KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK...

29
1 KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM PERKARA NOMOR: 92/PUU-XVI/2018 Jakarta, Januari 2019 Kepada Yth: Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Di Jakarta Dengan hormat, Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 25/PIMP/III/2015- 2016 tanggal 18 Januari 2016, telah menugaskan kepada Anggota Komisi III DPR RI yaitu : Drs.Kahar Muzakir (No.Anggota A-245) ; Trimedya Panjaitan, SH., MH. (No. Anggota A-127) ; Desmon Junaidi Mahesa, SH., MH. (No. Anggota A-376) ; Mulfachri Harahap, SH. (No. Anggota A-459) ; Erma Suryani Ranik, SH (No. Anggota A-446) ; Arteria Dahlan, ST., SH., MH. (No. Anggota A-197); Dr. Ir. H. Adies Kadir, SH., M.Hum. (No. Anggota A-282) ; Dr. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH., MH., (No. Anggota A-377) ; Didik Mukrianto, SH., MH., (No. Anggota A-437) ; H. Muslim Ayub, SH.MM (No. Anggota A-458) ; Dr. H.M. Anwar Rachman, SH.,MH (No. Anggota A-73) ; H. Aboe Bakar Al Habsy (No. Anggota A-119) ; H. Arsul Sani, SH., M.Si. (No. Anggota A-528) ;Drs. Taufiqulhadi, M.Si. (No. Anggota A-19) ; Samsudin Siregar, SH (No. Anggota A-547) ; dalam hal ini baik secara bersama-sama

Transcript of KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK...

Page 1: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

1

KETERANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ATAS

PERMOHONAN PENGUJIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DALAM PERKARA NOMOR: 92/PUU-XVI/2018

Jakarta, Januari 2019

Kepada Yth:

Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Di Jakarta

Dengan hormat,

Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 25/PIMP/III/2015-

2016 tanggal 18 Januari 2016, telah menugaskan kepada Anggota Komisi

III DPR RI yaitu : Drs.Kahar Muzakir (No.Anggota A-245) ; Trimedya

Panjaitan, SH., MH. (No. Anggota A-127) ; Desmon Junaidi Mahesa, SH.,

MH. (No. Anggota A-376) ; Mulfachri Harahap, SH. (No. Anggota A-459) ;

Erma Suryani Ranik, SH (No. Anggota A-446) ; Arteria Dahlan, ST., SH.,

MH. (No. Anggota A-197); Dr. Ir. H. Adies Kadir, SH., M.Hum. (No. Anggota

A-282) ; Dr. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH., MH., (No. Anggota A-377) ; Didik

Mukrianto, SH., MH., (No. Anggota A-437) ; H. Muslim Ayub, SH.MM (No.

Anggota A-458) ; Dr. H.M. Anwar Rachman, SH.,MH (No. Anggota A-73) ; H.

Aboe Bakar Al Habsy (No. Anggota A-119) ; H. Arsul Sani, SH., M.Si. (No.

Anggota A-528) ;Drs. Taufiqulhadi, M.Si. (No. Anggota A-19) ; Samsudin

Siregar, SH (No. Anggota A-547) ; dalam hal ini baik secara bersama-sama

Page 2: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

2

maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia, untuk selanjutnya disebut ---------------DPR RI

Sehubungan dengan surat dari Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia (selanjutnya disebut MK), perihal kepada DPR RI untuk

menghadiri dan menyampaikan keterangan di persidangan MK terkait

dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu) terhadap

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

disebut UUD Tahun 1945) yang diajukan oleh:

Nama : Deri Darmawansyah

Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 28 Oktober 1989

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Buncit Raya, RT. 12 RW.05 No. 2

Kalibata Pancoran, Jakarta Selatan 12740

Untuk selanjutnya disebut sebagai--------------------------------PEMOHON

Dengan ini DPR RI menyampaikan keterangan terhadap permohonan

pengujian UU Pemilu terhadap UUD Tahun 1945 dalam perkara nomor

92/PUU-XVI/2018 sebagai berikut:

A. KETENTUAN UU PEMILU YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN

TERHADAP UUD TAHUN 1945

Bahwa Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian

atas ketentuan Pasal 222 UU Pemilu yang berketentuan sebagai berikut:

Pasal 222

“Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai

Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling

sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh

25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu

Anggota DPR sebelumnya”

Page 3: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

3

B. HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAP

PEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL 222 UU

PEMILU

Pemohon dalam permohonannya mengemukakan bahwa hak

konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunya

ketentuan Pasal 222 UU Pemilu sebagaimana dikemukakan dalam

permohonannya yang pada intinya sebagai berikut:

Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 222 bertentangan dengan

Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28C, dan Pasal 28D UUD Tahun 1945. Karena

dengan adanya ketentuan a quo, Pemohon tidak dapat mengakses

menjadi Presiden dari calon mandiri dikarenakan adanya ketentuan

yang mengharuskan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik. Adanya ketentuan a quo mengakibatkan tidak tercapainya

kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi

Pemohon. Ketentuan a quo menurut Pemohon juga mempersulit dan

sangat berbeda dengan pemilihan Kepala Daerah yang dapat diusulkan

tidak hanya oleh partai politik dan gabungan partai politik, tetapi juga

dapat diusulkan melalui jalur perseorangan.

(Vide perbaikan permohonan hlm. 5 dan 6)

Bahwa pasal a quo oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan

ketentuan Pasal 27 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 28, Pasal 28C

ayat (1) dan (2) dan Pasal 28D ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD

Tahun 1945 yang beketentuan sebagai berikut:

Pasal 27

(1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya

pembelaan Negara.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

Page 4: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

4

manfaat dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi

meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia.

(2) Setiap oranag berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama

dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Bahwa berdasarkan uraian permohonannya, Pemohon dalam

petitumnya memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Pembentukan Undang-Undang Pasal 222 Nomor 7 Tahun 2017

tentang ambang batas presiden (Presidential Threshold (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109)) tidak memenuhi

ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara

Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan

yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Page 5: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

5

C. KETERANGAN DPR RI

Bahwa terhadap dalil Pemohon sebagaimana diuraikan dalam

permohonannya yang diajukan kepada Majelis Hakim Mahkamah

Konstitusi, DPR RI dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu

menguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing) dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon.

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagai Pihak

telah diatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU Mahkamah

Konstitusi), yang menyatakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang

menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan

oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara”.

Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dimaksud

ketentuan Pasal 51 ayat (1) tersebut, dipertegas dalam penjelasannya,

bahwa yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah “hak-hak

yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.” Ketentuan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) ini menegaskan,

bahwa hanya hak-hak yang secara eksplisit diatur dalam UUD Tahun

1945 saja yang termasuk “hak konstitusional”.

