kimor makalah

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Senyawa aromatik/hidrokarbon aromatik adalah hidrokarbon siklik yang memiliki ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal yang berselang-seling. Salah satu jenis hidrokarbon aromatik yang paling terkenal adalah benzena. Benzena merupakan senyawa aromatik yang paling sederhana yang tidak reaktif dan mudah terbakar. Benzena sebelumnya bernama benzol dari bahasa Jerman dengan “ol” yang berarti minyak. Benzena adalah senyawa siklik yang mempunyai rumus molekul C 6 H 6 zat cair menyerupai minyak, tak berwarna (jernih), berbau khas, dapat bercampur dengan berbagai zat cair organik, dan sangat mudah terbakar. Benzena diperoleh dari pengubahan katalitik pada penyulingan minyak bumi, dan dari ter batu bara. Benzena digunakan sebagai pelarut, dan pada industri petrokimia untuk pembuatan detergen, nilon, stirena, insektisida, dan senyawa aromatik lainnya (Mulyono, 2005: 72). Biasanya, suatu senyawa yang memiliki ikatan rangkap mudah mengalami reaksi adisi. Akan tetapi, berdasarkan percobaan dilaboratorium, ternyata benzene sukar mengalami reaksi adisi dan justru lebih mudah mengalami reaksi substitusi seperti halnya senyawa alkana. Reaksi substitusi yang biasa terjadi pada senyawa ini adalah reaksi substitusi elektrofilik. Reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada senyawa aromatis termasuk heteroaromatis. Reaksi substitusi 1

description

organik

Transcript of kimor makalah

Page 1: kimor makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Senyawa aromatik/hidrokarbon aromatik adalah hidrokarbon siklik yang memiliki

ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal yang berselang-seling. Salah satu jenis hidrokarbon

aromatik yang paling terkenal adalah benzena. Benzena merupakan senyawa aromatik yang

paling sederhana yang tidak reaktif dan mudah terbakar. Benzena sebelumnya bernama

benzol dari bahasa Jerman dengan “ol” yang berarti minyak. Benzena adalah senyawa siklik

yang mempunyai rumus molekul C6H6 zat cair menyerupai minyak, tak berwarna (jernih),

berbau khas, dapat bercampur dengan berbagai zat cair organik, dan sangat mudah terbakar.

Benzena diperoleh dari pengubahan katalitik pada penyulingan minyak bumi, dan dari ter

batu bara. Benzena digunakan sebagai pelarut, dan pada industri petrokimia untuk pembuatan

detergen, nilon, stirena, insektisida, dan senyawa aromatik lainnya (Mulyono, 2005: 72).

Biasanya, suatu senyawa yang memiliki ikatan rangkap mudah mengalami reaksi

adisi. Akan tetapi, berdasarkan percobaan dilaboratorium, ternyata benzene sukar mengalami

reaksi adisi dan justru lebih mudah mengalami reaksi substitusi seperti halnya senyawa

alkana. Reaksi substitusi yang biasa terjadi pada senyawa ini adalah reaksi substitusi

elektrofilik.

Reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada senyawa aromatis termasuk heteroaromatis.

Reaksi substitusi elektrofilik aromatik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya

ion hydrogen (H+), yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil (E+)/spesi yang

kekurangan elektron. Elektrofil yang digunakan tergantung pada substitusi elektrofil.

Mekanisme dan reaksi substitusi aromatik dimulai dengan serangan oleh elektrofil pada

elektron –pi dan cincin benzene. Benzena tersubstitusi adalah benzene yang terbentuk dengan

cara menggantikan satu atau lebih atom hidrogen pada benzene dengan gugus fungsional

lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yng telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah :

1. Bagaimana mekanisme reaksi-reaksi subsitusi elektrofilik?

2. Bagaimana pengaruh efek subsitusi dalam reaksi subsitusi aromatik elektrofilik

pada benzene tersubsitusi?

1

Page 2: kimor makalah

3. Bagaimana efek pengaktivasi dan pendeaktivasi subsitusi terhadap benzene

tersubsitusi?

1.3. Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini, adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme reaksi-reaksi substitusi elektrofilik.

2. Untuk mengetahui dan memahami pengaruh efek substitusi dalam reaksi substitusi

aromatik pada benzena tersubstitusi.

3. Untuk mengetahui efek pengaktivasi dan pendeaktivasi substitusi terhadap benzena

tersubstitusi.

2

Page 3: kimor makalah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Substitusi Elektrofilik Aromatik

Salah satu reaksi yang terjadi pada senyawa organic adalah reaksi substitusi. Dalam hal

ini reaksi substitusi yang akan dibahas adalah reaksi substitusi elektrofilik aromatik, misalnya

benzene.

