KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA...

24
KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENGENAI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA SEBAGAIMANA TELAH DlUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987, RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN, DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK Jakarta, 12 Desember 1996

Transcript of KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA...

Page 1: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

KETERANGAN PEMERINTAH

DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENGENAI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG HAK CIPTA

SEBAGAIMANA TELAH DlUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 7 TAHUN 1987, RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN,

DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN

ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

Jakarta, 12 Desember 1996

Page 2: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA

KETERANGAN PEMERINTAH

DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENGENAI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG

HAK CIPfA SEBAGAIMANA TELAH DruBAH DENGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1987.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAIIDN 1989 TENTANG PATEN,

DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1992 TENTANG MEREK

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat,

Terlebih dahulu, izinkanlah kami mengajak para hadirin untuk memanjatkan puji

syukur kita kepada Allah SWT yang karena rahmat dan karunia-Nya telah memungkinkan

kita semua bertemu dalam sidang yang mulia ini.

Selain itu, Saudara Pimpinan yang terhonnat perkenankanlah pula, kami atas nama

Pemerintah mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang diberikan kepada Pemerintah

untuk menyampaikan Keterangan Pemerintah mengenai tiga Rancangan Undang-undang di

bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual, masing-masing Rancangan Undang-undang tentang

Perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah

Diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Rancangan Undang-undang tentang

Perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, dan Rancangan Undang­

undang tentang Perubahan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang

telah disampaikan oleh Bapak Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang terhonnat

dengan surat Nomor R.13/PU/XII/1996 tanggal 2 Desember 1996.

Page 3: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

~~'--~--~-~~------------'------~--------"""""""""'H

- 2-

Saudara Pimpinan dan Para Anggota Dewan Yang Terhormat.

Ketiga Rancangan Undang-undang ini telah cukup lama dipersiapkan oleh Tim Kerja

yang dibentuk Bapak Presiden sepuluh tahun yang lalu dengan Keputusan Presiden Nomor

34 Tahun 1986. Tim yang kemudian juga dikenal dengan Tim Keppres 34 ini dahulu juga

ditugasi mempersiapkan penyusunan Undang-undang tentang Perubahan UU Hak Cipta

Nomor 6 Tahun 1982. Undang-undang tentang Paten dan Undang-undang tentang Merek.

Kini, Pemerintah mengajukan kembali tiga Rancangan Undang-undang yang berisikan

perubahan atas tiga undang-undang tersebut. Meskipun penyiapan Rancangan Undang­

undang disusun oleh Tim Keppres 34, tetapi tata cara penyusunan dilakukan sesuai dengan

tata cara penyiapan Rancangan Undang-undang sebagaimana dikehendaki Inpres Nomor 15

Tahun 1970. Departemen Kehakiman sesuai dengan bidang tugasnya yang membawahkan

Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal Hak Cipta. Paten. dan Merek

adalah anggota Tim tersebut dan turnt sena secara penuh mempersiapkan Rancangan

Undang-undang ini. Penyiapan oleh Tim Keppres 34 tidak terlepas dari kebijaksanaan

Bapak Presiden mengenai penanganan secara khusus masalah Hak Cipta, Paten, dan Merek.

Dalam mempersiapkan penyempurnaan ketiga Undang-undang tadi, Pemerintah

menggunakan tiga sumber utama sebagai dasar pertimbangan.

Pertama, kebutuhan untuk melakukan penyesuaian terhadap Persetujuan mengenai Aspek­

aspek Dagang dati Hak Atas Kekayaan Intelektual atau Agreement on Trade Related

Aspects of Intellectual Property RightsrrRIPs. Persetujuan TRIPs yang mulai dirundingkan

sejak tahun 1986, dan ditanda tangani di Marakesh, Maroko pada bulan April 1994 yang

lalu. Dengan memperhatikan tingkat perundingan pada waktu itu, hanya proses penyusunan

Undang-undang Merek saja yang pada garis besamya dapat dilakukan dengan

menggunakan materi persetujuan TRIPs yang pada saat yang sama sudah hampir selesai

dirundingkan sebagai salah satu acuan.

Kedua. karena persetujuan TRIPs menuntut kesesuaian pengaturan dalam peraturan

perundang-undangan di tingkat nasional terhadap ketentuan dalam beberapa konvensi

internasional mengenai HAKI, maka penyempumaan peraturan perundang-undangan juga

diarahkan sesuai dengan konvensi-konvensi tadi.

Konvensi-konvensi tersebut meliputi Konvensi Bern untuk perlindungan Hak Cipta,

Konvensi Roma untuk perlindungan bagi Hak-hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta

(Neighboring Rights). dan Konvensi Paris untuk pengaturan paten, merek, desain produk

Page 4: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

3

industri dan penanggulangan persaingan curang (unfair competition). Selain itu, Traktat di

bidang Rangkaian Elektronika Terpadu, yang lazim disebut Tr~tat Washington, dijadikan

basis minimum untuk perlindungan bagi karya yang berupa integrated circuits atau

rangkaian elektronika terpadu.

Ketiga, pengamatan terhadap berbagai persoalan dan pengalaman selama mengadminis­

trasikan Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Paten dan Undang-undang Merek.

Selain beberapa persoalan yang bersumber pada ketentuan undang-undang itu sendiri,

Pemerintah juga selalu mengikuti adanya masalah baru yang berkembang selama

pelaksanaan dan memerlukan pemecahan. Dalam hal ini, Tim Kerja telah mulai melakukan

pengumpulan bahan dan catatan-catatan tadi sejak pertengahan tahun 1994. Sejak itu

kegiatan penelitian dan pengkajian dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemecahan

dalam ketentuan hukum yang memadai.

Keadaan yang seperti itu belum berlangsung pada saat penyusunan Rancangan Undang­

undang Hak Cipta di tahun 1986 dan Rancangan Undang-undang Paten di tahun 1987/1989.

