kimia tugas
-
Upload
mirza-kumala -
Category
Documents
-
view
42 -
download
3
Transcript of kimia tugas
BAB I Jenis-Jenis Bahan Bakar
Pada bab 1 ini yang akan dijelaskan adalah tentang jenis bahan bakar : cair, padat,
dan gas.
1.1 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur
heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan
bakar cair diberikan dibawah ini
1.1.1 Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar
terhadap volum bahan bakarpada suhu acuan 15°C.
1.1.2 Specific gravity
Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum
minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu
tertentu.
1.1.3 Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan
terhadap aliran. Viskositastergantung pada suhu dan berkurang dengan
naiknya suhu.
1.1.4 Titik Nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan
bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila
dilewatkan suatu nyala api.
1.1.5 Titik Tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan
bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang
sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu
terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan.
1.1.6 Panas Jenis
Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik
yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki.
1
Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang
lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi.
1.1.7 Nilai Kalor
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan.,
dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor
netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten
kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran.
1.1.8 Sulfur
Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada
sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan
normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada
pada 2 - 4 %.
1.1.9 Kadar Abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam
dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan.
Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam-garam
tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium,
magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll.
1.1.10 Residu Karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu
padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila
kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak
mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.
1.1.11 Kadar Air
Kadar air minyak tungku/furnace pada saat pemasokan umumnya
sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas
maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk
bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam
permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam
terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner,
yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau
memperlama penyalaan.
2
1.1.12 Penyimpanan Bahan Bakar Minyak
Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong.
Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas
maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih
mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya.
1.2 Bahan Bakar Padat (Batubara)
1.2.1 Klasifikasi Batubara
Batubara diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yakni antracit,
bituminous, dan lignit, meskipun tidak jelas pembatasan diantaranya.
Pengelompokannya lebih lanjut adalah semiantracit, semi-bituminous, dan sub-
bituminous. Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang
geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon
dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar
air. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara
ini merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah
menguap dan kandungan air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed
carbon merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen
lain. Bahan yang mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah
terbakar yang menguap apabila batubara dipanaskan.
1.2.2 Sifat fisik dan kimia batubara
Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap
dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia
seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam
dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya.
1.2.3 Analisis batubara
Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan
analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen
batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon,
bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus
dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang
3
trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang
sederhana. (Catatan: proximate tidak ada hubungannya dengan
kata“approximate”). Penentuan kadar air Penentuan kadar air dilakukan dengan
menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-
mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2
oC dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan
ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya. Pengukuran bahan
yang mudah menguap (volatile matter) Sampel batubara halus yang masih baru
ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku
pada suhu 900 + 15 oC. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya
berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar
karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV. Pengukuran
karbon dan abu
Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan
dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang,
yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari
penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon
atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah
menguap dan abu.
Analisis proximate
Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah
menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang
mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed
carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran.
Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya
penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan
grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling
abu pada tungku. Analisis proximate untuk berbagai jenis batubara diberikan
dalam Tabel di bawah ini:
4
Tabel 1.1. Analisis proximate untuk berbagai batubara (persen)
Parameter Batu bara India
BatubaraIndonesia
Batubara AfrikaSelatan
Kadar air 5,98 9,43 8,5
Abu 38,63 13,99 17
Bahan mudah menguap(volatile matter)
20,70 29,79 23,28
Fixed Carbon 34,69 46,79 51,22
Parameter-parameter tersebut digambarkan dibawah ini.
Fixed carbon:
Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah
bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon
tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa
gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas batubara.
Bahan yang mudah menguap (volatile matter): Bahan yang mudah menguap
dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen, karbon monoksida, dan
gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan
yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagnbahan bakar bentuk gas
didalam batubara. Kandunag bahan yang mudah menguap berkisar antara 20
hingga 35%.
Bahan yang mudah menguap:
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam
memudahkan penyalaan batubara
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi
Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder
Kadar abu
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara
5% hingga 40%. Abu:
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran
Meningkatkan biaya handling
5
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan
Kadar Air:
Kandungan air dalam batubara harus diangkut, di-handling dan disimpan
bersama-sama batubara. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg
batubara, dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air:
Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih
dari uap
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu
Membantu radiasi transfer panas
Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur:
Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara
dan economizers
Membatasi suhu gas buang yang keluar
Analisis Ultimate
Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur
seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam
penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta
komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu
nyala dan perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimate untuk berbagai
jenis batubara diberikan dalam tabel dibawah.
6
Tabel 1.2. Analisis ultimate batubara
Parameter Batubara India, % Batubara Indonesia %
Kadar Air 5,98 9,43
Bahan Mineral (1,1 x Abu) 38,63 13,99
Karbon 41,11 58,96
Hidrogen 2,76 4,16
Nitrogen 1,22 1,02
Sulfur 0,41 0,56
Oksigen 9,89 11,88
Tabel 1.3. Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate
%C = 0,97C+ 0,7(VM - 0,1A) - M(0,6-0,01M)
%H2 = 0,036C + 0,086 (VM -0,1xA) - 0,0035M (1-0,02M)
%N2 = 2,10 - 0,020 VM
Dimana
C = % fixed carbon
A = % abu
VM = % bahan mudah menguap (volatile matter)M = % kadar air
Catatan: persamaan diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar
dari 15%
1.3 Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sangat memuaskan sebab hanya
memerlukan sedikit handling dan sistim burner nya sangat sederhana dan hampir
bebas perawatan. Gas dikirimkan melalui jaringan pipa distribusi sehingga cocok
untuk wilayah yang berpopulasi tinggi atau padat industri. Walau begitu, banyak
7
pemakai perorangan yang besar memiliki penyimpan gas, bahkan beberapa
diantara mereka memproduksi gasnya sendiri.