Telah diketahui bahwa benzene merupakan senyawa yang kaya akan elektron, sehingga

sifat yang menonjol dari benzene adalah mudah melakukan reaksi substitusi elektrofilik,

namun dalam reaksi substitusi nukleofilik pun memungkinkan untuk terjadinya reaksi. Reaksi

dapat berlangsung jika reagen elektrofil E+ (suka elektron) menyerang cincin aromatis dengan

mengganti salah satu atom hydrogen. Berikut merupakan reaksi umum substitusi elektrofilik

aromatik :

Beberapa reaksi substitusi yang sering dijumpai pada cincin benzene adalah

halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi Friedel-Crafts, dan asilasi Friedel-Crafts. Oleh karena

itu dalam hal ini akan dibahas mengenai reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik.

Aromatisitas benzena menyajikan suatu kestabilan yang unik pada sistem pi, dan

benzena tidak menjalani kebanyakan reaksi yang khas bagi alkena. Meskipun demikian,

benzena tidaklah bersifat lamban (inert). Pada kondisi yang tepat, benzena mudah bereaksi

substitusi elektrofilik aromatik, yaitu reaksi dimana suatu elektrofil disubstitusikan untuk satu

atom hidrogen pada cincin aromatik. Dua contoh reaksi substitusi seperti di bawah ini.

3

Page 4: kimor makalah

Contoh di atas menunjukkan monosubstitusi cincin benzene, perhatikan bahwa

aromatisitas cincin tetap dipertahankan dalam tiap produk.. Substitusi lebih lanjut masih

mungkin:

Mula-mula perhatikan mekanisme monosubstitusi, yaitu substitusi yang pertama dan

kemudian mekanisme substitusi lebih lanjut yang menghasilkan benzena disubstitusi.

2.2 Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Aromatik

Benzena sangat mudah mendapatkan serangan elektrofilik karena benzene kaya akan

elektron π. Di sini benzene berlaku sebagai donor elektron (suatu basa lewis atau sebagai

nukleofilik, sehingga akan mudah bereaksi dengan menerima elektron (asam Lewis atau

elektrofil). Sekilas, benzena sangat menyerupai alkena yang juga memiliki elektron π di

dalamnya. Akan tetapi, perbedaan benzene dengan alkena sangat jelas, karena keenam

elektron π dalam benzene selain terkonjugasi juga mempunyai jarak yang lebih dekat

dibandingkan dengan alkena. Hal ini menjadikan benzene lebih stabil. Oleh karena itu,

meskipun benzene mudah diserang oleh elektrofilik, benzene akan lebih mudah mengalami

reaksi substitusi daripada reaksi adisi. Bukti adanya serangan elektrofilik pada sistem

elektron π benzena adalah terbentuknya suatu karbokation nonaromatic yaitu ion arenium

(kadang disebut sebagai kompleks – σ). Berikut adalah mekanisme reaksi subsitusi

elektrofilik secara umum :

1. Tahap pertama  : Pembentukan elektrofil E+ (cepat)

2. Tahap kedua  : Serangan E+ terhadap cincin benzene ( lambat sebagai langkah

penentu laju reaksi/RDS)

3. Tahap ketiga : Pengambilan H+ dari cincin benzene oleh suatu elektrofil (cepat).

4

Page 5: kimor makalah

Profil (diagram energi) reaksinya adalah sebagai berikut :

2.3 Mekanisme Ion Arenium

Dalam mekanisme ion arenium spesies elektrofilik mungkin dihasilkmelalui berbagai

cara, tapi ketika H digantikan dengan konversi X cincin aromatic menjadi sebuah ion arenium

pada dasarnya sama dalam semua kejadian. Untuk alasan ini, pentingnya mempelajari

mekanisme untuk menentukan letak dari elektrofilik dan bagaimana menghasilkannya.

Elektrofilik mungkin sebuah ion positif atau sebuah molekul yang mempunyai dipole

positif. Jika dalam bentuk ion positif, ini akan diserang oleh cincin (sebuah pasangan electron

dari enam atom c aromatic yang diberikan ke elektrofil) untuk memberikan sebuah

karbokation. Zat antara ini adalah hybrid resonansi, ditunjukkan aleh gambar 1, tapi sering

5

Page 6: kimor makalah

ditulis dalam bentuk gambar 2. Untuk waktu tertentu, atom H digantikan dengan atom X

dalam gambar 1. Ion dari tipe ini disebut intermediate Wheland, complexes, atau arenium

ion. Stabilitas inherent berkaitan dengan aromatisitas dalam gambar 1, namun ionnya akan

distabilkan oleh resonansi. Oleh karena itu, ion arenium umumnya zat antara dengan

reaktifitas tinggi, walaupun dalam beberapa kasus dapat juga dilakukan isolasi.

