khansa food uye.docx
Transcript of khansa food uye.docx
MAKALAH KUNJUNGAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DAN PADAT DI INDUSTRIPENGOLAHAN IKAN “Khansa Food”
Disusun oleh:
Umro Meina 12/331595/PN/12699
Amalina Qistina 12/331517/PN/12672
Yuda Halim Perdana 12/331699/PN/12784
Khafidotul Khasanah 12/331783/PN/12849
Sari Dwi Hastuti 12/334875/PN/12910
Rachmat Abdillah 12/334955/PN/12955
Andika Nurul Insani 12/335069/PN/13013
Asterina Wulan Sari 12/335195/PN/13030
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil laut, biasanya
dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Jenis olahan hasil laut dapat
dijumpai di berbagai wilayah Indonesia. Industri pengolahan perikanan
semakin meningkat, hal ini mengindikasikan bahwa industri perikanan
mengalami perubahan yang baik dan menuju perkembangan industri dengan
teknologi tepat guna terutama dalam mendukung pertumbuhan perekonomian
nasional.
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai
ekonomis (Ginting, 1992). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan
masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30 %. Produksi ikan yang telah mencapai
6.5 juta ton pertahun sehingga sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa limbah padat,
limbah cair dan limbah gas. Limbah padat biasanya digunakan sebagai bahan
baku industri lain, seperti kulit hasil penyamakan digunakan untuk bahan
baku tas, cangkang udang pada industri pembekuan ikan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kitin dam kitosan. Limbah cair industri dibuang ke
lingkungan yang hanya mampu menerima buangan beban limbah hingga
suatu batas tertentu karena mempunyai daya dukung terbatas untuk tetap
seimbang (Azwar, 1996).
Limbah hasil industri yang dihasilkan sering kali tidak dikelola terlebih
dahulu sehingga hasil buangan tersebut mengganggu keseimbangan
lingkungan. Hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan akibat pembuangan limbah cair antara lain dengan pengolahan
dan penanganan limbah yang baik dengan mereduksi beban pencemaran.
Pengetahuan tentang teknik-teknik penanganan limbah cair dengan baik
sangat diperlukan agar dapat meningkatkan efisiensi penanganan dan
pengelolaan limbah.
Salah satu industri pengolahan ikan yang memanfaat limbah padat yaitu
Khansa Food. Industri ini terletak di Jalan Kaliurang km 7, Kayen, RT/RW
02/43, Gg. Melati IV no. 38, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta
55283. Khansa Food adalah sebuah perusahaan yang mengelolah tuna dan
lele menjadi abon tuna dan abon lele. Industri ini memanfaatkan limbah padat
seperti sirip dan kulit menjadi kripik, sedangkan limbah padat lele seperti
tulang dimanfaatkan untuk bahan pembuatan stick tulang yang memiliki nilai
kalsium tinggi.
2. Tujuan
1. Mengetahui salah satu industri pengolahan perikanan di D.I.
Yogyakarta
2. Mengetahui teknik penanganan limbah cair di beberapa industri
perikanan di D.I. Yogyakarta.
3. Mengetaui pemanfaatan limbah padat atau hasil samping produksi di
beberapa industri perikanan di D.I. Yogyakarta.
3. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi industri perikanan secara langsung.
2. Mahasiswa dapatmengetahui teknik penanganan limbah cair di beberapa
industri perikanan di D.I. Yogyakarta.
3. Mengetaui pemanfaatan limbah padat atau hasil samping produksi di
beberapa industri perikanan di D.I. Yogyakarta.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Limbah merupakan sisa dan atau hasil sampingan dari kegiatan atau
industri perikanan (tangkap, budidaya dan pengolahan) yang dibuang ke
lingkungan, baik yang melalui proses penanganan atau tidak (Sahubawa,
2015). Menurut Sjafei dan Armando (2002), limbah sebagai buangan industri
dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan wujudnya yaitu limbah
padat dan limbah cair. Limbah padat industri perikanan berupa kepala udang
atau ikan, cangkang atau kulit udang, tulang ikan, dan lain-lain. Limbah cair
dapat bersumber dari air pencuci, air pembersih peralatan, lelehan es dari
ruang produksi dan lain sebagainya. Limbah cair ini mengandung bahan-
bahan organik dan berpotensi untuk menimbulkan efek negatif bagi
lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari agroindustri khususnya industri
pengolahan ikan tergolong cukup tinggi.
