Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar_Kloter C_11.70.0072 (Irnanda A.D.)

25
1. HAS IL PENGAMATAN Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar Kel Perlakuan Waktu Σmo tiap petak Rata-rata Σmo tiap petak Rata-rata Σmo tiap cc ! pH Total "sam #mg$ml% 1 & ' ( )1 *ari apel  +, &( 1 & && && /0/1, -,0,21& '0'( 10'3  +&( 11/ 11& 3 /2 2/0 '201, ,0,/2/ '0' 1'0((  +(/ 12, &,, 1 1/, 1/30& (01, 10(, '0'& 1&03  +& /( 11' 2( 21 20 '/0&1, ,0,'/2 '0'1 1'0((  +23 22 11 2( 1,' 1,&0 (1011, 10'// '0(( 10'3 )& *ari apel +, 11/ 11& 3 /2 2/0 '02 ,0,/1' '0'& 1'0((  +&( 11& 11/ 1&/ 1,3 113 (03( ,013 '0&& 1(0(  +(/ 1// &1, 12& 131 1/0 01 ,0/'( '0' 1013/  +& 1& 13 1/' 1/ 12 013 ,0,3/ '0'1 1/0&(  +23 1(2 1&1 12 132 1/0 30'( 102&3 '0'( 110& )' *ari apel +, 12, &,, 1 1/, 1&01 (021, ,0,'1 '0'( 1/0/13  +&( 1// &1, 12& 131 &20 10121, / 101'/1 '0&& 130'&  +(/ 3/ 11 1& 210& '03 1, / ,0'&' '0(' 1(0(  +& 13 1/ 133 1& 1&(0& (02 1, / -,011 '0'1 110&  +23 1& 1&/ // 2 1'/0 0( 1, / 1021 '0'2 1&03& )( *ari apel +, 3 , 1 30& &3011, ,0(', '0', 1(0&1  +&( 31 1,( / 2 /&0 ''01 1, ,03/( '0&( 1'0((  +(/ 13 1/ 133 1& 13/ 30& 1, ,0212 '0(, 1&0(/  +& 1&' 1(& 1&2 1& 1(10 303 1, -,01/&1 '0'' 1'0((  +23 22 11, 1,' 1', 11,0 ((0& 1, 10,'2 '0(3 1&0(/ ) *ari apel +, &1 &' & ', &0& 1,01 1, -,0,&13 '0&/ 10'3 1

description

Laporan Fermentasi Bab Kinetika_Irnanda Arif_11.70.0072_Kelompok C1

Transcript of Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar_Kloter C_11.70.0072 (Irnanda A.D.)

4

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegarKelPerlakuanWaktumo tiap petakRata-rata mo

tiap petakRata-rata mo

tiap ccODpHTotal Asam

(mg/ml)

