ridwanuddin,
Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
KSTJ tidak hanya melakukan perlawanan lewat aksi-aksi turun ke jalan
ataupun diskusi-diskusi berbagi pengetahuan soal reklamasi Teluk Jakarta, namun
juga melawan lewat jalur hukum. Bagi KSTJ, penting untuk menyusuri semua
kemungkinan yang ada agar tujuan untuk menghentikan reklamasi di Teluk
Jakarta dapat terwujudkan, “Tapi kita memang ga bisa melawan hanya lewat
jalur hukum aja, jadi memang penting untuk kita aksi turun ke jalan dan terus
menebar informasi-informasi tentang reklamasi teluk Jakarta yang benar ya
sampai nanti reklamasi ini ngga jalan lagi.”(Wawancara dengan Parid
Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Meskipun jalan KSTJ untuk sampai pada keputusan bahwa reklamasi
dihentikan tidak mudah, namun KSTJ tetap optimis bahwa gerakan yang
dibawanya akan membawa perubahaan “kalo ngga yakin ngapain kan kita ke
sana-ke sini nuntut untuk reklamasi agar dibatalkan.” (Wawancara dengan Iwan,
partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
Amplifikasi keyakinan yang kelima adalah keyakinan akan pentingnya dan
merupakan suatu kewajiban untuk “berdiri ambil bagian”(beliefs about the
105
necessity and propriety of “standing up)(David A. Snow, dkk, 1986:470).
Fireman dan Gamson dalam (David A. Snow, dkk, 1986:471)
mengkonseptualisasikan “propriety” sebagai panggilan loyalitas dan sebuah
kewajiban. Keyakinan ini biasanya berangkat dari “If-I-don’t-do-it-no-one-will”
bahwa jika bukan mereka yang ikut ambil bagian maka tidak akan ada yang mau
untuk ambil bagian. Untuk itu amplifikasi ini bekerja untuk meyakinkan publik
bahwa aksi ini adalah kewajiban moral untuk semua orang yang peduli akan
keadilan bagi masyarakat kecil yang tertindas dengan kebijakan pemerintah di
Teluk Jakarta. Sehingga hal ini merangsang mereka untuk ikut terlibat dalam
gerakan.
Dalam gerakan KSTJ, penulis menemukan beberapa alasan moral tentang
mengapa partisipan mau ikut terlibat dalam gerakan ini. Meskipun ditemukan
kesamaan secara umum, namun ada beberapa hal yang secara spesifik memiliki
perbedaan. Andhika Prakasa misalnya seorang karyawan swasta dan mahasiswa
yang juga aktif mengikuti kegiatan Aksi Kamisan, familiar dengan isu-isu HAM
dan seorang supporter dari klub sepakbola asal DKI Jakarta yakni Persija, merasa
memiliki kewajiban moral sebagai warga DKI Jakarta untuk mengikuti gerakan
penolakan Reklamasi Teluk Jakarta ini, “karena juga saya merasa jadi bagian
dari warga DKI Jakarta yang harus aware lah kalo ada yang kurang benar dari
kinerja pemerintah DKI Jakarta.” (Wawancara dengan Andhika Prakasa, melalui
Surat Elektronik/email, 20 Oktober 2018)
Sementara Buyung dan Asmaniah yang berasal dari Pulau Pari,
mengatakan bahwa mereka rela mengikuti gerakan Tolak Reklamasi Jakarta ini
106
karena memiliki rasa solidaritas terhadap teman-teman nelayan di Muara Angke
yang terkena dampak reklamasi. Lebih jauh mereka mengatakan bahwa teman-
teman nelayan dan mereka sama-sama merupakan korban dari kesewenang-
wenangan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya yang tidak berpihak pada
rakyat kecil, “…ya solidaritas neng, nasib saya juga sama, sama seperti nelayan-
nelayan Muara Angke. kalau kita ngga berjuang kaya gini pasti aja kita diinjek-
injek neng. Jadi sama aja saya sama temen-temen di muara angke, kita juga di
Pulau Pari juga soalnya ngerasain kesewenang-wenangan pemerintah.”
(Wawancara dengan Asmaniah, Partisipan KSTJ, Balai Kota DKI Jakarta, 24 Juni
2019)
Ditambahkan oleh Buyung, Ia merasa bersolidaritas dengan teman-teman
nelayan di Muara Angke karena jika bukan mereka yang membantu maka tidak
akan ada yang mau berdiri berjuang untuk hidup mereka, “kalau ditanya kenapa
mau ikut ya solidaritas. Teluk Jakarta masih jadi bagian dari kita-kita orang,
dari kita-kita nelayan. Kalau bukan kita yang ngelawan siapa lagi kan mbak.
Yang ngerasain dampaknya kita ya yang mau berjuang gini kita dengan kawan-
kawan mahasiswa LSM yang peduli lah atas nasib kita.”( Wawancara dengan
Buyung, Partisipan KSTJ, Balai Kota DKI Jakarta, 24 Juni 2019)
Sementara Khalil menegaskan bahwa Ia akan terus berjuang demi
kehidupan keluarga dan teman-teman nelayan yang lain. Karena baginya
reklamasi tidak lain hanya akan mendatangkan kesengsaraan untuk hidup mereka,
“selama saya masih hidup masih sehat saya akan terus memperjuangkan
apa semua buat anak cucu di sini buat semua nelayan yang merasa
107
terugikan dengan adanya reklamasi di laut Jakarta saya akan terus
memperjuangkan hak martabat saya sebagai seorang nelayan untuk tetap
bisa melaut di laut Jakarta ini sampai bilamana apa yang menjadi
tuntutan kita semua terpenuhi.”( Wawancara dengan Khalil, partisipan
KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018).
Dengan demikian amplifikasi keyakinan akan pentingnya untuk turun
ambil bagian dalam gerakan yang penulis temukan dalam KSTJ, didasari oleh
kebutuhan pemenuhan moral sebagai manusia, solidaritas antar sesama serta
kebutuhan untuk tetap bertahan hidup bagi nelayan di Teluk Jakarta.
C. Ragam Media Penyampaian Bingkai Ideologis KSTJ
KSTJ memiliki beberapa metode penyampaian strategi pembingkaian
melalui berbagai ragam media dalam usahanya untuk menyebarluaskan frame
ideologis yang diyakini untuk mendapatkan simpati dari publik. Terbentuknya
KSTJ sendiri seperti yang sudah dijelaskan penulis dalam bab sebelumnya,
merupakan inisiasi dari dua LSM yang sama-sama memiliki sejarah panjang
dalam usaha advokasi di Teluk Jakarta. Yang kemudian mengawali
bergabungnya, LSM-LSM lain serta organisasi mahasiswa dan juga nelayan
terdampak yang memiliki tujuan yang sama yakni menghentikan reklamasi Teluk
Jakarta dan memperbaiki keadaannya baik secara sosial maupun lingkungan yang
semakin buruk berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan. Hal ini juga
dilakukan guna memperkuat argumen bahwa reklamasi memang tidak perlu
dilakukan di Teluk Jakarta--“..kami tidak mungkin bergerak sendiri tanpa
108
melibatkan banyak jaringan lain” (Wawancara dengan Parid Ridwanuddin,
Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November 2018)
Dengan menyebarkan frame ideologis melalui jaringan-jaringan kelompok
ini, kemudian KSTJ mengkoordinir agar gerakan yang mulai terbentuk tidak
tercecer, menyatukan kembali tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan serta
membuat langkah-langkah bersama agar ke depannya gerakan ini dapat
terkoordinir dengan baik guna mencapai tujuan bersama (Wawancara dengan
Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November
2018).
Penulis mengkategorikan tiga metode strategi yang digunakan oleh KSTJ
untuk menjembatani frame ideologis yang diusung agar tersampaikan pada
masyarakat, yang pertama melalui public meeting di antaranya adalah aksi turun
ke jalan(demo); diskusi public; nonton bareng dan diskusi film.
Sejak pembentukannya, KSTJ sudah melakukan banyak aksi turun ke
jalan/demo untuk menyuarakan penolakannya terhadap reklamasi Teluk Jakarta.
Terhitung sejak tahun 2015 hingga 2017 KSTJ banyak melakukan aksi turun ke
jalan menolak reklamasi di Teluk Jakarta. Seperti yang disampaikan oleh Khalil,
“Saya demo bertubi-tubi dengan teman-teman saya kompak…” (Wawancara
dengan Khalil, partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
Salah satu aksi yang paling menyita perhatian masyarakat dan media
adalah saat seribuan nelayan beserta aktivis lingkungan dan mahasiswa
109
melakukan aksi teatrikal dan simbolik menyegel pulau G yang dibangun oleh PT.
Muara Wisesa Samudra anak perusahaan dari PT. Agung Podomoro Land Tbk.
Gambar 3.1 Aksi teatrikal dan simbolik KSTJ beserta nelayan, aktivis lingkungan
dan mahasiswa menyegel Pulau G di Teluk Jakarta
(Sumber: metro.tempo.co)
Dalam menyampaikan frame yang diusung untuk dilihat oleh masyarakat,
KSTJ menggunakan atribut-atribut penolakan terhadap reklamasi Teluk Jakarta
seperti spanduk; kaos dan topi bertuliskan Tolak Reklamasi Jakarta, yang
dibawa setiap kali mereka melakukan aksi hal ini diyakini akan menghubungkan
mereka dengan publik hingga pesan-pesan yang ingin mereka sampaikan dapat
ditangkap dengan baik oleh masyarakat seperti yang diinginkan.
Selain itu, KSTJ juga banyak mengadakan diskusi-diskusi publik di
berbagai tempat guna semakin merengkuh perhatian massa terkait persoalan
reklamasi di Teluk Jakarta. Diskusi ini biasa diadakan di berbagai kampus dan di
kantor LBH Jakarta sebagai salah satu jaringan LSM yang membentuk KSTJ. Hal
ini disampaikan oleh Iwan yang menyebut bahwa selain melakukan aksi ia
bersama kawan-kawan nelayan dan KSTJ juga seringkali mengadakan diskusi
110
yang membahas terkait hal-hal reklamasi, “selain demo sih kita suka bikin
pertemuan di sini mba ngebahas banyak hal mulai dari langkah selanjutnya yang
mau kita ambil, ngga cuma di sini sih kadang di lbh juga.” (Wawancara dengan
Iwan, partisipan KSTJ, Muara Angke, 29 November 2018)
Selain menjadi tempat untuk diskusi, kantor LBH Jakarta juga
diperuntukkan sebagai tempat untuk KSTJ melakukan konferensi pers setiap kali
ada hal-hal yang ingin disampaikan pada media ataupun pernyataan terkait dengan
proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Gambar 3.2 KSTJ melakukan konferensi pers terkait kemenangan
Gubernur Ahok atas Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G di PTUN tahun 2016
(sumber: news.detik.com)
Ada beberapa jenis diskusi yang diselenggarakan di antaranya adalah
melalui pemutaran film dan diskusi pemaparan hasil kajian dari ahli-ahli yang
terkait dengan proyek reklamasi. Bekerjasama dengan Watchdoc Documentary
Maker sebuah rumah produksi, KSTJ menggarap sebuah film dokumenter yang
menyoal keberadaan proyek reklamasi di Teluk Jakarta memvisualisasikannya
menggunakan kacamata nelayan terdampak.
111
Film dokumenter yang diberi judul Rayuan Pulau Palsu(The Fake
Islands) ini, kemudian menjadi bahan diskusi di berbagai universitas baik di
dalam maupun di luar negeri tentang bagaimana praktek reklamasi yang terjadi di
beberapa daerah di Indonesia merupakan bagian dari rencana bisnis yang
melibatkan Tiongkok sebagai investor. Narasi ini tentunya menarik banyak pihak
untuk mengetahui lebih jauh sehingga acara-acara diskusi ini banyak dihadirkan
di universitas-universitas dalam dan luar negeri baik juga di tempat-tempat pusat
kebudayaan.
Gambar 3.3 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
Jakarta, Den Haag dan London (Sumber: twitter.com/watchdoc_ID)
Lebih lanjut dijelaskan oleh Parid Ridwanuddin, pemutaran film yang
diselenggarakan di berbagai universitas di dalam dan luar negeri maupun tempat-
tempat diskusi lainnya, memang dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
112
bagi masyarakat luas bahwa reklamasi Teluk Jakarta memang tidak akan
memberikan banyak manfaat terutama pada masyarakat dan lingkungan di Teluk
Jakarta. Tidak hanya itu, secara tersirat pemutaran film ini di berbagai tempat
dimaksudkan untuk menggalang dukungan dari berbagai pihak, hingga bisa
memberikan tekanan yang lebih kuat lagi terhadap penolakan reklamasi di Teluk
Jakarta ini.
“Film ini udah diputer di mana-mana, dibanyak negara, di Eropa. Ini
penting untuk dilihat, ada subtitle Bahasa Inggrisnya. Jadi ngga cuma
bisa dilihat oleh kita aja, karena film ini juga diputar di beberapa
negara ya intinya sih untuk membangun kesadaran bahwa dampak
pembangunan dari adanya reklamasi akan lebih banyak mudharatnya
dari pada manfaatnya karena memang kan manfaatnya hanya untuk
segelintir kelompok saja kan seperti itu.” (Wawancara dengan Parid
Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12
November 2018)
Tidak hanya menyasar civitas akademika dalam menyebarkan frame
yang diusung, KSTJ pun membidik warga di kampung-kampung nelayan di
berbagai daerah di Indonesia untuk nonton bareng serta diskusi perihal reklamasi.
Dengan tujuan bahwa reklamasi di manapun itu memang harus memperhatikan
banyak hal tidak hanya demi semata-mata keuntungan ekonomi saja. Menggalang
kekuatan untuk tetap terus menolak reklamasi yang dianggap hanya akan semakin
menindas masyarakat nelayan yang hidup di pesisir. Lebih jauh pemutaran film di
113
kampung-kampung nelayang ini, guna memberikan edukasi perihal reklamasi
yang bisa jadi terjadi juga di laut di mana mereka mencari nafkah.
Gambar 3.4 Ajakan Nonton Bareng dan Diskusi Film Rayuan Pulau Palsu di
kampung-kampung nelayan di berbagai daerah (Sumber:
twitter.com/watchdoc_ID)
Untuk semakin menumbuhkan awareness public atas reklamasi di Teluk
Jakarta, maka pemutaran film Rayuan Pulau Palsu tidak hanya melalui nonton
bareng dan diskusi saja, namun kemudian KSTJ bersama Watchdoc
memanfaatkan kanal berbagi video bersama yakni youtube untuk memberikan
akses yang lebih mudah bagi publik terhadap film ini. Hal ini masuk ke dalam
metode yang kedua, yakni melalui media sosial.
114
Di era saat ini penggunaan media sosial untuk menjaring massa sangat
diperlukan karena besar dan sangat cepat ia untuk memengaruhi publik. Maka dari
itu KSTJ turut menggunakan media sosial sebagai metode lain untuk
menyampaikan frame yang diusung. Penggunaan media sosial seperti Twitter,
Instagram, Youtube dalam rangka menyebarkan ide menolak reklamasi di Teluk
Jakarta menjadi corong bagi terbukanya solidaritas di masyarakat melalui media
sosial dengan berbagai tagar atau hastag seperti #JakartaTolakReklamasi;
#PulihkanTelukJakarta; #SelamatkanNelayanTradisional. Dukungan massif
yang diberikan melalui tagar-tagar ini di berbagai media sosial tak ayal menjadi
jembatan bagi KSTJ untuk terus menyebarkan
perihal persoalan reklamasi di Teluk Jakarta yang
mendapatkan penolakan keras dari banyak pihak.
Sejak diunggah di kanal youtube
Watchdoc Documentary pada tanggal 3 Agustus
2016, film Rayuan Pulau Palsu sudah
mendapatkan 457.896 views dengan 8.900 likes
dan 1.900 komentar.
Gambar 3.5 potongan kanal youtube Watchdoc
Documentary yang memuat film Rayuan Pulau Palsu – The Fake Islands
(sumber:http://youtube.com/WatchdocDocumentary diakses pada 5 Juli 2020)
Hal ini kemudian bisa diartikan bahwa ada lebih dari 400 ribu orang yang
sudah menonton film ini melalui kanal youtube Watchdoc, jumlah yang cukup
115
besar untuk setidaknya bisa kita gambarkan bahwa orang-orang tersebut
mengetahui perihal reklamasi di Teluk Jakarta dengan persoalan-persoalan yang
ditimbulkan karenanya dan kita bisa asumsikan dari sini akan muncul cluster-
cluster baru yang sadar akan keberadaan reklamasi di Utara Jakarta. Hal ini
terlihat dari bagian kolom komentar yang terdapat dalam film ini yang memuat
sejumlah komentar terkait reklamasi yang sebagian besar menyayangkan
keberadaannya.
Gambar 3.6 Beberapa komentar warganet di bagian kolom komentar youtube
Watchdoc Documentary dalam film Rayuan Pulau Palsu
Selanjutnya, media sosial yang acapkali digunakan oleh KSTJ untuk
menyampaikan framenya ke masyarakat adalah twitter. Melalui akun twitter
@saveJKTbay yang dibuat pada bulan Maret 2016, KSTJ mengumpulkan
setidaknya 950 followers atau pengikut dan 190 following atau mengikuti. Meski
tidak begitu banyak memiliki followers, namun upaya KSTJ untuk menyebarkan
ide soal penolakan reklamasi kepada masyarakat yang belum termobilisasi
mendapatkan “bantuan” dari beberapa akun-akun LSM yang memang terafiliasi
116
dengan KSTJ juga akun-akun aktivis yang berasal dari LSM-LSM yang tergabung
dalam KSTJ seperti akun twitter @lbhjakarta @Kiara @KNTI @Soliper_SP
@RUJAKricus @elisa_jkt @ICEL_indo @BEMUI_Official yang memang
memiliki followers lebih banyak dari akun KSTJ pada @saveJKTbay.
Tabel 3.1 Daftar akun twitter yang ikut menyebarkan ide soal penolakan
reklamasi Teluk Jakarta dengan menggunakan tagar #JakartaTolakReklamasi
Dengan tetap menggunakan tagar atau hastag yang sama yakni
#JakartaTolakReklamasi akun-akun tersebut menyebarkan ide-ide soal
penolakan reklamasi, menghimpun dukungan dari masyarakat yang belum
mengetahui apa-apa saja tentang reklamasi di Teluk Jakarta. Penggunaan hastag
ini juga memudahkan bagi masyarakat pengguna twitter untuk mencari tahu lebih
Akun twitter Jumlah followers Jumlah twit/cuitan
@walhinasional 150.400 followers 36.300 twit/cuitan
@LBH_Jakarta 88.000 followers 19.100 twit/cuitan
@BEMUI_Official 60.800 followers 26.700 twit/cuitan
@elisa_jkt 42.000 followers 73.000 twit/cuitan
@KojekRapBetawi 21.900 followers 100.600 twit/cuitan
@RujakRCUS 7.953 followers 8.664 twit/cuitan
@Soliper_SP 2.216 followers 5.327 twit/cuitan
@ICEL_indo 1.854 followers 3.560 twit/cuitan
@KiaraIndonesia 1.647 followers 1.604 twit/cuitan
@DPPKNTI 1.040 followers 1.923 twit/cuitan
117
jauh lagi tentang mengapa reklamasi Teluk Jakarta mendapat penolakan dari
banyak pihak.
Penulis menganggap peran dari akun-akun yang ikut terafiliasi dalam
gerakan menolak reklamasi Teluk Jakarta ini memiliki peran yang cukup efektif
dalam menjaring apa yang disebut oleh McCarthy(1986) sebagai “unmobilized
sentiment pools or public opinion preference clusters” dalam hal ini mereka yang
merupakan pengikut akun-akun twitter tersebut hingga membentuk opini publik
bahwa reklamasi Teluk Jakarta memang tidak akan memberikan manfaat pada
masyarakat nelayan Pesisir Teluk Jakarta namun hanya akan menambah beban
kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi mereka. Hal ini nampak pada
banyaknya twit atau cuitan pengguna twitter yang menyatakan tidak setuju
terhadap rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membuat pulau-pulau
baru di Teluk Jakarta.
Gambar 3.7 Contoh twit/cuitan akun-akun twitter yang ikut menolak reklamasi
Teluk Jakarta dengan menggunakan tagar #JakartaTolakReklamasi
(sumber: https://twitter.com/#JakartaTolakReklamasi)
Tidak hanya itu KSTJ bekerjasama dengan LIPI dan RUJAK Center For
Urban Studies, bersama membentuk Koalisi Pakar Interdisiplin yang berasal dari
118
institusi dan kepakaran keilmuan yang berbeda untuk membuat Makalah
Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta. Di dalam koalisi tersebut, tergabung pakar
dari Lembaga Ilm Pengetahuan Indonesia(LIPI), Institut Pertanian Bogor(IPB),
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Institut Teknologi Bandung(ITB), LBH
Jakarta dan Rujak Center for Urban Studies. Laporan ini merupakan hasil kajian
selama 6 bulan di tahun 2016 terhadap rencana reklamasi 17 pulau dan NCICD
berdasarkan kepakarannya masing-masing. Tujuan dibuatnya laporan ini tiada lain
adalah sebagai upaya untuk menyelamatkan Teluk Jakarta sekaligus sebagai
masukan untuk para pengambil kebijakan terkait proyek ini.
Dalam upaya menyebarkan laporan ini digunakan dua cara, yang pertama
dengan mencetaknya menjadi buku yang bisa didapat langsung di kantor-kantor
LSM yang tergabung dalam koalisi pakar interdisiplin ini. Yang kedua,
masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah secara langsung dengan
mengunduh laporan ini di http://bit.ly/SelamatkanTelukJakarta01 .
Gambar 3.8 Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta yang dikeluarkan
Koalisi Pakar Interdisiplin (Sumber: Dokumen Prribadi)
Selain melalui media sosial, upaya KSTJ untuk menampilkan wajahnya
dalam proses frame bridging yang ketiga adalah dengan melalui lobi-lobi bersama
119
dengan stakeholder terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta, seperti menemui
DPRD DKI Jakarta untuk memberikan hasil kajian yang sudah dilakukan serta
melakukan dialog terkait hal-hal yang semestinya dilakukan oleh para pemegang
tampuk kebijakan untuk Teluk Jakarta. Selain itu upaya untuk menjangkau
pemerintah juga dilakukan KSTJ dengan mengirim surat terbuka kepada Presiden,
Gubernur DKI Jakarta, dan DPRD DKI Jakarta terkait atas sikap keberatan KSTJ
atas jalannya proyek ini. Disampaikan oleh Parid, “Termasuk juga misalnya surat
menyurat kita suratin ke presiden ke gubernur, dprd sebagainya jadi seluruh
media yang memungkinkan waktu itu kita gunakan di 2015, 2016 termasuk awal-
awal 2017.” (Wawancara dengan Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor
SekNas KIARA, 12 November 2018)
Gambar 3.9 Tim Advokasi KSTJ menemui DPRD DKI JAKARTA
(Sumber:bantuanhukum.or.id)
Dalam melakukan upaya advokasi dengan stakeholder terkait reklamasi
Teluk Jakarta, KSTJ membawa hasil kajian berupa penelitian-penelitian dari para
ahli untuk menguatkan argumen bahwa penolakan atas reklamasi Teluk Jakarta
merupakan sesuatu yang berdasar dan untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan
lingkungan masyarakat pesisir Teluk Jakarta khususnya.
