Kinetika Reaksi

35
BAB I KINETIKA REAKSI A. Pengertian Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi adalah ilmu yang mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas zat yang bereaksi. 1. LAJU REAKSI KIMIA Laju atau kecepatan mengacu pada sesuatu yang terjadi dalam satuan waktu. Sebuah mobil yang bergerak dengan kecepatan 60 mph, misalnya menempuh jarak 60 mil dalam satuan jam. Untuk reaksi kimia laju reaksi mendeskripsikan seberapa cepat konsentrasi reaktran atau produk berubah dengan waktu. Sebagai ilustrasi, mari kita lihat reaksi yang terjadi segera setelah ion 1

description

Makalah Kinetika Reaksi

Transcript of Kinetika Reaksi

BAB I

KINETIKA REAKSI

A. Pengertian

Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi adalah ilmu yang

mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh

berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai

mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia.

Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia

dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan

suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas zat yang bereaksi.

1. LAJU REAKSI KIMIA

Laju atau kecepatan mengacu pada sesuatu yang terjadi dalam satuan

waktu. Sebuah mobil yang bergerak dengan kecepatan 60 mph, misalnya

menempuh jarak 60 mil dalam satuan jam. Untuk reaksi kimia laju reaksi

mendeskripsikan seberapa cepat konsentrasi reaktran atau produk berubah dengan

waktu. Sebagai ilustrasi, mari kita lihat reaksi yang terjadi segera setelah ion Fe3+

dan Sn2+ secara serempak dimasukkan ke dalam larutan berair.

2 Fe3+(aq) + Sn2+(aq) → 2 2 Fe2+(aq) + Sn4+(aq) ..........(1.1)

Andaikan 38,5 s sesudah reaksi dimulai, [Fe2+] ternyata 0,0010 M. Selama

kurun waktu tersebut, ∆t = 38,5 s, perubahan konsentrasi Fe2+ yang kita nyatakan

sebagai ∆[Fe2+] adalah ∆[Fe2+] = 0,0010 M – 0 = 0,0010 M. Laju rerata

pembentukan Fe2+ di bagi perubahan waktu

Laju pembentukan Fe2+ = ∆ ¿¿-5 M s -1

Bagaimana konsentrasi Sn4+ berubah selama 38,5 s kita memantau Fe2+ ?

dapatkah anda melihat bahwa dalam 38,5 s, ∆[Sn4+] akan menjadi 0,00050 M – 0

1

= 0,00050 M ? berhubung hanya satu ion Sn4+ dihasilkan untuk setiap dua ion Fe2+

, maka penumpukan [Sn4+] hanya setengah dari [ Fe2+]. Akibatnya laju

pembentukan Sn4+ adalah 1,3 x 10-5 mol per liter per detik.

Laju pembentukan Sn4+ = 1,3 x 10-5 M s-1

Kita juga dapat mengikuti jalannya reaksi dengan memantau konsentrasi

reaktan awal. Jadi, banyaknya Fe3+ yang dikonsumsi sama dengan banyaknya

Fe2+ yang diproduksi. Perubahan konsentrasi Fe3+ adalah ∆[ Fe3+] = -0,0010 M.

Laju rerata hilangnya Fe3+ dalam reaksi diberikan melalui rumus;

Laju hilangnya Fe3+ = ∆ ¿¿-5 M s -1

Laju hilangnya spesies adalah kuantitas negatif karena konsentrasi

menurun dengan waktu konsentrasi pada akhir periode waktu lebih kecil

dibandingkan pada awal periode. Dengan cara yang sama kita mengaitkan laju

pembentukan Sn4+ dengan laju pembentukan Fe2+. Artinya laju hilangnya Sn2+

adalah setengah hilangnya Fe3+, menghasilkan :

Laju hilangnya Sn2+ = -1,3 x 10-5 M s-1

Ketika kita merujuk laju reaksi (1.1) mana dari keempat kuantitas yang

dideskripsikan di sini yang harus digunakan? Untuk menghindari kebingungan

dalam hal ini IUPAC menyarankan agar kita menggunakan laju umum reaksi.

