ketombe

23
BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Ketombe Ketombe adalah sejenis kelainan kulit atau peradangan kulit kepala yang sangat ringan, namun sering menjadi masalah bagi penderita dan kadang- kadang disertai rasa gatal yang mengganggu. Secara periodik kulit kepala yang mati akan dikeluarkan ke permukaan kulit. Sel kepala yang mati selanjutnya akan lepas dengan sendirinya, namun dalam kondisi tertentu pelepasan ini tidak terjadi sehinggga sel–sel mati menumpuk di permukaan kulit kepala (Gambar 1). Ketombe dapat terjadi karena penumpukan sel epidermis kulit kepala dalam jumlah banyak. Ketombe ini berwarna putih, kering kecil, dan terdapat pada kulit kepala paling atas (Badan POM RI, 2009). 4

description

ketombe dan jamurnya

Transcript of ketombe

Page 1: ketombe

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Ketombe

Ketombe adalah sejenis kelainan kulit atau peradangan kulit kepala yang

sangat ringan, namun sering menjadi masalah bagi penderita dan kadang-kadang

disertai rasa gatal yang mengganggu. Secara periodik kulit kepala yang mati akan

dikeluarkan ke permukaan kulit. Sel kepala yang mati selanjutnya akan lepas

dengan sendirinya, namun dalam kondisi tertentu pelepasan ini tidak terjadi

sehinggga sel–sel mati menumpuk di permukaan kulit kepala (Gambar 1).

Ketombe dapat terjadi karena penumpukan sel epidermis kulit kepala dalam

jumlah banyak. Ketombe ini berwarna putih, kering kecil, dan terdapat pada kulit

kepala paling atas (Badan POM RI, 2009).

Ketombe disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Penghuni normal kulit

kepala ini dapat meningkat jumlahnya dan menstimulir pembentukan lipase.

Tigliserida dirombak olehnya menjadi asam-asam lemak, yang merangsang

hiperprolifersi sel-sel epidermis. Akibatnya keratosit dilepaskan lebih pesat,

keratin yang melekat satu sama lain akan mati, lalu dilepaskan sebagai

gumpalam-gumpalan serpih (Tjay dan Rahardja, 2007).

4

Page 2: ketombe

5

Gambar 1. Pengelupasan lapisan kulit kepala yang terkena ketombe (a) daerah kulit kepala yang terkena ketombe, (b) lapisan kulit yang terkena ketombe, (c) stratum korneum yang terkelupas

Menurut Badan POM RI (2009) terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya ketombe antara lain :

a. Iklim dan cuaca yang merangsang kegiatan kelenjar kulit

b. Makanan yang berkadar lemak tinggi

c. Stress yang menyebabkan meningkatnya aktivitas kelenjar palit

d. Obat – obatan yang menstimulasi kelenjar minyak

e. Genetik/ keturunan tertentu yang memiliki lemak kulit berlebihan

f. Kebersihan kulit yang buruk sehingga meningkatkan jumlah flora kulit

g. Obat-obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh

h. Usia tertentu, seperti usia remaja karena terjadi perubahan hormone yang

akan menstimulasi kelenjar sebaceous untuk menghasilkan sebum

Page 3: ketombe

6

Ketombe dapat diatasi dengan terapi sampo antiketombe yang mengandung

keratolitik, antimikroba seperti Zinc pirithion (ZPT), Selenum sulfida, asam

salicil, derivat Imidazol, Sulfur, dll. Akan tetapi pengunaan senyawa kimia untuk

ketombe sangat terbatas dan dapat menyebabkan efek samping. Eksrak herbal

menjadi alternatif pengganti zat kimia tersebut (Chandrani et al, 2012).

2. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Belimbing wuluh banyak ditanam sebagai pohon buah. Pohon ini terkadang

tumbuh liar dan dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 500 m

dpl. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini tumbuh pada tempat yang

terkena sinar matahari langsung dan cukup lembab. Rasa buahnya yang asam

biasa digunakan sebagai sirup maupun penyedap masakan. Selain itu tanaman ini

juga dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Wijayakesuma, 2006). Menurut

Dasuki (1991) klasifikasi tanaman belimbing sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub-kelas : Rosidae

Ordo : Geraniales

Familia : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)

Genus : Averrhoa

Page 4: ketombe

7

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

a. Deskripsi tanaman

Tinggi belimbing wuluh dapat mencapai 5-10 m. Batang pokok monodial

dengan percabangan simpodial. Daun majemuk menyirip gasal, berseling, jumlah

anak daun 21-45, anak daun berbenuk bulat telur sampai bulat telur memanjang,

pangkal bentuk jantung atau ginjal, ujung meruncing, panjang 2-10 cm dan lebar

1-3 cm, warna permukaan bawah hijau muda. Bunga memiliki susunan malai,

muncul pada benjolan di permukaan batang, menggantung dan panjangnya 5-20

cm. Kelopak bunga memiliki panjang kurang lebih 6 mm serta mahkota memiliki

daun mahkota bentuk sudip atau lancet tidak bergandengan, panjang 13-20 cm.

Benang sari semuanya fertil dan putik memiliki bentuk seragam. Buah membulat

bersegi tumpul, berwarna kuning dan hijau, berasa asam, panjang 4- 6,5 cm

(Gambar 1). Biji berbentuk elips, umumnya 2-3 ruang tanpa selaput biji, ukuran

panjang 6-7 mm (Gunawan etal, 2001).

Gambar 2. Belimbing wuluh (Roy, etal; 2010)

Page 5: ketombe

8

b. Kandungan dan Manfaat

Buah belimbing wuluh berasa asam, dapat menghilangkan sakit (analgetik),

memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, peluruh kencing, dan sebagai

astringent (Wijayakusuma, 2006). Kandungan zat aktif pada belimbing wuluh di

antaranya saponin, tanin, flavonoid, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan

beberapa mineral terutama kalsium dan kalium (Mursito, 2005).

Buah blimbing wuluh juga mengandung asam amino, asam sitrat, cyanidin-

3-o-h-D-glukosida, fenolik, ion potassium, glukosa, vitamin A (Roy et al, 2010).

Ekstrak buah belimbing wuluh mengandung flavanoid, saponin, dan triterpenoid.

Ekstrak buah belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai sediaan diuretika

alami (Yuskha, 2008 ), antijamur Candida albicans (Paramita, 2011), aktivitas

anti diabetes, antihiperlipidaemik, dan antimikroba (Roy et al, 2010).

Batang belimbing wuluh mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida,

kalsium oksalat, sulfur, dan asam format. Daun belimbing wuluh mengandung

tanin, sulfur, asam format, dan kalium sitrat (Wijayakusuma, 2006).

3. Jamur

Jamur merupakan organisme yang umumnya terdiri dari tabung-tabung

yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Sel-sel dari tabung tersebut berinti

banyak dan dalam kontinuitas sitoplasmik (Maheswari, 2012). Jamur adalah

organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya.

Beberapa jamur dapat juga menyerang inang yang hidup lalu tumbuh dengan

subur di tempat tersebut sebagai parasit dan dapat menimbulkan penyakit pada

Page 6: ketombe

9

tumbuhan, hewan, maupun manusia (Peleczar dan Chan, 2009). Jamur dapat

mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat (misalnya

glukosa, sukrosa, atau maltosa), sumber nitrogen dari bahan organik atau

anorganik, dan mineral dari substratnya. Ada juga beberapa jamur yang dapat

mensintesis vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan sendiri, tetapi ada juga yang tidak bisa mesintesis sendiri

sehingga harus mendapatkan dari substrat, misalkan thiamin dan biotin (Waluyo,

2005).

Jamur merupakan eukariot, sel memiliki inti yang terdapat materi

genetik/DNA dan diselubungi membran inti. Kelompok jamur dapat berupa

uniselular maupun multiseluler. Kebanyakan jamur multiseluler seperti cendawan

dapat terlihat seperti tanaman, tetapi mereka tidak dapat melakukan fotosintesis.