Oleh karena itu, menurut UU Mahkamah Konstitusi, agar

seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang

memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan

pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka terlebih

dahulu harus menjelaskan dan membuktikan:

a. Kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

tentang Mahkamah Konstitusi;

b. Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana

dimaksud dalam “Penjelasan Pasal 51 ayat (1)” dianggap telah

dirugikan olehberlakunya undang-undang a quo.

Page 6: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

6

Mengenai batasan kerugian konstitusional, Mahkamah

Konstitusi telah memberikan pengertian dan batasan tentang

kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu

undang-undang harus memenuhi 5 (lima) syarat (vide Putusan

Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-

V/2007) yaitu sebagai berikut:

a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

diberikan oleh UUD Tahun 1945;

b. bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon

tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu

undang-undang yang diuji;

c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang

dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya

bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat

dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian

dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan

maka kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang

didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

Jika kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemohon dalam

perkara pengujian undang-undang a quo, maka Pemohon tidak

memiliki kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) sebagai

Pemohon. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Pemohon,

DPR RI memberikan pandangan dengan berdasarkan 5 batasan

kerugian konstitusional sebagai berikut:

a) Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon

yang diberikan oleh UUD Tahun 1945

Bahwa Pemohon dalam permohonannya menyatakan bahwa

hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dijamin

dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28C dan Pasal 28D UUD Tahun

1945 yang pada intinya mengatur tentang persamaan kedudukan

dalam hukum dan pemerintahan, kemerdekaan berserikat dan

berkumpul, dan jaminan atas kepastian hukum yang adil.

Namun, hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut telah

dirugikan atas pemberlakuan ketentuan a quo karena Pemohon

menyatakan tidak dapat mendaftar sebagai Presiden dari calon

mandiri (perseorangan).

Page 7: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

7

Terhadap pandangan Pemohon tersebut, DPR RI

berpandangan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6A ayat (2)

UUD Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau

gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum

pelaksanaan pemilihan umum. Sehingga berdasarkan ketentuan

Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 memang tidak terbuka bagi

calon mandiri untuk Presiden. Selain itu hak dan/atau

kewenangan konstitusional Pemohon sebagaimana Pasal 27,

Pasal 28, Pasal 28C dan Pasal 28D UUD Tahun 1945 tersebut

tidak tepat dan tidak memiliki relevansinya untuk dijadikan

sebagai batu uji dari pengujian ketentuan a quo. Karena

ketentuan a quo telah menegaskan bahwa yang memiliki

kedudukan hukum pada ketentuan tersebut adalah partai politik

atau gabungan partai politik sesuai dengan amanat konstitusi

Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.

b) Hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut

dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-

undang yang diuji

Bahwa Pemohon dalam permohonannya beranggapan bahwa

ketentuan a quo telah merugikan karena mengakibatkan tidak

tercapainya keadilan kedudukan di dalam hukum dan

pemerintahan bagi Pemohon sehingga Pemohon tidak dapat

mengakses menjadi Presiden dari calon mandiri.

Terhadap kerugian yang didalilkan Pemohon tersebut, DPR RI

berpandangan bahwa ketentuan a quo tidak menimbulkan

kerugian konstitusional bagi Pemohon karena tidak memiliki

pertautan. Hal ini dikarenakan tidak adanya hak dan/atau

kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD

Tahun 1945 karena berdasarkan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun

1945 telah menegaskan tidak membuka kesempatan calon

mandiri bagi pencalonan Presiden. Sehingga patut dinyatakan

bahwa tidak ada hak dan/atau kewenangan konstitusional Para

Pemohon yang dirugikan atas berlakunya ketentuan a quo.

c) Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon

yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau

setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi

Page 8: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

8

DPR RI berpandangan bahwa Pemohon jelas tidak memiliki

kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual

atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang

wajar dapat dipastikan akan terjadi. Selain karena dalam

ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 telah

mempersyaratkan pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden dari partai politik atau gabungan partai politik, Pemohon

juga tidak memenuhi syarat calon Presiden berdasarkan UU a

quo. Syarat menjadi Presiden menurut Pasal 169 huruf q UU a

quo harus berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun,

sementara Pemohon masih berusia 29 (dua puluh sembilan)

tahun. Sehingga dengan usia Pemohon tersebut, Pemohon tidak

memenuhi syarat usia untuk menjadi calon Presiden. Maka,

dapat dinyatakan bahwa kerugian konstitusional Pemohon hanya

berupa asumsi dan tidak ada kerugian konstitusional Pemohon

yang bersifat spesifik dan aktual.

d) Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara

kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan

pengujian;

Bahwa selain Pemohon tidak memiliki hak konstitusional

calon mandiri untuk menjadi Presiden sebagaimana diatur dalam

Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945, Pemohon juga belum

memenuhi syarat umur untuk menjadi calon Presiden

sebagaimana yang diatur Pasal 169 huruf q UU a quo. Maka,

tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara

kerugian konstitusional yang dimaksudkan Pemohon dengan

berlakunya ketentuan a quo.

e) Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya

permohonan maka kerugian hak dan/atau kewenangan

konstitusional yang didalilkan tidak terjadi lagi;

Bahwa dengan berlakunya ketentuan pasal a quo sama sekali

tidak mengakibatkan kerugian hak konstitusional bagi Pemohon,.

Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah

Konsitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo,

karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal

standing) sehingga sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi tidak

mempertimbangkan pokok perkara, dan menyatakan permohonan

Pemohon tidak dapat diterima.

Page 9: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

9

Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut

DPR RI berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan dari

kelima syarat tersebut tidak memenuhi kedudukan hukum (legal

standing). Sehingga DPR RI berpandangan mengacu pada Putusan

MK Nomor 22/PUU-XVI/2016 yang diucapkan dalam sidang Pleno

MK terbuka untuk umum pada hari tanggal 15 Juni 2016, yang pada

pertimbangan hukum [3.5.2] MK menyatakan bahwa:

“Dalam asas hukum dikenal ketentuan umum bahwa tiada

kepentingan maka tiada gugatan yang dalam Bahasa Perancis

dikenal dengan point d’interes, point d’action dan dalam Bahasa

Belanda dikenal dengan zonder belang geen rechtsingang. Hal

tersebut sama dengan prinsip yang terdapat dalam Reglement op

de Rechtsvordering (Rv) khususnya Pasal 102 yang menganut

ketentuan bahwa “tiada gugatan tanpa hubungan hukum (no action

without legal connection)”

Namun, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas terhadap

kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, DPR RI juga

menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi

Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon

memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah

Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor

006/PUU-III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007

mengenai parameter kerugian konstitusional.