Karbokation dapat bereaksi dengan banyak cara, namun untuk jenis ion ini paling

sering terjadi dengan jalan kehilangan salah satu dari X+ atau H+. pada langkah kedua dari

mekanisme, reaksi berlangsung dengan kehilangan proton dan 6 cincin aromatik terbentuk

kembali dan hasil akhir adalah:

Untuk langkah kedua selalu lebih cepat daripada langkah pertama, yang menentukan

kecepatan reaksi di awal, dan reaksi urutan kedua.

2.4 Substitusi Elektrofilik Pertama/Unimolekuler (SE1)

Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1) terdiri dari dua tahap, yaitu

tahap ionisasi yang berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi, dan tahap

penggabungan karbanion dengan elektrofil yang berlangsung cepat.

Tahap 1. R-X R- : + X+ (Lambat)

Tahap 2. R- : + Y+ R – Y (Cepat)

Elektrofil

Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi

elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi (pembentukan karbanion).

Dalam pembahasan berbagai macam reaksi substitusi elektrofilik aromatik, ternyata

mekanisme-mekanismenya hanyalah sekedar variasi dari mekanisme umum ini.

Produk reaksi dari mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk dengan

mempertahankan konfigurasi semula (retensi), atau rasemisasi, atau pembalikan konfigurasi

(inversi) sebagian, tergantung pada faktor-faktor kestabilan karbanion, konsentrasi elektrofil,

kekuatan elektrofil, dan konfigurasi karbanion. Reaksi akan menghasilkan produk rasemisasi

jika :

1. Karbanion terstabilkan oleh delokalisasi dan konsentrasi elektrofil rendah atau

kekuatan elektrofilnya rendah,

6

Page 7: kimor makalah

2. Karbanion berstruktur datar dan muatan negatif terdelokalisasi sehingga elektrofil

dapat menyerang karbanion dari kedua sisi,

3. Karbanion berstruktur tetrahedral tetapi membentuk campuran kesetimbangan

anion enantiomerik dengan laju yang lebih cepat daripada laju pembentukan

produk.

2.5 Jenis – Jenis Reaksi Substitusi Elektrofilik

1. Halogenasi

Pereaksi adalah halogen (X2) dengan elektrofil ion Halonium (X+), dengan pereaksi

umum adalah Br2 dan Cl2. Katalisator yang digunakan adalah AlX3 atau FeX3 dengan X yang

umum adalah Br dan Cl.

Halogenasi Bromida

Halogenasi aromatik dicirikan oleh brominasi benzena. Katalis dalam brominasi

aromatik adalah FeBr3 (seringkali dibuat in situ dari Fe dan Br2). Peranan katalis adalah

menghasilkan elektrofil Br+. Ini dapat terjadi oleh reaksi langsung dan pemutusan ikatan Br-

Br. Lebih mungkin lagi, Br2 tidak sepenuhnya terputus pada reaksi dengan katalis FeBr3,

melainkan sekedar terpolarisasikan. Untuk sederhananya, reaksi di bawah menunjukkan Br+

ebagai elektrofilnya.

Bila suatu elektrofil seperti Br+ bertabrakan dengan elektron-elektron awan pi aromatik,

sepasang elektron pi akan membentuk ikatan sigma dengan elektrofil itu. Tahap ini

merupakan tahap lambat dalam reaksi itu, dan menjadi tahap yang menentukan laju.

Ion benzenonium menyerahkan sebuah proton kepada basa dalam campuran reaksi.

Produknya ialah bromobenzena, suatu produk yang memperoleh kembali karakter aromatik

dari cincinnya.

7

Page 8: kimor makalah

Tahap ketiga dalam mekanisme reaksi itu (yang searah dengan lepasnya proton) ialah

terbentuknya kembali katalis asam Lewis. Proton yang dilepaskan dalam tahap 2 bereaksi

dengan ion FeBr4- membentuk HBr dan FeBr3.

Dengan tak mengikutkan katalis, persamaan untuk keseluruhan reaksi brominasi

aromatik dari benzena dapat ditulis sebagai berikut:

Perhatikan kemiripan antara reaksi substitusi elektrofilik aromatik dan suatu reaksi

E1. Dalam reaksi E1, karbokation alkil antara membuang proton untuk membentuk suatu

alkena.

Karbokation alkil dapat juga bereaksi dengan suatu nukleofil dalam suatu reaksi SN1.

Namun, ion benzenonium antara tidaklah bereaksi dengan suatu nukleofil. Adisi nukleofil

akan merusak stabilisasi dari cincin benzena.

Halogenasi

Fluor

8

Page 9: kimor makalah

Fluor bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi dan

peralatan khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi. Oleh karena itu

monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan garam

diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.

++ HBF4

N2Cl+ -

N2 + HCl + BF3

Fpanas

Halogenasi Iod

Sebaliknya, iod sangat tidak reaktif terhadap benzena sehingga diperlukan cara khusus

untuk memperoleh iodobenzena. Salah satu cara adalah dengan menambahkan oksidator

seperti asam nitrat dalam campuran reaksinya.

