ketombe
-
Upload
chooeirahma -
Category
Documents
-
view
211 -
download
4
description
Transcript of ketombe
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Ketombe
Ketombe adalah sejenis kelainan kulit atau peradangan kulit kepala yang
sangat ringan, namun sering menjadi masalah bagi penderita dan kadang-kadang
disertai rasa gatal yang mengganggu. Secara periodik kulit kepala yang mati akan
dikeluarkan ke permukaan kulit. Sel kepala yang mati selanjutnya akan lepas
dengan sendirinya, namun dalam kondisi tertentu pelepasan ini tidak terjadi
sehinggga sel–sel mati menumpuk di permukaan kulit kepala (Gambar 1).
Ketombe dapat terjadi karena penumpukan sel epidermis kulit kepala dalam
jumlah banyak. Ketombe ini berwarna putih, kering kecil, dan terdapat pada kulit
kepala paling atas (Badan POM RI, 2009).
Ketombe disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Penghuni normal kulit
kepala ini dapat meningkat jumlahnya dan menstimulir pembentukan lipase.
Tigliserida dirombak olehnya menjadi asam-asam lemak, yang merangsang
hiperprolifersi sel-sel epidermis. Akibatnya keratosit dilepaskan lebih pesat,
keratin yang melekat satu sama lain akan mati, lalu dilepaskan sebagai
gumpalam-gumpalan serpih (Tjay dan Rahardja, 2007).
4
5
Gambar 1. Pengelupasan lapisan kulit kepala yang terkena ketombe (a) daerah kulit kepala yang terkena ketombe, (b) lapisan kulit yang terkena ketombe, (c) stratum korneum yang terkelupas
Menurut Badan POM RI (2009) terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya ketombe antara lain :
a. Iklim dan cuaca yang merangsang kegiatan kelenjar kulit
b. Makanan yang berkadar lemak tinggi
c. Stress yang menyebabkan meningkatnya aktivitas kelenjar palit
d. Obat – obatan yang menstimulasi kelenjar minyak
e. Genetik/ keturunan tertentu yang memiliki lemak kulit berlebihan
f. Kebersihan kulit yang buruk sehingga meningkatkan jumlah flora kulit
g. Obat-obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh
h. Usia tertentu, seperti usia remaja karena terjadi perubahan hormone yang
akan menstimulasi kelenjar sebaceous untuk menghasilkan sebum
6
Ketombe dapat diatasi dengan terapi sampo antiketombe yang mengandung
keratolitik, antimikroba seperti Zinc pirithion (ZPT), Selenum sulfida, asam
salicil, derivat Imidazol, Sulfur, dll. Akan tetapi pengunaan senyawa kimia untuk
ketombe sangat terbatas dan dapat menyebabkan efek samping. Eksrak herbal
menjadi alternatif pengganti zat kimia tersebut (Chandrani et al, 2012).
2. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Belimbing wuluh banyak ditanam sebagai pohon buah. Pohon ini terkadang
tumbuh liar dan dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 500 m
dpl. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini tumbuh pada tempat yang
terkena sinar matahari langsung dan cukup lembab. Rasa buahnya yang asam
biasa digunakan sebagai sirup maupun penyedap masakan. Selain itu tanaman ini
juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Wijayakesuma, 2006). Menurut
Dasuki (1991) klasifikasi tanaman belimbing sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus : Averrhoa
7
Spesies : Averrhoa bilimbi L.
a. Deskripsi tanaman
Tinggi belimbing wuluh dapat mencapai 5-10 m. Batang pokok monodial
dengan percabangan simpodial. Daun majemuk menyirip gasal, berseling, jumlah
anak daun 21-45, anak daun berbenuk bulat telur sampai bulat telur memanjang,
pangkal bentuk jantung atau ginjal, ujung meruncing, panjang 2-10 cm dan lebar
1-3 cm, warna permukaan bawah hijau muda. Bunga memiliki susunan malai,
muncul pada benjolan di permukaan batang, menggantung dan panjangnya 5-20
cm. Kelopak bunga memiliki panjang kurang lebih 6 mm serta mahkota memiliki
daun mahkota bentuk sudip atau lancet tidak bergandengan, panjang 13-20 cm.
Benang sari semuanya fertil dan putik memiliki bentuk seragam. Buah membulat
bersegi tumpul, berwarna kuning dan hijau, berasa asam, panjang 4- 6,5 cm
(Gambar 1). Biji berbentuk elips, umumnya 2-3 ruang tanpa selaput biji, ukuran
panjang 6-7 mm (Gunawan etal, 2001).
