KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI...

47
KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN Oleh : Drs. I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Transcript of KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI...

Page 1: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI

ABSORBAN

Oleh :

Drs. I Wayan Suarsa, M.Si

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

anugerah-Nya Karya Tulis yang berjudul Kinetika Adsorpsi Timbal (Pb) pada berbagai

Absorban ini dapat terselesaikan.

Karya Tulis ini merupakan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya di

Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis ini masih banyak kekurangannya, maka saran dan

kritik membangun dari semua pihak sangat diharapkan.

Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 23 Nopember 2015

Penulis

Page 3: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. …….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………... ……. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………… ……. iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… …….. 1

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………… …….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………….. 3

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………………… 3

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………………….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………… 5

2.1 Logam Berat …………………………………………………………………….. 5

2.2 Timbal Pb ………………………………………………………………………. 7

2.3 Kitin dan Kitosan ……………………………………………………………….. 7

2.4 Abu Sekam Padi ………………………………………………………………. 10

2.5 Karbon Aktif …………………………………………………………………… 12

2.6 Spektrofotometer Serapan Atom ……………………………………………… 14

2.7 Persamaan Isoterm Langmuir ………………………………………………… 18

2.8 Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich …………………………………….. 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………………….. 21

3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian ………………………………………………. 21

3.2 Prosedur Penelitian …………………………………………………………….. 21

BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………………………. 26

4.1 Adsorpsi Pb (II) oleh Kitosan Hasil Isolasi ………………………………………26

4.2 Adsorpsi Pb (II) oleh Lempung …………………………………………………. 29

4.3 Adsorpsi Pb(II) oleh Abu Sekam ………………………………………………. 32

4.3 Adsorpsi Pb(II) oleh Asam Humat …………………………………………….. 36

4.4 Adsorpsi Pb(II) oleh Karbon Aktif Kayu Matoa ……………………………… 38

BAB V KESIMPULAN ………………………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 41

Page 4: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencemaran yang dapat ditimbulkan oleh limbah ada bermacam - macam bentuk. Ada

pencemaran berupa bau, warna, suara dan bahkan pemutusan mata rantai dari suatu tatanan

lingkungan hidup atau penghancuran suatu ekosistemnya. Pencemaran yang dapat

menghancurkan tatanan lingkungan hidup, biasanya berasal dari limbah -limbah yang sangat

berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah - limbah yang sangat

beracun pada umumnya merupakan limbah kimia. Senyawa kimia yang sangat beracun bagi

organisme hidup dan manusia adalah senyawa-senyawa kimia yang mempunyai bahan aktif dari

logam - logam berat, sebagai contoh adalah logam merkuri (Hg), kadmium (Cd), timah hitam

(Pb) dan khrom (Cr), serta bahan kimia lainnya yang sulit didegradasi di alam dan sangat

persisten misalnya pestisida, dioksin, PCB dan lain - lain (Palar, 2004).

Logam merupakan kelompok toksikan yang unik. Logam dapat ditemukan dan menetap

di alam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisika kimia, biologis atau akibat

aktivitas manusia. Toksisitasnya dapat berubah apabila bentuk kimianya berubah. Umumnya

logam bermanfaat bagi manusia karena penggunaanya di bidang industri, pertanian atau

kedokteran. Sebagian merupakan unsur penting karena dibutuhkan dalam berbagai fungsi

biokimia atau faali, sebagai contohnya logam - logam atau mineral – mineral esensial tubuh yang

mana jika tidak terpenuhi, maka dapat berakibat fatal. Contoh dari logam - logam berat esensial

demikian ini adalah tembaga (Cu), seng (Zn) dan nikel (Ni). Di lain pihak, logam dapat

berbahaya bagi kesehatan bila terdapat dalam makanan, air atau udara (Darmono, 2001).

Pencemaran yang disebabkan oleh logam berat terutama bersumber dari limbah industri,

baik dalam bentuk logam murni maupun bentuk campuran. Pencemaran tersebut biasanya terjadi

karena pembuangan limbah yang tidak terkontrol. Timbal merupakan salah satu logam berat

yang dapat menurunkan kualitas air. Dalam kadar yang tinggi logam tersebut dapat mengganggu

sistem saraf, organ dan sistem organ. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51/

Page 5: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Men LH/ 10/ 1998 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri ambang batas logam

timbal (Pb) adalah 0,1-1 mg/L (Setyaningtyas, 2000).

Logam timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berasal dari buangan industri

metalurgi yang bersifat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya bagi

makhluk hidup, khususnya manusia. Logam Pb dan persenyawaannya dapat berada di dalam

perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Logam ini biasanya terdapat

dalam air buangan, limbah industri atau sebagai logam bawaan. Pada hewan dan manusia timbal

dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikomsumsi serta melalui

pernapasan dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas

enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia.

Timbal dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi dan kelainan

ginjal (Iqbal dkk., 1990).

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengurangi kandungan logam berat dari air

buangan, seperti koagulasi, kompleksasi, ekstraksi pelarut, pertukaran ion, dan adsorpsi. Metode

adsorpsi umumnya berdasarkan interaksi logam dengan gugus fungsional yang ada pada

permukaan adsorben melalui interaksi pembentukan kompleks. Adsorpsi ini biasanya terjadi

pada permukaan padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti : -OH, -NH, -SH dan –COOH

(Stumm dan Morgan, 1996).

Adsorpsi telah terbukti sebagai suatu metoda yang lebih efektif untuk menyerap logam

berat dari air limbah jika dibandingkan dengan proses lain seperti pengendapan kimia,

pertukaran ion, osmosis terbalik, dan elektrolisis (Eren and Afsin, 2008). Metode adsorpsi sangat

efektif untuk limbah dengan konsentrasi polutan yang rendah sampai sedang. Adsorpsi adalah

proses pemusatan molekul atau ion adsorbat pada lapisan permukaan adsorben, baik secara fisika

atau kimia. Dengan demikian adsorben harus mempunyai sifat-sifat permukaan yang khas sesuai

dengan jenis adsorbat yang teradsorpsi (Bhattacharyya and Gupta, 2007).

Adsorpsi suatu limbah dapat digunakan dengan berbagai macam adsorben, pada limbah

Pb dapat digunakan berbagai macam adsorben untuk mengadsorbsi limbah Pb tersebut, seperti

kitosan, asam humat, lempung alam, karbon aktif maupun abu sekam padi.

Page 6: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan, antara lain:

1. Bagaimana adsorpsi Pb dengan menggunakan adsorben kitosan?

2. Bagaimana adsorpsi Pb dengan menggunakan adsorben asam humat?

3. Bagaimana adsorpsi Pb dengan menggunakan adsorben lempung alam?

4. Bagaimana adsorpsi Pb dengan menggunakan adsorben karbon aktif?

5. Bagaimana adsorpsi Pb dengan menggunakan adsorben abu sekam padi?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adsorbsi logam Pb(II) dengan adsorben kitosan.

2. Mengetahui adsorbsi logam Pb(II) dengan adsorben asam humat.

3. Mengetahui adsorbsi logam Pb(II) dengan adsorben lempung alam.

4. Mengetahui adsorbsi logam Pb(II) dengan adsorben karbon aktif.

5. Mengetahui adsorbsi logam Pb(II) dengan adsorben abu sekam padi.

1.4. Manfaat Penelitian

Mampu memberikan pengetahuan mengenai adsorbsi logam Pb(II) dengan lima adsorben

yang berbeda.

Page 7: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3.

Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat

pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Termasuk logam

berat yang sering mencemari habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol. Inst., 1976). , antara

lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial

dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk, 1999).

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi

maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air

minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia

untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika

konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem

bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup

(Anonimous, 2008).

Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam

kelompok zat pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai

(non degradable) dan mudah diabsorbsi.

Adanya logam berat diperairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan

organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini terkait

dengan sifat-sifat logam berat, yaitu :

1. Sulit didegadasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan

keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)

2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan

membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut

3. Mudah terakumulasi di sediment, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari

konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena

Page 8: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke

dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu

tertentu.

2.2. Timbal Pb

Timbal (Pb) merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan

titik leleh 327 ºC dan titik didih 1.620 ºC. Pada suhu 550– 600ºC timbal menguap dan bereaksi

dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat

rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.

Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang

paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting adalah timbal tetra

etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead) dan timbal stearat

(Saryan, 1994. Palar, 2004 dalam Suciani, 2007).

Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat diseluruh

lapisan bumi hanyalah 0,0002 % dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika

dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar, 2008).

Selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan

organik. Semua bentuk timbal (Pb) tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia

(Darmono, 2001).

Keterlibatan aktivitas manusia terutama dalam proses industrialisasi di abad 19 dan 20

telah mengakibatkan pencemaran lingkungan. Penggunaan logam timbal dalam industri

menghasilkan polutan yang bersifat merugikan kehidupan biologik. Sumber utama polusi timbal

pada lingkungan berasal dari proses pertambangan, peleburan dan pemurnian logam tersebut,

hasil limbah industri, dan asap kendaraan bermotor (Darmono, 2001 dalam Kurniawan 2008).

Menurut WHO (1995) asupan yang diperkenankan dalam seminggu Acceptable Daily

Intake (ADI) untuk timbal direkomendasikan bagi orang dewasa 50 μg/kg berat badan dan bayi

atau anak-anak 25 μg/kg berat badan. Di alam, timbal terdapat dalam dua bentuk yaitu gas dan

partikel. Timbal yang terbanyak di udara adalah timbal anorganik dan terutama berasal dari

pembakaran tetraethyl Pb (TEL) dan tetramethyl Pb (TEMEL) yang terdapat dalam bahan bakar

kendaraan bermotor. Selain sumber-sumber di atas, logam berat ini juga terdapat pada gelas,

Page 9: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng tempat makanan, beberapa obat tradisional dan kosmetik.

Pakar lingkungan sependapat bahwa timbal merupakan kontaminan terbesar dari seluruh debu

logam di udara (Winarno, 1993).

2.3. Kitin dan Kitosan

Kitin adalah polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, alginat, dan sebagainya yang

dapat terdegradasi secara alami dan non-toksik. Kitin merupakan polisakarida rantai linier

dengan rumus β (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-D-glucopyranosa, sedangkan kitosan adalah

deasetilasi kitin. Kitin ditemukan pada fungi dan arthropoda, merupakan komponen utama

penyusun eksoskeleton (Merck Index, 1976).

Rumus bangun kitin, kitosan, dan selulosa dapat dilihat pada gambar 1. dari struktur kitin

terlihat bahwa kitin muCrni mengandung gugus asetamido (NH-COCH3), kitosan murni

mengandung gugus amino (NH2) sedangkan selulosa mengandung gugus hidroksida (OH).

Perbedaan gugus ini akan mempengaruhi sifat-sifat kimia kitin, kitosan, dan selulosa.

Sebenarnya kitin dan kitosan yang diproduksi secara komersial memiliki kedua gugus asetamido

dan gugus amino pada rantai polimernya, dengan beragam komposis gugus tersebut (Roberts,

1992).

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan indonesia yang mulai dilirik oleh pasar

dunia. Hal ini, dapat kita lihat dengan meningkatnya permintaan dari Negara lain terhadap

komoditas udang. Sebanyak 80-90% ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa

kepala dan kulit, sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 50-60% dari bobot udang utuh

(Sugita.2009).

Cangkang dari lobster, kumbang, dan laba-laba mengandung kitin. Kitin merupakan

polisakarida terbanyak kedua yang berlimpah di alam (selulosa merupakan yang terbanyak).

Kitin merupakan bahan polimer yang memiliki struktur yang keras. Tersusun atas N-asetil-d-

glukosamin yang lebih banyak dari glukosa, tetapi mempunyai struktur yang hampir sama

dengan selulosa (McMurray, 2007).

Kitosan adalah biopolimer alami terutama sebagai penyusun cangkang (kulit-kulit keras),

udang-udangan, dan serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur.Karena sifatnya yang

Page 10: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

khas seperti bioaktivitas, biodegradasi, dan kelihatannya kitosan dapat memberikan kegunaan

yang diterapkan dalam berbagai bidang (Manskarya.1968).

Limbah udang dinegara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah diisolasi

kitinnya. Kitin dalam kulit udang sebesar 15-20% dan dapat diisolasi melalui proses deproteinasi

yang diikuti dengan demineralisasi. Kitin juga dapat diubah menjadi

Kitosan setelah lebih dari 70% gugus asetil (CH3CO-)-nya dihilangkan. Ternyata

penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga kitosan lebih banyak

digunakan dari pada kitin, antara lain di industri kertas, pangan, farmasi, fotografi, kosmetika,

fungisida dan tekstil sebagai pengemulsi, koagulan, pengkelat serta pengental emulsi.

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul

(C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin (Gambar 2.3.1). Kitosan juga dijumpai

secara alamiah di beberapa organisme (Sugita,2009).

Gambar 2.3.1. Struktur Kitosan

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun ezimatik. Proses

kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat

deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan

dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan

kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran

Page 11: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan

rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya

deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga

menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang

aplikasinya (Sugita.2009).

Nilai yang digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi sangat bergantung pada

nisbah pita serapan yang digunakan untuk menghitungnya.Tiga nisbah yang diajukan ialah

A1655/A2867, A1550/A2878, dan A1655/A3450.Dua nisbah pertama memberikan keakuratan

pada %N asetilasi rendah, sedangkan A1655/A3450 lebih akurat pada %N asetilasi tinggi. Baxter

memadukan metode penentuan garis dasar pada nisbah pita serapan A1655/A2867 dan

A1655/A3450. Metode ini mampu diterapkan pada kisaran yang luas dari nilai N-deasetilasi

kitosan. Intensitas transmitans pita amida I spektrum inframerah kitin dan kitosan dengan nilai

derajat deasetilasi berbeda. Penentuan Derajat Deasetilasi dengan menggunakan spektroskopi

FTIR dilakukan dengan cara sebagai berikut: kitosan dibuat menjadi pellet dengan KBr hingga

membentuk suatu lapisan tipis transparan. Selanjutnya, serapan diukur dengan FTIR.Puncak

tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih (Sugita.2009).

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa ≈ 6,5) hal

yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan :

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga

dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi

seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat

juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.

c. Dapat digunakan sebagai pengkelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan

system produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meriaty,2002).

Kitosan juga dapat dibuat menjadi membrane film dengan cara, kitosan dilarutkan dalam

asam asetat dan seterusnya dituangkan diatas plat kaca, pelarut asam tersebut dibiarkan menguap

pada udara terbuka sehingga film terbentuk dan dengan mudah dapat diambil dari permukaan

kaca (Agusnar, 2006).

Page 12: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

2.3.1. Sifat Fisika-Kimia Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi

spesifik [α]D11

-3 hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan

larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5, juga

tidak larut dalam pelarut air, alkohol dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan

HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%.

Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4 tidak

larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu kita ketahui,

bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi

spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta

transformasinya.Sifat fisika dan kimia kitosan diatas telah dijadikan bagian dalam penentuan

spesifikasi kitosan niaga (Sugita.2009).

Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan

asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat larut dalam

air - metanol, air - etanol, dan campuran lainnya.Kitosan larut dalam asam formiat dan asam

asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut.Asam organik lainnya juga

tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer

dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan.

Kitosan bersifat polikatonik yang dapat mengikat lemak dan logam berat

pencemar.Kitosan yang mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif

dan bersifat basa. (Inoue. 1994).

Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat

biokompatibel dan biodegradabel disbanding dengan polimer sintetik.Kitin dan kitosan serta

senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan

bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007).

2.3.2. Kegunaan Kitosan

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin

dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat

Page 13: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tannin,

PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan

pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah

terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan

pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransom pakan ternak,

antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat

gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan

penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur juga diterapkan di bidang

kedokteran. kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan

Staphvlacoccus aureus.

Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus,

penambahan dalam obat pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak,

aditif pada kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, penstabil

liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta

mempertinggi daya kekebalan, dan antiinfeksi. (Sugita.2009).

Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk butir,

serpih, hidrogel, dan membran (film). Kitosan sebagai adsorben sering dimanfaatkan untuk

proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat

bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang dipengaruhi oleh sumber dan kondisi

pada proses isolasi. Perbedaan bentuk kitosan akan berpengaruh pada luas permukaannya.

Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses

adsorpsi pun dapat berlangsung lebih baik.

Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan berbentuk

serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%. Larutan kitosan yang terbentuk

diteteskan pada larutan basa NaOH 4%, sehingga diperoleh butiran berbentuk bola dengan

diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk dikumpulkan dan dicuci dengan

akuades sampai pH netral membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk

proses adsorpsi catalase (Sugita. 2009).