Untuk reaksi hipotesis yang dinyatakan dengan persamaan setara,

aA + bB → gG + hH

laju reaksinya adalah

laju reaksi = −1a

∆[ A]∆ t

=−1b

∆ [B]∆ t

=1g

∆ [G ]∆ t

=1h

∆[ H ]∆ t

dalam rumus ini, kita mengambil nilai negatif dari laju kehilangan, nilai positif dari laju

pembentukan, dan membagi semua laju dengan koefisien stoikiometrik yang bener dari

2

persamaan yang setara. Hasilnya adalah kuantitas tunggal bernilai positif yang kita sebut

laju reaksi. Jadi, untuk reaksi (1.1) kita dapat menuliskan

laju reaksi = −12

∆ ¿¿

= −12

∆ ¿¿ = 1,3 x 10-5 M s-1

Contoh soal

1. Andaikan pada suatu saat tertentu dalam reaksi

A + 3 B → 2 C + 2 D

[B] = 0,9986 M dan 13,20 menit berikutnya [B] = 0,9746 M. Berapa laju rerata

reaksi selama periode waktu tersebut, dinyatakan dalam M s-1 ?

Penyelesaian:

Laju hilangnya B adalah perubahan molaritas, ∆[B] dibagi dengan interval waktu

∆t sewaktu perubahan ini berlangsung, ∆[B] = 0,9746M – 0,9986 M = -0,0240 M,

dan ∆t = 13,20 menit, dan

Laju reaksi = −13

∆[ B]∆ t

=−13

x −0,0240 M13,20 menit

= 6,06 x 10-4 M min-1

= 1,01 x 10-5 M s-1

2. EFEK KONSENTRASI PADA LAJU REAKSI: HUKUM LAJU

Salah satu tujuan dalam kajian kinetika kimia adalah menurunkan

persamaan yang dapat digunakan untuk memprediksi hubungan antara laju reaksi

dan konsentrasi reaktan. Persamaan yang ditetapkan secara percobaan ini disebut

hukum laju (rate law) atau persamaan laju ( rate equation).

Lihat reaksi hipotesis berikut ini:

3

aA + bB ... → gG + hH...

dengan a, b, ... berarti koefisien dalan persamaan setara. Kita sering dapat

menyatakan laju reaksi seperti ini sebagai

laju reaksi = k[A]m[B]n...

suku [A], [B], ... menyatakan molaritas reaktan. Eksponen yang diperlukan

m, n, ... biasanya merupakan angka bulat, positif, kecil, meskipun dalam beberapa

kasus dapat berupa nol, pecahan, atau negatif. Eksponen harus ditentukan secara

percobaan dan biasanya tidak berkaitan dengan koefisien stoikiometrik a, b,...

artinya, sering m ≠ a, n ≠ b dan seterusnya.

Istilah orde dikaitkan dengan eksponen dalam hukum laju dan digunakan

dalam dua cara:

1) Jika m = 1, kita mengatakan reaksi berorde pertama untu A. Jika n = 2,

reaksi berorde kedua untuk B, dan seterusnya

2) Orde-reaksi ( order of reaction ) keseluruhan adalah jumlah semua

eksponen: m + n + ... konstanta proporsionalitas k menghubungkan laju

reaksi dengan konsentrasi reaktan dan dinamakan konstanta laju (rate

constan) reaksi tersebut. Nilainya tergantung pada reaksi spesifik,

keberadaan katalis (jika ada), dan suhu. Semakin besar nilai k, semakin

cepat reaksi berjalan. Orde reaksi menentukan bentuk umum hukum laju

dan satuan k yang benar (artinya bergantung pada nilai eksponen).

Dengan hukum laju untuk suatu reaksi, kita dapat

- Menghitung laju reaksi untuk konsentrasi reaktan yang diketahui

- Menurunkan persamaan yang menyatakan konsentrasi reaktan sebagai

fungsi waktu

-

Metode Laju Awal

4

Sweperti tersirat pada namanya, metode ini mensyaratkan kita bekerja

dengan laju awal reaksi. Contohnya, mari kita melihat reaksi spesifik antara

merkurium(II) klorida dan ion oksalat.

2 HgCl2(aq) + C2O42-(aq) → 2 Cl-(aq) + 2 CO2(g) Hg2Cl2(s)

Hukum laju tentatif yang dapat kita tulis untuk reaksi ini adalah

Laju reaksi = k[HgCl2]m[C2O42-]n

Kita dapat mengikuti reaksi dengan mengukur kuantitas Hg2Cl2(s) yang

terbentuk sebagai fungsi waktu. Berapa data yang mewakili diberikan pada tabel

yang dapat kita asumsikan berdasarkan laju pembentukan Hg2Cl2 atau laju

hilangnya C2O42-. Pada contoh ini kita akan menggunakan beberapa data ini untuk

mengilustrasikan metode laju awal.

