Khutbah idul fitri 1436 h

12
1 Teks Khutbah Idul Fitri 1436 H. Disampaikan dalam Khutbah (Hari Raya) Idul Fitri, Jumat, 1 Syawal 1436 H./17 Juli 2015 M., di Lapangan Glondong, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Ikhtiar Mencari Pemimpin Yang Ideal Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd, Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah. Di hari yang fitri ini, tak ada yang lebih indah untuk kita lafazhkan selain untaian puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Maha Bijaksana yang menganugerahi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Dengan ketiga nikmat itulah, kita memiliki kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Ibadah yang berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk mengasah spritualitas kita menjadi pribadi bertakwa. Pribadi yang menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan, sekaligus menginsyafi tujuan penciptaannya di muka bumi sebagai khalifah.

Transcript of Khutbah idul fitri 1436 h

Page 1: Khutbah idul fitri 1436 h

1

Teks Khutbah Idul Fitri 1436 H.

Disampaikan dalam Khutbah (Hari Raya) ‘Idul Fitri,

Jumat, 1 Syawal 1436 H./17 Juli 2015 M., di Lapangan Glondong, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Ikhtiar Mencari Pemimpin Yang Ideal

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Di hari yang fitri ini, tak ada yang lebih indah untuk kita lafazhkan selain untaian puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Maha Bijaksana yang menganugerahi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Dengan

ketiga nikmat itulah, kita memiliki kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Ibadah yang berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk mengasah spritualitas kita menjadi pribadi bertakwa. Pribadi yang

menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan, sekaligus menginsyafi tujuan penciptaannya di muka bumi sebagai khalifah.

Page 2: Khutbah idul fitri 1436 h

2

.

“Sungguh, Kami menjadikanmu khalifah di muka bumi. Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,

karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS Shâd [38]: 26)

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Kesadaran ini merupakan tanda keberhasilan kita menjalankan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Puasa, tarawih, tadarus, zakat, dan

sedekah hakikatnya adalah media metamorfosa yang disediakan Allah untuk kita. Jika semuanya dijalankan dengan baik dan penuh penghayatan, maka

pada hari ini kita akan menjadi sosok baru yang berbeda dari sebelumnya. Kita akan menjadi muslim sejati yang bersih dari noda dosa sebagaimana dilukiskan Rasulullah saw melalui sabdanya:

.

“Orang yang berpuasa dan mendirikan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya akan terbebas dari dosa-dosanya seperti

ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR Ibnu Majah dari, Sunan ibn Mâjah, juz II,

hal. 355, hadits no. 1328 dan Ibnu Khuzaimah, Shahîh ibn Khuzaimah, juz

III, hal. 335, hadits no. 2201, dari Abu Salamah)

Namun sebaliknya, jika ibadah puasa dilaksanakan sekadar untuk

menggugurkan kewajiban, maka kita takkan mendapatkan keistimewaan Ramadhan. Ibadah Ramadhan hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang

tak membawa perubahan apa-apa. Ibadah puasa takkan memerbarui diri dan kepribadian kita menjadi lebih baik. Janganlah sampai kita termasuk orang-

orang yang rugi seperti disabdakan Rasulullah saw dalam haditsnya:

”Betapa banyak orang yang berpuasa, (tetapi) tidak mendapatkan bagian dari

puasanya melainkan lapar dan dahaga, dan betapa banyak orang yang melakukan shalat malam, (tetapi) tidak mendapatkan bagian dari ibadah (shalat malam)-nya

Page 3: Khutbah idul fitri 1436 h

3

melainkan (mengantuk karena) begadang saja.” (HR Ahmad dari Abu Hurairah,

Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz II, hal. 273, hadits no. 8843)

Kesuksesan menjalankan ibadah puasa bukan terletak pada kekuatan menjauhi faktor yang membatalkannya sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Tapi harus tercermin dari sikap dan perilaku kita

sebelas bulan berikutnya. Sejak hari ini sampai Ramadhan yang akan datang. Oleh sebab itu, mari jadikan hari kemenangan ini sebagai momentum

perubahan. Patrikan niat untuk mengisi hari-hari di masa depan, dengan aktivitas multiguna yang bernilai ibadah. Kuatkan tekad untuk menjadi

pembaharu, lalu hadirkan perubahan positif bagi keluarga, lingkungan dan

masyarakat. Āmîn ya rabbal ‘âlamîn.

