KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

102
KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN BENTUK TULANG DAUN MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK SKRIPSI MARISA RAUDIAH 161402080 PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021

Transcript of KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

Page 1: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN

BENTUK TULANG DAUN MENGGUNAKAN

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

MARISA RAUDIAH

161402080

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Page 2: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN

BENTUK TULANG DAUN MENGGUNAKAN

PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana

Teknologi Informasi

MARISA RAUDIAH

161402080

PROGRAM S1 STUDI TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Page 3: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

i

Page 4: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

ii

PERNYATAAN

KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN BENTUK

TULANG DAUN MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 24 Juni 2021

Marisa Raudiah

Page 5: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena dengan

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu

Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak

langsung membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Di kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis, Ayahanda Ahmad Supiyanto, S.E. dan Ibunda Farida

Aryani, Ak., M.Si. yang tidak henti-hentinya senantiasa mendoakan,

membesarkan, merawat, memberikan semangat, memberi ilmu, memberikan

kasih sayang yang tiada batasnya kepada penulis. Kepada nenek penulis, Sri

Aryanti yang selalu memberi perhatian kepada penulis. Kepada kakak

penulis, Aida Fitryani, S.T. dan adik penulis Muhammad Hafid Malik yang

menjadi guru, penyemangat, pendukung, dan teman dalam setiap waktu.

Kepada kucing penulis, Juju yang selalu menjadi penghibur penulis selama

masa penulisan Tugas Akhir.

2. Ibu Sarah Purnamawati, ST., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing 1 dan Bapak

Ivan Jaya, S.Si., M.Kom. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah

memberikan ilmu, bimbingan, motivasi, kritik, dan saran kepada penulis

dalam menjalani Tugas Akhir yang tidak ternilai harganya.

3. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Dekan Fasilkom-TI

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc., selaku Ketua Program

Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Sarah Purnamawati, ST., M.Sc., selaku Sekretaris Program Studi S1

Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Page 6: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

iv

6. Seluruh Dosen Program Studi S1 Teknologi Informasi yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.

7. Staff dan juga pegawai Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara yang

membantu urusan administrasi dalam menyelesaikan skripsi.

8. Muhammad Alisiraj Fachreza Siregar yang telah menemani penulis sejak

awal perkuliahan hingga sekarang, selalu ada di segala situasi, baik suka

maupun duka, memberikan semangat yang tak henti-henti, dan membantu

penulis selama masa perkuliahan.

9. Teman-teman seperjuangan hidup dan perkuliahan, Hanna Rabitha Hasni,

Audry Welvira, dan Sarah Charisa Yosephin Pasaribu yang telah

menyemangati, memberi dukungan dan bantuan tiada henti kepada penulis

serta sebagai tempat berkeluh kesah selama masa perkuliahan.

10. Teman-teman Menantu Idaman, yaitu Riri, Rara, Yasmin, Melati, Adine,

Manda, Dessy, Dita, dan Pika yang selalu menjadi penyemangat dan

membantu penulis dalam menjalani masa perkuliahan.

11. Teman-teman masa sekolah penulis, Icut, Kesuma, Indah, Edo, Rizka, Tasya,

Jeli, dan Danty yang masih terus menjalin persahabatan dengan penulis.

12. Teman-teman Beta Tester yang telah mengisi masa perkuliahan penulis

dalam susah maupun senang.

13. Teman-teman pengisi waktu luang penulis, Andra, Aditama, dan Syaika.

14. Teman-teman Teknologi Informasi angkatan 2016 yang telah berjuang

bersama penulis dalam menghadapi perkuliahan.

Medan, 24 Juni 2021

Penulis

Page 7: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

v

ABSTRAK

Angiospermae merupakan tumbuhan biji tertutup yang dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

monokotil (berkeping 1) dan dikotil (berkeping 2). Sekitar 90% tumbuhan yang hidup

saat ini merupakan tumbuhan Angiospermae. Namun, begitu banyaknya

keanekaragaman tumbuhan jenis Angiospermae yang ada menyebabkan proses

identifikasi secara biologis menjadi kurang efektif. Sistem cerdas menjadi solusi yang

diharapkan dapat memudahkan proses identifikasi maupun pembelajaran tumbuhan

dikotil dan monokotil menjadi lebih mudah dan cepat. Penelitian ini menggunakan

metode Probabilistic Neural Network. Data yang digunakan ialah citra daun

angiospermae berjumlah 1.800 citra dimana 880 citra merupakan 5 jenis tumbuhan

monokotil dan 920 citra merupakan 5 jenis tumbuhan dikotil. Data dibagi menjadi

data training dan data testing, kemudian dilakukan image resize dan RGB to gray-

scale image kepada citra sebagai tahap pre-processing. Untuk mengklasifikasi nama

tumbuhan, dilakukan proses shape segmentation yang terdiri dari converting to binary

image, Gaussian blur, dan transform to inverse image. Sedangkan untuk

mengklasifikasi jenis tumbuhan (monokotil atau dikotil) dilakukan proses vein

segmentation yang terdiri dari Canny edge detection, dan binarization. Hasil shape

segmentation dan vein segmentation dilakukan GLCM sebagai feature extraction dan

diklasifikasikan menggunakan PNN. Hasil pengujian nama tumbuhan dikotil

memperoleh tingkat akurasi sebesar 87%, sedangkan untuk tumbuhan monokotil

memperoleh tingkat akurasi sebesar 80%, sehingga untuk klasifikasi nama tumbuhan

memperoleh tingkat akurasi rata-rata sebesar 83,6%. Untuk hasil pengujian jenis

tumbuhan memperoleh tingkat akurasi sebesar 87%. Dari hasil pengujian yang sudah

diperoleh terkait pengklasifikasian nama dan jenis Tumbuhan Angiospermae, dapat

disimpulkan bahwa sistem bekerja dengan cukup baik.

Kata Kunci: Image Processing, Angiospermae, Probabilistic Neural Network (PNN)

Page 8: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

vi

CLASSIFICATION OF ANGIOSPERM BASED ON LEAF VEIN

USING PROBABILISTIC NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Angiosperms are closed-seed plants that are devided into two types, monocot (single

cotyledon) and dicot (two cotyledons). Around 90% of plants living today are

Angiosperms. However, the diversity of Angiosperms made the biological

identification process is less effective. A smart system is a solution that is expected to

make the identification and learning process of dicot and monocot plants easier and

faster. This study uses a Probabilistic Neural Network method. The data used were

1,800 images of angiosperms, where 880 images were 5 types of monocot plants and

920 images were 5 types of dicot plants. The data is divided into training data and

testing data, then image resize and RGB to gray-scale image are performed on the

image as the pre-processing stage. To classify plant names, a shape segmentation

process is carried out which consists of converting to binary image, Gaussian blur,

and transform to inverse image. Meanwhile, to classify plant type (monocot or dicot),

a vein segmentation process is carried out which consists of, Canny edge detection,

and binarization. The results of shape segmentation and vein segmentation were

performed GLCM as feature extraction and classified using PNN. Dicotyl plant name

test results obtained an accuracy rate of 87%, while for monocot plants obtained an

accuracy rate of 80%, so that the classification of plant names obtained an average

accuracy rate of 83.6%. For plant type test results obtained an accuracy rate of 87%.

From the test results that have been obtained regarding the classification of names

and types of Angiosperm Plants, it can be concluded that the system works quite well.

Keywords: Image Processing, Angiosperm, Probabilistic Neural Network (PNN)

Page 9: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 3

1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 6

2.1 Tumbuhan Angiospermae 6

2.1.1. Monokotil 6

2.1.2. Dikotil 6

2.1.3. Perbedaan Monokotil dan Dikotil 7

2.2 Citra Digital 7

2.2.1. Citra Berwarna 8

2.2.2. Citra Keabuan 8

Page 10: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

viii

2.2.3. Citra Biner 9

2.3 Citra Digital Daun 9

2.4 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing) 10

2.5 Machine Learning 10

2.5.1 Supervised Learning 10

2.5.2 Unsupervised Learning 11

2.5.3 Reinforcement Learning 11

2.6 Open Source Computer Vision Library (OpenCV) 11

2.7 Probabilistic Neural Network (PNN) 11

2.7.1 Lapisan Input (Input Layer) 12

2.7.2 Lapisan Pola (Pattern Layer) 12

2.7.3 Lapisan Penjumlahan (Summation Layer) 12

2.7.4 Lapisan Output / Keputusan (Decision Layer) 13

2.8 Resize Image 13

2.9 Grayscale 14

2.10 Binary Image 15

2.11 Gaussian Blur 15

2.12 Inverse Image 16

2.13 Canny Edge Detection 16

2.14 GLCM 17

2.15 Confusion Matrix 18

2.15.1 True Positive 19

2.15.2 True Negative 19

2.15.3 False Positive 19

2.15.4 False Negative 19

2.16 Penelitian Terdahulu 20

Page 11: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

ix

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 24

3.1 Data yang digunakan 24

3.2 Analisis Sistem 27

3.2.1 Pre-Processing 28

3.2.1.1 Image Resize 28

3.2.1.2 Gray-scale Image 29

3.2.2 Shape Segmentation 32

3.2.2.1 Binary Image 32

3.2.2.2 Gaussian Blur 34

3.2.2.3 Inverse Image 36

3.2.3 Vein Segmentation 37

3.2.3.1 Canny Edge Detection 37

3.2.3.2 Binary Image 38

3.2.4 GLCM 41

3.2.5 PNN 47

3.2.5.1 Lapisan Input 47

3.2.5.2 Lapisan Pola 48

3.2.5.3 Lapisan Penjumlahan 49

3.2.5.4 Lapisan Output 50

3.2.5.5 Proses Learning (Pembelajaran) 52

3.2.5.6 Proses Testing (Pengujian) 54

3.3 Perancangan Antarmuka Sistem 54

3.3.1 Rancangan Tampilan Halaman Awal 54

3.3.2 Rancangan Tampilan Halaman Training Data 55

3.3.3 Rancangan Tampilan Halaman Testing Data 56

3.3.4 Rancangan Tampilan Halaman Hasil 57

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 58

Page 12: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

x

4.1 Implementasi Sistem 58

4.1.1 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 58

4.1.2 Implementasi Data 59

4.1.3 Implementasi Perancangan Antarmuka 62

4.1.3.1 Tampilan Halaman Awal 62

4.1.3.2 Tampilan Halaman Training 63

4.1.3.3 Tampilan Halaman Testing 64

4.1.3.4 Tampilan Halaman Hasil 64

4.2 Prosedur Operasional 65

4.3 Pengujian Sistem 70

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 84

5.1 Kesimpulan 84

5.2 Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 86

Page 13: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu 21

Tabel 3. 1 Data Monokotil 25

Tabel 3. 2 Data Dikotil 26

Tabel 3. 3 Hasil GLCM Shape 45

Tabel 3. 4 Hasil GLCM Vein 46

Tabel 3. 5 Data Input Implementasi PNN 50

Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Proses Segmentasi dan Klasifikasi 72

Tabel 4. 2 Tingkat Keberhasilan Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae 77

Tabel 4. 3 Hasil Implementasi confusion matrix Data Testing Jenis Tumbuhan 78

Tabel 4. 4 Hasil Implementasi confusion matrix Data Testing Tumbuhan Monokotil 78

Tabel 4. 5 Hasil Implementasi confusion matrix Data Testing Tumbuhan Dikotil 79

Tabel 4. 6 Pengujian Beragam Jumlah Data Training Tumbuhan Dikotil 81

Tabel 4. 7 Pengujian Beragam Jumlah Data Training Tumbuhan Monokotil 81

Tabel 4. 8 Tingkat Keberhasilan Klasifikasi Tumbuhan Berbagai Sisi 82

Page 14: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Perbedaan Monokotil dan Dikotil 7

Gambar 2. 2 Citra Berwarna (Color Image) 8

Gambar 2. 3 Citra Keabuan (Grayscale Image) 9

Gambar 2. 4 Citra Biner (Binary Image) 9

Gambar 2. 5 Citra Digital Daun Monokotil (a) dan Dikotil (b) 10

Gambar 2. 6 Lapisan PNN 13

Gambar 2. 7 Image Resize 14

Gambar 3. 1 Contoh Citra Digital Daun 24

Gambar 3. 2 Bobot nilai data latih dan data uji 27

Gambar 3. 3 Arsitektur Umum 28

Gambar 3. 4 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Grayscale 29

Gambar 3. 5 Citra Daun Sebelum Menjadi Proses Grayscale 30

Gambar 3. 6 Citra Daun Sesudah Menjadi Proses Grayscale 30

Gambar 3. 7 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Binary Image 32

Gambar 3. 8 Citra Daun 3x3 Sebelum Diubah Menjadi Binary Image 33

Gambar 3. 9 Citra Daun 3x3 Sesudah Diubah Menjadi Binary Image 34

Gambar 3. 10 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Gaussian Blur 34

Gambar 3. 11 Lokasi Entri Kernel Filter Pada Citra 5x5 35

Gambar 3. 12 Citra yang Telah Dikalikan dengan 55 35

Gambar 3. 13 Citra yang Telah Dinormalisasi 36

Gambar 3. 14 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Inverse Image 36

Gambar 3. 15 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Canny 38

Gambar 3. 16 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Diubah Menjadi Binary Image 41

Gambar 3. 17 Matriks Kookurensi 42

Gambar 3. 18 Perhitungan Matriks Simetris 42

Gambar 3. 19 Matriks Normalisasi 42

Gambar 3. 20 Grafik Akurasi dan Loss Model Jenis Tumbuhan 53

Gambar 3. 21 Grafik Akurasi dan Loss Model Dikotil 53

Gambar 3. 22 Grafik Akurasi dan Loss Model Monokotil 53

Gambar 3. 23 Rancangan Tampilan Halaman Awal 54

Page 15: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

xiii

Gambar 3. 24 Rancangan Tampilan Halaman Training 55

Gambar 3. 25 Rancangan Tampilan Halaman Testing 56

Gambar 3. 26 Rancangan Tampilan Halaman Hasil 56

Gambar 4. 1 Citra Daun Alpukat 59

Gambar 4. 2 Citra Daun Durian 59

Gambar 4. 3 Citra Daun Lemon 60

Gambar 4. 4 Citra Daun Mangga 60

Gambar 4. 5 Citra Daun Rambutan 60

Gambar 4. 6 Citra Daun Bambu 61

Gambar 4. 7 Citra Daun Padi 61

Gambar 4. 8 Citra Daun Kurma 61

Gambar 4. 9 Citra Daun Pandan 62

Gambar 4. 10 Citra Daun Tebu 62

Gambar 4. 11 Tampilan Halaman Awal 63

Gambar 4. 12 Tampilan Halaman Training 63

Gambar 4. 13 Tampilan Halaman Testing 64

Gambar 4. 14 Tampilan Halaman Hasil 65

Gambar 4. 15 Tampilan Halaman Utama 65

Gambar 4. 16 Tampilan Halaman Training 66

Gambar 4. 17 Input File CSV 67

Gambar 4. 18 Tampilan Halaman Testing 68

Gambar 4. 19 Input File PNG 68

Gambar 4. 20 Halaman Loading 69

Gambar 4. 21 Tampilan Halaman Hasil 69

Gambar 4. 22 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pre-processing 70

Gambar 4. 23 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Dilakukan Shape Segmentation 71

Gambar 4. 24 Citra Daun Sebelum dan Sesudah Dilakukan Vein Segmentation 71

Gambar 4. 25 Citra Daun Mangga dengan Background Tidak Polos 80

Gambar 4. 26 Citra Daun Mangga dengan Background Polos 80

Page 16: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Dalam dunia

tumbuhan, 25% flora di dunia dapat ditemui di Indonesia dan menempati negara

urutan ketujuh dengan flora mencapai 20.000 spesies (Kusmana, 2015). Tumbuhan

dibagi menjadi yang menghasilkan biji dan yang tidak menghasilkan biji. Tumbuhan

berbiji (Spermatophyta) memiliki dua kelompok, yaitu Angiospermae dan

Gymnospermae. Angiospermae adalah tumbuhan berbiji tertutup yang mempunyai

bunga yang sesungguhnya. Spermatophyta jenis ini dibagi menjadi 2, yaitu monokotil

(berkeping satu) dan dikotil (berkeping dua). Keduanya dapat dibedakan dari tiap

bagiannya, contohnya dari bentuk tulang daun. Tulang daun monokotil berbentuk

sejajar dan memanjang, sedangkan tulang daun dikotil berbentuk menjari atau

menyirip.

Namun, begitu banyaknya keanekaragaman tumbuhan jenis Angiospermae

yang ada menyebabkan proses identifikasi secara biologis menjadi kurang efektif.