Tabel Data kinetika untuk reaksi

2 HgCl2(aq) + C2O42-(aq) → 2 Cl-(aq) + 2 CO2(g) Hg2Cl2(s)

percobaan [HgCl2], M [C2O42-], M Laju awal, M min-1

1 [HgCl2]1 = 0,105 [C2O42-]1 = 0,15 1,8 x 10-5

2 [HgCl2]2 = 0,105 [C2O42-]2 = 0,30 7,1 x 10-5

3 [HgCl2]3 = 0,052 [C2O42-]3 = 0,30 3,5 x 10-5

Contoh soal

Menentuka orde reaksi dengan metode laju awal. Gunakan data dari tabel untuk

menetapkan orde reaksi, untuk HgCl2 dan untuk C2O42- dan juga orde keseluruhan

reaksi.

Penyelesaian

Kita perlu menentukan nila m dan n dalam persamaan

5

Laju reaksi = k[HgCl2]m[C2O42-]n

Dalam membandingkan percobaan 2 dan percobaan 3, perhatikan bahwa pada

dasarnya [HgCl2] berlipat dua (0,105 M = 2 x 0,052 M) sementara [C2O42-]

dipertahankan konstan (pada 0,30 M). Perhatikan juga bahwa R2 = 2 x R3 (7,1 x

10-5 = 2 x 3,5 x 10-5). Bukannya menggunakan konsentrasi aktual dan laju dalam

persamaan laju berikut, mari kita menggunakan equivalen simboliknya.

R2 = k x [HgCl2]m2

x [C2O42-]n2 = k x (2 x [HgCl2]3)m x [C2O4

2-]n3

R3 = k x [HgCl2]m2

x [C2O42-]n2

R 2R 3

=2 x R 3R 3

=2=k x 2m [ HgCl 2]m

2

K X [HgC 1₂]m2

× [C2O₄2 ] ⁿ₃[C2O₄2 ] ⁿ₃

=2 �ͫ

Agar 2m = 2, m =1

Untuk menentukan nilai n, kita dapat membentuk rasio R2/R1. Sekarang,

[C204 2-] dilipatduakan dan [HgC12] dibuat konstan. Saat ini, mari kita

menggunakan konsentrasi aktual, bukan ekuivalen simbolik. Juga, kita sekarang

mempunyai nilai m = 1.

R2 = k x [HgCl2]₁₂ x [C2O4

2-]n2 = k x (0,105)1 x (2 x 0,15)n

R1 = k x [HgCl2]₁₁ x [C2O4

2-]n2 = k x (0,105)1 x (0,15)n

R ₂R ₁

= 7,1 x10−5

1,8 x10⁻ ⁵�ͫ 4=

k x (0,105 ) 1x 2ⁿ x (0,15 )ⁿk x (0,105 ) 1 x (0,15) ⁿ

=2 ⁿ

Agar 2n = 4, n = 2

Ringkasnya,reaksi ini mempunyai orde pertama untuk HgC12 (m = 1), orde

kedua untuk C2042-(n = 2), dan orde ketiga untuk keseluruhan (m + n = 1+ 2 = 3).

6

Kita membuat pengamatan penting pada Contoh 14-3: Jika reaksi adalah Orde

pertama untuk salah satu reaktan, pelipatduaan konsentrasi awal dari reaktan itu

mengakibatkan laju awal reaksi menjadi berlipat dua. Berikut ini adalah efek umum

pelipatduaan konsentrasi awal dari reaktan tertentu (dengan konsentrasi reaktan lain

dipertahankan konstan).

Orde ke-nol untuk reaktan – tidak ada efek pada laju awal reaksi.

Orde pertama untuk rektan – laju awal reaktan berlipat dua.

Orde kedua untuk reaktan – laju awal reaktan berlipat empat.

Orde ketiga untuk reaktan – laju awal reaktan meningkat delapan kali.

Seperti telah dikemukakan, orde reaksi, sebagaimana diindikasikan

melalui hukum laju, menentukan satuan konstanta laju, k. Artinya, jika pada sisi

kiri hukum laju reaksi mempunyai satu M (waktu)-1, di sebelah kanan, satuan k

harus menghasilkan peniadaan sehingga juga memberikan M (waktu)-1. Jadi,

untuk hukum laju yang ditetapkan pada contoh.

Hukum laju: laju reaksi = k x [HgC12] x [C2O42-]2

Satuan: M min-1 M-2 min-1 M M2

Begitu kita mempunyai eksponen dalam persamaan laju, kita dapat

menentukan nilai konstanta laju, k.Untuk melakukannya, apa yang kita perlukan

adalah laju reaksi yang berkaitan dengan konsentrasi awal yang diketahui pada

reaktan

7

3. REAKSI ORDE KE-NOL

Reaksi orde ke-nol (zero-order reaction) keseluruhan mempunyai hukum

laju yang jumlah eksponennya, m+n … sama dengan 0. Sedangkan contoh, kita

ambil reaksi dengan reaktan tunggal A yang terdekomposisi menjadi produk.