120
Selain itu reklamasi yang terjadi di ibu kota negara ini sangat menarik
perhatian dari media nasional dan internasional, hingga beberapa acara televisi
menghadirkan debat atau diskusi tentang perlu atau tidaknya reklamasi dilakukan
di Teluk Jakarta. Biasanya untuk mengimbangi perdebatan, dihadirkanlah dua
pihak yang saling berseberangan pendapat tentang reklamasi Teluk Jakarta. Lewat
medium ini juga KSTJ berusaha menyampaikan apa yang menjadi ide-ide dasar
dari pergerakan yang dilakukan dengan harapan masyarakat dapat menangkap
maksud dan tujuan dari gerakan yang mereka usung. Parid Ridwanuddin
menjelaskan bahwa, “maksudnya diminta untuk jadi narasumber perwakilan dari
KSTJ untuk bahas isu reklamasi, bahkan dalam debat dengan para pendukung
reklamasi itu salah satunya kita manfaatkan media televisi.” (Wawancara dengan
Parid Ridwanuddin, Koordinator KSTJ, Kantor SekNas KIARA, 12 November
2018)
Gambar 3.10 Koordinator KSTJ Ahmad Marthin Hadiwinata saat diwawancara
jurnalis dalam sebuah acara televisi perihal Reklamasi Teluk Jakarta
(sumber: http://youtube.com/kompastv tanggal 4 Juli 2019)
Dengan demikian dalam upaya untuk menyampaikan frame yang diusung
kepada masyarakat, KSTJ menggunakan beberapa metode penyampaian di
121
antaranya pertama melalui aksi langsung turun ke jalan(demo) untuk mendapatkan
perhatian dari masyarakat juga media; kedua melalui diskusi-diskusi yang
dilakukan di berbagai tempat seperti kampus-kampus di dalam maupun di luar
negeri hingga ke permukiman nelayan di berbagai daerah hal ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang akibat reklamasi yang
serampangan dilakukan dapat menyebabkan berbagai kebencanaan tidak hanya
terjadi pada manusia, namun keadaan alam pun akan berdampak sangat parah; dan
terakhir melalui lobi-lobi yang dilakukan KSTJ untuk menyasar pihak-pihak yang
memang punya andil yang besar dalam menentukan jalannya proyek ini. Sebagai
tambahan KSTJ pun mengupayakan usaha lain dengan mengirim surat terbuka ke
berbagai pihak seperti Presiden, Gubernur DKI Jakarta hingga DPRD DKI Jakarta
bentuk pernyataan tertulis bahwa dengan keras mereka menolak proyek ini.
122
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa terdapat strategi pembingkaian(framing strategy) lebih jelas
proses penyelarasan bingkai(frame alignment) dalam gerakan Koalisi Selamatkan
Teluk Jakarta(KSTJ). Dalam gerakan KSTJ penulis menemukan dua proses
penyelarasan bingkai(frame alignment), yakni proses penjembatanan
bingkai(frame bridging) dan amplifikasi bingkai(frame amplification).
Dalam penjembatanan bingkai, KSTJ mengusung beberapa ide yang akan
disampaikan kepada public, yakni keadilan bagi seluruh entitas di Teluk Jakarta.
Lebih lanjut keadilan dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ada di
sana. Selain itu ide mengenai kerusakan lingkungan di Teluk Jakarta juga menjadi
hal yang penting untuk diusung. Dalam menggemakan ide ini KSTJ untuk
menggunakan berbagai saluran melalui kanal media-media mainstream seperti
media sosial(Twitter, Instagram, Youtube), film dan diskusi-diskusi yang
dilakukan di berbagai tempat di dalam dan luar negeri juga lobi politik dengan
para pemangku kebijakan. Dengan menggunakan jaringan individu dan
organisasi, membantu KSTJ untuk semakin memperkuat lagi usaha dalam
menyebarkan ideologi sehingga dapat terbentuk opini di publik seperti apa yang
mereka harapkan.
123
Sementara melalui amplifikasi bingkai, KSTJ kembali menguatkan
ideologi yang sebelumnya sudah ada namun masih kurang menarik minat
simpatisan. Dalam hal ini KSTJ menggunakan dua amplifikasi bingkai yakni
amplifikasi nilai dan amplifikasi keyakinan. Pada amplifikasi nilai ditemukan nilai
keadilan pada tataran sosial, lingkungan hidup dan ekonomi di Teluk Jakarta serta
nilai penegakan konstitusi negara dan keberpihakan penyelenggara negara
terhadap rakyat kecil. Kemudian nilai-nilai ini kembali diperkuat dengan
amplifikasi keyakinan, dalam KSTJ sendiri ditemukan adanya lima nilai-nilai
amplifikasi keyakinan namun KSTJ sendiri cenderung menekankan nilai
keyakinan mengenai derajat keseriusan isu penderitaan atau masalah yang
dipersoalkan dan nilai keyakinan stereotype mengenai(siapa) lawan-lawan atau
target-target pengaruh. Kedua frame ini yang kemudian kembali memperkuat
ideologi yang diusung KSTJ serta menarik perhatian publik.
Dua frame alignment process atau proses penyejajaran bingkai yang
digunakan KSTJ sebenarnya melahirkan dinamika yang cukup menguntungkan
bagi KSTJ untuk mencapai tujuan gerakan yakni dihentikannya reklamasi di
Teluk Jakarta. Dari berbagai usaha yang dilakukan, KSTJ dapat memengaruhi
publik serta pemangku kebijakan untuk menarik izin-izin terkait pelaksanaan
Reklamasi Teluk Jakarta. Meskipun usaha untuk benar-benar menjadikan
reklamasi sama sekali tidak ada di Teluk Jakarta masih menjadi pekerjaan rumah
bagi KSTJ.
124
B. Saran
Dengan adanya gerakan KSTJ sebagai respon dari sebuah kebijakan yang
kurang peka pada persoalan masyarakat dan lingkungan hidup, diharapkan para
pemangku kebijakan lebih memiliki tingkat sensitifitas yang lebih tinggi lagi
dalam melihat isu-isu yang berkembang di masyarakat. Dapat melihat
pembangunan tidak hanya dari kacamata keuntungan ekonomi dalam pandangan
makro semata yang jangka waktunya singkat, melainkan dari berbagai aspek yang
ada di masyarakat seperti sosial, ekonomi masyarakat kecil, dan lingkungan
hidup. Untuk kemudian reklamasi di Teluk Jakarta tidak menjadi preseden buruk
bagi usaha pembangunan di tempat lain.
Lebih dari itu, KSTJ sendiri bukanlah gerakan pertama yang muncul
akibat dari adanya pembangunan yang membelakangi kepentingan masyarakat
dan lingkungan, maka sudah sepatutnya para stakeholder dapat lebih bijak dalam
memilah dan memilih program pembangunan yang dapat berkontribusi tidak
hanya untuk para pemegang modal namun bisa menjadi jalan yang lebih baik
untuk masyarakat dan lingkungan hidup.
Selain itu saran untuk gerakan KSTJ sendiri agar tetap berdiri untuk
kepentingan masyarakat pesisir dan lingkungan hidup, mungkin isu yang diangkat
bisa jauh lebih kompleks dan dapat menyentuh lebih dalam lagi di masyarakat
untuk kemudian dapat menciptakan gaung gerakan yang tidak hanya lokal secara
cakupannya. Menjadi kompas dan alarm pengingat bagi pembuat kebijakan,
bahwa pembangunan yang tidak berasas pada kepentingan lingkungan hidup akan
semakin memperparah keadaan alam yang sudah terlanjur carut marut ekses
125
pembangunan di masa lalu yang akan bermanifestasi buruk pada semua aspek
kehidupan.
Terakhir, dalam bidang pendidikan agar penelitian selanjutnya bisa
melakukan identifikasi atau penelusuran lebih lanjut dan mendalam lagi tentang
diskursus mengenai pro dan kontra reklamasi di Teluk Jakarta mungkin dengan
menggunakan ruang lingkup diskursus dari teori Michel Foucault, agar bisa
diidentifikasi akar dari munculnya dua diskursus terkait dengan proyek reklamasi
di Teluk Jakarta. Dan diharapkan bisa menjadi bahan yang menarik untuk
kemudian menjadi pembelajaran bagi semua.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-buku
Baxter, Pamela dan Susan Jack. “Qualitative Case Study Methodology: Study
Design and Implementation for Novice Researchers”. The Qualitative
Report, Vol. 13 No. 4 Desember 2008.
Creswell, J. W. 1994. Research Design Qualitative and Quantitative
Approaches. Sage Publications. London.
Creswell, John W. 2010. Research Design :Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed.Yogyakarta: PustakaPelajar.
Della Porta, Donatela and Diani, Mario. 2006. Social Movements: An Introduction
(2nd ed.).Australia : Blackwell Publishing.
Diani, Mario. 1992. The Concept of Social Movement. Dimuat dalam The
Sociological Review, Vol. 40 (Februari 1992).
Halim, Aghniya. 2016. Gerakan Sosial Baru (Studi Kasus Pola Jaringan
Gerakan Sosial Cinta Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Yogyakarta). Surakarta: Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Kapriani, Dea Rizki dan Djuana P. Lubis.2014. Efektivitas Media Sosial Untuk
Gerakan Pelestarian Lingkungan.Jurnal Sosiologi Pedesaan Sosiologi
Pedesaan, ISSN : 2302 - 7517, Vol. 02, No. 01, Bandung: Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, IPB, 2014.
Karlstrӧm, David. 2017. Frames in a Social Movement for Safe Public Spaces
Problems Meeting New Solutions. Swedia: Tesis. UMEA University.
xiv
McAdam, Doug and David A Snow (ed). 1997. Social Movements: Readings On
Their Emergence, Mobilization, and Dynamics. California: Roxbury
Publishing Company.
Moleong, J Lexy. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung.
Ragin, Charles. 2000. Fuzzy Set Social Science. Chicago: University of
Chicago Press.
Snow, David A., “Framing Processes, Ideology, and Discursive Fields”, dalam
David A. Snow, Sarah A. Soule, and Hanspeter Kriesi (ed.), The Blackwell
Companion to Social Movements, UK, Blackwell Publishing Ltd, 2004.
Snow, David A., Rens Vliegenthart, & Catherine Corrigall-Brown, “Framing
the French Riots: A Comparative Study of Frame Variation”, Social
Forces, 88 Volume 86, No. 2, December 2007.
Sufyan, Ahmad. 2015. Gerakan Sosial Masyarakat Pegunungan Kendeng
Utara Melawan Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Rembang.
Surabaya: Skripsi Universitas Airlangga.
Suryani dan Hendriyadhi. 2015. Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi
pada Penlitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group.
Wicaksono, Ikhsan Pratama. 2010. Analisis Framing (Pembingkaian) Dalam
Gerakan Lingkungan Hidup Studi Kasus Gerakan Anti Batubara oleh LSM
xv
Greenpeace Asia Tenggara, Jakarta. Bogor: Skripsi Institut Pertanian
Bogor.
2. Artikel-artikel dan Jurnal dari Internet
Christiansen, Jonathan. 2009. Essay Four Stages of Social Movements. EBSCO
Research Starter diunduh dari
https://www.ebscohost.com/uploads/imported/thisTopic-dbTopic-1248.pdf
Dampak Reklamasi Teluk Jakarta. Pusat Data dan Informasi Kiara diunduh
dari http://www.kiara.or.id/?s=reklamasi+teluk+jakarta
Data Perbandingan Dampak Sosial-Ekonomi Sebelum dan Sesudah Reklamasi
Teluk Jakarta pada Nelayan di Muara Angke. 2016. Pusat Data dan
Informasi Kiara diunduh dari
http://www.kiara.or.id/?s=reklamasi+teluk+jakarta
Data Perempuan dan Pemenuhan Kebutuhan Anak Sebelum dan Paska
Reklamasi. 2009. Pusat Data dan Informasi Kiara di unduh dari
http://www.kiara.or.id/?s=reklamasi+teluk+jakarta
Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Utara
Jakarta diunduh dari
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/1995/kp52-1995.pdf
xvi
Koalisi Intra Disiplin. 2017. Makalah Kebijakan Selamatkan Teluk Jakarta.
Rujak Center for Urban Studies. Diunduh pada 31 Oktober 2017 dari
https://rujak.org/peluncuran-makalah-selamatkan-teluk-jakarta/
Savirani, Amalinda. 2017. Pertempuran Makna “Publik” dalam Wacana
Proyek Reklamasi Teluk Jakarta. Jurnal Prisma Negara, Kesejahteraan &
Demokrasi Vol.36 No.1 diunduh dari
https://www.prismajurnal.com/issues.php?id=%7BD63E4048-4FCF-
EE7F-2149-C6ACA3FB6ABB%7D&bid=%7BA975A123-ED98-9EDA-
FE00-245C5316C87D%7D
Snow, David A, E. Burke Rochford, Jr., Steven K. Worden & Robert D.
Benford,”,“Frame Alignment Processes, Micromibilization, and
Movement Participaion, American Sociological Review, Vol. 51, No. 4
(Aug., 1986), dari http://www.jstor.org/stable/2095581
Snow, David A and Robert D. Benford.“Ideology, Frame Resonance, and
Participant Mobilization”, International Social Movement Research Vol. 1
Pages 197-217 (1988) JAI Press Inc dari
https://www.researchgate.net/publication/285098685_Ideology_Frame_Re
sonance_and_Participant_Mobilization
Susanti, Nonik. Upaya Greenpeace Menjaga Kawasan Pantai Indonesia
Terkait Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, JOM FISIP Universitas Riau
Vol.5 No.1-April 2018 dari
xvii
3. Narasumber Wawancara
Wawancara dengan Parid Ridwanuddin (Koordinator KSTJ) di Kantor SekNas
KIARA, pada Jum’at 12 November 2018
Wawancara dengan Bagus Tito Wibisono (Ketua BEM SI 2016-2017) di
Restoran Yoshinoya Condet, pada Sabtu 8 Desember 2018
Wawancara dengan Iwan (Ketua KNT MuaraAngke/Nelayan), di Muara
Angke, pada Kamis 29 November 2018
Wawancara dengan Khalil (Anggota KNT/Nelayan/Partisipan KSTJ), di Muara
Angke, pada Kamis 29 November 2018
Wawancara dengan Andhika Prakasa (Mahasiswa/Karyawan/Partisipan KSTJ),
melalui surat elektronik/email, pada Sabtu 20 Oktober 2018
Wawancara dengan Asmaniah (Ibu Rumah Tangga/warga Pulau Pari/Partisipan
KSTJ), di depan Balai Kota DKI Jakarta, pada Senin 24 Juni 2019
Wawancara dengan Buyung (Warga Pulau Pari/Nelayan/Partisipan KSTJ), di
depan Balai Kota DKI Jakarta, pada Senin 24 Juni 2019
Wawancara dengan Muhammad Roosman R(Anggota KNTI/Partisipan KSTJ),
di depan Balai Kota DKI Jakarta, pada Senin 24 Juni 2019
4. Laporan Media
Deny, Septian. 2016. Ini Dampak Positif Adanya Reklamasi.
http://bisnis.liputan6.com/read/2503423/ini-dampak-positif-adanya-
reklamasi (diakses pada 1 April 2019)
xviii
Hermawan, L. 2017. Ini 6 Point Isi Surat Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.
Hermawan, 2017
http://www.portalindonesianews.com/posts/view/3148/ini_6_point_isi_sur
at_koalisi_selamatkan_teluk_jakarta (diakses pada 2 April 2019)
Idris, Muhammad. 2017. Luhut Buka-bukaan Soal Cabut Moratorium
Reklamasi. https://news.detik.com/berita/d-3676150/luhut-buka-bukaan-
soal-cabut-moratorium-reklamasi (diakses pada 2 April 2019)
Oktaviano, Tino. 2016. Ribuan Nelayan ‘Segel’ Pulau G di Pesisir Jakarta.
https://aktual.com/ribuan-nelayan-segel-pulau-g-pesisir-jakarta/ (diakses
pada 2 April 2019)
Prasetia, Andhika. 2016. PTUN Menangkan Ahok, KSTJ: Reklamasi Pulau G
Masih Bermasalah. https://news.detik.com/berita/d-3326518/pt-tun-
menangkan-ahok-kstj-reklamasi-pulau-g-masih-bermasalah (diakses pada
16 Februari 2021)
Putra, Putu Merta Surya. 2015. Ini Cara Agar Jakarta Tak Tenggelam 40 Tahun
ke Depan. http://news.liputan6.com/read/2299688/ini-cara-agar-jakarta-
tak-tenggelam-40-tahun-ke-depan (diakses pada 1 April 2019)
Rahadian, Lalu. 2015. Ahok Beberkan Keuntungan Reklamasi Pesisir
Jakarta.https://cnnindonesia.com/nasional/20150422223444-20-
xix
48604/ahok-beberkan-keuntungan-reklamsi-pesisir-jakarta (diakses pada 1
April 2019)
Rimadi, Luqman. 2014. Pembangunan Giant Sea Wall Masih Tahap Studi
Kelayakan Tanah. http://news.liputan6.com/read/2018853/pembangunan-
giant-sea-wall-masih-tahap-studi-kelayakan-tanah (diakses pada 1 April
2019)
Tuasikal, Rio. 2016. Pulau G disegel Nelayan!.https://kbr.id/saga/04-
2016/pulau_g_disegel_nelayan_/80574.html (diakses pada 1 April 2019)
Wijayanto, Totok. 2016. Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta, dari era
Soeharto sampai
Ahok.https://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/Jalan.P
anjang.Reklamasi.di.TelukJakarta.dari.era.Soeharto.sampai.Ahok (diakses
pada 12 September 2018)
Website resmi Lembaga Bantuan Hukum(LBH) Jakarta di
https://www.bantuanhukum.or.id/web/
Website resmi Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan(KIARA) di
http://www.kiara.or.id/
Website resmi Walhi Eksekutif Nasional(Eknas) di https://www.walhi.or.id/
https://rkpd.jakarta.go.id (diakses pada 28 Agustus 2018)
xx
https://bnpb.go.id (diakses pada 4 April 2018)
5. Video dari Internet
Watchdoc Documentary. 2016. Rayuan Pulau Palsu(The Fake Islands) diakses
dari http://youtube.com/WatchdocDocumentary
Kompas TV. 2019. Gubernur Anies & Janji Reklamasi diakses dari
https://www.youtube.com/watch?v=ldDyCnh4pkg
xxi
LAMPIRAN
xxii
WAWANCARA-WAWANCARA
1. Wawancara dengan Parid Ridwanuddin (Koordinator KSTJ) di
Kantor SekNas KIARA, pada Jum’at 12 November 2018
I: Bagaimana terbentuknya Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta ?
= Jadi sebelum menjawab bagaimana jadi dulu kan Jakarta ada pengalaman di
Jakarta itu ada reklamasi di kawasan cilincing namanya Jakarta utara cilincing itu
kecamatan ya kecamatan cilincing terus ada reklamasi disitu dan dampaknya kami
reset dulu terhadap perempuan dan anak itu sangat buruk nanti kalo mba aida
butuh ininya saya akan kopikan, tahun 2009 itu sebelum sekarang rame. Kiara
bikin reset dan dampak buruknya sangat signifikan terutama penurunan kualitas
kehidupan perempuan dan anak-anak di pesisir utara jakarta dan selanjutnya
adalah berkaca dari pengalaman itu. eeh Sebelum itu dulu pantai indak kapuk tuh
kan sebenernya hutan mangrove di teluk Jakarta itu kemudian direklamasi oleh
pengembang dan itu yang mengadvokasi walhi sebetulnya yang mempunyai
sejarah panjang advokasi dan penolakan terhadap proyek reklamasi di teluk
Jakarta itu Kiara dan walhi yang eknas yaa bukan yang di Jakarta karena walhi itu
ada eknas dan ada perwakilan daerah. nah Kiara juga kemudian menjadi aktor
yang penting dalam advokasi penolakan reklamasi teluk Jakarta di sini selain
walhi .nah karena dulu gerakannya belum terkonsolidasi dengan baik, walhi walhi
Kiara Kiara terus isunya juga dulu fokusnya kalo walhi itu lebih pada
keberlanjutan lingkungan Kiara fokus pada masyarakatnya. Dalam perjalanannya
kita eh banyak melakukan dialog pendalaman karena bagaimanapun juga walhi itu
anggotanya Kiara. Nah itu kami bersepakat untuk mendorong advokasi teluk
Jakarta menjadi lebih luas, isunya juga tidak bisa dipisahkan antara alam dan
manusia. Jadi dampak reklamasi tidak dilihat terhadap alamnya saja atau terhadap
manusianya saja, jadi dua-duanya. Karena manusia dan alam tidak bisa
dipisahkan. Maka tahun 2014 itu kemudian diinisiasikan Koalisi Selamatkan
Teluk Jakarta dari perjalanan panjang itu. Lalu setelah itu bentuk kongkritnya
adalah Kiara bersama walhi nasional itu mengajukan gugatan ke pengadilan, ke
ptun kantornya di cakung kalo mba aida pernah datang ke cakung. Di situ
diputuskan berbagai persoalan rakyat dengan administrasi pemerintahan. Kenapa
kami gugat ke ptun karena kami melihat ada persoalan izin yang dikeluarkan oleh
gubernur Jakarta sebelum pak anis ini, pak ahok itu melanggar banyak aturan,
tidak melibatkan public, melanggar asas-asas pemerintahan yang baik dan
alhamdulilalh menang untuk 4 pulau gfik. Kenapa baru empat pulau karena yang
kita gugat kan izin. Nah pulau-pulau yang lain itu belum keluar izinnya tapi
bangunannya sudah ada. Jadi kalau bicara tentang apa namanya bagaimana
terbentuknya, ini adalah pengalaman panjang Kiara dan walhi, nah ada cso cso
yang lain yang ikut bergabung di kstj, tapi apa namanya aktor utamanya walhi dan
Kiara Kiara dan wahli karena itu yang dicatat di pengadilan sebagai penggugat.
Nah ada juga misalnya lbh Jakarta posisinya sebagai pengacara public, nah saat
kita menggugat mereka sebagai penasehat hukum. Jadi itu pengalaman panjang di
mana kami dahulu advokasinya belum terkonsolidasi dengan baik dari sisi isu ,
xxiii
dari gerakan praksis, demonstrasi, ke media massa dan sebagainya. Dan
alhamdulilah dalam perjalanannya kami menyatukan langkah dan membuat kstj.