Dengan telah diratiftkasinya persetujuan tersebut dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, maka

kewajiban untuk menyesuaikan berbagai undang-undang di bidang HAKI tadi memang

harus dilakukan.

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.

Pemerintah menyadari, bahwa dari segi waktu, pengajuan ketiga RUU ini tentu

menimbulkan pertanyaan. Sebab, Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Paten dan

bahkan Undang-undang Merek memang baru beberapa tahun yang lalu kita selesaikan

penyusunannya. Pemerintah mengetahui, dalam menyusun suatu undang-undang biasanya

selalu tumbuh pula anggapan hukum yang sekaligus juga harapan agar undang-undang

tersebut dapat berlaku efektif untuk kurun waktu yang lama. Apabila saat ini Pemerintah

mengajukan rancangan perubahan undang-undang di bidang Hak Cipta, Paten dan Merek,

sebenamya bukan semata-mata karena ketiga Undang-undang tersebut kurang sempurna.

Page 5: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

¥-

4

Hal tersebut juga bukan karena alasan kurangnya pengetahuan dan pengalaman kita sewaktu

dahulu menyusunnya. Tetapi adanya kebutuhan untuk menyesuaikan dengan perkembangan

keadaan dan perubahan yang berlangsung cepat akhir-akhir ini telah mendorong dan

memberi latar belakang langkah-langkah tadi. Di bidang perdagangan, kita semua

menyaksikan perubahan mendasar atas tatanan dan aturan permainan sejak terselesaikannya

perundingan putaran Uruguay. Semua negara peserta perundingan dan anggota Organisasi

Perdagangan Dunia bergerak kearah penyesuaian tersebut, termasuk di bidang HAKI.

Selama dasa warsa terakhir ini, kita menyaksikan pesatnya kemajuan di bidang

teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pada gilirannya juga telah

mendorong berlangsungnya globalisasi perdagangan dan investasi. Konsepsi mengenai pasar

telah demikian meluas, dan merambah hingga melampaui batas-batas negara. Besarnya

kepentingan untuk membuka pasar dan mempertahankannya, menjadi sarna besarnya dengan

upaya untuk mengamankan kegiatan usaha dan produk yang diperdagangkan dari tindakan

yang . merugikannya. Karena selama proses perencanaan sesuatu produk, proses pembuatan,

atau bahkan dalam pemasarannya telah terlibat unsur HAKI, maka mudah pula dipahami

apabila kepentingan untuk mengamankan pasar beserta produk yang diperdagangkan,

menjadi sarna besarnya dengan kepentingan untuk mempertahankan HAKI itu sendiri.

Globalisasi perdagangan dan investasi, oleh karena itu pula juga berarti globalisasi HAKI.

Perkembangan keadaan seperti itu, pada akhirnya menuntut ditumbuhkannya aturan di

tingkat internasional di bidang HAKI beserta terselenggaranya penegakan hukum HAKI

yang efektif dan memadai di tingkat nasional.

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.

Pengajuan ketiga RUU ini memperoleh prioritas penanganan oleh Pemerintah.

Karena menyangkut substansi yang berdekatan, maka pengajuannya kepada Dewan

dilakukan secara paket, yaitu tiga RUU sekaligus. Namun lebih dari itu, pengajuan sebagai

prioritas ini sebenarnya dilatar belakangi oleh terbatasnya waktu yang tersedia bagi

Page 6: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

5

penyusunan seluruh perangkat peraturan perundang-undangan bidang HAKI sebagai satu

sistem. Untuk menjangkau sasaran itu, kegiatan penyusunannya disesuaikan dengan waktu

yang ketat. Hal ini terutama berkaitan dengan batas waktu yang dimiliki Indonesia untuk

melaksanakan Persetujuan TRIPs. Persetujuan TRIPs menetapkan batas waktu selama 5

tahun bagi negara-negara berkembang untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan

perundang-undangannya di bidang HAKI. Batas waktu 5 tahun tersebut dihitung sejak mulai

berlakunya berbagai persetujuan yang dihasilkan dalam perundingan putaran Uruguay,

termasuk persetujuan TRIPs, yaitu 1 lanuari 1995. Karenanya, dalam waktu 5 tahun itu

Indonesia perlu melakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangannya untuk

disesuaikan dengan norma dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam persetujuan TRIPs

dan melengkapi dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang selama ini belum

dimiliki.

Dalam perhitungan kalender, waktu yang . tersedia selama 5 tahun tersebut

sekilas terasa longgar bagi keperluan penyempurnaan UU Hak Cipta, UU Paten, dan UU

Merek serta. penyusunan undang-undang baru lainnya yang diperlukan bagi pelaksanaan

persetujuan TRIPs tadi. Tetapi waktu yang sebenarnya kita miliki tidaklah lama.

Penumbuhan dan pengembangan sistem apapun, termasuk HAKI, tidak mungkin berhenti

pada penentuan kebijakan dan penyusunan peraturan perundang-undangan saja. Diperlukan

pula waktu untuk membenahi administrasi pelaksana, menyiapkan aparatur penegakannya,

dan menyebar luaskan pemahamannya di kalangan masyarakat.

Tahun 1997 nanti kita akan melaksanakan Pemilihan Umum dan tahun 1998

akan berlangsung Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selama dua tahun

tersebut, kita menghadapi agenda konstitusi yang sangat sibuk. Oleh karena itu, bilamana

Pemerintah tidak mengajukan ketiga RUU tersebut pada saat ini, kesempatan yang tersedia

hanyalah di pertengahan kedua tahun 1998 dan tahun 1999. Bila hal yang terakhir ini

dikaitkan dengan kebutuhan untuk melaksanakannya pada tanggal 1 lanuari 2000, sudah

pasti segala sesuatunya menjadi sulit.

Page 7: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

6

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.