1.3.2 Sifat-sifat bahan bakar gas
Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan
kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV)
menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto
(NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan
meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan
air selama pembakaran.
8
BAB II
PROSES PEMBAKARAN LAS ASETILINE
2.1 Pengelasan Oksi - Asetilen
Las Oxy-Acetylene (las asetilin) adalah proses pengelasan secara manual, dimana
permukaan yang akan disambung mengalami pemanasan sampai mencair oleh
nyala (flame) gas asetilin (yaitu pembakaran C2H2 dengan O2), dengan atau tanpa
logam pengisi, dimana proses penyambungan tanpa penekanan. Disamping untuk
keperluan pengelasan (penyambungan) las gas dapat juga dipergunakan sebagai :
preheating, brazing, cutting dan hard facing. Penggunaan untuk produksi
(production welding), pekerjaan lapangan (field work), dan reparasi (repair &
maintenance). Dalam aplikasi hasilnya sangat memuaskan untuk pengelasan baja
karbon, terutama lembaran logam (sheet metal) dan pipa-pipa berdinding tipis.
Meskipun demikian hampir semua jenis logam ferrous dan non ferrous dapat dilas
dengan las gas, baik dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal). Disamping
gas acetylene dipakai juga gas-gas hydrogen, gas alam, propane, untuk logam–
logam dengan titik cair rendah. Pada proses pembakaran gas-gas tersebut
diperlukan adanya oxygen. Oxygen ini didapatkan dari udara dimana udara sendiri
mengandung oxygen (21%), juga mengandung nitrogen (78%), argon (0,9 %),
neon, hydrogen, carbon dioksida, dan unsur lain yang membentuk gas. Gambar
sketsa pengelasan oksi-asetilen ditunjukkan dalam gambar 13.18.
Gambar 2.1 Pengelasan oksi-asetilen
Bila digunakan logam pengisi, maka komposisi logam pengisi harus sama dengan
komposisi logam dasar. Logam pengisi sering dilapisi dengan fluks, untuk
9
membantu membersihkan permukaan dan melindungi las-an agar tidak terjadi
oksidasi.
Nyala api dalam pengelasan oksi-asetilen dihasilkan oleh reaksi kimia asetilen
(C2H2) dan oksigen (O2) dalam dua tahapan.
Tahapan pertama ditentukan oleh reaksi :
C2H2 + O2 2CO + H2 + panas
Hasil reaksi tersebut mudah terbakar, sehingga menyebabkan reaksi yang tahapan
kedua :
2CO + H2 + 1,5O2 2CO2 + H2O + panas
Dua tahapan pembakaran dapat dilihat dalam emisi nyala api oksi-asetilen yang
keluar dari ujung pembakar. Bila campuran oksigen dan asetilen 1 : 1, seperti
yang dijelaskan pada formula reaksi kimia di atas, nyala api yang dihasilkan
dikenal sebagai nyala netral seperti dapat dilihat dalam gambar 13.19.
Gambar 2.2 Nyala oksi-asetilen menunjukkan temperatur yang dicapai
Reaksi kimia tahap pertama terlihat sebagai kerucut dalam nyala api (berwarna
putih bersinar), sedang reaksi tahap kedua terlihat sebagai kerucut luar yang
membungkus kerucut dalam (hampir tanpa warna tetapi sedikit warna antara biru
dan jingga). Suhu tertinggi dicapai pada nyala api ujung kerucut dalam, dan suhu
tahap kedua suhunya di bawah ujung dalam tersebut. Selama pengelasan
berlangsung, kerucut luar menyebar dan menutup permukaan benda kerja yang
akan disambung, dan melindungi las-an dari pengaruh atmosfer sekelilingnya.
Panas total yang dilepaskan selama dua tahapan pembakaran asetilen adalah 1470
Btu/ft3 (55 x 106 J/m3). Tetapi karena suhu yang terdistribusi dalam nyala api,
maka nyala api akan menyebar di atas permukaan benda kerja, dan hilang di
10
udara, densitas daya dan efisiensi dalam pengelasan oksi-asetilen relatif rendah : f1
= 0,10 hingga 0,30.
2.2. Pembuatan Oxygen
Secara teknis, oksigen di dapat dari udara yang dicairkan. Kemudian dengan cara
elektrolisa, campuran udara cair dan air dipisahkan oleh oksigen. Masalah yang
sulit adalah antara Nitrogen dan Oksigen . Nitrogen titik didihnya lebih besar, dan
titik didih kedua gas tersebut hanya berbeda 13 oC saja. (Oksigen = - 183 oC dan
Nitrogen = -196oC), sehingga perlu pemurnian oksigen dilaksanakan secara
berulang-ulang. Kemurnian yang dapat dicapai sampai 99,5 % dan kemudian
dimanfaatkan dalam tangki-tangki baja dengan tekanan kerja antara 15-30 atm.
