KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera...

73
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA BARAT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PUTRI IRINA MAYANG SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera...

Page 1: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI SUMATERA BARAT

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PUTRI IRINA MAYANG SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana
Page 3: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ketimpangan Distribusi

Pendapatan di Sumatera Barat dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Putri Irina Mayang Sari

NIM H151114031

Page 4: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

RINGKASAN

PUTRI IRINA MAYANG SARI. Ketimpangan Distribusi Pendapatan di

Sumatera Barat dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi. Dibimbing oleh SRI

MULATSIH dan IDQAN FAHMI.

Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah yang sering kali

menjadi topik penting karena kecenderungannya yang terus mengalami

peningkatan. Provinsi Sumatera Barat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi

yang relatif tinggi, walaupun demikian provinsi ini juga mengalami masalah

peningkatan nilai Gini ratio yang berarti terjadi peningkatan ketimpangan

distribusi pendapatan. Adanya ketimpangan distribusi pendapatan dikhawatirkan

akan menyebabkan banyak permasalahan tidak hanya masalah ekonomi tetapi

juga masalah sosial bahkan politik. Untuk mengurangi ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat dapat dilakukan melalui pengurangan ketimpangan

distribusi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota karena otonomi daerah ada di

tingkat Kabupaten/Kota.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi ketimpangan

distribusi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat sejak tahun

2006 sampai 2011. Selanjutnya, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor

yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat. Hasil

analisis menggunakan perhitungan Gini ratio menunjukkan bahwa ketimpangan

distribusi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat sejak tahun

2006 sampai 2011 mengalami kecenderungan peningkatan. Regresi data panel

2006 sampai 2011 digunakan untuk memperoleh faktor-faktor yang memengaruhi

ketimpangan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi, pengeluaran

pemerintah untuk belanja pegawai dan gempa bumi terbukti memperburuk

terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan, sedangkan share sektor industri

terhadap PDRB, tenaga kerja sektor industri, pengeluaran pemerintah untuk

belanja non pegawai dan pertumbuhan penduduk dapat mengurangi terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat.

Rekomendasi kebijakan yang dapat disarankan dari penelitian ini adalah,

pertama, pemerintah tetap mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang

berbasis pada pemerataan melalui kontribusi sektor industri yang dominan dan

pengeluaran pemerintah untuk pembangunan. Kedua, mendorong sektor industri

terutama industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja lebih besar.

Ketiga, mengupayakan masyarakat memperoleh pendidikan dan menyediakan

sarana dan prasarana yang layak agar seluruh masyarakat memiliki kesempatan

yang sama dalam memperoleh pendidikan dan meningkatkan kemampuan untuk

dapat bekerja di sektor industri. Keempat, lebih fokus pada peningkatan

pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai terutama untuk transfer sosial dan

pengeluaran publik. Kelima, menciptakan program pertumbuhan penduduk yang

lebih produktif. Seperti mencanangkan program, adanya sarjana pada setiap

keluarga miskin. Terakhir, mempersiapkan mekanisme bantuan dan transfer sosial

yang tepat sasaran ketika terjadi bencana. Efektifitas bantuan dan transfer sosial

juga harus dipertajam melalui evaluasi dan pengawasan.

Kata kunci: ketimpangan, distribusi pendapatan, Sumatera Barat

Page 5: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

SUMMARY

PUTRI IRINA MAYANG SARI. Income Distribution Inequality in West

Sumatera and The Related Factors. Supervised by SRI MULATSIH and IDQAN

FAHMI.

Income distribution inequality is a problem that often becomes important

due to its tendency to have an increase. Province of West Sumatera has relatively

high economic growth, however, this province also experiencing an increase in

Gini ratio value which means income distribution inequality. Income distribution

inequality is feared to cause many problems, not only economical but also socio

politic. Income distribution inequality in West Sumatera can be reduced by

reduction of income distribution inequality in Regencies/Municipalities level due

to regional autonomy.

The objective of this research is to analyze income distribution inequality in

Regencies/Municipalities level from 2006 to 2011. Moreover, this research also

analyzes factors affecting income distribution inequality in West Sumatera.

Analysis result using Gini ratio calculation suggests that income distribution

inequality in Regencies/Municipalities level in West Sumatera from 2006 to 2011

tends to increase over the year. Panel data regression from 2006 to 2011 is used to

obtain factors affecting income distribution inequality. Economic growth,

government’s spending on personal expenditure and earthquake are proved to

have negative effect on income distribution inequality, while industrial sector’s

share towards GRDP (Gross Regional Domestic Product), workers on industrial

sector, government’s spending on non-personal expenditure and population

growth can reduce income distribution inequality in West Sumatera.

As for policy recommendation from this research; First, The government to

keep pursue economic growth which is based on equity through dominant

contribution in industrial sector and government’s spending on development.

Second, to push industrial sector especially in labor intensive part that is able to

absorb more workers. Third, to provide adequate education and infrastructure to

the people so that everyone has equal opportunity in getting income. Fourth, to

focus more on increment of government’s spending on non-personal expenditure

especially for social transfer and public spending. Fifth, to create more productive

population growth program, such as initiating a program to have one college

graduate from each poor family. Lastly, to prepare accurate assistance mechanism

and social transfer in case of natural disaster. The affectivity of assistance and

social transfer has to be sharpen through evaluation and monitoring.

Keyword: inequality, income distribution, West Sumatera

Page 6: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DI SUMATERA BARAT

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PUTRI IRINA MAYANG SARI

Page 8: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Alla Asmara, SPt MSi

Page 9: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

Judul Tesis : Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Sumatera Barat dan Faktor-

Faktor yang Memengaruhi

Nama : Putri Irina Mayang Sari

NIM : H151114031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Sri Mulatsih, MSc Agr

Ketua

Dr Ir Idqan Fahmi, MEc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 Februari 2014

Tanggal Lulus:

Page 10: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

Judul Tesis : Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Sumatera Barat dan Faktor­Faktor yang Memengaruhi

Nama : Putli lIina Mayang SaIi NIM : H151114031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

(

Dr Ir Sri Mulatsih. MSc Agr Dr Ir Idqan Fahmi, MEc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

~ Dr IT Nun ng ~art~no, MSi

Tanggal Ujian: 7 Februari 2014 Tanggal Lulus: 17 MA R 2014

Page 11: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana
Page 12: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala berkat, rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil

menyelesaikan tesis yang berjudul Ketimpangan Distribusi Pendapatan di

Sumatera Barat dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis akan mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada pihak-pihak

yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan material kepada penulis

dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini, khususnya kepada:

1. Dr Ir Sri Mulatsih, MSc Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir

Idqan Fahmi MEc selaku anggota komisi pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat bermanfaat dalam

penyusunan tesis ini.

2. Dr Alla Asmara, SPt MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Wiwiek

Rindayati, Msi selaku penguji perwakilan Mayor IE FEM SPs IPB atas saran

dan kritik yang membangun terkait penyempurnaan tesis ini.

3. Orang tua penulis Dr Ir Muhammad Irnad MSc dan Ir Sevina Rozalen serta

saurada penulis Arif Randi Ronaza dan Muhammad Andri Ronaza dan

seluruh keluarga besar penulis atas kasih sayang, pengertian, doa dan

dukungannya yang tidak pernah putus.

4. Rekan-rekan kelas IE FEM reguler angkatan VI dan V, BPS IE FEM Batch

IV serta Kemendag Batch I atas kebersamaan dan kerjasama selama

perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini meskipun

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tesis ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai prasyarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor IE FEM SPs IPB. Meskipun

demikian, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna

dimana dalam penyusunannya terdapat banyak kekurangan yang dikarenakan

berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun guna penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap

bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2014

Putri Irina Mayang Sari

Page 13: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Tinjauan Teori 5

Tinjauan Empiris 11

Kerangka Pemikiran 16

Hipotesis Penelitian 17

3 METODE PENELITIAN 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Analisis Data 18

1. Analisis Deskriptif 18

2. Analisis Gini ratio 18

3. Analisis Data Panel 19

Pemilihan Model Data Panel Statis 23

Uji Asumsi 24

Evaluasi Model 25

Spesifikasi Model 26

4 GAMBARAN UMUM 27

Kondisi Geografis 27

Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita 28

Sektor Industri 30

Tenaga Kerja Sektor Industri 32

Pengeluaran Pemerintah 34

Pertumbuhan Penduduk 36

Potensi Gempa Bumi di Sumatera Barat 38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 40

Ketimpangan Distribusi Pendapatan Masing-Masing Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat 40

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan di

Sumatera Barat 41

6 SIMPULAN DAN SARAN 46

Simpulan 46

Saran 47

Page 14: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 51

RIWAYAT HIDUP 58

DAFTAR TABEL

1. Jenis data penelitian 18 2. Nilai dan arti statistik Durbin Watson (DW) 25 3. Pertumbuhan riil sektor ekonomi di Sumatera Barat (persen) 30 4. Distribusi persentase sektor industri pengolahan menurut sub-sektor 31 5. Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan menurut sub-sektor

(persen) 31

6. Tenaga kerja sektor industri di tingkat Kabupaten/Kota tahun 2012 33 7. Belanja pemerintah daerah dan belanja pegawai di Sumbar tahun 2012 35 8. Pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat 36 9.Gini ratio di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada 2006-

2011 41 10. Hasil uji Hausman 41 11. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan 42

DAFTAR GAMBAR

1. Gini ratio Sumatera Barat tahun 2008-2012 2 2. Distribusi pendapatan di Sumatera Barat tahun 2012 2 3. Perkembangan pertumbuhan ekonomi dan Gini ratio di Sumatera

Barat tahun 2008-2012 3 4. Kurva Lorenz 7 5. Kurva U-terbalik hipotesis Kuznets 9 6. Kerangka pemikiran 16 7. Peta wilayah Provinsi Sumatera Barat 27

8. PDRB Perkapita Sumatera Barat atas dasar harga berlaku dan konstan

serta pertumbuhannya tahun 2008-2012 28 9. Distribusi persentase PDRB menurut sektor lapangan usaha di

Sumatera Barat tahun 2011-2012 29 10. Perkembangan jumlah tenaga kerja di Sumatera Barat per-sektor

(orang) 32 11. Realisasi belanja apatur pemerintah Sumatera Barat tahun 2012 34 12. Jumlah penduduk menurut golongan umur tahun 2012 36

13. Jumlah penduduk ditingkat Kabupaten/Kota tahun 2012 37 14. Peta potensi gempa Sumatera Barat 38 15. Pangsa konsumsi menurut kelompok pengeluaran di Sumatera Barat 43 16. Ketimpangan dan pendapatan rata-rata Kab/Kota di Sumatera Barat 44

Page 15: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gini ratio masing-masing Kabupaten/kota di Sumatera Barat 51 2. Hasil uji hausman 52 3. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan menggunakan

metode Random Effect 53 4. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan menggunakan

metode PLS 54 5. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan menggunakan

metode Fixed Efeect 55 6. Uji Chow 56 7. Uji Normalitas 57

Page 16: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hubungan ketimpangan distribusi pendapatan dan kinerja perekonomian

terus menjadi perdebatan tidak hanya dikalangan ekonom melainkan juga oleh

para pembuat kebijakan (Eicher dan García-Peñalosa 2000). Pada satu sisi tingkat

pertumbuhan pendapatan perkapita merupakan suatu hal yang sangat penting dan

dibutuhkan karena menjadi tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan

sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses perubahan kondisi

perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih

baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai

proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam

bentuk kenaikan pendapatan nasional. Namun demikian, pada sisi lain tingkat

pertumbuhan pendapatan perkapita sering dihubungkan dengan peningkatan

ketimpangan distribusi pendapatan. Pengaruh pendapatan perkapita terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan, terkenal dengan hubungan inverted U-shape

yang banyak diketahui dengan sebutan kurva Kuznets. Penelitian tentang kurva ini

pertama sekali dilakukan oleh Kuznets pada tahun 1955 dan menyatakan bahwa

pada tahap awal pembangunan, pertumbuhan pendapatan perkapita cenderung

akan mempertinggi ketimpangan distribusi pendapatan (Barro 2008).

Untuk mencapai tujuan kebijakan pembangunan ekonomi yang efektif,

mengurangi tingkat ketimpangan distribusi pendapatan sama pentingnya dengan

meningkatkan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi negara secara

keseluruhan (Kassa 2003). Adanya peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan akan sangat merugikan masyarakat, bahkan tingginya pertumbuhan

ekonomi tidak memiliki banyak arti bagi masyarakat dengan tingkat pendapatan

rendah. Birdsall (2006) menyatakan bahwa dampak dari adanya ketimpangan

distribusi pendapatan adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan cenderung

melambat. Hal ini didukung oleh temuan Basdevant et al. (2012) yang

mengungkapkan distribusi pendapatan merupakan faktor penentu utama yang

memengaruhi durasi pertumbuhan ekonomi selain keterbukaan perdagangan dan

kelembagaan politik. Tidak meratanya distribusi pendapatan juga merupakan awal

dari munculnya masalah kemiskinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad

(1997) yang mengatakan bahwa banyak negara sedang berkembang yang

mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi kemudian menyadari bahwa

pertumbuhan yang semacam itu tidak bermanfaat dalam memecahkan masalah

kemiskinan. Selain itu, Todaro dan Smith (2006) mengungkapkan bahwa

ketimpangan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menyebabkan

inefisiensi ekonomi, alokasi asset tidak efisien dan melemahkan stabilitas sosial

dan solidaritas. Inefisiensi ekonomi muncul akibat semakin kecilnya populasi

yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit, sehingga

mereka tidak mampu menyediakan pendidikan yang memadai untuk anak-

anaknya maupun memulai dan mengembangkan bisnis. Ketimpangan yang tinggi

juga akan mengurangi tingkat tabungan secara keseluruhan karena tingkat

tabungan marginal tertinggi biasanya ditemukan pada kelas menengah.

Page 17: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

2

Gambar 1. Gini ratio Sumatera Barat tahun 2008-2012

Sumber: BPS 2008-2012

Sekretaris Jenderal Organization for Economic Co-operation and

Development (OECD) menyebutkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan

merupakan masalah serius yang perlu mendapat prioritas penting bagi pemerintah

agar segera diatasi (Beritasore.com 2012). Oleh karena itu, ketimpangan distribusi

pendapatan merupakan topik yang penting untuk diteliti.

Tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang dikuti oleh peningkatan

ketimpangan distribusi pendapatan terjadi di Sumatera Barat. Kajian Ekonomi

Regional Sumatera Barat menyatakan pertumbuhan ekonomi provinsi ini pada

triwulan I tahun 2013 mencapai 7.2%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun yang sama yaitu 6.0% (Bank

Indonesia 2013). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut juga diikuti oleh

peningkatan Gini ratio yang merupakan ratio dalam pengukuran ketimpangan

distribusi pendapatan. Badan Pusat Statistik (BPS 2008-2012) mencatat pada

tahun 2008, Gini ratio Sumatera Barat berada pada angka 0.29, kemudian

meningkat ditahun 2009 menjadi 0.30 dan ditahun 2012 Gini ratio Sumatera Barat

mencapai 0.36 (Gambar 1).

Jika dilihat dari data distribusi pendapatan di Sumatera Barat pada tahun

2012, 45% pendapatan dinikmati oleh 20% penduduk golongan pendapatan

tinggi, 36% pendapatan dinikmati oleh 40% penduduk golongan pendapatan

menengah sedangkan hanya 19% pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk

Golongan

pendapatan

rendah

19%

Golongan

pendapatan

menengah

36%

Golongan

pendapatan

tinggi

45%

Sumber: BPS Susenas 2012

Gambar 2. Distribusi pendapatan di Sumatera Barat tahun 2012

Page 18: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

3

golongan pendapatan rendah (Gambar 2). Ini mencerminkan bahwa, walaupun

terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun manfaatnya lebih banyak

dinikmati oleh penduduk pada golongan dengan pendapatan tinggi saja.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menjanjikan kesejahteraan yang

lebih baik bagi perekonomian secara keseluruhan. Sumatera Barat merupakan

provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Akan tetapi

tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut diiringi oleh

peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur melalui Gini ratio.

Gambar 3 memperlihatkan perkembangan pertumbuhan ekonomi dan Gini ratio di

Sumatera Barat. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat sejak tahun

2008 sampai 2012 selalu bernilai positif walaupun mengalami penurunan pada

tahun 2009 akibat adanya tekanan krisis ekonomi global. Pada tahun 2008

pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat mencapai 6.88% menurun menjadi

4.28% di tahun 2009 kemudian di tahun 2012 kembali meningkat menjadi 6.35%.

Di sisi lain Gini ratio di Sumatera Barat sejak tahun 2008 sampai 2012 juga

menunjukkan perkembangan adanya peningkatan (Gambar 3).

Untuk mengurangi terjadinya peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat dapat dilakukan melalui pengurangan ketimpangan

distribusi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat.

Kabupaten/Kota memiliki peran yang sangat penting sejak diberlakukannya

desentralisasi kebijakan melalui otonomi daerah. Otonomi daerah dapat diartikan

sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan

Gambar 3. Perkembangan pertumbuhan ekonomi dan Gini ratio di Sumatera

Barat tahun 2008-2012

Sumber: BPS 2008-2012

Page 19: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

4

pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(Wikipedia 2014). Oleh karena itu, dengan adanya otonomi daerah, pemerintah

daerah dapat merespon lebih cepat mekanisme kebijakan yang harus ditetapkan

dalam melakukan penanggulangan peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat.

Ray (1998) mengungkapkan bahwa, setidaknya terdapat dua faktor yang

mendasari penelitian mengenai ketimpangan pendapatan, pertama adalah faktor

intrinsik yaitu untuk mengukur tingkat ketimpangan itu sendiri. Ukuran

ketimpangan tersebut digunakan sebagai bahan evaluasi dari kebijakan yang

bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Kedua, keterkaitan antara

ketimpangan pendapatan dan variabel-variabel makro ekonomi seperti tingkat

pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi.