Dalam penggunaannya kitosan tidak beracun dan mampu menurunkan kadar kolesterol

dalam darah. Kitosan juga dapat digunakan dalam penjernihan atau pengolahan air minum.

Page 14: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Pemakaian kitosan pada pengolahan air minum lebih baik dari pada memakai alum atau tawas

dan Poli Aluminium Klorida (PAC), karena tawas dan PAC dapat mengakibatkan efek racun

bagi kesehatan manusia (Roberts.1991).

2.4. Abu Sekam Padi

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua

belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Sekam padi merupakan produk

sampingan yang dihasilkan dari proses penggilingan padi. Dari proses penggilingan padi

biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot awal gabah (Badan Pengembangan dan

Penelitian Pertanian, 2001). Sejauh ini, pemanfaatan sekam padi masih terbatas yaitu sebagai

bahan bakar batu bata merah, genting dan abu gosok saja, sedangkan arangnya untuk media

tanaman. Jika dibandingkan dengan pemanfaatannya, masih jauh lebih banyak sekam padi yang

hanya dibakar langsung karena dianggap sampah. Cara yang biasa dilakukan untuk membuang

sekam padi adalah membakarnya di tempat terbuka.

Sekam padi merupakan salah satu bahan yang mengandung lignoselulosa yang

ketersediaannya melimpah, berharga murah, dan belum banyak dimanfaatkan. Bahan-bahan

lignoselulosa umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Sun dan Cheng

(dalam Rachmaniah, 2008), perlakuan awal terhadap suatu bahan lignoselulosa dapat

memecahkan ikatan lignin, merusak struktur kristal selulosa dan meningkatkan porositas bahan.

Salah satu perlakuan awal yang dapat dilakukan adalah leaching dengan asam klorida (HCl).

Leaching merupakan suatu proses pelarutan logam dari bahan padat melalui ekstraksi media cair.

HCl dikenal sebagai asam kuat yang mampu melarutkan berbagai jenis logam dan menghasilkan

logam klorida dan gas hidrogen. Asam klorida (HCl) mampu menghilangkan senyawa pengotor

seperti logam-logam yang menutupi pori-pori dan membersihkan permukaan pori pada sekam

padi. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah pori-pori pada sekam padi. Dengan

bertambahnya jumlah pori-pori suatu bahan dapat meningkatkan kemampuan bahan tersebut

dalam menyerap.

Hilmy pada tahun 2007 telah melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi asam

klorida (0,5M, 1M, 2M, dan 4M) terhadap kristalinitas material mesopori silika SBA-15. Hilmy

(2007) melaporkan bahwa konsentrasi asam klorida mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis

Page 15: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

dan kondensasi bahan yang berpengaruh pula pada kristalinitas bahan. Selain itu, Srihapsari pada

tahun 2006 telah melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi HCl (1 M, 2 M, dan 3 M)

terhadap kemampuan zeolit alam dalam menyerap logam-logam penyebab kesadahan air.

Srihapsari (2006) melaporkan bahwa zeolit alam yang telah diaktivasi dengan larutan HCl 2 M

menghasilkan kemampuan yang maksimal dalam menjerap logam-logam penyebab kesadahan

air.

Pemanasan sekam padi pada suhu yang terkontrol menghasilkan abu sekam padi yang

kaya akan silika dan karbon (Sitompul, 1999). Kandungan silika pada abu sekam padi mencapai

94,5% (Lakum, 2009). Silika dari abu sekam padi umunya ditemukan berwarna putih. Silika

yang berwarna putih ini dibuat pada temperatur yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

karbon yang terdapat dalam silika tersebut telah hilang selama pemanasan membentuk gas

karbon dioksida. Jika pembuatan silika ini dilakukan pada suhu yang lebih rendah,

memungkinkan karbon yang terdapat dalam silika tersebut tidak semuanya hilang ketika

pemanasan dan menghasilkan silika yang masih mengandung karbon.Silika yang mengandung

karbon ini berwarna hitam. Silika yang mengandung karbon selanjutnya disebut dengan “silika

hitam”.

2.5. Karbon Aktif

Karbon aktif atau sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon yang

memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon

atau arang tersebut.Pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja,

serta untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri.

Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya pelet (gravel, 0,8 - 5 mm),

lembaran fiber, bubuk (PAC : powder active carbon, 0,18 mm atau US mesh 80)dan butiran-

butiran kecil (GAC : Granular Active carbon, 0,2 - 5 mm).

Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang

mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon aktif. Bahan tersebut antara lain tulang, kayu

lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas

pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.

Page 16: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi dimana hampir sebagian besar telah

dipakai penggunaannya oleh berbagai macam jenis industri.Aplikasi terhadap penggunaan

karbon aktif dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 2.5.1. Tabel penggunaan karbon aktif berdasarkan ukuran partikel

No. Pemakai Kegunaan

Ukuran

Partikel

(Mesh)

1. Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan

bau dan rasa

8×30, 325

2. Minuman keras dan ringan Penghilangan warna, bau

pada minuman

4×8, 4×12

3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4×8, 4×12,

8×30

4. Pembersih air Penghilangan warna, bau

penghilangan resin

5. Budi daya udang Pemurnian, penghilangan

ammonia, nitrit, penol, dan

logam berat

4×8, 4×12

6. Industri gula Penghilangan zat-zat

warna, menyerap proses

penyaringan menjadi lebih

sempurna

4×8, 4×12

7. Pelarut yang digunakan

kembali

Penarikan kembali berbagai

pelarut

4x8, 4x12,

8x30

8. Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas

beracun, bau busuk asap.

4×8, 4×12

9. Katalisator Reaksi katalisator

pengangkut vinil khlorida,

vinil asetat

4×8, 4×30

Page 17: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

10. Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan

bau

8×30

Pembuatan karbon aktif terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Dehidrasi

Dehidrasi adalah proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai

temperatur 170°C.

2. Karbonisasi

Karbonisasi adalah pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170oC

akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275oC, dekomposisi menghasilkan tar,

metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400–600oC.

3. Aktivasi

Aktivasi adalah dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap

atau CO2 sebagai aktivator. Aktivasi bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara

memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul–molekul permukaan sehingga

karbon mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya

bertambah besar dan berpengaruh

terhadap daya adsorpsi. Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan karbon

aktif adalah:

a. Aktivasi Kimia

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan

pemakian bahan-bahan kimia. Aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti

hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan

khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4.

b. Aktivasi Fisika

Aktivasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan

bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya karbon dipanaskan di dalam tanur pada temperatur 800 -

900oC.Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit

Page 18: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

untuk mengontrolnya.Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi

merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.

2.6. Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom, sering disingkat sebagai AAS atau SSA adalah suatu

bentuk spektrofotometri dimana spesies pengabsorbsiannya adalah atom-atom. (Underwood,

1996 :430).

Prinsip dasar SSA adalah interaksi antara radiasi elektomagnetik dengan sampel. SSA

merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini

adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur yang didasarkan pada emisi dan

absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode ini adalah sistem (alat) yang dipakai

untuk menghasilkan uap atom dalam sampel.

Cara kerja SSA berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang

terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari

sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan

ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu

menurut jenis logamnya. Jika radiasi elektomagnetik dikenakan kepada suatu atom maka akan

terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi, setiap panjang gelombang

memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Besarnya

energi tersebut dapat dihitung menggunakan rumus:

dimana:

E = Energi

h = Tetapan Planck ( 6,63 x 10-34

J.s)

c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)

λ = panjang gelombang (nm)

Page 19: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Setelah mengalami eksitasi maka akan dipancarkan energi, tetapi yang akan dideteksi

oleh detektor adalah cahaya yang diserap.

Spektroskopi serapan atom terdiri dari sumber cahaya, ruang sampel dan detektor.Dalam

metode ini, cahaya dari sumber langsung diteruskan dari sampel ke detektor.Semakin besar

jumlah sampel, maka semakin besar pula serapan yang dihasilkan sampel.Sumber cahayanya

adalah lampu berupa katoda yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur.Setiap unsur

membutuhkan lampu katoda yang berbeda.Lampu tersebut ditempatkan di dalam ruang khusus

lampu.

Ruang sampel adalah pembakar sejak sumber api menyerap radiasi atom. Sinyal dari

detektor dipindahkan ke komputer, dan hasilnya dapat dilihat di monitor alat SSA. Untuk sampel

yang akan dianalisis di dalam pembakar, dapat dilakukan persiapan larutan sampel di dalam

pelarut yang cocok, kebanyakan dalam air.

