kkkkkk
Transcript of kkkkkk
KARYA TULIS ILMIAH AKHIR
PENETALAKSANAAN SEGMENTAL BREATHING
UNTUK MENINGKATKAN EKSPANSI THORAKS
PADA KONDISI PNEUMOTHORAKS ET CAUSA
TUBERKOLOSIS
MOHAMMAD IRSYAD
NIM : 1062030004
PROGRAM DIPLOMA TIGA
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2015
2
PENETALAKSANAAN SEGMENTAL BREATHING
UNTUK MENINGKATKAN EKSPANSI THORAKS
PADA KONDISI PNEUMOTHORAKS ET CAUSA
TUBERKOLOSIS
Karya Tulis Ilmiah Akhir untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
pada Program Diploma Tiga, Program Studi Fisioterapi
Universitas Kristen Indonesia
MOHAMMAD IRSYAD
NIM : 1062030004
PROGRAM DIPLOMA TIGA
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2015
3
4
5
6
7
“MOTTO”
Karya Tulis Ini Kupersembahkan Untuk :
Allah, SWT
Kedua Orang Tuaku Tercinta
Istri & Anakku Tercinta
Serta Saudara-Saudaraku
8
KATA PENGANTAR
Dengan segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan karuniaNya kepada penulis sehingga karya tulis akhir ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu guna memenuhi persyaratan Ujian Akhir
Program Diploma Fisioterapi Universitas Kristen Indonesia. Adapun Judul karya
tulis ini adalah “Penatalaksanaan Segmental Breathing Untuk Meningkatkan
Ekspansi Thoraks Pada Kondisi Pneumothorax Et Causa Tuberkolosis”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Karuniawan p., SpBO selaku Direktur Akademi Fisioterapi
UKI.
2. Bapak Maksimus Bisa, SStFT, SKM selaku Dosen Pembimbing
Akademi Fisioterapi UKIangkatan 2012 yang selalu sangat
membimbing mahasiswa dan mahasiswi dengan baik
3. Bapak Dede Hidayat, SStFt, SKM selaku Dosen pembimbing
KTIA, dan teman terbaik yang penulis dapatkan dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir ini.
4. Ibu. Novlinda Susy A. M., SStFT selaku Pudir I Akademi
Fisioterapi UKI yang selalu membantu penulis dalam Karya Tulis
Ilmiah ini dengan baik.
5. Seluruh staf dan dosen Akademi Fisioterapi Universitas Kristen
Indonesia.
6. Staf fisioterapi RS. Persahabatan Jakarta yang telah banyak
memberikan ilmu tentang kasus respirasi khususnya
Pneumothorax.
9
7. Orang tua penulis, mamah, bapak, istri dan buah hati Humairra,
kakakku yang selalu dan tidak pernah berhenti mendoakan dan
memberikan semangat kepada penulis.
8. Teman terbaiku Charles Sinaga yang selalu membantu dalam
segala hal dimana saja dan kapan saja.
9. Abang Lowel C Gultom, AmdFT, Kakak Ruth, AmdFT yang telah
banyak membantu memberikan saran penulisan “TERIMA KASIH
KAKAK ”
10. Teman-teman yang sangat membantu penulis, terutama Rio
Asdiantoro, Vaya, Herman Firdaus, Dimas Prakoso. TERIMA
KASIH !!!
11. Tn.R.T yang bersedia untuk dijadikan obyek dalam Karya Tulis
Ilmiah ini.
12. Untuk semua orang yang tidak bisa disebutkan secara satu persatu,
terima kasih atas dukungannya, doanya serta kesediaan membantu
penulis.
Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
ataupun kesalahan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, mengingat
terbatasnya kemampuan penulis. Maka kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat diharapkan penulis dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi yang
membaca.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ ii
PERNYATAAN MAHASISWA ....................................................... iii
HALAMAN PENGUJI ..................................................................... iv
HALAMAN REVISI .......................................................................... v
HALAMAN MOTTO ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................... 3
D. Terminologi Istilah ....................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI
1. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan ................................ 6
1. Sangkar Toraks .................................................. 6
2. Saluran Pernapasan ............................................ 8
3. Anatomi Paru-paru ............................................ 11
4. Anatomi Pluera .................................................. 12
5. Otot-otot Respirasi ............................................. 13
6. Fisiologi Pernapasan .......................................... 14
11
2. Pneumothorax ................................................................ 18
1. Pengertian ......................................................... 18
2. Etiologi ............................................................. 19
3. Patofisiologi .................................................... 19
4. Gejala dan Tanda.............................................. 20
5. Klasifikasi ........................................................ 21
6. Water Seal Drainage (WSD) ............................ 22
7. Problematik Fisioterapi .................................... 23
3. Segmental Breathing ..................................................... 24
1. Pengertian ......................................................... 24
2. Indikasi dan Kontraindikasi ............................. 24
3. Tujuan Latihan ................................................. 24
4. Prosedur Penatalaksanaan ................................ 25
5. Tahapan sebelumlatihan ................................... 25
4. Proses Fisioterapi Pada Pneumothoraks ........................ 26
1. Assesment Fisioterapi ...................................... 27
2. Diagnosa Fisioterapi......................................... 35
3. Perencanaan Program Fisioterapi ..................... 36
4. Pelaksanaan Program Fisioterapi ..................... 37
5. Evaluasi/Re-evaluasi/Re-asessment ................. 38
BAB III LAPORAN KASUS
A. Kasus .............................................................................. 39
1. Assesment Fisioterapi ......................................... 39
2. Diagnosa Fisioterapi............................................ 43
12
3. Rencana Fisioterapi ............................................. 44
4. Pelaksanaan Program Fisioterapi ........................ 45
5. Evaluasi ............................................................... 51
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................... 53
BAB V PENUTUP .............................................................................. 55
A. Kesimpulan ...................................................................... 55
B. Saran ................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sangkar Toraks Tampak Depan .............................................. 8
Gambar 2.2 Saluran Pernapasan .................................................................. 10
Gambar 2.3 Otot-otot Pernapasan ................................................................. 13
Gambar 2.4 Mekanisme Inspirasi .................................................................. 15
Gambar 2.5 Mekanisme Ekspirasi ............................................................... 16
Gambar 2.6 Paru dalam keadaan normal dan terkena pneumothoraks ..... 21
Gambar 2.7 Teknik segmen lower ekspansi ............................................... 25
Gambar 2.8 Teknik Segmen Middle Ekspansi............................................... 26
Gambar 2.9 Teknik Segmen Upper Ekspansi............................................... 26
Gambar 2.10 Pemeriksaan Pola Gerak Nafas.................................................. 30
Gambar 2.11 Pemeriksaan Vocal Fremitus...................................................... 31
Gambar 2.12 Pemeriksaan Antropometri Lingkar Thoraks............................. 32
Gambar 2.13 Pemeriksaan Rontgen O.s........................................................... 33
14
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Evaluasi Keseluruhan Hasil Terapi .......................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Konsep sehat dan sakit menurut WHO (World Health Organizaton)
Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi
secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang dimilikinya,
sedangkan menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009,
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual maupun
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social
dan ekonomis ( UU Kesehatan 2009 ).
Secara garis besar terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan,
baik individu, kelompok maupun masyarakat (L. Blum, 1974). Berdasarkan
urutan besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Lingkungan yang mencangkup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik,
ekonomi, dan sebagainya.
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas atau keturunan
Penyakit-penyakit yang akan timbul akibat faktor-faktor diatas
sangatlah beragam, salah satunya adalah gangguan pada paru. Penyakit pada
paru tersebut dibedakan menjadi 2 kategori yaitu penyakit paru obstruktif dan
penyakit paru restriktif.
