Kmunikasi Massa

download Kmunikasi Massa

of 28

description

bahan kuliah

Transcript of Kmunikasi Massa

TEORI-TEORI KOMUNIKASI MASSA TERHADAP KEBUDAYAAN TEORI-TEORI KOMUNIKASI MASSA TERHADAP KEBUDAYAANTeori Agenda SettingDari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan berkembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa terhadap isu-isu yang berbeda.Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan yang ditujukan pada penelitian komunikasi massa yang menganggap media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap atau atau pendapat. Studi empiris terhadap komunikasi massa telah mengkonfirmasikan bahwa efek yang cenderung terjadi adalah dalam hal informasi. Teori Agenda Setting menawarkan suatu cara untuk menghubungkan temuan ini dengan kemungkinan terjadinya efek terhadap pendapat, karena pada dasarnya yang ditawarkan adalah suatu fungsi pelajar dari media massa. Orang belajar mengenai isu apa-apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.Teori utama Agenda Setting adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topic dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topic tersebut. Misalnya, dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa menetapkan agenda kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa.Asumsi agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relative mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah diantara berbagai topic yang dimuat media massa, topic yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan menjadi sebaliknya bagi topic yang kurang mendapat perhatian media. Perkiraan ini dapat diuji dengan membandingkan hasil dari analisis isi media secara kuantitatif dengan perubahan dalam pendapat umum yang diukur melalui survey pada dua (atau lebih) waktu yang berbeda.Teori Dependensi Mengenai Efek Komunikasi MassaTeori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L DeFleur (1976) memfokuskan perhatiannya pada kondisi structural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan structur social yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), dimana media massa dapat dianggap sebagai system informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas social. Teori mereka secara ringkas digambarkan dalam model berikut :SYSTEM SOSIAL SISTEM MEDIA(tingkat stabilitas struktural yang bervariasi) (jumlah dan sentralitas fungsi informasi yang bervariasi)Pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang, dan orientasi kepada, apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan akan dipengaruhi oleh sejumlah kondisi structural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut. Dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian teori ini menjelaskan saling hubungan antara tiga perangkat variable utama dan menentukan jenis, efek tertentu sebagai hasil interaksi antara ketiga variable tersebut. Pembahasan lebih lanjut mengenai teori ini ditujukan pada jenis-jenis efek yang dapat dipelajari melalui teori ini. Secara ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :a) KognitifMenciptakan atau menghilangkan ambiguitasPembentukan sikapAgenda-SettingPerluasan system keyakinan masyarakatPenegasan/penjelasan nilai-nilaib) AfektifMenciptakan ketakutan atau kecemasanMeningkatkan atau menurunkan dukungan moralc) BehavioralMengaktifkan/menggerakkan atau meredakanPembentukan issue tertentu atau penyelesaiannyaMenjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu aktivitasMenyebabkan perilaku dermawan (menyumbangkan uang)Lebih lanjut Ball-Rokeach dan DeFleur mengemukakan bahwa ketiga komponen yaitu audience, system media dan system social Baling berhubungan satu dengan yang lainnya, meskipun sifat hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Setiap komponen dapat pula memiliki cara yang beragam yang secara langsung berkaitan dengan perbedaan efek yang terjadi, seperti misalnya :System social akan berbeda-beda (bervariasi) sesuai dengan tingkat stabilitasnya. Ada kalanya system social yang stabil akan mengalami masa-masa krisis. System social yang telah mapan dapat mengalami tantangan legitimasi dan ketahanannya secara mendasar. Dalam kondisi semacam ini akan muncul kecenderungan untuk mendefinisikan hal-hal baru, penyesuaian sikap, menegaskan kembali nilai-nilai yang berlaku atau mempromosikan nilai-nilai baru, yang semuanya menstimulasi proses pertukaran informasi.Audience akan memiliki hubungan yang beragam dengan system social dan perubahan-perubahan yang terjadi. Sejumlah kelompok mungkin mampu bertahan sementara lainnya akan lenyap. Demikian pula dengan keragaman ketergantungan pada media massa sebagai sumber informasi dan panduan. Pada umumnya kelompok elite dalam masyarakat akan memiliki lebih banyak kendali terhadap media, lebih banyak akses kedalamnya, dan tidak terlalu tergantung pada media jika dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan. Sementara kelompok elite cenderung untuk lebih memiliki akses kepada sumber informasi lain yang lebih cakap dan kompeten, non-elite terpaksa tergantung pada media massa atau sumber informasi perorangan yang yang biasanya kurang memadai.Media massa beragam dalam hal kuantitas, persebaran, reliabilitas, dan otoritas. Untuk kondisi tertentu atau dalam masyarakat tertentu media massa akan lebih berperan dalam memberikan informasi social politik dibandingkan dalam kondisi atau masyarakat lainnya. Selanjutnya, terdapat pula keragaman fungsi dari media massa untuk memenuhi berbagai kepentingan, selera, kebutuhan, dan sebagainya.Spiral of SilenceTeori spiral of silence atau spiral kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth Noelle-Neuman, sosiolog jerman, pada tahun 1974, teori ini menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat.Teori ini mendasarkan asumsinya pada pemikiran social-psikologis tahun 30-an yang menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan/diharapkan oleh orang lain, atau atas apa yang orang rasakan/anggap sebagai pendapat dari orang lain. Berangkat dari asumsi tersebut, spiral of silence selanjutnya menjelaskan bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Oleh karenanya orang akan mengamati lingkungannya untuk mempelajri pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dari mana, yang tidak dominan atau populer. Jika orang merasakan bahwa pandangannya termasuk diantara yang tidak dominan atau tidak popular, maka cenderung ia kurang berani mengekspresikannya, karena adanya ketakutan akan isolasi tersebut.Jumlah orang yang tidak secara terbuka mengekspresikan pendapat yang berbeda dan perubahan