Kita Manusia Diciptakan Oleh Allah SWT Dengan Memiliki 2 Sifat

6
DUA SIFAT MANUSIA Kita manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan memiliki 2 sifat. Sifat taqwa dan sifat fujur. Kedua sifat ini bisa menjadi potensi dalam diri kita. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaannya”. (Qs. Asy-Syam: 8) Disebutkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Rasulullah SAW ketika membaca ayat di atas, beliau diam sebentar dan membaca do’a: “Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaannya. Engkau Wali dan Pemeliharanya. Dan Sebaik-baik yang menyucikannya”. Do’a itu baik juga kita panjatkan kepada Allah SWT, agar potensi taqwa senantiasa terdapat dalam diri kita. Ketika potensi sifat taqwa itu ada dalam diri kita, bersyukurlah kepada-Nya akan hal itu, dan cobalah semai potensi sifat taqwa itu, teruslah sirami dengan kebiasan-kebiasan baik amal shalih. Pelihara agar ia tetap terpatri di dalam diri kita. Yang semua itu dapat mensucikan jiwa. Dan kita akan termasuk orang-orang yang beruntung. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. (Qs. Asy-Syam: 9) Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan menjadi seorang yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, karena memiliki karakter furqan. Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan selamat melawati jalan yang penuh dengan duri, karena ia memiliki cahaya untuk menerangi jalan. Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan termuliakan di dunia dan kelak di akhirat. Kebiasan-kebiasan baik amal shalih kita, shalat berjama’ah tepat waktu, shalat sunah, tilawah qur’an, puasa sunah, shadaqah, menuntut ilmu, silaturahim, menjenguk orang sakit, sampai mengambil duri dan menyingkirkannya dari jalan adalah kebiasan-kebiasan baik amal shalih yang dapat memelihara sifat taqwa dalam diri kita. Sebaliknya ketika kebiasan-kebiasaan baik amal shalih itu mulai hilang, maka perlahan- lahan sifat fujur akan ada dan berpotensi dalam diri kita. Sifat fujur yang ada dalam diri kita akan menyebabkan kita terjerembab dalam kubangan kelalaian dan kesalahan. Jauh dari perintah Allah SWT. Yang semua itu dapat mengotori jiwa. Dan kita akan termasuk orang-orang yang merugi. Oleh karenanya segeralah tinggalkan dan beristighfar kepada Allah SWT. “dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Qs. Asy-Syam: 10) Awal dari potensi sifat fujur itu ada ketika kita mulai meninggalkan kebiasan- kebiasaan baik amal shalih kita, yang tadinya shalat berjamaah di masjid sekarang shalat sendiri di rumah, yang tadinya tilawah qur’an sekarang ditinggalkannya, shalat sunah terlupakan, menuntut ilmu diabaikan. Tidak menutup kemungkinan dari menurunnya kualitas ibadah yang berarti juga menurunnya kualitas iman kita, perlahan-lahan kita mulai salah jalan dalam melangkah. Potensi sifat fujur itu akan semakin besar dan akhirnya kita akan jauh dari perintah Allah SWT. Ketahuilah bahwa syaitan itu “sabar” dalam tujuannya untuk menyesatkan umat manusia dari jalan kebenaran yang lurus. Sampai datangnya hari kiamat syaitan akan senantiasa menggoda dan menyesatkan anak cucu Adam. Perlahan-lahan dan halus dalam menggoda sampai manusia terjerat. Menjerumuskan manusia ke dalam kubangan dosa, sekalipun dosa itu adalah dosa kecil. Tidak memandang manusia, semua menjadi incaran syaitan untuk