Distribusi pendapatan di Sumatera Barat yang bergerak semakin timpang,

mengindikasikan adanya peran faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya

ketimpangan tersebut. Pemahaman mengenai faktor-faktor mendasar yang

memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan akan membantu para pengambil

kebijakan, khususnya pemerintah daerah Sumatera Barat dalam merancang pilihan

kebijakan untuk memperkecil ketimpangan distribusi pendapatan disamping tetap

mempertahankan pola pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Dari uraian pada latarbelakang, permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi ketimpangan distribusi pendapatan pada masing-

masing Kabupaten/Kota di Sumatera Barat?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kondisi ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

pembaca mengenai kondisi ketimpangan distribusi pendapatan untuk tingkat

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat serta dapat memaparkan dengan jelas faktor-

faktor apa saja yang memengaruhi adanya ketimpangan distribusi pendapatan

tersebut. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan dapat memberikan

gambaran mengenai kondisi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat

dan menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menentukan strategi

pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan pengurangan ketimpangan

Page 20: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

5

distribusi pendapatan agar setiap masyarakat dapat memperoleh kesejahteraan

yang lebih baik.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dibatasi pada ketimpangan

distribusi pendapatan di Sumatera Barat yang di proksi menggunakan pengeluran

rumah tangga, tanpa melihat ketimpangan antar Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat. Sehingga bahasan dalam penelitian ini hanya meliputi Sumatera Barat tidak

menjelaskan tentang kondisi Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah ukuran ketimpangan yang

digunakan hanya menggunakan pendekatan rumah tangga dengan indikator Gini

ratio (ketimpangan distribusi pendapatan), tanpa mempertimbangkan adanya

ukuran ketimpangan lainnya. Dimana masalah ketimpangan distribusi pendapatan

hanya merupakan bagian kecil dari masalah ketimpangan yang sebenarnya jauh

lebih luas, yaitu yang mencakup ketimpangan kekuasaan, prestise, status, gender,

kepuasan kerja, kondisi kerja, derajat partisipasi, kebebasan memilih serta dimensi

lain dari masalah tersebut yang berkaitan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Teori

Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Literatur mengenai evolusi atau perubahan ketimpangan dalam distribusi

pendapatan pada awalnya didominasi oleh temuan Simon Kuznets yang disebut

dengan Hipotesis Kuznets pada tahun 1955. Dengan menggunakan data antar

Negara (cross section) dan data runtun waktu di setiap Negara (time series),

Kuznets menemukan relasi antara ketimpangan pendapatan dan partumbuhan

pendapatan per kapita berbentuk “U” terbalik (Inverted U Hypothesis). Beliau

berpendapat bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi

pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat

pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.

Hayami (2001) mengemukakan bahwa ketimpangan pendapatan dapat

didefinisikan sebagai distribusi pendapatan yang tidak merata antar rumah tangga.

Rumah tangga dipilih sebagai unit observasi untuk ketimpangan karena unit

individu adalah rumah tangga. Ketimpangan pendapatan antar rumah tangga

umumnya diukur dengan distribusi pendapatan berdasarkan tingkat pendapatan

antar rumah tangga. Semakin kecil persentase pendapatan yang diperoleh

kelompok dengan tingkat pendapatan tertinggi dan semakin besar persentase

pendapatan pada kelompok dengan tingkat pendapatan terendah menunjukkan

distribusi pendapatan yang semakin merata atau dengan kata lain ketimpangan

pendapatan yang semakin rendah. Selain itu, Ray (1998) mengungkapkan bahwa

ketimpangan ekonomi merupakan suatu kondisi disparitas mendasar dimana

Page 21: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

6

seseorang memiliki pilihan sementara individu lain tidak memiliki pilihan yang

sama.

David Ricardo yang mengemukakan teori ekonomi klasik menyatakan

pendapatan nasional dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu upah sebagai

balas jasa tenaga kerja, keuntungan sebagai balas jasa pemilik modal dan sewa

sebagai keuntungan pemilik lahan. Ricardo menekankan bahwa aktor ekonomi

yang berperan pada pembagian pendapatan nasional adalah pekerja, pemilik

modal dan tuan tanah. Hasil analisis Ricardo memperkirakan bahwa ketimpangan

akan meningkat seiring proses pertumbuhan ekonomi berdasarkan akumulasi

modal dalam perekonomian modern atau industrialisasi karena porsi terbesar dari

pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh para tuan tanah yang kaya selama

supply produk pangan bersandar pada produksi domestik.

Setengah abad kemudian, Marx memperkirakan peningkatan ketimpangan

sepanjang proses pembangunan dalam perekonomian kapitalis. Perkembangan

proses industrialisasi membuat penggunaan lahan pada era Marx tidak sepenting

pada era Ricardo, oleh karena itu Marx mengkategorikan distribusi pendapatan

nasional pada upah dan keuntungan yang menggambarkan pendapatan yang

diperoleh pekerja dan pemilik modal. Marx menemukan bahwa jika peningkatan

keuntungan lebih besar dibandingkan kenaikan upah, maka pendapatan nasional

lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal dan akan meningkatkan kemiskinan

pada kelompok pekerja.

Todaro dan Smith (2006) mengungkapkan bahwa distribusi pendapatan

merepresentasikan besarnya porsi pendapatan yang diterima oleh setiap individu

atau rumah tangga dalam suatu wilayah. Besarnya pendapatan yang diterima

individu tergantung pada tingkat produktivitas dan peranannya dalam aktivitas

perekonomian. Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi

dua ukuran pokok, baik untuk tujuan analisis maupun untuk tujuan kuantitatif

yaitu:

1. Pendapatan ”personal” atau distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau

besarnya pendapatan. Distribusi pendapatan personal berdasarkan

besarnya pendapatan adalah ukuran yang paling sering digunakan oleh ahli

ekonomi. Distribusi ini hanya membahas orang per orang atau rumah

tangga dan total pendapatan yang diterima, sedangkan dari mana

pendapatan yang diperoleh tidak diperhitungkan. Selain itu juga diabaikan

sumber-sumber pendapatan yang menyangkut lokasi (apakah di wilayah

desa atau kota) dan jenis pekerjaan.

2. Distribusi pendapatan “fungsional” atau distribusi pendapatan menurut

bagian faktor distribusi. Distribusi fungsional melihat pangsa pendapatan

menurut faktor produksi yakni menghitung total pendapatan yang

diperoleh setiap faktor produksi baik tanah, tenaga kerja, maupun modal.

Sistem distribusi ini mempertimbangkan individu-individu sebagai

totalitas yang terpisah-pisah.

Ukuran Ketimpangan Pendapatan

Ada beberapa ukuran distribusi pendapatan personal yang sering

digunakan untuk menganalisis dan membandingkan ketimpangan pendapatan

antar waktu dan antar wilayah. Beberapa diantaranya adalah ukuran kuintil, desil,

Page 22: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

7

persentil, rasio Kuznets, ukuran Bank Dunia, kurva Lorenz dan Gini ratio. Ukuran

kuintil, desil maupun persentil dilakukan dengan mengelompokkan pendapatan

perkapita penduduk yang telah diurutkan dari yang terendah sampai yang tertinggi

serta dibagi ke dalam 5 kelompok (kuintil), 10 kelompok (desil) dan 100

kelompok (persentil). Pangsa pendapatan dari setiap kelompok dihitung dari

persentase jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok dibagi dengan

total pendapatan penduduk di wilayah tersebut.

Rasio Kuznets merupakan rasio jumlah pendapatan yang diterima oleh

20% penduduk berpenghasilan tinggi dibagi dengan jumlah pendapatan 40%

penduduk berpenghasilan rendah. Semakin tinggi nilai rasio Kuznets

menunjukkan tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang semakin

tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin rendah. Hampir sama dengan rasio

Kuznets, ukuran Bank Dunia membagi pendapatan yang diterima penduduk

menjadi tiga kelompok, yakni 40% penduduk berpenghasilan rendah, 40%

penduduk berpenghasilan menengah, dan 20% penduduk berpenghasilan tinggi.

Kategori ketimpangan ditentukan dengan melihat besarnya proporsi pendapatan

yang diterima oleh 40% penduduk yang berpendapatan rendah. Kriterianya adalah

ketimpangan tinggi jika proporsinya < 12%; ketimpangan sedang jika berkisar 12-

17%; dan ketimpangan rendah jika >17% (Todaro dan Smith, 2006).

Kurva Lorenz menggambarkan hubungan kuantitatif antara penduduk atau

rumah tangga sebagai penerima pendapatan dengan jumlah pendapatan yang

diterima selama periode tertentu (Gambar 4). Sumbu horizontal menunjukkan

jumlah populasi penduduk atau rumah tangga penerima pendapatan dan sumbu

vertikal menunjukkan jumlah persentase pendapatan yang diterima oleh setiap

kelompok yang disusun secara kumulatif (dari kelompok penduduk atau rumah

tangga yang berpendapatan terendah hingga yang tertinggi). Garis diagonal utama

Gambar 4. Kurva Lorenz

Sumber: Todaro dan Smith 2006

per

senta

se p

endap

atan

persentase popolasi

100

100

0 50

I

garis pemerataan

II

bidang I

bidang I + II

Gini ratio =

50

Page 23: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

8

mencerminkan garis pemerataan pendapatan. Kurva Lorenz yang semakin

mendekati garis diagonal utama, menunjukkan distribusi pendapatan yang

semakin merata atau ketimpangan yang semakin rendah. Kurva Lorenz yang

berimpit dengan garis pemerataan menunjukkan tingkat pemerataan yang

sempurna atau tidak terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Sebaliknya,

jika kurva Lorenz semakin menyimpang atau semakin menjauh dari garis

pemerataan maka ketidakmerataan semakin besar atau ketimpangan semakin

meningkat.

Ukuran formal kesenjangan pendapatan yang diturunkan dari kurva

Lorenz adalah Gini ratio. Gini ratio merupakan rasio luas wilayah bidang I pada

kurva Lorenz dengan luas wilayah segitiga dibawah garis 450 (bidang I+II). Gini

ratio merupakan ukuran ketimpangan yang memenuhi empat prinsip pengukuran,

sehingga dapat digunakan untuk membandingkan ketimpangan distribusi

pendapatan antar waktu maupun antar wilayah (Todaro dan Smith, 2006).

Keempat kriteria atau prinsip pengukuran tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Prinsip anonimitas (anonimity principle), artinya ukuran ketimpangan

seharusnya tidak tergantung pada siapa yang mendapatkan pendapatan yang

lebih tinggi atau apakah itu orang kaya atau miskin.

2. Prinsip independensi skala (scale independence pronciple), ukuran

ketimpangan tidak tergantung pada ukuran perekonomian suatu negara dan

cara mengukur pendapatannya. Artinya, tidak tergantung apakah kondisi

negara kaya atau miskin serta diukur dalam dolar atau mata uang lainnya.

3. Prinsip independensi populasi (population independence principle), ukuran

ketimpangan tidak tergantung pada jumlah penduduk suatu negara/wilayah,

sehingga perekonomian Indonesia tidak boleh dikatakan lebih

merata/timpang dari Vietnam hanya karena jumlah penduduk Indonesia

lebih banyak.

4. Prinsip transfer Pique-Dalton (Pique-Dalton transfer principle), jika

diasumsikan semua pendapatan lain konstan maka dengan mentransfer

sejumlah pendapatan dari orang kaya kepada orang miskin maka akan

dihasilkan distribusi pendapatan yang baru dan lebih merata.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Adanya kecenderungan peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan

setiap tahunnya mengakibatkan banyak peneliti mencoba menganalisis faktor-

faktor yang memengaruhi ketimpangan tersebut. Pada penelitian ini, faktor-faktor

yang memengaruhi ketimpangan dikelompokkan menjadi beberapa bagian utama,

yaitu:

1) Pertumbuhan dan tingkat pembangunan

Banyak peneliti yang telah mencoba mencari hubungan antara GDP

perkapita dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan sejak pertengahan

tahun 1950. Dimulai oleh penemuan Kuznets pada tahun 1955 yang sampai saat

ini sangat fenomenal menyatakan bahwa pada tahap awal pembangunan, baik

pertumbuhan ekonomi maupun ketimpangan akan cenderung mengalami

peningkatan. Sederhananya, Kuznets mengungkapkan akan terjadi perubahan

secara bertahap dari keadaan dimana ketimpangan dan tingkat pendapatan yang

rendah menjadi keadaan dengan tingkat pendapatan tinggi dan adanya

Page 24: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

9

ketimpangan ekonomi. Perubahan ini yang banyak dikenal dengan sebutan

inverted U-shaped (kurva U-terbalik) yang menghubungkan antara GDP perkapita

dan ketimpangan distribusi pendapatan (Gambar 5).

Kuznets menyatakan bahwa pertanian mewakili sebagian besar

perekonomian dan juga ditandai oleh rendahnya tingkat ketimpangan pada periode

awal pembangunan. Seiring terjadinya proses pembangunan, maka struktur

perekonomian secara berangsur-angsur beralih pada sektor sekunder bahkan

tersier. Perubahan menuju sektor sekunder dan tersier pada dasarnya memiliki dua

efek dalam jangka pendek (Nikoloski 2009). Efek pertama adalah perubahan itu

akan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada peningkatan PDB

perkapita. Efek kedua dan yang paling dramatis adalah bahwa perubahan tersebut

akan menyebabkan peningkatan tingkat ketimpangan. Akibatnya, pada tahap awal

pembangunan, PDB per kapita dan ketimpangan akan berkorelasi positif. Seiring

proses pembangunan, terjadi pengalihan sumber daya yang lebih banyak dari

sektor pertanian ke sektor industri, bahkan jasa dan berangsur-angsur akan

mengurangi ketimpangan pendapatan antara sektor industri dan pertanian karena

terjadi perpindahan tenaga kerja ke sektor industri. Akibatnya, tercipta hubungan

jangka panjang yang negatif antara ketimpangan pendapatan dan PDB perkapita.

2) Faktor Makroekonomi

Pada kelompok ini yang termasuk faktor yang memengaruhi ketimpangan

distribusi pendapatan salah satunya adalah tingkat pengeluaran pemerintah. Peran

pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dipengaruhi

oleh komposisi pengeluaran tersebut, terutama pada bagian transfer sosial untuk

pengeluaran public (Cornia dan Kiiski 2001). Sebagai contoh, apabila hutang

external meningkat, maka bunga pembayaran juga akan meningkat yang

menyebabkan berkurangnya transfer sosial dan terjadi efek redistribusi pada

pengeluaran sektor publik yang juga akan mengalami penurunan. Sehingga dalam

Gambar 5. Kurva U-terbalik hipotesis Kuznets

ketimpangan

meningkat

ketimpangan

menurun

Gin

i ra

tio

pendapatan perkapita

Sumber: Kuznets 1955

Page 25: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

10

kasus ini, pengeluaran pemerintah justru tidak memiliki pengaruh terhadap

pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan.

Dalam Wells (2006), Sylwester pada tahun 2002 melaporkan terdapat

hubungan yang negatif antara ketimpangan dan pengeluaran pemerintah bidang

pendidikan. Sedangkan penelitian lain oleh Checchi pada tahun 2000 dan

Deininger & Squire pada tahun 1998 menemukan pengeluaran pemerintah dalam

bidang pendidikan berhubungan positif terhadap ketimpangan, walaupun

hubungan sebab akibat yang dihasilkannya sangat ambigu. Penelitian lain juga

dilakukan oleh Shanahan pada tahun 1994 yang bahkan mengemukakan bahwa

tidak terdapat hubungan antara pengeluaran bidang pendidikan dengan

ketimpangan pendapatan. Namun, Bouillon, Legovini, & Lustig pada tahun 2001

menyatakan ekspansi pendidikan (pengeluaran pemerintah bidang pendidikan)

dapat memperlebar kesenjangan tingkat pendidikan yang pada akhirnya juga akan

berkontribusi terhadap terjadinya peningkatan dalam ketimpangan distribusi

pendapatan.

3) Faktor Demografi

Kelompok ini meliputi proses pembangunan demografi, seperti

pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan tingkat modal manusia

(termasuk pada tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan penduduk).

Ketimpangan cenderung lebih rendah pada negara yang penduduknya lebih padat

dibandingkan dengan negara dengan tingkat kepadatan yang lebih rendah. Daerah

dengan jumlah penduduk rendah akan mengalami kemungkinan yang kuat untuk

terjadinya konsentrasi lahan yang mendorong peningkatan ketimpangan melalui

capital income (Kaasa 2003). Sylwester (2003) menyatakan daerah dengan tingkat

kepadatan yang tinggi mencermikan keadaan penduduk yang lebih beragam dan

produktifitas tinggi sehingga akan tercipta mobile society pada wilayah tersebut

yang berakibat pada distribusi pendapatan yang akan lebih merata.

Tingkat modal manusia dan pendidikan merupakan faktor yang sangat

penting (Eicher dan Garcia-Penalosa. 2000, Bouillon, Legovini, & Lustig 2001).

Beberapa penelitian seperti De Gregorio dan Lee pada tahun 2002, Park pada

tahun 1996, Psacharopoulos, Morley, Fiszbein, Lee, dan Wood pada tahun 1995,

dan Ram pada tahun 1984 menemukan hubungan yang negatif antara

ketimpangan pendapatan dan rata-rata tingkat pendidikan suatu negara.

Sedangkan peneliti lain seperti Deininger & Squire pada tahun 1998 menemukan

hubungan positif antara keduanya. Barro pada tahun 1999 mempelajari dampak

dari tingkat pendidikan terhadap ketimpangan menemukan hubungan yang negatif

untuk tingkat pendidikan dasar dan hubungan positif untuk tingkat pendidikan

tinggi (Wells 2006). Cornia dan Kiiski (2001) menyimpulkan bahwa terdapat

indikasi hubungan antara pengembangan pendidikan dan ketimpangan seperti

kurva U-terbalik. Pada fase awal pembangunan, pertumbuhan tingkat pendidikan

penduduk meningkatkan ketimpangan karena hanya tenaga kerja terampil saja

yang mendapatkan pendapatan lebih tinggi. Semakin berkembangnya

pembangunan maka tercipta pemerataan tingkat pendidikan pendudukan yang

membawa pada distribusi pendapatan yang lebih merata sehingga ketimpangan

akan berkurang (Cornia dan Kiiski 2001).

Page 26: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

11

4) Bencana Alam

Pada dasarnya, bencana alam dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu

yang dapat diprediksi sampai batas tertentu dan yang tidak dapat diprediksi.

Bencana alam seperti angin topan, banjir dan tsunami merupakan bencana alam

yang dapat diprediksi dan diketahui sejak dini akan lebih menguntungkan

masyarakat atau kelompok dengan tingkat pendapatan lebih tinggi. Yamamura

(2013) berpendapat bahwa masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan

cenderung memilih untuk tinggal pada daerah yang jarang mengalami bencana.

Disisi lain, masyarakat yang berpendapatan rendah ataupun miskin tidak dapat

memilih untuk tinggal di daerah yang aman dari bencana. Akibatnya mereka akan

cenderung langsung terkena bencana alam. Selain itu, sebelum terjadinya bencana

masyarakat miskin cederung tidak mampu berinvestasi untuk melakukan

pencegahan bencana karena mereka memiliki keterbatasan penghasilan. Bencana

alam juga cenderung akan menyebabkan peningkatan kemiskinan (Rodriguez-

Oreggia et al. 2013).