Gas dari panas mengalir ke dalam pembakar sehingga menarik cairan ke dalam tabung

daari ruang sampel.Cairan ini diubah dimana ion mengalami atomisasi.Atom menyerap cahaya

dari sumber. Analisis kuantitatif ini bisa dicapai dengan kadar serapan larutan dengan

konsentrasi yang diketahui. Kurva kalibrasi dan persamaan garis bisa digunakan untuk

menentukan konsentrasi berdasarkan serapannya.

Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi unsur yang

ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk analisis unsur-unsur logam.

Untuk membentuk uap atom netral dalam keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap

radiasi dibutuhkan sejumlah energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran

campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk

membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground state). Disini

berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis

kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut

(Ristina, 2006).

I = Io . a.b.c

Atau,

Log I/Io = a.b.c

Page 20: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

A = a.b.c

dengan,

A = absorbansi, tanpa dimensi

a = koefisien serapan, L2/M

b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L

c = konsentrasi, M/L3

Io = intensitas sinar mula-mula

I = intensitas sinar yang diteruskan

Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding lurus dengan

konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium nyala. Banyaknya konsentrasi

atom-atom dalam nyala tersebut sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan.

Dengan demikian, dari pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh

kurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan

diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan. Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut (Day,

1986).

a. Lampu katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai

atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji

berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan

untuk pengukuran unsur Cu.

b. Tabung gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen.

Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga tabung gas yang berisi

gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada

tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas

yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur

tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam Spektrofotometri

Serapan Atom

Page 21: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

c. Burner

Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi

sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat

terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan

lobang pemantik api.

d. Monokromator

Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan

difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat SSA akan

memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor.

Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating.

e. Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang

memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan

yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi

listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis

monokromatornya, jika monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali,

detektor yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah

detektor photomultiplier tube. Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa

yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton

menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda

dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas

elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk

menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama

maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

f. Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang

dapat dibaca oleh mata.

g. Ducting

Page 22: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran

pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan,

agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang

dihasilkan dari pembakaran pada spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa

di dalam ducting, agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.

2.7. Persamaan Isoterm Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu (a) adsorpsi hanya

terjadi pada lapisan tunggal (monolayer), (b) panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan

permukaan, dan (c) semua situs dan permukaannya bersifat homogen (Oscik J 1994). Persamaan

isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya

kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan

molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat

dituliskan sebagai berikut.

C merupakan konsentrasi adsorbat dalam larutan, x/m adalah konsentrasi adsorbat yang

terjerap per gram adsorben, k adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi dan

(x/m)mak adalah kapasitas adsorpsi maksimum dari adsorben. Kurva isoterm adsorpsi Langmuir

dapat disajikan seperti pada Gambar 2.7.1.

Gambar 2.7.1 Grafik adsorpsi Langmuir

Page 23: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

2.8. Persamaan Isoterm Adsorpsi Freundlich

Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas terbentuknyalapisan

monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben.Namun pada adsorpsi

Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorbenbersifat heterogen. Persamaan isoterm

adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut.

Log (x/m) = log k + 1/n log c

sedangkan kurva isoterm adsorpsinya disajikan pada Gambar 2.8.1

Gambar 2.8.1 Kurva isoterm adsorpsi Freundlich

Page 24: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian

3.1.1. Bahan Penelitian

Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: abu sekam padi,

aquadest, asam humat, cangkang kepiting bakau (Scylla sp), HCl, H2SO4, KBr, limbah kayu

matoa (Ponetia pinnata), lempung alam, NaOH, ninhidrin, Pb(NO3)2.

3.1.2. Alat Penelitian

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: blender, desikator,

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) type AA-6300 Shimadzu, Neraca Analitik, Timbangan

OHAUS, penyaring ukuran 100 Mesh, pH meter, kertas saring Whattman no. 42, Elektroda

Selektif Ion, termometer, penangas air, oven, mortar, shaker water bath, sentrifugator, pendingin

Liebig, magnetic stirrer, ayakan 50 Mesh, Spektrofotometer FTIR JASTCO 5300, refluks.

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Tahap Isolasi Kitin

Cangkang Kepiting bakau (Scylla sp) dibersihkan, dicuci, dan dikeringkan pada

terik matahari. Kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 50 mesh. 50 gram

cangkang kepiting bakau yang telah diayak dimasukkan ke dalam labu refluks 2000 ml

kemudian ditambah dengan 500 ml NaOH 1 N (b/v). Campuran cangkang kepiting bakau

dan NaOH direfluks selama 12 jam pada temperatur 100° C sambil diaduk dengan

magnetic stirrer. Setelah itu didinginkan, disaring dan residu dicuci dengan aquadest

sampai netral, kemudian dikeringkan pada suhu 60°C selama 4 jam.

40 gram residu ditambah dengan 600 ml HCl 2 N dan mengaduknya selama 30

menit pada temperatur kamar. Setelah itu disaring dan dicuci dengan aquadest sampai

filtratnya netral. Kemudian endapan dikeringkan pada suhu 60°C selama 4 jam dan

diperoleh kitin. Kitin diuji dengan ninhidrin dan Spektrofotometer IR.

Page 25: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

3.2.2. Deasetilasi Kitin (Metode Hackmann)

250 ml NaOH 50 % (b/v) ditambahkan ke dalam 25 gram kitin, kemudian

direfluks selama 2 jam pada suhu 100°C. Hasil refluks didinginkan, disaring dan dicuci

dengan aquades sampai filtratnya netral. Residu dikeringkan pada suhu 60 °C selama 4

jam. Hasil dari proses ini (Kitosan) diidentifikasi dengan ninhidrin dan spektrofotometer

IR. Ninhidrin (triketohidrine hidrat) merupakan zat pengoksidasi yang kuat dapat

bereaksi dengan gugus amina (dari senyawa kitosan). Pada pH 4-8 membentuk senyawa

berwarna ungu.

3.2.3. Tahap Identifikasi Gugus Fungsional Adsorben

Sejumlah kitin dibuat dalam bentuk pellet dengan KBr. Pelet KBr dibuat dengan

menghaluskan beberapa mg kitin dengan 250 mg KBr kering dan diberi tekanan dibawah

vakum. Sampel dalam bentuk pelet dianalisis dengan Spektrofotometer infra merah FTIR

JASTCO 5300 dan didapatkan spektra kitin. Hal yang sama dilakukan pada cangkang

kepiting bakau dan kitosan hasil eksperimen.

3.2.4. Pengambilan dan Pengolahan Sampel Lempung

Sampel lempung dibersihkan dari partikel kasar secara pencucian dengan akuades

sebanyak 3 kali dan disaring. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC

sampai kering, selanjutnya lempung digerus sampai halus dan diayak dengan ayakan

ukuran 200 mesh. Sampel yang lolos 200 mesh. Kemudian dikalsinasi pada suhu 300

kemudian disimpan dalam desikator untuk dianalisis.

3.2.5. Pembuatan Arang

Proses pembuatan arang secara tradisional yaitu dengan menggunakan kaleng

biskuit kong huan dengan tahap pengolahan sebagai berikut: Limbah kayu matoa

dipotong-potong menjadi ukuran panjang 10 cm dengan ukuran lebar dan tinggi

seadanya, kayu tersebut kemudian dibersihkan lalu dikering anginkan, selama lebih

kurang 3 hari, limbah kayu yang telah kering dimasukan ke dalam kaleng tersebut,

kemudian dimasukan ke dalam tungku pembakaran dan hanya ventilasi yang dibiarkan

terbuka. Ini bertujuan sebagai jalan keluarnya asap, ketika asap yang keluar berwarna

kebiru – biruan, kaleng biskuit kong huan dengan hati – hati diturunkan dari tungku

pembakaran kemudian ditutup rapat, diamkan selama 24 jam, dengan hati – hati kaleng

Page 26: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

biskuit kong huan dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Jika masih ada

yang menyala semua pipa ditutup kembali.

3.2.6. Aktivasi Karbon

Karbon yang dihasilkan dicuci dengan aquades untuk menghilangkan abu dan

kotoran – kotoran yang ada lalu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu ± 105

0C selama 1 jam. Selanjutnya arang digiling dan diayak dengan saringan 100 mesh,

setelah itu dilakukan aktivasi kimia dengan merendam arang tersebut pada larutan

H2SO4 5% selama 2 jam kemudian bilas dengan aquades hingga pH netral terhadap

sebagain arang tersebut. setelah arang tersebut dikeringkan kemudian dilakukan

pemanasan pada suhu 300 0C selama 1 jam, sedangkan sebagian lagi dibiarkan tidak

teraktivasi sebagai pembanding.