Sistem cerdas menjadi solusi yang diharapkan dapat memudahkan proses identifikasi

maupun pembelajaran tumbuhan dikotil dan monokotil menjadi lebih mudah dan

cepat.

Beberapa penelitian menggunakan citra daun telah dilakukan sebelumnya,

beberapa diantaranya ialah Plant identification based on leaf shape and texture

pattern using local graph structure (Sayeed et al., 2013) yang memiliki tingkat

akurasi sebesar 83,3%.. Selanjutnya, Klasifikasi Citra Daun Monokotil dan Dikotil

Menggunakan Naïve Bayes (Karima et al., 2014) yang memiliki tingkat akurasi

sebesar 50%. Selanjutnya, ialah Identifikasi Tulang Daun Monokotil dan Dikotil

dengan Metode Manual Thresholding (Christy et al., 2015). Selanjutnya,

Implementasi Deep Learning pada Identifikasi Jenis Tumbuhan Berdasarkan Citra

Daun Menggunakan Convolutional Neural Network (Ilahiyah & Nilogiri, 2018)

mendapatkan tingkat akurasi sebesar 90%. Kemudian, Leaves Classification Using

Page 17: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

2

Neural Network Based on Ensemble Features (Adinugroho & Sari, 2018) yang

memiliki tingkat akurasi sebesar 95,54%.

Penelitian lain terkait klasifikasi tanaman berdasarkan citra daun juga telah

beberapa kali dilakukan menggunakan PNN seperti algoritma pengenalan daun untuk

klasifikasi tanaman (Wu et al., 2007) yang memiliki tingkat akurasi diatas 90%.

Penelitian selanjutnya berjudul Machine Recognition for Broad-Leaved Trees Based

on Synthetic Features of Leaves Using PNN (Lin & Peng, 2008) yang memiliki

tingkat akurasi sebesar 93,7%. Penelitian selanjutnya ialah Identifikasi Jenis Shorea

Berdasarkan Morfologi Daun Menggunakan Probabilistic Neural Network (Hutabarat,

2012) yang memiliki tingkat akurasi sebesar 84%. Penelitian selanjutnya berjudul

Plant Leaf Classification Using Centroid Distance and Axis of Least Inertia Method

(Mahdikhanlou & Ebrahimnehzad, 2014) yang memiliki tingkat akurasi sebesar

82,4%.

Pada penelitian kali ini, penulis mengajukan metode Probabilistic Neural

Network (PNN) yang telah banyak dilakukan penelitian sebelumnya. PNN adalah

sebuah metode jaringan saraf tiruan atau neural network yang menggunakan training

supervised. Pada tahun 1988, metode ini dikembangkan oleh Donald F. Specht. PNN

masuk ke dalam struktur Feedforward. Metode PNN berasal dari jaringan Bayesian

dan algoritma statistik yang dikenal dengan nama Kernel Fisher Discriminant

Analysis. Teori Bayes bisa berfungsi untuk mengklasifikasi beberapa kategori.

Pengambilan keputusan dalam pengklasifikasian menggunakan PNN didasarkan pada

hasil perhitungan jarak (distance) antara fungsi kepekatan peluang dengan vektor ciri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan menerapkan metode PNN

untuk membuat penelitian yang berjudul “Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae

Berdasarkan Bentuk Tulang Daun Menggunakan Probabilistic Neural Network

(PNN)”.

1.2 Rumusan Masalah

Identifikasi keanekaragaman tumbuhan jenis Angiospermae masih dilakukan secara

manual sehingga diperlukan analisis dan pengetahuan yang cukup untuk dapat

membedakan keberagaman tumbuhan jenis Angiospermae. Oleh sebab itu, dibutuhkan

sebuah sistem yang bisa membantu mengklasifikasikan tumbuhan jenis

Angiospermae.

Page 18: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

3

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk pengklasifikasian jenis tumbuhan angiospermae

berdasarkan bentuk tulang daun menggunakan Probabilistic Neural Network agar

dapat mempermudah masyarakat menentukan jenis tumbuhan angiospermae

berdasarkan daunnya.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini memilki beberapa batasan masalah. Batasan masalah pada penelitian ini

ialah:

a. Tanaman yang akan diteliti merupakan tanaman jenis angiospermae yang

terbagi menjadi dua kelompok, yaitu monokotil dan dikotil.

b. Jenis tumbuhan yang diuji berjumlah 10 jenis, yaitu bambu, kurma, padi,

pandan, tebu, alpukat, durian, lemon, mangga, dan rambutan.

c. Data yang digunakan adalah citra digital daun pencahayaan minimal 450 lumen

dan tulang daun terlihat jelas.

d. Output dari penelitian ini ialah nama dan jenis tumbuhan.

1.5 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini ialah:

a. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dan pelajar dalam mengenali jenis-

jenis tumbuhan angiospermae.

b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mempermudah pengklasifikasian

jenis tumbuhan angiospermae berdasarkan bentuk daunnya.

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 7 tahap, yaitu:

1. Studi Literatur

Tahap studi literatur ialah tahap pengumpulan dan pembelajaran literatur serta

dokumen pendukung yang diperoleh melalui jurnal, skripsi, buku dan sumber

lainnya.

Page 19: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

4

2. Pengumpulan Data

Setelah mempelajari dan memahami literatur dilakukan pengumpulan data

yang terkait dengan penelitian.

3. Analisis Permasalahan

Tahap analisis permasalahan merupakan tahap dimana penulis melakukan

analisis terhadap informasi-informasi dari dokumen yang sudah dipelajari agar

dapat mendapat metode yang tepat untuk menyelasaikan masalah dalam

penelitian ini.

4. Perancangan Sistem

Tahap perancangan sistem ialah tahap dimana penulis merancang sistem, yang

dapat menyelesaikan masalah yang dianalisis di tahapan sebelumnya.

5. Implementasi

Tahapan implementasi merupakan tahap dimana pengimplementasian analisis

sesuai perancangan sistem yang telah dibuat.

6. Pengujian

Tahap pengujian ialah tahap dimana dilakukan proses pengujian terhadap

Probabilistic Neural Network yang telah dibuat.

7. Penyusunan Laporan

Tahap penyusunan laporan merupakan tahap dimana penulis akan menyusun

dokumentasi berupa laporan yang menjabarkan hasil penelitian yang telah

penulis lakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan ini memiliki sistematika penulisan yang terdisi dari 5 bagian, yaitu:

Page 20: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

5

BAB 1. PENDAHULUAN

Bab 1 berisi latar belakang pemilihan judul skripsi “Klasifikasi Tumbuhan

Angiospermae Berdasarkan Bentuk Tulang Daun Menggunakan Probabilistic Neural

Network", rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2. LANDASAN TEORI

Bab 2 merupakan bab yang berisi teori mengenai tumbuhan Angiospermae, citra

digital daun, pengolahan citra digital, Probabilistic Neural Network (PNN), dan

penelitian terdahulu untuk memahami permasalahan dan proses dalam pengaplikasian

sistem yang dibuat dalam penelitian ini.

BAB 3. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab 3 merupakan bab yang membahas menganai analisis arsitektur umum dari metode

Probabilistic Neural Network (CNN) yang digunakan dalam Image Processing pada

citra daun untuk mengklasifikasi nama dan jenis tumbuhan Angiospermae.

BAB 4. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab 4 merupakan bab yang membahas mengenai implementasi hasil analisis dan

mengenai perancangan sistem pada bab 3. Selain itu, ab 4 juga mengandung

pemaparan hasil pengujian terhadap sistem yang telah dibuat.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 5 merupakan bab yang membahas mengenai kesimpulan penelitian yang sudah

dilakukan oleh penulis dan saran yang diajukan penulis untuk penelitian serupa

selanjutnya.

Page 21: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tumbuhan Angiospermae

Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) adalah kelompok tumbuhan yang memiliki tingkat

perkembangan filogenetik paling tinggi. Karakteristik khusus yang dimiliki oleh

tumbuhan Spermatophyta ialah berupa biji (dalam bahasa Yunani: sperma).

Tumbuhan Spermatophyta terbagi menjadi 2, yaitu tumbuhan biji terbuka

(Gymnospermae) dan tumbuhan biji tertutup (Angiospermae) (Tjitrosoepomo, 2010).

Angiospermae mempunyai beberapa karakterisitik, diantaranya yaitu bakal biji

selalu dibungkus oleh bakal buah, mempunyai organ bunga yang sebenarnya, terdiri

dari tumbuhan berkayu atau batang basah, akar tumbuhan dapat berupa akar tunggang

ataupun akar serabut, batang dapat bercabang ataupun tidak, serta kebanyakan

memiliki daun tunggal, majemuk, atau lebar dengan komposisi yang beragam, dan

juga memilki bentuk tulang daun yang beraneka ragam. Angiospermae memiliki 2

kelompok, yaitu dikotil dan monokotil, yang berjumlah kurang lebih 300 famili / lebih

dari 250.000 spesies, yang mana di antara famili tersebut telah ditemukan di banyak

lokasi yang merupakan rerumputan berjumlah 7500 spesies. (Tjitrosomo, 1984).

2.1.1 Monokotil

Tumbuhan berkeping satu (monocotyledoneae atau monokotil) yang telah dikenali

berjumlah sekitar 50.000 spesies. Karakteristik utama monokotil ialah memiliki biji

dengan lembaga yang memiliki 1 daun lembaga (Kadaryanto et al, 2016). Tumbuhan

monokotil yang digunakan dalam penelitian ini ialah bamboo, padi, kurma, pandan,

dan tebu.

2.1.2 Dikotil

Tumbuhan berkeping dua (dycotyledoneae atau dikotil) yang telah ditemui dan

dinamai saat ini berjumlah sekitar 200.000 spesies. Karakteristik utama dikotil ialah

memiliki biji yang mempunyai 2 daun lembaga. Tumbuhan dikotil dapat berupa

semak, perdu, ataupun pohon. Pertumbuhan dikotil ada yang merambat, tegak berdiri,

Page 22: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

7

ataupun menempel pada tumbuhan lain. (Kadaryanto et al, 2016). Tumbuhan dikotil

yang digunakan dalam penelitian ini ialah alpukat, durian, lemon, mangga, dan

rambutan.

2.1.3 Perbedaan monokotil dan dikotil

Tumbuhan monokotil dan dikotil mempunyai ciri khas masing-masing sehingga dapat

dibedakan melalui tulang daun, batang, bunga, dan akarnya. Berdasarkan tulang daun,

tanaman monokotil memiliki daun sejajar ataupun melengkung, sedangkan dikotil

memiliki tulang daun menyirip atau menjari. Berdasarkan batangnya, berkas

pengangkut monokotil tersebar sedangkan dikotil tersusun. Berdasarkan jumlah

bunganya, monokotil memiliki jumlah kelopak bunga sebanyak 3 atau kelipatannya,

sedangkan dikotil memiliki 2, 4, 5, atau kelipatannya. Berdasarkan akar, monokotil

mempunyai akar serabut, sedangkan dikotil akar tunggang. Perbedaan tumbuhan

dikotil dan monokotil dapat dilihat di gambar 2.1.

Gambar 2.1. Perbedaan Monokotil dan Dikotil

Sumber : Campbell Biology (2014)

2.2 Citra Digital

Citra ialah sebuah imitasi atau gambaran dari sebuah objek. Terdapat dua jenis citra,

analog dan digital. Citra analog bersifat kontinu, contohnya ialah gambar di monitor

Page 23: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

8

televisi, foto yang dicetak, dsb, sedangkan citra digital ialah sebuah citra yang bisa

diolah komputer.

Citra digital merupakan gambar fungsi dua dimensi dengan 𝑥, 𝑦 dan nilai

intensitas 𝑓 semuanya terbatas, di mana 𝑥 dan 𝑦 merupakan koordinat spasial

(bidang), dan amplitudo 𝑓 pada tiap koordinat (𝑥, 𝑦) disebut intensitas atau tingkat

abu dari gambar pada titik itu (Gonzalez et al., 2020).

Citra digital umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu citra berwarna, keabuan, dan

biner.

2.2.1 Citra berwarna (Color Image)

Citra berwarna atau yang biasa disebut citra RGB memiliki tiga bentuk komponen

pada tiap pikselnya, yaitu red, green, dan blue. Setiap komponen berukuran 8 bit (0-

255). Warna yang mungkin bisa disajikan ialah 255x255x255, lebih lengkapnya dapat

mencapai 16.581.375 warna. Contoh citra berwarna dapat dilihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2. Citra berwarna (color image)

2.2.2 Citra keabuan (Grayscale Image)

Citra keabuan atau grayscale adalah citra yang terdiri dari warna tingkat keabuan.

Warna abu pada citra grayscale merupakan warna RGB yang memiliki intensitas yang

sama, dengan begitu grayscale hanya memerlukan sebuah intensitas tunggal,

sedangkan citra berwarna (RGB) memerlukan 3 intensitas pada setiap pikselnya.

Intensitas grayscale menggunakan 8 bit, yang memberi kemungkinan sebanyak 256,

yaitu 0 untuk hitam hingga 255 untuk putih. Contoh citra keabuan dapat dilihat di

Gambar 2.3.

Page 24: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

9

Gambar 2.3. Citra keabuan (grayscale image)

2.2.3 Citra biner (Binary Image)

Binary image merupakan suatu citra yang tiap pikselnya hanya memiliki 2 nilai

derajat keabuan (grayscale), yaitu hitam dan putih. Piksel akan berwarna putih jika

bernilai 0 dan berwarna hitam jika bernilai 1. Biasanya dalam citra biner objek akan

berwarna hitam dan latar akan berwarna putih. Nilai derajat keabuan pada citra biner

hanya membutuhkan 1 bit. Kegunaan citra biner ialah untuk mengidentifikasi

keberadaan objek, memfokuskan morfologi, mengubah citra yang telah ditingkatkan

garis tepinya, dll. Contoh citra biner dapat dilihat di gambar 2.4.

Gambar 2.4. Citra biner (binary image)

2.3 Citra Digital Daun

Citra digital daun adalah citra digital yang memuat gambaran atau imitasi daun

di dalamnya sehingga memuat informasi daun. Contoh citra digital daun monokotil

dan dikotil dapat dilihat di gambar 2.5.

Page 25: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

10

(a) (b)

Gambar 2.5. Citra Digital Daun Monokotil (a) dan Dikotil (b)

2.4 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing)

Digital image processing ialah sebuah ilmu yang menggunakan software dan

hardware untuk mengumpulkan, memproses, dan menampilkan data untuk tujuan

umum meningkatkan atau meningkatkan gambar. Ilmu ini rumit dan melibatkan

pengetahuan tentang optik, elektronik, komputer, dan matematika (Mckinley, 1990).

Awalnya, penggunaan pengolahan citra digital ialah untuk memperbaiki dan

meningkatkan kualitas gambar, namun dengan berkembangnya ilmu komputasi

membuat manusia bisa mengambil informasi dari sebuah gambar. Dengan

menggunakan citra (gambar) sebagai input, ditingkatkan kualitasnya dengan berbagai

metode, misalnya menghilangkan noise, dan menghasilkan citra dengan kualitas lebih

baik, sehingga menghasilkan informasi yang lebih baik.

2.5 Machine Learning

Machine learning bisa diartikan sebagai sebuah aplikasi komputer & algoritma

matematika yang diangkat secara pembelajaran yang berasal dari data, yang kemudian

menghasilkan prediksi di masa mendatang (Goldberg & Holland, 1988). Machine

learning terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

2.5.1 Supervised Learning

Supervised learning adalah sebuah teknik machine learning yang bisa menerima

informasi data dengan cara membuat label. Teknik ini berguna untuk dapat membuat

target terhadap keluaran dengan membandingkan pengalaman belajar dari pengalaman

sebelumnya.

Page 26: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

11

2.5.2 Unsupervised Learning

Unsupervised learning merupakan sebuah teknik machine learning yang dilakukan

kepada data yang tak memilki informasi yang bisa diterapkan secara langsung. Teknik

ini berguna untuk membantu menemukan struktur / pola tersembunyi dari data yang

tak mempunyai label.

2.5.3 Reinforcement Learning

Reinforcement learning merupakan sebuah teknik pada machine learning yang dapat

membuat agent software dan mesin bekerja secara otomatis untuk menentukan

perilaku ideal sehingga dapat memaksimalkan kinerja algoritmanya.