1234

C1Sari apelN024172522228,8x107-0,09123,3415,36

N24118112768998,7539,5x1070,08983,3713,44

N48190200175180186,2574,5x1071,40553,3212,67

N7284113949195,538,2x1070,03893,3113,44

N969911594103102,7541,1x1071,35883,4415,36

C2Sari apelN0118112768998,753,95 0,08133,3213,44

N241121181281061164,64 0,77163,2214,4

N48188210192161187,757,51 0,85343,3715,168

N721721761831851797,16 0,06583,3118,24

N96149121195169158,56,34 1,92653,3411,52

C3Sari apelN019020017518012,154,9x1070,03153,3418,816

N2418821019216129,751,19x1081,13813,2216,32

N48556811512791,253,65 x1080,73233,4314,4

N72176158166172124,254,97 x108-0,17713,3111,52

N961271288895138,55,54 x1081,91773,3912,672

C4Sari apelN05565707165,2526,1x1070,45303,3014,21

N2461104877982,7533,1 x1070,68473,2413,44

N4817615816617216867,2 x1070,91593,4012,48

N72123142129172141,556,6 x107-0,18213,3313,44

N9699110103130110,544,2 x1071,70393,4612,48

C5Sari apelN02123273025,2510,1 x107-0,02163,2815,36

N2414912119516987,7535,1 x1071,35113,2010,56

N48131165140118109,543,8 x1071,04113,3214,4

N7299110103130133,553,4 x1070,15503,332,69

N96221258284293264105,6 x1072,14253,4611,52

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa perlakuan untuk setiap kelompok sama yaitu perlakuan sari apel. Waktu pengamatan yang digunakan selama 5 hari, hari pertama dianggap sebagai No dan sampai hari kelima yaitu N96. Jumlah mikroorganisme yang didapat dari No sampai N96 sebagian besar mengalami kenaikan kemudian penurunan jumlah untuk masing-masing kelompok. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata mikroorganisme tiap petak dan rata-rata mikroorganisme tiap cc. Untuk kelompok C1 rata-rata mikroorganisme tiap petak terbesar pada N48 sebanyak 186,25 lalu pada N96 hanya sebanyak 102,75. Rata-rata mikroorganisme tiap cc pada N48 sebesar 74,5 x 107 lalu pada N96 hanya sebesar 41,1 x 107 dan OD yang dihasilkan pada N48 sebesar 1,4055 lalu pada N96 hanya sebesar 1,3588. Sedangkan pH paling rendah pada N72 sebesar 3,31 lalu pada N48 didapat total asam terendah yaitu 12,67 mg/ml. Untuk kelompok C2 rata-rata mikroorganisme tiap petak terbesar pada N48 sebanyak 187,75 lalu pada N96 hanya sebanyak 158,5. Rata-rata mikroorganisme tiap cc pada N48 sebesar 7,51 x 108 lalu pada N96 hanya sebesar 6,34 x 108 dan OD yang dihasilkan pada N48 sebesar 0,8534 lalu pada N96 hanya sebesar 1,9265. Sedangkan pH paling rendah pada N24 sebesar 3,22 lalu pada N96 didapat total asam terendah yaitu 11,52 mg/ml. Untuk kelompok C3 rata-rata mikroorganisme tiap petak terbesar pada N96 sebanyak 138,5. Rata-rata mikroorganisme tiap cc pada N96 sebesar 5,54 x 108 dan OD yang dihasilkan pada N96 sebesar 1,9177. Sedangkan pH paling rendah pada N24 sebesar 3,22 lalu pada N72 didapat total asam terendah yaitu 11,52 mg/ml. Untuk kelompok C4 rata-rata mikroorganisme tiap petak terbesar pada N48 sebanyak 168 lalu pada N96 hanya sebanyak 110,5. Rata-rata mikroorganisme tiap cc pada N48 sebesar 67,2 x 107 lalu pada N96 hanya sebesar 44,2 x 107 dan OD yang dihasilkan pada N48 sebesar 0,9159 lalu pada N96 sebesar 1,7039. Sedangkan pH paling rendah pada N24 sebesar 3,24 lalu pada N48 dan N96 didapat total asam terendah yaitu 12,48 mg/ml. Untuk kelompok C5 rata-rata mikroorganisme tiap petak terbesar pada N96 sebanyak 264. Rata-rata mikroorganisme tiap cc pada N96 sebesar 105,6 x 107 dan OD yang dihasilkan pada N96 sebesar 2,1425. Sedangkan pH paling rendah pada N24 sebesar 3,20 lalu pada N72 didapat total asam terendah yaitu 2,69mg/ml.Mengenai pengaruh waktu terhadap rata-rata jumlah mikroba/cc, pengaruh waktu terhadap OD, hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc dengan OD, jumlah sel dengan pH, serta jumlah sel dan total asam dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 1. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Waktu

Dari grafik hubungan antara waktu dan jumlah sel dapat dilihat bahwa sebagian besar grafik mengalami kenaikan kemudian mengalami penurunan. Grafik yang mengalami peningkatan tertinggi adalah milik kelompok C5 yang ditunjukkan dengan warna biru muda. Sedangkan grafik yang mengalami kenaikan paling kecil adalah kelompok C4. Grafik yang mengalami penurunan terbesar didapat oleh kelompok C1 yang ditandai dengan grafik warna biru tua. Pada kelompok C2 dapat dilihat bahwa grafik mengalami fase yang sedikit stagnan, hal ini dapat disimpulkan bahwa pada fase tersebut mikroorganisme mengalami fase stasionernya.

Gambar 2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan WaktuDari grafik hubungan antara waktu dan nilai OD dapat dilihat bahwa sebagian besar grafik mengalami fluktuasi. Grafik yang mengalami peningkatan pada N48 kemudian mengalami penurunan pada N72 lalu terjadi peningkatan lagi. Yang mengalami peningkatan tertinggi adalah kelompok C2 dan C5.

Gambar 3. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)

Dari grafik hubungan antara nilai OD dan jumlah sel per cc dapat dilihat bahwa sebagian besar grafik mengalami fluktuasi. Grafik yang menghasilkan jumlah sel tertinggi adalah kelompok C5 dengan nilai OD yang mendekati 2,5.

Gambar 4. Hubungan pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan pH

Dari grafik hubungan antara jumlah sel dan pH dapat dilihat bahwa sebagian besar grafik mengalami fluktuasi. Grafik yang menghasilkan jumlah sel tertinggi adalah kelompok C5 dengan pH yang mendekati 3,45.

Gambar 5. Hubungan Pertumbuhan Yeast (total biomassa) dan Total Asam

Dari grafik hubungan antara jumlah sel dan total asam dapat dilihat bahwa sebagian besar grafik mengalami fluktuasi. Grafik yang menghasilkan jumlah sel tertinggi adalah kelompok C5 dengan total asam yang mendekati angka sekitar 13 mg/ml. 2. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk memproduksi minuman vinegar dari bahan dasar sari buah melalui proses fermentasi, dalam praktikum ini menggunakan sari apel. Namun sebelum membahas laebih jauh mengenai hasil praktikum, ada baiknya kita mengenal berbagai teori yang mendukung dalam praktikum kali ini. Winarno et al. (1980) menjelaskan bahwa fermentasi adalah suatu proses metabolit dimana karbohidrat dan campuran yang terdapat di dalamnya dioksidasi oleh aktivitas mikroorganisme yang menggunakan substrat organik, sehingga akan melepas energi dimana penerima elektron eksternal tidak hadir. Sebagai akibat pemecahan kandungan bahan - bahan pangan tersebut, fermentasi akan menyebabkan perubahan sifat bahan pangan. Menurut Rahman (1992), fermentasi alkohol dipengaruhi oleh karakteristik mikroorganisme. Terutama aktivitas enzimnya, kemampuannya menguraikan bahan karbohidrat, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan sumber nitrogen, dan kemampuannya memecah gula dengan oksidasi parsial.