Selanjutnya mari kita haturkan shalawat beriring salam kepada

Nabi Muhammad saw Nabi terakhir yang istikamah menyadarkan manusia bahwa kedudukan mereka setara di depan Tuhan. Nabi, pemimpin, sekaligus kepala negara yang disayangi kawan dan disegani lawan. Teladan ideal

dalam berdemokrasi dengan menyelesaikan semua masalah duniawi melalui musyawarah. Dialah kekasih Tuhan yang sukses mengubah bangsa Arab

yang jahiliah menjadi madaniah, yang barbar menjadi penyabar, dan yang sektarian menjadi egalitarian.

Prestasi Rasulullah saw ini telah menginspirasi jutaan tokoh lain di

dunia dalam melakukan perubahan dan menggerakkan pembaruan. Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umatnya, untuk menjadikan beliau sebagai rujukan utama dalam seluruh aspek kehidupan. Sifat, sikap,

tindakan, dan ucapan kita sebisa mungkin selaras dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. Karena hanya dengan begitu kita akan diakui sebagai

‘khairu ummah’ (umat terbaik).

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Sambil terus mengumandangkan kalimah-kalimah thayyibah rasa

syukur kita kepada Tuhan, khâtib al-faqîr ingin mengajak kita semua untuk

merenung sejenak. Merefleksikan situasi bangsa dan kondisi negara setelah

69 tahun merdeka.

Dalam konnteks keindonesian, kita bisa menyimak ketulusan, semangat juang, serta militansi papa pejuang kemerdekaan kita, misalnya:

“panglima besar Soedirman”, bersama tokoh pendiri bangsa lainnya. Inilah yang sulit ditemui dalam diri para pemimpin bangsa sekarang. Jadi wajar

jika bangsa kita di usia kemerdekaannya yang sudah mencapai 69 tahun ini, masih belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sampai saat ini, masih banyak rakyat yang hidup bagaikan masih di zaman penjajahan.

Terlilit kemiskinan, terbelit kebodohan, dan terjebak keterbelakangan, kalah

Page 4: Khutbah idul fitri 1436 h

4

dalam berkompetisi dengan dengan rakyat di negara-negara tetangga ‘kita’ yang baru belakangan ini mengecap nikmat kemerdekaan.

Ironi ini tidak perlu terjadi kalau para pemimpin negeri ini meniti jalan yang lurus. Memandang kepemimpinan sebagai media ibadah sekaligus amanah suci yang harus ditunaikan dengan sepenuh hati.

Ingat sabda Rasulullah saw:

.

“Kalian adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung jawab atas apa yang

dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung

jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim dari Abdullah bin Umar,

Shahîh Muslim, juz VI, hal. 7, hadits no. 4828)

Nilai-nilai luhur inilah yang mulai tercerabut dari dalam jiwa para

pemimpin negeri, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah harmonis dan serasi. Kekacauan politik, ketidakadilan hukum, dan

ketimpangan ekonomi, adalah akibat dari perilaku politik para pemimpin pada umumnya. Pemimpin yang lahir dari iklim politik yang tidak sehat atau tidak kondusif.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Fakta yang tak bisa dipungkiri adalah (bahwa) banyak pemimpin

yang memeroleh jabatan strategis dari hasil transaksi politik, bukan dari visi yang dimiliki, talenta yang mumpuni, atau jasa nyata yang dirasakan rakyat biasa. Akibatnya, kepemimpinan berjalan statis tanpa kreasi inovatif bagi

perubahan dan pembaruan masyarakat. Kepemimpinan lebih terlihat sebagai asesoris kekuasaan yang harus ada dalam suatu negara, dibanding wadah

menyalurkan ide positif dan gagasan konstruktif.