2.6 Open Source Computer Vision Library (OpenCV)

OpenCV merupakan library open source untuk bahasa pemrograman C, C++, python,

java, dan matlab dari intel untuk menyederhanakan programming terkait citra digital

secara real-time. OpenCV bisa dengan mudah melakukan berbagai hal kompleks

seperti mengenali wajah, mengidentifikasi objek, melacak objek bergerak, dan

sebagainya. Penelitian ini menggunakan OpenCV untuk melakukan resize, grayscale,

binary image, Gaussian blur, Canny, membaca, dan menulis gambar.

2.7 Probabilistic Neural Network (PNN)

Jaringan Neural Probabilistik (PNN) dikembangkan berdasarkan teori Bayesian untuk

probabilitas bersyarat dan Metode Parzen untuk memprediksi probabilitas fungsi

kepadatan variabel acak. PNN dapat didefinisikan sebagai implementasi algoritma

statistic yang disebut sebagai kernel analitik diskriminatif. Berdasarkan tentang

karakteristik PNN, PNN memiliki proses pelatihan cepat dan struktur paralel terpadu,

sehingga PNN dapat menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan peningkatan data

pelatihan di mana data pelatihan dapat dimodifikasi tanpa pelatihan ulang data. Selain

itu, PNN memiliki waktu belajar lebih cepat jika dibandingkan dengan berbagai model

dari jaringan saraf tiruan, sehingga telah diterapkan di banyak kasus. Oleh karena itu,

PNN dapat digambarkan sebagai supervised neural network yang dapat

diimplementasikan pada klasifikasi pola (Nurrahmadayeni, 2017).

Page 27: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

12

PNN memiliki 4 lapisan, yaitu lapisan input, pola, penjumlahan, dan output atau

keputusan.

2.6.1 Lapisan Input (Input Layer)

Input layer merupakan masukan berupa vektor x dengan jumlah elemen sebanyak n,

yang dimana vektor tersebut akan diklasifikasi pada salah satu kelas dari total

keseluruhan M kelas.

2.6.2 Lapisan Pola (Pattern Layer)

Pattern layer merupakan lapisan untuk menghitung jarak (distance) antara vektor

input dan vektor bobot pelatihan yang dipresentasikan oleh neuron. Pada lapisan pola

dilakukan perkalian titik antara vektor x dengan vektor bobot pelatihan, yang

kemudian hasilnya akan dimasukkan ke dalam fungsi radial basis Gaussian. Fungsi

Gaussian ditunjukkan dalam Persamaan 2.1.

𝑓(𝑥) = exp(−(𝑥 − 𝑥𝑖𝑗)

𝑇(𝑥 − 𝑥𝑖𝑗)

2𝜎2

(2.1)

Dimana :

𝑥 = vektor testing

𝑥𝑖𝑗 = vektor training ke j dari kelas i

𝜎 = spread / smoothing parameter

2.6.3 Lapisan Penjumlahan (Summation Layer)

Summation layer menerima input dari pattern layer yang terkait dengan kelas yang

ada. Setiap kelas mempunyai 1 neuron. Pada neuron-neuron tersebut ditampung hasil

penjumlahan dari tiap kelas dari lapisan pola. Persamaan summation layer dapat

dilihat di Persamaan 2.2.

𝑝(𝑥) = 1

(2𝜋)𝑑/2𝜎𝑑𝑖−

1

𝑁𝑖∑𝑓(𝑥)

𝑖

𝑖=1

(2.2)

Dimana :

𝑥𝑖𝑗 = vektor pelatihan ke j dari kelas i

𝜎 = spread / smoothing parameter

𝑁 = jumlah data latih pada kelas i

Page 28: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

13

𝑑 = dimensi vektor x

2.6.4 Lapisan Output / Keputusan (Decision Layer)

Output layer adalah lapisan terakhir PNN yang berisi output berupa keputusan.

Lapisan ini menghasilkan sebuah vektor dengan panjang M elemen, yang dimana M

merupakan banyaknya kelas. Vektor input x akan diklasifikasikan ke dalam kelas M,

jika nilai p(x) indek ke M pada vektor output merupakan nilai terbesar jika

dibandingkan dengan elemen lainnya.

Lebih jelasnya. Keempat lapisan PNN dapat dilihat di gambar 2.6.

Gambar 2.6. Lapisan PNN

Sumber : https://www.programmersought.com/

2.8 Resize

Resizing adalah proses mengubah ukuran pixel gambar menjadi lebih besar (upscale)

atau kecil (downscale) sesuai dengan keinginan dengan cara mengatur ukuran panjang

dan lebar gambar. Dalam melakukan pengolahan citra digital biasanya belum tentu

semua citra yang diproses memiliki ukuran citra yang sama. Dalam tahap resizing

dilakukan proses interpolasi citra atau proses pembuatan ulang data citra dari nilai-

nilai antara pixel yang ditetapkan. Pada penelitian ini menggunakan proses resizing

untuk mengubah ukuran citra menjadi lebih kecil agar jumlah pixel yang diolah tidak

telalu banyak hingga dapat meminimalisir waktu komputasi dengan algoritma

interpolasi citra nearest neighbor interpolation.

Page 29: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

14

Nearest-neighbor Interpolation atau interpolasi tetangga terdekat ialah

algoritma resizing atau pembuatan ulang citra dengan mengubah tiap nilai pixel

dengan nilai pixel terdekat pada citra. Contoh penerapan nearest-neighbor

interpolation dilakukan pada citra 2 dimensi seperti pada Gambar 2.7, untuk

mengurangi ukuran gambar (downscale), neighbor terdekat dipilih dari 4 titik asal

yang saling berbatasan dan kemudian menghitung nilai rata-rata dari ke empat nilai

tersebut yang menjadi nilai pixel yang baru. Untuk meningkatkan ukuran gambar

(upscale), nilai pixel diinterpolasi menjadi nilai pixel yang berulang berdasarkan

ukuran pixel yang ditetapkan. Proses upscale dan downscale dapat melihat Gambar

2.7.

Gambar 2.7. Resize Image

2.9 Gray-scale Image

Mengubah citra daun yang memilki berbagai macam warna menjadi warna putih, abu-

abu, dan hitam dengan menggunakan grayscale. Untuk mengganti RGB

menjadi grayscale, bisa diterapkan dengan mengambil seluruh piksel citra, yang

selanjutnya mengambil informasi 3 warna dasar yaitu merah (red), hijau

(green), dan biru (blue) (melalui fungsi warna to RGB), 3 warna ini akan

ditambahkan dan dibagi 3 sehingga mendapatkan rata-rata yang kemudian akan

digunakan untuk memberi warna pada piksel citra sehingga citra RGB menjadi

grayscale. (Santi, 2011).

Grayscale image adalah citra keabuan yang memiliki warna gradiasi mulai dari

putih hingga hitam pada pixelnya. Untuk mendapatkan citra grayscale dilakukan

Page 30: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

15

dengan mengubah citra warna RGB menjadi keabuan, 3 layer model warna RGB yaitu

red, green, blue akan di sederhanakan menjadi 1 layer matriks keabuan dengan

mencari rata-rata dari total nilai RGB yang ditunjukan pada Persamaan 2.3.

I = (R + G + B) / 3

(2.3)

Dimana:

I = intensitas keabuan suatu piksel citra hasil grayscaling

R = komponen merah pada suatu piksel

G = komponen hijau suatu piksel

B = komponen biru suatu piksel

2.10 Binary Image

Mengkonversi citra ke binary image memiliki proses yang mirip dengan

mengkonversi citra ke gray-scale, perbedaannya ialah warna rata-rata akan dibagi

menjadi 2 kelompok, dengan ketentuan jika intensitas warna ialah 0 – 255, diambil

nilai tengahnya, yaitu 127. Jika intensitas warna lebih rendah dari 127 maka warna

akan menjadi hitam dan jika intensitas warna lebih tinggi dari 127 warna akan

menjadi putih (Santi, 2011). Persamaan resize image dapat dilihat di Persamaan 2.4.

𝑔(𝑥, 𝑦) = {0, 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑓(𝑥, 𝑦) ≥ 𝑎

1, 𝑗𝑖𝑘𝑎𝑓(𝑥, 𝑦) < 𝑎

(2.4)

2.11 Gaussian Blur

Gaussian blur dinamai berdasarkan nama ahli matematika dan ilmuan, yaitu Carl

Fredrich Gauss. Tahap Gaussian blur (penghalusan Gaussian) berfungsi untuk

menghaluskan gambar, hal ini memungkinkan untuk mengurangi noise dan detail

gambar sehingga mempermudah proses pengenalan gambar. Untuk menentukan

elemen matriks kernel gauss pada posisi(i,j) dapat dilihat di Persamaan 2.5.

𝐺(𝑖, 𝑗) = 𝑐. 𝑒 −(𝑖 − 𝑢)2+(𝑗 − 𝑣)2

2𝜎2

(2.5)

Page 31: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

16

Dimana:

𝒄𝐝𝐚𝐧𝝈 = konstanta

𝑮(𝒊, 𝒋) = elemen matriks kernel gauss pada posisi (𝒊, 𝒋)

𝒖𝒅𝒂𝒏𝒗 = indeks tengah dari matriks kernel gauss

2.12 Inverse Image

Inverse image merupakan proses membalik warna yang kontras dengan warna aslinya.

Proses inverse image berguna untuk memperjelas garis tepi sehingga bentuk daun

terlihat jelas.

2.13 Canny Edge Detection

Garis tepi merupakan sebuah kontras antara permukaan tintaan dan garis pada jalan.

Metode ini sudah cukup berumur tapi masih banyak digunakan karena efektif untuk

mendeteksi tepi. Metode ini dapat membuat garis-garis tepi daun dan tulang daun

terlihat jelas.

Untuk melakukan canny edge detection, terdiri dari beberapa tahap. Tahap

pertama ialah menghilangkan noise menggunakan Gaussian.Selanjutnya dilakukan

pendeteksian tepi menggunakan salah satu operator deteksi tepi (Operator Sobel dan

Prewitt) yang dapat dilakukan dengan cara horizontal (𝑮𝒙) dan vertikal (𝑮𝒚).

Persamaan deteksi tepi dapat dilihat di Persamaan 2.10.

|𝑮| = |𝑮

(2.10)

Tahap selanjutnya ialah menghitung jarak gradient yang dapat dilihat di

Persamaan 2.11.

|𝑮| = √𝑮𝒙𝟐 + 𝑮𝒚𝟐

(2.11)

Tahap berikutnya ialah membagi garis-garis yang telah ada menjadi empat

kelompok sesuai dengan sudutnya. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

Page 32: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

17

- Arah tepian menjadi 0 ̊ jika arah tepi adalah 0 ̊- 22,5 ̊, 157,5 ̊ , atau 180 ̊ .

- Arah tepian menjadi 45 ̊ jika arah tepi adalah 22,5 ̊ - 67,5 ̊.

- Arah tepian menjadi 90 ̊ jika arah tepi adalah 67,5 ̊ - 112,5 ̊.

- Arah tepian menjadi 135 ̊ jika arah tepi adalah 112,5 ̊ - 157,5 ̊.

Tahap selanjutnya ialah mengecilkan garis tepi menjadi lebih tipis (non

maximum suppression). Tahap terakhir ialah menerapkan proses binerisasi

berdasarkan low & high threshold yang telah diberikan.

2.14 GLCM

Gray Level Co-Occurrence Matrix berguna untuk menganalisis piksel citra untuk

mendeteksi tingkat keabuan yang sering terjadi. GLCM juga berfungsi untuk tabulasi

tentang frekuensi kombinasi nilai pixel yang muncul pada suatu citra. (Xie, 2010).

Ekstraksi ciri dilakukan berdasarkan parameter contrast, dissimilarity, homogeneity,

angular second moment (ASM), energy, correlation, dan entropy.

Rumus parameter contrast dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan 2.13.

𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑ 𝑃𝑖,𝑗(

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

𝑖 − 𝑗)2

(2.13)

Rumus parameter dissimilarity dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan

2.14.

𝐷𝑖𝑠𝑠𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦 = ∑ 𝑃𝑖,𝑗|𝑖 − 𝑗|

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

(2.14)

Rumus parameter homogeneity dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan

2.15.

𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑒𝑖𝑡𝑦 = ∑𝑃𝑖,𝑗

1 + (𝑖 − 𝑗)2

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

(2.15)

Rumus parameter ASM dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan 2.16.

Page 33: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

18

𝐴𝑆𝑀 = ∑ 𝑃𝑖,𝑗2

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

(2.16)

Rumus parameter energy dalam GLCM ditunjukkan dalam persamaan 2.17.

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 = √𝐴𝑆𝑀

(2.17)

Rumus parameter correlation dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan 2.18.

𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑ 𝑃𝑖,𝑗

[ (𝑖 − 𝜇𝑖)(𝑗 − 𝜇𝑗)

√(𝜎𝑖2)(𝜎𝑗

2)]

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

(2.18)

Rumus parameter entropy dalam GLCM ditunjukkan dalam Persamaan 2.19.

𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑦 = ∑ 𝑃𝑖,𝑗

𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙𝑠−1

𝑖,𝑗=0

log 𝑃𝑖,𝑗

(2.19)

Dimana,

𝑃𝑖,𝑗 = elemen i,j dari GLCM simetris yang sudah dinormalisasi

levels = angka tingkat grayscale

𝜇 = nilai rata-rata GLCM

𝜎2 = varians intensitas semua piksel referensi dalam hubungan yang berkontribusi

pada GLCM

2.15 Confusion Matrix

Confusion matrix merupakan pengukuran performa dalam pengklasifikasian machine

learning, dimana outputnya berupa dua kelas atau lebih. Confusion matrix merupakan

tabel dengan empat kombinasi berbeda dari nilai prediksi dan nilai aktual. Nilai

prediksi ialah output program yang hasilnya benar atau salah. Nilai aktual ialah nilai

sebenarnya dimana nilainya true dan false. Empat kombinasi berbeda yang ada dalam

confusion matrix yaitu TP, TN, FP, dan FN.

Page 34: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

19

2.14.1. True Positive (TP)

True positive adalah memprediksi positif dan hasilnya benar.

2.14.2. True Negative (TN)

True negative adalah memprediksi negatif dan hasilnya benar.

2.14.3. False Positive (FP)

False positive adalah memprediksi positif dan hasilnya salah.

2.14.4. False Negative (FN)

False negative adalah memprediksi negatif dan hasilnya salah.

Untuk menghitung nilai accuracy, precision, recall, dan F-1 score, dapat

dilihat seperti di bawah ini.

- Accuracy menunjukkan seberapa akurat model dalam mengklasifikasi

dengan benar.

𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 =(𝑇𝑃 + 𝑇𝑁)

(𝑇𝑃 + 𝐹𝑃 + 𝐹𝑁 + 𝑇𝑁)

(2.20)

- Precision menunjukkan akurasi antara data yang diminta dengan hasil

prediksi dari oleh model.

𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 =𝑇𝑃

(𝑇𝑃 + 𝐹𝑃)

(2.21)

- Recall atau sensitivity menunjukkan keberhasilan model dalam

menemukan kembali sebuah informasi.

𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 =𝑇𝑃

(𝑇𝑃 + 𝐹𝑁)

(2.22)

- F-1 Score menunjukkan rata-rata precision dan recall yang dibobotkan.

Page 35: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

20

𝐹1𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 =(2 ∗ 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 ∗ 𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛)

(𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 + 𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛)

(2.23)

2.16 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengidentifikasi jenis tanaman

berdasarkan daunnya. Diantaranya ialah penelitian oleh (Hutabarat, 2012) terkait

identifikasi jenis shorea menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN).

Penelitian tersebut menggunakan 100 citra daun yang mewakili 10 jenis tumbuhan

Shorea. Penelitian ini melibatkan 10 fitur morfologi daun yaitu diameter, luas,

keliling, aspect ratio, form factor, perimeter ratio of diameter, sudut daun, jarak

tangkai-daun, dan jumlah tulang daun. Penelitian ini memiliki tingkat akurasi sebesar

84%.

Selanjutnya, penelitian oleh (Sayeed et al., 2013) yang berjudul Plant

identification based on leaf shape and texture pattern using local graph structure.

Penelitian ini menggunakan 300 citra daun yang mewakili 50 spesies yang kemudian

diproses menggunakan LGS. Penelitian ini dilakukan dengan cara menerapkan LGS

pada data training dan data testing untuk mendapatkan histogram, kemudian kedua

hasil tersebut dicocokkan dengan menerapkan fungsi korelasi. Penelitian ini

menghasilkan tingkat akurasi sebesar 83,3%.