1
2
Salah satu penyakit paru rektriktif adalah pneumothoraks. Pneumotoraks
adalah adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang
potensialantara pleura viseral dan parietal paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang terhadap rongga dada, sehingga hasilnya adalah kolapsnya paru-
paru pada sisi yangterkena. Bila tidak ditangani secara adekuat maka akan
menyebabkancardiorespiratory distress dan cardiac arrest bahkan kematian.
Etiologi pneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti pneumonia,
abses paru, adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis paru,
aktinomikosis paru, dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan
toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati
amuba3. Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman
piogenik ke pleura. Hal ini menyebabkan timbul keradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat seros.
Insidens pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang
tidak diketahui, pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan
5:1.Pneumotoraks spontan primer sering dijumpai pada individu sehat, tanpa
riwayat penyakit paru sebelumnya. Pneumotoraks spontan primer (PSP)
banyak dijumpai pada pria dengan usia decade 3 dan 4. Salah satu penelitian
menyebutkan sekitar 81% kasus PSP berusia kurang dari 45tahun.Seaton dkk
2001, melaporkan bahwa pasien tuberculosis aktif mengalami komplikasi
pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi
pneumotoraks meningkat lebih dari 90%.
Menurut Kepmenkes 2012 Fisioterapi merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok
3
untuk mengembangkan,memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang rentan kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik,elektroterapeutis, dan mekanis),
pelatihan,fungsi,komunikasi.
Pada kondisi pneumthoraks peran fisioterapi adalah meningkatkan
fungsi paru-paru seoptimal mungkin dalam gangguan pengembangan paru
untuk mengembangkan paru dalam bentuk latihan pernafasan keseluruhan
maupun perarea serta meningkatkan kemampuan pasien terhadap aktifitas
fungsionalnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penulisan karya tulis
ilmiah (KTIA) ini adalah penatalaksanaan segmental breathing untuk
meningkatkan ekspansi thorak pada kondisi pneumothoraks et causa
tuberkolosis.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam mencapai karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan segmental breathing untuk
meningkatkan ekspansi thorak pada kondisi pneumothoraks et causa
tuberkolosis. .
2. Tujuan khusus
4
a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penurunan ekspansi thorak
pada kondisi pneumothoraks et causa tuberkolosis.
b. Untuk mengetahui mekanisme peningkatan ekspansi thorak dengan
segmental breathing.
D. Terminologi Istilah
Agar menjadi lebih jelas mengenai istilah-istilah yang penulis gunakan
dalam karya tulis ini, maka penulis mengemukakan batasan-batasan istilah
yang ada pada judul karya tulis ilmiah akhir ini, adalah sbb:
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura yang menyebabkan paru kolaps atau pengembangan paru
baik total maupun sebagian tanpa didahului adanya trauma sebelumnya.
Pneumothoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder berdasarkan
adanya penyakit paru yang mendasari, pneumothoraks spontan primer jika
tidak terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari dan disebut
pneumothoraks spontan sekunder bila terdapat latar belakang penyakit
paru yang mendasari. (American College of Chest Physicians.
Management of spontaneous pneumothorax: An American College of
Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ; 119: 590-602)
5
2. Sesak Napas
Dapat didefinisikan sebagai ketidak nyamanan dalam bernafas yang
bersifat subjektif dengan kualitas dan intensitas keluhan yang bervariasi.
Frekuensi Serangan Sesak (Sumber : Singh, 2005).
3. Segmental Breathing
Segmental Breathing adalah suatu bentuk latihan pernafasan pada bagian-
bagian atau segment tertentu dari paru dengan tujuan melatih
pengembangan paru per segmen atau perarea (Sumber : Hidayatt, 2010).
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan
1. Sangkar Toraks
Rangka toraks dibentuk oleh tulang sternum dan kartilago costae I
depan, kolumna vertebrae torakalis di belakang, serta costae di lateral.
Rongga ini dipisahkan dari rongga abdomen oleh diafragma dan memiliki
hubungan keatas dengan pangkal leher melalui pintu atau toraks.
a. Costae
Costae terdiri dari 12 pasang, bagian depan berhubungan
dengan tulang dada melalui perantaraan kartilago. Bagian belakang
berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis melalui perantaraan
persendian. Perhubungan ini memugkinkan tulang-tulang costae dapat
bergerak menurut irama pernapasan.
Costae dibagi 3 (tiga) macam :
1) Os costae vata (costae sejati). Banyaknya 7 (tujuh) pasang,
berhubungan langsung dengan os sternum melalui perantaraan
kartilago.
2) Os costae spuria (costae tak sejati). Banyaknya 3 (tiga) pasang,
berhubungan denga tulang dada, dengan perantaraan tulang rawan
dari tulang costae sejati ke-7.
3) Os costae fluintates (costae melayang). Banyaknya 2 (dua) pasang,
tidak mempunyai perhubungan dengan os sternum.
6
7
b. Sternum
Sternum merupakan tonggak dinding depan toraks, bentuknya
gepeng dan sedikit melebar. Sternum terdiri dari manubrium sterni,
korpus sterni, dan prosesus xipoideus. Menubrium memiliki facet
untuk artikulasi dengan klavikula, kartilago kostae ke-1 dan bagian
atas dari kartilago costae ke-2. Dibagian inferior berartikulasi dengan
korpus sternum pada sendi manubriosternal. Korpus terdiri dari empat
bagian sternebrae yang bersatu antar usia 15 dan 25 tahun. Teradapat
facet untuk artikulasi dengan bagian bawah kartilago costae ke-3
sampai ke-7. Xipoid memiliki artikulasi atas dengan korpus pada sendi
xiphisternal.
c. Kartilago Costae
Merupakan batang-batang kartilago hialin yang
menghubungkan ketujuh costae teratas langsung ke sternum serta
costae ke-8 sampai ke-10 dengan kartilago costae ke-7.
d. Vertebrae Torakalis
Vertebrae torakalis terdiri dari 12 ruas. Corpusnya besar dan
kuat, prosesus spinosusnya panjang dan melengkung. Pada bagian
datar sendi sebelah atas, bawah kiri dan kanan membentuk persendian
dengan costae.
8
Gambar 2.1 Sangkar Toraks Tampak Depan
(Sobotta edited by R.Putz and R.Pabst hal.306)
2. Saluran Pernapasan
Secara fungsional saluran pernapasan dibagi menjadi dua bagian :
a. Zona konduksi : hidung, faring, trakea, bronkus serta bronkiali
terminalis.
Peran : sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan
dengan suhu tubuh.
1) Hidung
Rambut, zat mukus serta silia yang bergerak kearah faring
berperan sebagai sistem pembersih pada hidung, yang juga
ditunjang oleh konka nasales yang menimbulkan turbulensi aliran
udara sehingga dapat mengendapkan pertikel-partikel dari udara
yang kemudian diikat oleh mukus.
2) Sinus Paranasalis
9
Sinus paranasalis adalah rongga di dalam empat pasang
tulang frontalis, etmoidalis, sfenoidalis serta maksilaris.
3) Faring
Nasofaring sebagai saluran udara pernapasan, juga berperan
sebagai penangkal infeksi yang dilakukan oleh jaringan limfoid
adenoid.
Orofaring terletak dibelakang rongga mulut dan memiliki
dua kelenjar limfoid yaitu tonsil palatinum dan tonsil lingualis
yang berperan sebagai penangkal infeksi.
Laringofaring berperan sebagai saluran udara dan saluran
makanan.