Dalam mempersiapkan materi perubahan ketiga undang-undang HAKI ini,

Pemerintah mengundang dan bahkan minta sumbangan saran, pertimbangan dan pemikiran

dari berbagai kalangan masyarakat yang berkepentingan. Hal ini perlu karena apabila dapat

dikatakan bahwa masyarakat sebagai pemakai undang-undang, maka sebenarnya dari

masyarakat dapat digali berbagai pengalaman dari pelaksanaan undang-undang tadi.

Untuk itu, Pemerintah mengirimkan bahan-bahan kepada berbagai asosiasi dan organisasi

profesi yang berkaitan dengan Hak Cipta, Paten dan Merek dan kepada berbagai instansi

terkait seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Departemen Penerangan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Markas Besar Kepolisian RI, dan Direktorat lenderal

Bea dan Cukai Departemen Keuangan. Bahan masukan yang diterima kemudian dikaji dan

dipelajari secara mendalam untuk dijadikan dasar pertimbangan dalam penyempurnaan

berbagai ketentuan di ketiga Undang-undang tersebut. Selain instansi-instasi tadi, dengar

pendapat dan konsultasi juga dilakukan dengan praktisi/Konsultan Hukum, Kamar Dagang

dan Industri Indonesia/KADIN Indonesia, dan Ikatan Hakim Indonesia/IKAHI.

Asosiasi/organisasi profesi yang di ikutsertakan dalam konsultasi tadi antara lain:

I. Bidang Hak Cipta:

1. Yayasan Karya Cipta Indonesia/YKCI

2. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia/ASIRI

3. Paguyuban Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia/P APPRI

4. Badan Kerjasama Seniman Indonesia/BKSI

5. Asosiasi Artis Indonesial AAI

6. Asosiasi Importir Rekaman Videol ASIREVI

7. Asosiasi Piranti Lunak Komputer Indonesial ASPILUKI

8. Yayasan Hak Atas Kekayaan Intelektual Indonesia/Foundation of Intellectual Property

Studies in Indonesia/FIPSI.

9. Kantor Konsultan Hukum Hadi Putranto, Hadinoto & Partners.

Page 8: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

.,

7

. II. Bidang Paten, yang meliputi :

1. Gabungan Perusahaan Farmasi/GP. Farmasi, termasuk para anggotanya yang terga­

bung dalam International Pharmaceutical Manufactures Group/IPMG

. 2. Yayasan Hak Atas Kekayaan Intelektual Indonesia/Foundation of Intellectual Property

Studies in Indonesia/FIPSI

3. Biro Oktroi Rooseno

4. Kantor Konsultan Hukum Makarim & Taira S.

III. Bidang Merek, yang meliputi :

1. Asosiasi Pertekstilan Indonesia/ API

2. Asosiasi Industri Mesin Perkakas Indonesia/ASIMPI

3. Asosiasi Pengerjaan Logam & Permesinanl ASPEP

4. Yayasan Hak Atas Kekayaan Intelektual Indonesia/Foundation of Intellectual Property

Studies in'Indonesia/PIPSI

5. Biro Oktroi Rooseno

6. Konsultan Hukum Amalia Rooseno

7. Kantor Konsultan Hukum Makarim & Taira S., dan

8. Kantor Konsultan Hukum Hadi Putranto, Hadinoto & Partners.

Seperti pada waktu kegiatan penyusunan sebelumnya, konsultasi juga dilakukan

dengan tenaga ahli dari berbagai negara ataupun dari WIPO - World Intellectual Property

Organization. Konsultasi dengan pihak asing ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

dan memperoleh bahan masukan dan bandirigan mengenai materi pengaturan Hak Cipta,

Paten, dan Merek beserta permasalahannya. Disamping itu, konsultasi juga dimaksudkan

untuk dapat mengambil peJajaran dari pengalaman-pengaJaman negara lain termasuk

kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mengadministrasikan Hak Cipta, Paten, dan

Merek, berikut pemecahannya.

Page 9: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

8

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.

Sekarang ijinkan kami menjelaskan pokok-pokok perubahan pada ketiga undang­

undang tersebut, berturut-turut mulai dari Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang­

undang tentang Paten dan terakhir Undang-undang tentang Merek.

Dengan memperhatikan pokok-pokok materi perubahan yang dirancang dalam ketiga

undang-undang ini, dan untuk mempermudah, kami akan menguraikannya dengan

mengelompokkan bentuk-bentuk perubahan tersebut dalam kategori perubahan yang bersifat

penyempurnaan, perubahan yang bersifat penambahan dan perubahan yang berupa

penghapusan.

Sidang Dewan yang terhormat,

Secara umum rancangan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 6 Tahun

1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1987 meliputi:

Penyempurnaan, yang mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Perlindungan terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya.

Perubahan pada ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Bern.

Ketentuan sebelumnya hanya menegaskan bahwa Negara memegang Hak Cipta atas

ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya. Sesuai dengan Konvensi Bern, RUU

menegaskan pengaturan yang lebih luas, yaitu mencakup pemberian perlindungan bagi

ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya dan ciptaan tersebut belum pernah

diterbitkan. Terhadap ciptaan seperti itu perlu ditegaskan bahwa Hak Cipta-nya dikuasai

oleh Negara. Sedangkan terhadap ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui

siapa penciptanya maka Hak Cipta atas karya tersebut dipegang oleh penerbit.

Page 10: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

9

2. Pengecualian pelanggaran terhadap Hak Cipta.

Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta ditegaskan bahwa pengutipan ciptaan pihak

lain sebanyak-banyaknya 10% dengan syarat sumbernya ditulis secara lengkap, tidak

dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta.