A produk

Jika reaksi mempunyai orde ke-nol, hukum lajunya adalah

Laju reaksi = k[A]0 = k = konstan

[A]0

(1,2)

Waktu tf

Ciri lain reaksi orde ke-nol adalah

Grafik konsentrasi-waktu merupakan garis lurus dengan kemiringan

negatif(Gambar 14-3)

Laju reaksi, yang sama dengan k dan tetap konstan di sepanjang reaksi,

adalah negatif dari kemiringan garis ini

Satuan k sama dengan satuan laju reaksi: mol L-1 (waktu)-1, misalnya mol L-1

s-1, atau M s-1.

Persamaan (1.2) adalah hukum laju untuk reaksi orde ke-nol. Persamaan

lain yang berguna, yang disebut hokum laju terintegrasi, menyatakan konsentras

ireaktan sebagai fungsi waktu. Persamaan ini dapat ditentukan dengan agak lebih

mudah dari grafik pada gambar. Mari kita mulai dengan persamaan umum untuk

garis lurus

y = mx + b

8

dan mensubtitusikan y = [A], (konsentrasi A pada waktu t); x = t (waktu); b = [A]0

(konsentrasi awal A pada waktu t = 0); dan m = -k (m, kemiringan garis lurus,

diperoleh sebagaimana dinyatakan pada keterangan gambar.

[A]t = -kt + [A]0

4. REAKSI ORDE PERTAMA

Suatu reaksi orde pertama (first-order reaction) keseluruhan memiliki

hukum laju dengan jumlah eksponen, m + n …. Sama dengan 1. Jenis yang sangat

umum dari reaksi orde pertama, dan satu-satunya jenis yang akan kita bahas,

adalah reaksi dengan satu reaktan terdekomposisi menjadi beberapa produk.

Reaksi dekomposisi H2O2 yang kita deskripsikan pada bahasan ini adalah reaksi

orde pertama.

H2O2(aq) → H2O(l) + 12 O2(g)

Laju reaksi bergantung pada konsentrasi H2O2 dipangkatkan satu, artinya,

Laju reaksi = k[H2O2]

Mudah untuk menetapkan bahwa reaksi tersebut adalah reaksi orde

pertama melalui metode laju awal, akan tetapi ada cara lain untuk mengenali

reaksi orde pertama.

5. WAKTU PARUH

Meski pun sampai sekarang kita hanya menggunakan konsentrasi molar

dalam persamaan kinetika, kadang kita dapat bekerja langsung dengan massa

reaktan. Kemungkinan lain adalah bekerja dengan fraksi reaktan yang

terkonsumsi, sebagaimana dilakukan dengan konsep waktu paruh.

9

Waktu paruh (half-life) reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk

terkonsumsinya setengah reaktan. Ini adalah waktu ketika banyaknya reaktan atau

konsentrasinya menurun menjadi setengah dari nilai awalnya. Artinya, pada t =

t1/2, [A]t = 12[A]0. Pada saat ini, persamaan ini mengambil bentuk

ln[ A ] t[ A ] 0 = ln

12

[ A ] 0

[ A ] 0 = ln

12 = -ln 2 = -k x t1/2

t1/2 = ln 2k =

0,693k

6. REAKSI ORDE KEDUA

Reaksi orde kedua (second-order reaction) keseluruhan mempunyai hukum

laju dengan jumlah eksponen, m + n … ,sama dengan 2. Seperti pada reaksi orde

ke-nol dan reaksi orde pertama, pembahasan kita akan dibatasi pada reaksi yang

melibatkan dekomposisi satu reaktan

A → produk

Yang mengikuti hukum laju

Laju reaksi = k[A]2

Untuk waktu paruh orde kedua dapat diperoleh

t1/2 = 1

k [ A ] 0

Contoh soal

Penguraian berkatalis H2O2 ↔ H2O + O2 diketahui merupakan orde ke 1. Tetapan

laju pada T tertentu = 2,4 x 10-4 s-1.

a. Hitung t1/2 dalam per detik

Penyelesaian

10

a. t1/2 = 0,693

k

= 0,693

2,4 x10−4 s−1

= 2887,5 s

7. MODEL TEORITIS UNTUK KINETIKA KIMIA

Aspek praktis dari kinetika reaksi – hukum laju, konstanta laju dapat

dideskripsikan tanpa mempertimbangkan perilaku molekul secara individual.

Namun, pemahaman mengenai proses yang terlibat memerlukan pemeriksaan

pada tingkat molekul.