Jamur sejati memiliki dinding sel yang mengandung substansi pokok yang disebut

kitin. Jamur uniseluler misalnya khamir berbentuk oval yang lebih besar

dibandingkan bakteri. Kelompok jamur terbanyak adalah kapang. Kapang

memiliki miselia yang tersusun oleh filamen panjang (hifa) yang bercabang dan

saling mengikat. Jamur dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual.

Jamur memperoleh nutrisi dengan menyerap larutan materi organik dari

lingkungannya (Tortora et al, 1995).

Berdasarkan penampakannya jamur dikelompokkan kedalam : kapang

(moulds or molds), khamir (yeast) dan cendawan (mushrooms). Adapun menurut

analisis molekuler, kapang dan khamir adalah organisme yang secara filogenetik

Page 7: ketombe

10

terdapat dalam setiap kelompok besar dari Ascomycetes dan Basidiomycetes,

sedangkan cendawan yang diartikan umumnya termasuk dalam kelompok

Homobasidomycetes yang monofiletik (Gandjar et al, 2006).

Khamir merupakan jamur uniselular dan dapat bersifat dimorfistik, yaitu

memiliki dua fase dalam siklus hidupnya, bergantung pada keadaan lingkungan,

yaitu fase hifa (membentuk miselium) dan fase khamir (membentuk sel tunggal).

Khamir dapat membentuk hifa palsu (pseudohifa) yang tumbuh menjadi miselium

palsu (pseudomiselium) (Tortora, et al, 1995). Sebagai sel tunggal khamir tumbuh

dan berkembang biak lebih cepat dibanding kapang yang tumbuh dengan

pembentukan filamen. Reproduksi vegetatif terjadi dengan cara pertunasan.

Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibanding kapang,

karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih

besar (Waluyo, 2005).

Sel tunggal khamir umumnya lebih besar dibandingkan dengan bakteri.

Lebar sel khamir berkisar dari 1 sampai 5 µm dan panjang 5 sampai 30 µm.

Khamir umumnya berbentuk oval, tetapi beberapa berbentuk memanjang atau

bulat (Pelczar dan Chan, 1986). Dinding sel khamir sangat tipis untuk sel-sel yang

masih muda, dan semakin lama semakin tebal jika sel semakin tua. Komponen

dinding selnya berupa glukan, mannan, protein, kitin, dan lipid (Waluyo, 2005).

Setiap spesies memiliki bentuk karakteristik, tetapi dalam kultur murni terdapat

variasi besar dalam ukuran dan bentuk sel-sel individual. Pada media agar,

mereka berbentuk halus, koloni berkilau mirip dengan bakteri. Koloni-koloni

Page 8: ketombe

11

tersebut sangat berbeda dari sebaran, berbulu, atau bentuk filamen koloni

(Pelczar, 2009).

3.1 Malassezia furfur

Malassezia furfur merupakan jamur lipofilik, dimorfik yang terdapat pada

kulit manusia sebagai patogen oportunistik, menyebabkan penyakit seperti

ketombe, panu (pityriasis versicolar), dermatitis seboroik, dll (Vijayakumar, etal;

2006). Organisme ini menghasilkan lipase yang memungkinkan untuk

mengurangi sebum trigliserida untuk membebaskan asam lemak, yang pada

gilirannya mendorong pengelupasan lapisan kulit (Pray, 2006). Klasifikasi

Malassezia furfur berdasarkan Lewis (2007), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Jamur

Filum : Basidiomycota

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Tremellales

Family : Filobasidiaceae

Genus : Malassezia

Spesies : Malassezia furfur

Malassezia furfur memiliki sinonim yaitu Pityrosporum ovale. Pada media

agar setelah 7 hari pada suhu 32oC, koloni tunggal mmiliki ciri-ciri; berdiameter

4-5 mm, kusam, sedikit melipat, rapuh, halus, dengan elevasi cembung dan

sedikit bulat. Tekstur koloni lembut dan selnya mudah untuk mengemulsi

(Gambar 3). Selnya bervariasi dalam ukuran dan bentuk, silinder hingga oval atau

Page 9: ketombe

12

bulat, berdiameter 2,5-5 µm. Pseudohifa kadang-kadang diproduksi dalam

beberapa kultur dan bentuk ini tampak seperti galur yang stabil (Boekhout et al,

2010).