Gambar 2. Belimbing wuluh (Roy, etal; 2010)
8
b. Kandungan dan Manfaat
Buah belimbing wuluh berasa asam, dapat menghilangkan sakit (analgetik),
memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, peluruh kencing, dan sebagai
astringent (Wijayakusuma, 2006). Kandungan zat aktif pada belimbing wuluh di
antaranya saponin, tanin, flavonoid, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan
beberapa mineral terutama kalsium dan kalium (Mursito, 2005).
Buah blimbing wuluh juga mengandung asam amino, asam sitrat, cyanidin-
3-o-h-D-glukosida, fenolik, ion potassium, glukosa, vitamin A (Roy et al, 2010).
Ekstrak buah belimbing wuluh mengandung flavanoid, saponin, dan triterpenoid.
Ekstrak buah belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai sediaan diuretika
alami (Yuskha, 2008 ), antijamur Candida albicans (Paramita, 2011), aktivitas
anti diabetes, antihiperlipidaemik, dan antimikroba (Roy et al, 2010).
Batang belimbing wuluh mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida,
kalsium oksalat, sulfur, dan asam format. Daun belimbing wuluh mengandung
tanin, sulfur, asam format, dan kalium sitrat (Wijayakusuma, 2006).
3. Jamur
Jamur merupakan organisme yang umumnya terdiri dari tabung-tabung
yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Sel-sel dari tabung tersebut berinti
banyak dan dalam kontinuitas sitoplasmik (Maheswari, 2012). Jamur adalah
organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya.
Beberapa jamur dapat juga menyerang inang yang hidup lalu tumbuh dengan
subur di tempat tersebut sebagai parasit dan dapat menimbulkan penyakit pada
9
tumbuhan, hewan, maupun manusia (Peleczar dan Chan, 2009). Jamur dapat
mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat (misalnya
glukosa, sukrosa, atau maltosa), sumber nitrogen dari bahan organik atau
anorganik, dan mineral dari substratnya. Ada juga beberapa jamur yang dapat
mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan sendiri, tetapi ada juga yang tidak bisa mesintesis sendiri
sehingga harus mendapatkan dari substrat, misalkan thiamin dan biotin (Waluyo,
2005).
Jamur merupakan eukariot, sel memiliki inti yang terdapat materi
genetik/DNA dan diselubungi membran inti. Kelompok jamur dapat berupa
uniselular maupun multiseluler. Kebanyakan jamur multiseluler seperti cendawan
dapat terlihat seperti tanaman, tetapi mereka tidak dapat melakukan fotosintesis.
Jamur sejati memiliki dinding sel yang mengandung substansi pokok yang disebut
kitin. Jamur uniseluler misalnya khamir berbentuk oval yang lebih besar
dibandingkan bakteri. Kelompok jamur terbanyak adalah kapang. Kapang
memiliki miselia yang tersusun oleh filamen panjang (hifa) yang bercabang dan
saling mengikat. Jamur dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual.
Jamur memperoleh nutrisi dengan menyerap larutan materi organik dari
lingkungannya (Tortora et al, 1995).
Berdasarkan penampakannya jamur dikelompokkan kedalam : kapang
(moulds or molds), khamir (yeast) dan cendawan (mushrooms). Adapun menurut
analisis molekuler, kapang dan khamir adalah organisme yang secara filogenetik
10
terdapat dalam setiap kelompok besar dari Ascomycetes dan Basidiomycetes,
sedangkan cendawan yang diartikan umumnya termasuk dalam kelompok
Homobasidomycetes yang monofiletik (Gandjar et al, 2006).
Khamir merupakan jamur uniselular dan dapat bersifat dimorfistik, yaitu
memiliki dua fase dalam siklus hidupnya, bergantung pada keadaan lingkungan,
yaitu fase hifa (membentuk miselium) dan fase khamir (membentuk sel tunggal).
Khamir dapat membentuk hifa palsu (pseudohifa) yang tumbuh menjadi miselium
palsu (pseudomiselium) (Tortora, et al, 1995). Sebagai sel tunggal khamir tumbuh
dan berkembang biak lebih cepat dibanding kapang yang tumbuh dengan
pembentukan filamen. Reproduksi vegetatif terjadi dengan cara pertunasan.
Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibanding kapang,
karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih
besar (Waluyo, 2005).
Sel tunggal khamir umumnya lebih besar dibandingkan dengan bakteri.
Lebar sel khamir berkisar dari 1 sampai 5 µm dan panjang 5 sampai 30 µm.