Keuntungan pemakaian oksigen adalah keadaan oksigen yang cukup cair tersebut,
dapat dipertahankan pada tangki penyimpan dan mudah pada saat pengangkutan.
Pada saat dibutuhkan dengan menggunakan alat (Gasificator) , oksigen cair
dijadikan oksigen gas, dengan tekanan yang besar kemudian oksigen gas tersebut
disimpan pada botol-botol baja. Tekanan pada botol-botol baja dibagi berdasarkan
kelas. Kelas medium tekanannya sampai 15 atm dan kelas tekanan tinggi sampai
dengan 165 atm.
2.3. Oxygen Quality Control
Untuk mengetahui kemurnian oksigen, dipakai alat Oxygen Purity Test
Apparatus, pada prinsipnya adalah mereaksikan oksigen dengan larutan ammonia
(NH4OH) + Cu Cl2, sisa yang tidak larut adalah Nitrogen dan Argon.
PEMBUATAN ASETILIN
Secara komersial asetilin (C2H2) untuk industri las karbit, diperoleh dengan
mereaksikan kalsium karbid dengan air.
Jadi asetilin adalah gas hidro karbon yang diperoleh dari unsur-unsur kapur,
karbon dan air dengan reaksi sebagai berikut : CaO + 3 CaC2 + Co 108
k.kal/g.mole (jadi pembakaran kapur dengan karbon tanpa udara).
Asetilin tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan dalam perdagangan ada bau
khusus karena ada kotoran belerang dan phospor.
11
Asetilin murni mudah meledak karena faktor-faktor dan temperature. Tetapi
faktor-faktor lain yang mempengaruhi expobility dari asetilin adalah kotoran-
kotoran, kalisator, kelembaban, sumber-sumber penyalaan, ukuran dan bentuk
tangki.
Karena alasan-alasan tersbut diatas, pada asetilin generator dibatasi, tekanan
asetilin maksimum 5 atm. Karena asetilin diatas tekanan 2 atm dapat meledak.
Untuk mengatasinya jika asetilin disimpan didalam botol bertekanan lebih besar
dari 2 atm, harus dilarutkan pada aseton cair. Caranya adalah melapisi dinding
dalam botol penyimpanan dengan abses ferrous dan dicelupkan dengan acetone
cair.
2.4. Silinder Penyimpanan Gas
Karena gas-gas yang disimpan didalam botol mempunyai tekanan lebih besar dari
tekanan atmosfir, maka harus diperhatikan kekuatan botol baja terhadap tekanan
kerja, karena pengangkutan menyebabkan gesekan, dan pergerakan gas dalam
botol, harus diketahui jenis gas tesebut, peka terhadap goncangan atau kenaikan
temperature. Tutup-tutup silinder diberi kode warna, supaya dapat diketahui
isinya, tanpa membaca label terlebih dahulu. Misalnya biru untuk oksigen, putih
untuk asetilin, hijau tua untuk hydrogen putih dengan strip-strip hitam untuk
argon, dan merah untuk gas-gas lain.
2.5. Pembakaran oxy-acetylene.
Pembakaran adalah persenyawaan secara kimiawi antara zat-zat yang mudah
terbakar dengan oksigen. Oksigen tersedia di udara atau dapat ditambah secara
khusus, misalnya dalam tabung-tabung oksigen. Kecepatan nyala tergantung dari
tekanan dan komposisi campuran gas, setiap
campuran gas oksigen. Kecepatan maksimum tergantung perbandingan gas
asetilin dan oksigen berkisar antara 1 : 25 .
proses pengelasa oksi asetilin dilakukan dengan membakar gas asetilin untuk
mendapatkannya nyala temperatur tinggi guna melelehkan logam induk dan
logam pengisi.
12
Nyala Api Oksi-Asetiline
Nyala hasil pembakaran dapat berubah tergantung pada perbandingan antara gas
oksigen O2 dengan gas asetiline C2H2.
a. Nyala asetiline lebih atau nyala karburasi.
Gambar 2.3. Nyala api las karburasi
Kegunaannya:
1. Untuk memanaskan
2. Untuk mengelas permukaan yang keras dan logam putih.
b. Nyala Netral
Gambar 2.4. Nyala api las Netral
Kegunaannya :
1. Untuk pengelasan biasa
2. Untuk mengelas baja atau besi tuang
c. Nyala oksigen lebih atau nyala oksidasi
Gambar 2.5. Nyala api las oksidasi
Kegunaannya :
13
1. Untuk brazing
Karena sifatnya yang dapat mengubah komposisi logam cair maka nyala asetiline
dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk pengelasan baja.
2.6. Pemotongan
America Welding Society (AWS) mendefenisikan pemotongan logam dengan api
oksi-asetilin ini adalah memisahkan bagian logam induk dengan cara reaksi kimia,
yaitu reaksi antara logam dengan gas oksigen. Reaksi antara suatu logam dengan
oksigen ini terjadi pada suatu suhu tertentu, yang tidak sama antara setiap jenis
logam, dan suhu yang memungkinkan terjadinya reaksi itu disebut suhu nyala
oksigen terhadap logam (Oxygen Ignation). Karena reaksi ini bersifat eksotermis,
maka pada suatu logam yang telah mencapai suhu nyala oksigen diberikan
oksigen murni akan terjadi kenaikan suhu yang begitu cepat, hingga dapat
mencairkan logam itu setempat. Bila pemberian oksigen ini dilakukan dengan
cepat (disemburkan), logam yang telah mencair ketempat ini akan terdorong lari,
dan terjadi celah, dan terpotong.