Dalam pengamatan terhadap praktek yang berlangsung, penggunaan ukuran kuantitatif

seperti itu ternyata sulit pembuktiannya. Oleh karena itu dalam RUU ini tidak lagi

digunakan ukuran yang bersifat kuantitatif dan digantikan dengan kriteria yang bersifat

kualitatif, yaitu sejauh pemakaian ciptaan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar dari pencipta. Artinya, aspek legalitas tersebut harus dinilai dari kepentingan

pencipta untuk melaksanakan hak khusus yang dimiliki, terutama dalam menikmati

manfaat ekonomi dari ciptaan yang dimilikinya.

Disamping itu, RUU menegaskan pula pengecualian yang sarna bagi perbanyakan suatu

ciptaan oleh perpustakaan atau lembaga pengetahuan lainnya dengan ketentuan tidak

meliputi perbanyakan ciptaan yang berupa komputer program.

3. Jangka waktu perlindungan.

Perubahan. pada dasarnya dilakukan untuk menyesuaikan dengan ketentuan mengenai

jangka waktu perlindungan sebagaimana diatur dalam Konvensi Bern dan Persetujuan

TRIPs.

Dalam RUU, jangka waktu perlindungan bagi komputer program dirancang untuk

diberikan selama 50 tahun. Sebelumnya, undang-undang hanya memberi perlindungan

selama 25 tahun. Untuk ciptaan yang dikuasai oleh Negara dan ciptaan yang Hak Cipta­

nya dilaksanakan oleh penerbit, berlaku pula perlindungan selama 50 tahun. Sedangkan,

jangka waktu perlindungan bagi hak moral pencipta, ----- yang dalam ketentuan

sebelumnya belum memperoleh penegasan, ----- bersifat abadi atau tanpa batas waktu.

Page 11: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

10

4. Hak dan wewenang menggugat.

Perubahan dalam RUU ini sebenarnya lebih merupakan koreksi atas penggunaan istilah

yang sekaligus juga untuk menghindari pengertian yang keliru tentang hak pencipta

tersebut. Hak untuk menuntut pada dasanya dikenal dalam hukum pidana, dan

dilaksanakan oleh laksa atau Penuntut Umum.

Berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hak Cipta sekarang yang

memberi kewenangan kepada pencipta untuk menuntut pelanggaran terhadap hak moral

atau moral rights dari pencipta dan hak untuk menuntut penyitaan benda-benda yang

diumumkan bertentangan dengan Hak Cipta atau perbanyakannya, RUU menegaskan

bahwa yang dimiliki oleh pencipta pada dasarnya adalah hak untuk menggugat dan

bukan hak untuk menuntut.

5. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS.

Apabila diikuti rumusan ketentuan mengenai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri

Sipil/PPNS dalam Undang-undang Hak Cipta sekarang, dapat diartikan bahwa PPNS

dapat menyampaikan hasil penyidikannya langsung kepada Penuntut Umum. Tata cara

seperti ini disempurnakan dan lebih disesuaikan dengan ketentuan Pasal 107 KUHAP.

Tujuannya, untuk lebih memperjelas kewenangan PPNS, dan tata cara pelaksanaan tugas

serta hubungannya dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara RI, dan Penuntut Umum.

Dengan penegasan ini diharapkan penyelenggaraan penyidikan dapat berlangsung secara

lebih efektif.

Dalam rangka pemikiran ini, kata "melalui" pada rumusan ketentuan mengenai tugas dan

wewenang PPNS tidak harus diartikan bahwa Penyidik Pejabat Polisi Negara RI dapat

atau perlu melakukan penyidikan ulang.

Sebab, secara teknis bimbingan penyidikan ataupun pemberkasan hasil penyidikan pada

dasarnya telah diberikan oleh Pejabat Polisi Negara RI pada saat atau selama PPNS

melaksanakan penyidikan. Dengan demikian, prinsip kecepatan dan efektifitas seperti

yang dikehendaki KUHAP juga dapat benar-benar terwujud.

Perubahan yang sarna dan dengan latar belakang pemikiran yang sarna juga dilakukan

dalam Undang-undang Paten dan Undang-undang Merek.

Page 12: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

11

Beberapa perubahan yang bersifat penambaban yang meliputi ketentuan­

ketentuan sebagai berikut :

1. Ruang lingkup pengaturan .

. Untuk menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs, ditambahkan ketentuan mengenai

perlindungan terhadap Neighboring Rights, yang meliputi perlindungan terhadap pelaku

(performers), produser rekaman suara (Producers of Phonograms) dan badan penyiaran

(Broadcasting Organizations). Pada dasarnya hak-hak yang dicakup dalam lingkup

Neighboring Rights bukanlah Hak Cipta, melainkan lebih merupakan hak yang lazim

disebut dengan Hak-hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta. Bertolak dari pemahaman

atas perbedaan itu, maka tidak semua ketentuan mengenai Hak Cipta dapat

diberlakukan terhadap Neighboring Rights. Dalam RUU ditegaskan bahwa hanya

beberapa ketentuan saja yang berlaku. Diantaranya, ketentuan mengenai hak untuk

mengajukan gugatan, ketentuan mengenai pendaftaran lisensi, ketentuan pidana dan

penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS.

2. Muatan Hak Cipta.

RUU menambahkan ketentuan baru mengenai bak penyewaan atau Rental Rights bagi

pencipta atau pemegang Hak Cipta atas karya film, komputer program dan karya

rekaman suara. Hak serupa itu memberi kewenangan kepada pencipta untuk melarang

atau memberikan ijin penyewaan dalam kegiatan komersial atas karya cipta yang

dimilikinya. Penambahan ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan

Persetujuan TRIPs. Bagi Indonesia, ketentuan serupa itu memang sudah saatnya untuk

diberlakukan. Selain memberikan pengakuan atas hak pencipta, ketentuan ini diperlukan

terutama untuk memberi landasan bagi pengaturan praktek kegiatan penyewaan beberapa

jenis ciptaan seperti yang sudah berlangsung secara luas dalam masyarakat kita.

Page 13: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

12

3. Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat berdasarkan pesanan.