3.2.7. Adsorpsi Pb Oleh Adsorben

a. Adsorpsi Pb (II) Oleh Kitosan

100 mg kitosan diinteraksikan dengan 20 ml larutan Pb(NO3)2 dengan

konsentrasi awal 98,3896 mg/L pada suhu kamar dengan variasi waktu interaksi 0, 10,

30, 50, 70, 90, 110, dan 130 menit. Kemudian didekantir dan filtrat yang diperoleh diukur

dengan menggunakan seperangkat alat Spektrofotometer SSA-nyala merk Non Varian

BGC.

b. Adsorpsi Pb (II) Oleh Lempung

Kedalam 4 buah botol erlenmeyer 25 ml dimasukan masing-masing 0,2 gram

lempung alam pemanasan 105oC (L0) dengan 20 ml Pb(NO3)2 dengan konsentrasi 8

ppm, 10 ppm, 15 ppm dan 20 ppm diaduk selama 300 menit dengan kecepatan 120 rpm

di dalam shaker water bath pada temperatur 30oC. Kemudian lempung diendapkan

dengan sentrifugasi, filtrat yang didapat dimasukan dalam botol selanjutnya sampel

diukur dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom. Dengan cara yang sama

dilakukan terhadap lempung yang dikalsinasi 300oC (L1).

b.1. Pengaruh Temperatur

Kedalam 4 buah botol erlenmeyer 25 ml dimasukan masing-masing 0,2

gram sampel L0 dengan volume 20 ml Pb(NO3)2 dengan konsentrasi optimum

serapan diatas. Diaduk selama 5 jam dengan kecepatan 120 rpm, di dalam shaker

water bath temperatur 30oC. Kemudian lempung diendapkan dengan

Page 27: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

sentrifugasi. Filtrat dimasukan dalam botol selanjutnya sampel diukur

menggunakan Spektroskopi Serapan Atom. Dengan cara yang sama dilakukan

pada temperatur 50 dan 65oC terhadap sampel L1.

b.2. Pengaruh Waktu Kontak

Kedalam 5 buah botol erlenmeyer 25 ml dimasukkan masing–masing 0,2

gram sampel 105oC dengan 20 ml Pb(NO3)2 konsentrasi serapan optimum.

Diaduk secara konstan pada kecepatan 120 rpm di dalam shaker water bath pada

suhu 30oC, dengan selang waktu 5, 60, 120, 300, 420 sekon. Diukur konsentrasi

sampel untuk setiap perubahan waktu. Terlebih dahulu lempung diendapkan

dengan sentrifuse, filtrat yang didapat dimasukan dalam botol kecil selanjutnya

sampel diukur dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom. Dengan cara

yang sama dilakukan terhadap sampel L1.

c. Adsorpsi Pb (II) Oleh Abu Sekam Padi

Larutan Pb(NO3)2 dengan konsentrasi 5 ppm dimasukkan ke dalam gelas beaker

1 liter. Kemudian suhu larutan diatur pada suhu tertentu. Setelah suhu yang diinginkan

tercapai, abu sekam padi dengan berat tertentu yang telah diaktifkan dengan larutan asam

khlorida dimasukkan ke dalam gelas beaker dan diaduk. Setiap selang waktu 10 menit

dilakukan pengambilan sampel. Sampel yang telah diperoleh kemudian disaring dan

dianalisa dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Percobaan dilakukan

dengan variasi berat abu 1, 5, 8, dan 15 g dengan variasi suhu 35oC, 45

oC dan 55

oC.

d. Adsorpsi Pb (II) Oleh Asam Humat

Proses adsorpsi dilakukan dengan metode batch. Sebanyak 10 mg asam humat

diinteraksikan dengan 50 mL larutan Pb(II) 50 mg/L. Interaksi dilakukan pada pH

optimum untuk adsorpsi Pb(II) pada adsorben asam humat. Campuran diaduk dengan

pengaduk magnet. Kadmium(II) diinteraksikan dengan asam humat selama 5, 10, 20, 30,

45, 60, 90 dan 120 menit. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas saring

whatman 42. Konsentrasi Pb(II) terhidrat dalam filtrat ditentukan menggunakan

Elektroda Selektif Ion (ESI), dan konsentrasi Pb(II) total dalam filtrat ditentukan dengan

Spektroskopi Serapan Atom (SSA).

Konsentrasi Pb(II) yang teradsorp ditentukan dengan rumus: konsentrasi Pb(II)

awal dikurangi dengan konsentrasi Pb(II) total pada filtrat. Sedangkan konsentrasi Pb(II)

Page 28: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

yang terkompleks dengan asam humat terlarut adalah: konsentrasi Pb(II) total pada filtrat

dikurangi konsentrasi Cd(II) terhidrat pada filtrat.

Page 29: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Adsorpsi Pb (II) oleh Kitosan Hasil Isolasi

Analisis data pada Tabel 4.1.1 menghasilkan harga p < 0,05 maka waktu interaksi

berpengaruh terhadap adsorpsi timbal (II) oleh kitosan hasil isolasi dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil uji lanjut HSD (α =0,05) yang terdapat pada Tabel 4.1.2 menunjukkan bahwa antar

perlakuan 10 menit, 30 menit, 50 menit terdapat perbedaan yang bermakna; sedangkan antar

perlakuan 70 menit, 90 menit, 110 menit tidak terdapat perbedaan bermakna. Hal ini

menunjukkan terjadinya kesetimbangan adsorpsi. Pada kondisi kesetimbangan jumlah Pb (II)

teradsorpsi relatif konstan karena gugus fungsi kitosan telah dijenuhi oleh Pb (II) mengisi lapisan

monolayer yang menutup seluruh permukaan adsorben.

Tabel 4.1.1. Pengaruh waktu interaksi terhadap adsorpsi Pb(II) oleh kitosan hasil isolasi

Page 30: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Tabel 4.1.2. Data Langmuir-Hinshelwood adsorpsi ion Pb(II) oleh kitosan dengan variasi

waktu interaksi

Data yang diperoleh selanjutnya dibuat grafik Kinetika Langmuir-Hinshelwood untuk

mengetahui harga konstanta adsorpsi-desorpsi (K) serta harga konstanta laju adsorpsi (k1). Dari

data pada Tabel 4.1.2 dapat dibuat Kurva Kinetika Langmuir Hinshelwood dengan t/CA sebagai

absis dan [ln(Co/CA)]/CA sebagai ordinat.

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat dilakukan analisis secara statistik dengan regresi

linier pada SPSS. Hasil analisa kurva kinetika Langmuir-Hinshelwood dengan regresi linier

menghasilkan probabilitas (p) <0,05 dan nilai β = 0,981 , berarti ada hubungan linier antara t/CA

dengan [ln(Co/CA)]/CA. Dari data pada Tabel 4.2 dapat dibuat grafik, sehingga diperoleh harga K

dan k1 diperoleh dari intersep dan slopenya. Grafik Kinetika Langmuir-Hinshelwood terdapat

pada Gambar 4.1.1.

Page 31: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.1.1. Grafik kinetika Langmuir-Hinshelwood adsorpsi Pb(II)

Grafik Kinetika Langmuir-Hinshelwood untuk adsorpsi Pb (II) oleh kitosan dengan

berbagai waktu interaksi menghasilkan persamaan : y = 0,0014 x + 1189,6. Maka dapat

diperoleh harga k1 = 0,0014 menit-1

, sedangkan harga K = 1189,6 M-1

. Harga K dan k1 tersebut

kemudian dimasukkan kedalam persamaan:

untuk menentukan besarnya laju adsorpsi. Adapun besarnya laju adsorpsi yang terjadi dapat kita

lihat pada Tabel 4.1.3.

Page 32: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Tabel 4.1.3. Laju adsorpsi Pb(II) oleh kitosan hasil isolasi

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa semakin lama waktu interaksi

maka laju pengurangan Pb (II) semakin menurun berarti semakin kecil pula ion Pb (II) yang

terikat oleh adsorben. Hal ini disebabkan karena adsorben kitosan telah jenuh oleh molekul

adsorbat. Menurut Smith (1981) kecepatan adsorpsi akan menurun dengan semakin

meningkatnya jumlah situs kosong yang terisi oleh molekul adsorbat.