Pada pemotongan baja atau besi dengan api oksi-asetilin terjadi reaksi :
Fe + O FeO + 63. 800 Kal.
3 Fe + 2O2 Fe3O4 + 267. 800 Kal
2 Fe + 1 ½ O2 Fe2O3 + 196. 800 Kal
Bila baja yang telah dipanaskan sampai suhu nyala oksigen direaksikan dengan
O2 sepeti diatas, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ialah campuran ketiga
jenis oksida tersebut dan sisa logam Fe yang belum bereaksi. Pada pengamatan
terhadap slag yang terjadi didapat hasil adanya campuran FeO dan Fe3O4 , FeO
dan Fe2O3 dan logam(Fe) yang belum teroksidasi.
Fungsi pemanasan
Fungsi nyala pemanasan pada proses pemotongan logam dengan oksigen adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menaikkan temperatur logam yang akan dipotong sampai pada titik
nyala oksigen untuk memulai dan melanjutkan reaksi kimia pemotongan.
14
2. Dapat melindungi semburan gas oksigen terhadap pengaruh atmosfir yang
mungkin dapat menyebabkan tercampurnya gas oksigen dengan gas-gas lain dari
udara luar. Disamping itu gas oksigen yang disemburkan melaluinosel telah
terdapat energi panas mula dari nyala yang dapat membantu menggalakan proses
pemotongan. Dapat membantu membersihkan kotoran-kotoran ringan pada
permukaan baja bagian atas seperti karat, scale, cat maupun kotoran ringan lain
yang dapat menghambat proses pemotongan. Dari beberapa data pencatatan
pemanasan dengan api oksi-asetilin untuk mencapi titik nyala oksigen pada
beberapa ketebalan pelat baja dapat dipilih pada tabel dibawah ini :
Tabel 4. Ketebalan dan waktu pemanasan
2.7. Bahan bakar gas
Ada beberapa macam bahan bakar gas yang umum dipakai untuk pemanasan pada
proses pemotongan logam dengan oksigen. Beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih pengunaan bahan bakar gas, antara lain :
1. Pengaruh pada kecepatan potong.
2. Waktu yang diperlukan untuk proses pemanasan sebelum memotong.
3. Harga bahan bakar.
4. Biaya penggunaan oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran bahan bakar
gas secara efisien, misalnya 1 volume asetilin memerlukan 1,5 volume oksigen, 1
volume propane membutuhkan 2 volume oksigen.
5. Kemampuan bahan bakar gas dalam melayani beberapa proses operasi, seperti
untuk pemanasan, pengelasan, brazing, scuring, membuat groove dan memotong.
6. Kesiap sediaan bahan bakar gas dipasaran lokal dan mudah dipindahkan untuk
keperluan pengerjaan.
15
Tebal Baja (mm) Waktu Pemanasan (detik)
10 – 20
20 – 100
100 – 200
5 – 10
7 – 25
25 - 40
Gas asytelene banyak dipakai orang sebagai bahan baker gas untuk memotong
dengan oksigen, karena mudah didapat dan temperature tinggi. Perbandingan
volume asetilin dan oksigen untuk nyala pemanasan adalah : 1,2 – 1,5.
Pengaruh kemurnian oksigen
Oksigen yang dipakai untuk memotong harus mempunyai tingkat kemurnian 99,5
% atau lebih. Bila tingkat kemurnian lebih rendah dapat mengurangi tingkat
efisiensi operasi pemotongan. Misalnya lebih rendah 1 % akan mengurangi
kecepatan pemotongan rata-rata 25 % dan menambah pemakaian oksigen rata-rata
25 % lebih tinggi. Kalau kemurnian oksigen lebih rendah dari 95 % maka proses
pemotongan sudah sangat kurang baik karena yang akan terjadi adalah pelelehan
logam dengan bentuk hasil potong tidak rata atau bentuk sela potong sangat jelek.
16
BAB III
MOTOR BAKAR
3.1. Definisi Motor Bakar
Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin kalor, yaitu mesin yang
mengubah energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah
tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanis. Energi diperoleh dari
proses pembakaran, proses pembakaran juga mengubah energi tersebut yang
terjadi didalam dan diluar mesin kalor (Kiyaku dan Murdhana, 1998)
Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa
silinder. Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya
pembakaran pada motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari
pembakaran diteruskan torak ke batang torak, kemudian diteruskan ke poros
engkol yang mana poros engkol nantinya akan diubah menjadi gesekan
putar
Gambar 3.1. Motor Bakar Torak
(Sumber: Arismunandar, 2002)
17
Motor bakar terbagi menjadi 2 (dua) jenis utama, yaitu motor diesel
dan motor bensin. Perbedaan umum terletak pada sistem penyalaan.
Penyalaan pada motor bensin terjadi karena loncatan bunga api listrik yang
dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga spark ignition engine.
Sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi yang tinggi
di dalam silinder kemudian bahan bakar disemprotkan oleh nozzle atau juga
sering disebut juga Compression Ignition Engine.
3.2. Klasifikasi Motor Bakar
Motor bakar dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam. Adapun
klasifikasi motor bakar adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan Sistem Pembakarannya
a). Mesin pembakaran dalam
Mesin pembakaran dalam atau sering disebut sebagai Internal
Combustion Engine (ICE), yaitu dimana proses pembakarannya
berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri sehingga gas
pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.
b). Mesin pembakaran luar
Mesin pembakaran luar atau sering disebut sebagai Eksternal
Combustion Engine (ECE) yaitu dimana proses pembakarannya
terjadi di luar mesin, energi termal dari gas hasil pembakaran
dipindahkan ke fluida kerja mesin.
b. Berdasarkan Sistem Penyalaan
a). Motor bensin
Motor bensin dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut
dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan
loncatan bunga api listrik yang membakar campuran bahan bakar
dan udara karena motor ini cenderung disebut spark ignition
engine. Pembakaran bahan bakar dengan udara ini menghasilkan
daya. Di dalam siklus otto (siklus ideal) pembakaran tersebut
dimisalkan sebagai pemasukan panas pada volume konstan.
18
b). Motor diesel
Motor diesel adalah motor bakar torak yang berbeda dengan motor
bensin. Proses penyalaannya bukan menggunakan loncatan bunga
api listrik. Pada waktu torak hampir mencapai titik TMA bahan
bakar disemprotkan ke dalam ruang bakar. Terjadilah pembakaran
pada ruang bakar pada saat udara udara dalam silinder sudah
bertemperatur tinggi. Persyaratan ini dapat terpenuhi apabila
perbandingan kompresi yang digunakan cukup tinggi, yaitu
berkisar 12-25. (Arismunandar. W, 1988)
3.3. Sistem Kerja Motor Bakar
3.3.1. Motor bensin 4 langkah
Motor bensin empat langkah adalah motor yang setiap satu kali
pembakaran bahan bakar memerlukan 4 langkah dan 2 kali putaran poros
engkol. Adapun prinsip kerja motor 4 langkah dapat dilihat pada (gb.3.2)
dibawah ini :
Gambar 3.2. Skema Gerakan Torak 4 langkah
(Sumber : Arismunandar, 2002)
Langkah isap :
1. Torak bergerak dari TMA ke TMB
2. Katup masuk terbuka, katup buang tertutup
19
3. Campuran bahan bakar dengan udara yang telah tercampur didalam
karburator masuk kedalam silinder melalui katup masuk
4. Saat torak berada di TMB katup masuk akan tertutup
Langkah kompresi :
1. Torak bergerak dari TMb ke TMA
2. Katup masuk dan katup buang kedua-duanya tertutup sehingga gas yang
telah diisap tidak keluar pada waktu ditekan oleh torak yang mengakibatkan
tekanan gas akan naik
3. Beberapa saat sebelum torak mencapai TMA busi mengeluarkan bunga api
listrik
4. Gas bahan bakar yang telah mencapai tekanan tinggi terbakar
5. Akibat pembakaran bahan bakar, tekanannya akan naik menjadi kira-kira
tiga kali lipat
Langkah kerja / ekspansi :
1. Saat ini kedua katup masih dalam keadaan tertutup
2. Gas terbakar dengan tekanan yang tinggi akan mengembang kemudian
menekan torak turun kebawah dari TMA ke TMB
3. Tenaga ini disalurkan melalui batang penggerak, selanjutnya oleh poros
engkol diubah menjadi gerak rotasi
Langkah pembuangan :
1. Katup buang terbuka, katup masuk tertutup
2. torak bergerak dari TMB ke TMA
3. Gas sisa pembakaran terdorong oleh torak keluar melalui katup buang
3.3.2. Motor Bensin 2 Langkah
Motor bensin 2 langkah adalah mesin yang proses pembakarannya
lebih sederhana dari motor 4 langkah yaitu dilakukan pada satu kali putaran
poros engkol yang berakibat dua kali langkah piston. Adapun prinsip kerja
motor 2 langkah dapat dijelaskan pada gb.( 3.3 ) dibawah ini :
20
Gambar 3.3. Skema Gerakan Torak 2 Langkah
(Sumber : Arends BPM; H Berenschot, 1980)
Langkah isap :
1. Torak bergerak dari TMA ke TMB
2. Pada saat saluran bilas masih tertutup oleh torak, di dalam bak mesin terjadi
kompresi terhadap campuran bensin dengan udara
3. Di atas torak, gas sisa pembakaran dari hasil pembakaran sebelumnya sudah
mulai terbuang keluar saluran buang
4. Saat saluran bilas terbuka, campuran bensin dengan udara mengalir melalui
saluran bilas terus masuk kedalam ruang bakar
Langkah kompresi :
1. Torak bergerak dari TMB ke TMA
2. Rongga bilas dan rongga buang tertutup, terjadi langkah kompresi dan
setelah mencapai tekanan tinggi busi memercikkan bunga api listrik untuk
membakar campuran bensin dengan udara tadi
3. Pada saat yang bersamaan, dibawah (di dalam bak mesin) bahan bakar yang
baru masuk kedalam bak mesin melalui saluran masuk
Langkah kerja :
1. Torak kembali dari TMA ke TMB akibat tekanan besar yang terjadi pada
waktu pembakaran bahan bakar
2. Saat itu torak turun sambil mengkompresi bahan bakar baru didalam
bak mesin
21
Langkah buang :
1. Menjelang torak mencapai TMB, saluran buang terbuka dan gas sisa
pembakaran mengalir terbuang keluar
2. Pada saat yang sama bahan bakar baru masuk ke dalam ruang bahan bakar
melalui rongga bilas
3. Setelah mencapai TMB kembali, torak mencapai TMB untuk mengadakan
langkah sebagai pengulangan dari yang dijelaskan diatas
3.4. Proses Pembakaran
Secara umum pembakaran didefinisikan sebagai reaksi kimia atau
reaksi persenyawaan bahan bakar oksigen (O2) sebagai oksidan dengan
temperaturnya lebih besar dari titik nyala. Mekanisme pembakarannya
sangat dipengaruhi oleh keadaan dari keseluruhan proses pembakaran
dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi dengan oksigen yang
dapat membentuk produk yang berupa gas. (Sharma, S.P, 1978).