dari pendapat yang berbeda kepada pendapat yang dominan.Sebaliknya, pendapat yang dominan akan menjadi semakin luas dan kuat. Semakin banyak orang merasakan kecenderungan ini dan menyesuaikan pendapatnya, maka satu kelompok pendapat akan menjadi dominan, sementara lainnya akan menyusut. Jadi kecenderungan seseorang untuk menyatakan pendapat dan orang lainnya menjadi diam akan mengawali suatu proses spiral yang meningkatkan kemapanan satu pendapat sebagai pendapat umum atau pendapat yang dominan. Tentunya persepsi individu bahkan satu-satunya kekuatan yang bekerja dalam proses ini, dan media massa merupakan salah satu kekuatan lainnya.Apa yang menjadi pandangan yang dominan pada suatu waktu tertentu seringkali ditentukan oleh media. Kekuatan lain yang bekerja dalam proses ini adalah tingkat dukungan orang-orang dalam lingkungan seseorang. Ketika orang tinngal diam, orang-orang disekelilingnya akan melakukan hal yang sama, dengan demikian definisi media massa atas suatu pandangan dan kurangnya dukungan yang diungkapkan atas pandangan seseorang dalam komunikasi antarpribadi, akan semakin menguat dan menghasilkan spiral kebisuan tersebut.Information GapsPhillip Tichenor (1970) yang mengawali pemikiran tentang knowledge gaps menjelaskan bahwa ketika arus informasi dalam suatu system social meningkat, maka mereka yang berpendidikan yaitu mereka yang memiliki status social ekonomi yang lebih baik, akan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih baik dalam menyerap informasi dibandingkan dengan mereka yang kurang berpendidikan dengan status yang lebih rendah. Jadi meningkatnya informasi akan menghasilkan melebarnya jurang/celah pengetahuan daripada mempersempitnya. Sementara itu Everett M. Rogers (1976) memperkuat asumsi tersebut dengan mengatakan bahwa informasi bukan hanya menghasilkan melebarnya knowledge gaps, tetapi juga gaps yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Ia juga mengemukakan bahwa komunikasi massa bukan satu-satunya penyebab terjadinya gaps tersebut, karena komunikasi langsung antarindividu dapat memiliki efek yang serupa. Suatu konsep lain yang dikemukakan oleh sekelompok peneliti dari Swedia, menjelaskan tentang karakteristik dan sumber-sumber yang memungkinkan seseorang untuk memberi dan menerima informasi, dan yang membantu proses komunikasi bagi dirinya. Konsep yang disebut potensi komunikasi tersebut dipandang sebagai alat untuk mencapai/mendapatkan nilai-nilai tertentu dalam hidupnya. Ukuran dan bentuk potensi komunikasi tergantung pada tiga karakteristik utama, yaitu :a) Karakteristik pribadi. Orang memiliki sekaligus kemapuan almiah seperti melihat atau berbicara, dan kemapuan yang diperoleh melalui pembelajaran seperti berbicara dalam beberapa bahasa yang berbeda. Disamping itu ia memilki potensi komunikasi, pengetahuan sikap, dan kepribadian tertentu.b) Karakteristik seseorang tergantung pada posisi sosialnya, posisi ini ditentukan oleh variabel-variabel seperti penghasilan, pendidikan, umur, dan jenis kelamin.c) Karakteristik dari struktur social dimana seseorang berada. Salah satu factor penting adalah berfungsinya primary group (misalnya keluarga, kelompok kerja), dan secondary group (misalnya organisai, sekolah, klub) dalam hal komunikasi. Dalam konteks ini adalah relevan untuk menganggap masyarakat sebagai system komunikasi.Potensi tersebut dapat membawa pada pencapaian nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu. Sebagai contoh, pembentukan identitas diri dan tumbuhnya solidaritas dapat mempengaruhi masyarakat secara keseluruhan. Jika kita tempatkan konsep diatas dalam konteks media massa, maka kita harus menganggap ketiga ketiga karakteristik tersebut sebagai independent variable dan tingkat pencapaian nilai dan tujuan sebagai variable dependen (efek/konsekuensi).Pemikiran tentang adanya information gaps atau knowledge gaps dalam masyarakat ternyata belum cukup menjelaskan fenomena yang terjadi. Sebenarnya tidak hanya terdapat satu information gaps, tetapi banyak dan tidak sama antara satu dengan lainnya. Misalnya, ada gaps dalam informasi politik dan informasi meningkatnya biaya hidup, dan biasanya gap dalam informasi tentang situasi politik dunia lebih besar disbanding dengan gaps yang terjadi dalam informasi tentang kenaikan biaya hidup. Beberapa anggapan menyatakan bahwa gaps cenderung meningkat seiring dengan waktu. Dalam beberapa kasus tertentu hal ini dapat terjadi, namun Thunberg (1976) mengemukakan bahwa situasi sebaliknya dapat pula terjadi, yaitu ketika ketika gaps yang pada awalnya melebar akhirnya dapat menutup ketika kelompok yang status social ekonominya lebih rendah dapat menyusulnya. Dalam hal ini yang terjadi hanyalah persoalan waktu saja. Pada awalnya ketika kelompok yang diuntungkan karena memiliki akses dan exposure pada komunikasi yang lebih baik (memiliki potensi komunikasi yang tinggi) dengan cepat mampu menyerap informasi tentang topic tertentu yang beredar dalam masyarakat. Meskipun demikian pada akhirnya kelompok yang memiliki potensi komunikasi komunikasi rendah akan dapat menyusul penyerapan informasi tersebut sehingga gaps akan menutup.Model semacam itu disebut memiliki ceiling effect artinya ada plafon atau batas tertentu dalam penyerapan informasi. Ceiling effect terjadi jika potensi informasi mengenai suatu topic tertentu terbatas. Mereka yang memiliki kapasitas yang besar dalam menyerap informasi, setelah sekian waktu tidak akan menemukan lagi informasi yang tersisa mengenai suatu topic tertentu. Hal ini menyebabkan kelompok dengan potensi komunikasi yang rendah akan mampu menyusulnya. Efek ini juga dapat terjadi jika kelompok yang potensial tidak lagi memiliki motivasi untuk mencari lebih banyak informasi, sementara kelompok yang kurang potensial masih termotivasi, sehingga dalam waktu tertentu mereka juga akan menjadi well informed.Meskipun demikian Donahue (1975) menegaskan bahwa tidak semua gaps dapat menutup. Beberapa penelitian yang dilakukannya di Amerika menunjukkan bahwa perhatian yang besar terhadap media menghasilkan pelebaran gaps antara mereka yang berpendidikan tinggi dengan mereka yang berpendidikan rendah. http://fajar-komunikasidansekelilingnya.blogspot.com/2009/10/teori-teori-komunikasi-massa-terhadap.htmlKomunikasi massaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik).[1]Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.Daftar isi 1 Ciri-ciri komunikasi massa 2 Efek komunikasi masa 2.1 Efek komunikasi masa terhadap individu 2.2 Efek komunikasi masa terhadap masyarakat dan kebudayaan 2.3 Teori-teori komunikasi massa 3 Catatan kaki