HNO3I2+

+

I

HI

(80%)

Efek Isotop

Jika tahap penentu laju substitusi elektrofilik aromatik ialah pembentukan ion

benzenonium, maka reaksi benzena terdeuterasi dan reaksi benzena normal akan sama cepat.

Eksperimen menunjukkan bahwa hal ini memang benar, benzena dan perdeuteriobenzena

(C6D6) menjalani brominasi elektrofilik sama cepat, dan tidak dijumpai efek isotop kinetik.

Tahap 2 dalam mekanisme reaksi, lepasnya H+ atau D+, memang melibatkan pemutusan

ikatan CH atau CD. Tak diragukan lagi bahwa eliminasi D+ akan lebih lambat daripada

eliminasi H+, tetapi dalam masing-masing kasus tahap kedua itu begitu cepat dibandingkan

dengan tahap 1, sehingga tak dijumpai perubahan laju reaksi keseluruhan.

2. Nitrasi

9

Page 10: kimor makalah

Benzena bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan nitrobenzena.

Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan benzena bersama-sama

dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.

H3 O + HSO4+HNO3

H2SO4++

+NO2 -

50-55oC

Penambahan asam sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui penambahan

konsentrasi elektrofil ion nitronium (NO+2), yang terbentuk dengan tahap-tahap berikut:

Tahap 1

+N

O

O_O_

O

HOSO3 H + H O N + H O + HSO4

_H

+

Tahap 2

O_

O

N +O H+

H

H2O + O = N = O+

ion nitrosonium

Pada tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima proton dari

asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah terprotonkan terurai

menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-tahap berikut ini.

Tahap 3

Tahap 4

Pada tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium yang

terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium melepaskan proton

menghasilkan nitrobenzena.

3. Alkilasi Friedel-Crafts

10

lambat

H H

++

+

H

N+

O

O

NO2 NO2 NO2

-

NO2NO2

+

HO H

H +H O H

H

+

Page 11: kimor makalah

Pada tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel (Perancis) dan

James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk membuat alkil benzena (ArR) dan

asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan kedua kelompok senyawa tersebut masing-

masing dinamakan dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts dan reaksi asilasi Friedel-Crafts.

Secara umum reaksi alkilasi Friedel-Crafts dituliskan sbb:

+ HX + R-XAlCl3

R

Salah satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara isopropil klorida

dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-tahapnya dituliskan sbb:

Tahap 1

H3C

H3C

CH - Cl + AlCl3 CH - ClH3C

H3C-AlCl3

+ --+

AlCl4

H3C

H3CCH +

Tahap 2

Tahap 3

+

H

CHCH3

CH3

- AlCl3 Cl

AlCl3

CH3

CH3

CH+ HCl +

Pada tahap 1 isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk kompleks yang

segera terurai membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada tahap 2, karbokation

isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium.

Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton membentuk isopropil benzena. Pada tahp

ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3 kembali.

Jika digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi alkil halida

membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah yang bertindak sebagai

elektrofil.

δ+ δ -

RCH2 ----------- Cl:AlCl3

11

CH +

H3C

H3CH

CH CH3

CH3

Page 12: kimor makalah

Meskipun kompleks tersebut bukan karbokation tetapi dapat bertindak seperti

karbokation dan dapat mentransfer gugus alkil ke inti benzena.

Reaksi alkil Friedel-Crafts tidak terbatas pada penggunaan alkil halida dan aluminium

klorida tetapi juga dapat menggunakan pereaksi lain yang dapat menghasilkan karbokation

atau spesies lain yang menyerupai karbokation. Contohnya adalah dengan menggunakan

campuran alkena dan suatu asam.

+ CH3CH=CH2

CH(CH3)20o C

HF

Isopropilbenzena (84%)

Disamping itu juga dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.

BF3

60o C+ HO

sikloheksilbenzena (56%)

Penataan ulang yang ditunjukkan adalah dari alkil halida primer, yang tidak mudah

membentuk karbokation. Dalam kasus-kasus ini, agaknya reaksi berlangsung lewat kompleks

RX-AlCl3.

Kompleks ini dapat (1) bereaksi dengan benzena menghasilkan produk tak tertata-

ulang, atau (2) mengalami penataan-ulang menjadi karbokation sekunder atau tersier, yang

menghasilkan produk tertata-ulang.

12

Page 13: kimor makalah

Alkilasi dapat pula dicapai dengan alkena dengan hadirnya HCl dan AlCl3.

Mekanismenya serupa dengan alkilasi dengan suatu alkil halida dan berlangsung lewat

karbokation yang lebih stabil.