Penelitian selanjutnya ialah dari (Karima et al., 2014) terkait klasifikasi citra

daun monokotil dan dikotil menggunakan Naïve Bayes. Penelitian ini dilakukan

dengan cara mengolah 30 citra daun yang diolah dengan pre-proses grayscaling,

binerisasi, image resizing, dan deteksi tepi. Kemudian diklasifikasi dengan Naïve

Bayes. Lalu, Dilakukan ekstraksi fitur dan citra piksel. Penelitian ini menghasilkan

tingkat akurasi sebesar 50%.

Penelitian selanjutnya ialah dari (Christy, 2015) terkait identifikasi tulang daun

monokotil dan dikotil dengan metode Manual Thresholding. Penelitian tersebut

menggunakan citra daun melati air sebagai tumbuhan monokotil dan daun jambu biji

sebagai tumbuhan dikotil. Penelitian ini dilakukan dengan cara citra diubah dari RGB

menjadi grayscale, dan kemudian segmentasi citra dengan metode manual

thresholding.

Page 36: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

21

Penelitian berikutnya ialah dari (Padao & Maravillas, 2015) terkait klasifikasi

tanaman berdasarkan bentuk dan tekstur daun menggunakan Naïve Bayes (NB)

Classifier. Penelitian ini menggunakan 447 citra daun yang mewakili 30 spesies yang

kemudian diproses menggunakan NB classifier. Penelitian ini menggunakan atribut

seperti eksentrisitas, rasio aspek, panjang, soliditas, stokastik konveksitas, factor

isoperimetri, kedalaman indentasi maksimal dan lobedness untuk menentukan bentuk

daun. Sedangkan untuk menentukan tektur daun, penelitian ini menggunakan 7

variabel seperti intensitas rata-rata, kontras rata-rata, kehalusan, momen ketiga,

keseragaman dan entropi. Penelitian ini menghasilkan tingkat akurasi sebesar 74,10%.

Terakhir ialah penelitian dari (Ilahiyah & Nilogiri, 2018) terkait identifikasi

tumbuhan berdasarkan citra daun menggunakan Convolutional Neural Network

(CNN). Penelitian ini menggunakan 2000 citra daun dengan 1800 citra untuk training

dan 200 citra untuk testing. Penelitian ini menggunakan operasi konvolusi, Rectified

Linear Unit (ReLU), pooling layer, dan softmax classifier. Tingkat akurasi dari

penelitian ini ialah 85%.

Penelitian terdahulu yang telah dijelaskan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Peneliti Metode Keterangan

1 Identifikasi Jenis

Shorea

Berdasarkan

Morfologi Daun

Menggunakan

Probabilistic

Neural Network

(2012)

Yuni

Purnamasari

Hutabarat

Probabilistic

Neural

Network

(PNN)

Penelitian menggunakan

100 citra daun yang

mewakili 10 jenis Shorea

yang kemudian diproses

menggunakan PNN dan

menghasilkan tingkat

akurasi sebesar 84%.

Page 37: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

22

2 Plant identificatio

n based on leaf

shape and texture

pattern using local

graph structure

(2013)

• Shohel

Sayeed

• Jakir Hossen

• Ibrahim

Yusof

• M. Fikri Azli

A.

Local Graph

Structure

(LGS)

Penelitian menggunakan

300 citra daun yang

kemudian diproses

menggunakan LGS dan

menghasilkan tingkat

akurasi sebesar 83,3%.

3 Klasifikasi Citra

Daun Monokotil

dan Dikotil

Menggunakan

Naïve Bayes (2014)

• Lita Karima

• Niar Ariati

• Dynda

Perwary

• Putranti Puji

P.

• Anisa

Rachmawati

Naïve Bayes

(NB)

Penelitian menggunakan

30 citra daun yang

kemudian diproses

menggunakan NB dan

menghasilkan tingkat

akurasi sebesar 50%.

4 Identifikasi Tulang

Daun Monokotil

dan Dikotil dengan

Metode Manual

Thresholding

(2015)

Laorency

Fania Christy

Manual

Thresholding

Penelitian menggunakan

citra daun melati air

sebagai tumbuhan

monokotil dan daun

jambu biji sebagai

tumbuhan dikotil.

5 Using Naïve

Bayesian Method

for Plant Leaf

Classification

Based on Shape

and Texture

Features (2015)

• Francis Rey

F. Padao

• Elmer A.

Maravillas

Naïve Bayes

(NB)

Classifier

Penelitian meggunakan

447 citra daun yang

mewakili 30 spesies

yang kemudian diproses

menggunakan NB

classifier dan

menghasilkan tingkat

akurasi sebesar 74,10%

6 Implementasi Deep

Learning pada

Identifikasi Jenis

• Sarirotul

Ilahiyah

• Agung

Convolu-

tional Neural

Network

Penelitian menggunakan

2000 citra daun yang

kemudian diproses

Page 38: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

23

Tumbuhan

Berdasarkan Citra

Daun

Menggunakan

Convolutional

Neural Network

(2018)

Nilogiri (CNN) menggunakan CNN dan

menghasilkan tingkat

akurasi sebesar 85%.

Dalam penelitian ini, penulis memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian-

penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian terletak pada metode, data, dan jenis

tumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis mengklasifikasikan tumbuhan

angiospermae berdasarkan bentuk tulang daun menggunakan PNN. Hasil dari

penelitian merupakan informasi nama dan jenis tumbuhan.

Page 39: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

24

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Data yang digunakan

Data input yang digunakan berupa citra daun dari 10 jenis tumbuhan, yaitu 5

tumbuhan monokotil dan 5 tumbuhan dikotil. Data diperoleh secara manual, difoto

menggunakan ponsel dan kamera dengan format file png. Tanaman yang digunakan

merupakan tanaman dari BBI Hortikultura Gedung Johor dengan pencahayaan yang

jelas sehingga bentuk dan tulang daun terlihat jelas. Contoh dari data yang digunakan

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Contoh citra digital daun

Terdapat 10 jenis tumbuhan yang digunakan citra daunnya. Untuk monokotil,

tumbuhan yang digunakan adalah rambutan, manga, alpukat, durian, dan kelengkeng.

Sedangkan untuk dikotil, tumbuhan yang digunakan adalah pandan, bamboo, padi,

nanas, dan kurma. Jumlah data yang digunakan sebayak 1.800 citra yang kemudian

dibagi menjadi 2, yaitu untuk data training dan data testing. Contoh citranya yang

bisa dilihat pada Tabel 3.1. untuk tumbuhan monokotil dan Tabel 3.2. untuk tumbuhan

dikotil.

Page 40: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

25

Tabel 3.1 Data monokotil

Nama

Tumbuhan

Contoh

Citra

Data

Pelatihan

Data

Pengujian

Jumlah

Data

Pandan

172 43 215

Bambu

147 33 180

Tebu

128 32 160

Padi

123 37 160

Kurma

129 31 160

Jumlah Data - 700 176 875

Page 41: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

26

Tabel 3.2 Data dikotil

Nama

Tumbuhan

Contoh

Citra

Data

Pelatihan

Data

Pengujian

Jumlah

Data

Rambutan

127 33 160

Mangga

116 37 153

Alpukat

163 41 204

Durian

161 39 200

Lemon

172 36 208

Jumlah Data - 739 186 925

Data training bertujuan untuk melatih model sehingga dapat memahami

informasi-informasi pada data tersebut. Sedangkan, data uji bertujuan untuk

melakukan pengujian terhadap performa model yang telah dilatih. Bobot nilai masing-

masing data dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 42: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

27

Gambar 3.2. Bobot nilai data latih dan data uji

3.2 Analisis Sistem

Perancangan sistem pengklasifikasian tumbuhan Angiospermae berdasarkan bentuk

tulang daun memiliki beberapa tahap . tahapan pertama merupakan data collecting.

Data yang digunakan adalah citra digital dari daun-daun tumbuhan yang akan

digunakan. Penulis akan mengumpulkan beberapa citra digital yang kemungkinan

akan digunakan untuk training. Selanjutnya untuk tahap testing, sistem akan berjalan

seperti Gambar 3.3. Ketika citra telah diinput, sistem masuk ke tahap preprocessing,

yaitu tahap untuk pengolahan data asli sebelum data diolah menggunakan PNN

sebagai classifier. Pada tahap ini, citra diubah ukurannya sesuai dengan ketentuan

agar lebih mudah diolah dan ukuran datanya tepat. Kemudian, citra akan diubah dari

RGB menjadi gray-scale. Setelah itu, untuk mengidentifikasi nama tanaman, masuk

ke tahap shape segmentation untuk pengklasifikasian nama tanaman berdasarkan

bentuk daun. Dalam proses ini, terdapat tiga tahap. Pertama, citra akan diubah menjadi

binary image, kemudian tahap menghilangkan noise menggunakan Gaussian blur.

Terakhir, citra yang telah diubah menjadi gambar biner, diubah menjadi inverse

image-nya. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi tanaman masuk ke kelompok dikotil

atau monokotil, masuk ke tahap vein segmentation untuk mengambil bagian penting

yang unik dari citra, yaitu tulang daun. Pertama, dilakukan Canny Edge Detection

untuk mendeteksi garis tepi pada citra. Terakhir, binarization yaitu mengubah citra

menjadi biner. Kemudian, citra diekstraksi menggunakan fitur GLCM yang terdiri dari

contrast, correlation, energy, dissimilarity, ASM, homogeneity, dan entropy. Lalu

masuk ke tahap PNN untuk mengklasifikasikan jenis tumbuhan berdasarkan citra yang

telah diolah. Kemudian, hasil akan muncul. Adapun untuk memperjelas tahapan

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.

1.439 data latih (80%) 361 data uji (20%)

Page 43: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

28

Gambar 3.3. Arsitektur Umum

3.2.1 Pre-processing

Sebelum melakukan segmentasi dan klasifikasi, citra dipersiapkan dengan tahap

preprocessing. Preprocessing terdiri dari 2 tahap, yaitu image resize dan RGB to gray-

scale image.

3.2.1.1 Image Resize

Beberapa gambar memiliki ukuran citra yang berbeda-beda, karena itu untuk

mempermudah sistem bekerja, harus dibuat standar ukuran yang tepat dan citra yang

Page 44: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

29

tidak sesuai dengan standar tersebut akan diubah menjadi seukuran standar. Ukuran

standar dalam penelitian ini ialah 224 x 224 pixel.

- Fungsi resize dilakukan menggunakan library OpenCV. CV2.resize

merupakan fungsi OpenCV untuk merubah ukuran gambar dengan sintaks

cv2.resize(src,dsize[,dst[,fx[,fy[,interpolation]]]]).

Fungsi resize memiliki dua parameter yang wajib dicantumkan, parameter

pertama, yaitu souce dari gambar. Parameter keduanya ialah ukuran akhir

yang diharapkan, yaitu 224x224. Untuk parameter-parameter lainnya yang

tidak wajib dimasukkan ialah fx untuk sumbu horizontal (x), fy untuk

sumbu vertikal (y), dan yang terakhir adalah interpolation untuk teknik

resize yang digunakan.

- Teknik resize yang digunakan ialah bilinear interpolation, yang dimana

merupakan salah satu jenis interpolasi. Billinear interpolation merupakan

penulisan kembali atau pembuuatan ulang dengan mengubah nilai dengan

nilai terdekat. Billinear interpolation menjadi teknik default untuk fungsi

resize, karena itu tidak perlu dicantumkan.

3.2.1.2 Gray-scale Image

Mengubah citra daun yang memilki berbagai macam warna menjadi warna putih, abu-

abu, dan hitam dengan menggunakan grayscale. Untuk mengganti RGB

menjadi grayscale, bisa diterapkan dengan mengambil seluruh piksel citra, yang

selanjutnya mengambil informasi 3 warna dasar, yaitu red, green, dan blue (melalui

fungsi warna to RGB), 3 warna ini akan ditambahkan dan dibagi 3 sehingga

mendapatkan rata-rata yang kemudian akan digunakan untuk memberi warna pada

piksel citra sehingga citra RGB menjadi grayscale. (Santi, 2011).

Citra daun sesudah dilakukan image resize dan sesudah diubah menjadi gray-

scale dapat dilihat di Gambar 3.4.

img = cv2.resize(img,(224,224))

Page 45: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

30

Gambar 3.4. Citra daun asli (kiri), citra daun sesudah diubah dilakukan preprocessing

(kanan)

Langkah proses gray-scale yang dilakukan di penelitian ini bisa dilihat di bawah ini.

- Membaca citra menggunakan fungsi imread dari library OpenCV.

CV2.imread memiliki sintaks CV2.imread(path,flag). CV2.imread

berfungsi untuk membaca gambar dari path file yang diberikan. Gambar

akan diproses tergantung dengan flag yang diberikan. Flag memiliki

default 1 yang berarti color, atau gambar berwarna. Nilai flag 0 akan

membaca gambar menjadi gray-scale seperti cara di atas, dan nilai flag -1

yaitu untuk membaca gambar beserta alpha channelnya. Jika citra

merupakan gambar berwarna, maka nilai keabuan tiap piksel akan dihitung

dengan mengambil rata-rata nilai warna dan membacanya dengan array.

Berikut adalah penjelasan implementasi proses gray-scale image dengan representasi

data berukuran 3x3 seperi Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Citra daun sebelum melalui proses gray-scale

img = cv2.imread(filename[3],0)

Page 46: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

31

Gambar 3.5. merupakan potongan citra daun berukuran 3x3 dengan RGB nilai

masing-masing pixel-nya sebagai berikut:

P1 = 47, 92, 53

P2 = 10, 115, 60

P3 = 22, 85, 55

P4 = 83, 158, 158

P5 = 55, 131, 83

P6 = 20, 122, 73

P7 = 64, 119, 103

P8 = 66, 157, 121

P9 = 4, 79, 38

Untuk mengubah citra RGB menjadi citra gray-scale dilakukan dengan

mencari nilai ratarata dari total nilai RGB. Hasil dari pemanggilan library Open CV

dengan nama fungsi yaitu imread dengan parameter 0 untuk membaca citra dan

mengubah citra menjadi gray-scale image.

P1 = (47+92+53) = 192/3 → 64

P2 = (10+115+60) = 186/3 → 62

P3 = (22+85+55) = 162/3 → 54

P4 = (83+158+158) = 399/3 → 133

P5 = (55+131+83) = 270/3 → 90

P6 = (20+122+73) = 216/3 → 72

P7 = (64+119+103) = 288/3 → 96

P8 = (66+157+121) = 345/3 → 115

P9 = (4+79+38) = 120/3 → 40

Page 47: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

32

Gambar 3.6. Citra daun setelah melalui proses gray-scale

Gambar 3.6. merupakan hasil dari implementasi proses gray-scale image terhadap

representasi data berukuran 3x3.

3.2.2 Shape Segmentation

Tahap shape segmentation dilakukan untuk menentukan nama tumbuhan berdasarkan

garis tepi daun. Tahap shape segmentation terdiri dari tiga tahapan, yaitu converting to

binary image, Gaussian blur, dan transform to inverse image.

3.2.3.1 Binary Image

Mengkonversi citra ke binary image memiliki proses yang mirip dengan

mengkonversi citra ke gray-scale, perbedaannya ialah warna rata-rata akan dibagi

menjadi 2 kelompok, dengan ketentuan jika intensitas warna ialah 0–255, diambil

mediannya, yaitu 127. Jika intensitas warna lebih rendah dari 127 maka warna akan

menjadi hitam dan jika intensitas warna lebih tinggi dari 127 warna akan menjadi

putih (Santi, 2011). Citra daun sesudah dilakukan preprocessing dan sesudah diubah

menjadi binary image bisa dilihat di Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Citra daun sesudah dilakukan preprocessing (kiri), citra daun sesudah

diubah menjadi binary image (kanan)

Page 48: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

33

Mengubah grayscale menjadi binary image dilakukan dengan cara mencari

batas dari nilai threshold. Jika nilai intensitas citra ≥ nilai threshold, maka citra akan

diubah menjadi bernilai 1 dan berwarna putih. Sebaliknya, jika nilai intensitas citra <

nilai threshold, maka citra akan diubah menjadi bernilai 0 dan berwarna hitam.

Gambar 3.8. Citra daun 3x3 sebelum diubah menjadi binary image

Berikut adalah nilai grayscale dari citra pada gambar 3.8.

P1 = 64, 64, 64

P2 = 62, 62, 62

P3 = 54, 54, 54

P4 = 133, 133, 133

P5 = 90, 90, 90

P6 = 72, 72, 72

P7 = 96, 96, 96

P8 = 115, 115, 115

P9 = 40, 40, 40

Dengan nilai threshold diambil dari nilai tengah 0-255, yaitu 127. Jika nilai

intensitas citra ≥ 127, maka akan diubah menjadi putih, sebaliknya, jika nilai

intensitas < 127, maka akan diubah menjadi hitam. Lebih jelasnya akan dijabarkan di

bawah ini.