2. Pengujian Pasal 222 UU PEMILU Terhadap UUD Tahun 1945

a. Pandangan Umum

Bahwa pembentukan undang-undang a quo sudah sejalan dengan

amanat UUD Tahun 1945 dan telah memenuhi syarat dan ketentuan

sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan (selanjutnya disebut UU 12 Tahun 2011) dengan

argumentasi sebagai berikut:

1) Bahwa dalam pembukaan alinea ke-3 (ketiga) UUD Tahun 1945

memuat pernyataan kemerdekaan oleh rakyat Indonesia.

Selanjutnya dalam batang tubuh pada Pasal 1 ayat (2) UUD

Tahun 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan

Page 10: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

10

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Selanjutnya untuk memanifestasikan kedaulatan rakyat tersebut

dalam penyelenggaraan pemerintahan, rakyat memilih para

wakilnya (anggota DPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, dan

DPRD) untuk duduk dalam pemerintahan melalui suatu

pemilihan umum (Pemilu). Pemilihan umum dilaksanakan secara

umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Pemilu tersebut diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum

yang bersifat nasional.

2) Bahwa visi, misi, dan tujuan dibentuknya UU Pemilu adalah

untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional

sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Tahun 1945

dalam menyelenggarakan Pemilu sebagai sarana perwujudan

kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan

pemerintahan negara yang demokratis; sebagai pengaturan

pemilu yang mewujudkan sistem ketatanegaraan yang demokratis

dan berintegritas demi menjamin konsistensi dan kepastian

hukum serta pemilu yang efektif dan efisien; menjamin

tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur, dan adil; serta perlunya menyatukan dan

menyederhanakan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dengan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pemilihan Umum

Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagai landasan hukum pemilu

secara serentak. (vide Ketentuan Menimbang UU Pemilu).

3) Bahwa UU Pemilu adalah ketentuan organik dari Pasal 22E ayat

(6) UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih

lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Penjelasan umum UU Pemilu paragraf 2 juga menyatakan bahwa

pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam

UU Pemilu juga dimaksudkan untuk menegaskan sistem

presidensil yang kuat dan efektif, di mana Presiden dan Wakil

Presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat

dari rakyat, namun dalam rangka mewujudkan efektifitas

pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari DPR. Guna

mendukung sistem presidensiil dalam sistem multipartai, maka

dibuatlah pengaturan tentang ambang batas partai politik yang

dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden,

sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Partai politik

atau gabungan partai politik yang memenuhi ambang batas yang

ditetapkan Pasal 222 UU Pemilu yang berhak mengusulkan

Page 11: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

11

pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 222 UU

Pemilu merupakan ketentuan organik dari Pasal 6A ayat (2) UUD

Tahun 1945. Dengan demikian, UU Pemilu (termasuk frasa

penjelasan pasal a quo) telah memenuhi unsur sinkronisasi dan

harmonisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011.

4) Keberadaan pemilu dan partai politik merupakan komponen

penting dari negara demokrasi. Pemilu adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam NKRI

berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945. Pemilihan umum

dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang

tidak terelakan. Salah satu perwujudan keterlibatan rakyat dalam

proses politik adalah adanya pelaksanaan pemilihan umum.

Dalam mekanisme Pemilu ini salah satu metode pengisian jabatan

lembaga negara tersebut diisi oleh keberadaan partai-partai

politik.

5) Bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 dengan jelas dan tegas

menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam

satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan Calon

Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau

Gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum

pelaksanaan Pemilihan Umum.

b. Pandangan Terhadap Pokok Permohonan

Sebelum kami menyampaikan keterangan terhadap pengujian

materiil atas pasal a quo yang dimohonkan oleh Pemohon,

perkenankan kami menyampaikan secara ringkas berkaitan dengan

konsep negara demokrasi, hak memilih dan dipilih, pengaturan

pemilu di Indonesia:

1) Bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang telah diakui

dan dipraktikkan sejak lama. Istilah demokrasi berasal dari

penggalan kata Yunani “demos” yang berarti rakyat dan kata

“kratos” atau kata “cratein” yang berarti pemerintahan, sehingga

kata demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. (Konsep Negara

Demokrasi: Munir Fuady: hlm.1). Dalam sistem demokrasi, rakyat

memiliki hak dan kedudukan sebagai penentu dalam

penyelenggaraan pemerintahan, suara rakyat adalah suara Tuhan

Page 12: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

12

“Vox Populei Vox Dei”. (Konsep Negara Demokrasi: Munir Fuady:

hlm.47). Rakyat memilih para wakilnya untuk menyelenggarakan

pemerintahan. Konsep negara demokrasi di Indonesia dinyatakan

dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945 dinyatakan bahwa

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar.”

2) Bahwa hak memilih dan hak dipilih adalah bentuk

pengejawantahan dari konsep negara demokrasi. Hak memilih dan

hak dipilih merupakan hak konstitusional yang harus

dilaksanakan untuk memberikan kesempatan yang sama dalam

hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27

ayat (1) dan Pasal 28D UUD Tahun 1945. Hak ini juga secara

spesifik dimuat dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU 39

Tahun 1999) yang berketentuan, “Setiap warga negara berhak

untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan

persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam

International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang

telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on

Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak

Sipil Dan Politik). Berdasarkan prinsip hak asasi manusia, hak

memilih dan dipilih melekat pada setiap individu. Pemilihan calon

Presiden dan Wakil Presiden merupakan salah satu mekanisme

pelaksanaan hak memilih dan dipilih dalam suatu negara yang

demokratis.

3) Bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah keniscayaan

bagi sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis. Hal ini

dikarenakan melalui Pemilu sebuah pemerintahan ditentukan dan

dipilih secara langsung oleh rakyat untuk mendapatkan mandat

mengurus bangsa dan negara ini demi kesejahteraan bersama.

Disebut sebagai pilar demokrasi, karena Pemilu seperti ini tidak

akan pernah dijumpai dalam sebuah negara monarki atau

kerajaan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Prof. Jimly

Asshiddiqie, bahwa secara teoritis, tujuan penyelenggaraan

Pemilihan Umum dalam sebuah negara adalah untuk:

a. memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan

pemerintahan secara tertib dan damai;

Page 13: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

13

b. memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan

mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;

c. melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan

d. melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga Negara.

4) Bahwa begitu pentingnya peranan Pemilu dan hubungannya

dengan perwujudan demokrasi adalah sesuai dengan konsepsi

Joseph Schumpeter (mazhab Schumpeterian) yang menempatkan

penyelenggaraan Pemilu yang bebas dan berkala sebagai kriteria

utama bagi suatu sistem politik untuk dapat disebut demokrasi.