Banyak pemimpin yang mandul karena memang miskin visi, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan taraf hidup rakyat.

Pemimpin seperti ini, cenderung sibuk membangun citra positif agar terus mendapat kepercayaan masyarakat, ketimbang meningkatkan etos kerja

membangun bangsa. Menyimpang jauh dari teladan Rasulullah saw di kala memimpin umat Islam generasi awal.

Page 5: Khutbah idul fitri 1436 h

5

Yang lebih ‘memrihatinkan’ lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam

inilah yang menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang

diperjuangkan bukan lagi kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya

menjadi slogan yang sering diucapkan, tanpa dipraktikkan. Padahal Allah SWT telah berfirman:

.

.

“Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang

tidak kamu kerjakan.” (QS Shaff [61]: 2-3)

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Agar kondisi bangsa kita tidak semakin terpuruk akibat tingkah laku pemimpin yang tidak memiliki integritas, mari kita tandai hari raya Idul Fitri

kali ini sebagai momentum perubahan. Perubahan pada pola pikir yang tercermin dalam pola hidup. Memang langkah ini tidaklah mudah

dilakukan. Perlu perjuangan kita semua secara istiqamah dan penuh kesungguhan. Terlebih karena kondisi kepemimpinan di negeri ini banyak

dilahirkan dari partai politik yang belum sepenuhnya berfungsi sebagai mesin kepemimpinan. Partai politik kita sebagian besar dikendalikan oleh orang-orang yang lebih mengedepankan uang dan modal daripada akhlak,

integritas dan moral. Akibatnya banyak calon pemimpin ditentukan oleh kekuatan modal bukan kualitas moral. Pemimpin yang dimunculkan bukan

karena kualitas visi dan misinya, tapi karena kekuatan modal yang dimiliki.

Sungguh ironis, apabila ‘model kepemimpinan’ yang kita kembangkan selama ini telah telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang

justru melawan kodrat ‘demokrasi’ yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat hanya menjadi tumbal demokrasi untuk melanggengkan

kekuasaan pemimpin yang tak amanah dan korup. Sungguh hal ini merupakan penyimpangan demokrasi yang harus kita luruskan bersama, agar rakyat tidak hanya menjadi sapi perah calon pemimpin yang ingin

berkuasa atau memertahankan kekuasaannya.

Proses lahirnya kepemimpinan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga-lembaga yang menyeleksi maupun mendukung

Page 6: Khutbah idul fitri 1436 h

6

calon pemimpin. Salah satu lembaga penting dalam melahirkan pemimpin adalah partai politik. Selain sebagai pilar demokrasi, partai politik juga

memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan mendistribusikan calon pemimpin baik pada tingkat lokal maupun nasional. Baik di lembaga

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif serta berbagai institusi negara lainnya. Karena itu, partai politik memunyai tanggung jawab besar untuk melahirkan

kepemimpinan yang berkualitas dan memiliki integritas. Partai politik harus bertanggung jawab atas lahirnya pemimpin-pemimpin yang korup dan menyimpang.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Tugas ini memang tidak mudah dilaksanakan, mengingat saat ini

banyak partai politik yang justru terjebak dalam lingkaran setan. Kehilangan ideologi dan orientasi. Bahkan menjadi tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi para koruptor.