Dewasa ini, industri pengolahan ikan berkembang pesat. Tumbuhnya
industri-industri pengolahan ikan baik skala kecil atau pun besar dapat
memberikan manfaat, diantaranya meningkatkan kesejahteran dan pendapatan
daerah. Masalah yang ditimbulkan dari industri pengolahan ikan yaitu
timbulnya pencemaraan terhadap lingkungan sekitar (Setiyono dan Yudo,
2008). Rendahnya tingkat pemahaman IPAL dan sistem manajemen limbah
mengakibatkan sulitnya mengelola limbah sehingga hampir semua limbah
dari indutri pengolahan ikan dibuang ke saluran umum. Pembuangan limbah
ke saluran umum berdampak pada tingginya tingkat pencemaran pada
lingkungan di sekitar industri pengolahan ikan.
Menurut Sahubawa (2015), limbah yang dihasilkan tersebut jika diberi
penangan (treatment) atau introduksi teknologi, maka dapat dikonversi
menjadi produk turunan yang memiliki nilai ekonomi dan ekologi (fungsi dan
kelestarian lingkungan). Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam
memelihara kelestarian lingkungan. Teknologi pengolahan air limbah
domestik maupun agroindustri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat setempat (Oktavia dkk, 2012).
Seiring berkembangnya IPTEK dan kesadaran manusia akan
kelestarian lingkungan, teknik penanganan limbah dari indutri pengolahan
ikan juga mulai banyak berkembang. Teknik penanganan limbah cair industri
pengolahan ikan atara lain dengan konsorsium mikroba (Oktavia dkk, 2012).
Konsorsium merupakan kombinasi dari kultur murni yang disebut sebagai
inokulum campuran. Penangan limbah cair industri pengolahan ikan pada
dasarnya terdiri dari tiga tahap, yaitu proses penanganan primer, sekunder,
dan tersier (Sahubawa, 2011). Limbah padat dapat dilakukan pengolahan
untuk pengolahan kembali seperti pada bagian tulang ikan dapat
dimanfaatkan sebagai tepung tulang ikan, kulit dapat dijadikan sebagai
produk perikanan non konsumsi seperti dompet, ikat pinggang dan lain-lain
(Sahubawa, 2015).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Metodologi yang digunakan dalam praktikum kunjungan adalah:
1. Studi pengamatan langsung di pabrik
2. Wawancara dengan pihak industri perikanan
3. Pengumpulan data dan informasi mengenai sistem penanganan limbah cair
dan pengambilan limbah padat industri perikanan
4. Studi pustaka, pembuatan video limbah cair dan inovasi pemanfaatan
limbah padat industri perikanan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Pembuatan stick tulang lele
Digoreng dan di biarkan dingin
Adonan dipotong sesuai ukuran
Adonan dicetak
Ditambahkan (wortel, bayam, seledri)
Ditambahkan tulang ikan lele yang sudah disaring dan diaduk lagi
Ditambahkan 4sdm maizena, 4sdt backing powder, 4sdt garam, dan 6butir telur dan
diaduk
Siapkan adonan (2kg terigu, 400gr mentega, dan 600gr sagu) diaduk hingga
rata
Disaring dan dimasukkan ke dalam gelas ukur
Dimasukkan ke blender dan ditambahkan air rebusan secukupnya
Tulang ikan lele direbus hingga lunak
Di kemas ke dalam plastik
Tabel 1. Estimasi anggaran biaya pembuatan stick tulang lele
No Bahan Jumlah Harga Satuan
(Rp)
Jumlah (Rp)
1 Tulang Ikan Lele 0,5 kg 0 0
2 Tepung Terigu 2 kg 12.000 24.000
3 Tepung Sagu 0,6 kg 7.500 4.500
4 Tepung Meizena 4 sdt 14.000 2.000
5 Mentega 400 gram 7000/pcs 14.000
6 Telor 6 butir 16.500 8.250
7 Lada Halus 4 sdt 4.000
8 Bawang Putih 6 siung 2.000
9 Garam 4 sdt 500
10 Baking Powder 4 sdt 500
11 Seledri secukupnya 1.000
12 Bayam secukupnya 1.000
13 Wortel secukupnya 2.000
14 Minyak Goreng 1 liter 13.000 13.000
15 Gas dan Listrik 7.000
16 Tenaga Kerja 10.000
17 Packaging 16 plastik 300 4.800
Jumlah 98.550
Biaya produksi Adonan 3 kg 98.550
Harga Jual 1,6 kg (100.000/kg) 160.000
Keuntungan 61.450
2. Pembahasan
Khansa Food adalah salah satu home industry di Yogyakarta yang
mengolah beberapa hasil perikanan. Khansa food beralamat Jl. Kaliurang km
7, Kayen, RT/RW 02/43, Gg. Melati IV no. 38, Condongcatur, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Pemilik dari Khansa Food adalah Ibu Nurul Indah
Khasanah. Khansa Food berdiri sejak tahun 2007 dengan total karyawan 7
orang yang mana 3 orang dibagian produksi, 2 orang dibagian distribusi, dan
dua orang dibagian pemasaran. Produk dari Khansa Food adalah berbagai
olahan abon, steak, keripik kulit lele, dan keripik sirip lele. Pembuatan abon
menggunakan bahan baku ikan tuna, ikan salmon, ikan lele, sapi, dan ayam.