Jikalau hal ini dihubungkan dengan sistem pemerintahan kita

yakni presidensial, baik jabatan kepala negara maupun jabatan

kepala pemerintahan dipegang oleh seorang presiden, maka kita

akan memahami bahwa demokrasi dalam Pemilu ini hanya akan

terwujud bilamana Presiden (begitu juga wakil presiden) dipilih

secara langsung oleh rakyat. Adapun bentuk pemerintahan

presidensial biasanya diadopsi oleh negara Republik yang

memandang negara merupakan milik seluruh warga negara

sehingga kepala negara dan kepala pemerintahannya harus dipilih

oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, Indonesia hingga saat ini

dengan teguh dan konsisten menganut sistem presidensial karena

hingga kini dirasakan adalah yang terbaik. Sejalan dengan hal

tersebut adalah tepat bilamana presiden yang merupakan

panglima tertinggi dipilih langsung oleh rakyat.

5) Bahwa amanat pemilu untuk memilih Presiden begitu juga

wakilnya selain diatur secara umum dalam Pasal 22E ayat (2)

UUD Tahun 1945 juga diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun

1945 berbunyi bahwa “Pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik

peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.

Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 memiliki tiga maksud yakni

Pertama, yang menjadi Peserta Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden bukan partai politik atau gabungan partai politik

melainkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua,

partai politik atau gabungan partai politik berperan sebagai

pengusul pasangan calon presiden dan wakil presiden. dan Ketiga,

pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden dilakukan

sebelum pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, dan DPD,

pemilihan umum pasangan calon presiden dan wakil presiden.

6) Bahwa mewujudkan demokrasi dalam Pemilu bukanlah hal yang

mudah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Arend Lijphart yang

Page 14: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

14

menyatakan bahwa upaya untuk membentuk sebuah negara

demokratis bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi Lipjhart juga

menyatakan bahwa, dalam sistem pemerintahan presidensial di

mana terdapat Pemilu legislatif untuk memilih parlemen dan

Pemilu eksekutif untuk memilih Presiden, faktor waktu

penyelenggaraan berpengaruh besar terhadap keterpilihan

Presiden dan parlemen. Selama ini penyelenggaraan untuk

memilih eksekutif dan legislatif dilaksanakan secara terpisah,

walaupun di Pasal 22E ayat (2) UUD Tahun 1945 kedua jenis

Pemilu tersebut dinyatakan dalam satu pengaturan. Ketika

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dalan

Pasal 6A UUD Tahun 1945, maka untuk Pemilu legislatif diatur

langsung di Pasal 22E dan juga Pasal 19 ayat (1) UUD Tahun

1945. Dalam hal kaitannya dengan Pemilu legislatif juga

pesertanya pun jelas, yakni partai politik bagi Pemilu legislatif

untuk memilih anggota “Dewan Perwakilan Rakyat” dan ”Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah”, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal

22E ayat (3) UUD Tahun 1945 dan pesertanya adalah

perseorangan untuk memilih “Dewan Perwakilan Daerah”.

7) Bahwa pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat unik, karena

walaupun sistem pemerintahan kita adalah presidensial namun

kita memiliki banyak partai politik peserta Pemilu (multi partai).

Oleh, karena itu potensi tantangan yang dapat terjadi selama 5

(lima) dalam rangka perwujudan demokrasi di Indonesia hal yang

sulit dihindari. Hal ini pula sesuai dengan pendapat Lijphart yang

menyebutkan bahwa, “It is not a sistem of government that fully

embodies all democratic ideals, but one that approximates them to a

reasonable degree.” Bagi Lijphart seluruh ide mengenai

demokratisasi hanyalah konsep imajinatif yang utopis (angan-

angan) apabila diterapkan secara kaku, namun kehendak

terhadap bentuk negara demokratis itu akan dapat diwujudkan

apabila diletakan kepada tingkatan paling mungkin (a reasonable

degree).

8) Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan sebagaimana

kutipan Pemohon berikut ini:

“Bahwa pemberlakuan ketentuan a quo telah bertentangan

dengan Pasal 27, 28, 28C, dan 28D UUD Tahun 1945 dan telah

merugikan Pemohon karena Pemohon tidak dapat mengakses

menjadi presiden dari calon mandiri dikarenakan ketentuan a

quo yang mengharuskan “diusulkan oleh partai politik atau

Page 15: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

15

gabungan partai politik”. Hal ini mengakibatkan Pemohon tidak

memperoleh haknya khususnya dalam hal kesamaan

kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana

yang telah dijamin dalam UUD Tahun 1945. Pemberlakuan

ketentuan a quo terkait pencalonan presiden sangat dipersulit

dan hal tersebut sangat berbeda dalam pemilihan Kepala

Daerah yang dapat mendapatkan pengumpulan suara melalui

jalur mandiri (perseorangan) tanpa harus dari partai politik atau

gabungan partai politik sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2015

tentang Pemilihan Umum Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati,

Calon Wakil Walikota yang dalam pengaturannya disebutkan

dapat diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik atau

perseorangan.” (vide perbaikan permohonan hlm. 5-6)

Bahwa terhadap dalil Pemohon tersebut, DPR RI memberikan

pandangan sebagai berikut:

a) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 27 ayat (1) UUD Tahun 1945 mengenai kesamaan

kedudukan hukum dan pemerintahan. Dalam permohonan ini,

Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut

keterkaitan pengujian pasal a quo terhadap Pasal 27 ayat (1)

UUD Tahun 1945. DPR RI berpandangan bahwa pasal a quo

sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon dalam kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, akan tetapi UUD

Tahun 1945 dan UU Pemilu telah mengatur dengan jelas syarat

menjadi calon Presiden. Sebagaimana telah DPR RI jelaskan

pada bagian legal standing bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun

1945 mempersyaratkan pengusulan pasangan calon Presiden

dan wakil Presiden harus dari partai politik atau gabungan

partai politik, selain itu syarat menjadi Presiden berdasarkan

Pasal 169 huruf q UU Pemilu harus berusia paling rendah 40

(empat puluh) tahun. Sementara Pemohon hendak maju

menjadi calon Presiden melalui jalur mandiri dan belum

memenuhi syarat umur. Pasal a quo memberikan kesamaan

kedudukan hukum dan pemerintahan sebagai calon Presiden

yang tentunya harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu

menjadi calon Presiden menurut peraturan perundang-

undangan. Jika Pemohon telah memenuhi syarat dan dapat

membuktikan ada kerugian konstitusional yang bukan sebatas

asumsi saja, baru dapat diujikan terhadap Pasal 27 ayat (1)

UUD Tahun 1945.