Khamir umumnya berbentuk oval, tetapi beberapa berbentuk memanjang atau
bulat (Pelczar dan Chan, 1986). Dinding sel khamir sangat tipis untuk sel-sel yang
masih muda, dan semakin lama semakin tebal jika sel semakin tua. Komponen
dinding selnya berupa glukan, mannan, protein, kitin, dan lipid (Waluyo, 2005).
Setiap spesies memiliki bentuk karakteristik, tetapi dalam kultur murni terdapat
variasi besar dalam ukuran dan bentuk sel-sel individual. Pada media agar,
mereka berbentuk halus, koloni berkilau mirip dengan bakteri. Koloni-koloni
11
tersebut sangat berbeda dari sebaran, berbulu, atau bentuk filamen koloni
(Pelczar, 2009).
3.1 Malassezia furfur
Malassezia furfur merupakan jamur lipofilik, dimorfik yang terdapat pada
kulit manusia sebagai patogen oportunistik, menyebabkan penyakit seperti
ketombe, panu (pityriasis versicolar), dermatitis seboroik, dll (Vijayakumar, etal;
2006). Organisme ini menghasilkan lipase yang memungkinkan untuk
mengurangi sebum trigliserida untuk membebaskan asam lemak, yang pada
gilirannya mendorong pengelupasan lapisan kulit (Pray, 2006). Klasifikasi
Malassezia furfur berdasarkan Lewis (2007), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Jamur
Filum : Basidiomycota
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Tremellales
Family : Filobasidiaceae
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur
Malassezia furfur memiliki sinonim yaitu Pityrosporum ovale. Pada media
agar setelah 7 hari pada suhu 32oC, koloni tunggal mmiliki ciri-ciri; berdiameter
4-5 mm, kusam, sedikit melipat, rapuh, halus, dengan elevasi cembung dan
sedikit bulat. Tekstur koloni lembut dan selnya mudah untuk mengemulsi
(Gambar 3). Selnya bervariasi dalam ukuran dan bentuk, silinder hingga oval atau
12
bulat, berdiameter 2,5-5 µm. Pseudohifa kadang-kadang diproduksi dalam
beberapa kultur dan bentuk ini tampak seperti galur yang stabil (Boekhout et al,
2010).
Gambar 3. Sel Malassezia furfur
Suhu maksimal untuk pertumbuhan Malassezia furfur adalah 41oC, reaksi
katalase yang kuat ditandai dengan aktivitas β-glukosidase. Malassezia furfur
memiliki persyaratan minyak zaitun atau asam oleat untuk pertumbuhan pada
malt atau sabouraud agar, tetapi spesies ini butuh sedikit lipid bebas, sebagai
suplemen lipid yang cukup untuk pertumbuhannya. Selanjutnya, semua suplemen
lipid yang digunakan untuk mengidentifikasi Malassezia hampir sama.
Sebaliknya, hanya sedikit spesies yang mampu tumbuh baik dengan asam oleat
atau minyak zaitun sebagai suplemen lipid, yaitu Malassezia furfur, M.
pachydermatis, dan pada tingkat lebih rendah, M. japonica dan M. yamatoensis.
Suhu optimal untuk pertumbuhan yang baik terjadi pada 37oC, suhu maksimum
untuk pertumbuhan 41oC (Boekhout et al, 2010).
13
4. Antijamur dan Obat antijamur
a. Antijamur
Antijamur adalah zat berkhasiat yang digunakan untuk penanganan
penyakit jamur. Umumnya suatu senyawa dikatakan sebagai zat antijamur
apabila senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur
(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Agen antimikroba yang ideal
menunjukkan toksisitas selektif, yang berarti bahwa obat ini berbahaya bagi
patogen tanpa merugikan inang. Toksisitas selektif mungkin merupakan
fungsi dari reseptor khusus yang diperlukan untuk obat, atau mungkin
tergantung pada penghambatan (Brook et al, 2007).
Menurut Pelczar dan Chan (2009), zat anti mikroba bekerja menurut
salah satu dari berbagai cara, antara lain menyebabkan kerusakan dinding sel,
perubahan permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, atau menghambat sintesis asam nukleat dan
protein. Kerusakan pada salah satu situs dapat mengawali terjadinya
perubahan-perubahan yang menuju pada matinya sel.
1) Kerusakan pada dinding sel
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah setelah selesai terbentuk.
2) Perubahan pada permeabilitas sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel
serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran
14
memelihara integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel.
3) Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau
subtansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan
asam-asam nukleat yang dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki
kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) komponen-komponen seluler yang
vital ini.
4) Penghambatan kerja enzim
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda, yang berada di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat.
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi.
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel.