Ikan tuna diperoleh dalam keadaan segar dan sudah di fillet skinless,
sedangkan untuk ikan lele diperoleh dari pembudidaya lele.
Limbah cair yang ada di Khansa Food adalah berupa air pencucian
ikan dan limbah padat berupa tulang, kulit, dan sirip. Pengolahan limbah cair
di Khansa Food dengan membuang limbah tersebut kedalam serapan yang
berada di dalam tanah, dapat dilihat gambar 1. Air pencucian ikan dari
wastafel dialirkan menuju bak kontrol yang digunakan untuk proses
sedimentasi partikel-partikel. Partikel-partikel yang sudah tersedimentasi
akan membentuk lumpur pada dasar bak kontrol. Lumpur akan diambil secara
berkala agar tidak terjadi luapan sedangkan air akan menuju bak penampung.
Hal ini dilakukan karena lokasi industri tersebut tidak dilengkapi oleh
selokan.
Gambar 1. Serapan air limbah Gambar 2. Bak kontrol
Menurut Sugiharto (1987), ada 5 tahap yang di perlukan dalam
pengolahan air limbah, yaitu :
a. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan
padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Proses pengolahan yang
berlangsung pada tahap ini ialah screen and gritremoval, equalization and
storage, serta oil separation.
b. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan
awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses
yang terjadi ialah neutralization, chemical addition and
coagulation,flotation, sedimentation, dan filtration.
c. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yang
tak dapat dihilangkan dengan proses fisik. Peralatan yang umum
digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobicla
goon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating
biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
d. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption,
ionexchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
Tahap ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih memurnikan air
yang belum sepenuhnya bersih.
e. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan
sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or
wetcombustion, pressure filtration, vacuum filtration,
centrifugation,lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
Gambar 3. Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Secara umum air limbah perikanan mengandung parameter BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak. Keseluruhan parameter tersebut dibuang
langsung ke badan air, maka akan mengakibatkan pencemaran air, oleh
karena itu sebelum dibuang ke badan air, terlebih dahulu harus diolah
sehingga dapat memenuhi standar air yang baik. Penurunan kadar COD pada
limbah cucian ikan dapar dilakukan menggunakan kombinasi proses aerasi,
absorpsi dan filtrasi diharapkan dapat menurunkan kadar COD yang lebih
baik. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikroorganisme
yang ada dalam air limbah (Sugiharto, 1987).
Pegolahan limbah cair yang dilakukan di Khansa Food kurang baik
dan tidak sesuai dengan prosedur. Pengolahan limbah cair yang kurang tepat,
akan memberikan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan sekitarnya
seperti dampak terhadap kesehatan. Munculnya masalah kesehatan
disebabkan oleh kandungan BOD masih banyak sehinga muncul
bakteri berbahaya (Sahubawa, 2011). Limbah cair industri perikanan
mengandung padatan tersuspensi sebagai sumber protein atau nitrogen yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara untuk lahan pertanian.
Perilaku pengusaha pengolahan ikan sebagian besar belum
menerapkan prinsip produksi bersih. Penjemuran limbah ikan di tempat
terbuka menyebabkan bau dan menimbulkan gangguan. Pembusukan ikan
menimbulkan gas yang tersebar oleh angin ke wilayah sekitar kawasan
industri. Kawasan industri yang dekat dengan kawasan pemukinan dapat
menyebabkan peningkatan bau tidak sedap, semakin besar dan semakin jauh
dari kawasan industri maka tingkat bau berkurangl (Setyo, 2013).
Limbah ikan jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan
pencemaran dan menimbulkan bau yang menyengat karena proses
dekomposisi protein. Penyebab timbulnya bau busuk pada limbah ikan adalah
karena terjadi proses penguraian protein, ataupun hasil-hasil peruraian protein
dalam proses autolisis serta substansi-substansi non nitrogen oleh bakteri.
Proses ini menghasilkan pecahan-pecahan protein sederhana dan berbau
busuk seperti H2S, ammonia, indol, skatol dan lain-lain (Fajrin, 2013).