Meskipun reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam sintesis alkil

benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

a)Jika karbokation yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat

mengalami penataan ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil maka

produk terbanyak adalah yang diperoleh dari reaksi dengan karbokation yang lebih

stabil. Contohnya: jika benzena direaksikan dengan n-butilbromida ternyata

diperoleh hasil sekunder butilbenzena lebih banyak (64-68%) dari pada n-

butilbenzena. Hal ini terjadi karena terjadinya penataan ulang kation butil dari

karbokation primer menjadi karbokation sekunder yang lebih stabil.

b)Reaksi alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik terdapat

gugus penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH2 atau –NHR atau –NR2.

Adanya gugus penarik elektron akan menyebabkan inti aromatik menjadi tuna

elektron (elektron deficient) sehingga sukar mengalami reaksi subtitusi elektrofilik

melalui pembentukan karbokation. Gugus amino (-NH2) atau derivatnya (-NHR; -

NR2) berubah menjadi gugus penarik elektron yang sangat kuat jika berada dalam

campuaran pereaksi Friedel-Crafts karena bereaksi dengan asam Lewis seperti

ditunjukkan pada reaksi berikut:

13

Page 14: kimor makalah

AlCl3

N NH

H

H

H

AlCl3+ _

+

c)Aril dan vinil halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida karena kedua

senyawa tersebut tidak dapat segera membentuk karbokation.

d)Dalam reaksi alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini terjadi karena

gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga keberadaannya pada inti

benzena meningkatkan keaktifan inti benzena terhadap reaksi subtitusi elektrofilik

selanjutnya.

4. Asilasi

Reaksi asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil (R-C=O)

kedalam suatu senyawa. Dua buah gugus asil yang lazim dikenal adalah gugus asetil dan

gugus benzoil.

CH3 C

O

C

O

gugus asetil

(etanoil) gugus benzoil

Reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif untuk memasukkan

gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering dilakukan dengan mereaksikan

senyawa aromatik dengan asil halida. Jika senyawa aromatik tidak sangat reaktif, maka dalam

melangsungkan reaksinya diperlukan asam Lewis (misalnya AlCl3). Hasil reaksi asilasi

Friedel-Crafts adalah suatu aril keton.

C CH3 CH3+

O

Cl

AlCl3

80oC

C + HCl

O

Asetil klorida Asetofenon

(metil fenil keton)

Reaksi asilasi Friedel-Crafts juga dapat dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam

karboksilat sebagai pengganti asil halida.

Contoh:

14

Page 15: kimor makalah

O

C + CH3 C

80oC

AlCl3

O

+CH3

CH3 C

C CH3O

OAnhidrida asam asetat

O

OH

Pada sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion asilium

yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:

Tahap 1

Tahap 2

Tahap-tahap selanjutnya terjadi sbb:

Tahap 3

H

C+ C

R

O+

R

O+

lambat

Tahap 4

Tahap 5

15

+_

H3C

H3C

CH Cl AlCl3 C Cl + AlCl3

O

R

+ AlCl4

_R

O

C Cl AlCl3

_+

R C=O C=OR+

ion asilium

+

+O

RC

HAlCl4

_

O

C R

+ HCl + AlCl3

AlCl3+

RC

O

AlCl3C R

O

_

Page 16: kimor makalah

Pada tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis) membentuk kompleks

dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks tersebut direaksikan dengan air akan

diperoleh keton semula menurut persamaan reaksi berikut:

Tahap 6

R R

\ .. _ \

C = O: AlCl3 + 3 H2O C = O : + Al(OH)3 + 3 HCl

/ /

C6H5 C6H5

Dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi karena gugus

asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena terhadap serangan

elktrofil lebih lanjut.

Berbeda dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak dijumpai

peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan oleh resonansi). Oleh

karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode yang lebih baik untuk pembuatan

alkil benzena tak bercabang daripada reaksi alkilasi. Contohnya adalah pada pembuatan n-

propilbenzena. Bila n-propilbenzena dibuat melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata

diperoleh hasil utama isopropilbenzena sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil

minor. Hal ini disebabkan oleh adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi

karbokation isopropil yang lebih stabil, sehingga akhirnya diperoleh isopropilbenzena sebagai

hasil utama. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menerapkan reaksi asilasi Friedel-

Crafts, yaitu dengan mereaksikan benzena dengan propanoil klorida (katalis AlCl3).

O

C + HCl

80oC

AlCl3

Cl

O

+ CH2CH3CH3 C CH2

etil fenil keton

5. Sulfonasi

Pada temperatur kamar benzena bereaksi dengan asam sulfat berasap menghasilkan

asam benzena sulfonat. Reaksinya disebut sulfonasi. Asam sulfat berasap adalah asam sulfat

16

_O

C R

+ AlCl3

+ 3 H2O

O

C R

Al(OH)3+ + 3HCl

Page 17: kimor makalah

yang mengandung gas SO3. Reaksi sulfonasi juga dapat berlangsung jika digunakan asam

sulfat pekat meskipun reaksinya lebih lambat.