Terinsipirasinya dari mana tentu yaa dari pengalaman panjang. Kiara sebelum
2014 itu kan pernah menginisiasi namanya koalisi tolak hp3 apa itu koalisi tolak
hp3 itu Kiara menginisiasi gerakan perlawanan menggugat uu 27 tahun 2007
tentang pengelolaan pesisir dan pulau2 kecil kenapa ini digugat karena dalam uu
ini banyak pasal-pasal yg memberikan ruang yg sangat luas bagi korporasi untuk
mencaplok pulau2 kecil. kalo aturan ini ga dibatalkan di mk maka akan banyak
pulau-pulau kecil yang dicaplok korporasi 2 Dan nelayan, perempuan nelayan
dan seluruh masyarakat pesisir akan kehilangan ruang laut. Nah itu yang kita
gugat ke mk pada tahun 2010 eh sorry antara tahun 2007 sampe 2010. Nah tahun
2010 mk memutuskan mengabulkan gugatan kita karena secara substansi secara
materil eh aturan2 yang tercantum dalam uu ini bertentangan dgn uu 1945 itu
misalnya contoh yaa terus bertentangan dengan aturan yg lebih tinggi. Oleh
karena itu mk memutuskan untuk menerima gugatan kiata tahun 2010 dan mk
mengeluarkan putusan no 3 tahun 2010 isinya adalah bahwa pembangunan di
kawasan pesisir itu atau masyarakat pesisir itu punya hak punya 4 hak
konstitusional. Satu hak untuk melintas dan mengakses laut. Jadi kalo di sini ada
nelayan di sini laut, nah reklamasi itu kan menguruk di sini kan jadi ngga bisa
melaut itu artinya hak konstitusional masyarakat pesisir menurut putusan mk
dilanggar karena mereka ga bisa mengakses laut. Hak yang kedua hak untuk
mendapatkan perairan laut yang sehat dan bersih, kenapa karena kalo laut sehat
dan bersih itu kan tempat yang sehat ikan untuk bangun rumah untuk ikan
berkeluarga kemudian kalo ada reklamasi kan diuruk itu menjadi rusak . yg ketiga
ada hak untuk apa namahya terlibat dalam pembangunan yang dimulai dari
perancanaan, jadi kalo ada misalnya tingkat desa itu sekarang ada pjmd ada
mjusdes ada apapun namanya itu nelayan harus terlibat dia harus mengetahui apa
yg terjadi di wilayahnya karena yang tahu persoalan kan mereka. Jangan sampai
peroyek dibangun nelayan diminta untuk tanda tangan aja terus dikasih duit ngga
gede. Kan itu keliru. Nah yg diinginkan oleh konstitusi adalah nelayan ini karena
aktor harus terlibat sejak awal, jadi akan tau akan dibawa kemana pembangunan.
Lalu yg keempat yg paling penting adalah nelayan di Indonesia kalo punya
kearifan lokal mengelola sumber daya alam itu ga boleh dihilangkan, misalnya di
Indonesia timur banyak adat2 atau budaya setempat dalam tanda kutip yaa
melestarikan kawasan pesisir dan laut agar tidak habis. Jadi budaya2 itu tidak
boleh dihilangkan malah harus dilindungi oleh pemerintah.
Jadi kalo ditnya dari mana inspirasinya dari pengalaman kami dalam proses
advokasi panjang di mana kami tidak mungkin bergerak sendiri tanpa melibatkan
banyak jaringan lain. Dulu sebetulnya yg untuk ke mk ini itu lebih luas organisasi
yg terlibat lebih banyak . ada organisasi tani, spi serikat petani Indonesia ada
organisasi yg artinya organisasi2 bukan hanya organ lingkungan isiunya pesisir
kaya Kiara tapi lintas isu karena kalo kami meyakini begini antara darat dan laut
itu tidak bisa dipisahkan . maksudnya nelayan itu kalo mereka tidak bisa apa
namanya melaut karena cuaca buruk mereka bertani . jadi ada keterikatan antara
sumber perikanan di laut dgn sumber2 pangan di darat. Karena dua2nya tidak bisa
dipisahkan. Misalkkan kalo ikan tentu mereka butuh karbodihdrat. Ngga hanya
xxiv
nasi misalkan sagu, singkong, ubi dsb. Jadi nelayan di Indonesia ini sebetulnya
selain melaut dia juga punya garapan pertanian di kawasan pesisir. Nah kalo ini
habis maka dia akan sangat tergantung ke sini, dan di sini akan ada apa yang
dinamakan ketidakseimbangan apa namanya keseimbangan gizi , yang kedua ada
over consumption misalnya nah itu kenapa kemudian organisasi tani terlibat
dalam gugatan ke mk tahun 2010. Da alhamdulillah mk mengabulkan dan
mengeluarkan putusan yg tadi 4 itu. Hak konstitusional masyarakat pesisir. Lalu
kemudian mk mengamanatkan kepada pemerintah untuk merevisi uu, jadi uu ini
direvisi, no 1 tahun 2012. Itu sebetulnya inspirasinya. Dan di situlah kami
mendorong dengan walhi untuk membuat kstj.
I: Kalo misalnya ke nelayanannya sendiri itu gimana ?
= Iya karena gini, kami itu kan bekerja bersama organisasi masyarakat nelayan.
Jadi di teluk Jakarta itu ada kalo datanya dinas kelautan dan perikanan pemprov
dki itu ada 25000 nelayan menetap di teluk Jakarta, nah ada yg bolak balik dari
satu pulau ke pulau yg lain ada 4000. Jadi total nelayan di teluk Jakarta itu ada
29000 orang. Kita ambilah yg menetap ada 25000 jadi bayangkan kalo 25000
orang ini kehialangan mata pencaharaian. Satu, mereka harus konversi kemana.
Dua dampaknya kekedaultan pangan . orang2 dijakarta misalnya kan sangat
tergantung dengan ikan itu. Dia misalkan beli dari tempat lain kan jauh lebih
mahal. Maka kami kemudian mendorong, mengadvokasi, dan membangun
kapasitas kawan-kawan nelayan di angke khususnya dan teluk Jakarta secara
umum. Karena mereka kan merasakan dampak langsung dari proyek ini. Dalam
dokumen pengadilan kalo mba aida butuh saya bisa kasih dokumen gugatannya,
itu selain Kiara dan walhi ada penggugat dari nelayan ada lima orang, Kiara walhi
dari organ sipil, penasehat hukum lbh, dan lima nelayan yang menggugat. Di teluk
Jakarta itu ada banyak organisasi nelayan, ada knt, ada komunitas nelayan
tradisional muara angke, ada forum kerukunan masyarakat muara angke, ada
paguyuban pengolah ikan muara angke ada macem-macem. Tapi intinya mereka
itu organisasi nelayan di teluk Jakarta.
I: Jadi mereka itu bisa dikatakan merupakan bagian dari KSTJ?
= Itu bisa bagian dari koalisi, karena mereka yg terdampak langsung, Kiara dan
walhi memposisikan diri sebagai mitra mereka jadi yang membangunkan mereka
eh pak bangun bangun pak itu ada proyek di depan anda kalo anda tidak bangun
anda akan merasakan dampak buruk . nah itu bagian juga dari kstj kenapa karena
memang tujuannya adalah untuk mendorong mereka menang kira-kira gitu.
Mendorong masyarakat sadar bahaya reklamasi. Jadikan tujuannya advokasi salah
satunya itu, kita membangun satu gerakan sistematis tujuannya kalo ditingkat
kultur masyarakat membangun masyarakat, kalo distruktur menang di pengadilan,
juga di tingkat masyarakatnya juga semakin sadar, sehingga orang makin banyak
yang ngomong wah reklamasi Teluk Jakarta itu ngga baik. nah itu buah dari
advokasi panjang. Nah kalo kita tidak melibatkan nelayan terdampak maka
gerakan ini akan sia-sia hanya bergerak di kalangan cso ajah kaya Kiara walhi tapi
masyarakat ya gimana kan mereka yang sebetulnya akan terdampak kan gitu.Jadi
kita libatkan kawan-kawan ini, nah yg lima orang tadi itu representasi dari nelayan
xxv
kenapa mereka kita libatkan karena mereka ini aktor yg akan terdampak langsung
oleh proyek ini. Oleh karena itu gerakan ini setelah kita inisiasi ngga mungkin
hanya berhenti di kita, kita buka luas kok siapa yang mau gabung apalagi kawan-
kawan nelayan di teluk Jakarta, itu. Nah yg 5 orang itu ada yang berasal dari
marunda, tau yaa marunda yang paling ujung deket Bekasi. Nelayan-nelayan
kawasan pelabuhan industry.
I: Untuk demo yg tahun 2016 itu, bagaimana awal ceritanya mas dan siapa
yang menginisiasi?
= Oh yg menutup pulau. Itu kita yang menginisiasi. Jadi itu salah satu bentuk
gerakan. Cara kita membangun opini dipublik bahwa satu masyarakat tuh ga
diam, masyarakat tuh melawan yang kedua pulau itu secara hukum illegal oleh
karena itu dishutdown atau ditutup oleh nelayan oleh masyarakat. kalo mba aida
liat, itu kita yang menginisiasi untuk menutup pulau. Dilihat dari situ ada bendera
besar, ada bendera walhi. Kita-kita aja yang bergerak, yaa tapi kan tetap
berjejaring. Pernah nonton film rayuan pulau palsu ?
I: Belum pernah tuh …
= Nah itu harus nonton film itu. Di youtube nanti ada, disitu ada cerita tentang
perjuangan nelayan muara angke di teluk Jakarta untuk melawan proyek
reklamasi teluk Jakarta. Itu penting ditonton. Di youtube udah ada kok, full
versinya versi full
I: Memang yang menggarapnya siapa mas?
= Watchdoc, itu dulu teman-teman saya yg garap. Dulu yg turun di lapangannya
namanya rudi produsernya, tapi sutradaranya tetap dandy. Dulu waktu proses
pembuatannya semuanya di muara angke.
I: Tahun berapa itu mas?
= 2016
I: Oh waktu awal mulai perlawanan
= Iyaa waktu perlawanan panas
I: Kalo sekarang perlawanannya lebih kemana mas
= Nah perlawanannya, nanti cerita agak belakang kali yaa. Tapi sekarang kan
statusnya sama gubernur baru itu tidak dilanjutkan. Saya baru aja kemaren dari
pulau, sama nelayan malaysiaa
I: Itu boleh ya ke pulau reklamasi?
= Disamperin sama satpam hehe tapi sebentar ajah. Jadi ini penting dicatat oleh
mba aida dalam konteks gerakan ini. Sekarang kami mengembangkan jejaring
internasional kenapa karena proyek ini nggak hanya ada di Indonesia. Di Malaysia
ada 5 titik termasuk di filipina jadi di ASEAN tuh udah ada tiga negara.
I: Jadi dipesisir mereka tuh juga direklamasi?
xxvi
= Iyaa direklamasi, . nah in saya baru kemaren ke pulau. Ada saya sama kawan-
kawan walhi Jakarta
I: Tapi aktivitas di sana masih ada?
= Ngga ada aktivitas di sana, cuman dijaga sama security. Nah ini yang penting
baru aja tadi pulang setelah jumatan. Jadi ada 4 nelayan dari Malaysia, mereka
juga menghadapi proyek reklamasi di 5 titik. Mereka lagi belajar ke kita. Saya
yang membantu mereka. 5 harian mereka di sini. Datang ke walhi datang kemaren
ke beberapa tempat yang relevan dgn isu ini. Terakhir kemarin seharian mereka di
muara angke ke pulau G. Nah jadi gerakan kita tuh menginspirasi juga gerakan
kawan-kawan nelayan yang lain khususnya negara Malaysia yang ada proyek
reklamasi. Baru aja pulang tadi sebelum jumatan. Jadi tadi kembali ke gimana
statusnya, statusnya dipulau tidak ada pembangunan karena dihentikan Cuma
persoalannya kan ga dihentikan total gitu kami kemaren disamperin security anda
ngapain disini harus ada izin dan sebagainya, itu artinya kan statusnya masih
dikuasai oleh perusahaan.
I: Lalu apa alasan terlibat dalam pembentukan KSTJ?
= Kami bukan lagi terlibat, kami menginisiasi. Bisa dikatakan inisiatornya, kalo
dikatakan pendiri terlalu sombong yaa, jadi inisiator. Alasannya jelas bahwa laut
itu kan milik bersama ya, jadi kalau dalam kalau dalam hadis nabi itu kan ada
alanasuasrokafisalasa, masyarakat itu harus berserikat dalam tiga hal alma air
wannar eh annar eh alma wal kalla wannar hadis nabi kan karena mbakanya dari
uin syaa pake hadis nabi aja biar nyambung. Manusia itu kan harus berserikat satu
untuk urusan apa ,air itu ngga hanya harus kita pahami air tawar tapi juga
perairan, laut. Jadi artinya apa artinya bahwa kawasan2 eh yang ada perairan itu
adalah akses bersama, commoncuge kalo kata orang inggris kalo kata orang tasik
itu rest communy, lalu api kan , api itu harus kita pahami bukan hanya api yang
keluar dari korek tapi bahan bakar, tambang minyak sumber2 daya alam yang dia
punya potensi panas, bahan bakar. Nah kemudian wal kalla kalla itu tanah tapi
bukan tanah yang kita injek, dan yang ada di dalamnya emas, logam nah itu harus
dikelola oleh masyarakat secara kolektif nah itu kalo kita mau pake hadis. Pake
landasan religious kan gitu. Tapi kita pake landasan konstitusional, misal nya
dalam uud 45 ada pasal 33 air, bumi apalagi itu nah pasal itu yang kemudian juga
harus diperhatikan. Yang kedua bahwa masyarakat pesisir itu adalah kelompok
yang paling berhak untuk memanfaatkan atau mengelola sumber daya perikanan
yang ada di kawasan pesisir itu. Jadi mereka harus menjadi aktor bukan menjadi
korban atau penonton. Lalu reklamasi itu ngga dibutuhkan di Indonesia kenapa
kita mau niru singapur niru apanya, singapur itu negara kecil, dibandingkan
dengan ciputat, tangsel itu gedean itu kan. Kan ada jokesnya kalo orang sejakarta
ngencingin singapur kan tenggelam itu jokes betapa kecilnya singapur. Lalu
apalagi, meniru dubai misalnya dubai juga sangat kecil negaranya. Persoalannya
kita ini kan fitrahnya negara Indonesia, itu kan negara kepulauan dikasih pulau-
pulau asli terus kita mau bikin pulau buatan yang merusak itu kan tidak masuk
akal sehat toh tidak masuk logika. Nah itu termasuk nilai apa yang mendorong,
nilainya adalah tadi ada nilai2 kemanusiaan, ada nilai2 keberlanjutan lingkungan,
xxvii
ada nilai2 konstitusionalis atau konstitusionalisme, ada nilai2 kebersamaan bahwa
manusia masyarakat itu harus mengakses mengelola laut secara bersama. Disitu
ada banyak nilai sebetulnya kalo mau kita gali, tapi yang paling penting ada nilai
religious, konstitusional, kebersamaan, kemanusiaan, keberlanjutan lingkungan
yaa dsb. Isunya isu apa saja, satu isu tadi isu keberlanjutan lingkungan di mana eh
reklamasi ini tentu tidak berwawasan lingkungan kan kedua isu kemanusiaan di
mana keberlanjutan mata pencaharian masyarakat juga kan terancam ada isu
hukum di situ, isu hukum tuh artinya bahwa reklamasi itu banyak melanggar
hukum lalu ada isu di situ isu apa ya namanya itu eh ketahanan pangan, ketahanan
pangan itu artinya bahwa orang itu kalo kehilangan sumber daya perikanan artinya
pangan mereka terancam yaa itu banyak isu sebenarnya.
I: Saya baca makalah kebijakan selamatkan teluk Jakarta, ada yang isu
penindasan atau penyingkiran perempuan marginalisasi perempuan, apa
benar begitu ?
= Yaa betul, karena dalam reset Kiara perempuan nelayan itu punya peran yang
sangat signifikan. Jadi kalo nanti suatu saat mba isma reset tentang perempuan
nelayan itu akan ditemukan perempuan nelayan itu punya peran sejak pra
produksi sampe pasca produksi maksudnya apa perempuan2 nelayan itu atau istri2
nelayan itu biasanya menyiapkan perbekalan sebelum suaminya berangkat bahkan
mereka yang cari utang kalo suaminya mau berangkat ngga punya uang “bu saya
mau ngelaut tapi ga punya uang untuk bekal. Istrinya yang cari utang, yaudah
entar cari pinjaman biasanya istrinya, udah ada suaminya tinggal berangkat ke
laut. Pulang dari laut suaminya capek, istrinya yang membersihkan sebagian
disisihkan untuk dimakan sebagian untuk dijual. Tanpa keberadaan perempuan,
yaa pengolahan sumber daya perikanan itu tidak akan terjadi. karena perempuan
nelayan yang punya andil dalam mengelola sumber daya perikanan nah itu yang
kami temukan resenya di hampir banyak pesisir di Indonesia. Jadi perempuan
nelayan itu penting. Betul kalo kita mau bilang ada isu penindasan perempuan,
yaa karena kalo reklamasi kita anggap suatu yang mengancam keberlanjutan
katakanlah pangan gitu yaa dan suaminya kehilangan pekerjaan maka yang
kemudian menjadi beban istri ini banyak kan bertambah bukan lagi double burden
tapi multiple multiple dia harus memikirkan domestik dia harus memikirkan
menghidupi keluarga dia harus juga bekerja bersama suaminya untuk mencukupi
livehoodnya mereka. Nah itu betul sekali, bahkan kami ada resetnya tentang
perempuan pasca reklamasi, nanti ada di kabar bahari. Bisa kita kasih nanti, ada
publikasi. Nah itu betul sekali, mba aida. Kami terbitkan ini , kita terbitkan
beberapa publikasi.
I: Melalui media apa saja mas publikasinya?
= Banyak yaa medianya, yang paling penting apapun yang ada saluran media kita
gunakan untuk advokasi. Misalnya saya ini waktu 2016 orang yang paling sering
diundang untuk ngomong-ngomong, maksudnya diminta untuk jadi narasumber
perwakilan dari KSTJ untuk bahas isu reklamasi, bahkan dalam debat dengan para
pendukung reklamasi itu salah satunya kita manfaatkan media televisi. Media
cetak atau online atau apapun lah, saya dulu kirim tulisan misalnya, bikin satu
xxviii
argumentasi bahwa ini ngga diperlukan ini inkonstitusional dan sebagainya.
Media briefing misalnya kita kumpulkan nelayan wartawan untuk sampaikan isu,
undang nelayannya untuk ngomong. Termasuk juga misalnya surat menyurat kita
suratin ke presiden ke gubernur dprd sebagainya jadi seluruh media yang
memungkinkan waktu itu kita gunakan di 2015, 2016 termasuk awal-awal 2017,
tapi menjelang pilkada agak turun yaa isunya jadi sara.
I: Mengapa masalah reklamasi Teluk Jakarta dalam KSTJ menurut anda
penting ?
= Itu mandate utamanya itu, mandate utamanya adalah bagaimana satu reklamasi
dihentikan kedua bagaimana kesadaran mengenai dampak bahaya reklamasi itu
disadari dan dipahami dengan baik oleh masyarakat nelayan di Jakarta dan juga
masyarakat Jakarta secara umum. Karena kenapa masyarakat Jakarta secara
umum, karena reklamasi tuh bukan hanya persoalan yang harus diini sama
nelayan yaa masyarakat pesisir teluk Jakarta. Kalo reklamasi misalnya dilanjut itu
potensi banjir, potensi terancamnya sumber daya perikanan itu akan dirasakan ga
hanya oleh masyarakat pesisir teluk Jakarta tapi juga masyarakat Jakarta secara
umum ataujabodetabek lah. Karena jabodetabek ini suplay ikannya dari situ, dari
muara angke misalnya gitu yaa. Kalo itu kemudian ga kita coba advokasi maka
banjir itu akan dirasakan oleh semua orang ga hanya masyarakat teluk Jakarta.
Mba aida misalnya kalo banjir ga bisa ke sini contoh atau saya kalo banjir ga bisa
berangkat ke sini. Itu artinya reklamasi itu persoalan bersama sehingga harus kita
advokasi supaya masyarakat sadar menolak dan ditingkat pengambilan keputusan
dihentikan kira-kira gitu yaa
I: Menurut anda permasalahan reklamasi Teluk Jakarta seperti apa yang
perlu diperhatikan?; Nilai yang paling dominan/sering disampaikan kepada
simpatisan/oleh anda?
= Yaa yang paling penting itu adalah tadi yaa ada nilai-nilai saya sampaikan di
situ ada nilai kemanusian, nilai keberlanjutan lingkungan, ada persoalan
perempuannya juga ada banyak hal di situ sehingga kami merasa penting untuk
menyampaikan penolakan dan penolakannya argumentative kita ga ngotot-
ngototan tanpa data. Misalnya kalo mau ada perdebatan di media, pernah saya itu
pribadi
I: Saya pernah liat wawancara menkopolhukam yang minta data ilmiah yang
menolak reklamasi, itu bagaimana mas ?
= Dia juga ngga ilmiah, kalo dia ilmiah kita lebih ilmiah tapi kalo ngga ilmiah
ngapain diladenin. Saya udah sampaikan di banyak forum bahwa kami tuh udah
punya reset lama panjang, tapi diseberang sana ga punya reset jawabnya Cuma
dengan cuap-cuap biasa. Saya tunjukan begini, itu ngga penting katanya lah.
Berarti memang di mereka yang ga ilmiah, termasuk luhut sendiri kalo missal
minta yang ilmiah yaa dia juga harus ilmiah lah. Jadi artinya gini kalo ngajakin
perang dengan orang lain dia juga harus siap senjatanya jangan sampai dia
ngajakin perang, orang yang diajakin perang itu lebih canggih nanti dia ditembak
meninggal, mati
xxix
I: Tapi bukankah pak menteri pernah menyebut bahwa dia punya data yang
kuat?
= Ngga mereka ngga punya data. Jadi data-data yang dikatakanlah yang diapa yaa
dipegang atau dipahami oleh orang-orang pendukung reklamasi itu data-data
keliru yang tidak berfakta di lapangan. Makanya dalam perdebatan-perdebatan
saya tantang mana data-data di lapangan, mereka tuh kliping koran itu kemudian
jadi argumentasi padahal saya bilang saya tau koran itu, saya baca tapi mana yang
lebih shahih pengetahuannya validitasnya anda baca berita saya turun ke lapangan
kan gitu saya tantang itu saya debat dengan doctor-doktor di tv itu.