4) Laring
Tiga peran utama yaitu sebagai saluran udara, sebagai pintu
pengatur perjalanan udara pernapasan dan makanan (epiglotis) dan
sebagai organ penimbul suara.
5) Trakhea
Disebut juga eskalator-muko-siliaris karena silia pada
trakea dapat mendorong benda asingyang terikat zat mukus kearah
faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan.
6) Bronki dan Bronkioli
Struktur bronki primer sama dengan strukur trakea, akan
tetapi pada bronki sekunder, terjadi perubahan struktur dimana
bagian akhir dari bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah
menjadi lempengan-lempengan. Pada bronki terminalis struktur
10
tulang rawan menghilang hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur
ini menyebabkan bronkioli rentan terhadap penyempitan. Bronkioli
juga memiliki silia dan zat mukus yang berperan dalam
pembersihan saluran napas.
Gambar 2.2 Saluran Pernapasan
(Sobotta edited by R.Putz and R.Pabst hal.136)
b. Zona Respiratorik : bronkioli respiratorik, sakus alveol serta alveoli.
Pertukaran udara dengan darah terjadi pada zona respiratorik.
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran Alveolar :
1) Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmatik kearah rongga
alveoli.
2) Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang
menghasilkan surfactant.
11
3) Anastomosing apillary, merupakan sistem vena dan arteri yang
saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran
darah dalam rongga endotel.
4) Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel
kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit
serum.
5) Surfactant, mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam
keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan
permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat
dihindari.
3. Anatomi Paru-paru
Paru-paru merupakan organ tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung elveoli. Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara. O2 masuk
kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya alveoli kurang
lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi 2 (dua) :
a. Paru-paru kanan terdiri dari 3 (tiga) lobus. Lobus pulmo dextra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu ; 5 (lima) buah
segmen pada lobus superior, 2(dua) buah segmen pada lobus medialis,
dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior.
12
b. Paru-paru kiri terdiri dari 2 (dua) lobus. Lobus pulmo sinistra superior
dan inferior. Paru ini mempunyai segmen yaitu ; 5 (lima) buah segmen
pada lobus superior dan 5 (lima) segmen pada lobus inferior.
4. Anatomi Pleura
Pleura visceralis yang erat melapisi paru-paru masuk kedalam
fisura dan memisahkan lobus satu dengan lobus yang lain, membran ini
kemudian dilipat kembali disebelah tampuk paru-paru dan membentuk
pleura parietalis, dan melapisi bagian dinding dada. Pleura yang melapisi
iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragma ialah
pleura diagfragmatika, dan bagian yang terletak dileher ialah pleura
sevikalis.Ruang antara pleura parietalis dan visceralis disebut ruang
intrapleural.
Tekanan intrapleura sedikit berbeda-beda selama siklus ventilasi.
Sebelum inspirasi terkanan intrapleura kurang lebih -5 cm H2O. Sedang
selama inspirasi dinding toraks akan mengembang yang akan
menyebabkan tekanan intrapleural akan turun mencapai 8 cm H2O yang
memungkinkan udara dari luar masuk kedalam paru-paru. Selama
ekspirasi tekanan intrapleural akan turun mencapai kurang lebih -4 cm
H2O, turunnya tekanan intrapleural ini akan menyebabkan keluarnya udara
dari paru-paru.
13
5. Otot-otot Respirasi
a. Inspirasi : merupakan proses aktif.
1) Otot-otot Inspirasi Utama :
a) Intercostalis externus (elevasi)
b) Intercartilagenous parasternal (elevasi)
c) Diafragma
2) Otot-otot Inspirasi Tambahan :
a) Sternocleido mastoideus
b) Scalenus anterior, medius, posterior
b. Ekspirasi : meupakan proses pasif.
Otot-otot yang berperan :
1) Intercostalis internus
2) Rectus abdominalis
3) Abdominus externa oblique
4) Internal oblique
5) Transversus abdominis
Gambar 2.3 Otot-otot pernapasan
(Sobotta edited by R.Putz and R.Pabst hal.316.
14
6. Fisiologi Pernapasan
Pernapasan meliputi dua bidang yakni pernapasan eksterna dan
pernapasan interna. Pernapasan eksterna yaitu penyerapan O2 dan
pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan, sedangkan pernapasan
interna yaitu penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta
pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.
a. Mekanisme Respirasi
Prinsip gerakan toraks adalah berubahnya kapasitas rongga
toraks untuk memasukkan udara (inspirasi) atau mengeluarkannya
(ekspirasi) dan menimbulkan ventilasi paru-paru. Rongga ini dapat
meningkat dalam tiga dimensi, anteroposterior, lateral dan vertikal
dengan bantuan otot-otot respirasi, yaitu diafragma dan intercostalis.
Jumlah gerakan bergantung pada kedalaman respirasi (ventilasi).
1) Inspirasi
Serabut otot diafragma berkontraksi dan menurunkan pusat
tendon sehingga meningkatkan dimensi vertikal. Penarikan tendon
dibatasi oleh organ abdominal dan serabut otot melanjutkan
kontraksi tendon pada posisi menetap dan rusuk bawah ditarik ke
atas dan ke bawah. Saat inspirasi diteruskan otot intercostalis juga
berkontraksi untuk menghasilkan gerakan rusuk bawah dan sebagai
tambahannya rusuk atas bergerak ke depan, ke atas dan ke luar.
Kapasitas rongga thoraks ditingkatkan dalam tiga dimensi tersebut.
Saat pleura parietalis mengenai lapisan atas diafragma dan lapisan
dalam toraks, tekanan intrapleural yang negatif menjadi semakin
15
negatif, kemudian terjadi penguluran jaringan elastis paru-paru dan
meningkatnya volume ruang udara. Udara berdesakan karena
tekanan di dalam paru di bawah tekanan atmosfer. Semakin dalam
inspirasi, semakin besar perbedaan tekanan dan semakin besar
volume udara yang memasuki paru-paru.
Gambar 2.4 Mekanisme Inspirasi
(Fisiologi Manusia Edisi 2 Hal.421)
2) Ekspirasi
Ini merupakan gerakan pasif yang dihasilkan gerak elastik
rekoil dinding dada dan jaringan paru yang mendesak udara keluar
dari paru-paru. Dalam sekejap, tekanan di dalam paru (tekanan
alveolar) lebih besar dari tekanan atmosfer, dan saat kedua tekanan
menjadi sama, ekspirasi terhenti. Pada ekspirasi yang dipaksakan,
otot abdominal berkontraksi untuk mencegah pengeluaran paksa
udara dengan meningkatkan tekanan intraabdominal.
16
Gambar 2.5 Mekanisme Ekspirasi
(Fisiologi Manusia Edisi 2 Hal.421)
b. Volume Pernapasan
Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran
fungsi sistem ventilasi pernapasan.
1) Volume Tidal
Adalah volume udara yang masuk dan keluar paru pada
pernapasan biasa. Jumlahnya sekitar 500 ml.
2) Volume Cadangan Inspirasi
Adalah volume udara yang masih dapat dihisap kedalam
paru-paru sesudah inspirasi biasa. Jumlahnya sekitar 3000 ml.
3) Volume Cadangan ekspirasi
Adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari
paru setelah ekspirasi biasa. Jumlahnya sekitar 1000 ml.
4) Volume Respirasi Semenit
Adalah jumlah keseluruhan volume udara yang masuk atau
keluar paru dalam waktu satu menit.
5) Volume Ekspirasi Paksa
17
Adalah jumlah volume udara ekspirsi yang keluar paru bila
seseorang menghembuskan napas sekuat-kuatnya setelah
melakukan inspirasi sedalam-dalamnya volume cadangan
ekspirasinya.