Dalam Undang-undang Hak Cipta belum diatur masalah Hak Cipta atas ciptaan yang

dibuat berdasarkan pesanan. Untuk menegaskan dan memberikan landasan hukum

terhadap prinsip tersebut, RUU menambahkan ketentuan mengenai status Hak Cipta dan

siapa yang dianggap sebagai pencipta dalam hal suatu ciptaan dibuat berdasarkan

pesanan, baik dalam hubungan dinas maupun dalam hubungan kerja.

4. Lisensi.

Untuk memberikan landasan pengaturan bagi berlangsungnya praktek lisensi Hak Cipta,

RUU menegaskan penambahan ketentuan baru yang mengatur mengenai lisensi Hak

Cipta. Prinsip-prinsip yang diatur dalam RUU antara lain meliputi ketentuan mengenai

hak pemegang Hak Cipta untuk memberikan lisensi kepada orang lain, larangan bagi

perjanjian lisensi untuk memuat ketentuan-ketentuan yang dapat menimbulkan akibat

yang merugikan perekonomian Indonesia, serta kewajiban mencatatkan perjanjian lisensi

agar dapat diakui dan memiliki akibat hukum terhadap pihak ke tiga. Kewajiban untuk

mencatatkan perjanjian lisensi ini juga dimaksudkan agar Pemerintah dapat melaksanakan

pengawasan terhadap perjanjian lisensi yang dilaksanakan di Indonesia.

Demikianlah penjelasan mengenai pokok-pokok perubahan Undang-undang

tentang Hak Cipta.

Sidang Dewan yang terhormat.

Selanjutnya ijinkanlah kami untuk menguraikan pokok-pokok perubahan

terhadap Undang-undang Paten.

Secara umum perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten meliputi

perubahan yang bersifat penghapusan, perubahan yang merupakan penyempurnaan dan

perubahan yang bersifat penambahan. Untuk memudahkan, kami akan menjelaskan pokok­

pokok perubahan Undang-undang Paten dengan mengelompokkannya sesuai dengan sifat

perubahan tadi.

Page 14: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

13

Pertama, perubahan yang bersifat penghapusan.

Dalam kerangka ini, RUU merancang beberapa penghapusan ketentuan sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 7 huruf b dan huruf c yaitu yang berkenaan dengan jenis-jenis

penemuan yang tidak dapat diberikan paten. Pasal 7 huruf b selengkapnya berbunyi

. sebagai berikut : "penemuan tentang proses atau hasil produksi makanan dan

minuman, termasuk hasil produksi berupa bahan yang dibuat melalui proses kimia

dengan tujuan untuk membuat makanan dan minuman guna dikonsumsi manusia dan atau

hewan". Sedangkan Pasal 7 huruf c menegaskan pengecualian pemberian paten bagi

penemuan tentang jenis atau varitas baru tanaman atau hewan, atau tentang proses

apapun yang dapat digunakan bagi pembiakan tanaman atau hewan beserta hasilnya.

Dengan dibapuskannya pengecualian pemberian paten bagi jenis penemuan di bidang

yang berkaitan dengan makanan dan minuman serta varietas baru tanaman dan hewan ini,

maka terbuka kemungkinan bagi penemuan teknologi dibidang-bidang itu untuk

mendapatkan paten.

2. Ketentuan 'Pasal22 tentang penegasan bahwa suatu pemakaian penemuan baik yang

berupa proses maupun hasil produksi, penjualan, penyewaan atau penyerahan hasil

pemakaian penemuan yang telah berlangsung pada saat atau sebelum diberikannya paten

untuk penemuan yang bersangkutan, tidak merupakan pelanggaran terhadap paten yang

bersangkutan. Ketentuan ini dahulu disusun dengan pertimbangan untuk menjaga

kepentingan orang atau badan hukum selain Pemegang Paten yang telah menguasai atau

memetik manfaat ekonomi suatu penemuan yang berupa proses atau hasil

produksi sebelum diberikannya paten untuk penemuan yang bersangkutan. Prinsip ini

didasarkan pada pemahaman bahwa selama belum diberi paten berarti belum ada

perlindungan hukum. Oleh karenanya, kegiatan pemakaian dan lain-lain yang dilakukan

sebelum adanya paten tidak dapat dinyatakan sebagai pelanggaran. Dalam praktek,

ketentuan itu tidak menjamin kepastian hukum dan tidak memberi jaminan perlindungan

bagi para penemu. Dengan dihapuskannya ketentuan ini maka persoalan hukum yang

selama ini sering diperdebatkan dapat ditiadakan.

Page 15: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

14

3. Ketentuan Pasal42, 43 dan 44 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Paten.

Penghapusan ketiga ketentuan ini lebih merupakan konsekuensi dari perubahan ketentuan

. mengenai jangka waktu perlindungan paten yang diperpanjang menjadi 20 tahun tanpa

kesempatan perpanjangan lagi.

4. Ketentuan Pasal 49 huruf b tentang persyaratan mengenai pencantuman

jumlah permintaan paten pada saat permintaan paten diumumkan. Kewajiban untuk

mencantumkan jumlah permintaan paten ditiadakan sebab Undang-undang Paten telah

dengan tegas menyatakan bahwa satu permintaan paten hanya dapat diajukan untuk satu

penemuan. Selain menghapuskan ketentuan mengenai jumlah permintaan paten, rumusan

RUU menambahkan dua unsur penting yang perIu dicantumkan dalam pengumuman,

yaitu klasifikasi penemuan dan gambar.

Pencantuman klasiflkasi penemuan beserta gambar selain untuk menyesuaikan dengan

pengaturari internasional dalam rangka kerjasama paten atau Patent Cooperations

Treaty IPeT , juga memberi kemudahan untuk mengetahui dengan tepat klasifikasi

penemuan yang dimintakan paten tersebut. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui atau

mendalami jenis teknologi tertentu, mereka akan sangat terbantu dalam menelusuri

bahan-bahan yang diperlukannya. Klasifikasi dapat menjadi petunjuk untuk mendapatkan

referensi yang berkaitan dengan jenis teknologi yang diinginkan.