Khamir, secara khusus dengan genus Saccharomyces digunakan untuk memproduksi berbagai macam tipe minuman beralkohol. Pemilihan Saccharomyces cerevisiae sendiri dikarenakan kemampuannya dalam memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2. Proses ini diketahui sebagai fermentasi alkohol karena proses terjadi secara anaerob atau tanpa oksigen (Gaman & Sherrington, 1994). S. cerevisiae akan tumbuh baik pada keadaan aerob tetapi akan melakukan fermentasi gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerob (Winarno et al., 1980). Pada percobaan kinetika fermentasi yang dilakukan ini, bahan baku yang digunakan adalah sari buah apel. Hal ini tak lepas dari pernyataan Said, (1987) dimana sari buah apel dapat digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae karena mikroorganisme manapun termasuk Saccharomyces cereviceae dapat menggunakan substrat apapun untuk media pertumbuhannya, asalakan dalam substrat tersebut terkandung karbon. Saccharomyces cereviceae dapat menfermentasi glukosa dalam buah apel dari hasil pemecahan pati, menghasilkan alkohol dan CO2. Penggunaan sari buah untuk memproduksi minuman beralkohol sudah umum digunakan. Sari buah merupakan campuran dari gula, khususnya fruktosa, glukosa, dan sukrosa, oligosakarida dan polisakarida (golongan pati) bersama-sama dengan komponen nitrogen, pectin terlarut, vitamin C, mineral, sejumlah besar alcohol, aldehid, keton, ester, asam lemak dan hidrokarbon (Arthey & Ashurst, 1998). Produksi minuman beralkohol melalui proses fermentasi alkohol, yaitu konversi gula menjadi alkohol melalui aktivitas enzim mikroba. Mikroorganisme, secara khusus khamir dengan genus Saccharomyces, suasana anaerob mampu memicu mikroorganisme tersebut untuk mengkonversi glukosa menjadi etil alkohol dan karbondioksida serta beberapa ester (Fardiaz, 1992). Untuk kualitas dari produk akhir nantinya akan ditentukan dari kandungan substansi volatil yang terdapat pada buah. (Davidek et al., 1990). Sedangkan pemilihan Sacharomyces creviceae sebagai yeast dalam proses fermentasi ini juda didukung oleh Okunowo et.al. (2007) dalam jurnal penelitian mereka dengan judul Quantitation Of Alcohols In Orange Wine Fermented By Four Strains Of Yeast. Dalam jurnal tersebut dimana dilakukan penelitian menggunakan kromatografi gas cair (Gas liquid chromatography/ GLC) untuk mengidentifikasi jenis dari alcohol yang berada dalam wine yang diproduksi dari jus jeruk yang difermentasi, digunakan 4 jenis strain yeast sebagai mikroorganisme fermentasi. Keempat strain tersebut adalah Saccharomyces cerevisiae (diisolasikan dari yam), S.cerevisiae (dari molasses gula), Saccharomyces carlsbergensis (dari molasses gula) dan S. cerevisiae var. ellipsoideus (dari jus jeruk). Sehingga dapat dikatakan bahwa Sacharomyces cereviceae cukup sesuai untuk digunakan dalam memfermentasi substrat sari buah.Pada praktikum ini, pertama-tama sebanyak 250 ml media pertumbuhan yang telah disterilisasi (sari apel) dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Setelah itu dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 80oC selama 30 menit. Jay (2000) mengatakan bahwa pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik didih, dengan tujuan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan suhu tinggi. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Pemilihan buah apel sebagai bahan pembuat media pertumbuhan juga tak lepas dari pendapat Rahman, (1992) yang mengatakan bahwa pada apel terdapat kandungan gula yang cukup tinggi dimana gula dapat digunakan sebagai substrat bagi mikroorganisme untuk tumbuh, dan karena gula juga yang nantinya akan dipecah menjadi alkohol dan gas CO2 dalam proses fermentasi. Selain itu, menurut pendapat Muljohardjo (1988), sari buah yang dipanaskan terlebih dahulu untuk mematikan mikroorganisme kontaminan, baru kemudian dinokulasikan suatu kultur murni khamir. Teori ini membantu menjelaskan mengapa pemanasan (pasteurisasi) diperlukan dalam praktikum ini.