6) Volume Residu
Adalah volume udara yang masih tertinggal didalam paru
sesudah ekspirasi maksimal. Jumlahnya sekitar 1500 ml. Udara
sisa ini berperan sebagai udara cadangan serta mencegah terjadinya
perubahan kondisi udara alveoli secara ekstrim.
7) Kapasitas Pernapasan
Adalah penjumlahan dari dua volume paru atau lebih.
8) Kapasitas Inspirasi
Adalah jumlah dari volume tidal ditambah dengan volume
cadangan inspirasi. Jumlahnya sekitar 3500 ml.
9) Kapasitas Residu Fungsional
Adalah jumlah dari volume residu ditambah volume
cadangan ekspirasi. Jumlah sekitar 2500 ml.
10) Kapasitas Vital
Adalah jumlah penambahan dari volume tidal, volume
cadangan inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi. Jumlahnya
sekitar 4500 ml.
11) Kapasitas Paru Total
18
Adalah jumlah keseluruhan volume paru, yaitu penambahan
volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan
ekspirasi, dan volume residu, jumlahnya sekitar 6000 ml.
12) Kapasitas Pernapasan Maksimal
Adalah volume maksimal udara yang dapat dihisap kedalam
paru dalam waktu satu menit.
13) Ruangan Rugi (dead space)
Adalah bagian dari saluran pernapasan yang tidak
melakukan pertukaran udara dengan darah. Volume ini berkisar
150 ml.
B. Pneumothoraks
1. Pengertian
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara,
supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga
dada.Pneumothorax dapat terjadi secara spontan / akibat trauma tembus
atau tidak tembus. pneumothoraks disebabkan oleh penyakit dasar seperti
tuberkulosis paru disertai fibraosis atau emfisema lokal, bronkitis kronis
dan emfisema.
19
2. Etiologi
Pneumotoraks et causa tuberkolosis disebut juga pneumothoraks spontan
skunder ( PSS). Yaitu gangguan pengembangan paru yang disebabkan
oleh adanya infeksi akibat tuberkolosis atau akibat pengobatannya.
Pneumotoraks spontan merupakan jenis pneumotoraks yang paling sering
terjadi.
3. Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis.
Di antara pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum
pleura normal berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura
selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu
dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi
dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d -12
cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6
cmH2O.
Pneumotoraks adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya
udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura
tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
20
Gambar 2.6 keadaan paru dalam keadaan normal dan dalam keadaan
terkena pneumothoraks ( MedicineNet, Inc 2007).
4. Gejala dan tanda
a. Gejala :
1) Nyeri dada pada sisi yang terkena.
2) Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
3) Sesak nafas sedang sampai berat.
4) Kemungkinan gagala napas.
5) Mudah lelah
b. Tanda
1) Denyut jantung cepat
2) Cianosis
3) Hidung tampak kemerahan
4) Hipotensi
21
5. Klasifikasi
a. Berdasarkan tempat terjadinya :.
1) Pneumothoraks spontan adalah pneumothoraks yang terjadi dengan
sendirinya.
2) Pneumothoraks traumatik, terjadi karena sebab trauma.
3) Pneumothoraks artificial : pneumothoraks yang terjadi karena hasil
dari efek pengobatan tuberkulosis
b. Berdasarkan lokasi atau tempat terjadinya, pneumothoraks dibagai ke
dalam :
1) Pneumothoraks parietalis, dimana termpat terjadinya adalah berada
di luar.
2) Pneumothoraks mediastinalis, dimana tempat terjadinya adalah
berada pada daerah sekitar jantung.
3) Pneumothotaks basalis, dimana tempat terjadinya adalah di bagian
bawah pleura.
c. Berdarkan derajat collapsnya (tingkat keparahannya), pneumothoraks
dibagi ke dalam :
1) Pneumothoraks totalis adalah seluruh paru-paru penuh dengan
udara.
2) Pneumothoraks parsialis adalah hanya sebagian paru-paru yang
terdapat udara.
22
d. Berdasatkan jenis fistula, pneumothoraks dibagi dalam :
1) Pneumothoraks terbuka : dimana terdapat hubungan langsung
antara rongga pleura dan bronchus dengan udara luar.
2) Pneumothoraks tertutup : yaitu jenis pneumothorak dimana tidak
ada hubungan dengan dunia luar.
3) Pneumothoraks ventil : udara dapat masuk ke dalam, namun tidak
bisa keluar. Pneumothoraks jenis ini adalah pneumothoraks yang
paling berbahaya karena paru-paru habis tertutup dan mendesak
jantung sehingga bisa menyebabkan kematiakn karena shock
kardiogenik.
Pada pembahasan karya tulis ini penulis hanya dibatasi hanya
membahas pneumothoraks artificial yaitu pneumothoraks yang terjadi
karena hasil dari efek pengobatan tuberkolosis.
6. Water Seal Drainage ( WSD)
a. Definisi
WSD atau tube thoracostomy masih merupakan suatu tindakan
pertama sebelum penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif
seperti torakoskopi atau torakotomi. Keuntunagn pada pemasangan
WSD dapat membantu proses mempercepat pengemabnagan paru,
sehingga pada awal pemasangan biasanya dihubungkan dengan katup
satu arah atau dengan perangkat WSD tanpa suction, namun bila
terjadi kebocoran udara tube thoracostomy dihubungkan dengan
suction.
23
b. Tujuan
Membantu mempercepat proses pengembangan paru
7. Problematika Fisioterapi
Menurut ICF problematika fisioterapi pada kondisi pneumothoraks
meliputi.
a. Impairtmen meliputi :
1) Problematik Anatomi :
(a) Berkurangnya / mengecilnya volume paru
(b) Retensi Sputum
(c) Gangguan Postur
(d) Spasme otot
2) Problematik Fisiologi :
(a) Adannya sesak nafas
(b) Adanya nyeri karena luka akibat pemasangan Water seal
drainage
(c) Gangguan pengembangan paru
b. Limitasi Fungsi
1) Fleksibilitas sangkar thoraks menurun
2) Keterbatasan anggota gerak atas ( khusunya shoulder dan trunk)
3) Gangguan Activity Daily Living ( toileting, dresing, eating )
c. Partisipasi Retriksi
a. Ketergantungan penggunaan Water Seal Drainage
24
b. Perlunya lingkungan khusus yang bebas dari polusi udara akan
membantu penyembuhan pasien
C. Segmental Breathing
Adalah suatu teknik latihan nafas pada segmen paru tertentu atau yang terkena
dengan tujuan melatih pengembangan paru persegmen.