Jenis bencana lain yang memiliki tipe berbeda dengan angin topan, banjir

dan tsunami yaitu gempa bumi yang kurang terprediksi dengan baik juga

memperburuk keadaan masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Masyarakat

dengan penghasilan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk dapat

mempersiapkan tindakan yang harus dilakukan untuk menghadapi bencana yang

tidak dapat diprediksi seperti membangun bangunan tahan gempa, bahkan apabila

sulit untuk mengetahui area mana yang akan terkena gempa (Yamamura 2013).

Oleh karena itu, baik itu bencana alam yang dapat diprediksi sejak awal maupun

bencana alam yang tidak dapat diprediksi hanya akan lebih merugikan kelompok

atau masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Yang terpenting, dampak ini

tidak tergantung pada apakah bencana alam dapat diprediksi atau tidak. Besar

kemungkinan bagi masyarakat miskin terluka parah bahkan meninggal dunia

sehingga tidak mampu bekerja yang menyebabkan penurunan pendapatannya, dan

disisi lain masyarakat cenderung lebih aman dan tetap bisa melakukan pekerjaan

seperti biasa setelah terjadinya bencana, yang mana ini berarti bahwa tingkat

pendapatannya tidak dipengaruhi oleh bencana alam. Maka dapat disimpulkan

bahwa ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin melebar setelah

terjadinya bencana alam.

Tinjauan Empiris

Terdapat banyak literatur yang mengkaji faktor-faktor yang berkontribusi

pada terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian pertama yang

menjadi perintis penelitian-penelitian berikutnya mengemukakan adanya kurva

U-terbalik untuk hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

distribusi pendapatan adalah temuan Kuznets (1955). Dengan kata lain,

meningkatnya pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pada

ketimpangan pada tahap awal pembangunan, akan tetapi, kemudian akan

berpindah pada suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi akan mendorong

penurunan ketimpangan. Akan tetapi hasil penelitian ini banyak ditentang dan

dibantah oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

Page 27: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

12

Kassa (2003) dalam penelitiannya mencoba menemukan faktor-faktor

yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan pada negara yang

mengalami transisi ekonomi. Kassa menggunakan Principal Component Analysis

(PCA) dalam menganalisis banyak variabel yang berbeda disamping untuk

menghindari terjadinya multikolinieritas. Variabel yang digunakan dalam

penelitian ini mencakup GDP perkapita, pertumbuhan penduduk, persentase

penduduk perkotaan, kepadatan penduduk, persentase penduduk dibawah 15

tahun, inflasi, pengangguran, persentase sektor privat, persentase sektor industri,

persentase sektor pertanian, dan sektor jasa terhadap GDP, pengeluaran

pemerintah, pengeluaran pemerintah untuk human capital sebagai persentase

terhadap GDP dan partisipasi sekolah dasar. Variabel tersebut dipilih

menggunakan analisis korelasi dan kemudian dikelompokkan menggunakan

analisis PCA. PCA menghasilkan empat komponen utama, yaitu tingkat proses

pembangunan demografi, tingkat pembangunan negara, tingkat proses transisi dan

modal manusia sebagai indikator utama yang berkontribusi terhadap terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian lain yang juga membahas tentang ketimpangan pendapatan

adalah yang dilakukan oleh Yamamura (2013). Penelitian ini sedikit berbeda

dengan penelitian-penelitian lainnya dimana Yamamura melihat pengaruh

bencana alam terhadap ketimpangan pendapatan. Yamamura mengungkapkan

bahwa, walaupun benca alam ditemukan memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi, akan tetapi dampaknya terhadap ketimpangan pendapatan

belum banyak dibahas, oleh karena itu Yamamura menggunakan data cross-

country panel selama periode 1965 sampai 2004 untuk mengkaji bagaimana

bencana alam memengaruhi ketimpangan pendapatan. Hasil penelitiannya

menemukan bahwa, walaupun bencana alam memiliki efek jangka pendek

terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan, efek ini akan menghilang dalam

jangka menengah.

Nikoloski (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Economic and

Political Determinants of Income Inequality menggunakan metode GMM untuk

mencari hubungan ketimpangan distribusi pendapatan dengan faktor ekonomi dan

politik. Nikoloski tidak menemukan adanya hubungan antara meningkatnya

demokrasi terhadap penurunan ketimpangan. Sedangkan terdapat hubungan yang

kuat antara sumber daya alam yang melimpah, diukur menggunakan produksi

minyak dan gas serta eksport logam dan biji besi terhadap meningkatnya

ketimpangan pendapatan. Selain itu, ditemukan juga hubungan yang kuat antara

industrialisasi terhadap penurunan ketimpangan. Nikoloski juga menemukan

hubungan untuk keberadaan kurva Kuznets. Dimana beliau menemukan bukti

bahwa GDP perkapita dalam jangka pendek meningkatkan tingkat ketimpangan

distribusi pendapatan dan kemudian akan menurun dalam jangka panjang. Beliau

juga membangun hubungan positif antara ketimpangan dan pengembangan sektor

keuangan serta keterbukaan perdagangan berhubungan dengan penurunan

ketimpangan.

Sylwester (2003) dengan penelitiannya yang berjudul Income Inequality

and Population Density 1500 AD: A Connection. Menggunakan data cross section

negara Sylwester menganalisis hubungan antara kepadatan penduduk regional di

1500 AD dan ketimpangan pendapatan. Sylwester menemukan hubungan negatif

antara kepadatan penduduk dan ketimpangan distribusi pendapatan. Wilayah

Page 28: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

13

dengan tingkat kepadatan tinggi diprediksi memiliki tingkat ketimpangan

pendapatan relatif lebih rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh alasan bahwa

wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi memiliki keberagaman lebih tinggi yang

mendorong terjadinya mobile society yang berdampak pada pengurangan

ketimpangan distribusi pendapatan.

Gustafsson dan Johansson (1997) melakukan penelitian yang berjudul

“What Makes Income Inequality Vary Over Time in Different Countries?”.

Gustafsson dan Johansson berusaha menemukan faktor yang memengaruhi

perkembangan distribusi pendapatan di negara-negara OECD menggunakan

analisis “unbalanced panel” untuk 16 negara pada tahun 1966 sampai 1994.

Ketimpangan pendapatan yang digunakan diukur melalui rasio Gini atau setara

dengan pendapatan disposable. Gustafsson dan Johansson mengungkapkan bahwa

terdapat banyak faktor yang memengaruhi perkembangan ketimpangan.

Penurunan dalam sektor industri menjadi pendorong terjadinya ketimpangan.

Hasil tersebut lebih signifikan dibandingkan dengan hubungannya dengan inflasi

dan tingkat PDB. Selanjutnya, ditemukan bahwa meningkatnya perdangangan dari

negara sedang berkembang akan mendorong peningkatan pula dalam

ketimpangan. Terakhir, tingkat ketimpangan yang rendah muncul apabila

sebagian besar tenaga kerja bergabung dalam serikat buruh serta adanya sektor

publik yang lebih besar.

Penelitian lainnya tentang faktor yang memiliki dampak terhadap

distribusi pendapatan dilakukan Sarel (1997). Sarel, mengembangkan kerangka

penelitian cross-section untuk memeriksa hubungan antara variabel

makroekonomi dengan tren pada distribusi pendapatan. Variabel makroekonomi

yang secara signifikan memiliki efek negative terhadap ketimpangan adalah

tingginya pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat investasi

yang tinggi, depresiasi real (akan lebih penting pada negara dengan pendapatan

rendah) dan peningkatan dalam term of trade.

Afonso et al. (2008) dalam penelitiannya tentang determinan distribusi

pendapatan dan efisiensi pengeluaran publik. Penelitian ini menguji dampak dari

pengeluaran publik, pendidikan dan institusi pada distribusi pendapatan pada

wilayah dengan ekonomi maju. Afonsi juga mengevaluasi efisiensi pengeluaran

publik dalam redistribusi pendapatan dengan menggunakan pendekatan non

parametric yaitu DEA (Data Envelopment Analysis). Hasil penelitian ini

menyebutkan bahwa kebijakan publik secara signifikan memengaruhi distribusi

pendapatan terutama melalui pengeluaran sosial, secara tidak langsung melalui

kualitas yang tinggi pada tingkat pendidikan/modal manusia dan lembaga-

lembaga ekonomi yang sehat.

Jaumotte et al. (2008) juga mengkaji tentang peningkatan ketimpangan

pendapatan dengan judul penelitian, “Rising Income Inequality: Technology, or

Trade and Financial Globalization?”. Dalam penelitiannya Jaumotte mengupas

tentang hubungan antara perdagangan dan globalisasi keuangan dan peningkatan

ketimpangan yang sering terjadi di beberapa negara belakangan ini. Jaumotte

menyimpulkan bahwa technological progress memiliki dampak yang besar

terhadap ketimpangan dibandingkan dengan globalisasi. Terbatasnya peran

globalisasi memperlihatkan dua kecenderungan yang saling bertolak belakang,

yaitu: pertama, peran globalisasi perdagangan berkaitan dengan penurunan

ketimpangan, kedua, peran globalisasi keuangan (khususnya: Foreign Direct

Page 29: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

14

Investment) justru berkaitan dengan peningkatan ketimpangan. Temuan utama

dalam penelitian ini adalah, globalisasi dan kemajuan tekhnologi mengakibatkan

peningkatan penerimaan pada modal manusia, sehingga hal ini menekankan

pentingnya pendidikan dan pelatihan baik pada negara maju maupun sedang

berkembang dalam rangka mengatasi meningkatnya ketimpangan.

Kemudian pada tahun 2006, Wells melakukan penelitian dengan judul

“Education’s Effect on Income Inequality : A Further Look”. Wells

mengemukakan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang sangat signifikan

terhadap ketimpangan pendapatan. Efek pendidikan terhadap ketimpangan

pendapatan dipengaruhi oleh tingkat kebebasan ekonomi suatu negara dan secara

spesifik kebebasan ekonomi akan memengaruhi tingkat partisipasi sekolah.

Penelitian lain dilakukan oleh Bulir pada tahun 1998. Dalam

penelitiannya, Bulir menjadikan model Kuznets sebagai tolok ukur dalam

ketimpangan distribusi pendapatan. Bulir menemukan bahwa stabilitas harga,

financial deepening, tingkat pembangunan, tenaga kerja dan redistribusi fiskal

dapat mempertinggi pemerataan pendapatan pada suatu negara. Sementara, efek

stabilitas harga seragam untuk semua tingkat PDB per kapita, efek pada financial

deepening ditemukan meningkat sejalan dengan adanya peningkatan pada tingkat

pembangunan. Selain itu, pengetatan kebijakan moneter tidak menunjukkan

adanya efek yang dominan, seperti rendahnya tingkat inflasi justru memperkuat

bukannya menetralkan pemerataan pendapatan pada redistribusi fiskal.

Penelitian yang juga membahas tentang ketimpangan distribusi

pendapatan adalah yang dilakukan oleh Addison dan Cornia (2001). Addison dan

Cornia mengungkapkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan merupakan

penghambat dalam penurunan tingkat kemiskinan. Penelitian ini memperoleh

hasil dimana terdapat concave relationship antara ketimpangan distribusi

pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan rendah pada

tingkat ketimpangan yang rendah (karena disincentive effect) dan akan rendah

pula pada tingkat ketimpangan tinggi (karena efek pengurangan investasi privat

untuk konflik sosial yang akan mengakibatkan ketimpangan tinggi). Sumber

tradisional dari ketimpangan dapat ditanggulangi melalui land reform, dan

peningkatan pengeluaran publik untuk human capital bagi masyarakat miskin.

Barro (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Inequality and Growth

Revisited memperbarui temuannya pada tahun 2000. Data internasional

mengkonfimasi hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pendapatan

perkapita (kurva Kuznets) terbukti stabil sejak tahun 1960 sampai 2000. Selain

itu, ditemukan juga efek langsung dari keterbukaan internasional terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan yang berhubungan positif. Di sisi lain

pertumbuhan pertumbuhan ekonomi ditemukan berhubungan negatif terhadap

terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan.

Ortiz dan Cummins (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Global

Inequality: Beyond The Bottom Billion mengemukakan ketimpangan pendapatan

secara global, nasional dan regional menggunakan data dari Bank Dunia, UNU-

WIDER dan Eurostat. Ortiz dan Cummins juga membahas implikasi negatif yang

ditimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan untuk pembangunan,

kemungkinan adanya peningkatan ketimpangan yang diperburuk oleh adanya

krisis global dan mendorong advokasi untuk perubahan kebijakan di tingkat

nasional dan internasional untuk memastikan "Recovery for All". Ortiz dan

Page 30: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

15

Cummins menemukan selain memperlambat pertumbuhan ekonomi, ketimpangan

akan berdampak pada kesehatan dan masalah sosial yang akan mendorong

terjadinya ketidakstabilan politik. Sebagai alternatif, Ortiz dan Cummins

merangkum agenda pembangunan PBB yang bertujuan untuk menyeimbangkan

pertumbuhan ekonomi dan pemerataan proses pembangunan.

Selain penelitian yang diadakan di luar negeri, masalah ketimpangan

distibusi pendapatan juga telah banyak dibahas didalam negeri. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Prapti (2006) yang meneliti tentang keterkaitan antara

pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan untuk 35 Kabupaten/Kota di

Jawa Tengah tahun 2000-2004. Prapti membandingkan hubungan pertumbuhan

ekonomi dan distribusi pendapatan dengan mengkorelasikannya pada hipotesis

“U” terbalik yang diajukan Simon Kuznets. Sedangkan pola keterkaitannya dilihat

melalui diagram tipologi yang terdiri dari 4 kuadran. Adapun hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang tinggi antara pertumbuhan

ekonomi dengan kesenjangan pendapatan. Apabila terjadi peningkatan dalam

pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti dengan meningkatnya tingkat

kesenjangan pendapatan penduduk di sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa

Tengah.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hartono (2008) yang menganalisis

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu

1981 sampai 2005, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi

ketimpangan pembangunan. Hartono menggunakan Indeks Williamson sebagai

variabel yang menggambarkan ketimpangan. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa ketimpangan di Jawa Tengah cenderung meningkat setiap tahunnya.

Peningkatan ini dikarenakan investasi swasta perkapita, ratio angkatan kerja, dan

alokasi dana pembangunan perkapita yang secara signifikan berpengaruh pada

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, penelitian lain juga dilakukan oleh Sihotang (2006) tentang

faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan antar provinsi di

Indonesia. Dalam thesisnya Sihotang menggunakan metode Ordinary Least

Square (OLS) serta data time series dari tahun 1984 sampai 2003. Berdasarkan

estimasi, maka disimpulkan bahwa, ketimpangan pengeluaran pemerintah daerah,

ketimpangan persebaran industri dan ketimpangan jumlah siswa tamat SMA

berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan antar

provinsi di Indonesia.

Penelitian oleh Chrisyanto (2006) yang membahas tentang faktor-faktor

yang memengaruhi ketimpangan perekonomian antar daerah di Indonesia.

Indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan adalah Indeks

Williamson. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda

dengan 30 provinsi di Indonesia pada tahun 1989 sampai 2003. Chrisyanto

menemukan adanya ketimpangan daerah apabila memperhatikan faktor migas

dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah pada saat dua tahun sebelumnya

dan terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan ketimpangan daerah tanpa melihat

faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan perkapita daerah dan pengeluaran

pemerintah.

Page 31: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

16

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi adalah tolok ukur adanya peningkatan

kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi perekonomian secara keseluruhan

apabila diiringi oleh pemerataan distribusi pendapatan. Sumatera Barat merupakan

provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dibandingkan

dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi pertumbuhan

ekonomi Sumatera Barat yang tinggi tersebut diikuti oleh peningkatan Gini ratio

yang menggambarkan indeks ketimpangan distribusi pendapatan. Jika

dibandingkan dengan tingkat nasional, Gini ratio Sumatera Barat masih dapat

dikatakan relatif rendah, akan tetapi perkembangannya dari waktu ke waktu bisa

menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan Gini ratio yang terjadi di

Sumatera Barat erat kaitannya dengan tingkat ketimpangan yang terjadi di

Kabupaten/Kota yang ada di dalamnya, oleh karena itu untuk mengurangi

ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Sumatera Barat dapat dilakukan

melalui pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat

Kabupaten/Kota.

\\

Sumatera

Barat

Pertumbuhan ekonomi tinggi

Ketimpangan distribusi

pendapatan meningkat

Ketimpangan distribusi

pendapatan masing-masing

Kabupaten/kota

Menghitung Indek Gini di

tingkat Kabupaten/kota

Analisis data panel

Faktor penyebab:

1. Pertumbuhan ekonomi

tingkat pembangunan

Pertumbuhan ekonomi

Struktur perekonomian

Ketenagakerjaan

2. Faktor Makroekonomi

Pengeluaran

pemerintah

3. Faktor Demografi

Kependudukan

4. Bencana Alam

Gempa bumi

Faktor-faktor yang

mempengaruhi ketimpangan

distribusi pendapatan

Strategi pengambilan

kebijakan pengurangan

ketimpangan distribusi

pendapatan

Gambar 6. Kerangka pemikiran

Page 32: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

17

Penelitian ini betujuan untuk menganalisis kondisi ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat melalui perhitungan Gini ratio pada 19

Kabupaten/Kota yang ada. Kemudian melalui data Gini ratio tersebut dilakukan

analisis data panel untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat. Faktor-faktor yang

mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat didekati

melalui beberapa data, pertama, pertumbuhan dan tingkat pembangunan ekonomi

dengan menggunakan kriteria pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan

ketenagakerjaan, kedua, faktor makroekonomi dengan kriteria pengeluaran

pemerintah, ketiga, faktor demografi dengan kriteria kependudukan dan terakhir

bencana alam dengan kriteria gempa bumi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu

menjadi masukan dalam strategi pengambilan kebijakan pembangunan yang

efektif terkait mengenai pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan di

Sumatera Barat (Gambar 6).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang mendasari penelitian dan hasil penelitian-

penelitian sebelumnya maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai dan

dummy gempa secara signifikan memperparah terjadinya ketimpangan

distribusi pendapatan di Sumatera Barat

2. Share sektor industri terhadap PDRB, jumlah tenaga kerja sektor industri,

pengeluaran pemerintah untuk belanja non pegawai dan pertumbuhan

penduduk secara signifikan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan

di Sumatera Barat.

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS 2007-2012) dan Kementrian Keuangan

Indonesia. Data yang digunakan merupakan gabungan dari data time series tahun

2006-2011 dan cross section Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat. Selain itu

digunakan juga data Susenas untuk menghitung Gini ratio pada 19 Kabupaten/Kota

di Sumatera Barat.