Misalnya, percobaan menunjukkan bahwa dekomposisi H2O2 adalah orde

pertama.

8. TEORI TABRAKAN

Dalam pembahasan kita mengenai teori kinetik-molekl, penekanan kita

adalah pada kelajuan molekul. Aspek lebih lanjut dari teori yang relevan dengan

kinetika kimia adalah frekuensi tabrakan (collision frequency), yaitu banyak nya

tabraka nmolekul per satuan waktu.

Dalam reaksi yang melibatkan gas, frekuensi tabrakan terhitung adalah

pangkat dari 1030 tabrakan per detik. Jika setiap tabrakan yang terjadi

menghasilkan molekul, laju reaksi akan sekitar 106 M s-1, laju yang sangat cepat.

Reaksi fase-gas umumnya berlangsung pada laju yang jauh lebih lambat, mungkin

pangkat dari 10-4 M s-1.

Secara umum, ini harus berarti bahwa hanya sebagian dari tabrakan di

antara molekul-molekul gas yang menghasilkan reaksi kimia. Ini merupakan

11

kesimpulan yang masuk akal; kita tidak dapat berharap setiap tabrakan

menghasilkan reaksi.

Agar reaksi dapat terjadi setelah ada tabrakan di antara molekul, mesti ada

redistribusi energi yang member icukup energy kedalam ikatan kunci tertentu

untuk memutuskannya. Kita tidak akan berharap dua molekul yang bergerak

lambat membawa energi kinetik yang cukup dalam tabrakannya yang

mengakibatkan putusnya ikatan. Namun kita akan berharap 2 molekul yang

bergerak cepatlah yang dapat mengakibatkan putusnya ikatan, atau mungkin satu

molekul yang bergerak sangat cepat bertabrakan dengan satu molekul yang

bergeraklambat.

Energi aktivasi (activation energy) suatu reaksi adalah energy minimum di

atas energy kinetic rerata yang harus dimiliki molekul agar tabrakannya

menghasilkan reaksi kimia.

Teori kinetic-molekul dapat digunakan untuk menentukan fraksi molekul

dalam campuran yang memiliki energy kinetic tertentu.

9. TEORI KEADAAN TRANSISI

Dalam teori yang diajukan Henry Eyring (1901-1981) dan lainnya,

penekanan khusus diberikan pada spesies hipotesis yang dipercaya ada dalam

keadaa-antara yang terletak diantara reaktan dan produk. Kita menamakan

keadaan ini keadaan transisi (transition state) dan spesies hipotesis ini dinamakan

kompleks teraktifkan (activated complex). Kompleks teraktifkan yang terbentuk

melalui tabrakan, dapat terdisosiasi kembali menjadi reaktan asalnya atau

membentuk molekul produk. Kita dapat menyatakan kompleks teraktifkan untuk

reaksi dengan cara ini.

N ≡ N – O + N ═ O ↔ N ≡ N ∙ ∙ ∙O∙ ∙ ∙N ═ O → N ≡ N + O – N ═ O

12

reaktan kompleks teraktifkan produk

Dalam reaktan, tidak ada ikatan antara atom O dari N2O dan atom N dan

NO. Dalam kompleks teraktifkan, atom O secara parsial terputus dari molekul

N2O dan secara parsial terikat ke molekul NO, sebagaimana dinyatakan oleh

ikatan parsial. Pembentukan kompleks teraktifkan adalah proses reversibel. Begitu

terbentuk, sebagian molekul kompleks teraktifkan dapat terdisosiasi kembali

menjadi reaktan, tetapi molekul kompleks teraktifkan lainnya dapat terdisosiasi

menjadi molekul produk; ikatan parsial dari atom O pada N2O telah putus dan

ikatan parsial antara atom O dan NO telah menjadi ikatn sempurna.

10. EFEK SUHU PADA LAJU REAKSI

Dari pengalaman sehari-hari, kita menduga reaksi kimia berjalan lebih

cepat pada suhu yang lebih tinggi. Untuk mempercepat reaksi biokimia yang

terlibat dalam pemasakan, kita menaikkan suhu, dan untuk melambatkan reaksi

lainnya, kita menurunkan suhunya, seperti memasukkan susu ke dalam lemari

pendingin agar tidak basi.