Produk yang dihasilkan oleh Khansa Food diantaranya abon tuna,
abon lele, abon salmon, abon sapi dan abon ayam. Pembuatan abon tuna dan
salmon tidak menghasilkan limbah padat karena bahan baku yang digunakan
adalah fillet daging ikan sehingga tidak menghasilkan limbah padat seperti
tulang, kulit dan sirip. Bahan baku pembuatan abon lele adalah daging ikan
lele segar sehingga bagian sirip, kulit, duri dan kepala dibuang begitu saja.
Program zero waste menyebabkan pemilik usaha memproduksi olahan
dengan memanfaatkan limbah. Produk olahan dibuat dari bahan baku berupa
limbah padat seperti tulang, kulit, dan sirip menjadi suatu produk (keripik
kulit lele, keripik sirip lele dan stick duri lele) yang memiliki nilai jual.
Keripik kulit lele dan keripik sirip lele dibuat dengan cara
mengumpulkan limbah padat berupa sirip dan kulit kemudian dijemur
dibawah sinar matahari, setelah kering digoreng dan diberi bumbu. Bahan-
bahan yang dibutuhkan untuk membuat stick duri lele adalah tepung terigu,
mentega, tepung sagu, maizena, baking powder, garam, telur, air sari duri lele
dan minyak goreng. Pembuatannya dengan cara menyiapkan duri ikan lele
sisa produksi, duri ikan lele direbus hingga lunak lalu dihaluskan
menggunakan blender, duri yang sudah di blender disaring agar tidak ada
ampas atau sisa duri yang terbawa, dalam satu kali pembuatan stick duri lele
dicampurkan 500 gram tepung terigu, 200 gram tepung sagu, 1 sdm maizena,
1 sdt baking powder dan 1 sdt garam, diaduk rata kemudian ditambahkan 2
butir telur yang sudah dikocok lepas dan sebagian air sari duri lele, lalu
diuleni sambal ditambah sisa air sari duri sedikit demi sedikit sampai
menggumpal. Kemudian ditambahkan 100 gram mentega dan diuleni kembali
hingga kalis. Adonan diberi tambahan sesuai selera seperti parutan wortel,
daun seledri atau bayam yang dicacah halus. Setelah itu adonan digiling
menggunakan gilingan mie dengan ukuran 1-2 mm, lalu dipotong sepanjang
10 cm atau sesuai selera. Minyak goreng dipanaskan dalam penggorengan
lalu stick duri lele digoreng hingga matang dan berwarna kekuningan. Proses
pembuatan stick tulang lele dapat dilihat gambar 3.
Gambar 4. Proses pembuatan stick tulang lele
V. PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Salah satu industri pengolahan perikanan di D.I. Yogyakarta adalah
Khansa food yang berlokasi di Jalan Kaliurang KM 7.
2. Industri ini memproduksi olahan abon yang menghasilkan limbah cair
maupun padat. Limbah cair berupa air bekas pencucian ikan dan
limbah padat berupa tulang, kulit dan sirip.
3. Penanganan limbah cair dilakukan dengan membuang ke serapan,
sedangkan limbah padat seperti tulang, kulit, dan sirip diolah kembali
menjadi stick tulang ikan, dan keripik kulit dan sirip ikan
2. Saran
Sebaiknya limbah cair dimanfaatkan sebagai pupuk cair dan limbah
jeroan di manfaatkan sebagai pakan ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Armando dan Sjafei. 2002. Studi Mengenai Karakteristik dan Proses Pengolahan
Limbah Cair industry Hasil Perikanan. Tesis-ITB. Bogor.
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT. Mutiara Sumber
Widya. Jakarta.
Fajrin, M.H. Thamrin dan Saiful Bahri. 2013. Pengolahan Limbah Ikan Patin
Menjadi Biodiesel. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau.
Pekanbaru.
Ginting, P. 1192. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Edisi I.
Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Oktaviani, D. A., D. Mangunwidjaja, S. Wibowo, T. C. Sunarti, dan M.
Rahayuningsih. 2012. Pengolahan Limbah Cair Perikanan Menggunakan
Konsosrsium Mikroba Indigenous Proteolitik dan Lipolitik. Agrointek Vol 6.
No.2.
Sahubawa, L. 2011. Bahan Ajar 2011 : Manajemen Limbah Industri Perikanan.
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogykarta.
Sahubawa, L. 2015. Bahan Ajar 2015 : Manajemen Limbah Industri Perikanan.
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogykarta.
Setiyono, dan S. Yudo. 2008. Potensi Pencemaran dari Limbah Cair Industri
Pengolahan Ikan di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi. JAI Vol. 4,
No. 2.
Setyo, T.R, Purwanto dan Bambang Yulianto. 2013. Pengolahan Lingkungan
Industri Pengolahan Limbah Fillet Ikan. Seminar Nasional Sumberdaya Alam
dan Lingkungan. Semarang.
Sugiharto. 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia,
Jakarta.