Ciri-ciri komunikasi massa1. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.2. Komunikator memiliki keahlian tertentu3. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana4. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim5. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan6. Ada pengaruh yang dikehendaki7. Dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media dan kondisi masyarakat serta sebaliknya.8. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan (pemirsanya) tidak bersifat pribadi.Efek komunikasi masaBerdasarkan teorinya, efek komunikasi masa dibedakan menjadi tiga macam efek, yaitu efek terhadap individu, masyarakat, dan kebudayaan.Efek komunikasi masa terhadap individuMenurut Steven A. Chafee, komunikasi masa memiliki efek-efek berikut terhadap individu:1. Efek ekonomis: menyediakan pekerjaan, menggerakkan ekonomi (contoh: dengan adanya industri media massa membuka lowongan pekerjaan)2. Efek sosial: menunjukkan status (contoh: seseorang kadang-kadang dinilai dari media massa yang ia baca, seperti surat kabar pos kota memiliki pembaca berbeda dibandingkan dengan pembaca surat kabar Kompas.3. Efek penjadwalan kegiatan4. Efek penyaluran/ penghilang perasaan5. Efek perasaan terhadap jenis mediaMenurut Kappler (1960) komunikasi masa juga memiliki efek:1. conversi, yaitu menyebabkan perubahan yang diinginkan dan perubahan yang tidak diinginkan.2. memperlancar atau malah mencegah perubahan3. memperkuat keadaan (nilai, norma, dan ideologi) yang ada.Efek komunikasi masa terhadap masyarakat dan kebudayaan1. Teori spiral keheningan oleh Noelle-Newmann2. Teori Penentuan Agenda oleh Combs dan ShawTeori-teori komunikasi massa1. Hypodermic needle theory2. Cultivation theory3. Cultural imperalism theory4. Media equation theory5. Spiral silence theory6. Technological determinism theory7. Uses and gratification theory8. Agenda setting theory9. Media critical theoryCatatan kaki1. ^ (Inggris) Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Seventh edition.http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massaEFEK KOMUNIKASI MASSA: KOGNITIF, AFEKTIF &BEHAVIORAL31 12 2007 Oleh: Muhammad Yudin Taqiyuddin Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuyk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.[1]1. Efek KognitifEfek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.[2]Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa Robot Gedek mampu melakukan sodomi dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.Menurut Mc. Luhan[3], media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori perpanjangan alat indera)[4]. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih mengerikan.Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu, muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan dan seringkali cerewet.[5] Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting (penentuan/pengaturan agenda). Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya.[6] Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf. Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.[7]2. Efek AfektifEfek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya[8]. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.1. Suasana emosionalDari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.1. Skema kognitifSkema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.c. Situasi terpaan (setting of exposure)Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt, dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons.1. Faktor predisposisi individualFaktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan toko. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.3. Efek BehavioralEfek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama. Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film.[9] Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program Buser di SCTV menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap anaknya[10], namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita, misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan karakteristik diri kita.Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional.Permulaan proses belajar ialah munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung oleh seseorang. Peristiwa ini dapat berupa tindakan tertentu (misalnya menolong orang tenggelam) atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modeling (misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial). Kita mengamati peristiwa tersebut dari orang-orang sekita kita.bila peristiwa itu sudah dianati, terjadilah tahap pertama belajar sosial: perhatian. Kita baru pata mempelajari sesuatu bila kita memperhatikannya. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang dapat kita teladani, namun tidak semua peristiwa itu kita perhatikan.Perhatian saja tidak cukup menghasilkan efek prososial. Khalayak harus sanggup menyimpan hasil pengamatannya dalam benak benaknya dan memanggilnya kembali ketika mereka akan bertindak sesuai dengan teladan yang diberikan. Untuk mengingat, peristiwa yang diamati harus direkam dalam bentuk imaginal dan verbal. Yang pertama disebut visual imagination, yaitu gambaran mental tentang peristiwa yang kita amati dan menyimpan gambaran itu pada memori kita. Yang kedua menunjukkan representasi dalam bentuk bahasa. Menurut Bandura, agar peristiwa itu dapat diteladani, kita bukan saja harus merekamnya dalam memori, tetapi juga harus membayangkan secara mental bagaimana kita dapat menjalankan tindakan yang kita teladani. Memvisualisasikan diri kita sedang melakukan sesuatu disebut seabagi rehearsal.Selanjutnya, proses reroduksi artinya menghasilkan kembali perilaku atau tindakan yang kita amati. Tetapi apakah kita betul-betul melaksanakan perilaku teladan itu bergantung pada motivasi? Motivasi bergantung ada peneguhan. Ada tiga macam peneguhan yang mendorong kita bertindak: peneguhan eksternal, peneguhan gantian (vicarious reinforcement), dan peneguhan diri (self reinforcement). Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar telah kita simpan dalam memori kita. Kita bermaksud mempraktekkannya dalam percakapan dengan kawan kita. Kita akan melakukan hanya apabila kita mengetahui orang lain tidak akan mencemoohkan kitam atau bila kita yakin orang lain akan menghargai tindakan kita. Ini yang disebut peneguhan eksternal. Jadi, kampanye bahasa Indoensia dalam TVRI dan surat kabar berhasil, bila ada iklim yang mendorong penggunaan bahasa Indoensia yang baik dan benar. Kita juga akan terdorong melakukan perilaku teladan baik kita melihat orang lain yang berbuat sama mendapat ganjaran karena perbuatannya. Secara teoritis, agak sukar orang meniru bahasa Indonesia yang benar bila pejabat-pejabat yang memiliki reutasi tinggi justru berbahasa Indonesia yang salah. Kita memerlukan peneguhan gantian. Walaupun kita tidak mendaat ganjaran (pujian, penghargaan, status, dn sebagainya), tetapi melihat orang lain mendapat ganjaran karena perbuatan yang ingin kita teladani membantu terjadinya reproduksi motor.Akhirnya tindakan teladan akan kita lakukan bila diri kita sendiri mendorong tindakan itu. Dorongan dari diri sendiri itu mungkin timbul dari perasaan puas, senang, atau dipenuhinya citra diri yang ideal. Kita akan mengikuti anjuran berbahasa Indonesia yang benar bila kita yakin bahwa dengan cara itu kita memberikan kontribusi bagi kelestarian bahasa Indonesia.