Pada tahun 1889 Stave Arrhenius menunjukkan bahwa konstanta laju

banyak reaksi kimia bervariasi dengan suhu sesuai dengan rumus

k = Ae-Ea/RT

dengan mengambil logaritma alami di kedua sisi persamaan ini, kita

mendapatkan rumus berikut

ln k = - EaRT + ln A

grafik ln k versus 1/T adalah suatu garis lurus sehingga memberikan

metode grafis untuk menentukan energi aktivasi suatu reaksi. Kita dapat juga

13

menurunkan suatu variasi penting dari persamaan ini dengan menuliskan dua kali

masing-masing dengan nilai k berbeda dan suhunya dan kemudian mengeliminasi

konstanta ln A. Hasilnya, dinamakan juga persamaan Arrhenius, adalah

ln k = k 2k 1 =

EaR ( 1

T 1− 1

T 2 )Dari persamaan di atas, T1 dan T2 adalah suhu Kelvin; k2 dan k1 adalah

konstanta laju pada suhu tersebut; dan Ea adalah energi aktivasi dalam joule per

mol. R adalah konstanta gas yang dinyatakan sebagai 8,3145 J mol-1 K-1.

11. MEKANISME REAKSI

NO2(g) diketahui memainkan peran kunci dalam pembentukan absolut

fotokimia, tetapi tampaknya tidak masuk akal bahwa sangat banyak dari gas

initerbentuk di atmosfer melalui reaksi langsung

2 NO(g0 + O2(g) → 2 NO2(g)

Agar reaksi ini berlangsung dalam satu langkah dengan cara yang

disarankan oleh persamaan di atas, tiga molekul harus bertabrakan secara

serempak, atau sangat nyaris demikian. Tabrakan tiga molekul adalah kejadian

yang tidak mungkin. Reaksi tampaknya mengikuti mekanisme atau lintasan yang

berbeda. Salah satu tujuan utama dalam menentukan hukum laju reaksi kimia

adalah mengaitkanya dengan mekanisme reaksi yang mungkin.

Suatu mekanisme reaksi (reaction mechanism) adalah deskripsi rinci

langkah demi langkah suatu reaksi kimia. Setiap langkah dalam mekanisme

dinamakan proses elementer (elementary procces), yang mendeskripsikan setiap

kejadian molekular yang secara signifikan mengubah energi atau geometri

molekul atau menghasilkan molekul baru. Dua syarat bagi mekanisme reaksi yang

masuk akal adalah harus :

- Konsisten dengan stoikiometri reaksi keseluruhan.

14

- Menjelaskan hukum laju yang ditentukan secara percobaan.

12. PROSES ELEMENTER

Adapun ciri proses elementer adalah sebagai berikut:

1. Proses elementer bersifat unimolekular – proses satu molekul terdisosiasi

– atau bimolekular – proses yang melibatkan tabrakan dua molekul. Proses

termolekular, yang melibatkan tambrakan serempak tiga molekul, relatif

jarang sebagai proses elementer.

2. Eksponen pada suku konsentrasi dalam hukum laju untuk proses elementer

adalah sama seperti koefisien stoikiometrik dalam persamaan setara untuk

proses itu. ( perhatikan bahwa ini tidak sama seperti hukum laju

keseluruhan, yang eksponennya tidak selalu berkaitan dengan koefisien

stoikiometrik dalam persamaan keseluruhan)

3. Proses elementer bersifat reversibel dan berapa di antaranya dapat

mencapai kondisi kesetimbangan dengan laju yang sama pada proses maju

dan proses balik

4. Spesies tertentu dihasilkan dalam satu proses elementer dan terkonsumsi

pada proses elementer lainnya. Dalam suatu mekanisme reaksi yang

diajukan, intermedit (zat antara) seperti ini tidak boleh muncul dalam

persamaan kimia keseluruhan atau hukum laju keseluruhan

5. Satu proses elementer dapat berlangsung jauh lebih lambat dibandingkan

proses elementer lainnya dan dalam beberapa kasus dapat menentukan laju

reaksi keseluruhan. Proses ini dinamakan langkah penentu laju ( rate-

determining step)

13. MEKANISME DENGAN LANGKAH LAMBAT DIIKUTI DENGAN

LANGKAH CEPAT

15

Reaksi antara gas iodin monoklorida dan gas hidrogen menghasilkan iodin

dan hidrogen klorida sebagai produk gas.

H2(g) + 2 ICl(g) → I2(g) + 2 HCl(g)

Hukum laju yang ditentukan secara percobaan untuk reaksi ini adalah

Laju reaksi = k[H2] [ICl]

Mari kita mulai dengan mekanisme yang tampaknya masuk akal, seperti

mekanisme dua langkah berikut

(1) Lambat: H2 + ICl → HI + HCl

(2) Cepat: HI + ICl → I2 + HCl

Keseluruhan H2 + 2 ICl → I2 + 2 HCl

Skema ini tampaknya masuk akal berdasrkan dua alasan:

1. Jumlah dua langkah ini menghasilkan reaksi keseluruhan yang teramati

secara percobaan

2. Sebagaimana kita ingat, proses elementer unimolekular dan proses

bimolekular adalah yang paling masuk akal dan setiap langkah dalam

mekanisme di atas adalah bimolekular.