1. Indikasi :
a. Gangguan lokal fungsi pernafasan
b. Gangguan paru yang terjadi pada segmen tertentu
c. Fibrotik lokal jaringan paru yang terjadi karena infeksi
2. Kontra indikasi :
a. Unstable Ribs Frakture ( patah tulang rusuk )
b. Odema paru
3. Tujuan dari Segmental Breathing :
a. Untuk meningkatkan pengembangan paru
b. Untuk meningkatkan pengembangan ekspansi thorak
c. Meningkatkan kekuatan , daya tahan dan koordinasi otot pernapasan.
d. Mencegah kerusakan paru
e. Meningkatkan fleksibilitas dan mobilitas sangkar thoraks
f. Meningkatkan pengembangan paru
25
4. Prosedure :
1) Posisi pasien
(a) Tidur terlentang
(b) \duduk dipinggir bed
(c) Atau half lying
2) Posisi Terapis
(a) Berdiri diberhadapan dengan pasien
(b) Berdiri dibelakang pasien dengan meletakan tangan di lateral costa
3) Pelaksanaan terapi
(a) Pasien diajarkan terapis pernafasan pasif, assisted, aktif, atau
resited
(b) Tangan terapis memberikan dorongan pada sisi lateral costa upper ,
middle, atau lower kedalam ekspirasidan lepas saat insipirasi pada
segmen paru yang dimaksudkan untuk member stimulus dan
penunjuk arah gerakan
Gambar 2.7 Segmen Lower Ekspansi (TEXT BOOK OF
BIOMECHANICS AND EXERCISE THERAPY Hal. 73)
26
Gambar 2.8 Segmen Middle Ekspansi (TEXT BOOK OF
BIOMECHANICS AND EXERCISE THERAPY Hal. 73)
Gambar 2.9 Segmen Upper Ekspansi (TEXT BOOK OF
BIOMECHANICS AND EXERCISE THERAPY Hal. 73)
D. Proses Fisioterapi
Menurut Kepmenkes RI 1363 tahun 2001 pasal 1 ayat 2, fisioterapi
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada individu dan atau kelompok,
untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peralatan (fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi dan
komunikasi.
Peran fisioterapi merupakan suatu proses yang mempunyai tahapan
27
melalui pengkajian, anamnesa, pemeriksaan, analisis problem, diagnosa
fisioterapi, rencana pelaksanaan, rencana evaluasi, pelaksanaan dan
dokumentasi.
1. Assesment Fisioterapi
a. Anamnesa
Dapat dilakukan secara autoanamnesis maupun heteroanamnesis.
1) Identitas Pasien
Meliputi data-data penderita seperti nama, umur, jenis
kelamin, agama, status perkawinan, pekerjaan dan alamat.
2) Riwayat Penyakit
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan keadaan penderita
seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, sifat keluhan,
faktor-faktor yang memperberat keluhan, waktu dan lamanya
timbul keluhan, manifestasi lain yang menyertai, diagnosa medis,
pemeriksaan lain yang pernah didapat sebelumnya, riwayat
penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan pertolongan yang pernah
diupayakan untuk mengurangi keluhan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Vital Sign dan Keadaan Umum
a) Tekanan Darah
Pengukuran dilakukan dengan sphygmomanometer dan
stetoskop. Untuk usia produktif normal (18-60 tahun) 120/80
28
mmHg. Caranya dengan melilitkan manset pada lengan atas
kemudian stetoskop, kira-kira 1 inchi dari fossa cubiti,
kemudian stetoskop diletakkan pada antebrachii sedikit medial.
Manset dipompa hingga nadi tak teraba lagi, kemudian manset
dikempiskan perlahan-lahan. Pulse pertama sistole, pulse
terakhir diastole.
b) Denyut Nadi
Pengukuran dilakukan dengan cara palpasi pada arteri
radialis dihitung dalam 15 detik, hasilnya dikali 4. Denyut nadi
rata-rata usia produktif normal 60-80 x/ menit.
c) Frekwensi Pernafasan
Pengukuran dilakukan dengan menghitung satu kali
pernapasan yaitu inspirasi dan ekspirasi selama 1 menit penuh.
Frekuensi pernapasan normal rata-rata usia produktif normal 16-
20 x/ menit
d) Suhu Badan
Pengukuran dilakukan dengan termometer
yangdiletakkan di axilla. Suhu normal adalah 36, 5 oC- 37 oC.
e) Tinggi Badan
Dilakukan dengan metline, diukur dari sisi lateral garis
tubuh sampai ujung kepala dalam posisi pasien berdiri tegak di
dinding. Satuan pengukuran dalam centimeter.
f) Berat Badan
Dilakukan dengan timbangan dalam satuan ukur kilogram
29
g) Tingkat Kesadaran
Dilihat berdasarkan respons pasien terhadap lingkungan.
Pada orang normal, tingkat kesadaran berada pada compos
mentis, yaitu sadar penuh.
2) Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan cara pengamatan untuk melihat
keadaan umum pasien, deformitas, gerakan napas, ekspansi thoraks
dan spasme otot pernapasan. Ekspansi thoraks dilihat dari dimensi
anterior, lateral, dan posterior.
Pada penderita pneumothoraks biasanya pasien
menunjukan adanya ketidak simetrisan postur, seperti shoulder,
keterbatasan ekspansi thoraks yang menyebabkan otot-otot bantu
pernafasan terlihat dominan berkontraksi.
3) Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan cara meraba,
menyentuh, atau menekan daerah yang diperiksa dengan tangan
pemeriksa. Tujuan palpasi adalah untuk menegaskan hasil
pemeriksaan inspeksi dan mengetahui adanya nyeri tekan, suhu
tubuh, kesimetrisan gerak dan ekspansi thoraks, dan menafsirkan
keadaan di dalam paru dengan fremitus suara.
a) Pemeriksaan Gerak Nafas
Dilakukan dengan meletakkan tangan di atas dada dan
perut. Pasien bernapas biasa dan terapis merasakan gerakan
30
napas pasien, apakah pasien menggunakan pola napas thorakal
atau abdominal.
Gambar 2.10 pemeriksaan pola gerak nafas (www.google.com)
b) Pemeriksaan Fremitus
Pemeriksaan ini bertujuan untuk merasakan getaran dinding
dada pasien saat mengucapkan kata bernada sengau, misalnya
“99” (dilafalkan ninety nine). Pemeriksaan dilakukan dengan
meletakkan kedua telapak tangan terapis di dinding dada pasien
dengan kontak penuh sementara pasien mengucapkan “99”.
Tangan terapis bergerak untuk merasakan getaran dinding dada.
Getaran fremitus yang sama pada kedua sisi menunjukkan
kondisi normal. Fremitus yang berkurang pada satu sisi dada
menunjukkan adanya kantung udara pada saluran pernapasan.
Sementara getaran yang bertambah menunjukkan adanya
sekresi pada saluran pernapasan.
31
Gambar 2.11Pemeriksaan Fremitus ( www.google.com)
4) Perkusi
Perkusi dilakukan dengan menggunakan jari tengah terapis
pada intercosta os.Dengan mengetukan jari tengah terapis dengan
jari yang lainnya.Normal dinding thoraks saat diperkusi sonor dan
hipersonor menandakan adanya pemadatan pada jaringan paru dan
penimbunan pada rongga thoraks.
5) Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop. Pada
kondisi gangguan pernapasan dan pengembangan paru, biasanya
untuk memperhatikan kualitas, karakter dan intensitas suara napas.
Pada kondisi pneumothorax seringkali ditemukan suara bising yang
menandakan adanya retriksi. Semakin besar rektriktif, semakin
hilang suaranya.
6) Pengukuran Ekspansi Thoraks
Ekspansi Thoraks dapat diukur dengan menggunakan
midline yang dilingkari pada :
a) Regio dada atas (kartilago costae 4), biasanya sekitar 2-3 cm.
32
b) Regio dada tengah (kartilago costae 7), biasanya sekitar 3-5 cm.
c) Regio dada bawah (kartilago costae 9), biasanya sekitar 5-7 cm.
Pengukuran diambil pada saat inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal. Selisih antara inspirasi dan
ekspirasimenunjukkan ukuran ekspansi thoraks.
Gambar 2.12 Pemeriksaan Antropometri Lingkar Thoraks
(Donrawee, Associated Medical Sciences, Thailand)
7) Pemeriksaan Pendukung
Pemeriksaan penunjang pada kasus respirasi khususnya
pneumothoraks adalah :
1) Foto Rontgen
Pemeriksaan rontgen menunjukan adannya aspirasi pada sisi paru
bagian atas kanan yang terkena.