5. Ketentuan Pasal 63 tentang penolakan permintaan paten dalam hal penemuan

yang dimintakan paten ternyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

ketertiban umum atau kesusilaan. Penghapusan ketentuan Pasal 63 ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa isi ketentuan tersebut telah ditampung dalam Pasal 7 dan ditegaskan

dalam perbaikan ketentuan yang lain.

Page 16: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

15

Kedua, perubahan yang bersifat penyempurnaan, yang meliputi ketentuan-ketentuan

sebagai berikut :

1. Pengertian pemeriksa paten.

Ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 ini menegaskan bahwa yang dimaksud

dengan pemeriksa paten adalah pejabat yang diangkat oleh Menteri karena keahliannya.

Dalam RUU pengertian itu diperluas dengan menambahkan bahwa yang termasuk

pemeriksa paten adalah juga pemeriksa paten dari Kantor Paten Internasional. Selain

untuk memungkinkan dimintakannya bantuan pemeriksaan oleh pemeriksa paten dari

Kantor Paten lain, perluasan pengertian ini juga dimaksudkan untuk mengakomodasi

pelaksanaan sistem sebagaimana dimungkinkan oleh Persetujuan mengenai kerjasama

Paten atau Patent Cooperation Treaty/PCT apabila pada saatnya nanti Indonesia ikut

serta.

2. Persyarabin dalam penentuan kebaruan penemuan.

Berbeda dengan Undang-undang Paten yang berlaku saat ini yang hanya menentukan

bahwa ukuran kebaruan semata-mata didasarkan pada syarat belum diumumkannya

penemuan, baik secara tertulis maupun lisan, dalam RUU sifat kebaruan dinilai

berdasarkan pada kriteria bahwa pada saat dimintakan paten penemuan tersebut tidak

merupakan bagian dari penemuan terdahulu atau yang telah ada sebelumnya. Ini

berarti, dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa Paten harus menggunakan

penemuan yang telah ada tersebut sebagai pembanding. Sesuai dengan prinsip ini maka

semua dokumen permintaan paten yang telah diajukan ke Kantor Paten, termasuk

permintaan paten internasional yang mengajukan permintaan paten ke Indonesia,

digunakan sebagai dokumen pembanding. Selain itu, produk yang serupa dengan

penemuan yang telah beredar di Indonesia sebelum tanggal pengajuan permintaan paten

bagi penemuan yang bersangkutan di Indonesia, juga dapat digunakan sebagai

pembanding.

Page 17: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

16

3. Pengertian Paten Sederhana.

Dengan memperhatikan pengalaman selama pelaksanaan Undang-undang Paten, terutama

karena perIunya kejelasan mengenai lingkup penemuan yang termasuk dalam kategori

. Paten Sederhana, RUU menyempurnakan pengertian Paten Sederhana dengan rumusan

baru, yaitu penemuan yang berupa produk atau proses yang baru dan memiliki kualitas

penemuan yang sederhana. Dalam rumusan yang baru juga ditegaskan mengenai syarat

kebaruan bagi paten sederhana, yaitu kebaruan yang terbatas pada penemuan sederhana

yang dilakukan di Indonesia.

4. Perubahan jangka waktu perlindungan paten.

Pada dasarnya, perubahan jangka waktu perlindungan paten dimaksudkan untuk

menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs. Ketentuan sebelumnya menegaskan bahwa

jangka waktu perlindungan paten diberikan selama 14 tahun dengan perpanjangan satu

kali selama 2 tahun. Dengan adanya penyesuaian terhadap TRIPs, maka RUU

merumuskannya menjadi 20 tahun tanpa perpanjangan. Dengan perubahan ini maka

segala ketentuan yang berkaitan dengan perpanjangan jangka waktu perlindungan paten

dihapuskan. Perubahan ketentuan mengenai jangka waktu perlindungan juga dilakukan

terhadap Paten Sederhana. Yaitu, jangka waktu perlindungan yang semula hanya 5 tahun

diubah kini menjadi 10 tahun.

5. Pengecualian pelaksanaan paten di wilayah Indonesia.

Sejauh ini, Undang-undang Paten dengan tegas menentukan bahwa pemegang paten

wajib melaksanakan paten-nya di wilayah Indonesia. Dengan mempertimbangkan

berbagai segi, terutama dari sisi rasionalitas ekonomi, RUU menentukan pengecualian

terhadap kewajiban tersebut. Pengecualian tersebut ditetapkan dengan syarat apabila

pelaksanaan paten tersebut secara ekonomi memang hanya layak apabila dibuat dalam

skala regional. Perubahan seperti ini dianggap perIu untuk mengatasi kesulitan yang

Page 18: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

17

dihadapi pernegang paten dalarn rangka pernanfaatan paten. Sekali lagi perlu ditegaskan

bahwa hal itu hanya dilakukan dengan syarat dan kondisi yang sangat khusus. Tata

caranyapun diatur secara ketat. Sebab, bagairnanapun juga kewajiban untuk

rnelaksanakan paten di Indonesia rnerupakan prinsip yang sengaja ditegaskan dalarn

sis·tern paten dan diperlukan untuk rnenjaga keseirnbangan hak dan kewajiban pernegang

paten.

6. Perubahan permintaan paten.

Dalam Undang-udang Paten ditegaskan bahwa pengajuan permintaan paten dapat diubah

dengan syarat tidak rnernperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan. Syarat

pernbatasan seperti itu ternyata secara teknis sulit diikuti. RUU rnenyernpurnakan

ketentuan tersebut dengan rnenegaskan bahwa perrnintaan paten dapat diubah dengan cara

tidak rnenarnbahkan hal yang baru. Tujuan perubahan pada pokoknya untuk rnenghindari

kesulitan atau kesalahan dalarn rnernberikan penafsiran terhadap kalirnat "tidak

rnernperluas lingkup perlindungan" tadi.