P1 = 64 < 127, 1 atau warna hitam

P2 = 62 < 127, 1 atau warna hitam

P3 = 54 < 127, 1 atau warna hitam

P4 = 133 ≥ 127, 0 atau warna putih

P5 = 90 < 127, 1 atau warna hitam

Page 49: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

34

P6 = 72 < 127, 1 atau warna hitam

P7 = 96 < 127, 1 atau warna hitam

P8 = 115 < 127, 1 atau warna hitam

P9 = 40 < 127, 1 atau warna hitam

Sehingga, citra 3x3 yang sudah diolah dapat dilihat di gambar 3.9.

Gambar 3.9. Citra daun 3x3 sesudah diubah menjadi binary image

3.2.3.2 Gaussian Blur

Gaussian blur dinamai berdasarkan nama ahli matematika dan ilmuan, yaitu Carl

Fredrich Gauss. Gaussian blur termasuk low-pass filter.Tahap Gaussian blur

(penghalusan Gaussian) berfungsi untuk menghaluskan gambar, hal ini

memungkinkan untuk mengurangi noise dan detail gambar sehingga mempermudah

proses pengenalan gambar. Citra daun sesudah diubah menjadi binary image dan

sesudah diubah dilakukan proses Gaussian blur dapat dilihat di Gambar 3.8.

Gambar 3.10. Citra daun sesudah diubah menjadi binary image (kiri), citra daun

sesudah dilakukan tahap Gaussian blur (kanan)

Untuk menerapkan Gaussian blur, tentukan lokasi entri pada kernel filter.

Setidaknya berukuran 5x5 piksel. Berikut ialah implementasi Gaussian blur pada citra

5x5 dengan 𝜎2 = 1.

Page 50: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

35

Gambar 3.11. Lokasi entri kernel filter pada citra 5x5

𝐺(0,0) = 𝑒−0 = 1

𝐺(1,0) = 𝐺(0,1) = 𝐺(−1,0) = 𝐺(0,−1) = 𝑒−12 = 0,6065

𝐺(1,1) = 𝐺(1,−1) = 𝐺(−1,1) = 𝐺(−1,−1) = 𝑒−1 = 0,3679

𝐺(2,1) = 𝐺(1,2) = 𝐺(−2,1) = 𝐺(−2,−1) = 𝑒−52 = 0,0821

𝐺(2,0) = 𝐺(0,2) = 𝐺(0,−2) = 𝐺(−2,0) = 𝑒−2 = 0,1353

𝐺(2,2) = 𝐺(−2,−2) = 𝐺(−2,2) = 𝐺(2,−2) = 𝑒−4 = 0,0183

Selanjutnya hasil-hasil tersebut dilakukan perkalian dengan 55 untuk mengubah

nilai terkecil menjadi 1. Nilai 55 didapat dari 1/0,0183 yang selanjutnya dibulatkan ke

atas. Kemudian dilakukan perkalian nilai 𝐺(𝑥, 𝑦) dengan 55.

Gambar 3.12. Citra yang sudah dikalikan dengan 55

Selanjutnya dilakukan normalisasi sehingga diperoleh filter seperti berikut.

Page 51: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

36

Gambar 3.13. Citra yang telah dinormalisasi

3.2.3.3 Inverse Image

Transform to inverse image merupakan proses membalik warna yang kontras pada

citra dengan warna aslinya. Untuk citra yang telah diolah dengan proses-proses di

atas, proses inverse image berguna untuk memperjelas garis tepi sehingga bentuk daun

terlihat jelas dan dapat mempermudah pengklasifikasian nama tumbuhan. Citra daun

sesudah dilakukan proses Gaussian blur dan sesudah diubah menjadi inverse image

bisa dilihat di Gambar 3.14.

Gambar 3.14. Citra daun sesudah dilakukan tahap Gaussian blur (kiri), citra daun

sesudah diubah menjadi inverse image (kanan)

Langkah-langkah proses shape segmentation yang dilakukan di penelitian ini bisa

dilihat di bawah ini.

- Langkah pertama yaitu dilakukan proses perubahan citra daun menjadi

binary image menggunakan metode threshold untuk mengenali objek.

Digunakan fungsi CV2.threshold dengan parameter pertama adalah gambar

def preprocess_shape(img,th,nkernel):

img = cv2.threshold(img,th,255,cv2.THRESH_BINARY)[1]

img = cv2.GaussianBlur(img,(5,5),0)

img = ~img

return img

Page 52: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

37

yang akan diolah, parameter kedua ialah threshold, parameter ketiga ialah

nilai maksimal, dan parameter terakhir ialah jenis threshold yang

digunakan. Cara kerjanya ialah diambil nilai threshold, yaitu 127, yang

diambil dari nilai tengah 0-255. Jika intensitas piksel > 127, maka nilai

akan diubah menjadi 255 atau putih, selain itu akan diubah menjadi 0 atau

hitam. Menggunakan parameter THRESH_BINARY untuk memisahkan

objek menjadi hitam dan background menjadi putih.

- Langkah kedua yaitu proses filter blur dengan Gaussian blur. Metode ini

akan mengambil warna tengah dari dua warna berbeda sehingga

menciptakan efek lembut pada citra. Fungsi Gaussian blur dilakukan

menggunakan library OpenCV. Sintaks yang digunakan ialah

cv2.GaussianBlur(src, ksize, sigmaX[, dst[, sigmaY[,

borderType=BORDER_DEFAULT]]] ). Parameter pertama ialah sumber

gambar, parameter kedua ialah ukuran kernel [tinggi, lebar], parameter

ketiga ialah sigmaX untuk deviasi standar kernel sepanjang sumbu x

(horizontal), selanjutnya ialah dst atau output gambar, parameter

selanjutnya ialah sigmaY untuk deviasi standar kernel sepanjang sumbu y

(vertikal) yang jika diisi 0 maka akan diambil nilai sigmaX, dan parameter

terakhir ialah tipe border yang jika tidak dicantumkan akan dilakukan

dengan tipe border default.

- Langkah ketiga yaitu proses membalik warna yang kontras pada citra

dengan warna aslinya dengan metode inverse image, sehingga garis tepi

daun dan bentuk daun yang sebelumnya terlihat blur jadi terlihat lebih

jelas.

3.2.3 Vein Segmentation

Tahap vein segmentation dilakukan untuk menentukan jenis biji tumbuhan tersebut,

apakah dikotil atau monokotil berdasarkan tulang daun (vein). Tahap vein

segmentation terdiri dari dua tahapan, segmentation, dan binarization.

3.2.3.1 Canny Edge Detection

Canny merupakan sebuah metode edge detection atau pendeteksi tepi yang ditemukan

oleh Marr dan Hildreth dan kemudian tahun 1986 dikembangkan oleh John F. Canny.

Page 53: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

38

Metode ini berfungsi untuk mendeteksi garis tepi citra dengan multi-tahap. Garis tepi

merupakan sebuah kontras antara permukaan tintaan dan garis pada jalan. Metode ini

sudah cukup berumur tapi masih banyak digunakan karena efektif untuk mendeteksi

tepi. Metode ini dapat membuat garis-garis tepi daun dan tulang daun terlihat jelas.

Untuk lebih jelasnya citra daun yang sudah dilakukan preprocessing dan citra daun

yang sudah dilakukan proses pendeteksi tepi Canny dapat dilihat di Gambar 3.15.

Gambar 3.15. Citra daun sesudah dilakukan preprocessing (kiri), citra daun sesudah

dilakukan tahap Canny edge detection (kanan)

Sebagai contoh implementasi Canny edge detection, berikut adalah contoh

perhitungan dengan citra yang sudah diubah menjadi matrix 5x5.

Kemudian diterapkan metode Gaussian pada matriks.

Page 54: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

39

Selanjutnya dilakukan seleksi dengan tepian prewit menggunakan matriks

sebagai berikut:

𝑃𝑥 = [−1 0 1−1 0 1−1 0 1

]

𝑃𝑦 = [1 1 10 0 0

−1 −1 −1]

Selanjutnya ialah perhitungan seleksi horizontal yang dilakukan menggunakan

matriks 𝑃𝑥 di atas.

𝐺1(𝑥, 𝑦) = |(-1*143)+(-1*114)+(-1*100)+(1*107)+(1*86)|

= |(-57)|

= 57

Untuk perhitungan seleksi vertikal, dilakukan menggunakan matriks 𝑃𝑦 di atas.

𝐺𝑦(𝑥, 𝑦) = |(-1*143)+(-1*129)+(1*107)+(1*100)+(1*86)+(1*86)|

= |(-107)|

= 107

𝐺(𝑥, 𝑦) = |𝐺1(𝑥, 𝑦)|+ |𝐺2(𝑥, 𝑦)|

= 57+107

= 163

𝐺(𝑥, 𝑦) = max( |𝐺1(𝑥, 𝑦)|+ |𝐺2(𝑥, 𝑦)|)

= 107

𝐺(𝑥, 𝑦) = ( |𝐺1(𝑥, 𝑦)|+ |𝐺2(𝑥, 𝑦)|) /2

= (163)/2

= 81,5

= 82

Selanjutnya ialah penentuan arah tepi dengan syarat sebagai berikut:

- Arah tepian menjadi 0 ̊ jika arah tepi adalah 0 ̊- 22,5 ̊, 157,5 ̊ , atau 180 ̊ .

- Arah tepian menjadi 45 ̊ jika arah tepi adalah 22,5 ̊ - 67,5 ̊.

- Arah tepian menjadi 90 ̊ jika arah tepi adalah 67,5 ̊ - 112,5 ̊.

- Arah tepian menjadi 135 ̊ jika arah tepi adalah 112,5 ̊ - 157,5 ̊.

Dengan 𝐺(𝑥, 𝑦) = 82, maka diubah menjadi 90 ̊. Begitu seterusnya hingga

seluruh citra terdeteksi.

Page 55: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

40

3.2.3.2 Binary Image

Mengkonversi citra ke binary image memiliki proses yang mirip dengan

mengkonversi citra ke gray-scale, perbedaannya ialah warna rata-rata akan dibagi

menjadi 2 kelompok, dengan ketentuan jika intensitas warna ialah 0 – 255, diambil

nilai tengahnya, yaitu 127. Jika intensitas warna lebih rendah dari 127 maka warna

akan menjadi hitam dan jika intensitas warna lebih tinggi dari 127 warna akan

menjadi putih (Santi, 2011). Untuk lebih jelasnya citra daun sesudah dilakukan tahap

Canny edge detection dan citra daun yang sudah diubah menjadi binarization dapat

dilihat di Gambar 3.16.

Gambar 3.16. Citra daun sesudah dilakukan tahap Canny edge detection (kiri), citra

daun sesudah diubah menjadi binary image (kanan)

Langkah-langkah proses vein segmentation yang dilakukan penelitian ini bisa dilihat

di bawah ini.

- Langkah pertama yaitu dilakukan proses mendeteksi tepi dengan Canny

edge detection. Metode ini dilakukan dengan multi-tahap. Pertama,

menghilangkan noise dengan Gaussian blur, kemudian menghitung potensi

gradient citra menggunakan algoritma Canny, lalu menghitung arah tepi

dan kemudian menghubungkannya, kemudian menghilangkan non-

maksimum di sepanjang tepi pada arah tepi dan menghilangkan pixel yang

tak dianggap sebagai tepi sehingga diperoleh tepi yang tipis, kemudian

dilakukan hysteresis thresholding.

def preprocess_vein(img,th,nkernel,th1,th2):

kernel=np.ones((nkernel,nkernel),np.uint8)

img = cv2.Canny(img,th1,th2)

img = cv2.threshold(img,th,255,cv2.THRESH_BINARY)[1]

return img

Page 56: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

41

- Fungsi canny dilakukan dengan menggunakan library OpenCV, yaitu

dengan sintaks cv2.canny dengan parameter pertama adalah image yang

berupa array, parameter kedua ialah threshold 1 dan threshold 2 yang

berfungsi sebagai batas atas dan batas bawah pada intensitas gradient. Lalu

hasil dari canny tersebut adalah gambar yang sudah dideteksi sudutnya.

- Langkah terakhir yaitu dilakukan proses perubahan citra daun menjadi

binary image menggunakan metode threshold untuk mengenali objek.

Digunakan fungsi CV2.threshold dengan parameter pertama adalah gambar

yang akan diolah, parameter kedua ialah threshold, parameter ketiga ialah

nilai maksimal, dan parameter terakhir ialah jenis threshold yang

digunakan. Cara kerjanya ialah diambil nilai threshold, yaitu 127, yang

diambil dari nilai tengah 0-255. Jika intensitas piksel > 127, maka nilai

akan diubah menjadi 255 atau putih, selain itu akan diubah menjadi 0 atau

hitam. Menggunakan parameter THRESH_BINARY untuk memisahkan

objek menjadi hitam dan background menjadi putih.

3.2.4 GLCM

Gray Level Co-Occurrence Matrix berguna untuk menganalisis piksel citra untuk

mendeteksi tingkat keabuan yang sering terjadi. GLCM juga berfungsi untuk tabulasi

tentang frekuensi kombinasi nilai pixel yang muncul pada suatu citra (Xie, 2010).

Ekstraksi ciri dilakukan berdasarkan parameter contrast, dissimilarity, homogeneity,

angular second moment (ASM), energy, correlation, dan entropy.

Langkah-langkah untuk melakukan ekstraksi fitur GLCM terdapat empat

tahap, yaitu:

1. Mencari nilai matriks kookurensi dengan cara menghitung jumlah

pasangan piksel dengan intensitas yang sama dan memasukkan nilainya ke

dalam area kerja matriks GLCM. Dalam menentukan pasangan piksel,

keseluruhan nilai ada matriks grayscale ditempatkan matriks kookurensi

dengan merujuk pada ketentuan graylevel mode warna grayscale (8-bit

image) berupa 28=256.

Page 57: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

42

Gambar 3.17. Matriks kookurensi

2. Mencari nilai matriks simetris dengan cara menjumlahkan matriks

kookurensi dengan matriks transposenya.

Gambar 3.18. Perhitungan matriks simetris

3. Normalisasi nilai matriks simetris untuk memperoleh suatu nilai dalam

bentuk probabilitas.

Gambar 3.19. Matriks normalisasi

Page 58: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

43

4. Menghitung nilai feature vector dengan cara menghitung ciri statistik orde

dua. Berikut cara menghitung fitur-fitur GLCM.