Lalu dalam perdebatan public juga kita selalu ini yah maksudnya yang ditekankan
itu bahwa ini dampak data lapangan ini kajian hukumnya. Jadi dampaknya itu kita
liat dampak terhadap lingkungan, dampak terhadap masyarakat jadi kajian
hukumnya ini yaa itu yang kita sampaikan dalam perdebatan public. karena kita
kalo dalam perdebatan public ga mungkin pake dalil hadis, karena ga semuanya
muslim kan. Jadi kita pake Bahasa kalo kata kunto wijoyo itu objektifikasi. Jadi
kita ga mungkin nih pakai dalil-dalil normative, jadi pake Bahasa konstitusi
Bahasa-bahasa empiris itu juga yang jadi satu senjata yaa cara kita membahasakan
itu Bahasa public lah kira-kira gitu.
Jadi seberapa serius, yaa sangat serius karena ini tidak hanya akan berdampak
pada orang-orang di sekitar pesisir tapi juga terhadap Jakarta secara keseluruhan.
Jakarta akan tenggelam kalau ada reklamasi. Artinya musibah yang akan dialami
pasca reklamasi itu akan lebih gawat yaitu persoalan kita bersama.
I: Selain karena isu reklamasi Teluk Jakarta, isu/nilai/norma; paham lain
apa yang membuat anda mengikuti gerakan KSTJ ?
= Kita itu di Kiara itu kita juga punya kepentingan untuk menghentikan reklamasi
di tempat lain di Indonesia. Jadi Indonesia itu sudah ada 38 wilayah yang
direklamasi Jakarta, semarang, makassar, Sulawesi, bali. Bali itu 5 tahun panas
itu. NTT, di Ntb di Kalimantan banyak . jadi banyak sekali ininya, nah frame
extentionnya adalah apa yang terjadi di Jakarta ada dampak ke tempat lain di
Indonesia. Karena di Jakarta ini kan barometer, kalo di Jakarta dihentikan Jakarta
katakanlah berhasil advokasinya maka daerah-daerah lain akan ikut karena yaa
wah Jakarta dihentikan kita juga harus ikut. Nah jadi ada dampak psikologis yang
panjang katakanlah begitu untuk perlawanan di tempat lain. Nah itu yang jadi
salah satu concern kami. Karena kami di Kiara ngga Cuma ngurusin reklamasi di
Jakarta aja . saya baru pulang dari NTT dari Lembata itu ada proyek reklamasi di
pantai berauri pantainya indah banget. Terus di makassar saya juga baru pulang
dari makassar, di Sulawesi utara, di bali, semarang, jawa timur Surabaya, di
sumatera, di lampung, di padang, di kepulauan riau, di Kalimantan timur wah
banyak lah saya ada datanya. Jadi Kiara tuh juga ngurus, maksudnya
mengadvokasi juga di secara nasional bahkanmungkin nanti akan di perluas di
asia tenggara. Jadi kami punya kepentingan bahwa di Indonesia tuh tempat lain
mesti dihentikan selain di Jakarta bahkan alhamdulillah di luar perkiraan teman-
teman Malaysia pun belajar ke sini. Jadi kami ternyata dipelajari kawan-kawan di
luar negeri, dan bahkan yang di manilla sudah bilang mau datang mau belajar
xxx
karena mereka menghadapi persoalan yang sama di teluk yang sama. Jadi
alhamdulillah yaa bersyukur jadi kami tuh ingin ga hanya di Indonesia ternyata
dipelajari juga oleh kawan-kawan di luar negeri. Bahkan belum lama ada
professor dari Kyoto datang berdiskusi dengan saya jadi dia ingin, jepang kan
pernah reklamasi juga cuman civil societynya tidak sekuat di Indonesia jadi yaa
professor-profesornya yang melawan. Datang bertemu saya berdiskusi. Ada juga
peneliti dari korea selatan dari seoul university datang, berdiskusi jadi gerakan
kita dipelajari juga orang-orang. Dan alhamdulillah jadi suaranya ga lokal untuk
internasional global. Bahkan dulu ada temen-temen dari belanda juga datang,
melakukan reset dampak reklamasi. Ternyata gerakan yang kita inisiasi ini
alhamdulillah sudah menjadi satu suara di dunia internasional gitu. Nah itu yang
menurut saya sangat sangat penting juga untuk dipelajari. Jadi dalam gerakan
sosial ini ngga Cuma lokal aja, tapi menginspirasi kawan-kawan Malaysia,
menginspirasi di manilla kemudian di belanda, di jepang kemudian dikorea. Saya
berharap atau saya juga memprediksikan kedepan banyak kawan-kawan yang
datang ke sini untuk belajar. Bahkan kalo mba aida percaya saya ingin bilang mba
aida ini orang ke 100 sekian datang ke sini. Mahasiswa yang datang meneliti soal
reklamasi teluk Jakarta dari berbagai perspektif. Belum lama ini datang
mahasiswa dari belanda dari Erasmus university.s2 nya tentang pembangunan.
Tapi mungkin perspektifnya beda ya. Maksud saya ini juga dalam kajian
akademik menjadi satu isu yang menarik reklamasi ini selain dalam konteks
advokasi yaa kajian akademik sudah menjadi sesuatu yang layak dikaji dari
berbagai perspektif dari kebijakan, pembangunan, dari isu sosial dari isu
lingkungan dari berbagai macam perspektif itu jadi menarik dikaji. Maksud saya
ini juga jadi berkah untuk kawan-kawan peneliti menjadi ladang reset. Itu menurut
saya penting juga dicatat sebagai satu dampak advokasinya kstj, dan Kiara sebagai
inisiator yaa seneng-seneng aja artinya kalo kita ukur yaa alhamdulillah sudah
menjadi satu kesadaran banyak pihak . tapi yang paling penting kami sangat ingin
berkepentingan juga mengadvokasi di tingkatan nasional karena saya tuh Kiara
tuh sadar orangnya sedikit ga banyak, kasusnya banyak jadi kita ga mungkin
datangi satu-satu. Tapi di tempat-tempat yang srategis yang punya dampak besar
nah itu yang kita tembak sebetulnya. Jadi Jakarta, bali, Sulawesi utara, makassar,
mana lagi di semarang itu kita hajar fokus. Karena kalo disemua tempat 38 haduh
tenaga kita terbatas kan.
I: Menurut Mas Parid sendiri apakah isu reklamasi Teluk Jakarta masih
relevan saat ini ? Apakah perlu diubah ?
= Iyaa masih relevan. Karena yaa tadi yaa kita punya persoalan lain di 38 titik di
Indonesia maka satu eh kstj ini atau isu reklamasi teluk Jakarta ini penting untuk
diwacanakan sebagai satu bahan untuk apa yaa pembelajaran di tempat-tempat
lain dan bahkan di luar negeri. Yang kedua yaa reklamasi sendiri kan secara ini
blm diputuskan dengan tegas apakah dilanjut atau dihentikan jadi masih digantung
nih sama gubernur baru karena dia juga cari aman kan. Lalu relevansi yang lain
adalah kan gini kalo kita pelajari kehidupanmasyarakat pesisir ada paling tiga
ancaman besar yang mereka hadapi satu dari alam bentuknya bisa berubah iklim
xxxi
gelombang buruk cuaca buruk kenaikan permukaan laut abrasi dsb, yang kedua
ada tantangan yang berasal dari kebijakan, jadi yaa selain reklamasi tuh banyak
mba isma ada proyek pertambangan ada proyek pariwisata yang sekarang lagi
banyak dikembangkan. Nah maksud saya gini proyek reklamasi teluk Jakarta itu
menjadi satu case yang menarik untuk diterapkan di proyek-proyek lain karena
pola ini sama tidak ada dilibatkan masyarakat, ada penghancuran lingkungan,
modusnya sama dengan reklamasi hanya beda bentuk proyek satu pariwisata, satu
tambang, satu sawit misalnya nah hem artinya apa relevansinya adalah isu
reklamasi itu juga relevan untuk isu isu lain isu tambang isu pariwisata isu wasit
di pesisir dsb oleh karena itu kita selalu gunakan taglinenya itu perampasan ruang
hidup masyarakat pesisir. Kita bunyikan itu. Contoh kasusnya itu reklamasi.
Gimana kasus lain oh samaa sebetulnya mirip modusnya Cuma proyeknya yang
berbeda tapi dalam pelaksanaannya rata-rata di mana mana proyek proyek itu
tidak melibatkan masyarakat pesisir, mengusir masyarakat, masyarakat kehilangan
tangkapan, lautnya rusak yaa nah yang gitu-gitu yang kita temukan jadi masih
sangat relevan menurut saya makanya kami sangat terbuka kalo ada temen-temen
mahasiswa yang mau neliti atau teman-teman organisasi lain yang mau sharing
pembelajaran kami akan seneng karena isu ini masih relevan punya relevansi yang
masih kuat apalagi di kalo mba aida baca data bps, teluk Jakarta itu kalo kita
hitung minimal sejak 2010 sampe sekarang itu memberikan supplai perikanan tak
sedikit untuk masyarakat Jakarta. Itu artinya apa itu artinya teluk Jakarta itu masih
memproduksi ikan. Nah persoalannya kan ada pencemaran ada persoalan-
persoalan yang harus diselesaikan, tapi maksud saya ini teluk Jakarta ini masih
punya potensi produktif untuk memberikan makan tanda kutip kepada masyarakat
di Jakarta khususnya dan umumnya di jabodetabek. Oleh karena itu kalo
diteruskan reklamasi maka sumber daya perikanan akan terancam kira-kira gitu.
I: Menurut mas Parid dengan adanya KSTJ apakah efektif untuk
menyuarakan dan mengedukasi masyarakat mengenai permasalahan
reklamasi Teluk Jakarta?
= Yaaa satu barangkali yang perlu disampaikan adalah sekarang ini sudah menjadi
kesadaran kolektif isu reklamasi teluk Jakarta ini. Kalo dulu memang masih
diskusi elit masih diskusi Kiara walhi jadi obrolan-obrolan segelintir orang tapi
sekarang sudah banyak orang yang sadar tentang bahayanya reklamasi teluk
Jakarta dan menurut kami ini menjadi satu dalam tanda kutip satu achievement
yaa kesadarannya sudah tertransformasi dengan baik ke masyarakat bahkan orang-
orang di warung kopi sudah berani bahas reklamsi teluk Jakarta. Dan yang kedua
ditingkatan pengambilan kebijakan atau misalnya di pengadilan dihentikan itu
bagi kami satu kemenangan lah lalu yang ketiga tadi temen-teman lintas negara
juga belajar yaa itu satu achievement yang menurut kami bisa dikatakan
kemenangan kecil, kemenangan tapi kecil yaa tapi harus terus bisa didorong yaa
I: Pada tataran apa saja?
= Ya satu pada konteks masyarakat tataran kultural ada perubahan cara berfikir di
konteks struktural pengambilan kebijakan public juga menyadari bahaya ini
kemudian melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan pembangunan. Lalu
xxxii
pada tingkatan apalagi selain struktur dan kultur apa lagi yaa yaa kira-kira gitu
yaa, di tingkat masyarakat kita bergerak terus membangun kesadaran di tingkat
kebijakan juga kita mendorong untuk diubah.
I: Jadi menurut mas Parid sendiri, apa yang dilakukan KSTJ dalam
penolakan reklamasi ini sudah berhasil?
= Untuk pertanyaan ini menurut saya jawabannya iyaa, tadi itu kalo gerakannya
tidak terkonsoloidasi dengan baik, tercecer kita punya agenda besar tapi
gerakannya tercecer yaa tidak akan berhasil. Membangun kesadaran public,
datang ke pengambil keputusan kalo tidak terikat satu semangat bersama yaa kita
akan kalah tapi alhamdulillah dengan bersama kita menang. Lalu kalo belum
mengapa , yaa tentu kalo belum ada contoh missal menghentikan secara permanen
yaa karena itu butuh proses panjang dan birokrasinya. Target ini sebetulnya bisa
dihentikan kalau kemudian presiden mencabut , kan Jokowi itu mengeluarkan
Perpres nomor 2 tahun 2015 itu isinya pembangunan giant sea wall tapi reklamasi
teluk Jakarta bagian dari itu jadi bisaa ituu asal prepress itu dicabut kalo ngga yaa
digugatlah ke mahkamah agung. Jadi yaa itu yang belum sih ituu ajah mba aida,
karena kita sedang berjibaku dengan gerakan ini butuh energy besar untuk naik
lagi ke tingkat perpres misalnya . ditambah lagi yaa kalo kami di Kiara itu juga
mengadvokasi persoalan lain di Indonesia energinya butuh energy besar, butuh
nafas panjang. tapi prinsipnya apa yang seakarang terjadi, kami di sini bukan
mengklaim kemenangan besar , kemenangan kecil karena masih banyak pr yang
masih harus kami kerjakan dalam konteks gerakan sosial. Nah itu kira-kira
gambaran umumnya.
I: Untuk merealisasikan tujuan kstj sendiri lebih ke arah peradilan aja atau
bagaimana?
= Kstj itu kan dua satu advokasi kebijakan artinya kebijakan ini ditingkat
eksekutif di tingkat legislative di dprd atau di yudikatif aparat penegak hukum itu
ketiganya yang kita sasar maka yang kami lakukan adalh tidak hanya ke gubernur
tapi ke dprd ke pengadilan. Yang ke dua yaa advokasi membangun kesadaran itu,
jadi dua itu kami melihat tidak boleh dipisahkan, kita hanya membedakan saja tapi
dalam prakteknya tidak bisa dipisahkan. Kalo berat di salah satu contoh misalnya
kita gugat ke pengadilan terus masyarakatnya setuju terus gimana percuma dong,
masyarakatnya eh lu siapa lu siapa jangan ngomong 2 ngga setuju nah itu bahaya
juga tuh jadi berat kalo misalnya hanya di salah satu aja terus sebaliknya satuu
ajah di masyarakat tapi pemerintahnya ga kita gugat jdi yaa bagi kami yaa yang
bagus itu dua-duanya kita garap walaupun yaa harus pelan-pelan karena
perubahan itu kan butuh kan kalo dalam Bahasa santri karena saya santri kan
perubahan itu ada dua yaa ada yang bertahap disebutnya tarbiji perubahan yang
sifatnya kalo Bahasa anak uin itu secara gradual ada yang dafni perubahan yang
tiba-tiba kan yang bagus perubahan yang tardiji yang bisa kita ukur, perubahan
yang gradual perubahan pelan-pelan tapi ada progresnya. Kami juga di tempat lain
di Indonesia ikut mendorong untuk kita membangun kesadaran kritis di kalangan
masyarakat supaya mereka itu yang paling penting berdaulat di atas tanahnya
sendiri kalau di bawah masyaraktnya tidak kita dorong percuma kan kita gugat
xxxiii
kepengadilan. Selanjutnya adalah teluk Jakarta itu harus dikembalikan ke fungsi
semula sebagai kawasan apa yaa kawasan ini kawasan pesisir perairan karena dari
sisi historis misalnya Jakarta itu kan kota bandar kota pelabuhan kota perairan
kemudian juga kami melihat penolakan terhadap reklamasi teluk Jakarta itu kan
ada kesadaran kultural lah ada kesadaran historis bahwa ada keterikatan yang
sangat kuat misalnya yang harus kita lihat . maksud saya gini di teluk Jakarta itu
ada pulau namanya pulau onrust pernah denger yaa jadi pulau onrust itu salah
satu peninggalan belanda jadi di situ ada artefak bersejarah yang penting menurut
kami yang tidak boleh dihilangkan dengan adanya reklamasi itu terancam jadi
sejarah Jakarta itu kemudian terancam akibat adanya reklamasi jadi itu salah satu
isu yang kami angkat. Lalu Ada persoalan mengenai isu air, atau isu perubahan
iklim jadi gini kenapa kalo di kita pelajari di isu yang dianggap boleh pemerintah
dalam reklamasi teluk Jakarta itu diangkat misalnya isu perubahan iklim kenapa
karena laut akan naik maka harus ditanggul lalu logikanya kan begini kalau ada
air terus ditaruh batu kan ini akan naik. Nah kita ingin membantah juga bahwa
solusi anda itu keliru jadi proyek anda yang dianggap akan mengatasi atau
menyelesaikan persoalan perubahan iklim itu bukan solusi bukan obat tapi
penyakit baru yang akan anda timbulkan yang sedang anda sedang buat jadi kalo
mau ditambah misalnya tadi ada isu kesadaran historis, ada isu perubahan iklim
lalu ada isu pangan dan banyak isu ditambahkan dari situ. Lalu eh misalnya di
marunda itu kan ada mba isma pernah ke marunda belum yaa nah di marunda itu
ada rumah si pitung yakan itukan kesadaran sejarah bagaimana si pitung tuh
melawan penjajah belanda nah kalo ada reklamasi itu habis itu jadi sudah tidak
ada lagi itu peninggalan sejarah yang berharga yang bisa dipelajari oleh generasi
kita gitu itu isu lain yang menurut kami.
I: Saya penasaran bagaimana reaksi nelayan-nelayan waktu awal
mengetahui kalau ada pulau di laut mereka?
= Yang jelas gini masyarakat tuh ga tau, nelayan tuh ga tau ada pulau karena itu
biasanya aktifitasnya di malam hari yaa secara tertutup tau-tau udah jadi dan
mereka kaget. Kenapa karena mereka ga dilibatkan dalam perencanaannya. Itu
artinya bahwa ini bukan kebijakan untuk masyarakat ini kebijakan untuk
kepentingan bisnis kalangan tertentu . reaksi mereka tentu eh marah karena itu
tempat ikan kan, tempat ikan diuruk ilang ikannya. Terus kata mereka lah terus
saya makan apa gituu. Itu hal yang mendasar tapi penting karena bicara perut yaa
bicara pangan, lalu respon yang lain adalah eh yang mereka lakukan langsung
mereka membuat konsolidasi kita harus lawan.
I: Jadi ada juga kesadaran dari mereka?
= Yaa lalu kita koordinir supaya gerakannya tidak tercecer begitu, kita kordinir
lalu kita buatlah semacam langkah-langkah bersama supaya ke depan ini menjadi
gerakan satu gitu gerakan yang terkonsolidasi dengan baik. nah itu juga apa
namanya yang kita lakukan. Jadi sampe sekarang kalo mba aida mau ke muara
angke kita bisa tunjukkan komunitas mana yang melakukan penolakan. Atau hari
senin atau terserah si waktunya mba aida hari senin itu aka nada ketua nelayan ke
sini. Jadi nanti bisa gali informasi atau mba aida datangnya agak sorean jadi
xxxiv
setelah kami saya ada rapat dulu dengan kawan-kawan nelayan jadi setelah itu
bisa daripada ke angke jauh kan. Tapi kalau mau dapat foto-foto bisa ke sana.
Baru kemaren itu saya dari muara angke ke pulau g ada sekuritinya
I: Itu bangunan di atasnya udah jadi yaa ..?
= Itu pulau D, pulau d itu susah naik kita harus dari darat naiknya karena
dibawahnya udah batu-batu. Tapi kalau pulau g karena masih pasir kita bisa
mendarat disitu. . nah kalau pulau d itu memang sudah ada bangunannya yang
udah disegel. Karena yang udah jadi itu G CD FIK
I: Tapi kalau pulau D saya liat di twitter ada orang yang masuk
= Yaa kami juga boleh tapi harus diinteregosai dulu, anda mau ngapain udah izin
blm ke kantor kan gitu itu udah jadi kawasan privat. Nanti akan saya tunjukan
juga ininya
I: Jadi kalau G itu yang disegel sama nelayan dan yang lain
= Nah iyaa itu pulau G, kalau saya udah apa yaa maksudnya pulau D G C itu udah
tau. Tapi kalau pulau D itu karena harus lewat darat susah privat kan ada jembatan
putih itu kalu naik pesawat keliatan itu, itu ngga bisa kalau dari laut karena
pinggirannya itu sudah dipagari batu dan paling besar itu pulau C D memang
panjang ke tengah laut itu pengembangnya banyak duitnya itu.
I: Berarti pulau-pulau yang lain itu udah jadi blm
= Nah baru itu G F I K sama C D
I: Jadi yang lain masih rencana
= Ada sebenarnya yang udah ada N, jadi yang udah ada itu sejauh pengetahuan
kami di lapangan penguat kami di lapangan G, F, I, K, C, D, sama N.
*menunjukkan pamphlet*
Nah ini misalnya salah satu kampanye yang kami buat, kami ini bikin dua versi
Bahasa Indonesia dan Bahasa inggris karena kepentingannya juga untuk eh yang
lain. Nah yang Bahasa Indonesia yang ini kami sebarkan ke banyak tempat di
Indonesia, ini alasan-alasan kami menolak. Lalu Bahasa inggrisnya juga sama kita
bikin apa narasinya dalam Bahasa inggris supaya juga kawan-kawan di luar negeri
kan paham oh ini alasannya kan gitu. Ini contoh yang kita buat.
Ini yang kami temukan di lapangan, bahkan terakhir kemaren ada sudah banyak
nelayan-nelayan yang tidak melaut meninggalkan perahunya karena mereka harus
melaut lebih jauh, mereka habis solar tapi ngga dapet banyak ikan jadi
pengeluaran lebih besar dari pemasukan dan akhirnya mereka memutuskan wah
udah kalau gini kita besar pasak daripada tiang dan akhirnya beralih profesi itu
yang kami temukan terbaru kemaren. Dulu-dulu ada dua orang tuh dia pergi
misalnya ke terminal lebak bulus atau ke pulo gadung kerja jadi ini pemulung
sampah itu kami temukan.
xxxv
Sebenernya dampak itu memang benar nyata tapi yang pro terhadap reklamasi itu
kaya menafikan. Menafikan yaa. Nah ini juga penting mba aida satu hal yang
kami lakukan juga yaa kami menggandeng akademisi takutnya bukan takutnya
biar kita punya justifikasi ilmiah tentu kami juga ilmiah karena reset di lapangan.
Tapi kalau itu dibunyikan oleh ilmuwan oleh orang yang paham isunya itu lebih
kuat contoh misalnya kami menggandeng ahli oceanografi dari ITB namanya pak
Alan Koropitan
I: Yaa waktu itu ada diskusi di LIPI saya juga datang..