7. Alasan bagi pengajuan permintaan banding.

Dalarn Undang-undang Paten ditegaskan bahwa permintaan banding hanya dapat diajukan

terhadap penolakan perrnintaan paten yang didasarkan pada tidak dipenuhinya

persyaratan substantif seperti syarat kebaruan, adanya langkah inventif dan dapat

diterapkan dalarn industri. Dengan rnernperhatikan pengalarnan selarna

rnengadrninistrasikan undang-undang, dipandang perlu untuk rnenarnbahkan ketentuan

lain yang juga dapat dijadikan dasar penolakim oleh Kantor Paten sehingga dapat

dijadikan alas an pengajuan banding. Alasan tersebut antara lain rneliputi persyaratan

yang harus dipenuhi dalarn rnelakukan perubahan permintaan paten, atau karena tidak

dipenuhinya kekurangan atau kelengkapan yang dirninta oleh Kantor Paten, atau karena

penernuan yang dirnintakan paten rnerupakan penernuan yang dikecualikan atau tidak

dapat diberikan paten.

Page 19: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

18

8. Pencatatan perjanjian lisensi.

Dalam Undang-undang Paten ditegaskan bahwa perjanjian lisensi wajib didaftar dan

dicatatkan di Kantor Paten. Untuk memperjelas ketentuan yang berkaitan dengan

perjanjian lisensi ini RUU kemudian menyempurnakan bahwa perjanjian lisensi hanya

wajib dicatatkan agar memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Ketiga, perubahan yang bersifat penambahan, yang meliputi ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:

1. Penegasan hak pemegang paten untuk melarang impor.

Prinsipnya, penambahan ketentuan yang menegaskan isi hak paten yang meliputi pula

hak untuk memberi ijin atau melarang impor atas barang-barang yang dilindungi paten,

bertujuan untuk menyesuaikan dengan Persetujuan TRIPs.

Dengan perubahan itu maka Pemegang Paten memiliki hak khusus untuk melaksanakan

paten yang dimilikinya, atau membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,

menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil

produksi yang diberi paten.

2. Importasi atas produk yang dilindungi paten.

Sesuai dengan penegasan hak pemegang paten untuk melarang impor sebagaimana kami

uraikan sebelumnya, RUU menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan hak itu. Prinsipnya,

RUU mengakui hak pemegang paten untuk melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya mengimpor produk patennya. Namun pengakuan ini dilakukan dengan

tetap memperhatikan keseimbangan antara hak dan kepentingan, serta kebutuhan untuk

mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Dalam kaitan ini RUU

menentukan syarat bahwa hak untuk melarang impor seperti itu hanya dapat dilaksanakan

apabila penemuan yang berupa proses untuk membuat produk yang diimpor tadi telah

memperoleh paten di Indonesia dan telah digunakan untuk membuat produk di Indonesia.

Selain penyesuaian terhadap Persetujuan TRIPs, perubahan ini sekaligus juga untuk

menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 5 quater Konvensi Paris.

Page 20: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

19

3. Beban pembuktian secara terbalik.

Pada dasarnya, penambahan ketentuan ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan

Persetujuan TRIPs, yang mengatur mengenai tata cara persidangan dengan menerapkan

sistem pembuktian terbalik. Sistem serupa itu dianggap perlu untuk digunakan sebagai

dasar beracara terutama mengingat sulitnya membuktikan pelanggaran paten proses.

Dengan sistem ini maka kewajiban untuk melakukan pembuktian dibebankan kepada

pihak atau orang yang diduga melakukan pelanggaran.

Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.

Kini kami sampaikan penjelasan Pemerintah mengenai pokok-pokok perubahan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Pertama, perubahan yang bersifat penyempurnaan.

Dalam RUU dirancang beberapa penyempurnaan sebagai berikut :

1. Tata cara pendaftaran merek.

Berbeda dengan pokok-pokok ketentuan yang berkaitan dengan tata cara pendaftaran

merek yang diatur dalam Pasal 8, 10, 21 dan 29, RUU menganut prinsip bahwa satu

permintaan pendaftaran merek dapat diajukan untuk lebih dari satu kelas barang dan

atau jasa. Artinya, permintaan pendaftaran merek untuk lebih dari satu kelas barang

atau jasa tidak perlu diajukan secara terpisah. Karena perubahan seperti itu semata­

mata dilakukan untuk menyederhanakan permintaan pendaftaran merek, maka

kewajiban pembayaran biaya pendaftaran tetap dikenakan sesuai dengan jumlah kelas

barang yang dimintakan pendaftarannya. Selain perubahan itu ditentukan pula bahwa

permintaan pendaftaran merek yang menggunakan bahasa asing harus disertai

terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan harus disertai penjelasan mengenai cara

pengucapannya dalam ejaan latin. Ini berarti apabila suatu merek memiliki cara

pengucapan yang sarna pada pokoknya dengan merek orang lain yang telah terdaftar

maka permintaan pendaftarannya akan ditolak oleh Kantor Merek.

Page 21: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

20

2. Penghapusan pendaftaran merek.

Dalam RUU ditegaskan bahwa merek yang telah terdaftar dapat dihapuskan

pendaftarannya baik atas prakarsa pemilik merek maupun atas prakarsa Kantor Merek.

Dalam hal yang kedua ini, apabila pemilik merek merasa keberatan maka ia dapat

mengajukan keberatannya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Keberatan

terhadap keputusan penghapusan pendaftaran merek oleh Kantor Merek tersebut

dapat diajukan dalam bentuk pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

atau Pengadilan Negeri lain yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Khusus

mengenai kompetensi pengadilan ini, undang-undang memang memberi arahan bahwa

untuk sementara hanya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diberi kewenangan

untuk menyidangkan perkara seperti itu. Penentuan Pengadilan Negeri lainnya akan

dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan dan kemampuan Pengadilan yang

bersangkutan. Dengan diberikannya kesempatan mengajukan gugatan keberatan ini

maka kepentingan pemilik merek memperoleh jaminan perlindungan.