Jika diperbandingkan dengan hasil Sudin (2003) terhadap cakang kepiting rajungan,

didapatkan bahwa untuk kitosan cakang kepiting rajungan pada waktu interaksi 60 menit terjadi

titik kesetimbangan adsorpsi; sedangkan untuk kepiting bakau pada 50-70 menit belum tercapai

kesetimbangan, dan pada waktu interaksi 90 menit baru terjadi kesetimbangan. Laju adsorpsi

lebih tinggi pada kitosan cakang kepiting bakau; pada kepiting rajungan 8.5514 – 8.6734 × 10-8

mol/L menit sedangkan kepiting bakau 2.977 – 3.275 × 10-7

mol/L menit. Perbedaan tinggi laju

adsorpsi tersebut menunjukkan bahwa kitosan cakang kepiting bakau lebih baik digunakan

sebagai adsorben dalam pengikatan Pb daripada cangkang kepiting rajungan.

4.2. Adsorpsi Pb (II) oleh Lempung

Kenaikkan konsentrasi awal larutan Pb2+

dari 8-50 mg/L untuk massa adsorben yang

sama menyebabkan penurunan daya serap.

Page 33: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.2.1. Grafik daya serap lempung berdasarkan pengaruh konsentrasi awal

adsorbat dengan berat adsorben 0,2 gram, suhu 30oC dan waktu 300

menit

Menurut Bhattcharyya dan Gupta (2007) konsentrasi awal ion logam Pb yang digunakan

50 mg/L dengan daya serap 21,7 mg/g dengan persentase serapan 86,9%. Berbeda dengan

penelitian ini konsentrsai awal ion logam Pb yang digunakan 10 mg/L dengan daya serap 0,7670

mg/g dengan persentase serapan lempung 95,2032%. Jumlah ion logam yang terserap per unit

massa adsorben lempung meningkat secara bertahap dengan peningkatan konsentrasi ion logam

dalam larutan. Pada konsentrasi rendah, rasio jumlah ion logam dengan situs adsorpsi menjadi

lebih kecil dan akibatnya adsorpsi tidak tergantung pada konsentrasi awal. Ketika konsentrasi ion

logam meningkat, kondisi berganti dan kompetisi pada situs adsorpsi menjadi semakin kuat.

Sebagai akibatnya, tingkat penyerapan menurun, tetapi jumlah zat yang terserap per unit massa

adsorben meningkat (Gupta dan Bhattacharyya, 2008, Bhattcharyya dan Gupta, 2007).

4.2.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Adsorpsi

Pengaruh temperatur larutan terhadap daya adsorpsi dapat dilihat gambar 2. Adsorpsi

yang dilakukan pada variasi suhu 30, 50, 65oC, bahwa suhu optimum yaitu 30

oC yang memiliki

daya serap yang tinggi dan menunjukkan penurunan kapasitas adsorpsi pada lempung alam

105oC dan lempung yang diaktivasi 300

oC terjadi pelepasan panas (eksotermis) selama proses

adsorpsi. Jumlah kation Pb(II) yang diadsorpsi oleh lempung Talanai tampak berkurang dengan

kenaikan temperatur. Hal ini dapat terjadi karena dengan kenaikan temperatur menyebabkan

terjadinya desorpsi, yang artinya adsorbat yang telah terikat pada permukaan adsorben lepas

sehingga menyebabkan kapasitas penyerapan akan semakin menurun dengan kenaikan

temperatur.

Page 34: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.2.1.1. Grafik daya serap lempung berdasarkan pengaruh temperatur dengan

konsentrasi awal 10 mg/L berat adsorben 0,2 gram dan waktu 300 menit

Pada temperatur tinggi kelarutan ion logam di dalam air meningkat dan pada

kondisi yang sama pada kation logam keluar meninggalkan permukaan fasa padat

adsorben (Muhdarina, dkk., 2010). Interaksi demikian eksotermik dan ion logam akan

meninggalkan fase padat pada suhu yang lebih tinggi dengan peningkatan suhu, maka

kelarutan ion logam dalam fase cair cenderung meningkat dengan penurunan konsentrasi

ion logam dalam fase padat dan memiliki affinitas yang kuat terhadap lempung

(Echeverria et al., 2003) sehingga lebih dominan desorpsi daripada adsorpsi. Hal yang

sama yang ditunjukkan oleh lempung alam dengan NaOH yang mengadsorpsi kation

Pb2+

.

4.2.2. Pengaruh Waktu Kontak

Untuk menentukan daya serap lempung berdasarkan pengaruh waktu kontak

gambar 3 dengan variasi waktu kontak 5, 60, 120, ,300 dan 420 menit. Adsorpsi kation

Pb2+

oleh lempung Talanai berjalan sangat cepat dalam 60 menit pertama, setelah itu

mulai melambat dan mendekati kesetimbangan pada waktu 120 menit untuk 105oC. Pada

waktu 300 dan 420 menit daya serap semakin berkurang dengan kata lain lempung

mengalami desorpsi. Namun seiring dengan bertambahnya waktu kontak maka jumlah

situs aktif permukaan semakin berkurang sehingga laju adsorpsi kation Pb(II) berkurang

sampai mencapai kesetimbangan (Muhdarina dkk, 2012). Pada awal adsorpsi, peristiwa

adsorpsi lebih dominan dibandingkan dengan peristiwa desorpsi, sehingga adsorpsi

berlangsung cepat. Pada waktu tertentu peristiwa adsorpsi berlangsung lambat, dan

sebaliknya laju desorpsi cenderung meningkat. Peristiwa desorpsi terjadi karena

Page 35: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

pengocokan pada larutan tetap dilakukan yang mengakibatkan ikatan adsorben dengan

adsorbat putus karena tidak terikat kuat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan Vander Walls

(Nasution, 2009).

Gambar 4.2.2.1. Grafik daya serap lempung berdasarkan pengaruh waktu dengan

konsentrasi awal 10 mg/L adsorben 0,2 gram dan suhu 30oC

Pada L1 bahwa ion logam dengan lempung berinteraksi dan mulai melambat dan

hampir mendekati kesetimbangan pada waktu 300 menit. Pada awal adsorpsi, situs aktif

pada permukaan lempung terbuka seutuhnya untuk Pb(II). Hal ini menyebabkan lebih

banyak ion Pb(II) yang terserap pada permukaan adsorben, setelah permukaan lempung

jenuh dengan Pb(II) maka tidak terjadi lagi peningkatan daya serap. Bertambahnya waktu

kontak maka jumlah ion logam yang teradsorpsi semakin banyak, namun pada waktu

tertentu jumlah ion logam yang teradsorpsi semakin berkurang karena sebagian besar

permukaan aktif lempung telah berikatan dengan kation logam. Pada batas waktu tertentu

tercapai keadaan setimbang (lempung tidak mampu menyerap logam) atau permukaan

lempung telah jenuh. Penyebab lain, dengan bertambahnya waktu maka semakin banyak

terbentuk kation terhidrat dengan jari-jari yang lebih besar dari pada jari-jari ion

logamnya sehingga menghalangi proses adsorpsi (Erdem dkk, 2004).

Page 36: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

4.3. Adsorpsi Pb(II) oleh Abu Sekam

Kesetimbangan Adsorpsi Pb padaabu sekam padi didekati dengan model isoterm

Langmuir dan didapat nilai Cs dan K seperti ditampilkan pada tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1. Parameter-parameter Pada model Isoterm Langmuir

Dari tabel 1 terlihat bahwa nilai CS berkurang dengan kenaikan suhu seperti dinyatakan

oleh Do (1998). Nilai K yang bertambah dengan kenaikan suhu berarti proses adsorpsi ini

merupakan adsorpsi yang endotermik.

Tabel 4.3.2. Data Konstanta Desorpsi pada Berbagai Suhu dan Berat Adsorben

Tabel 4.3.3. Data Parameter Ed dan Kd∞

Page 37: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Pada tabel 4.3.2 terlihat bahwa jika suhu dinaikkan maka konstanta desorpsi (kd) justru

menurun dan pada tabel 3 bisa dilihat bahwa Ed bernilai negatif. Ini berarti desorpsi yang terjadi

adalah secara eksotermik, berlawanan dengan adsorpsi yang terjadi yaitu secara endotermik.