33
Gambar 2.13 Pemeriksaan Rontgen Tn. R.T menunjukan
kelainan pada sisi sebelah kanan.
2) Pemeriksaan Lingkar Ekspansi
Pemeriksaan lingkar ekspansi menunjukan pada regio costa 4
menujukan penurunan ekspansi.
8) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal
Dilakukan untuk mengetahui bagaimana keadaan atau
emosi penderita dalam berinteraksi dengan lingkungan sehubungan
dengan kondisi Pneumothoraks. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan cara melihat kemampuan komunikasi, status emosional,
serta motivasi pasien untuk sembuh.
9) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktivitas.
a) Fungsional dasar
Pada kondisi pneumothorax, pemeriksaan ini ditujukan
34
untuk melihat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
fugsional dasar selama dalam rawat jalan. Yang dimaksud
aktivitas fungsional dasar antara lain mandi, berpakaian, buang
air besar atau buang air kecil ke toilet, makan dan minum.
b) Fungsional aktifitas
Pada kondisi pneumothorax, pemeriksaan kemampuan
fungsional aktivitas ditujukan untuk melihat kemampuan pasien
dalam melakukan aktivitas bergerak atau beraktifitas dalam
lingkup rawat inap.
c) Lingkungan aktifitas
Pada kondisi pneumothorax, pemeriksaan lingkungan
aktivitas ditujukan untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap
kondisi pneumothorax yang dimiliki pasien. Yang dimaksud
lingkungan yaitu lingkungan tempat tinggal, dll.
10) Problematik fisioterapi
Pelayanan fisioterapi dilakukan sesuai dengan problematik
yang ditemukan pada saat melakukan assessment. Problematik yang
dapat ditemukan antara lain:
a) Penurunan fungsional paru, yang ditunjukkan rendahnya
inspirasi volume terkait dengan adanya gangguan
pengembangan paru.
b) Keterbatasan ekspansi thoraks.
c) Spasme otot-otot respirasi
d) Nyeri tekan
35
e) Nyeri gerak
Gangguan yang menjadi prioritas dalam penulisan karya
tulis ini adalah gangguan pengembangan paru yang menyebabkan
keterbatasan ekspansi thoraks.
11) Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan
evaluasi yang menyatakan hasil dari proses pemikiran klinis yang
dapat menunjukkan adanya gangguan fungsi paru dan dapat
mencakup gangguan/ kelemahan, limitasi fungsi, ketidakmampuan
dan sindrom.
Berdasarkan variasi dari problematik pneumothorax yang
timbul, dapat ditemukan diagnosa sebagai berikut:
a) Gangguan fungsi respirasi inspirasi sehubungan dengan adanya
keterbatasan pengembangan paru dan keterbatasan ekspansi
thoraks yang dikarenakan efusi pleura sehingga kerja otot-otot
pernapasan meningkat akibat pneumothorax.
b) Nilai aerobik rendah sehubungan dengan fungsi paru yang
rendah.
c) Gangguan fungsi aktivitas kerja sehubungan dengan fungsi paru
yang rendah.
Diagnosa juga ditunjang dengan prognosa fisioterapi yang
terdiri dari quo ad vitam, quo ad sanam, quo ad fungsionam dan
pada kondisi quo ad cosmeticam dihubungkan dengan pengaruh
pneumothorax.
36
Pada kondisi pneumothoraks, quo ad vitam dihubungkan
pengaruh pneumothorax terhadap nyawa pasien. Quo ad sanam
dihubungkan dengan kemungkinan pasien mencapai kondisi
pneumothoraks terkontrol. Quo ad fungsionam dihubungkan
dengan pengaruh pneumothoraks terhadap fungsionalpasien.
Dan quo ad cosmeticam dihubungkan dengan pengaruh
pneumothorax terhadap postur dan penampilan fisik pasien.
12) Rencana program fisioterapi
a) Tujuan
Sehubungan dengan masalah yang ada pada kondisi
pneumothoraks, maka tujuan fisioterapinya dapat berupa :
(1) Meningkatkan Kapasitas pengembangan paru
(2) Memperbaiki mobilasi thoraks
(3) Meningkatkan ekspansi thoraks
b) Modalitas fisioterapi
(1) Modalitas alternatif
(a). Purs lips breathing
(b).Segmental breathing, untuk meningkatkan
pengembangan paru persegmen atau perarea
(c). Mobilisasi Thoraks, untuk meningkatkan ekspansi
thoraks.
(2) Modalitas terpilih
Modalitas yang dipilih dalam penulisan karya tulis
ini adalah breathing exercise dengan teknik segmental
37
breathing.
13) Rencana evaluasi
a) Evaluasi rutin
Dilakukan setiap awal, saat dan setelah terapi terhadap
denyut nadi pasien dengan satuan x/ menit. Tujuannya adalah
untuk mengontrol status fisik pasien dan kemampuan untuk
melanjutkan terapi.
Dilakukan setiap awal, saat dan setelah terapi pada sangkar
thoraks dengan satuan cm. Tujuannya adalah untuk mengontrol
mobile lingkar sangkar thoraks.
b) Evaluasi periodik
Dilakukan setiap 3 terapi untuk memantau perkembangan
kondisi pasien terhadap hal-hal berikut ini:
(1) Peningkatan pengembangan paru dan sangkar thoraks.
Objek evaluasi utama adalah pengembangan paru
dan ekspansi thoraks. Terapi dianggap berhasil bila terjadi
perubahan hasil pengukuran lingkar thorak menggunakan
midline .
c) Evaluasi kumulatif
Dilakukan setelah 1 minggu terapi terhadap objek tersebut
untuk menyimpulkan hasil terapi.
14) Pelaksanaan program fisioterapi
Pelaksanaan fisioterapi dilakukan sesuai dengan rencana
program fisioterapi dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Pada
38
penulisan karya tulis ini, terapi yang dilakukan adalah breathing
Exercise dengan teknik segmental breathing.
15) Home program dan edukasi
Home program yang disarankan untuk penderita pneumothoraks
antara lain:
a) Minum obat yang disarankan dokter sesuai aturan.
b) Menghindari hal-hal yang dapat memicu..
c) Melakukan latihan pernafasan
16) Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan rencana evaluasi yang telah
disusun dengan prinsip membandingkan keadaan awal pertama
pasiendatangdansesudahprogramterapidilakukan.
39
BAB III
LAPORAN KASUS
A. DATA MEDIS RUMAH SAKIT
I. Diagnosa Medis : Pneumothorax dextra et causa tb
II. Catatan Klinis : Riwayat pengobatan TB tahun 2007 dan
dinyatakan sembuh
B. SEGI FISIOTERAPI
I. Assesment Fisioterapi
a. Anamnesa (Autoanamnesa) Tanggal anamnesa: 01Juni 2015
1) Identitas Pasien
a) Nama : Tn. R.T
b) Umur : 37 tahun
c) Jenis kelamin : Laki-laki
d) Agama : Islam
e) Status perkawinan : Menikah
f) Pekerjaan : Swasta
g) Alamat : Meruya selatan kembangan Jakarta
selatan
2) Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama : Sesak nafas memberat 3 jam sebelum
masuk rumah sakit disertai nyeri dada sebelah kanan.
b) Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dengan
keluhan sesak disertai nyeri dada dirasakan sejak 1 bulan
39
40
yang laludan memberat 3 jam sebelum os. Datang ke
puskesmas. Lalu pihak puskesmas merujuk ke rumah sakit
cekareng, karena tidak ada perubahan pihak rumah sakit
cengkareng merujuk kembali ke rumah sakit pershabatan.
c) Riwayat penyakit dahulu : tuberkolosis pada tahun
2007 , minum obat selama 6 bulan dan dianggap sembuh.
d) Riwayat pribadi : os. Merokok 12 batang / hari
selama 22 tahun.
e) Riwayat keluarga : tidak ada
b. Pemeriksaan Fisik
1) Vital Sign dan Keadaan Umum
a) Tekanan darah : 110/70 mmHg
b) Denyut nadi : 110 x/ menit
c) Frekuensi pernapasan : 28 x/ menit.
d) Suhu badan : 36,5o C.
e) Tinggi badan : 165cm
f) Berat badan : 33 kg
g) Tingkat kesadaran : Compos Mentis
2) Inspeksi
a) Statis :
(1)Tampak depan : Pasien terpasang WSD disebelah kanan
, shoulder dextra sedikit depresi tidak simetris dengan sisi
41
sinistra , tinggi papilla mamae tidak simetris kanan lebih
tinggi dari pada kanan, cela axilla.