- Menghitung fitur contrast

Contrast = (0*(0-0)²)+ (0*(0-1)²)+ (0.01*(0-2)²)+ (0*(0-3)²)+ (0*(0-

4)²)+ (0*(0-5)²)+ (0*(0-6)²)+ (0*(0-7)²)+ (0*(0-8)²)+ (0*(0-9)²)+

(0.01*(1-0)²)+ (0*(1-1)²)+ (0*(1-2)²)+ (0*(1-2)²)+ (0*(1-3)²)+ (0*(1-

4)²)+ (0*(1-5)²)+ (0*(1-6)²)+ (0.01*(1-7)²)+ (0*(1-8)²)+ (0*(1-9)²)+

(0.01*(2-0)²)+ (0*(2-1)²)+ (0*(2-2)²)+ (0*(2-3)²)+ (0*(2-4)²)+

(0.01*(2-5)²)+ (0*(2-6)²)+ (0*(2-7)²)+ (0*(2-8)²)+ (0*(2-9)²)+ (0*(3-

0)²)+ (0*(3-1)²)+ (0*(3-2)²)+ (0*(3-3)²)+ (0*(3-4)²)+ (0.01*(3-5)²)+

(0*(3-6)²)+ (0*(3-7)²)+ (0*(3-8)²)+ (0*(3-9)²)+ (0*(4-0)²)+ (0*(4-1)²)+

(0*(4-2)²)+ (0*(4-3)²)+ (0*(4-4)²)+ (0*(4-5)²)+ (0*(4-6)²)+ (0.01*(4-

7)²)+ (0*(4-8)²)+ (0.01*(4-9)²)+ (0*(5-0)²)+ (0*(5-1)²)+ (0.01*(5-2)²)+

(0*(5-3)²)+ (0*(5-4)²)+ (0.07*(5-5)²)+ (0.08*(5-6)²)+ (0.02*(5-7)²)+

(0*(5-8)²)+ (0.04*(5-9)²)+ (0*(6-0)²)+ (0*(6-1)²)+ (0*(6-2)²)+ (0*(6-

3)²)+ (0*(6-4)²)+ (0.07*(6-5)²)+ (0.08*(6-6)²)+ (0.02*(6-7)²)+ (0*(6-

8)²)+ (0.04*(6-9)²)+ (0*(7-0)²)+ (0.01*(7-1)²)+ (0*(7-2)²)+ (0*(7-3)²)+

(0.01*(7-4)²)+ (0.02*(7-5)²)+ (0.09*(7-6)²)+ (0.2*(7-7)²)+ (0.06*(7-

8)²)+ (0*(7-9)²)+ (0*(8-0)²)+ (0*(8-1)²)+ (0*(8-2)²)+ (0*(8-3)²)+ (0*(8-

4)²)+ (0.01*(8-5)²)+ (0*(8-6)²)+ (0.03*(8-7)²)+ (0.06*(8-8)²)+ (0*(8-

9)²)+ (0*(9-0)²)+ (0*(9-1)²)+ (0*(9-2)²)+ (0*(9-3)²)+ (0.01*(9-4)²)+

(0.04*(9-5)²)+ (0.01*(9-6)²)+ (0*(9-7)²)+ (0*(9-8)²)+ (0*(9-9)²)

= 3.471545

- Menghitung fitur energy

Energy = (0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+

(0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0.01)²+

(0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+

(0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+

(0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+

(0.07)²+ (0.08)²+ (0.02)²+ (0)²+ (0.04)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+

(0.07)²+ (0.08)²+ (0.02)²+ (0)²+ (0.04)²+ (0)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+

(0.01)²+ (0.02)²+ (0.09)²+ (0.2)²+ (0.03)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+

Page 59: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

44

(0)²+ (0)²+ (0)²+ (0.03)²+ (0.06)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²+ (0.01)²+

(0.04)²+ (0.01)²+ (0)²+ (0)²+ (0)²

= 0.086787

- Menghitung fitur entropy

Entropy = -(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0.07(log(0.07))+

(0.08(log(0.08))+ (0.02(log(0.02))+ (0(log(0))+ (0.04(log(0.04))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.7(log(0.07))+ (0.08(log(0.08))+ (0.02(log(0.02))+ (0(log(0))+

(0.04(log(0.04))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0.07(log(0.07))+ (0.08(log(0.08))+ (0.02(log(0.02))+

(0(log(0))+ (0.04(log(0.04))+ (0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0.02(log(0.02))+ (0.09(log(0.09))+

(0.02(log(0.02))+ (0.03(log(0.03))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0.03(log(0.03))+ (0.06(log(0.06))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+

(0(log(0))+ (0(log(0))+ (0.01(log(0.01))+ (0.04(log(0.04))+

(0.01(log(0.01))+ (0(log(0))+ (0(log(0))+ (0(log(0))

= 1.219727

Hasil perhitungan GLCM yang telah melalui tahap shape segmentation dapat

dilihat di tabel 3.3.

Page 60: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

45

Tabel 3.3 Hasil GLCM Shape

No

Shape

Y1 Y2 Contrast Energy

Homo-

geneity

Correla-

tion

Dissimila-

rity ASM Entropy

1 6.854.917.120.435.610

0.23984301481

3924

0.3882822002612469

0.9641086467293531

15.289.638.052.530

.400

0.05752467175503217

5.891.978.777.483.890

Mono-

kotil Kurma

2 5.773.685.738.308.770

0.2743770302129051

0.3906842277588257

0.9694296222407425

14.296.264.413.837

.200

0.07528

275470

845344

6.036.037.272.317.520

Dikotil Mangga

3 7.948.927.970.852.010

0.23748976037325084

0.3862877712654732

0.9633044322301141

16.918.421.684.817

.400

0.05640138628214411

5.938.695.386.157.280

Mono-

kotil Tebu

4

50.597.617.713.004.40

0

0.5683294604416177

0.7139178926745502

0.9761026648065908

9.459.080.717.488.

780

0.3229983756058603

3.344.184.265.695.210

Mono-

kotil Pandan

5 5.433.895.539.718.120

0.28967182745754466

0.43961

895635

68712

0.9757459786647524

1.311.172

.725.816.

780

0.08390

976762

259351

56.793.168.728.114.70

0

Dikotil Durian

6

4.475.177.970.852.010

0.4927558525495854

0.6553139232857736

0.9804996645210643

9.384.949.551.569.

500

0.2428083302218688

4.026.893.156.004.320

Mono-

kotil Padi

7 4.540.805.773.542.600

0.5612141049306516

0.6805437291773695

0.9761780182711102

8.968.629.884.689.

300

0.3149612715731125

36.158.398.370.519.90

0

Mono-

kotil Bambu

8

38.895.523.702.754.60

0

0.49900231309164783

0.6455130177810643

0.9831850723643025

8.868.033.311.979.

490

0.24900330847081492

41.050.174.956.119.80

0

Dikotil Lemon

9

26.261.422.966.047.40

0

0.4853354252769288

0.6126320937145956

0.98575970959

0897

7.347.373.478.539.

390

0.23555047502873735

4.274.505.828.050.050

Dikotil Rambu-

tan

10

312.123.

798.846.

893

0.4232504221733

021

0.5564479133341

073

0.9838815905777

707

8.618.273.542.600.89

0

0.1791409198698

7846

4.789.197.082.97

6.320

Dikotil Alpukat

Hasil perhitungan GLCM yang telah melalui tahap vein segmentation dapat

dilihat di tabel 3.4.

Page 61: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

46

Tabel 3.4 Hasil GLCM Vein

No

Vein

Y1 Y2 Contrast Energy

Homo-

geneity

Correla-

tion

Dissimila-

rity ASM Entropy

1 83.884.749.359

.385

0.82636009960

1477

0.8709981401910236

0.36999731692120846

3.289.598.014.093.

520

0.68287101421

3363

0.5163252382574981

Mono-

kotil Kurma

2

5.531.1

34.389.

013.450

0.88647

660558

63335

0.91493

964892

48385

0.37607

457300

25839

21.690.72

3.094.170

.400

0.7858407722518679

0.37819

982783

37439

Dikotil Mangga

3 9.025.030.529.308.130

0.81985387738

7371

0.8612088929150166

0.33371763197798987

35.392.276.585.522

.100

0.6721603802671064

0.52330

864520

44636

Mono-

kotil Tebu

4

20.255.225.016.015.30

0

0.9603941703924848

0.9688505751299243

0.34370755067237097

7.943.225.496.476.

610

0.9223569625238691

0.16470471457867417

Mono-

kotil Pandan

5 1.446.243.894.138.370

0.97279

428019

99361

0.9777589903401966

0.3033165133183772

5.671.544.682.895.

580

0.94632

871158

97118

0.11931805554321724

Dikotil Durian

6 3.591.527.366.271.620

0.9234832249001228

0.94476782569

6312

0.4185776964312193

14.084.421.044.202

.400

0.8528212666719307

0.28615986028224893

Mono-

kotil Padi

7 5.623.558.616.271.620

0.9875344225727096

0.9913518306273312

0.4662284742736105

22.053.171.044.202

.400

0.97522423576

6015

0.06813360962473466

Mono-

kotil Bambu

8

28.768.667.921.204.30

0

0.93759

164874

33249

0.9557582076074119

0.43738

225148

21309

11.281.830.557.335

.000

0.8790780997932263

0.24665762581949896

Dikotil Lemon

9

34.418.261.531.069.80

0

0.9203279039707576

0.9470700004135733

0.4854462135169461

13.497.357.463.164

.600

0.84700345082

7208

0.3044259756855721

Dikotil Rambu-

tan

10

2.729.7

69.078.

315.180

0.93946

703356

05837

0.95802

034450

35036

0.45609

914109

36447

107.049.7

67.777.06

6

0.88259

830714

71228

0.24301

908261

578437

Dikotil Alpukat

Langkah-langkah proses feature extraction menggunakan 6 parameter GLCM

dapat dilihat di bawah ini.

Page 62: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

47

- Langkah pertama, masukkan parameter-parameter GLCM yang akan

digunakan. Penelitian ini menggunakan 6 parameter, yaitu contrast, energy,

homogeneity, correlation, dissimilarity, dan ASM.

- Langkah kedua yaitu memasukkan nilai-nilai pada GLCM seperti jarak

(distances), sudut (angles), dan levels. Sesuai dengan di atas, penelitian ini

memilih jarak=1, sudut=0, dan levels=256.

- Langkah ketiga yaitu entropi Shannon sebagai pengukur informasi citra

banyak digunakan dalam aplikasi pemrosesan citra. Pengukuran ini

memerlukan perkiraan fungsi kepadatan probabilitas gambar dimensi

tinggi yang menimbulkan batasan dari sudut pandang praktis.

3.2.5 PNN

Probabilistic Neural Network (PNN) digunakan sebagai pengklasifikasi setelah

dilakukan feature extraction menggunakan GLCM pada citra. PNN memiliki 4 buah

layer, yaitu lapisan input, pola, penjumlahan, dan output/keputusan.

PNN memiliki 4 lapisan, yaitu lapisan input, pola, penjumlahan, dan

output/keputusan.

3.2.5.1 Lapisan Input (Input Layer)

Pada input layer, dimasukkan citra daun tumbuhan angiospermae yang telah

dilakukan proses feature extraction dengan 7 fitur GLCM, yaitu contrast, energy,

homogeneity, correlation, dissimilarity, ASM, dan entropy, dari shape segmentation

dan vein segmentation yang telah digabungkan. Kemudian data tersebut akan menjadi

data untuk proses learning (pembelajaran) pada algoritma yang dibangun untuk

klasifikasi jenis tumbuhan

def extract_features(img):

glcm_type = ["contrast",'energy','homogeneity','correlation','d

issimilarity','ASM']

glcm = greycomatrix(img, [1], [0], 256, symmetric=True, normed=

True)

x = [greycoprops(glcm, i)[0, 0] for i in glcm_type]

x.append(measure.shannon_entropy(img))

return x

Page 63: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

48

3.2.5.2 Lapisan Pola (Pattern Layer)

Pada pattern layer, dilakukan perhitungan jarak (distance) antara vektor input dengan

vektor bobot training yang dipresentasikan oleh neuron dengan cara perkalian titik

antara vektor x dengan vektor bobot pelatihan, yang kemudian hasilnya dimasukkan

ke dalam fungsi Probability Density Function (PDF) yang umum digunakan pada

pattern layer, yaitu Gaussian. Fungsi Gaussian ditunjukkan dalam Persamaan 2.1

Dengan konstanta σ (std) tertentu (berdasarkan kodingan di penulisan, std = 1).

Jika input bernilai besar, maka std juga harus bernilai besar. Nilai std yang kecil akan

menyebabkan prediksi yang buruk. Langkah-langkah proses pattern layer pada PNN

dapat dilihat di bawah ini.

- Langkah pertama ialah training dataset dengan input array dataset dan std.

- Langkah kedua ialah membuat variabel baru berisi nol untuk menyimpan

hasil akhir menggunakan fungsi zeros, kemudian dilakukan perhitungan

std dengan akan kuadrat dari 2 x nilai konstanta pi.

- Langkah ketiga dilakukan membuat sebuah array mengulang sejumlah

array dengan mengulang sejumlah kali yang diberikan repetisi

menggunakan tile. Digunakan fungsi tile untuk membuat baris sebanyak

data sampel. Kemudian perhitungan selisih nilai data training dengan

inputs. Kemudian menghitung total jarak dengan fungsi inner1d, yaitu

hasil kali dalam vektor biasa untuk larik 1-D.

def pattern_layer(train_data, X, std):

n_train_samples = train_data.shape[0]

n_samples = X.shape[0]

results_pattern = np.zeros((n_train_samples, n_samples))

variance = std ** 2

const = std * math.sqrt(2 * math.pi)

for i, input_row in enumerate(X):

inputs = np.tile(input_row, (n_train_samples, 1))

class_difference = (train_data - inputs)

total_distance = inner1d(class_difference,

class_difference)

results_pattern [:, i] = np.exp(-total_distance /

variance) / const

return results_pattern

Page 64: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

49

- Langkah terakhir ialah perhitungan results_pattern dengan np.exp(-

total_distance / variance) / const yang telah dihitung sebelumnya.

3.2.5.3 Lapisan Penjumlahan (Summation Layer)

Pada summation layer, dilakukan penjumlahan dari tiap kelas yang telah dihasilkan

pattern layer, kemudian ditampung di neuron-neuron, dimana setiap kelas memiliki

satu neuron. Persamaan summation layer dapat dilihat di Persamaan 2.2.

Langkah-langkah proses summation layer pada PNN dapat dilihat di bawah

ini.

- Langkah pertama ialah membuat fungsi summation_layer dengan kelas

classes yang berisi nilai unik, n_classes berisi ukuran classes, dan

n_samples berisi X_train.shape.

- Langkah kedua ialah menghitung class_ratios dengan membuat variabel

baru berisi nol untuk menyimpan hasil n_classes menggunakan fungsi

zeros. Kemudian membuat matrix berdasarkan hasil n_classes dan

n_samples.

- Langkah ketiga ialah pembuatan matrix dari penjumlahan class_val

positions yang telah dilakukan ravel.

def summation_layer(results_pattern, X_train, y_train):

classes = np.unique(y_train)

n_classes = classes.size

n_samples = X_train.shape[0]

class_ratios = np.zeros(n_classes)

row_comb_matrix = np.zeros(

(n_classes, n_samples))

for i, class_name in enumerate(classes):

class_name = classes[i]

class_val_positions = (y_train == class_name)

row_comb_matrix[i, class_val_positions.ravel()] = 1

class_ratios[i] = np.sum(class_val_positions)

results_summation = np.dot(row_comb_matrix,

results_pattern) / class_ratios

Page 65: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

50

- Langkah terakhir ialah perhitungan results_summation dengan membuat

titik dari row_comb_matrix pada summation layer dan results_pattern pada

pattern layer. Hasil tersebut kemudian dibagi dengan class_ratios.

3.2.5.4 Lapisan Output / Keputusan (Decision Layer)

Pada decision layer, dihasilkan sebuah vektor dengan panjang M elemen, dimana M

merupakan banyaknya kelas. Vektor input x akan diklasifikasi ke dalam kelas M, jika

nilai p(x) indek ke M pada vektor output merupakan nilai terbesar jika dibandingkan

dengan elemen lainnya.

Langkah-langkah proses decision / output layer pada PNN dapat dilihat di

bawah ini.

- Langkah pertama ialah memasukkan fungsi concantenate pada

results_summation untuk menggabungkan urutan array di sepanjang axis 1.

- Langkah kedua ialah menentukan results_output dengan mencari nilai

paling maksimal dari array.

Berikut implementasi perhitungan PNN dengan representasi data yang sedikit

menggunakan data input pada Tabel 3.3 yaitu data 1, 2 dan 3, dengan pembagian data

1 dan data 2 merupakan data training dan data 3 merupakan data testing yang tidak

berikan label untuk dilakukan pengujian dalam menentukan klasifikasi jenis daun.

Data yang digunakan untuk implementasi dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Data input implementasi PNN

No

Shape

Y1 Y2 Contrast Energy

Homo-

geneity

Correla-

tion

Dissimila-

rity ASM Entropy

1 6.854.917.120.435.610

0.23984301481

3924

0.3882822002612469

0.9641086467293531

15.289.638.052.530

.400

0.05752467175503217

5.891.978.777.483.890

Mono-

kotil Kurma

2 5.773.685.738.308.770

0.2743770302129051

0.3906842277588257

0.9694296222407425

14.296.264.413.837

.200

0.07528

275470

845344

6.036.037.272.317.520

Dikotil Mangga

def output_layer(results_summation):

output = np.concatenate(results_summation, axis=1)

results_output = self.classes[output.argmax(axis=0)]

return results_output

Page 66: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

51

3 7.948.927.970.852.010

0.23748976037325084

0.3862877712654732

0.9633044322301141

16.918.421.684.817

.400

0.05640138628214411

5.938.695.386.157.280

Pada tahap klasifikasi menggunakan metode PNN. Data input yang diberikan

selanjutnya akan melalui 3 layer yang dikandung. Untuk layer yang pertama yaitu

pattern layer, rumus dari lapisan ini dapat dilihat pada Persamaan 2.1. Berdasarkan

data input pada Tabel 3.5. dapat diketahui nilai-nilai yang menjadi variabel untuk

mendapatkan hasil dari lapisan ini. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain:

𝜎 = 1

𝑥 = 0.7948 0.02374898 0.03862878 0.09633045

0.16917999 0.00564014 0.59380002

𝑥00 = 0.57729998 0.0274377 0.03906842

0.09694296 0.14296 0.00752828 0.60359998

𝑥01 = 0.68540001 0.0239843 0.03882822

0.09641086 0.15289 0.00575247 0.58909998

Nilai 𝜎 (spread / smoothing parameter) adalah nilai yang ditentukan, yaitu 1.