= Nah ada yaah, pak Alan itu jadi teman kita. Yang kedua misalnya kami juga
libatkan pak Muslimin ahli teknik kelautan ITB yang ketiga misalnya kita juga
hadirka pak Dedi antropolog LIPI . nah kalau ke LIPI pasti tau pak Dedi itu. Nah
mereka jadi ahli di pengadilan, kami libatkan karena apa karena keterangan para
ahli itu penting untuk menguatkan gugatan kita gitu.Itu juga saya pikir perlu
dicatat. Itu yang kami lakukan jadi menggandeng para akademisi yang punya
keberpihakan terhadap masyarakat dan keilmuwannya jelas gitu. Nah ini kan
dampaknya ini kan tentang pasir yaa, pasir ini ngangkutnya dari Banten Pulau
Tunda, jawa barat ini banyaknya dari bogor ada yang dari Belitung yaa Belitung
itu pulau Bangka kebanyakan diambil pasirnya dibawa oleh kapal tongkang ke
Jakarta, ada juga yang dari lampung ada yang dari sumatera ada yang dari bekas
gunung Krakatau, ada dari banyak tempat. Itu juga jadi satu isu lain, masuknya ke
isu tambang, tambang pasir gitu. Ini kan kita buat untuk memudahkan info grafis
ini, misalnya satu mengubah bentang alam kita mudahkan lah bahasanya gampang
diini orang , ada ancaman longsor, rusaknya sumber daya air, rusaknya ekosistem,
bukan kebutuhan, menggusur, memperbesar kantong kemiskinan, memperburuk
kondisi perempuan, terus ada yang alih profesi. kalo misalnya mba aida ke muara
angke itu bisa ditanya berapa banyak nelayan-nelayan yang sudah ga melaut
karena reklamasi. Itu bisa jadi temuan terbaru karena reset terakhir itu saya tahun
2016. Dua orang nelayan itu, mungkin sekarang bisa lebih. Tapi 2016 saat saya
melakukan reset ini dua orang sekarang kayanya udah lebih. Itu apa aja beralih
profesinya ada yang pemulung ada yang kuli bangunan
I: Kalo misalnya ada alih profesi dari para nelayan, bagaimana dengan
perempuan nelayannya mas?
= Macem-macem jadinya, ada yang jadi ART, nanti bisa dicek, ada yang jadi
tukang cuci, tukang nyetrika kan ga ada pilihan lain buat bantu biaya rumah
tangga
I: Sebelumnya kenal Kiara dari mana mba aida
= Kenal Kiara tuh awalnya saya udah banyak baca tentang kstj ini, terus pokonya
Kiara walhi yang selalu muncul kan terus kebetulan dapet info dari dosen saya
kalo misalnya ada diskusi di lipi yang oktober 2017. Saya disitu ikut kebetulan di
sana ketemu bang Tigor sih jadi dapet kontaknya terus langsung ke sini.
Sebenarnya udah lama sih harusnya, tapi baru sempet kemarenan ke sininya.
Oh kemaren sempet ke sini yah
xxxvi
I: Iyaa minggu kemaren terus katanya lagi pada keluar
= Oh iyaa saya lagi ke Makassar.
Sudah punya dokumen-dokumen tentang misalnya resetnya lipi tentang policy
papernya lipi temuannya KKP(Kementerian Kelautan dan Perikanan) itu penting
Kiara jadikan bahan advokasi berbasis data karena kan temuan, tentu kami juga
melakukan reset yaa tapi untuk memperkuat ininya KKP ininya lipi semakin
kokoh kan argumentasi kita. Itu sudah banyak ehh kalo mba aida blm punya nanti
bisa kopi apa namanya dokumen-dokumennya termasuk buku-buku yang pernah
diterbitkan Kiara. Kita sudah advokasi ini sejak tahun 2009 udah lama. Jadi yaa
mba isma datang ke tempat yang tepat. Karena kawan-kawan di luar negeri tuh
saya akan ke siapa kalo tanya soal reklamasi itu
I: Yang tadi, gerakan di masyarakatnya sekarang udah ngga ada demo-demo
kaya 2016…
= Karena gini, kenapa demonstrasi sekarang ga seperti 2016, karena satu 2016 itu
memang puncak-puncaknya dikeluarkan surat izin pengembang, memang
ahoknya juga seperti orang menantang masyarakat kan, ngga ada ikan ngga ada
nelayan di sana jadi kira-kira gitu. Sekarang kondisi berbeda dengan terpilihnya
anis, dia menampung nelayan-nelayan masuk ke balai kota jadi diajak diskusi, oke
gimana nelayan gitu. Jadi sekarang aksinya itu bukan di jalan, tapi masuk ke balai
kota. Jadi kan Kiara itu masuk tim tim gubernur untuk percepatan pembangunan,
nah ada kawasan pesisir kan yang jadi satu ininyaa.. nah di situ juga ada kawan-
kawan nelayan dari muara angke yaa. Diberikan ruang supaya mereka
menyampaikan pandangannya, jadi demonya sudah berubah, bertransformasi
bentuk dari dulu aksi di lapangan teriak-teriak sekarang masuk karena sudah
diberikan ruang oleh anis silahkan ngomong di balai kota gituu
I:Memang waktu zamannya Ahok memimpin ngga diberikan ruang untuk
berpendapat?
= Ngga haha dihajar dilawan sama ahok kan kaya nyari musuh ahok itu. Nah itu
yang membedakan situasinya sekarang. Jadi saya ngeliat anis itu mungkin juga
ada dalam tanda kutip ada kekhawatiran kalau ngga diberikan ruang dia akan terus
di demo. Nah saya udah ikut beberapa pertemuan dua atau tiga, jadi rencananya
tahun depan akan ada, ini masuk dalam perencanaan di dki itu mau ada agenda
membersihkan pencemaran di sungai dan pesisir lalu ada agenda selanjutnya
adalah menempatkan lagi housing rightnya hak perumahan nanti .. jam berapa
sekarang kayanya perlu sholat dulu , nah setelah sholat nanti saya bisa tunjukan
ada banyak apa kaya semacam temuan-temuan penting untuk mba aida liat latar
belakangnya yaa. Karena dengan bantuan visual bisa lebih mudah memahami
gituu
Saya ingin tunjukkan beberapa hal ke mba isma tapi dari penuturan tadi ada yaa
gambaran. Nah ini salah satu yang kita publikasi dapet dari mana
I: Dari Mba Susan…
xxxvii
= Oh iyaa Mba Susan, nah kami juga terbitkan publikasi untuk membangun
kesadaran berpikir kritis. Nanti bisa dicopy presentasi isinya yaa. Jadi ini beberapa
reset. Nah ini sebetulnya akar masalahnya kita juga udah sering bilang gini, kan
ada persoalan, apa persoalannya kita identifikasi dulu teluk Jakarta itu apa sih
persoalannya satu ada pencemaran, ini 13 sungai ini kan bermuara ke teluk Jakarta
kan nah ada perusahaan2 yang buang limbah ke sini makanya suka banyak ikan
mati mendadak kan gitu. Lalu yang kedua ada penataan yang tidak adil, jadi
kemaren saya bawa nelayan Malaysia itu kaget alamakk katanya, jorok ngga rapih
pokokya apa yaa tidak manusiawi sementara disebelahnya Cuma dibatasi sungai
dan laut sudah daerah elit. Ini juga kawasan reklamasi, ini juga dulu kan hutan
mangrove nah dulu walhi di sini advokasinya itu 2012. Nah ini perumahaan yang
elit, jauh banget kan seperti langit dan bumi. Nah ini ada masalah kemiskinan,
sanitasi di teluk Jakarta itu
I: Sekarang kaya gitu masih ada ya (merujuk pada gambar sanitasi
masyarakat di Muara Angke)
= Masih, nanti kalau berkunjung ke sana bisa diliat. Air bersih di sana susah.
Anak-anak main dilumpur, tapi mereka bahagia aja. Ibu-ibu ini kalau mau air
bersih sangat bergantung pada luar. Untuk air bersih mereka sangat bergantung
dari luar, mereka harus beli untuk kebutuhan sehari-hari, masak , minum kalo
minum mereka air kemasan kebutuhan sehari-hari ini kaya masak, mandi, cuci.
Nah ini kemiskinan yang dipelihara. Nah ini ada empat persoalan, ada juga
persoalan lain persoalan land subsidence penurunan muka tanah nah itu. Tahun
2009 Kiara sudah melakukan reset tentang reklamasi di teluk Jakarta nanti saya
bisa kopikan, ini nanti isinya bisa dibaca. Ini dulu banyak yang minta jadi kita ga
cetak ulang tapi pdfnya masih ada ini.
Putusan mk itu ginilah kira-kira ini kebijakan sih, jadi negara itu mengadakan
kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengawasan tujuannya apa ini tafsir dari MK
terhadap UUD pasal 33 ayat 2. Jadi kalau reklamasi itu private ownership atau
closed ownership kepemilikan tertutup yaa sementara yang diinginkan UU itu
open ownership atau common ownership kepemilikan bersama. Bahaya ini karena
dari semangatnya aja sudah bertentangan. Waktu dasar hukum Ahok
mengeluarkan izin reklamasi itu kan pake Perppres 52 1995, di situ reklamasi juga
bukan sebenarnya dalam artian membangun pulau baru nah kalau misalnya itu
yang dijadiin dasar , itu gimana
Iyaa jadi gini, itu kan perpress itu udah dibatalkan oleh prepress 54 2012
sebetulnya udah dibatalkan tapikan cari-cari landasan hukum yang sebetulnya
ngga relevan apalagi sekarang udah ada UU baru harusnya dia paham lah, tapi di
suratnya itu kan dia tidak memasukan karena dia pilih sesuka dia pilih-pilih aja
kira-kira aturan mana yang bisa jadi justifikasi reklamasi. saya ga tau di UIN
belajar ini ngga, gagasan sien tuh penting karena dia menempatkan manusia itu
sebagai apa pusat pembangunan yah, manusia itu bukan hanya buruh. Jadi kalau
pakai argumentasi sien maka pembangunan itu harusnya meningkatkan
pertumbuhan dan kapabilitas manusia nah dalam konteks reklamasi itu kan ngga,
masyarakatnya bukan dijadikan sebagai aktor utama dalam pembangunan di
pesisir tapi dia menjadi korban.
xxxviii
I: Waktu awal menginisiasi demo menolak reklamasi di teluk Jakarta
mereka langsung setuju aja ?
= Setuju karena kawan-kawan di muara angke di teluk Jakarta khususnya itukan
gerah yaa pulau ini dianggap sebagai sumber kesialan karena ikan berkurang kan
tapi siapa yang menggerakkan, yaa kita yang menggerakkan kita tutup, kita segel
pulau ini. Dulu kan ini tinggi, sekarang ini udah rendah, udah turun udah
tergenang air sekarang pulau itu. Itu tergenang air itu, ini kan dulu ini artinya apa
ngga aman reklamasi. saya ngga pernah mundur karena kita kaji sisi hukum juga
kita punya data-data lapangan.
Yang penting sih gini kita ingin bangun satu kita ingin bangun kesadaran di public
lebih luas, kedua pada level kebijakan kita ingin ubah gituu kan. Itu yang kita
lakukan. Makanya di lapangan medianya adalah kita apapun media yang ada kita
manfaatkan untuk advokasi jadi sebenernya perincian pekerjaan teknis itu ngga
kita bahas tapi kita bahas agenda besarnya ke public, ke media.
I: Kalau bikin yang gini diedarinnya kemana aja…
= Diedarinnya kita berbagai tempat
I: Jadi ini salah satu bentuk penyebaran ide
= Iyaa, Kiara itu kan punya anggota dari aceh sampe maluku. Yang kedua ada
mitra strategis yang bukan anggota contoh misalnya kita punya kawan nelayan di
lampung itu kita sebar juga ke mereka.
I: Terus film yang tadi itu judulnya apa yaa ..
= Oh itu rayuan pulau palsu, nanti saya perlihatkan. Film ini udah diputer di
mana-mana, dibanyak negara, di eropa. Dulu ada anak unpad tapi jurusan ilmu
komunikasi dia juga pernah datang ke sini diskusi, dia meneliti dampak dari film
ini kalau dia.
I: Ini film tahun berapa
= Tahun 2016. Ini penting untuk dilihat, ada subtitle Bahasa inggrisnya. jadi ngga
Cuma bisa dilihat oleh kita aja, karena film ini juga diputar di beberapa negara ya
intinya sih untuk membangun kesadaran bahwa dampak pembangunan dari
adanya reklamasi akan lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya karena
memang kan manfaatnya hanya untuk segelintir kelompok saja kan seperti itu sih
mbak.
Oke mas Parid, terima kasih sudah mau menyediakan waktu membagikan persepsi
KSTJ tentang reklamasi teluk Jakarta.
2. Wawancara dengan Bagus Tito Wibisono (Ketua Bem UNJ 2016-2017 dan
Kordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia 2016-2017/Partisipan KSTJ) di
Restoran Yoshinoya Condet, 8 Desember 2018
xxxix
I: Jadi gimana mas awal mula keikutsertaan mas Bagus dalam menolak
reklamasi Teluk Jakarta ini?
= Jadi awalan kita aksi tolak penggusuran, itu depan balai kota Jakarta dari situ eh
kita lupa saya dulu koneksinya gimana ya intinya kita kenalan sama banyak orang
ketika aksi, kemudian mereka bikin aksi kita gabung, kita bikin aksi mereka
gabung gitu gitu. Sampe kita sepakat waktu itu kumpul di LBH sama di organisasi
perempuan, Solidaritas Perempuan kita ngumpul di sana sepakat bikin Koalisi
Selamatkan Teluk Jakarta.
I: mas Bagus udah sering ikut aksi dong pada saat itu?
= wah kalau dibilang sering sih ya lumayan, karena dulu kan kasusnya sengit
banget ya jadi perdebatan di mana-mana. Jadi setiap ada satu hal yang keluar dari
pemerintah terkait dengan reklamasi dan biasanya sih pastinya ngaco kita
langsung turun ke jalan. Dulu tuh ada cerita, saya pernah dibentak-bentak sama
Ahok haha waktu itu kita bagi tim, saya kebagian menemui pak Ahok dulu tuh
kan biasanya dia suka nemuin warga-warga pas pagi-pagi mau masuk balai kota
nah di situ saya ketemu dia kaya menghadang gitu lah kan Ahok tuh tinggi banget
ya jadi agak lucu juga sih waktu itu haha gue waktu itu nanya langsung soal
kenapa reklamasi tetap dilanjutkan kenapa izinnya tetap dikeluarin gitu wah di
situ dia bentak-bentak gue panjang deh mau ngebales juga ngga enak karena
wartawan pada ngumpul gitu kan.
I: emang nilai atau hal apa yang mendorong mas Bagus untuk ikut aksi
menolak reklamasi Teluk Jakarta ini?
= wah kalau nilai sih jelas ya, dari awal yang jadi pertanyaan kita tuh reklamasi
ini buat siapa? Apa buat masyarakat pesisir Jakarta, buat nelayan, buat mereka
yang tinggal di pinggiran? Coba kalau diliat harga per meter tanah di sana aja tuh
udah 10 juta permeter, sekarang siapa coba yang mampu beli tanah yang
semeternya 10 juta, ya jelas kan? Kita mah ngga akan mampu beli tanah harga
segitu, jadi jelas lah reklamasi tuh buat siapa. Dari awal reklamasi ini udah ngaco
soal perizinannya, banyak yang dilompatin tapi main jalan aja proyeknya. Belum
lagi kerusakan yang diakibatkan dari jalannya itu proyek, lingkungan ekonomi
masyarakat jadi terganggu semua. Terus kalau udah gini kan berarti gila kalau
tetep dilanjutin aja.
I: kalau selain aksi turun ke jalan gitu, apa aja yang udah dilakukan untuk
menyebarkan nilai yang dianggap penting dalam melawan reklamasi Teluk
Jakarta?
= waktu itu sih kita sering bikin diskusi-diskusi ya, jadi mengundang perwakilan
dari kstj misal di kampus mana ngadain diskusi soal reklamasi terus ngontak gue
buat jadi pengisinya, kadang kalau ada waktu dari kstj juga dateng maparin hasil
kajiannya. Kalau dari bemsi sendiri juga bikin kajian, dan kita menjadikannya
sebagai kajian online yang bisa diakses semua orang melalui web bemsi tapi
sekarang webnya udah ngga bisa diakses sih kayanya kalau dulu kita sering pos di
sana. Selain itu lewat instagram juga sih kita aktif, misal mau ada diskusi atau aksi
pasti kita pos di ig bemsi atau ngga instagram gue pribadi juga.
xl
I: kenapa persoalan reklamasi Teluk Jakarta menurut mas Bagus penting?
= jelas penting, Karena ini menyangkut segala aspek dalam kehidupan masyarakat
nelayan khususnya dan bisa jadi Jakarta bahkan tempat-tempat lain juga. Kalau
reklamasi tetap dilanjutkan, bisa kebayang gimana nanti laut akan hancur, kalau
laut udah hancur jelas kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan juga akan
sangat berpengaruh mereka bisa kehilangan mata pencaharian mereka untuk
hidup. Ada kepentingan mereka yang terpinggirkan dalam proyek ini, sejak awal
pun mereka tidak dilibatkan tapi dalam pelaksanannya mereka yang paling
terdampak.
I: menurut mas Bagus sendiri nilai paling serius yang diangkat dalam
gerakan menolak reklamasi ini apa? Sampe mas Bagus merasa perlu untuk
terlibat dalam gerakan ini?
= kita jelas sih, alasan kita menolak reklamasi juga bukan hanya sebatas kita ngga
terima aja tapi semuanya ada dasarnya. Kita bicara juga ada data kajiannya, kita
ngga mau teluk Jakarta tuh makin berantakan lagi, sekarang aja kan tau sendiri
gimana keadaanya gimana kalau ditambah reklamasi kan. Sejak awal proyek ini
juga ngga transparan dalam prosesnya, merusak dalam pembangunannya,
mengganggu lingkungan, sosial dan paling terasa ekonomi masyarakat nelayan
pesisir Teluk Jakarta. Jadi kami merasa perlu menyampaikan hal ini ke
masyarakat, bahwa yang pada saat itu sedang terjadi di Teluk Jakarta adalah
sebuah perusakan bukan malah pembangunan yang katanya demi masyarakat
Jakarta.
I: menurut Mas Bagus sendiri reklamasi teluk Jakarta ini masih relevan
ngga sih sampai saat ini?
= ya selama apa yang menjadi tuntutan kita terwujud sih persoalan ini akan terus
relevan. Karena gimanapun juga kan keputusan final mau dibawa kemana ini
reklamasi masih belum jelas. Masih belum jelas ke mana arahnya, saya juga
belum tau lagi mengenai kelanjutannya gimana. Tapi ya selama reklamasi ini
belum ada kepastian hukum yang jelas, isu ini akan tetap relevan karena
menyangkut banyak hal bukan Cuma masyarakat di Pesisir Teluk Jakarta aja.
I: kalau dengan adanya KSTJ ini menurut Mas Bagus efektif ngga sih untuk
menyuarakan atau memberikan edukasi ke masyakat tentang reklamasi
Teluk Jakarta?
= gimana ya, kalau soal efektif atau ngga efektinya sih saya ngga bisa nilai pasti
tapi paling ngga dengan adanya KSTJ ini bisa memberikan perlawanan terhadap
katakanlah kesewenang-wenangan dalam pembangunan, paling ngga bisa sejenak
menghentikan proses reklamasi yang udah kecolongan juga kan kita, terus
semakin banyak juga yang tau kalau ada persoalan reklamasi di Teluk Jakarta itu
sih yang penting.
xli
3. Wawancara dengan Iwan (Ketua KNT MuaraAngke/Nelayan/Partisipan
KSTJ), di Muara Angke, Kamis 29 November 2018
I: Pas tau awal mula ada reklamasi gimana pak ?
= Waktu itu sih tahun 2013 yah, eh kita belum tau apa itu reklamasi taunya urukan
aja. Dulu tuh kita-kita nelayan Cuma ngomong-ngomong aja gitu, itu ngapain di
laut (merujuk aktivitas kapal-kapal besar di lokasi reklamasi) diuruk-uruk gitu.
Mulai resah kan kita, orang laut diaduk-aduk gitu yaa ikan-ikan bisa pada mati
dong. Ngadu tuh ke kelurahan, gimana itu pak (merujuk proyek reklamasi), yaa ga
bisa apa-apa itu kan proyek pemerintah katanya. Sampe akhirnya temen-temen
aktivis dari Kiara, Walhi datang ngasih tau kalo itu reklamasi, ngejelasin ke kita
dampak-dampaknya dan semuanya sama kaya yang kita rasain selama ini. Mulai
dari situ mereka bantuin kita untuk demo sampe ngegugat ke ptun.
I: Emang sebelumnya ngga ada sosialisasi mau ada reklamasi pak ?
= Ngga ada itu sosialisasi ke kita kalo mau ada reklamasi. tau-tau udah jadi aja itu
pulau. Kita ngadu ngga ditanggepin kan yaa jadinya kita lawan aja. Ngga bisa gini
mau makan apa anak istri kita kalo laut diuruk.
I: Kapan mulai aktif melakukan gerakan penolakan reklamasi ?
= Dari tahun 2014, 2013 kan mulai jalan tuh nah 2014 kita mulai gerakin nelayan-
nelayannya. Awalnya mah pada susah diajakin buat demo. Kalo ikut demo takut
ngga bisa masak ngga dapet uang kan soalnya (tidak bekerja) tapi kita terus kasih
pengertian kalo reklamasi jadi nanti kan kita malah ngga dapet apa-apa, ilang
mata pencaharian orang lautnya diacak-acak gitu kan ikan-ikan juga pada mati
pada kabur alhasil jadi pada mau tuh ya walaupun awalnya emang susah tapi kan
kita ngerasain sendiri gimana adanya reklamasi bikin kita susah dapet ikan kalo
udah susah dapet ikan berarti kan kita ga dapet pemasukan.
I: Awal gabung dengan KSTJ gimana pak?
= Awalnya sih temen-temen dari Walhi Kiara kan dateng ke sini, kebetulan saya
juga ketua KNT di sini, berembuklah kita katanya agar gerakan ini menjadi
gerakan yang punya satu tujuan biar tujuannya dapat bersama-sama tercapai kita
harus bersatu gitu ya kalau saya sih demi kebaikan bersama ya emang lebih baik
gitu, makin banyak orang kan makin kuat gitu ya buat melawannya juga kita bisa
bersama-sama daripada sendiri-sendiri kan, kita banyakan aja kadang ngga
didenger apalagi kalau sendiri haha
I: Jadi waktu itu sering turun ke jalan pak?
= Ya sering mba, ke kedubes Belanda juga pernah tiap ada persidangan kita kawal
di depan pengadilan, terus demo ke balai kota demo ke kementerian-kementerian
yang terkait sama reklamasi ini kaya kementerian kelautan, kementerian
lingkungan hidup, kementerian maritime juga kita datengin mba biar mereka
mendengar bahwa kami masyarakat teluk Jakarta sampai kapanpun akan menolak
xlii
segala bentuk pembangunan di laut teluk Jakarta yang akan mengganggu kami
dalam mencari nafkah.
I: Kalau selain demo gitu, kegiatannya apa lagi pak buat menyuarakan
persoalan reklamasi Teluk Jakarta?