Gambar 6 Proses Pasteurisasi Sari ApelSetelah itu, sebanyak 30 ml biakan yeast diambil dan dimasukkan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis. Langkah selanjutnya adalah media diambil 10 ml untuk penentutan total asam dan pengujian pH. 30 ml untuk mengukur absorbansi dan diambil dengan pipet ukur untuk mengukur jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer. Setelah itu ditutup dengan alumunium foil. Setelah diambil, media yang tersisa diinkubasi pada suhu ruang (25-30oC) selama 5 hari dan setiap 24 jam inkubasi diberi perlakuan pengadukan dengan shaker dan melakukan pengujian yang sama dengan hari ke-0. Sehingga nantinya akan dilakukan pengamatan sebanyak 5 kali yang meliputi pengamatan hari ke-0 (N0), hari ke-1 (N24), hari ke-2 (N48), hari ke-3 (N72), dan hari ke-4 (N96).

Perlu diingat bahwa semua tahapan dalam percobaan ini harus dilakukan secara asepsis. Terutama ketika memindahkan kultur, maka harus dilakukan dalam suasana aseptis, yaitu seluruh prosesnya dilakukan di dekat api (bunsen). Selain itu, tangan dan peralatan terlebih dahulu disterilkan dengan alkohol (kadarnya minimal 70%) karena kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroorganisme dari luar. Hal ini sangat penting dilakukan, agar dapat menghindari kontaminasi akbiat tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril. (Hadioetomo, 1993). Sedangkan penutupan dengan alumunium foil juga ditujukan untuk menjaga keaseptisan sampel. Hal ini dilakukan mengingat pendapat Desrosier & Desrosier (1978) yang mengatakan bahwa selama proses fermentasi, fermentor tidak boleh kontak langsung dengan udara luar dimana sari buah tidak boleh terkena udara, karena jika terkena udara, maka dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam fermentor. Selain untuk menghindari kontaminasi dari mikroorganisme kontaminan, inkubasi juga dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kondisi anaerob. Kondisi anaerob ini penting, hal ini disebabkan karena fermentasi alkohol hanya dapat berlangsung dalam keadaan anaerob. Karena fermentasi alkohol adalah proses anaerobik dari dekomposisi heksosa maka akan menghasilkan etanol dan CO2. Menurut Said (1987), pengadukan menggunakan shaker mempunyai tujuan untuk memberikan oksigen pada media dan membantu pertumbuhan yeast secara aerobik. Stanburry &Whitaker (1984), juga menambahkan dua fungsi utama pengadukan adalah menurunkan ukuran gelembung udara dan mempertahankan kondisi lingkungan yang stabil di dalam erlenmeyer saat proses fermentasi. Fungsi tambahan pengadukan adalah untuk menjaga homogenitas sel mikroba pada media nutrient. Arpah (1993) menjelaskan bahwa nantinya, proses fermentasi yang terjadi ini meliputi 2 tahap, yaitu fermentasi utama dimana terjadi pengubahan gula oleh khamir menjadi alkohol, CO2 dan kalori; serta fermentasi lanjutan dimana terjadi proses peragian sisa ekstrak dari peragian utama, menyempurnakan dan mematangkan rasa dan aroma, menjenuhkan kadar O2, serta menjernihkan warna yang dihasilkan.

Gambar 7 Proses Pengadukan Menggunakan Shaker1.1. Pengukuran Biomassa dengan HaemocytometerPercobaan yang pertama setelah pembuatan sari apel adalah pengukuran biomassa menggunakan metode haemocytometer dengan tujuan untuk mengetahui kinetika fermentasi dalam produksi cider apel dari hari ke-0 hingga hari ke-5. Menurut Chen & Pei (2011), haemocytometer memiliki dua bagian ruang dimana setiap ruangnya memiliki garis mikroskopis yang sudah tergores di permukaan kacanya. Dengna ketelitiannya yang tinggi, haemocytometer akan membantu dalam perhitungan jumlah sel atau biomassa. Garis mikroskopis pada haemocytometer sendiri membagi bagian haemocytometer dalam 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis disetiap sisinya dan di dalam kotak tersebut terdapat kotak kecil yang dibatasi dengan 1 garis sebanyak 16 buah. Jumlah sel yang dihitung nantinya hanya yang terdapat dalam 4 kotak besar yang saling berdekatan. Berikut adalah gambar dari plat Haemocytometer dan kotak yang menunjukkan tampilan Haemocytometer ketika diamati dibawah mikroskop.

Gambar 8 Plat Haemocytometer

Gambar 9 Kotak Pengamatan HaemocytometerProses pengamatan sendiri diawali dengan cara meneteskan sari apel pada plat haemocytometer kemudian ditutup dengan kaca preparat dan diletakkan pada mikroskop. Jumlah yeast yang terdapat dalam media dihitung dengan menggunakan bantuan handcounter. Jumlah biomassa yang dihitung merupakan biomassa yang terletak pada empat kotak di bagian tengah plat haemocytometer dan dibatasi dengan tiga garis pada keempat sisinya. Jumlah sel yang terhitung pada keempat kotak pada haemocytometer selanjutnya dicatat dan dirata-rata. Pada praktikum ini, jika garis haemocytometer tidak terlihat dengan jelas karena sari apel terlalu keruh maka perlu dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel kemudian dilarutkan dengan 9 ml aquades dan di-vortex. Jumlah sel yang terhitung dari hasil pengenceran kemudian dikalikan dengan 10. Fardiaz, (1992) menjelaskan bahwa pengenceran dilakukan untuk mempermudah penghitungan jumlah mikroorganisme. Sedangkan proses vortex yang dilakukan setiap pengenceran bertujuan untuk menghomogenkan kultur dan aquades dalam tabung reaksi.