[1] Amri Jhi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga, (Jakarta: PT. Gramedia, 1988)[2] Siti Karlinah, Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbitan UT, 1999), H. 8.7[3] Wajar bila Mc Luhan menitik beratkan pada medianya, karena kajian-kajiannya tentang komunikasi terfokus pada media interaktif yang berbasiskan mikroelektronika. Latar belakang pemikirannya ialah ada dampak radikal bentuk-bentuk komunikasi yang berdimensi pada ruang, waktu, dan persepsi manusia. Karya-karyanya secara luas mengartikulasikan sejumlah perubahan paling mendasar yang disebabkan teknologi media, maka wajar bila Mc Luhan berpendapat, isi pesan tidak mempengaruhi pesan, karena kajiannya bertumpu pada media pembawa pesan (lihat Antoni, Riuhnya Persimangan Itu; Profil Pemikiran Para Penggagas Kajian Ilmu Komunikasi, Solo: Tiga Serangkai, 2004)[4] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi [Edisi Revisi], (Bandung: Remaja Eosdakarya, 2007), h. 220[5] Jalaluddin Rakhmat, Op.Cit., h. 226[6] Ibid., h. 229[7] Ibid., h. 230[8] Siti Karlinah, Op.Cit., h. 8.9[9] Jalaluddin, Op.Cit., h. 240[10] www.liputan6.com, edisi online 11 April 2005

Unsur unsur Komunikasi massa meliputi :

Komunikator, yang berperan sebagai pembawa pesan kepada seseorang atau sejumlah orang dapat semisal sebagai pembicara dalam sebuah acara, reporter, fotografer yang memberi pesan melalui hasil gambar yang didapatnya, pemasang iklan, presenter, penulis, dll.

Isi, makna dari pesan yang disampaikan melalui kode berupa lisan, tulisan, foto, musik, film, dll. Merupakan bagian dari unsur komunikasi massa.

Audience, adalah sasaran bagi para komunikator sebagai pendengar, pembaca, penikmat proses ketika komunikasi sedang berlangsung, dan di dalamnya terdapat audience heterogen (individu yang terdiri dari berbagai suku, paham, dan pemikiran ) yang dapat menghasilkan sebuah efek dari komunikasi massa.

Umpan balik (feedback), tanggapan berupa respon melalui cara verbal (menggunakan kata-kata) maupun nonverbal (menggunakan isyarat,bahasa tubuh, surat, dll) serta secara langsung berhadapan (immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedback).

Media, Gatekeeper, Gangguan pada proses komunikasi, Filter, dan ada beberapa unsur lainnya yang memerlukan pembahasan secara khusus.

Ciri ciri komunikasi massa :

Komunikasi berlangsung satu arah, berbeda dengan komunikasi antar personal, Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas. Pesan dari komunikasi bersifat umum, karena audiance merupakan komunikan heterogen. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan, hingga menimbulkan keserempakan.