Sementara, nilai 𝑥 ada nilai yang digunakan sebagai data uji. Kemudian nilai 𝑥𝑖𝑗

adalah nilai yang digunakan sebagai data pelatihan, dimana i adalah indeks kelasnya

dan j adalah indeks data pelatihannya. Contoh: 𝑥00 merupakan data pelatihan indeks

ke-0 dengan indeks kelas yaitu 0 atau dikotil dan 𝑥01 merupakan data pelatihan indeks

ke-0 dengan indeks kelas yaitu 1 atau mono-kotil. Data pelatihan dan data uji sudah

terlebih dahulu melalui proses decimal scaling untuk menormalisasi data tersebut.

Selanjutnya, hasil dari implementasi data terhadap rumus dari persamaan pada layer

ini adalah sbb:

(𝑥 − 𝑥00) = 0.21750002 -0.00368873 -0.00043964 -0.00061252

0.02622 -0.00188814 -0.00979996

(𝑥 − 𝑥00)𝑇 (𝑥 − 𝑥00) = 0.04810753

2𝜎2 = 2.0

𝑓(𝑥)00 = 0.97623322

Page 67: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

52

(𝑥 − 𝑥01) = 1.09399986e-01 -2.35325098e-04 -1.99443102e-04 -

8.04185867e-05 1.62899971e-02 -1.12328678e-04

4.70004082e-03

(𝑥 − 𝑥01)𝑇 (𝑥 − 𝑥01) = 0.01225593

2𝜎2 = 2.0

𝑓(𝑥)01 = 0.99389077

Kemudian, setelah didapatkan hasil dari pattern layer data uji terhadap data

training ke-0 indeks kelas 0 yaitu 0.97623322 dan terhadap data training ke-0

indeks kelas 1 yaitu 0.99389077, dilanjutkan ke tahap summation layer. Untuk

menghitung hasil dari layer ini dilakukan perhitungan seperti pada Persamaan

2.2. Hasil dari pattern layer pada tahap awal digunakan kembali pada tahap ini

beserta nilai 𝜎. Berikut adalah hasil dari summation layer:

𝑝(𝑥)00 = 0.47651565

𝑝(𝑥)01 = 0.49390944

Lapisan yang terakhir yaitu output layer. Pada layer ini hasil klasifikasi terhadap

data uji didapatkan dengan menghitung nilai maximum dari masing-masing hasil

summation layer indeks kelas yang ditentukan. Bentuk input pada layer ini

adalah sebagai berikut: [0.47651565, 0.49390944]. Dari input tersebut, nilai

maximum adalah 0.49390944 yang merupakan hasil summation layer indeks

kelas 1. Dengan begitu, hasil dari ouput layer terhadap data uji yang digunakan

adalah 1 atau monokotil.

3.2.5.5 Proses Learning (Pembelajaran)

Setelah dilakukan tahap perancangan arsitektur Probabilistic Neural Network, tahap

selanjutnya adalah proses learning yang dilakukan secara berulang sebanyak 200

epochs dengan pembagian sample batch size sejumlah 100. Nilai epoch optimal dalam

penelitian ini adalah 50. Proses learning dilakukan hingga mencapai nilai optimum

yang diinginkan dan terbentuk model Probabilistic Neural Network yang memenuhi

target.

Page 68: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

53

Fungsi loss berguna untuk menghitung kesalahan model dengan menyaring

semua aspek model menjadi satu angka sedemikian rupa sehingga peningkatan angka

itu merupakan tanda-tanda dari model yang lebih baik.

Proses learning model terhadap citra tumbuhan dapat dilihat melalui grafik

visualisasi tensorflow atau disebut dengan tensorboard. Visualisasi grafik proses

learning jenis tumbuhan ditunjukkan pada Gambar 3.20., 3.21., dan 3.22.

Gambar 3.20. Visualisasi grafik akurasi training (kiri) dan visualisasi grafik loss

training (kanan) pada model jenis tumbuhan

Gambar 3.21. Visualisasi grafik akurasi training mencapai dan visualisasi grafik loss

training (kanan) pada model dikotil

Gambar 3.22. Visualisasi grafik akurasi training mencapai dan visualisasi grafik loss

training (kanan) pada model monokotil

Page 69: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

54

Dapat dilihat dari gambar 3.20, 3.21, dan 3.22 bahwa proses learning model

dilakukan hingga tingga tingkat akurasi sudah di atas 80% dan nilai loss di bawah 0,5

pada epoch ke-200. Nilai akurasi dari data validasi (garis biru pada gambar kanan)

dari model jenis tumbuhan mencapai 89%, untuk model dikotil mencapai 83%, dan

untuk model monokotil mencapai 85%.

3.2.5.6 Proses Testing (Pengujian)

Proses testing merupakan proses terakhir dari tahap implementasi Probabilistic

Neural Network. Weight dari model Probabilistic Neural Network yang telah di-train

dibangun pada sebelumnya, kemudian di-test pada proses testing untuk mengetahui

performa akurasi dan hasil klasifikasi nama dan jenis tumbuhan angiospermae

menggunakan Probabilistic Neural Network.

3.3 Perancangan Antarmuka Sistem

Antarmuka sistem klasifikasi tumbuhan angiospermae dirancang sedemikian rupa

sehingga dapat menjadi alat pembelajaran yang mudah digunakan. Berikut adalah

perancangan antarmuka sistem klasifikasi tumbuhan angiospermae agar dapat

dijadikan pedoman sehingga mempermudah pengguna dalam mengoperasikan sistem.

3.3.1 Rancangan Tampilan Halaman Awal

Halaman awal merupakan halaman pertama yang dilihat pengguna begitu membuka

sistem. Halaman awal terdiri dari informasi judul penelitian, logo fakultas, nama, dan

NIM penulis. Di bawah data penulis terdapat 2 button, yaitu train dan test. Kemudian

pada bagian atas halaman terdapat 3 button, yaitu home, train, dan test. Rancangan

tampilan halaman awal ditunjukkan pada Gambar 3.23.

Page 70: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

55

Gambar 3.23. Rancangan tampilan halaman awal

3.3.2 Rancangan Tampilan Halaman Training

Halaman training merupakan halaman untuk melakukan training data dengan cara

memilih file csv dari data citra tumbuhan yang ingin di-train. Pada halaman ini

terdapat tombol untuk memasukkan file csv dan tombol train dan di bawahnya

terdapat tombol save model. Kemudian terdapat beberapa grafik yang menampilkan

grafik loss training. Pada bagian atas halaman training terdapat 3 button, yaitu home,

train, dan test. Rancangan tampilan halaman training ditunjukkan pada Gambar 3.24.

Gambar 3.24. Rancangan tampilan halaman training

Page 71: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

56

3.3.3 Rancangan Tampilan Halaman Testing Data

Halaman testing merupakan halaman untuk proses testing untuk single data dengan

cara memilih atau menyeret file png citra daun ke kotak yang tersedia. Di atas kotak

terdapat nama halaman, yaitu halaman testing. Di bawahnya terdapat instruksi input.

Pada bagian atas halaman testing terdapat 3 button, yaitu home, train, dan test.

Rancangan tampilan testing data ditunjukkan pada Gambar 3.25

Gambar 3.25. Rancangan tampilan halaman testing

3.3.4 Rancangan Tampilan Halaman Hasil

Halaman hasil memuat hasil dari pengklasifikasian tumbuhan dari citra yang telah

diinput pada halaman testing. Halaman ini terbagi menjadi dua sisi, kiri dan kanan. Di

sebelah kiri, terdapat 8 buah gambar, yaitu citra asli yang telah diinput dan citra yang

telah diolah dengan resize, grayscale, shape-binary, shape-gaussian, shape-invert,

vein-canny, dan vein-binary. Untuk sisi sebelah kanan, terdapat teks yang berisi nama,

nama ilmiah, family, ordo, genus, jenis biji, dan penjelasan tumbuhan yang telah

diklasifikasi. Di tabel gambar terdapat tombol coba lagi untuk kembali ke halaman

testing. Rancangan tampilan hasil ditunjukkan pada Gambar 3.26.

Page 72: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

57

Gambar 3.26. Rancangan tampilan halaman hasil

Page 73: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

58

BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab 4 membahas tentang implementasi Probabilistic Neural Network dari bab 3, yaitu

analisis dan perancangan sistem dan juga membahas mengenai hasil testing terhadap

sistem yang telah dirancang.

4.1 Implementasi Sistem

Untuk melakukan implementasi sistem, klasifikasi jenis tumbuhan angiospermae

dengan metode PNN membutuhkan beberapa perangkat keras (hardware) dan

perangkat lunak (software) sebagai pendukung, diantaranya ialah:

4.1.1 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Penelitian ini menggunakan beberapa hardware beserta softwareuntuk membangun

sistem, diantaranya ialah:

1. Processor Intel® Core™ i5-7200U CPU 2.71 GHz

2. Memory (RAM) 4.00 GB

3. Sistem operasi Windows 10 Pro 64-bit

4. Python versi 3.6.8

5. Library Bahasa pemrograman python, antara lain:

a. Pandas

b. NeuPy

c. Scikit-image

d. Scikit-learn

e. Opencv-python

f. Keras dari Tensorflow

6. Front End menggunakan React JavaScript sebagai Framework

7. Server menggunakan Node.js

8. Google Colaboratory

9. Google Drive

Page 74: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

59

4.1.2 Implementasi Data

Data yang dipakai pada penelitian ini merupakan citra digital daun angiospermae yang

diambil secara manual dengan 10 macam tumbuhan angiospermae, yaitu alpukat,

durian, lemon, mangga, rambutan, bambu, padi, kurma, pandan, dan tebu. Beberapa

contoh data pada tiap jenis klasifikasi bisa dilihat secara berurut pada Gambar 4.1.,

4.2., 4.3., 4.4., 4.5., 4.6.,4.7.,4.8.,4.9., dan 4.10.

Gambar 4.1. Citra daun alpukat

Gambar 4.2. Citra daun durian

Page 75: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

60

Gambar 4.3. Citra daun lemon

Gambar 4.4. Citra tumbuhan mangga

Gambar 4.5. Citra daun rambutan

Page 76: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

61

Gambar 4.6. Citra daun bambu

Gambar 4.7. Citra daun padi

Gambar 4.8. Citra daun kurma

Page 77: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

62

Gambar 4.9. Citra daun pandan

Gambar 4.10. Citra daun tebu

4.1.3 Implementasi Perancangan Antarmuka

Antarmuka sistem dibuat berdasarkan perancangan antarmuka sistem pada bab 3,

yaitu:

4.1.3.1 Tampilan Halaman Awal

Tampilan halaman awal merupakan halaman utama dari aplikasi sistem yang

menampilkan informasi judul penelitian, logo fakultas, nama, dan NIM penulis. Di

bagian bawah terdapat 2 button, yaitu training dan testing. Di bagian atas terdapat 3

button, yaitu home, train, dan test. Tampilan halaman awal dapat dilihat pada Gambar

4.11.

Page 78: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

63

Gambar 4.11. Tampilan Halaman Awal

4.1.3.2 Tampilan Halaman Training

Tampilan halaman training berisikan petunjuk untuk memasukkan file csv berisi data

citra daun tumbuhan angiospermae yang ingin dilatih. Di bawahnya terdapat tombol

save model untuk menyimpan weight model. Di bagian bawah terdapat grafik loss dan

akurasi. Tampilan halaman training dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Tampilan Halaman Training

Page 79: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

64

4.1.3.3 Tampilan Halaman Testing

Tampilan halaman testing berisikan instruksi dan kotak untuk memilih atau menyeret

file png yang telah ingin di-test. Tampilan halaman testing dapat dilihat pada Gambar

4.13.

Gambar 4.13. Tampilan Halaman Testing

4.1.3.4 Tampilan Halaman Hasil

Tampilan halaman hasil terbagi menjadi 2 sisi, sisi sebelah kiri memuat gambar dari

citra yang telah diproses berdasarkan tiap tahapnya, sedangkan sisi sebelah kanan

memuat informasi mengenai tumbuhan. Tampilan halaman testing dapat dilihat pada

Gambar 4.14.

Page 80: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

65

Gambar 4.14. Tampilan Halaman Hasil

4.2 Prosedur Operasional

Sistem ini memiliki 4 halaman, yaitu halaman utama, training, testing, dan hasil.

Halaman utama berisi informasi mengenai penelitian dan informasi penulis, beserta

tombol menuju ke halaman berikutnya, yaitu halaman Training dan halaman Testing.

Gambar 4.15. Tampilan Halaman Utama

Page 81: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

66

Halaman utama dapat dilihat pada Gambar 4.15. Halaman utama menampilkan

judul penelitian, logo fakultas, nama dan NIM penulis, serta dua tombol, yaitu tombol

training untuk menuju halaman training, dan tombol testing untuk menuju halaman

testing.

Gambar 4.16. Tampilan Halaman Training

Untuk masuk ke halaman training, tekan tombol train pada bagian atas halaman

utama atau menekan tombol training pada bagian bawah halaman utama. Tampilan

halaman training dapat dilihat di Gambar 4.16. Pada halaman training terdapat judul

halaman, instruksi untuk memasukkan file csv untuk train data, hasil akurasi training,

tombol save model, dan grafik loss dan akurasi model. Berikut adalah tampilan jika

menekan button choose file untuk memilih file csv yang ingin di-train.

Page 82: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

67

Gambar 4.17. Input file csv data citra tumbuhan

Setelah memilih file csv, pengguna dapat menekan tombol train data untuk

melatih data yang telah dipilih. Selanjutnya, pengguna dapat menyimpan weight

model dengan menekan tombol save model sehingga dapat digunakan untuk proses

testing data.

Untuk masuk ke halaman testing, pengguna dapat menekan tombol test pada

atas halaman utama atau menekan tombol testing pada bawah halaman utama.

Tampilan halaman testing dapat dilihat di Gambar 4.19. Pada halaman testing,

pengguna dapat melakukan uji klasifikasi pada satu citra. Halaman ini berisikan

instruksi untuk memasukkan file png dari citra daun ke dalam kotak yang telah

tersedia.

Page 83: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

68

Gambar 4.18. Tampilan Halaman Testing

Untuk membuka file explorer, pengguna dapat menekan kotak hijau. Tampilan

ketika pengguna memilih file png citra daun untuk di-test dapat dilihat di Gambar

4.20.

Gambar 4.19. Input file png citra daun

Setelah memilih file png citra daun, akan ditampilkan halaman loading yang

dapat dilihat di Gambar 2.21.

Page 84: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

69

Gambar 4.20. Halaman loading

Ketika proses testing selesai, halaman hasil akan terbuka. Halaman hasil terbagi

menjadi dua sisi. Sisi sebelah kiri terdapat gambar-gambar dari citra yang telah dipilih

dan melalui tiap tahap. Sisi sebelah kanan terdapat informasi mengenai nama, nama

ilmiah, jenis, family, ordo, genus, dan penjelasan mengenai tumbuhan yang citranya

telah di-test. Tampilan halaman hasil dapat dilihat pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21. Tampilan halaman hasil

Page 85: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

70

Pengguna dapat menekan tombol Coba Lagi untuk kembali ke halaman testing dan

menguji dengan file png citra daun lain. Pengguna juga dapat kembali ke halaman

utama dengan menekan tombol home di bagian atas halaman hasil, sedangkan untuk

ke halaman training, pengguna dapat menekan tombol train di bagian atas halaman

hasil.

4.3 Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan untuk melihat hasil kinerja dari mulai proses

preprocessing, shape segmentation, vein segmentation, feature extraction, sampai

dengan klasifikasi menggunakan metode Probabilistic Neural Network dalam

mengklasifikasikan nama dan jenis tumbuhan angiospermae berdasarkan bentuk

tulang daun.

Sesuai dengan yang telah dijelaskan di bab 3, proses preprosessing terdiri dari

dua tahap, yaitu tahap resize dan grayscale. Citra asli dan citra yang telah dilakukan

proses pre-processing dapat dilihat di Gambar 4.22.

Gambar 4.22. Citra daun sebelum dilakukan pre-processing (kiri), citra daun sesudah

diubah menjadi pre-processing (kanan)

Setelah dari tahap pre-processing, dilakukan tahap shape segmentation dan

vein segmentation. Pada tahap shape segmentation, citra akan diubah menjadi binary

image, Gaussian blur, dan inverse image. Contoh citra yang telah dilakukan proses

shape segmentation dapat dilihat di Gambar 4.23.