Gambar 3. Sel Malassezia furfur

Suhu maksimal untuk pertumbuhan Malassezia furfur adalah 41oC, reaksi

katalase yang kuat ditandai dengan aktivitas β-glukosidase. Malassezia furfur

memiliki persyaratan minyak zaitun atau asam oleat untuk pertumbuhan pada

malt atau sabouraud agar, tetapi spesies ini butuh sedikit lipid bebas, sebagai

suplemen lipid yang cukup untuk pertumbuhannya. Selanjutnya, semua suplemen

lipid yang digunakan untuk mengidentifikasi Malassezia hampir sama.

Sebaliknya, hanya sedikit spesies yang mampu tumbuh baik dengan asam oleat

atau minyak zaitun sebagai suplemen lipid, yaitu Malassezia furfur, M.

pachydermatis, dan pada tingkat lebih rendah, M. japonica dan M. yamatoensis.

Suhu optimal untuk pertumbuhan yang baik terjadi pada 37oC, suhu maksimum

untuk pertumbuhan 41oC (Boekhout et al, 2010).

Page 10: ketombe

13

4. Antijamur dan Obat antijamur

a. Antijamur

Antijamur adalah zat berkhasiat yang digunakan untuk penanganan

penyakit jamur. Umumnya suatu senyawa dikatakan sebagai zat antijamur

apabila senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan jamur

(Siswandono dan Soekardjo, 1995). Agen antimikroba yang ideal

menunjukkan toksisitas selektif, yang berarti bahwa obat ini berbahaya bagi

patogen tanpa merugikan inang. Toksisitas selektif mungkin merupakan

fungsi dari reseptor khusus yang diperlukan untuk obat, atau mungkin

tergantung pada penghambatan (Brook et al, 2007).

Menurut Pelczar dan Chan (2009), zat anti mikroba bekerja menurut

salah satu dari berbagai cara, antara lain menyebabkan kerusakan dinding sel,

perubahan permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat,

penghambatan kerja enzim, atau menghambat sintesis asam nukleat dan

protein. Kerusakan pada salah satu situs dapat mengawali terjadinya

perubahan-perubahan yang menuju pada matinya sel.

1) Kerusakan pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat

pembentukannya atau mengubah setelah selesai terbentuk.

2) Perubahan pada permeabilitas sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel

serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran

Page 11: ketombe

14

memelihara integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada

membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel.

3) Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul

protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau

subtansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan

asam-asam nukleat yang dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki

kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat

mengakibatkan koagulasi (denaturasi) komponen-komponen seluler yang

vital ini.

4) Penghambatan kerja enzim

Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda, yang berada di dalam

sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat.

Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi.

Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau

matinya sel.

5) Pengahambatan sintesis asam nukleat dan protein

Protein, DNA, dan RNA memegang peranan penting di dalam kehidupan

normal sel. Hal ini berarti gangguan apapun yang terjadi pada

pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan

total pada sel.

Page 12: ketombe

15

b. Obat Antijamur

Ketokonazol

Ketokonazol adalah agen imidazol antijamur. Seperti imidazol lainnya ia

memiliki struktur cincin beranggota lima yang mengandung dua atom nitrogen

(Gambar 4). Ketokonazol memiliki tablet oral, krim dan formulasi sampo

ketombe. Formulasi oral tersedia di Amerika Serikat sejak tahun 1981.

Ketokonazol adalah satu-satunya anggota dari kelas imidazol yang saat ini

digunakan untuk pengobatan infeksi sistemik (Lewis, 2007).