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

software Microsoft Excel 2010, IBM SPSS Statistic 19 dan Eviews 6.0. Software

Microsoft Excel digunakan sebagai sarana untuk input data, IBM SPSS Statistic 19

digunakan untuk menghitung Gini ratio pada masing-masing Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat, dan Eviews 6.0 digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang

memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Secara ringkas jenis data yang

digunakan disajikan dalam Table 1.

Page 33: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

18

Data Kriteria Indikator

Pertumbuhan dan

tingkat pembangunan

1. Pertumbuhan

2. Struktur perekonomian

3. Ketenagakerjaan

PDRB per kapita

Share sektor industri

terhadap PDRB

Jumlah tenaga kerja

sektor industri

Faktor

makroekonomi

Pengeluaran pemerintah Belanja pegawai

Belanja non pegawai

Faktor demografi Kependudukan Pertumbuhan

penduduk

Bencana alam Gempa bumi Dummy gempa

Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 bentuk

analisis, yaitu:

1. Analisis Deskriptif

Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan

kondisi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat baik menggunakan

tabel, grafik dan diagram. Serta memberi penjelasan berkaitan tentang faktor-

faktor yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat.

2. Analisis Gini ratio

Dilakukan perhitungan Gini ratio untuk menjawab permasalahan pertama

mengenai kondisi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat.

Perhitungan Gini ratio dilakukan sejak tahun 2006 sampai 2010 menggunakan

data Susenas sedangkan untuk tahun 2011 data Gini ratio diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (BPS) untuk 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Untuk

menjaga konsistensi analisis, perhitungan Gini ratio sejak tahun 2006 sampai

2010 menggunakan metode dan rumus yang sama dengan yang digunakan Badan

Pusat Statistik.

Nilai Gini ratio dihitung berdasarkan perbandingan luas daerah I dengan

luas daerah (I+II) dalam kurva Lorenz (Gambar 4). Kurva Lorenz

menggambarkan hubungan kuantitatif antara penduduk atau rumah tangga sebagai

penerima pendapatan dengan jumlah pendapatan yang diterima selama periode

tertentu. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah populasi penduduk atau rumah

tangga penerima pendapatan dan sumbu vertikal menunjukkan jumlah persentase

pendapatan yang diterima oleh setiap kelompok yang disusun secara kumulatif

(dari kelompok penduduk atau rumah tangga yang berpendapatan terendah hingga

yang tertinggi). Garis diagonal utama mencerminkan garis pemerataan

pendapatan. Kurva Lorenz yang semakin mendekati garis diagonal utama,

menunjukkan distribusi pendapatan yang semakin merata atau ketimpangan yang

semakin rendah. Kurva Lorenz yang berimpit dengan garis pemerataan

menunjukkan tingkat pemerataan yang sempurna atau tidak terjadi ketimpangan

dalam distribusi pendapatan. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin menyimpang

Tabel 1. Jenis data penelitian

Page 34: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

19

atau semakin menjauh dari garis pemerataan maka ketidakmerataan semakin besar

atau ketimpangan semakin meningkat.

Secara matematis, Ray (1998) menyajikan formula untuk menghitung Gini

ratio sebagai berikut. Rumus Gini ratio yang digunakan Ray (1998) juga

digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) untuk menghitung Gini ratio

ditingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada tahun 2011.

dimana:

: Gini ratio,

: persentase penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i,

: persentase kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i,

: persentase kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke i-1

Nilai Gini ratio berkisar antara nol sampai satu, semakin mendekati nol

menunjukkan tingkat distribusi pendapatan yang semakin merata. Sebaliknya, jika

nilai Gini ratio semakin mendekati satu menunjukkan distribusi pendapatan yang

semakin tidak merata atau semakin timpang.

3. Analisis Data Panel

Analisis regresi data panel digunakan untuk menjawab permasalah kedua

mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat. Data panel (panel data) merupakan gabungan data

cross section dan data time series atau dengan kata lain, data panel merupakan

unit-unit individu yang sama yang diamati dalam kurun waktu tertentu (Nachrowi

dan Usman, 2006). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time

series yang sama maka disebut sebagai balanced panel dan jika jumlah waktu

observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.

Gujarati (2004) menyebutkan bahwa data panel adalah data yang memiliki

dimensi ruang (individu) dan waktu. Secara umum, data panel dicirikan oleh T

periode waktu (t = 1,2,...,T) yang kecil dan n jumlah individu (i = 1,2,...,n) yang

besar.

Regresi dengan menggunakan data panel disebut dengan model regresi

data panel. Analisis regresi secara terpisah, menggunakan cross section saja atau

time series saja, akan memberikan beberapa kelemahan dalam hasil estimasi.

Sehingga pendekatan data panel menggunakan informasi dari gabungan

pendekatan cross section dan time series akan meminimalisir kelemahan masing-

masing pendekatan. Baltagi (2005) mengemukakan bahwa penggunaan data panel

memberikan banyak keuntungan, diantaranya:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan menerapkan metode ini,

estimasi yang dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur

heterogenitas individu.

2. Dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar

peubah, meningkatkan derajat bebas dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan

observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam

mempelajari perubahan dinamis.

Page 35: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

20

4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara

sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time

series saja.

Selain keuntungan yang diperoleh dari penggunaan data panel, metode ini juga

memiliki keterbatasan, yaitu:

1. Masalah dalam desain survei panel, pengumpulan dan manajemen data.

Masalah yang sering dihadapi diantaranya adalah cakupan (coverage),

nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu

wawancara.

2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors) yang pada umumnya

terjadi karena respon yang tidak sesuai.

3. Masalah selektivitas (selectivity) yang mencakup:

a. Self-selectivity: permasalahan yang muncul karena data-data yang

dikumpulkan untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap

fenomena yang ada.

b. Nonresponse: permasalahan yang muncul dalam panel data ketika ada

ketidaklengkapan data atau jawaban yang diberikan oleh responden.

c. Attrition: jumlah responden yang cenderung berkurang pada survey

lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal

dunia, atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.

4. Dimensi waktu (time series) yang pendek.

5. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan

analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan

cross-country dependence akan mengakibatkan inferensi yang salah

(misleading inference).

Data panel memiliki karakteristik jumlah unit cross section lebih dari 1

(N>1) dan unit time series lebih dari satu (T>1). Jika unit cross section sama

dengan satu (N=1) dan unit time series banyak (T>1) maka dikenal data time

series murni atau sebaliknya jika unit cross section banyak (N>1) dan unit time

series sama dengan satu (T=1) maka dikenal dengan struktur data cross section

murni. Pengamatan dengan analisis data cross section hanya dilakukan pada satu

titik waktu saja, sehingga perkembangan setiap unit individu tidak dapat diamati.

Sebaliknya, model time series menggunakan satu unit individu yang diamati

sepanjang waktu t sehingga menimbulkan permasalahan jika peubah yang

diobservasi merupakan data hasil agregasi karena memiliki kemungkinan untuk

menghasilkan estimasi yang bias. Analisis data panel mampu menggabungkan

keduanya untuk mereduksi kekurangan dari kedua jenis data.

Notasi yang digunakan dalam data panel terdiri dari dua subscript pada

setiap peubahnya. Misalkan 𝑦𝑖𝑡 merupakan nilai peubah tak bebas (dependent

variable), maka 𝑖 menyatakan unit cross section yang dapat berupa individu,

rumah tangga, perusahaan, wilayah, negara atau yang lainnya (𝑖=1,2,…,𝑁) dan 𝑡 menyatakan unit waktu dalam bulan, triwulan, tahun atau yang lainnya

(𝑡=1,2,…,𝑇). Jika 𝐾 menyatakan jumlah peubah bebas yang masing-masing diberi

indeks antara 1, 2,…, K maka notasi 𝑋’𝑖𝑡 menyatakan nilai variabel penjelas ke-j,

unit individu ke-i pada waktu ke-t. Untuk mempermudah dalam mengorganisir

data panel maka dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

Page 36: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

21

𝑦 [

𝑦 𝑦

𝑦

] 𝑋

[ 𝑋

𝑋 𝑋

𝑋

𝑋

𝑋

𝑋

𝑋 𝑋

]

[

]

𝑦𝑖 menyatakan nilai peubah tak bebas ke-i pada period ke-t; 𝑋𝑖 menyatakan nilai

peubah bebas ke-i pada period ke-t; 𝑖 menyatakan gangguan acak unit ke- 𝑖 pada

waktu ke- 𝑡. Struktur data panel dengan jumlah peubah bebas sebanyak K adalah:

Penulisan notasi matrik dalam persamaan (3.1) dapat disederhanakan menjadi:

𝑦 [

𝑦

𝑦

𝑦

] 𝑋 [

𝑋

𝑋

𝑋

] [

]

𝑦 adalah matriks berukuran NTx1, 𝑋 adalah martiks berukuran NTxK dan

adalah matriks berukuran NTx1. Model standar regresi data panel linier dapat

dituliskan sebagai:

𝑦 𝑋 𝑡 𝑦 𝑋 β merupakan matriks berukuran NTx1 yang dapat diekspresikan sebagai:

[

]

Secara garis besar, pendekatan dalam analisis data panel dibedakan

menjadi dua, yaitu panel statis dan panel dinamis. Analisis data panel dinamis

dicirikan oleh regressor yang mengandung lag dari variabel tak bebas. Pemilihan

metode statis maupun dinamis sangat tergantung pada jenis variabel yang

digunakan dan pertimbangan hubungan secara ekonomi (Firdaus 2011).

Regresi Data Panel Statis

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi

parameter dalam model regresi data panel statis, yakni Pooled Least Square

Estimator (PLS), metode efek tetap atau Fixed Effects Model (FEM) dan metode

efek random atau Random Effects Model (REM). Metode yang paling sederhana

(3.4)

Individu ke-1

Individu ke-2

Individu ke-N

Variabel ke-1 Variabel ke-K

Periode ke-1

Periode ke-2

Periode ke-T

(3.1)

(3.2)

(3.3)

Page 37: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

22

digunakan adalah PLS atau dikenal sebagai metode kuadrat terkecil seperti yang

digunakan pada model cross section dan time series murni. Karena data panel

memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time

series murni, maka ketika data digabungkan menjadi pool data regresi yang

dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan dengan regresi yang menggunakan

data cross section dan time series murni. Meskipun demikian, penggabungan data

akan menyebabkan variasi atau perbedaan keragaman baik antara individu

maupun antar waktu menjadi tidak dapat dibedakan. Permasalahan ini kurang

sesuai dengan tujuan penggunaan metode data panel, sehingga untuk banyak

kasus penduga least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data. Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui dua pendekatan metode data

panel yang lain, yakni FEM dan REM. Kedua metode dibedakan berdasarkan

asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas

(regressor). Dalam bentuk umum persamaan regresi data panel 𝑦𝑖𝑡=𝑋’𝑖𝑡 + 𝑖𝑡,

komponen error atau gangguan acak one way error component model,

dispesifikasikan sebagai:

𝑖𝑡=𝛼𝑖+ 𝑖𝑡

Untuk two way error component model, komponen error atau gangguan acak

dispesifikasikan sebagai:

𝑖𝑡=𝛼𝑖+𝛾𝑡+ 𝑖𝑡

Error term dalam pendekatan one way error component model hanya mencakup

komponen error dari efek dari individu (𝛼𝑖). Pada two way error component

model, komponen error term juga mencakup efek waktu (𝛾𝑡). Perbedaan antara

FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara efek individu 𝛼𝑖

dan/atau efek waktu 𝛾𝑡 dengan variabel bebas 𝑋𝑖𝑡. Untuk menentukan penggunaan

metode FEM atau REM dilakukan dengan uji Hausman.

1. Fixed Effect Model (FEM)

Apabila 𝛼𝑖 diperlakukan sebagai parameter tetap atau konstanta dan

nilainya bervariasi untuk setiap individu ke-i (i= 1, 2,…, N), maka model ini

disebut sebagai FEM. Pendekatan FEM mengasumsikan efek individu dan

variabel bebas memiliki korelasi atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak.

Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi

bagian dari intersep. Pada umumnya pendekatan FEM terjadi ketika jumlah

individu N relatif kecil dan periode waktu T relatif besar. Secara umum persamaan

FEM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

untuk one way error component model:

𝑦𝑖𝑡=𝛼𝑖+𝑋’𝑖𝑡 + 𝑖𝑡

untuk two way error component model:

𝑦𝑖𝑡=𝛼𝑖+𝛾𝑡+𝑋’𝑖𝑡 + 𝑖𝑡

dengan asumsi bahwa 𝑖𝑡~𝑖𝑖𝑑(𝑜, ) dan 𝑋’𝑖𝑡 memiliki korelasi dengan 𝛼𝑖.

Pendugaan parameter dalam metode FEM dapat dilakukan dengan beberapa cara.

i. Pooled Least Square (PLS)

Tehnik ini menggunakan gabungan dari seluruh data, model yang digunakan

adalah : 𝑦 𝛼 𝑋 , dimana 𝛼 adalah konstan untuk semua

observasi. Dengan menggunakan metode ini heterogenitas individu akan

terjaga, tetapi estimasinya akan biased.

ii. Within Group (WG)

(3.5)

(3.6)

(3.7)

(3.8)

Page 38: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

23

Tehnik ini digunakan dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata

individu. Tehnik ini menghasilkan parameter yang unbiased tetapi akan

menghilangkan intersep.

iii. Least Square Dummy Variable (LSDV)

Tehnik ini digunakan dengan menambahkan dummy variable sebanyak n-1,

tetapi akan mengurangi derajat bebas dan membuat ketidakefisienan.

iv. Two Way Error Component FEM

Tehnik ini memasukkan variasi antar waktu sehingga model dasarnya

menjadi 𝑦 𝛼 𝛾 𝑋 .

2. Random Effect Model / REM)

Pendekatan REM muncul dengan asumsi efek individu (𝛼𝑖) dan peubah

bebas tidak memiliki korelasi atau 𝛼𝑖 diperlakukan sebagai parameter random.

Asumsi tersebut membuat komponen efek individu maupun efek waktu

dimasukkan ke dalam error term. Pendekatan REM umumnya digunakan bila unit

cross section N relatif besar dan unit time series T relatif kecil. Secara umum

bentuk model REM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

𝑦 𝑋 𝑖=𝜆𝑖 untuk one way error component model dan 𝑖=𝜆𝑖+𝛾𝑡 untuk two way error

component model serta menggunakan asumsi 𝑖𝑡~(𝑜, ) dan 𝑖~𝑖𝑖𝑑(𝑜,

).

Beberapa asumsi yang biasa digunakan dalam REM adalah :

E ( | ) = 0

E ( | ) =

E ( | ) = 0 untuk semua i dan t

E ( | ) =

untuk semua i dan t

E ( ) = 0 untuk semua i,t, dan j

E ( ) = 0 untuk i ≠ j atau t ≠ s

E ( ) = 0 untuk i ≠ j

Asumsi yang terpenting diantara semua asumsi dalam REM adalah nilai harapan

dari 𝑖𝑡 untuk setiap 𝑖 adalah nol atau ( 𝑖| 𝑖𝑡) = 0 atau tidak ada korelasi antara

variabel independen dengan 𝑖. Estimator dalam REM dapat dilakukan melalui

dua pendekatan yakni:

i. Between Estimator

Tehnik ini mengasumsikan bahwa peubah bebas dengan error tidak saling

berkorelasi.

ii. Generalized Least Square (GLS)

Tehnik ini mengombinasikan informasi antar dan dalam data secara efisien.

GLS dipandang sebagai rata-rata yang dibobotkan dari estimasi between

dan within, dengan persamaan:

Pemilihan Model Data Panel Statis

Pemilihan antara model fixed effect dengan random effect dapat dilakukan

dengan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara regressor dan efek

individu. Pengujian tersebut adalah Uji Chow untuk memilih antara PLS dan FEM

serta Uji Hausman untuk memilih antara FEM dan REM.

1. Uji Chow

Beberapa buku menyebut uji Chow dengan pengujian F statistik. Dalam

pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:

(3.9)

(3.10) (3.11)

(3.12)

(3.13)

(3.14)

(3.15)

(3.16)

Page 39: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

24

H0 : Model Pooled Least Square (PLS)

H1 : Fixed Effect Model (FEM)

F Statistik seperti yang dirumuskan:

dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square yaitu jumlah error kuadrat yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan metode Pooled Least

Square.

URSS = Unrestricted Residual Sum Square yaitu jumlah error kuadrat yang

diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect.

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

Pengujian ini mengikuti distribusi F dengan derajat bebas N-1 dan NT-N-K.

Jika nilai Chow Statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka

cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol

sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga

sebaliknya.

2. Uji Hausman

Dalam uji ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H0: E(τi xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat

H1: E(τi xit)≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan chi square. Statistik Hausman dirumuskan

dengan:

H = (βREM– βFEM )’ (MFEM–MREM)-1

(βREM– βFEM) ~

dimana:

M= matriks kovarians untuk parameter β

k = degrees of freedom

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2 tabel, maka cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah

model fixed effects, begitu juga sebaliknya.

Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebuah model yang

akan digunakan. Setelah kita memutuskan untuk menggunakan suatu model

tertentu (FEM atau REM) berdasarkan Hausman Test, maka kita dapat melakukan

uji terhadap asumsi klasik yang digunakan dalam model.

1. Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak ada

hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, jika

hubungan tersebut ada maka peubah bebasnya dikatakan multikolinearitas

sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka dugaan parameter koefisien

regresi masih mungkin dapat diperoleh, tapi interpretasinya menjadi sulit.

Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilakukan dengan uji

korefisien korelasi sederhana antar peubah bebas dalam model, jika

korelasinya sangat tinggi dan nyata maka berarti terjadi multikolinearitas.

(3.17)

(3.18)

Page 40: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

25

Selain itu juga dapat dilihat dari statistik uji F dan nilai koefisien

determinasi, apabila nilai Rj2 tinggi atau dari uji F modelnya signifikan

berarti ada multikolinearitas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi

adalah bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best

Linier Unbiased Estimate) maka var ( ) harus sama dengan σ2 (konstan),

atau semua error mempunyai varians yang sama (Juanda 2009). Kondisi ini

disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau

berubah-ubah disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas dapat menggunakan metode General Least Square

(Cross Section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Residu

pada Weighted Statistics dengan Sum Square Residu Unweighted Statistics.

Jika Sum Square Residu pada Weighted Statistics lebih besar dari Sum

Square Residu Unweighted Statistics, maka terjadi

heteroskedastisitas.Metode lain dengan uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-

Pagan dan uji White.