O

O

25 Co

H2SO4 pekatS

O

S O

O

O

H

asam benzena sulfonat (56%)

Dalam reaksi sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah SO3, baik

menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat. Mekanisme reaksi

sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-tahap sebagai berikut:

Tahap 1

2 H2SO4 SO3 + H3O+

+ HSO4_

Tahap 2

H

O

O

OS

OS

O

O

_

++ Lambat

struktur resonansiyang lain

Tahap 3

H+

H

+

SO3SO3

_ HSO4_

cepat

_

2SO4

Tahap 4

_S O

O

O

HS O

O

O

O

H

HH + H2O

++ cepat

Semua tahap dalam reaksi sulfonasi merupakan reaksi kesetimbangan. Dengan

demikian keseluruhan reaksinya juga merupakan reaksi kesetimbangan, dan secara ringkas

dituliskan sebagai berikut:

SO3

+ H2O + H2SO4

H

17

Page 18: kimor makalah

Dengan mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah reaksi

kesetimbangan, maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan kondisi reaksi

yang digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap, kedudukan

kesetimbangan lebih bergeser kekanan sehingga akan diperoleh asam benzena sulfonat dalam

jumlah yang memadai.

Sebaliknya, jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-SO3H) dari

inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti dengan mengalirkan uap

air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini (konsentrasi air tinggi) kedudukan

kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan terjadi reaksi desulfonasi.

Reaksi sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis senyawa organik

tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus asam sulfonat (SO3H) kita

dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya jika pengaruhnya sudah tidak

diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui desulfonasi.

Secara umum reaksi monosubsitusi benzene adalah sebagai berikut :

2.6 Substitusi Elektrofilik Kedua (SE2)

Suatu benzene tersubstitusi dapat mengalami subsitusi gugus kedua, beberapa benzene

tersubstitusi bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri, sementara benzene substitusi

lain lebih sukar bereaksi. Misalnya anilina bereaksi substitusi elektrofilik sejuta kali lebih

cepat daripada benzene. Sebaliknya, nitrobenzena bereaksi dengan laju kira-kira sepersejuta

laju benzena.

18

Page 19: kimor makalah

Dalam contoh-contoh ini, dapat dikatakan bahwa NH2 merupakan gugus aktivasi

adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka (rentan,susceptible) terhadap substitusi

lebih lanjut. Sebaliknya, gugus NO2 merupakan gugus deaktivasi, adanya gugus ini

menyebabkan cincin lebih tertutup terhadap substitusi, keduanya dibandingkan dengan

benzene.

Pada reaksi substitusi aromatic elektrofilik, intermediet karbokation adalah hibridisasi

dari struktur I, II, dan III pada gambar dibawah ini. Di sini muatan positif didistribusikan ke

seluruh cincin aromatic mengakibatkan posisi orto-para dari atom karbon yang diserang

menjadi lebih kuat.

Gugus yang terikat pada cincin benzene akan mempengaruhi kestabilan karbokation

dengan mendispersikan atau mengintensifkan muatan positifnya. Hal ini tergantung pada

apakah gugus mempunyai kemampuan untuk mendorong atau menarik elektron.

Sebagai contoh, bandingkan kecepatan reaksi substitusi pada benzene, toluene, dan

nitrobenzene. Struktur karbokation yang terbentuk dari ketiga senyawa tersebut digambarkan

berikut ini:

Dengan melepaskan elektron, gugus metal (II) cenderung menetralkan muatan positif

cincinbenzene dan menjadikan dirinya juga positif. Penyebaran muatan ini menstabilkan

karbokation. Dengan cara yang sama, pengaruh induktif menstabilkan penyebaran muatan

positif dalam keadaan transisi sehingga akan mempercepat reaksi. Sebaliknya, gugus penarik

elektron seperti –NO2 (III) akan memperlambat kecepatan reaksi.

19

Page 20: kimor makalah

Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi elektrofilik, maka substituen yang

telah ada tersebut akan berpengaruh pada laju reaksi dan arah serangan. Berlangsungnya

proses substitusi tersebut dapat lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena. Sedangkan

gugus baru mungkin diarahkan pada posisi orto, meta, atau para.

Gugus-gugus yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif sedangkan

gugus yang memperlambat laju reaksi disebut gugus pendeaktif. Gugus-gugus yang termasuk

kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat pengaktif dan sebagian lainnya bersifat

pendeaktif, sedangkan gugus-gugus pengarah meta semuanya termasuk dalam kelompok

pendeaktif. Jika suatu gugus dikatakan sebagai pengaruh orto-para tidak mutlak diartikan

bahwa gugus yang baru seluruhnya diarahkan keposisi orto dan para. Contohnya reaksi

nitrasi pada toluena menghasilkan isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.