Berhubung setiap langkah adalah proses elementer, kita dapat menuliskan

Laju (1) = k1 [H2] [Cl] dan laju (2) = k2 [HI] [ICl]

Sekarang, perhatikan bahwa mekanisme ini mengusulkan langkah (1)

terjadi lambat tetapi langkah (2) terjadi cepat. Ini menyiratkan bahwa HI

terkonsumsi dalam langkah kedua secepat HI terbentuk pada proses pertama.

Langkah pertama adalah langkah penentu laju dan laju reaksi keseluruhan

ditentukan hanya oleh laku ketika HI terbentuk dalam langkah pertama, artinya

oleh laju ini menjelaskan mengapa hukum laju yang teramati untuk reaksi netto

adalah laju reaksi = k [H2] [Cl]

16

14. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN

REAKSI

1. Konsentrasi

Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-

zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi

makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makin besar kemungkinan

terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya

reaksi.

2. Sifat zat yang bereaksi

Sifat zat yang mudah atau sukar bereaksi akan menentukan kecepatan

berlangsungnya suatu reaksi. Secara umum dinyatakan bahwa: ”Reaksi antara

senyawa ion umumnya berlangsung cepat.” Hal ini disebabkan oleh adanya  gaya

tarik menarik antara ion-ion  yang muatannya berlawanan.

Contoh:

Ca2+(aq)+CO3

2+(aq)→CaCO3(s)

Reaksi ini berlangsung dengan  cepat. Reaksi antara senyawa kovalen umumnya

berlangsung lambat. Hal ini disebabkan oleh reaksi yang berlangsung tersebut

membutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat

dalam molekul zat yang bereaksi.

Contoh:

CH4(g) + Cl2(g) -> CH3Cl(g) + HCL(g)

Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi,

misalnya; cahaya matahari.

17

3. Suhu

Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan.

Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi

akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama

atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat

mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih

besar. Secara matematis hubungan antara nilai  tetapan laju reaksi (k) terhadap

suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS.

4. Katalisator

Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi yang

mempunyai tujuan memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat

dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan

kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan

jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat

reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan

dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi

pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat.

Halaman ini menitikberatkan pada perbedaan tipe-tipe katalis (heterogen dan

homogen) beserta dengan contoh-contoh dari tiap tipe, dan penjelasan bagaimana

mereka bekerja. Anda juga akan mendapatkan deskripsi dari satu contoh

autokatalis  reaksi dimana hasil produk juga turut mengkatalis.

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada

suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri

(lihat pula katalisis). Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai

pereaksi ataupun produk.

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau

memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya

18

terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi

yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk

berlangsungnya reaksi.

Katalis dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: katalis homogen

dan katalis heterogen.

1. Katalis Homogen

Katalis homogen adalah suatu jenis dari katalisis di mana katalis

menempati fase yang sama dengan reaktan

Katalis homogen adalah senyawa yang ada dalam fase yang sama (gas atau

cair) sebagai reaktan, sedangkan katalis heterogen tidak berada dalam fase yang

sama dengan reaktan. Biasanya, katalisis heterogen melibatkan penggunaan

katalis padat ditempatkan dalam campuran reaksi cair.

Catatan: energi aktivasi menurunkan dari jalur Dikatalisis

 

Contoh Katalis Homogen

Katalisis asam, katalis organologam, dan katalisis enzimatik adalah contoh katalis

homogen. Paling sering, katalis homogen melibatkan pengenalan katalis fase cair

ke dalam larutan reaktan. Dalam kasus tersebut, asam dan basa sering katalis

19

sangat efektif, karena mereka dapat mempercepat reaksi dengan mempengaruhi

polarisasi ikatan.

Keuntungan dari katalis homogen adalah bahwa katalis lebih cepat

bercampur ke dalam campuran reaksi, yang memungkinkan tingkat yang sangat

tinggi dari interaksi antara molekul katalis dan reaktan. Namun, berbeda dengan

katalisis heterogen, katalis homogen sering tidak bisa kembali ke bentuk awal

ketika reaksi telah berjalan sampai selesai.

Katalis homogen digunakan dalam berbagai aplikasi industri, karena

memungkinkan untuk peningkatan laju reaksi tanpa peningkatan suhu.

2. Katalis Heterogen

Katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan fase zat

yang bereaksi maupun zat hasil reaksi.