Page 16: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

16

b) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945 mengenai hak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak. Dalam permohonan ini,

Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut

keterkaitan pengujian pasal a quo terhadap Pasal 27 ayat (2)

UUD Tahun 1945. DPR RI berpandangan bahwa pasal a quo

sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon dalam

memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Telah DPR

RI jelaskan bahwa Pemohon tidak memenuhi syarat menurut

peraturan perundang-undangan untuk saat ini mencalonkan

diri menjadi Presiden, namun tidak berarti Pemohon terhalangi

hak nya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang

layak di bidang lain. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak tidak terbatas hanya pada profesi menjadi Presiden saja.

c) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 27 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengenai hak dan

kewajiban ikut bela negara. Dalam permohonan ini, Pemohon

sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan

pengujian pasal a quo terhadap Pasal 27 ayat (3) UUD Tahun

1945. DPR RI berpandangan bahwa pasal a quo sama sekali

tidak menghalangi hak dan kewajiban Pemohon dalam bela

negara. Hak dan kewajiban bela negara tidak sebatas hanya

menjadi Presiden saja, karena hak dan kewajiban bela negara

dimiliki oleh setiap warga negara sebagaimana yang ditegaskan

dalam Pasal 30 ayat (1) UUD Tahun 1945.

d) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28 UUD Tahun 1945 mengenai kemerdekaan berserikat

dan berkumpul. Dalam permohonan ini, Pemohon sama sekali

tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a

quo terhadap Pasal 28 UUD Tahun 1945. DPR RI berpandangan

bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana diatur dalam pasal

a quo tidak ada kaitannya dengan kemerdekaan berserikat dan

berkumpul. Tanpa menjadi Presiden pun, Pemohon tetap

memiliki hak berserikat dan berkumpul.

e) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28C ayat (1) UUD Tahun 1945 mengenai hak

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.

Dalam permohonan ini, Pemohon sama sekali tidak

mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a quo

terhadap Pasal 28C ayat (1) UUD Tahun 1945. DPR RI

Page 17: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

17

berpandangan bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana

diatur dalam pasal a quo tidak ada kaitannya dengan hak

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.

Pemohon tanpa menjadi Presiden pun, selalu dapat

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya

di berbagai bidang.

f) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28C ayat (2) UUD Tahun 1945 mengenai hak untuk

memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara

kolektif. Dalam permohonan ini, Pemohon sama sekali tidak

mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a quo

terhadap Pasal 28C ayat (2) UUD Tahun 1945. DPR RI

berpandangan bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana

diatur dalam pasal a quo tidak ada kaitannya dengan hak

untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara

kolektif. Pemohon tanpa menjadi Presiden pun, selalu dapat

memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara

kolektif.

g) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945 mengenai pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Dalam

permohonan ini, Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi

lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a quo terhadap Pasal

28D ayat (1) UUD Tahun 1945. Telah DPR RI jelaskan bahwa

pasal a quo sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon dalam

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil. Justru pasal a quo telah menggariskan dengan tegas syarat

untuk menjadi Presiden, yang saat ini belum dapat dipenuhi

oleh Pemohon. Pasal a quo mengejawantahkan ketentuan Pasal

6A ayat (2) UUD Tahun 1945 yang tidak membuka kesempatan

bagi calon Presiden dari jalur mandiri, guna menjamin

kokohnya sistem presidensial di Indonesia. Dengan demikian

pasal a quo telah mengakomodasi pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil untuk menjadi

Presiden. Pemohon harus memenuhi syarat terlebih dahulu

untuk dapat membuktikan ada atau tidaknya pasal a quo

bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

h) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945 mengenai hak untuk

bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam

Page 18: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

18

hubungan kerja. Dalam permohonan ini, Pemohon sama sekali

tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian pasal a

quo terhadap Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945. DPR RI

berpandangan bahwa pasal a quo sama sekali tidak

menghalangi hak Pemohon untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Telah

DPR RI jelaskan bahwa Pemohon tidak memenuhi syarat

menurut peraturan perundang-undangan untuk saat ini

mencalonkan diri menjadi Presiden, namun tidak berarti

Pemohon terhalangi hak nya untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja. Hak

bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dalam

hubungan kerja, tidak terbatas hanya pada profesi menjadi

Presiden saja.

i) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28D ayat (3) UUD Tahun 1945 mengenai kesempatan

yang sama dalam pemerintahan. Dalam permohonan ini,

Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut

keterkaitan pengujian pasal a quo terhadap Pasal 28D ayat (3)

UUD Tahun 1945. DPR RI berpandangan bahwa pasal a quo

sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon dalam

memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, akan

tetapi UUD Tahun 1945 dan UU Pemilu telah mengatur dengan

jelas syarat menjadi calon Presiden. Sebagaimana telah DPR RI

jelaskan pada bagian legal standing bahwa Pasal 6A ayat (2)

UUD Tahun 1945 mempersyaratkan pengusulan pasangan

calon Presiden dan wakil Presiden harus dari partai politik atau

gabungan partai politik, selain itu syarat menjadi Presiden

berdasarkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu harus berusia paling

rendah 40 (empat puluh) tahun. Sementara Pemohon hendak

maju menjadi calon Presiden melalui jalur mandiri dan belum

memenuhi syarat umur. Pasal a quo memberikan kesempatan

yang sama dalam pemerintahan sebagai calon Presiden, yang

tentunya harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu menjadi

calon Presiden menurut peraturan perundang-undangan. Jika

Pemohon telah memenuhi syarat dan dapat membuktikan ada

kerugian konstitusional yang bukan sebatas asumsi saja, baru

dapat diujikan terhadap Pasal 28D ayat (3) UUD Tahun 1945

j) Bahwa Pemohon mendalilkan pengujian pasal a quo terhadap

Pasal 28D ayat (4) UUD Tahun 1945 mengenai hak atas status

kewarganegaraan. Dalam permohonan ini, Pemohon sama

Page 19: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

19

sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut keterkaitan pengujian

pasal a quo terhadap Pasal 28D ayat (4) UUD Tahun 1945. DPR

RI berpandangan bahwa syarat menjadi Presiden sebagaimana

diatur dalam pasal a quo tidak ada kaitannya dengan hak atas

status kewarganegaraan. Pemohon tanpa menjadi Presiden pun,

sudah memiliki hak atas kewarganegaraan Indonesia sejak

kelahiran.