Selain perubahan itu, RUU juga menambahkan ketentuan mengenai tidak

dihapuskannya merek yang telah terdaftar, meskipun tidak digunakan selama beberapa

waktu atas dasar alasan karena pemilik merek tersebut tidak dapat menggunakan

mereknya karena adanya larangan impor atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan

Pemerintah.

3. Pengalihan merek jasa.

Berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Merek sekarang yang

melarang pelisensian bagi merek jasa, RUU menegaskan bahwa hak atas merek jasa

yang telah terdaftar dapat dialihkan atau dilisensikan kepada pihak lain dengan

ketentuan harus disertai jaminan kualitas atas produk jasa yang diperdagangkan

Page 22: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

21

yang menggunakan merek jasa tersebut. Hal ini perlu ditegaskan agar praktek

pelisensian atas merek jasa yang sudah berlangsung selama ini memperoleh landasan

pengaturan yang jelas. RUU memberi pedoman bahwa pelisensian atas merek jasa

hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan, baik dari pemilik merek atau pemegang

merek ataupun penerima lisensi untuk menjaga kualitas dari jasa yang

diperdagangkan. Untuk itu, perlu suatu pedoman khusus yang disusun oleh pemilik

merek mengenai metode atau cara pemberian jasa yang menggunakan merek tersebut.

Ditetapkannya syarat jaminan ini dimaksudkan terutama untuk melindungi kepentingan

konsumen.

4. Sanksi Pidana.

Pada dasarnya RUU hanya menyempurnakan rumusan ketentuan pidana yang semula

tertulis "setiap orang" diubah menjadi "barangsiapa". Perubahan ini dimaksudkan

untuk menegaskan prinsip bahwa yang dapat dikenakan ancaman pidana adalah orang

atau badim hukum. Apabila diikuti rumusan yang ada sekarang, dimungkinkan untuk

menafsirkan bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan

yang diancam dengan sanksi pidana tersebut.

Kedua, perubahan yang bersifat penambahan.

Secara keseluruhan, penambahan tersebut meliputi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Indikasi Geografis dan Indikasi Asal.

Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, RUU menambahkan lima pasal

baru yang mengatur ketentuan mengenai perlindungan bagi indikasi geografis atau

geographical indication dan indikasi asal atau source of origin.

Khusus untuk indikasi geografis, sumbernya adalah persetujuan TRIPs yang

pengaturannya terbatas pada minuman anggur atau wine dan spirit.

Page 23: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

22

Adapun yang dimaksud dengan indikasi geografis adalah tanda yang menunjukkan

daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor

alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri

dan atau kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Sedangkan indikasi asal adalah

tanda yang semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.

Walaupun bukan merupakan merek, pengaturan kedua substansi baru tersebut

dimasukkan dalam Undang-undang Merek. Salah satu pertimbangannya adalah

kepentingan praktis. Cara seperti ini dinilai lebih sederhana dan mudah. Sebab, seperti

halnya merek, indikasi geografis dan indikasi asal, keduanya juga merupakan tanda

yang digunakan atau berkaitan dengan barang yang diperdagangkan.

2. Perlindungan merek terkenal.

Penambahan ketentuan mengenai perlindungan bagi merek terkenal diberlakukan baik

terhadap barang dan atau jasasejenis maupun yang tidak sejenis.

RUU nienegaskan bahwa Kantor Merek dapat menolak permintaan pendaftaran merek

yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang

sudah terkenal milik orang lain. Hal ini ditegaskan dalam perubahan ketentuan Pasal

6. Karena tidak ada kriteria yang berlaku seragam mengenai pengertian merek

terkenal, maka perlu diberikan arahan. Dalam penjelasan hal itu dinyatakan bahwa

selain memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, penentuan merek terkenal juga

didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan. Reputasi tersebut diperoleh karena

promosi atau pemakaian yang telah berlangsung lama atau karena pendaftaran merek

tersebut di beberapa negara.

Selain itu, RUU juga menegaskan mekanisme perlindungan merek terkenal melalui

penolakan permintaan perpanjangan pendaftaran merek oleh Kantor Merek termasuk

penolakan oleh Kantor Merek dalam hal diajukan permintaan pencatatan atas

pengalihan hak atas merek yang telah terdaftar.

Page 24: KETERANGAN PEMERINTAH DI HADAPAN RAPAT PARIPURNA …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190918-113209-3600.pdf · Hak Cipta. Paten. dan Merek melalui Direktorat Jenderal

· ---------------~----------------------------------------------------

23

Demikian pokok-pokok perubahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang

Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten dan Undang-undang Nomor 19 Tahun

1992 tentang Merek yang disampaikan oleh Pemerintah. Selebihnya, mengenai penjelasan

tentang langkah-langkah penyempurnaan dan penyesuaian lainnya, kiranya telah cukup jelas

diuraikan dalam masing-masing Rancangan Undang-undang tersebut.

Saudara Pimpinan dan para Anggota yang terhormat.

Demikianlah keterangan Pemerintah atas ketiga Rancangan Undang-undang ini.

Sebagai akhir kata, atas nama Pemerintah kami menyampaikan terima kasih dan

penghargaan kepada Saudara Pimpinan dan para Anggota yang terhormat atas segala

kesabaran dan perhatian untuk mengikuti keterangan Pemerintah ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya kepada

kita semua, sthingga dapat menyelesaikan tugas yang berat tetapi mulia ini.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Jakarta, 12 IE3lHER1.996

Atas nama Pemerintah