Transcript of Kita Manusia Diciptakan Oleh Allah SWT Dengan Memiliki 2 Sifat

DUA SIFAT MANUSIA

Kita manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan memiliki 2 sifat. Sifat taqwa dan sifat fujur. Kedua sifat ini bisa menjadi potensi dalam diri kita.“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketaqwaannya”. (Qs. Asy-Syam: 8)Disebutkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir Rasulullah SAW ketika membaca ayat di atas, beliau diam sebentar dan membaca do’a: “Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaannya. Engkau Wali dan Pemeliharanya. Dan Sebaik-baik yang menyucikannya”.Do’a itu baik juga kita panjatkan kepada Allah SWT, agar potensi taqwa senantiasa terdapat dalam diri kita. Ketika potensi sifat taqwa itu ada dalam diri kita, bersyukurlah kepada-Nya akan hal itu, dan cobalah semai potensi sifat taqwa itu, teruslah sirami dengan kebiasan-kebiasan baik amal shalih. Pelihara agar ia tetap terpatri di dalam diri kita. Yang semua itu dapat mensucikan jiwa. Dan kita akan termasuk orang-orang yang beruntung.“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu”. (Qs. Asy-Syam: 9)Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan menjadi seorang yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, karena memiliki karakter furqan. Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan selamat melawati jalan yang penuh dengan duri, karena ia memiliki cahaya untuk menerangi jalan. Taqwa adalah sifat yang sang pemiliknya akan termuliakan di dunia dan kelak di akhirat.Kebiasan-kebiasan baik amal shalih kita, shalat berjama’ah tepat waktu, shalat sunah, tilawah qur’an, puasa sunah, shadaqah, menuntut ilmu, silaturahim, menjenguk orang sakit, sampai mengambil duri dan menyingkirkannya dari jalan adalah kebiasan-kebiasan baik amal shalih yang dapat memelihara sifat taqwa dalam diri kita.Sebaliknya ketika kebiasan-kebiasaan baik amal shalih itu mulai hilang, maka perlahan-lahan sifat fujur akan ada dan berpotensi dalam diri kita. Sifat fujur yang ada dalam diri kita akan menyebabkan kita terjerembab dalam kubangan kelalaian dan kesalahan. Jauh dari perintah Allah SWT. Yang semua itu dapat mengotori jiwa. Dan kita akan termasuk orang-orang yang merugi. Oleh karenanya segeralah tinggalkan dan beristighfar kepada Allah SWT.“dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Qs. Asy-Syam: 10)Awal dari potensi sifat fujur itu ada ketika kita mulai meninggalkan kebiasan-kebiasaan baik amal shalih kita, yang tadinya shalat berjamaah di masjid sekarang shalat sendiri di rumah, yang tadinya tilawah qur’an sekarang ditinggalkannya, shalat sunah terlupakan, menuntut ilmu diabaikan.Tidak menutup kemungkinan dari menurunnya kualitas ibadah yang berarti juga menurunnya kualitas iman kita, perlahan-lahan kita mulai salah jalan dalam melangkah. Potensi sifat fujur itu akan semakin besar dan akhirnya kita akan jauh dari perintah Allah SWT.Ketahuilah bahwa syaitan itu “sabar” dalam tujuannya untuk menyesatkan umat manusia dari jalan kebenaran yang lurus. Sampai datangnya hari kiamat syaitan akan senantiasa menggoda dan menyesatkan anak cucu Adam. Perlahan-lahan dan halus dalam menggoda sampai manusia terjerat. Menjerumuskan manusia ke dalam kubangan dosa, sekalipun dosa itu adalah dosa kecil. Tidak memandang manusia, semua menjadi incaran syaitan untuk digodanya. Menggoda dari arah muka, dari arah belakang, dari arah kanan dan arah kiri kita. Menggoda manusia untuk diajak menikmati dunia tanpa batas. Mengajak untuk tidak bersyukur (taat) kepada Allah SWT. Dan mengajak manusia melupakan akhirat.Diabadikan dalam Al Qur’an akan janji syaitan / iblis untuk meyesatkan semua manusia di muka bumi, firman-Nya: ”Iblis menjawab: ”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Qs. Al-A’raff:16-17)Oleh karenanya hati-hati dengan kebiasaan baik kita yang hilang. Jika kebiasaan-kebiasaan baik amal shalih itu hilang, maka bisa jadi akan berpotensi menjadi kebiasaan jelek ada pada diri kita, yang kebiasaan itu mewakili sifat fujur. Dan itu adalah sebuah kesuksesan syetan dalam menggoda manusia, menjauhkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.Berusahalah untuk memelihara sifat taqwa dan meninggalkan sifat fujur yang ada dalam diri kita. Kita tinggalkan dengan mengisi hari-hari kita dengan senantiasa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT, dan senantiasalah kita berdzikir kepada-Nya.