Teori komunikasiada beberapa teori yang dipakai untuk lebih memahami komunikasi massa, antara lain: Teori Jarum Hepidermis Teori Peluru Teori Maletzke Teori Komunikasi Satu Tahap Teori Komunikasi Dua Tahap

Dan banyak lagi teori yang digunakan agar mempermudah komunikan dalam memahami komunikasi massa. Namun disadari dan tidaknya, komunikasi massa banyak mengandung efek efek tertentu yang membuat para komunikator dapat lebih berhati- hati dan menilai sejauh mana para audiance dapat menangkap pesan yang disampaikan dalam suatu komunikasi massa. Efek efek komunikasi massaDalam tulisan ini tidak banyak dijelaskan tentang rincian komunikasi massa secara menyeluruh, karena maksud dan tujuan pembuatan tulisan ini untuk membahas beberapa efek yang perlu di pelajari oleh komunikan untuk meningkatkan komunikasi massa secara efektif dan menimbulkan dampak yang positif. Efek efek tersebut antara lain: Efek kehadiran media massa Efek kehadiran media massa adalah suatu efek yang berasal dari perlakuan media massa kepada kita. ada tiga pendekatan dalam media massa, yakni efek media massa, perubahan pada diri khalayak komunikasi massa dan tinjauan suatu penelitian efek komunikasi massa, namun dalam efek media terhadap individu ini penulis hanya membahas 5 efek kehadiran masa secara fisik :1. Efek ekonomi Efek ekonomi yang menimbulkan berbagai produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa, membuka lowongan pekerjaan. Sudah jelas, bahwa kehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha. Mulai dari mereka yang memiliki usaha misalnya, usaha rumah makan dapat membayar iklan untuk menarik para penikmat kuliner lewat media, entah lewat media elektronik maupun media cetak.

Dan bisa di pastikan lebih banyak peminatnya jika di bandingkan dengan usaha yang tidak di iklankan. Sampai kepada kesempatan membuka lowongan pekerjaan untuk memperlancar usaha rumah makan tersebut.

2. Efek sosialEfek ini berkenaan dengan karakter, bagaimana kita dapat menilai seseorang yang dipengaruhi oleh media massa, hasil dari perilaku, cara berfikir, pembawaan, interaksi terhadap seseorang atau khalayak yang bersamanya, dll merupakan bagian dari efek sosial.

Semisal seorang pemuda yang merasa puas dengan kepintarannya lalu ia tidak melanjutkan pendidikan kejenjang universitas dan ia memanfaatkan media Koran untuk mengetahui informasi yang ada, dengan seorang pemuda pintar lalu ia berniat dan tekun untuk melanjutkan kejenjang universitas dan sama memanfaatkan media Koran yang ada. Walaupun pemuda pintar namun ia tidak kuliah, dan ia piawai dalam memahami ranah pemerintahan melalui Koran yang ia baca dengan memakai sedikit emosi dan teori yang ia dapat di bangku sekolah dulu dan mendengarkan pendapat dari teman yang sama dengannya. Tentu berbeda dengan pemuda yang kuliah dan mendapat teori secara efektif, lingkungan berpendidikkan, menggunakan media koran lalu memanfaatkan media internet untuk membuat dan mewakili semua pendapatnya, sedikit emosi, namun tertata beberapa teori yang dapat menahan semua emosi yang ada, lalu mendapat hasil yang lebih baik dari pemuda tanpa teori universitas merupakan salah satu contoh efek social dari media massa.3. Efek penjadualan kegiatan sehari-hari Yang dimaksud dengan efek ini adalah apabila media televisi hadir pada kehidupan anak dalam masa pendidikan, maka kehadiran televisi dapat mengurangi waktu bermain, tidur, membaca, dan menonton film. Gejala ini efek ini disebut oleh Joyce Cramond (1976) sebagai displacement effects (efek alihan). Namun alihan ini dapat dapat dijuruskan kepada hal positif dan negatif, alihan menonton televisi dari pada membaca buku pelajaran merupakan efek negatif bagi anak, dan alihan menonton televisi dari pada bermain di jalan raya merupakan alihan positif bagi anak.

4. Efek hilangnya perasaan tertentusering terjadi bila seseorang menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya kesepian, marah, kecewa, Media dipergunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikan. Dengan melihat berbagai acara yang di tampilkan oleh televisi misalnya seseorang secara tiba-tiba akan tertawa dan menangis sendiri karena melihat adegan dalam acara televisi tersebut.

5. Efek tumbuhnya perasaan tertentu Kehadiran media massa juga menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut, faktor isi pesan mula-mula amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan,apa pun yang disiarkannya.

http://educationaisy.blogspot.com/2011/04/efek-komunikasi-massa.html

Efek pesan Efek kognitifEfek ini berkaitan denganpikiran, nalar, atau rasio. Misalnya komunikasi menyebabkanorangyang semula tidaktahumenjaditahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, atau yang semula tidak sadar menjadi sadar. Akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya.Menurut McLuhan, media adalah perpanjangan alat indera manusia. Namun, penyajian realitas oleh media telah mengalami proses seleksi terlebih dahulu (gatekeeping) sehingga muncullah stereotipe pada realitas yang ada (Rakhmat, 1985: 224).

o Efek prososial kognitif bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat masyarakat belajar tanpa merasa digurui