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu

peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa yang

sekarang. Terjadinya autokorelasi dapat berpengaruh terhadap efisiensi dari

estimator yang diperoleh. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat

menggunakan statistik Durbin Watson (DW). Untuk mengetahui ada

autokorelasi atau tidak dilakukan dengan embandingkan nilai statistik DW

dengan nilai DW-tabel. Gujarati (2004) mengelompokkan nilai DW-tabel

untuk identifikasi autokorelasi (Tabel 2).

Nilai DW Arti/Hasil

4-dl < DW < 4 Terdapat korelasi serial negatif

4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan

2 < DW < 4-du Tidak ada korelasi serial

du < DW < 2 Tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < dl Terdapat korelasi serial positif

Evaluasi Model

Untuk mengevaluasi model yang diperoleh, beberapa uji yang dilakukan

sebagai berikut:

1. Uji-F

Uji-F digunakan untuk menguji hipotesis koefisien regresi (slope) secara

simultan. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : (j adalah jumlah variabel bebas)

H1 : Paling sedikit ada satu

Tabel 2. Nilai dan arti statistik Durbin Watson (DW)

Sumber: Gujarati 2004

Page 41: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

26

Kriteria pengujiannya adalah jika nilai F-statistic > F-tabel maka H0 ditolak

yang berarti minimal ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh

terhadap variabel tak bebas.

2. Uji-t

Uji-t digunakan untuk menguji parameter regresi secara individual (parsial).

Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : H1 :

Kriteria pengujiannya adalah jika t-hitung > t-tabel maka H0 ditolak yang

berarti bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh pada taraf nyata terhadap

variabel tak bebas.

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dalam regresi dapat juga disebut goodness of fit

merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar variasi dari variabel

tak bebas Y yang diterangkan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan

(X). Nilai R2

berkisar antara 0 dan 1. Makin besar koefisien determinasi, model

semakin fit.

Spesifikasi Model

Spesifikasi model data panel yang digunakan mengacu pada model

penelitian Kassa (2003) yang telah dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan

dengan penambahan indikator bencana alam (variabel dummy gempa) dan

pengurangan variabel share penduduk perkotaan, share penduduk dibawah 15

tahun, kepadapatan penduduk, inflasi, pengangguran, share sektor privat dan jasa

terhadap GDP, tingkat partisipasi sekolah, dan pengeluaran pemerintah untuk

modal manusia. Pengurangan dilakukan setelah adanya simulasi pemilihan model

terbaik menggunakan variabel-variabel yang telah digunakan oleh Kassa.

Berdasarkan simulasi, maka diperoleh spesifikasi model ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat sebagai berikut:

Dimana:

GINI = Gini ratio

KAP = PDRB perkapita (juta rupiah)

SIND = share sektor industri terhadap PDRB (persen)

LIND = jumlah tenaga kerja sektor industri (orang)

BLJPGW = pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai (juta rupiah)

NBLJ = pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai (juta rupiah)

GPOP = pertumbuhan penduduk (persen)

DUM = dummy variabel, bernilai 1 untuk Kabupaten/Kota yang terkena

gempa setelah terjadi gempa dan bernilai 0 untuk lainnya.

= logaritma natural

= error term

= konstanta/intercept

𝑖 = Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

𝑡 = tahun

Page 42: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

27

4 GAMBARAN UMUM

Kondisi Geografis

Provinsi Sumatera Barat terletak di ujung barat Pulau Sumatera yang

memanjang dari utara ke salatan. Provinsi dengan ibukota Padang ini, secara

geografis berada antara 0o 54’ Lintang Utara dan 3

o 30’ Lintang Selatan serta 98

o

36’ dan 101o 53’ Bujur Timur dengan landscape yang meliputi wilayah perairan,

kepulauan dan dataran rendah dipantai barat serta dataran tinggi vulkanik yang

dibentuk oleh Bukit Barisan.

Provinsi Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di

sebelah Barat, Provinsi Riau di sebelah Timur, Provinsi Jambi di sebelah Selatan

dan Provinsi Sumatera Utara di sebelah Utara. Garis pantai provinsi ini

seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 2 420 357 km dengan

luas perairan laut 186 580 km2. Provinsi ini memiliki daratan seluas 42 297.30

km2 dan gugusan pulau terdiri dari 391 buah pulau. Luas tersebut setara dengan

2.20% dari luas Republik Indonesia (Gambar 7).

Gambar 7. Peta wilayah Provinsi Sumatera Barat

Sumber: en.wikipedia.org 2014

Page 43: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

28

Provinsi Sumatera Barat secara administratif terdiri dari 12 Kabupaten dan

7 kota. Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu 6.01 ribu

km2 atau sekitar 14.21% dari 42 297.30 km

2 luas Provinsi Sumatera Barat.

Sedangkan Kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil, yakni 23 km2

(0.05%).

Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita yang diukur dengan pendekatan PDRB perkapita

mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk secara rata-rata dalam suatu

wilayah. Perkembangan PDRB perkapita penduduk Sumatera Barat selama

periode 2008-2012 sajikan dalam Gambar 8. Secara umum, level PDRB perkapita

per tahun atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan

(ADHK) tahun 2000 menunjukkan kecenderungan terjadinya peningkatan. Pada

tahun 2008, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku di Sumatera Barat berada

pada angka 15.00 juta dan secara bertahap meningkat hingga 22.21 juta di tahun

2012. Atas dasar harga konstan, maka nilai PDRB di Sumatera Barat setara

dengan 7.41 juta di tahun 2008 meningkat menjadi 8.86 juta di tahun 2012

(Gambar 8). Perkembangan PDRB perkapita di Sumatera Barat yang selalu

meningkat ini menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk secara rata-rata

yang semakin membaik.

Pola pertumbuhan pendapatan perkapita selama periode 2008 sampai 2012

di Sumatera Barat hampir sama dengan pola pertumbuhan ekonomi, namun level

pertumbuhannya selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. Secara umum,

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat 2008-2012

Gambar 8. PDRB Perkapita Sumatera Barat atas dasar harga berlaku dan

konstan serta pertumbuhannya tahun 2008-2012

15.00 16.02

19.73 20.18

22.21

7.41 7.65 7.99 8.42 8.86

6.88

4.28

5.94 6.25 6.35

5.17

3.12 4.46

5.42 5.20

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

2008 2009 2010 2011 2012

PDRB Perkapita ADHB (juta) PDRB Perkapita ADHK (juta)

Pertumbuhan ekonomi ADHK (persen) Pertumbuhan PDRB Perkapita ADHK (persen)

Page 44: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

29

perubahan pendapatan perkapita selama periode tersebut memiliki tren yang

positif sebesar 0.0467. Hal ini berarti pendapatan perkapita Sumatera Barat setiap

tahun mengalami pertumbuhan dengan rata-rata sebesar 4.67%. Nilai tersebut

sedikit lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi dengan rata-rata

pertumbuhannya mencapai 5.94%. Pada lima tahun terakhir baik pertumbuhan

ekonomi maupun pertumbuhan pendapatan perkapita mengalami tingkat

pertumbuhan terendah pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh

sebesar 4.28% sedangkan pendapatan perkapita hanya tumbuh sebesar 3.12%

(Gambar 8). Pertumbuhan ekonomi yang rendah ini selain disebabkan oleh krisis

ekonomi global juga disebabkan oleh adanya gempa besar dengan kekuatan 7.6

skala richter yang melanda Sumatera Barat.

Bila digolongkan menurut sektor lapangan usaha, maka sektor pertanian

memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sumatera

Barat. Pada tahun 2012 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB berada pada

angka 23.01%. Angka tersebut lebih rendah dari kontribusi sektor pertanian satu

tahun sebelumnya yang mencapai 23.84%. Selanjutnya sektor yang memberikan

andil cukup besar dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat adalah sektor

perdagangan hotel dan restoran. Sektor ini memberikan kontribusi sebesar 18.45%

pada tahun 2012 meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berkontribusi

sebesar 17.74%. Sementara itu, sektor jasa-jasa menjadi penyumbang ketiga

terbesar dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat. Pada tahun 2011 kontribusi

sektor jasa adalah 16.03% mengalami peningkatan menjadi 16.45% di tahun 2012.

Disamping ketiga sektor diatas, sektor lainnya yang cukup besar peranannya

adalah sektor angkutan dan komunikasi serta sektor industri pengolahan yang

secara berturut-turut kontribusinya terhadap PDRB pada tahun 2012 adalah

15.89% dan 11.15% (Gambar 9).

Sumber: BPS 2012

Gambar 9. Distribusi persentase PDRB menurut sektor lapangan usaha di Sumatera

Barat tahun 2011-2012

Pertanian

23.84%

Pertamb.&

Penggalian

3.17%

Industri

11.69%

Listrik dan

Air Minum

1.06%

Bangunan

/Konstruksi

6.3

Perdagangan

Hotel &

Rest.

17.74%

Angkutan &

Komunikasi

15.41%

Bank&Lemb

aga Keu.

Lain

4.75%

Jasa-jasa

16.03% Pertanian

23.01%

Pertamb.&

Penggalian

2.9%

Industri

11.15%

Listrik &

Air Minum

0.95%

Bangunan

/Konstruksi

6.68

Perdaganga

n Hotel &

Rest.

18.45%

Angkutan

&Komunik

asi

15.89%

Bank&Lem

baga Keu.

Lain

4.52%

Jasa-jasa

16.45%

Page 45: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

30

Jika dilihat dari pertumbuhan riil sektor ekonomi di Sumatera Barat, maka

seluruh sektor mengalami peningkatan. Pada pertumbuhan sektor ekonomi di

tahun 2012, terdapat beberapa sektor yang pertumbuhannya lebih rendah dari

pertumbuhan di tahun sebelumnya. Sektor tersebut yaitu sektor industri

pengolahan, bangunan dan jasa. Walaupun mengalami pertumbuhan yang lebih

rendah ditahun 2012, sektor bangunan tetap menjadi sektor kedua tertinggi setelah

sektor pengangkutan dan komunikasi yang memiliki rata-rata pertumbuhan cukup

besar selama lima tahun belakangan. Rata-rata pertumbuhan sektor bangunan

mencapai 8.28% pertahun. Sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi

sejak tahun 2008 sampai 2012 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi

dengan rata-rata pertumbuhan pertahun adalah 8.63% (Tabel 3).

Sektor 2008 2009 2010 2011* 2012** rata-

rata

Pertanian 5.47 3.47 4.09 3.79 4.07 4.18

Pertambangan & penggalian 5.66 4.66 5.8 3.75 4.41 4.86

Industri pengolahan 7.14 3.57 2.51 4.65 4.04 4.38

Listrik, gas & air bersih 3.33 5.8 2.35 3.87 4.91 4.05

Bangunan 7.64 4.04 13.67 8.96 7.07 8.28

Perdagangan, hotel &

restoran 6.74 3.76 3.48 6.89 7.5 5.67

Pengangkutan & komunikasi 9.55 5.99 9.73 8.84 9.03 8.63

Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 7.97 4.08 5.66 4.64 6.35 5.74

Jasa‐jasa 6.59 5.12 8.78 8.17 7.63 7.26

PDRB 6.88 4.28 5.94 6.25 6.35 5.94

Sektor Industri

Kontribusi sektor industri dalam pembentukan PDRB Sumatera Barat

dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Rata-rata kontribusi sektor ini

sejak tahun 2008 sampai 2012 mencapai 11.68%. Pada tahun 2008 kontribusi

sektor Industri pengolahan terhadap PDRB Sumatera Barat sebesar 12.12%, pada

tahun 2009 menjadi 12.09%, menurun lagi menjadi 11.69% pada tahun 2010,

tahun 2011 kembali mengalami penurunan menjadi 11.39%, dan semakin turun

menjadi 11.15% di tahun 2012 (Tabel 4). Subsektor yang memiliki kontribusi

paling besar terhadap sektor industri di Sumatera Barat adalah tekstil, pakaian jadi

dan kulit diikuti oleh subsektor makanan, minuman dan tembakau. Peran dua

subsektor ini terhadap sektor industri memperlihatkan adanya penyerapan banyak

tenaga kerja sebab kedua sektor tersebut memiliki kecenderungan padat karya

atau padat tenaga kerja. Subsektor berikutnya yang memiliki kontribusi terbesar

ketiga adalah semen dan barang galian bukan logam.

Tabel 3. Pertumbuhan riil sektor ekonomi di Sumatera Barat (persen)

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat 2008-2012

Page 46: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

31

Sektor 2008 2009 2010 2011* 2012**

Industri pengolahan bukan migas 12.12 12.09 11.69 11.39 11.15

1. makanan, minuman dan tembakau 3.07 3.12 3.14 3.15 3.03

2. tekstil, pakaian jadi dan kulit 4.86 4.85 4.71 4.67 4.62

3. kayu, bambu dan rotan 0.40 0.39 0.38 0.35 0.32

4. kertas dan barang cetakan 0.03 0.03 0.03 0.03 0.02

5. pupuk, kimia dan barang dari karet 0.72 0.70 0.64 0.58 0.53

6. semen & barang galian bukan logam 2.80 2.77 2.60 2.43 2.46

7. logam dasar besi dan baja 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8. alat angkutan mesin dan

peralatannya 0.24 0.22 0.20 0.19 0.17

9. lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Bukan Industri 87.99 87.88 87.91 88.31 88.61

PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 * angka sementara

** angka sangat sementara

Kemudian, dilihat dari laju pertumbuhannya, sektor industri pengolahan di

Sumatera Barat mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2008 laju

pertumbuhan sektor industri Sumatera Barat berada pada angka 7.14%, pada

tahun 2009 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 3.57%, dan jauh lebih

lambat di tahun 2010 menjadi 2.51%. Namun pada tahun 2011 mengalami

peningkatan pertumbuhan menjadi 4.65%. Pertumbuhan sektor industri tersebut

tidak berlangsung lama dimana pada tahun 2012 pertumbuhan sektor industri ini

kembali melemah menjadi 4.04% (Tabel 5).

SEKTOR 2008 2009 2010 2011* 2012**

Industri pengolahan bukan migas 7.14 3.57 2.51 4.65 4.04

1. makanan, minuman dan tembakau 8.70 4.29 4.49 6.35 2.95

2. tekstil, pakaian jadi dan kulit 5.89 3.00 1.32 5.56 4.51

3. kayu, bambu dan rotan 2.34 6.53 4.36 1.62 -0.28

4. kertas dan barang cetakan 2.97 1.79 2.23 1.94 2.73

5. pupuk, kimia dan barang dari karet 5.64 3.61 1.43 0.23 -2.52

6. semen & barang galian bukan logam 9.19 3.42 2.37 2.95 7.80

7. logam dasar besi dan baja 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

8. alat angkutan mesin dan peralatannya 3.47 2.41 1.14 0.85 -0.93

9. lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS 2008-2012

Tabel 4. Distribusi persentase sektor industri pengolahan menurut sub-sektor

Tabel 5. Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan menurut sub-sektor (persen)

Page 47: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

32

Tenaga Kerja Sektor Industri

Tenaga kerja sektor industri di Sumatera Barat sejak tahun 2008 sampai

2012 selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tercatat bahwa jumlah

tenaga kerja sektor industri di Sumatera Barat pada tahun 2008 adalah sebanyak

128 357 orang, meningkat menjadi 138 312 orang pada tahun 2010 hingga di

tahun 2012 jumlah tenanga kerja sektor industri ini mencapai 159 038 orang

(Gambar 10). Walaupun terus mengalami peningkatan selama lima tahun

belakangan, jumlah tenaga kerja sektor industri di Sumatera Barat masih

menunjukkan jumlah yang paling rendah dibandingkan sektor pertanian,

perdagangan, jasa dan lainnya (pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air,

bangunan, angkutan, pergudangan, komunikasi, keuangan, asuransi, usaha

persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan).

Tenaga kerja terbanyak diserap oleh sektor pertanian yang termasuk

kedalamnnya kehutanan, perburuan dan perikanan. Jumlah tenaga kerja sektor

pertanian pada tahun 2012 mencapai 827 302 orang atau sekitar 40.6% dari

seluruh angkatan kerja yang bekerja, sedangkan tenaga kerja sektor industri hanya

berada pada angka 7.80%. Akan tetapi, apabila dilihat dari perkembangan jumlah

tenaga kerja di sektor pertanian ini sejak tahun 2008 sampai 2012, jumlahnya

selalu mengalami penurunan. Pada tahun 2008, jumlah tenaga kerja sektor

pertanian mencapai 924 314 orang menurun menjadi 900 306 orang pada tahun

2010 dan terus menurun hingga tahun 2012. Penurunan jumlah tenaga kerja pada

sektor ini, tidak hanya diikuti oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor

industri tetapi juga oleh sektor-sektor lainnya (Gambar 10).

Gambar 10. Perkembangan jumlah tenaga kerja di Sumatera Barat per-sektor

(orang)

Sumber: BPS 2008-2012

2008 2009 2010 2011 2012

Lainnya 253093 258923 258923 314400 293604

Jasa 254590 286660 339429 347710 325927

Perdagangan 396024 415023 406197 441786 431771

Industri 128357 131060 138312 153130 159038

Pertanian 924314 907256 900306 813699 827302

0

500000

1000000

1500000

2000000

Page 48: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

33

Apabila dilihat dari tingkat Kabupaten/Kota, persentase jumlah tenaga

kerja sektor industri terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja pada wilayah

tersebut pada tahun 2012, maka Kota Bukittinggi memiliki persentase jumlah

tenaga kerja sektor industri terbesar yaitu sebesar 16.07%. Tenaga kerja yang

bekerja di sektor industri di Kota Bukittinggi adalah sebesar 7 920 orang dari 49

272 orang tenaga kerja yang bekerja. Di urutan kedua ada Kabupaten Agam

dengan persentase tenaga kerja sektor industrinya adalah sebesar 15.55% dari

jumlah tenaga kerja yang bekerja di Kabupaten Agam pada tahun 2012. Terdapat

33 457 orang yang bekerja di sektor industri dari 161 449 orang yang bekerja di

Kabupaten Agam (Tabel 6).

Tenaga kerja sektor industri terendah pada tahun 2012 terdapat pada

Kabupaten Pasaman dengan persentase tenaga kerja sektor industri terhadap total

tenaga kerja yang bekerja di wilayah tersebut sebesar 1.47%. Sebesar 1 800 orang

bekerja di sektor industri dari 122 131 orang tenaga kerja yang bekerja di

Kabupaten Pasaman. Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki tenaga kerja yang

berkerja di sektor industri kedua terendah setelah Kabupaten Pasaman. Jumlah

tenaga kerja yang bekerja di sektor industri pada Kabupaten Kepulauan Mentawai

hanya sebesar 616 orang dari 35 981 orang tenaga kerja yang bekerja atau sebesar

1.71% (Tabel 6).