(2)Tampak samping : os. Cenderung kyposis
(3)Tampak belakang : Tidak ada kelainan tulang belakang
( skoliosis)
b) Dinamis :
(1)Pola nafas cepat
(3) Pergerakan thoraks tidak simetris
3) Palpasi
a) Pemeriksaan pergerakan thoraks dimulai dari Upper
chest ekspansi simetris antara sisi dextra dan sinistra,
middle chest ekspansi tidak simetris ( sisi dextra lebih
teringgal dari sisi sinistra), lower chest ekspansi tidak
simetris ( sisi dextra lebih tertinggal dari sisi sinistra).
b) Pemeriksaan fremitus getaran dinding dada menurun ,
sisi kanan cenderung lebih menurun dari pada kiri.
c) Pemeriksaan pola gerak nafas, dominan Os
mengunakan pola thorakal.
d) Adanya spasme pada otot-otot pernafasan dan otot
bantu pernafasan, yaitu m. sternocleidomatoideus.
4) Auskultasi
1) Suara mengi (-)
2) Suara ronki (-)
42
c. Pemeriksaan Khusus
1) Pemeriksaan Lingkar Ekspansi Thoraks
Inspirasi Ekspirasi Normal Keterangan
75 cm 74 cm 2-3 cm Upper Ekspansi Tidak normal
76 cm 73 cm 3-5 cm Middle Ekspansi Normal
70 cm 65 cm 5-7 cm Lower Ekspansi Normal
d. Pemeriksaan Pendukung
3) Foto Rontgen
Pemeriksaan rontgen menunjukan adannya aspirasi pada sisi
paru bagian atas kanan yang terkena.
2) Pemeriksaan Lingkar Ekspansi
Pemeriksaan lingkar ekspansi menunjukan pada regio costa 4
menujukan penurunan ekspansi.
e. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal
1) Kognitif : Baik, os dapat menceritakan kondisinya
dengan baik. Orientasi dan memori baik.
2) Intrapersonal : Baik, os memahami, serta memiliki
kemauan untuk sembuh dan mengontrol keadaam yang dapat
memicu keadaannya.
43
3) Interpersonal : Baik, os berhubungan baik dengan
lingkungan dan bersikap kooperatif menjalani terapi.
f. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan
Aktivitas
1) Fungsional Dasar
Os.Masih sulit melakukan sedikit sulit melakukan aktifitas
fungsional dasar karena masih menggunakan WSD.
2) Fungsional Aktivitas
Os. Masih dapat melakukan aktifitas fungsional seperti
makan dan toileting seperti BAK , tetapi jarak antara toilet dan
ruang rawat inap terlalu jauh terkadang menimbulkan sesak
dan tidak dapat melakukan aktifitas berlebih karena masih
menggunakan WSD.
3) Lingkungan Aktivitas
Os masih berada dirungan rawat inap.
g. Problematik Fisioterapi
1) Gangguan pengembangan paru sisi atas paru sebelah kanan.
2) Penurunan ekspansi thoraks pada sisi dada atas kanan.
Pada kasus pneumothoraks karena banyaknya problem, karya tulis
ilmiah hanya membatasi pada pengembangan ekspansi thoraks.
II. Diagnosa Fisioterapi
Adanya gangguan fungsional pernapasan yang dikarenakan
gangguan pengembangan paru dan keterbatasan ekspansi thoraks disatu
sisi akibat pneumothoraks.
44
III. Rencana Program Fisioterapi
a. Tujuan Program :
1) Tujuan Jangka Pendek
a) Meningkatkan kapasitas pengembangan paru
b) Memperbaiki mobilisasi thoraks
2) Tujuan Jangka Panjang
a) Meningkatkan kemampuan fungsional paru
b) Meningkatkan ekspansi thoraks
b. Modalitas Fisioterapi
1) Modalitas Alternatif
a) Purs lips breathing
b) Segmental breathing , untuk meningkatkan pengembangan
paru per area
c) Mobilisasi Thoraks, untuk meningkatkan ekspansi thoraks.
2) Modalitas Terpilih
Breathing Exercise dengan teknik Segmental Breathing
Segmental breathing dipilih karena untuk meningkatkan
pengembangan paru persegmen atau perarea dengan tambahan
mobilisasi thoraks.
a) Dosis
Frekuensi : 5 kali / minggu.
Intensitas : 70 persen HR Max
Time : 6 menit 40 detik
Type : Segmental breathing
45
Repetisi : inspirasi 5 , ekspirasi 3, 3 set , 2 sesi
c. Rencana Evaluasi
1) Evaluasi rutin
Dilakukan setiap awal, saat dan setelah terapi segmental
breathing terhadap peningkatan lingkar sangkar thoraks dalam
satuan cm.
2) Evaluasi periodik
Dilakukan pada setiap seminggu untuk memantau
perkembangan kondisi pasien terhadap hal-hal berikut ini:
3) Evaluasi kumulatif
Dilakukan setelah 1 minggu terhadap satu objek tersebut
untuk menyimpulkan hasil terapi.
d. Prognosa
1) Quo ad fungsionam : menuju baik
IV. Pelaksanaan Program Fisioterapi
a. Implementasi
1) Segmental Breathing
(a) Metode
Metode yang digunakan dalam kondisi pneumothoraks
karena gangguan pengembangan paru dengan memberikan
resistensi pada area tertentu dengan tujuan melatih
pengembangan paru.