Efek afektif,yaitu efek yang berhubungan dengan perasaan. Misalnya, komunikasi menyebabkanorangyang semula merasa tidak senang menjadi senang, yang semula sedih menjadi gembira, atau yang semula merasa takut atau malu menjadi berani. Khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan sedih, iba, bahagia, dan lain sebagainya setelah mendapatkan pesan dari media massa.Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa. Suasana emosionalsebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya, faktor inilah salah satu yang mendukung adanya efek afektif. Skema kognitifSkema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah filmaction, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akhirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari jurang. Kita menduga, pasti akan tertolong juga. Situasi terpaan (setting of exposure)Kita akan sangat ketakutan menonton film The Real Pocong misalnya, atau film horror lainnya, bila kita menontonnya sendiri di rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik. Maka secara otomatis semua saraf hanya berkata takut.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendiri atau di tempat gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons. Faktor terpaan inilah yang di maksud dengan efek afektif. Faktor predisposisi individualkecenderungan untuk menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma yg dimilikinya. Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan dalam media massa. Dengan tanggapan penonton, pembaca, atau pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang dirasakan tokoh. Karena itu, ketika tokoh itu kalah, ia juga kecewa; ketika tokoh berhasil, ia gembira. Predisposisi Individual, dapat juga mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi suatu kejadian lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang melankolis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.

Efek konatif yaitu efek yang menimbulkan niatan untuk berperilaku tertentu, dalam arti kata melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik atau jasmaniah. Misalnya, komunikasi menyebabkan siswa yang semula malasbelajarmenjadi rajin, atau orangyang semula perokok menjadi tidak merokok.Ketiga efek di atas saling berhubungan satu sama lain. Efek konatif tercapai jika efek kognitif dan afektif sudah tercapai. Komunikasi akan berhasil secara efektif apabila komunikator menggunakan bahasa yang baik dan benar, dan dapat dimengerti; pemberi pesan adalahorangyang dapat dipercaya; pesan yang disampaikan adalah sesuatu yang berguna; pesan disampaikan secara jelas, menarik, dan objektif; menggunakan media atau sarana atau lambang-lambang atau ekspresi tubuh yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi; ada keserasian antara pemberi dan penerima pesan; dan ada lingkungan atau suasana yang cukup mendukung.http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massa

Efek behafioralmerupakan a kibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan.Mengapa terjadi efek yang berbeda?Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Stimulus menjadi teladan untuk pelakunya. Menurut Albert Bandura, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau perilaku seseorang. Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara kejadian yang kita amati dan karakteristik diri kita.Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motoris, dan proses motivasional. Proses belajar diawali munculnya peristiwa yang dapat diamati secara langsung oleh seseorang tertentu atau gambaran pola pemikiran, yang disebut Bandura sebagai abstract modelling misalnya sikap, nilai, atau persepsi realitas sosial. Singkatnya melalui media massa, seseorang dapat mengamati orang lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di televise misalnya, dan dapat mempraktekkan perilaku itu dalam kehidupannya.

Efek sosial media massaDampak ini mempengaruhi publik dengan berbagai jenis cara dalam menyampaikan sebuah informasi. Maka efek yang ditimbulkanpun akan muncul berbagai jenis efek lainnya.

Kesimpulan

Efek kehadiran media; memiliki perasaan positif pada media televisi dibandingkan media lainnya. Karenanya televisi lebih mendapat kepercayaan sebagai sumber informasi dan hiburan. Efek kehadiran televisi adalah penjadwalan ulang berbagai kegiatan. Kegiatan mereka, termasuk kuliah, ikut terpengaruh oleh jadwal acara televisi yang mereka tonton.

Efek Kognitif media; media merupakan sumber informasi yang membantu mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan mengenai berbagai aspek kehidupan. Efek kognitif yang positif memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa dan membantunya memahami berbagai persoalan.

Efek negatifnya adalah memberikan pandangan yang keliru atau parsial mengenai dunia, juga menanamkan ideologi tertentu yang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya kemudian. Namun efek kognitif yang positif masih kurang di kalangan mahasiswa. Efek kognitif inilah yang mendasari perubahan sikap dan perilaku seseorang dan mempengaruhi prioritasnya dalam hidup.

Efek afektif media; selain memberikan informasi, media memberikan efek emosional pada diri khalayaknya. Efek afektif media diantaranya mampu mempengaruhi khalayak mahasiswa untuk lebih peduli pada masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

Efek behavioral media; media juga dapat mempengaruhi perilaku khalayaknya. Sebagian besar, jika tidak semua, mahasiswa mengikuti teladan yang diberikan media. Perilaku dan gaya hidup yang ditampilkan televisi banyak ditiru di kehidupan nyata.

http://educationaisy.blogspot.com/2011/04/efek-komunikasi-massa.html

DAFTAR PUSTAKA

uchjana, onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990

Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005

Wang, Efendy; Karen Young, T2UE Power of Communication, Cetakan 1, Raih Asa Sukses,Jakarta, 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massa

http://educationaisy.blogspot.com/2011/04/efek-komunikasi-massa.html

http://bagusboedhi.blogspot.com/2009/03/efek-komunikasi-massa-komunikasi-massa.htmlhttp://1believe1can.blogspot.com/2012/03/efek-efek-komunikasi-massa.htmlFungsi Media Massa Admin, Kamis, 21 Oktober 2010 Perkembangan media massa bagi manusia sempat menumbuhkan perdebatan panjang tentang makna dan dampak media massa pada perkembangan masyarakat. Dalam perkembangan teori komunikasi massa, konsep masyarakat massa mendapat relasi kuat dengan produk budaya massa yang pada akhirnya akan mempengaruhi bagaimana proses komunikasi dalam konteks masyarakat massa membentuk dan dibentuk oleh budaya massa yang ada. Media massa berperan untuk membentuk keragaman budaya yang dihasilkan sebagai salah satu akibat pengaruh media terhadap sistem nilai, pikir dan tindakan manusia.