Fenomena ini tidak boleh terus berlangsung agar kepemimpinan di Republik ini tidak semakin jauh melenceng dari cita-cita demokrasi dan konstitusi kita. Terlebih agar kita tidak terus menjadi korban akibat ulah

pemimpin yang tidak amanah. Karena itu, partai politik harus membuang semua penyakit yang berpotensi merusak sistem kepartaian, seperti

kekuasaan oleh sekelompok orang (oligarki) atau kekuasaan sentralistik figur (patronase), maupun berdasarkan trah keluarga (nepotis). Para petinggi

partai harus sadar, penyakit oligarki hanya akan membuat partai menjelma layaknya perusahaan yang hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sedangkan proses kaderisasinya hanya akan melahirkan orang-orang yang taat pada elit

partai. Hal yang sama akan terjadi pada partai yang tidak bisa melepaskan diri dari politik patronase. Figur patron yang menempati hierarki tertinggi

dalam piramida partai, akan memiliki kekuasaan mutlak laksana seorang raja. Ruh partai bukan lagi berada di balik ideologi, tapi beralih ke tangan

seorang tokoh atau figur karena trah keluarga.

Gejala ini pernah dialami oleh umat Islam generasi awal yang lazim

disebut assâbiqûnal awwalûn. Ketika Rasulullah saw wafat, banyak kaum

Muslimin yang merasa kehilangan pegangan. Mereka tidak percaya, bahkan

tidak menerima kematian sang Nabi, sampai Abu Bakar ash-Shiddiq menyadarkan mereka:

.

Page 7: Khutbah idul fitri 1436 h

7

“Saudara-sadara, barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal, tetapi siapa yang menyembah Allah, Allah Mahakekal dan tak pernah mati.”

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Hikmah dari perkataan Abu Bakar dalam konteks kepemimpinan ‘kita’ adalah:

Pertama, perlunya melihat kepemimpinan sebagai sebuah proses

yang tidak abadi. Siapapun dia, sekuat apapun dia, bahkan seotoriter apapun dia, seorang pemimpin pasti akan sampai pada kejatuhannya.

Karena itu, pemimpin harus betul-betul berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.

Kedua, kepemimpinan janganlah didasarkan pada faktor keturunan,

karena kepemimpinan bukanlah warisan. Kepemimpinan harus didasarkan pada kualitas dan integritas sang pemimpin siapa pun dan dari suku apapun

dia.

Ketiga, pemimpin tidak hanya punya tanggung jawab secara sosial,

tapi juga secara spiritual, yaitu kepada Allah SWT. Karena itu, pemimpin

dituntut tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tapi juga spiritual yang dapat menuntunnya pada amanah kepemimpinannya.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Karakter pemimpin ideal sebenarnya sudah tercermin secara sempurna pada diri Rasulullah saw Sejarah sudah memberikan paparan yang

jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan seni kepemimpinan beliau. Jadi, yang perlu kita lakukan saat ini adalah memahami esensi dari setiap

karakter tersebut, sehingga bisa diaplikasikan dalam seni kepemimpinan Indonesia modern. Secara ringkas, empat karakter Rasulullah saw adalah sebagai berikut

1. Shidhq (Jujur)

Karakter utama yang menjadi ciri khas pemimpin ideal adalah kejujuran. Jangan pernah remehkan sifat ini, karena fakta sejarah membuktikan bahwa kejujuran memiliki energi dahsyat untuk melegitimasi

kepemimpinan. Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar secara berurutan sudah membuktikan dahsyatnya energi kejujuran bagi kepemimpinan agama

dan politik mereka. Rasulullah saw mendapatkan gelar Al-Amîn (yang dapat

dipercaya) jauh sebelum mendapatkan beragam gelar positif lainnya. Karena

Page 8: Khutbah idul fitri 1436 h

8

rekam jejak kejujuran beliaulah, dakwah Islam cepat tersebar. Semua perkataan beliau langsung dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua

orang yang mendengar. Termasuk hal-hal yang tidak bisa dinalar akal sehat sekalipun, seperti persitiwa Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar juga demikian. Ia

dijuluki ash-Shiddîq (orang jujur dan bisa dipercaya). Kejujuran inilah yang

membuat semua kabilah Arab bersatu dan membaiatnya secara aklamatif

sebagai khalifah ketika Rasulullah saw wafat.