= selain demo sih kita suka bikin pertemuan di sini mba ngebahas banyak hal
mulai dari langkah selanjutnya yang mau kita ambil, ngga cuma di sini sih kadang
di lbh juga ngundang wartawan juga terus saya juga pernah diundang di acara tv
mba ya menceritakan aja apa yang kami rasakan sebagai masyarakat yang
terdampak adanya reklamasi ini. Suka diajak ikut diskusi juga mba pernah tuh ke
kampus mana saya lupa ditanyain soal reklamasi gimana dampaknya ke
kehidupan, ke hasil tangkapan, terus ditanyain pendapatnya tentang reklamasi
gimana. Ya saya sih ngomong sejujur-jujurnya yaa mba kalau reklamasi cuma
bisa bawa kesengsaraan aja buat kami masyarakat nelayan kecil, bohong itu kalau
dibilang reklamasi dibangun buat warga Jakarta iya warga Jakarta tapi yang punya
duit doang, sementara kita paling disingkirin mba.
I: Emang apa sih pak nilai atau yang mau bapak sampaikan pada
masyarakat saat melakukan aksi seperti demo?
= satu ya mba kalau reklamasi ini bukan hal yang diperlukan Jakarta, Indonesia
lah katakanlah wong kita ini negara kepulauan kan ngapain bikin pulau baru ngga
masuk akal, kedua proses reklamasi yang sudah kadung terjadi ini membuat saya
dan temen-temen nelayan kecil kehilangan wilayah tangkapan ikan kalau ngga
ada wilayah tangkapan mau dari mana kita dapet ikan, ada yang lebih jauh tapi
kan berarti ongkos nambah mba itu juga belum tentu dapet ikan karena airnya
tetep keruh pulang-pulang paling cuma dapet ikan kecil-kecil cuma buat makan
doang ngga bisa dijual sementara kita harus nutupin biaya melaut jadi serba salah
lah mba, serba salah serba susah, belum lagi lingkungan iya itu yang kaya saya
bilang air laut jadi keruh ikan-ikan pada banyak yang mati terus kalau udah kaya
gini apa ngga aneh kalau tetep aja dilanjutin. Kita mau masyarakat tau kalau ngga
beres ini reklamasi, cuma mainan buat orang-orang yang punya duit doang ini,
sementara saya rakyat kecil mba yang hidupnya bergantung sama laut mau
gimana nanti kalau lautnya dijadiin pulau-pulau gitu.
I: Pak hal apa sih yang mendorong bapak untuk ikut terlibat menyuarakan
ide soal penolakan reklamasi ini?
= ya kalau saya sih jelas ya mba, ini menyangkut soal hidup tempat saya cari
makan mau dihilangkan begini kalau kejadian saya mau kasih makan apa istri dan
anak saya. Belum lagi laut ikan jadi pada mati air laut keruh kalau udah gitu mana
ada ikan yang mau hidup di air yang keruh kan, kita moratmarit cari pinjeman
buat melaut eh pas pulang dapetnya ngga seberapa malah kadang ngga nutup duit
yang dipinjem. Kalau bukan kita yang melawan ini siapa lagi kan mba, siapa yang
mau berdiri pasang badan buat kita kalau bukan kita sendiri jadi saya dan temen-
temen di sini yang alhamdulillahnya dibantu sama kawan-kawan di lsm kita saling
bahu membahu lah mba mempertahankan teluk Jakarta biar ngga diacak-acak
seenaknya sama yang punya uang.
xliii
I: Sejauh mana keyakinan bapak akan keberhasilan gerakan penolakan yang
dilakukan bapak dan kawan-kawan di KSTJ?
= ya harus yakin mba, kalo ngga yakin ngapain kan kita ke sana-ke sini nuntut
untuk reklamasi agar dibatalkan. Dan sejauh ini apa yang kita suarakan kan udah
dapet perhatian dari media dan pemerintah mau ngga mau harus ngedengerin juga
kan ya walaupun dulu emang agak susah ya mba waktu gubernurnya Ahok Cuma
kan sekarang udah ada yang baru yang mau nampung keluhan dan aspirasi kita
jadi kita tambah optimis bahwa reklamasi akan dihentikan karena memang
harusnya begitu kan. Ngga ada manfaatnya sekali ini reklamasi buat kami mba
selain Cuma membawa kesusahan dalam hidup kami.
I: Menurut bapak sampai sekarang ini masih relevan ngga sih pak persoalan
reklamasi teluk Jakarta buat bapak?
= kalau menurut saya pribadi sih ya mba karena saya yang ngerasain dampaknya
gitu ya sampe belum ada keputusan yang sah dan tetap tentang reklamasi buat
kami persoalan ini akan tetap relevan mba untuk terus dibahas. Gimana kelanjutan
pulau yang sudah terlanjur jadi itu, untuk yang pulau G kan kami minta
dihilangkan saja karena lokasinya tuh lokasi kami mencari ikan, kalau pulau itu
tetap ada kami akan tetap kesulitan karena kan jadi tetep harus muter agak jauh
dan itu memerlukan biaya lebih lagi. Jadi selama belum ada keputusan yang
emang bener-bener baik untuk kepentingan kami nelayan dan masyarakat pesisir
Jakarta saya rasa reklamasi teluk Jakarta akan tetap relevan.
I: menurut bapak dengan adanya KSTJ dan bapak ikut terlibat di dalamnya,
apakah cukup efektif untuk menyuarakan atau mengedukasi masyarakat
tentang reklamasi teluk Jakarta?
= yang saya rasain sih mba sangat efektif sekali, kami kan di sini yang
sebelumnya ngga tau apa itu reklamasi jadi tau kan ya karena temen-temen dari
lsm, kita juga menggugat ke PTUN kan dibantuin juga, kalau bukan karena
temen-temen kiara, walhi, lbh dll yang gabung dalam KSTJ akan kesulitan juga
mba. Pasti suara kami akan susah didengar sama pemerintah, tapi karena ada
bantuan dari temen-temen kami jadi lebih siap dan yakin untuk tetep melawan dan
menolak reklamasi di Teluk Jakarta ini.
I: Nah baru-baru ini kan gubernur Anis baru mengeluarkan pencabutan izin
untuk ke 13 pulau reklamasi ya pak, tanggapan bapak gimana?
= ya kita sih seneng mba, karena emang kan itu yang menjadi tuntutan kita selama
ini. Tapi kan belum ada keputusan terkait yang 4 pulau itu kan, sementara empat
pulau itu tuh yang udah bikin hidup kami jadi ngga karu-karuan lah mba, itukan
pulau G itu wilayah tangkapan kami, jadi kalo di situ ditimbun berarti kami harus
memutar lebih jauh untuk menangkap ikan kalau udah gitu berarti kami butuh
modal yang lebih besar kan untuk menjangkau wilayah yang lebih jauh. Jadi ya
pokoknya sih kita minta itu pulau G dari yang tadinya tidak ada dikembalikan ke
tidak ada lagi aja.
xliv
4. Wawancara dengan Khalil (Anggota KNT
MuaraAngke/Nelayan/Partisipan KSTJ), di Muara Angke, Kamis 29
November 2018
I: Jadi waktu awal pertama kali tau ada yang reklamasi di teluk Jakarta itu
gimana pak ?
= Yaa kalau kita mendengar isu dari teman-teman semua, dari ini dari semua dari
tv dari apa yang ditayangkan akan terjadi itu pulau reklamasi 13 sungai yang ada
di teluk jakarta yaa saya karena merasa dari kecil jadi nelayan yaa dari umur 7
tahun saya sangat khawatir pada saat itu karena saya juga takut akan bagaimana
nanti saya mencari nafkah buat anak istri saya kalo lautnya mau diuruk dijadiin
pulau.
I: Oh udah lama di sini yaa pak ?
= Iyaa udah lama udah setengah umur, bilamana arset/akses jalan hidup saya ini
tertutup maka akan tertindas kehidupan anak istri di masa depan jadi di situ saya
sambil merenung artinya tidak inginlah kesengsaraan anak cucu saya di kemudian
hari atau tiga puluh tahun lagi atau lima puluh tahun lagi akan terdampak jika
terjadi reklamasi sangat merugikan dan sangat menyengsarakan bagi nelayan
kecil. Yaa kalau untuk nelayan-nelayan yang kerjanya dengan perusahaan orang-
orang asing seperti orang-orang Chinese, Jepang yang punya kapal cumi ya ga
terharu karena dia jalan pintasnya pun di tengah, kalau kita kan jalur usaha saya
jalur rezeki saya kehidupan saya di masa depan. Ini sangat sangat merugikan bagi
saya, jadi saya berontak demi saya dan masyarakat temen temen nelayan saya
berani untuk menggugat ke ptun dalam resiko apapun yang saya hadapi dengan
ikhlas artinya tanpa ada indikasi apapun karena saya secara transparan secara
netral bahwa kami nelayan akan siap dari lubuk hati saya yang paling dalam jadi
di situ saya selalu banyak mengucurkan air mata itu apakah tidak ada jalan pintas
untuk negeri ini, bukankah negara kita ini kaya raya bukankah pejabat negara
sangat sangat cerdas bukan untuk mendzolimi rakyatnya saya merasa nelayan
kecil dulu juga ada cita-cita pengen jadi petani karena terketuklah hati saya itu
mungkin untuk melanjutkan nenek moyang saya dengan orang tua saya, walaupun
hidup masih ditanggung orangtua saya dididik untuk jalankan usaha jadi nelayan.
I: Orang tua bapak juga nelayan
= Iya nelayan, dia nelayan apa aja selalu siap. Dulu waktu saya kecil itu
menyaksikan bahwa dia nelayan tradisional cari ikan apa bawal , ikan kembung,
ikan selar, ikan japu dulu saya masih inget ikan tembang semua ikan itu kalo di
jaring tembang itu memang modelnya melingkar tapi yang kena itu yang harga-
harganya lumayan. Yang masih saya inget itu saya mendapatkan sehari dulu
sepiring juga untung itu orangtua saya pesannya, itu udah paling enak makan
bubur beras satu piring yaa dalam sehari itu dibilang paling normal jajannya pun
Cuma singkong satu potong, dikit itu harus cerdas kata pesan orang tua saya .
jangan kamu disekolahkan walaupun ga lanjut sd yaa, orang tuh harus benar-benar
xlv
cerdas tapi harapan itu saya tempuh walaupun bagaimana resikonya saya tempuh
dan meninggalnya orang tua saya diumur 7 tahun saya melanjutkan orangtua
perempuan saya. Tapi saya tetap berjalan berjuang pribadi sendiri dan sambil
meratapi hidup di mana kita berjalan kehidupan itu bersekolah sd walaupun ga
lulus yaa tapi sambil melaut sambil ikut bertani terus lambat laun, setelah saya
berkelana 18 tahun lamanya saya akhirnya saya milih untuk berdiam di muara
angke selama 25 tahun, umur saya 50 tahun berarti separo umur saya sudah saya
taruhkan di muara angke. Itu saya dari kecil udah tau di muara angke ini tempat
hidup saya juga walaupun dulu masih mendayung, berlayar tidak ada mesin.
Mesin juga yang kuat-kuat buat yang mampu sampe sekarang pun yang mampu
mah sanggup untuk menikmati hidup dalam arti saya tetep berlaku adil karena itu
derajat manusia berbeda-beda. Walalupun saya miskin saya tetap berjuang untuk
membela kebenaran dan keadilan karena seperti manusia itu walaupun jadi
nelayan saya ingin berjasa atau berjiwa besar bagi negara ataupun mengabdi
walaupun bentuknya jadi nelayan tidak ada pilihan lain karena karakternya saya
selamanya tetep nelayan.
I: Jadi waktu denger-denger mau ada reklamasi gimana tuh pak bapak
memutuskan untuk kita harus bergerak?
= Saya bergerak siang dan malam untuk melawan istilahnya kaya gerakan demo,
koalisi bergabung dengan walhi, lbh jakarta, Kiara, knti terus seluruh masyarakat
yang dari lontar yang kena abrasi dari pulau pari dari cilincing dari marunda
kamal dari kamal muara, muara angke semua bersatu bersatu padu untuk melawan
itu walaupun pada akhirnya banyak yang terlena karena hempasan angin sepoi-
sepoi biasa lah ibaratnya masuk angin tapi saya tetap tidak gentar walaupun
sampe dikeroyok ampe 20 orang, kata orang-orang komunitas mangrove dia
mengaku bahwasanya saya gamau apa kata dia saya ga mau kata pemerintah
setempat mengaku-ngaku dirinya yang paling mengokohkan masyarakat karena
saya sebagai nelayan kena dampak langsung kena kesusahan langsung kena
penderitaan langsung adanya reklamasi.
I: Dampak yang paling kerasa apa pak?
= Misalnya terutama kerasa kali itu satu ekonomi, kedua aktivitas kita kerja
terganggu juga memakan biaya menambah besar penambahan bahan bakar terus
kerusakan-kerusakan yang dulu saya capai bisa beli perahu baru bisa beli mesin
baru bisa bikin gubuk atau tempat hak tinggal kita anak dan istri kita, selama lima
tahun ini saya ga mampu, ada kalanya ada yang mampu sedikit antara satu dua
saja. Tapi pada dasarnya nelayan semuanya menderita semuanya merasakan sakit
di dada dan di jantung yaa jadi dulu pernah dinikmati oleh masyarakat tapi dulu
pernah dinikmati oleh masyarakat seperti masyarakat yang kuli-kuli, kerang tapi
sekarang mengambil jaring itu sudah tidak mampu, beli alat-alat pancing juga
sudah tidak mampu, jadi saya mengabdikan hidup saya jadi nelayan di muara
angke karena biota laut itu dari dulu menghidupi saya sebagai nelayan terus
gampang dicari menafkahi anak istri saya. Walaupun pada hakekatnya dihantem
gusuran budidaya kerangnya, sero ikan yang dulu saya pernah nikmati bareng
dengan teman-teman dari suku manapun dari Makassar dari bugis, ada bone ada
xlvi
jawa beraduk di situ bersatu, dulu setelah 13 februari 2013 saya dilarang keras
bahwa ini laut Jakarta tidak boleh diadakan budidaya kerang tidak boleh diadakan
sero ikan itu sebelum Ahok, yaa beruntun terus setelah dari sini ke kamal juga yaa
gabung jadi walaupun jokowi ahok sama aja bertubi-tubi. Artinya tidak mengusir
secara gubernurnya tapi yang mengusir staf-staf atau antek-antek atau
bawahannya yang bekerja di perusahaan reklamasi paling tidak diperbolehkan
mendekat ke sini pak alasannya begini begini nanti takut banyak kehilangan ini
juga milik perusahaan, saya juga pernah di pulau itu hampir ditembak oleh aparat
perusahaan bahwasanya tidak boleh masuk mengambil ikan di situ alasannya
nanti rusaklah.
I: Jadi pas bapak ikut gerakan itu hal-hal apa saja yang bapak perjuangin?
Saya demo bertubi-tubi dengan teman-teman saya kompak bilamana saya
dirapatkan dengan teman-teman bahwa harus datengin ini harus datengin menteri
ini, saya datang insya Allah waktu itu saya masih sanggup walaupun perempuan-
perempuan nelayan atau anak cucu saya.
I: Mulai tahun 2013?
= Iya mulai tahun 2013 sampai bertubi-tubi sampai tahun 2017 saya terus melaju
walaupun banyak lemah, 15 orang saya tetap maju waktu itu kalau ngga salah di
kementerian kemaritiman perempuan sepuluh laki lima saya serang tanpa ada
takut ataupun gentar karena ini jangan sampe sengsara kelaparan di nelayan itu
terus menerus. Karena reklamasi ini membuat rakyat nelayan kecil akan
mendapatkan kehidupan buruk di masa depan di masa sekarang maupun di masa
depan karena yang saya rasakan sendiri itu ini akan membuat kita para nelayan
menderita dan akan mendapatkan kesengsaraan yang sangat sedih karena apa saya
katakan itu, uang belanja makin meningkat pengeluarannya pemasukannya makin
mengurang dan makin mengurang making mengurang karena tiadanya ikan, ikan
menjauh juga kadang-kadang mendekat juga waktu air bagus aja air jernih kalo air
kotor ngga ada ikan padahal sebelum reklamasi ngga begini air itu mendayu terus
bilamana air itu ada yang kotor sedikit terdampar di bibir pantai itu diserap ada
mangrove ada apa itu nah kalau sekarang ini kebanyakan diapit oleh pulau.
Sekarang mau melautpun bingung alatnya ngga mampu dibeli juga istri marah
anak keluarga ini yang diambil juga ngga menguntungkan itu prosesnya harus adu
banting kita dulu pernah ngambil ikan ataupun kerang di pulau G sekarang harus
ke tanjung pasir menjauh di tangerang harus ke ancol harus ke priuk itu ngga kaya
dulu kita pernah dinikmati nelayan-nelayan muara angke, sebentar dateng lima
belas menit nyampe ini sampe tiga jam perjalanan dua jam apalagi kalau kena
ombak kita ngga bisa melaut berhenti sejenak tapikan uang belanja harus tetap,
anak sekolah harus ada sangu jadi ya memang ada pembagian dari pemerintah
hanya minim minim termasuknya jauh dengan kita sebelum adanya reklamasi
kalau dulu sebelum adanya reklamasi berapapun biaya anak sekolah saya masih
mampu tapi kalo sekarang walaupun sudah ada bantuan dari pemerintah karena
penghasilannya tersendat-sendat nanti bisa berangkat nanti ngga kalo cuacanya
agak teduh bisa kalo ada kenceng ombaknya bessar sedikit ngga bisa karena diapit
pulau jadi kita ngga bisa melaju dekat terhalang itulah yang sangat parahnya lagi
xlvii
kondisi apa muara itu jalur aktivitasnya nelayan itu dangkal tidak diperbaiki oleh
pemerintah karena itu kerjaannya orang pengembang terus dampak buruk di air
keruh ngga dipikirkan oleh menteri perairan, ikan-ikan jadi banyak yang korban
mati membusuk ngga dipikirkan itu kan dampak-dampak dari semua reklamasi
bahwa saya terus terang aja reklamasi benar-benar membuat apa merugikan
masyarakat nelayan kecil dan benar-benar menyesengsarakan, ngga ada istilahnya
menyenangkan kita.
I: Jadi nilai-nilai yang bapak perjuangkan bersama teman-teman nelayan
yang lain tuh apa aja pak kira-kira?
= Ya itulah yang saya perjuangkan bersama kawan kawan nelayan bahwasanya
kita ngga mau nasib hidup kita jadi terombang-ambing karena reklamasi kita ngga
mau laut kita diacak-acak ikan jadi pada mati kita mau itu kita mau keadilan kalo
nelayan juga manusia yang butuh laut untuk makan kalo lautnya mereka ambil
kita makan apa nanti mereka kan apa belum tentu lah itu mereka mau menjamin
hidup kita nelayan kan jadinya selama saya masih hidup masih sehat saya akan
terus memperjuangkan apa semua buat anak cucu di sini buat semua nelayan yang
merasa terugikan dengan adanya reklamasi di laut Jakarta. kita juga rakyat Jakarta
jangan lah dianggap di sini tuh udah ngga ada manusianya udah ilang semua itu
ikan-ikan, kerang –kerang di laut Jakarta yang katanya dibilang kalo di sini tuh
udah ngga ada ikannya kerangnya mengandung merkuri dibilang ya jelaslah ikan-
ikan juga pada kabur menjauh kalo lautnya diuruk tapi kan sebelum-sebelumnya
ikan di laut Jakarta itu masih melimpah kerang-kerang semua semua tapi memang
akibat yang ditimbulkan dari adanya reklamasi ini semua jadi sangat kacau balau
bagi kami kami tidak diberi akses untuk mengetahui apa itu yang ada di laut apa
yang terjadi pada tempat kami mencari penghasilan untuk hidup sangat amat
kecewa sakit hati saya diperlakukan seperti ini oleh mereka maka dari itu saya
akan terus memperjuangkan hak martabat saya sebagai seorang nelayan untuk
tetap bisa melaut di laut Jakarta ini sampai bilamana apa yang menjadi tuntutan
kita semua terpenuhi.
5. Wawancara dengan Ibu Asmaniah (Ibu Rumah Tangga/Masyarakat Pulau
Pari/ Partisipan KSTJ) pada saat Aksi Jalan Mundur yang dilakukan KSTJ
menuju Balai Kota DKI Jakarta, 24 Juni 2019
I: Sebelumnya ibu pernah ikut aksi seperti ini juga?
= Iya sering
I: Ibu sama pak Buyung sama dari pulau pari juga?
= Iya saya dari pulau pari, ke sini juga bareng sama Buyung pewakilan dari
temen-temen di Pulau Pari
I: Ibu dapet info dari mana tentang aksi ini?
= Itu dikabarin dari temen-temen KSTJ, lsm di sini, katanya mau ikut aksi ngga
soal ini. Yaudah saya ikut aja karena emang udah biasa kita sering ikut aksi-aksi
kaya gini
xlviii
I: Kenapa ibu mau ikut aksi bu?
= Ya solidaritas neng, nasib saya juga sama, sama seperti nelayan-nelayan muara
angke. kalau kita ngga berjuang kaya gini pasti aja kita diinjek-injek neng. Jadi
sama aja saya sama temen-temen di muara angke, kita juga di pulau pari juga
soalnya ngerasain kesewenang-wenangan pemerintah. Terus kan reklamasi juga
bikin air di pulau pari jadi keruh, kan jadinya imbas ke kita di pulau pari kan
pariwisata ya mata pencaharian kita jadi ya secara ngga langsung kita juga kena
nelayan juga jadi susah nyari ikannya kalau lautnya keruh mah, ngga ada yang
mau ikan di laut yang keruh.
I: Jadi menurut ibu isu reklamasi juga penting untuk semuanya ya bu?
= ya penting neng, penting banget lah. Apalagi kita sebagai ibu perempuan ya,
udah suami ngga ada penghasilan tapi makan mah kan tetep aja harus ya neng,
pinjem sana sini juga belum tentu dapet ya serba susah lah neng. Mereka mah
mana tau kan, taunya bangun-bangun aja, kita yang kena susah cari uang, susah
makan semuanya.
I: Ibu masih punya keyakinan kalau apa yang ibu dan temen-temen
perjuangkan akan membuahkan hasil?
= Ya harus yakin neng, paling ngga kita berjuang dari dulu kan udah ada sedikit
hasilnya lah, reklamasi kan ngga jadi dilanjutin jadi kita harus yakin pasti bisa ada
hasilnya. Abis kalau bukan kita siapa lagi kan yang mau berjuang, ibaratnya hidup
mati kita tuh ya dipertaruhkan di sini.
I: Selain aksi turun ke jalan seperti ini, ibu pernah mengikuti aktivitas lain
bareng KSTJ bu?
= Suka diajak ketemuan diskusi gitu sama temen-temen lsm, nelayan-nelayan,
dikasih tau informasi-informasi tentang hal-hal yang kita perjuangin, nambah tau
juga yang tadinya kita ngga tau soal apa itu reklamasi, privatisasi pulau buat
tempat wisata jadi tau jadi kita juga bisa paham apa yang kita perjuangin ini ngga
asal ikut-ikut aja
I: Bu selain solidaritas yang tadi ibu bilang, ada hal lain lagi ngga sih bu
yang membuat ibu sampai mau ikut aksi ikut diskusi gitu?