Menurut DeWitt C. Reddick, (1976) fungsi utama media massa adalah untuk mengkomunikasikan kesemua manusia lainnya mengenai perilaku, perasaan, dan pemikiran mereka; Dan dalam mewujudkan hal itu, pers tidak akan lepas dengan responsibilitas dari kebenaran informasi (Responsibility), kebebasan insan pers dalam penyajian berita (Freedom of the pers), kebebasan pers dari tekanan-tekanan pihak lainnya (Idependence), kelayakan berita terkait dengan kebenaran dan keakuratannya (Sincerity, Truthfulness, Accuracy), aturan main yang disepakati bersama (Fair Play), dan penuh pertimbangan (Decency). Jadi intinya kebebasan pers sekarang ini dapat dilaksanakan dengan baik, jika kebebasan pers itu diimbangi dengan tanggung jawab dan kode etik sebagai landasan profesi, untuk menghindari ada pemberitaan yang menjurus anarkis.

Dampak media massa dalam sebuah masyarakat membuat persepsi baru bahwa media massa, masyarakat, budaya massa dan budaya tinggi secara simultan saling berhubungan satu sama lain. Corak hubungan faktor-faktor di atas bersifat interplay. Tentu saja perubahan makna sosial tersebut juga dipengaruhi oleh perkembangan sosial baru dalam era modernisasi. Dalam proses ini ada beberapa pertimbangan yang perlu dilihat, yaitu:Pertama, perkembangan media sampai pada satuan kecil masyarakat membuat kita harus membuat sikap baru dan lebih kompleks terhadap terminologi-terminologi sosial tradisional yang diyakini oleh masyarakat.

Kedua, perkembangan media massa baru seperti televisi sempat mengubah persepsi sosial masyarakat karena pengaruhnya yang sedemikian dahsyat. Bahkan dapat dikatakan bahwa televisi mampu menjadi sentra kehidupan sosial meski tidak menutup kemungkinan bahwa media cetak juga tetap mempunyai kekuatan yang cukup signifikan dalam masyarakat.Ketiga, proses transisi sosial baru yang dialami oleh masyarakat menuntut kita untuk memperbaharui konsep sosial yang sudah ada.

Keempat, Pemahaman tentang ini juga akan mempengaruhi keseluruhan sikap yang diambil dalam proses perkembangan budaya masyarakat itu sendiriMedia massa sendiri dalam masyarakat mempunyai beberapa fungsi atau peran sosial, yaitu fungsi pengawasan sosial, fungsi interpretasi, fungsi transmisi nilai dan fungsi hiburan.

Fungsi pengawasan media adalah fungsi yang khusus menyediakan informasi dan peringatan kepada masyarakat tentang apa saja di lingkungan mereka. Media massa meng-up date pengetahuan dan pemahaman manusia tentang lingkungan sekitarnya.

Fungsi interpretasi adalah fungsi media yang menjadi sarana memproses, menginterpretasikan dan mengkorelasikan seluruh pengetahuan atau hal yang diketahui oleh manusia.

Fungsi transmisi nilai adalah fungsi media untuk menyebarkan nilai, ide dari generasi satu ke generasi yang lain.