9) Bahwa telah DPR RI jelaskan dalam poin-poin di atas bahwa

Pemohon sama sekali tidak mengelaborasi lebih lanjut pengujian

pasal a quo terhadap berbagai pasal batu uji UUD Tahun 1945

yang diajukan oleh Pemohon. Pemohon pun tidak memiliki

kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan diri

menjadi calon Presiden sebagaimana telah DPR RI jelaskan. Selain

itu, Pemohon juga membandingkan calon mandiri dengan pilkada

(vide Perbaikan Permohonan, halaman 6, Alasan Permohonan),

sedangkan pilkada bukan lagi masuk dalam rezim pemilihan

umum. Dulu memang pilkada merupakan bagian dari pemilu

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

(UU No. 15 Tahun 2011) yang menyatakan bahwa “Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih

gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Penormaan ini mencerminkan bahwa pelaksanaan Pilkada dalam

UU No. 15 Tahun 2011 adalah masuk dalam rezim Pemilu yang

muncul semenjak Putusan Mahkamah Konstitusi No. 072-

073/PUU-II/2004. Sehingga Pilkada pun diselenggarakan oleh

KPU dan sengketa perselisihan hasil pemilihannya disidangkan di

MK. Namun demikian, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.

97/PUU-XI/2013 secara tegas MK menyatakan bahwa Pilkada

bukanlah rezim Pemilu. Dalam Putusan tersebut pemilihan umum

hanyalah diartikan hanyalah limitatif sesuai dengan original intent

menurut Pasal 22E UUD Tahun 1945, yaitu Pemilihan Umum

yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden

dan Wakil Presiden serta DPRD dan dilaksanakan setiap 5 tahun

sekali. Sehingga perluasan makna Pemilu yang mencakup Pilkada

adalah inkonstitusional menurut MK.

10) Bahwa oleh karena itu adalah tidak tepat untuk

mengkodifikasikan UU Pilkada untuk masuk dalam Kodifikasi UU

Pemilu karena Pilkada tidak termasuk dalam rezim Pemilu

Page 20: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

20

melainkan masuk dalam rezim Pemerintahan Daerah (Pemda)

sebagaimana dinyatakan dalam Pertimbangan Mahkamah angka

[3.12.5] huruf Putusan MK No 97/PUU-XI/2013. Oleh karena itu,

dikarenakan RUU Penyelenggaraan Pemilu juga termasuk

mengkodifikasikan pengaturan mengenai Penyelenggara Pemilu,

yang selama ini diatur dalam UU No. 15 Tahun 2011, maka

banyak hal yang perlu diubah karena terkait dengan Pilkada telah

memiliki pengaturan tersendiri yakni dalam UU Nomor 1 Tahun

2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada),

sebagaimana beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No. 10

Tahun 2016. Dengan demikian, tidak sepadan mengkomparasikan

pemilu Presiden dengan pilkada, karena mekanismenya pun

sudah berbeda.

11) Bahwa jika Pemohon membandingkan pencalonan Presiden dan

Pilkada dengan menggunakan perhitungan KTP untuk calon

mandiri (vide Perbaikan Permohonan, halaman 6, Alasan

Permohonan), perbandingan ini tidak tepat karena pilkada pun

tidak menggunakan sistem perhitungan KTP sebagaimana yang

dimaksud Pemohon. Sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1)

UU Pilkada diatur cara pendaftaran pasangan calon kepala daerah

dan wakil kepala daerah, yaitu:

Pasal 40

“(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan

pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima

persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan

umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah

yang bersangkutan”.

12) Bahwa mengutip pendapat Dr. Harjono, S.H.,M.C.L dalam

putusan perkara MK Nomor 71/PUU-XV/2017 pada tanggal 19

Desember 2017 menyebutkan bahwa:

“Dalam ilmu politik sering disebut bahwa parpol adalah

infrastruktur politik namun UUD 1945 perubahan

menempatkan parpol sebagai supra struktur politik yang

keberadaannya diakui secara eksplisit beserta hak-haknya

oleh Pasal UUD. Bahkan konstitusi dalam pelaksanaannya

memerlukan keberadaan partai politik karena baik secara

Page 21: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

21

formal maupun materill tidak mungkin UUD 1945 dapat

dilaksanakan tanpa partai politik. Bagaimana mungkin dapat

terbentuk DPR MPR dan terpilih Presiden tanpa ada partai

politik karena UUD mensyaratkan parpol yang

mempunyai hak untuk mencalonkan keanggotaan DPR

dan Calon Presiden. Kedaulatan di tangan rakyat yang

dilaksanakan menurut UUD saluran formal konstitusional

ada pada partai politik. Partai merupakan lembaga konstitusi

yang berdasar atas demokrasi. Kedaulatan berada di tangan

rakyat setiap lima tahun sekali akan dimandatkan kepada

partai politik melalui pemilu yang demokratis dan selama

lima tahun akan berlangsung proses demokrasi melalui

perwakilan. Pemilu diperlukan untuk memilih wakil rakyat

dalam sistem demokrasi sehingga calon wakil rakyat harus

berkompetisi. Persyaratan pendirian partai merupakan

saringan pertama untuk ikut berkompetisi dalam proses

demokrasi. Babak kualifikasi memang diperlukan dan hal

demikian sangat wajar dalam proses demokrasi perwakilan”

13) Bahwa merujuk pada pendapat hukum MK tersebut pada nomor

12, DPR RI berpandangan bahwa ketentuan yang mensyaratkan

parpol atau gabungan partai politik yang mempunyai hak untuk

mengusulkan calon presiden dan wakil presiden secara tidak

langsung bertujuan agar sejalan dengan amanat Pasal 6A ayat (2)

UUD Tahun 1945. Ketentuan tersebut juga merupakan sebuah

konsekuensi logis dari Pasal 6A ayat (1) UUD Tahun 1945 yang

menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam

satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dengan adanya

pemilihan yang dipilih oleh rakyat secara one man, one vote, maka

mendorong partai politik sebagai wadah penampung aspirasi

rakyat, untuk mengambil “hak konstitusional” partai politik dalam

mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Pengusulan presiden dan wakil presiden ini tidak dapat terlepas

dari sistem politik di Indonesia yang mempunyai suprastruktur

dan infrastruktur politik di dalamnya. Infrastruktur politik sendiri

diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan

kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam

aktifitasnya dapat mempengaruhi baik secara langsung atau tidak

kepada lembaga negara menjalankan fungsi serta kekuasaan

masing-masing. Infrastruktur politik disini dimaksudkan sebagai

partai politik. Sedangkan suprastruktur politik diartikan sebagai

lembaga-lembaga negara atau alat kelengkapan negara. Sehingga

dapat tergambar jelas bahwa hubungan antara Presiden dan

Page 22: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

22

Wakil Presiden dengan partai politik merupakan hubungan yang

saling berhubungan satu sama lain. Ketentuan yang mengatur

hak parpol dalam pengusulan presiden dan wakil presiden ini

secara tidak langsung juga sebagai saringan pertama dalam

kontestasi politik.