Gambar 4.3.1. Grafik Hubungan Konsentrasi Pb dalam urutan dengan waktu

untuk berat adsorben 1 gram

Gambar 4.3.2. Grafik Hubungan Konsentrasi Pb dalam larutan dengan waktu

untuk berat adsorben 5 gram

Page 38: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.3.3. Grafik Hubungan Konsentrasi Pb dalam larutan dengan waktu

untuk berat adsorben 8 gram

Gambar 4.3.3. Grafik Hubungan Konsentrasi Pb dalam larutan dengan waktu

untuk berat adsorben 15 gram

Terlihat pada gambar 4.3.2, 4.3.3, 4.3.4 dan 4.3.5, kenaikkan suhu ternyata justru

menurunkan laju adsorpsi terutama untuk berat adsorben yang relatif besar. Ini menunjukkan

bahwa laju adsorpsi yang terjadi (secara endotermik) lebih kecil dari pada laju desorpsi (secara

eksotermik). Terlihat pula bahwa model kinetika Langmuir cukup baik dalam mendekati data

percobaan, sehingga mekanisme yang menganggap adsorpsi ini terjadi secara fisika bisa diterima

Page 39: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

terutama pada berat adsorben yang kecil, sedangkan untuk berat adsorben yang besar kurang

sesuai.

Gambar 4.3.2, 4.3.3, 4.3.4 dan 4.3.5, serta tabel 4.3.1 dan 4.3.2 menunjukkan bahwa

makin banyak berat adsorben yang ditambahkan akan mempercepat laju adsorpsi sekaligus

makin memperbesar jumlah yang terjerap. Jumlah adsorben yang makin banyak akan

memberikan luas permukaan yang makin besar bagi adsorbat untuk terdesorpsi. Selain itu makin

banyak jumlah adsorben juga akan member kesempatan kontak yang makin besar dengan

molekul-molekul adsorbat.

4.4. . Adsorpsi Pb(II) oleh Asam Humat

Untuk mengetahui laju adsorpsi Cd(II) dan Pb(II) pada asam humat, dilakukan penelitian

dengan cara menginteraksikan asam humat dengan Cd(II) dan Pb(II) dengan konsentrasi tertentu

dan waktu interaksi yang bervariasi. Waktu interaksi yang diperlukan untuk mencapai

keseimbangan adsorpsi dapat digunakan sebagai ukuran laju reaksi. Semakin sedikit waktu

interaksi, maka semakin tinggi laju reaksi. Apabila keseimbangan adsorpsi telah tercapai,

penambahan waktu interaksi tidak menambah jumlah logam yang teradsorp.

Oscik (1982) menyatakan bahwa adsorpsi dari fase gas maupun larutan umumnya

adsorbat menuju ke permukaan adsorben dalam waktu relatif pendek, sedangkan keseimbangan

adsorpsi memerlukan waktu yang lebih lama. Hasil penelitian pengaruh waktu interaksi terhadap

adsorpsi Pb(II) dan Cd(II) pada asam humat ditunjukkan pada Gambar 4.4.1.

Page 40: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.4.1. Pengaruh Waktu interaksi terhadap adsorpsi Pb(II) dan Cd(II) pada

asam humat

Berdasarkan Gambar 4.4.1 terlihat bahwa adsorpsi Cd(II) dan Pb(II) pada asam humat

memiliki kecenderungan yang sama yaitu terus meningkat dengan meningkatnya waktu interaksi

dan adsorpsi berlangsung relatif cepat sebelum 5 menit. Pada interaksi 5-60 menit, baik Cd(II)

maupun Pb(II) menunjukkan peningkatan adsorpsi yang cukup signifikan, namun demikian

pertambahan waktu interaksi yang semakin besar relatif tidak menambah jumlah logam yang

teradsorp. Dengan kata lain pertambahan jumlah logam yang teradsorp tidak sebanding dengan

pertambahan waktu interaksi. Hal ini dapat dikatakan bahwa adsorpsi telah mencapai

keseimbangan. Telah diketahui bahwa, asam humat baik fraksi terlarut maupun fraksi tak larut

dapat berinteraksi dengan ion logam. Oleh karena itu, pada penelitian ini juga dipelajari interaksi

Cd(II) dan Pb(II) dengan asam humat baik fraksi tak larut maupun fraksi terlarut. Hasil

penelitian pengaruh waktu interaksi terhadap spesiasi Cd(II) dan Pb(II), yaitu Cd(II) dan Pb(II)

yang teradsorp, terhidrat maupun yang membentuk kompleks dengan asam humat ditunjukkan

pada Gambar 4.4.2 dan 4.4.3.

Page 41: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Gambar 4.4.2. Pengaruh waktu interaksi terhadap spesiasi Cd(II) dengan

asam humat

Gambar 4.4.3. Pengaruh waktu interaksi terhadap spesiasi Pb(II) dengan

asam humat

Hasil penelitian yang terlihat pada Gambar 4.4.2 dan 4.4.3 menunjukkan bahwa jumlah

Cd(II) dan Pb(II) yang membentuk kompleks dengan asam humat terlarut semakin menurun

dengan meningkatnya waktu interaksi. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa proporsi jumlah

Cd(II) yang membentuk kompleks Cd(II)-humat dengan jumlah logam Cd yang teradsorp

Page 42: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

hamper sama. Hal ini sangat berbeda dengan Pb(II), dimana Pb(II) lebih banyak yang teradsorp

dibandingkan yang membentuk kompleks Pb(II)-humat. Hal ini mengindikasikan bahwa Cd(II)

lebih mudah membentuk kompleks dibandingkan Pb(II). Mudahnya Cd(II) membentuk

kompleks Cd(II)-humat dibandingkan Pb(II) kemungkinan disebabkan Cd(II) memiliki orbital

terluar d yang energinya match (setara) dengan orbital atom donor (atom ligan) sehingga saat

ligan mendekati Cd(II) terjadi pemisahan (splitting) orbital d dan dihasilkan energi. Energi inilah

yang digunakan untuk membentuk kompleks Cd(II)-humat. Akibat pembentukan kompleks

Cd(II)-humat, kemungkinan Cd(II) memiliki kemampuan “membongkar‟ ikatan makromolekul

asam humat baik antar maupun inter makromolekul asam humat, untuk membentuk ikatan

Cd(II)-humat terlarut.

4.5. Adsorpsi Pb(II) oleh Karbon Aktif Kayu Matoa

Dalam percobaan ini menggunakan 2 model isoterm adsorbsi yaitu model adsorbsi

Langmuir dengan pembuatan grafik hubungan C/ (x/m) vs C dan model adsorbsi Freundlich

dengan pembuatan grafik hubungan log (x/m) vs log C. Dari kedua model adsorbsi kemudian

didapat nilai konstanta KL dan q0 yang kemudian digunakan dalam pembuatan nilai isoterm

adsorbsi menggunakan grafik hubungan antara konsentrasi akhir vs kapasitas adsorbsi model.

Langkah terakhir dilakuan penentuan model kinetika adsorbsi menggunakan 5 variasi waktu

dengan 2 model kinetika adsorbsi. Model kinetika adsorbsi Langmuir dilakukan pembuatan

grafik hubungan ln (Co/C) / Co-Cs vs t / (C0-C) sedangkan model kedua yaitu model Langmuir-

Hinshelwoods-Santosa (LHS) denngan grafik hubungan t/C vs ln (Co/C) / C. Setelah didapat

model regresi kemudian didapatkanlah nilai konstanta dari masing-masing.

Setelah semua data dianalisis didapatkan hasil bahwa karbon aktif yang dihasilkan

dengan pengaktifan H2SO4 5% dan pemanasan pada suhu 300oC secara umum memenuhi

Standar Industri Indonesia No.0258-79. Oleh karena itu, kayu matoa yang digunakan sebagai

bahan pembuatan karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan penjerap limbah cair yang

mengandung logam berat khususnya timbal (II). Karakteristik penjerapan karbon aktif dan

karbon pada penelitian ini mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir dimana diasumsikan kontak

adsorbat terhadap adsorben terjadi pada lapisan tunggal situs-situs aktif yang berada pada

permukaannya. Model kinetika adsorpsi karbon dan karbon aktif menggunakan model kinetika

Page 43: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

adsorpsi Langmuir-Hinshelwood-Santosa (LHS). Pada penelitian ini nilai adsorpsi karbon aktif

lebih baik bila dibandingkan dengan karbon, dimana bertambahnya konsentrasi polutan

mengakibatkan konsentrasi akhir yang didapat akan semakin besar namun peningkatan

konsentrasi akhir karbon aktif tidak sebesar penambahan konsentrasi akhir pada karbon.