Saat dilihat menggunakan mikroskop, yeast terlihat berbentuk bulat dan dapat tumbuh sebagai sel tunggal maupun berpasangan. Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Matz (1992), dikatakan jika yeast dapat tumbuh sebagai sel tunggal atau terkadang berpasangan. Sehingga dapat dikatakan hasil pengamatan yang diperoleh sudah benar. Selama proses pertumbuhannya, akan dihasilkan enzim yang nantinya akan menghidrolisa disakarida. Dalam percobaan ini, kandungan disakarida bisa didapatkan pada kandungan gula dalam sari apel. Pada sampel sari apel setelah beberapa hari fermentasi muncul bau alkohol. Hal ini sesuai dengan teori Arpah (1993) yang menjelaskan bahwa nantinya, pada proses fermentasi akan terjadi pengubahan gula oleh khamir menjadi alkohol, CO2 dan kalori. Sehingga benar bila bau dari cider apel juga berubah dari hari ke hari.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa perlakuan untuk waktu pengamatan yang digunakan selama 5 hari, hari pertama dianggap sebagai N0 dan sampai hari kelima yaitu N96. Jumlah mikroorganisme yang didapat dari N0 sampai N96 sebagian besar mengalami kenaikan kemudian penurunan jumlah untuk masing-masing kelompok. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata mikroorganisme tiap petak dan rata-rata mikroorganisme tiap cc. Rata-rata jumlah mikroba/cc akan meningkat dibandingkan hari ke-0 (N0) hingga hari tertentu dan kemudian mengalami penurunan, walaupun terdapat juga perbedaan yang didapat pada C3 dan C5 yang justru terus mengalami peningkatan hingga hari terakhir. Menurut Campelo & Isabel (2004), peningkatan jumlah mikroba/cc dari hari ke-0 ini sebenarnya menunjukkan adanya pertumbuhan sel yeast. Pertumbuhan ini dapat terjadi karena adanya nutrien yang dapat dimanfaatkan untuk tumbuh dan juga kondisi kultur yang aerob. Selain itu, proses inkubasi yang dilakukan juga turut menstimulasi pertumbuhan sel.

Gambar 10 Hasil Pengamatan Jumlah Sel dengan HaemocytometerSetelah mengalami peningkatan jumlah mikroba/cc, beberapa kemudian hari jumlah sel/cc mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan karena proses fermentasi yang terjadi menghasilkan metabolit sekunder yang ternyata dapat bersifat toksik bagi yeast itu sendiri. (Herrero et al., 2006). Ditambahkan menurut Van Hoek (1998) fermentasi yang menghasilkan alkohol biasanya tidak diinginkan karena dapat mengurangi hasil jumlah biomassa. Selain itu, penurunan jumlah yeast dapat disebabkan karena habisnya substrat yang digunakan oleh yeast untuk tumbuh. Jika substrat habis maka yeast tidak mendapatkan nutrien lagi dan menyebabkan yeast tersebut mati. Hal ini menjelaskan kenapa terdapat penurunan jumlah mikroba setelah beberapa hari pengamatan. Sedangkan kesalahan yang mungkin terjadi sperti justru terjadi peningkatan scara terus menerus dapat disebabkan karena adanya kesalahan dalam pengamatan. Kesalahan ini dapat disebabkan karena saat meneteskan sampel ke haemocytometer terbentuk gelembung, kesalahan menghitung jumlah sel, atau kesalahan saat pengenceran.

Selain itu, jika melihat hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nogueira et ail. (2008), dengan judul Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing, dimana disitu dilakukan fermentasi cider apel dengan Saccharomyces uvarum, didapatkan hasil bahwa kandungan phenol pada sari apel juga mempengaruhi hasil fermentasi. Semakin tinggi kandungan phenol pada sari apel maka alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi akan semakin kecil. Selain itu ada pula kemungkinan bahwa alkohol yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh interaksi dengan dinding sel yeast. Dalam kasus ini, karena kandungan alkohol semakin kecil, maka bisa dikatakan kandungan asamnya akan meningkat, sehingga mampu membentuk lingkungan yang tepat untuk mikroorganisme melakukan fermentasi. Dengan begitu, jumlah sel mikroorganisme yang teranalisa juga akan semakin meningkat.Dikatakan menurut Stanburry & Whitaker (1984), angka pertumbuhan suatu mikroorganisme per satuan waktu disimbolkan sebagai kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme (specific growth rate). Kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme tersebut dapat dihitung menggunakan rumus:

ln Xt= ln X0 + ( t

dengan ketentuan:Xt = jumlah mikroorganisme yang muncul setelah waktu t,

X0- = jumlah mikroorganisme mula - mula

t= waktu inkubasi (jam)