Untuk memperoleh daya maksimum dari suatu operasi hendaknya
komposisi gas pembakaran dari silinder (komposisi gas hasil pembakaran)
dibuat seideal mungkin, sehingga tekanan gas hasil pembakaran bisa
maksimal menekan torak dan mengurangi terjadinya detonasi. Komposisi
bahan bakar dan udara dalam silinder akan menentukan kualitas pembakaran
dan akan berpengaruh terhadap performance mesin dan emisi gas buang.
Sebagaimana telah diketahui bahwa bahan bakar bensin mengandung unsur-
unsur karbon dan hidrogen.
Terdapat 3 (tiga) teori mengenai pembakaran hidrogen tersebut yaitu :
a. Hidrokarbon terbakar bersama-sama dengan oksigen sebelum karbon
bergabung dengan oksigen.
b. Karbon terbakar lebih dahulu daripada hidrogen.
c. Senyawa hidrokarbon terlebih dahulu bergabung dengan oksigen dan
membentuk senyawa (hidrolisasi) yang kemudian dipecah secara
terbakar. (Yaswaki, K, 1994).
Proses atau tingkatan pembakaran dalam sebuah mesin terbagi menjadi
empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode-periode tersebut adalah :
22
1. Keterlambatan pembakaran (Delay Periode)
Periode pertama dimulai dari titik 1 yaitu mulai disemprotkannya
bahan bakar sampai masuk kedalam silinder, dan berakhir pada titik 2.
perjalanan ini sesuai dengan perjalanan engkal sudut a. Selama periode ini
berlangsung tidak terdapat kenaikan tekanan yang melebihi kompresi udara
yang dihasilkan oleh torak, dan selanjutnya bahan bakar masuk terus
menerus melalui nosel.
2. Pembakaran cepat
Pada titik 2 terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar, yang
dipecah halus dan sebagian menguap kemudian siap untuk dilakukan
pembakaran. Ketika bahan bakar dinyalakan yaitu pada titik 2, akan menyala
dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan mendadak sampai pada
titik 3 tercapai. Periode ini sesuai dengan perjalanan sudut engkol b. yang
membentuk tingkat kedua.
3. Pembakaran Terkendali
Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar yang
masih tetap disemprotkan (diinjeksikan) terbakar pada kecepatan yang
tergantung pada kecepatan penginjeksian serta jumlah distribusi oksigen
yang masih ada dalam udara pengisian. Periode inilah yang disebut dengan
periode terkendali atau disebut juga pembakaran sedikit demi sedikit yang
akan berakhir pada titik 4 dengan berhentinya injeksi. Selama tingkat ini
tekanan dapat naik, konstan ataupun turun. Periode ini sesuai dengan
pejalanan engkol sudut c, dimana sudut c tergantung pada beban yang
dibawa beban mesin, semakin besar bebannya semakin besar c.
4. Pembakaran pasca (after burning)
Bahan bakar sisa dalam silinder ketika penginjeksian berhenti dan
akhirnya terbakar. Pada pembakaran pasca tidak terlihat pada diagram,
dikarenakan pemunduran torak mengakibatkan turunnya tekanan meskipun
panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian akhir bahan bakar.