Page 86: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

71

Gambar 4.23. Citra daun setelah menjadi binary image (kiri), citra daun setelah

dilakukan Gaussian blur (tengah), citra daun sesudah diubah menjadi inverse image

(kanan)

Pada tahap vein segmentation, citra akan diubah menjadi Canny edge detection

dan binary image. Contoh citra yang telah dilakukan proses shape segmentation dapat

dilihat di Gambar 4.24.

Gambar 4.24. Citra daun setelah dilakukan Canny (kiri), citra daun sesudah diubah

menjadi binary image (kanan)

Citra digital yang digunakan pada proses testing sebanyak 360 data yang

terdiri dari 10 jenis tumbuhan angiospermae (alpukat, durian, lemon, mangga,

rambutan, bambu, padi, kurma, pandan, dan tebu). Output dari proses testing adalah

klasifikasi nama tumbuhan dari citra digital. Hasil pengujian klasifikasi nama

tumbuhan angiospermae ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Page 87: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

72

Tabel 4. 1 Hasil pengujian proses segmentasi dan klasifikasi

No Citra Shape

Segmentation

Vein

Segmentation Manual Sistem Status

1

Alpukat Durian Salah

2

Alpukat Alpukat Benar

3

Alpukat Alpukat Benar

4

Durian Durian Benar

5

Durian Bambu Salah

Page 88: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

73

6

Durian Durian Benar

7

Lemon Lemon Benar

8

Lemon Alpukat Salah

9

Lemon Lemon Benar

10

Mangga Mangga Benar

11

Mangga Mangga Benar

Page 89: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

74

12

Mangga Mangga Benar

13

Rambu-

tan

Rambu-

tan Benar

14

Rambu-

tan

Rambu-

tan Benar

15

Rambu-

tan

Rambu-

tan Benar

16

Bambu Bambu Benar

17

Bambu Lemon Salah

Page 90: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

75

18

Bambu Pandan Salah

19

Padi Kurma Salah

20

Padi Padi Benar

21

Padi Padi Benar

22

Kurma Kurma Benar

23

Kurma Pandan Salah

24

Kurma Kurma Benar

Page 91: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

76

25

Pandan Pandan Benar

26

Pandan Pandan Benar

27

Pandan Pandan Benar

28

Tebu Pandan Salah

29

Tebu Tebu Benar

30

Tebu Tebu Benar

… … … … … … …

Page 92: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

77

361

Alpukat Alpukat Benar

Berdasarkan pengujian model yang didapat dari proses klasifikasi 10 jenis

tumbuhan angiospermae berdasarkan tulang daun menggunakan metode Probabilistic

Neural Network terhadap 361 data testing, diperolah tingkat akurasi sebesar 83,6%.

Untuk lebih detailnya, dapat dilihat di Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Tingkat Keberhasilan Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae

No Nama Tumbuhan Jumlah Data Uji Salah Benar Akurasi

1 Alpukat 45 11 34 76%

2 Durian 33 5 28 85%

3 Lemon 39 6 33 85%

4 Mangga 36 0 36 100%

5 Rambutan 32 2 30 94%

6 Bambu 33 9 24 73%

7 Padi 37 7 30 81%

8 Kurma 32 6 26 81%

9 Pandan 42 6 36 86%

10 Tebu 32 8 24 75%

Total 361 60 301 83,6%

Berdasarkan pengujian klasifikasi jenis tumbuhan (monokotil atau dikotil)

pada data testing citra daun angiospermae menggunakan Probabilistic Neural

Network, dapat diperoleh nilai akurasi mencapai 87% dari implementasi metode

perhitungan performa machine learning menggunakan fungsi confusion matrix.

Berdasarkan pengujian klasifikasi nama tumbuhan (alpukat, durian, lemon,

mangga, rambutan, bambu, padi, kurma, pandan, dan tebu) pada data testing citra

Page 93: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

78

daun angiospermae menggunakan Probabilistic Neural Network, diperoleh nilai

akurasi 80% untuk tumbuhan monokotil dan 87% untuk tumbuhan dikotil, sehingga

rata-rata akurasi pengklasifikasian nama tumbuhan angiospemae pada penelitian ini

adalah 83,6%.

Setelah proses prediksi data testing terhadap model yang telah dilatih,

dilakukan fungsi confusion matrix. Hasil implementasi confusion matrix terhadap citra

digital daun ditunjukkan pada Tabel 4.3, 4.4, dan 4.5.

[162 2325 151

]

Tabel 4. 3 Hasil implementasi confusion matix data testing jenis tumbuhan

precision Recall f1-score Support

Dikotil 0.87 0.88 0.87 185

Monokotil 0.87 0.86 0.86 176

accuracy 0.87 361

macro avg 0.87 0.87 0.87 361

weighted avg 0.87 0.87 0.87 361

[ 24 0 10 26 3060

300

3005

7 13 00363

4024]

Tabel 4. 4 Hasil implementasi confusion matix data testing tumbuhan monokotil

precision Recall f1-score Support

Bambu 0.80 0.73 0.76 33

Kurma 0.90 0.81 0.85 32

Padi 0.77 0.81 0.79 37

Pandan 0.73 0.86 0.79 42

Tebu 0.83 0.75 0.79 32

accuracy 0.80 176

macro avg 0.81 0.79 0.80 176

weighted avg 0.80 0.80 0.80 176

Page 94: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

79

[ 34 0 61 28 0300

000

3302

5 00 42360

1030]

Tabel 4. 5 Hasil implementasi confusion matix data testing tumbuhan dikotil

precision Recall f1-score Support

Alpukat 0.89 0.76 0.82 45

Durian 1.00 0.85 0.92 33

Lemon 0.80 0.85 0.83 39

Mangga 0.84 1.00 0.91 36

Rambutan 0.86 0.94 0.90 32

accuracy 0.87 185

macro avg 0.88 0.88 0.87 185

weighted avg 0.88 0.87 0.87 185

Berdasarkan confusion matrix di atas, dapat dilihat nilai dari precision, recall,

f1-score, dan accuracy dari 5 jenis tumbuhan monokotil dan 5 jenis tumbuhan dikotil.

Dari 176 data monokotil, akurasi yang dicapai ialah 80%. Dari 185 data dikotil,

akurasi yang dicapai ialah 87%. Dari keseluruhan data testing monokotil maupun

dikotil yang berjumlah 361 data, didapat nilai akurasi untuk menentukan jenis

tumbuhan monokotil atau dikotil mencapai akurasi sebesar 87%.

Berdasarkan confusion matrix di atas, mangga adalah tumbuhan dengan

tingkat akurasi tertinggi. Hal tersebut dikarenakan tulang daun mangga terlihat paling

jelas dibanding tumbuhan lainnya. Bentuk daun mangga juga lebih panjang dan

keriting dibanding daun dikotil lainnya. Selain itu, dimasukkan beberapa citra dengan

background polos untuk membantu keakurasian klasifikasi tumbuhan mangga.

Perbandingan penerapan preprocessing dan segmentation dari citra daun

mangga background tidak polos dan polos dapat dilihat di Gambar 4.25 dan 4.26 di

bawah ini.

Page 95: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

80

Gambar 4.25. Citra daun mangga background tidak polos (kiri), citra daun sesudah

diterapkan shape segmentation (tengah), citra daun sesudah diterapkan vein

segmentation (kanan)

Gambar 4.26. Citra daun mangga background polos (kiri), citra daun sesudah

diterapkan shape segmentation (tengah), citra daun sesudah diterapkan vein

segmentation (kanan)

Hal ini membuktikan bahwa preprocessing dan segmentation berjalan lebih

baik pada citra daun dengan background polos. Tulang dan bentuk tepi daun terlihat

lebih jelas sehingga pengklasifikasian lebih mudah dilakukan.

Sebaliknya, tumbuhan dengan tingkat akurasi terendah ialah tumbuhan bambu.

Hal ini dikarenakan daun bambu yang kecil menyebabkan sulit untuk mendeteksi

tulang daunnya yang tipis-tipis.

Untuk pengujian jenis tumbuhan, tumbuhan dikotil mengungguli monokotil

disebabkan tulang daun dikotil terlihat lebih jelas dan bentuk-bentuk daun monokotil

yang digunakan dalam penelitian ini terlihat mirip.

Dalam image processing, mendapatkan persentase rendah dapat disebabkan

oleh beberapa alasan, seperti kualitas citra kurang baik, citra mengandung noise

sehingga informasi data tertutupi, atau jumlah data tidak cukup banyak untuk data

training sehingga proses pembelajaran machine learning kurang.

Agar mendapat persentase keberhasilan yang tinggi, dapat dilakukan beberapa

hal seperti melakukan tahap-tahap yang tepat agar informasi citra dapat diambil

dengan baik dan benar, menghilangkan noise pada citra, serta menyediakan data yang

cukup banyak untuk proses training.

Page 96: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

81

Dalam penelitian ini, terjadinya kesalahan dalam proses klasifikasi terjadi

dikarenakan miripnya bentuk daun tumbuhan dan background yang tidak polos

sehingga kesulitan dalam mendeteksi tepi daun. Cahaya juga menjadi salah satu faktor

penentu tingkat akurasi. Pencahayaan yang tepat, dengan minimal pencahayaan lampu

ruangan hemat energy 30w atau 450 lumen, membuat tulang daun dan tepi daun

terlihat lebih jelas. Selain itu, kurangnya data training juga dapat menyebabkan

rendahnya tingkat akurasi. Penulis telah melakukan percobaan terhadap beragam

jumlah data untuk membuktikan bahwa jumlah data training mempengaruhi tingkat

akurasi penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.

Tabel 4. 6 Pengujian beragam jumlah data training tumbuhan dikotil

Jumlah data training Jumlah data testing Tingkat akurasi

369 185 79%

443 185 80%

517 185 83%

591 185 84%

665 185 84%

739 185 87%

Tabel 4. 7 Pengujian beragam jumlah data training tumbuhan monokotil

Jumlah data training Jumlah data testing Tingkat akurasi

350 176 76%

420 176 77%

490 176 78%

560 176 78%

630 176 80%

700 176 80%

Berdasarkan Tabel 4.6 dan 4.7, dapat dibuktikan bahwa tingkat jumlah data

training dapat mempengaruhi tingkat akurasi penelitian. Menambah jumlah data

training dapat menaikkan tingkat akurasi.

Selanjutnya, dilakukan uji bahwa pendeteksian tepi daun berpengaruh terhadap

tingkat akurasi pengklasifikasian jenis tumbuhan. Sebelumnya, diambil 500 data dari

10 tanaman angiospermae yang sama. Data yang merupakan citra digital daun diambil

Page 97: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

82

dari berbagai macam sisi yang masih terlihat bentuk tulang daunnya. Hasil yang

diperoleh dari pengujian tersebut dapat dilihat di tabel 4.8.

Tabel 4. 8 Tingkat Keberhasilan Klasifikasi Tumbuhan Angiospermae Berbagai Sisi

No Nama Tumbuhan Jumlah Data Uji Salah Benar Akurasi

1 Alpukat 5 2 3 60%

2 Durian 10 3 7 70%

3 Lemon 12 6 6 50%

4 Mangga 13 7 6 46%

5 Rambutan 10 5 5 50%

6 Bambu 10 5 5 50%

7 Padi 10 5 5 50%

8 Kurma 10 3 7 70%

9 Pandan 10 1 9 90%

10 Tebu 10 2 8 80%

Total 100 39 61 61,6%

Dari percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat akurasi dipengaruhi oleh sisi

pengambilan gambar, tulang daun dan bentuk daun harus terlihat dengan jelas.

Percobaan di atas juga membuktikan bahwa jumlah data training yang sedikit

membuat tingkat akurasi rendah.

Page 98: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

83

Page 99: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 5 membahas mengenai kesimpulan penelitian yang telah penulis lakukan mulai

dari tahap preprocessing, shape segmentation, vein segmentation, feature extraction

hingga penggunaan metode Probabilistic Neural Network dalam mengklasifikasi jenis

tumbuhan angiospermae menggunakan citra daun dan saran sebagai referensi

pengembangan penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini dimulai dari tahap preprocessing, shape

segmentation, vein segmentation, feature extraction hingga penggunaan metode

Probabilistic Neural Network dalam mengklasifikasi jenis tumbuhan angiospermae

menggunakan citra daun adalah sebagai berikut:

1. Metode Probabilistic Neural Network pada proses klasifikasi mampu

melakukan klasifikasi jenis tumbuhan angiospermae (dikotil atau monokotil)

dengan cukup baik. Pada proses training data yang menggunakan data

sebanyak 1.440 data dan pada proses testing data yang menggunakan data

sebanyak 361 data mencapai akurasi 87%.

2. Metode Probabilistic Neural Network pada proses klasifikasi mampu

melakukan klasifikasi nama tumbuhan angiospermae (alpukat, durian, lemon,

mangga, rambutan, bambu, padi, kurma, pandan, dan tebu) dengan cukup baik.

Pada proses training data yang menggunakan data sebanyak 1.440 data dan

pada proses testing data yang menggunakan data sebanyak 361 data mencapai

akurasi rata-rata sebesar 83,6%.

3. Proses pre-processing, shape segmentation, dan vein segmentation pada citra

berfungsi cukup baik dalam menghilangkan noise dan mendapatkan informasi

pada citra daun.

Page 100: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

85

5.2 Saran

Beberapa saran dapat diterapkan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Beberapa diantaranya yaitu:

1. Menggunakan metode neural network lainnya sebagai perbandingan pada hasil

klasifikasi nama dan jenis tumbuhan yang diperoleh menggunakan metode

Probabilistic Neural Network.

2. Menggunakan metode yang berbeda pada proses preprocessing untuk

membandingkan performa yang telah diperoleh.

3. Menerapkan metode berbeda pada proses segmentation dan feature extraction

untuk membandingkan tingkat keberhasilan klasifikasi.

4. Menggunakan citra dengan latar belakang polos untuk membandingkan tingkat

keberhasilan klasifikasi.

Page 101: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, S., & Sari, Y. A. (2018). Leaves Classification Using Neural Network

Based on Ensemble Features. 5th International Conference on Electrical and

Electronics Engineering, 350-354.

Eid, H. F., Hassanien, A. E., & Kim, T. H. (2015). Leaf Plant Identification System

Based on Hidden Naive Bays Classifier. 4th Internasional Conference on

Advanced Information Technology and Sensor Application, 76-79.

Goldberg, D. E., & Holland, J. H. (1988). Genetic algorithms and machine learning.

Machine Learning, 3(2), 95–99.

Gonzales et al (2002). Digital Image Processing. New Jersey Prentice Hall Inc.

Hutabarat, Y. P. (2012). Identifikasi Jenis Shorea Berdasarkan Morfologi Daun

Menggunakan Probabilistic Neural Network. 1-13.

Ilahiyah, S., & Nilogiri, A. (2018). Implementasi Deep Learning pada Identifikasi

Jenis Tumbuhan berdasarkan Citra Daun Menggunakan Convolutional Neural

Network. JUSTINDO (Jurnal Sistem & Teknologi Informasi Indonesia), Vol 3,

No. 2, 49-56.

Karima, L. et al. (2014). Klasifikasi Citra Daun Monokotil dan Dikotil Menggunakan

Naïve Bayes.

Mahdikhanlou, K., & Ebrahimnezhad, H. (2014). Plant Leaf Classification Using

Centroid Distance and Axis of Least Inertia Method. The 22nd Iranian

Conference on Electrical Engineering (ICEE 2014), 1690-1694.

Padao, F. R., & Maravillas, E. A. (2015). Using Naive Bayesian Method for Plant

Leaf Classification Based on Shape and Texture Features. 8th IEEE

Conference HNICEM.

Reece, Jane B. et al. (2014). Campbell Biology. Canada: Pearson Education Canada.

Page 102: KLASIFIKASI TUMBUHAN ANGIOSPERMAE BERDASARKAN …

87

Santi, C. N. (2011). Mengubah Citra Berwarna Menjadi Gray-Scale dan Citra Biner.

Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK Volume 16, No.1, 14-19.

Sayeed, S., Hossen, J., Yusof, I., & A, F. A. (2013). Plant Identification Based on Leaf

Shape and Texture Pattern Using Local Graph Structure (LGS). Australian

Journal of Basic and Applied Sciences, 29-35.

Taib, E. N., & Dewi, C. R. (2013). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Angiospermae

di Kebun Biologi Desa Seungko Mulat. Bioma, Vol. 2, No. 1, 18-31.

Tjitrosomo, S. S. et al. (1984). Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.

Zhang, S., & Feng, Y. (2010). Plant Leaf Classification Using Plant Leaves Based on

Rough Set. International Conference on Computer Application and System

Modeling (ICCASM 2010), 521-525.