Didalam buku Tarbiyah Ruhiyah, Abdullah Nashih Ulwan menerangkan ada 5 jalan untuk memelihara ketaqwaan itu, pertama Mu’ahadah (Mengingat perjanjian), kedua Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah), ketiga Muhasabah (Instrospeksi diri), keempat Mu’aqobah (Pemberian sanksi), kelima Mujahadah (Bersungguh-sungguh). Mungkin kita bisa membaca buku itu untuk lebih jelasnya.Dan potensi sifat taqwa itu akan selalu ada, selama kita masih bisa menghirup nikmat udara yang disediakan-Nya. Karenanya pintu taubat belumlah tertutup dan ketahuilah bahwa Allah SWT adalah Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang memohon akan ampunan-Nya. Oleh karena itu bersegeralah meraih taqwa itu dengan senantiasa menjalankan segala apa yang diperintah tentunya dengan mencoba mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan beribadah dan beramal shalih kepada-Nya, dan berusaha menjauhi segenap larangan-Nya.Kita bisa menjalankan kebiasaan-kebiasaan baik amal shalih itu dengan tidak memaksakan dalam mengerjakannya. Sedikit-sedikit tetapi kita konsisten dan secara istimrariyah (terus-menerus) dalam mengerjakannya itu lebih baik, dan Allah SWT sangat menyukai itu. Dari pada kita paksakan harus menjalankan semua amal shalih yang harus dikerjakan tetapi tidak secara istimrariyah (terus-menerus).“Amalan apa yang paling disukai Allah Ta’ala?” Jawab Rasulullah “Amalan yang dikerjakan secara istimrariyah (terus menerus) walaupun sedikit”. (HR. Bukhari)Bukankah kita mengharapkan ketika izrail datang untuk menjemput , didapatinya kita sedang berada dalam kebiasaan-kebiasaan baik amal shalih kita, yaitu perbuatan taqwa, yang insya Allah dengan itu berarti kita Husnul Khatimah. Tetapi apa jadinya ketika izrail datang menjemput, didapatinya kita sedang berada dalam kebiasaan-kebiasaan melanggar larangan-Nya, yaitu perbuatan fujur. Semoga tidak terjadi pada diri kita dan keluarga kita semua. Amin…

Menjaga Kebiasaan Baik

by NUANSA Management in

1. Hadits: 1. “Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasan baik, maka tercatat baginya pahala

dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka yang mengikutinya. Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim, No. 1017, At Tirmidzi No. 2675, An Nasa’i No. 2554, Ibnu Majah No. 203)

1. Dari Abu ‘Abdillah An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma berkata,”Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.”

(Q.S. Al-Baqarah : 112)(Al-Baqarah : 177)  (Q.S. An-Najm (53) : 31) (Q.S. At-Taubah (9) : 100)Alloh telah memberi pilihan; Fujuurohaa (Kefasikan)..? Watakwaahaa (Ketaqwaan)..? —

Itulah sebabnya Baginda Nabi Muhammad SAW selalu menyarankan agar kita selalu berbuat baik dan juga berkata baik. Bila tidak bisa berbuat baik dan tidak bisa berkata baik hendaknya diam saja agar kita menjaga diri dari perbuatan ataupun perkataan yang menyakiti orang lain karena nanti akan menjadi kebiasaan dan memilih diam agar tidak menyakiti orang berarti melatih diri untuk kebiasaan baik. (Dalam hadits Arbain. Hadits ke 15)Hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam’ (HR Bukhari)Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya,” yang dimaksud adalah hati. Betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena di tempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung; “Tidak dinamakan hati

kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya.”

Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal di samping dikaruniai hati, sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46).Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.Bila kita telah memahami hal di atas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

llah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan kebahagiaan hakiki bagi orang yang mengikuti dan melaksanakan agama Islam dengan sungguh-sungguh sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan kesengsaraan dan kehinaan bagi orang yang memerangi agama Islam.

Sesungguhnya pokok agama Islam adalah kalimat tauhid Laa ilaha illallah, tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah. Dengan mengucapkan dan mengamalkan kalimat inilah dibedakan muslim dan kafir, dipaparkan keindahan surga dan panasnya neraka.

Dan tidaklah tauhid seseorang sempurna sampai ia mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah. Inilah yang disebut al wala’ wal baro’.

Mengenal Al Wala’ dan Al Baro’

Al Wala’ secara bahasa berarti dekat, sedangkan secara istilah berarti memberikan pemuliaan penghormatan dan selalu ingin bersama yang dicintainya baik lahir maupun batin. Dan al baro’ secara bahasa berarti terbebas atau lepas, sedangkan secara istilah berarti memberikan permusuhan dan menjauhkan diri.