Reaktivitas substitusi aromatic elektrofilik dipengaruhi oleh apakah substituent yang

terikat pada cincin aromatik mempunyai kecenderungan menarik atau memberikan

elektronnya. Gugus yang memberikan elektron akan mengaktivasi cincin, sedangkan gugus

yang menarik elektron akan mendeaktivasi cincin.

Tabel 2.1 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi substitusi

elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya terhadap

kereaktifan inti.

Tabel 2.1 Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik

Pengarah Orto-Para Pengarah Meta

20

Page 21: kimor makalah

Pengaktif kuat

– NH2, – NHR, – NR2

– OH, – O:-

Pengaktif sedang

– NHHCOCH3, – NHCOR, – OCH3, – OR

Pengaktif lemah

– CH3, – C2H5, – R, – C6H5,

Pendeaktif lemah

.. .. .. ..

– F: , – Cl: , – Br: , – I:

Pendeaktif sedang

– C≡ N , – SO3H, – CO2H,

– CO2R, –CHO, –COR,

Pendeaktif kuat

– NO2, – NR3, – CF3, – CCl3

2.7 Teori Orientasi

Faktor yang dapat menentukan orientasi sifat-sifat gugus penarik dan pendorong

elektron dalam reaksi substitusi senyawa aromatik yaitu: efek induksi dan resonansi. Efek

induksi adalah efek yang diakibatkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara dua atom atau

gugus. Contohnya, atom halogen lebih elektronegatif daripada atom karbon sehingga halogen

memberikan efek induksi menarik elektron. Disamping itu terdapat gugus-gugus lain yang

memberikan efek induksi karena adanya muatan positif atau parsial positif pada atom yang

terikat pada inti benzena.

Efek menarik atau mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi dinamakan

efek resonansi. Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil bersifat pendeaktif

karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena kearah subtituen tersebut.

Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-struktur resonansi untuk

nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sbb:

Nitrobenzena

21

O

N

O

_ _

N

O+

+

O_ _

O

+

O

N

_

_O

++

O

N

_+

+

+

O_

O__

O

+

O

C C C C

H H H H

Page 22: kimor makalah

Benzaldehida

Sebaliknya subtituen-subtituen hidroksil, metoksil dan amino bersifat pengaktif karena

menyebabkan bergesernya elektron dari subtituen tersebut ke inti benzena. Akibatnya

kerapatan elektron pada inti benzena bertambah besar. Struktur-struktur resonansi untuk Ar-

OR dan Ar-NHR digambarkan sbb:

A. Gugus Pengarah Meta

Semua gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada atom

yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3, dimana atom C pada

guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat tiga atom F yang sangat

elektronegatif.

Gugus –CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi

subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti aromatik

dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada pembentuka ion arenium

yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari karbokation yang terbentuk

sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.

Kita dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi

elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh

serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari trifluorometilbenzena.

E

H

+

+

+

H

EE

H

+ E+

CF3 CF3 CF3 CF3

sangat tidak stabil

Serangan meta:

22

++O O O OR

R R R

+

_ _

_

NR2

_

_ _

+ + +NR2NR2 NR2

Page 23: kimor makalah

CF3CF3CF3CF3

+ E+

H E EH

+

+ +

H E

Serangan para:

E

H

+

+ +

H

EE

H

+ E+

CF3 CF3 CF3 CF3

sangat tidak stabil

Pada struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan orto dan

para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil, karena muatan

positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik elektron. Hal serupa tidak

dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa ion arenium yang

dibentuk oleh serangan meta paling stabil yang berarti bahawa serangan meta melalui

keadaan transisi yang lebih stabil pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3

adalah pengarah meta yang kuat.

H2SO4+ HNO3

CF3 CF3

NO2

(~ 100%)Trifluorometilbenzena

B. Gugus Pengarah Orto-Para

Selain substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai sekuran-

kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang terikat langsung

dengan inti benzena.

NH2 OH NHCOCH3Cl

anilin fenol klorobenzena asetanilida

23

Page 24: kimor makalah

Efek resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah orto-para.

Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti juga berpengaruh

terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek gugus-gugus pengarah

orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek resonansi. Seperti halnya pada efek

pengarahan, efek ini juga berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuk ion

arenium.

Contoh efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi

elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus pengaktif kuat,

tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut dapat ditunjukkan pada reaksi

antara anilina dengan larutan brom pada temperatur kamar dan tanpa katalis, yang

mengahsilkan produk dimana semua posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-

tribomoanilina. Efek induksi gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan

elktron. Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon, tetapi

perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon pada benzena

berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada sp3.