(= kecepatan pertumbuhan spesifik mikroorganisme

1.2. Pengukuran Optival Density (OD) dengan SpektrofotometriDalam pratikum kali ini juga dilakukan percobaan mengenai hubungan antara konsentrasi sel (biomassa) dengan absorbansi yang dinyatakan dalam suatu persamaan. Dimana persamaan ini ditentukan dari grafik antara konsentrasi sel dengan nilai absorbansinya. Dalam pratikum kali ini, percobaan diawali dengan mengambil 30mL sampel sari buah kedalam beaker glass baru kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 660 nm. Pemilihan panjang gelombang ini sebenarnya berdasarkan pada jenis sampel yang akan diukur, sehingga bukan tidak mungkin pada percobaan ini digunakan panjang gelombang yang lebih besar atau lebih kecil. Namun jika menilik metode penelitian Arifin et al (2004) dalam jurnal Kinetika Pertumbuhan Saccharomyces Cerevisiae Pada Berbagai Sumber Nitrogen: Studi Regulasi Pada Metabolisme Nitrogen, disitu dikatakan bahwa untuk mengukur aktivitas yeast pada sampel yang telah diinokulasi dengan yeast Saccharomyces cereviceae, pengukuran ODnya akan lebih efektif bila digunakan panjang gelombang 660 nm. Kemudian nilai OD yang diperoleh dibandingkan dengan data rata-rata mo tiap cc. Menurut Wang (2004), konsentrasi biomassa dihitung pada absorbansi 600 nm karena absorbansi tersebut yang paling sesuai untuk mengukur aktivitas Sacharomyces cereviceae. Kemudian model yang digunakan untuk menghitung konsentrasi sel adalah

dx / dt = m X (1- X / Xm)

dimana m adalah laju pertumbuhan spesifik maksimum yeast pada kondisi fermentasi. Dengan kondisi sebagai berikut

t = 0, X = X0 , S = S0 , P = 0Hasil pengukuran OD ini nantinya akan digunakan untuk mendukung kebenaran dari percobaan sebelumnya. Sehingga bila hasil pengamatan OD dihubungkan dengan jumlah sel dan kemudian digambarkan dengan kurva, hasilnya adalah sebagai berikut:

Gambar 11 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan ODUntuk memudahkan pembacaan grafik tersebut, maka diambil parameter kunci yaitu hasil percobaan C3 (dilambangkan dengan garis hijau) dan C5 (dilambangkan dengan garis biru muda). Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan hasil pengamtan jumlah mikroba pada percobaan sebelumnya, sehingga terlihat bahwa hubungan jumlah sel ddan OD yang didapat adalah sebanding, dimana diketahui pada percobaan penghitungan jumlah sel mikroba, hasil yang didapat adalah dari hari ke-0 hingga ke-5, jumlah sel terus mengalami peningkatan. Hal tersebut juga digambarkan dalam grafik ini. Hal ini dibuktikan melalui teori dari Gaman & Sherrington (1994), bahwa konsentrasi sel sebanding lurus dengan nilai absorbansinya. Sehingga hasi percobaan ini, dimana grafik menunjukkan semakin tinggi OD, maka semakin tinggi konsentrasi selnya sudah benar dan sesuai teori yang ada. Masih menurut Gaman & Sherrington, dijelaskan bahwa prinsip dari analisa spektrofotometrik yaitu semakin keruh suatu larutan, maka nilai absorbansinya juga akan semakin tinggi karena semakin sedikit jumlah sinar yang diteruskan. Saccharomyces cereviceae akan memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2. Gula yang dipecah berasal dari substrat yang digunakan untuk pertumbuhan (dalam hal ini adalah sari apel). Hal ini sesuai teori yang menyatakan bahwa khamir memiliki sekumpulan enzim yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbondioksida. Jika oksigen dalam kondisi yang berlebihan, sel khamir akan melakukan respirasi secara aerobik. Dapat disimpulkan pula dari hasil pengamatan yang diperoleh, secara umum pada N0 sampai N96 pertumbuhan yeast mengalami kenaikan tapi ada juga yang mengalami penurunan jumlah koloni/cc sebelum didapatkan hasil rata - rata. Penurunan jumlah koloni/cc terjadi antara N96 sampai N96, hal ini dikarenakan dalam proses fermentasi minuman alkohol ini digunakan sistem batch, dimana sistem batch atau kultur terbatas yaitu sistem kultur tertutup yang berisi nutrient dalam jumlah terbatas artinya tidak terjadi penambahan media atau substrat baru selama inkubasi. Padahal dalam pertumbuhannya yeast membutuhkan cukup banyak nutrient. Bila jumlah substrat menurun maka pertumbuhan yang semula berjalan cepat hingga titik optimal, akan menurun sehingga nilai jumlah mikroba/cc pun juga menurun. Selain itu menurut Fardiaz (1992), semakin baik nutrisi di dalam substrat tempat tumbuhnya, pertumbuhan sel akan semakin cepat dan ukuran sel semakin besar. Jika suatu jasad renik dipindahkan dalam suatu medium, mula - mula akan mengalami fase adaptasi (belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis) karena jasad renik tersebut harus menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya terlebih dahulu. Lamanya fase ini bervariasi, tergantung kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.1.3. Penentuan Total Asam selama FermentasiPercobaan selanjutnya adalah mengukur kandungan total asam dan pH selama fermentasi, dimana diketahui bahwa kedua nialai tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah mikroorganisme. Menurut Koroleva (1991), meningkatnya jumlah mikroorganisme akan menyebabkan meningkatnya aktivitas metabolism, sehingga produksi asam semakin meningkat. Dengan peningkatan produksi asam tentunya pH pada produk akhir akan semakin rendah.Dari hasil percobaan yang dilakukan, diketahui bahwa hasil percobaan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah mikroorganisme berbanding lurus dengan total asam yang dihasilkan. Namun pada beberapa titik pengamatan, tidak ditemukan kesesuaian total kandungan asam dengan hasil pengukuran pH. Hal ini terlihat dari peningkatan dan penurunan pH tiap kelompok tidak menentu seiring dengan peningkatan jumlah sel/cc. Seperti terlihat pada grafik berikut, terutama pada hasil percobaan C5:

Gambar 12 Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Terlihat pada grafik tersebut ketika jumlah mikroba lebih sedikit, total asam yang terkandung justru lebih banyak. Kesalahan ini menurut Damtew et.al. (2012) dapat disebabkan karena akumulasi alkohol dalam kultur yeast menyebabkan menurunnya laju fermentasi sehingga menyebabkan jumlah mikroorganisme berkurang dan menyebabkan total asam meningkat. Kesalahan lain adalah ditemukannya data dimana saat jumlah sel/cc lebih rendah memilik pH lebih rendah kemudian pH meningkat saat jumlah sel/cc lebih tinggi. Seharusnya jika pH sudah meningkat maka tidak bisa menurun lagi karena sudah terjadi akumulasi alkohol. Kesalahan ini disebabkan karena pada saat sampel diukur menggunakan pH meter, tidak menunggu hasil yang tertera di pH meter hingga stabil sehingga menyebabkan data pH yang ada tidak sesuai dengan teori.Namun hal tersebut belum sepenuhnya salah bila kandungan asam yang terukur disini adalah asam asetat. Hal ini merujuk pada teori yang dikatakan oleh Kwartiningsih & Nuning (2005) pada penelitiannya yang berjudul Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar, dijelaskan bahwa seiring meningkatnya kemampuan metabolisme sel yeast, maka kandungan asam asetat akan meningkat. Akan tetapi hal ini idak lama karena semakin lama asam asetat memiliki kecenderungan mengalami oksidasi menjadi karbondioksida dan air. Oleh sebab itu bila dari hasil pengamatan yang dilakukan ditemui data dengan nilai total asam yang meningkat pada awalnya, namun lama kelamaan mengalami penurunan kembali maka kemungkinan besar kadar asam yang terukur tersebut adalah kadar asam dari kandungan asam asetat.

.Menurut Hayes (1995), ada beberapa faktor yang penting bagi pertumbuhan yeast ini antara lain:

nutrisi, di mana senyawa hidrogen, nitrogen, sulfur dan fosfat, serta elemen dalam jumlah kecil semacam besi, magnesium, potasium dan kalsium sudah terpenuhi pada media.

suhu, yaitu dengan suhu penyimpanan yang tepat pada suhu ruang.

kelembaban, di mana untuk kebutuhan air, fungi atau jamur lebih sedikit membutuhkan air daripada bakteri.

Oksigen, beberapa mikroorganisme membutuhkan oksigen untuk tumbuh, tetapi ada juga mikroorganisme yang tidak membutuhkan oksigen. Untuk mikroorganisme ini, oksigen dianggap toksik oleh mereka.

pH, di mana semua mikroorganisme mempunyai pH optimum agar mereka dapat tumbuh dengan baik. Beberapa bakteri tumbuh pada pH 6,8 - 7,5 sedangkan sisanya pada pH rendah yaitu 4 6. Yeast Saccharomyces cereviceae akan berkembang atau pertumbuhannya akan optimal pada kondisi pH 3,5 6,5 (optimal pada pH 4,5). Yeast ini tidak dapat tumbuh pada kondisi basa atau pH tinggi. Berdasarkan penelitian Wang et.al. yang dilakukan pada 2004 dengan judul Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae, dikatakan pula bahwa wine apel merupakan minuman hasil fermentasi yang terbuat dari apel segar atau konsentrat jus apel dengan strain yeast yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae strain CCTCC M201022. Untuk mengetahui efek dari gula tunggal pada fermentasi yeast, digunakakan medium sintetis yang mensimulasikan konsentrat jus apel dengan pH diatur pada 3.5. Sehingga benar bahwa rentang pH optimal untuk pertumbuhan yeast tersebut berkisar antar 3,5-5,5.3. KESIMPULAN Fermentasi alkohol terjadi secara anaerob. Minuman beralkohol didapat melalui proses fermentasi alkohol dengan konversi gula yang terdapat dalam bahan / substrat melalui enzim mikroba.