Kab/Kota TK. Sektor Industri

(orang)

TK. Bekerja

(orang)

Persentase

(%)

Kab. Kep. Mentawai 616 35 981 1.71

Kab. Pesisir Selatan 3 305 160 455 2.06

Kab. Solok 5 879 141 543 4.15

Kab. Sijunjung 3 891 86 346 4.51

Kab. Tanah Datar 17 328 161 449 10.73

Kab. Padang Pariaman 20 622 156 765 13.15

Kab. Agam 33 457 215 123 15.55

Kab. 50 Kota 21 397 173 279 12.35

Kab. Pasaman 1 800 122 131 1.47

Kab. Solok Selatan 1 858 57 275 3.24

Kab. Dhamasraya 2 151 90 370 2.38

Kab. Pasaman Barat 6 384 140 985 4.53

Kota Padang 19 564 296 263 6.60

Kota Solok 1 686 24 357 6.92

Kota Sawah Lunto 1 876 27 490 6.82

Kota Padang Panjang 1 287 19 576 6.57

Kota Bukittinggi 7 920 49 272 16.07

Kota Payakumbuh 4 685 51 084 9.17

Kota Pariaman 3 332 27 898 11.94

Jumlah tenaga kerja sektor industri pada tahun 2012 terbesar dimiliki oleh

Kabupaten Agam, akan tetapi jumlah tersebut diikuti oleh jumlah yang besar pula

Sumber: BPS 2008-2012

Tabel 6. Tenaga kerja sektor industri di tingkat Kabupaten/Kota tahun 2012

Page 49: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

34

pada tenaga kerja yang berkerja di wilayah tersebut, sehingga persentase jumlah

tenaga kerja sektor industrinya berada di urutan kedua setelah Kota Bukittinggi.

Begitu juga jumlah tenaga kerja terendah sektor industri dimiliki oleh Kabupaten

Kepulauan Mentawai, akan tetapi jumlah yang rendah tersebut dibarengi oleh

jumlah yang rendah pada tenaga kerja yang bekerja di wilayah tersebut yang

menyebabkan persentase tenaga kerja sektor industri di Kabupaten Kepulauan

Mentawai berada di urutan kedua terendah setelah Kabupaten Pasaman.

Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah daerah di Sumatera Barat dipecah menjadi

beberapa komponen utama, yaitu belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan

sosial, belanja bagi hasil kepada Provinsi/Kab/Kota dan pemerintah daerah,

belanja bantuan keuangan kepada Provinsi/Kab/Kota dan pemerintah daerah,

belanja tak terduga, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Dari seluruh

komponen pengeluaran pemerintah daerah tersebut, pengeluaran terbesar berada

pada belanja hibah yang berkontribusi sebesar 21.84% terhadap total pengeluaran

yang diikuti oleh belanja modal yang berkontribusi sebesar 21.78%. Sedangkan

belanja pegawai, berkontribusi terhadap pengeluaran pemerintah daerah sebesar

21.65%. Pengeluaran pemerintah daerah untuk belanja pegawai berada pada

urutan ketiga tertinggi setelah belanja modal (Gambar 11).

Belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan pemerintah desa serta belanja tak terduga memiliki

kontribusi yang relatif rendah terhadap pengeluaran pemerintah daerah di

Sumatera Barat. Secara berurutan proporsinya terhadap pengeluaran perintah

adalah 0.47%, 0.52% dan 0.08%.

Gambar 11. Realisasi belanja apatur pemerintah Sumatera Barat tahun 2012

Sumber: Kementrian Keuangan 2012

Belanja Pegawai

21.65%

Belanja Hibah

21.84%

Belanja Bantuan

Sosial

0.47%

Belanja Bagi Hasil

kepada

Provinsi/Kab/Kota

dan Pemerintah

Desa

13.19%

Belanja Bantuan

Keuangan kepada

Provinsi/Kab/Kota

dan Pemerintah

Desa

0.52%

Belanja Tidak

Terduga

0.08%

Belanja Barang dan

Jasa

20.47%

Belanja Modal

21.78%

Page 50: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

35

Tabel 7 memperlihatkan belanja pemerintah daerah dan belanja pegawai di

Sumatera Barat. Kota Padang merupakan Kota dengan tingkat belanja daerah

tertinggi di Sumatera Barat, yakni mencapai 11.74% dari total belanja pemerintah

daerah secara keseluruhan. Angka ini sebesar Rp. 1 400 212.397 pada tahun 2012.

Sedangkan belanja pemerintah daerah terkecil ada pada Kota Padang Panjang

dengan realisasi belanja daerahnya sebesar Rp. 350 108.75 juta atau hanya sekitar

2.93% dari total pengeluaran pemerintah daerah di Sumatera Barat.

Sementara itu, dilihat dari jumlah belanja pegawai masing-masing

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, maka belanja pegawai tertinggi juga ada pada

Kota Padang yang mencapai 12.45% dari total belanja pegawai Sumatera Barat

secara keseluruhan. Jumlah belanja pegawai di Kota Padang ini berjumlah Rp.

806 590.21 juta. Sedangkan belanja pegawai terendah ada pada Kabupaten

Kepulauan Mentawai yang hanya sebesar Rp. 175 775.29 juta atau hanya 2.71%

dari total belanja pegawai secara keseluruhan (Tabel 7).

Belanja Daerah Belanja Pegawai

Kab/Kota (juta Rp) Persentase

(%) (juta Rp)

Persentase

(%)

Kab. Kep. Mentawai 515 944.48 4.33 175 775.29 2.71

Kab. Pesisir Selatan 859 367.11 7.20 485 976.96 7.50

Kab. Solok 743 201.26 6.23 408 845.48 6.31

Kab. Sijunjung 546 754.50 4.58 280 689.05 4.33

Kab. Tanah Datar 730 081.47 6.12 465 621.96 7.18

Kab. Padang Pariaman 813 804.46 6.82 491 898.00 7.59

Kab. Agam 832 727.66 6.98 550 252.78 8.49

Kab. 50 Kota 766 392.76 6.42 440 860.07 6.80

Kab. Pasaman 592 258.09 4.96 319 436.29 4.93

Kab. Solok Selatan 487 389.72 4.09 188 688.04 2.91

Kab. Dhamasraya 544 859.58 4.57 246 987.24 3.81

Kab. Pasaman Barat 659 236.02 5.53 319 872.99 4.94

Kota Padang 1 400 212.40 11.74 806 590.21 12.45

Kota Solok 397 859.89 3.34 183 376.85 2.83

Kota Sawah Lunto 373 245.71 3.13 189 817.73 2.93

Kota Padang Panjang 350 108.75 2.93 183 651.96 2.83

Kota Bukittinggi 447 442.75 3.75 276 988.98 4.27

Kota Payakumbuh 468 917.13 3.93 265 128.23 4.09

Kota Pariaman 399 439.52 3.35 200 321.15 3.09

Sumbar 11 929 243.25 100.00 6 480 779.24 100.00

Sumber: Kementrian Keuangan 2012

Tabel 7. Belanja pemerintah daerah dan belanja pegawai di Sumbar tahun 2012

Page 51: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

36

Muda

31%

Menengah

64%

Tua

5%

Sumber: BPS 2012

Gambar 12. Jumlah penduduk menurut golongan umur tahun 2012

Besarnya jumlah belanja daerah maupun belanja pegawai pegawai di

Sumatera Barat, erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah

tersebut. Data jumlah penduduk di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

pada tahun 2012 memperlihatkan jumlah penduduk terbanyak dimiliki oleh Kota

Padang yang sekaligus merupakan Ibu Kota Provinsi di Sumatera Barat. Di sisi

lain, jumlah penduduk terendah di Sumatera Barat berada pada Kota Padang

Panjang.

Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat mengalami peningkatan yang

masih terkendali sejak tahun 2006 sampai 2012. Penduduk Sumatera Barat tahun

2012 hasil proyeksi penduduk diperoleh sebanyak 4.96 juta jiwa yang terdiri dari

2.46 juta laki-laki dan 2.50 juta perempuan. Dibandingkan tahun sebelumnya

penduduk Sumatera Barat telah bertambah 53.3 ribu orang atau meningkat 1.09%

dari tahun 2011 ke 2012. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan tingkat

Tahun Laki-laki

(jiwa)

Perempuan

(jiwa)

Jumlah penduduk

(jiwa)

Pertumbuhan

(%)

2012 2 455 782 2 501 937 4 957 719 1.09

2011 2 432 826 2 471 634 4 904 460 1.19

2010 2 404 377 2 442 532 4 846 909 0.39

2009 2 367 599 2 460 374 4 827 973 1.36

2008 2 346 299 2 416 800 4 763 099 1.39

2007 2 311 652 2 386 112 4 697 764 1.42

2006 2 285 480 2 346 672 4 632 152 0.61

pertumbuhan penduduk dari tahun 2010 ke 2011 angka tersebut mengalami

penurunan pertumbuhan. Dari tabel 8, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk pada

tahun 2010 ke 2011 yang berada pada angka 1.19% dengan jumlah penduduk 4.90

juta jiwa yang terdiri dari 2.43 juta laki-laki dan 2.47 juta perempuan (Tabel 8).

Sumber: BPS 20006-2012

Tabel 8. Pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat

Page 52: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

37

Struktur umur penduduk Sumatera Barat masuk pada kategori kelompok

umur penduduk “muda”. Dapat dilihat pada gambar 12, persentase penduduk usia

mudanya (di bawah 15 tahun) di Sumatera Barat tahun 2012 tergolong tinggi yaitu

sebesar 31%, penduduk usia menengah (antara 15 sampai 64 tahun) mencapai

64%, sedangkan komposisi penduduk usia tua (65 tahun ke atas) hanya 5%.

Tingkat kepadatan penduduk Sumatera Barat tahun 2012, rata-rata 117

orang per km2. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kota Bukittinggi yang

hampir mencapai 4 533 orang per km2, sedangkan yang paling rendah terdapat di

Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu sekitar 13 orang per km2.

Dilihat dari jumlah penduduk pada masing-masing Kabupaten Kota tahun

2012, dapat diketahui bahwa terjadi keragaman jumlah penduduk yang menghuni

suatu wilayah di Sumatera Barat. Gambar 13 memperlihatkan bahwa daerah yang

memiliki jumlah penduduk paling tinggi adalah Kota Padang dengan persentase

jumlah penduduk terhadap Sumatera Barat sebesar 17.23%. Ini dikarenakan Kota

Padang merupakan ibu Kota Provinsi Sumatera Barat. Jumlah penduduk terendah

berada pada Kota Padang Panjang dengan persentase jumlah penduduknya sebesar

0.97%.

Gambar 13. Jumlah penduduk ditingkat Kabupaten/Kota tahun 2012

0 100000200000300000400000500000600000700000800000900000

Kep. Mentawai

Pesisir Selatan

Solok

Sijunjung

Tanah Datar

Padang Pariaman

Agam

50 Kota

Pasaman

Solok Selatan

Dhamasraya

Pasaman Barat

Padang

Solok

Sawah Lunto

Padang Panjang

Bukittinggi

Payakumbuh

Pariaman

78 511

437 638

355 077

207 474

342 991

396 883

463 719

355 928

258 929

148 437

198 614

376 548

854 336

61 152

58 068

48 187

114 415

119 942

80 870

Sumber: BPS 2012

Page 53: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

38

Potensi Gempa Bumi di Sumatera Barat

Sumatera Barat memiliki potensi benca alam, terutama gempa bumi baik

itu gempa tektonik maupun gempa vulkanik. Gempa vulkanik di Sumatera Barat

dilatarbelakangi oleh adanya empat gunung berapi aktif, yaitu Gunung Merapi,

Gunung Tandikat, Gunung Talang dan Gunung Kerinci. Sedangkan untuk gempa

tektonik yang terjadi di Sumatera Barat dilatarbelakangi oleh zona gempa bumi

Sumatera Barat yang tersusun atas dua generator gempa bumi. Pertama, adanya

zona subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo‐Australia dengan Lempeng Eurasia

±250 km dari garis pantai ke arah barat. Zona subduksi ini berpotensi

menimbulkan gempa kuat dan berkemungkinan besar akan diikuti oleh gelombang

besar (tsunami). Gempa-gempa ini dipicu oleh aktivitas penyusupan lempeng

sebagian besar yang hiposenternya berpusat di perairan sebelah barat Sumatera.

Potensi gempa besar akibat aktivitas lempeng dizona subduksi dicirikan dengan

magnitudonya yang relatif lebih besar. Kedua, adanya zona patahan Sumatera atau

yang populer dikenal sebagai Semangko Fault. Patahan Sumatera merupakan

patahan sangat aktif di daratan yang membelah Pulau Sumatera menjadi dua,

membentang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan, mulai dari Teluk Semangko di

Selat Sunda sampai ke wilayah Aceh di Utara (Gambar 14).

National Geophysical Data Center (pusat pencatatan data gempa dan

tsunami Amerika) mencatat telah terjadi delapan gempa dengan kategori

megathrust atau gempa berkekuatan besar yang pernah terjadi di Sumatra Barat

yakni tahun 1797, 1833, 1926, 2004, 2005, 2007, 2009, dan 2010. Menurut data

Gambar 14. Peta potensi gempa Sumatera Barat

Sumber: gempapadang.wordpress.com 2011

Page 54: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

39

tersebut juga, sejarah kegempaan Sumatera Barat juga pernah dibarengi tsunami

seperti gempa tahun 1797, 1883, dan 2010 (Metrotvnews 2013).

Pada tahun 2005 terjadi gempa tektonik yang berpusat di bawah laut, di

1'76 Lintang Selatan dan 99 '70 Bujur Timur di kedalaman 30 kilometer atau 105

kilometer Barat Daya Kota Padang atau sekitar Kepulauan Mentawai Sumatera

Barat. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) wilayah I Sumatera bagian Utara

menyatakan gempa terjadi pukul 17.29 WIB dengan kekuatan 6.7 skala Richter.

Gempa berada di sistem besar Mentawai akibat aktivitas pertemuan lempeng

Indo-Australia dengan Euro-Asia. Gempa terasa hingga di Padang dengan

kekuatan 4-5 MMI (Modified Mercalli Intensity). Dengan kekuatan gempa sebesar

itu, dampak gempa bisa dirasakan oleh seluruh penduduk di wilayah tersebut dan

bisa menimbulkan kaca-kaca pecah, dan bangunan, pohon serta tiang listrik

bergoyang. Akan tetapi, kemungkinan bangunan runtuh akibat gempa sangat

kecil.

Gempa bumi berikutnya kembali mengguncang Sumatera Barat pada

Maret 2007. Badan Meteorologi dan Geofisika melaporkan terjadi tiga kali

gempa. Gempa pertama berkekuatan 5.8 pada skala Richter terjadi di koordinat

0.480° LS, 100.370 BT pada kedalaman 33 km dengan lokasi 19 km selatan Kota

Bukittinggi. Gempa kedua berkekuatan 5.8 SR pada koordinat 0.5 LS dan 100.4

BT di sebelah barat daya Batusangkar, terjadi pukul 10.49. Gempa ketiga, dengan

pusat gempa tak jauh dari gempa sebelumnya, memiliki koordinat 0.5 LS dan

100.5 BT berkekuatan 5.8 SR pada pukul 12.49. Guncangan gempa terasa hingga

ke Singapura dan Malaysia. Korban meninggal akibat gempa ini tercatat

sebanyak 52 orang.

Gempa terbesar yang terjadi di Sumatera Barat beberapa tahun belakangan

ini adalah yang terjadi pada tahun 2009 dengan kekuatan 7.6 skala Richter pada

pukul 17:16:10 WIB tanggal 30 September 2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai

Sumatera, sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Gempa menyebabkan kerusakan

parah pada 12 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat yaitu Kota Padang, Kab.

Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kab. Agam, Kab. Pesisir Selatan, Kab. Solok,

Kab. Kepulauan Mentawai, Kab. Pasaman Barat, Kab. Pasaman, Kota Padang

Panjang, Kota Solok dan Kab. Tanah Datar. Kerusakan yang terjadi akibat gempa

ini tercatat sebanyak 135 448 rumah rusak berat, 65 380 rumah rusak sedang, dan

78 604 rumah rusak ringan. Sedangkan menurut data Satkorlak PB mencatat

tedapat sebanyak 1 117 korban meninggal dunia akibat gempa ini yang tersebar di

3 Kota & 4 Kabupaten di Sumatera Barat, korban luka berat mencapai 1 214

orang, luka ringan 1 688 orang, korban hilang 1 orang.

Pada 25 Oktober 2010 terjadi Gempa bumi di Kepulauan Mentawai.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa

gempa Bumi terjadi dengan kekuatan 7.2 skala richter dilepas pantai Sumatera.

BMKG mengeluarkan peringatan tsunami yang kemudian peringatan tersebut

dicabut setelah kemungkinan ancaman tsunami berlalu. Namun, setelah

peringatan dari BMKG dicabut, Tsunami terjadi setinggi 3-10 meter dan

setidaknya 77 desa hancur. Berdasarkan Pacific Tsunami Warning Center, gempa

menyebabkan sebuah tsunami yang melanda Resor Selancar Macaronis di

Kepulauan Mentawai yang menghantam dua perahu sewaan. Akibatnya 286 orang

dilaporkan meninggal dunia dan 252 orang lainnya dilaporkan hilang.

Page 55: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

40

Terpencilnya lokasi gempa dan hanya dapat dijangkau dengan kapal laut membuat

terjadinya keterlambatan dalam pemberian bantuan.

Dari seluruh gempa-gempa besar yang terjadi sejak tahun 2005 sampai

2010, hanya gempa pada tahun 2009 yang dianalisis sebagai variabel dummy

dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan karena pada gempa tahun tersebut

memiliki dampak secara ekonomi paling besar terhadap Sumatera Barat secara

keseluruhan. Sementara gempa-gempa yang lain lebih bersifat lokal atau hanya

meliputi satu daerah otonomi saja, seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketimpangan Distribusi Pendapatan Masing-Masing Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat

Berdasarkan perhitungan Gini ratio sejak tahun 2006 sampai 2011 dapat

diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki rata-rata Gini ratio

tertinggi yang berada pada angka 0.311. Angka ini mengindikasikan bahwa

Kabupaten kepulauan Mentawai memiliki tingkat ketimpangan distribusi

pendapatan terparah dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Sedangkan

rata-rata ketimpangan distribusi pendapatan terendah berada pada Kabupaten

Pesisir Selatan dimana rata-rata Gini ratio-nya berada pada angka 0.217.