= Apa ya neng, eh kita mah nuntut keadilan aja lah neng buat kita cari nafkah, cari
makan untuk hidup lah intinya mah. Supaya anak bisa sekolah dengan tenang
karena ibu bapaknya bisa punya penghasilan lagi. Padahal mah kita ngga nuntut
macem-macem asal tempat kami mencari nafkah tuh tidak usah diganggu
bilangnya buat pembangunan lah padahal kan pembangunan itu bukan buat kita,
buat siapa coba pasti yang pada punya duit neng.
I: Sampai kapan bu mau ikut aksi bareng sama temen-temen kstj ini?
= Ya sampai tuntutan kita terpenuhi, saya akan tetep ikut neng.
xlix
6. Wawancara dengan Andhika Prakasa (Mahasiswa/Karyawan/Partisipan
KSTJ), melalui surat elektronik/email, pada Sabtu 20 Oktober 2018
I: Sejak kapan tau tentang reklamasi Teluk Jakarta ?
= Saya sih taunya sejak tahun 2015 ya pas lagi rame-ramenya tuh sampe ke 2016.
Mulai pembirataan di sana sini, isunya gencar banget seiring dengan aksi-aksi
yang dilakukan nelayan dan kawan-kawan.
I: Apakah tau tentang Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) ?
= Ya, saya mengetahui KSTJ. Karena kan emang isu reklamasi di jakarta ini
banyak dibantu oleh organisasi-organisasi lain seperti lsm, mahasiswa dan
nelayan terus aktivis juga kan yang kemudian menjadi satu bikin koalisi yang
semuanya saling kerjasama gitu buat gimana caranya tujuan yang menjadi awal
dari gerakan ini bisa terealisasikan.
I: Apakah pernah ikut langsung dalam gerakan penolakan reklamasi Teluk
Jakarta, misal demo ? jika pernah sudah berapa kali ? bisa diceritakan
bagaimana awal mula anda ikut aksi tersebut ?
= Ya, saya pernah mengikuti aksi JTR, untuk berapa kalinya saya lupa, awal mula
saya hanya menyuarakan isu JTR melalui media sosial saja, lalu ketika ada info
terkait aksi di depan kedubes Belanda saya ikut turun aksi langsung karena
rasanya kurang cukup kalau hanya melawan lewat media sosial saja. Kita waktu
itu rame banget pas aksi di depan kedubes Belanda, bawa poster-poster, pamphlet
gitu yang isinya seruan untuk menghentikan reklamasi lah unek-unek masyarakat
nelayan juga pokoknya.
I: Selain dalam bentuk aksi turun ke jalan(demo) kegiatan apa lagi yang
pernah anda lakukan atau datangi perihal penolakan reklamasi Teluk
Jakarta ?
= Kalo selain turun ke jalan sih saya juga pernah ikut diskusi gitu. Di kampus saya
juga pernah ngadain acara diskusi terkait dengan isu JTR(Jakarta Tolak
Reklamasi) ini. Dari sini juga saya jadi gencar buat menyebarkan isu terkait isu
JTR ini di kalangan supporter persija. Kebetulan saya kan supporter persija tapi
bukan JakMania ya beda itu haha, ya bersama-sama dengan kawan-kawan Persija
Fans yang lain buat lebih aware lah sama isu ini karena kan ya gimana ya proyek
ini tuh kan ngawur dari segi legalitasnya segala macem istilahnya mau bikin
Jakarta tambah bermasalah lah. Kita juga suka bawa spanduk-spanduk yang isinya
penolakan kita terhadap reklamasi di Jakarta pas Persija lagi tanding supaya
supporter persija yang lain bisa liat juga lah.
I: Nilai apa yang mendorong anda untuk ikut terlibat menyebarkan ide
penolakan reklamasi Teluk Jakarta ?
= Wah kalo nilai-nilai sih yang banyak lah dan jelas gitu terlihat makanya saya
ikut gerakan JTR ini. Pertama sih karena nilai kemanusiaan ya kalo reklamasi ini
tetap ada dan dilanjutkan bisa dibayangin berapa puluhan ribu nelayan yang akan
l
kehilangan mata pencahariannya buat hidup, berapa jumlah perempuan dan anak
yang akan lebih terbebani karena si bapak nelayannya kan jadi ga bisa melaut. Itu
kan sama aja kaya merampas hak mereka untuk hidup hak mereka sebagai
manusia untuk hidup. selain itu ada nilai keadilan ga Cuma keadilan buat manusia
tapi juga buat lingkungan dan ekosistem yang ada di teluk Jakarta, kalo reklamasi
di Jakarta tetap ada bisa dibayangin kan tuh gimana keadaan laut nantinya, gimana
keadaan Jakarta apalagi kalo pas musim hujan kan, sekarang aja ibaratnya tuh
hujan dikit langsung banjir ya apalagi ini lautnya diuruk mau kemana lagi kan
airnya bermuara yaa yang kena ujung-ujungnya masyarakat pesisir juga yang
tinggal di deket laut juga ada keadilan perihal perizininan terkait proyek ini yang
sangat berantakan karena menabrak beberapa peraturan tertinggi yang ada. Dan
pastinya ada nilai keadilan sosial dan ekonomi yang akan lebih tercorengi kalo
reklamasi tetap dilanjutkan maka dari itu JTR ini penting buat kita semua biar
mereka yang pengen main-main dengan lingkungan kita ga segampang itu
sewenang-wenangnya bahwa kita juga punya suara bahwa kita juga bisa bergerak
ya harus terus digalakan.
I: Selain lewat twitter, media apa lagi yang digunakan dalam menyebarkan
ide penolakan reklamasi Teluk Jakarta ?
= Semua sosial media yang saya punya sih haha kaya Facebook, instagram, path,
line semua deh yang bisa saya sebarin soal JTR ini supaya isunya juga nyampe ke
orang –orang.
I: Mengapa persoalan reklamasi Teluk Jakarta menurut anda penting ?
= Penting sekali karena proyek tersebut menurut saya menentukan wajah Ibukota
Jakarta di masa yang akan datang, bagi saya reklamasi tersebut akan
menimbulkan banyak masalah baru dan menambah parah masalah yang sudah
ada, seperti kemacetan, kepadatan penduduk, kerusakan ekosistem alam di darat
maupun perairan. Jadi kalo dibilang seberapa penting ya penting bangetlah karena
dampaknya pun ga Cuma akan dirasakan oleh masyarakat di pesisir Teluk Jakarta
ya, tapi pasti ke kita juga masyarakat Jakarta bahkan bisa masyarakat di provinsi
lain yang wilayahnya juga ikut terdampak dari reklamasi karena ini akan jadi
seperti efek domino gitu satu masalah yang ada akan menimbulkan masalah lain.
I: Menurut anda permasalahan reklamasi Teluk Jakarta seperti apa yang
perlu diperhatikan ? nilai yang paling dominan/sering disebarkan kepada
followers ?
= Yang terpenting adalah efek dari reklamasi tersebut karena jika kita tahu efek
buruk dari reklamasi tersebut maka kita akan sadar betapa penting kita menolak
proyek tersebut, seperti sekarang kan sudah bisa dilihat baru beberapa pulau yang
dibangun tapi sudah ada dampak-dampak pada sosial ekonomi dan lingkungan di
Teluk Jakarta yang gak kalah penting juga terkait izin proyek yang asal-asalan
perlu kita dorong masyarakat peka terhadap izin proyek tersebut jangan mau lah
kita terus-terusan dibodohi oleh oknum-oknum di pemerintahan atau swasta soal
perizinan gini. Maka dari itu kan KSTJ menggugat ke pengadilan terkait dengan
li
perizinan, dan ga mudah juga prosesnya di pengadilan tapi kita harus tetap
berjuang.
I: Menurut anda seberapa serius permasalahan reklamasi di Teluk Jakarta ?
nilai apa yang menurut anda paling serius yang diangkat dalam gerakan
penolakan reklamasi Teluk Jakarta ? mengapa anda merasa perlu terlibat
dalam gerakan penolakan ini ?
= Wah sangat serius sih, karena banyak banget persoalan yang akan muncul dari
adanya reklamasi ibaratnya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya gitu.
Seperti masalah tentang kemanusiaan, kerusakan alam dan keadilan sosial
ekonomi karena tiga hal tersebut sih yang membuat saya yakin dan benar-benar
terus menyuarakan tolak reklamasi Jakarta ini. Kalo ditanya kenapa saya merasa
perlu untuk terlibat dalam gerakan ini ya karena ada nilai-nilai kaya yang udah
saya sebutin tadi tuh tercoreng lah dengan adanya proyek ini, nilai-nilai yang saya
yakini dan junjung dalam hidup ini dan karena juga saya merasa jadi bagian dari
warga dki Jakarta yang harus aware lah kalo ada yang kurang benar dari kinerja
pemerintah dki Jakarta.
I: Menurut anda apakah isu reklamasi Teluk Jakarta masih relevan saat ini
? Apakah perlu diubah ?
= Untuk saat ini sih isu tersebut masih relevan, dikarenakan belum ada kepastian
yang final terkait isu tersebut, jadi isu ini terus gencar disuarakan walaupun saat
ini fokus kita adalah menjadikan pulau2 reklamasi yang sudah jadi dapat
bermanfaat bagi warga jakarta dan terus mengawasi pulau-pulau yang belum
dibangun jangan sampai ada kelanjutan pembangunan pulau-pulau yang belum
jadi tersebut.
I: Menurut anda dengan adanya KSTJ apakah efektif untuk menyuarakan
dan mengedukasi masyarakat mengenai permasalahan reklamasi Teluk
Jakarta?
= Menurut saya jika dibandingkan dengan aksi bali tolak reklamasi, KSTJ masih
sangat kurang efektif dikarenakan KSTJ kurang inovasi dan kampanye-kampanye
terkait isu jakarta tolak reklamasi tersebut. namun jika terkait legalisasi di
perizinan reklamasi yang digugat, KSTJ sangat efektif karena terus mengawal
proses yang ada di pengadilan sampai kasus-kasus lain di luar perizinan reklamasi
seperti kekerasan yang dialami anak pak Khalil juga dibantu oleh KSTJ. Tapi kita
memang ga bisa melawan hanya lewat jalur hukum aja, jadi memang penting
untuk kita aksi turun ke jalan dan terus menebar informasi-informasi tentang
reklamasi teluk Jakarta yang benar ya sampai nanti reklamasi ini ngga dijalan lagi
dan tujuan kita semua demi Jakarta berhasil.
I: Bagaimana pendapat atau pandangan anda tentang dicabutnya izin
reklamasi 13 pulau di Teluk Jakarta ?
= Ya inilah tuntuntan kita pada saat gubernur kampanye sebelum pemilu DKI,
saya melihat sangat baik langkah yang diambil oleh gubernur jakarta saat ini.
lii
Paling tidak ada harapan bahwa apa yang kita perjuangkan selama ini bisa sedikit
menghasilkan hasil yang baik buat kehidupan nelayan, lingkungan juga semuanya
lah.
I: Bagaimana pendapat anda tentang pemerintahan yang sebelumnya dalam
persoalan reklamasi Teluk Jakarta ?
= Menurut saya pemerintah sebelumnya terlalu ambisius untuk melanjutkan
proyek kuno ini tanpa melakukan riset terbaru atas kondisi alam jakarta saat ini,
sehingga izin-izin atas pulau tersebut yang tidak jelas. Jadi semua aturan-aturan
yang memang harusnya dipenuhi dulu malah main diterabas aja, dan mestinya kan
praktek seperti ini gak boleh dibiarkan terjadi karena nantinya malah akan
menimbulkan masalah yang gak berkesudahan.
7. Wawancara dengan Oman (Divisi Pengorganisasian KNTI (Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia) pada Aksi Jalan Mundur yang dilakukan
KSTJ menuju Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 24 Juni 2019
I: Sejak kapan ikut terlibat dalam KSTJ?
= Pribadi atau KNTI?
I: Pribadi dan KNTI
= Kalo pribadi sih aku masuk KNTI dari 2018 kalo KNTI nya emang dari awal
pembentukan KSTJ, Cuma emang apa ya awalnya tuh diprakarsai lah mulai dari
reklamasi dari mulai kasus reklamasi mencuat awal itu berarti kan 2016-2017 lah
ya, 2016 itu Jokowi memberikan izin Ahok yang nyiapin pulau kasarnya kan gitu
ya, Anies yang ngasih IMB nah dari situ sih mulai pergerakannya si KSTJ ini dari
awal reklamasi ini akhirnya yang turun mungkin kalo sekarang ada di RZWP3K
dan kawan-kawannya.
I: Selain aksi-aksi ada kegiatan lain apalagi?
= Advokasi sih, kaya misalkan kita sekarang lebih menekankan pada RZWP3K
yang saat ini kan lagi ditarik kembali, ya posisinya KSTJ itu memberikan kaya
misalnya mungkin pemetaan partisipatif zona wilayah nelayan menurut versi si
nelayan ini loh, dan terus mengadakan advokasi-advokasi ke pemerintah, yaa
mungkin ke TGUPP nya, mungkin ke DPRDnya atau secara langsung ke
Gubernurnya.
I: Memangnya bagaimana cara kerja KSTJ sendiri secara kan terdiri dari
berbagai organisasi yang ruang lingkupnya berbeda?
= Kalo itu sih ya berdasarkan tujuan dari organisasinya masing-masing, ya
misalkan KNTI kan fokusnya ke nelayan juga ke lingkungan, WALHI kan ke
lingkungannya, KIARA juga ke nelayan dan lingkungannya, kalo LBH gitu
mereka ngurus perihal gugatan ke pengadilan sih. Kalo mahasiswa ya gini, selain
aksi-aksi juga memberikan kajian-kajian terkait persoalan ini. Yang lainnya juga
begitu sih ya tergantung aja. Tapi kita masih tetap dalam satu tujuan yang sama.
liii
I: Sebenernya bukankah TGUPP ada bagian dari KSTJ?
= Engga sih sebenernya, Cuma timnya aja sih. Ngga secara langsung ya di
TGUPP, Cuma timnya aja, pembisik lah ya bahasanya staff ahlinya gubernur
mungkin ada dari tim TGUPP dan ada dari KSTJ.
I: Kalo nilai yang mendorong untuk ikut terlibat dari KNTI dan abang
sendiri apa?
= Untuk terlibat? Ya kondisi nelayan hari ini. Kalo misalkan KNTI kan focus ke
nelayan ya, maksudnya dari kondisi sekarang di teluk Jakarta dengan adanya
reklamasi terus juga pembangunan tanggul laut, NCICD gitu kan itukan
pengaruhnya langsung ke nelayan dan mereka kan ga ada partisipasinya tentang
kajian amdal, tentang kajian lingkungan itu mereka ngga ikut andil. Bahasanya
kaya gitu. Jadi mungkin di situ concernya kita lebih ke nelayan. Kasarannya
ruang tangkap mereka hak-hak mereka itu diambil lah ya bahasanya kaya pulau
reklamasi nih itu kan dulu misalnya mereka gini misalnya nih mereka mau
mancing ruang tangkap mereka di sini, rumah mereka di sini nah di sini ada pulau
reklamasi otomatis kan mereka tambah cost kan, yang biasanya di sini tinggal
motong sekarang mesti muter lagian kan di tempat reklamasi yang sekarang itu
zona tangkap mereka karena itu kan masuk teluk Jakarta secara ga langsung kan
nah itu yang ngga pemerintah liat, menganggap bahwa kondisi teluk Jakarta itu
sudah tidak sehat lah, sudah tidak ada ikannya lah ya pokoknya bagaimana
mereka bikin diksi-diksi yang seolah-olah bahwa teluk Jakarta dan pantainya itu
sudah tidak sehat, concernya sih seperti itu. Akhirnya si kstj ini mendorong itu
bahwa hak-hak nelayan dan di sana itu masih ada ikannya bahwa kerusakan alam
di teluk Jakarta berasal dari proyek itu.
I: Jadi menyeluruh yaa pembelaan terhadap hak-haknya hak lingkungan
sosial, ekonomi?
= Iya, yang akhirnya kan imbasnya ke nelayan secara ekonomi sosial semuanya.
I: Kenapa menganggap reklamasi di Teluk Jakarta ini begitu penting?
= Coba kalo aku Tanya mbaknya reklamasi buat siapa? Hehe itulah kenapa
penting, maksudnya yaa ini akhirnya buat siapa ya okelah menurut peraturan yang
dikasih itu pake Pergub 206 2016 itu 35% milik pengembang lah tapi hari ini
IMBnya keluar, gedung banyak yang ngga punya IMB ngga digusur karena
mereka punya uang, hari ini gedung-gedung di pinggiran jalan di bantaran kali
mereka ngga punya IMB kenapa langsung gusur. Di reklamasi pulau C pulau D,
900 IMB coy ngga diancurin disegel doang karena mereka bayar dan Anies
statemennya adalah karena mereka sesuai prosedur, mereka ngga punya IMB
mereka bayar denda akhirnya itu gedung ditahan dan dikeluarinlah IMB padahal
kan itu motong kompas tuh. Padahal tidak semudah itu hanya dengan membayar
denda. Karena mengeluarkan IMB itu ada 12 step, step pertamanya itu yg
RZWP3K yang sampai hari ini belum disahkan.
I: Itu yang menjadi persoalan KSTJ kali ini?
= Ya untuk focus di reklamasinya si itu.
liv
I: Selain aksi-aksi gini, bagaimana membagikan ide-ide penolakan reklamasi
?
= Workshop sih biasanya kita bikin agenda workshop, mengundang temen-temen
nelayan yang terdampak secara langsung yah kaya misalnya Angke, Pulau Pari,
Pulau Seribu, Kalibaru yang kaya gitu kita ajak untuk workshop bahasanya kita
apa yaa bertukar pikiran lah ya, kondisi di Angke kaya gimana, kondisi di
Kalibaru gimana, kondisi di Cilincing gimana, Cilincing kan depannya pulau N,
Angke depannya pulau G, belum lagi sekarang tuh Angke lagi mau dibuat
pelebaran kali adem kan. Jadi mungkin kita adain workshop lah, dari situ kita
bikin rencana tindak lanjut apa nih yang akan kita lakukan. Kaya gitu sih lebih
seringnya kita workshop workshop.
I: Kalo buat ke masyarakat luasnya sendiri gimana?
O: Nah itu dari situ, kita kan bikin agenda-agenda maksudnya kan kita hadirkan
nelayan di situ bersama nelayan kita melakukan advokasi dari hasil itu, misalnya
rencana tindak lanjut kita apa bikin rencana pemetaan partisipatif, bikin rencana
pemetaan versi nelayan berarti kan bersama nelayan itulah maksudnya
persinggungan si KSTJ ini bersama dengan nelayan dan masyarakatnya langsung.
Kita berpartisipatif bareng, kita tandain nih oh ini fishing ground temen-temen, ini
tempat temen-temen nyari kerang, ini tempat temen-temen nyari ikan nyari
rajungan sebagiannya itu lah. Itu peran-perannya ke masyarakat.
I: Sejauh ini merasa KSTJ membawa pengaruh yang mungkin signifikan
untuk masyarakat?
= Signifikan ngga signifikan sih itu apa yah, ya nilai sendiri lah ya kalau itu.
Cuman yang jelas kita akan terus mendorong lah yaa untuk mendorong
pemerintah bahwa nelayan itu masih ada bahwa masyarakat itu harus hadir
Karena kan menurut UU RZWP3K tentan zonasi laut itu kan diwajibkan untuk
part audiensi terhadap masyarakat. Tapi hari ini ngga, ngga tau masyarakat yang
mana yang diajak, entah tetangganya bu RT kek atau siapa gitu harusnya kan
masyarakat terdampak langsung misalnya nelayan Angke cuman kan sekarang ini
karena nelayan Angke nya eh ini rebek, udah tetanggaku aja yang dateng biar
ngga rebek gitu. Paling sih kaya gitu sih. So far sih kita masih di jalur kita untuk
menolak reklamasi. Core besar kita adalah membongkar pulau reklamasi. Goal
besar kita itu. Bongkar pulau reklamasi kembalikan laut Jakarta.
I: Memang sebenarnya lebih bermanfaat dibongkar atau tidak dibongkar?
= Nah itu yang jadi pertanyaan, kalo ngga dibongkar ya itu buat siapa, untuk
masyarakat? Seperti apa?
I: Sekarang Anies menyebut pulau itu pantai?
= Ah itu gimmick lah, orang kan jadi mikirnya itu pantai. Kaya Ancol gitu buat
rekreasi padahal kan ngga, itu pulau bos ngga bisa. Kan maksudnya aja
dampaknya kan banyak, dampak kajian lingkungannya ada kaya misalkan
flushing air jadi lama, air yang tadinya dari kali kan keruh nih kotor kalo misalkan
lv
ngga ada pulau reklamasi dia langsung nyebar ke Teluk Jakarta misalnya dia
Cuma butuh waktu 1 bulan untuk pembersihan si airnya itu, karena ada reklamsi
dia kan tersendat nih jadi ngumpul gitu si air kotornya ini jadi flushingnya lebih
lama lagi mungkin ada 2 bulan 3 bulan, terus juga jadi sedimentasi lumpur-
lumpurnya itu jadi banyak menyebabkan pendangkalan. Makanya goal besar kita
adalah kita minta dibongkar aja. Memang utopis lah ya bahasanya Cuma kalo
bikin goal besar yaa sebesar-besasrnya dong kita harapannya sebesar-besarnya.
I: Jadi C D G dan N?
= C,D, G dan N. Nah yang N kan masuk KSN(Kawasan Strategik Nasional),
sekarang isunya yang diangkat kan hanya C D G C D G terus, masalah izin C
sama D karena udah ada bangunannya, udah ada kafetarianya, udah buka malah
kan, IMB nya juga lagi panas kan. Kalo G emang belum jadi baru pengerukan,
Cuma kan emang luas banget itu. Pulau N ini kan KSN untuk pelabuhan tanjung
priuk 2 kalo salah tolong diklarifikasi yah jadi ngga terlalu terblowup kaya di sini
karena itu ya KSN, kalo KSN kan ngga bisa gimana-gimana lagi jadi si RZWP3K
itu petanya petanya KSN ditempelin sama peta RZWP3K nah sisanya itu pemda
yang ngurus, pemprov lah ya sorry sorry. Pemprov yang ngurus, nah akhirnya di
situlah ramenya si ini mintanya gini, sebenernya sih ngga bisa juga nelayan kaya
gitu karena ikan kan pindah-pindah ya kan masa iya ikan misalnya jarak kita
berapa mil gitu ngga bisa kan, ikan kan jalan terus, ngga bisa sebenernya di peta-
petain.
I: Jadi kesannya itu meniadakan nelayan yah?
= Secara tidak langsung dengan yaa dengan adanya program-program. Kaya
misalnyakan isunya adalah bahasanya itu apa ya hmm memperindah muka teluk
Jakarta kan kalo di kampung nelayan, pernah kan ke kampung nelayan?