Fakta ini seharusnya bisa membuka mata semua pemimpin, bahwa kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi pemimpin. Pribadi yang jujur relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat, meskipun mungkin dia

tidak memiliki kecakapan yang hebat dalam mengorganisir kekuasaan. Sebab, masyarakat pasti lebih tenang dan lebih senang dipimpin oleh orang

jujur. Mereka tidak akan khawatir aset-aset bangsa hasil jerih payah rakyat akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Mereka juga tidak akan was-

was akan diperlakukan seperti binatang ternak, yang diperas keringatnya dan diperah saripatinya untuk membiayai kebutuhan hedonisme ala pemimpin pendusta.

Pemimpin yang jujur pasti berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan tidak terpuji, atau memutuskan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Oleh sebab itu, Allah SWT. dengan tegas memerintahkan

kita untuk bersama atau mengikuti orang-orang yang jujur.

.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu

bersama orang-orang yang jujur.” (QS At-Taubah [9]: 119)

2. Amanah (Tepercaya dan Bertanggung Jawab)

Jika kejujuran berfungsi melejitkan potensi internal untuk

melegitimasi pemimpin, maka amanah merupakan karakter eksternal yang berfungsi meningkatkan etos kerja. Karakter inilah yang bisa memacu dan

memicu pemimpin untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Karena

berkaitan dengan kerja-kerja praktis, maka karakter amanah memiliki kaitan yang erat dengan tanggung jawab. Jadi, pemimpin yang amanah adalah

pemimpin yang bertanggung jawab.

Sejauh ini, kita cenderung memaknai amanah sebatas menunaikan tugas dan kewajiban. Padahal, penyempitan makna amanah seperti inilah

yang menjadi pangkal rendahnya kinerja para pemimpin. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang amat langka ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan kembali bahwa amanah memiliki arti yang agung. Amanah berarti berusaha

Page 9: Khutbah idul fitri 1436 h

9

memberikan kemampuan terbaik dan berorientasi kesempurnaan dalam setiap tugas yang dijalankan. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang

selalu berusaha perfeksionis dalam melakukan pekerjaan. Tidak pernah puas dengan hasil yang didapatkan, dan selalu berpikir keras untuk menghasilkan

sesuatu yang lebih baik lagi.

Menurut para ahli hikmah, pemimpin yang amanah selalu menjunjung tinggi etika sehingga tidak suka memermalukan orang.

Membangun kepercayaan diri melalui kualitas dan kapasitas diri. Berani mengakui kesalahan diri dan tidak pernah segan mengingatkan orang lain

atas kesalahannya. Bertanggung jawab sendiri untuk memerjuangkan tujuan

serta cermat dalam bekerja. Teguh memegang prinsip dengan segala risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi.

Di samping itu, pemimpin amanah adalah yang sudah selesai

dengan dirinya sendiri. Tidak membuat rakyat kerepotan mengurusi masalahnya. Selalu meninggalkan kenangan positif bagi orang di sekitarnya

dan masyarakat luas. Tidak mengalihkan tanggung jawab kesalahannya kepada pihak lain, dan juga tidak mewariskan tumpukan masalah yang

menyulitkan generasi setelahnya.

3. Tabligh (komunikatif)

Karakter ini harus dimiliki karena dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu berhadapan dengan manusia yang punya perasaan dan

pikiran. Bukan berhadapan dengan benda mati yang mudah direkayasa. Oleh sebab itu, pemimpin dituntut terampil berkomuniksi agar pesannya bisa

dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Ia harus bersikap terbuka sehingga rakyat tidak segan atau takut menyampaikan keinginannya. Seperti inilah yang dicontohkan Rasulullah saw dalam menjalin komunikasi dengan para

sahabatnya.