Saccharomyces cereviceae digunakan dalam fermentasi karena mempunyai kemampuan memecah karbohidrat menjadi alkohol dan CO2. Suhu optimum untuk pertumbuhan khamir pada umumnya 25-30 (C. Haemacytometer digunakan untuk menghitung jumlah sel. Perlakuan shaker menyebabkan terjadinya aerasi dan agitasi. Penurunan jumlah yeast dapat dikarenakan terbentuknya alkohol dalam jumlah banyak, nutrisi habis serta yeast masih berada dalam kondisi adaptasi.

Semakin tingginya nilai absorbansi maka akan semakin meningkat pula konsentrasi sel.

Semakin banyak jumlah sel maka nilai OD semakin besar.

Semakin banyak jumlah sel maka tingkat keasaman semakin besar.

Semakin besar nilai keasaman, maka nilai pH akan semakin rendah.

pH optimum untuk pertumbuhan yeast adalah 4,5.

Semarang, 15 Juni 2014

Praktikan,

Asisten Dosen

- Andriani Cintya S.

- Chrysentia Archinitta L. M.

- Katharina Nerissa A. A.

- Meilisa Lelyana D.

Irnanda Arif Dharmawan

- Stella Mariss H.

11.70.0072/C1

4. DAFTAR PUSTAKAArifin et al. (2004). Kinetika pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada berbagai sumber nitrogen: Studi regulasi pada metabolisme nitrogen. SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES. Semarang. [Diunduh Sabtu 14 Juni 2014]Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.Arthey, D. & P. R. Ashurst. (1998). Friut Processing. Blackie Academic & Professional. London.Campelo, A.F and Isabel, B. (2004). Fermentative Capacity of Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.Chen, Yu-Wei and Pei-Ju Chiang. (2011). Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology 58.

Damtew, W.; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948. Davidek, J.; Jan Valisek; & Jan Pokorny. (1990). Chemical Changes During Food Processing. Elsevier. Amsterdam.Desrosier, N. W. & J. N. Desrosier. (1978). The Technology of Food Preservation. AVI Publishing co, Inc. Connecticut.

Fardiaz, S. ( 1992 ). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fermentation by Saccharomyces cerevisiae. Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hayes, P. R (1995). Food Microbiology and Hygiene. Chapman and Hall. Great Britain. Herrero, M., Garcia, L. A., and Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effects. Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold. New York.

Koroleva, N.S. 1991. Products prepared with lactic acid bacteria and yeast. Dalam: R. K. Robinson (Editor). Theurapeutics of Fermented Milks. Elsevier Applied Science, London and New York.

Kwartiningsih, Endang & Nuning Sri Mulyati. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar.pdf [Diunduh Minggu 15 juni 2014]

Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Muljohardjo, M. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Nogueira, Alessandro; Sylvain Guyot; Nathalie Marnet; Jean Michel Lequere; Jean-Francois Drilleau; & Gilvan Wosiacki. (2008). Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing..pdf. [Diunduh Sabtu 14 Juni 2014]

Okunowo, Wahab Oluwanisola and Osuntoki, Akinniyi Adediran. 2007. Quantitation of alcohols in orange wine fermented by four strains of yeast. Department of Biochemistry, College of Medicine, University of Lagos. P.M.B. 9603. Lagos. Nigeria. [Diunduh Sabtu 14 Juni 2014]Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Said, E. G. (1987). Bioindustri. PT Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of BakersYeast. Appl Environ Microbiol. 64(11): 42264233. Wang D.,Y. Xu, J. Hu1 and G. Zhao. 2004. Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal Of The Institute Of Brewing. The Institute & Guild of Brewing. [Diunduh Sabtu 14 Juni 2014]Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Kelompok C1

Hari ke-0

Rata rata Mo tiap petak= Rata rata Mo tiap cc= Total asam = Hari ke-1

Rata rata Mo tiap petak= Rata rata Mo tiap cc= Total asam = Hari ke-2

Rata rata Mo tiap petak= Rata rata Mo tiap cc= Total asam = Hari ke-3

Rata rata Mo tiap petak= Rata rata Mo tiap cc= Total asam = Hari ke-4

Rata rata Mo tiap petak= Rata rata Mo tiap cc= Total asam = 5.2. Abstrak Jurnal

~ Terlampir ~

5.3. Laporan Sementara

~ Terlampir ~

5.4. Report Hasil Pengecekan Plagiasi (Viper)~ Terlampir ~

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGARLAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun oleh:

Irnanda Arif Dharmawn

NIM : 11.70.0072

Kelompok C1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG2014

N48

N96

N72

N24

N0

N24

N0

1