Kondisinya seperti itu kan, kaya misalnya ada kapal dateng, wah kok teluk Jakarta
begini, kumuh gitu loh itu bahasanya mereka itu akan memperindah muka Jakarta
lah yah kaya gitu. Tapikan kondisinya hari ini masih berapa jumlah nelayan di
teluk Jakarta, sepanjang teluk Jakarta dari Marunda sana sampe Dadap itu masih
ada nelayan.
I: Kalo dengan goalsnya KSTJ yang sekarang, optimis akan didengar?
= Mungkin agak sulit ya karena kondisinya udah kaya gini kan jadi rada sulit,
mungkin cuman pun tidak bisa dibongkar mungkin akan lebih menekankan di
pemanfaatan daerah pemanfaatan. Pemanfaatan untuk masyarakat seluas-luasnya
di luar 35% punya pengembang lah ya, Cuma kan akhirnya kita belum tau buat
apa, apakah perkampungan nelayannya yang akan dikesanain atau ada tapi di sana
gitu kan kita belum tau pemanfaatan seperti apa bertanya lagi kan ah ini
pemanfaatan yang seperti apa sih yak an , kondisinya kaya reklamasi yang udah-
udah lah ya PIK misalnya, PIK buat apa? Buat perumahan.
I: Sebelumnya kalo di era Ahok gimana?
= Sebenernya sih gini ya, nih aku rada kasar ya ngomongnya kalo Ahok tuh
mainnya straight langsung gusur gusur kan sama aja, kalo Anies kan dengan
lvi
gimmick lah ya gimmick yang alus “oke entar kita tidak akan melakukan
penggusuran cuman ada penertiban” ya sama aja. Kalo misalnya Ahok
statementnya sekarang kan dia bilangnya gini kalo misalkan pak Anies pake
pergub 206 2016 Ahok bilang detik itu saya keluarin IMB bisa kenapa saya ngga
karena saya masih liat apa izin lingkungan, RZWP3K belum ada kan gitu
akhirnya berpikirnya kaya gitu emang itu pergubnya Ahok yang ngeluarin 2016
kan, 2017 kan 13 pulau dicancel karena 4 pulau yang udah C,D,G dan N yaudah
ini yang kadung terlanjur ya ini akhirnya yang sekarang dibahas sama temen-
temen lah ya. Ya itu jadi cuman beda cara aja kan maksudnya kalo Ahok kan
cenderung kasar lah ya ibaratnya gusur gusur lah ya , lu ga punya IMB lu ganggu
sekiranya tata ruang RTRW lu gusur-gusur, oke entar gua pindahin ke mana.
Anies kan engga wah entar kita bikin pengembangan pelabuhan, nelayannya
geser.
I: Awal pemilu pas ada janji politik dari Anies itu optimis dari KSTJ?
= Nah itu kita udah bilang kan, awal ngga ada reaksi apa-apa karena kita kan wah
gubernur baru nih, harapan baru kan karena di 2017 siapa sih yang ngga seneng
bahwa reklamasi dihentikan dari 17 pulau 13 pulau izinnya dicabut dan tidak ada
proyek itu berlanjut. Jadi yaudah kita kirain udah selesai kan ya, jadi kita tinggal
urus gimana 4 pulau ini lah ya, eh si 3 pulau ini lah ya pulau N kita
kesampingkan, nah fokusnya di 3 pulau ini aja optimisnya ya saat itu aja
maksudnya di awal tuh kita yang wah bener orang nih, 2017 bulan oktober tuh
yah cabut semua izin reklamasi oke kita pikir aman aman lah ya oke kita jalan
jalan jalan eh tau-tau ada beginian.
I: Sebenernya sudah terprediksi ngga sih Anies bakal ngeluarin IMB atau
kaget juga nih?
= Itukan ada statemen dia yang bilang, dia tuh bilang ini kan ngga diam-diam dia
bilang ini sudah sesuai prosedur. Lah sekarang temen-temen tau ngga di sini
semua tau-tau bisa ngeluarin IMB? Ngga ada kan. Itu kan bahasanya ya diem-
diem juga sih sebenernya, orang ngga ada yang tau. Kok secepat ini, itu satu tahun
loh satu tahun penyegelan 2018 itu penyegelan ini 2019 keluar IMB pas banget
satu tahun, tanggalnya Cuma beda beberapa hari lah. Seolah-olah dia kaya
ngelempar-ngelempar gitu lah, kan kalo kita tau Anies retoris banget lah ya
maksudnya dia pinter mainin kata entar kita disampingin isu apa tau-tau yang di
sini yang dihajar kan kaya gitu. Statemen-statemennya dia yang bilang mau cabut
pergub 206 2016 sampe sekarang belom malah dijadiin dasar sama dia buat
ngasih IMB itu. Kita harus hati-hati lah ya, Anies kan dosen politik jadi dia
ngajarin orang berpolitik. Kaya gitu sih.
I: Merasa ditipu ngga sih?
= Ya pasti lah ya, kecewa sih masalahnya ditipu sih ngga Cuma kita kecewa aja
dengan statemennya dia. Ya mungkin seperti isu yang hari ini kita angkat,
kemunduran kebijakan yang diberikan ketika kebijakannya sudah bagus tau-tau
balik lagi. Kaya aksi kita hari ini akhirnya kan gitu.
lvii
I: Saya sempat wawancara salah satu nelayan, beliau bilang pulau-pulau itu
dari yang tidak ada harus kembali tidak ada. Tapi mereka harus turun ke
jalan lagi untuk memperjuangkan itu?
= Nah itu, masalahnya siapa sih yang mau bongkar tiga ratusan bangunan ya kan.
Rukannya aja berapa ratus.
I: Tapi dari pihak DPRD sendiri mendukung keputusan Anies?
= Nah itu kalo misalnya posisi DPRD hari ini kita ngga tau ya, karena hari ini, ini
perubahan ya pola baru ganti orang kan ya siapa yang naik siapa yang ngga naik,
pertaruhannya di sini. DPRD yang sekarang itu mau melemparkan bola panas ke
yang selanjutnya kah berarti itu dengan asumsi RZWP3K itu akan mundur kalo
misalkan engga dia harus diketok sebelum bulan oktober sebelum ngasih pr ke
yang selanjutnya berarti bahasa kasarnya kan yang di dalem kalo misalnya ngga
lanjut kan berarti kerja bakti besok kan udah ngga naik lagi kan. Terserah sih bola
panas RZWP3K ini mau disah-in kah sama DPRD yang sekarang atau dilempar
ke depan, nah syukur-syukur dilempar ke depan kita masih bisa spare waktu untuk
mendorong ya lah maksudnya kita punya bargaining power di sana buat ngasih
bahwa zona-zona tangkap nelayan bener-bener real buatan nelayan secara
partisipatif itu bisa diberikan. Semoganya kaya gitu. Kalo misalkan selesai
diketok palu ya kita urusannya ke MK, gugat itu sih paling.
I: Rencana kegiatan selanjutnya ada ngga bang?
= Hmm rencana kegiatan kita mau workshop tentang pemetaan partisipatif,
tanggal 3 kalo ngga salah. Itu temen-temen KSTJ dateng semua biasanya.
8. Wawancara dengan Pak Buyung (Nelayan/Masyarakat Pulau
Pari/Partisipan KSTJ) pada saat Aksi Jalan Mundur yang dilakukan KSTJ
menuju Balai Kota DKI Jakarta, 24 Juni 2019
I: Bapak asalnya dari mana pak?
= Saya dari Pulau Pari
I: Bapak tau dari mana soal aksi ini pak dan kenapa mau ikutan aksi kaya
gini jauh-jauh dateng dari Pulau Pari?
= Tau dari kawan-kawan di muara angke dan kawan-kawan di lsm mba kita kan
tetap menjalin hubungan soalnya emang persoalannya kan belum beres nih kalau
ditanya kenapa mau ikut ya Solidaritas. Teluk Jakarta masih jadi bagian dari kita-
kita orang, dari kita-kita nelayan. Kalau bukan kita yang ngelawan siapa lagi kan
mbak. Yang ngerasain dampaknya kita ya yang mau berjuang gini kita dengan
kawan-kawan mahasiswa lsm yang peduli lah atas nasib kita.
I: Memangnya di pulau pari ada reklamasi juga pak?
= Reklamasi sih tidak, tapi besar kemungkinan dampak air keruh dan air kotor
penyebaran hiruk pikuknya itu bakalan nyampe ke air Pulau Pari.
I: Sudah ada dampaknya pak?
= Iya sudah.
lviii
I: Jadi bapak merasa reklamasi ini isu yang penting karena ke semuanya
juga?
= Iya karena adanya reklamasi ini akan mematikan akses nelayan-nelayan yang
ada di kepulauan seribu.
I: Memang apa yang bapak perjuangkan dalam ikut aksi ini?
= Ya jelas mba dengan adanya reklamasi ini dampaknya akan menyulitkan kita
nelayan. Semua dari segi nelayan itu akan merasa kesulitan, ikan semakin ga ada
di laut tersebut dan hasil tangkap mereka berkurang dan jarak tempuh tangkap
nelayan pun semakin jauh dengan adanya reklamasi tersebut.
I: Memang menurut bapak dampak reklamasi ini seburuk itu pak?
= Adanya reklamasi itu, besar kemungkinan bakal menjadi dampak salah satu
pariwisata yang secara jelas-jelas kita sudah tau kepulauan seribu ini dibentuk
dengan pariwisata, dengan adanya reklamasi besar kemungkinan akan
memperkeruh air yang ada di pulau-pulau kami. Kalau sudah keruh begitu siapa
yang akan mati mata pencahariannya mba, ya kami karena kan daya tariknya udah
ngga ada lagi kalau air jadi keruh.
I: Jadi secara tidak langsung reklamasi ini akan mengganggu sektor
pariwisata di tempat bapak?
= Iya, perusakan karang, ekosistem laut itu semua hancur. Rumah-rumah ikanpun
tidak ada.
I: Udah pernah ketemu gubernur yang sekarang pak?
= Saya udah tiga kali ketemu sama pak Anies.
I: Ada dijanjikan apa pak?
= Janji-janji beliau itu “akan saya pelajari. Akan saya pelajari. Akan saya pelajari”
padahal mba di pulau kami tuh ngga hanya merasakan dampak reklamasi saja, tapi
sedang terjadi permasalahan yang jelas-jelas nyata, permapasan lahan,
perampasan tanah, berimbas dengan terjadi kriminalisasi terhadap nelayan.
I: Kriminalisasi seperti apa pak?
= Karena kami di pulau pari membuka pariwisata secara berswadaya masyarakat
dari tahun 2010 warga pulau pari membuka pariwisata secara swadaya
masyarakat. Di tahun 2014 2015 terbit sertifikat-sertifikat yang diterbitkan oleh
ATR/BPN buat perusahaan tersebut. Di tahun 2015 wisata yang secara swadaya
dibangun oleh masyarakat pulau pari itu sudah maju. Di 2017 terjadinya
kriminalisasi terhadap pengurus pantai swadaya masyarakat tersebut.
I: Bentuknya seperti apa tuh pak?
= Bentuknya dengan tuduhan pungli pungutan liar, kami jelas-jelas nyata kami
membangun ekosistem pariwisata secara swadaya masyarakat atas izin lurah atas
lix
izin bupati. Apa yang dilakukan masyarakat nelayan pulau pari itu apa berbentuk
salah apa tidak gitu. Karena yang mereka lakukan adalah pungutan retribusi
masuk pantai dengan fasilitas yang disajikan oleh pengurus pantai pasir perawan
tersebut. Kami membangun fasilitas yang ada dengan swadaya, tidak ada bantuan
dari pemerintah. Hasil yang didapat kita sajikan lagi untuk wisatawan untuk
pembangunan fasilitas saung-saung, tempat mereka santai, fasilitas-fasilitas yang
ada di pantai itu dibuat wisatawan yang berkunjung. Kita udah coba mengajukan
apa itu yang disebut izin pariwisata terhadap pemerintah tapi pemerintah
mempersulit nelayan-nelayan yang ada malah terbit sertifikat dari perusahan itu.
I: Jadi bisa dikatakan perusahaan itu punya izin dan bapak ngga punya
izin?
= Kalo dibilang ngga ada izinnya karena tanah tersebut sudah lima generasi mbak
di pulau pari itu, bahkan lebih dari 30 tahun atau 50 tahun masyarakat nelayan
pulau pari tinggal di sana.
I: Apa yang ingin bapak suarakan sebagai warga terdampak?
= Kekhawatiran di kami jelas nyata, masalah RZWP3K yang jelas-jelas belum
diterbitkan dan belum diketuk palu, pak gubernur telah berani mengeluarkan IMB
di reklamasi. Kami sebagai nelayan pulau pari nelayan pulau seribu kami takut
dampak IMB reklamasi akan berlanjut ke pulau kami. Makanya kami sebagai
nelayan mendukung perjuangan-perjuangan nelayan yang ada di teluk Jakarta
tersebut. Ini bentuk solidaritas kami. Lagipula mbak di RZWP3K itu, pulau kami
itu tidak ada pemukiman, jelas nyata kami telah tinggal 50 tahun lebih tapi di
RZWP3K kami tidak diakui oleh pemerintah tidak ada masyarakat tidak ada
pemukiman masyarakat. Itu yang kami tuntut.
I: Bapak yakin pemerintah akan memenuhi tuntutan itu?
= Selama kami yakin bahwa kami benar, kami yakin pasti ada jalannya mba
selama kami mau berjuang dengan sepenuh hati pasti kami bisa membuat
pemerintah memenuhi tuntutan kami.
lx
SURAT-SURAT TERBUKA
Siaran Pers Bersama Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta: (KNTI, KIARA, LBH JAKARTA, WALHI JAKARTA, PBHI JAKARTA, Solidaritas Perempuan, IHCS)
Hentikan Proyek Reklamasi Jakarta:
Merampas Laut Menggusur Rakyat
Jakarta, 2 Desember 2015. Seluruh Rakyat Muara Angke mulai dari laki-laki, perempuan, nelayan tradisional, pedagang ikan, tokoh masyarakat dan pemuda menyatakan deklarasi menolak proyek reklamasi Jakarta. Pernyataan penolakan ini merupakan sinyal besar bahwa reklamasi di Teluk Jakarta bukan hanya tidak dibutuhkan oleh nelayan dan masyarakat pesisir Teluk Jakarta, tetapi juga memiliki potensi dampak yang buruk terhadap kehidupan masyarakat. Mereka semua hanya akan menjadi penonton pembangunan tersebut dan kemudian terpinggirkan dari pembangunan yang tidak berkelanjutan dan patriarkis. Terutama bagi perempuan nelayan dan perempuan pesisir yang meskipun berperan sangat signifikan namun tidak diakui oleh Negara. Gugatan yang diajukan oleh Nelayan dan masyarakat pesisir terhadap izin pelaksanaan Pulau G telah memasuki proses penting yang terkait penyampaian fakta-fakta kepada majelis hakim. Seluruh proyek reklamasi termasuk Pulau G telah disadari akan berdampak buruk kepada masyarakat dengan ancaman bencana di Teluk Jakarta. Namun Basuki Tjahaya alias Ahok selaku Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak bergeming dan justru mempercepat izin reklamasi tanpa diketahui ada izin lingkungan yang wajib untuk setiap kegiatan yang akan berdampak kepada masyarakat dan lingkungan hidup. Alhasil masyarakat yang kemudian dikorbankan. Ditengah Konferensi Para Pihak dari Konferensi Perubahan Iklim, reklamasi merupakan proyek yang akan tetap mempercepat kerusakan lingkungan dan menambah beban perubahan iklim. Untuk itu Presiden Jokowi berkepentingan melakukan moratorium dan audit lingkungan hidup terhadap program reklamasi yang tersebar di lebih dari 10 kota pesisir di Indonesia. Upaya ini sebagai konsistensi sikap strategi diplomasi Indonesia di KTT perubahan iklim yang sedang berjalan. Karena tidak mungkin ada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di perairan pesisir dan pulau-pulau kecil dapat berhasil jika pemerintah tutup mata dengan penghancuran ekosistem pesisir seperti yang tengah terjadi dengan reklamasi Jakarta. Deklarasi ini sebagai upaya dari nelayan tradisional dan masyarakat pesisir Teluk Jakarta untuk memberikan tekanan bahwa proyek reklamasi Pulau G serta pulau-pulau lainnya harus dihentikan selamanya tidak hanya ditunda sementara. Klaim bahwa 80% masyarakat menerima adalah kebohongan yang nyata berdasarkan deklarasi 1000 masyarakat muara angke menolak reklamasi Jakarta. Proyek reklamasi tersebut hanya akan berujung kepada penurunan derajat kualitas hidup nelayan dan masyarakat pesisir.
Deklarasi Rakyat Muara Angke Menolak Reklamasi Teluk Jakarta
Kami Rakyat Muara Angke dan Warga Jakarta yang terdiri dari laki-laki,
perempuan, nelayan tradisional, perempuan nelayan, pedagang ikan, tokoh
lxi
masyarakat dan pemuda-pemudi menyatakan menolak proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Proyek Reklamasi yang ditetapkan oleh Rezim Orde Baru tidak didasarkan oleh kebutuhan masyarakat pesisir Teluk Jakarta tetapi hanya menjadi kepentingan
properti pengeruk kekayaan alam. Rakyat pesisir Teluk Jakarta akan terus dikorbankan oleh proyek reklamasi
sebagai “pembangunan yang tidak lestari dan tidak berkelanjutan. Proyek reklamasi hanya menguntungkan ekonomi bagi pengusaha properti dan
penguasa yang zalim. Reklamasi merugikan rakyat secara sosial dan mengancam pelestarian dan
perlindungan lingkungan hidup. Untuk itu kami dari warga muara angke menyatakan menolak seluruh proyek
reklamasi yang sedang berlangsung di Teluk Jakarta. Kami juga mendesak baik kepada pemerintah pusat dan Pemerintah DKI Jakarta
untuknmenghentikan pembangunan proyek dan mengembalikan fungsi lingkungan hidup dengan tujuan kesejahteraan nelayan.
Jakarta-Muara Angke, 2 Desember 2015 Yang menyatakan:
Tokoh Masyarakat: 1. Khafidin, H. Yusron, H. Yusuf, H. Suhari, H. Margono, H. Afandi,
2. Rokhman, H. Susilo, Sukeri Ompong (Ketua RT/RW 011/11), Ustad Tohir Ali Sadikin,
Organisasi Masyarakat Sipil: DPP KNTI, KNTI Jakarta, LBH Jakarta, KIARA, WALHI Jakarta, Solidaritas
Perempuan, ICEL, IHCS.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: M. Taher, Ketua KNTI Jakarta, 08131481482 Handika Febrian, LBH Jakarta, di 085691733221 Martin Hadiwinata, Tim Hukum KNTI, di 081286030453
lxii
lxiii
lxiv
SIARAN PERS BERSAMA Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Harus Terbuka Atas Perlawanan Reklamasi Jakarta, 2 Agustus 2019. Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta tidak menduga dan menyayangkan adanya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomer 24/G/2019/PTUN-JKT yang mengalahkan Pemprov DKI dan memenangkan perusahaan pengembang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus terbuka atas perlawanan balik dari perusahaan pengembang pemegang izin proyek reklamasi. Karena di saat bersamaan, terdapat perlawanan balik perusahaan reklamasi untuk menghidupkan kembali izin reklamasi yang dicabut tersebut. Putusan PTUN Jakarta yang memenangkan PT Harapan Indah atas izin reklamasi Pulau H hanya akan menambah beban persoalan di pesisir Teluk Jakarta. Putusan tersebut mengecewakan karena tidak memperdebatkan substansi kerusakan perairan yang akan terjadi akibat dilakukannya reklamasi. Selain itu potensi bencana likuifaksi telah terang menunjukkan alasan seharusnya reklamasi tidak dilanjutkan kembali. Ditambah lagi, peruntukan pulau tersebut nyata-nyata untuk kepentingan kelompok ekonomi atas. Nelayan dan masyarakat pesisir hanya akan menjadi adalah kelompok terpinggirkan dan paling rentan tergusur permukimannya dan kehilangan mata pencaharian akibat laut yang rusak dikeruk dan ditimbun. Munculnya putusan ini secara tiba-tiba, menunjukkan kesan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutupi agenda proyek di pesisir yang sedang direncanakan di pesisir Teluk Jakarta. Beberapa bulan lalu, telah dibangun penahan gelombang (Break Water) di pesisir Muara Angke. Kemudian, diikuti dengan pembangunan yang dermaga yang masih berlangsung sampai hari ini. Berdasarkan temuan di lapangan, masyarakat sekitar lokasi pembangunan tidak pernah ditanyakan persetujuannya dalam proses perencanaan maupun konsultasi publik yang merugikan nelayan dan masyarakat pesisir. Putusan ini menjadi legitimasi perusahaan untuk melawan balik, karena pasca menangnya gugatan atas Pulau H, PT Agung Dinamika Perkasa juga telah mendaftarkan gugatannya ke PTUN DKI Jakarta pada 26 Juli 2019. Polemik Reklamasi bukanlah hal baru pada era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan,
lxv
koalisi telah memberikan respon dan kritik sejak era kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang berhenti akibat skandal korupsi. Sebagai informasi, Pada 9 juli 2019, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang terdiri dari Edi Septa Surhaza, S.H.,M.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, dan Adhi Budhi Sulistyo, S.H.,M.H., dan Susilowati Siahaan, S.H.,M.H., sebagai Hakim Anggota telah membacakan putusan yang membatalkan pencabutan izin Reklamasi Pulau H. Majelis Hakim mewajibkan Gubernur Anies untuk menghidupkan lagi SK Gubernur DKI Nomor 2637 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau H bagi PT Taman Harapan Indah. Dampak dari menangnya gugatan atas Pulau H tentunya akan menjadi landasan bagi perusahaan-perusahaan yang lain untuk menggugat pulau yang lain dari ke dua belas pulau yang direncanakan dibangun di Teluk Jakarta. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Iwan Carmidi, +6281286923840 Marthin Hadiwinata, +6281286030453 Ayu, +6282111340222 Ohiongyi Marino, +6285777070735
Tabel Gugatan Balik Perusahaan Reklamasi
Objek Gugatan
Penggugat Tanggal Daftar
Tahapan
Reklamasi Pulau F
PT Agung Dinamika Perkasa
Jumat, 26 Juli 2019
Pemeriksaan Persiapan
Reklamasi Pulau I
PT Jaladri Kartika Pakci
Senin, 27 Mei 2019
Replik (tanggapan atas jawaban Tergugat) dari Penggugat
Reklamasi Pulau M
PT Manggala Krida Yudha
Rabu, 27 Februari 2019
Pembuktian Para Pihak
Reklamasi Pulau H
PT Taman Harapan Indah
Senin, 18 Februari 2019
Putusan/naik Banding
Sumber: SIPP PTUN Jakarta