14) Bahwa merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

007/PUU-II/2004 pada tanggal 7 Juli 2004 yang menyebutkan

bahwa:

“Sementara itu, UUD Tahun 1945 terlihat membedakan antara

hak konstitusional warga negara dan hak konstitusional partai

politik. Hak untuk menjadi Presiden adalah hak

konstitusional warga negara, tetapi bukan berarti

bahwa setiap warga negara secara otomatis dapat

menjadi Presiden melainkan harus tunduk pada persyaratan

dan tata cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar

dan Undang-Undang sebagai pelaksanaan ketentuan

Undang-Undang Dasar tersebut. Bahwa sesuai ketentuan

Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945, yang memiliki hak

konstitusional untuk mengajukan calon presiden dan

wakil presiden adalah partai politik (bilamana calon

presiden dan wakil presiden tersebut memenuhi syarat

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2)

UUD Tahun 1945). Ketentuan ini bukan berarti meniadakan

hak warga negara untuk menjadi presiden. Bahwa kendatipun

Pemohon dipandang memiliki hak konstitusional untuk

menjadi calon presiden menurut Undang-Undang Dasar,

prosedur penggunaan hak dimaksud juga diatur secara

expressis verbis dalam Undang-Undang dasar sehingga tidak

dapat dipandang sebagai sesuatu yang diskriminatif

sebagaimana didalilkan oleh pemohon. Oleh karena itu

meskipun pemohon mempunyai hak konstitusional untuk

menjadi calon presiden menurut Undang-Undang Dasar,

namun jikalau tidak diusulkan oleh partai politik peserta

Pemilu maka Pemohon in casu tidak mempunyai hak

konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat

(2) Undang-Undang Dasar”

15) Bahwa merujuk pada pendapat hukum MK tersebut pada nomor

14, DPR RI berpandangan bahwa dengan demikian MK telah

menafsirkan bahwa terdapat pembedaan hak antara hak

Page 23: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

23

konstitusional warga negara dan hak konstitusional partai politik.

Putusan diatas juga dipertegas di dalam Putusan Perkara Nomor

054/PUU-II/2004 dan Putusan Perkara Nomor 057/PUU-II/2004.

DPR RI berpandangan bahwa setiap warga negara berhak untuk

menjadi presiden dan wakil presiden namun untuk dapat

dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka harus

tunduk pada ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945 yaitu

harus diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.

16) Bahwa pengujian permohonan pasal a quo merupakan nebis in

idem, karena telah beberapa kali diputus oleh MK dan tidak

pernah dibatalkan, antara lain dalam putusan sebagai berikut ini:

a) Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013

Effendi Gozali sebagai Pemohon perkara MK No. 14/PUU-

XI/2013 juga mengujikan mengenai ambang batas pasal a quo

dalam Perkara MK No. 14/PUU-XI/2013 tersebut. Namun

demikian, dalam perkara tersebut MK tidak mengabulkannya.

Oleh karena itu, bilamana sesuai dengan amanat yang

terkandung di pertimbangan Putusan MK No. 14/PUU-

XI/2013, maka dapat diketahui bahwa tujuan dilakukan

keserentakan Pemilu Legislatif dengan Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden adalah untuk memperkuat sistem presidensial.

Dan dalam rangka itu, maka aturan tanpa adanya ambang

batas, yang mengakibatkan tidak akan adanya koalisi sejak

awal untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden adalah

tidak sejalan dengan niatan untuk memperkuat sistem

Presidensial tersebut. Oleh karena itulah makanya sejalan

dengan tidak dikabulkannya permohonan Pemohon dalam

Perkara MK No. 14/PUU-XI/2013 terkait hal ini.

b) Putusan MK No. 53/PUU-XV/2017, berikut ini pertimbangan

MK:

- MK telah mempertimbangkan dalam paragraf [3.14] angka 5

bahwa argumentasi Pemohon yang mendalilkan Pasal 222

UU Pemilu menambahkan syarat ambang batas pencalonan

yang berpotensi menghilangkan pasangan capres dan

cawapres alternatif telah dipertimbangkan dalam putusan

ini, bahkan sejak Putusan MK No. 51-52-59/PUU-VI/2008.

- MK menyatakan syarat pencalonan Presiden dalam pasal a

quo merupakan open legal policy, bahkan sejak Putusan MK

No. 51-52-59/PUU-VI/2008.

Page 24: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

24

- MK menyatakan bahwa pasal a quo merupakan

constitutional engineering

- MK menyatakan presidential threshold tidak menghilangkan

esensi pemilu.

- MK membantah argumentasi Pemohon bahwa pasal a quo

seharusnya tidak mengatur syarat capres karena Pasal 6A

ayat (5) hanya mendelegasikan tata caranya.

- MK membantah argumentasi Pemohon bahwa pasal a quo

tidak terkait pengusulan parpol, karena konstitusi secara

tegas memberikan peran kepada parpol untuk mengusulkan

capres dan cawapres.

- MK menyatakan bahwa konstitusi tidak membatasi warga

negara untuk mendirikan parpol sepanjang memenuhi

syarat, sehingga tetap akan lahir parpol baru yang nantinya

dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres.

- Pasal a quo tidak dapat ditafsir berbeda dan sudah

memberikan kepastian hukum.

c) Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018

Mendasarkan pada putusan MK poin-poin pertimbangan MK

pada putusan MK No. 53/PUU-XV/2017, yang pada intinya

pasal a quo telah didasarkan pada pertimbangan komprehensif

yang bertolak dari hakikat sistem pemerintahan presidensial

menurut desain UUD NRI Tahun 1945, bukan atas dasar

pertimbangan kasuistis yang bertolak dari peristiwa konkret.

(Vide Pendapat Mahkamah, [3.14], halaman 44)

d) Putusan MK No. 50/PUU-XVI/2018

Memberlakukan secara mutatis mutandis pertimbangan MK

dalam Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018, yang pada intinya

pengusulan capres dan cawapres harus berasal dari parpol

atau gabungan parpol. (Vide Pendapat Mahkamah, [3.12],

halaman 22)

e) Putusan MK No. 54/PUU-XVI/2018

Memberlakukan secara mutatis mutandis pertimbangan MK

dalam Putusan MK No. 51-52-59/PUU-VI/2008, Putusan MK

No. 53/PUU-XV/2017, Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018, dan

Putusan MK No. 50/PUU-XVI/2018. (Vide Pendapat

Mahkamah, [3.12.1], halaman 36)

Page 25: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

25

f) Putusan MK No. 61/PUU-XVI/2018

MK menegaskan isi ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI

Tahun 1945 bahwa syarat capres dan cawapres harus

diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol. Vide Pendapat

Mahkamah, [3.5], halaman 32)

Bahwa berdasarkan berbagai putusan MK di atas terhadap pasal

a quo sangat jelas terlihat bahwa pasal a quo merupakan open

legal policy dan tetap dipertahankan MK guna mendukung sistem

presidensial yang kuat. Oleh karena itu, Pemohon harus mencari

alasan yang jelas menunjukkan alasan kerugian konstitusional

dari pasal a quo terlebih dahulu untuk dapat mengujikan pasal a

quo, agar tidak nebis in idem.