Keterampilan berkomunikasi ini mustahil diperoleh secara instan tanpa proses yang panjang. Pengalaman akan menumbuhkan empati yang

membuat pemimpin bisa merasakan keluh-kesah rakyatnya, bukan hanya menjadi pendengar setia. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin yang

berhasil, selalu sosok yang bersahaja. Sosok yang rela berlumpur dan berkeringat bersama rakyat, bukan sosok yang pura-pura memerhatikan penderitaan rakyat dari balik tirai kemewahan. Rasulullah saw selalu

berhasil mencerna masalah yang dikeluhkan sahabat, karena beliau memang pernah mengalami masalah yang dikeluhkan tersebut. Kepribadian

sederhana yang berpadu dengan tutur kata santun, membuat siapa pun merasa nyaman berdialog dengan Rasulullah saw, termasuk orang yang baru

kenal sekali pun.

4. Fathanah (Visioner)

Page 10: Khutbah idul fitri 1436 h

10

Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Visioner dan memiliki program yang jelas dalam memajukan masyarakat.

Memiliki analisa yang tajam, strategi yang jitu, serta cermat mengidentifikasi skala prioritas dalam menyelesaikan masalah.

Pemimpin yang tidak visioner pasti tidak memiliki pendirian yang

teguh, sehingga mudah dipengaruhi orang lain. Gampang terombang-ambing di antara serbuan argumen yang beragam. Karena itu keputusan

yang diambil rentan kesalahan dan berpotensi merugikan rakyat.

Rasulullah saw adalah pemimpin yang sangat visioner.

Ketajamannya dalam menganalisa masalah benar-benar tak tertandingi oleh

siapa pun. Kisah tentang Perjanjian Hudaibiyah adalah contoh nyata yang pasti membuat semua orang terpana. Betapa tidak, dengan kecerdasannya, Rasulullah saw mampu membalikkan perjanjian yang pasal-pasalnya

terkesan merugikan, menjadi sangat menguntungkan bagi kaum Muslimin. Sebagai bukti, pihak Qurasiy yang sempat girang setelah menandatangi

perjanjian tersebut, akhirnya tidak kuat lalu khianat dan melanggarnya.

.

Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar wa Lillâhil Hamd,

Para Jamaah, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.

Sebelum mengakhiri khutbah ini, khâtib al-faqîr ingin mengingatkan

bahwa saat ini kita berada di tengah kepungan entertaimen dan gejolak politik. Bukan saja karena kita akan menghadapi pemilukada di berbagai daerah, tetapi juga karena hingar-hingar suksesi kepemimpinan 2015 sudah

ramai dibicarakan sekarang.

Sebagai insan yang beriman dan berpendidikan, mari kita sikapi semua rayuan politik tersebut dengan arif agar tidak salah memilih

pemimpin. Sebab, kesalahan memilih pemimpin berpengaruh besar terhadap nasib kita untuk satu periode politik ke depan. Semoga Allah memberi kita

kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah.

Kita juga berdoa semoga Allah SWT segera menyadarkan para

pemimpin di negeri ini untuk menjalankan amanatnya secara jujur, transparan, dan penuh keikhlasan sehingga negeri ini betul-betul menjadi

Page 11: Khutbah idul fitri 1436 h

11

baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena

pemimpinnya semakin dekat pada penciptanya, yaitu Allah SWT. Āmîn yâ

rabbal ‘âlamîn.

.

.

(Wahai Tuhan Yang memunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau

kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu)

.

(Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan tinggikanlah derajat kaum muslimin. Hapuskan segala bentuk kekufuran dan enyahkan segala bentuk kejahatan. Tegakkan panji-panji kebesaran-Mu hingga akhir nanti, dengan Rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih)

.

(Ya Allah kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir)

Page 12: Khutbah idul fitri 1436 h

12

.

(Ya Allah, tolonglah penguasa kami, pemimpin kaum yang beriman, tolonglah para ulama kami, tolonglah para menteri, pejabat, serta tentaranya hingga hari Akhir. Tetapkan keselamatan dan kesehatan bagi kami, yang sedang berjihad, para musafir, serta yang tidak bepergian, baik yang ada di darat atau di laut-Mu -- umat Muhammad -- dan seluruh umat manusia)

.

(Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan

peliharalah kami dari siksa neraka)

.

(Mahasuci Tuhanmu Yang memunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan.

Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Penguasa alam semesta)