Page 44: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB V

KESIMPULAN

Dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan:

1. Laju adsorpsi kitosan hasil isolasi terhadap Pb (II) berkisar antara 2,977.10-7

sampai

3,275.10-7

mol/L. menit.

2. Ion logam berinteraksi dengan lempung pada waktu optimum 15 menit dan hampir mencapai

kesetimbangan pada saat 300 menit untuk lempung kalsinasi 300oC (L1), sedangkan waktu

optimum penyerapan pada lempung alam, yaitu 120 menit setalah itu daya serap menurun.

3. Kenaikkan suhu menurunkan laju adsorpsi Pb pada abu sekam padi. Kenaikkan berat

adsorben dalam larutan akan mempercepat laju adsorpsi Pb pada abu sekam padi. Model

kinetika Langmuir bisa diterapkan pada peristiwa adsorpsi Pb pada abu sekam padi terutama

untuk berat adsorben yang kecil.

4. Laju adsorpsi logam Pb(II) dan Cd(II) pada asam humat merupakan orde satu. Laju adsorpsi

Pb(II) lebih besar dibandingkan Cd(II) dengan konstanta laju adsorpsi Pb(II) sebesar 3,8 x

10-3

menit-1

sedangkan Cd(II) sebesar 1,2 x 10-3

menit-1

.

Page 45: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

DAFTAR PUSTAKA

Adamson, A.W., 1990, Physical Chemistry of Surfaces, Fifth Editions, John Wiley and Sons,

Inc., New York.

Adriana, A.A., dkk. 2001. Adsorpsi Cr (VI) dengan Adsorben Khitosan. Jurnal Kimia

Lingkungan, 3 (1).

Aiken, G.R., McKnight, D.M.,Wershaw, R.L. dan P. MacCarthy, P., 1985, “Humic Substance in

Soil, Sediment and Water” : Geochemistry, Isolation, and Characterization, John

Wiley & Sons, New York.

Alberty, R.A., Daniels, F., penerjemah N.M Surdia, 1992, Kimia Fisika, Edisi kelima, Versi SI,

Erlangga, Jakarta.

Alimin, 2000, “Fraksinasi Asam Humat dan Pengaruhnya pada Kelarutan Ion Logam Seng(II),

Kadmium(II), Magnesium(II), dan Kalsium(II)”, Tesis, Program Pascasarjana,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Avena, M.J. dan Koopal, L.K., 1999, Kinetics of Humic Acid Adsorption at Solid-Water

Interfaces, Environ. Sci. Technol., 33: 2739-2744.

Bathia, S., Liu, F., and Arvind, G., 2000, “Effect of Pore Blockage on Adsorption Isotherm and

Dynamics: Anomalous Adsorption of Iodine on Activated Carbon”, Langmuir, 16,

pp.4001-4008

Bhattacharyya, K.G. dan Gupta, S.S. 2007. Adsorptive Accumulation of Cd(II), Co(II), Cu(II),

Pb(II) and Ni(II) from Water on Montmorrilonite: Influence of Acid Activation. Journal

of Colloid and Interface Science.310: 411-424.

Bhattacharyya, K.G. and Gupta, S.S. 2008b. Kaolinite and Montmorillonite as Adsorbents for

Fe(III),Co(II) and Ni(II) in a Aqueous Medium, Applied Clay Science, 41, pp. 1–9.

Chang, Y.Y., Lin, C.I., and Chen, H.K., 2001, “Effect of Acid Activation on Sesame Oil

Bleaching by Rice Hull Ash”, J. Chem. Eng. Japan, 34, pp. 1-6

Page 46: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Chen, C.Y., Lin, C.I., and Chen, H.K., 2003, “Kinetics of Adsorption of b- Carotene from Soy

Oil with Activated Rice Hull Ash”, J. Chem. Eng. Japan, 36, pp. 265-270

Do, D., 1998, “Adsorption Analysis: Equilibria and Kinetics”, Imperial College Press, London

Do, D. and Wang, K., 1998, “Dual Diffusion and Finite Mass Exchange Model for Adsorption

AIChE Journal, 44, pp. 68-82

Echeverria, J. Indurain, J. Churio, E. dan Garrido, J. 2003. Simultaneous effect of pH,

temperature, ionic strength, and initial concentration on the retention of Ni on illite.

Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects 218, 175–187.

Erdem, E. Karapinar, N. dan Donat, R. 2004. The Removal of Heavy Metal Cations by Natural

Zeolites, Journal of Colloid And Interface Science, 280, pp. 309-314.

Fitri, H. 2012. Kesetimbangan Adsorpsi Pb(II) Pada Lempung Alam Desa Talanai Yang

Dikalsinasi Pada Suhu 300oC. Skripsi. Kimia FMIPA UR, Pekanbaru.

Gupta, S.S. dan Bhattacharyya, K.G. 2008. Immobilization of Pb(II), Cd(II) and Ni(II) Ions on

Kaolinite and Montmorillonite Surfaces from Aqueous Medium, Journal of

Environmental Management, 87, pp. 46–58.

Iswanto,A. 2003. Adsorpsi Ion Logam Krom (III) Oleh Kitosan dari Kitin Cangkang Rajungan

(Portunus Pelagicus). Skripsi S-1 yang tidak dipublikasikan . Surabaya : UNESA.

Liew, K.Y., Yee, A.H., and Nordin, M.R., 1993, “Adsorption of Carotene from Palm Oil by

Acid-Treated Rice Hull Ash”, J. Am. Oil. Chem. Soc., 70, pp. 539-541

Lin, S.H., Lin, C.I., and Chen, H.K., 2001, “Sesame Oil Bleacing with Activated Rice Hull Ash”,

J. Chem. Eng., Japan, 34, pp. 737-742

Morgan, D.A., Shaw, D.B., Sidebottom, M.J., Soon, T.C., and Taylor, R.S., 1985, “The Function

of Bleaching Earths in the Processing of Palm, Palm Kernel and Coconut Oil”, J. Am.

Oil. Chem. Soc., 62, pp. 292-299

Muhdarina, Mohammad, A.W. dan Muchtar, A. 2010. Prospektif lempung alam cengar sebagai

adsorben polutan anorganik di dalam air: Kajian kinetika adsorpsi kation Co(II).

Jurnal Natur Indonesia. Vol. 13 No. 2, Hal. 81-88.

Page 47: KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN...KINETIKA ADSORPSI TIMBAL (Pb) PADA BERBAGAI ABSORBAN ... I Wayan Suarsa, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Moefida, E. 2003. Pengaruh Lama Proses Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan dari Cangkang

Rajungan (Portunis Pelagicus Linn) terhadap Beberapa Parameter Kitosan. Skripsi S-

1 Yang Tidak Dipublikasikan. UNESA.

Pikir, S.1991. Sedimen Dan Kerang Sebagai Indikator Adanya Logam Berat Cd, Hg. dan Pb

dalam Pencemaran di Lingkungan Estuari. Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan.

Surabaya : UNAIR.

Proctor, A., 1990, “X-ray Diffraction and Scanning Electron Microscope Studies of Processed

Rice Hull Silica”, J. Am. Oil. Chem. Soc., 67, pp. 576-584

Proctor, A. and Palaniappan, S., 1989, “Soy Oil Lutein Adsorption by Rice Hull Ash”, J. Am.

Oil. Chem. Soc., 66, pp. 1618-1621

Proctor, A., Clark, P.K., and Parker, C.A., 1995, “Rice Hull Ash Adsorbent Performance under

Commercial Soy Oil Bleaching Conditions”, J. Am. Oil. Chem. Soc., 72, pp. 459-462

Sembodo, B.S.T, 2005, “Isoterm Kesetimbangan Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam Padi”,

Ekuilibrium, 4, hal. 100-105

Sudin, A. 2003. Pemanfaatan Kitosan Dari Limbah Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus

Linn). Skripsi S-1 yang tidak dipublikasikan. Surabaya : UNESA.

Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta:

UGM.

Tao Lee, S., Long Mi, F., Ju Shen., Shing Shyu, S. 2001. Equilibrium and Kinetic Studies of

Copper (II) Ion Uptake by Chitosan-Tripolyphosghate Chelating Resin. Polymer 42:

1879-1892

Windholz, 1983. Chitin and Chitosan. New Castle : N.Y University.

Yulis, A. 2012. Kesetimbangan adsorpsi Pb(II) pada lempung alam Desa Talanai yang

dimodifikasi dengan NaOH. Skripsi. Kimia FMIPA UR. Pekanbaru.