17) Bahwa DPR RI mengutip pendapat Mahkamah Konstitusi pada

point [3.17] Putusan MK No 51-52-59/PUU-VI/2008 yang

menyatakan sebagai berikut:

“Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai

pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan

Undang-Undang atau sebagian isinya, jikalau norma

tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang

dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk

Undang-Undang. Meskipun seandainya isi suatu Undang-

Undang dinilai buruk, seperti halnya ketentuan presidential

threshold dan pemisahan jadwal Pemilu dalam perkara a quo,

Mahkamah tetap tidak dapat membatalkannya, sebab yang

dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali

kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar

moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable.

Pandangan hukum yang demikian sejalan dengan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 010/PUU-III/2005 bertanggal 31

Mei 2005 yang menyatakan sepanjang pilihan kebijakan

tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan

pembentuk Undang-Undang, tidak merupakan

penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata

bertentangan dengan UUD 1945, maka pilihan

kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh

Mahkamah”.

Bahwa syarat pencalonan Presiden sebagaimana diatur dalam

pasal a quo murni merupakan kebijakan hukum terbuka (open

legal policy). Adapun jikalau Pemohon menilai hal ini adalah

Page 26: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

26

buruk dan lain sebagainya maka Pemohon juga bisa melihat

bahwa yang dikatakan buruk tersebut tidak selalu berarti

melanggar konstitusi, kecuali jika norma tersebut jelas-jelas

melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang

intolerable.

c. Latar Belakang Pembahasan UU PEMILU

Bahwa selain pandangan secara konstitusional, teoritis, dan

yuridis, sebagaimana telah diuraikan di atas, dipandang perlu untuk

melihat latar belakang perumusan dan pembahasan pasal-pasal

terkait dalam undang-undang a quo sebagai berikut:

1. Risalah Rapat Kerja I Pansus RUU tentang Penyelenggaraan

Pemilu pada tanggal 30 November 2016 pukul 10.50 WIB.

Pembicara: Tjahjo Kumolo (Pemerintah/Mendagri)

“Kami sampaikan bahwa sikap pemerintah dalam rangka

menyusun draft dan dalam kaitan nanti kita bahas bersama

kami yakin dan akan sepakat dengan pemerintah bahwa RUU

pemilu ini pada prinsipnya adalah kedaulatan ada di tangan

partai politik”

2. Risalah Rapat Kerja III Pansus RUU tentang Penyelenggaraan

Pemilu pada tanggal 19 Januari 2017 pukul 10.40 WIB.

Pembicara: Pemerintah/Kemendagri

“Tapi inikan dalam proses yang begitu terbuka, dinamis. Semua

orang punya hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai

calon Anggota DPR maupun calon Presiden dan Wakil Presiden.

Tapi hanya untuk DPRD dan untuk DPR RI, Presiden dan Wakil

Presiden itu proses rezimnya melalui partai politik”

3. Risalah Rapat Kerja V Pansus RUU tentang Penyelenggaraan

Pemilu pada tanggal 16 Februari 2017 pukul 13.25 WIB.

Pembicara: H. Rambe Kamarul Zaman, M.Sc., MM (Fraksi

Partai Golkar)

“Partai politik kita sudah punya tugas yang mulia yang

dinyatakan di dalam Undang-Undang Dasar. Dia memang

mencalonkan orang, itu terang itu, dia mencalonkan siapa yang

akan menjadi, yang pertama presiden, pasangan presidenlah,

Page 27: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

27

wakil presiden dan juga Anggota DPR RI, Provinsi,

Kabupaten/Kota, dia yang mencalonkan. Karena dia yang

mencalonkan itu maka dia punya kewenangan untuk menunjuk

kadernya. Ini sudah benar, sudah pas itu, menunjuk kadernya

siapa yang akan dicalonkan”

4. Risalah Rapat Kerja VI RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu

pada tanggal 17 Februari 2017 pukul 15.00 WIB

Pembicara: H. Rambe Kamarul Zaman, M.Sc., M.M (Fraksi

Partai Golkar)

“Bahwa untuk jadi Presiden begitu ya, syaratnya ada ya

menjadi Presiden begitu ya harus ada dukungan politik. Jadi itu

termasuk persyaratan. Oleh karena itu di ayat berikutnya di

Pasal ayat 6A tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan

Wakil Presiden diatur dalam undang-undang. Undang-undang

inilah yang mengaturny. Jadi, jangan kita pertentangkan apa

kalau yang pakai ini bertentangan dengan konstitusi, nda ada

yang bertentangan. Ini kita mengatur syaratnya”

Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon agar

kiranya, Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan

sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum

(Legal Standing) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak

dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard;

2. Menolak permohonan pengujian Pemohon untuk seluruhnya atau

setidak tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak

dapat diterima;

3. Menerima Keterangan DPR RI secara keseluruhan;

4. Menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945;

5. Menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

tentang Pemilihan Umum tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat;

6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Apabila Yang Mulia Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat

lain,mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Page 28: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

28

Demikian keterangan DPR ini kami sampaikan sebagai bahan

pertimbangan bagi Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang Mulia untuk

mengambil keputusan.

Hormat Kami

Tim Kuasa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Drs. H. Kahar Muzakir

(No.Anggota A-245)

Trimedya Panjaitan, SH., MH. Desmon Junaidi Mahesa, SH., MH.

(No. Anggota A-127) (No. Anggota A-376)

Mulfachri Harahap, SH. Erma Suryani Ranik, SH

(No. Anggota A-459) (No. Anggota A-446)

Arteria Dahlan, ST.,SH., MH. Dr. Ir. H. Adies Kadir,SH.,M.Hum (No. Anggota A-197) (No. Anggota A-282)

Dr. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH.,MH Didik Mukrianto, SH., MH. (No. Anggota A-377) (No. Anggota A-437)

H. Muslim Ayub, SH.,MM Dr. H.M. Anwar Rachman, SH.,MH

(No. Anggota A-458) (No. Anggota A-73)

H. Arsul Sani, SH., M.Si H. Aboe Bakar Al Habsy

(No. Anggota A-528) (No. Anggota A-119)

Page 29: KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK …berkas.dpr.go.id/puspanlakuu/keterangan/keterangan-public-393.pdf1 KETERANGAN DEWAN ... “Pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik

29

Drs. Taufiqulhadi, M.Si. Samsudin Siregar, SH.

(No. Anggota A-19) (No. Anggota A-547)