5) Pengahambatan sintesis asam nukleat dan protein
Protein, DNA, dan RNA memegang peranan penting di dalam kehidupan
normal sel. Hal ini berarti gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
total pada sel.
15
b. Obat Antijamur
Ketokonazol
Ketokonazol adalah agen imidazol antijamur. Seperti imidazol lainnya ia
memiliki struktur cincin beranggota lima yang mengandung dua atom nitrogen
(Gambar 4). Ketokonazol memiliki tablet oral, krim dan formulasi sampo
ketombe. Formulasi oral tersedia di Amerika Serikat sejak tahun 1981.
Ketokonazol adalah satu-satunya anggota dari kelas imidazol yang saat ini
digunakan untuk pengobatan infeksi sistemik (Lewis, 2007).
Gambar 4. ketokonazol
Ketokonazol memiliki aktivitas menghambat enzim sitokrom P450 α-
demetilase. Enzim ini sangat diperlukan untuk mengubah lanosterol menjadi
ergosterol pada sintesis membran sel jamur (King dan Brucker, 2011).
Ketokonazol juga dapat menghambat sintesis kolesterol dari mamalia dengan
menghalangi detemilasi dari lanosterol (Becker, 2001).
Penggunaan ketokonazol memiliki efek samping berupa
iritasi, reaksi alergi rasa terbakar pada kulit, sedangkan obat
secara oral dapat berefek pada ganggan alat cerna, nyeri kepala,
16
pusing dan gatal-gatal (Tjay and Rahardja, 2007). Kenaikan tingkat
transaminase dan hepatotoksisitas juga mungkin terjadi. Ketokonazol dapat
menurunkan testosteron dan tingkat kortisol, sehingga dapat menyebabkan
ginekomastia dan oligospermia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada
wanita (Lewis, 2007).
5. Metode pengujian aktivitas antijamur
Prinsip umum dalam mementukan aktivitas antijamur adalah dengan
melihat adanya hambatan pertumbuhan jamur. Zat antijamur dapat diperoleh dari
hasil fermentasi, sintetik, dan dari isolasi tanaman. Metode untuk pengujian
antijamur menggunakan metode difusi agar dan metode dilusi. Metode dilusi
menggunakan antimikrobia dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik
dengan media cair maupun padat. Kemudian media diinokulasi jamur uji dan
diinkubasi (Mudihardi dkk, 2005).
a. Metode difusi agar
Pada teknik difusi, reservoir senyawa uji pada konsentrasi dalam
kontak dengan media inokulasi dan diameter zona bening di sekitar reservoir
(zona hambat mm) diukur pada akhir masa inkubasi. Dalam rangka
meningkatkan batas deteksi, sistem diinokulasi disimpan pada suhu rendah
(25-30) selama satu jam sebelum beberapa inkubasi untuk mendukung difusi
senyawa atas pertumbuhan mikroba, sehingga meningkatkan diameter zona
hambat. Secara umum, potensi antimikroba relatif pada sampel yang berbeda
17
karena perbedaan sifat fisik karakteristik kelarutan tersebut, volatilitas dan
difusi agar (Maheswari etal; 2010). Metode difusi agar dibagi menjadi tiga,
yaitu metode lubang/sumuran, metode cakram kertas dan metode gores
silang.
Metode difusi sumuran dilakukan dengan membuat lubang sumuran
pada media agar yang telah diinokulasi mikroba yang akan diuji (Darjono,
2010). Metode cakram kertas dilakukan dengan membiakkan suspensi
mikroba pada cawan steril yang berisi sejumlah nutrient agar padat steril dan
sudah diletakkan pencandang cakram kertas steril yang telah ditetesi zat uji.
Metode gores silang dilakukan dengan menggoreskan suspensi dari mikroba
diatas cakram kertas steril yang diletakkan di atas media agar steril dan telah
ditetesi zat uji (Kustiono, etal; 2007).
b. Metode dilusi
Senyawa uji dicampur dengan media yang sesuai yang sebelumnya
telah diinokulasi dengan organisme uji. Metode ini dapat dilakukan dalam
cairan serta media padat. Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dalam
sejumlah cara. (Maheswari, etal; 2010). Pada prinsipnya sejumlah obat
antimikroba diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi
cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam
media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan
media agar, kemudian ditanami jamur. Metode dilusi cair adalah metode
untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu antijamur yang dapat
18
menghambat atau membunuh mikroorganisme. Konsentrasi terendah yang
dapat menghambat pertumbuhan jamur ditunjukkan dengan tidak adanya
kekeruhan dan, disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) pada dilusi
cair (Setiyani, 2010).