Dalam pembakaran hidrokarbon yang biasa tidak akan terjadi gejala
apabila memungkinkan untuk proses hidrolisasi. Hal ini hanya akan terjadi
23
bila pencampuran pendahuluan antara bahan bakar dengan udara
mempunyai waktu yang cukup sehingga memungkinkan masuknya oksigen
ke dalam molekul hidrokarbon. (Yaswaki. K, 1994)
Bila oksigen dan hidrokarbon tidak bercampur dengan baik maka
terjadi proses cracking dimana akan menimbulkan asap. Pembakaran
semacam ini disebut pembakaran tidak sempurna. Ada 2 (dua) kemungkinan
yang terjadi pada pembakaran mesin berbensin, yaitu :
a. Pembakaran normal
Pembakaran normal terjadi bila bahan bakar dapat terbakar
seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Mekanisme
pembakaran normal dalam motor bensin dimulai pada saat terjadinya
loncatan bunga api pada busi, kemudian api membakar gas bakar yang
berada di sekitarnya sehingga semua partikelnya terbakar habis. Di
dalam pembakaran normal, pembagian nyala api terjadi merata di
seluruh bagian. Pada keadaan yang sebenarnya pembakaran bersifat
komplek, yang mana berlangsung pada beberapa phase. Dengan
timbulnya energi panas, maka tekanan dan temperatur naik secara
mendadak, sehingga piston terdorong menuju TMB. Pembakaran normal
pada motor bensin dapat ditunjukkan pada (gambar grafik 3.4) dibawah
sebagai berikut :
Gambar 3.4. Pembakaran campuran udara-bensin dan
perubahan tekanan didalam silinder
(Toyota Astra Motor, 1996) Jakarta
24
Gambar grafik diatas dengan jelas memperlihatkan hubungan antara
tekanan dan sudut engkol, mulai dari penyalaan sampai akhir pembakaran. Dari
grafik diatas dapat dilihat bahwa beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA,
busi memberikan percikan bunga api sehingga mulai terjadi pembakaran,
sedangkan lonjakan tekanan dan temperatur mulai point 2, sesaat sebelum piston
mencapai TMA, dan pembakaran point 3 sesaat sesudah piston mencapai TMA.
b. Pembakaran tidak normal
Pembakaran tidak normal terjadi bila bahan bakar tidak ikut terbakar atau
tidak terbakar bersamaan pada saat dan keadaan yang dikehendaki. Pembakaran
tidak normal dapat menimbulkan detonasi (knocking) yang memungkinkan
timbulnya gangguan dan kesulitan-kesulitan pada motor bakar bensin. Fenomena-
fenomena yang menyertai pembakaran tidak sempurna, diantaranya :
1. Detonasi
Seperti telah diterangkan sebelumnya, pada peristiwa pembakaran normal
api menyebar keseluruh bagian ruang bakar dengan kecepatan konstan dan busi
berfungsi sebagai pusat penyebaran. Dalam hal ini gas baru yang belum terbakar
terdesak oleh gas yang sudah terbakar, sehingga tekanan dan suhunya naik
sampai mencapai keadaan hampir terbakar. Jika pada saat ini gas tadi terbakar
dengan sendirinya, maka akan timbul ledakan (detonasi) yang menghasilkan
gelombang kejutan berupa suara ketukan (knocking noise)
2. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya Detonasi
Pada lapisan yang telah terbakar akan berekspansi. Pada kondisi lapisan
yang tidak homogen, lapisan gas tadi akan mendesak lapisan gas lain yang
belum terbakar, sehingga tekanan dan suhunya naik. Bersamaan dengan adanya
radiasi dari ujung lidah api, lapisan gas yang terdesak akan terbakar tiba-tiba.
Peristiwa ini akan menimbulkan letupan mengakibatkan terjadinya gelombang
tekanan yang kemudian menumbuk piston dan dinding silinder sehingga
terdengarlah suara ketukan (knocking) yaitu yang disebut dengan detonasi. Hal-
hal yang menyebabkan terjadinya detonasi antara lain sebagai berikut :
25
a) Perbandingan kompresi yang tinggi, tekanan kompresi,
suhu pemanasan campuran dan suhu silinder yang tinggi.
b) Masa pengapian yang cepat.
c) Putaran mesin rendah dan penyebaran api lambat.
d) Penempatan busi dan konstruksi ruang bakar tidak tepat,
serta jarak penyebaran api terlampau jauh.
Proses terjadinya detonasi dapat ditunjukkan pada (gambar 3.5) dibawah :
Gambar 3.5. Proses terjadinya detonasi
(Arismunandar, 2002)
Gambar di atas menjelaskan bahwa detonasi (knocking)
terjadi karena bahan bakar terbakar sebelum waktunya. Hal ini
terjadi pada saat piston belum mencapai posisi pembakaran, tetapi
bahan bakar telah terbakar lebih dahulu.
3.5. Bahan Bakar Bensin (Premium)
Premium berasal dari bensin yang merupakan salah satu fraksi dari
penyulingan minyak bumi yang diberi zat tambahan atau aditif, yaitu Tetra
Ethyl Lead (TEL). Premuim mempunyai rumus empiris Ethyl Benzena
(C8H18).