Fungsi hiburan adalah fungsi media untuk menghibur manusia. Manusia cenderung untuk melihat dan memahami peristiwa atau pengalaman manusia sebagai sebuah hiburan.Dalam perkembangan selanjutnya, media massa mempunyai fungsi-fungsi baru, yaitu membentuk komunitas dan komunikasi virtual, seperti halnya kelompok internet di dunia maya. Internet dapat dipahami sebagai alat atau media umum yang bisa secara komplet memenuhi fungsi media massa tua. Internet bisa menyempurnakan transaksi komersial, menyediakan dukungan sosial dan mengirim jasa pemerintahan.MEMAHAMI PSIKOLOGI MASSA DAN PENANGANANNYAOleh : SuryantoFakultas Psikologi UnairPENGERTIAN Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental. Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior)Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil. Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya lima tipe kesalahan mendasar dalam psikologi tentang kerumunan (perilaku massa) di masa lalu dan masa kini. Kesalahan-kesalahan itu, meliputi yaitu: (1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antar-kelompok, (2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya, (3) terlalu dibesar-besarkannya anonimitas keanggotaannya, (4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan, dan (5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan.Reicher (1987), Reicher & Potter (1985) selama ini melihat adanya dua (2) bentuk bias dalam memandang teori kerumunan (crowds) yaitu bias politik dan bias perspektif. Bias politik terjadi karena teori kerumunan disusun sebagai usaha mempertahankan tatanan sosial dari mob dan tindakan kerumunan selalu dipandang sebagai konflik sosial. Sementara itu bias perspektif terjadi karena para ahli hanya berperan sebagai orang luar (outsider) yang hanya mengamati masalah tersebut. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam memandang tindakan kerumunan secara objektif. KONDISI-KONDISI PEMBENTUK PERILAKU MASSANeil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst 2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada. . 3. Generalized beliefs : share interpretation of event4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada 5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst 6. Failure of Social Control akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik. MACAM-MACAM BENTUK PERILAKU KOLEKTIF A. CROWD (KERUMUNAN)Secara deskriptif Milgram (1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai 1. Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan), 2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat, 3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru (seperti lingkaran), 4. Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas, dan 5. Titik pusatnya permeable dan saling mendekat. Ada beberapa bentuk kerumunan (Crowd) yang ada dalam masyarakat:1. Temporary Crowd : orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat2. Casual Crowd : sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa3. Conventional Crowd : audience yang sedang mendengarkan ceramah4. Expressive Crowd: sekumpulan orang yang sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu5. Acting Crowd atau rioting crowd : sekelompok massa yang melakukan tindakan kekerasan 6. Solidaristic Crowd: kesatuan massa yang munculnya karena didasari oleh kesamaan ideologiB. MOB : Adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran kemarahanannya. C. PANICAdalah bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian bencana (disaster). Tindakan reaksi massa ini cenderung terjadi pada awal suatu kejadian, dan hal ini tidak terjadi ketika mereka mulai tenang. Bentuk lebih parah dari kejadian panik ini adalah Histeria Massa. Pada histeria massa ini terjadi kecemasan yang berlebihan dalam masyarakat. misalnya munculnya isue tsunami, banjur. D. RUMORSAdalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon.E. OPINI PUBLICAdalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah adanya perbedaan pendangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda, namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat. F. PROPAGANDAAdalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan proraganda ini. HUBUNGAN ANTARA PERILAKU MASSA DENGAN AGRESIBanyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkatian erat dengan tindakan agresi / kekerasan. Bahkan sejumlah studi banyak dilakukan untuk melihat pengaruh berkumpulnya orang dalam massa terhadap kekerasan yang ditimbulkannya. Pendekatan keamanan selama ini juga selalu memandang bahwa adanya kumpulan orang selalu disikapi sebagai bentuk potensi konflik, dan kadangkala tindakan antisipasi yang dilakukannya sangat berlebihan. Ciri penting yang harus dipahami petugas apakah kumpulan dapat mengakibatkan potensi konflik?1. Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal) massa yang sangat signifikan? Bila mereka sangat antusias dengan yel-yel dan gerakan yang menyinggung harga diri kelompok maka perlu dibutuhkan upaya kesabaran namun waspada.2. Apakah ada stimulator / pemicu dari lingkungan yang membahayakan? Alat agresi apakah muncul dalam kerumunan massa tu. Batu, pentungan, senjata tajam, dll, sangat mendorong munculnya kekerasan. 3. Apakah ada provokator yang terorganisir? Provokator selalu menyemangati para anggota kelompoknya untuk tetap melakukan tindakan demonstrasi. 4. Apakah situasinya panas atau hujan? Situasi panas dapat membuat situasi tidak nyaman, dan situasi ini dapat mudah menyulut kekerasan.5. Apakah munculnya sesaat atau bersifat kronis? Perilaku kolektif yang munculnya sesaat umumnya tidak menimbulkan agresi, terkecuali memang sudah ada konflik didalamnya. 6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif ?Konsep ini muncul dari adanya pemahamana bahwa bila ada dua kelompok atau lebih yang sedang berkompetisi, maka mereka akan saling berusaha untuk mengalahkan yang lain7. Adakah motif dasar yang melatarbelakangi munculnya perilaku kolektif?Perilaku kolektif akan menjadi sangat berbahaya apabila dalam kolektivitasnya itu dipicu oleh masalah kebutuhan pokok. 8. Apakah ada organisasi yang mensponsori? Kekerasan akan semakin meningkat konstelasinya apabila ada dukungan sponsorship yang kuat, sehingga perilaku kolektif ini akan berlangsung lama. Oleh karena itu, kesiapan logistik yang cukup harus dilakukan dan dicarinya upaya strategi yang tepat untuk mengatasinya.TEORI-TEORI PERILAKU KOLEKTIFDalam tulisan ini, ada tiga teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku massa. 1. Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial) menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. mereka melakukan tindakan meniru/imitasi. 2. Emergence Norm Theory: menyatakan bahwa perilaku didasari oleh norma kelompok, maka dalam perilaku kelompok ada norma sosial mereka yang akan ditonjolkannya. Bila norma ini dipandang sesuai dengan keyakinannya, dan berseberangan dengan nilai / norma aparat yang bertugas, maka konflik horizontal akan terjadi.3. Convergency Theory: menyatakan bahwa kerumunan massa akan terjadi pada suatu kejadian dimana ketika mereka berbagi (convergence) pemikiran dalam menginterpretasi suatu kejadian. Orang akan mengumpul bila mereka memiliki minat yang sama dan mereka akan terpanggil untuk berpartisipasi 4. Deindivuation Theory, menyatakan bahwa ketika orang dalam kerumunan, maka mereka akan mneghilangkan jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa massa. BAGAIMANA CARA MENYIKAPI PERILAKU MASSA1. Memahami bentuk perilaku kolektif2. Memahami motif perilaku kolektif3. Perencanaan penyelesaian yang matang4. Kesiaan mental petugas5. Pengendalian diri yang baik6. Keberanian dalam bersikapKESIMPULAN Pendekatan yang mana yang harus ditempuh, apakah pendekatan keamanan atau pendekatan humanisme? Paduan antara keduanya akan lebih tepat daripada hanya mengandalkan salah satunya. Karena sampai saat ini tidak satupun kerumunan dapat diprediksi apakah akan terjadi kerusuhan massa ataukah tetap damai. Olehj karena itu, peran analisis inteligen sangat dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam melakukan tindakan terhadap perilaku massa ini. http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/12/03/memahami-psikologi-massa-dan-penanganannya/