Wahai saudariku, ketahuilah bahwa seorang muslimah yang mencintai Allah dituntut untuk membuktikan cintanya kepada Allah yaitu dengan mencintai hal yang Allah cintai dan membenci hal yang Allah benci. Hal yang dicintai Allah adalah ketaatan terhadap perintah Allah dan orang-orang yang melakukan ketaatan, sedangkan hal yang dibenci Allah adalah kemaksiatan (pelanggaran terhadap larangan Allah) dan orang-orang yang melakukan kemaksiatan dan kesyirikan.

Oleh karena itu, hendaklah engkau wala’ terhadap ketaatan dan orang-orang yang melakukan ketaatan dan baro’ terhadap maksiat dan kesyirikan dan orang-orang yang mempraktekkannya.

Siapa yang Berhak Mendapatkan Wala’ dan Baro’ ?

1. Orang yang mendapat wala’ secara mutlak, yaitu orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan di atas tauhid.

2. Orang yang mendapat wala’ dari satu segi dan mendapat baro’ dari satu segi, yaitu muslim yang bermaksiat, menyepelekan sebagian kewajiban dan melakukan sebagian yang diharamkan.

3. Orang yang mendapat baro’ secara mutlak, yaitu orang musyrik dan kafir serta muslim yang murtad, melakukan kesyirikan, meninggalkan shalat wajib dan pembatal keislaman lain.

Sebagian Tanda Al Wala’

1. Hijrah, yaitu pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan islami, dari lingkungan maksiat ke lingkungan orang-orang yang taat.

2. Wajib mencintai saudara muslim sebagaimana mencintai diri sendiri dan senang kebaikan ada pada mereka sebagaimana senang kebaikan ada pada diri sendiri serta tidak dengki dan angkuh terhadap mereka.

3. Wajib memprioritaskan bergaul dengan kaum muslimin.4. Menunaikan hak mereka: menjenguk yang sakit, mengiring jenazah, tidak curang dalam

muamalah, tidak mengambil harta dengan cara yang bathil, dsb.5. Bergabung dengan jama’ah mereka dan senang berkumpul bersama mereka.6. Lemah lembut  dan berbuat baik terhadap kaum muslimin, mendoakan dan memintakan

ampun kepada Allah bagi mereka.

Di Antara Tanda Al Baro’

1. Membenci kesyirikan dan kekufuran serta orang yang melakukannya, walau dengan menyembunyikan kebencian tersebut.

2. Tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pemimpin dan orang kepercayaan untuk menjaga rahasia dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan yang penting.

3. Tidak memberikan kasih sayang kepada orang kafir, tidak bergaul dan bersahabat dengan mereka.

4. Tidak meniru mereka dalam hal yang merupakan ciri dan kebiasaan mereka baik yang berkaitan dengan keduniaan (misalnya cara berpakaian, cara makan) maupun agama (misalnya merayakan hari raya mereka).

5. Tidak boleh menolong, memuji dan mendukung mereka dalam menyempitkan umat Islam.6. Tidak memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka dan tidak bersikap lunak terhadap

mereka.7. Tidak berhukum kepada mereka atau ridha dengan hukum mereka sementara mereka

meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya.

Buah Al Wala’ wal Baro’

1. Mendapatkan kecintaan Allah

“Allah berfirman, “Telah menjadi wajib kecintaanKu bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku.” (HR. Malik, Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim)

2 Mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari kiamat

“Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat: ‘Mana orang-orang yang saling mencintai karena kemuliaan-Ku? Hari ini Aku lindungi mereka di bawah naunganKu pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku.” (Hadits Qudsi riwayat Muslim)

3. Meraih manisnya iman

‘Barangsiapa yang ingin meraih manisnya iman, hendaklah dia mencintai seseorang yang mana dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.‘ (HR. Ahmad)

4. Masuk surga

“Tidaklah kalian masuk surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)

5. Menyempurnakan iman

“Barangsiapa yang mencintai dan membenci, memberi dan menahan karena Allah maka telah sempurnalah imannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hadits Hasan)

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Al Wala’ wal Baro’

1. Seorang muslimah yang memiliki orang tua kafir hendaknya tetap berbuat baik pada orang tua. Dan tidak diperbolehkan menaati orang tua dalam meninggalkan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.

2. Diharamkan bagi muslimah untuk menikah dengan laki-laki kafir k