Perkembangan Gini ratio Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

memperlihatkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan. Pada tahun 2006,

Gini ratio terendah berada pada angka 0.212 yang dimiliki oleh Kabupaten Pesisir

Selatan, sedangkan Gini ratio terendah di tahun 2011 meningkat menjadi 0.255

yang dimiliki oleh Kabupaten Lima Puluh Kota. Begitu juga dengan nilai Gini

ratio tertinggi yang mengalami peningkatan yang cukup drastis, dimana nilai Gini

ratio tertinggi pada tahun 2006 berada pada angka 0.312 yang dimiliki oleh Kota

Solok meningkat menjadi 0.399 ditahun 2011 yang dimiliki oleh Kota Padang

Panjang. Nilai Gini ratio pada masing-masing Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

dapat dilihat pada Tabel 9.

Timmer (2004) membagi kategori ketimpangan distribusi pendapatan

menjadi tiga kelompok berdasarkan ukuran Gini ratio, yaitu:

1. Ketimpangan distribusi pendapatan rendah apabila nilai Gini ratio lebih kecil

dari 0.30,

2. Ketimpangan distribusi pendapatan sedang apabila nilai Gini ratio terletak

antara 0.30 sampai 0.40,

3. Ketimpangan distribusi pendapatan tinggi apabila nilai Gini ratio lebih besar

dari 0.40.

Berdasarkan kategori tersebut, maka ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih berada pada tingkat ketimpangan yang

rendah, akan tetapi adanya trend peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan

beberapa tahun terakhir perlu diwaspadai dan mendapat perhatian lebih. Jika trend

tersebut terus berlanjut maka akan berpotensi menimbulkan kerawanan sosial

yang akhirnya dapat memunculkan gejolak sosial.

Page 56: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

41

Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-

rata

Kep. Mentawai 0.304 0.325 0.327 0.276 0.309 0.326 0.311

Kab. Pesisir Selatan 0.212 0.194 0.217 0.195 0.219 0.264 0.217

Kab. Solok 0.285 0.285 0.283 0.278 0.237 0.285 0.276

Kab. Sijunjung 0.268 0.222 0.308 0.284 0.279 0.299 0.276

Kab. Tanah Datar 0.261 0.249 0.234 0.272 0.247 0.345 0.268

Kab. Padang Pariaman 0.265 0.210 0.268 0.297 0.244 0.314 0.266

Kab. Agam 0.274 0.264 0.257 0.258 0.256 0.277 0.264

Kab. 50 Kota 0.221 0.203 0.258 0.242 0.228 0.255 0.234

Kab. Pasaman 0.268 0.220 0.271 0.261 0.255 0.291 0.261

Kab. Solok Selatan 0.242 0.204 0.262 0.287 0.270 0.292 0.259

Kab. Dhamasraya 0.268 0.258 0.258 0.264 0.298 0.369 0.286

Kab. Pasaman Barat 0.220 0.254 0.228 0.247 0.233 0.268 0.242

Kota Padang 0.285 0.217 0.278 0.284 0.289 0.304 0.276

Kota Solok 0.312 0.256 0.295 0.266 0.234 0.345 0.285

Kota Sawah Lunto 0.280 0.263 0.288 0.251 0.282 0.336 0.283

Kota Padang Panjang 0.309 0.255 0.231 0.273 0.309 0.399 0.296

Kota Bukittinggi 0.290 0.239 0.311 0.311 0.287 0.329 0.294

Kota Payakumbuh 0.291 0.304 0.271 0.269 0.263 0.320 0.286

Kota Pariaman 0.259 0.220 0.279 0.293 0.282 0.349 0.280

Peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Sumatera

Barat ataupun di tingkat Kabupaten/Kota-nya di pengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan tersebut

akan dibahas pada pembahasan dibawah ini

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan di

Sumatera Barat

Dari hasil Uji Hausman didapatkan nilai probabilita sebesar 0.1358 (Tabel

10) yang lebih besar dari taraf nyata 0.05 yang berarti bahwa telah cukup bukti

untuk tidak menolak H0 dan dapat disimpulkan estimasi model ketimpangan

distribusi pendapatan menggunakan metode Random Effect (REM). Penggunaan

metode REM ini mencerminkan bahwa tidak terdapat korelasi antara efek

individu dengan variabel bebas didalam model. Teknik pendugaan dalam model

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 11.064443 7 0.1358

Sumber: Hasil pengolahan dengan IBM SPSS Statistic 19 dan Microsoft Excel 2010

Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6

Tabel 9.Gini ratio di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat pada 2006-2011

Tabel 10. Hasil uji Hausman

Page 57: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

42

Random Effect dilakukan dengan metode Generalized Least Square (GLS)

sehingga secara otomatis mampu mengurangi permasalahan autokorelasi dan

gejala heteroskedastisitas yang disebabkan variasi sisaan yang tidak konstan

(Gujarati, 2004).

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan

distribusi di Sumatera Barat digunakan model ketimpangan distribusi pendapatan

yang mana Gini ratio di tingkat Kabupaten/Kota merupakan variabel terikat

(dependent variabel). Hasil estimasi model tersebut memiliki R-square sebesar

40.66% yang berarti bahwa 40.66% keragaman dari ketimpangan distribusi

pendapatan di Sumatera Barat dapat dijelaskan oleh keragaman variabel PDRB

perkapita, share sektor industri terhadap PDRB, jumlah tenaga kerja sektor

industri, pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, pengeluaran pemerintah

non-belanja pegawai, pertumbuhan penduduk dan variabel dummy gempa.

Sisanya sebesar 59.34% diakibatkan oleh faktor lain yang tidak disertakan dalam

model, namun dtampung dalam variabel acak. Pengujian parameter hasil estimasi

secara menyeluruh menggunakan uji F menghasilkan nilai statistik F sebesar

9.919753 dan probabilita sebesar 0.000000, yang signifikan pada taraf nyata 1%.

Ini mengindikasikan bahwa seluruh variabel bebas (independent variabel) atau

minimal ada satu variabel bebas yang terbukti signifikan mempengaruhi

ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat (Tabel 11).

Variable Coefficient Prob.

KAP+ (PDRB perkapita) 0.065801* 0.0000

SIND (share sektor industri terhadap PDRB) -0.002818* 0.0003

LIND+

(jumlah tenaga kerja sektor industri) -0.011744* 0.0007

BLJPGW+ (belanja pegawai) 0.017236*** 0.0561

NBLJ+

(belanja non pegawai) -0.024972** 0.0299

GPOP (pertumbuhan penduduk) -0.030804** 0.0451

DUM (dummy gempa) 0.014130*** 0.0736

C (konstanta) 0.359227* 0.0016

R-squared 0.406610

Adjusted R-squared 0.367424

F-statistic 10.37637

Prob(F-statistic) 0.000000

Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita (KAP) signifikan pada taraf 1% searah terhadap

peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan. Pendapatan perkapita memiliki

pengaruh paling tinggi terhadap peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan

di Sumatera Barat dengan elastisitas sebesar 0.069834. Nilai ini bermakna setiap

adanya pertumbuhan pendapatan perkapita sebesar 1% akan meningkatkan

ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.0698% ceteris paribus. Temuan ini

sejalan dengan penelitian yang dihasilkan oleh Nikoloski (2009) bahwa

Tabel 11. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan

Ket: *signifikan pada taraf 1%, ** pada taraf 5%, *** pada taraf 10%

: + Variabel yang digunakan berbentuk logaritma natural

Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6

Page 58: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

43

pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpangan pendapatan antar

penduduk.

Hasil penelitian ini dapat dijelaskan oleh fenomena distribusi manfaat hasil

pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat yang lebih banyak dinikmati oleh 10%

penduduk pada golongan pendapatan teratas. Secara proporsional, bagian dari

pendapatan yang dibelanjakan untuk konsumsi oleh penduduk pada golongan

pendapatan atas selama periode 2006 sampai 2011 meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan konsumsi penduduk pada golongan pendapatan di

bawahnya (Gambar 15).

Hubungan antara pendapatan perkapita dengan Gini ratio di tingkat

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 13.

Garis yang tegak lurus pada pendapatan perkapita merupakan rata-rata pendapatan

perkapita di Sumatera Barat yang bernilai Rp.8.03 juta, sedangkan garis yang

tegak lurus pada Gini ratio merupakan rata-rata Gini ratio di Sumatera Barat yang

bernilai 0.31. Kuadran I adalah kondisi terburuk yang mana menggambarkan

wilayah dengan kondisi ketimpangan pendapatan (Gini ratio) diatas rata-rata dan

tingkat pendapatan dibawah rata-rata. Kab. Dhamasraya, Kabupaten Tanah Datar,

Kepulauan Mentawai, Padang Pariaman dan Kota Payakumbuh masuk pada

wilayah di kuadran I. Kuadran II merupakan daerah yang memiliki pendapatan

perkapita relatif tinggi dan diikuti oleh ketimpangan (Gini ratio) yang juga diatas

rata-rata. Terdapat lima Kabupaten/Kota yang berada pada kuadran II, yaitu: Kota

Padang Panjang, Kota Pariaman, Kota Solok, Kota Sawah Lunto dan Kota

Bukittinggi. Kuadran III merupakan kebalikan dari kuadran I, kondisi ini

merupakan kondisi ideal yang mana tingkat pendapatan perkapitanya diatas rata-

rata dan memiliki ketimpangan distribusi pendapatan dibawah tingkat rata-

ratanya. Hanya dua Kabupaten/Kota yang masuk pada kondisi ini, yaitu Kota

Padang dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Kondisi terbanyak yang dimiliki oleh

Kab/Kota di Sumatera Barat berada pada kuadran IV dengan ketimpangan

distribusi pendapatan rendah akan tetapi pendapatan perkapitanya juga berada

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

2000000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pen

gel

uar

an

Kelompok kuintil

2006 2011

Gambar 15. Pangsa konsumsi menurut kelompok pengeluaran di Sumatera Barat

Sumber: Hasil pengolahan dengan IBM SPSS Statistic 19 tahun 2006 dan 2011

Page 59: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

44

dibawah tingkat rata-rata. Kondisi ini dialami oleh tujuh Kab/Kota, yaitu

Kabupaten Sawah Lunto, Solok Selatan, Pasaman, Pasaman Barat dan Pesisir

Selatan (Gambar 16).

Share Sektor Industri Terhadap PDRB

Variabel kedua yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan

adalah share sektor industri terhadap PDRB (SIND) yang signifikan pada taraf

1% secara berlawanan arah. Variabel ini memiliki elastisitas sebesar -0.031069

yang berarti apabila terjadi peningkatan share sektor industri terhadap PDRB

sebesar 1% akan berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan distribusi

pendapatan sebesar 0.0301% ceteris paribus. Hasil penelitian ini, sejalan dengan

temuan Kassa (2003).

Share sektor industri terhadap PDRB akan mengurangi ketimpangan

distribusi pendapatan melalui kontribusi sektor tersebut dalam menyerap angkatan

kerja terutama pada bagian yang padat karya. Loayza dan Raddatz (2010)

mengungkapkan bahwa sektor yang padat karya cenderung memiliki pengaruh

yang lebih kuat dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Sehingga

share sektor industri terhadap PDRB akan berimplikasi ke depan (forward

linkage) terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri.

Peningkatan share sektor industri terhadap PDRB mengindikasikan

terjadinya peningkatan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja yang akan

mendorong pada peningkatan pendapatan masyarakat terutama pada kelompok

masyarakat berpendapatan rendah. Selain itu, sektor industri juga memiliki

produktifitas dan tingkat upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor

pertanian. Kuznets (1955) mengungkapkan terjadinya pengalihan sumber daya

dari sektor pertanian ke sektor industri secara berangsur-angsur akan mengurangi

II I

IV III

Gambar 16. Ketimpangan dan pendapatan rata-rata Kab/Kota di Sumatera Barat

Sumber: BPS 2011

Kab. Kep.Mentawai

Kab. Pesisir Selatan

Kab. Solok

Kab. Sawahlunto

Kab. Tanah Datar

Kab. PadangPariaman

Kab. Agam

Kab. Lima Puluh Kota

Kab. Pasaman

Kab. Solok Selatan

Kab. Dharmasraya

Kab. Pasaman Barat

Kota Padang

Kota Solok Kota Sawahlunto

Kota Padangpanjang

Kota Bukittinggi Kota

Payakumbuh

Kota Pariaman

0.25

0.27

0.29

0.31

0.33

0.35

0.37

0.39

0.41

2 4 6 8 10 12 14 16

Gin

i ra

sio

PDRB perkapita

Page 60: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

45

ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu, peningkatan kontribusi sektor

industri terhadap PDRB akan menimbulkan forward linkage yang positif pada

tenaga kerja yang bekerja di sektor tersebut dan pada akhirnya akan mengurangi

jurang ketimpangan distribusi pendapatan antar penduduk.

Tenaga Kerja Sektor Industri

Hasil temuan ini, mendukung variabel sebelumnya, yaitu share sektor

industri terhadap PDRB. Jumlah tenaga kerja sektor industri (LIND) signifikan

mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat. Elastisitas

variabel jumlah tenaga kerja sektor industri sebesar -0.011172 yang berarti bahwa

setiap kenaikan jumlah tenaga kerja sektor industri sebesar 1% akan mengurangi

ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0.0111%, ceteris paribus. Peningkatan

jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri mengindikasikan terjadinya

peningkatan penyerapan tenaga kerja baik bagi angkatan kerja terdidik maupun

tidak terdidik. Penyerapan angkatan kerja tidak terdidik pada umumnya berasal

dari rumah tangga miskin. Penyerapan tenaga kerja pada kelompok ini akan

meningkatkan pendapatan masyarakat miskin secara keseluruhan dan secara

berangsur-angsur akan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

Pengeluaran Pemerintah Non-Belanja Pegawai

Pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai berpengaruh signifikan pada

taraf 5% secara berlawanan arah terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.

Variabel ini memiliki elastisitas sebesar -0.025881 yang berarti apabila terjadi

peningkatan pengeluaran pemerintah untuk komponen selain belanja pegawai

sebesar 1% maka ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun sebesar

0.0258% ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Afonso et al.

(2008).

Cornia dan Kiiski (2001) mengungkapkan bahwa peran pengeluaran

pemerintah terhadap ketimpangan distribusi pendapatan dipengaruhi oleh

komposisi pengeluaran tersebut terutama pada bagian transfer sosial untuk

pengeluaran publik. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai

seperti subsidi, transfer dan belanja modal untuk pembangunan akan mengurangi

ketimpangan distribusi pendapatan karena akan meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat golongan rendah dan menengah.

Pengeluaran Pemerintah Untuk Belanja Pegawai

Berlawanan dengan variabel pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai,

variabel pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai berpengaruh signifikan

pada taraf 10% mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan. Variabel ini memiliki elastisitas sebesar 0.017330 yang berarti

apabila terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai

sebesar 1%, maka ketimpangan distribusi pendapatan akan meningkat sebesar

0.0173% ceteris paribus.

Pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai hanya akan diterima oleh

masyarakat golongan menengah yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan

efeknya tidak dirasakan oleh seluruh masyarakat. Pengeluran pemerintah untuk

belanja pegawai yang justru meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan ini

juga bisa mengindikasikan adanya aliran keuntungan dari anggaran pemerintah

Page 61: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

46

kepada kelompok elite tertentu yang justru akan mempertajam jurang

ketimpangan distribusi pendapatan. Afonso et al. (2008) mengungkapkan ketika

tidak ada penegakan hukum, termasuk dalam kasus korupsi, masyarakat miskin

atau golongan pendapatan rendah cenderung akan menerima eksploitasi dari

kelompok yang lebih kaya.

Pertumbuhan Penduduk

Variabel berikutnya yang terbukti signifikan memengaruhi ketimpangan

distribusi pendapatan di Sumatera Barat adalah pertumbuhan penduduk yang

signifikan pada taraf 10% dengan arah berlawanan. Pertumbuhan penduduk

memiliki elastisitas sebesar -0.030093, yang berarti apabila terjadi peningkatan

pertumbuhan penduduk sebesar 1%, maka ketimpangan distribusi pendapatan

akan turun sebesar 0.0300% ceteris paribus. Hasil penelitian ini sejalan dengan

temuan oleh Kassa (2003) dan Sylwester (2003).

Pertumbuhan penduduk menggambarkan pertambahan penduduk pada

suatu wilayah yang dapat terjadi memalui adanya kelahiran. Meningkatnya

kelahiran penduduk mengandung arti jumlah penduduk muda atau usia produktif

meningkat, sehingga dapat mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi mencermikan keadaan penduduk yang

lebih beragam dan produktifitas tinggi yang akan menciptakan mobile society yang

berakibat pada distribusi pendapatan yang lebih merata dalam jangka panjang

(Sylwester 2003). Kassa (2003) berpendapat wilayah dengan jumlah penduduk

rendah memiliki kemungkinan lebih tinggi dalam melakukan land concentration

yang akan mendorong peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan.

Dummy Gempa

Variabel lain yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan

adalah dummy gempa. Variabel dummy gempa memiliki koefisien yang bertanda

positif yang berarti bahwa ketimpangan distribusi pendapatan berhubungan positif

terhadap terjadinya gempa bumi di Sumatera Barat. Variabel dummy gempa ini

mengindikasikan ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin tinggi setelah

terjadinya gempa pada Kabupaten/Kota yang terkena gempa.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yamamura (2013) dan

Rodriguez-Oreggia et al. (2013). Dampak gempa bumi akan memperburuk

keadaan pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah karena

masyarakat dengan penghasilan rendah memiliki keterbatasan penghasilan

sehingga tidak dapat berinvestasi untuk melakukan pencegahan terhadap gempa

dan akan mengalami kesulitan untuk bangkit dan pulih dari efek gempa. Bencana

alam juga cenderung akan menyebabkan peningkatan kemiskinan (Rodriguez-

Oreggia et al. 2013).

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan sesuai

dengan tujuan dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

Page 62: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

47

1. Nilai Gini ratio pada tahun 2006 sampai 2011 untuk masing-masing

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat menunjukkan trend yang beragam,

walaupun terdapat kecenderungan masing-masing Kabupaten/Kota

mengalami peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Ketimpangan distribusi pendapatan tertinggi secara rata-rata dilihat dari

nilai Gini ratio di tingkat Kabupaten/Kota di Sumatera Barat sejak tahun

2006 sampai 2011 dimiliki oleh Kabupaten Kepulauan Mentawai,

sedangkan ketimpangan distribusi pendapatan terendah secara rata-rata

dilihat dari nilai Gini ratio dimiliki oleh Kabupaten Pesisir Selatan.

3. Faktor-faktor yang terbukti meningkatkan terjadinya ketimpangan

distribusi pendapatan di Sumatera Barat adalah pertumbuhan ekonomi,

pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai dan gempa bumi.

4. Ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat akan berkurang

melalui peningkatan share sektor industri terhadap PDRB, jumlah tenaga

kerja yang bekerja di sektor industri, pengeluaran pemerintah non-belanja

pegawai dan pertumbuhan penduduk.

Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan pada pemerintah dan penelitian selanjutnya,

berdasarkan kesimpulan adalah:

1. Pemerintah Sumatera Barat tetap mengejar tingkat pertumbuhan ekonomi

tinggi yang berbasis pada pemerataan melalui kontribusi sektor industri

yang dominan serta pengeluran pemerintah untuk pembangunan.

2. Pentingnya peran sektor industri dalam pengurangan ketimpangan

distribusi pendapatan di Sumatera Barat perlu disikapi pemerintah dengan

kebijakan yang diarahkan pada peningkatan dan mendorong sektor industri

terutama industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja lebih

besar.

3. Pemerintah Sumatera Barat diharapkan mampu berperan dalam

mendorong masyarakat memperoleh pendidikan dan menyediakan sarana

dan prasarana yang layak agar seluruh masyarakat memiliki kesempatan

yang sama dalam memperoleh pendidikan dan meningkatkan kemampuan

untuk dapat bekerja di sektor industri.

4. Pengeluaran pemerintah di Sumatera Barat seharusnya lebih fokus pada

peningkatan pengeluaran pemerintah non-belanja pegawai terutama untuk

transfer sosial dan pengeluaran publik seperti subsidi dan pembanguan.

5. Pertumbuhan penduduk memiliki peran yang cukup penting dalam

pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan, oleh karena itu

pemerintah sebaiknya berupaya menciptakan program pertumbuhan

penduduk yang lebih produktif. Seperti mencanangkan program, adanya

sarjana pada setiap keluarga miskin.

6. Mempersiapkan mekanisme bantuan dan transfer sosial yang tepat sasaran

dan memperhatikan kelangsungan hidup korban bencana terutama pada

korban yang memiliki tingkat pendapatan rendah. Efektifitas bantuan dan

transfer sosial yang dilakukan juga harus dipertajam melalui evaluasi dan

pengawasan terhadap mekanisme dan sasaran.

Page 63: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

48

DAFTAR PUSTAKA

Addison T, Cornia GA. 2001. Income Distribution Policies For Faster Poverty

Reduction. Discussion Paper No. 2001/93. United Nations (UN): World

Institute for Development Economics Research (WIDER)

Afonso A, Schuknecht L, Tanzi V. 2008. Income Distribution Determinants and

Public Spending Efficiency. Working Paper No.861. Eropa: European

Central Bank

Arsyad L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Ed 3 Yogyakarta (ID): Bagian

Penerbitan STIE YKPN

Baltagi BH. 2005. Econometrics analysis of Panel Data 3rd Edition. Chicester:

John Wiley and Sons. Ltd

Barro RJ. 2008. Inequality and Growth Revisited. Working Paper Series On

Regional Economic Integration No. 11. Asian Development Bank (ABD)

Basdevant O, Benicio D, Yakhshilikov. 2012. Inequalities and growth in the

Southern African Customs Union (SACU) Region. Afrika Selatan (tZA):

IMF Working Paper

Beritasore. 2012. Ketimpangan Pendapatan di Indonesia Mengkhawatirkan.

Berita Sore : http://beritasore.com/2012/08/15/ketimpangan-pendapatan-

di-indonesia-mengkhawatirkan/ diakses 2013 Juni 14, 7.50PM

[BI] Bank Indonesia. 2013. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat.

Padang (ID): BI Wilayah VIII

Birdsall N. 2005. Rising Inequality in The New Global Economy. No2/2005

World Institute for Development Economics Research. Amerika Serikat

(US): WIDER ANGEL

Bouillon C, Legovini A, Lustig N. 2001. Can Education Explain Income

Inequality Changes in Mexico?. IADP Working Paper 12/01. Washington

(US): Inter-American Development Bank

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 2007-2012. Daerah Dalam

Angka Provinsi Sumatera Barat. Padang (ID): BPS Provinsi Sumatera

Barat

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008-2012. Perkembangan Beberapa Indikator

Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): BPS Jakarta,Indonesia

Bulir A. 1998. Income Inequality: Does Inflation Matter?. Working Paper/98/7.

Amerika Serikat (US): International Monetary Fund

Charisyanto C. 2006. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketimpangan

Perekonomian Antar Daerah di Indonesia. [Thesis]. Jakarta (ID):

Universitas Indonesia

Cornia GA, Kiiski S. 2001. Trends in Income Distribution in the Post-World War

II Period. Discussion Paper No.2001/89 Amerika Serikat (US):

UNU/WIDER

Eicher T, Garcia-Penalosa C. 2000. Inequality And Growth: The Dual Role Of

Human Capital In Development. Working Paper No. 355. Jerman (DE):

Leibniz Institute for Economic Research at the University of Munich

(CESifo)

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.

Bogor (ID): IPB Press

Page 64: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

49

Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics 4th

Edition. New York: McGraw Hill

Gustafsson B, Johansson M. 1997. In search for a smoking gun: What Makes

Income Inequality Vary Over Time in Different Countries?. Luxembourg:

LIS Working Paper

Hartono B. 2008. Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa

Tengah.[Thesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro

Hayami I. 2001. Development Economic From The Poverty to The Wealth of

Nation. 2nd

ed. New York (US): Oxford University Pers Inc

Jaumotte F, Lall S, Papageorgiou C. 2008. Rising Income Inequality: Technology,

or Trade and Financial Globalization?. Working Paper/08/185. Amerika

Serikat (US): International Monetary Fund

Juanda B. 2009. EKONOMETRIKA: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB

Press

Kassa A. 2003. Factors Influencing Income Inequality in Transition Economies.

Tartu: Tartu University Press

Kuznets S. 1955. Economic Growth and Income Inequality. The American

Economic Review. Vol 45, Issue 1 (Mar.,1955), 1-28. Amerika Serikat

(AS): JSTOR

Loayza NV, Raddatz C. 2010. The Composition of Growth Matters for Poverty

Alleviation No. 93(1), 137-151. Journal of Development Economics

Metrotvnews. 2013. Ada Potensi Gempa Besar di Sumbar. Metrotvnews:

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/04/6/165937/Ada-

Potensi-Gempa-Besar-di-Sumbar diakses 2013 November 18, 7.50 PM Nachrowi DN, Usman H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk

Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Universitas

Indonesia Nikoloski Z. 2009. Economic and Political Determinants of Income Inequality.

London (GB): University College London

Ortiz I, Cummins M. 2011. Global Inequality: Boyond The Bottom Billion: A

Rapid Review of Income Distribution in 141 Countries. Unicef Social And

Economic Policy Working Paper

Prapti L. 2006. Keterkaitan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi

Pendapatan: Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2000-2004.

[Thesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro

Ray D. 1998. Development Economics. New Jersey: Princeton University Press

Rodriguez-Oreggia E, Fuente A, Torre R, Moreno H, Rodriguez C. 2013. The

Impact of Natural Disaster on Human Development and Poverty at the

Municipal Level in Mexico. CID Working Paper No. 43. Harvard (US):

Center for International Development at Harvard University

Sarel M. 1997. How Macroeconomic Factors Affect Income Distribution: The

Cross-Country Evidence. Working Paper/97/152. Amerika Serikat (US):

International Monetary Fund

Sihotang JS. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketimpangan

Pendapatan Antar Provinsi di Indonesia. [Thesis]. Medan (ID):

Universitas Sumatera Utara

Sylwester K. 2003. Income Inequality and Population Density 1500 AD: A

Connection. Journal of Economic Development. Vol XXVIII No.2.

Carbondale (US): Department of Economics

Page 65: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

50

Timmer CP. 2004. The road to pro-poor growth: the Indonesian experience in

regional perspective. Working Paper No.38. Center for Global

Development

Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1. Ed 9. Yelvi A,

penerjemah; Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit

Erlangga

Wells R. 2006. Education's Effect on Income Inequality: An Economic

Globalisation Perspective. Vol. 4 No.3 p371-391. Amerika Serikat (US):

ERIC

Wikipedia

Yamamura E. 2013. Impact of Natural Disaster on Income Inequality: Analysis

Using Panel Data During the Period 1965 to 2004. MPRA Paper No.

45623. Muenchen: Munich Personal RePEc Archive MPRA

Page 66: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

51

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gini ratio masing-masing Kabupaten/kota di Sumatera Barat

Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kep. Mentawai 0.304 0.325 0.327 0.276 0.309 0.326

Kab. Pesisir Selatan 0.212 0.194 0.217 0.195 0.219 0.264

Kab. Solok 0.285 0.285 0.283 0.278 0.237 0.285

Kab. Sijunjung 0.268 0.222 0.308 0.284 0.279 0.299

Kab. Tanah Datar 0.261 0.249 0.234 0.272 0.247 0.345

Kab. Padang Pariaman 0.265 0.210 0.268 0.297 0.244 0.314

Kab. Agam 0.274 0.264 0.257 0.258 0.256 0.277

Kab. 50 Kota 0.221 0.203 0.258 0.242 0.228 0.255

Kab. Pasaman 0.268 0.220 0.271 0.261 0.255 0.291

Kab. Solok Selatan 0.242 0.204 0.262 0.287 0.270 0.292

Kab. Dhamasraya 0.268 0.258 0.258 0.264 0.298 0.369

Kab. Pasaman Barat 0.220 0.254 0.228 0.247 0.233 0.268

Kota Padang 0.285 0.217 0.278 0.284 0.289 0.304

Kota Solok 0.312 0.256 0.295 0.266 0.234 0.345

Kota Sawah Lunto 0.280 0.263 0.288 0.251 0.282 0.336

Kota Padang Panjang 0.309 0.255 0.231 0.273 0.309 0.399

Kota Bukittinggi 0.290 0.239 0.311 0.311 0.287 0.329

Kota Payakumbuh 0.291 0.304 0.271 0.269 0.263 0.320

Kota Pariaman 0.259 0.220 0.279 0.293 0.282 0.349

Page 67: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

52

Lampiran 2. Hasil uji hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: Untitled

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 11.064443 7 0.1358

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. DUM -0.000522 0.014130 0.000035 0.0138

GWTPOP -0.031185 -0.030804 0.000008 0.8905

SIND -0.006297 -0.002818 0.000079 0.6961

LN_BLJPGW 0.006112 0.017236 0.000278 0.5050

LN_KAP 0.197930 0.065801 0.006681 0.1060

LN_LIND -0.002965 -0.011744 0.000060 0.2590

LN_NBLJ -0.019589 -0.024972 0.000053 0.4594

Cross-section random effects test equation:

Dependent Variable: GINI

Method: Panel Least Squares

Date: 02/19/14 Time: 00:55

Sample: 2006 2011

Periods included: 6

Cross-sections included: 19

Total panel (balanced) observations: 114

Variable Coefficient Std.

Error t-

Statistic Prob

. C 0.138267 0.180903 0.764314 0.4467

DUM -0.000522 0.009825 -0.053177 0.9577

GWTPOP -0.031185 0.015442 -2.019417 0.0465

SIND -0.006297 0.008936 -0.704616 0.4829

LN_BLJPGW 0.006112 0.018921 0.323018 0.7474

LN_KAP 0.197930 0.082519 2.398586 0.0186

LN_LIND -0.002965 0.008476 -0.349768 0.7273

LN_NBLJ -0.019589 0.013479 -1.453357 0.1497 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.545204 Mean dependent var 0.271657

Adjusted R-squared 0.416000 S.D. dependent var 0.036960

S.E. of regression 0.028245 Akaike info criterion -4.098535

Sum squared resid 0.070204 Schwarz criterion -3.474490

Log likelihood 259.6165 Hannan-Quinn criter. -3.845270

F-statistic 4.219729 Durbin-Watson stat 2.148058

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 68: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

53

Lampiran 3. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan

menggunakan metode Random Effect

Dependent Variable: GINI

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Date: 02/19/14 Time: 00:54

Sample: 2006 2011

Periods included: 6

Cross-sections included: 19

Total panel (balanced) observations: 114

Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DUM 0.014130 0.007819 1.807187 0.0736

GWTPOP -0.030804 0.015193 -2.027561 0.0451

SIND -0.002818 0.000748 -3.767995 0.0003

LN_BLJPGW 0.017236 0.008924 1.931282 0.0561

LN_KAP 0.065801 0.011317 5.814533 0.0000

LN_LIND -0.011744 0.003369 -3.485375 0.0007

LN_NBLJ -0.024972 0.011347 -2.200762 0.0299

C 0.359227 0.111207 3.230241 0.0016 Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 0.004175 0.0214

Idiosyncratic random 0.028245 0.9786 Weighted Statistics R-squared 0.406610 Mean dependent var 0.255428

Adjusted R-squared 0.367424 S.D. dependent var 0.036187

S.E. of regression 0.028781 Sum squared resid 0.087806

F-statistic 10.37637 Durbin-Watson stat 1.894280

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.420777 Mean dependent var 0.271657

Sum squared resid 0.089411 Durbin-Watson stat 1.860286

Page 69: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

54

Lampiran 4. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan

menggunakan metode PLS

Dependent Variable: GINI

Method: Panel Least Squares

Date: 02/19/14 Time: 00:50

Sample: 2006 2011

Periods included: 6

Cross-sections included: 19

Total panel (balanced) observations: 114 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DUM 0.014542 0.007939 1.831779 0.0698

GWTPOP -0.030853 0.015591 -1.978848 0.0504

SIND -0.002786 0.000726 -3.837585 0.0002

LN_BLJPGW 0.016730 0.008965 1.866167 0.0648

LN_KAP 0.065139 0.010971 5.937531 0.0000

LN_LIND -0.011632 0.003340 -3.482592 0.0007

LN_NBLJ -0.025788 0.011493 -2.243792 0.0269

C 0.375219 0.111944 3.351842 0.0011 R-squared 0.420916 Mean dependent var 0.271657

Adjusted R-squared 0.382675 S.D. dependent var 0.036960

S.E. of regression 0.029040 Akaike info criterion -4.172727

Sum squared resid 0.089389 Schwarz criterion -3.980713

Log likelihood 245.8454 Hannan-Quinn criter. -4.094799

F-statistic 11.00682 Durbin-Watson stat 1.866543

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 70: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

55

Lampiran 5. Hasil estimasi model ketimpangan distribusi pendapatan

menggunakan metode Fixed Efeect

Dependent Variable: GINI

Method: Panel Least Squares

Date: 02/19/14 Time: 00:51

Sample: 2006 2011

Periods included: 6

Cross-sections included: 19

Total panel (balanced) observations: 114 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

DUM2 -0.000522 0.009825 -0.053177 0.9577

GWTPOP -0.031185 0.015442 -2.019417 0.0465

SIND -0.006297 0.008936 -0.704616 0.4829

LN_BLJPGW 0.006112 0.018921 0.323018 0.7474

LN_KAP 0.197930 0.082519 2.398586 0.0186

LN_LIND -0.002965 0.008476 -0.349768 0.7273

LN_NBLJ -0.019589 0.013479 -1.453357 0.1497

C 0.138267 0.180903 0.764314 0.4467 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.545204 Mean dependent var 0.271657

Adjusted R-squared 0.416000 S.D. dependent var 0.036960

S.E. of regression 0.028245 Akaike info criterion -4.098535

Sum squared resid 0.070204 Schwarz criterion -3.474490

Log likelihood 259.6165 Hannan-Quinn criter. -3.845270

F-statistic 4.219729 Durbin-Watson stat 2.148058

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 71: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

56

Lampiran 6. Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.336045 (18,88) 0.1860

Cross-section Chi-square 27.542145 18 0.0494

Cross-section fixed effects test equation:

Dependent Variable: GINI

Method: Panel Least Squares

Date: 02/19/14 Time: 00:52

Sample: 2006 2011

Periods included: 6

Cross-sections included: 19

Total panel (balanced) observations: 114 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DUM2 0.014542 0.007939 1.831779 0.0698

GWTPOP -0.030853 0.015591 -1.978848 0.0504

SIND -0.002786 0.000726 -3.837585 0.0002

LN_BLJPGW 0.016730 0.008965 1.866167 0.0648

LN_KAP 0.065139 0.010971 5.937531 0.0000

LN_LIND -0.011632 0.003340 -3.482592 0.0007

LN_NBLJ -0.025788 0.011493 -2.243792 0.0269

C 0.375219 0.111944 3.351842 0.0011 R-squared 0.420916 Mean dependent var 0.271657

Adjusted R-squared 0.382675 S.D. dependent var 0.036960

S.E. of regression 0.029040 Akaike info criterion -4.172727

Sum squared resid 0.089389 Schwarz criterion -3.980713

Log likelihood 245.8454 Hannan-Quinn criter. -4.094799

F-statistic 11.00682 Durbin-Watson stat 1.866543

Prob(F-statistic) 0.000000

Page 72: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

57

Lampiran 7. Uji Normalitas

0

2

4

6

8

10

12

14

-0.075 -0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050 0.075

Series: Standardized Residuals

Sample 2006 2011

Observations 114

Mean -2.19e-17

Median -0.001901

Maximum 0.088614

Minimum -0.083712

Std. Dev. 0.028129

Skewness 0.029076

Kurtosis 3.689345

Jarque-Bera 2.273245

Probability 0.320901

Page 73: KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI SUMATERA … · ketimpangan distribusi pendapatan di sumatera barat . dan faktor-faktor yang memengaruhi putri irina mayang sari . sekolah pascasarjana

58

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Putri Irina Mayang Sari, dilahirkan di Bukittinggi pada

tanggal 28 Juni 1990 dari pasangan Muhammad Irnad dan Sevina Rozalen.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memiliki dua

saudara laki-laki yang bernama Arif Randi Ronaza dan Muhammad Andri

Ronaza.

Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Muhammadiah Payakumbuh

dari tahun 1996 sampai 1997 yang kemudian dilanjutkan di SD Negeri 21

Bengkulu sampai tahun 2000. Kembali pindah pada SD N 26 Bunian

Payakumbuh dan menyelesaikan sekolah dasar di tahun 2002. Penulis menjalani

Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Payakumbuh sejak tahun 2002

sampai 2005 dan menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA

Negeri 1 Payakumbuh pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan

pendidikan jenjang S1 di Universitas Andalas (UNAND) Padang pada jurusan

Ilmu Ekonomi Internasional dan berhasil memperoleh gelar sarjana pada tanggal

25 Juli 2011 dan di wisuda pada bulan September 2011. Setelah lulus, penulis

menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah di jurusan Ilmu Ekonomi

Universitas Andalas. Di tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan di tingkat S2

di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada jurusan yang sama, yaitu Ilmu Ekonomi.

Selama kuliah penulis berhasil memperoleh Beasiswa Unggulan Dikti 2012

program On Going.