Gambar 4. ketokonazol

Ketokonazol memiliki aktivitas menghambat enzim sitokrom P450 α-

demetilase. Enzim ini sangat diperlukan untuk mengubah lanosterol menjadi

ergosterol pada sintesis membran sel jamur (King dan Brucker, 2011).

Ketokonazol juga dapat menghambat sintesis kolesterol dari mamalia dengan

menghalangi detemilasi dari lanosterol (Becker, 2001).

Penggunaan ketokonazol memiliki efek samping berupa

iritasi, reaksi alergi rasa terbakar pada kulit, sedangkan obat

secara oral dapat berefek pada ganggan alat cerna, nyeri kepala,

Page 13: ketombe

16

pusing dan gatal-gatal (Tjay and Rahardja, 2007). Kenaikan tingkat

transaminase dan hepatotoksisitas juga mungkin terjadi. Ketokonazol dapat

menurunkan testosteron dan tingkat kortisol, sehingga dapat menyebabkan

ginekomastia dan oligospermia pada pria dan ketidakteraturan menstruasi pada

wanita (Lewis, 2007).

5. Metode pengujian aktivitas antijamur

Prinsip umum dalam mementukan aktivitas antijamur adalah dengan

melihat adanya hambatan pertumbuhan jamur. Zat antijamur dapat diperoleh dari

hasil fermentasi, sintetik, dan dari isolasi tanaman. Metode untuk pengujian

antijamur menggunakan metode difusi agar dan metode dilusi. Metode dilusi

menggunakan antimikrobia dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik

dengan media cair maupun padat. Kemudian media diinokulasi jamur uji dan

diinkubasi (Mudihardi dkk, 2005).

a. Metode difusi agar

Pada teknik difusi, reservoir senyawa uji pada konsentrasi dalam

kontak dengan media inokulasi dan diameter zona bening di sekitar reservoir

(zona hambat mm) diukur pada akhir masa inkubasi. Dalam rangka

meningkatkan batas deteksi, sistem diinokulasi disimpan pada suhu rendah

(25-30) selama satu jam sebelum beberapa inkubasi untuk mendukung difusi

senyawa atas pertumbuhan mikroba, sehingga meningkatkan diameter zona

hambat. Secara umum, potensi antimikroba relatif pada sampel yang berbeda

Page 14: ketombe

17

karena perbedaan sifat fisik karakteristik kelarutan tersebut, volatilitas dan

difusi agar (Maheswari etal; 2010). Metode difusi agar dibagi menjadi tiga,

yaitu metode lubang/sumuran, metode cakram kertas dan metode gores

silang.

Metode difusi sumuran dilakukan dengan membuat lubang sumuran

pada media agar yang telah diinokulasi mikroba yang akan diuji (Darjono,

2010). Metode cakram kertas dilakukan dengan membiakkan suspensi

mikroba pada cawan steril yang berisi sejumlah nutrient agar padat steril dan

sudah diletakkan pencandang cakram kertas steril yang telah ditetesi zat uji.

Metode gores silang dilakukan dengan menggoreskan suspensi dari mikroba

diatas cakram kertas steril yang diletakkan di atas media agar steril dan telah

ditetesi zat uji (Kustiono, etal; 2007).

b. Metode dilusi

Senyawa uji dicampur dengan media yang sesuai yang sebelumnya

telah diinokulasi dengan organisme uji. Metode ini dapat dilakukan dalam

cairan serta media padat. Pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur dalam

sejumlah cara. (Maheswari, etal; 2010). Pada prinsipnya sejumlah obat

antimikroba diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi

cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam

media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan

media agar, kemudian ditanami jamur. Metode dilusi cair adalah metode

untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu antijamur yang dapat

Page 15: ketombe

18

menghambat atau membunuh mikroorganisme. Konsentrasi terendah yang

dapat menghambat pertumbuhan jamur ditunjukkan dengan tidak adanya

kekeruhan dan, disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) pada dilusi

cair (Setiyani, 2010).