Dengan adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron.

Serangan orto:

E

H+

+ +

H

EE

H

+ E+

NH2 NH2 NH2 NH2 NH2+

H

E

lebih stabil

Serangan meta:

NH2NH2NH2NH2

+ E+

H

E E

H

++

+

H

E

Serangan Para:

24

Page 25: kimor makalah

lebih stabil

E H

+

NH2NH2

NH2NH2NH2

+ E+

HE EH

+

+

+

H E

Terdapat empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto dan para,

sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini menunjukkan bahwa ion

benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil. Tetapi hal yang lebih penting adalah

kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida ion benzenonium hasil serangan orto dan

para. Diantara struktur-struktur penyumbang tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang

terbentuk dari pasangan elektron bebas pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini

sangat stabil karena semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron oktet (delapan elektron).

Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya terhadap

hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium yang terbentuk dari

serangan orto dan para lebih stabil daripada serangan meta. Akibatnya elektrofil bereaksi

dengan cepat pada posisi orto dan para.

Halogen termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini mendeaktifkan

inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa efek induksinya

mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan orientasi. Pada senyawa

klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka diperkirakan terjadi penarikan

elektron pada inti benzena dan karena itu mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi

elektrofilik.

Cl

Jika klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion benzenonium

yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan pengaruh seperti yang terjadi

pada gugus amino dan hidroksi, dengan cara menyumbangkan sepasang elektron bebasnya,

untuk meningkatkan kestabilan struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium

hasil serangan orto dan para.

Serangan orto:

25

Page 26: kimor makalah

Cl

E

H

+Cl

+ E+H

EE

H

++

+ H

E

ClClCl

lebih stabil

Serangan meta:

E

H

+

+ +

H

EE

H

+ E+

ClClCl Cl

Serangan Para:

lebih stabil

E H

+

+ E+

HE EH

+

+

+

H E

Cl Cl ClCl Cl

C. Orientasi dan Kereaktifan dalam Alkil Benzena

Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron dan termasuk dalam kelompok gugus

pengarah orto-para, oleh karena itu mengaktifkan inti benzena dalam subtitusi elektrofilik

dengan cara menstabilkan keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion

benzenonium.

Pada langkah pembentukan ion benzenonium, energi pengaktifan alkil benzena lebih

rendah daripada benzena sehingga reaksi pada alkil benzena berlangsung lebih cepat. Jika

serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa toluena,

menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai berikut:

Serangan orto :

lebih stabil

E

H++ E+

H

EE

H

++

CH3 CH3CH3 CH3

Serangan meta :

26

Page 27: kimor makalah

E

H+

+ +

H

EE

H

+ E+

CH3CH3CH3CH3

Serangan para :

EH

+

+

H EE H

+ E+

+

lebih stabil

CH3CH3CH3CH3

Pada serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil terikat

langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil karena pengaruh

stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling efektif. Struktur tersebut

memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan

para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian. Ion benzenonium yang terbentuk oleh

serangan orto dan para lebih stabil, maka keadaan transisi yang mengarahkan ke

pembentukan ion benzenonium memerlukan energi lebih rendah sehingga reaksi berlangsung

lebih cepat.

BAB III

KESIMPULAN

1. Benzene adalah salah satu senyawa yang mudah melakukan reaksi substitusi

elektrofilik.

2. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuah atom, biasanya

hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil.

3. Beberapa reaksi substitusi elektrofilik dari benzene adalah

a. Halogenasi, menghasilkan halobenzena

b. Nitrasi, menghasilkan nitrobenzene

c. Alkilasi Friedel-Crafts, menghasilkan alkilbenzena

d. Asilasi Friedel-Cratfs, menghasilkan fenilalkilketon

e. Sulfonasi, menghasilkan asan benzene sulfonat

4. Benzena tersubstitusi yang mempunyai substitusi pendorong elektron atau

mempunyai gugus aktivasi dapat melakukan reaksi substitusi elektrofilik lebih cepat

27

Page 28: kimor makalah

dari pada benzene tetapi yang mempunyai gugus penarik elektron atau mempunyai

gugus deaktivasi lebih lambat daripada benzene

5. Benzena tersubstitusi dengan gugus aktivasi merupakan pengarah orto dan para

sedangkan gugus deaktivasi merupakan pengarah meta

6. Jika dua gugus aktivator yang kuat masing-masing pada posisi para, maka activator

yang kuat lebih berperan. Jika dua gugus dimana gugus aktivasi dan gugus

deaktivasi masing-masing terletak pada posisi meta maka produk reaksi substitusi

elektrofilik bukan pada posisi orto dari posisi substituent apit, hal ini disebabkan

oleh faktor sterik. Pada umumnya gugus activator lebih berperan dari pada gugus

deactivator.

28