26
Premium adalah bahan bakar jenis disilat berwarna kuning akibat
adanya zat pewarna tambahan. Premium pada umumnya digunakan untuk
bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti mobil, sepeda
motor, dan lain lain. Bahan bakar ini juga sering disebut motor gasoline atau
petrol dengan angka oktan adalah 88, dan mempunyai titik didih 300C-
2000C. Adapun rumus kimia untuk pembakaran pada bensin premium adalah
sebagai berikut:
2 C8H18 + 25 O2 → 16 CO2 + 18 H2O
Pembakaran di atas diasumsikan semua bensin terbakar dengan
sempurna. Komposisi bahan bakar bensin, yaitu :
a. Bensin (gasoline) C8H18
b. Berat jenis bensin 0,65-0,75
c. Pada suhu 400 bensin menguap 30-65%
d. Pada suhu 1000 bensin menguap 80-90%
(Sumber: Encyclopedia Of Chemical Technologi, Third Edition, 1981: 399)
Bensin premium mempunyai sifat anti ketukan yang baik dan dapat
dipakai pada mesin kompresi tinggi pada saat semua kondisi. Sifat-sifat
penting yang diperhatikan pada bahan bakar bensin adalah :
a) Kecepatan menguap (volatility)
b) Kualitas pengetukan (kecenderungan berdetonasi)
c) Kadar belerang
d) Titik beku
e) Titik nyala
f) Berat jenis
3.6. Syarat-Syarat Bahan Bakar Untuk Motor Bakar Bensin
3.6.1.Volatilitas bahan bakar
Volatilitas bahan bakar didefinisikan sebagai kecenderungan cairan
bahan bakar untuk menguap. Pada motor bensin, campuran bahan bakar dan
udara yang masuk dalam silinder sebelum dan sesudah selama proses
pembakaran diusahakan sudah dalam keadaan campuran uap bahan bakar
27
dan udara, sehingga memudahkan proses pembakaran. Oleh karena itu
kemampuan menguapkan bahan bakar untuk motor bensin sangat penting.
3.6.2. Angka Oktan
Angka Oktan adalah suatu bilangan yang menunjukkan sifat anti
ketukan (denotasi). Dengan kata lain, makin tinggi angka oktan maka
semakin berkurang kemungkinan untuk terjadinya denotasi (knocking).
Dengan berkurangnya intensitas untuk berdenotasi, maka campuran bahan
bakar dan udara yang dikompresikan oleh torak menjadi lebih baik sehingga
tenaga motor akan lebih besar dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih
hemat.
Cara menentukan angka oktan bahan bakar ialah dengan mengadakan
suatu perbandingan bahan bakar tertentu dengan bahan bakar standar. Yaitu
dengan menggunakan mesin CFR (Coordination Fuel Research). Mesin
CFR merupakan sebuah mesin silinder tunggal dengan perbandingan
kompresi yang dapat diukur dari sekitar 4:1 sampai dengan 14:1. Terdapat
dua metode dasar yang umum digunakan yaitu research method
mengunakan mesin motor CFR F-1, yang hasilnya disebut dengan Research
Octane Number (RON) dan motor method yang menggunakan mesin motor
CFR F-2 dimana hasilnya disebut dengan Motor Octane Number (MON).
Research method menghasilkan gejala ketukan lebih rendah dibandingkan
motor research.
Besar angka oktan bahan bakar tergantung pada presentase iso-oktana
(C7H18) dan normal heptana (C7H16) yang terkandung di dalamnya. Sebagai
pembanding, bahan bakar yang sangat mudah berdenotasi adalah normal
heptana (C7H16) sedang yang sukar berdenotasi adalah iso-oktana (C7H18).
Bensin yang cenderung kearah sifat normal heptana disebut bensin
dengan nilai oktan rendah (angka oktan rendah) karena mudah berdenotasi,
sebaliknya bahan bakar yang lebih cenderung kearah sifat iso-oktana
dikatakan bensin dengan nilai oktan tinggi atau lebih sukar berdenotasi.
Misalnya suatu bensin mempunyai angka oktan 90 akan lebih sukar
berdenotasi daripada bensin beroktan 70. Jadi kecenderungan bensin untuk
berdenotasi dinilai dari angka oktannya. Iso-oktana murni diberi indeks 100,
28
sedangkan normal heptana murni diberi indeks 0. Dengan demikian jika
suatu bensin memiliki angka oktan 90 berarti bensin tersebut cenderung
berdenotasi sama dengan campuran yang terdiri atas 90% volume iso-oktana
dan 10% volume normal heptana. Nilai oktan yang harus dimiliki oleh
bahan bakar ditampilkan dalam (tabel 3.1.) berikut :
Tabel 3.1. Nilai Oktan Gasolin Indonesia
No Jenis Angka Oktan
Minimum
1 Premium 88 88 RON
2 Pertamax 94 RON
3 Pertamax Plus 95 RON
4 Bensol 98 RON
(sumber : www.pertamina.com)
3.6.3. Kesetabilan kimia dan kebersihan bahan bakar
Kestabilan kimia bahan bakar sangat penting, karena berkaitan dengan
kebersihan bahan bakar yang selanjutnya berpengaruh terhadap sistem
pembakaran dan sistem saluran. Pada temperatur tinggi, sering terjadi
polimer yang berupa endapan-endapan gum (getah), hal ini menyebabkan
pengaruh kurang baik terhadap sistem saluran bahan bakar.
Bahan bakar yang mengalami perubahan kimia, menyebabkan
gangguan pada proses pembakaran. Pada bahan bakar juga sering terdapat
saluran/senyawa yang menyebabkan korosi, senyawa ini antara lain :
senyawa belerang, nitrogen, oksigen, dan lain-lain , kandungan tersebut pada
gas solin harus diperkecil untuk mengurangi korosi, korosi dari senyawa
tersebut dapat terjadi pada dinding silinder, katup, busi, dan lainya, hal
inilah yang menyebabkan awal kerusakan pada mesin.
29
Daftar Pustaka
1. http://www.energyefficiencyasia.org/docs/ee_modules/indo/Chapter
%20%20Fuels%20and%20combustion%20%28Bahasa%20Indonesia
%29.pdf
2. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=motor%20bakar
%20bab_ii_husni_mubarok.
30