Contoh sederhana katalisis heterogen adalah katalis menyediakan suatu

permukaan dimana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap.

Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sehingga memadai terbentuknya

produk baru. Ikatan antara produk baru dan katalis lebih lemah sehingga akhirnya

terlepas

Mekanisme katalisis heterogen :

1. Difusi molekul-molekul pereaksi menuju permukaan

2. Adsorpsi molekul-molekul pereaksi pada permukaan

3. Reaksi pada permukaan

4. Desorpsi hasil dari permukaan

5. Difusi hasil dari permukaan menuju badan sistem

20

a. Katalis Pendukung

Katalis heterogen biasanya membutuhkan pendukung (support), karena

pendukung katalis memiliki kekuatan mekanik, tahan panas, mempunyai

kerapatan ruah yang optimal, dan kemampuan pelarutan fase aktif. Pendukung

juga meningkatkan luas permukaan, memiliki pori serta ukuran partikel yang

optimal, dan peningkatan fungsi kimiawi seperti perbaikan aktivitas. Pemilihan

pendukung didasarkan pada beberapa hal :

·      Keinertan

·      Sifat mekanik yang diinginkan, termasuk ketahanan terhadap kikisan,

kekerasan dan ketahanan terhadap tekanan.

·      Kestabilan pada kondisi reaksi dan regenerasi.

·      Luas permukaan, diutamakan yang memiliki luas permukaan besar agar

semakin banyak sisi aktif katalis yang terdistribusi.

·      Porositas, meliputi ukuran pori rata-rata dan distribusi ukuran pori

·      Sifat ekonomis bahan.

Padatan pendukung juga memiliki beberapa fungsi lain, yaitu untuk

mendispersikan sisi aktif, menstabilkan pendispersian serta memberikan kekuatan

mekan

Reaksi Katalis

C4H10 –> Butena dan C4H6 Cr2O3-Al2O3

CH4 atau hidronium lain + H2O –> CO +

H2

Ni Support

C2H2 + 2H2 –> C2H6 Pd dalam Al2O3 atau padatan pendukung

21

Ni-Sulfida

Hidro Cracking Logam (seperti Pd) pada Zeolit

CO + 2H2 –> CH3OH Cu-ZnO dengan Cr2O3 atau Al2O3

 

Contoh

Contoh reaksi dari  C2H2 + 2H2 –> C2H6 dengan menggunakan katalis heterogen

Pd/Al2O3 telihat secara sederhana pada gambar

Sumber : Chemistry the Central of Science

15. ENZIM SEBAGAI KATALIS

Komponen Enzim

Enzim merupakan senyawa organik berupa protein yang berfungsi sebagai

katalis dalam metabolisme tubuh, sehingga disebut juga biokatalisator.

22

Komponen penyusun enzim terdiri dari :

1. Apoenzim, yaitu bagian enzim aktif yang tersusun atas protein yang

bersifat labil (mudah berubah) terhadap faktor lingkungan, dan

2. Kofaktor,yaitu komponen non protein yang berupa :

a. Ion-ion anorganik (aktivator)

b. Berupa logam yang berikatan lemah dengan enzim, Fe, Ca, Mn, Zn, K,

Co. Ion klorida, ion kalsium merupakan contoh ion anorganik yang

membantu enzim amilase mencerna karbohidrat (amilum)

c. Gugus prostetik

Berupa senyawa organik yang berikatan kuat dengan enzim, FAD (Flavin

Adenin Dinucleotide), biotin, dan heme merupakan gugus prostetik yang

mengandung zat besi berperan memberi kekuatan ekstra pada enzim terutama

katalase, peroksidae sitokrom oksidase.

23

d. Koenzim

Berupa molekul organik non protein kompleks, seperti NAD

(Nicotineamide Adenine Dinucleotide), koenzim-A, ATP, dan vitamin yang

berperan dalam memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke

enzim lain.

Enzim yang terikat dengan kofaktor disebut holoenzim.

Enzim diproduksi oleh sel-sel yang hidup, sebagian besar enzim bekerja di

dalam sel dan disebut enzim intraseluler, contohnya enzim katalase yang

berfungsi menguraikan senyawa peroksida (H2O2) yang bersifat racun menjadi air

(H2O) dan oksigen (O2). Enzim-enzim yang bekerja di luar sel (ekstraseluler)

contohnya : amilase, lipase, protease dll.

24

DAFTAR PUSTAKA

Petrucci et al. 2013. Kimia Dasar Jilid 2 Edisi 9. Erlangga. Jakarta.

Wikipedia. Diakses minggu, 19 April 2015

25