46
Tanggal 01 Juni 2015
AREA INSPI
RASI
EKSPI
RASI
SELISIH NADI
PRE
NADI
POST
SUHU S
EB
EL
UM
Upper
pre
75 cm 74 cm 1 cm 88x/m 92x/m 36.5 c
Middl
e pre
76 cm 73 cm 3 cm
Lower
pre
70 cm 65 cm 5 cm
SE
SU
DA
H
Upper
post
76.5
cm
74 cm 1.5 cm
Middl
e post
76 cm 73 cm 3 cm
Lower
post
70 cm 65 cm 5 cm
47
Tanggal 02 Juni 2015
AREA INSPI
RASI
EKSPI
RASI
SELISIH NADI
PRE
NADI
POST
SUHU
SE
BE
LU
M
Upper
pre
75 cm 74 cm 1 cm 90x/m 96x/m 37.0 c
Middle
pre
76 cm 73 cm 3 cm
Lower
pre
70 cm 65 cm 5 cm
SE
SU
DA
H
Upper
post
76 cm 74 cm 2 cm
Middle
post
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
post
70 cm 65 cm 5 cm
48
Tanggal 03 Juni 2015
AREA INSPI
RASI
EKSPI
RASI
SELISIH NADI
PRE
NADI
POST
SUHU
SE
BE
LU
M
Upper
pre
76 cm 74 cm 2 cm 89x/m 91x/m 37.5 c
Middle
pre
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
pre
70 cm 65 cm 5 cm
SE
SU
DA
H
Upper
post
76 cm 74 cm 2 cm
Middle
post
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
post
70 cm 65 cm 5 cm
49
Tanggal 04 Juni 2015
AREA INSPI
RASI
EKSPI
RASI
SELISIH NADI
PRE
NADI
POST
SUHU
SE
BE
LU
M
Upper
pre
76 cm 74 cm 2 cm 87x/m 92x/m 36.5 c
Middle
pre
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
pre
70 cm 65 cm 5 cm
SE
SU
DA
H
Upper
post
76.5
cm
74 cm 2.5 cm
Middle
post
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
post
70 cm 65 cm 5 cm
50
Tanggal 05 Juni 2015
AREA INSPI
RASI
EKSPI
RASI
SELISIH NADI
PRE
NADI
POST
SUHU
SE
BE
LU
M
Upper
pre
76.5
cm
74 cm 2.5 cm 89x/m 97x/m 37.5 c
Middle
pre
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
pre
70 cm 65 cm 5 cm
SE
SU
DA
H
Upper
post
76.5
cm
74 cm 2.5 cm
Middle
post
77 cm 73 cm 4 cm
Lower
post
70 cm 65 cm 5 cm
51
V. Evaluasi
Tabel 3.1 Hasil Evaluasi Tn.R
Objek
Evaluasi
Sebelum Latihan
Sesudah
Latihan
Lingkar
Mobilitas
Thoraks
01 Juni 2015
Selisih : Upper 1 cm
Middle 3 cm
Lower 5 cm
02 Juni 2015
Selisih : Upper 1 cm
Middle 3 cm
Lower 5 cm
03 Juni 2015
Selisih : Upper 2cm
Middle 4 cm
Lower 5 cm
04 Juni 2015
Selisih : Upper 2 cm
Middle 4 cm
Lower 5 cm
Upper 1.5 cm
Middle 3 cm
Lower 5 cm
Upper 2 cm
Middle 4 cm
Lower 5 cm
Upper 2 cm
Middle4 cm
Lower 5 cm
Upper 2.5cm
Middle 4 cm
Lower 5 cm
52
Berdasarkan tabel 3.1 hasil evaluasi Tn. R.T dapat dilihat terjadi
peningkatan ekspansi lingkar thoraks yang dimana selisih mendekati
nilai normal selama 1 minggu latihan menunjukan hasil peningkatan
ekaspansi thoraks.
05 Juni 2015
Selisih : Upper 2.5 cm
Middle 4cm
Lower 5 cm
Upper 2.5 cm
Middle 4 cm
Lower 5 cm
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum
atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Tekanan di rongga pleura pada
orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi - 4 s/d 8
cm H2O dan pada akhir ekspirasi – 2 s/d – 4 cm H2O.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi
paru-paru dan rongga dada. Selaput yang melapisi paru-paru yang di kenal
sebagai pleura ini ada dua, yaitu pleura parietalis dan pleura viseral. Pleura
visceral meliputi paru-paru termasuk permukaannya dalam fisura sementara
pleura parietalis melekat pada dinding thorax (dada), mediastinum dan diafragma.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara
luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps dan tidak bias
mengembang.
53
54
Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian segmental
breathing pada segmen Upper ekspansi pada pasien Tn. R.T terdapat perubahan
dengan meningkatnya ekspansi sangkar thorak. Pemberian stimulasi pada otot-
otot pernafasan di permukaan dinding dada dengan resistensi pada segmen
tertentu yang mengalami keterbatasan dapat membantu berkontraksi lebih kuat
selama inspirasi sehingga menambah kontraksi lebih kuat sehingga paru-paru
dapat berkembang dengan optimal selama inspirasi sehingga menambah
pengembangan sangkar thorak.
0
1
2
3
4
5
6
1 juni 2015 2 juni 2015 3 juni 2015 4 juni 2015 5 juni 2015
upper ekspansi
middle ekspansi
lower ekspansi
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari laporan kasus diatas dan manfaat dari latihan Segmental Breathing
untuk meningkatkan Ekspansi Thoraks pada kasus pneumothoraks dapat
disimpulkan
1. Pneumothoraks adalah suatu penyakit paru yang dikarenakan adanya
udara pada cavum pleura sehingga tekanan yang harusnya negative
didalam cavum intrapleura menjadi tidak terbentuk sehingga akan
mengganggu proses respirasi dan menyebabkan penurunan fungsi
fleksibilitas sangkar thorak dikarenakan spasme otot-otot pernafasan,
luka insisi pemasangan WSD yang mempengaruhi mobilitas thorak,
retensi sputum, dan gangguan postur.
2. Pada pneumothoraks peningkatan ekspansi thorak dengan segmental
breathing dapat melatih paru persegmen menggunakan tangan terapis
sebagai gudien menstimulus pengembangan paru perarea dan dapat
juga meningkatkan sangkar thorak untuk lebih mobile dengan
dikombinasi gerakan chest mobilisasi.
3. Dari keterangan diatas menyimpulkan secara umum bahwa segmental
breathing dapat meningkatkan mobilitas sangar thorak pada Tn. R.T
sebanyak 5 x terapi dengan modalitas berupa segmental breathing
diperoleh hasil penurunan nyeri dada, penurunan sesak nafas,
55
56
penurunan spasme otot-otot bantu pernafasan dan peningkatan
ekspansi thorak.
B. Saran
Dari pembahasan dan kesimpulan yang telah di jelaskan di atas, penulis
memberikan saran dalam penanganan pada kondisi pneumothorak.
1. Saran untuk pasien
a) Dalam melakukan latihan hendaknya dengan sungguh-sungguh
merasakan pergerakan rongga dada yang sedang dilatih oleh
fisioterapi.
b) Untuk dapat menjaga pola hidup yang sehat dengan mengantisipasi
terjadinya kembali.
2. Bagi pembaca
Untuk sesegera membawa kerumah sakit terdekat apabila terlihat
dengan tanda-tanda diatas agar dapat tindakan medis yang sesuai
dengan kondisinya.
3. Marilah kita sayangi tubuh dengan jiwa dan fisik yang sehat dengan
memulai mengatur pola hidup yang baik.
57
DAFTAR PUSTAKA
Gunardi Santoso. Anatomi Saluran Pernapasan, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2007.
Hidayat Dede, SSt.Ft, pada Seminar dan Workshop Breathing Exercise akfis UKI
15-17 Juli 2010.
Http://www.klikparu.com/2013/12/pneumothoraks-paruhtml
Hillegass, Ellen. 2011. Essentials OF Cardiopulmonary Physical Therapy.
Ikawati, Zullies. 2011.Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya.
Kumar. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara.
Lehrer, Steven. Memahami Bunyi Paru Dalam Praktek Sehari-hari. Tangerang:
Binarupa Aksara.
Price Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Jakarta, EGC, 1995.
Putz R dan R. Pabst. Sobotta, Edisi 21, Jakarta, EGC, 2001.
Ringel, Edward. 2012. Kedokteran Paru. Indeks: Jakarta.
Soemantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Salemba Medika: Jakarta hal 56.
58
59
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Mohammad Irsyad
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Agustus 1987
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kp. Jawa Rawasari , Jakarta Pusat
Email : [email protected]
No. Telp : 08952280799
B. Riwayat Pendidikan
1993 – 1999 : SDN 05 Cempaka Putih, Jakarta
1999 – 2002 : SLTPN 71 Rawakerbo, Jakarta
2002 – 2005 : SMK Ksatrya Percetakan Negara, Jakarta